Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

54
BAB I PENDAHULUAN Tingginya angka kematian yang disebabkan oleh hipertensi dalam kehamilan merupakan masalah di bidang obstetric. Sampai saat ini, angka kematian ibu tidak dapat turun seperti yang diinginkan.Disamping pendarahan dan infeksi, preeklampsi, impending eklampsi, serta eklampsi merupakan penyebab kematian maternal dan kematian perinatal yang tinggi terutama di Negara berkembang. Berbagai faktor penyebab seringkali dijumpai secara bersamaan dan tumpang tindih turut menyebabkan angka kematian ibu yang terjadi, diantaranya status gizi, ekonomi, hygiene, sanitari, kesadaran hidup sehat, pendidikan, ketidaktahuan, tradisi, status reproduksi seperti kehamilan resiko tinggi yang tidak disadari masalahnya oleh ibu hamil. Eklampsia adalah penyebab utama kematian ibu, dengan klasik neurologis gejala yang mencakup sakit kepala, mual, muntah, kebutaan, koma, dan kejang.Perubahan serebrovaskular telah terbukti mirip dengan yang dijelaskan untuk hipertensi. Dalam proses perkembangan kehamilan dapat disertai hipertensi yang terjadi dalam kehamilan bisa tanpa gejala-gejaala klinis lainnya atau gejala klinis yang 1

description

jurnal

Transcript of Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

Page 1: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

BAB I

PENDAHULUAN

Tingginya angka kematian yang disebabkan oleh hipertensi dalam

kehamilan merupakan masalah di bidang obstetric. Sampai saat ini, angka

kematian ibu tidak dapat turun seperti yang diinginkan.Disamping pendarahan dan

infeksi, preeklampsi, impending eklampsi, serta eklampsi merupakan penyebab

kematian maternal dan kematian perinatal yang tinggi terutama di Negara

berkembang.

Berbagai faktor penyebab seringkali dijumpai secara bersamaan dan

tumpang tindih turut menyebabkan angka kematian ibu yang terjadi, diantaranya

status gizi, ekonomi, hygiene, sanitari, kesadaran hidup sehat, pendidikan,

ketidaktahuan, tradisi, status reproduksi seperti kehamilan resiko tinggi yang tidak

disadari masalahnya oleh ibu hamil.

Eklampsia adalah penyebab utama kematian ibu, dengan klasik neurologis

gejala yang mencakup sakit kepala, mual, muntah, kebutaan, koma, dan

kejang.Perubahan serebrovaskular telah terbukti mirip dengan yang dijelaskan

untuk hipertensi.

Dalam proses perkembangan kehamilan dapat disertai hipertensi yang

terjadi dalam kehamilan bisa tanpa gejala-gejaala klinis lainnya atau gejala klinis

yang dapat mengancam nyawa ibu hamil. Hipertensi dapat diklasifikasikan

menjadi hipertensi gestasional, preeklampsi ringan, preeklampsi berat, impending

eklampsi, serta eklampsi.

.

1

Page 2: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi1,2,3,4

Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani dan berarti "halilintar". Kata

tersebut dipakai karena seolah-olah gejala-gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba

tanpa didahului oleh tanda-tanda lain. Secara defenisi eklampsia adalah preeklampsia yang

disertai dengan kejang tonik klonik disusul dengan koma. Preeklampsia adalah

timbulnya hipertensi disertai proteinuria akibat kehamilan, setelah umur

kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan

Menurut saat timbulnya, eklampsia dibagi atas

1. Eklampsia antepartum (eklampsia gravidarum) yaitu eklampsia yang

terjadi sebelum masa persalinan 4-50%

2. Eklampsia intrapartum (eklampsia parturientum) yaitu eklampsia yang

terjadi pada saat persalinan 4-40%

3. Eklampsia post partum (eklampsia puerperium) yaitu eklampsia yang

terjadi setelah persalinan 4-10%

2.2 Frekuensi3,4

Frekuensi eklampsia bervariasi antara satu negara dengan negara yang lain.

Frekuensi rendah pada umumnya merupakan petunjuk tentang adanya

pengawasan antenatal yang baik, penyediaan tempat tidur antenatal yang cukup

dan penanganan preeklampsia yang sempurna.

Di negara-negara sedang berkembang frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3% -

0,7%, sedang di negara-negara maju angka tersebut lebih kecil, yaitu 0,05% -

0,1%.

2

Page 3: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

2.3. Etiologi1,3,4,13

Sampai saat ini penyebab eklampsia belum diketahui secara pasti dan belum dapat

menjawab semua pertanyaan memuaskan. Zweifel (1916) menyebutkan bahwa

preeklampsia adalah ”the disease of theories”.

Saat ini ada 4 hipotesis utama yang paling banyak diteliti :

1). Iskemik Plasenta

Menurut kelompok Oxford, PE merupakan penyakit plasenta yang terdiri atas

2 tahap. Pada tahap pertama iskemik mempengaruhi arteri spiralis sehingga

terjadi defisiensi aliran darah utero plasenta. Tahap kedua adalah merupakan

kelanjutan iskemik plasenta baik pada ibu maupun janin.

2). VLDL versus aktivitas anti toksin

Pada PE, asam lemak bebas sudah meningkat 15-20 minggu sebelum onset

penyakit. Diantara asam lemak bebas ini, asam oleat, asam linoleat dan asam

plamitat meningkat sebesar berturut-turut 37%, 25% dan 25%. Inkubasi asam

linoelat menurunkan kadar monofosfat guanosin siklik pada endotel sampai

70% sehingga kemampuannya untuk menginhibisi agregasi platelet sebesar

40%. Plasma albumin merupakan zat isoelektrik dengan kadar isoelektrik ISO

(isoelectric point) pl 4,8 – 5,6. Semakin banyak asam lemak bebas terikat ke

albumin maka pH 5,6 akan menurun menjadi 4,8 yang akan mengakibatkan

toksisitas VLDL tidak tercegah dan terjadi PE.

