Otonomi Daerah_Kesejahteraan Masy Dan Kerjasama Pemb Antar Daerah_UNTIRTA

download Otonomi Daerah_Kesejahteraan Masy Dan Kerjasama Pemb Antar Daerah_UNTIRTA

of 91

description

masa ga bisa

Transcript of Otonomi Daerah_Kesejahteraan Masy Dan Kerjasama Pemb Antar Daerah_UNTIRTA

  • HASIL PENELITIAN

    Otonomi Daerah, Kesejahteraan Masyarakat, dan Kerjasama Pembangunan Antar Daerah

    OLEH:

    TIM PENELITI UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

    KERJASAMA

    DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA DAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

    2009

  • DAFTAR ISI

    BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ..... 1 1.2. Rumusan Permasalahan . 2

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hakekat Otonomi Daerah Dalam NKRI .............................................................. 4 2.2. Penegrtian Pemerintah Dan Pemerintah Daerah 22 2.3. Kejahteraan Masyarakat Dan Kerjasama Antar Daerah ................................... 31

    BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1. Tujuan Penelitian ................................................................................................... 38 3.2. Manfaat Penelitian ................................................................................................. 39

    BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian ....................................................................................................... 40 4.2. Tipe Penelitiaan ...................................................................................................... 41 4.3. Data Dan Sumber Data .......................................................................................... 41 4.4. Metode Pengumpulan Data ................................................................................... 42 4.5. Analisis Data ........................................................................................................... 42

    BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Konstruksi Konsepsional Otonomi Daerah Sebagai Salah Satu Instrumen Peningkatan Laju Pertumbuhan Kesejahteraan Masyarakat Di Indonesia ... 43 5.2. Format Ideal Kerjasama Pembangunan Antar Daerah Di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ....................................... 65

    BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ............................................................................................................. 77 6.2. Saran ....................................................................................................................... 78

    DAFTAR PUSTAKA

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik yang terdiri

    dari provinsi-provinsi dan kabupaten/kota yang merupakan daerah otonom dan

    memiliki hak otonomi daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor

    32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Hak otonomi bukan berarti untuk

    memecah daerah-daerah yang ada di Indonesia melainkan untuk lebih memajukan

    daerah dengan melibatkan peran aktif masyarakat daerah. Peran aktif masyarakat

    di daerah dapat dilakukan dengan cara pemberian otonomi tersebut.

    Sebagai daerah otonom yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan

    mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut

    prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, setiap daerah memiliki

    kewenangan menyusun Peraturan Daerah (Perda) sesuai dengan kebutuhan

    daerahnya. Perda sebagai salah satu bentuk peraturan perundang-undangan yang

    dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dibahas bersama dengan

    kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama.1 Dalam praktik perda itu bisa

    berasal dari eksekutif atau kepala daerah atau inisiatif dari anggota DPRD.

    Otonomi sendiri diharapkan dapat mempercepat laju pertumbuhan

    masyarakat di daerah dalam berbagai bidang, terutama dengan adanya asas

    1 Lihat UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Pasal 1 ayat (7).

    1

  • desentralisasi, dekonsentrasi, dan pembantuan sehingga kesejahteraan masyarakat

    dan kerjasama pembangunan di daerah semakin meningkat. Otonomi daerah akan

    mempunyai makna daerah diberikan wewenang membuat peraturan daerah

    sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan yang ada diatasnya. Indonesia

    yang merupakan negara yang terdiri dari daerah-daerah baik provinsi,

    kabupaten/kota mempunyai hubungan yang erat dalam pelaksanaan otonomi.

    Otonomi yang melibatkan daerah-daerah diseluruh Indonesia diharapkan

    akan berdampak baik dalam menjalin hubungan kerjasama daerah di Indonesia,

    selain untuk memotivasi prestasi-prestasi daerah di bidang pembangunan

    daerahnya masing-masing. Untuk itu Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng

    Tirtayasa Banten tertarik untuk melakukan penelitian untuk mencari format

    mengenai hal tersebut dengan judul Otonomi Daerah Sebagai Instrumen

    Pendorong Laju Pertumbuhan Kesejahteraan Masyarakat dan Peningkatan

    Kerjasama Pembangunan Antar Daerah di Indonesia

    1.2. Rumusan Permasalahan

    Dari apa yang sudah dipaparkan tersebut, Undang-Undang Nomor 32 Tahun

    2004 tentang Pemerintahan Daerah telah mengatur bahwa hakekat dari otonomi

    daerah adalah untuk kesejahteraan masyarakat dan dapat terlaksananya

    pembangunan kerjasama antar daerah, maka yang menjadi permasalahan adalah :

    1. Bagaimanakah konstruksi konsepsional otonomi daerah sebagai salah satu

    instrumen peningkatan laju pertumbuhan kesejahteraan masyarakat di

    Indonesia ?

    2

  • 2. Bagaimanakah format ideal kerjasama pembangunan antar daerah di Indonesia

    berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004?

    3

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Hakekat Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia

    Di dalam ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

    1945 Pasal 1 ayat (1), menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara

    kesatuan yang berbentuk republik2. Istilah Negara Kesatuan (bersusun tunggal),

    adalah bahwa susunan negaranya hanya terdiri dari satu negara. Dengan kata lain

    Indonesia tidak mengenal konsep negara bagian di dalam penyelenggaraan

    pemerintahan negaranya.

    Dengan demikian dalam negara kesatuan hanya ada satu pemerintah,

    yaitu Pemerintahan Pusat yang mempunyai kekuasaan serta wewenang tertinggi

    dalam bidang pemerintahan negara, menetapkan kebijaksanaan pemerintahan dan

    melaksanakan pemerintahan negara baik di pusat maupun di daerah-daerah.3

    Walaupun konsep negara Indonesia sebagai negara kesatuan jika dilihat dari luas

    wilayah kurang cocok. Namun, dengan pemberian otonomi inilah kita semua

    dapat meringankan tugas-tugas pemerintahan pusat. Sebab, jika menelaah sejarah

    sentralisasi yang pernah dipraktikan di Indonesia sendiri kurang cocok.

    Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Kekuasaan

    negara kesatuan terletak pada pemerintah pusat dan tidak pada pemerintah daerah,

    walaupun dalam implementasinya, negara kesatuan bisa berbentuk sentralisasi,

    2 Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Op Cit 3 Lebih jelas baca Soehino, Ilmu Negara, (Penerbit liberty, Yogyakarta: 2000), hal. 224

    4

  • yang segala kebijaksanaan dilakukan secara terpusat ataupun berbentuk

    desentralisasi, yang segala kebijaksanaan dalam penyelenggaraan negara

    (pemerintahan) dipencarkan.

    Ciri yang melekat pada negara kesatuan, yaitu (1) adanya supremasi dari

    parlemen atau lembaga perwakilan rakyat pusat dan (2) tidak adanya badan-badan

    bawahan yang mempunyai kedaulatan (the absencee of subsidiary soveriegn

    bodies). Kedaulatan yang terdapat dalam negara kesatuan tidak dapat dibagi-bagi,

    bentuk pemerintahan desentralisasi dalam negara kesatuan adalah sebagai usaha

    mewujudkan pemerintahan demokrasi, di mana pemerintahan daerah dijalankan

    secara efektif, guna pemberdayaan kemaslahatan rakyat.

    Menurut Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, yang dimaksud dengan

    negara kesatuan adalah:

    Disebut negara kesatuan apabila kekuasaan Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah tidak sama dan tidak sederajat. Kekuasaan Pemerintahan Pusat merupakan kekuasaan yang menonjol dalam negara dan tidak ada saingannya dari Badan Legislatif Pusat dalam membentuk undang-undang. Kekuasaan yang di daerah bersifat derivatif (tidak langsung) dan sering dalam bentuk otonomi yang luas.4

    Sedangkan makna berbentuk Republik dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1)

    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, adalah ditujukan

    pada bentuk Pemerintahan Negara Indonesia. Menurut George Jellinek, Republik

    adalah sebagai lawan dari Monarki. Perbedaan antara monarki dan republik,

    benar-benar mengenai perbedaan dari pada sistim pemerintahannya. Untuk

    4Titik Tri Wulan Tutik, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara, cet.1, (Jakarta: Prestasi

    pustaka, 2006), hal.177-178.

    5

  • membedakannya digunakan kriteria suatu pertanyaan tentang bagaimana

    terbentuknya kemauan negara5.

    Kemauan negara dipergunakan oleh Jellinek sebagai kriteria untuk

    mengklasifikasikan negara, oleh karena negara itu dianggap sebagai sesuatu

    kesatuan yang mempunyai dasar-dasar hidup dan dengan demikian negara itu

    mempunyai kehendak atau kemauan. Kemauan negara ini sifatnya abstrak,

    sedangkan dalam bentuknya yang kongkrit kemauan negara itu menjelma sebagai

    hukum atau undang-undang6.

    Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik

    Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia

    sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

    Tahun 1945. 7Dalam menyelenggarakan pemerintahannnya dianut 3 (tiga) asas yaitu:

    1. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah

    kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam

    sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    1. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah

    kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di

    wilayah tertentu.

    2. Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau

    desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari

    pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

    5 Ibid., hal. 174 6 Ibid., hal. 174-175 7 Republik Indonesia, UU No 32 Tahun 2004, Op.Cit.

    6

  • Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom

    untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan

    masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sedangkan

    daerah otonom selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum

    yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus

    urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa

    sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik

    Indonesia.8

    Pengertian otonomi yang luas menurut Moh. Kusnardi dan Bintan R.

    Saragih tersebut itulah yang dimaknai sebagai otonomi daerah. Istilah otonomi

    sendiri secara etimologi berasal dari kata bahasa Yunani, yaitu auto (sendiri), dan

    nomos (peraturan) atau undang-undang9. Oleh karena itu menurut Muslimin

    bahwa otonomidiartikan sebagai pemerintahan sendiri.10 Sedangkan pengertian

    otonomi daerah menurut Fernandez adalah pemberian hak, wewenang, dan

    kewajiban kepada daerah yang memungkinkan daerah tersebut dapat mengatur

    dan mengurus rumah tangganya sendiri untuk meningkatkan daya guna dan hasil

    guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap

    masyarakat dan pelaksanaan pembangunan.11

    Pemberian hak, wewenang, dan kewajiban kepada daerah sebagaimana

    yang diungkapkan oleh Fernandez apabila dikaitkan dengan pemaknaan negara

    kesatuan menurut Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, maka yang memberikan

    8 Republik Indonesia Ibid 9 Dharma Setyawan Salam, Otonomi Daerah, Dalam Perspektif Lingkungan, Nilai dan Sumber

    Daya, cet. 2, (Bandung: Djambatan, 2004), hal.88. 10Ibid. 11Ibid., hal. 89.

