Obstruksi Jaundice

33
BAB I PRESENTASI KASUS 1. IDENTITAS PASIEN : Nama : Tn. M Umur : 53 Th Pekerjaan : Akmil Agama : Islam Suku/Bangsa : Jawa / Indonesia Alamat : Magelang , Jawa Tengah I. ANAMNESIS ( pada tanggal 14 Januari 2012) 1. Keluhan Utama Nyeri perut kanan atas sejak 2 minggu yang lalu SMRS 2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke RSPAD Gatot Soebroto atas rujukan dari RS di Magelang dengan keluhan nyeri perut kanan atas. Setelah dua hari di rawat di magelang pasien mulai menguluh sekujur tubuhnya menguning serta matanya. Di RS Magelang pasien di diagnosa kolelitiasis dan dianjurkan untuk operasi di RSPAD gatot Soebroto. Nyeri perut kanan pasien terasa semkin berat. Pasien selama ini hanya mengeluh rasa sakit pada perut kanan atas dan menjalar sampe kebelakang, sakit bertambah terutama jika pasien makan makanan yang mengandung banyak lemak. . Pasien juga mengeluh demam (+), mual (+) , 1

Transcript of Obstruksi Jaundice

Page 1: Obstruksi Jaundice

BAB I

PRESENTASI KASUS

1. IDENTITAS PASIEN :

Nama : Tn. M

Umur : 53 Th

Pekerjaan : Akmil

Agama : Islam

Suku/Bangsa : Jawa / Indonesia

Alamat : Magelang , Jawa Tengah

I. ANAMNESIS ( pada tanggal 14 Januari 2012)

1. Keluhan Utama

Nyeri perut kanan atas sejak 2 minggu yang lalu SMRS

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RSPAD Gatot Soebroto atas rujukan dari RS di Magelang dengan

keluhan nyeri perut kanan atas. Setelah dua hari di rawat di magelang pasien mulai

menguluh sekujur tubuhnya menguning serta matanya. Di RS Magelang pasien di

diagnosa kolelitiasis dan dianjurkan untuk operasi di RSPAD gatot Soebroto. Nyeri perut

kanan pasien terasa semkin berat. Pasien selama ini hanya mengeluh rasa sakit pada perut

kanan atas dan menjalar sampe kebelakang, sakit bertambah terutama jika pasien makan

makanan yang mengandung banyak lemak. . Pasien juga mengeluh demam (+), mual (+) ,

lemas (+), BAK ( coklat atau gelap) BAB (pucat terang) muntah (-)

Pusing (-)

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Asma : Disangkal

Hipertensi : Disangkal

Jantung : Disangkal

DM : Disangkal

1

Page 2: Obstruksi Jaundice

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit seperti pasien,tetapi abang dan kakak

pasien punya riwayat penyakit hepatitis.

2. PEMERIKSAAN FISIK

Status generalis

Keadaan Umum : Tampak Sakit ringan

Kesadaran : Compos Mentis

Vital Sign : TD : 120/80 mmhg S : 36,5 C

N : 80 X / mnt P : 20 X / mnt

Kulit : Dalam batas normal

Kepala : Normocephal

Mata :Conjunctiva anemis ( - ), sclera ikterik +/+

Telinga : Secret ( - )

Hidung : Secret ( - )

Mulut : Lidah Kotor tidak ada, gigi karies tidak ada

Thorax

Pulmo : Inspeksi : Retraksi ( - ), Ketinggalan gerak nafas ( - )

Palpasi : Ketinggalan gerak nafas ( - )

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Vesikuler, ronkhi ( - ), Wheezing (-/-)

Jantung : Inspeksi : Ictus Cordis tak tampak

Palpasi : Ictus Cordis teraba di SIC IV

Perkusi : Redup

Auskult asi : Regular, Murmur (-) Gallop (-).

Abdomen : lihat status lokalis

Ekstremitas : Akral hangat, Nadi kuat

Status lokalis

2

Page 3: Obstruksi Jaundice

Abdomen : Inspeksi : Perut datar, darm contour (-) , darmn

steifung (-)

Auskultasi : Bising usus (+)

Perkusi : Pekak hepar (+)

Palpasi : Hepar/Lien tidak teraba, NT tekan pada

Perut kanan atas , murphy sign (+)

Pada regio abdomen kanan atas terdapat nyeri tekanan.

