OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF...

83
OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN ISLAM SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh: Didi Antoni 11150450000012 PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA ISLAM (SIYASAH) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H/2019 M

Transcript of OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF...

Page 1: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

OTONOMI DAERAH DI INDONESIA

DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN ISLAM

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

Didi Antoni

11150450000012

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA ISLAM (SIYASAH)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1441 H/2019 M

Page 2: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN
Page 3: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN
Page 4: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN
Page 5: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

iv

ABSTRAK

Didi Antoni. NIM. 11150450000012. OTONOMI DAERAH DI INDONESIA

DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN ISLAM. Program Studi Hukum

Tata Negara (Siyasah), Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, 1441 H/2019 M.

Studi ini untuk menjelaskan otonomi daerah dan hubungan pemerintahan

pusat dengan pemerintah daerah dalam bidang keuangan, yang mengacu kepada

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Penelitian ini

juga untuk memahami bentuk otonomi daerah dalam pandangan hukum Islam.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Studi Kepustakaan (library

research), sehingga dalam penyelesaiannya harus dilakukan pengumpulan data

dengan menggunakan kaidah, teori, dalil, dan sebagainya supaya hasil kesimpulan

penelitian sejalan dengan persoalan yang penulis lakukan. Studi kepustakaan

dilakukan dengan menelusuri literatur, baik berupa buku-buku, undang-undang,

jurnal serta website yang berhubungan dengan tema penelitian.

Maka hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa, penyelenggaraan otonomi

daerah di Indonesia itu diatur berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014

tentang Pemerintahan Daerah. Adapun hubungan pemerintahan pusat dan pemerintah

daerah dalam bidang keuangan, pemerintahan pusat memberikan anggaran

pembiayan kepada pemerintahan daerah untuk mengatur dan mengurus daerahnya

yang terbagi kedalam beberapa jenis anggaran. Sementara dalam ketatanegaraan

Islam mengenai pengelolaan keuangan dalam pandangan fiqh siyasah itu

dilaksanakan dalam dua bentuk yaitu Bait al-Mal dan kebijakan fiskal.

Kata kunci : Otonomi Daerah

Pembimbing : Atep Abdurofiq, M. SI.

Daftar pustaka : Tahun 1979 s/d Tahun 2018

Page 6: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

v

KATA PENGANTAR

حيم ن ٱلره حم ٱلره بسم ٱلله

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan

kesehatan, kekuatan, serta petunjuk. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF

KETATANEGARAAN ISLAM”. Sebagai pelengkap syarat guna mencapai gelar

sarjana pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah limpahkan

kepada Nabi Muhammad Saw, serta para keluarga, sahabat, dan kita sebagai

pengikutnya.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis menyadari bahwa tidak sedikit

hambatan serta kesulitan yang penulis hadapi. Namun berkat kesungguhan dan

kesabaran serta do’a dan dukungan dari berbagai pihak, baik keluarga, para sahabat,

bapak dan ibu dosen, dan khususnya bapak dosen pembimbing. Hambatan dan

kesulitan tersebut dapat diatasi dengan baik karena itu, penulis sangat berterimakasih

kepada semua pihak yang telah membantu, baik berupa pemikiran, saran, dukungan,

serta do’a. Terutama kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, MA, Rektor Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan segenap civitas akademika.

2. Bapak Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, SH,. M.H., M.A, Dekan Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Ibu Sri Hidayati, M. Ag, dan Dr. Hj. Masyrofah, S. Ag. M. SI. Ketua dan

Sekertaris Program Studi Hukum Tata Negara (siyasah), Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Bapak Atep Abdurofiq, M. SI. Dosen pembimbing skripsi, yang begitu sabar

meluangkan waktunya ditengah kesibukan untuk membimbing penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

Page 7: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

vi

5. Kepada seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum, khususnya kepada

Dosen Program Studi Hukum Tata Negara (siyasah), yang telah mengajarkan

penulis selama perkuliahan berlangsung dengan sabar dan ikhlas.

6. Bapak Prof. Dr. Masykuri Abdillah, MA. Dosen Penasehat Akademik, yang

telah memberikan semangat dan pemikirannhya.

7. Bapak dan ibu tercinta, bapak Amad bin Sarta dan ibu Duri yang telah

mencurahkan segala usaha dan do’a untuk kesuksesan dan kelancaran penulis

dalam menyelesaikan studi ini. Serta kakak dan tetehku yang telah

memberikan warna dan semangat dalam proses studi ini, terimakasih banyak.

8. Pimpinan dan seluruh karyawan perpustakaan di lingkungan Fakultas Syariah

dan Hukum, dan perpustakaan utama Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan

studi kepustakaan.

9. Keluarga besar Hukum Tata Negara (siyasah) 2015, yang selalu memberikan

warna didalam kelas saat jam-jam perkuliahan berlangsung. Semoga

kebersamaan kita akan yang kurang lebih 4 tahun menjadi penyemangat untuk

terus melaju kedepan, menggapai cita-cita, dan semoga sukses selalu

menyertai kita semua, Aamiiin

10. Teman-teman kosan, Wamos, Syauqi, Wahyu, Yusup, Samiaji, dan Yusep,

yang telah memberikan semangat dan do’anya.

11. Teman-teman sekarib, Adi Wahyu Nugroho, Sarhani, Moch Mansyur, Hasbi

Ash, dan Wahyu Solehudin, yang selalu bersama dan memberikan warna

dalam kehidupan ini serta memeberikan semangat dan juga dukungan dalam

menyelesaikan studi ini.

12. Teman-teman KKN PADI 172 yang telah memberikan semangat dan doanya

terkhusus kepada Nurul Aeni yang telah memberi dukungan dan semangat

lebih kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

13. Dan teman-teman semua yang secara langsung maupun tidak langsung ikut

andil dalam memacu, memotivasi agar dapat menyelesaikan skriupsi ini,

Page 8: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

vii

khususnya kepada Entu Datul Qomariyah, dan Riszkeu Septia Lestari yang

telah memberikan semangat, motivasi, dan do’anya.

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan kepada semua

pihak, yang turut membantu dalam penulisan skripsi ini, baik terlibat secara

langsung mauoun tidak langsung, baik bertupa semangat, pemikiran maupun

do’anya dalam penyusunan skripsi ini. Semoga Allah Swt membalas kebaikan

semuanya dan semoga langkah kita semua di ridhai dan di berkahi Allah Sw.

Akhir kalimat, semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan

pembaca pada umumnya.

Jakarta, 8 November 2019

DIDI ANTON

Page 9: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................ii

LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................................iii

ABSTRAK ..................................................................................................................iv

KATA PENGANTAR ................................................................................................v

DAFTAR ISI .............................................................................................................vii

BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah .............................................................................1

B. Identifikasi, Rumusan, dan Pembatasan Masalah .......................................9

1. Identifikasi Masalah...............................................................................9

2. Pembatasan Masalah..............................................................................9

3. Peruumusan Masalah.............................................................................9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................10

D. Metodologi Penelitian ...............................................................................10

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian .........................................................10

2. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data .............................................11

3. Teknik Pengolahan Data .....................................................................12

4. Teknik Analisis Data ..........................................................................12

5. Teknik Penulisan ................................................................................13

E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ........................................................13

F. Sistematika Pembahasan ...........................................................................15

BAB II OTONOMI DAERAH DI INDONESIA ...................................................16

A. Bentuk dan Sistem Pemerintahan .......................................................16

B. Pengertian Otonomi Daerah ...............................................................20

C. Asas-asas Pelaksanaan Otonomi Daerah ............................................23

Page 10: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

ix

D. Landasan Konstitusional Penyelenggaraan Otonomi Daerah di

Indonesia............................................................................................28

E. Sejarah Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia ...........................31

BAB III OTONOMI DALAM KETATANEGARAAN ISLAM .........................37

A. Bentuk Negara dan Pemerintahan dalam Islam .................................37

B. Sistem Pemerintahan dalam Islam .....................................................40

1. Pemerintahan dalam Piagam Madinah .........................................41

2. Sistem Kesultanan, Khilafah, dan Keemiran ...............................45

BAB IV ANALISIS OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DAN

KETATANEGARAAN ISLAM .............................................................................55

A. Otonomi Daerah di Indonesia Mengenai Hubungan Pusat dan Daerah

dalam Bidang Keuangan ..........................................................................55

B. Pandangan Fiqh Siyasah Terhadap Pengelolaan Keuangan dan hubungan

pemerintahan Pusat dan Daerah ................................................................60

BAB V PENUTUP ....................................................................................................67

A. Kesimpulan ...............................................................................................67

B. Saran .........................................................................................................68

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................69

Page 11: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia sejak menyatakan kemerdekannya pada tanggal 17

agustus 1945 sebagai suatu negara yang merdeka dan berdaulat, dalam

perkembangan dan pertumbuhannya mengalami pasang surut sesuai dengan

situasi dan kondisi struktural politik pada waktu itu. Begitu pula halnya

dengan pemerintahan di daerah, sebagai konsekuensi logis dari isi dan

penjelasan pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 telah dilengkapi dengan

berbagai peraturan perundang-undangan yang mengaturnya.1

Pemberlakuan otonomi daerah atau sistem desentralisasi di Indonesia,

sebagai suatu negara kesatuan mulai berlaku dan berkembang mulai dari

berahirnya orde baru, dan berganti reformasi yang di tandai dengan

pemberhentian presiden ke-2 yaitu soeharto. Bangsa Indonesia tengah

menjalankan upaya desentralisasi yang paling cepat dan pasif yang pernah

ada dalam sejarah. Gerakan desentralisasi ini dimotori oleh kekuatan-

kekuatan politik yang muncul sejak jatuhnya pemerintahan soeharto. Dan dari

peristiwa ini beralihnya sistem sentralisasi menjadi desentralisasi atau biasa

disebut dengan otonomi daerah.

Desentralisasi merupakan sebuah konsep yang mengisyaratkan

adanya pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah

daerah untuk mengurus wilayahnya sendiri. Desentralisasi bertujuan agar

pemerintah lebih meningkatkan efesiensi dan efektifitas fungsi-fungsi

pelayanan kepada seluruh lapisan masyarakat. Artinya desentralisasi

1 Y.W. Sunindhia, Praktek Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah, ( Jakarta: PT. Rineka

Cipta, 1996), h. 12

Page 12: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

2

menunjukkan sebuah bangunan vertikal dari bentuk kekuasaan negara di

Indonesia, dianutnya Desentralisasi kemudian diwujudkan dalam bentuk

kebijakan otonomi daerah.1

Sistem desentralisasi dalam negara Indonesia atau dikenal dengan

otonomi daerah adalah wacana yang hangat untuk dibicarakan dan

diperdebatkan. Karena menyangkut bagaimana upaya negara untuk

mensejahterakan rakyat Indonesia, Wacana otonomi daerah menguat di tahun

1990-an. Dalam kurun waktu cukup lama, Indonesia telah melaksanakan

pemerintahan yang terpusat dengan paradigma pembangunan sebagai

landasan nilai yang menjadi acuan kebijakan pemerintah. Sistem sentralistik

yang mengakar kuat dan mendarah daging membuat isu desentralisasi atau

otonomi daerah menjadi barang asing yang bahkan definisinya pun tidak

mudah untuk dipahami. Pembangunan daerah juga tidak berkembang dan

masalah didaerah belum juga dapat terselesaikan hingga saat ini. Meskipun

keluarnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan

Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah tidak cukup meredam tuntutan

aspirasi daerah.2

Otonomi daerah sendiri yang mempunyai pengertian sebagai sebuah

konsep dasar merupakan sebuah penyerahan atau pelimpahan kewenangan

yang diberikan oleh pemerintahan pusat kepada pemerintahan daerah untuk

mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya secara mandiri tanpa ada

campur tangan urusan pemerintahan pusat didalamnya yang sesuai dengan

peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan otonomi daerah selain

1 Sakinah Nadir, Otonomi Daerah dan Desentralisasi Desa, Jurnak Politik Profetik Volum 1

Nomor 1 Tahun 2013, h. 1

2Pheni Chalid, Otonomi Daerah: Masalah, Pemberdayaan, dan Konflik, (Jakarta:

Kemitraan,2005), h. 21.

Page 13: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

3

berdasarkan pada aturan-aturan hukum, juga sebagai penetapan tuntutan

globalisasi yang wajib diberdayakan dengan cara memberikan kewenangan

yang lebih luas kepada daerah, lebih nyata dan bertanggung jawab, utamanya

dalam menggali, mengatur, dan memamfaatkan potensi besar yang ada di

masing-masing daerah.

Sedangkan pengertian otonomi daerah menurut Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2014 sebagai amandemen atas Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan

masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.3

Sedangkan desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintah oleh

Pemerintah pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi.4

Pengertian otonomi daerah secara umum, yakni adanya kewenangan

yang melekat pada suatu organisasi atau unit dalam organisasi, untuk

mengembangkan fungsi-fungsi tertentu. Dalam kontek pemerintahan,

Otonomi biasanya dilihat dari tiga dimensi. Pertama, otonomi negara dalam

berhubungan yang ada dalam masyarakat (terutama masyarakat ekonomi dan

partai politik). Kedua, otonomi pemerintah daerah dalam hubungan dengan

pemerintah pusat. Ketiga, otonomi unit-unit bawahan dalam organisasi

pemerintahan hubungan dengan unit yang lebih tinggi. Dalam ketiga dimensi

itu terkandung satu muatan nilai pokok, yaitu adanya keleluasaan untuk

berprakarsa dan berkreasi. Implikasi dari adanya otonomi adalah tumbuhnya

suasana kompetisi yang sehat untuk mengejar kemajuan bersama.5

3 Lihat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

4 Lihat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

5 Ian Worotikan, Otonomi Daerah: Peluang dan Tantangan, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,

1995) h. 30-31.

Page 14: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

4

Tujuan yang hendak dicapai dalam pemberian otonomi daerah adalah:

“terwujudnya otonomi daerah yang nyata dinamis dan bertanggung jawab”

otonomi yang nyata berarti bahwa pemberian otonomi kepada daerah adalah

didasarkan pada faktor-faktor, perhitungan-perhitungan dan tindakan-

tindakan atau kebijaksanaan-kebijaksanaan yang benar-benar menjamin

daerah yang bersangkutan untuk mengurus rumah tangga di daerahnya.

Daerah yang bersangkutan dalam melayani publik haruslah merata sesuai

dengan kepentingan masyrakat yang ada di daerah otonom tersebut. 6

Sedangkan otonomi daerah yang dinamis berarti pemberian otonomi

kepada daerah yang didasarkan pada situasi, kondisi dan berkembang

pembangunan. Selanjutnya pengertian otonomi yang bertanggung jawab

berarti bahwa pemberian otonomi daerah benar-benar sejalan dengan

tujuannya, yaitu memperlancar pembangunan diseluruh pelosok tanah air

tanpa ada pertentangan antara kebijaksaan yang diberikan oleh pemerintah

daerah serta pelaksanaan operasional yang dilaksanakan oleh daerah

penerima otonomi, sehingga pembangunan daerah merupakan rangkaian

pembangunan nasional secara menyeluruh.7

Desentralisasi bukan merupakan pilihan yang mudah bagi Indonesia.

Dengan wilayah geografis yang sangat luas yang terurai dalam puluhan ribu

pulau, serta masyarakat yang sangat heterogen, desentralisasi memang

seringkali menjadi dilema. Apresiasi terhadap keberagaman menuntut

desentralisasi yang pada gilirannya melahirkan otonomi daerah. Penghargaan

ini bisa menghasilkan dukungan daerah terhadap pemerintah nasional. Oleh

6 Ian Worotikan, Otonomi Daerah: Peluang dan Tantangan, h. 11

7 Ian Worotikan, Otonomi Daerah: Peluang dan Tantangan, h. 11

Page 15: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

5

karena itu, negara Indonesia memulai perjalanannya dengan pilihan

pemerintahan yang desentralisasi.8

Desentralisasi melahirkan otonomi yang membuat pusat kehilangan

kendali, maka desentralisasi juga sering dianggap sebagai sumber masalah.

Inilah kurang lebih interpretasi yang dikembangkan oleh pemerintahan orde

baru yang menjadi basis bagi terbangunnya pemerintahan yang sentralistis.

