OTORITAS JASA KEUANGAN PERATURAN OTORITAS JASA … · dalam sejarah perasuransian di Indonesia,...
Transcript of OTORITAS JASA KEUANGAN PERATURAN OTORITAS JASA … · dalam sejarah perasuransian di Indonesia,...
OTORITAS JASA KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR /POJK.05/2016
TENTANG
PROSEDUR DAN TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF DI BIDANG PERASURANSIAN DAN
PEMBLOKIRAN KEKAYAAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN REASURANSI, DAN
PERUSAHAAN REASURANSI SYARIAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,
Draft Penjelasan
Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 8 huruf i Undang-Undang
Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan berwenang
untuk menetapkan peraturan mengenai tata cara
PENJELASAN
ATAS
- 2 -
Draft Penjelasan
pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan;
PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR /POJK.05/2016
TENTANG
PROSEDUR DAN TATA CARA PENGENAAN SANKSI
ADMINISTRATIF DI BIDANG PERASURANSIAN DAN
PEMBLOKIRAN KEKAYAAN PERUSAHAAN ASURANSI,
PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN
REASURANSI, DAN PERUSAHAAN REASURANSI SYARIAH
b. bahwa berdasarkan Pasal 71 ayat (4) Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian, prosedur dan tata cara pengenaan
sanksi administratif serta besaran denda sanksi
administratif diamanatkan untuk diatur dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan;
c. bahwa berdasarkan Pasal 72 ayat (5) Undang-
undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian, prosedur dan tata cara pemblokiran
dan pencabutan pemblokiran kekayaan perusahaan
asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan
reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah
diamanatkan untuk diatur dalam Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan;
I. UMUM
Lahirnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014
tentang Perasuransian (Undang-Undang
Perasuransian) menjadi salah satu tonggak penting
dalam sejarah perasuransian di Indonesia, mengingat
di dalam undang–undang tersebut terdapat banyak
penyempurnaan atas undang-undang sebelumnya.
Salah satu penyempurnaan yang ada dalam Undang-
Undang Perasuransian adalah penyempurnaan
ketentuan mengenai sanksi, termasuk pengaturan
baru terkait pemblokiran kekayaan Perusahaan.
Dalam rangka penguatan industri asuransi,
Undang-Undang Perasuransian mengatur sanksi
administratif yang menjadi konsekuensi atas
pelanggaran terhadap undang-undang tersebut dan
peraturan pelaksanaannya. Ketentuan mengenai
sanksi dalam undang-undang mencakup pihak yang
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu
menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
tentang Prosedur dan Tata Cara Pengenaan Sanksi
Administratif di Bidang Perasuransian dan
Pemblokiran Kekayaan Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan
Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah.
- 3 -
Draft Penjelasan
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 111; Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253);
dapat dikenai sanksi, jenis sanksi, dan pelanggaran
yang dapat berakibat pengenaan sanksi. Ketentuan
lebih lanjut mengenai sanksi administratif, khususnya
mengenai prosedur dan tata cara pengenaan sanksi
administratif serta besaran denda sanksi administratif
di sektor perasuransian diamanatkan untuk diatur
dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Sejalan dengan tujuan dibentuknya Otoritas Jasa
Keuangan agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan
terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan
akuntabel serta mampu melindungi kepentingan
konsumen dan masyarakat, Undang-Undang
Perasuransian mengatur mengenai pemblokiran
kekayaan Perusahaan. Dengan adanya pemblokiran
ini, diharapkan aset Perusahaan yang bermasalah
dapat dilindungi dari tindakan yang dapat
menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban
Perusahaan kepada nasabah/tertanggung/pemegang
polis. Prosedur dan tata cara pemblokiran dan
pencabutan pemblokiran kekayaan Perusahaan
selanjutnya diamanatkan untuk diatur dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka Otoritas Jasa
Keuangan menetapkan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan ini. Ruang lingkup substansi Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan ini antara lain prosedur dan
tata cara pengenaan sanksi administratif di bidang
perasuransian, besaran sanksi denda, tata cara
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 337, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 5618);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
: PROSEDUR DAN TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF DI BIDANG PERASURANSIAN DAN PEMBLOKIRAN KEKAYAAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN REASURANSI, DAN PERUSAHAAN REASURANSI SYARIAH
- 4 -
Draft Penjelasan
pemblokiran dan pencabutan pemblokiran untuk
kekayaan Perusahaan.
Namun, pengenaan sanksi bagi pelaku industri
perasuransian bukan hanya diatur dalam Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan ini. Peraturan perundang-
undangan lain di bidang perasuransian dapat memuat
ketentuan mengenai pengenaan sanksi administratif.
Oleh sebab itu, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini
perlu dibaca bersama dengan ketentuan terkait
lainnya agar diperoleh gambaran yang lengkap
mengenai sanksi bagi pelaku industri perasuransian.
