Oleh: Maddais, S.Pd.I., MA · Diktat Perkuliahan PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM Oleh:...

62
Diktat Perkuliahan PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM Oleh: Maddais, S.Pd.I., MA SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH STIT YA’MAL TANGERANG 1438 H/2017 M

Transcript of Oleh: Maddais, S.Pd.I., MA · Diktat Perkuliahan PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM Oleh:...

Diktat Perkuliahan

PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Oleh: Maddais, S.Pd.I., MA

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH

STIT YA’MAL TANGERANG

1438 H/2017 M

i

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang Maha Esa, tempat bergantung semua manusia,

tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tak ada sesuatu pun yang menyerupai-

Nya. Salawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada yang terhormat

junjungan kita Nabi Muhammad saw, para keluarga, dan para Sahabat serta para

pengikutnya sekalian yang berpegang teguh dengan sunnahnya.

Al-Qur’an memerintahkan kepada setiap kita agar melakukan penelitian

(research) terlebih dahulu terhadap sesuatu persoalan sebelum dipercayai, diikuti,

dan dibiasakan (QS. al-Isrā [17]: 36).

Penelitian tentang Pendidikan Kesehatan dalam Perspektif Islam ini

disusun dengan maksud untuk melengkapi bahan perkuliahan Tafsir Tarbawy di

Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Ya’mal Tangerang.

Mudah-mudahan kehadiran buku ini dapat bermanfaat khususnya bagi

sivitas akademika STIT Ya’mal Tangerang dan insya Allah menjadi nilai ibadah

bagi penulisnya. Ᾱmīn.

Tangerang, 7 Mei 2017

Penulis

Maddais, S.Pd.I., MA

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR __ i

DAFTAR ISI __ ii

BAB I : Pendidikan Kesehatan Fisik dalam Perspektif

Islam __ 1

1. Definisi Pendidikan Kesehatan __ 2

2. Materi Pendidikan Kesehatan __ 4

3. Metode Islam dalam Pembinaan Kesehatan __ 19

BAB II : Pendidikan Kesehatan Jiwa dalam Perspektif

Islam __ 25

1. Definisi Kesehatan Jiwa (Mental) __ 26

2. Komponen-komponen Jiwa __ 27

3. Hakekat Jiwa Menurut al-Qur’an __ 30

4. Fungsi-fungsi Jiwa Menurut al-Qur’an __ 34

5. Perkembangan & Pendidikan Jiwa Perspektif

al-Qur’an __ 42 6. Metode al-Qur'an dalam mendidik jiwa__44

7. Gangguan Kesehatan Mental __ 51

DAFTAR PUSTAKA __ 56 DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1

BAB I

PENDIDIKAN KESEHATAN FISIK Dalam Perspektif Islam

Oleh: Maddais, S.Pd.I., MA

PENDAHULUAN

Agama Islam datang sebagai agama untuk kepentingan dunia dan akhirat

secara simultan. Ia tidak sekedar terbatas pada jalur hubungan antara hamba dan

Tuhan saja (vertical), tetapi juga menegakkan hubungan antar makhluk lainnya

(horizontal).

Islam menetapkan tujuan pokok kehadirannya untuk memelihara agama,

jiwa, akal, jasmani, harta dan keturunan. Salah satu dari tujuan pokok tersebut yang

cukup mendapatkan perhatian Islam adalah aspek jasmani manusia yang juga terkait

dengan tujuan-tujuan lainnya. Sehingga, tidak mengherankan jika ditemukan bahwa

Islam di dalam ajarannya amat kaya dengan tuntunan pengembangan dan penjagaan

terhadap jasmani manusia.

Jasad adalah tempat tinggalnya ruh, oleh karenanya sangat berkaitan dengan

jiwa dan ruh. Oleh karenanya keberadaan aspek bathiniyah secara mutlak menjadi

bergantung kepadanya. Jasad sedikitnya mencerminkan dua aspek; Pertama, sebagai

simbol keberadaan, yang berarti bahwa jiwa dan ruh saling berkaitan dan bergantung

kepada jasad - karena keduanya tidak akan aktual tanpa adanya tubuh. Kedua,

manusia harus menjaga tubuhnya agar tetap dalam kondisi yang baik dan sehat.

Oleh karena itu, kesehatan dan pemeliharaan jasmani merupakan hal yang

amat penting menurut ajaran Islam; yaitu menjaga kesehatan lahiriyah dan

bathiniyah manusia.

Menurut Afzalul Rahman,1 studi ilmu kedokteran berhubungan erat dengan

keimanan dalam Islam, melalui sendi-sendi ajaran al-Qur‟an dan al-Ḥadīth

mengenai cara hidup sehat. Dengan kata lain, bahwa syari‟at Islam telah

memberikan pengarahan tentang hidup sehat, kebersihan lingkungan, kesehatan

secara umum, kebiasaan sehat dan banyak elemen lainnya yang memengaruhi tubuh

dan kesehatan hidup manusia.

Berkaitan dengan ungkapan di atas, penulis akan membahas: Bagaimana

Materi Pendidikan Kesehatan Fisik dalam Perspektif Islam?.

Mengingat luasnya kajian ini, maka permasalahan akan difokuskan pada: (1)

Apa petunjuk Islam mengenai nilai fisik; (2) Bagaimana petunjuk Islam mengenai

kebersihan pribadi dan lingkungan; (3) Bagaimana nutrisi (makanan dan minuman)

1Afzalul Rahman, Qur’anic Science, (pent) H.M. Arifin (Jakarta: PT. Rineka Cipta,

1992), 353.

2

menurut Islam; (4) Bagaimana dorongan Islam untuk melakukan aktivitas dan

olahraga; (5) Bagaimana pentingnya ibadah puasa menurut Islam; dan (6)

Bagaimana metode Islam dalam membina kesehatan fisik.

Kaum muslimin memberikan perhatian yang besar terhadap masalah

kesehatan, Ibn Qoyyim al-Jauziyyah di dalam bukunya al-Ţibbu al-Nabawi

menjelaskan cara-cara penyembuhan dengan menggunakan petunjuk-petunjuk

Nabawiyah. Penulis modern seperti Dr. Ahmad Syauqi al-Fanjari, yang bukunya al-

Ţibbu al-Wiqa’i, menjadi rujukan utama tulisan ini, menggunakan sumber-sumber

dari al-Qur‟an maupun al-Ḥadīth sebagai landasan ilmu kesehatan Islam. Namun,

kedua-duanya belum mengkaitkan masalah kesehatan dengan upaya-upaya

aplikasinya melalui pendidikan.

PEMBAHASAN

1. Pendidikan Kesehatan

a. Definisi dan Tujuan Pendidikan Kesehatan

Secara etimologi kata “kesehatan” diambil dari kata “sehat” yang

diartikan sebagai: (1) dalam keadaan baik segenap fisik serta bagian-bagiannya

(bebas dari sakit); waras; (2) yang mendatangkan kebaikan pada fisik; (3)

sembuh dari sakit; dan (4) baik dalam keadaan normal. Sedangkan kata

“kesehatan” berarti keadaan (hal) sehat; kebaikan keadaan (fisik dan

sebagainya). Kesehatan fisik adalah keadaan sehat tubuh.2

The World Health Organization (WHO) memberikan definisi kesehatan

(health) sebagai “a state of complete physical, mental and social well-being, and

not merely the absence of disease or infirmity”.3 Sedangkan Dr. Howard S.

Hoyman mengartikan kesehatan sebagai “optimal personal fitness for full,

creative living”.4

Dari dua definisi tersebut, dapat dikemukakan sebuah definisi yang

lebih komprehensif yaitu: “Suatu keadaan fisik secara menyeluruh, baik

menyangkut fisik, mental, sosial dan hidup kreatif, tidak sekedar terbebas dari

penyakit.”.

Sedangkan pendidikan kesehatan, menurut Harold J. Cornacchia adalah

“The part of school programs that educate the child healthful living. It is multi

disciplining. It uses healt services, it is correlated wit other area of intruction,

and it takes individual differences into account”.5 Sedangkan menurut H.J.

Weddle, pendidikan kesehatan ialah “The educational process designed to assist

2Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988),

794. 3H.J. Weddle dalam The Encyclopedia of Education (USA: Crowell-Collier

Education Coorporation, 1971), 335. 4Harold J. Cornacchia, dkk, Health in Elementary School (Saint Lois: The C.V.

Mosbi Company, 1970), 13. 5Harold J. Cornacchia, dkk, Health in Elementary School.

3

individual and communities in attaining and maintaining theses states of well-

being.”6

Dengan demikian, pendidikan kesehatan adalah program-program atau

proses-proses pendidikan yang di desain untuk mendidik siswa untuk hidup

sehat dan menjaga kesehatannya. Ia bersifat multi disiplin dan mempunyai

korelasi dengan bidang pengajaran yang lainnya.

Tujuan dari pendidikan kesehatan adalah untuk memfasilitasi aktivitas

siswa di dalam program-program dan layanan-layanan yang di organisir untuk

mencari solusi problematika kesehatan dan belajar melakukan sesuatu sendiri

untuk peningkatan kesehatan mereka.7 Atau untuk mendidik siswa hidup sehat –

pendidikan kesehatan berusaha mencapai kesehatan yang optimal bagi setiap

individu melalui: (1) pengetahuan tentang kesehatan dan layanan kesehatan; (2)

peningkatan kebiasaan hidup sehat, dan (3) pembentukan sikap positif terhadap

kesehatan.8

b. Pendidikan Kesehatan dan Pendidikan Fisik

Pendidikan kesehatan dan Pendidikan fisik tidak dapat dengan mudah

didefinisikan secara homogen.9 Sebagaimana naturnya, para ahli mempunyai

pandangan yang berbeda-beda, sebagian menggabungkan keduanya ke dalam

satu bidang, sedangkan yang lain membedakannya. Namun penulis sependapat

dengan pandangan kedua, sebab subjek materi kesehatan dan subjek materi

pendidikan fisik tidaklah sama, dan masing-masing mempunyai bidang

intruksional tersendiri. Dengan adanya perbedaan, batasan kesehatan dan

pendidikan fisik dapat dicapai melalui komponen-komponen program

pendidikan yang bervariasi.

Namun, sebetulnya bidang kesehatan dan bidang pendidikan fisik

tidaklah memperlihatkan komponen-komponen yang saling bersifat eksklusif.

Sebagai contoh kesehatan fisik (pysical fitness) juga merupakan salah satu aspek

kesehatan – begitu juga olahraga, permainan dan aktivitas lainnya dapat menjadi

instrumen yang efektif bagi kesehatan fisik. Pendidikan kesehatan biasanya

menunjukkan aktivitas kerja di ruangan kelas yang terfokus pada topik-topik:

kesehatan masyarakat (public health), pertolongan pertama, personal hygiene,

struktur tubuh manusia dan proses-proses tubuh yang berkaitan dengan

kesehatan.10

Asosiasi Pendidikan Nasional dan Asosiasi Medical Amerika, mendaftar

bidang-bidang pendidikan kesehatan berikut ini: Tubuh manusia, penjagaan dan

peningkatan kesehatan, makanan, istirahat dan berlatih, kepribadian, penampilan

6H.J. Weddle dalam The Encyclopedia of Education.

7H.J. Weddle dalam The Encyclopedia of Education.

8Nerboviq & Kalanmeir, Teaching in the Elementary School (New York: Harper &

Row Publisher, 1956), 479. 9James W. Thorton, Jr., Secondary School Curriculum (Ohio: Charles E. Merril

Books, Inc, 1963), 218. 10

James W. Thorton, Jr., Secondary School Curriculum.

4

personal, kesehatan mental, kehidupan keluarga, al-kohol, penyakit, kecelakaan,

kesehatan masyarakat dan sebagainya.11

2. Materi Pendidikan Kesehatan

a. Term-term Kesehatan dalam Ḥadīth

Paling tidak ada dua kata yang menunjukkan term kesehatan di dalam

al-Ḥadīth. Kata-kata tersebut adalah صحة dan عافية. Kata صحة di dalam Lisān al-

‘Arab, merupakan maṣdar صحح yang berarti lawan kata سقم (sakit) dan berarti

hilangnya penyakit. Sebagai contoh: علتو قد صح فالن من artinya Si Fulan sembuh

dari sakitnya. Beberapa ḥadīth yang menunjukkan penggunaan kata tersebut di

antaranya adalah:

سافروا تصحوا واغزوا تستػغنػوا )رواه امحد( :صلى اهلل عليو وسلمال ق Nabi saw bersabda: Bepergianlah, kamu akan sehat; dan berjuanglah,

kamu akan kaya. (HR. Ahmad)

أبدا فػيػنادي مع ذلك إن لكم أن تيػوا فال توتػوا أبدا وإن لكم أن تصحوا فال تسقموا عموا فال تػباسوا أبدا )رواه امحد( وإن لكم أن تشبػوا فال تػهرموا أبدا وإن لكم أن تػنػ

Beliau berseru: Sesungguhnya kalian akan hidup dan tidak akan mati

selamanya, kalian akan sehat dan tidak akan sakit selamanya, kalian

akan tetap muda dan tidak akan tua selamanya, kalian akan hidup

bahagia dan tidak akan akan susah selamanya. (HR. Ahmad)

Kedua, salah satu makna kata عافية menurut Ibn Manzur adalah terbebas

dari sakit atau bila sinonimnya صحة lawan مرض seperti pada kalimat: وىب اهلل لو-Allah memberinya kesehatannya.” Penggunaan kata ini di dalam al“ العافية

ḥadīth, seperti pada doa Rasul saw.

11

National Education Assosiation, Health Education, Report of the Joint Committee

of the National Education Association and the American Medical Association, dalam

Greyson Doughrey, Methods in Physical Education and Health for Secondary Schools

(Washington: W.B. Saunders Company, 1969), 114.

5

. ال الو اال انت ،اللهم عافن ف بصري ،اللهم عافن ف سعي ،اللهم عافن ف بدن أعوذ بك من عذاب القب، ال الو اال انت. الفقر و وذ بك من الكفر و اللهم إن أع

ثالثا حي تسي )رواه ابوا داود( تعيدىا ثالثا حي تصبح و

Ya Allah, sehatkanlah badanku. Ya Allah, sehatkanlah pendengaranku.

Ya Allah, sehatkanlah penglihatanku.Tiada Tuhan selain Engkau. Ya

Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekafiran dan kefakiran. Ya

Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur. Tiada Tuhan selain

Engkau. Dibaca 3 kali pagi dan sore. (HR. Abu Dawud 4/324, Ahmad

5/42, An-Nasā‟i di dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no. 22 dan Ibnus

Sunni no. 69, serta Al-Bukhari di dalam Al-Adabul Mufrad dan di

dalam Tuhfatul Akhyar hal. 26)

Menurut M. Quraish Shihab, kata afiat diartikan sebagai perlindungan

Allah untuk hamba-Nya dari segala macam bencana dan tipu daya. Perlindungan

itu diperoleh dengan mengindahkan petunjuk-petunjuk-Nya. Maka kata afiat

dapat diartikan sebagai berfungsinya anggota tubuh manusia sesuai dengan

tujuan penciptaannya. Sedangkan sehat diartikan sebagai keadaan baik segenap

anggota badan. Menurutnya, mata yang sehat adalah yang dapat melihat dengan

baik, namun mata yang afiat adalah mata yang dapat melihat objek-objek yang

bermanfaat dan mengalihkan pandangan dari yang terlarang.

b. Nilai Kesehatan Fisik

Rasulullah saw memposisikan fisik sebagai sesuatu yang sangat

berharga. Kesehatan dan keselamatannya merupakan nikmat Allah yang sangat

diinginkan oleh setiap manusia. Oleh sebab itu, nikmat kesehatan harus di

syukuri, sehingga akan terus bertambah.12

Upaya untuk memberikan apresiasi

terhadap nilai fisik itu adalah dengan memenuhi hak-haknya. Dalam kaitan ini

Rasulullah saw bersabda:

(رواه البخاريفان لسدك عليك حقا ) Sesungguhnya fisikmu mempunyai hak atasmu. (HR. Bukhari)

Hak-hak fisik yang harus dipenuhi itu di antaranya adalah diberi

makanan yang baik dan bergizi,13

menghindari pembebanan yang berat,

diistirahatkan jika lelah, dibersihkan tatkala kotor, diobati jika sakit, dan

12

QS. Ibrahim [14]: 7. 13

QS. al-Baqarah [2]: 168.

6

sebagainya. Hak fisik tersebut menurut Islam tidak boleh dikesampingkan atau

diabaikan karena mementingkan hak-hak yang lain, bahkan hak Allah.14

Karena itu, tidaklah mengherankan jika Nabi saw meminta perlindungan

Allah dari segala penyakit yang dapat merusak fisik. Sebagaimana sabda beliau:

نػيا و افية و سل ربك الع (رواه الرتمذىاآلخرة ) المعافة ف الد

Mintalah kepada Tuhanmu kesehatan, ampunan di dunia dan di akhirat.

(HR. Tirmidzi)

(رواه الرتمذىاجعلو الوارث من ) عافن ف بصري و اللهم عافن ف جسدي و

Ya Allah berilah kesehatan pada fisikku dan penglihatanku, dan

jadikanlah ia bagai ahli warisku. (HR. Tirmidzi)

Maksud ahli warisku di sini, adalah kekekalan dalam keadaan sehat,

selamat sampai mati. Sebagaimana kekalnya ahli waris setelah kematian si

mayit.15

1). Larangan memberatkan diri

Rasulullah saw telah melarang seseorang untuk membebani dirinya

dengan permasalahan-permasalahan yang berat misalnya terlalu lama tidak tidur

malam atau mengosongkan perut, meskipun hal itu dilakukan untuk ibadah

kepada Allah. Beliau juga merasa tidak senang terhadap sekelompok sahabat

yang tidak ingin menikah; tidak ingin memakan daging; tidak akan tidur di atas

kasur yang empuk dan sebagainya. Untuk mereka beliau bersabda:

أتػزوج النساء فمن رغب و افطر أصوم و أنام و كذا لكن اصلي و ما بال أقػوام قالوا كذا و عن سنت فػليس من )رواه مسلم(

Apa maksud kaum itu berkata begini dan begitu, padahal aku shalat

malam dan juga tidur, aku berpuasa dan berbuka dan aku-pun menikah.

Karena itu, barang siapa yang tidak suka dengan sunnahku dia bukanlah

termasuk golonganku. (HR. Muslim)

14

Ulasan mengenai hal ini, dapat dilihat pada pembahasan mengenai rukhṣah. 15

Yusuf al-Qardawi, al-Sunnah: Madrasah li al-Ma’rifah wa al-Hadarah, (pent.)

