Osmoregulasi ANI.pdf

16
OSMOREGULASI Oleh : Nama : Andriani Diah Irianti NIM : B1J012011 Rombongan : III Kelompok : 3 Asisten : Anisa Rahmawati LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2014

Transcript of Osmoregulasi ANI.pdf

Page 1: Osmoregulasi ANI.pdf

OSMOREGULASI

Oleh :

Nama : Andriani Diah Irianti NIM : B1J012011 Rombongan : III Kelompok : 3 Asisten : Anisa Rahmawati

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO

2014

Page 2: Osmoregulasi ANI.pdf

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan sebagai organisme akuatik memerlukan media air sebagai habitatnya tidak

terlepas dari pengaruh tekanan yang berasal dari lingkungan melalui perubahan yang

terdapat di dalamnya dan pengaruh fisiologis ikan itu sendiri. Ikan memiliki kemampuan

dalam beradaptasi bagi kelangsungan hidupnya. Suatu hal yang harus dihadapi ikan yaitu

adanya tekanan osmotik tubuhnya. Ikan , agar dapat bertahan dengan lingkungan tempat

hidupnya maka harus dapat mengaur keseimbangan tubuhnya, agar tidak kelebihan dan

kekurangan air. Proses fisiologis di dalam tubuh ikan dapat berjalan dengan normal, maka

diperlukan tekanan osmotik yang relatif konstan. Pengaturan tekana osmotik cairan tubuh

yang layak bagi kehidupan ikan agar proses-proses fisiologisnya berjalan normal disebut

osmoregulasi (Syakirin, 2007). Osmoregulasi merupakan suatu fungsi fisiologis yang

membutuhkan energi, yang dikontrol oleh penyerapan selektif ion-ion yang melewati

insang dan pada beberapa bagian tubuh lainnya dikontrol oleh pembuangan yang selektif

terhadap garam-garam. Kemampuan osmoregulasi bervariasi bergantung suhu, musim,

umur, kondisi fisiologis,jenis kelamin dan perbedaan genotif (Affandi, 2002).

Salinitas menjadi faktor pembatas bagi kehidupan hewan akuatik. Osmoregulasi

terjadi pada hewan perairan, karena adanya perbedaan tekanan osmosis antara larutan di

dalam tubuh dan di luar tubuh. Osmoregulasi pada hewan air digunakan untuk mengontrol

keseimbangan air dan ion-ion yang terdapat di dalam tubuhnya dengan lingkungan melalui

sel permeable. Pengaturan osmoregulasi pada hewan perairan mempengaruhi

metabolisme tubuh hewan dalam menghasilkan energi (Lantu, 2010). Perubahan salinitas

dapat mempengaruhi permeabilitas dinding sel ketika salinitas mengalami perubahan.

Perubahan salinitas menyebabkan ikan mengalami kecenderungan untuk mampu atau

tidaknya melakukan keseimbangan osmotiknya dalam rangka mengatur dan berfungsi

dengan normal sesuai dengan kebutuhannya, salinitas dalam suatu perairan pada media

yang berbeda juga akan mempengaruhi proses metabolisme untuk pertumbuhannya (Fahn,

1991). Salinitas merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap

kelangsungan hidup dan pertumbuhan hewan akuatik, karena merupakan faktor yang

membuat organisme akuatik dapat memodifikasi peubah fisika dan kimia air menjadi satu

kesatuan pengaruh yang berdampak osmotik terhadap osmoregulasi dan bioenergenetik

(Karim, 2007).

