Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya...

286
Orasi Karya Ilmiah Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi Orasi Karya Ilmiah Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi

Transcript of Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya...

Page 1: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Ora

si K

ary

a Ilm

iah

Kementerian KehutananBadan Penelitian dan Pengembangan KehutananPusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi

Orasi

KaryaIlmiahPusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi

Ora

si K

ary

a Ilm

iah

Kementerian KehutananBadan Penelitian dan Pengembangan KehutananPusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi

Orasi

KaryaIlmiahPusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi

Page 2: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi

Orasi

Karya Ilmiah Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi

ISBN 978 979 3145 952

Page 3: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi Karya Ilmiah Pusat Peneitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi Editor : Prof. Dr. Ir. Abdullah Syarief Mukhtar, M.S Prof. Ir. Dulsalam, M.M Prof. Dr. Gustan Pari, B.Sc., Dipl., M.Si Prof. Drs. M. Bismark, M.S Prof. Dr. Ir. Hendi Suhaendi Prof. Dr. Ir. Pratiwi, M.Sc Prof. Dr. Drs. Adi Santoso, M.Si Prof. Ir. Hariyatno Dwi Prabowo, M.Sc Dr. Ir. Budi Leksono, M.P Dr. Ir. Nina Mindawati, M.Si Dr. Erdy Santoso, M.S Diterbitkan oleh : Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabiiltasi (P3KR) Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor, Indonesia Telp : +62 (0251) 8633234 Fax : +62 (0251) 8638111 e-mail : [email protected] Dicetak oleh : Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi

Page 4: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

i

KATA PENGANTAR Untuk memenuhi persyaratan kenaikan jabatan fungsional

bagi peneliti yang akan diangkat menjadi Peneliti Muda dan Peneliti Utama, seorang peneliti harus mempresentasikan karya ilmiah hasil penelitiannya. Hal ini sesuai dengan Peraturan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia No. 06/E/2009 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Peneliti.

Buku Kumpulan Orasi Karya Ilmiah ini merupakan rangkuman hasil penelitian yang ditulis oleh 14 orang peneliti Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi dan telah dipresentasikan di hadapan para peneliti, para pakar, Tim Penilai Peneliti Instansi (TP2I) Badan Litbang Kehutanan dan instansi terkait / stakeholder lain.

Penghargaan dan ucapan terima kasih kami sampaikan kepada para peneliti yang telah menyusun Karya Ilmiah dan kepada TP2I Badan Litbang Kehutanan yang telah memeriksa dan mencermati, serta semua pihak yang telah membantu terbitnya buku ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2013

Kepala Pusat,

Ir. Adi Susmianto, M.Sc NIP. 19571221 198203 1 002

Page 5: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

iii

Daftar Isi

Kata Pengantar........................................................................... i

Daftar Isi .................................................................................... iii

1. Fungi Mikoriza Sebagai Input Teknologi Konservasi Jenis

Tanaman Hutan Langka dan Rehabilitasi Lahan Terdegradasi Dr. Ir. Maman Turjaman, D.E.A ............................................. 1

2. Pemberdayaan Masyarakat di Dalam dan di Sekitar Kawasan Hutan dalam Rangka Pengentasan Kemiskinan dan Pelestarian Sumberdaya Hutan Ir. Sri Suharti, M.Sc .............................................................. 25

3. Kontribusi Hutan Tropis dalam Mitigasi Karbon N. M. Heriyanto, S.Hut ......................................................... 51

4. Agroforestry dan Social Forestry: Teknik dan Pendekatan Rehabilitasi dan Pengelolaan Hutan Kolaboratif Dr. Ir. Murniati, M.Si ............................................................. 67

5. Keanekaragaman Jenis Pohon Hutan : Pemanfaatan dan Identifikasi Nama Ilmiahnya Dra. Marfu’ah Wardani, MP ................................................... 95

6. Peran Mikoriza sebagai Penyedia Jasa Ekosistem dalam Pembangunan Kehutanan Dr. Made Hesti Lestari Tata, S.Si., M.Si .............................. 115

7. Strategi Konservasi Tanah Mendukung Kelestarian Tanah dan Air dalam Berbagai Bentuk Pemanfaatannya I Wayan Susi Dharmawan, S.Hut., M.Si ............................... 139

8. Pengelolaan dan Pemanfaatan Keragaman Hayati dan Lahan di Daerah Penyangga Taman Nasional Ir. Reny Sawitri, M.Sc ............................................................ 153

9. Desain Penangkaran Rusa Timor Berdasarkan Analisis Bio-Ekologi di Hutan Penelitian Dramaga, Bogor Ir. Mariana Takandjandji, M.Si .............................................. 173

Page 6: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

iv

10. Konservasi Owa Jawa (Hylobates moloch) dalam Pengelolaan Kawasan Hutan di Jawa Barat Drs. Sofian Iskandar, M.Si ................................................... 193

11. Hutan Rakyat : Potensi dan Tantangan dalam Pembangunan Kehutanan Ir. Asmanah Widiarti, M.Si ................................................... 211

12. Strategi Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Bekas Terbakar Mawazin, S.Si ....................................................................... 231

13. Pentingnya Pengetahuan tentang Pemanfaatan Tumbuhan Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya Ir. Titiek Setyawati, M.Sc ..................................................... 243

14. Perspektif Agroforestry dalam Konservasi Keanekaragaman Tumbuhan Ir. Sumarhani ........................................................................ 263

Page 7: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

1

FUNGI MIKORIZA SEBAGAI INPUT TEKNOLOGI KONSERVASI JENIS TANAMAN HUTAN LANGKA DAN

REHABILITASI LAHAN TERDEGRADASI

Dr. Ir. Maman Turjaman, D.E.A1

I. PENDAHULUAN

Bapak, Ibu, dan para undangan yang kami muliakan,

Hutan tropika keberadaannya sangat penting, yaitu sebagai pusat keanekaragaman hayati dunia dan siklus karbon global (Clarck, 2007; Laurence, 1999). Pada dasarnya hutan tropika yang tidak terganggu oleh kegiatan pembukaan lahan (perambahan hutan, penambangan mineral, dan kebakaran hutan) memiliki keanekaragaman hayati yang berlimpah meliputi flora, fauna dan jasad renik. Jasad renik atau yang lebih dikenal dengan mikroba merupakan salah satu kelompok makhluk hidup yang mempunyai peran penting dalam menjaga stabilitas siklus nutrisi pada ekosistem hutan tropika (de La Cruz, 1995). Mikroba pada lantai hutan terbagi-bagi lagi dalam kelompok mikroba simbiotik, parasit, dan dekomposer. Pada umumnya mereka termasuk kelompok fungi (jamur/cendawan), bakteri, dan yeast (khamir). Hutan tropika mempunyai siklus nutrisi yang tertutup, akumulasi nutrisi terdapat pada biomassa pohon hutan. Apabila pohon hutan ditebang habis dan lapisan atas tanah dihilangkan, maka terjadi perubahan komposisi mikroba. Mikroba ini dapat bertahan pada lantai hutan yang terbuka dalam bentuk spora, hifa, miselia atau propagul lain dalam kondisi terbatas di rhizosfer. Apabila terjadi peningkatan suhu dan kelembaban udara pada lantai hutan ditambah lagi dengan masuknya sinar ultraviolet, maka dapat dipastikan populasi fungi/bakteri menurun drastis dan mati. Fungi/bakteri ini akan kembali naik populasinya apabila areal yang terbuka didatangi oleh benih-benih vegetasi pionir yang tumbuh pada areal bekas tambang, karena vegetasi ini mampu berfotosintesis dan mengeluarkan eksudat-eksudat di rhizosfer (Turjaman et al., 2009; Pinton et al., 2007).

1 Peneliti Madya Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi

Page 8: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

2

Hutan tropis di Indonesia telah banyak dikonversi untuk berbagai aktivitas pembangunan dari sektor lain (Kobayashi, 2004; Phillips, 1998). Sebagai contoh, perkebunan kelapa sawit, eksploitasi tambang terbuka (batubara, nikel, timah, bauksit, tembaga, dan emas), yang menyebabkan semakin meluasnya lahan terdegradasi karena tidak dibarengi dengan upaya rehabilitasi yang seimbang. Hal ini akan mengakibatkan dampak global maupun lokal. Dampak global berupa perubahan iklim dan pemanasan global sudah tidak dapat dipungkiri. Ketidakteraturan musim, banjir, suhu yang ekstrim merupakan beberapa indikasi perubahan iklim dan pemanasan global. Dampak lokal mencakup hilangnya mata pencaharian dan akar budaya masyarakat sekitar hutan akibat hilangnya hutan, timbulnya penyakit akibat hilangnya penyangga atau penyaring udara bersih, dan lain sebagainya. Laju deforestasi yang cepat yang tidak dibarengi dengan laju rehabilitasi yang seimbang, semakin memperluas lahan hutan terdegradasi, tidak produktif dan terabaikan (Pudjiharta et al., 2007).

Para hadirin yang dimuliakan,

Areal terdeforestasi di Indonesia umumnya dicirikan dengan ketidaksuburan tanah, kondisi pH tanah yang ekstrim asam atau basa, adanya kandungan toksik (terutama untuk lahan bekas tambang), tingkat pencucian lapisan atas tanah (top soil) yang tinggi, dan/atau dominansi jenis-jenis tanaman tertentu seperti alang-alang. Upaya rehabilitasi yang masih umum dilakukan dengan penanaman pohon atau semai adalah kegiatan yang belum optimal karena semai tanpa perlakuan input teknologi sangat rentan terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim. Input pupuk dan pemberian kapur untuk menaikkan pH pada lahan hutan yang sangat berlebihan dan luas, merupakan tindakan yang tidak efisien, mahal, dan tidak ramah lingkungan. Oleh sebab itu diperlukan alternatif lain untuk upaya rehabilitasi yang ramah lingkungan, seperti aplikasi input teknologi dari kelompok mikroba yang bermanfaat dalam membantu semai untuk dapat hidup sehat di lahan yang sulit. Beberapa kelompok mikroba yang dikenal menguntungkan dan membantu pertumbuhan tanaman selama ini adalah bakteri penambat nitrogen, bakteri/fungi pelarut fosfat, frankia, bakteri PGPR (Plant Growth and Promoting Rhizobacteria), dan fungi mikoriza. Fungi mikoriza membentuk

Page 9: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Fungi Mikoriza sebagai Input Teknologi…(M. Turjaman)

3

hubungan dengan tanaman tingkat tinggi yang dikenal dengan simbiotik dan/atau asosiatif. Di bumi ada tujuh tipe mikoriza (Smith and Read, 1997) tetapi yang sangat berperan di hutan tropika kita adalah fungi mikoriza arbuskula dan fungi ektomikoriza.

Presentasi ilmiah ini memaparkan kemajuan riset fungi mikoriza sebagai input teknologi konservasi jenis-jenis tanaman hutan yang langka dan rehabilitasi lahan terdegradasi selama 20 tahun terakhir. Diharapkan informasi ini dapat bermanfaat dalam kegiatan konservasi jenis-jenis pohon yang berstatus langka termasuk jenis-jenis mikoriza yang berasal dari hutan tropika Indonesia dan kegiatan rehabilitasi lahan terdegradasi.

II. POTENSI FUNGI MIKORIZA

Bapak, Ibu, dan hadirin yang terhormat

2.1. Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)

Simbiosis Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) adalah sebuah bentuk simbiosis tua di bumi antara tanaman dan fungi dari phylum Glomeromycota (Schuβler et al., 2001). FMA merupakan salah satu kelompok mikoriza yang mampu bersimbiosis pada hampir semua jenis tanaman tingkat tinggi (97%) dan telah banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980; Smith and Read, 1997; Miller and Jastrow, 2000; Rajan et al., 2000; Jeffries and Barea, 2001; Smith et al., 2004). FMA mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman dari penyerapan nutrisi P (fosfor) dan mikro nutrisi (Cu, Zn, Mn, dan Fe), memodifikasi tanaman untuk bertahan dalam kondisi kering, memperbaiki dan memelihara struktur dan agregat tanah karena adanya kolonisasi miselia FMA (Jeffries et al., 2003; Augé, 2001; Andrade et al., 1998; Kothari et al.,1991). Tetapi beberapa keluarga dari jenis tanaman tidak membentuk kolonisasi mikoriza secara alami, seperti Brassicaceae, Chenopodiaceae, dan Amaranthaceae (Varma et al., 2008; Smith and Read, 1997).

Fungi ini adalah kelompok fungi akar pada tanaman tingkat tinggi yang mampu bersimbiosis secara terus-menerus pada kondisi tanah yang sangat ekstrim, seperti pH masam atau pH basa. Jumlah populasi FMA yang ada di bumi berkisar 150-200

Page 10: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

4

jenis saja (Schuβler et al., 2001). Akar tanaman melalui simbiosis dengan FMA mempunyai kemampuan menyerap terutama unsur fosfor (P) yang dalam bentuk terikat oleh senyawa besi (Fe) atau alumunium (Al) di dalam tanah. Selanjutnya dengan ketersediaan P pada tanaman secara simultan unsur-unsur nutrisi lain seperti nitrogen (N), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg) turut diangkut oleh FMA sesuai kebutuhan tanaman, termasuk juga beberapa nutrisi mikro (Smith and Read, 1997). FMA memiliki hubungan simbiosis yang luas dengan berbagai jenis macam tanaman hutan, seperti akasia, sengon, jabon, cendana, gaharu, jati, gmelina, mahoni, mindi, mimba, kaliandra, dan nyamplung. Proses kolonisasi FMA dimulai dari umur dua minggu setelah proses inokulasi. Tanaman inang (host) akan memberikan karbohidrat cair kepada FMA untuk perkembangbiakannya selama di dalam jaringan akar tanaman hutan. Jadi, produk FMA bukan termasuk kategori pupuk organik, FMA adalah pemacu pertumbuhan yang mementingkan simbiosis mutualistis dengan tanaman hutan secara berkesinambungan.

Para hadirin yang terhormat,

Fungi mikoriza arbuskula (FMA) telah diproduksi pada media produk sistem granular seperti batuan zeolite, tanah liat, dan pasir (Turjaman et al., 2008; Turjaman et al., 2007; Turjaman et al., 2000). FMA yang unggul telah diseleksi dari hasil eksplorasi FMA di beberapa lokasi hutan tropika yang tersebar luas di Indonesia. Produksi massal FMA dilakukan dengan sistem pot dengan kapasitas tiga ton inokulum FMA per rumah kaca (10 m x 10 m) selama empat bulan. Penggunaan inokulum FMA cukup dilakukan satu kali dimulai dari persemaian tananam hutan. Pengawasan mutu produk FMA telah dilakukan standarisasinya, sehingga daya hidup spora FMA dapat dimonitoring perkembangannya. Spora FMA akan berkembang di dalam sistem perakaran tanaman yang diinokulasi sehingga pada waktu penanaman semai di tingkat lapang tidak diperlukan lagi proses inokulasi. Biaya inokulum FMA per semai tanaman antara 5-10% dari harga semai tanaman yang diproduksi.

Untuk ke depan produk FMA ini dapat dikembangkan produksinya di lokasi persemaian perusahaan tambang dan Kebun Bibit Rakyat (KBR) yang disebut On Farm Production. Staf-staf di

Page 11: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Fungi Mikoriza sebagai Input Teknologi…(M. Turjaman)

5

perusahaan tambang dan kelompok tani KBR yang menangani kegiatan rehabilitasi dapat dilatih untuk memproduksi inokulum skala massal untuk kepentingan kegiatan reklamasi. Diperkirakan setiap perusahaan tambang dapat memproduksi lebih dari satu juta semai per tahun. Pengawasan mutu inokulum dapat dilakukan secara periodik bekerjasama dengan Badan Litbang Kehutanan. Keunggulan dari teknologi ini adalah keunggulan FMA yang sangat cocok dengan kondisi lahan setempat dan jenis-jenis pohon lokal di Indonesia. Aplikasi FMA dapat juga dilakukan untuk pengembangan komoditi perkebunan maupun pertanian pada lahan pasca tambang yang kesuburannya sudah mulai kembali normal, sehingga petani di sekitar lahan pasca tambang dapat memanfaatkan teknologi ini untuk produksi tanaman pangan maupun perkebunan. Selama ini belum ada produk FMA yang beredar di pasaran. Pada saat ini Badan Litbang Kehutanan telah memproduksi inokulum FMA berdasarkan pesanan dari pengguna di beberapa perusahaan tambang maupun perusahaan hutan tanaman di Indonesia.

Bapak dan Ibu yang terhormat,

Potensi aplikasi teknologi FMA tersebar luas puluhan juta hektar pada lahan-lahan pasca tambang di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, NTB, NTT, Maluku, dan Papua. Perusahaan tambang batubara, emas, nikel dan bauksit adalah perusahaan multinasional yang telah membuka dan merusak lahan dan hutan secara luas di Indonesia. Pengaruh kerusakan yang besar terhadap lahan dan lingkungannya memberikan prospek teknologi ini dapat diaplikasikan pada jenis-jenis semai tanaman hutan yang sesuai dengan kondisi lahan setempat. Apabila satu juta hektar lahan pasca tambang akan direhabilitasi setiap tahunnya, maka akan diperlukan minimal satu milyar batang semai berbagai jenis semai tanaman hutan yang diberi bekal inokulasi FMA yang unggul.

Dampak positif dari aplikasi FMA ini adalah penghematan penggunaan pupuk kimia, baik di tingkat persemaian maupun penanaman di lapangan, dan tingkat polusi air dan tanah akibat aplikasi pupuk kimia yang berlebihan dapat dikurangi. Teknologi ini memberi prospek dalam rangka mengurangi emisi karbon dan mendukung program penanganan perubahan iklim yang sedang

Page 12: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

6

ditangani oleh Pemerintah Indonesia. Komersialisasi produk FMA dapat dilakukan melalui kerjasama alih teknologi secara berkesinambungan sampai perusahaan tambang telah menyelesaikan kewajibannya dalam kegiatan penutupan tambang (mine closure).

2.2. Fungi Ektomikoriza (ECM)

Bapak, Ibu, dan hadirin yang terhormat,

Fungi ektomikoriza bersimbiosis dengan vegetasi tingkat tinggi tidak lebih dari 3% (Smith and Read, 1997). Pada umumnya jenis pohon dari keluarga Pinaceae, Fagaceae, Caesalpinaceae, Betulaceae, Dipterocarpaceae, Myrtaceae, Casuarinaceae, dan Acaciaceae berasosiasi dengan jenis fungi ektomikoriza (Molina et al., 1992). ECM merupakan struktur yang dibentuk bersama pada dinding korteks akar tanaman dan hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop. Jumlah populasi ECM yang ada di bumi sekitar 6.000 jenis. Beberapa jenis ECM dapat dikonsumsi oleh manusia, dan sebagian jenis termasuk kategori fungi yang mengandung bahan kimia berbahaya bagi kesehatan manusia. ECM juga berfungsi efektif menyerap P yang umumnya terikat kompleks dengan unsur logam (Al, Fe, Ca, Mg) di dalam tanah. Namun demikian ECM ini mempunyai pengaruh global, karena banyak sekali pohon hutan bernilai komersial tinggi yang bersimbiosis dengan fungi ektomikoriza. Fungi ektomikoriza pada umumnya bersimbiosis dengan famili Dipterocarpaceae, Fagaceace, Myrtaceae (Eucalyptus spp.), Gnetaceae dan Pinaceae (Alexander and Lee, 2005). Beberapa laporan penelitian aplikasi fungi ektomikoriza pada jenis-jenis pohon meranti (Dipterocarpaceae) yang telah dilakukan di Indonesia (Turjaman et al., 2011; Turjaman et al., 2006; Turjaman et al., 2005). Pada umumnya hasil aplikasi fungi ektomikoriza memberikan respons positif bagi pertumbuhan meranti pada tingkat semai maupun di lapangan. Kelompok-kelompok fungi ektomikoriza yang efektif digunakan merupakan kelompok Early Stage (Scleroderma, Pisolithus, Rhizopogon, Hebeloma, Paxillus) untuk diaplikasikan pada tingkat semai. Sedangkan pada kelompok Late Stage (Russula, Lactarius, Lepiota, Amanita, Boletus) memberikan respons yang rendah dalam mengkolonisasi perakaran meranti dibandingkan dengan kelompok Early Stage.

Page 13: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Fungi Mikoriza sebagai Input Teknologi…(M. Turjaman)

7

Keanekaragaman jenis fungi ektomikoriza pada hutan tropika dapat ditemukan pada tegakan dari keluarga dipterokarpa, pinus, ekaliptus, kastanopsis dan gnetum. Selain itu dari jenis Tristania dan Casuarina sumatrana (hutan kerangas) dapat ditemukan pula jenis-jenis fungi ektomikoriza (Moyersoen et al., 2001). Pada tegakan alam muda Pinus merkusii di Aceh Tengah banyak ditemukan jenis-jenis dari famili Sclerodermataceae, yaitu Pisolithus dan Scleroderma, sedangkan pada tegakan alam dewasa banyak ditemukan jenis-jenis Suillus, Boletus, Lactarius, Russula, Amanita, dan sebagainya. Di KHDTK Haurbentes, Darmaga, Carita, Cigerendeng, Pasir Hantap yang didominasi tegakan dipterokarpa banyak ditemukan jenis-jenis Boletus, Laccaria, Suillus, Amanita, Cantharellus, Lepiota, Lactarius, Russula, Cortinarius, Entroma, Scleroderma, dan sebagainya. Jenis dari Ascomycetes yang ditemukan adalah Elaphomyces sp. dan Cenoccocum geophyllum. Pada tegakan alam ekaliptus di Soe (Nusa Tenggara Timur) juga ditemukan jenis-jenis Pisolithus, Scleroderma, Boletus, Suillus, Russula, Lactarius, Laccaria, Amanita, Lepiota, dan sebagainya. Pada tegakan dewasa di hutan kerangas dijumpai banyak fungi ektomikoriza dari jenis Boletus, Entroma, Tricholoma, Cortinarius, Suillus, Amanita, dan sebagainya (Turjaman et al., 2001; Turjaman et al., 1999; Turjaman and Santoso, 1999).

Kelompok fungi ektomikoriza mengenal dua mazhab dalam mengkolonisasi akar inang. Kelompok fungi ektomikoriza yang mudah mengkolonisasi akar inang pada tingkat semai disebut kelompok Early Stage, dan kelompok fungi ektomikoriza yang eksis pada akar inang dewasa disebut kelompok Late Stage (Cairney and Chambers, 1997). Kelompok Early Stage merupakan jenis andalan untuk kegiatan aplikasi ektomikoriza skala massal dalam rangka memproduksi semai di tingkat persemaian. Jenis-jenis yang telah lama dipelajari secara mendalam adalah Pisolithus dan Scleroderma. Sebenarnya ada satu jenis lagi yang sangat berperan yaitu Rhizopogon. Namun demikian jenis ini cukup sulit untuk ditemukan, karena jenis ini termasuk fungi yang tumbuh di dalam tanah (below ground).

Page 14: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

8

Bapak, Ibu, dan para hadirin yang dimuliakan,

Selama ini riset mikoriza bertumpu pada identifikasi berdasar pada kunci identifikasi fungi ektomikoriza dan fungi mikoriza arbuskula secara morfologi di ekosistem hutan temperate (Ingleby et al., 1990; Brundrett et al., 1996). Riset mikoriza ke depan akan lebih menjurus kepada koleksi fungi mikoriza lokal dengan proses identifikasi secara biologi molekuler. Studi ekologi suksesi dan pemantauan eksistensi fungi mikoriza di areal rehabilitasi dapat dipantau melalui bidang disiplin ilmu ekologi molekuler. Dengan demikian aplikasi mikoriza yang dilaksanakan di berbagai lokasi di Indonesia dapat dimonitoring dan evaluasi secara akurat (Martin et al., 2007; Anderson, 2006).

Indonesia mempunyai kawasan hutan rawa-gambut seluas 21 juta hektar yang tersebar dari mulai Sumatera, Kalimantan dan Papua (Page et al., 2002). Ekosistem hutan rawa-gambut merupakan salah satu ekosistem yang menyimpan cadangan karbon yang sangat besar sehingga banyak riset tentang perubahan iklim yang difokuskan untuk memperoleh data tentang emisi karbon. Keanekaragaman jenis pohon hutan tropika yang berlimpah dan sangat terkenal serta diminati oleh mancanegara di antaranya adalah jenis meranti rawa, ramin, jelutung rawa, gemor, pulai rawa, bintangur, dan nyamplung. Jenis-jenis pohon tersebut bersimbiosis dengan FMA dan ECM secara alami di ekosistem hutan rawa gambut dengan tingkat kolonisasi yang bervariasi (Tawaraya et al., 2003). Namun demikian eksistensi hutan rawa gambut mulai terdegradasi secara masive setelah melakukan konversi ekosistem hutan rawa gambut seluas satu juta hektar. Penebangan hutan meranti rawa secara sembarangan di hutan Sumatera dan Kalimantan, berarti turut memusnahkan ECM yang biasa berdiam di dinding korteks akar tanaman hutan tersebut. Jenis-jenis meranti rawa yang dikenal di antaranya adalah Shorea balangeran, S. uliginosa, dan S. teysmanniana. Pada kondisi lahan gambut yang ber-pH masam, semai tanaman meranti rawa tumbuh sangat lambat dan sangat tergantung dengan eksistensi ECM yang secara timbal-balik memberi input energi antara ECM dengan tanaman meranti rawa (Turjaman et al., 2011) .

Teknologi ini telah dikembangkan oleh tim peneliti Badan Litbang Kehutanan dengan produk ECM dibuat dalam bentuk

Page 15: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Fungi Mikoriza sebagai Input Teknologi…(M. Turjaman)

9

tablet spora dan kapsul alginate (Turjaman et al., 2003, Turjaman et al., 1999; Turjaman and Santoso, 1999). Eksplorasi ECM telah dimulai dari eksosistem hutan tropika di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, NTB, dan NTT. ECM dapat diisolasi dan dibiakkan melalui biakan murninya dengan menggunakan media spesifik beberapa jenis ECM dapat disimpan dan dipelihara di laboratorium. Telah diperoleh beberapa jenis ECM, yang berpotensi untuk dikembangkan dan dipasarkan secara komersial. Untuk sementara identifikasi ECM dilakukan dengan cara mengamati morfologi dari manual buku identifikasi ECM. Keunikan dari ECM adalah dalam musim tertentu akan muncul tubuh buah fungi di sekitar perakaran tanaman meranti rawa yang berbentuk seperti bola yang berisi spora ECM yang sangat berlimpah (1.1 x 1013/mg spora). Jumlah spora yang berlimpah merupakan anugerah bagi kita untuk dapat membuat produk ECM dalam bentuk tablet spora. Selain itu spora ECM dapat dibiakkan pada media sintetik di laboratorium untuk mengembangkan bentuk vegetatifnya yaitu dalam bentuk benang-benang hifa (miselia), yang produknya dapat dibentuk kapsul alginate. Tablet spora dapat diproduksi dengan cepat dengan menggunakan mesin tablet kapasitas besar. Tablet spora ECM dapat bertahan hidup selama tiga tahun pada kondisi 4oC. Demikian pula dengan produk kapsul alginate, bahan berbasis miselia ECM murni yang diformulasikan dalam kemasan sodium alginate, dan produk ini dapat disimpan selama satu bulan di suhu kamar. Penggunaan inokulum ECM cukup dilakukan satu kali, dimulai dari persemaian tananam hutan. Menjaga mutu produk ECM telah dilakukan standarisasinya, sehingga daya hidup spora ECM dapat dimonitoring perkembangannya. Biaya inokulum ECM untuk per semai tanaman adalah 5-10% dari harga semai tanaman yang diproduksi.

Para hadirin yang terhormat,

Prospek ke depan produk ECM ini dapat dikembangkan produksinya di lokasi persemaian milik Pemerintah Daerah, Dinas Kehutanan, Badan Litbang Daerah, dan universitas setempat. Pengembangan produk ECM ini memerlukan laboratorium mini untuk melakukan kegiatan rehabilitasi ekosistem hutan rawa-gambut seluas 21 juta hektar di Indonesia. Diperkirakan Pemda setempat memerlukan ratusan juta semai tanaman meranti rawa yang siap tanam. Kerjasama dalam bentuk alih teknologi dan

Page 16: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

10

pengawasan mutu inokulum dapat dilakukan secara periodik bekerjasama dengan Badan Litbang Kehutanan. Keunggulan dari teknologi ini adalah keunggulan ECM yang sangat cocok dengan kondisi lahan rawa-gambut setempat dan jenis-jenis pohon lokal di Indonesia. Pemanfaatan ECM dapat digunakan juga untuk jenis-jenis ekaliptus, pinus, dan melinjo. Pengembangan jenis ECM yang dapat dikonsumsi manusia (edible mushroom) juga memberikan prospek yang cerah untuk diversifikasi kebutuhan pangan untuk masyarakat sekitar hutan rawa gambut.

Tim Peneliti Badan Libang Kehutanan telah mengembangkan aplikasi ECM dalam kegiatan produksi semai untuk menyelamatkan dan mengembangkan jenis-jenis meranti rawa di ekosistem hutan rawa-gambut yang terdegradasi. Keunggulan dari teknologi ini adalah inovasi mempercepat pertumbuhan meranti rawa sejak persemaian tanpa harus menggunakan pupuk kimia. Dapat dibayangkan apabila rehabilitasi hutan rawa-gambut seluas 21 juta hektar menggunakan input energi berupa pupuk kimia, maka yang mungkin terjadi adalah pembiayaan rehabilitasi yang sangat mahal, tidak efektif dan kemungkinan terjadi polusi lingkungan hutan rawa gambut yang menurunkan kualitas air, tanah maupun udara.

Potensi aplikasi teknologi ECM tersebar luas mulai dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Sebagai contoh Provinsi Kalimantan Tengah apabila ingin merehabilitasi lahan rawa gambut seluas satu juta hektar, maka dengan jarak tanam 3 m x 3 m akan memerlukan satu milyar batang berbagai jenis pohon meranti dan jenih pohon hutan komersial lainnya. Hal ini berarti apabila teknologi ini diterapkan maka akan diperlukan produksi inokulan ECM berupa tablet spora dan kapsul alginate dalam jumlah besar. Pengaruh kerusakan yang besar terhadap ekosistem hutan rawa gambut yang terdegradasi akibat perambahan maupun kebakaran hutan memberikan prospek teknologi ini dapat diaplikasikan pada jenis-jenis semai tanaman hutan yang sesuai dengan kondisi lahan setempat. Output dari perbaikan ekosistem hutan rawa gambut adalah ketersediaan bahan baku kayu dan hasil hutan bukan kayu yang dapat digunakan untuk keperluan dalam negeri maupun ekspor, yang

Page 17: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Fungi Mikoriza sebagai Input Teknologi…(M. Turjaman)

11

pada akhirnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan.

Teknologi ini memberi nilai tambah dan prospek dalam rangka mengurangi emisi karbon khususnya pada ekosistem hutan rawa gambut dan mendukung program penanganan perubahan iklim (climate change) yang sedang ditangani oleh Pemerintah Indonesia. Komersialisasi produk ECM dapat dilakukan melalui kerjasama alih teknologi secara berkesinambungan melalui kerjasama kemitraan, sehingga proses rehabilitasi lahan dan hutan rawa gambut dapat dipulihkan secara bertahap dengan input teknologi yang ramah lingkungan.

III. APLIKASI FUNGI MIKORIZA

Bapak, Ibu, dan hadirin yang terhormat,

Indonesia memiliki kekayaan sumber tambang mineral yang sangat kaya, mulai dari emas, batubara, nikel, timah, bauksit, dan besi. Pada umumnya penambangan dilakukan dengan penambangan terbuka dalam skala luas (Pudjiharta et al., 2007). Kondisi lahan dan hutan yang mengalami kondisi kritis di Indonesia hampir 43 juta hektar, termasuk di dalamnya eksploitasi pertambangan di Indonesia. Kondisi lahan aktual yang sering terjadi adalah kerusakan lapisan tanah yang menjadi tidak subur bahkan mengalami keracunan logam berat, pH tanah yang sangat rendah, tanaman yang ditanam menjadi kerdil, dan mengalami kematian. Biaya reklamasi tambang sangat mahal, karena kondisi lahan yang sangat tidak subur. Selama ini beberapa perusahaan tambang menggunakan teknologi persemaian konvensional dan pemupukan kimia belum tentu dapat meningkatkan persentase keberhasilan reklamasi pada lahan pasca tambang untuk menjadi kondisi rona awal lingkungan sebelum adanya kegiatan penambangan.

Aplikasi teknologi mikoriza unggul untuk membantu pertumbuhan tanaman merupakan alternatif yang tidak hanya murah, tetapi juga ramah lingkungan. Riset teknologi mikoriza di hutan tropika yang dilakukan oleh Badan Litbang Kehutanan telah menunjukkan manfaat nyata dari penggunaan mikoriza untuk memacu pertumbuhan semai di persemaian dan membantu

Page 18: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

12

pertumbuhan tanaman di lahan terdegradasi. Jenis-jenis mikoriza yang dimaksud adalah fungi mikoriza lokal yang telah diseleksi dan pengujian di laboratorium dan lapangan.

Fungi mikoriza adalah teknologi Go-Green yang ramah lingkungan. Sangat mudah diaplikasikan di persemain-persemain modern dan cukup satu kali aplikasi untuk seumur hidup tanaman. Teknologi ini sangat diperlukan dalam penanganan rehabilitasi, remediasi dan reklamasi lahan bekas tambang, baik tambang batubara, nikel, kapur, emas maupun semen. Selain itu juga rehabilitasi ekosistem jenis-jenis pohon hutan rawa-gambut yang telah terdegradasi sangat memerlukan input teknologi ini. Manfaat dari aplikasi teknologi mikoriza adalah menstimulasi pertumbuhan semai di persemaian, mempersingkat waktu penyiapan semai di persemaian, meningkatkan kualitas dan kesehatan semai di persemaian, dan persentase jadi semai yang hidup di tingkat semai maupun lapang. Selain itu teknologi ini bermanfaat juga dalam meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekurangan air dan serangan patogen penyebab penyakit akar. Tidak seperti pupuk kimia yang perlu secara rutin diaplikasikan, dan dapat berdampak negatif berupa polusi tanah, air sungai dan udara.

Aplikasi FMA telah diuji efektivitasnya pada jenis-jenis pohon yang masuk dalam daftar CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) APPENDIX II seperti jenis-jenis Aquilaria, Gyrinops dan Gonystylus. FMA terbukti sangat membantu dalam proses pertumbuhan awal Aquilaria filaria, A. malaccensis, A. microcarpa, A. beccariana dan A. crassna di tingkat semai (Turjaman et al., 2006a; Turjaman et al., 2006c). Aplikasi FMA telah dicoba juga untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman lidah buaya (Aloevera) di ekosistem hutan rawa gambut (Tawaraya et al., 2007). Hasil aplikasi FMA pada jenis Dyera polyphylla (Turjaman et al., 2006a) dan Alstonia scholaris (Turjaman et al., 2007) memberikan respons positif terhadap pertumbuhan awal dan serapan nutrisi di tingkat semai. Kedua jenis tersebut telah dikenal sebagai bahan baku pensil. Khusus D. polyphylla getahnya biasa disadap oleh masyarakat sekitar hutan di Sumatera dan Kalimantan. Dengan demikian FMA merupakan input teknologi penting dalam kegiatan

Page 19: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Fungi Mikoriza sebagai Input Teknologi…(M. Turjaman)

13

konservasi jenis pohon lokal dan rehabilitasi di ekosistem hutan rawa gambut.

Penerapan teknologi FMA dapat dilakukan pada kegiatan rehabilitasi lahan pasca tambang di lahan kapur untuk bahan baku semen di Cibinong (Pudjiharta et al., 2007) dan pasca tambang batubara di Tanjung, Kalimantan Selatan (Turjaman et al., 2009). Beberapa jenis tanaman hutan yang berkategori cepat tumbuh telah diinokulasi dengan FMA pada tingkat semai, dan memberikan respons pertumbuhan yang sangat nyata dibandingkan dengan kontrol (tanpa inokulasi). Kemungkinan dilakukan kombinasi inokulasi antar FMA dan bakteri penambat nitrogen untuk kegiatan rehabilitasi di lahan pasca tambang dapat diterapkan secara praktis di persemaian (Barea et al., 2005; Smith and Read, 1997).

Bapak dan ibu yang terhormat,

Aplikasi fungi ECM diawali pada jenis Pinus merkusii yang telah dilakukan secara massal di PT Tusam Hutani Lestari (1995-1998) dan di Perum Perhutani (1996-2000). Jenis-jenis fungi ektomikoriza yang digunakan adalah jenis Pisolithus arhizus dan Scleroderma columnare. Plot-plot P. merkusii seluas 15 ha di areal Perum Perhutani telah menjadi sumber inokulum ektomikoriza untuk produksi semai P. merkusii. Tubuh buah kedua jenis tersebut secara periodik tumbuh setiap tahunnya, sehingga kita dapat memanfaatkannya. Pemanenan tubuh buah P. arhizus dari plot P. merkusii yang pernah diperoleh hampir mencapai 300 kg di BKPH Majenang. Aplikasi fungi ECM juga turut meningkatkan pertumbuhan dan peningkatan serapan nutrisi penting N dan P pada jenis-jenis Shorea pinanga (Turjaman et al., 2005), dan S. seminis (Turjaman et al., 2006b). Kedua jenis Shorea tersebut merupakan jenis meranti yang menghasilkan tengkawang. Pengujian efektivitas ECM pada stek pucuk S. leprosula telah dilakukan pada tingkat semai dan lapang dengan respons positif meningkatkan pertumbuhan. Aplikasi fungi ECM dari ekosistem hutan rawa gambut pada semai S. balangeran telah dilakukan dari mulai di persemaian dan di tingkat lapang (Turjaman et al., 2011). Dua jenis fungi ektomikoriza Scleroderma sp., dan

Page 20: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

14

Boletus sp. memberikan respons terbaik terhadap S. balangeran setelah 40 bulan di tingkat lapang di Kalimantan Tengah.

Bapak, Ibu, dan hadirin yang kami muliakan,

KHDTK Carita, Haurbentes, Pasir Hantap, Cikole dan Cikampek yang dikelola oleh Badan Litbang Kehutanan merupakan areal koleksi dari jenis-jenis pohon yang bersimbiosis dengan fungi ektomikoriza, seperti dari keluarga Dipterocarpaceae, Pinaceae, Myrtaceae (Eucalyptus spp.) dan Gnetaceae (Gnetum gnemon). Pemanfaatan tubuh buah fungi ektomikoriza yang selama ini dikonsumsi oleh komunitas masyarakat di sekitar KHDTK, merupakan usaha Badan Litbang Kehutanan melakukan konservasi jenis-jenis pohon hutan tropika Indonesia, sekaligus mengkonservasi jenis-jenis fungi mikoriza yang bersimbiosis dengan inangnya.

Teknologi mikoriza merupakan teknologi sederhana yang akan banyak membantu memproduksi semai-semai tanaman hutan skala massal di persemaian. Selanjutnya pengaruh dari input teknologi ini, pertumbuhan semai-semai tanaman hutan dapat dipacu dengan cepat, memperbaiki kondisi tanah, dan mengembalikan fungsi hutan secara bertahap. Teknologi ini memberikan kontribusi yang besar dalam meminimalisasi masalah kompleks sehingga program penanaman pohon milyaran batang mampu memberikan dampak positif bagi masyarakat luas.

Inokulan fungi ektomikoriza sudah dapat diproduksi skala massal. Pengembangan jenis ektomikoriza ini dapat diproduksi di dekat fasilitas persemaian modern yang memiliki kapasitas persemaian lebih dari satu juta semai per bulannya. Kemasan produk fungi ektomikoriza telah dibuat dalam bentuk tablet (spora) dan kapsul alginat (miselia), sedangkan fungi mikoriza arbuskula dikemas dalam granular-granular zeolite partikel kecil. Produksi tablet (spora) ektomikoriza memerlukan mesin tablet dengan kapasitas 60.000 tablet/jam, dengan biaya produksi Rp 100/tablet dan aturan pakainya satu tablet per semai. Produksi fungi mikoriza arbuskula memerlukan rumah kaca dengan ukuran 10m x 10m untuk produksi minimum 20-24 ton/tahun dengan harga produksi Rp 35.000/kg, dan aturan pakainya adalah 5 g untuk satu

Page 21: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Fungi Mikoriza sebagai Input Teknologi…(M. Turjaman)

15

semai di persemaian. Kedua inokulan ini dapat disimpan enam bulan dalam kondisi temperatur ruangan.

Para hadirin yang kami hormati,

Integrasi antara teknologi mikoriza dengan teknologi lain seperti teknologi stek pucuk (KOFFCO), pemanfaatan limbah sebagai media tanam, teknologi persemaian, seleksi jenis tanaman hutan yang sesuai dengan kondisi setempat, dan sebagainya, sangat diperlukan agar diperoleh produksi semai tanaman hutan yang berkualitas (Subiakto, 2006; Pratiwi, 2006).

Keunggulan teknologi mikoriza ini adalah : (1) teknik produksi massal mikoriza mudah dilaksanakan oleh staf Pemda atau Dinas Kehutanan dengan tingkat pendidikan formal setara dengan SLTA/S1; (2) untuk tahap aplikasi mikoriza di persemaian diperlukan pendidikan formal setara dengan SD; (3) telah disiapkan beberapa jenis mikoriza yang dapat dipergunakan di lokasi hutan rawa-gambut yang berbeda; (4) fungi ECM telah diformulasikan dalam bentuk tablet spora dan kapsul alginate sehingga mudah diaplikasikan di persemaian, FMA diformulasikan dalam bentuk granular (zeolit/liat/pasir); (5) fasilitas produksi inokulan memerlukan laboratorium mini dan sumber daya manusia memadai setingkat S1.

Kendala aplikasi teknologi fungi mikoriza untuk skala luas adalah faktor non-teknis, yang menyangkut masalah kurangnya informasi teknologi ini untuk para pemegang keputusan di tingkat pusat/daerah, preferensi pemegang keputusan yang lebih memilih penggunaan pupuk kimia, pasar dari teknologi mikoriza ini belum terbentuk, perencanaan tata waktu yang belum sesuai antara persiapan inokulan mikoriza, persiapan pembuatan persemaian, kegiatan penanaman, dan lain-lain.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Bapak, Ibu, dan hadirin yang terhormat,

Fungi mikoriza merupakan salah satu kunci input teknologi untuk perbaikan ekosistem hutan tropika yang terdegradasi.

Page 22: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

16

Dengan aplikasi fungi mikoriza yang telah diseleksi dan efektif untuk berbagai pedobioagroklimat hutan tropika Indonesia, maka usaha rehabilitasi hutan dan lahan yang terdegradasi dapat dipercepat dan tingkat keberhasilan yang tinggi. Penerapan teknologi mikoriza memiliki spesifikasi khusus dan tetap mengikuti kaidah standar operasional yang berlaku yang dimulai pada kegiatan persemaian tanaman hutan di persemaian. Teknologi ini ramah lingkungan dan berdasar pada pengelolaan hutan yang lestari.

Fungi mikoriza di hutan tropika merupakan salah satu rantai penentu dalam konservasi jenis-jenis tanaman hutan yang langka di Indonesia. Peranan teknologi mikoriza dalam kegiatan rehabilitasi pada lahan terdegradasi sangat dibutuhkan dalam produksi semai berkualitas pada tingkat persemaian. Aplikasi teknologi mikoriza untuk membantu pertumbuhan tanaman hutan di lahan yang ekstrim merupakan tindakan alternatif yang tepat sasaran dilihat dari aspek global dan lokal. Keberhasilan rehabilitasi lahan terdegradasi ditentukan oleh perencanaan kegiatan yang dilakukan secara matang dan integratif. Partisipasi aktif setiap institusi/pengguna yang relevan untuk aplikasi dan sosialisasi mikoriza unggul bermanfaat ini dapat mempercepat proses keberhasilan rehabilitasi pada lahan-lahan terdegradasi.

Diseminasi dan kepastian hukum teknologi ini disarankan dapat ditetapkan dalam bentuk Surat Keputusan yang diterbitkan oleh Kementerian Kehutanan tentang aturan produksi, aplikasi dan peredaran produk mikoriza yang akan digunakan oleh perusahaaan swasta atau masyarakat luas. Kepastian hukum ini dapat memberikan nilai tambah, keamanan dan kepastian produk ini dapat digunakan sebaik-baiknya oleh stakeholder yang bergerak dalam bidang rehabilitasi lahan hutan yang terdegradasi. Selain itu pembuktian berupa pembuatan demplot-demplot teknologi mikoriza pada jenis-jenis tanaman hutan lokal pada tingkat kabupaten sebagai bahan dasar memberikan kepercayaan pada pengambil keputusan di daerah.

Identifikasi potensi mikoriza, baik FMA maupun ECM yang berlimpah di hutan tropika Indonesia, perlu diidentifikasi melalui biologi molekuler, dan dipelihara dalam Pusat Koleksi Mikroba

Page 23: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Fungi Mikoriza sebagai Input Teknologi…(M. Turjaman)

17

Hutan Tropika di PuskonseR, sehingga pemanfaatan fungi jenis ini dapat optimal, baik di kalangan peneliti maupun pengguna/praktisi.

V. PENUTUP

Bapak, Ibu, dan hadirin yang terhormat,

Paparan karya ilmiah ini disampaikan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan kenaikan jenjang jabatan fungsional peneliti dari Peneliti Madya menjadi Peneliti Utama di lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementerian Kehutanan. Isi tulisan ini merupakan rangkuman dan pemikiran penulis selama lebih 20 tahun melaksanakan riset teknologi mikoriza di hutan tropika sebagai input untuk konservasi jenis-jenis pohon langka dan rehabilitasi hutan dan lahan terdegradasi. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pengembangan teknologi mikroba di hutan tropika dan para pihak yang terkait langsung dengan penyelamatan dan pengelolaan hutan tropika di Indonesia.

UCAPAN TERIMA KASIH

Bapak, Ibu, dan hadirin yang terhormat,

Perkenankanlah saya menyampaikan rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan karunia-Nya sehingga dengan ijin-Nya dapat melaksanakan presentasi karya ilmiah pada hari ini.

Saya sampaikan rasa terima kasih dan hormat yang sebesar-besarnya kepada bapak Kepala Badan Litbang Kehutanan dan bapak Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi yang telah memberi dorongan, kesempatan dan berbagai kemudahan dalam menjalankan tugas sebagai peneliti. Saya ucapan terima kasih kepada Tim TP2I yang telah mengoreksi naskah presentasi ilmiah ini.

Saya ucapkan pula rasa terima kasih dan hormat yang setulusnya kepada dosen dan pembimbing kami bapak Dr. Yahya

Page 24: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

18

Fakuara (alm.) dan Dr. Yadi Setiadi, di Fakultas Kehutanan IPB yang telah membimbing dan membekali sebelum saya masuk menjadi peneliti di Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi. Rasa terima kasih saya sampaikan kepada pembimbing saya Dr. Frederic Lapeyrie dan Dr. Francis Martin dari Laboratorium Mikrobiologi-INRA, Nancy di Perancis sewaktu menempuh pendidikan S2 (DEA) di University of Nancy di Perancis, yang telah memberikan pengalaman kepada saya bagaimana seharusnya penelitian itu dilakukan. Demikian pula kepada Prof. Keitaro Tawaraya dari Fakultas Pertanian, University of Yamagata di Jepang yang telah membimbing dan mengarahkan kami dalam tata cara penelitian mikoriza yang mengarah untuk penulisan dan publikasi di Jurnal Internasional, dan Prof. Mitsuru Osaki dari University of Hokkaido (Jepang).

Selama bertugas sebagai peneliti di Kelti Mikrobiologi Hutan tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada bapak Dr. Erdy Santoso, senior saya yang telah membentuk saya sebagai seorang peneliti. Demikian pula kepada rekan-rekan peneliti dan teknisi di Kelti Mikrobiologi Hutan, serta seluruh pegawai di Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi yang telah memberikan bantuan dan kerjasamanya yang sangat berharga.

Rasa terima kasih saya yang paling dalam saya sampaikan kepada ayahanda Memed Sadeli (Alm.) dan terutama kepada ibunda Rochaenah yang dengan susah payah telah mendidik dan membesarkan serta tak henti-hentinya mendoakan saya menjadi seperti sekarang ini. Secara khusus saya sampaikan rasa terima kasih kepada istri saya tercinta Yeni Aeniwati yang dengan sabar mendampingi dan memberikan semangat selama ini. Tak lupa pula kepada kedua ananda tercinta Rifqy Mikoriza dan Rafli Syawal atas segala dukungan dan menjadi sumber inspirasi dan penyemangat dalam menjalankan tugas. Semoga semua pengorbanan dan kebaikan semua pihak merupakan amal kebajikan yang mendapat ridho dan pahala dari Allah SWT. Amien.

Akhirul kalam, mohon maaf atas berbagai kehilafan dalam tutur kata dan kesalahan yang tidak disengaja yang tidak berkenan di hati Bapak dan Ibu yang terhormat serta hadirin yang berbahagia.

Page 25: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Fungi Mikoriza sebagai Input Teknologi…(M. Turjaman)

19

Wabilllahi taufik wal hidayah wasssalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

DAFTAR PUSTAKA

Alexander, I., Lee, S.S. 2005. Mycorrhizas and ecosystems processes in tropical rain forest: implications for diversity. In: Burslem D.F.R.P., M.A. Pinard and S.E. Hartley (Eds.). Biotic Interactions in the Tropics: Their role in the maintenance of species diversity. Cambridge University Press. p. 165-203.

Anderson, I.C. 2006. Molecular ecology of ectomycorrhizal fungal communities: New Frontiers. In:J.E. Cooper and J.R. Rao, Molecular Approaches to Soil, Rhizosphere and Plant Microorganism Analysis. CABI. UK. p.183-197.

Andrade, G., Mihara, K.L., Linderman, R.G., Bethlenfalvay, G.J. 1998. Soil aggregation status and rhizobacteria in the mycorrhizosphere. Plant and Soil 202 : 89-96.

Augé, R.M. 2001. Water relations, drought and VA mycorrhizal symbiosis. Mycorrhiza 11:3-42.

Barea, J.M., Werner, D., Azcón-Guilar, C., Azcón, R. 2005. Interaction of Arbuscular Mycorrhiza and Nitrogen-Fixing Symbiosis in Sustainable Agriculture. Eds. D. Werner, W.E. Newton, Nitrogen Fixation in Agriculture, Forestry, Ecology, and the Environment. Springer. 347p.

Brundrett, M., Bougher, N., Dell, B., Grove, T., Malajczuk, N. 1996. Working with mycorrhizas in Forestry and Agriculture. ACIAR Monograph 32, Canberra.

Cairney, J.W.G., Chambers, S.M. 1997. Interaction between Pisolithus tinctorius and its hosts: a review of current knowledge. Mycorrhiza 7: 117-131.

Clarck, D.A. 2007. Detecting tropical forests responses to global climatic changes and atmospheric change: current challenges and a way forward, Biotropica 39 (1): 4-19.

de la Cruz, R.E. 1995. Role of soil microbiology in relation to reforestation. International workshop on biotechnology and development of species for industrial timber estates. R&D Centre for Biotechnology, The Indonesian Institute of Sciences, Bogor. p. 137-161.

Page 26: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

20

Ingleby, K., Mason, P.A., Last, F.T., Fleming, L.V. 1990. Identification of ectomycorrhizas. Institute of Terrestrial Ecology Natural Environment Research Council. Edinburgh.p112.

Janos, D.P. 1980 Vesicular-arbuscular mycorrhizae affect lowland tropical rain forest plant growth, Ecology 61 : 151-162.

Jeffries, P., Gianinazzi, S., Perotto, S.,Turnau, K., Barea, J.M. 2003. The contribution of arbuscular mycorrhizal fungi in sustainable maintenance of plant health and soil fertility. Biology and Fertility Soils 37 : 1-16.

Jeffries, P., Barea, J.M. 2001. Arbuscular mycorrhiza – a key component of sustainable plant-soil ecosystem, In : Hock (Ed.) The Mycota IX Fungal Association. Springer-Verlag, Berlin.

Kobayashi, S. 2004. Landscape rehabilitation of degraded tropical forest ecosystems case study of the CIFOR/Japan project in Indonesia and Peru. Forest Ecology and Management 201:13-22.

Kothari, S.K., Marschner H., Romheld, V. 1991. Contribution of the VA mycorrhizal hyphae in acquisition of phosphorus and zinc by maize grown in a calcareous soil. Plant and Soil 131 : 177-185.

Laurance, W.F. 1999. Reflection on the tropical deforestation crisis, Biological Conservation 91:109-117.

Martin, F., Perotto, S., Bonfante, P. 2007. Mycorrhizal fungi: A fungal community at the interface between soil and roots. Eds. R. Pinton, Z. Varanini, P. Nannipieri, The Rhizosphere: Biochemistry and Organic Substances at the Soil-Plant Interface. Second Edition. Taylor & Francis Group, CRC Press. Boca Raton. 201-236p.

Miller, R.M., Jastrow, J.D. 2000. Mycorrhizal fungi in soil structure, In: Y.Kapulnik and D.D. Douds, Jr. (Eds.), Arbuscular mycorrhizas: Physiology and Fuction, Kluwer Academic Publishers, Dordrecht, the Netherlands 3-18 pp.

Molina, R., Massicotte, H., Trappe, J.M. 1992. Specificity phenomena in mycorrhizal symbiosis: community-ecological consequences and practical implications. In: Allen M.F. (Ed.). Mycorrhizal functioning, an integrated plant-fungal process. Chapman and Hall, London. p. 357-423.

Page 27: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Fungi Mikoriza sebagai Input Teknologi…(M. Turjaman)

21

Page, S.E., Siegert, F., Rieley, J.O., Boehm, H.V., Jaya, A., Limin, S. 2002. The amount of carbon released from peat and forest fires in Indonesia during 1997. Nature 420: 61-65.

Pinton, R., Varanini, Z., Nannipieri, P. 2007. The Rhizosphere: Biochemistry and organic substances at the soil-plant interface. Second Edition. Taylor & Francis Group, CRC Press. Boca Raton. 447p.

Phillips, V.D. 1998. Peat swamp ecology and sustainable development in Borneo. Biodiversity and Conservation 7: 651-671

Pratiwi. 2006. Konservasi tanah dan air : Pemanfaatan limbah hutan dalam rehabilitasi hutan dan lahan terdegradasi. Prosiding ekspose hasil-hasil penelitian: Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. p.81-86.

Pudjiharta, A., Santoso, E., Turjaman, M. 2007. Reclamation of degraded land by revegetation on a cement material mining area. J. Forest and Nature Conservation Research IV : 3.

Rajan, S.K., Reddy, B.J.D., Bagyaraj, D.J. 2000. Screening of arbuscular mycorrhizal fungi for their symbiotic efficiency with Tectona grandis. Forest Ecology and Management 126 : 91-95, 2000.

Schṻβler, A., Schwarzott, D.,Walker, C. 2001. A new fungal Phylum, the Glomeromycota: phylogeny and evolution. Mycological Research 105:1413-1421.

Smith, S.E., Read D.J. 1997. Mycorrhizal Symbiosis, Academic Press, Inc.: San Diego, CA.

Smith, S.E., Smith, F.A., Jakobsen, I. 2004. Functional diversity in arbuscular mycorrhizal (AM) symbioses: the contribution of the mycorrhizal P uptake pathway is not correlated with mycorrhizal responses in growth or total P uptake, New Phytologist 162: 511-524, 2004.

Subiakto, A. 2006. Teknologi perbanyakan vegetatif bibit pohon hutan secara massal. Prosiding ekspose hasil-hasil penelitian: Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. p. 87-98.

Tawaraya, K., Takaya, Y., Turjaman, M., Tuah, S.J., Limin, S.H., Tamai, Y., Cha, J.Y., Wagatsuma, T., Osaki, M. 2003. Arbuscular mycorrhizal colonization of tree species grown in peat swamp forests of Central Kalimantan, Indonesia, Forest Ecology and Management 182:381-386.

Page 28: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

22

Tawaraya, K., Turjaman, M., Ekamawanti, H.A. 2007. Effect of arbuscular mycorrhizal colonization on nitrogen and phosphorus uptake and growth of Aloe vera L. Hort Science 42 (7):1737-1739.

Turjaman, M., Santoso, E., Susanto, A., Gaman, S., Limin, S.H., Tamai, Y., Osaki, M., Tawaraya, K. 2011. Ectomycorrhizal fungi promote growth of Shorea balangeran in degraded peat swamp forests. Wetlands Ecology and Management 19:331-339. Springer.

Turjaman, M., Sitepu, I.R., Irianto, R.S.B., Sentosa, S., Aryanto, Yani, A., Najmulah, Santoso, E. 2010. Utilization of arbuscular mycorrhizal fungi on four Aquilaria species. Info Hutan VII : 2. 165-173-p.

Turjaman, M., Santoso, E., Sitepu, I.R., Tawaraya, K., Purnomo, E., Tambunan, R., Osaki, M. 2009. Mycorrhizal fungi increased early growth of tropical tree seedlings in adverse soil. Journal of Forestry Research 6: 1.

Turjaman, M., Tamai, Y., Sitepu, I.R., Santoso, E., Osaki, M., Tawaraya, K. 2008. Improvement of early growth of two tropical peat-swamp forest tree species Ploiarium alternifolium and Calophyllum hosei by two arbuscular mycorrhizal fungi under greenhouse conditions. New Forests 36: 1-12. Springer.

Turjaman, M., Tawaraya, Sitepu, I.R., Santoso, E. 2008. Pemanfaatan fungi ektomikoriza dan mikoriza arbuskula untuk bioreforestasi dan peningkatan produktivitas lahan gambut. Prosiding Pra Workshop Pengembangan dan Pemanfaatan Konsorsia Mikroba pada Lahan Gambut. Pusat Teknologi Bioindustri. BPPT. Jakarta.

Turjaman, M., Santoso, E., Tawaraya, K. 2007. Arbuscular mycorrhizal fungi increased plant growth and nutrient concentrations of milkwood tropical tree species Alstonia scholaris under greenhouse conditions. J. Forestry Research 4:2.

Turjaman, M., Tamai, Y., Santoso, E., Osaki, M., Tawaraya, K. 2006a. Arbuscular mycorrhizal fungi increased early growth of two non-timber forest product species Dyera polyphylla and Aquilaria filaria under green house conditions. Mycorrhiza 16: 459-464. Springerlink.

Turjaman, M., Tamai, Y., Segah, H., Limin, S.H., Cha, J.Y., Osaki, M., Tawaraya, K. 2006b. Increase in early growth and nutrient uptake of Shorea seminis seedlings inoculated with

Page 29: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Fungi Mikoriza sebagai Input Teknologi…(M. Turjaman)

23

two ectomycorrhizal fungi. Journal of Tropical Forest Science 18 (4) : 166-172.

Turjaman, M., Santoso, E., Sumarna, Y. 2006c. Arbuscular mycorrhizal fungi increased early growth of gaharu wood species Aquilaria malaccensis and A. crassna under greenhouse conditions. Journal of Forestry Research 2 :139-148.

Turjaman, M., Tamai, Y., Segah, H., Limin, S.H., Cha, J.Y., Osaki, M., Tawaraya, K. 2005. Inoculation with the ectomycorrhizal fungi Pisolithus arhizus and Scleroderma sp. improve the early growth of Shorea pinanga nursery seedlings. New Forests 30 : 67-73. Springer.

Turjaman, M., Irianto, R.S.B.I., Sitepu, I.R., Widyati E., Santoso, E. 2003. Mass production of ectomycorrhizal in encapsulated alginat beads for inoculating of seedlings planting stocks in nursery. Proceeding of Rehabilitation and Conservation of Forest Resources. ISBN :979-3145-09-9. Bogor. 9-24 pp.

Turjaman, M., Santoso, E. 2002. Prospek penggunaan mikroba untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman hutan dalam rangka rehabilitasi ekosistem hutan rawa gambut. Makalah Penunjang. Simposium Rehabilitasi dan Konservasi Lahan di Indonesia, Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam, 16 Desember 2002. Bogor.

Turjaman, M., Santoso, E. 2001. Efektivitas tablet, kapsul dan suspensi spora Pisolithus arhizus cendawan ektomikoriza pada semai Eucalyptus pellita. Buletin Penelitian Hutan 629. Bogor. 13 hal.

Turjaman, M., Irianto, R.S.B., Santoso, E. 2001. Teknik inokulasi dan produksi massal cendawan ektomikoriza. Info hutan. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam.

Turjaman, M., C. Sofyan, I.R. Sitepu, and E. Santoso. 2000. Field testing of exotic vesicular arbuscular mycorrhizae (Glomus aggregatum- Osaka Gaz Co.) on Acacia crassicarpa and Eucalyptus spp. at Rumpin, West Java. JSPS-NRCT/DOST/LIPI/VCC. Joint Seminar on Biotechnology for sustainable utilization of biological resources in the tropics, Novembre 22-24,1999, Penang, Malaysia. ICBiotech-Osaka University. Osaka, Japan.

Turjaman, M., and E. Santoso. 1999. Recent development in Pisolithus arhizus ectomycorrhizal research and their techniques for rehabilitating degraded forests. Proc. 3rd International symposium on asian tropical forest

Page 30: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

24

management :Impacts of fire and human activities on forest ecosystems in the tropics. September 20-23, 1999. Tropical forest research centre Mulawarman University and Japan International Cooperation Agency. Samarinda, East Kalimantan.

Turjaman, M., R.S.B. Irianto, and Anjusda. 1999. Mass production of Pisolithus tinctorius tablets for Pinus merkusii planting stock production in Tusam Hutani Lestari Ltd., Aceh Tengah, Indonesia. Eds.: F.A. Smith, K. Kramadibrata, R.D.M., Simanungkalit, N. Sukarno, S.T. Nuhamara. In: Proceedings of International Conference on Mycorrhizas in Sustainable Tropical Agriculture and Forest Ecosystems. R&D Centre for Biology-The Indonesian Institute of Sciences (LIPI), Bogor Agricultural University, and The University of Adelaide, October 27-30, 1997, 149-154p.

Varma, A., Abbott, L., Werner, D., Hampp, R. 2008. Plant Surface Microbiology. Springer. New York. 628p.

Page 31: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

25

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI DALAM DAN DI SEKITAR KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA

PENGENTASAN KEMISKINAN DAN PELESTARIAN SUMBERDAYA HUTAN

Ir. Sri Suharti, M.Sc1

I. PENDAHULUAN Ibu-Bapak sekalian yang saya muliakan,

Dengan luas total kawasan hutan sekitar 133,46 juta ha atau sekitar 70% dari total luas wilayah daratan, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kawasan hutan tropis terluas ketiga di dunia setelah Brazil dan Zaire (Republik Demokrasi Kongo). Hutan di Indonesia terdiri dari Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam (19,88 juta ha), Hutan Lindung (31,55 juta ha), Hutan Produksi Terbatas (22,43 juta ha), Hutan Produksi Tetap (36,75 juta ha), Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (22,68 juta ha), dan Taman Buru (167,6 ribu ha) (Kementerian Kehutanan, 2010).

Hutan Indonesia memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi yang meliputi: 16% spesies burung, 11% spesies tumbuhan dunia, 10% spesies mamalia, termasuk mamalia yang paling berharga di dunia, yaitu orangutan, harimau, badak, dan gajah, 7% spesies reptilia, 6% ikan air tawar, dan 6% amfibi (Forest Watch Indonesia dan Global Forest Watch, 2001). Namun karena pengelolaan hutan yang kurang bijak, maka selama 50 tahun terakhir banyak kawasan hutan yang rusak atau bahkan pada beberapa daerah ada yang sudah tidak memiliki tutupan pohon/vegetasi sama sekali sehingga mengakibatkan beberapa spesies flora dan fauna terancam punah.

Di sisi lain, di dalam dan sekitar hutan tinggal masyarakat yang kehidupannya sangat tergantung pada hutan dan dikategorikan sebagai penduduk miskin. Bagi mereka, hutan merupakan sumber kehidupan, di mana mereka memanfaatkan 1 Peneliti Madya Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi

Page 32: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

26

berbagai jenis produk hasil hutan, baik kayu maupun non kayu (Suharti, 1991a). Mereka umumnya hidup dalam kelompok-kelompok kecil yang terpencar di daerah yang terisolir dan jauh dari jangkauan berbagai fasilitas pelayanan pemerintah. Akibatnya, kerusakan sumberdaya hutan merupakan suatu bencana bagi mereka karena sumber kehidupan mereka terganggu.

Berbagai upaya rehabilitasi dan penanggulangan kerusakan hutan telah dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan banyak pihak, tetapi belum memberikan hasil yang memuaskan. Hal ini terjadi karena pada awalnya kegiatan rehabilitasi hutan menggunakan pendekatan yang lebih menekankan aspek teknis dan kurang memperhatikan aspek sosial ekonomi dan kelembagaan, sehingga kurang memberikan manfaat bagi masyarakat. Selain itu, program kegiatan umumnya bersifat rigid/kaku dengan pendekatan yang top-down serta umumnya tidak berkesinambungan (Suharti, 2001).

Kenyataan inilah yang kemudian mengilhami lahirnya UU 41 tahun 1999 tentang kehutanan setelah era reformasi digulirkan. Semangatnya, harus ada pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan dan adanya akses yang memadai terhadap hutan (Reni, 2008). Kementerian Kehutanan sudah memiliki pola/konsep pemanfaatan sumberdaya hutan secara lestari dengan melibatkan masyarakat di bawah payung besar ”social forestry” atau Perhutanan Sosial yang diatur pada pasal 3 Undang-Undang No. 41/1999 tentang kehutanan. Pemanfaatan sumberdaya hutan melalui pola ini pada dasarnya memberikan peluang bagi masyarakat untuk mengelola, mengusahakan dan mamanfaatkan sumberdaya hutan dengan tujuan agar sumberdaya hutan tetap lestari dan masyarakat sejahtera (Suharti, 2004; Suharti, 2005; Suharti, 2009).

II. KONDISI SUMBERDAYA HUTAN DAN BERBAGAI UPAYA

REHABILITASI Ibu-Bapak sekalian yang saya hormati,

Pemanfaatan hutan dan perlindungannya telah diatur dalam UUD 45, UU No. 5 tahun 1990, UU No 23 tahun 1997, UU

Page 33: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Pemberdayaan Masyarakat di dalam dan…(S. Suharti)

27

No. 41 tahun 1999, PP No 28 tahun 1985, PP No 34 tahun 2002 dan beberapa keputusan Menteri Kehutanan serta beberapa keputusan Dirjen PHPA dan Dirjen Pengusahaan Hutan.

Beberapa dekade terakhir, lahan dan hutan Indonesia terdegradasi sangat cepat sebagai akibat dari kegiatan penebangan liar, kebakaran hutan, konversi hutan, perluasan pertanian yang tidak terencana dan konsekuensi dari dimulainya era reformasi serta konflik sosial atas sumberdaya hutan. Data terakhir menunjukkan bahwa, meskipun telah terjadi penurunan secara signifikan, namun deforestasi tetap berlangsung dengan eskalasi yang cukup tinggi. Pada tahun 1980-an laju deforestasi dalam kawasan di Indonesia sekitar satu juta ha per tahun, yang kemudian meningkat menjadi sekitar 1,7 juta ha per tahun pada awal tahun 1990-an dan mencapai puncaknya pada kurun waktu 1996 – 2000 dengan tingkat deforestasi sebesar rata-rata 2,83 juta ha per tahun. Sejak tahun 2000-an, laju deforestasi mulai menunjukkan penurunan yaitu sebesar rata-rata 0,78 juta ha per tahun pada periode 2000-2003 dan sebesar 0,76 juta ha per tahun pada periode 2003-2006 (Badan Planologi Kehutanan, 2010).

Lahan dan hutan yang terdegradasi diperkirakan mencapai 96,3 juta ha yang terdiri dari 54,6 juta ha dalam kawasan hutan serta 41,7 juta ha di luar kawasan hutan (Nawir et al., 2008). Data terbaru menyebutkan, lahan kritis/terlantar/kurang produktif jumlahnya diperkirakan mencapai 41 % dari total areal hutan di Indonesia (Verchot et al., 2010 ). Faktor pendorong deforestasi dan degradasi lahan menjadi semakin kompleks dan mencakup berbagai aspek, tetapi secara sederhana dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung adalah kegiatan penebangan hutan, penebangan liar, dan kebakaran hutan. Sedangkan penyebab tidak langsung antara lain: kegagalan pasar, kegagalan kebijakan dan persoalan sosial-ekonomi dan politik (Nawir et al., 2008).

Ibu-Bapak sekalian yang saya muliakan,

Kemerosotan dan kerusakan sumberdaya hutan makin jelas terlihat jika diamati dari kemampuan hutan untuk menghasilkan kayu maupun hasil hutan non kayu yang terus menurun. Produksi kayu bulat pada awal tahun 1973 tercatat

Page 34: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

28

sekitar 25 juta m3 dan mencapai puncaknya pada tahun 1989 yaitu lebih dari 37 juta m3, kemudian berfluktuasi dengan kecenderungan terus menurun hingga kurang dari 25 juta m3 pada tahun 1998. Penurunan produksi kayu dari hutan alam terus berlanjut hingga kurang dari 10 juta m3 sejak tahun 2004 dan kurang dari 7,5 juta m3 pada tahun 2009 (Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, 2010). Penurunan produksi kayu tersebut selaras dengan penyusutan areal HPH yang pada tahun 1993/94 tercatat seluas 61,7 juta ha menyusut menjadi 39,16 juta ha pada tahun 2000 dan menjadi 25,77 juta ha pada tahun 2009 (Kementerian Kehutanan, 2010).

Demikin pula halnya dengan produksi HHBK seperti gaharu, rotan, getah damar mengalami penurunan secara signifikan. Sebagai contoh, ekspor gaharu pada tahun 1985 mencapai 1.487 ton, tetapi akibat eksploitasi hutan dan pemburuan gaharu yang tidak terkendali menyebabkan beberapa spesies tanaman penghasil gaharu menjadi langka. Oleh karena itu sejak tahun 1995, Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) memasukkan A. malaccensis, tanaman penghasil gaharu terbaik ke dalam daftar Appendix II. Sejak saat itu ekspor gaharu dibatasi oleh kuota yaitu sebesar 250 ton/tahun dan mulai tahun 2005, kuota ekspor bahkan diturunkan menjadi 125 ton (Suharti, 2009; Suharti, 2010a; Suharti, 2010b).

Berbagai upaya untuk memperbaiki dan menjaga kelestarian sumberdaya hutan sudah sejak lama dilakukan oleh pemerintah. Program rehabilitasi dilakukan dalam berbagai kegiatan antara lain: a. Proyek Hutan Rakyat di Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang dimulai tahun 1970; b. Persemaian dan Penanaman Mekanis – Reboisasi dan Pengelolaan Hutan Tropis di Kalimantan Selatan, Proyek FINNIDA - Fase II sampai VI yang dilaksanakan tahun 1983-1996; c. Reboisasi Partisipatif di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat (1994-1999); d. Proyek rehabilitasi dari Dana Alokasi Khusus – Dana Reboisasi di Kabupaten Kampar, Riau dan Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur yang dimulai tahun 2001; serta e. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) – diprakarsai oleh Perum Perhutani yang dimulai tahun 2001 (Nawir et al., 2008).

Page 35: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Pemberdayaan Masyarakat di dalam dan…(S. Suharti)

29

III. KONDISI MASYARAKAT DI DALAM DAN DI SEKITAR KAWASAN HUTAN

Bapak-Ibu sekalian yang saya muliakan,

Jumlah penduduk yang tinggal di sekitar dan di dalam kawasan hutan hingga saat ini belum diketahui secara pasti karena belum tersedia data statistiknya. Meskipun demikian berbagai hasil kajian menyebutkan bahwa terdapat sekitar 48,8 juta jiwa tinggal pada lahan hutan negara dan sekitar 10,2 juta di antaranya termasuk miskin (Brown, 2004). Data lain sebelumnya menyebutkan bahwa terdapat sekitar 20 juta jiwa yang tinggal di desa-desa sekitar kawasan hutan dan 6 juta jiwa di antaranya memperoleh sebagian besar penghidupannya dari hutan (Sunderlin et al., 2000). Mereka bertempat tinggal di desa-desa sekitar hutan yang diperkirakan jumlahnya mencapai 19.410 desa (Amafnini, 2010). Kondisi ini menggambarkan bahwa masih cukup banyak penduduk Indonesia yang berada di dalam dan di sekitar kawasan hutan yang sumber kehidupannya sangat tergantung pada hutan.

Kehidupan sehari-hari masyarakat hutan sangat beragam, mulai dari yang masih primitif sampai pada yang relatif modern. Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum kehidupan mereka masih sangat bergantung pada sistem pertanian tradisionil seperti berladang/huma dan berkebun serta memanfaatkan hutan dan lahan dengan berbagai cara antara lain memanfaatkan hasil hutan bukan kayu dan berburu berbagai jenis binatang (Suharti, 1991b; Suharti dan Alrasyid, 1992). Apalagi bagi masyarakat di pelosok NTT (tepatnya di Kabupaten TTU dan TTS) serta di Merauke, Papua yang sumber kehidupan utamanya berasal dari kegiatan berburu dan meramu, maka ketergantungan mereka terhadap keberadaan hutan di sekitarnya sangat tinggi (Suharti et al., 2010).

Sampai saat ini, belum ada data yang pasti mengenai berapa jumlah peladang dan berapa luas lahan yang digunakan untuk perladangan. Organisasi Pangan dan Pertanian, PBB/FAO memperkirakan 10% penduduk dunia mengerjakan perladangan di atas sepertiga lahan dunia yang bisa ditanami (Dove, 1988). Menurut FAO, peladang berpindah di Indonesia pada tahun 1990

Page 36: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

30

diperkirakan berjumlah 6,39 juta orang dengan lahan seluas 12,24 juta ha dan meningkat menjadi 8,65 juta orang dengan lahan seluas 16,44 juta ha pada tahun 2010 (Barchia, 2009).

IV. KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT DALAM MENJAGA

KELESTARIAN HUTAN Hadirin sekalian yang saya hormati,

Kearifan lokal mengandung tiga unsur penting. Pertama, Nilai religius dan etika sosial yang mendasari praktek-praktek pengelolaan sumberdaya hayatinya. Kedua, Norma/aturan adat, yang mengatur hubungan antar komunitas dan lingkungan alamnya. Ketiga, Pengetahuan lokal dan keterampilan yang diperoleh dari pengalaman empirik berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus tahun mengelola sumberdaya hayati dan lingkungannya. Kesemuanya ini merupakan satu kesatuan sistem yang melandasi tatanan kehidupan sosial, budaya, ekonomi dan politik komunitas petani masyarakat adat. Pemanfaatan dan kelestarian sumberdaya hayati ini sangat erat kaitannya dengan kearifan tradisional yang dimiliki oleh komunitas tersebut (Anonim, 2010).

Berbagai hasil kajian menunjukkan bahwa masyarakat dalam dan di sekitar kawasan hutan memiliki kearifan tradisional dalam upaya pelestarian sumberdaya hutan dan pemeliharaan lingkungan. Kearifan masyarakat peladang secara kental masih dapat ditemui pada Suku Dayak Kenyah di Kalimantan Timur yang memiliki strategi pelestarian kawasan yang disebut tanah ulen (Purwanto et al., 1999), masyarakat Banjar, Kalimantan Selatan dengan pola bahuma gilirbalik, masyarakat Krui di Lampung dengan sistem agroforestry damar, masyarakat Dani di lembah Baliem, Papua dengan kawasan sakral wesama atau wusama atau wakunmo (Purwanto dan Munawaroh, 2008), masyarakat Maluku dengan sistem perlindungan sasi (tanda larangan) (Purwanto et al., 2004), juga pada suku Baduy di Jawa Barat dengan kawasan sakralnya Sasaka Domas/Arca Domas (Suharti, 2002; Iskandar, 2009).

Page 37: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Pemberdayaan Masyarakat di dalam dan…(S. Suharti)

31

Hadirin sekalian yang saya muliakan,

Meskipun demikian, pada banyak kasus masyarakat tetap dituding sebagai perusak hutan. Sebagai contoh masyarakat suku Dayak di Kalimantan yang bermukim di dalam atau di pinggir hutan sering dianggap sebagai perambah dan perusak hutan, hanya karena mereka melakukan perladangan berpindah (Djauhari, 2002). Perladangan berpindah merupakan suatu sistem pertanian yang terintegrasi dan berkesinambungan dalam ruang dan waktu. Sistem perladangan ini dilakukan secara berpindah-pindah sebagai ciri utama kearifan ekologi, dari lokasi lahan ladang yang satu ke lokasi lahan ladang berikutnya guna mengistirahatkan (bera) lahan perladangan selama periode tertentu sebelum digunakan kembali pada rotasi berikutnya (Arkanudin, 2009; Suharti, 1997; Herman and Suharti, 2011).

Dalam mengelola sumberdaya hutan, orang Dayak secara hakiki pada dasarnya berpangkal dari sistem religi yang menuntun agar senantiasa berperilaku serasi dengan dinamika alam semesta. Meskipun apa yang mereka lakukan ada yang tidak logis karena sebagian dari mereka masih menganut paham animisme dan dinamisme, namun secara sosiologis tradisi atau adat istiadat yang dilakukan adalah semata-mata merupakan upaya pelestarian dan pemeliharaan lingkungan (Gintings et al., 2001; Suharti, 2002; Benyamine, 2009).

Uraian di atas tidaklah dimaksudkan untuk mempertahankan diteruskannya sistem perladangan berpindah. Kondisi lingkungan telah berubah, penduduk terus bertambah dan kebutuhan lahan untuk bermacam-macam keperluan juga bertambah, sedangkan perladangan berpindah yang tradisional memerlukan lahan yang cukup luas, sehingga perladangan tidak sesuai lagi dengan kondisi lingkungan saat ini. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya rasionalisasi perladangan ke arah pertanian menetap yang berkelanjutan.

Berbagai upaya untuk menanggulangi permasalahan perladangan dan penebangan kayu ilegal telah dilakukan pemerintah antara lain malalui pola pemukiman kembali, transmigrasi lokal, perusahaan inti rakyat perkebunan (PIR-Bun), hutan tanaman industri (HTI) dan kehutanan kemasyarakatan/

Page 38: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

32

perhutanan sosial. Namun upaya tersebut berjalan sangat lambat dan dalam skala yang relatif kecil dibanding dengan jumlah peladang yang cukup besar.

Meskipun demikian, upaya pengendalian perladangan tersebut sebagian telah membuahkan hasil yang nyata, khususnya yang terkait dengan pengembangan perkebunan. Sebagai contoh, pembinaan peladang melalui pengembangan proyek “Smallholder Rubber Development Project” (SRDP) dan PIR kelapa sawit di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Perkebunan karet dan kelapa sawit yang dikelola peladang mampu memberikan kontribusi pendapatan yang cukup tinggi yaitu masing-masing Rp 24,82 juta/tahun (72% total pendapatan) dan Rp 27,98 juta/tahun (63% total pendapatan) (Agus et al., 2010).

V. INTEGRASI PROGRAM REHABILITASI LAHAN DAN

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Hadirin sekalian yang saya muliakan,

Belajar dari pengalaman di masa lalu, maka pola pendekatan dan implementasi kegiatan dilaksanakan dengan mengakomodasikan berbagai kepentingan parapihak termasuk masyarakat lokal yang sebelumnya terabaikan dan terpinggirkan. Pendekatan yang semula bersifat sentralistik, timber oriented, top down berangsur beralih kepada pendekatan yang partisipatif, mengutamakan kelestarian sumberdaya hutan dalam jangka panjang serta kesejahteraan masyarakat yang selama ini berinteraksi sangat erat dengan hutan.

