OLEH: RESTI SRIAYU LESTARI Resti Final.pdf · 2018. 9. 6. · Kata Kunci : Kegagalan Pemberian ASI...
Transcript of OLEH: RESTI SRIAYU LESTARI Resti Final.pdf · 2018. 9. 6. · Kata Kunci : Kegagalan Pemberian ASI...
-
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEGAGALAN IBU DALAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA BAYI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PONDIDAHA KABUPATEN
KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan
Program Diploma III Keperawatan di Politeknik Kesehatan Kendari
OLEH:
RESTI SRIAYU LESTARI
NIM. P00320013095
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2017
-
ii
-
iii
-
iv
MOTTO
Kemuliaan seorang mukmin itu terletak pada ketiadaan
Ketergantungan seseorang pada orang lain
Hidup di dunia ini tidak lain hanyalah suatu kesenanngan dan permainan,
sungguh negeri akhirat adalah kehidupan yang sebenarnya jika mereka
mengetahui secara pasti
(QS. Al-Ankabut: 64)
Hadapi hidup ini dengan penuh kesabaran dan keikhlasan
-
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Penulis
1. Nama : Resti Sriayu Lestari
2. Tempat Tangal Lahir : Lalohao, 26 Desember 1995
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Suku/Bangsa : Tolaki / Indonesia
6. Alamat : Desa Wukusao Kec. Wonggeduku
Kabupaten Konawe
B. Riwayat Pendidikan
1. SD Negeri 3 Lalohao, Tamat Tahun 2007
2. SMP Negeri 4 Pondidaha, Tahun Tamat 2010
3. SMA Negeri 1 Pondidaha, Tamat Tahun 2013
4. Terdaftar sebagai Mahasiswa Poltekes Kendari Jurusan Keperawatan Tahun
2013 sampai sekarang.
-
vi
ABSTRAK
Resti Sriayu Lestari (P00320013095), “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kegagalan Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas
Pondidaha Kabupaten Konawe”. Dibimbing Oleh: Hj. Nurjannah dan Akhmad. (xii
+ 6 Bab + 72 halaman + 7 tabel + 6 lampiran). Beberapa faktor yang menyebabkan
rendahnya cakupan ASI eksklusif antara lain kebiasaan atau budaya masyarakat
setempat yang cenderung menyapih terlalu dini dengan beragam alasan, belum
maksimalnya kegiatan sosialisasi dan advokasi terkait pemberian ASI, belum semua
puskesmas melaksanakan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui, kurangnya
kepedulian tenaga kesehatan untuk berpihak pada pemenuhan hak bayi untuk
mendapat ASI, tenaga konselor ASI yang masih kurang, maupun karena pencatatan
dan pelaporan yang tidak lengkap dari fasilitas kesehatan. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan ibu dalam pemberian
ASI eksklusif pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Pondidaha Kabupaten Konawe.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang
memiliki bayi usia 7-12 bulan yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Pondidaha
Kabupaten Konawe sebanyak 59 orang dengan jumlah sampel sebanyak 59 responden
yang ditetapkan secara total sampling. Variabel bebas dalam penelitian ini yakni
pengetahuan, sikap dan status pekerjaan, sedangkan variabel terikat adalah kegagalan
ibu dalam pemberian ASI eksklusif. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan,
maka dapat disimpulkan: (1) Pengetahuan ibu bukan merupakan faktor kegagalan ibu
dalam pemberian ASI eksklusif sebanyak 56 orang (94,9%); (2) Sikap ibu merupakan
faktor kegagalan ibu dalam pemberian ASI eksklusif sebanyak 32 orang (54,2%); dan
(3) Pekerjaan ibu merupakan faktor kegagalan ibu dalam pemberian ASI eksklusif
sebanyak 30 orang (50,8%).
Kata Kunci : Kegagalan Pemberian ASI Eksklusif
Daftar Pustaka : 39 literatur (2008 – 2016)
-
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas karunia dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul
“Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kegagalan Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi
di Wilayah Kerja Puskesmas Pondidaha Kabupaten Konawe”.
Penulis menyadari bahwa semua ini dapat terlaksana karena dorongan dan
bimbingan dari berbagai pihak, secara langsung maupun tidak langsung dalam
memberikan bimbingan dan petunjuk sejak dari pelaksanaan kegiatan awal sampai
pada penyelesaian penelitian ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada
Ibu Hj. Nurjannah, B.Sc., S.Pd., M.Kes., selaku Pembimbing I dan Bapak Akhmad,
SST., M.Kes., selaku Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan pikiran
dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab guna memberikan bimbingan dan
petunjuk kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
Pada kesempatan ini pula, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang
terhormat:
1. Bapak Petrus, SKM., M.Kes., selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Kendari.
2. Bapak Muslimin L. AM.Kep., S.Pd., M.Si., selaku Ketua Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Kendari.
3. Ibu Esti Saranani, SKM., selaku Kepala Puskesmas Pondidaha dan staf yang telah
membantu dalam memberikan informasi selama pengambilan data awal dan
selama penelitian ini berlangsung.
4. Ibu Ruth Mongan, B.Sc. S.Pd., M.Kes., selaku penguji I, Bapak Abd. Syukur Bau,
S.Kep., Ns., M.Kes., selaku penguji II, dan Ibu Dali, SKM., M.Kes., selaku
penguji III.
-
viii
5. Seluruh Dosen dan staf pengajar Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan
Keperawatan yang telah banyak membantu dan memberikan ilmu pengetahuan
maupun motivasi selama mengikuti pendidikan di Poltekkes Kemenkes Kendari.
6. Teristimewa kepada ayahanda Ramik L., dan Ibunda tercinta Emiria yang telah
mengasuh, membesarkan dengan cinta dan penuh kasih sayang, serta memberikan
dorongan moril, material dan spiritual, serta saudara-saudaraku, terima kasih atas
pengertiannya selama ini.
7. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan
Keperawatan angkatan 2013.
Tiada yang dapat penulis berikan kecuali memohon kepada Allah SWT,
semoga segala bantuan dan andil yang telah diberikan oleh semua pihak selama ini
mendapat berkah dari Allah SWT. Akhir kata penulis mengharapkan semoga karya
tulis ilmiah ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan serta dapat bermanfaat
bagi kita semua, Amin.
Kendari, Juli 2017
Penulis
-
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii
MOTTO .............................................................................................................. iv
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ v
ABSTRAK .......................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Air Susu Ibu Eksklusif .................................. 9
B. Tinjauan Tentang Menyusui ....................................................... 20
C. Tinjauan Tentang Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI 31
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran ......................................................................... 47
B. Kerangka Pikir ............................................................................ 48
C. Variabel Penelitian ..................................................................... 48
D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif ................................ 49
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ............................................................................ 52
B. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................... 52
C. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................. 52
D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data ............................................. 53
E. Instrumen Penelitian ................................................................... 53
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ....................................... 54
G. Etika Penelitian .......................................................................... 55
-
x
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ........................................................................... 57
B. Pembahasan ................................................................................ 62
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................. 71
B. Saran ........................................................................................... 71
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
-
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
5.1. Distribusi Ketenagaan di Puskesmas Pondidaha Tahun 2017 ...................... 58
5.2. Distribusi Umur Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Pondidaha
Kabupaten Konawe ....................................................................................... 59
5.3. Distribusi Pendidikan Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Pondidaha
Kabupaten Konawe ....................................................................................... 60
5.4. Distribusi Pengetahuan Ibu Tentang ASI Eksklusif di Wilayah Kerja
Puskesmas Pondidaha Kabupaten Konawe .................................................. 60
5.5. Distribusi Sikap Ibu Terhadap Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah
Kerja Puskesmas Pondidaha Kabupaten Konawe ........................................ 61
5.6. Distribusi Pekerjaan Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Pondidaha
Kabupaten Konawe ....................................................................................... 61
5.7. Distribusi Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas
Pondidaha Kabupaten Konawe ..................................................................... 62
-
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Surat Permohonan Menjadi Responden
2. Surat Pernyataan Persetujuan Menjadi Responden
3. Instrumen Penelitian
4. Master Tabel Hasil Penelitian
5. Surat Izin Penelitian
6. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
-
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
ASI eksklusif merupakan satu-satunya makanan tunggal yang paling
sempurna bagi bayi hingga usia 6 bulan. ASI eksklusif cukup mengandung zat
gizi yang dibutuhkan bayi. Kandungan zat gizi ASI eksklusif yang sempurna
membuat bayi tidak akan mengalami kekurangan gizi, tentu saja makanan ibu
harus bergizi guna mempertahankan kuantitas dan kualitas ASI eksklusif (Marmi,
2012).
Pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif dapat menyelamatkan lebih
dari 30 ribu bayi di Indonesia. Dalam siaran pers yang dikirim UNICEF, jumlah
bayi di Indonesia yang mendapatkan ASI eksklusif terus menurun. Menurut
Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) dari 2000 hingga 2006, jumlah
bayi usia enam bulan yang mendapatkan ASI eksklusif menurun dari 7,9%
menjadi 7,8%. Sementara itu, hasil SDKI 2007 menunjukkan penurunan jumlah
bayi yang mendapatkan ASI eksklusif hingga 7,2%. Pada saat yang sama, jumlah
bayi di bawah enam bulan yang diberi susu formula meningkat dari 16,7% pada
tahun 2005 menjadi 27,9% pada tahun 2010. UNICEF menyimpukan cadangan
gizi eksklusif enam bulan di Indonesia masih jauh dari rata-rata dunia yaitu 38%
(Lestari dkk., 2012).
ASI eksklusif mengandung zat-zat itu juga dilengkapi dengan enzim untuk
penyerapan, yaitu lipase. Enzim inilah yang tidak terkandung dalam susu formula,
karena enzim ini akan rusak bila dipanaskan. Kondisi inilah yang menyebabkan
-
2
ibu dianjurkan memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan pada bayinya, sekalipun
ia sudah kembali beraktivitas seperti biasa (Purwanti, 2011).
Pemberian ASI eksklusif berpengaruh pada kualitas kesehatan bayi.
Semakin sedikit jumlah bayi yang mendapat ASI eksklusif, maka kualitas
kesehatan bayi dan anak balita akan semakin buruk, karena pemberian makanan
pendamping ASI yang tidak benar menyebabkan gangguan pencernaan yang
selanjutnya menyebabkan gangguan pertumbuhan, yang pada akhirnya dapat
meningkatkan AKB. Salah satu faktor penyebab tingginya AKB adalah rendahnya
gizi bayi. Angka kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator kesehatan
yang sensitif, pada tahun 2010 AKB di Indonesia tercatat 35 per 1.000 kelahiran
hidup, meskipun di Indonesia AKB tidak mengalami perbaikan tetapi keadaan
jauh lebih buruk, sedangkan dilihat dari data ASEAN Statistik Pocketbook di
negara Asia bagian timur dan tengah, AKB di Vietnam 18; Thailand 17; Filipina
26; Malaysia 5,6; dan Singapura 3 per 1000 kelahiran hidup (Khairunniyah dalam
Ambarwati & Diah W, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian Rulina tahun 2009, kasus gizi buruk pada
balita dari berbagai Provinsi di Indonesia masih tinggi dari 11,7% gizi buruk
tersebut tedapat pada bayi berumur kurang dari 6 bulan. Hal ini tidak perlu terjadi
jika ASI eksklusif diberikan secara baik dan benar, karena menurut penelitian
dengan pemberian ASI eksklusif saja dapat mencukupi kebutuhan gizi selama
enam bulan (Riksana, 2010).