3). Maladaptasi Imun

Pada manusia, transplantasi organ akan ditolak bila terdapat perbedaan HLA

donor resipien. Pada kehamilan normal tampak bahwa sel-sel trofoblas yang

berhubungan dengan darah ibu tidak mengandung MHC kelas I dan kelas II

alloantigen, sedang yang berhubungan dengan darah ibu mengandung adalah

MHC kelas I positif. Sel-sel desidua banyak mengandung CD45 yang berasal

dari sumsum tulang. Pada endometrium fase sekresi lanjut akan ditemukan

CD56 yang tidak umum dijumpai, suatu marker leukosit granul besar pada

pembuluh darah perifer yang bersifat dominan. Leukosit ini sangat mirip

3

Page 4: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

dengan ”natural killer – NK” (penghancur alamiah) sel-sel walaupun tidak

sekuat sel-sel NK pada pembuluh darah perifer.

4). Genetic Imprinting

Cooper dan Liston meneliti bahwa penyakit PE dan E diwariskan melalui

suatu gen tunggal. Hipotesa ini baru hanya sampai pada lambat berkembang

mungkin disebabkan besarnya dana yang dibutuhkan serta teknologi dan

peralatan yang sangat kompleks dan mahal yang dibutuhkan untuk

membuktikan hipotesa ini. Namun menarik untuk diperhatikan bahwa salah

satu predisposisi PE dan E yang kita kenal bukanlah lagi primigravida tetapi

”primi paternal”. Walaupun seorang ibu multigravida, tetapi bila ia hamil

dengan suami yang baru maka ia mempunyai kemungkinan yang sama

besarnya untuk menderita PE/E dibanding dengan primigravida. Demikian

juga kehamilan secara inseminasi buatan atau bayi tabung dengan

menggunakan sperma donor.

2.4. Patofisiologi1,3,12

Membahas tentang patofisiologi tidak lebih dari sekedar mengumpulkan

penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para ahli.

a. Spasmus pembuluh darah

Penyempitan pembuluh darah menyebabkan hambatan aliran darah yang akan

menyebabkan hipertensi. Spasme pembuluh darah menyebabkan gangguan

aliran darah (termasuk utero plasenter) sehingga menimbulkan kerusakan dan

hipoksia jaringan. Keadaan hipoksia jaringan ini akan mengaktifkan siste

renin angiotensin yang akan menahan air dan garam. Juga sistem ini akan

merangsang dikeluarkannya AADH. Angiotensin II juga akan mempengaruhi

secara langsung sel endotel melalui keseimbangan kadar prostasiklin dan

tromboksan A2, yang menyebabkan vasokonstriksi. Semuanya ini akan

bekerjasama untuk menaikkan tekanan darah untuk mencegah hipoksia serta

kerusakan end organ. Namun pada preeklampsia / eklampsia bila hal ni tidak

4

Page 5: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

segera diatasi maka keadaan hipoksia dapat mengakibatkan pertumbuhan janin

terhambat dan bahkan kematian janin dalam kandungan.

b. Peningkatan respon pressor

Gant dkk (1973) menyatakan bahwa pada wanita hamil yang mempunyai

kecenderungan menderita preeklampsia terdapat peningkatan kepekaan

terhadap efek pressor angiotensin II setelah kehamilan 18 minggu. Pada

nullipara normotensif akan mengalami refractory effect terhadap efek pressor

sedang pada wanita yang nantinya akan mengalami PE akan kehilangan

kekebalannya terhadap efek pressor beberapa minggu sebelum timbulnya

hipertensi. Hipertensi ini tidak saja dapat mengancam jiwa ibu namun dapat

juga membahayakan janin. Akibat hipertensi dapat terjadi hipoksia kronis

yang mengganggu sirkulasi utero plasenta dan dapat menyebabkan

Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT), Solusio Plasenta yang dapat

mengakibatkan kematian mendadak pada janin yang juga dapat

membahayakan jiwa ibu.

c. Faktor utero plasenter

Iskemia plasenta akan mengakibatkan penurunan produksi progesteron

plasenta yang merupakan antagonis dari aldosteron sehingga secara relatif

aldosteron meningkat dan menyebabkan retensi natrium dan cairan sehingga

terjadi hipertensi dan edema. Menurunnya sirkulasi utero plasenta secara

kronis ini juga tidak hanya mengganggu produksi hormon plasenta tetapi

dapat juga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan janin dan bahkan

Kematian Janin Dalam Kandungan (KJDK).

2.5. Faktor Predisposisi 2,3,5

Seorang gravida cenderung dan mudah mengalami hipertensi dalam kehamilan

bila mempunyai faktor predisposisi sebagai berikut :

5

Page 6: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

Primigravida atau nullipara, terutama pada umur reproduksi yang ekstrim,

yaitu umur remaja muda (teenager) atau umur 35 tahun keatas primitua).

Hiperplasentosis : mola hidatidosa, kehamilan ganda, diabetes mellitus,

hidrop fetalis, bayi besar.

Riwayat keluarga pernah preeklampsia, obesitas dan hidramnion

Faktor nutrisi, genetika, ras dan golongan etnik

Golongan darah

2.6. Gejala dan Tanda1,3,4,6

Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklampsia

dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan,

6

Page 7: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

mual yang hebat, nyeri epigastrium dan hiperreflexia.

Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera diobati, akan timbul kejang.

Konvulsi eklampsia dibagi dalam 4 tingkat, yakni :

1).Stadium Invasi (tingkat awal atau aura)

Mula-mula gerakan kejang dimulai pada daerah sekitar mulut dan gerakan-

gerakan kecil pada wajah. Mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak -

mata dan tangan bergetar. Setelah beberapa detik seluruh tubuh menegang dan

kepala berputar ke kanan dan ke kiri. Hal ini berlangsung selama sekitar 30 detik.

2). Stadium kejang tonik

Seluruh otot badan menjadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam dan

kaki membengkok ke dalam, pernafasan berhenti, muka mulai kelihatan

sianosis, lidah dapat tergigit.

Stadium ini berlangsung kira-kira 20 - 30 detik.

3). Stadium kejang klonik

Spasmus tonik menghilang. Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam

tempo yang cepat. Mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa dan lidah

dapat tergigit. Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianotik. Kejang

klonik ini dapat demikian hebatnya sehingga penderita dapat terjatuh

dari tempat tidurnya. Setelah berlangsung selama 1 - 2 menit, kejang klonik

berhenti dan penderita tidak sadar, menarik nafas seperti mendengkur.

4). Stadium koma

Lamanya koma ini beberapa menit sampai berjam jam. Secara perlahan-

lahan penderita mulai sadar kembali. Kadang-kadang antara kesadaran

timbul serangan baru dan akhirnya penderita tetap dalam keadaan koma

Setelah terjadi koma, penderita tidak akan mengingat serangan kejang

7

Page 8: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

tersebut atau, pada umumnya kejadian sesaat sebelum dan sesudahnya. Seiring

dengan waktu, ingatan ini akan pulih.