Sejak tahun 2004, pemberdayaan ekonomi masyarakat di dalam dan di sekitar hutan merupakan salah satu kebijakan prioritas bidang kehutanan dalam Program Pembangunan Nasional Kabinet Indonesia Bersatu (Keputusan Menteri Kehutanan: SK.456/Menhut-II/2004). Dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 6/2007 jo PP Nomor 3/2008 pasal 84 juga dinyatakan, bahwa untuk mendapatkan manfaat sumberdaya hutan yang optimal dan adil dilakukan pemberdayaan masyarakat setempat melalui pengembangan kapasitas dan pemberian akses dalam rangka peningkatan kesejahteraannya. Pemberdayaan masyarakat

Page 39: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Pemberdayaan Masyarakat di dalam dan…(S. Suharti)

33

sebagaimana dimaksud pada PP nomor 6/2007 pasal 83 ayat (1) merupakan kewajiban pemerintah provinsi, kabupaten/kota yang pelaksanaannya menjadi tanggungjawab Kepala KPH. Pemberdayaan masyarakat desa hutan dapat dilakukan melalui berbagai program pemerintah seperti Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan dan Kemitraan.

Pemberdayaan masyarakat melalui Hutan Kemasyarakatan dapat dilakukan, baik di Hutan Produksi, Hutan Lindung dan Hutan Konservasi, kecuali Cagar Alam dan Zona Inti Taman Nasional. Sedangkan ketentuan mengenai Hutan Kemasyarakatan pada hutan konservasi diatur dalam peraturan pemerintah tersendiri (PP 6/2007 pasal 92).

Di lain pihak, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA) mengembangkan inisiatif model desa konservasi (MDK) sebagai salah satu upaya pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi. Menteri Kehutanan juga telah mencanangkan program percontohan pengelolaan DAS terpadu melalui pengembangan desa konservasi. Untuk mewujudkan komitmen tersebut, sejak tahun 2007 DitJen PHKA bekerjasama dengan Environmental Services Program (ESP) yang didanai USAID mengembangkan desa konservasi di 16 kawasan konservasi yang terletak di lima provinsi prioritas yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah/DI Yogyakarta, Jawa Timur, Aceh, dan Sumatera Utara. Sampai akhir tahun 2008, tercatat telah terbentuk kelembagaan di 127 MDK sebagai wadah perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring evaluasi kegiatan pemberdayaan masyarakat (Departemen Kehutanan, 2008). Beberapa usaha pengembangan ekonomi masyarakat, baik yang dibina oleh Balai TN dan KSDA antara lain adalah usaha TOGA (tanaman obat keluarga), kerajinan tangan, budidaya jamur, peternakan, home industry serta budidaya anggrek (Departemen Kehutanan, 2008).

Selain itu berbagai kegiatan pemanfaatan sumberdaya hutan juga sudah dilakukan dengan melibatkan masyarakat di kawasan hutan produksi dan hutan lindung antara lain: Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), Pembangunan Hutan Kemasyarakatan (Suharti dan Murniati. 2005; Suharti, 2010b), pengembangan komoditi Aneka Usaha Kehutanan (AUK) oleh masyarakat (Suharti, 2007; Suharti, 2011a) serta

Page 40: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

34

Pembangunan Hutan Rakyat dan Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) (Suharti and Murniati, 1994; Suharti, 1998; Suharti et al., 1999). Rancangan kegiatan tersebut langsung terkait dengan masyarakat dan dilandasi oleh semangat menanggulangi kemiskinan. Namun disadari bahwa rancangan kegiatan tersebut masih belum secara komprehensif mempertimbangkan aspek kemiskinan yang ada pada masyarakat di dalam dan sekitar hutan, karena masih minimnya dukungan data dan informasi terutama terkait dengan jumlah dan penyebaran masyarakat miskin di sekitar dan dalam kawasan hutan, indikator atau kriteria masyarakat miskin, informasi yang menjadi akar kemiskinan, serta profil atau tipologi masyarakat sekitar dan dalam kawasan hutan. Hal ini terjadi karena selama ini Kementerian Kehutanan belum pernah melakukan upaya untuk memetakan potret kemiskinan masyarakat di sekitar dan dalam hutan serta memprediksi seberapa besar penduduk yang terlibat dalam usaha-usaha bidang kehutanan.

Beberapa hasil penelitian yang telah kami laksanakan untuk mengamati implementasi berbagai program rehabilitasi lahan dengan pemberdayaan masyarakat adalah sebagai berikut:

1. Pengembangan Hutan Tanaman Industri (HTI) Pemerintah mengembangkan program HTI Tumpangsari

(TS) dan HTI Transmigrasi (HTI-Trans) untuk memberikan kesempatan pada masyarakat untuk terlibat dalam pengelolaan hutan. Melalui HTI-TS pemegang HTI menyediakan kesempatan berusaha melalui usahatani tumpangsari (agroforestry) di sela-sela tanaman pokok seperti Acacia mangium. Sebagai contoh adalah HTI-TS di kawasan HTI PT Arara Abadi dengan luas sekitar 65 ha dengan luasan rata-rata 0,89 ha per petani. Kegiatan tersebut mampu menghasilkan kontribusi pendapatan rata-rata sekitar Rp 2 juta selama satu sampai dua tahun kegiatan tumpangsari (Suharti dan Widiarti, 2005).

Meskipun demikian, pengembangan HTI, baik HTI-TS maupun HTI-Trans ternyata belum menempatkan masyarakat sebagai mitra usaha yang sesungguhnya. Posisi masyarakat hanya sebagai buruh perusahaan, sehingga partisipasi mereka secara langsung dalam pengelolaan hutan masih sangat terbatas, apalagi untuk HTI-TS yang berlangsung hanya selama 1 – 2 tahun

Page 41: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Pemberdayaan Masyarakat di dalam dan…(S. Suharti)

35

saja. Selain itu, program tumpangsari yang dikembangkan perusahaan skalanya juga masih sangat kecil dibandingkan jumlah masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan HTI Gintings and Suharti, 1998).

2. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Pengelolaan hutan bersama masyarakat umumnya

dilakukan Perum Perhutani pada berbagai Kesatuan Pemangku Hutan (KPH). Kegiatan PHBM ada yang sebatas berbagi ruang dan waktu untuk masyarakat melakukan kegiatan tumpangsari. Namun ada pula yang sudah secara komprehensif memberi kesempatan pada masyarakat untuk terlibat dalam pengelolaan hutan sejak perencanaan sampai panen (cost and benefit sharing). Pada kegiatan tumpangsari, jenis tanaman yang diusahakan masyarakat sangat beragam yang meliputi tanaman pangan, sayuran, tanaman obat-obatan dan tanaman perkebunan seperti kopi dan vanili.

Hasil penelitian di daerah Sumedang, Cianjur dan Sukabumi menunjukkan bahwa pemanfaatan lahan hutan dengan pola tumpangsari dengan berbagai jenis tanaman pertanian dengan luas garapan 0,75-2,16 ha, mampu menghasilkan pendapatan bersih berkisar antara Rp 1,9 juta - Rp 6,67 juta per kepala keluarga per tahun (Suharti, 2007). Sementara itu hasil penelitian pengembangan PHBM di daerah Interface di Parung Panjang, Bogor menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat meningkat sebesar 27% dari kegiatan usahatani tanaman pangan di antara tanaman Acacia mangium dan budidaya tanaman rambutan dan mangga di sela-sela tanaman pokok (Suharti, 2008). Sementara itu hasil analisis finansial budidaya vanili di bawah tegakan hutan di Desa Padasari wilayah KPH Sumedang dengan tanaman inang gamal (Glyricidia maculata), dadap cangkring (Erythrina fulusca Lour) dan lamtoro (Leucaena leucocephala) menunjukkan vanili sangat layak dibudidayakan dengan nilai B/C ratio tahunan lebih dari satu (Suharti, 2006).

Walaupun sudah memberikan tambahan pendapatan pada masyarakat yang terlibat, namun kontribusi pendapatan yang diperoleh masyarakat, baik dari kegiatan tumpangsari maupun bagi hasil kayu belum optimal. Pada banyak kasus posisi tawar

Page 42: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

36

masyarakat masih rendah dan Perhutani masih mendominasi pelaksanaan kegiatan dan berperan sebagai price taker.

3. Pengembangan Aneka Usaha Kehutanan (AUK) oleh Masyarakat

Pola pemanfaatan lahan dengan aneka usaha kehutanan (AUK) diarahkan pada pengembangan komoditi hasil hutan bukan kayu seperti wanatani, wanafarma, tanaman penghasil buah dan getah, tanaman penghasil minyak atsiri serta hutan cadangan pangan (Direktorat Bina Usaha Perhutanan Rakyat, 2002). Pengembangan komoditi AUK dapat dilakukan pada berbagai kawasan hutan, baik hutan produksi, hutan lindung maupun kawasan konservasi. Pengembangan dilakukan dengan cara tidak merombak hutan melainkan mengupayakan optimalisasi ruang tumbuh melalui perbaikan struktur dan komposisi hutan. Pengelolaannya berorientasi pada peningkatan produktivitas dengan memperhatikan tiga azas yaitu ekonomi, sosial dan ekologi. Teknik penanaman dilakukan dengan pola agroforestry dengan komoditi HHBK yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif sehingga peluang pengembangannya sangat besar bagi peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) dan devisa negara.

Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengaturan atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, sebagian urusan kehutanan antara lain pengembangan usaha perhutanan rakyat termasuk pengembangan AUK diserahkan pengelolaannya kepada Pemerintah Kabupaten/Kota.

Beberapa hasil penelitian mengenai pengembangan komoditi AUK untuk pemberdayaan masyarakat, baik di dalam maupun di luar kawasan hutan menunjukkan hasil yang positif. Hasil analisis finansial pengembangan gaharu di bawah tegakan menunjukkan pengusahaan gaharu layak untuk dilaksanakan karena dapat menghasilkan keuntungan bersih nilai kini (NPV) sebesar Rp 147,74 juta/ha, IRR sebesar 48,53%, dan B/C = 3,32 di bawah tegakan hutan. Sedangkan budidaya gaharu di bawah tegakan karet memberikan nilai kini bersih (NPV) sebesar Rp 41, 24 juta/ha, IRR sebesar 26,41% dan B/C = 1,689. Sementara itu, model pengembangan komoditi AUK berbasis masyarakat dengan

Page 43: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Pemberdayaan Masyarakat di dalam dan…(S. Suharti)

37

komoditi lada dan kapolaga yang telah diujicobakan di areal KHDTK Carita dengan rata-rata luas garapan 0,1 - 1 ha memberikan kontribusi sebesar 23 % terhadap pendapatan total masyarakat (Suharti, 2010b; Suharti, 2011a).

4. Program Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) Program PMDH atau dulu dikenal dengan program HPH

Bina Desa merupakan rekayasa sosial kemasyarakatan yang diwajibkan bagi seluruh pemegang HPH dan HPHTI sebagai realisasi dari Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 691/Kpts-II/1991 yang kemudian direvisi menjadi SK No. 69/Kpts-II/1995 tentang peranan pemegang HPH dalam pembinaan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan. Kewajiban tersebut sifatnya mengikat dan sangat menentukan kelangsungan kegiatan usaha para pemegang HPH dan HPHTI. Setiap pemegang HPH/HPHTI mempunyai kewajiban untuk mengembangkan paling tidak dua desa binaan setiap tahunnya dengan ketentuan bahwa setelah 20 tahun atau setelah jangka waktu hak pengusahaan hutan berakhir seluruh desa di dalam areal kerjanya dapat terbina seluruhnya.

Dalam pelaksanaannya, pengembangan program PMDH menghadapi berbagai kendala, baik pada tahap persiapan/ perencanaan maupun pada tahap pelaksanaan. Hal ini antara lain disebabkan secara umum pelaksanaan program bersifat sentralistik dengan pendekatan yang bersifat “top down”. Dengan pendekatan yang seperti ini maka tujuan utama kegiatan PMDH yaitu menciptakan masyarakat yang sejahtera, mandiri dan sadar lingkungan agak sulit dicapai. Permasalahan tersebut sebenarnya telah diantisipasi pemerintah antara lain dengan persyaratan penyusunan studi diagnostik sebelum kegiatan bina desa dimulai. Namun sangat disayangkan validitas studi ini masih harus dipertanyakan mengingat metodologi dan substansi di dalamnya tidak mendeskripsikan realita masyarakat binaan dan problematika mereka (Haba, 1996; Lewoleba, 1997).

Ibu dan Bapak sekalian yang saya hormati,

Dari uraian di atas nampak bahwa program-program kegiatan yang digulirkan tersebut sebenarnya mempunyai tujuan yang sama yaitu terwujudnya kelestarian sumberdaya hutan dan sekaligus kesejahteraan masyarakat yang terlibat dalam kegiatan

Page 44: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

38

pengelolaan hutan. Namun pada kenyataannya hambatan dan kendala yang dihadapi pada tatanan pelaksanaan/implementasi sering begitu kompleks. Kendala, baik teknis maupun nonteknis tersebut pada banyak kasus mengakibatkan upaya konservasi sumberdaya hutan sebagai basis kegiatan berakhir dengan kekecewaan semua pihak.

Selain itu, program kegiatan yang digulirkan pemerintah tersebut umumnya berbentuk proyek dengan iming-iming insentif berupa materi yang tentu saja sangat menarik masyarakat untuk terlibat di dalamnya. Namun seperti pada umumnya proyek, rentang waktu pelaksanaannya biasanya bersifat sementara/short term dan hanya mencoba mengejar target kuantitas dan bukan kualitas serta kurang memperhitungkan dampak setelah proyek berakhir. Sebagai akibatnya partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan tersebut juga berada pada level yang paling rendah (partisipasi partial/pasif). Masyarakat tidak terdorong dan terlatih untuk memiliki inisiatif serta kreatif menghadapi berbagai perubahan yang terjadi. Pada saat program/proyek kegiatan terhenti, masyarakat yang terlibat menjadi kehilangan pegangan, karena selama ini yang diberikan pemerintah adalah “umpan” dan bukan “kail”. Pada saat sudah tidak ada lagi “umpan” yang diberikan, masyarakat pun berbondong-bondong meninggalkan kegiatan tersebut. Akibat selanjutya program yang semula begitu populer dipromosikan pemerintah tinggal menjadi suatu “episode” singkat dari perjalanan upaya pemerintah memecahkan masalah degradasi hutan (Suharti, 2002).

VI. ARAH DAN STRATEGI PEMANFAATAN SUMBERDAYA

HUTAN KE DEPAN Ibu-Bapak sekalian yang saya muliakan,

Sebagaimana telah diamanatkan UU No 41. Tahun 1999, bahwa penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan. Arahan tersebut dipertegas lagi dalam pasal 51 Peraturan Pemerintah No 34 Tahun 2002 dan pencanangan social forestry sebagai program nasional oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 2 Juli 2003. Selanjutnya rambu-rambu dalam penyelenggaraan social

Page 45: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Pemberdayaan Masyarakat di dalam dan…(S. Suharti)

39

forestry dan strategi pokok pengembangan social forestry dituangkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.01/Menhut-II/2004. Selanjutnya dalam Renja Kemenhut Tahun 2012 disebutkan bahwa sasaran pembangunan untuk tahun 2012 antara lain terbangunnya Hutan Kemasyarakatan (HKm) seluas 400.000 ha, terbangunnya Hutan Desa Seluas 100.000 ha serta terbentuknya 12 kerjasama kemitraan melalui peningkatan peran serta pelaku utama dan pelaku usaha dalam pemberdayaan masyarakat.

Berbagai pihak menaruh harapan yang begitu besar terhadap perhutanan social, ini karena secara konseptual perhutanan sosial merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kondisi ekonomi masyarakat yang hidup di sekitar dan di dalam kawasan hutan, sehingga masyarakat berdaya dan mampu menjaga kelestarian sumberdaya hutan. Harapan tersebut akan terwujud jika program dan kegiatan benar-benar terfokus pada pemberdayaan masyarakat dengan pengertian bahwa kegiatan perhutanan sosial tidak terbatas hanya di dalam hutan, melainkan pada seluruh upaya untuk membuat masyarakat sekitar hutan berdaya. Pemberdayaan dapat dilakukan dengan memfasilitasi terbangunnya unit-unit usaha kecil dan menengah (UKM) sebagai alternatif mata pencaharian dan mengurangi ketergantungan hidup hanya dari sumberdaya hutan (Purwanto, 2008).

Lebih lanjut, dalam pengembangan social forestry setidaknya ada lima prinsip yang perlu ditekankan yaitu: membangun kapasitas masyarakat untuk berproduksi; memperkuat kapasitas dan kelembagaan masyarakat; membangun jaringan pemasaran; meningkatkan nilai tambah produksi melalui pembangunan home-industry dan peningkatan akses kredit perbankan.

VII. KESIMPULAN Ibu-Bapak sekalian yang saya hormati,

Model pengelolaan hutan di Indonesia selama ini harus diakui belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan tujuan dasar pembangunan nasional yaitu menyelenggarakan pembangunan

Page 46: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

40

sumberdaya hutan yang lestari/berkelanjutan agar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Beberapa tahun terakhir kegiatan rehabilitasi dan pemanfaatan sumberdaya hutan mulai dilakukan dengan pendekatan yang lebih menekankan pada aspek sosial ekonomi, budaya dan kelembagan melalui pola perhutanan sosial (social forestry). Program perhutanan sosial ini masih menghadapi kendala dalam hal penentuan sasaran atau target kegiatan karena keterbatasan data dan informasi terutama jumlah dan sebaran masyarakat miskin di sekitar dan di dalam kawasan hutan. Oleh karena itu perlu segera dilakukan identifikasi dan inventarisasi untuk memperoleh gambaran tentang kondisi masyarakat di sekitar dan di dalam kawasan hutan secara komprehensif.

Selanjutnya terkait dengan strategi pemanfaatan sumberdaya hutan ke depan agar sasaran pemberdayaan masyarakat sekitar dan dalam kawasan hutan serta pelestarian sumberdaya hutan yang tersisa dapat terwujud maka ada beberapa langkah awal yang perlu dilakukan. Yang pertama adalah terus mengupayakan penurunan laju kerusakan hutan yang diiringi dengan upaya rehabilitasi dan konservasi kawasan yang masih tersisa. Langkah berikutnya adalah mengidentifikasi dan menginventarisasi data dan informasi kemiskinan secara komprehensif yang dapat menggambarkan antara lain: (a) Jumlah dan persebaran penduduk miskin di sekitar dan kawasan hutan, baik Hutan Lindung, Hutan Konservasi maupun Hutan Produksi; (b) Profil atau tipologi masyarakat dalam dan sekitar hutan; (c) Identifikasi akar kemiskinan dan tingkat ketergantungan masyarakat pada usaha-usaha kehutanan. Langkah kedua ini diharapkan dapat dilakukan melalui kerjasama Kementerian Kehutanan dengan Badan Pusat Statistik dan pelaksanaannya dapat dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan survei nasional yang rutin dilakukan oleh BPS (antara lain: Sensus Penduduk, Survei Sosial Ekonomi Nasional/SUSENAS, Potensi Desa/PODES). Kelengkapan dukungan data dan informasi tersebut sekaligus dapat dipergunakan untuk memperjelas ukuran pencapaian kinerja yang dilaksanakan oleh Kementerian Kehutanan.

Page 47: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Pemberdayaan Masyarakat di dalam dan…(S. Suharti)

41

VIII. PENUTUP

Agar kegiatan rehabilitasi sumberdaya hutan dan pemberdayaan masyarakat dapat berjalan secara simultan, perlu dilakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan secara menyeluruh dan komprehensif untuk mengetahui dan mencari keberhasilan dan kekurangan dari masing-masing kegiatan.

Berdasarkan data dan informasi yang berhasil dihimpun serta hasil evaluasi berbagai kegiatan rehabilitasi sumberdaya hutan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar dan di dalam kawasan hutan tersebut disusun skala prioritas kegiatan dan target yang akan dicapai dalam jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Data dan informasi serta perkembangan kegiatan rehabilitasi hutan dan pemberdayaan masyarakat dimonitor serta dievaluasi secara terus menerus untuk menyempurnakan program dan kegiatan yang dijalankan.

Mengingat aspek sosial, ekonomi, budaya dan kelembagaan masyarakat bersifat dinamis dan beragam pada berbagai wilayah, maka diperlukan dukungan kajian kalayakan yang konprehensif untuk keberhasilan pelaksanaan program di setiap wilayah. Rehabilitasi hutan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar dan di dalam kawasan hutan, tidak cukup hanya layak dari aspek teknis dan ekologi, tetapi juga harus layak dari aspek sosial, ekonomi, budaya dan kelembagaan. Dengan demikian dukungan penelitian, baik dari aspek teknis dan ekologis maupun dari aspek sosial, ekonomi, budaya dan kelembagaan masih sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan program. Penelitian diarahkan untuk membantu pada tahap persiapan/ perencanaan dan pengawalan, monitoring dan evaluasi pelaksanaan, sehingga berbagai kendala dan permasalahan yang dihadapi maupun yang potensial akan muncul dapat diantisipasi sedini mungkin dan sumberdaya hutan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan serta kesejahteraan masyarakat dapat terwujud.

Page 48: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

42

UCAPAN TERIMA KASIH Hadirin yang saya hormati Pertama-tama, penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, karena atas taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk menjadi kandidat peneliti utama. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Kepala Badan, Bapak Sekretaris Badan, Bapak Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Bapak dan Ibu Kepala-kepala Bidang beserta seluruh jajarannya yang senantiasa memfasilitasi, membantu dan mendorong saya untuk terus bekerja dan berkarya sebagai peneliti hingga saya mampu berdiri di sini saat ini. Terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya juga penulis sampaikan kepada semua teman sesama peneliti dan teknisi di lingkup Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi khususnya di Kelompok Peneliti Sosio Ekologi Hutan, yang senantiasa memberikan dukungan, bantuan serta masukan dalam pelaksanaan kegiatan penelitian saya selama ini. Terimakasih tak terkira juga penulis sampaikan kepada almarhum ayah dan almarhumah ibu saya serta suami dan anak-anak tersayang yang senantiasa dengan penuh pengertian mendukung dan mendorong penulis untuk terus bekerja dan berkarya.

Semoga Allah SWT memberikan balasan amal baik kepada mereka semua dengan balasan yang tak terhingga, Amin YRA.

Tak ada gading yang tak retak, karena itu mohon maaf atas segala kesalahan dalam penyusunan karya ilmiah ini.

Semoga tulisan ini bermanfaat.

Wassalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

Page 49: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Pemberdayaan Masyarakat di dalam dan…(S. Suharti)

43

DAFTAR PUSTAKA Agus, F., Herman, Wahyunto, E. Runtunuwu, E. Susanti, dan W.

Wahdini, 2010. Neraca Karbon pada Lahan Perkebunan di Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. Pp 73.

Amafnini, P. 2010. Hutan Desa di tanah Papua; Kebijakan yang Memudahkan atau Menyulitkan?

Anonim, 2010. Kearifan Tradisional Indonesia dan Pembagian Manfaat Pengelolaan Sumberdaya Gnetis (Summary : Serial Diskusi Kampung KEHATI) http://search.sweetim.com/search.asp?q=Kearifan+Lokal+masyarakat+dalam+konservasi+sumberdaya+hutan&ln=en&src=10 Diakses 13 maret 2011

Arkanudin. 2009. Sistem Perladangan dan Kearifan Tradisional Orang Dayak dalam Mengelola Sumber Daya Hutan. Universitas Kapuas Sintang Universitas Kapuas Sintang. http://www.unka.ac.id/index.php?page=baca1&id=48 diakses 6 Mei 2009.

Badan Planologi Kehutanan, 2010. Penentuan Tingkat Referensi Emisi. Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Kehutanan, Jakarta. http://www.dnpi.go.id/mrv2/Sesi%20I/Penentuan%20Tingkat%20Referensi%20Emisi%20 (Defining%20Reference%20Emission%20Level)_Ruandha%20A%20Sugardiman.pdf. Diakses 20 November 2011.

Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, 2010. Statistik Indonesia 2009. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, Jakarta.

Barchia, M. F., 2009. Daya Lenting Rapuh karena Slash and Burn. http://faizbarchia.blogspot.com/2009_06_12_archive.html. diakses 18 Agustus 2011. P 5.

Benyamine, 2009. Perladangan Berpindah: Bentuk Pertanian Konservasi pada Wilayah Tropis Basah. http://borneojarjua2008.wordpress.com/2009/05/28/

Page 50: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

44

perladangan-berpindah-bentuk-pertanian-konservasi-pada-wilayah-tropis-basah/ diakses 16 Agustus 2010. P 6.

Brown, T. 2004 Analysis of population and poverty in Indonesia’s forests. Draft. Natural Resources Management Program Report, Jakarta.

Departemen Kehutanan, 2008. Siaran Pers Departemen Kehutanan No. S.173/II/PIK-1/2008 tanggal 6 Mei 2008.

Direktorat Bina Usaha Perhutanan Rkyat, 2002. Pengembangan Aneka Usaha Kehutanan Untuk Pemberdayaan Ekonomi Rakyat. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Jakarta.

Djauhari, A. 2002. Budaya Melestarikan Hutan di Kalimantan. Sinar Harapan 26 Februari 2002. http://www.sinarharapan.co.id/berita/0202/26/opi03.html

Dove, M. R., 1988. Sistem Perladangan di Indonesia, Suatu studi kasus dari Kalimantan Barat. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Pp 510.

Forest Watch Indonesia dan Global Forest Watch, 2001. Keadaan Hutan Indonesia. Bogor, Indonesia: Forest Watch Indonesia dan Washington D.C.: Global Forest Watch.

Gintings, A.N and Suharti, S. 1998. Social Factors, Local Impacts and Community Interactions in Timber Estate Establishment. In: Nambiar, EKS., Gintings, A. N., Ruhiyat, D., Natadiwirya, M., Harwood, C.E and Booth, T.H (eds). Workshop Proceedings ”Sustained Productivity of Short and Medium Rotation Plantation Forests for Commercial and Community Benefit in Indonesia. CSIRO Forestry and Forest Products, Australia.

Gintings, A.N., Suharti, S and Sumarhani, 2001. Indonesia’s Social Forestry Program Uses Agroforestry Techniques. APANews. Asia-Pacific Agroforestry Newsletter. No. 21

Haba, M., 1996. HPH Bina Desa, Kinerja dan Kendala. Suara Pembaharuan, 10 Oktober 1996.

Herman and Suharti, S. 2011. Reformation of Shifting Cultivation Farming System towards Permanent and Sustainable Cultivation. Paper presented at International Conference on

Page 51: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Pemberdayaan Masyarakat di dalam dan…(S. Suharti)

45

Sustainable Agriculture and Food Security: Challenges and Opportunities. Bandung – Indonesia 27-28 September 2011.

Iskandar, J. 2009. Pelestarian Daerah Mandala dan Keanekaragaman Hayati oleh Orang Baduy. Dalam Soedjito dkk (eds). Situs Keramat Alami: Peran Budaya dalam Konservasi Keanekaragaman hayati. Yayasan Obor, Komite Nasional Program MAB Indonesia, LIPI dan CII. Jakarta. P 86 – 111.

Kementerian kehutanan, 2010. Statistik Kehutanan Indonesia 2009. Kementerian kehutanan, Jakarta.

Lewoleba, G., 1997. Pola Kemitraan Masyarakat Desa Hutan dengan Pemegang HPH/HPHTI. Makalah disampaikan dalam Diskusi Panel Pengembangan Aspek Sosial Masyarakat (PMDH) Dalam Pengelolaan Hutan Alam Secara Lestari. Direktorat jenderal Pengusahaan hutan, Departemen Kehutanan, Jakarta.

Nawir,A. A., Murniati dan L Rumboko, 2008. Rehabilitasi hutan di Indonesia, Akan kemanakah arahnya setelah lebih dari tiga dasawarsa? Center for International Forestry Research (CIFOR).

Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P. 57/Menhut-II/2011 tanggal 14 Juli 2011 Tentang Rencana Kerja (Renja) Kementerian Kehutanan Tahun 2012.

Purwanto, E., 2008. Social Forestry dan Pemberdayaan Masyarakat. http://epurwanto.wordpress.com/2008/04/21/social-forestry-dan-pemberdayaan-masyarakat/ diakses tanggal 31 Oktober 2011.

Purwanto, Y., E.B. Waluyo, F.M. Setyowati and S. Susiarti., 1999. “Cinnamon extractivism at upper Bahau river,ast Kalimantan. Foressasia”. General Extractivism and Silviculture Meeting. ICRAF-CIFOR, Bogor 5 – 7 May 1999. 20 p.

Purwanto, Y., Y. Laumonier dan M. Malaka, 2004. Anthropology and Ethnobotany of Yamdena Societies in Tanimbar Islands. TLUP Tech Serie No.4. The EuropeanUnion Commission, CIRAD and BirdLife Indonesia. 173 p.

Page 52: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

46

Purwanto, Y dan E. Munawaroh, 2008. Situs Keramat Alami dan Perannya Bagi Konservasi Keanekaragaman Hayati di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Biodiversitas II: Biodiversitas Untuk Pembangunan Berkelanjutan. Universitas Airlangga. Surabaya, 19 Juli 2008. Buku !. 239 – 248 p.

Reni, J. 2008. Hutan Desa Untuk Kesejahteraan Masyarakat. http://www.warsi.or.id/NEWS/2008/News_200811_HutanDesa.htm Diakses 9April 2010.

Suharti, S, 1991a. Socio Economic Aspects of Shifting Cultivation in South Kalimantan, Indonesia. A case Study in Two Forest Concessions; HPH. PT. Yayang and HPH. PT. Hutan Kintap. Thesis For MSc Degree in Tropical Forestry. Department of Forestry, Wageningen Agricultural University. The Netherlands.

Suharti, S., 1991b. Agroforestry suatu Alternatif untuk Pengendalian Peladangan di Propinsi Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Vol VII No 1: 23-27.

Suharti, S, dan Alrasyid, H. 1992. Perladangan Berpindah Di Jawa Barat. Buletin Penelitian Hutan, No. 546. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Bogor.

Suharti, S and Murniati. 1994. The application of Social Forestry in several “HPH Bina Desa” Program in Indonesia. Proceeding Seminar on Social Forestry Indonesia-Malaysia.

Suharti, S, 1997. Praktek Perladangan Berpindah Ditinjau dari Aspek Sosial, Budaya dan Ekonomi: Studi Kasus di HPH PT Yayang, Kab. Tabalong, Prov Kal-Sel. Buletin Penelitian Hutan No. 608/1997. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor.

Suharti, S, 1998. Program PMDH Suatu Alternatif Untuk Meningkatkan Manfaat Hutan Bagi Masyarakat di Sekitarnya. Prosiding Ekspose Pengembangan Hasil Penelitian “ Peran Hutan dalam memenuhi Kebutuhan Manusia dan Antisipasi Isu Global”. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor.

Page 53: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Pemberdayaan Masyarakat di dalam dan…(S. Suharti)

47

Suharti, S., Widiarti, A dan Andadari, L. 1999. Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Pengelolaan Hutan Melalui Pelaksanaan Program PMDH (Suatu Kajian Pelaksanaan PMDH Pada Beberapa Wilayah Konsesi HPH). Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian ”Penerapan Teknik Konservasi Tanah dan Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Pengusahaan Hutan”. Bogor, 11 Februari, 1999. PUSAT Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor.

Suharti, S, 2001. The Increase of Community Participation in Forest Management through Development of Social Forestry Program in Indonesia. Workshop Proceeding “ The Balance Between Biodiversity Conservation and Sustainable Use of Tropical Rain Forests”. The Tropenbos Foundation, Wageningen, the Netherlands.

Suharti, S, 2002. Adopsi Kearifan Lokal Masyarakat Sebagai Suatu Alternatif Upaya Menunjang Konservasi Sumberdaya Hutan. Prosiding “Diskusi Hasil-Hasil Litbang Rehabilitasi dan Konservasi Sumberdaya Hutan”. Bogor, 23 Desember, 2002. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor.

Suharti, S, 2004. Implementasi Social Forestry Dalam Rangka Rehabilitasi Lahan di Taman Nasional Meru Betiri (TNMB)- Jawa Timur. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Volume I (3): 345-355.

Suharti, S. 2005. Integrasi Program GERHAN dan Social Forestry (SF) Melalui Pengembangan Komoditi (AUK) Aneka Usaha Kehutanan. Prosiding Ekspose Penerapan Hasil Litbang Hutan dan Konservasi Alam, Palembang, 15 Desember, 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor.

Suharti, S dan Murniati. 2005. Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM): Peluang usaha, peningkatan kesejahteraan dan permasalahan peningkatan produktivitas. Prosiding Ekspose Penerapan Hasil Litbang Hutan dan Konservasi Alam, hal 65-75.

Suharti, S. dan Widiarti, A.2005. Nilai Ekonomi Penurunan Daur Tebang Acacia mangium Willd. Di Hutan Tanaman Industri

Page 54: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

48

PT Arara Abadi, Riau. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol II No. 6: 619-629.

Suharti, S. 2006. Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Melalui Budidaya Vanili (Vanilla planifolia Andrews) pada Kawasan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Prosidin Gelar dan Dialog Teknologi ”teknologi untuk Kelestarian Hutan dan Kesejahteraan Masyarakat. Mataram, 29-30 Juni 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Bogor.

Suharti, S. 2007. Pola Pemanfaatan lahan dengan Aneka Usaha Kehutanan (AUK) di Jawa Barat: Studi Kasus di KPH Sumedang, Cianjur dan Sukabumi. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Volume IV (3): 301-313.

Suharti, S. 2008. Rehabilitasi Lahan di Daerah Interface Secara Partisipatif Dengan Pendekatan PHBM (Studi kasus si Parung Panjang, Bogor). Prosiding Seminar Nasional “Silvikultur Rehabilitasi Lahan: Pengembangan Strategi untuk Mengendalikan Tingginya Laju Degradasi Hutan. Wanagama I, 24 – 25 November, 2008. Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada.

Suharti, S. 2009. Prospek Pengusahaan Gaharu Melalui Pola Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM). Makalah disampaikan dalam Workshop “ Pengembangan Teknologi Produksi Gaharu Berbasis pada Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Hutan’, Bogor 29 April 2009.

Suharti, S., 2010 a. Integrasi Tanaman Penghasil Gaharu Diantara Tegakan Pohon Dengan Model Kemitraan Untuk Meningkatkan Pendapatan Masyarakat Sekitar Hutan. Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI) XIII Bali, 11-13 November 2010.

Suharti, S. 2010 b. Promoting Agarwood Cultivation Through Partnership Model in KHDTK (Forest Area for Special Purpose) Carita, Banten Province, Indonesia. Poster presented at The 2010 International Meeting of The Association for Tropical Biology and Conservation. Tropical Biodiversity: Surviving the Food, Energy and Climate Crisis. 10 – 23 July 2010, Bali, Indonesia.

Page 55: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Pemberdayaan Masyarakat di dalam dan…(S. Suharti)

49

Suharti, S., Sumarhani., Utis, S. dan Ambar, W, 2010. Laporan Hasil Penelitian “Kajian Ketersediaan Lahan Untuk Mendukung Ketahanan Pangan di Daerah Rawan Pangan di Papua (Unpublish).

Suharti, 2011 a. Pola Pemanfaatan lahan Dengan Aneka Usaha Kehutanan (AUK) Untuk Mengurangi Ketergantungan masyarakat terhadap hutan (Studi Kasus di KHDTK Carita, banten). Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI) XIV Yogyakarta 2 November 2011.

Sunderlin, W.D., Resosudarmo, I.A.P., Rianto, E. dan Angelsen, A. 2000. The effect of Indonesia’s economic crisis on small farmers and natural forest cover in the outer islands. Occasional Paper 29(E). Bogor, CIFOR.

Verchot, L.V., Petkova, E., Obidzinski, K., Atmadja, S., Yuliani, E.L., Dermawan, A., Murdiyarso, D. dan Amira, S. 2010 Reducing forestry emissions in Indonesia. Center for International Forestry Research (CIFOR), Bogor – Indonesia.

Page 56: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

51

KONTRIBUSI HUTAN TROPIS DALAM MITIGASI KARBON

N. M. Heriyanto, S.Hut1

I. PENDAHULUAN

Hadirin yang saya muliakan,

Keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia mencapai 10% untuk spesies tumbuhan berbunga, 12% spesies reptilia dan amphibia, 17% spesies burung, dan 37% spesies ikan dari total keanekaragaman hayati yang ada di dunia, sedangkan luas Indonesia hanya 1,3% dari luas bumi (BAPPENAS, 1993., Adisoemarto dan Rifai, 1994). Indonesia juga memiliki paling tidak 47 tipe ekosistem alam yang khas (Sastrapradja et al., 1989).

Hutan tropis di Indonesia menempati urutan ketiga di dunia setelah Brazil dan Zaire. Pada tahun 2001 luas hutan mencapai 103,043 juta hektar atau 51,62% dari luas daratan dengan laju deforestasi sebesar 0,5% per tahun (Departemen Kehutanan dan FAO, 2002).

Hutan merupakan salah satu ekosistem dari ekosistem sumberdaya alam hayati yang memiliki peran penting dalam ekosistem sumberdaya tersebut, salah satunya yaitu sebagai penyerap (rosot) karbondioksida (CO2) dari udara. Menurut International Panel on Climate Change/IPCC (2003) sampai akhir tahun 1980 emisi karbon di dunia adalah sebesar 117±35 G ton C, berasal dari pembakaran fosil berupa bahan bakar minyak dan batubara, penebangan hutan dan kebakaran hutan. Untuk mengatasi masalah yang lebih serius tersebut, peran hutan sebagai penyerap CO2 harus dikelola dengan baik. Secara global, deforestasi memberikan emisi sekitar 20% dari total emisi karbon (Houghton, 2005). Deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia diperkirakan mengakibatkan emisi karbon dioksida sebesar lebih dari 2,5 milyar ton per tahun.

1 Peneliti Madya Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi

Page 57: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

52

Terkait dengan isu perubahan iklim dan pemanasan global, maka salah satu cara untuk menjaga fungsi ekologis hutan adalah dengan melaksanakan mitigasi melalui mekanisme REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) dalam perdagangan karbon internasional. Isu REDD ini semakin menguat sebagaimana amanat hasil dari COP-13 (Conference on Parties-13) di Bali (Masripatin, 2007). Hutan alam memiliki potensi yang besar untuk diikutsertakan dalam mekanisme REDD. Hal ini disebabkan oleh hutan tropis Indonesia merupakan urutan ketiga terbesar di dunia setelah Brazil dan Zaire (Masripatin, 2007). Di lain pihak, banyak juga kondisi hutan alam yang telah mengalami penebangan memiliki potensi tegakan yang mendekati potensi tegakan pada hutan alam primer.

Pada prinsipnya mitigasi adalah mengatasi perubahan iklim melalui penurunan jumlah emisi yang dihasilkan oleh sumbernya atau meningkatkan cadangan karbon melalui upaya rehabilitasi kawasan hutan yang rusak dengan kegiatan aforestasi maupun reforestasi.

Hutan yang mampu berperan dalam mitigasi perubahan iklim adalah hutan yang kondisinya masih baik, dan memiliki jaminan dalam jangka waktu yang lama tidak mengalami perubahan lingkungan dan perubahan peruntukan yang berdampak besar.

II. BIOMASA DAN KANDUNGAN KARBON

Hadirin yang saya muliakan,

Biomasa hutan dinyatakan dalam satuan berat kering oven per satuan luas, yang terdiri dari berat daun, bunga, buah, cabang, ranting, batang, akar serta pohon mati (Brown et al., 1989). Besarnya biomasa hutan ditentukan oleh diameter, tinggi, kerapatan tegakan, dan kesuburan tanah. Penghitungan biomasa hutan tropis sangat diperlukan untuk mengetahui potensi dan pengaruhnya pada siklus karbon (Morikawa, 2002). Dari biomasa hutan, kurang lebih sebanyak antara 45 dan 50 persen mengandung karbon (Brown, 1997; International Panel on Climate Change, 2003). Selanjutnya dinyatakan oleh Nelson et al. (1999), bahwa data biomasa suatu ekosistem sangat berguna untuk mengevaluasi pola produktivitas berbagai macam ekosistem yang

Page 58: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Kontribusi Hutan Tropis dalam Mitigasi Karbon (N. M. Heriyanto)

53

ada. Tegakan hutan mempunyai potensi besar dalam menyerap dan mengurangi kadar karbondioksida di udara melalui kegiatan konservasi dan perbaikan manajemen tegakan hutan.

Biomasa tegakan dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu biomasa di atas tanah (batang, cabang, ranting, daun, bunga dan buah) dan biomasa di dalam tanah (akar). Kusmana et al. (1992) menyatakan bahwa, besarnya biomasa ditentukan oleh diameter, tinggi pohon, berat jenis kayu dan kesuburan tanah. Selanjutnya dinyatakan untuk menduga biomasa pada hutan, dapat digunakan parameter diameter dan tinggi pohon, akan tetapi diameter merupakan parameter yang paling akurat untuk menduga biomasa tegakan dibandingkan dengan tinggi pohon. Diameter setinggi dada (DBH) pohon berkaitan erat dengan biomasa, di mana semakin besar diameter maka semakin besar biomasanya.

Kandungan karbon pada tanaman menggambarkan berapa besar tanaman tersebut mengikat CO2 dari udara. Sebagian karbon akan menjadi energi untuk proses hidup tanaman dan sebagian masuk dalam struktur tumbuhan dan menjadi bagian dari tumbuhan, misalnya selulosa.

Penelitian pendugaan biomasa dan kandungan karbon di hutan tropis masih sangat sedikit dilakukan. Pendugaan biomasa pada hutan di negara tropis pada dasarnya sangat dibutuhkan karena potensi biomasa hutan yang besar dalam menyerap karbon. Lebih lanjut hutan tersebut mempunyai potensi yang besar dalam pengurangan kadar CO2 melalui konservasi dan manajemen kehutanan (Brown et al., 1996).

Dalam mekanisme pembangunan bersih, negara maju diharuskan mengurangi emisi karbondioksida (CO2), untuk negara berkembang yang umumnya terletak di daerah tropik diwajibkan mencegah kerusakan hutan yang bertujuan untuk mengurangi pemanasan global. Seperti sudah diketahui bahwa pertumbuhan pohon di daerah tropik umumnya lebih pesat bila dibandingkan dengan negara yang beriklim subtropik. Hal ini menyebabkan negara maju sangat memperhatikan kelestarian hutan tropis karena berpotensi tinggi dalam menyerap emisi gas yang dapat menyebabkan perubahan iklim yang tidak diinginkan. Oleh karena itu Indonesia yang mempunyai hutan tropis terbesar ke tiga di dunia setelah Brazilia dan Zaire perlu mempunyai data dasar

Page 59: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

54

hutan tropis dalam menyerap karbon. Data dasar akan sangat berguna apabila suatu saat nanti peraturan tentang perdagangan karbon dunia berhasil diratifikasi.

Bapak – Ibu hadirin yang terhormat,

Kegiatan penelitian karbon di Indonesia baru dimulai pada tahun 2000-an yang sebagian besar dilakukan pada hutan tanaman, sedangkan pada hutan alam lahan kering dan lahan basah (gambut dan mangrove) jarang dilakukan, padahal pada lahan ini sebagian besar cadangan karbon hutan tropika basah tersimpan.

Pada presentasi karya ilmiah ini saya akan menyampaikan hasil-hasil penelitian mitigasi karbon di hutan tropis dataran rendah meliputi, lahan basah (mangrove dan gambut), lahan kering (hutan alam, hutan tanaman, dan hutan bekas tambang), serta hutan dataran tinggi.

A. Hutan Tropis Dataran Rendah Bapak – Ibu hadirin yang terhormat, 1. Lahan Basah a. Hutan Mangrove

Manfaat ekologis hutan mangrove yaitu sebagai proteksi dari abrasi/erosi, gelombang atau angin kencang, pengendali intrusi air laut, habitat berbagai jenis fauna, sebagai tempat mencari makan, memijah dan berkembangbiak berbagai jenis ikan dan udang, pembangun lahan melalui proses sedimentasi, pengontrol penyakit malaria, memelihara kualitas air (mereduksi polutan, pencemar air), penyerap CO2 dan penghasil O2 yang relatif tinggi dibanding tipe hutan lain, dan kandungan biomasanya antara 62,9 – 398,8 ton/ha (Kusmana, 2002).

Hasil penelitian di Cagar Biosfer P. Siberut (Bismark et al., 2008b), terdapat 10 jenis pohon mangrove yaitu: Rhizophora apiculata Blume, R. mucronata Blume, Bruguiera cylindrica W.et.A., B. gymnorrhiza (L). Savigny, Xylocarpus granatum Koen, Barringtonia racemosa Blume, Ceriops tagal C.B Rob., Aegyceras corniculatum Blanco, Luminitzera littorea Voigl., dan Avicennia alba L. Jenis yang mendominasi tegakan hutan mangrove adalah

Page 60: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Kontribusi Hutan Tropis dalam Mitigasi Karbon (N. M. Heriyanto)

55

R. apiculata dengan kerapatan 80 pohon/ha, R. mucronata 28 pohon/ha, dan B. gymnorrhiza sebesar 12 pohon/ha. Biomasa tegakan di atas tanah dan kandungan karbon hutan mangrove yang terdiri dari jenis R. apiculata, R. mucronata dan jenis B. gymnorrhiza cukup rendah yaitu sebesar 49,13 ton/ha atau 24,56 ton C/ha, setara dengan 90,16 ton CO2/ha.

b. Hutan Gambut

Dalam penelitian di lahan gambut, peneliti belum pernah melakukan penelitian. Dengan demikian data yang ditampilkan merupakan cuplikan dari peneliti yang telah melakukannya.

Berdasarkan atlas Gambut Indonesia (Wahyunto et al., 2003, 2004, dan 2007), Papua mempunyai lahan gambut terluas, namun karena pada umumnya gambut di Papua lebih tipis, maka cadangan (stock) karbonnya hanya sekitar 3.623 Mega ton (Mt) atau 3,6 Giga ton (Gt). Gambut di Sumatera mepunyai kedalaman antara 0,5 sampai lebih dari 12 m, dan cadangan karbonnya mencapai 22,3 Gt dan di Kalimantan cadangan karbon lahan gambut sekitar 11,3 Gt.

Menurut penelitian Rahayu el al. (2005), di Nunukan Kalimantan Timur, hutan gambut mengandung sekitar 200 ton C/ha, sedangkan Page et al. (2002), penelitian di hutan gambut bekas terbakar tahun 1997 di Kalimantan Timur, menyatakan kandungan karbon sekitar 600 ton/ha, sedangkan biomasa hutan gambut hanya mengandung sekitar 200 ton C/ha. Wasis dan Mulyana (2010) menyatakan bahwa kandungan karbon pada lahan gambut eks-PLG sejuta hektar di Kalimantan Tengah setelah 10 tahun terbakar yaitu sebesar 262,2 ton C/ha.

2. Lahan Kering Bapak – Ibu hadirin yang terhormat,

a. Hutan Alam

Penelitian di hutan alam dataran rendah Pulau Siberut, Sumatera Barat, menunjukkan bahwa biomasa tegakan hutan yang berdiameter lima cm ke atas di hutan primer, hutan bekas tebangan/LOA satu tahun, dan LOA lima tahun, masing-masing

Page 61: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

56

sebesar 131,92 ton/ha, 70,39 ton/ha, dan 97,55 ton/ha. Kandungan karbon dan serapan karbondioksida berturut-turut sebesar 65,96 ton C/ha dan 242,07 ton CO2/ha; 35,19 ton C/ha dan 129,15 ton CO2/ha; 48,77 ton C/ha dan 178,99 ton CO2/ha. Jenis pohon yang memiliki potensi biomasa, kandungan karbon, dan serapan karbondioksida tertinggi yaitu koka (Dipterocarpus elongatus Korth.) sebesar 132,28 ton/ha, 66,14 ton C/ha, dan 242,73 ton CO2/ha. Potensi necromass pada tapak tegakan (hutan primer, LOA satu tahun, dan LOA lima tahun) berturut-turut sebesar 0,65 ton/ha, 0,78 ton/ha, dan 0,73 ton/ha (Bismark et al., 2007).

b. Hutan Tanaman

Bapak – Ibu hadirin yang terhormat,

Hutan Tanaman Industri (HTI) jenis mangium telah ditanam secara besar-besaran di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sulawesi Selatan, dan Jawa Barat (Departemen Kehutanan, 1992). Di Sabah tanaman mangium pada kondisi tanah yang optimal, riap rata-rata setahun dapat mencapai 44 m3/ha dan tinggi antara 20-25 m, diameter 20-30 cm pada umur 10-13 tahun (Jones, 1983). Hasil penelitian Heriyanto dan Siregar (2007), pada tegakan hutan tanaman mangium berumur lima tahun di Maribaya, Bogor, menunjukkan bahwa berat kering oven rata-rata bagian organ tanaman mangium yaitu bagian batang (21,21 kg atau 56,27%), diikuti oleh akar (7,59 kg atau 20,14%), cabang dan ranting hidup (4,85 kg atau 12,87%), daun (3,42 kg atau 9,07%), cabang dan ranting mati (0,61 kg atau 1,62%). Biomasa tegakan mangium umur lima tahun yaitu sebanyak 62,83 ton/ha, kandungan karbonnya sebesar 31,41 ton C/ha atau setara dengan kandungan karbondioksida sebesar 115,29 ton CO2/ha. Persamaan alometri antara biomasa total mangium dengan diameter yaitu Y = 0,1997X2,2351 (R2 = 0,9914), di mana X adalah diameter tanaman setinggi dada (1,30 m).

Selanjutnya penelitian pada tusam di Cianten, Bogor menunjukkan bahwa berat kering oven rata-rata bagian organ tanaman tusam yaitu bagian batang 6,04 kg, bagian daun 3,36 kg, bagian cabang & ranting 3,15 kg, dan bagian akar 1,78 kg. Kandungan karbon tusam paling tinggi diperoleh pada bagian batang yaitu sebanyak 5,03 ton C/ha, kemudian berturut-turut

Page 62: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Kontribusi Hutan Tropis dalam Mitigasi Karbon (N. M. Heriyanto)

57

bagian daun sebanyak 2,8 ton C/ha, bagian cabang dan ranting 2,62 ton C/ha dan bagian akar sebanyak 1,48 ton C/ha. Total kandungan karbon pada tegakan tusam umur lima tahun yaitu sebanyak 11,93 ton C/ha atau setara dengan 43,74 ton CO2/ha. Persamaan alometri hubungan antara biomasa total tusam dengan diameter yaitu Y = 0,19687X2,0611 (R2 = 0,95), di mana Y = biomasa, X = diameter setinggi dada (dbh 1,30 m) dan R2 = koefisien determinasi (Heriyanto dan Siregar, 2007). Dengan demikian untuk menghitung biomasa tusam umur 5 tahun cukup diukur diameternya tanpa melakukan destructive.

Penelitian kandungan karbon tumbuhan bawah di bawah tegakan agatis telah dilakukan di Baturraden, dari penelitian ini ditemukan 23 jenis tumbuhan bawah. Tegakan agathis tua didominasi oleh pacing (Costus speciosus Smith) dengan indeks nilai penting/INP = 43,03%, rumput pait (Coelachene pulchella R.BR.) INP = 36,42 %, dan harendong (Clidemia hirta Don.) INP = 7,82 %. Tumbuhan bawah yang mendominasi tegakan agathis muda yaitu kaliandra (Calliandra callothyrsus Benth.) dengan INP = 50,99 %, pacing (Costus speciosus Smith) INP = 42,81 %, dan rumput pait (Coelachene pulchella R.BR.) INP = 31,06 %. Derajat keragaman jenis tumbuhan bawah pada tegakan agathis tua dan tegakan agathis muda adalah sebesar 0,9640 dan 0,9591 dengan jumlah jenis masing-masing 19 jenis dan 16 jenis. Kandungan karbon paling tinggi yaitu berturut-turut pacing (0,7932 ton C/ha), kaliandra (0,159 ton C/ha), dan rumput pait sebesar (0,0413 ton C/ha). Berat kering total tumbuhan bawah per hektar yaitu sebesar 2,1554 ton, kandungan karbonnya rata-rata sebesar 1,0759 ton C/ha atau setara dengan 3,94 ton CO2/ha (Garsetiasih dan Heriyanto, 2008).

Bapak – Ibu hadirin yang terhormat,

Untuk mengetahui kebocoran (leakage) pada skenario hutan sekunder di Maribaya, Bogor, Siregar dan Heriyanto (2010), menyatakan pada plot tertutup yang dipagar bambu (tanpa pemanfaatan oleh masyarakat) kandungan karbonnya meningkat dari 2,87 ton C/ha (tahun 2002) menjadi 17,28 ton C/ha (tahun 2005). Pada plot terbuka (tanpa pagar bambu, dimanfaatkan oleh masyarakat) kandungan karbonnya meningkat dari 1,81 ton C/ha (tahun 2002) menjadi 11,96 ton C/ha (tahun 2005). Sedangkan tumbuhan bawah kandungan karbonnya berturut-turut sebesar

Page 63: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

58

2,43 ton C/ha dan 2,83 ton C/ha. Selisih akumulasi karbon pada plot tertutup dan terbuka yaitu sebesar 3,86 ton C/ha, dianggap sebagai kebocoran (leakage) dalam proyek sejenis. Kandungan karbon rata-rata pada hutan sekunder yang dijadikan base line pada areal tanaman Acacia mangium Willd. di Maribaya yaitu sebesar 17,25 ton C/ha atau setara dengan 63,31 ton CO2/ha. Kandungan karbon A. mangium berumur lima tahun di Maribaya sebesar 31,41 ton C/ha atau setara dengan 115,29 ton CO2/ha. Bila dibandingkan dengan kandungan karbon base line di tempat yang sama, ada selisih sebesar 14,16 ton C/ha setara dengan 51,97 ton CO2/ha.

Penelitian kandungan karbon pada berbagai jenis dan umur di Banten dan Jawa Barat, Heriyanto et al. (2010), menyatakan hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan karbon pada tusam (Pinus merkusii) umur 20 tahun sebesar 161,04 ton C/ha, tumbuhan bawah 1,14 ton C/ha, total 162,18 ton C/ha atau setara dengan 593,58 ton CO2/ha. Tusam umur lima tahun sebesar 15,04 ton C/ha, tumbuhan bawah sebesar 0,81 ton C/ha, total 15,85 ton C/ha setara dengan 58,01 ton CO2/ha. Kandungan karbon pada mahoni (Swietenia macrophylla) umur sembilan tahun sebesar 25,82 ton C/ha, tumbuhan bawah 0,60 ton C/ha, total 26,42 ton C/ha setara dengan 96,70 ton CO2/ha. Hutan jati (Tectona grandis) umur tujuh tahun kandungan karbonnya sebesar 316,21 ton C/ha, tumbuhan bawah sebesar 0,54 ton C/ha, total sebesar 316,75 ton C/ha atau setara dengan 1.159,30 ton CO2/ha. c. Hutan Bekas Tambang Bapak – Ibu hadirin yang terhormat,

Penelitian mitigasi karbon dilakukan di kawasan PT. Kaltim Prima Coal, Sangatta, Kalimantan Timur. Hasil penelitian menunjukkan kerapatan tegakan hutan revegetasi yang berdiameter ≥ 10 cm di H East Dump I kerapatan tegakan 256 pohon/ha, biomasanya 18,78 ton/ha; HS Hatari kerapatan 416 pohon/ha, biomasa 126,19 ton/ha; Arboretum kerapatan 336 pohon/ha biomasa 23,89 ton/ha, dan hutan sekunder/Danau Agati kerapatan 228 pohon/ha, biomasanya 100,67 ton /ha. Potensi kandungan karbon di lokasi penelitian berturut-turut sebesar 9,39

Page 64: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Kontribusi Hutan Tropis dalam Mitigasi Karbon (N. M. Heriyanto)

59

ton C/ha, 63,09 ton C/ha, 11,94 ton C/ha, dan 50,33 ton C/ha. Serapan CO2 berturut-turut sebesar 34,46 CO2/ha, 231,54 ton CO2/ha 43,82 ton CO2/ha, dan 184,71 ton CO2/ha (Subiandono et al., 2011). Hasil ini tidak berbeda jauh dengan penelitian Heriyanto dan Siregar (2007), pada hutan tanaman Acacia mangium dan Pinus merkusii umur 5 tahun di Bogor, di mana kandungan karbonnya berturut-turut sebesar 31,41 ton C/ha dan 11,93 ton C/ha, dengan demikian areal bekas tambang bila dikelola dengan baik akan tetap potensial sebagai serapan karbon. B. Hutan Tropis Dataran Tinggi

Hutan tropis dataran tinggi menurut Suhendang (2002), dikategorikan menjadi dua strata yaitu: hutan pegunungan mulai ketinggian antara 800 – 1.500 m, dan hutan pegunungan tinggi lebih dari 1500 m di atas permukaan laut.

Penulis dan kawan-kawan melakukan penelitian di ketinggian 919 m dpl yaitu di hutan alam Batang Toru, Sumatera Utara. Hasilnya menunjukkan bahwa, biomasa karbon tegakan hutan bekas tebangan 1984, hutan bekas tebangan illegal masyarakat dan hutan primer, masing-masing sebesar 61,77 ton C/ha, 70,48 ton C/ha dan 105,06 ton C/ha. Kandungan karbon tumbuhan bawah dan nekromas pada masing-masing lokasi yaitu sebesar 2,77 ton C/ha, 2,04 ton C/ha, dan 3,50 ton C/ha. Potensi kandungan karbon total (pohon + tumbuhan bawah + nekromas): di hutan bekas tebangan 1984 yaitu 65,74 ton C/ha, di hutan bekas tebangan illegal 73,57 ton C/ha, dan di hutan primer = 109,64 ton C/ha (Samsoedin et al., 2009). Walaupun demikian biomasa ini termasuk rendah bila dibandingkan dengan biomasa dan kandungan karbon di Taman Nasional Gede Pangrango (1.200 m dpl), yaitu sebesar 551,12 ton/ha atau 275,6 ton C/ha (Siregar, 2007). Hal ini diduga karena perbedaan kondisi fisik tanah, dimana di Batang Toru solum tanah relatif dangkal dan berbatu sedangkan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango solum tanah dalam dan sedikit mengandung batu, sehingga berpengaruh pada kesuburan tanah.

Page 65: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

60

C. Besarnya Kontribusi Hutan Tropis dalam Mitigasi Karbon Berdasarkan penelitian, baik yang dilakukan penulis

maupun peneliti lain, besarnya kontribusi hutan tropis dalam mitigasi karbon yaitu sebagai berikut:

hutan alam dataran rendah rata-rata sebesar 50,34 ton C/ha, hutan mangrove sebesar 24,56 ton C/ha, hutan gambut sebesar ± 200 ton C/ha, hutan tanaman (mangium dan pinus) umur 5 tahun rata-rata

sebesar 21,67 ton C/ha, hutan bekas tambang batubara (tanaman tumbuh cepat) umur

9 tahun sebesar 28,14 ton C/ha, Hutan dataran tinggi rata-rata sebesar 82,98 ton C/ha. III. KESIMPULAN

1. Kandungan karbon total di hutan produksi dataran rendah

Siberut (hutan primer) 66,29 ton C/ha, bekas tebanganan 1 tahun sebesar 35,58 ton C/ha, bekas tebangan 5 tahun 49,14 ton C/ha.

2. Kandungan karbon di hutan alam dataran tinggi dipengaruhi oleh kondisi fisik/kesuburan tanah, pada tanah yang bersolum tipis (kurang dari 100 cm) kandungan karbonnya 109,64 ton C/ha (Batang Toru), sedangkan pada tanah yang bersolum dalam (lebih dari 100 cm) kandungan karbonnya 275,6 ton C/ha (Taman Nasional Gn. Gede Pangrango).

3. Biomasa dan kandungan karbon hutan mangrove di Siberut terdiri dari jenis Rhizophora apiculata Blume, R. mucronata Blume dan jenis Bruguiera gymnorrhiza (L). Savigny adalah 49,13 ton/ha atau 24,56 ton C/ha setara dengan rosot karbondioksida (CO2) 90,16 ton CO2/ha.

4. Tegakan Acacia mangium Willd. di Maribaya Bogor umur lima tahun, kandungan karbonnya sebesar 31,41 ton C/ha. Bila dibandingkan dengan kandungan base line di tempat yang sama, ada selisih sebesar 14,16 ton C/ha. Kandungan karbon tusam di Cianten Bogor umur lima tahun yaitu sebanyak 11,93 ton C/ha. Total kandungan karbon pada hutan sekunder muda

Page 66: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Kontribusi Hutan Tropis dalam Mitigasi Karbon (N. M. Heriyanto)

61

di Maribaya sebesar 27,78 ton C/ha. Kandungan karbon tumbuhan bawah di Baturraden sebesar 1,07 ton C/ha.

5. Kandungan karbon pada hutan revegetasi bekas tambang batubara di PT Kaltim Prima Coal, Sangatta, Kalimantan Timur untuk pohon berdiameter ≥ 10 cm di H East Dump I sebesar 9,39 ton C/ha; HS Hatari kerapatan 416 pohon/ha 63,09 ton C/ha; Arboretum kerapatan 336 pohon/ha 11,94 ton C/ha, dan hutan sekunder/Danau Agati kerapatan 228 pohon/ha, 50,33 ton C/ha.

IV. PENUTUP Hadirin yang saya hormati,

Demikianlah rangkuman hasil-hasil penelitian mengenai Kontribusi Hutan Tropis dalam Mitigasi Karbon. Walaupun penelitian ini jauh dari sempurna, akan tetapi data dasar potensi karbon pada hutan tropis sangat berguna dalam perdagangan karbon kelak di kemudian hari.

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan dalam bidang mitigasi karbon di Indonesia. UCAPAN TERIMAKASIH Hadirin yang saya hormati,

Rasa terimakasih disampaikan kepada Bapak Kepala Badan, Sekretaris Badan, Kepala Pusat, Kepala Bidang yang telah mengurus dan melaksanakan manajemen untuk terlaksananya penelitian di Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi.

Apa yang kami laksanakan hari ini, presentasi karya ilmiah sebagai kandidat Peneliti Utama merupakan seri kegiatan panjang yang dijalani dan dinilai oleh Tim Penilai Peneliti Instansi (Kementerian Kehutanan) dan Tim Penilai Peneliti Pusat (LIPI). Atas penilaian dan keputusan-keputusannya maka kami sampai pada jenjang tertinggi jabatan fungsional peneliti, di Kementerian Kehutanan. Untuk itu mudah-mudahan apa yang telah bapak-bapak

Page 67: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

62

putuskan akan menjadi serangkaian kegiatan dan hasil dari “Ilmu yang bermanfaat” yang akan menjadi amal berkelanjutan, Amin.

Saya juga mengucapkan terimakasih kepada ayah, ibu, istri, anak dan para guru/dosen yang telah berperan dalam membentuk sebagai peneliti.

Kepada rekan-rekan seprofesi, peneliti, baik dalam satu kelompok peneliti atau antara kelompok peneliti yang tidak disebut satu per satu, yang secara langsung atau tidak langsung bersama-sama melakukan penelitian dan menyampaikan hasil penelitian berupa publikasi dalam kegiatan seminar dan lain-lain. Begitu pula ucapan terimakasih ini disampaikan kepada Dewan Redaksi Jurnal, Bulletin Kehutanan, dan Bulletin lain yang telah bersedia memuat laporan atau karya tulis ilmiah yang kami sampaikan.

Demikian pula kepada Peneliti Utama senior, khususnya Prof. Riset DR. Ir. Abdullah Syarief Mukhtar, MS, Prof. DR. M. Bismark, M.S., Para Ketua Kelompok Peneliti serta teman-teman peneliti dan Teknisi Litkayasa di Kelompok Peneliti Konservasi Sumberdaya Alam, yang secara langsung memberikan masukan dan membantu presentasi karya ilmiah ini, diucapkan terimakasih.

Akhirulkalam, tiada gading yang tak retak, mohon maaf atas berbagai kehilafan dalam tutur kata serta kesalahan yang tidak disengaja dan tidak berkenan di hati Bapak/Ibu yang terhormat serta hadirin yang berbagia. Assalmu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.

DAFTAR PUSTAKA Adisoemarto, S. dan M.A. Rifai (eds). 1994. Keanekaragaman

Hayati di Indonesia. Diterbitkan oleh Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup (KLH) dan Konsorsium untuk Pelestarian Hutan dan Alam Indonesia (KONPHALINDO). Jakarta.

BAPPENAS. 1993. National biodiversity action plan. Bappenas. Jakarta.

Bismark, N.M. Heriyanto dan S. Iskandar. 2008a. Biomasa dan kandungan karbon pada hutan produksi di Cagar Biosfer Pulau Siberut, Sumatera Barat. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol. V, No. 5 (397-407).

Page 68: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Kontribusi Hutan Tropis dalam Mitigasi Karbon (N. M. Heriyanto)

63

Bismark, M., E. Subiandono dan N.M. Heriyanto. 2008b. Keragaman dan potensi jenis serta kandungan karbon hutan mangrove Sungai Subelen Siberut, Sumatera Barat. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol. V, No. 3 (297-306).

Brown, S., A.J.R. Gillespie and A.E. Lugo. 1989. Biomass estimation methods for tropical forest with applications to forest inventory data. Forest science 35 : 881-902.

Brown, S., J. Sathaye., M. Canel and P. Kauppi. 1996. Mitigation of carbon emission to the atmosphere by forest management, Commonwealth Forestry Review 75 : 80 – 91.

Brown, S. 1997. Estimating biomass and biomass change of tropical forest. A primer, FAO. Forestry paper No. 134. FAO, USA.

Departemen Kehutanan. 1992. Vademekum hasil-hasil penelitian hutan tanaman industri. Badan Litbang Kehutanan. Jakarta.

Departemen Kehutanan and FAO. 2002. Situation and outlook of the forestry sektor in Indonesia. Vol. 2 : Forest resource base. Jakarta.

Garsetiasih, R dan N.M. Heriyanto. 2007. Keanekaragaman jenis tumbuhan bawah dan potensi kandungan karbonnya pada hutan Agathis di Batturaden. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol. IV, No. 2 (161-168).

Heriyanto, N.M. dan C.A. Siregar. 2007. Biomasa dan kandungan karbon pada hutan tanaman tusam (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) umur lima tahun di Cianten Bogor. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol. IV, No. 1 (75-81).

Heriyanto, N.M dan C. A. Siregar. 2007. Keragaman Jenis dan Konservasi Karbon pada Hutan Sekunder Muda di Maribaya, Bogor. Info Hutan, Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam, Vol. IV, No. 3 (283-291).

Heriyanto, N.M dan C.A. Siregar. 2007. Biomasa dan konservasi karbon pada hutan tanaman mangium (Acacia mangium Willd.) di Parungpanjang, Bogor, Jawa Barat. Info Hutan,

Page 69: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

64

Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam, Vol. IV, No. 1 (65-73).

Heriyanto, N.M., A. Wibowo dan R. Garsetiasih. 2010. Konservasi karbon pada hutan tusam (Pinus merkusii Jungh et de Vriese), hutan mahoni (Swietenia macrophylla Jack.) dan hutan jati (Tectona grandis L.f.) di Jawa Barat dan Banten. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol. 7, No.3 (147-154).

Hougton, R. A. 2005. Tropical deforestation as a source of greenhouse gas emissions. Tropical deforestation and climate change / edited by Paulo Moutinho and Stephan Schwartzman. -- Belém - Pará - Brazil : IPAM - Instituto de Pesquisa Ambiental da Amazônia ; Washington DC - USA : Environmental Defense. Ford Foundation.

International Panel on Climate Change, 2003. IPPC guidelines for nation greenhouse inventories : Reference manual IPCC.

Jones, N. 1983. Fast-Growing leguminous trees in Sabah, Malaysia. in Leucaena research in the Asian Pacific Region. Editor : John W Turnbull. P : 149-154. Ottawa, Canada : IDRC.

Kusmana, C., S. Sabiham., K. Abe and H. Watanabe. 1992. An estimation of above ground tree biomass of a mangrove forest in East Sumatera, Tropics I (4) : 143-257.

Kusmana, C. 2002. Pengelolaan Ekosistem Mangrove Secara Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat. Makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional Pengelolaan Ekosistem mangrove di Jakarta.

Masripatin, N. 2007. Apa itu REDD. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan.

Morikawa, Y. 2002. Biomass measurement in planted forest in and around Benakat. Fiscal report of assessment on the potentiality of reforestation and afforestation activities in mitigating the climate change, 58-63. JIFPRO, Tokyo, Japan.

Nelson, B.W., R.Mesquita., J.L.G. Periera., S.G.A. De Souza., G.T. Batista and L. B. Couto. 1999. Allometric regressions for improved estimate of secondary forest biomass in the

Page 70: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Kontribusi Hutan Tropis dalam Mitigasi Karbon (N. M. Heriyanto)

65

central Amazon. Forest ecology and management 117 : 149-167.

Page, S.E., Siegert, F., Rieley, J.O., Boehm,. H.V., Jayak, A. and Limin, S. 2002. The amount of carbon released from peat and forest fires in Indonesia during 1997. NATURE, VOL 420.

Rahayu, S., B. Lusiana, and M. van Noordwijk. 2005. Aboveground carbon stock assessment for various land use systems in Nunukan, East Kalimantan. Pp. 21-34 In Carbon Stock Monitoring in Nunukan, East Kalimantan: A Spatial and Modelling Approach. World Agroforestry Centre, SE Asia, Bogor.

Samsoedin, I., N.M. Heriyanto dan C.A. Siregar. 2009. Biomassa Karbon pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru, Sumatera Utara. Info Hutan, Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam, Vol. VI, No. 2 (111-124).

Sastrapradja, S., S. Adisoemarto, K. Kartawinata, D.S. dan M. Rifai. 1989. Keankeragaman Hayati untuk Kelangsungan hidup Bangsa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi LIPI. Bogor.

Siregar, C. A. 2007. Potensi serapan karbon di Taman Nasional Gede Pangrango, Cibodas, Jawa Barat. Info Hutan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. Vol. IV, No. 3 (233-244).

Siregar, A.S dan N.M. Heriyanto. 2010. Akumulasi Biomasa Karbon pada Skenario Hutan Sekunder di Maribaya, Bogor, Jawa Barat. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol. VIII, No.3 (215-226).

Suhendang, E. 2002, Pengantar Ilmu Kehutanan, Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.

Subiandono, E., N.M. Heriyanto dan M. Bismark. 2011. Pertumbuhan Biomasa Hutan Revegetasi dan Restpresentasi karya Areal Bekas Tambang Batu Bara PT. Kaltim Prima Coal, Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam (In Press).

Page 71: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

66

Wahyunto, H. Subagjo, S. Ritung, and H. Bekti. 2007. Map of Peatland Distribution Area and Carbon Content in Papua. Wetland International- Indonesia Program and Wildlife Habitat Canada (WHC).

Wahyunto, S. Ritung, and H. Subagjo. 2003. Map of Peatland Distribution Area and Carbon Content in Sumatra. Wetland International-Indonesia Program and Wildlife Habitat Canada (WHC).

Wahyunto, S. Ritung, Suparto, and H. Subagjo. 2004. Map of Peatland Distribution Area and Carbon Content in Kalimantan. Wetland International-Indonesia Program and Wildlife Habitat Canada (WHC).

Wasis, B dan D. Mulyana. 2010. Kandungan karbon pada berbagai macam tipe vegetasi di lahan gambut eks-PLG sejuta hektar setelah 10 tahun terbakar. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Page 72: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

67

AGROFORESTRY DAN SOCIAL FORESTRY: TEKNIK DAN PENDEKATAN REHABILITASI DAN PENGELOLAAN

HUTAN KOLABORATIF

Dr. Ir. Murniati, M.Si1 I. PENDAHULUAN Bapak, Ibu, dan hadirin yang saya hormati,

Sistem agroforestry atau dikenal juga dengan istilah wanatani telah dipraktekkan oleh masyarakat secara tradisional sejak berabad-abad yang lalu terutama di daerah tropis. Sebagai contoh, di Indonesia dikenal lembo (di Kalimantan Timur), tembawang (di Kalimantan Barat), kebun damar (di Lampung), parak (di Sumatera Barat), talun (di Jawa), dan lain-lain. Bentuk dan praktek agroforestry tradisional tersebut mempunyai keseimbangan dengan lingkungannya sehingga dapat berkelanjutan (de Foresta et al., 2000).

Namun sebagai ilmu dan teknik yang diaplikasikan dalam upaya mengatasi lahan terdegradasi dan rendahnya produktivitas, agroforestry baru diakui dan dikembangkan sejak beberapa dekade yang lalu. Konsep agroforetsry yang sekarang diterima secara umum, dikemukakan oleh Dr. Kenneth King pada tahun 1978 pada Kongres kehutanan Sedunia di Jakarta. Agroforestry didefinisikan sebagai sistem pengelolaan lahan berkelanjutan yang dapat meningkatkan hasil secara keseluruhan, mengkombinasikan produksi pertanian (termasuk perkebunan dan pohon serbaguna/buah-buahan) dan/atau hewan dengan tanaman hutan secara simultan atau berurutan pada satu unit lahan dengan menggunakan management practices yang sesuai dengan kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat setempat (King dan Chandler, 1978). Beberapa konsep kemudian diperkenalkan, antara lain oleh Lundgren (1982), Vergara (1982), Nair (1983, 1985), Nair (1993) dalam van Noordwijk dan Tomich (1995). Secara umum konsep-konsep tersebut merujuk pada sistem penggunaan lahan terpadu yang dinamis, baik secara ekologi maupun secara ekonomi, dengan mengkombinasikan tanaman 1 Peneliti Madya Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi

Page 73: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

68

pertanian dan/atau perkebunan dalam suatu struktur vegetasi yang berlapis, secara simultan atau berurutan.

Agroforestry diyakini dapat mengatasi permasalahan rendahnya produksi dan degradasi lahan, sehingga berkontribusi terhadap produktivitas dan kelestarian. Sebagai komponen agroforestry, beberapa spesies pohon atau legum penutup tanah yang dapat mengikat nitrogen dan biomasnya yang melapuk akan meningkatkan ketersediaan hara. Jenis pohon lain juga dapat memperkaya tanah-tanah yang miskin melalui dekomposisi serasah dan mensuplai hara ke dalam tanah. Tanaman berkayu yang berakar dalam dapat menyerap hara pada lapisan sub-soil, membawanya ke permukaan dan mengembalikannya ke tanah dalam bentuk serasah, yang kemudian terurai menjadi hara-hara yang tersedia untuk komponen agroforestry yang lain seperti tanaman semusim. Pada lahan miring, penanaman pohon menurut garis kontur akan membentuk teras hidup. Teras-teras ini mempunyai peranan yang penting dalam mengurangi tingkat erosi dan mempertahankan kesuburan tanah. Dengan demikian pengembangan sistem dan teknik agroforestry pada lahan-lahan kritis/terdegradasi berarti membangun suatu ekosistem baru yang sehat secara ekologi dan berkelanjutan (Oldeman, 1983; 1990).

Dalam pelaksanaannya di lapangan, sistem dan teknik agroforestry diaplikasikan pada berbagai program Social Forestry. Pada tahun 2002, Departeman Kehutanan telah menetapkan Social Forestry sebagai program dan kegiatan strategis yang memayungi pelaksanaan konsep Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (Community Based Forest Management/CBFM). Social forestry adalah suatu sistem pengeloaan hutan dan lingkungan hidup dengan tujuan untuk mencapai keadaan sosial ekonomi masyarakat pedesaan yang lebih baik, terutama masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan. Masyarakat setempat diajak dan diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan secara lebih teratur dan lebih bertanggung jawab.

Konsep CBFM merupakan paradigma baru pembangunan kehutanan yang lebih bertumpu pada kepentingan masyarakat (terutama masyarakat sekitar hutan) melalui pendekatan yang partisipatif. Di sini masyarakat bertindak sebagai pelaku utama

Page 74: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Agroforestry dan Social Forestry : Teknik dan…(Murniati)

69

pembangunan kehutanan yang tidak hanya berorientasi pada hasil kayu tetapi pada keseluruhan sumberdaya hutan. Tujuan dari CBFM adalah mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan (Sustainable Forest Management) yang diimplementasikan melalui kolaborasi berbagai pihak (stakeholders) dengan pendekatan partisipatif dan mempertimbangkan kondisi lokal (local specific).

Social forestry sebagai program dan kegiatan strategis yang memayungi pengelolaan hutan berbasis masyarakat (CBFM) telah diimplementasikan dalam berbagai program, baik yang diinisiasi oleh pemerintah atau BUMN maupun swasta. Di Jawa, di mana autoriti pengelolaan sebagian besar kawasan hutan (Hutan Produksi dan Hutan Lindung) dipegang oleh BUMN yaitu Perhutani, telah dikembangkan program PSDHBM (Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama Masyarakat) berdasarkan keputusan Ketua Dewan Pengawas Perum Perhutani Nomor 136/Kpts/Dir/2001 (Perum Perhutani, 2001). Sedangkan di luar Jawa, social forestry diimplementasikan dalam program Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (PerMenhut No.P.49/Menhut-II/2008) dan Hutan Tanaman Rakyat/ HTR) (PP No 6 Tahun 2007). Beberapa peraturan yang mendasari pengembangan HKm adalah KepMenhut No. 622 tahun 1995, KepMenhut No. 677 tahun 1998, KepMenhut No. 865 tahun 1999, KepMenhut No. 31 tahun 2001 dan PerMenhut No. P.01 tahun 2004.

Pelibatan atau partisipasi masyarakat dalam implementasi social sorestry (terutama di dalam kawasan hutan negara), telah berkembang dari hanya sebagai petani tumpangsari (pesanggem) pada pembuatan hutan tanaman di Jawa, sampai pada masyarakat sebagai pengelola hutan (mendapat ijin pengelolaan hutan jangka panjang) dalam bentuk kelompok atau koperasi (Murniati dan Sumarhani, 2010). Kontribusi social forestry terhadap pengelolaan hutan berkelanjutan dan peningkatan pendapatan/ kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan telah terbukti pada beberapa kasus (Suharti, 2004; Suharti dan Murniati, 2004; Murniati, 2005). Namun dalam penyelenggaraannya di lapangan masih terdapat berbagai kendala dan permasalahan, proses perijinan yang panjang dan rumit, SDM yang masih rendah, kurangnya koordinasi dan pengaturan kelembagaan, pemberian

Page 75: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

70

hak akses yang setengah hati dan konflik kepemilikan lahan seringkali mengurangi minat dan partisipasi masyarakat untuk terlibat aktif dalam pengelolaan hutan (Murniati dan Sumarhani, 2010; Murniati et al., 2007 dan 2008a).

II. AGROFORESTRY: SOLUSI UNTUK LAHAN

TERDEGRADASI Bapak, Ibu dan hadirin yang saya hormati, A. Konsep dan Implementasi Agroforestry

Sebagaimana diutarakan di muka, bahwa konsep dan definisi agroforestry sudah banyak dikemukakan, di mana pada hakekatnya agroforestry adalah suatu bentuk pengelolaan lahan yang mempertimbangkan segi kelestarian hasil dan konservasi tanah, meningkatkan hasil secara keseluruhan serta upaya untuk meningkatkan pendapatan petani.

Nair (1987) membedakan antara sistem agroforestry dan teknologi agroforestry. Sistem agroforestry mencakup bentuk-bentuk agroforestry yang banyak diselenggarakan di suatu daerah; dengan kata lain suatu cara pemanfaatan lahan yang sudah umum dilakukan di daerah tersebut. Istilah teknologi agroforestry menunjukkan adanya perbaikan atau inovasi yang biasanya berasal dari hasil penelitian, dan digunakan dengan hasil yang baik dalam mengelola sistem-sistem agroforestry.

Sistem agroforestry tradisional yang dipraktekkan pada berbagai daerah di Indonesia mempunyai bentuk-bentuk yang khas antara lain sistem kebun-talun dan pekarangan di Jawa Barat, parak dan kebun campuran di Sumatera Barat, hutan damar di Krui, Lampung, lembo di Kalimantan Timur, tembawang di Kalimantan Barat, dan lain-lain. Praktek agroforestry tradisional mempunyai keseimbangan dengan lingkungannya sehingga berkelanjutan (de Foresta et al., 2000).

