OBES n PJK
-
Upload
helmi-haron -
Category
Documents
-
view
24 -
download
5
description
Transcript of OBES n PJK
PENDAHULUAN
Perubahan pola hidup masyarakat saat ini menyebabkan pula perubahan pola
penyakit, dari penyakit infeksi dan rawan gizi ke penyakit-penyakit degeneratif,
diantaranya adalah penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) dan akibat
kematian yang ditimbukannya. Hingga kini penyakit jantung menjadi penyebab kematian
nomor satu di dunia.Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyempitan atau
penyumbatan arteri atau arteri-arteri yang memasok aliran darah ke otot jantung sehingga
terjadi kekurangan suplai darah oksigen ke otot jantung.Pada saat ini penyakit jantung
koroner telah menempati angka prevalensi 7,2 % pada tahun 2007 di Indonesia (data
Rikesdas 2007). Walaupun angka prevalensi PJK tidak setinggi penyakit lain seperti
penyakit infeksi, PJK masih dianggap sebagai penyumbang angka kematian di
Indonesia.Overweight (berat badan lebih) adalah keadaan dimana Berat Badan (BB)
seseorang melebihi BB normal. Menurut WHO (2000) untuk wilayah Asia Pasifik
seseorang dikategorikan berat badan lebih jika mempunyai Indeks Masa Tubuh ≥ 23
kg/m2.World Health Organization (WHO) memperkirakan saat ini ada 1,6 miliar orang
dewasa yang memiliki berat badan lebih (overweight) dan sekurang kurangnya ada 400
juta diantaranya mengalami faktor kegemukan (obesitas), jumlah itu diperkirakan akan
meningkat pada tahun 2015 menjadi 2,3 miliar orang dewasa yang mengalami overweight
dan 700 juta diantaranya mengalami obesitas.
Individu dengan obesitas memiliki peningkatan resiko terjadinya penyakit
kardiovaskular dan gangguan metabolik seperti penyakit jantung koroner, aterosklerosis,
hipertensi, dislipidemia, diabetes dan gagal jantung.Obesitas diklasifikasikan oleh
American heart association (AHA) sebagai faktor risiko modifikasi mayor untuk penyakit
jantung koroner pada tahun 1988.Hasil penelitian membuktikan bahwa terdapat hubungan
erat antara obesitas dan faktor risiko penyakit kardiovaskular seperti diabetes mellitus tipe
II, dislipidemia, hipertensi dan penyakit jantung koroner
Pada refreat ini,akan dibahaskan hubungan kaitan Antara kelebihan berat badan atau
obesitas dengan peningkatan dan kecenderungan untuk terjadinya penyakit jantung
coroner.
PERBAHASAN
1. DEFINISI OBESITAS
Definisi obesitas, menurut para dokter, adalah kondisi di mana lemak tubuh berada dalam
jumlah yang berlebihan. Kondisi ini disebut sebagai penyakit kronik yang bisa diatasi.
Obesitas juga berhubungan dengan penyakit-penyakit yang dapat menurunkan kualitas
hidup. Setiap orang memerlukan sejumlah lemak tubuh untuk menyimpan energi, sebagai
penyekat panas, penyerap guncangan dan fungsi lainnya.
Sementara itu, overweight atau kelebihan berat badan adalah keadaan di mana berat badan
(BB) seseorang melebihi BB normal. Obesitas digambarkan sebagai ukuran dari
ketidaksesuaian antara berat badan dan tinggi badan. Rata-rata wanita memiliki lemak tubuh
yang lebih banyak dibandingkan pria. Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dengan
berat badan adalah sekitar 25-30% pada wanita dan 18-23% pada pria. Wanita dengan lemak
tubuh lebih dari 30% dan pria dengan lemak tubuh lebih dari 25% dianggap mengalami
obesitas.
2. KLASIFIKASI
Obesitas digolongkan menjadi 3 kelompok:
Obesitas ringan : kelebihan berat badan 20-40%
Obesitas sedang : kelebihan berat badan 41-100%
Obesitas berat : kelebihan berat badan >100%.
Obesitas berat ditemukan sebanyak 5% dari antara orang-orang yang gemuk.
Obesitas telah menjadi suatu epidemi global di seluruh dunia, dan disebut sebagai The New
World Syndrome. Organisasi kesehatan dunia WHO mengatakannya sebagai suatu worldwide
epidemic, angka kejadiannya terus meningkat dimana-mana.
Klasifikasi Obesitas Menurut WHO (1998)
Umumnya Obesitas dapat dibagi atas dua kelompok besar, yaitu Obesitas tipe Android dan
Obesitas tipe Gynoid.
1. Obesitas tipe Android
Badan berbentuk gendut seperti gentong atau buah apel, perut membuncit kedepan,
banyak didapatkan pada kaum pria, sehingga disebut pula obesitas tipe pria atau male
type obesity. Tipe ini cenderung mengakibatkan penyakit jantung koroner, diabetes,
dan stroke. Nama lain obesitas tipe ini adalah obesitas tipe sentral (central obesity),
abdominal obesity, atau visceral obesity. Disebut obesitas viseral karena penimbunan
lemak terjadi di dalam rongga perut (abdomen), tepatnya di sekitar omentum usus
(viseral). Lemak viseral yang berlebihan ini memperoleh suplai darah dari pembuluh
darah omentum, dan mengeluarkan banyak bahan kimia dan hormone ke dalam
peredaran darah. Banyaknya lemak yang tertimbun dalam rongga perut mencerminkan
makin lebarnya lingkaran pinggang (waist circumference) orang itu.
