Efek Dari Perawatan Ortodontik Menggunakan Molar Band Terhadap
NUR INFAQ RIDAL SKRIPSI - core.ac.uk · metode diagnosis ortodontik (Mettos et al , 2012). Sebagai...
Transcript of NUR INFAQ RIDAL SKRIPSI - core.ac.uk · metode diagnosis ortodontik (Mettos et al , 2012). Sebagai...
HUBUNGAN ANTARA BENTUK WAJAH DENGAN
KOMPONEN SENYUM PADA SUKU MAKASSAR
DI KABUPATEN GOWA
SKRIPSI
NUR INFAQ RIDAL
J 111 11 107
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
MAKASSAR
2014
Judul :Hubungan Antara Bentuk Wajah
Makassar Di
Oleh: Nur Infaq Ridal / J111 11
HALAMAN PENGESAHAN
Judul :Hubungan Antara Bentuk Wajah Dengan Komponen Senyum Pada Suku
Makassar Di Kabupaten Gowa
: Nur Infaq Ridal / J111 11 107
Telah Diperiksa dan Disahkan
Pada Tanggal 15 Desember 2014
Oleh :
Pembimbing
DR.Drg.Susilowati, SU NIP : 19550415 198010 2 001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Hasanuddin
Prof.drg.H. Mansjur Nasir, Ph.D NIP. 19540625 198403 1 001
ii
Komponen Senyum Pada Suku
iii
KATA PENGANTAR
Rasa syukur tak terhingga saya panjatkan kepadaAllah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Hubungan Antara Bentuk Wajah Dengan
Komponen Senyum Pada Suku Makassar Di Kabupaten Gowa ”. Shalawat dan
salam tak lupa penulis panjatkan kepada Rasulullah Shalallahu’alaihi wassalam,
yang menjadi teladan terbaik sepanjang masa.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana Kedokteran
Gigi. Selain itu skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan
peneliti lainnya untuk menambah pengetahuan dalam bidang ortodontik.
Dalam skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan, bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua tercinta
Ayahanda Ir. Ridal Sinrang dan Ibunda Sabdawati Sabir, S.Pd yang tiada henti
mengirimkan do’a, semangat dan dukungannya untuk menyelesaikan studiku di
FKG.
Pada kesempatan ini pula, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. DR. Drg. Susilowati, SU selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan
banyak pembelajaran, meluangkan waktu untuk memberi bimbingan dan
pengarahan, serta kesabaran dari awal hingga penyelesaian skripsi ini.
2. Prof. drg. Mansjur Nasir, Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Hasanuddin
iv
3. Drg.Hasmawati Hasan selaku Penasehat Akademik atas bimbingan, perhatian,
nasehat dan dukungan kepada penulis selama perkuliahan.
4. Staf dosen khususnya bagian ortodontik yang telah memberikan saran-saran dan
kritik dalam pembuatan skripsi ini.
5. Staf perpustakaan yang telah bersedia membantu penulis dalam mencari
referensidi perpustakaan.
6. Pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, terimakasih atas
segaladukungan baik moril maupun materi yang telah diberikan.
Skripsi ini tidak lepas dari kekurangan dan ketidak sempurnaan mengingat
keterbatasan kemampuan penulis. Harapan penulis semoga skripsi ini memberikan
manfaat bagi pembaca.
Makassar,15 Desember 2014
Penulis
v
ABSTRAK
Latar Belakang : Sebagai orientasi estetika, komponen senyum dan bentuk wajah harus berkombinasi dengan baik, sehingga dapat menambah rasa percaya diri seseorang untuk tersenyum dalam kehidupan sosial mereka. Terdapat 8 komponen yang perlu diperhatikandalam mendesain senyum yakni garis bibir,lengkung senyum, kurvatura bibir atas, ruang lateral negatif, kesimetrisan senyum, dataran oklusal frontal, komponen gigi, dan komponen gingiva. Di dalam penelitian ini hanya garis bibir, lengkung senyum, dan kesimetrisan senyumyang diteliti. Beberapa hal yang mempengaruhi bentuk wajah dan komponen senyum adalah jenis kelamin dan suku. Telah cukup banyak dilakukan penelitian di negara lain mengenai komponen senyum dan bentuk wajah, namun di Makassar belum ada data. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian agar memperoleh data mengenai hubungan antara bentuk wajah dengan komponen senyum pada suku Makassar. Tujuan : Untuk mengetahui hubungan antara bentuk wajah dengan komponen senyum pada suku Makassar.Materi dan Metode: Penelitian dilakukan di SMAN 1 Bajeng dan SMAN 1 Bontonompo pada bulan Mei-Juni 2014. Subjek sebanyak 123 orang terdiri dari 40 laki-laki yang mempunyai tipe wajah: dolikofasial 16 orang (40%), mesofasial 21 orang (52,5%), dan brakhifasial 3 orang (7,5%), serta 83 jumlah subjek perempuan yang mempunyai tipe wajah: dolikofasial 27 orang (32,5%), mesofasial 54 orang (65,1%), dan brakhifasial 2 orang (2,4%). Subjekdifoto saat tersenyum dari arah frontal dengan mengucapkan “cheese’’ panjang. Hasil foto diukur dengan program adobe photoshop CS6 untuk menentukan bentuk wajah dan komponen senyum. Data dianalisis dengan uji chi-Squre.Hasil : Ketiga bentuk wajah dan jenis kelamin memiliki garis bibir sedang dan rata-rata memperlihatkan 75% gigi insisivus dari mahkota klinis. Lengkung senyum menyentuh bibir bawah (optimal) pada laki-laki dan tidak menyentuh bibir bawah (tidak optimal) pada ketiga bentuk wajah dan pada perempuan. Sebagian besar subjek memiliki senyum yang simetris.Kesimpulan : Mayoritas suku Makassar mempunyai bentuk wajah mesofasial (ideal), tidak ada hubungan yang bermakna antara bentuk wajah dengan komponen senyum. Tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan garis bibir, tetapi ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan lengkung senyum dan kesimetrisan senyum. Kata kunci : Bentuk wajah; Jenis kelamin; Komponen senyum
ABSTRACT
vi
Background: As an aesthetic orientation, the smile and face shape components must be combined well, so it can increase one's confidence to smile in their social life. There are eight components that need to be considered in designing lip line, smile arc, lateral negative space, frontal occlusal plane, upper lip curvature, smile symmetry, dental components, dan gingival components. In this study only the lip line, smile arc, and smile symmetry were studied. Some things that affect the shape of the face and smile components are gender and ethnicity. It has been quite a lot of research were done in other countries regarding the components smile and face shape, but there is no data in Makassar. Therefore, it is necessary to study in order to obtain data on the relationship between the face shapes with a smile component on the tribal of Makassar. Objective: To determine the relationship between the face shape with the component smile on tribal of Makassar. Material and Methods: The study was conducted in Senior High School 1 Bajeng and the Senior High School 1 Bontonompo in May-June 2014. Subject as many as 123 peoples, consisting of 40 mens who have type faces: dolikofasial 16 peoples (40 %) ,mesofasial 21 peoples (52 , 5 %) , and brakhifasial 3 (7.5 %), respectively, and 83 women who had a number of subjects face type: dolikofasial 27 peoples (32.5 %), mesofasial 54 peoples (65.1 %), and brakhifasial 2 (2.4 %), respectively. The Subjects were photographed while smiling from the frontal direction and say " cheese” is long. The images outcome were measured with Adobe Photoshop CS6 program to determine the face shape and the smile component. The Data were analyzed by chi-square Test. Results: All three forms of facial and sexes have lip lines was moderate and average showed 75 % incisors of the clinical crown. The smile arch touched the lower lip ( optimal) in men and do not touch the lower lip (not optimal) in third the face shape in women . Most of the subjects had a symmetrical smile. Conclusion: The majority the tribe of Makassar has face shape that mesofasial(ideal), there wasn’t significant relationship between the face shape with the smile component. There wasn’t significant relationship between the sexes with the lip line, but there was a significant relationship between sex with the smile arch and the smile symmetry. Keyword :Face shape; Sex; Smile component
DAFTAR ISI
vii
HALAMAN
HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................ ii
KATA PENGANTAR .................................................................................................... iii
ABSTRAK ..................................................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... x
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 5
1.4 Hipotesis ................................................................................................... 5
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................... 6
BAB II. TINJAUN PUSTAKA
2.1 Estetika Wajah .......................................................................................... 7
2.2 Bentuk Wajah ........................................................................................... 8
2.3 Komponen Senyum .................................................................................. 9
2.4 Jenis Komponen ....................................................................................... 10
2.5 Fotografi Ortodontik ................................................................................. 17
KERANGKA KONSEP ............................................................................................... 18
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Desain Penelitian ...................................................................... 19
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................. 19
3.3 Definisi Operasional .................................................................................19
3.4 Populasi dan Sampel ................................................................................ 20
3.5 Kriteria Penelitian .................................................................................... 20
3.6 Metode Sampling ..................................................................................... 20
3.7 Jumlah Sampel ......................................................................................... 21
3.8 Alat Penelitian ......................................................................................... 21
3.9 Prosedur Penelitian ...................................................................................21
3.9.1 Persiapan penelitian ....................................................................... 21
3.9.2 Pengambilan foto sampel .............................................................. 22
viii
3.9.3 Penentuan bentuk wajah .............................................................. 22
3.10 Data ......................................................................................................... 22
3.10.1 Jenis data ...................................................................................... 22
3.10.2 Pengelolahan data.........................................................................23
3.10.3 Analisis data ...............................................................................23
3.10.4 Penyajian data ............................................................................. 23
3.11 Alur Penelitian .........................................................................................23
BAB IV HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian ................................................................................................ 24
BAB V PEMBAHASAN
Pembahasan ....................................................................................................... 28
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan ..................................................................................................32
6.2 Saran ........................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................33
DAFTAR GAMBAR
ix
Gambar 2.1 Klasifikasi penampilan dan estetik ....................................................... 7
Gambar 2.2 Bentuk wajah ........................................................................................ 8
Gambar 2.3 Garis bibir ............................................................................................ 11
Gambar 2.4 Garis bibir tinggi,sedang, dan rendah ..................................................12
Gambar 2.5 Lengkung seyum ................................................................................. 13
Gambar 2.6 Kurvatura bibir atas ............................................................................ 13
Gambar 2.7 Ruang lateral negatif ........................................................................... 14
Gambar 2.8 Kesimetrisan senyum .......................................................................... 14
Gambar 2.9 Dataran oklusal .................................................................................. 15
Gambar 2.10 Komponen gigi .................................................................................... 16
Gambar 2.10 Komponen gigi ..................................................................................... 17
DAFTAR TABEL
x
Tabel 2.1 Klasifikasi wajah berdarakan facial index .................................................... 9
Tabel 1Proporsi jumlah subjek berdasarkan ketinggian “garis bibir” pada
kelompok bentuk wajah dan jenis kelamin .................................................................. 25
Tabel 2 Proporsi jumlah subjek berdasarkan posisi “lengkung senyum ” pada
kelompok bentuk wajah dan jenis kelamin .................................................................... 26
Tabel 3 Proporsi jumlah subjek berdasarkan “kesimetrisan senyum” pada
kelompok bentuk wajah dan jenis kelamin .................................................................. 25
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Beberapa tahun terakhir, perawatan ortodontik semakin diminati oleh berbagai
golongan usia, tidak hanya anak-anak dan remaja tetapi juga orang dewasa (Bagga,
2010). Terdapat berbagai alasan mengapa seseorang menginginkan perawatan
ortodontik. Studi yang dilakukan oleh Proffit (2000) terdapat 3 motivasi perawatan
komprehensif bagi pasien, yaitu pertimbangan psikologi, pertimbangan periodontal,
dan restorasi serta adanya nyeri temporomandibular atau gangguan fungsi.
