Osteoporosis Klmpk 7

51
Tugas Keperawatan Medikal Bedah II Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Osteoporosis Oleh kelompok: Putri Pandu P. 010510902 B Pratiwi R I. 010510903 B Ni Putu Wulan PS. 010510904 B Ni Luh Putu Dewi P. 010510905 B Dosen Pembimbing : Baskoro S. P. S. kep., Ns.

description

Osteoporosis Klmpk 7

Transcript of Osteoporosis Klmpk 7

Tugas Keperawatan Medikal Bedah II

Tugas Keperawatan Medikal Bedah II

Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Osteoporosis

Oleh kelompok:

Putri Pandu P.

010510902 B

Pratiwi R I.

010510903 B

Ni Putu Wulan PS.010510904 B

Ni Luh Putu Dewi P.010510905 B

Dosen Pembimbing :

Baskoro S. P. S. kep., Ns.

Program Studi S1 Ilmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

Tahun 2007-2008

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiratan Tuhan Yang Maha Esa karena atas anugerah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Medikal Bedah II yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Osteoporosis dengan baik dan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Tidak lupa kami berterima kasih kepada dosen mata ajar Keperawatan Medikal Bedah II yang memberi masukan berupa ilmu, serta semua pihak yang telah membantu memberikan saran dan dukungan sehingga makalah ini bisa diselesaikan.

Osteoporosis merupakan salah satu penyakit jantung yang sering terjadi pada usia lanjut baik wanita maupun pria.Osteoporosis tulang keropos dapat menyebabkan komplikasi-komplikasi lebih lanjut dan dapat berpengaruh pada kondisi fisik dan psikis klien. Ditambah lagi dengan insiden yang sangat tinggi di seluruh dunia, mengharuskan adanya penanganan yang tepat. Oleh karena itu dalam makalah ini, akan dibahas lebih lanjut mengenai asuhan keperawatan pada klien dengan osteoporosis.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna serta masih memerlukan banyak perbaikan. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membantu sangat kami harapkan dari semua pihak demi terciptanya makalah yang lebih baik. Akhirnya dengan segala kekurangan yang ada kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Terima kasih

Surabaya, 25 September 2007

Penulis

DAFTAR ISI

1. Kata Pengantar....i

2. Daftar Isiii

3. BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang1

1.2. Rumusan Masalah...1

1.3 Tujuan.....2

4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Osteoporosis...3

2.2 Patofisiologi Osteoporosis...4

2.3 WoC.9

2.4 Penatalaksanaan..10

2.5 Asuhan Keperawatan..........15

5. BAB 3 PENUTUP

3.1 Simpulan.........................................................................................................30

3.2 Saran...............................................................................................................30

6. Daftar Pustaka...............................................................................................................iii

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Osteoporosis identik dengan tulang yang keropos menurut pemahaman masyarakat awam. Dalam arti sebenarnya pemahaman tersebut tidak dapat disalahkan karena secara garis besar cakupan osteoporosis adalah penurunan massa tulang. Berkurangnya ketebalan tulang, dan hal-hal lain yang sejenis. Proses terjadinya osteoporosis sendiri sudah dimulai sejak usia 40 tahun.

Insiden osteoporosis dapat dijumpai tersebar diseluruh dunia dan hingga saat ini masih merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat terutama di negara berkembang. Penderitanya mencapai 50% penduduk yang usianya 75 80 tahun, yang 16 25% - nya adalah wanita post menopause. Dari pasien pasien tersebut, ( 1,5 juta orang mengalami fraktur tiap tahunnya, yang antara lain mengenai tulang femur bagian proksimal sebanyak 200 ribu orang dan fraktur vertebra menyerang sekitar 500 ribu orang. Fraktur panggul merupakan keadaan yang paling berat pada penderita osteoporosis dan akan mengakibatkan kematian sebanyak 10 15% tiap tahunnya, lebih dari 50% fraktur panggul terancam ketergantungan hingga 25% diantaranya memerlukan bantuan tenaga terlatih. Disinilah pentingnya peran perawat bagi penderita osteoporosis.

Populasi yang rentan terhadap fraktur adalah para lanjut usia, pada kelompok usia diatas 85 tahun, utamanya bagi mereka yang tidak melakukan tindakan pencegahan terhadap osteoporosis pada waktu muda. Prosesnya akan semakin cepat, utamanya pada wanita post menopause. 1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari osteoporosis ?

2. Bagaimana patofisiologi dari osteoporosis ?

3. Bagaimana Web of Caution (WoC) dari osteoporosis ?

4. Bagaimana penatalaksanaan dari osteoporosis ?

5. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan osteoporosis ?

