OP OMUNITAS - ftp.unpad.ac.id filePEWARNA ALAMI: (Atas) Peserta mengikuti workshop cara membuat kain...

1
CHRISTINE FRANCISKA C ITRA Aisyah, 26, senang sekali ke- tika berkunjung ke rumah neneknya di Jawa Timur. Selain bisa bersila- turahim, Citra juga gemar ber- buru barang antik. Maklum, rumah neneknya tergolong tua. “Mungkin sudah dari zaman Belanda kali, ya,” ujar Citra menerka-nerka. Betul saja, setiap kali ia membongkar sudut-sudut ru- mah, ada saja benda tua yang ditemukan. Citra paling senang saat ia menemukan paspor haji tahun 1950-an. “Paspornya punya kakek. Kelihatan tua sekali. Waktu itu naik hajinya masih pakai kapal laut. Segera deh saya minta buat jadi koleksi pribadi,” kisahnya. Barang-barang jadul--jaman dulu--memang sudah menarik perhatian Citra sejak kecil. Ber- sama adiknya, Kharizma Ah- mada, 22, ia kemudian berinisia- tif membuat grup Komunitas Klasik Indonesia di Facebook. Kharizma juga kebetulan suka dengan musik dan film-film yang sudah ‘berumur’. Niat awalnya, grup itu di- jadikan tempat berbagi ten- tang hal-hal klasik. Belum ada pikiran untuk membuat komunitas yang terorganisasi. Namun, lambat laun member grup semakin banyak. Proses berbagi lewat jejaring sosial pun dianggap tak lagi cukup untuk memenuhi rasa pena- saran tentang hal-hal klasik. Maka itu, pada 28 Juni 2009 resmilah sebuah komunitas bernama Komunitas Klasik Indonesia (KKI). Acara peresmiannya terbi- lang spesial, yaitu diresmikan di kapal KLM Pearl di Pelabuh- an Sunda Kelapa, Jakarta. “Ka- palnya itu baru, tapi punya struktur dan interior klasik. Beruntung sekali dapat ke- sempatan untuk berkunjung ke sana,” kata Citra. Lewat komunitas ini me- reka aktif mengadakan banyak acara berbagi soal budaya, musik, kuliner, fesyen, hingga otomotif klasik di Tanah Air. Saat ini, anggota aktif KKI mencapai 200 orang, sedang- kan di Facebook mencapai 2.000. Walau menggemari hal klasik, kebanyakan anggotanya meru- pakan anak muda, termasuk pelajar SMA, mahasiswa, atau pekerja. “Kira-kira 70% anak muda,” kata Citra. Semua yang tua Kata ‘klasik’, menurut Muchamad Irfan, 31, Ketua KKI, merujuk pada segala hal yang dihasilkan 30 tahun yang lalu. “Klasik jadi hal yang dinamis. Tiga puluh tahun mendatang semua hal yang ada sekarang akan dibilang klasik,” katanya. Karena tak ada spesifikasi tertentu, cakupan klasik pada komunitas ini terbilang luas. Mereka bisa bereksplorasi me- ngenai budaya, musik, film, perabot, makanan, bangunan, dan fesyen. Intinya, apa pun yang jadul, itulah yang menarik perhatian. Setiap anggota biasanya pu- nya bidang favorit masing- masing. Irfan, misalnya, gemar berwisata sejarah dan mengenal bangunan tua. Berpetualang ke candi-candi atau museum sejarah jadi rutinitas yang me- nyenangkan baginya. “Saya suka perhatikan arsi- tekturnya yang unik. Biasanya saya juga suka foto-foto di sana,” ujarnya. Semakin lama ikut berke- giatan di KKI, Irfan banyak mendapat wawasan baru, bahwa Indonesia punya ba- nyak sejarah yang harusnya lebih banyak dipelajari. “Juga ternyata banyak yang luput dari dukungan pemerintah dan kurang pemeliharaan.” lanjutnya. Lain halnya Indah Dwi Les- tari, 25. Dari sekian banyak hal jadul, ia paling suka gaya busana vintage yang kembali jadi tren. Indah suka sekali membongkar lemari pakaian ibunya. Dari aksesori hingga baju terusan dipakainya lagi