Obat Anti Jamur.docx

download Obat Anti Jamur.docx

of 27

description

122

Transcript of Obat Anti Jamur.docx

2

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangDari segi terapeutik, infeksi jamur pada manusia dapat dibedakan atas infeksi sistemik, dermatofit dan mukokutan. Infeksi sistemik dapat dibagi atas: (1) infeksi dalam (internal) seperti Aspergilosis, blastomikosis, koksidiodomikosis, kriptokokosis, histoplasmosis, mukormikosis, parakoksidiodomikosis, dan kandidiasis, dan (2) infeksi subkutan misalnya kromomikosis, misetoma dan sporotrikosis. Infeksi dermatofit disebabkan oleh Trichophyton, Epidermophyton dan Microsporum, yang menyerang kulit, rambut dan kuku. Infeksi mukokutan disebabkan oleh kandida, menyerang mukosa dan daerah lipatan kulit yang lembab. Kandidiasis mukokutan dalam keadaan kronis umumnya mengenai mukosa kulit dan kuku.Dasar farmakologis dari pengobatan infeksi jamur belum sepenuhnya dimengerti. Secara umum infeksi jamur dibedakan atas infeksi jamur sistemik dan infeksi jamur topikal (dermatofit dan mukokutan). Dalam pengobatan beberapa anti jamur (midazol, triazol, dan antibiotik polien) dapat digunakan untuk ke dua bentuk infeksi tersebut. Ada infeksi jamur topikal yang yang dapat diobati secara sistemik ataupun topikal.

BAB IIPEMBAHASAN

II.1 DefinisiObat anti jamur merupakan obat yang digunakan untuk menghilangkan organisme mikroskopis tanaman yang terdiri dari sel, seperti cendawan dan ragi, atau obat yang digunakan untuk menghilangkan jamur.

II.2 Obat Anti Jamur TopikalObat anti jamur topikal digunakan untuk infeksi lokal pada kulit tubuh yang tidak berambut (glabrous skin), namun kurang efektif untuk pengobatan infeksi pada kulit kepala dan kuku, infeksi pada tubuh yang kronik dan luas, infeksi pada stratum korneum yang tebal seperti telapak tangan dan kaki.Efek samping yang ditimbulkan oleh obat anti jamur topikal lebih sedikit dibandingkan obat anti jamur sistemik.Jenis golongan obat anti jamur topikal yang sering digunakan yaitu:a. Poliene: Nystatinb. Azole Imidazol: Klotrimazol, Ekonazol, Mikonazol, Ketokonazol, Sulkonazol, Oksikonazol, Terkonazol, Tiokonazol, Sertakonazol.c. Alilamin/Benzilamin: Naftifin, Terbinafin, Butenafin.d. Obat anti jamur topikal lain: Amorolfin, Siklopiroks, Haloprogin.A. GOLONGAN POLIENEMekanisme kerja golongan poliene yaitu berikatan dengan ergosterol secara irreversibel. Ergosterol merupakan komponen yang sangat penting dari membran sel jamur. Golongan poliene ini tidak efektif terhadap dermatofit dan penggunaanya secara klinis juga terbatas yaitu untuk pengobatan infeksi yang disebabkan Candida albicans dan Candida spesies yang lain.1) NystatinNystatin merupakan antibiotik yang digunakan sebagai anti jamur, diisolasi dari Streptomyces nourse pada tahun 1951 dan merupakan antibiotik grup poliene. Untuk pengobatan Candida spesies, nyststin dapat digunakan secara topikal pada kulit atau membran mukosa (rongga mulut, vagina) dan dapat juga diberikan secara oral untuk pengobatan kandidosis gastrointestinal.Nystatin biasanya tidak bersifat toksik tetapi kadang-kadang dapat timbul mual, muntah dan diare jika diberikan dengan dosis tinggi.Untuk pengobatan dengan kandidosis oral, diberikan Nystatin 500.000 unit setiap 6 jam dan untuk pengobatan kandidosis vaginalis diberikan 1 atau 2 vaginal suppositories (100.000 setiap unit) yang diberikan selama kurang lebih 14 hari. Suspensi nystatin oral terdiri dari 100.000 unit/ml yang diberikan 4 kali sehari dengan dosis pada bayi baru lahir (newborn) 1ml, infant yang usisnya lebih tua 2 ml dan dewasa 5 ml. Indikasi:Berguna hanya untuk kandidiasis dan diberikan pada kulit, vagina dan oral.Infeksi kuku dan lesi kulit hyperkeratinized atau berkulit tidak merespon. (1)Nistatin terutama digunakan untuk infeksi Candida albicans pada kulit, danmembran mukosa termasuk candidiasis esophagus dan intestinal (2) Nama &Struktur Kimia:C47H75NO17 Sifat Fisikokimia :Tiap mg nistatin mengandung tidak kurang dari 4400 unit aktivitas. Obat inibersifat higroskopis, serbuk berwarna kuning hingga coklat bercahaya, dengan bau seperti sereal, sangat sedikit larut dalam air (efektif dalam bentuk suspensi), sedikit larut dalam alkohol, metanol, n-propil alkohol, dan n-butilalkohol; tidak larut dalam kloroform, eter dan benzen. (2) KeteranganNistatin adalah antibiotik antifungi yang dihasilkan oleh Streptomyces noursei.(2) Golongan/Kelas Terapi:Anti Infeksi Nama Dagang:Candistin, Enystin, Fungatin, Kandistatin, Mycostatin, Nymiko, dan Nistatin. (2) Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian:Peroral, pada intestinal cadidiasis 500.000 unit setiap 6 jam, pada infeksi berat diberikan dosis ganda; anak-anak 100.000 unit 4 kali sehari. Untuk pengobatan kandidosis vaginalis diberikan 1 atau 2 vaginal suppositories (100.000 setiap unit) yang diberikan selama kurang lebih 14 hari. Profilaksis,1.000.000 unit satu kali sehari , neonatus 100.000 unit sekali sehari. Catatan: tidak diizinkan untuk pengobatan candidiasis pada neonatus. (2) Farmakologi:Absorbsi:topikal:tidakadayangdapatmenembusmembranmukosaatau masuk dalam kulit; oral : absorbsi jelek Waktu untuk mencapai kadar puncak, serum: gejala infeksi candidiasis berkurang dalam 24-72 jamEkskresi : Feses (dalam bentuk obat tidak berubah) (2) Stabilitas Penyimpanan:Sediaan nistatindapatmenjadi rusakolehpanas, cahaya,kelembaban atau udara. Nistatin suspensi oral dan tablet harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat, tidak tembus cahaya. Serbuk nistatin harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, kedap cahaya dan disimpan pada suhu 2 - 8C. (2) Kontraindikasi:Hipersensitivitas terhadap nistatin atau komponen lain dalam sediaan Efek Samping:Mual, muntah, diare pada dosis tinggi ; sensitisasi dan iritasi oral ; rash (termasukurtikaria) dan jarang terjadi sindrom Stevens-Johnson. (2) Mekanisme AksiBerikatan dengan sterol pada sel membran jamur, perubahan permeabilitas dinding sel diikuti dengan kebocoran isi sel

