Oral Biology Kelompok 18

19
MAKALAH ORAL BIOLOGY MUKOSA ORAL Disusun Oleh : 1. Ummul Fitri (04111004055) 2. Widya Anggraini (04111004056) 3. Reisha Mersita (04111004057) FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI

Transcript of Oral Biology Kelompok 18

Page 1: Oral Biology Kelompok 18

MAKALAH ORAL BIOLOGY

MUKOSA ORAL

Disusun Oleh :

1. Ummul Fitri (04111004055)

2. Widya Anggraini (04111004056)

3. Reisha Mersita (04111004057)

FAKULTAS KEDOKTERAN

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI

2012

Page 2: Oral Biology Kelompok 18

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lapisan mukosa adalah lapisan basah yang berkontak dengan lingkungan eksternal.

Terdapat pada saluran pencernaan, rongga hidung dan rongga tubuh lainnya. Pada rongga mulut

lapisan ini dikenal dengan oral mucosa membrane atau oral mucosa. Oral mukosa yang

merupakan bagian dari rongga mulut yang sangat perlu untuk diketahui struktur anatominya,

selain itu kita harus mengetahui gambaran histologist dari mukosa oral ini sehingga kita dapat

mengetahui bagaimana fisiologis dari mukosa oral ini.

Pengetahuan mukosa adalah salah satu dasar dari sebuah penatalaksanaan setiap kasus

yang ada si dalam rongga mulut, maka sangat perlu sekali memahami akan karakteristik dari

mukosa oral itu sendiri.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu mukosa oral?

2. Bagaimana anatomi dari mukosa oral?

3. Bagaimana histologi mukosa oral?

4. Bagaimana fisiologis Mukosa oral?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian mukosa oral

2. Untuk mengetahui anatomi dari mukosa oral

3. Untuk mengetahui histologi mukosa oral

4. Untuk mengetahui fisiologi Mukosa oral

Page 3: Oral Biology Kelompok 18
Page 4: Oral Biology Kelompok 18

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Anatomi Mukosa Oral

Membran mukosa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari cavum oris

mengingat secara fungsional mukosa oral mempunyai fungsi digestif, membantu proses

pengunyahan dan penelanan, informasi rasa, dan masih banyak lagi. Secara anatomis,

mukosa oral melekat erat pada tulang di bawahnya yang terletak di atas prosesus alveolaris

dan palatum durum sehingga membentuk mucoperiosteum. Mucoperiosteum mempunyai

ikatan yang erat dengan otot-otot lingua melalui lamina propria , tetapi tidak berikatan erat

dengan m. buccinators, otot labium oris, dan otot-otot palatum mole. Perlekatan

mucoperiosteum ke dasar mulut dan region vestibularis umumnya lebih longgar sehingga

lingua, pipi, dan labium oris dapat bergerak lebih bebas. Di seluruh cavum oris, epitel

mukosa oral dapat bergerak lebih bebas. Di seluruh cavum oris, epitel mukosa oral adalah

tipe epithelium stratificatum squamosum. Epitel atau kadang disebut juga lapisan epidermis

ini terbentuk dari beberapa lapisan berikut :

a. Stratum germinativum : lapisan sel basal pada lamina basalis dan cara berkesinambungan

membentuk daerah origo untuk lapisan epitel yang lebih superficial melalui pembelahan

mitosis dari sel-selnya.

b. Stratum spinosum : selnya berhubungan longgar satu terhadap yang lain disertai adanya

penonjolan atau jembatan “intercellular” yang tampak melintasi spatium intercellularis.

