OPINION LEADER SEBAGAIAKTOR PEMBENTUKAN …digilib.uin-suka.ac.id/8202/1/MOKH. NAZILI OPINION...

14
OPINION LEADER SEBAGAIAKTOR PEMBENTUKAN NILAI-NILAIILAHIYAH DIKALANGAN REMAJA Mokh. Nazili Fakultas Dakivah IAIN Sunan Kalijaga Abstract A proselytizers an opinionleader is one who is capable to influence someone else well, informally and contantly, principally in religious aspect. A proselytizer have substantive and methodologic competenly and also tobe at one with the youth community. The proselytizer and the youth interaction continuously in the honor councils to exchange knowledges and experiences making easier for the youth to internalized the value of rabbaniyah and ribbiniyah. It will be processed by four steps; the fist; is to make ripen the value in this step, the youth need information will be got from the interaction between the honor councils members. The second step; is this result of the observation in the situation process of the honor councils will stabilize and strengthen the decission that have been dicided. The third step; is the application of the decision, the youth will be seen active in praying. The four step; is the youth have hod potterned and directed behaviour. Now, the youth have became the perfect Moslem (insane kamil). I. Pendahuluan Dewasa ini dunia kependidikan mulai kehilangan nilai-nilai spiritual- nya. Pengaruh globalises! informasi dan materialisme menjadikan terkikis- nya nilai-nilai relijiusitas. Pandangan hidup remaja mulai bergeser. Dalam menuntut ilmu, misalnya, tidak lagi sebagai realisasi ibadah melainkan didominasi oleh keinginan mendapatkan nilai bagus semata meskipun di- tempuh dengan berbagai cara. Fragmentalisme materialis telah mempe- ngaruhi dan merubah sikap mereka. Demi memperoleh keseimbangan hidup 218 Aplikasia, Jumal Aplikasi llmu-ilmu Agama, Vol. IV, No. 2 Desember 2003:218-231

Transcript of OPINION LEADER SEBAGAIAKTOR PEMBENTUKAN …digilib.uin-suka.ac.id/8202/1/MOKH. NAZILI OPINION...

OPINION LEADER SEBAGAIAKTORPEMBENTUKAN NILAI-NILAIILAHIYAH

DIKALANGAN REMAJA

Mokh. NaziliFakultas Dakivah IAIN Sunan Kalijaga

Abstract

A proselytizers an opinionleader is one who is capable toinfluence someone else well, informally and contantly,principally in religious aspect. A proselytizer have substantiveand methodologic competenly and also tobe at one with theyouth community.The proselytizer and the youth interaction continuously in thehonor councils to exchange knowledges and experiences makingeasier for the youth to internalized the value of rabbaniyah andribbiniyah. It will be processed by four steps; the fist; is to makeripen the value in this step, the youth need information will begot from the interaction between the honor councils members.The second step; is this result of the observation in the situationprocess of the honor councils will stabilize and strengthen thedecission that have been dicided. The third step; is the applicationof the decision, the youth will be seen active in praying. Thefour step; is the youth have hod potterned and directedbehaviour. Now, the youth have became the perfect Moslem(insane kamil).

I. Pendahuluan

Dewasa ini dunia kependidikan mulai kehilangan nilai-nilai spiritual-nya. Pengaruh globalises! informasi dan materialisme menjadikan terkikis-nya nilai-nilai relijiusitas. Pandangan hidup remaja mulai bergeser. Dalammenuntut ilmu, misalnya, tidak lagi sebagai realisasi ibadah melainkandidominasi oleh keinginan mendapatkan nilai bagus semata meskipun di-tempuh dengan berbagai cara. Fragmentalisme materialis telah mempe-ngaruhi dan merubah sikap mereka. Demi memperoleh keseimbangan hidup

218 Aplikasia, Jumal Aplikasi llmu-ilmu Agama, Vol. IV, No. 2 Desember 2003:218-231

material dan spiritual, remaja perlu didorong memakmurkan masjid dengandatang di Majelis Taklim yang diselenggarakan takmir masjid. Kehadiranremaja di Majelis Taklim akan memberikan nuansa keseimbangan kehidup-an duniawi dan ukhrawi ; gejolak batin sebagai akibat modernitas akanmendapatkan keseimbangan siraman ruhani yang menyejukkan.

Deskripsi tersebut menandaskan kepada kita bahwa pentingnya mem-perhatikan bentuk, pola dan perilaku relijius di kalangan remaja. Ini penting,mengingat masa remaja adalah masa kritis tatkala kendala keluarga mulaimelonggar. Selain itu proses pembentukan karakter dan sikap tidak sematapada faktor hereditas (keturunan) tetapi lebih pada faktor lingkungan sosialyang berperan besar dalam pembentukannya. Di samping itu kehidupanremaja juga identik dengan kehidupan transisional, di mana proses hidup-nya di tengah budaya modernitas dengan seperangkat nilai yang menyertai-nya. Nilai modernitas dengan hegemoni budaya barat telah mempengaruhinilai sosio kulhiral bahkan agama yang telah diresapi sebagai suatu keyakin-an.