Page 3: Osmoregulasi ANI.pdf

Air merupakan media hidup ikan. Medium suatu perairan berbeda-beda, ada

perairan tawar, laut dan payau. Ikan-ikan yang hidup pada media-media ini telah mampu

beradaptasi secara berkelanjutan sampai ia mengalami mortalitas atau kematian. Cara ikan

untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungannya berhubungan dengan kandungan kadar

garam dalam perairan. Oleh karena itu ikan mempunyai daya osmoregulasi. Batas toleransi

kadar garam berbeda-beda untuk setiap jenis ikan. Ikan yang mempunyai batas toleransi

yang besar terhadap salinitas disebut euryhaline, sedangkan yang mempunyai toleransi

yang sempit terhadap salinitas disebut stenohaline (Lesmana, 2001). Pentingnya

mempelajari toleransi terhadap salinitas bagi organisme perairan khususnya ikan dan

mengetahui bagaimana ikan menyeimbangkan tekanan yang ada di dalam tubuh ikan itu

sendiri sehingga ikan tetap dapat melangsungkan kehidupannya, maka praktikum ini

menjadi begitu penting artinya untuk dilaksanakan.

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk mempelajari osmoregulasi pada

hewan eurihalin (hewan yang mampu hidup dalam perairan dengan salinitas yang cukup

luas), ikan Nila (Oreochromis sp.) serta hewan stenohalin, ikan Nilem (Osteochilus hasselti)

dan atau kepiting (Scyla serrate).

Page 4: Osmoregulasi ANI.pdf

II. MATERI DAN CARA KERJA

2.1 Materi

Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah gelas plastik, gunting, pinset,

tabung eppendorf, handrefractometer, spuit injeksi, tip mikropipet, jarum, mikrosentrifuge,

baki plastik, osmometer, penghitung waktu, gelas ukur, kertas label dan kertas cakram.

Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah benih ikan Nila (Oreochromis

sp.), benih ikan Nilem (Osteochilus hasselti), kepiting bakau (Scylla serrata), EDTA, dan

medium air dengan konsentrasi 0 ppt, 10 ppt, 20 ppt, dan 30 ppt.

2.2 Cara Kerja

2.2.1 Pengamatan Toleransi Salinitas

1. Medium air disiapkan dengan salinitas 0 ppt, 10 ppt, 20 ppt dan 30 ppt, kemudian

dimasukkan ke dalam gelas plastik dan diberi label.

2. Benih Ikan Nila sebanyak 10 ekor dimasukkan ke dalam masing-masing gelas plastik

secara direct transfer.

3. Pengamatan dilakukan, waktu kematian tiap ekor ikan dicatat dan dihitung Ikan yang

masih hidup pada masing-masing gelas plastik setelah 10, 20, 30 dan 40 menit, serta

24, 48, 72, dan 96 jam.

4. Medium air disiapkan lagi dengan salinitas 10 ppt kemudian dimasukkan ke dalam

gelas plastik dan diberi label.

5. Benih ikan Nila sebanyak 10 ekor dimasukkan ke dalam gelas plastik secara gradual

transfer.

6. Pengamatan dilakukan, waktu kematian tiap ekor ikan dicatat dan dihitung ikan yang

masih hidup pada masing-masing gelas plastik setelah 24, 48, 72, dan 96 jam.

7. Persentase sintasan dihitung menggunakan rumus.

2.2.2 Pengukuran Osmolalitas Plasma dan Medium

1. Sampel darah ikan Nila diambil dengan spuit injeksi yang telah dibasahi terlebih

dahulu dengan EDTA.

2. Darah yang telah diambil dipindahkan dari spuit ke tabung eppendorf.

3. Darah disentrifugasi selama 15 menit pada kecepatan 3500 rpm.

Page 5: Osmoregulasi ANI.pdf

4. Plasma darah diambil sebanyak 10 µl menggunakan mikropipet.

5. Osmolalitas plasma darah diukur menggunakan osmometer.

6. Kapasitas osmoregulasi dihitung.

2.2.3 Pengukuran Osmolalitas Hemolimfe pada Kepiting

1. Sampel hemolimfe kepiting diambil dari bagian ruas-ruas kaki yang paling dekat

dengan tubuh kepiting dengan spuit injeksi berukuran 1 mL.

