Optimalisasi Pengelolaan Padi Sawah Tadah Hujan Melalui...
-
Upload
truongmien -
Category
Documents
-
view
214 -
download
0
Embed Size (px)
Transcript of Optimalisasi Pengelolaan Padi Sawah Tadah Hujan Melalui...

648
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3
Pendahuluan
Indonesia mempunyai lahan sawah ta-
dah hujan yang sangat luas dan tersebar di
beberapa wilayah. Produktivitas padi pada la-
han ini umumnya lebih rendah dari hasil padi
di lahan sawah irigasi dan di tingkat petani
produktivitas padi sawah tadah hujan berkisar
3,0 – 3,5 t/ha (Fagi, 1995; Setiobudi and Supri-
hatno, 1996). Introduksi varietas padi yang
adaptif dan berpotensi hasil tinggi untuk agro-
ekosistem lahan sawah tadah hujan merupa-
kan teknologi yang paling murah bagi petani.
Optimalisasi Pengelolaan Padi Sawah Tadah Hujan Melalui Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu
Widyantoro dan Husin M.Toha Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
Jalan Raya 9 Sukamandi, Subang 41256; Telp.0260.520157; Fax.0260.520158 Email: [email protected]
Abstrak
Lahan tadah hujan merupakan lumbung padi kedua setelah lahan irigasi, namun demikian sampai saat ini produksi rata-rata padi baru mencapai 3,0-3,5 t/ha. Kendala produksi yang umum dijumpai pada lahan ini antara lain: curah hujan yang tidak menentu, kesuburan tanah rendah, dan gulma yang padat. Salah satu strategi untuk memperbaiki produktivitas lahan sawah tadah hujan adalah melalui pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT). Tujuan yang ingin dicapai adalah mengidentifikasi komponen pengelolaan tanaman terpadu untuk peningkatan hasil padi lahan sawah tadah hujan. Penelitian dilaksanakan di Desa Sidadadi, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu pada MK 2009 (April – Juli 2009). Model pendekatan PTT padi sawah tadah hujan musim kemarau dirakit secara insitu den-gan melibatkan petani setempat yang sekaligus menjadi petani pelaksana atau petani kooperator. Kegiatan penelitian dimulai dengan kajian kebutuhan dan peluang (KKP) untuk mengidentifikasi po-tensi, kendala, dan peluang pengembangan padi lahan sawah tadah hujan. Berdasarkan hasil KKP kemudian disusun paket teknologi utama bersama petani, penyuluh, dan peneliti yang kemudian diteliti dan dipraktekkan. Paket teknologi yang telah menjadi kesepakatan bersama tersebut, ke-mudian diaplikasikan di lahan petani dalam bentuk demonstrasi plot seluas 2,0 ha dan dilaksanakan oleh petani dengan didampingi oleh peneliti dan penyuluh. Jumlah petani pelaksana ditentukan se-banyak 10 orang dan setiap petani melaksanakan dua perlakuan di setiap lahannya, yaitu perlakuan pendekatan PTT dan perlakuan cara/kebiasaan petani. Paket teknologi utama yang diintegrasikan pada pendekatan PTT tersebut adalah: (1) penggunaan varietas unggul baru, toleran kekeringan, dan berumur genjah, (2) benih berkualitas dan bermutu tinggi, (3) olah tanah minimum dan pesemaian culikan, (4) cara tanam sistem legowo 2:1 dan/atau tegel 25 cm x 25 cm, (5) pengelolaan hara terpadu (pupuk N berdasarkan BWD, pupuk P dan K berdasarkan status hara tanah/PUTS), dan (6) pengendalian hama dan penyakit terpadu. Sedangkan komponen pelengkap/pilihan (supplement) ditentukan bersama-sama dengan petani pada saat sebelum pelaksanaan penelitian dimulai, ber-dasarkan kesepakatan bersama dengan penyuluh dan peneliti. Berdasarkan hasil KKP diperoleh empat skala prioritas yang akan dipecahkan dan diteliti bersama-sama petani, penyuluh, dan peneliti antara lain: I. Benih, II. Gulma/penyiangan, III. Penyakit kresek dan kekurangan air MK, dan IV. Pupuk, tenaga kerja tanam, dan panen. Hasil percobaan demplot menunjukkan melalui pendekatan PTT hasil gabah dan pendapatan petani lebih tinggi dibandingkan dengan cara petani. Rata-rata hasil padi sawah tadah hujan melalui pendekatan PTT mencapai 6,95 t/ha GKG atau meningkat 11,9% lebih tinggi dibandingkan dengan cara petani yang mencapai 6,22 t/ha t/ha GKG. Melalui pendekatan PTT padi sawah tadah hujan pendapatan usahatani meningkat 21,2% lebih tinggi dibandingkan dengan cara petani.