3. DIAGNOSIS SEMENTARA

Choledocholithiasis

4. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium :

o Tanggal : 09-01-2012/08.16.25

o Kimia :

Protein Total : 5,8

Albumin : 2,8

Globulin : 3,0

Bilirubin total : 12,7

Bilirubin Direct : 5,3

Bilirubin Indirect : 7,4

Alkali fosfatase (pria) : 203U/L

SGPT : 35

SGOT : 88 U/L

GGT : 56

Ureum : 24mg/dl

Kreatinin : 0,5

Natrium : 138 mEq/L

Kalium : 4.2 mEq/L

Klorida : 105 mEq/L

USG : multiple cholecystolithiasis (ukuran : 10x4mm)

3

Page 4: Obstruksi Jaundice

MRI/MRCP : hepatomegali ringan

Ascites minimal dengan efusi pleura bilateral

Cholecystolithiasis multiple dan choledocolithiasis yang

menyebabkan obstruksi billier extra intrahepatik.

5. DIAGNOSIS

Obstructive Jaundice e.c Choledocholithiasis

6. RESUME

Pasien datang ke RSPAD Gatot Soebroto atas rujukan dari RS di Magelang dengan

keluhan nyeri perut kanan atas. Setelah dua hari di rawat di magelang pasien mulai

menguluh sekujur tubuhnya menguning serta matanya. Di RS Magelang pasien di

diagnosa kolelitiasis dan dianjurkan untuk operasi di RSPAD gatot Soebroto. Nyeri perut

kanan pasien terasa semkin berat. Pasien selama ini hanya mengeluh rasa sakit pada perut

kanan atas dan menjalar sampe kebelakang, sakit bertambah terutama jika pasien makan

makanan yang mengandung banyak lemak. . Pasien juga mengeluh demam (+), mual (+) ,

lemas (+), BAK ( coklat atau gelap) BAB (pucat terang) muntah (-) Pusing (-). Dari

pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan abdomen kanan atas dan Murphy sign (+). Dari

pemeriksan penunjang didapatkan hasil USG multiple cholecystolithiasis (ukuran : 10x4mm)

dan hasil MRI/MRCP hepatomegali ringan Ascites minimal dengan efusi pleura bilateral,

cholecystolithiasis multiple dan choledocolithiasis yang menyebabkan obstruksi billier

extra intrahepatik.

7. PENANGANAN

Laparoscopic cholecystectomy + explore dengan pemasangan T Tube

4

Page 5: Obstruksi Jaundice

8. INSTRUKSI POST OPERASI

a. Awasi tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan

b. Lakukan penampungan dan pengukuran produksi dari NGT dan urin

c. Pasien dipuasakan dulu

d. Infus Dektrosa 5% : RL (3:2) 5 kolf/24 jam

e. Obat-obatan : - Injeksi Ceftriaxon 3x 1 gr IV

- Metofusin drip 3x 500 mg

- Acran injeksi 3 x 1 ampul

- Ketoprofen injeksi 3 x 1 ampul

- Vitamin K injeksi 3 x 1 ampul

- Kalnex injeksi 3 x 1 ampul

f. bila pasien sadar terus tidak ada kembung, mual dan muntah dan bising usus

adekuat, pasien dicoba minum bertahap (NGT diklem terlebih dahulu)

g. Bila intake oral baik infus, NGT dan kateter di cabut, pasie boleh makan bebas,

pasien mobilisasi dengan jalan dan obat-obatan diganti per oral :

- MEIACT tab 3 x 250 mg

- Ketoprofen tab 3 x 1

- Glyserin cap 3 x 1

h. Periksa histopatologi jaringan operasi

i. Boleh pulang

9. PROGNOSIS

o Ad Vitam : Dubia Ad Bonam

o Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam

o Ad Functionam : Dubia Ad Bonam

BAB II

PENDAHULUAN

5

Page 6: Obstruksi Jaundice

Munculnya jaundice pada pasien adalah sebuah kejadian yang dramatis secara

visual. Jaundice selalu berhubungan dengan penyakit penting, meskipun hasil akhir

jangka panjang bergantung pada penyebab yang mendasari jaundice. Jaundice adalah

gambaran fisik sehubungan dengan gangguan metabolisme bilirubin. Kondisi ini

biasanya disertai dengan gambaran fisik abnormal lainnya dan biasanya berhubungan

dengan gejala-gejala spesifik. Kegunaan yang tepat pemeriksaan darah dan pencitraan,

memberikan perbaikan lebih lanjut pada diagnosa banding. Umumnya, jaundice non-

obstruktif tidak membutuhkan intervensi bedah, sementara jaundice obstruktif biasanya

membutuhkan intervensi bedah atau prosedur intervensi lainnya untuk pengobatan. (1)