Dalam konteks tersebut maka remaja dihadapkan pada beberapa per-soalan di antaranya adalah karena masih dalam fase transisi kecenderunganuntuk mengalami perubahan terhadap sesuatu yang telah ia pahami danpersepsi sebelumnya sangat tinggi. Oleh karenanya remaja sangat rentanterhadap nilai-nilai dari luar. Apabila dalam menyerap nilai-nilai baru tidakselektif maka akan berekses terhadap perkembangan pribadinya.1

Zakiah Daradjat, dalam menangani bimbingan dan konsultasi kejiwa-an, mencatat pada tahun 1983 saja terdapat 321 penderita gangguan mentalyang datang berkonsultasi dan 45% diantaranya adalah remaja berusia 14sampai dengan 25 tahun. Masalah yang mereka keluhkan antara lainkesulitan belajar, kesukaran hubungan dengan orang tua, hubungan denganguru, pergaulan muda-mudi sampai kepada hubungan sex, minuman keras,narkotika dan Iain-lain.2

Zakiah Daradjat pernah pula meneliti problem yang dialami remajadi Indonesia pada tahun 1958 dan menemukan bahwa problem yangdialami oleh remaja antara lain problem kesehatan, memilih pekerjaan dankesempatan belajar, persiapan untuk berkeluarga, keuangan dan Iain-lain.3

'Tauf ik Hidayat, Ruh Islam Dalam Budaya Bttngsa, Agama dan Probkma Masa Kini, (Jakarta,Yayasan Fesdfal Istiqlal 1996), p. 126.

2Zakiah Daradjat, "Kesehatan Mental; Peranannya dalam Pendidikan dan Pengajaran",(Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Dalam Ilmu Jiwa pada IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta,27Agustusl984,p. 10.

'Zakiah Daradjat, Probkniatika Remaja di Indonesia, (Jakarta, Bulan Bintang, 1978), p.. 84.

Opinion Leader Sebagai Aktor Pembentukan Nilai-nilai llahiyah Di... (Mokh. Nazili) 219

Terlepas dari berbagai persoalan yang melatar belakangi masalahtersebut, ada tiga hal yang dapat dilihat: pertama; dari segi psikologis, remajamengalami gejolak psikologis akibat pertumbuhan dan perkembangan fisik.Kedua, dari segi sosiologis, ada kalanya kurang perhatian orang tua atauorang dewasa yang diharapkan sewajarnya memberikan perhatian kepadamereka atau karena lingkungan sekitar remaja. Ketiga, dari segi keagamaan,karena longgarnya pegangan keagamaan atau kurangnya pengetahuandan penghayatan keagamaan di mana agama berfungsi sebagai pengendalimoral.

Di masa depan, remaja menempati posisi strategis sebagai penggantigenerasi tua yang secara alamiah harus merelakan tongkat estafeta masadepan bangsa, negara dan agama pada pundak remaja. Sepuluh tahun kedepan remaja telah menjadi dewasa dan menjadi pemilik masa depan itu.Remaja menjadi jenderal di garis depan bangsa dan menjadi ulama panutanumat.

Melihat eksistensi dan potensi remaja bagi masa depan dan keterbatas-an remaja dalam mengadopsi nilai, maka da'i dalam menampilkan diri,pemilihan materi dan juga metode dakwahnya harus mampu memenang-kan perlombaan dalam penanaman nilai-nilai, di tengah persaingan ketatnilai-nilai dari institusi pers baik elektronik maupun cetak dan isme-ismeyang menyesatkan. Aktivitas para da'i, di satu sisi, harus mampu memaling-kan jamaahnya dari segala informasi yang menjauhkan remaja dari kebenar-an agama dan di sisi lain, mampu menghunjamkan dalam nilai-nilai ilahi-yah dalam dada remaja dan menjadikan aturan Allah sebagai peganganhidup dalam pergaulan masyarakat, berbangsa dan beragama.

Paparan tersebut membawa kesadaran kritis untuk mempertanyakanbagaimana corak struktur masyarakat (inklusif keluarga) sekarang ini, bagai-mana proses pembentukan nilai pada remaja dan peran da'inya, bagaimanaperan institusi-institusi sosial sehingga delequensi remaja tidak semakin me-ningkat kualitas dan kuantitasnya, dan bagaimana seharusnya struktursosial agama dan lembaga lainnya berperan dan berfungsi. Tulisan inimencoba membahas pada pertanyaan kedua, yaitu bagaimana peran da'idalam memilih materi dakwah sebagai proses pembentukan nilai. Untukmenjawab pertanyaan tersebut akan dibahas terlebih dahulu posisi da'i(opinion leader), materi dakwah dan proses pembentukan nilai (khusus untukremaja).