BAB I
KETENTUAN UMUM II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang
dimaksud dengan:
1. Perusahaan Perasuransian adalah perusahaan
asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan
reasuransi, perusahaan reasuransi syariah,
perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang
reasuransi, dan perusahaan penilai kerugian
asuransi.
Cukup jelas.
2. Perusahaan adalah perusahaan asuransi umum, Cukup jelas.
- 5 -
Draft Penjelasan
perusahaan asuransi jiwa, perusahaan reasuransi,
perusahaan asuransi umum syariah, perusahaan
asuransi jiwa syariah, dan perusahaan reasuransi
syariah.
3. Kekayaan adalah aset keuangan, properti, dan
logam mulia.
Cukup jelas.
4. Pemblokiran adalah tindakan penghentian aktivitas
apapun yang antara lain berupa pengurangan nilai,
pengalihan, penukaran, penempatan, pembagian,
pencairan atas sebagian atau seluruh kekayaan
Perusahaan dalam jangka waktu tertentu.
Cukup jelas.
BAB II
JENIS SANKSI ADMINISTRATIF DI BIDANG
PERASURANSIAN
Pasal 2
(1) Sanksi administratif yang dikenakan di bidang perasuransian berupa:
a. peringatan tertulis; Cukup jelas.
b. pembatasan kegiatan usaha, untuk sebagian atau seluruh kegiatan usaha;
Cukup jelas.
c. larangan untuk memasarkan produk asuransi atau produk asuransi syariah untuk lini usaha tertentu;
Cukup jelas.
- 6 -
Draft Penjelasan
d. pencabutan izin usaha; Pencabutan izin usaha termasuk pencabutan izin/kegiatan
unit usaha syariah.
e. pembatalan pernyataan pendaftaran bagi pialang asuransi, pialang reasuransi, dan agen asuransi;
Cukup jelas.
f. pembatalan pernyataan pendaftaran bagi konsultan aktuaria, akuntan publik, penilai, atau pihak lain yang memberikan jasa bagi Perusahaan Perasuransian;
Cukup jelas.
g. pembatalan persetujuan bagi lembaga mediasi atau asosiasi;
Cukup jelas.
h. denda administratif; dan/atau Cukup jelas.
i. larangan menjadi pemegang saham, pengendali, direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan pemegang saham, pengendali, direksi, dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, dewan pengawas syariah, atau menduduki jabatan eksekutif di bawah direksi, atau yang setara dengan jabatan eksekutif di bawah direksi pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
huruf c Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, pada Perusahaan Perasuransian.
Cukup jelas.
(2) Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan menilai kondisi Perusahaan Perasuransian membahayakan
Cukup jelas.
- 7 -
Draft Penjelasan
kepentingan pemegang polis, tertanggung, atau peserta, Otoritas Jasa Keuangan dapat mengenakan sanksi pencabutan izin usaha tanpa didahului pengenaan sanksi administratif yang lain.
BAB III
PROSEDUR DAN TATA CARA PENGENAAN SANKSI
ADMINISTRATIF
Bagian Kesatu
Prosedur dan Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif bagi Perusahaan Perasuransian
Pasal 3
(1) Perusahaan Perasuransian yang melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian dan peraturan pelaksanaannya dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis.
Cukup jelas.
(2) Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak dikenakan sebanyak tiga kali berturut-turut atas setiap pelanggarannya yaitu sanksi peringatan tertulis pertama, sanksi peringatan tertulis kedua, dan sanksi peringatan tertulis ketiga.
Cukup jelas.
(3) Sanksi administratif berupa sanksi peringatan tertulis pertama atau sanksi peringatan tertulis
kedua dapat dikenakan sebagai sanksi peringatan tertulis terakhir.
Sanksi peringatan tertulis pertama atau sanksi peringatan
tertulis kedua yang merupakan sanksi peringatan tertulis
terakhir dikenakan dengan disertai penegasan bahwa tidak
ada sanksi peringatan tertulis berikutnya.
(4) Sanksi administratif berupa sanksi peringatan tertulis pertama atau sanksi peringatan tertulis
Cukup jelas.
- 8 -
Draft Penjelasan
kedua dapat merupakan sanksi peringatan tertulis terakhir apabila Perusahaan Perasuransian: a. pernah melakukan pelanggaran yang sama dalam
1 (satu) tahun terakhir; dan/atau b. sedang dikenai sanksi administratif berupa
sanksi pembatasan kegiatan usaha karena pelanggaran yang lain.
(5) Batas waktu pemberlakuan sanksi administratif berupa peringatan tertulis bagi Perusahaan Perasuransian adalah 30 (tiga puluh) hari kalender sejak ditetapkannya sanksi administratif berupa peringatan tertulis.
Cukup jelas.