Jaundice merupakan manifestasi yang sering pada gangguan traktus biliaris, dan

evaluasi serta manajemen pasien jaundice merupakan permasalahan yang sering dihadapi

oleh ahli bedah. Serum bilirubin normal berkisar antara 0,5 – 1,3 mg/dL; ketika levelnya

meluas menjadi 2,0 mg/dL, pewarnaan jaringan bilirubin menjadi terlihat secara klinis

sebagai jaundice. Sebagai tambahan, adanya bilirubin terkonjugasi pada urin merupakan

satu dari perubahan awal yang terlihat pada tubuh pasien. (2)

Bilirubin merupakan produk pemecahan hemoglobin normal yang dihasilkan dari

sel darah merah tua oleh sistem retikuloendotelial. Bilirubin tak terkonjugasi yang ti dak

larut ditransportasikan ke hati terikat dengan albumin. Bilirubin ditransportasikan

melewati membran sinusoid hepatosit kedalam sitoplasma. Enzim uridine diphosphate–

glucuronyl transferase mengkonjugasikan bilirubin tak-terkonjugasi yang tidak larut

dengan asam glukoronat untuk membentuk bentuk terkonjugasi yang larut-air, bilirubin

monoglucuronide dan bilirubin diglucuronide. Bilirubin terkonjugasi kemudian secara

aktif disekresikan kedalam kanalikulus empedu. Pada ileum terminal dan kolon, bilirubin

dirubah menjadi urobilinogen, 10-20% direabsorbsi kedalam sirkulasi portal.

Urobilinogen ini diekskresikan kembali kedalam empedu atau diekskresikan oleh ginjal

didalam urin. (2)

BAB III

6

Page 7: Obstruksi Jaundice

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi Obstruksi Jaundice

Hambatan aliran empedu yang disebabkan oleh sumbatan mekanik menyebabkan

terjadinya kolestasis yang disebut sebagai ikterus obstruktif saluran empedu, sebelum

sumbatan melebar. Aktifitas enzim alkalifosfatase akan meningkat dan ini merupakan

tanda adanya kolestasis. Infeksi bakteri dengan kolangitis dan kemudian pembentukan

abses menyertai demam dan septisemia yang tidak jarang dijumpai sebagai penyulit

ikterus obstruktif. (5)

II. Anatomi dan Histologis

Kandung empedu merupakan kantong berbentuk bulat lonjong seperti buah

alpukat dengan panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu. Kandung empedu

terletak tepat dibawah lobus kanan hati. Kandung empedu terdiri atas fundus, korpus,

infundibulum, dan kolum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah

pinggir inferior hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen

setinggi ujung tulang rawan costa IX kanan. Empedu dibentuk oleh sel-sel hati dan

ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang

terletak di dalam septum inter lobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai

duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris

komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai duodenum terdapat cabang ke kandung

empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu

sebelum disalurkan ke duodenum.

Histologi

Saluran empedu dilapisi epitel toraks dengan bentuk seperti kriptus, yang

didalamnya terdapat sel mukus yang berselang-seling. Sel oto polos yang jarang akan

ditemukan di dalam dinding fibrosa duktus utama. Dinding vesika biliaris memiliki

empat lapisan. Daerah fundus, korpus dan infundibulum ditutupi oleh peritoneum

viseralis. Perimuskularis dibawahnya merupakan jaringan lapisan ikat dengan penonjolan

yang bervariasi dan kaya pembuluh darah dan pembuluh limfe. Tunika muskularis

7

Page 8: Obstruksi Jaundice

mengandung serabut otot longitudinalis. Tunika mukosa dilapisi epitel toraks tinggi, yang

bila terjadi peradangan, bisa berinvaginasi secara dalam untuk membentuk sinus

Rokitansky-Aschoff. Sel yang mensekresi mukus hanya menonjol pada daerah kollum.

Vaskularisasi

Suplai arteri ke batang saluran empedu ekstrahepatik proksimal muncul dari

cabang kecil yang berasal dari arteri hepatika lobaris, dan vaskularisasi duktus koledokus

distal oleh cabang dari arteri gastroduodenalis dan arteri pankreatikoduodenalis superior.

Arteri sistika yang ke vesika biliaris biasanya berasal dari arteri hepatika dekstra yang

terletak posterior lateral terhadap duktus heaptikus komunis. Selama kolesistektomi,

arteri sistika ditemukan pada basis duktus sistikus dalam segitiga Calot, tiga sisiya

dibatasi oleh duktus hepatikus komunis, duktus sistikus, dan hati. Drainase vena ke

batang saluran empedu ekstrahepatik dan vesika biliaris langsung ke vena porta.

