Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu,...

55
OBSERVASI TEKSTIL 2015 MUSEUM NASIONAL Bidang Perawatan dan Pengawetan Jakarta, 2015 Single Annual Report Laporan Tahunan Perorangan Mengenal Hubungan Antara Usia dan Bahan Terhadap Tingkat Kerusakan Koleksi Teksl Dan Kemungkinan Cara Mengatasinya disusun oleh: Puji Yosep Subagiyo Seksi Observasi benchmarking in textile conservation

Transcript of Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu,...

Page 1: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang

Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya

berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda

bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan

9. melakukan penyusunan laporan Seksi.

Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan

penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.

B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan

dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM

NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar

Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013

(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);

10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).

II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori

Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.

Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.

Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau

displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.

Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.

Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.

B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan

kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi

Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,

Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika

bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.

c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.

d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.

e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;

f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).

g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.

2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama

adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.

Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).

OBSERVASI TEKSTIL 2015

MUSEUM NASIONALBidang Perawatan dan Pengawetan

Jakarta, 2015

Single Annual ReportLaporan Tahunan Perorangan

Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.

Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).

Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.

Mengenal Hubungan Antara Usia dan Bahan Terhadap Tingkat Kerusakan Koleksi Tekstil

Dan Kemungkinan Cara Mengatasinya

C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)

memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.

Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi

mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.

III. PENUTUPA. Kesimpulan

Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)

Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.

B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun

1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.

Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).

disusun oleh:Puji Yosep Subagiyo

Seksi Observasi

benchmarking in textile conservation

Page 2: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang

Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya

berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda

bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan

9. melakukan penyusunan laporan Seksi.

Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan

penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.

B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan

dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM

NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar

Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013

(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);

10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).

II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori

Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.

Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.

Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau

displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.

Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.

Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.

B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan

kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi

Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,

Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika

bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.

c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.

d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.

e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;

f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).

g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.

2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama

adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.

Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).

Sejak diberlakukannya Permendikbud No. 48 Tahun 2012, Seksi Konservasi yang dahulu berada dalam Bidang Konservasi dan Preparasi (di Museum Nasional) telah berkembang menjadi Bidang Perawatan dan Pengawetan, yang memiliki Seksi Perawatan, Seksi Pengawetan dan Seksi Observasi. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda. Sedangkan Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya.

Pekerjaan konservator pada Seksi Perawatan dan Pengawetan adalah melakukan tindakan yang bersifat kuratif – restoratif (penghentian proses kerusakan dan perbaikannya) dan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Sedangkan Konservator pada Seksi Observasi adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisa kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, konstruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan penyimpulan suatu kerusakan dan cara mengatasinya.Adapun Uraian Jabatan (UJ) untuk Konservator di Seksi Observasi adalah:

1. Melakukan kajian pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;

2. Melakukan kajian uji laboratorium untuk mengetahui struktur dan material koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;

3. Menganalisis kegiatan klasifikasi berdasarkan kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;

4. Menganalisis rekomendasi penanganan berdasarkan kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;

5. Menyusun bahan dan memfasilitasi alat bantu teknis untuk kegiatan observasi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;

6. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh atasan baik lisan maupun tertulis;

7. Membuat laporan pelaksanaan setiap kegiatan. Sebagai seksi baru, Seksi Observasi belum memiliki ruang/ tempat kerja dan peralatan

khusus, begitu juga belum adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) Observasi. Dengan disusunnya Laporan Observasi 200 tekstil (berupa 200 Lembar Kondisi terlampir) dari 1.000 Koleksi Pilihan Tahun 2014, diharapkan dapat memberikan gambaran tentang manfaat (outcome) dan prospek ke depan kegiatan observasi di Museum Nasional. Disamping pemenuhan kebutuhan ruang dan peralatan kerja observasi menjadi prioritas utama.

KATA PENGANTAR

i

Semua pekerjaan observasi terekam dalam sistem database khusus konservasi (sebagai alat bantu teknis) dengan menerapkan sistematika (konsep dan alur) dasar perekaman data digital untuk identifikasi bahan, kerusakan, proses dan usulan konservasi. Sistem ini dikembangkan dan diterapkan untuk tujuan evaluasi (meninjau dan menguji) metode konservasi yang telah dan akan digunakan, serta mempermudah validasi data (yang berhubungan dengan lokasi, kondisi, asal, usia, metode klasifikasi dan informasi teknis lain) yang berguna untuk seksi-seksi atau bidang-bidang terkait di Museum Nasional dalam membuat kebijakan manajemen koleksi secara cepat dan tepat (akurat dan faktual karena berbasis data). Semua uraian pekerjaan di atas adalah penjabaran Pasal 11 Bab I dari Permendikbud No. 27 Tahun 2013.

Tiada gading yang tidak retak, Saya menyadari kemungkinan ada kekurangan dalam penyusunan laporan ini, dengan berbesar hati akan diterima segala saran untuk perbaikan. Semoga laporan ini bermanfaat dan dapat menjadi acuan bagi pengembangan Seksi Observasi (Bidang Perawatan dan Pengawetan) di Museum Nasional.

Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.

Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).

Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.

C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)

memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.

Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi

mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.

III. PENUTUPA. Kesimpulan

Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)

Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.

B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun

1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.

Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).

Page 3: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang

Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya

berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda

bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan

9. melakukan penyusunan laporan Seksi.

Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan

penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.

B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan

dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM

NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar

Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013

(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);

10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).

II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori

Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.

Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.

Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau

displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.

Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.

Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.

B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan

kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi

Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,

Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika

bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.

c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.

d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.

e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;

f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).

ii

g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.

2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama

adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.

Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).

Jakarta, Januari 2016.Puji Yosep Subagiyo.

Sejak diberlakukannya Permendikbud No. 48 Tahun 2012, Seksi Konservasi yang dahulu berada dalam Bidang Konservasi dan Preparasi (di Museum Nasional) telah berkembang menjadi Bidang Perawatan dan Pengawetan, yang memiliki Seksi Perawatan, Seksi Pengawetan dan Seksi Observasi. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda. Sedangkan Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya.

Pekerjaan konservator pada Seksi Perawatan dan Pengawetan adalah melakukan tindakan yang bersifat kuratif – restoratif (penghentian proses kerusakan dan perbaikannya) dan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Sedangkan Konservator pada Seksi Observasi adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisa kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, konstruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan penyimpulan suatu kerusakan dan cara mengatasinya.Adapun Uraian Jabatan (UJ) untuk Konservator di Seksi Observasi adalah:

1. Melakukan kajian pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;

2. Melakukan kajian uji laboratorium untuk mengetahui struktur dan material koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;

3. Menganalisis kegiatan klasifikasi berdasarkan kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;

4. Menganalisis rekomendasi penanganan berdasarkan kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;

5. Menyusun bahan dan memfasilitasi alat bantu teknis untuk kegiatan observasi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;

6. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh atasan baik lisan maupun tertulis;

7. Membuat laporan pelaksanaan setiap kegiatan. Sebagai seksi baru, Seksi Observasi belum memiliki ruang/ tempat kerja dan peralatan

khusus, begitu juga belum adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) Observasi. Dengan disusunnya Laporan Observasi 200 tekstil (berupa 200 Lembar Kondisi terlampir) dari 1.000 Koleksi Pilihan Tahun 2014, diharapkan dapat memberikan gambaran tentang manfaat (outcome) dan prospek ke depan kegiatan observasi di Museum Nasional. Disamping pemenuhan kebutuhan ruang dan peralatan kerja observasi menjadi prioritas utama.

Semua pekerjaan observasi terekam dalam sistem database khusus konservasi (sebagai alat bantu teknis) dengan menerapkan sistematika (konsep dan alur) dasar perekaman data digital untuk identifikasi bahan, kerusakan, proses dan usulan konservasi. Sistem ini dikembangkan dan diterapkan untuk tujuan evaluasi (meninjau dan menguji) metode konservasi yang telah dan akan digunakan, serta mempermudah validasi data (yang berhubungan dengan lokasi, kondisi, asal, usia, metode klasifikasi dan informasi teknis lain) yang berguna untuk seksi-seksi atau bidang-bidang terkait di Museum Nasional dalam membuat kebijakan manajemen koleksi secara cepat dan tepat (akurat dan faktual karena berbasis data). Semua uraian pekerjaan di atas adalah penjabaran Pasal 11 Bab I dari Permendikbud No. 27 Tahun 2013.

Tiada gading yang tidak retak, Saya menyadari kemungkinan ada kekurangan dalam penyusunan laporan ini, dengan berbesar hati akan diterima segala saran untuk perbaikan. Semoga laporan ini bermanfaat dan dapat menjadi acuan bagi pengembangan Seksi Observasi (Bidang Perawatan dan Pengawetan) di Museum Nasional.

Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.

Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).

Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.

C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)

memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.

Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi

mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.

III. PENUTUPA. Kesimpulan

Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)

Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.

B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun

1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.

Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).

Catatan:Penyusun laporan ini juga telah menyelesaikan tulisan:(semua berkas naskah dapat diunduh di situs www.primastoria.net)

1. Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik;

2. Konservasi Tekstil;3. SOP Observasi di Museum;4. Pembersihan Noda;5. Identifikasi Serat Tekstil;

6. Identifikasi Pewarna Tekstil;7. Pengenalan Alat dan Tabel

Konservasi;8. Identifikasi Kanvas Lukisan;9. Konservasi Lukisan.

Susunan OrganisasiMUSEUM NASIONALPermendikbud RI No. 48 Tahun 2012

KEPALA MUSEUM

Bagian Tata Usaha

Subb

agia

n R

umah

Tan

gga

Subb

agia

nK

euan

gan

dan

Kep

egaw

aian

Subb

agia

nPe

renc

anaa

n da

n Ta

ta L

aksa

na

Seks

i Dok

umen

tasi

Seks

i Per

pust

akaa

n

Bidang Pengkajiandan Pengumpulan

Bidang Registrasidan Dokumentasi

Seks

i Pen

cari

anda

n Pe

ngum

pula

n

Seks

i Kat

alog

isas

i

Seks

i Obs

erva

si

Bidang Perawatandan Pengawetan

Seks

i Lay

anan

Eduk

asi

Seks

i Kem

itra

an

Seks

i Pro

mos

i

Bidang Kemitraandan Promosi

Seks

i Per

anca

ngan

Seks

i Pen

yajia

n

Seks

i Pub

likas

i

Bidang Penyajiandan Publikasi

Seks

i Pen

gaw

etan

Seks

i Reg

istr

asi

Seks

i Per

awat

an

Seks

i Ide

ntif

ikas

ida

n K

lasi

fika

si

Page 4: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang

Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya

berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda

bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan

9. melakukan penyusunan laporan Seksi.

Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan

penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.

B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan

dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM

NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar

Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013

(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);

10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).

II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori

Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.

Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.

Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau

displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.

Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.

Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.

B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan

kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi

Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,

Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika

[ 01 ]

bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.

c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.

d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.

e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;

f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).

OBSERVASI TEKSTIL 2015

g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.

2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama

adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.

Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).

Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.

Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).

Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.

C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)

memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.

Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi

Mengenal Hubungan Antara Usia dan Bahan Terhadap Tingkat Kerusakan Koleksi Tekstil

Dan Kemungkinan Cara Mengatasinya

mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.

III. PENUTUPA. Kesimpulan

Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)

Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.

B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun

1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.

Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).

Page 5: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang

Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya

berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda

bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan

9. melakukan penyusunan laporan Seksi.

Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan

penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.

B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan

dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM

NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar

Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013

(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);

10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).

II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori

Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.

Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.

Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau

displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.

Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.

Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.

B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan

kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi

Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,

Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika

[ 02 ]

bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.

c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.

d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.

e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;

f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).

g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.

2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama

adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.

Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).

Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.

Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).

Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.

C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)

memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.

Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi

mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.

III. PENUTUPA. Kesimpulan

Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)

Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.

B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun

1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.

Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).

Page 6: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang

Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya

berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda

bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan

9. melakukan penyusunan laporan Seksi.

Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan

penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.

B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan

dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM

NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar

Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013

(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);

10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).

II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori

Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.

Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.

Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau

displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.

Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.

Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.

B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan

kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi

Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,

Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika

[ 03 ]

bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.

c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.

d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.

e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;

f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).

g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.

2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama

adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.

Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).

Tabel 1.

Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.

Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).

Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.

C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)

memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.

Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi

mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.

III. PENUTUPA. Kesimpulan

Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)

Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.

B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun

1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.

Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).

METODE ANALISIS BENDA DAN BAHAN

PROVENANCEEthnographic Features: origin,

function, etc.

COMPLETE OBJECTDescriptionOrientation

SUBJECTSANALYTICAL METHODS

(object and their attributes: formal, stylistic and technical)

Socio Cultural Anthropology,Ethnography, Art History, Semiotic

- Iconography, etc.

STRUCTURAL OR TEXTURAL GREATER THAN 0.1 MM

(fabric construction, metal thread structure, etc.)

Visual Examination (eye, glass, microscope)

Ultra-Violet Light Examination

Diffraction (x-ray, neutron, optical and

electron)

Optical Examination(transmission, reflection)

Electron Microscopy (SEM, TEM, STEM)Electron Microbeam Analysis

Spectroscopic Examination (neutron, infra-red, optical & x-ray)

Chromatographic Analysis(paper, TLC, GC, PyGC and HPLC)

OBJECT STRUCTURE COMPLETE STRUCTURE(form, design/ layout, etc.)

Typology, Stylistic Analysis, etc.

MACRO STRUCTURE

MICRO STRUCTURE

CRYSTAL STRUCTURE

ELEMENTAL STRUCTUREand

COMPLEX COMPOUNDS

STRUCTURAL OR TEXTURAL SMALLER THAN 0.1 MM

(fiber morphology, cross-section materials, etc.)

METALLIC ELEMENTS AND OTHERS

(weighting metal salts, mordant, corrossion products, etc.)

METALLIC ELEMENTS,DYES AND OTHERS

(pigments, dyes, adhesives,polymers, etc.)

12

3

4

5

6

No

Atribut Formal = segala sesuatu yang bisa diukur (ukuran panjang dan lebar, volume, garis-tengah, berat, dll.);Atribut Stilistik = segala hal yang berhubungan dengan rasa atau estetika, seperti: bentuk, pola hias kain (tata-letak hiasan), motif (bentuk

hiasan), warna, dsb.; Atribut Teknologis = segala hal yang berhubungan dengan proses pembuatan (bahan dan teknik).

Page 7: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

TIDAK ASLI

ADIKARYA(masterpiece)

ARTEFAKTA(Artefact)

Bukan Seni:reproduksi, komersial.

Bukan Budaya:baru, tidak umum.

Seni:asli, tunggal.

Budaya:tradisional,

kolektif.

4.

Sejarah dan Cerita Rakyat

kultural, kerajinan, dll.)

2.

Penemuan Baru(museum teknologi, seni kriya, barang bukan seni, dll.)

3.

Kemahiran membedakankarya seni (museum seni,

1.

Seni-turis, komoditi,souvenir, dll.

ASLI(authentic)

SISTEM PERUJUKAN BARANG SENI-BUDAYA

(non-authentic)

PERFORMANS (tatalaku)(distribusi, kegunaan, tekno-

fungsi, sosio-fungsi, dsb.)

STRUKTUR (mikro & makro)(atribut formal, atribut stilistik

dan tipologi)

SIFAT-SIFAT

PROSES MANUFAKTURAL(seleksi bahan, sintesis bahan,

prosesing bahan, desain, manufaktur)

PengetahuanEmpiris

PengetahuanIlmiah

GAMBARAN ILMU DASAR DAN TEKNOLOGI BAHAN

KONTEKS KULTURAL(benda dalam konteksnya)

INTERPRETASI(benda ke-konteksnya)

PROSES KURASI(benda hilang konteksnya)

ANALISAKOMPARATIF

3

4

1

2

Skema Proses Kurasi

ABC-PQRRUMUS

Susan M. Pearce, edit. (1989:99)

I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang

Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya

berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda

bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan

9. melakukan penyusunan laporan Seksi.

Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan

penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.

B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan

dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM

NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar

Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013

(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);

10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).

II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori

Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.

Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.

Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau

displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.

Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.

Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.

B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan

kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi

Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,

Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika

[ 04 ]

bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.

c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.

d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.

e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;

f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).

g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.

2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama

adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.

Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).

Gambar 1.

Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.

Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).

Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.

C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)

memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.

Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi

mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.

III. PENUTUPA. Kesimpulan

Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)

Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.

B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun

1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.

Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).

Ref.: James Clifford (1988:224)

Ref.: Lawrence van Vlack (1985);Pamela B.Vandiver, et.al. (1990).

Susan M. Pearce (1994:263)

pasar seni, dll.) (museum etnografi, barang

(fisik & kimiawi)

Age = UmurBeauty = KeindahanCondition = Kondisi

Price = HargaQuality = Kualitas

Rarity = Kelangkaan

Page 8: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang

Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya

berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda

bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan

9. melakukan penyusunan laporan Seksi.

Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan

penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.

B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan

dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM

NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar

Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013

(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);

10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).

II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori

Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.

Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.

Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau

displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.

Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.

Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.

B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan

kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi

Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,

Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika

[ 05 ]

bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.

c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.

d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.

e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;

f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).

g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.

2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama

adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.

Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).

Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.

Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).

Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.

C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)

memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.

Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi

mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.

III. PENUTUPA. Kesimpulan

Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)

Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.

B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun

1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.

Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).

Page 9: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang

Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya

berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda

bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan

9. melakukan penyusunan laporan Seksi.

Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan

penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.

B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan

dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM

NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar

Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013

(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);

10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).

II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori

Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.

Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.

Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau

displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.

Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.

Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.

B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan

kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi

Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,

Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika

[ 06 ]

bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.

c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.

d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.

e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;

f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).

g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.

2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama

adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.

Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).

Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.

Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).

Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.

C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)

memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.

Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi

mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.

III. PENUTUPA. Kesimpulan

Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)

Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.

B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun

1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.

Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).

LEMBAR KONDISI KOLEKSIForm. LKKo-Umum/PSI/2014

No. No. Inv. Nama Benda Ukuran KondisiKeterangan

I. BAHAN :

A. Non Logam1. Batu2. Kaca3. Keramik4. Plester5. Semen6. Lain

B. Logam1. Emas2. Perak3. Timah4.

Tembaga5. Besi6. Lain

C. Selulose1. Kayu2. Kulit3. Bambu4. Rotan5. Anyaman6. 7. Lain

D. Protein1. Kulit2. Bulu3. 4. Lain

E. Lain-lain1. Tulang2. Kerang3. Pigmen/ Cat4. Manik-manik5. Resin6. Lain

ORG

ANIK

ANO

RGAN

IK

II. KONDISI SAAT PENGAMATAN :A. Fisik

01. Rapuh02. Kotor03. Lemak04. Kelupas05. Gores06. Retak07. Patah08. Hilang09. Basah10. Kering11. Lain

B. Kimiawi1. Lapuk2. Pudar3. Korosi4. Oksidasi garam

8. Lain

5. Bau6. Noda7. Kristal

C. 1. Jamur (Fungi)2. Serangga (Insect)3. Ganggang (Algae)4. Lumut (Moss)5. Lumut-kerak (Lichens)6. Lain

[ ....... %][ ....... %]

[ ....... %][ ....... %]

[ ...... %]

No. Foto:

D. Catatan: .................................................................................................................

III. KONDISI IKLIM DAN BENDA SAAT PENGAMATAN :A. Intensitas Cahaya (Lux)B. Radiasi UV (μW/Lmn) -C. Suhu Udara (0C) --------D. Suhu Permukaan (0C) --

E. Kelembaban Udara (%) F. Kandungan Air (%) --G. Keasaman (pH) ------H. Polusi Udara ----------

I. Catatan: ......................................................................................................................

= ......... (........)= ......... (........)= ......... (........)= ......... (........)

= ......... (........)= ......... (........)= ......... (........)= ......... (........)

IV. USULAN PERAWATAN DAN PENGAWETAN :

V. USULAN UJI BAHAN (LAB) DAN TAMBAHAN :.........................................................................................................................................

VI. TEKNIK PENGAMATANA. Mata biasa (tanpa-alat)B. Kaca PembesarC. Mikroskop. ................ XD. .......................................E. .......................................F. ........................................

VII. TANGGAL PENGAMATAN

TandatanganObservator,

Konservator,dll.

Nama : ..............................................

(DD/MM/YYYY) ............................................

..........................

..........................

F. Catatan

Prioritas Tindakan :Lokasi Benda : A . Segera C. RendahB. Sedang

Biotis

Tekstil

Tekstil

Baik Cukup Rusak..........................Hancur Aktif

7.

Perunggu

A. Pembersihan1. kotoran/ debu dengan:

2.

karat, noda, dll. dengan cara:3.

4.

B. Penguatan/ konsolidasi1. Perlakuan benda rapuh dengan:

2. Penguatan benda rapuh dengan:

3.

C. Restorasi1. Pengembalian bentuk/ warna

(pendempulan, araldite, tusir warna, dll)2. Perbaikan fungsi / mekanis benda

(reparasi mekanis, penggantian bahan, dll)3. Lain

D. Pengawetan1. Stabilisasi karat (menghambat, menghentikan

proses korosi, dll.)2.

3.

4.

5. LainE. Treatmen Tambahan dan Catatan

............................................................

............................................................

Mematikan jamur, insek dengan:

Mematikan ganggang, lumut, jamur kerak dg.:larutan 1% Hivar XL, atau ....................... Coating/ laminasi dengan:

Lain

lemak/ minyak dengan:

Lain

a. kwas b. vacuum c. pelarut aird. pelarut kimia e. mekanisf. lain .................................................

a. mekanis b. kimia c. elektrolisisd. lain .................................................

a. air + deterjen b. etanol + deterjenc. pelarut kimia d. lain .....................

...................................................

b. konsolidan (penyemprotan perekat, dll.)

a. penguatan konstruksi (mounting, pendobelan kain, dll.)

c. lain ..................................................

..................................................

.......................................................

a. fumigasi b. pendinginan (freezing)c. lain ................................................

a. lilin mikrokristalinb. Paraloid B72 (....... % w/v in ..............)c. lain ..........................................

a. uap air b. minyakd. lain .................................................

c. meratakan

..........................

..........................

.............................

...................................

...................................................

.........................

.........................

E.

Page 10: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang

Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya

berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda

bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan

9. melakukan penyusunan laporan Seksi.

Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan

penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.

B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan

dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM

NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar

Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013

(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);

10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).

II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori

Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.

Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.

Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau

displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.

Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.

Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.

B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan

kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi

Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,

Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika

[ 07 ]

bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.

c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.

d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.

e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;

f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).

g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.

2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama

adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.

Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).

Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.

Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).

Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.

C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)

memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.

Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi

mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.

III. PENUTUPA. Kesimpulan

Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)

Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.

B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun

1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.

Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).