(6) Otoritas Jasa Keuangan dapat menetapkan berlakunya jangka waktu pengenaan sanksi paling lama 4 (empat) bulan sejak ditetapkannya sanksi administratif berupa peringatan tertulis dalam hal sanksi administratif berupa peringatan tertulis diterbitkan: a. bagi Perusahaan karena tidak terpenuhinya
ketentuan minimum tingkat solvabilitas; atau b. bagi perusahaan pialang asuransi, perusahaan
pialang reasuransi, atau perusahaan penilai kerugian asuransi karena tidak terpenuhinya ekuitas minimum.
Jangka waktu pengenaan sanksi paling lama 4 (empat)
bulan adalah untuk setiap pengenaan sanksi peringatan
tertulis.
Pasal 4
(1) Perusahaan Perasuransian dikenai sanksi administratif berupa pembatasan kegiatan usaha apabila Perusahaan Perasuransian tidak dapat mengatasi pelanggaran yang merupakan penyebab terbitnya sanksi peringatan tertulis terakhir sampai
Cukup jelas.
- 9 -
Draft Penjelasan
dengan batas waktu yang ditentukan.
(2) Sanksi administratif berupa pembatasan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenakan untuk sebagian atau seluruh kegiatan usaha.
Cukup jelas.
(3) Perusahaan Perasuransian yang sedang dikenai
sanksi adminsitratif berupa pembatasan kegiatan usaha untuk sebagian atau seluruh kegiatan usaha tetap dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis apabila melakukan pelanggaran baru selain yang telah menjadi dasar pengenaan sanksi pembatasan kegiatan usaha untuk sebagian atau seluruh kegiatan usaha.
Cukup jelas.
(4) Batas waktu pemberlakuan sanksi pembatasan kegiatan usaha bagi Perusahaan Perasuransian adalah paling lama 1 (satu) tahun sejak ditetapkannya sanksi administratif berupa pembatasan kegiatan usaha.
Cukup jelas.
Pasal 5
(1) Perusahaan Perasuransian hanya dapat dikenai sanksi administratif berupa pembatasan sebagian kegiatan usaha paling banyak 2 (dua) kali dalam waktu yang sama.
Cukup jelas.
(2) Perusahaan Perasuransian dikenai sanksi pembatasan kegiatan usaha atas seluruh kegiatan usaha apabila Perusahaan Perasuransian tidak dapat mengatasi pelanggaran dalam sanksi pembatasan sebagian kegiatan usaha sampai dengan batas waktu yang ditentukan.
Cukup jelas.
- 10 -
Draft Penjelasan
(3) Dalam hal Perusahaan Perasuransian yang sedang dikenai sanksi pembatasan kegiatan usaha atas seluruh kegiatan usaha dikenai sanksi administratif berupa pembatasan kegiatan usaha baru karena pelanggaran baru, maka: a. pelanggaran baru tersebut menjadi dasar
tambahan atas pengenaan sanksi pembatasan kegiatan usaha atas seluruh kegiatan usaha; dan
b. batas waktu pemberlakuan sanksi pembatasan kegiatan usaha mengikuti batas waktu pemberlakuan sanksi pembatasan kegiatan usaha atas seluruh kegiatan usaha yang telah dikenakan kepada Perusahaan Perasuransian sebelumnya.
Cukup jelas.
(4) Otoritas Jasa Keuangan menginformasikan kepada masyarakat mengenai sanksi administratif berupa pembatasan kegiatan usaha antara lain melalui website resmi Otoritas Jasa Keuangan dan/atau media cetak berskala nasional.
Cukup jelas.
Pasal 6
(1) Perusahaan Perasuransian dikenai sanksi pencabutan izin usaha apabila Perusahaan Perasuransian tidak dapat mengatasi pelanggaran dalam sanksi pembatasan kegiatan usaha untuk seluruh kegiatan usaha sampai dengan batas waktu yang ditentukan.
Cukup jelas.
(2) Otoritas Jasa Keuangan menginformasikan kepada masyarakat mengenai pengenaan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha melalui
Cukup jelas.
- 11 -
Draft Penjelasan
website resmi Otoritas Jasa Keuangan dan/atau media cetak berskala nasional.
Pasal 7
(1) Perusahaan dapat dikenai sanksi larangan untuk memasarkan produk asuransi atau produk asuransi syariah untuk lini usaha tertentu di luar sanksi
peringatan tertulis.
Cukup jelas.
(2) Sanksi larangan untuk memasarkan produk asuransi atau produk asuransi syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sanksi tambahan.
Cukup jelas.
(3) Batas waktu pemberlakuan sanksi larangan untuk memasarkan produk asurasi atau produk asuransi syariah bagi perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi syariah adalah paling lama 1 (satu) tahun sejak ditetapkannya sanksi administratif berupa larangan memasarkan produk asuransi atau produk asuransi syariah.
Cukup jelas.