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 dari bayi
12.119.244 didapatkan data 95% bayi pernah diberi ASI eksklusif, 44% bayi
diberi ASI eksklusif pada hari pertama kelahiran, sisanya sebanyak 51% diberikan
-
3
setelah hari pertama kelahiran. Berikutnya didapatkan data 32% mendapat ASI
eksklusif selama 6 bulan, 30% mendapat ASI eksklusif dan makanan tambahan,
18% mendapat ASI eksklusif dan susu botol, 9% mendapat ASI eksklusif dan
cairan lain, dan 20% mendapat ASI eksklusif dan juice buah (Irianto, 2009).
Banyak faktor yang berpengaruh terhadap perilaku ibu dalam memberikan
ASI Eksklusif atau tidak kepada bayi seperti faktor pendorong dan faktor penguat.
Faktor pendorong seperti pengetahuan ibu tentang manfaat ASI Eksklusif menjadi
sangat penting. Pengetahuan ibu berkaitan dengan persepsi ibu tentang ASI,
apabila ibu dengan pengetahuan yang kurang, maka ibu memiliki persepsi yang
negatif tentang pemberian ASI. Sedangkan faktor penguat merupakan faktor yang
memberikan dukungan terhadap tindakan kesehatan yang akan dilakukan seperti
dukungan dari keluarga, teman sebaya, dan petugas kesehatan.
Menurut Notoatmodjo (2012), pengetahuan merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang. Perilaku didasari atas
pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif akan bersifat langgeng.
Pengetahuan memiliki peranan penting untuk merubah sikap dan perilaku
seseorang agar dapat mewujudkan hidup yang sehat terutama bagi ibu menyusui.
Banyak faktor yang mempengaruhi ibu menyusui diantaranya adalah pendidikan,
pengetahuan, pekerjaan, jumlah anak, pola asuh dan sebagainya. Keberhasilan ibu
dalam mempraktekkan pemberian ASI eksklusif sangat tergantung pada
pengetahuan ibu, baik tentang kesehatan, zat gizi yang dibutuhkan selama
menyusui, prosedur menyusui yang baik dan benar serta manfaat ASI eksklusif
(Lestari, 2010).
-
4
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes) 2013 menunjukkan,
pemberian ASI di Indonesia saat ini masih memprihatinkan. Persentase bayi yang
menyusu Eksklusif sampai 6 bulan hanya 15,3%. Hal ini disebabkan kesadaran
masyarakat dalam mendorong peningkatan pemberian ASI masih rendah.
Terutama ibu bekerja, sering mengabaikan pemberian ASI dengan alasan
kesibukan kerja. Padahal tidak ada yang bisa melindungi kualitas ASI, bahkan
susu formula sekalipun (Kemenkes RI, 2013).
Menurut data Depkes tahun 2016, hampir semua balita pernah diberi ASI
eksklusif (97%), namun proporsi bayi umur 0-3 bulan yang hanya mendapatkan
ASI Eksklusif hanya 47,5%, masih jauh dari target (80%) dan pada umur 45 bulan
turun menjadi 14%. Bila dibandingkan dengan data SKRT 2013 dimana ASI
eksklusif untuk anak umur 0-3 bulan mencapai 63,7% terlihat adanya penurunan
(Depkes RI, 2016).
Hasil Riskesdas tahun 2013 menggambarkan bahwa persentase proses
mulai mendapat ASI kurang dari satu jam pada anak umur 0-23 bulan di Provinsi
Sulawesi Tenggara tertinggi di Kota Baubau sebesar 73,2% dan terendah di
Wakatobi sebesar 16,3%. Data pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan di
Sulawesi Tenggara cenderung naik turun, peningkatan signifikan dilaporkan pada
tahun 2011 dengan cakupan 63,8%, atau naik sebesar 49,7% dari tahun
sebelumnya, namun angka tersebut terus menurun pada tiga tahun terakhir hingga
mencapai 32,9% pada tahun 2014. Cakupan pemberian ASI Eksklusif pada bayi
usia 0-6 bulan Provinsi Sulawesi Tenggara belum mencapai target. Capaian ASI
eksklusif baru mencapai 32,9% tertinggi di Kolaka Timur sebesar 47% disusul
Konawe Selatan sebesar 48,8% dan Wakatobi sebesar 42,1% dan cakupan
-
5
terendah di Muna baru mencapai 19,5%, kemudian Buton sebesar 25,3% dan
Konawe sebesar 27% (Kemenkes RI, 2015).
Beberapa faktor yang mnyebabkan rendahnya cakupan ASI eksklusif
antara lain kebiasaan atau budaya masyarakat setempat yang cenderung menyapih
terlalu dini dengan beragam alasan, belum maksimalnya kegiatan sosialisasi dan
advokasi terkait pemberian ASI, belum semua rumah sakit melaksanakan 10
langkah menuju keberhasilan menyusui, kurangnya kepedulian tenaga kesehatan
untuk berpihak pada pemenuhan hak bayi untuk mendapat ASI, tenaga konselor
ASI yang masih kurang, maupun karena pencatatan dan pelaporan yang tidak
lengkap dari fasilitas kesehatan (Kemenkes RI, 2015).
Berdasarkan data profil Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe, untuk
jumlah bayi yang diberikan ASI eksklusif pada tahun 2015 berjumlah 4.384
(59%) dan yang diberikan ASI non eksklusif berjumlah 3.100 (41%) dari 7.484
total keseluruhan bayi. Pada tahun 2016, pemberian ASI non eksklusif mengalami
peningkatan menjadi 4.317 (68%) dan yang diberikan ASI eksklusif berjumlah
2.086 (32%) dari 6.457 total keseluruhan bayi (Dinkes Kab. Konawe, 2016).
Di wilayah kerja Puskesmas Pondidaha, pemberian ASI non eksklusif
sangat tinggi, dimana pada tahun 2016 dari 268 total keseluruhan bayi, yang
diberikan ASI non eksklusif berjumlah 171 (64%) dan bayi yang diberikan ASI
eksklusif berjumlah 97 bayi (36%). Tingginya persentase cakupan pemberian ASI
non eksklusif tersebut menunjukkan bahwa ibu belum sepenuhnya memberikan
ASI kepada bayinya secara eksklusif selama 6 bulan (Puskesmas Pondidaha,
2017).
-
6
Masih kurangnya pengetahuan ibu dan alasan pekerjaan menjadi faktor
yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif. Menurut Dagun dalam Astutik
(2014), masih ada ibu yang kurang mengetahui dan memahami cara menyusui
yang benar itu seperti apa. Selain itu ibu kurang memahami pentingnya pemberian
ASI dan cara pemberian ASI bila ibu diharuskan berpisah dengan bayinya.
Berdasarkan studi pendahuluan, ditemukan bahwa alasan kenapa ibu
jarang bahkan tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya adalah karena
produksi ASI yang hanya keluar sedikit serta kurangnya pengetahuan ibu tentang
pemberian ASI eksklusif, sehingga ibu memilih memberikan susu formula kepada
bayinya. Selain itu, tuntutan ekonomi yang dihadapi oleh keluarga yang
mengharuskan ibu untuk bekerja, membuat ibu lebih memilih menitipkan bayinya
kepada orang lain, seperti pada ibu/ mertua. Ketika bayi sedang diasuh oleh orang
lain, sebagian besar akan memberikan susu formula sebagai makanan si bayi.
Dari hasil wawancara dengan 5 orang ibu yang memiliki bayi umur >6
bulan s/d 2 tahun, ternyata tidak satupun ibu yang memberikan ASI Eksklusif
pada bayinya. Hal ini disebabkan karena kurangnya informasi atau pengetahuan
ibu tentang pentingnya manfaat ASI bagi bayi dan ibu, serta ibu yang sibuk
dengan pekerjaannya sehingga dapat menghambat bahkan ada juga yang
menghentikan pemberian ASI sehingga ASI digantikan dengan susu formula, dan
ini merupakan alasan utama ibu yang menyebabkan kegagalan pemberian ASI
Eksklusif.
Selain berdasar pada studi pendahuluan di atas, dari beberapa jurnal yang
telah peneliti baca mengenai hubungan tingkat pendidikan dan status pekerjaan
terhadap pemberian ASI eksklusif, terdapat perbedaan pada hasil penelitian. Pada
-
7
penelitian Satino dan Setyorini (2014) didapatkan hasil yaitu faktor pekerjaan dan
pengetahuan mempengaruhi pemberian ASI eksklusif. Sedangkan pada penelitian
Mohanis (2015) didapatkan hasil yang berkebalikan yaitu faktor pekerjaan dan
pengetahuan tidak ada hubungannya dengan pemberian ASI eksklusif.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti melakukan penelitian
dengan judul ”Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kegagalan Ibu dalam
Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Pondidaha
Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah: “Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kegagalan ibu
dalam pemberian ASI eksklusif pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Pondidaha
Kabupaten Konawe”?.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan ibu
dalam pemberian ASI eksklusif pada bayi di wilayah kerja Puskesmas
Pondidaha Kabupaten Konawe.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui faktor pengetahuan ibu dalam kegagalan pemberian
ASI eksklusif pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Pondidaha Kabupaten
Konawe.
-
8
b. Untuk mengetahui faktor sikap ibu dalam kegagalan pemberian ASI
eksklusif pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Pondidaha Kabupaten
Konawe.
c. Untuk mengetahui faktor status pekerjaan ibu dalam kegagalan pemberian
ASI eksklusif pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Pondidaha Kabupaten
Konawe.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai tambahan informasi yang
nantinya dapat dijadikan pertimbangan dan pengembangan promosi
kesehatan bayi dalam pembuatan kebijakan serta upaya peningkatan
kesehatan bayi melalui pemberian ASI eksklusif.
b. Penelitian ini merupakan sarana untuk melatih diri dan berfikir secara
ilmiah khususnya masalah pemberian ASI eksklusif pada bayi.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan informasi
pengetahuan khususnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
kegagalan pemberian ASI eksklusif pada bayi, selain itu diharapkan para ibu
bayi dapat meningkatkan motivasi untuk memberikan ASI eksklusif pada
bayi.