Teknologi agroforestry yang diterapkan di dalam kawasan hutan di Jawa antara lain tumpangsari, tumpangsari empang parit di hutan payau dan tumpangsari sepanjang daur. Sedangkan teknologi agroforestry yang diterapkan di luar kawasan hutan

Page 76: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Agroforestry dan Social Forestry : Teknik dan…(Murniati)

71

terutama di daerah hulu sungai adalah usahatani terpadu melalui unit-unit percontohan seperti Unit Percontohan Usaha Pelestarian Sumberdaya Alam (UP-UPSA) dan Unit Percontohan Usaha Pertanian Menetap (UP-UPM) (Kartasubrata, 1992).

B. Kontribusi Agroforestry terhadap Produktivitas dan

Kelestarian

Sementara hutan Indonesia secara bertahap mengalami penurunan, baik dalam luas maupun kulitasnya, luas lahan kritis yang didominasi oleh alang-alang (Imperata cylindrica (L.) Beauv. ternyata meningkat dengan tajam. Pada kurun waktu empat tahun (1996 – 2000), luas lahan kritis meningkat hampir dua kali lipat, dari 12,5 juta ha menjadi 23,2 juta ha (35% di dalam kawasan dan 65% di luar kawasan hutan) (Departemen Kehutanan, 2001). Pertambahan luas lahan alang-alang nampaknya lebih dari dua kali lipat selama periode yang sama. Hal ini diduga sebagai akibat dari kebakaran hutan yang telah meningkatkan luas lahan alang-alang di dalam kawasan hutan (Priadjati, 2002).

Menyebarnya lahan alang-alang sering dihubungkan dengan merosotnya kesuburan tanah, di mana alang-alang ini memblokir atau menghalangi suksesi alam secara efektif pada tingkat kesuburan tanah yang rendah dan secara bertahap mengokupasi areal yang luas (Hairiah et al., 2001). Penanaman pohon (mahoni/Swietenia macrophylla King) dan beberapa jenis legum sebagai tanaman penguat teras (lamtorogung/Leucaena leucocephala, kaliandra/Calliandra callothyrsus dan flemingia/Flemingia congesta) di lahan alang-alang yang tandus di Sukabumi telah berhasil mengendalikan alang-alang dan menciptakan vegetasi baru yang lebih produktif dan berkelanjutan (Murniati, 1995) serta menghasilkan sumber mata air untuk masyarakat sekitar.

Demplot wanatani yang dibangun di perbukitan lahan alang-alang yang miring di Desa Mangkaok, Kacamatan Pengaron, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan telah berhasil menciptakan vegetasi agroforestry dengan tiga lapisan tajuk. Tajuk yang paling atas adalah tajuk dari pohon hutan sengon (Paraserianthes falcataria), tajuk kedua terdiri dari tajuk tanaman MPTS/buah-buahan seperti mangga (Mangifera indica), petai (Parkia

Page 77: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

72

speciosa), rambutan (Nephelium lappaceum), dan kelapa (Cocos nucifera). Tajuk ketiga adalah tajuk dari tanaman tahan naungan berupa kopi dan pisang serta tanaman legum penguat teras yaitu lamtorogung (Leucaena leucocephala), kaliandra (Calliandra callothirsus) dan gamal (Gliricida sepium). Pada strata paling bawah, terdapat tanaman semusim seperti jagung dan kacang-kacangan (2-3 tahun pertama), jahe dan kencur (sejak akhir tahun ketiga). Pada bagian atas demplot (puncak bukit) dengan kemiringan lebih dari 45° dibangun vegetasi hutan murni dengan jenis Acacia mangium. Vegetasi agroforestry sebagaimana diuraikan di atas tercapai setelah empat tahun pembangunan demplot (Murniati et al., 2001a). Demplot wanatani yang dibangun telah berhasil meningkatkan produktivitas lahan dari lahan alang-alang yang tandus menjadi lahan agroforestry yang produktif yang menghasilkan produk kayu, pangan dan pakan serta pupuk organik dari tanaman legum penguat teras yang hijauannya dipangkas setiap tiga bulan. Kontribusi sistem agroforestry yang dibangun tidak hanya terhadap peningkatan produktivitas lahan melainkan juga terhadap pendapatan dan kesejahteraan petani pemilik lahan demplot wanatani tersebut serta terhadap keberlanjutan usahatani yang dibangun.

Kebun campuran (sebagai salah satu bentuk agroforestry) yang ditemukan di daerah penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat yang termasuk wilayah Kecamatan Sungai Pagu, Kabupaten Solok, Sumatera Barat telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap tingkat ketergantungan petani pada sumberdaya taman nasional (Murniati et al., 2001b). Petani yang mempunyai kebun campuran mempunyai tingkat ketergantungan yang lebih rendah terhadap sumberdaya taman nasional dibandingkan petani yang mempunyai sawah. Hutan nagari (community forest) yang juga terletak di daerah penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat, juga berkontribusi terhadap tingkat ketergantungan masyarakat pada sumberdaya taman nasional terutama dalam hal penyediaan kayu bakar. Dalam hal ini praktek agroforestry telah memberikan kontribusi terhadap kelestarian sumberdaya taman nasional.

Page 78: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Agroforestry dan Social Forestry : Teknik dan…(Murniati)

73

C. Konversi Ekosistem Alang-alang menjadi Ekosistem Agroforestry

Suksesi alam padang alang-alang membutuhkan waktu beberapa dekade untuk membangun ekosistem yang baru dengan keanekaragaman hayati yang tinggi seperti hutan sekunder atau bahkan hutan primer (Vester, 1997). Untuk memutus ekosistem alang-alang dan untuk membangun ekosistem baru yang produktif dan berkelanjutan diperlukan intervensi manusia. Fase perkembangan yang dapat menggantikan fase ekosistem alang-alang adalah fase yang memungkinkan terjadinya interaksi yang kompleks antar komponennya. Komponen-komponen ini harus diintroduksi pada ekosistem alang-alang misalnya melalui penanaman beberapa jenis pohon, penanaman legum penutup tanah dan atau tanaman semusim (Murniati, 2002).

Penyiapan lahan alang-alang untuk pengembangan usahatani agroforestry dengan teknologi murah dan ramah lingkungan telah dilaporkan oleh Murniati (2002 dan 2005). Metoda pressing yaitu merebahkan alang-alang dengan menggunakan benda berat yang diikuti dengan penanaman legum penutup tanah (cover crop) Pueraria javanica dapat mematikan dan mencegah recovery alang-alang serta memperbaiki kesuburan tanah. Metoda ini memberikan pertumbuhan pohon yang tidak berbeda nyata dengan metoda penyemprotan herbisida dan atau pencangkulan tanah yang cukup mahal dan kurang menguntungkan bagi kehidupan mikro-organisme tanah. Metoda ini memang tidak memberikan hasil tanaman semusim atau tanaman tumpangsari yang maksimal tetapi cukup atau optimal sesuai prinsip masukan rendah dan ramah lingkungan yang dianut. Perbaikan kesuburan tanah dimungkinkan karena legum dapat mengikat nitrogen dari udara bebas dan dekomposisi hijauannya dapat memperbaiki sifat fisik tanah dan memasok hara yang signifikan ke dalam tanah. Murniati (2002) melaporkan bahwa cover crop P. javanica memproduksi biomasa sebanyak 7 ton/ha (berat kering), 12 bulan setelah tanam. Biomasa ini mensuplai sejumlah hara yaitu 133 kg N, 11 kg P, 110 kg K, 13 kg Ca, dan 21 kg Mg. Hara-hara ini telah memberikan kontribusi yang penting dalam peningkatan kandungan nitrogen dan karbon organik tanah, dimana kandungan N meningkat lebih dari dua kali lipat setelah 24 bulan pembangunan plot agroforestry. Sebagai tanaman penutup tanah,

Page 79: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

74

Pueraria javanica mampu mengalahkan alang-alang setelah satu tahun.

Pengembangan sistem agroforestry di lahan alang-alang yang terdegradasi harus mempertimbangkan temperamen jenis pohon yang akan ditanam, khususnya peranannya dalam memperbaiki kesuburan tanah dan kemampuannya mengalahkan alang-alang. Pohon yang akan ditanam seharusnya dari jenis-jenis pionir, yaitu jenis pohon dengan sifat-sifat cepat tumbuh, pengikat nitrogen, dan tahan kekeringan (Murniati, 2002). Jenis pohon yang cocok untuk reforestasi lahan alang-alang adalah pohon-pohon dengan tajuk yang lebar dan rapat sehingga menghasilkan naungan yang rapat pula. Dalam sistem agroforestry, penggunaan naungan untuk menekan pertumbuhan alang-alang adalah suatu tahap yang penting dalam membangun vegetasi baru yang bernilai ekonomi. Namun hasil tanaman semusim yang optimal diperoleh pada tingkat atau kapasitas naungan ≤ 40% dan Leaf Area Index (LAI) dari pohon ≤ 1 (Murniati 2002 dan 2005).

Distribusi hara, air, dan cahaya di antara pohon dan tanaman bawah dalam suatu sistem agroforestry, terutama dipengaruhi oleh karakteristik pohon sebagai komponennya. Bentuk tajuk pohon yang tipis dan sempit memungkinkan transmisi cahaya yang optimal pada tanaman bawah. Perakaran pohon yang dalam dan vertikal memungkinkan akar-akar tersebut menyerap hara pada lapisan yang lebih dalam dan juga berfungsi sebagai jaring pengaman (Suprayogo et al., 2002). Dengan karakteristik pohon seperti ini, distribusi sumberdaya di antara pohon dan tanaman bawah akan optimal. Akan tetapi jenis-jenis pohon pionir, cepat tumbuh dan tahan terhadap kekeringan yang dapat beradaptasi dengan lingkungan yang tertekan seperti lahan alang-alang yang tandus, biasanya mempunyai karakteristik yang berlawanan dalam hal bentuk tajuk dan distribusi perakaran. Van Noordwijk et al. (1996) dan Murniati (2002, 2010) melaporkan bahwa pohon dengan akar vertikal yang berkembang dengan baik dan mempunyai sedikit akar lateral umumnya mempunyai pertumbuhan awal yang lambat. Gagasan untuk memperoleh jenis pohon yang cepat tumbuh dan tidak bersifat sebagai pesaing adalah sesuatu yang kontradiktif, paling tidak selama fase perkembangan awal.

Page 80: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Agroforestry dan Social Forestry : Teknik dan…(Murniati)

75

Kapasitas naungan pohon berbeda antar spesies, tergantung pada arsitektur pohon, pola percabangan, dan bentuk tajuk (Hallé et al., 1978; Oldeman, 1990; Vester, 1997). Secara spesifik, kapasitas naungan tergantung pada total leaf area dan distribusi daun dalam ruang. Hasil penelitian Murniati (2002) terhadap empat jenis pohon yang ditanam di lahan alang-alang yaitu mahoni (Swietenia macrophylla King), sungkai (Peronema canescens Jack.), kemiri (Aleurites moluccana (L.), dan sukun (Artocarpus altilis Fosberg), diketahui bahwa kemiri lebih cocok dikembangkan untuk pengendalian alang-alang karena mempunyai naungan tajuknya yang bulat, lebar dan rapat. Pohon kemiri menghasilkan cukup naungan untuk menekan dan mengurangi biomasa alang-alang di atas tanah dan untuk mencegah pemulihan alang-alang.

Dalam konteks agroforestry yang dibangun di lahan alang-alang, penanaman kemiri mempunyai kelebihan di samping kemampuannya dalam menciptakan naungan untuk menekan alang-alang. Pohon ini memberikan pendapatan sampingan kepada petani karena cepat menghasilkan buah (umur dua sampai tiga tahun sudah mulai berbuah). Tetapi pohon ini mendominasi daerah perakaran dengan membentuk akar-akar lateral dan superfisial (Murniati, 2002 dan 2010). Pada kondisi ini praktek tumpangsari akan berakibat pada tidak seimbangnya distribusi sumberdaya hara, air, dan cahaya di antara pohon dan tanaman bawah. Namun permasalahan terbatasnya cahaya yang mencapai lapisan bawah dapat diatasi dengan mengintroduksi jenis-jenis tanaman bawah yang tahan naungan seperti empon-empon, kopi, coklat, ubi jalar, dan lain-lain. Sebaliknya, dua jenis tanaman lain yang diteliti yaitu mahoni dan sungkai mempunyai tajuk dan distribusi perakaran yang dapat menunjang pengembangan sistem agroforestry karena jenis-jenis ini cocok hidup bersama dengan tanaman semusim. Sedangkan sukun terbukti tidak cocok ditanam di lahan alang-alang yang tandus (untuk pengendalian alang-alang), jenis ini hanya cocok pada tapak yang spesifik.

Kemampuan dari suatu jenis pohon untuk memproduksi naungan secara cepat ditentukan oleh kecepatan pertumbuhan vegetatifnya. Aplikasi inokulum mikoriza diharapkan dapat menstimulir pertumbuhan vegetatif dari suatu pohon. Pada tapak yang secara biologi spesifik seperti areal bekas tambang,

Page 81: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

76

beberapa isolat cendawan VA mikoriza telah terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan jenis-jenis pohon cepat tumbuh dan jenis-jenis tanaman penambat nitrogen (Prematuri, 1995; Setiadi, 1996; Prematuri dan Dodd, 1997). Namun hasil penelitian Murniati (2002) menunjukkan bahwa inokulasi VA mikoriza terhadap bibit mahoni, sungkai, kemiri, dan sukun di persemaian ternyata hanya meningkatkan persen tumbuh bibit di lapangan sebesar 6,5% dan tidak memberikan efek positif terhadap pertumbuhan vegetatif (tinggi dan diameter) tanaman di lahan alang-alang sampai umur 24 bulan. Hal ini diduga karena sekalipun lahan alang-alang secara umum miskin unsur hara sehingga disebut lahan terdegradasi, namun belum tentu miskin dalam perspektif biologi tanah dan barangkali mengandung spora mikoriza dalam jumlah yang cukup (Setiadi, 1999).

Untuk menduga biomasa pohon dalam sistem agroforestry dengan metoda yang tidak merusak (non-destructive), Van Noordwijk dan Mulia (2002) telah mengembangkan sebuah perangkat lunak (software) yaitu Functional Branching Analysis (FBA). Software FBA tersebut telah digunakan oleh Murniati (2002) untuk menduga biomasa pohon mahoni, sungkai, kemiri, dan sukun dalam kontek agroforestry. Pada pohon-pohon muda, biomasa mahoni dan sungkai jauh lebih rendah dari biomasa kemiri, sedangkan untuk pohon dewasa, biomasa mahoni dan sungkai melebihi kemiri. Perbedaan ini mengisyaratkan bahwa pohon hutan/kayu dapat lebih mudah berintegrasi dengan tanaman bawah dalam sistem agroforestry untuk mencapai keseimbangan distribusi sumberdaya, terutama pada fase awal pertumbuhan. Akan tetapi tidak ada pendapatan sampingan petani yang diperoleh, kecuali kayu dengan kualitas tinggi pada akhir rotasi. Terdapat sedikit perbedaan antara biomasa pohon yang dihitung berdasarkan persamaan allometri sebagai hasil dari perangkat lunak FBA dengan biomasa pohon yang dihitung berdasarkan metode pemanenan langsung (destructive) dengan rata-rata standar deviasi 1 ± 0,34. Perangkat lunak ini perlu dikoreksi sehingga dapat menduga biomasa pohon lebih tepat terutama untuk pohon yang mempunyai sifat yang berbeda, khususnya pohon yang menunjukkan proses reiterasi yang terlalu cepat dan berlimpah.

Page 82: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Agroforestry dan Social Forestry : Teknik dan…(Murniati)

77

III. PERAN AGROFORESTRY DAN SOCIAL FORESTRY DALAM REHABILITASI DAN PENGELOLAAN HUTAN DI INDONESIA

Bapak, Ibu, dan hadirin yang saya hormati, A. Sejarah dan Karakteristik Rehabilitasi dan Pengelolaan

Hutan

Penyebab utama terjadinya degradasi hutan dan lahan adalah penebangan liar, kebakaran hutan, konversi lahan hutan, perluasan lahan pertanian yang tidak terencana, reformasi politik dan kesenjangan sosial. Sesungguhnya laju degradasi hutan dan lahan secara nasional sejak periode 1997 s/d 2009 sudah mulai menurun. Pada periode 1997-2000 laju degradasi hutan dan lahan secara nasional mencapai 2,84 juta ha/tahun (Badan Planologi Kehutanan, 2005); pada periode 2000-2005 menurun menjadi 1,09 juta ha/tahun (Departemen Kehutanan, 2008), dan pada periode 2006-2009 menurun lagi menjadi 610.376 ha/tahun (Kementerian Kehutanan, 2011). Dari data laju degradasi hutan dan lahan tersebut, kita boleh berbangga dan optimis bahwa upaya rehabilitasi hutan dan lahan melalui berbagai program mulai memberikan hasil.

Rehabilitasi hutan di Indonesia memiliki sejarah yang panjang yang dimulai pada zaman penjajahan Belanda, sementara sejarah pengelolaan hutan bahkan lebih panjang. Kegiatan yang paling penting selama periode penjajahan Belanda adalah penetapan Bosfonds atau dana rehabilitasi. Dana tersebut berasal dari pajak yang dikenakan atas konversi hutan di daerah hilir menjadi lahan pertanian, yang digunakan untuk merehabilitasi hutan di daerah hulu. Hutan pinus di Aek Nauli, Sumatera Utara membuktikan keberhasilan sistem pajak tersebut (Mursisin et al., 1997 dalam Murniati et al., 2007 dan Murniati et al., 2008a)

Upaya rehabilitasi hutan dan lahan oleh pemerintah dimulai sejak tahun 1950-an melalui gerakan Karang Kitri. Pada tahun 1976 mulai dilakukan rehabilitasi secara besar-besaran melalui Inpres Reboisasi, Inpres Penghijauan dan Pemgembangan Kebun Bibit Desa. Selanjutnya mulai tahun 1985 dilaksanakan rehabilitasi hutan bekas tebangan melalui pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI), disusul dengan Hutan Kemasyarakatan

Page 83: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

78

pada tahun 1995, Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan) pada tahun 2003 dan Hutan Tanaman Rakyat pada tahun 2007. Program penghijauan yang menonjol selain Inpres Penghijauan adalah Pekan Penghijauan Nasional 1 s/d 35, kredit Hutan Rakyat, UP-UPSA (Unit Percontohan Usaha Pelestarian Sumberdaya Alam), UP-UPM (Unit Percontohan Usaha Pertanian Menetap), dan KUK-DAS (Kredit Usahatani Konservasi Daerah Aliran Sungai) (Murniati, 2005; Murniati et al., 2007 dan 2008a; Murniati dan Sumarhani, 2010). Kegiatan yang akhir-akhir ini digalakkan adalah kegiatan menanam sejuta pohon, one man one tree, Hari Menanam Pohon Indonesia, Bulan Menanam Nasional dan kegiatan menanam satu milyar pohon.

Kegiatan rehabilitasi selama masa pendekatan top-down dari tahun 1950-an hingga 1970-an didasari oleh kebijakan rehabilitasi hutan untuk menanggulangi bencana banjir dan bencana alam lainnya yang dicirikan dengan adanya mobilisasi massa. Lahan terdegradasi yang diakibatkan oleh kegiatan penebangan secara berlebihan, terutama di luar Jawa, dan bencana alam yang semakin sering terjadi menjadi fokus perhatian kegiatan rehabilitasi selama periode transisi tahun 1980-an hingga 1990-an. Sejak akhir tahun 1990-an, tujuan ganda, seperti kesejahteraan masyarakat dan produksi kayu dari hutan tanaman telah menjadi ciri penting inisiatif pemerintah. Inisiatif dan program rehabilitasi dengan tujuan ganda ini dilakukan dalam rangka menyikapi permasalahan degradasi kawasan hutan yang semakin kompleks. Perubahan politik semakin memperumit permasalahan dalam kegiatan rehabilitasi. Pada awal Era Reformasi, transisi dari sistem pemerintahan yang terpusat menjadi desentralisasi, serta pengelolaan hutan yang tidak sesuai yang diikuti dengan banyaknya pencabutan HPH dan HPHTI telah mewariskan kawasan hutan bekas penebangan yang sangat luas yang harus direhabilitasi (Murniati et al., 2007 dan 2008).

Hasil studi Murniati et al. (2007 dan 2008) menunjukkan lebih dari 150 proyek rehabilitasi dilaksanakan di sekitar 400 lokasi antara tahun 1950 dan 2004. Jumlah proyek dan cakupan wilayah rehabilitasi meningkat tajam sejak 1980-an menjadi lebih dari dua kali lipat pada periode tahun 1990-an hingga 2004. Anggaran yang diperlukan untuk mendanai kegiatan tersebut juga meningkat drastis.

Page 84: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Agroforestry dan Social Forestry : Teknik dan…(Murniati)

79

Sepanjang sejarah kegiatan rehabilitasi, daerah aliran sungai digunakan sebagai unit pengelolaan. Pendekatan daerah aliran sungai bersifat lebih holistik; dapat digunakan untuk mengevaluasi hubungan antara faktor biofisik dan intensitas kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat dari daerah hulu ke hilir; dan merupakan cara yang cepat dan mudah dalam mengevaluasi dampak terhadap lingkungan. Lebih lanjut hasil studi Murniati et al. (2007 dan 2008a) menunjukkan bahwa kegiatan rehabilitasi pada areal bekas penebangan cenderung lebih berhasil dan dampaknya terhadap lingkungan menjadi lebih positif dan berkelanjutan daripada kegiatan rehabiliatsi pada hutan bekas terbakar. Proyek rehabilitasi yang dilaksanakan di dalam kawasan hutan cenderung kurang menghasilkan pendapatan yang signifikan bagi masyarakat setempat dibandingkan proyek rehabilitasi yang dilaksanakan di luar kawasan hutan, hal ini disebabkan masyarakat setempat tidak memiliki hak formal untuk memanen hasil kayu yang ditanam di dalam kawasan hutan.

Hasil analisis terhadap tingkat partisipasi masyarakat pada 10 proyek rehabilitasi (studi kasus) menunjukkan bahwa tujuh proyek masih menggunakan mobilisasi massa daripada partisipasi masyarakat interaktif. Mobilisasi massa sering disebut partisipasi semu, sedangkan partisipasi interaktif dianggap sebagai partisipasi murni. Secara mengejutkan, satu proyek yang berhasil, yaitu proyek Perlindungan Daerah Aliran Sungai Solo Hulu di Wonogiri, Jawa Tengah (1988-1995), mendorong keterlibatan masyarakat di bawah sistem mobilisasi massa. Ciri-ciri dari sistem mobilisasi adalah berhentinya partisipasi masyarakat segera setelah proyek berakhir, tingginya tingkat ketergantungan masyarakat pada proyek, terutama dalam hal pendanaan, serta rendahnya tingkat inisiatif masyarakat (Nawir et al., 2007 dan 2008).

Proyek-proyek rehabilitasi yang dilaksanakan pada tiga periode yang berbeda (top-down, transisi, dan partisipatif) masing-masing menunjukkan beberapa ciri positif. Proyek yang dimulai pada periode top-down mempunyai lebih banyak ciri positif dalam hal intervensi teknis daripada proyek yang dimulai dengan pendekatan transisi ataupun partisipatif. Hal ini terjadi karena proyek dimulai lebih dari 30 tahun yang lalu sehingga efek pengganda dan dampak telah diperoleh. Proyek yang dilaksanakan selama periode transisi masih dicirikan oleh situasi dan budaya

Page 85: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

80

sentralisasi. Sebagai akibatnya, selalu terjadi benturan kepentingan antar pemangku kepentingan, sehingga pada umumnya kepentingan masyarakat setempat tidak terakomodir. Selama periode transisi, peran masyarakat setempat dan kelompok masyarakat sipil, seperti LSM dan lembaga lokal atau adat, sedikit mengalami peningkatan. Pada umumnya perubahan ini terjadi sebagai akibat dari tekanan yang kuat dari kelompok yang menginginkan lebih banyak pelibatan masyarakat dalam seluruh kegiatan pembangunan. Aspek positif yang ditemukan pada proyek rehabilitasi yang dilaksanakan pada periode partisipatif adalah perlakuan terhadap petani sebagai mitra proyek (Nawir et al., 2007 dan 2008).

B. Implementasi Agroforestry dan Social Forestry pada

Program Rehabiltasi Hutan dan Lahan Bapak, Ibu, dan hadirin yang saya hormati,

Konsep agroforestry dan social forestry telah diimplementasikan pada berbagai program dan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan. Pada tahap dan bentuk yang paling sederhana, agroforestry dan social forestry telah diaplikasikan pada kegiatan pembuatan hutan tanaman di Jawa oleh Perhutani yang disebut tumpangsari. Kegiatan tumpangsari kemudian berkembang seiring dengan kebutuhan untuk merehabilitasi kawasan hutan yang rusak dan tuntutan pelibatan masyarakat yang lebih luas. Beberapa program berikutnya adalah Inmas Tumpangsari, Insus Tumpangsari, Pembangunan Masyarakat Desa Hutan (PMDH), Perhutanan Sosial atau Tumpangsari Selama Daur,dan yang terakhir adalah Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama Masyarakat (PSDHBM). Program rehabilitasi hutan dan lahan yang diinisiasi oleh pemerintah dan menerapkan konsep agroforestry dan social forestry antara lain Hutan Kemasyarakatan (HKm) dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) (di dalam kawasan hutan); Hutan Rakyat dan Kebun Campuran (di luar kawasan hutan/di lahan milik).

Program Perhutanan Sosial adalah aplikasi dari konsep tumpangsari selama atau sepanjang daur, di mana budidaya tanaman pangan yang di lakukan diantara larikan tanaman pokok hutan dapat berlangsung selama daur tanaman pokok

Page 86: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Agroforestry dan Social Forestry : Teknik dan…(Murniati)

81

(Bratamiharja, 1990). Pada program ini petani diberi kesempatan untuk menanam tanaman lain selain tanaman semusim seperti jenis pohon serbaguna/buah-buahan dengan memperlebar jarak tanam tanaman pokok hutan. Masa tumpangsari yang panjang (selama daur) memberi kesempatan kepada petani penggarap untuk memanfaatkan lahan hutan sepanjang waktu dengan menanam jenis-jenis tanaman bawah yang tahan naungan seperti empon-empon, nilam, porang, dan lain-lain. Murniati (2007) melaporkan bahwa porang telah dikembangkan di bawah tegakan jati tua di KPH Nganjuk dengan hasil yang optimal. Murniati dan Sumarhani (2011) melaporkan bahwa porang yang ditumbuhkan di bawah tegakan damar Kelas Umur (KU) V memberikan pertumbuhan dan produksi umbi yang nyata lebih tinggi dari pada di bawah tegakan damar KU II. Dilaporkan pula bahwa pemberian kapur (dalam upaya peningkatan pH tanah yang masam) ternyata memberikan efek negatif terhadap persen tumbuh dan produksi umbi dari tanaman porang dengan asal bibit dari umbi tetapi memberikan efek posistif terhadap kedua parameter tersebut pada tanaman porang yang berasal dari bupil. Namun pada model tumpangsari selama daur ini prinsip kemitraan dan partisipatif belum diadopsi. Pelibatan masyarakat hanya terbatas pada tahap pelaksanaan di lapangan, sedangkan pada tahap perencanaan dan evaluasi, masyarakat sama sekali belum dilibatkan.

Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat dimulai pada tahun 2001, menggunakan prinsip kolaborasi atau kemitraan, jiwa berbagi, partisipatif, dan bersifat local specific. Kolaborasi antar pihak-pihak yang bermitra menuntut kesejajaran atau kesetaraan. Prinsip berbagi diwujudkan dengan perumusan hak dan kewajiban masing-masing pihak yang bermitra dalam bentuk kesepakatan atau Surat Perjanjian Kerjasama yang dirumuskan secara partisipatif. Kesepakatan tersebut mencakup tanggung jawab masing-masing pihak dalam pengelolaan hutan, proporsi pembagian hasil kayu utama dan hasil kayu/pohon lainnya. Hal penting yang menjanjikan dari program PHBM ini adalah kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dalam pengelolaan kawasan hutan negara dan memperoleh hasil kayunya yang sangat tidak mungkin terjadi pada masa lalu. Pada kegiatan PHBM di Sukabumi (Jawa Barat), masyarakat peserta telah menerima peningkatan pendapatan sebesar 30 hingga 40%, terutama dari

Page 87: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

82

tanaman tumpangsari seperti sayuran, padi, dan pisang (Murniati, 2005; Nawir et al., 2007 dan 2008).

Hutan Kemasyarakatan (HKm) dikembangkan di dalam kawasan hutan di Jawa dan di luar Jawa. Dalam kenyataanya di lapangan, umumnya HKm dikembangkan di kawasan hutan yang terdegradasi dan diokupasi oleh masyarakat sekitar yang ditujukan untuk merehabilitasi kawasan hutan tersebut. Kegiatan utamanya adalah penanaman/rehabilitasi. Pola tanam dan jenis tanaman yang digunakan disesuaikan dengan peruntukan dan fungsi kawasan hutan. HKm yang dikembangkan di Hutan Produksi, jenis tanaman utamanya adalah jenis pohon hutan (penghasil kayu). Jika HKm dikembangkan di kawasan hutan lindung maka jenis tanaman utamanya adalah jenis non kayu agar tanaman/pohon tersebut tidak ditebang, misalnya jenis-jenis shorea penghasil tengkawang, durian, kemiri, dan lain-lain.

Pengembangan HKm di tiga provinsi (Bengkulu, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat) yang dimulai pada tahun 1999/2000 yang ditujukan untuk merehabilitasi kawasan hutan yang rusak nampaknya sudah mulai menerapkan pendekatan partisipatif, terutama dalam penentuan jenis tanaman/pohon serbaguna. Tetapi pelaksanaan pekerjaannya dilakukan oleh kontraktor dari pusat yang juga ditunjuk oleh pusat, mulai dari penata batasan areal, persiapan lahan, penyediaan bibit, dan penanaman. Keterlibatan pihak-pihak terkait di daerah sangat rendah, misalnya Dinas Kehutanan Kabupaten yang sesungguhnya adalah pemangku kawasan. Pengawasan terhadap kontraktor sulit dilakukan oleh pihak pelaksana (dalam hal ini BP DAS pada masing-masing provinsi) ataupun pihak terkait lainnya. Karena pelaksana pekerjaan adalah kontraktor, maka masyarakat peserta HKm lebih banyak bertindak sebagai buruh dengan standar upah lebih rendah dari tarif upah setempat yang berlaku (Murniati, 2005).

Demplot uji coba HKm yang dibangun dalam rangka rehabilitasi Hutan Penelitian (HP) Carita yang terdegradasi, setelah empat tahun berhasil meningkatkan populasi pohon hutan secara signifikan dan proporsi antara pohon hutan dengan pohon serbaguna atau tanaman pertanian yang semula 1 : 20 telah berubah dan menjadi lebih seimbang yaitu 1 : 3. Luas bidang

Page 88: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Agroforestry dan Social Forestry : Teknik dan…(Murniati)

83

dasar dan penutupan lahan meningkat cukup besar. Di samping itu pendapatan masyarakat dari berusahatani di lahan hutan dapat dipertahankan atau stabil pada tingkat rata-rata 28% dari total pendapatan keluarga petani (26% sebelum dan 30% setelah tiga tahun pembangunan plot uji coba) (Murniati, 2011). Pada pelaksanaan HKm di HP Carita ini disepakati dan terlaksana dengan baik skema insentif untuk pemeliharaan tanaman hutan yaitu berdasarkan jumlah tanaman hutan yang hidup yang direalisasikan sebanyak lima kali yaitu setiap dilakukan evaluasi bersama pada saat tanaman berumur 3, 6, 12, 18, dan 36 bulan.

Definisi HTR berdasarkan PP No. 6 tahun 2007 adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan sistem silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumberdaya hutan. Kegiatan HTR dilakukan pada hutan produksi yang tidak produktif. Artinya program HTR utamanya adalah untuk merehabilitasi kawasan hutan produksi yang rusak dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat setempat (rehabilitasi hutan oleh masyarakat). Pemerintah melalui Kementerian Kehutanan memberikan akses kepada masyarakat di sekitar hutan untuk mengelola hutan produksi yang sudah tidak produktif, yang umumnya berupa areal bekas tebangan (logged over area). Masyarakat secara berkelompok dapat mengajukan ijin pengelolaan HTR kepada pemerintah di mana mekanismenya diatur dalam Permenhut P.23/2007. Ijin usaha HTR dikeluarkan oleh Bupati, numun ijin areal HTR dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan. Pelaksanaannya di lapangan dilakukan oleh dinas kehutanan, baik provinsi maupun kabupaten. Namun tingkat pencapaian target masih sangat rendah dan progresnya masih sangat lambat. Dari target seluas 5,4 juta ha hingga tahun 2010, sampai Juni 2009 baru terbangun empat lokasi HTR dengan luas 10.582 ha yang telah mendapat ijin usaha HTR (Herawati et al., 2010).

Hutan Rakyat dan Kebun Campuran adalah dua model social forestry yang diimplementasikan di luar kawasan hutan atau di lahan milik masyarakat. Pengertian Hutan Rakyat menurut SK Menhut No. 49/Kpts-II/1997 tentang pendanaan dan usaha hutan rakyat, adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat dengan luas minimal 0,25 ha dengan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan atau

Page 89: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

84

jenis lainnya lebih dari 50% dan atau tanaman sebanyak minimal 500 tanaman per hektar. Program Hutan Rakyat merupakan salah satu dari sedikit proyek penghijauan dan reboisasi melalui Program Inpres yang berhasil.

Pengembangan Hutan Rakyat di Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta pada awalnya ditujukan untuk perbaikan produktivitas lahan serta konservasi tanah dan air sehingga pengembangannya dimulai pada lahan-lahan yang terbengkalai, tandus, dan tidak subur. Namun akhir-akhir ini pengembangan hutan rakyat di Gunung Kidul sudah meluas ke lahan-lahan yang produktif dan subur karena nilai ekonomi produk Hutan Rakyat yang terus meningkat (Nawir et al., 2007 dan 2008). Berdasarkan jenis dan pola penanamannya, Hutan Rakyat dapat digolongkan pada tiga kelompok yaitu Hutan Rakyat Murni (monokultur), Hutan Rakyat Campuran, dan Hutan Rakyat dengan sistem tumpangsari atau sering disebut Kebun Campuran.

C. Keberhasilan, Kendala dan Reorientasi Program

Rehabilitasi Hutan dan Lahan

Dari segi areal sasaran, tingkat pencapaian program rehabilitasi utama (realisasi penanaman) bervariasi antara 19% dan 93%, dengan rata-rata 72%. Hutan Rakyat dan pengembangan kebun bibit desa merupakan dua program dengan tingkat pencapaian tertinggi yaitu 80%. Tingkat pencapaian terendah terdapat pada kegiatan rehabilitasi areal bekas penebangan oleh perusahaan pemerintah (Inhutani I – V), di mana hanya 19% areal sasaran berhasil ditanami karena pembatalan/pencabutan tugas rehabilitasi sebelum jangka waktu proyek berakhir. Informasi lebih lanjut umumnya tidak tersedia sehingga tidak dapat diketahui apakah areal yang telah ditanami terpelihara dan akhirnya berhutan kembali (Murniati et al., 2008b).

Masalah utama pada kegiatan rehabilitasi di Indonesia adalah keberlanjutannya setelah jangka waktu proyek sudah berakhir. Beberapa kendala dan hambatan utama diketahui berasal dari pendekatan proyek berjangka pendek, yang kemudian menyebabkan munculnya kendala dan hambatan teknis, ekonomi, sosial-budaya dan kelembagaan lainnya. Kegiatan yang bersifat keproyekan menyebabkan kurangnya perhatian terhadap

Page 90: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Agroforestry dan Social Forestry : Teknik dan…(Murniati)

85

pemeliharaan pohon yang sudah ditanam; tidak adanya strategi pemasaran jangka panjang atau tujuan ekonomi lainnya dalam perencanaan proyek; kurang dipertimbangkannya aspek sosial budaya; tidak efektifnya usaha pengembangan kapasitas masyarakat; terbatasnya partisipasi masyarakat karena tidak jelasnya insentif ekonomi, masalah kepemilikan lahan yang belum terselesaikan dan tidak efektifnya organisasi masyarakat. Pada skala yang lebih luas, kurang jelasnya pembagian hak dan kewajiban antar pemangku kepentingan, khususnya pemerintah setempat, masyarakat dan instansi teknis kehutanan.

Walaupun aspek teknis cukup ditekankan pada kegiatan rehabilitasi, hasil positif yang signifikan dalam jangka panjang masih sedikit diperoleh. Beberapa aspek teknis yang diamati masih lemah mencakup karakterisasi lokasi dan penyiapan lahan, kesesuaian jenis, penyiapan bibit, waktu penanaman dan pemeliharaan tanaman. Peran masyarakat dan organisasi masyarakat sipil cenderung meningkat secara bertahap. Secara konseptual, pembagian hak dan kewajiban pada kegiatan rehabilitasi dilakukan bedasarkan prinsip diferensiasi dan spesialisasi, namun pada prosesnya cenderung hanya sebagai formalitas dan sering kurang dipahami para pihak terkait. Pembagian hak dan kewajiban yang jelas antar pemangku kepentingan diperlukan dalam pengaturan kelembagaan untuk pengelolaan sumberdaya alam. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa pembagian hak dan kewajiban yang tidak jelas sering memicu konfik.

Mengingat masalah klasik pada mekanisme pendanaan yang bersifat keproyekan, maka kebijakan mekanisme pendanaan untuk kegiatan rehablitasi hutan dan lahan perlu direformasi menjadi sistem multi-tahunan sehingga pendanaan menjadi tidak terlalu birokratis, dapat menyesuaikan dengan musim tanam dan kondisi setempat. Baik pemerintah maupun masyarakat sangat memerlukan suatu mekanisme yang jelas untuk memanfaatkan produk yang dihasilkan dari kegiatan rehabilitasi. Hal ini akan menyediakan pendanaan jangka panjang demi keberlanjutan kegiatan setelah proyek berakhir. Selain itu, mekanisme pendanaan yang baru untuk kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan perlu ditelusuri misalnya kebijakan yang menawarkan insentif bagi keterlibatan sektor swasta dengan pengawasan yang ketat. Usaha

Page 91: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

86

rehabilitasi perlu dilihat bukan sebagai 'pusat pembiayaan' (cost centres), melainkan 'pusat pendapatan' (revenue centres). Dengan demikian, kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan akan melibatkan multi-pihak berdasarkan analisis pembagian biaya dan resiko.

IV. KESIMPULAN Bapak, Ibu, dan hadirin yang saya hormati,

Sebagai kesimpulan dari presentasi karya ilmiah ini dapat saya kemukakan sebagai berikut :

Sistem agroforestry tradisional yang dipraktekkan di berbagai daerah umumnya dikelola secara tradisional, menggunakan input dan teknologi yang rendah namun mempunyai keseimbangan dengan lingkungan sehingga berkelanjutan. Sistem dan teknik agroforestry terbukti berkontribusi terhadap peningkatan produktivitas lahan terdegradasi dan kelestarian sumberdaya alam serta peningkatan pendapatan/kesejahteraan petani pengelolanya. Implementasi agroforestry di lahan alang-alang yang tandus telah berhasil merubah ekosistem alang-alang menjadi ekosistem agroforestry yang produktif yang menghasilkan produk kayu, pangan dan pakan serta pupuk organik.

Pemilihan jenis tanaman untuk dikembangkan dalam sistem agroforestry di lahan alang-alang yang terdegradasi harus mempertimbangkan temperamen dan kemampuan dari jenis pohon tersebut terutama dalam hal menekan pertumbuhan alang-alang dan memperbaiki kesuburan tanah, yang umumnya ditentukan oleh bentuk tajuk, distribusi perakaran, dan kemampuan dalam mengikat nitrogen. Akan tetapi jenis-jenis pohon pionir, cepat tumbuh, dan tahan terhadap kekeringan yang mampu beradaptasi dan mengalahkan vegetasi alang-alang, biasanya mempunyai karakteristik yang tidak menunjang terciptanya keseimbangan distribusi sumberdaya hara, air, dan cahaya di antara komponen-komponen agroforestry. Gagasan untuk memperoleh jenis pohon yang cepat tumbuh dan tidak bersifat sebagai pesaing dalam konteks agroforestry adalah sesuatu yang kontradiktif, paling tidak selama fase perkembangan awal.

Page 92: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Agroforestry dan Social Forestry : Teknik dan…(Murniati)

87

Upaya rehabilitasi hutan dan lahan oleh pemerintah dimulai sejak tahun 1950-an melalui berbagai program seperti Gerakan Karang Kitri, Inpres Reboisasi dan Penghijauan, Kebun Bibit Desa, Hutan Tanaman Industri (HTI), Pekan Penghijauan Nasional 1 s/d 35, Kredit Hutan Rakyat, UP-UPSA (Unit Percontohan Usaha Pelestarian Sumberdaya Alam), UP-UPM (Unit Percontohan Usaha Pertanian Menetap), KUK-DAS (Kredit Usahatani Konservasi Daerah Aliran Sungai), Hutan Kemasyarakatan, Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), kegiatan menanam sejuta pohon, one man one tree, Hari Menanam Pohon Indonesia, Bulan Menanam Nasional, dan kegiatan menanam satu milyar pohon.

Sebagian besar program dan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dilaksanakan dengan mengaplikasikan sistem dan teknik agroforestry dengan pendekatan social forestry. Pada tahap dan bentuk yang paling sederhana, agroforestry dan social forestry telah diaplikasikan pada kegiatan pembuatan hutan tanaman di Jawa oleh Perhutani yang disebut tumpangsari. Kegiatan tumpangsari kemudian berkembang seiring dengan kebutuhan untuk merehabilitasi kawasan hutan yang rusak dan tuntutan pelibatan masyarakat yang lebih luas.

Masalah utama pada kegiatan rehabilitasi di Indonesia adalah keberlanjutannya setelah jangka waktu proyek sudah berakhir karena umumnya kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dilakukan melalui sistem keproyekan. Beberapa kendala dan hambatan utama diketahui berasal dari pendekatan proyek berjangka pendek, yang kemudian menyebabkan munculnya kendala dan hambatan teknis, ekonomi, sosial-budaya dan kelembagaan lainnya. Kegiatan yang bersifat keproyekan menyebabkan kurangnya perhatian terhadap pemeliharaan pohon yang sudah ditanam; tidak adanya strategi pemasaran jangka panjang atau tujuan ekonomi lainnya dalam perencanaan proyek; kurang dipertimbangkannya aspek sosial budaya; tidak efektifnya usaha pengembangan kapasitas masyarakat; terbatasnya partisipasi masyarakat karena masalah kepemilikan lahan yang belum terselesaikan dan tidak efektifnya organisasi masyarakat. Pada skala yang lebih luas, kurang jelasnya pembagian hak dan kewajiban antar pemangku kepentingan, khususnya pemerintah setempat, masyarakat dan instansi teknis kehutanan.

Page 93: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

88

V. PENUTUP Bapak, Ibu, dan hadirin yang saya hormati,

Akhirnya sebagai penutup presentasi ini saya ingin mengajak rekan sejawat seprofesi yang menekuni bidang penelitian agroforestry dan social forestry untuk mengembangkan agroforestry dan social forestry menjadi lebih berperan dalam penggunaan lahan yang berkelanjutan, baik di dalam maupun di luar kawasan hutan sehingga memberikan kontribusi yang bermakna bagi kehidupan masyarakat banyak.

UCAPAN TERIMA KASIH

Sebelum mengakhiri presentasi ini perkenankan saya memanjatkan rasa syukur ke hadirat Allah SWT, atas limpahan anugerah-Nya dan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, dukungan maupun perhatian selama perjalanan karir saya dan kepada semua pihak yang telah berperan dalam merealisasikan acara presentasi ini sehingga terlaksana dengan baik.

Terima kasih dan penghargaan yang tinggi saya sampaikan kepada para pendidik sejak Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Pertama, sekolah Menengah Atas, Institut Pertanian Bogor, dan The Wageningen University. Dr. Willy Smits, Prof. R.A.A Oldeman, dan Dr. Meine van Noordwijk telah memberikan kepercayaan, bimbingan dan fasilitas kepada saya sehingga saya dapat mengikuti dan menyelesaikan studi program PhD dengan spesialisasi Ekologi Produksi dan Konservasi Sumberdaya.

Awal karir saya sebagai peneliti di Pusat Penelitian Hutan tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan Dr A. Ngaloken Gintings. Keterlibatan saya pada beberapa kegiatan kerjasama dengan ICRAF, TROPENBOS, CIFOR, dan ITTO juga tidak terlepas dari rekomendasi dan dukungan beliau.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Kepala Pusat Penelitian Konservasi dan Rehabilitasi beserta jajarannya, atas kesediaan dan dukungannya untuk pelaksanaan presentasi ini. Selanjutnya terima kasih saya sampaikan kepada rekan sejawat

Page 94: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Agroforestry dan Social Forestry : Teknik dan…(Murniati)

89

peneliti di Pusat Penelitian Konservasi dan Rehabilitasi, terutama di Kelompok Peneliti Sosio Ekologi Hutan atas kerjasama yang telah dibangun selama ini.

Terima kasih tiada terhingga kepada kedua orang tua saya yang telah melahirkan, membesarkan, dan mendidik saya sehingga saya mampu mandiri. Terima kasih khusus saya sampaikan kepada suami dan anak-anak saya yang dengan penuh kesabaran dan pengertian selalu mendampingi saya dalam meniti karir sebagai peneliti.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada semua pihak yang pada kesempatan ini tidak mungkin saya sebutkan satu per satu yang telah memberikan andil dalam perjalanan karir saya. Semoga Allah SWT membalasnya.

Akhirnya segala sesuatu ini semua semata-mata terlaksana atas ijin dan kehendak Allah SWT.

Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. DAFTAR PUSTAKA Badan Planologi Kehutanan. 2005. Rekalkulasi Penutupan Lahan

Indonesia Tahun 2005. Departemen Kehutanan Republik Indonesia.

Bratamiharja, M. 1990. Agroforestry on forest land in Java. Dalam: Agroforestry systems and technologies, BIOTROP special publication No.39. Bogor. p.141-146

de Foresta, H. A.Kusworo, G.Michon dan WA Djatmiko. 2000. Ketika kebun berupa hutan: Agroforest Khas Indonesia, Sebuah sumbangan masyarakat. International Centre for Research in Agroforestry. Bogor, Indonesia.

Departemen Kehutanan. 2008. Eksekutif Data Strategis Kehutanan 2008. Departemen Kehutanan, Jakarta.

Departemen Kehutanan. 2001. Statistik Kehutanan Indonesia 2000. Departemen Kehutanan Republik Indonesia.

Page 95: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

90

Hairiah, K., M. van Noordwijk, and P. Purnomosidhi. 2001. Reclamation of Imperata Grassland using Agroforestry. www.icraf.cgiar.org/sea/Training/Material/ ideseries/5ImperataSlides/Imperata-2001.htm

Halle, F; R.A.A. Oldeman; P.B. Tomlinson. 1978. Tropical Trees and Forest, An architectural Analysis. Springer-Verlag Berlin Heidelberg New York. 441p.

King, K.F.S. and M.T. Chandler. 1978. The wasted lands: the

programmee of work of the International Council for Research in Agroforestry. ICRAF, Nairobi, Kenya.

Herawati, T., Widjayanto, N., Saharuddin dan Eriyatno. 2010. Analisis Respon Pemangku Kepentingan di Daerah terhadap Kebijakan Hutan Tanaman Rakyat. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. VII No. 1, Puslit Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan. Bogor.

Kartasubrata, J. 1992. Agroforestry dalam Manual Kehutanan. Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 76 hal.

Kementerian Kehutanan. 2011. Statistik Kehutanan Indonesia. 2010. Kementerian Kehutanan, Jakarta.

Lundgren, B. 1982. Introduction. Agroforestry System1:3-6. Kluwer Academic Publisher

Murniati. 2011. Teknik pengayaan lahan garapan masyarakat di Hutan Penelitian Carita. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam (in press).

Murniati and Sumarhani. 2011. Growth and production of Porang (Amorphopallus oncophillus) under damar (Agathis borneensis) stand. Paper presented at International Conference of Indonesia Forestry Researchers in Bogor, 5-7 December 2011

Murniati dan Sumarhani. 2010. Pengembangan Model-Model Social Forestry dalam Anwar dan Hakim (Ed.) Social Forestry Menuju Restorasi Pembangunan Kehutanan Berkelanjutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. Badan Litbang Kehutanan. Hal 33-49.

Murniati. 2010. Arsitektur pohon, distribusi perakaran dan pendugaan biomasa pohon dalam system agroforestry. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam VII (2): 103-117. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam.

Page 96: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Agroforestry dan Social Forestry : Teknik dan…(Murniati)

91

Murniati, A.A.Nawir, L. Rumboko dan T.Gumartini. 2008a. Tinjauan nasional sejarah dan karakteristik kegiatan rehabilitasi. Dalam Nawir et al. (Ed.) Rehabilitasi hutan di Indonesia: Akan kemanakah arahnya setelah lebih dari tiga dasawarsa? Hal 79-117. Center for International Forestry Research.

Murniati, A.A.Nawir dan L. Rumboko. 2008b. Rehabilitasi hutan dan lahan di Indonesia: Pembelajaran dari masa lalu. Prosiding Seminar Nasional Silvikultur Rehabilitasi Lahan: Pengembangan Strategi untuk Mengendalikan Tingginya Laju Degradasi Hutan. Fakultas Kehutanan, UGM. Hal15-24.

Murniati, A.A.Nawir, L. Rumboko and T.Gumartini. 2007. The historical national overview and characteristics of rehabilitation initiatives. In Nawir et al.(Eds.) Forest rehabilitation in Indonesia: Where to after more than three decades? P 75-111. Center for International Forestry Research.

Murniati. 2007. Penyelenggaraan PHBM di Kabupaten Nganjuk: Budidaya tanaman porang (Amorphopallus oncophillus) di bawah tegakan jati. Laporan Perjalanan Dinas. Tidak dipublikasikan.

Murniati. 2005. Rehabilitasi Hutan dan Lahan dengan Pendekatan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat: Beberapa Pelajaran Strategis. Prosiding Ekspose Penerapan Hasil Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Palembang, 15 Desember 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Hal 65-75.

Murniati. 2002. From Imperata cylindrica Grasslands to Productive Agroforestry. PhD Thesis, Wageningen University, The Netherlands. I72 p.

Murniati, Sumarhani dan A. Ng. Gintings. 2001a. Demplot wanatani sebagai model usaha rehabilitasi lahan alang-alang. Buletin Penelitian Hutan No.627. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan. Bogor.

Murniati., D.P. Garrity and A.Ng. Gintings. 2001b. The contribution of agroforestry systems reducing farmers’ dependence on the resources of adjacent national parks: a case study from Sumatera, Indonesia. Agroforestry systems 52:171-184.

Murniati. 1995. Penanaman mahoni (Swietenia macrophylla King) di alhan kritis dan pengaruhnya terhadap kompisisi tumbuhan bawah dan sifat-sifat tanah. Buletin Penelitian

Page 97: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

92

Hutan No. 591. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor.

Nair, P.K.R. 1987. Agroforestry system inventory. Agroforestry Systems 5(3):301-317.

Nair, P.K.R. 1985. Agroforestry in the context of land clearing and development in the tropics. In: Tropical Land Clearing for Sustainable Agariculture. IBSRAM Proc.No.3:29-41.

Nair, P.K.R. 1983. The remarriage of crops and trees. International Agricultural Dev. Vol.3(4):5-8.

Nawir, A.A., Murniati, L. Rumboko, C. Hiyama dan T. Gumartini. 2008. Potret rehabilitasi di Indonesia: dampak dan pembelajaran dari sepuluh studi kasus. Dalam Nawir et al (Eds.) Rehabilitasi hutan di Indonesia: Akan kemanakah arahnya setelah lebih dari tiga dasawarsa? Center for International Forestry Research. Hal 119-186.

Nawir, A.A., Murniati, L.Rumboko, C.Hiyama and T.Gumartini. 2007. Portraits of rehabilitation projects in Indonesia: impacts and lessons learnt. In Nawir et al. (Eds.) Forest rehabilitation in Indonesia: Where to after more than three decades? Center for International Forestry Research. P 113-175.

Oldeman, R.A.A. 1990. Forest: Elements of Silvology. Springer-Verlag Berlin. 624p.

Oldeman, R.A.A. 1983. The design of ecologically sound agroforests. In Huxley, P.A (ed.) Plant Research and Agroforestry. p173-207.

Perum Perhutani. 2001. Keputusan Ketua Dewan Pengawas Perum Perhutani No.136/Kpts/DIR/2001 tentang Pengelolaan Sumber daya Hutan Bersama Masyarakat. Perum Perhutani. Jakarta.

Prematuri, R. and J.C. Dodd. 1997. The effect of arbuscular mycorrhizal fungi on Albizia saman and their biotechnical detection in roots. Paper presented at The International Conference Mycorrhizas in Sustainable Tropical Agriculture and Forest Ecosystem. Bogor, Indonesia.

Prematuri, R. 1995. The role of arbuscular mycorrhizal fungi on different species of leguminous trees used in reforestation in South East Asia. A Thesis of Post Graduate Diploma in Biotechnology. The University of Kent at Canterbury. UK.

Page 98: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Agroforestry dan Social Forestry : Teknik dan…(Murniati)

93

Priadjati, A. 2002. Dipterocarpaceae: Forest fires and forest recovery. PhD Thesis, The Wageningen University. The Netherlands.

Setiadi, Y. 1999. Mycorrhiza for diversified tree establishment in Imperata grassland. In: Gafur, A., F.X. Susilo, M. Utomo and M. van Noordwijk (eds.), Management of agrobiodiversity in Indonesia for sustainable land use and global environmental benefits. pp.81-92. ASB-Indonesia Report Number 9. Bogor, Indonesia.

Setiadi, Y. 1996. The practical application of arbuscular mycorrhizal fungi for enhancing tree establishment in degraded nickel mine sites at PT INCO, Soroako. Paper presented on IUFRO International Symposium on Accelerating Natural Succession of Degraded Tropical Lands. Washington DC.

Suharti, S. 2004. Implementasi sosial forestri dalam rangka rehabilitasi lahan di taman Nasional Meru Betiri (TNMB), Jawa Timur. Jurnal P3HKA. Bogor

Suharti, S. dan Murniati. 2004. Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat: Peluang usaha dan peningkatan kesejahteraan. Makalah disampaikan pada Gelar dan Dialog Teknologi, 15-16 September 2004 di Carita, Banten. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam, Bogor.

Suprayogo, D., M. Van Noordwijk, K. Hairiah and G. Cadisch. 2002. The inherent ‘safety-net’ of an Acrisol: measuring and modeling retarded leaching of mineral nitrogen. European Journal of Soil Science.

Van Noordwijk, M. and R. Mulia. 2002. Functional branch analysis as tool for fractal scaling above- and belowground trees for their additive and non-additive properties. Ecological Modelling 149:41-51.

Van Noordwijk, M., Lawson G., Groot J.J.R., and Hairiah, K. 1996. Root distribution in relation to nutrients and competition. In: Huxley P.A. and Ong C.K. (eds.). Tree-crop Interactions, A Physiological Approach, Chapter 10. CAB International, Wallingford, UK.

Van Noordwijk, M. and T.P. Tomich. 1995. Agroforestry technologies for social forestry: Tree-crop interactions and forestry-farmer conflicts. In: Simon, H., Hartati, S.Sabarnurdin, Sumardi and H. Iswantoro (eds.) Social forestry and ustainable forest management. Proceedings of

Page 99: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

94

the Seminar on the Development of Social Forestry and Sustainable Forest Management. Perum Perhutani, Jakarta.

Vergara, N.T. 1982. New directions in agroforestry: the potential of tropical legume trees. East-West Center, Honolulu, Hawaii, USA.

Vester, H. 1997. The trees and the forest. The role of tree architecture in canopy development; a case study in secondary forest (Araracuara, Columbia). PhD Thesis, Wageningen Agricultural University. 182p.

Page 100: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

95

KEANEKARAGAMAN JENIS POHON HUTAN : PEMANFAATAN DAN IDENTIFIKASI NAMA ILMIAHNYA

Dra. Marfu’ah Wardani, MP1

I. PENDAHULUAN

Bapak, Ibu para hadirin yang saya hormati,

Hutan alam memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan yang berperan dalam mempertahankan stabilitas ekosistem hutan, dan dapat memberikan manfaat ekologis maupun ekonomis bagi kehidupan manusia. Menurut Sastrapradja et al. (1989), sekitar 25.000 jenis tumbuhan berbunga atau berbiji terdapat di hutan alam Indonesia, dan sekitar 4.000 jenis dari jumlah jenis tersebut berupa pohon-pohon besar. Whitmore dan Tantra (1986) menyebutkan, kelompok pohon di Indonesia tercatat berjumlah 4000 jenis, terdiri dari 668 marga dan 111 famili. Heyne (1987), telah mengkoleksi tumbuhan berguna Indonesia yang umumnya berhabitus pohon berjumlah 3.302 jenis, 1.468 marga, dan 209 famili. Jansen et al. (1993) menginformasikan bahwa keanekaragaman jenis pohon hutan memiliki beranekaragam manfaat antara lain sebagai penghasil kayu, getah, buah, biji, bahan obat, dan sebagainya.

Adanya banyak jumlah jenis pohon dengan keanekaragaman manfaat, menunjukkan tingginya tingkat kesulitan dalam mengenal pohon yang akan dimanfaatkan. Bervariasinya sifat morfologi pada setiap jenis, dapat sebagai kendala mendapatkan nama ilmiah suatu jenis pohon. Nama ilmiah memegang peranan penting untuk keberhasilan upaya pemanfaatan, pengembangan maupun upaya konservasinya. Penamaan ilmiah terhadap suatu jenis pohon yang salah atau keliru akan menyebabkan penyimpangan dan kesalahan dari tujuan maupun sasaran yang akan dicapai.

1 Peneliti Madya Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi

Page 101: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

96

Pengenalan pohon ialah suatu kegiatan identifikasi terhadap suatu individu pohon sehingga diperoleh ketepatan nama ilmiah jenis melalui pengamatan sifat morfologi spesifik yang dimiliki. Kegiatan identifikasi ini sangat berkaitan erat dengan kegiatan pengumpulan material herbarium, karena dalam mengidentifikasi dapat dilakukan dengan cara membandingkan dengan koleksi spesimen herbarium yang nama ilmiahnya sudah dipertegas oleh ahli taksonomi tumbuhan. Dalam hal ini, Kelompok Peneliti (Kelti) Botani dan Ekologi Tumbuhan pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi memegang peranan penting dalam bidang Kehutananan. Salah satu aspek penting kegiatan Kelti Botani dan Ekologi Tumbuhan adalah memberikan informasi tentang keanekargaman jenis pohon hutan, keanekargaman manfaat dan ketepatan nama ilmiahnya.

II. KEANEKARAGAMAN PEMANFAATAN POHON HUTAN

Bapak dan Ibu hadirin yang saya muliakan,

Keanekaragman jenis pohon hutan dapat memberikan nilai penting bagi kehidupan manusia. Administrator (2007) menyebutkan bahwa keanekaragaman tersebut dapat memberikan manfaat ekosistem, manfaat sosial dan manfaat sumberdaya hayati. Manfaat ekosistem antara lain perlindungan terhadap sumber air, perlindungan lahan, penyerapan polusi, kontribusi terhadap stabilitas iklim dan pemeliharaan ekosistem. Manfaat sosial di antaranya dapat memberikan nilai budaya, estetika, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan konservasi. Manfaat sumberdaya hayati dapat memberikan manfaat secara ekonomi bagi kehidupan masyarakat. Pohon hutan dapat dimanfaatkan dari hasil kayu dan bukan kayu.

A. Jenis Pohon Bermanfaat Kayu

Kayu merupakan bahan baku penting untuk industri perkayuan, konstruksi, bahan kertas, kayu bakar, dan sebagainya. Pohon bermanfaat sebagai sumber bahan baku kayu, pada umumnya masih diambil dari hutan alam. Martawijaya et al. (1981), menginformasikan 400 jenis pohon hutan alam berdiameter 40 cm ke atas menghasilkan kayu bernilai komersial. Untuk dapat

Page 102: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Keanekaragaman Jenis Pohon Hutan…(M. Wardani)

97

memanfaatkan kayu secara tepat guna dan lestari, beberapa tulisan hasil penelitian menginformasikan tentang pemanfaatan kayu jenis pohon hutan dan prospek pengembangannya. Sulastiningsih et al. (1999) menyarankan 75 jenis pohon terdiri dari 19 marga dan 16 famili dapat dimanfaatkan untuk bahan kayu lapis, sehingga patut dibina dan dikembangkan sebagai jenis andalan setempat. Wardani et al. (2001) mengemukakan bahwa untuk meningkatkan mutu dan produktivitas hutan perlu dikembangkan jenis andalan setempat (JAS) meliputi jenis pohon penghasil kayu dan bukan kayu, pada setiap tipe hutan dan daerah. Beberapa jenis pohon yang berprospek untuk dikembangkan sebagai jenis andalan setempat penghasil kayu bercorak indah menurut Wardani et al. (2001) antara lain pohon nyirih (Xylocarpus spp.), bintangur (Calophyllum spp.), ketapang (Terminalia spp.), nyatoh (Palaquium spp.), dan semangkok (Scaphium macropodum (Miq.) Beumee).

Pohon nyirih dari famili Meliaceae dengan tempat tumbuh di hutan payau memiliki kayu bercorak indah dan dapat dibuat mebel, barang kerajinan serta vinir indah (Wardani et al., 2002). Pada hutan pantai jenis berprospek dikembangkan di antaranya bintangur (marga Calophyllum, famili Guttiferae) dan ketapang (marga Terminalia, famili Combretaceae), di mana kayu dari kedua marga ini dipakai untuk kayu pertukangan dan kayu lapis (Wardani et al., 2001). Venir lamina dari bintangur lebih disukai daripada kayu campuran, dan sudah diterima di pasar Eropa. Beberapa jenis kayu ketapang diketahui banyak digunakan oleh industri kayu lapis di Papua, dan menurut informasi bahwa kayu ketapang merah lebih baik daripada ketapang putih. Untuk menetapkan jenis mana yang akan dikembangkan, perlu diketahui ketepatan nama ilmiahnya.

Marga penting yang berprospek dikembangkan di hutan rawa maupun hutan gambut adalah nyatoh (marga Palaquium, famili Sapotaceae), kayu dipakai sebagai kayu pertukangan, kayu lapis, dan mebel (Wardani et al., 2001). Beberapa jenis nyatoh memiliki kayu bercorak indah, dan sangat cocok dipakai untuk kayu lapis indah. Kayu nyatoh juga ada yang nilai akustiknya baik, sehingga dapat dipakai untuk alat musik. Belum adanya kepastian mengenai jenis (spesies), maka perlu dilakukan identifikasi nama

Page 103: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

98

ilmiahnya untuk menentukan jenis mana yang akan dikembangkan.

Para hadirin yang terhormat,

Dalam hal pemanfaatan kayu dapat dikelompokkan menjadi jenis kayu indah, jenis kayu kerajinan, dan jenis kayu energi (Wardani et al., 2002). Kegunaan jenis kayu indah adalah untuk mebel, parket, venir indah, dan bila ukuran kayunya kecil untuk barang kerajinan. Jenis kayu kerajinan merupakan jenis kayu yang digunakan untuk barang kerajinan seperi bayur (Pterospermum javnicum Jungh., famili Sterculiaceae), sawo kecik (Manilkara kauki (l.) Dubard, famili Sapotaceae), waru gunung atau tisuk (Hibiscus macrophyllus Roxb. ex Hornem., famili Malvaceae). Wardani et al. (2002) menginformasikan bahwa kayu waru gunung atau tisuk sudah terbukti baik untuk supit indah (fancy chopstick), alat musik, dan parket. Industri kayu di Jawa juga sudah menggunakan kayu waru gunung untuk membuat moulding, tusuk gigi, batang/kotak korek api, peti pengepak, mebel, dan Kabupaten Ciamis merupakan salah satu daerah pemasok kayu tisuk untuk industri di Jawa (Wardani dan Hadjib, 2007). Kayu waru gunung diketahui tahan dalam air, dipakai untuk bahan pembuatan rangka dan lunas kapal atau perahu, selain itu kayunya juga baik untuk venir (Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, 2001).

Kayu energi, pada umumnya memiliki ukuran diameter kayu relatif kecil dan digunakan sebagai kayu bakar atau arang. Kelas perusahaan kayu campuran yang didominasi kaliandra (Calliandra calothyrsus Meissn) merupakan penghasil kayu energi dan madu yang sudah dikenal di Jawa Barat (Wardani et al., 2002). Wardani (2011) menginformasikan, kayu dari pohon malapari (Pongamia pinnata (L.) Pierre) dimanfaatkan sebagai kayu bakar untuk memasak. Selain untuk kayu bakar, kayu pohon malapari dapat dipakai untuk membuat lemari, roda kereta, pulp, dan kertas (Hanum dan Maesen, 1997). Hasil penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan (2001) melaporkan, kayu waru gunung diketahui baik untuk arang dan kayu bakar.

Permintaan bahan baku kayu untuk kepentingan masyarakat lokal maupun industri perkayuan pada saat ini dirasakan semakin meningkat. Industri pengolahan kayu di

Page 104: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Keanekaragaman Jenis Pohon Hutan…(M. Wardani)

99

Indonesia diperkirakan memerlukan 80 juta meter kubik kayu setiap tahunnya untuk memasok industri kayu lapis, pulp dan kertas, dan industri penggergajian (Wishnu, 2011). Hal ini menuntut ketersediaan pasokan kayu yang memadai dan berkesinambungan. Untuk memenuhi kebutuhan kayu, tidak dapat secara terus menerus mengandalkan pada jenis-jenis kayu berkualitas dan kayu perdagangan. Jenis-jenis kayu inferior dengan upaya teknik pengolahan kayunya, berprospek dikembangkan sebagai jenis kayu berkualitas untuk industri.

Hutan pantai diketahui memiliki keanekaragaman jenis pohon dengan potensi pemanfaatan kayu inferior yang belum terungkap secara luas. Wardani (2011) melaporkan bahwa di kawasan pantai Pasir Putih Pangandaran terdapat 19 jenis pohon potensial bermanfaat kayu, terdiri dari 15 marga dan 12 famili. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa terdapat tiga jenis pohon mendominasi kawasan pantai Pasir Putih yaitu Hernandia nymphaeifolia (Presl.) Kubitzki (borogondolo), Mallotus blumeanus Muell. Arg. (waru laut), dan Mallotus philippensis (Lamk.) Muell. Arg. (ki meong). Di antara jenis, terdapat 14 jenis pohon selain bermanfaat kayu juga bermanfaat bukan kayu seperti: Aegiceras corniculatum (L.) Blanco (lampeni), Dysoxylum gaudichaudianum (A.Juss.) Miq. (kadoya), Flacourtia rukam Zoll. & Mor. (rukam), Heritiera littoralis Aiton (dungum), Hernandia nymphaeifolia (Presl.) Kubitzki (borogondolo), Mallotus blumeanus Muell. Arg. (waru laut), Mallotus philippensis (Lamnk.) Muell. Arg. (ki meong), Palaquium amboinense Burck (walikukun), Pongamia pinnata (L.) Pierre (babangkongan), Pterospermum diversifolium Willd. (ki bangbara), Pterospermum javanicum Jungh. (bayur), Syzygium polyanthum (Wight) Walp.(salam), Syzygium racemosum (Blume) A.DC. (ki pancar), Thespesia populnea (L.) Sol. ex Correa (waru laut).

Dalam rangka budidaya dan pengembangan jenis-jenis pohon potensial bermanfaat kayu kurang dikenal tersebut, diperlukan adanya promosi atau sosialisasi pengenalan jenis dan penelitian dari berbagai aspek termasuk teknik silvikultur dan teknik pengolahan kayunya.

Page 105: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

100

B. Jenis Pohon Bermanfaat Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)

Para hadirin yang terhormat,

Pohon selain bermanfaat kayu, beberapa jenis juga memiliki manfaat bukan kayu seperti bahan obat, pangan, getah, tannin, dan sebagainya. Wardani et al. (2003), memprioritaskan 31 jenis pohon hutan multiguna yaitu bermanfaat kayu dan bukan kayu berprospek untuk dikembangkan.

Pemanfaatan pohon hutan sebagai bahan obat umumnya masih pada taraf pemanfaatan lokal dan penelitian, belum dikembangkan berskala industri atau perusahaan. Banyak jenis pohon potensial dikembangkan sebagai bahan obat di masa mendatang. Zuhut (2009) menginformasikan bahwa tumbuhan berkhasiat obat di Indonesia hingga tahun 2001 tercatat berjumlah 2.039 jenis, dan di antara jenis yang berhabitus pohon mempunyai jumlah jenis dengan persentase lebih tinggi dibanding habitus lainnya yaitu sebanyak 717 jenis atau 40,58%. Wardani et al. (2002) menginformasikan beberapa jenis pohon dapat menghasilkan bahan obat dan bahan aromatis serta dapat ditanam dalam kelas perusahaan pohon obat dan aromatis seperti pohon nanyang-anyang (Elaeocarpus grandiflorus Sm.) dan pohon lemo (Litsea cubeba Pers.). Bagian pohon nanyang-anyang yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat ialah kulit kayu, daun, dan biji (Heyne, 1987). Kulit buah dari pohon lemo mengandung minyak atsiri dan sudah ditanam di Jawa. Hasil eksplorasi Wardani (2008) di kawasan hutan Mandor Kalimantan Barat, ditemukan lima jenis pohon bermanfaat kayu dan bahan obat serta satu jenis pohon bermanfaat kayu dan bahan pestisida. Enam jenis pohon tersebut adalah pulai (Alstonia pneumatophora Backer ex den Berger), kayu lawang (Cinnamomum lawang Kosterm.), pasir-pasir (Ilex cymosa Blume), nyatoh kali awar (Payena acuminate (Blume) Pierre), bingir (Ploiarium alternifolium (Vahl.) Melchior). Satu jenis pohon bermanfaat kayu dan kulit kayu sebagai bahan pestisida hama padi adalah pohon melaban merah (Tristaniopsis merguensis (Griffith) Peter G. Wilson & J.T. Waterhouse). Wardani (2010) menginformasikan terdapat dua jenis pohon multiguna di pantai Pasir Putih Pangandaran, hampir semua

Page 106: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Keanekaragaman Jenis Pohon Hutan…(M. Wardani)

101

bagian tumbuhan dapat dimanfaatkan termasuk untuk bahan obat lokal yaitu babangkongan (P. pinnata) dan borogondolo (H. nymphaeifolia). Wardani dan Setyawati (2011) mencatat terdapat 10 jenis pohon di kawasan pantai Pangelekan, Ciamis, Jawa Barat bermanfaat kayu dan bahan obat.

Pohon babangkongan oleh Mardjono (2008) diinformasikan bahwa ekstrat akar dan kulit batang dapat menyembuhkan penyakit akibat tusukan ikan beracun, ekstrak kulit batang dapat untuk obat kudis, serta kulit batang dapat dibuat tali, biji menghasilkan minyak nabati untuk bahan baku biodiesel, limbah bungkil minyak untuk bahan bakar dan pupuk organik atau pakan ternak. Biji pohon babangkongan menghasilkan minyak dan memiliki banyak kegunaan. Di India, minyak biji digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak dan lampu, bahan pelumas, bahan cat, pestisida, minyak penyamak, bahan pembuat sabun, obat rematik, obat penyakit kulit manusia dan hewan (Wikipedia, 2010). Pemakaian minyak biji sebagai bahan bakar nabati ramah lingkungan (biofuel), dapat dicampur dengan solar atau murni tanpa campuran solar, dan penggunaannya bisa dilakukan tanpa perlu modifikasi mesin (Raharjo, 2010). Kristina (2007) menulis tentang daun babangkongan dapat dimanfaatkan untuk pupuk kompos dan insektisida. Wikipedia (2010) menyebutkan, bunga-bunga digunakan untuk kompos karena mengandung nutrisi tinggi bagi tanaman, warna bunga yang indah menyebabkan pohon babangkongan sering dimanfaatkan sebagai pohon hias di taman dan tepi jalan. Pohon berbunga secara rutin dapat sebagai sumber nektar pakan lebah madu yang selalu tersedia.

Pohon borogondolo merupakan pohon serbaguna kurang dikenal yang kayunya dapat digunakan untuk bahan bangunan dan asesori perahu, tumbukan daun atau biji dioleskan ke badan atau kepala menghilangkan sakit pening dan masuk angin. Petit et al. (2004) menginformasikan adanya enam agen yang berasal dari lignin pohon H. nymphaeifolia diidentifikasi sebagai penghambatan aktivitas sel kanker. Heyne (1987) mengemukakan pemanfatan H. nymphaeifolia antara lain: akar dikunyah dengan pinang sebagai penawar racun setelah makan kepiting; remasan inti batang dekat pangkal akar berwarna hitam dicampur dengan gambir dan air mawar untuk mengobati muntah darah; biji mengandung 51%

Page 107: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

102

minyak lemak kental berwarna kuning dipakai untuk lampu dan lilin. Pemanfaatan di kepulauan Pasifik Selatan, kayu digunakan untuk batang pemancing, sandal, kipas tangan, papan gambar, asesoris kano, perabot dan kayu bakar, sedangkan bijinya setelah dipernis dibuat perhiasan kalung, remasan daun dicampur dengan air mandi dapat menyembuhkan sakit kepala pada anak-anak (Fujita dalam Batplants, 1991). Simanjuntak (2005) memasukkan H. nymphaeifolia dalam daftar tumbuhan Indonesia penghasil minyak lemak, dan berpotensi sebagai energi alternatif (biofuel). Hasil pengamatan Wardani (2010) di kawasan pantai Pasir Putih Pangandaran, kuncup daun dan batang muda sebagai salah satu pakan kera ekor panjang (Macaca fascicularis).

Pohon hutan bermanfaat kayu dan buah bernilai komersial, berprospek dikembangkan untuk dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat. Hasil penelitian Wardani (2007) di hutan adat Rimba Sayu, Sanggau Kalimantan Barat melaporkan terdapat enam jenis pohon penghasil buah dan kayu potensial untuk dikembangkan. Keenam jenis tersebut meliputi empat jenis menghasilkan buah sebagai bahan pangan yaitu cempedak hutan (Artocarpus heterophyllus Lam.), durian merah (Durio dulcis Becc.), durian hutan (Durio zibethinus Murray), maninjau (Gnetum gnemon L.); dan dua jenis penghasil buah untuk bahan kosmetik dan obat: tengkawang layar (Shorea pinanga Scheff.), dan tengkawang terung (Shorea stenoptera Burck).

Pohon hutan dapat bermanfaat getah, tanin, damar, dan gaharu. Wardani (2007) melaporkan, di hutan adat Rimba Sayu terdapat dua jenis pohon potensial untuk dikembangkan sebagai penghasil getah komersial yaitu pohon nyatu (Palaquium gutta (Hook f.) Baillon) dan pohon getah merah (Palaquium leiocarpum Boerl.). Pohon bakau dari jenis Rhizophora mucronata Poir (bakau kacang), dan nyiri (Xylocarpus granutum Koenig dan X. moluccensis (Lam.) M.J. Roemer) memiliki kulit kayu untuk bahan penyamak serta perekat, di mana kulit kayu penghasil tannin relatif tinggi yaitu lebih dari 30% terdapat di kulit kayu dan 70% pada ekstrak (Wardani et al., 2002).

Salah satu jenis pohon penghasil kayu komersial dan damar bermutu bagus adalah pohon palahlar atau keruing (Dipterocarpus hasseltii Blume) dari famili Dipterocarpaceae, di

Page 108: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Keanekaragaman Jenis Pohon Hutan…(M. Wardani)

103

mana jenis ini termasuk jenis multiguna yang terancam punah di habitat alaminya (Wardani, 2011). Selain penghasil damar, kulit batang palahlar potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan obat anti kanker. Muhtadi et al. (2006) melaporkan, uji sitotoksisitas dari senyawa terisolasi kulit batang D. hasseltii menunjukkan sangat menghambat hopeaphenol murine leukemia P-388 sel. Kajian sifat sitotoksis dari sejumlah senyawa oligomer resveratrol (dalam tumbuhan Dipterocarpaceae) terhadap beberapa sel uji kanker, diketahui bahwa (-)-vatikanol C (9) suatu tetramer resveratrol memiliki sifat sitotoksik yang tinggi melalui mekanisme mempercepat apoptosis atau bunuh diri sel (Muhtadi, 2007). Savouret dan Quesne (2002) dalam Muhtadi et al. (2007) menyebutkan bahwa senyawa-senyawa oligomer resveratrol dalam tumbuhan Dipterocarpaceae mempunyai aktivitas kemopreventif dan efek samping yang lebih rendah dibanding obat-obat antitumor lain.

Gaharu tanduk (Gonystylus macrophyllus) merupakan salah satu jenis pohon bernilai komersial penting bagi masyarakat di Jawa Barat. Jenis ini diketahui menghasilkan gaharu yang secara tradisional dimanfaatkan sebagai bahan parfum. Untuk mendapatkan kayu gaharu, pada umumnya dilakukan dengan cara menebang pohon secara ilegal dalam kawasan hutan. Kondisi demikian menyebabkan keberadaan pohon gaharu tanduk di habitat alaminya semakin sulit diketemukan (Wardani dan Kalima, 2011).

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa keanekaragaman jenis pohon memiliki manfaat beranekaragam, bahkan beberapa jenis bermanfaat multiguna. Dalam upaya pengembangan, masih banyak jenis-jenis pohon hutan potensial belum diketahui ketepatan nama ilmiahnya. Penamaan jenis berdasarkan nama daerah atau nama perdagangan, secara ilmiah tidak dibenarkan, di mana satu nama daerah atau nama perdagangan bisa berlaku untuk beberapa spesies, demikian pula satu spesies bisa memiliki beberapa nama daerah yang kadang salah satu nama daerah memiliki nama yang sama dengan spesies lain. Oleh Karen itu, setiap jenis yang diteliti atau dikembangkan perlu diidentifikasi mendapatkan ketepatan nama ilmiahnya.

Page 109: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

104

III. IDENTIFIKASI NAMA ILMIAH

Bapak dan Ibu yang saya muliakan,

Pengenalan jenis pohon memerlukan suatu nama untuk membedakan antara jenis pohon satu dengan yang lain. Dalam penamaan jenis pohon, dikenal ada tiga macam nama yaitu nama daerah, nama perdagangan, dan nama ilmiah. Nama daerah atau nama lokal suatu jenis pohon pada umumnya memiliki beberapa nama, sedangkan untuk penamaan nama ilmiah yang berlaku secara internasional hanya satu nama seperti pohon Cinnamomum porrectum (Roxb.) Kosterman dengan nama daerah/lokal: kisereh, kipedes (Sunda), selasih (Jawa). Nama perdagangan umumnya berdasarkan pada kelompok kayu yang diperdagangkan dan satu nama perdagangan dapat terdiri dari beberapa jenis pohon, seperti : nama keruing terdiri dari beberapa jenis dari marga Dipterocarpus, demikian pula dengan nama perdagangan meranti terdiri dari jenis-jenis Shorea. Untuk menyatukan istilah nama dalam dunia tumbuh-tumbuhan, maka harus menggunakan nama ilmiah yang sistem penamaan menurut aturan internasional dengan menggunakan nama latin yang sudah disyahkan (legitimate) dan berlaku (valid). Sistem pemberian nama jenis disebut binomil (dua nama), yaitu terdiri dari nama marga (di depan) diikuti dengan nama penunjuk jenis. Penulisan nama ilmiah jenis (latin) dicetak miring dan untuk huruf pertama harus huruf besar, contoh : Melaleuca cajuputi Powell.