Bagian Kedua
Prosedur dan Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Bagi Pialang Asuransi, Pialang
Reasuransi, Agen Asuransi, atau Pihak Lain Yang Memberikan Jasa Bagi Perusahaan Perasuransian
Pasal 8
(1) Pialang asuransi, pialang reasuransi, agen asuransi, atau pihak lain yang memberikan jasa bagi Perusahaan Perasuransian yang melanggar Undang-
Pihak lain yang memberikan jasa bagi perusahaan
perasuransian adalah pihak-pihak yang diwajibkan
- 12 -
Draft Penjelasan
Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian dan peraturan pelaksanaannya dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis.
terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan dalam rangka
memberikan jasa kepada Perusahaan Perasuransian.
(2) Sanksi peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sebanyak 1 (satu) kali atas setiap pelanggaran dengan batas waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak ditetapkannya sanksi administratif berupa peringatan tertulis.
Cukup jelas.
Pasal 9
(1) Pialang asuransi, pialang reasuransi, agen asuransi, atau pihak lain yang memberikan jasa bagi Perusahaan Perasuransian dikenai sanksi pembatalan pernyataan pendaftaran apabila yang bersangkutan tidak dapat mengatasi pelanggaran yang merupakan penyebab terbitnya sanksi peringatan tertulis sampai dengan batas waktu yang ditentukan.
Cukup jelas.
(2) Otoritas Jasa Keuangan menginformasikan kepada masyarakat mengenai pengenaan sanksi administratif berupa pembatalan pernyataan pendaftaran pialang asuransi, pialang reasuransi, agen asuransi, atau pihak lain yang memberikan jasa bagi Perusahaan Perasuransian melalui website resmi Otoritas Jasa Keuangan dan/atau media cetak
berskala nasional.
Cukup jelas.
Bagian Ketiga
Prosedur dan Tata Cara Pengenaan Sanksi
- 13 -
Draft Penjelasan
Administratif Bagi Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, atau Penilai
Pasal 10
(1) Konsultan aktuaria, akuntan publik, atau penilai yang memberikan jasa bagi Perusahaan Perasuransian melanggar Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2014 tentang Perasuransian dan peraturan pelaksanaannya dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis.
Konsultan aktuaria, akuntan publik, atau penilai yang
memberikan jasa bagi perusahaan perasuransian adalah
konsultan aktuaria, akuntan publik, atau penilai yang
diwajibkan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan dalam
rangka memberikan jasa kepada Perusahaan
Perasuransian.
(2) Sanksi peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak dikenakan sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut atas setiap pelanggarannya yaitu sanksi peringatan tertulis pertama, sanksi peringatan tertulis kedua, dan sanksi peringatan tertulis ketiga.
Cukup jelas.
(3) Sanksi peringatan tertulis pertama atau sanksi peringatan tertulis kedua dapat dikenakan sebagai sanksi peringatan tertulis terakhir.
Cukup jelas.
(4) Batas waktu pemberlakuan sanksi administratif berupa peringatan tertulis bagi pialang asuransi, pialang reasuransi, agen asuransi, konsultan aktuaria, akuntan publik, penilai, atau pihak lain yang memberikan jasa bagi Perusahaan Perasuransian adalah paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak ditetapkannya sanksi administratif berupa peringatan tertulis.
Cukup jelas.
Pasal 11
- 14 -
Draft Penjelasan
(1) Konsultan aktuaria, akuntan publik, atau penilai dikenai sanksi pembatasan kegiatan usaha apabila yang bersangkutan tidak dapat mengatasi pelanggaran yang merupakan penyebab terbitnya sanksi peringatan tertulis terakhir sampai dengan batas waktu yang ditentukan.
Cukup jelas.
(2) Batas waktu pemberlakuan sanksi pembatasan kegiatan usaha bagi konsultan aktuaria, akuntan publik, atau penilai adalah paling lama 1 (satu) tahun sejak ditetapkan sanksi administratif berupa pembatasan kegiatan usaha.
Cukup jelas.
(3) Otoritas Jasa Keuangan menginformasikan kepada masyarakat pengenaan sanksi administratif berupa pembatasan kegiatan usaha konsultan aktuaria, akuntan publik, atau penilai melalui website resmi Otoritas Jasa Keuangan dan/atau media cetak berskala nasional.
Cukup jelas.
Pasal 14
(1) Konsultan aktuaria, akuntan publik, atau penilai dikenai sanksi administratif berupa pembatalan pernyataan pendaftaran apabila yang bersangkutan tidak dapat mengatasi pelanggaran yang merupakan penyebab terbitnya sanksi pembatasan kegiatan usaha sampai dengan batas waktu yang ditentukan.
Cukup jelas.
(2) Batas waktu pemberlakuan sanksi pembatasan
kegiatan usaha bagi konsultan aktuaria, akuntan publik, atau penilai adalah paling lama 1 (satu) tahun sejak ditetapkan sanksi administratif berupa pembatasan kegiatan usaha.
Cukup jelas.