1.3 Tujuan

1. Mahasiswa dapat menjelaskan definisi dari osteoporosis

2. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami patofisiologi dari osteoporosis

3. Mahasiswa dapat mengetahui Web of Caution (WoC) dari osteoporosis

4. Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan dari osteoporosis

5. Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan

osteoporosis secara benar dan terampil

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Osteoporosis

Osteoporosis adalah suatu keadaan di mana terdapt pengurangan jaringan tulang per unit volume, sehingga tidak mampu melindungi atau mencegah terjadinya fraktur terhadap trauma minimal. Pengurangan massa tulang tersebut tidak disertai dengan adanya perubahan perbandingan antara substansi mineral dan organik tulang. Secara histopatologis, osteoporosis ditandai oleh berkurangnya ketebalan korteks disertai dangan berkurangnya jumlah maupun ukuran trabekula tulang. Dengan demikian tampaknya dari luar ukuran anatomis tulang tersebut dalam batas normal (Noer, 1996).

Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa tulang total. Terdapat perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang, mengakibatkan penurunan massa tulang total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah; tulang menjadi mudah fraktur dengan stress yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang normal. Osteoporosis sering mengakibatkan faktur kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan patah tulang Colles pada pergelangan tangan. Fraktur kompresi ganda vertebra mengakibatkan deformitas skelet. (Smeltzer dan Bare, 2001).

Osteoporosis dapat diklasifikasikan dalam 2 kelompok yaitu osteoporosis primer dan osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer terdiri dari osteoporosis postmenopausal dan osteoporosis senilis yang disebabkan kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan antara pembentukan tulang dan penghancuran tulang. Osteoporosis sekunder disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan seperti kortikosteroid, dan homon tiroid yang pemakaiannya berlebih, pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok dapat memperburuk keadaan ini. Selain itu ada pula osteoporosis juvenile idiopatik yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memilki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.

2.2 Patofisiologi Osteoporosis

Dalam keadaan normal, pada tulang kerangka akan terjadi suatu proses yang berjalan secara terus menerus dan terjadi secara seimbang, yaitu proses resorpsi dan proses pembentukan tulang (remodeling). Setiap perubahan dalam keseimbangan ini, misalnya apabila proses resorpsi lebih besar daripada proses pembentukan tulang, maka akan terjadi pengurangan massa tulang.

Sesudah manusia mencapai umur antara 40-45 tahun, baik wanita maupun pria akan mengalami proses penipisan tulang bagian korteks sebesar 0,3-0,5% setiap tahun, sedangkan tulang bagian trabekula akan mengalami proses serupa pada usia lebih muda. Pada wanita, proses berkurangnya massa tulang tersebut pada awalnya sama dengan pria, akan tetapi pada wanita sesudah menopause, proses ini akan berlangsung lebih cepat. Pada pria seusia wanita menopause, massa tulang akan menurun berkisar antara 20-30%, sedang pada wanita penurunan massa tulang berkisar antara 40-50%. Pengurangan massa tulang ini di berbagai bagian tubuh ternyata tidak sama. Dengan teknik pemeriksaan tertentu dapat dibuktikan bahwa penurunan massa tulang tersebut lebih cepat terjadi pada bagian-bagian tubuh sebagai berikut: metakarpal, kolum femoris, serta korpus vertebra, sedang pada bagian tubuh yang lain, misalnya: tulang paha bagian tengah, tibia dan panggul, mengalami proses tersebut secara lambat.

Pada osteoporosis, terjadi proses pengurangan massa tulang dengan mengikuti pola yang sama dan berakhir dengan terjadinya penipisan daerah korteks serta pelebaran lumen, sehingga secara anatomis tulang tersebut tampak normal. Titik krisis proses ini akan tercapai apabila massa tulang yang hilang tersebut sudah sedemikian berat sehingga tulang yang bersangkutan sangat peka terhadap trauma mekanis dan akan mengakibatkan terjadinya fraktur.

Bagian-bagian tubuh yang sering mengalami fraktur pada kasus osteoporosis adalah : vertebra, paha bagian proksimal dan radius bagian distal. Osteoporosis dapat terjadi oleh karena berbagai sebab, akan tetapi yang paling sering dan paling bayak dijumpai adalah osteroporosis oleh karena bertambahnya usia.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penurunan massa tulang pada lanjut usia yang dapat mengakibatkan fraktur osteoporotic adalah sebagai berikut:

1.Faktor genetik

Faktor genetik berpengaruh terhadap resiko terjadinya fraktur. Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat fraktur daripada seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal. Setiap individu mempunyai ketentuan normal sesuai dengan sifat genetiknya serta beban mekanis dan besar badannya. Apabila individu dengan tulang yang besar, sehubungan dengan lanjutnya usia, maka individu tersebut relatif masih mempunyai massa tulang lebih banyak daripada individu yang mempunyai tulang kecil pada usia yang sama.

2.Faktor mekanis

Pada umumnya aktifitas fisik akan menurun dengan bertambahnya usia : karena massa tulang merupakan fungsi beban mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya usia. Imobilitas juga memperparah osteoporosis. Pembentukan tulang dipercepat dengan adanya stress berat badan dan aktivitas otot. Ketika dimobilisasi dengan gips, paralisis, atau inaktivitas umum, tulang akan diresorpsi lebih cepat dari pembentukannya, dan terjadilah osteoporosis.

