Obstruksi Jaundice
-
Upload
wisnu-surya-pamungkas -
Category
Documents
-
view
870 -
download
5
Transcript of Obstruksi Jaundice
BAB I
PRESENTASI KASUS
1. IDENTITAS PASIEN :
Nama : Tn. M
Umur : 53 Th
Pekerjaan : Akmil
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa / Indonesia
Alamat : Magelang , Jawa Tengah
I. ANAMNESIS ( pada tanggal 14 Januari 2012)
1. Keluhan Utama
Nyeri perut kanan atas sejak 2 minggu yang lalu SMRS
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSPAD Gatot Soebroto atas rujukan dari RS di Magelang dengan
keluhan nyeri perut kanan atas. Setelah dua hari di rawat di magelang pasien mulai
menguluh sekujur tubuhnya menguning serta matanya. Di RS Magelang pasien di
diagnosa kolelitiasis dan dianjurkan untuk operasi di RSPAD gatot Soebroto. Nyeri perut
kanan pasien terasa semkin berat. Pasien selama ini hanya mengeluh rasa sakit pada perut
kanan atas dan menjalar sampe kebelakang, sakit bertambah terutama jika pasien makan
makanan yang mengandung banyak lemak. . Pasien juga mengeluh demam (+), mual (+) ,
lemas (+), BAK ( coklat atau gelap) BAB (pucat terang) muntah (-)
Pusing (-)
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Asma : Disangkal
Hipertensi : Disangkal
Jantung : Disangkal
DM : Disangkal
1
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit seperti pasien,tetapi abang dan kakak
pasien punya riwayat penyakit hepatitis.
2. PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
Keadaan Umum : Tampak Sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign : TD : 120/80 mmhg S : 36,5 C
N : 80 X / mnt P : 20 X / mnt
Kulit : Dalam batas normal
Kepala : Normocephal
Mata :Conjunctiva anemis ( - ), sclera ikterik +/+
Telinga : Secret ( - )
Hidung : Secret ( - )
Mulut : Lidah Kotor tidak ada, gigi karies tidak ada
Thorax
Pulmo : Inspeksi : Retraksi ( - ), Ketinggalan gerak nafas ( - )
Palpasi : Ketinggalan gerak nafas ( - )
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler, ronkhi ( - ), Wheezing (-/-)
Jantung : Inspeksi : Ictus Cordis tak tampak
Palpasi : Ictus Cordis teraba di SIC IV
Perkusi : Redup
Auskult asi : Regular, Murmur (-) Gallop (-).
Abdomen : lihat status lokalis
Ekstremitas : Akral hangat, Nadi kuat
Status lokalis
2
Abdomen : Inspeksi : Perut datar, darm contour (-) , darmn
steifung (-)
Auskultasi : Bising usus (+)
Perkusi : Pekak hepar (+)
Palpasi : Hepar/Lien tidak teraba, NT tekan pada
Perut kanan atas , murphy sign (+)
Pada regio abdomen kanan atas terdapat nyeri tekanan.
3. DIAGNOSIS SEMENTARA
Choledocholithiasis
4. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :
o Tanggal : 09-01-2012/08.16.25
o Kimia :
Protein Total : 5,8
Albumin : 2,8
Globulin : 3,0
Bilirubin total : 12,7
Bilirubin Direct : 5,3
Bilirubin Indirect : 7,4
Alkali fosfatase (pria) : 203U/L
SGPT : 35
SGOT : 88 U/L
GGT : 56
Ureum : 24mg/dl
Kreatinin : 0,5
Natrium : 138 mEq/L
Kalium : 4.2 mEq/L
Klorida : 105 mEq/L
USG : multiple cholecystolithiasis (ukuran : 10x4mm)
3
MRI/MRCP : hepatomegali ringan
Ascites minimal dengan efusi pleura bilateral
Cholecystolithiasis multiple dan choledocolithiasis yang
menyebabkan obstruksi billier extra intrahepatik.