-
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Air Susu Ibu Eksklusif
1. Pengertian Air Susu Ibu
Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein,
laktosa, dan garam-garam anorganik yang disekresi oleh kelenjar mamae ibu,
yang berguna bagi makanan bayi (Khamzah, 2012). ASI adalah makanan
pertama, utama dan terbaik bagi bayi yang bersifat alamiah dan mengandung
berbagai zat gizi yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan bayi (Prasetyo, 2009).
ASI adalah cairan hidup yang mengandung sel-sel darah putih,
immunoglobulin, enzim dan hormon serta protein spesifik dan zat gizi lainnya
yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak (Kemenkes RI,
2014). ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi. ASI mempunyai
komposisi yang unik, sempurna susunan biokimiawi untuk kebutuhan bayi,
dan dapat melindungi bayi dari infeksi dan kekurangan gizi. Tidak ada bahan
makanan lain yang sebaik ASI oleh karena itu dianjurkan memberikan ASI
kepada anak sampai berusia 6 bulan, setelah itu bayi membutuhkan makanan
tambahan lain selain ASI (Diah, 2011).
2. Pengertian Air Susu Ibu Eksklusif
ASI Eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan
selama 6 bulan, tanpa menambahkan dan atau mengganti dengan makanan
atau minuman lain (Kemenkes RI, 2014). ASI eksklusif adalah memberikan
hanya ASI saja tanpa memberikan makanan dan minuman lain kepada bayi
-
10
sejak lahir sampai berumur 6 bulan, kecuali obat dan vitamin. Namun bukan
berarti setelah pemberian ASI eksklusif pemberian ASI dihentikan, akan tetapi
tetap diberikan kepada bayi sampai bayi berusia 2 tahun (WHO, 2011).
ASI eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif
adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu
formula, jeruk, madu, air putih, dan tanpa tambahan maskanan padat seperti
pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim. Bayi sehat umumnya
tidak memerlukan tambahan makanan sampai usia 6 bulan. Pada keadaan-
keadaan khusus dibenarkan untuk mulai memberi makanan padat setelah bayi
berumur 4 bulan tetapi belum mencapai 6 bulan. Misalnya karena terjadi
peningkatan berat badan kurang atau didapatkan tanda-tanda lain yang
menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif tidak berjalan dengan baik
(Roesli, 2008).
ASI eksklusif adalah pemberian ASI pada bayi, tanpa tambahan cairan
lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan
makanan padat, misalnya pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, tim
atau makanan lain selain ASI (Nurkhasanah, 2011).
ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja sejak bayi dilahirkan sampai
sekitar usia 6 bulan. Selama itu bayi tidak diharapkan mendapatkan tambahan
cairan lain seperti susu formula, air jeruk, air teh, madu dan air putih (Diah,
2011).
3. Jenis-Jenis ASI
Menurut Widuri (2013), jenis ASI dibedakan dalam tiga jenis, antara
lain yaitu:
-
11
a. Kolostrum
Kolostrum adalah cairan berwarna kuning keemasan yang
dihasilkan oleh kelenjar payudara setelah ibu melahirkan yang keluar
antara 2-4 hari. Kolostrum adalah susu pertama yang dihasilkan oleh
payudara ibu berbentuk cairan berwarna kekuningan atau sirup bening
yang mengandung protein lebih tinggi dan sedikit lemak dari pada susu
yang matang (Wiji, 2013).
b. ASI Peralihan (Transisional Milk)
ASI Peralihan (Transisional Milk) merupakan air susu ibu yang di
hasilkan setelah keluarnya kolostrum. Air susu ibu peralihan keluar antara
8-20 hari, dimana kadar lemak, laktosa dan vitamin larut air lebih tinggi,
dan kadar protein dan mineral lebih rendah, serta mengandung lebih
banyak kalori dari pada kolostrum.
Air susu masa peralihan (masa transisi) adalah ASI yang dihasilkan
mulai hari keempat sampai hari kesepuluh. Pada masa ini, susu transisi
mengandung lemak dan kalori yang lebih tinggi dan protein yang lebih
rendah dari pada kolostrum (Wiji, 2013).
c. ASI Matang (Mature Milk)
ASI matang (Mature Milk) yaitu air susu ibu yang dihasilkan
sekitar 21 hari setelah melahirkan dengan volume bervariasi antara ± 300-
850 ml/hari tergantung pada besarnya stimulasi saat laktasi (Widuri,
2013). ASI mature merupakan ASI yang dihasilkan mulai hari kesepuluh
sampai seterusnya. ASI mature merupakan nutrisi bayi yang terus berubah
disesuaikan dengan perkembangan bayi sampai usia 6 bulan. ASI ini
-
12
berwarna putih kebiru-biruan (seperti susu krim) dan mengandung lebih
banyak kalori dari pada kolostrum ataupun ASI transisi (Wiji, 2013).
4. Manfaat ASI
Menyusui bayi dapat mendatangkan keuntungan bagi bayi, ibu,
keluarga, masyarakat, dan negara. Sebagai makanan bayi yang paling
sempurna, ASI eksklusif mudah dicerna dan diserap karena mengandung
enzim pencernaan. Menurut Purwanti (2011), beberapa manfaat ASI eksklusif
sebagai berikut:
a. Untuk Bayi
Ketika bayi berusia 0-6 bulan, ASI eksklusif bertindak sebagai
makanan utama bayi, karena mengandung lebih dari 60% kebutuhan bayi,
ASI eksklusif memang terbaik untuk bayi manusia sebagaimana susu sapi
yang terbaik untuk bayi sapi. ASI eksklusif merupakan komposisi
makanan ideal untuk bayi, pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi
risiko infeksi lambung dan usus, sembelit serta alergi, bayi yang diberi
ASI eksklusif lebih kebal terhadap penyakit dari pada bayi yang tidak
mendapatkan ASI eksklusif, bayi yang diberi ASI eksklusif lebih mampu
menghadapi efek penyakit kuning, pemberian ASI eksklusif dapat semakin
mendekatkan hubungan ibu dengan bayinya. Hal ini akan berpengaruh
terhadap kemapanan emosinya di masa depan, apabila bayi sakit, ASI
eksklusif merupakan makanan yang tepat bagi bayi karena mudah dicerna
dan dapat mempercepat penyembuhan, pada bayi prematur, ASI eksklusif
dapat menaikkan berat badan secara cepat dan mempercepat pertumbuhan
-
13
sel otak, tingkat kecerdasan bayi yang diberi ASI eksklusif lebih tinggi 7-9
poin dibandingkan bayi yang tidak diberi ASI eksklusif.
b. Untuk Ibu
Isapan bayi dapat membuat rahim menciut, mempercepat kondisi
ibu untuk kembali ke masa prakehamilan, serta mengurangi risiko
perdarahan, lemak yang ditimbun di sekitar panggul dan paha pada masa
kehamilan akan berpindah ke dalam ASI eksklusif, sehingga ibu lebih
cepat langsing kembali, risiko terkena kanker rahim dan kanker payudara
pada ibu yang menyusui bayi lebih rendah dari pada ibu yang tidak
menyusui, menyusui bayi lebih menghemat waktu, karena ibu tidak perlu
menyiapkan botol dan mensterilkannya, ASI eksklusif lebih praktis
lantaran ibu bisa berjalan-jalan tanpa membawa perlengkapan lain, ASI
eksklusif lebih murah dari pada susu formula, ASI eksklusif selalu steril
dan bebas kuman sehingga aman untuk ibu dan bayinya, ibu dapat
memperoleh manfaat fisik dan emosional.
c. Untuk Keluarga
Tidak perlu menghabiskan banyak uang untuk membeli susu
formula, botol susu, serta peralatan lainnya, jika bayi sehat, berarti
keluarga mengeluarkan lebih sedikit biaya guna perawatan kesehatan,
penjarangan kelahiran lantaran efek kontrasepsi dari ASI eksklusif, jika
bayi sehat berarti menghemat waktu keluarga, menghemat tenaga keluarga
karena ASI eksklusif selalu tersedia setiap saat, keluarga tidak perlu repot
membawa berbagai peralatan susu ketika bepergian.
-
14
d. Untuk Masyarakat dan Negara
Menghemat devisa negara karena tidak perlu mengimpor susu
formula dan peralatan lainnya, bayi sehat membuat negara lebih sehat,
penghematan pada sektor kesehatan, karena jumlah bayi yang sakit hanya
sedikit, memperbaiki kelangsungan hidup anak karena dapat menurunkan
angka kematian. ASI eksklusif merupakan sumber daya yang terus-
menerus diproduksi.
5. Nilai Gizi ASI Eksklusif
Seperti halnya gizi pada umumnya, ASI eksklusif mengandung
komponen mikro dan makro nutrien. Yang termasuk makronutrien adalah
karbohidrat, protein, dan lemak. Sedangkan mikronutrien adalah vitamin dan
mineral. ASI hampir 90%nya terdiri dari air. Volume dan komposisi gizi ASI
eksklusif berbeda untuk setiap ibu bergantung dari kebutuhan bayi. Perbedaan
volume dan komposisi di atas juga terlihat pada masa menyusui (colostrum,
ASI transisi, ASI matang, dan ASI pada saat penyapihan). Kandungan zat gizi
ASI awal dan akhir pada setiap ibu yang menyusui juga berbeda. Colostrum
yang diproduksi antara hari 1 – 5 menyusui kaya akan zat gizi terutama
protein (Arisman, 2008).
ASI transisi mengandung banyak lemak dan gula susu (laktosa). ASI
eksklusif yang berasal dari ibu yang melahirkan bayi kurang bulan
mengandung tinggi lemak dan protein, serta rendah laktosa dibanding ASI
yang berasal dari ibu yang melahirkan bayi cukup bulan. Pada saat penyapihan
kadar lemak dan protein meningkat seiring bertambah banyaknya kelenjar
payudara. Walaupun kadar protein, laktosa dan nutrien yang larut dalam air
-
15
sama pada setiap kali periode menyusui, tetapi kadar lemak meningkat.
Jumlah total produksi ASI eksklusif dan asupan ke bayi bervariasi untuk setiap
waktu menyusui, dengan jumlah berkisar antara 450 – 1200 ml dengan rerata
antara 750 – 850 ml per hari. Banyaknya ASI eksklusif yang berasal dari ibu
yang mempunyai status gizi buruk dapat menurun sampai jumlah 100 – 200
ml per hari (Hanter dkk, 2010).