B. GOLONGAN AZOL-IMIDAZOLGolongan azol-imidazol ditemukan setelah tahun 1960, relatif berspektrum luas, bersifat fungistatik dan bekerja dengan cara menghambat sintesis ergosterol jamur yang mengakibatkan timbulnya defek pada membran sel jamur. Obat anti jamur golongan azol seperti klotromazol, ketokonazol, ekonazol, oksikonazol, sulkonazol dan mikonazol, mempunyai kemampuan mengganggu kerja enzim sitokrom P-450 lanosterol 14 demethylase yang berfungsi sebagai katalisator untuk mengubah lanosterol menjadi ergosterol.KlotrimazolKlotrimazol dapat digunakan untuk pengobatan dermatofitosis, kandidosis oral, kutaneus dan genital. Untuk pengobatan oral kandidosis, diberikan oral troches 10 mg 5 kali sehari selama 2 minggu atau lebih. Untuk pengobatan kandidosis vaginalis diberikan dosis 500, 200 atau 100 mg yang dimasukan kedalam vagina selama 1,3, atau 6 hari berturut-turut. Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan klotrimazol cream 1%, dosis dan lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya diberikan selama 2-4 minggu dan dioleskan 2 kali sehari.EkonazolEkonazol dapat digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan kandidosis oral, kutaneus dan genital. Untuk pengobatan kandidosis vaginalis diberikan dosis 150 mg yang dimasukan ke dalam vagina selama 3 hari berturut-turut.Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan ekonazol cream 1%, dosis dan lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya diberikan selama 2-4 minggu dan dioleskan 2 hari sekali.MikonazolMikonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis, ptiriasis versikolor, kandidosis oral, kutaneus dan genital. Untuk pengobatan kandidosis vaginalis diberikan dosis 200 atau 100 mg yang dimasukan ke dalam vagina dan diberikan selama 7 atau 14 hari berturut-turut. Untuk pengobatan kandidosis oral, diberikan oral gel 125 mg 4 kali sehari. Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan mikonazol cream 2% biasanya diberikan selama 2-4 minggu dan dioleskan 2 kali sehari.

KetokonazolKetokonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis, ptiriasis versikolor, kutaneus kandidosis dan dermatitis seboroik. Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan ketokonazol 1% cream, dosis dan lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya diberikan selama 2-4 minggu dan dioleskan sehari sekali, sedangkan pengobatan dermatitis seboroik dioleskan 2 kali sehari. Untuk pengobatan ptiriasis versikolor menggunakan ketokonazol 2% shampoo dioleskan sehari sekali selama 5 hari, sedangkan untuk pengobatan dandruff digunakan ketokonazol 1% shampoo sebanyak 2 kali seminggu selama kurang lebuh 8 minggu.SulkonazolSulkonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan kandidosis kutaneus. Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan sulkonazol 1% cream, dosis dan lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya untuk pengobatan tinea korporis, tinea kruris, ataupun ptiriasis versikolor dioleskan 1-2 kali sehari selama 3 minggu dan untuk tinea pedis dioleskan 2 kali sehari selama 4 minggu.OksikonazolOksikonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan kandidosis kutaneus. Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan oksikonazol 1% cream atau lotion. Dosis dan lamanya pengobatan tergantung dari kondidi pasien, biasanya untuk pengobatan tinea korporis dan tinea kruris dioleskan 1 atau 2 kali sehari selama 2 minggu, untuk tinea pedis dioleskan 1 atau 2 kali sehari selama 4 minggu dan ptiriasis versikolor dioleskan 1 kali selama 2 minggu.TerkonazolTerkonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan kandidosis kutaneus dan genital. Untuk pengobatan kandisdosis vaginalis yang disebabkan Candida albicans, dapat digunakan terkonazol 0,4% vaginal cream (20 gr terkonazol) yang dimasukan ke dalam vagina menggunakan aplikator sebelum waktu tidur, 1 kali sehari selama 7 hari berturut-turut, terkonazol 0,8% vaginal cream (40 mg terkonazol) yang dimasukan ke dalam vagina menggunakan aplikator sebelum waktu tidur, 1 kali sehari selama 3 hari berturut-turut dan vaginal suppositoria dengan dosis 80 mg terkonazol, dimasukan ke dalam vagina, 1 kali sehari sebelum waktu tidur selama 3 hari berturut-turut.TiokonazolTiokonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan kandidosis kutaneus dan genital. Untuk pengobatan kandisdosis vaginalis diberikan dosis tunggal sebanyak 300 mg dimasukan ke dalam vagina. Untuk infeksi pada kulit digunakan tiokonazol 1% cream, lamanya pengobatan tergantung dari kondidi pasien, biasanya untuk pengobatan tinea korporis dan kandidiasis kutaneus dioleskan 2 kali sehari selama 2-4 minggu, untuk tinea pedis dioleskan 2 kali sehari selama 6 minggu, untuk tinea kruris dioleskan 2 kali sehari selama 2 minggu dan untuk ptiriasis versikolor dioleskan 2 kali sehari selama 1-4 minggu.SertakonazolSertakonazol dapat digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan kandida spesies, digunakan sertakonazol 2% cream, dioleskan 1-2 kali sehari selama 4 minggu.C. GOLONGAN ALILAMIN/BENZILAMINGolongan alilamin yaitu naftifin, terbinafin dan golongan benzilamin yaitu butenafin, bekerja dengan cara menekan biosintesis ergosterol pada tahap awal proses metabolisme dan enzim sitokrom P-450 akan menghambat aktivitas squalene episodase. Dengan berkurangnya ergosterol, akan menyebabkan penumpukan squalene pada sel jamur dan akan mengakibatkan kematian pada sel jamur. Alilamin dan benzilamin bersifat fungisidal terhadap dermatofit dan bersifat fungistatik terhadap Candida albicans.NaftifinDapat digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan Candida spesies. Untuk pengobatan digunakan naftifin hydrochloride 1% cream dioleskan 1 kali sehari selama 1 minggu.TerbinafinTerbinafin (Lamisil) dapat digunakan untuk pengobatan dermatofitosis, ptiriasis versikolor dan kandidiasis kutaneus. Digunakan terbinafin 1% cream yang dioleskan 1 atau 2 kali sehari, untuk pengobatan tinea korporis dan tinea kruris digunakan selama 1-2 minggu, untuk tinea pedis selama 2-4 minggu, untuk kandidiasis kutaneus selama 1-2 minggu dan untuk ptiriasis versikolor selama 2 minggu.ButenafinGolongan benzilamin dimana struktur kimia dan aktivitas anti jamurnya sama dengan golongan alilamin. Butenafin bersifat fungisidal terhadap dermatofit dan dapat digunakan untuk pengobatan tinea korporis, tinea kruris, dan tinea pedis dan bersifat fungisidal, Dioleskan 1 hari sekali selama 4 minggu.