Namun, seperti telah diduga sejak awal, pemerintahan yang sentralistis

semacam ini telah menuai rentetan protes yang sangat panjang. Oleh karena

itu, secara umum muncul kesadaran bahwa sentralisasi pemerintahan bukan

pilihan yang tepat dalam mempertahankan Negara Kesatuan Republik

Indonesia.9

Otonomi daerah yang dirangsang oleh gerakan reformasi merupakan

upaya konstitusional untuk meningkatkan keadilan dan pemerataan antara

pembangunan nasional yang terpusat dengan pembangunan daerah serta

untuk meningkatkan pemerataan pembangunan antar daerah. Masalah pokok

dalam otonomi daerah adalah proses pemberdayaan daerah secara

keseluruhan dalam rangka menopang kemandirian dalam kebersamaan

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Otonomi daerah dipandang

sebagai sistem yang memungkinkan daerah memiliki kemampuan untuk

mengoptimalkan potensi terbaik yang dimiliki daerah dan mendorong daerah

untuk berkembang sesuai dengan karakteristik ekonomi, geografis dan sosial

budaya di daerah yang bersangkutan.10

8 Abdul Gaffar Karim, Kompleksitas Persoalan Otonomi Daerah di Indonesia, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2003), h. 33

9 Abdul Gaffar Karim, Komple ksitas Persoalan Otonomi Daerah di Indonesia, h. 34

10 Ismira, Konsep Otonomi Daerah dalam Perspektif Hukum Islam, Fakultas Syariah dan

Hukum, program Hukum Pidana dan Ketatanegaran, (UIN Alauddin Makassar, 2017), h. 7

Page 16: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

6

Dalam negara kesatuan tanggungjawab pelaksanaan tugas-tugas

pemerintahan pada dasarnya tetap berada di tangan pemerintah pusat. Akan

tetapi, karena sistem pemerintahan Indonesia salah satunya menganut asas

negara kesatuan yang disentralisasikan, maka ada tugas-tugas tertentu yang

oleh pemerintah pusat diserahkan sepenuhnya kepada daerah untuk diatur dan

diurus sendiri, sehingga menimbulkan hubungan timbal balik yang

melahirkan adanya hubungan kewenangan dan pengawasan.11 Negara

kesatuan merupakan landasan batas tersebut dan pengertian otonomi.

Berdasarkan landas batas tersebut dikembangkanlah berbagai peraturan yang

mengatur mekanisme yang akan menjelmakan keseimbangan antara tuntutan

kesatuan dan tuntutan otonomi.12

Sementara dalam pandangan islam, seorang pemimpin adalah orang

yang diberi amanat oleh Allah swt, untuk memimpin rakyat, yang di akhirat

kelak akan diminta pertanggungjawabannya oleh Allah swt. Oleh karena itu,

seorang pemimpin hendaknya jangan menggap dirinya sebagai manusia super

yang bebas dan memerintah apa saja kepada rakyatnya. Akan tetapi,

sebaliknya ia harus memposisikan dirinya sebagai pelayan dan pengayom

masyarakat.13 Hal ini berdasarkan firman Allah dalam QS al-Nisa ayat 58.

أهلها ت إلى ن يأمركم أن تؤدوا ٱلم عدل لناس أن تحكموا بٱل ٱمتم بين ذا حك إ و ۞إن ٱلل

ا بص كان سميع ا يعظكم بهۦ إن ٱلل نعم ٥٨ يراإن ٱلل

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang

berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di

11 Syamsuddin Rajab, Syariat Islam dalam Negara Hukum, (Makassar: Alauddin Press,

2011), h. 45.

12 Syamsuddin Rajab, Syariat Islam dalam Negara Hukum, h. 45

13 Ismira, Konsep Otonomi Daerah dalam Perspektif Hukum Islam h. 10

Page 17: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

7

antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah

memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesunguhnya Allah

adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

Dalam praktik sejarah politik umat Islam, sejak zaman Rasulullah

saw hingga al-Khulafa al-Rasyidun jelas tampak bahwa Islam dipraktikkan di

dalam ketatanegaraan sebagai Negara Kesatuan, dimana kekuasaan terletak

pada pemerintah pusat, gubernur-gubernur dan panglima-panglima yang

diangkat serta diberhentikan oleh khalifah.14

Masa pemerintahan daerah masih “al-Imarah al-Khaṣhah” di zaman

Nabi dan khalifah Abu Bakar, maupun sesudah menjadi “al-Imarah al-

Ammah” yang dimulai oleh khalifah Umar, negara Islam masih tetap

merupakan negara kesatuan. Tetapi setelah pemerintahan daerah menjadi

“al-Imarah al-Istila’” barulah berubah bentuk menjadi negara federasi.

Muhammad Kurdi Ali mengatakan bahwa pemerintahan daerah di zaman

khalifah Mansur, masih tetap desentralisasi atau daerah-daerah otonom.15

Kemudian timbul tiga kerajaan Islam yang tampaknya terpisah satu

sama lain, yaitu Daulah Abbasiyah di Baghdad, Daulah Uluwiyah di Mesir

dan Daulah Umawiyah di Andalusia. Meskipun ketiga pemerintahan itu

terpisah, akan tetapi kaum muslimin sebagai umat dimana saja dia berada,

bahasa apa saja yang ia pakai dan ke dalam kebangsaan apapun dia termasuk,

dia tetap mempunyai hak-hak yang sama sebagai kaum muslimin yang lain.

Oleh karena itu, walaupun dunia Islam pada waktu itu terpecah menjadi tiga

pemerintahan akan tetapi kaum muslimin menganggap atau seharusnya

menganggap ketiga-tiganya ada di dalam wilayah darul Islam.

14 Ismira, Konsep Otonomi Daerah dalam Perspektif Hukum Islam h. 10

15 Zaenal Abidin Ahmad, Membangun Negara Islam, (Jakarta: Pustaka Iqro, 1956), h, 182-

183.

Page 18: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

8

Model Negara Kesatuan Islam yang dipraktikkan oleh masyarakat

muslim di zaman sekarang tidak lagi dalam bentuk negara yang wilayahnya

berskala internasional seperti pada masa dinasti-dinasti Islam masa lalu,

melainkan dalam bentuk negara bangsa (nation-state). Kini, umat Islam

mempraktikkan negara kesatuan Islam dalam bentuk negara bangsa(nation-

state) sebagai respons terhadap konteks Negara-Negara yang berkembang di

masa sekarang. 16

Indonesia adalah salah satu negara yang mempraktikkan Negara

kesatuan dalam bentuk negara bangsa dan menganut sistem kepemerintahan

yang sama seperti masa ketika Islam masih menjadi negara kesatuan di masa

kejayaannya yaitu dengan desentralisasi atau otonom. Jika dilihat dalam

kajian fiqh siyasah, maka persoalan tentang kepemerintahan daerah ini akan

masuk dalam pembahasan siyasah dusturiyah, karena siyasah dusturiyah

membahas tentang hubungan antara pemimpin di satu pihak dan rakyatnya di

pihak lain serta kelembagaan-kelembagaan yang ada di dalam

masyarakatnya.

Maka penulis memandang bahwa membahas mengenai “Otonomi

Daerah di Indonesia dalam Perspektif Ketatanegaran Islam” ini penting

dikaji, Mengingat kesimpangsiuran terhadap pelaksanaan otonomi daerah dan

kewenangan yang dilakukan oleh pemerintahan daerah. dengan penelitian

skripsi ini dapat menambah referensi baru mengenai keilmuan yang

membahas kewenangan otonomi daerah dalam perspektif ketatanegaran

islam, dengan metode penelitian yang penulis lakukan pada penulisan skripsi

ini.

16 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah “Doktrin dan Pemikiran Politik

Islam” (Jakarta: Erlangga, 2008), h, 201.

Page 19: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

9

B. Identifikasi, Rumusan, dan Pembatasan-pembatasan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Upaya dalam menjalankan sistem desentralisasi atau otonomi daerah

yang merupakan tugas pembantuan yang di berikan pemerintahan pusat

kepada pemerintahan daerah sebagai wakil dari pemerintahan pusat dalam

mengatur urusan daerahnya. Adapun identifikasi masalah yang penulis

dapatkan dari kajian ini antara lain:

a. Adanya otonomi penuh berarti pemerintahan sendiri dalam artian

pemerintah daerah memiliki hak dan kekuasaan penuh di dalam

mengatur dan mengurus daerahnya.

b. Adanya bentuk otonomi daerah tidak memberikan jaminan daerah

dapat hidup sejahtera

c. Adanya ketidak setabilan otonomi daerah yang di serahkan pusat.

d. Adanya pemanfaatan otonomi daerah bagi orang-orang yang

berkepentingan

2. Pembatasan Masalah

Untuk membatasi permasalahan, maka pembahasan dalam penulisan

ini hanya terbatas pada hubungan pemerintahan pusat dan pemerintah daerah

dalam bidang keuangan dari otonomi daerah yang di berikan pusat kepada

daerah secara asas otonomi.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar bekang diatas maka sub-sub masalah

yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :

a. Bagaimana otonomi daerah di Indonesia mengenai hubungan

pemerintahan pusat dan pemerintah daerah dalam bidang

keuangan?.

b. Bagaimana pandangan fiqh siyasah terhadap pengelolaan

keuangan dan hubungan pemerintahan pusat dan daerah?.

Page 20: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

10

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini penulis memiliki tujuan diantaranya.

a. Untuk mengetahui pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia.

b. Untuk mengetahui pengelolaan keuangan di Indonesia dan dalam

pandangan fiqh siyasah.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk memberikan pemahaman tentang otonomi daerah di

Indonesia dalam bidang keuangan antara pemerintahan pusat dan

pemerintah daerah kepada seluruh warga masyarakat dan terutama

mahasiswa yang bergelut di dunia hukum.

b. Secara akademis penelitian ini merupakan syarat untuk meraih

gelar Sarjana Hukum dalam Program Hukum Tata Negara Islam

di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

D. Metodologi Penelitian

1. Jenis dan pendekatan penelitian

Dalam penelitian ini penulis menyusun denganm penelitian

kepustakan (library reseach). Jenis penelitian ini dapat di definisan

sebagai suatu penelitan yang diarahkan dan difokuskan untuk mentelaah

dan membahas bahan-bahan pustaka baik berupa buku-buku, kitab-kitab,,

jurnal-jurnal yang relevan dengan penelitian yang menggunakan buku-

buku sebagai sumber datanya.

Sementara Dalam pelaksanaan penelitian, penulis menggunakan

pendekatan sebagai berikut:

a. Pendekatan Teologis Normatif (Syar’i), pendekatan ini dimaksudkan

untuk mengarahkan pemahaman masyarakat, praktisi hukum, dan para

mahasiswa khususnya mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum untuk

lebih memahami mengenai otonomi daerah dalam pandangan Islam

dan Indonesia,

Page 21: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

11

b. Pendekatan Yuridis Formal, Pendekatan ini dimaksudkan untuk

mengarahkan pemahaman masyarakat, praktisi hukum, dan para

mahasiswa mengenai otonomi daerah.

2. Sumber dan teknik pengumpulan data

Dalam penulisan skripsi ini menggunakan sumber data, yaitu

sebagai berikut:

a. Data primer, adalah semua bahan tertulis yang berasal

langsung atau asli dari sumber pertama yang membahas

masalah yang dikaji. Seperti buku-buku yang berkaitan dengan

hukum Tata Negara baik menurut hukum positifnya maupun

menurut Islam. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan

hukum yang mengikat dan terdiri dari Undang-undang, norma

atau kaedah dasar yaitu:

1. Undang-undang Dasar 1945.

2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah, perubahan atas Undang-undang

Nomor 32 Tahun 2004.

b. Data sekunder, adalah semua bahan tertulis yang berasal tidak

langsung atau asli dari sumber pertama yang membahas

masalah yang dikaji. Antara lain mencakup dokumen-

dokumen resmi, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan,

dan sebagainya.17 Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang

memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer,

seperti misalnya, rancangan Undang-undang, hasil-hasil

penelitian, dan sebagainya.

17 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2004), h. 30

Page 22: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

12

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder, seperti kamus (hukum) , dan ensiklopedi.18

3. Teknik Pengolahan data

Adapun langkah-langkah dalam mengolah data adalah sebagai berikut:

1. Identifikasi data, yaitu memilih dari beberapa sumber buku yang

berkaitan dengan topik penelitian

2. Editing data adalah pemeriksaan kembali dari data-data yang

diperoleh terutama dari segi kelengkapan, kejelasan makna dan

kesinambungan makna antara yang satu dengan yang lain.

4. Teknik analisis data

Data dokumentatif dalam penelitian ini berupa fakta yang dinyatakan

dengan kalimat, pembahasan, dan analisisnya mengutamakan penafsiran-

penafsiran objektif yaitu berupa telaah mendalam atas suatu masalah. Data

penelitian diuraikan dengan analisis isi, analisis deskriptif, dan analisis atau

jenis analisis lain yang relevan dengan fokus penelitiannya.

5. Teknik penulisan

Pada skipsi ini, penulis menggunakan metode penulisan skripsi yang

mengacu pada pedoman penulisan Skripsi Tahun 2017 Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.

E. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu

Sejumlah penelitian tentang skripsi ini telah dilakukan, baik yang

mengkaji secara umum maupun baik yang menyinggung secara spesifik.

Berikut adalah paparan umum atas sebagian karya penelitian terkait mengenai

otonomi daerah.

18 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, h. 31-32

Page 23: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

13

Karya Ilmiah (skripsi) Fikhan Harusi yang berjudul Otonomi Daerah

di Indonesia (StudI Kasus Daerah Kota Madya Depok).19 Penelitian ini

menjelaskan mengenai konsep otonomi daerah di Indonesia dengan

penerapannya di kota madya depok. Dari penelitian tersebut kita bisa melihat

konsep pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia dengan penerapannya di

kota depok, untuk melihat hasil dari pada wujud asas desentralisasi pada awal

pemberlakuan. Sementara yang membedakan dengan penulis dalam

penelitian ini yaitu skripsi ini lebih kebagaimana pemberlakuan otonomi

daerah mengenai hubungan pusat dan daerah dalam menjalankan pengaturan

dana keuangan atau pengalokasian keuangan yang diberikan pusat kepada

daerah.

Skripsi Ismira yang berjudul “Konsep Otonomi Daerah dalam

Perspektif Hukum Islam”20. Dalam penelitiannya ini menjelaskan bagaimana

pemberlakuan otonomi daerah di dalam aturan hukum Islam , dengan melihat

syariat-syariat yang diatur oleh Al-Quran, sunah, dan spinsip-prinsip ajaran

hukum Islam. Dan otonomi daerah di Indonesia mengenai hubungan pusat

dan daerah dalam bidang kewenangan. Sementara yang menjadi pembeda

dengan penelitian skripsi yang penulis bahas disini yaitu lebih ke hubungan

pusat dan daerah dalam bidang keuangan yang diberikan pemerintahan pusat

kepada daerah.

Skripsi Reka Marsela yang berjudul “Pelaksanan Otonomi Desa

Menurut Fiqh Siyasah”21 dalam penelitian ini menjeskan menengenai

pelaksanaan otonomi desa pada pemerintahan Desa Negeri Campak Jaya,

19 Fikhan Harusi, Otonomi Daerah di Indonesia (study kasus daerah kota madya depok),

Fakultas Ushuluddin dan filsafat jurusan akidah filsafat program study pemikiran politik islam, (UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006), h. 87

20 Ismira, Konsep Otonomi Daerah dalam Perspektif Hukum Islam, h. 89

21 Reka Marsela, Pelaksanan Otonomi Desa Menurut Fiqh Siyasah, Fakultas Syariah Jurusan

Hukum Tana Negara, (UIN Raden Intan Lampung, 2018), h. 86

Page 24: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

14

yang dilhat dari aspek komunikasi internal, tertib administrasi

penyelenggaran otonomi, kerjasama antar aparat dengan masyarakat, dan

kredibilitas aparat. Sementara yang menjadi pembeda dengan penelitian yang

ditulis dalak skripsi ini yaitu penelitian ini lebih ke otonomi daerah yang

cakupannya lebih luas yaitu lebih ke pemerintahan yang ada di tingkat

provinsi dan kabupaten atau kota mengenai hubungan pusat dan daerah dalam

bidang keuangan,

Berdasarkan kajian terdahulu diatas penulis menemukan adanya

kesamaan dalam materi penelitian pada judul yang penulis angkat, namun

dalam kajian yang penulis teliti berbeda subjek, dan konsepnya. Dalam

penelitian ini penulis memfokuskan pembahasannya pada pandangan hukum

islam atau hukum ketatanegaran islam mengenai otonomi daerah atau

pemerintahan daerah mengenai kewenangan dari kepala daerah sebagai

palaksana dari pemerintahan daerah dengan asas otonom dan dikaitkan

dengan pemberlakuan di Indonesia. Namun demikian, beberapa karya diatas

akan penulis jadikan sebagai rujukan untuk menambah ketajaman saat

analisis nantinya.

F. Sistematika Pembahasan

Dalam hal sistematika pembahasan, penulis membagi pembahasan

kedalam lima bab, yang disusun sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, pada bab ini penulisan akan membahas: Latar

Belakang Masalah, identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah, tujuan

dan fanfaat Penelitian, Metode Penelitian, Tinjauan Pustaka, dan Sistematika

Penulisan.

Bab II, pada bab ini penulis akan menjelaskan otonomi daerah di

Indonesia mengenai: bentuk dan sistem pemerintahan, pengertian, asas-asas,

dan sejarah pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia.

Page 25: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

15

Bab III, pada bab ini penulis akan menjelaskan otonomi daerah dalam

pandangan fiqh siyasah atau ketatanegaran islam mengenai: bentuk dan

sistem pemerintahan dalam islam.

Bab IV, pada bab ini penulis akan menjelaskan analisis otonomi

daerah di Indonesia dan otonomi daerah dalam ketatanegaran islam (fiqh

siyasah).

Bab V, pada bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan dari bab-

bab sebelumnya serta memberikan saran atau masukan mengenai tema yang

dibahas

Page 26: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

16

BAB II

OTONOMI DAERAH DI INDONESIA

A. Bentuk dan Sistem Pemerintahan

Bentuk negara merupakan hal yang sangat penting dalam suatu negara.