    7

  • hak, wewenang dan kewajiban kepada daerah yaitu berasal dari Pemerintah Pusat

    atau yang disebut juga sebagai pelaksanaan asas desentralisasi. Penguatan

    pelaksanaan otonomi daerah oleh Pemerintahan Daerah dalam bingkai Negara

    Kesatuan Republik Indonesia secara historis sudah ada sejak lahirnya Undang-

    Undang Nomor 1 Tahun 1945 sampai lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

    2004 sebagai dampak dari reformasi konstitusi (Constitutional Reform) yang

    terjadi di Indonesia.

    Pengejawantahan desentralisasi adalah otonomi daerah dan daerah

    otonom. Baik dalam definisi daerah otonom maupun otonomi daerah mengandung

    elemen wewenang mengatur dan mengurus. Wewenang mengatur dan mengurus

    merupakan substansi daerah otonomi yang diselenggarakan secara konseptual

    oleh Pemerintah Daerah.

    Untuk lebih mempertajam bahasan tentang definisi desentralisasi, di

    bawah ini beberapa definisi yang diungkapkan oleh beeberapa pendapat para ahli

    doktrin yaitu:

    a. Menurut Joniarto, dalam negara kesatuan semua urusan negara menjadi

    wewenang sepenuhnya dari pemerintah (Pusat)-nya. Kalau negara yang

    bersangkutan mempergunakan asasa desentralisasi di mana di daerah-daerah

    dibentuk pemerintah lokal yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangga

    sendiri, kepadanya dapat diserahkan urusan tertentu untuk diurus sebagai

    rumah tangganya sendiri.12

    b. Menurut Philipus M. Hadjon, mengemukakan:

    12Titik Tri Wulan Tutik, Ibid., hal. 178.

    8

  • Desentralisasi mengandung makna bahwa wewenang untuk mengatur dan

    mengurus urusan pemerintahan tidak semata-mata dilakukan oleh Pemerintah

    Pusat, melainkan dilakukan juga oleh satuan-satuan pemerintahan yang lebih

    rendah, baik dalam bentuk satuan teritorial maupun fungsional. Satuan-satuan

    pemerintahan yang lebih rendah diserahi dan dibiarkan mengatur dan

    mengurus sendiri sebagian urusan pemerintahan.13

    c. Menurut Rondinelli, desentralisasi merupakan sebagai transfer tanggng jawab

    dalam perencanaan, manajemen dan alokasi sumber-sumber dari pemerintah

    pusat dan agen-agennya kepada unit kementerian pemerintah pusat, unit yang

    ada di bawah level pemerintah, otoritas atau korporasi publik semi otonom,

    otoritas regional atau fungsional dalam wilayah yang luas, atau lembaga privat

    non pemerintah dan organisasi nirlaba.14

    d. Menurut Shahid Javid Burki dkk, menggunakan istilah desentralisasi untuk

    menunjukan adanya proses perpindahan kekuasaan politik, fiskal dan

    administrasi kepada unit pemerintah sub nasional. Oleh karena itu yang

    terpenting adalah adanya pemerintah daerah yang terpilih melalui pemilihan

    lokal (elected sub-national government).15

    e. Menurut M. Turner dan D. Hulme berpandangan bahwa yang dimaksud

    dengan desentralisasi adalah transfer kewenangan untuk menyelenggarakan

    beberapa pelayanan kepada publik dari seseorang atau agen pemerintah pusta

    13Ibid., hal. 185. 14Dede Rosyada et al.,Demokrasi, Hak Asasi Manusia &Masyarakat Madani, cet. 2, ( Jakarta: Tim Icce Uin Jakarta dan Prenada Media: 2005), hal. 150. 15Ibid., hal. 150.

    9

  • kepada beberapa individu atau agen lain yang lebih dekat ke publikyang

    dilayani.16

    Dari pemaknaan asas desentralisasi tersebut dapat diklasifikasi dalam

    beberapa hal, diantaranya: (1) desentralisasi sebagai penyerahan kewenangan dan

    kekuasaan; (2) desentralisasi sebagai pelimpahan kekuasaan dan kewenangan; (3)

    desentralisasi sebagai pembagian, penyebaran, pemencaran, dan pemberian

    kekuasaan dan kewenangan; serta (4) desentralisasi sebagai sarana dalam

    pembagian dan pembentukan daerah pemerintahan.17

    Bagir Manan berpandangan bahwa desentralisasi dilihat dari hubungan

    pusat dan daerah yang mengacu pada UUD 1945, maka: pertama, bentuk

    hubungan antara pusat dan daerah tidak boleh mengurangi hak-hak rakyat daerah

    untuk turut serta (secara bebas) dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah.

    Kedua, bentuk hubungan antara pusat dan daerah tidak boleh mengurangi hak-hak

    (rakyat) daerah untuk berinisiatif atau berprakarsa. Ketiga, bentuk hubungan

    antara pusat dan daerah dapat berbeda-beda antara daerah yang satu dengan

    daerah yang lainnya. Keempat, bentuk hubungan antara pusat dan daerah adalah

    dalam rangka mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial di daerah.18

    16Ibid., hal. 151. 17 Agussalim Andi Gadjong. Pemerintahan Daerah, Kajian Politik dan Hukum (Analisis

    Perundang-undangan Pemerintah Daerah dan Otonomi Daerah Semenjak Tahun 1945 sampai dengan 2004). Ciawi-Bogor. Ghalia Indonesia. Cet-I. 2007. hlm. 79.

    18 Bagir Manan, Hubungan Antara Pusat dan Daerah Berdasarkan Asas Desentralisasi Menurut UUD 1945, Disertasi, Unpad, Bandung, 1990

    10

  • Ada beberapa alasan ideal mengapa asas desentralisasi diterapkan bagi

    penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, sebagaimana yang diungkapkan oleh The

    Liang Gie, diantaranya:19

    a. Dilihat dari sudut politik sebagai permainan kekuasaan, desentralisasi

    dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada satu pihak saja

    yang pada akhirnya dapat menimbulkan tirani.

    b. Dalam bidang politik, penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagai

    tindakan pendemokrasian, untuk menarik rakyat ikut serta dalam

    pemerintahan dan melatih diri dalam mempergunakan hak-hak demokrasi.

    c. Dari sudut teknik organisatoris pemerintahan, alasan mengadakan

    Pemerintahan Daerah (desentralisasi) adalah semata-mata untuk mencapai

    suatu pemerintahan yang efisien. Apa yang dianggap lebih utama untuk diurus

    oleh pemerintah setempat, pengurusannya diserahkan kepada daerah.

    d. Dari sudut kultur, desentralisasi perlu diadakan supaya adanya perhatian dapat

    sepenuhnya ditumpukan kepada kekhususan sesuatu daerah, seperti geografi,

    keadaan penduduk, kegiatan ekonomi watak kebudayaan atau latar belakang

    sejarahnya.

    e. Dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi, desentralisasi diperlukan

    karena pemerintah daerah dapat lebih banyak dan secara langsung membantu

    pembangunan tersebut.

    Melalui penelusuran lebih dalam dinamika perkembangan konsepsi

    desentralisasi, dalam aktualisasinya akan terlihat dengan jelas tidak luput dari

    19 Dede Rosyada et al., op.cit., hal. 153.

    11

  • polemik antara pihak yang pro dan kontra atas konsep desentralisasi itu sendiri.

    Diskursus terkait dengan desentralisasi pada tataran konseptual memunculkan

    kerumitan-kerumitan tertentu dalam memahami konsep itu sendiri. Pemahaman

    konsep desentralisasi dalam pengertiannya mengandung pengertian yang beragam

    tergantung dari sudut pandang mana desentralisasi itu diartikan. Diantara disiplin

    ilmu yang telah memberikan kontribusi dalam kajian desentralisasi dan otonomi

    daerah tersebut adalah ilmu ekonomi, hukum, sosiologi dan antropologi.

    Akibatnya, dapat dimengerti bila kemudian konsep desentralisasi dan otonomi

    daerah telah dirumuskan dalam bahasa yang berbeda, sesuai dengan disiplin

    ilmu yang bersangkutan.

    Namun demikian, kompleksitas konsep desentralisasi tersebut, secara

    umum, dapat dikategorikan dalam 2 (dua) perspektif utama, yakni: political and

    administrative decentralisation perspectives (perspektif desentralisasi politik dan

    desentralisasi administrasi). Adapun yang menjadikan perbedaan mendasar dari

    dua perspektif ini terletak pada rumusan definisi dan tujuan desentralisasi itu

    sendiri. Perspektif desentralisasi politik mendefinisikan desentralisasi sebagai

    devolusi kekuasaan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Menurut

    Parson (1961), desentralisasi mengandung pengertian sebagai sharing of the

    governmental power by a central ruling group with other groups, each having

    authority within a specific area of state.20 Apabila pengertian desentralisasi

    ditinjau dari perspektif administrasi diartikan sebagai delegasi wewenang

    administrasi dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Guna lebih dalam

    20 Syamsuddin Haris, Membangun Format Baru Otonomi Daerah, cet. 1, ( Jakarta: LIPI Press, 2006), hal. 68.

    12

  • memahami desentralisasi administrasi, Rondinelli and Cheema (1983:18)

    mengatakan bahwa Decentralisation is the transfer or planing, decision-making,

    or administrative authority from central government to its field organisations,

    local administrative units, semi autonomous and parastatal organisations, local

    government, or non government organisations.

    Adanya perbedaan diantara dua perspektif tersebut dalam mendefinisikan

    desentralisasi, tidak dapat dihindari, memiliki implikasi pada pebedaan dalam

    merumuskan tujuan utama yang hendak dicapai. Secara umum perspektif

    desentralisasi politik lebih menekankan tujuan yang hendak dicapai pada aspek

    politis, antara lain: untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan politik para

    penyelenggaraan pemerintah dan masyarakat, serta untuk mempertahankan

    integrasi nasional. Dalam formulasi yang lebih rinci Smith (1985), kemudian telah

    membedakan tujuan desentrslisasi tersebut berdasarkan kepentingan nasional

    (pemerintah pusat), dan dari sisi kepentingan Pemerintah Daerah.

    Dalam formulasi yang lebih rinci, Smith (1985), kemudian telah

    membedakan tujuan desentralisasi tersebut berdasarkan kepentingan nasional

    (Pemerintah Pusat), dan dari sisi kepentingan Pemerintah Daerah. Bila di lihat dari

    sisi kepentingan Pemerintah Pusat, menurut Smith (1985) sedikitnya ada tiga

    tujuan utama dari desentralisasi, yaitu:21

    a. Pertama, melalui praktek desentralisasi, diharapkan masyarakat akan belajar

    mengenali dan memahami berbagai persoalan sosial, ekonomi dan politik

    yang mereka hadapi.