dengan sedikit penyesuaian. “Ada celana high waist, ka- lung-kalung lama, kacamata, vest , dan banyak lagi. Jadi sekarang, kalau ada baju-baju yang enggak kepakai, saya suka simpen, karena kebayang kalau nantinya anak saya juga mau pakai,” kata Indah. Nah, kalau Citra, gemar dunia kuliner klasik. Walau tak begitu mendalami, ia mengaku sering meminta resep dari neneknya dan mencoba sendiri di rumah. “Suka penasaran kalau lihat makanan zaman dulu. Misal- nya kembang goyang, bistik daging, atau pancake zaman Belanda. Suka masak dan suka jajan juga,” kata Citra. Menjelang usianya yang kedua tahun, KKI berharap bisa lebih merangkul seluruh pencinta klasik di Indonesia. Gerakan ini juga diharapkan bisa menjadi upaya pelestarian berbagai warisan sejarah dan budaya agar tak hilang ditelan zaman. Bagi yang tak punya penge- tahuan tertentu tentang hal klasik, tak perlu malu untuk bergabung. Ke- banyakan anggotanya juga masih belajar dan mencari pe- ngalaman bersama-sama. KKI pun tak mengaku ahli dalam urusan barang-barang tua ini. “Kita berbagi sama-sama. Malah banyak anggota baru yang lebih ngerti. Kita selalu welcome dan sangat mau bela- jar dari yang lain,” kata Citra. Seperti kata Irfan dengan se- mangat, “Pokoknya prinsipnya bebas saja!” (*/M-3) [email protected] Komunitas Klasik Indonesia KAUM MUDA PENCINTA YANG TUA Bagi mereka, segala hal yang klasik jadi menarik. Dari sejarah, fesyen, hingga menu-menu di meja makan. PEWARNA ALAMI: (Atas) Peserta mengikuti workshop cara membuat kain celup dengan pewarna alami di Museum Tekstil, Jakarta Pusat, Minggu (17/4). Menyambut hari Kartini, Komunitas Klasik bekerjasama dengan Museum Tekstil mengajak masyarakat untuk kembali menggunakan pewarna alami pada pakaian yang lazim digunakan pada zaman dahulu. (Tengah) Peserta menjemur kain yang telah dicelup. (Bawah) Hasil akhir kain batik celup dengan pewarna alami. 36 JUMAT, 29 APRIL 2011 P OP K OMUNITAS AWALNYA sih gabung karena iseng-iseng aja. Dulu saya pikir klasik itu hanya berhubungan dengan bangunan-bangunan tua. Tapi ternyata enggak cuma itu. Saya jadi tahu tentang musik, budaya, makanan, dan fesyen yang serbaklasik. Di sini anggotanya juga welcome banget. Banyak ngumpul, berbagi, dan tukeran info. Pada- hal sebelumnya saya gak kenal satu pun lo!” Devi Pramita, 20, mahasiswa SAYA tahu komunitas ini dari teman lewat Face- book. Kebetulan saya memang suka dengan hal-hal yang unik dan klasik, jadi pas gabung seneng banget. Saya enggak pernah absen untuk ikut acara-acara ko- munitas ini. Karena hal-hal sederhana seperti keliling Museum Prasasti atau makan siang di restoran jadul ternyata bisa membuka mata saya tentang hal-hal yang tidak saya sadari sebelumnya. Ketemu sama temen-temen juga seru banget!” Meiristica NH, 36, pekerja freelance SELALU ada hal baru yang saya dapat dari kumpul-kumpul Komunitas Klasik Indonesia. Walau bukan ahli, kita berusaha menggali dan berbagi pengetahuan bersama. Kalau saya, suka banget dengan lm klasik seperti Warkop. Soalnya humornya orisinal, slapstick, dan banyak ditiru oleh pelawak-pelawak seka- rang. Menurut saya, ini tempat yang sangat bagus untuk eksplorasi nilai-nilai masa lalu.” (CE/M-3) Duta Baskara, 21, Mahasiswa FOTO-FOTO: MI/ANGGA YUNIAR Kita selalu welcome dan sangat mau belajar dari yang lain.” Citra Anggota komunitas Klasik TESTIMONI KKI