Menurut Simkin dkk, (2008), komposisi ASI eksklusif antara lain:
a. Karbohidrat
Laktosa adalah karbohidrat yang terdapat dalam ASI eksklusif dan
berfungsi sebagai salah satu sumber energi untuk otak. Kadar laktosa yang
terdapat dalam ASI eksklusif hampir 2 kali lipat dibandingkan laktosa
yang ditemukan dalam susu sapi atau susu formula. Angka kejadian diare
karena laktosa sangat jarang ditemukan pada bayi yang mendapat ASI
eksklusif. Hal ini dikarenakan penyerapan laktosa ASI eksklusif lebih baik
dibanding laktosa susu sapi maupun laktosa susu formula.
b. Protein
Kandungan protein dalam ASI eksklusif cukup tinggi. Protein yang
terdapat pada ASI eksklusif dan susu sapi terdiri dari protein whey dan
casein. Di dalam ASI eksklusif sendiri lebih banyak terdapat protein whey
yang lebih mudah diserap oleh usus bayi. Sedangkan casein cenderung
lebih susah dicerna oleh usus bayi dan banyak terdapat pada susu sapi.
ASI eksklusif mempunyai jenis asam amino yang lebih lengkap
dibandingkan susu sapi. Salah satunya adalah taurin, dimana asam amino
jenis ini banyak ditemukan di ASI eksklusif yang mempunyai peran pada
-
16
perkembangan otak. Selain itu ASI eksklusif juga kaya akan nukleutida
dimana nukleutida ini berperan dalam meningkatkan pertumbuhan dan
kematangan usus, merangsang pertumbuhan bakteri baik yang ada di
dalam usus dan meningkatkan penyerapan besi dan meningkatkan daya
tahan tubuh.
c. Lemak
Kadar lemak ASI eksklusif lebih tinggi jika dibandingkan dengan
susu sapi atau susu formula. Kadar lemak yang tinggi ini sangat
dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan otak yang cepat selama masa
bayi. Lemak omega 3 dan omega 6 banyak ditemukan dalam ASI
eksklusif yang berperan dalam perkembangan otak. DHA
(Docosahexaenoic Acid) dan ARA (Arachidonic Acid) hanya terdapat
dalam ASI eksklusif yang berperan dalam perkembangan jaringan saraf
dan retina mata serta baik untuk kesehatan jantung dan pembuluh darah.
d. Karnitin
Karnitin dalam ASI eksklusif sangat tinggi dan memiliki fungsi
membantu proses pembentukan energi yang diperlukan untuk
mempertahankan metabolisme tubuh.
e. Vitamin D
ASI eksklusif hanya sedikit mengandung vitamin D. Sehingga
dengan pemberian ASI eksklusif dan ditambah dengan membiarkan bayi
terpapar pada sinar matahari pagi akan mencegah bayi menderita penyakit
tulang karena kekurangan vitamin D.
-
17
f. Vitamin K
Vitamin K dalam ASI eksklusif jumlahnya sangat sedikit sehingga
perlu tambahan vitamin K yang biasanya dalam bentuk suntikan. Vitamin
K ini berfungsi sebagai faktor pembekuan darah.
g. Vitamin E
Salah satu keuntungan ASI eksklusif adalah kandungan vitamin E-
nya cukup tinggi terutama pada kolostrum dan ASI transisi awal. Fungsi
penting vitamin E adalah untuk ketahanan dinding sel darah merah.
h. Vitamin A
ASI mengandung vitamin A dan betakaroten yang cukup tinggi.
Selain berfungsi untuk kesehatan mata, vitamin A juga berfungsi untuk
mendukung pembelahan sel, kekebalan tubuh, dan pertumbuhan. Inilah
yang menerangkan mengapa bayi yang mendapat ASI mempunyai tumbuh
kembang dan daya tahan tubuh yang baik.
i. Vitamin yang larut dalam air
Hampir semua vitamin larut air terdapat dalam ASI. Seperti
vitamin B, vitamin C dan asam folat. Kadar vitamin B1 dan B2 cukup
tinggi dalam ASI tetapi vitamin B6 dan B12 serta asam folat rendah
terutama pada ibu yang kurang gizi. Sehingga perlu tambahan vitamin ini
pada ibu yang menyusui.
j. Mineral
Mineral dalam ASI eksklusif memiliki kualitas yang lebih baik dan
lebih mudah diserap dibandingkan mineral yang terdapat dalam susu sapi.
Mineral utama yang terdapat dalam susu sapi adalah kalsium yang
-
18
berfungsi untuk pertumbuhan jaringan otot dan rangka, transmisi jaringan
saraf, dan pembekuan darah. Walaupun kadar kalsium pada ASI eksklusif
lebih rendah daripada susu sapi tetapi penyerapannya lebih besar. Bayi
yang mendapat ASI eksklusif berisiko sangat kecil untuk kekurangan zat
besi, walaupun kadar zat besi dalam ASI rendah. Hal ini dikarenakan Zat
besi yang terdapat dalam ASI eksklusif lebih mudah diserap daripada yang
terdapat dalam susu sapi. Mineral yang cukup tinggi terdapat dalam ASI
eksklusif dibandingkan susu sapi dan susu formula adalah selenium, yang
sangat berfungsi pada saat pertumbuhan anak cepat.
6. Jangka Waktu Pemberian ASI Eksklusif
Pemberian ASI eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya
selama 4 bulan, tetapi bila mungkin terjadi sampai 6 bulan. Setelah bayi
berumur 6 bulan, ia harus mulai diperkenalkan dengan makanan padat,
sedangkan ASI eksklusif dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun atau
bahkan lebih dari 2 tahun (Roesli, 2008).
Seiring dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan,
pemerintah telah mengeluarkan kebijakan baru terkait dengan pemberian ASI
eksklusif. Jangka waktu pemberian ASI eksklusif yang dianjurkan oleh
pemerintah saat ini adalah 6 bulan pertama yang kemudian dilanjutkan sampai
2 tahun dengan pemberian MP-ASI setelah 6 bulan (Saleha, 2009).
7. Kendala Pemberian ASI Eksklusif
Ada beberapa kendala yang sering dijadikan alasan oleh ibu untuk
tidak memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya, antara lain:
-
19
a. Produksi ASI kurang
Alasan ini merupakan alasan utama para ibu untuk tidak
memberikan ASI secara Eksklusif. Walaupun banyak ibu-ibu yang merasa
ASInya kurang, tetapi hanya sedikit sekali yang secara biologis memang
kurang produksi ASI-nya. Selebihnya 95-98% ibu dapat menghasilkan
ASI yang cukup bagi bayinya.
b. Ibu kurang memahami tata laksana ASI yang benar
Misalnya pentingnya memmberikan ASI, bagaimana ASI keluar,
bagaimana posisi menyusui dan perlekatan yang baik sehingga bayi dapat
mengisap secara efektif dan ASI dapat keluar dengan optimal, termasuk
cara memberikan ASI bila ibu harus berpisah dengan bayinya.
c. Ibu ingin menyusui kembali setelah bayi di beri susu formula (relaksasi)
Relaksasi merupakan suatu keadaan ibu yang telah berhenti
menyusui ingin memulai menyusui kembali. Biasanya setelah tidak
menyusui beberapa lama produksi ASI akan berkurang dan bayi akan
malas menyusui dari ibunya apalagi kalau sudah di beri susu formula.
d. Bayi terlanjur mendapatkan prelakteal feeding
Sering kali sebelum ASI keluar bayi sudah di beri air putih, air
gula, madu, susu formula dengan dot. Hal ini akan menyebabkan bayi
malas menyusui.
e. Kelainan bayi
Bayi yang menderita sakit atau dengan kelainan kongenital akan
menganggu proses menyusu. Kelainan ini perlu di tatalaksa dengan benar
agar keadaan tersebut tidak menjadi penghambat dalam proses menyusui.
-
20
f. Ibu bekerja
Bekerja bukan alasan untuk tidak memberikan ASI Eksklusif,
karena waktu ibu bekerja, bayi dapat di beri ASI perah yang di perah
sehari sebelumnya.
g. Anggapan susu formula lebih praktis
Pendapat ini tidak benar karena untuk membuat susu formula
diperlukan api atau listrik untuk memasak air, peralatan yang harus steril
dan perlu waktu untuk mendinginkan susu yang baru dibuat. Sementara
ASI siap pakai dengan suhu yang tepat setiap saat serta tidak memerlukan
perlengkapan apapun (Yuliarti, 2010).
B. Tinjauan Tentang Menyusui
1. Pengertian
Menyusui adalah keterampilan yang dipelajarai ibu dan bayi, dimana
keduanya membutuhkan waktu dan kesabaran untuk pemenuhan nutrisi pada
bayi selama enam bulan. Sedangkan laktasi adalah keseluruhan proses
menyusui mulai dari ASI eksklusif diproduksi sampai proses bayi menghisap
dan menelan ASI. Laktasi merupakan bagian integral dari siklus reproduksi
mamalia termasuk manusia. Setiap ibu menghasilkan air susu yang kita sebut
ASI sebagai makan alami yang disediakan untuk bayi. Pemberian ASI
eksklusif serta proses menyusui yang benar merupakan sarana yang untuk
membangun SDM yang berkualitas. Seperti diketahui ASI eksklusif adalah
makanan satu-satunya yang paling sempurna untuk menjamin tumbuh
kembang bayi pada enam bulan pertama (IDAI, 2008).
-
21
Selain itu, proses menyusui yang benar, bayi akan mendapatkan
perkembangan jasmani, emosi maupun spiritual yang baik dalam
kehidupannya (Saleha, 2009). Masa laktasi mempunyai tujuan meningkatkan
pemberian ASI eksklusif dan meneruskan pemberian ASI eksklusif sampai
anak umur 2 tahun secara baik dan benar serta anak mendapatkan kekebalan
tubuh secara alami (Ambarwati & Diah W, 2009). Menyusui merupakan
proses yang cukup kompleks. Pada masa ini, ibu dan anak membentuk satu
ikatan yang kuat (IDAI, 2008).
Protokol evidence based yang baru telah diperbaharui oleh WHO dan
UNICEF tentang asuhan bayi baru lahir untuk satu jam pertama menyatakan
bahwa bayi harus mendapat kontak kulit ke kulit ibunya segera setelah lahir
selama paling sedikit satu jam, bayi harus dibiarkan untuk melakukan inisiasi
menyusu dan ibu dapat mengenali bahwa bayinya siap untuk menyusu serta
memberikan bantuan bila diperlukan, menunda semua prosedur lainnya yang
harus dilakukan kepada bayi baru lahir sampai dengan Inisiasi Menyusu Dini
(IMD) selesai dilakukan (Ambarwati & Diah W, 2009).
Dengan melakukan IMD, keberhasilan ASI eksklusif akan tercapai.
ASI eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan, tanpa
tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih,
serta tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur
nasi, dan nasi tim. Setelah 6 bulan baru mulai diberikan makanan pendamping
ASI (MP ASI). ASI dapat diberikan sampai anak berusia 2 tahun atau lebih
(Ambarwati & Diah W, 2009).
-
22
2. Proses Laktasi
Menurut Sinclair (2009), menyusui merupakan gabungan kerja
hormon, refleks dan perilaku yang dipelajari ibu dan bayi baru lahir dan terdiri
dari faktor-faktor berikut ini:
a. Laktogenesis
Laktogenesis, yaitu permulaaan produksi susu dimulai pada tahap
akhir kehamilan. Kolostrum disekresi akibat stimulasi sel-sel alveola oleh
laktogen plasenta, yaitu suatu substansi yang menyurapai prolaktin.