LEMBAR KONDISI TEKSTILForm. LKTe-Tekstil/PSI/2014

B. Restorasi, Penguatan dan Konsolidasi

Kotor/ debuSobekLubangLipatanPenguninganWarna berubahRapuh/ getasPerekat/ labelLain-lain

A. KERUSAKAN FISIK

Pembersihanpenyedotankwascuci basah

kering/ kimialokal/ spotkelantang

A.

lain-lain

pendobelan kainpelembab-rataan kain

pembingkaianpenempelan benang

1. Rapuh, getas = brittle (easily broken because it is hard (stiff) & not flexible).

2. Lapuk, mubut = fragile (easily broken or damaged).

isidnoKadneB lasAadneB amaN.vnI .oNoN

D. KERUSAKAN LAIN

No Foto :

Ukuran

USULAN TINDAKAN KONSERVASI (diisi oleh Konservator)

Kulit BinatangBuluSerat SuteraSerat WolOther...

BAHANPEMBENTUKBENDA

PROTEIN

JamurSeranggaBubuk, kumbangLaba-labaNgengat kainRayapGegat (silver fish)KecoaKumbangBinatang pengeratLain-lain

B. KERUSAKAN BIOTIS

Pucat/pudarNoda (stains)Berlemak/minyak

KorosiKristal garamOksidasi

Lapuk/ mubutPudarBau

Lain-lainC. KERUSAKAN KIMIAWI

Catatan :

TulangKerangPigmen/ CatManik-manikKacaResin

LAIN-LAIN

Lokasi:

CATATAN:

Teknik:Warna:Usia Relatif:

K-1aK-1bK-2aK-2bK-2cK-3a

K-3bK-3cK-4aK-4bK-5aK-5b

KategoriAplikasi LogamTekstil Historis

1 : emas; 2 : perak; 3 : lgm lain.

Prioritas Tindakan : A . Segera C. RendahB. Sedang

Pengawetan dan Perlakuan LainPembersihan bekas jamur/ insek

C.

FumigasiFreezing

Perlakuan lain

Benang LogamBenang EmasBenang PerakPercik LogamPradaOther...

Kulit KayuAnyamanSerat KapasSerat LinenSerat NanasSerat KoffoOther...

LOGAM

SELULOSE

KONDISI IKLIM DAN BENDA SAAT PENGAMATAN :A. Intensitas Cahaya (Lux)B. Radiasi UV (μW/Lmn) -C. Suhu Udara (0C) --------D. Suhu Permukaan (0C) --E. Kelembaban Udara (%) F. Kandungan Air (%) ------G. Keasaman (pH) ----------H. Polusi Udara -------------

USULAN UJI BAHAN (LAB) DAN CATATAN

= ......... (........)= ......... (........)= ......... (........)= ......... (........)

--- = ......... (........)= ......... (........)= ......... (........)= ......... (........)

I.

III.

IV.

C.

B.

A.

D.

E.

V.

VI. TEKNIK PENGAMATANA. Mata biasa (tanpa-alat)B. Kaca PembesarC. Mikroskop. ................ XD. .......................................E. .......................................F. ........................................

VII. TANGGAL PENGAMATAN

TandatanganObservator,

Konservator,dll.

Nama : ..............................................

(DD/MM/YYYY) ............................................

1. 2. 3. 4. 5. 6.

1. 2. 3. 4. 5. 6.

1. 2. 3. 4. 5. 6.

1. 2. 3. 4. 5.

7.

1. 2. 3.

4. 5. 6. 7.

8. 9.

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

10. 11.

1. 2. 3.

7. 8. 9.

4. 5. 6.

10.

II. KONDISI SAAT PENGAMATAN : Baik Cukup Rusak Hancur Aktif

I.

1. 2. 3.

4. 5. 6.

7.

1. 2. 3.

4.

1. 2.

3. 4.

.......................

Lain-lain

Lain-lain

Lain-lain

Lain-lain

Perlakuan lain5.

Page 11: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang

Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya

berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda

bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan

9. melakukan penyusunan laporan Seksi.

Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan

penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.

B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan

dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM

NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar

Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013

(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);

10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).

II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori

Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.

Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.

Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau

displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.

Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.

Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.

B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan

kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi

Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,

Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika

bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.

c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.

d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.

e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;

f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).

[ 08 ]

g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.

2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama

adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.

Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).

Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.

Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).

Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.

C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)

memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.

Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi

mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.

III. PENUTUPA. Kesimpulan

Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)

Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.

B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun

1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.

Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).

Page 12: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang

Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya

berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda

bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan

9. melakukan penyusunan laporan Seksi.

Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan

penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.

B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan

dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM

NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar

Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013

(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);

10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).

II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori

Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.

Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.

Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau

displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.

Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.

Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.

B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan

kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi

Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,

Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika

bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.

c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.

d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.

e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;

f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).

[ 09 ]

g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.

2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama

adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.

Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).

Daftar Editing dan Kontrol Data Observasi

Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.

Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).

Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.

C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)

memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.

Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi

mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.

III. PENUTUPA. Kesimpulan

Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)

Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.

B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun

1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.

Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).

KNI No. Inv. URB TPB TPBBTPBA TURB NJB TKB811812813814815824825826827838839840841842843945846847849850851

10138101701028410287102901093010931109321093310971 a10971 b10972109731097410975109791098010982109841098511090

113 Thn.113 Thn.113 Thn.113 Thn.113 Thn.111 Thn.110 Thn.110 Thn.111 Thn.110 Thn.110 Thn.110 Thn.111 Thn.111 Thn.110 Thn.111 Thn.111 Thn.110 Thn.110 Thn.111 Thn.110 Thn.

190219021902190219021904

1904

19041904

19041904

1904

19051905

190519051905

1905

19051905

1905

110110

110110110

110

110110

110

19051905

190519051905

1905

19051905

1905

kapas + lgmkapas + lgmkapaskapassutera + lgmkapaskapaskapaskapaskapaskapaskapaskapaskapaskapaskapaskapaskapaskapaskapaskapas

RusakRusakRusakRusakRusakBaikBaikRusakBaikBaikBaikBaikRusakBaikBaikBaikRusakCukupBaikRusakCukup

313335535555355534534

203020202010102010101010201010102015102015

454540405540404040404040404040404040404040

Tabel 2.

Page 13: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang

Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya

berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda

bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan

9. melakukan penyusunan laporan Seksi.

Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan

penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.

B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan

dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM

NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar

Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013

(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);

10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).

II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori

Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.

Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.

Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau

displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.

Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.

Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.

B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan

kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi

Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,

Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika

bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.

c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.

d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.

e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;

f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).

[ 10 ]

g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.

2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama

adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.

Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).

Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.

Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).

Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.

C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)

memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.

Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi

mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.

III. PENUTUPA. Kesimpulan

Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)

Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.

B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun

1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.

Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).

Page 14: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang

Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya

berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda

bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan

9. melakukan penyusunan laporan Seksi.

Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan

penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.

B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan

dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM

NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar

Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013

(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);

10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).

II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori

Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.

Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.

Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau

displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.

Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.

Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.

B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan

kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi

Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,

Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika

bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.

c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.

d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.

e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;

f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).

[ 11 ]

g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.

2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama

adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.

Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).

Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.

Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).

Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.

C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)

memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.

Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi

mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.

III. PENUTUPA. Kesimpulan

Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)

Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.

B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun

1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.

Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).

Gambar 2: Grafik ini akan otomatis muncul (secara real-time) jika semua isian yang berhubungan KNI, URB, NJB dan TKB telah diisi.

926

876

921

925

944

945

927

928

929

930

935

951

942

943

948

949

950

952

345

901

346

357

358

366

375

376

415

417

418

422

424

425

KNI (Kode Nomor Inventaris)

Keterangan TKB => 10 : Baik; 15 : Cukup; 20 : Rusak; 25 : Hancur; 30 : Aktif. URB = Usia Relatif Benda; NJB = Notasi Jenis Bahan; TKB = Tingkat Kerusakan Benda.Keterangan NJB => 40 : Kapas; 45 : Kapas + Logam; 50 : Sutera; 55 : Sutera + Logam; 90 : Kapas + Sutera; 95 : Kapas + Sutera + Logam.

URB

TKBNJB

10

0

20

40

60

80

100

120

140

160

15

2530

9095

5045

55

Bes

aran

UR

B, N

JB d

an T

KB

Grafik Analisis Spontan (GAS) URB, NJB dan TKBUntuk Mengetahui Hubungan Usia, Bahan dan Tingkat Kerusakan

32 Tekstil di Museum Nasional

Page 15: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang

Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya

berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda

bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan

9. melakukan penyusunan laporan Seksi.

Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan

penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.

B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan

dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM

NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar

Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013

(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);

10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).

II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori

Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.

Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.

Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau

displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.

Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.

Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.

B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan

kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi

Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,

Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika

bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.

c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.

d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.

e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;

f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).

[ 12 ]

g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.

2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama

adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.

Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).

Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.

Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).

Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.

C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)

memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.

Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi

mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.

III. PENUTUPA. Kesimpulan

Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)

Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.

B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun

1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.

Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).

Gambar 3: Grafik ini menunjukkan bahwa kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya.

773

743

782

783

784

123

124

157

159

170

313

314

808

839

840

843

907

926

949

950

952

345

901

346

357

358

KNI (Kode Nomor Inventaris)

Grafik Analisis Spontan (GAS) URB, NJB dan TKBUntuk Mengetahui Hubungan Usia, Bahan dan Tingkat Kerusakan

26 Tekstil di Museum Nasional

10

0

20

40

60

80

100

120

140

160

15

2530

9095

5045

55

Bes

aran

UR

B, N

JB d

an T

KB

URB

TKBNJB

Keterangan TKB => 10 : Baik; 15 : Cukup; 20 : Rusak; 25 : Hancur; 30 : Aktif. URB = Usia Relatif Benda; NJB = Notasi Jenis Bahan; TKB = Tingkat Kerusakan Benda.

Keterangan NJB => 40 : Kapas; 45 : Kapas + Logam; 50 : Sutera; 55 : Sutera + Logam; 90 : Kapas + Sutera;95 : Kapas + Sutera + Logam.

Page 16: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang

Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya

berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda

bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan

9. melakukan penyusunan laporan Seksi.

Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan

penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.

B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan

dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM

NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar

Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013

(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);

10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).

II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori

Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.

Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.

Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau

displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.

Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.

Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.

B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan

kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi

Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,

Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika

bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.

c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.

d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.

e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;

f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).

[ 13 ]

g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.

2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama

adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.

Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).

Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.

Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).

Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.

C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)

memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.

Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi

mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.

III. PENUTUPA. Kesimpulan

Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)

Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.

B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun

1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.

Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).

Page 17: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang

Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya

berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda

bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan

9. melakukan penyusunan laporan Seksi.

Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan

penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.

B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan

dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM

NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar

Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013

(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);

10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).

II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori

Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.

Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.

Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau

displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.

Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.

Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.

B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan

kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi

Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,

Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika

bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.

c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.

d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.

e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;

f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).

[ 14 ]

g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.

2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama

adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.

Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).

Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.

Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).

Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.

C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)

memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.

Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi

mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.

III. PENUTUPA. Kesimpulan

Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)

Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.

B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun

1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.

Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).

Gam

bar G

rafik

4: M

enun

jukk

an h

ubun

gan

anta

ra T

KB, N

JB d

an U

RB

Besaran Harga TKB, NJB dan URB

Kode

Nom

or In

vent

aris

(KN

I)

Usia

Rel

atif B

enda

(URB

)

Not

asi J

enis

Baha

n (N

JB)

Ting

kat K

erus

akan

Ben

da (T

KB)

Baha

n se

lulo

se (k

ulit

kayu

, kap

as, s

erat

nan

as, d

an se

jeni

snya

) mem

iliki a

ngka

40

(war

na h

ijau)

; unt

uk b

ahan

pro

tein

(sut

era,

woo

l, ku

lit b

inat

ang,

dan

seje

nisn

ya) m

emilik

i ang

ka 5

0 (w

arna

kuni

ng);

untu

k bah

an

loga

m m

emilik

i ang

ka 5

(war

na m

erah

); un

tuk k

ombi

nasi

selu

lose

dan

loga

m m

emilik

i ang

ka 4

5 (w

arna

hija

u tu

a) d

an u

ntuk

bah

an ko

mbi

nasi

prot

ein

dan

loga

m m

emilik

i ang

ka 5

5 (w

arna

kuni

ng tu

a).

10 b

erar

ti be

rkon

disi

Baik

(war

na h

ijau,

prio

ritas

kons

erva

si: 5

); 15

ber

arti

berk

ondi

si Cu

kup

(war

na ku

ning

, prio

ritas

: 4);

20 b

erar

ti be

rkon

disi

Rusa

k (wa

rna

mer

ah m

uda,

prio

ritas

: 3);

25 b

erar

ti be

rkon

disi

Hanc

ur

(war

na m

erah

tua,

prio

ritas

: 2);

30 b

erar

ti be

rkon

disi

fisik

bend

a bisa

Baik

, Cuk

up, R

usak

atau

Han

cur t

etap

i jeni

s ker

usak

anny

a akti

f, sep

erti

indi

kasi

sera

ngan

mikr

oorg

anism

e ata

u in

sek,

dan

kond

isi ke

asam

anny

a/

pH p

ada s

aat p

enga

mat

an te

rlalu

ting

gi (w

arna

mer

ah tu

a sek

ali, p

riorit

as: 1

).

URB

adala

h ha

sil p

engu

rang

an ta

ngga

l sek

aran

g (To

day)

dan

Tang

gal P

erol

ehan

Ben

da (T

PB) B

ilam

ana k

ita ti

dak m

enge

tahu

i tah

un p

erol

ehan

kole

ksi m

aka p

erlu

dila

kuka

n Ta

fsir U

sia R

elati

f Ben

da (T

URB)

.Pe

r 201

5 =>

URB

148

ber

arti

tahu

n pe

role

han

1867

; URB

134

= 18

81; U

RB 1

20 =

1868

- 19

23; U

RB 1

15 =

1900

; URB

109

= 19

05 -

1907

; URB

83

= 192

3 - 1

942;

URB

74

= 194

1; U

RB 6

9 = 1

942

- 195

0.

Page 18: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang

Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya

berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda

bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan

9. melakukan penyusunan laporan Seksi.

Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan

penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.

B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan

dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM

NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar

Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013

(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);

10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).

II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori

Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.

Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.

Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau

displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.

Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.

Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.

B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan

kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi

Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,

Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika

bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.

c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.

d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.

e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;

f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).

[ 15 ]

g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.

2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama

adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.

Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).

Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.

Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).

Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.

C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)

memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.

Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi

mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.

III. PENUTUPA. Kesimpulan

Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)

Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.

B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun

1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.

Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).

Gam

bar G

rafik

5: M

enun

jukk

an h

ubun

gan

anta

ra T

KB, N

JB d

an U

RBBesaran Harga TKB, NJB dan URB

Kode

Nom

or In

vent

aris

(KN

I)

Usia

Rel

atif B

enda

(URB

)

Not

asi J

enis

Baha

n (N

JB)

Ting

kat K

erus

akan

Ben

da (T

KB)

Baha

n se

lulo

se (k

ulit

kayu

, kap

as, s

erat

nan

as, d

an se

jeni

snya

) mem

iliki a

ngka

40

(war

na h

ijau)

; unt

uk b

ahan

pro

tein

(sut

era,

woo

l, kul

it bi

nata

ng, d

an se

jeni

snya

) mem

iliki a

ngka

50

(war

na ku

ning

); un

tuk b

ahan

lo

gam

mem

iliki a

ngka

5 (w

arna

mer

ah);

untu

k kom

bina

si se

lulo

se d

an lo

gam

mem

iliki a

ngka

45

(war

na h

ijau

tua)

dan

unt

uk b

ahan

kom

bina

si pr

otei

n da

n lo

gam

mem

iliki a

ngka

55

(war

na ku

ning

tua)

.10

ber

arti

berk

ondi

si Ba

ik (w

arna

hija

u, p

riorit

as ko

nser

vasi:

5);

15 b

erar

ti be

rkon

disi

Cuku

p (w

arna

kuni

ng, p

riorit

as: 4

); 20

ber

arti

berk

ondi

si Ru

sak (

warn

a mer

ah m

uda,

prio

ritas

: 3);

25 b

erar

ti be

rkon

disi

Hanc

ur

(war

na m

erah

tua,

prio

ritas

: 2);

30 b

erar

ti be

rkon

disi

fisik

bend

a bisa

Baik

, Cuk

up, R

usak

atau

Han

cur t

etap

i jeni

s ker

usak

anny

a akti

f, sep

erti

indi

kasi

sera

ngan

mikr

oorg

anism

e ata

u in

sek,

dan

kond

isi ke

asam

anny

a/

pH p

ada s

aat p

enga

mat

an te

rlalu

ting

gi (w

arna

mer

ah tu

a sek

ali, p

riorit

as: 1

).

URB

adala

h ha

sil p

engu

rang

an ta

ngga

l sek

aran

g (To

day)

dan

Tang

gal P

erol

ehan

Ben

da (T

PB) B

ilam

ana k

ita ti

dak m

enge

tahu

i tah

un p

erol

ehan

kole

ksi m

aka p

erlu

dila

kuka

n Ta

fsir U

sia R

elati

f Ben

da (T

URB)

.Pe

r 201

5 =>

URB

148

ber

arti

tahu

n pe

role

han

1867

; URB

134

= 18

81; U

RB 1

20 =

1868

- 19

23; U

RB 1

15 =

1900

; URB

109

= 19

05 -

1907

; URB

83

= 192

3 - 1

942;

URB

74

= 194

1; U

RB 6

9 = 1

942

- 195

0.

Page 19: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang

Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya

berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda

bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan

9. melakukan penyusunan laporan Seksi.

Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan

penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.

B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan

dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM

NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar

Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013

(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);

10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).

II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori

Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.

Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.

Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau

displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.

Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.

Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.

B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan

kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi

Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,

Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika

bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.

c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.

d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.

e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;

f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).

g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.

2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama

adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.

Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).

Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.

Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).

Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.

C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)

memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.

Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi

mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.

III. PENUTUPA. Kesimpulan

Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)

Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.

B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun

1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.

Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).

[ 16 ]

Gam

bar G

rafik

6: M

enun

jukk

an h

ubun

gan

anta

ra T

KB, N

JB d

an U

RBBesaran Harga TKB, NJB dan URB

Kode

Nom

or In

vent

aris

(KN

I)

Usia

Rel

atif B

enda

(URB

)

Not

asi J

enis

Baha

n (N

JB)

Tingk

at Ke

rusa

kan

Bend

a (TK

B)

Baha

n selu

lose

(kul

it ka

yu, k

apas

, ser

at na

nas,

dan s

ejeni

snya

) mem

iliki a

ngka

40 (w

arna

hijau

); un

tuk b

ahan

prot

ein (s

uter

a, wo

ol, k

ulit

bina

tang

, dan

sejen

isnya

) mem

iliki a

ngka

50 (w

arna

kuni

ng);

untu

k bah

an

loga

m m

emilik

i ang

ka 5

(war

na m

erah

); un

tuk k

ombi

nasi

selu

lose

dan

loga

m m

emilik

i ang

ka 45

(war

na h

ijau

tua)

dan

unt

uk b

ahan

kom

bina

si pr

otein

dan

loga

m m

emilik

i ang

ka 55

(war

na ku

ning

tua)

.10

ber

arti

berk

ondi

si Ba

ik (w

arna

hija

u, p

riorit

as ko

nser

vasi:

5); 1

5 ber

arti

berk

ondi

si Cu

kup

(war

na ku

ning

, prio

ritas

: 4);

20 b

erar

ti be

rkon

disi

Rusa

k (wa

rna m

erah

mud

a, p

riorit

as: 3

); 25

ber

arti

berk

ondi

si Ha

ncur

(war

na m

erah

tua,

prio

ritas

: 2);

30 be

rarti

berk

ondi

si fis

ik be

nda b

isa B

aik, C

ukup

, Rus

ak at

au H

ancu

r tet

api je

nis k

erus

akan

nya a

ktif, s

eper

ti in

dika

si se

rang

an m

ikroo

rgan

isme a

tau i

nsek

, dan

kond

isi

keas

aman

nya/

pH

pada

saat

pen

gam

atan

terla

lu ti

nggi

(war

na m

erah

tua s

ekali

, prio

ritas

: 1).

URB

adala

h ha

sil p

engu

rang

an ta

ngga

l sek

aran

g (To

day)

dan

Tang

gal P

erol

ehan

Ben

da (T

PB) B

ilam

ana k

ita ti

dak m

enge

tahu

i tah

un p

erol

ehan

kole

ksi m

aka p

erlu

dila

kuka

n Ta

fsir U

sia R

elati

f Ben

da (T

URB)

.Pe

r 201

5 =>

URB

148

ber

arti

tahu

n pe

role

han

1867

; URB

134

= 18

81; U

RB 1

20 =

1868

- 19

23; U

RB 1

15 =

1900

; URB

109

= 19

05 -

1907

; URB

83

= 192

3 - 1

942;

URB

74

= 194

1; U

RB 6

9 = 1

942

- 195

0.

Page 20: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang

Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya

berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda

bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan

9. melakukan penyusunan laporan Seksi.

Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan

penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.

B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan

dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM

NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar

Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013

(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);

10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).

II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori

Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.

Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.

Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau

displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.

Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.

Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.

B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan

kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi

Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,

Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika

bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.

c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.

d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.

e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;

f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).

g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.

2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama

adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.

Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).

Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.

Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).

Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.

C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)

memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.

Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi

mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.

Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.

III. PENUTUPA. Kesimpulan

Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)

Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.

B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun

1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.

Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).

[ 17 ]

Gam

bar G

rafik

7: M

enun

jukk

an h

ubun

gan

anta

ra T

KB, N

JB d

an U

RBBesaran Harga TKB, NJB dan URB

Kode

Nom

or In

vent

aris

(KN

I)

Usia

Rel

atif B

enda

(URB

)

Not

asi J

enis

Baha

n (N

JB)

Ting

kat K

erus

akan

Ben

da (T

KB)

Baha

n se

lulo

se (k

ulit

kayu

, kap

as, s

erat

nan

as, d

an se

jeni

snya

) mem

iliki a

ngka

40

(war

na h

ijau)

; unt

uk b

ahan

pro

tein

(sut

era,

woo

l, ku

lit b

inat

ang,

dan

seje

nisn

ya) m

emilik

i ang

ka 5

0 (w

arna

kuni

ng);

untu

k bah

an

loga

m m

emilik

i ang

ka 5

(war

na m

erah

); un

tuk k

ombi

nasi

selu

lose

dan

loga

m m

emilik

i ang

ka 4

5 (w

arna

hija

u tu

a) d

an u

ntuk

bah

an ko

mbi

nasi

prot

ein

dan

loga

m m

emilik

i ang

ka 5

5 (w

arna

kuni

ng tu

a).

