Oseanografi ELY

38
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM OSEANOGRAFI Disusun oleh : NAMA : ELLY PUSPITANINGRUM NIM : 03/171116/PN/09890 PRODI : MANAJEMEN SUMBERDAYA PERIKANAN ASISTEN : JAMALUDIN RASYID LABORATORIUM EKOLOGI PERAIRAN JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2005

Transcript of Oseanografi ELY

Page 1: Oseanografi ELY

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM OSEANOGRAFI

Disusun oleh :

NAMA : ELLY PUSPITANINGRUM NIM : 03/171116/PN/09890 PRODI : MANAJEMEN SUMBERDAYA PERIKANAN ASISTEN : JAMALUDIN RASYID

LABORATORIUM EKOLOGI PERAIRAN JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA 2005

Page 2: Oseanografi ELY

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmatNya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan laporan praktikum oseanografi dengan baik. Praktikum oseanografi merupakan

syarat kelulusan dari mata kuliah oseanografi dan sebagai syarat mengikuti responsi. Laporan

tersusun atas beberapa bab yang mempelajari tentang aspek-aspek fisik, kimia, dan biologi

laut.

Penulisan laporan ini dapat terlaksana dan tersusun dengan baik dengan bantuan dari

beberapa pihak yang telah memberikan semangat, dukungan moral, dan bantuan. Tak lupa

saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. orang tua dan sahabat yang selalu membantu dan memberiku semangat.

2. seluruh asisten praktikum fisiologi hewan air, khususnya mbak wiwin.

3. seluruh teman-teman praktikan fisiologi hewan air.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak trdapat

kekurangan. Hal tersebut tidak lain karena keterbatasan yang ada pada penulis. Koreksi,

kritikan, dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan laporan.

Akhirnya tiada harapan yang lebih selain, semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi

penulis dan pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, 28 Mei 2005

Penulis

2

Page 3: Oseanografi ELY

LAPORAN PRAKTIKUM

OSEANOGRAFI

Oleh ELLY PUSPITANINGRUM

03/171116/PN/09890

Laporan ini diterima sebagai persyaratan

yang diperlukan untuk kelulusan mata kuliah

Oseanografi

Disetujui pada tanggal : 29 Mei 2005

Asisten

Jamaludin Rasyid

Dosen Pengampu

Oseanografi

Eko Setyobudi, S.Pi, M. Si

3

Page 4: Oseanografi ELY

I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Oseanografi bila dilihat dari asal katanya berarti “deskripsi dari laut” tetapi dalam arti

luas oseanografi merupakan ilmu mengenai laut atau suatu disiplin ilmu yang mencakup

segala aspek dari laut dan sebagainya. Secara umum oseanografi dapat dibagi menjadi empat

bagian, yaitu:

1. Fisika oseanografi

2. Kimia oseanografi

3. Biologi oseanografi

4. Geologi oseanografi

Di Indonesia oseanografi sering diartikan sebagai ilmu yang mempelajari segi-segi fisika,

kimia, dan biologi laut; sedangkan ilmu oseanologi merupakan ilmu yang cakupannya lebih

luas daripada oseanografi.

Laut memegang peranan penting sebagai sarana atau mata pencaharian, pentedia

sumber daya alam (khususnya protein hewani), alur transportasi, agribisnis, tempat pariwisata,

rekreasi, kawasan pemukiman, dan tempat pembuangan limbah. Negara-negara maju

memandang laut sebagai sumber bahan makanan, mineral, energi, bahkan eksploitasi minyak

atau bahan bakar lebih lanjut.

Pendekatan pengelolaan terpadu harus dilakukan guna membangun sumber daya

wilayah laut secara optimal dan berkelanjutan bagi kemakmuran rakyat. Namun, salah satu

kendala yang dihadapi adalah kurangnya sumberdaya manusia yang memahami pengelolaan

wilayah pesisir dan laut secar terpadu serta pelaksanaan perencanaan dan pembangunan

sumber daya pesisir dan laut secara sektoral dan terpilah.

Berdasarkan uraian di atas dan mengingat betapa pentingnya pengelolaan laut secara

berkelanjutan, maka dilaksanakan praktikum oseanografi. Praktikum oseanografi mempelajari

segala hal yang berhubungan dengan laut baik dari parameter kimia, fisika, dan biologi.

Diharapkan setelah mengetahui dan mempelajari berbagai aspek maka sumber daya maritim

Indonesia dapat lestari dan berkelanjutan demi kesejahteraan rakyat.

4

Page 5: Oseanografi ELY

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi, Sejarah, dan Ruang Lingkup Oseanografi

Oseanografi bila dilihat dari asal katanya memiliki pengertian “deskripsi dari laut”

tetapi bila ditinjau dalam arti yang lebih luas, oseanografi adalah ilmu magenta laut atau suatu

disiplin ilmu yang mencakup segala aspek laut, misal: gerakan air laut, susunan kimia air laut

dan udara di atas laut, kehidupan di dalam laut, kondisi dasar laut, dan sebagainya (Soepardjo,

1982).

Menurut Hutabarat dan Evans (1985), oseanografi merupakan perpaduan dari berbagai

macam ilmu, antara lain ilmu tanah (geologi), ilmu bumi (geografi), ilmu fisika, ilmu kimia,

ilmu biologi (hayat), dan ilmu iklim (meteorologi). Namun secara umum atau garis besar

oseanografi dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu:

1. Fisika oseanografi, mempelajari hubungan antara sifat-sifat fisik yang terjadi di dalam

laut dan yang terjadi antara lautan, atmosfer, dan daratan.

2. Geologi oseanografi, mempelajari asal lautan yang telah mengalami perubahan lebih

dari berjuta-juta tahun yang lalu.

3. Kimia oseanografi, mempelajari reaksi kimia yang terjadi di dalam dan dasar laut serta

menganalisa sifat air dan laut itu sendiri.

4. Biologi oseanografi, mempelajari semua kehidupan organisme yang ada di lautan

termasuk hewan dan tumbuhan.

Keterkaitan manusia terhadap laut sudah terjadi sejak zaman peradaban manusia. Pada saat itu

bentuk peta sangat penting peranannya. Zaman ptolemous, abad kedua sebelum masehi, lautan

Mediterania, bagian utara Afrika dan Pantai Selatan Afrika berhasil dipetakan secara

sempurna. Abad keempat sebelum masehi, Aristoteles (kebangsaan Yunani) melakukan

penelitian yang lebih mendetail mengenai hewan dan tumbuhan laut. Akhirnya pada abad I

masehi, manusia mulai mengerti hubungan antara gerakan pasang dan letak dari bulan. Abad

ke-14 masehi seorang bangsawan Portugis, Ferdinando Hagelhaens, melakukan pelayaran

keliling dunia dan membuktikan bahwa bumi berbentuk bulat. Abad ke-18, James Cook

membuat seluruh peta dari Lautan Pasifik dan memperlihatkan adanya sebuah daratan di

bagian selatan kutub yang selalu tertutup oleh es. Beberapa ekspedisi oseanografi yang telah

dilakukan oleh Challenger (1872-1875), Gazelle (1874-1876), Vitiaz (1886-1889), dan Meteor

5

Page 6: Oseanografi ELY

(1925-1927). Ekspedisi Challenger telah memberikan tambahan pengtahuan yang sangat

penting.

B. Pembentukan dan Pengembangan Pantai

Pantai merupakan daerah yang terletak di bagian tepi daratan. Peranan perairan pantai

sebagai sumber daya hayati laut masih dipengaruhi oleh daratan. Wilayah perairan panta

merupakan bagian samudra yang lebih kecil jika dibandingkan dengan luas perairan Indonesia

(Romimohtarto dan Juwana, 2001).

Menurut Dahuri (2003), berdasarkan morfologinya pantai di Indonesia dapat

dikelompokkan menjadi:

1. Pantai Terjal Berbatu

Pantai tersebut biasanya terdapat di kawasan tektonis aktif yang tidak pernah

stabil karena proses geologi. Kehadiran vegetasi penutup dipengaruhi oleh tiga faktor,

yaitu: tipe batuan, tingkat curah hujan, dan cuaca.

2. Pantai Landai dan Datar

Tipe tersebut dapat ditemukan di kawasan stabil, yaitu: kawasan yang sudah

sekian lama tidak mengalami pergerakan tanah secara vertikal. Aliran air tawar yang

tinggi dan banyaknya endapan lumpur mengakibatkan terumbu karang tidaka dapat

berkembang dengan baik.

3. Pantai dengan Bukit Pasir

Pantai tersebut terbentuk karena pengaruh transportasi sedimen elastik secara

horisontal. Peristiwa transportasi tersebut dipengaruhi oleh gelombang besar dan arus

menyusur pantai yang mampu mensuplai sedimen dari daerah sekitarnya, misal Pantai

Selatan Jawa.

4. Pantai Beralur

Bentuk pantai beralur dipengaruhi oleh faktor gelombang. Gelombang yang

pecah akan menciptakan arus yang menyusur pantai. Arus tersebut berperan dalam proses

pendistribusian sedimen.

5. Pantai Berbatu

6

Page 7: Oseanografi ELY

Tipe pantai tersebut dicirikan dengan adanya belahan batu cadas dan organisme

air yang hidup di permukaan. Pantai memiliki kepadatan mikroorganisme yang paling

tinggi, khususnya habitat intertidal di daerah dingin dan subtropik.