2. Obesitas tipe Gynoid
Banyak dijumpai pada kaum wanita, terutama yang telah masuk masa menopause,
panggul dan pantatnya besar, dari jauh tampak seperti buah pir. Tipe ini dinamakan
juga obesitas tipe wanita atau female-type obesity. Nama lain tipe ini adalah obesitas
tipe perifer (peripheral obesity), atau gluteal obesity (dari kata gluteus yang berarti
pantat).
3. PENGUKURAN LEMAK
Diagnosis obesitas dilakukan berdasarkan penampilan visual, berat dan nilai BMI.Namun,
sebagian besar kasus obesitas cukup jelas dengan pemeriksaan visual. Jika dokter menyatakan
pasien kelebihan berat badan atau obesitas maka dokter akan meninjau riwayat kesehatan
pasien secara detail, melakukan pemeriksaan fisik dan merekomendasi beberapa tes.
1. BMI (Body mass index)
Sebuah indeks untuk menghubungkan berat terhadap tinggi. Disingkat BMI atau
Indeks massa tubuh (IMT). BMI adalah berat badan seseorang dalam kilogram (kg)
dibagi dengan tinggi dalam meter kuadrat (m2).
Rumus:
BMI (kg/m2) : Berat (kg) ÷ tinggi (m2)
Keterangan: Underweight = <18.5
Normal weight = 18.5 – 24.9
Overweight = 25 – 29.9
Obesity = >30
2. Mengukur ratio lingkar pinggang-pinggul.
Pinggang-pinggul ratio (Waist to hip ratio) digunakan untuk melihat proporsi lemak
yang tersimpan di tubuh berada di pinggang (bentuk apel) atau di pinggul (bentuk
pear).
Untuk menentukan rasio caranya dengan membagi ukuran pinggang dengan ukuran
pinggul.
Tabel ratio ukuran lingkar pinggang-panggul:
3. Skin fold
Mengukur lemak tubuh dapat dilakukan dengan pengukuran ketebalan lipatan
kulit.Pengukuran dapat dilakukan di 3 hingga 9 tempat yang berbeda di tubuh
misalnya di otot trisep, bisep, subscapular, abdominal dan supraspinal.Alat yang
digunakan ada caliper.
Kaliper diaplikasikan 1 cm dibawah dan pada sudut kanan bagian otot yang
dijepit.Membacanya dalam millimeter (mm) diambil dua detik kemudian.Selanjutnya
hitung rata-rata dari dua pengukuran tersebut.jika kedua pengukuran berbeda jauh
maka harus dilakukuan pengukuran ketiga lalu diambil nilai rata-ratanya.
Berikut ini ukurannya:
4. Bioelectric Impedence Analysis (BIA)
BIA mengukur resistensi jaringan tubuh terhadap aliran sinyal kecil dari
listrik.Proporsi lemak tubuh dapat dihitung dari arus listrik yang mengalir di bagian
tubuh mudah atau tidak. Cara memperkirakannya adalah dengan menggabungkan
ukuran dekat bioelectric dengan faktor lain seperti tinggi, berat, jenis kelamin, tingkat
kebugaran dan umur kemudian dapat menghitung persentase lemak tubuh mereka.
5. Hydrostatis Underwater Weighing
Merupakan metode untuk menentukan komposisi tubuh (lemak tubuh terhadap massa
tanpa lemak) yang membentuk kepadatan total tubuh seseorang dengan menggunakan
prinsip archimedes. Caranya adalah dengan menimbang seseorang pertama kali (tanpa
air).Berikutnya seseorang itu masuk ke sebuah tangki besar berisi air. Saat individu
berada di skala khusus, individu tersebut diturunkan lebih dalam lagi dan diminta
untuk mengelarkan udara dari paru paru kemudian diam sedangkan bobot bawah air
diukur. Prosedur ini diulang tiga kali dan dirata-rata.
MENGHITUNG PRESENTASE LEMAK TUBUH
Rumus:
Total body water (TBW) = 0.372(S²÷R) + 3.05(Sex) + 0.142(W) - 0.069 (umur)
S = Height in centimetres
R = Resistance (from bioelectrical impedence analysis)
W = Weight in Kg
Sex Male =1 Female = 0
Umur dalam tahun
Fat Free mass (FFM) = TBW ÷ hasil hydrostatic weighing
Fat mass = berat – FFM
Body fat % = Fat Mass ÷ berat x 100
4. PENYEBAB OBESITAS
Obesitas disebabkan karena tidak seimbangnya masukan energi dan pemakaian energi dalam
tubuh.Jika masukan lebih besar dari pemakaian energi, hal itu dapat menyebabkan
obesitas.Begitu juga sebaliknya, apabila pemakaian energi terlalu kecil bila dibandingkan
dengan masukan energi, maka obesitas juga dapat terjadi. Masukan energi yang berlebihan
serta pemakaian energi yang terlalu kecil disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu :
1. Faktor Genetik
Walaupun belum ada pembuktian yang sesuai bahwa faktor genetik dapat
menimbulkan obesitas, tetapi tak jarang ditemui beberapa penderita obesitas berada
dalam satu keluarga.Peluang seorang anak mengalami obesitas apabila salah satu dari
kedua orang tuanya mengalami obesitas adalah 40-50 %. Gen dapat mempengaruhi
jumlah lemak tubuh yang disimpan. Gen juga berperan dalam seberapa efisien tubuh
mengubah makanan menjadi energi dan membakar kalori saat beraktivitas.