220 Aplikasia, Jumal Aplikasi llmu-ilmu Agama, Vol. IV, No. 2 Desember 2003:218-231

II. Opinion Leader (Da'i) : Siapa dan Kompetensi Apa yang HarusDimiliki

Secara umum dapat dikatakan bahwa setiap muslim yang mukattaf(dewasa) dapat berperan sebagai muballigh atau da'i. la berkewajiban me-nyampaikan ajaran-ajaran Islam kepada seluruh umat manusia sesuaidengan kemampuan masing-masing. Secara khusus, adalah da'i orangyang mempunyai profesi atau sengaja mengkonsentrasikan diri untukberdakwah karena ahli di dalam bidang agama Islam. Semangat berdakwahbagi da'i digambarkan Arnold sebagai 'semangat memperjuangkan kebenar-an. Semangat itulah yang tak kunjung padam dari jiwa penganutnya se-hingga kebenaran terwujud dalam pikiran, kata-kata dan perbuatan. Sema-ngat yang membuat mereka tidak puas sampai berhasil menanamkan nilaikebenaran kedalam jiwa setiap orang, sehingga, apa yang diyakini sebagaikebenaran dapat diterima oleh seluruh masyarakat.4

Dalam proses komunikasi yang terjadi di Majelis Taklim misalnya, me-minjam istilah Everett M. Rogers5, da'i dapat dikategorikan sebagai opinionleader. Opinion leader adalah orang yang cakap mempengaruhi orang lainsecara baik, informal dan ajeg terutama pada aspek keagamaan dan umum-nya pada aspek persoalan kemasyarakatan. Menurut Jalaluddin Rakhmad6,ada tiga faktor yang harus diperhatikan da'i supaya bisa diterima audiennya,yakni kredibilitas, daya tarik dan kekuasaan. Saefudin Azwar7 mencatatbahwa batas penerimaan dan penolakan dalam proses komunikasi di-pengaruhi oleh tiga hal yaitu keterlibatan (involvement) individu, kredibilitas(credibility) komunikator dan pembedaan posisi sikap (discrepancy) individu.Semakin tinggi kredibilitas komunikator akan semakin besar penerimaanindividu, sehingga pesan akan mudah diterima dan sikap tidak akan sulitdirubah.

Dalam terminologi Masdar F. Masudi,8 Kyai dapat dibedakan dalamtiga tipologi (1) Kyal Mursyid (2) Kyai Jura Dakwah (3) Kyai Mutafaqqih FilAl-ddin. Kyai Mursyid hanya memerlukan seperangkat pengetahuan-penge-

'Thomas W. Arnold, The Preaching of Islam, (India : Adam Publisher, 1995), p. 1.5Roger, Everett M., 1985, Diffusion of Innovation, (New York : The Free Press, 1985)."Jalaluddin Rakhmad, Penelitian Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), p. 62.7 Saifuddin Azwar, Sikap Manusia; Teori dan Pengukurannya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

1998), p. 51.8 Masdar F. Mas'udi, 1989, Islam Indonesia Menatap Masa Depan, (Jakarta : P3M, 1989), p.

199.

Opinion LeaeterSebagai Aktor Pembentukan Nilai-nilai llahiyah Di... (Mokh. Nazili) 221

tahuan tentang f iqih ubudi dan soal-soal riil yang ada di masyarakat dengandibekali teori dan latihan yang praktis dalam bidang pengembanganmasyarakat. Kyai Muballigh memerlukan kualifikasi keilmuan yang tidakperlu detail tetapi lebih beragam. la perlu mengenal istilah-istilah teknisdari ilmu tafsir, hadis, f iqih, tauhid serta dengan seperangkat psikologi sosial,ilmu komunikasi dan retorika. Demikian ini karena media komunikasinyadalam bentuk khutbah, pengajian-pengajian umum. Kyai Mutaffaqih di-tuntut menguasai keilmuan yang mengatasi kedua kategori kyai tadi.Kecuali penggunaan kunci persoalan ilmu-ilmu naqliyah, ia dituntut pulamemiliki kemampuan penalaran yang tinggi untuk menghadapkannyadengan realitas sosial kontemporer secara dialektis. Untuk menciptakanulama' yang demikian diperlukan penyajian ilmu-ilmu logika dan metodo-logi.

Dari tipologi di atas, da'i dapat dimasukan dalam tipologi kedua, yaituKyai Muballigh. Dan sebagai subjek dakwah, agar dapat menjalankanfungsinya dengan baik, da'i haras mempunyai kompetensi yang cukup.Kompetensi ialah sejumlah pemahaman, pengetahuan, penghayatan danperilaku serta ketrampilan tertentu yang harus ada pada diri seseorangsehingga dapat melakukan fungsinya dengan memadai. Idealnya da'imemiliki dua kompetensi, yakni kompetensi substantif dan metodologis.