Sementara menurut Breecedan Nieberg(1986 cit Yovel dan Krisnawati, 2009),
menyatakan bahwa sebagian besar responden pasien ortodontik yang ditelitinya
memilih penampilan atau estetik sebagai motivasi utama bagi perawatan ortodontik.
Estetik wajah telah mendapatkan perhatian yang lebih bagi pasien dan para
profesional, sementara jaringan lunak telah ditingkatkan penekanannya pada
metode diagnosis ortodontik (Mettos et al, 2012).
Sebagai bagian dari catatan ortodontik, fotografi digunakan dalam upaya
standar untuk mendokumentasikan detail dari jaringan lunak dan jaringan keras.
Tiga dari fotografi yang paling sering digunakan adalah foto profil, foto frontal
bibir, dan foto frontal ketika tersenyum. Fotografi fasial, efektif dalam memberi
arah yang benar untuk menganalisis wajah yang estetik (Havens et al, 2010).
2
Sejalan dengan berkembangnya dunia kedokteran gigi dan berbagai teknologi
penunjangnya saat ini maka eastheticdentistry semakin berkembang dalam
mengantisipasi kebutuhan masyarakat akan perbaikan penampilan. Kemajuan ilmu
pengetahuan secara umum pun sangat berpengaruh pada pergeseran masyarakat
akan perawatan gigi yang semula hanya berkisar pada penghilangan rasa sakit dan
pemenuhan fungsi pengunyahan, maka saat ini kecenderungan akan perawatan gigi
lebih menitikberatkan pada estetik, (Rosential et al, 2001 cit Thambas, 2012)
Estetik dalam kedokteran gigi bertujuan untuk menciptakan kecantikan, wajah
yang menarik, dan untuk memenuhi kepuasan pasien akan hasil perawatan.
Sebagian besar pasien pergi ke dokter gigi untuk mendapatkan senyum secara
estetik, distimulasi oleh pola estetik yang disarankan masyarakat dan media, yang
berhubungan dengan senyum yang indah untuk mencapai kesuksesan (da Silva et
al, 2012). Penampilan fisik sangat mempengaruhi penerimaan dari lingkungan,
kesejahteraan secara psikologi, dan kepercayaan diri masing-masing individu (Van
der Geld et al, 2007). Untuk mendapatkan estetik wajah yang sempurna harus
mempunyai oklusi, hubungan tulang, dan profil wajah yang ideal (Wigati dkk,
2012). Zona estetik atau penampilan adalah terdiri dari ukuran, bentuk, posisi, dan
warna dari gigi yang terlihat, kontur gingiva, bukal koridor, dan bentuk bibir.
(Garber and Salama, 1996; Ackerman and Ackerman, 2002 cit Van der Geld et al,
2008).
Estetik orofasial mengacu pada ekspresi wajah yang dinamis, seperti tersenyum
dan berbicara. Gerakan bibir merupakan faktor pengendali untuk gigi dan tampilan
gingiva (Van der Geld et a, 2011). Wajah dan senyum yang estetik berhubungan
satu sama lain. Salah satu perhatian utama seseorang diarahkan pada mulut dan
3
mata dari wajah pembicara. Sebagaimana mulut merupakan pusat komunikasi pada
wajah, senyum memiliki peran penting dalam penampilan dan ekspresi wajah (Van
der Geld et al, 2007).
Secara umum bentuk wajah manusia dapat dikategorikan menjadi :
dolikofasial, brakhifasial, danmesofasial(Gallois, 2011). Wajah manusia dapat
diidentifikasi berdasarkan ciri, antara lain terdiri dari mata, hidung, dan
bibir(Patnaik et al, 2003). Pada penelitian sebelumnya, pengenalan wajah juga
dapat diklasifikasikan berdasarkan kelompok suku/ras, gender, dan usia (Agushinta
et al, 2008; Jaswante et al, 2013).
Jumlah penduduk Indonesia mencapai 241 juta jiwa, terdiri dari 360 suku
bangsa. Mereka mendiami pulau dan memiliki adat dan kebudayaan tersendiri.
Setiap suku memiliki ciri-ciri khusus untuk suatu suku tertentu sehingga tidak dapat
digunakan sebagai standar untuk suku yang lainnya. Bebarapa suku di Indonesia
yang terdapat di Sumatera Barat adalah suku Minang dan Mentawai yang memiliki
tipe wajah mesofasial, suku Nias brakhifasial. Bentuk wajah mesofasial ini
memiliki kesamaan dengan penelitian yang telah dilakukan pada suku Jawa (Deutro
Melayu) di Yogyakarta dan suku Naulu (Proto Melayu) di Maluku tengah yang
juga memiliki tipe mesofasial (Rahmawati, 2003 cit Rizia Irsa et al, 2013).
Bentuk wajah, kondisi gigi-gigi, dan jaringan sekitarnya sangat mempengaruhi
estetik sebuah senyuman bahkan estetik wajah secara keseluruhan. Dalam
mendesain senyum, terdapat beberapa komponen yang perlu diperhatikan sebagai
orientasi estetik yakni lip line, smile arc, lateral negative space, frontal occlusal
plane, upper lip curvature, smile symmetry, dental components, dan gingival
components (Sabri, 2005;2013).
4
Wajah yang menarik memiliki peranan kunci dalam interaksi sosial. Hal
tersebut mempengaruhi evaluasi kepribadian, prospek jabatan, perkawinan, dan
penampilan (Van der Geld et al, 2007). Demikian pentingnya tampilan senyum
seseorang, sehingga hasil perawatan dengan oklusi yang sangat baikpun akan
tampak tidak memuaskan bila disertai senyum yang kurang menarik (Analia et al,
2008).
Suku Makassar, Bugis, dan Toraja adalah tiga suku yang mendiami wilayah
Sulawesi Selatan, sedangkan suku Mandar menempati wilayah Sulawesi Barat.
Suku Makassar merupakan suku yang terbesar dan terkuat di antara suku yang
berada di Sulawesi Selatan. Keberadaan suku Makassar dapat ditemukan di Kota
Makassar, Kabupaten Gowa, Takalar, Je’neponto, Bantaeng, Bulukumba, dan
Maros. Di perkirakan jumlah populasi suku Makassar ± 2 juta jiwa.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pradhan et al (2008) menyimpulkan
bahwa bentuk wajah dan jenis kelamin yang berbeda, memiliki suatu perbedaaan
dalam nilai-nilai estetika senyuman. Senyum memiliki banyak kelebihan. Telah
dilakukan penelitian dimana daya tarik senyum sebagai kesatuan yang tidak dapat
terpisahkan dari wajah. Jenis wajah dapat berpengaruh terhadap estetika senyuman
dan sebaliknya estetika senyuman dapat berpengaruh terhadap wajah (Anwar and
Fida, 2012).