Kata kunci : Sawah tadah hujan, PTT, padi, usahatani

649
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3
Curah hujan merupakan faktor pemba-
tas yang menentukan keberhasilan padi sawah
tadah hujan. Pada padi gogo rancah seringkali
setelah hujan 2-3 kali turun dan tanah sudah
diolah serta cukup lembab untuk ditanami, pe-
tani biasanya segera menanam benih padi.
Namun setelah benih berkecambah hujan
lama tidak turun sehingga benih banyak yang
mati akibat kekeringan. Sedangkan pada padi
walik jerami karena ditanam menjelang mu-
sim hujan berakhir, maka seringkali pada sta-
dia berbunga atau pada stadia pengisian di-
mana tanaman pada saat tersebut sangat
membutuhkan air justru hujan sudah ber-
kurang atau jarang turun karena musim kema-
rau yang datang lebih awal. Akibatnya tana-
man padi walik jerami menderita kekeringan
dan produksi padi menjadi sangat rendah. Hal
inilah yang mengakibatkan produktivitas ta-
naman padi walik jerami jadi tidak stabil (Fagi
et al., 1986). Menurut Goswarni et al. (1986)
produktivitas padi walik jerami dapat diting-
katkan melalui peningkatan efisiensi peng-
gunaan faktor produksi, khususnya pupuk ni-
trogen (N) dan memperbaiki sifat fisik tanah
di sekitar perakaran.
Ketidakpastian intensitas dan distri-
busi hujan yang sering terjadi perlu di antisi-
pasi melalui pengembangan teknologi budi-
daya padi di lahan sawah tadah hujan melalui
pola tanam padi sistem gogo rancah yang di-
tanam saat awal musim hujan dan dapat di-
panen lebih awal, sehingga memungkinkan
musim berikutnya untuk ditanami padi kedua
sebagai walik jerami dengan varietas berumur
pendek dan terhindar dari kekeringan sebe-
lum waktunya dipanen. Penyakit bercak daun
coklat Helminthosporium oryzae dan bercak
daun bergaris Cercospora oryzae merupakan
penyakit utama padi sawah tadah hujan
(Suparyono et al. 1992). Cara pengendalian
penyakit yang paling efektif dan efisien adalah
dengan menanam varietas padi yang tahan.
Sedangkan penggunaan fungisida harus dila-
kukan secara hati-hati, karena kemampuan
ekonomi petani rendah, mahal dan dapat men-
cemari lingkungan. Tanaman padi sawah ta-
dah hujan dengan pengairan tergantung air
hujan sangat respon terhadap pemupukan
kalium. Menurut Wiharjaka (1999) dengan
pengembalian jerami atau pemberian pupuk
kandang ke dalam tanah dapat mengurangi
pencucian unsur kalium dalam tanah. Ke-
mudian ditambah lagi dengan unsur N, P dan
K, terbukti hasil padi meningkat secara nyata.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk men-
gidentifikasi komponen pengelolaan tanaman
terpadu untuk peningkatan hasil padi lahan
sawah tadah hujan.
Metode Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Desa Si-
dadadi, Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten In-
dramayu, pada MK 2009 (April – Juli). Model
pendekatan PTT padi sawah tadah hujan
musim kemarau dirakit secara insitu dengan
melibatkan petani setempat yang sekaligus
menjadi petani pelaksana atau petani kopera-
tor dalam susunan rancangan lingkungan acak
kelompok dimana petani sebagai ulangan.