2. Faktor Lingkungan
a. Pola makan yang tidak sehat
Mengkonsumsi makanan dan minuman yang tinggi kalori, makan makanan cepat
saji, dan makan dengan porsi besar berkontribusi untuk penambahan berat
badan.Orang yang kegemukan lebih responsif dibanding dengan orang berberat
badan normal terhadap isyarat lapar eksternal, seperti rasa dan bau makanan, atau
saatnya waktu makan. Orang yang gemuk cenderung makan bila ia merasa ingin
makan, bukan makan pada saat ia lapar.
b. Aktivitas fisik yang kurang
Aktivitas fisik yang sangat kurang menyebabkan kalori dalam tubuh yang dibakar
lebih sedikit dibanding kalori yang diperoleh dari asupan makanan sehingga
berpotensi menimbulkan penimbunan lemak di tubuh.
c. Masalah Sosial dan Ekonomi
Masalah sosial dan ekonomi tertentu dapat dikaitkan dengan obesitas. Misalnya
tidak ada fasilitas untuk berolahraga di lingkungan tempat tinggal, kurangnya
pengetahuan tentang makanan sehat, atau rendahnya penghasilan sehingga tidak
dapat membeli makanan sehat.
3. Faktor Kesehatan
a. Kehamilan
Selama kehamilan, berat badan wanita dapat meningkat.Berat badan yang
meningkat ini sulit diturunkan setelah bayi lahir sehingga dapat menyebabkan
obesitas.
b. Mengkonsumsi obat-obatan tertentu
Beberapa obat dapat menyebabkan kenaikan berat badan apabila tidak diimbangi
dengan diet atau aktivitas fisik.Contohnya adalah obat anti depresan, obat anti
kejang, obat diabetes, dan lain-lain.
c. Masalah medis
Obesitas dapat disebabkan karena suatu kelainan seperti hipotiroidisme, kelainan
pada hipotalamus, sindrom Prader-Willi,dan sindromCushing.
4. Umur
Obesitas dapat terjadi pada semua usia, bahkan pada anak kecil. Tetapi seiring
pertambahan usia, perubahan hormonal dan gaya hidup kurang aktif meningkatkan
risiko obesitas. Selain itu, jumlah otot dalam tubuh cenderung menurun dengan usia.
Massa otot yang lebih rendah menyebabkan penurunan metabolisme. Perubahan ini
juga mengurangi kebutuhan kalori dan menyebabkan kelebihan berat badan sulit untuk
dihindari.
5. Faktor psikologis
Sebab-sebab psikologis terjadinya kegemukan, ialah bagaimana gambaran kondisi
emosional yang tidak stabil yang menyebabkan individu cenderung untuk melakukan
pelarian diri dengan cara banyak makan makanan yang mengandung kalori atau
kolesterol tinggi. Orang gemuk seringkali mengatakan bahwa mereka cenderung
makan lebih banyak apa bila mereka tegang atau cemas, dan eksperimen membuktikan
kebenarannya. Orang gemuk makan lebih banyak dalam suatu situasi yang sangat
mencekam; orang dengan berat badan yang normal makan dalam situasi yang kurang
mencekam (McKenna,1999). Dalam suatu studi yang dilakukan White (1977) pada
kelompok orang dengan berat badan berlebih dan kelompok orang dengan berat badan
yang kurang, dengan menyajikan kripik (makanan ringan) setelah mereka
menyaksikan empat jenis film yang mengundang emosi yang berbeda, yaitu film yang
tegang, ceria, merangsang gairah seksual dan sebuah ceramah yang membosankan.
Pada orang gemuk didapatkan bahwa mereka lebih banyak menghabiskan kripik
setelah menyaksikan film yang tegang dibanding setelah menonton film yang
membosannkan. Sedangkan pada orang dengan berat badan kurang selera makan
kripik tetap sama setelah menonton film yang tegang maupun film yang
membosankan.
6. PATOFISIOLOGI
a) Biasanya obesitas timbul karena jumlah kalori yang masuk melalui makanan lebih
banyak daripada kalori yang dibakar, keadaan ini bila berlangsung bertahun-tahun
akan mengakibatkan penumpukan jaringan lemak yang berlebihan dalam tubuh,
sehingga terjadilah obesitas. Disamping itu, keadaan lingkungan seseorang dan
faktor keturunan juga berpengaruh akan timbulnya obesitas.
b) Selain obat-obatan tertentu, beberapa hormon tertentu yang mempengaruhi nafsu
makan seseorang dapat pula menimbulkkan obesitas. Neuropeptida Y (hormone
hipotalamus yang merangsang nafsu makan) dan leptin (hormone peptida yang
disintesa di jaringan lemak yang bekerja di hipotalamus untuk menekan asupan
makanan dan pengeluaran energi) bekerja sama dengan neurotransmitter lain
mengatur keseimbangan energi.
c) Pusat makan dan kenyang, yang mengatur rasa lapar dan kenyang, terdapat pada
hipotalamus.Pusat kenyang berfungsi menghambat pusat makan, begitu pula
sebaliknya.Yang mengatur semua hal tersebut adalah polipeptida. Polipeptida
tersebut antara lain adalah neuropeptida Y dan Leptin. Neuropeptida Y
meningkatkan nafsu makan sedangkan leptin menurunkan nafsu makan dan
meningkatkan konsumsi energi.
d) Obesitas terjadi apabila leptin tidak tersedia di otak atau rusak. Yang terjadi adalah
gen reseptor leptin mengalami defek. Reseptor leptin terdapat pada jaringan
adipose coklat. Kemungkinan lainnya adalah terganggunya transportasi leptin ke
dalam otak atau defek dalam mekanisme yang diaktifkan oleh gen manusia. Leptin
menyebabkan peningkatan lipolisis dan penurunan lipogenesis.Selain itu, leptin
merangsang sekresi insulin.