Kompetensi substantif ada tujuh komponen yaitu, pemahaman agamaIslam secara cukup, tepat dan benar, pemahaman hakekat gerakan dakwah,memiliki akhlakul karimah, mengetahui perkembangan pengetahuan yangrelatif luas, mencintai audien dengan tulus, mengenal kondisi lingkungandengan baik, dan mempunyai rasa ikhlas liwajhillah

Kompetensi metodologis berkaitan dengan kemampuan da'i membuatperencanaan (persiapan kegiatan dakwah) dan melaksanakan perencanaantersebut. Kemampuan perencanaan meliputi, pertama, kemampuan meng-identifikasi permasalahan dakwah yaitu mampu mendiagnosis dan me-nemukan kondisi keberagamaan objek dakwah yang dihadapi, kedua, ke-mampuan mencari dan mendapatkan informasi mengenai ciri-ciri objektifdan subjektif objek dakwah serta kondisi lingkungannya, ketiga, Kemampu-an menyusun langkah perencanaan kegiatan dakwah yang komprehensif,dan keempat, kemampuan merealisasikan perencanaan dalam pelaksanaankegiatan dakwah.'

9Abdul Munir Mulkhan, Ideologistisi Gerakan Dakwah Episode Kehidupan M.Natsirdan AzliarBasyir, (Yogyakarta : Sippres, 19%), p. 237.

222 Aplikasia.JumalAplikasi Ilmu-ilmu Agama, Vol.! V, No. 2 Desember 2003:218-231

Di samping itu hal lain yang harus dimiliki seorang da'i adalahhubungan keterikatan secara emosional antara da'i dan objek dakwahnya,sehingga da'i "luluh" dalam lingkungan masyarakatnya10. Meleburnya da'idalam masyarakat akan memberikan kontribusi dalam menjelaskan secarariil ajaran Islam. Menjadi penting mengetahui sistem pengetahuan ataunilai-nilai dalam masyarakat dalam pembangunan spiritual."

Da'i masih harus terus menerus momong, ngomong dan ngemong padajamaahnya setelah selesai memberikan ceramah. Perilaku da'i ini sesuaidengan teori pengembangan masyarakat sebagai siklus yang dilakukan se-cara terus menerus dalam berbagai kesernpatan untuk berbagi pengetahuandan pengalaman serta berusaha mencapai tujuan bersama.12 Dalam aktivitasdakwah, hal tersebut diaktualisasikan melalui tampilnya perilaku da'i yangtaat pada ajaran agama, terutama pada saat bertemu dengan remaja, me-nata komunikasi dialogis, baik secara verbal maupun non verbal, danmelakukan kontrol terhadap perilaku remaja.

Interaksi da'i dengan jamaahnya akan berpengaruh pada faktor-faktorpsikologis yang terdapat dalam individu yaitu faktor imitasi, sugesti, identifi-kasi dan simpati. Bila hal demikian yang terjadi fungsi rahmatan lilalamindari da'i akan dirasakan oleh jamaahnya. Ujungnya jamaah akan me-mahami apa yang diajarkan, merasakan kebenaran ajaran dan meng-aktualisasikan ajaran pada semua segi kehidupannya.

III. Materi Pengajaran Islam : Dimensi dan Nilai-nilai

Nurcholish Madjid13 berpendapat bahwa pengajaran Islam dalamMajelis Taklim harus menanamkan dua dimensi, pertama, dimensi hidupke Tuhanan yang merupakan jiwa rabbaniyah atau ribbiyah, dan kedua, di-mensi kemanusiaan yang perwujudannya ada pada akhlakul karimah.

A. Dimensi rabbaniyyah adalah :

1. Iman, yaitu sikap batin yang penuh kepercayaan kepada Tuhan.la tidak terbatas hanya percaya akan adanya Tuhan, tetapi me-ningkat menjadi sikap mempercayai kepada adanya Tuhan dan

IOBandingkan dengan Noeng Muhadjir, Kspemimpinan Adopsi Inovasi Untuk PembangunanMasyarakat. (Yogyakarta : Rake Press, 1983).

1!Lihat http://www.deliveri.org/guideelines/ implementation/ig-2-summary-htm, 2002."Nurcholis Madjid, Masyarakat Religius Membumikan Nilai-Nilai Islam Dalam Kehidupan

Masyarakat. (Jakarta : Paramadina, 2000), p. 98.

Opinion LeaderSebagai Aktor Pembentukan Nilai-nilai llahiyah Di... (Mokh. Nazili) 223

mempercayai-Nya.2. Islam, sebagai kelanjutan adanya iman, maka sikap pasrah kepada-

Nya, dengan meyakini bahwa apapun yang datang dari Tuhantentu mengandung hikmah kebaikan, karena manusia sebagaimakhluk yang dlaif tidak mungkin mengetahui seluruh wujudnya.

3. Ihsan, yaitu kesadaran yang sedalam-dalamnya bahwa Allahsenantiasa hadir atau berada bersama kita di manapun kita berada.Bertalian dengan ini, menginsafi bahwa Allah selalu mengawasiakan berimplikasi terhadap munculnya aktivitas yang penuhdengan rasa tanggungjawab, tidak setengah-tengah dan tidak se-kadarnya saja.

4. Taqwa, yaitu sikap yang sadar penuh bahwa Allah selalu meng-awasi kita, kemudian kita berusaha berbuat hanya sesuatu yangdiridlai Allah, dengan menjauhi atau menjaga diri dari sesuatu yangtidak diridlai Allah.