10 b

erar

ti be

rkon

disi

Baik

(war

na h

ijau,

prio

ritas

kons

erva

si: 5

); 15

ber

arti

berk

ondi

si Cu

kup

(war

na ku

ning

, prio

ritas

: 4);

20 b

erar

ti be

rkon

disi

Rusa

k (wa

rna

mer

ah m

uda,

prio

ritas

: 3);

25 b

erar

ti be

rkon

disi

Hanc

ur

(war

na m

erah

tua,

prio

ritas

: 2);

30 b

erar

ti be

rkon

disi

fisik

bend

a bisa

Baik

, Cuk

up, R

usak

atau

Han

cur t

etap

i jeni

s ker

usak

anny

a akti

f, sep

erti

indi

kasi

sera

ngan

mikr

oorg

anism

e ata

u in

sek,

dan

kond

isi ke

asam

anny

a/

pH p

ada s

aat p

enga

mat

an te

rlalu

ting

gi (w

arna

mer

ah tu

a sek

ali, p

riorit

as: 1

).

URB

adala

h ha

sil p

engu

rang

an ta

ngga

l sek

aran

g (To

day)

dan

Tang

gal P

erol

ehan

Ben

da (T

PB) B

ilam

ana k

ita ti

dak m

enge

tahu

i tah

un p

erol

ehan

kole

ksi m

aka p

erlu

dila

kuka

n Ta

fsir U

sia R

elati

f Ben

da (T

URB)

.Pe

r 201

5 =>

URB

148

ber

arti

tahu

n pe

role

han

1867

; URB

134

= 18

81; U

RB 1

20 =

1868

- 19

23; U

RB 1

15 =

1900

; URB

109

= 19

05 -

1907

; URB

83

= 192

3 - 1

942;

URB

74

= 194

1; U

RB 6

9 = 1

942

- 195

0.

Page 21: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

[ 18 ]

LEMBAR DATA KLIMATOLOGI - KELEMBABAN & SUHU

Kelembaban KeteranganSuhuGedung dan RuangWaktuTanggal

Catatan : Tgl. Pelaporan :

Tandatangan

Nama Pelapor :

Form. LDK-KS/PSI/2015

Nama Alat :

Tgl. TerakhirKalibrasi:

Minggu :

Prosedur Kalibrasi :

Page 22: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

[ 19 ]

LEMBAR DATA KLIMATOLOGI - CAHAYA & UV - SP, KA & pH

Catatan: Tgl. Pelaporan:

Tandatangan

Nama Pelapor :

Intensitas KeteranganRadiasiJenis Lampu[Merk, Watt, Pijar/ Pendar/ LED]WaktuGedung, Ruang,

Lemari

Tanggal : Nama Alat :

INTENSITAS CAHAYA (IC) dan RADIASI ULTRA VIOLET (RUV)

Form. LDK-IC,RUV,SP,KA,pH/PSI/2015

Keterangan

Tanggal : Nama Alat :

SUHU PERMUKAAN BENDA

Nama, No. Inv danJenis BendaWaktu Jenis Lampu SuhuJarakGedung, Ruang,

Lemari

Keterangan

Tanggal : Nama Alat :

KANDUNGAN AIR dan KEASAMAN (pH) BENDA

Nama, No. Inv danJenis BendaWaktu Kandungan Air pHGedung, Ruang,

Lemari

Ada 3 jenis lampu : 1. Pijar (incandescent); 2. Pendar (fluorescent); 3. LED (light-emitting diode). Intensitas cahaya lampu pijar hanya 15 lumen per watt, dan 90% energi listrik diubah ke panas. Usia hidup lampu hanya 1.000 jam atau 4 bulan (pemakaian 8 jam per hari). Intensitas lampu pendar 67 lumen per watt & usia rata-rata lampu 10.000 jam. Intensitas lampu LED 70 - 100 lumen per watt & usia rata-rata lampu 50.000 jam.

Page 23: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

REFERENSI :1. Brimblecombe, Peter and B. Ramer (1983): MUSEUM DISPLAY CASES AND THE EXCHANGE OF WATER

VAPOURS, Studies in Conservation, London, IIC Vol.28 pp.179-188.2. Brown, R. (1990): THE WEAVING, SPINNING AND DYEING, A.A. Knoft.3. Buchanan, R. (1987): A WEAVER'S GARDEN, Interweave, Colorado.4. Camp, Robert C. (1989): THE SEARCH FOR INDUSTRY BEST PRACTICES THAT LEAD TO SUPERIOR PERFORMANCE,

Wisconsin 53202, Quality Press.5. de Graaf, Hofenk (1968): Lihat Landi (1985), pp. 68-94. 6. Guy, John (1998): WOVEN CARGOES, INDIAN TEXTILES IN THE EAST, Thames & Hudson, Singapore.7. Hacke, A.M., C.M. Carr, A. Brown (2004): CHARACTERISATION OF METAL THREADS IN RENAISSANCE

TAPESTRIES, Proceedings of Metal 2004, National Museum of Australia Canberra ACT.8. Holmgren, Robert J. & Anita E. Spertus (1989): EARLY INDONESIAN TEXTILES, MMA, N.Y.9. IFI (International Fabricare Institute), Maryland District (1992), personal notes.

10. Indictor, N., R.J. Koestler & R. Sheryll (1985): THE DETECTION OF MORDANTS BY ENERGY DISPERSIVE X-RAY SPECTROMETRY, JAIC 1985, Volume 24, Number 2, Article 5 (pp. 104 to 109).

11. Indictor, N. (1987): THE USE OF METAL IN HISTORIC TEXTILES, N.Y., Personal Notes.12. Karp, Cary (1983): CALCULATING ATMOSPHERIC HUMIDITY, Studies in Conservation, London, IIC Vol.28

pp. 24-28.13. Landi, Sheila (1985): TEXTILE CONSERVATOR'S MANUAL, Butterworths, London.14. Leene, Jentina (1972): TEXTILE CONSERVATION, Butterworths, London. 15. Marsden, William (2008): SEJARAH SUMATERA, Komunitas Bambu, Jakarta.16. Miller, Janet (1989): DEGRADATION IN WEIGHTED AND UNWEIGHTED HISTORIC SILK, Washington DC,

The American Institute for Conservation, Vol.2 No.2.17. Oddy, Andrew (1992): ART OF CONSERVATOR, British Museum, London.18. Pad�eld, T (1992): TROUBLE IN STORE, IIC Washington Congress, Washington DC.19. Stone, P. (1981): ORIENTAL RUG REPAIR, Greenleaf Co.,Chicago.20. Subagiyo, Puji Yosep (1994): THE CLASSIFICATION OF INDONESIAN TEXTILES BASED ON STRUCTURAL,

MATERIALS, AND TECHNICAL ANALYSES, International Seminar, Museum Nasional, Jakarta.21. Subagiyo, Puji Yosep (1995/96): KAIN SONGKET JAWA, Majalah Museogra�a, Ditmus-Depdikbud,

Jakarta, pp. 1-14.22. Subagiyo, Puji Yosep (1996): METAL THREAD EXAMINATION FOR DETERMINING THE DATE, ORIGIN AND

DISTRIBUTION OF INDONESIAN SONGKET WEAVING, International Seminar, Jambi - Indonesia.23. Subagiyo, Puji Yosep (1997/98): KONTROL KERUSAKAN BIOTIS, Perlakuan Kultural, Radiasi, Pemanasan,

Pendinginan dan Fumigasi, Majalah Museogra�a, Ditmus-Depdikbud, Jakarta.24. Subagiyo, Puji Yosep (1997/98): TEKSTIL TRADISIONAL: Pengenalan Bahan dan Teknik, Univ. of Tokyo -

Toyota Foundation, Jakarta. (Laporan Penelitian)25. Subagiyo, Puji Yosep (1999): MENGENAL BAHAN CELUP ALAMI MELALUI STUDI KOLEKSI TEKSTIL DI

MUSEUM, Makalah Seminar Nasional "Bangkitnya Warna-warna Alam", Yogyakarta, Dewan Kerajinan Nasional.

26. Subagiyo, Puji Yosep (2000): NORTH COASTH JAVA BATIK AT 1994: Museum and Site Surveys, International Symposium, Institute of Oriental Culture - University of Tokyo, Tokyo – Jepang.

27. Subagiyo, Puji Yosep (2002): MENGENAL DAN MERAWAT LUKISAN, Simposium Nasional tentang Perkembangan Media dan Sejarah Seni Rupa, Galeri Nasional Indonesia, Jakarta.

28. Suhardini dan Sulaiman Jusuf (1984): ANEKA RAGAM HIAS TENUN IKAT INDONESIA, Museum Nasional, Jakarta.

29. Suwati Kartiwa (1986): KAIN SONGKET INDONESIA, Djambatan, Jakarta. 30. Suwati Kartiwa (1987): TENUN IKAT, Djambatan, Jakarta.31. Thomson, G. (1981): MUSEUM ENVIRONMENT, London, Butterworths.32. Weintraub, Steven (2002): DEMYSTIFYING SILICA GEL, Object Specialty Group Postprints (vol. 9), Washington,

D.C., American Institute for Conservation (AIC).33. Yurdun, Turkan, Seher Karsli Ceppioglu and R. Gurcan Oraltay (2012): INVESTIGATION OF METAL WIRED

COLOURED HISTORICAL TEXTILE USING SCANNING ELECTRON MICROSCOPY AND HPLC-DAD, J. Chem. Chem. Eng. 6 (2012) 591-598.

[ 20 ]

Page 24: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

Pem

egan

g Un

esco

Fel

low

ship

Aw

ard

dari

tahu

n 19

89 s

ampa

i 199

2 in

i men

dapa

tkan

pe

ndid

ikan

sain

s kon

serv

asi d

i Tok

yo N

atio

nal R

esea

rch

Inst

itute

for C

ultu

ral P

rope

rtie

s (T

NRI

CP),

Jepa

ng d

ari 1

989-

1990

; per

nah

men

giku

ti ku

rsus

“sp

ottin

g” d

i Int

erna

tiona

l Fa

bric

are

Inst

itute

(IFI

) di M

aryl

and

- Am

erik

a Se

rikat

; ser

ta m

engi

kuti

berb

agai

kur

sus

anal

isis k

onse

rvas

i di M

useu

m C

onse

rvat

ion

Inst

itute

(MCI

) of t

he S

mith

soni

an In

stitu

tion

di W

ashi

ngto

n D

.C., A

mer

ika

Serik

at (1

991-

1992

). Se

lam

a pe

riode

mag

ang

di S

mith

soni

an In

stitu

tion,

Sub

agiy

o te

lah

men

gada

kan

kunj

unga

n ob

serv

asi d

i lab

orat

oriu

m-la

bora

toriu

m m

useu

m d

an le

mba

ga p

enel

itian

di

kota

New

Yor

k, H

arris

burg

, da

n W

ashi

ngto

n D

.C.

Ia p

erna

h am

bil

bagi

an d

alam

pe

ngam

atan

ker

usak

an p

akai

an a

stro

nout

di N

atio

nal A

ir an

d Sp

ace

Mus

eum

(NAS

A) d

i Was

hing

ton

D.C

. dan

dem

o pe

ncel

upan

war

na

di C

arne

gie

Mel

lon

Colle

ge, M

aryl

and.

Pad

a ak

hir t

ahun

201

3,

Suba

giyo

m

elak

ukan

ku

njun

gan

obse

rvas

i di

M

useu

m

Nas

iona

l Tok

yo d

an M

useu

m J

oshi

bi U

nive

rsity

of A

rt a

nd

Des

ign,

Kan

agaw

a - J

epan

g.Pu

ji Yo

sep

Suba

giyo

lahi

r di P

urw

orej

o, Ja

wa

Teng

ah. I

a ad

alah

seor

ang

kons

erva

tor s

enio

r ber

sert

i�ka

si in

tern

asio

nal,

dan

seja

k 19

86 te

lah

beke

rja d

i Mus

eum

Nas

iona

l, Ke

men

teria

n Pe

ndid

ikan

dan

Keb

uday

aan.

Sub

agiy

o ya

ng t

elah

mem

iliki

pe

ndid

ikan

leb

ih d

ari

8.00

0 ja

m d

an 2

5 ta

hun

berp

enga

lam

an d

i bi

dang

kons

erva

si, b

anya

k mel

akuk

an p

enel

itian

ane

ka b

ahan

- te

knik

pem

buat

an te

kstil

tr

adisi

onal

dan

luki

san,

pen

ulisa

n, r

anca

ng-b

angu

n da

taba

se k

onse

rvas

i da

n ku

rasi,

m

engi

kuti

dan

pem

bica

ra

pada

be

rbag

ai

sem

inar

in

tern

asio

nal.

Di S

tudi

o Pr

imas

toria

, ia

juga

mel

ayan

i jas

a ko

nsul

tasi

dan

kons

erva

si te

kstil

, luk

isan,

loga

m, d

an a

neka

ben

da e

tnog

ra�.

Pro�

l dan

Riwa

yat In

struk

tur

Alam

at R

umah

dan

Stu

dio

:Ta

man

Ala

man

da Bl

ok BB

2 No.

55-5

9, Be

kasi

1751

0, In

done

siaW

eb: p

rimas

toria

.net

Emai

l: mas

yose

p66@

gmai

l.com

Phon

e : (0

21) 2

210

2913

M

obile

: 081

2 83

60 4

95

S TOR

iAPR

iMA

R

CD insid

e

Memb

angu

n Iko

n dan

Kuali

�kas

iPr

ofes

i Kon

serv

ator

di M

useu

mM

elal

ui B

imbi

ngan

Tekn

isKo

nser

vasi

Teks

til da

n Luk

isan

Spes

ialisa

si &

Kom

pete

nsi

Pres

tasi

dan P

engh

arga

an1.

Pem

egan

g U

nesc

o Fe

llow

ship

Aw

ard

dari

tahu

n 19

89 sa

mpa

i 199

2.2.

Pen

ulis

an a

rtik

el te

ntan

g te

kstil

, kon

serv

asi d

an m

anaj

emen

kol

eksi

mus

eum

(199

3 - 1

995,

M

ajal

ah M

useo

gra�

dan

Maj

alah

Keb

uday

aan,

Dep

dikb

ud -

Jaka

rta)

.3.

Seb

agai

Edi

tor

dan

Anot

ator

unt

uk t

erje

mah

an B

uku

Seni

Bat

ik d

ari B

ahas

a Be

land

a ke

Ba

hasa

Indo

nesi

a (1

994-

5, IS

I Yog

ya -

Yaya

san

Toyo

ta).

4. P

embi

cara

Sem

inar

Inte

rnas

iona

l ten

tang

Tek

stil

Trad

isio

nal

tahu

n 19

94 (J

akar

ta),

1996

(J

ambi

), 19

99 (D

enpa

sar)

dan

200

0 (T

okyo

Uni

vers

ity -

Toyo

ta F

ound

atio

n).

Cata

tan:

Mak

alah

ber

judu

l “T

he C

lass

i�ca

tion

of In

done

sian

Text

iles B

ased

on

Stru

ctur

al, M

ater

ial a

nd T

echn

ical

An

alys

es (

1994

)” m

enja

di r

ujuk

an P

rof.

Basa

vara

j S.

Ana

mi

dan

Prof

. Mah

ante

sh C

. Ele

mm

i da

lam

In

tern

atio

nal

Jour

nal

of S

igna

l Pr

oces

sing

, Im

age

Proc

essi

ng a

nd P

atte

rn R

ecog

nitio

n (Ju

dul

Tulis

an: “

A Ru

le B

ased

App

roac

h fo

r Cla

ssi�

catio

n of

Shad

es o

f Bas

ic C

olor

s of

Fabr

ic Im

ages

” ), V

ol. 8

, No.

2

(201

5), p

p. 3

89-4

00.

5. S

ebag

ai n

ara

sum

ber B

imte

k Pe

rmus

eum

an -

Kons

erva

si (1

996,

Din

as M

useu

m d

an S

ejar

ah

DKI

Ja

kart

a);

Bim

tek

Kons

erva

si

Teks

til

(200

0,

Mus

eum

Te

kstil

Ja

kart

a);

Bim

tek

Perm

useu

man

- K

onse

rvas

i (

2002

, As

dep

Kese

nian

- K

embu

dpar

); su

rvai

kon

disi

luk

isan

, ra

ncan

g-ba

ngun

dat

abas

e da

n pe

nyus

unan

renc

ana

indu

k pr

eser

vasi

(200

2 - 2

003,

Ista

na

Kepr

esid

enan

di J

akar

ta -

Bogo

r - C

ipan

as -

Yogy

a - B

ali).

6. P

embi

cara

Sem

inar

Nas

iona

l ten

tang

War

na A

lam

i (19

99, Y

ogya

kart

a) d

an K

onse

rvas

i Lu

kisa

n (2

002,

Jaka

rta)

.7.

Seb

agai

nar

a su

mbe

r kaj

ian

Batik

Pan

tai U

tara

Jaw

a da

n M

adur

a (1

994,

ISI Y

ogya

- U

niv.

To

kyo

- Yay

asan

Toy

ota)

dan

kaj

ian

kanv

as lu

kisa

n (2

006,

Pen

caria

n Pe

nyeb

ab K

erus

akan

da

n Id

entit

as L

ukis

an, B

alai

Kon

serv

asi -

Jaka

rta)

.8.

Ran

cang

-ban

gun

data

base

kol

eksi

mus

eum

(201

2, M

useu

m N

asio

nal -

Jaka

rta)

.9.

Men

yusu

n ko

mpi

lasi

nask

ah ya

ng b

erhu

bung

an d

enga

n te

kstil

, kon

serv

asi d

an

anal

isis b

ahan

(Prim

asto

ria S

tudi

o, 2

013)

.10

. M

enyu

sun

lapo

ran

hasi

l Obs

erva

si T

ekst

il di

Mus

eum

Nas

iona

l (P

rim

asto

ria

Stud

io, 2

014-

15).

11. S

ebag

ai N

aras

umbe

r Kon

serv

asi T

ekst

il pa

da W

orks

hop

Kons

erva

si di

Bo

robu

dur -

Mag

elan

g, B

ogor

- Ja

wa

Bara

t dan

TM

II Ja

kart

a (2

015)

.

1. P

eren

cana

an d

an p

elak

sana

an p

eker

jaan

kon

serv

asi t

ekst

il da

n lu

kisa

n :

* Su

rvai

kon

disi

(iden

ti�ka

si ba

han

dan

keru

saka

n, m

embu

at u

sula

n tin

daka

n ko

nser

vasi,

pem

buat

an d

okum

enta

si, k

alku

lasi

wak

tu d

an b

iaya

).* P

elak

sana

an p

eker

jaan

kon

serv

asi.

2. Pe

ngua

saan

sain

s kom

pute

r (ka

lkul

asi m

atem

atis,

pem

rogr

aman

data

base

, 3D

mod

ellin

g, ill

ustra

tion,

dsb

.) un

tuk

aplik

asi s

istem

per

enca

naan

dan

pen

gem

bang

an k

onse

rvas

i yan

g be

rbas

is sa

ins k

onse

rvas

i (p

ener

apan

sifa

t �sik

- ki

mia

wi b

ahan

, pen

garu

h ja

sad

hidu

p/ b

iotis

, fak

tor i

klim

, dan

inte

rpre

tasi

alat

uku

r dig

ital/

man

ual):

* Ra

ncan

g-ba

ngun

dat

abas

e un

tuk

surv

ai k

ondi

si ke

tera

wat

an d

an k

ondi

si kl

imat

olog

i unt

uk

eval

uasi

tekn

is ko

nser

vasi

dan

uji k

ompe

tens

i ten

aga

kons

erva

si.*

Ranc

ang-

bang

un s

istem

/ mod

el u

ntuk

sim

ulas

i tat

a le

tak

(map

ping

) ged

ung,

ruan

g, le

mar

i, ko

leks

i be

rikut

kal

kula

si uk

uran

dim

ensi

(obj

ek)

dan

kalk

ulas

i ke

butu

han

sert

a ef

ek a

lat

penu

njan

g di

spla

i-sto

rage

-kon

serv

asi

(kon

sum

si da

ya l

istrik

, ko

nver

si en

ergi

sem

ua j

enis

lam

pu, h

ubun

gan

�ukt

uasi

- tek

anan

bar

omet

rik, k

ebut

uhan

ala

t-ba

han-

biay

a, d

sb.).

* Pem

buat

an p

aket

pel

atih

an e

lekt

roni

s (e-

Lear

ning

Pac

k) u

ntuk

kon

serv

asi &

kur

asi.

3. P

engu

asaa

n sa

ins k

ompu

ter u

ntuk

mem

bant

u pe

renc

anaa

n da

n pe

ngem

bang

an d

okum

enta

si, k

uras

i da

n re

gist

rasi

:*

Ranc

ang-

bang

un d

atab

ase

kole

ksi m

useu

m d

an g

aler

i yan

g m

emili

ki �

tur

untu

k m

emud

ahka

n pe

ncar

ian,

val

idas

i tat

a-le

tak,

val

idas

i sya

rat m

inim

um e

ntri

data

, map

-tra

ckin

g as

al k

olek

si/

seni

man

, pen

angg

alan

rela

tif, c

odin

g tin

gkat

ker

usak

an -

jeni

s ba

han

(kon

vers

i dat

a te

ks k

e nu

mer

ik),

aplik

asi c

ompu

teriz

ed-o

ptic

al-m

icro

scop

e unt

uk m

engu

kur o

bjek

skal

a m

ikro

met

er,

dsb.

[1

mik

ro =

1 p

er se

juta

]4.

Kaj

ian

tekn

is da

n ba

han

kole

ksi u

ntuk

dok

umen

tasi,

kons

erva

si, ku

rasi,

regi

stra

si da

n ka

jian

tingk

at la

njut

.