5. DIAGNOSIS
Obstructive Jaundice e.c Choledocholithiasis
6. RESUME
Pasien datang ke RSPAD Gatot Soebroto atas rujukan dari RS di Magelang dengan
keluhan nyeri perut kanan atas. Setelah dua hari di rawat di magelang pasien mulai
menguluh sekujur tubuhnya menguning serta matanya. Di RS Magelang pasien di
diagnosa kolelitiasis dan dianjurkan untuk operasi di RSPAD gatot Soebroto. Nyeri perut
kanan pasien terasa semkin berat. Pasien selama ini hanya mengeluh rasa sakit pada perut
kanan atas dan menjalar sampe kebelakang, sakit bertambah terutama jika pasien makan
makanan yang mengandung banyak lemak. . Pasien juga mengeluh demam (+), mual (+) ,
lemas (+), BAK ( coklat atau gelap) BAB (pucat terang) muntah (-) Pusing (-). Dari
pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan abdomen kanan atas dan Murphy sign (+). Dari
pemeriksan penunjang didapatkan hasil USG multiple cholecystolithiasis (ukuran : 10x4mm)
dan hasil MRI/MRCP hepatomegali ringan Ascites minimal dengan efusi pleura bilateral,
cholecystolithiasis multiple dan choledocolithiasis yang menyebabkan obstruksi billier
extra intrahepatik.
7. PENANGANAN
Laparoscopic cholecystectomy + explore dengan pemasangan T Tube
4
8. INSTRUKSI POST OPERASI
a. Awasi tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan
b. Lakukan penampungan dan pengukuran produksi dari NGT dan urin
c. Pasien dipuasakan dulu
d. Infus Dektrosa 5% : RL (3:2) 5 kolf/24 jam
e. Obat-obatan : - Injeksi Ceftriaxon 3x 1 gr IV
- Metofusin drip 3x 500 mg
- Acran injeksi 3 x 1 ampul
- Ketoprofen injeksi 3 x 1 ampul
- Vitamin K injeksi 3 x 1 ampul
- Kalnex injeksi 3 x 1 ampul
f. bila pasien sadar terus tidak ada kembung, mual dan muntah dan bising usus
adekuat, pasien dicoba minum bertahap (NGT diklem terlebih dahulu)
g. Bila intake oral baik infus, NGT dan kateter di cabut, pasie boleh makan bebas,
pasien mobilisasi dengan jalan dan obat-obatan diganti per oral :
- MEIACT tab 3 x 250 mg
- Ketoprofen tab 3 x 1
- Glyserin cap 3 x 1
h. Periksa histopatologi jaringan operasi
i. Boleh pulang
9. PROGNOSIS
o Ad Vitam : Dubia Ad Bonam
o Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam
o Ad Functionam : Dubia Ad Bonam
BAB II
PENDAHULUAN
5
Munculnya jaundice pada pasien adalah sebuah kejadian yang dramatis secara
visual. Jaundice selalu berhubungan dengan penyakit penting, meskipun hasil akhir
jangka panjang bergantung pada penyebab yang mendasari jaundice. Jaundice adalah
gambaran fisik sehubungan dengan gangguan metabolisme bilirubin. Kondisi ini
biasanya disertai dengan gambaran fisik abnormal lainnya dan biasanya berhubungan
dengan gejala-gejala spesifik. Kegunaan yang tepat pemeriksaan darah dan pencitraan,
memberikan perbaikan lebih lanjut pada diagnosa banding. Umumnya, jaundice non-
obstruktif tidak membutuhkan intervensi bedah, sementara jaundice obstruktif biasanya
membutuhkan intervensi bedah atau prosedur intervensi lainnya untuk pengobatan. (1)
Jaundice merupakan manifestasi yang sering pada gangguan traktus biliaris, dan
evaluasi serta manajemen pasien jaundice merupakan permasalahan yang sering dihadapi
oleh ahli bedah. Serum bilirubin normal berkisar antara 0,5 – 1,3 mg/dL; ketika levelnya
meluas menjadi 2,0 mg/dL, pewarnaan jaringan bilirubin menjadi terlihat secara klinis
sebagai jaundice. Sebagai tambahan, adanya bilirubin terkonjugasi pada urin merupakan
satu dari perubahan awal yang terlihat pada tubuh pasien. (2)
Bilirubin merupakan produk pemecahan hemoglobin normal yang dihasilkan dari
sel darah merah tua oleh sistem retikuloendotelial. Bilirubin tak terkonjugasi yang ti dak
larut ditransportasikan ke hati terikat dengan albumin. Bilirubin ditransportasikan
melewati membran sinusoid hepatosit kedalam sitoplasma. Enzim uridine diphosphate–
glucuronyl transferase mengkonjugasikan bilirubin tak-terkonjugasi yang tidak larut
dengan asam glukoronat untuk membentuk bentuk terkonjugasi yang larut-air, bilirubin
monoglucuronide dan bilirubin diglucuronide. Bilirubin terkonjugasi kemudian secara
aktif disekresikan kedalam kanalikulus empedu. Pada ileum terminal dan kolon, bilirubin
dirubah menjadi urobilinogen, 10-20% direabsorbsi kedalam sirkulasi portal.