6. Pantai Lurus di Daratan Pantai yang Landai

Tipe tersebut dicirikan sebagai fase awal perkembangan pantai bercelah dan

bukit pasir apabila terjadi perubahan suplai sedimen dan cuaca.

7. Pantai yang Terbentuk Karena Pengaruh Erosi

Pantai tersebut terbentuk dari sedimen yang terangkut oleh arus dan aliran

sungai akan mengendap di daerah pantai. Pantai yang demikian akan mengalami

perubahan dari musim ke musim, baik secara alami maupun karena kegiatan manusia.

C. Fenomena Geografi Fisik

1. Pasang Surut

Pasang surut atau Pasut merupakana proses naik turunnya permukaan laut secara

periodik. Hal tersebut dipengaruhi oleh gaya tarik benda-benda angkasa, terutama bulan

dan matahari. Kisaran Pasang surut (tidal range) merupakan perbedaan tinggi muka air

saat pasang maksimum dengan tinggi muka air saat surut meksimum. Pasang surut di

Indonesia dapat dibagi menjadi empat jenis berdasarkan pola gerakan muka lautnya, yaitu:

pasut harian tunggal, pasut harian ganda, dan dua jenis pasut campuran (Dahuri, 1996).

2. Temperatur

Menurut Hutabarat dan Evans (1985), suhu di laut merupakan faktor yang amat

penting bagi kehidupan organisme di lautan karena mempengaruhi aktifitas dan

metabolisme organisme tersebut. Sebagai contoh, binatang karang penyebarannya dibatasi

oleh perairan hangat yang berada di daerah tropik dan subtropik. Insolation adalah proses

pemanasan lautan dan daratan oleh sinar matahari. Daerah tropik merupakan daerah yang

memiliki kelembaban udara yang tinggi dan mengakibatakn terbentuknya lapisan awan

yang lebih tebal daripada daerah subtropik. Daerah tropik lebih bsnyak menerima panas

dibandingkan daerah kutub karena dippengaruhi oleh bebrapa faktor, yaitu:

a. sinar matahari yang merambat melalui atmosfer mengalami banyak kehilangan panas

sebelum mencapai daerah kutub.

b. Besarnya perbedaan sudut datang sainar matahari ketika mencapai permukaan bumi.

7

Page 8: Oseanografi ELY

c. Daerah kutub lebih banyak menerima panas di permukaan bumi yang dipantulkan

kembali ke atmosfer.

3. Arus

Arus pantai yang berpengaruh terhadap proses sedimentasi pantai merupakan

gelombang yang datang menuju pantai. Arus laut merupakan pencerminan langsung dari

pola angin yang bertiup pada saat itu (Dahuri dkk, 1996). Gaya coriolis menyebabkan arus

di permukaan air laut berbelok ke kanan dari arah angin dan arus di lapisan bawahnya kan

berbelok ke arah kanan lagi dari arah arus permukaan (Romimohtarto dan Juwana, 2001).

4. Gelombang Laut

Gelombang timbul karena dipengaruhi oleh dorongan angin di atas permukaan air laut

dan sebagian lagi oleh tekanan tangensial pada partikel air. Besar kecilnya gelombang

dipengaruhi oleh tinggi gelombang. Gelombangakan pecah jika bergerak menuju pantai

dan terdampar di dasar perairan pantai dangkal karena energi gelombang mulai

menghilang (Romimohtarto dan Juwana, 2001).

5. Kemiringan Pantai

Kemiringan pantai ditentukan dengan cara mengukur perbedaan ketinggian pada dua

titik horizontal yang jarak antara kedua titik telah diketahui. Kemiringan pantai sangat

berperan dalam drainase air terutama dalam usaha budidaya pantai. Kemiringan yang

sangat besar sangat tidak baik buat budidaya. Sebaliknya pantai yang datar cukup

menyulitkan dalam proses pengeringan kolam tambak. Pantai yang landai menyebabkan

jangkauan pasang surut mencapai ratusan meter, sedangkan pantai yang terjal meyebabkan

jangkauan pasang surut hanya mampu mencapai beberapa puluh meter saja (Anonim 2005.

D. Aspek Biologi Laut

Biologi oseanografi sistem pelagik terdiri atas hewan dan tumbuhan yang hidupnya

melayang-layang di permukaan lautan terbuka. Sistem pelagik dibagi menjadi dua kelompok

besar atau utama, yaitu:

a. Plankton, terdiri atas organisme mikroskopik dan hiduonya melayang-layang di perairan.

Plankton tediri atas zooplankton dan fitoplankton.

b. Nekton, terdiri atas hewan-hewan yang berukuran besar dan memiliki kemampuan untuk

bergerak melawan gerakan arus (perenang aktif).

8

Page 9: Oseanografi ELY

1. Plankton

Menurut Hutabarat dan Evans (1985), fitoplankton merupakan tumbuhan air yang

berukuran sangat kecil dan terbagi atas beberapa kelas yang berbeda. Fitoplankton

berperan sebagai produsen utama di perairan. Fotosintesis merupakan salah satu proses

permulaan yang sangat penting dimana fitoplankton dapat membuat atau mensintesa

karbohidrat dari ikatan-ikatan anorganik karbondioksida dan air.

6 CO2 + 6 H2O ↔ C6H12O6 + 6O2

Sinar matahari diperlukan untuk proses fotosintesis, oleh karena itu fitoplankton hanya

dapat dijumpai pada lapisan permukaan laut saja. Zooplankton merupakan suatu kelompok

yang terdiri atas kelas protozoa, coelenterata, mollusca, annelida, dan crustaceae.

Zooplankton tidak dapat memproduksi zat-zat organik dari zat-zat anorganik. Zooplankton

yang bersifat herbivora akan memangsa fitoplankton secara langsung sedangkan

2. Bentos

Menurut Hutabarat dan Evans (1985) organisme yang hidup menempel di bagian dasar

perairan dikenal sebagai bentos, termasuk di dalamnya adalah tumbuhan dasar (benthic

plants) dan hewan dasar (benthic animals). Tumbuhan dasar dibagi menjadi tiga

kelompok, yaitu:

a. Tanaman air bersel tunggal yang umumnya hidup dipermukaan pasir dan lumpur.

b. Tanaman air berukuran besar, misal seaweeds

c. Tanaman berbunga, misal Zostera, beberapa pohon, dan semakan yang hidup di

mangrove swamp daerah litoral.

Keadaan lingkungan seperti tipe sedimen, salinitas, dan kedalaman di bawah permukaan

mampu memberikan variasi yang sangat besar dari satu daerah dasar lautan ke daerah

dasar lautan yang lain, sehingga tidak mengherankan jika timbul perbedaan variasi jenis

hewan. Komunitas hewan tertentu sering dijumpai tersebar secara luas asalkan kondisi

lingkungan hidupnya cocok, walaupun hewan benthic tersebut berada di letak geografi

yang berbeda, sebagai contoh suatu perairan didominasi oleh Macoma (kelas Bivalvia)

yang terdapat di perairan dangkal dan bersalinitas rendah pada kedalaman 10 – 60 meter di

beberapa bagian dunia.

9

Page 10: Oseanografi ELY

E. Aspek Kimia Air Laut

1. Salinitas

Menurut Nybakken (1992), air laut merupakan air murni yang di dalamnya terlarut

berbagai zat padat dan zat gas. Satu contoh, air laut seberat 1000 gram akan berisi kurang

lebih 35 gram senyawa-senyawa terlarut secara kolektif yang disebut garam. Dengan kata

lain, 96.5 % air alut berisi air murni dan 3.5 % berisi garam (zat terlarut). Banyaknya zat

terlarut disebut salinitas. Ilmuwan dalam bidang biologi laut dan oseanografi menyatakan

salinitas dengan satuan perseribu (0/00). Oleh karena itu, sampel air laut yang khas seberat

1000 gram yang mengandung 35 gram senyawa-senyawa terlarut memilki salinitas 35 0/00.

2. Alkalinitas.

Alkalinitas merupakan kemampuan penyangga perairan alami., yaitu kemampuan dari

perairan untuk menetralisir asam. Alkalinitas terdiri atas banyaknya basa-basa dalam air

yang dapat tertitrasi sebagai CaCO3 ekuivalen. Menurut Wetzel (1991), alkalinitas

dipengaruhi oleh kadar CO2 bebas menurut reaksi berikut:

CO2 ↔ CO2 + H2O ↔ H2CO3 ↔ 2H+ + CO3-

3. Derajat Keasaman

Derajat keasaman merupakan nilai yang menunjukkan banyaknya kandungan ion

hidrogen dalam suatu perairan. Derajat keasaman dapat mempengaruhi kesetimbangan

senyawa-senyawa yang terdapat di perairan dan juga dapat mempengaruhi kehidupan

pakan alami (misal plankton) dan fisiologi ikan (Triyatmo, 2001).

4. Karbondioksida Bebas.

Karbondioksida bebas merupakan banyaknya kadar CO2 dalam suatu perairan yang

dihasilkan dari proses respirasi organisme akuatik. Karbondioksida oleh organosme

akuatik diperlukan untuk proses fotosintesis melalui reaksi:

6 CO2 + 6 H2O ↔ C6H12O6 + 6 CO2

Melalui proses fotosintesis, tumbuhnan akuatik dapat melakukan proses pemasakan untul

tubuhnya sendiri (Brotowidjoyo et al, 1995).