Identifikasi tumbuhan atau jenis pohon dalam ilmu taksonomi merupakan suatu kegiatan mendapatkan nama ilmiah yang tepat dalam sistem klasifikasi. Jenis pohon yang akan diidentifikasi dapat berupa jenis yang belum diketahui dalam tatanama atau ilmu pengetahuan dan jenis yang sudah diketahui dalam tatanama. Kegiatan identifikasi jenis pohon yang sudah diketahui dalam tatanama, diperlukan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari dan dipraktekkan secara berulang-ulang. Oleh karena itu pada waktu mengidentifikasi diperlukan suatu sarana seperti tenaga ahli taksonomi, koleksi spesimen herbarium, buku pustaka flora pohon, dan kunci identifikasi.

Dalam mengidentifikasi nama jenis pohon dapat dilakukan antara lain dengan bertanya langsung pada ahlinya, mencocokkan

Page 110: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Keanekaragaman Jenis Pohon Hutan…(M. Wardani)

105

sifat morfologi jenis pohon yang akan diidentifikasi dengan spesimen koleksi herbarium yang syah dan berlaku, membaca buku pustaka tentang flora pohon atau monografi flora, dan mengidentifikasi melalui kunci identifikasi. Kunci identifikasi merupakan susunan pertanyaan-pertanyaan tentang karakter morfologi pada spesimen yang diidentifikasi. Apabila pertanyaan dalam kunci identifikasi dapat terjawab sesuai dengan karakter morfologi spesimen, maka jenis pohon yang diidentifikasi dapat diketahui nama ilmiahnya. Identifikasi jenis pohon dengan kunci identifikasi dapat dilakukan secara manual dan komputer. Prinsip kerjanya sama, tetap harus menjawab serentetan pertanyaan tentang karakter morfologi spesimen yang diidentifikasi dan orang yang mengidentifikasi tetap harus menguasai sifa-sifat morfologinya. Proses identifikasi ini pada umumnya membutuhkan waktu relatif lama dan hanya dapat dikerjakan oleh tenaga ahli berpengalaman atau terampil.

Para hadirin yang terhormat,

Pada era perkembangan teknologi yang begitu pesat, Kelompok Peneliti Botani dan Ekologi Tumbuhan ditantang untuk mencoba menciptakan sarana identifikasi dengan perangkat lunak atau citra digital. Pemanfaatan ilmu komputer dengan pengembangan suatu program perangkat lunak, dimungkinan dapat sebagai alat identifikasi jenis tumbuhan hutan yang lebih praktis. Untuk itu Wardani et al. (2011) telah melakukan penelitian pengembangan sarana identifikasi menggunakan perangkat lunak atau Jaringan Syaraf Tiruan (JST). Hasil yang diperoleh adalah terciptanya “program aplikasi trainer AI“ dapat menampilkan karakter-karakter morfologi permukaan helai daun yang telah diperkenalkan. Berdasarkan pada karakter suatu jenis tumbuhan yang sudah diperkenalkan (knowledge base), aplikasi trainer AI dapat dipakai untuk mengidentifikasi jenis tumbuhan hutan.

Jaringan syaraf tiruan merupakan salah satu metode yang banyak digunakan untuk pengenalan pola dan pemetaan input-output. Metode ini adalah suatu instrumentasi cerdas yang dibuat berdasarkan kinerja dari otak manusia, dan dapat memberikan solusi pengenalan pola walaupun pola yang diberikan cacat. Identifikasi pola berbasis citra digital memerlukan pengambilan

Page 111: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

106

data dari sudut dan perspective yang konsisten, dan dapat mentoleransi pola yang cacat dalam batas tertentu.

Pengambilan data menggunakan digital mikroskop pada kegiatan penelitian ini diketahui menghasilkan data yang konsisten dari sudut paparan permukaan benda. Pola atau pattern yang dihasilkan cukup jelas dan dapat direproduksi menggunakan sampel lain yang sejenis. Pengambilan data menggunakan digital microscope portable dianggap paling memadai dan mendekati persyaratan dari pengenalan pattern citra digital. Pada kegiatan pengembangan untuk dapat mengidentifikasi helai daun, dibuat program aplikasi terdiri dari dua aplikasi yakni aplikasi trainer AI dan pembuatan knowledge base, serta aplikasi and-user. Program aplikasi trainer AI dapat ditampilkan karakter-karakter morfologi permukaan helai daun yang telah diperkenalkan. Berdasarkan pada karakter suatu jenis tumbuhan yang sudah diperkenalkan (knowledge base), maka aplikasi trainer AI dapat dipakai untuk mengidentifikasi ke-16 jenis tumbuhan hutan Bodogol yang dapat dikonsumsi daunnya. Ke-16 jenis tumbuhan tersebut adalah: Altingia excelsa Noronha (rasamala), Begonia muricata Blume (hariang hijo), Centella asiatica Urban. (antanan gede), Clidemia hirta (L.) D. Don. (harendong rambat), Commelina benghalensis Linn. (juut gewor), Erechtites valerianifolia Raf. (sintrong), Eryngium foetidum L. (walang), Ficus fistulosa Reinw. (benying), Ficus ribes Reinw. (walen), Gyneura sarmentosa DC. (kalinsieur), Lobelia affinis Wall. (antanan kecil), Marumia muscosa Blume (harendong bulu), Oxalis sepium St. Hill. (calincing batu), Rubus rosaefolius J.E. Smith (hareueus), Symplocos fasciculata Zoll. (jirak leutik).

Dalam rangka memperkenalkan perangkat identifikasi tumbuhan, kepada pengguna, perlu dilakukan kegiatan sosialisasi melalui program and-user. Pada kegiatan ini diperkenalkan dan diajarkan cara penggunaan peralatan untuk identifikasi karakter morfologi helaian daun dari ke-16 jenis tumbuhan hutan. Peralatan utama yang diperlukan dalam identifikasi adalah satu unit komputer desktop atau laptop dengan spesifikasi dapat menampung banyak database, dan alat mikroskop gengam digital “Dino-lite Premier Digital Microscope AM-3013T

Page 112: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Keanekaragaman Jenis Pohon Hutan…(M. Wardani)

107

Dengan telah dikuasainya program perangkat lunak untuk identifikasi ke-16 jenis tumbuhan hutan di kawasan Bodogol tersebut, diharapkan dapat memotifasi pembuatan program identifikasi jenis-jenis pohon hutan di Indonesia. Sarana dan prasarana yang memadai merupakan salah satu aspek penting untuk menunjang keberhasilan pembuatan program.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Para hadirin yang terhormat,

Keanekaragaman jenis pohon hutan di Indonesia yang terdiri dari 4.000 jenis, 668 marga dan 111 famili, memiliki manfaat yang beranekaragam. Pemanfaatan berupa kayu dan bukan kayu seperti bahan bakar, bahan obat, bahan pangan, getah, tanin, dan damar. Dalam rangka menunjang upaya pengembangan maupun upaya konservasinya, penamaan nama ilmiah mutlak diperlukan. Penamaan ilmiah terhadap suatu jenis pohon yang salah atau keliru akan menyebabkan penyimpangan dan kesalahan dari tujuan yang dikehendaki.

Oleh karena itu dalam setiap kegiatan dan pengambilan kebijakan tentang tumbuhan hutan, disarankan mencantumkan nama ilmiah berdasarkan hasil identifikasi sampel material herbariumnya. Dengan ketepatan nama ilmiah, diharapkan dapat memanfaatkan keanekaragaman jenis pohon secara optimal, berkelanjutan, dan lestari.

Identifikasi melalui pemanfaatan ilmu komputer dengan pengembangan program perangkat lunak, dimungkinan dapat sebagai alat identifikasi jenis-jenis pohon hutan yang lebih mudah, cepat, dan tepat.

V. PENUTUP

Para hadirin yang terhormat,

Penulisan karya ilmiah ini disampaikan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan kenaikan jenjang jabatan

Page 113: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

108

fungsional peneliti dari “Peneliti Madya” menjadi “Peneliti Utama” pada Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementerian Kehutanan. Isi tulisan merupakan rangkuman dari karya tulis ilmiah yang sudah diterbitkan dan hasil penelusuran dari beberapa pustaka. Dengan tersusunnya tulisan ini, semoga bermanfaat dan dapat memberikan motivasi pentingnya nama ilmiah jenis pohon bagi kehutanan.

Penulis menyadari bahwa rangkuman yang disajikan masih jauh dari sempurna, banyak kekurangan, dan adanya keterbatasan terutama dalam penelitian pengembangan IPTEK dari segi pemanfaatan dan identifikasi nama ilmiah. Oleh karena itu masih diperlukan adanya penelitian dan pengembangan lebih lanjut. Diharapkan, melalui ketepatan nama ilmiah dapat terwujud upaya pemanfaatan keanekaragaman jenis-jenis pohon secara tepat guna, berkelanjutan, dan lestari.

UCAPAN TERIMAKASIH

Para hadirin yang terhormat,

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga tulisan ini dapat tersusun. Tulisan karya ilmiah merupakan rangkuman intisari tulisan hasil penelitian dan jerih payah pribadi dalam mengumpulkan data, informasi dan penelusuran pustaka dalam kurun waktu selama 20 tahun. Selain itu, tersusunnya tulisan ini juga tidak lepas dari bimbingan dan arahan berbagai pihak serta dukungan dan kerjasama pimpinan dan rekan-rekan sejawat. Untuk itu, saya mengucapkan terimakasih yang tidak terhingga kepada:

1. Para guru, dosen, instruktur pelatihan yang telah memberikan

dasar ilmu pengetahuan. 2. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan

Rehabilitasi beserta pejabat struktural dan pejabat fungsional yang telah memberikan kesempatan, fasilitas, dan arahan sehingga saya dapat menjalankan penelitian bidang botani hutan.

Page 114: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Keanekaragaman Jenis Pohon Hutan…(M. Wardani)

109

3. Para Professr Riset, Ketua dan anggota Tim Penilai Peneliti Instansi (TP2I), Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, atas arahan dan bimbingannya.

4. Rekan-rekan sejawat fungsional dan struktural di Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi, atas dukungan dan kerjasamanya selama ini.

5. Rekan-rekan Kelti Botani dan Ekologi Tumbuhan di Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi, atas kerjasama, dukungan dan masukan dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan penelitian.

6. Ibunda (almarhum), suami, dan anak-anak tercinta yang telah mendukung dan memberikan semangat serta motivasi.

Akhir kata, saya mohon maaf bila ada kekhilafan dalam

tulisan, tutur kata, dan tindakan yang kurang berkenan. Terimakasih telah bersabar mendengarkan presentasi karya ilmiah ini, semoga ada manfaat yang dapat dipetik. Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh DAFTAR PUSTAKA Administrator. 2007. Nilai dan Makna Penting Keanekaragaman

Hayati Keanekaragaman Hayati Kelautan. Ilmu dan Teknoloi Kelautan Institut Pertanian Bogor. www.ipb.ac.id , diakses tanggal 18 Oktober 2011.

Fujita dalam Batplants. 1991. Hernandia nymphaeifolia. www.batplants.co.uk Diakses tanggal 7/3/2010.

Hanum, F.I. & van der Maesen, L.J.G. 1997. Pongamia pinnata (L.) Pierre in Auxiliary plants. PROSEA Vol 11:209-211.

Heyne. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Badan Litbang Kehutanan. Jakarta.

Jansen, P.C.M., R.H.M.J. Lemmens, L.P.A. Oyen, J.S. Siemonsma, F.M. Stavast and J.L.C.H. van Valkembur

Page 115: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

110

(editor). 1993. Basic List of Species and Commodity Grouping Final Version. PROSEA:12.

Kristiani. 2007. Tanaman Alternatif Sumber Biodisel: Pongamia (Pongamia pinnata L. Pierre). www.old.gardenweb.info Diakses tanggal 21/9/2010.

Mardjono, Rusim. 2008. Mengenal Ki Pahang (Pongamia pinnata) Sebagai Bahan Bakar Alternatifharapan Masa Depan. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. Volume 14 Nomor 1.pp:1-2.

Martawijaya, A., I. Kartasudjana, K. Kadir, S.A. Prawira. 1981. Atlas Kayu Indonesia. Badan Litbang Kehutanan.

Muhtadi. 2007. Fitokimia Beberapa Spesies Dipterocarpaceae Indonesia. http://ww.digilib.itb.ac.id. Diakses 26/1/2010.

Muhtadi, Euis H. Hakim, Lia D. Juliawaty, Yana M. Syah, Sjamsul A. Achmad, Jalifah Latip and Emilio L. Ghisalberti. 2006. Cytotoxic resveratrol oligomers from the tree bark of Dipterocarpus hasseltii. Fitoterapia, Volume 77, Issues 7-8, pp: 550-555. http://sciencedirect.com/science/ journal. Diakses tanggal 26/1/2010

Pettit, G. R; M. Yanhui; G. R. Patrick; D,L. Herald; R.K. Pettit; D. L. Doubek; J.C. Chapuis; Tackett L. P. 2004. Antineoplastic agents Hernandia peltata (Malaysia) and Hernandia nymphaeifolia (Republic of Maldives). Journal of natural products 67(2):214-20.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, 2001. Penelitian Sifat Dasar dan Kegunaan Jenis Andalan yang Kurang Dikenal. Himpunan Laporan Hasil Penelitian Anggaran DPL Tahun 2001 (Tidak diterbitkan).

Raharjo, A. A. 2010. Penghasil Solar Anyar. Majalah Trubus On Line. www.trubus-online.co.id. Diakses tanggal 29/1/2010.

Sastrapradja, D.S., S. Adisoemarto, K. Kartawinata, S. sastrapradja & M. A. Rifai. 1989. Keanekaragaman hayati untuk kelangsungan hidup bangsa. Puslitbang Bioteknologi-LIPI, Bogor.

Page 116: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Keanekaragaman Jenis Pohon Hutan…(M. Wardani)

111

Simanjuntak, M.E. 2005. Beberapa Energi Alternatif yang Terbarukan dan Proses Pembuatannya. Jurnal Teknik Simetrika, Universitas Sumatera Utara. Vol.4. No.1:295.

Sulastiningsih, I.M., M. Wardani dan P. Sutigno. 1999. Pengembngan Jenis Andala Setempat Untuk Menunjang Industri Kayu Lapis. Prosiding Lokakarya Kayu Lapis, Badan Litbang Kehutanan, Jakarta. Pp:184-208.

Wardani, M. 2007. Pemanfaatan dan Prospek Pengembangan Jenis-jenis Pohon di Hutan Rimba Sayu, Kalimantan Barat. Prosiding Ekspose dan Gelar Teknologi di Pontianak, Kalimantan Barat. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. pp: 109-122.

Wardani, M. 2008. Keragaman Potensi Tumbuhan Berguna di Cagar Alam Mandor Kalimantan Barat. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Vol. V, No.3:251-266.

Wardani, M. 2010. Pengembangan Dua Jenis Pohon Multiguna Untuk Rehabilitasi Kawasan Hutan Pantai Di Jawa. Bahan presentasi Seminar Nasional Kontribusi Litbang Dalam Peningkatan Produktivitas dan Kelestarian Hutan. Puslitbang Peningkatan Produktivitas Hutan. Bogor, 29 November (belum dipublikasikan).

Wardani, M. 2011. Pengembangan Jenis Pohon Hutan untuk Rehabilitasi Lahan di Jawa Tengah. Prosiding Seminar Nasional Dies Natalis ke 47, Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada:199-205

Wardani, M. 2011. Dipterocarpus Hasseltii Blume (Palahlar): Pohon Komersial Terancam Punah Di Cagar Alam Yanlapa, Jawa Barat. Prosiding Seminar Nasional VIII Pendidikan Biologi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.pp:85-91.

Wardani, M. 2011. Jenis-Jenis Pohon Di Pantai Pasir Putih Pangandaran Dan Prospek Pemanfaatan Kayu Inferiornya. Bahan presentasi Seminar Nasional MAPEKI XIV di Yogyakarta, 2 November (belum dipublikasikan).

Wardani, M. B. Yafid, T.E. Komar dan T. Kalima. 2011. Pengembangan Perangkat Lunak untuk Identifikasi Jenis

Page 117: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

112

Tumbuhan Hutan. Laporan Hasil Kegiatan Pengembangan RISTEK (belum dipublikasikan).

Wardani, M., I.M. Sulastiningsih dan P. Sutigno. 2001. Pengembangan Jenis Andalan Setempat Dalam Rangka Otonomi Daerah. Prosiding Semnas MAPEKI IV Samarinda. pp:vi44-vi51.

Wardani, M., I.M. Sulastiningsih dan P. Sutigno. 2002. Hutan Masa Depan di Indonesia Suatu Tinjauan Berdasarkan Jenis Andalan Setempat. Majalah Kehutanan Indonesia. Edisi III:4-8.

Wardani, M., N. Hadjib dan P. Sutigno. 2003. Prioritas Penelitian dan Pengembangan Jenis Andalan Setempat. Prosiding Semnas MAPEKI V Bogor.pp:681-690.

Wardani, M. dan N. Hadjib. 2007. Waru Gunung (Hibiscus Macrophyllus Roxb. Ex Hornem.) Dan Pemanfaatannya Di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Info Hutan Vol. IV No. 4: 391-397.

Wardani, M. dan T. Kalima. 2011. Gaharu Tanduk (Gonystylus Macrophyllus (Miq.) Airy Shaw) Di Hutan Cilemoh, Jasinga Dan Upaya Konservasinya. Prosiding Seminar Nasional VIII Pendidikan Biologi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.pp:92-96.

Wardani, M. dan T. Setyawati. 2011. Medicinal Plants Of Pangelekan Coastal Forest, Ciamis, West Java, Indonesia. Bahan presentasi pada Seminar Internasional INAFOR. Bogor, 5-6 Desember.

Whitmore, T.C.; IGM Tantra. 1986. Tree Flora of Indonesia. Chekck List For Sumatra. FRDC. Bogor.

Wikipedia. 2010. Milletia pinnata is a species of tree in the pea family, Fabaceae, that is native to southern Asia. It is often known by the synonym Pongamia pinnata. www.wikipedia.org Diakses tanggal 2/3/2010.

Wishnu. 2011. Hutan hutan Indonesia : apa yang dipertaruhkan. indoforest_chap1 _id.pdf. http://indoforest.org , diakses tanggal 15 September 2011.

Page 118: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Keanekaragaman Jenis Pohon Hutan…(M. Wardani)

113

Zuhud, Ervizal A.M. 2009. Potensi Hutan Tropika Indonesia Sebagai Penyangga Bahan Obat Alam Untuk Kesehatan Bangsa. Jurnal Bahan Alam Indonesia. Vol. 6,6:227-232.

Page 119: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

115

PERAN MIKORIZA SEBAGAI PENYEDIA JASA EKOSISTEM DALAM PEMBANGUNAN KEHUTANAN

Dr. Made Hesti Lestari Tata, S.Si., M.Si1

I. PENDAHULUAN

Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang saya hormati,

Indonesia merupakan salah satu Negara yang dikenal memiliki keanekaragaman hayati tinggi dan disebut dengan mega-biodiversitas. Salah satu kekayaan hayati Indonesia adalah mikroba. Kita telah mengenal peran penting mikroba, seperti bakteri dan fungi di alam bagi kehidupan manusia. Pada kesempatan ini, saya akan secara khusus membahas mengenai fungi ektomikoriza. Tanpa disadari, ektomikoriza sebagai bentuk simbiosis antara fungi dan akar tanaman, telah menyumbangkan jasa ekosistem (atau jasa lingkungan) dalam kelompok jasa pengatur dan pendukung. Fungi ektomikoriza-pun berperan dalam jasa penyedia, sebagai sumber pangan dan bahan obat. Tanpa dapat kita pungkiri, manusia memperoleh banyak manfaat dan keuntungan dari ekosistem, berupa kebutuhan dasar hidup pangan, air bersih, kayu, bahan sandang, serta proteksi dari cuaca ekstrim, banjir, kebakaran, dan penyakit (MEA, 2005).

Hutan dan komponen penyusun biotik, meliputi flora, fauna dan mikroba, seperti fungi ektomikoriza (EM), merupakan penyedia jasa ekosistem. Dalam ilmu taksonomi, fungi adalah salah satu kerajaan Eukaryota, untuk mencirikan organisme heterotrof dengan berbagai bentuk morfologi berupa filamen, bersel tunggal hingga bersel banyak yang dapat dilihat secara kasat mata. Istilah fungi digunakan untuk meliputi anggota kelompok besar organisme yang disebut dengan jamur (mushrooms, puffballs, truffles), cendawan (rusts, smuts), kapang (molds), dan ragi (yeasts) (Alexopoulos et al., 1996).

1 Peneliti Muda Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi

Page 120: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

116

Mikoriza, berasal dari bahasa Yunani: myces atau mucos yang berarti fungi, dan rhiza yang berarti akar, adalah asosiasi yang saling menguntungkan antara fungi dengan akar tumbuhan tingkat tinggi, di mana tumbuhan menyediakan sumber karbohidrat bagi fungi dan sebaliknya fungi akan membantu penyerapan hara dan air bagi pertumbuhan tanaman. Istilah mikoriza pertama kali diusulkan oleh Frank pada tahun 1885 (Trappe, 2005). Selanjutnya diketahui bahwa mikoriza memiliki beberapa bentuk asosiasi, seperti mikoriza vascular-arbuscular, ektomikoriza, mikoriza ericoid, mikoriza monotropoid, dan mikoriza anggrek (Smith and Reid, 2008). Ektomikoriza merupakan bentuk asosiasi antara pohon berkayu dengan fungi dari phyllum Basidomycota dan Ascomycota. Dewasa ini, penelitian ektomikoriza sudah sangat maju dan berkembang, baik dari aspek taksonomi, ekologi, biogeografi, fisiologi, selain itu teknik pengembangan untuk digunakan dalam sektor industri pertanian dan kehutanan pun sama majunya. Ektomikoriza telah diolah menjadi suatu bentuk yang ramah lingkungan, seperti pupuk hayati dan pestisida alami. Selain itu, beberapa jenis mikoriza juga diketahui dapat dikonsumsi, sehingga dapat digunakan sebagai sumber pangan (khususnya protein) dan sumber bahan obat.

II. JASA EKOSISTEM EKTOMIKORIZA

Para hadirin yang saya hormati,

Jasa ekosistem merupakan keuntungan atau manfaat yang diperoleh oleh manusia dari ekosistem. Jasa ekosistem meliputi jasa penyediaan (provisioning), jasa pengaturan (regulating), jasa pendukung (supporting), dan jasa kultural (MEA, 2005). Kesejahteraan manusia diasumsikan dapat tercapai dengan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup berupa kecukupan pangan, sandang, dan papan. Ektomikoriza secara tidak langsung berperan positif dalam pencapaian kesejahteraan manusia, melalui peningkatan pertumbuhan tanaman yang dapat menyediakan sumber kehidupan, seperti pangan, papan, sandang dan energi, mendukung lingkungan yang sehat dalam kaitannya dengan kelestarian lingkungan dan ekosistem. Mikoriza merupakan komponen penting dalam ekosistem dan berkaitan erat dengan

Page 121: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Peran Mikoriza sebagai Penyedia Jasa…(M. H. Lestari T.)

117

kehidupan umat manusia untuk stabilitas tanah, pupuk hayati, dan perlindungan hayati.

Lebih lanjut, saya akan menguraikan lima peran ektomikoriza dan kaitannya dengan jasa ekosistem yang disediakan oleh ektomikoriza.

A. Meningkatkan Stabilitas Tanah serta Hubungan Tanaman dan Tanah

Fungi ektomikoriza di dalam tanah berbentuk seperti benang atau filamen berkelompok menjadi jejaring miselium di dalam tanah, yang menyebabkan tekstur tanah yang kompak. Mikoriza pada akar tumbuhan dapat menjaga kestabilan partikel tanah dan dapat mencegah aliran permukaan. Jejaring mikoriza dalam tanah, memberikan manfaat ganda, baik bagi tumbuhan maupun bagi tanah di sekitarnya, karena jejaring miselium tersebut dapat meningkatkan kapasitas akar dalam penyerapan hara dan air bagi tanaman. Selain itu, jejaring mikoriza berguna untuk meningkatkan kestabilan struktur tanah dan retensi air (Smith and Read, 2008; Lehto & Zwiazek, 2011).

Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa tanah di rhizosfer akar pohon Dipterocarapaceae jenis Shorea yang bermikoriza lebih kompak dan menyatu, karena struktur ramifikasi mikoriza yang menyebabkan jejaring akar lebih luas dan mengikat tanah di sekitarnya. Secara tidak langsung, kondisi ini dapat menurunkan laju pergerakan air di permukaan (run-off). Akan tetapi perlu dilakukan studi yang lebih mendalam untuk mengetahui ada-tidaknya perbedaan laju run-off dan erosi antara pohon yang bermikoriza dan tidak bermikoriza dalam skala plot.

B. Mengurangi Kebutuhan akan Input Fosfat (P) Hadirin sekalian,

Beberapa daerah di Indonesia didominasi oleh lahan kering masam yang merupakan tanah Ultisol. Tanah ini dicirikan oleh kapasitas tukar kation (KTK) dan kemampuan menyimpan air yang rendah, tetapi kadar Al dan Mn tinggi. Oleh karena itu, kesuburan tanah Ultisol seringkali hanya ditentukan oleh kadar bahan organik pada lapisan atas, dan bila lapisan ini mengalami erosi maka tanah

Page 122: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

118

menjadi miskin hara dan bahan organik. Di samping itu, kekahatan fosfor merupakan salah satu kendala terpenting bagi usaha pertanian dan kehutanan di lahan masam. Hal ini disebabkan karena sebagian besar koloid dan mineral tanah yang terkandung dalam tanah Ultisol (dalam hal ini Al dan Fe) mempunyai kemampuan mengikat fosfat cukup tinggi, sehingga fosfat dalam keadaan tidak tersedia bagi tanaman maupun biota tanah (Hardjowigeno, 1995).

Dalam praktek pengelolaan lahan, pemberian pupuk diharapkan dapat membantu menyediakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Akan tetapi sistem pertanian yang berkelanjutan menerapkan pola pengelolaan lahan yang ramah lingkungan. Aplikasi mikoriza dapat membantu mengurangi input hara ke dalam tanah. Mikoriza berperan positif dalam peningkatan pertumbuhan tanaman, dengan membantu meningkatkan serapan unsur hara P di dalam tanah (Bücking et al., 2007). Bibit Shorea selanica dan S. lamellata yang ditanam di lahan mineral dan bermikoriza memiliki kandungan unsur hara P dan N dalam jaringan yang lebih tinggi daripada bibit Shorea yang tidak diinokulasi mikoriza (Tata, 2008; Tata et al., 2010a).

Efek peningkatan penyerapan unsur hara P oleh tanaman yang bermikoriza disebabkan oleh empat faktor, yaitu (i) peningkatan penyerapan permukaan dan eksplorasi miselium ekstramatrical yang menyebabkan volume tanah menjadi lebih besar, (ii) diameter hifa yang kecil yang memungkinkan untuk peningkatan luas area permukaan absorpsi P, (iii) produksi asam organik dan fosfat, yang mengkatalisa lepasnya P organik kompleks, (iv) pembentukan poli-fosfat (poly-P) oleh fungi mikoriza dan rendahnya konsentrasi P di dalam tanah (Marschner and Dell, 1994; Marschner, 1995). Pada kondisi hara tanah yang terbatas, akan terjadi kompetisi penyerapan hara P untuk mikoriza maupun untuk akar tanaman. Fosfat yang diserap dari tanah diakumulasi di selubung atau mantel akar dan kemudian secara perlahan di translokasikan melalui jaringan hartig ke sel kortex, melalui sistem transportasi hara symplast, yaitu gerakan hara secara aktif melalui jalur intra-selular sitoplasma yang saling tersambung di antara sel melalui plasmodesmata (Marschner and Dell, 1994; Marschner, 1995; Bücking et al., 2007).

Page 123: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Peran Mikoriza sebagai Penyedia Jasa…(M. H. Lestari T.)

119

C. Ketahanan terhadap Penyakit Akar Bapak-bapak dan Ibu-ibu sekalian,

Ektomikoriza diketahui dapat membantu meningkatkan ketahanan tanaman inang terhadap serangan patogen atau penyakit, khususnya penyakit akar (Whips, 2004; Duchesne et al., 1987). Ektomikoriza memiliki struktur khas berupa mantel akar yang menyelubungi akar dengan jalinan miselium yang sangat padat, sehingga memungkinkannya sebagai struktur yang ampuh bagi pertahanan terhadap penyakit akar. Hifa ektomikoriza dapat membentuk struktur seperti ‘tangan’ yang mencengkeram sel-sel patogen sehingga sel patogen tidak dapat berkembang (Zengpu et al., tahun tidak tercatat).

Selain struktur pertahanan dari selubung mantel akar, mekanisme pertahanan mikoriza terhadap penyakit akar juga disebabkan karena mikoriza mengekskresikan eksudat senyawa non-volatil, yang dapat menyebabkan protoplasma sel patogen berkontraksi dan lisis. Akan tetapi senyawa non-volatil hasil sekresi fungi ektomikoriza Chromogomphus rutilus tersebut belum teridentifikasi (Zengpu et al., tahun tidak tercatat). Selain itu, mekanisme pertahanan terhadap patogen akar disebabkan oleh adanya sekresi senyawa volatil yang dapat menghambat pertumbuhan sel patogen (Zengpu et al., tahun tidak tercatat; Duchesne et al., 1987).

Sebuah penelitian telah dilakukan dengan mengambil lokasi di perkebunan karet yang mengalami serangan ‘fungi akar putih’ (Rigidoporus microporus) dengan menanam meranti yang telah diinokulasi dengan fungi ektomikoriza (Scleroderma columnare), dengan tujuan praktis dan preventif untuk mencegah meluasnya serangan penyakit busuk akar di areal perkebunan karet (Tata, 2008; Tata et al., 2010a). Walaupun tidak ada laporan data kuantitatif, namun pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa meranti yang ditanam di lahan yang tanahnya mengandung inokulum R. microporus, berdampak positif dalam pengelolaan kebun karet. Karet merupakan inang dari vascular arbuskular mikoriza (Ikram et al., 1992; Schwob et al., 1999). Walaupun beberapa jenis Dipterocarpaceae dilaporkan memiliki kemampuan dwi-kolonisasi (antara ektomikoriza dan arbuskular mikoriza)

Page 124: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

120

(Tawaraya et al., 2002), tetapi laporan menunjukkan bahwa pada S. selanica dan S. lamellata yang ditanam bersama-sama dengan pohon karet tidak menunjukkan kemampuan dwi-kolonisasi (Tata et al., 2010a).

D. Meningkatkan Ketahanan terhadap Kekeringan Para hadirin yang saya hormati,

Kondisi kekeringan yang parah dapat menyebabkan reaksi negatif pada tanaman, yaitu menutupnya stomata sehingga membatasi fiksasi CO2 dan mengurangi pembentukan NADP+ dalam sel tanaman (Wilkinson and Davies, 2002). Pada kekeringan yang menetap akibat kemarau panjang, secara bertahap sel tanaman akan mengalami cekaman oksidatif, yang menyebabkan peroksidasi lipid, membran sel yang terluka, degradasi protein dan asam nukleat, yang pada akhirnya menyebabkan kematian sel tanaman (Apel and Hirt, 2004).

Berbagai penelitian melaporkan bahwa mikoriza meningkatkan hubungan air dengan tanaman (Polanco et al., 2008; Lehto and Zwiazek, 2011). Pohon yang bermikoriza memiliki konduksi hidrolik air pada akar yang lebih tinggi dibandingkan dengan pohon yang tidak bermikoriza. Ini menyebabkan air dapat dialirkan secara efektif ke seluruh jaringan dan organ tanaman sehingga tanaman lebih tahan terhadap kekeringan. Secara fisiologis, air dari dalam tanah melewati beberapa lapisan jaringan akar. Pergerakan air dapat terjadi secara (i) jalur apoplastik di luar protoplas, melalui dinding sel dan jarak interselular, atau jalur sel ke sel. Jalur transportasi akar dari sel ke sel dapat terjadi melalui (ii) sambungan plasmodesmata (jalur simplastik), atau (iii) menyeberang membran plasma (transmembran atau jalur transeluler) (Salisbury and Ross, 1995; Steudle and Peterson, 1998).

Kolonisasi ektomikoriza pada akar dapat meningkatkan ketahanan Notophagus dombeyi terhadap cekaman kekeringan. Mekanisme peningkatan resistensi tersebut terjadi melalui mekanisme morfofisiologis dan biokimiawi. Inokulasi fungi ektomikoriza Pisolithus tinctorius berpengaruh nyata terhadap kandungan air relatif dalam tanaman N. dombeyi. Selain itu, akar

Page 125: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Peran Mikoriza sebagai Penyedia Jasa…(M. H. Lestari T.)

121

N. dombeyi yang bermikoriza mensekresikan lebih banyak aktivitas enzim antioksidan, sehingga mampu mengurangi kerusakan sel dan meningkatkan pertumbuhan tanaman (Alvarez et al., 2009). Sampai saat ini, studi fisiologi seperti ini masih perlu diteliti lebih lanjut untuk mempelajari jenis-jenis pohon tropis bernilai ekonomi, seperti jenis-jenis Dipterokarpa dan jenis-jenis asli Indonesia lainnya.

Menurut laporan NASA dan NOAA, permukaan bumi mengalami peningkatan suhu udara rata-rata sebesar 0,28 oF per dekade atau 2,9 oF per abad2. Adanya fenomena perubahan iklim global dan peningkatan rata-rata suhu di permukaan bumi menyebabkan daerah tropis rawan kekeringan, peningkatan konsentrasi CO2 di udara, perubahan karakter tanah. Ini secara tidak langsung dapat mempengaruhi komposisi jenis, biomassa, dan produktivitas hutan dan lahan pertanian. Oleh karena itu ektomikoriza berperan penting pada peningkatan produktivitas hutan. Inokulasi mikoriza, baik secara buatan ataupun alami (pada ekosistem yang masih alami maupun tidak banyak terganggu), merupakan investasi pohon sepanjang daur hidupnya.

E. Fungi Ektomikoriza sebagai Penyedia Pangan dan Sumber Obat

Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang saya hormati,

Tentunya kita tidak asing lagi dengan beberapa jenis fungi yang dapat dikonsumsi. Fungi dikenal sebagai sumber pangan kaya protein, namun rendah lemak dan kolesterol, sehingga seringkali dipilih sebagai sajian menu sehat. Beberapa jenis fungi ektomikoriza adalah fungi edibel yang dapat dikonsumsi dan memiliki khasiat obat. Dari hasil pengamatan dan wawancara yang saya lakukan di beberapa lokasi di Indonesia (tersebar di Provinsi Jawa Barat, Jambi dan Kalimantan Timur), pada umumnya penduduk lokal memiliki pengetahuan yang terbatas akan jamur hutan yang aman untuk sumber pangan (khususnya protein) dan berpotensi obat. Dari hasil pengamatan dan wawancara dengan

2 http: //www.fao.org/docrep/W5183E/w5183e05.htm#effects%20of%20rainfall%20and%20temperature%20changes%20in%20different%20climates

Page 126: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

122

penduduk lokal di Rantau Pandan (Kabupaten Bungo, Jambi), dikenal beberapa fungi yang aman dikonsumsi, yaitu Auricularia auricula (kuping), Schizophyllum commune (krikit), Termitomyces sp. (bulan), dan Pleurotus ostreatus (tiram). Penduduk lokal di sekitar hutan Gunung Kendeng (Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat) mengenal tujuh jenis fungi yang aman dikonsumsi. Lima jenis fungi edibel yang dikenal di Rantau Pandan, dikenal juga oleh penduduk di Gunung Kendeng. Selain itu jenis ‘supa nyiruan, ‘supa jantung’, dan ‘supa banteng’ dikenal juga sebagai sumber pangan (Tata, in press; Tata et al., 2010b). Jenis-jenis yang dikenal tersebut tidak termasuk fungi ektomikoriza. Sebaliknya, penduduk di sekitar hutan Haurbentes (Jasinga, Jawa Barat), di sekitar hutan Carita (Banten), dan di hutan lindung Sungai Wain (Balikpapan, Kalimantan Timur), mengenal Chantarelus cibarius sebagai sumber pangan. C. cibarius memiliki cita rasa yang lezat dan warna yang menarik. Fungi ektomikoriza ini bersimbiosa dengan jenis-jenis Dipterokarpa dan memiliki kisaran inang yang luas. Namun teknik budidayanya belum dikenal, meskipun di negeri Cina, Jepang dan Taiwan telah dikembangkan dalam skala besar (Chang and Miles, 1989).

Selain itu, beberapa jenis fungi memiliki kandungan senyawa aktif sebagai sumber obat dan nutracetical (suplemen, mineral, dan vitamin). Pemanfaatan jamur sebagai bahan baku obat oleh masyarakat tradisional (‘Orang Asli’) di tiga kabupaten di Semenanjung Malaysia telah dikenal sejak masa lampau. Dari 14 jenis fungi alam yang memiliki khasiat obat, hanya dikenal satu jenis fungi ektomikoriza yaitu Thelephora cf. fuscela. Sebaliknya, fungi ektomikoriza yang digunakan sebagai sumber pangan lebih bervariasi. Dari 31 jenis fungi alam yang diperoleh, terdapat 11 jenis fungi ektomikoriza yang juga aman untuk dikonsumsi. Beberapa jenis di antaranya adalah Amanita hemibapha ssp. similis, Amanita princeps, Boletus aureomycelinum, Calvatia sp., Cantharellus sp., Russula sp., Scleroderma sp., dan Thelephora cf. fuscella (Lee et al., 2009). Dengan menggali informasi dari orang yang tepat (seperti dukun), pengetahuan lokal akan dapat dikembangkan sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat. Studi lebih lanjut untuk mengetahui kandungan senyawa kimia perlu dilakukan. Tidak tertutup kemungkinan pengetahuan lokal masyarakat Dayak di pedalaman hutan di Kalimantan, atau di

Page 127: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Peran Mikoriza sebagai Penyedia Jasa…(M. H. Lestari T.)

123

wilayah lain di Indonesia lebih kaya daripada di Semenanjung Malaysia. Oleh karena itu perlu dilakukan studi serupa untuk menggali pontesi kekayaan alam Indonesia.

Beberapa jenis fungi ektomikoriza yang berkhasiat obat dari genus Russula yaitu Russula cyanoxantha, bermanfaat sebagai antitumor, mengandung senyawa polisakarida dan antioksidant (Gao et al., 2001); Russula virescens berperan dalam regulasi lipid dalam darah, bersifat antioksidan dan antitumor (Buyck and Parrent, 2006). Beberapa fungi edibel yang dikembangkan oleh industri rakyat di Kabupaten Sleman, Yogyakarta, memiliki khasiat obat adalah Pleurotus ostreatus, Lentinus edodes, dan Ganoderma lucidum. Hasil analisa laboratorium menunjukkan, G. lucidum str. Cangkringan mengandung senyawa aktif ‘kavisil asetat’ yang bermanfaat sebagai antimikroba, dan ‘levoglukosan’ yang bermanfaat sebagai anti-immunodefisien dan anti-koagulant darah (Tata et al., 2010b). Fungi ini memiliki prospek yang bagus untuk dikembangkan.

III. GANGGUAN YANG MEMPENGARUHI KEBERADAAN

EKTOMIKORIZA

Para hadirin yang saya hormati,

Keseimbangan interaksi simbiosa mikoriza di suatu ekosistem dipengaruhi oleh aktivitas manusia dan gangguan alami. Hutan hujan tropis Indonesia memiliki kekayaan jenis tumbuhan yang tinggi. Populasi fungi ektomikoriza, yang biasanya berupa makro-fungi yang tampak secara kasat mata, tersedia dalam jumlah yang sebanding dengan keragaman jenis pohon di ekosistem hutan. Sebaliknya pada kondisi habitat yang terganggu oleh aktivitas manusia, seperti adanya pembalakan, kebakaran dan perubahan hutan menjadi tipe penggunaan lain, mempengaruhi keberadaan fungi ektomikoriza yang berasosiasi dengan pohon inang yang pada umumnya penghasil kayu, dari family Dipterocarpaceae, Fagaceae, Myrtaceae, beberapa Leguminosae, beberapa Euphorbiceae dan Aceraceae (Smits, 1994; Wang and Qiu, 2006).

Page 128: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

124

Dewasa ini ekosistem hutan alami maupun hutan buatan (man-made forest) mengalami banyak tekanan akibat aktivitas manusia dan gangguan bencana alam. Bencana alam dapat mempengaruhi diversitas fungi ektomikoriza yang diamati di atas permukaan tanah, karena dampak kebakaran hutan (Tata, 2001; Tata et al., 2003a; Tata et al., 2003b), erupsi gunung berapi (Nara, 2005; Nara et al., 2003), dan kekeringan (Tata, 2008; Tata, 2011; Alvarez et al., 2009). Selain itu, aktivitas manusia berupa pembalakan kayu (Jones et al., 2003; Dickie and Reich, 2005), pembukaan lahan secara tebas bakar (Tata, 2008; Tata et al., 2008a), telah menyebabkan perubahan diversitas dan struktur komunitas fungi ektomikoriza di suatu ekosistem.

Selama ini, pengamatan fungi makro yang kasat mata dilakukan dengan melakukan pengamatan makroskopis secara langsung di lapangan, dengan mengamati penampakan sporokarp (tubuh buah) di lantai hutan. Akan tetapi, pengamatan atau observasi sporokarp saja memiliki keterbatasan, karena perkembangan dan pertumbuhan sporokarp fungi ektomikoriza dipicu oleh kondisi eksternal, seperti iklim mikro yang sesuai (Tata, 2001; Tata et al., 2003a), dan adanya induksi oleh pohon inang (Tata, 2008; Tata et al., 2010a) yang mengeluarkan eksudat akar (Bais et al., 2006). Hubungan antara akar dan fungi diawali oleh dikeluarkannya eksudat akar oleh berbagai jenis tanaman inang, yang menginduksi mikroba simbion, dalam hal ini ektomikoriza, untuk mengkolonisasi akar. Oleh karena itu, disarankan melakukan pendekatan metode bio-assay atau ‘memancing’ dengan tanaman inang untuk mempelajari potensial inokulum fungi ektomikoriza di dalam tanah (Kuyper et al., 2004).

Pendekatan bio-assay terbukti efektif untuk melakukan pengamatan potensial inokulum fungi ektomikoriza di lahan yang terganggu akibat kebakaran (kebakaran liar dan buatan), di mana tidak dijumpai lagi sporokarp fungi ektomikoriza di atas lantai hutan yang terkena dampak kebakaran liar (Steudle and Peterson, 1998; Tata et al., 2003a), dan praktek tebas bakar yang dilakukan oleh petani karet dalam pembukaan lahan (Tata, 2008; Tata et al., 2010a). Walaupun kebakaran telah menyebabkan musnahnya pohon inang (Dipterocarpaceae dan Fagaceae) dan fungi ektomikoriza di lantai hutan, akan tetapi inokulum mikoriza yang ada di dalam tanah masih bertahan hidup dan mampu

Page 129: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Peran Mikoriza sebagai Penyedia Jasa…(M. H. Lestari T.)

125

mengkolonisasi akar tanaman beberapa jenis meranti (S. pinanga, S. lamellate, i S. selanica) yang ditanam sebagai ‘pemancing’ (bait) di rumah kaca maupun di lapangan. Inokulum ektomikoriza dalam tanah di Hutan Lindung Sungai Wain, Kalimantan Timur, masih bertahan hidup setelah adanya kebakaran hutan pada tahun 2007/2008 (Tata, 2001; Tata et al., 2003a). Ini didukung dengan penelitian lanjutan yang dilakukan di rumah kaca, yang menunjukkan ketahanan hidup inokulum fungi mikoriza setelah perlakuan pemanasan buatan pada kisaran suhu 37-150 oC (Tata, 2008; Tata, 2011). Studi di rumah kaca menunjukkan bahwa beberapa jenis fungi ektomikoriza masih bertahan hidup dan mampu mengkolonisasi akar tumbuhan inang lima jenis dari tiga genus Dipterocarpaceae. Akan tetapi tidak dijumpai adanya relevansi antara peningkatan suhu pemanasan dengan penurunan jenis atau kolonisasi mikoriza. Beberapa jenis fungi ektomikoriza masih bertahan akibat pemanasan suhu hingga 150oC adalah Thelephora sp. (Tata, 2008).

Bagaimanakah fungi ektomikoriza bertahan hidup pada kondisi di alam di mana tidak ada pohon inang? Pertanyaan ini telah memicu dilakukannya penelitian yang dilakukan secara in-vitro, untuk mempelajari sumber karbohidrat yang mungkin dapat diserap oleh fungi ektomikoriza (Tata, 2001; Tata, 2003). Telah menjadi pengetahuan umum bahwa fungi ektomikoriza memanfaatkan gula sederhana dalam bentuk glukosa, yang merupakan fotosintat dari tanaman inang (Smith and Reid, 2008). Dari hasil studi in-vitro yang dilakukan dengan menumbuhkan fungi Scleroderma columnare pada berbagai sumber karbon kompleks (disakarida dan polisakarida) menunjukkan bahwa fungi ektomikoriza S. columnare mampu memanfaatkan gula-kompleks, seperti sukrosa dan selulosa sebagai sumber karbon yang bermanfaat untuk penyusunan senyawa-senyawa dalam sel hidup dan sebagai sumber energi. Dibandingkan dengan pertumbuhannya pada media dengan glukosa sebagai sumber karbon, S. columnare kurang mampu menyerap arang, karena diduga masih mengandung senyawa bersifat toksik (misalnya ter) (Tata, 2001; Tata, 2003). Pengujian efektivitas arang dilakukan pada bibit Shorea seminis di persemaian. Pemanfaatan arang dengan tujuan sebagai ‘soil conditioning’ dengan dosis 5 g/polybag berpengaruh nyata pada peningkatan pertumbuhan dan kolonisasi

Page 130: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

126

mikoriza pada bibit Shorea seminis di persemaian (Tata dan Prameswari, 2003), karena mikoriza masih mendapatkan fotosintat dari pohon inang dan tidak menggunakan arang sebagai sumber karbon.

IV. PENDEKATAN OBSERVASI DAN IDENTIFIKASI

EKTOMIKORIZA

Para hadirin yang saya hormati,

Seperti yang telah dikemukakan di awal, bahwa mikoriza berperan dalam jasa penyedia, pendukung, dan pengatur. Diperlukan metode penelitian yang tepat untuk melakukan penilaian atas jasa ekosistem tersebut. Sebelum memberikan valuasi atau penilaian secara ekonomis, terlebih dahulu perlu dilakukan studi-studi dasar, meliputi studi biologi, fisiologi, bio-molekular, dan identifikasi.

Fungi ektomikoriza memiliki siklus hidup dua fase: monokaryotik dan dikaryotik. Fungi ektomikoriza yang pada kondisi normal berbentuk filamen, dan pada kondisi lingkungan yang sesuai dapat membentuk sporokarp untuk melakukan mating dan bereproduksi melalui pembentukan spora. Pada kondisi tidak sesuai, fungi ektomikoriza dapat bertahan hidup di dalam tanah dalam bentuk propagul, dengan waktu yang berbeda-beda tergantung bentuk propagulnya (Moore-Landecker, 1996). Inisiasi simbiosis ektomikoriza pada akar tanaman dapat terjadi melalui tiga cara yaitu (1) hubungan anakan atau bibit dengan jejaring miselium yang ada di dalam tanah (disebut dengan bio-assay di lapangan), (2) menggunakan bibit atau anakan (yang akarnya belum terkontaminasi mikoriza) di rumah kaca yang dapat menstimulasi perkecambahan spora dan aktivasi hifa di dalam tanah hingga membentuk kontak dengan akar (bio-assay di persemaian), (3) bibit mengambil mikoriza yang diinokulasikan ke tanaman (Kuyper et al., 2004).

Identifikasi merupakan salah satu faktor penting dalam penelitian ektomikoriza. Untuk mengidentifikasi fungi ektomikoriza yang mengkoloni akar, dapat dilakukan melalui empat metode pendekatan, yaitu berdasarkan morfologi sporokarp fungi

Page 131: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Peran Mikoriza sebagai Penyedia Jasa…(M. H. Lestari T.)

127

ektomikoriza yang dijumpai (Brundrett et al., 1996; Tata, 2001; Tata et al., 2003a; Tata et al., 2003b), karakterisasi morfologi (morfotipe) ektomikoriza (Agerer, 1987-1998; Ingleby et al., 1990; Tata, 2008; Tata et al., 2010a; Tata, 2001), dan teknik isolasi akar bermikoriza pada media agar (Tata, 2001; Tata and Summerbell, 2007; Tata, 2008). Teknik terkini dan tercanggih dilakukan melalui pendekatan analisis molekular DNA (metode Sanger sequencing dan Pyrosequencing) yang memungkinkan identifikasi mikobion dari miselium dan secara langsung dari akar yang terkolonisasi (Tata and Summerbell, 2007; Tata, 2008; Tata et al., 2008; Tedersoo et al., 2011). Keempat teknik ini masing-masing memiliki keterbatasan, tetapi dapat saling melengkapi satu sama lain. Pengamatan morfologi sporokarp hanya mungkin dilakukan jika menjumpai sporokarp fungi ektomikoriza di lapangan, sedangkan hasil studi bio-assay biasanya akan memperoleh ujung akar yang bermikoriza. Metode morfotipe dengan mengidentifikasi berdasarkan morfologi mikoriza memiliki keterbatasan buku rujukan identifikasi untuk jenis-jenis inang dari daerah tropis dan memakan waktu lama. Oleh karena itu, analisis molekular DNA dengan metode Sanger sequencing, dianjurkan untuk dilakukan dalam mengidentifikasi akar bermikoriza, karena metode yang terakhir ini akan memberikan hasil yang lebih akurat dibandingkan dengan hasil morfotipe akar. Laporan menunjukkan, melalui pendekatan morfotipe, dijumpai lima morfotipe ektomikoriza pada dua jenis Dipterocarpaceae (S. selanica dan S. lamellata) yang ditanam di lima lokasi yang memiliki sejarah lahan yang berbeda. Akan tetapi, melalui metode Sanger sequencing dengan menggunakan primer internal transcribed spacer (ITS), teridentifikasi 11 taxa fungi ektomikoza yang mengkolonisasi bibit S. selanica dan S. lamellata (Tata, 2008; Tata, et al., 2010a; Tata, et al., 2008). Penerapan metode ini, maupun teknik terbaru (Pyrosequencing), perlu dilakukan untuk studi lebih lanjut mengidentifikasi fungi-fungi ektomikoriza tropis Indonesia yang masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara lain.

Page 132: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

128

V. MANAJEMEN JASA EKOSISTEM EKTOMIKORIZA DI MASA DEPAN

Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang saya muliakan,

Perkembangan sektor industri kehutanan cenderung mengarah ke sistem yang intensif, dengan menggunakan pupuk dan pestisida, dan pola tanam monokultur. Padahal sistem intensif tersebut memerlukan input energi dan bahan-bahan kimiawi yang tinggi ke ekosistem, serta biaya tinggi. Pembangunan sektor kehutanan di masa depan hendaknya berdasarkan pada implementasi praktek-praktek manajemen ekologi hutan. Penggunaan bibit yang berkualitas dari hasil pemuliaan akan dapat meningkatkan produktivitas hutan. Selain itu, praktek pola tanam polikultur dengan menanam beragam jenis pohon akan meningkatkan keragaman hayati, sehingga tanaman pokok pada suatu hamparan lahan tidak akan mudah diserang penyakit dan membentuk struktur multi-strata.

Strategi pembangunan kehutanan yang terintegrasi dan mengoptimasi peran mikroba yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman perlu dilakukan untuk pengelolaan jasa ekosistem oleh ektomikoriza. Biofisik lahan hendaknya dikenali terlebih dahulu, sebelum menetapkan teknik-teknik yang perlu diterapkan dalam manajemen hutan dan lahan. Pada kondisi seperti hutan atau lahan bekas terbakar di Sumatera di mana potensial inokulum mikoriza masih tersedia dalam jumlah cukup, tidak memerlukan bantuan inokulasi mikoriza dari luar (Tata, 2008; Tata et al., 2010a). Pada kondisi tanah yang sangat terdegradasi, inokulasi fungi ektomikoriza terhadap bibit di persemaian dapat dilakukan dengan memberikan campuran inokulan yang saling kompatibel, untuk mencegah efek merugikan pada populasi fungi ektomikoriza di dalam tanah. Dengan berkembangnya teknologi, telah banyak diproduksi pupuk hayati, seperti industri penghasil inokulum ektomikoriza. Lebih daripada itu, peningkatan pengetahuan dan teknologi akan kemampuan fungi atau mikroba yang mengandung senyawa berkhasiat obat dapat membuka peluang industri farmasi, yang bernilai ekonomi lebih tinggi.

Seiring dengan perkembangan teknologi dan peluang-peluang ekonomi yang muncul dari jasa ekosistem fungi

Page 133: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Peran Mikoriza sebagai Penyedia Jasa…(M. H. Lestari T.)

129

ektomikoriza, skema imbal jasa ekosistem yang sesuai perlu diperhatikan. Metode untuk memberikan nilai bagi jasa pendukung dan jasa pengatur yang disediakan oleh fungi ektomikoriza belum pernah dilaporkan seperti halnya penentuan nilai atas jasa ekosistem yang lain, seperti jasa air dan karbon dari suatu lanskap (Rahayu et al., 2011; Tata et al., 2011; Leimona et al., 2009). Adapun metode valuasi jasa penyedia oleh fungi ektomikoriza, relatif lebih mudah dilakukan karena manfaat yang diperoleh bersifat tangible atau bernilai ekonomi, seperti penentuan harga untuk sporokarp fungi ektomikoriza sebagai sumber pangan, maupun harga bagi fungi ektomikoriza sebagai sumber bahan obat yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi.

Hal penting yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan sumberdaya genetika fungi ektomikoriza yang bernilai ekonomi yaitu adanya peraturan ‘benefit sharing’ atau ‘pembagian hak atas manfaat dan keuntungan’ dari pengembangan bahan-bahan hayati fungi ektomikoriza dan derivatifnya kepada masyarakat dan pengusaha. Convention on Biological Diversity (CBD) telah menetapkan hal ini dalam protokol Nagoya (Secretariat CBD, 2011). Indonesia sebagai salah satu Negara yang meratifikasi konvensi ini, patut memperhatikan implementasi protokol Nagoya, khususnya untuk mikroba (fungi dan bakteri) yang bernilai ekonomi. Pelaksanaan strategi ‘benefit sharing’ seperti pada umumnya skema imbal jasa ekosistem (rewards for environmental services) hendaknya bersifat: (i) realistis (sesuai dengan kenyataan), (ii) bersyarat (sesuai dengan kriteria dan indikator), dan (iii) sukarela (memenuhi prinsip ‘free informed prior consent’, yaitu hak masyarakat untuk mendapat informasi sebelum sebuah program investasi dilaksanakan di wilayah mereka, dan berdasarkan informasi tersebut, mereka bebas tanpa tekanan menyatakan setuju atau menolak) (van Noordwijk, 2005; Tata et al., 2011). Pengelolaan sumber daya genetik fungi yang terarah dan terkendali akan membantu meningkatkan kontribusi sektor Kehutanan bagi pembangunan yang bersifat Pro-Growth, Pro Job, Pro-Poor, dan Pro-Environment, sehingga dapat tercapai tujuan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat.

Page 134: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

130

VI. KESIMPULAN

Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang saya hormati,

Dapat disimpulkan bahwa fungi ektomikoriza memiliki peran penting sebagai penyedia jasa ekosistem, yang secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi kesejahteraan hidup manusia. Hubungan timbal-balik antara manusia dan fungi ektomikoriza di ekosistem hutan (maupun ekosistem lainnya) tersebut bersifat saling mempengaruhi satu sama lain. Perubahan-perubahan yang terjadi di ekosistem akan mempengaruhi peran fungi ektomikoriza dan perannya sebagai penyedia jasa lingkungan. Pemanfaatan fungi ektomikoriza bagi peningkatan pertumbuhan dan perlindungan tanaman Kehutanan, perlu memperhatikan teknik silvikultur dan pengelolaan hutan yang ramah lingkungan. Dengan peningkatan ilmu pengetahun dan teknologi, pemanfaatan sumberdaya genetika fungi ektomikoriza perlu memperhatikan azas ‘benefit sharing’ dan skema imbal jasa lingkungan kepada masyarakat lokal, sehingga dapat tercipta pembangunan hijau (‘green economic development’) yang lestari.

VII. PENUTUP

Mengingat pentingnya peran ektomikoriza bagi kehidupan manusia, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai biologi dan karakter ektomikoriza dari habitat yang terganggu dan pada kondisi yang ekstrim. Studi aplikasi mikoriza telah berkembang lebih pesat, akan tetapi penelitian dasar masih tertinggal. Bioteknologi (seperti misalnya bioluminesen) dapat dimanfaatkan untuk mengetahui efektivitas inokulum fungi ektomikoriza di lapangan. Pengenalan jenis-jenis fungi yang berpotensi sebagai sumber pangan dan obat, perlu digali dari pengetahuan penduduk lokal, agar selanjutnya dapat dikembangkan dalam skala industri. Ketersediaan teknologi pengelolaan hutan dan lahan yang ramah lingkungan, serta pengembangan industri dari kekayaan jenis fungi ektomikoriza memerlukan peran serta Badan Litbang Kehutanan dalam melakukan penelitian dan pengembangan yang lebih menyeluruh.

Page 135: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Peran Mikoriza sebagai Penyedia Jasa…(M. H. Lestari T.)

131

UCAPAN TERIMA KASIH

Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang saya hormati,

Tersusunnya karya ilmiah ini tidak terlepas dari peran berbagai pihak yang telah memberikan berbagai dukungan, baik finansial dan non-finansial, sehingga saya dapat melakukan penelitian-penelitian mengenai fungi ektomikoriza sejak tahun 1998 dari berbagai aspek yang saripatinya disusun dalam makalah ini.

Sebelum saya mengakhiri presentasi ini, pada kesempatan ini ijinkanlah saya menyampaikan apresiasi yang tinggi atas semua dukungan, bantuan, bimbingan maupun perhatian yang telah diberikan selama perjalanan karir saya sebagai peneliti. Saya menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada: Pimpinan dan segenap jajaran manajemen serta staf peneliti

dan teknisi di Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi; Pimpinan dan segenap jajaran manajemen serta staf peneliti

dan teknisi di Balai Penelitian Kehutanan Samarinda – tempat saya mengawali karir sebagai calon peneliti;

Pimpinan dan segenap jajaran manajemen serta staf peneliti dan teknisi di Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam (dahulu Stasiun Penelitian Wanariset Samboja) – tempat di mana saya menjadi salah satu bagian sebagai calon peneliti dan sebagai karya siswa S2;

Pimpinan, pihak manajemen dan staf peneliti di World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia Regional Office,

Pimpinan, manajemen dan staf peneliti di Fungal Biodiversity Centre (CBS-KNAW) - Belanda, salah satu pusat penelitian fungi terkemuka tempat saya melakukan penelitian;

Tim penilai jabatan peneliti Badan Litbang Kehutanan dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,

Para guru dari tingkat SD hingga SMA, dan para dosen di Institut Pertanian Bogor dan Universitas Utrecht, Belanda, yang telah mendidik saya;

Berbagai lembaga donor, seperti Tropenbos Indonesia (dahulu Tropenbos Kalimantan Programme), NUFFIC, DELTA-Utrecht University, Below-Ground BioDiversity project dan Common

Page 136: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

132

Fund Commodity, Dana Insentif Ristek, atas dukungan finansial untuk pelaksaan beberapa penelitian yang telah saya lakukan terkait dengan karya ilmiah ini.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada kedua orang tua yang saya hormati dan saya kasihi, Bapak Alit Tata dan Ibu Sridanti. Suami tercinta, Joko Suharto, dan putri tersayang, Pradnya Paramita, yang senantiasa memberikan kasih sayang, perhatian, dukungan, dan semangat untuk maju.

Kolega, sahabat dan berbagai pihak yang tidak dapat disebut satu per satu yang telah memberikan dukungan, semangat, dan perhatian.

Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang membalas kebaikan budi saudara-saudara.

Dengan segala kerendahan hati, saya memohon maaf atas kekurangan dan kekhilafan dalam penyampaian presentasi ini. Walaupun makalah ini masih kurang dari sempurna, akan tetapi saya berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya.

Akhir kata, saya sampaikan terima kasih yang tak terhingga atas perhatian Bapak-bapak dan Ibu-ibu. Selamat pagi.

DAFTAR PUSTAKA

Agerer, R. 1987-1998. Colour Atlas of Ectomycorrhiza. Einhorn-Verlag Eduard Dietenberger, Munchen.

Alexopoulos, C.J., C.W. Mims, M, Blackwell. 1996. Introductory Mycology. 1996. John Wiley & Sons, Inc. Canada.

Alvarez, M., D. Huygens, C. Fernandez, Y. Gacitua, E. Olivares, I. Saavedra, M. Alberdi, and E. Valenzuela. 2009. Effect of ectomycorrhizal colonization and drought on reactive oxygen species metabolism of Nothofagus dombeyi roots. Tree Physiology 29:1047-1057.

Apel, K. and H. Hirt. 2004. Reactive oxygen species: Metabolism, Oxidative Stress, Signal Transduction. Annual Review of Plant Biology. 55:373-399.

Page 137: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Peran Mikoriza sebagai Penyedia Jasa…(M. H. Lestari T.)

133

Bais, H.P., T.L. Weir, L.G. Perry, S. Gilroy, and J.M. Vivanco. 2006. The role of root exudates in rhizosphere interactions with plants and other organisms. Annual Review of Plant Biology. 57:233-266.

Brundrett, M., N. Bougher, B. Dell. T. Grove, and N. Malajczuk. 1996. Working with mycorrhizas in forestry and agriculture. Australian Center for International Agricultural Research. Canberra.

Bucking, H., R. Hans, and W. Heyser. 2007. The apoplast of ectomycorrhizal roots – stie of nutrient uptake and nutrient exchange between the symbiotic partners. In. B. Sattelmacher, B.† and W.J. Horst (eds.). The Apoplast of Higher Plants: Compartment of Storage, Transport and Reactions. P:97–108. Springer, Berlin.

Buyck, B., D. Mitchell, and J. Parrent. 2006. Russula parvovirescens sp. nov., a common but ignored species in the eastern United States. Mycologia. 98(4):612-5.

Chang, S. T., and P.G. Miles. 1989. Edible Mushrooms and Their Cultivation. CRC Press Inc. Boca Raton, Florida.

Dickie, I.A. and P.B. Reich. 2005. Ectomycorrhiza fungal communities at forest edges. Journal of Ecology. 93:244-255.

Duchesne L., R.L. Peterson, and B.L. Ellis. 1987. Pine root exudates stimulates the synthesis of antifungal compounds by the ectomycorrhizal fungus Paxillus involutus. New Phytologist. 108:471-476.

Gao, J.M., Z.L. Dong, and J.K. Liu. A new ceramide from the basidiomycete Russula cyanoxantha. Lipids. 2001. 36(2):175-80.

Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. Akademika Press Indonesia. Jakarta.

Ikram, A., A.W. Mahmud, M.N. Ghani, M.T. Ibrahim, A.B. Zainal. 1992. Field nursery inoculation of Hevea brasiliensis Muell. Arg. Seedling rootstock with vesicular-arbuscular mycorrhizal (VAM) fungi. Plant Soil. 145:231–236. doi:10.1007/BF00010351

Page 138: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

134

Ingleby, K., P.A. Mason, F.T. Last, and L.V. Fleming. 1990. Identifi cation of ectomycorrhizas. ITE research publication no. 5. Institute Terrestrial Ecology. London.

Jones, M., D.M. Durall, and W.G. Cairney. 2003. Ectomycorrhizal fungal communities in young forest stands regenerating after clearcut logging. New Phytologist. 157(3):399-422.

Kuyper, T.W., I.M. Cardoso. N.A. Onguene, Murniati, and M. van Noordwijk. 2004. Managing mycorrhiza in tropical multispecies agroecosystems. In: van Noordwijk, M., Cadish, G. and Ong, C.K. (Eds). Below-ground Interactions in Tropical Agroecosystems. CABI publishing. UK. pp.:243-261.

Lee, S.S.., Y.S. Chang, M.N.R. Noraswati. 2009. Utilization of macrofungi by some indigenous communities for food and medicine in Peninsular Malaysia. Forest Ecology and Management. 257:2062-2065.

Lehto, T. and J.J. Zwiazek. 2011. Ectomycorrhizas and water relations of trees: a review. Mycorrhiza. 21:71–90. DOI 10.1007/s00572-010-0348-9

Leimona, B., Joshi, L., and M.van Noordwijk. 2009. Can rewards for environmental services benefit the poor? Lesson from Asia. International Journal for Commons. 3(1). [Available online: http://www.thecommonsjournal.org/index.php/ijc/rt/]. Accessed in 9/8/2011.

Marschner, H. and B. Dell. 1994. Nutrient uptake in mycorrhizai symbiosis. Plant and Soil.159:89-102.

Marschner, H. 1995. Mineral Nutrition in Higher Plant. 2nd edition. Academic Press. NY.

Moore-Landecker, E. 1996. Fundamentals of the Fungi. Prenstice-Hall, Inc. New Jersey.

MEA [Milleniun Impact Assessment]. 2005. Ecosystems and Human Well-being. Synthesis. Island Press. Washington D.C.

Nara, K. 2005. Ectomycorrhizal networks and seedlings establishment during early primary succession. New

Page 139: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Peran Mikoriza sebagai Penyedia Jasa…(M. H. Lestari T.)

135

Phytologist. 169:169–178. Doi : 10.1111/j.1469-8137.2005.01545.x.

Nara, K., H. Nakaya, B. Wu, Z. Zhou, and T. Hogetsu. 2003. Underground primary succession of ectomycorrhizal fungi in a volcanic desert on Mount Fuji. New Phytologist. 159: 743-756

Polanco, M.C., J. Janusz, and M.C. Voicu. 2008. Responses of ectomycorrhizal American elm (Ulmus americana) seedlings to salinity and soil compaction. Plant Soil (2008) 308:189–200. DOI 10.1007/s11104-008-9619-z.

Rahayu, S., R. Oktaviani, H.L. Tata, M. van Noordwijk. 2011. Carbon stock and tree diversity in Tripa peat swamp forest. In Proceedings the 2nd International Symposium of IWORS. Indonesian Wood Research Society. Bogor p:545-551.

Salisbury, F.B. and C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. ITB Bandung. Bandung. (Diterjemahkan oleh Lukman, D.R. dan Sumaryono).

Schwob, I., M. Ducher, A. Coudret. 1999. Effect of climatic factors on native arbuscular mycorrhizae and Meloidogyne exigua in a Brazilian rubber tree (Hevea brasiliensis) plantation. Plant Pathol. 48:19–25. doi:10.1046/j.1365-3059.1999.00300.x

Secreatriat CDB [Convention on Biological Diversity]. 2011. Nagoya Protocol on Access to Genetic Resources and the Fair and Equitable Sharing of BEneffits Arising from Their Utilization to the Convention on Biological Diversity. Convention on Biological Diversity. United Nation. Montreal.

Smith, S.E. and D.J. Reid. 2008. Mycorrhizal Symbiosis. 3rd Edition. Elseviere. New York.

Smits, W. 1994. Dipterocarpaceae: Mycorrhiza and Regeneration. Tropenbos Series 9. The Tropenbos Faoundation, Wageningen.

Steudle, E., and C.A. Peterson. 1998. How does water get through roots? Journal of Experimental Botany. 49:775–788.

Tawaraya, K., Takaya, Y., Turjaman, M., Tuah, S.J., Limin, S.H., Tamai, Y., Cha, J.Y., Wagatsuma, T., and Osaki, M. 2002. Arbuscular Mycorrhizal colonization of tree species grown in

Page 140: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

136

peat swamp forests of Central Kalimantan, Indonesia. Forest Ecology and Management. 182:381-386.

Tata, M.H.L. 2001. Pengaruh Kebakaran Hutan terhadap Daya Tahan Hidup Fungi Ektomikoriza Dipterocarpaceae: Studi Kasus di Hutan Lindung Sungai Wain, Kalimantan Timur. Thesis, Program Pascasarajana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Tata, M.H.L. 2008. Mycorrhizae on Dipterocarpaceae in Rubber Agroforests (RAF) in Sumatra. Utrecht University. Wohrmann Print Service, Zupthen. The Netherlands.

Tata, M.H.L. 2003. Nutrient acquisition of ectomycorrhizae fungus Scleroderma columnare. Presented at the Open Science Meeting Indonesia and the Netherlands: Back to the Future. Jakarta, Indonesia, September 1-2, 2003.

Tata, H.L., inpress. Preferensi masyarakat sekitar hutan gunung Kendeng, Jawa Barat, terhadap jamur alam sebagai sumber pangan dan obat. Makalah dipresentasikan di Seminar Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (Mapeki). Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2 November 2011.

Tata, H.L. 2011. Daya tahan hidup inokulum fungi ektomikoriza di dalam tanah yang disterilisasi melalui percobaan di persemaian. Prosiding Seminar Mikoriza Nasional. Universitas Lampung dan BIOTROP. Bandar Lampung. p:81-87.

Tata, M.H.L., S. Hadi, C. Kusmana, and Achmad. 2003a. Effect of forest fire on the survival of ectomycorrhizal fungi on dipterocarps. In: Aminah, H., Ani, S., Sim, H.C., Krishnapillay, B. (Eds). Proceedings of the Seventh Round-Table Conference on Dipterocarps. 7-10 October 2002. Asia Pacifi c Association of Forestry Research Institutions (APAFRI). Kuala Lumpur, Malaysia. pp.:173-178.

Tata, M.H.L. , S. Hadi, C. Kusmana, and Achmad. 2003b. Putative ectomycorrhizal fungi at Sungai Wain Protection Forest, East Kalimantan. Proceedings the National workshops on Conservation and Sustainable Management of Belowground Biodiversity. Bogor, Indonesia, May 30-31, 2003.

Page 141: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Peran Mikoriza sebagai Penyedia Jasa…(M. H. Lestari T.)

137

Tata, H.L., de Hoog, G.S., Summerbell, R.C., van Noordwijk, M., and Werger M.J.A. 2008a. Molecular identifi cation of mycorrhizal fungi of dipterocarp seedlings in Indonesian rubber agroforests. Paper presented at the 21st New Phytologist Symposium. Montpellier, 10-12 December, 2008.

Tata, H.L., N. Khasanah., dan M. van Noordwijk. 2011. Cadangan karbon sebagai penyedia jasa lingkungan dan sumber pendapatan masyarakat. Dalam: Supriatna, J. dan D. Makes (eds). Prosiding Seminar nasional. Harmonisasi Kawasan Konservasi sebagai Penghela Ekonomi Kehutanan Berbasis Taman Nasional. P:93-106. Kementerian Kehutanan, Sustainable Management, Pusat Riset Perubahan Iklim Universitas Indonesia. Jakarta.

Tata, M.H.L., and D. Prameswari. 2003. Inoculation effect of Scleroderma columnare on growth of Shorea seminis and its effectiveness under different dosages of charcoal. Abstract. in the 4th International Conference on Mycorrhizae, Montreal, Canada, August 10-15, 2003.

Tata, H.L. and R.C. Summerbell. 2007. Fungal communities in Mycorrhizal roots of Shorea seedlings assessed by micelial isolation and direct sequencing. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Mikoriza. Asosiasi Mikoriza Indonesia, BIOTROP. Bogor.

Tata, H.L., M. van Noordwijk, M.J.A. Werger, and R.C. Summerbell. 2010a. Limited response to nursery-stage ectomycorrhiza inoculation of Shorea seedlings planted in rubber agroforests in Jambi, Indonesia. New Forests. 39:51-74.

Tata, H.L., E. Widayati, dan H.R. Siringo-ringo. 2010b. Potensi biodiversitas jamur obat dan pangan untuk biobanking. Laporan Penelitian Insentif Kementerian Riset dan Teknologi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi. Bogor.

Tedersoo, L., R.N. Nillson, K. Abarenkov, T. Jairus, A. Sadam, I. Saar, M. Barham, E. Bechem, G. Chuyong, and U. Koljalg. 2011. 454 Pyrosequencing and Sanger sequencing of tropical Mycorrhizal fungi provide similar results but reveal

Page 142: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

138

substantial methodological biases. New Phytologist. 188:291-301.

Trappe, J.M. 2005. A.B. Frank and mycorrhizae: the challenge to evolutionary and ecological theory. Mycorrhiza 15:277-281.

Wang, B., and Y.L. Qiu. 2006. Phylogenetic distribution and evolution of mycorrhizas in land plants. Mycorrhiza. 16:299-363.

Whipps, J.M. 2004. Prospects and limitations for mycorrhiza in biocontrol of root pathogens. Canadian Journal of Botany, 82(8):1198-1227.

Wilkinson, S. and W.J. Davies. 2002. ABA-based chemical signalling: the co-ordination of responses to stress in plants. Plant Cell Environ. 25:195–210.

Zengpu, L., J. Junran, and W. Changwen. Tahun tidak tercatat. Antagonism between ectomycorrhiza fungi and plant pathogens. P:77-81. Diunduh dari: http://aciar.gov.au/files/node/2282/mycorrhizas_for_plantation_forestry_in_asia_part__94429.pdf. Tanggal: 12 Desember 2011.

Page 143: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

139

STRATEGI KONSERVASI TANAH MENDUKUNG KELESTARIAN TANAH DAN AIR DALAM BERBAGAI

BENTUK PEMANFAATANNYA

I Wayan Susi Dharmawan, S.Hut., M.Si1

I. PENDAHULUAN Bapak/Ibu hadirin sekalian yang saya hormati

Akhir-akhir ini, banyak permasalahan lingkungan yang

sedang dihadapi oleh Indonesia seperti bencana alam, banjir, kekeringan, dan lain-lain. Hal ini merupakan salah satu akibat dari kurang pedulinya masyarakat dan pemerintah akan fungsi hutan. Sejalan dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya peranan hutan dalam kehidupan maka banyak kegiatan rehabilitasi dan penghutanan kembali lahan yang dilakukan oleh masyarakat atau pemerintah. Kegiatan rehabilitasi dan penghutanan kembali lahan merupakan bagian dari upaya konservasi tanah untuk memperbaiki kualitas tanah. Menurut Arsyad (2000), secara umum kualitas tanah merupakan kapasitas tanah untuk berfungsi dalam suatu ekosistem dalam hubungannya dengan daya dukungnya terhadap tanaman dan hewan, pencegahan erosi dan pengurangan terjadinya pengaruh negatif terhadap sumberdaya air dan udara.

Konservasi tanah merupakan serangkaian strategi

pengaturan untuk mencegah erosi tanah dari permukaan bumi atau terjadi perubahan secara kimiawi atau biologi akibat penggunaan yang berlebihan, salinisasi, pengasaman, atau akibat kontaminasi lainnya. Untuk itu, strategi konservasi tanah yang dapat dilakukan antara lain: pemilihan vegetasi penutup lahan, pencegahan erosi, pengaturan kadar garam, pengendalian keasaman, meningkatkan kelestarian organisme tanah yang menguntungkan, pencegahan dan remediasi tanah dari kontaminasi dan mineralisasi. Upaya konservasi tanah dapat dilakukan pada kawasan hutan dan lahan terdegradasi akibat penebangan liar, bekas penambangan maupun lahan-lahan kritis lainnya.

Subagyono (2007) menyatakan bahwa strategi konservasi tanah diarahkan untuk meningkatkan cadangan air pada wilayah perakaran tanaman dengan upaya-upaya pengendalian aliran

1 Peneliti Muda Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi

Page 144: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

140

permukaan, peningkatan infiltrasi, pengurangan evaporasi, dan introduksi tanaman yang hemat air. Kegiatan penanaman pohon oleh masyarakat dapat dikatakan sebagai upaya konservasi air karena di dalamnya terdapat tindakan untuk mengendalikan aliran permukaan dan meningkatkan infiltrasi air hujan. Dengan adanya pohon-pohon di atas permukaan tanah, diharapkan akan tersimpan “persediaan air yang cukup banyak di dalam tanah” sehingga masyarakat tidak akan kekurangan air. Bapak/Ibu sekalian yang saya hormati

Pengelolaan hutan yang tepat, pemanfaatan hutan yang sesuai, penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam yang serasi akan mendatangkan manfaat langsung ataupun tidak langsung kepada masyarakat. Kegiatan penanaman pohon oleh masyarakat akan mendatangkan manfaat tidak langsung seperti ketersediaan air terjaga dan produktivitas tanah meningkat. Manfaat tidak langsung adalah hasil yang secara tidak langsung dapat dirasakan oleh masyarakat misalnya hutan mengakibatkan air dalam tanah tersedia secara lebih stabil, hutan dapat mempengaruhi keberhasilan tanaman pangan di sekitarnya khususnya di bagian yang lebih rendah dari lokasi tanaman hutan, kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan lebih baik dan lain-lain (Ilyas et al., 1996; Bruijnzeel, 2006).

Adanya perkembangan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi secara cepat menuntut eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya lahan secara berlebihan. Salah satu contohnya adalah kegiatan penambangan yang dilakukan pada areal berhutan. Penambangan merupakan salah satu contoh pengrusakan tanah dan tumbuhan yang sangat ekstrim. Pemadatan tanah, penurunan unsur hara, toksisitas lahan, dan kemasaman lahan merupakan fenomena umum yang terjadi pada areal bekas pertambangan. Kerusakan tanah tersebut menyebabkan terjadinya penurunan kapasitas tanah dalam mendukung kehidupan. Arsyad (2000) menyebutkan bahwa definisi kerusakan tanah adalah hilangnya atau menurunnya fungsi tanah, baik fungsinya sebagai sumber unsur hara tumbuhan maupun fungsinya sebagai matrik tempat akar tumbuhan berjangkar dan tempat air tersimpan. Sementara itu, Sinukaban (2007) menyatakan bahwa kerusakan tanah adalah proses terjadinya penurunan kemampuan tanah dalam mendukung kehidupan pada saat ini atau pada saat yang akan datang yang disebabkan oleh ulah manusia. Untuk itu diperlukan upaya konservasi tanah untuk meningkatkan produktivitas lahan di areal pertambangan. Rachman (2010) menyatakan bahwa salah satu

Page 145: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Strategi Konservasi Tanah Mendukung…(I Wayan S. D.)

141

tujuan dilakukannya konservasi tanah adalah untuk mempertahankan dan meningkatkan potensi unsur hara tanah dan produktivitas lahan. Para hadirin sekalian yang terhormat

Pemilihan jenis yang tepat memegang peran penting dalam upaya konservasi tanah untuk meningkatkan produktivitas lahan. Secara ekologi, spesies tanaman lokal dapat beradaptasi dengan iklim setempat, tetapi belum tentu dapat beradaptasi dengan baik pada kondisi substrat yang suboptimum. Oleh karena itu perlu dilakukan diversifikasi beberapa jenis pohon yang cocok dengan kondisi suboptimum tersebut, terutama untuk jenis-jenis lokal yang cepat tumbuh dan menghasilkan biomasa yang besar. Untuk menunjang keberhasilan dalam merehabilitasi lahan bekas tambang, maka dilakukan langkah-langkah seperti perbaikan lahan pra-tanam, pemilihan spesies yang cocok, dan penggunaan pupuk organik (Suprapto, 2008).