Urobilinogen ini diekskresikan kembali kedalam empedu atau diekskresikan oleh ginjal
didalam urin. (2)
BAB III
6
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi Obstruksi Jaundice
Hambatan aliran empedu yang disebabkan oleh sumbatan mekanik menyebabkan
terjadinya kolestasis yang disebut sebagai ikterus obstruktif saluran empedu, sebelum
sumbatan melebar. Aktifitas enzim alkalifosfatase akan meningkat dan ini merupakan
tanda adanya kolestasis. Infeksi bakteri dengan kolangitis dan kemudian pembentukan
abses menyertai demam dan septisemia yang tidak jarang dijumpai sebagai penyulit
ikterus obstruktif. (5)
II. Anatomi dan Histologis
Kandung empedu merupakan kantong berbentuk bulat lonjong seperti buah
alpukat dengan panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu. Kandung empedu
terletak tepat dibawah lobus kanan hati. Kandung empedu terdiri atas fundus, korpus,
infundibulum, dan kolum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah
pinggir inferior hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen
setinggi ujung tulang rawan costa IX kanan. Empedu dibentuk oleh sel-sel hati dan
ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang
terletak di dalam septum inter lobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai
duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris
komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai duodenum terdapat cabang ke kandung
empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu
sebelum disalurkan ke duodenum.
Histologi
Saluran empedu dilapisi epitel toraks dengan bentuk seperti kriptus, yang
didalamnya terdapat sel mukus yang berselang-seling. Sel oto polos yang jarang akan
ditemukan di dalam dinding fibrosa duktus utama. Dinding vesika biliaris memiliki
empat lapisan. Daerah fundus, korpus dan infundibulum ditutupi oleh peritoneum
viseralis. Perimuskularis dibawahnya merupakan jaringan lapisan ikat dengan penonjolan
yang bervariasi dan kaya pembuluh darah dan pembuluh limfe. Tunika muskularis
7
mengandung serabut otot longitudinalis. Tunika mukosa dilapisi epitel toraks tinggi, yang
bila terjadi peradangan, bisa berinvaginasi secara dalam untuk membentuk sinus
Rokitansky-Aschoff. Sel yang mensekresi mukus hanya menonjol pada daerah kollum.
Vaskularisasi
Suplai arteri ke batang saluran empedu ekstrahepatik proksimal muncul dari
cabang kecil yang berasal dari arteri hepatika lobaris, dan vaskularisasi duktus koledokus
distal oleh cabang dari arteri gastroduodenalis dan arteri pankreatikoduodenalis superior.
Arteri sistika yang ke vesika biliaris biasanya berasal dari arteri hepatika dekstra yang
terletak posterior lateral terhadap duktus heaptikus komunis. Selama kolesistektomi,
arteri sistika ditemukan pada basis duktus sistikus dalam segitiga Calot, tiga sisiya
dibatasi oleh duktus hepatikus komunis, duktus sistikus, dan hati. Drainase vena ke
batang saluran empedu ekstrahepatik dan vesika biliaris langsung ke vena porta.
Sistem Limfatik
Drainase pembuluh limfe batang hepatobiliaris bersifat sentrifugal. Pembuluh dari
parenkim hati dan batang saluran empedu intrahepatik berkonvergensi pada porta hepatis
dan berjalan sepanjang duktus hepatikus komunis di dalam ligamentum hepatoduodenale
untuk memasuki sisterna khili dan kemudian duktus torasikus. Limfe vesika biliaris
berdrainsase sepanjang duktus sistikus ke dalam jalinan ini. Pada kolesistisis, kelenjar
limfe yang membesar khas bisa ditemukan pada kollum vesika biliaris (nodus limfatikus
duktus sistikus) maupun pada sambungan duktus sistikus dengan koledokus serta
sepanjang bagian supraduodenal distal dari duktus koledokus.