Faizah Firdaus (Surabaya: Danakarya, 1997), 208.

7

Beliau mengingatkan mengenai hak yang harus mereka penuhi untuk

kesehatan fisik, keluarga dan masyarakat. Seperti peringatan beliau kepada Ibn

Umar ra, yang diketahui Nabi bahwa ia selalu bangun sepanjang malam untuk

salat dan puasa sepanjang hari.

(رواه البخارىن ) قم و افطر و ان الىلك عليك حق فصم و ان لسدك عليك حق و

Sesungguhnya dirimu mempunyai hak, dan keluargamu mempunyai hak

atas dirimu, maka puasalah dan berbukalah, bangunlah dan tidurlah.

(HR. Bukhari)

Diriwayatkan bahwa beliau meminta perlindungan kepada Allah dari hal

lapar semacam itu. Dalam sebuah doa Rasulullah saw bersabda:

أعوذبك من اليانة فإنػها بئس البطانة الضجيع و أللهم إن أعوذبك من الوع فإنو بئس )رواه ابو داود(

Ya Allah sesungguhnya aku meminta perlindungan dari kelaparan,

karena kelaparan adalah kawan yang paling mengenaskan; dan aku

berlindung kepada-Mu dari khianat, karena dia adalah teman yang

paling buruk. (HR. Abu Daud)

2) Keringanan dengan pemberian Rukhṣah

Dalam rangka memenuhi hak fisik, Nabi memberikan rukhṣah

(keringanan) dalam melaksanakan ibadah, jika memang ada masyaqqah atau

dapat membahayakannya. Akan mendatangkan penyakit, memperparah, atau

memperlambat proses penyembuhan. Misalnya tayamum sebagai pengganti

wuḍu, salat dengan duduk, membatalkan puasa karena sakit atau dalam

perjalanan. Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw dan para sahabat melakukan

perjalanan ke Mekkah dan mereka masih berpuasa, lalu Rasulullah saw

bersabda:

(رواه مسلمالفطر أقػوى لكم فكانت رخصة ) إنكم قد دنػوت من عدوكم و

Sesungguhnya kamu berada dekat dengan musuh, berbuka membuat

kamu lebih kuat, itu adalah rukhṣah. (HR. Muslim)

c. Kebersihan Pribadi dan Lingkungan

Menjaga kebersihan lingkungan adalah salah satu cara untuk menjaga

kesehatan (preventif). Islam menempatkan kebersihan sebagai ibadah dan

sekaligus cara untuk mendekatkan diri kepada Allah bahkan sebagai salah satu

8

kewajiban bagi setiap muslim. Rasulullah sendiri telah memberikan perhatian

terhadap kesehatan fisik, dengan beliau menganjurkan hidup bersih.

Di dalam kitab-kitab syari‟ah, pada bab pertamanya selalu diawali oleh

bab ṭaharah, yakni kebersihan. Oleh karena itu, fiqih pertama yang dipelajari

umat Islam ialah fiqih kebersihan.16

Al-Fanjari berkata bahwa Islam agama

pertama yang berbicara tentang bakteri dan kotoran yang menurutnya, termasuk

kategori khabats atau khataya, atau syaithan.

Menurut al-Fanjari, bersuci (ṭaharah) yaitu membersihkan atau

membebaskan sesuatu dari bakteri atau benda yang mengandung jamur

diidentikkan dengan “najis”.17

d. Makanan dan Minuman

Ummat Islam memberikan perhatian yang sangat besar terhadap

makanan. Di dalam kitab-kitab fiqih selalu ditemukan bab “al-Aṭ’imah dan

Ashurbah.” Al-Qur‟an dan Ḥadīth mengharamkan beberapa jenis makanan

karena berbahaya bagi kesehatan atau pada akhlak. Adapula yang bermanfaat

kemudian dianjurkan untuk dikonsumsi.

نػهما مشبػهات ) (رواه البخارىالالل بػي والرام بػي وبػيػ

Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas pula, sedang antara

keduanya adalah perkara-perkara musytabihat (HR. Bukhari)

Tentang makanan tersebut, pembahasannya dibagi menjadi tiga bagian

yaitu: makanan yang diharamkan, yang dihalalkan serta pola dan etika makan.

1). Makanan yang diharamkan

Di antara jenis makanan yang diharamkan sebagaimana yang

disebutkan QS. al-Māidah ayat 3 yaitu: bangkai, darah, daging babi,

(daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik,

yang terpukul, yang tertanduk, yang diterkam binatang buas kecuali yang

sempat disembelih.

a). Bangkai

Bangkai yaitu hewan yang mati tanpa disembelih secara syar‟i.

Hewan biasanya mati dengan dua sebab: karena tua, atau mungkin sakit.

Jika mati karena sakit, maka yang memakannya dihadapkan dengan

16

Ahmad Syauqi al-Fanjari, Nilai Kesehatan dalam Syari’at Islam, (pent) Ahsin

Wijaya dan Totok Jumantoro (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), 10. 17

Agar bersihnya meyakinkan, disyaratkan harus hilang warna, bau dan rasanya, hal

itu menandai adanya bakteri yang hidup dan aktif.

9

penyakit menular melalui dua jalur, yaitu; melalui perpindahan bakteri

secara langsung, apabila tidak disterilkan dengan baik, dan mungkin

karena lemak yang mengandung bakteri yang sulit untuk dibunuh,

kemudian meracuni makanan.

Pada bab “al-Ḍabaih wa al-Ṣaidu” Imam Bukhari menjelaskan

halalnya binatang laut, begitu juga dengan bangkainya. Adapun burung

mesti disembelih dan binatang sungai sama hukumnya dengan binatang

laut.

Bangkai ikan dan belalang, keduanya halal sebagaimana sabda

Rasulullah saw:

مان فالكبد و و ،الراد فأما الميتتان فالوت و .دمان ت لنا ميتتان و أحل أما الد

(رواه أمحد)الطحال

Dihalalkan bagi kita dua bangkai dan dua darah; adapun dua

bangkai tersebut adalah ikan dan belalang, dan dua darah itu

adalah hati dan limpa. (HR. Ahmad).

Ikan yang mati karena dikeluarkan dari air, tidak berarti dan

tidak dianggap sakit. Demikian pula binatang buruan mati karena

dipanah atau ditembak juga diartikan mati karena sakit, dan tidak

berbahaya memakannya. Ini menguatkan bagi kita bahwa larangan

memakan bangkai adalah untuk mencegah perpindahan bibit penyakit

dari bahaya yang ditimbulkannya.

b). Darah

Sebagaimana Ḥadīth yang tersebut di atas, kecuali hati dan

limpa seluruh darah haram dimakan. Darah berfungsi memindahkan sari

makanan yang diserap oleh usus keseluruh tubuh dan otot-otot jasmani,

membawa oksigen dan semua unsur hidup yang dibutuhkan; membawa

sisa-sisa makanan yang membahayakan tubuh dan usus yang keluar

sebagai kencing, keringat dan berak, sehingga makhluk hidup bersih

darinya.18

Apabila binatang sakit, biasanya bakteri-bakteri akan

berkembangbiak dalam darahnya. Oleh sebab itu, Islam menyuruh untuk

menyembelih secara syar‟i, untuk mengamankan binatang itu setelah

disembelih.

18

Ahmad Syauqi al-Fanjari, Nilai Kesehatan dalam Syari’at Islam, 46.

10

م وإن خشيت أن يػلقي ف أنػفسكما إن الشيطان يري من اإلنسان مرى الد (رواه البخارى)شيئا

Sesungguhnya bakteri (syetan) berjalan pada diri manusia

melalui jalan darah, dan aku khawatir ia memberikan sesuatu

pada dirimu (HR. Bukhari).

c). Binatang tercekik, dipukul, jatuh, ditanduk dan diterkam binatang buas

Jika hewan dicekik, maka akan terhalang masuknya oksigen ke

dalam paru-paru, dan akan mengakibatkan membekukannya

karbondioksida di dalam tubuh yang teracuni. Apabila benda-benda ini

tidak keluar, maka akan terserap ke dalam tubuh, dan terjadilah

keracunan setiap jaringan sel yang pada gilirannya akan membawa

kematian.

Sedang hewan yang mati terpukul, juga akan merusak sel-sel

dalam tubuh dan urat-uratnya. Demikian juga hewan yang ditanduk,

hewan mati karena tertabrak kendaraan atau jatuh dari tempat yang

tinggi akan merusak dagingnya sebagaimana mati terpukul.

Hewan yang diterkam binatang buas, yakni hewan yang

mempunyai taring dari jenis pemakan daging seperti; anjing, musang,

srigala adalah termasuk dalam kategori hewan yang diharamkan. Sebab

binatang darat ini kemungkinan mempunyai penyakit yang terlihat pada

mulut dan liurnya. Jika bekasnya tertinggal pada bekas gigitannya maka

akan menimbulkan penyakit bagi yang memakan daging tersebut.

Meskipun demikian, diperbolehkan memakan jenis hewan

kelompok di atas, jika berada dalam keadaan darurat. Pengharaman

menggunakan kekerasan untuk memperolehnya yaitu seperti dengan

memukul, mencekik atau menyiksanya; menunjukkan bahwa aspek

psikologis dan etika tidak boleh diabaikan, sebab kesehatan jasmani

bukanlah satu-satunya tujuan, tetapi aspek kesehatan jiwa dan akhlak

memiliki prioritas utama.

لة و إن اهلل كتب اإلحسان على كل شيء فإذا قػتػلتم إذا ذبتم فأحسنػوا القتػبح و (رواه مسلمليحد أحدكم شفرتو فػليح ذبيحتو ) فأحسنوا الذ

Sesungguhnya Allah menetapkan kebaikan bagi segala sesuatu,

jika kamu membunuh (dalam perang) maka bunuhlah dengan

baik, jika kamu menyembelih (hewan) maka sembelihlah

dengan baik. Hendaklah mengasah pisau dan menenangkan

hewan potongannya. (HR. Muslim)

11

Islam mengharamkan daging yang disembelih tidak dengan

nama Allah, hal ini dimaksudkan untuk memuliakan dan tidak menyiksa

hewan tersebut. Lebih dari itu adalah untuk membebaskan aqidah dari

syirik, seperti hewan sesajian untuk berhala. Nabi saw bersabda:

رواه )ال آكل إال ما ذكر اسم اهلل عليو إن ال آكل ما تذبون على أنصابكم و (البخارى

Aku tidak memakan sembelihan yang ditujukan untuk berhala-

berhala kalian, aku tidak makan kecuali yang disebutkan nama

Allah. (HR. Bukhari)

Di samping itu, diharamkan juga segala jenis makanan yang

memabukkan, meskipun makanan-makanan tersebut memakai berbagai

nama dan sebutan yang berbeda. Karena itu, minuman keras

diharamkan, begitu juga memakan, meminum, menghisap dan

melakukan perbuatan apapun yang mengancam kesehatan fisik dan

jiwanya.

Ummat Islam juga dilarang lalai dalam menjaga kesehatan fisik

dan mempertahankan kekuatannya. Sebab fisik adalah titipan Allah

yang diamanahkan kepadanya. Karena itu sesuatu yang

membahayakannya dilarang agama.

(رواه مسلمأن كل خر حرام ) كل مسكر خر و

Setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap yang

memabukkan adalah haram. (HR. Muslim)

Sebaliknya Islam juga menolak pengharaman segala sesuatu

yang baik yang telah dihalalkan oleh Allah.19

Dalam sebuah ḥadīth

Rasulullah saw bersabda:

(رواه الرتمذىنعمتو على عبده )إن اهلل يب أن يػرى أثػر

Sesungguhnya Allah senang melihat tanda-tanda kenikmatan-

Nya pada hamba-Nya. (HR. Tirmidzi)

Sebaliknya Islam melarang makan dan minum secara

berlebihan, sebab dikhawatirkan akan membahayakan kesehatan fisik.20

19

QS. al-Māidah [5]: 87. 20

QS. al-A‟raf [7]: 31.

12

2). Makanan yang dihalalkan

Al-Ḥadīth tidak mengungkapkan lafadz amr bagi dibolehkannya

memakan makanan yang halal, sebagaimana penggunaannya untuk tidak

memakan yang diharamkan. Ketentuan itu cukup diungkapkan dengan

lafadz yang tidak langsung, dan secara tidak mengikat, sehingga tampak

jelas bahwa dalam agama Islam tidak ada hal yang menyulitkan dan

memberatkan.21

Dengan cara seperti ini, kita dapat melihat bahwa Islam

telah mengatur, bukan menetapkan atau membatasi kaum muslimin akan

makanan-makanan yang dihalalkan kepada mereka.22

Islam menghalalkan semua jenis makanan yang berfaidah dan tidak

membahayakan bagi kesehatan jasmani.23

Allah juga mengingkari setiap

usaha hamba-Nya untuk mengharamkan sesuatu yang sesungguhnya tidak

diharamkan atau sebagai tambahan apa yang telah diharamkan oleh Allah.24

Islam tidak hanya membolehkan berbagai jenis makanan tertentu

dengan begitu saja tetapi memotivasi pula dengan cara memaksa. Di antara

makanan yang dianggap baik oleh al-Qur‟an dan al-Ḥadīth, yaitu daging

binatang darat maupun laut, madu, susu, kurma dan sebagainya.

e. Pola dan Etika Makan

Norma makanan Islam tidak sekedar dititik beratkan pada aspek materi

dan pembinaan tubuh semata, akan tetapi juga memperhatikan sesuatu yang

berpengaruh terhadap akhlak, jiwa, kepribadian dan prilakunya.

Di samping memperhatikan kebersihan dan kualitas makanan,25

Rasulullah saw juga melarang kita untuk terlalu rakus atau terlalu hemat (tafrit).

Terlalu banyak makan akan menyebabkan usus dan pencernaan terganggu,

terkadang menimbulkan luka dan infeksi pada usus besar dan usus dua belas.

Terkadang usus menjadi lebih panjang karena menahan makanan, bahkan

kelebihan makanan dapat menembus dinding usus dan melukainya sehingga

akan membahayakan. Allah SwT berfirman:

Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan (boros).

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan (QS.

al-A‟rāf [7]: 31).

21

QS. al-Baqarah [2]: 172. 22

QS. al-Baqarah [2]: 29. 23

QS. al-Māidah [5]: 4. 24

QS. al-A‟rāf [7]: 32. 25

QS. al-Baqarah [2]: 168.

13

Makan terlalu kenyang akan mengganggu proses pencernaan, kadang-

kadang menjadikan proses pencernaan menjadi sulit, dan makanan di dalam

perut menjadi membusuk. Karena itu Rasulullah saw menganjurkan agar

mengatur jarak makan dan jumlah makan.

Imam Ahmad dan at-Tirmidzi meriwayatkan, Rasulullah saw bersabda:

فان كان ال بد صلبو،ما مالء ادمى وعاء شرا من بطنو بسب ابن ادم لقيمات يػقمن (رواه الرتمذىفاعال، فػثػلث لطعامو، وثػلث لشرابو، وثػلث لنػفسو )

Tidak ada suatu tempat yang dipenuhi anak Adam yang lebih buruk

daripada perutnya. Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap saja, asal

dapat menegakkan tulang rusuknya. Tetapi, apabila ia terpaksa

melakukannya, maka hendaklah 1/3 (dari perutnya itu) diisi dengan

makanan, 1/3 nya dengan minuman dan 1/3 nya lagi dengan nafasnya.

(HR. Ahmad dan Tirmidzi)

Rasulullah saw mensifati orang yang berlebih-lebihan dalam makanan

sebagai orang yang rakus.

Dari Ibn Abbas dan Anas bin Malik, Rasulullah saw bersabda:

يػتػوب لو أن البن ادم واديا من ذىب أحب أن يكون لو واديان، ولن يأل فاه إال التػراب و على من تاب )متفق عليو(اهلل

Kalau ada seorang manusia punya satu lembah emas, pasti ia

menginginkan dua, dan tiada yang dapat menghentikan kerakusannya,

kecuali kubur, dan Allah selalu menerima siapa saja yang mau

bertaubat. (HR. Bukhari-Muslim)

Al-Ḥadīth telah memberikan pola makan yang seimbang yang

mengandung zat-zat yang bermanfaat bagi pertumbuhan, kekuatan dan

perbaikan tubuh, termasuk protein hewani, kalsium, besi, garam dan sebagainya.

Pola makan seimbang, terdiri dari daging, ikan, susu segar, mentega dan buah-

buahan. Al-Ḥadīth secara tidak langsung memberikan petunjuk tentang

pentingnya protein hewani dalam makanan menurut berbagai keadaan.

Rasulullah saw memerintahkan untuk senantiasa menjaga kebersihan

makanan dengan menutup tempat makanan dan minuman serta tidak

membiarkan untuk debu, lalat atau bakteri; kebersihan tempat makanan sebelum

dan sesudah dipakai, Rasulullah saw bersabda:

14

و ال يل سقاء أطفئوا السراج فإن الشيطان أغلقوا الباب و أوكوا السقاء و غطوا اإلناء و رواهإنائو عودا ) ال يكشف إناء فإن ل يد أحدكم إال أن يػعرض على ال يػفتح بابا و

(مسلم

Tutuplah wadah makanan dan minuman, sesungguhnya dalam setahun

ada makanan yang di dalamnya ada turun wabah, tidak terlewatkan

suatu tempat yang tidak ada tutup padanya, atau tempat air yang tidak

ada tutupnya kecuali wabah itu masuk ke dalamnya. (HR. Muslim)

Dalam menjaga kebersihan air minum dan kesuciannya, Rasulullah

memberikan persyaratan antara lain: tidak berubah rasa, bau dan warnanya.

Rasulullah saw bersabda:

و و (رواه ابن ماجولونو ) طعمو و إن الماء ال يػنجسو شيء إال ما غلب على ري

Air tidak menjadi najis oleh apapun kecuali berubah baunya, rasa dan

warnanya (HR. Ibn Majah)

Di samping mengatur waktu dan kualitas makanan, Islam juga sangat

memperhatikan etika makan untuk kesehatan, diantaranya yaitu:

- Membasuh kedua tangan sebelum dan sesudah makan, sebab tangan tidak

terlepas dari kotoran.

- Tidak makan kecuali setelah merasa lapar dan menghentikannya sebelum

kenyang.26

- Makan dengan tangan sebelah kanan, sedangkan tangan sebelah kiri digunakan

untuk yang lain seperti istinja dari buang air. Tujuannya adalah agar tidak

membawa bakteri atau kuman ke mulut.