Sistem Limfatik

Drainase pembuluh limfe batang hepatobiliaris bersifat sentrifugal. Pembuluh dari

parenkim hati dan batang saluran empedu intrahepatik berkonvergensi pada porta hepatis

dan berjalan sepanjang duktus hepatikus komunis di dalam ligamentum hepatoduodenale

untuk memasuki sisterna khili dan kemudian duktus torasikus. Limfe vesika biliaris

berdrainsase sepanjang duktus sistikus ke dalam jalinan ini. Pada kolesistisis, kelenjar

limfe yang membesar khas bisa ditemukan pada kollum vesika biliaris (nodus limfatikus

duktus sistikus) maupun pada sambungan duktus sistikus dengan koledokus serta

sepanjang bagian supraduodenal distal dari duktus koledokus.

Persyarafan Sistem Saluran Empedu

Persyarafan otonom batang saluran empedu terdiri dari serabut saraf simpatis

(nervus vagus) dan simpatis (torasika) yang mengikuti jalannya suplai vaskular.

Persyarafan vagus muncul dari vagus anterior serta penting dalam mempertahankan tonus

dan kontraktilitas vesika biliaris. Serabut simpatis aferen memperantarai nyeri kolik

biliaris. Sebagian produksi empedu dipengaruhi oleh kendali otonom.

8

Page 9: Obstruksi Jaundice

Gambar 1 anatomi system hepatobilier

III. Fisiologis

Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya antara 

600-1200 ml/hari.Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu. Diluar

waktu makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan di akan

mengalami pemekatan sekitar 50 %. Fungsi primer dari kandung empedu adalah

memekatkan empedu dengan absorpsi air dan natrium. Kandung empedu mampu

memekatkan zat terlarut yang kedap, yang terkandung dalam empedu hepatik 5-10 kali

dan mengurangi volume nya 80-90%. Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan

pengosongan parsial kandung empedu.

Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam duodenum.

Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum,

hormon kemudian masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi.

Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan

ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam

duodenum. Garam – garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi

lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi lemak. Proses

koordinasi dari kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal berikut ini yaitu :

a. Hormonal :Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan

merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini

yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu.

9

Page 10: Obstruksi Jaundice

Neurogen :Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi

cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari

kandung empedu. (3)

Empedu

Empedu secara primer terdiri dari air, lemak organic dan elektrolit yang secara

normal disekresi oleh hepatosit. Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan

komponen terbesar (90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan

garam anorganik. Garam empedu adalah steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal

dari kolesterol. Pengaturan produksinya dipengaruhi mekanisme umpan balik yang dapat

ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal kalau diperlukan.

Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :

-    Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak, karena

asam empedu membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi

partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah

pancreas serta asam empedu membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak yang

dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal.

-    Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan

yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran 

hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel hati.

Metabolisme bilirubin

Karena eritrosit yang sudah tidak berguna lagi di degradasi di dalam sistem

retikuloendotelial, maka hemoglobin dilepaskan dan diubah menjadi biliverdin. Pigmen

ini direduksi menjadi bilirubin yang tak larut air yang tak terkonjugasi (bilirubin indirect

yang diukur dengan reaksi van den bergh), diangkut ke dalam darah dan terikat pada

albumin, diekstraksi oleh hepatosit. Di dalam sitoplasma, bilirubin diangkut oleh protein

Y dan Z ke retikulum endoplasma. Dengan adanya glukoronil transferase, bilirubin

dikonjugasikan dengan asam glukoronat dan dalam jumla lebih sedikit dengan sulfat,

untuk membentuk bilirubin glukoronida dan bilirubin sulfat. Bilirubin terkonjugasi yang

larut dalam air ini (bilirubin direct) kemudian disekresi ke dalam kanalikuli biliaris

10

Page 11: Obstruksi Jaundice

melalui mekanisme transpor aktif yang sama dengan yang dimiliki oleh garam organik

lain, tetapi berbeda dari sekresi garam empedu. Beban bilirubin harian bagi sekresi

sekitar 30 mg. Di dalam usus, bakteri usus mengubah bilirubin ke kelas senyawa yang

dikenal sebagai urobilinogen. Urobilinogen ini terutama diekskresikan di dalam feses,

tetapi sebagian di reabsorpsi dan di ekstraksi oleh hepatosit untuk memasuki sirkulasi

enterohepatik atau diekskresikan di dalam urin.

