Okta Adetya 2 (Lelaki, Generasi, Cinta)

7
7/21/2019 Okta Adetya 2 (Lelaki, Generasi, Cinta) http://slidepdf.com/reader/full/okta-adetya-2-lelaki-generasi-cinta 1/7 2 (Lelaki, Generasi, Cinta) Gerimis masih saja turun di luar sana, butiran embun, menggelanyut pada tangkai-tangkai daun. Udara dingin menusuk, seorang tua dengan wajah keriput masih menahan gemetar di tangannya. Gigil tubuhnya terasa beku, sebeku hatinya yang dirasuki masa-masa melankolia bersama seorang wanita. Dengan masih gemetar, diseduhnya secangkir kopi, yang mengepulkan aroma semangat, hangat. Gerimis ini, dingin ini, juga embun-embun yang bergelantungan, mengingatkannya pada sesosok wanita lima puluh tahun yang silam. Masa di mana bunga-bunga asmara masih mekar, menyemerbakkan wanginya yang khas. Lelaki tua itu terlamun, sesekali disesapnya kopi pelan-pelan. Gerimis makin melebat, berganti menjadi hujan. Kabut tipis pelan-pelan turun, memburamkan  jendela, juga hatinya. ~(o)~ “Besok kita akan membangun sebuah keluarga, dengan dua anak yang manis dan lucu. Keluarga yang harmonis, aku akan membesarkan anak-anak kita, membiarkan mereka berlarian, mencari jati dirinya. Sedang kamu, kamu akan menjadi kepala keluarga dan pelindung” aku tersenyum men dengarkan segala  penuturan Ratna, kekasihku. Tentu. Apabila menjadi kenyataan, itu akan menjadi masa-masa yang indah, melihat anak-anak rewel, beranjak mengenal cinta seperti mereka,  berkeluarga, dan memberikan cucu yang lucu. Rumah dengan pelataran yang  penuh dengan pohon teduh ini tentu akan semakin ramai dan hangat. Setiap lebaran saling bersungkem. Jauh sebelum percakapan itu terjadi, kami membincang hal-hal yang lebih muda. Ratna akan menjadi seorang ibu rumah tangga kebanyakan. Kala itu, wanita karier belum lazim, maka yang ada dia akan memilih berkarier di rumah. Mencopot kemeja suami, menyiapkan sarapan dengan nasi yang mengepul, memandikan anak-anak di sumur, dan tentu memelukku ketika malam sudah larut. Aku sendiri, akan menjadi seorang mandor untuk lahan-lahan pertanian kita, ladang-ladang, membawakan uang untuk kau kelola, mendongengi anak-anak, mengajari mereka baca tulis, atau sekedar memanggul anak-anak di pundak untuk

Transcript of Okta Adetya 2 (Lelaki, Generasi, Cinta)

Page 1: Okta Adetya 2 (Lelaki, Generasi, Cinta)

7/21/2019 Okta Adetya 2 (Lelaki, Generasi, Cinta)

http://slidepdf.com/reader/full/okta-adetya-2-lelaki-generasi-cinta 1/7

2 (Lelaki, Generasi, Cinta)

Gerimis masih saja turun di luar sana, butiran embun, menggelanyut pada

tangkai-tangkai daun. Udara dingin menusuk, seorang tua dengan wajah keriput

masih menahan gemetar di tangannya. Gigil tubuhnya terasa beku, sebeku hatinya

yang dirasuki masa-masa melankolia bersama seorang wanita. Dengan masih

gemetar, diseduhnya secangkir kopi, yang mengepulkan aroma semangat, hangat.

Gerimis ini, dingin ini, juga embun-embun yang bergelantungan,

mengingatkannya pada sesosok wanita lima puluh tahun yang silam. Masa di

mana bunga-bunga asmara masih mekar, menyemerbakkan wanginya yang khas.

Lelaki tua itu terlamun, sesekali disesapnya kopi pelan-pelan. Gerimis makin

melebat, berganti menjadi hujan. Kabut tipis pelan-pelan turun, memburamkan

 jendela, juga hatinya.

~(o)~

“Besok kita akan  membangun sebuah keluarga, dengan dua anak yang

manis dan lucu. Keluarga yang harmonis, aku akan membesarkan anak-anak kita,

membiarkan mereka berlarian, mencari jati dirinya. Sedang kamu, kamu akan

menjadi kepala keluarga dan pelindung” aku tersenyum mendengarkan segala

 penuturan Ratna, kekasihku.

