Osteoporosis Dan AF

26
Atrial Fibrilasi a. Definisi Atrial fibrilasi adalah suatu gangguan pada jantung (aritmia) yang ditandai dengan ketidakteraturan irama denyut jantung dan peningkatan frekuensi denyut jantung, yaitu sebesar 350-650 x/menit. Pada dasarnya atrial fibrilasi merupakan suatu takikardi supraventrikuler dengan aktivasi atrial yang tidak terkoordinasi dan deteriorisasi fungsi mekanik atrium. Keadaan ini menyebabkan tidak efektifnya proses mekanik atau pompa darah jantung. b. Klasifikasi Menurut AHA (American Heart Association), klasifikasi dari atrial fibrilasi dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu 2 : a. AF deteksi pertama Semua pasien dengan AF selalu diawali dengan tahap AF deteksi pertama. Tahap ini merupakan tahapan dimana belum pernah terdeteksi AF sebelumnya dan baru pertama kali terdeteksi. b. Paroksismal AF AF yang berlangsung kurang dari 7 hari atau AF yang mempunyai episode pertama kali kurang dari 48 jam dinamakan dengan paroksismal AF. AF jenis ini juga mempunyai kecenderungan untuk sembuh sendiri dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa bantuan kardioversi. c. Persisten AF AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 7 hari. Berbeda dengan

description

ddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddoooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooonjnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn

Transcript of Osteoporosis Dan AF

Page 1: Osteoporosis Dan AF

Atrial Fibrilasi

a. Definisi

Atrial fibrilasi adalah suatu gangguan pada jantung (aritmia) yang ditandai

dengan ketidakteraturan irama denyut jantung dan peningkatan frekuensi denyut

jantung, yaitu sebesar 350-650 x/menit. Pada dasarnya atrial fibrilasi merupakan suatu

takikardi supraventrikuler dengan aktivasi atrial yang tidak terkoordinasi dan

deteriorisasi fungsi mekanik atrium. Keadaan ini menyebabkan tidak efektifnya

proses mekanik atau pompa darah jantung.

b. Klasifikasi

Menurut AHA (American Heart Association), klasifikasi dari atrial fibrilasi

dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu2 :

a. AF deteksi pertama

Semua pasien dengan AF selalu diawali dengan tahap AF deteksi pertama. Tahap

ini merupakan tahapan dimana belum pernah terdeteksi AF sebelumnya dan baru

pertama kali terdeteksi.

b. Paroksismal AF

AF yang berlangsung kurang dari 7 hari atau AF yang mempunyai episode

pertama kali kurang dari 48 jam dinamakan dengan paroksismal AF. AF jenis ini

juga mempunyai kecenderungan untuk sembuh sendiri dalam waktu kurang dari

24 jam tanpa bantuan kardioversi.

c. Persisten AF

AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 7

hari. Berbeda dengan paroksismal AF, persisten AF perlu penggunaan dari

kardioversi untuk mengembalikan irama sinus kembali normal.

d. Kronik/permanen AF

AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 7 hari. Pada permanen AF,

penggunaan kardioversi dinilai kurang berarti, karena dinilai cukup sulit untuk

mengembalikan ke irama sinus yang normal.

Disamping klasifikasi menurut AHA (American Heart Association), AF juga

sering diklasifikasikan menurut lama waktu berlangsungnya, yaitu AF akut dan AF

kronik. AF akut dikategorikan menurut waktu berlangsungnya atau onset yang kurang

Page 2: Osteoporosis Dan AF

dari 48 jam, sedangkan AF kronik sebaliknya, yaitu AF yang berlangsung lebih dari

48 jam.

c. Etiologi

Etiologi yang terkait dengan AF terbagi menjadi beberapa faktor-faktor,

diantaranya adalah :

a. Peningkatan tekanan/resistensi atrium

1. Penyakit katup jantung

2. Kelainan pengisian dan pengosongan ruang atrium

3. Hipertrofi jantung

4. Kardiomiopati

5. Hipertensi pulmo (chronic obstructive pulmonary disease dan cor pulmonal

chronic)