3.Faktor-faktor lain (Nutrisi dan Hormon)

Kalsium (Vit.D)

Kalsium, merupakan nutrisi yang sangat penting. Wanita-wanita pada massa peri menopause, dengan intake kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak baik, akan mengakibatkan keseimbangan kalsiumnya menjadi negative, sedang mereka yang intake kalsiumnya baik dan absorbsinya juga baik, menunjukkan keseimbangan kalsium positif. Dari keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa menopause ada hubungan yang erat antara intake kalsium dengan keseimbangan kalsium dalam tubuhnya. Pada wanita dalam masa menopause keseimbangan kalsiumnya akan terganggu akibat intake serta absorbsinya kurang serta ekskresi melalui urin yang bertambah.

Faktor nutrisi mempengaruhi pertumbuhan osteoporosis. Vitamin D penting untuk absorbsi kalsium dan untuk mineralisasi tulang normal. Diet mengandung kalsium dan vitamin D harus mencukupi untuk mempertahankan remodeling tulang dan fungsi tubuh. Asupan kalsium dan vitamin D yang tidak mencukupi selama bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang dan pertumbuhan osteoporosis.

Lansia menyerap kalsium diet kurang efisien dan mengekskresikannya lebih cepat melalui ginjalnya, maka, wanita postmenopouse dan lansia sesungguhnya perlu mengkonsumsi kalsium dalam jumlah tak terbatas.

Protein

Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino yang mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium. Estrogen

Berkurangnya atau hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena menurunnya efisiensi absorbsi kalsium dari makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.

Rokok dan kopi

Merokok dam minum kopi dalam jumlah besar cenderung akan mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai intake kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.

Alkohol

Individu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan intake kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti (Noer,1996). Bahan Katabolik Endogen dan Eksogen

Bahan-bahan katabolik endogen (diproduksi oleh tubuh) maupun eksogen (dari sumber luar) dapat menyebabkan osteoporosis. Kortikosteroid berlebihan, sindrom Cushing, hipertiroidisme, hiperparatiroidisme, tumor dan keganasan pada tulang menyebabkan kehilangan massa tulang. Derajat osteoporosis berhubungan dengan durasi terapi kortikosteroid. Ketika terapi dihentikan atau masalah metabolism telah diatasi, perkembangan osteoporosis akan berhenti, namun restorasi kehilangan massa tulang biasanya tidak terjadi.

Keadaan medis penyerta (misalnya : sindrom malabsorbsi, intoleransi laktosa, gagal ginjal) mempengaruhi partumbuhan osteoporosis. Obat-obatan (misal : isoniasid, heparin, tetrasiklin, antasida yang mengandung aluminium, furosemide, antikonvulsan,dan suplemen tiroid) mempengaruhi metabolisme kalsium (Smeltzer and Bare, 2001).Manifestasi Klinis

Keluhan yang dapat dijumpai pada pasien osteoporosis adalah nyeri dengan atau tanpa adanya fraktur yang nyata. Rasa sakit oleh adanya fraktur pada anggota gerak pasien osteoporosis sama dengan pada pasien bukan osteoporosis. Rasa sakit oleh karena adanya kompresi fraktur pada vertebra pada umumnya mempunyai ciri-ciri yang khas yaitu nyeri timbul secara mendadak, sakitnya hebat dan terlokalisasi pada daerah vertebra yang terserang; rasa sakit akan berkurang secara pelan-pelan apabila pasien istirahat di tempat tidur dan akhirnya nyeri akan sangat minimal. Kadang-kadang nyeri dirasakan ringan pada pagi hari (bangun tidur) dan akan bertambah oleh karena melakukan pekerjaan sehari-hari atau karena melakukan suatu pergerakan yang salah. Untuk selanjutnya, rasa sakit ini berperan pula dalam proses timbulnya osteoporosis, yaitu dengan adanya rasa sakit pasien akan sangat mengurangi mobilitas. Mobilitas yang sangat berkurang akan mengakibatkan terjadinya resorpsi tulang yang berlebihan dan hal ini akan memperberat osteoporosis yang telah ada.

Fraktur pada pasien osteoporosis sering kali terjadi baik secara spontan ataupun oleh karena adanya trauma minimal. Bagian tubuh yang sering fraktur adalah vertebra. Fraktur vertebra sering terjadi Th 11-12 dan akan mengakibatkan berkurangnya tinggi badan pasien. Adanya riwayat fraktur pada daerah tersebut mengarah ke kecurigaan adanya osteoporosis, apalagi kalau disertai dengan riwayat keluarga dengan osteoporosis.