2. Hemolimfe yang telah diambil dipindahkan dari spuit ke tabung eppendorf.

3. Hemolimfe diambil sebanyak 10 µl menggunakan mikropipet.

4. Osmolalitas hemolimfe kepiting diukur menggunakan osmometer.

5. Kapasitas osmoregulasi dihitung.

Page 6: Osmoregulasi ANI.pdf

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Tabel 3.1.1 Pengamatan Sintasan Ikan Nila (Oreochromis sp.) pada Perlakuan Direct Transfer

No Salinitas (ppt) Waktu Pengamatan ( menit)

10 20 30 40

1 0 100% 100% 100% 100%

2 10 100% 100% 100% 100%

3 20 100% 100% 100% 90%

4 30 10% 0% 0% 0%

No Salinitas (ppt) Waktu Pengamatan (jam)

24 48 72 96

1 0 70% 60% 0% 0%

2 10 100% 100% 100% 60%

3 20 0% 0% 0% 0%

4 30 0% 0% 0% 0%

Tabel 3.1.2 Pengamatan Sintasan Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) pada Perlakuan Direct

Transfer

No Salinitas (ppt) Waktu Pengamatan ( menit)

10 20 30 40

1 0 100% 100% 100% 100%

2 10 90% 90% 90% 90%

3 20 30% 30% 20% 20%

4 30 0% 0% 0% 0%

No Salinitas (ppt) Waktu Pengamatan ( jam)

24 48 72 96

1 0 0% 0% 0% 0%

2 10 0% 0% 0% 0%

3 20 0% 0% 0% 0%

4 30 0% 0% 0% 0%

Tabel 3.1.3 Pengamatan Sintasan Nila (Oreochromis sp.) pada Perlakuan Gradual Transfer

No Salinitas (ppt) Waktu Pengamatan ( jam )

24 48 72 96

1 0 60%

2 10 60%

3 20 0%

4 30 0%

Page 7: Osmoregulasi ANI.pdf

Tabel 3.1.4 Pengamatan Sintasan Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) pada Perlakuan

Gradual Trannsfer

No Salinitas (ppt) Waktu Pengamatan ( jam )

24 48 72 96

1 0 100%

2 10 80%

3 20 0%

4 30 0%

Tabel 3.1.5 Pengamatan Osmolalitas Plasma dan Medium Ikan Nila (Oreochromis sp.)

No Salinitas Osmolalitas Kapasitas

Osmoregulasi Plasma Medium

1 0 769 163 4,66

2 10 479 253 1,89

3 20 383 370 1,04

4 30 425 730 0,58

5 0 622 165 7,77

Tabel 3.1.6 Pengamatan Osmolalitas Plasma dan Medium Kepiting (Scylla serrata)

No Salinitas Osmolalitas Kapasitas

Osmoregulasi Hemolimfe Medium

1 0 853 165 5,06

2 10 1177 253 4,65

3 20 1295 370 3,5

4 30 938 739 1,27

5 0 831 165 5,04

Page 8: Osmoregulasi ANI.pdf

Grafik 3.1.1 Pengamatan Osmolalitas pada Ikan Nila dan Kepiting

0

1

2

3

4

5

6

0 10 20 30 40

Kap

asit

as O

smo

regu

lasi

Salinitas (ppt)

Grafik Osmolalitas pada Ikan Nila dan Kepiting

Kapasitas Osmoregulasi Ikan

nila

Kapasitas Osmoregulasi

Kepiting

Page 9: Osmoregulasi ANI.pdf

3.2 Pembahasan

Hewan uji yang digunakan oleh kelompok 3 rombongan III untuk pengamatan

toleransi salinitas adalah benih ikan Nila (Oreochromis sp.). Uji toleransi salinitas yang

digunakan adalah 0, 10, 20 dan 30 ppt secara direct transfer selama 10, 20, 30 dan 40

menit, serta 24, 48, 72 dan 96 jam dan secara gradual transfer dengan salinitas 20 ppt