Gambar 2

IV. Patofisiologis

11

Page 12: Obstruksi Jaundice

Empedu merupakan sekresi multi-fungsi dengan susunan fungsi, termasuk

pencernaan dan penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin lingkungan, karsinogen, obat-

obatan, dan metabolitnya, dan menyediakan jalur primer ekskresi beragam komponen

endogen dan produk metabolit, seperti kolesterol, bilirubin, dan berbagai hormon. (4)

Pada obstruksi jaundice, efek patofisiologisnya mencerminkan ketiadaan

komponen empedu (yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid) di usus

halus, dan cadangannya, yang menyebabkan tumpahan pada sirkulasi sistemik. Feses

biasanya menjadi pucat karena kurangnya bilirubin yang mencapai usus halus. Ketiadaan

garam empedu dapat menyebabkan malabsorpsi, mengakibatkan steatorrhea dan

defisiensi vitamin larut lemak (A, D, K); defisiensi vitamin K bisa mengurangi level

protrombin. Pada kolestasis berkepanjangan, seiring malabsorpsi vitamin D dan Ca bisa

menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia. (4)

Retensi bilirubin menyebabkan hiperbilirubinemia campuran. Beberapa bilirubin

terkonjugasi mencapai urin dan menggelapkan warnanya. Level tinggi sirkulasi garam

empedu berhubungan dengan, namun tidak menyebabkan, pruritus. Kolesterol dan retensi

fosfolipid menyebabkan hiperlipidemia karena malabsorpsi lemak (meskipun

meningkatnya sintesis hati dan menurunnya esterifikasi kolesterol juga punya andil);

level trigliserida sebagian besar tidak terpengaruh. (4)

Penyakit hati kolestatik ditandai dengan akumulasi substansi hepatotoksik, disfungsi

mitokondria dan gangguan pertahanan antioksidan hati. Penyimpanan asam empedu

hidrofobik mengindikasikan penyebab utama hepatotoksisitas dengan perubahan

sejumlah fungsi sel penting, seperti produksi energi mitokondria. Gangguan metabolisme

mitokondria dan akumulasi asam empedu hidrofobik berhubungan dengan meningkatnya

produksi oksigen jenis radikal bebas dan berkembangnya kerusakan oksidatif. (4)

V. Etiologi

12

Page 13: Obstruksi Jaundice

Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding saluran

misalnya adanya tumor atau penyempitan karena trauma (iatrogenik). Batu empedu dan

cacing askaris sering dijumpai sebagai penyebab sumbatan di dalam lumen saluran.

Pankreatitis, tumor kaput pankreas, tumor kandung empedu atau anak sebar tumor ganas

di daerah ligamentum hepatoduodenale dapat menekan saluran empedu dari luar

menimbulkan gangguan aliran empedu. (5)Beberapa keadaan yang jarang dijumpai

sebagai penyebab sumbatan antara lain kista koledokus, abses amuba pada lokasi

tertentu, divertikel duodenum dan striktur sfingter papila vater. (5)Ringkasnya etiologi

disebabkan oleh: koledokolitiasis, kolangiokarsinoma, karsinoma ampulla, karsinoma

pankreas, striktur bilier. (4)

VI. Manifestasi Klinis

Jaundice, urin pekat, feses pucat dan pruritus general merupakan ciri jaundice

obstruktif. Riwayat demam, kolik bilier, dan jaundice intermiten mungkin diduga

kolangitis/koledokolitiasis. Hilangnya berat badan, massa abdomen, nyeri yang menjalar

ke punggung, jaundice yang semakin dalam, mungkin ditimbulkan karsinoma pankreas.

Jaundice yang dalam (dengan rona kehijauan) yang intensitasnya berfluktuasi mungkin

disebabkan karsinoma peri-ampula. Kandung empedu yang teraba membesar pada pasien

jaundice juga diduga sebuah malignansi ekstrahepatik (hukum Couvoissier). (4)

Batu Saluran Empedu (Koledokolitiasis) 

Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut

kanan atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi kolangitis.

Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya disertai obstruksi, akan ditemukan

gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis akut yang ringan

z sampai sedang biasanya kolangitis bakterial non piogenik yang ditandai dengan trias

Charcot yaitu demam dan menggigil, nyeri didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi

kolangiolitis, biasanya berupa kolangitis piogenik intrahepatik, akan timbul 5 gejala

pentade Reynold, berupa tiga gejala trias Charcot, ditambah syok, dan kekacauan mental

atau penurunan kesadaran sampai koma.