Persyarafan Sistem Saluran Empedu
Persyarafan otonom batang saluran empedu terdiri dari serabut saraf simpatis
(nervus vagus) dan simpatis (torasika) yang mengikuti jalannya suplai vaskular.
Persyarafan vagus muncul dari vagus anterior serta penting dalam mempertahankan tonus
dan kontraktilitas vesika biliaris. Serabut simpatis aferen memperantarai nyeri kolik
biliaris. Sebagian produksi empedu dipengaruhi oleh kendali otonom.
8
Gambar 1 anatomi system hepatobilier
III. Fisiologis
Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya antara
600-1200 ml/hari.Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu. Diluar
waktu makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan di akan
mengalami pemekatan sekitar 50 %. Fungsi primer dari kandung empedu adalah
memekatkan empedu dengan absorpsi air dan natrium. Kandung empedu mampu
memekatkan zat terlarut yang kedap, yang terkandung dalam empedu hepatik 5-10 kali
dan mengurangi volume nya 80-90%. Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan
pengosongan parsial kandung empedu.
Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam duodenum.
Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum,
hormon kemudian masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi.
Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan
ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam
duodenum. Garam – garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi
lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi lemak. Proses
koordinasi dari kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal berikut ini yaitu :
a. Hormonal :Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan
merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini
yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu.
9
Neurogen :Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi
cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari
kandung empedu. (3)
Empedu
Empedu secara primer terdiri dari air, lemak organic dan elektrolit yang secara
normal disekresi oleh hepatosit. Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan
komponen terbesar (90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan
garam anorganik. Garam empedu adalah steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal
dari kolesterol. Pengaturan produksinya dipengaruhi mekanisme umpan balik yang dapat
ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal kalau diperlukan.
Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :
- Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak, karena
asam empedu membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi
partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah
pancreas serta asam empedu membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak yang
dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal.
- Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan
yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran
hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel hati.
Metabolisme bilirubin
Karena eritrosit yang sudah tidak berguna lagi di degradasi di dalam sistem
retikuloendotelial, maka hemoglobin dilepaskan dan diubah menjadi biliverdin. Pigmen
ini direduksi menjadi bilirubin yang tak larut air yang tak terkonjugasi (bilirubin indirect
yang diukur dengan reaksi van den bergh), diangkut ke dalam darah dan terikat pada
albumin, diekstraksi oleh hepatosit. Di dalam sitoplasma, bilirubin diangkut oleh protein
Y dan Z ke retikulum endoplasma. Dengan adanya glukoronil transferase, bilirubin
dikonjugasikan dengan asam glukoronat dan dalam jumla lebih sedikit dengan sulfat,
untuk membentuk bilirubin glukoronida dan bilirubin sulfat. Bilirubin terkonjugasi yang
larut dalam air ini (bilirubin direct) kemudian disekresi ke dalam kanalikuli biliaris
10
melalui mekanisme transpor aktif yang sama dengan yang dimiliki oleh garam organik
lain, tetapi berbeda dari sekresi garam empedu. Beban bilirubin harian bagi sekresi
sekitar 30 mg. Di dalam usus, bakteri usus mengubah bilirubin ke kelas senyawa yang
dikenal sebagai urobilinogen. Urobilinogen ini terutama diekskresikan di dalam feses,
tetapi sebagian di reabsorpsi dan di ekstraksi oleh hepatosit untuk memasuki sirkulasi
enterohepatik atau diekskresikan di dalam urin.