Wajah seseorang menyimpan banyak informasi, tidak hanya dalam penentuan
jenis kelamin tetapi juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi suku/etnis. Maka
dari itu, ada kemungkinan suku Makassar berbeda dengan suku lainnya.
5
Berdasarkan uraian diatas maka timbul suatu permasalahan yang membuat
peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan antara bentuk wajah dengan
komponen senyum pada suku Makassar di Kabupaten Gowa .
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka yang menjadi rumusan masalah adalah,
bagaimana hubungan antara bentuk wajah dengan komponen senyum pada suku
Makassar di Kabupaten Gowa ?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan
antara bentuk wajah dengan komponen senyum pada suku Makassar di Kabupaten
Gowa .
1.4 Hipotesis
Adapun hipotesis yang dapat disajikan adalah sebagai berikut :
1. Tidak ada hubungan yang signifikan antara bentuk wajah dengan komponen
senyum
2. Tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamim dengan
komponen senyum.
3. Ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan komponen
senyum.
6
1.5 Manfaat Penelitian
1. Mengetahui hubungan antara bentuk wajah dengan kompoenen senyum
pada
2. Memberikan suatu rencana perawatan ortodontik yang dilihat dari
komponen senyum yang nantinya tidak hanya melihat dari fungsionalnya
saja.
3. Menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang senyum yang estetik
dan tidak estetik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Estetika Wajah
Dalam bidang ortodontik, estetika dibagi dalam tiga bagian : makro estetika (wajah
secara keseluruhan, contohnya pada kasus dolikofasial, brakhifasial, dan
mesofasial), mini estetika (lebih memfokuskan pada kerangka senyum dan
mencakup penilaian tampilan gingiva, ketinggian gingiva, dan koridor bukal), dan
mikro estetika (penilaian terhadap gigi dan gingiva, meliputi: proporsi, bentuk, dan
warna) (Server et al, 2005; Sieja et al, 2014; Kozlowski, 2013).
Gambar 2.1 : Klasifikasi penampilan dan estetika (Server et al., 2005)
Estetika wajah adalah suatu konsep yang berhubungan dengan kecantikan atau
wajah yang menarik dan memiliki pengaruh terhadap perilaku sosial serta persepsi
dalam masyarakat (Faure et al, 2002; Kiekens et al, 2005). Estetika wajah yang
menyenangkan berhubungan dengan keharmonisan dan keseimbangan antara
bagian yang membentuk profil wajah. Wajah yang cantik pasti memiliki proporsi
8
wajah yang ideal. Proporsi ideal berhubungan langsung dengan divine proportion
dimana proporsi tersebut adalah 1 – 1,618. Divine proportion merupakan standar
yang universal, sehingga perawatan yang menggunakan standar divine proportion
akan memaksimalkan estetika wajah. Wajah yang simetrisnya baik tidak selalu
berhubungan dengan wajah yang cantik, akan tetapi wajah yang sesuai dengan
divine proportion pasti selalu cantik (Jefferson, 2004).
Faktor-faktor estetika wajah sulit untuk dievaluasi dan pada umumnya
ditentukan secara subjektif. Komponen utama dalam mengevaluasi estetika wajah
ialah mulut, mata, rambut, dan hidung. Selain itu, bentuk wajah dan posisi gigi
yang baik juga dapat menentukan estetika wajah karena merupakan salah satu
syarat terwujudnya senyum yang menarik (Salazar et al, 2004; Reis et al, 2011).
2.2 Bentuk Wajah
Secara umum bentuk wajah manusia dapat dikategorikan menjadi : dolikofasial,
brakhifasial, dan mesofasial. Dolikofasial merupakan individu yang memiliki wajah
panjang dan menyempit dengan sudut bidang mandibula tinggi, profil cembung,
perkembangan dagu yang kurang tegas, dan tinggi wajah antero-posterior tidak
seimbang. Brakhifasialmerupakan individu yang ditandai dengan wajah persegi
besar dengan dagu kokoh (tegas), dan bentuk bibir datar. Mesofasialmerupakan
individu yang memiliki keseimbangan wajah baik (Gallois, 2011).
Ada berbagai cara untuk menggolongkan bentuk wajah manusia selain dengan
melihat secara langsung pada individunya, bisa juga menggunakan indeks wajah (
facial index ) dan pengukuran top of the head (TH) hingga soft tissue menton (ME)
(Franco, 2013; Jefferson, 2004).
9
Table 2.1 : Klasifikasi wajah berdasarkan facial index (Franco, 2013)
Gambar 2.2 : Bentuk wajah dolikofasial / panjang (≥ 1,618), brakhifasial/ pendek(≤
1,618), dan mesofasial/ ideal (1,618) (Jefferson, 2004)
2.3 Komponen Senyum
Senyum adalah ekspresi wajah yang paling esensial dalam menunjukkan adanya
keramahan, persetujuan, dan apresiasi. Senyum merupakan salah satu cara yang
paling efektif bagi orang-orang untuk menyampaikan perasaan mereka. Senyum
dibentuk dalam dua tahap, pertama meninggikan bibir hingga ke lipatan nasolabial
dan kedua melibatkan peninggian lebih lanjut dari bibir dan lipatan oleh tiga
kelompok otot. Hampir setiap orang, memperlihatkan insisivus maksila dengan
10
baik pada senyum maksimum, meskipun jika hanya insisivus mandibula yang
terlihat ketika berbicara (Jena et al, 2010).
Dalam mendesain senyum yang seimbang, selain memerlukan keterampilan tangan,
seorang dokter gigi harus mengetahui, memahami, dan mengikuti kaidah
komponen-komponen senyum dan prinsip-prinsip dalam mengatur gigi dan
jaringan lunak untuk mencapai senyum yang estetik. Komponen senyum
merupakan suatu komponen yang mendukung terbentuknya ekspresi senyum
menjadi seimbang, menarik, atau estetik, yang didukung oleh bagian-bagian
mastikasi dan jaringan keras pada daerah maksila dan mandibula. Komponen
senyum akan berperan pada saat social smile dan enjoyment smile .
2.4 Jenis Komponen Senyum
Sabri (2005), mengatakan komponen pembentuk senyum dari arah frontal terdiri
dari 8 faktor :
1. Lip line (Garis bibir)
Garis bibiradalah jumlah gigi yang terlihat secara vertikal ketika tersenyum,
dengan kata lain ketinggian bibir atas terhadap gigi insisivus sentralis maksila
(Aphale et al, 2012). Sebagai pedoman umum, garis bibirdikatakan optimal
ketika bibir atas mencapai margin gingiva, memperlihatkan keseluruhan
servikoinsisal gigi insisivus sentralis maksila dengan sedikit gingiva
interproksimal (Rahul et al, 2013).
Dalam bidang ortodonsia, garis bibir diklasifikasikan menjadi tiga ialah:
tinggi,sedang,dan rendah. Garis bibir tinggi, memperlihatkan 75% - 100% gigi
anterior maksila atau semua mahkota klinis dengan jaringan gingiva yang
11
berbatasan (hanya gingiva interproksimal). Garis bibir sedang, memperlihatkan
1 - 3 mm gingiva dari titik paling apikal dari margin gingiva yang bebas
sampai perbatasan inferior dari bibir atas, dimana gigi secara keseluruhan yang
diperlihatkan sebagai dinding jaringan gingiva interdental dan perbatasan
gingiva yang bebas di sekitar area serviks gigi, sementara garis bibir
rendahmemperlihatkan kurang dari 75% gigi anterior maksila. Kondisi yang
tidak diinginkan pada kasus dimana garis bibir tinggi dan tampilan gingiva
yang berlebihan (gummy smile) sangat tampak jelas (Kourkouta et al, 2011;
Sudhakar et al, 2014).
Garis bibir dapat dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin dimana pada
perempuan rata-rata 1,5 mm lebih tinggi dari pada laki-laki yakni 1-2 mm.
Semakin tua seseorang, maka semakin besar kecenderungan untuk jenis garis
senyum yang rendah. Titik awal dari senyum adalah garis bibir pada posisi
istirahat, dengan rata-rata insisivus maksila yang terlihat 1,91 mm pada laki-
laki dan 3,40 mm pada perempuan (Rahul et al, 2013; Camara, 2010; Sabri,
2005).
Gambar 2.3 : Garis bibir (Sabri, 2005)
12
Gambar 2.4 : a. Garis bibir tinggi, b. Garis bibir sedang, c. Garis bibir rendah
(Camara, 2010)
2. Smile arc (Lengkung senyum)
Lengkung senyumadalah kesejajaran dari kurva insisal anterior maksila atau
hubungan antara garis imajiner yang dibentuk oleh ujung insisal gigi anterior
maksila dengan kontur bagian dalam bibir bawah saat tersenyum. Lengkung
senyum optimal apabila kurva yang dibentuk insisal gigi anterior rahang atas
menyentuh atau paralel dengan tepibibir bawah (lower lip) saat tersenyum
sehingga memperlihatkan youthful smile (Jena et al, 2010).