- 15 -
Draft Penjelasan
(3) Otoritas Jasa Keuangan menginformasikan kepada masyarakat mengenai pengenaan sanksi administratif berupa pembatalan pernyataan pendaftaran konsultan aktuaria, akuntan publik, atau penilai melalui website resmi Otoritas Jasa Keuangan dan/atau media cetak berskala nasional.
Cukup jelas.
Bagian Keempat
Prosedur dan Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif bagi Pemegang Saham, Pengendali, Direksi, Dewan Komisaris, atau Dewan Pengawas
Syariah
Pasal 15
(1) Pemegang saham, pengendali, direksi, dewan komisaris, atau dewan pengawas syariah dari Perusahaan Perasuransian yang melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian dan peraturan pelaksanaannya dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis.
Pemegang saham, pengendali, direksi, dan dewan
komisaris adalah pemegang saham, pengendali, direksi,
dewan komisaris pada Perusahaan Perasuransian yang
berbentuk perseroan terbatas atau pihak-pihak yang
setara dengan itu pada Perusahaan Perasuransian yang
berbentuk koperasi atau usaha bersama.
(2) Sanksi peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak dikenakan sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut atas setiap pelanggarannya
yaitu sanksi peringatan tertulis pertama, sanksi peringatan tertulis kedua, dan sanksi peringatan tertulis ketiga.
Cukup jelas.
(3) Sanksi peringatan tertulis pertama dan sanksi peringatan tertulis kedua dapat dikenakan sebagai
Cukup jelas.
- 16 -
Draft Penjelasan
sanksi peringatan tertulis terakhir.
(4) Sanksi administratif berupa sanksi peringatan tertulis pertama atau sanksi peringatan tertulis kedua dapat merupakan sanksi peringatan tertulis terakhir apabila pemegang saham, pengendali, direksi, dewan komisaris, atau dewan pengawas syariah pernah melakukan pelanggaran yagn sama dalam 1 (satu) tahun terakhir.
(5) Batas waktu pemberlakuan sanksi administratif berupa peringatan tertulis bagi pemegang saham, pengendali, direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas syariah adalah 30 (tiga puluh) hari kalender sejak ditetapkannya sanksi administratif berupa peringatan tertulis.
Cukup jelas.
Pasal 16
(1) Pemegang saham, pengendali, direksi, dewan komisaris, atau dewan pengawas syariah dikenai sanksi larangan menjadi pemegang saham, pengendali, direksi, dewan komisaris, atau dewan pengawas syariah apabila yang bersangkutan tidak dapat mengatasi pelanggaran dalam sanksi peringatan tertulis terakhir.
Cukup jelas.
(2) Sanksi larangan menjadi pemegang saham, pengendali, direksi, dewan komisaris, atau dewan pengawas syariah dapat dikenakan untuk jangka
waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun.
Cukup jelas
Pasal 17
(1) Sanksi larangan menjadi pemegang saham atau Cukup jelas.
- 17 -
Draft Penjelasan
pengendali sebagaimana dimaksud dimaksud dalam Pasal 16 dikenakan paling lama 6 (enam) bulan setelah batas waktu pemberlakuan sanksi peringatan tertulis terakhir berakhir.
(2) Sanksi larangan menjadi direksi, dewan komisaris, atau dewan pengawas syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dikenakan setelah batas waktu pemberlakuan sanksi peringatan tertulis terakhir berakhir.
Cukup jelas.
(3) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kepada pihak yang dikenai sanksi dan Perusahaan Perasuransian yang terkait.
Perusahaan Perasuransian yang terkait adalah Perusahaan
Perasuransian dimana pihak yang dikenai sanksi memiliki
hubungan hukum dan relevan dengan pengenaan sanksi
administratif tersebut.
BAB IV
PROSEDUR DAN TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA PENCABUTAN IZIN USAHA
TANPA DIDAHULUI PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF YANG LAIN
Pasal 18
Otoritas Jasa Keuangan dapat mengenakan sanksi pencabutan izin usaha kepada Perusahaan Perasuransian tanpa didahului pengenaan sanksi administratif yang lain sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (2) dalam hal:
Cukup jelas.
a. kondisi keuangan Perusahaan Perasuransian memburuk secara drastis;
b. pemegang saham Perusahaan Perasuransian tidak kooperatif;
Huruf a
Kondisi tersebut dapat dilihat antara lain melalui tingkat solvabillitas Perusahaan Perasuransian yang menurun
- 18 -
Draft Penjelasan
c. direksi atau komisaris pada Perusahaan Perasuransian yang berbentuk perseroan terbatas atau yang setara dengan itu pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama tidak memiliki jalan keluar untuk mengatasi permasalahan yang membahayakan kepentingan pemegang polis, tertanggung, atau peserta; dan/atau
d. diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian.
secara drastis dalam waktu 1 (satu) tahun atau kurang hingga mencapai tingkat di bawah batas minimum berdasarkan ketentuan mengenai kesehatan keuangan Perusahaan Perasuransian.