II. KONSERVASI TANAH DALAM MENDUKUNG KELESTARI-AN TANAH DI AREAL BEKAS PENAMBANGAN EMAS

Bapak/Ibu sekalian yang saya hormati A. Peranan Pupuk Kandang sebagai Bahan Organik

Kelestarian lingkungan tanah di areal bekas penambangan emas dapat diindikasikan oleh menurunnya kandungan Pb dari 10,2 ppm menjadi 7,5 ppm dan Cu dari 2,0 ppm menjadi 1,2 ppm setelah diaplikasikan pupuk kandang (kotoran kambing) ke dalam media tailing (limbah penambangan emas) dengan perbandingan pupuk kandang : tailing (1:1, v/v) (Dharmawan, 2003). Dengan adanya penurunan kandungan logam berat tersebut, lahan bekas penambangan emas akan semakin produktif digunakan untuk kegiatan penanaman. Hal ini terlihat dari meningkatnya pertumbuhan tanaman uji coba (Gmelina arborea) dengan menggunakan media campuran pupuk kandang dan tailing yang menghasilkan pertumbuhan tinggi dan diameter masing-masing sebesar 67,5 cm dan 3,6 cm selama empat bulan pengamatan di lapangan. Peningkatan pertumbuhan ini jauh di atas nilai pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman uji coba yang menggunakan media tailing saja yaitu sebesar masing-masing 56,5 cm dan 2,7 cm (Dharmawan, 2003). Perlakuan media campuran pupuk kandang dan tailing (1:1, v/v) dapat juga meningkatkan pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman Paraserianthes falcataria masing-masing sebesar 15,7 cm dan 0,5

Page 146: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

142

cm. Peningkatan pertumbuhan ini jauh di atas nilai pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman uji coba yang menggunakan media tailing saja yaitu sebesar masing-masing 10,9 cm dan 0,3 cm (Dharmawan, 2006). Peranan pupuk kandang sebagai bahan organik terhadap perbaikan sifat-sifat tanah sangatlah signifikan yaitu :

a. Bahan organik dapat memperbesar daya ikat tanah yang berpasir sehingga struktur tanah akan menjadi baik.

b. Bahan organik dapat memperbaiki struktur tanah berlempung sehingga tanah yang berstruktur berat akan menjadi ringan.

c. Bahan organik dalam tanah akan mempertinggi kemampuan tanah dalam mengikat air sehingga tanah dapat lebih banyak menyediakan air bagi tanaman.

d. Bahan organik dalam tanah memperbaiki drainase dan tata udara tanah terutama pada tanah-tanah berat.

e. Bahan organik mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara sehingga tidak mudah larut oleh air hujan.

f. Bahan organik tanah dapat meningkatkan jumlah populasi mikroorganisme tanah. Fakta ini dapat dilihat pada hasil penelitian (Dharmawan, 2003) yang menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang ke dalam media tailing dengan perbandingan (1:1, v/v) mampu meningkatkan jumlah spora cendawan endomikorhiza Glomus etunicatum dari 16,1 spora/10 g berat kering angin media menjadi 16,4 spora/10 g berat kering angin media.

Berdasarkan hasil berbagai penelitian, pupuk kompos dari kotoran ternak dalam sistem tanah-tanaman dapat memperbaiki struktur tanah dan membantu perkembangan mokroorganisme tanah (Matsushita et al., 2000; Widjajanto et al., 2001; 2002; 2003). Para hadirin sekalian yang saya hormati B. Strategi Konservasi Tanah melalui Bioremoval dan

Fitoremediasi Inti dari konservasi tanah pada areal bekas penambangan

emas adalah melakukan strategi remediasi tanah dari kontaminasi. Hasil dari suatu kegiatan produksi selain diperolehnya produk jadi, juga menghasilkan limbah beracun yang berbahaya bagi kelestarian fungsi lingkungan. Salah satu kegiatan yang menghasilkan limbah beracun adalah penambangan emas di mana proses pengolahannya menghasilkan limbah yang disebut tailing. Tailing merupakan komposit mineral-mineral/logam-logam berat yang berasal dari kegiatan penambangan, memiliki tekstur

Page 147: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Strategi Konservasi Tanah Mendukung…(I Wayan S. D.)

143

berpasir dan tidak bernilai ekonomis (Balkema, 1997). Kandungan logam berat Pb dan Cu dalam media tailing dapat dikurangi kelarutannya dengan memanfaatkan mekanisme proses bioremoval dan fitoremediasi. Standar kandungan logam berat Pb pada tanaman dan cendawan endomikorhiza masing-masing adalah sebesar 0,5-3 ppm (Suhendrayatna, 2001) dan ≥ 100 ppm (Irawan, 2004). Bioremoval merupakan proses pemanfaatan material biologis dalam menyerap/mengabsorbsi dan mengakumulasi bahan polutan/logam berat beracun (Suhendrayatna, 2001). Sementara itu, proses penggunaan tanaman dalam membersihkan, menghilangkan atau mengurangi polutan berbahaya seperti logam berat, pestisida dan senyawa organik beracun dalam tanah atau air disebut dengan proses fitoremediasi (Suhendrayatna, 2001). Mekanisme proses bioremoval dan fitoremediasi sangat strategis diterapkan dalam bidang kehutanan terutama untuk upaya konservasi tanah pada kegiatan penambangan yang berlokasi di kawasan hutan.

Bapak/Ibu sekalian yang saya hormati C. Pemilihan Jenis Tanaman untuk Konservasi Tanah dalam

rangka Fitoremediasi Pemilihan jenis tanaman hendaknya dipilih jenis cepat

tumbuh dan memiliki persyaratan ekologi yang luas sehingga memiliki peluang hidup yang besar. Jenis-jenis Gmelina arborea LINN dan Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen merupakan jenis cepat tumbuh dan memiliki persyaratan ekologi yang luas. Dalam proses fitoremediasi, kedua jenis tersebut memiliki kemampuan dalam mengakumulasi logam berat Pb. Jenis tanaman Paraserianthes falcataria dapat menurunkan kandungan Pb sebesar 10%. Sementara itu, jenis tanaman Gmelina arborea mampu menurunkan kandungan Pb sebesar 13% (Dharmawan, 2007). Interaksi antara mikroorganisme tanah, dalam hal ini adalah cendawan endomikorhiza dengan tanaman, dapat juga menurunkan kandungan logam berat Pb. Jenis tanaman Paraserianthes falcataria yang diinokulasi dengan cendawan endomikorhiza Glomus aggregatum, Glomus fasciculatum dan Glomus etunicatum dapat menurunkan kandungan Pb masing-masing sebesar 13%, 11% dan 10%. Dilain pihak, jenis tanaman Gmelina arborea yang diinokulasi dengan cendawan endomikorhiza Glomus aggregatum, Glomus fasciculatum, dan Glomus etunicatum mampu menurunkan kandungan Pb masing-masing sebesar 17%, 10%, dan 16% (Dharmawan, 2007).

Konservasi tanah pada areal penambangan emas dengan menekankan pada pemilihan jenis dan remediasi tanah dari

Page 148: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

144

kontaminasi memberikan manfaat besar pada kelestarian lingkungan tanah. Manfaat tersebut antara lain terlihat dari perbaikan sifat kimia tanah, sifat fisik tanah dan biologis tanah. Interaksi sifat kimia tanah, fisik tanah dan biologis tanah dalam suatu proses biogeokimia pada media tailing dapat meningkatkan produktivitas media tailing dalam hal serapan hara dan perbaikan agregat tanah. Jika serapan hara meningkat maka proses agregasi dan pelarutan unsur hara dapat berjalan dengan baik (Paul dan Clark, 1989; Dharmawan, 2003).

III. KONSERVASI TANAH DALAM MENDUKUNG KELESTARI-AN AIR UNTUK MASYARAKAT

Bapak/Ibu sekalian yang saya hormati

Kegiatan konservasi tanah dalam bentuk penanaman

pohon oleh masyarakat akan mendatangkan manfaat tidak langsung seperti ketersediaan air terjaga dan produktivitas tanah meningkat. Kegiatan penanaman pohon oleh masyarakat lokal yang dapat menjamin kelestarian air merupakan contoh cerita keberhasilan (success story) yang dapat dijadikan teladan dan pembelajaran bagi masyarakat luas. Success story di bidang kehutanan diartikan sebagai kegiatan-kegiatan di bidang kehutanan yang memberikan manfaat/keuntungan kepada masyarakat, baik langsung maupun tidak langsung. Beberapa contoh kegiatan konservasi tanah melalui upaya rehabilitasi lahan kritis telah memberikan manfaat yang sangat besar bagi kelestarian air dan ekonomi untuk masyarakat sekitar hutan (Dharmawan et al., 2008) diilustrasikan sebagai berikut:

a. Pada awal pembentukannya, Kelompok Tani Hutan Baru Rangga, Kadungora, Kabupaten Garut didirikan dengan motivasi untuk lebih meningkatkan kekuatan sesama petani sayur. Seiring dengan perkembangan bahwa di sekitar lokasi mereka terdapat lahan kritis yang luas, maka mereka bertekad untuk lebih meningkatkan peran mereka dalam merehabilitasi lahan kritis tersebut. Untuk itu, mereka bersepakat membentuk kelompok tani supaya dapat menghijaukan kembali lahan kritis di desa mereka dan dapat meningkatkan hasil penjualan sayurnya. Kegiatan penanaman lahan kritis dilakukan di lahan milik sebagai hutan rakyat dan didanai oleh anggaran GERHAN sebesar Rp 2.450.000,-/ha pada luasan 25 ha. Untuk proporsi luasan masing-masing anggota bervariasi antara 0,2 ha sampai dengan 1,0 ha. Jenis-jenis tanaman yang ditanam meliputi suren, mahoni, alpukat, nangka, durian,

Page 149: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Strategi Konservasi Tanah Mendukung…(I Wayan S. D.)

145

mangga, dan waru gunung. Waru gunung ditanam atas inisiatif masyarakat dan bukan jenis yang direkomendasikan dalam Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN). Namun demikian, jenis ini memiliki pertumbuhan yang sangat bagus dan pada umur enam tahun sudah bisa ditebang karena diameternya sudah mencapai 20 cm, sehingga jenis ini merupakan jenis yang ekonomis dan dapat cepat dipanen. Kegiatan GERHAN telah memberikan manfaat yang banyak kepada masyarakat antara lain kondisi tanah lebih subur, kekeringan air sudah dapat dikurangi, air tidak keruh lagi, dan tidak adanya longsoran dari tempat-tempat yang berlereng curam karena tanahnya sudah terikat oleh akar. Pada waktu sebelum GERHAN, kawasan di sekitar kelompok tani merupakan lahan yang gundul/kritis dan hanya ditanami sayur-sayuran saja, tanpa ada tanaman tahunan (buah-buahan atau jenis tanaman hutan) sehingga secara keseluruhan hasilnya tidak maksimal.

b. Kelompok Tani Hutan Hegar Sari 2 berlokasi di Dusun Sapuangin, Desa Karangsari, Kabupaten Ciamis. Kelompok tani ini dibentuk berdasarkan inisiatif sendiri. Inisiatif ini muncul karena kepedulian mereka terhadap kondisi lahan yang sangat kritis dan memiliki topografi berat/berlereng. Untuk itu, mereka berkeinginan menghijaukan kembali lahan kritis menjadi lahan yang produktif. Usaha kelompok tani ini tidak sia-sia karena telah berhasil menghijaukan kembali lahan kritis seluas 230 ha menjadi lahan yang benar-benar produktif dan pada tahun 2006 meraih Juara I Lomba GRLK (Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis) Tingkat Provinsi Jawa Barat. Lahan di desa ini bertopografi berat dengan tingkat kelerengan 45% dan pada awalnya hanya berhamparkan tanaman pisang. Pada tahun 2007 sudah terdapat 60 ribu pohon antara lain jati, mahoni, waru gunung, durian, kopi, cengkeh, dan nilam. Kendala dalam penghijauan yang masih dihadapi saat ini adalah terdapatnya lahan seluas 25 ha yang belum tertanami karena kondisi tanahnya yang berbatu dan curam sehingga sulit untuk ditanami. Usaha penanaman baru dilakukan sebatas pada jenis gliricidia. Manfaat yang telah diperoleh dengan adanya penghijauan ini adalah sumber air di desa sudah terisi kembali dan apabila kemarau masih terdapat sumber air serta iklim di desa makin sejuk.

c. Kelompok Tani Subur Makmur di Desa Bumisari, Kabupaten Purbalingga telah melakukan penanaman sengon sejak tahun 1996 untuk merehabilitasi lahan kritis

Page 150: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

146

di desanya. Desa Bumisari merupakan daerah hulu (wilayahnya sampai ke puncak Gunung Slamet) dari Obyek Wisata Air Bojongsari (OWABONG) yang merupakan salah satu penopang sumber air dari obyek wisata tersebut. Oleh karena itu, Bupati Purbalingga sangat peduli pada kelestarian hutan di daerah hulu. Dengan kegiatan tersebut Bupati Purbalingga menjadi Juara I Tingkat Nasional sebagai Bupati Peduli Kehutanan. Dengan adanya aktivitas masyarakat Desa Bumi Sari yang telah menanam sengon, maka hal itu telah memberikan sumbangan/pasokan air yang berarti bagi kawasan wisata OWABONG. Hal ini membuktikan bahwa penanaman pohon sengon di hulu (Desa Bumi Sari) telah menjamin kelestarian pasokan air ke OWABONG.

Para hadirin sekalian yang saya hormati

Selanjutnya, contoh keberhasilan upaya konservasi tanah yang telah memberikan manfaat kelestarian air adalah yang dilakukan oleh:

d. Kelompok Tani Hutan Rakyat (KTHR) Margomulyo berlokasi di Dusun Pringsurat, Desa Kedungkeris, Kecamatan Nglipar, Kabupaten Gunung Kidul. Keinginan membentuk paguyuban tersebut dilandasi oleh semangat dan keinginan warga untuk memperoleh kehidupan dan kesejahteraan yang lebih baik. Komoditas kayu yang menjadi andalan masyarakat daerah ini adalah jati, mahoni, dan Acacia auriculiformis. Masyarakat banyak menanam jati di lahan-lahan kritis mereka dalam bentuk hutan-hutan rakyat. Jati dapat dipanen paling cepat umur 15 tahun dengan harga rata-rata Rp 600.000,- per batang. Untuk menjaga kelestarian maka disepakati tebang 1 tanam 10 dan sudah dituangkan dalam bentuk peraturan KTHR secara tertulis. Kelompok tani tersebut mempunyai lahan seluas 186 ha dengan jarak tanam 3 m x 4 m. Untuk mengoptimalkan pertumbuhan dilakukan penjarangan dua kali, yaitu pada umur lima tahun dan sembilan tahun. Tanaman jati ini, selain mendapatkan keuntungan secara ekonomi, secara ekologi masyarakat juga merasakan munculnya sumber mata air pada tahun 2001 setelah mereka menanam tanaman jati. Sungai masih tetap berair walaupun pada musim kemarau panjang.

e. Masyarakat Desa Selopamioro sudah menanam jati dari tahun 1970-an. Kegiatan pembangunan hutan oleh

Page 151: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Strategi Konservasi Tanah Mendukung…(I Wayan S. D.)

147

masyarakat sudah berlangsung lebih dari 30 tahun. Adanya gerakan GERHAN dapat memacu semangat masyarakat untuk membangun hutan. Untuk mensukseskan GERHAN, mereka mamperkuat Kelompok Tani Sapuangin yang sudah terbentuk menjadi Gabungan Kelompok Tani Hutan (Gapoktan) Sapuangin yang beranggotakan 932 orang dari 18 dusun yang ada di Desa Selopamioro. Gapoktan Sapuangin menanam jati dan melinjo (terutama jati) pada lahan seluas 350 ha yang tersebar di 11 dusun. Di samping itu terdapat lahan hutan konservasi seluas 336 ha dan hutan pelestarian seluas 1 ha di mana lahan tersebut milik Keraton Yogyakarta yang dikenal sebagai lahan SG (Sultan Ground). Pada lahan SG masyarakat diijinkan mengelola tanpa membayar apapun. Tanah di Dusun Jetis, Desa Selopamioro mempunyai solum sangat tipis (berbatu-batu). Namun setelah kegiatan GERHAN, air tersedia sepanjang tahun. Sebelum GERHAN, warga Desa Selopamioro hanya mempunyai ketersediaan air sampai bulan Agustus – September dan hanya cukup untuk 30 KK saja. Setelah September warga kekurangan air dan harus mengambil dari Kali Oyo. Setelah menanam jati secara swadaya selama 30 tahun ditambah dengan program GERHAN, ketersediaan air cukup untuk kebutuhan 90 KK warga, bahkan masih cukup untuk irigasi sawah dan air melimpah sepanjang tahun.

f. Kelompok Tani Sidomulyo sebagai Juara I Kinerja GERHAN 2004 Tingkat Nasional berlokasi di Desa Kertowono, Kecamatan Gucialit, Kabupaten Lumajang. Berdasarkan letaknya Desa Kertowono merupakan desa penyangga Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TN-BTS). Kelompok tani ini pada tahun 2004 dan 2006 menjadi Juara I Nasional Lomba GERHAN. Kelompok Tani Sidomulyo mempunyai anggota 87 orang yang berasal dari empat dusun, yaitu Sidomulyo, Karanganyar, Sidodadi, dan Sidomakmur yang mengelola lahan milik seluas 75 ha pada saat dibentuk. Saat ini sudah berkembang seluas 395,7 ha dengan anggota kelompok 345 orang. Sebelum kegiatan GERHAN, mata air di daerah ini hanya 10 buah, tetapi sejak berkembangnya hutan rakyat sengon yang dimulai pada tahun 1996, saat ini terdapat 44 buah mata air yang dapat memenuhi kebutuhan air bagi warga di tiga kecamatan yaitu Kedojajang, Padang, dan Gucialit. Dengan meningkatnya jumlah mata air maka hal ini memudahkan masyarakat untuk mendapatkan sumber air.

Page 152: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

148

IV. KESIMPULAN Bapak/Ibu sekalian yang saya hormati

Berdasarkan fakta dan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

a. Strategi konservasi tanah melalui pemilihan jenis yang tepat dan remediasi tanah dari kontaminasi pada areal bekas penambangan emas dapat meningkatkan produktivitas tanah dan pertumbuhan tanaman. Media tailing dapat diturunkan kandungan Pb-nya dari 10,2 ppm menjadi 7,5 ppm dan Cu dari 2,0 ppm menjadi 1,2 ppm setelah diaplikasikan pupuk kandang (kotoran kambing) ke dalam media tailing (limbah penambangan emas) dengan perbandingan pupuk kandang : tailing (1:1, v/v). Penurunan Pb tersebut menjadikan pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman Gmelina arborea meningkat masing-masing sebesar 3,7 cm/bulan dan 0,3 cm/bulan. Sementara itu, pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman Paraserianthes falcataria juga meningkat masing-masing sebesar 1,6 cm/bulan dan 0,07 cm/bulan.

b. Motivasi masyarakat dalam melakukan konservasi tanah pada kondisi lingkungan yang kritis sangatlah tinggi sehingga dapat meningkatkan ketersediaan air di lingkungan mereka. Ketersediaan air dapat dilihat dari meningkatnya jumlah mata air sebelum penanaman dari 10 buah menjadi 44 buah setelah penanaman selama 10 tahun di Desa Kertowono. Di Desa Selopamioro, ketersediaan air mencukupi untuk 30 KK selama musim kemarau sebelum penanaman jati dan GERHAN. Namun, 30 tahun setelah penanaman jati dan ditambah program GERHAN, maka ketersediaan air mencukupi untuk 90 KK selama musim kemarau.

c. Dalam melakukan pemilihan strategi konservasi tanah yang tepat dapat disesuaikan dengan karakteristik dan potensi lingkungan serta masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Kelestarian tanah dan air yang dirasakan oleh masyarakat dalam jangka panjang menjadi tolok ukur keberhasilan suatu kegiatan konservasi tanah.

Page 153: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Strategi Konservasi Tanah Mendukung…(I Wayan S. D.)

149

V. PENUTUP Para hadirian sekalian yang saya hormati

Upaya konservasi tanah pada bekas areal penambangan emas perlu lebih banyak ditindaklanjuti dengan seleksi/pemilihan jenis yang tepat yang memiliki kemampuan besar untuk menurunkan kandungan logam berat Pb dan Cu. Selain itu, perlu juga dicoba penggunaan pupuk kompos lainnya selain pupuk kandang yang berpotensi untuk menekan kandungan logam berat Pb dan Cu pada media tailing.

Mudah-mudahan tulisan ini dapat memberikan sedikit kontribusi untuk upaya konservasi tanah di areal bekas penambangan emas serta memberikan contoh-contoh keberhasilan tentang pentingnya konservasi tanah mendukung kelestarian air untuk masyarakat. Bagi pengelola areal penambangan emas, komposisi media tailing : pupuk kandang (1:1, v/v) dapat digunakan sebagai media tanam dalam kegiatan rehabilitasi areal bekas penambangan emas. Bagi Ditjen Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial, contoh-contoh keberhasilan upaya konservasi tanah yang telah diuraikan sebelumnya dapat ditindaklanjuti untuk menentukan kriteria dan indikator keberhasilan konservasi tanah oleh masyarakat. Bapak/Ibu sekalian yang saya hormati Tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu masukan dan saran konstruktif akan memperbaiki kualitas dari tulisan ini. UCAPAN TERIMA KASIH Bapak/Ibu sekalian yang saya hormati

Ijinkan saya untuk mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Kepala Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi atas kesempatan dan peluang yang telah diberikan untuk melaksanakan kegiatan penelitian terkait konservasi tanah.

Saya sampaikan juga ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak/Ibu Tim Penilai Peneliti Instansi yang telah meluangkan waktu, pemikiran, dan tenaga untuk membimbing peneliti selama ini.

Page 154: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

150

Tidak lupa juga, saya sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para guru dan para dosen yang telah memberikan ilmunya dan membimbing penulis selama menempuh studi dari tingkat Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Para hadirin sekalian yang saya hormati

Karir yang penulis capai saat ini, mustahil akan terwujud tanpa dukungan dan pengorbanan dari orang tua, saudara, istri, dan anak-anak penulis. Untuk itu penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada orang tua, saudara, istri dan anak-anak saya yang telah memberikan dukungannya selama ini.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan setinggi-tingginya kepada teman peneliti dan teknisi lingkup Kelti Pengaruh Hutan yang telah memberikan banyak dukungan pemikiran dan tenaga demi kelancaran kegiatan penelitian selama ini. DAFTAR PUSTAKA Arsyad, S. 2000. Konservasi tanah dan air. IPB Press.

Balkema, A. A. 1997. Tailings and mine waste. Rotterdam, Netherlands.

Bruijnzeel, L.A.S. 2006. To plant or not to plant? Hydrological benefits of tropical forestation programs under scrutiny. Balai Litbang Teknologi Pengelolaan DAS Indonesia Bagian Barat. Surakarta.

Dharmawan, I. W. S., 2003. Pemanfaatan endomikorhiza dan pupuk organik dalam memperbaiki pertumbuhan Gmelina arborea LINN pada tanah tailing. Thesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Dharmawan, I. W. S. 2007. Bioremoval dan fitoremediasi dalam konservasi tanah bekas tambang emas. Jurnal Enviro Vol. 9 No. 1. PPLH – LPPM UNS Surakarta. Surakarta.

Dharmawan, I. W. S. 2006. Aplikasi cendawan endomikorhiza dan pupuk organik pada media tailing untuk meningkatkan pertumbuhan semai Paraserianthes falcataria. Jurnal Widya Riset Vol. 9 No. 4. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor.

Dharmawan, I. W. S, E. Widyati, A. Ng. Gintings, Syafruddin dan H. Sudiana. 2008. Penanaman pohon dan kelestarian air:

Page 155: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Strategi Konservasi Tanah Mendukung…(I Wayan S. D.)

151

Sebuah cerita keberhasilan masyarakat lokal. Info Hutan Vol. V No. 3. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.

Ilyas, M.A., A. Ng. Gintings, F. Agus dan I.B. Pramono. 1996. Pengaruh perubahan tata guna lahan terhadap banjir, erosi dan sedimentasi pada Sub-Das Cigulung Maribaya. Sekretariat Tim Pengendali Penghijauan dan Reboisasi Pusat, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Irawan, U.S. 2004. Aplikasi ektomikorhiza dan pupuk organik untuk memperbaiki pertumbuhan tanaman pada media tailing. Thesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Matsushita, K., N. Miyauchi and S. Yamamuro. 2000. Kinetics of 15N-labelled nitrogen from co-compost made from cattle manure and chemical fertilizer in a paddy field. Soil Sci. Plant Nutr. Vol. 46 No. 2.

Paul, E. A. and F. E. Clark. 1989. Soil microbiology and biochemistry. Academic Press, Inc. Hercourt Brace Jovanovich Publishers. San Diego.

Rachman, S. 2010. Kebijakan dan upaya pengelolaan Daerah Aliran Sungai dari sektor kehutanan. Di dalam : Prosiding Seminar dan Kongres Nasional VII MKTI; Jambi, 23-24 Nopember 2010. Bogor : Perhimpunan MKTI.

Sinukaban, N. 2007. Peranan konservasi tanah dan air dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Di dalam : Prosiding Seminar dan Kongres Nasional VI MKTI; Cisarua, 17-18 Des 2007. Bogor : Perhimpunan MKTI.

Subagyono, K. 2007. Konservasi air untuk adaptasi pertanian terhadap perubahan iklim. Dalam Bunga Rampai Konservasi Tanah dan Air. PP-MKTI. Jakarta.

Suhendrayatna. 2001. Bioremoval logam berat dengan menggunakan mikroorganisme : Suatu kajian kepustakaan (Heavy metal bioremoval by microorganisms : A literature study). Sinergy Forum – PPI Tokyo Institute of Technology. Tokyo.

Suprapto, J. S. 2008. Tinjauan reklamasi lahan bekas tambang dan aspek konservasi bahan galian. Pusat Sumber Daya Geologi. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Jakarta.

Widjajanto, D.W., T. Honmura, K. Matsushita, and N. Miyauchi. 2001. Studies on the release of N from water hyacinth

Page 156: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

152

incorporated into soil-crop systems using 15N-labeling techniques. Pak. J. Biol. Sci. Vol. 4 No. 9.

Widjajanto, D.W., T. Honmura, and N. Miyauchi. 2002. Nitrogen release from green manure of water hyacinth in rice cropping systems. Pak. J. Biol. Sci. Vol. 5 No. 7.

Widjajanto, D.W., T. Honmura, and N. Miyauchi. 2003. Possible utilization of water hyacinth (Eichhornia crassipes (Mart.) Solms), an aquatic weed, as green manure in vegetables cropping systems. Jap.J.Trop Agric. Vol. 47 No. 1.

Page 157: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

153

PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN KERAGAMAN HAYATI DAN LAHAN DI DAERAH PENYANGGA

TAMAN NASIONAL

Ir. Reny Sawitri, M.Sc1

I. PENDAHULUAN Bapak, ibu, dan hadirin yang saya hormati,

Sejak era reformasi yang dimulai pada awal tahun 1998,

paradigma pembangunan kehutanan di Indonesia berubah drastis dan cenderung reaktif terhadap setiap tuntutan yang berlangsung di masyarakat melalui semboyan hutan untuk rakyat (Sardjono, 1999 dalam Sawitri et al., 2000). Perubahan tersebut meliputi upaya desentralisasi dan restrukturisasi pengusahaan hutan, yang berimplikasi terhadap peran masyarakat sekitar hutan untuk turut serta mengelola sumberdaya alam dalam bentuk hutan kemasyarakatan. Hal ini perlu mendapat dukungan karena mengangkat kembali praktek pengelolaan hutan secara tradisional untuk mencapai pengelolaan hutan secara lestari yang melibatkan masyarakat yang tinggal di dalam maupun di sekitar hutan (Sawitri, et.al., 2000).

Pengelolaan hutan berupa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam, menurut PP RI Nomor 68 tahun 1998 ditujukan untuk memenuhi fungsi wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan, kawasan pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwaliar beserta ekosistemnya serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Selanjutnya pengawetan jenis tumbuhan dan satwa dijabarkan dalam PP RI Nomor 7 tahun 1999, meliputi kegiatan inventarisasi jenis, pembinaan habitat dan populasi jenis serta penyelamatan jenis tumbuhan dan satwa yang dapat dilakukan oleh pemerintah, akademisi dan ilmuwan, lembaga swadaya masyarakat (LSM) bersama rakyat. Hal ini mengingat bahwa pengelolaan keanekaragaman hayati bertujuan untuk

1 Peneliti Madya Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi

Page 158: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

154

mempertahankan pengembangan pemanfaatannya, melestarikan potensi dan ketersediaannya.

Kawasan pelestarian alam tersebut yang berfungsi sebagai kawasan konservasi yaitu taman nasional umumnya dikelilingi masyarakat dengan tingkat pendidikan yang rendah dan kesejahteraan yang belum memadai, sehingga dikhawatirkan dapat mengancam keberadaan kawasan konservasi tersebut. Untuk mengatasi kemungkinan tekanan masyarakat ke dalam kawasan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama di sekitar kawasan konservasi sekaligus melindungi kelestarian keanekaragaman hayati, maka ditetapkan daerah penyangga taman nasional. Di dalam UU RI No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya disebutkan bahwa daerah penyangga merupakan wilayah yang berada di luar kawasan konservasi, baik sebagai hutan lain, tanah negara maupun tanah yang dibebani hak, yang diperlukan dan mampu menjaga keutuhan kawasan.

II. DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL Bapak, ibu, dan hadirin yang saya hormati Penetapan dan pengelolaan daerah penyangga menjadi sangat penting mengingat tekanan masyarakat yang mengintervensi masyarakat yang kurang memahami kebijakan, kepentingan ekonomi, keterbelakangan teknologi konservasi, dan permasalahan lahan yang berkembang di masyarakat sekitar kawasan. Pengelolaan dimaksud adalah perpaduan keserasian pengelolaan keragaman hayati dan lahan pertanian sesuai dengan kondisi fisik dan potensi daerah untuk mendapatkan hasil optimal guna menunjang sistem perokonomian masyarakat lokal dan mencegah konflik antara masyarakat dengan kawasan konservasi dan mengurangi bahaya satwaliar bagi masyarakat atau sebaliknya.

Pembangunan daerah penyangga merupakan bagian integral dari pembangunan daerah secara terpadu yang mencakup berbagai bidang berdasarkan karakteristik permasalahan dan kebutuhan objektif wilayah masing-masing yang disesuaikan

Page 159: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Pengelolaan dan Pemanfaatan Keragaman Hayati…(R. Sawitri)

155

dengan sasaran pembangunan. Sejalan dengan itu maka rencana pembangunan daerah penyangga dan kawasan konservasi di sekitarnya harus terkait erat dengan rencana pembangunan wilayah dalam satu perencanaan terpadu, dimana program pembangunan kawasan konservasi tersebut akan berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian pembangunan daerah penyangga merupakan alternatif pemecahan masalah pengentasan kemiskinan khususnya bagi masyarakat desa hutan, serta upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam melestarikan potensi tumbuhan guna pelestarian jenis dan manfaatnya melalui pengembangan wisata alam, penyangga kawasan konservasi, kawasan budidaya dan industri dari tanaman hutan yang bernilai ekonomis tinggi guna mewujudkan ketahanan pangan. Dalam kaitannya dengan ketahanan pangan, peranan hutan antara lain sebagai stok pangan, sumber air rumah tangga dan penopang utama sistem irigasi pertanian, sumber pendapatan, pendukung peternakan, penyedia obat-obatan, sumber energi, pemelihara keseimbangan lingkungan, sumber genetik keanekaragaman hayati, penyedia tempat tinggal dan lahan garapan serta pemberi warna kebudayaan. Hal ini terjadi di semua kawasan konservasi di daerah penyangga taman nasional seperti masyarakat di daerah penyangga Taman Nasional Merbabu yang setiap hari memasuki kawasan mengambil rumput untuk ternak sapinya di pagi hari dan kayu bakar untuk memasak di sore hari (Sawitri dan Iskandar, 2007). Kegiatan ini memiliki efek negatif berupa persaingan habitat dan ketersediaan pakan dengan satwaliar, merusak vegetasi, pemadatan permukaan tanah, perburuan liar dan perladangan liar (Alikodra dan Rinekso, 1991 dalam Sawitri et al., 2000).

Untuk menekan dampak negatif akibat ketergantungan masyarakat lokal pada hutan maka daerah penyangga taman nasional harus dikelola berdasarkan pada tiga aspek yang saling terkait yaitu aspek ekologi, ekonomi, dan sosial budaya masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar daerah penyangga dapat memiliki nilai ekonomi tinggi untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, dan mengurangi tingkat ketergantungan masyarakat pada hutan yang tinggi di antaranya melalui pengembangan hutan rakyat dengan teknik agroforestri (Bismark et al., 2007). Oleh

Page 160: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

156

karena itu pembangunan kawasan konservasi, daerah penyangga, dan masyarakat akan menunjukkan dan mempunyai hubungan timbal-balik yang saling menguntungkan. Untuk itu diperlukan adanya partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan terpadu yang saling mendukung dan sinergis dalam suatu kesatuan konsep program dan strategi pengembangan daerah penyangga. Bapak, ibu, dan hadirin yang saya hormati

Pengembangan dan pengelolaan daerah penyangga dilakukan melalui pembagian lahan ke dalam wilayah atau zonasi yang ditujukan pada pengelolaan habitat dan populasi satwaliar serta kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat lokal. Berdasarkan pengembangan dan pengelolaan daerah penyangga tersebut dibagi ke dalam tiga jalur (Setyawati dan Bismark, 2002), yaitu:

Jalur hijau: fungsi jalur hijau adalah menyangga fisik kawasan dari gangguan dan pengaruh jenis eksotik tumbuhan dan sebagai perluasan daerah jelajah satwa. Areal yang dapat dikelola sesuai dengan fungsi di atas adalah hutan produksi, kawasan lindung, dan hutan rakyat yang berbatasan dengan kawasan konservasi.

Jalur interaksi: fungsi jalur interaksi adalah menyangga kawasan konservasi dan jalur hijau dari perubahan ekosistem yang drastis, gangguan satwaliar ke kawasan budidaya, dan mendukung peningkatan sosial ekonomi masyarakat. Pengelolaan jalur interaksi dilakukan dengan pengembangan hutan rakyat dengan sistem agroforestri, dimanfaatkan secara terbatas dan vegetasi sekunder atau areal yang ditinggalkan masyarakat dibangun menjadi hutan rakyat atau hutan kemasyarakatan yang dapat mendukung konservasi tumbuhan dan satwa yang bernilai ekonomis dan ekologis.

Kawasan budidaya: fungsi kawasan budidaya daerah penyangga adalah untuk mendukung peningkatan sosial ekonomi masyarakat, pengembangan wilayah dan wisata. Pengembangan program pertanian dilakukan secara terpadu melalui pembukaan lahan tanpa pembakaran,

Page 161: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Pengelolaan dan Pemanfaatan Keragaman Hayati…(R. Sawitri)

157

pemakaian herbisida yang ramah lingkungan, menetapkan pemukiman masyarakat yang tidak berdampak negatif terhadap kawasan dan masyarakat akibat gangguan satwaliar.

III. PEMANFAATAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DI DAERAH PENYANGGA

Bapak, ibu, dan para hadirin yang saya hormati Potensi daerah penyangga di antaranya keanekaragaman

hayati yang dimanfaat masyarakat adalah burung, nekton atau perikanan, mamalia, dan tumbuhan.

Di kawasan konservasi seperti Taman Nasional Gunung Ciremai yang dikelola dengan sistem Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) mempunyai keragaman jenis dan keseimbangan paling tinggi, keadaan ini didukung oleh tingkat kesukaan burung terhadap jenis tumbuhan dan sebagai daerah ekotone. Jenis burung tersebut adalah burung berukuran kecil, berkelompok dan pemakan serangga seperti burung kacamata gunung (Zosterops palpebrosa Nich) dan prenjak (Prinia familiaris Horsfield) (Sawitri, et al., 2007). Hal demikian juga dijumpai di Taman Nasional Merbabu di mana burung-burung pemakan serangga mendominansi yaitu burung kacamata (Zosterops montanus) = 29 individu/ha, walet linchi (Collocalia linchii) = 27 individu/ha, dan sriti (C. esculenta) = 22 individu/ha (Sawitri et al., 2010). Tumbuhan yang dimanfaatkan oleh burung untuk mencari pakan, beristirahat, bersarang, dan tidur di daerah penyangga adalah pohon buah-buahan seperti Durio zibethinus Murr , Artocarpus heterophylla Lamk., Syzigium aromaticum O.Ktze., Parkia speciosa Hask, Bambusa vulgaris Schrad, dan marga ficus-ficusan. Di kawasan konservasi kepulauan seperti Taman Nasional Kepulauan Seribu dan Taman Nasional Kepulauan Wakatobi keberadaan burung-burung berukuran kecil dan pemakan serangga juga melimpah (Sawitri et al., 2011).

Potensi burung pemakan serangga seperti burung walet, maka pemanfaatannya dilakukan secara langsung maupun dalam bentuk budidaya. Dua jenis burung yaitu walet linchii dan sriti

Page 162: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

158

sudah dibudidayakan bersama dengan burung walet oleh masyarakat melalui pemeliharaan gua sebagai tempat bersarangnya atau pembangunan rumah walet (Sawitri dan Garsetiasih, 2000a). Di Gombong Selatan, Jawa Tengah, burung walet dibudidayakan di gua-gua oleh pemerintah daerah, tiga gua yang dikonsesikan tahun 2000 memberikan penghasilan sebanyak Rp 1 milyar. Pembangunan rumah walet memerlukan konstruksi bangunan pondasi, lantai, dinding, atap, dan plafon yang mempertimbangkan kekuatan, kemudahan perawatan, keamanan bangunan, dan bahan bangunan. Biaya pembangunan rumah walet ukuran 200m2 diperkirakan Rp 150 juta s/d Rp 200 juta (Sawitri dan Garsetiasih, 2000b). Budidaya burung walet dilakukan dengan melakukan pertukaran telur antar telur sriti atau walet linchii dengan telur walet, program penetasan telur walet di inkubator dan pembesaran anak burung (Sawitri, 2003). Sarang burung walet gua, walet rumah, dan sriti memiliki kandungan protein yang cukup tinggi berkisar antara 44,37%, 50,04%, dan 35,06%, demikian juga dengan kandungan energinya berkisar antara 3637, 4172, dan 2515 (kal/gram) (Sawitri dan Garsetiasih, 2001).

Selain itu, jenis burung yang dimanfaatkan secara langsung untuk memenuhi kebutuhan protein hewani maupun menambah sumber pendapatan di antaranya adalah burung punai seperti burung punai gading (Treron vernans L), punai lengguak (Treron curvirostra Gmelin), punai kecil (Treron olax Temminck), punai bakau (Treron fulvicollis Wagler), dan punai tanah (Chalcocaps indica L). Populasi dihitung berdasarkan jumlah tangkapan per tahun dari penangkap burung sebanyak 16.800 – 27.720 individu di Kalimantan Barat, sedangkan di Kalimantan Selatan 12.000 -18.000 ekor (Sawitri dan Garsetiasih, 2011, in press). Di Sumatra Utara, selain jenis punai juga dimanfaatkan jenis burung ruak-ruak dan balam. Kandungan gizi daging burung punai dan burung lainnya ditunjukkan oleh nilai kandungan proteinnya secara berurutan yaitu punai kecil (Treron olax Temminck) 27,35 %; punai bakau (Treron fulvicollis Wagler) 21,42 %; ruak-ruak (Amaurornis phoenicurus Pennant) 20,10 %; punai gading (Treron vernans Linnaeus)19,63 %; punai lengguak (Treron curvirostra Gmelin) 19,54%; balam (Streptopelia chinensis Scopoli) 18,99%, dan merpati (Columba livia) 18,88 %. Kandungan

Page 163: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Pengelolaan dan Pemanfaatan Keragaman Hayati…(R. Sawitri)

159

lemak tertinggi secara berurutan pada burung balam 6,70 % ; punai lengguak 4,45 %; merpati 4,23 %; punai gading 3,00 %; ruak-ruak 2,32 %; punai bakau 1,60 %; dan punai kecil 0,42 %. Pemanfaatan burung punai secara ekonomi memberikan pendapatan bagi penangkap, pengumpul, dan pengolah burung di restoran. Pendapatan masyarakat dari hasil tangkapan burung punai Di Kalimantan Barat pada saat musim kemarau, sebesar Rp 1.400.000,- - Rp 1.700.000,- dan di Sumatera Utara sebesar Rp 1.200.000,- - Rp 1.500.000,-, sedangkan pendapatan masyarakat pada musim penghujan relatif lebih kecil (Garsetiasih et.al, 2011 in press).

Pemanfaatan burung untuk keperluan upacara adat maupun diperjualbelikan, juga dilakukan oleh masyarakat lokal di sekitar Taman Nasional Kutai. Jenis burung tersebut adalah rangkong (Rinoplas vigil Forster), kacer (Hemipus hirundinaceus Temminck), beo (Gracula religiosa L) dan betet (Loriculus galgulus L) (Sawitri et al., 2011).

Bapak, ibu, dan para hadirin yang saya muliakan

Potensi daerah penyangga dan kawasan yang memiliki daerah perairan seperti sungai adalah nekton atau perikanan yang merupakan potensi plasma nutfah di kawasan hutan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat melalui budidaya ataupun pemanfaatan langsung. Di kawasan konservasi Taman Nasional Way Kambas potensi jenis-jenis ikan yang dominan seperti gabus dan keting yang termasuk family Bagridae (Sawitri dan Garsetiasih, 2001). Di daerah penyangga Taman Nasional Kayan Mentarang, PT INHUTANI II, Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Timur potensi perikanan dimanfaatkan oleh masyarakat lokal sebagai sumber pendapatan tambahan adalah 88,23% dan sebagai sumber pakan 73,68% (Bismark et al., 2004). Potensi ikan tersebut adalah 28 jenis dalam 8 famili dan 20 genera di antaranya Cyprinidae (57,14%), Balitoridae (14,28%), Bagridae (17,14%) dan Anguillidae (7,14%) (Sawitri dan Iskandar, 2006). Keberadaan ikan tersebut dipengaruhi oleh kesuburan perairan, akibat penebangan hutan yang menyebabkan tingginya residu terlarut.

Page 164: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

160

Jenis ikan di restorasi mangrove yang berdekatan dengan pertambakan masyarakat di S. Comal, Pemalang ditemukan 32 jenis, 22 famili dan di Kedung Coet, RPH Cemara, BKPH Indramayu yang dikelola sebagai daerah wisata alam, memiliki potensi ikan 10 jenis, 10 famili. Dari hasil tersebut famili Bagridae 18%, Cyprinidae 14%, Gobidae 9%, Terraponidae 9%, dan Chanidae 9% (Sawitri dan Karlina, 2006), sedangkan famili lainnya hanya 4%. Banyaknya jenis ikan yang termasuk ke dalam famili Bagridae ditunjang oleh kandungan tanah liat dan lempung pada dasar substrat sungai serta jenis ikan ini merupakan ikan penetap yang menghuni sungai, baik dalam kondisi air asin ataupun tawar setelah ada pasokan dari air hujan. Famili Cyprinidae sebagai ikan eurotropic terdapat di permukaan serta di perairan yang aliran permukaannya lambat ataupun cepat. Hal ini berkaitan dengan dampak pemanfaatan kawasan untuk pembuangan industri, sampah rumah tangga, eksploitasi sumberdaya alam, konversi lahan, pertanian, dan pertambakan sehingga kualitas air secara fisik dan kimia di kedua sungai menurun dan kesuburannya tinggi, hal ini diindikasikan dengan kandungan residu terlarut, salinitas, COD, BOD, N/P rasio (77,5% dan 43,6%).

Pemanfaatan mamalia kecil oleh masyarakat dilakukan dengan perburuan di areal perkebunan teh, hutan tanaman, ladang/kebun rakyat sebagai tambahan pendapatan yaitu trenggiling yang memililiki nilai ekonomi tinggi, dengan harga Rp 400.000,- - Rp 500.000,-/kg dan sisiknya Rp 30.000,-. Mamalia besar sebagai sumber plasma nutfah seperti banteng ditujukan untuk memperbaiki produksi dan reproduksi sapi bali. Hal ini dilakukan melalui tahapan mengetahui keragaman genetika banteng dan sapi bali, membandingkan ukuran dan bentuk badan banteng dan sapi bali dan mengawinkan banteng jantan dengan sapi bali. Dari hasil penelitian diketahui bahwa keragaman sapi bali yang berasal dari 11 sampel memiliki keragaman haplotipe lima, sedangkan keragaman banteng yang berasal dari lima lokasi kawasan konservasi in-situ dan ex-situ hanya memiliki tiga haplotipe. Dengan demikian sapi bali merupakan konservasi ex-situ banteng di luar kawasan konservasi apabila dilihat dari kemiripan bentuk dan ukuran badan yang hampir sama besar. Untuk itu program perbaikan sapi bali yang dapat dilakukan adalah

Page 165: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Pengelolaan dan Pemanfaatan Keragaman Hayati…(R. Sawitri)

161

mengkoleksi dan menyeleksi sapi bali yang memiliki produksi dan reproduksi yang unggul.

Selain burung, ikan, dan mamalia yang dimanfaatkan masyarakat, secara tradisional juga memanfaatkan beberapa jenis tanaman sebagai sumber buah-buahan seperti konyal (Passiflora edulis), saninten (Castanopsis argentea), pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack), krantungan (Durio oxleyanus Griff), kesturi (Mangifera casturi Griff), keledang (Artocarpus lancefolius Roxb), ciu/mundar (Garcinia celebica Linn), maritam (Nephelium juglandifolium Linn), durian lai (Durio spp) dan ramania (Nephelium sp.) (Sawitri, 2000; Heriyanto dan Sawitri, 2006; Heriyanto et al., 2007; Sawitri et al., 2011). Pohon buah-buahan lokal tersebut dipanen dari hutan, dikelola dalam hutan atau setengah dibudidayakan di pekarangan atau di kebun rakyat. Keanekaragaman jenis tanaman buah-buahan di Kalimantan cukup tinggi dan beberapa di antaranya termasuk endemik yaitu 24 jenis mangga liar seperti kasturi (Mangifera casturi Griff) dan 16 jenis rambutan (Nephelium sp.) dan durian (Durio sp.) (Michon dan de Foresta, 2005).

IV. PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN LAHAN DI DAERAH PENYANGGA

Bapak, ibu, dan para hadirin yang saya muliakan

Pemanfaatan dan penggunaan lahan di daerah penyangga Taman Nasional dijumpai tipe pengelolaan lahan yang dapat dibedakan menurut jarak lokasi dengan taman nasional, sosial ekonomi dan budaya masyarakat, dan kondisi fisik areal seperti iklim, jenis tanah, ketinggian dari permukaan laut, topografi, curah hujan, sistem penanaman hutan rakyat, kesesuaian lahan terhadap jenis tanaman seperti, gangguan satwaliar serta sumber air. Kondisi ini memberikan model hutan rakyat secara monokultur maupun campuran jenis tanaman perkayuan, buah-buahan, palawija, tanaman obat-obatan, dan sayur-sayuran.

Berdasarkan pengelolaan dan pemanfaatan lahan di daerah penyangga taman nasional maka disusun pola pengelolaan lahan yang dibagi ke dalam zonasi atau jalur yang berupa jalur

Page 166: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

162

hijau, jalur interaksi, dan jalur budidaya (Setyawati dan Bismark, 2002). Di setiap taman nasional memiliki lebar jalur dan pemanfaatan jalur yang berbeda.

Di daerah penyangga TN. Gn. Halimun, jalur hijau yang berbatasan langsung dengan kawasan adalah hutan rakyat (0-0,5 km) (Bismark et al,, 2007). Jalur ini merupakan areal yang pemanfaatan lahannya cenderung ke arah tanaman keras berupa tanaman penghasil kayu sebanyak 232 pohon/ha dengan nilai ekonomi sekitar Rp 750.000,- - Rp 1.000.000,-. Hal ini disesuaikan dengan kondisi lahan di areal ini yang umumnya bertopografi sedang sampai berat dan langsung berbatasan dengan kawasan hutan, berfungsi sebagai kawasan lindung.

Jalur interaksi merupakan areal transisi (0,5 km – 1 km) yang ditanami dengan pola agroforestri atau kebun campuran dari tanaman pangan, tanaman kayu, tanaman palawija, tanaman buah-buahan, tanaman obat-obatan, dan industri rumah tangga. Populasi tanaman kayu dan buah-buahan 132 pohon/ha dan bernilai ekonomi sekitar Rp 1.000.000,- - Rp 1.650.000,-.

Jalur budidaya (1 km – 2 km) merupakan kawasan yang ditanami dengan tanaman sayur-sayuran, tanaman palawija, tanaman pangan, tanaman buah-buahan dan tanaman obat-obatan, populasi pohon buah-buahan sebanyak 32 pohon /ha dan bernilai ekonomi sekitar Rp 1.570.000 – Rp 2.060.000

Di Taman Nasional Gn Ceremai, Kabupaten Kuningan lebar jalur hijau (0,5-2 km) ditetapkan berdasarkan potensi satwa jenis primata dan mamalia seperti monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan babi hutan (Sus scrofa) (Bismark dan Sawitri, 2006 dan Bismark et al., 2007). Hal ini didasarkan pada pergerakan satwa primata seperti Macaca fascicularis 1.869 m per hari. Jalur ini dimaksudkan sebagai penyangga fisik kawasan dari gangguan dan pengaruh jenis eksotik tumbuhan dan sebagai perluasan home range satwa liar. Kawasan yang dapat dikelola sesuai dengan fungsi di atas adalah hutan produksi, kawasan lindung, dan kawasan hutan lainnya seperti hutan rakyat yang berbatasan dengan kawasan konservasi serta sungai, bumi perkemahan, dan kebun raya. Pendapatan total masyarakat rata-rata per kepala

Page 167: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Pengelolaan dan Pemanfaatan Keragaman Hayati…(R. Sawitri)

163

keluarga (KK) per tahun minimal Rp 7 juta dari luasan areal rata-rata 2.400 m2 .

Jalur interaksi (3-5 km) di TNGC berfungsi sebagai penyangga kawasan konservasi dan jalur hijau dari perubahan ekosistem yang drastis, gangguan satwa liar ke kawasan budidaya dan mendukung peningkatan sosial ekonomi masyarakat. Pengelolaan jalur ini dengan mengembangkan wanatani, taman wisata alam (TWA), dan tanaman pekarangan di pedesaan mendukung konservasi tumbuhan benilai ekonomis dan ekologis mampu berfungsi sebagai habitat burung (sumber pakan, bersarang, dan berkembang biak) seperti elang jawa (Spizaetus bartelsi Stresemann). Sumber pakan burung di jalur interaksi berupa serangga, biji-bijian, buah-buahan, dan mamalia serta reptilia kecil. Di samping itu, areal ini merupakan perluasan homerange burung penyebar biji-bijian seperti burung cabe (Dicaeum trochilium) yang menyebarkan biji benalu (Sawitri et al., 2007).

Jalur budidaya daerah penyangga berfungsi mendukung pengembangan tanaman budidaya untuk peningkatan sosial ekonomi masyarakat, pengembangan wilayah, dan wisata melalui pengelolaan dan pengembangan pertanian terpadu tanpa pembakaran lahan, pemakaian herbisida yang ramah lingkungan, serta menetapkan pemukiman masyarakat desa di lokasi yang tidak akan menimbulkan dampak negatif terhadap kawasan dan masyarakat akibat satwa liar (Setyawati dan Bismark, 2002).

Areal di sekitar TNGC selebar 0,5-10 km dari batas kawasan, merupakan pengelolaan daerah penyangga yang optimal karena tedapat komponen pemanfaatan lahan berupa hutan kemasyarakatan, hutan rakyat, wanatani, perkebunan, pertanian dan tanaman pekarangan atau buah-buahan. Proporsi pemanfaatan lahan sebagai hutan berbanding lurus dengan jarak areal terhadap kawasan taman nasional, hal ini menyatakan bahwa pengembangan dan pengelolaan lahan sebagai penyangga taman nasional oleh masyarakat sekitar telah cukup memadai perbandingannya, di mana persentasi hutan kemasyarakatan, Hutan rakyat, dan wanatani di jalur hijau 22,6%, di jalur interaksi 22,1%, dan di jalur budidaya 3,6%.

Page 168: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

164

Pengelolaan daerah penyangga Taman Nasional Gunung Ceremai (TNGC), Kabupaten Majalengka terbagi ke dalam tiga zona (jalur) yaitu jalur hijau (1-3 km), jalur interaksi (3-5 km), dan jalur budidaya (>7 km) yang dibedakan menurut jaraknya dari kawasan taman nasional, ketinggian dari permukaan laut, topografi, pola tanaman, dan keragaman jenis tanaman (Bismark dan Sawitri, 2008). Jalur hijau dan jalur interaksi sangat berpotensi sebagai kawasan koridor TNGC karena merupakan habitat satwa burung, serta mendukung perekonomian masyarakat dengan jenis tanaman yang dikembangkan berupa tanaman perkayuan, buah-buahan, dan obat-obatan. Areal dengan ketinggian < 1000 m dpl ini merupakan daerah perladangan, pertanian maupun pemukiman sehingga diharapkan oleh masyarakat adalah kemudahan mengambil hasil dan keamanan tanamannya. Tanaman obat-obatan yang dikembangkan masyarakat di antaranya adalah kapol (Amomum cordomonum Willd.) dan sereh (Andropogonis sp.) karena mudah dibudidayakan di bawah tegakan pohon dan permintaan pasar.

Pengelolaan lahan dengan pola hutan rakyat telah mengembangkan 31 jenis budidaya tanaman kayu dan buah-buahan di antaranya adalah jati (Tectona grandis L.f, INP = 34,2), mahoni (Swietinia mahagoni Jacq, INP = 27,3), dan tisuk (Hibiscus macrophyllus Roxb., INP = 24,2). Kesuburan tanah di kawasan maupun hutan rakyat tidak berbeda karena cara pengolahan tanah dan pemupukan yang serupa. Pola hutan rakyat yang dikembangkan pada ketinggian > 1.000 m dpl, seperti di Desa Cikaracak dilakukan secara monokultur yaitu tanaman bambu seperti bambu betung (Dendrocalamus aspers Backer), bambu tarung (Bambusa spp.), bambu tali (Gigantochloa apus Kurz), bambu haur (Bambusa vulgaris Schrad), bambu surat (Gigantochloa verticiliatas Munro), bambu temen (Sehizostachyum blumei Nees), dan bambu buluh (Schizostachyum brachycladum Kurz). Di samping itu masyarakat mengembangkan hutan rakyat dengan tanaman bambu secara monokultur dengan luasan berkisar antara 0,5-1 ha pada zona 1-3 km. Hasil bambu berupa batang bambu dan serasah, serasah berharga Rp 70.000,- per truk kecil sementara harga bambu betung Rp 10.000,- per batang dan bambu kecil Rp 1.000,- – Rp 1.500,- per batang.

Jenis tanaman buah durian (Durio zibethinus Lamk), mangga (Mangifera indica), dan alpukat (Persea americana Mill.)

Page 169: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Pengelolaan dan Pemanfaatan Keragaman Hayati…(R. Sawitri)

165

paling banyak ditanam oleh masyarakat karena kecocokan lahan dan nilai ekonomi yang tinggi dan relatif stabil. Tanaman buah mangga dan durian ditanam di areal hutan rakyat pada ketinggian < 1.000 m dpl seperti pada Kecamatan Sindangwangi, Raja Galuh dan Suka Haji. Tanaman buah alpukat lebih banyak dikembangkan di hutan rakyat atau ladang pertanian pada ketinggian > 1.000 m dpl seperti Kecamatan Argopura dan Banjaran. Jumlah pendapatan tersebut di atas diperoleh dari kepemilikan hutan rakyat seluas antara 1-2 ha per KK, sedangkan luasan sawah hanya berkisar antara 100-250 m2 per KK dengan hasil Rp 1,5 juta per tahun yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri.

Manfaat ekologis dari hutan rakyat yang memiliki stratifikasi tajuk seperti hutan alam adalah terbentuknya habitat satwaliar di daerah penyangga taman nasional (Bismark, 2002). Jenis satwaliar yang umumnya memanfaatkan hutan rakyat sebagai tempat mencari pakan yaitu burung pemakan serangga, ulat, mamalia kecil, buah-buahan, biji-bijian, dan madu. Dengan demikian areal ini merupakan lokasi pelestarian burung di luar kawasan konservasi. Selain itu burung ini dapat pula sebagai sumber mata pencaharian tambahan masyarakat. Jenis-jenis burung di daerah penyangga yang dimanfaatkan untuk dikonsumsi maupun diperjual-belikan oleh masyarakat adalah burung-burung untuk dikonsumsi maupun burung berkicau seperti Turnix suscicator Gmelin, Aethopyga exemia Horsfield, Streptopilia chinensis Scapoli, Pycnonotus aurigaster Vieillot, burung kacamata gunung (Zosterops montanus Bonaparte), sikinangka (Ortothomus sutorius Pennant), dan Prinia familiaris Horsfield (Sawitri et al., 2007). Keragaman jenis burung di hutan agroforestry yang sudah tua akan mendekati keragaman jenis burung di hutan alam (Thiollay, 1995).

Populasi mamalia yang dapat dilestarikan di kawasan wanatani dan hutan rakyat di antaranya adalah Sus scrofa Linn, Macaca fascicularis Raffles, Tupaia javanica Horsfield, Hystrix brachiura, Manis javanica, Paradoxurus hermaphrodites, Mutiacus muntjak Dyer., dan Tragulus javaniva. Jenis mamalia yang ditemui di daerah penyangga ini mencari pakan berupa daun-daunan, buah-buahan dan biji-bijian seperti pisang (Musa sp.), kopi (Coffea caenophora L.), dan pohon. Di luar kawasan TNGC jenis satwa ini

Page 170: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

166

dianggap sebagai hama tanaman sehingga sering dijadikan sasaran perburuan.

Dari segi konservasi tanah dan air, sistem stratifikasi tajuk yang menyerupai hutan pada hutan rakyat akan lebih berdampak pada peresapan air, karena hujan tidak langsung ke tanah sehingga mencegah erosi permukaan. Hal ini dipengaruhi oleh komposisi jenis pohon dan pola tanamnya. Menurut Pudjiharta (1990), peran jenis pohon dalam peresapan air seperti Calliandra callothyrsus Benth (56%), Parkia javanica (63,9%), dan Dalbergia latifolia (73,30%). Di samping itu wanatani daerah penyangga bertopografi landai sampai sangat curam menyebabkan sistem pengelolaan lahan dapat mendukung konservasi, karena wanatani pada tanah latosol dengan kemiringan 30%, aliran permukaannya adalah 14,276 m3/ha/tahun dengan erosi 0,06 ton/ha/tahun (Pratiwi, 2002).

Bapak, ibu, dan para hadirin yang saya muliakan

Kawasan Gunung Ciremai adalah Daerah Aliran Sungai (DAS) dari 43 sungai dan anak sungai untuk sumber air irigasi, perikanan, sumber air baku bagi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Sumber air dari dalam kawasan dan ke luar di batas kawasan atau jalur hijau terdapat 147 mata air yang mengalirkan air sepanjang tahun antara 50-2.500 liter/detik, serta air terjun yang menjadi obyek wisata. Penelitian sebelumnya mencatat bahwa nilai hidrologis dari Gunung Ciremai untuk sektor rumah tangga mencapai 33,5 triyun rupiah per tahun. Suplai air untuk PDAM, Kota Cirebon dari kawasan Gunung Ciremai adalah 800 liter/detik, dan suplai air terbesar adalah 2.500 liter/detik untuk pertanian dan perkebunan (Universitas Kuningan, 2004).

Sumber air dan mata air di jalur interaksi dan budidaya daerah penyangga TNGC dikembangkan dalam bentuk obyek wisata dan waduk. Dengan berkembangnya tempat wisata ini masyarakat mendapat tambahan pendapatan minimal Rp 100.000,- per bulan bagi keluarga dengan tambahan usaha di bidang wisata alam. Danau air tawar merupakan daya tarik wisata untuk kegiatan berperahu dan memancing, seperti yang dilakukan di TWA Punti Kayu (Sawitri, 2004). Pengelolaan TWA ini memberikan kontribusi sebesar Rp 1.600.000,-/bulan.

Page 171: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Pengelolaan dan Pemanfaatan Keragaman Hayati…(R. Sawitri)

167

V. KESIMPULAN DAN SARAN Bapak, ibu, dan para hadirin yang saya muliakan

Dari uraian tersebut di atas dapat saya simpulkan sebagai berikut:

1. Keanekaragaman hayati di daerah penyangga dapat dimanfaatkan untuk pelestarian sumberdaya genetik tanaman hutan, sumber buah-buahan, sumber sayuran dan obat-obatan, tanaman perkebunan, sumber kayu, habitat satwa liar, konservasi tanah dan air dan lingkungan.

2. Ketergantungan masyarakat di daerah penyangga terhadap hutan ditunjukkan oleh pengelolaan dan pemanfaatan keragaman hayati secara langsung seperti burung, nekton, mamalia kecil, mamalia besar.

3. Daerah penyangga setiap taman nasional memiliki lebar jalur hijau, jalur interaksi, dan jalur budidaya yang berbeda menurut karakteristik lokasi dan pengelolaan lahan.

4. Pengelolaan lahan di daerah penyangga dalam bentuk hutan rakyat secara ekonomis dan ekologis memberikan kontribusi yang nyata bagi masyarakat maupun pelestarian satwaliar.

5. Sumber air berupa danau, mata air, dan sungai dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tempat wisata alam untuk menambah pendapatan daerah maupun masyarakat sekitar.

Beberapa hal penting yang dapat disarankan, sebagai berikut:

1. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan di daerah penyangga perlu diatur dan terprogram agar pola kegiatan satu dengan kegiatan lain saling sinergi dan mendapat hasil yang optimal bagi peningkatan sosial ekonomi masyarakat, lingkungan, pengamanan taman nasional serta jasa lingkungan. Dengan meningkatnya pendapatan masyarakat melalui peningkatan produktivitas lahan daerah penyangga diharapkan dapat mengurangi intervensi masyarakat memanfaatkan kawasan taman nasional.

Page 172: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

168

2. Pengelolaan hutan rakyat di daerah penyangga perlu dikembangkan secara intensif untuk memperoleh Sertifikasi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari (PHBML)agar memberikan kontribusi perekonomian yang lebih tinggi dan dampak ekologis yang lebih baik bagi relung hidup satwaliar.

3. Untuk menampung kegiatan masyarakat di dalam kawasan terutama bagi masyarakat yang tidak memiliki lahan diperlukan cadangan lokasi di pinggir kawasan 100 - 200 m, sebagai jalur hijau dalam bentuk hutan rakyat.

VI. PENUTUP Demikianlah ulasan tentang pemanfaatan keragaman hayati

dan pengelolaan lahan di daerah penyangga taman nasional yang merupakan gambaran tentang kegiatan masyarakat di sekitar kawasan konservasi. Ulasan ini diharapkan mampu memberikan bahan pertimbangan dalam mengelola lahan di daerah penyangga dan keragaman hayati yang menarik minat masyarakat untuk memperoleh hasil yang optimal dan efisien dalam meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat.

UCAPAN TERIMA KASIH

Bapak dan ibu yang terhormat,

Kajian ini merupakan hasil perjalanan dalam pemikiran dan tindakan yang telah dilakukan dalam penelitian mulai dari alih tugas sebagai peneliti pelestarian sumberdaya alam dan dilandasi oleh pengalaman di lingkungan rumah, sekolah, dan pekerjaan. Sejalan dengan tersusunnya karya ilmiah ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT, yang selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-nya dalam mengarungi hidup ini.

2. Kedua orang tua yang selalu memberi dorongan dan dukungan moril maupun materil.

3. Para guru dan dosen yang memberikan dasar pengetahuan, keterampilan, tuntunan dan kesempatan dalam meningkatkan kinerja.

Page 173: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Pengelolaan dan Pemanfaatan Keragaman Hayati…(R. Sawitri)

169

4. Pimpinan institusi tempat saya pernah dan sedang bertugas yang memberikan kesempatan dan dorongan.

5. Para teman sekerja, atas segala bantuannya, baik tenaga, pemikiran, moral maupun saran dan pendapat.

6. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu, atas semua kebaikan yang telah diberikan.

Akhir kata, saya panjatkan puji syukur kepada Allah Yang Maha Kuasa atas perkenan-Nya, presentasi ini dapat dilaksanakan. Kepada seluruh hadirin saya mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam penyampaian ulasan ini terdapat kekurangan dan kekhilafan dalam bertutur dan bersikap.

Terima kasih,

Wassalamua’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

DAFTAR PUSTAKA

Bismark, M. 2002. Integrasi Kepentingan Konservasi dan Kebutuhan Sumber Penghasilan Masyarakat dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi. Prosiding. Hasil-hasil Litbang Rehabilitasi dan Konservasi Sumberdaya Hutan. P3HKA Bogor.

Bismark, M dan R. Sawitri. 2006a. Pengembangan Daerah Penyangga Taman Nasional Gn. Ceremai, Jawa Barat. Pertemuan Multi Stakeholder: ”Persiapan Multistakeholders dalam Masa Transisi Pengelolaan dari Hutan Produksi Menjadi Hutan Konservasi Taman Nasional Gunung Ceremai di Kuningan dan Majalengka, 15-16 November 2006.

Bismark, M., R. Sawitri, dan NM Heriyanto. 2007. Zonasi dan Karakteristik Hutan Rakyat di Daerah Penyangga Taman Nasional Gunung Halimun. Info hutan Volume IV Nomor 2 Tahun 2007, ISSN: 1410-0657, 187-199, Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam, Bogor

Bismark, M., R. Sawitri, dan Eman, 2007. Pengelolaan dan Zonasi Daerah Penyangga Taman Nasional Gunung Ceremai,

Page 174: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

170

Kabupaten Kuningan. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Vol. IV. No. 5 tahun 2007,.

Bismark, M. dan R. Sawitri , 2008. Pengelolaan Lahan dan Hutan Rakyat Daerah Penyangga Taman Nasional Gunung Ceremai, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Info Hutan . Vol. V. No. 4 Tahun 2008: 317-327.

Heriyanto, NM dan R. Sawitri, 2006. Kajian Ekologi dan Potensi Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack) di Kelompok Hutan Sungai Manna-Sungai Nasak, Bengkulu. Buletin Plasma Nutfah, Vol. 12 No. 2.

Heriyanto, NM, dan R. Sawitri, dan D. Subandidinata. 2007. Kajian Ekologi Permudaan Saninten (Castanopsis argentea (BI.) A.D.C.) di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat. Buletin Plasma Nutfah, Vol. 13 No. 1 Tahun 2007; 34-42. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.

Michon, CT dan de Foresta H. 1995. The Indonesia Agroforest Model. The Management and Biodiversity Conservation. Forest Resource The Role of Traditional Agro Ecosystems. IUCN: P90-100 (Dalam Agroforest Khas Indonesia de Foresta et al ed. 2000).

Pratiwi. 2002. Penerapan Teknik Konservasi Tanah dan Air di Hutan Tanaman. Prosiding Diskusi Hasil-hasil Litbang Rehabilitasi dan Konservasi Sumberdaya Hutan. P3HKA, Bogor.

Sawitri, R. M. Bismark, AS Mukhtar, Ismayadi, S. Iskandar. NM Hariyanto, R. Garsetiasih dan U. Hidayat. 2000. Paradigma Baru Pengelolaan Hutan Pengelolaan Kayu vs Pengelolaan Sumbedaya Alam. Prosiding “Peran Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dalam Menyongsong Paradigma Baru Pengelolaan Hutan”. Bogor, 7 Maret 2000.Hal 25-41.

Sawitri, R. dan Garsetiasih. 2000a. Studi Populasi Habitat serta Produktivitas Burung Walet Putih (Collocalia fuciphaga) di Gombong Selatan, Jawa Tengah.. Buletin Penelitian Hutan No.620/2000, 37-49 Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam, Bogor.

Page 175: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Pengelolaan dan Pemanfaatan Keragaman Hayati…(R. Sawitri)

171

Sawitri, R. 2000. Berbudidaya Konyal (Passiflora edulis). Surili. 16.26-28. Kanwil Dephut, Jabar.

Sawitri, R. dan Garsetiasih. 2000b. Pengelolaan dan Pengusahaan Burung Wallet Sarang Putih (Collocalia fuciphaga). Presentasi Hasil-hasil Penelitian dan Pengembangan. Cianjur.

Sawitri, R. dan Garsetiasih. 2001. Pendekatan Model Pengelolaan Ekosistem Estuaria Melalui Keanekaragaman Jenis Ikan dan Udang, di S. Way Kambas, Taman Nasional Way Kambas, Lampung. Buletin Penelitian Hutan 627. 26-43

Sawitri, R. 2004. Potensi Biologis dan Pengunjung dalam Menunjang Pengelolaan Taman Wisata Alam Punti Kayu Palembang, Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol I No.2, 2004; 192-202.

Sawitri, R. dan E. Karlina. 2006. Kualitas Perairan Lahan Basah di Sungai Comal, Pemalang dan Sungai Kedung Coet, Indramayu. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol III No.2, 2006; 185-193.

Sawitri, R. dan S. Iskandar. 2006. Pengaruh pengelolaan Hutan Produksi terhadap Keragaman Jenis Plasma Nutfah Perairan. Buletin Plasma Nutfah, Vol. 12 No. 2 Tahun 2006.

Sawitri, R., A.S. Mukhtar dan E. Karlina. 2007 Habitat dan Populasi Burung di Taman Nasional Gunung Ceremai, Kabupaten Kuningan Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol IV No.3, 2007; 315-328. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam.

Sawitri, R. dan S. Iskandar. 2007. Upaya dan Tantangan Konservasi di Taman Nasional Gunung Merbabu. Prosiding Gelar Teknologi, Pemanfaatan IPTEK untuk Kesejahteraan Masyarakat: 79-86. Purworejo, 30-31 Oktober 2007.

Sawitri, R., A.S. Mukhtar dan S. Iskandar. 2010. Status Konservasi Mamalia dan Burung di Taman Nasional Merbabu. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Vol VII No. 3, 257-270.

Sawitri, R., S. Suharti, dan E. Karlina. 2011. Interaksi Masyarakat dengan Hutan dan Lingkungan Sekitarnya di Kawasan dan

Page 176: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

172

Daerah Penyangga Taman Nasional Kutai. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Vol. 8 No 2 Tahun 2011. 129-142.

Setyawati T. dan M. Bismark. 2002. Prioritas Konservasi keanekaragaman Tumbuhan di Indonesia. Buletin penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Vol.3 No.2. Th. 2002. Hal 131-144.

Thoillay, J.M. 1995. The Role of Traditional Agroforest, in the Convervation of Rain Forest Bird Divercity in Sumatera. Conservation Biology. 9 (2): 335-353.

Universitas Kuningan. 2004. Ekosistem Kawasan Hutan Gunung Ciremai Kuningan, Jawa Barat. Fakultas Kehutanan. Kuningan.

Page 177: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

173

DESAIN PENANGKARAN RUSA TIMOR BERDASARKAN ANALISIS BIO-EKOLOGI DI HUTAN PENELITIAN

DRAMAGA, BOGOR

Ir. Mariana Takandjandji, M.Si1

I. PENDAHULUAN

Bapak, Ibu, para hadirin yang saya hormati,

Penelitian tentang rusa timor telah banyak dilakukan, baik di habitat alam (in-situ) maupun di habitat buatan (ex-situ). Pada orasi karya ilmiah ini, saya akan menyampaikan hasil-hasil penelitian rusa timor khususnya mengenai bio-ekologi yang merupakan salah satu bagian dari pembuatan desain penangkaran di Hutan Penelitian Dramaga, Bogor.

Salah satu kegiatan teknis yang perlu dilakukan dalam merancang penangkaran rusa, adalah menata alokasi penggunaan ruang secara optimal untuk kebutuhan pengelolaan, baik secara teknis maupun ditinjau dari bio-ekologi. Hal ini penting karena pada dasarnya setiap lokasi memiliki karakteristik yang berbeda. Desain dapat dilaksanakan dengan memperhatikan kondisi spesifik seperti kondisi bio-ekologi atau vegetasi dan ekologi sekeliling kawasan (Parker, 1998). Pembangunan penangkaran rusa perlu memperhatikan aspek-aspek yang berkaitan dengan rusa sebagai unsur utama dan lingkungan di mana penangkaran tersebut berada. Untuk itu diperlukan suatu desain yang optimal yang dirancang atas pertimbangan kesesuaian karakteristik komponen bio-ekologi.

Pemahaman terhadap komponen bio-ekologi dapat memberikan gambaran kelayakan ekologi suatu kawasan untuk tujuan penangkaran, termasuk di antaranya pakan, perilaku, dan reproduksi rusa timor sehingga dapat memprediksi faktor pertumbuhan populasi, termasuk angka kelahiran. Oleh karena itu, daya dukung habitat yang optimal perlu dipertimbangkan agar

1 Peneliti Madya Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi

Page 178: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

174

rusa di penangkaran tetap bertambah secara bertahap dan signifikan.

Hutan Penelitian (HP) Dramaga, Bogor merupakan salah satu asset penting sebagai sarana penelitian yang dikelola oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi yang ditetapkan berdasarkan SK/Agraria No. 593/321/SK 437/Ditag/1987 seluas 57,75 ha dengan status lokasi Hak Guna Usaha. Sejak tahun 2008 di dalam areal tersebut telah dibangun dan dikembangkan Pusat Penangkaran Rusa Timor, dengan tujuan untuk dapat menyediakan bibit rusa bagi penangkar yang dapat dikembangkan sebagai obyek wisata. Luas areal pengembangan penangkaran rusa timor yang dialokasikan sekitar ± 7,00 ha.

Perencanaan pengembangan penangkaran rusa timor di HP Dramaga Bogor diarahkan sebagai model penangkaran rusa yang dikelola secara intensif, semi intensif, dan ekstensif. Untuk mewujudkan rencana tersebut, perlu dirancang desain secara tepat agar tujuan pengembangannya sebagai pusat penghasil bibit rusa dan wisata dapat tercapai secara optimal. Oleh karena itu penetapan tapak dalam penangkaran, perlu disesuaikan dengan peruntukan pembangunannya.

Secara alami, rusa membutuhkan habitat berupa hutan atau pohon, semak belukar, dan padang rumput yang terbuka. Adanya lingkungan yang ternaungi merupakan hal yang dibutuhkan rusa sebagai tempat berteduh pada saat panas, hujan, menghindari dari predator, tempat beristirahat, dan tempat berkembangbiak. Namun demikian, rusa juga membutuhkan padang rumput yang terbuka untuk melakukan aktivitas makan, bermain, berkubang, dan berjemur. Komponen tersebut merupakan komponen bio-ekologi yang dibutuhkan oleh rusa untuk dapat hidup dan berkembangbiak dengan baik.

Desain penangkaran rusa akan mempengaruhi kehidupan rusa dalam suatu periode tertentu dan akan menjadi sebuah cerminan atau petunjuk teknis yang akan digunakan oleh orang banyak, sekarang dan yang akan datang. Oleh karena itu, dalam pembuatan desain penangkaran harus memiliki daya kreasi dan kepekaan yang tinggi terhadap lingkungan. Menurut Hakim dan Utomo (2003), setiap tapak yang terpilih, akan dibuat desain sesuai fungsi yang diperlukan dengan mempertimbangkan antara

Page 179: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Desain Penangkaran Rusa Timor Berdasarkan…(M. Takandjandji)

175

lain vegetasi dalam menentukan kebutuhan ruang, tata letak, dan sarana prasarana.

Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji kelayakan penangkaran rusa timor di HP Dramaga sebagai model penangkaran rusa sesuai bio-ekologi. Tulisan ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber informasi dan acuan bagi pengelola penangkaran atau masyarakat yang berminat mengembangkan kegiatan penangkaran rusa timor secara efisien serta sebagai acuan bagi masyarakat penangkar untuk mendesain penangkaran rusa timor sesuai kondisi bio-ekologi.

II. BIO-EKOLOGI RUSA TIMOR

Para hadirin yang saya muliakan, Rusa timor (Rusa timorensis Blainville, 1822) merupakan

salah satu dari empat spesies rusa asli Indonesia, yakni rusa sambar, rusa bawean, dan muncak. Rusa timor di Indonesia memiliki delapan sub spesies yakni Rusa timorensis russa Muller and Schlegel, 1844 yang menyebar di Pulau Jawa; Rusa timorensis floresiensis Heude, 1896 di Pulau Flores dan Sumba, NTT; Rusa timorensis timorensis Blainville, 1822 di Pulau Timor dan sekitarnya; Rusa timorensis djonga Bemmel, 1949 di Sulawesi Tenggara; Rusa timorensis moluccenssis Q & G, 1830 atau Muller, 1836 di Maluku; Rusa timorensis renschi Sody, 1933 di Pulau Bali; Rusa timorensis laronesiotes Bemmel, 1949 di Ujung Kulon; dan Rusa timorensis macassaricus Heude, 1896 di Makassar (Schroder, 1976; Semiadi dan Nugraha, 2004; Garsetiasih dan Takandjandji, 2006; dan IUCN, 2007).

Penyebaran rusa timor hampir meliputi seluruh Indonesia, kecuali Sumatera, Kalimantan, Papua, dan beberapa pulau di Maluku. Menurut Semiadi dan Nugraha (2004); Semiadi (2006); dan Grubb (2007), pada zaman Belanda sekitar tahun 1928-an banyak rusa timor yang dibawa ke luar habitat aslinya termasuk ke Papua. Rusa timor yang dibawa ke Papua merupakan sub spesies dari rusa timor yang berasal dari Maluku (Rusa timorensis moluccenssis Muller 1836). Pada habitat yang baru, rusa timor berkembangbiak dengan pesat bahkan menjadi hama bagi penduduk di sekitarnya. Rusa timor di Kalimantan, berasal dari

Page 180: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

176

anak jenis rusa timor di NTT yang dibawa oleh tentara dari Timor Timur pada tahun 1980-an (Semiadi, 2006).

Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu provinsi yang secara nasional dikategorikan sebagai daerah termiskin (gross national product) namun ternyata menyimpan dan memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tingi di antaranya rusa timor. Anak jenis rusa timor yang terdapat di NTT adalah di Pulau Timor, Flores, Rote (Ndana), Alor, dan Sumba (Takandjandji, 1993).

Morfologi rusa timor menurut Schroder (1976); Takandjandji (1988); Reyes (2002); Semiadi dan Nugraha (2004), mempunyai ukuran tubuh yang kecil, tungkai pendek, ekor panjang, dahi cekung, gigi seri relatif besar, dan bulu atau rambut berwarna coklat kekuning-kuningan. Rusa jantan memiliki ranggah yang relatif besar, ramping, panjang, dan bercabang. Cabang yang pertama mengarah ke depan, cabang belakang kedua terletak pada satu garis dengan cabang belakang pertama, cabang belakang kedua lebih panjang dari cabang depan kedua, cabang belakang kedua kiri dan kanan terlihat sejajar. Menurut Thohari et al. (1991); Jacoeb dan Wiryosuhanto (1994); Takandjandji dan Garsetiasih (2002); Reyes (2002); Semiadi dan Nugraha (2004) serta Illawara (2006), bobot badan rusa timor dapat mencapai 60-100 kg; 31,5–70,0 kg pada rusa jantan; 152 kg pada jantan dan betina 74 kg; 40–120 kg; dan 120 kg. Bobot badan lahir pada anak rusa jantan di penangkaran Oilsonbai, NTT sebesar 3,15 kg dengan panjang badan 32,2 cm dan lingkar dada 36 cm, sedangkan betina 3,05 kg; 31,8 cm; dan 35,6 cm (Takandjandji, 1993).

Kondisi lokasi penangkaran rusa timor di HP Dramaga sebagian besar (71,26%) merupakan hutan tanaman dan 28,74% digunakan sebagai lokasi pengambilan pakan (Takandjandji, 2009). Pemahaman tentang vegetasi dan perannya terhadap rusa perlu diketahui oleh pengelola sehingga dapat menetapkan desain penangkaran sesuai dengan kondisi yang ada. Vegetasi yang ada dapat mencerminkan berbagai tingkatan pohon mulai dari pohon tinggi, rendah, tiang, anakan, semak belukar, dan rerumputan. Fungsi utama vegetasi dalam hal ini pohon adalah sebagai cover, namun dapat pula menjadi masalah dalam pengelolaan yakni dapat mengurangi akses dan mempengaruhi

Page 181: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Desain Penangkaran Rusa Timor Berdasarkan…(M. Takandjandji)

177

tata letak. Oleh karena itu perlu pengaturan secara baik karena kerapatan pohon yang tinggi dapat menyebabkan pergerakan rusa terbatas. Demikian pula dalam pembuatan jalur penahan angin (shelter belt) perlu memperhitungkan jarak antar pohon untuk menciptakan perlindungan terhadap angin secara baik. Pemangkasan (pruning) merupakan salah satu cara yang dilakukan dalam pengelolaan terhadap vegetasi agar lokasi penangkaran tidak terlalu gelap dan sinar matahari dapat masuk.