Kegiatan penelitian dimulai dengan
kajian kebutuhan dan peluang (KKP) untuk
mengidentifikasi potensi, kendala, dan pe-
luang pengembangan padi lahan sawah tadah
hujan. Kunci dari metode ini adalah kelompok
sasaran berperan aktif dalam menganalisis
sumberdaya, potensi dan permasalahannya
sendiri dan sekaligus dapat merencanakan
dan mengambil tindakan untuk memecahkan
masalahnya. Tahapan dari kegiatan ini adalah:

650
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3
a) pemetaan agroekosistem dengan informan
kunci dan observasi lapangan, b) identifikasi
dan diagnosis masalah, c) penelusuran penge-
tahuan asli petani (farmer indigenous knowl-
edge), dan d) verifikasi informasi yang telah
dihimpun.
Berdasarkan hasil KKP kemudian dis-
usun paket teknologi utama yang kemudian
diteliti dan dipraktekkan bersama antara pet-
ani, penyuluh, dan peneliti. Paket teknologi
yang telah menjadi kesepakatan bersama ter-
sebut, kemudian di aplikasikan di lahan petani
dalam bentuk demonstrasi plot seluas 1,0 –
2,0 ha dan dilaksanakan oleh petani dengan
didampingi oleh peneliti dan penyuluh. Jumlah
petani pelaksana ditentukan sebanyak 10
orang dan setiap petani melaksanakan dua
perlakuan di setiap lahannya, yaitu perlakuan
pendekatan PTT dan perlakuan cara/kebia-
saan petani.
Paket teknologi utama yang di integra-
sikan pada pendekatan PTT tersebut ialah:
Penggunaan varietas unggul baru, toleran
kekeringan, dan berumur genjah.
Benih berkualitas dan bermutu tinggi.
Olah tanah minimum dan pesemaian cu-
likan.
Cara tanam sistem legowo 2:1 dan/atau
tegel (25 x 25) cm.
Pengelolaan hara terpadu (pupuk N ber-
dasar BWD, pupuk P dan K berdasar status
hara tanah/PUTS).
Pengendalian hama dan penyakit terpadu.
Sedangkan komponen pelengkap/pi-
lihan (suplement) ditentukan bersama-sama
dengan petani pada saat sebelum pelaksanaan
penelitian dimulai, berdasarkan kesepakatan
bersama dengan penyuluh dan peneliti. Untuk
perlakuan cara petani (kontrol), disesuaikan
dengan kebiasaan petani setempat yang me-
nyangkut varietas, pemupukan dan teknik
budidaya.
Data yang dikumpulkan meliputi (1)
hasil panen (ubinan 2 m x 5 m dan riil); (2) data
input-output (kebutuhan tenaga kerja, sarana
produksi pertanian, upah tenaga kerja dan harga
yang berlaku) yang dikumpulkan melalui farm
record keeping.
Hasil dan Pembahasan
Pelaksanaan KKP dilakukan pada per-
tengahan bulan Maret 2009 dengan melibat-
kan peneliti dan penyuluh sebagai fasilitator
serta petani sebagai pelaksana kegiatan PTT
padi sawah tadah hujan. Hasil KKP adalah
sebagai berikut:
Identifikasi masalah
Berdasarkan identifikasi masalah de-
ngan cara diskusi dengan petani dan kelom-
pok tani yang hadir pada pertemuan di Desa
Sidadadi dan hasil pengamatan lapang dengan
cara berjalan di sawah calon lokasi penelitian
(transect walk), diperoleh beberapa masalah
pada pelaksanaan budidaya padi sawah tadah
hujan musim kemarau, antara lain:
1. Benih
Pada musim kemarau petani meng-
gunakan dan menanam benih asalan dari hasil
tukar menukar antar petani atau mengguna-
kan benih dari hasil panen sebelumnya. Benih
berlabel yang dibeli petani biasanya diguna-
kan dan ditanam untuk dua kali musim tanam.
Sebagian besar petani hanya mengenal padi
varietas Ciherang, kendala yang dihadapi
adalah masih kurangnya informasi mengenai
benih-benih dari varietas unggul baru.