Gambar 2
IV. Patofisiologis
11
Empedu merupakan sekresi multi-fungsi dengan susunan fungsi, termasuk
pencernaan dan penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin lingkungan, karsinogen, obat-
obatan, dan metabolitnya, dan menyediakan jalur primer ekskresi beragam komponen
endogen dan produk metabolit, seperti kolesterol, bilirubin, dan berbagai hormon. (4)
Pada obstruksi jaundice, efek patofisiologisnya mencerminkan ketiadaan
komponen empedu (yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid) di usus
halus, dan cadangannya, yang menyebabkan tumpahan pada sirkulasi sistemik. Feses
biasanya menjadi pucat karena kurangnya bilirubin yang mencapai usus halus. Ketiadaan
garam empedu dapat menyebabkan malabsorpsi, mengakibatkan steatorrhea dan
defisiensi vitamin larut lemak (A, D, K); defisiensi vitamin K bisa mengurangi level
protrombin. Pada kolestasis berkepanjangan, seiring malabsorpsi vitamin D dan Ca bisa
menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia. (4)
Retensi bilirubin menyebabkan hiperbilirubinemia campuran. Beberapa bilirubin
terkonjugasi mencapai urin dan menggelapkan warnanya. Level tinggi sirkulasi garam
empedu berhubungan dengan, namun tidak menyebabkan, pruritus. Kolesterol dan retensi
fosfolipid menyebabkan hiperlipidemia karena malabsorpsi lemak (meskipun
meningkatnya sintesis hati dan menurunnya esterifikasi kolesterol juga punya andil);
level trigliserida sebagian besar tidak terpengaruh. (4)
Penyakit hati kolestatik ditandai dengan akumulasi substansi hepatotoksik, disfungsi
mitokondria dan gangguan pertahanan antioksidan hati. Penyimpanan asam empedu
hidrofobik mengindikasikan penyebab utama hepatotoksisitas dengan perubahan
sejumlah fungsi sel penting, seperti produksi energi mitokondria. Gangguan metabolisme
mitokondria dan akumulasi asam empedu hidrofobik berhubungan dengan meningkatnya
produksi oksigen jenis radikal bebas dan berkembangnya kerusakan oksidatif. (4)
V. Etiologi
12
Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding saluran
misalnya adanya tumor atau penyempitan karena trauma (iatrogenik). Batu empedu dan
cacing askaris sering dijumpai sebagai penyebab sumbatan di dalam lumen saluran.
Pankreatitis, tumor kaput pankreas, tumor kandung empedu atau anak sebar tumor ganas
di daerah ligamentum hepatoduodenale dapat menekan saluran empedu dari luar
menimbulkan gangguan aliran empedu. (5)Beberapa keadaan yang jarang dijumpai
sebagai penyebab sumbatan antara lain kista koledokus, abses amuba pada lokasi
tertentu, divertikel duodenum dan striktur sfingter papila vater. (5)Ringkasnya etiologi
disebabkan oleh: koledokolitiasis, kolangiokarsinoma, karsinoma ampulla, karsinoma
pankreas, striktur bilier. (4)
VI. Manifestasi Klinis
Jaundice, urin pekat, feses pucat dan pruritus general merupakan ciri jaundice
obstruktif. Riwayat demam, kolik bilier, dan jaundice intermiten mungkin diduga
kolangitis/koledokolitiasis. Hilangnya berat badan, massa abdomen, nyeri yang menjalar
ke punggung, jaundice yang semakin dalam, mungkin ditimbulkan karsinoma pankreas.
Jaundice yang dalam (dengan rona kehijauan) yang intensitasnya berfluktuasi mungkin
disebabkan karsinoma peri-ampula. Kandung empedu yang teraba membesar pada pasien
jaundice juga diduga sebuah malignansi ekstrahepatik (hukum Couvoissier). (4)
Batu Saluran Empedu (Koledokolitiasis)
Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut
kanan atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi kolangitis.
Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya disertai obstruksi, akan ditemukan
gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis akut yang ringan
z sampai sedang biasanya kolangitis bakterial non piogenik yang ditandai dengan trias
Charcot yaitu demam dan menggigil, nyeri didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi
kolangiolitis, biasanya berupa kolangitis piogenik intrahepatik, akan timbul 5 gejala
pentade Reynold, berupa tiga gejala trias Charcot, ditambah syok, dan kekacauan mental
atau penurunan kesadaran sampai koma.
13
Gambar 3 . Obstruksi batu pada gallbladder dan manifestasi klinis
Koledokolitiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius karena
komplikasi mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa. Batu duktus
koledokus disertai dengan bakterobilia dalam 75% persen pasien serta dengan adanya
obstruksi saluran empedu, dapat timbul kolangitis akut. Episode parah kolangitis akut
dapat menyeb abkan abses hati. Migrasi batu empedu kecil melalui ampula Vateri
sewaktu ada saluran umum diantara duktus koledokus distal dan duktus pankreatikus
dapat menyebabkan pankreatitis batu empedu. Tersangkutnya batu empedu dalam ampula
akan menyebabkan ikterus obstruktif.