Gejala klinis lain yang sering ditemukan adalah menurunnya tinggi badan. Hal ini terjadi oleh karena adanya kompresi fraktur yang asimtomatik pada vertebra (Noer,1996). Pathway

2.4 Penatalaksanaan

Untuk menegakkan diagnosa osteoporosis, perlu dilakukan beberapa pendekatan yaitu :

1. Anamnesis

Keluhan yang dapat dijumpai pada pasien osteoporosis adalah nyeri dengan atau tanpa adanya fraktur yang nyata. Fraktur pada pasien osteoporosis sering kali terjadi baik secara spontan ataupun oleh karena adanya trauma minimal. Bagian-bagian tubuh yang sering fraktur adalah pergelangan tangan, panggul dan vertebra.

2. Pemeriksaan Jasmani

Pemeriksaan jasmani pada pasien osteoporosis tidak menunjukkan kelainan yang khas. Kelainan yang sering dijumpai adalah adanya deformitas vertebra torakalis yang mengakibatkan keluhan penurunan tinggi badan.

3. Pemeriksaan Penunjang

3.1 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium terutaman ditujukan untuk mengetahui secara tidak langsung adanya resorpsi tulang (gangguan terhadap keseimbangan antara resorpsi dan pembentukan tulang). Pemeriksaan tersebut antara lain :

Kalsium serum dan fosfat

Alkalin fosfotase

Hidroksiprolin

Osteokalsin

Kadar kalsium dalam urine

Hct

3.2 Penilaian Massa Tulang

a. Pemeriksaan Radiomorfometri Vertebra

Pemeriksaan ini berguna dalam menilai massa tulang bagian trabekula.

b. Pemeriksaan Radiomorfologi Pelvis

Pada pameriksaan ini harus diperhatikan :

1. Indeks Singh

Indeks Singh menunjukkan perkiraan status tulang bagian trabekula tulang paha bagian proksimal. Indeks Singh 6, menunjukkan bahwa tulang paha bagian proksimal tersebut telah mengalami osteoporosis berat.

2. Calcar Femorale

Ketebalan calcar femorale (penebalan tulang bagian korteks tepat di bawah trokanter minor), secara bermakna mempunyai hubungan dengan resiko terjadinya fraktur leher femoralis. Pada umumnya subjek normal mempunyai ketebalan 5 mm atau lebih.

c. Pemeriksaan Radiomorfologi Metakarpal

Membandingkan tebal medulla dan tebal keseluruhan pada bagian tengah tulang metakarpal ke-2 (Noer, 1996).d.Bone densitometry

Mengukur dengan tepat bone mineral content dengan cara non invasif

Pemeriksaan-pemeriksaan lain yang dapat dipakai dalam menentukan massa tulang adalah :

a. Single-photon absorptiometry

b. Dual-photon absorptiometry

c. Local neutron activation

d. Computed tomograph

e. Scaterred radiation

f. Dual-energy-x-ray, absorptiometry (wikipedia.com & Biggers, 2003).

Terapi

Prinsip terapi pada osteoporosis adalah :

Meningkatkan pembentukan tulang

Menghambat resorpsi tulang

1. Na-fluorida

Na-fluorida merupakan pembentuk tulang yang positif. Peningkatan massa tulang terjadi dengan cara merangsang osteoblas. Pada pemberian Na-fluoride, terbentuklah Fluorapatite (Kristal tulang baru), dengan demikian massa tulang akan bertambah dan tulang tidak mudah rapuh/fraktur.

2. Steroid anabolik

Steroid anabolik merupakan pembentuk tulang yang positif, mungkin oleh karena terjadinya rangsangan pada osteoblas tanpa mempengaruhi resorpsi tulang.3. Kalsitonin

Kalsitonin bekerja menghambat aktivitas osteoklas, sehingga resorpsi tulang dihambat. Efek pembentukan tulang tidak dihambat, sehingga akan terjadi peningkatan massa tulang.

4. Kalsium (Vit. D)

Pemberian kalsium dengan dosis yang cukup akan mengakibatkan pertumbuhan tulang dapat mencapai maksimal, sedang pemberian kalsium pada masa post menopause dapat menghambat resorbsi tulang, terutama pada bagian korteks.

5. Estrogen

Pemberian estrogen pada kasus post-menopouse, dengan cepat akan menghambat resorbsi tulang. Mekanisme kerja estrogen pada osteoporosis belum diketahui dengan pasti, diduga sebagai berikut :

Osteoblas mempunyai reseptor estrogen, sehingga pada pemberian estrogen akan merangsang fungsi osteoblas.

Menghambat fungsi osteoklas, hal ini ditunjang oleh data biokimia dan histologis

Estrogen merangsang sekresi kalsitonin dan kalsitonin mempunyai kemampuan untuk menghambat kerja osteoklas (Noer,1996).Selain suplay obat-obatan, pemberian nutrisi yang tepat juga dapat dijadikan sebagai sarana penataklaksanaannya. Nutrient utama yang paling dibutuhkan oleh klien dengan osteoporosis adalah kalsium. Intake kalsium yang disarankan untuk wanita dengan osteoporosis postmenopause tanpa menerima terapi esterogen adalah 1500mg/hari. Intake kalsium dapat diperoleh dari susu (wikipedia.com).