Tentu. Apabila menjadi kenyataan, itu akan menjadi masa-masa yang

indah, melihat anak-anak rewel, beranjak mengenal cinta seperti mereka,

 berkeluarga, dan memberikan cucu yang lucu. Rumah dengan pelataran yang

 penuh dengan pohon teduh ini tentu akan semakin ramai dan hangat. Setiap

lebaran saling bersungkem.

Jauh sebelum percakapan itu terjadi, kami membincang hal-hal yang lebih

muda. Ratna akan menjadi seorang ibu rumah tangga kebanyakan. Kala itu,

wanita karier belum lazim, maka yang ada dia akan memilih berkarier di rumah.

Mencopot kemeja suami, menyiapkan sarapan dengan nasi yang mengepul,

memandikan anak-anak di sumur, dan tentu memelukku ketika malam sudah larut.

Aku sendiri, akan menjadi seorang mandor untuk lahan-lahan pertanian kita,

ladang-ladang, membawakan uang untuk kau kelola, mendongengi anak-anak,

mengajari mereka baca tulis, atau sekedar memanggul anak-anak di pundak untuk

Page 2: Okta Adetya 2 (Lelaki, Generasi, Cinta)

7/21/2019 Okta Adetya 2 (Lelaki, Generasi, Cinta)

http://slidepdf.com/reader/full/okta-adetya-2-lelaki-generasi-cinta 2/7

diarak di pematang sawah, menyaksikan senja, juga merasakan angin yang

semilir.

~(o)~

Lelaki tua itu berkaca-kaca, gemetar cara dia memegang cangkir semakin

kuat. Memori-memori itu terasa mengiris. Setahun, dijalaninya menjalin asmara

dengan Ratna, sang kekasih. Merencanakan hari-hari bahagia, merencanakan

segala bentuk kehidupan yang penuh cinta. Namun itu dulu, jauh ketika asmara

masih menggelegak. Jauh, ketika kebersamaan adalah candu yang tak rela

memisahkan jarak. Akan tetapi, perjodohan merenggut segalanya. Ratna menikah,

 bukan dengan dirinya, melainkan dengan seorang sahabat karib, lelaki paruh baya

yang menjadi seorang lurah. Batin lelaki tua itu teriris, seperti ditaburi garam saja

organ dalamnya, perih. Namun janjinya abadi, janji untuk tetap mencintai, janji

untuk tetap menjaga kata setia, selalu dia kenang dan tepati. Lelaki tua itu

masihlah setia menjadi seorang perjaka, yang menunggu, juga terus mencinta.

Udara dingin makin menyayat, hujan juga terus melebat, sekali dua, petir

 juga bergemuruh baik di langit maupun di dada si lelaki tua. Kalau saja kau masih

di sini, nak . Tak terasa sebuah aliran sungai mengalir di pelupuk matanya yang

keriput. Aliran itu semakin menderas.

Kehilangan Ratna sudah mampu dia terima, karena baginya cinta sejati

 bukan hanya bagaimana memiliki, namun juga bagaimana merelakan. Pertemuan

dengan cinta pertama membuatnya belajar untuk paham, bahwa cinta memang

tidak bisa dipaksa. Hati bisa berbicara tanpa harus diajari. Namun sampai saat ini,

 jujur Ratnalah wanita yang terbaik. Dia lah orang yang mampu membuat lelaki

tua itu tersenyum dan menangis. Sedang dia sendiri? Entah. Mungkin akan terus

 berjalan. Sendirian. Cinta mengajarkannya tentang sayap-sayap yang patah,namun cinta pula yang mengajarkannya untuk sembuh. Cinta mengajarkannya

untuk membakar kemarahan, namun cinta juga yang membuat dia mengenal kata

maaf. Ratna mungkin tak akan kembali, Ratna mungkin akan melupa, namun cara

Ratna menatap, menyunggingkan tersenyum, mengucapkan kata sayang yang

khas dan manja, membisikkan kata cinta dengan penuh kelembutan, pelukan

mesranya. Semua akan selalu terkenang.