Kejang pertama biasanya menjadi pendahulu kejang-kejang berikutnya

yang jumlahnya dapat bervariasi dari satu atau dua pada kasus ringan sampai

bahkan 100 atau lebih pada kasus berat yang tidak diobati.

Pada kasus yang jarang, kejang terjadi berurutan sedemikian cepatnya

sehingga wanita yang bersangkutan tampak mengalami kejang yang

berkepanjangan dan hampir kontinu.

Durasi koma setelah kejang bervariasi. Apabila kejangnya jarang, wanita

yang bersangkutan biasanya pulih sebagian kesadarannya setelah setiap serangan.

Sewaktu sadar, dapat timbul keadaan setengah sadar dengan usaha perlawanan.

Pada kasus yang sangat berat, koma menetap dari satu kejang ke kejang lainnya dan

pasien dapat meninggal sebelum ia sadar. Meski jarang, satu kali kejang dapat

diikuti oleh koma yang berkepanjangan walaupun, umumnya kematian tidak

terjadi sampai setelah kejang berulang-ulang.

Laju pernafasan setelah kejang eklampsia biasanya meningkat dan dapat

mencapai 50 kali permenit, mungkin sebagai respons terhadap hiperkarbia akibat

asidemia laktat serta akibat hipoksia dengan derajat bervariasi. Sianosis dapat

dijumpai pada kasus yang parah. Demam 39°C atau lebih adalah tanda yang buruk

karena dapat merupakan akibat perdarahan susunan saraf pusat.

Proteinuria hampir selalu ada dan sering parah. Pengeluaran urin

kemungkinan besar berkurang secara bermakna dan kadang-kadang terjadi anuria.

Setelah melahirkan, peningkatan pengeluaran urin biasanya merupakan tanda

awal perbaikan. Proteinuria dan edema biasanya hilang dalam seminggu.

Pada sebagian besar kasus, tekanan darah kembali ke normal dalam beberapa

hari sampai 2 minggu setelah melahirkan. Pada eklampsia antepartum, tanda-

tanda persalinan dapat mulai segera setelah kejang dan berkembang cepat.

Apabila kejang terjadi saat persalinan, frekuensi dan intensitas his dapat

meningkat dan durasi persalinan dapat memendek. Karena ibu mengalami

8

Page 9: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

hipoksemia dan asidemia laktat akibat kejang, tidak jarang janin mengalami

bradikardia setelah serangan kejang. Keadaan ini biasanya pulih dalam 3 sampai 5

menit; apabila menetap lebih dari 10 menit, kausa lain perlu dipertimbangkan,

misalnya solusio plasenta atau bayi akan segera lahir.

Edema paru dapat terjadi setelah kejang eklampsia. Paling tidak terdapat

dua mekanisme penyebab :

1). Pneumonitis aspirasi dapat terjadi setelah inhalasi isi lambung apabila kejang

disertai oleh muntah.

2). Gagal jantung yang dapat disebabkan oleh kombinasi hipertensi berat

dan pemberian cairan intravena yang berlebihan.

Pada sebagian wanita dengan eklampsia, kematian mendadak terjadi

bersamaan dengan kejang atau segera sesudahnya akibat perdarahan otak masif.

Perdarahan subletal dapat menyebabkan hemiplegia. Perdarahan otak lebih besar

kemungkinannya pada wanita yang lebih tua dengan hipertensi kronik. Walaupun

jarang, perdarahan tersebut mungkin disebabkan oleh ruptur aneurisma beri (berry

aneurysm) atau malformasi arteriovena. Pada sekitar 10 persen wanita, sedikit

banyak terjadi kebutaan setelah serangan kejang. Kebutaan juga dapat timbul

spontan pada preeklampsia paling tidak terdapat dua kausa :

1). Ablasio retina dengan derajat bervariasi

2). Iskemia, infark atau edema lobus oksipitalis

Baik akibat patologi otak atau retina, prognosis untuk pulihnya penglihatan baik

dan biasanya tuntas dalam seminggu.

2.7. Diagnosis1,3,7,13

Dalam pengelolaan klinis, preeklampsia dibagi sebagai berikut :

1. Disebut preeklampsia ringan jika ditemukan :

9

Page 10: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

a. Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg, tetapi kurang dari 160/110 mmHg

b. Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam, atau pemeriksaan dipstick ≥ 1 +

2. Ditegakkan diagnosa preeklampsia berat jika tanda dan gejala sebagai

berikut :6

a. Tekanan darah pasien dalam keadaan istirahat : sistolik ≥ 160

mmHg dan diastolik ≥ 110 mmHg

b. Proteinuria ≥ 5 gr/24 jam atau dipstick ≥2+

c. Oligurie < 500 ml/24 jam

d. Serum kreatinin meningkat

e. Oedema paru atau cyanosis

3. Dan disebut sebagai impending eclampsia apabila pada penderita

ditemukan keluhan seperti :

a. Nyeri epigastrium

b. Nyeri kepala frontal, scotoma, dan pandangan kabur ( gangguan

susunan saraf pusat)

c. Gangguan fungsi hepar dengan meningkatnya alanine atau

aspartate amino transferase

d. Tanda-tanda hemolisis dan micro angiopatik

e. Trombositopenia < 100.000/mm3

f. Munculnya komplikasi sindroma HELLP

4. Dan disebut sebagai eklampsia jika pada penderita preeklampsia berat

dijumpai kejang klonik dan tonik dapat disertai adanya koma

Diagnosis eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan

adanya tanda dan gejala preeklampsia yang disusul oleh serangan kejang seperti

telah diuraikan, maka diagnosis eklampsia sudah tidak diragukan. Walaupun

demikian, eklampsia harus dibedakan dari :

1). Epilepsi ; dalam anamnesis diketahui adanya serangan sebelum hamil atau

pada hamil muda dan tanda preeklampsia tidak ada.

2). Kejang karena obat anestesi; apabila obat anestesi lokal tersuntikkan ke

10

Page 11: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

dalam vena, dapat timbul kejang.

3). Koma karena sebab lain, seperti diabetes, perdarahan otak, meningitis,

ensefalitis dan lain-lain.

2.8. Komplikasi1,3

Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah

melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsia atau eklampsia.

