Oleh M. RIZKI AL SAFAR - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/59888/4/SKRIPSI TANPA BAB...
Transcript of Oleh M. RIZKI AL SAFAR - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/59888/4/SKRIPSI TANPA BAB...
PENGARUH DAYA HAMBAT AKAR NAFASMANGROVE AVICENNIA MARINADALAM MEREDAM GELOMBANG
UNTUK PERENCANAAN BANGUNAN TEPI PANTAI
( Skripsi )
Oleh
M. RIZKI AL SAFAR
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
ABSTRAK
PENGARUH DAYA HAMBAT AKAR NAFASMANGROVE AVICENNIA MARINADALAM MEREDAM GELOMBANG
UNTUK PERENCANAAN BANGUNAN TEPI PANTAI
Oleh
M. RIZKI AL SAFAR
Gelombang air laut memiliki manfaat dan dampak. Gelombang tsunami danpasang adalah contoh berbahaya dari dampak gelombang. Salah satu cara efektifmeredam gelombang adalah pemanfaatan ekosistem hutan mangrove. Sistemperakaran dan tegakan pohonnya merupakan penyebab terjadinya fungsiperlindungan mangrove terhadap pantai. Tujuan penelitian ini adalahmenganalisis pengaruh daya hambat akar nafas mangrove Avicennia marinadalam meredam gelombang untuk perencanaan bangunan tepi pantai di PesisirPantai Pasir Sakti, Lampung Timur. Metode penelitian yang digunakan adalahspot-check, transek-kuadrat, sondani dan uji laboratorium. Pengukuran datagelombang menggunakan alat SBE 26 dan RBRDuo T.D. Pengukuran dilakukanpada 5 stasiun dengan jarak 3, 5, 10, 20, dan 50 m. Rawdata diolah menggunakanmicrosoft excel menghasilkan persentase peredaman tinggi gelombang jarak 50 msebesar 97,5 % dengan formula ΔH = -0,0359x2 + 2,4263x + 64,332 danpersentase peredaman energi gelombang jarak 50 m sebesar 94,5 % denganformula ΔE = -0,0592x2 + 4,0142x + 39,267. Akar nafas ditinjau dari kerapatandan kelentingannya memiliki efektifitas dalam peredaman gelombang.Kesimpulannya adalah peredaman akar nafas di pinggir pantai memilikiefektifitas redaman terbesar karena akar nafas mengalami daya lenting optimaldengan kepadatan yang terbesar, sehingga akar nafas mangrove Avicennia marinadapat menjadi peredam alami gelombang.
Kata kunci : akar nafas, avicennia marina, gelombang
ABSTRACT
THE INFLUENCE OBSTACLE IN PNEUMATOPHORES OFAVICENNIA MARINA MANGROVE IN REDUCING WAVES
FOR PLANNING THE COASTAL BUILDING
By
M. RIZKI AL SAFAR
Ocean waves have benefits and impacts. Tsunami and tidal waves weredangerous examples of wave impacts. One effective way to reduce waves wasused mangrove forest ecosystems. Shape system of the roots and trees were thecause of the mangrove function protection in the beach. The purpose of this studywas to analyze the influence of Avicennia marina's mangrove pneumatophore inreducing waves for beachside building planning at Pasir Sakti Beach, EastLampung. The methods used in this study were quadrat-transect, spot-check,sondani and laboratory test. SBE 26plus and RBRDuo T.D. tools were used inmeasuring the wave data. The measuring was administered in five stations at 3,5, 10, 20, and 50m. The rawdata was processed using microsoft excel togenerate a 50m high wavelength rate of 97,5% with a formula of ΔH = -0,0359x2 + 2,4263x + 64,332 and the percentage of wave energy-cancellingdistance of 50m of 94,5% with the formula ΔE = -0,0592x2 + 4,0142x + 39,267.The pneumatophore is reviewed from density and resilience have effectivenessin reducing waves. The conclusion is wave attenuation caused bypneumatophores in the seafront more effective to reduce wave becausepneumatophores optimal resillience with the largest density, thereforepneumatophore of mangrove avicennia marina can be a natural wave absorber.
Keyword : avicennia marina, pneumatophore, wave
PENGARUH DAYA HAMBAT AKAR NAFASMANGROVE AVICENNIA MARINA
DALAM MEREDAM GELOMBANGUNTUK PERENCANAAN BANGUNAN TEPI PANTAI
Oleh
M. RIZKI AL SAFAR
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNIK
Pada
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Lampung
Fakultas Teknik
Universitas Lampung
Bandar Lampung
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kotabumi, Lampung Utara pada tanggal
13 Juni 1996, sebagai anak keempat dari empat bersaudara,
dari pasangan Bapak Abas Hasan dan Ibu Rohmiyati.
Penulis memulai Jenjang pendidikan dari Taman Kanak-Kanak
(TK) Al Azhar 16 diselesaikan pada tahun 2002, Sekolah Dasar (SDN) 3
Kemiling Permai Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2008, Sekolah
Menengah Pertama (SMP) Negeri 28 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun
2011, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 7 Bandar Lampung
diselesaikan pada tahun 2014.
Pada tahun 2014 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Teknik Universitas
Lampung Program Studi S1 Teknik Sipil melalui jalur Seleksi Bersama Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif
dalam organisasi kemahasiswaan diantaranya pernah menjadi anggota pada
bidang Penelitian dan Pengembangan di Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil
(HIMATEKS) pada periode 2015-2016, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa
Teknik Sipil (2016-2017), Gubernur BEM Fakultas Teknik (2017), Ketua Umum
HMI Komisariat Teknik Unila (2018), Wasekum Bidang HAM dan Lingkungan
Hidup HMI Cabang Bandar Lampung (2019). Selama menjadi mahasiswa
penulis juga pernah menjadi asisten dosen pada praktikum Teknologi Bahan tahun
2017 dan 2018. Selain itu, penulis juga sering mengikuti kegiatan sosial, diskusi
publik dan lomba, diantaranya Kongres Nasional FKMTSI ke XXVII (2016),
International Conference on Engineering and Natural Science (ICENS) Thailand
(2017), Juara 2 Lomba Debat Nasional UPCHANCE UGM Yogyakarta (2018),
Delegasi Indonesia dalam kegiatan International Youth Leader Volunteering
Chapter India (2019).
Penulis melaksanakan Kerja Praktek (KP) pada Proyek Pembangunan Tol Trans
Sumatera Seksi 2 Sidomulyo-Kotabaru STA 39+400 – STA 80+000 selama 3
bulan dengan PT. Waskita Karya (Persero) Tbk sebagai subcontractor. Setelah
melakukan Kerja Praktek penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di
Desa Labuhan Ratu, Kecamatan Labuhan Ratu, Kabupaten Lampung Timur
selama 40 hari pada periode Januari–Maret 2018.
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah, Puji syukur kepada Allah SWT atas karunia-Nya sehingga skripsiini dapat diselesaikan dengan baik. Kupersembahkan skripsi ini untuk :
Semua orang yang selalu bertanya, kapan wisuda.
Kedua Bapak dan Ibu, serta Kakakku yang telah memberi dukungan moralmaupun materi, serta senantiasa mendoakanku untuk meraih kesuksesan. SemogaAllah SWT senantiasa memberikan keluarga kita, keselamatan dan kebahagiaan
dunia dan akhirat.
Semua guru-guruku dan dosen-dosenku yang telah mengajarkan banyak hal,semoga Allah membalas segala kebaikan atas ilmu yang diajarkan.
Sahabat-sahabatku, yang tiada hentinya memberikan motivasi dan selalu ada disaat suka maupun duka.
Rekan seperjuangan, teman-teman Teknik Sipil angkatan 2014, yang telahmemberikan bantuan dan motivasinya selama masa perkuliahan, semoga
silaturahmi kita bisa selalu terjaga.
Untuk almamater tercinta Universitas Lampung.
Jazakumullah Khairan Katsiran Wa Jazakumullah Ahsanal Jaza
MOTTO HIDUP
Man Jadda Wajadda!
Barangsiapa yang ingin mendapatkan padi yang bagushendaklah menanam dengan benih yang bagus pula.
(Haji Agus Salim)
Lihatlah matamu! Dia begitu kecil, namun mampu melihathal-hal yang besar.(Jalaludin Rumi)
Satu ons tindakan sama berharganya dengan satu ton teori.(Friedrich Engels)
Masalah-masalah kita adalah buatan manusia, maka dari itudapat diatasi oleh manusia. Tidak ada masalah dalam takdir
manusia yang tidak dapat diselesaikan manusia.(John F.Kennedy)
Apapun yang terjadi di dunia ini baik ataupun buruk adalahskenario besar dari-Nya. Wahai mimpiku, tunggu aku
menggapaimu!(M Rizki Al Safar)
SANWACANA
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.
Skripsi dengan judul ”Pengaruh Daya Hambat Akar Nafas Mangrove Avicennia
marina dalam Meredam Gelombang untuk Perencanaan Bangunan Tepi Pantai”
adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknik Sipil di
Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Suharno, M.Sc., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas
Lampung.
2. Bapak Gatot Eko Susilo, S.T., M.Sc., Ph.D., selaku Ketua Jurusan Teknik
Sipil Universitas Lampung.
3. Bapak Dr. H. Ahmad Herison, S.T., M.T., selaku pembimbing utama atas
kesediannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses
penyelesaian skipsi.
4. Ibu Yuda Romdania, S.T., M.T., selaku pembimbing kedua atas kesediannya
untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian
skipsi.
5. Bapak Ir. Ahmad Zakaria, M.T., Ph.D., selaku penguji utama pada ujian
skripsi. Terima kasih untuk masukan dan saran-saran pada seminar proposal
dan hasil penelitian terdahulu.
6. Teristimewa untuk kedua orang tuaku tercinta, Bapak Abas Hasan dan Ibu
Rohmiyati terima kasih atas keikhlasan, cinta dan kasih sayang, doa,
motivasi, moral serta finansial yang telah diberikan.
7. Bapak dan Ibu staf administrasi Teknik Unila.
8. Kakakku tersayang, M. Arif Syahputra, Rafika Dwi Syahputri, dan Fentri
Puspita. Terima kasih atas do’a, dukungan, bantuan, dan perhatian yang
diberikan.
9. Sahabat HMI Komisariat Teknik Unila, Syahri, Ridho, Kafi, Sulton, Gani,
Taufik, Solihin, Aswin, Puwala, Heni, Tiwi, kanda, yunda, dinda dan
pengurus lainnya. Terimakasih sudah berjuang bersama.
10. Sahabat-sahabat Alfimart Abdi, Aida, Alfi, Bagus, Coco, Dendi, Desna,
Deska, Evi, Farhan, Heni, Klara, Nanda, Nining, Novitasari, Taufik, Ulfa dan
Uun yang senantiasa membantu Penulis baik dalam hal akademik dan non
akademik.
11. Pengurus HIMATEKS FT UNILA 2016-2017, Ridho, Coco, Indah, Putra,
Fadhel, Galih, Dewa, Taufik, Tommy, Vareza, Ciul dan semua yang terlibat
di dalamnya. Terimakasih telah membangun rumah kita, Teknik Sipil
Universitas Lampung.
12. Pengurus BEM FT Unila tahun 2017, wakil gubernur M. Niko Febridon,
pimpinan, staff dan seluruh civitas akademika fakultas teknik yang bersinergi
bersama dalam mewujudkan BEM FT yang MANTAP.