Page 3: Okta Adetya 2 (Lelaki, Generasi, Cinta)

7/21/2019 Okta Adetya 2 (Lelaki, Generasi, Cinta)

http://slidepdf.com/reader/full/okta-adetya-2-lelaki-generasi-cinta 3/7

Tapi bukan itu, bukan karena itu sang lelaki tua mengguyurkan hujan di

 pipinya. Bukan soal Ratna, bukan soal sahabatnya sendiri yang berkhianat, bukan

soal cinta yang sia-sia, bukan juga soal dirinya, namun soal Raka.

~(o)~

Ditatapnya lelaki tua lusuh yang cemas menatap. Lelaki yang dua puluh

tahun lalu mengangkatnya sebagai cucu. Lelaki yang belakangan dia tahu terus

membujang lantaran kesetiaannya pada sang mantan, seseorang yang mungkin

akan menjadi nenek angkatnya kini. Hatinya resah, segala gundah berkecamuk

dalam tubuhnya yang letih.

Rayi, perempuan yang sudah menjadi pacarnya selama dua bulan itu tiba-

tiba memutuskannya tanpa alasan yang jelas. Dua bulan penuh kebahagiaan, dua

 bulan yang dinilainya menjadi momen paling sempurna. Ini pertama kalinya dia

 jatuh cinta. Ini dia pertama kalinya meruntuhkan idealisme untuk tidak bersanding

dengan seorang kekasih. Namun Rayi beda. Rayi membuatnya begitu takluk dan

tak berdaya. Bahkan cintanya seperti sudah dipasak di ulu hati. Terlalu dalam.

“Kak, saya ingin kita jalan masing-masing saja” begitu yang dia dengar

langsung dari mulut Rayi. Betapa dua bulan adalah waktu di mana bunga cinta

sedang mekar-mekarnya. Ah keputusan itu terlalu kejam.

“Kenapa?” 

Tak ada jawaban. Rayi hanya menggeleng, mengecup punggung

tangannya pelan, kemudian berlalu. Itulah perpisahan. Rayi benar-benar telah

menjadi masa lalu, menjadi kenangan. Rayi, perempuan kecil bagai malaikat

dalam hatinya itu telah menjadi mantan kini.

Sore ini dia menyesap kopi dingin, seperti yang biasa Rayi minum, meski

tanpa es. Rasanya aneh, dingin, terlalu bertekstur, seperti ada yang mengganjal.Yah mirip perasaan Raka kepada Rayi, disesapnya lagi kopi ini, bisa dinikmati,

seperti perasaan Raka pada Rayi. Menikmati keanehan perasaan, sedikit pahit,

sedikit dingin. Itulah rasa cinta yang dia rasakan.

 Aku telah kehilagan kunci untuk membuka gubuk ini yang malang, gubuk

 yang begitu terasing dihempas hujan juga digulung terik. Kau telah membawa

Page 4: Okta Adetya 2 (Lelaki, Generasi, Cinta)

7/21/2019 Okta Adetya 2 (Lelaki, Generasi, Cinta)

http://slidepdf.com/reader/full/okta-adetya-2-lelaki-generasi-cinta 4/7

kuncinya, sedang kau sendiri, aku resah tak punya kepastian, kau hilang ditelan

belukar juga semak

 Ingin kubeli risperidon, klorpromazin dan haloperidol ke apotik, biar

 pikiranku tak terus mengamuk, kuminum dengan menggabungkan ketiganya

mungkin lebih baik. Aku terlalu gila.

Tak ada dialetika soal hidup malam ini. Aku hanya ingin menjemur

angan-angan pada gelap, menikmati kidung, menyalakan dupa, ah hidup selalu

berbianglala pada kurungan-kurungan kalimat, basa-basi. Mungkin pagi akan

menawarkanku segelas susu hangat kehidupan, atau juga madu sekelas vodka

nomor satu di dunia? Sebongkah gula jawa kasih sayang juga tak kutolak, tapi itu

dulu. Dulu ketika secara lahiriah kau masih bersemayam di dekatku.

 Aku adalah pemabuk, yang mencicipi berbagai macam anggur, wine,

wisky, vodka, atau apa itu namanya. Ah rasanya hanya semacam hambar, samar

 saja. Tetap paling enak menyesap air tawar yang kau suguhkan untukku dengan

 penuh cinta. Air tawar yang membuatku menanggalkan berbagai titik kesadaran,

air tawar yang memaksa aku untuk menawar waktu dan sisa usia

Betapa dia sudah menjadi gila. Lelaki tua di hadapannya semakin cemas,

gurat-gurat dan kerut di keningnya semakin nyata tergaris. Sesuatu tertoreh di

hatinya, hal yang sama, rasa sakit yang sama. Dia sangat bisa merasakan, bocah

yang baru mengenal cinta itu pasti sangat menderita.