6. Tumor intracardiac

b. Proses infiltratif dan inflamasi

1. Pericarditis/miocarditis

2. Amiloidosis dan sarcoidosis

3. Faktor peningkatan usia

c. Proses infeksi

1. Demam dan segala macam infeksi

d. Kelainan Endokrin

1. Hipertiroid

2. Feokromositoma

e. Neurogenik

1. Stroke

2. Perdarahan subarachnoid

f. Iskemik Atrium

1. Infark miocardial

g. Obat-obatan

1. Alkohol

2. Kafein

h. Keturunan/genetik

d. Tanda dan Gejala

Pada dasarnya AF, tidak memberikan tanda dan gejala yang khas pada

perjalanan penyakitnya. Umumnya gejala dari AF adalah peningkatan denyut jantung,

Page 3: Osteoporosis Dan AF

ketidakteraturan irama jantung dan ketidakstabilan hemodinamik. Disamping itu, AF

juga memberikan gejala lain yang diakibatkan oleh penurunan oksigenisasi darah ke

jaringan, seperti pusing, kelemahan, kelelahan, sesak nafas dan nyeri dada. Tetapi,

lebih dari 90% episode dari AF tidak menimbulkan gejala-gejala tersebut7,8,9.

e. Faktor Resiko

Beberapa orang mempunyai faktor resiko terjadinya AF, diantaranya adalah :

a. Diabetes Melitus

b. Hipertensi

c. Penyakit Jantung Koroner

d. Penyakit Katup Mitral

e. Penyakit Tiroid

f. Penyakit Paru-Paru Kronik

g. Post. Operasi jantung

h. Usia ≥ 60 tahun

i. Life Style

f. Patofisiologi

Mekanisme AF terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi lokal dan multiple

wavelet reentry. Proses aktivasi lokal bisa melibatkan proses depolarisasi tunggal atau

depolarisasi berulang. Pada proses aktivasi lokal, fokus ektopik yang dominan adalah

berasal dari vena pulmonalis superior. Selain itu, fokus ektopik bisa juga berasal dari

atrium kanan, vena cava superior dan sinus coronarius. Fokus ektopik ini

menimbulkan sinyal elektrik yang mempengaruhi potensial aksi pada atrium dan

menggangu potensial aksi yang dicetuskan oleh nodus SA.

Sedangkan multiple wavelet reentry, merupakan proses potensial aksi yang

berulang dan melibatkan sirkuit/jalur depolarisasi. Mekanisme multiple wavelet

reentry tidak tergantung pada adanya fokus ektopik seperti pada proses aktivasi lokal,

tetapi lebih tergantung pada sedikit banyaknya sinyal elektrik yang mempengaruhi

depolarisasi. Pada multiple wavelet reentry, sedikit banyaknya sinyal elektrik

dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu periode refractory, besarnya ruang atrium dan

kecepatan konduksi. Hal ini bisa dianalogikan, bahwa pada pembesaran atrium

biasanya akan disertai dengan pemendekan periode refractory dan penurunan

kecepatan konduksi. Ketiga faktor tersebutlah yang akan meningkatkan sinyal elektrik

dan menimbulkan peningkatan depolarisasi serta mencetuskan terjadinya AF7,9,14.