D. GOLONGAN ANTI JAMUR TOPIKAL YANG LAINAmorolfin Merupakan derivat morpolin, bekerja dengan cara menghambat biosintesis ergosterol jamur. Aktivitas spektrumnya yang luas, dapat digunakan untuk pengobatan tinea korporis, tinea pedis, tinea kruris dan onikomikosis. Untuk infeksi jamur pada kulit, amorolfin dioleskan satu kali sehari selama 2-3 minggu sedangkan untuk tinea pedis selama >6 bulan. Untuk pengobatan onikomikosis digunakan amorolfin 5% nail laquer, untuk kuku tangan dioleskan satu atau dua kali setiap minggu selama 6 bulan sedangkan untuk kuku kaki harus dihunakan selama 9-12 bulan.SiklopiroksMerupakan anti jamur sintetik hydroxypyridone, bersifat fungisida, sporosida dan mempunyai penetrasi yang baik pada kulit dan kuku. Siklopiroks efektif untuk pengobatan tinea korporis, tinea kruris, tinea pedis, onikomikosis, kandidosis kutaneusdan ptiriasis versikolor.Untuk pengobatan jamur pada kulit harus dioleskan 2 kali sehari selama 2-4 minggu sedangkan untuk pengobatan onikomikosis digunakan siklopiroks nail laquer 8%. Setelah dioleskan pada permukaan kuku yang sakit, larutan tersebut akan mengering dalam waktu 30-45 detik, zat aktif akan segera dibebaskan dari pembawa berdifusi menembus lapisan-lapisan lempeng kuku hingga ke dasar kuku (nail bed) dalam beberapa jam sudah mencapai kedalaman 0,4 mm dan secara penuh akan dicapai setelah 24-48 jam pemakaian. Kadar obat akan mencapai kadar fungisida dalam waktu 7 hari sebesar 0,89 kurang lebih 0,25 mikrogram tiap miligram material kuku. Kadar obat akan meningkat terus hingga 30-45 hari setelah pemakaian dan selanjutnya konsentrasi akan menetap yakni sebesar 50 kali konsentrasi obat minimal yang berefek fungisidal. Konsentrasi obat yang berefek fungisidal ditemukan disetiap lapisan kuku.Sebelum pemekaian cat kuku siklopiroks, terlebih dahulu bagian kuku yang infeksi diangkat atau dibuang, kuku yang tersisa dibuat kasar kemudian dioleskan membentuk lapisan tipis. Lakukan setiap 2 hari sekali selama bulan pertama, setiap 3 hari sekali pada bulan ke dua dan seminggu sekali pada bulan ke tiga hingga bulan ke 6 pengobatan. Dianjurkan pemakaian cat kuku siklopiroks tdk > 6 bulan.HaloproginMerupakan halogenated phenolic, efektif untuk pengobatan tinea korporis, tinea kruris, tinea pedis dan ptiriasis versikolor, dengan konsentrasi 1% dioleskan 2 kali sehari selama 2-4 minggu.II.2 OBAT ANTI JAMUR SISTEMIKPemberian obat anti jamur sistemik digunakan untuk pengobatan infeksi jamur superfisial dan sistemik (deep mikosis), obat-obat tersebut yaitu :1) GRISEOFULVINMerupakan antibiotik antijamur yang berasal dari spesies Penicilium mold. Pertama kali diteliti digunakan sebagai anti jamur pada tumbuhan dan kemudian diperkenalkan untuk pengobatan infeksi dermatofita pada hewan. Pada tahun 1959, diketahui griseofulvin ternyata efektif untuk pengobatan infeksi jamur superfisial pada manusia. Griseofulvin merupakan obat antijamur yang pertama diberikan secara oral untuk pengobatan dermatofitosis. Mekanisme kerjaBersifat fungistatik, berikatan dengan protein mikrotubular dan menghambat mitosis sel jamur. Aktifitas spektrumTerbatas hanya untuk spesies Epidermophyton floccosum, Microsporum spesies dan Trichophyton spesies yang merupakan penyebab infeksi jamur pada kulit, rambut dan kuku. Tidak efektif terhadap kandidosis kutaneus dan ptiriasis versikolor. FarmakokinetikPemberian secara oral dengan dosis 0,5-1 gr akan menghasilkan konsentrasi puncak plasma sebanyak 1 mikrogram/ml dalam waktu 4 jam dan level dalam darah bervariasi. Griseofulvin mempunyai waktu paruh dalam plama lebih kurang 1 hari, dan kurang lebih 50% dari dosis oral dapat dideteksi di dalam urin dalam waktu 5 hari dan kebanyakan dalam bentuk metabolit.Griseofulvin sangat sedikit diabsorbsi dalam keadaan perut kosong. Mengkonsumsi griseofulvin bersamaan dengan makanan berkadar lemak tinggi dapat meningkatkan absorpsi mengakibatkan level griseofulvin dalam serum akan lebih tinggi. Ketika diabsopsi, griseofulvin pertama kali akan berikatan dengan serum albumin dan distribusi di jaringan ditentukan dengan plasma free concentration. Selanjutnya menyebar melalui cairan transepidermal dan keringat dan akan di deposit di sel prekursor keratin kulit (stratum korneum) dan terjadi ikatan yang kuat dan menetap. Lapisan keratin yang terinfeksi, akan digantikan dnegan lapisan keratin yang baru yang lebih resisten terhadap serangan jamur. Pemberian griseofulvin secara oral akan mencapai stratum korneum setelah 4-8 jam.Griseofulvin di metabolisme di hepar menjadi 6-desmethyl griseofulvin, dan akan dieksresi melalui urin. Eliminasi waktu paruh 9-21 jam dan kurang dari 1% dari dosis akan dijumpai pada urin tanpa perubahan bentuk. DosisGriseofulvin terdiri atas 2 bentuk yaitu mikrosize (mikrokristallin) dan ultramikrosize (ultramikrokristalin). Bentuk ultramikrosize, penyerapannya pada saluran cerna 1,5 kali dibandingkan dengan bentuk mikrosize.Pada saat ini griseofulvin sering digunakan pada pengobatan tinea kapitis. Tinea kapitis lebih sering dijumpai pada anak-anak disebabkan oleh Trychopyton tonsurans.Dosis griseofulvin (oral) dewasa 500-1000 mg/hr (mikrosize) dosis tunggal atau terbagi dan 330-375 mg/hr (ultramikrosize) dosis tunggal atau terbagi. Anak-anak >2tahun 10-15 mg/kgBB/hr (mikrosize), dosis tunggal atau terbagi dan 5,5-7,3 mg/kgBB/hr (ultramikrosize) dosis tunggal atau terbagi.Lama pengobatan untuk tinea korporis dan tinea kruris selama 2-4 minggu, untuk tinea kapitis paling sedikit selama 4-6 minggu, untuk tinea pedis selama 4-8 minggu dan untuk tinea unguium salama 3-6 bulan. Efek samping Biasanya ringan berupa sakit kepala, mual, muntah, dan sakit pada abdominal. Timbulnya reaksi urtikaria dan erupsi kulit dapat terjadi pada sebagian pasien. Interaksi obatAbsorbsi griseofulvin menurun jika diberikan bersama dengan fenobarbital tetapi efek tersebut dapat dikurangi dengan cara mengkonsumsi griseofulvin bersama makanan. Griseofulvin juga dapat menurunkan efektifitas warfarin yang merupakan antikoagulan. Kegagalan kontrasepsi telah dilaporkan pada pasien yang mengkonsumsi griseofulvin dan oral kontrasepsi.2) KETOKONAZOLKetokonazol diperkenalkan untuk pertama kalinya pada tahun 1977 dan di Amerika Serikat pada tahun 1981. Ketokonazol merupakan antijamur golongan imidazol yang pertama diberikan secara oral.