651
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3
2. Gulma dan penyiangan
Gulma umumnya merupakan masalah
serius yang sering dihadapi petani padi sawah
tadah hujan utamanya di musim kemarau
(Pane, et al., 1999). Kondisi ini disebabkan
karena dari petakan basah pada saat tanam
menjelang berakhirnya musim hujan ber-
angsur-angsung kering seiring dengan sema-
kin jarang turun hujan. Oleh karena itu peta-
kan sawah jarang atau tidak pernah sekalipun
tergenang air, atau kondisi air di petakan sa-
wah sering berubah-rubah dari mulai basah
atau lembab ke kering karena tidak ada hujan.
Kondisi ini menyebabkan tumbuhnya gulma
semakin padat jikalau tidak segera dilakukan
penyiangan. Dibutuhkan penyiangan 2-3 kali
untuk mengendalikan gulma, sehingga tenaga
kerja yang dibutuhkan sangat banyak dengan
biaya yang cukup besar. Petani belum terbiasa
menggunakan herbisida dengan alasan takut
tanaman padinya keracunan. Keterbatasan pe-
ngetahuan petani tentang penggunaan herbis-
ida, baik jenis maupun waktu aplikasinya
menyebabkan penyiangan kurang intensif. Na-
mun ada beberapa petani yang sudah men-
coba dengan herbisida pasca tumbuh (Metsul-
furon 20 WDG dan 2,4 D) dan dapat menekan
infestasi gulma serta mengurangi biaya peny-
iangan.
3. Pupuk
Petani biasanya hanya menggunakan
dua jenis pupuk saja yaitu urea dan SP18
dengan dosis per hektar 250-300 kg urea +
150 kg SP18. Pupuk urea diberikan dua kali,
yaitu pada saat umur 14-21 HST (150-200 kg/
ha) dan umur 36-42 HST (100 kg/ha), sedang-
kan SP18 semuanya diberikan bersamaan
dengan pupuk urea yang pertama. Pupuk KCL
tidak atau jarang sekali digunakan dengan ala-
san harga mahal dan sulit didapat di kios pu-
puk serta menambah biaya. Namun dari hasil
penelusuran dan wawancara dengan beberapa
petani, sudah dua musim terakhir ada be-
berapa petani yang sudah menggunakan pu-
puk majemuk NPK dengan dosis per hektar
100-150 kg/ha ditambah urea 200-250 kg/ha.
4. Tenaga kerja tanam
Padi sawah tadah hujan di musim ke-
marau ditanam secara tanam pindah dari bibit
tanaman padi umur 21-25 hari. Bibit padi
berasal dari pesemaian padi yang dilakukan
pada saat tanaman padi musim sebelumnya
(musim penghujan) menjelang dipanen (pese-
maian culikan). Biasanya antara 10-15 hari
sebelum tanaman padi musim sebelumnya di-
panen, petani sudah memanen sebagian kecil
lahannya untuk digunakan sebagai tempat pe-
semaian padi musim berikutnya (musim ke-
marau). Dengan demikian percepatan tanam
dimulai sejak petani mulai melakukan pese-
maian, sehingga pada saat musim tanam pet-
ani kesulitan mencari tenaga kerja tanam
karena petani melakukan kegiatan tanam
pada waktu hampir bersamaan. Keadaan ini
yang menyebabkan tenaga kerja tanam sulit
dicari atau jika ada dilakukan secara ber-
giliran dengan biaya tanam secara borongan.
Jumlah tenaga kerja tanam padi sekitar 50-60
HOK wanita @ 4-5 jam/HOK.
5. Kekurangan air
Kekurangan air pada pertanaman padi
musim kemarau sering terjadi pada saat men-
jelang berakhirnya musim penghujan (April/
Mei), sehingga petani menyiasati dengan
membuat sumur pantek di sekitar lahan pad-
inya atau dengan cara menyedot air dari sun-
gai. Biaya yang dikeluarkan petani untuk
membuat sumur pantek ini sangat besar, ter-
gantung kedalaman air tanah dan pompa/di-
esel penyedot air yang digunakan. Biaya sewa
pompa air ini sebesar Rp 15.000 - Rp 20.000/
jam dengan diameter pipa 3 - 4 inci.