Hal ini didasari bahwa dalam kehidupan ketatanegaraan perlu adanya suatu

hubungan yang jelas antara pemerintahan pusat dengan pemerintahan daerah.

Tujuan akhir dari adanya bentuk negara adalah sebagai landasan dalam

mewudkan tujuan dari negara. Bentuk negara dalam suatu negara menggaris

bahawi secara jelas tentang tanggung jawab setiap pemerintahan baik itu

pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Dalam kehidupan ketatanegaraan

negara-negara di dunia dikenal dua bentuk negara yang sangat dominan dipakai

oleh sebuah negara,yaitu bentuk negara kesatuan dan bentuk negara federal.

Dikatakan oleh ni’matul huda “negara kesatuan dideklarasikan oleh para

pendirinya saat kemerdekaan dengan mengklaim seluruh wilayahnya sebagai

bagian dari suatu negara, negara tidak dibentuk berdasarkan kesepakatan, setelah

itu baru dibentuk wilayah atau daerah di bawahnya. Kewenangan yang didapat

oleh daerah merupakan pelimpahan dari pemerintah pusat untuk diatur sebagian.1

Dalam beberapa literatur hukum dan penggunannya sehari-hari, konsep

bentuk negara (staats-vorm) sering diacampuradukkan dengan konsep bentuk

pemerintahan (regerings-vorm). Hal ini juga tercermin dalam Konstitusi Negara

Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 Ayat (1) yang

menyebutkan, “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk

Republik”. Dari pasal ini the founding fathers Indonesia sangat menekankan

pentingnya konsepsi negara Kesatuan sebagai definisi hakiki negara Indonesia.

1 Ni’matul Huda, Sejarah Ketatanegaraan Indonesia, pilihan atas federasi atau negara

kesatuan, (Yogyakarta: UII Press, 2004), h. 22.

Page 27: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

17

Bentuk dari negara kesatuan Indonesia itu ialah republik. Jadi, jelaslah bahwa

konsep bentuk negara adalah republik yang merupakan pilihan lain dari kerajaan

(monarki) yang telah ditolak oleh para anggota BPUPKI mengenai kemungkinan

penerapannya untuk Indonesia Modern.1

Sehubungan dengan hal tersebut, perlu di jelaskan perbedaan dasar antara

pengertian bentuk negara, bentuk pemerintahan, dan sistem pemerintahan. Ketiga

istilah tersebut sebaiknya tidak dipertukarkan satu sama lain, sehingga tidak

menimbulkan kesalah pahaman dalam praktiknya. Negara jika ditinjau dari segi

susunannya akan menimbulkan dua bentuk yaitu:2

1. Bentuk Negara Kesatuan

Negara kesatuan adalah negara yang tidak tersusun dari beberapa negara,

seperti halnya dalam negara federasi, melainkan negara itu sifatnya tunggal,

artinya ada satu negara tidak ada negara di dalam negara. Jadi, negara

kesatuan itu hanya ada satu pemerintahan, yaitu pemerintahan pusat yang

mempunyai kekuasaan atau wewenang tertinggi dalam segala lapangan

pemerintahan. Pemerintah pusat inilah yang pada tingkat terakhir dan

tertinggi dapat memutuskan segala sesuatu dalam negara tersebut.3

2. Bentuk Negara Federasi

Negara federasi adalah negara yang tersusun dari pada beberapa negara

yang semula berdiri sendiri-sendiri dan kemudian negara mengadakan ikatan

kerjasama yang efektif, tetapi di samping itu, negara-negara tersebut masih

1 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Ed. II; Cet. I; Jakarta:

Sinar Grafika, 2010), h. 209.

2 Ismira, Konsep Otonomi Daerah dalam Perspektif Hukum Islam, Fakultas Syariah dan

Hukum, program Hukum Pidana dan Ketatanegaran, (UIN Alauddin Makassar, 2017), h. 21.

3 Abu Daud Busroh, Ilmu Negara (Ed. I; Cet. VI; Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 64-65.

Page 28: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

18

ingin mempunyai wewenang yang dapat diurus sendiri. Jadi di sini tidaklah

semua urusan diserahkan kepada pemerintah gabungannya, atau pemerintah

federal, tetapi masih ada beberapa urusan tertentu yang tetap diurus sendiri.

Biasanya urusan-urusan yang diserahkan oleh pemerintah negara-negara

bagian kepada pemerintah federal, adalah urusan-urusan yang menyangkut

kepentingan bersama dari pada semua negara-negara bagian tersebut,

misalnya urusan keuangan, urusan angkatan bersenjata, urusan pertahanan

dan sebagainya.4

Perbincangan mengenai bentuk pemerintahan berkaitan dengan

pilihan antara:5

1. Bentuk kerajaan (monarki), yaitu negara yang dikepalai oleh seorang raja

dan bersifat turun temurun dan menjabat seumur hidup.

2. Bentuk republik yaitu negara dengan pemerintahan rakyat yang dikepalai

oleh seorang presiden sebagai kepala negara yang dipilih oleh rakyat

untuk masa jabatan, dan biasanya Presiden dapat dipilih kembali sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sedangkan mengenai sistem pemerintahan ada beberapa pilihan antara

lain:

1. Sistem pemerintahan presidensial.

2. Sistem pemerintahan parlementer.

3. Sistem pemerintahan campuran.

4. Dan sistem pemerintahan collegial

Maka dari konsep tersebut, bangsa Indonesia sejak kemerdekaan pada

tahun 1945 cenderung mengidealkan bentuk negara kesatuan, bentuk

4 Abu Daud Busroh, Ilmu Negara, h. 65.

5 Ismira, Konsep Otonomi Daerah dalam Perspektif Hukum Islam, h. 22

Page 29: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

19

pemerintahan republik, dan sistem pemerintahan presidensial.6 Bentuk negara

Indonesia adalah berbentuk negara kesatuan, pernyatan ini secara tegas

menyatakan negara Indonesia adalah negara kesatuan yang tertuang dalam

UUD 1945 pasal 1ayat (1) yang berpunyi “Negara Indonesia ialah negara

kesatuan yang berbentuk Republik”. Pasal-pasal dalam UUD 1945 telah

memperkukuh prinsip NKRI, di antaranya pada pasal 1 ayat (1), pasal 18 ayat

(1), pasal 18B ayat (2), pasal 25A, dan pasal 37 ayat (5). Selain itu, wujud

negara kesatuan tersebut semakin diperkuat setelah dilakukan perubahan atas

UUD 1945. Perubahan tersebut dimulai dari adanya kesepakatan MPR yang

salah satunya adalah tidak mengubah Pembukaan UUD 1945 dan tetap

mempertahankan NKRI sebagai bentuk final negara bagi bangsa Indonesia.

Negara kesatauan adalah negara yang tidak tersusun dari beberapa

negara, melainkan hanya terdiri atas satu negara, sehingga tidak ada negara di

dalam negara. Dengan demikian dalam negara kesatuan hanya ada satu

pemerintah, yaitu pemerintah pusat yang mempunyai kekuasaan serta

wewenang tertinggi dalam bidang pemerintahan negara, menetapkan

kebijakan pemerintahan dan melaksanakan pemerintahan negara baik di pusat

maupun di daerah-daerah.7 Berbeda dengan negara federasi, lebih lanjut

Soehino menjelaskan, negara federasi adalah negara yang bersusunan jamak,

maksudnya negara ini tersusun dari beberapa negara yang semula telah

berdiri sendiri sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, mempunyai

Undang-undang Dasar sendiri, tetapi kemudian karena sesuatu kepentingan,

dalam kepentingan politik, ekonomi atau kepentingan lainnya. Negara-negara

tersebut saling menggabungkan diri untuk membentuk suatu ikatan kerjasama

yang efektif. Namun disamping itu, negara-negara saling meggabungkan diri

6 C.S.T. Kansil dan Christine Kansil, Sistem Pemerintahan Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara,

2008), h. 18.

7 Soehino, Ilmu Negara, (Yogyakarta: Liberty, 2000), h. 224.

Page 30: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

20

tersebut kemudian disebut negara bagian, masih ingin mempunyai urusan-

urusan pemerintahan yang berwenang dan dapat diatur dan di urus sendiri, di

samping urusan-urusan pemerintahan yang akan diatur dan di urus bersama-

sama oleh ikatan kerjasamanya tersebut.8

Dalam negara kesatuan dibagi kedalam 2 bentuk, yang pertama

negara kesatuan dengan sentralisasi yaitu segala sesuatu urusan negara

langsung diatur dan diurus oleh pemerintahan pusat dan daerah tingal

melaksanakannya, dan yang kedua adalah negara kesatuan dengan sistem

desentralisasi yaitu daerah diberikan kewenangan untuk mengurus rumah

tangganya sendiri.

Indonesia yang merupakan sebuah negara kesatuan dengan prinsip

otonomi yang seluas-luasnya. Dengan menempatkan pemerintah pusat

sebagai otoritas tertinggi sedangkan wilayah-wilayah administratif di

bawahnya hanya menjalankan kekuasaan yang dipilih oleh pemerintah pusat

untuk didelegasikan. Wilayah administratif di dalam negara Indonesia saat

ini terbagi menjadi 34 provinsi.

B. Pengertian Otonom Daerah

Istilah otonomi secara etimologis otonomi berarti pemerintahan

sendiri yang merupakan kesatuan dari dua kata yaitu “auto” yang berarti

“sendiri”, dan “nomes” yang berarti “pemerintahan”. Dalam bahasa yunani,

otonomi berasal dari autos yang berarti sendiri dan nemein yang bebrarti

kekuatan mengatur sendiri. Dengan demikian, secara maknawi otonomi

mengandung makna kemandirian dan kebebasan daerah dalam menentukan

langkah-langkah sendiri.9 Otonomi daerah adalah sebagai kesatuan

8 Soehino, Ilmu Negara, h. 226

9 hendra kariangan, Politik Hukum dalam Mengelola Keuangan Daerah, (Jakarta:kencana,

2013), h. 75-76

Page 31: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

21

masyarakat hukum yang berwenang mengatur kepentingan masyarakat

setempat menurut prakasa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat,10 Dalam

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 mengenai pengertian otonomi daerah

adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan

mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Otonomi Daerah sering disamakan dengan kata desentralisasi, karena

biarpun secara teori terpisah namun dalam praktiknya keduanya sukar

dipisahkan. Desentralisasi pada dasarnya mempersoalkan pembagian

kewenangan kepada organ-organ penyelenggara negara, sedangkan otonomi

daerah menyangkut hak yang mengikuti. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

mendefinisikan desentralisasi adalah wewenang dari pemerintah pusat yang

berada di ibu kota, melalui cara dekonsentrasi antara lain pendelegasian

kepada pejabat di bawahnya maupun pendelegasian kepada pemerintah atau

perwakilan daerah, sedang otonomi daerah yang merupan salah satu wujud

desentralisasi, adapun dalam arti luas, otonomi daerah adalah kemandirian

suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai

kepentingan daerahnya sendiri.

Pengertian otonomi dalam makna sempit dapat diartikan sebagai

mandiri, sedangkan dalam makna yang lebih luas diartikan sebagai berdaya.

Otonomi daerah dengan demikian berarti kemandrian suatu daerah dalam

kaitan pembuatan dan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendri.11

Menurut pendapat lain, bahwa otonomi daerah adalah kewenangan otonomi

10 Haw widjaja, penyelenggaran otonomi di Indonesia (Jakarta: PT Raja Grapindo

Persada;2005), h. 19

11 Ubedilah, Demokrasi, HAM,dan Masyarakat Madani,, (Jakarta: Indonesia Center for Civic

Education, 2000), h. 170

Page 32: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

22

daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat

menurut pelaksanaannya sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan yang dimaksud dengan daerah otonomi sendiri adalah

kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu

berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat

menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan

Negara Kesatuan Republik Indonesia.12 Salah satu aspek penting otonomi

daerah adalah pemberdayaan masyarakat, sehingga mereka dapat

berpatisipasi dalam proses perencanaan, pelaksanaan, penggerakan, dan

pengawasan dalam pengelolaan pemerintah daerah dalam penggunaan

sumber daya pengelola dan memberikan pelayanan prima kepada publik.

Pengertian otonomi daerah sendiri adalah kewenangan daerah otonom

untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut

prakarsa sendri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan

perundang-undanga pasal 1 ayat (12) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014

tentang Pemerintahan Daerah. Daerah otonom yang selanjutnya disebut

Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas

wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan

aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Otonomi dapat ditentukan berdasarkan teritorial (otonomi teritorial)

ataupun berdasarkan fungsi pemerintahan tertentu (otonomi fungsional)

sehingga keduanya lazim disebut desentralisasi teritorial dan desentralisasi

fungsional. Berdasarkan desentralisasi toritorial, negara sebagai suatu

12 Widjaja, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2002), h. 76

Page 33: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

23

kesatuan teritorial dibagi dalam satuan-satuan pemerintahan teritorial yang

lebih rendah yang dinamakan daerah otonom. Daerah otonom dibentuk

sebagai subsistem dari negara kesatuan.13

Beberapa alasan ideal dan filosofis diselenggarakannya desentralisasi

pada pemerintahan daerah otonom. Mencegah penumpukan kekuasaan yang

pada akhirnya menyebabkan tirani, sebagai tindakan pendemokrasian,

melatih rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih dalam

menggunakan hak-hak dalam berdemokrasi, mencapai pemerintahan yang

efisien, kebijakan yang sesuai dengan daerah setempat, untuk ada perhatian

lebih dan khusus dalam menjaga serta mempertahanakan kultur, ciri khas

suatu daerah, baik itu segi geografis, ekonomi, kebudayaan dan latar belakang

sejarah agar kepala daerah dapat secara langsung melakukan pembangunan di

daerah tersbut.

C. Asas-asas Pelaksanaan Otonomi Daerah

Berbicara landasan asas dalam pelaksanaan otonomi daerah, akan

dijumpai tiga bentuk asas pokok dalam penyelenggaran pemerintahan daerah

yang selama ini sering digunakan banyak negara, yakni: asas desentralisasi,

dekonsentrasi, dan asas tugas pembantuan.

1. Asas desentralisasi

Desentralisasi sebagai suatu sistem yang dipakai dalam bidang

pemerintahan merupakan kebalikan dari sentralisasi. Dalam sistem

sentralisasi, kewenangan pemerintah baik di pusat maupun di daerah,

dipusatkan dalam tangan pemerintahan pusat. Pejabat-pejabat di daerah

hanya melaksanakan kehendak pemerintahan pusat. Dalam sistem

13 Hendra Kariangan, Politik Hukum dalam mengelola keuangan daerah, (Jakarta: Kencana,

2013), h. 77

Page 34: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

24

desentralisasi, sebagian kewenangan pemerintah pusat dilimpahkan

kepada pihak lain untuk dilaksanakan.14

Dilihat dari pelaksanaan fungsi pemerintahan, desentralisasi itu

menunjukan:15

1. Satuan-satuan desenralisasi fleksibel dalam memenuhi berbagai

perubahan yang terjadi dengan cepat,

2. Satuan-satuan desentralisasi dapat melaksanakan tugas dengan

efektif dan lebih efisien.

3. Satuan desentralisasi lebih inovatif.

4. Satuan-satuan desentralisasi mendorong tumbuhnya sikap moral

yang lebih tinggi, komitmen yang lebih tinggi dan lebih produktif.

Menurut R.G .Kartasapoetra,16 desentralisasi diartikan sebagai

penyerahan urusan dari pemerintah pusat kepada daerah menjadi

urusan rumah tangganya. Penyerahan ini bertujuan untuk mencegah

pemusatan kekuasaan, keuangan serta sebagai pendemokratisasian

pemerintahan, untuk mengikutsertakan rakyat bertanggung jawab

terhadap penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Sama halnya yang

di ungkapkan E. Koswara,17 menyatakan desentralisasi adalah sebagai

proses penyerahan urusan-urusan pemerintahan yang semula termasuk

wewenang pemerintah pusat kepada badan atau lembaga

Pemerintahan Daerah agar menjadi urusan rumah tangganya sehingga

14 Hendra Kariangan, Politik Hukum dalam mengelola keuangan daerah, (Jakarta: Kencana,

2013), h. 87

15 Nomensen Sinemo, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, (jakarta: PT Pustaka

Mandiri, 2010), h. 81

16 R.G Kartasapoetra, Sistematka Hukum Tata Negara, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), h.

87&98

17 E. Koswara, Otonomi Daerah: untuk demokrasi dan kemandirian rakyat, (Jakarta:

Yayasan Parida, 2001), h. 17

Page 35: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

25

urusan tersebut beralih kepada pemerintah daerah dan menjadi

tanggung jawab pemerintah daerah.