Pada klien dengan osteoporosis yang sudah terlanjur mengalami fraktur, pada penatalaksanaannya ditambahkan penanganan fraktur yang dilakukan sebagaimana penanganan fraktur pada umumnya, dengan pemasangan traksi, gips (Smeltzer & Bare, 2001).Pencegahan

Pencegahan terjadinya osteoporosis dapat dilakukan sedini mungkin, yaitu sejalan pada masa pertumbuhan/dewasa muda. Pencegahan osteoporosis pada usia muda, mempunyai tujuan :

1.Mencapai massa tulang dewasa (proses konsolidasi) yang optimal.

2.Mengatur makanan dan kebiasaan gaya hidup yang menjamin seseorang tetap bugar.3.Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari).4.Latihan teratur tiap hari.5.Hindari : - Minum alkohol

- Merokok

- Minum kopi

- Minum antasida yang mengandung Aluminium.

Biasanya anjuran-anjuran ini sulit untuk ditaati oleh pasien (Noer, 1996).2.5 Asuhan keperawatan pada klien dengan osteoporosis

2.5.1. Pengkajian

Pengkajian pada klien dengan osteoporosis dapat dilakukan dengan mengadakan wawancara mengenai aspek-aspek umum seperti :

Identitas

Riwayat penyakit

Nutrisi (konsumsi kalsium diet harian)

Awitan menopause

Riwayat terapi sebelumnya (penggunaan kortikosteroid)

kebiasaan alkohol, rokok dan kafein

Pola latihan (aktifitas)

Pengetahuan klien mengenai penyakitnya

Konsep diri (body image)

Nyeri

Hygiene

TTV

Pengkajian pada klien dengan osteoporosis juga dapat dilakukan dengan persistem (B1-B6), dengan menekankan pada hal-hal berikut :

1. B1 (breath)

Pola napas tak teratur (pada nyeri)

2. B2 (blood)

Akral dingin basah, nadi meningkat (pada nyeri)

3. B3 (brain)

Tidak ada yang spesifik

4. B4 (bladder)

Ada tidaknya alat bantu (pispot)

Pola berkemih

Kondisi kamar mandi

5. B5 (bowel)

- nafsu makan, pola makan

- jenis diet

-abdomen

Perut: kosong, kembung, distensi

Peristaltik

Konsistensi feses

Warna feses

- pola BAB

6. B6 (bone)

Kemampuan pergerakan sendi

Mobilisasi

Nyeri tulang

Kekuatan otot

Pemeriksaan Fisik

Pada klien dengan osteoporosis sering di temukan :

1. Fraktur

2. Kifosis torakalis

3. Pemendekkan tinggi badan

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan penunjang yang telah diulas sebelumnya, dilakukan secara kolaboratif dan bertujuan menunjang data-data untuk menegakkan diagnosa yang tepat

2.5.2 Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan utama pada klien dengan osteoporosis meliputi sebagai berikut :

1. Risiko cedera berhubungan dengan kerapuhan tulang sekunder terhadap osteoporosis2. Nyeri berhubungan dengan fraktur dan spasme otot3. Regimen terapi inefektif berhubungan dengan kurang pengetahuan dan informasi mengenai proses osteoporosis dan program terapi 4. Konstipasi berhubungan dengan immobilitas dan ileus paralitik Selain diagnosa di atas, diagnosa keperawatan lainnya yang dapat ditegakkan pada klien dengan osteoporosis adalah :

1. Kurang perawatan diri berhubungan dengan mobilitas yang terbatas sekunder terhadap nyeri dan fraktur osteoporosis

2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penurunan tinggi badan sekunder terhadap kifosisDi bawah ini potensial komplikasi yang sering muncul pada klien dengan osteoporosis:

1. Fraktur

2. Kiphosis

3. Ileus paralitik

2.5.3 Perencanaan

2.5.3.1 Dx : Risiko cedera berhubungan dengan kerapuhan tulang sekunder terhadap osteoporosisData subjektif :Klien mengatakan tidak mengetahui cara mobilisaai

yang benarData objektif :- Tulang mudah patah

- Lingkungan yang tidak aman

- Berat badan yang berlebih

Perencanaan :

Tujuan : Selama perawatan klien tidak mengalami cedera yang dapat menyebabkan fraktur tambahan atau hal-hal lain yang dapat memperburuk kondisinya

Kriteria Hasil : Tidak ada tanda- tanda cedera

Klien mampu melakukan tindakan untuk mencegah cedera

Tidak ada fraktur tambahan

NoIntervensi Rasional

1.Monitoring aktivitas klien sehari-hariUntuk mengontrol dan meminimalisir kemungkinan klien mengalami cedera