5. Kadar Oksigen Terlarut

Kadar oksigen terlarut merupakan banyaknya gas oksigen yang terlarut di dalam

perairan. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) sangat penting untuk metabolisme

10

Page 11: Oseanografi ELY

pernapasan organisme akuatik dan proses biokimia (Haver and Hill, 1991). Distribusi

oksigen sangat penting untuk kebutuhan langsung organisme, mempengaruhi solubilitas,

dan ketersediaan nutrien (wetzel, 1991).

11

Page 12: Oseanografi ELY

III. METODOLOGI

A. Parameter Fisik

1. Pasang Surut

a. Metode: pengamatan visual berdasarkan pengukuran terhadap perubahan tinggi

permukaan laut secara langsung dan tidak langsung.

b. Alat dan Bahan:

1) balok kayu (4 x 6 x 300 cm) 3 buah

2) selang plastik transparan (diameter 3/8 inci) 6 m, warna bening

3) selang plastik transparan (diameter 1/8 inci) 50 ml, warna bening

4) teropong

5) senter

6) meteran

7) spidol atau cat

8) paku usuk (7 cm) dan kawat secukupnya

c. Cara Kerja:

1) Meruncingkan salah satu ujung balok kayu untuk menancapkan ke dasar laut.

2) Memberi skala dengan cat atau spidol pada salah satu muka balok.

3) Memotong selang plastik (diameter 3/8 inci) sepanjang 2 meter dan

membentangkan pada salah satu muka balok kayu yang berbeda.

4) Meletakkan selang plastik dengan paku lalu diikat kawat.

5) Masukkan sebuah pelampung warna mencolok dalam selang plastik. Pelampung

lebih kecil dari diameter selang supaya bebas naik turun.

6) Menutup kedua selang plastik menggunakan gabus atau plastik supaya pelampung

tidak lepas, kira-kira 10 cm dari ujung selang dibuat lubang air atau udara

(diameter 1 cm).

2. Suhu Air

a. Metode: pengamatan visual menggunakan termometer.

b. Alat dan Bahan:

Termometer

12

Page 13: Oseanografi ELY

c. Cara Kerja:

1) Memasukkan termometer ke dalam air laut sampai kurang lebih 5 menit.

2) Membaca ketinggian air raksa pada skala termometer.

3. Suhu Udara

a. Metode: pengamatan lansung terhadap termometer.

b. Alat dan Bahan:

1) termometer

c. Cara Kerja:

1) Membiarkan termometer menggantung di udara terbuka kurang lebih 5 menit.

2) Membaca ketinggian air raksa pada skala termometer.

4. Kecepatan Angin

a. Metode: metode visual terhadap alat.

b. Alat dan Bahan:

1) anemometer

2) stopwatch

c. Cara Kerja:

1) Menghadapkan anemometer ke arah datangnya angin bertiup.

2) Anemometer dinormalkan terlebih dahulu.

3) Mencatat kecepatan angin pada waktu tempuh tetentu dengan melihat angka yang

ditunjukkan anemometer.

5. Frekuensi Gelombang

a. Metode yang digunakan pada pengukuran adalah metode visual secara langsung

dengan bantuan teropong.

b. Alat dan Bahan:

1) teropong

2) stopwatch

c. Cara Kerja:

1) Menentukan satu titik pandang yang tetap.

2) Menghitung banyaknya gelombang yang melewati titik tersebut dalam satu menit.

3) Mencatat data yang didapat dalam tabel pengamatan.

13

Page 14: Oseanografi ELY

6. Periode (Waktu Tempuh) Gelombang

a. Metode: pengamatan secara langsung dengan bantuan teropong.

b. Alat dan Bahan:

1) teropong

2) stopwatch

c. Cara Kerja:

1) Menentukan jarak antara garis pantai atau pengamatan dengan satu titik

pengamatan.

2) Mencatat waktu yang diperlukan oleh satu gelombang untuk menempuh jarak yang

telah ditentukan.

3) Melakukan pengamatan dengan selang tiap satu jam dan mencatatnya pada tabel.

7. Kemiringan Pantai

a. Metode: metode visual dengan menggunakan prinsip persamaan tinggi permukaan air

pada suatu medium.

b. Alat dan Bahan:

1) papan kayu dua buah

2) selang plastik transparan (diameter 1/8 inci) 50 m

3) spidol

c. Cara Kerja:

1) Menancapkan patok kayu di daerah jangkauan pasang tertinggi, kemudian patok

yang lain pada sembarang tempat ke arah laut dan tegak dengan garis pantai.

Mengukur jarak kedua patok tersebut.

2) Mengisi selang plastik hingga penuh lalu menutup dengan mengikat kedua

ujungnya.

3) Merentangkan selang plastik tersebut hingga mencapai pada kedua patok dan

membuka ikatannya hingga muka air dalam selang plastik dapat bergerak bebas.

Menandai ketinggian air pada masing-masing patok.

4) Melakukan prosedur yang sama sampai daerah surut terendah.

5) Menghitung dengan rumus: Slope (%) = (H1 – H2) / d x 100%

6) Menghitung lebar pantai yang terkena jangkauan pasang surut.

14

Page 15: Oseanografi ELY

B. Parameter Kimia

1. Oksigen Terlarut

a. Metode: pengukuran Winkler

b. Alat dan Bahan:

1) Alat

a) botol oksigen 1 buah

b) pipet ukur 1 ml, 10 ml 4 buah

c) pipet tetes 1 buah

d) erlenmeyer 250 ml 2 buah

e) gelas ukur 50 ml 1 buah

f) karet penghisap 2 buah

2) Bahan

a) sampel air 100 ml

b) larutan MnSO4 1 ml

c) larutan reagen oksigen (NaOH-NaI) 1 ml

d) larutan H2SO4 pekat 1 ml

e) indikator amilum 3 tetes

f) Na2S2O3 1/80 N 2-10 ml

c. Cara Kerja:

1) Mengambil air dengan menggunakan botol oksigen dan menjaga agar jangan

sampai timbul gelembung udara.

2) Menambahkan 1 ml reagen oksigen dan 1 ml MnSO4, kemudian digojok lalu

didiamkan sampai terjadi endapan.

3) Menambahkan 1 ml H2SO4 pekat, kemudian botol digojok sampai semua endapan

hilang, lalu setelah hilang, didiamkan lagi.

4) Mengambil sampel air tersebut sebanyak 50 ml dan memasukkan dalam labu

erlenmeyer.

5) Menambahkan 3 - 4 tetes indikator amilum sampai warna cairan menjadi biru

kehitaman.

15

Page 16: Oseanografi ELY

6) Menitrasi dengan 1/80 N Na2S2O3 sampai warna menjadi jernih kembali dan

mencatat volume titrasi (a).

7) Menghitung oksigen terlarut dengan rumus : 100/50 x a/(f) 0,1 mg/l, dengan a

volume titrasi dan faktor koreksi = 1.

2. Karbondioksida Terlarut

a. Metode: metode Alkalimetri.

b. Alat dan Bahan:

1) Alat

a) botol oksigen 1 buah

b) pipet ukur 1 ml, 10 ml 2 buah

c) pipet tetes 2 buah

d) erlenmeyer 250 ml 2 buah

e) gelas ukur 50 ml 1 buah

f) karet penghisap 1 buah

2) Bahan

a) sampel air 50 ml

b) larutan NaOH 1/44 N

c) indikator PP

c. Cara Kerja:

1) Mengambil air dengan menggunakan botol oksigen dan menjaga agar jangan

sampai timbul gelembung udara.

2) Mengambil sampel air tersebut sebanyak 50 ml dan memasukkan dalam labu

erlenmeyer.

3) Menambahkan 3 – 4 tetes indikator PP, apabila warna menjadi merah muda berarti

tidak ada CO2 bebas, namun apabila tetap bening, melakukan titrasi dengan 1/44 N

NaOH samapi warna larutan menjadi merah muda dan mencatat volume titrasi (a).

4) Menghitung CO2 bebas dengan rumus : 1000/50 x a/f/ 1 mg/l, dengan a voluma

titrasi dan faktor koreksi = 1.

3. Alkalinitas

a. Metode: metode Alkalimetri.

b. Alat dan Bahan:

16

Page 17: Oseanografi ELY

1) Alat

a) botol oksigen 1 buah

b) pipet ukur 1 ml, 10 ml 2 buah

c) pipet tetes 2 buah

d) erlenmeyer 250 ml 2 buah

e) gelas ukur 50 ml 1 buah

f) karet penghisap 1 buah

2) Bahan

a) sampel air 50 ml

b) larutan H2SO4 0,02 N

c) indikator PP 3 tetes

d) indikator MO 3 tetes

c. Cara Kerja:

1) Mengambil air dengan menggunakan botol oksigen dan menjaga agar jangan

sampai timbul gelembung udara.

2) Mengambil sampel air tersebut sebanyak 50 ml dan memasukkan dalam labu

erlenmeyer.

3) Menambahkan 3 – 4 tetes indikator PP, apabila warna menjadi merah muda,

menitrasinya dengan 1/50 N H2SO4 sampai berwarna bening. Mencatat jumlah

volume titrasi (a).

4) Menambahkan 3 – 4 tetes MO sehingga berwarna kuning, kemudian menitrasi

dengan 1/50 H2SO4 sampai warna merah jerami. Mencatat volume titrasi (b).

5) Menghitung total alkalinitas dengan rumus : 100 x 50 x N x (a – b)/ml sampel.

6) Apabila sampel mengandung CO2, maka langsung menambahkan 3 – 4 tetes MO

sehingga berwarna kuning, kemudian menitrasi dengan 1/50 H2SO4 sampai warna

merah jerami. Mencatat volume titrasi (a).