Mekanisme kerjaKetokonazol bekerja menghambat biosintesis ergosterol yang merupakan sterol utama untuk mempertahankan integritas membran sel jamur. Bekerja dengan cara menginhibisi enzim sitokrom P-450, C-14--demethylase yang bertanggung jawab merubah lanosterol menjadi ergosterol, hal ini akan mengakibatkan dinding sel jamur menjadi permiabel dan terjadi penghancuran jamur. Aktifitas spektrumKetokonazol mempunyai spektrum yang luas dan efektif terhadap Blastomyces dermatitidis, Candida spesies, Coccidiodes immittis, Histoplasma capsulatum, Malassezia furfur, Paracoccidiodes brasiliensis. Ketokonazol juga efektif terhadap dermatofit tetapi tidak efektif terhadap Aspergillus spesies dan Zygomycetes. FarmakokinetikKetokonazol yang diberikan secara oral, mempunyai bioavailabilitas yang luas antara 37%-97% di dalam darah. Puncak waktu paruh yaitu 2 jam dan berlanjut 7-10 jam. Ketokonazol mempunyai daya larut yang optimal pada pH dibawah 3 dan akan lebih mudah diabsorbsi.Pasien yang menderita achlorhydia, harus mengkonsumsi ketokonazol bersama dengan cairan yang asam dan pada pasien yang mendapat obat-obat seperti antasid, antikolinergik, antiparkinson, dan antagonis H-2 reseptor, sebaiknya mengkonsumsi ketokonazol 2 jam sebelumnya oleh karena dapat mengurangi absobsi ketokonazol.Ketokonazol mempunyai ikatan yang kuat dengan keratin dan mempunyai keratin dalam waktu 2 jam melalui kelenjar keringat eccrine. Penghantaran akan menjadi lebih lambat ketika mencapai lapisan basal epidermis dalam waktu 3-4 minggu. Konsentrasi ketokonazol masih tetap dijumpai, sekurangnya 10 hari setelah obat dihentikan.Ketokonazol mempunyai distribusi yang luas melalui urin, saliva, sebum, kelenjar keringat eccrine, serebrum, cairan pada sendi dan serebrospinal fluid (CSF).Namun, ketokonazol 99% berikatan dengan plasma protein sehingga level pada CSF rendah.Ketokonazol dimetabolisme di hati dan diubah menjadi metabolit yang tidak aktif dan diekskresi bersama empedu ke dalam saluran pencernaan. DosisDewasa: 200 mg/hr dosis tunggal, dan untuk kasus yang serius dapat ditingkatkan hingga 400 mg/hr.Anak: 3,3-6,6 mg/kgBB dosis tunggal.Lama pengobatan untuk tinea korporis dan tinea kruris selama 2-4 minggu, tinea versikolor selama 5-10 hari, sedangkan untuk tinea kapitis dan onikomikosis biasanya tidak direkomendasikan. Efek sampingAnoreksia, mual dan muntah merupakan efek samping yang sering ditemui. Dapat juga menimbulkan efek hepatotoksik yang ringan tetapi kerusakan hepar yang serius jarang terjadi. Peningkatan transaminase sementara dapat terjadi pada 5-10% pasien. Efek samping yang serius dari hepatotoksik adalah idiosinkratik dan jarang ditemukan yaitu 1:100000 dan 1:15000, biasanya dijumpai pada pasien yang mendapat pengobatan lebih dari 2 minggu. Untuk pengobatan jangka waktu yang lama, dianjurkan dilakukan pemeriksaan fungsi hati. Dosis tinggi ketokonazol (>800mg/hr) dapat menghambat sintesis human adrenal dan testikular steroid yang dapat menimbulkan alopesia, ginekomasti dan impoten. Interaksi obatKonsentrasi serum ketokonazol dapat menurun pada pasien yang mengkonsumsi obat yang dapat menurunkan sekresi asam lambung seperti antasid, antikolinergik dann H2-antagonis sehingga sebaiknya obat ini diberikan setelah 2 jam pemberian ketokonazol. Ketokonazol dapat memperpanjang waktu paruh seperti terfenadin, astemizol, dan cisaprid sehingga sebaiknya tidak diberikan bersama dan juga dapat menimbulkan efek samping kardiovaskular seperti pemanjangan Q-T interval dan torsade de pointes.Ketokonazol juga dapat memperpanjang waktu paruh dari midazolam dan triazolam dan dapat meningkatkan level siklosporin dan konsentrasi serum dari warfarin. Pemberian bersama ketokonazol dengan rifampisin dapat menurunkan efektifitas kedua obat. SediaanTersedia dalam sediaan tablet 200 mg, krim 2%, dan shampoo 2%.