2.Ajarkan klien untuk mengangkat beban dengan aman, ajarkan untuk tidak membungkuk mendadak, melengok, atau mengangkat beban terlalu lamaUntuk menghindari aktivitas pembebanan berat badan harian yang dapat menimbulkan fraktur tambahan atau hal-hal lain yang dapat memperburuk kondisi klien

3.Meningkatkan asupan vitamin D dan KalsiumUntuk mempertahankan pembentukan tulang

4.Identifikasi bahaya lingkungan dan hilangkan dengan segera contoh : lantai licin, benda asing yang berbahayaUntuk mengurangi risiko cedera

5.Berikan latihan fisik pada klienUntuk memperkuat otot, mencegah atropi, memperlambat demineralisasi tulang progresif, memperkuat otot batang tubuh, mengurangi resorpsi tulang

2.5.3.2 Dx : Nyeri berhubungan dengan fraktur dan spasme otot

Data subjektif: Klien menyatakan nyeri pada beberapa bagian tulangnyaData objektif: - Posisi klien menghindari nyeri

- Respon-respon autonomik (perubahan tekanan darah, pernafasan, perubahan nadi)

- Perubahan nafsu makan.

- Perilaku ekspresif (kegelisahan, merintih, kewaspadaan berlebihan, menarik nafas panjang).Perencanaan :

Tujuan : Setelah diberikan intervensi selama 30 menit nyeri akan hilang Kriteria Hasil : Klien mengatakan nyerinya berkurang Klien menunjukkan mekanisme koping spesifik untuk nyeri dan metode untuk mengontrol nyeriNoIntervensi Rasional

1.Identifikasi faktor-faktor yang dapat menurunkan toleransi nyeriMempermudah dalam menentukan penanganan nyeri yang tepat.

2.Kolaborasi analgesik Untuk mengatasi nyeri akut

3.Kolaborasi opioid oral atau analgetika non-opioidUntuk mengatasi nyeri punggung

4.Berikan alas tidur yang sesuai untuk menyokong tulang punggungUntuk menghindari nyeri punggung

5.Kompres air hangat dan pijat punggung klienUntuk memperbaiki relaksasi otot

6.Gunakan teknik distraksi dan relaksasiUntuk mengalihkan perhatian klien dan mentolerir rasa nyeri yang timbul

2.5.3.3Dx : Regimen terapi inefektif berhubungan dengan kurang

pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi

Data subjektif : Klien mengatakan tidak mengetahui proses penyakit dan pengobatannya

Data objektif : - Perbaikan kondisi klien terlambat dari jadwal

- Klien selalu bertanya mengenai penyakit dan pengobatannya

- Klien tidak mematuhi atau tidak menjalankan terapi (minum obat) sesuai instruksi

Perencanaan :

Tujuan : Setelah 3 kali pertemuan regimen terapi akan lebih efektif

Kriteria Hasil :Klien akan :

Mengetahui tentang proses penyakit dan pengobatannya

Mau dan mampu mematuhi program terapi

Berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan program terapi

NoIntervensi Rasional

1.Beri penyuluhan tentang proses penyakitnya dan terapinyauntuk meningkatkan pengetahuan klien

2.Beri pertanyaan seputar penyakitnya dan program terapi yang dijalaninya Untuk mengetahui tingkat pemahaman dan persepsi klien selama ini terhadap penyakitnya dan program terapi yang dijalaninya

3.Koreksi informasi yang salah yang telah disampaikan sebelumnyaUntuk meningkatkan pemahaman klien

4.Anjurkan klien untuk mematuhi regimen terapi dan betapa pentingnya untuk tetap mematuhinya Untuk mempercepat kesembuhan klien

5. Monitoring pelaksanaan program terapi klien Memastikan bahwa klien benar benar mematuhi program terapinya

6.Bantu klien dalam pelaksanaan terapi seperlunyaMeningkatkan partisipasi dan kemandirian klien serta menghindari ketergantungan berlebih pada petugas

2.5.3.4 Dx : Konstipasi berhubungan dengan immobilitas, ileus paralitik dan efek terapi

Data subjektif: Klien mengatakan nyeri pada bagian abdomen, nyeri saat defekasi dan perubahan pola BAB

Data objektif: - Nyeri tekan abdomen

- Distensi abdomen

- Bunyi pekak pada perkusi abdomen

- Peristaltik kurang dari 5x/menit

Perencanaan :

Tujuan : Pola BAB klien lancar setelah 3x24 jam

Kriteria Hasil : Klien BAB dengan pola yang tetap setiap hari

Klien menyatakan puas setelah BAB

Klien tidak lagi mengeluhkan rasa tidak nyaman dari perut

Bising usus normal (5-35 kali / menit) dan gerakan usus aktif

NoIntervensi Rasional

1.Tinjau ulang rutinitas atau aktivitas fisik klien sehari - hari Rutinitas atau aktivitas fisik yang kurang dapat menyebabkan konstipasi.