7) Menghitung total alkalinitas dengan rumus : 1000 x 50 x N x a/ml sampel.

4. Salinitas

a. Metode: metode visual dengan menggunakan alat Refraktometer.

b. Alat dan Bahan:

1) refraktometer

17

Page 18: Oseanografi ELY

2) sampel air

c. Cara Kerja:

1) Membuka penutup gelas pelan-pelan, membersihkan dengan kertas tissue,

kemudian menetesi dengan sampel air (1 tetes) dan menutupnya kembali.

2) Mengarahkan refraktometer ke arah datangnya cahaya. Membaca salinitas sampel

air melalui teropongnya dengan melihat angka yang ditunjukkan oleh garis batas

biru dan putih dalam lingkaran.

5. Derajat Keasaman (pH)

a. Metode: metode visual.dengan bantuan pH meter.

b. Alat dan Bahan:

1) pH meter

2) sampel air

c. Cara Kerja:

1) Menyiapkan sampel air secukupnya.

2) Memasukkan pH meter ke dalam larutan buffer supaya pH menunjuk angka 7 (pH

normal).

3) Memasukkan pH meter ke dalam sampel air dan mencatat angka yang ditunjukkan.

C. Parameter Biologi

1. Plankton

a. Metode: metode visual dengan bantuan mikroskop.

b. Alat dan Bahan:

1) plankton net

2) ember (kapasitas 10 L)

3) botol film

4) sampel air

5) formalin 40 %

6) pipet tetes

7) SR (Sedgwick Rafter)

8) mikroskop

c. Cara Kerja:

18

Page 19: Oseanografi ELY

1) Mengambil sampel air dengan ember sebanyak 10 L, kemudian menyaringnya

dengan plankton net.

2) Memindahkan hasil saringan dalam botol film dan menetesi dengan formalin 40 %

sebanyak 2-3 tetes.

3) Mengendapkan sampel tersebut dan meresapkan airnya dengan meletakkan tissue.

4) Mengambil dengan pipet tetes sampel tersebut dan menuangkan dalam SR.

Mengamati jenis dan jumlah plankton di bawah mikroskop.

5) Menghitung kepadatan plankton dengan rumus:

Kepadatan plankton (individu/L) = a x volume botol / flakon : volume sampel air volume SR

a : Σ plankton yang terhitung dalam SR

19

Page 20: Oseanografi ELY

IV. HASIL PENGAMATAN

(Terlampir)

V. PEMBAHASAN

Praktikum oseanografi dilaksanakan di pantai Sundak, Gunung Kidul, Yogyakarta.

Pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan fisik (suhu udara, suhu air, frekuensi dan

waktu tempuh gelombang, pasang surut dan kecepatan angin), kimia (kandungan oksigen

terlarut, karbondioksida terlarut, salinitas, alkalinitas dan pH) dan biologi (kepadatan

plankton). Pengamatan fisik dilakukan setiap jam, sedangkan pengamatan kimia dan biologi

dilakukan tiap tiga jam sekali. Pantai Sundak berdasarkan kenampakkan fisiknya dapat

digolongkan sebagai pantai dewasa karena sebagian besar materi penyusunnya berasal dari

laut dan tergolong pantai berpasir. Hal tersebut dapat terjadi dibentuk sebagai akibat dari

proses erosi laut dan proses pengendapan laut, bukan berasal dari pengendapan dan materi

yang dibawa aliran sungai, es dan angin (terrestial) (Djasmani 2004).

Pengamatan dilakukan di dua stasiun, yaitu stasiun I merupakan daerah yang dikelilingi

oleh batu karang di sebelah timurnya dan terdapat biota-biota yang letaknya sangat dekat

dengan pantai; stasiun II merupakan daerah yang lebih terbuka, gelombang altnya lebih besar,

dan komunitas daerah berkarang jarang dijumpai, akibatnya jarang dijumpai vegetasi dan

hewan hidupnya melekat di batuan karang .

A. Pembahasan Perstasiun

1. Stasiun I

a. Parameter Fisik

Stasiun I memiliki karakter berupa barier (penghalang) batu-batu karang yang

cukup mendominasi, terdapat biota-biota vegetasi dan hewan yang hidup melekat di

batuan karang, misal: alga, bintang ular, kelinci laut dan sebagainya. Biota tersebut banyak

dijumpai di daerah berbatu karang karena karang merupakan substrat yang berfungsi

sebagai temapt menancapkan holdfast dan tempat berlindung dari hempasan ombak.

Keadaan fisik stasiun I tersebut akan mempengaruhi pengamatan yang dilakukan.

20

Page 21: Oseanografi ELY

Parameter fisika yang berkontribusi langsung terhadap kondisi pantai stasiun I yaitu suhu

udara, kecepatan angin, frekuensi dan waktu tempuh gelombang dan pasang surut.

1) Suhu Air dan Suhu Udara

Hasil pengamatan terhadap suhu air dan suhu udara stasiun I selama 24 jam didapat

kisaran antara 26-31,50C untuk suhu air dan 26-300C untuk suhu udara. Kisaran suhu,

khususnya suhu air dipengaruhi oleh radiasi sinar matahari, posisi matahari, letak

geografis, musim, kondisi awan, serta interaksi antara air dan udara. Rentang kisaran

suhu air lebih besar dibandingkan dengan suhu udara karena air memiliki kemampuan

untuk menyerap dan menyimpan panas yang diterima dari udara dengan kapasitas yang

cukup tinggi.

Suhu air tertinggi terjadi pada jam 11.00 sebesar 31,50C dan terendah pada jam

03.00 sebesar 260C, sedangkan suhu udara tertinggi terjadi pada jam 09.00 dan 10.00

sebesar 300C, terendahnya pada jam 21.00, 01.00 sampai jam 06.00 sebesar 260C.

Suhu air tinggi karena dipengaruhi oleh intensitas matahari yang tinggi dan akibat dari

kemampuan air yang dapat lebih lama menyimpan panas, sehingga panas yang

diterima pada jam sebelumnya terakumulasi menjadi panas yang tinggi. Suhu udara

tertinggi terjadi pada jam 09.00 dan 10.00, Hal tersebut dipengaruhi oleh tingginya

radiasi dan intensitas sinar matahari yang dipancarkan. Kecepatan angin juga

berpengaruh terhadap suhu udara, semakin besar kecepatan angin maka suhu udara

akan cenderung lebih rendah. Kecepatan angin yang tinggi mengakibatkan suhu udara

menjadi turun karena angin yang berhembus dalam jumlah banyak akan membawa uap

air yang bisa menyerap panas udara. Penyerapan panas udara oleh uap air

mengakibatkan suhu uadar menjadi turun. Suhu berkaitan dengan tekanan parsial suatu

tempat. Perbedaan suhu antara dua tempat yang berbeda menyebabkan terjadinya

aliran udara yang bergerak dari tekanan tinggi ke tempat bertekanan rendah, dimana

udara yang bergerak disebut angin. Semakin besar perbedaan yang ada maka semakin

cepat angin bertiup (Hutabarat dan Evans, 1985).

2) Kecepatan Angin

Kecepatan angin tertinggi stasiun I terjadi pada jam 12.00 sebesar 982,5 km/mnt

arah tenggara dan terendah pada jam 23.00, 01.00, 02.00, 03.00 dan 06.00 yaitu

sebesar 0 km/mnt (tidak ada angin). Tingginya kecepatan angin tertinggi bertiup dari

21

Page 22: Oseanografi ELY

arah tenggara dapat terjadi karena pada jam tersebut terjadi perbedaan tekanan antara

laut dan darat paling besar, sehingga angin yang bertiup untuk menyeimbangkan

tekanan semakin kencang. Didapatkannya kisaran 0 km/menit pada beberapa waktu

diakibatkan oleh letak stasiun I yang terhalang gunung dan bukit. Hal tersebut

mengakibatkan angin darat yang terbentuk tidak sampai ke pantai, tertabrak gunung

dan akhirnya berbelok ke arah lain.

3) Frekuensi-Periode Gelombang dan Kecepatan Angin

Pengukuran parameter fisik yang berkorelasi terbalik yaitu antara frekuensi dan

periode (waktu tempuh) gelombang. Frekuensi gelombang merupakan jumlah puncak

atau jumlah lembah yang melewati suatu titik tetap tiap satuan waktu (biasanya dalam

detik atau menit), sedangkan periode (waktu tempuh) gelombang merupakan interval

waktu antara dua puncak yang berurutan yang melalui suatu titik tetap (Supangat dan

Susanna 1999).

Frekuensi gelombang merupakan waktu yang diperlukan untuk mengadakan satu

siklus gelombang dalam artian banyaknya gelombang yang melewati suatu titik

tertentu. Daerah pengamatan stasiun I memiliki frekuensi gelombang tertinggi sebesar

9,6 gel/menit yang berarti periode (waktu tempuh) gelombangnya terkecil 7 dtk/gel

terjadi pada jam 03.00, sedangkan frekuensi gelombang terendah sebesar 3 gel/mnt

yang berarti periode gelombang terbesar sebesar 30 dtk/gel terjadi pada jam 12.00.