Komplikasii yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada preeklampsia berat dan

eklampsia :

1) Solusio plasenta

Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut atau

lebih sering terjadi pada preeklampsia. Di RSUP dr. Cipto Mangunkusumo

15,5% solusio plasenta disertai preeklampsia.

2). Hipofibrinogenemia

Pada preeklampsia berat Zuspan(1978) menemukan 23%

hipofibrinogenemia, maka dari itu penulis menganjurkan pemeriksaan

11

Page 12: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

kadar fibrinogen secara berkala.

3). Hemolisis

Penderita dengan preeklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala

klinis hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti

apakah inii merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah

merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi

penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus tersebut.

4). Perdarahan otak

Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita

eklampsia.

5). Kelainan mata

Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu,

dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina; hal ini

merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.

6). Edema paru

Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dan 69 kasus eklampsia, hal

ini disebabkan karena payah jantung.

7). Nekrosis hati

Nekrosis periportal hati pada preeklampsia - eklampsia merupakan akibat

vasospasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia,

tetapi ternyata juga ditemukan pada penyakit lain.

Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama

penentuan enzim-enzimnya.

8). Sindroma HELLP, yaitu hemolisis, elevated liver enzymes dan low

platelet.

12

Page 13: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

9). Kelainan ginjal

Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma

sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain

yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.

10). Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat

kejang-kejang pneumonia aspirasi dan DIC (Disseminated Intravascular

Coagulation).

11). Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra uterin.

2.9. Prognosis3,4

Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan dengan

meminta korban besar dari ibu dan bayi. Diketahui kematian ibu berkisar 9,8%

- 25,5% sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yakni 42,2% - 48,9%.

Sebaliknya kematian ibu dan janin di negara maju lebih kecil. Kematian ibu

biasanya disebabkan oleh perdarahan otak, dekompensasio kordis dengan edema

paru-paru, payah ginjal dan masuknya isi lambung ke dalam jalan pernafasan sewaktu

kejang. Sebab kematian bayi terutama oleh hipoksia intrauterine dan prematuritas.

Kriteria Eden

Adalah kriteria untuk menentukan prognosis eklampsia :

1). Koma yang lama (prolonged coma)

2). Nadi diatas 120

3). Suhu 103°F atau 39,4°C atau lebih

4). Tekanan darah di atas 200 mmHg

5). Konvulsi lebih dari 10 kali

13

Page 14: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

6). Proteinuria 10 gr atau lebih

7). Tidak ada edema, edema menghilang

Bila tidak ada atau hanya satu kriteria di atas eklampsia masuk kelas

ringan; bila dijumpai 2 atau lebih masuk kelas berat dan prognosis akan lebih

jelek.

Tingginya kematian ibu dan bayi di negara-negara berkembang

disebabkan oleh kurang sempurnanya pengawasan antenatal dan natal; penderita

eklampsia sering datang terlambat; karenanya terlambat memperoleh pengobatan

yang tepat dan cepat. Biasanya preeklampsia dan eklampsia murni, tidak

menyebabkan hipertensi menahun.

2.10. Pencegahan3,4

Mencegah timbulnya eklampsia jauh lebih penting dari mengobatinya, karena

sekali ibu hamil mendapat serangan, prognosa akan jauh lebih jelek. Pada

umumnya timbulnya eklampsia dapat dicegah, atau frekuensinya dikurangi.

Usaha-usaha untuk menurunkan frekuensi eklampsia terdiri dari :

1. Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat, bahwa eklampsia

bukanlah penyakit kemasukan (magis), seperti banyak disangka

masyarakat awam.

2. Meningkatkan jumlah poliklinik pemeriksaan ibu hamil serta

mengusahakan agar semua wanita hamil memeriksakan kehamilannya

sejak hamil muda.

3. Pelayanan kebidanan yang bermutu, yaitu mencari pada tiap-tiap

pemeriksaan tanda-tanda preeklampsia dan mengobatinya sedini mungkin

bila dijumpai

4. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke

atas, apabila setelah dirawat mondok; tanda-tanda tidak dapat menghilang.

14

Page 15: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

2.11. Penanganan2

Prinsip penatalaksanaan eklampsia sama dengan preeklampsia berat.

Dengan tujuan utama menghentikan berulangnya serangan konvulsi dan

mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan

ibu mengizinkan.

Pengobatan hanya dapat dilakukan secara simptomatis karena penyebab

eklampsia belum diketahui dengan pasti.

Pada dasarnya pengobatan eklampsia terdiri pengobatan medikamentosa

dan obstetrik.

Prinsip penanganan eklampsia adalah :

1) Menghentikan dan mencegah kejang

2) Mengatasi hipertensi dan penyulit

3) Mengatasi oksigenasi jaringan/mencegah asidosis

4) Terminasi kehamilan

Dasar-dasar pengelolaan eklampsia menurut Pedoman Pengelolaan Hipertensi di

Batam 2005 :

A). Terapi supportive untuk stabilisasi pada ibu

- Selalu diingat ABC (Airway, Breathing, Circulation)

- Pastikan jalan nafas atas tetap terbuka

- Mengatasi dan mencegah kejang

- Koreksi hipoksemia dan acedemia

- Mengatasi dan mencegah penyulit, khususnya hipertensi krisis

- Melahirkan janin pada saat yang tepat dengan cara persalinan yang tepat.

B). Perawatan kejang :

- Tempatkan pendenta di ruang isolasi atau ruang khusus dengan lampu terang

- Tempat tidur penderita harus cukup lebar, dapat diubah dalam posisi

15

Page 16: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

- trendelenburg dan posisi kepala lebih tinggi

- Rendahkan kepala ke bawah : diaspirasi lendir dalam orofaring guna

- mencegah aspirasi pneumonia

- Sisipkan spatel lidah antara lidah dan gigi rahang atas

- Fiksasi badan harus kendor agar waktu kejang tidak terjadi fraktur

- Rail tempat tidur harus terpasang dan terkunci dengan kuat.