Kurva dari tepi insisal pada perempuan lebih jelas daripada laki-laki dan
kurva dari bibir bawah biasanya lebih nyata pada senyum orang yang lebih
muda. Pasien yang memiliki bibir bawah menyentuh atau tidak menyentuh tepi
insisal memiliki nilai estetik yang lebih tinggi dibandingkan dengan bibir
bawah yang sedikit menutupi tepi insisal (Sabri, 2013; Rahul et al, 2013).
13
Gambar 2.5 : Lengkung senyum (Sabri, 2005; Camara, 2010)
3. Upper lip curvature (Kurvatura bibir atas)
Kurvatura bibir atas dinilai dari posisi sentral terhadap sudut mulut pada
saat tersenyum. Naik/positif ketika sudut mulut lebih tinggi daripada posisi
sentral, lurus ketika sudut mulut, dan posisi sentral berada pada level yang
sama, serta menurun/negatif ketika sudut mulut lebih rendah daripada posisi
sentral (Aphale et al, 2012).
Gambar 2.6 : Kurvatura bibir atas (Sabri, 2005)
4. Lateral negatif space
Ruang negatif atau lateral negatif space ialah ruang atau daerah gelap pada
koridor bukal yang terbentuk antara gigi posterior dengan sudut mulut ketika
pasien tersenyum Frush dan Fisher (1958 cit Ioi et al, 2009; Rajtilak et al,
2012). Senyum lebar dengan koridor bukal minimal dianggap paling estetik
oleh orang-orang awam, namun senyum lebar tanpa koridor bukal dapat juga
dipersepsikan sebagai palsu (McLaren et al, 2009). Tidak adanya lateral
negatif space karena terlalu besarnya ukuran kaninus, lengkung gigi yang
14
terlalu lebar, atau restorasi yang over-contour akan membuat senyum menjadi
tidak menarik (Parekh, 2006)
Gambar 2.7 : Ruang negatif(Sabri, 2005)
5. Smile symmetry (Kesimetrisan senyum)
Kesimetrisan senyum, merupakan posisi relatif dari sudut mulut dalam
bidang vertikal, yang dapat dinilai dengan mensejajarkan garis komisuradan
garis papilla. Suatu senyum yang estetik biasanya memperlihatkan
kesimetrisan, proporsi antara gigi, gingiva, dan bibir. Posisi sudut mulut atau
komisura bibir juga mempengaruhi kesimetrisan senyum. Garis tengahwajah
harus sama dengan garis tengahmaksila, mandibula, dan garis tengahgigi
insisivus sentralis atau minimal giris-garis ini harus sejajar. Suatu perbedaan
kecil berkisar 1,5–2 mm masih dapat diterima, sejauh memberi kesan natural
atau alamiah terhadap gigi (Rahul et al, 2013).
Gambar 2.8 : Kesimetrisan senyum ( Sabri, 2005)
15
6. Frontal occusal plane (Dataran oklusal frontal)
Dataran oklusal dapat didefinisikan sebagai kelengkungan rata-rata (tidak
rata) dari permukaan imajiner yang akan tertutuppada permukaan gigi (Chan et
al, 2007). Dataran oklusal frontal diwakili oleh garis yang dibentuk dari ujung
gigi kaninus kanan ke ujung gigi kaninus kiri. Kemiringan transversal dapat
disebabkan oleh perbedaan erupsi dari gigi anterior meksila atau
ketidaksimetrisan skeletal dari mandibula. Relasi ini tidak dapat dilihat pada
foto intraoral atau pada model studi. Salah satu cara optimal untuk memeriksa
dataran oklusal frontaladalah dengan menginstruksikan pasien menggigit
tongueblade atau kacamulutdi regio premolar saat pemeriksaan klinis. Dataran
oklusal frontaloptimal bila sejajar dengan garis interpupil(Sabri, 2005).
Gambar 2.9 : Dataran oklusal frontal (Sabri, 2005)
7. Dental component (Komponen gigi)
Komponen gigi pada senyum meliputi ukuran, bentuk, proporsi, warna,
kesejajaran, angulasi/inklinasi mahkota (ujung) dari gigi, posisi midline, dan
kesimetrisan lengkung rahang. Midline gigi merupakan titik paling penting
dalam senyum yang estetik. Metode praktis untuk menentukan lokasi midline
wajah adalah dengan menggunakan dua titik anatomis, midline hidung, dahi,
16
dagu, dan dasar filtrum (cuspid’s bow) pada pertengahan dari bibir atas
(Bhuvaneswaran, 2010).
Gambar 2.10 : Komponen gigi(Sabri, 2005)
8. Gingival components (Komponen gingiva)
Kombinasi gigi dan gingiva estetik dapat memberikan senyum yang
harmonis dan seimbang. Komponen gingivadari senyum adalah warna, tekstur,
dan tinggi dari gingiva. Jarak dari papilla yang diperlihatkan adalah 5 mm atau,
6 mm, dan 7 mm dari tulang interdental ke apikal dari daerah kontak (LeSage
et al, 2012).
Inflamasi gingiva, papilla tumpul, embrasur gingiva terbuka, dan margin
gingiva yang tidak rata menurunkan kualitas estetik dari senyum. Margin
gingiva dari insisivus sentral secara normal pada level yang sama atau sedikit
lebih rendah daripada kaninus, sementara margin gingiva dari insisivus lateral
lebih rendah daripada insisivus sentral. Margin gingiva dapat disamakan
kedudukannya dengan intrusi dan ekstrusi ortodontik atau dengan bedah
periodontal, tergantung pada garis bibir, panjang mahkota, dan kedudukan
gingiva pada gigi yang berdekatan (Sabri, 2013).
17
Gambar 2.11 : Komponen gingiva(Sabri, 2005)
2.4 Fotografi Ortodontik
Pada bidang ortodontik dikenal dua macam foto, yaitu foto intra oral dan foto
ekstraoral. Foto intra oral merupakan foto yang mencakup rongga mulut pasien,
sedangkan foto ekstra oral merupakan foto yang mencakup kepala dan rahang
pasien.
Fotografi intra oral terdiri atas lima macam : frontal dengan keadaan oklusi, bukal
kanan dengan keadaan oklusi, bukal kiri dengan keadaan oklusi, oklusal maksila,
dan oklusal mandibula, sedangkan fotografi ekstra oral terdiri atas empat macam :
wajah bagian frontal (bibir beristirahat), wajah bagian frontal (tersenyum), lateral
(bibir beristirahat) atau disebut juga foto profil, dan foto oblik dengan posisi miring
45o (Samawi, et al 2008).
18
KERANGKA KONSEP
Ket :
:Variabel yang diteliti
:Variabel yang tidak diteliti
Bentuk Wajah & Jenis Kelamin
Foto Ekstraoral
Komponen Senyum
Brakhifasial Dolikofasial Mesofasial
Fotografi Ortodontik
Foto Intraoral
Pandangan anterior
Lateral
Oblik
Frontal
Oklusal
Pandangan bukal
Lip line
Smile arc
Smile symmetry
Laki-laki Perempuan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional analitikdengan
menggunakan metode pendekatan cross sectional yaitu suatu pendekatandengan
melakukan pengamatan pada saat itu juga.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juni 2014. Penelitian ini dilakukan pada
siswa & siswi di Kabupaten Gowa (SMAN 1 Bajeng dan SMAN 1 Bontonompo).
3.3 Definisi Operasional
1. Komponen senyum merupakan suatu komponen yang mendukung terbentuknya
ekspresi senyum menjadi seimbang, menarik, atau estetik, yang di dukung oleh
bagian-bagian mastikasi dan jaringan keras pada daerah maksila dan
mandibula. Komponen senyum akan berperan pada saat social smile dan
enjoyment smile .
2. Suku makassar laki-laki dan perempuan yang mempunyai bentuk wajah :
dolikofasial, brakhifasial, dan mesofasial
20
3.4 Populasi dan sampel
Populasi penelitian ini adalah siswa & siswi Suku Makassar di Kabupaten
Gowa yang memiliki bentuk wajah yang berbeda yang telah memenuhi kriteria
subyek penelitian.
3.5 Kriteria penelitian
Suku Makassar (laki-laki dan perempuan) di SMAN 1 Bajeng dan SMAN 1
Bontonompo yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Belum pernah mendapat perawatan ortodontik dan prostodontik.
2. Tidak pernah melakukan tindakan bedah.
3. Gigi permanen yang telah erupsi seluruhnya sampai dengan gigi M2 dan
mendekati normal.
4. Bentuk anatomi gigi anterior dan posterior secara utuh dan normal.
5. Tidak memiliki kelainan fasial maupun kelainan rongga mulut.
3.6 Metode Sampling
Metode pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling dimana
pengambilan sampel dilakukan hanya atas dasar pertimbanganpenelitinya sajayang
menganggap unsur-unsur yang dikehendaki telah ada dalam anggotasampel yang
diambil.
21
3.7 Jumlah Sampel
Pada penelitian ini sampel yang dibutuhkan berjumlah 123 sampel yang terdiri dari
bentuk wajah (dolikofasial, brakhifasial dan mesofasial) dan jenis kelamin (laki-laki
dan perempuan).