Tingginya frekuensi gelombang dengan periode kecil pada jam 03.00 dapat terjadi

karena pada jam tersebut kecepatan angin bernilai 0 (tidak ada angin yang bertiup),

sehingga tidak terjadi penumpukkan energi gelombang dan pertumbuhan gelombang

tidak besar. Tidak terjadinya penumpukan energi pada gelombang menyebabkan laju

untuk terciptanya satu gelombang semakin kecil, dengan kata lain gelombang semakin

cepat terbentuk (periode kecil). Rendahnya frekuensi gelombang dengan periode besar

pada jam 12.00 dapat terjadi karena pada pada jam tersebut kecepatan anginnya paling

tinggi yaitu 982,5 km/mnt. Kecepatan angin yang tinggi menyebabkan terjadinya

penumpukkan energi dan pertumbuhan gelombang yang signifikan. Hal tersebut

menyebabkan ukuran, panjang dan kecepatan gelombang semakin meningkat, tetapi

dengan laju berkurang, sehingga waktu untuk terbentuk gelombang semakin banyak

(periode besar).

22

Page 23: Oseanografi ELY

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap gelombang maka dapat diketahui bahwa

gelombang stasiun I tergolong tipe pecah gelombang surging. Surging merupakan tipe

pecah gelombang yang tidak banyak menimbulkan hempasan. Hal tersebut dapat

dilihat dari pecahnya gelombang terjadi sebelum sampai ke pantai. Terdapat hubungan

antara tipe pecah gelombang dengan kelandaian pantai dan perbandingan kedalaman

perairan terhadap tinggi gelombang. Tipe pecag gelombang surging terjadi pada

kelandaian dasar pantai yang curam (±20%) dengan pebandingan d/H mendekati 0.

Kondisi pantai yang berbatu karang dengan kemiringan pantai yang cukup tinggi yaitu

19,14% (termasuk curam), menyebabkan gelombang pecah tanpa hempasan kuat

akibat kedalaman perairan sama dengan tinggi gelombang yang terbentuk.

4) Pasang Surut

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pasang surut, diperoleh data sebagai

berikut: pasut berada pada kisaran 27-240 cm, diaman pasut tertinggi (240 cm) terjadi

pada jam 23.00 dan terendah (27 cm) pada jam 09.00. Tingginya pasang surut pada

jam 23.00 dipengaruhi oleh pasang harian tertinggi sebagai akibat adanya gaya tarik

bulan, sedangkan rendahnya pasang surut pada jam 09.00 menunjukkan bahwa terjadi

surut harian terendah. Tinggi rendahnya pasang surut disebabkan oleh gaya tarik-

menarik antara gaya sentrifugal yang disebabkan oleh perputaran bumi pada porosnya

dan gaya gravitasi yang berasal dari bulan.

Pasang surut merupakan gelombang perairan dangkal, yang dihasilkan oleh gaya

gravitasi bulan dan matahari terhadap lautan. Gaya pembangkit air pasang surut oleh

matahari memiliki sekitar 46% dari gaya yang dihasilkan oleh bulan. Kenaikan dan

penurunan pasang surut menghasilkan pergerakan lateral air (arus pasang surut) yang

kecepatan, besar dan arahnya dipengaruhi oleh geometri cekungan, kemiringan pantai

(slope) dan massa tanah penghambatnya. Angin yang kuat dapat menahan pasang naik

atau bahkan menguatkannya. Kecepatan penjalaran pasang surut juga dipengaruhi oleh

kedalamannya (Supangat dan Susanna 1999).

5. Kemiringan Pantai

Kemiringan pantai di stasiun I adalah 19,14%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa

topografi bentuk pantai curam dan tidak landai. Keadaan yang demikian

23

Page 24: Oseanografi ELY

mengakibatkan gelombang yang terbentuk akan memiliki hempasan yang tidak kuat

(tipe surging), karena pecah sebelum sampai pantai.

b. Parameter Kimia

Pengamatan parameter kimia meliputi kandungan oksigen terlarut (DO), kadar CO2

bebas, kadar alkalinitas, salinitas, dan nilai pH. Parameter-parameter kimia tersebut sangat

berpengaruh terhadap kelangsungan hidup pakan alami dan proses fisik kimia biota laut.

Pengamatan terhadap parameter kimia dilakukan tiap tiga jam sekali.

1) Kadar Oksigen Terlarut

Kadar kandungan oksigen tertinggi terjadi pada jam 18.00 sebesar 13.2 ppm dan

terendahnya pada jam 03.00 sebesar 5.4 ppm. Tinggi rendahnya DO dapat dikaitk

dengan intensitas sinar matahari, suhu, gelombang (semakin banyak gelombang yang

terhempas ke pantai, maka semakin banyak oksigen dari udara yang terikat oleh air

secara difusi), kondisi perairan dan densitas plankton. Organisme/hewan akuatik

membutuhkan oksigen untuk respirasi agar keseimbangan dalam tubuhnya tetap

terjaga. Sedangkan tumbuhan akuatik menghasilkan oksigen dari proses fotosintesis.

Kadar DO tertinggi terjadi pada jam 18.00, dipengaruhi oleh densitas (kepadatan)

plankton terbesar dibandingkan dengan jam pengamatan lainnya yaitu 455 individu/L.

Berdasarkan data yang diperoleh, diduga bahwa fitoplakton pada siang hari sangat

banyak akibatnya proses fotosintesis berlangsung optimal, sehingga persediaan

oksigen yang dihasilkan maksimal. Rendahnya kandungan oksigen pada jam 03.00

karena tidak adanya sinar matahari, sehingga tidak terjadi proses fotosintesis yang

menghasilkan oksigensedangkan proses respirasi terus berlangsung disisi lain pada

malam hari tumbuhan akuatik melakukan proses asimilasi yang juga memerlukan

oksigen.

2) Kadar CO2 Bebas

Pengamatan terhadap kandungan karbondioksida bebas di stasiun I didapat kisaran

antara 0-24 ppm, dengan kadar CO2 bebas tertinggi sebesar 24 ppm pada jam 24.00

dan 06.00, sedangkan yang terendah sebesar 0 ppm pada jam 15.00, 03.00 dan 09.00.

Tingginya kandungan karbondioksida bebas dipengaruhi oleh proses respirasi hewan

akuatik yang terus menerus berlangsung, padahal O2 terlarut diperairan terus berkurang

karena digunakan untuk proses respirasi dan asimilasi. Pada malam hari tidak ada sinar

24

Page 25: Oseanografi ELY

matahari sehingga tidak ada proses fotosintesis akibatnya tidak ada penambahan

oksigen. Kandungan CO2 bebas terendah terjadi pada jam 15.00, 03.00 dan 09.00 (0

ppm), karena pada jam tersebut CO2 bebas hasil respirasi hewan akuatik digunakan

sebagai bahan dasar fotosintesis oleh organisme autotroph (organisme yang mampu

memasak makanan sendiri). Karbondioksida tersebut akan diubah menjadi zat organik

berupa cadangan makanan dan oksigen, yang keperluan sebagai bahan fotosintesisnya

lebih besar dibandingkan dengan dihasilkannya CO2 bebas dari proses respirasi

organisme heterotroph (organisme yang tidak mampu memasak makanan sendiri).

Penambahan kelarutan karbondioksida dapat berasal dari hasil pernapasan dan

pembongkaran bahan organik oleh jasad renik. Kenaikan suhu dan salinitas akan

menaikkan karbondioksida. Pengurangan karbondioksida di laut diakibatkan dari

proses fotosintesis, penurunan suhu dan salinitas (Djasmani 2004).

Menurut Nybakken (1992), karbondioksida yang masuk keperairan akan bereaksi

dengan air menghasilkan asam karbonat: CO2 + H2O ↔ H2CO3

Asam karbonat (H2CO3) selanjutnya terdisosiasi menjadi ion hidrogen dan ion

bikarbonat: H2CO3 ↔ H+ + Hco3-

Kemudian ion bikarbonat terdisosiasi lagi menjadi ion hidrogen dan ion karbonat:

HCO3- ↔ H+ + CO3

-

3. Alkalinitas

Hasil pengamatan menunjukkan kisaran alkalinitas stasiun I yaitu antara 5-290

ppm, dengan yang tertinggi sebesar 290 ppm pada jam 21.00 dan terendah sebesar 5

ppm pada jam 09.00. Tingginya alkalinitas jam 21.00, menunjukkan bahwa

kemampuannya dalam menyangga perubahan pH (menetralisir asam) sangat tinggi.

Tingginya alkalinitas dipengaruhi oleh ketersediaan ion karbonat dan bikarbonat yang

tinggi, sebagai akibat dari reaksi CO2 dan air. Ketersediaan ion karbonat dan

bikarbonat menyebabkan perairan bersifat lebih basa.

Menurut Kristanto (2002), reaksi alkalinitas yang terjadi:

CO2 + H2O ↔ H2CO3 ↔ H+ + HCO3- ↔ 2 H+ + CO3

-

Semakin kecil kandungan CO2 bebas di perairan maka penggunaan CO2 oleh

fitoplankton untuk fotosintesis akan meningkat demikianpula dengan bereaksinya CO2

dengan H2O akan mengalami peningkatan juga sehingga akan meningkatkan nilai

25

Page 26: Oseanografi ELY

alkalinitas. Nilai alkalinitas meningkat sebagai akibat meningkatnya kandungan asam

bikarbonat dan ion karbonat. Kadar alkalinitas yang tinggi mengandung makna bahwa

perairan tersebut memilki kemampuan menyangga asam yang cukup tinggi dengan

memberikan sedikit sifat basa. Alkalinitas berfungsi sebagai buffer yang dapat

mempertahankan pH air laut dalam keadaan stabil.