C). Perawatan koma :

- Derajat kedalaman koma diukur dengan "Glasgow-Coma Scale"

- Usahakan jalan nafas atas tetap terbuka

- Hindari dekubitus

- Perhatikan nutrisi

D). Pengobatan Medisinal2,5

1. MgSO4

a. Loading dose

– 4 gram MgSO4 20% dalam larutan 20 cc iv

selama 5 menit

– 8 gram MgSO4 40% dalam larutan 20 cc

b. Maintenance dose

MgSO4 1 – 2 gram per jam per infus

Lanjutkan pemberian MgSO4 sampai 24 jam pasca persalinan atau kejang

terakhir.

c. Bila kejang berulang diberikan MgSO4 20% 2 gram iv

Diberikan sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir. Bila

setelah diberikan dosis tambahan masih tetap kejang dapat diberikan

Phenobarbital 3-5 mg/kgBB iv perlahan-lahan

16

Page 17: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

2. Infus Ringer Laktat sebanyak 1000 cc kemudian

disambung dengan Dextrose 5% 500 cc. Jumlah cairan selama 24 jam

sekitar 2000 cc.

3. Antibiotika dengan dosis yang cukup

4. Perawatan pada serangan kejang

a. Dirawat di kamar isolasi yang cukup tenang

b. Masukkan tongue spatel ke mulut penderita

c. Kepala direndahkan dan lendir dihisap dari daerah nasofaring

d. Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor guna menghindari

fraktur

e. Pemberian oksigen

f. Pasang kateter menetap

5. Perawatan pada penderita koma :

a. Monitoring kesadaran dan dalamnya koma memakai ”Glasgow

Pittsburg Coma Scale” Skor Tanda Vital (STV)

b. Perlu diperhatikan pencegahan terhadap dekubitus

c. Pada koma yang lama (> 24 jam) diberikan makanan melalui naso

gastric tube (NGT) – sonde feeding

6.Diuretikum tidak diberikan kecuali jika terdapat edem paru, gagal jantung

dan edema anasarka. Antihipertensi bila setelah pemberian MgSO4 TD

sistol 180 mmHg atau diastol 120 mmHg

7.Kardiotonikum (cedilanid) jika ada indikasi

8.Tidak ada respon terhadap penanganan konservatif pertimbangan seksio

sesarea

2.12. Pengobatan Obstetrik2

Pengelolaan eklampsia berdasarkan Pedoman Pengelolaan Hipertensi di Batam

2005 :

17

Page 18: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

1. Semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri tanpa memandang

umur kehamilan dan keadaan janin

2. Terminasi kehamilan

Sikap dasar : bila sudah terjadi stabilisasi dalam 4-8 jam, yaitu setelah

salah satu atau keadaan dibawah ini :

a. Setelah pemberian obat anti kejang terakhir

b. Setelah kejang terakhir

c. Setelah pemberian obat anti hipertensi terakhir

d. Penderita mulai sadar

e. Pada penderita koma dipakai Skor Tanda Vital (STV)

STV = 10 : boleh terminasi

STV = 9 : tunda 6 jam, bila tidak ada perubahan lakukan terminasi

3. Persalinan5

– Persalinan harus diusahakan segera setelah keadaan pasien stabil.

Cara persalinan :

Bila sudah diputuskan untuk melakukan tindakan aktif terhadap kehamilannya,

maka dipilih cara persalinan yang memenuhi syarat pada saat tersebut.

1. Kalau belum inpartu, maka induksi partus dilakukan setelah 4 jam bebas

kejang dengan atau tanpa amniotomi

2. Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau ekstraksi forseps. Bila

janin mati embriotomi.

3. Bila serviks masih tertutup dan lancip (pada primi), kepala janin masih

tinggi; atau ada kesan disproporsi sefalopelvik; _ atau ada indikasi obstetrik

lainnya; sebaiknya dilakukan seksio sesaria (bila janin hidup).

2.13. Komplikasi Ibu dan Janin4

1. Perdarahan otak atau trombosis

2. Edema paru

18

Page 19: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

3. Nekrosis atau perlemakan hati

4. Trauma, fraktur

5. HELLP syndrom

6. Gagal ginjal

7. Gagal jantung

8. Kelainan mata

9. Hyperpyrexia dan puerperal psichoss

10.Pertumbuhan Janin Terhambat (IUGR)

11.Solutio plasenta

12.Kematian janin dalam kandungan

19

Page 20: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

BAB III

LAPORAN KASUS

Tanggal Masuk :

9 Februari 2014

Co-ass I :

Co-ass II :

Dokter Ruangan :

dr.

Dokter COW :

dr.

Dokter Kepala Ruangan :

dr.

Jam :

18.30

No. RM :

00.59.04.04

ANAMNESE PRIBADI

Nama : Umi Kalsum

Umur : 16 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status Perkawinan : Menikah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Suku : Minang

Agama : Islam

Alamat : Gg. Sepakat Dusun V Kab. Batu Bara

ANAMNESE PENYAKIT

Keluhan Utama : Kejang

Telaah :

Hal ini dialami os sejak 1 hari ini, dialami sebanyak 3 kali selama 2 menit.

Riwayat tekanan darah tinggi setelah 20 minggu masa kehamilan (+).

Riwayat tekanan darah tinggi sebelum hamil (-). Riwayat nyeri kepala

(+),riwayat nyeri ulu hati (+), pandangan kabur (+), mual dan muntah (+),

mulas – mulas mau melahirkan (-), riwayat keluar lender darah (-), keluar

air dari kemaluan (-)

20

Page 21: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

BAK (+) dan BAB (+) normal. Os merupakan kiriman RS luar dengan

diagnosis: Eklampsia

RPT : -

RPO : -

ANAMNESE ORGAN

Jantung Sesak napas : -

Angina pektoris : -

Edema : +

Palpitasi : -

Lain-lain : -

Sal. Pernafasan Batuk-batuk : -

Dahak : -

Asma, bronkitis : -

Lain-lain : -

Sal. Pencernaan Nafsu makan : -

Keluhan menelan : -

Keluhan perut : -

Penurunan BB : -

Keluhan defekasi : -

Lain-lain : -

Sal. Urogenital Sakit BAK : -

Mengandung batu : -

BAK tersendat : -

Keadaan urin :

normal

Lain-lain :

Sendi dan tulang Sakit pinggang : -

Kel. Persendiaan : -

Keterbatasan gerak : -

Lain-lain : -

Endokrin Haus/polidipsi : -

Poliuri : -

Polifagi : -

Gugup : -

Perubahan suara : -

Lain-lain : -

Syaraf Pusat Sakit kepala : + Hoyong : -

Lain-lain : -

Darah dan P.

darah

Pucat : -

Petechie : -

Perdarahan : -

Purpura : -

Lain-lain : -

Sirkulasi Claudicatio intermitten : - Lain-lain : -

ANAMNESE FAMILI : -

21

Page 22: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

22

Page 23: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK

STATUS PRESENS :

Keadaan Umum Keadaan Penyakit

Sensorium : Apatis

Tekanan darah: 180/110mmHg

Nadi : 88 x/i reg t/v : cukup

Pernafasan : 28 x/i

Temperatur : 36,8oC

Proteinuria : +4

Pancaran Wajah : lemah

Sikap paksa : -

Refleks fisiologis : +

Refleks patologis : -

Keadaan Gizi :sedang

Keadaan Umum : buruk

Anemia (-). Ikterus (-). Dispnoe (-).