Dari Ibn Umar, Rasul saw bersabda:

يشرب با ال يشربن با، فإن الشيطان يأكل بشمالو و ال يأكلن أحدكم بشمالو، و Jangan sekali-sekali kamu makan dan minum dengan tangan kiri, sebab

syetan makan dan minum menggunakan tangan kiri. (HR. Muslim)

- Meraih dan mengunyah makanan dengan baik. Tergesa-gesa dan terlalu cepat

mengunyah makanan menyebabkan sulitnya pencernaan, yang akhirnya dapat

menyebabkan penyakit perut.

- Menutup tempat makanan dan minuman sehingga bakteri dan lalat tidak jatuh

ke dalamnya.

26

Ibn Qudamah, Mukhtar Minhajul Qasidin, (pent.) Kathur Suhardi (Jakarta:

Pustaka al-Kausar, 1997), 85.

15

f. Aktivitas Fisik dan Olah Raga

Islam adalah agama yang datang dengan syari‟at dan orientasi

mengembangkan potensi dan kesempurnaan fisik yaitu dengan memotivasi

umatnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas fisik. Latihan fisik tersebut berfungsi

untuk membangun kekuatan organic, meningkatkan kesehatan otot, stabilitas

mental, meningkatkan pencapaian mental dan daya ingatnya, meningkatkan anti

gravitas otot, memberi stimulus terhadap metabolisme, membantu pencernaan dan

sirkulasi, memperbaiki fungsi pengeluaran, dan dapat menurunkan tendensi

penyempitan pembuluh nadi (arteriosclerosis) dan sebagainya.27

Identitas seorang muslim yang disebut al-Qur‟an adalah al-Qawiyu al-

Amīn. Dalam hal ini, Rasulullah saw bersabda:

ر و ر ) أحب إل اهلل من المؤمن الضعيف، و المؤمن القوى خيػ (رواه مسلمف كل خيػ

Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada

orang mukmin yang lemah dan pada semuanya terdapat kebaikan. (HR.

Muslim)

Untuk mendukung dakwah Islam, Rasulullah saw pernah berdoa kepada

Allah agar memperkuat Islam dengan salah satu dari dua orang yang mempunyai

ketangguhan fisik pada masa itu, doa tersebut berbunyi:

رواه اإلسالم بأحب ىذين الرجلي إليك بأب جهل أو بعمر بن الطاب )أللهم أعز (الرتمذى

Wahai Tuhanku, perkuatlah Islam dengan salah satu dari dua orang ini:

Abu Jahal atau Umar ibn Khaṭṭab. (HR. Tirmidzi)

Nabi saw gemar melakukan pekerjaan dan gerak fisik. Beliau juga

memperingatkan agar kita tidak lamban, malas atau tidak bersemangat dalam

melakukan sesuatu. Rasulullah sendiri meminta perlindungan kepada Allah dari

sifat lemah dan malas:

أرذل العمر و الكسل و يدعو: أعوذبك من البخل و كان صلى اهلل عليو وسلمرسول اهلل

نة المحيا و عذاب القب و (رواه البخارىالممات ) فتػ

27

Greyson Doughrey, Methods in Physical Education and Health for Secondary

Schools, 112.

16

Nabi saw berdoa: Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan,

malas, penakut, kikir dan tua. Dan aku berlindung kepada-Mu dari azab

dan fitnah hidup dan mati (HR. Bukhari).

Rasulullah menyuruh kita berolah raga: renang, memanah, berkuda dan

berbagai jenis olah raga lainnya. Beliau saw membolehkan berbagai kompetisi

atau perlombaan untuk menanamkan sifat berani dan mendalami dalam bidang

olah raga.

Pada masa jahiliyah, Nabi saw pernah ditantang bergulat oleh Abu

Rukanah, seorang pegulat yang amat kuat pada masa itu. Nabi saw menerima

tantangan tersebut dan berhasil membanting Rukanah.

عت صلى اهلل عليو وسلمفصرعو النب صلى اهلل عليو وسلمأن ركانة صارع النب قال ركانة وسنػنا وبػي المشركي صلى اهلل عليو وسلمالنب (رواه الرتمذىالعمائم على القالنس )يػقول فػرق بػيػ

Bahwa Rukanah mengajak Rasulullah untuk bergulat, maka Rasulullah

membantingnya. Rukanah berkata: Saya mendengar Rasulullah bersabda:

Bahwa perbedaan antara kami dan orang-orang musyrik adalah pada

serban dan kopiah (HR. Tirmidzi)

Ḥadīth di atas, menunjukkan dibolehkannya pertandingan antara orang

Islam melawan non-Islam. Begitu juga sesama muslim. Hasil yang baik akan dari

pertandingan itu disamping dapat memperoleh nilai-nilai positif bagi kesehatan

fisik, juga dapat menghilangkan gengsi atau angkuh.

سابق بػي اليل الت أضمرت من الفياء وأمدىا ثنية صلى اهلل عليو وسلم أن رسول اهلل مسجد بن زريق وأن عبد اهلل بن عمر الوداع وسابق بػي اليل الت ل تضمر من الثنية إل

كان فيمن سابق با )رواه البخارى(

Rasulullah saw melakukan perlombaan berkuda yang belum dikuruskan,

jaraknya dari al-Saniyah ke Majelis Bani Zuraiq, Abdullah ibn Umar juga

ikut berlomba (HR. Bukhari).

Di antara manfaat olah raga adalah peningkatan etos kerja, semangat kerja

dan mengembangkan keterampilan. Rasulullah saw sendiri selalu berusaha

melayani kebutuhannya sendiri, bahkan ketika membangun masjid dan rumahnya,

beliau tak segan-segan mengangkat batu dengan tangannya. Ketika para sahabat

menyiapkan makanan untuknya, beliau mengumpulkan kayu bakar untuk mereka.

17

g. Ibadah Puasa

Islam melarang berlebih-lebihan dalam berpuasa, melebihi peraturan

syar‟i yang telah ditetapkan, dan sunnah Rasulullah saw. Karena segala sesuatu

yang melebihi batasnya akan kembali kepada titik balik yang membahayakan.

Islam tidak menginginkan kaum muslimin lemah fisiknya dan terganggu

kesehatannya. Rasulullah saw telah melarang puasa wiṣal, dan puasa sunnah

selamanya (dawam). Rasulullah saw bersabda:

مرات( قالوا: فإنك تواصلوا يا رسول اهلل؟ قال: إنكم لستم من ذلك 3إياكم والوصال ) ( البخارى رواهمثلى، إن أبيت يطعمىن ويسقيىن، فاكفلوا من األعمال ما تطيقون )

Jauhilah oleh kalian wiṣal! (3x). Mereka berkata: Tetapi engkau berwiṣal

ya Rasulullah, Nabi menjawab: Dalam hal ini kalian tidak seperti aku, aku

tidur diberi makan dan minum. Kerjakanlah amal yang sesuai dengan

standar kemampuanmu. (HR. Bukhari).

Ibn Qudamah mengemukakan dua kelebihan puasa, yaitu Pertama, puasa

adalah amal bathin yang tidak dapat dilihat orang lain, sehingga tidak mudah

disusupi riya. Kedua, sebagai cara untuk menundukkan musuh Allah (syetan) yang

menggunakan sarana syahwat bisa menjadi kuat karena makan dan minum. Selagi

lahan tersebut subur maka syetan bebas berkeliaran di tempat itu.28

Puasa menjaga dari menumpuknya makanan di dalam tubuh dari bibit

penyakit. Karena dengan berpuasa sisa-sisa makanan yang masih ada di dalam

tubuh akan dapat dihancurkan. Puasa melindungi seseorang dari penyakit gula

sebab ketika berpuasa kadar gula akan berkurang. Artinya memberikan

kesempatan kepada kelenjar pankreas untuk beristirahat. Pankreas bekerja

memproduksi insulin yang mempengaruhi zat gula di dalam darah. Dengan beban

yang terlalu berat memungkinkan pankreas tidak mampu menjalankan tugasnya.

Sehingga bertumpuklah kadar gula di dalam darah. Maka berpuasa secara teratur

dan seimbang adalah cara yang baik untuk menjaga kesehatan pankreas.29

Berpuasa menyehatkan perut, karena sekurangnya 8 jam perhari selama

sebulan usus besar akan kosong secara sempurna. Durasi ini cukup untuk

membersihkan makanan yang tertimbun dalam usus besar dan memberikan

baginya waktu istirahat. Maka selama berpuasa usus besar bersih dari tumpukkan

makanan, suatu hal yang menjadikan makanan tidak sempat membusuk karena

tidak tercerna.

Berpuasa merupakan sarana yang baik untuk mengurangi kegemukkan

dan kebuncitan, jika dilakukan secara seimbang yaitu tidak mengisi perut dengan

berlebihan ketika berbuka atau sahur. Rasulullah mencontohkan berbuka dengan

kurma, jika tidak kurma maka dengan beberapa teguk air.

28

Ibn Qudamah, Mukhtar Minhajul Qasidin, 45. 29

Ahmad Syauqi al-Fanjari, Nilai Kesehatan dalam Syari’at Islam, 71.

18

(رواه الرتمذى)را إذا أفطر أحدكم فػليػفطر على تر فإنو بػركة فإن ل يد ترا فالماء فإنو طهو

Jika seseorang diantaramu berbuka, maka hendaklah berbuka dengan

kurma, karena kurma mempunyai berkah, dan jika ia tidak

mendapatkannya maka dengan air karena ia bersih. (HR. Tirmidzi)

Waktu berpuasa adalah kesempatan yang baik untuk menghindari

kebiasaan-kebiasaan yang dapat mengurangi kesehatan, seperti merokok, alcohol

atau yang mengandung zat aditif lainnya. Jika dapat menekankan kebiasaan

tersebut 8 jam setiap hari dalam 4 minggu secara rutin, maka zat-zat yang

berbahaya tersebut secara gradual akan berkurang kadarnya. h. Pencegahan terhadap Epidemi

Untuk menjaga kesehatan dari bahaya penyakit menular, Rasulullah saw

mengajarkan agar kita mengarantinakan penderitanya dari pergaulan umum,

sehingga penyakit tersebut tidak menular kepada yang lain. Rasulullah juga

menganjurkan agar yang sehat tidak memasuki daerah yang terjangkit penyakit

menular, dan yang berada di daerah yang terjangkit penyakit, Rasul

memerintahkan agar tidak keluar darinya.

عتم بأرض فال تػقدموا عليو و أنػتم با فال ترجوا فرارا منو يػعن إذا وقع بأرض و إذا س الطاعون )رواه الرتمذى(

Jika kamu mendengar (terjadinya wabah penyakit) pada suatu daerah,

maka janganlah kamu memasukinya, dan apabila kamu berada di daerah

yang sedang berjangkit itu, maka janganlah lari meninggalkannya, yakni

ṭhaun. (HR. Abu Daud)

Ketika membahas mengenai kebersihan, telah disebutkan bahwa

Rasulullah menganjurkan agar mencuci tangan sebelum masuk dan keluar dari

menjenguk orang sakit, dengan berwuḍu yang baik dan sempurna.

رة سبعي خ ريػفا من تػوضأ فأحسن الوضوء وعاد أخاه المسلم متسبا بوعد من جهنم مسيػ )رواه ابو داود(

Barang siapa yang berwuḍu dan membaguskan wuḍunya kemudian

menjenguk saudara yang sakit, ia akan dijauhkan dari neraka jahannam

sejauh perjalanan 70 (tujuh puluh) musim semi. (HR. Abu Daud)

19

Hal ini disebabkan mungkin saja orang sehat itu justru membawa bakteri

pada tangan atau tenggorokannya. Sedangkan penderita tahu saja sembuh dari

penyakit, sehingga kondisi badannya masih sangat lemah terhadap masuknya

penyakit baru. Adapun setelah keluar dari menjenguk, hendaknya keluar dengan

keadaan steril dari kemungkinan bakteri dari penderita dan menularkan pada

dirinya atau pada orang lain.

Kebanyakan penyakit menular seperti: dipteri, cacar, bengek dan terutama

penyakit demam seperti influenza dan selesma berpindah melalui debu yang

berterbangan di udara, atau melalui bersin.

فػقال: يػرمحك اهلل ث عطس أخرى فػقال: الرجل صلى اهلل عليو وسلمعطس رجل عند النب )رواه الدارمى(مزكوم

Seseorang bersin dihadapan Nabi, kemudian Nabi berkata: Semoga Allah

menyayangimu, kemudian orang tersebut bersin lagi. Nabi bersabda:

Orang ini terkena selesma (HR. ad-Darimi)

Untuk itu, Rasulullah menganjurkan etika yang terpuji bagi kaum

muslimin.

ذا عطس وضع يده أو ثػوبو على فيو غض با صوتو )رواه ابو داود(إApabila ia bersin, maka hendaklah ia menutupi mulutnya dengan kainnya

sehingga merendahkan suaranya. (HR. Abu Daud)

Di tempat-tempat kerja modern saat ini, mengharuskan para pegawainya

yang terkena selesma mengenakan penutup muka dari kain dan dipakai kemana

saja pergi sehingga tidak menjadi wabah di lingkungannya.

3. Metode Islam dalam Pembinaan Kesehatan

a. Menghubungkan Kesehatan dengan Keimanan

Metode yang digunakan Rasulullah dalam membina kesehatan ummat

muslim adalah mengaitkan kesehatan dengan keimanan/ ibadah atau sebaliknya.

(رواه مسلمالطهور شطر اإليان )

Kebersihan adalah sebagian dari iman. (HR. Muslim)

Rasul saw adalah orang pertama yang mengajarkan dasar-dasar

kesehatan dengan menggunakan pendekatan aqidah. Dampak positif yang

20

langsung dari metode teologis ini tersimpul pada kesediaan kaum muslimin dan

ketaatan mereka secara mutlak untuk mengikuti ajaran dan petunjuk-petunjuk

kesehatan dengan menjadikannya sebagai bagian integral tak terpisahkan dengan

ajaran aqidah dan praktek ibadah mereka.

Oleh karena itu, Rasulullah telah terlebih dahulu membentuk prinsip-

prinsip ikatan antara kesehatan dengan aqidah, dan bagian tak terpisahkan

dengan ibadah. Itu sebabnya mengapa shalat tidak akan sah tanpa wuḍu, tidak

sempurna Islam seorang muallaf tanpa mandi, tidak ada pakaian yang tidak suci

dari najis, dan banyak lagi ajaran kesehatan lainnya yang berhubungan dengan

ibadah. Secara diplomasi keagamaan, dapat dikatakan bahwa tidak akan masuk

surga seseorang, tidak akan diterima Islamnya dan tidak sah salatnya selama ia

tidak suci sesuai dengan kaidah kesehatan.

(رواه البخارىال يػقبل الصالة بغي طهور )

Salat tidak diterima tanpa bersuci. (HR. Bukhari)

Aqidah keagamaan mempunyai pengaruh yang sangat kuat, sebab di

samping berhubungan dengan perkara duniawi, ia juga membentuk korelasi

antara manusia dengan kehidupan ukhrawi. Satu hal yang membentuk

pengikutnya menjadi sangat antusias terhadap perintah-perintahnya, bahkan

berani membela perintah agamanya.

Dalam kaitan itu, Islam memberikan kontribusi yang sangat besar bagi

kepentingan manusia secara pribadi ataupun kelompok. Sebab, sejak

kelahirannya telah menurunkan pemikiran-pemikiran mengenai pembinaan

kesehatan. Jika aqidah tersebut dapat mempengaruhi dan menyatukan pada diri

seseorang, maka pada gilirannya akan membentuk sikap mental yang berani dan

tangguh dalam melaksanakan dan mempertahankan ajaran-ajaran agama

meskipun harus berkorban jiwa dan harta. Tentunya demikian juga kiprahnya

dalam bidang kesehatan dan kebersihan lingkungan.

Dalam konteks pendidikan kesehatan, ajaran-ajaran Rasul tidak terlepas

dari aspek-aspek perawatan kesehatan, bahkan telah banyak meletakkan kaidah-

kaidah kesehatan dengan jelas dan mengikat. Tugas kita ialah memberikan

persosialisasian dan penjelasan secara terpadu kepada ummat tentang hikmah di

balik syar‟ah itu, dan sikap apresiasi terhadap orang-orang yang berperan di

dalamnya.

b. Penghargaan terhadap Medis dan Profesinya

Meskipun ajaran agama mendorong kaum muslimin untuk menjaga dan

meningkatkan kesehatan, namun tidak ada spesifikasi pada tipe treatmennya.

Artinya muslim tidak harus mengikuti rekomendasi medis (medical

21

prescribtion) tertentu, bahkan sekalipun hal itu secara autentik (ṣaḥīḥ)

dihubungkan kepada Nabi saw.30

Ketika Rasulullah tiba di Madinah, banyak yang datang kepadanya

untuk disembuhkan dengan doa dan syafaatnya. Tetapi mereka terkejut ketika

beliau berkata: „Panggil dokter untuknya’. Mereka berkata dengan heran:

„Engkau berkata begitu wahai Rasulullah’, beliau menjawab:

)رواه هلل فإن اهلل عز وجل ل يػنػزل داء إال أنػزل معو شفاء إال الموت والرم داووا عباد ات أمحد(

Ya ambillah pengobatan dari hamba Allah, sesungguhnya Allah tidak

menurunkan penyakit melainkan juga menurunkan obat untuknya,

kecuali mati dan tua. (HR. Ahmad)

Dari ḥadīth di atas, jelas bahwa Rasul membebaskan pengobatan medis

dari cengkeraman tokoh-tokoh agama dan meletakkan hubungan yang harmonis

antara ilmu dan agama, dan meletakkannya sesuai proporsi dan profesinya

masing-masing. Pelayanan kesehatan tidak boleh dilakukan oleh orang yang

bukan ahli atau bukan profesinya. Rasulullah saw bersabda:

(رواه النسائمن تطبب ول يػعلم منو طب قػبل ذلك فػهو ضامن )

Barang siapa yang menjadi tabib (dokter) tetapi ia tidak pernah belajar

ilmu kedokteran sebelumnya maka ia menanggung resikonya. (HR. an-

Nasā‟i)

Rasul memberi motivasi untuk menghormati medis dan dokter, serta

melakukan penelitian-penelitian medis. Ia juga mendorong agar mengikuti

kaidah-kaidah kedokteran serta memperhatikan obat-obatannya. Beliau juga

mendorong spesialisasi dalam pelayanan kesehatan agar setiap dokter benar-

benar ahli dalam bidang yang ditekuninya. Oleh karena itu, setiap kali

Rasulullah melihat beberapa dokter yang merawat pasien beliau bertanya:

“Siapakah di antara kalian yang lebih menguasai?”.