Page 25: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

10 Lembar LampiranDaftar Data Observasi 2015

[1.000 Koleksi Tekstil]

Page 26: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

KNI Lokasi URB NJB KNI Lokasi URB NJB

1 00002 Tdk GB.ST5.. 134 40 5 10 54 00286 a Tdk GB.ST5.024.03 134 45 3 202 00009 Tdk GB.ST5.048.01 134 40 4 15 55 00286 b Tdk GB.ST5.034.04 134 40 4 153 00011 Ya GB.ST5.. 134 40 5 10 56 00316 Tdk GB.ST5.023.02 134 45 3 204 00018 Ya GB.ST5.048.02 134 40 4 15 57 00316 A Tdk GB.ST5.023.02 134 55 5 105 00019 Tdk GB.ST5.048.02 134 40 4 15 58 00328 d Tdk GB.ST5.005.03 134 40 4 156 00020 Tdk GB.ST5.048.02 134 40 4 15 59 00401 Tdk GB.ST5.034.03 134 45 5 107 00032 Tdk GB.ST5.081.04 134 40 4 15 60 00433 B Tdk GB.ST5.030.01 134 40 5 108 00060 Tdk GB.ST5.011.02 134 40 4 15 61 00454 Tdk GB.ST5.024.02 134 40 4 159 00064 Tdk GB.ST5.017.01 134 40 3 20 62 00466 Tdk GB.ST5.024.02 134 40 5 1010 00065 Tdk GB.ST5.023.03 134 40 5 10 63 00467 Ya GB.ST5.048.02 134 40 3 2011 00074 Tdk GB.ST5.009.03 134 40 4 15 64 00485 b Ya GB.ST5.069.01 134 40 5 1012 00075 Tdk GB.ST5.009.03 134 40 4 15 65 00487 a Tdk GB.ST5.046.01 134 40 5 1013 00076 Tdk GB.ST5.011.02 134 40 3 20 66 00487 b Tdk GB.ST5.046.01 134 40 4 1514 00077 Ya GB.ST5.009.03 134 40 4 15 67 00487 c Tdk GB.ST5.046.01 134 40 4 1515 00080 b Ya GB.ST5.021.03 134 40 5 10 68 00487 d Ya GB.ST5.046.01 134 40 4 1516 00081 Ya GB.ST5.009.03 134 40 4 15 69 00506 Ya GB.ST5.023.03 134 40 5 1017 00082 Ya GB.ST5.009.03 134 40 5 10 70 00508 Tdk GB.ST5.020.03 134 40 4 1518 00084 a Tdk GB.ST5.082.01 134 40 5 10 71 00509 Ya GB.ST5.007.02 134 40 4 1519 00087 Ya GB.ST5.046.01 134 40 4 15 72 00510 (01) Tdk GB.ST5.007.02 134 40 5 1020 00115 Ya GB.ST5.023.03 134 40 5 10 73 00510 (02) Ya GB.ST5.007.01 134 40 5 1021 00120 A Tdk GB.ST5.063.01 134 40 5 10 74 00510 (03) Ya GB.ST5.007.01 134 40 4 1522 00156 a Tdk GB.ST5.021.02 134 40 4 15 75 00510 (04) Tdk GB.ST5.007.01 134 40 4 1523 00156 b Tdk GB.ST5.021.02 134 40 4 15 76 00510 a Tdk GB.ST5.007.01 134 40 4 1524 00186 Tdk GB.ST5.004.02 134 40 4 15 77 00510 c Ya GB.ST5.007.02 134 40 4 1525 00199 Tdk GB.ST5.036.04 134 40 4 15 78 00511 a Ya GB.ST5.027.04 134 40 5 1026 00200 Tdk GB.ST5.045.03 134 40 4 15 79 00511 b Tdk GB.ST5.017.01 134 40 5 1027 00201 Tdk GB.ST5.011.04 134 40 4 15 80 00512 Tdk GB.ST5.005.03 134 40 5 1028 00209 Tdk GB.ST5.011.03 134 40 5 10 81 00512 b Tdk GB.ST5.048.01 134 40 5 1029 00209 b Tdk GB.ST5.012.01 134 40 4 15 82 00513 Tdk GB.ST5.007.02 134 40 5 1030 00210 Tdk GB.ST5.011.02 134 40 5 10 83 00514 Tdk GB.ST5.007.01 134 40 5 1031 00213 Tdk GB.ST5.011.03 134 40 5 10 84 00521 Ya GB.ST5.007.02 134 40 5 1032 00240 Tdk GB.ST5.. 134 40 3 20 85 00522 Ya GB.ST5.002.01 134 45 5 1033 00241 Tdk GB.ST5.. 134 40 5 10 86 00523 A Ya GB.ST5.005.03 134 40 4 1534 00242 Tdk GB.ST5.. 134 40 4 15 87 00523 b Tdk GB.ST5.005.03 134 40 5 1035 00244 Tdk GB.ST5.012.01 134 40 4 15 88 00523 C Tdk GB.ST5.005.03 134 40 4 1536 00245 a Tdk GB.ST5.015.01 134 40 3 20 89 00523 d Tdk GB.ST5.005.01 134 40 4 1537 00245 b Tdk GB.ST5.015.01 134 40 2 25 90 00525 Tdk GB.ST5.023.02 134 40 5 1038 00246 Tdk GB.ST5.015.01 134 40 4 15 91 00528 Tdk GB.ST5.036.03 134 40 5 1039 00247 Tdk GB.ST5.015.01 134 40 4 15 92 00528 a Tdk GB.ST5.005.03 134 40 5 1040 00249 Tdk GB.ST5.015.01 134 40 4 15 93 00528 B Tdk GB.ST5.005.03 134 40 5 1041 00250 Tdk GB.ST5.069.03 134 40 4 15 94 00528 c Tdk GB.ST5.036.01 134 40 4 1542 00251 Tdk GB.ST5.015.01 134 40 4 15 95 00529 Ya GB.ST5.005.01 134 40 5 1043 00253 Tdk GB.ST5.004.03 134 40 4 15 96 00529 B Tdk GB.ST5.005.01 134 40 5 1044 00265 Ya GB.ST5.084.03 134 40 3 20 97 00531 a Tdk GB.ST5.002.01 134 45 5 1045 00265 a Ya GB.ST5.024.03 134 40 4 15 98 00531 b Ya GB.ST5.005.01 134 45 4 1546 00266 Ya GB.ST5.024.01 134 55 5 10 99 00531 c Ya GB.ST5.002.02 134 45 5 1047 00267 Tdk GB.ST5.036.03 134 40 5 10 100 00531 d Tdk GB.ST5.005.01 134 45 5 1048 00268 Tdk GB.ST5.023.02 134 50 5 10 101 00532 Ya GB.ST5.005.01 134 45 4 1549 00272 Tdk GB.ST5.023.01 134 40 5 10 102 00557 Ya GB.ST5.027.03 134 40 3 2050 00283 Ya GB.ST5.024.03 134 40 2 25 103 00576 A Ya GB.ST5.001.02 134 40 4 1551 00284 Tdk GB.ST5.024.03 134 40 3 20 104 00576 B Tdk GB.ST5.001.02 134 40 5 1052 00284 a Tdk GB.ST5.024.03 134 40 4 15 105 00576 c Tdk GB.ST5.001.01 134 40 4 1553 00285 Tdk GB.ST5.023.02 134 45 3 20 106 00578 Tdk GB.ST5.. 134 40 4 15

TKB TKBNo. Inv. No. Inv.

Daftar Data Observasi Tekstil 1 [KNI: 1 sampai 106]

Lampiran 01.

Page 27: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

KNI Lokasi URB NJB KNI Lokasi URB NJB

107 00579 Tdk GB.ST5.007.01 134 40 4 15 160 00929 Ya GB.ST5.027.01 134 40 5 10108 00580 Ya GB.ST5.007.01 134 40 5 10 161 00933 Tdk GB.ST5.012.02 134 40 5 10109 00581b Ya GB.ST5.030.01 134 40 3 20 162 00934 Tdk GB.ST5.048.01 134 40 5 10110 00628 a Tdk GB.ST5.027.01 134 40 5 10 163 00948 Ya GB.ST5.012.01 134 40 3 20111 00628 b Ya GB.ST5.087.01 134 40 5 10 164 00949 Ya GB.ST5.012.02 134 40 5 10112 00629 Ya GB.ST5.018.01 134 50 4 15 165 00964 Ya GB.ST5.007.02 134 40 4 15113 00630 Ya GB.ST5.021.03 134 40 3 20 166 00972 a Tdk GB.ST5.007.02 134 40 5 10114 00631 Ya GB.ST5.015.02 134 50 3 20 167 00972 b Ya GB.ST5.035.01 134 40 5 10115 00632 Ya GB.ST5.015.02 134 40 3 20 168 00973 Ya GB.ST5.007.02 134 40 5 10116 00633 Ya GB.ST5.015.02 134 45 5 10 169 00974 Ya GB.ST5.015.01 134 40 4 15117 00635 b Tdk GB.ST5.057.01 134 40 3 20 170 00975 Ya GB.ST5.007.02 134 40 5 10118 00636 a Tdk GB.ST5.015.01 134 40 4 15 171 00976 Tdk GB.ST5.007.01 134 40 5 10119 00636 b Tdk GB.ST5.015.02 134 40 3 20 172 00977 Tdk GB.ST5.004.02 134 40 5 10120 00638 Ya GB.ST5.021.03 134 50 5 10 173 00978 Tdk GB.ST5.023.02 134 40 5 10121 00639 Ya GB.ST5.021.03 134 50 4 15 174 00979 Tdk GB.ST5.004.02 134 40 5 10122 00639 a Ya GB.ST5.021.03 134 50 3 20 175 00980 Tdk GB.ST5.004.02 134 40 5 10123 00639 B Ya GB.ST5.021.02 134 40 4 15 176 00983 Tdk GB.ST5.007.01 134 40 5 10124 00639 c Ya GB.ST5.021.03 134 50 4 15 177 00984 Tdk GB.ST5.007.02 134 40 5 10125 00695 b Ya GB.ST5.021.01 134 40 3 20 178 00985 Tdk GB.ST5.004.01 134 40 5 10126 00695 e Tdk GB.ST5.021.01 134 40 3 20 179 00989 Tdk GB.ST5.036.04 134 40 5 10127 00761 Ya GB.ST5.002.01 134 50 1 30 180 00990 Tdk GB.ST5.023.01 134 40 5 10128 00761 a Tdk GB.ST5.002.01 134 50 3 20 181 01015 Tdk GB.ST5.004.01 134 40 4 15129 00762 Tdk GB.ST5.003.03 134 40 3 20 182 01015 A Tdk GB.ST5.004.01 134 40 4 15130 00765 Tdk GB.ST5.023.02 134 40 5 10 183 01015 C Tdk GB.ST5.004.01 134 40 4 15131 00766 Ya GB.ST5.023.02 134 40 3 20 184 01018 Tdk GB.ST5.054.03 134 50 5 10132 00767 Tdk GB.ST5.023.02 134 40 5 10 185 01032 Tdk GB.ST5.012.01 134 40 5 10133 00768 Tdk GB.ST5.023.02 134 40 5 10 186 01033 Tdk GB.ST5.012.01 134 40 5 10134 00769 Tdk GB.ST5.023.01 134 40 3 20 187 01034 b Tdk GB.ST5.027.01 134 40 3 20135 00770 Tdk GB.ST5.010.03 134 40 4 15 188 01034a Tdk GB.ST5.027.01 134 40 3 20136 00771 Tdk GB.ST5.003.02 134 45 4 15 189 01035 Tdk GB.ST5.087.01 134 40 3 20137 00772 Tdk GB.ST5.003.02 134 45 4 15 190 01057 Tdk GB.ST5.017.02 134 40 5 10138 00778 Tdk GB.ST5.003.02 134 3 20 191 01058 Tdk GB.ST5.029.01 134 40 5 10139 00783 Ya GB.ST5.003.02 134 45 3 20 192 01059 Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10140 00802 Ya GB.ST5.042.03 134 40 3 20 193 01060 Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10141 00808 Tdk GB.ST5.002.01 134 40 3 20 194 01079 Tdk GB.ST5.036.01 134 40 3 20142 00808 (27)Tdk GB.ST5.002.04 134 40 5 10 195 01080 Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10143 00813 Tdk GB.ST5.003.02 134 40 3 20 196 01081 Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10144 00818 Tdk GB.ST5.036.01 134 40 4 15 197 01082 Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10145 00818 b Tdk GB.ST5.003.03 134 40 4 15 198 01084 Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10146 00822 Tdk GB.ST5.. 134 40 4 15 199 01086 Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10147 00823 Tdk GB.ST5.024.02 134 40 5 10 200 01087 Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10148 00838 Tdk GB.ST5.011.02 134 40 5 10 201 01088 Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10149 00845 Tdk GB.ST5.015.01 134 40 5 10 202 01089 Tdk GB.ST5.073.03 134 40 5 10150 00860 a Tdk GB.ST5.023.01 134 40 5 10 203 01090 Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10151 00860 b Tdk GB.ST5.. 134 40 5 10 204 01092 Tdk GB.ST5.045.03 134 40 5 10152 00860 c Tdk GB.ST5.023.01 134 40 5 10 205 01093 Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10153 00860 d Tdk GB.ST5.023.01 134 40 5 10 206 01094 Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10154 00865 Tdk GB.ST5.018.01 134 45 4 15 207 01095 Tdk GB.ST5.060.03 134 40 5 10155 00877 Tdk GB.ST5.003.01 134 40 3 20 208 01096 Tdk GB.ST5.060.03 134 40 5 10156 00905 Tdk GB.ST5.023.03 134 40 5 10 209 01097 a Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10157 00910 Ya GB.ST5.026.02 134 50 5 10 210 01097 b Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10158 00916 Ya GB.ST5.003.03 134 40 1 30 211 01097 c Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10159 00917 b Ya GB.ST5.003.01 134 40 4 15 212 01097 d Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10

No. Inv. TKB No. Inv. TKB

Lampiran 02.

Daftar Data Observasi Tekstil 2 [KNI: 107 sampai 212]

Page 28: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

KNI Lokasi URB NJB KNI Lokasi URB NJB

213 01097 e Tdk GB.ST5.062.03 134 40 5 10 266 02115 (17) Tdk GB.ST5.056.02 134 40 5 10214 01098 Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10 267 02115 (18) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10215 01099 Tdk GB.ST5.060.04 134 40 5 10 268 02115 (19) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10216 01100 Tdk GB.ST5.059.01 134 40 3 20 269 02115 (20) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10217 01137 Tdk GB.ST5.048.01 134 40 5 10 270 02115 (21) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10218 01179 Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10 271 02115 (22) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10219 01188 Tdk GB.ST5.011.02 134 40 5 10 272 02115 (23) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10220 01236 Tdk GB.ST5.061.02 134 40 5 10 273 02115 (24) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10221 01282 Tdk GB.ST5.060.02 134 40 5 10 274 02115 (25) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10222 01282 a Tdk GB.ST5.. 134 40 5 10 275 02115 (26) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10223 01283 b Tdk GB.ST5.056.02 134 40 3 20 276 02115 (27) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10224 01286 Tdk GB.ST5.017.02 134 40 5 10 277 02115 (28) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10225 01286 b Tdk GB.ST5.017.02 134 40 5 10 278 02115 (29) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10226 01287 Tdk GB.ST5.017.02 134 40 5 10 279 02115 (30) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10227 01288 A Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10 280 02115 (31) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10228 01288 B Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10 281 02115 (32) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10229 01309 Tdk GB.ST5.057.01 134 40 5 10 282 02115 (33) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10230 01311 a Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10 283 02115 (34) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10231 01311 b Tdk GB.ST5.060.03 134 40 5 10 284 02115 (35) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10232 01311 C Tdk GB.ST5.060.03 134 40 5 10 285 02115 (36) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10233 01311 d Tdk GB.ST5.060.03 134 40 5 10 286 02115 (37) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10234 01311 e Tdk GB.ST5.060.03 134 40 5 10 287 02115 (38) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10235 01311 f Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10 288 02115 (39) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10236 01482 Tdk GB.ST5.039.03 134 40 5 10 289 02115 (40) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10237 01482 a Tdk GB.ST5.039.03 134 40 5 10 290 02115 (41) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10238 01482 b Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10 291 02115 (42) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10239 01493 Tdk GB.ST5.030.03 134 40 5 10 292 02115 (43) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10240 01493 b Tdk GB.ST5.030.03 134 40 5 10 293 02115 (44) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10241 01497 b Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10 294 02115 (45) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10242 01497a Tdk GB.ST5.031.03 134 40 3 20 295 02115 (46) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10243 01497b Tdk GB.ST5.031.03 134 40 5 10 296 02149 b Tdk GB.ST5.044.02 134 40 5 10244 01521 B Tdk GB.ST5.004.01 134 40 5 10 297 02161 a Tdk GB.ST5.. 134 40 3 20245 01546 Tdk GB.ST5.039.01 134 40 5 10 298 02162 Tdk GB.ST5.057.03 134 40 5 10246 02047 h Tdk GB.ST5.010.01 134 40 5 10 299 02167 a Tdk GB.ST5.066.03 134 40 3 20247 02058 Tdk GB.ST5.039.02 134 40 5 10 300 02167 b Tdk GB.ST5.065.02 134 40 5 10248 02112 Tdk GB.ST5.059.02 134 40 5 10 301 02168 a Tdk GB.ST5.066.02 134 40 3 20249 02115 Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10 302 02168 b Tdk GB.ST5.065.01 134 40 5 10250 02115 (01)Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10 303 02169 a Tdk GB.ST5.066.03 134 40 5 10251 02115 (02)Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10 304 02169 b Tdk GB.ST5.066.03 134 40 5 10252 02115 (03)Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10 305 02169 e Tdk GB.ST5.025.03 134 40 5 10253 02115 (04)Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10 306 02170 Tdk GB.ST5.066.03 134 40 5 10254 02115 (05)Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10 307 02172 a Tdk GB.ST5.066.01 134 50 3 20255 02115 (06)Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10 308 02178 Tdk GB.ST5.065.01 134 40 5 10256 02115 (07)Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10 309 02179 Tdk GB.ST5.066.01 134 40 3 20257 02115 (08)Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10 310 02180 Tdk GB.ST5.066.02 134 40 5 10258 02115 (09)Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10 311 02180 a Tdk GB.ST5.066.02 134 40 5 10259 02115 (10)Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10 312 02180 b Tdk GB.ST5.066.02 147 40 3 20260 02115 (11)Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10 313 02207 Ya GB.ST5.066.01 119,5 40 4 15261 02115 (12)Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10 314 02306 Ya GB.ST5.066.04 119,5 40 5 10262 02115 (13)Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10 315 02310 Tdk GB.ST5.066.02 119,5 40 5 10263 02115 (14)Tdk GB.ST5.056.02 134 40 5 10 316 02312 Tdk GB.ST5.066.04 119,5 40 4 15264 02115 (15)Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10 317 02323 Tdk GB.ST5.066.01 119,5 40 2 25265 02115 (16)Tdk GB.ST5.056.02 134 40 5 10 318 02331 a Tdk GB.ST5.066.03 119,5 40 5 10

No. Inv. TKB No. Inv. TKB

Lampiran 03.

Daftar Data Observasi Tekstil 3 [KNI: 213 sampai 318]

Page 29: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

KNI Lokasi URB NJB KNI Lokasi URB NJB

319 02331 b Tdk GB.ST5.066.01 119,5 40 4 15 372 02736 a Tdk GB.ST5.069.02 82,5 40 5 10320 02331 c Tdk GB.ST5.066.01 119,5 40 3 20 373 02736 b Tdk GB.ST5.069.02 82,5 40 5 10321 02333 a Tdk GB.ST5.066.01 119,5 40 3 20 374 02736a Tdk GB.ST5.069.01 82,5 40 5 10322 02334 a Tdk GB.ST5.066.04 119,5 40 3 20 375 02737 b Ya GB.ST5.069.02 82,5 40 5 10323 02334 b Tdk GB.ST5.066.01 119,5 40 1 30 376 02738 Ya GB.ST5.071.04 82,5 50 5 10324 02334 c Tdk GB.ST5.066.01 119,5 40 3 20 377 02739 Tdk GB.ST5.071.04 82,5 40 5 10325 02336 Tdk GB.ST5.066.04 119,5 40 5 10 378 02740 Tdk GB.ST5.071.04 82,5 40 3 20326 02336 a Tdk GB.ST5.066.04 119,5 40 5 10 379 02741 Tdk GB.ST5.071.04 82,5 40 5 10327 02336 b Tdk GB.ST5.066.04 119,5 40 5 10 380 02743 Tdk GB.ST5.077.04 82,5 40 5 10328 02336 c Tdk GB.ST5.066.03 119,5 40 5 10 381 02744 Tdk GB.ST5.071.02 82,5 40 5 10329 02336 c2 Tdk GB.ST5.066.04 119,5 40 4 15 382 02747 Tdk GB.ST5.071.03 82,5 40 3 20330 02336c Tdk GB.ST5.066.01 119,5 40 5 10 383 02759 a Tdk GB.ST5.069.01 82,5 40 5 10331 02337 a Tdk GB.ST5.066.03 119,5 40 2 25 384 02759 b Tdk GB.ST5.045.01 82,5 40 5 10332 02338 Tdk GB.ST5.066.04 119,5 40 5 10 385 02760 Tdk GB.ST5.069.02 82,5 40 5 10333 02338 a Tdk GB.ST5.066.04 119,5 40 5 10 386 02761 Tdk GB.ST5.069.03 82,5 40 3 20334 02338 b Tdk GB.ST5.066.04 119,5 40 5 10 387 02762 Tdk GB.ST5.069.01 82,5 40 3 20335 02353 a Tdk GB.ST5.062.04 119,5 40 4 15 388 02763 Tdk GB.ST5.071.02 82,5 40 5 10336 02354 Tdk GB.ST5.001.04 119,5 40 4 15 389 02764 Tdk GB.ST5.072.01 82,5 40 5 10337 02354 a Ya GB.ST5.062.04 119,5 40 3 20 390 02765 Tdk GB.ST5.071.02 82,5 40 3 20338 02354 b Ya GB.ST5.062.04 119,5 40 5 10 391 02766 Tdk GA.14A.. 82,5 40 5 10339 02355 Tdk GB.ST5.062.04 119,5 40 5 10 392 02768 Tdk GB.ST5.069.01 82,5 40 5 10340 02364 b Tdk GB.ST5.048.01 119,5 40 5 10 393 02863 Tdk GB.ST5.085.03 82,5 40 5 10341 02369 Tdk GB.ST5.062.04 119,5 40 5 10 394 02891 b Tdk GB.ST5.069.02 82,5 40 5 10342 02371 a Tdk GB.ST5.093.02 119,5 40 5 10 395 02891 c Tdk GB.ST5.069.02 82,5 40 5 10343 02371 b Tdk GB.ST5.066.03 119,5 40 5 10 396 02891 d Tdk GB.ST5.069.02 82,5 40 5 10344 02373 a Ya GB.ST5.039.02 119,5 40 4 15 397 02907 Tdk GB.ST5.063.02 82,5 40 3 20345 02373 b Ya GB.ST5.062.04 92 40 5 10 398 02909 Tdk GB.ST5.063.01 82,5 40 5 10346 02373 c Ya GB.ST5.062.04 82,5 40 5 10 399 02910 a Tdk GB.ST5.063.04 82,5 40 5 10347 02374 Tdk GB.ST5.062.04 82,5 40 5 10 400 02910 B Tdk GB.ST5.063.04 82,5 40 5 10348 02375 Tdk GB.ST5.062.04 82,5 40 5 10 401 02911 Tdk GB.ST5.063.03 82,5 40 5 10349 02376 Tdk GB.ST5.. 82,5 40 5 10 402 02916 Tdk GB.ST5.063.03 82,5 40 5 10350 02416 Tdk GB.ST5.051.01 82,5 40 5 10 403 02919 Tdk GB.ST5.044.02 82,5 40 5 10351 02441 a Tdk GB.ST5.066.02 82,5 40 5 10 404 02921 a Tdk GB.ST5.069.03 82,5 40 5 10352 02555 Tdk GB.ST5.063.01 82,5 40 5 10 405 02957 Tdk GB.ST5.062.01 82,5 40 5 10353 02580 Tdk GB.ST5.066.03 82,5 40 5 10 406 02960 Tdk GB.ST5.062.02 82,5 40 5 10354 02581 Tdk GB.ST5.066.01 82,5 40 3 20 407 02962 Tdk GB.ST5.035.04 82,5 40 5 10355 02589 Tdk GB.ST5.066.02 82,5 40 5 10 408 02963 Tdk GB.ST5.033.01 82,5 40 3 20356 02613 Tdk GB.ST5.064.01 82,5 40 5 10 409 02968 Tdk GB.ST5.081.02 82,5 40 5 10357 02614 Ya GB.ST5.064.01 82,5 50 5 10 410 02981 Tdk GB.ST5.069.03 82,5 40 5 10358 02626 Ya GB.ST5.062.02 82,5 50 5 10 411 02986 Tdk GB.ST5.063.02 82,5 40 5 10359 02675 Tdk GB.ST5.061.02 82,5 40 5 10 412 02987 Tdk GB.ST5.017.03 82,5 40 5 10360 02676 Tdk GB.ST5.061.02 82,5 40 5 10 413 03034 Tdk GB.ST5.017.03 82,5 40 5 10361 02677 Tdk GB.ST5.064.04 82,5 40 5 10 414 03036 Tdk GB.ST5.017.03 82,5 40 5 10362 02678 a Tdk GB.ST5.064.01 82,5 40 5 10 415 03062 Ya GB.ST5.066.01 82,5 40 5 10363 02678 b Tdk GB.ST5.064.04 82,5 40 5 10 416 03064 Ya GB.ST5.066.01 82,5 40 3 20364 02678 c Tdk GB.ST5.064.04 82,5 40 5 10 417 03098 a Ya GB.ST5.076.03 82,5 40 5 10365 02678c Tdk GB.ST5.064.04 82,5 40 5 10 418 03137 Ya GB.ST5.054.04 82,5 50 5 10366 02681 Tdk GB.ST5.062.02 82,5 40 3 20 419 03308 Ya GB.ST5.093.01 82,5 50 3 20367 02682 a Tdk GB.ST5.062.02 82,5 40 5 10 420 03313 Tdk GB.ST5.084.02 82,5 40 5 10368 02682 b Tdk GB.ST5.062.04 82,5 40 5 10 421 03314 Tdk GB.ST5.083.03 82,5 40 5 10369 02682 c Tdk GB.ST5.062.04 82,5 40 5 10 422 03317 Ya GB.ST5.084.01 82,5 40 5 10370 02682 e Tdk GB.ST5.062.04 82,5 40 5 10 423 03317 A Tdk GB.ST5.034.01 82,5 40 3 20371 02735 Tdk GB.ST5.071.02 82,5 40 3 20 424 03317 B Ya GB.ST5.034.01 82,5 40 3 20

No. Inv. TKB No. Inv. TKB

Lampiran 04.