2. Asas dekonsentrasi

Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintahan

kepada daerah otonom sebagai wakil pemerintah dan/atau perangkat pusat

di daerah dalam kerangka Negara Kesatuan, dan lembaga yang

melimpahkan kewenangan dapat memberikan perintah kepada pejabat

yang telah dilimpahi kewenangan itu mengenai pengambilan atau

pembuatan keputusan.18sebab terjadinya penyerahan wewenang dari

pemerintah pusat kepada pejabat-pejabat atau aparatnya untuk

melaksanakan wewenang tertentu dilakukan dalam rangka

menyelenggarakan urusan pemerintah pusat di daerah, sebab pejabat-

pejabat atau aparatnya merupakan wakil pemerintah pusat di daerah yang

bersangkutan. Sedangkan menurut Peraturan Perundang-undangan Nomor

23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa

dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian Urusan Pemerintahan yang

menjadi kewenangan Pemerintah Pusat kepada gubernur sebagai wakil

Pemerintah Pusat, kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau

kepada gubernur dan bupati/wali kota sebagai penanggung jawab urusan

pemerintahan umum.

dekonsentrasi diartikan sebagai penyebaran atau pemabagian

kewenangan pemerintahan pusat kepada pemerintah daerah yang tersebar

di wilayah-wilayah untuk melaksanakan kebijakan sebagai penanggung

jawab urusan pemerintahan umum. Pendelegasian wewenang pada

dekonsentrasi hanya bersifat menjalankan atau melaksanakan peraturan-

18 Noer Fauzi dan R.Yando Zakaria, Mensiasati Otonomi Daerah. (Yogyakarta: Konsorsium

pembaruan Agraria bekerjasama dengan INSIST “Press”. 2000), h. 11

Page 36: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

26

peraturan dan keputusan-keputusan pusat lainnya yang tidak berbentuk

peraturan yang tidak dapat menciptakan peraturan dan atau membuat

keputusan bentuk lainnya untuk kemudian dilaksanakan sendiri pula.

Mengenai dekonsentrasi, Bagir Manan berpendapat dekonsentrasi

sama sekali tidak mengandung arti bahwa dekonsentrasi adalah sesuatu

yang tidak perlu atau kurang penting. Dekonsentrasi adalah mekanisme

untuk menyenggarakan urusan pusat di daerah.19

3. Asas Tugas Pembantuan

Tugas pembantuan adalah keikutsertaan pemerintah daerah untuk

melaksanakan urusan pemerintah yang kewenangannya lebih luas dan

lebih tinggi didaerah tersebut. Tugas pembantuan adalah salah satu wujud

dekonsentrasi, akan tetapi pemerintah tidak membentuk badan sendiri

untuk itu, yang tersusun secara vertikal. Menurut Undang-undamg Nomor

23 Tahun 2014 mengenai Pemerintahan Daerah, tugas pembantuan adalah

penugasan dari Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk

melaksanakan sebagian urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan

Pemerintah Pusat atau dari Pemerintah Daerah provinsi kepada Daerah

kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian urusan Pemerintahan yang

menjadi kewenangan daerah provinsi. Jadi tugas pembantuan merupakan

kewajiban-kewajiban untuk melaksanakan peraturan-peraturan yang

ruanglingkup kewenangnya bercirikan tiga hal yaitu:20

19 Bagir Manan, Hubungan Pusar dan Daerah Menurut UUD 1945, (Bandung: Armico,

1998), h.160 dan dikutif pula oleh Hendra Kariangan, Politik Hukum dalam mengelola keuangan

daerah, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 8

20 Noer Fauzi dan R.Yando Zakaria, Mensiasati Mensiasati Otonomi Daerah. (Yogyakarta :

Konsorsium pembaruan Agraria bekerjasama dengan INSIST “Press”. 2000) h. 13

Page 37: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

27

a. Materi yang dilaksanakan tidak termasuk rumah tangga daerah-daerah

otonom untuk melaksanakannya.

b. Dalam menyelenggrakan pelaksanaan, daerah otonomi mempunyai

kelonggaran untuk menyesuaikan segala sesuatu dengan kekhususan

daerahnya sepanjang peraturan mengharuskannya memberi

kemungkinan untuk itu,

c. Yang dapat diserahi urusan tugas pembantuan hanya daerah otonom

saja. Walaupun sifat tugas pembantuan hanya bersifat “membantu”

dan tidak dalam kontek hubungan “atasan-bawahan”, tetapi dalam

penyelenggaraan pemerintahan di daerah tidak mempunyai hak untuk

menolak. Hubungan ini timbul oleh atau berdasarkan ketentuan

hukum atau peraturan perundang-undangan. Pada dasarnya, tugas

pembantuan adalah tugas melaksanakan peraturan perundang-

undangan tingkat lebih tinggi. Daerah terikat melaksanakan peraturan

perundangan-undangan, termasuk yang diperintah atau diminta dalam

rangka tugas pembantuan.

Adapun dalam menjalankan pemerintahan secara luas itu pemerintahan

berpegang pada dua asas, yaitu asas keahlian atau fungsional dan asas

kedaerahan.21

1. Asas keahlian (asas fungsional)

Yang dimaksud dengan asas keahlian adalah suatu asas yang

menghendaki tiap urutan kepentingan umum diserahkan kepada para

21 Y.W. Sunindhia, Praktek Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah, ( Jakarta: PT. Rineka

Cipta, 1996), h. 13.

Page 38: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

28

ahli untuk diselenggarakan secara fungsional, dan hal ini terdapat

pada susunan pemerintahan pusat, yaitu di departemen-departemen.

2. Asas kedaerahan

Dengan berkembangnya tugas-tugas serta kepentingan-kepentingan

yang harus diselenggarakan oleh pemerintah pusat, maka demi

kebaikan serta kelancaran jalannya pemerintahan di samping asas di

atas juga berpegang pada asas kedaerahan, dimana asas ini di tempuh

dengan sistem dekonsentrasi dan desentralisasi.

D. Landasan Konstitusional Penyelenggaraan Otonomi Daerah di Indonesia

Sebagaimana yang telah diketahui bahwa dalam penyelenggaraan

otonomi daerah di Indonesia itu sudah ditentukan sumber utama dan prinsif

dasar yang dianut dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan di daerah

Negara kesatuan Republik Indonesia menurut undang-undang dasar 1945.

Otonomi daerah yang merupakan salah satu pilar penyenggaran

demokrasi, formulasi kebijakan orde baru yang mengacu pada prinsip-prinsip

good and clean governance, aspiratif berkeadilan dan menghargai pliralisme

merupakan isntrumen penting bagi tuan-tujuan nasional untuk memajukan

daerah, mensejahterakan masyarakatnya,serta integrasi nasional.22

Pada prinsipnya yang menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah dari

masa reformasi hingga saat ini mengacu pada Undang-undang Nomor 22 dan

Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999, Undang-undang Nomor 32 dan

Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 yang kemudian direvisi menjadi

Undang-undang N0mor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

22 Fikhan Harusi, Otonomi Daerah di Indonesia (study kasus daerah kota madya depok), h.

50

Page 39: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

29

Daerah, yang dimaksud dengan pemerintahan daerah adalah hak, wewenang,

kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.23

Selain peraturan perundang-undangan diatas, terdapat pula peraturan

perundang-undangan lainya sebagai dasar pelaksanan otonomi daerah, antara

lain sebagai berikut;

a. Undang-undang Dasar 1945 ayat 18, menyatakan bahwa

NKRI dibagi atas daerah-daerah provinsi dan dibagi natas

kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan

kota itu mempunya pemerintahan daerah,yang diatur dengan

undang-undang. Pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan

kota mengatur dan mengurus urusan pemerintahan

berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

b. UUD 1945 Pasal 18A ayat (1) yang meyatakan “Hubungan

wewenang antar pemerintah pusat dan pemerintahan daerah

provinsi, kabupaten, dan kota, atau antar provinsi dan

kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan

memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah”. Ayat (2)

“Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber

daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat

dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil

dan selaras berdasarkan undang-undang”.

c. UUD 1945 Pasal 18B, adanya satuan pemerintahan daerah

yang bersifat khusus dan istimewa, dan adanya masyarakat

23 Lihat Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Page 40: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

30

adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan

masyarakat.24

d. Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penerapan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3

Tahun 2005 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menjadi

Undang-undang.

e. Ketetapan MPR RI No.VI/MPR/2000 tentang Rekomendasi

Kebijakan dalam Penyelenggaran Otonomi Daerah.

Dari pemaparan diatas dapat dinyatakan bahwa otonomi daerah

merupakan kemandirian daerah untuk mengatur penyelenggaraan

pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di daerah. Kemandirian disini

maksudnya adalah kemampuan daerah untuk mengelola dan mengembangkan

potensi, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Ini tentunya

harus dilakukan secara optimal tanpa bergantung pada daerah lain. Oleh

karena itu, pelaksanaan otonomi daerah hendaknya mendorong dan

memberdayakan masyarakat, meningkatkan peran serta masyarakat,

menumbuhkan peran serta masyarakat dan kreatifitas masyarakat,

mengembangkan peran dan fungsi DPR.

Dalam pelaksanaan otonomi daerah ada beberapa hal yang harus

diperhatikan, yaitu adanya kemampuan dibidang ekonomi yang cukup

memadai, adanya sumber daya manusia yang handal, memiliki sumber daya

alam yang memadai, adanya dukungan dalam bidang pertahanan dan

keamanaan daerah. Hal ini perlu diperhatikan karena sejatinya otonomi

daerah memberikan kesempatan pada daerah-daerah untuk mengembangkan

24 Lihat Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945

Page 41: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

31

segala potensi yang dimiliki sebagai kesinambungan pembangunan

nasional.25

Otonomi daerah bukan hanya sekedar pelimpahan wewenang yang

karenanya justru daerah otonomi menjadi terpuruk akibat kurang siapnya

daerah lantaran aspek-aspek yang dibahas diatas kurang diperhatikan.

Disamping itu, kurang siapnya mental pemerintah daerah dan masyarakatnya

dalam mengemban amanah otonomi daerah yang di idamkan oleh bangs

indonesia secara keseluruhan akan memunculkan berbagai permasalahan

yang justru malah membebani masyarakat didaerah.

E. Sejarah Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia

Peraturan perundang-undangan pertama kali yang mengatur tentang

pemerintahan daerah pasca proklamasi kemerdekaan adalah Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1945. Ditetapkannya undang-undang ini merupakan hasil

dari berbagai pertimbangan tentang sejarah pemerintahan dimasa kerajaan-

kerajaan serta pada masa pemerintahan kolonialisme. Undang-undang ini

menekankan pada aspek cita-cita kedaulatan rakyat melalui pengaturan

pembentukan badan perwakilan tiap daerah. Dalam undang-undang ini

ditetapkan tiga jenis daerah otonom. yaitu karesidenan, kabupaten, dan kota.26

Undang-undang Nomor 22 tahun 1948 berfokus pada pengaturan

tentang susunan pemerintahan daerah yang demokratis. Di dalam undang-

undang ini ditetapkan dua jenis daerah otonom, yaitu daerah otonom biasa

dan daerah otonom istimewa, serta tiga tingkatan daerah yaitu provinsi,

25 Fikhan Harusi, Otonomi Daerah di Indonesia (study kasus daerah kota madya depok), h.

52

26 Sani safitri, sejarah perkembangan otonomi daerah di Indonesia, jurnal criksetra, volume

5, nomor 9 februari 2016, h. 79

Page 42: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

32

kabupaten/kota besar dan desa/kota kecil. Mengacu pada ketentuan Undang-

undang Nomor 22 Tahun 1948, penyerahan sebagian urusan pemerintahan

kepada daerah telah mendapat perhatian pemerintah. Pemberian otonomi

kepada daerah berdasarkan undang-undang tentang pembentukan, telah

dirinci lebih lanjut pengaturannya melalui peraturan pemerintahan tentang

penyerahan sebagaian urusan pemerintahan tertentu kepada daerah.

Perjalanan sejarah otonomi daerah di Indonesia selalu ditandai dengan

lahirnya suatu produk perundang-undangan yang menggantikan produk

sebelumnya. Perubahan tersebut pada suatu sisi menandai dinamika orientasi

pembangunan daerah di Indoneia dari masa kemasa. Tapi disisi lain hal ini

dapat pula dipahami sebagai bagian dari “eksperimen politik” penguasa

dalam menjalankan kekuasaannya. Periode otonomi daerah di Indonesia

pasca Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 di isi dengan munculnya

beberapa Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah yaitu Undang-

undang Nomor 1 tahun 1957 (sebagai pengaturan tunggal pertama yang

berlaku seragam untuk seluruh Indonesia), Undang-undang Nomor 18 Tahun

1965 (yang menganut sistem otonomi yang seluas-luasnya) dan Undang-

undang Nomor 5 Tahun 1974.27

Sementara di tahun 1959 Dekrit presiden mengubah sistem

pemerintahan daerah dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 6 Tahun

1959. Dalam Undang-undang ini pemerintah tetap mempertahankan politik

desentralisasi dan dekonsentrasi dengan menjungjung desentralisasi teritorial

untuk kepentingan rakya, keutuhan pemerintahan daerah dan kedaulatan

administrasi dualisme kepemimpinan daerah dihapuskan. Dari dua bidang itu

adalah: pertama Bidang pemerintahan umum dan pusat didaerah ditangan

pamongpraja. Kedua Bidang otonomi dan tugas pembantuan dalam

27 Sani safitri, sejarah perkembangan otonomi daerah di Indonesia, h. 80

Page 43: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

33

pemerintahan ditangan pemerintahan daerah. Pemerintahan kedua itu perlu

di letakan dalam satu tangan.

Dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan

Daerah yang kemudian disusul dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979

tentang Pemerintahan Desa menjadi tiang utama tegaknya sentralisasi

kekuasaan orde baru, Semua mesin partisipasi dan prakarsa yang sebelumnya

tumbuh sebelum orde baru, berkuasa secara perlahan dilumpuhkan di bawah

kontrol kekuasaan. Stabilitas politik demi kelangsungan pertumbuhan

ekonomi menjadi alasan pertama bagi masa orde baru untuk mematahkan

setiap gerak prakarsa yang tumbuh dari rakyat sendri. Otonomi daerah

muncul sebagai bentuk sentralisasi yang sangat kuat di masa orde baru,

berpuluh tahun sentralisasi pada era orde baru tidak membawa perubahan

dalam pengembangan kreativitas daerah, baik pemerintah maupun

masyarakat daerah, ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintahan

pusat sangat tinggi sehingga sama sekali tidak ada kemandirian perencanaan

pemerintah daerah pada saat itu.

Sementara dalam undang-undang yang disebut terakhir mengatur

pokok-pokok penyelenggara pemerintahan yang menjadi tugas pemerintah

pusat di daerah. Prinsip yang dipakai dalam pemberian otonomi kepada

daerah bukan lagi “otonomi yang riil dan seluas-luasnya” tetapi “otonomi

yang nyata dan bertanggung jawab”. Alasannya, pandangan otonomi daerah

yang seluas-luasnya dapat menimbulkan kecenderungan pemikiran yang

dapat membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Undang-undang ini berumur paling panjang yaitu 25 tahun, dan baru diganti

dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999.28

28 Sani safitri, sejarah perkembangan otonomi daerah di Indonesia, h. 80

Page 44: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

34

Satu hal yang paling menonjol dari pergantian Undang-undang

Nomor 5 Tahun 1974 dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah

adanya perubahan mendasar pada format otonomi daerah dan substansi

desentralisasi. Perubahan tersebut dapat diamati dari kandungan materi yang

tertuang dalam rumusan pasal demi pasal pada undang-undang tersebut.

Beberapa butir yang terkandung di dalam kedua undang-undang tersebut

(Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Nomor 25 Tahun 1999) secara

teoritis akan menghasilkan suatu kesimpulan bahwa desentralisasi dalam

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 lebih cenderung pada corak

dekonsentrasi. Sedangkan desentralisasi dalam Undang-undang Nomor 22

Tahun 1999 lebih cenderung pada corak devolusi. Hal ini akan lebih nyata

jika dikaitkan dengan kedudukan kepala daerah. Berdasarkan Undang-undang

Nomor 5 Tahun 1974, kepala daerah adalah sekaligus kepala wilayah yang

merupakan kepanjangan dari pemerintah. Dalam praktik penyelenggaraan

pemerintahan di daerah, kenyataan menunjukkan peran sebagai kepala

wilayah yang melaksanakan tugas dekonsentrasi lebih dominan dibanding

sebagai kepala daerah. Hal ini dimungkinkan karena kepala daerah

bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri, dan

bukan kepada DPRD sebagai representasi dari rakyat di daerah yang

memilihnya. 29

Dengan demikian yang melatar belakangi dilaksanakannya otonomi

daerah secara nyata di Indonesia adalah ketidakpuasan masyarakat yang

berada di daerah yang kaya sumber daya alam namun kehidupan

masyarakatnya tetap berada dibawah garis kemiskinan.Walaupun secara

undang-undang sudah sering diterbitkan namun dalam kenyataannya

pengelolaan kekayaan alam dan sumber daya alam daerah masih diatur oleh

29 Sani safitri, sejarah perkembangan otonomi daerah di Indonesia, h. 81

Page 45: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

35

pusat.Sehingga masyarakat daerah yang kaya sumber daya alamnya merasa

sangat dirugikan. Akhirnya, pada masa reformasi mereka menuntut

dilaksanakannya otonomi daerah. Sehingga lahirlah Undang-undang Nomor

22 Tahun 1999 dan pelaksanaan otonomi daerah mulai terealisasi sejak tahun

2000 secara bertahap.