Transcript of OP OMUNITAS - ftp.unpad.ac.id filePEWARNA ALAMI: (Atas) Peserta mengikuti workshop cara membuat kain...

Page 1: OP OMUNITAS - ftp.unpad.ac.id filePEWARNA ALAMI: (Atas) Peserta mengikuti workshop cara membuat kain celup dengan pewarna alami di Museum Tekstil, Jakarta Pusat, Minggu (17/4). Menyambut

CHRISTINE FRANCISKA

CITRA Aisyah, 26, senang sekali ke-tika berkunjung ke rumah neneknya di

Jawa Timur. Selain bisa bersila-turahim, Citra juga gemar ber-buru barang antik. Maklum, rumah neneknya tergolong tua. “Mungkin sudah dari zaman

Belanda kali, ya,” ujar Citra menerka-nerka.

Betul saja, setiap kali ia membongkar sudut-sudut ru-mah, ada saja benda tua yang ditemukan. Citra paling senang saat ia menemukan paspor haji tahun 1950-an.

“Paspornya punya kakek. Kelihatan tua sekali. Waktu itu naik hajinya masih pakai kapal laut. Segera deh saya minta buat jadi koleksi pribadi,” kisahnya.

Barang-barang jadul--jaman dulu--memang sudah menarik perhatian Citra sejak kecil. Ber-sama adiknya, Kharizma Ah-mada, 22, ia kemudian berinisia-tif membuat grup Komunitas Klasik Indonesia di Facebook. Kharizma juga kebetulan suka dengan musik dan film-film yang sudah ‘berumur’.

Niat awalnya, grup itu di-jadikan tempat berbagi ten-tang hal-hal klasik. Belum ada pikiran untuk membuat komunitas yang terorganisasi. Namun, lambat laun member grup semakin banyak. Proses berbagi lewat jejaring sosial pun dianggap tak lagi cukup untuk memenuhi rasa pena-

saran tentang hal-hal klasik. Maka itu, pada 28 Juni 2009 resmilah sebuah komunitas bernama Komunitas Klasik Indonesia (KKI).

Acara peresmiannya terbi-lang spesial, yaitu diresmikan di kapal KLM Pearl di Pelabuh-an Sunda Kelapa, Jakarta. “Ka-palnya itu baru, tapi punya struktur dan interior klasik. Beruntung sekali dapat ke-sempatan untuk berkunjung ke sana,” kata Citra.

Lewat komunitas ini me-reka aktif mengadakan banyak acara berbagi soal budaya, musik, kuliner, fesyen, hingga otomotif klasik di Tanah Air. Saat ini, anggota aktif KKI mencapai 200 orang, sedang-kan di Facebook mencapai 2.000. Walau menggemari hal klasik, keba nyakan anggotanya meru-pakan anak muda, termasuk pelajar SMA, mahasiswa, atau pekerja. “Kira-kira 70% anak muda,” kata Citra.

Semua yang tuaKata ‘klasik’ , menurut

Muchamad Irfan, 31, Ketua KKI, merujuk pada segala hal yang dihasilkan 30 tahun yang lalu. “Klasik jadi hal yang dinamis. Tiga puluh tahun mendatang semua hal yang ada sekarang akan dibilang klasik,” katanya.

Karena tak ada spesifikasi tertentu, cakupan klasik pada komunitas ini terbilang luas. Mereka bisa bereksplorasi me-ngenai budaya, musik, film, perabot, makanan, bangunan, dan fesyen. Intinya, apa pun

yang jadul, itulah yang menarik perhatian.

Setiap anggota biasanya pu-nya bidang favorit masing-masing. Irfan, misalnya, gemar berwisata sejarah dan me ngenal bangunan tua. Berpetualang ke candi-candi atau museum sejarah jadi rutinitas yang me-nyenangkan baginya.

“Saya suka perhatikan arsi-tekturnya yang unik. Biasanya saya juga suka foto-foto di sana,” ujarnya.

Semakin lama ikut berke-giatan di KKI, Irfan banyak mendapat wawasan baru, bahwa Indonesia punya ba-nyak sejarah yang harusnya lebih banyak dipelajari. “Juga ternyata banyak yang luput dari dukungan pemerintah dan kurang pemeliharaan.” lanjutnya.

Lain halnya Indah Dwi Les-tari, 25. Dari sekian banyak hal jadul, ia paling suka gaya busana vintage yang kembali jadi tren. Indah suka sekali membongkar lemari pakaian ibunya. Dari aksesori hingga baju terusan dipakainya lagi dengan sedikit penyesuaian.