ر يا رسول اهلل فػزعم زيد أن رسول اهلل قال: أنػزل صلى اهلل عليو وسلم أو ف الطب خيػواء الذي أنػزل األدواء ) (رواه امللكالد

30

John L. Esposito, The Oxford Encyclopedia of The Modern Islamic World (New

York: Oxford University Press, 1995), 102.

22

Kemudian beliau ditanya: Apakah dalam kedokteran ada suatu kebaikan

wahai Rasulullah? Jawabnya: Ya Allah menurunkana obat kepada orang

yang diturunkan penyakit kepadanya. (HR. Malik)

Dengan realitas ini, kita mengetahui bahwa Rasul telah meletakkan

aturan pelayanan kesehatan dan perawatannya dalam syari‟at Islam, termasuk

kesehatan masyarakat secara luas. Secara teoritis, ia termasuk dalam risalah

agama, tetapi secara operasional bukan merupakan tugas agama dan bukan

risalahnya. Maka Islam telah membebaskan belenggu yang dapat menghalangi

kemajuan ilmu medis.

Islam memberikan kontribusi terhadap ilmu kedokteran modern. Allah

dan Rasul-Nya tidak membatasi umat pada umumnya dengan sistem pengobatan

tertentu agar dapat berkembang dan melakukan penelitian selaras dengan arus

modernisasi. Adapun menjaga kesehatan merupakan suatu kaidah dan

keselarasan abadi yang mesti dilakukan sepanjang masa, sedang pengobatan

sentiasa berubah seiring dengan hasil penemuan-penemuan obat dan alat-alat

kedokteran yang canggih.

Rasul telah mengidentifikasi sebagian obat yang berlaku di masa itu,

yaitu madu, cantuk (hiyamah) dan himyah (menghangatkan badan) hal ini

termasuk metode terapi aktual pada masa itu.

)رواه ى أمت عن الكي أنػه كية نار و شرطة مجم و الشفاء ف ثالثة شربة عسل و البخارى(

Obat itu ada tiga yaitu madu, goresan dan menghangatkan badan dan

beliau melarang membakar dengan api. (HR. Bukhari)

Rasul melarang terapi dengan hal-hal yang diharamkan bagi kaum

muslimin seperti khamar. Rasulullah saw bersabda:

ها أن يصنػعها فػقال: إنػها دواء صلى اهلل عليو وسلمسأل رسول اهلل عن المر فػنػهاه عنػ )رواه الدارمى(: إنػها ليست دواء ولكنػها داء صلى اهلل عليو وسلم فػقال رسول اهلل

Rasulullah saw ditanya tentang khamar, maka beliau melarang

membuatnya. Lalu ia berkata: “Sesungguhnya ia adalah obat wahai

Rasulullah ”. Rasul menjawab: “Ia bukan obat tetapi penyakit”. (HR.

ad-Dārimi)

23

PENUTUP

Dari paparan di atas, setidaknya dapat ditarik kesimpulan di antaranya yaitu:

1. Rasulullah memposisikian fisik sebagai sesuatu yang sangat ber-harga. Kesehatan

dan keselamatannya merupakan nikmat Allah. Upaya untuk memberikan

apresaiasi terhadap nilai fisik itu adalah dengan memenuhi hak-haknya.

2. Melalui sendi-sendi ajaran al-Hadis mengenai cara hidup sehat, syari‟at Islam

telah mengaitkan kebersihan dengan ibadah, kemudian memberikan pengarahan

tentang hidup sehat, kebersihan pribadi dan lingkungan.

3. Rasulullah tidak membatasi kaum muslimin akan makan-makanan yang

dihalalkan dan bergizi, dan semua jenis makanan yang berfaedah dan tidak

membahayakan bagi kesehatan jasmani, dan sebaliknya.

4. Rasul juga memberikan perhatian terhadap pengembangan potensi dan

kesempurnaan fisik dengan memotivasi umatnya untuk melakukan aktivitas-

aktivitas fisik, untuk membangun kekuatan organik, meningkatkan kesehatan

otot, stabilitas mental, meningkatkan antigravitas otot, memberi stimulus

terhadap metabolisme, membantu pencernaan dan sirkulasi, dan sebagainya.

5. Berpuasa baik untuk kesehatan, dan sebagai terapi bagi beberapa penyakit. Di

antara kontribusi puasa bagi kesehatan adalah mencegah penumpukkan makanan,

menyehatkan perut, mengurangi kegemukan, menghindari kebiasaan yang dapat

mengurangi kesehatan, dan sebagainya.

6. Setidaknya, ada dua metode yang dipergunakan Rasulullah dalam upaya

pembinaan kesehatan: pertama, dengan mengaitkan kebersihan-pangkal

kesehatan-dengan ibadah/keyakinan dan kedua, memberikan penghargaan

terhadap ilmu medis dan para professional. Allahu A’lam biṣawab.

24

25

BAB II

PENDIDIKAN KESEHATAN JIWA Dalam Perspektif Islam

Oleh: Maddais, S.Pd.I., MA

PENDAHULUAN

Belajar pada prinsipnya merupakan suatu proses di mana berlangsung

perubahan pikiran, kecenderungan, kebiasaan dan tingkah laku. Belajar yang efisien

sangat bergantung atau dipengaruhi oleh iklim belajar (learning climate) yang

mencakup keadaan fisik, sosial dan mental siswa, minat, sikap, nilai-nilai, sifat-sifat

kepribadian, kecakapan-kecakapannya, dan sebagainya.

Dalam menciptakan iklim yang kondusif untuk belajar, maka para calon

pendidik biasanya dibekali pengetahuan tentang kejiwaan, yang diharapkan dapat

membantu mereka untuk menciptakan terjadinya iklim dan proses belajar mengajar

yang efektif dan efisien.

Disiplin ilmu yang secara khusus berusaha menjelaskan masalah-masalah

belajar yang dialami individu dari sejak lahir hingga berusia lanjut, terutama yang

menyangkut kondisi-kondisi kejiwaan yang memengaruhi belajar, dikenal dengan

ilmu jiwa pendidikan (educational psychology).31

Namun, dalam memahami realitas

diri manusia, ilmu jiwa modern-termasuk ilmu jiwa pendidikan-umumnya,

mengadopsi metode ilmu-ilmu fisika. Mereka membatasi diri pada pengkajian gejala

jiwa yang dapat diamati (empirik), dan berusaha menghindari penelitian tentang

substansi jiwa itu sendiri, sehingga yang mendominasi adalah sudut pandang

materialistis.32

31

Lester D. Crow & Alice Crow, Educational Psychology (New York: American

Book Company, 1958), 7. 32

Yakni dengan mengembalikan semua gejala kejiwaan pada aktivitas fisiologis,

dan memandang manusia bagaikan memandang hewan. Bahkan dari berbagai hasil kajian

mereka tentang prilaku hewan, mereka menjadikannya sebagai pendekatan alamiah untuk

memahami prilaku manusia. Mereka lupa bahwa dalam banyak hal, terdapat perbedaan

mendasar dalam karakter penciptaan manusia yang berbeda dari hewan, dengan adanya ruh.

Persoalan ini dalam kajian mereka, hampir tidak tersentuh sama sekali. Lihat, Ustman Najati,

Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa (pen) Ahmad Rofi Usmani (Jakarta: Penerbit Pustaka, 1997), 7.

Beberapa psikolog modern telah menyadari ketidakmampuan psikolog modern

dalam mengkaji aspek-aspek spiritual dalam diri manusia, misalnya ucapan Eric Fromm,

seorang psioanalisis kontemporer. Ia mengatakan, bahwa perhatian psikolog modern, “pada

umumnya lebih difokuskan kepada masalah-masalah sepele yang sejalan dengan pendekatan

ilmiah yang didasarkan atas dugaan, ketimbang pada penyusunan metode baru untuk

mengkaji masalah-masalah penting tentang manusia.” Demikianlah, psikologi pada akhirnya

memerlukan objek utamanya, yakni ruh. Ia lebih memperhatikan berbagai mekanisme dan

26

Untuk memahami substansi jiwa manusia yang hakiki, diperlukan

keterangan dari yang menciptakan jiwa itu.

Al-Qur‟an, kalamullah, banyak menyoroti substansi jiwa manusia dan

tabiatnya serta berbagai kondisi psikisnya. Ia juga menjelaskan berbagai jalan

mendidik dan mengarahkan jiwa dan menawarkan berbagai terapi bagi problem

yang di hadapinya.

Penulis akan lebih menitik beratkan pada suatu kajian tentang apa dan

bagaimana materi pendidikan jiwa dalam perspektif Islam.

1. Dari batasan di atas, diharapkan untuk dapat memahami, mendalami dan

menghayati tentang pengertian jiwa, komponen, hakikat dan fungsi jiwa menurut

Islam.

2. Untuk mengetahui bagaimana faktor-faktor perkembangan jiwa serta bagaimana

pendidikan jiwa dalam perspektif Islam.

Metode yang penulis gunakan dalam menyusun tulisan ini mempergunakan

metode tematik (موضوعى) dalam mengemukakan pandangan Islam tentang jiwa,

komponen, hakikat, dan fungsi jiwa manusia, faktor-faktor yang memengaruhi

perkembangan, dan bagaimana pendidikan jiwa menurut Islam. Sejalan dengan hal

tersebut, penulis akan memakai disiplin ilmu lainnya yang mungkin dapat

memperjelas materi pendidikan jiwa dalam perspektif Islam, di antaranya:

Psychologi, Biologi dan Anthropologi.

PEMBAHASAN

1. Definisi Kesehatan Jiwa (mental)

Ada beberapa pengertian kesehatan mental dikemukakan oleh para ahli

di antaranya: sehat mental berarti terhindar dari gangguan dan penyakit kejiwaan;

berarti kemampuan menyesuai-kan diri dalam menghadapi masalah dan

kegoncangan-kegoncangan biasa; kesehatan mental berarti keserasian fungsi-

fungsi jiwa; kesehatan mental berarti kemampuan merasakan kebahagiaan,

kekuatan dan kegunaan harga dirinya.33

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesehatan mental yaitu suatu

kondisi terhindarnya seseorang dari gangguan dan penyakit kejiwaan, memiliki

kemampuan menyesuaikan diri, bisa menghadapi masalah dan kegoncangan

biasa, ada keserasian fungsi-fungsi jiwa serta merasa dirinya berharga, berguna

pembentukan reaksi dan naluri, tanpa memperdulikan gejala-gejala utama yang merupakan

karakteristik manusia, seperti cinta, akal, perasaan, dan nilai-nilai. Lihat, Eric Fromm, al-Din

wa al-Tahlil al-Nafs (terj). Fuad Kamil (Cairo: Maktabah Gharib, 1977), 11. 33

Zakiyah Daradjat, Islam dan Kesehatan Mental (Jakarta: PT Toko Gunung Agung

Tbk, 2001), cet. IX, 1.

27

dan bahagia, serta dapat menggunakan potensi yang ada padanya seoptimal

mungkin.34

Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, banyak dijumpai berbagai

ragam perangai manusia; ada orang yang selalu nampak riang gembira dan

bahagia meski hidupnya amat sederhana. Dalam segala keadaan ia tetap menjadi

dirinya sendiri, disukai orang, tidak mempunyai musuh, dan pekerjaannya selalu

berjalan lancar. Sebaliknya, ada orang yang selalu murung, mengeluh dan

kecewa, padahal secara lahir fasilitas hidupnya tercukupi atau lebih dari cukup.

Ia tidak bisa akur dengan orang lain, tidak bersemangat dalam melaksanakan

tugas. Ia selalu gelisah, cemas dan tidak pernah mencapai kepuasan batin. Di

samping itu, ada juga dijumpai orang yang pekerjaannya mengganggu orang lain,

melanggar hak dan ketenangan orang lain, menyebarkan gosip, fitnah, adu

domba, menganiaya, menyeleweng, menipu, dan perilaku menyimpang lainnya.

Itu semuanya berhubungan dengan tingkat kesehatan mental (jiwa) nya.

2. Komponen-komponen Jiwa

Aspek-aspek yang terdapat pada fithrah manusia memiliki banyak

ragam. Hal itu disebabkan oleh sudut pandang yang berbeda. Namun, untuk

topik tulisan ini, dipilih dua aspek, yaitu aspek biologis dan psikologis.

Pemilihan ini didukung oleh pernyataan Khair al-Din al-Zarkali. Menurutnya,

studi tentang hakikat manusia dapat ditempuh melalui tiga pendekatan: (1)

Kondisi jasad (pisik); (2) Kondisi jiwa (psikis); dan (3) Kondisi keduanya

(psikopisik).35

Ketiga kondisi tersebut, dalam terminologi Islam, lebih dikenal

dengan term al-Jasad, al-Rūh dan al-Nafs. Namun, di samping ketiga mine term

tersebut, ada term-term lain seperti al-qalb, al-fuad, al-aql, al-bashirah, al-

syahwat, al-sirr dan sebagainya yang akan disinggung secara proporsional pada

pembahasan mengenai sistem nafs.

Jasad dan rūh merupakan dua aspek yang berlawanan sifatnya. Jasad

sifatnya kasar dan indrawi atau empiris, sedangkan rūh, sifatnya halus dan

ghaib, naturnya baik, asalnya dari hembusan rūh Allah.36

Meskipun saling

berlawanan, pada prinsipnya saling membutuhkan. Jasad tanpa rūh merupakan

substansi yang mati, sedangkan rūh tanpa jasad tidak dapat teraktualisasi. Oleh

sebab itu, perlu adanya perantara antara kedua aspek yang berlawanan ini.

Perantara yang dimaksud adalah nafs, dengan nafs maka masing-masing

keinginan jasad dan rūh dalam diri manusia dapat terpenuhi.37

Firman Allah

SwT:

34

Zakiyah Daradjat, Islam dan Kesehatan Mental, 1. 35

Khair al-Din al-Zarkali, dalam Abdul Mujib, Fitrah dan Kepribadian Islam,

sebuah pendekatan psikologis (Jakarta: Darul Falah, 1999), 36. 36

QS. al-Sajadah [32]: 9. 37

Abdul Mujib, Fitrah dan Kepribadian Islam.

28

Ingatlah, menciptakan dan memerintah itu milik Allah (QS. al-A‟rāf

[7]: 54)

Al-Ghazali menafsirkan al-khalk pada ayat tersebut berarti alam

penciptaan, sedangkan kata al-amr berarti alam perintah. Alam penciptaan

menghasilkan jasad dan alam perintah menghasilkan ruh manusia.38

Gabungan

dari kedua alam tersebut menghasilkan nafs (psikopisik) manusia.

Ikhwan al-Ṣafa dan para filusuf umumnya, melihat bahwa rūh dan nafs

merupakan substansi yang sama, hanya saja berbeda penyebutannya.39

Abu Bakr

ibn al-Anbari lebih lanjut menguraikan bahwa rūh digunakan untuk penyebutan

bentuk laki-laki (mudhakkar), sedangkan nafs untuk penyebutan bentuk

perempuan (mu'annas). Tradisi kebahasaan yang berlaku bagi orang-orang

Arab.40

Maka tidak mengherankan apabila al-Qur'an memberikan arti nafs bagi

rūh41

dan memberikan arti rūh bagi nafs.42

Para sufi berpendapat bahwa rūh

lebih kompleks dari nafs, sebab nafs telah memiliki kecenderungan kepada

duniawi dan kejelekan, sedangkan rūh tidak demikian. Nafs menjadi perantara

antara jiwa rasional dengan badan. Jadi unsur nafs terikat oleh badaniah,

sedangkan rūh tidak.43

Muhammad Mahmud membedakan antara rūh dan nafs.

Perbedaan itu berdasarkan pada ciri-ciri kedua komponen itu yang disebutkan di

dalam al-Qur'an. Kata rūh disebutkan 116 kali, dan kata nafs 155 kali. Rūh dapat

berarti "amīn al-wahyi"44

rahasia Tuhan yang menjadikan tubuh manusia

hidup,45

juga termasuk rahasia Tuhan yang tak satu manusia pun

mengetahuinya.46

Sedangkan nafs merupakan substansi yang di dalamnya

terdapat unsur pisik dan psikis.47

Al-Ghazali menganggap rūh sebagai nyawa yang selalu ada pada

tumbuhan, hewan, dan manusia. Sedangkan nafs hanya ada pada diri manusia

yang memiliki daya berpikir.48

Ibn Qayyim al-Jauziyyah berpendapat bahwa

nafs dalam al-Qur'an tidak disebutkan untuk substansinya sendiri,49

sedangkan

38

Abu Hamid al-Ghazali, Kimya al-Sa’adat (Beirut: al-Maktabah al-Sa‟biyat, t.th),

111. 39

Harun Nasution, Filsafat Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), 72. 40

Ibn Manzhur, Lisan al-Arab (T.tp: Dar al-Ma'arif, t.th), jilid V, 361. 41

QS. al-Isra [17]: 85. 42

QS. al-An'ām [6]: 93. Lihat al-Raghib al-Asfahani, Mu'jam Mufradat li Alfaz al-

Qur'an (Beirut: Dar al-Fikr, 1972), 216, 522. 43

Abd al-Razzaq al-Kasyani, Mu'jam Isthilahat al-Shufiyat (Cairo: Dar al-'Inad,

1992), 115. 44

QS. al-Syu'ara [26]: 193, dan QS. al-Nahl [16]: 102. 45

QS. al-Hijr [15]:29, QS. al-Sajdah [32]: 9, dan QS. al-Tahrim [66]: 12. 46

QS. al-Isra [17]: 85. 47

Muhammad Mahmud Mahmud, Ilm al-Nafs al-Mu'asir fi dau'i al-islam (Jeddah:

Dar al-Syurq: 1984), 29-32. 48

Harun Nasution, Filsafat Agama, 86. 49

QS. al-Nūr [24]: 61, al-Nahl [16]: 111, dan QS. al-Mudatsir [74]:38.

29

rūh untuk substansinya sendiri, sehingga tidak dikaitkan dengan badan.50

Nafs

bersifat kemanusiaan (al-nasutiyyat), sedangkan rūh bersifat ketuhanan (al-

lahutiyyat). Namun Ibn Qayyim kemudian menyimpulkan bahwa rūh dan nafs

itu sama substansinya tetapi berbeda sifatnya.