3.8 Alat Penelitian
Alat-alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Kamera digital 16,1 MG pixel
b. Tripoid (penyangga) kamera
c. Meteran
d. Kain biru
e. Penggaris
f. Alat tulis menulis
g. Program adobe photoshop CS6
h. Kapas atau tissue
i. Alkohol 70%
3.9 Prosedur Penelitian
3.9.1 Persiapan penelitian :
1. Pemasangan background, kursi, dan tripoid
2. Subyek diminta membaca dan menandatangani surat persetujuan
(informed consent).
3. Mengulasi alat-alat yang dipakai penelitian dengan alkohol.
22
3.9.2 Pengambilan foto sampel:
1. Subjek diminta duduk tegak dengan wajah menghadap lensa dan kepala
tegak.
2. Subjek diinstruksikan tersenyum sosial dengan mengucapkan kata cheese
panjang, dengan waktu selama 2 detik.
3. Foto subjek diambil saat tersenyum dari arah frontal.
4. Jarak yang diambil antara subyek yang difoto dengan alat foto adalah 50
cm dari depan lensa ke ujung bawah dagu.
3.9.3 Penentuan bentuk wajah
Untuk menentukan bentuk wajah digunakan program adobe photoshop CS6 dan
mengukur top of the head (TH) hingga soft tissue menton (ME), dengan proporsi
ideal a / b = 1,618, berdasarkan golden proportion menurut Jefferson (2004) .
Dalam penelitian ini kisaran rasio untuk menentukan kriteria bentuk wajah
ditentukan sebagai berikut :
a. Bentuk wajah dolikofasial = > 1,693
b. Bentuk wajah mesofasial = 1,693 – 1,543
c. Bentuk wajah brakhifasial = < 1,543
3.10 DATA
3.10.1 Jenis data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data primer.
3.10.2 Pengolahan data
Pengolahan data penelitian ini dilakukan dengan perhitungan SPSS.
23
3.10.3 Analisis data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Chi-Square
3.10.4 Penyajian data
Penyajian data penelitian ini adalah dalam bentuk tabel.
3.11 Alur Penelitian
Penjelasan tentang penelitian pada
subjek
Pemilihan sampel
Mengisi informed consent
Mengatur posisi subjek untuk
difoto
Subjek diinstruksikan tersenyum “sosial”
mengucapkan kata cheese panjang selama
2 detik
Pengambilan gambar secara
frontal
Pengamatan & penentuan bentuk
wajah & komponen senyum
Pembahasan &
penarikan
kesimpulan
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Telah dilakukan penelitian pada bulan Mei-Juni 2014 mengenai hubungan
bentuk wajah dengan komponen senyum pada suku Makassar di Kabupaten Gowa,
pada siswa dan siswi SMAN 1 Bajeng dan SMAN 1 Bontonompo. Dari
keseluruhan siswa/siswi yang diteliti hanya 123 sampel yang memenuhi kriteria.
Subyek dibagi menjadi kelompok berdasarkan bentuk wajah dan jenis kelamin,
diperoleh 43 bentuk wajah dolikofasial, 21 mesofasial, dan 5 brakhifasial, serta 40
jenis kelamin laki-laki dan 83 perempuan. Perhitungan komponen senyum ini
dilakukan dengan bantuan skala perhitungan yang ada pada program adobe
photoshop CS6.
Hasil dari penelitian disajikan pada tabel-tabel dibawah ini :
Tabel 1, memperlihatkan bahwa dari 123 orang yang diteliti garis bibirnya,
persentase garis bibir yang “sedang” paling banyak dijumpai pada semua bentuk
wajah dan jenis kelamin dibandingkan dengan persentase tinggi dan rendah.
Persentase untuk dolikofasial 48,8%, mesofasial 48,0%, dan brakhifasial 60,0%.
Untuk jenis kelamin laki-laki diperoleh 47,5%, sedangkan untuk perempuan 49,4%.
Berdasarkan uji statistik, pada bentuk wajah didapatkan nilai p=0,740 (>0,05)
berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara bentuk wajah dengan garis bibir.
25
Pada jenis kelamin nilai p=0,752 (>0,05) berarti tidak ada hubungan yang
bermakna antara jenis kelamin dengan garis bibir.
Tabel 1. Proporsi jumlah subyek berdasarkan ketinggian “garis bibir”pada kelompok
bentuk wajah dan jenis kelamin.
BentukDolikofasialJumlah (n) 8 21 14 43 wajah Prosentase (%) 18,6 48,8 32,6 100
MesofasialJumlah (n) 18 36 21 75 p=0,740 Prosentase (%) 24,0 48,0 28,0 100 BrakhifasialJumlah (n) 0 32 5 Prosentase (%) 0 60,0 40,0 100
Jenis Laki-laki Jumlah (n) 10 1911 40 KelaminProsentase (%) 25,0 47,5 27,5100 p=0,752 Perempuan Jumlah (n) 16 41 26 83 Prosentase (%) 19,3 49,4 31,3 100
Tabel 2, memperlihatkan bahwa dari 123 orang yang diteliti posisi lengkung
senyumnya, pada semua bentuk wajah, lengkung senyum yang tidak optimal lebih
banyak daripada yang optimal. Persentase untuk dolikofasial, mesofasial, dan
brakhifasial berturut-turut adalah: 58,1%, 50,7%, dan 80,0%. Pada laki-laki,
lengkung senyum yang optimal (60,0%) lebih besar daripada yang tidak optimal
(40,0%). Pada perempuan, lengkung senyum tidak optimal (61,4%) lebih besar
daripada yang optimal (38,6%).
Berdasarkan uji statistik, pada bentuk wajah didapatkan nilai p=0,371 (>0,05)
berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara bentuk wajah dengan lengkung
senyum. Pada jenis kelamin nilai p=0,006 (p<0,05) berarti ada hubungan yang
bermakna antara jenis kelamin dengan lengkung senyum.
Variabel Garis Bibir Total
TinggiSedang Rendah
26
Tabel 2. Proporsi jumlah subyek berdasarkan posisi “lengkung senyum”pada kelompok bentuk wajah dan jenis kelamin.
Jenis Laki-laki Jumlah (n)2416 40 KelaminProsentase (%)60,040,0 100 p=0,006 Perempuan Jumlah 32 51 83 Prosentase (%)38,6 61,4100
Tabel 3 memperlihatkan bahwa dari 123 orang yang diteliti kesimetrisan
senyumnya, persentase pada semua bentuk wajah dan jenis kelamin paling banyak
dijumpai senyum yang “simetris” daripada senyum “tidak simetris”. Persentase
untuk dolikofasial (55,8%), mesofasial (76,0%), dan brakhifasial (60,0%). Untuk
jenis kelamin laki-laki (55,0%) dan perempuan (74,7%).
Berdasarkan uji statistik, pada bentuk wajah didapatkan nilai p=0,070 (p>0,05)
berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara bentuk wajah dengan
kesimetrisan senyum. Pada jenis kelamin nilai p=0,028 (p<0,05) berarti ada
hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kesimetrisan senyum.
VariabelLengkung Senyum Total
Optimal Tidak Optimal Bentuk Dolikofasial Jumlah (n) 18 25 43 wajah Prosentase (%) 41,9 58,1100
Mesofasial Jumlah (n)37 3875p=0,740 Prosentase (%) 49,3 50,7100
Brakhifasial Jumlah (n)1 4 5 Prosentase (%) 20,0 80,0100
27
Tabel 3. Proporsi jumlah subyek berdasarkan “kesimetrisan senyum” pada kelompok bentuk wajah dan jenis kelamin.
Jenis Laki-laki Jumlah (n) 22 18 40 kelaminProsentase (%)55,0 45,0 100 p=0,028 Perempuan Jumlah (n) 62 21 83 Prosentase (%)74,7 25,3100
Variabel Kesimetrisan Senyum Total
Simetris Tidak Simetris Bentuk Dolikofasial Jumlah (n) 24 19 43 WajahProsentase (%) 55,844,2 100
Mesofasial Jumlah (n)571875 Prosentase 76,0 24,0 100p=0,740
Brakhifasial Jumlah (n) 3 2 5 Prosentase (%) 60,0 40,0 100
BAB V
PEMBAHASAN
Sebagai orientasi estetika, sebuah senyuman harus berkombinasi dengan baik
antara bentuk wajah dan komponen senyum, sehingga dapat menambah rasa
percaya diri seseorang untuk tersenyum dalam kehidupan sosial mereka. Bentuk
wajah secara umum dikategorikan menjadi tiga, yaitu : dolikofasial (panjang),
mesofasial (sedang), dan brakhifasial (pendek).
Jenis komponen senyum yang diteliti pada penelitian ini berdasarkan bentuk
wajah dan jenis kelamin pada suku Makassar di Kabupaten Gowa adalah garis
bibir, lengkung senyum, dan kesimetrisan senyum. Sampel yang didapat sebanyak
123 orang siswa/siswi SMAN 1 Bajeng dan SMAN 1 Bontonompo. Terdiri dari 40
sampel berjenis kelamin laki-laki yakni 16 orang (40%) dolikofasial, 21 orang
(52,5%) mesofasial, dan 3 orang (7,5%) brakhifasial, serta 83 sampel berjenis
kelamin perempuan yakni 27 orang (32,5%) dolikofasial, 54 orang (65,1%)
mesofasial, dan 2 orang (2,4%) brakhifasial.