13

Page 14: Obstruksi Jaundice

Gambar 3 . Obstruksi batu pada gallbladder dan manifestasi klinis

Koledokolitiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius karena

komplikasi mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa. Batu duktus

koledokus disertai dengan bakterobilia dalam 75% persen pasien serta dengan adanya

obstruksi saluran empedu, dapat timbul kolangitis akut. Episode parah kolangitis akut

dapat menyeb abkan abses hati. Migrasi batu empedu kecil melalui ampula Vateri

sewaktu ada saluran umum diantara duktus koledokus distal dan duktus pankreatikus

dapat menyebabkan pankreatitis batu empedu. Tersangkutnya batu empedu dalam ampula

akan menyebabkan ikterus obstruktif.

Gambar 4. Obstruksi pada ampula

VII. Diagnosis(4)

14

Page 15: Obstruksi Jaundice

1. Pemeriksaan Fisik

Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala atau tanda dalam fase tenang.

Kadang teraba hati agak membesar dan sklera ikterik. Perlu diketahui bila kadar bilirubin

darah kurang dari 3mg/dl, gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu

bertambah berat, baru akan timbul ikterik klinis. Apabila timbul serangan kolangitis yang

umumnya disertai dengan obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan

beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya

kolangitis bakterial nonpiogenik yang ditandai dengan trias Charcot, yaitu demam dan

menggigil, nyeri di daerah hati dan ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya berupa

kolangiolitis piognik intrahepatik, akan timbul lima gejala pentade reynold, berupa tiga

gejala tria charcot, ditambah shock dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran

sampai koma.

Kelainan batang saluran empedu sering bisa dicurigai atas dasar riwayat penyakit

saja. Nyeri kuadran kanan atas, intoleransi makanan berlemak, demam dan kedinginan

serta riwayat ikterus, urin berwarna gelap dan feses berwarna terang. Semuanya

menggambarkan penyakit saluran empedu. Di samping itu, gambaran fisis ikterus, nyeri

tekan kuadran kanan atas dan massa pada kuadan kanan atas sangat bermanfaat dalam

memusatkan diagnosis pada batang saluran empedu. Tetapi gambaran ini tidak

patognomonik bagi penyakit saluran empedu dan kadang-kadang bisa timbul sekunder

terhadap penyakit dalam sistem organ lain. Lebih lanjut karena lokasi anatominya, maka

batang saluran empedu tidak memberikan kemungkinan dengan pemeriksaan palpasi luar

(kecuali vesika biliaris yang berdistensi). Sehingga berbeda dari banyak sistem tubuh

lain, sebenarnya diagnosis pasti sebagian besar kasus saluran empedu selalu memerlukan

bantuan pemeriksaan laboratorium dan/atau teknik pembuatan gambar radiografi,

sonografi atau radionuklir. Tes diagnostik ini telah dirancang secara primer untuk

mendeteksi adanya batu empedu dan/atau untuk menentukan adanya obstruksi atau

halangan aliran empedu dengan analisis kimia berbagai fungsi hati dan ekskresi empedu

atau dengan visualisasi langsung anatomi batang saluran empedu.

2. Pemeriksaan laboratorium

15

Page 16: Obstruksi Jaundice

Meningkatnya level serum bilirubin dengan kelebihan fraksi bilirubin

terkonjugasi. Serum gamma glutamyl transpeptidase (GGT) juga meningkat pada

kolestasis.Umumnya, pada pasien dengan penyakit batu kandung empedu

hiperbilirubinemia lebih rendah dibandingkan pasien dengan obstruksi maligna ekstra-

hepatik. Serum bilirubin biasanya < 20 mg/dL. Alkali fosfatase meningkat 10 kali jumlah

normal. Transaminase juga mendadak meningkat 10 kali nilai normal dan menurun

dengan cepat begitu penyebab obstruksi dihilangkan.

Meningkatnya leukosit terjadi pada kolangitis. Pada karsinoma pankreas dan

kanker obstruksi lainnya, bilirubin serum meningkat menjadi 35-40 mg/dL, alkali

fosfatase meningkat 10 kali nilai normal, namun transamin tetap normal. Penanda tumor

seperti CA 19-9, CEA dan CA-125 biasanya meningkat pada karsinoma pankreas,

kolangiokarsinoma, dan karsinoma peri-ampula, namun penanda tersebut tidak spesifik

dan mungkin saja meningkat pada penyakit jinak percabangan hepatobilier lainnya.