    21Ibid.

    13

  • b. Kedua, to provide training in political leadership (untuk latihan

    kepemimpinan). Tujuan ini berangkat dari asumsi dasar bahwa Pemerintah

    Daerah merupakan wadah yang paling tepat untuk training bagi para politisi

    dan birokrat, sebelum meraka menduduki berbagai posisi penting di tingkat

    nasional.

    c. Ketiga, desentralisasi dari sisi kepentingan Pemerintah Pusat adalah to create

    political stability (untuk menciptakan stabilitas politik). Melalui kebijaksanaan

    desentralisasi akan mampu mewujudkan kehidupan sosial yang harmonis, dan

    kehidupan politik yang stabil.

    Di lihat dari sisi kepentingan Pemerintah Daerah, menurut Smith (1985)

    sedikitnya ada tiga tujuan utama dari desentralisasi, yaitu:

    a. Pertama, desentralisasi bertujuan untuk mewujudkan apa yang disebut dengan

    political equality. Ini berarti, melalui pelaksanaan desentralisasi, diharapkan

    akan lebih membuka kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam

    berbagai aktifitas politik di tingkat lokal.

    b. Kedua, desentralisasi dari sisi kepentingan Pemerintah Daerah adalah local

    accountability. Maksudnya, melalui pelaksanaan desentralisasi diharapkan

    akan dapat tercipta peningkatan kemampuan Pemerintah Daerah dalam

    memperhatikan hak-hak dari komunitasnya, yang meliputi: hak untuk ikut

    serta dalam proses pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan di

    daerah, serta hak untuk mengontrol pelaksanaan Pemerintahan Daerah itu

    sendiri.

    14

  • c. Ketiga, desentralisasi dari sisi kepentingan Pemerintahan Daerah adalah local

    responsivenees. Asumsi dasar dari tujuan desentralisasi yang ketiga ini adalah:

    karena Pemerintahan Daerah dianggap lebih mengetahui berbagai masalah

    yang dihadapi oleh komunitasnya, maka melalui pelaksanaan desentralisasi

    diharapkan akan menjadi jalan yang terbaik utnuk mengatasi dan sekaligus

    meningkatkan akselerasi dari pembangunan sosial dan ekonomi di daerah.

    Tujuan desentralisasi secara umum tidak terlepas dari upaya

    penyelenggaraan pemeritahan di daerah lebih disesuaikan dengan keadaan daerah

    masing-masing. Bahasan desentralisasi baik secara konseptual maupun aktualisasi

    tidak terlepas dari keberadaan suatu sistem yang lebih besar, mengingat asas

    desentralisasi bukan merupakan suatu sistem yang berdiri sendiri melainkan

    rangkaian dari sistem yang sudah terbangun sebelumnya, yaitu sentralisasi.

    Menurut Herbert H Werlin, bahwa sesungguhnya desentralisasi tidak terjadi tanpa

    sentralistik, mengingat sentralsitik merupakan titik awal lahirnya desentralisasi.22

    Menurut Laica Marzuki, dekonsentrasi merupakan ambtelijke

    decentralisastie atau delegatie van bevoegdheid, yakni pelimpahan kewenangan

    dari alat perlengkapan negara di pusat kepada instansi bawahan, guna

    melaksanakan pekerjaan tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan.

    Pemerintah pusat tidak kehilangan kewenangannya karena instansi bawahan

    melaksanakan tugas atas nama pemerintah pusat.

    22 Titik Tri Wulan, op.cit., hal. 186.

    15

  • Menurut Instituut voor Bestuurswetenschappen dalam laporan penelitian

    tentang organisasi pemerintahan 1975 (onderzoek naar de besttuurlijke

    organisatie) seperti dikutip Philipus M. Hadjon, bahwa:23

    Dekonsentrasi adalah penugasan kepada pejabat atau dinas yang mempunyai hubungan hirarki dalam suatu badan pemerintahan untuk mengurus tugas-tugas tertentu yang disertai hak untuk mengatur dan membuat keputusan dalam maslah-masalah tertentu, pertanggungjawaban terakhir tetap pada badan pemerintahan yang bersangkutan.

    Adapun menurut Bagir Manan, dekonsentrasi hanya bersangkutan dengan

    penyelenggaraan administrasi negara, karena itu bersifat kepegawaian (ambtelijk).

    Kehadiran dekonsentarsi semata-mata untuk melancarkan penyelenggaraan

    pemerintahan sentral di daerah.24 Penerapan asas dekonsentrasi dalam

    penyelenggaraan pemerintahan mendapat legitimasi yang kuat, mengingat

    keberadaannya telah diatur di dalam Pasal 1 ayat (8) Undang-Undang Nomor 32

    Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, yang berbunyi Dekonsentrasi adalah

    pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada Gubernur

    sebagai wakil Pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayahnya.25

    Pengertian delegasi menurut Philipus M.Hadjon, 26dengan mengutip Pasal

    10:3 AWB, delegasi diartikan sebagai penyerahan wewenang (untuk membuat

    besluit) oleh pejabat pemerintahan (pejabat tun) kepada pihak lain dan

    wewenang tersebut menjadi tanggung jawab pihak lain tersebut.

    23 Titik Tri Wulan Tutik, op.cit., hal. 181. 24Ibid hal.181. 25Indonesia,Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 32 Tahun 2004, ps 1 ayat (8) 26Titik Tri Wulan, op.cit., hal. 182.

    16

  • J.B.J.M. ten Berge mengemukakan syarat-syarat delegasi sebagai berikut

    dijelaskan di bawah ini:

    a. Delegasi harus definitif, artinya delegasi tidak dapat lagi menggunakan sendiri

    wewenang yang telah dilimpahkan itu;

    b. Delegasi harus berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, artinya

    delegasi hanya dimungkinkan kalau ada ketentuan untuk itu dapat peraturan

    perundang-undangan;

    c. Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hirarki kepegawaian

    tidak diperkenankan adanya delegasi;

    d. Kewajiban memberi keterangan (penjelasan), artinya delegasi berwenang

    untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang tersebut;

    e. Peraturan kebijakan (bleidsregel), artinya delegasi memberikan instruksi

    (petunjuk) tentang penggunaan wewenang tersebut.27

    Philipus M. Hadjon, 28mengemukakan bahwa:

    Mandat merupakan suatu pelimpahan wewenang kepada bawahan. Pelimpahan itu bermaksud memberi wewenang kepada bawahan untuk membuat keputusan a.n pejabat tun yang memberi mandat. Keputusan itu merupakan keputusan pejabat tun yang memberi mandat. Dengan demikian tanggung jawab dan tanggung gugat tetap ada pada pemberi mandat.

    Dalam mandat ini juga tidak ada sama sekali pengakuan kewenangan

    atau pengalihtangan kewenangan. Dengan mendasarkan pada pengertian

    dekonsentrasi sebagai pelimpahan wewenang dari pemerintah, maka

    dengan pengertian yang demikian berarti wewenang yang dimiliki oleh organ

    27Ibid., hal,183. 28Ibid.

    17

  • Pusat di daerah yang melaksanakan tugas-tugas dekonsentrasi adalah bukan suatu

    mandat.

    Dalam suatu dekonsentrasi tidak terdapat pembentukan lembaga baru yang

    terpisah drai organ Pemerintah Pusat. Artinya dalam dekonsentrasi, lembaga yang

    melaksanakan tugas-tugas dekonsentrasi adalah merupakan unsur Pemerintah

    Pusat. Menurut Bagir Manan,29 mengemukakan bahwa:

    Pengaturan dekonsentrasi, dengan demikian inheren dalam wewenang administrasi negara. Pengaturan dekonsentrasi baru menjadi wewenang pembentuk undang-undang apabila administrasi negara bermaksud mengalihkan wewenang itu pada badan-badan di luar administrasi negara yang bersangkutan.

    Kaitan tugas antara tugas pembantuan dengan desentralisasi dalam melihat

    hubungan pemerintah pusat dan daerah, seharusnya bertolak dari : (1) Tugas

    pembantuan adalah bagian dari desentralisasi, (2) Tidak ada perbedaan pokok

    antara otonomi dan tugas pembantuan karena dalam tugas pembantuan terkandung

    unsur otonomi, (3) Tugas pembantuan sama halnya dengan otonomi yang

    mengandung unsur penyerahan bukan penugasan. Kalau otonomi adalah

    penyerahan penuh sedangkan tugas pembantuan penyerahan tidak penuh.30

    Pendelegasian wewenang dalam desentralisasi juga berlangsung antara

    lembaga-lembaga di pusat dengan lembaga-lembaga otonom di daerah.

    Sementara, pendelegasian dalam dekonsentrasi berlangsung antara petugas

    perorangan pusat di pusat kepada petugas perorangan pusat di daerah.31

    29Ibid., hal.184. 30 Op Cit Agussalim Andi Gadjong, hal 93 31 Ibid, Dr. Agussalim Andi Gadjong,. hlm. 100.

    18

  • Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 untuk menyelenggarakan

    Pemerintahan antara Pusat dan Daerah dikenal dengan pembagian urusan

    pemerintahan yang meliputi :

    Pasal 10

    (1) Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi

    kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ini

    ditentukan menjadi urusan Pemerintah.

    (2) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan

    daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintahan daerah menjalankan

    otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

    pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

    (3) Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah sebagaimana dimaksud

    pada ayat (1) meliputi:

    a. politik luar negeri;

    b. pertahanan;

    c. keamanan;

    d. yustisi;

    e. moneter dan fiskal nasional; dan

    f. agama.

    (4) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat

    (3), Pemerintah menyelenggarakan sendiri atau dapat melimpahkan sebagian

    urusan pemerintahan kepada perangkat Pemerintah atau wakil Pemerintah di

    19

  • daerah atau dapat menugaskan kepada pemerintahan daerah dan/atau

    pemerintahan desa.

    (5) Dalam urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah di luar urusan

    pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah dapat:

    a. menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan;

    b. melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada Gubernur selaku wakil

    Pemerintah; atau

    c. menugaskan sebagian urusan kepada pemerintahan daerah dan/atau

    pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantuan.