Pada penelitian ini diperoleh bahwa pada semua kategori wajah dan jenis
kelamin, garis bibir yang “sedang” mempunyai persentase yang lebih besar
dibanding kriteria lainnya. Garis bibir yang “sedang” memperlihatkan 1-3 mm
gingiva dari titik paling apikal dari margin gingiva yang bebas sampai perbatasan
inferior dari bibir atas atau 75% memperlihatkan gigi anterior maksila. Setelah diuji
secara statistik hasilnya tidak bermakna (p>0,05), berarti tidak ada hubungan antara
29
bentuk wajah dengan garis bibir dan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dan
garis bibir (Tabel 1). Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Al-
Khawaja (2013) dari 54 sampel perempuan, garis bibir “tinggi” mempunyai
persentase paling besar (20,4%), sedangkan laki-laki garis bibir “rendah” yang
mempunyai persentase paling besar (22,1%), antara laki-laki dan perempuan tidak
ada perbedaan yang bermakna. Tjan dkk (1984 cit Rabie et al, 2006) menjelaskan
bahwa rata-rata perempuan memperlihatkan dua kali lebih banyak gigi rahang atas
dibandingkan laki-laki (3,40mm:1,91mm). Abdullah (2014) dalam penelitiannya
menyimpulkan bahwa pola garis bibir rendah lebih umum pada perempuan dan
laki-laki, sementara garis bibir tinggi tidak terlalu umum pada perempuan dan laki-
laki. Anwar danFida (2012) yang meneliti garis bibir preferensi
bagivariasijeniswajah menyimpulkan bahwa dari 100 jumlah penilai, garis bibir
yang hanya memperlihatkan gigi insisivus rahang atas lebih disukai pada bentuk
wajah dolikofasial dan mesofasial laki-laki dan perempuan sedangkan ketinggian
garis bibir yang memperlihatkan 2mm gusi lebih disukai pada bentuk wajah
brakhifasial pada dua jenis kelamin.
Hasil penelitian pada posisi lengkung senyum diperoleh bahwa persentase
lengkung senyum yang “tidak optimal” lebih besar dibandingkan yang “optimal”
pada semua bentuk wajah dan jenis kelamin perempuan. Setelah diuji secara
statistik hasilnya tidak bermakna (p>0,05), berarti tidak ada hubungan antara
bentuk wajah dengan lengkung senyum. Untuk hubungan jenis kelamin dengan
lengkung senyum, setelah diuji statistik diperoleh hubungan yang bermakna
(p<0,005) antara jenis kelamin dengan lengkung senyum (Tabel 2). Hasil ini tidak
sejalan dengan penelitian Yuri Analia dkk (2008), yang mendapatkan hasil dari
30
ketiga bentuk wajah dan jenis kelamin, hanya bentuk wajah brakhifasial dan jenis
kelamin laki-laki yang memiliki lengkung senyum “tidak optimal”. Beberapa
literatur menjelaskan posisi lengkung senyum yang optimal adalah yang sejajar atau
konsonan dengan bentuk kurva bibir bawah saat tersenyum.
Pada tabel 3 diperoleh informasi bahwa senyum yang simetris diperoleh pada
semua bentuk wajah dan jenis kelamin. Setelah diuji secara statistik hasilnya tidak
bermakna (p>0,05), berarti tidak ada hubungan antara bentuk wajah dengan
kesimetrisan senyum. Untuk hubungan jenis kelamin dengan kesimetrisan senyum,
setelah diuji statistik diperoleh hubungan yang bermakna (p<0,005) antara jenis
kelamin dengan kesimetrisan senyum. Berdasarkan dari hasil penelitian dapat
dikatakan bahwa jumlah subjek yang memiliki senyum yang simetris lebih banyak
dari yang tidak simetris. Garis median gigi merupakan titik fokus dari senyum dan
senyum yang menarik cenderung akan menampilkan tingkat kesimetrisan yang
besar. Senyum yang estetik mengkaji bagaimana gigi sesuai dalam kerangka bibir,
yang berhubungan satu sama lain dan menyelaraskan wajah dengan garis median
tubuh (Suliman and Qaisi, 2009). Saat merawat pasien ortodontik, sering
ditemukan adanya ketidaksimetrisan pada gigi geligi atau wajah daripenderita yang
merupakan keluhan dari pasien, maupun yang tidak disadari oleh pasien yang
datang. Perawatanortodontik adalah perawatan yang berhubungan dengan estetika
gigi dan wajah, oleh karena itu pada saatmendiagnosis dan membuat rencana
perawatan harus diketahui adanya asimetri pada gigi dan wajah sehinggadidapatkan
hasil perawatan yang simetris dengan berimpitnya garis median gigi rahang atas
dan rahang bawahserta garis median wajah. Hal ini penting karena tujuan pasien
datang ke dokter gigi adalah untuk memperbaiki susunangigi atau penampilan
31
wajahnya. Bila saat melakukan perawatan ortodontik kita tidak menyadari dari awal
adanya asimetri,akan membuat jangka waktu perawatan menjadi lebih lama karena
harus melakukan perubahan pada rencanaperawatan(Surwandi, 2011). Senyum
simetris mengarah terhadap penempatan secara simetris dari sudut mulut pada
dataran vertikal yang merupakan pertemuan dari garis komisura dan pupil. Garis
oblik komisura pada senyum tidak simetris dapat memberikan ilusi dari kemiringan
transversal pada maksila atau ketidaksimetrisan skeletal (Sabri, 2013). Sebuah
penelitian dari Ozono (2010) mengenai perbedaan budaya Jepang dengan Amerika
menyimpulkan bahwa tidak ada pengaruh kesimetrisan senyum antar budaya.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan antara bentuk wajah dengan
komponen senyum pada suku Makassar di Kabupaten Gowa, dapat disimpulkan
bahwa :
1. Mayoritas suku Makassar mempunyai: bentuk wajah mesofasial (ideal), garis
bibir yang sedang, lengkung senyum yang optimal dan tidak optimal, dan
mempunyai senyum yang simetris.
2. Tidak ada hubungan yang signifikan antara semua bentuk wajah
(dolikofasial, brakhifasial, dan mesofasial) dengan komponen senyum (garis
bibir, lengkung senyum, dan kesimetrisan senyum).
3. Tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan garis bibir.
4. Ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan lengkung
senyum dan kesimetrisan senyum.
6.2 Saran
1.Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada sampel yang lebih banyak pada
suku-suku lain.
2.Penggunaan alat ukur yang lebih efektif dalam penentuan bentuk wajah.
33
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Issam M. 2014. Upper lip changes and gingival exposure on smiling in group with Class I normal occlusion. J of Babylon University/Pure and Applied Sciences/; 22(7): 1-6
Al-Khawaja NF. 2013. Assessment of the esthetic smile in a sample of
Iraqipopulation. J Bagh College Dentistry; 25(3): 1-8.
Anwar Nabila and Fida Mubassar. 2012. Lip line preference for variant face types. Journal of the College of Physicians and Surgeons Pakistan; 22(6): 375-380.
Aphale H., Kumar S N., Gayake P. 2012.The ideal smile and itscharacteristics . JDPMS; (1)1. Bagga DK. 2010. Adult orthodontics versus adolescent orthodontics:An Overview.
J Oral Health Comm Dent; 4(2): 42-47.
Camara CA. 2010. Aesthetics in Orthodontics: Six horizontalsmile lines. Dental Press J. Orthod. 15(1): 118-31.
Chan CA. 2007. A review of the clinical significance of the occlusal plane:
itsvariation and effect on head posture. International College of Craniomandibular Orthopedics (ICCMO); (8): 1-74.
Da Silva, GdC., De Castilhos, ED., Masotti, AS. and Rodrigues, JSA. 2012. Dental
esthetic self-perception of brazilian dental students. RSBO; 9(4):375-81. Der Geld, PV., Oostorveld, P., Heck, GV. and Jagtman, AMK. 2007. Smile
attractiveness (self-perception and influence on personality). Angle Orthod; 77(5):759-65.
Der Geld PV., Oostorveld, P., Berge S. and Jagtman AMK. 2008. Age-related
changes of the dental easthetic zone at rest and during spontaneous smiling and speech. European J of Ortodontics; 30: 366-377.
Der Geld PV., Oostorveld, P., Berge S. and Jagtman AMK. 2011. Smile line
assessment comparing quantitative measurement and visual estimation. Am J Ortohod Dentofacial Ortohop; 139: 174-80.
Dewi Agushinta R., Karmilasari., Suranto Eko S. 2008. Klasifikasi kelompok usiaberdasarkan ciri wajahpada sistem pengenalan wajah. Proceeding, Seminar
34
Ilmiah Nasional Komputer dan Sistem Intelijen (KOMMIT). 20-21 Agustus 2008; Auditorium Universitas Gunadarma, Depok; 336-344.
Faure JC., Rieffe C., Maltha JC. 2002. The influence of different facial components
facial easthetics. Eur J Orthod; 6(1): 1-7. Franco FCM., Vogel CJ. 2013. Brachycephalic, dolichocephalic and mesocephalic:
is itappropriate to describe the face using skull patterns?. Dental Press J Orthod; 18(3):159-63.