Gambar 4. Obstruksi pada ampula
VII. Diagnosis(4)
14
1. Pemeriksaan Fisik
Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala atau tanda dalam fase tenang.
Kadang teraba hati agak membesar dan sklera ikterik. Perlu diketahui bila kadar bilirubin
darah kurang dari 3mg/dl, gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu
bertambah berat, baru akan timbul ikterik klinis. Apabila timbul serangan kolangitis yang
umumnya disertai dengan obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan
beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya
kolangitis bakterial nonpiogenik yang ditandai dengan trias Charcot, yaitu demam dan
menggigil, nyeri di daerah hati dan ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya berupa
kolangiolitis piognik intrahepatik, akan timbul lima gejala pentade reynold, berupa tiga
gejala tria charcot, ditambah shock dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran
sampai koma.
Kelainan batang saluran empedu sering bisa dicurigai atas dasar riwayat penyakit
saja. Nyeri kuadran kanan atas, intoleransi makanan berlemak, demam dan kedinginan
serta riwayat ikterus, urin berwarna gelap dan feses berwarna terang. Semuanya
menggambarkan penyakit saluran empedu. Di samping itu, gambaran fisis ikterus, nyeri
tekan kuadran kanan atas dan massa pada kuadan kanan atas sangat bermanfaat dalam
memusatkan diagnosis pada batang saluran empedu. Tetapi gambaran ini tidak
patognomonik bagi penyakit saluran empedu dan kadang-kadang bisa timbul sekunder
terhadap penyakit dalam sistem organ lain. Lebih lanjut karena lokasi anatominya, maka
batang saluran empedu tidak memberikan kemungkinan dengan pemeriksaan palpasi luar
(kecuali vesika biliaris yang berdistensi). Sehingga berbeda dari banyak sistem tubuh
lain, sebenarnya diagnosis pasti sebagian besar kasus saluran empedu selalu memerlukan
bantuan pemeriksaan laboratorium dan/atau teknik pembuatan gambar radiografi,
sonografi atau radionuklir. Tes diagnostik ini telah dirancang secara primer untuk
mendeteksi adanya batu empedu dan/atau untuk menentukan adanya obstruksi atau
halangan aliran empedu dengan analisis kimia berbagai fungsi hati dan ekskresi empedu
atau dengan visualisasi langsung anatomi batang saluran empedu.
2. Pemeriksaan laboratorium
15
Meningkatnya level serum bilirubin dengan kelebihan fraksi bilirubin
terkonjugasi. Serum gamma glutamyl transpeptidase (GGT) juga meningkat pada
kolestasis.Umumnya, pada pasien dengan penyakit batu kandung empedu
hiperbilirubinemia lebih rendah dibandingkan pasien dengan obstruksi maligna ekstra-
hepatik. Serum bilirubin biasanya < 20 mg/dL. Alkali fosfatase meningkat 10 kali jumlah
normal. Transaminase juga mendadak meningkat 10 kali nilai normal dan menurun
dengan cepat begitu penyebab obstruksi dihilangkan.
Meningkatnya leukosit terjadi pada kolangitis. Pada karsinoma pankreas dan
kanker obstruksi lainnya, bilirubin serum meningkat menjadi 35-40 mg/dL, alkali
fosfatase meningkat 10 kali nilai normal, namun transamin tetap normal. Penanda tumor
seperti CA 19-9, CEA dan CA-125 biasanya meningkat pada karsinoma pankreas,
kolangiokarsinoma, dan karsinoma peri-ampula, namun penanda tersebut tidak spesifik
dan mungkin saja meningkat pada penyakit jinak percabangan hepatobilier lainnya.
3. pemeriksaan radiologis
Tujuan dibuat pencitraan adalah:
(1) memastikan adanya obstruksi ekstrahepatik (yaitu membuktikan apakah jaundice
akibat post-hepatik dibandingkan hepatik),
(2) untuk menentukan level obstruksi,
(3) untuk mengidentifikasi penyebab spesifik obstruksi,
(4) memberikan informasi pelengkap sehubungan dengan diagnosa yang mendasarinya
(misal, informasi staging pada kasus malignansi)
USG : memperlihatkan ukuran duktus biliaris, mendefinisikan level obstruksi,
mengidentifikasi penyebab dan memberikan informasi lain sehubuungan dengan penyakit
(mis, metastase hepatik, kandung empedu, perubahan parenkimal hepatik).