652
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3
6. Penyakit kresek
Penyakit kresek umumnya muncul
setelah pertanaman padi berumur lebih dari
60 hari setelah tanam. Penyakit ini muncul
pada pertanaman padi sawah tadah hujan
yang sering mengalami kekeringan pada awal
pertumbuhan, bahkan penyebarannya sema-
kin meluas. Petani kesulitan mengendalikan
penyakit ini, bahkan dengan penggunaan fu-
ngisidapun penyakit ini masih banyak dite-
mukan di petakan sawah.
7. Panen
Seperti halnya pada saat tanam, tenaga
kerja panen juga sulit dicari. Petani terpaksa
menggunakan jasa tenaga kerja panen dengan
upah yang mahal. Pola pengaturan tanam dan
panen masih sulit dilakukan di wilayah sawah
tadah hujan khususnya pada padi musim ke-
marau, dikarenakan petani mengejar waktu
untuk bisa tanam seawal mungkin agar tana-
man padinya bisa tercukupi oleh air hujan
yang masih ada.
b. Prioritas masalah
Penilaian dilakukan oleh petani ber-
sama-sama penyuluh dan peneliti dilaksana-
kan di rumah ketua kelompok tani yang di-
hadiri oleh 10 orang petani dan 1 orang pe-
nyuluh serta 3 orang peneliti. Penilaian di-
lakukan dengan sistem skoring, dimana skor 1
(tidak bermasalah), skor 2 (kurang berma-
salah), skor 3 (sedang), skor 4 (bermasalah),
dan skor 5 (sangat bermasalah). Masalah po-
kok kemudian dijadikan dasar untuk meran-
cang penelitian lebih lanjut yaitu PTT padi
sawah tadah hujan di musim kemarau.
c. Analisis masalah dan pemecahan masalah
Berdasarkan kriteria luas cakupan, fre-
kuensi kejadian, dan tingkat keparahan, maka
ke 7 masalah pokok kemudian dibuat skala
prioritas. Skala prioritas dilakukan melalui
skoring dengan nilai 1 – 5. Untuk kriteria luas
cakupan: 1 = sangat tidak luas, 2 = tidak luas
(kecil), 3 = sedang, 4 = luas, dan 5 = sangat
luas. Kriteria frekuensi, 1= tidak ada, 2=
pernah ada, 3= kadang-kadang, 4= ada, dan 5=
selalu ada serangan dan kriteria keparahan, 1
= sangat tidak parah, 2 = tidak parah, 3 =
sedang, 4 = parah, dan 5 = sangat parah.
Hasil analisis berdasarkan skala priori-
tas permasalahan yang dikemukakan petani di
Desa Sidadadi, Kecamatan Haurgeulis, diper-
oleh empat skala prioritas yang disajikan pada
Tabel 1, antara lain: I. Benih, II. gulma/pe-
nyiangan, III. penyakit kresek dan kekurangan
air MK, dan IV. pupuk, tenaga kerja tanam dan
panen. Dari hasil skala prioritas tersebut me-
nunjukan bahwa benih menempati urutan
pertama karena pengaruhnya terhadap hasil
padi. Masalah gulma dan penyiangan dapat di-
dekati dengan pengendalian gulma terpadu,
sedang kekurangan air di musim kemarau da-
pat didekati dengan tanam lebih awal dengan
sistem pesemaian culikan. Penyakit kresek
merupakan penyakit yang mengganggu per-
tumbuhan padi di sawah tadah hujan musim
kemarau, sehingga perlu dicari sistem pengen-
dalian yang tepat. Masalah pupuk, tenaga ker-
ja tanam dan panen perlu koordinasi dan mu-
syawarah kelompok agar dapat mengatasi
permasalahan tersebut.