Dalam al-Qur'an, rūh juga digunakan bukan hanya satu arti. Term-term

yang digunakan al-Qur'an dalam menyebut rūh, bermacam-macam. Misalnya

firman Allah SwT pada Surat al-Isra [17]: 85

Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang rūh, jawablah

bahwa rūh itu adalah urusan Tuhanku, dan kalian tidak diberi

pengetahuan tentang rūh itu kecuali sedikit. (QS. al-Isra [17]: 85)

Melihat latar belakang turunnya ayat di atas, yaitu pertanyaan orang

tentang rūh yang belum bisa dijawab secara memuaskan oleh manusia, ketika itu

adalah rūh manusia yang menjadikan seseorang masih tetap hidup ( الروح انو ما بو

) 'atau seperti yang dikatakan al-Farra ,(حياة الفس االنسان الروح ىو الذى يعيش بو ).51

Jawaban singkat al-Qur'an atas pertanyaan itu menunjukkan bahwa rūh akan

tetap menjadi rahasia yang hanya diketahui oleh Tuhan. Penyebutan rūh yang

senada dengan maksud di atas juga ditemukan pada Surat al-Anbiya' [21]: 91,

QS. al-Sajdah [32]: 9, QS. al-Taḥrīm [66]: 12, QS. al-Ḥijr [15]: 29, QS. Ṣād

[38]: 72 dan sebagainya. Tetapi tentang ayat di atas, Maulana Muhammad Ali

mempunyai pendapat lain. Konsisten dengan pendapatnya yang lain, rūh dalam

ayat itu diartikannya sebagai wahyu atau ilham. Orang-orang yang bertanya

kepada Rasulullah itu, sebenarnya bertanya tentang wahyu dan bukannya

tentang rūh manusia.52

Dari beberapa pendapat di atas, dipahami bahwa rūh dan nafs, di

samping memiliki persamaan juga mempunyai perbedaan. Rūh adalah urusan

Allah dan hakekatnya hanya Dia sendiri yang mengetahuinya. Manusia tidak

mengetahuinya kecuali sedikit saja. Apabila ingin mengetahuinya lebih jauh, maka diperlukan wahyu untuk menjelaskannya, sebab rūh bersifat lahutiyyat.

Sedangkan nafs adalah apa yang ada di dalam diri manusia yang bersifat

nasutiyyat. Ia merupakan gabungan antara jasad (fisik) dan rūh (spiritual).

Gabungan psikopisik ini akan melahirkan tingkah laku, baik tingkah laku lahir

50

Syams al-Din ibn Abd Allah ibn Qayyim al-Jauziyyah, al-Rūh (Beirut: Dar al-

Fikr, 1992), 213. 51

Syams al-Din ibn Abd Allah ibn Qayyim al-Jauziyyah, al-Rūh, 1768. 52

Maulana Muhammad Ali, The Holy Qur'an, Arabic Text, Translation and

Comentary (Lahore: Ahmadiyah Anjuman Isha'at Islam, t.th), 151.

30

maupun batin. Dengan demikian, jiwa yang menjadi pokok bahasan pada tulisan

ini adalah nafs yang merupakan gabungan antara jasad dan rūh.

3. Hakekat Jiwa Menurut al-Qur'an

a. Jiwa Menurut Term Nafs

Al-Qur'an menyebut nafs dalam bentuk-bentuk kata jadian: انفس ,نفس, Dalam bentuk mufrad, nafs disebut 77 kali tanpa idlafah .متنافسون ,تنفس ,يتنافس

dan 65 kali dalam bentuk idlafah. Dalam bentuk jamak, nufus disebut 2 kali, dan

anfus disebut 158 kali. Sedangkan kata tanaffas, yatanaffasu, dan al-

mutanaffisūn masing-masing disebut hanya satu kali.

Dalam bahasa Arab, kata nafs mempunyai banyak arti, antara lain: ruh,

diri manusia, hakikat sesuatu, darah, saudara, kepunyaan, kegaiban, ukuran

samakan kulit, jasad, kedekatan, zat, mata, kebesaran, dan perhatian.53

Term

nafs dalam al-Qur'an semuanya disebut dalam bentuk isim atau kata benda,

yakni: نفس, dan انفس. Sedangkan kata تنفس dalam Surat al-Takwir [81]: 18

فاليتنافس ) dalam Surat al-Muṭaffifin [83]: 26 يتنافس dan kata (والصبح اذا تنفس) kata jadian seperti itu tidak ,نفس meskipun berasal dari kata ,(املتنافسون

mempunyai hubungan langsung dengan nafs.

Kata nafs sebagaimana yang digunakan al-Qur'an mempunyai makna

antara lain:

(1) sebagai diri atau seorang, seperti yang tersebut dalam QS. Ali „Imran [3]: 61,

QS. Yusuf [12]: 54, dan QS. al-Dzāriyāt [51]: 21.

(2) sebagai diri Tuhan, seperti yang tersebut dalam QS. al-An'ām [6]: 12, 54.

(3) sebagai person sesuatu, seperti yang tersebut dalam QS. al-Furqān [25]: 3,

QS. al-An'ām [6]: 130.

(4) sebagai rūh, seperti yang tersebut dalam QS. al-An'ām [6]: 93.

(5) sebagai jiwa, seperti yang tersebut dalam QS. al-Syams [91]: 7, QS. al-Fajr

[89]: 27.

(6) sebagai totalitas manusia, seperti yang tersebut dalam QS. al-Māidah [5]: 32,

QS. al-Qashash [28]: 19, 33.

(7) sebagai sisi dalam manusia yang melahirkan tingkah laku, seperti yang ter-

sebut dalam QS. al-Ra'd [13]: 11, QS. al-Anfāl [8]: 53.

b. Nafs Sebagai Penggerak Tingkah Laku

Surat al-Ra'd [13]: 10 mengisyaratkan bahwa manusia memiliki sisi

dalam dan sisi luar:

53

Ibn Manzhur, Lisān al-‘Arab, jilid VI, 4500.

31

Sama saja (bagi Tuhan), siapa saja di antaramu yang merahasiakan

ucapannya, dan siapa yang berterus terang dengan ucapan itu, dan siapa

yang bersembunyi di malam hari dan yang berjalan (menampakkan diri)

di siang hari. (QS. al-Ra'd [13]: 10)

Kesanggupan manusia untuk merahasiakan (سرى/ من اسر) dan berterus

terang (جهرى/ ومن جهر) dengan ucapannya merupakan petunjuk adanya sisi

dalam dan sisi luar dari manusia. Al-Qur'an juga menyebut adanya hubungan

antara sisi dalam dan sisi luarnya. Jika sisi luar manusia dapat dilihat dari

perbuatan lahirnya, maka sisi dalamnya berfungsi sebagai penggerak. Surat al-

Syams [91]: 7, ونفس ومآ سواىا secara tegas menyebut nafs sebagai jiwa. Jadi sisi

dalam manusia adalah jiwanya.

Al-Qur'an sekurangnya dua kali menyebut nafs sebagai sisi dalam yang

mengandung potensi sebagai penggerak tingkah laku, yaitu pada Surat al-Ra'd

[3]: 11 dan pada Surat al-Anfāl [8]: 53.

Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga

mereka merubah keadaan yang ada pada nafs mereka. (QS. al-Ra'd [13]:

11)

Yang demikian (siksaan) itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-

sekali tidak akan mengubah sesuatu nikmat yang telah

dianugerahkannya kepada suatu kaum, hingga kaum itu mengubah yang

ada pada nafs mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha

Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. al-Anfāl [8]: 53)

Pada Surat al-Ra'd [13]: 11 di atas, ada dua kalimat yang menunjukkan

keadaan sesuatu pada kaum, yaitu kalimat ما بقوم dan ما بانفسهم . Dalam kaidah

bahasa Arab, huruf ما pada kalimat ما بقوم dan ما بانفسهم mengandung arti berita

32

ما بانفسهم artinya apa yang ada pada sesuatu kaum, dan ما بقوم Jadi .(ما خببو)

artinya apa yang ada pada nafs atau sisi dalam mereka.

Pada Surat al-Anfāl [8]: 53, lebih jelas disebutkan bahwa apa yang ada

pada suatu kaum adalah nikmat Allah bagi mereka. Ayat sebelumnya, yaitu ayat

52, dan sesudahnya, ayat 54, secara jelas memberitakan pasang surut kejayaan

dan keruntuhan Fir'aun dan orang-orang sebelumnya di mana siksaan Tuhan

datang disebabkan oleh perbuatan mereka mendustakan-Nya. Jadi Surat al-Anfāl

[8]: 53, mengisyaratkan bahwa kejayaan suatu kaum tergantung kepada apa

yang ada dalam nafs mereka, karena Tuhan tidak akan mencabut atau

mendatangkan kesejahteraan begitu saja tanpa peran mereka, dan peran itu

bersumber dari apa yang disebut nafs. Dengan demikian, nafs bisa dioptimalkan

fungsinya untuk menggerakkan tingkah laku manusia melakukan perubahan-

perubahan.

c. Kualitas dan Kapasitas Nafs

Al-Qur'an menegaskan bahwa pada dasarnya nafs diciptakan dalam

keadaan sempurna. Sebagai perangkat dalam (ruhani) manusia, nafs dicipta

secara lengkap, diilhamkan kepadanya kebaikan dan keburukan agar ia dapat

mengetahuinya.

Demi jiwa (manusia) dan Yang menyempurnakannya (Allah). Lalu

(Allah) mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaan-

nya. Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang menyucikan jiwa

itu. Dan merugilah orang yang mengotorinya. (QS. al-Shams [91]: 7-10)

Nafs adalah jauhar atau substansi yang menyebabkan manusia berbeda

kualitasnya dengan makhluk yang lain, yakni yang menyebabkan manusia

mampu menggagas, berpikir dan merenung, kemudian dengan gagasan dan

pikirannya itu manusia mengambil keputusannya, dan dengan pikirannya itu

manusia juga dapat menangkap rambu-rambu dan simbol-simbol yang

membuatnya harus memilih jalan mana yang harus ditempuh. Menurut al-

Qur'an, nafs memiliki kemerdekaan dan memiliki peluang apakah kemudian

cenderung kepada kebaikan, atau cenderung kepada keburukan.

Kapasitas nafs tiap orang berbeda-beda, maka di samping ada nafs yang

dipanggil untuk kembali kepada Tuhan dengan ridla dan diridlai, ada yang

ditegur Tuhan karena tidak bisa mempertahankan kesucian nafsnya. Dalam

Surat al-Infiṭār, Allah SwT berfirman:

33

Setiap nafs mengetahui apa yang telah dikerjakan dan apa yang diundur-

kannya. Wahai manusia, apa yang telah memperdayakanmu (berbuat

durhaka) terhadap Tuhanmu yang Maha Pemurah?. Yang telah

menciptakanmu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikanmu

seimbang. (QS. al-Infiṭār [82]: 5-7)

Menurut al-Maraghi, kalimat فعدلك artinya membuatmu seimbang

badan-nya,54

sedangkan menurut Abdullah Yusuf Ali dalam The Meaning of the

Glorious Quran, kalimat tersebut artinya membuatmu berprasangka adil, adil

sepanjang argumen rasional dan perasaan spiritual.55

d. Tingkatan Kualitas Nafs

Al-Qur'an secara eksplisit menyebut tiga jenis nafs, yaitu:

(1) al-nafs al-muṭma'innah

(2) al-nafs al-lawwamah, dan

(3) al-nafs al-ammarah bi al-su'.

Ketiga jenis nafs tersebut merupakan tingkatan kualitas, dari yang

terendah hingga yang tertinggi. Ayat-ayat yang secara eksplisit menyebut ketiga

jenis nafs itu adalah sebagai berikut:

Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang

puas lagi diridlai. Maka masuklah kamu ke dalam golongan hamba-Ku.

Dan masuklah kamu ke dalam surga-Ku. (QS. al-Fajr [89]: 27-30)

54

Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi (Dar al-Ihya al-Turas al-Arabiya,

1985), juz X, 66. 55

Abdullah Yusuf Ali, The Meaning of Glorious Quran (Beirut: Dar al-Kutub al-

Lubnani, t.th), 1701.

34

Aku bersumpah dengan hari kiamat, dan Aku bersumpah dengan jiwa

yang amat menyesali (dirinya sendiri). (QS. al-Qiyāmah [75]: 1-2)

Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena

sesungguhnya nafs itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafs

yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha

Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Yūsuf [12]: 53)

Maka berjalanlah keduanya, hingga ketika keduanya berjumpa dengan

seorang anak, maka Khidir membunuhnya. Musa berkata: Mengapa

kamu bunuh jiwa yang suci, bukan karena dia membunuh yang lain?

Sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang mungkar. (QS. al-

Kahfi [18]: 74)

Dari empat tingkatan itu, dapat disimpulkan bahwa pada mulanya jiwa

itu suci (zakiyah). Ketika berinteraksi dengan lingkungan kehidupan, ada dua

alternatif; Pertama, jika ia meresponsnya secara positif, maka nafs itu dapat

meningkat menjadi nafs muṭma'innah setelah terlebih dahulu berproses dalam

tingkatan nafs lawwamah. Kedua, jika ia merespons secara negatif, maka ia

dapat turun menjadi nafs ammarah.

4. Fungsi-fungsi Jiwa Menurut al-Qur'an

Ahli jiwa falsafi di antaranya: (1) Al-Kindi, membagi jiwa dengan; daya

nafsu syahwat (al-quwwat al-shahwaniyyat), daya pemarah (al-quwwat al-

ghaḍabiyyat), dan daya pikir (al-quwwat al-'aqilah).56

(2) Al-Farabi, membaginya

menjadi; jiwa penggerak (al-nafs al-muharrikat), jiwa menangkap (al-nafs al-

mudrikat), dan jiwa berpikir (al-nafs al-naṭiqat). (3) Ibn Sina, membaginya

dengan; jiwa tumbuhan (al-nafs al-nabatiyyat), jiwa binatang (al-nafs al-

hayawaniyyat), dan jiwa berpikir (al-nafs al-naṭiqat).57

(4) Ibn Maskawaih,

56

Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang,

1999), 10-14 57

Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme, 29-30.

35

membaginya menjadi; jiwa binatang lunak (al-nafs al-bahamiyyat), jiwa binatang

buas (al-nafs al-sabu'iyyat), dan jiwa berpikir (al-nafs al-naṭiqat).

Seperti yang disinyalir di atas, bahwa al-Qur'an tidak selalu menggunakan

nafs dalam pengertian jiwa, hal itu juga berarti bahwa jiwa tidak selalu signifikan

dengan term nafs. Term-term yang digunakan untuk menyebut atau

mengisyaratkan dan berhubungan dengan fungsi-fungsi jiwa, di samping kata nafs,

adalah qalb, aql, al-rūh, dan al-baṣirah.

a. Kalbu (al-Qalb), Potensi dan Sifatnya

Secara etimologi, qalb berarti reversal (عكس), inversion (عكس),

overturn (قلب), upheaval (ارتفاع), conversion (تويل), transformation (تويل),

transmutation (تويل),58

bolak-balik, dan menjadi karakteristik dari qalb itu

sendiri, yaitu tidak konsisten, bolak balik. Ungkapan populer tentang qalb, سيت

yang artinya kalbu disebut qalb karena sifatnya yang tidak القلب قلبا لتقلبو

konsisten.59

Kalbu (al-qalb) merupakan salah satu daya nafs. Para ahli berbeda

pendapat dalam menentukan maknanya. Sebagian ada yang mengasumsikannya

sebagai materi organik, sedangkan yang lain menyebutnya sebagai sistem

kognisi (jihaz idrakiy ma'rifiy) yang berdaya emosi (al-syu'ur).60

Al-Ghazali

secara tegas melihat kalbu dari dua aspek, yaitu kalbu jasmani dan kalbu

ruhani.61

Pemaknaan dua aspek tersebut adalah wajar, sebab kalbu merupakan

bagian dari nafs. Setiap nafs memiliki komponen pisik dan psikis. Kendatipun

jantung bersifat pisik, namun berkaitan erat dengan kondisi psikologisnya.

Apabila kondisi psikologis seseorang normal maka ia berdenyut secara teratur,

namun apabila kondisi psikologisnya terlalu senang atau terlalu susah, maka

frekuensi denyutnya lebih cepat atau bahkan lebih lambat dari batas normalnya.

Kalbu memiliki banyak nama, semua nama itu mencerminkan

fungsinya. Abu Baqa Ayyub ibn Musa al-Husain al-Kufwi menyebut tujuh nama

kalbu, yaitu: (1) al-Ṣadr yang ditempati perasaan was-was dan Islam. (2) al-

Qalb yang merupakan tempat iman. (3) al-Syaghaf yang merupakan tempat

cinta kepada pekerti yang baik. (4) al-Fu'ad yang dapat melihat kebenaran. (5)

habat al-Qalb yang merupakan tempat cinta kepada kebenaran. (6) al-Suwida

58

Hanswher, A Dictionary Modern Written Arabic (London: MacDonal & Efans

Ltd, 1976), Third printing, 784. 59

Ibn Manzhur, Lisan al-Arab, jilid V, 3714. 60

Muhammad Sadati al-Syinqithi, al-Qalb fi al-Qur'an wa Asaruha fi Suluk al-Insan

(Riyad: Dar alam al-Kutun, 1993), 17. 61

Abu Hamid Muhammad al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din (Beirut: Dar al-Fikr, t.th),

4-5.

36

yang merupakan tempat ilmu-ilmu agama, dan (7) mahajat al-Qalb yang

merupakan manifestasi sifat-sifat Allah atau mengkufurinya.62

Al-Qur'an menggunakan term qalb dan fu'ad untuk menyebut hati

manusia (QS. al-Isrā [17]: 36). Al-Qur'an juga menggunakan kata ṣadr yang

berarti dada atau depan untuk menyebut suasana hati dan jiwa sebagai satu

kesatuan psikologis (QS. al-Insyirah [94]: 1). Al-Qur'an juga menggunakan term

qalb untuk menyebut akal (QS. al-Ḥajj [22]: 46), dan untuk menyebut rūh (QS.

al-Aḥzab [33]: 10).

Potensi utama qalb adalah sebagai alat untuk memahami realitas dan

nilai-nilai seperti yang tersebut di dalam al-Qur'an Surat al-Hajj [22]: 46 atau

pada Surat al-Baqarah [2]: 225.

Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, supaya mereka

mempunyai hati/akal (untuk) memahami/memikirkan, atau telinga

(untuk) mendengarkan. Sesungguhnya mereka bukanlah buta mata

tetapi buta hati yang dalam dada. (QS. al-Ḥajj [22]: 46)

Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak di

maksud (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu disebabkan

(sumpah) yang disengaja (untuk bersumpah) oleh hatimu. Dan Allah

Maha Mengetahui dan Maha Penyantun. (QS. al-Baqarah [2]: 225)

Selanjutnya potensi-potensi qalb yang disebutkan di dalam al-Qur'an

adalah qalb bisa berpaling (QS. al-Taubah [9]: 117), merasa kecewa dan kesal

(QS. al-Zumar [39]: 45), secara sengaja memutuskan untuk mengerjakan sesuatu

(QS. al-Aḥzāb [33]: 5), berprasangka (QS. al-Fatḥ [48]: 12), menolak sesuatu

(QS. al-Taubah [9]: 8), mengingkari (QS. al-Naḥl [16]: 22), dapat diuji (QS. al-

Hujurāt [49]: 3), dapat ditundukkan (QS. al-Ḥajj [22]: 54), dapat diperluas dan

dipersempit (QS. al-An'ām [6]: 125), bahkan bisa ditutup rapat (QS. al-Baqarah

[2]: 7).

62

Abu al-Baqa' Ayub ibn Musa al-Husain, al-Kullyat: Mu'jam fi al-Musthalahat wa

al-Furu' al-Lughawiyah (Beirut: Mu'assasah al-Risalah, 1992), 804.

37

Al-Qur'an menjelaskan karakter qalb dengan kondisi dan kualitas yang

berbeda-beda, yaitu: keras dan kasar hati (QS. Ali „Imrān [3]: 159), hati yang

bersih/suci (QS. al-Syu'ara' [26]: 89), hati yang bertaubat (QS. Qaf [50]: 33),

hati yang berdosa (QS. al-Baqarah [2]: 283), hati yang terdinding (QS. al-Anfāl

[8]: 24), hati yang tetap tenang (QS. al-Naḥl [16]: 106), dan lain sebagainya.

Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa qalb memiliki

kedudukan yang sangat menentukan dalam sistem nafsani manusia. Kalbulah

yang memutuskan dan menolak sesuatu dan ia juga yang memikul

tanggungjawab atas apa yang diputuskan. Dalam perspektif inilah nampaknya

Nabi menyatakan bahwa, Kalbulah penentu kualitas manusia.

b. Akal (al-'Aql), Kapasitas dan Perkembangannya

Secara etimologi, akal memiliki arti اإلمساك (menahan), الرباط (ikatan),

.(mencegah) املنع dan ,(melarang) النهى ,(menahan) الجر63

Hanswher memberi

definisi aql sebagai, to intern (يعتقل), confine (يقيد), detain (يتجز), arrest (يوقف), sense (حاسة), sentience (وعى اول), reason (يفكر), understanding (فهم), comprehension (فهم), discernment (بصية), insight (نفاذ البصية), rationality

.(عقل) intelligence ,(الفكر) intellect ,(ذاكرة) mind ,(العقالنية)64

Berdasarkan makna

bahasa ini, maka yang dimaksud dengan orang yang berakal (العاقل) adalah orang

yang mampu menahan dan mengikat hawa nafsunya. Jika hawa nafsunya terikat

maka jiwa rasionalitasnya mampu berinteraksi.

Akal merupakan bagian dari jiwa manusia yang memiliki dua makna:

(1) akal jasmani, yaitu salah satu organ tubuh yang terletak di kepala, akal ini

lazim-nya disebut dengan otak (الدماغ). (2) akal ruhani, yaitu cahaya (النور) nurani

dan daya nafsani yang dipersiapkan dan mampu memperoleh pengetahuan

65.(املدركة) dan kognisi (املعرفة)

Al-Ghazali menggunakan empat pengertian pada akal, yaitu: (1) sebutan

yang membedakan antara manusia dan hewan. (2) ilmu yang lahir di saat anak

mencapai usia akil baligh, sehingga mampu membedakan perbuatan baik dan

buruk. (3) ilmu yang di dapat dari pengalaman, sehingga dapat dikatakan siapa

yang banyak pengalaman, maka dialah yang berakal. (4) kekuatan yang dapat

menghentikan naluriah untuk menerawang jauh ke angkasa, mengekang dan

menundukkan syahwat yang selalu menginginkan kenikmatan.66

63

Al-Raghib al-Asfahani, Mu'jam Mufradat li Alfaz al-Qur'an, jilid V, 354. 64

Hanswher, A Dictionary Modern Written Arabic, 630. 65

Hanswher, A Dictionary Modern Written Arabic, 630. 66

Abu Hamid Muhammad al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din, 101-2.

38

Al-Qur'an tidak menyebut aql dalam bentuk kata benda, tetapi selalu

dalam bentuk kata kerja. Dalam al-Qur'an, kata aql disebut dalam 49 ayat, 1 kali

dalam bentuk kalimat عقلوه (QS. al-Baqarah [2]: 75), 24 kali dalam bentuk

kalimat 1 , تعقلون kali dalam bentuk 1 , نعقل kali dalam bentuk يعقلها , dan 22 kali

dalam bentuk kalimat يعقلون . Al-Qur'an juga menyebut orang berakal dengan beberapa istilah, seperti

yang berarti orang yang memiliki kemampuan mencegah dari اول النهى

keburukan (QS. Ţāhā [20]: 54). اولو العلم orang yang berilmu (QS. Ali „Imrān

:orang yang mempunyai sari pati akal (QS. al-Baqarah [2] اولو األلباب ,(18 :[3]

:orang yang mempunyai pandangan tajam (QS. Ali „Imrān [3] اولو األبصار ,(269

13), dan ذى حجر orang yang mempunyai daya tahan (QS. al-Fajr [89]: 5).

Dari 49 ayat yang menyebut kata aql mengandung pengertian mengerti,

memahami, dan berpikir. Tetapi pengertian berpikir juga diungkap al-Qur'an

dengan kata lain, seperti: naẓara (نظر) yang artinya melihat secara abstrak,

(seperti tercantum pada QS. Qaf [50]: 6-7, QS. al-Ţariq [86]: 5-7, QS. al-

Ghasyiyah [88]: 17-20), tadabbara (تدبر) yang artinya merenungkan (seperti

terdapat dalam QS. Ṣad [38]: 29, QS. Muhammad [47]: 24), tafakkara (تفكر) yang artinya berpikir (seperti yang ada dalam QS. al-Naḥl [16]: 68-69, QS. al-

Jatsiyah [45]: 12-13), faqiha-tafaqqaha ( تفقو-فقو ) artinya mengerti (seperti

terdapat dalam QS. al-Isra [17]: 44, QS. al-Naḥl [16]: 97-98), tadhakkara (تذكر) yang artinya mengingat, memperoleh pengertian, mendapat pelajaran,

memperhatikan dan mempelajari (seperti terdapat dalam QS. al-Naḥl [16]: 17,

QS. al-Zumar [39]: 9), dan kalimat fahima (فهم) yang artinya memahami

(terdapat dalam QS. al-Anbiyā [21]: 78-79).

Meskipun banyak istilah dalam al-Qur'an yang berhubungan dengan

aktivitas akal, tetapi kata عقل mengandung arti yang pasti, yaitu mengerti,

memahami, dan berpikir. Hanya saja al-Qur'an tidak menjelaskan bagaimana

proses berpikir seperti yang dibahas dalam psikologi.67

Tidak juga membedakan

di mana letak daya berpikir dan di mana letak alat berpikir seperti yang

dibicarakan oleh filsafat, tidak juga menyebut pusat kegiatan berpikir itu di dada

atau di kepala, tapi menyebut bahwa qalb juga berpikir (يفقو) seperti akal. Hal itu

disebutkan antara lain dalam QS. al-A'rāf [7]: 179, dan diisyaratkan dalam QS.

67

Psikologi antara lain membahas sistem komunikasi intra persona, yakni proses

bagaimana manusia menangkap stimuli hingga mengambil keputusan, satu proses yang

menyebabkan sensasi, persefsi, memori, dan berpikir.

39

al-Taubah [9]: 93 dan QS. Muhammad [47]: 24. Jadi menurut al-Qur'an,

aktivitas berpikir atau merasa, bukan hanya menggunakan akal atau hati saja,

tetapi kesemuanya, akal, nafs, qalb, dan baṣirah, yang bekerja dalam sistem

nafs. Hanya saja al-Qur'an tidak menjelaskan teknis kerja sistem nafs secara

rinci.

Psikologi membahas teknis kerja sistem jiwa dengan kajian yang sudah

sangat rinci. Tentang otak, misalnya, psikologi membahas anatomi otak sebagai

alat berpikir dengan sangat rinci, lengkap dengan pembagian kerjanya. Otak kiri,

misalnya, bekerja untuk hal-hal yang bersifat logis, seperti berbicara, bahasa,

matematika, menulis dan iptek, sementara otak kanan bekerja untuk hal-hal yang

bersifat emosi, seperti seni, apresiasi, intuisi, dan fantasi.

Al-Qur'an menjelaskan pertumbuhan dan kapasitas akal, sebagai

berikut: (1) akal di desain sebagai sesuatu yang ada di dalam sistem sempurna.68

(2) ketika manusia lahir, akal belum berfungsi, ketika itu manusia belum

memiliki pengetahuan apapun, bagaikan kertas kosong yang belum ditulis.69

(3)

pertumbuhan akal ini terjadi melalui proses belajar.70

(4) dengan akal manusia di

mungkinkan untuk menemukan dan mengikuti kebenaran, sebaliknya kekeliruan

cara berpikir dapat menempatkan manusia sejajar dengan makhluk yang tidak

berakal.71

(5) kemampuan akal bisa ditingkatkan melalui pengamalan

intelektual, seperti meneliti fenomena alam.72

(6) pengalaman berstruktur dapat

meningkatkan kecerdasan akal, seperti berusaha memilah-milah dan menangkap

pesan al-Qur'an.73

(7) kapasitas akal setiap orang berbeda-beda. Al-Qur'an

banyak mengisyaratkan adanya orang-orang yang tidak mampu secara optimal

menggunakan akalnya.74

(8) penggunaan panca indra secara optimal dapat

membantu mening-katkan kecerdasan akal.75

c. Al-Baṣīrah (Hati Nurani)

Bahasa Indonesia mengenal istilah hati nurani, kata nurani diduga

berasal dari bahasa Arab نور yang artinya cahaya, dan نوران artinya sejenis cahaya

atau yang bersifat cahaya, sehingga hati nurani dapat disebut sebagai cahaya hati

atau lubuk hati yang terdalam. Dalam bahasa Arab, hati nurani dalam konteks

tersebut disebut baṣīrah (بصية) yang berasal dari kata ( ابصر-بصر ).

68

QS. al-Sajadah [32]: 7-9. Ayat tersebut menyebutkan bagaimana Allah

menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya, serta bagaimana proses penyempurnaan

penciptaan manusia hingga sempurnanya fungsi-fungsi jiwa. 69

QS. al-Naḥl [16]: 78. 70

QS. al-'Alaq [96]: 4-5. 71

QS. al-Furqān [25]: 44. 72

QS. al-Jātsiyah [45]: 5. 73

QS. al-Zukhruf [43]: 1-3, QS. Fusilat [41]: 3-4. 74

QS. al-'Ankabūt [29]: 63, QS. Yunus [10]: 42. 75

QS. al-Anfāl [8]: 22.

40

Dalam bahasa Arab, بصر berarti jendela hati (نفاذ ف القلب / sharp

discernment), jika disebut (بصر القلب) artinya pandangan dan lintasan hati.

Hanswher memberikan definisi bashirah dengan insight (نفاذ البصية), penetration

mental perception (power of) ,(فهم) understanding ,(بصية) discernment ,(احرتاق)

.(خيال عقلى) mental vision ,(ادراك حسى)76

Sedangkan kata البصية jika dikaitkan

dengan nama Tuhan (al-Asmā al-Husna) maka artinya Allah mampu melihat

sesuatu secara total, yang tampak maupun yang tidak tampak tanpa memerlukan

alat.77

Jika dihubungkan dengan manusia, maka bashirah mempunyai empat arti,

yaitu: (1) ketajaman hati (قوة القلب املدركة). (2) kecerdasan. (3) kemantapan dalam

agama, dan (4) keyakinan hati dalam hal agama dan realita.

Meskipun بصية mengandung arti melihat, tetapi jarang sekali kalimat

tersebut digunakan dalam literatur Arab untuk indera penglihatan tanpa disertai

pandangan hati.78

Dengan demikian, maka hati nurani dapat dipahami sebagai

pandangan mata hati sebagai lawan dari pandangan mata kepala.

Baṣīrah dalam arti hati nurani diisyaratkan QS. al-Qiyāmah [75]: 14-15,

Bahkan manusia itu mampu melihat diri sendiri. Meskipun dia masih

mengemukakan alasan-alasannya. (QS. al-Qiyāmah [75]: 14-15)

Sebagian mufassir, antara lain: al-Farra', Ibn Abbas, Muqatil, dan Said

ibn Jabir, menafsirkan baṣīrah pada ayat ini sebagai mata bathin (عي بصية).79

Menurut Ibn Qayyim al-Jauziyyah, baṣīrah adalah cahaya yang ditiupkan Allah

ke dalam kalbu (نور يقذفو اهلل ف القلب), oleh karena itu ia mampu memandang

hakekat kebenaran seperti pandangan mata.80

Hati nurani memiliki pandangan yang lebih tajam dan konsisten dari

pada qalb. QS. al-Qiyāmah [75]: 14-15 di atas, menyebutkan bahwa baṣīrah itu

tetap melihat, meskipun manusia masih mengemukakan alasan-alasannya. Ayat

ini juga mengisyaratkan karakter manusia yang tidak konsisten, yang meskipun

mengerti kebenaran, tetapi masih berusaha mengelak dengan mengemukakan

76

Hanswher, A Dictionary Modern Written Arabic, 61. 77

Ibn Manzhur, Lisan al-Arab, jilid I, 291. 78

Ibn Manzhur, Lisan al-Arab, jilid I, 290. 79

Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Jilid X, 150. 80

Syams al-Din ibn Abd Allah ibn Qayyim al-Jauziyyah, Madarij al-Salikin (Beirut:

Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1988), jilid I, 139.

41

alasan-alasan. Baṣīrah tetap jujur dan konsisten meskipun qalb manusia masih

berusaha untuk menutup-nutupi kesalahannya atau berdalih dengan berbagai

alasan. Kekuatan konsistensi baṣīrah sangat wajar, karena seperti dikatakan oleh

Ibn Qayyim al-Jauziyyah bahwa baṣīrah itu adalah nur Allah yang ditiupkan ke

dalam kalbu.

Baṣīrah atau hati nurani bukan hanya diperlukan untuk mengintrospeksi

diri, tetapi juga untuk secara jujur memahami dan mengakui kebenaran agama.

Dalam QS. Yūsuf [12]: 108 disebutkan:

Katakanlah inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang

mengikuti-ku mengajak kamu kepada Allah dengan hujjah yang nyata

(baṣīrah). Mahasuci Allah dan bukanlah aku termasuk orang-orang

yang memper-sekutukannya. (QS. Yūsuf [12]: 108)

Ibn Katsir mendefinisikan baṣīrah dalam ayat ini dengan mengatakan

bahwa kebenaran agama Allah ini merupakan keyakinan yang bisa diuji dengan

baṣīrah, baik dengan pendekatan syar'i maupun aqli.81

Dengan keterangan al-Qur'an menyangkut hati, maka struktur baṣīrah

dalam sistem nafs dapat digambarkan sebagai berikut: manusia memiliki

dimensi ruhani yang terdiri dari nafs, aql, qalb, ruh, dan baṣīrah. Nafs

diibaratkan sebagai ruangan yang sangat luas dalam alam ruhani manusia. Dari

dalam nafs itulah manusia digerakkan untuk mengangkat fenomena yang

dijumpai, menganalisanya dan mengambil keputusan. Kerja nafs dilakukan

melalui jaringan qalb, aql, dan baṣīrah, tetapi semua itu baru berfungsi ketika

ruh berada dalam jasad dan fungsi kejiwaan telah sempurna.

Qalb merupakan bagian dalam nafs yang bekerja memahami, mengolah,

menampung realitas sekelilingnya dan memutuskan sesuatu. Sesuai dengan

potensinya, maka qalb merupakan kekuatan yang sangat dinamis, tetapi ia

temperamental, fluktuatif, emosional, dan pasang surut. Untuk memecahkan

masalah-masalah yang dihadapi, qalb bekerja dengan jaringan akal, tetapi

kondisi qalb dan akal seringkali tidak optimal sehingga masih dimungkinkan

ter-kontaminasi oleh pengaruh syahwat, atau dorongan kepada hal-hal yang

bersifat negatif, dan dalam keadaan demikian, aql dan qalb dapat melakukan

belah mental yakni memandang sesuatu yang salah dengan alasan-alasan yang

dibuatnya, seakan-akan yang salah itu wajar. Bashirah bekerja mengoreksi

penyimpangan yang dilakukan oleh qalb dan akal. Dapat disebutkan bahwa

kondisi qalb dan aql yang tingkat kesehatannya optimal, itulah yang disebut hati

nurani atau baṣīrah.

81

Ismail Ibn Katsir al-Qurasyi al-Dimasqi, Tafsir al-Qur'an al-Azim (Beirut: Dar al-

Ihya al-Turas al-Arabi, 1955), jilid II, 513-4.

42

5. Perkembangan Jiwa dan Pendidikan Jiwa dalam perspektif al-Qur'an

5.1. Faktor-faktor yang memengaruhi Perkembangan Jiwa

a. Keturunan

Di dalam al-Qur'an, ditemukan sosok berkepribadian baik, produk dari

pengaruh faktor keturunan (orang tua). Misalnya, kebaikan keturunan nabi

Ibrahim a.s, yang menghasilkan Ismail a.s dan Ishak a.s (QS. Ibrahim [14]:

39-40, QS. al-Ṣaffāt [37]: 100-113, QS. al-Ḥadīd [57]: 26, QS. al-Baqarah [2]:

128, QS. al-'Ankabūt [29]: 27 ), kebaikan keturunan Imran yang menghasilkan

Maryam, dan keturunan Maryam menghasilkan Isa a.s (QS. Ali Imran [3]: 37-

42, 45), kebaikan keturunan Adam a.s dan Nūḥ a.s (QS. Maryam [19]: 58, QS

Ali „Imrān [3]: 33), kebaikan keturunan Ya'qub a.s menghasilkan keturunan

seperti Yusuf a.s (QS. al-'Ankabūt [29]: 27, QS. Yūsuf [12]: 6-7). Oleh karena

itu, Islam menganjurkan umatnya agar mempunyai keturunan yang

berkepribadian baik, tangguh, dan bukan keturunan yang lemah (QS. al-Nisā

[4]: 9).