Daftar Data Observasi Tekstil 4 [KNI: 318 sampai 424]

Page 30: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

KNI Lokasi URB NJB KNI Lokasi URB NJB

425 03317 c Ya GB.ST5.034.02 82,5 40 5 10 478 03990 Ya GB.ST5.056.01 82,5 40 3 20426 03318 Tdk GB.ST5.088.02 82,5 40 5 10 479 04015 Ya GB.ST5.023.01 82,5 40 3 20427 03319 Tdk GB.ST5.048.02 82,5 40 5 10 480 04020 Ya GB.ST5.048.02 82,5 40 5 10428 03331 Tdk GB.ST5.034.02 82,5 40 5 10 481 04077 Tdk GB.ST5.. 82,5 40 5 10429 03341 Tdk GB.ST5.005.01 82,5 40 5 10 482 04089 a Tdk GB.ST5.046.01 82,5 40 5 10430 03350 Tdk GB.ST5.084.02 82,5 40 5 10 483 04135 Tdk GB.ST5.007.02 82,5 40 5 10431 03369 Tdk GB.ST5.082.03 82,5 40 5 10 484 04136 Tdk GB.ST5.012.04 82,5 40 5 10432 03376 Tdk GA.14A.. 82,5 40 5 10 485 04137 Tdk GB.ST5.010.02 82,5 40 5 10433 03379 Tdk GB.ST5.. 82,5 40 5 10 486 04138 Tdk GB.ST5.004.02 82,5 40 5 10434 03382 Tdk GB.ST5.. 82,5 40 5 10 487 04139 Tdk GB.ST5.004.02 82,5 40 5 10435 03382 b Tdk GB.ST5.039.02 82,5 40 5 10 488 04140 Tdk GB.ST5.023.02 82,5 40 5 10436 03402 Tdk GB.ST5.009.03 82,5 40 5 10 489 04141 Tdk GB.ST5.023.02 82,5 40 5 10437 03405 Tdk GB.ST5.009.03 82,5 40 5 10 490 04142 Tdk GB.ST5.023.03 82,5 40 5 10438 03406 Tdk GB.ST5.009.03 82,5 40 5 10 491 04143 Tdk GB.ST5.004.02 82,5 40 5 10439 03409 Ya GB.ST5.033.02 82,5 40 5 10 492 04143 a Tdk GB.ST5.004.01 82,5 40 5 10440 03438 Ya GB.ST5.081.01 82,5 40 3 20 493 04143 b Tdk GB.ST5.004.01 82,5 40 5 10441 03440 Ya GB.ST5.065.04 82,5 40 5 10 494 04144 Tdk GB.ST5.004.01 82,5 40 5 10442 03440 a Tdk GB.ST5.005.04 82,5 40 5 10 495 04146 a Tdk GB.ST5.004.01 82,5 40 5 10443 03440 b Tdk GB.ST5.014.04 82,5 40 5 10 496 04146 b Ya GB.ST5.004.01 82,5 40 5 10444 03442 Tdk GB.ST5.083.03 82,5 40 5 10 497 04147 Ya GB.ST5.010.01 82,5 40 4 15445 03446 Tdk GA.14A.088.04 82,5 40 5 10 498 04148 Ya GB.ST5.003.01 82,5 40 3 20446 03446 a Tdk GB.ST5.039.01 82,5 40 5 10 499 04149 Ya GB.ST5.003.02 82,5 40 5 10447 03446 B Tdk GB.ST5.039.01 82,5 40 5 10 500 04150 Ya GB.ST5.003.02 82,5 40 5 10448 03446 c Tdk GB.ST5.031.04 82,5 40 5 10 501 04152 Ya GB.ST5.010.03 82,5 40 5 10449 03446 d Tdk GB.ST5.028.03 82,5 40 5 10 502 04153 Ya GB.ST5.010.01 82,5 40 5 10450 03452 Ya GB.ST5.084.02 82,5 40 5 10 503 04154 Ya GB.ST5.036.04 82,5 40 3 20451 03468 Ya GB.ST5.083.02 82,5 40 5 10 504 04154 a Ya GB.ST5.008.04 82,5 40 5 10452 03507 Ya GB.ST5.054.04 149 40 5 10 505 04154 b Ya GB.ST5.036.04 82,5 40 5 10453 03508 b Ya GB.ST5.053.01 82,5 40 5 10 506 04156 Ya GB.ST5.030.02 82,5 40 3 20454 03508 c Ya GB.ST5.054.01 82,5 40 3 20 507 04157 a Ya GB.ST5.070.01 82,5 40 5 10455 03513 Tdk GB.ST5.054.04 82,5 40 5 10 508 04158 Tdk GB.ST5.023.03 82,5 40 5 10456 03514 a Tdk GB.ST5.054.04 82,5 40 5 10 509 04165 Tdk GB.ST5.023.02 82,5 40 5 10457 03514 b Tdk GB.ST5.054.03 82,5 40 5 10 510 04166 Tdk GB.ST5.001.02 82,5 40 5 10458 03514 c Tdk GB.ST5.054.04 82,5 40 5 10 511 04167 Tdk GB.ST5.002.01 82,5 40 5 10459 03565 Tdk GB.ST5.051.02 82,5 40 5 10 512 04168 Tdk GB.ST5.030.02 82,5 40 5 10460 03566 Tdk GB.ST5.051.02 82,5 40 5 10 513 04169 Tdk GB.ST5.004.01 82,5 40 5 10461 03568 Tdk GB.ST5.051.02 82,5 40 5 10 514 04170 Tdk GB.ST5.005.03 82,5 40 5 10462 03569 a Tdk GB.ST5.051.02 82,5 40 5 10 515 04171 Tdk GB.ST5.004.01 82,5 40 5 10463 03569 b Tdk GB.ST5.051.01 82,5 40 5 10 516 04209 Tdk GB.ST5.004.01 82,5 40 5 10464 03586 Ya GB.ST5.045.03 82,5 40 5 10 517 04211 Tdk GB.ST5.030.04 82,5 40 5 10465 03640 Ya GB.ST5.008.02 82,5 40 5 10 518 04212 Tdk GB.ST5.002.01 82,5 50 5 10466 03642 Ya GB.ST5.008.03 82,5 40 3 20 519 04269 Tdk GB.ST5.007.02 82,5 40 5 10467 03757 Ya GB.ST5.042.03 82,5 40 5 10 520 04270 Tdk GB.ST5.007.02 82,5 40 5 10468 03807 Ya GB.ST5.048.04 82,5 40 5 10 521 04273 Tdk GB.ST5.007.02 82,5 40 5 10469 03808 Ya GB.ST5.011.03 82,5 40 3 20 522 04277 Tdk GB.ST5.007.01 82,5 40 5 10470 03809 Ya GB.ST5.014.02 82,5 40 5 10 523 04278 Tdk GB.ST5.007.01 82,5 40 5 10471 03810 Tdk GB.ST5.011.04 82,5 40 5 10 524 04310 Tdk GB.ST5.023.01 82,5 40 3 20472 03853 Tdk GB.ST5.021.03 82,5 40 5 10 525 04338 Tdk GB.ST5.030.04 82,5 40 3 20473 03854 Ya GB.ST5.011.03 82,5 40 5 10 526 04411 Tdk GB.ST5.007.01 82,5 40 5 10474 03855 Ya GB.ST5.011.03 82,5 40 3 20 527 04412 Ya GB.ST5.007.01 82,5 40 5 10475 03862 Ya GB.ST5.036.04 82,5 40 5 10 528 045.. Ya GB.ST5.. 82,5 40 4 15476 03900 Ya GB.ST5.035.02 82,5 40 5 10 529 04502 Ya GB.ST5.012.01 82,5 40 5 10477 03978 Ya GB.ST5.024.01 82,5 50 5 10 530 04503 Ya GB.ST5.012.01 82,5 40 5 10

TKBNo. Inv. TKB No. Inv.

Daftar Data Observasi Tekstil 5 [KNI: 425 sampai 530]

Lampiran 05.

Page 31: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

KNI Lokasi URB NJB KNI Lokasi URB NJB

531 04520 a Tdk GB.ST5.004.02 82,5 40 5 10 584 04735 Ya GB.ST5.059.01 69 40 5 10532 04520 b Tdk GB.ST5.004.02 82,5 40 5 10 585 04735 a Tdk GB.ST5.084.03 69 40 5 10533 04521 Tdk GB.ST5.004.01 82,5 40 5 10 586 04736 Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10534 04521 a Tdk GB.ST5.004.01 82,5 40 5 10 587 04739 Tdk GB.ST5.060.02 69 40 5 10535 04522 a Tdk GB.ST5.. 82,5 40 5 10 588 04740 Tdk GB.ST5.. 69 40 5 10536 04522 b Tdk GB.ST5.. 82,5 40 5 10 589 04741 Tdk GB.ST5.060.02 69 40 5 10537 04523 Tdk GB.ST5.012.03 82,5 40 5 10 590 04742 Tdk GB.ST5.026.02 69 40 5 10538 04525 a Tdk GB.ST5.007.02 82,5 40 5 10 591 04746 a Tdk GB.ST5.056.04 69 40 5 10539 04526 Tdk GB.ST5.007.01 82,5 40 5 10 592 0485b Tdk GB.ST5.069.01 69 40 5 10540 04528 Tdk GB.ST5.007.02 82,5 40 5 10 593 05016 (01) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10541 04528. Tdk GB.ST5.007.02 82,5 40 5 10 594 05016 (02) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10542 04530 Tdk GB.ST5.004.01 82,5 40 5 10 595 05016 (03) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10543 04530 b Tdk GB.ST5.004.01 82,5 40 5 10 596 05016 (04) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10544 04569 Tdk GB.ST5.023.03 82,5 40 5 10 597 05016 (05) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10545 04570 Tdk GB.ST5.002.01 82,5 40 5 10 598 05016 (06) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10546 04571 Tdk GB.ST5.008.01 82,5 40 5 10 599 05016 (07) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10547 04572 Tdk GB.ST5.008.01 82,5 40 5 10 600 05016 (08) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10548 04573 Tdk GB.ST5.008.01 82,5 40 5 10 601 05016 (09) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10549 04574 Tdk GB.ST5.023.02 82,5 40 5 10 602 05016 (1) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10550 04575 Ya GB.ST5.008.01 82,5 40 3 20 603 05016 (10) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10551 04576 Tdk GB.ST5.008.01 82,5 40 5 10 604 05016 (11) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10552 04577 Tdk GB.ST5.023.01 82,5 40 5 10 605 05016 (12) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10553 04578 Tdk GB.ST5.008.01 82,5 40 5 10 606 05016 (13) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10554 04579 Tdk GB.ST5.008.01 82,5 40 5 10 607 05016 (14) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10555 04580 Tdk GB.ST5.. 82,5 40 5 10 608 05016 (15) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10556 04581 Tdk GB.ST5.. 82,5 40 5 10 609 05016 (16) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10557 04582 Tdk GB.ST5.078. 82,5 40 5 10 610 05016 (17) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10558 04584 Ya GB.ST5.008.01 82,5 40 5 10 611 05016 (18) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10559 04585 Tdk GB.ST5.078. 82,5 40 5 10 612 05016 (19) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10560 04586 Tdk GB.ST5.008.01 82,5 40 5 10 613 05016 (2) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10561 04587 Tdk GB.ST5.. 82,5 40 5 10 614 05016 (20) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10562 04590 Tdk GB.ST5.036.02 82,5 40 5 10 615 05016 (21) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10563 04590 b Tdk GB.ST5.023.01 82,5 40 3 20 616 05016 (22) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10564 04590 c Tdk GB.ST5.023.01 82,5 40 3 20 617 05016 v Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10565 04594 Tdk GB.ST5.036.02 82,5 40 5 10 618 05017 Tdk GB.ST5.039.03 69 40 5 10566 04618 a Tdk GB.ST5.021.02 82,5 40 5 10 619 05018 Tdk GB.ST5.060.03 69 40 4 15567 04618 b Ya GB.ST5.021.02 82,5 40 5 10 620 05019 (01) Tdk GB.ST5.054.01 69 40 5 10568 04619 Ya GB.ST5.021.03 82,5 40 3 20 621 05019 (02) Tdk GB.ST5.039.02 69 40 5 10569 04718 Ya GB.ST5.060.01 82,5 40 3 20 622 05019 (03) Tdk GB.ST5.054.01 69 40 5 10570 04719 Ya GB.ST5.056.02 82,5 40 5 10 623 05020 Tdk GB.ST5.059.01 69 40 4 15571 04720 Ya GB.ST5.056.02 82,5 40 3 20 624 05020 (01) Tdk GB.ST5.039.02 69 40 3 20572 04721 Ya GB.ST5.060.03 82,5 40 3 20 625 05020 (02) Tdk GB.ST5.039.02 69 40 3 20573 04722 Ya GB.ST5.060.01 82,5 50 5 10 626 05020 (03) Tdk GB.ST5.059.01 69 40 5 10574 04723 Ya GB.ST5.056.02 82,5 40 5 10 627 05020 (04) Tdk GB.ST5.059.01 69 40 5 10575 04724 Ya GB.ST5.060.01 82,5 40 3 20 628 05020 (05) Tdk GB.ST5.059.01 69 40 5 10576 04726 Ya GB.ST5.056.02 82,5 40 5 10 629 05020 (06) Tdk GB.ST5.059.01 69 40 5 10577 04727 Ya GB.ST5.056.01 82,5 50 5 10 630 05020 (07) Tdk GB.ST5.059.01 69 40 5 10578 04728 Ya GB.ST5.024.01 73 50 5 10 631 05020 (08) Tdk GB.ST5.054.01 69 40 5 10579 04729 Ya GB.ST5.031.03 114 40 4 15 632 05020 b Tdk GB.ST5.039.02 69 40 3 20580 04730 Ya GB.ST5.050.01 69 50 5 10 633 05020 c Tdk GB.ST5.059.01 69 40 5 10581 04731 Ya GB.ST5.060.01 69 40 5 10 634 05020 f Tdk GB.ST5.059.01 69 40 5 10582 04733 Ya GB.ST5.084.02 69 40 3 20 635 05020 h Tdk GB.ST5.059.01 69 40 5 10583 04734 Ya GB.ST5.060.01 69 40 3 20 636 05020 i Tdk GB.ST5.059.01 69 40 3 20

No. Inv. TKB No. Inv. TKB

Lampiran 06.

Daftar Data Observasi Tekstil 6 [KNI: 531 sampai 636]

Page 32: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

KNI Lokasi URB NJB KNI Lokasi URB NJB

639 05023 a Tdk GB.ST5.039.02 69 40 5 10 692 06219 Tdk GB.ST5.062.03 69 40 5 10640 05023 b Tdk GB.ST5.039.02 69 40 5 10 693 06230 Tdk GB.ST5.062.01 69 40 5 10641 05023 c Tdk GB.ST5.039.02 69 40 5 10 694 06232 Tdk GB.ST5.065.03 69 40 5 10642 05023 d Tdk GB.ST5.039.02 69 40 5 10 695 06233 Tdk GB.ST5.065.02 69 40 5 10643 05023 e Tdk GB.ST5.039.02 69 40 5 10 696 06234 Tdk GB.ST5.065.02 69 40 5 10644 05023 f Tdk GB.ST5.039.02 69 40 5 10 697 06235 Tdk GB.ST5.065.02 69 40 5 10645 05023 g Tdk GB.ST5.039.02 69 40 5 10 698 06237 Ya GB.ST5.048.03 69 40 5 10646 05026 Tdk GB.ST5.060.01 69 40 5 10 699 06238 Ya GB.ST5.065.01 69 40 3 20647 05027 Tdk GB.ST5.060.01 69 40 3 20 700 06239 Ya GB.ST5.065.03 69 40 5 10648 05028 Tdk GB.ST5.060.02 69 40 5 10 701 06244 Ya GB.ST5.065.02 69 40 5 10649 05029 Tdk GB.ST5.060.02 69 40 5 10 702 06254 Ya GB.ST5.065.01 69 40 3 20650 05030 (01)Tdk GB.ST5.060.01 69 40 5 10 703 06263 Ya GB.ST5.062.04 69 40 5 10651 05030 (02)Tdk GB.ST5.060.02 69 40 5 10 704 06274 Tdk GB.ST5.083.01 69 40 5 10652 05030 (03)Tdk GB.ST5.060.02 69 40 5 10 705 06276 Tdk GB.ST5.036.03 69 40 5 10653 05030 A Tdk GB.ST5.060.02 69 40 5 10 706 06293 Tdk GB.ST5.061.01 69 40 5 10654 05041 Tdk GB.ST5.018.03 69 40 5 10 707 06299 b Tdk GB.ST5.063.02 69 40 5 10655 05079 Tdk GB.ST5.056.03 69 40 5 10 708 06306 Ya GB.ST5.. 69 40 3 20656 05079 a Tdk GB.ST5.017.02 69 40 5 10 709 06307 Ya GB.ST5.061.01 69 40 3 20657 05079 b Tdk GB.ST5.017.02 69 40 5 10 710 06308 Ya GB.ST5.017.02 69 40 5 10658 05079 c Tdk GB.ST5.056.03 69 40 5 10 711 06309 Ya GB.ST5.071.02 69 40 3 20659 05079 d Tdk GB.ST5.056.03 69 40 5 10 712 06310 Ya GB.ST5.036.03 69 40 3 20660 0526 Tdk GB.ST5.030.03 69 50 5 10 713 06318 Tdk GB.ST5.064.03 69 40 5 10661 05545 Tdk GB.ST5.012.01 69 40 5 10 714 06319 a Tdk GB.ST5.071.01 69 40 5 10662 05601 Tdk GB.ST5.059.01 69 40 5 10 715 06320 Ya GB.ST5.071.01 69 40 5 10663 05606 a Ya GB.ST5.060.01 69 40 3 20 716 06326 Ya GB.ST5.069.01 69 40 3 20664 05606 b Ya GB.ST5.060.02 69 40 5 10 717 06329 Ya GB.ST5.069.01 69 40 5 10665 05607 Ya GB.ST5.056.02 69 40 3 20 718 06338 Tdk GB.ST5.065.01 69 40 5 10666 05609 a Ya GB.ST5.056.04 69 40 5 10 719 06347 Tdk GB.ST5.072.01 69 40 5 10667 05609 b Ya GB.ST5.056.03 69 40 5 10 720 06347 a Tdk GB.ST5.063.01 69 40 5 10668 05611 Ya GB.ST5.056.04 69 40 3 20 721 06348 Tdk GB.ST5.035.02 69 40 5 10669 05614 Tdk GB.ST5.056.02 69 40 3 20 722 06349 Ya GB.ST5.071.03 69 40 5 10670 05616 a Tdk GB.ST5.056.01 69 40 5 10 723 06350 Ya GB.ST5.071.01 69 40 3 20671 05616 b Tdk GB.ST5.056.01 69 40 5 10 724 06352 a Ya GB.ST5.071.01 69 40 5 10672 05655 Ya GB.ST5.060.01 69 50 5 10 725 06352 b Ya GB.ST5.071.03 69 40 5 10673 05657 Ya GB.ST5.060.01 69 40 3 20 726 06353 a Ya GB.ST5.071.01 69 40 5 10674 05658 Ya GB.ST5.056.02 69 40 5 10 727 06353 b Tdk GB.ST5.071.01 69 40 5 10675 05671 Ya GA.14A.. 69 40 5 10 728 06354 Tdk GB.ST5.071.03 69 40 5 10676 05673 Ya GB.ST5.017.01 69 50 5 10 729 06355 Tdk GB.ST5.071.03 69 40 5 10677 05673 a Ya GB.ST5.017.01 69 40 5 10 730 06356 Tdk GB.ST5.071.03 69 40 5 10678 05701 Ya GB.ST5.060.01 69 50 3 20 731 06357 Tdk GB.ST5.071.03 69 40 5 10679 05702 Ya GB.ST5.056.02 69 40 3 20 732 06358 Tdk GB.ST5.071.04 69 40 5 10680 05722 Ya GB.ST5.056.04 69 40 3 20 733 06358 (1) Tdk GB.ST5.071.03 69 40 5 10681 05795 Ya GB.ST5.056.03 69 40 5 10 734 06359 Tdk GB.ST5.017.02 69 40 5 10682 05864 Ya GB.ST5.056.01 69 40 5 10 735 06360 Tdk GB.ST5.017.02 69 40 5 10683 05870 Ya GB.ST5.066.01 69 40 3 20 736 06361 Ya GB.ST5.017.02 69 40 5 10684 05912 Ya GB.ST5.. 69 40 5 10 737 06362 Ya GB.ST5.017.02 69 40 5 10685 05964 Ya GA.14A.. 69 40 5 10 738 06363 Ya GB.ST5.069.02 69 40 5 10686 05965 Ya GB.ST5.048.02 69 40 5 10 739 06374 a Ya GB.ST5.063.01 69 40 5 10687 05966 Ya GB.ST5.066.03 69 40 5 10 740 06410 Ya GB.ST5.070.03 69 40 3 20688 06045 Ya GB.ST5.066.02 69 40 3 20 741 06410 a Ya GB.ST5.069.03 69 40 5 10689 06047 Ya GB.ST5.066.02 69 40 5 10 742 06410 b Ya GB.ST5.069.02 69 40 5 10690 06048 Ya GB.ST5.066.02 69 40 5 10 743 06410 c Ya GB.ST5.069.01 69 40 5 10691 06053 Ya GB.ST5.066.02 69 40 3 20 744 06411 Ya GB.ST5.069.02 69 40 5 10

No. Inv. TKB No. Inv. TKB

Lampiran 07.