2.Tingkatkan ambulasi klienUntuk menstimulasi peristaltik

3.Berikan diet tinggi seratUntuk memperlunak feses

4.Tingkatkan asupan cairanUntuk memperlunak feses

5.kolaborasi pemberian laksatif (bila perlu) Untuk memudahkan proses defekasi

6.Bantu klien untuk menggunakan bedpan atau pispotMembantu memberikan posisi yang nyaman dan tepat untuk klien

7.Berikan privasi, cara aman dan nyaman pada saat defekasiMemudahkan dan mempercepat proses defekasi klien

8.Kolaborasi pemberian gliserin suppositoria (bila perlu) dan biarkan klien mengejan Untuk konstipasi yang berat karena gliserin mampu melunakkan feses yang ada dalam rectum, dan mengejan membantu pengeluaran feses, namun anjurkan agar klien tidak mengejan terlalu keras untuk menghindari peningkatan tekanan intra abdomen

9.Beri penyuluhan tentang pentingnya BAB dengan teratur, pentingnya mobilisasi untuk meningkatkan peristaltik usus, dan diet yang dapat membantu melancarkan BAB.Untuk meningkatkan pemahaman klien dan merubah gaya hidup klien demi kesehatannya.

2.5.3.5 Dx : Kurang perawatan diri berhubungan dengan mobilitas yang terbatas sekunder terhadap nyeri dan fraktur osteoporosis

Data Subjektif: Klien mengatakan kesulitan untuk mandi

Data Objektif: - Badan kotor dan bau

- Kesulitan untuk mengambil dan menyiapkan alat alat

mandi

- Kesulitan untuk membersihkan tubuh sendiri

- Kesulitan untuk berpakaian Perencanaan :Tujuan : Klien mendapatkan bantuan perawatan diri sesuai dengan kebutuhannya selama perawatanKriteria Hasil :

Klien terlihat lebih bersih dan segar

Klien menunjukkan rasa puas setelah dibantu dalam perawatan dirinya

NoIntervensiRasional

1.Jelaskan pentingnya untuk tetap manjaga kebersihan walaupun klien tidak banyak beraktivitas karena harus bedrest.Untuk meningkatkan pemahaman dan memotivasi klien.

2.Motivasi klien untuk ikut berpartisipasi dalam proses perawatan dirinya.Untuk melatih kekuatan ototnya.

3.Mandikan klien (di atas tempat tidur).Klien osteoporosis mengeluhkan nyeri punggung hingga sangat perlu dibantu dalam perawatan dirinya.

4.Lakukan oral hygiene.Kebersihan gigi dan mulut sangat perlu dijaga untuk mencegah halitosis dan mengurangi perkembangbiakan kuman di mulut.

5.Bantu klien jika ingin BAK/BAB.Karena nyeri punggung yang parah maka klien tidak bisa toileting ke kamar mandi, maka proses eliminasinya juga harus dibantu dan dilakukan di atas tempat tidur.

2.5.3.6 Dx : Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penurunan tinggi badan sekunder terhadap kifosis.

Data Subjektif: Klien mengatakan bahwa dirinya merasa minder dan malu

Data objektif: - Terjadi perubahan pada fungsi bagian tubuh

- Klien cenderung menarik diri dari pergaulan

- Klien menolak untuk membicarakan perubahan yang terjadi pada dirinya

Perencanaan :

Tujuan : Setelah diberikan intervensi selama 30 menit klien akan termotivasi untuk beradaptasi terhadap perubahan-perubahan pada tubuhnya dan menerima kekurangan yang dimilikinya dengan lapang dada.

Kriteria Hasil :

Klien tidak menunjukkan rasa malu, putus asa atau marah

Klien menyatakan bahwa dia menerima kekurangan yang dimilikinya

No.IntervensiRasional

1Ciptakan hubungan saling percaya diantara klien dan perawat.Untuk memudahkan klien dalam mengungkapkan perasaannya.

2Tingkatkan interaksi sosial antara klien dan lingkungannya.Untuk membuktikan pada klien bahwa kekurangan yang dia miliki tidak mengganggu hubungannya dengan orang lain.

3Tingkatkan dukungan dari orang terdekat untuk mengidentifikasikan aspek positif pada diri klien.Mengubah pandangan negatif klien terhadap diri sendiri, dukungan dari orang terdekat dapat membuat klien lebih percaya diri.

4Pantau terus perkembangan klien.Mencegah timbulnya masalah psikologis yang lebih serius.