Page 4: Osteoporosis Dan AF

Gambar 7. A. Proses Aktivasi Lokal Atrial Fibrilasi dan B. Proses Multiple Wavelets Reentry

Atrial Fibrilasi

g. Penatalaksanaan

Sasaran utama pada penatalaksanaan AF adalah mengontrol ketidakteraturan

irama jantung, menurunkan peningkatan denyut jantung dan menghindari/mencegah

adanya komplikasi tromboembolisme. Kardioversi merupakan salah satu

penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk AF. Menurut pengertiannya, kardioversi

sendiri adalah suatu tata laksana yang berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan

irama dan menurunkan denyut jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2,

yaitu pengobatan farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan

elektrik (Electrical Cardioversion)8,10.

a. Mencegah pembekuan darah (tromboembolisme)

Pencegahan pembekuan darah merupakan pengobatan untuk mencegah

adanya komplikasi dari AF. Pengobatan yang digunakan adalah jenis antikoagulan

atau antitrombosis, hal ini dikarenakan obat ini berfungsi mengurangi resiko dari

terbentuknya trombus dalam pembuluh darah serta cabang-cabang vaskularisasi.

Pengobatan yang sering dipakai untuk mencegah pembekuan darah terdiri dari

berbagai macam, diantaranya adalah :

1. Warfarin

Warfarin termasuk obat golongan antikoagulan yang berfungsi dalam proses

pembentukan sumbatan fibrin untuk mengurangi atau mencegah koagulasi.

Warfarin diberikan secara oral dan sangat cepat diserap hingga mencapai

puncak konsentrasi plasma dalam waktu ± 1 jam dengan bioavailabilitas

100%. Warfarin di metabolisme dengan cara oksidasi (bentuk L) dan reduksi

(bentuk D), yang kemudian diikuti oleh konjugasi glukoronidasi dengan lama

kerja ± 40 jam.

Page 5: Osteoporosis Dan AF

2. Aspirin

Aspirin secara irreversible menonaktifkan siklo-oksigenase dari trombosit

(COX2) dengan cara asetilasi dari asam amino serin terminal. Efek dari COX2

ini adalah menghambat produksi endoperoksida dan tromboksan (TXA2) di

dalam trombosit. Hal inilah yang menyebabkan tidak terbentuknya agregasi

dari trombosit. Tetapi, penggunaan aspirin dalam waktu lama dapat

menyebabkan pengurangan tingkat sirkulasi dari faktor-faktor pembekuan

darah, terutama faktor II, VII, IX dan X.

b. Mengurangi denyut jantung

Terdapat 3 jenis obat yang dapat digunakan untuk menurunkan

peningkatan denyut jantung, yaitu obat digitalis, β-blocker dan antagonis kalsium.

Obat-obat tersebut bisa digunakan secara individual ataupun kombinasi.

1. Digitalis

Obat ini digunakan untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dan

menurunkan denyut jantung. Hal ini membuat kinerja jantung menjadi lebih

efisien. Disamping itu, digitalis juga memperlambat sinyal elektrik yang

abnormal dari atrium ke ventrikel. Hal ini mengakibatkan peningkatan

pengisian ventrikel dari kontraksi atrium yang abnormal.

2. β-blocker

Obat β-blocker merupakan obat yang menghambat efek sistem saraf

simpatis. Saraf simpatis pada jantung bekerja untuk meningkatkan denyut

jantung dan kontraktilitas jantung. Efek ini akan berakibat dalam efisiensi

kinerja jantung.

3. Antagonis Kalsium

Obat antagonis kalsium menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung

akibat dihambatnya ion Ca2+ dari ekstraseluler ke dalam intraseluler melewati

Ca2+ channel yang terdapat pada membran sel.

c. Mengembalikan irama jantung

Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan

untuk menteraturkan irama jantung. Menurut pengertiannya, kardioversi sendiri

adalah suatu tata laksana yang berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama

dan menurunkan denyut jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2,

Page 6: Osteoporosis Dan AF

yaitu pengobatan farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan

elektrik (Electrical Cardioversion).

1. Pharmacological Cardioversion (Anti-aritmia)

a. Amiodarone

b. Dofetilide

c. Flecainide

d. Ibutilide

e. Propafenone

f. Quinidine

2. Electrical Cardioversion

Suatu teknik memberikan arus listrik ke jantung melalui dua pelat

logam (bantalan) ditempatkan pada dada. Fungsi dari terapi listrik ini adalah

mengembalikan irama jantung kembali normal atau sesuai dengan NSR

(nodus sinus rhythm).