Sianosis (-). Udem (+). Purpura (-).

Turgor kulit : baik

KEPALA

Mata : konjungtiva palpebra pucat (-), ikterus (-), pupil : isokor, ukuran 3

Ø 3mm.

Refleks cahaya direk (+) / indirek (+), kesan : normal

Lain-lain : -

Telinga : dalam batas normal

Hidung : dalam batas normal

Mulut : Lidah : dalam batas normal

Gigi/geligi : dalam batas normal

Tonsil/faring : dalam batas normal

LEHER

Struma : tidak membesar, tingkat : -

Pembesaran kelenjar limfe (-)

Posisi trakea : Medial. TVJ : R+2 cmH2O

Kaku kuduk : (-), lain-lain : -

THORAX

23

Page 24: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

Dalam batas normal

ABDOMEN

Bentuk : membesar asimetris

TFU : 3 jari bpx

Tegang : kiri

Terbawah : kepala

Gerak : +

HIS : -

DJJ : 140x/i

VT

Dilakukan setelah pemberian MgSo4

Cervix : tertutup

Adekuasi Panggul

Promontorium : tidak teraba

Linea Innominata : teraba 2/3 anterior

Arcus Pubis : tumpul (>90O)

Spina Ischiadicus : tidak menonjol

Os Sacrum : cekung

Os Coccygeus : mobile

Kesan : Panggul adekuat

USG TAS

Janin : tunggal

Posisi : kepala

Anak : hidup

Fetal Movement : +

Fetal Heart Rate : +

Biparietal Diameter : 9,52 mm

Femur Length : 3,46 mm

24

Page 25: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

Abdomen Circumference : 35,45 mm

Amnion Fluid Index : cukup

Plasenta : corpus anterior

Kesan : Intra Uterine Pregnancy (38-39 w) + Head Presentation + Fetus Alive

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN

Darah Kemih

Hb : 13.60 g%

Lekosit : 32.74 x 103/mm3

LED : tidak diperiksa

Eritrosit : 5.74 x 104/ mm3

Ht : 43.20%

Hitung Jenis: N/L/M/E/B:

85.70/8.40/5.80/0/0.100

Trombosit : 583 x 103/ mm3

Warna : kuning keruh

Reduksi : tdp

Protein : +3

Bilirubin : tdp

Urobilinogen : tdp

RESUME

ANAMNESE

KU : Kejang

Hal ini dialami os sejak 1 hari ini, dialami sebanyak 3 kali

selama 2 menit. Riwayat tekanan darah tinggi setelah 20 minggu

masa kehamilan (+).

Riwayat tekanan darah tinggi sebelum hamil (-). Riwayat nyeri

kepala (+),riwayat nyeri ulu hati (+), pandangan kabur (+), mual

dan muntah (+).

STATUS

PRESENS

Keadaan Umum : Baik / Sedang / Buruk

Keadaan Penyakit : Ringan/ Sedang / Berat

Keadaan Gizi : Kurang / Normal / Berlebih

25

Page 26: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

PEMERIKSAAN

FISIK

Kepala : mata: anemis (-), sklera ikterik (-/-)

Leher : TVJ R+2 cmH2O

Thoraks : dbn

Abdomen: membesar asimetris, TFU 3 jari bpx, tegang disebelah kiri,

bagian terbawah kepala, gerak (+), HIS (-), DJJ (140x/i)

VT: Cervix tertutup, Kesan panggul adekuat

USG Kesan : Kehamilan Dalam Rahim (38-39 m) + Presentasi

Kepala + Anak Hidup

Laboratorium

Rutin

Hb : 13.60 g%

Lekosit : 32.74 x 103/mm3

LED : tidak diperiksa

Eritrosit : 5.74 x 104/ mm3

Ht : 43.20%

Hitung Jenis: N/L/M/E/B: 85.70/8.40/5.80/0/0.100

Trombosit : 583 x 103/ mm3

Kemih: Warna : kuning keruh Sedimen

Keton : + Eritrosit : 40-50/lpb

Protein : +3 Lekosit : 0-1 /lpb

Bilirubin : - Silinder : -

Urobilinogen : - Epitel : 3-5 /lpb

Tinja: tdp

Diagnosa Eklampsia + Primigravida + Kehamilan Dalam Rahim (aterm) +

Presentasi Kepala + Anak Hidup + Inpartu

Aktivitas : Tirah Baring

Penatalaksanan O2 2-4 l/i

Inj. MgSO4 20% (20cc: 4 gr) loading dose bolus

IVFD RL + MgSO4 40% (30cc: 12 gr) 14 gtt/i

Nifedipine 4x10 mg

26

Page 27: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

Inj. Ceftriaxone 2 gr profilaksis skin test

Kateter

SC Emergency

27

Page 28: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

FOLLOW UP

Tanggal S O A P

Terapi Diagnostik

09/02/2014 kejang (+) Sensorium : Apatis

Tekanan darah: 150/90mmHg

Nadi : 88 x/i reg t/v : cukup

Pernafasan : 20 x/i

Temperatur : 36,8oC

Proteinuri : +3

Leher : TVJ R+2 cmH2O

Thoraks: SP:vesikuler

ST: -

Abdomen

Bentuk : membesar asimetris

TFU : 3 jari bpx

Tegang : kiri

Terbawah: kepala

Gerak : +

HIS: -

DJJ : 140x/i

Eklampsia +

Partial HELLP

Syndrome +

Primigravida +

Kehamilan Dalam

Rahim (aterm) +

Presentasi Kepala

+ Anak Hidup +

Inpartu

O2 2-4 l/I

Inj. MgSO4 20% (20cc: 4 gr)

loading dose bolus

IVFD RL + MgSO4 40% (30cc: 12

gr) 14 gtt/i

Nifedipine 4x10 mg

Inj. Ceftriaxone 2 gr profilaksis

skin test

Kateter

SC Emergency

-

28

Page 29: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

Hasil Laboratorium (09/02/14):