Produksi susu berlanjut setelah bayi lahir sebagai proses otomatis selama
susu dikeluarkan dari payudara.
b. Produksi susu
Kelanjutan sekresi susu terutama berkaitan dengan jumlah
produksi hormon prolaktin yang cukup di hipofisis anterior dan
pengeluran susu yang efisien. Nutrisi maternal dan masukan cairan
merupakan faktor yang mempengaruhi jumlah dan kualitas susu.
c. Ejeksi susu
Pergerakan susu di alveoli ke mulut bayi merupakan proses yang
aktif di dalam payudara. Proses ini tergantung pada refleks let-down atau
refleks ejeksi susu. Refleks let-down secara primer merupakan respon
terhadap isapan bayi. Isapan menstimulasi kelenjar hipofisis posterior
untuk menyekresi oksitosin. Di bawah produksi oksitosin, sel-sel di sekitar
alveoli berkontraksi, mengeluarkan susu melalui sistem duktus ke dalam
mulut bayi.
-
23
d. Kolostrum
Kolostrum berwarna kuning kental berfungsi untuk kebutuhan bayi
baru lahir. Kolostrum mengandung antibodi vital dan nutrisi padat dalam
volume kecil, sesuai sekali untuk makanan awal bayi. Menyusui dini yang
efisien berkorelasi dengan penurunan kadar bilirubin darah. Kolostrum
secara bertahap berubah menjadi susu ibu antara hari ketiga dan kelima
masa nifas.
e. Susu ibu
Air susu ibu yng lebih awal keluar mengandung lebih sedikit
lemak dan mengalir lebih cepat daripada susu yang keluar pada bagian
akhir menyusui. Air susu ibu pada saat menjelang akhir pemberian makan,
susu ini lebih putih dan mengandung lebih banyak lemak. Kandungan
lemak yang lebih tinggi ini memberikan rasa puas pada bayi. Menyusui
dengan cukup lama, membuat satu payudara menjadi lebih lunak, memberi
cukup kalori yang dibutuhkan untuk meningkatkan berat badan,
menjarangkan jarak antar menyusui dan mengurangi pembentukan gas dan
kerewelan bayi karena kandungan lemak yang lebih tinggi akan dicerna
lebih lama.
Bayi baru lahir yang cukup bulan dan sehat memiliki tiga refleks yang
diperlukan agar proses menyusui berhasil yaitu:
a. Refleks rooting, refleks ini memungkinkan bayi baru lahir untuk
menemukan puting susu apabila diletakkan di payudara.
b. Refleks menelan yaitu gerakan pipi dan gusi dalam menelan areola,
sehingga refleks ini merangsang pembentukan rahang bayi.
-
24
c. Refleks mengisap yaitu saat bayi mengisi mulutnya dengan puting susu
atau pengganti puting susu sampai ke langit keras dan punggung lidah.
Refleks ini melibatkan rahang, lidah dan pipi (Saleha, 2009).
3. Keunggulan dan Manfaat Menyusui
Keunggulan dan manfaat menyusui dapat dilihat dari beberapa aspek
yaitu aspek gizi, aspek imunologik, aspek psikologi, aspek kecerdasan,
neurologis, ekonomis dan aspek penundaan kehamilan.
a. Aspek Gizi
1) Kolostrum
Kolostrum (susu pertama) adalah ASI yang keluar pada hari-
hari pertama setelah bayi lahir (4-7 hari), berwarna kekuning-kuningan
dan lebih kental karena mengandung banyak vitamin A, protein dan
zat kekebalan yang penting untuk kesehatan bayi.
Berikut ini manfaat kolostrum, yakni:
a) Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama Iga untuk
melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi terutama diare.
b) Jumlah kolostrum yang diproduksi bervariasi tergantung dari
hisapan bayi pada hari-hari pertama kelahiran. Walaupun sedikit
namun cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi. Oleh karena
itu kolostrum harus diberikan pada bayi.
c) Kolostrum mengandung protein, vitamin A yang tinggi dan
mengandung karbohidrat dan lemak rendah, sehingga sesuai
dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama kelahiran.
-
25
d) Membantu mengeluarkan mekonium yaitu kotoran bayi yang
pertama berwarna hijau kehitaman.
2) Komposisi ASI
a) ASI mudah dicerna karena selain mengandung zat gizi yang sesuai
juga mengandung enzim-enzim untuk mencernakan zat-zat gizi
yang terdapat dalam ASI tersebut.
b) ASI mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi yang berguna
untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi/anak.
c) Selain mengandung protein yang tinggi, ASI memiliki
perbandingan antara whey dan casein yang sesuai untuk bayi.
Rasio whey dengan casein merupakan salah satu keunggulan ASI
dibandingkan dengan susu sapi. ASI mengandung whey lebih
banyak yaitu 65 : 35. Komposisi ini menyebabkan protein ASI
lebih mudah diserap. Sedangkan pada susu sapi mempunyai
perbandingan whey : casein adalah 20 : 80 sehingga tidak mudah
diserap.
d) Komposisi Taurin, DHA dan AA pada ASI
(1) Taurin adalah sejenis asam amino kedua yang terbanyak dalam
ASI yang berfungsi sebagai neurotransmiter dan berperan
penting untuk proses maturasi sel otak. Percobaan pada
binatang menunjukkan bahwa defisiensi taurin akan berakibat
terjadinya gangguan pada retina mata.
(2) Decosahexanoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA)
adalah asam lemak tak jenuh rantai panjang (polyunsaturated
-
26
fatty acids) yang diperlukan untuk pembentukan sel-sel otak
yang optimal. Jumlah DHA dan AA dalam ASI sangat
mencukupi untuk menjamin pertumbuhan dan kecerdasan
anak. Disamping itu DHA dan AA dalam tubuh dapat
dibentuk/disintesa dari substansi pembentuknya (precursor)
yaitu masing-masing dari omega 3 (asam linolenat) dan omega
6 (asam linoleat).
b. Aspek Imunologik
1) ASI mengandung zat anti infeksi, bersih dan bebas kontaminasi.
2) Immunoglobulin A (IgA) dalam kolostrum atau ASI kadarnya cukup
tinggi. Sekretori IgA tidak diserap tetapi dapat melumpuhkan bakteri
patogen E. Coli dan berbagai virus pada saluran pencernaan.
3) Laktoferin yaitu sejenis protein yang merupakan komponen zat
kekebalan yang mengikat zat besi di saluran pencernaan.
Konsentrasinya dalam ASI sebesar 100 mg/100 ml tertinggi diantara
semua cairan biologis. Dengan mengikat besi maka laktoferin
bermanfaat untuk menghambat pertumbuhan kuman tertentu yaitu
Stafilokokus dan E. Coli yang juga memerlukan zat besi untuk
pertumbuhannya. Selain menghambat bakteri tersebut laktoferin dapat
pula menghambat pertumbuhan jamur kandida.
4) Lysosim, enzim yang melindungi bayi terhadap bakteri (E.Coli dan
Salmonella) dan virus. Jumlah lysosim dalam ASI 300 kali lebih
banyak dari pada susu sapi. Konsentrasinya dalam ASI sangat banyak
(400 µg/ml) dan merupakan komponen terbesar dalam fraksi whey
-
27
ASI. Lysosim stabil dalam cairan dengan pH rendah seperti cairan
lambung sehingga masih banyak dijumpai lysosim dalam tinja bayi.
Keunikan lysosim lainnya adalah bila faktor protektif lain menurun
kadarnya sesuai tahap lanjut ASI maka lysosim justru meningkat pada
6 bulan pertama setelah kelahiran.
5) Sel darah putih pada ASI pada 2 minggu pertama lebih dari 4000 sel
per mil. Terdiri dari 3 macam yaitu: Bronchus-Asociated Lympocyte
Tissue (BALT) antibodi pernapasan, Gut Asociated Lympocyte Tissue
(GALT) antibodi saluran pernafasan dan Mammary Asociated
Lympocyte Tissue (MALT) antibodi jaringan payudara ibu.
6) Faktor bifidus yaitu sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen,
menunjang pertumbuhan bakteri lactobacilus bifidus. Laktobasilus
bifidus berfungsi mengubah laktosa menjadi asam laktat dan asam
asetat. Kedua asam ini menjadikan saluran pencernaan bersifat asam
sehingga menghambat pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri
E.Coli yang sering menyebabkan diare pada bayi, shigela dan jamur.
Laktobasilusmudah tumbuh cepat dalam usus bayi yang mendapat ASI
karena ASI mengandung polisakarida yang berikatan dengan nitrogen
yang diperlukan untuk pertumbuhan laktobasilus bifidus. Susu sapi
tidak mengandung faktor ini.
c. Aspek Psikologi
1) Rasa percaya diri ibu untuk menyusui bahwa ibu mampu menyusui
dengan produksi ASI yang mencukupi untuk bayi. Menyusui
dipengaruhi oleh emosi ibu dan kasih sayang terhadap bayi akan
-
28
meningkatkan hormon terutama oksitosin yang pada akhirnya akan
meningkatkan produksi ASI.
2) Interaksi ibu dan bayi. Pertumbuhan dan perkembangan psikologik
bayi tergantung pada kesatuan bayi-ibu tersebut.
3) Pengaruh kontak langsung ibu-bayi. Ikatan kasih sayang ibu-bayi
terjadi karena berbagai rangsangan seperti sentuhan kulit (skin to skin
kontact). Bayi akan merasa aman dan puas karena bayi merasakan
kehangatan tubuh ibu dan mendengar denyut jantung ibu yang sudah
dikenal sejak bayi masih dalam rahim.
d. Aspek Kecerdasan
1) Interaksi ibu-bayi dan kandungan nilai gizi ASI sangat dibutuhkan
untuk perkembangan sistem syaraf otak yang dapat meningkatkan
kecerdasan bayi.
2) Penelitian menunjukkan bahwa IQ pada bayi yang diberi ASI memiliki
IQ point 4,3 point lebih tinggi pada usia 18 bulan, 4-6 point lebih
tinggi pada usia 3 tahun, dan 8,3 point lebih tinggi pada usia 8,5 tahun,
dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi ASI.
e. Aspek Neurologis
Dengan menghisap payudara koordinasi syaraf menelan,
menghisap dan bernafas yang terjadi pada bayi baru lahir dapat lebih
sempurna.
f. Aspek Ekonomis
Dengan menyusui secara eksklusif, ibu tidak perlu mengeluarkan
biaya untuk makanan bayi sampai umur 6 bulan. Dengan demikian akan
-
29
menghemat pengeluaran rumah tangga untuk membeli susu formula dan
peralatannya.
g. Aspek Penundaan Kehamilan
Dengan menyusui secara eksklusif dapat menunda haid dan
kehamilan, sehingga dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi alamiah
yang secara umum dikenal sebagai Metode Amenorea Laktasi (MAL)
(Kemenkes RI, 2011).