Setelah dilaksanakannya otonomi daerah maka perimbangan

keuangan sesuai Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 memberikan

peluang kepada daerah untuk mendapatkan 70% dari hasil pengelolaan

kekayaan alamnya sendiri untuk dimanfaatkan bagi kemajuan daerahnya

sendiri. Pelaksanaan otonomi daerah ini diperbarui menurut Undang-undang

Nomor 32 Tahun 2004 dan perimbangan keuangan diperbarui juga menurut

Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 23

Tahun 2104. Sehingga dengan adanya otonomi daerah ini , daerah yang

memiliki potensi sumber daya alam mengalami kemajuan dalam

pembangunan sedangkan daerah yang tidak memiliki kekayaan alam

mengalami kesulitan untuk memajukan wilayahnya.

penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia selalu mengalami

perubahan sesuai dengan perubahan politik hukum ketatanegaraan yang

beberapa kali mengalami pergantian, yakni masa orde lama, orde baru dan

yang sekarang ini orde reformasi. Pemilihan negara kesatuan dengan sistem

desentralisasi yang menjadi dasar berdirinya daerah-derah otonom sudah

menjadi pilihan sejak awal berdirinya negara Indonesia, hal ini dapat dilihat

dalam UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945. Diatur dalam

Pasal (1) negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk republik,

dan Pasal 18 Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan

bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan

memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem

pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang

bersifat istimewa. Pada awal era reformasi berkembang dan populer di

Page 46: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

36

masyarakat banyaknya tuntutan reformasi yang didesak oleh berbagai

komponen bangsa, antara tuntutannya adalah amandemen UUD 1945 dan

desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dan daerah.30

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah, merupakan babak baru penyelenggraan otonomi daerah sekaligus

mencabut berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah. Salah satu pertimbangan dikeluarkannya Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2014 adalah bahwa efisiensi dan efektifitas

penyelenggraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih

memperhatikan aspek-aspek hubungan antara pusat dengan daerah dan antar

daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, serta peluang dan tantangan

persaingan global dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan

daerah. Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014

menyebutkan bahwa dasar perubahan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004

ditujukan untuk mendorong lebih terciptanya daya guna dan hasil guna

penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam mensejahterakan masyarakat,

baik melalui peningkatan pelayanan publik maupun melalui peningkatan daya

saing daerah.perubahan ini bertujuan untuk memacu sinergi dalam berbagai

aspek dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan pemerintah

pusat.31

30 Sri Kusriyah, Politik Hukum Penyelenggaraan Otonomi Daerah dalam Perspektif Negara

Kesatuan Republik Indonesia, (Jurnal Pembaharuan Hukum Volume III No. 1 Januari - April 2016), h.

2

31 Sri Kusriyah, Politik Hukum Penyelenggaraan Otonomi Daerah dalam Perspektif Negara

Kesatuan Republik Indonesia, h. 2

Page 47: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

37

BAB III

OTONOMI DAERAH DALAM KETATANEGARAAN ISLAM

A. Bentuk Negara dan Pemerintahan dalam Islam

1. Bentuk Negara Kesatuan

Negara kesatuan ialah bentuk negara dimana wewenang kekuasan

tertinggi dipusatkan d pusat. Kekuasan terletak pada pemerintahan pusat dan

tidak pada pemerintahan daerah, pemerintahan pusat mempunyai wewenang

untuk menyerahkan sebagian kekuasannya kepada daerah berdasarkan hak

otonomi ( negara kesatuan dengan sistem desentralisasi ), tetapi pada tahap

terahir kekuasan tertinggi di tangan pemerintah pusat. Jadi kedaulatan

sepenuhnya terletak pada pemerintahan pusat. Dengan demikian yang

menjadi hakikat negara kesatuan ialah bahwa kedaulatan tidak terbagi, atau

dengan perkatan lain kekuasan pemerintah pusat tidak dibatasi. Jadi adanya

kewenangan untuk membuat peraturan bagi daerahnya itu tidaklah berarti

bahwa pemerintahan daerah itu berdaulat, sebab pengawasan dan kekuasan

tertinggi masih tetap terletak di tangan pemerintah pusat.1

Sementara dalam praktik politik umat Islam, sejak zaman Rasulullah

hingga al-Khulafa al-Rasyidun jelas tanpak bahwa Islam dipraktekan dalam

bentuk negara kesatuan, dimana kekuasan terletak ditangan pemerintahan

pusat, gubernur, dan panglima-panglima yang diangkat dan diberhentikan

oleh khalifah. Hal ini berlangsung sampai runtuhnya pemerintahan Daulah

Umawiyah, yang hingga menimbulkan tiga kerajaan besar setelahnya.

1 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zana, Fiqih Siyasah, dan Pemikiran Politik Islam,

(Jakarta: Erlangga 2008), h. 198-199

Page 48: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

38

Negara Kesatuan Islam yang berbentuk republik dalam sejarah Islam awal

yang kemudian dirubah oleh muawiyah menjadi negara kesatuan Islam yang

berbentuk monarki ( kerajan ) dimana kepala negara tidak dipilih lagi oleh rakyat

melainkan berdasarkan keturunan.1 Ciri-ciri dari negara kesatuan yaitu;

a. Adanya supremasi dari Parlemen/Lembaga Perwakilan Rakyat Pusat,

dalam kasus Indonesia adalah MPR.

b. Tidak adanya badan-badan yang mempunyai bawahan.

Medel negara kesatuan Islam hanya dipraktekan oleh masyarakat

muslim zaman sekarang tidak lagi dalam bentuk negara yang wilayahnya

berskala internasional seperti pada masa dinasti-dinasti Islam masa lalu,

melainkan dalam bentuk negara bangsa. Kini umat Islam mempraktekan

negara kesatuan Islam dalam bentuk negara bangsa sebagai respon terhadap

konteks negara-negara yang berkembang dimasa sekarang.2

2. Negara Federal

Negara federal adalah sebuah negara yang tersusun dari beberapa

negara yang semula berdiri sendiri-sendiri dan kemudian negara mengadakan

ikatan kerjasama yang efektif, tetapi di samping itu, negara-negara tersebut

masih ingin mempunyai wewenang-wewenang yang dapat diurus sendiri.

Prinsip dari negara federal adalah bahwa kekuasan dibagi menjadi

sedemikian rupa sehingga pemerintah federal dan pemerintah negara bagian

dalam bidang-bidang tertentu adalah sebab satu sama lain.3

1 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zana, Fiqih Siyasah, dan Pemikiran Politik Islam, h. 201

2 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zana, Fiqih Siyasah, dan Pemikiran Politik Islam, h. 201

3 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zana, Fiqih Siyasah, dan Pemikiran Politik Islam, h. 202

Page 49: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

39

Ciri-ciri dari negara federal adalah:

a. Adanya supermasi dari konstitusi dimana federal itu terwujud.

b. Adanya pembagian kekuasan negara-negara federal dan negara-

negara bagian.

c. Adanya suatu lembaga yang diberikan wewenang untuk

menyelesaikan suatu perselisihan antara pemerintah federal dan

pemerintah negara bagian.

Sementara mengenai pemerintahan Ibnu Khaldun mencoba

memberikan penjelasan dengan menunjukan tiga pemerintahan, yaitu sebagai

berikut:

a. Monarki absolut, yaitu pemerintahan yang membawa rakyat umum mentaati

kemauan perorangan atau sekelompok orang dinamakan “mulkum ṭabi’i”

(pemerintahan raja yang sewenang-wenang),

b. Pemerintah konstitusi, yaitu pemerintahan yang mengajak rakyat umum,

mentaati kehendak pikiran yang sehat pada kepentingan kenegaraan

(duniawi) dan menolak segala kemelaratan. Sekarang dinamakan monarki

yang konstitusional dan pemerintah republik, sedangkan Ibnu Khaldun

menamakannya “mulkun siasiy”

c. Pemerintah khilafah, yaitu mengajak rakyat umum mentaati kehendak agama

untuk kepetingan-kepentingan mereka dalam masalah-masalah keagamaan

(akhirat) dan kenegaraan (duniawi) yang kebaikannya untuk mereka sendiri.4

Adapun pendapat Ibnu Abi Rabi’ dikutip dalam Munawir Sjadzali,

membagikan beberapa sistem pemerintahan, yaitu sebagai berikut:

a. Monarki, yaitu kerajaan di bawah pimpinan seorang serta penguasa

tunggal,

4 Zainal Abidin Ahmad, Membangun Negara Islam, (Yogyakarta: Pustaka Iqra, 2001), h. 18.

Page 50: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

40

b. Aristokrasi, yaitu kerajaan pemerintahan yang berada di tangan

sekelompok kecil orang-orang pilihan atas dasar keturunan atau

kedudukan,

c. Oligarki, yaitu pemerintahan yang dipegang oleh selompok kecil orang

kaya,

d. Demokrasi, yaitu negara diperintah lansung oleh seluruh warga negara

Namun dari sekian banyak pemerintahan, Ibnu Abi Arabi’ memilih

monarki atau kerajaan di bawah pimpinan seorang raja. Dia menolak bentuk-

bentuk lain pemerintahan. Alasan utama Ibnu Abi Rabi’ memilih monarki

sebagai bentuk pemerintahan yang terbaik adalah kenyakinannya bahwa

dengan banyak kepala, maka politik negara akan terus kacau dan sukar

membangun persatuan.5

B. Sistem Pemerintahan dalam Islam

Adapun sistem pemerintahan yang pernah di praktikan dalam Islam

sangan terkait dengan kondisi konseptual yang dialami oleh masing-masing

umat. Dalam rentang waktu yang sangan panjang sejak abad ke-7 masehi

hingga sekarang, umat Islam pernah mempraktikan beberapa sistem

pemerintahan yang meliputi sistem pemerintahan khilafah (khalifah

berdasarkan syura dan khalifah monarki), imamah, monarki, dan demokrasi.6

1. Sistem pemerintahan dalam piagam madinah

Sejarah menunjukan bahwa Nabi Muhammad saw, dan umat Islam,

selama kurang lebih 13 tahun di Mekah, terhitung sejak pengangkatan

Muhammad saw sebagai Rasul, belum mempunyai kekuatan dan kesatuan

politik yang menguasai suatu wilayah. Umat Islam menjadi satu komunitas

5 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran (Ed. V; Jakarta:

Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 1993), h. 46

6 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zana, Fiqih Siyasah, dan Pemikiran Politik Islam, h. 204

Page 51: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

41

yang bebas dan merdeka setelah pada tahun 622 M melakukan hijrah ke

Madinah, kota yang sebelumnya disebut Yastrib. Kalau di Mekkah mereka

sebelumnya merupakan umat lemah yang tertindas, di Madinah mereka

mempunyai kedudukan yang baik dan segera merupakan umat yang kuat dan

dapa berdiri sendiri.7

Komunitas Islam itu terdiri dari para pengikut Nabi yang datang dari

Mekah (Muhajirin) dan penduduk Madinah yang telah memeluk Islam serta

yang telah mengundang Nabi ke Madinah (Anshar). Di antara penduduk

Madinah terdapat juga komunitas lain, yaitu orang Yahudi dan sisa-sisa orang

Arab yang belum memeluk Islam. Umat Islam di Madinah merupakan bagian

dari masyarakat yang majemuk.8

Tidak lama sesudah hijrah ke Madinah, Muhammad saw membuat

suatu piagam politik untuk mengatur kehidupan bersama di Madinah yang

dihuni oleh beberapa macam golongan. Ia memandang perlu meletakkan

aturan pokok tata kehidupan bersama di Madinah agar terbentuk kesatuan

hidup di antara seluruh penghuninya. Kesatuan hidup yang baru dibentuk itu

dipimpin oleh Muhammad saw sendiri dan menjadi negara yang berdaulat.

Dengan demikian di Madinah Nabi Muhammad bukan lagi hanya mempunyai

sifat Rasul Allah, tetapi juga mempunyai sifat kepala negara.9

Dalam piagam itu dirumuskan prinsip-prinsip dan dasar-dasar tata

kehidupan bermasyarakat, kelompok-kelompok sosial Madinah, jaminan hak,

dan ketetapan kewajiban. Piagam Madinah itu juga mengandung prinsip

kebebasan beragama, hubungan antar kelompok, kewajiban mempertahankan

7 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: Universitas Indonesia,

1985), h. 92

8 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran, h. 10.

9 Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar 1945: Kajian

Perbandingan tentang Dasar Hidup Bersama dalam Masyarakat Yang Majemuk (Ed. 1: Cet. II;

Jakarta: Sinar Grafika, 2014), h. 2

Page 52: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

42

kesatuan hidup, dan sebagainya. Insiatif dan usaha Muhammad saw dalam

mengorganisir dan mempersatukan pengikutnya dan golongan lain, menjadi

suatu masyarakat yang teratur, berdiri sendiri, dan berdaulat yang akhirnya

menjadi suatu negara di bawah pimpinan Nabi Muhammad saw, sendiri

merupakan praktek siyasah, yakni proses dan tujuan untuk mencapai tujuan.10

Menurut hasil penelitian Suyuthi Pulungan, terdapat empat belas

prinsip yang terdapat dalam piagam Madinah khususnya berhubungan erat

dengan pemerintahan; prinsip umat, prinsip persatuan dan persaudaraan,

prinsip persamaan, prinsip kebebasan, prinsip hubungan antar pemeluk

agama, prinsip tolong menolong dan membela yang teraniaya, prinsip hidup

bertetangga, prinsip perdamaian, prinsip pertanian, prinsip musyawarah,

prinsip keadilan, prinsip pelaksanaan hukum, prinsip kepemimpinan, dan

prinsip ketaqwaan, al-amru bil ma’ruf wannahyu ȧni-munkar.11

Prinsip-prinsip pokok Piagam Madinah sebagaimana dicontohkan dan

dipraktekkan oleh Rasulullah saw. merupakan sistem politik dan bentuk

pemerintahan yang harus dipedomani oleh umat Muslim. Sistem tersebut

sesungguhnya merupakan prinsip-prinsip ajaran umum dalam menjalankan

roda pemerintahan. Menyangkut soal mekanisme dan bentuk yang

diinginkan umat Islam dalam konteks kehidupan umat Islam selanjutnya,

tidak ada acuan normatif yang ditetapkan dalam al-Qur’an maupun Hadis.

Hal ini menyebabkan beragamnya sistem maupun bentuk politik umat

Islam, disesuaikan dengan kebutuhan dan konteks zamannya. Intisari yang

tetap dan perlu diambil dari prinsip umum di atas, dalam menjalankan

pemerintahan adalah ,hubungan demokratis antara umat dan negara. Prinsip-

prinsip Piagam Madinah yang sangat relevan untuk diterapkan dalam konteks

10 Suyuthi Pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah Ditinjau dari

Pandangan Al-Qur’an, (Jakarta: Rajawali Pers, 1996), h. 5.

11 Suyuthi Pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah Ditinjau dari

Pandangan Al-Qur’an, h. 121

Page 53: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

43

kekinian adalah menyangkut egalitarialisme, penghargaan kepada orang

berdasarkan prestasi (bukan prestasi seperti keturunan, kesukuan, ras dan

lain-lain), keterbukan partisipasi seluruh anggota masyarakat, dan penentuan

kepemimpinan melalui pemilihan umum, bukan berdasarkan keturunan.12

Dalam Piagam Madinah menyatakan bahwa mukminin-muslimim

merupakan satu ummah (umat) yang berbeda dari manusia lain. Kata umat

digunakan untuk menyebutkan populasi orang-orang yang telah masuk Islam,

tanpa melihat suku, asal-usul, ras, kedudukan sosial, dan sebagainya. Asal

sudah masuk Islam, dari manapun asalnya, seseorang disebut mukmin dan

muslim.13

Dalam al-Qur’an kata ummah dan jamaknya ummah disebutkan

sebanyak 64 kali, 52 kali diantaranya disebut dalam bentuk tunggal (mufrad)

dan digunakan untuk berbagai pengertian. Dari jumlah itu, sebagian besar

termasuk ke dalam ayat-ayat Makiyyah. Adapun dalam ayat-ayat Madaniyah

hanya 17 kali kata ummah disebutkan al-Qur’an. Hampir semua kata ummah

dalam ayat-ayat Makkiyah berarti bangsa, bagian dari bangsa atau generasi

dalam sejarah. Selain untuk pengertian tersebut, kata ummah juga bermakna

kelompok, agama (tauhid), waktu yang panjang, kaum, pemimpin, pemimpin,

orang-orang kafir, dan manusia seluruhnya. Menurut Quraish shihab yang

dikutip dalam Muhammad Iqbal, dalam kata ummah terselip makna-makna

yang cukup dalam. ummah mengandung arti gerak dinamis, arah, waktu,

jalan yang jelas serta gaya dan cara hidup. Ini berarti bahwa unuk menuju

12 Nurcholish Madjid, Memberdayakan Masyarakat, Menuju Negeri yang Adil, Terbuka dan

Demokratis, (Jakarta: Paramadina, 1996), h. 7

13 Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar 1945: Kajian

Perbandingan tentang Dasar Hidup Bersama dalam Masyarakat Yang Majemuk, h. 8

Page 54: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

44

suatu arah, harus jalannya, serta harus bergerak maju dengan gaya dan cara

tertentu, pada saat yang sama membutuhkan waktu untuk mencapainya.14

Maka dari ayat-ayat al-Qur’an dan Piagam Madinah di atas dapat

dicatat beberapa ciri yang menggambarkan ummah (Islam). Yaitu:

a. Ummah memiliki kepercayaan kepada Allah swt dan keyakinan kepada

Nabi Muhammad saw sebagai nabi terakhir, memiliki kitab yang satu (al-

Qur’an) dan bentuk pengabdian yang satu kepada Allah swt dan arah

kiblat yang satu pula (Ka’bah). Mereka mangikuti Syariat yang

diturunkan Allah swt melalui Nabi Muhammad saw. Pendek kata,

anggota ummah diikat oleh Islam. Ini yang membedakan dengan

kelompok- kelompok lainnya.

b. Islam yang memberikan identitas pada ‘ummah mengajarkan semangat

universal. al-Qur’an menjelaskan bahwa manusia seluruhnya adalah

sama. Tidak pada perbedaan manusia atau kelompok dengan manusia

atau kelompok lainnya, kecuali ketakwaan (QS al-Hujurāt/49:13).