3) ITRAKONAZOLItrakonazol diperkenalkan pada tahun 1992 merupakan sintesis derivat triazol. Mekanisme kerjaMenghambat 14--demethylase yang ,erupakan suatu enzim sitokrom P-450 yang bertanggung jawab untuk merubah lanosterol menjadi ergosterol pada dinding sel jamur. Aktifitas spektrumAktifitas spektrum yang luas terhadap Aspergillosis spesies, Blastomyces dermatitidis, Candida spesies, Coccidiodes immitis, Cryptococcus neoformans, Histoplasma capsulatum, Malassezia furfur, Paracoccidiodes brasiliensis, Scedasporium apiospermum dan Sporothrix schenckii. Itrakonazol juga efektif terhadap dematiaceous ,moulds dan dermatofit tetapi tidak efektif terhadap Zygomycetes. FarmakokinetikAbsorbsi itrakonazol tidak begitu sempurna pada saluran gastrointestinal (55%) tetapi absorbsi tersebut dapat ditingkatkan jika itrakonazol dikonsumsi bersama makanan. Pemberian oral bersama dosis tunggal 100 mg, konsentrasi puncak plasma akan mencapai 0,1-0,2 mg/L dalam waktu 2-4 jam.Itrakonazol mempunyai ikatan protein yang tinggi pada serum melebihi 99%, sehingga konsentrasi obat pada cairan tubuh seperti pada CSF jumlahnya sedikit. Namun sebaiknya konsentrasi obat di jaringan seperti paru-paru, hati dan tulang dapat mencapai 2 atau 3 kali lebih tinggi dibandingkan pada serum. Konsentrasi itrakonazol yang tinggi juga ditemukan pada stratum korneum akibat adanya sekresi obat pada sebum. Itrakonazol tetap dapat ditemukan pada kulit selama 2-4 minggu setelah pengobatan dihentikan dengan lama pengobatan 4 minggu sedangkan pada jari kaki itrakonazol masih ditemukan selama 6 bulan setelah pengobatan dihentikan dengan lama pengobatan 3 bulan. Kurang dari 0,03% dari dosis itrakonazol akan di ekskresi di urin tanpa mengalami perubahan tetapi lebih dari 18% akan dibuang melalui feses tanpa mengalami perubahan. Itrakonazol di metabolisme di hati oleh sistem enzim hepatik sitokrom P-450. Kebanyakan metabolit yang tidak aktif akan di eksresi oleh empedu dan urin. Metabolit utamanya yaitu hidroksitrakonazol yang merupakan suatu bioaktif. DosisDosis pengobatan untuk dermatofitosis adalah 100 mg/hr. Lama pengobatan untuk tinea korporis atau tinea kruris adalah selama 2 minggu tetapi untuk tinea manus dan tinea pedis adalah selama 4 minggu. Pengobatan untuk ptiriasis versikolor dengan dosis 200 mg/hr selama 1 minggu.Untuk pengobatan onikomikosis dengan dosis 200 mg selama 3 bulan atau menggunakan dosis denyut yaitu kuku jari tangan sebanyak 2 pulsa itrakonazol dengan dosis 400 mg/hr selama 1 minggu dan 3 minggu tanpa pengobatan sedangkan kuku jari kaki sebanyak 3 pulsa atau lebih.Pengobatan kandidosis kutis dengan dosis 100 mg/hr selama 2 minggu, kandidosis orofaringeal 100 mg/hr selama 2 minggu, kandidosis veginalis 2x200 mg selama 1 hari atau 200 mg selama 3 hari.Sedangkan untuk infeksi deep mikosis seperti aspergillosis, blastomikosis dan histoplasmosis diberikan dosis itrakonazol sebanyak 200-400 mg/hr. Efek sampingYang sering dijumpai adalah masalah gastrointestinal seperti mual, sakit pada abdominal dan konstipasi. Efek samping lain: sakit kepala, pruritus dan ruam alergi.Efek samping lain yaitu kelainan sel hati yang dilaporkan pada 5% pasien yang ditandai dengan peninggian serum transaminase, ginekomastia dilaporkan terjadi pada 1% pasien yang menggunakan dosis tinggi, impotensi dan penurunan libido pernah dilaporkan pada pasien yang mengkonsumsi itrakonazol dosis tinggi 400 mg/hr atau lebih. Interaksi obatAbsobsi itrakonazol akan berkurang jika diberikan bersama dengan obat-obat yang dapat menurunkan sekresi asam lambung (antasida, H2-antagonis, omeprazol dan lansoprazol).Itrakonazol dan metabolit utamanya merupakan suatu inhibitor dari sistem enzim human hepatic sitokrom P-450-3A4 sehingga pemberian itrakonazol bersama dengan obat lain yang metabolismenya melalui sistem tersebut dapat meningkatkan konsentrasi azol, interaksi obat ataupun ke duanya. Itrakonazol dapat memperpanjang waktu paruh dari obat-obat (terfenadin, astemizol, midazolam, triazolam, lovastatin, simvastatin, cisaprid, pimozid, quinidin). Itrakonazol juga dapat meningkatkan konsentrasi serum digoxin, siklosporin, takrolimus dan warfarin. SediaanItrakonazol tersedia dalam kapsul 100 mg4) FLUKONAZOLFlukonazol merupakan suatu hidrofilik dari sintetik triazol, terdapat dalam bentuk oral dan parenteral. Ditemukan pada tahun 1982 dan diperkenalkan pertama kali di Eropa kemudian di AS. Mekanisme kerjaFlukonazol mempunyai mekanisme kerja yang sama dengan triazol lain yaitu merupakan suatu inhibitor yang poten terhadap biosintesis ergosterol, bekerja dengan menghambat sistem enzim sitokrom P-450-14--demethylase dan bersifat fungistatik. Aktifitas spektrumFlukonazol paling aktif terhadap Candida spesies, Coccidiodes imminitis dan Cryptococcus neoformans. Mempunyai aktifitas yang terbatas terhadap Blastomyces dermatitidis, Histoplasma capsulatum dan Sprothrix schenckii. Flukonazol juga efektif terhadap dermatofit tetapi tidak efektif untuk moulds termasuk Aspergillus spesies dan Zygomycetes. Walaupun flukonazol efektif terhadap Candida spesies tetapi resisten untuk Candida krusei dan Candida glabrata. FarmakokinetikFlukonazol secara cepat dan sempurna diserap melalui saluran gastrointestinal. Bioavailabilitas oral flukonazol melebihi 90% pada orang dewasa. Konsentrasi puncan plasma dicapai setelah 1 atau 2 jam pemberian oral dengan eliminasi waktu paruh plasma 30 jam (20-50 jam) setelah pemberian oral. Absorbsi flukonazol tidak dipengaruhi oleh kadar asam lambung.Pemberian dosis oral secara tunggal ataupun multiple lebih dari 14 hari maka flukonazol akan mengalami penetrasi yang luas ke dalam cairan dan jaringan tubuh. Bersifat hidrofilik sehingga lebih banyak ditemukan pada cairan tubuh dan dijumpai di dalam keringat dengan konsentrasi tinggi. Ikatan flukonazol dengan protein biasanya rendah (12%) sehingga sirkulasi oabt yang tidak berikatan tinggi.Metabolisme flukonazol terjadi di hepar dan diekskresi melalui urin dimana 80% dari dosis obat akan diekskresi tanpa perubahan dan 11% diekskresi sebagai metabolit. DosisUntuk pengobatan orofaringeal kandidosis diberikan dosis 200 mg pada hari pertama, dan selanjutnya 100 mg/hr selama 2 minggu. Oesophageal kandidosis diberikan dosis 200 mg pada hari pertama, dan selanjutnya 100 mg/hr selama 3 minggu. Kandidiasis vaginalis digunakan dosis tunggal 150 mg.Flukonazol juga efektif terhadap Cryptococcus neoformans dan merupakan terapi pilihan utama untuk Cryptococcal meningitis pada pasien ADIS diberikan dengan dosis 6 mg/kgBB atau 400 mg/hr untuk BB 70 kg. Efek sampingMasalah gastrointestinal (mual, muntah, diare, nyeri abdominal), nyeri kepala. Efek samping lain : hipersensitivitas, agranulositosis, exfoliatif skin disorders (SJS), hepatotoksik trombositopenia dan efek pada sistem saraf pusat. Interaksi obatDapat meningkatkan efek atau level dari obat yaitu astemizol, amitriptilin, kafein, siklosporin, fenitoin, sulfonilurea, terfenadin, theofilin, warfarin dan zidovudin. Pemberian flukonazol bersamaan dengan cisapride atau terfenadin merupakan kontraindikasi oleh karena dapat menimbulkan disaritmia jantung yang serius dan torsade de pointers. Flukonazol juga dapat berinteraksi dengan tolbutamid, glipizid dan gliburid yang menimbulkan efek hipoglikemia.Level atau efek flukonazol dapat menurun oleh karbamazepin, isoniazid, phenobarbital, rifabutin, dan rifampin dan akan meningkat oleh simetidin dan hidrochlorthiazid. SediaanFlukonazol tersedia untuk pemakaian per oral dalam kapsul yang mengandung 50 dan 150mg.5) VORIKONAZOLMerupakan sintetik triazol yang berasal dari flukonazol dan tersedia dalam bentuk oral maupun parenteral. Mekanisme kerjaInhibitor yang poten terhadap biosintesis ergosterol, bekerja pada enzim sitokrom P-450, lanosterol 14--demethylase. Hal ini menyebabkan berkurangnya ergosterol dan penumpikan methilat sterols yang mengakibatkan rusaknya struktur dan fungsi membran jamur.