5. Ikhlas, yaitu sikap murni dalam tingkah dan perbuatan, semata-mata demi memperoleh ridla atau perkenan Allah dan bebas daripamrih lahir dan batin tertutup maupun terbuka. Dengan sikapyang ikhlas orang akan mampu mencapai tingkat tertinggi nilaikarsa batinnya dan karya lahirnya baik pribadi maupun sosial.

6. Tawakkal, yaitu sikap senantiasa bersandar kepada Allah, denganpenuh harapan kepada-Nya dan berkeyakinan bahwa Dia akanmemberikan pertolongan dalam mencari dan menemukan jalanyang terbaik. Karena orang mempercayai atau menaruh kepercaya-an kepada Allah.

7. Syukur, yaitu sikap penuh rasa terima kasih dan penghargaan atassegala nikmat dan karunia yang tidak terbilang banyaknya yangdianugrahkan Allah. Sikap bersyukur sebenarnya adalah optimiskepada hidup ini dan pandangan senantiasa berpengharapankepada Allah. Oleh sebab itu, sikap bersyukur kepada Allah padahakekatnya adalah bersyukur kepada diri sendiri karena manfaatbesar kejiwaannya yang akan kembali kepada yang bersangkutan.

8. Sabar, yaitu tabah menghadapi segala kepahitan hidup besar dankecil, fisiologis maupun psikologis, karena keyakinan yang taktergoyahkan bahwa semua berasal dari Allah dan akan kembalikepada-Nya. Jadi sabar adalah sikap batin yang tumbuh karenakesadaran akan asal dan tujuan hidup yaitu Allah s.w.t.

224 Aplikasia, Jumal Aplikasi llmu-ilmu Agama, Vol. IV, No. 2 Desember 2003:218-231

B. Dimensi Kemanusiaan:

Melalui dimensi diatas, da'i dapat menanamkan nilai-nilai akhlakmulya. Akhlaq-akhlaq dimaksud adalah :1. Silaturrahim, yaitu pertalian rasa cinta kasih antara sesama manu-

sia, khususnya sesama saudara, kerabat, handai taulan, tetangga,dan seterusnya. Sifat Tuhan adalah kasih sebagai sifat Ilahi yangdiwajibkan sendiri atas Diri-Nya. Maka manusia pun harus cintakepada sesamanya agar Allah cinta kepada-Nya.

2. Persaudaraan, yaitu semangat persaudaraan lebih-lebih antarasesama kaum beriman yang disebut ukhuwah islamiyah.

3. Persamaan, yaitu pandangan bahwa semua manusia tanpa me-mandang jenis kelamin, kebangsaan ataupun kesukuannya danIain-lain adalah sama dalam harkat dan martabat. Tinggi rendahderajat seseorang hanya ada pandangan Tuhan yaitu siapa yangpaling bertaqwa.

4. Adil, yaitu wawasan yang seimbang memandang, menilai ataumenyikapi sesuatu atau seseorang. Jadi tidak secara apriori me-nunjukkan sikap positif atau negatif. Sikap kepada sesuatu atauseseorang dilakukan hanya setelah mempertimbangkan segala segitentang sesuatu atau seseorang tersebut secara jujur dan seimbang,dengan penuh iktikad baik dan bebas dari prasangka.

5. Baik sangka, yaitu sikap penuh baik sangka kepada sesama manu-sia, berdasarkan ajaran agama bahwa manusia itu pada asal danhakekat aslinya adalah baik, karena diciptakan Allah dan dilahir-kan atas fitrah atau atas kejadian yang baik. Sehingga manusia itupada hakekat aslinya adalah makhluk yang berkecenderungankepada kebenaran dan kebajikan.

6. Rendah hati, yaitu sikap yang tumbuh karena keinsafan bahwasegala kemuliaan hanya milik Allah, maka tidak sepantasnya manu-sia mengklaim kemuliaan itu kecuali dengan pikiran yang baik danperbuatan yang baik, yang inipun hanya Allah yang akan menilai-nya. Apalagi kepada sesama orang yang beriman, sikap rendahhati itu adalah kemestian. Hanya kepada mercka yang jelas-jelasmenentang kebenaran kita dibolehkan untuk bersikap tinggi hati.

7. Tepat janji, yaitu salah satu sifat orang yang benar-benar berimanialah selalu menepati janji bila membuat perjanjian. Dalam masya-rakat dengan hubungan yang lebih kompleks dan luas sikap tepatjanji merupakan unsur budi pekerti yang amat diperlukan dan

Opinion LeaderSebagai Aktor Pembentukan Nilai-nilai llahiyah Di... (Mokh. Nazili) 225

terpuji.8. Lapang dada, yaitu sikap penuh kesediaan menghargai orang lain

dengan pendapat-pendapat dan pandangan-pandangannya sepertidituturkan dalam al-Quran mengenai sikap Nabi sendiri disertaipujian kepada beliau. Sikap terbuka dan toleran serta kesediaanbermusyawarah secara demokratis terkait erat sekali dengan budiluhur lapang dada.