13. Teman-teman Jurusan Teknik Sipil Unila angkatan 2014 dan semua pihak
yang tidak mungkin Penulis sebutkan satu per satu yang telah memberi
dukungan dalam penyelesaian laporan.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan, baik dari segi isi maupun
cara penyampaiannya. Oleh karena itu, Penulis sangat mengharapkan saran serta
kritik yang bersifat membangun dari pembaca. Penulis berharap semoga skripsi
ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Bandar Lampung, September 2019
M. Rizki Al Safar
i
DAFTAR ISI
HalamanDAFTAR ISI ................................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vi
DAFTAR NOTASI ......................................................................................... vii
I. PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang .................................................................................. 11.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 41.3 Batasan Masalah ............................................................................... 51.4 Tujuan Penelitian .............................................................................. 51.5 Kerangka Pikir .................................................................................. 6
II. TINJAUAN PUSTAKA2.1 Ekosistem Mangrove ........................................................................ 72.2 Proses Pertumbuhan Mangrove dan Manfaat di Masyarakat ........... 102.3 Karakteristik Hutan Mangrove ......................................................... 112.4 Mangrove Avicennia marina ............................................................ 132.5 Gelombang Laut ............................................................................... 142.6 Arus Laut .......................................................................................... 202.7 Kelentingan (Resillience) ................................................................. 212.8 Akar Nafas ........................................................................................ 232.9 Acuan Awal Desain Konstruksi dengan Ekosistem Mangrove ........ 25
III. METODOLOGI PENELITIAN3.1 Umum ............................................................................................... 303.2 Diagram Alir Penelitian .................................................................... 31
3.2.1 Tahapan Persiapan ................................................................... 323.2.2 Tahapan Pengumpulan Data .................................................... 333.2.3 Tahapan Pengolahan Data ....................................................... 443.2.4 Tahapan Analisis ..................................................................... 443.2.5 Tahapan Simpulan ................................................................... 45
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Hasil Pengumpulan Data .................................................................. 46
4.1.1 Data Gelombang ...................................................................... 48
ii
4.1.2 Data Akar Nafas Mangrove Avicennia marina ..................... 524.2 Hasil Pengolahan Data dan Pembahasan .......................................... 54
4.2.1 Uji Laboratorium ................................................................... 614.2.2 Hubungan Kelentingan Akar Nafas terhadap ΔE .................. 644.2.3 Persentase Peredaman Akar Nafas ........................................ 654.2.4 Faktor Penghambat Gelombang ............................................ 684.2.5 Hubungan Antara Ketebalan Mangrove Dengan ∆H ............ 694.2.6 Hubungan Antara Ketebalan Mangrove Dengan ∆E ............. 714.2.7 Hubungan Antara Ketebalan Mangrove Dengan
Volume Akar Nafas ............................................................... 724.2.8 Hubungan Persentase Peredaman Energi Akar Nafas ∆E ..... 744.2.9 Pembangunan Berkelanjutan Dengan Ekosistem Mangrove . 76
V. SIMPULAN DAN SARAN5.1 Simpulan ............................................................................................. 825.2 Saran ................................................................................................... 84
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman1. Skema kerangka berpikir ........................................................................... 6
2. Zonasi ekosistem mangrove ...................................................................... 13
3. Rekaman gelombang laut .......................................................................... 15
4. Definisi dan karakteristik gelombang pantai ............................................. 16
5. Vertikal profil gelombang laut ideal (monokromatik) .............................. 18
6. Ilustrasi kelentingan sebuah akar nafas ..................................................... 22
7. Mangrove avicennia marina sebagai peredam gelombang ....................... 32
8. Diagram alir penelitian .............................................................................. 36
9. Peta lokasi penelitian ............................................................................... 38
10. SBE 26 (Sea Bird Electronics) .................................................................. 40
11. RBRDuo T.D ............................................................................................ 41
12. Ilustrasi pengambilan data gelombang ...................................................... 44
13. Kamera waterproof ................................................................................... 45
14. GPS mapping ............................................................................................ 46
15. Kayu persegi berukuran 1 m x 1 m ........................................................... 46
16. MTS landmark 100 KN ............................................................................ 47
17. Plot lokasi stasiun penelitian ..................................................................... 49
18. Proses pengambilan data primer ............................................................... 52
19. Klasifikasi jenis mangrove berdasarkan ukuran ....................................... 57
iv
20. Proses pengujian sampel akar nafas .......................................................... 58
21. Grafik hasil data gelombang pada jarak 3 m ............................................. 59
22. Grafik hasil data gelombang pada jarak 5 m ............................................. 60
23. Grafik hasil data gelombang pada jarak 10 m ........................................... 60
24. Grafik hasil data gelombang pada jarak 20 m ........................................... 60
25. Grafik hasil data gelombang pada jarak 50 m ........................................... 61
26. Grafik hasil persentase peredaman gelombang berdasarkan ΔH .............. 63
27. Grafik hasil persentase peredaman gelombang berdasarkan ΔE .............. 65
28. Grafik hubungan pertambahan panjang (δ) terhadap beban (F) sampel 1 67
29. Grafik hubungan pertambahan panjang (δ) terhadap beban (F) sampel 2 67
30. Grafik hubungan pertambahan panjang (δ) terhadap beban (F) sampel 3 68
31. Grafik korelasi 3 data sampel uji .............................................................. 68
32. Grafik hubungan kelentingan akar nafas terhadap ΔE .............................. 69
33. Grafik hubungan persentase peredaman energi terhadap akar nafas ........ 71
34. Grafik faktor penghambat gelombang tiap STA ....................................... 73
35. Grafik hubungan antara ketebalan mangrove dengan ΔH ........................ 74
36. Grafik hubungan antara ketebalan mangrove dengan ΔE ......................... 75
37. Grafik hubungan ketebalan mangrove dengan volume akar nafas ........... 77
38. Grafik hubungan persentase peredaman energi akar nafas dengan ΔE .... 78
39. Alternatif layout konstruksi perumahan dengan ekosistem mangrovesebagai peredam gelombang ..................................................................... 81
40. Tampak belakang alternatif konstruksi perumahan dengan ekosistemmangrove dalam bentuk 3 dimensi ........................................................... 82
41. Tampak samping kiri alternatif konstruksi perumahan dengan ekosistemmangrove dalam bentuk 3 dimensi ........................................................... 82
v
42. Tampak samping kanan alternatif konstruksi perumahan dengan ekosistemmangrove dalam bentuk 3 dimensi ........................................................... 82
43. Alternatif layout alternatif konstruksi pelabuhan dengan ekosistem mangrovesebagai peredam gelombang ..................................................................... 83
44. Tampak belakang alternatif konstruksi pelabuhan dengan ekosistemmangrove dalam bentuk 3 dimensi ........................................................... 83
45. Tampak samping kiri alternatif konstruksi pelabuhan dengan ekosistemmangrove dalam bentuk 3 dimensi ........................................................... 84
46. Tampak samping kanan alternatif konstruksi perumahan dengan ekosistemmangrove dalam bentuk 3 dimensi ........................................................... 84
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman1. Hasil data gelombang pada lebar jarak ketebalan 3 m ............................... 48
2. Hasil data gelombang pada lebar jarak ketebalan 5 m ............................... 49
3. Hasil data gelombang pada lebar jarak ketebalan 10 m ............................. 50
4. Hasil data gelombang pada lebar jarak ketebalan 20 m ............................. 50
5. Hasil data gelombang pada lebar jarak ketebalan 50 m ............................. 51
6. Hasil data akar nafas mangrove ................................................................. 53
7. Hasil pengolahan data gelombang ............................................................. 57
8. Hasil pengambilan data akar nafas ............................................................. 61
9. Hasil pengujian laboratorium ..................................................................... 62
10. Hubungan Kelentingan Akar Nafas terhadap ΔE ...................................... 64
11. Persentase peredaman energi oleh akar nafas (%) ..................................... 66
12. Hubungan antara jarak ketebalan mangrove dengan ΔH ........................... 69
13. Hubungan antara jarak ketebalan mangrove dengan ΔE ........................... 71
14. Hubungan ketebalan mangrove dengan volume akar nafas ....................... 72
15. Hubungan persentase peredaman energi akar nafas dengan ΔE ................ 74
DAFTAR NOTASI
E = energi gelombang (J/m2)
Ei = energi gelombang sebelum menghantam sesuatu (J/m2)
Et = energi gelombang setelah menghantam sesuatu (J/m2)
ΔE = deviasi energi gelombang (J/m2)
H = tinggi gelombang (J/m2)
Hi = tinggi gelombang sebelum menghantam sesuatu (m)
Ht = tinggi gelombang setelah menghantam sesuatu (m)
ΔH = deviasi tinggi gelombang (J/m2)
ρ = massa jenis air laut (kg/m3)
g = percepatan akibat gravitasi (m/s2)
Kt = koefisien transmisi (tanpa satuan)
Hr = tinggi gelombang refleksi (m)
Ht = tinggi gelombang transmisi (m)
Kr = koefisien refleksi (tanpa satuan)
Di = kerapatan jenis ke-i (buah/m2)
ni = jumlah total individu ke-i (buah)
A = luas total pengambilan area sampel (m2)
F = beban tarik akar nafas (J/m2)
V = volume akar nafas mangrove Avicennia sp (m3)
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Indonesia khususnya yang tinggal
di pinggir pantai, tidak bisa menghindar dari gelombang air laut.
Gelombang air laut yang terjadi merupakan fenomena pergerakan naik
turunnya permukaan air laut yang diakibatkan kombinasi gaya gravitasi dan
gaya tarik menarik dari benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan
bulan. Selain itu, aktivitas pergeseran lempeng bumi, pergerakan kapal,
letusan gunung berapi, dapat juga menimbulkan gelombang di laut. Tetapi,
umumnya gelombang yang terjadi di laut terjadi karena pengaruh angin
(Nining, 2002 ; Aziz, 2006 dan Adisaputra, 2010).
Pada pesisir pantai gelombang air laut memiliki manfaat dan dampak.
Misalnya manfaat bagi biota laut, kestabilan suhu, dan iklim yang terjadi di
dunia. Manfaat arus bagi banyak biota adalah menyangkut penambahan
makanan bagi biota tersebut dan pembuangan kotorannya (Romimohtarto,
2007 ; Octasylva, 2008). Arus air laut juga sangat berperan dalam
mempertahankan sirkulasi zat hara yang berguna untuk pertumbuhan.
Dengan luasnya daerah lautan dibanding daratan adalah 7:3 (Nur, 2010),
perlu diperhatikan bahwa selain memberikan manfaat, gelombang air laut
2
juga dapat memberikan dampak negatif. Gelombang tsunami dan
gelombang pasang adalah contoh yang berbahaya dan dapat merusak daerah
di sekitar pantai. Gelombang tersebut dapat merusak pinggir pantai karena
amplitudo gelombang mencapai pantai sangat besar. Tipe pasang juga
berbeda karena pasang yang terjadi tergantung dari tempat dimana pasang
itu terjadi (Cappenberg, 1992 ; Pratomo, 2016).
Salah satu cara efektif dalam meredam gelombang air laut adalah dengan
memanfaatkan ekosistem hutan mangrove. Hutan mangrove hidup di
daerah peralihan antara ekosistem darat dan ekosistem laut. Daerah
peralihan antara darat dan laut inilah yang disebut dengan zonasi mangrove.
Setiap ekosistem mangrove memiliki zonasi yang berbeda di setiap kawasan
atau pulau yang salah satunya adalah kawasan mangrove Pantai Pasir Sakti,
Lampung Timur. Beberapa ahli menyatakan bahwa zonasi mangrove
sebenarnya sangat berkaitan erat dengan tipe tanahnya baik itu pasir, lumpur
atau gambut, keterbukaan mangrove terhadap hempasan gelombang,
salinitas serta pangaruh pasang surut (Chapman, 1977 ; Bunt dkk, 1981 dan
Rudianto, 2014).
Pohon mangrove pada pesisir pantai memiliki fungsi-fungsi yang
fundamental. Fungsi mangrove pada umumnya di daerah pantai adalah
menjadi penghubung antara daerah daratan dan lautan. Tumbuhan, hewan,
dan benda lain ditransfer ke arah darat atau ke arah laut melalui mangrove.