“Sudahlah, Ka. Hidup itu tinggal bagaimana kita menjalani. Cinta bukan

 bagaimana kita memiliki, namun juga bagaimana kita memahami hakekat cinta itu

sendiri” mencoba setegar mungkin kata itu diucapkan, namun tak kuasa, pita

suara ikut tergetar. Kenangan demi kennagan kembali seperti sebuah film.

“Ka, kakek paham. Bukan kita yang berkuasa untuk memiliki cinta,namun cintalah yang akan memiliki jiwa-jiwa kita. Cinta yang menjadikan hidup

memiliki ruh. Sekali lagi ruh, Raka. Cinta bukan raga, bukan fisik, namun dia

 bersemayam dalam hatimu, dalam jiwamu” dipeluknya bocah yang baru

melahirkan cinta prematur itu dengan penuh kasih sayang.

Raka masih terdiam, jauh di dalam hatinya, dia membenarkan kata-kata

kakek. Kakeknya lah yang benar-benar mengajarkan, bagaimana ikhlas,

Page 5: Okta Adetya 2 (Lelaki, Generasi, Cinta)

7/21/2019 Okta Adetya 2 (Lelaki, Generasi, Cinta)

http://slidepdf.com/reader/full/okta-adetya-2-lelaki-generasi-cinta 5/7

 bagaimana melepaskan, bagaimana kesetiaan, dan bagaimana secara dewasa

memandang cinta. Lelaki tua itulah yang menjadi inspirasinya dalam menjalani

hidup. Namun sekarang, dia benar-benar hancur.

“Apa yang membuat kakek bertahan?” katanya tergagap. 

Kakek hanya memandang kosong, jauh. Dia masih mencari jawaban entah

di antah berantah pikirannya, entah di alam lain yang dia sendiri tak dapat

menemukan. Lama dia hening, seperti senyap yang mengisi jiwanya.

“Cinta, Nak. Cinta membuat kita terpuruk, namun cinta juga yang akan

menyembuhkannya, cinta membuat kita belajar untuk merelakan dan juga

memaafkan. Tak ada yang perlu disesali dari sebuah cinta” matanya masih juga

menerawang, jauh, sangat jauh, mengembara pada sebuah luka yang sekarang

masih mengalir. Ya sakit yang masih dia rasakan, kendati rela adalah kata yang

sudah dia pahami, jauh sebelum perbincangan ini menjadi sebuah perbincangan

sentimentil.

Raka menghela nafas berat. Sekali lagi, apa yang dikatakan lelaki tua itu

ada benarnya. Boleh saja, setiap orang yang ditemuinya membenci sang mantan,

 boleh saja setiap orang yang putus cinta mengatakan bahwa mantan adalah

 bedebah. Ah... namun kita tak pernah ingat bahwa kita juga mantan bagi mantan-

mantan kita. Seseorang akan menjadi mantan bagi orang yang lain.

Mantan memang sampah yang rakus. Dia sampah organik dan nonorganik

sekaligus. Sampah, karena dia tidak dapat kita gunakan lagi, tidak dapat kita

miliki lagi, tak peduli apakah kita akan membuangnya atau tidak, apakah kita

dapat melupakannya atau tidak. Mengapa sampah organik? Secara fisik dia sudah

 jelas. Sampah non organik? Karena dia akan selalu dalam ingatan, tak bisa terurai,

tak bia membusuk, dia akan selalu ada dalam sejarah, tak akan pernah ada yang bisa menafikkan semua itu.

Hari-hari berlanjut, hanya ada kesepian, kehilangan. Rumah ini seperti

tanpa ruh, rumah ini hanya ada muram. Kakek sendiri semakin menua, masalah

membuat wajahnya semakin terlihat keriput. Sedang Raka, kesendirian adalah

teman setia. Menikmati waktu demi waktu dengan perenungan, mungkin juga

dengan bertahan.