9. Dapat dipercaya, yaitu salah satu konsekwensi iman ialah amanahatau penampilan diri yang dapat dipercaya. Amanah sebagai budiluhur adalah lawan dan khianat yang amat tercela. Keteguhanmasyarakat memerlukan orang-orang yang terdiri dari pribadi-pribadi yang penuh amanah dan memiliki tanggung jawab yangbesar.

lO.Perwira, yaitu sikap penuh harga diri namun tidak sombong dantidak menunjukkan sikap memelas atau iba dengan maksud me-ngundang belas kasihan orang lain dan mengharapkan pertolongan.

ll.Hemat, yaitu sikap tidak boros dan tidak pula kikir dalam meng-gunakan harta melainkan sedang-sedang saja dalam membelanja-kan harta bendanya. Al-Quran sendiri menggambarkan orang borosadalah temannya setan.

12.Dermawan, yaitu sikap kaum beriman yang memiliki kesediaanyang besar untuk menolong sesama manusia, terutama merekayang kurang beruntung dengan mendermakan sebagian dari hartabenda yang dikaruniakan dan diamanatkan Tuhan kepadamanusia.14

Dua nilai rabbaniyah dan ribbiniyah tersebut selanjutnya akandiupayakan da'i supaya tertanam dalam jiwa remaja melalui beberapatahap.

IV. Tahap-tahap Pembentukan Nilai

Proses pembentukan nilai terjadi melalui tahapan sebagai berikut:

A. Tahap Pematangan Pilihan

Sebelum seseorang memutuskan sesuatu terlebih dahulu ia akanmelakukan sebuah proses pematangan pilihan. Ini, sesungguhnya adalah

"Ibid., pp. 98 -100.

226 Aplikasia, Jutnal Aplikasi llmu-ilmu Agama, Vol. IV, No. 2 Desember 2003:218-231

proses awal ke arah terbentuknya nilai tertentu dalam diri manusia. Padasaat menentukan sikap, seseorang akan merasa lebih mantap memutuskansesuatu bila mempunyai cukup bahan-bahan pertimbangan. Dengan bahanpertimbangan yang cukup orang tidak terombang-ambing dalamkebimbangan.

Seseorang sudah tahu kemungkinan yang akan terjadi sebagai sebuahkonsekuensi. Dari rangkaian keputusan yang diambil apabila pilihan itutaat azas akan berujung pada kecenderungan-kecenderungan perilaku yangmerupakan 'benang merah' yang mewarnai keputusannya, kecuali dalammengambil keputusan dalam keadaan terancam, terdesak atau tidak sadar.Dalam situasi normal di mana seseorang merasa memiliki kebebasan untukmenentukan keputusan, benang merah itu akan selalu muncul. Bila dalamproses pemantapan pilihan orang merasa bahwa pilihannya itu adalah yangterbaik dari segala alternatif yang ada — setelah ia mendalami berbagaiarti dan konsekuensi diri setiap alternative, maka benang merah selanjutnyaakan menjadi sangat kuat dan mulai menjadi warna yang dominan dalamhidup orang tersebut.

Dalam situasi berjamaah di Majelis Taklim akan terjadi interaksi antarjamaah yang satu sama lain akan saling mempengaruhi. Pada situasi ke-lompok, secara keseluruhan, orang akan melihat bagaimana kelompokberperilaku. Bagi remaja situasi kelompok di Majelis Taklim dapat menjadibahan pertimbangan bagi perilaku yang diambil selanjutnya.

Implikasi yang perlu diperhatikan dalam mengawali proses pembentuk-an nilai khususnya dalam pemantapan pilihan adalah, pertama, dari semulaseseorang tidak pernah merasa terpaksa harus memilih tanpa lebih dahuluberkesempatan mengenal dan mendalami berbagai aspek nilai-nilai yangdihadapinya. Dalam kaitan ini kesadaran dan kepekaan perlu dirangsangdengan jalan, antara lain, menggalakkan kebiasaan mempertanyakanrelevansi nilai-nilai dalam konteks kehidupan sehari-hari. Keistimewaanal-Qur'an sebagai sebuah kitab Allah bagi manusia, misalnya, menantangmanusia untuk membuat serupa dengannya. Tantangan ini memberikeleluasaan bagi manusia untuk mempertanyakan relevansi al-Qur'andengan kebutuhannya, baik akademis maupun kebutuhan sehari-harisebagai norma hidup. Keterbukaan al-Qur'an ini memberi ruang bagiremaja untuk mengkaji lebih dalam esensi al-Qur'an sebagai kitab nilai bagijalan hidupnya.

Kedua, sebelum menyatukan pilihan, seseorang merasa berkesempatanmempelajari dan mengendapkan konsekuensi-konsekuensi dari setiap

Opinion Leader Sebagai Aktor Pembentukan Nilai-nilai llahiyah Di... (Mokh. Nazili) 227

alternatif nilai melalui kajian-kajian dan perbandingan termasuk konsekuen-si pada diri sendiri sejauh mengenai hak dan tanggung jawabnya.