Mikrograf elektron menunjukkan bahwa antar sel-sel berdekatan tidak ada

kesinambungan protoplasma, tetapi terdapat kontak pada regio-regio membran sel

tertentu yang membentuk perlekatan plak atau desmosom.

c. Stratum granulosum : selnya lebih datar dan mengandung granula keratohyalina, suatu

prekursor dari keratin.

d. Stratum corneum : sel tanpa struktur yang sudah mati, datar, dan kornifikasi dengan

jumlah cukup banyak di atas gingiva, palatum mole, dan dorsum lingua. Stratum

corneum terbentuk dengan baik pada daerah-daerah ini karena stratum corneum lebih

Page 5: Oral Biology Kelompok 18

sering berkontak dengan tekanan friksional dan abrasi yang lebih besar bila dibanding

dengan bagian mukosa oral yang lain. Sel-sel permukaan mati secara berkesinambungan

dan digantikan dengan epitel yang lebih dalam.

Mukosa oral yang sehat tampak berwarna merah muda. Namun, pada setiap regio

terdapat warna yang berlainan (masih merah muda). Hal ini bergantung pada epitel (regio

yang stratum corneumnya berkembang baik akan tampak lebih pucat) dan pelebaran

pembuluh darah kecil di jaringan ikat (semakin lebar maka semakin merah muda).

Adapun tipe-tipe mukosa oral adalah:

1. Mukosa pembatas dasar mulut : berlokasi dibawah permukaan lingua, permukaan

dalam labium oris dan pipi, pars oralis palatum mole dan prosesus alveolaris, kecuali

gingiva. Epitel region ini tidak berkeratin dan jarang lamina proprianya.

2. Mukosa pengunyahan palatum durum dan gingival : epitel berjenis parakeratinisasi

dan lamina propria melekat erat pada periosteum.

3. Mukosa khusus dari dorsum lingua: bertipe ortokeratinisasi dan lamina proprianya

melekat erat pada bundel otot intrinsik.

Lamina basalis berfungsi memisahkan lapisan epitel paling dalam dari dermis di

atasnya. Struktur lamina basalis yang paling menonjol disebut lamina densa. Terdapat

juga lamina propria yang merupakan bagian dalam mukosa oral. Lamina propria disebut

juga dermis. Lamina propria mengandung serabut kolagen, beberapa jaringan elastik,

terutama pada region-regio dasar mulut, palatum mole, dan pipi yang sangat mobil

(mudah berpindah). Pada daerah-daerah ini terdapat sejumlah besar pembuluh darah kecil

dan kapiler, ujung saraf sensorik, vasa lymphatica, dan glandula mukosa. Sel-sel yang

terdapat pada lamina propria terdiri dari fibroblast, makrofag, sel mast, dan sel-sel yang

berasal dari aliran darah, seperti polmorfonukleat leukosit. Di atas gingival dan palatum

durum, lapisan dalam lamina propria biasanya berhubungan dengan periosteum tulang

sehingga membentk mukosa periosteum. Pada regio ini, jaringan umumnya kurang

vascular dan kurang sensitif, kecuali pada region palatum durum tepat di belakang

insisivus atas banyak mendapat suplai ujung-ujung saraf.

Mukoperiosteum yang menutupi palatum durum mempunyai beberapa krista

transversal yang jumlah dan bentuknya bervariasi, krista ini sering disebut krista atau

Page 6: Oral Biology Kelompok 18

rugae palatina. Di belakang insisivus pertama dan di atas orifisium canalis incisivus di

palatum, mukosa oral biasanya membentuk tonjolan garis median yang rendah yang di

sebut papilla incisiva. Di antara kanalis insisivus terdapat sisa epitel dari sisa duktus

nasopalatinus embrio dan timbunan sel-se jamur yang disebut epithelial pearls. Sisa epitel

ini juga terdapat di sepanjang garis median palatum dan berasal dari epitel plica palatina

yang saling bergabung. Epithelial pearls menjadi lebih sedikit setelah bayi dilahirkan

namun dapat membentuk kista pada palatum dan canalis incisivus. Sampai gigi insisivus

bererupsi, frenulum labii superioris biasanya tetap melekat di depan papilla dan pada anak

di mana frenulum sangat besar (abnormal), frenulum sering melintas di antara gigi

insisivus susu ke arah papilla. Keadaan ini akan menmbulkan celah antara kedua gigi yang

sesungguhnya harus saling berkontak.