4. Cara Menyusui
Menurut Roesli (2010), mengatakan bahwa cara pemberian ASI/cara
menyusui yang baik dan benar, yaitu:
a. Posisi badan ibu dan badan bayi:
1) Ibu harus duduk dan berbaring dengan santai
2) Pegang bayi pada belakang bahunya, tidak pada dasar kepala
3) Putar seluruh badan bayi sehingga menghadap keibu
4) Rapatkan dada bayi dengan dada ibu atau bagian bawah payudara ibu
5) Tempelkan dagu bayi pada payudara ibu
6) Dengan posisi ini maka telinga bayi akan berada dalam satu garis
dengan leher lengan bayi
7) Jauhkan hidung bayi dari payudara ibu dengan cara menekan pantat
bayi dengan lengan ibu bagian dalam
b. Posisi mulut bayi dan puting susu ibu
1) Payudara dipegang dengan ibu jari diatas jari yang lain menopang di
bawah (bentuk C) atau dengan menjepit payudara dengan jari telunjuk
dan jari tengah (bentuk gunting) di belakang areola (Kalang Payudara).
-
30
2) Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (mooting refleks) dengan
cara:
a) Menyentuh bibir dengan puting susu
b) Menyentuh sisi mulut puting susu
c) Tunggu sampai bayi bereaksi dengan membuka mulutnya lebar
dan lidah ke bawah.
d) Dengan cepat dekatkan bayi ke payudara ibu dengan cara menekan
bahu belakang bayi bukan bagian belakang kepala.
e) Posisikan puting susu diatas bibir atas bayi dan berhadap-hadapan
dengan hidung bayi.
f) Kemudian masukkan puting susu ibu menelusuri langit-langit
mulut bayi.
g) Usahakan sebagian oreola (kalang payudara) masuk ke mulut bayi,
sehingga puting susu berada diantara pertemuan langit-langit yang
keras (palatum durum) dan langit-langit yang lunak (palatum
molle).
h) Lidah bayi akan menekan dinding bawah payudara dengan gerakan
memerah sehingga ASI akan keluar dari smus lactiferous yang
terletak dibawah kalang payudara.
i) Setelah bayi menyusui atau mengisap payudara dengan baik,
payudara tidak perlu dipegang atau disangga lagi.
j) Beberapa ibu sering meletakkan jarinya pada payudara dengan
hidung bayi dengan maksud untuk memudahkan bayi bernafas. Hal
-
31
ini tidak perlu karena hidung bayi telah dijauhkan dari payudara
dengan cara menekan pantat bayi dengan lengan ibu.
k) Dianjurkan tangan ibu yang bebas dipergunakan untuk mengelas-
elas bayi.
C. Tinjauan Tentang Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI
Faktor yang mempengaruhi ibu menyusui yang meliputi faktor internal
yakni umur ibu, paritas, pengetahuan, pendidikan, pekerjaan, sikap, perilaku dan
kepercayaan ibu serta faktor eksternal meliputi promosi susu formula, dukungan
keluarga dan tenaga kesehatan merupakan faktor penentuan pemberian ASI
terutama ASI eksklusif.
1. Faktor Internal
Adapun faktor internal sebagai penentuan pemberian ASI eksklusif
adalah:
a. Umur
Umur adalah lama hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan).
Proses degenerasi payudara mengenai ukuran dan kelenjar alveoli
mengalami regresi yang di mulai pada usia 30 tahun. Sehingga dengan
proses tersebut payudara cenderung kurang menghasilkan (Worthington
dalam Kriselly, 2012). Makin tua umur seseorang maka proses-proses
perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu,
bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika
berumur belasan tahun. Ibu yang umurnya lebih muda lebih banyak
memproduksi ASI dibandingkan dengan ibu-ibu yang sudah tua. Hal ini
terjadi karena pembesaran payudara setiap siklus ovulasi mulai dari
-
32
permulaan tahun menstruasi sampai umur 30 tahun (Suratmadja dalam
Kriselly, 2012).
Aritonang (2010) menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna
antara umur ibu dengan perilaku pemberian ASI Eksklusif. Berbeda
dengan hasil penelitian Lutfi (2009), menyebutkan ada hubungan yang
bermakna antara umur dengan praktek pemberian ASI Eksklusif yaitu ibu
yang berumur ≤ 30 tahun berpeluang 4,333 kali untuk memberikan ASI
secara eksklusif dibandingkan dengan ibu yang berumur ≥30 tahun
(Kriselly, 2012).
b. Paritas
Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang
mampu hidup diluar rahim. Semakin banyak anak yang di lahirkan akan
mempengaruhi produktivitas ASI karena berhubungan dengan status
kesehatan ibu dan kelelahan. Pikiran, perasaan, dan sensasi seorang ibu
sangat mempengaruhi peningkatan atau penghambat pengeluaran oksitosin
yang sangat berperan dalam pengeluaran ASI (Roesli, 2010).
Menurut Soetjiningsih (2012), bahwa jumlah ASI pada wanita
setiap kali melahirkan berbeda atau mengalami perubahan sesuai dengan
jumlah anak yang dilahirkan. Menurutnya jumlah perubahan produksi ASI
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Anak pertama : jumlah ASI kurang lebih 580 ml/24 jam
2) Anak kedua : jumlah ASI kurang lebih 654 ml/24 jam
3) Anak ketiga : jumlah ASI kurang lebih 602 ml/24 jam
4) Anak keempat : jumlah ASI kurang lebih 600 ml/24 jam
-
33
5) Anak kelima : jumlah ASI kurang lebih 506 ml/24 jam
6) Anak keenam : jumlah ASI kurang lebih 524 ml/24 jam
c. Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2012), pengetahuan adalah merupakan
hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang
sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Pengetahuan ibu
menyusui adalah proses belajar tentang cara memberikan ASI kepada
bayinya untuk mencapai tingkat kesehatan dan kesejahteraannya.
Pengetahuan merupakan dominan terbentuknya suatu perilaku,
adanya pengetahuan ibu tentang manfaat pemberian ASI dan praktik
menyusui yang baik dan benar merupakan landasan bagi ibu untuk
melaksanakan pemberian ASI Ekslusif kepada bayinya segera setelah
kelahiran sampai usia 6 bulan. Pengetahuan tentang manfaat pemberian
ASI Ekslusif akan menunjang pembentukan kesadaran ibu untuk
menerapkan pemberian ASI Ekslusif (Rahmah, 2011).
Sedangkan untuk pengetahuan praktik menyusui akan menunjang
ibu untuk menerapkan pemberian ASI Ekslusif secara nyaman dan senang
yang menunjang keberhasilan program menyusui. Pengetahuan merupakan
hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera seseorang yakni indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
-
34
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Keraf & Dual
dalam Rahmah, 2011).
Pengetahuan ibu menyusui tentang ASI biasanya diperoleh dari
berbagai macam sumber misalnya media massa, media elektronik, buku
petunjuk, petugas kesehatan, media poster dan lain-lain (Istiarti, 2000
dalam Muhrifan, 2013).
Pengetahuan ibu menyusui dalam hal ini berhubungan erat dengan
pemilihan pangan yang dapat meningkatkan produksi ASI. Bayi yang baru
lahir hanya mendapatkan makanan dari Air Susu Ibunya, sehingga jika
ASI ibu tidak cukup banyak maka kebutuhan zat gizinya tidak akan
terpenuhi sehingga ibu-ibu masih ragu dengan pentingnya ASI bagi bayi,
di mana pengetahuan ibu tentang pemanfaatan kolostrum dan pemberian
ASI eksklusif terkadang masih kurang sehingga banyak ibu-ibu yang tidak
memberikan ASI pertamanya kepada bayinya, dengan alasan ASI-nya bau
amis, serta terkesan menjijikkan (Muhrifan, 2013).
Demikian pula tentang pemberian ASI eksklusif masih kurang
memenuhi dengan berbagai faktor penyebab, antara lain kemampuan
produksi ASI yang kurang, pengetahuan ibu menyusui yang kurang dan
anggapan bahwa akan mempengaruhi penampilan dari ibunya dapat
mempengaruhi pemberian ASI kepada bayinya. Oleh karena itu
pengetahuan ibu menyusui perlu ditingkatkan terutama untuk memenuhi
dan meningkatkan produksi ASI melalui penyuluhan dan konsumsi
makanan yang cukup (Muhrifan, 2013).
-
35
d. Pendidikan
Berdasarkan GBHN, pendidikan adalah usaha sadar untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan diluar sekolah
yang berlangsung seumur hidup. Sedangkan tingkat pendidikan adalah
jenjang sekolah formal yang ditamatkan oleh seseorang. Sementara
menurut Notoatmodjo (2012), pendidikan adalah segala upaya yang
direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok
atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh
pelaku pendidikan. Tingkat pendidikan seseorang akan membantu orang
tersebut untuk lebih mudah menangkap dan memahami suatu informasi.
Mereka yang berpendidikan tinggi akan berbeda dengan mereka yang
berpendidikan rendah. Tingkat pendidikan seorang ibu yang rendah
memungkinkan ia lambat dalam mengadopsi pengetahuan baru khususnya
hal-halyang berhubungan dengan ASI Eksklusif.
e. Pekerjaan
Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu bagi
ibu-ibu yang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.
Masyarakat yang sibuk akan memiliki waktu yang sedikit untuk
memperoleh informasi, sehingga tingkat pendidikan yang mereka peroleh
juga berkurang, sehingga tidak ada waktu untuk memberikan ASI pada
bayinya. Aktivitas ibu selama masa menyusui tentunya berpengaruh
terhadap intensitas pertemuan antara ibu dan anak.
Pekerjaan sangat mempengaruhi tingkat ekonomi, dalam
prakteknya sangat nyata dalam mempengaruhi perilaku masyarakat dalam
-
36
kesehatan reproduksi. Hal ini tampak nyata khususnya pada saat terjadinya
krisis moneter di Indonesia yang kemudian menjadi krisis multi-dimensi
yang berkepanjangan hingga saat ini. Krisis moneter secara nyata
berpengaruh pada rendahnya daya beli masyarakat terhadap kebutuhan
pokok pangan. Faktor pekerjaan turut berperan dalam pemberian ASI
Eksklusif yang digunakan. Kesibukan seseorang dalam pekerjaanya setiap
hari dapat menyebabkan sumber informasi kurang dapat dimanfaatkan
sehingga menyebabkan pengetahuan tentang pemberian ASI Eksklusif
menjadi kurang (Anggrita, 2009).