B. Tahap Pembentukan Nilai

Tahap ini teijadi sesudah keputusan (menerima atau menolak) terjadi.Ini merupakan tahap pengukuhan keputusan. Perbedaannya, adalahbahwa tahap yang pertama berfungsi mengkristalisasi pilihan yang segeraakan menjadi keputusan sedangkan tahap yang kedua ini berfungsi me-mantapkan, memperkuat bahkan mengamankan keputusan yang sudahdiambil. Di sird seseorang mulai menghadapi rangkaian konsekuensi darikeputusannya. la sudah tidak dapat menghindar dari keharusan mem-pertanggungjawabkan keputusannya itu. la menjadi semakin terlibat padakeputusan tersebut secara intelektual, emosional bahkan secara fisik dantentu saja secara moral. Kalau seseorang bangga atas keputusannya ia akansiap membela keputusannya itu.

C. Tahap Fenerapan atau Pengamalan Keputusan

Kepada dunia luar, ia sendiri terbuka, tanpa rasa malu, tanpa rasaragu-ragu dan tanpa rasa takut menyatakan keputusannya. Ia maju kedepan sebagai manusia yang yakin dan bersemangat. Oleh karena secaramental seseorang sudah siap menikmati konsekuensi yang menguntungkanatau menghadapi konsekuensi-konsekuensi yang tidak menguntungkan.Sebagai kelanjutan dari keputusan yang telah diambilnya, ia kini melibatkandiri dari dua sisi. Di satu sisi, ia berusaha mengembangkan, menguatkandan meningkatkan keberhasilan keputusannya itu. Waktu, tenaga, pemikir-an bahkan harta dapat diberikan dengan rela demi keputusannya itu. Padasaat seperti ini remaja akan menjadi remaja yang shalih, aktif hadir dipengajian dan berdakwah. Kristalisasi nilai pada diri remaja yang telahterbentuk, remaja siap membela nilai itu bila perlu pengorbanan yang lebihberat pun dilaksanakan.

Tetapi petunjuk kemantapan tahap ketiga ini tidak berakhir sampai disitu. Bila arah perkembangan tahap ini berjalan baik maka tindakan-tindak-an yang lahir sebagai kelanjutan dari keputusannya tidak merupakanperistimewaan impulsif atau yang terjadi sekali dua kali saja.

Dengan perkataan lain, kini tingkah lakunya mulai terpola. Tindakan-nya akan memperlihatkan kesetiaan agama atau konsistensi dan tindakan-tindakan itu timbul secara berkelanjutan sehingga nampak dengan jelas

228 Aplikasia, Jumal Aplikasi llmu-ilmu Agama, Vol. IV, No. 2 Desember 2003:218-231

bahwa segala perilakunya, secara keseluruhan telah terpola menurut nilaipilihan tersebut. Keterpolaan dan keterarahan perilaku merupakan hasilpertumbuhan yang wajar karena sifat nilai yang hidup memang selalu men-dorong perkembangan yang demikian. Dengan tercapainya tingkat per-kembangan sejauh itu, dapatlah disimpulkan bahwa nilai-nilai tertentu telahtumbuh dalam diri orang tersebut.

D. Dari Nilai ke Perilaku Terpola dan Terarah

Seseorang yang telah memperlihatkan perilaku yang konsisten dengannilai yang sudah diterima adalah orang yang telah dapat dipandang ber-perilaku terpola. Artinya, perilaku itu muncul dalam satu pola berdasarkansistem nilai yang diterimanya dan pola itu sudah terlihat dalam perilakunyasehari-hari. Kondisi ini dapat dipergunakan sebagai petunjuk bahwa iasekarang bukanlah orang yang ikut-ikutan, bukan orang yang berpura-pura, bahkan juga tidak termasuk orang yang bersemangat "hangat-hangattahi ayam". Orang itu kini dapat diperhitungkan. Bukan saja karena iasudah mendalami berbagai alternatif sebelum ia memilih — dan karena itupilihannya dapat dinilai rasional - tetapi ia juga secara terbuka sudahmenyatakan pilihan serta keputusannya. Lebih dari itu ia juga secarakonsisten melibatkan diri untuk menerapkan keputusannya itu.

Jadi dapat disimpulkan bahwa setidak-tidaknya seseorang dapat mem-beri penjelasan, mengapa ia memilih nilai tertentu dan menolak yang lain.Seseorang tidak akan menelan informasi begitu saja tanpa mendudukkannyadalam kerangka pengertian pokoknya. Dengan pengertian yang dimilikiitu seseorang akan sanggup mengembangkan pandangannya lebih jauhsecara mandiri. la menjadi peka terhadap gejala-gejala yang mungkin mem-perkuat atau melemahkan keputusannya itu. Dalam segala tindakannya,ia bergerak lebih terarah. la sekarang menjadi lebih sadar mengenai apayang sepatutnya dan apa yang tidak sepatutnya dilaksanakan. Dengannilai yang sudah jelas, ia bergerak ke depan dengan arah yang jelas, karenaitu perilakunya disebut perilaku terarah. la pun mulai mengambil prakarsauntuk lebih memantapkan nilai yang dipilihnya, antara lain dengan caramenyebarluaskan penawaran nilai itu.15

Dalam kehidupan sehari-hari, remaja semacam itu dapat dikenal dariberbagai segi. la akan antusias berbicara mengenai pilihannya. la mungkin

15Winamo Surakhmad, Berkomunikasi dalam Nilai Hidup, (Bandung: Tarsito, 1987), p. 27-37.