Bapak, ibu para hadirin yang saya muliakan,

Pakan merupakan komponen habitat yang paling nyata karena perkembangan populasi di alam maupun di penangkaran akan berhubungan erat dengan pakan yang berkualitas. Ketersediaan pakan berhubungan erat dengan perubahan musim, terutama pada daerah semi arid di mana pada musim hujan pakan berlimpah dan pada musim kemarau terjadi kekurangan pakan. Oleh karena itu pakan merupakan faktor pembatas apabila terjadi kekurangan pakan dan rendahnya kualitas pakan. Secara umum rusa termasuk hewan ruminansia yang mengkonsumsi pakan berupa rerumputan, pucuk daun, tumbuhan muda, dan konsentrat. Semiadi dan Nugraha (2004) melaporkan bahwa pakan rusa selain rerumputan dan hijauan, diberikan juga pakan tambahan lain berupa konsentrat, sayur-mayur, umbi-umbian, limbah pertanian, dan limbah restoran.

Kualitas dan kuantitas pakan yang dibutuhkan rusa bervariasi sesuai dengan jenis kelamin, umur, dan status fisiologis. Hasil penelitian Takandjandji (1988) melaporkan bahwa pemberian pakan berupa daun turi (Sesbania grandiflora), beringin (Ficus benjamina), kabesak (Acacia leucophloea) pada musim kemarau yang panjang dapat memenuhi kebutuhan rusa baik kualitas maupun kuantitas di penangkaran NTT. Menurut Takandjandji dan Garsetiasih (2002), pakan yang diberikan pada rusa timor di penangkaran di NTT terdiri dari rumput gajah (Pennisetum purpureum), king grass (Pennisetum purpuphoides), lamtoro (Leucaena leucocephalla), name (Pipturus argenteus), dan busi (Melochia umbellata). Pemberian pakan didasarkan pada bobot badan rusa, yakni 10% x berat badan x 2. Maksud dikalikan dua adalah memperhitungkan jumlah hijauan yang tidak dimakan karena pakan telah tua, tidak disukai, kotor dan terinjak-injak, serta

Page 182: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

178

telah bercampur dengan faeces (kotoran) atau urine (air kencing). Pemberian garam sebagai perangsang nafsu makan dan untuk memenuhi kebutuhan mineral, perlu dilakukan pada rusa di penangkaran. Para hadirin yang saya muliakan,

Berdasarkan hasil pengamatan pada 23 buah petak yang berada di dalam kawasan HP Dramaga, diperoleh 34 jenis yang merupakan tumbuhan bawah, 38 jenis tingkat semai, 20 jenis tumbuhan tingkat pancang dan tiang serta 37 jenis tanaman tingkat pohon. Dari 34 jenis tumbuhan bawah, 24 jenis di antaranya dimakan rusa.

Rata-rata nilai intensitas cahaya di dalam kawasan HP Dramaga sebesar 14,17% (Takandjandji, 2009). Kondisi tersebut menggambarkan bahwa areal HP Dramaga cukup tertutup oleh vegetasi sehingga pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan bawah yang merupakan sumber pakan rusa, menjadi terhambat.

Produktivitas hijauan pakan rusa yang dihasilkan di kawasan HP Dramaga dan dipanen sebanyak dua kali dengan interval pemanenan 20 hari, 30 hari, dan 40 hari adalah rata-rata sebesar 236,99 g/m2/hari atau setara dengan 52.109,69 kg/ha/tahun di mana di dalam areal penangkaran mencapai 58,76 g/m2/hari atau setara dengan 12.920,56 kg/ha/tahun dan di luar penangkaran 178,23 g/m2/hari setara dengan 39.189,13 kg/ha/tahun (Takandjandji, 2009). Berdasarkan produktivitas tersebut, penempatan tapak sangat menentukan atau perlu intervensi pengelolaan vegetasi di dalam areal penangkaran agar kondisi optimal hijauan pakan dapat tercapai.

Umumnya pengelolaan perumputan atau pemotongan hijauan yang dianjurkan antara 30–40 hari pada musim hujan dan 50–60 hari pada musim kemarau (Susetyo, 1980). Tingginya produktivitas hijauan pakan pada umur 40 hari karena pada umur tersebut, hijauan pakan masih berada dalam fase pertumbuhan sehingga nilai gizi dan produktivitasnya masih tinggi dibandingkan dengan produktivitas hijauan pakan yang dipanen pada umur 20 dan 30 hari. Menurut Susetyo (1980), produktivitas dan nilai gizi hijauan pakan, baru akan menurun apabila pemanenan dilakukan setelah berumur 60 hari ke atas yang ditandai oleh rendahnya kandungan protein dan tingginya serat kasar.

Page 183: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Desain Penangkaran Rusa Timor Berdasarkan…(M. Takandjandji)

179

Pemanenan produktivitas hijauan pakan rusa dilakukan pada saat musim hujan sehingga produktivitas hijauan pakan pada musim kemarau diasumsikan sebesar setengah dari produktivitas pada musim hujan.

Rata-rata tingkat konsumsi pakan yang diberikan pada rusa di penangkaran HP Dramaga dengan menggunakan sistem campuran adalah sebesar 6396,28 g/ekor/hari di mana betina dewasa mengkonsumsi pakan sebesar 6384,28 g/hari, betina remaja 5281,86 g/hari, jantan dewasa 8158,57 g/hari, dan jantan anak 5760,43 g/hari (Takandjandji, 2009). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa semakin tinggi bobot badan rusa maka semakin banyak pakan yang dikonsumsi. Rusa jantan umumnya lebih berat dibandingkan dengan rusa betina. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan kerja hormon yang merangsang agresivitas untuk makan lebih banyak dan tumbuh lebih cepat pada rusa jantan sehingga lebih aktif dalam memanfaatkan pakan yang tersedia.

Rata-rata persentase hijauan pakan segar campuran yang dikonsumsi rusa timor di HP Dramaga sebesar 16,23% dari bobot badan. Hasil ini tidak terlalu jauh berbeda dengan persentase pemberian pakan segar pada rusa timor di penangkaran di NTT yakni 10% dari bobot badan dikalikan dua atau sama dengan 20% termasuk hijauan yang tidak termakan, tua, dan kotor (Takandjandji dan Sutrisno, 2006).

Nilai gizi hijauan pakan campuran kurang baik yang diindikasikan oleh rendahnya tingkat perkembangan bobot badan rusa sehingga diperlukan manajemen pemberian pakan yang tepat. Kandungan serat kasar pada hijauan pakan campuran sangat tinggi (19,13%) sehingga menyebabkan konsumsi rusa menurun dan mengakibatkan penurunan bobot badan. Kandungan lemak pada hijauan pakan campuran lebih tinggi (2,25%) sehingga hijauan kurang disukai oleh rusa.

Bapak, ibu para hadirin yang saya muliakan, Percobaan palatabilitas hijauan pakan rusa timor di

penangkaran HP Dramaga menggunakan enam jenis hijauan yang sering dikonsumsi yakni gewor (Comellina nudiflora L) dari famili commelinaceae, bayondah (Isachne globosa), aawian (Panicum montanum Roxb), kipait (Axonopus compressus Beauv), lameta

Page 184: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

180

(Leersia hexandra Swartz), dan kolonjono (Hierochloe horsfieldii Maxim) dari famili poaceae. Hasil analisis palatabilitas hijauan pakan rusa menunjukkan bahwa dari keenam jenis hijauan pakan yang dikonsumsi di penangkaran, jenis gewor termasuk sangat disukai pada semua kelas umur dan jenis kelamin (betina, jantan, dewasa dan remaja). Seluruh bagian dari jenis gewor disukai oleh rusa dan diduga karena gewor memiliki kandungan air tinggi (91,10%) meskipun jenis ini diketahui sebagai salah satu pakan ternak yang bergizi rendah (Heyne, 1987). Beberapa hal lain yang menyebabkan rusa lebih menyukai jenis gewor adalah karena memiliki daun yang muda dengan tekstur batang yang lunak dan secara tradisional daun gewor berkhasiat sebagai obat luka.

Kandungan serat kasar pada pakan campuran jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pakan yang diberikan dalam bentuk prasmanan. Tingginya kandungan serat kasar pada pakan cenderung akan menurunkan nilai daya cerna dan rendahnya daya cerna membuktikan rendahnya kualitas pakan (Semiadi dan Nugraha, 2004). Protein berperan penting bagi pertumbuhan dan pakan yang mengandung protein kasar sebesar 80–90 g/kg bahan kering dapat meningkatkan berat badan rusa sebanyak 10% dari berat awal.

Bapak, ibu para hadirin yang saya muliakan,

Perilaku rusa akan berpengaruh terhadap bentuk kandang dan sebaliknya bentuk kandang mempengaruhi perilaku rusa sehingga terdapat hubungan timbal-balik antara perilaku dan bentuk kandang yang dibangun. Bentuk kandang dapat mempengaruhi perilaku rusa di mana bentuk persegi panjang akan memudahkan dalam penggiringan rusa menuju kandang lain tanpa harus mengejar, sedangkan bentuk persegi empat akan mengurangi rusa berkumpul dan bergerombol pada salah satu sisi sehingga dapat mengurangi erosi dan kerusakan tapak. Oleh karena itu, sebelum melakukan pembangunan perlu memperhatikan tata letak, ukuran, jumlah kandang, bangunan fisik lainnya, dan pintu penghubung antar kandang atau koridor. Setiap kandang harus dihubungkan dengan pintu untuk menuju kandang lainnya. Perancangan tapak dan tata letak dalam penangkaran rusa membutuhkan areal yang luas dengan mempertimbangkan

Page 185: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Desain Penangkaran Rusa Timor Berdasarkan…(M. Takandjandji)

181

kestrategisan dari masing-masing kandang terutama jarak, kemudahan, dan fasilitas yang diperlukan.

Rusa timor lebih aktif pada siang hari (diurnal) daripada malam hari (Thohari et al., 1991). Walaupun rusa timor bukan merupakan satwa yang aktif pada malam hari (nocturnal), namun rusa timor dapat berubah sifat menjadi nocturnal apabila kondisinya terganggu.

Rusa jantan pada musim kawin memiliki perilaku yang sering menggesek-gesekkan ranggahnya pada tiang pagar atau pohon, bahkan apa saja yang ada di dalam lokasi penangkaran sehingga akan berpengaruh terhadap penyediaan sarana prasarana dan tata letak. Fasilitas penunjang yang berada di dalam kandang berupa tempat pakan dan minum akan menjadi sasaran ranggahnya yang keras.

III. PENANGKARAN RUSA TIMOR

Para hadirin yang saya muliakan,

Penangkaran adalah suatu kegiatan untuk mengembangbiakkan satwaliar yang bertujuan untuk memperbanyak populasi dengan tetap mempertahankan kemurnian genetik sampai pada keturunan pertama (F1) sehingga kelestarian dan keberadaan jenis dapat dipertahankan (Thohari et al., 1991).

Pemanfaatan rusa sebagai jenis yang dilindungi telah dilakukan berdasarkan PP Nomor 8 Tahun 1999 tanggal 27 Januari 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Bentuk pemanfaatannya dapat berupa pengkajian, penelitian, dan pengembangan; penangkaran; perburuan; perdagangan; peragaan; pertukaran; dan pemeliharaan untuk kesenangan. Pemanfaatan dapat dilakukan oleh perorangan, badan hukum, koperasi, atau lembaga konservasi.

Tata cara perijinan satwa rusa untuk keperluan penangkaran mengacu pada Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 447/Kpts-II/2003 tanggal 31 Desember 2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar dan Peraturan Menteri Kehutanan No.

Page 186: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

182

P.19/Menhut-II/2005 tanggal 19 Juli 2005 tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar (Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati, 2006). Bibit atau induk penangkaran rusa dapat berasal dari alam atau hasil penangkaran sesuai peraturan yang berlaku. Rusa yang dapat dimanfaatkan adalah keturunan kedua atau F2 dan seterusnya.

Manajemen Penangkaran Rusa Timor

Kriteria dan indikator yang menentukan kelayakan penangkaran rusa timor di HP Dramaga dapat didesain setelah aspek bio-ekologi diketahui. Namun apabila kriteria dan indikator tersebut belum terpenuhi, maka diperlukan management plan (rencana pengelolaan), yang disesuaikan dengan skala prioritas sehingga desain penangkaran rusa dapat ditetapkan berdasarkan kendala yang ada. Umumnya pengelolaan yang dilakukan terhadap satwa adalah pengelolaan habitat dan populasi. Namun berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, pengelolaan dimaksud dapat berupa perbaikan terhadap bio-ekologi (vegetasi, pakan, dan rusa).

Bentuk pengelolaan yang dilakukan di penangkaran rusa timor HP Dramaga adalah pengelolaan populasi berupa pengaturan luas kandang, pakan, sex-ratio, pemeliharaan individu, pengendalian terhadap populasi berlebihan melalui pemanfaatan, memulihkan dan meningkatkan populasi apabila menurun, pengendalian terhadap penyakit, dan merehabilitasi hasil tangkapan untuk meningkatkan reproduksi dan populasi rusa.

Suplemen pakan rusa timor di penangkaran HP Dramaga tidak terlalu penting apabila hijauan yang ada dikelola dengan baik untuk dijadikan sebagai pakan. Beberapa teknik pengelolaan hijauan pakan yang perlu dilakukan adalah memilih jenis hijauan pakan yang akan ditanam, menentukan jarak tanam, perlu atau tidaknya persemaian, sistem penanaman, waktu penanaman yang tepat, dan mengadakan pemeliharaan secara intensif. Teknik pemilihan jenis hijauan pakan yang akan ditanam adalah dapat memenuhi kebutuhan pakan rusa, baik kualitas, kuantitas maupun kontinuitas; memiliki fungsi ganda yakni sebagai sumber pakan dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat; merupakan jenis hijauan

Page 187: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Desain Penangkaran Rusa Timor Berdasarkan…(M. Takandjandji)

183

pakan lokal; memperhatikan keanekaragaman jenis, kemudahan, dan produktivitas; serta tidak menimbulkan efek negatif bagi rusa.

IV. DESAIN PENANGKARAN RUSA TIMOR

Para hadirin yang saya hormati,

Desain penangkaran rusa pada sistem intensif meliputi kegiatan pemilihan tapak (mencari tapak terbaik untuk kegiatan penangkaran rusa), penilaian tapak (menilai keserasian suatu tapak), dan rancangan tapak (membuat kesesuaian desain antara bangunan dan tapak, serta antara bangunan yang satu dengan bangunan lainnya). Luaran dari kegiatan desain penangkaran rusa adalah konsep perencanaan tapak dengan beberapa alternatif tata letak. Untuk mencapai luaran tersebut, perlu diketahui kondisi awal sebelum dilakukan rencana pengelolaan. Kondisi awal HP Dramaga merupakan sumber informasi yang dideskripsikan sebagai areal kebun, wisata alam, pusat pengelolaan, fasilitas umum, lokasi CIFOR, dan Situ Gede. Bentuk dan wujud perancangan akan timbul dari kendala dan potensi yang dimiliki tapak serta perumusan yang jelas atas masalah perancangan.

Berdasarkan perencanaan, perancangan dan analisis tapak di dalam lokasi HP Dramaga, perlu dibangun areal atau blok-blok yang sesuai dengan kebutuhan dan fungsi tapak. Ditinjau dari aspek teknis penangkaran rusa dan dengan memperhatikan serta mempertimbangkan faktor pembatas serta efisiensi pengelolaan, perlu dikembangkan dua areal penting di dalam penangkaran yaitu areal penangkaran dan perkantoran. Areal perkantoran bertujuan sebagai pendukung atau penunjang dalam penangkaran sedangkan areal penangkaran merupakan inti dari suatu kegiatan penangkaran. Untuk mencapai tujuan penetapan areal-areal tersebut, perlu dilakukan pembangunan sarana prasarana yang dapat mendukung kegiatan penangkaran dengan tidak merubah bentang alam yang ada, kemudian dilanjutkan dengan penataan letak pada masing-masing areal. Semua bahan yang digunakan dalam pembangunan sarana prasarana pada areal tersebut mempunyai tekstur yang permukaannya tidak kasar seperti batu karang atau cadas.

Hasil analisis komponen bio-ekologi menunjukkan bahwa kawasan HP Dramaga dinilai layak untuk dijadikan sebagai

Page 188: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

184

penangkaran rusa dengan sistem intensif karena mempunyai aspek pengembangan eko-wisata, memiliki topografi yang relatif datar dengan lingkungan yang alami dan terintegrasi antara hutan tanaman dan danau serta ditunjang oleh tata kota yang baik (Takandjandji, 2009). Oleh karena itu, perlu untuk meningkatkan kemampuan tapak yang mendukung pembangunan dan pengembangan penangkaran rusa.

Peningkatan kemampuan kualitas tapak antara lain melalui pemenuhan kebutuhan penangkaran, perbaikan vegetasi sebagai cover atau shelter, dan pembuatan drainase sehingga dapat memberikan kesan yang indah dan menarik. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam mendesain fasilitas penangkaran rusa antara lain rusa suka bergerak keliling lingkaran luar atau sudut; tapak harus dikeringkan dengan baik, dan hindari kontak visual dengan satwa lain yang berada di luar penangkaran.

Fasilitas penangkaran sebaiknya berada di bagian tengah atau di belakang fasilitas kantor agar aktivitas rusa tidak terganggu oleh kendaraan yang masuk-keluar lokasi. Keberadaan fasilitas harus mempertimbangkan memungkinkan kemudahan akses bagi pengangkutan rusa, pakan, peralatan, dan obat-obatan serta menghindari pohon-pohon rendah yang mengganggu akses jalan dalam pengangkutan (Tuckweel, 1998).

Ukuran dan bentuk kandang masing-masing bervariasi sesuai peruntukan, jumlah rusa yang akan ditangkarkan, jumlah kandang yang akan dibangun, dan keadaan topografi. Ukuran kandang untuk seekor rusa dewasa idealnya adalah 2,0 m x 1,5 m namun ukuran kandang bagi rusa betina yang melahirkan dan menyusui adalah 2,0 m x 2,0 m. Jumlah rusa yang dimasukkan dalam kandang disesuaikan dengan keseimbangan jenis kelamin yaitu 1:4-5, seperti pada kandang transit atau atraksi. Menurut Semiadi dan Nugraha (2004), pedok untuk rusa dapat berukuran kecil (50-200m2) dan berukuran besar (1,5-2,0 ha); ukuran pedok hendaknya tidak terlalu luas agar lebih mudah mengontrol dan memisahkan. Ukuran kandang untuk rusa timor berumur 3-12 bulan sebesar 1,00-1,50 m2/ekor dan betina dewasa 1,75-2,25 m2/ekor serta jantan dewasa 2,00-2,75 m2/ekor bahkan ada juga yang membuat kandang bagi rusa dewasa dengan ukuran panjang 1,8 m, lebar 1,2 m, dan tinggi 1,8 m.

Page 189: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Desain Penangkaran Rusa Timor Berdasarkan…(M. Takandjandji)

185

Bapak, ibu para hadirin yang saya muliakan,

Kandang atraksi merupakan tempat pengunjung dapat berinteraksi dengan rusa yakni dengan memberi makan secara langsung pada rusa. Sejak adanya penangkaran rusa di HP Dramaga, lokasi ini selalu ramai oleh pengunjung, terutama pada saat liburan anak sekolah dengan jumlah pengunjung selama tahun 2008 sebanyak ± 300 orang per bulan. Kandang atraksi sebaiknya terletak dekat dengan jalan utama atau berdampingan dengan areal perkantoran karena pengunjung perlu didampingi oleh petugas terutama apabila rusa jantan sedang memasuki musim kawin.

Tempat makan diletakkan di tengah kandang atau di sudut karena rusa lebih senang bergerak di sekitar sudut (Tuckwell, 1998). Tempat makan ada yang berbentuk palungan berukuran panjang 1,5-2,0 m dan lebar 0,5 m dan ada pula yang berbentuk bulat persegi enam berukuran diameter 50-75 cm dengan tinggi 30 cm dari atas permukaan tanah (Takandjandji dan Sutrisno, 2006). Maksudnya agar pakan tidak tercecer dan terinjak oleh rusa karena pada umumnya apabila pakan telah terinjak-injak dan bercampur dengan faeces atau urine, rusa tidak mengkonsumsinya lagi. Sebelum pakan diberikan pada rusa, terlebih dahulu pakan dipotong-potong sepanjang minimal 5-10 cm. Bahan yang digunakan untuk membuat tempat makan terdiri dari papan, kayu, dan seng polos atau licin dan diletakkan pada bagian tengah atau sudut kandang di mana masing-masing kandang terdapat satu tempat makan.

Tempat minum dan tempat berkubang terletak di tengah atau pada salah satu bagian sudut kandang. Tempat minum disediakan pada setiap kandang dan berbentuk bak yang dibenamkan ke dalam tanah yang dilengkapi dengan saluran pembuangan. Cara ini untuk menghindari rusa jantan agar tidak menanduk dan menumpahkan air yang telah disediakan (Takandjandji dan Sutrisno, 2006). Tempat minum harus dipisahkan dengan tempat berkubang untuk menjaga kesehatan rusa dari serangan parasit atau penyakit. Oleh karena itu, tempat minum harus ditutup dengan kawat sehingga hanya bagian moncong saja yang dapat masuk (Semiadi dan Nugraha, 2004). Saluran air dan instalasinya diperlukan untuk mengairi pakan, pemeliharaan kandang, dan kebutuhan rusa.

Page 190: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

186

Areal pengembangan kebun pakan merupakan salah satu sarana penting dalam penangkaran karena produktivitas dan perkembangbiakan rusa sangat tergantung pada pakan yang tersedia. Areal kebun pakan sebaiknya dikelilingi oleh pagar kawat sehingga lebih aman. Jenis pakan yang akan ditanam selain jenis pakan unggulan berupa jenis rumput unggul (rumput gajah, king grass, setaria), dan rumput lapangan yang berada di sekitar lokasi yang memiliki kadar protein, lemak, dan serat kasar tinggi yang telah diujicobakan pada rusa seperti kipait, bayondah, aawian, lameta, kolonjono, gewor, serta jenis legum seperti turi, lamtoro, kaliandra. Jenis tanaman pangan (hortikultura) yang juga dimanfaatkan oleh rusa yakni sorgum, jagung, ketela rambat, singkong, dan kacang tanah. Kebun pakan terletak agak jauh ke belakang seluas ± 2,75 ha dan lokasinya cukup terbuka sehingga cocok untuk pengembangan kebun pakan. Jenis pakan yang ditanam tersebut menggunakan hasil ikutan berupa limbah penangkaran rusa yang telah dijadikan kompos (Takandjandji et al., 2011)

Jalan kontrol berfungsi sebagai jalan untuk melihat, mengontrol, dan mendistribusikan pakan ke dalam kandang atau pedok yang telah disediakan. Lebar jalan kontrol adalah 1,5-2,0 m (Takandjandji dan Sutrisno, 2006) dengan dasar paving block atau campuran bahan pasir dan batu kerikil dengan maksud untuk menghindari lantai agar tidak becek dan berlumpur terutama pada musim hujan.

Para hadirin yang saya hormati, Selain dimanfaatkan sebagai areal penangkaran rusa

timor, HP Dramaga juga dimanfaatkan sebagai tempat penelitian lainnya seperti uji introduksi beberapa jenis pohon, kegiatan pendidikan dan latihan (dendrologi, pemuliaan pohon, ekologi hutan, dan silvikultur), penelitian persuteraan alam (budidaya murbei dan ulat sutera), dan obyek wisata (danau atau Situ Gede). Diharapkan melalui hutan penelitian tersebut dapat dipelajari berbagai aspek penelitian sehingga dapat bermanfaat bagi kepentingan pengembangan IPTEK dan pembangunan kehutanan secara berkelanjutan.

Menurut Thohari et al. (1991), penentuan areal penangkaran yang disebut juga sebagai areal pembiakan rusa,

Page 191: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Desain Penangkaran Rusa Timor Berdasarkan…(M. Takandjandji)

187

perlu mempertimbangkan syarat teknis, ekonomis, dan lingkungan. Areal pembiakan yang ditetapkan harus strategis dan sesuai dengan peruntukannya sehingga tidak memungkinkan untuk membangun zona pembiakan pada lokasi yang lain.

Areal perkantoran bertujuan sebagai pendukung atau penunjang dalam usaha penangkaran yang berfungsi sebagai pusat informasi (information center) mengenai pengelolaan penangkaran rusa dan administrasi kawasan. Menurut Thohari et al. (1991), persyaratan yang harus dipertimbangkan dalam areal perkantoran adalah:

a. Topografi, relatif landai sampai agak berbukit sehingga pembangunan areal perkantoran tidak merusak tapak.

b. Sumber air, selalu tersedia, baik kualitas maupun kuantitas agar dapat memenuhi kebutuhan pengelolaan sehari-hari.

c. Aksesibilitas, relatif mudah dijangkau dan dicapai.

d. Ekosistem dan bentang alam tidak terganggu atau rusak dengan adanya pembangunan areal perkantoran.

e. Adanya pembangunan areal perkantoran diharapkan dapat mengurangi stres dan dapat memberikan kepuasan bagi para pengelola dan pengunjung. Kepuasan akan tercapai apabila penataan sarana prasarana sesuai dengan fungsinya disertai dengan gaya seni yang tinggi.

Sebagai informasi bahwa di dekat areal penangkaran rusa, terdapat wisata alam danau atau Situ Gede. Areal ini memiliki sarana dan prasarana berupa tempat duduk, warung, dan toilet umum yang terletak pada bagian barat HP Dramaga dekat dengan danau atau situ. Areal ini dekat dengan kota Bogor, mudah dijangkau dengan menggunakan kendaraan roda dua dan empat, dan memiliki pemandangan cukup indah serta memiliki koleksi jenis pohon, baik pohon asli Indonesia maupun pohon asing. Oleh karena itu, areal ini cukup strategis untuk dijadikan sebagai obyek wisata alam. Untuk menguatkan karakter dan tampilannya, zona ini dapat dilengkapi dengan berbagai perlengkapan arsitektur mikro seperti bangku, tempat sampah, lampu taman, gazebo, dan bak tanaman sehingga menciptakan kesan yang harmonis terpadu dalam areal wisata (Takandjandji, 2009). Jenis fasilitas yang terdapat di dalam areal wisata alam antara lain warung, yang

Page 192: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

188

letaknya menghadap situ, toilet terletak di bagian belakang areal wisata, mushola sebaiknya berada di samping toilet, bangku dan shelter menghadap situ, dan jalan setapak yang berada di sepanjang areal wisata. Karakter dan tampilan areal wisata dapat dijadikan sebagai tempat sejumlah obyek yang mewadahi kegiatan wisata yakni unsur-unsur atau elemen pengisi suatu areal yang merupakan obyek yang dapat memberi pemandangan indah.

Areal wisata ini terdapat pengerasan jalan setapak dengan menggunakan paving block. Selain itu, pembangunan shelter di dalam areal ini perlu dilakukan sebagai tempat beristirahat sekaligus berfungsi sebagai tempat untuk menikmati indahnya danau atau situ. Penggunaan sarana atau elemen arsitektur mikro dalam areal wisata alam dapat menciptakan kesan yang harmonis terpadu dalam keseluruhan perilaku dan visual pengunjung. Penerangan buatan dapat berupa lampu-lampu penerang untuk meningkatkan keamanan pada malam hari, dan signage (penunjuk arah, simbol-simbol penanda tempat). Tugas pengelola adalah menyederhanakan dan mengatur penyampaian informasi penting dengan menggunakan papan iklan secara kreatif untuk mengekspresikan citra tapak sebagai unsur yang positif dalam lansekap visual penangkaran.

Areal yang berdekatan dengan areal penangkaran rusa dan berbatasan dengan pemukiman masyarakat adalah areal penyangga. Penggunaan lahan pada areal ini terbatas dan berfungsi untuk memberikan perlindungan bagi rusa sekaligus bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Areal ini ditujukan bagi masyarakat untuk melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari tanpa harus memasuki areal penangkaran yang ada.

V. KESIMPULAN

Para hadirin yang saya muliakan,

Berdasarkan hasil penelitian tentang analisis komponen terhadap bio-ekologi penangkaran rusa timor di HP Dramaga, maka dapat disimpulkan beberapa hal, antara lain :

a. Potensi bio-ekologi dari komponen vegetasi (pakan dan cover) dikategorikan memenuhi syarat, dengan nilai gizi dan

Page 193: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Desain Penangkaran Rusa Timor Berdasarkan…(M. Takandjandji)

189

palatabilitas hijauan pakan yang cukup dan disukai rusa dan daya dukung terpenuhi sehingga lokasi HP Dramaga layak untuk dijadikan sebagai penangkaran rusa

b. Areal HP Dramaga yang dialokasi untuk pengembangan penangkaran rusa timor, didesain ke dalam dua (2) areal penting yakni areal penangkaran dan areal perkantoran sesuai dengan kebutuhan rusa dan kondisi tapak yang relatif datar sehingga perkembangbiakan dan pembesaran rusa semakin meningkat.

VI. PENUTUP

Hadirin yang saya hormati,

Berdasarkan analisis bio-ekologi, penangkaran rusa timor (Rusa timorensis Blainville, 1822) dengan sistem intensif yang dikembangkan di areal kawasan Hutan Penelitian (HP) Dramaga Bogor sejak tahun 2008, dinilai cukup layak. Namun, dalam pembangunan sarana prasarana, baik dalam areal penangkaran maupun perkantoran, perlu mempertimbangkan desain tapak, intensitas pengelolaan, dan pemanfaatan ruang sehingga kebutuhan, fungsi dan tujuan pengelolaan penangkaran rusa dapat tercapai secara efektif dan efisien. Diharapkan tulisan ini bermanfaat bagi pengelola penangkaran rusa atau pengguna lainnya yang berminat melakukan penangkaran.

Penulis menyadari banyak kekurangan dan kelemahan dalam penulisan karya ilmiah ini, baik dari segi penyajian materi, tata bahasa, dan konsistensinya. Oleh karena itu, saran dan kritik dari semua pihak sangat diharapkan. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan penangkaran rusa timor di Hutan Penelitian Dramaga, Bogor khususnya dan Indonesia umumnya. Mohon maaf atas segala kekhilafan, tutur kata dan perbuatan yang sengaja dan tidak sengaja dilakukan. Semoga Allah SWT meridhoi hasil karya kita semua.

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur saya panjatkan kepada hadirat Allah SWT. karena atas Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga presentasi Karya

Page 194: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

190

Ilmiah yang berjudul ”Desain Penangkaran Rusa Timor Berdasarkan Analisis Komponen Bio-ekologi di Hutan Penelitian Dramaga, Bogor” dapat diselesaikan.

Presentasi Karya Ilmiah ini merupakan salah satu syarat kenaikan jenjang jabatan fungsional peneliti yakni sebagai kandidat Peneliti Utama, yang dinilai oleh Tim Penilai Peneliti Instansi dari Kementerian Kehutanan dan Tim Penilai Peneliti Pusat dari LIPI. Saya menyadari bahwa presentasi ini dapat berjalan lancar atas bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak, baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa hormat dan penghargaan serta ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Kepala Badan Litbang Kehutanan, Sekretaris Badan Litbang Kehutanan, Kepala Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi, dan Kepala Bidang yang telah mengurus dan melaksanakan manajemen hingga terlaksananya presentasi ini.

Kepada rekan-rekan peneliti, baik dalam satu kelompok peneliti atau antar kelompok peneliti, yang secara langsung atau tidak langsung bersama-sama melakukan penelitian dan menyampaikan hasil penelitian berupa publikasi dalam kegiatan seminar dan lain-lain, diucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Ucapan terima kasih pula disampaikan kepada Dewan Redaksi Jurnal, Buletin Kehutanan dan pada semua Buletin yang telah bersedia memuat laporan atau karya tulis ilmiah kami.

Terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada Bapak Prof. Riset DR. Ir. Abdullah Syarief Mukhtar, MS. dan Prof. Riset DR. M. Bismark, MS. yang telah membimbing dan memberi dorongan serta masukan hingga orasi ini dapat dilaksanakan. Ketua Kelompok Peneliti, teman-teman peneliti dan Teknisi Litkayasa Konservasi Sumberdaya Alam yang secara langsung memberikan masukan dan membantu penulis, diucapkan terima kasih. Demikian pula dengan teman-teman peneliti dan teknisi litkayasa di kelompok peneliti lingkup Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi, diucapkan terima kasih atas bantuannya. Demikian juga kepada suami tercinta beserta kedua anak yang saya kasihi dan sayangi dan keluargaku, diucapkan terima kasih atas segala kesabaran dan bantuan do’a yang selalu disampaikan buat kesuksesanku. Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikannya dan mudah-mudahan apa yang telah diputuskan pada

Page 195: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Desain Penangkaran Rusa Timor Berdasarkan…(M. Takandjandji)

191

hari ini akan menjadi kegiatan yang bermanfaat dan menjadi amal yang berkelanjutan, baik di dunia maupun di akhirat.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

DAFTAR PUSTAKA

Garsetiasih, R. dan M. Takandjandji. 2006. Model Penangkaran

Rusa. Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian: Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan, Padang 20 September 2006. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor

Hakim R. dan H. Utomo. 2003. Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap. Prinsip Unsur dan Aplikasi Disain. Bumi Aksara. Jakarta

Illawara M. 2006. Rusa deer facts. http://www.deer.com.au. [13 Agustus 2009]

IUCN. 2007. The Redlist of Threathened Species. http://www.iucnredlist.org, 3 Desember 2007, pukul 16.05 WIB

Jacoeb, T.N., dan S.D. Wiryosuhanto. 1994. Prospek Budidaya Ternak Rusa. Penerbit Kanisius. Jakarta

Reyes E. 2002. Rusa timorensis. University of Michigan. Museum of Zoology. Anim. Diversity. [13 Agustus 2009]

Schroder, T.O. 1976. Deer in Indonesia. Nature Conservation Department. Wageningenda Geofisika. Jakarta

Semiadi G. dan RTP Nugraha. 2004. Panduan Pemeliharaan Rusa Tropis. Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor

Semiadi G. 2006. Biologi rusa tropis. Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor

Takandjandji, M. 1988. Pengaruh pemberian rumput dan campurannya dengan daun Beringin, daun Kabesak, dan daun Turi terhadap pertumbuhan Rusa Timor (Cervus timorensis). Santalum No. 3. Buletin Penelitian dan

Page 196: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

192

Pengembangan Kehutanan Nusa Tenggara. Proyek Penelitian Kehutanan di Nusa Tenggara Timur. Kupang

--------------------. 1993. Pengaruh perbedaan manajemen terhadap pertumbuhan Rusa Timor (Cervus timorensis) di Oilsonbai dan Camplong, Nusa Tenggara Timur. Santalum No. 12. Buletin Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Nusa Tenggara dan Maluku Tenggara. Balai Penelitian Kehutanan Kupang. Kupang

--------------------- dan R. Garsetiasih. 2002. Pengembangan penangkaran rusa timor (Cervus timorensis) dan permasalahannya di NTT. Prosiding Seminar Nasional Bioekologi dan Konservasi Ungulata. PSIH-IPB; Puslit Biologi; Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan. Bogor

--------------------- dan E. Sutrisno. 2006. Teknik penangkaran rusa timor (Cervus timorensis). Balai Litbang Kehutanan Bali dan Nusa Tenggara. Kupang

----------------------. 2009. Desain penangkaran rusa timor berdasarkan analisis komponen bio-ekologi dan fisik di Hutan Penelitian Dramaga, Bogor. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor

Thohari M., Haryanto., B. Masy’ud., D. Rinaldi., H. Arief., W.A. Djatmiko., S.N. Mardiah., N. Kosmaryandi dan Sudjatnika. 1991. Studi kelayakan dan perancangan tapak penangkaran rusa di BKPH Jonggol, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Kerjasama antara Direksi Perum Perhutani dengan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor

Tuckwell C. 1998. Fencing and Handling Yards. Australian Deer Industry Manual. Journal. Rural Industries Research and Development Corporation and Deer Products and Development Company. Southern Australia

Page 197: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

193

KONSERVASI OWA JAWA (Hylobates moloch) DALAM PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN DI JAWA BARAT

Drs. Sofian Iskandar, M.Si1

I. PENDAHULUAN

Hadirin yang saya hormati,

Owa jawa (Hylobates moloch), adalah jenis primata dari suku Hylobatidae, endemik Jawa. Jenis primata ini merupakan satwa yang dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 7 tahun 1999 (Departemen Kehutanan, 1999) dan menurut IUCN Redlist data Book of Endangered Species owa jawa dikelompokkan ke dalam kategori langka (endangered species) (IUCN, 2006). Secara geografis owa jawa tersebar dari bagian barat Pulau Jawa, di kawasan hutan Pegunungan Honje, Ujung Kulon hingga Jawa Tengah bagian barat, di kawasan hutan Gunung Slamet dan Pegunungan Dieng bagian utara.

Berdasarkan hasil penelitian dan sensus yang dilakukan oleh beberapa peneliti, memperlihatkan bahwa populasi jenis primata tersebut memiliki kecenderungan menurun. Dari survey populasi owa yang dilakukan Kappeler (1984) pada 40 lokasi di Jawa Barat dan Jawa Tengah, memperkirakan populasi owa sekitar 8.000 individu. Namun hasil survey yang pernah dilakukan pada tahun 1992-1994 menunjukkan tidak ditemukan lagi populasi owa di 16 lokasi yang pernah disurvey sebelumnya. Bahkan di sembilan tempat populasinya kritis, karena berada pada kawasan hutan dengan luasan habitat yang sangat kecil (0.5-5 km²) dan terfragmentasi. Berdasarkan Laporan Conservation Assessment and Management Plan Primata Indonesia (Supriatna et al., 2001), populasi owa jawa diperkirakan antara 400-2.000 individu. Data populasi terakhir menyebutkan bahwa populasi owa jawa berkisar antara 4.000 hingga 4.500 individu (Nijman, 2004) dan 2.600-5.304 individu (Djanubudiman et al., 2004). Diduga beberapa populasi owa jawa saat ini juga hidup di luar kawasan konservasi yang pada umumnya berupa hutan produksi, hutan tanaman (Djanubudiman, 2004).

1 Peneliti Madya Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi

Page 198: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

194

Owa jawa adalah primata arboreal sejati, yang dalam melakukan aktivitas hariannya sangat memerlukan keutuhan tegakan hutan. Gangguan yang terjadi pada habitat jenis satwa primata ini, seperti penebangan liar, dan perambahan akan berpengaruh terhadap pola aktivitas harian, pola penggunaan habitat dan perilakunya.

Oleh karena itu dalam pengelolaan hutan di Jawa Barat, perlu mempertimbangkan fungsi hutan sebagai habitat satwaliar. Sebagai primata arboreal, owa jawa memerlukan penutupan tajuk pohon yang rapat, sehingga memudahkan aktivitas pergerakannya. Owa jawa adalah primata yang pakan utamanya adalah buah, sehingga diperlukan hutan dengan kelimpahan sumber pakan yang dapat memenuhi kebutuhannya.

II. DISTRIBUSI POPULASI OWA JAWA

Hadirin yang saya hormati,

Populasi owa jawa secara umum memperlihatkan fluktuasi dan cenderung memperlihatkan penurunan dari tahun ke tahun. Chivers (1977) menyebutkan bahwa populasi owa jawa sekitar 2.000 individu, sedangkan Kappeler (1981) yang melakukan survey di berbagai kawasan hutan habitat owa jawa di Jawa Barat dan Jawa Tengah, memperkirakan populasi owa jawa berkisar antara 2.400 sampai 7.900 individu. Pada tahun 2003-2004, Djanubiduman et al. (2004) melakukan survey sebaran populasi owa jawa pada kawasan hutan yang menjadi areal survey Kappeler (1981). Berdasarkan hasil survey tersebut tercatat populasi owa jawa berkisar antara 4.248 – 4882 individu. Berdasarkan hasil suevey di kawasan hutan Gunung Honje, Taman Nasional Ujung Kulon pada tahun 2008, populasi owa jawa mencapai 410 individu (Iskandar et al., 2009). Di kawasan hutan Cikaniki, Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, kepadatan populasi owa jawa 22,8 individu per km2 dengan perkiraan jumlah populasi 127 individu (Pahlana, 2007).

Selain di kawasan konservasi, populasi owa jawa juga dijumpai di beberapa kawasan hutan produksi. Di kawasan hutan produksi sekitar TN. Gunung Halimun-Salak, dijumpai populasi owa jawa dengan kepadatan populasi 0,17 – 12 individu per km2 (Iskandar et al., 2008).

Page 199: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Konservasi Owa Jawa (Hylobates moloch)…(S. Iskandar)

195

III. DISTRIBUSI DAN KONDISI HABITAT OWA JAWA

Hadirin yang saya hormati,

Primata menempati beragam relung habitat, di mana setiap jenis menempati relung yang berbeda, tergantung dari berbagai kebiasaan hidup dan pola makan (diet). Secara ekologis, kebutuhan akan habitat didasarkan pada strategi untuk menghindar pemangsa dan mendapatkan sumber pakan (Cowlishaw dan Dunbar, 2000). Owa jawa merupakan jenis primata arboreal pemakan buah yang dalam kehidupannya sangat dipengaruhi oleh kondisi habitat seperti tegakan vegetasi, kerapatan pohon, variasi jenis pakan, dan penutupan kanopi (Kakati, 2004).

Habitat owa jawa tersebar dari Ujung Kulon di bagian barat hingga Pegunungan Dieng dan Gunung Slamet di bagian timur Pulau Jawa. Dari 32 kelompok hutan habitat owa jawa yang diidentifikasi oleh Kappeler (1984), hanya sebagian saja yang merupakan kawasan konservasi, yaitu Taman Nasional (TN) Ujung Kulon, TN. Gunung Gede Pangrango, TN. Gunung Halimun-Salak, dan beberapa cagar alam dan hutan lindung. Selain itu owa jawa juga dijumpai di beberapa hutan produksi Perum Perhutani, seperti Gunung Luhur, Cikidang, Gunung Kencana dan Gunung Endut (Iskandar et al., 2008).

Luas penutupan hutan di Provinsi Jawa Barat adalah 816.608,70 hektar dan di Provinsi Banten adalah 253.254 hektar. Dari luasan hutan di kedua provinsi tersebut, luas hutan kawasan konservasi sekitar 232.752 hektar, yang terdiri dari kawasan pelestarian alam dan kawasan suaka alam serta hutan lindung. Secara vertikal, habitat owa jawa tersebar dari hutan dataran rendah pada ketinggian 0 m dari permukaan laut (dpl) hingga hutan pegunungan pada ketinggian 1.600 m dpl (Massicot, 2001; CII, 2000). Habitat hutan di bawah ketinggian 1.500 m dpl merupakan habitat utama bagi owa jawa (CII, 2000; Kappeler, 1981). Mengingat pada wilayah tersebut keragaman jenis tumbuhan pohon berlimpah, sehingga menjamin ketersediaan sumber pakan bagi owa. Selain itu kesinambungan tajuk pohon sangat menguntungkan bagi pergerakan owa jawa. Menurut Kappeler (1984) habitat yang sesuai bagi owa jawa adalah hutan dengan penutupan tajuk yang rapat dan memiliki struktur tajuk

Page 200: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

196

yang horizontal, guna memudahkan untuk bergerak dan memiliki sumber pakan yang tersedia sepanjang tahun.

Berdasarkan penelitiannya, Kappeler (1984) mencatat 125 jenis tumbuhan yang dimanfaatkan owa jawa di habitatnya, yang terdiri dari 108 jenis pohon, 14 jenis tumbuhan liana, dua jenis tumbuhan palmae, dan satu jenis epifit. Di Taman Nasional Ujung Kulon tercatat 27 jenis tumbuhan yang menjadi sumber pakan owa jawa, di antaranya kiara beunyeur (Ficus callophyla), dahu (Dracontomelon puberulum), dan kicalung (Diospyros hermaprodictica) (Rinaldi, 1999). Jenis-jenis tumbuhan dari famili Moraceae dan Euphorbiaceae merupakan sumber pakan yang paling umum dikonsumsi owa jawa (Chivers, 2000). Namun demikian di hutan produksi rasamala tercatat hanya tiga jenis tumbuhan pakan dari 13 jenis tumbuhan yang tercatat (Iskandar, 2007).

IV. AKTIVITAS HARIAN DAN PERILAKU OWA JAWA

Hadirin yang saya hormati,

Owa jawa merupakan primata arboreal pemakan buah yang sangat bergantung pada keutuhan tegakan hutan. Gangguan yang terjadi pada suatu habitat satwa primata, seperti penebangan liar dan perambahan menyebabkan perubahan prilaku jenis. Perubahan tersebut misalnya terjadi pada proporsi penggunaan waktu aktivitas harian, penggunaan ketinggian pada kanopi, waktu dan frekuensi bersuara (Nijman, 2001). Perubahan perilaku juga terjadi pada beberapa jenis primata lainnya, seperti yang terjadi pada serudung (Hylobates lar) yang menunjukan perilaku berdiam diri dan menghindar, frekuensi bersuara menurun. Perubahan juga terjadi pada pola aktivitas harian H. lar dan Presbytis melalophos yang menunjukkan proporsi waktu istirahat yang meningkat dan penurunan waktu aktivitas makan dan bergerak (John, 1986).

Owa jawa umumnya memulai aktivitas hariannya pada pagi hari dan berakhir pada sore hari. Waktu memulai aktivitas bervariasi pada setiap habitat. Di kelompok hutan Patiwel, rata-rata owa jawa memulai aktivitasnya sejak pukul 06.00 dan berakhir pada pukul 15.00 (Anis dan Iskandar, 2011), sementara di kelompok hutan rasamala, owa jawa memulai aktivitasnya sejak pukul 05.30 (Iskandar, 2007). Aktivitas harian owa jawa terdiri dari

Page 201: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Konservasi Owa Jawa (Hylobates moloch)…(S. Iskandar)

197

aktivitas makan Beberapa hasil penelitian memperlihatkan bahwa aktivitas harian kelompok owa jawa pada habitat hutan alam mempunyai pola yang bervariasi. Ladjar (1996) melaporkan bahwa proporsi aktivitas owa jawa di hutan Cikaniki, Taman Nasional Gunung. Halimun-Salak adalah 30,7% untuk aktivitas makan, 35,4% aktivitas bergerak, 33,3% istirahat, 0,6% aktivitas sosial dan 0,31% aktivitas bersuara. Kelompok owa jawa di hutan Patiwel, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango memperlihatkan proporsi aktivitas harian 25,6% aktivitas makan, 38,9% aktivitas pergerakan, 29,3% istirahat, dan 6,02% aktivitas social (Anis dan Iskandar, 2011). Sedangkan kelompok owa jawa di hutan rasamala mempunyai proporsi aktivitas harian 41,2% aktivitas makan, 13,9% aktivitas pergerakan, 37,1% istirahat, 1,9% aktivitas social, dan aktivitas bersuara 5,9% (Iskandar, 2007).

Hal yang menyebabkan perbedaan proporsi waktu aktivitas harian pada kelompok owa tersebut antara lain komposisi pakan yang dikonsumsi kelompok tersebut dan kelimpahan sumber pakan dalam habitatnya. Pola konsumsi dan kelimpahan jenis pakan akan mempengaruhi pola pergerakan dan perilaku menjelajah (ranging behavior). Perubahan proporsi penggunaan waktu aktivitas harian dan ekologi makan merupakan respon pertama satwaliar terhadap perubahan, kerusakan, dan fragmentasi habitat (Umapathy and Kumar, 2000). Hal tersebut antara lain disebabkan perubahan komposisi jenis vegetasi, ketersediaan pakan, ukuran kelompok, dan struktur habitat. Fragmentasi dan perusakan habitat menyebabkan menurunnya kersediaan pakan.

V. PENGELOLAAN HUTAN SEBAGAI HABITAT PRIMATA

(OWA JAWA)

Hadirin yang saya hormati,

Dari habitat owa jawa yang terdapat di Jawa Barat, hanya tiga lokasi yang mempunyai luasan cukup dan daya dukung yang baik, yaitu Taman Nasional (TN) Ujung Kulon, TN. Gunung Gede Pangrango, dan TN. Gunung Halimun Salak. Sementara itu, beberapa kawasan habitat owa jawa lainnya mempunyai luasan yang kecil dan terfragmentasi. Areal koridor Halimun-Salak di TN Gunung Halimun-Salak, yang merupakan areal perluasan taman nasional, adalah kawasan hutan yang dikelola sebagai lahan

Page 202: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

198

PHBM ketika masih dikelola oleh Perum Perhutani. Di kawasan tersebut sebagian sudah ditanami dengan berbagai jenis tanaman palawija, namun masih terdapat kelompok hutan alam yang tersisa. Di kawasan hutan tersebut terdapat empat kelompok owa jawa dan juga jenis primata lainnya (Komarudin, 2009). Di kompleks hutan Bodogol, TN Gunung Gede Pangrango, terdapat hutan rasamala seluas 51 hektar, yang menjadi habitat satu kelompok owa jawa. Hutan rasamala tersebut juga merupakan bagian dari perluasan taman nasional dari sebelumnya hutan produksi Perum Perhutani (Iskandar, 2007). Hutan di Cagar Alam Leuweung Sancang, merupakan habitat owa jawa di dataran rendah, saat ini diperkirakan luasnya hanya tersisa sekitar 200 hektar, dari luas sebelumnya 2.175 hektar. Saat ini terdapat sekitar enam kelompok owa jawa dan primata lainnya yang hidup dalam habitat terfragmentasi (Wedana et al., 2010). Selain itu masih banyak kawasan hutan habitat owa jawa yang saat ini sudah terfragmentasi dan dengan luasan kecil, seperti TWA Telaga Warna (368 ha), CA Gunung Simpang yang terfragmentasi oleh perkebunan teh, dan kawasan hutan Gunung Honje yang terfragmentasi oleh ladang masyarakat (Djanubudiman et al., 2004).

Kondisi hutan tersebut dapat menjadi salah satu ancaman penting bagi kelestarian owa jawa di masa mendatang, mengingat kebutuhan lahan di Jawa semakin meningkat sejalan dengan pesatnya pertumbuhan penduduk. Di Jawa, luas habitat owa jawa menyusut hingga 96% dari awalnya seluas 43.274 km2 menjadi sekitar 1.608 km2, yang diakibatkan oleh pertumbuhan penduduk yang sangat pesat (CII, 2000). Akibat berkurangnya luasan habitat owa jawa, maka sebaran utama habitat owa jawa hanya tersisa di bagian barat Pulau Jawa dan sebagian Jawa Tengah (Nijman, 2001). Oleh karena itu, untuk mendukung program konservasi in-situ owa jawa, dianggap perlu untuk mengembangkan pengelolaan kawasan hutan yang ada sebagai perluasan habitat primata, khususnya owa jawa, selain untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat di sekitar hutan.

A. Pengelolaan Daerah Penyangga

Hadirin yang saya hormati,

Menurut UU No. 5 Tahun 1990, daerah penyangga adalah wilayah yang berada dalam kawasan suaka alam, baik sebagai

Page 203: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Konservasi Owa Jawa (Hylobates moloch)…(S. Iskandar)

199

kawasan hutan lain, tanah negara bebas maupun tanah yang dibebani hak yang diperlukan dan mampu menjaga hutan kawasan suaka alam. Daerah (zona) penyangga berfungsi sebagai penyangga terhadap berbagai macam gangguan yang dapat mengganggu fungsi dan potensi sumberdaya alam, terutama jenis langka dan yang dilindungi di kawasan taman nasional maupun melindungi masyarakat sekitar dari gangguan yang berasal dari taman nasional. Keberadaan zona penyangga di sekitar Taman Nasional secara umum berperan dalam hal : Melindungi kelestarian taman nasional dan masyarakat. Sebagai areal untuk mengembangkan jenis tumbuhan dan

satwa yang bernilai ekonomis melalui pola budidaya yang dapat meningkatkan sosial ekonomi masyarakat (penangkaran satwa, tanaman obat, kayu bakar, buah-buahan, dan lain-lain).

Berkembangnya sistem jasa dan industri rakyat melalui pengembangan pariwisata.

Meningkatkan produktivitas lahan dengan pola usaha tani untuk memelihara kelestarian jenis tanaman dan konservasi tanah.

Meningkatkan kesadaran masyarakat, organisasi atau lembaga swadaya masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pelestarian dan pengelolaan taman nasional.

Pembangunan daerah penyangga merupakan bagian

integral dari pembangunan daerah di sekitar taman nasional secara terpadu. Daerah penyangga merupakan kawasan penting sebagai pendukung kawasan konservasi yang memerlukan perhatian khusus. Kawasan ini merupakan daerah yang sangat potensial untuk dikelola guna mempertahankan kelestarian biodiversity dan ekosistem taman nasional, baik sebagai aset wisata alam, sebagai penyangga kawasan konservasi maupun sebagai kawasan budidaya (sumber penghasilan bahan pangan, kayu bakar), dan untuk pengembangan tanaman hutan yang bernilai ekonomis tinggi. Selain itu daerah penyangga juga dapat berfungsi sebagai koridor satwa, terutama bagi satwa arboreal seperti primata.

Zona penyangga taman nasional ditetapkan oleh pemerintah daerah bersama dengan Kementerian Kehutanan. Penetapan kawasan zona penyangga yang didasarkan pada

Page 204: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

200

status hukum sangat diperlukan karena semua kegiatan di zona penyangga akan diatur sesuai dengan program pengembangan daerah. Dalam hal ini pemerintah daerah bersama dengan instansi terkait akan membuat suatu perencanaan terpadu dalam mengelola zona penyangga yang didasarkan pada pelestarian ekosistem taman nasional dan peningkatan sosial ekonomi masyarakat. Pengelolaan zona penyangga melalui program terpadu antar instansi terkait perlu mempertimbangkan kondisi msyarakat serta mengikutsertakannya dalam proses perencanaan.

Zona penyangga dapat dibagi ke dalam empat tipe yaitu zona hutan, zona fisik, zona ekonomi, dan zona pemanfaatan tradisional (Mc. Kinnon, 1990). Alikodra dan Soekmadi (1991) mengemukakan, ada tiga tipe zona penyangga, yaitu zona penyangga fisik, zona penyangga social, dan zona penyangga tradisional, di mana zona hutan termasuk dalam zona penyangga fisik.

Dalam menentukan dan mengelola Daerah Penyangga Kawasan Pelestarian Alam harus didasarkan pada tiga aspek yang saling terkait yaitu aspek ekologi, ekonomi, dan sosial budaya masyarakat, sehingga daerah penyangga dapat memiliki nilai ekonomi tinggi untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, di antaranya melalui pengembangan hutan tanaman dan tanaman budidaya. Oleh karena itu pembangunan kawasan konservasi, daerah penyangga, dan masyarakat akan menunjukkan dan mempunyai hubungan timbal-balik yang saling menguntungkan. Untuk itu diperlukan adanya partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan terpadu yang saling mendukung dan sinergis dalam suatu kesatuan konsep program yang terpadu (Gambar 1).

Page 205: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Konservasi Owa Jawa (Hylobates moloch)…(S. Iskandar)

201

Gambar 1. Strategi pengembangan daerah penyangga (Bismark, 2000)

Berdasarkan fungsi, kepentingan, dan kondisi lingkungan

dan sosial, Model Daerah Penyangga Taman Nasional ditetapkan berdasarkan jalur atau zonasi yang menunjang fungsi dan kepentingan pelestarian KPA, yaitu jalur hijau, jalur interaksi, dan kawasan budidaya (Bismark, 2000).

1. Kawasan Jalur Hijau (Jalur Hijau)

Fungsi jalur hijau adalah menyangga fisik kawasan dari gangguan atau intervensi masyarakat, menyangga dari pengaruh

PENGEMBANGAN WILAYAH DAN KAWASAN KONSERVASI

PENUNJUKAN TATA RUANG UNTUK KAWASAN

KONSERVASI DAN DAERAH PENYANGGA

PENETAPAN DAERAH PENYANGGA

PENETAPAN KONSERVASI (Kawasan Pelestarian Alam)

FUNGSI SOSIAL EKONOMI PENGELOLAAN KPA PELESTARIAN SUMBERDAYA ALAM

KOORDINASI PROGRAM PEMERINTAH DAN MASYARAKAT

PERENCANAAN PELAKSANAAN

P E N I N G K A T A N P E N D A P A T A N

D A E R A H

KEPEDULIAN MASY. DALAM PELESTARIAN SUMBERDAYA

ALAM PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN KPA

SINERGISME PROGRAM SEKTOR DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN

Page 206: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

202

jenis tumbuhan eksotik, dan sebagai perluasan home range satwa. Areal ini dapat dikelola sesuai dengan fungsi di atas, termasuk areal HPH, kawasan lindung, dan fungsi hutan lainnya yang berbatasan dengan KPA (Bismark, 2000).

2. Kawasan Jalur Interaksi (Zona Interaksi)

Fungsi jalur interaksi adalah menyangga KPA dan jalur hijau dari perubahan ekosistem yang drastis, menyangga gangguan satwaliar ke kawasan budidaya, dan mendukung kepentingan sosial ekonomi masyarakat. Pengelolaan jalur interaksi dilakukan melalui pengembangan agroforestry dengan tanaman kehutanan, dimanfaatkan secara terbatas, dan vegetasi sekunder atau areal yang ditinggalkan masyarakat dibangun menjadi Hutan Rakyat atau Hutan Kemasyarakatan yang menunjang konservasi tumbuhan yang bernilai ekonomis (Bismark, 2000).

3. Kawasan Budidaya

Fungsi kawasan budidaya daerah penyangga adalah untuk mendukung peningkatan sosial ekonomi masyarakat, pengembangan wilayah dan wisata. Pengelolaan kawasan budidaya meliputi pengembangan program pertanian terpadu, termasuk menghindari pembukaan lahan dengan pembakaran, pemakaian herbisida yang berdampak negatif, serta menetapkan lokasi pertanian maupun kawasan agroforestry masyarakat yang dapat disertifikatkan sehingga terdapat kepastian berusaha bagi masyarakat lokal dalam mengembangkan jenis tumbuhan langka dan tumbuhan hutan serbaguna (Multipurpose Tree Species-MPTS) dalam sistem Hutan Kemasyarakatan atau Hutan Rakyat (Bismark, 2000).

B. Restorasi Ekosistem

Kawasan Pelestarian Alam (KPA), terutama taman nasional di Indonesia telah mengalami deforestasi dan degradasi akibat perambahan, perladangan, penebangan liar, kebakaran hutan maupun akibat masuknya alien species. Gangguan ini telah menimbulkan perubahan yang signifikan terhadap integritas ekosistem sehingga fungsinya mengalami degradasi, baik secara kualitas maupun kuantitas.

Page 207: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Konservasi Owa Jawa (Hylobates moloch)…(S. Iskandar)

203

Kerusakan ekosistem dalam KPA perlu dipulihkan dengan tujuan mengembalikan fungsi-fungsi hakiki ekosistem tersebut yaitu fungsi ekologi, sosial ,dan ekonomi. Pemulihan ekosistem kawasan pelestarian berbeda dengan pemulihan vegetasi seperti yang dilakukan di luar kawasan konservasi misalnya rehabilitasi, reboisasi, dan revegetasi. Pemulihan ekosistem lebih diarahkan pada pemulihan fungsi, tidak hanya sekedar mengembalikan penutupan vegetasi. Kegiatan pemulihan ekosistem ini selanjutnya disebut restorasi.

Menurut Maginnis dan Jackson (2006) restorasi lansekap hutan dapat didefinisikan sebagai proses yang ditujukan untuk memperoleh kembali integritas ekologi dan meningkatkan kesejahteraan manusia di lansekap hutan yang telah megalami deforestasi dan degradasi. Restorasi ini difokuskan pada pemulihan kembali fungsi-fungsi hutan seperti sebagai penghasil barang, jasa dan proses ekologi dalam konteks yang lebih luas dan bukan sekedar menanami pohon-pohon di lokasi tertentu.

Salah satu kunci dalam restorasi lansekap hutan adalah identifikasi tipe dan tingkat restorasi yang sesuai dengan kondisi sosial dan fisik yang ada. Pada ekosistem yang telah sangat rusak sehingga tidak mampu memulihkan diri sendiri melalui proses suksesi alam, maka upaya restorasi lebih baik difokuskan pada pemulihan dan pemeliharaan proses-proses penting seperti hidrologi, siklus hara, dan transfer energi daripada usaha mengembalikan struktur hutan seperti aslinya (Maginnis dan Jackson, 2006).

Menurut Maginnis dan Jackson (2006) restorasi lansekap hutan tidak ditujukan untuk mengembalikan lansekap hutan seperti keadaan aslinya sebelum terganggu, tetapi lebih merupakan upaya pendekatan untuk memperlakukan aset sumberdaya hutan secara proporsional untuk kebaikan manusia dan alam. Karena restorasi lansekap hutan ditujukan untuk penyediaan barang dan jasa hutan pada level lansekap, maka tidak terbatas pada teknik-teknik intervensi pada tapak-tapak khusus.

Dalam pendekatan restorasi ekosistem hutan, masyarakat disertakan untuk mengidentifikasi dan menetapkan secara tepat praktek-praktek penggunaan lahan yang akan membantu pemulihan fungsi hutan secara keseluruhan lansekap sebagai daerah tangkapan air. Dalam hal ini difokuskan pada pemulihan

Page 208: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

204

fungsi-fungsi hutan pada level lansekap untuk optimalisasi fungsi ekologi hutan dan pemeliharaan kesesejahteraan masyarakat sekitarnya. Tujuan dari pendekatan ini adalah memperkuat hubungan antara pembangunan pedesaan, kehutanan, dan manajemen konservasi sumberdaya alam lainnya. Dengan perkataan lain lebih mengutamakan pada optimalisasi penyediaan manfaat hutan dalam lansekap yang lebih luas (IUCN, 2005).

Terkait dengan pembinaan habitat satwaliar, dalam hal ini owa jawa, restorasi ekosistem KPA dapat diarahkan untuk perluasan habitat, sehingga diharapkan dapat berfungsi sebagai penyedia sumber pakan, tempat berlindung, dan juga sebagai koridor.

VI. KESIMPULAN

1. Owa jawa (Hylobates moloch) merupakan jenis primata

endemik Jawa, yang kelangsungan hidupnya sangat bergantung dengan keberadaan hutan sebagai habitatnya.

2. Saat ini habitat utama owa jawa di Jawa Barat hanya tersebar di tiga taman nasional saja, yaitu TN. Ujung Kulon, TN. Gunung Halimun-Salak, dan TN. Gunung Gede Pangrango.

3. Salah satu program konservasi owa jawa adalah melakukan pembinaan habitat, baik di dalam maupun di luar kawasan konservasi.

4. Untuk mendukung program tersebut, perlu penataan kembali pola pengelolaan hutan alam dan lahan sebagai upaya perluasan habitat owa jawa.

5. Pengembangan pengelolaan daerah penyangga kawasan taman nasional sebagai habitat dan koridor owa jawa serta program restorasi kawasan taman nasional dapat dijadikan alternatif pola pengelolaan hutan alam dan lahan. Selain dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat desa sekitar hutan, juga berperan sebagai penyedia sumber pakan, tempat berlindung, dan koridor.

VII. PENUTUP

Demikianlah uraian gagasan tentang konservasi owa jawa

yang merupakan primata endemik Jawa, dihubungkan dengan

Page 209: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Konservasi Owa Jawa (Hylobates moloch)…(S. Iskandar)

205

pengelolaan kawasan hutan di Jawa Barat. Diharapkan uraian ini bermanfaat dan dapat dijadikan dasar pemikiran dalam mengembangkan program konservasi jenis, khususnya jenis satwa endemik Jawa yang habitat alaminya semakin berkurang luasannya.

Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan hidayah-Nya pada kita semua dalam upaya mengembangkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat serta dalam melestarikan kekayaan hayati di Indonesia.

UCAPAN TERIMA KASIH Bapak Ibu yang terhormat,

Karya ilmiah ini merupakan hasil pemikiran dari ilmu pengetahuan biologi dan berbagai aspek tentang konservasi keanekaragaman satwaliar yang penulis dapatkan sejak masa pendidikan hingga selama 20 tahun mengabdi di Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi. Rasanya belumlah cukup apa yang telah saya ketahui selama ini, masih banyak ilmu pengetahuan yang perlu dipelajari dan dikaji untuk mendukung upaya konservasi keanekaragaman jenis satwaliar di Indonesia.

Dalam kesempatan ini, perkenankanlah saya menyampaikan rasa syukur kehadirat Allah SWT atas izin dan perkenan-Nya karya ilmiah ini dapat terlaksana. Selain itu saya juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Keluarga besar saya, orangtua, isteri dan anak-anak, yang selalu memberikan semangat dan dorongan moril kepada saya.

2. Para guru, Bapak-Ibu peneliti senior yang tidak pernah bosan memberikan bimbingan dan pengetahuannya hingga saya mampu mencapai jenjang fungsional seperti sekarang ini.

3. Kepala Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi, tempat saya bekerja, atas bimbingan, dorongan moril serta kepercayaan pada penulis.

Page 210: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

206

4. Rekan-rekan sejawat, para peneliti, teknisi atas bantuan dan kerjasamanya, baik berupa pemikiran, saran dan dukungan moril pada saya.

5. Rekan-rekan praktisi konservasi spesies, khususnya yang bekerja dalam konservasi primata dan anggota PERHAPPI atas kerjasamanya selama ini. Akhirnya, saya mengucapkan terima kasih atas

kesempatan yang diberikan hingga dapat mempresentasikan karya ilmiah ini. Apabila ada kata-kata dan perilaku yang kurang pantas dalam penyampaian presentasi ini, saya mohon dibukakan pintu maaf yang seluas-luasnya. Semoga Allah SWT mencatat pertemuan ini sebagai suatu ibadah bagi kita semua. Terima kasih, Wassalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh

DAFTAR PUSTAKA Alikodra, H.S dan R. Soekmadi, 1991. Konsep Perencanaan dan

Pengembangan Daerah Penyangga Taman Nasional. Symposium on Rain Forest Protection and National Buffer Zone, Jakarta, 7 Feb. 1991.

Anis, A.V. dan S. Iskandar, 2011. Daily activities of released silvery-javan gibbon pair (Hylobates Moloch)at patiwel Forest, Gunung Gede National Park; A preliminary study. Makalah INAFOR. Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi.

Bismark, M. 2000. Pengelolaan Daerah Penyangga Taman Nasional Berbak. Bahan Materi Seminar Nasional Rencana Pengelolaan Daerah Penyangga tamaan Nasional Berbak, Jambi 11-12 April 2000. PT. Amythas Expert &Associates dan Wetlands International-Indonesian Programme.

Chivers, D. J., 1977. The lesser apes. In: H.S.H. Prince Rainier III of Monaco & G. H. Bourne (eds), Primate conservation. Academic Press, New York. Pp 539-598.

Conservation International Indonesia. 2000. Javan Gibbon website. http://www.Conservation.or.id/javangibbon.

Page 211: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Konservasi Owa Jawa (Hylobates moloch)…(S. Iskandar)

207

Cowlishaw, G. and Dunbar, R. 2000. Primate Conservation Biology. London; The University of Chicago Press.

Djanubudiman, G., J. Arisona, M.I. Setiadi, F. Wibisono, G. Mulcahy, M. Indrawan dan RM. Hidayat. 2004. Current Population and Conservation Priorities For The Javan Gibbon (Hylobates moloch). Laporan Tidak Dipublikasi US Fish and Wildlife Sevices Great Ape Conservation Fund. Indonesian Foundation for The Advancement of Biological Science. Depok, Indonesia.

Departemen Kehutanan, 1999. Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwaliar

Iskandar. S. 2007. Perilaku dan penggunaan hábitat kelompok owa jawa (Hylobates Moloch Audebert 1798) di hutan rasamala (Altingia excelsa) Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Jawa Barat. Tesis. Program Pasca Sarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Universitas Indonesia. Depok.

Iskandar, S., N.C. Simanjuntak, I. Tursina, U. Sugiharto, S. Arifin, Didik, A. Meiditdit, 2009. Studi populasi owa jawa (Hylobates moloch) di Taman Nasional Ujung Kulon, dan beberapa kawasan hutan produksi. Laporan Tidak Dipublikasi. APAPI/PERHAPPI-Aspinal Foundation.

International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN). 2005. Forest Landscape Restoration : Broadening the vision of west African forests. IUCN, Gland, Sitzerland and Cambridge, UK.

IUCN, 1996. The 1996 IUCN Red list of threatened animals. IUCN, Gland, Switzerland

John, A.D. 1986. Effects of selective logging on the behavioralecology of West Malaysian primates. Ecology 67: 684-694.

Kakati, K, 2004. Impact on forest fragmentation on the hoolock gibbon in Assam, India. Ph.D Disertation. Departemen of Anatomy, University of Cambridge, Cambridge, The UK.

Kappeler, M., 1981. The Javan silvery gibbon (Hylobates lar moloch). Ph.D. thesis, Universität Basel. Pp. 1-40, 1-121.

Page 212: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

208

Kappeler, K. 1984. The Gibbon in Java. Dalam Preuschoft, H. et. al. (Eds): Evolutionary and behavioural Biology. Edinburgh University Press.

Komaruddin, K. 2009. Studi Populasi Dan Habitat Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) Di Koridor Halimun Salak Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Skripsi S1 Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan Fakultas Kehutanan UNB Bogor

Maginnis, A. And W. Jackson. 2006. Restoring Forest Landscapes. http://www.iucn.Org/themes/fcp/publication/files/restoring_forest_landscapes. pdf. Diakses tanggal 20 Maret 2006.

McKinnon, 1990. Pengelolaan Kawasan yang Dilindungi di Daerah Tropika. Gajah Mada University Press.

Nijman. V. 2001. Forest and primates; Conservation and ecology of the endemic primates of Java and Borneo. Tropenbos-Kalimantan Series 5.

Nijman V. 2004. Conservation of the Javan Gibbon Hylobates moloch: Population estimates, local extinctions, and conservation priorities. The Raffles Bulletin of Zoology, 52 (1): 271 – 280.

Rinaldi, D. 1999. Food preferences and habitat utilization of javan gibbon (Hylobates moloch Audebert) in Ujung Kulon National Park, West Java. Indonesia. MSc Thesis. Georg-August University Gottingen, Germany.

Supriatna, J. J. Manangsang, L. Tumbelaka, N. Andayani, M. Indrawan, L. Darmawan, S.M. Leksono, Djuwantoko, U. Seal, and O. Bryers. 2001. Conservation Assessments and Management Plan for the Primates of Indonesia: Final Report. Conservation Breeding Specialist Group (SSC/ IUCN), Apple Valley, MN.

Umapathy, G. and A. Kumar. 2000. The occurrence of arboreal mammals in the rain forest fragments in the Anamalai Hills, south India. Biological Conservation 92: 311-319.

Wedana, M., S.S.U. Atmoko, H. Oktavianalis, A. Setiawan 2010. Survey on the abundance and distribution of javan-silvery

Page 213: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Konservasi Owa Jawa (Hylobates moloch)…(S. Iskandar)

209

gibbon and endemic langurs species outside of the national park areas in West Java and Central Java. The Aspinall Foundation-Indonesian Program.

Page 214: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

211

HUTAN RAKYAT : POTENSI DAN TANTANGAN DALAM PEMBANGUNAN KEHUTANAN

Ir. Asmanah Widiarti, M.Si1

I. PENDAHULUAN Hadirin yang saya hormati.

Akhir-akhir ini sektor kehutanan sering menjadi sorotan masyarakat luas dengan munculnya beberapa musibah banjir dan tanah longsor di berbagai wilayah Indonesia. Masyarakat umumnya mengaitkan penyebab terjadinya banjir dengan semakin rusaknya kondisi hutan secara keseluruhan.

Eksploitasi hutan secara berlebihan dan berbagai aktivitas kebijakan pembangunan dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang kurang memperhatikan kaidah pelestarian lingkungan, memang di antaranya patut dipersalahkan. Luas hutan di Indonesia menyusut dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan. Hingga saat ini, Indonesia telah kehilangan hutan sebesar 72%, laju kerusakan hutan meningkat dari 1,8 juta ha. per tahun periode 1985-1997 menjadi 3,8 juta ha per tahun periode 1997-2000. Ini menjadikan Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia. Hasil penafsiran citra landsat tahun 2000 terdapat 101,73 juta ha hutan dan lahan rusak, di antaranya seluas 42,11 juta Ha.berada di luar kawasan hutan (MKI, 2004).

Pulau Jawa dengan jumlah penduduk 124 juta (BPS, 2005) dan luas wilayah 132,000 km persegi merupakan pulau paling padat penduduknya di Indonesia, dengan tingkat kepadatan mencapai 979 orang per kilometer persegi dengan jumlah penduduk miskin pada Maret 2011 mencapai 16,73 juta orang (Anonim, 2011). Sementara luasan hutan sebagai penyangga lingkungan di Pulau Jawa hanya 14% (Anonim, 2010) dari total luas daratannya dan mengalami tekanan besar terus-menerus oleh kebutuhan akan lahan pertanian. Tentu saja kondisi ini akan berdampak pada semakin seringnya terjadi kekeringan di musim

1 Peneliti Madya Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi

Page 215: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

212

kemarau dan banjir serta tanah longsor di musim penghujan, dan akhirnya akan berdampak serius terhadap kondisi perekonomian masyarakat.

Hadirin yang saya hormati,.

Ditengah keprihatinan semakin menyusutnya luas tutupan hutan di Jawa, hutan rakyat telah tampil sebagai dewa penyelamat, hutan rakyat berkembang luas di Pulau Jawa. Menurut data tahun 2003 terdapat luasan hutan rakyat 1.151.000 ha (Direktorat Bina Usaha Perhutanan Rakyat, 2004) dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 2.531.403,55 ha atau sebesar 19,17% dari daratan Pulau Jawa (Anonim, 2009), melebihi keberadaan luas hutan negara.

Sayangnya perhatian pemerintah terhadap pengembangan dan pengakuan atas hutan hak milik ini umumnya belum secara sungguh-sungguh. Hutan rakyat hanya dijadikan sasaran keproyekan saja oleh pemerintah dan petani sering dipandang sebagai obyek proyek ketimbang sebagai mitra pemerintah (Awang, 2005).

Pengembangan hutan rakyat di Pulau Jawa mempunyai peranan yang strategis karena selain diperlukan untuk rehabilitasi lahan kritis juga untuk meningkatkan daya dukung ekologis khususnya dalam perlindungan lingkungan dan perbaikan tata air. Selain itu hutan rakyat tidak diragukan lagi perannya dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat walaupun saat ini pengelolaannya masih dilakukan secara tradisional (Widiarti, 2000).

Untuk mendukung program pemerintah tersebut, maka pembangunan hutan rakyat memiliki peluang yang cukup luas di masa yang akan datang. Pengembangan pembangunan hutan rakyat tidak hanya pada lahan-lahan milik yang jumlahnya terbatas melainkan juga pada lahan hak ulayat dan lahan negara melaui program Hutan Tanaman Rakyat (HTR). Oleh karena itu model pembangunan hutan tanaman rakyat tidak terlepas dari sifat-sifat khas/penting dalam pengembangan usaha di sektor kehutanan lainnya yakni perlu dipertimbangkan faktor-faktor teknis, ekonomis, ekologis, dan sosial dalam rangka menjaga kelestarian produksi hutan dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup.

Page 216: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Hutan Rakyat : Potensi dan Tantangan…(A. Widiarti)

213

Hadirin yang saya hormati,

Pada presentasi karya ilmiah ini saya akan menyampaikan beberapa hasil-hasil penelitian hutan rakyat yang merupakan kegiatan social forestry di luar kawasan hutan. Fokus penelitian meliputi aspek teknis, sosial ekonomi dan kelembagaan, dengan satu tujuan turut berperan dalam pengembangan hutan rakyat untuk meningkatkan kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan.

II. POTENSI HUTAN RAKYAT

A. Perkembangan Hutan Rakyat Hutan rakyat merupakan model paling tua pelibatan

masyarakat dalam pembangunan kehutanan. Sejarah panjang telah dilalui dalam pengembangannya yaitu di awali dari kegiatan penghijauan sekitar tahun 1951, sebagai upaya untuk merehabilitasi lahan kritis.

Pengembangan penghijauan terus berlangsung, pada tahun 1956 ada gerakan Karang Kitri, pada tahun 1976 muncul Gerakan Gandrung Tatangkalan (Rakgantang) di daerah Jawa Barat dengan penanaman jenis pohon albazia, turi, maesopsis, dan jenis kayu industri lainnya. Tahun 1990, secara nasional Departemen Kehutanan menyelenggarakan program Sengonisasi, selanjutnya pada tahun 2003, menyelenggarakan program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) (Mindawati dan Widiarti, 2006). Istilah hutan rakyat pertama muncul pada tahun 1970-an ketika pemerintah dengan bantuan dari Belanda dan FAO meluncurkan program penghijauan.

Hutan rakyat dikembangkan dengan berbagai proyek di antaranya bantuan inpres penghijauan, kebun bibit desa, bantuan kredit usaha hutan rakyat (KUHR) dengan kemitraan, HTI Tras dan lain-lain, serta cukup banyak pula yang dikembangkan secara swadaya oleh masyarakat. Pengusahaan hutan rakyat terus berkembang dan bertambah luas sehingga saat ini produksi kayu hutan rakyat telah melampaui produksi kayu Perhutani di Jawa (Hakim, 2006). Kayu rakyat yang berasal dari hutan rakyat menjadi pilihan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku yang terus meningkat. Pada tahun 2004 produksi kayu rakyat di Provinsi Jawa

Page 217: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

214

Barat mencapai 3.889.297,8 m3 dan di Banten mencapai kurang lebih 1 juta m3. Sementara di Propinsi Jawa Tengah hutan rakyat telah mampu memasok bahan baku kayu sebesar 1,7 juta m3.

Data terakhir berdasarkan kajian Balai Pemantapan Kawasan Hutan XI (Anonim, 2009), provinsi yang memiliki luas hutan rakyat terbesar adalah Provinsi Jawa Barat yaitu 942.698,13 ha atau 36,4%, disusul Propinsi Jawa Tengah dengan luas 742.923,17 ha atau 28,7%, dan Jawa Timur dengan luasan 523.629,25 ha atau 20,3% dan Provinsi Banten seluas 322.153 ha atau sebesar 12,4% dari luas hutan rakyat yang ada di Pulau Jawa.

Taksiran potensi kayu hutan rakyat, Provinsi Jawa Barat juga menduduki urutan teratas dengan taksiran rerata 26,2 juta m3 atau 35%, Provinsi Jawa Tengah dengan taksiran rerata sebesar 22,35 juta m3 atau 30%, Provinsi Jawa Timur dengan taksiran memiliki potensi rerata 15,6 juta m3 atau 21%, Provinsi Banten 9 juta m3 atau 12 % disusul Provinsi DIY dengan taksiran rerata 1,6 juta m3 atau 2%. dari total potensi kayu rakyat di Pulau Jawa. Hal ini menunjukkan semakin berkembangnya potensi dan peran hutan rakyat, oleh karena itu pengembangannya membutuhkan perhatian semua pihak terutama pemerintah.

Hadirin yang saya hormati,

B. Aspek Teknis Hutan Rakyat Hutan rakyat dijumpai terpencar secara sporadis di antara

lahan-lahan pedesaan, penanaman pohon kayu-kayuan umumnya secara terpadu atau dikombinasikan dengan tanaman lain seperti tanaman pangan, perkebunan, tumbuhan tahan naungan, dan rumput untuk pakan ternak sehingga sering disebut sebagai kebun campuran (Widiarti,1991).