3. Operatif

a. Catheter ablation

Prosedur ini menggunakan teknik pembedahan dengan membuatan sayatan

pada daerah paha. Kemudian dimasukkan kateter kedalam pembuluh darah

utma hingga masuk kedalam jantung. Pada bagian ujung kateter terdapat

elektroda yang berfungsi menghancurkan fokus ektopik yang bertanggung

jawab terhadap terjadinya AF.

b. Maze operation

Prosedur maze operation hamper sama dengan catheter ablation, tetapi

pada maze operation, akan mengahasilkan suatu “labirin” yang berfungsi

untuk membantu menormalitaskan system konduksi sinus SA.

c. Artificial pacemaker

Artificial pacemaker merupakan alat pacu jantung yang ditempatkan di

jantung, yang berfungsi mengontrol irama dan denyut jantung.

Page 7: Osteoporosis Dan AF

Osteoporosis

a. Definisi

Osteoporosis adalah suatu kondisi berkurangnya masa tulang secara nyata yang

berakibat pada rendahnya kepadatan tulang. Akibatnya tulang menjadi rapuh dan mudah

patah. Menurut Dr. Robert P. Heaney dalam Reitz (1993) penyakit osteoporosis paling

umum diderita oleh orang yang telah berumur, dan paling banyak menyerang wanita

yang telah menopause (Hortono, 2000).

Osteoporosis merupakan penyakit metabolik tulang atau disebut juga penyakit

tulang rapuh atau tulang keropos. Osteoporosis diistilahkan juga dengan penyakit silent

epidemic karena sering tidak memberikan gejala hingga akhirnya terjadi fraktur (patah)

(Dalimartha, 2002).

b. Etiologi

Ada 2 penyebab utama osteoporosis, yaitu pembentukan massa puncak tulang yang

selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa tulang setelah

menopause. Massa tulang meningkat secara konstan dan mencapai puncak sampai usia

40 tahun, pada wanita lebih muda sekitar 30-35 tahun. Walaupun demikian tulang yang

hidup tidak pernah beristirahat dan akan selalu mengadakan remodelling dan

memperbaharui cadangan mineralnya sepanjang garis beban mekanik. Faktor pengatur

formasi dan resorpsi tulang dilaksanakan melalui 2 proses yang selalu berada dalam

keadaan seimbang dan disebut coupling. Proses coupling ini memungkinkan aktivitas

formasi tulang sebanding dengan aktivitas resorpsi tulang. Proses ini berlangsung 12

minggu pada orang muda dan 16-20 minggu pada usia menengah atau lanjut.

Remodelling rate adalah 2-10% massa skelet per tahun (Sudoyo et al., 2006). Proses

remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lokal yang menyebabkan

terjadinya satu rangkaian kejadian pada konsep Activation – Resorption – Formation

Page 8: Osteoporosis Dan AF

(ARF). Proses ini dipengaruhi oleh protein mitogenik yang berasal dari tulang yang

merangsang preosteoblas supaya membelah membelah menjadi osteoblas akibat adanya

aktivitas resorpsi oleh osteoklas. Faktor lain yang mempengaruhi proses remodelling

adalah faktor hormonal. Proses remodelling akan ditingkatkan oleh hormon paratiroid,

hormon pertumbuhan dan 1,25 (OH)2 vitamin D. Sedang yang menghambat proses

remodelling adalah kalsitonin, estrogen dan glukokortikoid. Proses-proses yang

mengganggu remodelling tulang inilah yang menyebabkan osteoporosis.