Huruf b
Pemegang saham dinilai tidak kooperatif apabila tidak melaksanakan perintah atau rekomendasi dari Otoritas Jasa Keuangan.
Huruf c
Contoh permasalahan yang membahayakan kepentingan pemegang polis, tertanggung, atau peserta misalnya perusahaan mengalami kesulitan likuiditas sehingga tidak dapat membayar klaim.
Huruf d
Peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian dapat mengatur kriteria selain huruf a, huruf b, dan huruf c sebagai dasar bagi Otoritas Jasa Keuangan untuk mengenakan sanksi pencabutan izin usaha kepada Perusahaan Perasuransian tanpa didahului pengenaan sanksi administratif yang lain.
Pasal 19
(1) Otoritas Jasa Keuangan menginformasikan kepada direksi, dewan komisaris, dan pemegang saham
Cukup jelas.
- 19 -
Draft Penjelasan
Perusahaan Perasuransian sebelum mengenakan sanksi pencabutan izin usaha tanpa didahului pengenaan sanksi administratif yang lain.
(2) Batas waktu penyampaian informasi kepada direksi, dewan komisaris, dan pemegang saham Perusahaan Perasuransian paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha berlaku.
Cukup jelas.
(3) Otoritas Jasa Keuangan menginformasikan kepada masyarakat mengenai pengenaan sanksi pencabutan izin usaha tanpa didahului pengenaan sanksi administratif yang lain, melalui website resmi Otoritas Jasa Keuangan dan/atau media cetak berskala nasional.
Cukup jelas.
BAB V
SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA ADMINISTRATIF
Pasal 20
(1) Perusahaan Perasuransian dapat dikenai sanksi administratif berupa denda administratif di luar sanksi peringatan tertulis dan/atau pembatasan kegiatan usaha.
Cukup jelas.
(2) Sanksi denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sanksi tambahan.
Cukup jelas.
(3) Pengenaan sanksi denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada perundang-undangan di bidang perasuransian.
Cukup jelas.
- 20 -
Draft Penjelasan
(4) Tata cara pembayaran sanksi denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai tata cara penagihan sanksi administratif berupa denda di sektor jasa keuangan.
Cukup jelas.
BAB VI
PROSEDUR DAN TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN ATAS SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 21
(1) Setiap orang yang dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dapat mengajukan keberatan kepada Otoritas Jasa Keuangan atas sanksi administratif yang dikenakan.
Yang dimaksud dengan setiap orang adalah orang
perseorangan atau badan usaha.
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan menyampaikan alasan yang kuat mengenai keberatan atas sanksi yang dikenakan dan disertai dengan bukti-bukti yang mendukung.
Cukup jelas.
(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat ketetapan sanksi.
Cukup jelas.
(4) Otoritas Jasa Keuangan mengabulkan atau menolak keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya keberatan atas sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Cukup jelas.
(5) Permohonan keberatan atas sanksi denda administratif mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai tata cara penagihan sanksi
Cukup jelas.
- 21 -
Draft Penjelasan
administratif berupa denda di sektor jasa keuangan.
(6) Dalam hal keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikabulkan, Otoritas Jasa Keuangan menerbitkan surat pembatalan pengenaan sanksi administratif.
Dalam hal keberatan diajukan atas satu atau beberapa sanksi administratif yang diterbitkan bersamaan dengan sanksi administratif lainnya, surat pembatalan pengenaan sanksi administratif hanya berlaku untuk sanksi administratif yang keberatannya dikabulkan. Contoh: Perusahaan mengajukan keberatan atas sanksi peringatan tertulis pertama A, sanksi peringatan tertulis pertama B, dan sanksi larangan memasarkan produk asuransi C dalam waktu yang bersamaan. Setelah proses evaluasi, Otoritas Jasa Keuangan mengabulkan keberatan atas sanksi larangan memasarkan produk asuransi C. Dengan demikian, sanksi peringatan tertulis pertama A dan sanksi peringatan tertulis pertama B tetap berlaku; sedangkan sanksi larangan memasarkan produk asuransi C tidak berlaku lagi.
(7) Dalam hal keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Otoritas Jasa Keuangan menerbitkan surat penolakan atas keberatan yang diajukan yang disertai dengan alasan penolakan dan penegasan bahwa sanksi administratif tetap berlaku.
Yang dimaksud dengan tetap berlaku adalah tidak dilakukannya pembatalan sanksi oleh Otoritas Jasa Keuangan. Dalam hal sanksi yang dimintakan keberatan telah habis batas waktunya dan terdapat sanksi berikutnya, keseluruhan sanksi yang telah diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan tetap berlaku.