Mangrove berperan sebagai penyaring untuk mengurangi efek yang
merugikan dari perubahan lingkungan, dan menjadi sumber makanan bagi
biota laut dan biota darat. Bahkan pada pesisir pantai mangrove dengan
3
fungsi fisiknya akan menahan abrasi dan garis pantai (Bengen, 2000 ;
Herison, 2014). Akan tetapi, pada wilayah pesisir yang berombak besar dan
tanah yang terjal mangrove sulit tumbuh karena kondisi ini menyulitkan
terjadinya pengendapan lumpur yang diperlukan sebagai substrat bagi
pertumbuhan (Dahuri dkk., 2001 ; Rudianto, 2014) .
Sistem perakaran yang ada pada mangrove dan tegakan pohonnya
merupakan penyebab terjadinya fungsi perlindungan mangrove terhadap
pantai. Keberadaan akar mangrove dan batang pohonnya dapat meredam
laju gelombang dan angin yang menuju ke arah pantai. Dikatakan pada
penelitian (Poedjirahajoe, 1995 ; Rego, 2018) bahwa lokasi tanah untuk
tumbuh sangat memengaruhi pertumbuhan akar dan dapat menjadi indikasi
sebagai kesesuaian mangrove terhadap tempat tumbuhnya. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa fungsi perlindungan hutan mangrove dihasilkan apabila
vegetasi pada mangrove telah mencapai kesesuaian terhadap lingkungannya
yang dapat diindikasikan melalui jumlah perakarannya. Menurut
(Saparinto, 2007 ; Rego, 2018) kekuatan ombak dan arus laut dapat teredam
dan menjadi lemah dengan adanya sistem perakaran mangrove baik berupa
akar tunjang, akar nafas, ataupun akar lutut. Oleh sebab itu, keberadaan
mangrove dan karakteristik perakarannya yang khas menjadikan ekosistem
mangrove sangat dibutuhkan.
Pengalihan fungsi kawasan dan kegiatan eksploitasi yang sering dilakukan
masyarakat menjadi penyebab abrasi dan kegagalan pemudaan mangrove.
yang paling sering terjadi. Kebutuhan akan sumber daya dan lahan yang
4
kian meningkat bagi masyarakat pesisir memotivasi mereka untuk
melakukan tindakan tersebut. Hal-hal seperti inilah yang mengakibatkan
ancaman arus air laut menjadi semakin meningkat seiring dengan semakin
meningkatnya proses abrasi dan kegagalan peremajaan mangrove dalam
suatu rehabilitasi. Arus yang optimal sesungguhnya dapat diciptakan dari
keberadaan hutan mangrove itu sendiri. Kemampuan hutan mangrove
dalam mengurangi kecepatan arus air laut kerap mengacu pada karakteristik
perakaran yang ada pada mangrove terutama pada perakaran mangrove yang
rapat.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dibutuhkan adanya analisis penunjang
untuk menemukan solusi dari permasalahan yang ada. Maka penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis pengaruh daya hambat akar nafas mangrove
Avicennia marina dalam meredam gelombang untuk perencanaan bangunan
tepi pantai khususnya di Desa Purworejo, Kecamatan Pasir Sakti, Lampung
Timur.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian, maka rumusan masalah penelitian
dapat disyaratkan sebagai berikut:
1. Bagaimana kemampuan peredaman gelombang mangrove Avicennia
marina pada bentang 0-50 m dan formulanya sebagai fungsi
perencanaan bangunan tepi pantai?
2. Bagaimana pengaruh kekuatan akar nafas mangrove Avicennia marina
terhadap peredaman gelombang?
5
1.3 Batasan Masalah
Untuk menghindari pembahasan yang meluas dari rumusan masalah, maka
diberikan batasan masalah sebagai berikut :
1. Lokasi penelitian atau wilayah pengambilan data hanya di lingkup
Pesisir Pantai Pasir Sakti, Desa Purworejo, Kecamatan Pasir Sakti,
Lampung Timur.
2. Jenis mangrove yang ditinjau adalah mangrove Avicennia marina.
3. Pengambilan sampel hanya pada bentang 0-50 m.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui besaran peredaman gelombang oleh mangrove Avicennia
marina bentang 0-50 m.
2. Mengetahui pengaruh akar nafas terhadap peredaman gelombang.
1.5 Kerangka Pikir
Mangrove Avicennia marina merupakan salah satu jenis mangrove mayor
yang banyak ditemukan di Indonesia dan memiliki sistem perakaran yang
unik dan dapat meredam gelombang. Avicennia marina tersebar di pesisir
timur khususnya di Lampung Timur. Mangrove Avicennia marina dapat
tumbuh di lokasi tanah yang berlumpur dan dapat meredam gelombang laut.
Kemampuan peredaman gelombang oleh mangrove didukung oleh bagian-
bagian pada mangrove tersebut, salah satunya adalah akar nafas. Penelitian
peredaman gelombang oleh mangrove Avicennia marina yang ditinjau dari
6
pengaruh akar nafas dilakukan agar kita dapat mengetahui seberapa efektif
pengaruh akar nafas pada mangrove untuk meredam gelombang. Penelitian
dilakukan dengan mengambil sampel di lapangan dan dianalisis serta diolah
menggunakan Microsoft excel agar kita dapat mengetahui pengaruh akar
nafas dalam meredam gelombang. Diagram kerangka pikir, lihat gambar 1.
Gambar 1. Skema kerangka berpikir.
Peredaman gelombang olehmangrove Avicennia marina
Studi Literatur dan StudiPustaka
Pengolahan data sampel akar nafas
Analisis pengaruh kondisi akarnafas terhadap mangrove dan
gelombang
Data sekunder ; datainstansi terkait yang
tidak didapat di lapangan
Data primer ; sampelakar nafas dan data ukur
gelombang
Mengetahui pengaruh akar nafasmangrove Avicennia marina
terhadap peredaman gelombang
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekosistem Mangrove
Ekosistem mangrove pada umumnya menyebar di seluruh lautan tropis dan
subtropis (Nybakken, 1998 ; Krauss dkk, 2008). Ekosistem mangrove
berada di wilayah pesisir yang merupakan daerah pertemuan antara
ekosistem darat dan laut. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang
dinamis dan memiliki kemampuan pulih dengan cepat jika kondisi
geomorfologi dan hidrologi serta komposisi habitat tidak diubah oleh
penggunaannya (Martinuzzi dkk, 2009).
Hasil studi di beberapa daerah pantai menunjukkan bahwa keberadaan hutan
mangrove sangat memberikan manfaat pada masyarakat pesisir berupa
barang yang didapatkan melalui peningkatan hasil tangkapan dan perolehan
kayu bakau yang mempunyai nilai ekspor tinggi. Selain itu, kawasan
tersebut menyediakan jasa lingkungan yang sangat besar, yaitu perlindungan
pantai dari badai dan erosi serta pendapatan langsung bagi masyarakat
manusia melaui kegiatan wisata (Krauss dkk. 2008 ; Martinuzzi dkk, 2009).
Pemanfaatan sumberdaya mangrove yang tidak didasarkan kepentingan
ekologis pada kenyataannya akan dapat mengancam kapasitas berkelanjutan
ekosistem tersebut. Hal ini dinyatakan pula oleh (Bengen, 2004 ; Wardhani,
8
2011) bahwa dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi dan pesatnya
kegiatan pembangunan di pesisir dengan berbagai peruntukan, tekanan
ekologis terhadap ekosistem pesisir, khususnya ekosistem hutan mangrove,
semakin meningkat pula. Meningkatnya tekanan ini tentunya berdampak
terhadap kerusakan ekosistem hutan mangrove itu sendiri baik secara
langsung maupun tidak langsung. Selain itu, (Martinuzzi dkk, 2009)
menyatakan bahwa kegiatan manusia secara signifikan mengurangi luasan
area ekosistem mangrove dan mengubah proporsi asli spesies mangrove.
Hal ini dikarenakan jumlah dan ukuran hutan mangrove dipengaruhi oleh
penggunaan lahan, oleh karena daerah perkotaan yang lebih sedikit dan
lebih sempit mengakibatkan perluasan daerah perkotaan menjadi tidak
terkontrol, sehingga muncul sebagai ancaman utama bagi konservasi
mangrove.
Sebagai daerah peralihan antara laut dan darat, ekosistem mangrove
mempunyai gradien sifat lingkungan yang tajam. Pasang surut air laut
menyebabkan terjadinya fluktuasi beberapa faktor lingkungan yang besar,
terutama suhu dan salinitas. Oleh karena itu, jenis-jenis tumbuhan dan
binatang yang memiliki toleransi yang besar terhadap perubahan ekstrim
faktor-faktor tersebutlah yang dapat bertahan dan berkembang. Kenyataan
ini menyebabkan keanekaragaman jenis biota mangrove kecil, akan tetapi
kepadatan populasi masing-masing umumnya besar (Kartawinata dkk, 1979
; Anwar dan Gunawan, 2006). Karena berada di perbatasan antara darat dan
laut, maka hutan mangrove merupakan ekosistem yang rumit dan
mempunyai kaitan dengan ekosistem darat maupun lepas pantai.
9
Dinamika ekosistem mangrove juga dipengaruhi oleh kondisi hidrologi
berupa keberadaan sungai. Mangrove akan tumbuh dengan lebat pada
pantai yang dekat dengan muara sungai atau delta sungai yang membawa
aliran air dengan kandungan lumpur dan pasir. Hal ini dikarenakan aliran
sungai menyediakan pasir dan lumpur yang merupakan media utama
pertumbuhannya (Elster, 2000 ; Nontji, 2002 dan Wardhani 2011).
Degradasi mangrove yang tersebar luas dipadukan dengan meningkatnya
kesadaran akan pentingnya hutan pantai ini telah mendorong banyak usaha
untuk memulihkan hutan mangrove. Pemulihan ekosistem mangrove harus
menggunakan indikator fungsional yang relevan dalam menilai keberhasilan
program pemulihan tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh (Bosire dkk,
2008) mengenai penilaian keanekaragaman hayati dalam ekosistem
mangrove menunjukkan bahwa beberapa spesies fauna lebih responsif
terhadap degradasi mangrove.
Di sisi lain, kegiatan rehabilitasi dan restorasi mangrove dapat mendorong
kembalinya spesies-spesies tersebut dan dalam beberapa kasus pada tingkat
yang sama (Bosire dkk, 2008). Dengan demikian diperlukan upaya
pengelolaan lingkungan hidup yang dapat menjamin keberlanjutan
ekosistem mangrove. Langkah awal yang dapat dilakukan untuk mengatasi
permasalahan di atas adalah dengan menganalisis status kerusakan yang
terjadi, sehingga dapat dilakukan tingkatan kegiatan konservasi sebagai alat
untuk mengembalikan ekosistem mangrove yang hilang. Namun, berbagai
jalur restorasi mangrove pada sebuah kerangka kerja fungsional tergantung
10
pada kondisi kawasan dan keterlibatan masyarakat serta tingkat monitoring
ekosistem sebagai komponen yang terpadu dalam proyek restorasi.
2.2 Proses Pertumbuhan Mangrove dan Manfaat di Masyarakat
Daur hidup vegetasi mangrove memiliki daur hidup yang khusus. Untuk
bisa bertahan dan berkembang menyebar di kondisi alam yang keras, jenis-
jenis mangrove mempunyai cara yang khas yaitu mekanisme reproduksi
dengan buah yang disebut vivipar. Cara berbiak vivipar adalah dengan
menyiapkan bakal pohon (propagule) dari buah atau bijinya sebelum lepas
dari pohon induk.
Mangrove menghasilkan buah yang mengecambah, mengeluarkan akar
sewaktu masih tergantung pada ranting pohon dan berada jauh di atas
permukaan air laut. Bijinya mengeluarkan tunas akar tunjang sebagai
kecambah sehingga pada waktu telah matang dan jatuh lepas dari tangkai
nanti, telah siap untuk tumbuh (Arifin, 2017). Buah ini akan berkembang
sampai tuntas, siap dijatuhkan ke laut untuk dapat tumbuh menjadi pohon
baru. Bakal pohon yang jatuh dapat langsung menancap di tanah dan
tumbuh atau terapung-apung terbawa arus, sampai jauh dari tempat pohon
induknya, mencari tempat yang lebih dangkal. Setelah matang dan jatuh ke
dalam air, bakal pohon mangrove ini terapung-apung sampai mencapai tepi
yang dangkal. Pada saat menemukan tempat dangkal, posisi bakal pohon
menjadi tegak vertikal, kemudian menumbuhkan akar-akar, cabang dan
daun-daun pertamanya. Demikian perkembangbiakan bakau secara alamiah
(Arifin, 2017).