Selain gangguan pada proses remodelling tulang faktor lainnya adalah pengaturan

metabolisme kalsium dan fosfat. Walaupun terdapat variasi asupan kalsium yang besar,

tubuh tetap memelihara konsentrasi kalsium serum pada kadar yang tetap. Pengaturan

homeostasis kalsium serum dikontrol oleh organ tulang, ginjal dan usus melalui

pengaturan paratiroid hormon (PTH), hormon kalsitonin, kalsitriol (1,25(OH)2 vitamin

D) dan penurunan fosfat serum. Faktor lain yang berperan adalah hormon tiroid,

glukokortikoid dan insulin, vitamin C dan inhibitor mineralisasi tulang (pirofosfat dan

pH darah). Pertukaran kalsium sebesar 1.000 mg/harinya antara tulang dan cairan

ekstraseluler dapat bersifat kinetik melalui fase formasi dan resorpsi tulang yang lambat.

Absorpsi kalsium dari gastrointestinal yang efisien tergantung pada asupan kalsium

harian, status vitamin D dan umur. Didalam darah absorpsi tergantung kadar protein

tubuh, yaitu albumin, karena 50% kalsium yang diserap oleh tubuh terikat oleh albumin,

40% dalam bentuk kompleks sitrat dan 10% terikat fosfat (Sinnathamby, 2010).

c. Faktor Risiko Osteoporosis

1. Usia

Tiap peningkatan 1 dekade, resiko meningkat 1,4-1,8

2. Genetik

Etnis (kaukasia dan oriental > kulit hitam dan polinesia)

Page 9: Osteoporosis Dan AF

Seks (wanita > pria)

Riwayat keluarga

3. Lingkungan, dan lainnya

Defisiensi kalsium

Aktivitas fisik kurang

Obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin, siklosporin)

Merokok, alkohol

Resiko terjatuh yang meningkat (gangguan keseimbangan, licin, gangguan

penglihatan)

Hormonal dan penyakit kronik

o Defisiensi estrogen, androgen

o Tirotoksikosis, hiperparatiroidisme primer, hiperkortisolisme

o Penyakit kronik (sirosis hepatis, gangguan ginjal, gastrektomi)

Sifat fisik tulang

o Densitas (massa)

o Ukuran dan geometri

o Mikroarsitektur

o Komposisi

4. Faktor resiko faktur panggul yaitu,:

a. Penurunan respons protektif

Kelainan neuromuscular

Gangguan penglihatan

Gangguan keseimbangan

b. Peningkatan fragilitas tulang

Densitas massa tulang rendah

Page 10: Osteoporosis Dan AF

Hiperparatiroidisme

c. Gangguan penyediaan energi

Malabsorpsi

d. Klasifikasi Osteoporosis

1. Osteoporosis Primer

a. Osteoporosis primer tipe 1 adalah osteoporosis pasca menopause. Pada masa

menopause, fungsi ovarium menurun sehingga produksi hormon estrogen dan

progesteron juga menurun. Estrogen berperan dalam proses mineralisasi

tulang dan menghambat resorbsi tulang serta pembentukan osteoklas melalui

produksi sitokin. Ketika kadar hormon estrogen darah menurun, proses

pengeroposan tulang dan pembentukan mengalami ketidakseimbangan.

Pengeroposan tulang menjadilebihdominan (Wirakusumah, 2007).

b. Osteoporosis primer tipe II adalah osteoporosis senilis yang biasanya terjadi

lebih dari usia 50 tahun. Osteopososis terjadi akibat dari kekurangan kalsium

berhubungan dengan makin bertambahnya usia (Hortono, 2000).

c. Tipe III adalah osteoporosis idiopatik merupakan osteoporosis yang

penyebabnya tidak diketahui.Osteoporosis ini sering menyerang wanita dan

pria yang masih dalam usia muda yang relative jauh lebih muda (Hortono,

2000).