Aktifitas spektrumMempunyai spektrum yangluas terhadap Aspergillus spesies, Blastomyces dermatitidis, Candida spesies, Cryptococcus neoformans, Fusarium species, Histoplasma capsulatum dan Scedosporium apiospermum. Juga efektif terhadap dematiaceous moulds, tetapi tidak efektif terhadap Zygomycetes. FarmakokinetikPemberian secara oral diabsorbsi dengan cepat dan hampir sempurna (96%). Dua jam setelah mengkonsumsi vorikonazol dengan dosis 400 mg dosis tunggal, diharapkan akan dicapai konsentrasi serum 2 mg/L. Absorbsi vorikonazol akan berkurang bersama makanan yang mengandung lemak tetapi tidak dipengaruhi perubahan pH lambung. Vorikonazol mempunyai volume distribusi yang luas (4,6L/kgBB) yang dapat dilihat pada jaringan dan diperkirakan berikatan dengan protein sekitar 58%. Vorikonazol di ekskresi dalam bentuk yang tidak mengalami perubahan melalui urin 40 kg dapat diberikan dosis oral sebanyal 200 mg dengan interval 12 jam, sedangkan BB70% dan akan tercapai konsentrasi puncak dari serum berkisar 0,8-1,5 mg/L setelah pemberian 2 jam dengan 250 mg dosis tunggal. Pemberian bersama makanan tidak mempengaruhi absorbsi obat.Terbinafin bersifat lipofilik dan keratofilik, terdistribusi secara luas pada dermis, epidermis, jaringan lemak dan kuku. Konsentrasi plasma terbinafin terbagi dalam 3 fase dimana waktu paruh terbinafin yang terdistribusi di dalam plasma yaitu 1,1 jam; eliminasi waktu paruh yaitu 16 dan 100 jam setelah pemberian 250 mg dosis tunggal; setelah 4 minggu pengobatan dengan dosis 250 mg/hr terminal waktu paruh rata-rata yaitu 22 hari di dalam plasma. Di dalam dermis, epidermis, rambut dan kuku eliminasi waktu paruh rata-rata yaitu 24-28 hari.Terbinafin dapat mencapai stratum korneum, pertama kali melalui sebum kemudian bergabung dengan basal keratosit dan selanjutnya berdifusi ke deris-epidermis, tetapi di dalam kelenjar keringat ekrine tidak terdeteksi. Terbinafin yang diberikan secara oral akan menetap di dalam kulit dengan konsentrasi di atas MIC untuk dermatofit selama 2-3 minggu setelah obat dihentikan. Terbinafin dapat terdeteksi pada bagian distal dari nail plate dalam waktu 1 minggu setelah pengobatan dan level obat yang efektif dicapai setelah 4 minggu pengobatan. Terbinafin tetap akan dijumpai di dalam kuku untuk jangka waktu yang lama setelah pengobatan dihentikan.Terbinafin di metabolisme di hepar dan metabolit yang tidak aktif akan di ekskresi melalui urin sebanyak 70% dan melalui feses sebanyak 20%.