Saat ini, sudah banyak orang tua yang berhasil memberikan bayi
mereka ASI Eksklusif, meskipun kedua orang tua bekerja. Ibu sibuk
bekerja ataupun banyak beraktivitas bukanlah alasan untuk tidak
memberikan ASI eksklusif kepada buah hatinya, karena ASI dapat
disimpan terlebih dahulu. Cara memberikan ASI bagi bayi pada saat ibu
bekerja, antara lain:
1) Ketika memberikan ASI perah pada si kecil, kita harus
menghangatkannya dulu. Namun jangan dipanaskan di atas api, karena
mengakibatkan beberapa enzim penyerapan mati kepanasan.
2) Beberapa buku dari luar menganjurkan untuk menyiram ASI dengan
running tap water, tapi di Indonesia, jarang ada keran yang berisi air
hangat. Jadi cukup dengan mangkuk yang diisi air hangat (suhu airnya
sama dengan suhu air yang biasa kita gunakan untuk mandi atau suhu
tubuh).
-
37
3) Adapun lama penghangatan tergantung suhu ASI, tapi prinsipnya
buatlah suhu ASI seperti suhu tubuh karena akan menyerupai ASI
yang dikeluarkan langsung.
4) Namun cara pemberiannya jangan pakai botol susu dan dot, melainkan
disuapi pakai sendok. Kalau si kecil langsung menyusu dari botol,
lama-lama ia jadi “bingung puting”. Jadi, ia hanya menyusu di ujung
puting seperti ketika menyusu dot. Padahal, cara menyusu yang benar
adalah seluruh areola ibu masuk ke mulut bayi. Sementara kalau
menyusu dari botol, hanya dengan menekan sedikit saja dotnya, susu
langsung keluar. Tak usah cemas si kecil akan kekurangan ASI
berapapun jumlah ASI perah yang dikeluarkan.
5) Memang, pada awalnya si kecil akan gelisah dengan jumlah yang
mungkin lebih sedikit dari biasanya, tapi bayi akan cepat beradaptasi.
Maksimal pada hari keempat, bayi akan sudah terbiasa. Seberapa pun
ASI yang ada, akan diminum. Kalau ditinggali 500 cc, akan diminum;
begitu juga 300 cc, bahkan 200 cc. Namun ketika ibunya datang, ia
akan minum habis-habisan (Anggrita, 2009).
Ibu yang bekerja cenderung memiliki waktu yang sedikit untuk
menyusui anaknya akbat kesibukan bekerja. Sedangkan ibu yang tidak
bekerja memilki waktu yang banyak untuk menyusui anaknya akibat
ketidaksibukan. Dengan terbukanya kesempatan bekerja dan tuntutan
untuk bekerja membantu ekonomi keluarga maka sebagian ibu-ibu
memilih bekerja di luar rumah. Dengan bekerja ibu tidak dapat
berhubungan penuh dengan bayinya, akibatnya ibu cenderung
-
38
memberikan susu formula dan diberikan melalui botol, menyebabkan
frekuensi penyusuan akan berkurang dan produksi ASI akan menurun.
Keadaan ini menyebabkan ibu menghentikan pemberian ASI. Jadi,
seorang ibu yang bekerja kemungkinan menyusui bayinya secara eksklusif
menurun drastis.
Bekerja selalu dijadikan alasan tidak memberikan ASI Eksklusif
pada bayi karena ibu meninggalkan rumah sehingga waktu pemberian ASI
pun berkurang. Akan tetapi seharusnya seorang ibu yang bekerja tetap
memberikan ASI secara eksklusif kepada bayinya dengan pengetahuan
yangbenar tentang menyusui, perlengkapan memerah ASI, dan dukungan
lingkungan kerja (Soetjiningsih, 2010).
Status ibu bekerja memilki dampak terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak, khususnya anak balita. Dampak tersebut dibagi
menjadi dua yaitu dampak positif dan dampak negatif. Adapun jika
ditinjau dari segi dampak negatif ibu bekerja dalam pemberian ASI
eksklusif adalah, terjadinya status gizi kurang atau gizi buruk yang dialami
balita sebagai akibat dari memendeknya durasi pemberian Air Susu Ibu
(ASI) oleh ibu karena harus bekerja (Glick dalam Haryani, 2014).
f. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2012).
Menurut Newcomb yang dikutip oleh Notoatmodjo (2012), bahwa sikap
-
39
itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, bukan
pelaksanaan motif tertentu.
Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:
1) Menerima. Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
2) Merespon. Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
3) Menghargai. Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap.
4) Bertanggung jawab. Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah
dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Sikap merupakan produk dari proses sosialisasi di mana seseorang
bereaksi sesuai dengan rangsangan yang diterimanya yang merupakan
kesiapan atau kesadaran seorang ibu untuk bertindak dalam melaksanakan
pemberian ASI Ekslusif kepada bayinya segera setelah kelahiran sampai
usia 6 bulan. Sikap merupakan penentu yang penting dalam tingkah laku
manusia karena pembentukan sikap tidak terjadi dengan sendirinya atau
dengan sembarangan saja, tetapi pembentukanya senantiasa berlangsung
dari interaksi manusia dan berkenaan dengan alternatif yaitu senang atau
tidak senang, mendukung atau tidak mendukung dan menjauhi (Heri
Purwanto dalam Rahmah, 2011).
g. Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2012), perilaku adalah semua kegiatan atau
aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak
-
40
diamati oleh pihak luar. Menurut Skiner yang dikutip oleh Notoatmodjo
(2012), perilaku merupakan respon atau reaksi seseoarang terhadap
stimulus (rangsangan dari luar).
Menurut Notoatmodjo (2012), ada beberapa teori perilaku, yaitu:
1) Teori Stimulus Organisme
Teori stimulus organisme adalah bahwa penyebab terjadinya
perubahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus)
yang berkomunikasi dengan organisme. Artinya, kualitas dari sumber
komunikasi (sources), misalnya kredibilitas, kepemimpinan, gaya
berbicara, sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku
seseorang, kelompok atau masyarakat.
2) Teori Festinger (Dissonance Theory)
Hal ini berarti bahwa keadaan cognitive dissonance merupakan
ketidakseimbangan psikologis yang diliputi oleh ketegangan diri yang
berusaha untuk mencapai keseimbangan kembali. Apabila terjadi
keseimbangan dalam diri individu, maka berarti sudah terjadi
ketegangan diri lagi, dan keadaan ini disebut consonance
(keseimbangan). Ketidakseimbangan terjadi karena dalam diri individu
terdapat pengetahuan, pendapat atau keyakinan. Apabila individu
menghadapi suatu stimulus atau objek dan stimulus tersebut
menimbulkan pendapat atau keyakinan yang berbeda, bertentangan di
dalam diri individu itu sendiri maka terjadilah dissonance.
-
41
3) Teori Fungsi
Teori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku
individu tergantung kepada kebutuhan. Hal ini berarti bahwa stimulus
yang dapat mengakibatkan perubahan perilaku seseorang adalah
stimulus yang dapat dimengerti dalam konteks kebutuhan orang
tersebut.
4) Teori Kurt Lewin
Teori Kurt Lewin adalah suatu keadaan yang seimbang antara
kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan-kekuatan
penahan (restining forces).
h. Kepercayaan
Menurut Notoatmodjo (2012), kepercayaan adalah komponen
kognitif dari faktor sosio-psikologis. Kepercayaan dapat bersifat rasional
dan irasional. Kepercayaan yang rasional apabila kepercayaan orang
terhadap sesuatu tersebut masuk akal. Sebaliknya kepercayaan irasional
kepercayaan seseorang terhadap sesuatu yang tidak masuk akal.
Kepercayaan yang diyakini dimasyarakat dapat juga berupa
kebiasaan yang berlangsung dimasyarakat yang merupakan hasil
pelaziman yang berlangsung dalam kurun waktu yang lama. Kebiasaan ini
sering pula dikaitkaan dengan adat istiadat yang turun temurun karena
kebiasaan yang kurang menguntungkan bagi kesehatan. Kepercayaan yang
dimaksudkan dalam penelitian ini yaitu keyakinan yang dimiliki ibu
tentang ASI Eksklusif (Kriselly, 2012).
-
42
Hal- hal yang diyakini oleh seseorang memegang peranan penting
dalam pembuatan keputusan. Seperti juga halnya dalam pemberian ASI
Eksklusif, para ibu yang memberikan ASI secara eksklusif pada bayinya
meyakini bahwa ASI memang yang terbaik untuk bayinya, selain itu
mereka juga percaya bahwa ASI yang diberikan sudah mencukupi
kebutuhan bayi (Kriselly, 2012).
Berbeda dengan ibu yang tidak memberikan ASI Eksklusif,
walaupun beberapa dari mereka mengetahui tentang ASI Eksklusif tapi
nilai dan kepercayaan yang mereka anut masih sangat kental sehingga
lebih dominan mempengaruhi keputusan. Misalnya keyakinan mereka
bahwa bayi yang sering menangis menandakan bahwa bayi masih lapar
karena ASI yang mereka berikan belum cukup dan perlu ditambah dengan
pemberian susu formula atau makanan tambahan lainnya (Kriselly, 2012).
Dalam penelitian Kriselly (2012), menyatakan bahwa ada seorang
informan yang memiliki kepercayaanbahwa memberikan ASI merupakan
pantangan baginya. Hal ini disebabkan oleh pengalamannya yang
memberikan ASI kepada dua orang anaknya dan kedua anak tersebut
meninggal dunia sehingga dia tidak mau lagi memberikan ASI pada anak
ketiganya karena takut anak tersebut meninggal. Memang ditempat
penelitian banyak tradisi yang masih melekat pada masyarakat. Bayi baru
lahir sudah diberi makan pisang, diberi minum kopi setiap hari dan
sebagian dari mereka berpendapat selama mereka masih menyusui
bayinya tidak jadi masalah kalau mereka memberikan susu formula atau
-
43
makanan lain. Hal ini juga berkaitan dengan masih rendahnya
pengetahuan yang mereka miliki tentang ASI Eksklusif.
2. Faktor Eksternal
Adapun faktor eksternal sebagai penentuan pemberian ASI eksklusif
adalah:
a. Promosi Susu Formula
Susu formula adalah cairan yang berisi zat-zat didalamnya tidak
mengandung antibodi, sel darah putih, zat pembunuh bakteri, enzim,
hormon dan faktor pertumbuhan (Roesli dalam Indrawati, 2012). Susu
formula adalah susu yang dibuat dari susu sapi dengan mengubah
susunannya hingga dapat diberikan pada bayi (Kj dalam Indrawati, 2012).
Susu botol adalah susu komersial yang dijual di pasar atau di toko yang
terbuat dari susu sapi atau kedelai diperuntukkan khusus untuk bayi dan
komposisinya disesuaikan mendekati komposisi ASI, serta biasanya
diberikan di dalam botol (Husaini dalam Indrawati, 2012).