“Ada celana high waist, ka-lung-kalung lama, kacamata,

vest, dan banyak lagi. Jadi sekarang, kalau ada baju-baju yang enggak kepakai, saya suka simpen, karena kebayang kalau nantinya anak saya juga mau pakai,” kata Indah.

Nah, kalau Citra, gemar dunia kuliner klasik. Walau tak begitu mendalami, ia mengaku sering meminta resep dari neneknya dan mencoba sendiri di rumah.

“Suka penasaran kalau lihat makanan zaman dulu. Misal-nya kembang goyang, bistik daging, atau pancake zaman Belanda. Suka masak dan suka jajan juga,” kata Citra.

Menjelang usianya yang kedua tahun, KKI berharap bisa lebih merangkul seluruh pencinta klasik di Indonesia. Gerakan ini juga diharapkan bisa menjadi upaya pelestarian berbagai warisan sejarah dan budaya agar tak hilang ditelan zaman.

Bagi yang tak punya penge-tahuan tertentu tentang hal klasik, tak perlu

malu untuk bergabung. Ke-banyakan anggotanya juga masih belajar dan mencari pe-ngalaman bersama-sama. KKI pun tak mengaku ahli dalam urusan barang-barang tua ini.

“Kita berbagi sama-sama. Malah banyak anggota baru yang lebih ngerti. Kita selalu welcome dan sangat mau bela-jar dari yang lain,” kata Citra. Seperti kata Irfan dengan se-mangat, “Pokoknya prinsipnya bebas saja!” (*/M-3)

[email protected]

Komunitas Klasik Indonesia

KAUM MUDA PENCINTA YANG TUABagi mereka, segala hal yang klasik jadi menarik.

Dari sejarah, fesyen, hingga menu-menu di meja makan.

PEWARNA ALAMI: (Atas) Peserta mengikuti workshop cara membuat kain celup dengan pewarna alami di Museum Tekstil, Jakarta Pusat, Minggu (17/4). Menyambut hari Kartini, Komunitas Klasik bekerjasama dengan Museum Tekstil mengajak masyarakat untuk kembali menggunakan pewarna alami pada pakaian yang lazim digunakan pada zaman dahulu. (Tengah) Peserta menjemur kain yang telah dicelup. (Bawah) Hasil akhir kain batik celup dengan pewarna alami.

36 JUMAT, 29 APRIL 2011POP KOMUNITAS

AWALNYA sih gabung karena iseng-iseng aja. Dulu saya pikir klasik itu hanya berhubungan de ngan

bangunan-bangunan tua. Tapi ternyata enggak cuma itu. Saya jadi tahu tentang musik, budaya, makanan, dan fesyen yang serbaklasik. Di sini anggotanya juga welcome banget. Banyak ngumpul, berbagi, dan tukeran info. Pada-hal sebelumnya saya gak kenal satu pun lo!”

Devi Pramita, 20, mahasiswa

SAYA tahu komunitas ini dari teman lewat Face-book. Kebetulan saya memang suka dengan hal-hal

yang unik dan klasik, jadi pas gabung seneng banget. Saya enggak pernah absen untuk ikut acara-acara ko-munitas ini. Karena hal-hal sederhana seperti keliling Museum Prasasti atau makan siang di restoran jadul ternyata bisa membuka mata saya tentang hal-hal yang tidak saya sadari sebelumnya. Ketemu sama temen-temen juga seru banget!”

Meiristica NH, 36, pekerja freelance

SELALU ada hal baru yang saya dapat dari kumpul-kumpul Komunitas Klasik Indonesia.

Walau bukan ahli, kita berusaha menggali dan berbagi pengetahuan bersama. Kalau saya, suka banget dengan fi lm klasik seperti Warkop. Soalnya humornya orisinal, slapstick, dan banyak ditiru oleh pelawak-pelawak seka-rang. Menurut saya, ini tempat yang sangat bagus untuk eksplorasi nilai-nilai masa lalu.” (CE/M-3)

Duta Baskara, 21, MahasiswaFOTO-FOTO: MI/ANGGA YUNIAR

Kita selalu welcome dan

sangat mau belajar dari yang lain.”

CitraAnggota komunitas Klasik

TESTIMONI KKI