2. Osteoporosis sekunder

Osteoporosis sekunder terjadi kerana adanya penyakit tertentu yang dapat

mempengaruhi kepadatan massa tulang dan gaya hidup yang tidak sehat. Faktor

pencetus dominan osteoporosis sekunder adalah sepeti di bawa ( Wirakusumah,

2007):

a. Penyakit endokrin : tiroid, hiperparatiriod, hipogonadisme

Page 11: Osteoporosis Dan AF

b. Penyakit saluran cerna yang memyebabkan absorsi gizi kalsium.fosfor. vitamin D)

terganggu.

c. Penyakit keganasan ( kanker)

d. Konsumsi obat –obatan seprti kortikosteriod

e. Gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, kurang olahraga.

e. Patogenesis

Pembentukan ulang tulang adalah suatu proses yang terus menerus. Pada

osteoporosis, massa tulang berkurang, yang menunjukkan bahwa laju resorpsi tulang

pasti melebihi laju pembentukan tulang. Pembentukan tulang lebih banyak terjadi

pada korteks.

A. Proses Remodelling Tulang dan Homeostasis Kalsium

Kerangka tubuh manusia merupakan struktur tulang yang terdiri dari substansi

organik (30%) dan substansi mineral yang paling banyak terdiri dari kristal

hidroksiapatit (95%) serta sejumlah mineral lainnya (5%) seperti Mg, Na, K, F, Cl, Sr

dan Pb. Substansi organik terdiri dari sel tulang (2%) seperti osteoblas, osteosit dan

osteoklas dan matriks tulang (98%) terdiri dari kolagen tipe I (95%) dan protein

nonkolagen (5%) seperti osteokalsin, osteonektin, proteoglikan tulang, protein

morfogenik tulang, proteolipid tulang dan fosfoprotein tulang.

Tanpa matriks tulang yang berfungsi sebagai perancah, proses mineralisasi

tulang tidak mungkin dapat berlangsung. Matriks tulang merupakan makromolekul

yang sangat bersifat anionik dan berperan penting dalam proses kalsifikasi dan fiksasi

kristal hidroksi apatit pada serabut kolagen. Matriks tulang tersusun sepanjang garis

dan beban mekanik sesuai dengan hukum Wolf, yaitu setiap perubahan fungsi tulang

akan diikuti oleh perubahan tertentu yang menetap pada arsitektur internal dan

Page 12: Osteoporosis Dan AF

penyesuaian eksternal sesuai dengan hukum matematika. Dengan kata lain, hukum

Wolf dapat diartikan sebagai “bentuk akan selalu mengikuti fungsi”.

B. Patogenesis Osteoporosis primer

Setelah menopause maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada

dekade awal setelah menopause, sehingga insidens fraktur, terutama fraktur vertebra

dan radius distal meningkat. Estrogen juga berperan menurunkan produksi berbagai

sitokin oleh bone marrow stromal cells dan sel-sel mononuklear, seperti IL-1, IL-6

dan TNF-α yang berperan meningkatkan kerja osteoklas, dengan demikian penurunan

kadar estrogen akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin

tersebut sehingga aktivitas osteoklas meningkat.

Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause, maka

kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause, sehingga osteoporosis akan

semakin berat. Pada menopause, kadangkala didapatkan peningkatan kadar kalsium

serum, dan hal ini disebabkan oleh menurunnya volume plasma, meningkatnya kadar

albumin dan bikarbonat, sehingga meningkatkan kadar kalsium yang terikat albumin

dan juga kadar kalsium dalam bentuk garam kompleks. Peningkatan bikarbonat pada

menopause terjadi akibat penurunan rangsang respirasi, sehingga terjadi relatif

asidosis respiratorik.

C. Patogenesis Osteoporosis Sekunder

Selama hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang spinalnya sebesar

42% dan kehilangan tulang femurnya sebesar 58%. Pada dekade ke-8 dan 9

kehidupannya, terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang, dimana resorpsi tulang

meningkat, sedangkan formasi tulang tidak berubah atau menurun. Hal ini akan

menyebabkan kehilangan massa tulang, perubahan mikroarsitektur tulang dan

peningkatan resiko fraktur.

Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada orang tua. Hal

ini disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang kurang, anoreksia,

malabsorpsi dan paparan sinar matahari yang rendah. Defisiensi vitamin K juga akan

menyebabkan osteoporosis karena akan meningkatkan karboksilasi protein tulang

misalnya osteokalsin. Penurunan kadar estradiol dibawah 40 pMol/L pada laki-laki

Page 13: Osteoporosis Dan AF

akan menyebabkan osteoporosis, karena laki-laki tidak pernah mengalami menopause

(penurunan kadar estrogen yang mendadak), maka kehilangan massa tulang yang

besar seperti pada wanita tidak pernah terjadi. Dengan bertambahnya usia, kadar

testosteron pada laki-laki akan menurun sedangkan kadar Sex Hormone Binding

Globulin (SHBG) akan meningkat. Peningkatan SHBG akan meningkatkan

pengikatan estrogen dan testosteron membentuk kompleks yang inaktif.

Faktor lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan massa tulang pada

orang tua adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok, alkohol, obat-obatan,

imobilisasi lama). Resiko fraktur yang juga harus diperhatikan adalah resiko terjatuh

yang lebih tinggi pada orang tua dibandingkan orang yang lebih muda. Hal ini

berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, gangguan keseimbangan dan stabilitas

postural, gangguan penglihatan, lantai yang licin atau tidak rata,

f. Gambaran Klinis

Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada vertebra,

pergelangan tangan, pinggul, humerus, dan tibia. Gejala yang paling lazim dari fraktur

korpus vertebra adalah nyeri pada punggung dan deformitas pada tulang belakang.

Nyeri biasanya terjadi akibat kolaps vertebra terutama pada daerah dorsal atau lumbal.

Secara khas awalnya akut dan sering menyebar kesekitar pinggang hingga kedalam

perut. Nyeri dapat meningkat walaupun dengan sedikit gerakan misalnya berbalik

ditempat tidur. Istirahat ditempat tidur dapat meringankan nyeri untuk sementara,

tetapi akan berulang dengan jangka waktu yang bervariasi. Serangan nyeri akut juga

dapat disertai oleh distensi perut dan ileus

Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan osteoporosis bila didapatkan:

Patah tulang akibat trauma yang ringan.

Tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah, nyeri tulang.

Page 14: Osteoporosis Dan AF

Gangguan otot (kaku dan lemah)

Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik yang khas.

g. Diagnosis

Diagnosis osteoporosis umumnya secara klinis sulit dinilai, karena tidak ada rasa

nyeri pada tulang saat osteoporosis terjadi walau osteoporosis lanjut. Khususnya pada

wanita-wanita menopause dan pasca menopause, rasa nyeri di daerah tulang dan sendi

dihubungkan dengan adanya nyeri akibat defisiensi estrogen. Masalah rasa nyeri

jaringan lunak (wallaca tahun1981) yang menyatakan rasa nyeri timbul setelah bekerja,

memakai baju, pekerjaan rumah tangga, taman dll. Jadi secara anamnesa mendiagnosis

osteoporosis hanya dari tanda sekunder yang menunjang terjadinya osteoporosis seperti

Tinggi badan yang makin menurun.

Obat-obatan yang diminum.

Penyakit-penyakit yang diderita selama masa reproduksi, klimakterium.

Jumlah kehamilan dan menyusui.

Bagaimana keadaan haid selama masa reproduksi.

Apakah sering beraktivitas di luar rumah , sering mendapat paparan matahari

cukup.

Apakah sering minum susu, Asupan kalsium lainnya.

Apakah sering merokok, minum alkohol

Pemeriksaan Fisik

Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita osteoporosis.

Demikian juga gaya berjalan penderita osteoporosis, deformitas tulang, nyeri spinal.