11
Setidaknya ada tiga fungsi utama ekosistem hutan bakau yang dikemukakan
Nontji (Ghufran dkk, 2012), yaitu:
1. Fungsi fisis: pencegah abrasi, perlindungan terhadap angin, pencegah
intrusi garam, dan sebagai penghasil energi serta hara.
2. Fungsi biologis: tempat bertelur dan tempat asuhan berbagai biota.
3. Fungsi ekonomis: sumber bahan bakar (kayu bakar dan arang), bahan
bangunan (balok, atap, dan sebagainya), perikanan, pertanian, makanan,
minuman, bahan baku kertas, keperluan rumah tangga, tekstil, serat
sintesis, penyamakan kulit, obat-obatan, dan lain-lain.
Ekosistem mangrove, selain memiliki fungsi ekologis yang dijelaskan di
atas juga memiliki manfaat ekonomi yang cukup besar. Ekosistem hutan
mangrove memberikan kontribusi secara nyata bagi peningkatan pendapatan
masyarakat, devisa untuk daerah (desa/kelurahan, kecamatan,
kabupaten/kota, provinsi), dan negara. Produksi yang didapat dari
ekosistem mangrove berupa kayu bakar, bahan bangunan, pupuk, bahan
baku kertas, bahan makanan, minuman, peralatan rumah tangga, lilin, madu,
rekreasi, tempat pemancingan dan lain-lainnya (Ghufran dkk, 2012).
2.3 Karakteristik Hutan Mangrove
Hutan mangrove umumnya tumbuh pada daerah yang jenis tanahnya
berlumpur, berlempung atau berpasir (Arief, 2003 ; Wibisono, 2013).
Daerahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun yang
hanya tergenang pada pasang saat purnama. Frekuensi genangan
menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove, menerima pasokan air
12
tawar yang cukup dari darat melalui aliran air sungai, serta terlindung dari
gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat.
1. Struktur Vegetasi dan Daur Hidup Mangrove
Hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semak, vegetasi hutan
Mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi,
dengan jumlah jenis tercatat sebanyak 202 jenis yang terdiri atas 89
jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis epifit dan 1 jenis
sikas. Namun hanya terdapat kurang lebih 47 jenis tumbuhan yang
termasuk jenis mangrove.
2. Zonasi Ekosistem Mangrove
Ada lima faktor utama yang mempengaruhi zonasi mangrove di
kawasan pantai tertentu, yaitu gelombang yang menentukan frekuensi
tergenang, salinitas yang berkaitan dengan hubungan osmosis
mangrove, substrat, pengaruh darat seperti aliran air masuk dan
rembesan air tawar, dan keterbukaan terhadap gelombang yang
menentukan jumlah substrat yang dapat dimanfaatkan (Sukardjo, 1993 ;
Ghufran dkk, 2012). Sedangkan (MacNae, 1968 ; Supriharyono, 2000
dan Fitriah, 2013) membagi zona mangrove berdasarkan jenis pohon ke
dalam enam zona (lihat gambar 2), yaitu:
1. Zona perbatasan dengan daratan
2. Zona semak-semak tumbuhan Ceriops
3. Zona Hutan Bruguiera
4. Zona hutan Rhizophora
5. Zona Avicennia yang menuju ke laut
13
6. Zona Sonneratia
Zonasi mangrove juga dilakukan berdasarkan salinitas yang terbagi
kedalam dua divisi yaitu zona air payau ke laut dengan kisaran salinitas
antara 10-30 ppt, dan zona air tawar ke air payau dengan salinitas antara
0-10 ppt pada waktu air pasang (Haan, 1931 ; Supriharyono, 2000 dan
Yudana, 2008).
Gambar 2. Zonasi ekosistem mangrove.Sumber : (Welly, 2010)
2.4 Mangrove Avicennia marina
Hutan mangrove merupakan salah satu bentuk ekosistem hutan yang unik
dan khas, terdapat di daerah pasang surut di wilayah pesisir, pantai, dan
pulau-pulau kecil serta merupakan sumber daya alam yang sangat potensial.
Hutan mangrove memiliki nilai ekonomis dan ekologis yang tinggi. Fungsi
ekonomis hutan mangrove diantaranya sebagai penyedia kayu, daun-daunan
sebagai bahan baku obat-obatan dan lain-lain. Mangrove memiliki fungsi
ekologis yang berguna sebagai penyedia nutrien bagi biota laut, tempat
Avicennia SonneratiaRhizopora Bruguiera Nypa
14
pemijahan dan asuhan bagi berbagai macam biota, penahan abrasi, amukan
angin taufan, tsunami, penyerap limbah, pencegah intrusi air laut dan lain
sebagainya. (Dahuri dkk, 1996 ; Halidah, 2014).
Avicennia marina adalah salah satu jenis mangrove yang masuk ke dalam
kategori mangrove mayor. Status tersebut menyebabkan Avicennia marina
hampir selalu ditemukan pada setiap ekosistem mangrove. Substrat
berlumpur di wilayah tropis banyak tersebar di pantai dan perairan
Indonesia oleh karena itu spesies mangrove Avicennia marina paling banyak
dijumpai di indonesia. Di lahan pantai yang terlindung Avicennia marina
merupakan tumbuhan pionir dan memiliki kemampuan menempati atau
tumbuh pada berbagai habitat pasang surut, bahkan di tempat asin
sekalipun. Akar mangrove Avicennia marina sering dilaporkan membantu
pengikatan sedimen dan mempercepat proses pembentukan tanah timbul.
Jika jenis ini telah tumbuh bergerombol maka dapat membentuk suatu
kelompok pada habitat tertentu. Berbuah sepanjang tahun, kadang-kadang
bersifat vivipar. Buah membuka pada saat telah matang, melalui lapisan
dorsal. Buah dapat juga terbuka karena terjadi penyerapan air atau dimakan
oleh semut (Noor dkk, 2006 ; Anova, 2013).
2.5 Gelombang Laut
Energi utama yang membentuk sistem pesisir pantai adalah gelombang.
Gelombang yang terjadi di lautan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa
macam tergantung kepada gaya pembangkitnya. Pembangkit gelombang
laut dapat disebabkan oleh angin (gelombang angin), gaya tarik menarik
15
bumi-bulan-matahari (gelombang pasang surut), gempa (vulkanik atau
tektonik) di dasar laut (gelombang tsunami), ataupun gelombang yang
disebabkan oleh gerakan kapal. Gelombang laut dapat didefinisikan sebagai
proses gerakan naik turunnya molekul air laut, membentuk puncak dan
lembah pada lapisan permukaan air laut (Nining, 2002).
Pada hakekatnya fenomena gelombang laut menggambarkan transmisi dari
energi dan momentum. Gelombang laut selalu menimbulkan sebuah ayunan
air yang bergerak tanpa henti-hentinya pada lapisan permukaan laut dan
jarang dalam keadaan sama sekali diam. Hembusan angin sepoi-sepoi pada
cuaca yang tenang sekalipun sudah cukup untuk dapat menimbulkan riak
gelombang. Sebaliknya dalam keadaan dimana badai yang besar dapat
menimbulkan suatu gelombang besar yang dapat mengakibatkan suatu
kerusakan di daerah pantai. Rekaman gelombang laut, lihat gambar 3.
Gambar 3. Rekaman gelombang laut.
Berdasarkan kedalamannya, gelombang yang bergerak mendekati pantai
dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu gelombang laut dalam dan gelombang
permukaan. Gelombang laut dalam adalah gelombang yang dibentuk dan
16
dibangun dari bawah ke permukaan. Sedangkan gelombang permukaan
adalah gelombang yang terjadi antara batas dua media seperti batas air dan
udara (Ippen, 1996 ; McLellan, 1975 ; Tarigan, 1987 dan Rego, 2018)
Gelombang yang merambat dari laut dalam menuju pantai mengalami
perubahan bentuk karena pengaruh perubahan kedalaman laut.
Berkurangnya kedalaman laut menyebabkan semakin berkurangnya panjang
gelombang dan bertambahnya tinggi gelombang. Pada saat kemiringan
gelombang mencapai batas maksimum, gelombang akan pecah. Gelombang
yang telah pecah tersebut merambat terus ke arah pantai sampai akhirnya
gelombang bergerak naik dan turun pada permukaan pantai. Gelombang
akan menimbulkan riak di permukaan air dan akhirnya dapat berubah
menjadi gelombang yang besar. Pada laut gelombang yang bergerak dari
tengah laut menuju zona dekat pantai (nearshore beach) akan melewati
beberapa zona yaitu : zona laut dalam (deep water zone), zona refraksi
(refraction zone), zona pecah gelombang (surf zone), dan zona pangadukan
gelombang (swash zone) (Dyer, 1978 ; Rego, 2018). Lihat gambar 4.
Gambar 4. Definisi dan karakteristik gelombang pantai.Sumber : CERC SPM, 1984 dalam Rego, 2018
17
Energi Gelombang Laut
Secara sederhana pembagian energi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
energi terbarukan dan energi tidak terbarukan. Vertikal energi
gelombang laut, lihat gambar 5, menunjukkan pergerakan gelombang
laut yang dinamis. Energi terbarukan adalah energi yang memanfaatkan
sumber daya yang dapat diperbaharui seperti tenaga angin, tenaga surya,
pasang surut dan bahan bakar nabati. Energi yang tidak terbarukan
adalah energi yang memiliki persediaan yang dibatasi waktu seperti
energi yang berasal dari fosil seperti minyak bumi. Sampai saat ini,
minyak bumi masih merupakan sumber energi yang utama dalam
memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Namun, ketersediaan energi
yang berasal dari fosil ini menjadi isu penting karena makin menipisnya
cadangan minyak bumi yang secara langsung dapat mengancam
pasokan bahan bakar dan listrik bagi masyarakat. Sektor kelautan dan
perikanan sangat berkepentingan terhadap isu energi tersebut karena
laut menyimpan potensi besar sebagai sumber energi alternatif sehingga
sangat potensial untuk dikembangkan. Energi laut merupakan istilah
yang digunakan untuk menggambarkan segala bentuk energi terbarukan
yang dapat dihasilkan dari pemanfaatan sumber daya laut, meliputi
energi gelombang, energi pasang surut, arus sungai, energi arus laut,
angin lepas pantai, energi gradien salinitas dan energi laut gradien
termal (Busaeri, 2011).
18
Gambar 5. Vertikal profil gelombang laut ideal (monokromatik).Sumber : Park, 1999
Dengan adanya vegetasi atau substrat yang tidak rata akan
menyebabkan penurunan tinggi gelombang. Proses itu biasanya
disebut dengan peredaman gelombang. Adanya hasil vegetasi dan
substrat dalam gaya gesek yang sangat meningkatkan redaman
gelombang dibandingkan dengan alas halus. Output alat ukur
gelombang menghasilkan ketinggian gelombang maksimum
(Hmaks). Tinggi gelombang maksimum dapat digunakan untuk
menghitung peredaman gelombang. Kemampuan peredaman
gelombang (deviasi gelombang) dihitung berdasarkan tinggi
gelombang maksimum didepan dikurangi tinggi gelombang
maksimum dibelakang mangrove. Persamaan yang digunakan
adalah sebagai berikut:
ΔH = Hi - Ht
Dimana ΔH adalah kehilangan tinggi gelombang yang terjadi (m),
Hi adalah tinggi gelombang datang sebelum menghantam suatu
benda (m), dan Ht adalah tinggi gelombang setelah menghantam
19
suatu benda (m). Gelombang menghasilkan energi yang akan
menghantam serasah mangrove. Gelombang merambat secara
horizontal. Energi gelombang monokromatik terkait dengan
kuadrat tingginya (Dean dan Dalrymple 2002).