selama 24, 48, 72 dan 96 jam. Hasil sintasan yang diperoleh dari data pengamatan sintasan

ikan Nila secara direct transfer pada salinitas 0, 10 dan 20 ppt dalam selang waktu 10 menit

menunjukkan bahwa semua ikan Nila hidup namun pada salinitas 30 ppt ikan Nila yang

hidup hanya 10%. Salinitas 0, 10 dan 20 ppt semua ikan Nila hidup dalam waktu 20 menit

dan pada salinitas 30 ppt semua ikan Nila mati. Salinitas 0, 10 dan 20 ppt ikan Nila masih

hidup kecuali pada salinitas 30 ppt semua ikan Nila mati. Salinitas 0 dan 10 ppt pada menit

40 semua ikan Nila hidup, namun pada salinitas 20 ikan Nila yang hidup 90% sedangkan

pada 30 ppt semua ikan Nila mati. Hasil yang dilakukan secara gradual transfer ikan Nila

yang hidup pada waktu 24 jam yaitu 60%, pada waktu 48 jam juga 60%, namun pada waktu

72 jam semua semua ikan Nila. Hal ini menunjukan bahwa ikan nila termasuk ikan yang

mempunyai osmoregulasi yang tinggi dan termasuk hewan eurihalin. Menurut Tang (2009),

hewan eurihalin mempunyai kemampuan untuk bertahan hidup pada medium yang

berkadar garam tinggi, sehingga dapat mengendalikan fungsi osmoregulasi yang

berhubungan dengan komposisi cairan ekstraseluler dalam tubuhnya yaitu plasma, getah

bening dan cairan interstitial.

Toleransi salinitas pada Ikan Nilem yang dilakukan oleh kelompok 4 rombongan III,

untuk uji toleransi salinitas yang digunakan adalah 0, 10, 20 dan 30 ppt secara direct

transfer selama 10, 20, 30 dan 40 menit, serta 24, 48, 72 dan 96 jam dan secara gradual

transfer dengan salinitas 30 ppt selama 24, 48, 72 dan 96 jam. Hasil sintasan yang diperoleh

dari data pengamatan sintasan ikan Nilem secara direct transfer pada menit ke 10 dan 20

untuk salinitas 0 menunjukan ikan Nilem hidup semua, untuk salinitas 10 ppt yang hidup

90%, salinitas 20 ppt yang hidup 30% dan 30 ppt menunjukkan bahwa semua ikan Nilem

hidup. Hasil untuk menit 30 dan 40 pada salinitas 0 ppt semua ikan Nilem hidup semua,

salinitas 10 ppt ikan yang hidup 90% dan salinitas 20 ppt ikan Nilem yang hidup hanya 20%.

Hasil yang dilakukan secara gradual transfer ikan Nilem yang hidup pada waktu 24 jam

semua Ikan Nilem mati. Hal ini menunjukkan kesesuaian bahwa ikan Nilem merupakan ikan

stenohalin yaitu ikan yang tidak dapat beradaptasi pada dua lingkungan berbeda yang

mampu berpindah dari perairan tawar ke perairan laut dan sebaliknya, ikan Nilem memiliki

sifat hipertonik yakni kadar konsentrasi pada plasma darah lebih tinggi daripada nilai

Page 10: Osmoregulasi ANI.pdf

konsentrasi medianya. Ikan Nilem tidak mampu beradaptasi terhadap lingkungan dengan

salinitas tinggi (Hurkat and Mathur, 1976).