Melihat hasil skala prioritas di desa
tersebut, maka masalah utama yang dihadapi
petani padi sawah tadah hujan di musim
kemarau adalah benih bermutu tinggi, pen-
gendalian gulma, penyakit kresek dan ke-
kurangan air di MK, serta masalah pupuk, te-
naga kerja tanam dan panen. Dengan demi-
kian perlu di identifikasi pemecahan masalah
yang lebih mendalam pada permasalahan
tersebut.

653
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3
Hasil pemecahan masalah yang dilaku-
kan bersama petani, peneliti, dan penyuluh
tersebut kemudian disepakati untuk diterap-
kan dalam penelitian bersama di lahan petani
dalam bentuk demonstrasi plot (demplot). Ha-
sil pemecahan masalah disajikan pada Tabel 2.
Hasil Demplot
Sebagai penciri PTT padi sawah tadah
hujan musim kemarau, komponen utama yang
disepakati bersama antara petani, penyuluh,
dan peneliti antara lain: 1. Olah tanah mini-
mum dan pesemaian culikan, 2. Penggunaan
varietas unggul baru toleran kekeringan dan
umur genjah, 3. Benih berkualitas, 4. Penge-
lolaan hara tanaman (N berdasar BWD, P dan
K berdasar status hara tanah), 5. Pengendalian
gulma terpadu, dan 6. PHT terutama penyakit
kresek. Pelaksanaan demplot dilakukan pada
awal bulan April - Juli 2009 di lahan petani
dan varietas yang ditanam sebanyak 10
varietas, yaitu Inpari1, Inpari 2, Inpari 3,
Inpari 6, Inpari 10, Dodokan, Silugonggo,
Ciherang, Mekongga, dan Situ Bagendit serta 5
galur toleran kekeringan umur ultra genjah
sebagai super impose, yaitu OM5240, OM4495,
OM1490, BP1979, dan S4616.
Tabel 1. Analisa masalah budidaya tanaman padi walikjerami menurut petani di Desa Sidadadi, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, MK 2009
Masalah Luas yang dipengaruhi
Frekuensi Keparahan Jumlah Skala prioritas
1. Benih 5 4 4 13 I
2. Tanam 3 3 2 8 IV
3. Pupuk 3 3 2 8 IV
4. Gulma/penyiangan 4 4 3 11 II
5. Penyakit kresek 3 3 3 9 III
6. Kekurangan air MK 3 3 3 9 III
7. Panen 3 3 2 8 IV
Tabel 2. Pemecahan masalah budidaya padi sawah tadah hujan musim kemarau menurut petani di Desa Sidadadi, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu. MK 2009
Masalah Pemecahan Masalah
1. Benih Benih unggul baru bermutu tinggi (berlabel)
2. Gulma/penyiangan Aplikasi herbisida selektif
3. Tenaga kerja tanam Sistem ceblokan atau bagi hasil
4. Pupuk Pemupukan spesifik lokasi
5. Kekurangan air MK Tanam awal dengan menggunakan pesemaian culikan
6. Penyakit kresek Penggunaan bakterisida prinsip PHT dan varietas tahan
7. Tenaga kerja panen Penerapan alsintan

654
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3
Rata-rata hasil gabah pertanaman dem
-plot PTT padi sawah tadah hujan mencapai
7,63 t/ha GKP atau setara dengan 6,95 t/ha
GKG dengan kisaran hasil 6,50 t/ha GKP sam-
pai 8,26 t/ha GKP atau setara dengan 5,98 t/
ha GKG sampai 7,60 t/ha GKG (Tabel 3). Bila
dibandingkan dengan varietas Ciherang seba-
gai pembanding dan yang biasa ditanam peta-
ni setempat, maka pertanaman padi demplot
PTT kecuali varietas Dodokan dan Inpari 2,
dapat meningkatkan hasil gabah antara 6 -
22%.
Hasil gabah pertanaman super impose
galur-galur toleran kekeringan dan umur gen-
jah juga menunjukkan hasil yang baik dan co-
cok ditanam di lahan sawah tadah hujan mu-
sim tanam II 2009 (kemarau). Rata-rata hasil
gabah pertanaman super impose galur-galur
padi mencapai 7,35 t/ha GKP atau setara de-
ngan 6,49 t/ha GKG. Kisaran hasil gabah galur-
galur tersebut antara 6,26 t/ha sampai 6,78 t/
ha GKG dengan hasil gabah terendah dicapai
pada galur S4616 dan OM1490 dan tertinggi
OM5240 (Tabel 4).