Perlu dicatat bahwa pada faktor keturunan, ada juga keturunan yang

berkeribadian buruk, jahat dan zalim (QS. al-Ṣaffāt [37]: 113).

Jadi, faktor ini bukan satu-satunya faktor yang memengaruhi dan

menentukan perkembangan jiwa individu, akan tetapi, dipengaruhi juga oleh

faktor-faktor lain yang kompleks, seperti faktor lingkungan (empirik), dan

potensi kejiwaan (hereditas).

b. Lingkungan

Banyak ayat al-Qur'an yang menjelaskan tentang peran lingkungan.

Misalnya, seruan amar ma'ruf dan nahi munkar (QS. Ali „Imrān [3]: 38, QS.

al-Nisā [4]: 9, QS. Ibrahim [14]: 40, QS. al-Ahqaf [46]: 15), belajar menuntut

ilmu agama kemudian mendakwahkannya untuk orang lain (QS. al-Taubah

[9]: 122), seruan kepada orang tua agar memelihara keluarganya dari tingkah

laku yang dapat memasukkan ke dalam neraka (QS. al-Taḥrīm [66]: 6), seruan

melaksanakan shalat dan sabar, serta seruan untuk berjalan di atas muka bumi

untuk melakukan observasi, dsb.

c. Bawaan

Al-Qur'an juga banyak membicarakan potensi-potensi bawaan.

Misalnya bawaan memikul amanat (QS. al-Aḥzāb [33]: 72), bawaan menjadi

khalifah di muka bumi (QS. al-Baqarah [2]: 30), faktor-faktor perbedaan

individu, misalnya, perbedaan bakat, minat dan watak (QS. al-Isrā [17]: 84),

perbedaan jenis kelamin, bangsa dan Negara (QS. al-Ḥujurāt [49]: 13), bahasa

dan warna kulit (QS. al-Rūm [30]: 22).

Dengan demikian, jelas bahwa lingkungan bukanlah satu-satunya

faktor yang memengaruhi perkembangan jiwa. Tetapi secara keseluruhan,

faktor-faktor seperti faktor lingkungan, potensi bawaan, dan keturunan turut

memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jiwa.

43

5.2. Pendidikan Jiwa dalam Perspektif al-Qur'an

Islam memberikan perhatian yang sangat besar terhadap pendidikan

dan pembinaan manusia. Mendidik manusia adalah perintah yang diembankan

oleh syariat, karena ia bertujuan untuk meletakkan manusia di atas jalan yang

lurus, yaitu jalan Allah. Sehingga, kehidupan duniawinya menjadi benar dan

ia dapat hidup dengan spesifikasi orang yang berhak mendapat kemuliaan dari

Allah. Juga agar kehidupan akhiratnya menjadi benar sehingga ia

mendapatkan keridhaan Allah dan balasan yang baik.

Manusia harus dididik, diajar dan dituntun menuju kebenaran.

Manusia adalah kesatuan dari ruh, nafs, akal, kalbu dan tubuh dsb. Kebutuhan

potensi-potensi itu harus dipenuhi, diseimbangkan, dan masing-masing harus

diberikan kemampuan dan kesempatan untuk mengungkapkan energinya di

bawah naungan syariat Islam.

Dr. Ali Abdul Halim Mahmud, mengemukakan sedikitnya tiga unsur

yang menjadi content pendidikan jiwa. Pertama, agar jiwa/ruh diberikan

wirid, zikir dan aturan. Kedua, agar jiwa dilatih, diajar, dan dijadikan senang

terhadap hal-hal yang memperkuat hubungannya dengan Allah. Ketiga, agar

berpegang kepada sifat insan beriman, dalam diam, berbicara, dan berbuat.82

Pada dasarnya al-Qur'an diturunkan untuk memberi petunjuk kepada

manusia, menyuruh mereka kepada akidah tauhid, mengajari mereka nilai-

nilai baru, membimbing mereka kepada tingkah laku yang lurus dan benar

untuk kepentingan manusia dan kebaikan masyarakat, dan mengerahkan

mereka kepada jalan yang benar, guna mengantarkannya kepada

kesempurnaan insani, yang akan mewujudkan kebahagiaan hidup manusia di

dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, al-Qur'an mengubah pikiran manusia,

kecenderungan, tingkah laku, memberi petunjuk, mengubah kesesatan dan

kebodohan, mengarahkan kepada yang lebih baik, dan membekali mereka

dengan pikiran-pikiran baru tentang misinya dalam kehidupan, nilai-nilai,

moral, dan kehidupan. Firman Allah SwT:

Sesungguhnya al-Qur'an ini memberi petunjuk kepada (jalan) yang

lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin

yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang

besar. (QS. al-Isrā [17]: 9)

82

Ali Abdul Halim Mahmud, Pendidikan Ruhani (pen) Abdul Khayyie al-Khatani

(Jakarta: Gema Insani Press, 2000), 72.

44

Hai manusia, telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan

penyembuh dari penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan

petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. Yūnus

[10]: 57)

Al-Qur'an telah memberikan pengaruh yang besar terhadap jiwa

bangsa Arab. Ia telah mengubah kepribadian mereka secara total, juga

mengubah moral, tingkah laku dan cara hidup mereka. Dari mereka, al-Qur'an

telah membentuk individu-individu yang memiliki prinsip, keteladanan, dan

nilai-nilai kemanusiaan yang luhur serta membentuk suatu masyarakat yang

bersatu, teratur dan bekerjasama.83

6. Metode al-Qur'an dalam mendidik jiwa

Bagaimana al-Qur'an mendidik jiwa bangsa Arab dan mengubah

kepribadian mereka adalah merupakan gambaran yang baik untuk menjelaskan

pendidikan jiwa menurut al-Qur'an.

Beberapa metode yang ditawarkan al-Qur'an dalam mendidik jiwa antara

lain: Pertama, penanaman keimanan, akidah dan tauhid dalam jiwa, dan

penanaman akar-akar ketakwaan dalam kalbu. Kedua, penetapan kewajiban

berbagai ibadah yang menopang pelepasan jiwa dari tradisi sesat, membentuk

kebiasaan baru yang terpuji, yang membantu pembentukkan kepribadian yang

lurus, seimbang dan utuh. Ketiga, memberi dorongan untuk belajar bersabar

dalam menanggung derita kehidupan dengan jiwa yang tenang, yang memper-

kecil kemungkinan terjadinya ketegangan, merasa tidak senang dan perasaan

gelisah. Keempat, memberi dorongan untuk selalu ingat akan Allah, yang akan

membuat manusia merasa bahwa ia dekat dengan Allah, merasa di bawah

lindungan dan penjagaan-Nya, serta penuh perasaan tenang dan tentram. Kelima,

memberi dorongan untuk memohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-

Nya, membantu dalam melepaskan diri dari kegelisahan yang timbul dari

perasaan berdosa.84

a. Penanaman Keimanan, Akidah, Tauhid dan Ketakwaan

Sasaran pertama yang ingin diubah oleh al-Qur'an dalam jiwa (bangsa

Arab) adalah akidah (keyakinan). Karena itu, ayat-ayat al-Qur'an yang

diturunkan di Makkah pada perode pertama dakwah Islam, pada dasarnya

83

QS. al-Māidah [5]: 2. 84

Ustman Najati, Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa, 331.

45

bertujuan memperkuat akidah tauhid.85

Gaya bahasa, argumentasi rasional,

kisah-kisah, ancaman dan harapan, dan sebagainya mempunyai pengaruh

yang besar terhadap penerimaan manusia kepada agama baru (Islam) dan

keimanan mereka pada akidah tauhid.

Keyakinan (iman) kepada akidah tauhid ini merupakan langkah

pertama dalam menimbulkan perubahan dalam kepribadian. Sebab, dengan

akidah yang benar, akan lahir dalam diri manusia tenaga spiritual yang besar

yang akan mengubah konsepsinya tentang dirinya sendiri, orang lain,

kehidupan, dan seluruh alam semesta.86

Kemudian membekalinya dengan

pengabdian kepada Allah, misinya dan mengisi kalbunya dengan cinta kepada

Allah,87

Rasulullah, orang-orang di sekitarnya88

dan umat manusia pada

umumnya, serta menciptakan perasaan damai dan tentram.

Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan keimanan

mereka dengan kezaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapat

ketenangan dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.

(QS. al-An'ām [6]: 82)

Dalam pengertian takwa, terkandung pengendalian manusia akan

dorongan dan emosinya dan penguasaan atas kecenderungan hawa nafsunya.

Dengan memenuhi dorongan-dorongan dalam batas-batas yang di

perkenankan ajaran Islam. Selain itu, takwa juga mendorong manusia agar

berlaku benar, adil, memegang amanah, bisa dipercaya, bergaul baik dengan

orang lain dan menghindari permusuhan dan keẓaliman.

Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah,

niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqan (pembeda) dan

menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni dosa-

dosamu. (QS. al-Anfāl [8]: 29)

Dengan demikian, ketakwaan merupakan salah satu faktor utama

yang mengantarkan pada kematangan kepribadian, keutuhan, keseimbangan,

85

Seperti QS. al-Ikhlāṣ [112]: 1-4, QS. al-Fātihah [1]: 5, QS. al-Kāfirūn [109]: 1-6. 86

QS. al-'Aṣr [103]: 1-3, QS. al-Ḥasyr [59]: 9, QS. al-Ḥujurāt [49]: 10. 87

QS. al-Māidah [5]: 54. 88

QS. al-Hujurāt [49]: 2.

46

dan mendorong manusia untuk mengembangkan dirinya menuju

kesempurnaan manusiawi.

Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kamu kepada Allah dan

katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah memperbaiki bagimu

amalan-amalanmu dan mengampuni dosamu, dan barang siapa yang

mentaati Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia telah mendapat

kemenangan yang besar. (QS. al-Aḥzāb [33]: 70-71)

b. Penetapan Kewajiban Berbagai Ibadah

Dalam mendidik kepribadian manusia dan mengubah tingkah laku

mereka, al-Qur'an memakai metode penerapan dan praktik pikiran, kebiasaan

dan tingkah laku yang hendak ditanamkan dalam diri mereka. Oleh karena itu,

Allah mewajibkan berbagai ibadah seperti: salat, puasa, zakat, dan haji.

1. Salat

Salat yang menghasilkan suasana tentram dan jiwa yang tenang,

mempunyai dampak terapi yang penting dalam meredakan ketegangan

syaraf yang timbul akibat berbagai tekanan kehidupan sehari-hari serta

menurunkan kegelisahan. Rasulullah saw pernah berkata kepada Bilal

يا بالل أرحنا بالصالة

Wahai Bilal, buatlah kami istirahat dengan salat.89

كان إذا حزبو أمر صلى صلى اهلل عليو وسلمأن رسول اهلل

Rasulullah saw bila menghadapi persoalan berat, beliau

melaksanakan salat.90

Pengaruh salat dalam menyembuhkan kegelisahan, sebagaimana

yang dijelaskan oleh Usman Najati, sama dengan pengaruh yang

89

Ahmad dari Salim ibn Abi al-Ja'ad, dalam Musnad al-Imam Ahmad ibn Hanbal

(Beirut: Dar al-Sadir, t.th), jilid 5, 364-371. 90

Abu Dawud No. 1319, jilid 2, 35.

47

ditimbulkan metode psikoterapi yang digunakan oleh sebagian psikiater

behavioris modern dalam mengatasi kegelisahan. Mereka menggunakan

metode "reciprocal inhibition" (pencegahan timbal balik), atau disebut juga

"terapi santai".91

Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya

yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang

khusyu'. (QS. al-Baqarah [2]: 45)

Setelah selesai salat, biasanya seseorang langsung membaca

tasybih dan berdoa kepada Allah. Dengan berdoa seseorang

mengungkapkan berbagai problema yang membingungkan dan

menggelisahkannya, dan dalam keadaan yang tenang, akan membuatnya

terbebas dari kegelisahan.

Berfirman Tuhanmu: Berdoa (minta)lah kepada-Ku, niscaya akan

Ku perkenankan doa (permintaan)mu. (QS. al-Mu'min [40]: 60)

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku,

maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku

mengabulkan permohonan orang yang berdoa kepada-Ku, maka

bermohon dan berimanlah kepada-Ku semoga mereka mendapat

petunjuk. (QS. al-Baqarah [2]: 186)

2. Puasa

Puasa mendidik meluruskan jiwa dan menyembuhkan berbagai

penyakit jiwa dan tubuh. Berlangsungnya latihan mengendalikan dan

mengatasi hawa nafsu sebulan penuh setiap tahunnya, dan juga

menanamkan semangat ketakwaan. Firman Allah SwT:

91

Ustman Najati, Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa, 232.

48

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa

sebagaimana yang diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu

agar kamu bertakwa. (QS. al-Baqarah [2]: 183)

Maksudnya, "agar kamu bisa menjaga diri dari perbuatan maksiat,

karena puasa dapat menundukkan hawa nafsu yang merupakan sumber

kemaksiatan." Puasa mendidik manusia mempunyai kehendak dan

kemauan yang kuat dan tangguh, tidak hanya dalam mengendalikan hawa

nafsu, tetapi juga dalam tingkah laku, melaksanakan tanggung jawab,

melakukan kewajiban dan menjalankan tugas. Puasa juga merupakan

pendidikan bagi hati manusia, agar selalu konsisten terhadap tingkah laku

yang baik.

Puasa juga merupakan latihan untuk berlaku sabar. Kesabaran

merupakan penolong terbaik dalam menanggung beban berat perjuangan

dalam kehidupan, mendidik jiwa dan melawan hawa nafsu. Firman Allah

SwT:

Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya

yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang

khusyu. (QS. al-Baqarah [2]: 45)

Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah

kesabaranmu, dan bersiap siagalah dan bertakwalah kepada Allah

supaya kamu beruntung. (QS. Ali Imrān [3]: 200)

Selain manfaat kejiwaan, puasa juga mempunyai manfaat medis

dan penyembuhan berbagai penyakit fisik. Kesehatan fisik berpengaruh

kepada kesehatan jiwa. Pepatah mengatakan: "akal yang sehat terdapat di

dalam tubuh yang sehat."

3. Zakat

Kewajiban zakat yang mengharuskan seorang muslim

mengeluarkan sejumlah tertentu dari hartanya, untuk diberikan kepada

fakir miskin, sebenarnya merupakan latihan baginya untuk menaruh belas

49

kasihan kepada mereka yang membutuhkan, menolong dan membantu

mereka dalam memenuhi kebutuhan primernya. Zakat juga memperkuat

rasa kebersamaan emosional seorang muslim dengan kaum fakir miskin,

membangkitkan rasa tanggung jawabnya terhadap mereka dan men-

dorongnya untuk membahagiakan mereka. Zakat juga melatih seseorang

untuk membebaskan dirinya dari egoisme, cinta diri, sifat kikir dan tamak,

dan kasar terhadap kaum miskin. Firman Allah SwT:

Dan mereka yang menumpuk-numpuk emas dan perak, dan tidak

menafkahkannya di jalan Allah, maka berilah berita akan azab

Allah yang maha pedih. (QS. al-Taubah [9]: 34)

Ambillah sedekah (zakat) dari bagian harta mereka untuk

membersihkan dan menyucikan mereka dengannya, dan doakanlah

mereka, karena doamu akan memberikan ketenangan kepada

mereka dan Allah Maha Mengetahui dan Maha Mendengar. (QS.

al-Taubah [9]: 103)

Zakat dapat juga mengembangkan jiwa dengan berbagai kebaikan,

moral maupun material. Imam Ahmad meriwayatkan dari Anas r.a bahwa

Rasulullah saw bersabda kepada salah seorang dari suku Tamim yang

bertanya kepada beliau bagaimana ia harus menafkahkan hartanya, "Kau

keluarkan zakat dari hartamu. Ia adalah harta suci yang mnyucikanmu,

menghubungkanmu dengan para kerabatmu dan menjadikanmu tahu akan

hak orang miskin, tetangga dan orang-orang yang memerlukanmu.

4. Haji

Haji juga mendidik jiwa dengan berbagai manfaat psikis yang

besar artinya. Sebab, kunjungan seorang muslim ke kota Mekkah,

Madinah dan tempat-tempat lainnya, akan membekalinya dengan suatu

energi ruhani yang menyirnakan segala keruwetan dan problem kehidupan,

dan memberinya perasaan damai, tentram dan bahagia. Haji juga

merupakan latihan bagi manusia untuk mampu menahan derita dan

50

kesulitan. Dalam haji mereka harus membuka pakaian kebesarannya dan

memakai pakaian haji yang sederhana, di mana tidak ada perbedaan ras,

bahasa, warna kulit, dan kedudukan.

Haji adalah beberapa bulan yang ditentukan, barang siapa yang

menetapkan niatnya dalam bulan itu akan menunaikan haji, maka

tidak boleh rafas, berbuat fasik, dan berbantah-bantahan dalam

mengerjakan haji. Dan apa saja yang kamu kerjakan yang berupa

kebaikan, Allah mengetahuinya. Berbekallah dan sebaik-baik

bekal adalah takwa, dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-

orang yang berakal. (QS. al-Baqarah [2]: 197)

Atas dasar ini, haji merupakan pendidikan diri, di mana manusia

berusaha mendidik dirinya, melawan hawa nafsu dan dorongan-

dorongannya, melatih dirinya menanggung kesulitan, berbuat kebajikan

dan mencintai sesama manusia. Pengetahuannya bahwa haji yang mabrur

akan menghapus dosa, akan membuatnya pulang dengan dada lapang dan

bahagia, penuh rasa aman dan tentram, yang kesemuanya akan

memberinya kekuatan ruhaniyah luar biasa, sehingga membuatnya lupa

akan berbagai kesulitan hidup, ketegangan syaraf dan kegelisahan.

Selanjutnya, mengingat Allah dengan mengucap tasbih, takbir,

istighfar dan doa, maupun dengan membaca al-Qur'an membuat jiwa

bersih dan perasaan tenang dan tentram. Firman Allah SwT:

(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi

tentram dengan mengingat Allah, ingatlah, hanya dengan

mengingat Allah-lah hati menjadi tentram. (QS. al-Ra'd [13]: 28)

Seorang yang membiasakan diri mengingat Allah akan merasakan

bahwa ia dekat dengan Allah dan berada dalam perlindungan dan

penjagaan-Nya. Dengan demikian, akan timbul pada dirinya perasaan

percaya diri, teguh, tenang, tentram dan bahagia. Firman Allah SwT:

51

Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat pula

kepadamu (QS. al-Baqarah [2]: 152)

Perasaan berdosa menyebabkan manusia merasa gelisah.