PENYAKIT JANTUNG KORONER
1.DEFINISI
Penyakit jantung koroner (PJK) sebagai salah satu bentuk dari penyakit jantung dan pembuluh
darah, merupakan penyakit yang melibatkan gangguan pembuluh darah koroner, pembuluh
darah yang menyuplai oksigen dan zat makanan pada jantung. Kelainan dapat berupa
penyempitan pembuluh koroner yang disebabkan karena atherosclerosis. Athesklosklerosis
terjadi akibat penimbunan kolesterol, lemak, kalsium, sel-sel radang, dan material
pembekuan darah (fibrin). Timbunan ini disebut dengan plak. Terdapat dua macam plak
yaitu plak stabil dan plak tidak stabil (vulnerable, rapuh).
2.ETIOLOGI
Penyakit Jantung Koroner pada mulanya disebabkan oleh penumpukan lemak pada dinding
dalam pembuluh darah jantung (pembuluh koroner), dan hal ini lama kelamaan diikuti oleh
berbagai proses seperti penimbunan jaringan ikat, perkapuran, pembekuan darah, dll.,yang
kesemuanya akan mempersempit atau menyumbat pembuluh darah tersebut.
Beberapa faktor resiko terpenting Penyakit Jantung Koroner :
Kadar Kolesterol Total dan LDL tinggi
Kadar Kolesterol HDL rendah
Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)
Merokok
Diabetes Mellitus
Kegemukan
Riwayat keturunan penyakit jantung dalam keluarga
Kurang olah raga
Stress
3.HUBUNGAN PATOFISIOLOGI PJK DENGAN OBESITAS
Penyakit Jantung Koroner pada mulanya disebabkan oleh penumpukan lemak pada dinding
dalam pembuluh darah jantung (pembuluh koroner), dan hal ini lama kelamaan diikuti oleh
berbagai proses seperti penimbunan jarinrangan ikat, perkapuran, pembekuan darah, dll.,yang
kesemuanya akan mempersempit atau menyumbat pembuluh darah tersebut. Hal ini akan
mengakibatkan otot jantung di daerah tersebut mengalami kekurangan aliran darah dan dapat
menimbulkan berbagai akibat yang cukup serius, dari Angina Pectoris (nyeri dada) sampai
Infark Jantung, yang dalam masyarakat di kenal dengan serangan jantung yang dapat
menyebabkan kematian mendadak.
Ateroma pada arteri koronaria akan menyebabkan stenosis, yang dapat mengganggu aliran
koroner dan menyebabkan iskemia miokard. Penelitian menunjukkan bahwa stenosis sebesar
60% atau lebih menyebabkan iskemia miokard, yang oleh penderita dinyatakan sebagai nyeri
yang khas disebut angina pektoris.
Nyeri angina yang khas adalah nyeri retrosternal seperti ditekan, yang sering menjalar ke arah
lengan kiri dan leher kiri hingga ke rahang dan telinga kiri. Secara klinis, iskemik miokard
dapat manifes dalam bentuk :
1. Asimtomatik
2. Angina pektoris, yang dapat berbentuk:
a. Angina stabil
b. Angina tak stabil
c. Angina varian (Prinzmetal)
d. Iskemia Miokard Tenang.
3. Gagal jantung, yang bisa gagal jantung sistolik maupun diastolik, terutama timbul
pada pendertita yang telah mengalami infark miokard.
4. Aritmia, yang dapat berbentuk bermacam-macam termasuk kematian mendadak.
5. Infark miokard akut.
Definisi Penyakit arteri koroner (coronary heart disease) ditandai dengana adanya
endapan lemak yang berkumpul di dalam sel yang melapisi dinding suatu arteri koroner
dan menymbat aliran darah.Endapan lemak (ateroma atau plak) terbentuk secara bertahap
dan tersebar di percabangan besar dari kedua arteri koroner utama, yang mengelilingi jantung
dan menyediakan darah bagi jantung. Proses pembentukan ateroma disebut
ateroklerosis.Ateroma bisa menonjol ke dalam arteri dan mneyebabkan arteri menjadi sempit.
Jika ateroma terus membesar, bagian dari ateroma bisa pecah dan masuk ke dalam aliran
darah atau bisa terbentuk bekuan darah di dalam permukaan ateroma tersebut.Supaya bisa
berkontraksi dan memompa secara normal, otot jantung (miokardium) memerlukan pasokan
darah yang kaya akan oksigen dari arteri koroner. Jika penyumbatan arteri semakin
memburuk, bisa terjadi iskemi (berkurangnya pasokan darah) pada otot jantung, menyebabkan
kerusakan jantung.Penyebab utama dari iskemi miokardial adalah penyakit arteri koroner.
Komplikasi utama dari penyekit arteri koroner adalah angina dan serangan jantung (infark
miokardial).
Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbun di intima arteri besar. Timbunan
ini, dinamakan ateroma atau plak akan mengganggu absorbsi nutrient oleh sel-sel endotel
yang menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah dan menyumbat aliran darah karena
timbunan ini menonjol ke lumen pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang terkena akan
mengalami nekrotik dan menjadi jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi semakin sempit
dan aliran darah terhambat. Pada lumen yang menyempit dan berdinding kasar, akan
cenderung terjadi pembentukan bekuan darah. Halini menjelaskan bagaimana terjadinya
koagulasi intravaskuler, diikuti oleh penyakit tromboemboli, yang merupakan komplikasi
tersering aterosklerosis.Berbagai teori mengenai bagaimana lesi aterosklerosis terjadi telah
diajukan,tetapi tidak satu pun yang terbukti secara meyakinkan. Mekanisme yang mungkin,
adalah pembentukan thrombus pada permukaan plak; danpenimbunan lipid terus menerus.