BAB VII
PROSEDUR DAN TATA CARA PENGAKHIRAN DAN PENCABUTAN SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 22
- 22 -
Draft Penjelasan
(1) Sanksi administratif berakhir apabila setiap orang yang dikenai sanksi administratif menyampaikan laporan kepada Otoritas Jasa Keuangan bahwa orang tersebut telah mengatasi pelanggaran dalam jangka waktu yang diberikan untuk mengatasi pelanggaran dan Otoritas Jasa Keuangan menilai bahwa orang tersebut telah mengatasi pelanggaran dimaksud.
Yang dimaksud dengan setiap orang adalah orang
perseorangan atau badan usaha.
(2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak perlu dilakukan apabila pada saat sanksi administratif diterbitkan, orang yang dikenai sanksi administratif telah mengatasi pelanggaran yang merupakan penyebab terbitnya sanksi administratif dimaksud.
Hal ini dimungkinkan terjadi antara lain dalam kasus
penerbitkan sanksi administratif sebagai tindak lanjut
hasil pemeriksaan langsung, sedangkan pada saat sanksi
tersebut terbit, pihak yang dikenai sanksi telah melakukan
penyesuaian.
Pasal 23
(3) Pengakhiran sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dilakukan Otoritas Jasa Keuangan dengan menerbitkan surat pencabutan sanksi dalam hal sanksi administratif yang dikenakan berupa:
Cukup jelas.
a. peringatan tertulis, dengan ketentuan:
1. sanksi administratif berupa peringatan tertulis diterbitkan karena pelanggaran ketentuan tingkat solvabilitas;
2. sanksi administratif berupa peringatan
tertulis diterbitkan karena perusahaan asuransi tidak memiliki program reasuransi otomatis (treaty) untuk semua produk pada setiap lini bisnis yang dipasarkan; atau
- 23 -
Draft Penjelasan
3. Perusahaan Perasuransian sedang dikenai sanksi pembatasan kegiatan usaha untuk pelanggaran yang lain.
b. sanksi administratif selain peringatan tertulis.
(4) Ketentuan mengenai prosedur dan tata cara pencabutan sanksi administratif diatur lebih lanjut
dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan.
BAB VIII
PROSEDUR DAN TATA CARA PEMBLOKIRAN
KEKAYAAN PERUSAHAAN
Bagian Kesatu
Prosedur dan Tata Cara Pemblokiran
Pasal 24
(1) Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta instansi yang berwenang untuk memblokir sebagian atau seluruh kekayaan Perusahaan yang sedang dikenai sanksi pembatasan kegiatan usaha karena tidak memenuhi ketentuan tingkat solvabilitas atau dicabut izin usahanya.
Cukup jelas.
(2) Untuk melaksanakan pemblokiran sebagian atau seluruh harta kekayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan mengajukan permintaan pemblokiran kepada:
Cukup jelas.
- 24 -
Draft Penjelasan
a. bank, atas kekayaan berupa deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan giro pada bank;
Deposito termasuk deposito berjangka dan deposito on call.
b. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, atas kekayaan berupa: 1. saham yang diperdagangkan di bursa efek; 2. surat utang korporasi;
3. sukuk koperasi surat berharga yang diterbitkan oleh Negara Republik Indonesia;
4. surat berharga yang diterbitkan oleh negara selain Negara Republik Indonesia;
5. surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia;
6. surat berharga yang diterbitkan oleh lembaga multinasional yang Negara Republik Indonesia menjadi salah satu anggota atau pemegang sahamnya;
7. reksa dana; 8. efek beragun aset yang diterbitkan
berdasarkan kontrak investasi kolektif efek beragun aset;
9. dana investasi real estat; dan/atau
10. penyertaan langsung saham yang tidak tercatat di bursa efek;
Yang dimaksud dengan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian adalah Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
c. juru sita, atas kekayaan berupa :
1. bangunan dengan hak strata (strata title);
2. tanah dengan bangunan; dan/atau
3. tanah;
Cukup jelas.
- 25 -
Draft Penjelasan
untuk investasi dan/atau untuk dipakai sendiri.
d. Lembaga Kliring Berjangka, atas kekayaan berupa
emas murni.
Yang dimaksud dengan Lembaga Kliring Berjangka adalah
lembaga kliring berjangka yang mendapat izin operasional
dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi.
Pasal 25
(1) Penyampaian permintaan pemblokiran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dilakukan oleh
Deputi Komisioner Pengawas IKNB II, Otoritas Jasa
Keuangan.
Cukup jelas.
(2) Permintaan pemblokiran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disampaikan secara tertulis oleh
Otoritas Jasa Keuangan yang paling sedikit memuat
informasi mengenai:
Cukup jelas.
a. dasar hukum kewenangan Otoritas Jasa
Keuangan untuk meminta pemblokiran
kekayaan;
Cukup jelas.
b. identitas pihak yang akan diblokir kekayaannya; Identitas paling sedikit memuat nama, Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP), dan alamat Perusahaan yang diblokir
kekayaannya.
c. daftar kekayaan yang akan diblokir; dan Cukup jelas.