Akibatnya akan timbul berbagai penyakit jiwa. Al-Qur'an membekali kita

dengan suatu metode yang unik dalam menyembuhkan perasaan berdosa

dan gelisah itu, yaitu dengan bertaubat. Sebab, taubat kepada Allah akan

membuat diampuninya berbagai dosa dan menguatkan harapannya akan

ridha Allah, dan meredakan kegelisahannya. Taubat biasanya mendorong

manusia untuk memperbaiki diri dan meluruskannya, sehingga tidak lagi

terjerumus ke dalam kesalahan dan maksiat. Meningkatkan penghargaan

dan kepercayaan terdadap diri sendiri, penerimaan diri, dan menimbulkan

perasaan tentram dalam jiwa.

Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya

nafsnya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia

mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS.

al-Nisā [4]: 110)

7. Gangguan Kesehatan Mental

Ada sebuah pertanyaan, Assalamu „alaikum: dokter yang saya hormati.

Saya punya satu pertanyaan terkait dengan keluarga saya. Begini dok, saya

memiliki saudara yang mengalami gangguan jiwa setelah ia dicerai oleh

suaminya. Apakah perceraian itu yang menjadi penyebab penyakitnya? Atas

jawabannya saya ucapkan banyak terima kasih. Wassalam.

Jawabannya: Pertanyaan anda pertanyaan yang baik, bahkan sebagian

besar teori mengatakan begitu. Dalam batas-batas tertentu hal itu mungkin saja,

akan tetapi ada hal yang lebih berperan yaitu faktor dalam dirinya atau disebut

juga sebagai faktor konstitusi. Faktor konstitusi ini memengaruhi cara

bereaksinya. Kalau perceraian sebagai penyebab tentu setiap perceraian akan

menyebabkan orang sakit jiwa.92

Al-Qur‟an tak kurang dari sebelas kali menyebutkan penyakit hati di

samping menyebut adanya hati yang sehat.93

Dalam bahasa Arab, penyakit antara

92

Fuadi Yatim, Gangguan Jiwa Karena Cerai? dalam Majalah Bulan Sabit Merah

Indonesia (BSMI), Vol. II No 1/ Okt-Nov/ 2006, 13. 93

Dian Mohamad Anwar, “Konsepsi Kesehatan Dalam Islam” artikel,

http://psikolog2. tripod.com/ konsepsikesehatan.htm

52

lain didefinisikan sebagai segala sesuatu yang mengakibatkan manusia

melampaui batas keseimbangan/kewajaran dan mengantar kepada terganggunya

fisik, mental, dan bahkan kepada tidak sempurnanya amal seseorang. Melampaui

batas, satu sisi membawa implikasi pada gerak berlebihan, dan pada sisi lain

membawa implikasi ke arah kekurangan.

Akal yang sakit, dari gerak berlebihan berwujud kelicikan, tetapi jika

sakitnya bersumber dari arah kekurangan maka sakitnya berwujud ketidaktahuan.

Ketidaktahuan akal membawa kepada keraguan dan kebimbangan. Penyakit

kejiwaan lain yang bersumber dari gerak berlebihan bisa berwujud angkuh,

benci, dendam, fanatisme, serakah dan kikir. Sedangkan penyakit yang

bersumber dari arah kekurangan bisa berwujud pesimis, rendah diri, cemas, takut,

dan sebagainya.

Gangguan kesehatan mental akan dapat memengaruhi; perasaan, pikiran,

kelakuan dan kesehatan tubuh. Perasaan misalnya cemas, takut, iri dengki, sedih

tak beralasan, marah oleh hal-hal remeh, bimbang, merasa diri rendah, sombong,

tertekan, pesimis, putus asa, dan apatis. Sedangkan pikiran seperti kemampuan

berpikir kurang, sukar memusatkan perhatian, mudah lupa, dan tidak dapat

melanjutkan rencana yang telah dibuat. Berhubungan dengan kelakuan, misalnya

pendusta, menganiaya diri atau orang lain, menyakiti badan orang atau hati orang

lain, berbagai kelakuan menyimpang lainnya. Sedangkan kesehatan tubuh,

seperti penyakit jasmani yang tidak disebabkan oleh gangguan pada jasmani.94

Menurut dokter, penyakit lambung (Maag), lebih merupakan penyakit kejiwaan

dari pada penyakit jasmani.95

Dalam pandangan Islam, hidup di dunia adalah bagaikan orang yang

sedang menanam di ladang, sementara masa panen yang sebenarnya berada di

kehidupan yang lain. Hidup di dunia secara keseluruhan adalah pekerjaan

menanam, sementara buahnya dipetik di masa yang lain. Ungkapan lain

menyebutkan bahwa hidup di dunia bagaikan orang yang sedang menyeberang,

dunia adalah jembatan, sedangkan ujung dari jembatan dunia ini adalah akhirat.

Dunia dan akhirat dalam pandangan Islam bukan merupakan dua hal yang

terpisah, tetapi bersambung, berurutan, di mana dunia dipandang sebagai

kehidupan fana sementara akhiratlah kehidupan yang sebenarnya (QS. al-

„Ankabūt [29]: 64).

Firman Allah SwT:

94

Zakiyah Daradjat, Islam dan Kesehatan Mental, 1. 95

A. Mukti Bisri dkk, Modul Guru: Pendidikan Agama Bernuansa Kesehatan

(Yogyakarta: Pilar Media kerjasama dengan Depag RI dan Lapis AUSAID, 2007), 39.

53

Dan tidaklah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main.

Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau

mereka mengetahui. (QS. al-„Ankabūt [29]: 64)

Melalui cara pandang hidup seperti ini diharapkan penyakit-penyakit

kejiwaan seperti stress, depresi, dan penyakit lainnya bisa diobati. Dengan

pengertian bahwa berbagai tekanan jiwa yang lahir karena permasalahan-

permasalahan hidup bisa dihibur dan diarahkan dengan keyakinan bahwa masih

ada kebahagiaan di akhirat kelak, yang penting kaya iman, semoga apa yang

diusahakan di dunia ini dinilai ibadah dan amal shaleh, hingga bisa membawa

kebahagiaan kelak.

Adalah hukum alam bahwa manusia akan dilanda kekhawatiran dan

stress, karena dunia ini tempatnya ujian dan cobaan, kesulitan dan penderitaan.

Itulah yang membedakan antara surga dan dunia, yaitu kenyataan bahwa di surga

tidak ada kekhawatiran dan stress, firman Allah SwT:

Mereka tidak merasa lelah di dalamnya, dan mereka sekali-kali tidak

akan di keluarkan daripadanya. (QS. al-Ḥijr [15]: 48)

Juga merupakan hukum dari kehidupan ini, bahwa manusia akan

menerima penderitaan dan tekanan berat dengan alasan yang bervariasi,

sebagaimana di tunjukkan oleh al-Qur‟an:

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah

payah. (QS. al-Balad [90]: 4)

Dewasa ini permasalahan kehidupan semakin kompleks, upaya

penyegaran dan penyejukan jiwa nampaknya sangat diperlukan sebagai bekal

menyiasati kehidupan sekarang, banyaknya buku-buku tuntunan praktis untuk

mencapai kebahagiaan dan menjadi best seller menunjukkan adanya

kecenderungan manusia dewasa ini untuk mengobati dirinya, berdasarkan pada

hal tersebut.

Konsepsi dasar dari seni menanggulangi stress adalah dualisme dalam

pembagian “hati” manusia; Pertama, hati yang di dalamnya bersemayam Allah,

penuh dengan cahaya, hati yang hidup dan bahagia berisi nikmat Allah, serta

berbagai macam kebaikan. Kedua, hati yang di dalamnya bersemayam setan,

berisikan penderitaan, kegelapan, hati yang mati dan penuh dengan kesedihan,

kekhawatiran dan kegelisahan.

54

Tabel 1

Macam Penyakit

No Macam Penyakit Pencegahan

1 Mental/hati Perkuat iman/rajin ibadah

2 Jasmani Hindari sumber penyakit

Jaga kesehatan

Jaga kebersihan pakaian, perabotan, dan lingkungan

Makanan:

. makan teratur

. mengunyah sampai halus/tidak

membebani pencernaan

. makan sebatas keperluan.

Tabel 2

Pokok Ajaran Islam dan Ranah Kesehatan

No Ajaran Agama Ranah

Kesehatan

Contoh

1 Rukun Iman Kesehatan

mental

Percaya diri, optimis, semangat,

berpikir positif,

tidak sombong, dll.

2 Rukun Islam Kesehatan

jasmani dan

rohani

Gerak teratur dalam shalat,

semangat membagi dalam zakat,

kebersamaan dalam haji,

kesehatan pencernaan dalam

puasa.

3 Akhlak dan adab Kesehatan

jasmani, mental,

dan lingkungan

Kesehatan lingkungan, kebersihan

pribadi, kesopanan dan

menghargai orang lain.

4 Ţaharah/bersuci Kesehatan

jasmani dan

rohani serta

lingkungan

Pemilihan air bersih, mandi,

wudlu, segar dan semangat,

kebersihan lingkungan

55

PENUTUP

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:

1. Menurut al-Qur'an manusia adalah makhluk multi dimensi, di samping dimensi

jasmani (fisik), manusia memiliki dimensi-dimensi dalam atau dimensi ruhani

atau ruh (spiritual) dan dimensi gabungan antara jasad dan ruh (psikopisik) yaitu

nafs.

2. Menurut al-Qur'an hakekat nafs manusia berfungsi sebagai penggerak tingkah

laku, ia merupakan substansi kualitas manusia yang mempunyai kapasitas untuk

berpikir, merenung, mengambil keputusan dengan merdeka, dalam

perkembangannya memiliki tingkatan kualitas; nafs zakiyah, nafs lawwamah,

nafs ammarah, dan nafs muṭmainnah.

3. Al-Qur'an mengisyaratkan bahwa di samping term nafs, ada term-term lain yang

berhubungan dengan fungsi-fungsi kejiwaan, yaitu; qalb, aql, baṣīrah, dan lain-

lain yang merupakan sub-sistem nafs. Masing-masing mempunyai peran, potensi

dan sifatnya tersendiri. Kerja nafs dilakukan melalui jaringan qalb, aql, dan

baṣīrah.

4. Al-Qur'an mengisyaratkan adanya beberapa faktor yang ikut memengaruhi

perkembangan jiwa, yaitu; faktor keturunan, lingkungan, dan potensi bawaan.

Secara keseluruhan faktor-faktor tersebut masing-masing turut memengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan jiwa.

5. Ada beberapa metode yang ditawarkan al-Qur'an dalam mendidik jiwa, yaitu:

dengan penanaman akidah dan ketakwaan, menetapkan kewajiban dengan

berbagai ibadah, memberi dorongan untuk bersabar dan selalu ingat akan Allah,

dan bertaubat kepada-Nya, dsb.

56

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Maulana Muhammad. The Holy Qur'an, Arabic Text, Translation and

Comentary. Lahore: Ahmadiyah Anjuman Isha'at Islam, t.th.

Ali, Abdullah Yusuf. The Meaning of Glorious Quran. Beirut: Dar al-Kutub al-

Lubnani, t.th.

Anwar, Dian Mohamad. “Konsepsi Kesehatan Dalam Islam” artikel,

http://psikolog2. tripod.com/ konsepsikesehatan.htm

Asfahani, al-Raghib al-. Mu'jam Mufradat li Alfaz al-Qur'an. Beirut: Dar al-Fikr,

1972.

Bisri, A. Mukti, dkk. Modul Guru: Pendidikan Agama Bernuansa Kesehatan.

Yogyakarta: Pilar Media kerjasama dengan Depag RI dan Lapis AUSAID,

2007.

Cornacchia, Harold J, at. al. Health in Elementary School. Saint Lois: The C.V.

Mosbi Company, 1970.

Crow, Lester D. & Crow, Alice. Educational Psychology. New York: American

Book Company, 1958.

Daradjat, Zakiyah. Islam dan Kesehatan Mental. Jakarta: PT Toko Gunung Agung

Tbk, 2001.

Dimasqi, Ismail Ibn Katsir al-Qurasyi al-. Tafsir al-Qur'an al-Azim. Beirut: Dar al-

Ihya al-Turas al-Arabi, 1955, jilid II.

Esposito, John L. The Oxford Encyclopedia of The Modern Islamic World. New

York: Oxford University Press, 1995.

Fanjari, Ahmad Syauqi al-. Nilai Kesehatan dalam Syari’at Islam, (pent) Ahsin

Wijaya dan Totok Jumantoro. Jakarta: Bumi Aksara, 1996.

Fromm, Eric. al-Din wa al-Tahlil al-Nafs (terj). Fuad Kamil. Cairo: Maktabah

Gharib, 1977.

Ghazali, Abu Hamid al-. Kimya al-Sa’adat. Beirut: al-Maktabah al-Sa‟biyat, t.th.

_______. Ihya Ulum al-Din. Beirut: Dar al-Fikr, t.th.

Hanswher. A Dictionary Modern Written Arabic. London: MacDonal & Efans Ltd,

1976, Third printing.

Husain, Abu al-Baqa' Ayub ibn Musa al-. al-Kullyat: Mu'jam fi al-Musthalahat wa

al-Furu' al-Lughawiyah. Beirut: Mu'assasah al-Risalah, 1992.

Ja'ad, Ahmad dari Salim ibn Abi al-. dalam Musnad al-Imam Ahmad ibn Hanbal.

Beirut: Dar al-Sadir, t.th, jilid 5.

Jauziyyah, Syams al-Din ibn Abd Allah ibn Qayyim al-. Madarij al-Salikin. Beirut:

Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1988.

_______. al-Ruh. Beirut: Dar al-Fikr, 1992.

Jr, James W. Thorton. Secondary School Curriculum. Ohio: Charles E. Merril

Books, Inc, 1963.

Kasyani, Abd al-Razzaq al-. Mu'jam Isthilahat al-Shufiyat. Cairo: Dar al-'Inad,

1992.

Mahmud, Muhammad Mahmud. Ilm al-Nafs al-Mu'asir fi dau'i al-islam. Jeddah:

Dar al-Syurq: 1984.

57

Mahmud, Ali Abdul Halim. Pendidikan Ruhani (pen) Abdul Khayyie al-Khatani

Jakarta: Gema Insani Press, 2000.

Manzhur, Ibn. Lisan al-Arab. T.tp: Dar al-Ma'arif, t.th, jilid V.

Maraghi, Ahmad Musthafa al-. Tafsir al-Maraghi. Dar al-Ihya al-Turas al-Arabiya,

1985, juz X.

Mujib, Abdul. Fitrah dan Kepribadian Islam, sebuah pendekatan psikologis.

Jakarta: Darul Falah, 1999.

Najati, Ustman. Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa (pen) Ahmad Rofi Usmani. Jakarta:

Penerbit Pustaka, 1997.

Nasution, Harun. Filsafat Agama. Jakarta: Bulan Bintang, 1991.

_______. Filsafat dan Mistisisme dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1999.

National Education Assosiation. Health Education, Report of the Joint Committee of

the National Education Association and the American Medical Association,

dalam Greyson Doughrey, Methods in Physical Education and Health for

Secondary Schools. Washington: W.B. Saunders Company, 1969.

Nerboviq & Kalanmeir. Teaching in the Elementary School. New York: Harper &

Row Publisher, 1956.

Qardawi, Yusuf al-. al-Sunnah: Madrasah li al-Ma’rifah wa al-Hadarah, (pent.)

Faizah Firdaus. Surabaya: Danakarya, 1997.

Qudamah, Ibn. Mukhtar Minhajul Qasidin, (pent.) Kathur Suhardi. Jakarta: Pustaka

al-Kausar, 1997.

Rahman, Afzalul. Qur’anic Science, (pent) H.M. Arifin. Jakarta: PT. Rineka Cipta,

1992.

Syinqithi, Muhammad Sadati al-. al-Qalb fi al-Qur'an wa Asaruha fi Suluk al-Insan.

Riyad: Dar alam al-Kutun, 1993.

Tim Penyusun. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1988.

Fuadi Yatim. Gangguan Jiwa Karena Cerai? dalam Majalah Bulan Sabit Merah Indonesia

(BSMI), Vol. II No 1/ Okt-Nov/ 2006

58

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

( CURRICULUM VITAE )

Bahwa yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Maddais

Umur : 38 Tahun

Tempat Tgl Lahir : Tangerang, 07 Mei 1979

Bangsa : Indonesia

Agama : Islam

Istri : Hj. Alfi Nashriyah, A.Md., S.Pd.I (29-11-1980)

Anak : Nashuha Amiratun Nisa (30-11-2006)

Kamilah Khasyyatun Nisa (14-02-2008)

Yamilha Fahmi Mujtahid (29-02-2012)

Tempat Tinggal

Sekarang

: Jl. Sabi Raya No. 27 RT. 005 RW. 02 Kel. Bencongan

Kec. Kelapa Dua Kab. Tangerang – Banten 15811

Telp.: 085287681450 E-mail: [email protected]

Menerangkan dengan sesungguhnya:

PENDIDIKAN

1. Tamatan : Sekolah Dasar Negeri (SDN) Bencongan III, Desa Bencongan

Kec. Curug Kab. Tangerang, tahun 1992. Berijazah

Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) Miftahul Khair, Jl. Sabi Raya

Desa Bencongan Kec. Curug Kab. Tangerang, tahun 1992.

Berijazah

2. Tamatan : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Dārul Hikam,

Cibodas Baru Kec. Cibodas Kota Tangerang, tahun 1995.

Berijazah

59

3. Tamatan : Sekolah Menengah Umum (SMU) Mathla‟ul Anwar, Buaran Jati

Kec. Mauk Kab. Tangerang, tahun 1998. Berijazah

4. Tamatan : S-1 Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

Jurusan Pendidikan Bahasa Arab (PBA), tahun 2003. Berijazah

5. Tamatan : S-2 Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

Konsentrasi Pendidikan Islam, tahun 2008. Berijazah

6. Tamatan : S-3 Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

Konsentrasi Pendidikan Islam, tahun masuk 2011. (Sedang

Research Disertasi)

Demikian daftar riwayat hidup saya buat dengan sebenarnya.

Tangerang, 7 Mei 2017

Saya yang bersangkutan

Maddais, S.Pd.I., MA NIK/NIDN. 510209203/2107057901