Opinion Leader Sebagai AktorPembentukan Nilai-nilai llahiyah Di... (Mokh. Nazili) 229

sekali akan tampil berbicara di depan umum dan mempertahankan pen-dapatnya. lapun sangat mungkin akan bergerak secara konkrit dalamusaha-usaha untuk memperkuat keputusannya. la akan lebih cenderungbergaul dengan orang-orang yang senilai dan membaca buku-buku ataupuntulisan Iain tentang pilihannya itu. la mengikuti langsung maupun tidak,segala perkembangan yang berkaitan dengan nilai pilihannya, yang positifdan negatif ia mendalami sejauh dan sedalam mungkin segala aspek yangberkaitan dengan nilai yang dipilihnya.

Pada akhirnya, ia akan tampil bukan saja sebagai tokoh pembela nilai-nilai tersebut atau sebagai da'i, tetapi juga sebagai tokoh pemimpin, sebagaipemikir, sebagai sumber informasi, serta sebagai kekuatan inspirasi, dankreatifitas bagi masyarakat sekitarnya. Pada tingkat ini ia telah berhasilmembentuk citra diri sebagai perwujudan nilai-nilai hidup. Inilahperkembangan pada tingkatan yang tinggi yang dimulai dari pengenalannilai sampai pada lahirnya perilaku terpola dan terarah.

IV. Simpulan

Dalam Pengajaran Islam, dengan berbagai bentuknya, opinion leader(da'i) menjadi pusat informasi pengetahuan agama Islam baik pada tataranrabbaniyah maupun ribbiniyah. la juga sekaligus menjadi f igur bagi aktualisasinilai-nilai Islam secara nyata. Dengan posisi strategis ini, da'i akan me-mudahkan remaja yang memiliki sifat mudah berafiliasi, simpati, sugestidan identifikasi dalam memahami nilai, mendiskusikan pada ranah kognisi,mensikapinya dalam dataran afektif dan mengaktualisasikannya dalamwilayah psikomotorik. Pada gilirannya, nilai-nilai Islam menjadi nilai yanghidup dalam diri remaja baik sebagai pedoman maupun menjadi ruh dalamberperilaku terpola dan terarah. Itulah sebabnya da'i harus terus menerusmomong, ngomong dan ngemong pada jama'ahnya setelah selesai daripengajian.

Daftar Pustaka

Abdul Munir Mulkhan, 1996, Ideologisasi Gerakan Dakwah Episode KehidupanM. Naysir dan Azhar Basyir, Yogyakarta : Sippres

Arnold, Thomas W., 1995, The Preaching of Islam. India, Adam Publisher.Jalaluddin Rakhmad, 1999, Penelitian Komunikasi, Bandung : Remaja

Rosdakarya

230 Aplikasia, Jumal Aplikasi llmu-ilmu Agama, Vol. IV, No. 2 Desember 2003:218-231

Noeng Muhadjir, 1983, Kepemimpinnn Adopsi Inovnsi Untuk PembangunanMasyarakat. Yogyakarta : Rake Press.

Nurcholis Madjid, 2000, Masyarakat Religius Membumikan Nilai-Nilai IslamDnlam Kehidupan Masyarakat. Jakarta : Paramadina.

Kusnaka Adiniharja, t.t., "Sistem pengetahuan Lokal dan pembangunanMasyarakat Desa di Indonesia", dalam http:/www/.geocities/aai.htm#a.

Masdar F. Mas'udi, 1989, Islam Indonesia Menatap Masa Depan, Jakarta :P3M

Roger, Everett M., 1985, Diffusion of Innovation. New York : The Free Press.Saifuddin Azwar, 1998, Sikap Manusia; Teori dan Pengukurannya, Yogyakarta:

Pustaka PelajarTaufik Hidayat, 1996, Ruh Islam Dalam Budaya Bangsa : Agama dan Problema

Masa Kini, Jakarta : Yayasan Festival Istiqlal.Winarno Surakhmad. 1987. Berkomunikasi dalam Nilai Hidup, Bandung :

TarsitoZakiah Darodjat. 1993. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta : Bulan Bintang.

, 1984. Kesehatan Mental, Peranannya Dalam Pendidikan danPengajaran, Jakarta : Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetapdalam Ilmu Jiwa pada IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta 17Agustus 1984., 1978, Problematika Remaja di Indonesia, Jakartan : Bulan Bintang.

Opinion LeaderSebagai AktorPembentukan Nilai-nilai llahiyah Di... (Mokh. Nazili) 231