Bila fibrosa pembungkus plak pecah, maka febris lipid akan terhanyut dalam aliran darah dan
menyumbat arteri dan kapiler di sebelah distal plak yang pecah.Struktur anatomi arteri
koroner membuatnya rentan terhadap mekanisme aterosklerosis. Arteri tersebut terpilin dan
berkelok-kelok saat memasuki jantung, menimbulkan kondisi yang rentan untuk terbentuknya
ateroma
Ada hipotesis mengenai apa yang pertama kali menyebabkan kerusakan sel endotel dan
mencetuskan rangkaian proses arteriosklerotik, yaitu kolesterol Serum yang Tinggi,Kadar
kolesterol serum dan trigliserida yang tinggi dapat menyebabkan pembentukan
arteriosklerosis. Pada pengidap arteriosklerosis,pengedapan lemak ditemukan di seluruh
kedalaman tunika intima, meluas ke tunika media.Kolesterol dan trigliserid di dalam
darah terbungkus di dalam protein pengangkut lemak yangdisebut lipoprotein. Lipoprotein
berdensitas tinggi (high-density lipoprotein, HDL) membawa lemak ke luar sel untuk
diuraikan, dan diketahui bersifat protektif melawan arteriosklerosis. Namun, lipoprotein
berdensitas rendah (low density lipoprotein,LDL) danlipo-protein berdensitas sangat rendah
(very-low-density lipo-protein,VLDL) membawa lemak ke sel tubuh, termasuk sel endotel
arteri, oksidasi kolesterol dan trigliserid menyebabkan pembentukan radikal bebas yang
diketahui merusak sel-sel endotel.
4.FAKTOR RISIKO
Faktor resiko PJK dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu:
a. Faktor resiko mayor
Hiperkolesterolemia
Hipertensic
Merokok
Diabetes Melituse
Genetik/ Riwayat keluarga
b. Faktor resiko minor
Laki-laki
Obesitas
Stressd.
Kurang Olah raga
Menopause
5.GAMBARAN KLINIS DAN LABORATORIUM
a. Kadar kolesterol di atas 180 mg/dl pada orang yang berusia 30 tahun atau kurang,atau
di atas 200 mg/dl untuk mereka yang berusia lebih dari 30 tahun, dianggapberesiko
khusus mengidap penyakit arteri koroner.
b. EKG (Elektrokardiografi)
Adanya gelombang patologik disertai peninggian S-T segmen yang konveks dan
diikuti gelombang T yang negative dan simetrik. Kelainan Q menjadi lebar (lebih dari
0,04 sec) dan dalam (Q/R lebih dari ¼).
c. Laboratorium
a. Creatin fosfakinase (CPK). Iso enzim CKMB meningkat
Hal ini terjadi karena kerusakan otot, maka enzim intra sel dikeluarkan ke dalam
aliran darah. Normal 0-1 mU/mL.
b. SGOT (Serum Gluramic Oxalotransaminase Test)
Nomal kurang dari 12 mU/mL. kadar enzim ini naik pada 12-24 jam setelah
serangan.
c. LDH (Lactic De-Hydrogenase)
Normal kurang dari 195 mU/mL. kadar enzim biasanya baru mulai naik setelah 48
jam.
d. Pemeriksaan lain : Ditemukan peninggian LED, Lekositosis ringan, dan kadang
Hiperglikemi ringan.
e. Kateterisasi : Angiografi koroner untuk mengetahui derajat obstruksi.
f. Radiology : Pembesaran dari jantung.
6.KOMPLIKASI
1. Gagal Ginjal Kongestif
Merupakan kongestif sirkulatif akibat disfungsi miokardium. Infark miokardium
mengganggu fungsi miokardium karena menyebabkan pengurangan kontraktilitas,
gerakan dinding yang abnormal, dan menambah daya kembang ruang jantung. Dengan
berkuragnya kemampuan ventrikel kiri untuk mengosongkan ruang, volume kuncup
berkurang, sehingga tekanan ventrikel kiri meningkat. Akibatnya tekanan vena
pulmonalis meningkat dan dapat menyebabkan transudasi, hingga udem paru sampai
terjadi gagal jantung kiri. Gagal jantung kiri dapat berkembang menjadi gagal jantung
kanan.
2. Syok Kardiogenik
Diakibatkan karena disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang
massif. Timbul lingkaran setan hemodinamik progresif hebat yang irreversible, yaitu:
Penurunan perfusi perifer
Penurunan perfusi koroner
Peningkatan kongesti paru
3. Disfungsi otot Papilaris
Disfungsi iskemik atau rupture nekrosis otot papilaris akan mengganggu fungsi katub
mitralis, memungkinkan eversi daun katub ke dalam atrium selama sistolik.
4. Defek Septum Ventrikel
Nekrosis septum interventrikularis dapat menyebabkan rupture dinding septum
sehingga terjadi defek septum ventrikel. Akibatnya curah jantung sangat berkurang
disertai peningkatan kerja ventrikel kanan dan kongesti.
5. Rupture jantung
Rupture dinding ventrikel jantung yang bebas dapat terjadi pada awal perjalanan
infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum pembentukan parut.
6. Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi kasar yang
merupakan factor predisposisi pembentukan thrombus. Pecahan thrombus terlepas dan
dapat terjadi embolisme sistemik.
7. Perikarditis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung kontak dengan
pericardium menjadi besar sehingga merangsang permukaan pericardium dan
menimbulkan raeksi peradangan. Kadang terjadi efusi pericardial.
8. Sindrom Dressler
Sindrom pasca infark miokardium ini merupakan respon peradangan jinak yang
disertai nyeri pada pleura pericardial. Diperkirakan sindrom ini merupakan reaksi
hipersensitivitas terhadap miokardium yang mengalami nekrosis.
9. Aritmia
Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologis sel-sel miokardium. Perubahan ini
bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktifitas
listrik sel.