- 26 -
Draft Penjelasan
d. periode pemblokiran. Cukup jelas.
Pasal 26
(1) Atas pelaksanaan pemblokiran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22, instansi yang berwenang
wajib membuat berita acara pemblokiran yang
sekurang-kurangnya memuat:
Cukup jelas.
a. nomor dan tanggal surat permintaan
pemblokiran;
b. hari dan tanggal diterimanya surat permintaan
pemblokiran;
c. hari dan tanggal dilakukannya pemblokiran oleh
instansi berwenang; dan
d. identitas pihak yang akan diblokir kekayaannya
(2) Berita acara pemblokiran sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) disampaikan kepada Otoritas Jasa
Keuangan dan Perusahaan yang diblokir
kekayaannya paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak
dilakukan pemblokiran.
Cukup jelas.
Bagian Kedua
Keberatan Atas Pemblokiran
- 27 -
Draft Penjelasan
Pasal 27
(1) Perusahaan dapat mengajukan surat keberatan atas
pemblokiran kepada Kepala Eksekutif Pengawas
Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan,
dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, Otoritas Jasa
Keuangan.
Cukup jelas.
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa
Indonesia dengan menyampaikan alasan yang kuat
mengenai keberatan atas pemblokiran dan disertai
dengan bukti-bukti yang mendukung.
Cukup jelas.
(3) Otoritas Jasa Keuangan mengevaluasi dan memberi
jawaban dan/atau melakukan pencabutan
pemblokiran dalam jangka waktu 1 (satu) bulan
sejak diterimanya surat keberatan atas pemblokiran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Cukup jelas.
(4) Dalam hal keberatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikabulkan, Otoritas Jasa Keuangan
menerbitkan surat pencabutan pemblokiran.
Cukup jelas.
(5) Dalam hal keberatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditolak, Otoritas Jasa Keuangan
menerbitkan surat penolakan atas keberatan yang
diajukan yang disertai dengan alasan penolakan dan
penegasan bahwa pemblokiran tetap berlaku.
Cukup jelas.
- 28 -
Draft Penjelasan
Bagian Ketiga
Pencabutan Pemblokiran
Pasal 28
(1) Otoritas Jasa Keuangan melakukan pencabutan
pemblokiran terhadap sebagian atau seluruh
kekayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
apabila :
a. kondisi yang menyebabkan pemblokiran
kekayaan tidak terpenuhi lagi;
Cukup jelas.
b. Perusahaan berada dalam proses likuidasi; atau Cukup jelas.
c. Otoritas Jasa Keuangan menilai pemblokiran
tidak diperlukan lagi.
Contoh kondisi yang menyebabkan pemblokiran kekayaan
tidak terpenuhi lagi:
Sanksi pembatasan kegiatan usaha telah dicabut dan
perusahaan telah memenuhi kondisi kesehatan.
(2) Otoritas Jasa Keuangan melakukan pencabutan
pemblokiran pada ayat (1) dengan mengajukan surat
permintaan pencabutan pemblokiran kepada
instansi yang berwenang, yang ditandatangani oleh
Deputi Komisioner Pengawas IKNB II, Otoritas Jasa
Keuangan.
Cukup jelas.
Pasal 29
- 29 -
Draft Penjelasan
(1) Permintaan pencabutan pemblokiran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) ditindaklanjuti
dalam waktu 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya
surat permintaan pencabutan pemblokiran oleh
instansi yang berwenang.
Cukup jelas.
(2) Pencabutan pemblokiran dianggap efektif pada saat
instansi yang berwenang mengeluarkan berita acara
pencabutan pemblokiran.
Cukup jelas.
(3) Berita acara pencabutan pemblokiran sebagaiman
dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada
Otoritas Jasa Keuangan dan Perusahaan paling
lambat 3 (tiga) hari kerja sejak berita acara
pencabutan pemblokiran dikeluarkan.
Cukup jelas.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
(1) Pada saat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini
berlaku, sanksi administratif yang telah dikenakan
kepada Perusahaan Perasuransian sebelum
berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini
dinyatakan tetap berlaku.
Cukup jelas.
(2) Pada saat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini Cukup jelas.
- 30 -
Draft Penjelasan
berlaku, prosedur dan tata cara pengenaan sanksi
administratif di bidang perasuransian dan
pemblokiran kekayaan Perusahaan tunduk pada
peraturan ini.
Pasal 31
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku 6 (enam) bulan sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Cukup jelas.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal
KETUA DEWAN KOMISIONER
OTORITAS JASA KEUANGAN,
MULIAMAN D. HADAD
Diundangkan di Jakarta
- 31 -
pada tanggal
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
YASONNA H. LAOLY
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN NOMOR