4. Salinitas

Parameter kimia yang paling khas hanya dimiliki air laut adalah salinitas.

Pengamatan salinitas stasiun I didapat kisaran antara 32-35 0/00, tertinggi sebesar 35

ppm pada jam 24.00 dan terendah sebesar 32 ppm pada jam 21.00 dan 03.00. Kadar

salinitas dipengaruhi oleh presipitasi (hujan) yang menyebabkan kadar salinitas

menjadi turun, akan tetapi saat dilakukan pengamatan tidak terjadi hujan, sehingga

salinitas relatif tetap. Kandungan salinitas yang tinggi dapat menyebabkan kandungan

CO2 rendah karena saat salinitas air laut tinggi organisme laut yang ada sedikit

akibatnya prosesm respirasi yang terjadi juga sedikit dalam melepaskan CO2. Pasang

surut air laut juga berpengaruh terhadap nilao salinitas dimana, pasang surut dapat

menyebabkan pengadukan vertikam, karena ada di bawah kendali pasang surut maka

salinitas di semua tempat dapat berubah drastis tergantung pada kedudukan pasang

surut.

Air laut permukaan memiliki kisaran salinitas sebesar 32-38 0/00, sedangkan di

daerah pantai akibat masuknya air sungai dan buangan limbah, salinitasnya sering

menjadi lebih rendah yaitu antara 10-320/00. Naik turunnya salinitas air laut sangat

dipengaruhi oleh penguapan, peleburan dan pembentukan es di kutub (Sidharta 2000).

5. Derajat Keasaman

Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh kisaran pH relatif stabil (6,9-7,3), dengan

nilai tertinggi sebesar 7.3 ppm pada jam 03.00 dan 09.00, sedangkan terendah sebesar

6.9 ppm pada jam 12.00. Tingginya pH pada jam 03.00 dan 09.00 terjadi karena pada

jam tersebut kandungan karbondioksida pada perairan paling kecil (0 ppm).

Rendahnya pH jam 12.00 karena pada jam tersebut kandungan karbondioksida

perairan cukup tinggi (14 ppm). Rendahnya nilai pH pada saat itu juga dipengaruhi ole

meningkatnya kadar ion-ion basa perairan juga sebagai akibat rendahnya suhu air

(28.50C) yang akan berpengaruh terhadap penggunaan CO2. Karbondioksida di air

26

Page 27: Oseanografi ELY

akan terurai menjadi asam karbonat, asam bikarbonat dan karbonat yang bersifat asam

(menurunkan pH). Alaklinitas yang tinggi menandakan perairan memilki kemampuan

untuk menyangga pH perairan sehingga pH yang dihasilkan relatif stabil. Nilai

alkalinitas juga mempengaruhi pH, karena pH merupakan indikator kadar asam

perairan sedangkan alkalinitas sebagai indikator kebasaan, sehingga keduanya bekerja

berkebalikan.

c. Parameter Biologi

Parameter biologi yang dilakukan yaitu pengamatan kepadatan plankton. Hasil

perhitungan didapat kepadatan (densitas) plankton didapat kisaran 145-455 individu/L.

Densitas tertinggi sebesar 455 ind/l pada pukul 18.00 (mayoritas plankton berupa

Ceratium sp.) dan terendahn sebesar 145 ind/l pada jam 21.00 (mayoritas plankton yaitu

Thalassiothrix sp.) Tingginya densitas plankton pada jam 18.00, karena pada jam tersebut

suhu perairannya tidak terlalu tinggi (290 C), kadar pH, alkalinitas, CO2 bebas dan DO

yang relatif tinggi. Suhu yang tidak terlalu tinggi dan sesuai dengan kisaran organisme

tersebut memungkinkan plankton untuk mendiami daerah ini, karena plankton menyukai

suhu yang tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. Kadar pH (7,2), alkalinitas (256

ppm), CO2 bebas (20 ppm) yang tinggi, menunjukkan bahwa pada perairan ini banyak

mengandung ion karbonat dan bikarbonat, yang berguna untuk menyuplai nutrien dan

bahan utama fotosintesis bagi plankton. Tingginya DO (DO tertinggi pada yaitu 13,2

ppm), mengakibatkan plankton mudah mendapat oksigen sebagai bahan dasar respirasi

dalam aktivitasnya. Rendahnya densitas plankton pada jam 21.00 karena pada jam tersebut

kandungan oksigennya relatif sedikit (6,6 ppm), arus, gelombang dan pasang surut yang

cukup besar (pasang surut jam 21.00 senilai 210 cm). Perbedaan kerapatan plankton selain

dipengaruhi oleh faktor fotosintesis dan DO juga dipengaruhi oleh gelombang dengan

pengadukan massa airnya dan pasaang surut dengan perpindahan nutrisinya. Gelombang

dan pasang surut yang besar dapat menyebabkan plankton dari dasar laut banyak yang naik

terbawa ke pantai sehinga densitas plankton semakin tinggi, sama halnya dengan pasut.

27

Page 28: Oseanografi ELY

2. Stasiun II

a. Parameter Fisik

Stasiun II memiliki karakter berupa perairan terbuka tanpa batu-batu karang yang

mendominasi, akibatnya biota-biota vegetasi dan hewan yang hidup melekat di batuan

karang, misal: alga, bintang ular, kelinci laut dan sebagainya jarang dijumpai. Gelombang

di stasiun II cenderung lebih besar karena tidak ada batuan karang yang dapat memecah

ombak. Keadaan fisik stasiun II tersebut akan mempengaruhi pengamatan yang dilakukan.

Parameter fisika yang berkontribusi langsung terhadap kondisi pantai stasiun I yaitu suhu

udara, kecepatan angin, frekuensi dan periode gelombang, kemiringan pantai, dan pasang

surut.

1) Suhu Air dan Suhu Udara

Hasil pengamatan terhadap suhu air dan suhu udara stasiun I selama 24 jam didapat

kisaran antara 26-300C untuk suhu air dan 26-320C untuk suhu udara. Kisaran suhu,

khususnya suhu air dipengaruhi oleh radiasi sinar matahari, posisi matahari, letak

geografis, musim, kondisi awan, serta interaksi antara air dan udara. Rentang kisaran

suhu udara lebih besar dibandingkan dengan suhu air karena suhu udara dipengaruhi

oleh pemanasan sinar matahari.

Suhu air tertinggi terjadi pada jam 16.00, 17.00, 21.00, dan 09.00 sebesar 30C dan

terendah pada jam 24.00 sebesar 260C, sedangkan suhu udara tertinggi terjadi pada jam

11.00 sebesar 320C, terendah pada jam 24.00 sebesar 260C. Suhu air tinggi karena

dipengaruhi oleh intensitas matahari yang tinggi dan akibat dari kemampuan air yang

dapat lebih lama menyimpan panas dari atmosfer, sehingga panas yang diterima pada

jam sebelumnya terakumulasi didalam air. Suhu udara tertinggi terjadi pada jam 11.00

hal tersebut dipengaruhi oleh tingginya radiasi dan intensitas sinar matahari yang

dipancarkan pada saat itu. Kecepatan angin juga berpengaruh terhadap suhu udara,

semakin besar kecepatan angin maka suhu udara akan cenderung lebih rendah.

Kecepatan angin yang relatif rendah (146.3 km/mnt) mengakibatkan suhu udara

menjadi tinggi karena angin yang berhembus dalam jumlah relatif kecil hanya akan

membawa sedikit uap air yang bisa menyerap panas udara. Penyerapan panas udara

yang kurang oleh uap air mengakibatkan suhu udara menjadi relatif besar. Suhu

berkaitan dengan tekanan parsial suatu tempat. Perbedaan suhu antara dua tempat yang

28

Page 29: Oseanografi ELY

berbeda menyebabkan terjadinya aliran udara yang bergerak dari tekanan tinggi ke

tempat bertekanan rendah, dimana udara yang bergerak disebut angin. Semakin besar

perbedaan yang ada maka semakin cepat angin bertiup (Hutabarat dan Evans, 1985).

2) Kecepatan Angin

Kecepatan angin tertinggi stasiun II terjadi pada jam 13.00 sebesar 664,4 km/mnt

arah tenggara dan terendah pada jam 24.00, 03.00, 05.00, dan 06.00 yaitu sebesar 0

km/mnt (tidak ada angin). Tingginya kecepatan angin tertinggi bertiup dari arah

tenggara dapat terjadi karena pada jam tersebut terjadi perbedaan tekanan antara laut

dan darat paling besar, sehingga angin yang bertiup untuk menyeimbangkan tekanan

semakin kencang. Didapatkannya kisaran 0 km/menit pada beberapa waktu

diakibatkan oleh perbedaan tekanan antara darat dan laut yang kecil, sehingga angin

yang bertiup untuk menyeimbangkan tekanan tidak terlalu kencang. Letak stasiun II

yang terhalang gunung dan bukit. Hal tersebut mengakibatkan angin darat yang

terbentuk tidak sampai ke pantai, tertabrak gunung dan akhirnya berbelok ke arah lain.

3) Frekuensi-Periode Gelombang dan Kecepatan Angin

Pengukuran parameter fisik yang berkorelasi terbalik yaitu antara frekuensi dan

periode (waktu tempuh) gelombang. Frekuensi gelombang merupakan jumlah puncak

atau jumlah lembah yang melewati suatu titik tetap tiap satuan waktu (biasanya dalam

detik atau menit), sedangkan periode (waktu tempuh) gelombang merupakan interval

waktu antara dua puncak yang berurutan yang melalui suatu titik tetap (Supangat dan

Susanna 1999).