Dari berbagai studi dan pengamatan menunjukkan bahwa dewasa
ini terdapat kecenderungan penurunan pemberian ASI eksklusif tahun
1997 yaitu 42,2% menurun menjadi 39,5% pada tahun 2002, sedangkan
penggunaan susu formula meningkat tiga kalinya dari 10,8% menjadi 32,5
(Siti Nuryati dalam Indrawati, 2012). Penurunan jumlah ibu yang
memberikan ASI eksklusif dan memilih untuk memberikan susu formula
pada bayi terdapat pada kelompok ibu di kota-kota, sementara di pedesaan
bayi yang baru berusia satu bulan sudah diberi pisang ataunasi lembut
sebagai tambahan ASI (Roesli, 2008).
-
44
Masalah rendahnya pemberian ASI eksklusif disebabkan oleh
banyak faktor salah satunya adalah promosi susu formula. Banyak ibu
yang merasa bahwa susu formula lebih baik daripada ASI sehingga ibu
lebih percaya bahwa susu formula bisa menambah gizi pada bayinya
padahal promosi penambahan Arachidonic Acid (AA), Decosahexanoic
Acid (DHA), Arachinoid Acid (ARA), pada susu formula ternyata sudah
terkandung dalam komposisi ASI.
b. Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga merupakan faktor pendukung yang pada
prinsipnya adalah suatu kegiatan baik bersifat emosional maupun
psikologis yang diberikan kepada ibu menyusui dalam memberikan ASI.
Seorang ibu yang tidak pernah mendapatkan nasehat atau penyuluhan
tentang ASI dari keluarganya dapat mempengaruhi sikapnya ketika harus
menyusui sendiri bayinya (Lubis dalam Kriselly, 2012).
Roesli (2008), menyatakan bahwa dukungan keluarga merupakan
faktor eksternal yang paling besar pengaruhnya terhadap keberhasilan ASI
eksklusif. Adanya dukungan keluarga terutama suami maka akan
berdampak pada peningkatan rasa percaya diri atau motivasi dari ibu
dalam menyusui. Suririnah dalam Anggorowati dan Nuzulia (2013),
mengatakan bahwa motivasi seorang ibu sangat menentukan dalam
pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan. Disebutkan bahwa dorongan dan
dukungan dari pemerintah, petugas kesehatan dan dukungan keluarga
menjadi penentu timbulnya motivasi ibu dalam menyusui.
-
45
Friedman (2010) dalam Anggorowati dan Nuzulia (2013),
mengemukakan bahwa dukungan keluarga dapat diberikan dalam
beberapa bentuk, yaitu: a) dukungan informasional, b) dukungan
penghargaan, c) dukungan instrumental, dan d) dukungan emosional. Ibu
menyusui membutuhkan dukungan dan pertolongan, baik ketika memulai
maupun melanjutkan menyusui. Sebagai langkah awal mereka
membutuhkan bantuan sejak kehamilan dan setelah melahirkan. Mereka
membutuhkan dukungan pemberian ASI hingga 2 tahun, perawatan
kesehatan maupun dukungan dari keluarga dan lingkungannya
(Proverawati, 2010). Keluarga terutama suami merupakan bagian penting
dalam keberhasilan atau kegagalan menyusui, karena suami menentukan
kelancaran pengetahuan ASI (let down refelex) yang sangat dipengaruhi
oleh keadaan emosi dan perasaan ibu (Roesli, 2008).
KTT merekomendasikan pentingnya dukungan keluarga terhadap
pemberian ASI, bahwa semua keluarga mengetahui arti penting
mendukung wanita dalam pemberian ASI saja untuk 4 sampai 6 bulan
pertama kehidupan anak dan memenuhi kebutuhan makanan anak berusia
muda pada tahun rawan (Roesli, 2008). Dukungan atau support dari orang
lain atau orang terdekat, sangat berperan dalam sukses tidaknya menyusui.
Semakin besar dukungan yang didapatkan untuk terus menyusui maka
akan semakin besar pula kemampuan untuk dapat bertahan terus untuk
menyusui.
Dukungan suami maupun keluarga sangat besar pengaruhnya,
seorang ibu yang kurang mendapatkan dukungan oleh suami, ibu, adik
-
46
atau bahkan ditakut-takuti, dipengaruhi untuk beralih ke susu formula
(Proverawati, 2010).
c. Dukungan Petugas Kesehatan
Menurut Green dalam Notoatmodjo (2012), perilaku terbentuk
karena faktor pendorong yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas
kesehatan, atau petugas yang lain, yang merupakan referensi dari perilaku
masyarakat. Sebagai seorang yang di percayai ibu-ibu dalam mengatasi
masalah bayi, tenaga kesehatan hendaknya memberikan nasihat kepada
seorang ibu permulaan menyusui, agar dapat mengukuhkan kepecayaan
dirinya atas kesanggupan menyusui dan bersikap mendukung penilaian
bahwa menyusui adalah suatu fungsi alamiah yang sempurna.
Menurut Soetjiningsih (2012), pemberian ASI belum secara
optimal diberikan oleh ibu-ibu disebabkan karena keterbatasan
pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan dalam memberikan
penyuluhan mengenai cara pemberian ASI yang baik dan benar kepada ibu
dan keluarga. Beberapa penelitian membuktikan bahwa sikap petugas
kesehatan sangat mempengaruhi pemilihan makanan bayi oleh ibunya.
Pengaruh ini dapat berupa sikap negatif secara pasif, yang dinyatakan
dengan tidak menganjurkan dan tidak membantu bila ada kesulitan laktasi,
masalah petugas kesehatan sendiri yang menganjurkan untuk memberikan
susu botol kepada bayi.
-
47
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran
Menurut Green dalam Notoatmodjo (2012), menyatakan bahwa perilaku
manusia dipengaruhi oleh faktor predisposisi (predisposing), yang terdiri dari
pengetahuan, sikap, tradisi, kepercayaan, sistem nilai, tingkat pendidikan, tingkat
sosial ekonomi dan pekerjaan. Faktor pemungkin (enabling), yang terdiri dari
ketersediaan sumber daya, pengetahuan petugas, peran petugas, jarak ke
pelayanan kesehatan, dan faktor penguat (reinforcing) yang terdiri dari undang-
undang, peraturan, dukungan toma dan toga, dukungan keluarga, dukungan
suami, sik ap dan perilaku petugas.
Dalam penelitian ini membahas tentang faktor yang mempengaruhi
kegagalan ibu dalam pemberian ASI Eksklusif yang dipengaruhi oleh faktor
predisposisi yang meliputi pengetahuan ibu, sikap ibu dan pekerjaan ibu.
-
48
B. Kerangka Pikir
Variabel Independen Variabel Dependen
Keterangan:
= Variabel Bebas
= Variabel Terikat
= Garis yang diteliti
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
C. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah faktor yang mempengaruhi kegagalan
pemberian ASI eksklusif pada bayi yang meliputi pengetahuan ibu, sikap ibu dan
status pekerjaan ibu.
Pengetahuan Ibu
Pemberian ASI
Eksklusif pada Bayi
Faktor yang Mempengaruhi Kegagalan
Ibu dalam Pemberian ASI Eksklusif
Status Pekerjaan
Sikap Ibu
-
49
D. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif
1. Bayi
Bayi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah anak laki-laki dan
perempuan yang berusia mulai lahir sampai umur 1- 2 tahun. Dalam penelitian
ini usia Bayi yang diambil adalah berusia 7 – 12 bulan yang ada di Wilayah
Kerja Puskesmas Pondidaha Kabupaten Konawe.
2. Pemberian ASI Eksklusif
Pemberian ASI Eksklusif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
status pemberian ASI pada bayi tanpa makanan/minuman tambahan lain sejak
dini atau segera setelah melahirkan sampai bayi berusia 6 bulan (Roesli,
2010). Dengan kriteria objektif:
Eksklusif : Apabila ibu memberikan ASI Eksklusif tanpa
makanan/minuman tambahan lain selama usia 0-6 bulan.
PMT : Apabila ibu memberikan makanan lain selain ASI selama
usia < 6 bulan (Kemenkes RI, 2014)
3. Pengetahuan Ibu
Pengetahuan ibu yang dimaksud dalam penelitian ini adalah segala
sesuatu yang diketahui oleh ibu bayi mengenai pengertian ASI Eksklusif, usia
bayi di beri ASI Eksklusif dan manfaat ASI Eksklusif.
Kriteria/cara pengukuran dalam penelitian ini dengan menggunakan
skala Guttman (Sugiyono, 2010). Pertanyaan pengetahuan berjumlah 15 butir
soal, jika menjawab “benar” diberi skor 1 (satu) dan jika “salah” diberi skor 0
(nol). Penilaian dari variabel tersebut merujuk pada skala Guttman.
-
50
Kriteria obyektif:
Bukan Faktor : Apabila skor yang diperoleh ≥ 60%
Faktor : Apabila skor yang diperoleh < 60% (Arikunto, 2010)
4. Sikap Ibu
Sikap ibu yang dimaksud dalam penelitian ini adalah reaksi atau
respon ibu terhadap pemberian ASI. Kriteria/cara pengukuran dalam
penelitian ini dengan menggunakan skala Likert (Sugiyono, 2010). Pertanyaan
sikap berjumlah 10 butir soal, Untuk pernyataan positif, jika menjawab
“Sangat Setuju (SS)” diberi skor 5 (lima), jika menjawab “Setuju (S)” diberi
skor 4 (empat), jika menjawab ”Kurang Setuju (KS)” diberi skor 3, jika
menjawab “Tidak Setuju (TS)” diberi skor 2 (dua), dan jika menjawab
“Sangat Tidak Setuju (STS)” diberi skor 1 (satu). Sedangkan untuk pernyataan
negatif, jika menjawab “Sangat Setuju (SS)” diberi skor 1 (satu), jika
menjawab “Setuju (S)” diberi skor 2 (dua), jika menjawab ”Kurang Setuju
(KS)” diberi skor 3, jika menjawab “Tidak Setuju (TS)” diberi skor 4 (empat),
dan jika menjawab “Sangat Tidak Setuju (STS)” diberi skor 5 (lima)
(Machfoedz, 2007). Dengan kriteria objektif:
Bukan Faktor : Apabila nilai yang diperoleh ≥ 75%
Faktor : Apabila nilai yang diperoleh < 75% (Wawan, A dan Dewi
M, 2010).
5. Pekerjaan Ibu
Pekerjaan ibu yang dimaksud dalam penelitian ini adalah status
pekerjaan yang dimiliki oleh responden yang tidak mengganggu pemberian
ASI Eksklusif dengan kriteria objektif:
-
51
Bukan Faktor : Apabila responden sebagai ibu rumah tangga.
Faktor : Apabila responden sebagai PNS, pegawai swasta,
pedagang, wirausaha, nelayan, buruh dan petani
(Notoatmodjo, 2012)
-
52
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan desain
penelitian survey. P