Daftar Data Observasi Tekstil 7 [KNI: 639 sampai 744]

Page 33: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

KNI Lokasi URB NJB KNI Lokasi URB NJB

745 06415 Ya GB.ST5.069.01 69 40 5 10 798 09251 Ya GB.ST5.059.01 114 40 3 20746 06416 Tdk GB.ST5.070.04 69 40 5 10 799 09402 Ya GB.ST5.012.02 114 50 3 20747 06416 (.) Tdk GB.ST5.070.04 69 40 5 10 800 09596 Ya GB.ST5.021.02 114 45 3 20748 06417 Tdk GB.ST5.070.04 69 40 5 10 801 09597 a Ya GB.ST5.024.01 114 55 1 30749 06418 Tdk GB.ST5.070.04 69 40 5 10 802 09613 Ya GB.ST5.035.01 114 40 3 20750 06420 Tdk GB.ST5.069.02 69 40 5 10 803 09617 Ya GB.ST5.023.02 114 45 3 20751 06421 Tdk GB.ST5.069.02 69 40 5 10 804 09829 Ya GB.ST5.. 112 40 3 20752 06421 a Tdk GB.ST5.069.02 69 40 5 10 805 09830 Tdk GB.ST5.062.04 112 40 5 10753 06422 (1) Tdk GB.ST5.070.03 69 40 5 10 806 10124 Tdk GB.ST5.011.04 112 40 5 10754 06422 (2) Tdk GB.ST5.070.04 69 40 5 10 807 10127 Ya GB.ST5.036.04 112 40 4 15755 06422 a Tdk GB.ST5.061.03 69 40 5 10 808 10129 Ya GB.ST5.036.02 112 40 5 10756 06422 b Tdk GB.ST5.070.03 69 40 5 10 809 10131 Ya GB.ST5.011.03 112 40 1 30757 06422 c Tdk GB.ST5.070.03 69 40 5 10 810 10135 Ya GB.ST5.011.03 112 45 1 30758 06422 c Tdk GB.ST5.070.03 40 5 10 811 10138 Ya GB.ST5.011.02 112 45 3 20759 06422 d Tdk GB.ST5.070.03 69 40 5 10 812 10170 Ya GB.ST5.035.03 112 45 1 30760 06422 d Tdk GB.ST5.070.03 40 5 10 813 10284 Ya GB.ST5.011.02 112 40 3 20761 06422 f Ya GB.ST5.070.04 69 40 5 10 814 10287 Ya GB.ST5.020.04 112 40 3 20762 06423 Ya GB.ST5.071.01 69 40 5 10 815 10290 Ya GB.ST5.011.02 112 55 3 20763 06424 Ya GB.ST5.071.01 69 40 3 20 816 10560 Tdk GB.ST5.092.04 112 40 3 20764 06429 a Ya GB.ST5.070.03 69 40 5 10 817 10587 Tdk GB.ST5.048.01 111 50 3 20765 06429 b Ya GB.ST5.070.03 69 40 5 10 818 10778 Tdk GB.ST5.015.02 110 50 5 10766 06467 Ya GB.ST5.070.02 69 40 3 20 819 10781 a Tdk GB.ST5.021.02 110 40 5 10767 06480 a Tdk GB.ST5.061.02 69 40 5 10 820 10781 a Tdk GB.ST5.021.02 110 40 5 10768 06480 B Tdk GB.ST5.017.01 69 40 5 10 821 10823 Tdk GB.ST5.. 110 40 5 10769 06480 d Tdk GB.ST5.061.02 69 40 5 10 822 10928 Tdk GB.ST5.023.02 110 40 5 10770 06481 Tdk GB.ST5.061.02 69 40 5 10 823 10929 Tdk GB.ST5.023.02 110 40 5 10771 06482 Tdk GB.ST5.064.04 69 40 5 10 824 10930 Ya GB.ST5.024.04 110 40 5 10772 06488 Ya GB.ST5.062.01 69 40 5 10 825 10931 Ya GB.ST5.023.02 110 40 5 10773 06489 Ya GB.ST5.062.04 69 40 3 20 826 10932 Ya GB.ST5.023.01 110 40 3 20774 06490 Ya GB.ST5.063.03 69 40 5 10 827 10933 Ya GB.ST5.024.04 110 40 5 10775 06491 Tdk GB.ST5.063.03 69 40 5 10 828 10960 Tdk GB.ST5.015.03 110 40 5 10776 06492 Tdk GB.ST5.063.03 65 40 5 10 829 10961 Tdk GB.ST5.015.02 110 40 5 10777 06493 Tdk GB.ST5.017.03 69 40 5 10 830 10962 Tdk GB.ST5.015.03 110 40 5 10778 06494 Tdk GB.ST5.063.01 69 40 5 10 831 10963 Tdk GB.ST5.036.04 110 40 5 10779 06495 Tdk GB.ST5.063.01 69 40 5 10 832 10964 Tdk GB.ST5.015.03 110 40 5 10780 06496 Tdk GB.ST5.063.03 65 40 5 10 833 10965 Tdk GB.ST5.009.03 110 40 5 10781 06499 a Tdk GB.ST5.063.02 69 40 5 10 834 10966 Tdk GB.ST5.011.04 110 40 5 10782 06499 b Ya GB.ST5.063.02 65 40 5 10 835 10968 Tdk GB.ST5.015.02 110 40 5 10783 06499 c Ya GB.ST5.063.02 66 40 5 10 836 10969 Tdk GB.ST5.015.02 110 40 5 10784 06500 Ya GB.ST5.026.02 65 40 4 15 837 10970 Tdk GB.ST5.011.03 110 40 5 10785 08336 Ya GB.ST5.065.02 74 40 5 10 838 10971 a Ya GB.ST5.011.04 110 40 5 10786 08677 Ya GB.ST5.030.03 67 50 5 10 839 10971 b Ya GB.ST5.017.02 110 40 5 10787 09055 Ya GB.ST5.059.04 114 40 5 10 840 10972 Ya GB.ST5.036.03 110 40 5 10788 09234 Ya GB.ST5.. 114 40 5 10 841 10973 Ya GB.ST5.015.02 110 40 3 20789 09235 Ya GB.ST5.. 114 45 1 30 842 10974 Ya GB.ST5.014.01 110 40 5 10790 09247 Ya GB.ST5.084.04 114 40 4 15 843 10975 Ya GB.ST5.017.01 110 40 5 10791 09247 Tdk GB.ST5.084.04 40 4 15 844 10978 Ya GB.ST5.011.03 110 40 5 10792 09247 Tdk GB.ST5.084.04 114 40 4 15 845 10979 Ya GB.ST5.011.04 110 40 5 10793 09249 Tdk GB.ST5.031.03 114 40 4 15 846 10980 Ya GB.ST5.011.03 110 40 3 20794 09249 Tdk GB.ST5.031.03 40 4 15 847 10982 Ya GB.ST5.021.01 110 40 4 15795 09250 Tdk GB.ST5.031.03 114 40 5 10 848 10983 Ya GB.ST5.021.03 110 40 4 15796 09250 Tdk GB.ST5.031.03 40 5 10 849 10984 Ya GB.ST5.021.03 110 40 5 10797 09250 Tdk GB.ST5.031.03 114 40 5 10 850 10985 Ya GB.ST5.017.03 110 40 3 20

No. Inv. TKB No. Inv. TKB

Lampiran 08.

Daftar Data Observasi Tekstil 8 [KNI: 745 sampai 850]

Page 34: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

KNI Lokasi URB NJB KNI Lokasi URB NJB

851 11090 Ya GB.ST5.021.01 110 40 4 15 904 12366 Ya GB.ST5.039.03 108 40 5 10852 11176 Tdk GB.ST5.015.02 110 40 5 10 905 12374 Ya GB.ST5.062.04 108 40 3 20853 11177 Tdk GB.ST5.015.03 110 40 5 10 906 12383 Ya GB.ST5.059.02 108 40 4 15854 11179 Tdk GB.ST5.004.01 110 40 5 10 907 12384 Ya GA.14A.026.02 108 40 5 10855 11180 Tdk GB.ST5.. 110 40 5 10 908 12388 Tdk GB.ST5.026.03 108 40 5 10856 11181 Tdk GB.ST5.004.01 110 40 5 10 909 12389 Tdk GB.ST5.059.01 108 40 3 20857 11182 Tdk GB.ST5.015.02 110 40 5 10 910 12390 Tdk GB.ST5.059.01 108 40 3 20858 11183 Tdk GB.ST5.014.02 110 40 5 10 911 12408 Tdk GB.ST5.041.01 108 40 5 10859 11184 Tdk GB.ST5.011.04 110 40 5 10 912 12413 Tdk GB.ST5.012.03 108 40 5 10860 11185 Tdk GB.ST5.011.04 110 40 5 10 913 12414 Ya GB.ST5.012.03 108 40 5 10861 11186 Tdk GB.ST5.011.03 110 40 5 10 914 12415 Ya GB.ST5.012.03 108 40 5 10862 11187 Tdk GB.ST5.009.03 110 40 5 10 915 12421 Ya GB.ST5.021.03 108 50 3 20863 11188 Ya GB.ST5.. 110 40 4 15 916 12422 a Ya GB.ST5.021.02 108 40 4 15864 11189 Ya GB.ST5.011.04 110 40 4 15 917 12430 Ya GB.ST5.021.03 108 40 3 20865 11190 Ya GB.ST5.011.04 110 40 4 15 918 12431 Ya GB.ST5.035.04 108 50 3 20866 11191 Ya GB.ST5.011.04 110 40 5 10 919 12432 Ya GB.ST5.023.02 108 40 3 20867 11192 Tdk GB.ST5.012.03 110 40 5 10 920 12433 Ya GB.ST5.060.04 108 40 4 15868 11193 Tdk GB.ST5.015.02 110 40 5 10 921 12434 Ya GB.ST5.060.04 108 40 4 15869 11195 Tdk GB.ST5.011.03 110 40 5 10 922 12541 Tdk GB.ST5.062.02 108 40 4 15870 11196 Tdk GB.ST5.011.04 110 40 5 10 923 12601 Tdk GB.ST5.017.02 108 50 5 10871 11198 a Tdk GB.ST5.015.02 110 40 5 10 924 12682 Tdk GB.ST5.044.01 108 40 4 15872 11198 b Tdk GB.ST5.011.04 110 40 5 10 925 12911 Ya GB.ST5.048.01 108 40 4 15873 11199 Ya GB.ST5.004.01 110 40 4 15 926 12912 Ya GB.ST5.012.03 108 50 5 10874 11264 Ya GB.ST5.035.04 110 40 3 20 927 12913 Ya GB.ST5.. 107,5 50 5 10875 11559 Ya GB.ST5.056.02 109 40 2 25 928 13077 Ya GB.ST5.051.04 107,5 40 5 10876 11674 Ya GB.ST5.003.02 109 40 4 15 929 13080 Ya GB.ST5.054.03 107,5 40 4 15877 11679 Ya GB.ST5.003.01 109 40 3 20 930 13082 Ya GB.ST5.053.02 107,5 40 5 10878 11693 Ya GB.ST5.004.02 109 40 5 10 931 13083 Tdk GB.ST5.053.02 107,5 40 5 10879 11705 Ya GB.ST5.056.01 109 40 4 15 932 13083 b Tdk GB.ST5.053.02 107,5 40 5 10880 11706 Ya GB.ST5.060.02 109 40 5 10 933 13084 a Ya GB.ST5.059.03 107 40 5 10881 11900 Ya GB.ST5.015.02 109 40 5 10 934 13234 Ya GB.ST5.021.01 114 45 3 20882 11900 a Ya GB.ST5.015.01 109 40 4 15 935 13235 Ya GB.ST5.026.02 107 40 4 15883 12066 Ya GB.ST5.062.04 109 40 4 15 936 13236 Ya GB.ST5.021.02 107 40 3 20884 12069 Ya GB.ST5.062.04 109 40 3 20 937 13237 Tdk GB.ST5.082.03 107 50 5 10885 12158 Tdk GB.ST5.087.01 109 40 5 10 938 13266 Tdk GB.ST5.082.02 107 50 5 10886 12165 Ya GB.ST5.025.02 109 40 5 10 939 13370 Tdk GB.ST5.062.04 107 40 5 10887 12175 Ya GB.ST5.003.02 109 40 3 20 940 13425 Tdk GB.ST5.027.01 107 40 5 10888 12191 Ya GB.ST5.076.03 109 40 5 10 941 13456 Tdk GB.ST5.015.02 107 50 3 20889 12192 Ya GB.ST5.064.04 109 40 4 15 942 13493 a Ya GB.ST5.036.02 106,5 40 4 15890 12200 Ya GB.ST5.061.02 108 40 3 20 943 13493 b Ya GB.ST5.036.02 106,5 40 4 15891 12206 Tdk GB.ST5.061.01 108 50 5 10 944 13532 Ya GB.ST5.048.02 106 50 5 10892 12208 Tdk GB.ST5.061.01 108 40 5 10 945 13569 Ya GB.ST5.059.03 106 40 4 15893 12303 Tdk GB.ST5.024.02 108 40 5 10 946 13588 Ya GB.ST5.044.01 105,5 40 5 10894 12304 Tdk GB.ST5.024.02 108 40 5 10 947 13820 Ya GB.ST5.044.01 105,5 40 5 10895 12305 Tdk GB.ST5.024.01 108 40 5 10 948 13961 Ya GB.ST5.023.03 105,5 40 5 10896 12306 Tdk GB.ST5.024.02 108 40 5 10 949 13965 Ya GA.14A.. 105,5 50 5 10897 12307 Tdk GB.ST5.024.01 108 40 5 10 950 13969 Ya GB.ST5.045.02 105,5 40 5 10898 123141 Tdk GB.ST5.053.02 108 40 5 10 951 13979 Ya GB.ST5.023.03 105 50 5 10899 12347 Tdk GB.ST5.038.02 108 40 5 10 952 13986 Ya GB.ST5.039.03 104,5 40 5 10900 12355 Tdk GB.ST5.. 108 40 5 10 953 14075 a Ya GB.ST5.044.02 104,5 40 5 10901 12358 Ya GB.ST5.086.02 90,5 40 5 10 954 14075 b Ya GB.ST5.044.01 104,5 40 5 10902 12365 Ya GB.ST5.031.02 73 40 4 15 955 14076 Ya GB.ST5.044.01 104,5 40 5 10903 12365 Tdk GB.ST5.031.02 73 40 4 15 956 14076 d Tdk GB.ST5.044.01 104,5 40 5 10

No. Inv. TKB No. Inv. TKB

Daftar Data Observasi Tekstil 9 [KNI: 851 sampai 956]

Lampiran 09.

Page 35: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

KNI Lokasi URB NJB KNI Lokasi URB NJB

957 14156 Tdk GB.ST5.062.03 104,5 40 5 10 979 14372 Tdk GB.ST5.060.04 104 40 5 10958 14160 Tdk GB.ST5.062.03 104,5 40 5 10 980 14373 Tdk GB.ST5.060.04 104 40 5 10959 14195 Tdk GB.ST5.. 104,5 40 5 10 981 14374 Tdk GB.ST5.060.04 104 40 5 10960 14195 b Tdk GB.ST5.. 104,5 40 5 10 982 14375 Tdk GB.ST5.059.04 104 40 5 10961 14226 Tdk GB.ST5.015.01 104,5 40 5 10 983 14379 Ya GB.ST5.059.04 104 40 5 10962 14226 a Tdk GB.ST5.015.01 104,5 40 5 10 984 14382 Ya GB.ST5.059.04 104 40 5 10963 14226 b Tdk GB.ST5.015.01 104,5 40 5 10 985 14385 Tdk GB.ST5.059.04 104 40 3 20964 14324 Tdk GB.ST5.093.03 104,5 40 5 10 986 14386 Ya GB.ST5.059.04 104 40 5 10965 14325 Tdk GB.ST5.093.02 104,5 40 5 10 987 14391 Ya GB.ST5.059.04 104 40 5 10966 14326 Ya GB.ST5.092.03 104,5 40 5 10 988 14394 Ya GB.ST5.059.04 104 40 3 20967 14330 Tdk GB.ST5.086.02 104 40 5 10 989 14397 Ya GB.ST5.059.04 104 40 5 10968 14331 Tdk GB.ST5.027.03 104 40 5 10 990 14403 Ya GB.ST5.059.04 104 40 5 10969 14331 b Tdk GB.ST5.048.02 104 40 5 10 991 14404 Ya GB.ST5.059.04 104 40 3 20970 14332 Tdk GB.ST5.. 104 40 5 10 992 14410 Ya GB.ST5.059.04 104 40 5 10971 14333 Tdk GB.ST5.018.03 104 40 5 10 993 14415 Ya GB.ST5.059.04 104 40 3 20972 14334 Tdk GB.ST5.093.04 104 40 5 10 994 14416 Ya GB.ST5.059.04 104 40 5 10973 14335 Tdk GB.ST5.092.04 104 40 5 10 995 14417 Ya GB.ST5.059.04 104 40 5 10974 14336 Tdk GB.ST5.093.01 104 40 5 10 996 14418 Ya GB.ST5.059.04 104 40 5 10975 14337 Tdk GB.ST5.076.01 104 40 5 10 997 14419 Tdk GB.ST5.059.04 104 40 5 10976 14368 Tdk GB.ST5.059.04 104 40 5 10 998 14420 Tdk GB.ST5.060.04 104 40 5 10977 14370 Tdk GB.ST5.059.04 104 40 5 10 999 14421 Tdk GB.ST5.059.04 104 40 5 10978 14371 Tdk GB.ST5.060.04 104 40 5 10 1000 14422 Tdk GB.ST5.059.04 104 40 5 10

No. Inv. TKB No. Inv. TKB

Lampiran 10.

Daftar Data Observasi Tekstil 10 [KNI: 957 sampai 1000]

Page 36: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

LampiranDaftar Alat Observasi 2015

Page 37: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

CuraTool 2015 adalah Sistem Pengolahan Data Koleksi dan Konservasi yang mampu menangani data teks, numerik, gra�s, suara & video. Sistem yang dirancang portabel ini (tidak perlu instal software lain) dapat menangani semua jenis data di atas dalam bentuk link sehingga tidak membebani �le database. File dBase dibuat secara relasional (relational database) sehingga bisa menampilkan data dari tabel lain tanpa harus mengetik ulang. Dengan rancangan seperti sistem pakar akan memudahkan kita dalam pencarian kata atau istilah (thesauri), dan hal-hal khusus (yang berhubungan dengan studi koleksi dan konservasi), keaslian, usia atau asal-usul benda. Semua �le dBase independen ini (dengan kode CuraTool 2015) bekerja secara single user tetapi mudah operasionalnya. Sistem database yang berbasis web ini mampu menampung data sampai 8 terabyte (TB), serta memiliki kemampuan pengolahan data dalam jaringan (single/ multi users). [1 TB = 1.000 GB, 1 GB = 1.000 MB].

File-�le inti dBase (ada 8 �le) dipisahkan dengan �le-�le dBase yang dibuat secara independen (42 �le). File inti ini yang nantinya dapat bekerja secara multi-user dan dapat diakses melalui internet (web enable). File inti dBase dapat dibuka & dikembangkan lebih lanjut dengan Software Inti (Core Software), yaitu File Maker Pro 14 Advanced dan File Maker Server 14 Advanced. Instalasi Software ini juga diperlukan untuk merubah/ menambah Records, Layout, Menu, Update Data, merubah Records atau Layout, Password (mendukung prinsip Content Management System (CMS), untuk alasan keamanan dan pembatasan akses data/ Layoutnya).

Karena �le yang satu dengan yang lainnya terhubung, kita tidak boleh mengganti nama-nama �le atau folder dalam database ini. Data foto, video & audio disimpan di �le Album dalam bentuk link juga tidak boleh dipindah dan harus sesuai dengan alamat link dalam �le database Album. Database ini harus dimulai dan diakhiri (ditutup) dari �le Menu Utama, supaya sistem ini dapat dioperasionalkan secara normal. Jika listrik mati mendadak atau komputer terpaksa harus di-restart, maka ikuti petunjuk darurat dari Developer atau Instruktur penggunaan database ini. Dengan CuraTool ini pula, operator database level pemula Museum Nasional mampu mengumpulkan sekitar 70.000 records data koleksi hanya dalam kurun waktu sekitar 3 tahun.

Spesi�kasi Software [CuraTool 2015]

Kebutuhan Hard-Software ObservasiSpesi�kasi Hardware [Laptop] PANASONIC Lumix DMC-FZ1000

20.1 Megapixels, 16x Optical Zoom, 4x Digital Zoom,

Built-In Wi-Fi Connectivity with NFC, 3.0" 921k-Dot

Free-Angle LCD Monitor, WiFi and NFC.

Digital MicroscopeAlat Perekam Gambar Mikro

Microsoft Surface Pro 4Intel Core i7/ 1 TB SSD/ 16 MB RAM, 12.3-inch PixelSense touchscreen displaySurface Pen included, Windows 10 Pro,File Maker Pro 14 Advanced (Original).

Micro Secure Digital Card, 128GB, Ultra, 48MB/s, Class 10.

Page 38: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

Moisture MeterAlat Pengukur Kadar Air

Gambar 3.:

Meja Lesehan

Mikroskop Digital

Fume Hood Portabel

Tem

pat P

erka

kas

Rak Bahan & Alat untuk pembuatan replika/model lemari simpan/ displai, replika benda,

mounting, dll.