3. pemeriksaan radiologis

Tujuan dibuat pencitraan adalah:

(1) memastikan adanya obstruksi ekstrahepatik (yaitu membuktikan apakah jaundice

akibat post-hepatik dibandingkan hepatik),

(2) untuk menentukan level obstruksi,

(3) untuk mengidentifikasi penyebab spesifik obstruksi,

(4) memberikan informasi pelengkap sehubungan dengan diagnosa yang mendasarinya

(misal, informasi staging pada kasus malignansi)

USG : memperlihatkan ukuran duktus biliaris, mendefinisikan level obstruksi,

mengidentifikasi penyebab dan memberikan informasi lain sehubuungan dengan penyakit

(mis, metastase hepatik, kandung empedu, perubahan parenkimal hepatik).

16

Page 17: Obstruksi Jaundice

USG : identifikasi obstruksi duktus dengan akurasi 95%, memperlihatkan batu kandung

empedu dan duktus biliaris yang berdilatasi, namun tidak dapat diandalkan untuk batu

kecil atau striktur. Juga dapat memperlihatkan tumor, kista atau abses di pankreas, hepar

dan struktur yang mengelilinginya.

Gambar 5.USG obstruksi jaundice

CT : memberi viasualisasi yang baik untuk hepar, kandung empedu, pankreas, ginjal dan

retroperitoneum; membandingkan antara obstruksi intra- dan ekstrahepatik dengan

akurasi 95%. CT dengan kontras digunakan untuk menilai malignansi bilier.

ERCP dan PTC : menyediakan visualisasi langsung level obstruksi. Namun prosedur ini

invasif dan bisa menyebabkan komplikasi seperti kolangitis, kebocoran bilier,

pankreatitis dan perdarahan.

EUS (endoscopic ultrasound) : memiliki beragam aplikasi, seperti staging malignansi

gastrointestinal, evaluasi tumor submukosa dan berkembang menjadi modalitas penting

dalam evaluasi sistem pankreatikobilier. EUS juga berguna untuk mendeteksi dan staging

tumor ampula, deteksi mikrolitiasis, koledokolitiasis dan evaluasi striktur duktus biliaris

benigna atau maligna. EUS juga bisa digunakan untuk aspirasi kista dan biopsi lesi padat.

Magnetic Resonance Cholangio-Pancreatography (MRCP) merupakan teknik

visualisasi terbaru, non-invasif pada bilier dan sistem duktus pankreas. Hal ini terutama

berguna pada pasien dengan kontraindikasi untuk dilakukan ERCP. Visualisasi yang baik

17

Page 18: Obstruksi Jaundice

dari anatomi bilier memungkinkan tanpa sifat invasif dari ERCP. Tidak seperti ERCP,

MRCP adalah murni diagnostik.

VIII. Komplikasi Obstruktif Jaundice

1. Cholangitis

Cholangitis adalah suatu kondisi dimana empedu didalam saluran-saluran

common, hepatik, dan intrahepatik menjadi terinfeksi. Seperti cholecystitis,

infeksi menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran-saluran

menjadi terhalang oleh sebuah batu empedu. Pasien-pasien dengan cholangitis

adalah sangat sakit dengan suatu demam yang tinggi dan peningkatan jumlah-

jumlah sel darah putih. Cholangitis mungkin berakibat pada suatu abses (abscess)

didalam hati atau sepsis.

2. Pankreatits akut

Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa

menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vateri

sehingga timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone

pancreatitis). BSE yang tidak keluar spontan akan tetap berada dalam saluran

empedu dan dapat membesar. Gambaran klinis koledokolitiasis didominasi

penyulitnya seperti ikterus obstruktif, kolangitis dan pankreatitis

IX. Penatalaksanaan

1. Tindakan operatif

a. Kolesistektomi

Terapi terbanyak pada penderita batu kandung empedu adalah dengan

operasi. Kolesistektomi dengan atau tanpa eksplorasi duktus komunis

tetap merupakan tindakan pengobatan untuk penderita dengan batu

empedu simptomatik. Pembedahan untuk batu empedu tanpa gejala masih

diperdebatkan, banyak ahli menganjurkan terapi konservatif. Sebagian ahli

lainnya berpendapat lain mengingat “silent stone” akhirnya akan

menimbulkan gejala-gejala bahkan komplikasi, maka mereka sepakat

bahwa pembedahan adalah pengobatan yang paling tepat yaitu

18

Page 19: Obstruksi Jaundice

kolesistektomi efektif dan berlaku pada setiap kasus batu kandung empedu

kalau keadaan umum penderita baik.

Indikasi kolesistektomi sebagai berikut :

1. Adanya keluhan bilier apabila mengganggu atau semakin sering atau

berat.