Persarafan sensorik bagi mukosa oral berasal dari cabang-cabang n. mandibularis

dan maksilaris yang merupakan cabang n. trigerminus (saraf nomor V). Adapun

vaskularisasinya berasal dari cabang-cabang a. facialis, lingualis, dan maksilaris. Vasa

lymphatica dari mukosa oral berdrainase ke lymphonodus submentales, submandibulares,

dan cervicales superiores profundi.

2.2. Histologi Mukosa Oral

Rongga mulut dilapisi epitel gepeng berlapis (Stratified Squamous Epithelium).

Epitel ini ada yang berkeratin dan ada yang tidak berkeratin. Lapisan keratin melindungi

rongga mulut terhadap kerusakan selama proses makan dan hanya ada di gingiva dan

palatum durum. Epitel rongga mulut terdiri dari lapisan- lapisan yaitu epitel, lamina

basalis, dan lamina propria.

2.2.1. Epitel Mukosa Mulut

a. Stratum Basal

Sel dari stratum basal berbentuk kuboid dan silindris pendek dan membentuk

lapisan tunggal yang berdiam di lamina basalis di permukaan antar epitel dan

lamina propria. Sel basal menunjukkan aktivitas paling aktif dalam siklus epitel

mukosa mulut.

Page 7: Oral Biology Kelompok 18

b. Stratum Spinosum

Terletak di atas lapisan basal. Terdiri dari sel berbentuk polyhedral. Lapisan

basal dan lapisan pertama dari lapisan spinosum sering disebut stratum

germinativum. Dinamakan germinativum, karena banyak mitosis, bertanggung

jawab terhadap kehidupan sel-sel lebih ke permukaan.

c. Stratum Granulosum

Terletak di atas lapisan spinosum pada ortokeratin epithelium. Terdiri dari sel-

sel agak gepeng, berisi granula keratohialin serta banyak bundel tonofibril pada

epitel berkeratin. Pada lapisan tak berkeratin, lapisan germinativum tidak

mencolok. Granula yang terdapat dalam sitoplasma sel sengat padat, basofilik,

dan berkaitan dengan pembentukkan ortokeratin. Inti sel tampak degenerasi dan

pyknotic. Sel lapisan granulosum pada lapisan ortokeratin atau korneum

menjadi gepeng, kehilangan inti, granula keratosom. organel sitoplasma

(ribosom, mitokondria) sehingga sel berisi penuh keratin dan menjadi

eusinofilik.

d. Stratum Korneum

Pertemuan antara inti-inti sel di stratum granulosum dan stratum korneum

(lapisan superficial dari sel keratin) tiba-tiba. Sel-sel dari stratum korneum

gepeng tanpa inti dan penuh dengan filament keratin yang dikelilingi oleh

matriks. Sel epitel paling permukaan mati (keratin), lalu terkelupas dan diganti

oleh sel baru dari lapisan di bawahnya. Keratin merupakan protein keras dan tak

larut yang mengisi sebagian atau seluruh bagian dalam sel yang telah berkerut

dan mengandung ikatan sulfida yang berasal dari cystine dan bersatu dengan

rantai polipeptida, desmosom menjadi kabir. Proses keratinisasi tampak pre-

natal pada bagian lingual dan bukal. Di alveolar ridge pun terdapat proses

keratin dan bersifat genetic. Variasi keratin dapat dijumpai pada masticatory

mucosa. Pada parakeratin epitelium lapisan korneum mengandung keratin tetapi

masih mempunyai inti piknotik gepeng. Granula keratohialin sering tak

Page 8: Oral Biology Kelompok 18

ditemukan sehingga lapisan granulosum sulit dikenali. Pada lining mucosa

sering ditemukan campuran keratinisasi sebagian dan non-keratin.

2.2.2. Lamina Basalis

Sel basal melekat pada lamina basalis dengan perlekatan mekanis yang

dinamakan hemi-desmosom. Hemi-desmosom terdiri dari tonofilamen yang

menembus sitoplasma sel dan berakhir di lamina basalis.