DosisSediaan tablet : 250 mg, tidak tersedia dalam bentuk parenteral.Terbinafin oral efektif untuk pengobatan dermatofitosis pada kulit dan kuku. Dosis terbinafin oral untuk dewasa yaitu 250 mg/hr tetapi pada pasien dengan gangguan hepar atau fungsi ginjal (creatinin clearence 300 mol/ml) dosis harus diberikan setengah dari dosis yang di atas.Pengobatan tinea pedis selama 2-6 minggu, tinea korporis dan kruris selama 2-4 minggu, sedangkan infeksi pada kuku tangan selama 3 bulan dan kuku kaki selama 6 bulan atau lebih. Efek sampingGastrointestinal : diare dyspepsia, nyeri abdominal. Tidak direkomendasikan untuk pasien dengan penyakit hepar yang kronik atau aktif. Interaksi obatTidak mempunyai efek clearance terhadap obat lain yang metabolismenya melalui hepatik sitokrom P-450. Namun konsentrasi darah akan menurun jika terbinafin diberikan bersama rifampisin yang merupakan suatu inducer yang poten terhadap sistem enzim hepatik sitokrom P-450. Level darah pada terbinafin dapat meningkat jika pemberiannya bersama simetidin yang merupakan sitokrom P-450.7) AMFOTERISIN BAmfoterisin B merupakan antibiotik makrositik polyene yang bersifat basa amfoter lemah, tidak larut dalam air, tidak stabil, tidak tahan suhu >370C tetapi dapat stabil berminggu-minggu pada suhu 40C, berasal dari Streptomyces nodosus, diperkenalkan pada tahun 1956 dan disetujui digunakan sebagai anti jamur pada manusia tahun 1960.Amfoterisin B deoxycholate (formula konvensional) digunakan untuk pengobatan infeksi deep mikosis, pemberian secara parenteral sering menimbulkan efek toksik terutama pada ginjal/nefrotoksik sehingga kemudian dikembangkan 3 jenis formula yang kurang toksik terhadap ginjal dengan dasar lemak (lipid base formulation) yaitu (1) Liposomal amfoterisin B (AmBisome), obat ini diselubungi dengan fosfolipid yang mengandung liposome. (2) Amfoterisin B lipid kompleks (Abelcet,ABLC), merupakan suatu kompleks dengan fosfolipid yang membentuk struktur seperti pita. (3) Amfoterisin B kolloidal dispersion (Amphocil, Amphotec, ABCD), merupakan suatu kompleks dengan cholesterol sulphate yang membentuk potongan lemak yang kecil. Mekanisme kerjaAmfoterisin B berikatan dengan ergosterol sehingga membran sel jamur menjadi rentan selanjutnya mengakibatkan fungsi barrier membran menjadi rusak, hilangnya unsur-unsur penting sel, mengganggu metabolisme dan matinya sel jamur. Efek lain pada membran sel jamur yaitu amfoterisin B dapat menimbulkan kerusakan oksidatif terhadap sel jamur.Bakteri, virus dan ricketsia tidak dipengaruhi oleh antibiotik ini karena jasad renik ini tidak mempunyai gugus sterol pada membran selnya. Peningkatan kolesterol pada membran sel hewan dan manusia oleh antibiotik ini diduga merupakan salah satu penyebab efek toksiknya. Resistensi terhadap amfoterisin Bmini mungkin disebabkan terjadinya perubahan reseptor sterol pada membran sel. Aktifitas spektrumMenyerang sel yang sedang tumbuh dan sel matang. Aktifitas sel jamur yang nyata pada ph 6,0-7,5 tapi berkurang pada ph yang lebih rendah. Mempunyai spektrum yang luas terhadap : Aspergillus species, Mucorales species, Blastomyces dermatitidis, Candida species, Coccidioides immitis, Cryptococcus neoformans, Histoplasma capsulatum, Paracoccidiodes brasiliensis, Penicillium marneffei.Sedangkan untuk Aspergillus tereus, Fusarium species, Malassezia furfur, Scedosporium species dan Trichosporon asahii biasanya resisten. FarmakokinetikAmfoterisin B sangat sedikit diserap dengan cara pemberian oral (bioavaibilitasnya < 5%), sehingga untuk tetap mempertahankan konsentrasi serum yang adekuat diberikan secara intavenous.Formula KonvensionalPemberian parenteral formula konvensional dengan dosis 1 mg/kgBB akan menghasilkan konsentrasi serum yang maksimum sebanyak 1,0-2,0 mg/l. Kurang dari 10% dari dosis tersebut akan menetap di dalam darah setelah 12 jam pemberian dan lebih dari 90% akan berikatan dengan protein. Sebagian besar ditemukan pada hepar (40% dari dosis), paru-paru (6% dari dosis), ginjal (2% dari dosis), sedangkan pada cairan serebrospinal (CSF) < 5% konsentrasi darah. Formula konvensional mempunyai waktu paruh fase ke dua 24-48 jam dan waktu paruh fase ke tiga 2 minggu.Formula dengan dasar lemak (lipid-base formulations)Sebagian besar struktur formula dengan dasar lemak seperti amfoterisisn B lipid kompleks (ABLC), akan menghilang dengan cepat dari dalam darah tetapi sebagian kecil liposome akan menetap di sirkulasi untuk jangka waktu yang lama.Konsentrasi serum maksimum dari liposomal amfoterisin B (AmBisome) yaitu 10-35 mg/L dengan dosis 3 mg/kgBB dan 25-60 mg/L dengan dosis 5 mg/kgBB. Pemberian liposomal amfoterisin B menghasilkan konsentrasi obat yang lebih tinggi di dalam hepar dan limpa dibandingkan dengan formula konvensional sedangkan konsentrasi obat pada ginjal lebih rendah dibandingkan dengan formula konvensional. Waktu paruh liposomal amfoterisin B berakhir 100-150 jam.Konsentrasi serum maksimum amfoterisin B lipid kompleks setelah pemberian parenteral lebih rendah dibandingkan dengan formula konvensional sehingga distribusi obat pada jaringan lebih cepat, dimana level maksimum dicapai 1-2 mg/L setelah pemberian dosis 5 mg/kgBB selama 1 minggu. Pemberian amfoterisin B lipid kompleks menghasilkan konsentrasi yang lebih tinggi pada hepar, limpa dan paru-paru dibandingkan dengan formula konvensional sedangkan konsentrasi pada ginjal lebih rendah dibandingkan dengan formula konvensional. Waktu paruh amfoterisin B lipid kompleks berakhir 170 jam.Konsentrasi serum maksimum amfoterisin B kolloidal dispersion sekitar 2 mg/L dengan dosis 1 mg/kgBB, tetapi level obat di dalam darah akan segera menurun setelah pemberian berakhir dan dijumpai distribusi obat yang cepat ke jaringan. Pemberian amfoterisin B kolloidal dispersion akan menghasilkan konsentrasi yang lebih tinggi pada hepar dan limpa dibandingkan dengan formula konvensional, sedangkan konsentrasi pada ginjal lebih rendah dibandingkan dengan formula konvensional. DosisFormula KonvensionalKebanyakan pasien dengan infeksi deep mikosis diberikan dosis 1-2 gr amfoterisin B selama 6-10 minggu (tergantung dari kondisi pasien). Orang dewasa dengan fungsi ginjal yang normal diberikan dosis 0,6-1,0 mg/kgBB.Sebelum pemberian obat, terlebih dahulu di test dengan dosis 1 mg amfoterisin B di dalam 50 ml cairan dextrose dan diberikan selama 1-2 jam (anak-anak dengan BB 0,5 mg/kgBB/hr. Formula konvensional dapat juga menyebabkan hilangnya pottasium dan magnesium. Pasien yang mendapat pengobatan lebih dari 2 minggu, dapat timbul anemia normokromik dan normositik yang sedang.Formula dengan dasar lemak (lipid base formulations)Prevalensi timbulnya efek samping yang cepat setelah pemberian amfoterisin B lipid kompleks dan amfoterisin B kolloidal dispersion lebih sedikit dibandingkan dengan formula konvensional. Efek samping: demam, menggigil dan hipoksia yang dilaporkan sekitar 25% penderita yang menggunakan obat tersebut tetapi biasanya tidak menetap. Formula dengan dasar lemak kurang menimbulkan efek samping pada ginjal dan dari hasil penelitian (komsentrasi serum kreatinin) menunjukan : kerusakan ginjal akibat amfoterisin B lipid kompleks sebanyak 25%, amfoterisin B kolloidal dispersion sebanyak 15%, liposomal amfoterisin B sebanyak 20% sedangkan formula konvensional sebanyak 30-50%. Efek samping yang lain: peningkatan liver transaminase, alkalin phosphatase dan konsentrasi serum bilirubin. Pasien yang mendapat pengobatan liposomal amfoterisin B dijumpai test fungsi hati yang tidak normal sekitar 25-50% tetapi tidak menetap. Interaksi obatAmfoterisin B dapat menambah efek nefrotoksik obat lain seperti antibiotik aminoglikosida, siklosporin, antineoplastik tertentu sehingga kombinasi obat di atas harus hati-hati. Kombinasi obat amfoterisin B dengan kortikosteroid atau digitalis glikosid dapat menimbulkan hipokalemia. SediaanAmfoterisin B injeksi tersedia dalam vial yang mengandung 50 mg bubuk.3