Kebutuhan Minimal Sarana Penunjang Observasi & Konservasi

Handheld XRF SpectrometerAlat Identi�kasi Unsur/ Elemen Logam

Chroma Meter (Konica-Minolta R-410)Alat Perekam Data Warna

Gambar 5.:

Gambar 4.:

(Alat pengukur intensitas cahaya)

Gambar 8.:

Ultra Violet Monitor (4 in 1)(Alat pengukur radiasi ultra violet, kuat cahaya, suhu dan kelembaban)

Gambar 6.:

Climate DataloggerGambar 7.:

Alat ini dapat merekam data kelembaban dan suhu per hari,

minggu atau bulan.

pH MeterAlat Pengukur Keasaman

Gambar 2.:

Perabot, Alat dan Ruang KerjaGambar 1.

Lux Meter

Page 39: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

200 Lembar LampiranHasil Observasi Tekstil 2015

Page 40: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

Pasif Cukup Cukup Cukup 4 15

LKT-MNI / 1 2015. / 1

GB.ST5.048.01 00.11.11.77.00009MUSEUM NASIONAL

No No. Inv. Nama Benda Asal Benda Kondisi

48 / Laci 2

Mata biasaKaca pembesarMikroskopLain-lain

Teknik Pengamatan: 7 Maret 2014Tanggal Pengamatan:

Tanda tanganKonservator:

Puji Yosep SubagiyoKonservator:

X

00009 kain1 Cukup

D. KERUSAKAN LAIN

No Foto : GVT 009

Ukuran

USULAN TINDAKAN KONSERVASI (diisi oleh Konservator)

Intensitas < 50 LxRadiasi UV < 75 mW/LmSuhu Udara 20 - 25 CKelembaban 50 - 55 %Bahan Bebas AsamTahan VibrasiHindari Fluktuasi RHHindari Penyinaran Kuat

REKOMENDASI DISPLAI : REKOMENDASI SIMPAN :KONDISI SAAT PENGAMATAN :

Intensitas < 50 LxRadiasi UV < 75 mW/LmSuhu Udara 20 - 25 CKelembaban 50 - 55 %Bahan Bebas AsamTahan Vibrasi

KONDISI BENDA SAAT PENGAMATAN pada tgl.

3. Perlakuan lain.

Benang LogamBenang EmasBenang PerakPercik LogamPradaOther...

Kulit KayuAnyamanSerat KapasSerat LinenSerat NanasSerat KoffoOther...

Kulit BinatangBuluSerat SuteraSerat WolOther...

BAHANPEMBENTUKBENDA

LOGAM

SELULOSE

PROTEIN

Lain-lain

Lain-lain

Lain-lain

Kotor/ debu

Sobek

Lubang

Lipatan

Penguningan

Warna berubah

Rapuh/ getas

Perekat/ label

Lain-lain

A. KERUSAKAN FISIKJamurSeranggaBubuk, kumbangLaba-labaNgengat kainRayapGegat (silver fish)KecoaKumbangBinatang pengeratLain-lain

B. KERUSAKAN BIOTIS

Pembersihanvacuumingbrushingcuci basah

kering/ kimialokal/ spotkelantang

Kontrol PerlakuanPembersihan semua serangga dan gejalanya.

1.

2.

Pucat/pudarNoda (stains)Berlemak/minyak

KorosiKristal garamOksidasi

Lapuk/ mubutPudarBau

Lain-lainC. KERUSAKAN KIMIAWI

1. , getas = brittle (easily brokenbecause it is hard (stiff) & not flexible).

2. , mubut = fragile (easily broken ordamaged).

Catatan :

TulangKerangPigmen/ CatManik-manikKacaResin

LAIN-LAIN

Lain-lain

Intensitas Cahaya (Lux):Radiasi UV (mW/Lmn):Suhu Udara (

0C):

Suhu Permukaan (0C):

Kelembaban Udara (%):

Kandungan Air (%):Keasaman (pH):

Polusi Udara:

Lokasi: Prioritas:

CATATAN:

Teknik:

Warna:Usia Relatif: 134 Thn.

Moisturizing Lain-lain

cloth-backingflattening

mountingrecouching

Freezing Perlakuan lain

K-1aK-1bK-2aK-2bK-2cK-3a

K-3bK-3cK-4aK-4bK-5aK-5b

KategoriAplikasi LogamTekstil Historis

1 : emas; 2 : perak; 3 : lgm lain.

Page 41: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

Pasif Rusak Rusak Rusak 3 20

LKT-MNI / 1 2015. / 2

GB.ST5.017.01 02.11.02.18.00064MUSEUM NASIONAL

No No. Inv. Nama Benda Asal Benda Kondisi

17B / Laci 2

Mata biasaKaca pembesarMikroskopLain-lain

Teknik Pengamatan: 9 Nopember 2009Tanggal Pengamatan:

Tanda tanganKonservator:

Puji Yosep SubagiyoKonservator:

X

00064 Baju2 Pulau Batu P. 62cm L. 117cm Rusak

D. KERUSAKAN LAIN

No Foto : 64

Ukuran

USULAN TINDAKAN KONSERVASI (diisi oleh Konservator)

Intensitas < 50 LxRadiasi UV < 75 mW/LmSuhu Udara 20 - 25 CKelembaban 50 - 55 %Bahan Bebas AsamTahan VibrasiHindari Fluktuasi RHHindari Penyinaran Kuat

REKOMENDASI DISPLAI : REKOMENDASI SIMPAN :KONDISI SAAT PENGAMATAN :

Intensitas < 50 LxRadiasi UV < 75 mW/LmSuhu Udara 20 - 25 CKelembaban 50 - 55 %Bahan Bebas AsamTahan Vibrasi

KONDISI BENDA SAAT PENGAMATAN pada tgl.

3. Perlakuan lain.

Benang LogamBenang EmasBenang PerakPercik LogamPradaOther...

Kulit KayuAnyamanSerat KapasSerat LinenSerat NanasSerat KoffoOther...

Kulit BinatangBuluSerat SuteraSerat WolOther...

BAHANPEMBENTUKBENDA

LOGAM

SELULOSE

PROTEIN

Lain-lain

Lain-lain

Lain-lain

Kotor/ debu

Sobek

Lubang

Lipatan

Penguningan

Warna berubah

Rapuh/ getas

Perekat/ label

Lain-lain

A. KERUSAKAN FISIKJamurSeranggaBubuk, kumbangLaba-labaNgengat kainRayapGegat (silver fish)KecoaKumbangBinatang pengeratLain-lain

B. KERUSAKAN BIOTIS

Pembersihanvacuumingbrushingcuci basah

kering/ kimialokal/ spotkelantang

Kontrol PerlakuanPembersihan semua serangga dan gejalanya.

1.

2.

Pucat/pudarNoda (stains)Berlemak/minyak

KorosiKristal garamOksidasi

Lapuk/ mubutPudarBau

Lain-lainC. KERUSAKAN KIMIAWI

1. , getas = brittle (easily brokenbecause it is hard (stiff) & not flexible).

2. , mubut = fragile (easily broken ordamaged).

Catatan :

TulangKerangPigmen/ CatManik-manikKacaResin

LAIN-LAIN

Lain-lain

Intensitas Cahaya (Lux):Radiasi UV (mW/Lmn):Suhu Udara (

0C):

Suhu Permukaan (0C):

Kelembaban Udara (%):

Kandungan Air (%):Keasaman (pH):

Polusi Udara:

Lokasi: Prioritas:

CATATAN:

Teknik: Sulam

Warna:Usia Relatif: 134 Thn.

Moisturizing Lain-lain

cloth-backingflattening

mountingrecouching

Freezing Perlakuan lain

K-1aK-1bK-2aK-2bK-2cK-3a

K-3bK-3cK-4aK-4bK-5aK-5b

KategoriAplikasi LogamTekstil Historis

1 : emas; 2 : perak; 3 : lgm lain.

Page 42: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

Pasif Cukup Cukup Cukup 4 15

LKT-MNI / 1 2015. / 3

GB.ST5.009.03 02.11.00.00.00075MUSEUM NASIONAL

No No. Inv. Nama Benda Asal Benda Kondisi

9 B / Laci 5

Mata biasaKaca pembesarMikroskopLain-lain

Teknik Pengamatan: 7 Maret 2014Tanggal Pengamatan:

Tanda tanganKonservator:

Puji Yosep SubagiyoKonservator:

X

00075 ulos3 Cukup

D. KERUSAKAN LAIN

No Foto : 75

Ukuran

USULAN TINDAKAN KONSERVASI (diisi oleh Konservator)

Intensitas < 50 LxRadiasi UV < 75 mW/LmSuhu Udara 20 - 25 CKelembaban 50 - 55 %Bahan Bebas AsamTahan VibrasiHindari Fluktuasi RHHindari Penyinaran Kuat

REKOMENDASI DISPLAI : REKOMENDASI SIMPAN :KONDISI SAAT PENGAMATAN :

Intensitas < 50 LxRadiasi UV < 75 mW/LmSuhu Udara 20 - 25 CKelembaban 50 - 55 %Bahan Bebas AsamTahan Vibrasi

KONDISI BENDA SAAT PENGAMATAN pada tgl.

3. Perlakuan lain.

Benang LogamBenang EmasBenang PerakPercik LogamPradaOther...

Kulit KayuAnyamanSerat KapasSerat LinenSerat NanasSerat KoffoOther...

Kulit BinatangBuluSerat SuteraSerat WolOther...

BAHANPEMBENTUKBENDA

LOGAM

SELULOSE

PROTEIN

Lain-lain

Lain-lain

Lain-lain

Kotor/ debu

Sobek

Lubang

Lipatan

Penguningan

Warna berubah

Rapuh/ getas

Perekat/ label

Lain-lain

A. KERUSAKAN FISIKJamurSeranggaBubuk, kumbangLaba-labaNgengat kainRayapGegat (silver fish)KecoaKumbangBinatang pengeratLain-lain

B. KERUSAKAN BIOTIS

Pembersihanvacuumingbrushingcuci basah

kering/ kimialokal/ spotkelantang

Kontrol PerlakuanPembersihan semua serangga dan gejalanya.

1.

2.

Pucat/pudarNoda (stains)Berlemak/minyak

KorosiKristal garamOksidasi

Lapuk/ mubutPudarBau

Lain-lainC. KERUSAKAN KIMIAWI

1. , getas = brittle (easily brokenbecause it is hard (stiff) & not flexible).

2. , mubut = fragile (easily broken ordamaged).

Catatan :

TulangKerangPigmen/ CatManik-manikKacaResin

LAIN-LAIN

Lain-lain

Intensitas Cahaya (Lux):Radiasi UV (mW/Lmn):Suhu Udara (

0C):

Suhu Permukaan (0C):

Kelembaban Udara (%):

Kandungan Air (%):Keasaman (pH):

Polusi Udara:

Lokasi: Prioritas:

CATATAN:

Teknik:

Warna:Usia Relatif: 134 Thn.

Moisturizing Lain-lain

cloth-backingflattening

mountingrecouching

Freezing Perlakuan lain

K-1aK-1bK-2aK-2bK-2cK-3a

K-3bK-3cK-4aK-4bK-5aK-5b

KategoriAplikasi LogamTekstil Historis

1 : emas; 2 : perak; 3 : lgm lain.

Page 43: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

Pasif Rusak Rusak Rusak 3 20

LKT-MNI / 1 2015. / 4

GB.ST5.011.02 02.11.00.00.00076MUSEUM NASIONAL

No No. Inv. Nama Benda Asal Benda Kondisi

11B / Laci 4

Mata biasaKaca pembesarMikroskopLain-lain

Teknik Pengamatan: 1 Nopember 2009Tanggal Pengamatan:

Tanda tanganKonservator:

Puji Yosep SubagiyoKonservator:

X

00076 Selendang4 Batak Toba P. 195 cm L.98 cm Rusak

seperti bekas kebakar

D. KERUSAKAN LAIN

No Foto : 76

Ukuran

USULAN TINDAKAN KONSERVASI (diisi oleh Konservator)

Intensitas < 50 LxRadiasi UV < 75 mW/LmSuhu Udara 20 - 25 CKelembaban 50 - 55 %Bahan Bebas AsamTahan VibrasiHindari Fluktuasi RHHindari Penyinaran Kuat

REKOMENDASI DISPLAI : REKOMENDASI SIMPAN :KONDISI SAAT PENGAMATAN :

Intensitas < 50 LxRadiasi UV < 75 mW/LmSuhu Udara 20 - 25 CKelembaban 50 - 55 %Bahan Bebas AsamTahan Vibrasi

KONDISI BENDA SAAT PENGAMATAN pada tgl.

3. Perlakuan lain.

Benang LogamBenang EmasBenang PerakPercik LogamPradaOther...

Kulit KayuAnyamanSerat KapasSerat LinenSerat NanasSerat KoffoOther...

Kulit BinatangBuluSerat SuteraSerat WolOther...

BAHANPEMBENTUKBENDA

LOGAM

SELULOSE

PROTEIN

Lain-lain

Lain-lain

Lain-lain

Kotor/ debu

Sobek

Lubang

Lipatan

Penguningan

Warna berubah

Rapuh/ getas

Perekat/ label

Lain-lain

A. KERUSAKAN FISIKJamurSeranggaBubuk, kumbangLaba-labaNgengat kainRayapGegat (silver fish)KecoaKumbangBinatang pengeratLain-lain

B. KERUSAKAN BIOTIS

Pembersihanvacuumingbrushingcuci basah

kering/ kimialokal/ spotkelantang

Kontrol PerlakuanPembersihan semua serangga dan gejalanya.

1.

2.

Pucat/pudarNoda (stains)Berlemak/minyak

KorosiKristal garamOksidasi

Lapuk/ mubutPudarBau

Lain-lainC. KERUSAKAN KIMIAWI

1. , getas = brittle (easily brokenbecause it is hard (stiff) & not flexible).

2. , mubut = fragile (easily broken ordamaged).

Catatan :

TulangKerangPigmen/ CatManik-manikKacaResin

LAIN-LAIN

Lain-lain

Intensitas Cahaya (Lux):Radiasi UV (mW/Lmn):Suhu Udara (

0C):

Suhu Permukaan (0C):

Kelembaban Udara (%):

Kandungan Air (%):Keasaman (pH):

Polusi Udara:

Lokasi: Prioritas:

CATATAN:

Teknik: Tenun

Warna:Usia Relatif: 134 Thn.

Moisturizing Lain-lain

cloth-backingflattening

mountingrecouching

Freezing Perlakuan lain

K-1aK-1bK-2aK-2bK-2cK-3a

K-3bK-3cK-4aK-4bK-5aK-5b

KategoriAplikasi LogamTekstil Historis

1 : emas; 2 : perak; 3 : lgm lain.

Page 44: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

Pasif Cukup Cukup Cukup 4 15

LKT-MNI / 1 2015. / 5

GB.ST5.021.02 00.11.27.18.00156 aMUSEUM NASIONAL

No No. Inv. Nama Benda Asal Benda Kondisi

21 B / Laci 3

Mata biasaKaca pembesarMikroskopLain-lain

Teknik Pengamatan: 18 Februari 2014Tanggal Pengamatan:

Tanda tanganKonservator:

Puji Yosep SubagiyoKonservator:

X

00156 a lapi5 Cukup

D. KERUSAKAN LAIN

No Foto : 156 a

Ukuran

USULAN TINDAKAN KONSERVASI (diisi oleh Konservator)

Intensitas < 50 LxRadiasi UV < 75 mW/LmSuhu Udara 20 - 25 CKelembaban 50 - 55 %Bahan Bebas AsamTahan VibrasiHindari Fluktuasi RHHindari Penyinaran Kuat

REKOMENDASI DISPLAI : REKOMENDASI SIMPAN :KONDISI SAAT PENGAMATAN :

Intensitas < 50 LxRadiasi UV < 75 mW/LmSuhu Udara 20 - 25 CKelembaban 50 - 55 %Bahan Bebas AsamTahan Vibrasi

KONDISI BENDA SAAT PENGAMATAN pada tgl.

3. Perlakuan lain.

Benang LogamBenang EmasBenang PerakPercik LogamPradaOther...

Kulit KayuAnyamanSerat KapasSerat LinenSerat NanasSerat KoffoOther...

Kulit BinatangBuluSerat SuteraSerat WolOther...

BAHANPEMBENTUKBENDA

LOGAM

SELULOSE

PROTEIN

Lain-lain

Lain-lain

Lain-lain

Kotor/ debu

Sobek

Lubang

Lipatan

Penguningan

Warna berubah

Rapuh/ getas

Perekat/ label

Lain-lain

A. KERUSAKAN FISIKJamurSeranggaBubuk, kumbangLaba-labaNgengat kainRayapGegat (silver fish)KecoaKumbangBinatang pengeratLain-lain

B. KERUSAKAN BIOTIS

Pembersihanvacuumingbrushingcuci basah

kering/ kimialokal/ spotkelantang

Kontrol PerlakuanPembersihan semua serangga dan gejalanya.

1.

2.

Pucat/pudarNoda (stains)Berlemak/minyak

KorosiKristal garamOksidasi

Lapuk/ mubutPudarBau

Lain-lainC. KERUSAKAN KIMIAWI

1. , getas = brittle (easily brokenbecause it is hard (stiff) & not flexible).

2. , mubut = fragile (easily broken ordamaged).

Catatan :

TulangKerangPigmen/ CatManik-manikKacaResin

LAIN-LAIN

Lain-lain

Intensitas Cahaya (Lux):Radiasi UV (mW/Lmn):Suhu Udara (

0C):

Suhu Permukaan (0C):

Kelembaban Udara (%):

Kandungan Air (%):Keasaman (pH):

Polusi Udara:

Lokasi: Prioritas:

CATATAN:

Teknik:

Warna:Usia Relatif: 134 Thn.

Moisturizing Lain-lain

cloth-backingflattening

mountingrecouching

Freezing Perlakuan lain

K-1aK-1bK-2aK-2bK-2cK-3a

K-3bK-3cK-4aK-4bK-5aK-5b

KategoriAplikasi LogamTekstil Historis

1 : emas; 2 : perak; 3 : lgm lain.

Page 45: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

[01]

RENCANA KERJA KOLEKSI TEKSTIL MUSEUM NASIONAL TAHUN 2015RELOKASI - PERANCANGAN TATA SIMPAN - RUANG STUDI - PELATIHAN

Sasaran: Koleksi tersimpan dalam lemari diurutkan per wilayah dan dibuat daftar koleksi yang dapat disortir per no. inventaris atau per lokasi.

Kebutuhan: a. Komputer : layar sentuh (24 inci) dengan

sistem database (output : daftar koleksi, lembar inventaris dan lembar kondisi.

b. Kertas plano bebas asam (10 rim/ 5.000 lembar), masker, sarung tangan kaos, lampu ultra violet, kaca pembesar + lampu.

Relokasi Tekstil Di Lemari Simpan

Sasaran: a. Observasi (survai kondisi, identi�kasi serat, uji bahan/ laboratorium benang logam, prada, garam logam, tes keasaman dan kandungan air, usulan perawatan dan pengawetan).

b. Perawatan.c. Pengawetan

Kebutuhan: a. Uji bahan/ Tes Lab benang logam, prada, garam

logam, cek keasaman dan kandungan air.b. Alat dan Bahan untuk penangan perawatan dan

pengawetan.

Observasi, Perawatan & Pengawetan Tekstil

Sasaran: Mengetahui lemari model dan konstruksi lemari simpan yang ideal untuk penyimpanan semua jenis dan ukuran koleksi

Kebutuhan: a. Pembuatan replika koleksi dengan skala ukuran

untuk berbagai ukuran koleksi tekstil.b. Pembuatan replika/ model lemari simpan yang

ideal dengan skala ukuran untuk berbagai ukuran koleksi tekstil.

c. Pembuatan replika meja kerja (untuk studi, dry-wet cleaning) yang ideal dengan skala ukuran untuk berbagai ukuran koleksi tekstil.

Perancangan Lemari Simpan, Meja Kerja (Studi Koleksi - Meja Kerja untuk Dry & Wet Cleaning)

Sasaran: a. Administrasi dasar koleksi dan teknis deskripsi, registrasi, dokumentasi, inventarisasi, katalogisasi, identi�kasi/ klasi�kasi, kondisi (observasi-perawatan-pengawetan).

b. Database Tekstil: Prinsip Tatakelola Fisik dan Data Koleksi (Digital).

Kebutuhan: sedang dipelajari

Pelatihan (Pengenalan Tekstil, Inventarisasi, Survai Kondisi dan Komputerisasi Data Koleksi).

Page 46: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

[02]

Petalokasi Simpan Tekstil

238 cm

133

cm

069

070

071

072

076

075

074

073

012

013

014

015

016

017

018

019

024

025

026

027

028

029

030

031

70 c

m

144

cm036035

038037

040039

042041

007008

005006

003004

001002

021

020

033

032

050

049

048

047

046

045

044

043

092091

238 cm

70 cm

056

055

054

053

061

062

063

064

065

066

067

068

080

079

078

077

084

083

082

081

057

058

059

060

088

087

086

085

023

022

254 cm

009010011

70 c

m

155

cm

034

70 cm

052

051

094 093

090089

15,7 m

18,7

m

Meja Kerja 1Bahan Kayu

Ukuran Biasa(Deskripsi,

Vacuuming,Light Treatment,

dsb).

Meja Kerja 3Bahan Kayu

Lesehan(Rolling, dsb.)

Base

(Ta

taka

n) L

eseh

an

Meja Kerja 2Bahan Kaca

Lesehan(Pengamatan,

Identikasi)

Loker + Baju Lab + SandalPintu MasukUtama

Pintu MasukStorage(Kaca)

Din

ding

Pen

yeka

t Ka

ca +

ker

angk

a lo

gam

Rak

Bah

an (k

erta

s &

kar

ton

b

ebas

asa

m, k

ain

, dll.

)

Ruang Bebas Insek & Debu(Steril, T: 20 C, RH: 50%)

Ruang Bebas Insek & Debu(Steril, T: 20 C, RH: 50%)

Meja Identifikasi(Mikroskop Digital)

Kursi

Kursi

Kom

pute

rD

ata

Kole

ksi

Kom

pute

rVi

deo

Proy

ekto

rR

ak A

lat,

Rol,

Dac

ron

, p

leks

igla

s, d

ll.