Kelainan genetik dan penyakit autoimun menyebabkan kerusakan pada lamina

basal. Lepuh mukosa (pada penyakit pemfigus)memacu pembentukan antibodi

yang merusak komponen tertentu (bullous pemphigoid antegen collagen XVII)

pada lamina basal sehingga terjadi pemisahan epitel dari jaringan ikat pada area

lamina lucida.

2.2.3. Lamina Propria

Lamina Propria merupakan jaringan ikat yang teletak di bawah epitel

(pendukung epitel).Dibedakan dalam 2 lapisan yaitu lapisan papilar dan reticular.

Pada lapisan papilar, terdapat jaringan ikat yang menjorok ke arah epitel, fiber

kolagen sedikit dan susunan renggang, banyak kapiler. Pada lapisan retikular, fiber

Page 9: Oral Biology Kelompok 18

kolagen tersusun padat paralel dengan permukaan. Pada masticatory mucosa

jumlah dan panjang papil bertambah. Pada lining mucosa terdapat lapisan retikular

tampak menonjol. Pada lamina propria ditemukan pembuluh darah yang berasal

dari lapisan sub mukosa. Suplai nutrisi epitel diperoleh dari pembuluh darah

lamina propria (epitel bersifat avaskular).

Berbeda dengan keratonosit, nonkeratinosit saat dilihat dengan mikroskop

cahaya, terdapat daerah jernih (halo) mengelilingi nucleus dank arena itu disebut

sel-sel yang jelas (clear cells) Sel-sel ini terdiri dari 4 tipe sel : sel Langerhans, sel

Merkel, Melanosit, dan Limfosit. Penjelasan mengenai sel-sel tersebut adalah

sebagai berikut :

a. Sel Langerhans

Sel ini mempunyai perpanjangan halus dari membran sitoplasma yang

disebut dendritik. Mereka dapat dibedakan dengan keratonosit dengan

desmosom dan tonofilamen yang kurang pada sel sekitar sehingga membentuk

halo. Sel Langerhans ditemukan di lapisan atas basal mukosa mulut dan kulit.

Berfungsi pada respon imun, yaitu mengenali antigen yang memasuki epitelium

dari luar lalu memprosesnya, menyajikan ke sel limfosit T, dinamakan sel

penyaji antigen ke sel sistem limfoid. Ensim lisosom dalam sel langerhans

mengubah antigen menjadi komponen peptida lalu mentransfer ke sel limfosit T

Sel langerhans dapat bermigrasi dari epitelium ke kelenjar limfe regional.

Page 10: Oral Biology Kelompok 18

b. Sel Merkel

Ditemukan pada lapisan basal sepanjang rete pegs mukosa mulut dan kulit.

Tidak seperti sel langerhans dan melanosit, sel merkel tidak mempunyai

dendritik dan membentuk tonofilamen keratin, kadang desmosom dengan sel

epitel di dekatnya. Sel mengandung granula dalam sitoplasma, kadang terletak

dekat fiber saraf. Granula dalam sel berfungsi sebagai neurotransmitter antara

sel merkel dengan serabut saraf, dapat menerima/menyalurkan rangsang

sensoris dan merespon sentuhan (Merupakan reseptor sensoris yang merespon

tekanan dan sentuhan) Berhubungan erat dengan ujung saraf bebas dalam

epitel. Saraf sensoris pada mukosa mulut berakhir sebagai ujung saraf bebas

yang menerima rangsang panas, dingin, sentuhan, sakit, rasa.

c. Sel Melanosit

Terletak di antara sel-sel basal. Dibedakan dari sel keratinosit, berdasarkan

tidak adanya hemi-desmosom, desmosom, tonofibril. Bila pigmen melanin ada

pada jaringan ikat maka melanin berada dalam sel makrofag yang mengambil

melanosom yang dihasilkan melanosit di lapisan epitel. Lokasi dan distribusi

melanin dalam rongga mulut bervariasi, umum pada gingiva, bukal, palatum

keras, lidah.