Jenis kayu yang umumnya dijumpai pada kebun campuran di Jawa Barat adalah albizia, mahoni, jati, Acacia mangium, lame, rasamala dan lain-lain. dan dari jenis buah-buahannya kelapa, aren, melinjo, durian, petai, nangka, kecapi, kemiri, jengkol, rambutan, mangga dan lain-lain.sedangkan jenis tanaman tahan naungan yang umum dijumpai adalah kopi, lada, dan tanaman rempah/obat. Komposisi antara tanaman kayu, tanaman buah-buahan, dan tanaman tahan naungan bervariasi dari satu daerah

Page 218: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Hutan Rakyat : Potensi dan Tantangan…(A. Widiarti)

215

ke daerah lainnya seperti yang dijumpai di beberapa lokasi tempat penelitian di Kabupaten Lebak 88,05% kayu-kayuan, 11,95% buah-buahan dengan kerapatan 654 pohon per ha: di Sumedang 72,00% kayu-kayuan, 20,33% buah-buahan dan 8,67% tanaman tahan naungan dengan kerapatan pohon 643 pohon per ha: dan di Kuningan 33,60% kayu-kayuan, 33,74% buah-buahan dan 32,66% tanaman tahan naungan dengan kerapatan 732 pohon per ha (Widiarti, 2001).

Adapun jenis-jenis kayu yang ada pada kebun campuran, jumlah pohon albizia paling banyak yaitu mencapai lebih dari 35%, mahoni sebanyak 17,75%, jati 11,62%, dan dari jenis-jenis lain kurang dari 5%. Berdasarkan kegunaan, jenis-jenis tersebut merupakan jenis kayu untuk memenuhi berbagai kegunaan seperti untuk kayu bakar, kayu pertukangan, bahan baku industri, dan untuk tujuan perbaikan hidroorologi, sedangkan jenis buah-buahan, di samping buahnya, kayunya juga mempunyai nilai jual yang tinggi.

Selanjutnya petani dalam menentukan pilihan jenis pohon yang akan dikembangkan, ternyata tidak selalu berdasarkan kesesuain dengan tempat tumbuh tapi lebih ke faktor lain, seperti bibitnya tidak membeli (52%), pemasarannya mudah (31%), nilai jual yang tinggi (27%), dan meniru orang lain (14%) (Widiarti, 2001). Padahal tanaman yang akan diusahakan harus dirancang sejak awal dan dalam memilih jenis harus dipenuhi beberapa hal agar jenis yang diusahakan/dikembangkan mendapat hasill yang optimal, yaitu di antaranya harus memenuhi aspek lingkungan, sosial dan ekonomi ( Simon, 1995: Widiarti dan Mindawati, 2007).

Pada hutan rakyat jarak tanam umumnya tidak teratur, pemilik biasanya hanya membuat jarak 3-5 meter dari satu pohon ke pohon lainnya. Bibit yang biasa digunakan berasal dari biji, cabutan, stek dan cangkokan, dan diperoleh dari sekitar kebun, sehingga belum terjamin kualitasnya. Penanaman umumnya dilakukan tanpa persiapan lahan dan lubang tanam, demikian juga pemeliharaan tidak dialokasikan secara khusus, baik dari segi biaya untuk tenaga kerja maupun input yang lain. Hal ini mencerminkan kondisi keterbatasan petani dalam hal permodalan. Kegiatan penjarangan lebih diartikan sebagai kegiatan pemanenan tegakan yang lebih dulu bisa diperoleh hasilnya, karena justru

Page 219: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

216

yang lebih dulu ditebang adalah yang pertumbuhannya bagus dan sudah laku dijual (Widiarti, 1992).

Bagi petani menanam kayu merupakan investasi atau tabungan keluarga, sehingga pemanenan umumnya disesuaikan dengan kebutuhan terutama untuk biaya anak sekolah, acara selamatan, dan lain-lain, demikian juga jumlah pohon yang ditebang disesuaikan dengan kebutuhan. Hasil kayu umumnya dijual dalam bentuk tegakan pohon berdiri dengan cara tebang pilih, untuk albizia (Paraserianthes falcataria) umumnya ditebang rata-rata umur 4–6 tahun, mahoni (Swietenia macrophyla) 8–10 tahun, jati (Tectona grandis)10–15 tahun, dan untuk jenis kayu lainnya mulai umur 8 tahun. Rata-rata volume kayu per pohon yang siap jual yakni untuk albizia antara 0,276-0,856 m3, mahoni antara 0,289-0,574 m3, sedangkan jati antara 0,225-0,652 m3 (Widiarti, 2001). Harga kayu bervariasi tergantung diameter/umur pohon dan kualitas batang. Akhir-akhir ini dengan semakin berkurangnya pasokan kayu dari hutan alam harga kayu rakyat terus naik. Hal inilah yang telah mendorong petani memilih tanaman kayu-kayuan meskipun berdaur panjang karena ada jaminan pasarnya.

Pola tanam hutan rakyat dapat digolongkan dalam dua bentuk yaitu : hutan rakyat murni dan campuran atau pola wanatani. Kedua pola tanam memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing (Widiarti, 1992). Hutan rakyat murni kurang diminati oleh masyarakat meskipun lebih mudah dalam pembuatan, pengelolaan, dan pengawasannya. Hutan rakyat dengan pola campuran/wanatani lebih banyak dikembangkan masyarakat, karena merupakan usaha kombinasi antara kehutanan dengan cabang usaha tani lainnya secara terpadu. Dari segi lingkungan lebih baik karena mempunyai daya tahan terhadap serangan hama dan penyakit serta gangguan angin karena terdiri dari beberapa lapisan tajuk dan lapisan perakaran. Demikian juga dari segi sosial-ekonomi, hutan rakyat campuran mempunyai ketahanan dan kelenturan (flexible) yang lebih tinggi, karena adanya diversifikasi komoditi dengan hasil bertahap dan berkesinambungan, tenaga kerja yang terserap jauh lebih banyak. Namun demikian dalam pembuatannya mulai dari perencanaan, perancangan, pengelolaan, dan pengawasannya memerlukan keterampilan dan keahlian.

Page 220: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Hutan Rakyat : Potensi dan Tantangan…(A. Widiarti)

217

Informasi dari Direktorat Bina Usaha Perhutanan Rakyat (2004), luasan hutan rakyat dengan pola murni atau monokultur hanya ada 46.789 ha, sementara luas kebun campuran 1.151.000 ha, dan yang paling baik perkembangan dan kontribusinya dalam penyediaan kayu, ternyata yang berasal dari hutan rakyat swadaya masyarakat dalam bentuk kebun campuran.

Hadirin yang saya hormati, C. Aspek Lingkungan

Sebagian besar dari kerusakan lahan disebabkan oleh pengolahan lahan tanpa memperhatikan kaidah konservasi tanah sehingga lambat atau cepat lahan tersebut menjadi kritis. Untuk mengatasinya adalah dengan meningkatkan penanaman jenis pohon-pohonan di dalam sistem usahatani lahan kering. Pohon kayu-kayuan yang berakar dalam dan berdaun banyak akan meningkatkan kandungan organik tanah, selanjutnya meningkatkan daya pegang air tanah sehingga bisa mengurangi banjir dan saat tidak turun hujan ketersedian air menjadi lebih panjang. Dengan demikian, pengembangan hutan rakyat tidak hanya memberikan manfaat ekonomis, tetapi memiliki manfaat sosial dan lingkungan.

Hasil analisis vegetasi hutan rakyat pola kebun campuran yang dlakukan di Kabupaten Sukabumi dan Pandeglang memberikan informasi cukup menggembirakan. Di Pandeglang dengan rata-rata kerapatan pohon 437 pohon/ha yang terdiri dari 38,45% kayu-kayuan, 49,88% buah-buahan dan 11,67% tumbuhan bawah, di Sukabumi dengan rata-rata kerapatan pohon 352 pohon/ ha, terdiri dari 52,43% kayu-kayuan, 28,68 % buah-buahan, dan 18,89% tumbuhan bawah. Meskipun struktur vegetasi di kebun campuran lebih sederhana dibandingkan dengan struktur vegetasi di hutan alam, tetapi dari segi kerapatan pohon dan penutupan tajuk mendekati ekosistem hutan alam. Dari segi keanekaragaman jenis kebun campuran, berturut-turut untuk tingkat tiang, pancang, dan semai ditemukan 39 jenis, 28 jenis, dan 21 jenis di kebun campuran Pandeglang. Sedangkan di kebun campuran Sukabumi untuk tingkat tiang, pancang, dan semai berturut-turut ditemukan 28 jenis, 20 jenis, dan 16 jenis. Dari segi penutupan lahan oleh tajuk, kebun campuran mencapai antara

Page 221: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

218

96,4-246,3%, sehingga lebih baik dari segi manfaat ekologis (Widiarti dan Sukaesih , 2005).

Hadirin yang saya hormati, D. Aspek Sosial-Ekonomi Hutan Rakyat

Hutan rakyat mempunyai peranan cukup penting dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat, dengan kepemilikan areal hutan rakyat berkisar 0,25-2 hektar. Hasil usahatani hutan rakyat per satuan luas ditentukan oleh perbandingan komposisi antara pohon kayu-kayuan, buah-buahan, dan jenis pohon lainnya. Sebagai contoh di Kabupaten Sukabumi dari kayu-kayuan memberikan kontribusi penghasilan sebesar 60,30%, lebih tinggi dibandingkan Kabupaten Pandeglang yang hanya sebesar 21,62%. Di Kuningan kontribusi jenis kayu memberikan penghasilan sebanyak 29,63%, buah-buahan sebanyak 31,20% dan dari tanaman bawah sebanyak 39,17% (Widiarti dan Sukaesih, 2005).

Sebetulnya masih banyak lagi hasil penelitian dari teman-teman peneliti hutan rakyat, namun pada dasarnya menunjukkan bahwa keuntungan dari hutan rakyat pola campuran adalah diperolehnya hasil yang bersifat mingguan, bulanan, musiman, dan tahunan sehingga ada kelangsungan hasil bagi petani dan hal ini lebih menjamin kelangsungan supply kayu rakyat.

Pemasaran hasil hutan rakyat berjalan baik dan berperan sangat positif dalam perekonomian Indonesia. Namun karena pengelolaan hutan rakyat saat ini masih dilakukan secara tradisional, belum sepenuhnya memperhatikan prinsip-prinsip usaha yang menguntungkan dan hasil yang diperoleh belum optimaL. Hal lain yang menyebabkan masih rendahnya keuntungan petani hutan rakyat adalah karena kurang terlihatnya perilaku sediaan (supply) dan permintaan (demand) secara jelas, baik oleh produsen maupun konsumen yang terlibat dalam pemasaran hasil produksi dari hutan rakyat. Kondisi ini diakibatkan tidak ada atau belum berfungsinya kelembagaan/ organisasi pengelolaan hutan rakyat.

Page 222: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Hutan Rakyat : Potensi dan Tantangan…(A. Widiarti)

219

1. Kredit Usaha Hutan Rakyat dan Kemitraan Departemen Kehutanan untuk percepatan pelaksanaan

program pembangunan hutan telah menyediakan dana Kredit Usaha Hutan Rakyat (KUHR), sebagaimana telah diatur dalam SK. Menteri Kehutanan No. 101/Kpts-V/1996. Untuk melihat manfaat kredit bagi petani, baik manfaat ekonomi, sosial, dan ekologi serta tingkat profesionalisme dalam pengelolaannya, telah dilakukan kajian terhadap pelaksanaan penyaluran KUHR di tiga lokasi yakni di Kabupaten Sukabumi, Tasikmalaya dan Blitar (Widiarti, 2003). Hasil kajian memberikan rekomendasi bahwa :

Dari ketiga mitra, tidak ada yang mencantumkan besarnya penyertaan modal mitra sendiri, padahal diperlukan untuk menanggulangi biaya sehubungan dengan penyaluran dana kredit yang kurang lancar. Besarnya penyertaan modal dari pihak mitra dan besarnya plafon kredit petani seharusnya menjadi pertimbangan dalam menentukan bagi hasil yang adil.

Evaluasi terhadap kelancaran penyaluran kredit dan kualitas bibit serta pertumbuhan tanaman tidak dilakukan oleh instansi terkait, karena tidak tersedia dananya.

Kedudukan petani umumnya tetap berada pada kondisi yang lemah karena semua keputusan ditentukan oleh mitra. Oleh karena itu perlu ada institusi, baik yang non-formal atau formal untuk melindungi dan mengawasi hak-hak petani serta kewajiban masing-masing.

Pihak mitra seharusnya berkerjasama dengan industri pengolahan kayu untuk jaminan pemasaran.. Kondisi seperti ini bertolak belakang dengan misi kemitraan yaitu adanya kemitraan diharapkan menjadi sarana yang baik untuk transfer teknologi, informasi dan modal, sehingga dapat menciptakan nilai tambah, efisiensi, dan peningkatan produktivitas.

2. Pengaturan Kelestarian Hasil

Pengaturan kelestarian hasil hutan rakyat perlu dilakukan untuk menjaga kelangsungan produksi dan pemasaran kayu rakyat yang stabil, sehingga bisa dihindarkan adanya fluktuasi harga yang tinggi akibat adanya fluktuasi produksi kayu rakyat. Pengaturan kelestarian hasil dilakukan melalui pengaturan secara periodik, waktu antara penebangan/penanaman satu dengan

Page 223: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

220

penebangan/penanaman berikutnya. Model ini dianggap tepat, karena pohon dapat ditebang sesuai daur, namun dalam jangka waktu yang relatif singkat petani dapat memperoleh hasil (Lestari et al., 1990). Ini sangat berarti bagi keadaan sosial-ekonomi petani hutan rakyat itu sendiri agar tidak terlalu lama menunggu hasil dari hutan rakyat.

Rumusan untuk metode kelestarian hasil yang digunakan adalah metode jumlah batang, karena perhitungan jumlah batang dianggap sederhana, mudah dimengerti dan dipakai oleh petani serta mudah dikonversikan ke volume untuk dapat menghitung hasilnya. Metode jumlah batang adalah penentuan jumlah batang atau pohon yang ditanam atau dipanen pada priode tertentu selama daur. Dengan berpegang pada kelestarian hasil pada setiap petani maka dengan sendirinya akan terwujud kelestarian bagi kelompok petani atau wilayah dan bagi desa.

Pengaturan produksi kayu dilakukan dengan pendekatan kelompok dan setiap kelompok akan mengetahui data potensi tegakan setiap anggotanya. Selanjutnya tingkat unit usaha bersama (koperasi) akan menentukan lokasi tebangan dan diharapkan pada tingkat unit usaha mempunyai buku rencana penanaman/pemanenan tahunan yang merupakan himpunan data potensi tegakan dan nilai uang yang dimiliki setiap anggota.

Dengan demikian peranan koperasi sebagai unit usaha berfungsi sebagai koordinator penjualan yang bertugas untuk menampung hasil produksi kayu dari hutan/kebun rakyat yang sekaligus memasarkannya.

Hadirin yang saya hormati, E. Aspek Kelembagaan Hutan Rakyat

Kelembagaan hutan rakyat yang selama ini dibangun umumnya berkaitan dengan keberadaan proyek, kondisi ini kurang menumbuhkan kemandirian karena bersifat top-down dan cenderung tergantung pada kegiatan pemerintah. Kelembagaan unit usaha harus dibangun melalui kebersamaan kepentingan ekonomi dan didasari dengan landasan hukum agar mampu meningkatkan posisi tawar (bargaining position) petani hutan rakyat.

Page 224: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Hutan Rakyat : Potensi dan Tantangan…(A. Widiarti)

221

Untuk mendapatkan satu unit usaha, petani hutan rakyat sebaiknya bergabung sehingga dapat terwujud satu unit usaha minimal. Penentuan luas unit usaha dimaksudkan untuk mencapai tingkat efisiensi dan efektivitas yang tinggi di dalam pengelolaan hutan/kebun rakyat khususnya dilihat dari aspek ekonomi maupun kelestarian.

Skala ekonomi hutan rakyat yang efisien minimal (antara 25–50 ha per kelompok dan 300–500 ha per unit pengembangan hutan rakyat). Sebenarnya tidak ada patokan karena tergantung kepada bentuk hutan rakyat, produktivitas lahan, jenis dan nilai kayu serta variabel-variabel sosial ekonomi yang lain (Widiarti, 1997).

Pengembangan kelembagaan perlu dilakukan untuk mengatur hak masyarakat/petani dalam pemanfaatan hasil dan tanggung jawab kelestarian hasil hutan rakyat. Di samping itu pengembangan kelembagaan juga dimaksudkan untuk membina akses pasar dan hubungan saling menguntungkan antara petani hutan dan dunia usaha melalui beragam hubungan kemitraan yang dapat berbentuk pola perusahaan pembimbing dan pola pengembangan koperasi.

Dengan pola pengembangan koperasi setiap petani pemilik hutan/kebun rakyat bergabung dalam kelompok tani dan beberapa kelompok tani tersebut membentuk satu wadah usaha bersama dalam bentuk koperasi atau bisa menggunakan wadah koperasi yang telah ada (KUD).

Dengan terbentuknya usaha bersama dalam bentuk koperasi, maka akan timbul kekuatan, baik dalam rangka memperoleh permodalan, pengendalian harga, pembinaan terhadap anggota, hubungan keluar dalam rangka memperluas pasaran dan menjalin usaha kemitraan dengan industri-industri yang memerlukan bahan baku kayu. Selain itu dengan adanya usaha bersama (koperasi) akan lebih mudah dalam mengusahakan kredit dari berbagai lembaga kredit (bank Pemerintah, swasta dan lain-lain) dengan jaminan (agunan) kekayaan dari masing-masing anggota yaitu nilai tegakan pada saat tegakan masak tebang (nilai usaha taninya) dan dapat menjalin kemitraan dengan industri.

Page 225: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

222

Organisasi yang diusulkan Jasa-jasa yang diharapkan dari pemerintah guna

memperlancar proses pengelolaan hutan rakyat antara lain jasa perencanaan pola tanam, rancangan teknis budidaya, pembinaan kelembagaan, penyediaan informasi pasar, dan jasa keuangan.

Dalam rangka menunjang pengelolaan hutan rakyat, manfaatkan seluruh lembaga yang ada, baik lembaga formal maupun non informal walaupun mungkin diperlukan modifikasi serta penambahan fungsi dan tugas dari lembaga yang sudah ada (Widiarti, 2000).

Hadirin yang saya hormati,

Masih berkaitan erat dengan hutan rakyat, beberapa plot uji coba telah dikembangkan di beberapa daerah seperti :

Di Cikampek : Uji coba dilakukan dalam rangka mencari jarak tanam yang optimum untuk tumpang sari, dengan hasil menunjukkan bahwa jarak tanam 3 m X 2 m yang paling baik untuk pertumbuhan masing-masing tanaman (Alrasyid dan Widiarti, 1986). Di Subang dan Kadipaten : Uji coba penanaman 10 (sepuluh) jenis kayu bakar pada lahan kritis, dengan hasil sebagai berikut : tanaman yang pertumbuhannya baik pada lahan kritis adalah Kaliandra, lamtoro, gamal, turi, dan akor; selain itu kayunya juga berkadar kalori tinggi (Alrasyid dan Widiarti, 1987). Di Sukabumi dan Sumedang : Uji coba penanaman 10 jenis kayu rakyat, memberikan hasil di antaranya menunjukkan riap pertumbuhan tanaman diurut dari yang terbaik adalah jenis albazia, puspa, lame, tisuk, mahoni, dan manglid (Widiarti, 2008). Hadirin yang saya hormati, III. PERMASALAHAN DAN STRATEGI YANG DIPERLUKAN

A. Permasalahan

Berdasarkan hasil-hasil penelitian di beberapa lokasi hutan rakyat (Wijayanto, 2006; Widiarti, 2006), permasalahan yang mengakibatkan terhambatnya perkembangan hutan rakyat dapat

Page 226: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Hutan Rakyat : Potensi dan Tantangan…(A. Widiarti)

223

dikelompokkan ke dalam empat sub sistem Secara garis besar permasalahan dalam setiap sub sistem adalah sebagai berikut:

Sub sistem produksi : Produktivitas belum optimal karena silvikultur belum sepenuhnya diterapkan. Selanjutnya karena belum adanya persatuan antara pemilik hutan rakyat menyebabkan keputusan masih tergantung kepada masing-masing pemilik sehingga kontinuitas produksi sulit dicapai.

Sub sistem pengolahan hasil : umumnya belum ada usaha untuk pengolahan lebih lanjut dan walaupun ada masih menggunakan alat-alat yang sederhana, mutu kayu olahan yang dihasilkan masih rendah, dan banyak menghasilkan limbah. Jenis produk yang dihasilkan seringkali belum memperhatikan syarat-syarat yang diminta oleh pasaran.

Sub sistem pemasaran : sebagian besar petani hutan rakyat masih sangat kurang pengetahuannya dalam hal memasarkan hasil-hasil kayunya. Di lain pihak informasi pasar masih sangat kurang, dan disertai kurangnya permodalan yang dimiliki petani menyebabkan peranan tengkulak dalam penentuan harga pasaran dan volume perdagangan masih sangat dominan.

Sub sistem kelembagaan : kebijakan dan peraturan perundangan umumnya belum mendukung, disebabkan : (a) Sumberdaya manusia masih rendah, pembentukan kelompok sifatnya top down dan pembinaannya tidak berkelanjutan; (b) Kebijakan pembangunan masih mengacu pada penanaman dan belum dirancang secara terpadu dengan komoditi yang lain agar pemanfaatan lahan lebih optimal; (c) Kurang komunikasi antar stakeholder kurang memperhatikan kaitan antar sektor maupun antar sub sektor untuk keberhasilan seluruh sistem; (d) belum ada rencana strategis pengembangan hutan rakyat pada setiap kabupaten, sehingga sulit diketahui potensi dan sebaran lokasi hutan rakyat.

Akibat dari permasalahan di atas, peranan hutan rakyat bagi petani belum sepenuhnya mampu meningkatkan perekonomian keluarganya. Dan posisi petani sebagai produsen lemah karena belum memiliki bargaining position.

Page 227: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

224

B. Strategi yang Diperlukan Pengelolaan hutan rakyat lestari (Widiarti, 2006), menuntut

penerapan beberapa strategi antara lain :

Sub Sistem Produksi Untuk meningkatkan produktivitas maka petani perlu

difasilitasi untuk dapat : (a) mengadopsi setiap kemajuan di bidang penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan, (b) membentuk kelompok usaha bersama (c) melakukan manajemen tegakan pohon,

Hutan rakyat dengan pola campuran memerlukan perancangan yang matang demikian juga pengelolaannya agar lahan berfungsi optimal dan produktivitasnya tinggi. Mengatur komposisi jenis tanaman sehingga secara ekonomi menguntungkan.

Jenis pohon yang ditanam diusahakan mampu memberikan jaminan bagi ekonomi rumah tangga petani, prospektif di pasar lokal, nasional dan internasional serta berwawasan lingkungan. Pembangunan hutan rakyat harus terintegrasi dengan berbagai program pembangunan hutan yang lainnya.

Sub Sistem Pengolahan Sangat penting membangun kemitraan dengan

perusahaan pengolah yang ada. Bentuk teknologi yang diberikan harus yang bersifat sederhana dan tidak memerlukan modal yang terlalu besar.

Sub Sistem Pemasaran Efisiensi pemasaran komoditi hutan rakyat sangat penting,

karena akan memotivasi petani melanjutkan usahanya bila insentifnya tinggi. Sebaiknya semua pihak/pelaku pasar (produsen, konsumen, pedagang, dan pemerintah) yang terlibat masing-masing akan memperoleh benefit secara adil dan jaminan keberlangsungan pemasarannya. Pembuatan sistem informasi pasar nampaknya yang paling mungkin dilakukan melalui radio dan media surat kabar daerah.

Sub Sistem Kelembagaan Pemerintah membuat perencanaan tata ruang, pemetaan

wilayah-wilayah areal hutan rakyat, perencanaan terpadu khususnya mencakup permintaan dan pasokan bahan baku,

Page 228: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Hutan Rakyat : Potensi dan Tantangan…(A. Widiarti)

225

membuat peta wilayah industri hasil hutan, dan melakukan penataan industri-industri agar terjadi proses kompetisi antar industri. Pengembangan hutan rakyat perlu diperhatikan dalam rencana strategis pembangunan kehutanan di tingkat kabupaten.

Pemerintah harus menciptakan rangsangan dalam bentuk

insentif misalnya regulasi, termasuk perjanjian kerjasama yang adil, subsidi, pendampingan, dan kepastian pasar. Kebijakan yang menyangkut biaya restribusi hasil hutan rakyat, sebaiknya pada tahap awal dilakukan seringan mungkin, hal ini untuk memberi insentif kepada petani agar lebih bergairah membangun hutan. Kemudahan dalam penyediaan infrastruktur publik yang diperlukan untuk kelancaran proses produksi dan distribusi.

Membangun keterlibatan para pihak dalam pengembangan hutan rakyat agar tumbuh rasa memiliki yang baik. Pengembangan hubungan antar stakeholder menjadi faktor kunci untuk menciptakan kemitraan yang seimbang antara pihak pemerintah, perusahaan, dan masyarakat. Sejak awal sebelum hutan rakyat dibangun harus sudah dilakukan penguatan kelembagaan petani hutan rakyat.

Monitoring dan evaluasi yang bersifat multipihak terhadap kegiatan hutan rakyat harus dilakukan secara berkala dan berkelanjutan, agar dapat dilakukan upaya-upaya perbaikan secara dini jika ditemukan kelemahan atau penyimpangan.

Keempat sub sistem usaha hutan rakyat di atas saling berinteraksi satu dengan yang lain guna mencapai sistem pengelolaan hutan rakyat lestari. Pelaku yang terpisah menunjukkan bahwa usaha hutan rakyat mencakup berbagai pihak terkait, baik secara langsung ataupun tidak lansung dipengaruhi oleh kondisi lingkungan makro seperti ekonomi, sosial budaya, teknologi, dan politik.

3. KESIMPULAN

Hadirin yang saya hormati,

Luasan hutan rakyat yang saat ini ada perlu terus dipertahankan bahkan, ditingkatkan. Oleh karena itu sebaiknya

Page 229: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

226

keuntungan hutan rakyat tidak hanya dinilai dari hasil produksi fisik kayu dan hasil lainnya tetapi juga nilai jasa lingkungan.

Pola tanam wanatani banyak dinilai oleh para ahli sebagai pola tanam yang paling cocok untuk wilayah-wilayah berpenduduk padat, baik ditinjau dari fungsi ekonomi (pendapatan masyarakat), fungsi sosial (penyerapan tenaga kerja) maupun fungsi lingkungan. Pilihan jenis pohon bersifat site specific, mempertimbangkan faktor-faktor teknis, ekonomis, ekologis, dan sosial/budaya, agar usahatani hutan rakyat menjadi pilihan usaha yg produktif dan lestari.

Peran dan perhatian pemerintah perlu lebih ditingkatkan untuk menciptakan iklim kondusif bagi berkembangnya usaha perhutanan rakyat melalui kebijakan dan aturan yang lebih pro rakyat.

4. PENUTUP Mengingat peran yang cukup besar dari hutan rakyat maka

sudah saatnya pemerintah memberikan perhatian serius terhadap pengembangan pembangunan hutan rakyat. Perubahan paradigma pembangunan kehutanan yang ditandai dengan adanya pergeseran orientasi dari pengelolaan kayu menjadi pengelolaan sumberdaya, pengelolaan yang sentralistik menjadi desentralistik, seharusnya menjadikan pengelolaan sumberdaya yang berkeadilan dan menempatkan masyarakat sebagai mitra sejajar untuk melaksanakan pembangunan kehutanan. Dengan menempatkan masyarakat sebagai mitra sejajar diharapkan mampu menciptakan suatu hubungan timbal-balik yang saling menguntungkan bagi masyarakat setempat dan sumberdaya hutan sebagai suatu kesatuan ekosistem yang harmonis menuju pengelolaan hutan lestari dan masyarakat sejahtera.

UCAPAN TERIMA KASIH

Hadirin yang saya hormati,

Pada akhir presentasi karya ilmiah ini perkenankanlah saya menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya serta ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Kepala

Page 230: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Hutan Rakyat : Potensi dan Tantangan…(A. Widiarti)

227

Badan Litbang Kehutanan, Kepala Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan pada saya untuk terus menuntut ilmu dan meniti karier dari sejak sebagai tenaga honorer hingga sekarang.

Banyak pihak yang telah berjasa dan berperan dalam perjalanan karier saya di Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu di sini. Beberapa di antaranya adalah Ir. Harun Alrasyid, MS, Bapak Komar Sumarna, MS, Dr. Ngaloken Gintings, dan Dr. Ombo Satjapraja yang telah banyak memberikan bimbingan, dorongan dan arahan kepada saya hingga bisa seperti ini.

Hadirin yang saya hormati,

Penghargaan yang setinggi-tingginya secara khusus saya sampaikan kepada kedua orang tua saya Bapak H. Atjam Kasam (Alm) dan Ibu Hj Siti Aisyah (Almh) yang telah membesarkan dan menghantarkan saya mencapai cita-cita. Kepada suami tercinta Ir. Gunarso, MSc, dan kedua anak saya Hario Ardi Nugroho dan Aliya Nurul Husna, yang memberikan support dan pengertiannya selama meniti karier. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus saya sampaikan kepada guru dan pendidik saya sejak dari SD, SMP, SMA hingga Pendidikan Tinggi.

Kepada rekan-rekan peneliti yang telah banyak membantu dan memberikan semangat selama saya bekerja di Puskonser, saya ucapkan banyak terima kasih.

Kepada semua pihak yang tidak sempat saya sebut satu per satu, yang telah banyak membantu dan berjasa selama saya meniti karier, saya sampaikan penghargaan setulus-tulusnya.

Akhirnya dengan penuh rasa hormat dan terima kasih saya sampaikan kepada hadirin atas pengorbanan, kesediaan dan kesabaranya mendengarkan presentasi yang saya sampaikan.

Terima kasih Wassalamu’alaikum wa rahmatullahi wabarakatuh.

Page 231: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

228

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2010. http://agroindonesia.co.id/2010/02/11/Perhutani-

terapkan-syarat-ketat. Diakses 6 Febuari 2011.

________. 2009. http://dishutbun-banten.com/. Balai Pemantapan Kawasan Hutan XI (2009), Diakses 6 Mei 2011.

_______. 2011. http://finance.detik.com/ Penduduk Miskin RI 'Ngumpul' di Pulau Jawa diakses 9 September 2011.

Awang, S. A. 2005. Petani, Ekonomi dan Konservasi. Aspek Penelitian dan Gagasan.Pustaka Hutan Rakyat. Debut Press. Yogyakarta.

Alrasyid, H. dan A. Widiarti. 1986. Percobaan penanaman Khaya anthoteca dengan sistem tumpangsari. Buletin penelitian No 481/1986. Balai Penelitian Hutan. Bogor.

Alrasyid, H. dan A. Widiarti. 1987. Penanaman introduksi jenis kayu bakar pada lahan kritis di Paseh –Subang. Buletin penelitian No 448/1987. Balai Penelitian Hutan. Bogor.

Direktorat Bina Usaha Perhutanan Rakyat. 2004. Data Potensi Hutan Rakyat. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Hakim, I. 2006. Penguatan Kelembagaan Hutan Rakyat : Sebuah Social Capital Bagi Masa Depan kehutanan Indonesia (Studi Tentang Hutan Rakyat di Beberapa Tempat di Pulau Jawa. Seminar Nasional Pekan Hutan Rakyat Nasional I. BPK Ciamis.

Lestari, R., S. Sutarahardja, E. Suhendang, A. Widiarti. 1990. Sistem Pengaturan Hasil pada Hutan Rakyat Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielson), Studi Kasus Kecamatan Cigudeg, Bogor. Fakultas kehutanan, IPB – Bogor.

Majalah Kehutanan Indonesia. 2004. “Pemantapan Pengelolaan Kawasan Hutan” Melengkapi 5 Target Sukses Menteri Kehutanan 2005-2009. (Editorial). Edisi VII/2004. Pusat Informasi Kehutanan, Departemen Kehutanan. Jakarta.

Mindawati, N., dan A. Widiarti. 2006. Review Hutan Rakyat. Prosiding diterbitkan oleh pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Bogor.

Prakosa, D. Dan Jariyah, N.A. 2002. Kajian Optimalisasi Tanaman Bawah Tegakan Hutan Rakyat Sengon di Ds Pacekelan, Wonosobo. Prosiding Ekspose Hasil Penelitian BP2TPDAS-IBB. Surakarta.

Page 232: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Hutan Rakyat : Potensi dan Tantangan…(A. Widiarti)

229

Simon, H. 1995. Srategi Pengembangan Pengelolaan Hutan Rakyat. Makalah Utama pada Lokakarya Pengembangan Hutan Rakyat di Bandung. Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi lahan. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Widiarti, A. 1991. Upaya Peningkatan Penanganan Hutan Rakyat. Sylva Tropika Vol. 6, No. 1. Jakarta

Widiarti, A. 1992. Pengelolaan Lahan Kering dengan Pengembangan Hutan Rakyat (kasus Warung Kiara). Fakultas Pasca Sarjana IPB, Bogor.

Widiarti, A. 1997. Kharakteristik Beberapa Pola Hutan Rakyat, studi kasus di Sumatera Selatan dan Lampung. Makalah pada Ekspose Pengembangandn Hasil Penelitian, 24 – 25 Nopember 1997.

Widiarti, A. 2000. Kajian Teknik Silvikultur Hutan Rakyat. Kumpulan Makalah. Peran Penelitian dalam Pengembangan dalam Upaya Meningkatkan Produktivitas Hutan Rakyat Menunjang Otonomi Daerah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor.

Widiarti, A. 2001. Kajian Kharakteristik Hutan Rakyat Campuran di Kabupaten Lebak, Sumedang dan Kuningan. Laporan Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam di Bogor.

Widiarti. 2003. Kajian Kredit Usaha Hutan Rakyat dengan pola Kemitraan di Jawa Barat. Buletin Penelitian Hutan. No. 635. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.

Widiarti, A. dan Sukaesih. 2005. Kharakteristik Kebun Campuran. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol. ll No. 6/ 2005. Pusat Peneltian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.

Widiarti, A. 2006. Strategi Pengembangan Hutan Rakyat. Prosiding Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam . Bogor.

Widiarti, A. 2008. Uji coba jenis-jenis kayu rakyat. Laporan Hasil Penelitian DIPA 2008. Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi. Bogor.

Wijayanto, N. 2006. Strategi Pengelolaan Hutan Rakyat Lestari. Makalah Utama Seminar Nasional Pekan Hutan Rakyat Nasional I Balai Penelitian kehutanan Ciamis.

Page 233: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

231

STRATEGI REHABILITASI HUTAN RAWA GAMBUT BEKAS TERBAKAR

Mawazin, S.Si1

I. PENDAHULUAN Hadirin yang saya hormati,

Seperti kita ketahui, Indonesia memiliki lahan gambut seluas 17 juta ha yang terbentang dari pantai timur Sumatera Timur seluas 9,7 juta ha yang meliputi Propinsi Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan; Kalimantan seluas 6,3 juta ha meliputi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah; dan Irian Jaya seluas 100.000 ha (Driessen, 1978). Laju kerusakan hutan dilaporkan terus meningkat, di tahun 1991 telah mencapai 1,3 juta ha/tahun (Anonim,1991).

Kebakaran hutan merupakan salah satu penyebab utama kerusakan hutan tropika di Indonesia. Pada tahun 1997/1998 tercatat sekitar 2.124.000 hektar hutan rawa gambut di Indonesia terbakar (Tacconi, 2003). Bahkan pada lokasi yang sama pernah terjadi kebakaran beberapa kali. Sebagian besar kerusakan akibat kebakaran di hutan rawa gambut tergolong berat, mengingat karakteristik gambut yang tersusun dari serasah bahan organik dengan vegetasi yang berpotensi mudah terbakar. Karenanya, hutan gambut dikenal istilah ground fire, yaitu kebakaran di bawah permukaan, dan kebakaran tersebut dapat terjadi serempak di atas dan di bawah permukaan sekaligus. Kebakaran yang besar dapat membakar lapisan tanah gambut di bawah permukaan, sehingga pada musim hujan lokasi ini akan tergenang air menyerupai danau.

Secara alami hutan gambut yang terbakar memiliki kemampuan untuk memperbaiki dirinya melalui suksesi (sekunder) secara alami. Suksesi ini biasanya ditandai hadirnya jenis-jenis pionir yang akhirnya akan membentuk vegetasi semak belukar. Beberapa tumbuhan pionir yang sering muncul seperti senduduk

1 Peneliti Muda Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi

Page 234: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

232

(melastoma malabathricum), pakis (Stenochlaena palustris), mahang (Macaranga spp), alang-alang (Imperata cylindrica), serta berbagai jenis herba dan rumput lainnya. Namun demikian lahan yang terbakar hebat biasanya mematikan semua jenis pohon, sehingga suksesi alami akan membutuhkan waktu yang sangat lama dan sulit mengembalikan jenis-jenis aslinya karena kehilangan pohon induknya. Untuk dapat memperbaiki hutan (restorasi) harus ada campur tangan manusia melalui penanaman kembali dengan menanam jenis-jenis yang diinginkan. Melalui usaha rehabilitasi diharapkan dapat memperbaiki lahan dan areal hutan akan bervegetasi kembali, serta dapat merangsang munculnya jenis-jenis seperti aslinya.

II. KARAKTERISTIK GAMBUT

Gambut adalah tanah yang mengandung bahan organik lebih besar dari 65% (dari berat kering) dan mempunyai ketebalan lebih dari 0,5 cm (Driessen, 1978). Berdasarkan tingkat kematangan dekomposisinya dibedakan menjadi tiga yaitu : (1) gambut saprik (matang) yaitu gambut yang sudah melapuk lanjut dan bahan asalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua sampai hitam, (2) gambut hemik (setengah matang) yaitu gambut setengah lapuk, sebagian bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarma coklat, (3) gambut fibrik (mentah) yaitu gambut yang belum melapuk, bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat (Noor, 2001).

Berdasarkan tingkat kesuburannya, gambut dibedakan menjadi tiga yaitu : (1) gambut eutrofik adalah gambut yang subur yang kaya akan bahan mineral dan basa-basa serta unsur hara lainnya. Gambut yang relatif subur biasanya adalah gambut yang tipis dan dipengaruhi oleh sedimen sungai atau laut, (2) mesotrofik adalah gambut yang agak subur karena memiliki kandungan mineral dan basa-basa sedang, (3) gambut oligotrofik adalah gambut yang tidak subur karena miskin mineral dan basa-basa. Gambut di Indonesia sebagian besar tergolong gambut mesotrofik dan oligotrofik (Radjagukguk, 1997). Tingkat kesuburan gambut ditentukan oleh kandungan bahan mineral dan basa-basa, bahan substratum/dasar gambut dan ketebalan lapisan gambut.

Berdasarkan lingkungan pembentukannya, gambut dibedakan atas: (1) gambut ombrogen yaitu gambut yang

Page 235: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Strategi Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut…(Mawazin)

233

terbentuk pada lingkungan yang hanya dipengaruhi oleh air hujan, (2) gambut topogen yaitu gambut yang terbentuk di lingkungan yang mendapat pengayaan air pasang. Dengan demikian gambut topogen akan lebih kaya mineral dan lebih subur dibandingkan dengan gambut ombrogen. Berdasarkan kedalaman/ketebalan gambut dibedakan menjadi empat yaitu : (1) gambut dangkal (50–100 cm), (2) gambut sedang (100–200 cm), (3) gambut dalam (200–300 cm), dan (4) gambut sangat dalam (> 300 cm) (Widjaja Adhi, 1988. Tanah dengan ketebalan lapisan gambut 0–50 cm, dikelompokkan sebagai lahan bergambut (peaty soils).

III. STRATEGI REHABILITASI Para hadirin yang kami hormati.

Rehabilitasi hutan rawa gambut yang terdegradasi (rusak) sangat berbeda dengan rehabilitasi pada jenis hutan lainnya. Lahan gambut umumnya selalu tergenang atau pasang surut, miskin hara, jenis yang terbatas, aksesibilitas sulit, dan rawan kebakaran. Rehabilitasi rawa gambut umumnya lebih sulit dibanding lahan daratan dan memerlukan biaya yang mahal, sehingga memerlukan keseriusan semua pihak. Untuk menyelamatkan hutan khususnya dan lingkungan global umumnya, maka hutan yang telah mengalami degradasi segera dilakukan upaya mengembalikan hutan seperti semula. Salah satu strategi pemulihannya melalui rehabilitasi dengan jenis-jenis lokal. Rehabilitasi ini bertujuan untuk mengembalikan struktur, fungsi, keanekaragaman, dan dinamika suatu ekosistem yang dituju (Hobbs et al., 2007; Primack et al., 1998; SERI, 2004). Restorasi tersebut dapat dilakukan melalui suatu program reintroduksi yang aktif, terutama dengan cara menanam dan membenihkan spesies tumbuhan semula (Primack et al., 1998).

Hutan rawa gambut yang mengalami kerusakan akan terjadi perubahan lahan dan vegetasinya. Untuk mencapai keberhasilan rehabilitasi diperlukan strategi tertentu sesuai dengan tapak dan tingkat kerusakan vegetasinya. Oleh karena itu diperlukan informasi pendukung seperti ketebalan gambut, tinggi permukaan air, dan tingkat kesuburan sebagai dasar untuk melakukan penyiapan lahan, pengaturan drainase, pemupukan, dan waktu penanaman. Di samping itu informasi potensi tegakan

Page 236: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

234

digunakan sebagai dasar menentukan jenis yang tepat, dan bentuk pemeliharaannya.

A. Identifikasi Kondisi Tapak.

Hutan rawa gambut yang masih baik secara alami mengatur lingkungannya sendiri, tetapi setelah mengalami kerusakan terutama akibat penebangan berlebihan dan kebakaran, terjadi perubahan kondisi lingkungannya, baik kondisi tanah maupun vegetasi. Informasi kondisi tapak seperti kondisi gambut, tingkat kesuburan, dan kelimpahan mikroorganisme diperlukan untuk mempermudah pekerjaan pengaturan tata air, pemilihan jenis yang sesuai, dan bentuk pemeliharaan yang tepat, sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Berdasarkan genangannya lahan gambut dibedakan dalam dua kategori yaitu : (1) lahan yang selalu tergenang (permanent), dan (2) lahan gambut pasang surut. Informasi genangan ini kami anggap penting, karena tahapan rehabilitasi pada lahan yang tergenang permanen berbeda dengan lahan pasang surut terutama pada pekerjaan persiapan lahan, cara penanaman, dan bentuk pemeliharaannya.

B. Pengaturan Tata Air

Seperti telah disebutkan di atas bahwa hutan rawa gambut yang masih baik, dapat mengatur lingkungannya, baik kondisi lahan, vegetasi, eko-hidrologi, sehingga tidak memerlukan pengaturan tata air. Namun setelah terjadi kerusakan sering terjadi genangan berlebihan dan atau terjadi penurunan permukaan air yang berlebihan. Genangan air berlebihan biasanya terjadi pada musim hujan, sedangkan penurunan permukaan biasanya terjadi pada musim kemarau. Ketidak stabilan permukaan air dan kekeringan tanah gambut tersebut dapat menyebabkan kegagalan tanaman. Tanaman muda yang terendam akarnya dapat menjadi busuk kemudian mati, demikian juga jika terjadi kekeringan yang berlebihan tanaman muda akan kekurangan air dan akhirnya mati.

Untuk menghindari permukaan air yang tidak stabil yang mengganggu pertumbuhan tanaman, maka diperlukan pengaturan permukaan air (drainase) agar menjadi stabil. Drainase berfungsi membuang kelebihan air, menciptakan keadaan tidak jenuh untuk pernapasan akar tanaman, dan mencuci sebagian asam-asam

Page 237: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Strategi Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut…(Mawazin)

235

organik. Pembuatan drainase harus hati-hati dan dengan perhitungan yang tepat, karena pembuatan drainase yang kurang baik dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya penurunan permukaan lahan gambut (subsiden). Apabila terjadi subsiden yang berlebihan umumnya permukaan lahan gambut sulit dapat balik (irreversible). Untuk mengatur agar tinggi permukaan tetap stabil maka dibuat pengendali pintu air yang berfungsi membuaang kelebihan air terutama pada musim hujan dan menahan air pada musim kemarau. Dengan pengendali pintu air ini diharapkan tanah tetap basah yang memungkinkan untuk pertumbuhan tanaman.

C. Pemilihan Jenis

Lahan rawa gambut memiliki sifak dan karakter yang khas dan berbeda dengan lahan daratan, sehingga jenis-jenis yang tumbuh di lokasi tersebut adalah jenis-jenis khas hutan rawa gambut. Oleh karena itu pemilihan jenis yang telah terbukti sesuai dengan kondisi lahan rawa gambut diperlukan, agar tidak terjadi kegagalan dalam rehabilitasi. Seleksi jenis pohon biasanya ditentukan oleh tiga faktor, yaitu: (1) kepentingan spesies jenis yang terjadi secara alami di lokasi tapak restorasi, (2) ketersediaan biji atau bahan perbanyakan, dan (3) objek dari program restorasi yang akan dilakukan (Basyuni, 2002; Luken, 1990).

Penentuan jenis pohon sebaiknya mempertimbangkan : (1) jenis-jenis asli (endemik) yang terbukti sesuai dengan lingkungannya, (2) jenis potensial, (3) jenis cepat tumbuh, (4) ketersediaan bibit/benih jenis asli setempat yang mempunyai nilai ekonomi tinggi sesuai sifat ekologinya, antara lain ramin (Gonystylus bancanus), meranti rawa (Shorea testymania, Shorea pauchiflora), belangeran (Shorea belangeran), kapur naga (Calophyllum macrosarpum), nyatoh (Pallaquium spp.), alau (Dacrydium elatum), damar (Agathis bornensis), prupuk (Lopopethalum multinervium), punak (Tetramerista glabra), pulai (Alstonia pnematophora), jelutung (Dyera lowii), dan lain-lain. Namun demikian hutan rawa gambut yang terdegradasi sebagian telah terjadi perubahan kondisi tanah dan vegetasinya, maka dengan teknologi tertentu memungkinkan tumbuhnya jenis-jenis potensial dari luar habitatnya.

Untuk menentukan jenis-jenis yang berasal dari luar habitatnya perlu dikaji terlebih dahulu. Percobaan penanaman

Page 238: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

236

pada lahan terdegradasi telah dilakukan oleh peneliti P3KR (Atok Subiakto dan Mawazin) pada tahun 2011 dengan melakukan beberapa uji jenis pada lahan rawa gambut bekas terbakar di Jambi yaitu uji jenis hutan rawa gambut sebanyak 16 jenis, uji jenis dipterocarpaceae sebanyak 23 jenis, dan uji jenis cepat tumbuh sebanyak 12 jenis. Meskipun hasilnya belum dapat disampaikan, kegiatan ini merupakan langkah yang baik untuk langkah rehabilitasi di masa mendatang.

D. Pengadaan Bibit

Bibit dapat berasal dari biji (generative) maupun dari stek (vegetative). Pengadaan bibit sebaiknya dilakukan di persemaian sampai bibit siap tanam. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan bibit yang akan ditanam di lahan rawa gambut antara lain :

1. Kekompakan Media Bibit Tanah gambut memiliki bulk density yang rendah dan memiliki pori yang besar, maka kemampuan menahan tanah sangat rendah. Akibatnya pohon yang ditanam di lahan tersebut mudah rebah. Untuk menghindari agar tanaman tidak mudah rebah, media bibit dalam polybag sebelum ditanam harus kompak. Salah satu ciri media yang kompak yaitu apabila batang bibit diangkat media tidak terlepas dan bentuk perakarannya sempurna.

2. Media Polybag Keadaan gambut yang sering tergenang menyebabkan keadaannya cenderung an-aerob, bersifat asam, miskin unsur hara makro seperti K, Ca, Mg, dan P serta miskin unsur mikro seperti Cu, Zn, Mn, dan Bo, dan asam organik yang bersifat racun (Brady, 1997). Media bibit sebelum ditanam sebaiknya diperkaya unsur hara mineral sebagai persediaan makanan pada saat bibit ditanam, sebelum bibit mampu menyesuaikan dengan lingkungan yang baru. Jenis pupuk yang baik adalah pupuk lambat urai karena pupuk tersebut tidak langsung diserap sekaligus (Masano dan Mawazin, 1997).

3. Ukuran Bibit. Lahan gambut sering mengalami pasang surut dengan ketinggian permukaan yang berbeda-beda sesuai lokasinya.

Page 239: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Strategi Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut…(Mawazin)

237

Apabila bibit yang ditanam terendam seluruhnya dapat menyebabkan kebusukan dan mati. Untuk itu tinggi bibit yang akan ditanam harus lebih tinggi dari permukaan air terutama pada saat pasang. Usahakan agar batang pucuk dan daunnya tidak terendam sehingga bibit dapat melakukan fotosisntesis untuk pertumbuhannya.

E. Penanaman

Para hadirin yang saya hormati,

Menanam pada lahan rawa gambut sering tergenang, atau tergenang permanen sering mengalami kesulitan. Untuk itu perlu diperhatikan langkah-langkah strategis dalam penanaman, di antaranya:

1. Jadwal Penanaman Pada umumnya waktu menanam khususnya di lahan daratan pada musim hujan atau awal musim hujan, sedangkan pada lahan gambut biasanya mengalami pasang surut dan pada musim hujan lahan akan tergenang air. Berdasarkan pengalaman yang dilakukan masyarakat sekitar hutan gambut biasanya lebih menyukai menanam pohon dilakukan sebelum musim penghujan dan ternyata tumbuhnya baik. Menanam pohon pada musim hujan di areal lahan gambut sering menghadapi banyak kendala antara lain kesulitan tenaga kerja, kesulitan mencapai lokasi karena jalan licin, kesulitan pengangkutan bibit karena jalan becek atau tidak jarang kaki terperosok. Dan satu hal yang lebih penting apabila bibit ditanam pada musim hujan akan terendam air sehingga media dalam polybag rawan pecah dan terlepas dari batangnya sehingga akar bisa membusuk dan tanaman mati.

Sebaliknya pada musim kemarau terjadi kekeringan lapisan atas gambut. Namun demikian hal ini dapat diatasi dengan pengaturan tata air dengan pengendali pintu air sehingga permukaan air tetap stabil dan tanah tetap basah. Oleh karena itu penanaman sebaiknya dilakukan sebelum musim hujan, meskipun pada musim kemarau tidak ada masalah selama dibuat drainase yang baik.

2. Persiapan Lubang Tanam a. Lahan pasang surut

Page 240: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

238

Pada musim hujan biasanya lahan mengalami genangan yang berlebihan dan pada musim kemarau terjadi kekeringan. Dengan pembuatan pengaturan tata air yang baik, tinggi permukaan air relatif stabil dan lahan tetap basah. Pembuatan lubang tanam disesuaikan dengan ukuran polybag, tidak terlalu lebar, tidak terlalu dalam, dan tidak terlalu sempit. Dengan demikian bibit tidak mudah roboh karena tiupan angin dan aliran air permukaan. Pembuatan lubang biasanya dengan cara tugal menggunakan bambu atau kayu bulat.

b. Lahan tergenang permanen Lahan gambut yang tergenang permanen penanamannya dengan membuat gundukan/guludan. Ukuran gundukan dibuat berukuran 1 m x 1 m yang diberi batas papan kayu berbentuk segi empat untuk menghindari gundukan runtuh. Ukuran gundukan dibuat setinggi 100 cm di atas rata-rata tinggi permukaan air kemudian bibit ditanam minimal 50 cm di atas tinggi rata-rata permukaan air agar akar tidak terendam.

c. Lahan berpakis Lahan yang ditumbuhi pakis biasanya permukaan tanah gambut akan ditutupi oleh batang-batang dan akar pakis yang menjalar dengan ketebalan bervariasi, bisa sampai 30 cm atau 50 cm. Sebelum dibuat lubang akar-akar tersebut harus dibersihkan dengan cara memotong akar berbentuk piringan atau persegi. Setelah terpotong akar-akar tersebut diangkat sampai terlihat permukaan tanah gambutnya. Pembersihan akar pakis yang tidak sempurna, bibit yang ditanam dapat menggantung dan tidak menembus tanah gambut sehingga tanaman menjadi kering dan mati.

d. Lahan beralang-alang Lahan yang sudah ditumbuhi alang-alang biasanya ketebalan gambutnya kurang dari 50 cm dan biasanya jarang tergenang air atau saat-saat tertentu misalnya musim hujan. Pembersihan alang-alan bisa dengan cara jalur, piringan, atau tebas total, pembuatan lubang dapat dibuat ukuran 20 cm x 20 cm x 20 cm dan setelah bibit ditanam ditutup dengan tanah yang dipadatkan.

Page 241: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Strategi Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut…(Mawazin)

239

F. Pemeliharaan 1. Penebasan gulma

Pemeliharaan yang umum dilakukan pada lahan gambut biasanya pada lahan yang ditumbuhi pakis-pakisan, alang-alang, dan rumput lainnya. Mengingat lahan gambut umumnya tanahnya sering basah sehingga pertumbuhan gulma terutama pakis-pakisan dan alang-alang sangat cepat. Setelah satu bulan biasanya sudah tumbuh kembali, sehingga pemeliharaan dengan penebasan tidak cukup sekali dalam setahun melainkan paling tidak 3 - 4 kali dalam setahun. Apabila penebasan terlambat maka tanaman akan ternaungi oleh gulma sehingga pertumbuhannya.

2. Pemupukan Pemeliharaan dapat dilakukan dengan pemupukan untuk mempercepat pertumbuhan tanaman. Pemupukan di lahan gambut dimaksudkan untuk menambah unsur hara makro tanah (N, P, K, Ca, Mg dan S) maupun unsur mikro (Fe, Mn, B, Mo, Cu, Zn dan Cl) kedalam tanah di sekitar tanaman, agar tanaman atau bibit yang ditanam tumbuh optimal. Mengingat sifat fisik gambut yang memiliki porositas yang tinggi dan daya hantar hidrolik yang besar, seringkali kegiatan pemupukan tidak efektif karena pupuk dapat secara cepat hilang terbawa air. Akan tetapi pada kondisi lahan gambut yang tidak tergenang, seperti lahan yang ditumbuhi alang-alang kegiatan pemupukan tanaman layak dicoba.

IV. KESIMPULAN Para hadirin yang saya hormati,

Dari uraian bab dan sub-bab tersebut di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Untuk menjaga agar tinggi permukaan air relatif stabil diperlukan pengaturan tata air yang diberi pintu air untuk membuang kelebihan air pada musim hujan dan menjaga penurunan permukaan pada musim kemarau.

2. Penanaman pada lahan yang tergenang permanen dibuat gundukan minimal 50 cm di atas rata-rata tinggi genangan.

Page 242: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

240

3. Pembuatan lubang tanam pada lahan pakis dengan mengangkat akar dan batang pakis sehingga akar tanaman tidak menggantung

4. Pada lahan alang-lang dapat dilakukan pemupukan dengan pupuk lambat urai untuk meningkatkan kesuburan tanah.

5. Pemilihan jenis yang sesuai dengan lingkungannya dapat mengurangi resiko kematian bibit.

6. Untuk mengurangi tingkat kesulitan penanaman waktu yang tepat adalah sebelum datangnya musim hujan.

V. PENUTUP

Laju kerusakan hutan rawa gambut terus meningkat baik karena penebangan berlebihan, kebakaran, maupun alih fungsi lahan. Tanpa keseriusan dari pemerintah yang didukung masyarakat sekitar untuk melakukan rehabilitasi, maka usaha menghutankan kembali sulit tercapai.

Penulis menyadari makalah ini jauh dari sempurna, namun demikian penulis berharap mudah-mudahan makalah ini dapat membantu kegiatan di lapangan dan mendorong perkembangan IPTEK khususnya dalam upaya pemulihan eksistensi hutan rawa gambut.

UCAPAN TERIMA KASIH Hadirin yang saya hormati,

Pada akhir presentasi karya ilmiah ini saya sampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan ucapapan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada Kepala Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan meniti karir sejak honorer hingga sekarang.

Saya mengucapkankan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Ir. Harun Alrasyid, MS, Bapak Ir. Komar Sumarna, MS, Bapak Ir. Masano (Alm), Bapak Prof.Dr. Abdulah Syarief Mukhtar, MS, Bapak Prof. Dr. Hendi Suhaendi, MS, dan masih banyak yang berjasa dalam membantu karir saya, yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu, saya mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya.

Page 243: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Strategi Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut…(Mawazin)

241

Hadirin yang saya hormati,

Penghargaan yang setinggi-tingginya secara khusus saya sampaikan kepada kedua orang tua saya Bapak Nuri Syamyuni (Alm) dan Ibu Istiqomah (Almh), yang telah mendidik dan membesarkan saya dengan ikhlas. Kepada istri tercinta Fatihah Rosiana, S.Pdi., dan ketiga anak saya Imam Faiz Syakury, Alfi Sofyan Syahrowardi, dan Muthia Nurhikmah, yang memberikan dorongan dan pengertian dalam karir saya. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada guru-guru saya sejak dari SD, SMP, SLA, hingga Perguruan Tinggi.

Kepada rekan-rekan peneliti yang telah banyak berjasa dan memberikan semangat selama saya bekerja di Puskonser, saya ucapkan banyak terima kasih. Kepada semua pihak yang tidak sempat saya sebut satu per satu yang telah banyak membantu dan berjasa selama saya meniti karir, saya sampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya.

Akhirnya dengan penuh rasa hormat dan terima kasih saya sampaikan kepada hadirin atas pengorbanan, kesediaan, dan kesabaran mendengarkan presentasi yang saya sampaikan.

Terima kasih, Wabillahi taufik wal hidayah, Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh DAFTAR PUSTAKA Anonim 1991. Indonesian Tropical Forestry Action Programme.

Country Brief. Ministry of Forestry. Government of Indonesia. FAO. Jakarta.

Brady, MA. 1997. Effect of vegetation changes on organic matter dynamics in three coastal peat deposits in Sumatera, Indonesia. In-Rieley JO & Page SE (eds): biodiversity and sustainability of tropical peatlands. Proceedings of the international symposium on biodiversity, environmental importance and sustainability of tropical peat and peatlands, Palangkaraya, Central Kalimantan, Indonesia, 4-8 September 1995, pp:113-134. Samara publishing Ltd., Cardigan, UK.

Page 244: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

242

Driessen, P.M. 1978. Peat soils. pp: 763-779. In: IRRI. Soil and Rice. IRRI. Los Banos. Philippines.

Hobbs R., J., A. Jentsch. & M. Temperton, Vicky. 2007. Restoration as a process of assembly and succession mediated by disturbance. In: Linking Restoration and Ecological Succession (eds R. L. Walker, J. Walker and R. Hobbs, J.) pp. 150-67. Springer, New York.

Masano dan Mawazin, 1997. Pengaruh pupuk Fertimel terhadap pertumbuhan bibit Paraserianthes falcataria. Bul.Pen.Hut 605: 1-11.

Noor, M. 2001. Pertanian Lahan Gambut: Potensi dan Kendala. Penerbit Kanisius. Jakarta.

Primack R. B., J. Supriatna, M. Indrawan & P. Kramadibrata. 1998. Biologi Konservasi. Yayasan Obor, Jakarta.

Radjagukguk, B. 2001. Perspektif permasalahan dan konsepsi pengelolaan lahan gambut tropika untuk pertanian berkelanjutan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar, UGM, Yogyakarta, 37 h.

SERI. 2004. The SER International Primer on Ecological Restoration. (eds A. Clewell, J. Aronson and K. Winterhalder). Society for Ecological Restoration International., Tucson.

Widjaja Adhi, I P.G. (1988) Physical and Chemical Characteristics of Peat Soil of Indonesia. IARD Journal, 10(3): 59–64

Tacconi, L. 2003. Kebakaran Hutan di Indonesia: Penyebab, Biaya, dan Implikasi Kebijakan. CIFOR, Bogor, Indonesia.

Page 245: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

243

PENTINGNYA PENGETAHUAN TENTANG PEMANFAATAN TUMBUHAN OBAT SECARA

TRADISIONAL DAN UPAYA PELESTARIANNYA

Ir. Titiek Setyawati, M.Sc1 I. PENDAHULUAN Bapak-bapak dan ibu-ibu yang saya hormati

Indonesia terkenal kaya akan keanekaragaman hayati tumbuhan dan bahkan tercatat berada di urutan ke-2 setelah Brazil dan juga masuk dalam salah satu negara megadiversity (Mittermeir et al., 1997). Pernyataan ini selalu menjadi awal pendahuluan makalah atau seminar yang terkait dengan topik tumbuhan terutama keanakeragaman hayati tumbuhan hutan. Seperti kita ketahui, lokasi geografis yang membentang di sabuk khatulistiwa sangat menguntungkan Indonesia, terutama iklim yang sangat menunjang bagi kehidupan berbagai jenis tumbuhan mulai dari tingkat rendah hingga tingkat tinggi. Hutan hujan tropika basah dengan segala isinya, baik hasil hutan berupa kayu dan non-kayu banyak dimanfaatkan oleh satwa hingga manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (Whitmore dan Tantra, 1986).

Tingginya tingkat keanekaragaman hayati tumbuhan yang sebagian besar ada di hutan tropis saat ini mengalami banyak tekanan akibat pemanfaatan hutan dan produk hutan secara berlebihan di luar kemampuan daya dukungnya. Salah satu potensi yang terkandung di dalamnya adalah tumbuhan obat. Tumbuhan yang dimaksud adalah jenis tumbuhan yang hampir seluruh bagiannya dapat dimanfaatkan untuk mengobati penyakit tertentu secara tradisional. Pemanfaatan tumbuhan obat sudah sejak lama dipraktekkan oleh masyarakat yang hidup di sekitar hutan. Khusus untuk bidang obat-obatan dari tumbuhan alami untuk menjaga kesehatan masyarakat menjadi modal bangsa Indonesia sejak dahulu kala. Berdasarkan hasil survey awal di hutan tropika basah di seluruh dunia, ada 119 jenis bahan baku 1 Peneliti Muda Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi

Page 246: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

244

obat yang secara murni diekstraksi dari satu jenis pohon (Farnsworth, 1988). Selanjutnya Soejarto dan Farnsworth (1989) memunculkan sebuah pandangan baru terkait dengan kenyataan bahwa hutan tropika basah merupakan gudang obat-obatan yang masih perlu digali, terutama untuk menemukan obat baru.

Tumbuhan obat di beberapa kawasan hutan di Indonesia merupakan bagian terbesar dari hasil hutan bukan kayu. Namun demikian, sampai saat ini tumbuhan obat masih kurang diperhatikan dibandingkan dengan komoditi non-kayu lainnya seperti rotan, gaharu, resin, dan lainnya. Sangat disayangkan pula bahwa koleksi untuk tujuan komersial belum banyak dikaji. Jenis tumbuhan obat yang sering digunakan dan didokumentasikan kebanyakan adalah jenis tumbuhan dari jenis-jenis herba, sedangkan jenis pohon besar belum banyak dikaji meskipun di beberapa daerah di Indonesia, banyak masyarakat yang menggunakan bagian dari pohon untuk bahan obat tradisional.

Permasalahan yang dihadapi saat ini antara lain adalah terjadinya pergeseran nilai pengetahuan tumbuhan obat lokal, degradasi pengetahuan tradisional, dan semakin langkanya beberapa jenis pohon berpotensi obat di habitat alaminya. Beberapa penelitian menyajikan informasi terkait pemanfaatan jenis tumbuhan obat yang berasal dari kawasan hutan alam serta informasi ramuan yang berasal dari pengetahuan tradisional (Waluyo, 1990; Setyawati, 2009; Widjayakusuma, 2000; Tjitrosoepomo 2005; Dalimartha, 2006; Widjayakusuma et al., 1996; Hutton, 1997).

Kaya akan pengetahuan pengobatan tradisional serta kaya keanekaragaman hayati di satu sisi, namun di sisi lain kekayaan ini terancam pencurian hak kepemilikan intelektual atau intelectual property right robery yang dimiliki oleh masyarakat asli bangsa Indonesia. Contohnya, jenis lokal pasak bumi (Eurycoma langifolia) dan akar kait (Uncaria spp.) yang sudah digunakan secara luas di berbagai negara dan diproduksi, bahkan dari Malaysia, Vietnam, dan Amerika Latin. Besar kemungkinan, bahkan sudah mulai didomestikasi di luar habitat aslinya untuk produksi dalam skala besar. Kedua jenis bahan ini menjadi bahan utama penting dalam industri farmasi, baik di dalam maupun di luar negeri (Yuliani et al., 2008). Saat ini banyak jenis tumbuhan lainnya yang kemungkinan juga sudah berpindah ke negara lain

Page 247: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Pentingnya Pengetahuan TentangPemanfaatan…(T. Setyawati)

245

untuk diekstraksi dan diambil kandungan bahan aktifnya untuk digunakan sebagai bahan utama pengobatan penyakit jenis tertentu. Hal ini bisa terjadi dengan semakin terbukanya akses terhadap hutan alam kita. Meskipun tersedia kebijakan dalam hal tukar-menukar sampel penelitian, namun banyak kemungkinan bahwa materi dasar tumbuhan obat tertentu dapat dengan mudah diangkut dan diperbanyak tanpa seijin pemerintah Indonesia.

Tulisan ini dibuat dengan maksud untuk memberikan informasi terkait status pemanfaatan pohon obat di Indonesia dan upaya pelestariannya. Akhirnya diperoleh gambaran kedepan tentang apa yang masih perlu dilakukan untuk menyelamatkan sumberdaya alam tumbuhan berpotensi obat dan juga sumber ilmu pengetahuan tradisional itu sendiri demi kemaslahatan bangsa Indonesia.

II. KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN POTENSI POHON

OBAT Bapak dan ibu sekalian yang saya hormati,

Meskipun luasan Indonesia hanya 1,3% dari luas dunia namun jumlah spesies yang ada sekitar 17% dari jumlah spesies di dunia. Indonesia diperkirakan memiliki 11% spesies tumbuhan berbunga, 12% mamalia, 15% amphibi dan reptilia, 17% jenis burung, dan 37% jenis ikan yang ada di dunia (Adisoemarto dan Rifai, 1994, BAPENAS, 2003). Dari 30,000 jenis tumbuhan berbunga yang diperkirakan oleh Kartawinata (1990) terdapat di hutan hujan tropika Indonesia, sekitar 4,000 jenis di antaranya merupakan pohon (Sastrapradja et al., 1989). Sebagian besar dari jumlah tersebut memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku obat-obatan (Heyne, 1984). Menurut indeks tumbuhan obat yang telah terkumpul, tercatat sekitar 3,689 jenis tumbuhan terdapat di kawasan hutan di Indonesia. Dari lebih 1.000 jenis tumbuhan obat yang sudah dimanfaatkan, 74% dari jenis tersebut tumbuh liar di hutan (Amzu dan Haryanto, 1991; BAPENAS, 1993) dan sampai saat ini masih dimanfaatkan oleh penduduk asli yang tinggal berdekatan dengan hutan.

Indonesia juga dikenal kaya akan suku bangsa yang tersebar di seluruh wilayah kepulauannya. Suku, masyarakat atau

Page 248: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

246

kelompok etnis yang menghuni hutan yang ada di berbagai kepulauan dari Sabang hingga Merauke memanfaatkan tumbuhan obat dengan berbagai macam cara yang bervariasi. Ilmu pengetahuan ini diperoleh berdasarkan pengalaman yang dipraktekkan langsung atau menurut pengalaman yang diturunkan dari nenek moyang. Pengetahuan ini tentunya sangat penting bagi kelangsungan hidup masing-masing suku. Pada umumnya pengobatan dilakukan dengan meramu berbagai macam jenis tumbuhan, baik menggunakan daun, kulit pohon maupun akarnya. Sangat jarang pengobatan dilakukan menggunakan satu jenis tumbuhan.

Salah satu teknik untuk mengetahui bagaiman jenis pohon tertentu memiliki potensi sebagai bahan baku obat penyakit tertentu adalah melalui upaya menggali informasi dari masyarakat asli yang masih memanfaatkan sumberdaya hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sebagian besar masyarakat yang tidak mampu berobat ke rumah sakit pada umumnya masih bergantung kepada pengobat tradisional (battra) yang hingga kini jumlahnya mulai menurun akibat semakin berkurangnya minat untuk menjadi pengobat tradisional. Etnobotani merupakan salah satu cabang ilmu yang berupaya untuk menelusuri pemanfaatan jenis tumbuhan oleh etnis atau suku bangsa tertentu, sedangkan etnofarmakologi adalah ilmu pengetahuan tentang pemanfaatan sumberdaya alam, baik tumbuhan dan satwa untuk kepentingan pengobatan secara tradisional yang tentunya ilmu ini hanya dimiliki oleh etnik tertentu.

Beberapa hasil survey pohon obat yang dilakukan oleh peneliti sejak tahun 2005 hingga saat ini terutama di kawasan hutan alam antara lain di 18 cagar alam, 3 taman nasional, dan 5 kawasan hutan lindung di pulau Jawa dan Bali menunjukkan bahwa potensi pohon obat ini masih relatif banyak (Setyawati, 2009, 2010), kecuali untuk jenis tertentu yang memang banyak diminati oleh berbagai pihak seperti sintok (Cinnamomum sintoc), ara (Ficus deltoidea), garu (Aquilaria malaccensis), dan pulasari (Alyxia reinwardti). Permintaan biasanya datang dari industri jamu dan kosmetika. Akibat pengambilan yang berlebihan dan juga kemungkinan bahwa persebarannya terbatas, populasinya di alam saat ini mengalami penurunan atau kelangkaan (Waluyo, 1991).

Page 249: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Pentingnya Pengetahuan TentangPemanfaatan…(T. Setyawati)

247

Sebagaimana dijelaskan dalam tulisan Sastrapradja dan Sastrapradja (1991) tentang proses kelangkaan tumbuhan obat di Indonesia, beberapa survei dan eksplorasi pohon obat yang dilakukan oleh penulis di beberapa lokasi kawasan hutan di pulau Jawa dan Bali menunjukkan kecenderungan yang sama. Beberapa jenis tumbuhan yang mulai menemukan pasarnya seperti sebagai bahan baku ramuan/racikan tradisional untuk kecantikan dan juga obat-obatan herbal sebagai pengobatan alternatif yang mulai banyak diminati oleh kalangan perkotaan contohnya kedawung (Parkia roxburghi), jenitri (Elaecarpus grandiflorus), saga, pulai, dan sebagainya mulai menurun populasinya (Setyawati, 2009). Begitu pula dengan jenis pohon sanrego (Lunasia amara) yang dipercaya oleh penduduk di sekitar kawasan hutan Taman Nasional Meru Betiri memiliki kandungan aprodisiak yang dapat meningkatkan vitalitas kaum pria. Populasi di alam relatif sedikit, bukan karena diekstraksi namun karena regenerasi alaminya yang sulit (Setyawati, 2008).

Sebagian besar bahan dasar obat tradisional berupa tumbuhan bawah dan rimpang yang sudah umum dan mudah dibudidayakan seperti kunyit, jahe, temu hitam, kencur, dan lain-lain. Namun demikian bahan campuran yang pada umumnya berupa akar, kulit kayu, biji, dan daun dari beberapa jenis pohon hutan yang tumbuh di hutan alam tidak mudah dibudidayakan mengingat waktu yang lama untuk memanennya. Ditambah pula banyak jenis tumbuhan bahan obat yang merupakan tumbuhan liar di hutan dan tidak mudah untuk dibudidayakan, sehingga pengambilan bahan baku dalam jumlah besar akan berpengaruh terhadap populasinya mengingat ada beberapa jenis pohon yang regenerasi alamnya tidak mudah. Di samping itu rusaknya habitat akibat aktivitas manusia menambah semakin cepatnya jenis tumbuhan berpotensi obat yang menjadi terancam, langka, dan menuju kepunahan. Dapat dikatakan bahwa ancaman utama pada keanekaragaman hayati akibat kegiatan manusia antara lain berupa kerusakan habitat, fragmentasi dan degradasi habitat, perubahan iklim global, pemanfaatan yang berlebihan, invasi spesies asing dan penyebaran penyakit (Indrawan et al., 2007). Ancaman terhadap keanekaragaman hayati tentunya akan mengancam keberlangsungan hidup jenis tumbuhan hutan berpotensi obat yang masih belum banyak tergali di alam,

Page 250: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

248

sehingga kemungkinan besar ada beberapa jenis tumbuhan yang akan hilang sebelum diketahui manfaatnya.

III. STATUS PENELITIAN POHON OBAT DI LINGKUP KE-

HUTANAN Bapak-bapak dan Ibu sekalian,

Pada prinsipnya, kegiatan penelitian yang dilakukan di lingkup Badan Litbang Kehutanan dalam hal biofarmaka masih pada tataran penelitian dasar yang umumnya tidak melakukan uji coba. Kegiatan penelitian obat ini mencakup serangkaian kajian yang dimulai dari eksplorasi di hutan alam. Eksplorasi jenis tumbuhan obat bisa dilakukan berdasarkan data etnobotani ataupun bisa dilakukan secara “by chances”, yaitu pada kegiatan inventarisasi hutan 100% yang dilakukan oleh Departemen Kehutanan pada hutan produksi alam atau pada saat survey vegetasi di kawasan hutan lindung.

Perkembangan industri obat tradisional dan jamu yang pesat juga diikuti dengan permintaan terhadap simplisia yang berasal dari hutan. Namun demikian sampai saat ini upaya mengatur pemanenan tumbuhan obat dari alam dan budidaya tumbuhan obat masih belum dilakukan. Hal ini memicu terjadinya kepunahan spesies-spesies tumbuhan obat yang pemanenannya menyebabkan kematian dan terhambatnya regenerasi atau pertumbuhannya. Kita ketahui, belum semua species tumbuhan yang berpotensi sebagai bahan obat diketahui sifat/karakter pertumbuhannya. Bahkan ada beberapa jenis tumbuhan yang secara botani belum teridentifikasi dengan baik.

Ada beberapa kegiatan mendasar yang perlu dilakukan sebelum suatu jenis tumbuhan obat yang berasal dari hutan alam akan dimanfaatkan secara komersial. Ada rangkaian kerja yang dimulai dari pencarian zat aktif, isolasi dan pemurnian zat dalam rangka memperoleh bahan baku obat, farmakokinetik, dan farmakodinamik yang mendasar dalam mencari mekanisme kerja suatu zat aktif dalam tumbuhan obat, serta tahap-tahap lanjutan dalam uji klinis (Esai Indonesia, 1986). Serangkaian kegiatan ini merupakan tahapan penerapan dan pengembangan setelah basis data selesai dilakukan. Basis data merupakan kumpulan data

Page 251: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Pentingnya Pengetahuan TentangPemanfaatan…(T. Setyawati)

249

yang berisi informasi tentang berbagai jenis tumbuhan yang berkhasiat obat disertai dengan informasi ekologi, status keberadaan, distribusi, potensi, identifikasi (morfologi dan anatomi), etnobotani serta daftar jenis prioritas atau unggulan.

Untuk kegiatan pencarian bahan kimia aktif diperlukan berbagai informasi dasar yang cukup lengkap, termasuk di dalamnya kajian tentang status tumbuhan itu sendiri. Status tumbuhan dapat dilihat dari berbagai aspek yaitu ekologi (termasuk di dalamnya karakter biologis), ekonomi dan sosial. Contohnya pada aspek pemanfaatan secara komersial yang berpotensi untuk meningkatkan sumber penghasilan dan keragaman pendapatan penduduk.

Data potensi tumbuhan obat yang akurat sampai saat ini belum tersedia terutama menyangkut status potensi dan distribusinya di alam. Saat ini permintaan bahan baku obat dari hutan alam semakin meningkat, sedangkan upaya pelestarian dan pemanfaatan masih banyak mengalami kendala, terutama dari sisi kebijakan yang sampai saat ini masih pada tahap pemanfaatannya saja. Penelitian tumbuhan obat yang saat ini terfokus pada aspek farmakologi/fitokimia secara efektif merangsang berkembangnya pemanfaatan tumbuhan obat, namun lemahnya penelitian aspek lainnya (ekologi, sosial-ekonomi, budidaya, teknologi pasca panen, dan pemasaran) menyebabkan rendahnya perhatian terhadap kelestarian tumbuhan obat.

Seperti contohnya, kajian konservasi Taxus sumatrana var Sumatrana sebagai bahan obat anti kanker yang dilakukan oleh peneliti bertujuan untuk antara lain menganalisa potensi (kelimpahan dan keberadaan), sebaran alami, regenerasi alam dan kondisi ekologis tempat tumbuh jenis Taxus, menggali informasi pemanfaatan tumbuhan jenis Taxus oleh masyarakat sebagai bahan baku obat (etnobotani), mengetahui kandungan taxol dari jenis Taxus sumatrana var. sumatrana dari lokasi studi, mengetahui keragaman jenis Taxus di habitat alaminya, dan menemukan metode atau teknik perbanyakan Taxus sumatrana var. sumatrana di luar habitat alaminya. Beberapa perusahaan farmasi di Indonesia bahkan mengimpor bahan baku obat dari Amerika untuk pembuatan bahan anti kanker. Mengingat Indonesia juga memiliki spesies Taxus, meskipun masih belum jelas mengenai taksonominya, maka diperlukan informasi lengkap

Page 252: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

250

mengenai daerah sebaran alaminya, potensi di alam serta regenerasi alamnya. Yang tidak diharapkan adalah, keberadaaan spesies ini yang semakin sulit ditemukan di habitat alaminya menjadi punah sebelum dilakukan upaya konservasi ex-situ. Di samping itu juga peneliti masih melakukan kajian terhadap beberapa jenis pohon yang berpotensi untuk mengobati penyakit diabetes, kolesterol, dan kanker.

Sebelum dilakukan upaya budidaya tumbuhan obat berskala luas perlu dilakukan kajian uji prioritas jenis yang dipilih berdasarkan kriteria tertentu. Dengan demikian perlu dilakukan penanganan program jangka pendek dan menengah untuk memberikan data dan informasi yang akurat di antaranya adalah pembangunan basis data yang berisi informasi lengkap tentang status setiap jenis tumbuhan obat yang berasal dari hutan tropika basah di Indonesia.

IV. KEBIJAKAN NASIONAL TERKAIT TUMBUHAN OBAT DI

INDONESIA Para hadirin sekalian yang saya muliakan,

Di Indonesia, kebijakan nasional untuk pengembangan tumbuhan obat dikeluarkan pada tahun 2000. Peraturan dan hukum tentang Traditional Medicine/Complementary Alternative Medicine (TM/CAM) pertama kali dikeluarkan pada tahun 1993. Kantor resmi berada di bawah Badan Pengawas Obat dan Makanan (National Agency of Drug and Food Control) yang diresmikan pada tahun 2001. Program nasional menyangkut obat tradisional dan pengobatan alternatif dimulai pada tahun 2003 sedangkan komite pakar tumbuhan obat sudah berdiri jauh sebelumnya yaitu tahun 1977. Badan Penelitian Tanaman Obat dan Rempah (National Research Institutes on Traditional Medicine and Herbal Medicine) didirikan pada tahun 1976 di bawah Departemen Pertanian. Mengingat lembaga penelitian ini yang kemudian terkenal dengan sebutan Balitro sudah sejak lama menangani permasalahan tumbuhan obat maka Badan Litbang Kehutanan tidak menangani bidang tersebut hingga kemudian muncul kegiatan eksplorasi pohon obat yang lebih menitikberatkan pengamatan pada jenis pohon. Seperti diketahui bahwa banyak

Page 253: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Pentingnya Pengetahuan TentangPemanfaatan…(T. Setyawati)

251

jenis pohon, baik komersial dan non-komersial yang memiliki potensi untuk dijadikan bahan baku atau ramuan obat tradisional.