E = 1/8 ρ g H2
Ei = 1/8 ρ g Hi2
Et = 1/8 ρ g Ht2
ΔE = 1/8 ρ g ΔH2
Dimana :
E = energi gelombang (J/m2)
Ei = energi gelombang sebelum menghantam sesuatu (J/m2)
Et = energi gelombang setelah menghantam sesuatu (J/m2)
ΔE = deviasi energi gelombang (J/m2)
H = tinggi gelombang (J/m2)
Hi = tinggi gelombang sebelum menghantam sesuatu (m)
Ht = tinggi gelombang setelah menghantam sesuatu (m)
ΔH = deviasi tinggi gelombang (J/m2)
ρ = massa jenis air laut (kg/m3)
g = percepatan akibat gravitasi (m/s2)
Redaman gelombang terjadi ketika gelombang kehilangan energi
(Herison dkk, 2017). Redaman gelombang menghasilkan pengurangan
tinggi gelombang (Park, 1999). Konsep dasar penelitian ini adalah
mengkorelasikan data volume serasah dengan peredaman gelombang
yang terjadi di Pesisir Pantai Pasir Sakti, Lampung Timur, sehingga
20
dapat diketahui pengaruh efektivitas serasah mangrove Avicennia
marina untuk mengurangi energi gelombang.
2.6 Arus laut
Arus laut adalah gerakan massa air dari suatu tempat (posisi) ke tempat
yang lain. Arus laut terjadi di mana saja di laut. Arus itu juga merupakan
suatu gerakan mengalir suatu massa air yang disebabkan karena tipuan
angin atau juga perbedaan densitas ataupun pergerakan gelombang panjang.
Cuaca dan iklim di dunia dapat berubah karena perubahan arus laut
(Duxbury dkk, 2002 ; Busaeri 2011). Arus laut dapat juga terjadi akibat
adanya perbedaan tekanan antara tempat yang satu dengan tempat yang lain.
Terjadinya arus di lautan disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu :
1. Faktor internal, seperti perbedaan densitas air laut, gradien tekanan
mendatar dan gesekan lapisan air.
2. Faktor eksternal seperti gaya tarik matahari, gaya tarik bulan, perbedaan
tekanan udara, gaya gravitasi, gaya tektonik, dan angin.
Arus laut merupakan salah satu faktor penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan mangrove, terutama untuk peletakan atau penancapan
semaian mangrove. Pola penyebaran pada mangrove di pesisir pantai dapat
berubah akibat terkena hempasan arus laut (Tomascik 1997 ; Herison,
2014). Arus yang sangat berperan di kawasan hutan mangrove adalah arus
pasang surut. Daerah-daerah yang terletak di sepanjang sungai yang
dipengaruhi oleh pasang surut, panjang hamparan mangrove terkadang bisa
mencapai puluhan kilometer, seperti yang terdapat di Sungai Barito
21
(Provinsi Kalimantan Selatan). Panjang hamparan mangrove tergantung
pada intrusi air laut yang sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut
(Noor dkk, 1999 ; Rego, 2018)
2.7 Kelentingan (Resillience)
Pada dasarnya jika sebuah benda diberi gaya, ada kemungkinan benda
tersebut akan membengkok searah dengan gaya penyebabnya. Jika gaya
penyebabnya ini dihilangkan maka benda akan kembali ke keadaan semula,
benda ini dikatakan benda elastis. Kelentingan (resillience) adalah
kemampuan untuk kembali lagi setelah menerima gangguan (Molles, 2005 ;
Suheriyanto, 2008).
Semakin cepat sebuah benda pulih, dan semakin besar gaya yang dapat
ditahannya, semakin tinggi daya lenting benda tersebut. Dengan kata lain,
kelentingan (resillience) ialah sifat yang dimiliki oleh suatu benda untuk
kembali ke keadaan semula ketika gaya yang bekerja padanya dihapuskan.
Jika gaya yang diberikan pada benda diperbesar hingga suatu nilai tertentu,
lalu nilai tersebut dihilangkan ternyata benda tidak dapat kembali kekeadaan
semula. Batas gaya yang dapat diberikan hingga benda hampir tidak dapat
dikembalikan ke keadaan semula ini dinamakan batas kelentingan/batas
elastik (Surya, 1997 ; Kamal, 2013).
Untuk mengetahui kelentingan akar nafas terlebih dahulu diperlukan
koefisien refleksi dan koefisien transmisi. Koefisien refleksi dan koefisien
transmisi sangat bermanfaat untuk memperkirakan secara cepat perambatan
22
energi gelombang yang melewati hutan mangrove. Koefisien-koefisien ini
memberikan informasi global tentang jumlah energi yang dipantulkan oleh
hutan mangrove dan jumlah energi yang ditransmisikan melewati hutan
mangrove. Penentuan koefisien-koefisien ini memerlukan informasi
gelombang datang dan gelombang yang meninggalkan hutan mangrove.
Oleh karena itu, perlu untuk memisahkan gelombang datang dan gelombang
pantul dari data elevasi yang terekam. Ilustrasi kelentingan akar nafas, lihat
gambar 6.
Gambar 6. Ilustrasi kelentingan akar nafas.
Spektrum gelombang datang dan gelombang pantul digunakan untuk
menentukan koefisien refleksi (KR) dan koefisien transmisi (KT) serta
koefisien disipasi (KD) dengan menggunakan hubungan-hubungan yang
dikemukakan oleh Massel (Massel, 1996 ; Muliddin dkk, 2014).
KR =
Keterangan :
KR : Koefisien Refleksi / Kelentingan
Hr : Tinggi Gelombang Refleksi (m)
Hi : Tinggi Gelombang Datang (m)
23
KT =
Keterangan :
KT : Koefisien Transmisi
Ht : Tinggi Gelombang Transmisi (m)
Hi : Tinggi Gelombang Datang (m)
Akan tetapi, apabila dua buah gelombang dengan periode yang sama dan
berlawanan arah masing-masing dengan amplitudo a1 dan a2 (a1>a2), maka
gabungan dari profil gelombang tersebut diberikan oleh persamaan berikut :
Ƞ = a1 cos (kx + σt) + a2 cos (kx + σt)
Ƞ = (a1 + a2) coskx cos σt – (a1 – a2) a2 sinkx sin σt
Persamaan di atas adalah untuk gelombang dengan refleksi tidak sempurna.
Apabila amaks adalah jumlah dari a1 dan a2, dan amin adalah selisih dari a1
dan a2, maka :
KR =
2.8 Akar Nafas
Hutan mangrove sebagai sumber daya alam khas daerah pantai tropis
mempunyai fungsi strategis bagi ekosistem pantai, yaitu sebagai
penyambung dan penyeimbang ekosistem darat dan laut. Tumbuh-
tumbuhan, hewan dan berbagai nutrisi ditransfer ke arah darat atau laut
melalui mangrove. Secara ekologis mangrove berperan sebagai daerah
pemijahan (spawning grounds) dan daerah pembesaran (nursery grounds)
berbagai jenis ikan, kerang dan spesies lainnya. Selain itu Avicennia marina
memiliki akar berupa akar nafas (pneumatofora). Pada mangrove Avicennia
24
marina akar nafas merupakan cabang tegak dari akar horizontal yang
tumbuh di bawah tanah. Pada tumbuhan ini akar nafas berbentuk seperti
pensil atau pasak dan umumnya hanya tumbuh setinggi 30 cm, yang muncul
dari substrat serupa paku yang panjang dan rapat dan muncul ke atas lumpur
di sekeliling pangkal batangnya (Ng dan Sivasothi, 2001 ; Setyawan dkk,
2005).
Pengukuran menggunakan metode Transek-kuadrat dan metode spot–check
untuk menghitung kerapatan jenis. Sedangkan metode Pola Sondani untuk
menghitung luasan dan jumlah akar nafas. Metode Transrek Kuadrat
dilakukan dengan cara menarik garis tegak lurus pantai, kemudian di atas
garis tersebut ditempatkan kuadrat ukuran 10 m x 10 m, jarak antar kuadrat
ditetapkan secara sistematis terutama berdasarkan perbedaan struktur
vegetasi. Selanjutnya, pada setiap kuadrat dilakukan perhitungan jumlah
individual (pohon dewasa, pohon remaja, anakan), diameter pohon, dan
prediksi tinggi pohon untuk setiap jenis (Wantasen, 2002 ; Herison, 2017).
Setelah dilakukan pengamatan data di lapangan maka menghitung kerapatan
jenis (Di). Kerapatan jenis (Di) merupakan jumlah tegakan jenis ke-i dalam
suatu unit area. Penentuan kerapatan jenis melalui rumus :
Keterangan :
Di : kerapatan jenis ke-i
ni : jumlah total individu ke-i
A : luas total area pengambilan contoh
25
2.9 Acuan Awal Desain Konstruksi dengan Ekosistem Mangrove
Hutan mangrove saat ini menjadi perbincangan, terutama setelah bencana
tsunami di akhir tahun 2004 menelan ratusan ribu korban dan kehancuran
sebagian besar pesisir pantai. Namun demikian, pada daerah pantai yang
memiliki hutan mangrove lebat dampak tsunami sangat minim atau tidak
membahayakan, seperti yang dijumpai di pantai utara Nias (Onrizal, 2005),
beberapa pesisir barat pantai Aceh Selatan, dan berbagai pesisir pantai Asia
dan Afrika bagian Timur (Dahdouh-Guebas, 2005). Secara fisik hutan
mangrove menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dan
tebing sungai, mencegah terjadinya erosi laut serta sebagai perangkap zat-
zat pencemar dan limbah, mempercepat perluasan lahan, melindungi daerah
di belakang mangrove dari hempasan dan gelombang dan angin kencang;
mencegah intrusi garam (salt intrution) ke arah darat; mengolah limbah
organik, dan sebagainya.
Fungsi fisik mangrove adalah meredam gelombang, sebagaimana hasil yang
telah didapat dari penelitian yang dilakukan di Pesisir Pantai Pasir Sakti,
Lampung Timur bahwa mangrove mempunyai kemampuan yang besar
untuk meredam gelombang. Gelombang merupakan pergerakan air secara
osilasi dengan permukaan naik turun yang terbentuk karena adanya proses
alih energi dari angin ke permukaan laut. Gelombang ini merambat ke
segala arah membawa energi tersebut yang kemudian dilepaskan ke pantai
dalam bentuk hempasan ombak. Untuk menanggulangi masalah tersebut
biasanya dibangun konstruksi pelindung pantai seperti pemecah gelombang
26
(breakwater). Bangunan-bangunan tersebut memainkan peranan penting
dalam mengurangi energi gelombang di pantai serta melindungi pantai dari
kerusakan akibat adanya energi besar dari gelombang.
Pembangunan bangunan tersebut akan menghabiskan dana yang sangat
besar, pembangunan juga menimbulkan masalah lingkungan berupa
terputusnya ekosistem laut dan darat bagi hewan atau tumbuhan yang hidup
di daerah pantai. Saat ini mulai direalisasikan penggunaan vegetasi sebagai
penyangga yang berfungsi untuk mereduksi gelombang. Mangrove terbukti
berperan penting dalam melindungi pesisir dari gempuran badai dan tsunami
(Mazda, 1997; Brinkman dkk, 1997 dan Massel dkk, 1999).
Gambar 7. Mangrove avicennia marina sebagai peredam gelombang.
Gambar 7 merupakan mangrove jenis avicennia marina dengan kategori
baik, bebas dari halangan dan dapat berfungsi meredam gelombang.