Hasil pengukuran osmolalitas pada ikan Nila salinitas 0 yang dilakukan kelompok 1

menghasilkan Osmolitas plasma 769 mmol/kg sedangkan medium 163 mmol/kg sehingga

dihasilkan kapasitas osmoregulasinya 4,66 dan untuk kelompok 5 Osmolalitas plasma 622

mmol/kg sedangkan untuk medium 165 mmol/kg sehingga dihasilkan kapasitas

osmoregulasinya 7,77 . Salinitas 10 yang dilakukan oleh kelompok 2 menghasilkan

osmolalitas plasma 479 mmol/kg sedangkan untuk medium 253 mmol/kg sehingga

dihasilkan kapasitas osmoregulasinya 1,89. Salinitas 20 ppt yang dilakukan oleh kelompok 3

menghasilkan osmolalitas plasma 383 mmol/kg sedangkan untuk medium 370 mmol/kg

sehingga dihasilkan kapasitas osmoregulasinya 1,04 . Salinitas 30 yang dilakukan oleh

kelompok 4 menghasilkan osmolalitas plasma 425 mmol/kg sedangkan untuk medium 739

mmol/kg sehingga dihasilkan kapasitas osmoregulasinya 0,58.

Hasil pengukuran osmolalitas pada kepiting untuk salinitas 0 ppt yang dilakukan

kelompok 1 menghasilkan osmolitas hemolimfe 853 mmol/kg sedangkan medium 165

mmol/kg sehingga dihasilkan kapasitas osmoregulasinya 5,06 dan untuk kelompok 5

Osmolalitas hemolimfe 831 mmol/kg sedangkan untuk medium 165 mmol/kg sehingga

dihasilkan kapasitas osmoregulasinya 5,04. Salinitas 10 ppt yang dilakukan oleh kelompok

2 menghasilkan osmolalitas hemolimfe 853 mmol/kg sedangkan untuk medium 253

mmol/kg sehingga dihasilkan kapasitas osmoregulasinya 4,65. Salinitas 20 ppt yang

dilakukan oleh kelompok 3 menghasilkan osmolalitas hemolimfe 1295 mmol/kg sedangkan

untuk medium 370 mmol/kg sehingga dihasilkan kapasitas osmoregulasinya 3,05 . Salinitas

30 yang dilakukan oleh kelompok 4 menghasilkan osmolalitas hemolimfe 938 mmol/kg

sedangkan untuk medium 739 mmol/kg sehingga dihasilkan kapasitas osmoregulasinya

1,27. Hasil percobaan menunjukkan bahwa semakin tinggi salinitas, semakin kecil kapasitas

osmoregulasinya.

Ikan Nila dan kepiting bakau digolongkan dalam hewan perairan eurihalin. Hewan

ini bersifat hipertonik terhadap air tawar, sehingga bila dimasukkan dalam air dengan

salinitas tinggi maka akan bersifat hipotonik terhadap lingkungan barunya yang ditandai

dengan semakin kecil kapasitas osmoregulasinya. Kapasitas osmoregulasi dapat diperoleh

dari hasil bagi antara osmolalitas plasma darah dangan osmolalitas media (Hurkat and

Mathur, 1976). Osmolalitas plasma dan media dapat diukur dengan osmometer. Metode

yang digunakan adalah metode pengukuran tekanan uap, yang merupakan metode

tercepat dan termudah untuk menentukan osmolalitas. Alat ini bisa digunakan pada suhu

kamar dengan sampel harus dalam keadaan keseimbangan alami, karena jika viskositas

Page 11: Osmoregulasi ANI.pdf

sampel tinggi atau dalam kondisi lain yang dapat mengganggu penentuan titik beku dapat

terjadi kesalahan pada data yang diperoleh (Lestari, 2010).

Osmoregulasi adalah upaya hewan air untuk mengontrol keseimbangan air dan ion

antara tubuh dan lingkungannya, atau suatu proses pengaturan tekanan osmosis. Menurut

Isnaeni (2006), osmosis adalah pergerakan air dari cairan yang mempunyai kandungan air

lebih tinggi (yang lebih encer) menuju ke cairan yang mempunyai kandungan air yang lebih

rendah (yang lebih pekat). Mekanisme osmoregulasi meliputi volume air, kandungan zat

terlarut dan distribusi zat terlarut. Makhluk hidup mempertahankan kekonstanan volume

air dalam tubuhnya melalui mekanisme dimana jumlah air yang masuk harus sama dengan

jumlah air yang keluar (Soetarto, 1986).