Gallois. 2011. Classification of Malocclusion. 6 th ed. Columbia. Riolo and Avery;
163-178. Garber, DA. and Salama, MA. 1996. The eastetic smile: diagnosis and treatment.
Periodontol; 11: 18-28. Havens, DC., McNamara, JA., Sigler, LM. and Baccetti T. 2010. The role of posed
smile in overall facial esthetics. Angle Orthod; 8(2): 322-28.
Ioi Hideki., NakataShunsuke., Counts Amy L. 2009. Effects of buccal corridors on smile esthetics in Japanese. Angle Orthodontist; 79( 4): 628-33.
JeffersonY. 2004. Facial Beauty-Establishing a Universal Standard. IJO; 15(1): 9-22. Jena Kumar A., Chandrashekar. 2010. Smile designing in orthodontics.
Orthodontics Cyber Journal; 130(5): 8-12. Jaswante.,Ullah Khan., Bhupesh Gour. 2013. Back propagation neural network
based genderclassification technique based on facial features. JCSN International Journal of Computer Science and Network; 2(6).
Kiekens R.M.A., Maltha J.C., Kuijpers-Jagtman A.M. 2005. Measuring system for
facial aesthetics in CaucasianAdolescents: reproducibility and validity. Eur J Orthod; 133(2): 7579–584.
K Rahul PD P., S Varma., R Namitha. 2013. Norms for crafting a beautiful smile.
AIMS; (9)2: 1-44. Kourkouta S. 2011. Implant theraphy in the esthetic zone: smile line assessment. Int
J Periodontics Restorative Dent; 31(1): 195-201. Kozlowski J. 2013. A new era in digital ortodontics. Clinical Impressions; 19(1):
4-7. LeSage BP., Delloca L. 2012. Aproaches to smile design. J of Cosmetic Dentistry;
24(1): 126-149.
35
Mettos CT., Marquezan M., Chaves IBBM., Martins DGdS., Nojima, LI. and Nojima, MdCG. 2012. Assessment of facial profile changes in Class I biprotrusion adolescent subjects submitted to orthodontic treatment with extractions of four premolars. Dental Press J orthod; 17(3): 132-7.
McLaren EAand Cao PT. 2009. Smile analysis and esthetic design:“in the zone”.Inside Dentistry; 18(4): 44-47.
Ozono H., Watabe M., Yoshikawa S. 2010. What in a smile? cultural differences in
the effects of smiling on judgments of trustworthiness. LEBS; 1(1): 15-18. ParekhSM., Fields HW., Beck M. 2006. Attractiveness of variations in the smile
arc and buccalcorridor space as judged by orthodontists and laymen. Angle Orthodontist; (76)4: 1-7.
Patnaik., Rajan., Sanju B. 2003. Anatomy of”a beautiful face & smile. J Anat. Soc.
India; 52(1)74-80.
Pradhan V ., Jaya Verma., Prabhuraj., Raghavendra. 2008. Determination of smile norms in different facial shapes in young adults among Indian population. National Journal of Medical and Dental Researc; 1(4):39-46.
Proffit WR. 2000. Comtemporary Ortodontics. 3rd ed. St. Louis, Mo:Mosby Year Book; p.586-587.
Rajtilak G., Deepa S., Raasekar V. 2012. Anterior teeth and smile designing: a prospective view. JDPMS; 2(3): 117-127.
Reis S A B., Abrao, J ., Claro CA deA. 2011. Evaluation of the determinants of
facial profileaesthetics. Dental Press J Orthod ;16(1):57-67. Rizia Irsa, Syaifullah. 2013. Variasi kefalometri pada beberapa suku di Sumatera
Barat (cephalometry variation of ethnics in West Sumatra). Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.); 2(2).
Sabri. 2005;2013. The eight components of a balanced smile. Journal of Clinical
Ortodontiscs; 39 (3). SalazarF. R. F.R., Flores Mir C. and Major P. W. 2004. Self-perceivedorthodontic
treatmentneed evaluated through 3 scales in auniversity population. Journal of Orthodontics; (31): 329–34.
Sieja A.,Kawala B,. 2014. Contemporary orthodontic diagnostics– macroesthetics,
microesthetics, miniesthetics. Dent. Med. Probl; 5(1);19–25. Server DM., Hills V. 2005. Soft-tissue-based diagnosis & treatment planning. Am J
Orthod Dentofacial Orthod; 14(1): 21-6.
36
Sudhakar N, Vishwanath Aarthy. 2014. Smile esthetics – a literature review. IOSR IOSR-JDMS; 13(1):32-36.
SulimanAH A. and Al-Qaisi RH. 2009. Smile perception in dentistry. Cairo Dental
Journal; 25(1): 53-60. Thambas A, AK. and Dewi, RS. 2012. Pengembangan dan modifikasi estetik
dalam pembuatan crown dan bridge. J Ilmiah Nasional. Widya:Majalah Ilmiah; 29(323): 47-53.
Wigati, C., Andhini, KR. and Natalia, D. 2012. Hubungan lebar mesiodistal terhadap kecembungan profil jaringan lunak wajah pada pasien maloklusi i Angle di Malang. Majalah Kesehatan FKUB. April 12. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Malang; p.1- 5.
Yuri Analia., Nia Ayu Ismaniati., Maria Purbiati. 2008. Gambaran komponen senyum pasien sebelum perawatan ortodonti. Indonesian Journal of Dentistry ; 15(1 ): 23-28.
Yoveladan Krisnawati. Penatalaksanaan kasus protrusif gigi anterior atas dengan
kelainan periodontal pada pasien dewasa. Indonesian J of Dentistry; 16(1): 25-31.
LAMPIRAN
FOTO SENYUM KELOMPOK LAKI-LAKI BERDASARKAN BENTUK
WAJAH DOLIKOFASIAL
M. Yusuf H Zulqifli Wahyu Bayu M
Riri Zuljalani Andika
ArdiansyahIskandar Ismail Firman
HasdarMuh.TaufikSyahdan
Muh. Aswar Ibnul Mubarak Aspar
Rinaldi
FOTO SENYUM KELOMPOK LAKI-LAKI BERDASARKAN BENTUK
WAJAH MESOFASIAL
Muh. Amin Hasri Syamsul Marlyn
Ahmad HaidilNur Qadri AsfitFirman K
Muh Taufiq Abd. Wahid Nur Hadi
Abd .SamadAgung wirawan Muh Fahrul
Indra Rahmadi Wahyu Mufakir
IlhamFadil Iman
Muh .Rifai arsyad Yuhibbul Zulkasar Aimar
FOTO SENYUM KELOMPOK LAKI-LAKI BERDASARKAN BENTUK
WAJAH BRAKHIFASIAL
Muh. Nursal Muh Rifai Arsyad Muh. Hasyim
FOTO SENYUM KELOMPOK PEREMPUAN BERDASARKAN BENTUK
WAJAH DOLIKOFASIAL
Hartina Erni Risna Ayu Reski
IrfadillahDarmayanti Nisba Maulidah
Aziza Aulia Siti Hardianti Nur Reskia
Nurul Magfira Yuyun Nuruul Rahmadanti
Reski Amalia Fitriani Nima Mufidah
Resa Rosita Sartika Nur Azizah
Ainun Mardia Fitri Dwi Wahyuni Wardah Atikah
Magfira Nur Salmiah Kharisma Nur
Jumriani Fadillah R Nur cahaya
FOTO SENYUM KELOMPOK PEREMPUAN BERDASARKAN BENTUK
WAJAH MESOFASIAL
Nurul Ulmiah Aulia Novianti Nur Rahmadhani
Mutmainnah Wahyuni Amin Reski Putri Daeng
Nur Maziah Puspitasari Serli Rahayu Nurfadillah
Nurul Annisa Alvira Zainal Fani Ekawati
Nuraeni Sulianti Ardiyah Resky
NurhartinaAyu Mujahidah Reskia sari
Nur Fitri Isni Lutut Nurul Annisa
Nur Annisa Anti Nirmalasari
Yuliana Megawati Shalsabila Ananda
Aulia Meidiana St.Nuranisa Heria Putri
Siti Ikhsana NursyammufidaFirdayanti Zulfausi Alimin Sri Wahyuni NReski Fajria
Sri Ainun Nurfitri QalbiaMuwahidah Al-atsary
Rizka Amalia Elmana Sari Rahayu Umrayani
Putri Septiani Nur Mutmainnah Ariqah Husnul
Rahmadani Faradibah Annisa Azzahra
Nur Rahma Nur Hafsah Nurul Miftahul D
Cahaya Prihati Vira Aulia Sri Almayant
FOTO SENYUM KELOMPOK PEREMPUAN BERDASARKAN BENTUK
WAJAH BRAKHIFASIAL
Nur Ismar P Aulia Citra
FOTO SENYUM KELOMPOK DOLIKOFASIAL BERDASARKAN
KETINGGIAN GARIS BIBIR
a. Garis Bibir Tinggi
b. Garis Bibir Sedang
c. Garis Bibir Rendah
FOTO SENYUM KELOMPOK MESOFASIAL BERDASARKAN KETINGGIAN
GARIS BIBIR
a. Garis Bibir Tinggi
b. Garis Bibir Sedang
c. Garis Bibir Rendah
FOTO SENYUM KELOMPOK BRAKHIFASIAL BERDASARKAN
KETINGGIAN GARIS BIBIR
a. Garis Bibir Sedang
b. Garis Bibir Rendah
FOTO SENYUM KELOMPOK DOLIKOFASIAL BERDASARKAN POSISI
LENGKUNG SENYUM
a. Optimal
b. Tidak Optimal
FOTO SENYUM KELOMPOK MESOFASIAL BERDASARKAN POSISI
LENGKUNG SENYUM
a. Optimal
b. Tidak Optimal
FOTO SENYUM KELOMPOK BRAKHIFASIAL BERDASARKAN POSISI
LENGKUNG SENYUM
a. Optimal
b. Tidak Optimal
FOTO SENYUM KELOMPOK DOLIKOFASIAL BERDASARKAN
KESIMETRISAN SENYUM
a. Simetris
b. Tidak Simetris
FOTO SENYUM KELOMPOK MESOFASIAL BERDASARKAN
KESIMETRISAN SENYUM
a. Simetris
b. Tidak Simetris
FOTO SENYUM KELOMPOK BRKHIFASIAL BERDASARKAN
KESIMETRISAN SENYUM
a. Simetris
b. Tidak simetris
CROSSTABS /TABLES=Wajah BY Bibir Senyum Simetris /FORMAT=AVALUE TABLES /STATISTICS=CHISQ /CELLS=COUNT ROW /COUNT ROUND CELL.