Beberapa peraturan menyangkut pengobatan herbal dan tradisional selanjutnya muncul pada tahun 1993, yang kemudian diperbaharui pada tahun 1994 dan 1995. Pengobatan tradisional ini diatur sebagai pengganti dari pengobatan yang umum diberikan secara klinis atau oleh dokter. Namun demikian peraturan tersendiri dibangun khusus untuk kategori obat tradisional yang secara hukum dapat dipertanggung-jawabkan penggunaannya. Agar obat tradisional bisa masuk dalam daftar resmi atau obat terstandar berdasarkan Dirjen POM, maka terdapat serangkaian pengawasan (inspection) dan sertifikasi yang harus dilalui. Persyaratan keamanan termasuk penggunaannya secara tradisional harus melewati uji toksisitas (toksin/racun) dan uji laboratorium. Kepatuhan terhadap persyaratan tersebut harus melalui pengawasan pasar, pengambilan contoh, uji laboratorium, penyelidikan, pemantauan terhadap efek samping yang mungkin ditimbulkan dan juga penegakan hukum jika terjadi pelanggaran. Pengawasan peredaran dan pemasaran obat tradisional didirikan pada tahun 2002.

Sampai saat ini sebanyak 8,632 obat tradisional yang sudah terdaftar di Dirjen POM di Indonesia. Dari obat tradisional tersebut, tercatat ada 283 jenis tumbuhan dan 180 jenis di antaranya tumbuh di hutan hujan tropika Indonesia dan 49 jenis di antaranya merupakan tumbuhan berkayu ataupun pohon (Sumarna, 2001). Obat tradisional saat ini bisa banyak dijumpai di toko obat ataupun apotek. Seringkali perusahaan tertentu mampu untuk membuat outlet (gerai) pemasaran produknya seperti Jamu Jago, Nyonya Meneer, Jamu Cap Jenggot, dan lain-lain. Pengobatan herbal memiliki data penjualan tahunan dari mulai tahun 2000 sampai dengan 2002. Penjualan pada tahun 2002 mencapai 144 juta USD, dan pada tahun 2001 penjualan mencapai angka 167 juta USD, sedangkan di tahun 2002 mencapai 189 USD. Jika dikalkulasi per tahunnya, maka penjualan di dunia mencapai angka 300 miliar USD per tahun (Mateo et al., 2001). Angka penjualan ini merupakan perkiraan kasar dan belum mencakup perdagangan domestik sendiri. Di samping itu masih banyak obat tradisional yang diperjualbelikan namun tidak terdaftar dalam POM.

Page 254: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

252

V. UPAYA PEMANFAATAN DAN PELESTARIAN POHON OBAT

Para hadirin yang saya muliakan

Ada urutan pertanyaan yang diajukan, dari hal yang paling mendasar seperti berapa banyaknya jenis tumbuhan berkhasiat obat yang tumbuh di hutan alam di Indonesia? Bagaimanakah potensinya di alam? Masih banyak lagi serangkaian pertanyaan yang jika kita susun maka akan dapat dijadikan tolok ukur kegiatan penelitian yang seharusnya kita lakukan untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Untuk merancang kegiatan penelitian maka perlu disusun daftar pertanyaan yang selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesa. Dengan demikian kita dapat melihat aspek mana saja yang seharusnya kita kaji untuk melengkapi tahapan-tahapan proses pencarian bahan baku obat yang saat ini lebih banyak diminati karena efek sampingnya yang sangat minimal ketimbang obat-obatan modern (Setyawati, 2008).

Untuk melihat siapa berbuat apa dalam kegiatan penelitian ini kita dapat melihat sifat dan karakter dari kegiatan itu sendiri, dimulai dari sifat dasar, aplikasi dan pengembangan. Dengan demikian seharusnya aspek-aspek kegiatan yang ada dalam alur tahapan proses pencaharian bahan baku obat ini dapat dijadikan dasar untuk membagi tugas pokok dan fungsi yang harus dilakukan pada setiap lembaga riset yang memiliki karakter/ciri yang membedakan antara satu lembaga dengan lembaga lainnya, dimulai dari tahapan penelitian dasar, aplikasi, dan pengembangan. Tahapan paling akhir adalah melakukan sintesa/ analis secara terintegrasi (integrated analysis) untuk memperoleh hasil akhir (output) yang diinginkan, dalam hal ini adalah bahan baku obat yang sudah diketahui kandungan bahan aktifnya.

Ada beberapa jenis pohon yang sudah mulai ditanam dengan skala luas karena permintaan yang semakin meningkat dari industri jamu, farmasi, dan kosmetika, namun sayangnya kurang mendapatkan dukungan dari pemerintah daerah dan pusat guna kelangsungannya. Salah satunya adalah jenis mimba (Azadirachta indica) yang ditanam pada lahan seluas 20 ha di wilayah timur Indonesia (NTB dan NTT). Ekstrak biji mimba menghasilkan minyak yang digunakan sebagai bahan untuk kontrasepsi. Diduga pula bahwa daunnya mengandung bahan

Page 255: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Pentingnya Pengetahuan TentangPemanfaatan…(T. Setyawati)

253

aktif aloksan yang dapat mengantisipasi penyakit diabetes namun percobaan masih sebatas pada hewan kelinci (Rostiwati et al., 2009). Mimba yang juga disebut “neem” merupakan jenis yang hampir seluruh bagian tumbuhannya dapat dimanfaatkan termasuk kayunya. Jenis ini dianggap bisa menyelamatkan permasalah dunia karena efek menghambat reproduksi manusia (Vietmeyer, 1992). Sayangnya budidaya jenis ini tidak mendapatkan perhatian serius dari pemerintah maupun pihak terkait lainnya. Masih banyak jenis pohon berpotensi obat yang mengalami penurunan populasi di alam dan salah satunya adalah kilemo/lemo (Litsea cubeba). Berdasarkan kajian yang dilakukan Rostiwati et al. (2009) disebutkan pula bahwa terjadi penurunan drastis populasi jenis ini di kawasan Jawa Barat akibat pemanfaatan yang berlebihan dan tidak dibarengi dengan upaya penananam kembali. Jenis pohon ini mengandung minyak atsiri dan digunakan oleh perusahaan kosmetik serta diduga memiliki kandungan bahan aktif untuk mengobati penyakit kanker (karsinostatik).

Jenis pohon berpotensi obat lainnya yang populasinya mulai menurun di habitat alaminya adalah sampinur batu (Taxus sumatrana) yang dikenal mengandung bahan aktif taxol untuk pengobatan kanker (Sandra dan Syafril, 1994). Hasil survey yang dilakukan oleh Setyawati and Pasaribu (2010) menunjukkan penurunan populasi Taxus di kawasan hutan alam di Sumatera Selatan dan Sumatera Barat. Di beberapa negara yang menjadi daerah persebaran jenis ini, jenis Taxus brevifolius sudah digunakan sebagai bahan obat kemoterapi. Indonesia juga memiliki spesies Taxus, yaitu Taxus sumatrana, meskipun masih belum jelas mengenai taksonominya sehingga masih diperlukan informasi yang lengkap mengenai daerah sebaran alaminya, potensi di alam serta regenerasi alamnya.

Peneliti juga melakukan kajian jenis raru yaitu Cotylelobium melanoxylon Pierre dan Cotylelobium lanceolatum Craib. Kedua jenis kayu raru tersebut banyak digunakan masyarakat di Sumatera Utara sebagai pencampur tuak atau untuk perasa manis (jungle juice). Pada zaman dahulu, jungle juice adalah minuman bergengsi yang hanya dinikmati para raja. Ada beberapa pendapat yang berkembang di masyarakat bahwa jungle juice, jika dikonsumsi sesuai dengan aturan, dapat mencegah berbagai macam penyakit seperti penyakit pinggang, batu karang,

Page 256: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

254

kencing batu, kanker rahim, dan dipercaya sangat baik bagi wanita yang baru melahirkan dan penangkal bisa ular (Anon, 2009). Hal ini memerlukan uji secara ilmiah termasuk kandungan bahan aktifnya dan uji klinis yang memerlukan biaya sangat mahal.

Potensi menyangkut kelimpahan bisa dikatakan kurang begitu banyak sedangkan sebaran alami dan regenerasi alaminya juga relatif jarang meskipun di beberapa tempat tampak dalam jumlah yang relatif banyak atau ditemukan hampir di setiap plot pengamatan. Jenis raru lebih banyak tumbuh di daerah yang curam atau seperti tebing-tebing yang miring namun agak basah. Sayangnya pengobatan tradisional terbatas hanya oleh orang tua atau sesepuh. Untuk mengetahui efek farmakologis ekstraktif kulit kayu raru sebagai bahan antioksidan masih diperlukan satu uji tahapan akhir (Setyawati dan Pasaribu, 2009, Pasaribu dan Setyawati, 2011).

Pada dasarnya, Indonesia bukanlah satu-satunya negara yang menghasilkan pengetahun tentang tumbuhan obat tradisional. Ada negara lain seperti India dan Cina yang juga memiliki akar tradisi yang kuat dalam hal pengobatan menggunakan herbal alami. Kedua negara tersebut tidak memiliki kekayaan jenis tumbuhan seperti di Indonesia dan kedua negara mengalami tekanan pertumbuhan populasi yang cukup tinggi, sedangkan luasan kawasan hutannya relatif lebih kecil dibandingkan dengan Indonesia. Keduanya lebih mengkhawatirkan ancaman kepunahan jenis-jenis tumbuhan obat dan banyak melakukan upaya teroboson untuk menghasilkan produk obat-obatan herbal dengan menggunakan bahan alami dari negara lain dan diperbanyak di negara mereka. Melihat kencenderungan ini, Indonesia mulai memberikan perhatian untuk mengembangkan upaya pelestarian tumbuhan obat dengan semakin banyaknya publikasi mengenai tumbuhan obat dan budidayanya (Widjayakusuma, 2000; Setyawati dan Bismark, 2002).

VI. TANTANGAN DAN PELUANG Para hadirin yang terhormat,

Ada sejumlah isu dan permasalahan yang berhasil

diidentifikasi oleh penulis dari hasil yang diperoleh selama

Page 257: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Pentingnya Pengetahuan TentangPemanfaatan…(T. Setyawati)

255

melakukan survey dan kajian tentang pohon berpotensi obat selama kurun waktu 10 tahun terakhir. Beberapa isu menyangkut keterbatasan penelitian tentang jenis pohon obat antara lain: - Eksplorasi jenis-jenis pohon obat di kawasan hutan tropika

basah relatif sulit dilakukan karena terbatasnya informasi ataupun dokumen tertulis menyangkut pemanfaatannya oleh masyarakat lokal sebagai penyembuh penyakit, terutama informasi yang diperoleh dari para sesepuh/tetua yang sudah mempraktekkan cara-cara pengobatan tradisional dan resep ramuannya.

- Perubahan kondisi kawasan hutan yang disebabkan oleh adanya pemanenan jenis pohon, baik legal dan non-legal serta perambahan hutan yang menyebabkan hilangnya jenis-jenis pohon langka yang berpotensi untuk digunakan sebagai bahan obat, bahkan ada kemungkinan hilangnya jenis berpotensi. Namun demikian masih belum teridentifikasi secara ilmiah dan pemanfaatannya belum diketahui secara pasti.

- Jumlah jenis pohon berpotensi obat di beberapa kawasan hutan alam relatif tinggi, namun demikian tidak semua jenis tersebut secara ilmiah teridentifikasi dengan baik dan bahkan belum dimanfaatkan secara optimal.

- Lemahnya sistem dokumentasi terpadu menyangkut aset keanekaragaman hayati tumbuhan obat, serta keberadaan database tumbuhan obat.

- Kurangnya pemanfaatan dan pengembangan jenis pohon berpotensi obat, terutama oleh masyarakat lokal, karena terputusnya informasi yang seharusnya secara turun-termurun tetap dipertahankan terutama pengetahuan tentang ramuan obat tradisional.

- Kurangnya dukungan dari pemerintah baik pusat dan lokal menyangkut potensi dan pengembangan tumbuhan obat tradisional yang menyebabkan beberapa jenis tumbuhan asli di Indonesia bahkan dipatenkan oleh negara lain sebagai bahan baku obat.

- Lemahnya jaringan kerja antara pemerintah dengan lembaga non-pemerintah.

Page 258: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

256

- Sebagian besar lembaga pemerintahan tidak aktif mendukung upaya pengelolaan industri jamu tradisional yang menggunakan bahan baku dari tumbuhan dan pohon hutan.

Jika melihat terbatasnya data dan informasi menyangkut

jenis pohon obat hutan, maka permasalahan yang ada bisa dianggap menjadi tantangan yang akan dihadapi untuk masa mendatang dan harus dicarikan jalan pemecahannya. Dengan demikian ada beberapa peluang yang bisa dikembangkan dari tantangan yang ada untuk lebih jauh lagi membuat program penelitian dan pengembangan untuk beberapa jenis yang menjadi prioritas. Peluang yang bisa dijadikan topik ataupun bahasan penelitian antara lain:

- Perkembangan teknologi yang sangat cepat dalam hal

identifikasi cepat dan akurat untuk mengetahui kandungan kimia aktif dalam tumbuhan yang digunakan untuk mengobati penyakit tertentu.

- Keberadaan kawasan hutan alam yang masih asli (seperti hutan lindung dan cagar alam) yang masih memiliki keanekaragaman hayati tinggi namun saat ini terancam dengan semakin maraknya aktivitas pembukaan hutan, baik kegiatan pemanenan, penambangan, dan perambahan mengakibatkan hilangnya jenis tumbuhan berkhasiat obat. Oleh karena itu sangat diperlukan penelitian eksplorasi dan menginventarisasi berbagai jenis tumbuhan obat yang ada di seluruh kawasan hutan di Indonesia secara berkesinambungan untuk mendokumentasikan pengetahuan tersebut sebelum tumbuhan tersebut punah. Hal ini akan membuka peluang untuk melakukan riset menyangkut pengaruh secara farmakologi berdasarkan data etnobotani untuk membuktikan manfaatnya yang sebenarnya yang terbukti secara ilmiah.

Page 259: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Pentingnya Pengetahuan TentangPemanfaatan…(T. Setyawati)

257

VII. KESIMPULAN DAN SARAN Bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian,

Akhirnya dapat saya simpulkan bahwa penelitian-penelitian penggalian informasi atau pengetahuan tentang tumbuhan obat dari masyarakat tradisional serta kajian eksplorasi tumbuhan berpotensi obat memiliki peranan yang penting dalam mendorong pembangunan berwawasan lingkungan terutama di bidang konservasi alam dan kesehatan manusia. Prinsip “back to nature” yang sering digembar-gemborkan saat ini oleh sebagian besar kalangan menengah ke atas seyogyanya menjadi salah satu pendorong utama bagi pemerintah untuk mendukung upaya pemanfaatan dan pelestarian tumbuhan obat di Indonesia. Hal ini sangat wajar mengingat efek samping yang minimal dari penggunaan obat tradisional jika digunakan dengan baik dan benar.

Semakin akuratnya informasi terkait khasiat berbagai jenis tumbuhan berkhasiat obat yang diperoleh dari masyarakat di sekitar hutan maka semakin memudahkan para peneliti di bidang biofarmaka untuk mengkaji lebih lanjut secara ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan. Demikian pula dengan upaya pemanfaatan dan pelestarian beberapa jenis tumbuhan atau pohon obat yang mulai langka yang memerlukan sinergi dan kerjasama lintas kementerian terutama bidang kesehatan dan kehutanan. Hal ini diperlukan mengingat proses yang panjang di bidang riset biofarmaka mulai dari eksplorasi, pencarian kandungan kimia aktif hingga tahap uji klinis. Sayangnya, hingga saat ini proses panjang yang harus dilalui untuk menemukan dan memproduksi secara komersial bahan baku obat hingga memperoleh paten masih sangat terbatas terutama besarnya biaya yang diperlukan. Perlu dibangun kesadaran akan perlunya kerjasama tingkat nasional, regional, dan internasional melihat banyaknya sektor yang menangani tumbuhan obat mulai dari budidaya, pemanfaatan hingga pelestariannya.

Page 260: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

258

VIII. PENUTUP Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang saya hormati,

Apa yang saya sampaikan di sini sebagian besar merupakan hasil kajian yang diperoleh dari karya tulis ilmiah yang telah diterbitkan, baik dalam bentuk jurnal, prosiding maupun buku dan juga laporan yang tidak dipublikasikan yang terkait dengan penelitian tumbuhan obat di Indonesia. Makalah singkat ini disampaikan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan kenaikan jenjang jabatan fungsional dari “Peneliti Muda” menjadi “Peneliti Madya”. Sebagai peneliti, saya berharap agar tulisan ini bermanfaat bagi perkembangan bidang ilmu farmakologi serta konservasi tumbuhan obat. Pandangan yang dimuat dalam tulisan ini merupakan tanggungjawab penulis dan jika terjadi kekeliruan dalam penulisan mohon dimaafkan.

UCAPAN TERIMA KASIH Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang saya kasihi,

Sebelum mengakhiri presentasi saya, pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, dukungan maupun perhatian selama perjalanan karir saya. 1. Bapak dan Ibu saya yang telah membesarkan dan mendidik

saya hingga saya dapat mencapai cita-cita saya. 2. Suami dan anak-anak saya yang selalu memberikan dukungan

moril dan material, baik pada saat saya tugas sekolah di luar negeri maupun melaksanakan tugas saya sebagai pegawai negeri.

3. Ir. Adi Susmianto, M.Sc. atas dukungannya selama ini dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab saya sebagai peneliti di bidang ekologi dan botani hutan.

4. Almarhum Bapak Dr. Jusuf Jafarsidik dan Bapak Ir. Uhaedi Sutisna yang memberikan inspirasi kepada saya untuk mendalami bidang tumbuhan obat dan etnobotani.

5. Dra. Titi Kalima, M.Si. dan Dra. Marfuah Wardani, MP yang selama ini berbagi ilmu pengetahuan di bidang botani dan tumbuhan obat dan juga sebagai rekan berbagi dalam hal

Page 261: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Pentingnya Pengetahuan TentangPemanfaatan…(T. Setyawati)

259

teknis maupun non-teknis penelitian dan juga rekan teknisi yang setia membantu kegiatan di lapangan.

6. Rekan-rekan sesama peneliti yang telah memberikan semangat dan tukar pikiran sehingga memungkinkan saya untuk terus belajar dan berkarya.

Kiranya Tuhan YME berkenan memberikan balasan yang

setimpal kepada mereka. Akhir kata, atas perhatian Bapak-bapak dan Ibu-ibu sekalian, saya menyampaikan terima kasih yang tak terhingga. Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.

DAFTAR PUSTAKA Adisoemarto, S. dan M. A. Rifai (editor). 1994. Keanekaragaman

Hayati di Indonesia. Diterbitkan oleh Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup (KLH) dan Konsorsium untuk Pelestarian Hutan dan Alam Indonesia (KONPHALINDO). Jakarta.

Amzu, E dan Haryanto. 1991. Pelestarian Pemanfaatan Tumbuhan Obat di Indonesia. Dalam Proceeding “Pelestarian Pemanfaatan tumbuhan Obat dari Hutan Tropis Indonesia. Editor: Ervizal A.M. Zuhud. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, FAHUTAN, IPB bekerja sama dengan Yayasan Pembinaan Suaka Alam dan Margasatwa Indonesia (The Indonesian Wildlife Fund). Bogor 1991.

Anon. 2009. Jungle juice ‘bir’ tradisional Sumut. http://luxomagazine.com/index.php.

BAPPENAS. 1993. Biodiversity Action Plan for Indonesia. BAPPENAS. Jakarta.

BAPPENAS. 2003. Biodiversity Action Plan for Indonesia. BAPPENAS. Jakarta.

Balitbang Provinsi Kaltim, 2006. Identifikasi dan Penggabungan Fitofarmaka Tanaman Obat Unggulan Kalimantan Timur. Penelitian Balitbang Kaltim.

Bagian Botani Hutan, 1976. Daftar Nama Pohon-pohonan Jawa Barat. Lembaga Penelitian Hutan Bogor. Laporan No.219.

Esai Indonesia. 1986. Indeks Tumbuhan Obat Indonesia. PT. Esai Indonesia.

Page 262: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

260

Fansworth, N.R. 1988. Screening Plants for new Medicines. In: E.O Wilson and F.M Peter (Eds). Biodiversity. Washington DC, National Academy Press.

Hutton, W. 1997. Tropical Herbs and Spices of Indonesia. Periplus Edition (HK) Ltd. Singapore.

Indrawan, M., R. B. Primack dan J. Supriatna, 2007. Biologi Konservasi. Edisi Revisi. Yayasan Obor Indonesia.

Jafarsidik, Y.S. dan Soetarto, M. 1980. Jenis-jenis tumbuha obat di beberapa hutan di Jawa Timur dan Bali serta pemanfaatan dan pengembangannya. Laporan LPH No. 36. lembaga Penelitian Hutan Bogor. Bogor.

Mateo,N., W. Nader, dan G. Tamayo. 2001. Biosprospecting. Dalam S.A. Levin (Eds). Encyclopedia of Biodiversity. Vol.1. hal. 471-478. Academic Press. San Diego. CA.

Pasaribu, G. dan Setyawati, T. 2011. Aktifitas Antioksidan dan ekstrak kulita kayu raru (Cotylelobium sp.). (in press).

Rostiwati, T., Y. Heryati., I. Herdiansyah, dan E. Karlina. 2009. Kajian keberadaan tegakan Kilemo/Lemo (Litsea subeba L. Persoon) di Kawasan Hutan Gunung Patuha, Ciwidey, Jawa Barat. Dalam : Prosidng Seminar Mapeki 23-25 Juli 2009 di Bandung.

Setyawati, T dan G. Pasaribu. 2009. Eksplorasi jenis raru sebagai bahan baku obat diabetes di Sumatra Utara. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan. (tidak diterbitkan)

Setyawati, T. 2008. Brief Overview on Research of Medicinal Trees from Natural Tropical Rain Forests of Indonesia. Flora Malesiana Bulletin Vol. 18, 2008. Journal of Plant Taxonomy and Plant Geography. National Herbarium Nederland. In press.

Setyawati, T. 2008. Trees of medicinal uses in the Nature Reserve Forests of East Java, Indonesia. (in press for Proceeding of the 7th Flora Malesiana Conference, 2007, in Nederland)

Setyawati, T. 2008. Potency, Utilization and Management of Rare Plant Species in Indonesia (Potensi, Pemanfaatan dan Pengelolaan Flora Langka di Indonesia). Proceedings of

Page 263: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Pentingnya Pengetahuan TentangPemanfaatan…(T. Setyawati)

261

Research Results from Forestry Research Agency in Manokwari, 23-25 March 2008. Balai Penelitian Kehutanan Manokwari, Manokwari.

Setyawati, T and M, Bismark. 2002. Conservation Priority for Biodiversity in Indonesia (Prioritas Konservasi Keanekaragaman Hayati Tumbuhan di Indonesia). Buletin Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Vol.3 No.2. Ministry of Forestry (Departemen Kehutanan). Forest Research and Development Agency (Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan), Jakarta.

Setyawati, T. 2010. Pemanfaatan pohon berkhasiat obat di hutan cagar alam Gunung Picis dan Gunung Sigogor, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Jurnal Info Hutan.

Sastrapradja D.S., S. Adisoemarto, K. Kartawinata, S. Sastrapradja, dan M. A. Rifa’i, 1989. Keanekaragaman hayati untuk kelangsungan hidup bangsa. Puslitbang Bioteknologi-LIPI

Sumarna, Y. 2001. Kajian Investasi dan Promosi Industri Tumbuhan Obat Hutan. Badan Litbang Kehutanan, Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam, Bogor.

Sandra, E., dan Sjafril K. 1994. Tinjauan Permintaan Obat Hutan Tropika Indonesia. Pelestarian Pemanfaatan Keanekaragman Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia. Kerjasama Jurusan KSH Fakultas Kehutanan IPB dan Lembaga Alam Tropika Indonesia (LATIN) Bogor.

Soejarto, D.D. dan N.R Farnsworth. 1989. Tropical Rain Forest: Potential Source of New Drugs?. Perspective in Biology and Medicine, 32 (2):244-256.

Tjitrosoepomo, Gembong. 2005. Taksonomi tumbuhan obat-obatan. Gadjah Mada University Press.

Vietmeyer, N.D. 1992. Neem: A Tree for Solving Global Problem. Washington D.C: National Academy Press.

Waluyo, E.B., 1991. Perkembangan pemanfaatan tumbuhan obat di luar Pulau Jawa. Dalam Prosiding: Pelestarian Pemanfaatan Tumbuhan Obat di Indonesia. Dalam Proceeding “Pelestarian Pemanfaatan tumbuhan Obat dari

Page 264: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

262

Hutan Tropis Indonesia. Editor: Ervizal A.M. Zuhud. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, FAHUTAN, IPB bekerja sama dengan Yayasan Pembinaan Suaka Alam dan Margasatwa Indonesia (The Indonesian Wildlife Fund). Bogor. Indonesia.

Whitmore, T.C and IGM Tantra, 1986. Tree flora of Indonesia. Check list for Jawa. Pusat Litbang Hutan Bogor.

Widjayakusuma, H.M. 2000. Ensiklopedia Milenium Tumbuhan Berkhasiat Obat Indonesia. Prestasi Insan Indonesia, Jakarta.

Widjayakusuma, H, S. Dalimartha, dan A.S. Wirian. 1996. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia. Jilid IV. Pustaka Kartini. Jakarta.

Yuliani. E.L., Anggana dan Novasyurahati. 2008. Kekayaan Hutan Bukit Siktean. Dalam: Belajar dari Bungo-Mengelola Sumberdaya Alam di Era Desentralisasi. (editor): Adnan, H., Tajudin, D, Yuliani, E.L, Komarduin, H, Lopulalan, D, Siagian, Y.L dan D.W Munggoro. CIFOR. Bogor. Indonesia.

Page 265: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

263

PERSPEKTIF AGROFORESTRY DALAM KONSERVASI KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN

Ir. Sumarhani1

I. PENDAHULUAN

Bapak dan ibu serta hadirin yang saya hormati,

Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, memiliki berbagai fungsi dan peran sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia beserta mahluk lainnya. Bagi masyarakat sekitar hutan, hutan merupakan sumber penghidupan mereka. Sejak jaman dahulu, mereka telah memandang hutan sebagai sumberdaya alam dengan berbagai potensi antara lain merupakan sumber pangan, sandang, obat-obatan, energi, lingkungan dan sekaligus tempat tinggal mereka (Lahajir, 2001 ; Syalita, dkk. 2004). Hutan mampu melindungi nilai budaya, adat istiadat, dan nilai estetika serta dapat meredam gejolak sosial yang sering muncul di kalangan masyarakat (Garrity, 1984; Sumarhani, 2005).

Secara ekonomis, sejak tahun 1980-an sumberdaya hutan telah banyak memberi sumbangan peningkatan Produk Nasional Bruto (PNB) Indonesia yang cukup besar (Murniati, dkk. 2009). Secara ekologis, selain merupakan sumber plasma nutfah, hutan dikenal sebagai penyeimbang lingkungan yang dapat menjamin keberlangsungan fungsi ekosistem secara optimal (CBD, 2007; Partomihardjo, 2010). Dalam hal perubahan iklim global, hutan dikenal mampu memproduksi oksigen (O2) dan menjerap karbon dioksida (CO2) yang cukup besar sehingga sangat berperan dalam pengendalian atau mitigasi perubahan iklim. Handadari (2010) dan Sundawati (2009), menyebutkan rata-rata potensi carbon di dalam hutan campuran umur 20-25 tahun sebesar 50 ton C/ha dan kandungan carbon dalam tanah sebesar 5-15 ton C/ha . Perbedaan kandungan karbon dalam hutan yang lebih besar dibanding dengan kandungan karbon dalam tanah, menjadikan hutan sebagai salah satu pusat perhatian dunia untuk mengatasi dampak perubahan iklim global.

Terkait dengan faktor lingkungan hidup, hutan berperan sebagai pengatur tata air (hidrologi) dan penghasil oksigen yang

1 Peneliti Madya Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi

Page 266: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

264

sangat potensial bagi mahluk hidup. Dilaporkan bahwa dalam satu hektar ekosistem hutan dapat dihasilkan 20 kg oksigen per jam. Secara umum jika dalam satu hektar terdapat 300 – 400 pohon, berarti setiap pohon hanya mampu menghasilkan oksigen sebanyak 0,07 kg per jam. Rata-rata setiap orang dalam hidupnya membutuhkan oksigen sebanyak 0,04 kg per jam. Dengan demikian dapat diartikan bahwa setiap pohon hanya mampu menghasilkan oksigen untuk memenuhi kebutuhan hidup 2-3 orang saja. Memperhatikan peran dan fungsi hutan yang cukup penting tersebut sudah selayaknya hutan harus dijaga kelestariannya.

Indonesia mempunyai kawasan hutan tropis yang sangat luas, mencapai 120,35 juta ha atau sekitar 68% dari total luas wilayah daratan (Badan Planologi- Kementrian Kehutanan, 2006). Namun demikian, hampir semua kondisi kawasan hutan lindung dan hutan produksi serta sebagian kawasan hutan konservasi telah mengalami kerusakan yang cukup berat. Laju kerusakan hutan di Indonesia selama periode 1985-1997 sebesar 1,8 juta ha per tahun, periode 1997-2000 sebesar 2,84 juta ha per tahun dan periode 2000-2005 mencapai 1,08 juta ha per tahun. Lebih lanjut disebutkan bahwa kerusakan hutan sampai tahun 2000 mencapai lebih dari 59 juta ha, termasuk di dalamnya 4,69 juta ha kawasan hutan konservasi (Badan Planologi-Kementrian Kehutanan, 2006). Penyebab utama terjadinya kerusakan hutan dan lahan adalah penebangan liar, kebakaran hutan, konversi kawasan hutan, perluasan lahan pertanian yang tidak terencana, reformasi politik dan kesenjangan sosial (Murniati, 2009; Sumarhani, 2009). Kerusakan hutan tersebut tidak saja menyebabkan menurunnya pasokan kayu yang sangat dibutuhkan untuk industri kehutanan, melainkan juga merosotnya kemampuan ekosistem hutan dalam menyediakan jasa lingkungan yang akhir-akhir ini jauh lebih dibutuhkan. Ekosistem hutan menjadi sangat penting sebagai sumberdaya alam terbarukan yang merupakan aset bagi pembangunan dan kemakmuran bangsa .

Bapak dan ibu serta hadirin yang saya hormati,

Manusia pada hakekatnya merupakan aktor utama yang menyebabkan perubahan eksistensi sumberdaya alam hutan. Agar kerusakan hutan yang terjadi tidak semakin parah serta mempertahankan peran hutan sesuai dengan fungsinya, maka upaya rehabilitasi atau restorasi kawasan hutan terdegradasi hendaklah dilakukan dengan sesegera mungkin. Rehabilitasi atau restorasi kawasan hutan bukan hanya sekedar menanam pohon tetapi juga harus memperhatikan aspek ekologi, ekonomi dan

Page 267: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Perspektif Agroforestry dalam Konservasi…(Sumarhani)

265

sosial serta budaya masyarakat setempat. Hal ini dikarenakan banyak masyarakat yang tinggal disekitar hutan dengan pemilikan lahan yang sempit (< 0,25 ha) dan hidupnya tergantung akan keberadaan hutan sekitarnya (Sri Suharti dan Sumarhani, 2003; Sumarhani dan Sri Suharti, 2007; Sumarhani, 1997; Sumarhani 1997; Sumarhani, 2000). Berbagai program rehabilitasi dan restorasi yang telah dilakukan pemerintah dalam upaya peningkatan produktivitas lahan dan kesejahteraan masyarakat disekitar hutan, diantaranya program Hutan Kemasyarakatan (HKm), Masyarakat Desa Hutan, Hutan Tanaman Rakyat semuanya dikembangkan dengan praktek agroforestry.

Praktek agroforestry yang dikembangkan dalam pengelolaan hutan bersama masyarakat sesungguhnya telah berkembang lama di masyarakat seperti praktek tumpangsari (Sumarhani, 1999; Sumarhani, 2005; Sumarhani, 2006, Sumarhani, 2007). Sistem tersebut merupakan pengetahuan empirik yang dihimpun dalam kurun waktu yang panjang akibat dari ketergantungan masyarakat terhadap hutan (Gintings et al., 2003; Michon and de Foresta, 1995). Agroforestry yang dikembangkan masyarakat petani melalui program pengelolaan hutan bersama masyarakat di kawasan hutan lindung di RPH Banjar Sari, KPH Ciamis memberikan pendapatan bersih dari kapulaga sebesar Rp 600.000,-/th/ha, vanili Rp 7.275.575,-/th/ha, dan prediksi hasil panen sengon sebesar.Rp 1.767.857,-/th/0,25ha (Sumarhani, 2005). Demikian halnya di KPH Sumedang, masyarakat Desa Narimbang, Kecamatan Narimbang, Kabupaten Sumedang, menghasilkan nilam dari panen pertama umur 6 bulan sebanyak 5-10 ton/ha dengan pendapatan kotor Rp 3.000.000,- sampai Rp 6.000.000,/th/ha (Sumarhani, 2009). Secara ekologis, penanaman dengan model agroforestry berfungsi sebagai hutan karena memiliki tajuk yang multistrata dari perpaduan jenis tanaman berupa pohon, perdu dan herba. Penanaman multistrata memungkinkan pemilihan jenis tanaman langka atau tanaman endemik untuk dibudidayakan kembali. Hal ini bermanfaat sebagai konservasi dan pelestarian plasma nutfah (Primark et al. 1998). Seperti pelalar/kelalar atau dikenal juga dengan sebutan keruing pantai merupakan pohon kerabat dekat meranti endemik Nusakambangan telah terancam punah akibat penebangan liar. Tercatat hanya sebanyak 4 pohon berdiameter 10,0 - 18,1 cm atau rata-rata 13,15 cm dan kerapatan 3 pohon per ha (Sumarhani dan Partomihardjo, 2011; Partomihardjo dan Sumarhani, 2011). Perlindungan terhadap populasi dan habitat alam pelalar perlu ditingkatkan guna menjaga kelangsungan hidupnya. Pelestarian ex-situ melalui sistem agroforesty diharapkan dapat melestarikan jenis yang terancam punah ini.

Page 268: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

266

II. KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN DAN POTENSINYA SAAT INI

Bapak dan ibu serta hadirin yang saya hormati,

Keanekaragaman hayati merupakan seluruh bentuk kehidupan di bumi beserta interaksi diantara mereka dan antara mereka dengan lingkungannya. Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di daerah tropik terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudera (Pasifik dan Hindia) memiliki keanekaragaman hayati yang amat kaya dan khas. Indonesia dinilai merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat keaneka ragamanan hayati dan tingkat endemisme (jumlah organisme hidup yang hanya terdapat di suatu kawasan tertentu) tertinggi di dunia (Goltenboth et al., 2006).

Walaupun Indonesia menduduki peringkat lima besar keanekaragaman tumbuhan, namun menduduki posisi penting dalam peta keanekaragaman hayati dunia, karena termasuk dalam sepuluh negara yang kekayaan keanekaragaman hayatinya tertinggi atau dikenal sebagai salah satu megadiversity country (IBSAB, 2003; Indriyanto, 2008) Keunikan dan tingginya keanekaragaman hayati tidak terlepas dari keadaan iklim, sejarah geologi, bentuk pulau, unit biogeografi dan jumlah ekosistem. Indonesia yang terletak di daerah tropik yang iklimnya stabil sepanjang tahun menyebabkan terbentuknya mikro ekosistem dan relung yang lebih banyak dibanding dengan bioma lainnya (Sastrapraja dkk. 1989). Pulau di Indonesia bervariasi dari yang sempit sampai yang luas, dari dataran rendah sampai berbukit bahkan pegunungan tinggi, sehingga mampu menunjang kehidupan flora, fauna dan mikroba yang beranekaragam. Demikian pula dengan sejarah geologi yang mengakibatkan terbentuknya lebih banyak biogeografi.

Keanekaragaman hayati yang jumlahnya cukup tinggi merupakan anugrah terbesar bagi umat manusia, setelah diketahui potensinya dan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup. Keanekaragaman gen, merupakan modal dasar untuk melakukan rekayasa genetika dan hibridisasi untuk mendapatkan bibit unggul yang diharapkan (Newman et al., 1999)). Keanekaragaman jenis, yang dapat menuntun kita untuk mencari alternatif dari bahan pangan, sandang, dan papan serta obat-obatan. Sebagai sumber ilmu pengetahuan dan teknologi dapat membangkitkan nuansa keindahan yang merefleksikan penciptanya. Sebagai spesies-spesies asli yang telah berhasil dibudidayakan untuk menjamin kebutuhan pangan seperti padi, jagung, pisang, kacang-kacangandan lain sebaginya. Untuk

Page 269: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Perspektif Agroforestry dalam Konservasi…(Sumarhani)

267

kesehatan adalah rempah-rempah dan untuk bahan bangunan adalah bambu dan aneka kayu. Sebagai pendapatan pemerintah diperoleh melalui pajak dan devisa negara dari ekspor coklat, kopi, tembakau, karet dan lain-lain. Disamping yang telah dibudidayakan, banyak spesies yang telah dimanfaatkan meskipun masih hidup liar di hutan-hutan. Tumbuhan obat seperti pasak bumi ,kepuh, kedawung, dan temu hitam di panen dari populasi alami. Hutan kitapun dihuni oleh kerabat liar tanaman hutan seperti durian hutan, rambutan hutan, tengkawang, rotan, jelutung, gaharu, getah damar mata kucing, dan masih banyak yang lain yang merupakan pendapatan negara dan sebagai mata pencaharian masyarakat khususnya yang tinggal di sekitar hutan.

Namun demikian, seiring dengan pertambahan penduduk pemanfaatan keanekaragaman tumbuhan terus meningkat. Kondisi demikian mendorong tingkat keterancaman dan kepunahan spesies juga tinggi. Data tentang keterancaman dan kepunahan spesies lebih sulit diperoleh ketimbang data tentang kerusakan ekosistem. Terjadinya kebakaran hutan yang berulang kali, eksplotasi hutan yang tidak mengikuti aturan pemanen, perambahan hutan kesemuanya mengakibatkan degradasi keanekaragaman tumbuhan. . Hilangnya vegetasi tutupan hutan mengakibatkan hilangnya keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah (Simbolon, H. 2000; Sukara, 2002). Di Kalimantan dengan hutan Dipterocarpaceae nya, dikenal memiliki jumlah spesies dipterokarpa yang cukup tinggi (267 spesies) namun sementara ini spesies yang dimanfaat dan mempunyai nilai ekonomi tinggi hanya belasan saja. Spesies lain kemungkinan punah atau hilang sebelum di panen karena pengaruh saat pemanen apalagi tumbuhan ini dikenal memerlukan waktu sangat lama dan sulit untuk regenerasinya (Newman et al., 199).

Para hadirin yang saya hormati,

Sebagian besar pembangunan di Indonesia selama ini mengandalkan sumberdaya hayati, yang sangat bergantung pada keberadaan, potensi dan kelestarian keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati yang merupakan aset bagi pembangunan dan kemakmuran bangsa pada kenyataan, mengelola aset “hidup” tidaklah muda, bahkan dalam memanfaatkannya keanekaragaman hayatipun belum optimal. Ironisnya negara yang memiliki potensi kekayaan alam yang luar biasa, baik flora, fauna maupun mikroba yang sebagian diantaranya bersifat endemik, kondisi keanekaragaman hayatinya sangat memprihatinkan terancam punah (Sastrapradja dkk. 1989).

Page 270: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

268

Di satu sisi, dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia berpotensi menjadi gudang pangan dunia, sumber bahan baku obat, tujuan wisata dan paru-paru bagi dunia. Namun disisi lain, dimata internasional Indonesia dianggap kurang serius dalam menangani kelestarian sumberdaya hayati. Anggapan ini rasanya tidak berlebihan karena terbukti emas hijau yang terhampar di hutan-hutan di wilayah republik ini dari waktu ke waktu jumlahnya makin menurun dengan laju yang semakin cepat, beberapa jenis dan varietas mulai langka bahkan ada yang telah punah sama sekali.

Kehidupan manusia sangat bergantung kepada sumberdaya hayati sebagai sumber bahan pangan, sandang, papan dan bahan penunjang pengembangan industri. Peningkatan jumlah, jenis maupun kualitas kebutuhan manusia mendorong upaya pemanfaatan sumberdaya hayati secara terus menerus, oleh karena itu kekayaan tersebut harus diamankan (Sukara, 2002). Dalam pengamanannya dituntut perubahan sikap dari defensif yaitu melindungi alam dari pengaruh pembangunan menjadi upaya offensif untuk memenuhi kebutuhan akan sumberdaya hayati sekaligus mempertahankannya untuk kehidupan dimasa yang akan datang (Anonim, 2002).

Para hadirin yan saya hormati,

Saat ini Indonesia sedang menjalankan pembangunan disegala sektor secara berkelanjutan demi kemakmuran rakyatnya. Salah satunya melalui pemanfaatan keanekaragaman hayati secara lestari. Pengelolaan sumberdaya hayati termasuk sumberdaya genetika yang ada di dalamnya menjadi tanggung jawab bersama para pihak pengambil keputusan, lembaga riset, perguruan tinggi maupun para intelektual. Dalam kegiatan ini masyarakat juga perlu dilibatkan agar mereka menyadari ketergantungan hidupnya kepada kekayaan biota tersebut (Sumarhani, 2006). Dengan mengetahui potensi dan manfaatnya diharapkan penghargaan terhadap sumberdaya hayati dan keanekaragaman genetikanya semakin meningkat sehingga tingkat kerusakan yang terjadi dapat ditekan seminimal mungkin (Sumarhani, 2003;Sumarhani, 2009).

Hutan sebagai salah satu sumberdaya alam hayati saat ini juga telah mengalami degradasi. Dengan alasan mengejar pertumbuhan ekonomi, hutan telah dieksploitasi besar-besaran yang tidak lagi memperhatikan fungsi ekologi dan sosial. Akibatnya berbagai bencana yang terkait langsung dengan menurunnya kuantitas dan kualitas hutan menjadi makin sering terjadi. Kegiatan membuka hutan untuk lahan pertanian, serta menebang

Page 271: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Perspektif Agroforestry dalam Konservasi…(Sumarhani)

269

kayu secara berlebihan, berburu melampaui batas daya dukung lingkungan dan spesies, maupun memanfaatkan spesies secara berlebihan tanpa melakukan rehabilitasi akan mengurangi tingkat keanekaragaman hayati di suatu kawasan. Penurunan keanekaragaman hayati yang sangat tajam akibat aktivitas manusia akhir-akhir ini telah sangat mengkhawatirkan karena berdampak pada tatanan perubahan iklim global (global change) (WRI, 1995 ; W. Christine., 2009). Punahnya keanekaragaman hayati yang meliputi berbagai tingkatan baik genetika, jenis maupun ekosistem, telah menyebabkan semakin rapuhnya habitat planet bumi ini baik dari sisi ekonomi maupun lingkungan.

Berkenaan dengan pentingnya peran keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber pendapatan petani dan kelestarian lingkungan, maka pada kesempatan ini disampaikan peran sistem agroforestry dalam penyelamatan keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah. Selanjutnya sistem Agroforestry diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pembangunan berkelanjutan.

III. UPAYA KONSERVASI KEANEKARAGAMAN

TUMBUHAN

Bapak dan ibu serta hadirin yang saya hormati,

Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya merupakan salah satu peraturan dalam pemanfaatan sumberdaya alam. Undang-undang ini antara lain mengatur tentang pengelolaan sumberdaya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Kesadaran tentang makna penting dan keterancaman keanekaragaman hayati sudah mendunia. Hal ini salah satunya tercermin dari pengesahan Konvensi PBB mengenai Keanekaragaman Hayati tahun 1992. Kemudian dilanjutkan dengan Konvensi Tingkat Tinggi (KTT) Pembangunan dan Lingkungan atau dikenal dengan KTT Bumi. Indonesia meratifikasinya melalui Undang-undang No 5 Tahun 1994 tentang pengesahan United Nation Convention on Biological Diversity.

Konservasi diartikan sebagai suatu usaha pengelolaan yang dilakukan oleh manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam sehingga dapat menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya secara berkelanjutan untuk generasi manusia saat ini, serta tetap memelihara potensinya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan

Page 272: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

270

dan aspirasi-aspirasi generasi generasi yang akan datang. Strategi yang digunakan untuk melakukan konservasi yaitu:

a. Perlindungan sistem penyangga kehidupan b. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan beserta

ekosistemnya c. Pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan

ekosistemnya.

Pengertian tersebut juga menekankan bahwa konservasi tidak bertentangan dengan pemanfaatan aneka ragam varietas, jenis dan ekosistem untuk kepentingan manusia secara maksimal selama pemanfaatan tersebut dilakukan secara berkelanjutan. Dalam praktek di lapangan, kerap kali masih ditemukan pengertian dan persepsi tentang konservasi yang keliru, yaitu seolah-olah konservasi melarang total pemanfataan sumberdaya alam. Berlandaskan pada pengertian tersebut seakan-akan masyarakat, khususnya penduduk setempat yang bermukim di sekitar kawasan konservasi dilarang keras untuk dapat menikmati berbagai manfaat yang diberikan oleh lingkungan sekitarnya. Penduduk dipisahkan dengan lingkungannya secara paksa, padahal mereka secara turun-temurun telah lama tinggal di wilayahnya.

Menurut ”Strategi Konservasi Sedunia” (World Conservation Strategy), tujuan utama konservasi ada tiga, yaitu: (a) memelihara proses ekologi yang esensial dan sistem pendukung kehidupan, (b) mempertahankan keanekaan genetis , dan (c) menjamin pemanfaatan jenis (spesies) dan ekosistem secara berkelanjutan. Dari uraian mengenai tujuan konservasi tersebut, kita tahu bahwa tidak ada larangan bagi manusia untuk memanfaatkan varitas, jenis, dan ekosistem yang ada di sekitarnya. Dan bila dilihat dari sejarah perkembangan peradaban manusia di muka bumi, sesungguhnya manusia tidak pernah lepas dari aspek pemanfaatan dan pengelolaan keanekaragam jenis dan ekosistem di lingkungan sekitarnya. Seperti pengelolaan lahan dengan sistem agroforestry yang dilakukan oleh masyarakat Baduy tergolong masih baik dengan populasi 264 spesies. (Syalita dkk., 2004). Upaya pelestarian keanekaragaman tumbuhan dapat dilakukan melalui berbagi metode. Berikut upaya konservasi keanekaragaman tumbuhan yang dilakukan.

Bapak, ibu dan hadirin yang terhormat,

Page 273: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Perspektif Agroforestry dalam Konservasi…(Sumarhani)

271

a) Konservasi Insitu, yaitu metode untuk melindungi spesies, variasi genetik dan habitat dalam ekosistem aslinya. Pendekatan insitu meliputi penetapan dan pengelolaan kawasan lindung seperti: cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional, taman wisata alam, hutan lindung, sempadan sungai, kawasan plasma nutfah dan kawasan bergambut (Sumarhani, 1997). Dalam prakteknya, pendekatan insitu juga termasuk pengelolaan satwa liar dan strategi perlindungan sumberdaya di luar kawasan lindung (Sumarhani, 2011). Di bidang kehutanan dan pertanian, pendekatan insitu juga digunakan untuk melindungi keanekaragaman genetik tanaman di habitat aslinya serta penetapan spesies dilindungi tanpa menspesifikasikan habitatnya (Sumarhani, 2011).

b) Konservasi Eksitu, yaitu metode untuk melindungi spesies tanaman, satwa liar dan organisme mikro serta varietas genetik di luar habitat/ekosistem aslinya. Kegiatan yang umum dilakukan antara lain penangkaran, penyimpanan atau pengklonan karena alasan: (1) habitat mengalami kerusakan akibat konversi; (2) materi tersebut dapat digunakan untuk penelitian, percobaan, pengembangan produk baru atau pendidikan lingkungan. Dalam metode tersebut termasuk: pembangunan kebun raya, koleksi mikologi, museum, bank biji, koleksi kultur jaringan dan kebun binatang. Mengingat bahwa organisme dikelola dalam lingkungan buatan, metode eksitu mengisolasi spesies dari proses-proses evolusi (Sumarhani, 1998; Sumarhani, 2006).

c) Restorasi dan Rehabilitasi, untuk membangun kembali spesies, varietas genetik, komunitas, populasi, habitat dan proses-proses ekologis. Restorasi ekologis biasanya melibatkan upaya rekonstruksi ekosistem alami atau semi alami di daerah-daerah yang mengalami degradasi, termasuk reintroduksi spesies asli, sedangkan rehabilitasi melibatkan upaya untuk memperbaiki proses-proses ekosistem, misalnya Daerah Aliran Sungai, tetapi tidak diikuti dengan pemulihan ekosistem dan keberadaan spesies asli (2010).

d) Pengelolaan Lansekap Terpadu, meliputi alat dan strategi di bidang kehutanan, perikanan, pertanian, pengelolaan satwa liar dan pariwisata untuk menyatukan unsur perlindungan, pemanfaatan lestari serta kriteria pemerataan dalam tujuan dan praktek pengelolaan. Mengingat bahwa tataguna lahan tersebut mendominasi keseluruhan bentuk lansekap, baik pedalaman maupun wilayah pesisir, reinvestasi untuk

Page 274: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

272

pengelolaan keanekaragaman hayati memiliki peluang besar untuk dapat diperoleh.

e) Formulasi Kebijakan dan Kelembagaan, meliputi metode yang membatasi penggunaan sumberdaya lahan melalui zonasi, pemberian insentif dan pajak untuk menekan praktek penggunaan lahan yang secara potensial dapat merusak; mengaturan kepemilikan lahan yang mendukung pengurusannya secara lestari; serta menetapkan kebijakan pengaturan kepentingan swasta dan masyarakat yang menguntungkan bagi konservasi keanekaragaman hayati.

f) Pendekatan budaya dan kearifan tradisional, aspek penting dalam kearifan budaya adalah bahasa. Bahasa yang dikembangkan kelompok budaya tertentu memuat pengetahuan biologis dan ekologis tentang pemanfaatan dan pengelolaan tumbuhan (Khonpalindo, 1993)

Keanekaragaman hayati disadari memiliki peran yang

penting dalam mempertahankan stabilitas pengembangan domestik keanekaan ekosistem. Keanekaragaman hayati memberikan manfaat sosial dan ekonomi yang tidak ternilai harganya. Oleh karena itu untuk mempertahankan atau menyelamatkan keberadaan keanekaragaman hayati, melalui upaya konservasi yang di dalamnya termasuk pemanfaatan secara berkelanjutan. Implementasi konservasi keanekaragaman hayati dapat dituangkan dalam konsep Agroforestry. Hal ini mengingat keanekaragaman hayati sangat penting bagi strategi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

IV. APA dan MENGAPA AGROFORESTRY?

Bapak dan ibu serta hadirin yang saya hormati,

Agroforestry atau yang lebih dikenal dengan wanatani, merupakan konsep pengelolaan lahan yang dapat mempertahankan dan meningkatkan produktivitas lahan melalui percampuran antara kegiatan kehutanan dengan pertanian secara bersama-sama atau bergilir sesuai dengan pola budidaya setempat seperti pekarangan, kebun dan hutan rakyat (Huxley, P. 1999; Hubert dan A. Kusworo. 1999. Sistem agroforestry ini dicirikan oleh keberadaan pohon dan tanaman semusim dalam ruang dan waktu yang sama (Harun A. dkk.2005, Sumarhani dan Sri Suharti 2007) Beberapa sistem agroforestry yang telah dipraktekkan oleh masyarakat di wilayah Indonesia sejak dahulu dengan pengelolaan melalui kearifan lokal yaitu agroforestry damar di Lampung Barat, agroforestry tembawang di Kalimantan

Page 275: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Perspektif Agroforestry dalam Konservasi…(Sumarhani)

273

Barat dan agroforestry Lembo di Kalimantan Timur (Murniati dan Sumarhani,2011). Lebih lanjut dilaporkan, bahwa kebun hutan tradisional tembawang di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat memiliki sekitar 90 jenis pohon/ha, kebun karet campuran (rubber agroforestry system) memiliki 36 jenis pohon/ha dan kebun pekarangan memiliki 27 jenis pohon/ha. Kebun hutan tradisional yang dikembangkan oleh suku dayak di Kalimantan Timur memiliki sekitar 400 individu pohon /ha dan pekarangan memiliki sekitar 300 individu pohon/ha (diameter > 30 cm). Sistem kebun karet campuran ini memperlihatkan bahwa pentingnya jenis-jenis lain selain karet untuk dipertahankan sebagai sumber plasma nutfah .

Pengembangan sistem agroforestry dapat menghasilkan produk berupa tanaman pangan, buah-buahan, sayuran, pakan ternak, kayu bakar, kayu pertukanangan dan hasil hutan lainnya berupa non kayu. Pola tanam dengan sistem agroforestry di daerah kering paling banyak diminati oleh masyarakat, karena bisa menghasilkan panen harian, mingguan, bulanan dan tahunan (jangka panjang). Bahkan saat ini sistem agroforestry banyak dikembangkan di lahan-lahan hutan yang berdekatan dengan pemukinan, dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melaui budidaya tanaman pertanian atau perkebunan disamping mengembangkan tanaman hutan. Tumpangsari antara tanaman pokok hutan khaya (Khaya anthoteca) dengan padi, jagung dan bengkuang memberikan pendapatan petani yang cukup baik sebesar Rp 3.368.000,-/ha/th dibanding dengan kombinasi tanaman khaya dengan bengkuang hanya sebesar Rp 2.968.000,-/ha/th (Sumarhani, 2006). Demikian halnya dengan tanaman nilam umur satu tahun yang dikembangkan secara sistem agroforestry di bawah tegakan pinus, petani dapat menghasilkan sebesar Rp 12.000.000,-/ha/th dari 20 ton/ha daun nilam basah.

Memperhatikan populasi, keragaman jenis pohon dan manfaat dari sistem agroforestry, maka dapat dikatakan Agroforestry mempunyai peran yang cukup penting dalam aspek sosial, ekonomi dan ekologi. Pentingnya sistem Agroforestry dalam fungsi ekologi (Huxley. 1999):

(1) karena vegetasi penyusunnya beragam dari berbagai jenis, umur, ukuran pohon sehingga perkembangan struktur vegetasi dalam bentuk mosaik menyerupai hutan alam. Hal ini akan menurunkan laju evapotranspirasi, intersepsi dan menjaga iklim mikro, sehingga mampu mengoptimalkan fungsi ekosistem.

(2) dengan perakaran yang kuat dari vegetasi pohon, sistem agroforestry dapat menjaga stabilitas agregat tanah.

Page 276: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

274

(3) sementara tanaman semusim yang ditanam diantara tanaman pohon dapat menurunkan energi kinetik hujan.yang langsung, sehingga dapat mengurangi laju erosi dan meningkatkan infiltrasi tanah.

Fungsi ekologi yang lain dari sistem agroforestry memiliki potensi yang tinggi dalam penyerapan carbon (C) dari atmosfer. Demplot agroforestry dengan tanaman pokok kedawung, trembesi, pakem, dan kemiri, memberikan potensi mitigasi sebesar 268 ton C/ha dan net present value (NPV) sebesar 2.458 US $/ha atau 9,2 US$/ton C (Wulandari Christine, 2009). Selanjutnya dengan menambahkan tanaman buah seperti : mangga, durian dan rambutan, potensi mitigasi meningkat menjadi 311 ton C/ha dan net present value (NPV) sebesar 3.346 US $/ha atau 10,8 US$/ton C.

Secara sosial, agroforestry mampu memberikan lapangan pekerjaan, memberikan variasi hasil tanaman sehingga dapat memperkuat sistem ketahanan pangan lokal masyarakat (Sumarhani dan Sri Suharti, 2007)

Agroforestry adalah suatu konsep bagaimana kita memanfaatkan lahan dan ruang dengan tanaman multistrata sehingga tidak ada sejengkal tanahpun yang sia-sia. Tidak hanya dengan tanaman tetapi juga dapat dipadukan dengan peternakan (silvopastural) maupun dengan perikanan (silvofishery). Pola empangparit dikembangkan dikawasan hutan mangrove dengan tujuan untuk melestarikan kawasan hutan mangrove dan memberikan pendapatan petani empang (Sumarhani, 2011 ).

V. HUBUNGAN AGROFORESTRY DENGAN

KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN

Bapak dan ibu serta hadirin yang saya hormati,

Agroforestry semakin diakui sebagai pola pendekatan pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan, menggabungkan tujuan perlindungan, pertanian, perikanan dan atau dengan peternakan dan pembangunan. Diantara manfaat ini ada kontribusinya dalam konservasi keanekaragaman tumbuhan asli. Meskipun perlindungan habitat alami tetap menjadi tanggungan trategi konservasi keanekaragaman hayati, setidaknya agroforestry mendukung peran tersebut.

Penanaman multistrata pada sistem agroforestry memungkinkan pemilihan jenis tanaman langka atau tanaman endemik untuk dibudidayakan kembali (Sumarhani, 2011; Widianto et. al. 2003). Hal ini sangat penting bagi pelestarian keaneka

Page 277: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Perspektif Agroforestry dalam Konservasi…(Sumarhani)

275

ragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah. Jenis tanaman dan pola tanam memberikan ruang hidup sebagai mikro habitat berbagai jenis hidupan liar. Seperti kupu-kupu yang memerlukan tanaman spesifik sebagai inang. Beberapa jenis tanaman berbunga mampu mengundang hadirnya bermacam jenis serangga dan burung. Jenis tanaman berbuah memberikan cadangan pangan bagi burung dan mamalia herbivora. Peningkatan produksi seresah mampu meningkatkan kesuburan tanah dan memperkaya jenis serangga tanah. Upaya mempercepat pertumbuhan dapat dilakukan melalui pemberian pupuk kandang dan pembuatan kompos (Sumarhani, 1997; Sumarhani, 1998).

Para hadirin yang terhormat,

Agroforestry menjaga stabilitas produksi material dari jenis produsen untuk mendukung rantai makanan dalam keseimbangan sistem ekologi. Rantai makanan yang baik tentu mendukung daur energi dan material yang ideal pula. Dengan demikian sistem Agroforestry akan mampu menjaga keseimbangan ekosistem. Melalui berbagai manfaat yang dapat diambil dari penerapan agroforestry tersebut, menempatkan konsep ini layak untuk dicoba sebagai konsep alternatif pengelolaan daerah aliran sungai (DAS), khususnya bagian hulu dengan sistem pengelolaan terpadu dan melibatkan stakeholder .

Agroforestry yang dikembang oleh masyarakat dibedakan menjadi agroforestry sederhana dan kompleks (Sumarhani, 2007).

A. Sistim agroforestry sederhana : pohon dan tanaman pangan Yang dimaksud dengan sistem agroforestry sederhana adalah perpaduan antara tanaman pohon yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dengan tanaman semusim. Bentuk pola tanaman yang sederhana ini biasa disebut tumpangsari dan dikembangkan di lahan hutan. Di Jawa, tumpangsari dikembangkan di lahan Perum Perhutani, dengan tujuan untuk memberi lahan garapan kepada petani yang tinggal di sekitar hutan melalui budidaya tanaman semusim (padi, palawija).(40, 42, 44, 54, 55) Sedangkan di luar Jawa, karena kawasan hutan dikelola oleh Hak Pengusahaan Hutan, maka bentuk pengelolaannya, selain tumpangsari juga dikembangkan melalui program hutan kemasyarakatan (16).

B. Sistem agroforestry komplek : hutan dan kebun

Page 278: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

276

Sistem agroforestry kompleks atau singkatnya ”agroforest” adalah sistim penanaman yang mencakup sejumlah besar komponen pepohonan, perdu, tanaman semusim, dan atau rumput. Penampakan fisik dan dinamika di dalamnya mirip dengan ekosistem hutan alam primer maupun sekunder (9). Dari sudut pandang pelestarian lingkungan, kemiripan struktur dan penampilan fisik Agroforests dengan hutan alam merupakan suatu keunggulan. Seperti halnya pada sistim-sistim Agroforestry sederhana, sumberdaya air dan tanah selalu terpelihara. Tetapi lebih dari itu, pada Agroforestry komplek sejumlah besar keanekaragaman flora dan fauna asal hutan alam tetap terpelihara. Beberapa kebun agroforest di wilayah Indonesia yang sudah menjadi hutan yaitu sistem tembawang di Kalimantan Barat yang memadukan pohon tengkawang dengan pohon-pohon penghasil buah dan hasil hutan lainnya. Sistem lembo yakni agroforest di Kalimantan Timur dengan mengembangkan tanaman buah-buahan. Inilah ciri khas agroforest yang membedakannya dari sistim pertanian dan agroforestry lainnya (Murniati et al., 2001)

VI. KESIMPULAN

Bapak dan ibu serta hadirin yang saya hormati,

Keunikan dan tingginya keanekaragaman hayati tidak terlepas dari keadaan iklim, sejarah geologi, bentuk pulau, unit biogeografi dan jumlah ekosistem. Semakin tinggi keanekaragaman ekosistem, semakin tinggi pula keanekaragaman hayati yang ada. Kawasan yang mempunyai keanekaan ekosistem yang tinggi, biasanya juga mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi dengan variasi genetis yang tinggi pula. Selanjutnya keanekaragaman hayati ini perlu dilestarikan karena di dalamnya terdapat sejumlah spesies asli sebagai bahan mentah perakitan varietas-varietas unggul.

Upaya pelestarian keanekaragaman tumbuhan dapat dilakukan melalui konservasi in-situ dan ex-situ. Sistim agroforestry kompleks atau agroforests mempunyai keunggulan mirip dengan ekosistem hutan alam primer dan sekunder. Dengan demikian pengelolaan keanekaragaman hayati dengan sistem agroforestry dapat dikembangkan di dalam dan di luar kawasan.

VII. PENUTUP

Page 279: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Perspektif Agroforestry dalam Konservasi…(Sumarhani)

277

Bapak dan ibu serta hadirin yang saya hormati,

Dalam penutup presentasi Karya Ilmiah ini saya ingin menyampaikan beberapa hal terkait masalah konservasi keanekaragaman tumbuhan sebagai sumber plasma nutfah guna menunjang pembangunan berkelanjutan. Kita tahu keanekaragaman tumbuhan telah menurun cepat sekali sebagai akibat dari eksplotasi ekosistem alam yang berlebihan. Gangguan terhadap ekosistem alami mengakibatkan kehilangan spesies yang berdampak besar terhadap penyediaan pangan, air dan lingkungan. Hanya dengan kesadaran, komitmen yang kuat dan keinginan serta kesediaan yang tulus dari kita semua untuk mengorbankan waktu, tenaga dan dana, upaya pelestarian keanekaragaman hayati akan membuahkan hasil yang berarti. Melalui implementasi konsep Agroforestry secara utuh harapan melestarikan keanekaragaman tumbuhan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat diharapkan dapat terwujud. Akhir kata, semua upaya itu perlu dan harus kita tempuh bersama demi keberlanjutan kehidupan yang sekarang maupun untuk generasi yang akan datang.

UCAPAN TERIMA KASIH Hadirin yang saya hormati,

Presentasi Karya Ilmiah ini merupakan sari perjalanan

dalam pemikiran dan tindakan yang telah saya lakukan dalam menekuni bidang Agroforestry dan Hutan Kemasyarakatan. Secara keseluruhan Karya Ilmiah ini merupakan rangkuman dari ilmu pengetahuan yang telah saya peroleh, pengalaman selama saya meniti karier peneliti di Puskonser. Berkenaan dengan tersusunnya Karya Ilmiah ini saya ingin menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua saya yang telah membesarkan, mengantar dan memberi semangat dan dorongan untuk berkarya dan berbuat yang terbaik,

2. Keluarga (suami dan anak-anak) yang dengan tabah dan sabar mendampingi saya dalam keadaan suka dan duka selama meniti karier.

3. Kepada para guru dan pendidik saya sejak dari SD, SMP, SMA hingga Pendidikan Tinggi, pelatih dan senior yang telah memberi dasar pengetahuan, ketrampilan dan tuntunan dan kesempatan guna meningkatkan prestasi kerja.

Page 280: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

278

4. Kepada jajaran pimpinan Lingkup Kementrian Kehutanan, khususnya di Puskonser dari sejak saya mengawali sebagai tenaga honorer hingga sekarang, yang telah memberikan kesempatan pada saya untuk terus menuntut ilmu dan meniti karier.

5. Kepada rekan-rekan peneliti, khususnya Kelti Sosio Ekologi dan lainnya di lingkup Puskonser, yang telah banyak berjasa dalam berbagai hal selama saya bekerja,.

6. Kepada semua pihak yang tidak sempat saya sebut satu persatu, yang telah banyak membantu dan berjasa selama saya bekerja,

Dengan penuh rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada para hadirin atas kesediaan dan kesabarannya untuk mendengarkan dan menyimak Presentasi Karya Ilmiah yang saya sampaikan. Akhirnya ucapan terima kasih yang tulus juga saya sampaikan kepada seluruh panitia penyelenggara yang telah bekerja keras untuk membantu pelaksanaan acara ini. Kepada seluruh hadirin tidak lupa saya mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam penyampaian Presentasi Karya Ilmiah ini terdapat kekurangan dan kesalahan dalam bertutur dan bersikap.

Terima kasih

Wassalamu’alaikum wa rahmatullah wa barakatuh DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2002. Strategi Keanekaragaman Hayati Global. WRI.

IUCN. UNEP.

Badan Planologi Departemen Kehutanan. 2006. Statistik Kehutanan Indonesia Tahun 2006. BPS. Departemen kehutanan. Jakarta .

Convention of Biological Diversity (CBD), 2007. International Day for Biological Diversity, Biodiversity and Climate Change.

Garrity, D.P. 1984. Agroforestry and Sustained Productivity of Asia Humid Uplands p.225-234. In Bottema, J.W.T. and Stolz,D.R.eds. Uplands Agriculture in Asia. Bogor. CGRPRT. Centre.

Page 281: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Perspektif Agroforestry dalam Konservasi…(Sumarhani)

279

Gintings. A., Sri Suharti, Sumarhani. 2003. Indonesia’s Social Forestry Program Uses Agroforestry Techniques. APANews Asia-Pacific Agroforestry Newsletter No.21. March 2003.

Goltenboth F., K.H. Timotius, P.P Milan and J. Margraf.. 2006. Ecology of Insular Southeast Asia. The Indonesian Archipelago. Elvira Bulawan-Gorre. Leyte State University, Visca, Bayby, Leyte,nPhilippines.

Handadhari T. 2010. Pengendalian Emisi Karbon dan Pemanfaatan Hutan Kerakyatan. Hutan Kerakyatan Mengatasi Perubahan Iklim. Fakultas Kehutanan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Harun Alrasyid, Sumarhani dan Yeti H. 2005. Uji Coba Padi Gogo (Oryza sativa) Tahan Naungan Dengan Sistem Wanatani Di Bawah Tegakan Hutan Tanaman Jati (Tectona grandis) Di Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan Jampang Kulon, Jawa Barat. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Volume II Nomor 3 Tahun 2005.

Hubert de Foresta, G.G dan A. Kusworo. 1999 Agroforestry Kompleks. Prosiding Workshop Pengembangan Materi Pelatihan Agroforestry Untuk Penyuluh. Pusdiklat Kehutanan dan Perkebunan. Bogor.

Huxley, P. 1999. Tropical Agroforestry. Blackwell Science Ltd. Oxford.

IBSAP. 2003. Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia 2003 - 2020. Indonesia Biodiversity Strategy and Action Plan 2003-2020. BAPPENAS. Jakarta.

Indriyanto. 2008. Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Jakarta.

KONPHALINDO. 1993. Menuju Kepunahan Keragaman Dunia dan Umat Manusia. Jakarta.

Lahajir. 2001. Etnoekologi Perladangan Orang Dayak Tunjung Linggang. Kerjasama Yayasan Adikarya IKAPI dan The Ford Fondation

Michon, C.T. and de Foresta H. 1995. The Indonesia Agroforest Model. Forest Resource Management and Biodiversity Conservation. The Role of Traditional Agro Ecosystems. IUCN: P90-100 dalam Agroforest Khas Indonesia.

Murniati dan Sumarhani. 2011. Pengembangan Model-model Social Forestry. Social Forestry. Menuju Restorasi Pembangunan Kehutanan Berkelanjutan.. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. Bogor.

Page 282: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

280

Murniati, D.P. Garrity dan A. Ng Gintings. 2001. The Contribution of Agroforestry System to Reducing Farmer Dependence on the Resources of Adjacent National Park. Agroforestry System 52: 171- 184. Kluwer Academic. Netherland.

Murniati, Ani, A.N, Lukas, R. 2009. Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Indonesia: Pembelajaran Dari masa Lalu. Prosiding Seminar Nasional. Silvikultur Rehabilitasi Lahan: Pengembangan Strategi untuk Mengendalikan Tingginya Laju Degradasi Hutan. Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada

Murniati. 2009. Rehabilitasi Hutan Penelitian Carita Berbasis Pohon. Prosiding Seminar Nasional. Agroforestry Sebagai Pemanfaatan Lahan Berkelanjutan di Masa Depan. Lembaga Penelitian Universitas lampung.

Newman, M.E. Burgess, P.F. dan Whitmore, T.C. 1999. Seri Pedoman identifikasi Pohon-pohon Dipterocarpaceae (Sumatera, Kalimantan, Jawa sampai Niuguinea). Prosea Indonesia. Bogor.

Partomihardjo, T. 2010. Laboratorium Alam Kepulauan Krakatau: Dari Model Suksesi ke Restorasi Ekosistem Hutan Tropika. Makalah Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Ekologi dan Evolusi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Primack B. Richard, J. Supriatna,M. Indrawan dan P Kramadibrata. 1998. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia

Sastrapradja, D.S., S. Adisoemarto, K. Kartawinata, S. Sastrapradja dan M.A. Rifai. 1989. Keanekaragaman Hayati Untuk kelangsungan Hidup bangsa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi – LIPI. Bogor .

Simbolon. H. 2000. Forest and Land Fire in Indonesia: A Serious Threat to the Conservation of Biodiversity. In H. Shimizu: Global Environmental Research on Biological and Ecological Aspect. Vol.1. National Institutefor Environmental Studies, Environmental Agency of Japan 25-34 pp

Sri Suharti dan Sumarhani.2003. Cultivation of Shade Tolerant Paddy Under Teak (Tectona grandis) Stands in Taungya System: A Case Study in Jampang Kulon Forest District, West Java. Proceedings of “The First International Low Input Sustainable Agriculture (LISA) Seminar”. Department of Crop Science, Faculty of Agriculture, Padjadjaran University. Bandung

Sukara, E. 2002. Kondisi Sumberdaya Genetik, Potensi dan peran lembaga Riset dan perguruan Tinggi. Makalah Workshop

Page 283: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Perspektif Agroforestry dalam Konservasi…(Sumarhani)

281

Molekular Genetic Application in Biological Science 15-24 July 2002. LIPI Zoologi Cibinong

Sumarhani dan Sri Suharti 2007, Maximizing production from Khaya anthotheca plantation forest through taungya sistem. APANews Asia Pacific Agroforestry Newsletter. No 29. Thailand.

Sumarhani dan Sri Suharti. 2007. To Make a Taungya System Work. Plant Dry Rice Under Teak Forest PLantation. APANews Asia-Facific Agroforestry Newsletter No.23. Thailand.

Sumarhani. 1997. Komunitas tumbuhan bawah pada kebun karet rakyat di Kecamatan Pelepat, Jambi. Prosiding Ilmiah. Seminar Nasional Biologi. XV. Perhimpunan Biologi Indonesia. Malang.

Sumarhani. 1997. Teknologi tepat guna pengelolaan limbah hutan sebagai kompos Organik dengan bantuan efektif microorganisme 4 (EM-4). Prosiding Ilmiah : Seminar Nasional Fisika Terapan dan Lingkungan. Serpong - LIPI.

Sumarhani. 1997. Pola Agroforestry dalam upaya peningkatan pendapatan petani di BKPH Parungpanjang, Proseding Ekspose Pengembangan Hasil Penelitian. Puslitbang Hutan. Bogor.

Sumarhani. 1998. Pengaruh pupuk kandang terhadap pertumbuhan awal mahoni (Swietenia macrophylla). Buletin Penelitian Hutan. Badan Litbang kehutanan. No.617. Bogor.

Sumarhani. 1998. Pemanfaatan dan Konservasi Sungkai (Peronema canesence). Jurnal Penelitian Univ.Muhamadiyah Jakarta Vol.5 No. 3.

Sumarhani. 1999. Teknik konservasi tanah dengan sistem wanatani. Pusat Diklat Kehutanan. Bogor.

Sumarhani. 2000. Kajian terhadap beberapa model kelembagaan hutan kemasyarakatan. Prosiding peran Litbang Kehutanan dalam menyongsong paradigma baru pengelolaan hutan. Puslitbang Hutan. Bogor.

Sumarhani. 2000. Percobaan penanaman padi gogo di bawah tegakan hutan tanaman Acacia mangium di BKPH Parung Panjang, Jabar. Buletin Penelitian Hutan No.621, Badan Litbang Kehutanan dan Perkebunan. Bogor.

Sumarhani. 2003. Pola Usahatani Tumpangsari di Bawah Tegakan Hutan Tanaman Khaya anthotheca di Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan Majenang, Jawa Tengah.

Page 284: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

282

Buletin Penelitian Hutan. No.639. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan. Bogor.

Sumarhani. 2005. Kajian Secara Partisipatif Pengelolaan Kawasan Penyangga T.N. Meru Betiri. Jawa Timur. Jurnal Hutan Tropika Volume 1 Nomor 1, Juni 2005. Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan Universitas Lampung.

Sumarhani. 2005. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat : Sebagai Solusi Rehabilitasi Hutan dan Lahan (di KPH Ciamis, KPH Sumedang, dan KPH Tasikmalaya). Prosiding ”Ekspose Penerapan Hasil Litbang Hutan dan Konservasi Alam”. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan. Bogor.

Sumarhani. 2005. Teknik Budidaya Padi Gogo Tahan Naungan Untuk Kelangsungan Usahatani Tumpangsari. Prosiding " Gelar dan Dialog Teknologi" Tangal 29-30 Juni 2005. Di Mataram. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan. Bogor.

Sumarhani. 2006. Aspek Biologi, Ekologi, Dan Ancaman Kepunahan Ramin (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz). Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian, Padang 20 September 2006. Puslitbang Hutan dan Konservasli Alam, Bogor.

Sumarhani. 2006. Model Agroforestry Hutan Tanaman Khaya Anthotheca Dengan Padi Gogo Tahan Naungan. Jurnal Hutan Tropika Volume 2 Nomor 1 Juni 2006. Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan Universitas Lampung.

Sumarhani 2007. Maximizing Production From Khaya Anthotheca Plantation Forest Through Taungya System. APANews (Asia Pacific Agroforestry News Letter) No. 29. March 2007. South East Asian Network For Agroforestry Education.

Sumarhani. 2009. Prospek Agribisnis Nilam dengan Sistem Agroforstry. Prosiding Seminar Nasional. Agroforestry Sebagai Pemanfaatan Lahan Berkelanjutan di Masa Depan. Lembaga Penelitian Universitas lampung.

Sumarhani. 2009. Rehabilitasi dengan Sistem Agroforestry pada Blok Pemanfaatan Kawasan Taman wisata Alam Gunung Selok . Prosiding Penelitian-Penelitian Agroforestry di Indonesia Tahun 2006 - 2009. Lembaga Penelitian Universitas Lampung.

Sumarhani. 2009. Rehabilitasi Hutan Penelitian Carita Melalui Pengayaan Jenis Meranti Merah (Shorea stenoptera dan Shorea pinanga). Prosiding Seminar MAPEKI XII. Bandung.

Page 285: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Perspektif Agroforestry dalam Konservasi…(Sumarhani)

283

Sumarhani. 2010. Peran Agroforestry Dalam Pengembangan Hutan Rakyat Untuk Pemeliharaan Ekosistem Daerah Aliran Sungai. Prosiding Seminar Nasional Tahun Lingkungan Hidup Sedunia. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. UNSOED. Purwokerto.

Sumarhani. 2011. Pola Tanam Campuran Pohon Penghasil Kayu Dan Pohon Penghasil Pangan Untuk Meningkatkan Ketersediaan Pangan. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Sumber Pedesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan. Pusat Penelitian Pangan, Gizi dan Kesehatan. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. UNSOED. Purwokerto.

Sumarhani. 2011. Inovasi Empang Parit (silvofishery) Melalui Teknik Moulting Kepiting Soka Sebagai Upaya Pelestarian Kawasan Mangrove. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Berkelanjutan. Pusat Pengembangan Teknologi, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat., UNSOED. Purwokerto.

Sumarhani. 2011. Pola Tanam Campuran Pohon Hutan Dan Pohon Serbaguna Sebagai Alternatif Revegetasi Taman Wisata Alam Gunung Selok. Prosiding Seminar Nasional Rimbawan Kembali Ke Hutan. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.

Sumarhani dan T. Partomihardjo. 2011. Pelalar (Dipterocarpus Littoralis Blume), Kerabat Keruing Endemik Nusakambangan, Cilacap-Jawa Tengah, Yang Terancam Punah. Prosiding Seminar Nasional Rimbawan Kembali Ke Hutan. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.

Sumarhani. 2011. Keanekaragaman Tumbuhan Dan Pemanfaatan Lahan Melalui Sistem Agroforestry Di Hutan Penelitian Carita. Prosiding Seminar Nasional Perspektif Biologi Dalam Pengelolaan Sumberdaya Hayati. Fakultas Biologi UGM. YogyakartaSumarhani. 2011. Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan Sebagai Alter.

natif Perlindungan Kawasan Hutan Konservasi. Prosiding Seminar Nasional Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura. Surabaya.

Sundawati Leti. 2009. Potensi Agroforestry Dalam Penyerapan Karbon Untuk Mengatasi Perubahan Iklim Global. Prosiding Penelitian-penelitian Agroforestry di Indonesia Tahun 2006-2009. Universitas Lampung.

Page 286: Orasi Karya Ilmiah - Badan Litbang dan Inovasi … · Obat secara Tradisional dan Upaya Pelestariannya ... banyak dilaporkan pada jurnal internasional (Janos, 1980 ... memelihara

Orasi KARYA ILMIAH P3KR, 2013

284

Syalita F., E. Sulistyawati dan Adianto. 2004. Keadaan Ekologis Hutan dan Lahan Bekas Ladang (reuma) di Kawasan Adat baduy. Prosiding Seminar MIPA IV. Institut Teknologi Bandung.

Tukirin Partomihardjo dan Sumarhani. 2011. Jenis-Jenis Tumbuhan Nusakambangan Sebagai Catatan Baru Untuk Flora of Java. Prosiding Seminar Nasional Perspektif Biologi Dalam Pengelolaan Sumberdaya Hayati. Fakultas Biologi UGM. Yogyakarta.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Departemen kehutanan.

Widianto, K. Hairiah, H. Noveras, R.H. Widodo, P. Purnomosidi dan M.V. Noorwijk. 2003. Alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian; Apakah fungsi hidrologis Hutan dapat digantikan sistem kopi Monokultur.

World Resources Institute [WRI – IUCN – UNEP] – International Union for Conservation of Nature and Natural Resources – United Nations Environment Programme. 1995. Strategi keanekaragaman Hayati Global: Panduan Bagi Tindakan Untuk Menyelamatkan, Mempelajari dan Memanfaatkan Kekayaan Biotik Bumi Secara Berkelanjutan dan Seimbang. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Wulandari Christine. 2009. Kajian Implementasi Agroforestry Pekarangan Menuju Pengelolaan Hutan Lestari Di Provinsi Lampung. Prosiding Penelitian-penelitian Agroforestry di Indonesia Tahun 2006-2009. Lembaga Penelitian Universitas Lampung.