    Kekuasaan (Kewenangan) Negara diberikan secara atributif oleh

    konstitusi, yang dijabarkan melalui peraturan perundang-undangan organik dalam

    rangka pendelegasian, delegasi menyentuh dalam aspek pembagian kewenangan

    antara lembaga-lembaga Negara dan antara pemerintahan pusat dengan

    pemerintah daerah. Pembagian kewenangan dalam pelaksanaan pemerintahan bias

    mengacu pada pola general competence,ultravires, dan campuran. Kewenangan

    pemerintah Pusat secara antribusi dari konstitusi, kemudian didelegasikan kepada

    pemerintah daerah dalam konsep delegasi dan mandat supaya efisiensi dan

    efektivitas penyelenggaraan pemerintah dapat berjalan dengan baik.

    Delegasi kewenangan kepada daerah bisa berbentuk penyerahan

    (otonomi)pelimpahan (dekonsentrasi) dan penugasan (medebewind) bias

    berwujud penyerahan secara penuh dan secara tidak penuh yang harus dilandasi

    suatu aturan supaya mendapat legitimasi formalistik dalam bingkai hukum, seperti

    kewenangan melalui unddang-undang organik pemerintahan daerah, undang-

    20

  • undang pembentukan daerah serta peraturan pemerintah penyerahan kewenangan

    sebagai penjabaran dari amanat undang-undang.

    Pedelegasian kewenangan dalam menjalankan republik ini mengalami

    pasang surut dalam implementasinya,yang disebabkan oleh beberapa hal berikut.

    a. Penyerahan kewenangan secara formal, namun tidak ditangani sepenuhnya

    oleh daerah karena berbagai alasan

    b. Suatu kewenangan yang telah diserahkan secara formal, namun tidak

    ditangani sepenuhnya oleh daerah karena berbagai alasan.

    c. Suatu kewenangan sudah diserahkan,baik secara formal maupun secara

    material. Daerah telah melaksanakan sebagaimana mestinya (sepenuhnya)

    tetapi dengan berbagai kebijakan pemerintah pusat mengakibatkan urusan

    tersebut ditarik secara tersirat

    d. Suatu kewenangan belum diserahkan kepada daerah sebagai wewenangnya,

    namun kenyataannya sudah lama diselenggarakan oleh daerah secara

    nyata,seolah-olah urusan itu sudah menjadi menjadi wewenang daerah.

    e. Suatu wewenang sudah lama diserahkan secara formal kepada daerah, tetapi

    dengan adanya perubahan dengan perkembangan zaman, urusan tersebut

    sudah tidak sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan atau urusan tersebut tidak

    faktual lagi ditangan daerah.

    f. Suatu kewenangan sesuai dengan perkembangan daerah sudah selayaknya

    menjadi urusan pemerintah pusat32

    32 Masalah mendasar yang sering terjadi selama ini, mulai terbitnya UU No.1 Tahun 1945 sampai 2005 dengan terbitnya UU No.32/2004 belum secara menyeluruh diterbitkan peraturan pnjabaran seperti yang diamanatkan oleh undang-undang yang mengatur secara langsung mengenai

    21

  • 2.2. Pengertian Pemerintah Dan Pemerintahan Daerah

    Secara konseptual dan empirik di berbagai negara, kata local dalam

    kaitannya dengan local government dan local autonomy tidak dicerna sebagai

    daerah, tetapi merupakan masyarakat setempat. Urusan dan kepentingan yang

    menjadi perhatian local government dan tercakup dalam local autonomy bersifat

    locality. Basis politiknya adalah lokalitas dan bukan bangsa. Pemerintahan lokal

    adalah representasi dari eksistensi lokalitas, sekaligus sebagai agen negara

    (pemerintah pusat)33.

    Seperti yang tampak pada pengertian local government yang diberikan

    oleh United Nation bahwa daerah otonom mengelola local affairs sebagaimana

    dikemukakan oleh Hampton bahwa : local authority are elected bodies and

    expected to develop policies appropriate to their localities whitin the framework

    of national legislation. juga ditegaskan bahwa daerah otonom harus diberikan hak

    untuk mengatur urusan-urusan yang bersifat lokal34.

    Daerah otonom adalah daerah di dalam suatu negara yang memiliki

    kekuasaan otonom, atau kebebasan dari pemerintah di luar daerah tersebut.

    Biasanya suatu daerah diberi sistem ini karena keadaan geografinya yang unik

    atau penduduknya merupakan minoritas negara tersebut, sehingga diperlukan

    hukum-hukum yang khusus, yang hanya cocok diterapkan untuk daerah tersebut.

    pelaksanaan pemerintah daerah sehingga membuat pemerintah daerah dalam menafsirkan pelaksanaan undang-undang tidak secara sistematis dan menyeluruh. 33 Ibid, hal.361 34 Josef Riwu Kaho, Prospek Otonomi Daerah di Indonesia, FISIPOL UGM, Jogjakarta, 2003 hal. 23

    22

  • Menurut jenisnya, daerah otonom dapat berupa otonomi teritorial, otonomi

    kebudayaan, dan otonomi lokal.

    Pengertian "otonom" secara etimologis adalah "berdiri sendiri" atau

    "dengan pemerintahan sendiri".35 Sedangkan daerah otonom36 adalah kesatuan

    masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang

    mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

    setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem

    Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari pengertian diatas, dapat diketahui

    bahwa otonomi daerah adalah wewenang/kekuasaan pada suatu wilayah/daerah

    yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah/daerah masyarakat itu

    sendiri mulai dari ekonomi, politik, dan pengaturan perimbangan keuangan

    termasuk pengaturan sosial, budaya, dan ideologi yang sesuai dengan tradisi adat

    istiadat daerah lingkungannya. Dengan kata lain, otonomi daerah memberikan

    keleluasan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri

    yang disesuaikan dengan kondisi dalam daerah tersebut.

    Pemerintah daerah, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah

    pembagian politik suatu bangsa yang diberi kuasa oleh undang-undang, yang

    mempunyai kewenangan mengontrol secara substansi terhadap urusan-urusan

    lokal, yang merupakan badan hasil pemilihan atau seleksi secara lokal. Mathur

    menyatakan bahwa definisi pemerintahan daerah yang diberikan oleh PBB

    memberikan dasar bahwa pemerintah lokal adalah tingkat pemerintahan yang

    lebih rendah bila dibandingkan dengan pemerintahan negara. Pemerintah lokal 35 Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pustaka, Jakarta, 1999 hal. 542 36 Pasal 1 ayat (6), UU No.32 tahun 2004 Pemerintahan Daerah

    23

  • dibentuk dengan undang-undang, memiliki tanggung jawab dan biasanya

    dihasilkan dalam suatu pemilihan lokal.37

    Pemerintah daerah menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 adalah Gubernur,

    Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara

    pemerintahan daerah. Sedangkan Pemerintahan daerah menurut UU Nomor 32 Tahun

    2004 adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan

    DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-

    luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana

    dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 38

    Secara historis, asal usul dari struktur pemerintahan daerah berasal dari

    Eropa di abad ke-11 dan ke-12. beberapa istilah yang digunakan untuk

    pemerintahan daerah masih termasuk lama, berasal dari Junani dan Latin kuno.

    Koinotes (komunitas) dan demos (rakyat atau distrik) adalah istilah-istilah

    pemerintahan daerah yang digunakan di Yunani sampai sekarang. Municipality

    (kota atau kotamadya) dan varian-variannya berasal dari istilah hukum Romawi

    municipium. City (kota besar) berasal dari istilah Romawi civitas, yang juga

    berasal dari kata civis (penduduk). County (kabupaten) berasal dari comutates,

    yang berasal dari kata comes, kantor dari seorang pejabat kerajaan.

    Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh

    pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan

    prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik

    37 S.N. Jha dan P.C. Mathur, Decentralization and Local Politics, 1st Published, New Delhi: Sage Publications India Ltd., 1999, hlm. 58. a local government as a political devision of nation (or, in a federal system, a state) wich is constituted by law and has substansial control of local affair, including the powers to impose taxes or to extract labour for prescribed purposes. 38 Lihat Pasal 1 angka 2 dan 3 UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

    24

  • Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

    Indonesia Tahun 1945. Sedangkan Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau

    Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.39

    Dalam menyelenggarakan pemerintahan, Pemerintah menggunakan asas

    desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekonsentrasi sesuai dengan peraturan

    perundang-undangan. Dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah,

    pemerintahan daerah menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan.40

    Terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah itu sendiri ada beberapa

    ajaran yang menentukan pembagian penyelenggaraan pemerintahan negara dalam

    rangka sistim desentaralisasi. yaitu :

    1. Ajaran rumah tangga materil;

    2. Ajaran rumah tangga formil;

    3. Ajaran rumah tangga riil41.

    Menurut ajaran rumah tangga materil untuk mengetahui urusan manakah

    yang termasuk urusan rumah tangga daerah atau pusat, harus melihat dahulu

    kepada materi yang akan diurus oleh pemerintah masing-masing. Titik beratnya

    terletak pada macam-macamnya urusan yang akan diselenggarakan oleh

    pemerintahan dan sangat tergantung pada kemampuannya. Ukuran-ukuran

    tersebut tentunya bersifat sangat subyektif.

    Sedangkan menurut ajaran rumah tangga formil, bahwa segala urusan

    menjadi urusan rumah tangga pemerintah pusat dan hal yang lain dapat menjadi

    39 Ibid 40 Op Cit, UU No 32 Tahun 2004 41 Moh.Kusnadi dan Harmaily Ibrahim. , Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Jakarata. 1985, Hlm. 253

    25

  • urusan rumah tangga daerah didasarkan kepada daya guna (efektifitas).

    Penyerahan tersebut dilakukan secara formil berdasarkan mekanisme yang diatur

    melalui undang-undang.

    Lain halnya menurut ajaran rumah tangga riil, bahwa sesuatu hal menjadi

    urusan pemerintah pusat atau daerah didasarkan kepada kebutuhan dan keadaan

    senyatanya. Akan tetapi kewenangan untuk mengatur sesuatu hal menjadi urusan

    pemerintah daerah dengan mengingat manfaat dan hasil yang akan dicapai.

    haruslah diatur dengan undang-undang atau peraturan-peraturan lainnya.

    Disamping ajaran mengenai rumah tangga pemerintahan juga dikenal asas-

    asas penyelenggaraan pemerintahan daerah, yaitu asas dekonsentrasi dan asas

    desentralisasi. Disamping kedua asas tersebut, terdapat juga asas yang

    dipergunakan dalam sistim pemerintahan daerah yang dikenal tugas pembantuan

    (medebewind) atau asas yang dipergunakan oleh pemerintah daerah untuk

    melaksanakan berbagai urusan yang sebenarnya merupakan urusan pemerintah

    pusat.