ن ذكر وأنثى وجعلن كم م أيها ٱلناس إنا خلقن ئل شعوب كم ي إن أك ا وقباا رمكم لتعارفو

عليم خبير كم إن ٱلل أتقى ١٣عند ٱلل

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-

laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan

bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang

yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling

takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha

Mengenal”.

Karena, Islam tidak mengakui kasta, kelas sosial atau warna kulit sebagai

pembeda manusia. Konsekuensinya, universalitas Islam ini menolak

14 Muhammad Iqbal, Fiqih Siyasah:Kontekstual Doktrin Politik Islam, (Jakarta:

Prenadamedia Group, 2014), h. 208.

Page 55: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

45

pembatasan-pembatasan umatnya berdasarkan suku, kelompok

komunitas, dan batas-batas wilayah.

c. karena umat Islam bersifat universal, maka secara alamiah umat Islam

juga bersifat organik. Kesatuan organik ini diikat oleh semangat

persaudaraan seiman, sebagaiman dalam QS al-Hujurat/49:10.

قوا إنما ٱلمؤمنون إخوة فأصلحوا بين أخويكم وٱت ١٠رحمون ت لعلكم ٱلل

“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu

damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan

takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”

Persaudaraan dalam Islam tidak berdasarkan hubungan-hubungan

primordial seperti kekeluargaan, darah, dan keturunan.15

2. Sistem Kesultanan, Khilafah, dan Keemiran.

a. Kesultanan

Sultan dalam bahasa Arab adalah kata benda abstrak yang lebih

berarti kekuasaan atau pemerintah. Menurut Bernat Lewis, kata sultan

awalnya digunakan hanya sebagai suatu abstraksi dan tidak pernah orang.

Bahkan, belakangan ketika kata itu biasa untuk menunjukan orang,

terkadang kita masih menemukannya dalam pengertian sebagai suatu

abstraksi. Kelihatannya, kata tersebut pertama-tama telah diterapkan

secara informal untuk menunjuk menteri, gubernur, atau figur-figur

penting lainnya. Secara kebetulan ini merupakan contoh dari

kecenderungan umum dalam bahasa politik dimana kata-kata yang

dimaksudkan untuk menunjuk abstraksi menjadi sebutan-sebutan personal

dari para pemegang kedaulatan. Sebutan sebutan sultan konon telah

diberikan untuk pertama kalinya oleh khalifah Harun al-Rasyid kepda

wazirnya. Hal ini meragukan, tapi bukan suatu hal yang mustahil. Kita

15 Muhammad Iqbal, Fiqih Siyasah:Kontekstual Doktrin Politik Islam, h. 209

Page 56: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

46

menemukan bahwa kata tersebut kadang-kadang digunakan untuk

menunjuk khalifah-khalifah, baik dari Abbasiyah maupun Fathimiyah.16

Pada abad ke-10, kata ini telah menjadi sebutan yang berlaku umum,

walaupun masih secara informal, untuk menunjuk penguasa-penguasa dan

raja-raja independen yang digunakan untuk membedakan mereka dari

penguasa-penguasa dan raja-raja lain yang masih tunduk di bawah

kekuasaan pemerintah pusat yang efektif. Terdapat banyak rujukan

literatur, baik dalam puisi, surat, maupun narasi historis, yang

menunjukan penggunaan sebutan itu, tapi tidak ada uang atau prasasti

dimana sultan digunakan sebagai sebutan personal. Dari sini jelas bahwa

sebutan itu belum pernah diakui secara resmi. Sebutan sultan baru diakui

secara resmi pada abad ke-11 ketika digunakan oleh dinasti Turki yang

dikenal sebagai Saljuk Yang Agung, yang memakainya sebagai sebutan

utama.17

Dengan demikian Kesultanan Saljuk Yang Agung, gelar sultan

kemudian mengalami proses yang umum terjadi, yakni devaluasi dan

keruntuhan. Setelah orang-orang Saljuk, untuk sementara gelar sultan

diadopsi oleh orang-orang Khawariz sebagai klaim atas fungsi mereka

sebagai pengganti kesultanan Saljuk yang universal. Sejak saat itu, gelar

sultan juga digunakan oleh banyak dinasti lain. Tidak lama kemudian,

gelar sultan tidak lagi menjadi gelar yang secara eksklusif digunakan

untuk menunjuk para penguasa, tapi secara lebih luas juga digunakan

untuk putra-putra mahkota, bahkan untuk putri-putri mahkota. Dalam

penggunaan bahasa Turki Utsmani, gelar sultan yang ditempatkan setelah,

16 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zana, Fiqih Siyasah, dan Pemikiran Politik Islam, h. 234-

245 yang di kutip dari Bernard Lewis, Bahasa Politik Islam, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

1994), h. 73

17 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zana, Fiqih Siyasah, dan Pemikiran Politik Islam, h. 234-

245 yang di kutip dari Bernard Lewis, Bahasa Politik Islam, h. 73

Page 57: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

47

bukan sebelum nama pribadi yang digelarinya di berikan kepada putri-

putri para penguasa yang berdaulat atau putra mahkota yang diproleh atas

dasar keturunan. Cucu perempuan Turki Utsmani dari garis ibu

mempunyai gelar yang lebih kecil, hanim sulthan (sultan perempuan). Ibu

dari penguasa mempunyai gelar valide sulthan (sultan ibu) dan memiliki

kekuatan maupun kekuasaan sebagai pemimpin tertinggi rapa harem di

istana kerajaan.18

b. Khilafah

Secara literal, Khilafah berarti penggantian terhadap pendahulu, baik

bersifat individual maupun kelompok. Sedangkan secara neknis, khilafah

adalah lembaga pemerintahan Islam yang berlandaskan pada al-Quran

dan al-Hadits. Khilafah merupakan medium untuk menegakan al-Din

(agama) dan memajukan syariah. Berdasarkan pandangan tersebut, maka

muncullah suatu konsep yang menyatakan bahwa Islam meliputi Din wa

ad-Daulah (Agama dan Negara). Kata khilafah itu sendiri berasal dari

akar kata khalafa yang berarti menggantikan, mengikuti, atau yang datang

kemudian. Bentuk jama dari kata tersebut ada dua macam, yaitu khulafa

dan khalaif.19

Khilafah adalah pemerintahan Islam yang tidak dibatasi oleh teritorial,

sehingga kekhalifahan Islam meliputi berbagai suku dan bangsa. Ikatan

yang mempersatukan kekhalifahan adalah Islam sebagai agama. Pada

intinya khilafah merupakan kepemimpinan umum yang mengurusi

agama dan kenegaraan sebagai wakil dari Nabi Saw.20

Jabatan khalifah merupakan penggati Nabi Saw, dengan tugas yang

sama, yakni mempertahankan agama dan menjalankan kepemimpinan

18 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zana, Fiqih Siyasah, dan Pemikiran Politik Islam, h. 237

19 Syahrudin Siregar, Khilafah Islam dalam Pespektif Sejarah Pemikiran Ali Abdul Razik,

(Jurnal Sejarah Peradaban Islam Vol. 2 No. 1 tahun 2018), h, 125

20 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zana, Fiqih Siyasah, dan Pemikiran Politik Islam, h, 205

Page 58: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

48

dunia. Lembaga ini disebut khilafah (kekhalifahan). Orang yang

menjalankan tugas itu disebut khalifah.21 Tugas dari seoramg khalifah

menjadikan seorang pelindung bagi umat dan menjaga kelestarian alam

(ekosistem), sehingga khalifah dan umat harus bersatu dan saling

mencintai guna menjalankan kehidupan sesuai dengan syariat Islam dan

keberlangsungan hidup. Tugas khalifah dalam al-Quran biasa disebut

Imaratul Ardh (memakmurkan bumi) dan Ibadatullah (beribadah kepada

Allah).22

Sistem khilafah dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Sistem khilafah berdasarkan syura

Sistem pemerintahan Khilagah Islamiyah berdasarkan syura

pernah diperaktekan pada masa al-Khulafa ar-Rasyidun ketika

memimpin jumat Islam dibeberapa kawasan yang didasarkan pada

sistem musyawarah sebagai paradigma dasar kekuasaannya, Abu

Bakar al-Siddiq, Umar bin al-Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali

bin Abi Thalib telah menjalankan sistem pemerintahan yang

dilandasi oleh semangat musyawarah.23

Ciri yang menonjol dari sistem pemerintahan ini terletak pada

mekanisme musyawarah, bukan dengan sistem keturunan. Tidak

ada satupun dari empat khalifah tersebut yang menurunkan

kekuasannya kepada sanak kerabatnya. Musyawarah mejadi cara

yang ditempuh dalamk me njalankan kekuasaan sesuai dengan apa

yang diajarkan Rasulullah.24

2. Sistem Khalifah berdasarkan monarki

21 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zana, Fiqih Siyasah, dan Pemikiran Politik Islam, h, 206

22 Sunardi, Peran manusia Sebagai Khalifah Allah di Muka Bumi Perspektif Ekologis dalam

Ajaran Islam, (Jurnal Penelitian, Vol. 12 No. 2, Agustus 2018), h, 367

23 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zana, Fiqih Siyasah, dan Pemikiran Politik Islam, h, 206

24 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zana, Fiqih Siyasah, dan Pemikiran Politik Islam, h, 208

Page 59: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

49

Pasca berahirnya masa al-Khulafa ar-Rasyidun, kekhilafahan

dilanjutkan oleh Dinasti Bani Umayah dengan Muawiyah bin Abi

Sufyan sebagai khalifah pertama. Sejak saat itulah khilafah

Islamiyah yang susah berdasarkan syura digantikan dengan sistem

keturunan, menjadi negara kerajaan (monarki) mengikuti sistem

yang diberlakukan di Persia dan Romawi.25

Sistem khilafah monarki ini disebut oleh Antony Black dengan

khilafah patriomanial. Patriomanial yang dimaksud di sini adalah

sistem pemerintahan yang memberikan hak kepada pemimpin

untuk menganggap negara sebagai miliknya dan bisa diwariskan

kepada keluarganya (turun temurun) sementara rakyat dipandang

sebagai bawahan yang berada dibawah perlindungan dan

dukungannya.26

Berubahnya khilafah berdasarkan syura menjadi khilafah

monarki ini terjadi ketika Muawiyah melantik putranya, Yazid

sebagai khalifah atas saran Mughirah bin syu’bah. Lebih lanjut

Hasan Basri mengatakan, karena rencana inilah, kepala-kepala

negara menjadikan pemerintahan turun-temurun kepada putra-

putranya. Jika bukan karena ini, tentu sistem pemerintahan Islam

tetap musyawarah dan republik sampai hari kiamat. Khilafah

monarki berlangsung terus meskipun kekuasaan Bani Umayah

habis.27

Sistem khilafa monarki terus berlanjut hingga kekuasaan islam

dipegang oleh Turki Utsmani yang timbul di Istanbul pada 699

25 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zana, Fiqih Siyasah, dan Pemikiran Politik Islam, h, 208

dikutif dari Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran, (Jakarta: UI-

Press, 1993), h, 27

26 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zana, Fiqih Siyasah, dan Pemikiran Politik Islam, h, 208

27 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zana, Fiqih Siyasah, dan Pemikiran Politik Islam, h, 208

Page 60: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

50

H/1299 M yang dipimpin oleh Usman I yang kemudian dikenal

dengan sebutan Dinasti Utsmaniyah. Dinasti ini memerintah

hingga 1342 H/1924 M dengan khilafah terahir Abdul Hamid II.

Tak pelak lagi sejak Dinasti Umayyah hingga Turki Utsmani,

sistem pemerintahan Islam sudah bergeser sangat jauh dari

kekhalifahan yang berbasis syura menjadi khilafah monarki.28

c. Keemiran

Secara etimologi kata amir diturunkan dari kata amira yang berarti

menjadi amir. Kata amir disini bermakna pemimpin. Ben tuk plural dari

kata amir yaitu umara. Kata amir tidak ditemukan di dalam al-Qur’an,

yang ada hanya ulil amri. dalam kamus, kata umara diartikan seabagai

pemimpin dan ahli ilmu pengetahuan. Tapi di dalam teks-teks hadits Nabi

banyak digunakan kata amir. Bentuk amir disebut di dalam hadits tidak

kurang dari 40 kali, dan bentuk umara kurang lebih 24 kali. Bila

diperhatikan secara cermat, hadits-hadits tersebut menggambarkan

pentingnya peranan pemimpin dalam kehidupan masyarakat dan

pemimpin harus benar-benar memperjuangkan kepentingan rakyat.29

Istilah amir sebagai institusi kenegaraan dalam sejarah politik Islam

juga sangat populer. Dalam tradisi pemerintahan Islam, istilah amir ini

digunakan untuk kepentingan politik, khususnya jabatan-jabatan penting.

Dalam penggunaannya, kata amir ini ditambah dengan kata lainnya,

seperti amir al-mu’minin, amir al-muslimin, amir al-umara, dan amir

saja. Kata amir, juga biasa digunakan untuk gelar kepala pemerintahan di

daerah dan gelar untuk penguasa militer.30

28 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zana, Fiqih Siyasah, dan Pemikiran Politik Islam, h, 208-

209

29 J. Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah, (Jakarta: Rajawali,1995), h. 62-63.

30 J. Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah, h. 63.

Page 61: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

51

Penggunaan kata amir yang berati pemimpin Muslim adalah muncul

pertama kali dalam pertemuan di Balai Saqifah Bani Sa’adah. Pertemuan

ini sendiri merupakan pertemuan yang bersejarah. Hal ini karena dalam

pertemuan tersebut dihadiri oleh tokoh-tokoh elit muslim yang datang

dari Makkah dan Madinah. Adapun tujuan pertemuan yang dihadiri oleh

kaum Anshar dan Muhajirin tersebut adalah untuk memusyawarahkan

sosok pengganti pucuk pemimpin umat Islam berkaitan dengan wafatnya

Nabi Saw. Kaum Anshar mengusulkan: “dari kami seorang amir dan dari

kamu seorang amir”. Kaum Muhajirin menjawab, “kami adalah umara

dan kamu adalah sebagai wizara”. Akhirnya mereka sepakat memilih

Abu Bakar sebagai pengganti Nabi Saw. Namun demikian, ia tidak diberi

gelar amir melainkan Khalifah al-Rasul. Gelar amir al-Mukminin yang

setingkat dengan Khalifah al-Rasul digunanakan oleh Umar bin

Khattab.31

Pada masa Rasul dan Khulafa al-Rasyidun, penguasa daerah disebut

amil yang sinonim dengan kata amir. Selama pemerintahan Islam di

Madinah, amir dipergunakan untuk menyebut para komandan militer dan

komandan divisi militer, yaitu Amir al-jaisy. Pada gubernur yang mulanya

adalah para jendral yang menaklukkan daerah juga disebut amir. Pada

saat itu, penyebutan amir sebagai penguasa daerah mempunyai tugas

sebagai pengelola administrasi politik, pengumpulan pajak, dan sebagai

pemimpin agama. Kemudian masa pasca Rasul, tugasnya bertambah

meliputi pemimpin ekspedisi-ekspedisi militer, menandatangani

perjanjian damai, memelihara daerah taklukan Islam, membangun masjid,

31 J. Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah, h. 64.

Page 62: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

52

menjadi imam shalat dan khatib jumat, mengurus administrasi

pengadilan, dan ia bertanggungjawab kepada khalifah di Madinah.32

Dalam perkembangan pasca Khulafa‘ ar-Rasyidun fungsi amir

mengalami pergeseran, khususnya pada masa Dinasti Umaiyyah. Pada

masa ini, gelar amir hanya diperuntukkan bagi penguasa daerah provinsi

yang juga disebut wali (hakim, penguasa, pemerintah). Tugasnya pun

mulai dibedakan. Ia didampingi beberapa pejabat yang diangkat untuk

melaksanakan tugasnya, misalnya, seorang katib (sekretaris) atau lebih,

seorang hajib (pengawal), Shahib al-Kharaj (pejabat pendapatan), Shahib

al-Syurthah (pejabat kepolisian), Shahib al-Barid (pegawai kantor pos),

kepala keagamaan dan hakim. Amir juga diberi wewenang mengangkat

wakilnya di daerah-daerah atas persetujuan pemerintah pusat, yakni

khalifah. Tapi ada juga yang langsung diangkat oleh khalifah. Selain itu

amir juga bertugas mengawasi percetakan uang, mengatur sistem

penarikan pajak, memimpim delegasi untuk menyampaikan baiat kepada

khalifah yang baru diangkat, membangun sarana umum, dan

mengirimkan sebagian penghasilan daerah ke Damaskus sebagai pusat

pemerintahan.33

Kedudukan dan fungsi amir pada masa Daulah Bani Umayyah tidak

jauh berbeda dengan masa Daulah Abbasiyah. Pada masa pemerintahan

Abbasiyah, penguasa daerah atau gubernur juga disebut amir. Pada

umumnya tugas amir pada periode ini adalah mengelola pajak, mengelola

administrasi urusan sipil dan keuangan. Dalam menjalankan fungsinya, ia

didampingi oleh seorang pejabat keuangan yang disebut amil. Namun,

sejalan dengan perjalanan sejarah Daulah Abbasiyah itu sendiri, seorang

32 Tim Penyusun Depag. RI, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Depag RI, 1982), h.

77.