Peredaman energi gelombang makin besar dengan makin tebalnya
mangrove tersebut. Faktor peredam gelombang oleh mangrove avicennia
27
marina yang utama adalah ketebalan mangrove, kepadatan batang pohon
dan banyaknya akar nafas. Selain itu faktor lainnya yaitu kedalaman laut,
kemiringan bathimetri dan volume serasah.
Beberapa acuan dasar profil perencanaan:
1. Kepres No. 32 Tahun 1990 Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung ;
Mempertahankan ekosistem mangrove yang ada.
2. Keputusan menteri kelautan dan perikanan Nomor: KEP. 10/MEN/2002
tentang pedoman umum perencanaan pengelolaan pesisir terpadu
3. Berdasarkan tingkat kelandaian batimetri dimana i = 1:220, maka jarak
maksimum ketebalan mangrove yang masih dapat tumbuh adalah
sebesar 325 meter dari arah laut (Herison, 2014).
4. Berdasarkan penelitian ketebalan optimum untuk species mangrove
Avicennia marina yang dapat meredam gelombang adalah sebesar 50
meter.
5. Perda Kab. Lampung Timur No 4 Tahun 2012 Tentang RT/RW 2031 :
Pasal 1 ayat 80 Konservasi adalah pengelolaan pemanfaatan oleh
manusia terhadap biosfer sehingga dapat menghasilkan manfaat
berkelanjutan yang terbesar kepada generasi sekarang sementara
mempertahankan potensinya untuk memenuhi kebutuhan dan
aspirasi generasi akan datang (suatu variasi definisi pembangunan
berkelanjutan).
Pasal 6 ayat 2 huruf b Perwujudan pembangunan yang berkelanjutan
serta memelihara kelestarian lingkungan hidup.
28
Pasal 23 ayat 8 perlindungan terhadap abrasi pantai berupa
pengembangan hutan mangrove di sepanjang pantai Kecamatan
Labuhan Maringgai dan Pasir Sakti.
Pasal 65 ayat 3 huruf a Pelestarian hutan mangrove di kawasan-
kawasan yang rawan terjadi abrasi.
Pasal 65 ayat 7 huruf a Pelestarian hutan mangrove di kawasan-
kawasan yang rawan terjadi gelombang tinggi.
Pasal 84 ayat 2 huruf e Ketentuan prasarana minimum berupa
penyediaan sarana dan prasarana kegiatan pembangunan yang
menunjang dengan tanpa merubah perlindungan terhadap ekosistem
pesisir, seperti lahan basah, mangrove, terumbu karang, padang
lamun, gumuk pasir, estuaria, dan delta.
Pasal 109 ayat 2 huruf a nomor 1 Jenis bangunan yang diizinkan
adalah restoran dan fasilitas penunjang lainnya, fasilitas
rekreasi,olahraga, tempat pertunjukan, pasar dan pertokoan wisata,
serta fasilitas parkir, fasilitas pertemuan, hotel, cottage, kantor
pengelola dan pusat informasi serta bangunan lainnya yang dapat
mendukung upaya pengembangan wisata yang ramah lingkungan,
disesuaikan dengan karakter dan lokasi wisata yang akan
dikembangkan.
Pasal 72 ayat 2 huruf h Penyusunan rencana teknis tata ruang kota
dengan pendekatan mitigasi bencana dan pencadangan kawasan
permukiman baru dengan rencana pembangunan prasarana
29
permukiman yang lebih terarah, efektif, efisien, produktif, aman dan
berkelanjutan.
6. Banyak aturan hukum teknik sipil, konservasi, hutan mangrove dan
lainnya yang diterapkan untuk pembangunan itu dalam rangka
pengelolaan terpada kawasan tersebut namun diusulkan akan adanya
aturan yang lebih ketat kembali bila kawasan itu telah berjalan agar
setiap insan dapat menjaga kelestarian dan keberlanjutannya.
30
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Umum
Metodologi penelitian merupakan suatu cara untuk memperoleh data yang
dibutuhkan untuk penelitian serta analisis hingga mencapai hasil.
Metodologi penelitian juga mencakup mengenai tahap-tahap untuk
melakukan sebuah penelitian. Selanjutnya data-data yang didapat akan
dianalisis sehingga memperoleh kesimpulan yang ingin dicapai dalam
penelitian. Pada penelitian ini diperlukan 2 macam data, yaitu data primer
dan data sekunder. Dalam penyusunan tugas akhir, tahapan metodologi
penelitian adalah sebagai berikut :
1. Persiapan
2. Pengumpulan data
3. Pengolahan data
4. Analisis
5. Kesimpulan
31
3.2 Diagram Alir Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian ini, digunakan pendekatan dengan
mengikuti bagan alir seperti terlihat pada gambar 8.
Gambar 8. Diagram alir penelitian.
Studi Literatur
Melakukan Survei dan Menentukan Lokasi Penelitian
Mulai
Selesai
Persiapan Alat
Pengolahan data hasil penelitian
Pengumpulan DataData Primer : Data Gelombang Keliling Pohon Jumlah akar nafas per 1 m x 1 m Pengukuran ketinggian rata-rata akar nafas.Data Sekunder : Layout area sebagai acuan peta untuk
mencari stasiun yang dituju.
Mengetahui pengaruh akar nafas mangroveAvicennia marina terhadap peredaman gelombang
32
3.2.1 Tahapan Persiapan
Tahapan persiapan mencakup proses identifikasi, perumusan masalah, studi
literatur, dan survei pendahuluan. Tahapan ini dimulai dengan mencari
informasi mengenai kebutuhna pesisir pantai akan gelombang air laut. Dari
informasi mengenai tersebut maka kemudian dilakukan tahap identifikasi
dan perumusan masalah untuk mendapatkan kasus penelitian beserta
tujuannya. Kemudian dilakukan studi literatur untuk mengetahui metode
analisis yang bisa dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan yang ada.
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di Pesisir Pantai Pasir Sakti, Lampung Timur. Lokasi
tersebut memiliki dinamika perubahan tutupan mangrove yang cukup
panjang. Mangrove yang cukup luas dan terkenal di kalangan publik
karena perkembangan ekosistem hutan mangrove sangat besar di Lampung
Timur yaitu sekitar 300 ha. Avicennia marina merupakan jenis mangrove
yang paling banyak terdapat di Pantai Pasir Sakti Lampung Timur.
Penentuan titik stasiun pengamatan didasarkan pada lokasi dengan kondisi
topografi laut dan kondisi gelombang datang yang sejajar dengan barisan
mangrove dan terbebas dari halangan dan rintangan dari breakwater atau
pagar pemecah gelombang. Sehingga mangrove langsung bersentuhan
dengan gelombang yang datang. Pengamatan gelombang terdiri dari 5
titik stasiun berupa plot dengan ukuran 50 m x 20 m yang dibagi dalam 5
jarak ketebalan mangrove yaitu 3 m, 5 m, 10 m, 20 m dan 50 m, dengan
33
alat ukur gelombang jenis SBE 26 (Sea Bird Electronics) dan RBRDuo
TD. Lokasi penelitian, lihat gambar 9, dapat dicapai dengan menggunakan
perahu dari sungai di Desa Purworejo, Kecamatan Pasir Sakti, Lampung
Timur.
Gambar 9. Peta lokasi penelitian.
3.2.2 Tahapan Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini didapatkan langsung di lapangan dan
melalui instansi terkait. Tahap pengumpulan data akan didapatkan data
mentah yang akan diolah agar mendapatkan tujuan dari penelitian ini.
a. Data Penelitian
Berdasarkan jenis data dapat dibagi menjadi 2 yaitu: primer dan
sekunder.
34
1. Data primer penelitan
Data primer adalah data pokok yang dibutuhkan dalam penelitian, data
primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari
pengamatan yang diambil di lapangan dan bekerjasama dengan tim.
Data yang diambil adalah akar nafas, serasah, dan sedimentasi.
Berikut data yang dibutuhkan untuk penelitian akar nafas:
a) Data gelombang yang didapat dari hasil penelitian.
b) Keliling pohon mangrove beserta akar nafas di setiap stasiun yang
diteliti di Pantai Pasir Sakti, Desa Purworejo, Kecamatan Pasir
Sakti, Lampung Timur.
c) Jumlah akar nafas per jarak 1 m x 1 m.
d) Pengukuran ketinggian rata-rata akar nafas dari permukaan lumpur
di setiap stasiun.
2. Data sekunder penelitian
Data sekunder adalah Layout area sebagai acuan peta untuk mencari
stasiun yang dituju.
b. Peralatan dalam Proses Pengambilan Data Gelombang
Pengukuran tinggi gelombang menggunakan alat type SBE 26 dari
DISHIDROS TNI Angkatan Laut sebanyak 1 unit dan alat type RBRDuo
T.D sebanyak 1 unit. Alat SBE26 dipasang pada sebelah luar mangrove
(sebelum gelombang menyentuh mangrove) dan alat RBRDuo T.D
dipasang setelah gelombang menyentuh mangrove. Sebelum
pengambilan data dilakukan kontrol terhadap pengukuran. Bila terdapat
35
kesalahan pencatatan dari alat, akan dilakukan pengukuran ulang.
Universitas Lampung dan TNI AL sudah melakukan MOU terkait
penelitian ini. Alat SBE 26 dan RBRDuo T.D merupakan alat pengukur
ketinggian gelombang yang telah memiliki lisensi resmi secara
internasional. Peralatan yang digunakan dalam pengukuran data
gelombang menggunakan alat-alat sebagai berikut :
1. SBE 26
SBE 26 (Sea Bird Electronics) adalah alat ukur gelombang yang
diletakkan di bagian depan dari mangrove, lihat gambar 10. Alat ini
berfungsi mencatat data gelombang datang yang tegak lurus dengan
mangrove. Sebelum proses pencatatan akan dilakukan pemasangan
pelampung yang berfungsi menahan alat agar tidak tenggelam,
selanjutnya karena proses pencatatan dilakukan pada saat pasang
tertinggi yaitu malam hari maka alat penerangan berupa lampu kedip
harus dipasang pada bagian atas dari pelampung yang berfungsi untuk
memudahkan pengawasan alat dari kejauhan dan pencarian alat ketika
proses pencatatan gelombang berakhir.
Gambar 10. SBE 26 (Sea Bird Electronics).
36
2. RBRDuo T.D
RBRDuo T.D adalah alat ukur gelombang yang diletakkan di bagian
belakang mangrove, lihat gambar 11. Alat ini berfungsi mencatat
gelombang pergi yang tegak lurus mangrove. RBRDuo T.D memiliki
ukuran yang lebih kecil daripada SBE 26 (Sea Bird Electronics)
sehingga akan lebih mudah untuk memindahkan alat ini dengan cepat,
maka alat ini diletakkan di bagian belakang mangrove. Sebelum
proses pencatatan akan dilakukan pengikatan alat ke bambu panjang
yang berfungsi sebagai tiang penyangga agar alat tidak jatuh
kemudian tenggelam dan memudahkan saat pemindahan alat untuk
melakukan pencatatan gelombang di stasiun lainnya. Selanjutnya
karena proses pencatatan dilakukan pada saat pasang tertinggi yaitu
malam hari maka alat penerangan berupa lampu kedip dipasang pada
bagian atas dari bambu yang berfungsi untuk memudahkan
pengawasan alat dari kejauhan dan pencarian alat ketika proses
pencatatan gelombang berakhir.
Gambar 11. RBRDuo T.D.
37
c. Proses Pengambilan Data Gelombang
Pelaksanaan kegiatan pengukuran ketinggian gelombang mengikuti
kondisi pasang surut gelombang, pengambilan data dilaksanakan pada
malam hari pada saat waktu gelombang pasang tertinggi. Pengambilan
data dimulai pada saat mulainya kondisi gelombang pasang sampai
selesainya keadaan gelombang pasang.
Pengambilan data gelombang dilakukan pada saat gelombang akan
bertemu mangrove dan setelah gelombang meninggalkan mangrove.