2. Adanya komplikasi atau pernah ada komplikasi batu kandung empedu.

3. Adanya penyakit lain yang mempermudah timbulnya komplikasi

misalnya Diabetes Mellitus, kandung empedu yang tidak tampak pada

foto kontras dan sebagainya

b. Kolesistostomi

Beberapa ahli bedah menganjurkan kolesistostomi dan dekompresi

cabang-cabang saluran empedu sebagai tindakan awal pilihan pada

penderita kolesistitis dengan resiko tinggi yang mungkin tidak dapat

diatasi dengan kolesistektomi dini.

Indikasi dari kolesistostomi adalah :

1. Keadaan umum sangat buruk misalnya karena sepsis

2. Penderita yang berumur lanjut, karena ada penyakit lain yang berat

yang menyertai, kesulitan teknik operasi.

3. Tersangka adanya pankreatitis.

Kerugian dari kolesistostomi mungkin terselipnya batu sehingga sukar

dikeluarkan dan kemungkinan besar terjadinya batu lagi kalau tidak diikuti

dengan kolesistektomi.

c. Sfingerotomy endosokopik, PTBD (perkutaneus transhepatik bilirian

drainage) , Pemasangan “T Tube ” saluran empedu koledoskop dan

Laparatomi kolesistektomi pemasangan T Tube.

2. Tindakan non operatif

a. Terapi disolusi

19

Page 20: Obstruksi Jaundice

Penggunaan garam empedu yaitu asam Chenodeodeoxycholat (CDCA)

yang mampu melarutkan batu kolesterol invitro, secara invivo telah

dimulai sejak 1973 di klinik Mayo, Amerika Serikat juga dapat berhasil,

hanya tidak dijelaskan terjadinya kekambuhan. 

Pengobatan dengan asam empedu ini dengan sukses melarutkan sempurna

batu pada sekitar 60 % penderita yang diobati dengan CDCA oral dalam

dosis 10 – 15 mg/kg berat badan per hari selama 6 sampai 24 bulan.

Penghentian pengobatan CDCA setelah batu larut sering timbul rekurensi

kolelitiasis. Pemberian CDCA dibutuhkan syarat tertentu yaitu :

1. Wanita hamil

2. Penyakit hati yang kronis

3. Kolik empedu berat atau berulang-ulang

4. Kandung empedu yang tidak berfungsi.

b. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi (ESWL)

ESWL merupakan litotripsi untuk batu empedu dimana dasar terapinya

adalah disintegrasi batu dengan gelombang kejut sehingga menjadi

partikel yang lebih kecil. Pemecahan batu menjadi partikel kecil bertujuan

agar kelarutannya dalam asam empedu menjadi meningkat serta

pengeluarannya melalui duktus sistikus dengan kontraksi kandung empedu

juga menjadi lebih mudah.

c. Dietetik

Prinsip perawatan dietetic pada penderita batu kandung empedu adalah

memberi istirahat pada kandung empedu dan mengurangi rasa sakit, juga

untuk memperkecil kemungkinan batu memasuki duktus sistikus. Di

samping itu untuk memberi makanan secukupnya untuk memelihara berat

badan dan keseimbangan cairan tubuh. Pembatasan kalori juga perlu

dilakukan karena pada umumnya batu kandung empedu tergolong juga ke

dalam penderita obesitas. Bahan makanan yang dapat menyebabkan

gangguan pencernaan makanan juga harus dihindarkan. Kadang-kadang

20

Page 21: Obstruksi Jaundice

penderita batu kandung empedu sering menderita konstipasi, maka diet

dengan menggunakan buah-buahan dan sayuran yang tidak mengeluarkan

gas akan sangat membantu.

X. Kesimpulan

Secara umumnya, obstruksi jaundice adalah perubahan warna kulit, sclera mata atau

jaringan lainnya (mebran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan bilirubin yang

meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Obstruksi jaundice dapat terjadi akibat

adanya hambatan saluran empedu. Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelaian

pada dinding saluran empedu misalnya adanya tumor atau penyempitan karena trauma

(iatrogenik). Pengobatan ikterus sangat bergantung penyakit dasar penyebabnya.

21

Page 22: Obstruksi Jaundice

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Sabiston David C. Jr.. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:EGC.2010.115-128

2. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-9.

3. Cholelithiasis, Patofisiologi Pembentukan Batu Empedu. Diunduh dari:

http://ilmubedah.info/cholelithiasis-patofisiologi-pembentukan-batu-empedu-

20110216.html

4. James S. Clarke, Barrett P. Diagnosis of Obstructive Jaundice. Diunduh dari

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1501243/. Febuary, 4 2012.

5. Bonheur, J,L. Biliary Obstruction. Diunduh dari :

http://emedicine.medscape.com/article/187001-overview. Febuary, 4 2012

22