Penderita dengan osteoporosis sering menunjukkan kifosis dorsal atau gibbus dan

penurunan tinggi badan.

Page 15: Osteoporosis Dan AF

II.9. Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan

daerah trabekuler yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra

yang memberikan gambaran picture-frame vertebra.

II.10. Pemeriksaan Densitas Massa tulang (Densitometri)

Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan resiko fraktur .

untuk menilai hasil pemeriksaan Densitometri tulang, digunakan kriteria kelompok

kerja WHO, yaitu:

1. Normal bila densitas massa tulang di atas -1 SD rata-rata nilai densitas massa

tulang orang dewasa muda (T-score)

2. Osteopenia bila densitas massa tulang diantara -1 SD dan -2,5 SD dari T-score.

3. Osteoporosis bila densitas massa tulang -2,5 SD T-score atau kurang.

4. Osteoporosis berat yaitu osteoporosis yang disertai adanya fraktur.

Penatalaksanaan

Terapi pada osteoporosis harus mempertimbangkan 2 hal, yaitu terapi pencegahan

yang pada umumnya bertujuan untuk menghambat hilangnya massa tulang. Dengan

cara yaitu memperhatikan faktor makanan, latihan fisik ( senam pencegahan

osteoporosis), pola hidup yang aktif dan paparan sinar ultra violet. Selain itu juga

menghindari obat-obatan dan jenis makanan yang merupakan faktor resiko osteoporosis

seperti alkohol, kafein, diuretika, sedatif, kortikosteroid.

Selain pencegahan, tujuan terapi osteoporosis adalah meningkatkan massa tulang

dengan melakukan pemberian obat-obatan antara lain hormon pengganti (estrogen dan

progesterone dosis rendah). Kalsitrol, kalsitonin, bifosfat, raloxifene, dan nutrisi seperti

Page 16: Osteoporosis Dan AF

kalsium serta senam beban. Pembedahan pada pasien osteoporosis dilakukan bila

terjadi fraktur, terutama bila terjadi fraktur panggul.

Pencegahan

Pencegahan osteoporosi meliputi:

1. Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dengan

mengonsumsi kalsium yang cukup

Mengkonsumsi kalsium dalam jumlah yang cukup sangat efektif, terutama

sebelum tercapainya kepadatan tulang maksimal (sekitar umur 30 tahun). Minum

2 gelas susu dan tambahan vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan

tulang pada wanita setengah baya yang sebelumnya tidak mendapatkan cukup

kalsium. Akan tetapi tablet kalsium dan susu yang dikonsumsi setiap hari akhir -

akhir ini menjadi perdebatan sebagai pemicu terjadi osteoporosis, berhubungan

dengan teori osteoblast.

2. Melakukan olah raga dengan beban

Olah raga beban (misalnya berjalan dan menaiki tangga) akan meningkatkan

kepadatan tulang. Berenang tidak meningkatkan kepadatan tulang.

3. Mengkonsumsi obat (untuk beberapa orang tertentu).

Estrogen membantu mempertahankan kepadatan tulang pada wanita dan

sering diminum bersamaan dengan progesteron. Terapi sulih estrogen paling

efektif dimulai dalam 4-6 tahun setelah menopause; tetapi jika baru dimulai lebih

dari 6 tahun setelah menopause, masih bisa memperlambat kerapuhan tulang dan

mengurangi risiko patah tulang. Raloksifen merupakan obat menyerupai estrogen

yang baru, yang mungkin kurang efektif daripada estrogen dalam mencegah

kerapuhan tulang, tetapi tidak memiliki efek terhadap payudara atau rahim. Untuk

Page 17: Osteoporosis Dan AF

mencegah osteroporosis, bisfosfonat (contohnya alendronat), bisa digunakan

sendiri atau bersamaan dengan terapi sulih hormon.

Page 18: Osteoporosis Dan AF

Daftar Pustaka