Energi gelombang yang terjadi pada mangrove Avicennia marina
merupakan fokus utama dalam melakukan pengambilan data gelombang
di lokasi penelitian yaitu Pantai Pasir Sakti, Lampung Timur. Kemudian
akan dilakukan analisis berdasarkan besarnya rambatan gelombang
sebelum dan sesudah melewati akar nafas mangrove tersebut.
Dalam proses pengambilan dan pengolahan data gelombang akan
dilakukan beberapa tahapan sebagai berikut (Herison dkk, 2017) :
1. Melakukan pra survey dahulu bersama-sama dengan teknisi alat ukur
gelombang untuk mengecek lokasi pemasangan alat saat melakukan
penelitian nantinya.
2. Melakukan persiapan, hal tersebut dimulai dari ordinat stasiun,
peralatan, transportasi, peralatan cadangan dan peralatan P3K.
3. Proses pencatatan data gelombang per stasiun dengan durasi minimal
2 jam saat pasang tertinggi yaitu malam hari.
38
4. Melaksanakan pengukuran. Masing masing alat dipasangkan oleh 2
orang tenaga lapangan dan teknisi dari TNI AL. SBE26 dan RBRDuo
T.D merupakan alat ukur yang dipakai dalam penelitian. Berikut
tahapan dalam proses pengukuran :
a. Teknisi melakukan Setting alat ukur dan control pencatatan data
dari alat SBE26 dan RBRDuo T.D. DISHIDROS Angkatan Laut
merupakan pemilik alat ukur gelombang yang digunakan
penelitian.
b. Melakukan percobaan alat untuk memastikan alat dapat berfungsi
dengan baik dan benar.
c. Melakukan pemasangan peralatan tambahan pada alat ukur agar
mempercepat proses pemasangan alat saat di lokasi.
d. Melakukan penjalanan dengan menggunakan transportasi kapal
menuju lokasi penelitian.
e. Memasangkan alat ukur. Pada bagian depan mangrove, alat yang
akan dipasang adalah SBE26 sedangkan pada bagian belakang
mangrove, RBRDuo T.D yang akan dipasang.
f. Melakukan pengukuran oleh SBE26 dan RBRDuo T.D. Alat
tersebut akan melakukan penyimpanan data gelombang.
g. Mengambil alat ukur selanjutnya melakukan upload data hasil
pengukuran gelombang.
h. Melakukan pengulangan tahapan no.4 untuk pengukuran
gelombang ke stasiun berikutnya.
39
5. Alat ukur akan mengolah hasil yang didapat di lapangan. Kemudian
akan memprosesnya menjadi output data berupa data mentah
(RAWDATA).
6. Melakukan pengolahan dan analisis data gelombang pada masing
masing stasiun. Ilustrasi pengambilan gelombang, lihat gambar 12.
Gambar 12. Ilustrasi pengambilan data gelombang.
d. Peralatan dalam Proses Pengumpulan Data Akar Nafas
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Kayu Ukur digunakan untuk mengukur kedalaman air.
2. Meteran Roll 30 m digunakan untuk mengukur keliling di titik uji
dan panjang bentang dari pinggir pantai.
3. Meteran 5 m digunakan untuk mengukur ketinggian akar nafas.
4. Alat Snorkeling digunakan untuk membantu penglihatan di dalam air
saat turun dari kapal dan menuju tempat pengambilan sampel.
5. Kertas Penelitian digunakan untuk mencatat data di lapangan.
40
6. Papan Alas Kerja digunakan untuk alas kertas dalam mencatat hasil
data yang didapatkan di lapangan.
7. Kardus digunakan sebagai wadah alat-alat yang diperlukan.
8. Alat Tulis digunakan untuk mencatat data yang didapatkan di
lapangan.
9. Alat P3K berfungsi sebagai pertologan pertama saat terjadi
kecelakaan kerja di lapangan.
10. Pilox digunakan sebagai penanda titik stasiun saat pengambilan
sampel di lokasi.
11. Kontainer plastik digunakan sebagai wadah penyimpanan barang -
barang penelitian yang rentan terhadap air.
12. Senter digunakan sebagai alat bantu penerangan saat pengambilan
data di malam hari.
13. Life jacket digunakan sebagai alat keselamatan di lokasi penelitian,
dikarenakan lokasi berada di laut.
14. Kamera waterproof digunakan untuk dokumentasi saat penelitian
agar aman dari air. Lihat gambar 13.
Gambar 13. Kamera waterproof.
41
15. GPS mapping digunakan untuk pemetaan dan mengetahui titik
pengambilan sampel pada daerah terpencil seperti hutan mangrove.
Lihat gambar 14.
Gambar 14. GPS mapping.
16. Kayu Persegi Berukuran 1 m x 1 m digunakan untuk menghitung
jumlah akar nafas per luasan 1 m x 1 m. Lihat gambar 15.
Gambar 15. Kayu persegi berukuran 1 m x 1 m.
17. MTS Landmark 100 KN digunakan untuk mengetahui kekuatan
akar nafas dalam menahan beban. Lihat gambar 16.
42
Gambar 16. MTS landmark 100 KN.
e. Metode Pengumpulan Data Akar Nafas
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode Transek-
kuadrat dan spot–check oleh Wantasen tahun 2002 untuk menghitung
kerapatan jenis, metode sondani tahun 2017 untuk menghitung luasan
dan jumlah akar nafas, dan metode laboratorium untuk mengetahui
kekuatan akar nafas. Mangrove Avicennia marina sebagai data
penelitian untuk mengetahui pengaruh akar nafas mangrove dalam
peredaman gelombang.
Pengumpulan data akar nafas mangrove Avicennia marina dilakukan di
Pesisir Pantai Pasir Sakti, Lampung Timur. Pengambilan data
gelombang dan data akar nafas berupa keliling pohon mangrove beserta
akar nafas dan jumlah akar nafas per jarak 1 m x 1 m, dan ketinggian
rata-rata akar nafas. Dalam melakukan pengambilan dan pengolahan
data akar nafas mangrove di lokasi penelitian, tahapan yang harus
dilakukan adalah sebagai berikut (Herison dkk, 2017) :
43
1. Melakukan persiapan, hal tersebut dimulai dari ordinat stasiun,
peralatan, transportasi, peralatan cadangan dan peralatan P3K.
Semua peralatan dimasukkan kedalam kontainer plastik agar aman
dari air laut.
2. Menggunakan alat keselamatan berupa life jacket.
3. Melakukan penjalanan dengan menggunakan transportasi kapal
menuju lokasi penelitian.
4. Melakukan pemetaan titik stasiun dengan menggunakan GPS
mapping.
5. Mencari titik acuan yang telah ditentukan berdasarkan hasil dari GPS
mapping kemudian menandainya dengan pilox sebagai titik stasiun 1.
Untuk menentukan ketebalan mangrove 3 m dapat digunakan meteran,
hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam penentuan titik stasiun
berikutnya.
6. Mengulang tahapan no.5 untuk ketebalan mangrove 5 m, 10 m, 20 m,
dan 50 m sebagai titik stasiun selanjutnya.
7. Pengumpulan data akar nafas berupa keliling dan tinggi akar nafas
mangrove dengan mengukur dan mencatat data yang didapat pada
ketebalan mangrove 3 m.
8. Mengulang tahapan no. 7 untuk ketebalan mangrove 5 m, 10 m, 20 m,
dan 50 m yang telah diberikan tanda sebagai titik acuan.
9. Melakukan pengolahan dan analisa data akar nafas mangrove pada
masing masing stasiun. Lihat gambar 17.
44
10 m 10 m
50 m
20 m
10 m
5 m
3 m
AA A A AA
A A A A A
A
A
A
A
A
AA
A
A
A
A
A
A
AA
A A
A
A
A
A
A
Gambar 17. Plot lokasi stasiun penelitian.
3.2.3 Tahapan Pengolahan Data
Tahap pengolahan data merupakan proses perhitungan data yang
dikumpulkan untuk mendapatkan suatu hasil yang dibutuhkan. Proses
pengolahan data yang dilakukan yaitu untuk memperoleh jawaban atas
rumusan masalah yang ada berdasarkan data gelombang dan data-data akar
nafas di lapangan.
3.2.4 Tahapan Analisis
Tahap analisis pada penelitian ini mencakup seluruh kegiatan
pengelaborasian kajian dan data yang telah diolah. Semua data hasil yang
didapat dari penelitian ini akan diolah dengan ms.excel dan ditampilkan
dalam bentuk tabel dan grafik hubungan serta penjelasan-penjelasan yang
45
didapat dari hasil perambatan gelombang di setiap stasiun. Analisis ini
dapat dilihat dari hasil pengolahan data yang akan diubah dalam bentuk
grafik-grafik hubungan.
3.2.5 Tahapan Simpulan
Bagian simpulan berisi hasil penelitian yang telah dilakukan. Pada tahap ini
dilakukan penyimpulan dari seluruh proses penelitian yang berujung pada
jawaban dan saran dari rumusan masalah yang ada. Pembuatan simpulan
dicari untuk mengetahui besaran peredaman gelombang oleh mangrove
Avicennia marina dan mengetahui pengaruh daya hambat akar nafas
mangrove Avicennia marina dalam meredam gelombang untuk perencanaan
bangunan tepi pantai.
82
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil simpulan sebagai berikut:
1. Semakin tebal mangrove Avicennia marina, maka semakin mampu
meredam gelombang. Berikut persentase peredaman gelombang:
a. Persentase peredaman gelombang berdasarkan ΔH terbesar terjadi
pada jarak ketebalan mangrove 33,79 m, pada jarak ketebalan tersebut
peredaman tinggi gelombang mencapai 97,5%. Formula persentase
peredaman tinggi gelombang yaitu ΔH = -0.0359x2 + 2,4263x +
64,332.
b. Persentase peredaman gelombang berdasarkan ΔE terbesar terjadi
pada jarak ketebalan 33,9 m, pada jarak ketebalan tersebut peredaman
tinggi gelombang mencapai 94,5%. Formula persentase peredaman
energi gelombang yaitu ΔE = -0.0592x2 + 4,0142x + 39,267.
c. Berdasarkan KEPPRES, PERDA Lampung Timur dan hasil dari
analisis yang dilakukan dalam penelitian, Mangrove Avicennia marina
dapat dijadikan sebagai konstruksi alami pelindung bangunan tepi
pantai yang dapat meredam gelombang dan berwawasan lingkungan.
Ekosistem mangrove sebagai peredam gelombang dapat diaplikasikan
83
dalam perencanaan perumahan dan pelabuhan, seperti contoh aplikasi
pada gambar 39-46.
2. Akar nafas memiliki efektifitas redaman terbesar karena akar nafas
mengalami daya lenting optimal dengan kepadatan yang terbesar,
sehingga akar nafas mangrove Avicennia marina dapat menjadi peredam
alami gelombang Berikut beberapa formula yang dapat digunakan untuk
mendukung perencanaan bangunan tepi pantai dengan mangrove sebagai
peredam gelombangnya:
a. Formula untuk menghitung hubungan antara beban dengan
pertambahan panjang yaitu :
F = -0,0045x2 + 0,108x – 0,4121.
b. Formula untuk menghitung hubungan kelentingan akar nafas terhadap
peredaman energi gelombang :
y = -0,0001x2 + 0,0002x + 0,0002.
c. Formula untuk menghitung persentase peredaman energi gelombang
terhadap akar nafas yaitu :
y = 0,0136x2 – 0,9126x + 15,548.
d. Formula untuk menghitung ketebalan mangrove terhadap volume akar
nafas yaitu :
y = 1E-10x2 – 9E-09x + 2E-06.
e. Formula untuk menghitung persentase peredaman energi akibat akar
nafas dengan peredaman energi gelombang yaitu :
y = 0,43622 – 12,184x + 134,39.
84
5.2 Saran
Untuk mengembangkan penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan
penelitian dengan menambahkan hal-hal sebagai berikut:
1. Mencari lokasi baru sebagai objek penelitian mangrove agar semakin
banyak diketahui manfaat mangrove untuk mencegah abrasi pantai dan
sebagai tanaman alternatif peredam gelombang.