    Menurut CST Kansil, asas desentralisasi adalah asas yang menyatakan

    penyerahan sejumlah urusan pemerintahan dari pemerintah pusat atau dari

    pemerintah daerah yang lebih tinggi kepada pemerintah daerah tingkat yang

    lebih rendah sehingga menjadi urusan rumah tangga daerah itu42 Sedangkan

    asas dekonsentarasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat. kepala

    wailayah. atau kepala instansi vertikal tingkat yang lebih tinggi kepada pejabat-

    pejabatnya di daerah.

    42 C.S.T. Kansil dan Cristine S.T. Kansil. Sistim Pemerintahan Indonesia. Bumi Aksara. Jakarta. 2003. hlm. 142

    26

  • Tanggung jawab tetap ada pada pemerintah pusat baik perencanaan

    maupun pelaksanaannya maupun pembiayaannya tetap menjadi tanggung jawab

    pemerintah pusat. Unsur pelaksanaannya dikoordinasikan oleh kepala daerah

    dalam kedudukannya selaku wakil pemerintah pusat.

    Latar belakang dilaksanakannya sistim penyelenggaraan pemerintaaan

    yang dekonsentratif adalah karena tidak semua urusan pemerintah pusat dapat

    diserahkan kepada pemerintah daerah menurut asas desentralisasi. Hal ini juga

    dianut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 juncto Peraturan Pemerintah

    Pengganti Undang-Undang Nonor 3 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Daerah

    yang menyatakan pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus

    sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.43

    Perbedaan pelaksanaan pemerintahan menurut tugas pembantuan

    (medebewind) dengan asas desentralisasi yang melahirkan otonomi daerah.

    adalah tugas pembantuan (medebewind) pelaksanaan urusan pemerintahan di

    daerah menurut garis kebijaksanaan pusat. oleh karena pada dasarnya urusan

    tersebut sebenarnya adalah menjadi urusan pemerintah pusat, namun oleh karena

    pelaksanaan urusan dilaksanakan di daerah. maka pemerintahan daerah

    membantu pelaksanaannya.44

    Oleh karena itu, ada beberapa tujuan dan manfaat yang biasa dinisbatkan

    dengan kebijakan desentralisasi dan dekonsentrasi, yaitu:

    43 Lihat Pasal 10 ayat (2) juncto pasal 20 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. 44 Soehino.Op. Cit hlm. 149

    27

  • 1) Dari segi hakikatnya, desentralisasi dapat mencegah terjadinya penumpukan

    (concentration of power) dan pemusatan kekuasaan (centralised power)

    yang dapat menimbulkan tirani;

    2) Dari sudut politik, desentralisasi merupakan wahana untuk

    pendemokratisasian kegiatan pemerintahan;

    3) Dari segi teknis organisatoris, desentralisasi dapat menciptakan

    pemerintahan yang lebih efektif dan efisien;

    4) Dari segi sosial, desentralisasi dapat membuka peluang partisipasi dari

    bawah yang lebih aktif dan berkembangnya kaderisasi kepemimpinan yang

    bertanggungjawab karena proses pengambilan keputusan tersebar di pusat-

    pusat kekuasaan di seluruh daerah;

    5) Dari sudut budaya, desentralisasi diselenggarakan agar perhatian dapat

    sepenuhnya ditumpahkah kepada kekhususan-kekhususan yang terdapat di

    daerah, sehingga keanekaragaman budaya dapat terpelihara dan sekaligus

    didayagunakan sebagai modal yang mendorong kemajuan pembangunan

    dalam bidang-bidang lainnya;

    6) Dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi, karena pemerintah daerah

    dianggap lebih banyak tahu dan secara langsung berhubungan dengan

    kepentingan di daerah, maka dengan kebijakan desentralisasi, pembangunan

    ekonomi dapat terlaksana dengan lebih tepat dan dengan ongkos yang lebkih

    murah.

    Sedangkan dalam konteks otonomi daerah penyelenggaraan urusan

    pemerintahan oleh pemerintah daerah menurut kebijakan daerah masing-masing.

    28

  • asal tidak menyimpang dari kepentingan pemerintah pusat. hal ini disebabkan

    wewenang untuk menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri ada pada

    pemerintah daerah yang berarti membiarkan bagi daerah untuk berinisiatip sendiri

    dan merealisir apa yang sudah menjadi urusannya itu.

    Oleh karena urusan tersebut adalah urusan rumah tangga sendiri. maka

    pemerintah daerah memerlukan alat-alat perlengkapannya sendiri, termasuk

    didalamnya berbagai hal yang berkaitan dengan tata kepegawaian maupun yang

    berkaitan dengan persoalan keuangan. Adapun asas-asas penyelenggaraan

    pemerintahan yang baik berpedoman pada asas umum penyelenggaraan negara

    yang dalam hukum administrasi negara dikenal dengan asas-asas umum

    pemerintahan yang layak. Asas-asas hukum tersebut tumbuh dan berkembang

    secara khusus di Negeri Belanda dan pada masa selanjutnya asas-asas umum

    pemerintahan yang layak tersebut sudah diterima sebagai norma hukum tidak

    tertulis45 yang meliputi :

    (1) Asas Kepastian Hukum (principle of legal security);

    (2) Asas Keseimbangan (principle of proportionality); (3) Asas Kesamaan dalam mengambil keputusan (principle of equality); (4) Asas bertindak cermat (principle of carefulness); (5) Asas motifasi untuk setiap keputusan (principle of motivation); (6) Asas tidak mencampuradukan kewenangan (principle of non misuse of

    competence);

    (7) Asas Permainan yang layak (principle of fair play);

    45 Ridwan. HR.. Hukum Administrasi Negara. UII Press. Yogyakarta. 2003. hlm. 189 - 192

    29

  • (8) Asas Keadilan dan kewajaran (principle of reasonable or prohibition of

    arbitrariness);

    (9) Asas kepercayaan dan menanggapi pengharapan yang wajar (principle of

    meeting raised expectation);

    (10) Asas meniadakan akibat suatu keputusan yang batal (principle of undoing

    the consequences of an annuled decision);

    (11) Asas perlindungan atas pandangan atau cara hidup pribadi (principle of

    protecting the personal may of life);

    (12) Asas Kebijaksanaan (sapientia);

    (13) Asas Penyelenggaraan kepentingan umum (principle of publik service).

    Di dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, asas-asas

    tersebut juga sudah mulai diterima. walaupun secara formal belum diakui sebagai

    norma hukum yang tertulis, yang harus ditaati oleh penyelenggara pemerintahan

    baik di pusat maupun di daerah. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 32

    Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pada bagian Kedua Pasal 20 yang

    menyatakan bahwa:

    (1) Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada Asas Umum

    Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas :

    a. asas kepastian hukum;

    b. asas tertib penyelenggara negara;

    c. asas kepentingan umum;

    d. asas keterbukaan;

    e. asas proporsionalitas;

    30

  • f. asas profesionalitas;

    g. asas akuntabilitas;

    h. asas efisiensi; dan

    i. asas efektifitas.

    (2) Dalam menyelenggarakan pemerintahan, Pemerintah menggunakan asas

    desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekonsentarasi sesuai dengan

    peraturan perundang-undangan.

    (3) Dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah pemerintahan daerah

    menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan.

    Berdasarkan ketentuan sebagaimana tersaebut di atas jelaslah bahwa asas

    penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam pelaksanaanya adalah menggunakan

    asas otonomi dan tugas pembantuan.

    2.3. Kesejahteraan Masyarakat Dan Kerjasama Antar Daerah

    Desentralisasi (politik, administratif dan fiskal) adalah penyerahan

    kekuasaan, kewenangan, sumberdaya, keuangan dan tanggungjawab dari

    pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Pemerintah daerah mempunyai hak jika

    berhadapan dengan pusat, sebaliknya ia mempunyai tanggungjawab mengurus

    barang-barang publik untuk dan kepada rakyat. Secara teoretis tujuan antara

    desentralisasi adalah menciptakan pemerintahan yang efektif-efisien, membangun

    demokrasi lokal dan menghargai keragaman lokal. Tujuan akhirnya adalah

    menciptakan kesejahteraan rakyat. 46

    46 Sutoro Eko, Menuju Kesejahteraan Rakyat Melalui Rute Desentralisasi, [email protected]

    31

  • Di Indonesia, desentralisasi dan otonomi daerah telah berjalan sejak 1999,

    setelah daerah menunggu dan menuntut otonomi dan keadilan selama beberapa

    dekade. Selama tujuh tahun terakhir daerah menikmati bulan madu otonomi

    daerah, yakni bergulat dengan keleluasaan daerah, keragaman lokal dan pesta

    demokrasi lokal. Daerah terus-menerus sibuk melakukan penataan kelembagaan

    secara internal, sekaligus bertempur dengan pusat yang mereka nilai tidak rela

    menjalankan otonomi daerah. Harapan dan tuntutan masyarakat yang melambung

    tinggi. Di tempat lain kalangan aktivis dan organisasi masyarakat sipil

    menyambut otonomi daerah dengan cara berbicara tentang demokrasi lokal,

    transparansi, akuntabilitas, partisipasi dan pemberdayaan rakyat. Mereka terus-

    menerus melakukan kajian dan kritik terhadap buruknya penyelenggaraan

    otonomi daerah. Tetapi pada saat yang sama, publik bahkan orang awam terus

    bertanya (jika tidak bisa disebut kecewa) apa relevansi otonomi daerah dan

    demokrasi lokal bagi kesejahteraan rakyat.47

    Negara merupakan aktor pertama dan utama yang bertanggungjawab

    mencapai janji kesejahteraan. Pemerintah daerah, sebagai representasi negara,

    dapat menggandeng swasta (sektor kedua) untuk memacu pertumbuhan ekonomi

    sekaligus memfasilitasi elemen-elemen masyarakat lokal dalam menggerakkan

    ekonomi rakyat untuk menciptakan pemerataan. Pertumbuhan dan pemerataan itu

    merupakan dua skema untuk membangun kemakmuran. Di sisi lain pemerintah

    daerah dapat melancarkan reformasi pelayanan publik dan kebijakan

    (pembangunan) sosial untuk mencapai kesejahteraan sosial. Pelayanan publik

    47 Ibid, hal 1

    32

  • yang paling dasar adalah pendidikan dan kesehatan, sementara pengurangan

    kemiskinan merupakan aksi mendasar dalam kebijakan sosial.

    Menurut Besley desentralisasi juga relevan dengan agenda pengurangan

    kemiskinan ke dalam dua alternatif: technocratic atau institutional. Yang pertama

    menekankan target dan menyelidiki bentuk program yang mencoba untuk

    mengarahkan sumberdaya-sumberdaya yang terbatas kepada rakyat miskin.