Regulasi ion dan air pada hewan akuatik dapat terjadi secara hiperosmotik dan

isoosmotik. hipertonik atau hiperosmotik, yaitu pengaturan secara aktif konsentrasi cairan

tubuh yang lebih tinggi dari konsentrasi media, misalnya pada potadrom (ikan air tawar).

Isoosmotik yaitu konsentrasi cairan tubuh sama dengan konsentrasi media, misalnya ikan-

ikan golongan eurihalin seperti Ikan Nila (Fujaya , 2004). Berdasarkan kemampuan adaptasi

terhadap tingkat salinitas maka hewan air dapat diklasifikasikan dalam stenohalin dan

eurihalin. Stenohalin merupakan hewan yang hanya mampu bertahan pada lingkungan

salinitas yang sempit, sedangkan eurihalin merupakan hewan yang mampu bertahan pada

tingkat salinitas yang beragam. Contoh ikan euriharin adalah Cyprinodon variegates,

Mozambique tilapia, Morone saxatillis (Prosser, 1961). Menurut Djarijah (1995),

menyebutkan ikan Nilem termasuk stenohalin yaitu mempunyai toleransi terhadap salinitas

yang sempit yaitu mencapai 35 ppt, sedangkan pertumbuhan optimalnya berkisar antara 0-

10 ppt, untuk ikan eurihalin yaitu yang mempunyai toleransi terhadap salinitas yang luas,

contohnya ikan Nila, toleransi salinitasnya mencapai 60 ppt. Ikan Nila bersifat hiperosmotik

pada salinitas 0 dan 5 ppt. Salinitas 20 dan 25 ppt, ikan Nila bersifat hipoosmotik.

Menurut pernyataan Hoar (1984), berdasarkan kemampuan osmoregulasinya,

hewan dibagi menjadi dua kelompok yaitu osmoregulator dan osmokonformer.

Osmokonformer merupakan hewan yang konsentrasi osmotik cairan tubuhnya berubah-

ubah sesuai dengan konsentrasi lingkungan eksternalnya misalnya pada ikan laut.

Osmoregulator adalah hewan yang konsentrasi cairan tubuhnya konstan terhadap

konsentrasi lingkungan eksternalnya, Ikan Nila termasuk dalam kelompok osmoregulator.

Menurut Grosell (2006), hewan tipe osmokonformer atau ionokonformer banyak

ditemukan pada species Agnatha yang tidak dapat meregulasi tekanan osmotiknya dan

konsentrasi osmolalitasnya terlampau besar di perairan laut. Hewan tipe osmokonformer

dan ionoregulasi juga dapat ditemukan pada jenis elasmobranch dan coelacanth yang

Page 12: Osmoregulasi ANI.pdf

konsentrasi NaCl pada osmolalitas plasma hanya mencapai 1/3 bagian. Osmoregulasi pada

hewan teleostei dapat dicapai dengan cara meregulasikan elektrolit ekstraseluler (Na+ dan

Cl-).

Perbedaan antara Ikan air Tawar dan Ikan air Laut terletak dalam mempertahankan

kandungan garam. Ikan air tawar memiliki konsentrasi garam pada tubuhnya lebih tinggi

dibandingkan lingkungannya, untuk mengatasi hal tersebut Ikan air Tawar memiliki

beberapa cara diantarnya ikan akan mengkonsumsi air dalam jumlah sedikit dan akan

memproduksi urine dalam jumlah banyak namun encer. Ikan air Laut memiliki konsentrasi

konsentrasi garam pada tubuhnya lebih rendah dibandingkan dengan kandungan garam

yang ada di lingkungannya, maka garam cenderung masuk ke tubuh ikan untuk mengatasi

hal itu ikan air Laut harus menggunakan ginjalnya serta pompa ionnya untuk mengeluarkan

kelebihan garam (Lantu, 2010). Ikan air Laut akan banyak meminum air namun urin yang

dihasilkan pekat dan Ikan air Laut memiliki dinding sel tubuh yang lebih tebal dibandingkan

dengan Ikan air Tawar.