Frekuensi gelombang merupakan waktu yang diperlukan untuk mengadakan satu

siklus gelombang dalam artian banyaknya gelombang yang melewati suatu titik

tertentu. Daerah pengamatan stasiun II memiliki frekuensi gelombang tertinggi sebesar

11 gel/menit yang berarti periode (waktu tempuh) gelombangnya terkecil 6 dtk/gel

terjadi pada jam 01.00, sedangkan frekuensi gelombang terendah sebesar 3.3 gel/mnt

yang berarti periode gelombang terbesar sebesar 26 dtk/gel terjadi pada jam 13.00.

Tingginya frekuensi gelombang dengan periode kecil pada jam 01.00 dapat terjadi

karena pada jam tersebut kecepatan angin hanya bernilai 10, sehingga tidak terjadi

penumpukkan energi gelombang dan pertumbuhan gelombang tidak besar. Tidak

terjadinya penumpukan energi pada gelombang menyebabkan laju untuk terciptanya

29

Page 30: Oseanografi ELY

satu gelombang semakin kecil, dengan kata lain gelombang semakin cepat terbentuk

(periode kecil). Rendahnya frekuensi gelombang dengan periode besar pada jam 13.00

dapat terjadi karena pada pada jam tersebut kecepatan anginnya paling tinggi yaitu

982,5 km/mnt. Kecepatan angin yang tinggi menyebabkan terjadinya penumpukkan

energi dan pertumbuhan gelombang yang signifikan. Hal tersebut menyebabkan

ukuran, panjang dan kecepatan gelombang semakin meningkat, tetapi dengan laju

berkurang, sehingga waktu untuk terbentuk gelombang semakin banyak (periode

besar).

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap gelombang maka dapat diketahui bahwa

gelombang stasiun II tergolong tipe pecah gelombang surging. Surging merupakan tipe

pecah gelombang yang tidak banyak menimbulkan hempasan. Hal tersebut dapat

dilihat dari pecahnya gelombang terjadi sebelum sampai ke pantai. Terdapat hubungan

antara tipe pecah gelombang dengan kelandaian pantai dan perbandingan kedalaman

perairan terhadap tinggi gelombang. Tipe pecah gelombang surging terjadi pada

kelandaian dasar pantai yang curam (±20 %) dengan pebandingan d/H mendekati 0.

Kondisi pantai yang berbatu karang dengan kemiringan pantai yang cukup tinggi yaitu

15,54% (termasuk curam), menyebabkan gelombang pecah tanpa hempasan kuat

akibat kedalaman perairan sama dengan tinggi gelombang yang terbentuk.

4) Pasang Surut

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pasang surut, diperoleh data sebagai

berikut: pasang surut berada pada kisaran 10-320 cm, dimana pasut tertinggi (320 cm)

terjadi pada jam 10.00 dan terendah (10 cm) pada jam 17.00. Tingginya pasang surut

pada jam 10.00 dipengaruhi oleh pasang harian tertinggi sebagai akibat adanya gaya

tarik bulan, sedangkan rendahnya pasang surut pada jam 17.00 menunjukkan bahwa

terjadi surut harian terendah. Tinggi rendahnya pasang surut disebabkan oleh gaya

tarik-menarik antara gaya sentrifugal yang disebabkan oleh perputaran bumi pada

porosnya dan gaya gravitasi yang berasal dari bulan.

Pasang surut merupakan gelombang perairan dangkal, yang dihasilkan oleh gaya

gravitasi bulan dan matahari terhadap lautan. Gaya pembangkit air pasang surut oleh

matahari memiliki sekitar 46% dari gaya yang dihasilkan oleh bulan. Kenaikan dan

penurunan pasang surut menghasilkan pergerakan lateral air (arus pasang surut) yang

30

Page 31: Oseanografi ELY

kecepatan, besar dan arahnya dipengaruhi oleh geometri cekungan, kemiringan pantai

(slope) dan massa tanah penghambatnya. Angin yang kuat dapat menahan pasang naik

atau bahkan menguatkannya. Kecepatan penjalaran pasang surut juga dipengaruhi oleh

kedalamannya (Supangat dan Susanna 1999).

5. Kemiringan Pantai

Kemiringan pantai di stasiun II adalah 15,54%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa

topografi bentuk pantai curam dan tidak landai. Keadaan yang demikian

mengakibatkan gelombang yang terbentuk akan memiliki hempasan yang tidak kuat

(tipe surging), karena pecah sebelum sampai pantai.

b. Parameter Kimia

Pengamatan parameter kimia meliputi kandungan oksigen terlarut (DO), kadar CO2

bebas, kadar alkalinitas, salinitas, dan nilai pH. Parameter-parameter kimia tersebut sangat

berpengaruh terhadap kelangsungan hidup pakan alami dan proses fisik kimia biota laut.

Pengamatan terhadap parameter kimia dilakukan tiap tiga jam sekali.

1) Kadar Oksigen Terlarut

Kadar kandungan oksigen tertinggi terjadi pada jam 24.00 sebesar 7.5 ppm dan

terendahnya pada jam 03.00 sebesar 6.3 ppm. Tinggi rendahnya DO dapat dikaitk

dengan intensitas sinar matahari, suhu, gelombang (semakin banyak gelombang yang

terhempas ke pantai, maka semakin banyak oksigen dari udara yang terikat oleh air

secara difusi), kondisi perairan dan densitas plankton. Kadar DO diperairan tersebut

tinggi karena suhu air pada pukul 24.00 adalah yang tertinggi yaitu 260C.

Organisme/hewan akuatik membutuhkan oksigen untuk respirasi agar keseimbangan

dalam tubuhnya tetap terjaga. Sedangkan tumbuhan akuatik menghasilkan oksigen dari

proses fotosintesis. Rendahnya kandungan oksigen pada jam 03.00 karena tidak adanya

sinar matahari, sehingga tidak terjadi proses fotosintesis yang menghasilkan oksigen

sedangkan proses respirasi terus berlangsung disisi lain pada malam hari tumbuhan

akuatik melakukan proses asimilasi yang juga memerlukan oksigen.

2) Kadar CO2 Bebas

Pengamatan terhadap kandungan karbondioksida bebas di stasiun II didapat

kisaran antara 0-14 ppm, dengan kadar CO2 bebas tertinggi sebesar 14 ppm pada jam

18.00, sedangkan yang terendah sebesar 0 ppm pada jam 15.00, 21.00 dan 24.00,

31

Page 32: Oseanografi ELY

03.00, dan 06.00. Tingginya kandungan karbondioksida bebas dipengaruhi oleh proses

respirasi hewan akuatik yang terus menerus berlangsung, padahal O2 terlarut diperairan

terus berkurang karena digunakan untuk proses respirasi dan asimilasi. Pada malam

hari tidak ada sinar matahari sehingga tidak ada proses fotosintesis akibatnya tidak ada

penambahan oksigen. Kandungan CO2 bebas terendah terjadi pada jam 15.00, 21.00

dan 24.00, 03.00, dan 06.00. (0 ppm) karena pada jam tersebut tidak ada sinar matahari

yang berperan dalam proses fotosintesis yang selanjutnya akan menghasilkan oksigen.

Karbondioksida dalam proses fotosintesis akan diubah menjadi zat organik berupa

cadangan makanan dan oksigen, yang keperluan sebagai bahan fotosintesisnya lebih

besar dibandingkan dengan dihasilkannya CO2 bebas dari proses respirasi organisme

heterotroph (organisme yang tidak mampu memasak makanan sendiri).

Penambahan kelarutan karbondioksida dapat berasal dari hasil pernapasan dan

pembongkaran bahan organik oleh jasad renik. Kenaikan suhu dan salinitas akan

menaikkan karbondioksida. Pengurangan karbondioksida di laut diakibatkan dari

proses fotosintesis, penurunan suhu dan salinitas (Djasmani 2004).

Menurut Nybakken (1992), karbondioksida yang masuk keperairan akan bereaksi

dengan air menghasilkan asam karbonat: CO2 + H2O ↔ H2CO3

Asam karbonat (H2CO3) selanjutnya terdisosiasi menjadi ion hidrogen dan ion

bikarbonat: H2CO3 ↔ H+ + Hco3-

Kemudian ion bikarbonat terdisosiasi lagi menjadi ion hidrogen dan ion karbonat:

HCO3- ↔ H+ + CO3

-

3. Alkalinitas

Hasil pengamatan menunjukkan kisaran alkalinitas stasiun II yaitu antara 42-260

ppm, dengan yang tertinggi sebesar 260 ppm pada jam 15.00 dan terendah sebesar 42

ppm pada jam 09.00. Tingginya alkalinitas jam 15.00, menunjukkan bahwa

kemampuannya dalam menyangga perubahan pH (menetralisir asam) sangat tinggi.

Tingginya alkalinitas dipengaruhi oleh ketersediaan ion karbonat dan bikarbonat yang

tinggi, sebagai akibat dari reaksi CO2 dan air. Ketersediaan ion karbonat dan

bikarbonat menyebabkan perairan bersifat lebih basa.