    Pendekatan kedua mencatat, bahwa rakyat miskin kekurangan kekuasaan politik

    (powerless), dan bahwa ketidakcakapan administratif dan penyakit korupsi

    mengganggu penyelenggaraan pelayanan pemerintah. Oleh karena itu

    pengurangan kemiskinan memerlukan pengembangan institusi, dan perubahan

    struktur politik, perbaikan tata pemerintahan, dan perubahan sikap terhadap rakyat

    miskin. 48

    Desentralisasi mungkin memfasilitasi bentuk program technocratic yang

    lebih efektif, seperti mempermudah penargetan daerah, memperkuat akuntabilitas

    birokrasi, dan peningkatan pengelolaan program pengurangan kemiskinan.

    Desentralisasi juga dapat menawarkan kerangka kerja legal dan bertindak sebagai

    sebuah alat pendekatan institusi terhadap pengurangan kemiskinan., seperti halnya

    desentralisasi meningkatkan kekuasaan politik (empowerment) rakyat miskin

    melalui partisipasi yang meningkat.

    Agusman Effendi mengemukakan : Pertumbuhan ekonomi di suatu

    wilayah sangat dipengaruhi oleh kegiatan ekonomi yang menjadi penggerak

    utama di dalam wilayah tersebut. Indonesia sebagai negara kepulauan, masing-

    48 Ibid, hal 3

    33

  • masing memiliki karakter berupa potensi dan kendala. Perbedaan potensi dan

    kendala ini turut menentukan kegiatan ekonomi utama di masing-masing wilayah.

    Dengan demikian, masing-masing wilayah memiliki kegiatan ekonomi utama

    yang berbeda. 49

    Menurut Dunn Willian Keberhasilan pembangunan manusia yang akan

    berimplikasi terhadap pertumbuhan ekonomi dan demokrasi, juga tidak lepas`dari

    kajian analisis kebijakan. Namun penggunaan berbagai methode untuk

    mendapatkan informasi dan argumen yang masuk akal tidak menjadi jaminan

    bahwa hasil analisis kebijaksanaan akan digunakan oleh para pengambil

    kebijaksanaan. Analisis kebijaksanaan pada dasarnya merupakan proses kognitif,

    sementara pembuatan kebijaksanaan merupakan proses politik. Banyak faktor

    selain metodologi yang menentukan apakah suatu analisis kebijaksaan akan

    dimanfaatkan oleh pengambil kebijaksanaan, seperti struktur kekuasaan politik,

    fisibilitas politik dan alternatif kebijaksaan yang disarankan serta karakteristik dari

    mengambil keputusan itu sendiri.50

    Namun demikian, Mustopadidjaja berpendapat apapun keputusan politik

    yang diambil, tentu harus mengarah pada upaya perwujudan good governance.

    Upaya mewujudkan good governance hanya dapat dilakukan apabila terjadi

    keseimbangan (alligment) peran-peran kekuasaan yang dimainkan oleh setiap

    ranah(domain) yang ada dalam governance. State, sebagai unsur pertama,

    memainkan peran menjalankan peran menciptakan lingkungan politik dan hukum

    49 Ketut Janapria, Kerjasama Antar Daerah Dalam Pengembangan Kawasan Sentra Produksi Bali dan Nusa Tenggara, Makalah Seminar Nasional Pulang KampungAlumni Dalam Rangka Dies Natalies Ke-41 Fakultas Pertanian, Unram, 2008, hal 24 50 Ibid, hal 25

    34

  • yang kondusif bagi unsur-unsur lain dalam governance. Private sector sebagai

    unsur kedua, menciptakan lapangan kerja dan pendapatan. Society, unsur ketiga,

    berperan menciptakan interaksi sosial, ekonomi dan politik.51

    Pengembangan wilayah merupakan suatu upaya untuk mendorong

    terjadinya perkembangan wilayah secara harmonis melalui pendekatan yang

    bersifat komperhensif mencakup aspek fisik, ekonomi, sosial dan budaya.

    Menurut Ruchyat Deni Djakapermana (2004), pada dasarnya pendekatan

    pengembangan wilayah digunakan untuk lebih mengefisienkan pembangunan, dan

    konsepsi ini terus berkembang disesuaikan dengan tuntutan waktu, teknologi dan

    kondisi wilayah. Dengan mengutip beberapa sumber, ia menyebutkan : banyak

    cara untuk mengembangkan wilayah mulai dari konsep pembangunan sektoral,

    Basic Need Approach Development poles (poles de croissance) yang digagas

    oleh F.Perroux (1955), growth center yang digagas oleh Friedman (1969)

    sampai dengan pengaturan ruang secara terpadu sinergi antara pemanfaatan SDA,

    SDM dan lingkungan hidup.52

    Pada prinsipnya penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka

    desentralisasi dan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

    masyarakat, karena dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi telah

    diberikan ruang yang cukup untuk melaksanakan kerjasama antardaerah yang

    didasarkan atas prinsip efisiensi dan efektivitas. Pengelolaan kerjasama

    antardaerah tersebut dapat dilaksanakan oleh badan pengelola yang pengaturan

    dan pembentukannya dapat diatur dengan keputusan bersama antardaerah

    51 Ibid, hal 26 52 Ibid

    35

  • tersebut. Pemerintah pusat dapat menyediaan pelayanan publik tersebut, jika

    daerah belum/tidak melakukan kerjasama antar daerah.

    Kerjasama akan terjadi ketika pihak yang berkerjasama mendapatkan

    keuntungan dari kerjasama tersebut (simbiose mutualisme) atau paling tidak ada

    pihak yang diuntungkan tetapi tidak ada pihak yang dirugikan (simbiose

    komensalisme). Karena itu, bentuk kerjasama itu juga dipengaruhi keunggulan

    komparatif (kepemilikan sumber) dan keunggulan kompetitif (efisiensi).

    Kerjasama akan saling menguntungkan jika terjadi kesesuaian pada kedua

    keunggulan tersebut antarapihak yang bekerjasama. Sebaliknya sifat saling

    menggantikan (substitution) memunculkan persaingan (competition) antarpihak,

    sehingga bentuk kerjasamanya adalah spesialisasi yang merupakan kesepakatan

    antar pihak.

    Kerjasama antar daerah tersebut dapat juga dilakukan dalam rangka

    pengelolaan urusan pemerintahan yang memberikan dampak lintasdaerah, Dengan

    demikian masyarakat akan mendapatkan manfaat yang sebesar besarnya dari

    pengelolaan urusan pemerintahan secara bersama. Beberapa substansi penting

    yang diatur dalam pasal 2 PP 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja

    Sama Daerah, antara lain : Kerjasama daerah dilakukan dengan prinsip: efesiensi,

    efektivitas, sinergi, saling menguntungkan, kesepakatan bersama, itikad baik,

    mengutamakan kepentingan nasional dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan

    Republik Indonesia, kesamaan kedudukan, transparansi, keadilan dan kepastian

    hukum. Sedangkan pasal 4 mengatur tentang Obyek kerja sama daerah adalah

    36

  • seluruh urusan pemerintahan yang telah menjadi kewenangan daerah otonomi dan

    dapat berupa penyediaan pelayanan publik.

    Dalam pasal 5 PP 50 Tahun 2007 bahwa kerja sama daerah dituangkan

    dalam bentuk perjanjian kerja sama :

    (1) Dalam rangka membantu kepala daerah melakukan kerja sama dengan daerah

    lain yang dilakukan secara terus menerus atau diperlukan waktu paling singkat

    5 (lima) tahun, kepala daerah dapat membentuk badan kerja sama.

    (2) Badan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan perangkat

    daerah.

    Sedangkan dalam pasal 24 di atur mengenai :

    (1) Pembentukan dan susunan organisasai badan kerja sama sebagaimana

    dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.

    (2) Badan kerja sama sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 mempunyai tugas :

    (a) membantu melakukan pengelolaan, monitoring dan evaluasi atas

    pelaksanaan kerja sama, (b) memberikan masukan dan saran kepada kepala

    daerah masing-masing mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan

    apabila ada permasalahan; (c) melaporkan pelaksanaan tugas kepada kepala

    daerah masing-masing,

    Untuk biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas badan kerja sama menjadi

    tanggung jawab bersama kepala daerah yang melakukan kerja sama (pasal 25).

    37

  • BAB III

    TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

    3.1.Tujuan Penelitian

    Tujuan penelitian yang hendak dicapai agar hasil penelitian ini dapat

    bermanfaat secara umum untuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Republik

    Indonesia (DPD RI) sehingga penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar

    pengambilan kebijakan dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah yang dapat

    mensejahterakan masyarakat serta membangun kerjasama antar daerah di

    Indonesia.

    Selain tujuan khusus yang hendak dicapai tersebut juga diharapkan dapat

    bermanfaat secara khusus untuk memberikan informasi yang baru kepada

    pengamat dan pengajar dibidang hukum pemerintahan daerah khususnya

    mengenai otonomi daerah. Tujuan khusus dari penelitian ini juga memiliki tujuan

    untuk jangka pendek dan jangka panjang yang antara lain :

    a. Tujuan Jangka Pendek :

    Memberikan masukan kepada Pemerintah melalui Dewan Perwakilan Daerah

    Republik Indonesia (DPD RI) mengenai format otonomi daerah yang dapat

    mensejahterakan masyarakat serta membangun kerjasama antar daerah di

    Indonesia.

    b. Tujuan Jangka Panjang :

    38

  • Menemukan teori yang baru berkaitan mengenai format otonomi daerah yang

    dapat mensejahterakan masyarakat serta membangun kerjasama antar daerah di

    Indonesia.

    3.2. Manfaat Penelitian

    Urgensi atau keutamaan dalam penelitian ini adalah terletak pada

    pelaksanaan otonomi di daerah yang ada di Indonesia berdasarkan asas

    desentralisasi, asas dekonsentrasi dan tugas pembantuan apakah sudah berjalan

    maksimal dengan memperhatikan kesejahteraan masyarakat di daerahnya serta

    apakah dengan adanya otonomi daerah juga meningkatkan kerjasama

    pembangunan antar daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    Untuk melihat itu semua perlu adanya pengkajian mengenai otonomi daerah,

    kesejahteraan masyarakat dan kerjasama pembangunan daerah di Indonesia.

    Sehingga tujuan khusus, tujuan jangka pendek dan jangka panjang dari penelitian

    ini dapat tercapai.