Darah Lengkap:

Hb : 13.60 g% (13.2-17.3)

Lekosit : 32.74 x 103/mm3 (4.5-11)

Eritrosit : 5.74 x 104/ mm3 (4.20-4.87)

Ht : 43.20% (43-49)

Hitung Jenis: N/L/M/E/B:

85.70/8.40/5.80/0/0.100

Trombosit : 583 x 103/ mm3 (150-450)

MCV: 75.30 fL (85-95), MCH: 23.70 ρg

(28-32), MCHC: 31.50 g/dl (33-35)

Karbohidrat

KGD adrandom :78 mg/dl

LFT

SGOT :143 (<38)

SGPT: 37 (<41)

Albumin: 2.7 (3.5-5.0)

RFT:

Ureum: 23.70 (<50)

Kreatinin: 1.55 (0.70-1.20)

29

Page 30: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

Elektrolit:

Na: 140 (135-155)

K :4.3 (3.6-5.5)

Cl: 113 (96-106)

Tanggal S O A P

Terapi Diagnostik

10/02/2014 - Sensorium : CM

Tekanan darah: 140/80 mmHg

Nadi : 100 x/i reg t/v : cukup

Pernafasan : 22 x/i

Temperatur : 36.5oC

S.O:

Abdomen: soepel

TFU: 1 Jari bpx

P/v: (-) lochea (+) rubra

L/o: tertutup verban, kesan kering

BAK: via kateter, UOP +/- 40 cc/jam

BAB (-) flatus (-)

PEMERIKSAAN LAB:

Darah Lengkap:

Post SC a/i eklampsi +

partial HELLP syndrome

+ NH0

- Tirah baring

- O2 2-4 l/i

- IVFD RL + MgSO4 40%

30 mg 14 gtt/i

- IVFD RL + oksitosin 10-

10-5-5 20 gtt/i

- Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12

jam/ IV

- Inj. Ketorolac 30mg/ 8

jam/ IV

- Inj. ranitidine 50 mg/ 8

jam/ IV

- Inj. Dexamethasone 10-10-

15 / IV

Cek partial

HELLP

syndrome, darah

rutin, konsul

HOM

30

Page 31: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

Hb : 11.30 g% (13.2-17.3)

Lekosit : 36.10x 103/mm3 (4.5-11)

Eritrosit : 4.70 x 104/ mm3 (4.20-4.87)

Ht : 35.60% (43-49)

Hitung Jenis: N/L/M/E/B:

80.10/10.70/9.10/0/0.100

Trombosit : 439 x 103/ mm3 (150-450)

MCV: 75.70 fL (85-95), MCH: 24.00 ρg

(28-32), MCHC: 31.70 g/dl (33-35)

Karbohidrat

KGD adrandom :85 mg/dl

LFT

Albumin: 2.0 (3.5-5.0)

AGDA

pH : 7.348 (7,35-7,45)

pCO2: 19.5 (38-42)

pO2: 192.5 (85-100)

tCO2 : 11.1 (19-25)

HCO3 : 10.5 (22-26)

BE : -13.4

Kesan: Asidosis respiratorik belum

- Nifedipine 4x10 mg

Metronidazole infuse 500

mg

31

Page 32: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

terkompensasi

Saturasi O2: 99 (96-100)

Ginjal

Ureum: 25.80 (<50)

Kreatinin: 1.47 (0.70-1.20)

Elektrolit:

Na: 139 (135-155)

K :5.1 (3.6-5.5)

Cl: 115 (96-106)

Tanggal S O A P

Terapi Diagnostik

11/02/2014 KU: Perut

kembung

Sensorium : CM

Tekanan darah: 130/70 mmHg

Nadi : 80 x/i reg t/v : cukup

Pernafasan : 20 x/i

Temperatur : 36.5oC

S.L: Mata: anemis (-/-) ikterik (-/-)

Thorax: SP: VEsikuler ST:-

Abd: peristaltic (+) soepel

S.O:

Post SC a/i eklampsi +

Partial HELLP

syndrome + NH1

Tirah baring

- O2 2-4 l/i

- IVFD RL 20 gtt/i

- Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12

jam/ IV

- Inj. ranitidine 50 mg/ 8

jam/ IV

- Inj. Dexamethasone 10-10-

15 / IV

- Nifedipine 4x10 mg jika

LFT

32

Page 33: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

TFU: 1 Jari bpx, kontraksi kuat

P/v: (-) lochea (+) rubra

L/o: tertutup verban, kesan kering

BAK: via kateter, UOP +/- 40 cc/jam

BAB (-) flatus (+)

Protein: (-)

TD > 180/110 mmHg max

120 mg

Metronidazole infuse 500

mg/8 jam

Alinamin inj/ 8 jam

- substitusi albumin 1 fls

Tanggal S O A P

Terapi Diagnostik

12/02/2014 - Sensorium : CM

Tekanan darah: 140/70 mmHg

Nadi : 90 x/i reg t/v : cukup

Pernafasan : 20 x/i

Temperatur : 36.6oC

S.O:

Abdomen: soepel

TFU: 1 Jari bpx

P/v: (-) lochea (+) rubra

L/o: tertutup verban, kesan kering

BAK: via kateter, UOP +/- 40 cc/jam

Post SC a/i eklampsi +

partial HELLP

syndrome + NH2

- IVFD RL 20 gtt/i

- Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam

- Inj. Metronidazole 500 mg/

8 jam

- Inj. Ketorolac 1 amp/ 8 jam

- Inj. Ranitidin 1 amp/ 8 jam

- Nifedipine 4 x 10 mg

33

Page 34: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

BAB (-) flatus (-)

Tanggal S O A P

Terapi Diagnostik

13/02/2014 KU:- Sensorium : CM

Tekanan darah: 130/80 mmHg

Nadi : 80 x/i reg t/v : cukup

Pernafasan : 20 x/i

Temperatur : 36.6oC

S.L: Mata: anemis (-/-) ikterik (-/-)

Thorax: SP: VEsikuler ST:-

Abd: peristaltic (+) soepel

S.O:

TFU: 1 Jari bpx, kontraksi kuat

P/v: (-) lochea (+) rubra

L/o: tertutup verban, kesan kering

BAK: (+)

BAB (-) flatus (+)

Protein: (-)

Post SC a/i eklampsi +

Partial HELLP

syndrome + NH3

Tirah baring

- O2 2-4 l/i

- aff kateter dan infus

- cefadroxil 2 x 500 mg

- PCT 3 x 500 mg

- Vitamin B comp 2x1

34

Page 35: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

Tanggal S O A P

Terapi Diagnostik

13/02/2014 KU:- Sensorium : CM

Tekanan darah: 130/70 mmHg

Nadi : 80 x/i reg t/v : cukup

Pernafasan : 20 x/i

Temperatur : 36.7oC

Post SC a/i eklampsi +

Partial HELLP

syndrome + NH4

PBJ, kontrol Poli Ibu Hamil

16 februari 2014

35

Page 36: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

BAB IV

DISKUSI

Teori Kasus

Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria akibat

kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah

persalinan. Pre eklampsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai

proteinuria dan/atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera

setelah persalinan. Pre eklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan

yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih

disertai proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih.

Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau

nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang atau koma. Sebelumnya

wanita tadi menunjukkan gejala-gejala Preeklampsia.

Pada kasus ini, pasien adalah

wanitadengan umur 16 tahun datang

dengan keluhan kejang, yang merupakan

gejala eklampsia, sebelumnya o.s

memiliki riwayat tekanan darah tinggi

selama hamil (150/90 mmHg) dan

proteinuria (+4) yang merupakan gejala

pre-eklampsia-eklampsia.

Beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang mempengaruhi

terjadinya preeclampsia. Faktor resiko tersebut meliputi: riwayat

preeklampsia, primigravida, kegemukan, kehamilan ganda, hipertensi

kronik, diabetes, penyakit ginjal atau penyakit degenerative seperti reumatik

arthritis atau lupus.

Pada kasus ini, faktor resiko yang

terdapat pada o.s adalah primigravida,

karena pada primigravida pembentukan

antibody penghambat (blocking

antibodies) belum sempurna sehingga

meningkatkan risiko terjadinya

36

Page 37: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

preeklampsia-eklampsia.

Perkembangan preeclampsia semakin

meningkat pada umur kehamilan pertama

dan kehamilan dengan umur yang

ekstrem, seperti terlalu muda atau terlalu

tua.

Faktor lain yang dapat menyebabkan

preeklampsia-eklampsia terjadi pada ibu

ini adalah riwayat keluarga pada

preeklampsia-eklampsia ataupun faktor

genetik.

Gejala klinis pada pasien-pasien yang menderita preeklampsia

yaituhipertensidan proteinuria, merupakankelainan yang

biasanyatidakdisadariolehwanitahamil.Padawaktukeluhansepertisakitkepala,

gangguanpenglihatanataunyeri epigastrium mulaitimbul,

kelainantersebutbiasanyasudahberat

Pada kasus ini, selain hipertensi dan

proteinuria, o.s mengeluhkan nyeri

kepala, nyeri ulu hati, pandangan kabur,

dan mual dan muntah. Keadaan ini

memberi tanda bahwa preeklampsia

pasien ini sudah menjadi berat.

Pada dasarnya pengelolaan preeklampsia berat, sedapat mungkin harus

berusaha mempertahankan kehamilan sampai aterm. Pada kehamilan aterm,

persalinan pervaginam adalah yang terbaik bila dibandingkan dengan seksio

Pada pasien ini dilakukan operasi SC

untuk mengeluarkan janin (38-39

minggu), dan penanganan terhadap

37

Page 38: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

sesarea. Jika perjalanan penyakitnya memburuk dan dijumpai tanda-tanda

impending eclampsia, kehamilan harus segera diakhiri tanpa memandang

umur kehamilan

preeklampsia - eklampsianya adalah

sikap aktif dan agresif yaitu, dengan

kehamilan yang lebih dari 37 minggu,

kehamilan diakhiri setelah stabilisasi ibu

(tirah baring, oksigen, kateter menetap,

IVFD RL, MgSO4). Farmakoterapi yang

diberikan adalah MgSO4 untuk mencegah

dan mengurangi kejang, anti hipertensi

(nifedipine), dan kortikosteroid

(dexamethasone) untuk pematangan paru.

38

Page 39: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham F. Bary; Williams Obstetrics ; 21st edition; McGraw Hill, USA, 2001 in Hypertensive Disorders in Pregnancy ; 567 - 609.

2. Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI; Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia; edisi kedua; 2005.

3. Winknjosastro H; Ilmu Kebidanan, Edisi Ketiga; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Jakarta, 1994 dalam Preeklampsia dan Eklampsia; hal 281 - 301.

4. Mochtar Rustam; Sinopsis Obstetri; Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi; Edisi 5; 1995; Penerbit Buku Kedokteran EGC; halaman 218-230.

5. Foley R Michael; Strong Thomas; Obstetric Intensive Care; APractical Manual; WB Saunders Company; 1997; page 63 - 75.

6. Miller Alistrair WF; Callander Robin; Obstetrics Illustrated; Fourth edition; Churchill Livingstone; Hypertension in Pregnancy ; 169 - 175.

7. Cohen Wayne R; Complications of Pregnancy ; Fifth Edition; Lippincott Williams & Wilkins 2000; Preeklampsia and Hypertensive Disorders ; 207 - 233.

8. Alarm International; a Program to Reduce Maternal Mortality and Morbidity; Second edition; Pregnancy Induced Hypertension; 85 - 91.

9. Ratnam SS; Arulkumaran S; Problem Oriented Approach to Obstetrics and Gynaecology ; Oxford University Press; 1997; Hypertension in Pregnancy ; 75 - 79.

10. Saifuddin AB; Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; Jakarta 2002.

11. De Cherney AH, Phernol ML. Current Obstetric and Gynecologyic.Diagnosis and Treatment, 8th ed, Appleton ang Lange, Norwalk 1994 : 380-8

39

Page 40: Obgyn Lapkas Complete Revisi 2 Veri 2003

12. Arias Fernando. Preeklampsia and Eklampsia: Practical Guide To High Pregnancy and Delivery, 2nd ed, Mosby Year Book, 1993: 183-210

13. Lipstein H, et al. Current Concept of Eclampsia. American Journal of Emergency Medicine 2003; 21 (3) : 233 - 7

40