33 Amir, dalam H.A.R. Gibb et. Al., (ed), The Encyclopedia of Islam, Leiden: New Edition,

Vol I., W.J. Brill, 1979, h. 438-439.

Page 63: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

53

amir dalam posisinya sebagai penguasa daerah, ia membatasi diri untuk

berhubungan dengan pemerintah pusat, dalam hal ini khalifah. Bahkan

dalam perkembangannya lebih lanjut, beberapa amir memisahkan diri dari

pusat kekuasaan. Mereka kemudian mendirikan dinasti-dinasti kecil yang

berdaulat seperti dinasti-dinasti Aghlabid, Tahiri, Tulun, Samaniyah, dan

hamdaniyah. Gejala ini merupakan awal adanya disintegrasi politik

khalifah Abbasiyah. Pada masa ini, kata amir juga dipakai untuk

memberikan gelar bagi panglima tertinggi angkatan perang, yaitu dengan

sebutan amir al-umara.34

Penyebutan gelar amir juga dipakai untuk menyebut para pejabat

militer, khususnya pada masa pemerintahan Saljuk, Ayyubiyah dan

Mamluk. Demikian pula, Dinasti Umayyah di Spanyol para khalifahnya

hingga pada masa Abd. al-Rahman al-Nashr disebut juga dengan amir,

gelar yang sinonim untuk khalifah. Sedangkan gubernurnya disebut amil.

Raja-raja Murabitun di Afrika menggunakan gelar amir al-Muslimin. Para

gubernur Dinasti Fatimiyah juga disebut amil.35

Dalam perkembangan sejarah politik Islam, penyebutan bagi seorang

penguasa tidak semata dengan amir saja. Ada istilah lain yang juga

dipergunakan untuk memberi gelar bagi para pemegang kekuasaan saat

itu, yang disebut wulat al-amr, waliyul amr, dan ulil amr. Ketiga istilah

ini memiliki makna dan fungsi yang berbeda. Yang pertama berarti

pemerintah, yang kedua berarti orang yang memiliki wewenang dan

kekuasaan untuk mengemban suatu urusan atau tugas. Yang ketiga

diartikan dengan para pemimpin dan ahli ilmu pengetahuan. Waliyul amr

34 J. Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah, h. 65.

35 J. Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah, h. 66.

Page 64: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

54

oleh para ulama disamakan dengan istilah ulil amr yang disebut al-

Qur’an.36

36 J. Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah, h. 66.

Page 65: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

55

BAB IV

ANALISIS OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DAN

KETATANEGARAAN ISLAM

A. Otonomi Daerah di Indonesia Mengenai Hubungan Pusat dan Daerah

dalam Bidang Keuangan

Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia sudah diselenggarakan lebih

dari setengah abad. Otonomi daerah untuk pertama kalinya mulai

diberlakukan di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

tentang Pemerintahan Daerah yang hingga saat ini telah mengalami beberapa

kali perubahan. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia tersebut telah

mengakibatkan perubahan dalam sistem pemerintahan di Indonesia yang

kemudian juga membawa pengaruh terhadap kehidupan masyarakat di

berbagai bidang.

otonomi daerah merupakan posisi pemerintah dan masyarakat di suatu

daerah memiliki peranan yang penting dalam peningkatan kualitas

pembangunan di daerahnya masing-masing. Hal ini terutama disebabkan

karena dalam otonomi daerah terjadi peralihan kewenangan yang pada

awalnya diselenggarakan oleh pemerintahan pusat kini menjadi urusan

pemerintah daerah masing-masing. Gagasan pelaksanaan otonomi daerah

adalah gagasan yang luar biasa yang menjanjikan berbagai kemajuan

kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik. Namun dalam

realitasnya gagasan tersebut berjalan tidak sesuai dengan apa yang

dibayangkan.

Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia pada gilirannya harus

berhadapan dengan sejumlah tantangan yang berat untuk mewujudkan cita-

citanya. Tantangan dalam pelaksanaan otonomi daerah tersebut datang dari

Page 66: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

56

berbagai aspek kehidupan masyarakat. Diantaranya adalah tantangan di

bidang hukum dan sosial budaya. Adapun hubungan pemerintahan pusat dan

pemerintah daerah dalam penyelenggaraan otonomi daerah, penulis hanya

memberikan gambaran dalam bidang keuangan antara hubungan pusat dan

daerah.

Hubungan keuangan antara pusat dan daerah sangan menetukan

kemandirian otonomi darah. akan tetapi, yang umum di persoalkan adalah

terbatasnya jumlah yang dimiliki daerah dibandingkan dengan yang dimiliki

pusat. Dari berbagai kenyataan mengenai hubungan keuangan antara pusat

dan daerah, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.1

Dalam penyelenggaran sebagian urusan pemerintahan, pemerintah

daerah pempunyai kewajiban dalam pengelolaan keuangan daerah yang

meliputi pengelolaan dana secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel,

menyingkronkan pencapaian sasaran program daerah dalam APBD dengan

program pemerintah pusat, dan melaporkan realisasi pendanaan urusan

pemerintahan yang ditugaskan sebagai pelaksanaan dari tugas pembantuan.2

Berdasarkan pasal 279 Undang-undang Nomor 23 Tahuh 2014

tentang pemerintahan daerah, hubunghan bidang keuangan antara pusat dan

pemerintahan daerah meliputi;

1. Pemerintah Pusat memiliki hubungan keuangan dengan Daerah untuk

membiayai penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang diserahkan

dan/atau ditugaskan kepada Daerah.

1 Utang Rosidin, Otonomi Daerah dan Desentralisasi: Dilengkapi Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2004 dan Perubahan-perubahannya. (Bandung: Pustaka Setia. 2010), h. 156

2 Andi pangeran Moenta dan Syafa’at Anugrah Pradana, Pokok-pokok Hukum Pemerintahan

Daerah, (Depok; PT Raja Grapindi, 2018), h. 144

Page 67: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

57

2. Hubungan keuangan dalam penyenggaran Urusan Pemerintahan yang

diserahkan kepada pusat sebagai dimaksdu pada ayat (1) meliputi;

a. Pemberian sumber penerimaan Daerah berupa pajak daerah dan

retribusi daerah.

b. pemberian dana bersumber dari perimbangan keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Daerah.

c. Pemberian dana penyelenggaraan otonomi khusus untuk

Pemerintahan Daerah tertentu yang ditetapkandalam Undang-

Undang, dan

d. pemberian pinjaman dan/atau hibah, dana darurat,dan insentif

(fiskal)

3. hubungan keuangan dalam penyelenggaran urusan pemerintahan yang

ditugaskan kepada daerah sebagaimana dimaskud pada ayat (1)

disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan pemerintahan yang

ditugaskan sebagai pelaksanaan dari Tugas Pembantuan.

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai hubungan keuangan Pemerintahan

pusat dan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)

diatur dengan undang-undang.3

Karena anggaran daerah merupakan realisasi kebijakan fiskal, dan

kebijakan ini termasuk dari bagian kebijakan pemerintah daerah dalam

pembangunan, kebijakan penganggaran daerah harus ditangani dengan

sebaik-baiknya. Pengumpulan dan penggunaan dana harus disesuaikan

dengan kebutuhan pembangunan daerah. Pendapat pemerintah daerah harus

selalu meningkat, sedangkan pengeluaran harus dilakukan seeifisien

mungkin. Seluruh proses anggaran harus terkordinasi dengan rapi sehingga

mampu membiayai pembangunan. Fungsi pengeluaran adalah

mengalokasikan dana-dana kepada badan-badan pemerintah daerah sehemat

3 Lihat Undang-undang No. 23 Th 2014 tentang Pemerintahan daerah.

Page 68: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

58

mungkin. Untuk itu dilakukan supervisi dengan ketat dan pengendalian

terhadap penggunaan dana sehingga sumber-sumber dana daerah dapat

dimanfaatkan dengan baik.

Berdasarkan pasal 285 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014

tentang Pemerintahan Daerah, sumber pendapatan daerah terdiri atas;

1. Sumber pendapatan daerah terdiri atas;

a. Pendapatan asli daerah meliputi;

1. Pajak darah

2. Retribusi daerah

3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan

4. Lain-lain asli pendapatan daerah yang sah.

b. Pendapatan transfer dan

c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.

2. pendapatan transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

meliputi:

a. Transfer pemerintahan pusat terdiri atas:

1. Dana perimbangan

2. Dana otonomi khusus

3. Dana keistimeawaan

4. Dana desa

b. Transfer antar daerah terdiri atas;

1. Pendapatan bagi hasil dan

2. Bantuan keuangan.4

4 Lihat Undang-undang No. 23 Th 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Page 69: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

59

Hubungan pemerintah pusat dan daerah bukanlah permasalahan yang

baru di Indonesia akan tetapi problem masa lalu yang hingga saat ini belum

terselesaikan, meskipun waktu yang lebih dari cukup telah terlewati akan

tetapi bukan berarti tidak ada usaha sama sekali dalam menangani masalah

tersebut. Telah banyak usaha yang dilakukan pemerintah, namun sampai saat

ini belum kunjung terselasaikan, permasalahan hubungan antara pemerintah

pusat dan daerah telah banyak Undang-undang yang mengatur sampai saat ini

ternyata tidak kunjung terselesaikan juga, pemerintahan yang sentralistik

maupun pemerintahan yang demokratis telah di praktekan di negara ini yang

tentunya melahirkan berbagai pandangan dan penilaian masing-masing.

Kondisi yang terjadi di Indonesia saat ini yang terkait dengan

pelaksanaan otonomi daerah adalah sebuah permasalahan yang cukup serius,

setidaknya ada beberapa motif yang melatar belakangi seperti,

keterjangkauan, efisiensi keamanan, dan ekonomi. Dalam implementasi

otonomi daerah setidaknya harus memperhatikan persoalan keterjangkauan,

terutama dari segi pelayanan terhadap masyarakat yang terkait pada persoalan

wilayah dan tata letak, persoalan efisiensi yang terkait dengan persoalan

biaya jarak. Hal tersebut yang harus mendapat perhatian besar dalam

pelaksanaan otonomi daerah disamping dua hal yang strategis keamanan dan

ekonomi yang juga harus mendapat perhatian. Disamping hal tersebut,

Indonesia juga harus memikirkan hal yang strategis terutama pemerintah

yang ada di pusat, dimana yang terjadi saat ini pemerintah pusat yang

memiliki urusan yang terlalu banyak sehingga tidak satupun yang

terselesaikan dengan baik, pusat mengurus sampai pada urusan yang bersifat

teknis yang ada di daerah, pemerintah seharusnya memikirkan yang strategis

dan terfokus.

Page 70: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

60

B. Pandangan Fiqh Siyasah Terhadap Pengelolaan Keuangan dan

Hubungan Pemerintahan Pusat dan Daerah

1. pengelolaan keuangan

Menurut Imam Al-Mawardi pengelolaan keuangan negara

dilaksanakan melalui dua bentuk, yaitu: Bait al-Mal dan kebijakan fiskal.

Pertama, Bait al-Mal adalah konsep yang diperkenalkan oleh Rasulullah

SAW yang mengelola keuangan negara melalui pengumpulan semua hasil

yang didapatkan oleh negara dan perbelanjaannya melalui pos-pos yang telah

ditetapkan oleh syariat.5 Bait al-Mal sendiri mirip dengan lembaga

Kementerian Keuangan dalam konteks Indonesia.6 Dalam Bait al-Mal

terdapat semacam direktorat APBN yang bertugas menyiapkan APBN,

direktorat pengendalian harta negara, dan direktorat pengawasan seperti BPK.

Bait al-Mal dalam mengelola keuangan negara berperan untuk

mengoptimalkan sumber-sumber keuangan negara, seperti harta miliki umum

(air, tanah, tambang, dll), harta milik negara (fai’, ghanimah atau instrumen

pajak), Kekayaan pribadi dari masyarakat seperti zakat.7

Kedua, kebijakan fiskal merupakan salah satu perangkat kebijakan

ekonomi makro dan merupakan kebijakan utama pemerintah yang

diimplementasikan melalui APBN. Tujuan kebijakan fiskal menurut Imam

Al-Mawardi adalah untuk menyejahterakan rakyat dan untuk meningkatkan

5 Zulkadri, “Keuangan Publik Perspektif Imam Al-Mawardi dalam Kitab Al-Ahkam As-

Sulthaniyyah WA Al-Wilayat Ad-Diniyah”, KHOZANA: Jurnal Ekonomi dan Perbankan Islam, I, 2

(Juli, 2018), h. 233.

6 Ali Fikri, Wawasan Islam dan Ekonomi Sebuah Bunga Rampai, (Jakarta: LPFE UI, 1997),

h., 35.

7 Zulkadri, “Keuangan Publik Perspektif Imam Al-Mawardi dalam Kitab Al-Ahkam As-

Sulthaniyyah WA Al-Wilayat Ad-Diniyah”, KHOZANA: Jurnal Ekonomi dan Perbankan Islam, I, 2

(Juli, 2018), h. 233.

Page 71: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

61

pendapatan nasional. Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah tidak boleh

mendzalimi rakyat, seperti mewajibkan pajak diatas kemampuan rakyat dan

menggunakan cara-cara yang bertentangan dengan syariat Islam.8

Menurut Ibn Khaldûn, penetapan pajak harus didasarkan pada prinsip

keadilan yang sesuai dengan syariah.9 Seperti pada pajak, tanah, kharâj,

jizyah, dan lain-lain. Semua itu memiliki batas yang tidak dapat dilebihkan.

Sementara dimasa al-Khulafa ar-Rasyidun, keuangan negara lebih banyak

bersumber kepada Zakat di dalam segala macamnya. Tetapi setelah wilayah

negara semakin luas yang meliputi tiga benua yang besar dan kepentimgan

negara bertambah banyak, maka sumber keaungan negara bukan lagi semata-

mata pada zakat akan tetapi dipusatkan pada kharaj yang bisa disebut dengan

pajak tanah dan didalam susunannya terdapat departemen perpajakan (diwan

al-Kharaj) atau departemen keuangan (baitul mal)10.

Demi mewujudkan kesejahteraan bagi segenap rakyat diperlukan dana

yang cukup dalam melakukan pembangunan diberbagai bidang. Dalam upaya

untuk pembangunan negara pemerintah dapat menghimpun dana melalui tiga

cara berikut, yaitu:11

8 Zulkadri, “Keuangan Publik Perspektif Imam Al-Mawardi dalam Kitab Al-Ahkam As-

Sulthaniyyah WA Al-Wilayat Ad-Diniyah”, KHOZANA: Jurnal Ekonomi dan Perbankan Islam, I, 2

(Juli, 2018), h. 236.

9 Ibn Khaldûn, Muqaddimah, Edisi Indonesia, pener, Ahmad Thaha, (Jakarta: Pustaka

Firdaus, 2000), h. 348.

10 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zana, Fiqih Siyasah, dan Pemikiran Politik Islam,

(Jakarta: Erlangga 2008), h, 359 yang dikutip dari Zainal Abidin Ahmad, Ilmu Politik Islam III:

Sejarah Islam dan Ummatnya Sampai Sekarang Perkembangan dan Zaman Kezaman, (Jakarta: Bulan

Bintang,1977), h, 268.

11 Muh. Fudhail Rahman, “Sumber-Sumber Pendapatan dan Pengeluaran Negara Islam”, Al-

Iqtishad, V, 2 (Juli, 2013), h. 244.

Page 72: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

62

a. Bisnis.

Dalam rangka menghimpun dana dengan tujuan untuk

menyejahterakan rakyat, negara dapat melakukan bisnis seperti

mendirikan perusahaan, misalnya mendirikan Badan Usaha Milik Negara

(BUMN). Dengan mendirikan BUMN diharapkan dapat menghasilkan

keuntugan yang besar dan memberikan pemasukan kedalam sumber

keuangan negara.

b. Pajak.

Pajak merupakan cara yang umum dilakukan oleh setiap negara di

dunia dalam upayanya menghimpun dana. Dalam Islam hal yang paling

penting dalam pajak adalah distribusi yang harus berdasarkan pada asas

netralitas dan penyamarataan. Selain itu dalam penetapan pajak harus

didasarkan pada prinsip keadilan yang sesuai dengan syariah.

c. Meminjam Hutang.