7. PENGOBATAN
Tujuan pengobatan
Memperbaiki prognosis dengan cara mencegah infark miokard dan kematian. Upaya
yang dilakukan adalah bagaimana mengurangi terjadinya trombotik akut dan disfungsi
ventrikel kiri. Tujuan ini dapat dicapai dengan modifikasi gaya hidup atau intervensi
farmakologik yang akan (i) mengurang progresif plak, (ii) menstabilkan plak, dengan
mengurangi inflamasi dan memperbaiki fungsi endotel dan akhirnya (iii) mencegah
thrombosis bila terjadi disfungsi endotel atau pecahnya plak. Obat yang digunakan : obat
antitrombotik : aspirin dosis rendah, antagonis reseptor ADP (thienopyridin) atau clopidogrel
dan ticlopidine, obat penurun kolesterol (statin), ACE-inhibitors, beta-blocker, calcium
channel blockers. Selain itu juga bertujuan untuk memperbaiki symptom dan iskemi dengan
menggunakan obat nitrat kerja jangka pendek dan jangka panjang, beta blockers dan CCB.6
Tatalaksana umum
Kepada pasien yang menderita PJK maupun keluarga, perlu diterangkan tentang
perjalanan penyakit, pilihan obat yang tersedia. Pasien perlu diyakinkan bahwa kebanyakan
kasus angina dapat mengalami perbaikan dengan pengobatan dan modifikasi gaa hidup
sehingga kualitas hidup lebih baik. Kelainan penyerta seperti hipertesi, diabetes, dislipidemia
dan lain-lain perlu ditangani secara baik.
Cara pengobatan PJK yaitu (i) terapi non farmakologis, (ii) terapi farmakologis dan
(iii) revaskularisasi miokard. Perlu diingat bahwa tidak satu pun cra di atas sifatnya
menyembuhkan. Dengan kata lain tetap diperlukan modifikasi gaya hidup dan mengatasi
faktor penyebab agar progresi penyakit dapat dihambat.5
Terapi non farmakologis untuk PJK 5
Tirah baring di ruang rawat intensif jantung (CVCU)
Pasang infuse intravena dengan NaCl 0,9% atau dekstrosa 5%
Oksigenasi dimulai dengan 2 liter/menit 2-3 jam, dilanjutkan bila saturasi oksigen
arteri rendah (<90%)
Diet : puasa sampai bebas nyeri, kemudian diet cair. Selanjutnya diet jantung
Pasang monitor EKG secara kontinu
Terapi non farmakologik untuk obesitas 3
Penatalaksanaan non-farmakologik dikenal juga dengan nama perubahan gaya hidup,
meliputi terapi nutrisi medis, aktivitas medis, serta beberapa upaya lain seperti hentikan
merokok, menurunkan berat badan bagi mereka yang gemuk, dan mengurangi asupan alcohol.
Terapi nutrisi medis
Selalu merupakan tahap awal penetalaksanaan seseorang dengan obesitas, oleh karena itu
disarankan untuk berkonsultasi dengan ahli gizi. Pada dasarnya adalah pembatasan jumlah
kalori dan jumlah lemak. Pasien dengan kadar kolesterol LDL atau kolesterol total tinggi
dianjurkan untuk mengurangi asupan lemak jenuh, dengan meningkatkan asupan lemak tidak
jenuh rantai tunggai dan ganda (MUFA dan PUFA). Pada pasien dengan kadar trigliserida
yang tinggi perlu dikurangi asupan karbohidrat, alcohol dan lemak.
Table 7. Komposisi makanan untuk hiperkolesterolemia
Makanan Asupan yang dianjurkan
Total lemak
- lemak jenuh
- lemak PUFA
- lemak MUFA
20-25% dari kalori total
< 7% dari kalori total
Sampai 10% dari kalori total
Sampai 10% dari kalori total
Karbohidrat 60% dari kalori total (terutama karbohidrat
kompleks)
Serat 30 gr per hari
Protein Sekitar 15% dari kalori total
Kolesterol < 200 mg / hari
Aktivitas fisik
Pada prinsipnya pasien dianjurkan untuk meningkatkan aktivitas fisik sesuai dengan
kondisi dan kemampuannya. Semua jenis aktivitas fisik bermanfaat, seperti jalan kaki, naik
sepeda, berenang dan lain-lain. Penting sekali agar jenis olahraga disesuaikan dengan
kemampuan dan kesenangan pasien, selain itu agar berlangsung terus menerus.
Pengobatan farmakologik3,5,6
Atasi nyeri
a. Nitrat sublingual/transdermal/nitrogliserin intravena titrasi, nitrat dikontraindikasikan
bila tekanan sistolik < 90 mmHg, bradikardi (<50 kali/menit), takikardi (>100
kali/menit). Nitrat memiliki efek venodilator sehingga preload miokard dan volume
akhir bilik kiri dapat menurun sehingga dengan demikian konsumsi oksigen miokard
juga akan menurun. Nitrat melebarkan oembuluh darah normal dan yang mengalami
arterosklerotik, menaikkan aliran darah kolateral, dan menghambat agregasi trombosit.
Bila serangan angina tidak respons denga nitrat jangka pendek, maka harus diwaspadi
adanya infrk miokard, efek samping obat adalah sakit kepala, flushing.
b. Morfin 2-4 mg intravena, dapat diulang tiap 5 menit sampai dosis total 20 mg atau
petidin 25-50 mg intravena atau tramadol 25-50 mg intravena.