Menurut Kristanto (2002), reaksi alkalinitas yang terjadi:

CO2 + H2O ↔ H2CO3 ↔ H+ + HCO3- ↔ 2 H+ + CO3

-

32

Page 33: Oseanografi ELY

Semakin kecil kandungan CO2 bebas di perairan maka penggunaan CO2 oleh

fitoplankton untuk fotosintesis akan meningkat demikianpula dengan bereaksinya CO2

dengan H2O akan mengalami peningkatan juga sehingga akan meningkatkan nilai

alkalinitas. Nilai alkalinitas meningkat sebagai akibat meningkatnya kandungan asam

bikarbonat dan ion karbonat. Kadar alkalinitas yang tinggi mengandung makna bahwa

perairan tersebut memilki kemampuan menyangga asam yang cukup tinggi dengan

memberikan sedikit sifat basa. Alkalinitas berfungsi sebagai buffer yang dapat

mempertahankan pH air laut dalam keadaan stabil.

4. Salinitas

Parameter kimia yang paling khas hanya dimiliki air laut adalah salinitas.

Pengamatan salinitas stasiun II didapat kisaran antara 30-35 0/00, tertinggi sebesar 35

ppm pada jam 18.00 dan terendah sebesar 30 ppm pada jam 21.00. Kadar salinitas

dipengaruhi oleh presipitasi (hujan) yang menyebabkan kadar salinitas menjadi turun,

akan tetapi saat dilakukan pengamatan tidak terjadi hujan, sehingga salinitas relatif

tetap. Kandungan salinitas yang tinggi dapat menyebabkan kandungan CO2 rendah

karena saat salinitas air laut tinggi organisme laut yang ada sedikit akibatnya prosesm

respirasi yang terjadi juga sedikit dalam melepaskan CO2. Pasang surut air laut juga

berpengaruh terhadap nilai salinitas dimana, pasang surut dapat menyebabkan

pengadukan vertikal, karena ada di bawah kendali pasang surut maka salinitas di

semua tempat dapat berubah drastis tergantung pada kedudukan pasang surut.

Air laut permukaan memiliki kisaran salinitas sebesar 32-38 0/00, sedangkan di

daerah pantai akibat masuknya air sungai dan buangan limbah, salinitasnya sering

menjadi lebih rendah yaitu antara 10-320/00. Naik turunnya salinitas air laut sangat

dipengaruhi oleh penguapan, peleburan dan pembentukan es di kutub (Sidharta 2000).

5. Derajat Keasaman

Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh kisaran pH relatif stabil (7.0-7.3), dengan

nilai tertinggi sebesar 7.3 ppm pada jam 06.00 dan 09.00, sedangkan terendah sebesar

7 ppm pada jam 21.00. Tingginya pH pada jam 06.00 dan 09.00 terjadi karena pada

jam tersebut kandungan karbondioksida pada perairan paling kecil (0-10 ppm).

Karbondioksida di air akan terurai menjadi asam karbonat, asam bikarbonat dan

karbonat yang bersifat asam (menurunkan pH). Alkalinitas yang tinggi menandakan

33

Page 34: Oseanografi ELY

perairan memilki kemampuan untuk menyangga pH perairan sehingga pH yang

dihasilkan relatif stabil. Nilai alkalinitas juga mempengaruhi pH, karena pH

merupakan indikator kadar asam perairan sedangkan alkalinitas sebagai indikator

kebasaan, sehingga keduanya bekerja berkebalikan.

3. Parameter Biologi

Parameter biologi yang dilakukan yaitu pengamatan kepadatan plankton. Hasil

perhitungan didapat kepadatan (densitas) plankton didapat kisaran 45-660 individu/L.

Densitas tertinggi sebesar 660 ind/l pada pukul 03.00 (mayoritas plankton berupa Beroe

sp.) dan terendahnya sebesar 45 ind/l pada jam 15.00 (mayoritas plankton yaitu

Tricaratium sp.) Tingginya densitas plankton pada jam 03.00, karena pada jam tersebut

suhu perairannya sebesar (290 C), kemungkinan suhu tersebut merupakan suhu yang

sesuai dengan kisaran organisme tersebut sehingga kebanyakan plankton tersebut mampu

bertahanhidup. Tingginya DO (DO tertinggi pada yaitu 6,5 ppm), mengakibatkan plankton

mudah mendapat oksigen sebagai bahan dasar respirasi dalam aktivitasnya. Rendahnya

densitas plankton pada jam 15.00 karena pada jam tersebut kandungan oksigennya relatif

sedikit (6,6 ppm), kandungan oksigen yang kecil pada perairan mengakibatkan plankton

kesulitan mendapatkan bahan bakar utama untuk melakukan proses respirasi tubuh yang

menghasilkan energi untuk kelangsungan hidupnya. Adanya gelombang dan pasang surut

mempengaruhi dalam pengadukan massa air dan distribusi nutrisi. Gelombang dan pasang

surut yang besar dapat menyebabkan plankton terbawa arus dan terkonsentrasi pada satu

tempat atau bahkan menjadi terpencar-pencar secara random, sehingga densitas yang

didapat kurang menggambarkan kepadatan plankton yang sebenarnya.

C. Manfaat dengan Dunia Perikanan

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kedua stasiun tersebut maka dapat diketahui

bahwa stasiun I dan stasiun II memiliki potensi yang sangat tinggi jika dimanfaatkan untuk

dunia perikanan. Tanaman akuatik seperti alga banyak dijumpai di stasiun I. Alga tersebut

berasal dari berbagai kelas dengan tingkat keragaman spesies yang sangat tinggi. Alga-alga

tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan kosmetika, obat-obatan, dan sebagai bahan pakan

tambahan dari laut dengan kandungan nutrien yang sangat tinggi. Pantai tersebut juga dapat

34

Page 35: Oseanografi ELY

dimanfaatkan untuk tambak pasang surut dengan memanfaatkan gerakan pasang surut air laut.

Ketika terjadi pasang maka sejumlah massa air akan masuk ke dalam tambak dan masuknya

nutrien yang dibawa oleh gerakan pasut dan gelombang. Disekitar pantai tersebut dapat kita

jumpai tanbak lobster, bandeng, dan udang windu. Tidak hanya itu penduduk disekitar pantai

tersebut juga banyak yang bermatapencahariaan sampingan sebagai nelayan rumput laut.

penduduk tersebut membudidayakan rumput laut kemudian menjualnya dalam bentuk kering

dan dijual kepada pedagang pengumpul. Selanjutnya oleh pedagang pengumpul rumput laut

tadi akan dijual ke perusaahaan kosmetika.

35

Page 36: Oseanografi ELY

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Oseanografi merupakan ilmu terapan yang mempelajari tentang laut dan didukung oleh

aspek-aspek fisik, kimia, dan biologi laut.

2. Aspek fisika meliputi suhu air, suhu udara, kecepatan dan arah angin, periode dan

frekuensi gelombang, dan pasang surut air laut.

3. Hasil pengamatan terhadap aspek fisik laut menunjukkan bahwa :

a. suhu air berkisar 26-31.5 0C

b. suhu udara berkisar 26-300C

c. kecepatan angin berkisar 0-982.5 km/mnt

d. arah angin sebagian besar berasal dari tenggara

e. frekuensi gelombang berkisar 3-11 gel/mnt

f. periode gelombang berkisar 6-20 det/gel

g. kecepatan angin berkisar 0-982.5 km/mnt

h. kemiringan pantai sebesar 15.54 %

4. Aspek kimia yang diamati meliputi kadar DO, kadar CO2 bebas, alkalinitas, salinitas, dan

kadar pH. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh kisaran data sebagai berikut:

a. Kadar DO berkisar antara 6-13.2 ppm

b. Kadar CO2 bebas berkisar antara 0-24 ppm

c. Kadar alkalinitas berkisar 5-290 ppm

d. Kadar salinitas berkisar 30-35 o/00

e. Kadar pH berkisar 6.9-7.3 ppm

5. Pengamatan terhadap aspek biologi berupa kepadatan plankton dengan kisaran 45-660

ind/liter. Spesies terbanyak adalah Beroe sp. dan spesies terkecil adalah Tricaratium sp.

B. Saran

1. Persiapan pelaksanaan teknis di lapangan diharapkan dapat lebih matang agar kesalahan

yang terjadi di lapangan dapat diminimalkan.

36

Page 37: Oseanografi ELY

2. Kerjasama antara asisten dan praktikan di lapangan sebaiknya tetap dijaga sehingga

praktikum dapat berjalan dengan baik dan tujuan dapat tercapai dengan mudah.

37

Page 38: Oseanografi ELY

DAFTAR PUSTAKA

Brotowidjoyo, M.D., D. Triawono, E. Mulbyantoro. 1995. Pengantar Lingkungan Perairan dan Budidaya Air. Liberty, Yogyakarta.

Cholik. 1991. Pengolahan Kualitas Air Kolam. Dirjen Perikanan. Jakarta. Dahuri, R, dkk. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu.

Pradnya Paramita. Jakarta. Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati, Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Pt

Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hutabarat, S. dan S.M. Evan. 1985. Pengantar Oseanografi. Universitas Indonesia Press.

Jakarta. Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta. Romimohtarto, K dan S. Juwana. 2001. Biologi Laut, Ilmu Pengetahuan tentang Biologi Laut.

Djambatan. Jakarta. Supardjo. 2004. Bahan Ajar Kuliah Oseanografi. Jurusan Perikanan Fakultasa Pertanian

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Triyatmo, B. 2001. Studi Kondisi Limnologis Waduk Sermo pada Tahap Pra-Inundasi.

Jurnal Perikanan. UGM. Wetzel, R.G. 1991. 3rd edition: Limnology Lake and River Ecosystem. Academic Press

38