2. Melakukan penelitian efektifitas peredaman gelombang pada jenis
mangrove yang berbeda.
3. Mencari bagian selain akar nafas dari mangrove avicennia marina yang
memiliki pengaruh dalam peredaman gelombang.
DAFTAR PUSTAKA
Adisaputra, A. 2010. Modul Pelatihan Pembangunan Indeks Kerentanan Pantai.
Anova, Y. M. A. 2013. Keanekaragaman Mangrove di Pantai KecamatanPanggungrejo Kota Pasuruan. Universitas Islam Negeri Maulana MalikIbrahim. Malang.
Anwar C dan H Gunawan. 2006. Peranan Ekologis dan Sosial Ekonomis HutanMangrove dalam Mendukung Pembangunan Wilayah Pesisir. EksposeHasil-hasil Penelitian: Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan.Padang, 20 September 2006.
Arief, A. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Kanisius Yogyakarta.
Arifin, Sainul. 2017. Hubungan Kerapatan Mangrove dengan PopulasiGastropoda di Kampung Gisi Kabupaten Bintan. (Skripsi). Fakultas IlmuKelautan dan Perikanan. Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Aziz, M. Alfurqon. 2006. Gerak Air di Laut. Jurnal Oseana, Volume XXXI,Nomor 4, Tahun 2006 : 9-21.
Bengen, D.G. 2000. Pengenalan dan pengelolaan ekosistem mangrove. PusatKajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB.
Bengen, D. G. 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan EkosistemMangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut PertanianBogor; Bogor.
Bengen, D. G, 2004. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut sertaPrinsip Pengelolaanya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. IPB.Bogor.
Bosire J O, F D Guebas, M Walton, B I Crona, R R Lewis III, C Field, J GKairo dan N Koedamb. 2008. Functionality of Restored Mangroves: AReview. Journal Aquatic Botany 89:251–259.
Brinkman RR, Mezei MM, Theilmann J, Almqvist E, Hayden MR. 1997. Thelikelihood of being affected with Huntington disease by a particular age,for a specific CAG size. Am J Hum Genet 60:1202–1210.
Bunt, J.S. and W.T. Williams. 1981. Vegetational Relationships in TheMangroves of Tropical Australia. Marine Ecology – Progress. Series, 4:349-359.
Busaeri.2011.AspekPentingdalamPengembangan Teknologi Energi Kelautan(Ocean Energy Device).http://oceanenergydevelopment.blogspot.com/2011/03/teknologipengembangan-energi-kelautan.html. (diakses tanggal 12 Januari 2019).
Cappenberg, 1992. Von der Burg zur Kirche - Ausgrabungen im Chor derehem. Prämonstratenserstiftskirche St.Johannes Ev. In Selm-Cappenberg 1992-93.
CERC. 1984. Shore Protection Manual Volume I. USA: US Army CoastalEngineering Research Center. Washington.
Chapman, V.J. 1976. Mangrove Vegetation. J. Cremer Publ. Leuterhausen.Germany. Hal.120.
Dahdouh-Guebas F, Verheyden A, De Genst W, Hettiarachchi S, Koedam N.2001. Four decade vegetation dynamics in Sri Lankan mangroves asdetected from sequential aerial photography: a case study in Galle.Bulletin of Marine Science 67 (2): 741–759.http://www.vub.ac.be/APNA/staff/pub/DahdouhGuesbasetal200BullMarsci.pdf.
Dahuri R, Rais J, Ginting SP dan Sitepu MJ. 2001. Pengelolaan SumberdayaPesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
Dean R G and Dalrymple R A. 2002. Coastal Processes with EngineeringApplications. Cambridge University Press, Cambridge.
De Haan, J.H. 1931. De Tjilatjapsche Vloedbosschen. Tectona, 13 : 113 - 159.
Duxbury dkk., 2002, Fundamentals of Oceanography, 4th ed Chapter Select.General Resources, Chapter 5.
Dyer, K. R. 1978. Coastal and Estuarine Sediment Dynamics. John Willey andSons, Inc.
Elster C. 2000. Reasons for Reforestation Success and Failure with ThreeMangrove Species in Colombia. Journal Forest Ecology andManagement. 131:201-214.
Fabianto, Muhamad Dio. Pieter Th Berhitu;. 2014. Konsep Pengelolaan WilayahPesisir Secara Terpadu dan Berkelanjutan yang Berbasis Masyarakat.Jurnal Teknologi. Volumen 11 Nomor 2 2054 – 2058.
Fitriah, E. dkk. (2013). Studi Analisis Pengelolaan Hutan Mangrove KabupatenCirebon. Jurnal Scientiae Educatia, 2 November.
Frick, Heiz dan FX Bambang Suskiyanto.1998. Dasar-dasar Ekologi Arsitektur.Yogyakarta: Kanisius.
Ghufran, M. dan Kordi, K.M. 2012. Ekosistem Mangrove: potensi, fungsi, danpengelolaan. Rineka Cipta. Jakarta.
Halidah. 2014. Penyebaran Alami Avicennia marina (Forsk) Vierh dan Sonneratiaalba Smith pada Substrat Pasir di Desa Tiwoho, Sulawesi Utara.Indonesian Rehabilitation Forest Journal, 1 (1) 51-58.
Herison, Ahmad. 2014. Studi Peredaman Gelombang Berbasis EkosistemMangrove Avicennia Sp sebagai Dasar Reformasi Eko Teknik Pantai(Studi Kasus di Pantai Indah Kapuk, Jakarta). Disertasi. IPB. Bogor.
Herison, Ahmad. Y. Romdania, D.G. Bengen and R. Alsafar. 2017. Contributionof Mangrove Avicennia marina to Against Reduction Of Waves ForAbration Interests As Building of Beach Alternative (Case Study AtLampung Mangrove Center, East Lampung District). Submitted to TheIRES - 268th International Conferences on Engineering And NaturalScience (ICENS). Bangkok.
Ippen, A.T. ,1996, Estuary and Coasline Hydrodynamics. McGraw-Hill BookCompany, Inc.
Jazuli, A. 2015. Dinamika Hukum Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alamdalam Rangka Pembangunan Berkelanjutan. Journal Rechtvinding, Vol. 4(2). 186.
Kamal, M. Dkk. 2013. Produksi Serasah Mangrove di Pesisir Tangerang,Banten. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI). 19 (2): 91-97.
Krauss, dkk. 2008. Antennas : For All Applications, 3rd edition. New York.McGraw-Hill Book Company.
MacNae, W. 1968. A General Account of the Fauna and Flora of MangroveSwamps and Forests in the Indo-West-Pacific Region. Adv. mar. Biol., 6:73-270.
Martinuzzi S, W A Gould, A Lugo dan E Medina, 2009. Conversion andRecovery of Puerto Rican Mangroves: 200 Years of Change. JournalForest Ecology and Management 257: 75–84.
Massel SR, Furukawa K, Brinkman RM. 1999. Surface Wave Propagation inMangrove Forests Fluid Dynamic Research. Elsevier Science 24: 219–249.
Mazda Y et al. 1997. Drag Force Due To Vegetation In Mangrove Swamps. From: Kluwer academic publisher.
McClellan, David C. 1976. The Achieving Society. Irvington Publisher. Inc NewYork.
Molles, M.C. 2005. Ecology: Concepts and Application (2th Ed). USA: TheMcGraw-Hill Companies.
Muliddin, dkk. 2004. Prediksi Peredaman Gelombang Permukaan yangMenjalar Melewati Hutan Mangrove. Jurnal Ilmu Kelautan. Vol 9 : hal141- 152.
Nining, S. N. 2002. Oseanografi Fisis. Kumpulan Transparansi KuliahOseanografi Fisika, Program Studi Oseanografi, ITB.
Ng & Sivasothi, N. 2001. A Guide to Mangroves of Singapore Volume 1 TheEcosystem & Plant Diversity and Volume 2. The Singapore ScienceCentre. Singapore.
Noor YR, Khazali M, Suryadiputra INN. 1999. Panduan Pengenalan MangroveIndonesia. PKA/WI-IP. Bogor.
Noor YR, Khazali M, Suryadiputra INN. 2006. Panduan Pengenalan Mangrovedi Indonesia. Ditjen PHKA. Bogor.
Nontji, Anugerah. 1993. Laut Nusantara. Jakarta:Djambatan
Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia.Jakarta
Nur, Djakaria M. 2010. Dasar Pembagian Laut berdasarkan Luas dan Letaknya.
Octasylva, A. R. P. 2008. Studi Karakteristik Ekologi Halobates sp Di PerairanUtara Papua. Bogor:IPB.
Onrizal. 2005. Adaptasi Tumbuhan Mangrove Pada Lingkungan Salin dan JenuhAir. Jurusan Kehutanan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.Medan. http://library.usu.ac.id/donwload/fb/hutanonrizal9.pdf. [15 Mei2019].
Park, D. 1999. Waves, Tides and shallow-water processes. Elsevier, Amsterdam,The Netherlands.
Poedjirahajoe, E. 1995. Peran Akar Rhizopora mucronata Dalam PerbaikanHabitat Mangrove di Kawasan Rehabilitasi Mangrove Pantai Pemalang.Laporan Penelitian. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.
Pratomo, Yogo dkk. 2016. Identifikasi Penjalaran Gelombang Panjang SamuderaHindia Ke Selat Lombok Berdasarkan Komponen Harmonik Arus. Vol , 12(1): 22–29 , Jakarta.
Rego, Edo. 2018. Peredaman Gelombang oleh Mangrove Avicennia marinaditinjau dari Pengaruh Serasah (Studi Kasus di Pantai Indah Kapuk,Jakarta). (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Romimohtarto, K dan Sri Juwana, 2007. Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan tentangBiota Laut. Djambatan, Jakarta. 540 hlm.
Rudianto. (2014). Analisis Restorasi Ekosistem Wilayah Pesisir TerpaduBerbasis Co-Management: Studi Kasus di Kecamatan Ujung Pangkah danKecamatan Bungah, Kabupaten Gresik. Research Journal of Life Science,1(1), 54-67.
Saparinto, Cahyo. 2007. Pendayagunaan Ekosistem Mangrove. Dahara Prize,Semarang.
Setyawan A D dan K Winarno. 2006. Permasalahan Konservasi EkosistemMangrove di Pesisir Kabupaten Rembang Jawa Tengah. JournalBiodiversita 7 (2): 159-163.
Suheriyanto, Dwi. 2008. Ekologi Serangga. Malang : UIN Press.
Sukardjo, S. 1993. Perilaku Ekosistem Mangrove dan Usaha Tani KonservasiIndonesia. Bulletin ilmia intiper; Yogyakarta.
Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di WilayahPesisir Tropis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Surya, Yohanes. 1997. Olimpiade Fisika. Jakarta: PT Primatika Cipta Ilmu.
Tarigan, Henry Guntur. 1987. Teknik Pengajaran Ketrampilan Berbahasa.Bandung : Angkasa.
Tomascik, Mah T, Nontj AJ, Moosa MK. 1997. The Ecology of the IndonesianSeas. Part Two. The Ecology of Indonesian Series. Periplus Editions (HK)Ltd.
Wantasen A. 2002. Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove Di Desa Talise,Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara.
Wardhani, M.K. 2011. Kawasan Konservasi Mangrove: Suatu Potensi Ekowisata.Journal Kelautan, 4(1): 60-76.
Welly, M dan W, Sanjaya. 2010. Identifikasi Flora dan Fauna Mangrove NusaLembongan dan Nusa Ceningan. Balai Pengelolaan Hutan MangroveWilayah I. Nusa Penida.
Wibisono I T Cahyo. 2013. Pembangunan persemaian mangrove. Wetlans.
Yudana, Teguh. 2008. Studi Pertumbuhan Propagul Mangrove menggunakanMedia Lumpur Sidoardjo di Kawasan Muara Sungai Porong, Sidoardjo.UI Fmipa Magister Kelautan. Depok. Jawa Barat.