Mekanisme osmoregulasi diawali dari difusi substansi keluar tubuh ikan melalui

insang. Rasio insang dengan permukaan tubuh sangat mempengaruhi pada difusi tersebut.

Produksi urin per berat tubuh dan per unit waktu dipengaruhi oleh rasio insang-insang yang

luas pada ikan mengakibatkan air lebih banyak berdifusi keluar sehingga ikan mengalami

dehidrasi. Garam akan mengalir masuk sehingga ikan tidak mampu lagi melakukan

mekanisme osmoregulasi, akibatnya ikan akan mengalami kematian (Lagler, 1977). Proses

pengaturan regulasi pada tubuh ikan adalah sebagai berikut: Ikan air tawar karena

tubuhnya hipertonik terhadap medium maka ia akan mengekspresikan kelebihan air

melalui mekanisme yang menyebabkan urinnya menjadi encer. Kelebihan air ini disebabkan

oleh adanya air lingkungan masuk ke dalam tubuh melalui difusi. Ikan air tawar bila

dipindahkan ke air laut maka keadaan tubuhnya akan menjadi hipotonik terhadap

lingkungan. Keadaan ini menyebabkan air keluar dari tubuh sehingga kadar garam di dalam

tubuh akan meningkat. Seiring meningkatnya kadar garam dalam tubuh, ikan yang

melakukan mekanisme ini disebut euryhalin, sedangkan yang tidak melakukan mekanisme

ini disebut stenohalin (Schmidt dan Nielsen, 1990).

Osmoregulasi ikan laut mempunyai osmolalitas cairan ekstraseluler antara 300-350

mosmol/kg dan sebagai akibatnya air hilang melalui difusi secara terus-menerus sehingga

kondisi lingkungan eksternalnya hipertonik (1,000 mosmol/kg) (Grosell and Genz, 2006).

Pengaturan air dan ion dalam tubuh dengan sejumlah mekanisme yang dilakukan untuk

mengatasi problem osmotik dan mengatur perbedaan diantara intra sel dan ekstra sel dan

diantara ekstrasel dengan lingkungan secara kolektif disebut Mekanisme Osmoregulasi

Page 13: Osmoregulasi ANI.pdf

(Evans, 1998). Mekanisme osmoregulasi meliputi volume air, kandungan zat terlarut dan

distribusi zat terlarut. Mahluk hidup mempertahankan kekonstanan volume air dalam

tubuhnya melalui mekanisme dimana jumlah air yang masuk harus sama dengan jumlah air

yang keluar (Soetarto, 1986).

Mekanisme osmoregulasi ikan air tawar yaitu ikan air tawar yang selalu kemasukan

air terus menerus dari lingkungannya yang hipertonik. Ikan air tawar harus mengeluarkan

air berlebih dengan memaksanya kembali ke lingkungan agar terhindar dari pengenceran

fluida tubuhnya dengan menggunakan ATP untuk kontraksi jantung yang mengakibatkan

tekanan memaksa darah keluar dari glomerolus ke dalam kapsul Bowman. Sebagian besar

dari limbah nitrogen (termasuk NH3) pada ikan sebenarnya keluar tubuh karena difusi

keluar dari insangnya (Kimball, 1987).

Page 14: Osmoregulasi ANI.pdf

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa :

1. Osmoregulasi adalah mekanisme atau upaya hewan air untuk mengontrol

keseimbangan air dan ion antara tubuh dan lingkungannya, atau suatu proses

pengaturan tekanan osmosis. Mekanisme ini dilakukan dengan dua cara, yaitu

osmokonformer dan osmoregulator.

2. Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) termasuk hewan osmoregulator dan stenohalin (tidak

mampu hidup pada salinitas tinggi), ikan Nila (Oreochromis sp.) termasuk hewan

osmoregulator dan eurihalin (mampu hidup pada salinitas tinggi), sedangkan kepiting

bakau (Scylla serrata) termasuk hewan eurihalin.

3. Semakin tinggi salinitas, semakin kecil kapasitas osmoregulasinya. Kapasitas

osmoregulasi dapat diperoleh dari hasil bagi antara osmolalitas plasma darah dangan

osmolalitas media yang diukur menggunakan osmometer.

Page 15: Osmoregulasi ANI.pdf

DAFTAR REFERENSI

Affandi, R., 2005. Fisiologi Ikan (Pencernaan dan Penyerapan Makanan). Manajemen

Sumberdaya Perairan. IPB Bogor

Djarijah, A. S. 1995. Nila Merah; Pembenihan dan Pembesaran Secara Intensif. Kanisius,

Yogyakrta.

Evans, D.H. 1997. The Physiology of Fishes Second Editions. CRC Press, New York.

Fahn, A. 1991. Anatomi Hewan Edisi Ketiga. Gajah Mada Universitas Press, Yogyakarta.

Fujaya, Yushita. 2004. Fisiologi Ikan. Asdimahasatya, Jakarta.

Grosell, M. 2006. Intestinal Anion Exchange in Marine Fish Osmoregulation. Journal of Experimental Biology. Vol. 209 : 2813-2827.

Grosell, M. and Genz J. 2006. Ouabain-sensitive bicarbonate secretion and acid absorption by the marine teleost fish intestine play a role in osmoregulation. Am J Physiol Regulatory Integrative Comp Physiol 291:1145-1156, 2006. First published May 18, 2006;

Hoar, W. S. 1984. General and Comparative Physiology 3nd. Prentice Hall of India Private

Limited, New Delhi

Hurkat, D. C. and P. N. Marthur. 1976. A Text Book of Animal Physiology. S. Chand and Co CPJ, New Delhi.

Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius, Jakarta.

Karim, M. Y. 2006. Perubahan Osmolaritas Plasma Larva Ikan Bandeng (Chanos Chanos) Sebagai Respon Adaptasi Salinitas. J. Sains & Teknologi, Vol. 6 (3): 143–148

Kimball, J. W. 1987. Biologi Jilid I. Erlangga, Jakarta.

Lagler, F. 1977. Ichtiology. John Willey & Sons Inc, New York.

Lantu, S. 2010. Osmoregulasi pada Hewan Akuatik. Jurnal Perikanan dan Kelautan VI (1) : 46-50.

Lesmana, D. 2001. Kualitas Air Untuk Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya, Jakarta.

Lestari. 2010. http://lestari.blogspot.com/2010/alat-pengukur-osmolalitas. Diakses pada tanggal 30 Maret 2014.

Prosser, C. 1961. Comparative Animal PhysiologySecond Edition. W.B Saunders Company,

London.

Schmidt-Nielsen, K., 1990. Animal Physiologi. Adaptation and Environment. Cambridge University Press, London, UK.

Soetarto. 1986. Biologi. Widya Duta, Surakarta.

Page 16: Osmoregulasi ANI.pdf

Syakirin, M. Bahrus. 2007. Mekanisme Pompa Natrium (Na+ - K+) pada Osmoregulasi Ikan bertulang sejati (Teleost). Jurnal Pena Akuatika 1(1): 24-33.

Tang, Cheng-Hao, Tzeng, Ching-San, Hwang, Lie-Yueh and Tsung-Han Lee. 2009. Constant Muscle Water Content and Renal HSP90 Expression Reflect Osmotic Homeostasis in Euryhaline Teleosts Acclimated to Different Environmental Salinities. Zoological Studies 48(4): 435-441.

.