16
USG : identifikasi obstruksi duktus dengan akurasi 95%, memperlihatkan batu kandung
empedu dan duktus biliaris yang berdilatasi, namun tidak dapat diandalkan untuk batu
kecil atau striktur. Juga dapat memperlihatkan tumor, kista atau abses di pankreas, hepar
dan struktur yang mengelilinginya.
Gambar 5.USG obstruksi jaundice
CT : memberi viasualisasi yang baik untuk hepar, kandung empedu, pankreas, ginjal dan
retroperitoneum; membandingkan antara obstruksi intra- dan ekstrahepatik dengan
akurasi 95%. CT dengan kontras digunakan untuk menilai malignansi bilier.
ERCP dan PTC : menyediakan visualisasi langsung level obstruksi. Namun prosedur ini
invasif dan bisa menyebabkan komplikasi seperti kolangitis, kebocoran bilier,
pankreatitis dan perdarahan.
EUS (endoscopic ultrasound) : memiliki beragam aplikasi, seperti staging malignansi
gastrointestinal, evaluasi tumor submukosa dan berkembang menjadi modalitas penting
dalam evaluasi sistem pankreatikobilier. EUS juga berguna untuk mendeteksi dan staging
tumor ampula, deteksi mikrolitiasis, koledokolitiasis dan evaluasi striktur duktus biliaris
benigna atau maligna. EUS juga bisa digunakan untuk aspirasi kista dan biopsi lesi padat.
Magnetic Resonance Cholangio-Pancreatography (MRCP) merupakan teknik
visualisasi terbaru, non-invasif pada bilier dan sistem duktus pankreas. Hal ini terutama
berguna pada pasien dengan kontraindikasi untuk dilakukan ERCP. Visualisasi yang baik
17
dari anatomi bilier memungkinkan tanpa sifat invasif dari ERCP. Tidak seperti ERCP,
MRCP adalah murni diagnostik.
VIII. Komplikasi Obstruktif Jaundice
1. Cholangitis
Cholangitis adalah suatu kondisi dimana empedu didalam saluran-saluran
common, hepatik, dan intrahepatik menjadi terinfeksi. Seperti cholecystitis,
infeksi menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran-saluran
menjadi terhalang oleh sebuah batu empedu. Pasien-pasien dengan cholangitis
adalah sangat sakit dengan suatu demam yang tinggi dan peningkatan jumlah-
jumlah sel darah putih. Cholangitis mungkin berakibat pada suatu abses (abscess)
didalam hati atau sepsis.
2. Pankreatits akut
Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa
menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vateri
sehingga timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone
pancreatitis). BSE yang tidak keluar spontan akan tetap berada dalam saluran
empedu dan dapat membesar. Gambaran klinis koledokolitiasis didominasi
penyulitnya seperti ikterus obstruktif, kolangitis dan pankreatitis
IX. Penatalaksanaan
1. Tindakan operatif
a. Kolesistektomi
Terapi terbanyak pada penderita batu kandung empedu adalah dengan
operasi. Kolesistektomi dengan atau tanpa eksplorasi duktus komunis
tetap merupakan tindakan pengobatan untuk penderita dengan batu
empedu simptomatik. Pembedahan untuk batu empedu tanpa gejala masih
diperdebatkan, banyak ahli menganjurkan terapi konservatif. Sebagian ahli
lainnya berpendapat lain mengingat “silent stone” akhirnya akan
menimbulkan gejala-gejala bahkan komplikasi, maka mereka sepakat
bahwa pembedahan adalah pengobatan yang paling tepat yaitu
18
kolesistektomi efektif dan berlaku pada setiap kasus batu kandung empedu
kalau keadaan umum penderita baik.
Indikasi kolesistektomi sebagai berikut :
1. Adanya keluhan bilier apabila mengganggu atau semakin sering atau
berat.
2. Adanya komplikasi atau pernah ada komplikasi batu kandung empedu.
3. Adanya penyakit lain yang mempermudah timbulnya komplikasi
misalnya Diabetes Mellitus, kandung empedu yang tidak tampak pada
foto kontras dan sebagainya
b. Kolesistostomi
Beberapa ahli bedah menganjurkan kolesistostomi dan dekompresi
cabang-cabang saluran empedu sebagai tindakan awal pilihan pada
penderita kolesistitis dengan resiko tinggi yang mungkin tidak dapat
diatasi dengan kolesistektomi dini.