Dibandingkan dengan varietas Cihe-
rang sebagai pembanding (pertanaman peta-
ni), maka pertanaman padi super impose dapat
meningkatkan hasil gabah 1 - 9%.
Analisis usahatani
Hasil analisis usahatani padi sawah
tadah hujan di musim kemarau menunjukkan
pendapatan bersih pertanaman padi demplot
PTT 21,2% lebih tinggi bila dibandingkan de-
ngan cara petani. Dilihat dari nisbah penda-
patan bersih dan jumlah biaya, maka usahata-
ni padi sawah tadah hujan di musim kemarau
demplot PTT maupun cara petani sama-sama
layak diusahakan. Hal ini ditunjukkan dengan
Tabel 3. Rata-rata hasil gabah beberapa varietas pertanaman demplot pendekatan PTT padi sawah tadah hujan di Desa Sidadadi, Kec.Haurgeulis, Indramayu. MK 2009
Varietas Rata-rata hasil (t/ha)
GKP Indeks GKG Indeks
Inpari 1 8,26 122 7,60 122
Inpari 2 6,62 98 6,11 98
Inpari 3 8,10 120 7,14 115
Inpari 6 7,72 114 7,02 113
Inpari 10 8,21 121 7,40 119
Dodokan 6,50 96 5,98 96
Silugonggo 7,89 117 7,17 115
Ciherang 7,33 108 6,62 106
Mekongga 7,76 115 7,15 115
Situ Bagendit 7,74 114 7,07 114
Rata-rata 7,63 - 6,95 -
Ciherang (cara petani) 6,77 100 6,22 100

655
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3
nilai B/C rasio demplot PTT sebesar 1,57 dan
cara petani sebesar 1,31. Marginal B/C pada
demplot PTT padi sawah tadah hujan musim
kemarau dan cara petani adalah 18,0 (Tabel
5).
Persepsi petani
Pelaksanaan demplot PTT padi sawah
tadah hujan menimbulkan persepsi petani
yang beragam tentang pendekatan PTT yang
sedang diteliti bersama, namun dapat dipa-
hami oleh petani. Persepsi tersebut selengkap-
nya disajikan dalam Tabel 6.
Tabel 4. Rata-rata hasil gabah galur harapan padi pertanaman demplot pendekatan PTT padi sawah tadah hujan di Desa Sidadadi, Kec. Haurgeulis, Indramayu. MK 2009
Rata-rata hasil (t/ha) Galur harapan
GKP Indeks GKG Indeks
OM5240 7,65 113 6,78 109
OM4495 7,48 111 6,76 108
OM1490 7,43 110 6,26 101
BP1979 7,40 109 6,41 103
S4616 6,79 100 6,26 101
Rata-rata 7,35 - 6,49 -
Ciherang (cara petani) 6,77 100 6,22 100
Tabel 5. Analisa usahatani per hektar padi sawah tadah hujan musim kemarau, Desa Sidadadi, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu. MK 2009
Uraian PTT Cara petani
Biaya upah tenaga kerja (Rp/ha) 4.598.625 4.446.375
Biaya sarana produksi (Rp/ha) 1.609.000 1.501.500
Biaya lain-lain (Rp/ha) 624.000 780.000
Total biaya (Rp/ha) 6.831.625 6.727.500
Pendapatan kotor (Rp/ha) 17.549.000 15.571.000
Pendapatan bersih (Rp/ha) 10.717.375 8.843.500
B/C ratio 1,57 1,31
Marginal B/C 18,0 -

656
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3
Kesimpulan
1. Masalah utama yang dihadapi petani padi
sawah tadah hujan pada musim kemarau
adalah benih bermutu, gulma, penyakit
kresek, dan kekurangan air.