    39

  • BAB IV

    METODE PENELITIAN

    Metode merupakan suatu bentuk atau cara yang dipergunakan dalam

    pelaksanaan suatu penelitian guna mendapatkan, mengolah dan menyimpulkan

    data yang dapat memecahkan suatu permasalahan53. Penelitian merupakan suatu

    kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan konstruksi yang dilakukan

    secara metodologis, sistematis dan konsisten.54

    Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu. Sistematis

    adalah berdasarkan suatu sistem. Konsisten berarti tidak adanya hal yang

    bertentangan dalam kerangka tertentu.55 Dengan demikian maka dengan

    mempergunakan metode penelitian yang tepat peneliti bermaksud untuk

    menyelesaikan suatu permasalahan dengan melahirkan pemikiran baru melalui

    serangkaian cara yang terukur dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.

    4.1. Jenis Penelitian

    Dalam hubungannya dengan penelitian, maka digunakan metode

    deskriptif analitis melalui pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan dengan

    melakukan kajian terhadap kaedah-kaedah hukum atau peraturan perundang-

    undangan yang memiliki hubungan dengan masalah penyelenggaraan

    pemerintahan daerah, khususnya dalam konteks Otonomi Daerah Sebagai

    53 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Rajawali Pers, Jakarta:2003) Cet-5. Hal

    25 54 Bambang Sunggono, Ibid , Hal:25 55 Bambang Sunggono, Loc.Cit

    40

  • Instrumen Pendorong Laju Pertumbuhan Kesejahteraan Masyarakat dan

    Peningkatan Kerjasama Pembangunan Antar Daerah di Indonesia .

    4.2. Tipe Penelitian

    Tipe penelitian bersifat eksploratif yaitu suatu penelitian yang dilakukan

    untuk memperdalam pengetahuan mengenai suatu gejala tertentu atau untuk

    mendapatkan ide-ide baru mengenai suatu gejala tertentu tersebut.56

    4.3. Data dan Sumber Data

    (1) Bahan hukum primer, terdiri dari :

    a) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Republik Indonesia Pasca

    Amandemen;

    b) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan

    Daerah;

    c) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2007

    tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah;

    d) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2008 tentang

    Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.

    (2) Bahan hukum sekunder, yaitu berupa penjelasan mengenai bahan hukum

    primer, pandangan dan pendapat para ahli (pakar), akademisi, maupun para

    praktisi melalui penelurusan dokumen-dokumen, buku-buku, maupun

    literatur lainnya yang relevan dengan permasalahan yang akan di bahas.

    56 Ibid.

    41

  • (3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan

    atas bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus; ensiklopedia; jurnal

    dan browsing (pencarian) data internet.

    4.4. Metode Pengumpulan Data

    Metode pengumpulan data yang digunakan adalah Kajian pustaka (library

    research) Yaitu melakukan analisa terhadap peraturan perundang-undangan serta

    mempelajari buku atau sumber-sumber yang menghimpun pendapat para ahli baik

    di perpustakaan maupun melalui internet sesuai dengan masalah yang diteliti.

    4.5. Analisis Data

    Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis secara

    kualitiatif, yaitu dengan cara menerangkan suatu keadaan sesuai dengan pokok

    bahasan, tujuan dan konsep atau teori yang berkenaan dengan hal tersebut.

    Selanjutnya hasil analisis tersebut disajikan dalam bentuk kalimat yang tersusun

    secara sistematis, jelas dan rinci sehingga memudahkan dalam pemberian arti

    terhadap data tersebut.

    Dalam hal mengolah dan menganalisa data dilakukan dengan cara analisa

    kualitatif berdasarkan sajian konstruksi data (penyajian hasil penelitian) bersifat

    deskriftif.57

    57 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (UI-Press, Jakarta, 1986) Cet Ketiga, hal. 6

    42

  • BAB V

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    5.1. Konstruksi Konsepsional Otonomi Daerah Sebagai Salah Satu

    Instrumen Peningkatan Laju Pertumbuhan Kesejahteraan Masyarakat

    Di Indonesia

    Sebenarnya otonomi daerah bukanlah suatu hal yang baru karena

    semenjak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia , konsep otonomi

    daerah sudah digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Bahkan

    pada masa pemerintahan kolonial Belanda, prinsip-prinsip otonomi sebagian

    sudah diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

    Semenjak awal kemerdekaan sampai sekarang telah terdapat beberapa

    peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kebijakan Otonomi

    Daerah. UU 1/1945 menganut sistem otonomi daerah rumah tangga formil. UU

    22/1948 memberikan hak otonomi dan medebewind yang seluas-luasnya kepada

    Daerah. Selanjutnya UU 1/1957 menganut sistem otonomi ril yang seluas-

    luasnya. Kemudian UU 5/1974 menganut prinsip otonomi daerah yang nyata dan

    bertanggung. Sedangkan saat ini di bawah UU 22/1999 dianut prinsip otonoi

    daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab.

    Otonomi Daerah yang dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor

    22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah adalah Otonomi daerah yang

    dipahami sebagai kewenangan daerah otonom untuk menatur dan mengurus

    43

  • kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi

    masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

    Sedangkan prinsip otonomi daerah yang digunakan adalah otonomi daerah

    yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Kewenangan otonomi yang luas adalah

    keleluasaan daerah untuk menyelengarakan pemerintahan yang mencakup

    kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik

    luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta

    kewenangan bidang lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

    Otonomi nyata adalah keleluasaan Daerah untuk menyelenggarakan

    kewenangan pemerintahan di bidang tertentu yang secara nyata ada dan

    diperlukan serta tumbuh hidup, dan berkembang di daerah. sedangkan yang

    dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan

    pertanggung-jawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan

    kepada Daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang dipikul oleh Daerah dalam

    mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan pelayanan dan

    kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan

    demokrasi, keadilan, pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara

    Pusat dan Daerah serta antara Daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara

    Kesatuan Republik Indonesia.

    Prinsip-prinsip pemberian Otonomi Daerah dalam UU 22/1999 adalah :

    1. Penyelengaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek

    demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman Daerah.

    44

  • 2. Pelaksanaan Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan

    bertangung jawab.

    3. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada Daerah

    Kabupaten dan Daerah Kota.

    4. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga

    tetap terjamin hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antara

    Daerah.

    5. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian Daerah

    Otonom, dan karenanya dalam daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak ada

    lagi wilayah administratif.

    6. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi

    badan legislatif Daerah, baik sebagai fungsi legislatif, fungsi pengawas

    maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

    7. Pelaksanaan azas dekonsentrasi diletakkan pada Daerah Propinsi dalam

    kedudukannya sebagai Wilayah Administratis untuk melaksanakan

    pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil

    Pemerintah.

    8. Pelaksanaan azas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari

    Pemerintah kepada Daerah, tetapi juga dari Pemerintah dan Daerah kepada

    Desa yang disertai dengan pembiayaan sarana dan prasarana, serta sumber

    daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan

    mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.

    45

  • Dalam implementasi kebijakan Otonomi Daerah berdasarkan UU 22/1999

    yang dilaksanakan mulai 1 Januari 2001 terdapat beberapa permasalahan yang

    perlu segera dicarikan pemecahannya. Namun sebagian kalangan beranggapan

    timbulnya berbagai permasalahan tersebut merupakan akibat dari kesalahan dan

    kelemahan yang dimiliki oleh UU 22/1999, sehingga merekapun mengupayakan

    dilakukannya revisi terhadap UU 22/1999 tersebut.

    Jika kita mengamati secara obyektif terhadap implementasi kebijakan

    Otonomi Daerah berdasarkan UU 22/1999 yang baru berjalan memasuki bulan

    kesepuluh bulan ini, berbagai permasalahan yang timbul tersebut seharusnya

    dapat dimaklumi karena masih dalam proses transisi. Timbulnya berbagai

    permasalahan tersebut lebih banyak disebabkan karena terbatasnya peraturan

    pelaksanaan yang bisa dijadikan pedoman dan rambu-rambu bagi implementasi

    kebijakan Otonomi Daerah tersebut. Jadi bukan pada tempatnya jika kita

    langsung mengkambinghitamkanbahkan memvonis bahwa UU 22/1999 tersebut

    keliru.

    Sebagian kalangan menilai bahwa kebijakan Otonomi Daerah di bawah

    UU 22/1999 merupakan salah satu kebijakan Otonomi Daerah yang terbaik yang

    pernah ada di Republik ini. Prinsip-prinsip dan dasar pemikiran yang digunakan

    dianggap sudah cukup memadai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat dan

    daerah. Kebijakan Otonomi Daerah yang pada hakekatnya adalah upaya

    pemberdayaan dan pendemokrasian kehidupan masyarakat diharapkan dapat

    mememnuhi aspirasi berbagai pihak dalam konteks penyelenggaraan

    pemerintahan negara serta hubungan Pusat dan Daerah.

    46

  • Secara konstitusional, dasar penyelenggaraan dan pelaksanaan

    pemerintahan daerah di Indonesia. adalah :

    1. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

    1945 yang telah diamandemen;

    2. Pasal 18, Pasal 18A dan Pasal 18B Undang-Undang Dasar Negara Republik

    Indonesia Tahun 1945.

    Ketentuan dasar sebagaimana tersebut di atas kemudian dijabarkan lebih

    lanjut kedalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

    Daerah58 yang merupakan perubahan dan penyempurnaan dari peraturan

    perundang-undangan yang mengatur tentang permerintahan daerah di Indonesia

    pada masa sebelumnya. Jadi regulasi yang mengatur tentang tata penyelenggaraan

    pemerintahan daerah yang saat ini sebagai hukum positif59 adalah Undang-

    Undang Nomor 32 Tahun 2004 juncto Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005

    juncto Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 juncto UndangUndang Nomor 8

    Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.

    Pelaksanaan otonomi daerah dipengaruhi oleh faktor-faktor yang meliputi

    kemampuan si pelaksana, kemampuan dalam keuangan, ketersediaan alat dan

    bahan, dan kemampuan dalam berorganisasi. Otonomi daerah tidak mencakup

    bidang-bidang tertentu, seperti politik luar negeri, pertahanan keamanan,

    peradilan, moneter, fiskal, dan agama. Bidang-bidang tersebut tetap menjadi

    58 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437 59 J.B. Daliyo. Pengantar Hukum Indonesia. PT. Prenhallindo. Jakarta. 2001. hlm.7

    47

  • urusan pemerintah pusat. Secara garis besar, pelaksanaan otonomi daerah berdasar

    pada prinsip demokrasi, keadilan, pemerataan, dan keanekaragaman60.