2.3. Fisiologi Mukosa Oral

Mukosa oral berfungsi sebagai :

1. Fungsi proteksi, yaitu melindungi jaringan yang lebih dalam pada rongga mulut dengan

bertindak sebagai pelindung utama dari iritan. Fungsi proteksi dilakukan oleh :

- Epitel mukosa mulut proteksi trauma pengunyahan, tekanan, abrasi,

mikroorganisme, dan produk toksik.

- Kelenjar liur saliva :

a. Melembabkan

b. Memfasilitasi proses pengunyahan :

amilase (oleh kelenjar liur serosa) hidrolisis zat tepung maltose.

Page 11: Oral Biology Kelompok 18

Saliva memulai pencernaan karbohidrat di mulut melalui kerja amilase saliva,

yang merupakan suatu enzim yang memecah polisakarida menjadi disakarida.

c. Memfasilitasi rasa (penelanan)

Saliva mempermudah proses menelan dengan membasahi partikel-partikel

makanan, sehingga mereka saling menyatu, serta dengan menghasilkan pelumasan

karena adanya mukus, yang kental dan licin.

d. Antibodi ( respon imunitas humoral)

Memiliki efek antibakteri melalui efek ganda, pertama oleh lisozim, suatu enzim

yang melisiskan atau menghancurkan bakteri tertentu, dan kedua dengan

membilas bahan yang mungkin digunakan bakteri sebagai sumber makanan.

2. Fungsi sensasi, yaitu memberikan informasi tentang hal-hal yang terjadi di rongga mulut

dan menerima stimulus dari rongga mulut.

Fungsi sensasi dilakukan oleh :

- Saraf sensori yang menerima rangsang dari luar melalui bibir dan lidah.

- Sel epitel mukosa mulut mengandung reseptor yang merespon rangsang suhu,sentuhan, sakit,

rasa (di lidah)

- Reseptor piala pengecap pada papil lidah (reseptor rasa manis, asam, pahit,asin)

- Rasa terhadap air (haus) tak ada di bagian lain dari tubuh

- Refleks seperti menelan, muntah, mual, salivasi diawali oleh reseptor pada mukosa mulut.

3. Fungsi Sekresi, yaitu mengeluarkan saliva yang dihasilkan oleh kelenjar liur untuk

menjaga kelembapan mukosa oral. Fungsi sekresi dilakukan oleh kelenjar liur :

-  Kelenjar liur mayor terletak jauh dari permukaan mukosa dengan duktus yang panjang.

- Kelenjar liur minor berhubungan dengan mukosa mulut.

Page 12: Oral Biology Kelompok 18

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Mukosa adalah lapisan basah yang berkontak dengan lingkungan eksternal, yang terdapat

pada saluran pencernaan, rongga hidung, dan rongga tubuh lainnya. Pada rongga mulut,

lapisan ini dikenal oral mucous membrane atau oral mucosa. Secara histologis, oral

mukosa terdiri dari lapisan epitel, lamina basalis, dan lamina propria. Oral mukosa dapat

berfungsi sebagai proteksi, sensasi, dan sekresi.

3.2. Saran

Penulis mengharapkan pembaca dapat memahami anatomi, histologi, dan fisiologi

mukosa oral.

Page 13: Oral Biology Kelompok 18

DAFTAR PUSTAKA

Campbell Neil, et al. 2004. Biologi. Edisi Kelima. Jilid III. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Puspitawati Ria. 2003. Struktur Makroskopik dan Mikroskopik Jaringan Lunak Mulut. Jurnal

Kedokteran Gigi Universitas Indonesia; 10 (Edisi Khusus) : 462-467

Yuwono, Lilian dan Sherley.1993.Buku Pintar Anatomi Kedokteran Gigi.Jakarta : Hipokrates.

Puspitawati Ria. 2003. Struktur Makroskopik dan Mikroskopik Jaringan Lunak Mulut. Jurnal

Kedokteran Gigi Universitas Indonesia; 10 (Edisi Khusus)

Nanci, Antonio. Oral Histology . 2005. India. Elsevier