Potensial komplikasi :

Fraktur

Kiphosis

Ileus paralitikTujuan : Meminimalisir komplikasi osteoporosisKriteria Hasil :

- Tidak ada fraktur tambahan

- Tidak ada tanda-tanda deformitas vertebra torakalis

- Peristaltik 5-35x/menitNo. IntervensiRasional

1.Monitor tanda dan gejala fraktur :

a. Nyeri di punggung bawah atau leher

b. Tendon yang terlokalisir

c. Nyeri menjalar ke perut dan sekitarnya

d. Spasme otot paravertebral Tulang dengan jumlah jaringan trabekular yang banyak (panggul, vertebrae,pergelangan) akan lebih dipengaruhi oleh osteoporosis yang progresif

2.Monitor keadaan kiphosis dari spinadorsalis, ditandai oleh penurunan tinggi badan. Kiphosis teridentifikasi saat jarak antara ujung kaki ke simphisis pubis melebihi jarak dari ujung kepala ke simphisis pubis lebih dari 1 cmPerubahan spinal ini dapat menyebabkan penurunan tinggi badan sekitar 2.5 15cm

3.Monitor tanda dan gejala ileus paralitik :

a. dengarkan bising usus

b. distensi dan ketidaknyamanan di perutKollaps vertebral mengakibatkan vertebrae torakal ke 10 hingga ke 12 yang juga merujuk pada persyarafan ileus.

BAB 3PENUTUP3.1 Simpulan :

Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan massa tulang

Osteoporosis dapat disebabkan oleh faktor nutrisi, genetik, aktivitas yang kurang, hormone, usia, penyakit dan terapi

Manifestasi klinis berupa rasa nyeri, fraktur, dan kiphosis

Prinsip terapinya adalah meningkatkan pembentukan tulang (Na Flourida dan steroid anabolik) dan menghambat resorpsi tulang (kalsium, estrogen, kalsitonin, dan difosfonat)

Pengkajiannya meliputi riwayat penyakit, nutrisi, aktivitas fisik, terapi, mobilisasi, konsep diri, pengetahuan klien, nyeri, BAB.

Diagnosa keperawatannya adalah risiko cedera, nyeri, regimen terapi inefektif, konstipasi, kurang perawatan diri, gangguan citra tubuh.

Intervensi yang diterapkan bersifat edukatif, kolaboratif dan mandiri

3.2 Saran

Osteoporosis merupakan kasus yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari hari terutama pada lansia di mana wanita post menopause lebih rentan untuk mengalaminya. Komplikasi dari penyakit ini bisa berakibat fatal oleh karena itu sudah selayaknya di tangani dengan asuhan keperawatan yang tepat oleh perawat yang bersangkutan,maka dari itu askep pada klien dengan osteoporosis patut dipelajari, dianalisa, diterapkan dalam menjalankan peran sebagai seorang perawat maupun calon perawat professional.DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 1998. Diagnosa keperawatan : aplikasi pada praktek klinis. Jakarta : EGCCarpenito, Lynda Juall. 1999. Nursing Care Plans & Documentation, Nursing Diagnosa & Colaboration Problems edisi III. Philadelphia : Lippincott

Noer, H. M. Syaifoekh. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Smitzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth vol.3. edisi 8. Jakarta : EGC

Journal : Preventing Osteoporosis ; Building Strong Bones over a Lifetime. Reed Mangels. 2005.

The Spine Journal : Osteoporosis testing in Orthopedic Practice. R. Biggers. 2003.

The New York Times Journals. Vital Signs ; Older Bones and benefit of Calcium and Vitamin D. Nicholas Bakalar. 2007.

www.wikipedia.com. Jumat, 7 September 2007 pukul 20.30 WIB.www.google.co.id. Jumat, 7 September 2007 pukul 20.00 WIB . www.yahoo.com. Jumat, 7 September 2007 pukul 21.00 WIBSOAL-SOAL KMB : OSTEOPOROSIS

1. Yang merupakan etiologi dari osteoporosis adalah

1. Kalsium 1,2,3,4

2. Osteoporosis dapat menyebabkan komplikasi berupa

1. Fraktur

2. Kifosis

3. Ileus paralitik

4. Skoliosis

Jawaban : A => 1,2,3

3. Masalah keperawatan utama yang dapat ditegakkan pada kasus klien dengan osteoporosis adalah

a. Nyeri

b. Perubahan nutrisi

c. Kurang perawatan diri

d. Perilaku mencari bantuan kesehatan

e. Pola nafas tak efektif

Jawaban : A

4. Di bawah ini benar mengenai osteoporosis, kecuali ...

a. Menopause memperparah keadaan osteoporosis

b. Latihan aktifitas membantu pemulihan osteoporosis

c. Menggunakan terapi kortikosteroid

d. Tidak ada faktor genetike. Ada penurunan tinggi badan

Jawaban : D

5. Zat-zat yang dapat menghambat resorpsi tulang

1. Kalsium

2. Estrogen

3. Kalsitonin

4. Difosfonat

Jawaban : EPredisposisi : Genetik

: Usia

Intake Protein >>

Intake

Kalsium

Vit. D < ,,,,,