Antitombotik
a. Aspirin : Aspirin jelas terbukti masih merupakan obat utama untuk pencegahan
thrombosis. Meta-analisis menunjukkan bahwa dosis 75-150 mg sama efektivitasnya
dibandingkan dengan dosis yang lebih besar. Karena itu aspirin disarankan diberi pada
semua pasien PJK kecuali bila itemui kontraindikasi. Selain itu aspirin juga disarankan
diberi jangka lama namun perlu diperhatikan efek samping iritasi gastrointestinal dan
perdarahan, dan alergi. Cardioaspirin memberikan efek samping yang lebih minimal
dibandingkan aspirin lainnya.
b. Thienopyridine clopidogrel dan ticlodipine : obat ini merupakan antagonis ADP dan
menghambat agregasi trombosit. Clopidogrel lebih diindikasikan pada penderita
dengan resistensi atau intoleransi terhadap aspirin dan clopidogrel harus diberikan
pada pasien PCI dengan pemasangan stent, lebih 1 bulan untuk bare metal stent, lenih
3 bulan untuk sirolimus eluting stent, dan lebih 6 bulan untuk paclitaxel-eluting stent.
Trombolitik
a. Menggunakan streptokinase 1,5 juta U dalam 1 jam atau activator plasminogen
jaringan (t-PA) bolus 15 mg, dilanjutkan dengan 0,75 mg/kgBB (maksimal 50 mg)
dalam jam pertama dan 0,5 mg/kgBB (maksimal 35 mg) dalam 60 menit jika elevasi
segmen ST > 0,1 mV pada dua taua lebih sadapan prekordial berdampingan, waktu
mulai nyeri dada sampai terapi < 12 jam, usia < 75 tahun. Blok cabang (BBB) dan
anamnesis dicurigai infark miokard akut.
Antikoagulan
a. Heparin direkomendasikan untuk pasien yang menjalani revaskularisasi perkutan atau
bedah, pasien dengan risiko tingginterjasi emboli sistemik seperti infark miokard
anterior atau luas, fibrilasi atrial, riwayat emboli, atau diketahui ada thrombus
ventrikel kiri yang tidak ada kontraindikasi heparin. Heparin diberikan dengan target
aPTT 1,5 – 2 kali kontrol. Pada angina pectoris tidak stabil heparin 5000 unit bolus
intravena, dilanjutkan dengan drip 1000 unit/jam sampai angina terkontrol dengan
menyesuaikan aPTT 1,5 – 2 kali kontrol.
Pada infark miokard anterior transmural luas, antikoagulan diberikan sampai pulang
rawat. Pada penderita dengan thrombus ventricular atau dengan diskines yang luas di
daerah apeks ventrikel kiri, antikoagulan oral diberikan secara tupang tindih dengan
heparin sejak beberapa hari sebelum heparin dihentikan. Antikoagulan oral diberikan
sekurang-kurangnya 3 bulan dengan menyesuaikan nilar INR (2 – 3).
Obat penurun kolesterol
a. Pengobatan dengan statin digunakan untuk mengurangi risiko baik pada prevensi
primer maupun prevensi sekunder. Berbagai studi telah membuktikan bahwa statin
dapat menurunkan komplikasi sevesar 39% (heart Protection Study), ASCOTT-LLA
atrovastatin untuk prevensi primer PJK pada pasca-hipertensi. Statin selain sebagai
penurun kolesterol, juga merupakanmekanisme lain (pleiotropic effect) yang dpat
berperan sebagai anti inflamasi, anti trombotik dan lain-lain. Pemberian atrovastatin
40 mg satu minggu sebelum PCI dapat mengurangi kerusakan miokard akibat
tindakan. Target penurunan LDL adalah < 100 mg/dl dan pada pasien risiko tinggi,
DM, penderita PJK dinjurkan menurunkan LDL < 70 mg/dl.
ACE-inhibitor / ARB
a. Peranan ACE-I sebagai kardioproteksi untuk prevensi sekunder pada psien dengan
PJK telah dibuktikan dari berbagai studi. Bila terdapat intoleransi terhadapa ACE-I,
dapat diganti dengan ARB.
Beta blocker
a. Beta blocker menghambat efek katekolamin pada sirkulasi dan reseptor β-1 yang dapat
menyebabkan penuruna konsumsi oksigen miokard. Pemberian penyekat β dilakukan
dengan target denyut jantung 50-60 per menit. Kontraindikasi terpenting pemberian
penyekat β adalah riwayat asma bronchial, serta disfugsi bilik kiri akut.
Calcium channel blocker
a. Mempunyai efek vasodilatasi. Antagonis kalium dapat mengurangi keluhan pada
pasien yang telah mendapat nitrat atau beta blocker, selain itu berguna pada pasien
yang memunyai kontraindikasi penggunaan beta blocker. Antagonis kalisum tidak
disarankan bila terdapat penurunanan fungsi bilik kiri atau gangguan konduksi
atrioventrikel.
Rekomendasi pengobatan untuk memperbaiki prognosis pasien dengan angina stabil menurut
ESC 2006:
1. Pemberian aspirin 75 mg per hari pada semua pasien tanpa kontraindikasi yang
spesifik, misalnya perdarhan lambung yang aktif, alergi aspirin, riwayat intoleransi
aspirin.
2. Pengobatan statin untuk semua pasien dengan penyakit jantung koroner.
3. Pemberian ACE inhibitor pada pasien dengan indikasi pemberian ACE inhibitor,
seperti hipertensi, disfugnsi ventrikel kiri, riwayat miokard infark dengan disfungsi
ventrikel kiri, atau diabetes.
4. Pemberian beta blocker sevara oral pada pasien gagal jantung atau yang pernah infark
miokard.
Revaskularisasi miokard
Ada dua cara revaskularisasi tng telah terbukti baik pada OFK stabil yang disebabkan
arterosklerotik koroner yaitu tindakan coronary artery bypass surgery (CABG) dan tindakan
intervensi percutaneous coronary intervention (PCI).