Indikasi dari kolesistostomi adalah :
1. Keadaan umum sangat buruk misalnya karena sepsis
2. Penderita yang berumur lanjut, karena ada penyakit lain yang berat
yang menyertai, kesulitan teknik operasi.
3. Tersangka adanya pankreatitis.
Kerugian dari kolesistostomi mungkin terselipnya batu sehingga sukar
dikeluarkan dan kemungkinan besar terjadinya batu lagi kalau tidak diikuti
dengan kolesistektomi.
c. Sfingerotomy endosokopik, PTBD (perkutaneus transhepatik bilirian
drainage) , Pemasangan “T Tube ” saluran empedu koledoskop dan
Laparatomi kolesistektomi pemasangan T Tube.
2. Tindakan non operatif
a. Terapi disolusi
19
Penggunaan garam empedu yaitu asam Chenodeodeoxycholat (CDCA)
yang mampu melarutkan batu kolesterol invitro, secara invivo telah
dimulai sejak 1973 di klinik Mayo, Amerika Serikat juga dapat berhasil,
hanya tidak dijelaskan terjadinya kekambuhan.
Pengobatan dengan asam empedu ini dengan sukses melarutkan sempurna
batu pada sekitar 60 % penderita yang diobati dengan CDCA oral dalam
dosis 10 – 15 mg/kg berat badan per hari selama 6 sampai 24 bulan.
Penghentian pengobatan CDCA setelah batu larut sering timbul rekurensi
kolelitiasis. Pemberian CDCA dibutuhkan syarat tertentu yaitu :
1. Wanita hamil
2. Penyakit hati yang kronis
3. Kolik empedu berat atau berulang-ulang
4. Kandung empedu yang tidak berfungsi.
b. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi (ESWL)
ESWL merupakan litotripsi untuk batu empedu dimana dasar terapinya
adalah disintegrasi batu dengan gelombang kejut sehingga menjadi
partikel yang lebih kecil. Pemecahan batu menjadi partikel kecil bertujuan
agar kelarutannya dalam asam empedu menjadi meningkat serta
pengeluarannya melalui duktus sistikus dengan kontraksi kandung empedu
juga menjadi lebih mudah.
c. Dietetik
Prinsip perawatan dietetic pada penderita batu kandung empedu adalah
memberi istirahat pada kandung empedu dan mengurangi rasa sakit, juga
untuk memperkecil kemungkinan batu memasuki duktus sistikus. Di
samping itu untuk memberi makanan secukupnya untuk memelihara berat
badan dan keseimbangan cairan tubuh. Pembatasan kalori juga perlu
dilakukan karena pada umumnya batu kandung empedu tergolong juga ke
dalam penderita obesitas. Bahan makanan yang dapat menyebabkan
gangguan pencernaan makanan juga harus dihindarkan. Kadang-kadang
20
penderita batu kandung empedu sering menderita konstipasi, maka diet
dengan menggunakan buah-buahan dan sayuran yang tidak mengeluarkan
gas akan sangat membantu.
X. Kesimpulan
Secara umumnya, obstruksi jaundice adalah perubahan warna kulit, sclera mata atau
jaringan lainnya (mebran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan bilirubin yang
meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Obstruksi jaundice dapat terjadi akibat
adanya hambatan saluran empedu. Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelaian
pada dinding saluran empedu misalnya adanya tumor atau penyempitan karena trauma
(iatrogenik). Pengobatan ikterus sangat bergantung penyakit dasar penyebabnya.
21
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Sabiston David C. Jr.. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:EGC.2010.115-128
2. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-9.
3. Cholelithiasis, Patofisiologi Pembentukan Batu Empedu. Diunduh dari:
http://ilmubedah.info/cholelithiasis-patofisiologi-pembentukan-batu-empedu-
20110216.html
4. James S. Clarke, Barrett P. Diagnosis of Obstructive Jaundice. Diunduh dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1501243/. Febuary, 4 2012.
5. Bonheur, J,L. Biliary Obstruction. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/187001-overview. Febuary, 4 2012
22