Page 6: Okta Adetya 2 (Lelaki, Generasi, Cinta)

7/21/2019 Okta Adetya 2 (Lelaki, Generasi, Cinta)

http://slidepdf.com/reader/full/okta-adetya-2-lelaki-generasi-cinta 6/7

 Di sini aku menikmati sepi dengan berteman sepiring makaroni kematian

dan segelas tanah pekuburan beraroma vanilla. Ah jika mampu kuseduh hidup

dengan teko kemudian mencampurkannya dengan ruh, maka aku akan berjalan-

 jalan melanglang hatimu yang hilang dicuri waktu

Yang aku takutkan dari hidup adalah terlalu berharap dan kehilangan

harapan, sedang aku sendiri tak tahu bagaimana berdiri di antara itu

Raka terbatuk, segumpal darah mengalir ke luar. Malam masih sangat

 beku, malam masih sangat dingin. Ketika tanpa diketahui, dia terkapar, memeluk

kepingan hatinya yang belum usai disatukan. Sirosis membawanya pergi, ketika

kakek dengan tersuruk-suruk mendekati kamarnya, mendengarkan ada dengus

yang berat dan nafas yang patah-patah.

~(o)~

Kakek memalingkan muka, sekuat hati air itu dia bendung, namun banjir

 juga di daratan pipinya yang bergelombang. Sedang Rayi masih termenung.

Pelan-pelan, hatiya menjerit, dengan gumam mulutnya merintih. Dia menangis.

Tak ada yang salah dengan Raka, mantan kekasihnya, tak ada yang salah dengan

hubungan itu, yang salah hanyalah hatinya yang lemah, untuk terus berjuang.

Semua perkataan orang tuanya perlahan mendekat bagai gemuruh koloni tawon

yang ribut.

“Rayi, kena pa kau sampai memutuskan cucuku?” 

Air mata masih mengalir, ketika dengan terbata Rayi menceritakan

segalanya “Begitulah kek, orangtua tak menyetujui hubungan kami. Mereka

menganggap bahwa status sosial sangatlah penting. Saya masih sangat mencintai

dia, namun saya juga tak bisa melawan kehendak orang tua”

Kakek terdiam, sesuatu menghujam. Mengapa kehidupan Raka menjadiduplikat dari hidupnya?

“Rayi, apakah kamu atau orangtuamu ingin mencari seorang lelaki yang

sempurna? Tidak pernah akan kalian dapatkan dan temukan. Karena kamu hanya

mempunyai dua pilihan, bertahan dengan kelemahan lelakimu atau kau mencari

laki-laki yang lain dengan kelemahan yang berbeda” kata-kata kakek yang

Page 7: Okta Adetya 2 (Lelaki, Generasi, Cinta)

7/21/2019 Okta Adetya 2 (Lelaki, Generasi, Cinta)

http://slidepdf.com/reader/full/okta-adetya-2-lelaki-generasi-cinta 7/7

diucapkan dengan pelan dan penuh kasih sayang itu justru membuat Rayi serasa

tertampar. Dia merasa malu sekaligus menyesal.

“Iya kek” 

“Kau masih mencintainya?” yang ditanya hanya mengangguk.

Lelaki tua itu kemudian berdiri, memandang jendela dan menatap hari

yang sudah memasuki senja. “Baiklah, kakek bangga, bahwa Raka tidak memilih

 perempuan yang benar. Cintailah dia sepanjang kau bisa, namun pikirkan juga

hidupmu, jangan seperti kakek. Terkadang, kita berpindah kepada orang lain

 bukan karena kita sudah tidak mencintainya, melainkan karena bertahan adalah

 perbuatan yang sia-sia”

“Jadi bagaimana kakek? 

“Kau yang memiliki cinta, maka hanya dirimu sendiri yang mampu

menjawabnya, Yi.” Kakek beringsut, mendapati potret cucunya yang tersenyum.

Dalam damai wajah itu, didapati bagian dirinya. Kakek tersenyum, menjemput

malam dengan sisa-sisa kedamaian. Tugasnya telah purna, kehilangan Raka

membuatnya terluka, namun dia bahagia bahwasannya cinta bocah itu sudah ada

yang menjaga sekarang. Rayi, Raka, Ratna, dan mungkin dia sendiri adalah

mantan. Mantan dari orang lain, mantan dari hidup. Setiap orang punya tragedi

tapi kita butuh untuk membuat semua tragedi itu pergi dan melanjutkan hidup.

 Nama Lengkap : Okta Adetya

Alamat : Karangmalang,Blok A/5 Caturtunggal, Depok, Sleman,

Yogyakarta

Kontak : 08994604492

Twitter : @AdetyaPreteers