Akhir-akhir ini kedua cara tersebut mnegalami kemjuan yang pedat yaitu
diperkenalkan tindakan , off pump surgeru dengan invasif minimal dan drug euting stent
(DES).
Tujuan revaskularisasi adalah meningkatkan survival ataupun mencegah infark
ataupun untuk menghilangkan gejala. Tindakan mana yang dipilih, tergantung pada risiko dan
keluhan pasien.
Indikasi untuk revaskularisasi
Secara umum, pasien yang memiliki indikasi untuk dilakukan arteriography koroner dan
tindakan kateterisasi menunjukkan penyempitan arteri koroner adalah kandidat yang potensial
untuk dilakukan tindakan revaskularisasi miokard. Selain itu, tindakan revaskularisasi
dilakukan pada pasien, jika :
a. Pengobatan tidak berhasil mengontrol adanya risiko miokard.
b. Hasil uji non-invasif meninjukkan adanya risiko miokard.
c. Dijumpai risiko tinggi untuk kejadian dan kematian.
d. Pasien lebih memilih tindakan intervensi disbanding dengan oengobatan biasa dan
sepenuhnya mengerti akan risiko dari pengobatan yang diberikan kepada mereka.
Tindakan pembedahan CABG
Tindakan pembedahan lebih baik jika dilakukan disbanding dengan pengobatan, pada keadaan
a. Stenosis yang signifikan (≥50%) di daerah left main.
b. Stenosis yang signifikan (≥ 70 %) di daerah proximal pada 3 arteri koroner utama.
c. Stenosis yang signifikan pada 2 daerah arteri koroner utama termasuk stenosis yang
cukup tinggi tingkatnya pada daerah proksimal dari left snterior descending arteri
koroner.
8.PROGNOSIS
Prognosis pada penyakit jantung koroner tergantung dari beberapa hal yaitu:
1. Wilayah yang terkena oklusi
2. Sirkulasi kolateral
3. Durasi atau waktu oklusi
4. Oklusi total atau parsial
5. Kebutuhan oksigen miokard
Berikut prognosis pada penyakit jantung koroner:
1. 25% meninggal sebelum sampai ke rumah sakit
2. Total mortalitas 15-30%
3. Mortalitas pada usia < 50 tahun 10-20%
4. Mortalitas usia > 50 tahun sekitar 20%
BAB III
KESIMPULAN
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang terutama disebabkan
karena penyempitan arteri koronaria akibat proses aterosklerosis atau spasme atau kombinasi
keduanya. Faktor resiko meliputi dislipidemia, diabetes, merokok, hipertensi, keturunan,
hemosistein.
Aterosklerosis merupakan penyebab terbanyak (99%) PJK. Arterosklerosis pada
dasarnya merupakan suatu kelainan yang terdiri atas pembentukan fibrolipid dalam bentuk
plak-plak yang menonjol atau penebalan yang disebut ateroma yang terdapat didalam tunika
intima dan pada bagian dalam tunika media.
Aterosklerosis yang terbentuk dalam lumen arteri dapat bersifat sebagai plak yang
vulnarable maupun plak stabil. Oleh karena itu penyakit jantung koroner memberikan dua
manifestasi klinis penting yaitu akut koroner sindrom dan angina pektoris stabil. Akut
Koroner Sindrom dapat sebagai STEMI maupun NSTEMI/UAP.
Penyakit jantung koroner memberikan gejala berupa angina. Angina merupakan nyeri
dada iskemik yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokard
dengan penyediannya (UAP; crecendo angina, angina stabil; decrecendo angina). Akut
Koroner Sindrom dapat didiagnosis, 2 dari 3 hal berikut yaitu nyeri dada angina, perubahan
EKG dan peningkatan enzim jantung.
Tatalaksana STEMI meliputi MONACO + Reperfusi, pada NSTEMI/UAP dapat
diberikan MONACO + Heparin sedangkan terapi pada angina pektoris stabil pengobatan
terdiri dari farmakologis dan non-farmakologis untuk mengontrol angina dan memperbaiki
kualitas hidup. Tindakan lain pada angina pektoris stabil adalah terapi reperfusi miokardium
dengan cara intervensi koroner dengan balon dan pemakaian stent sampai operasi CABG
(bypass).
DAFTAR PUSTAKA
1. Carpenito, Linda Juall. 2000. Diagnosa Keperawatan edisi 8. Jakarta: EGC
2. Doengoes, Marlyn. 1989. Nursing Care Plans second edition.Philadelphia: FA Davis
Company. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC
3. Long, Barbara C. 1989. Perawatan Medikal Bedah. Bandung: Ikatan Alumni
Pendidikan & Keperawatan Padjajaran Bandung
4. Price, Sylvia Anderson. 1994. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit edsi
4. Jakarta: EGC
5. Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah edisi 8 vol. 1. Jakarta: EGC
6. Muttaqin,arif.2009.asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
kardiovaskuler dan hematologi.jakarta:Salemba Mendika
7. Muttaqin,arif.2009.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler.jakarta:Salemba Mediks
8. Cahyani.“factorfaktoryangmenyebabkanobesitas”.http://www.medicalera.com/
info_answer.php?thread=9245
9. Davey, Patrick. “At A Glance Medicine”.Alih bahasa Annisa Rahmalia, Cut
Novianty.Jakarta : Erlangga, 2005
10. Garrow, J. S. (1996). “Human Nutrition and Dietetics”. US: Churcill livingstone.
11. Hidajat,Boerhandkk,“Obesitas”.http://www.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-
eicg256.htm
12. Mutadin, Zainun. (2002).”Obesitas dan Faktor Penyebab: Kategori Individual”.
http://www.e-psikologi.com/epsi/individual_detail.asp?id=378