Mesin Jahit

Tangga

Troley+ Tray

Pane

l Per

aga

(Bah

an +

Be

nda)

+ Il

ustra

si

IdealnyaAda Sinar Matahari

Page 47: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

Ruang Simpan Tekstil

133

cm

144

cm

238 cm

70 cm

254 cm

70 c

m

BAWAH

ATAS

30

23

34

26

30

15

30

15

30

15

30

15

26

34

23

30

24

12

26

34

23

30

30

23

34

26

15,7 cm

18,7

cm

1,787,5 3,37 3,05

4112

5

95

125

7,5

1,74

6,68

7,02

meja kerja lama

meja kerja baru

lemari simpanbaru

pilar

pilar

pintu masuk

lemari simpanlama (kecil)

lemari simpanlama (besar)

lemari simpanlama (rol)

Denah Ruang Pamer - Pengaturan dan Pengkondisian Kuat Penerangan

Pintu Masuk

Pintu Keluar

Ruang A Ruang B Ruang C Ruang D Ruang E

1 : 100Skala

[03]

Page 48: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

[04]

Tanggal: 17 Mei 2014

192681 GB ST5 001 01

233282 GB ST5 001 01

233293 GB ST5 001 01

266424 GB ST5 001 01

266415 GB ST5 001 01

209956 GB ST5 001 01

242717 GB ST5 001 01

202138 GB ST5 001 01

00576 c9 GB ST5 001 01

2664310 GB ST5 001 01

1926211 GB ST5 001 02

2413112 GB ST5 001 02

00576 A13 GB ST5 001 02

00576 B14 GB ST5 001 02

2323015 GB ST5 001 02

2040616 GB ST5 001 02

2039617 GB ST5 001 02

2378218 GB ST5 001 02

2145219 GB ST5 001 02

2039420 GB ST5 001 02

00021 GVT21 GB ST5 001 02

2332722 GB ST5 001 02

2653823 GB ST5 001 03

03263 TN24 GB ST5 001 04

2041825 GB ST5 001 04

0052226 GB ST5 002 01

29073 a27 GB ST5 002 01

29073 b28 GB ST5 002 01

2800929 GB ST5 002 01

0457030 GB ST5 002 01

2015531 GB ST5 002 01

2801132 GB ST5 002 01

2820133 GB ST5 002 01

00531 c34 GB ST5 002 02

28016 a35 GB ST5 002 02

No. Inv.No.Lokasi Benda

CatatanBaruRu. Lc.Lm.Gd.

00001 GVT1 GB ST5 081 04

00003 GVT2 GB ST5 093 01

00006 GVT3 GB ST5 037 03

00007 GVT4 GB ST5 065 02

00008 GVT5 GB ST5 065 02

00009 GVT6 GB ST5 026 02

00010 GVT7 GB ST5 048 03

00015 GVT8 GB ST5 002 02

00021 GVT9 GB ST5 001 02

00023 a10 GB ST5 008 04

00036 GVT11 GB ST5 005 04

00043 GVT12 GB ST5 050 04

00050 GVT13 GB ST5 015 01

00051 GVT14 GB ST5 015 02

00054 GVT15 GB ST5 020 03

00058 GVT16 GB ST5 021 03

0006017 GB ST5 011 02

00061 GVT18 GB ST5 024 02

00063 GVT19 GB ST5 042 01

0006420 GB ST5 017 01

00064 GVT21 GB ST5 044 01

00065 GVT22 GB ST5 044 01

0007623 GB ST5 011 02

00076 GVT24 GB ST5 056 01

0008025 GB ST5 021 03

00099 GVT26 GB ST5 061 02

00100 GVT27 GB ST5 062 02

00101 GVT28 GB ST5 063 01

00103 GVT29 GB ST5 065 01

00105 GVT30 GB ST5 065 02

0011531 GB ST5 023 03

00120 A32 GB ST5 063 01

00156 a33 GB ST5 021

00156 b34 GB ST5 021

0020135 GB ST5 011 04

No. Inv.No.Lokasi Benda

CatatanBaruRu. Lc.Lm.Gd.

Tanggal: 17 Mei 2014

Da�ar Simpan Tekstilsortir per LokasiA Da�ar Simpan Tekstil

sortir per Nomor InventarisB

Page 49: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

[05]

KATALOG TEKSTIL

kapasBaik8. Kondisi:

6. Ukuran :

Sarung

1. Jenis Koleksi:

5. Lokasi Simpan:

213804. Nomor Inv.:

Etnografi

2. Nama Benda:

7. Bahan :

(31B/4)

9. Cara Perolehan:

Pj. Lb.GB.ST5.031.02(LAMA) (BARU)

200 x 105 cm.

2

Pekalongan, Jawa Tengah Jawa Tengah Indonesia3. Asal Benda:

(LAMA) 21380 (BARU) 21380a (FOTO)

10. Tahun Perolehan:

79Usia: Tahun

GA

11. Tanggal Pemutakhiran: 9 Maret 2015

Pasif5 10LogamProteinSelulose

Tekstil

22/01/1936

di Jakarta

kapasBaik8. Kondisi:

6. Ukuran :

Kain

1. Jenis Koleksi:

5. Lokasi Simpan:

214284. Nomor Inv.:

Etnografi

2. Nama Benda:

7. Bahan :

(31B/4)

9. Cara Perolehan:

Pj. Lb.GB.ST5.031.02(LAMA) (BARU)

256 x 105 cm.

3

Pekalongan, Jawa Tengah. Jawa Tengah Indonesia3. Asal Benda:

(LAMA) 21428 (BARU) 21428a (FOTO)

10. Tahun Perolehan:

79Usia: Tahun

GA

11. Tanggal Pemutakhiran: 9 Maret 2015

Pasif5 10LogamProteinSelulose

Tekstil

06/01/1936

di Jakarta

Daftar BMN 2014

tekstil

noda7. Kondisi:

25 Februari 2014

5. Ukuran :

Seprai

1. Jenis Koleksi:

4. Tempat Penyimpanan:

204683. Nomor Inv.:

Etnografi

2. Nama Benda:

storage lantai 5

6. Bahan :

8. Tanggal Pengamatan:

Pj. Lb. (cm)230 158

000001

Page 50: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

0

20

40

60

80

100

120

140

160

April 2014 [530]

Jumlah

0

50

100

150

200

250

300

November 2014 [942]

Jumlah

PROGRESS REPORT RELOKASI 2014[Realisasi Relokasi 1.477 Koleksi]

[06]

Page 51: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

0

10

20

30

40

50

60

70

80

Januari 2015 [266]

Jumlah

0

10

20

30

40

50

60

Februari 2015 a [198]

Jumlah

0

10

20

30

40

50

60

Februari 2015 b [274]

Jumlah

PROGRESS REPORT RELOKASI 2015[Realisasi Relokasi 1.650 Koleksi]

[07]

Page 52: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

0102030405060708090

Maret 2015 a [296]

Jumlah

0

10

20

30

40

50

60

70

Maret 2015 b [274]

Jumlah

0

5

10

15

20

25

30

35

40

23/03/2015 24/03/2015 25/03/2015 26/03/2015 27/03/2015

Maret 2015 c [204]

Jumlah

PROGRESS REPORT RELOKASI 2015

[ 08 ]

Page 53: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

05

101520253035404550

April 2015 [121]

Jumlah

0

5

10

15

20

25

30

35

Mei 2015 [68]

Jumlah

PROGRESS REPORT RELOKASI 2015

[09]

Page 54: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

[10]

Perl

eng

kap

an U

ntu

k Pe

ncu

cian

Tek

stil:

(1).

Embe

r air;

(2).

Pom

pa h

isap

kola

m; (

3). S

elan

g sh

ower

; (4

). Sh

ower

; (5)

. Em

ber b

ilas;

(6).

Mej

a; (

7). P

last

ik b

ak cu

ci;

(8).

Busa

pem

isah

kain

dan

end

apan

kot

oran

; (9

). Ka

in k

asa;

dan

(10)

Tob

i Ste

amer

.

1. K

onse

rvas

i

2. O

bser

vasi

& Id

enti�

kasi

3. Ta

ta Si

mpa

n &

Pam

er

Men

gam

ati d

an m

erek

onst

ruks

i Kai

n Te

nun

(Ser

at &

Ben

ang)

, dan

Ana

lisis

Keru

saka

n.

Prak

tik m

embu

at ko

tak s

impa

n, ro

l, mou

ntin

g, d

an m

anek

in (b

onek

a pe

raga

).

Prak

tik v

acuu

min

g, m

erat

akan

lipat

an, p

engu

atan

den

gan

men

gont

rol k

elem

baba

n,pe

ncuc

ian,

men

etra

lisir

keas

aman

kain

, dll.

KAIN

2

1

34

5

6

78

9

10TO

BI St

eam

er

Baha

n : p

lexi

glas

s (m

ika)

, bus

a, k

ain

katu

n ha

lus (

mor

i), b

enan

g, ja

rum

, kar

ton/

har

dboa

rd, p

ita,

cutt

er, p

engg

aris

bes

i, dl

l.

10 c

m

10 cm

Perk

iraan

Har

ga : (

1). P

rakt

ik K

onse

rvas

i = 2

,5 ju

ta p

er u

nit.;

(2)

. Pra

ktik

Obs

erva

si da

n Id

enti�

kasi

= 20

0 rib

u pe

r set

+ m

ikro

skop

min

i (ta

npa

mik

rosk

op =

50

rb/ s

et);

(3).

Prak

tik T

ata

Sim

pan

dan

Pam

er =

300

ribu

per

set;

(4).

Data

base

Kur

asi &

Kon

serv

asi T

ekst

il (20

juta

/ 10

user

).

4. M

anaj

emen

Kol

eksi

Baha

n : S

oftw

are

(Dat

abas

e Ku

rasi

& K

onse

rvas

i) da

n H

ardw

are

(lapt

op, m

ikro

skop

dig

ital d

an

kam

era

digi

tal).

Prak

tik m

engo

pera

sikan

dat

abas

e kur

asi d

an ko

nser

vasi

teks

til d

alam

tata

kelo

la in

form

asi/

doku

men

teks

til.

Baha

n : m

ikro

skop

min

i (�t

to H

P), m

ikro

skop

m

ini,

kabe

l (be

sar +

kec

il), a

neka

be

nang

, jar

um, d

ll.

Cura

Tool

201

5 ad

alah

Sist

em P

engo

laha

n Da

ta K

olek

si da

n Ko

nser

vasi

yang

mam

pu m

enan

gani

dat

a te

ks, n

umer

ik,

gra�

s, su

ara

& vi

deo.

Si

stem

yan

g di

ranc

ang

porta

bel i

ni

(tida

k per

lu in

stal

softw

are l

ain)

dapa

t men

anga

ni se

mua

jeni

s da

ta d

i ata

s dal

am b

entu

k lin

k seh

ingg

a tid

ak m

embe

bani

�le

da

taba

se.

File

dBas

e di

buat

sec

ara

rela

siona

l (re

latio

nal

data

base

) seh

ingg

a bi

sa m

enam

pilk

an d

ata

dari

tabe

l lai

n ta

npa

haru

s m

enge

tik u

lang

. De

ngan

ran

cang

an s

eper

ti sis

tem

pak

ar a

kan

mem

udah

kan

kita

dal

am p

enca

rian

kata

at

au i

stila

h (th

esau

ri),

dan

hal-h

al k

husu

s (y

ang

berh

ubun

gan

deng

an s

tudi

kol

eksi

dan

kons

erva

si), k

easli

an, u

sia a

tau

asal

-usu

l ben

da.

Sem

ua �

le d

Base

inde

pend

en in

i (de

ngan

kod

e Cu

raTo

ol 2

015)

bek

erja

seca

ra si

ngle

use

r tet

api m

udah

ope

rasio

naln

ya. S

istem

dat

abas

e ya

ng

berb

asis

web

ini m

ampu

men

ampu

ng d

ata

sam

pai 8

tera

byte

(TB)

, ser

ta m

emili

ki k

emam

puan

pe

ngol

ahan

dat

a da

lam

jarin

gan

(sing

le/ m

ulti

user

s). [

1 TB

= 1.

000 G

B, 1

GB =

1.00

0 MB]

.Fi

le-�

le in

ti dB

ase (

ada 8

�le)

dip

isahk

an d

enga

n �l

e-�l

e dBa

se ya

ng d

ibua

t sec

ara i

ndep

ende

n (4

2 �l

e). F

ile in

ti in

i yan

g na

ntin

ya d

apat

bek

erja

sec

ara

mul

ti-us

er d

an d

apat

dia

kses

mel

alui

in

tern

et (w

eb en

able

). Fi

le in

ti dB

ase d

apat

dib

uka

& di

kem

bang

kan

lebi

h la

njut

den

gan

Softw

are

Inti

(Cor

e Sof

twar

e), y

aitu

File

Mak

er Pr

o 14 A

dvan

ced d

an Fi

le M

aker

Serv

er 14

Adv

ance

d. In

stal

asi

Softw

are

ini j

uga

dipe

rluka

n un

tuk

mer

ubah

/ men

amba

h Re

cord

s, La

yout

, Men

u, U

pdat

e Da

ta,

mer

ubah

Reco

rds a

tau L

ayou

t, Pa

ssw

ord (

men

duku

ng pr

insip

Con

tent

Man

agem

ent S

yste

m (C

MS)

, un

tuk a

lasa

n ke

aman

an d

an p

emba

tasa

n ak

ses d

ata/

Layo

utny

a).

Kare

na �

le y

ang

satu

den

gan

yang

lai

nnya

ter

hubu

ng,

kita

tid

ak b

oleh

men

ggan

ti na

ma-

nam

a �l

e at

au fo

lder

dal

am d

atab

ase

ini.

Dat

a fo

to, v

ideo

& a

udio

disi

mpa

n di

�le

Alb

um

dala

m b

entu

k lin

k ju

ga ti

dak

bole

h di

pind

ah d

an h

arus

ses

uai d

enga

n al

amat

link

dal

am �

le

data

base

Alb

um. D

atab

ase

ini h

arus

dim

ulai

dan

dia

khiri

(ditu

tup)

dar

i �le

Men

u Ut

ama,

supa

ya

siste

m in

i dap

at d

iope

rasio

nalk

an s

ecar

a no

rmal

. Jik

a lis

trik

mat

i men

dada

k at

au k

ompu

ter

terp

aksa

har

us d

i-res

tart,

mak

a iku

ti pe

tunj

uk d

arur

at d

ari D

evel

oper

atau

Inst

rukt

ur p

engg

unaa

n da

taba

se in

i. Den

gan C

uraT

ool in

i pul

a, op

erat

or da

taba

se le

vel p

emul

a Mus

eum

Nas

iona

l mam

pu

men

gum

pulk

an se

kita

r 70.

000 r

ecor

ds d

ata

kole

ksi h

anya

dal

am ku

run

wak

tu se

kita

r 3 ta

hun.

Spes

i�ka

si So

ftwar

e [Cu

raTo

ol 20

15]

Kebutu

han H

ard-So

ftware

Obser

vasi

Spes

i�ka

si H

ardw

are [

Kom

pute

r/ La

ptop

]H

P Pa

vilio

n 23

-p20

1d To

uchS

mar

t All-

in-O

neIn

tel C

ore

i7-4

790T

, 8G

B (1

x8G

B) D

DR3

, 2TB

HD

D, D

VD±R

W,

VGA

Nvi

dia

GeF

orce

810

A 2G

B, A

udio

, GbE

NIC

, WiF

i, Ca

mer

a,

23" W

XGA,

Touc

hscr

een,

Win

8.1

64bi

t.

PAN

ASO

NIC

Lum

ix D

MC-

FZ10

0020

.1 M

egap

ixel

s, 16

x O

ptic

al

Zoom

, 4x

Dig

ital Z

oom

, Bui

lt-In

W

i-Fi C

onne

ctiv

ity w

ith N

FC, 3

.0"

921k

-Dot

Fre

e-An

gle

LCD

M

onito

r, W

iFi a

nd N

FC.

Digi

tal M

icro

scop

eAl

at P

erek

am G

amba

r Mik

ro

Page 55: Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya

[11]

Porta

ble

XRF

Spec

trom

eter

Alat

Iden

ti�ka

si Un

sur/

Elem

en Lo

gam

10

11

Chro

ma

Met

er

(Kon

ica-

Min

olta

R-4

10)

Alat

Per

ekam

Dat

a W

arna

Moi

stur

e M

eter

Alat

Pen

guku

r Kad

ar A

ir

pH M

eter

Alat

Pen

guku

r Kea

sam

an

Digi

tal M

icro

scop

eAl

at P

erek

am G

amba

r Mik

ro

Clim

ate D

atal

ogge

r

06

07

08

09

12

Mod

e/ p

enga

tur

besa

rnya

si

nar

yang

terb

aca.

Dis

plai

/ m

onito

r ha

rga

hasi

l pen

gam

atan

.

Sens

or/

cell

pena

ngka

p si

nar.

Lux

Met

er(A

lat p

engu

kur

inte

nsita

s ca

haya

)

1. K

uat

Pene

rang

an (

Illu

min

atio

n, E

)

E =

F (F

luks

)A (

Luas

)=

Lum

enm

2=

Lux

.

2. D

osis

Kua

t Pe

nera

ngan

= L

ux x

jam

= J

oule

.

3. F

luks

Cah

aya

(F)

= En

ergi

(Jo

ule/

m2 )

Wak

tu (

Jam

)J T

=

4. K

uat C

ahay

a (I

) =

E.

R2

Cos

Q=

Lum

en.m

= C

ande

la

Kuat

pen

eran

gan

(lux)

: Pe

nera

ngan

pad

a pe

rmuk

aan

bend

a se

cara

mer

ata

selu

as 1

m2 ,

berja

rak

1 m

dar

i tit

ik s

umbe

r ca

haya

ber

keku

atan

1 k

ande

la.

Kuat

cah

aya

(foot

can

dle)

: Ban

yakn

ya (j

umla

h) s

inar

yan

g ja

tuh

pada

per

muk

aan

bend

a se

luas

1 k

aki p

erse

gi (=

0,00

29 m

2 ) d

ari

sum

ber c

ahay

a ya

ng b

erja

rak

1 ka

ki (=

0,30

48 m

= 1

2 in

ci).

Sens

or s

uhu

dan

kele

mba

ban

udar

a

Sens

or r

adia

si U

V da

n In

tens

itas

caha

ya.

Pane

l mon

itor m

enun

juk-

kan

besa

ran

angk

a da

n sa

tuan

-

Ultra

Vio

let M

onito

r (4

in 1

)(A

lat p

engu

kur r

adia

si u

ltra

viol

et,

kuat

cah

aya,

suh

u da

n ke

lem

baba

n)

KO

NVER

SI

ENER

GI:

1 Jo

ule

= 1

07 e

rg.

Kele

mba

ban

Udar

a (R

H) =

%Su

hu U

dara

(T)

= 0

CKu

at P

ener

anga

n (E

) =

Lux

Kuat

Rad

iasi

UV

(UVR

) =

μW

/Lum

en

1 kw

h =

3.6

00.0

00 J

.1

Kalo

ri =

4,1

868

J.KO

NVER

SI

DAY

A:

1 w

att

= 1

Jou

le/

detik

.1

HP

= 0

,746

wat

tEn

ergi

= k

ekua

tan

untu

k m

elak

ukan

usa

ha.

Day

a =

kek

uata

n te

naga

. La

mpu

TL

Ultr

a Vi

olet

, Nat

iona

l,10

0 vo

lt/ 5

0 Hz

., Ty

pe F

L 20

5,Pa

njan

g ge

lom

bang

= 2

63 n

m.

Ener

gi =

2 μ

W/c

m2 .

Tom

bol u

ntuk

suh

u,

kele

mba

ban

udar

a,

kuat

cah

aya

dan

radi

asi u

ltra

viol

et.

Cata

tan

:1 μ

(mik

ro)

= 1

/ 1

.000

.000

ata

u 10

-6

1 n

(na

no)

= 1

/ 1

.000

.000

.000

ata

u 10

-9

CATA

TAN

:E

= k

uat p

ener

anga

n, b

ersa

tuan

Lux

; F

= fl

uks

caha

ya, b

ersa

tuan

Lum

en;

A =

luas

bid

ang,

ber

satu

an m

2 ;

J =

ene

rgi,

bers

atua

n Jo

ule/

m2 ;

T

= w

aktu

, ber

satu

an ja

m;

R =

jara

k su

mbe

r pe

nera

ngan

dan

ben

da,

bers

atua

n m

; Q

= m

enya

taka

n be

sarn

ya s

udut

ant

ara

sum

ber

caha

ya d

an ti

tik b

enda

yan

g di

tera

ngi,

teta

pi ji

ka s

udut

nya

tega

k lu

rus

mak

a Q

= 0

dan

har

ga C

os Q

da

pat d

iaba

ikan

.

Satu

an U

kura

n EL

SEC

4 in

1 M

onit

or:

Gam

bar 0

1.:

Gam

bar 0

2.:

Wet

& D

ry B

ulb

Psyc

hrom

eter

Ala

t Pen

guku

r S

uhu

dan

Kel

emba

ban

Uda

ra

Bany

ak d

igun

akan

unt

uk k

alib

rasi

ala

t-al

at p

engu

kur

RH &

T j

enis

lain

.

INAKU

RASI

+ 2

%

Kain

sel

alu

bers

ih d

an h

arus

den

gan

air

dist

ilasi

/ de

ioni

sasi

selisih harga

“Wet

& D

ry P

sych

rom

eter

”sa

ngat

coc

ok d

igun

akan

un

tuk

kalib

rasi

, sp

ot

read

ing

dan

pend

ataa

n da

ta k

limat

olog

i har

ian.

Kita

dap

at m

enge

tahu

i be

sarn

ya

suhu

uda

ra s

ecar

a la

ngsu

ng p

ada

bagi

an t

herm

omet

er y

ang

kerin

g (k

iri).

Se

dang

kan

RH-n

ya

dapa

t di

cari

deng

an

mer

ujuk

se

lisih

ha

rga

deng

an t

herm

omet

er y

ang

basa

h (k

anan

). S

elan

jutn

ya b

esar

- ny

a RH

dap

at d

icari

pada

Tab

el R

H ya

ng b

iasa

dise

rtak

an p

ada

saat

pe

mbe

lian

alat

ters

ebut

.

Mai

nten

ans

Alat

:Ka

in

yang

di

guna

kan

untu

k m

elem

babi

(de

ngan

air

dist

ilasi)

th

erm

omet

er m

erku

ri di

usah

akan

se

lalu

be

rsih

, da

n ai

r ya

ng

digu

naka

n se

lalu

air

dist

ilasi.

Slin

g Ps

ychr

omet

erAl

at in

i men

yeru

pai

Wet

& D

ry

Psyc

hrom

eter

, tet

api b

adan

yan

g di

tem

peli

ther

mom

eter

(b

aik

yang

dr

y at

aupu

n we

t)

dapa

t di

puta

r, gu

na m

elew

atka

n ud

ara

pada

the

rmom

eter

. Be

laka

ngan

pe

rang

kat

ini

tela

h di

mod

ifika

si de

ngan

te

naga

ba

tera

i un

tuk

mem

utar

ki

pas

angi

n ya

ng

mel

ewat

kan

udar

a ya

ng

akan

di

ukur

suh

u at

aupu

n ke

lem

bab-

an

nya.

Gam

bar 0

3.:

Wea

ther

Sta

tion

04

05