    Jika kita memperhatikan prinsip-prinsip pemberian dan penyelenggaraan

    Otonomi Daerah dapat diperkirakan prospek ke depan dari Otonomi Daerah

    tersebut. Untuk mengetahui prospek tersebut dapat dilakukan dengan

    menggunakan berbagai pendekatan. Salah satu pendekatan yang kita gunakan

    disini adalah aspek ideologi, politik, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.

    Dari aspek ideologi , sudah jelas dinyatakan bahwa Pancasila merupakan

    pandangan, falsafah hidup dan sekaligus dasar negara. Nilai-nilai Pancasila

    mengajarkan antara lain pengakuan Ketuhanan, semangat persatuan dan kesatuan

    nasional, pengakuan hak azasi manusia, demokrasi, dan keadilan dan

    kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat. Jika kita memahami dan

    menghayati nilai-nilai tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan Otonomi

    Daerah dapat diterima dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan

    bernegara. Melalui Otonomi Daerah nilai-nilai luhur Pancasila tersebut akan dapat

    diwujudkan dan dilestarikan dalam setiap aspek kehidupan bangsa Indonesia .

    Dari aspek politik , pemberian otonomi dan kewenangan kepada Daerah

    merupakan suatu wujud dari pengakuan dan kepercayaan Pusat kepada Daerah.

    Pengakuan Pusat terhadap eksistensi Daerah serta kepercayaan dengan

    memberikan kewenangan yang luas kepada Daerah akan menciptakan hubungan

    yang harmonis antara Pusat dan Daerah. Selanjutnya kondisi akan mendorong

    tumbuhnya dukungan Derah terhadap Pusat dimana akhirnya akan dapat

    60 Yossef Riwu Kaho, Op.Cit, hal. 65.

    48

  • memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Kebijakan Otonomi Daerah sebagai

    upaya pendidikan politik rakyat akan membawa dampak terhadap peningkatan

    kehidupan politik di Daerah.

    Dari aspek ekonomi , kebijakan Otonomi Daerah yang bertujuan untuk

    pemberdayaan kapasitas daerah akan memberikan kesempatan bagi Daerah untuk

    mengembangkan dan meningkatkan perekonomiannya. Peningkatan dan

    pertumbuhan perekonomian daerah akan membawa pengaruh yang signifikan

    terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat di Daerah. Melalui kewenangan yang

    dimilikinya untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat, daerah akan

    berupaya untuk meningkatkan perekonomian sesuai dengan kondisi, kebutuhan

    dan kemampuan. Kewenangan daerah melalui Otonomi Daerah diharapkan dapat

    memberikan pelayanan maksimal kepada para pelaku ekonomi di daerah, baik

    lokal, nasional, regional maupun global.

    Dari aspek sosial budaya , kebijakan Otonomi Daerah merupakan

    pengakuan terhadap keanekaragaman Daerah, baik itu suku bangsa, agama, nilai-

    nilai sosial dan budaya serta potensi lainnya yang terkandung di daerah.

    Pengakuan Pusat terhadap keberagaman Daerah merupakan suatu nilai penting bgi

    eksistensi Daerah. Dengan pengakuan tersebut Daerah akan merasa setara dan

    sejajar dengan suku bangsa lainnya, hal ini akan sangat berpengaruh terhadap

    upaya mempersatukan bangsa dan negara. Pelestarian dan pengembangan nilai-

    nilai budaya lokal akan dapat ditingkatkan dimana pada akhirnya kekayaan

    budaya lokal akan memperkaya khasanah budaya nasional.

    49

  • Selanjutnya dari aspek pertahanan dan keamanan , kebijakan Otonomi

    Daerah memberikan kewenangan kepada masing-msing daerah untuk

    memantapkan kondisi Ketahanan daerah dalam kerangka Ketahanan Nasional.

    Pemberian kewenangan kepada Daerah akan menumbuhkan kepercayaan Daerah

    terhadap Pusat. Tumbuhnya hubungan dan kepercayaan Daerah terhadap Pusat

    akan dapat mengeliminir gerakan separatis yang ingin memisahkan diri dari

    Negara Kesatuan Republik Indonesia .

    Memperhatikan pemikiran dengan menggunakan pendekatan aspek

    ideologi, politik, sosal budaya dan pertahanan keamanan, secara ideal kebijakan

    Otonomi Daerah merupakan kebijakan yang sangat tepat dalam penyelenggaraan

    pemerintahan di daerah. Hal ini berarti bahwa kebijakan Otonomi Daerah

    mempunyai prospek yang bagus di masa mendatang dalam menghadapi segala

    tantangan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasya-rakat, berbangsa dan

    bernegara.

    Untuk mewujudkan pembagian kewenangan yang concurrent secara

    proporsional antara Pemerintah, Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan Kota

    maka disusunlah kriteria yang meliputi: (i) eksternalitas, (ii) akuntabilitas, dan

    (iii) efisiensi dengan mempertimbangkan keserasian hubungan pengelolaan urusan

    pemerintahan antar tingkat pemerintahan. Pertama, kriteria eksternalitas adalah

    pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan

    dampak/akibat yang ditimbulkan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan

    tersebut. Apabila dampak yang ditimbulkan bersifat lokal, maka urusan

    pemerintahan tersebut menjadi kewenangan kabupaten/kota, apabila regional

    50

  • menjadi kewenangan provinsi, dan apabila nasional menjadi kewenangan

    Pemerintah.

    Kedua, Kriteria akuntabilitas adalah pendekatan dalam pembagian urusan

    pemerintahan dengan pertimbangan bahwa tingkat pemerintahan yang menangani

    sesuatu bagian urusan adalah tingkat pemerintahan yang lebih langsung/dekat

    dengan dampak/akibat dari urusan yang ditangani tersebut. Dengan demikian

    akuntabilitas penyelenggaraan bagian urusan pemerintahan tersebut kepada

    masyarakat akan lebih terjamin.

    Ketiga, kriteria efisiensi adalah pendekatan dalam pembagian urusan

    pemerintahan dengan mempertimbangkan tersedianya sumber daya (personil,

    dana, dan peralatan) untuk mendapatkan ketepatan, kepastian, dan kecepatan hasil

    yang harus dicapai dalam penyelenggaraan bagian urusan. Artinya apabila suatu

    bagian urusan dalam penanganannya dipastikan akan lebih berdayaguna dan

    berhasilguna dilaksanakan oleh daerah Provinsi dan/atau Daerah Kabupaten/Kota

    dibandingkan apabila ditangani oleh Pemerintah maka bagian urusan tersebut

    diserahkan kepada Daerah Provinsi dan/atau Daerah Kabupaten/Kota. Sebaliknya

    apabila suatu bagian urusan akan lebih berdayaguna dan berhasil guna bila

    ditangani oleh Pemerintah maka bagian urusan tersebut tetap ditangani oleh

    Pemerintah. Untuk itu pembagian bagian urusan harus disesuaikan dengan

    memperhatikan ruang lingkup wilayah beroperasinya bagian urusan pemerintahan

    tersebut. Ukuran dayaguna dan hasilguna tersebut dilihat dari besarnya manfaat

    yang dirasakan oleh masyarakat dan besar kecilnya resiko yang

    51

  • Urusan yang menjadi kewenangan daerah, meliputi urusan wajib dan

    urusan pilihan. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang

    berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan

    ditetapkan oleh Pemerintah. Urusan pemerintahan wajib adalah suatu urusan

    pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti pendidikan dasar,

    kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan dasar;

    sedangkan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan terkait erat dengan potensi

    unggulan dan kekhasan daerah.

    Urusan wajib adalah urusan pemerintahan yang berkaitan dengan hak dan

    pelayanan dasar warga negara yang penyelenggaraannya diwajibkan oleh

    peraturan perundang-undangan kepada Daerah untuk perlindungan hak

    konstitusional, kepentingan nasional, kesejahteraan masyarakat, serta

    ketenteraman dan ketertiban umum dalam rangka menjaga keutuhan Negara

    Kesatuan Republik Indonesia serta pemenuhan komitmen nasional yang

    berhubungan dengan perjanjian dan konvensi internasional.

    Elaborasi dari urusan wajib yang harus dilakukan oleh Pemda meliputi:

    a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;

    b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

    c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;

    d. penyediaan sarana dan prasarana umum;

    e. penanganan bidang kesehatan;

    f. penyelenggaraan pendidikan;

    g. penanggulangan masalah sosial;

    52

  • h. pelayanan bidang ketenagakerjaan;

    i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;

    j. pengendalian lingkungan hidup;

    k. pelayanan pertanahan;

    l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;

    m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;

    n. pelayanan administrasi penanaman modal;

    o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan

    p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

    Urusan ini dalam pelaksanaan otda akan berkonsekuensi pada, pertama,

    penentuan organisasi perangkat daerah dan kedua, standar pelayanan minimal.

    Dua hal tersebut saling berkaitan, dimana bidang-bidang yang menjadi kewajiban

    pemda dilaksanakan oleh perangkat daerah dan dilain pihak pelaksanaan tugas

    perangkat daerah harus dilakukan dengan memenuhi standar pelayanan minimal.

    Perangkat daerah dibentuk dalam rangka penyelenggaraan pemerintah

    daerah yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Dinas Daerah dan Lembaga Teknis

    Daerah, Kecamatan, dan Satuan Polisi Pamong Praja sesuai dengan kebutuhan

    daerah.

    Organisasi Perangkat Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan; (i)

    kewenangan pemerintah yang dimiliki oleh Daerah, (ii) karakteristik, potensi, dan

    kebutuhan Daerah, (iii) kemampuan keuangan Daerah, (iv) ketersediaan sumber

    daya aparatur, dan (v) pengembangan pola kerja sama antar Daerah dan/atau

    dengan pihak ketiga. Dalam melaksanakan urusan (wajib) pemerintah harus

    53

  • memenuhi standar pelayanan minimal yaitu ketentuan tentang jenis dan mutu

    pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh

    setiap warga secara minimal. Yang dimaksud pelayanan dasar adalah jenis

    pelayanan publik yang mendasar dan mutlak untuk memenuhi kebutuhan

    masyarakat dalam kehidupan sosial, ekonomi dan pemerintahan. Dengan

    demikian otda dan penyelenggaran urusan wajib pemda ditujukan agar warga kota

    memperoleh pemenuhan kebutusan sosial, ekonomi dan pemerintahan.

    Prinsip standar pelayanan minimal yang dilaksanakan oleh pemda harus

    menjami akses dan mutu pelayanan masyarakat secara merata. Partisipasi publik

    memiliki peran penting untuk menjaga pelaksanaan otda dapat memenuhi standar

    pelayanan minimal.

    Faktor-faktor dan strategi dalam pelaksanaan otonomi daerah antara lain :

    1. Faktor-Faktor Yang