2. Komponen utama PTT padi sawah tadah
hujan pada musim kemarau adalah: olah
tanah minimum dan pesemaian culikan,
penggunaan varietas unggul baru toleran
kekeringan dan umur genjah, benih ber-
kualitas, pengelolaan hara tanaman, pe-
ngendalian gulma terpadu, dan PHT pe-
nyakit kresek.
3. Rata-rata hasil demplot PTT padi sawah
tadah hujan dapat meningkatkan hasil ga-
bah 11,9% dan pendapatan usahatani se-
besar 21,2% lebih tinggi bila dibanding-
kan dengan cara petani.
Daftar Pustaka
Fagi, A.M., 1995. Strategies for improving rain-fed lowland rice production systems in Central Java. p.:189-199 In Rainfed Lowland rice. Agricultural Research for High-Risk Environments. IRRI. Phi-lippines.
Fagi, A.M., S.I. Bhuiyan and J.L. McIntosh, 1986. Efficient use of water for rainfed low-land rice. In: Progress in rainfed low-land rice. IRRI. Los Banos, Philip-pines.
Goswarni, NN., S.K. De Datta and M.V. Rao, 1995. Soil fertility and fertilizer management for rainfed lowland rice. In: Progress in rainfed lowland rice. IRRI. Los Banos, Philippines.
Pane, H., P. Bangun dan S.Y. Jatmiko, 1999. Pengendalian gulma pada pertanamn padi gogorancah dan walikjerami di lahan sawah tadah hujan. p.: 150-159 Dalam Menuju Sistem Produksi Padi
Tabel 6. Persepsi petani terhadap demplot PTT padi sawah tadah hujan
Uraian Persepsi
Varietas unggul baru dan benih berlabel
Petani meyakini varietas unggul baru dan benih berlabel bermutu baik dan dapat meningkatkan hasil padi.
Tanam legowo 2:1 Pada awalnya petani khawatir populasi tanaman berkurang akibat banyaknya ruang kosong yang tidak ditanami sehingga akan mengu-rangi produksi. Tenaga kerja tanam pada awalnya merasa kesulitan dan meminta upah lebih tinggi. Petani merasa lega setelah melihat pertanaman padi menjelang panen tidak ada bedanya dengan tanam tegel (25x25) cm.
Pupuk lengkap dan berimbang
Pemupukan lengkap dan berimbang diyakini petani dapat mening-katkan hasil gabah, terlebih apabila jumlah dan waktu pemberiannya tepat.
Penggunaan herbis-ida
Awalnya petani khawatir tanaman padi akan keracunan dan mati, namun setelah mengetahui jenis herbisida yang digunakan petani memahami herbisida pra tumbuh dapat menekan gulma dan mengu-rangi biaya penyiangan.

657
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3
Berwawasan Lingkungan. Risalah Se-minar Hasil Penelitian Emisi Gas Ru-mah Kaca dan Peningkatan Produk-tivitas Padi di Lahan Sawah (S. Parto-hardjono, J. Soejitno dan Hermanto, ed.). Puslibang Tanaman Pangan. Bogor.
Setiobudi, D. and B. Suprihatno, 1996. Res-ponse of flooding in gogorancah rice and moisture stress effect at repro-ductive stage in walik jerami rice. p.: 80-90 In Physiology of Stress Toleran-ce in Rice (V.P. Singh, R.K. Singh, B.B. Sing and R.S. Zeigler, ed.). NDUAT, India – IRRI, Philippines.
Suparyono, S. Kartaatmadja dan A.M. Fagi., 1992. Relationship between potassium
and development of several major rice diseases. Prosseding Seminar Nasional Kalium. Jakarta 4 Agustus 1992.: 155-162.
Wihardjaka, A., S. Abdulrachman, Susanto, and C.P. Mamaril, 1999. Potassium dy-namic under intensified and diversi-fied rice-based cropping system. p.: 170-182 Dalam Menuju Sistem Pro-duksi Padi Berwawasan Lingkungan. Risalah Seminar Hasil Penelitian Emisi Gas Rumah Kaca dan Peningkatan Pro-duktivitas Padi di Lahan Sawah (S. Par-tohardjono, J. Soejitno dan Hermanto, ed.). Puslibang Tanaman Pangan Bo-gor.