8) CASPOFUNGINMerupakan derivat semi sintetik dari pneumo-candin B0, yang merupakan hasil fermentasi lipopeptid jamur Glarea lozoyensis. Mekanisme kerjaCaspofungin menghambat sintesis (1,3)-D-glucn yang merupakan komponen dinding sel jamur. Aktifitas spektrumCaspofungin mempunyai aktifitas spektrum yang terbatas. Caspofungin efektif terhadap Aspergillus fumigatus, Aspergillus flavus, dan Aspergillus terreus tetapi tidak efektif terhadap dermatofit. Caspofungin mempunyai aktifitas yang berubah-ubah terhadap Coccidiodes immitis, Histoplasma capsulatum dan dematiaceous moulds. Efektif pada sebagian besar Candida species dengan efek fungisidal yang tinggi, tetapi terhadap Candida parapsilosis dan Candida krusei kurang efektif dan resisten terhadap Cryptococcus neoformans. FarmakokinetikPemberian caspofungin secara parenteraal setelah 1 jam dengan dosis 70 mg akan dicapai konsentrasi serum sebanyak 10 mg/L. Kurang dari 10% dosis obat, akan menetap di dalam darah setelah pemberian 36-48 jam dan lebih dari 96% akan berikatan dengan protein.Sebagian besar obat akan di distribusikan ke dalam jaringan ( 92% dari dosis) dengan konsentrasi yang tertinggi dijumpai pada hepar. Sekitar 1% dari dosis akan di ekskresi tanpa ada perubahan melalui urin. Caspofungin di metabolisme di hepar dan metabolit yang tidak aktif akan di buang melalui empedu (35%) dan urin (40%). Waktu paruh di awali sekitar 9-11 jam dan berakhir pada 40-50 jam. DosisPada pasien aspergillosis, dosis yang dianjurkan 70 mg pada hari pertama dan 50 mg/hr pada hari selanjutnya. Setiap dosis harus di infuskan dalam periode 1 jam. Pasien dengan kerusakan hepar sedang direkomendasikan dosis caspofungin di turunkan menjadi 35 mg dan selanjutnya 70 mg loading dose. Efek sampingDemam, ruam pada kulit, mual, muntah. Interaksi obatPemberian caspofungin bersama cyclosporin dapat meningkatkan transaminase 2-3 kali lipat dari batas normal dan akan menurun apabila ke dua obat tersebut dihentikan.9) FLUSITOSINFlusitosisn (5-fluorositosin) merupakan sintetis dari fluorinate pirimidin yang telah mengalami fluorinasi, dapat diberikan secara oral maupun parenteral. Mekanisme kerjaFlusitosin masuk ke dalam sel jamur disebabkan kerja sitosin permease, kemudian dirubah oleh sitosin deaminase menjadi 5-flourouracil yang bergabung ke dalam RNA jamur sehingga mengakibatkan sintesis protein terganggu. Flusitosin dapat juga menghambat thymidylate sinthetase yang menyebabkan inhibisi sintesis DNA. Aktifitas spektrumFlusitosin mempunyai aktifitas spektrum yang terbatas, efektif terhadap Candida species, Cryptococcus neoformans, Cladophialophora carrionii, Fonsecaea species, dan Phialophora verrucosa. FarmakokinetikPemberian flusitosin secara oral absorbsinya cepat dan hampir sempurna. Pada orang dewasa dengan fungsi ginjal yang normal, pemberian flusitosin dosis 25 mg/kgBB dengan interval 6 jam akan dicapai konsentrasi puncak plasma 70-80 mg/L.Flusitosin terdistribusi secara luas terutama pada jaringan dan cairan melebihi 50% konsentrasi darah. Flusitosin berikatan dengan protein rendah ( sekitar 12%) sehingga menyebabkan tingginya sirkulasi obat yang tidak berikatan. Lebih dari 90% flusitosin di ekskresi melalui urin tanpa mengalami perubahan. DosisPada orang dewasa dengan fungsi ginjal yang normal, pemberian flusitosin di awali dengan dosis 50-150 mg/kgBB yang di beri dalam 4 dosis terbagi dengan interval 6 jam, namun jika terdapat gangguan ginjal, pemberian flusitosin di awali dengan dosis 25 mg/kgBB. Efek sampingMual, muntah dan diare. Trombositopenia dan leukopenia dapat terjadi jika konsentrasi darah meninggi, menetap (>100mg/L) dan dapat kembali normal jika obat dihentikan. Peninggian level transaminase dapat juga dijumpai pada beberapa pasien tetapi dapat kembali normal setelah obat dihentikan. Interaksi obatEfek flusitosin dapat dihambat secara kompetitif oleh sitarabin (sitosin arabinosid) sehingga pemberian flusitosin bersamaan sitarabin merupakan kontraindikasi, oleh karena efek myelosupresif dan hepatotoksik flusitosin bertambah jika diberikan bersamaan dengan immunosupresif atau sitostatik. Pemberian zidovudin bersama flusitosin dapat menimbulkan efek myelosupresif. Kombinasi amfoterisin B dan flusitosin mempunyai efek aditif atau sinergis terhadap Candida species dan Cryptococcus neoformans namun efek nefrotoksik amfoterisin B dapat berkurang ketika flusitosin di ekskresi. SediaanFlusitosin tersedia dalam bentuk kapsul 250 dan 500 mg