Dalam kehidupan penyelenggaraan negara saat ini, hutang lazim

menjadi salah satu sumber keuangan negara. Hutang yang dimaksud di

sini tentunya hutang yang ditujukan untuk pembangunan negara. Jika

dalam upaya pembangunan negara tidak ada dana yang culup, maka

proses pembangunan negara akan sulit dilaksanakan. Maka dari itu

hutang dapat menjadi solusi yang tepat bagi sumber keuangan

pembangunan negara.

Agar dalam pengelolaan keuangan negara tidak terjadi penyimpangan,

maka diperlukan transparansi dan akuntabilitas keuangan negara.

Transparansi keuangan negara merupakan salah satu persyaratan untuk

mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih, dan bertanggungjawab.

Begitupun dengan akuntabilitas merupakan sarana bagi pemerintah dalam

kapasitasnya sebagai pengelola keuangan negara untuk mempertanggung

jawabkan tugasnya untuk menyejahterakan rakyat. Maka dari itu keuangan

Page 73: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

63

negara harus dapat memberikan informasi yang jelas mengenai tujuan,

sasaran, hasil, dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan

yang dianggarkan dan penggunaan dananya pun harus dapat dipertanggung

jawabkan.

sistem pendistribusian harta yang menjadi tanggung jawab lembaga

keuangan negara dikelola berdasarkan kondisi keuangan yang ada dan

wewenang lembaga ini dalam mendistribusikannya sesuai dengan tujuan

masingmasing. Bagi al-Mawardi,12 tanggung jawab institusi keuangan atas

penerimaan negara harus didistribusikan untuk kepentingan masyarakat.

Dalam pandangan al-Mawardi,harta yang menjadi hak institusi keuangan

diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu harta yang hanya disimpan dalam

perbendaharaan kas negara untuk tujuan tertentu, dan harta yang menjadi aset

keuangan pemerintah yang diperoleh dari berbagai sumber penerimaan

Negara.

Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa pendapatan keuangan

negara dan perbelanjaannya dilaksanakan melalui pos-pos terpisah sesuai

dengan kebutuhannya masing-masing. Jika satu pos kategori tertentu

anggarannya kurang maka anggaran dari pos lain dapat dipinjam untuk

memenuhi anggaran pos yang kurang tadi. Menurut Al-Mawardi institusi

yang mengelola penerimaan keuangan negara harus mendistribusikan

keuangan negara tersebut untuk kepentingan rakyat. Al-Mawardi yang

menayatakan bahwa keuangan negara harus dipergunakan untuk melindungi

tujuan syari’ah (agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta) yang tujuannya

adalah demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu cara

pengelolaan keuangan negara adalah melalui zakat. Keuangan negara

12 Al-Mawardi, Al-Ahkam al-Sulthaniyah wa-Wilayat al-Diniyah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1996),

h, 213

Page 74: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

64

didistribusikan untuk kepentingan rakyat melalui metode zakat yang

diserahkan kepada masyarakat yang termasuk dalam 8 golongan. Tujuannya

adalah untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang akan berefek pada

tingkat kesejahteraan negara itu sendiri.

2. Otonomi dalam pandangan fiqh siyasah mengenai Hubungan

Pemerintahan Pusat dan pemerintah Daerah

Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan

otonomi maka perlu memperhatikan hubungan antara susunan pemerintahan

pusat dan pemerintahan daerah. Potensi dan keanegaramaan daerah, aspek

hubungan wewenang, memperhatikan kekuasaan, dan keragamaan daerah

dalam sistem Negara Kesatuan. Aspek hubungan keuangan, pelayanan

umum, pemamfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya

dilaksanaakn secara adil dan selaras.

Mengenai hubungan pusat dan daerah, dalam piagam itu dirumuskan

kedaalam prinsip-prinsip dan dasar-dasar tata kehidupan bermasyarakat,

kelompok-kelompok sosial Madinah, jaminan hak, dan ketetapan kewajiban.

Piagam Madinah itu juga mengandung prinsip hubungan antar kelompok,

kewajiban mempertahankan kesatuan hidup, dan sebagainya. Insiatif dan

usaha Muhammad saw dalam mengorganisir dan mempersatukan

pengikutnya dan golongan lain, menjadi suatu masyarakat yang teratur,

berdiri sendiri, dan berdaulat yang akhirnya menjadi suatu negara di bawah

pimpinan Nabi Muhammad saw, sendiri merupakan praktek siyasah, yakni

proses dan tujuan untuk mencapai tujuan.13

13 Suyuthi Pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah Ditinjau dari

Pandangan Al-Qur’an, (Jakarta: Rajawali Pers, 1996), h. 5.

Page 75: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

65

Bahwa setiap pemerintahan baik pusat maupun daereah pasti harus

memiliki hubungan satu dengan yang lainnya, seperti hubungan kewenangan,

hubungan pengawasan, dan hubungan keuangan. Agar ada kontrol dari tiap-

tiap pemerintahan dalam menjalankan kekuasaannya antar pemerintahan

pusat dan pemerintahan yang ada di daerah, terutama dalam hubungan

keuangan pusat dan daerah. Keuangan yang menjadi sumber untuk

meningkatkan kesejahtraan daerah-daerah yang mempunya tanggung jawab

kepada pemerintah pusat.

Terutama dalam sebuah negara kesatuan pasti ada hubungan antar

pemerintahan pusat dan daerah, seperti wilayah Islam pada masa Nabi

Muhammad Saw itu terbagi kedalam 10 daerah, sementara di masa khalifah

Abu Bakar ditambah menjadi 12 daerah administratif, maka masa khalifah

Umar bin Khattab jumlahnya diperkecil, tetapi dengan isi lebih luas, yakni

menjadi daerah-daerah otonomi yang memiliki badan-badan kekuasaan

lengkap mulai dari al-Imarah al-Khasah yang bersifat kolegial, menjadi

wilayah al-Ammah yang memiliki hak-hak otonomi dan hak melaksanakaan

peraturan-peraturan.14

Pemerintahan daerah merupakan tingkat pemerintahan yang

mempunya kekuasaan ditingkat daerah, dan miniatur pemerintahan negara.

Hanya saja kedudukannya menyerupai kadhi, kalau dilihat dari segi

pelimpahan kekuasaan dan sisi pandangan umum. Namun dari pandangan

kerjanya pemerintahan daerah lebih khusus karena kekuasaannya terbatas

pada daerah otonom. Dapat diketahui bahwa islam tidak hanya mengatur dan

menetukan secara eksplisit tentang bentuk pemerintahan suatu negara, daerah

atau wilayah. Tetapi islam hanya memberikan gambaran bahwa apapun

14 Zainal Abidin Ahmad, Membangun Negara Islam, (Yogyakarta: Pustaka Iqra, 2001), h.181

Page 76: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

66

bentuk corak pemerintahan suatu negara, hanya mempunya suatu tujuan yaitu

mencapai kemaslahatan umat. Dan tugas terpenting dari pemerintahan adalah

memajukan pembangunan terutama dalam bidang ekonomi demi

meningkatkan tarif hidup masyarakatnya.

Dalam ketatanegaran Islam, tujuan dari pemerintahan adalah untuk

memperhatikan dan mengurus persoalan-persoalan duniawi, misalnya

menghimpun suber-sumber dana yang sah dan menyalurkan kepada yang

berhak, mencegah timbulnya kezaliman atau kerusuhan dan lain sebagainya.

Persoalan-persoalan duniawi tersebut mempunyai satu muara yaitu

pemerintahannya harus mampu membawa masyarakatnya untuk mencapai

kebahagiaan yang hakiki untuk akhirat kelak.

Page 77: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

67

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dan penelitian terhadap permasalahan

maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut;

1. Penyelenggaran otonomi daerah di Indonesia itu diatur berdasarkan

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah

dengan menggunakan asas desentralisasi, asas dekonsentrasi, dan tugas

pembantuan. Adapun hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah

dalam bidang keuangan yaitu pemerintah pusat memiliki hubungan

keuangan dengan daerah untuk membiayai penyelenggaran urusan

pemerintahan yang diserahkan pusat kepada daerah. Hubungan keuangan

dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang diserahkan kepada

daerah meliputi pemberian sumber penerimaan daerah berupa pajak

daerah dan retribusi daerah, pemberian dana yang bersumber dari

perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pemberian

dana penyelenggaran otonomi khusus untuk pemerintahan daerah tertentu

yang ditetapkan dalam undang-undang, dan pemberian pinjaman atau

hibah, dana darurat dan insentif (fiskal).

2. Otonomi daerah dalam pandangan fiqh siyasah mengenai pengelolaan

keuangan dan hubungan antar pemerintahan pusat dan pemerintah daerah

yaitu:

a. Pengelolaan keuangan dalam islam itu dilaksanakan dalam dua

bentuk, yaitu; Bait al-Mal dan kebijakkan fiskal. Pertama, Bait al-

Mal adalah konsep yang diperkenalkan oleh Rasulullah SAW yang

mengelola keuangan negara melalui pengumpulan semua hasil yang

didapatkan oleh negara dan perbelanjaannya melalui pos-pos yang

telah ditetapkan oleh syariat. Bait al-Mal sendiri mirip dengan

Page 78: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

68

lembaga Kementerian Keuangan dalam konteks Indonesia. Kedua,

kebijakan fiskal merupakan salah satu perangkat kebijakan ekonomi

makro dan merupakan kebijakan utama pemerintah yang

diimplementasikan melalui APBN

b. Sementara mengenai hubungan pemerintahan pusat dan daerah dalam

rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan

otonomi, maka perlu memperhatikan hubungan antara susunan

pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Potensi dan

keanegaramaan daerah, aspek hubungan wewenang, memperhatikan

kekuasaan, dan keragamaan daerah dalam sistem Negara Kesatuan.

Aspek hubungan keuangan, pelayanan umum, pemamfaatan sumber

daya alam dan sumber daya lainnya dilaksanaakn secara adil dan

selaras.

B. Saran

Dengan adanya pelaksaan otonomi daerah yang diatur dalam Undang-

undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, diharapkan

pembangunan ditiap-tiap daerah bisa berjalan dengan merata. Dalam artian

bahwa pembangunan tidak hanya terfokus pada daerah-daerah tertentu saja,

tetapi pembangunan harus diberikan secara merata keseluruh daerah-daerah

yang ada di Indonesia. Selain itu tingkat kesejahteraan di daerah harus lebih

diperhatikan lagi, terutama dari segi keuangan yang diberikan pemerintahan

pusat kepada daerah untuk mengurus daerahnya, agar tercapai suatu daerah

yang sejahtera dan mandiri.

Page 79: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

69

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abidin Ahmad, Zainal, Membangun Negara Islam, Yogyakarta: Pustaka Iqro, 2001.

Amiruddin dan Asikin, Zaina, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada, 2004.

Andi pangeran Moenta dan Syafa’at Anugrah Pradana, Pokok-pokok Hukum

Pemerintahan Daerah, Depok; PT Raja Grapindi, 2018.

Asshiddiqie, Jimly, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Ed. II; Cet. I;

Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

Busroh, Abu Daud, Ilmu Negara, Ed. I; Cet. VI; Jakarta: Bumi Aksara, 2009.

C.S.T. Kansil dan Christine Kansil, Sistem Pemerintahan Indonesia, Jakarta: Bumi

Aksara, 2008.

Chalid, Pheni, Otonomi Daerah: Masalah, Pemberdayaan, dan Konflik, Jakarta :

Kemitraan,2005.

E. Koswara, Otonomi Daerah: untuk demokrasi dan kemandirian rakyat, Jakarta:

Yayasan Parida, 2001,

Fauzi, Noer, dan R.Yando Zakaria, Mensiasati Otonomi Daerah. Yogyakarta:

Konsorsium pembaruan Agraria bekerjasama dengan INSIST “Press”. 2000,

Fikri, Ali, Wawasan Islam dan Ekonomi Sebuah Bunga Rampai, Jakarta: LPFE UI,

1997

Gaffar, Abdul, Karim, Kompleksitas Persoalan Otonomi Daerah di Indonesia,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.

Page 80: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

70

Huda, Ni’matul, Sejarah Ketatanegaraan Indonesia, pilihan atas federasi atau

negara kesatuan, Yogyakarta: UII Press, 2004.

Ibnu Syarif, Mujar, dan Zada, Khamami, Fiqh Siyasah “Doktrin dan Pemikiran

Politik Islam” Jakarta: Erlangga, 2008.

Iqbal, Muhammad, Fiqih Siyasah:Kontekstual Doktrin Politik Islam, Jakarta:

Prenadamedia Group, 2014.

Kariangan, hendra, Politik Hukum dalam Mengelola Keuangan Daerah, Jakarta:

kencana, 2013.

Kariangan, Hendra, Politik Hukum dalam mengelola keuangan daerah, Jakarta,

Kencana:2013.

Khaldûn, Ibn, Muqaddimah, Edisi Indonesia, pener, Ahmad Thaha, Jakarta: Pustaka

Firdaus, 2000

Madjid, Nurcholish, Memberdayakan Masyarakat, Menuju Negeri yang Adil,

Terbuka dan Demokratis, Jakarta: Paramadina, 1996.

Manan, Bagir, Hubungan Pusar dan Daerah Menurut UUD 1945, BandunG:Armico,

1998.

Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia, 1985.

Pulungan, Suyuthi, Prinsip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah Ditinjau

dari Pandangan Al-Qur’an, Jakarta: Rajawali Pers, 1996.

R.G Kartasapoetra, Sistematka Hukum Tata Negara, Jakarta: Bina Aksara, 1987.

Page 81: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

71

Rajab, Syamsuddin, Syariat Islam dalam Negara Hukum, Makassar: Alauddin Press,

2011.

Rosidin, Utang. Otonomi Daerah dan Desentralisasi: Dilengkapi Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 dan Perubahan-perubahannya, Bandung: Pustaka

Setia, 2010.

Sinemo, Nomensen, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, jakarta: PT Pustaka

Mandiri, 2010.

Sjadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran Ed. V;

Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia UI-Press, 1993.

Soehino, Ilmu Negara, Yogyakarta: Liberty, 2000.

Sukardja, Ahmad, Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar 1945: Kajian

Perbandingan tentang Dasar Hidup Bersama dalam Masyarakat Yang

Majemuk Ed. 1: Cet. II; Jakarta:Sinar Grafika, 2014

Sunardi, Peran manusia Sebagai Khalifah Allah di Muka Bumi Perspektif Ekologis

dalam Ajaran Islam, Jurnal Penelitian, Vol. 12 No. 2, Agustus 2018.

Sunindhia, Y.W, Praktek Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah, Jakarta: PT.

Rineka Cipta, 1996.

Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah, Jakarta: Rajawali, 1995.

Tim Penyusun Depag. RI, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Depag RI, 1982.

Ubedilah, Demokrasi, HAM,dan Masyarakat Madani,, Jakarta; Indonesia Center for

CivicEducation, 2000.

Page 82: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

72

widjaja, Haw, penyelenggaran otonomi di Indonesia, Jakarta; PT Raja Grapindo

persada, 2005.

Widjaja, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2002.

Worotikan, Ian, Otonomi Daerah: Peluang dan Tantangan, Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan, 1995.

Jurnal dan Lainnya.

Amir, dalam H.A.R. Gibb et. Al., (ed), The Encyclopedia of Islam, Leiden: New

Edition, Vol I., W.J. Brill, 1979

Harusi, Fikhan, Otonomi Daerah di Indonesia (study kasus daerah kota madya

depok), Fakultas Ushuluddin dan filsafat jurusan akidah filsafat program

study pemikiran politik islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006.

Ismira, Konsep Otonomi Daerah dalam Perspektif Hukum Islam, Fakultas Syariah

dan Hukum, program Hukum Pidana dan Ketatanegaran, UIN Alauddin

Makassar, 2017.

Kusriyah, Sri, Politik Hukum Penyelenggaraan Otonomi Daerah dalam Perspektif

Negara Kesatuan Republik Indonesia, Jurnal Pembaharuan Hukum Volume

III No. 1 April 2016.

Marsela, Reka, Pelaksanan Otonomi Desa Menurut Fiqh Siyasah, Fakultas Syariah

Jurusan Hukum Tana Negara, UIN Raden Intan Lampung, 2018.

Nadir, Sakinah, Otonomi Daerah dan Desentralisasi Desa, Jurnak Politik Profetik

Volum 1 Nomor 1 Tahun 2013.

Page 83: OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49538/1/DIDI AN… · OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

73

Rahman, Muh. Fudhail, Sumber-Sumber Pendapatan dan Pengeluaran Negara

Islam, Al-Iqtishad, V, 2 Juli, 2013.

Safitri, Sani, sejarah perkembangan otonomi daerah di Indonesia, jurnal criksetra,

volume 5, nomor 9 februari 2016.

Siregar, Syahrudin, Khilafah Islam dalam Pespektif Sejarah Pemikiran Ali Abdul

Razik, Jurnal Sejarah Peradaban Islam Vol. 2 No. 1 Tahun 2018.

Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Zulkadri, “Keuangan Publik Perspektif Imam Al-Mawardi dalam Kitab Al-Ahkam

As-Sulthaniyyah WA Al-Wilayat Ad-Diniyah”, KHOZANA: Jurnal Ekonomi

dan Perbankan Islam, I, 2 Juli, 2018