Crosstabs
Notes
Output Created 18-OCT-2014 13:15:41
Comments
Input Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 123
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as
missing.
Cases Used Statistics for each table are based on all the
cases with valid data in the specified
range(s) for all variables in each table.
Syntax CROSSTABS
/TABLES=Wajah BY Bibir Senyum
Simetris
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ
/CELLS=COUNT ROW
/COUNT ROUND CELL.
Resources Processor Time 00:00:00.05
Elapsed Time 00:00:00.05
Dimensions Requested 2
Cells Available 174734
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Wajah * Bibir 123 100.0% 0 0.0% 123 100.0%
Wajah * Senyum 123 100.0% 0 0.0% 123 100.0%
Wajah * Simetris 123 100.0% 0 0.0% 123 100.0%
Wajah * Bibir
Crosstab
Bibir
Total Tinggi Sedang Rendah
Wajah Delikofasial Count 8 21 14 43
% within Wajah 18.6% 48.8% 32.6% 100.0%
Mesofasial Count 18 36 21 75
% within Wajah 24.0% 48.0% 28.0% 100.0%
Brakhifasial Count 0 3 2 5
% within Wajah 0.0% 60.0% 40.0% 100.0%
Total Count 26 60 37 123
% within Wajah 21.1% 48.8% 30.1% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 1.976a 4 .740
Likelihood Ratio 3.002 4 .558
Linear-by-Linear Association .020 1 .889
N of Valid Cases 123
a. 3 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 1.06.
Wajah * Senyum
Crosstab
Senyum
Total Optimal Tidak Optimal
Wajah Delikofasial Count 18 25 43
% within Wajah 41.9% 58.1% 100.0%
Mesofasial Count 37 38 75
% within Wajah 49.3% 50.7% 100.0%
Brakhifasial Count 1 4 5
% within Wajah 20.0% 80.0% 100.0%
Total Count 56 67 123
% within Wajah 45.5% 54.5% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 1.985a 2 .371
Likelihood Ratio 2.100 2 .350
Linear-by-Linear Association .010 1 .920
N of Valid Cases 123
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 2.28.
Wajah * Simetris
Crosstab
Simetris
Total Simetris Tidak simetris
Wajah Delikofasial Count 24 19 43
% within Wajah 55.8% 44.2% 100.0%
Mesofasial Count 57 18 75
% within Wajah 76.0% 24.0% 100.0%
Brakhifasial Count 3 2 5
% within Wajah 60.0% 40.0% 100.0%
Total Count 84 39 123
% within Wajah 68.3% 31.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 5.309a 2 .070
Likelihood Ratio 5.242 2 .073
Linear-by-Linear Association 3.097 1 .078
N of Valid Cases 123
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 1.59.
CROSSTABS /TABLES=Sex BY Bibir Senyum Simetris /FORMAT=AVALUE TABLES /STATISTICS=CHISQ /CELLS=COUNT ROW /COUNT ROUND CELL.
Crosstabs
Notes
Output Created 18-OCT-2014 13:20:47
Comments
Input Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 123
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as
missing.
Cases Used Statistics for each table are based on all the
cases with valid data in the specified
range(s) for all variables in each table.
Syntax CROSSTABS
/TABLES=Sex BY Bibir Senyum Simetris
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ
/CELLS=COUNT ROW
/COUNT ROUND CELL.
Resources Processor Time 00:00:00.03
Elapsed Time 00:00:00.05
Dimensions Requested 2
Cells Available 174734
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Sex * Bibir 123 100.0% 0 0.0% 123 100.0%
Sex * Senyum 123 100.0% 0 0.0% 123 100.0%
Sex * Simetris 123 100.0% 0 0.0% 123 100.0%
Sex * Bibir
Crosstab
Bibir
Total Tinggi Sedang Rendah
Sex Laki-laki Count 10 19 11 40
% within Sex 25.0% 47.5% 27.5% 100.0%
Perempuan Count 16 41 26 83
% within Sex 19.3% 49.4% 31.3% 100.0%
Total Count 26 60 37 123
% within Sex 21.1% 48.8% 30.1% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square .569a 2 .752
Likelihood Ratio .560 2 .756
Linear-by-Linear Association .484 1 .487
N of Valid Cases 123
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 8.46.
Sex * Senyum
Crosstab
Senyum
Total Optimal Tidak Optimal
Sex Laki-laki Count 26 14 40
% within Sex 65.0% 35.0% 100.0%
Perempuan Count 32 51 83
% within Sex 38.6% 61.4% 100.0%
Total Count 58 65 123
% within Sex 47.2% 52.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 7.576a 1 .006
Continuity Correctionb 6.551 1 .010
Likelihood Ratio 7.646 1 .006
Fisher's Exact Test .007 .005
Linear-by-Linear Association 7.514 1 .006
N of Valid Cases 123
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.86.
b. Computed only for a 2x2 table
Sex * Simetris
Crosstab
Simetris
Total Simetris Tidak simetris
Sex Laki-laki Count 22 18 40
% within Sex 55.0% 45.0% 100.0%
Perempuan Count 62 21 83
% within Sex 74.7% 25.3% 100.0%
Total Count 84 39 123
% within Sex 68.3% 31.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 4.837a 1 .028
Continuity Correctionb 3.970 1 .046
Likelihood Ratio 4.718 1 .030
Fisher's Exact Test .038 .024
Linear-by-Linear Association 4.798 1 .028
N of Valid Cases 123
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.68.
b. Computed only for a 2x2 table
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa mahasiswa yang tercantum namanya di bawah ini:
Nama: Nur Infaq Ridal
Nim :J11111 107
Judul Skripsi:Hubungan Antara Bentuk Wajah Dengan Komponen Senyum
Pada Suku Makassar Di Kabupaten Gowa.
Menyatakan bahwa judul skripsi yang diajukan adalah judul yang baru dan tidak
terdapatdi Perpustakaan Fakultas Kedokteran Gigi Unhas.
Makassar, 15 Desember 2014
Staf PerpustakaanFKG-UH
Nuraeda A, S.So
PERNYATAAN PERSETUJUAN (INFORMED CONCENT)
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Menyatakan bersedia menjadi subyek penelitian dari : Nama : Nur Infaq Ridal
NIM : J111 11 107
Fakultas : Kedokteran Gigi UNHAS
Alamat : Tamallaeng, Kec. Bontonompo, Kab. Gowa
Berjudul ” Hubungan Antara Bentuk Wajah Dengan Komponen Senyum pada
Suku Makassar di Kabupaten Gowa ” .
Saya telah menerima penjelasan mengenai apa saja yang harus dilakukan sebagai
subyek dalam penelitian ini. Dengan demikian bersedia menjadi subyek dengan
sukarela.
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI KAMPUS TAMALANREA
JL. PERINTIS KEMERDEKAAN. KM 10 MAKASSAR 90245
TLP 0411-586012
Kepada yang kami hormati,
Pembantu Dekan I Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin
Di - Tempat
Dengan hormat, Bersama ini disampaikan bahwa kami selaku pembimbing skripsi atas nama
mahasiswa yang tertera namanya dibawah ini, agar kiranya dapat di berikan izin untuk melakukan penelitian pada:
Tempat penelitian : SMA (Sekolah Menengah Atas) di Kabupaten Gowa Waktu penelitian : Mei-Juni 2014 Adapun nama mahasiswa tersebut adalah:
Nama : Nur Infaq Ridal Stambuk : J 111 11 107 Judul Penelitian : Hubungan Antara Bentuk Wajah Dengan Komponen Senyum
Pada Suku Makassar di Kabupaten Gowa Demikianlah penyampaian kami, atas perhatian dan kerja samanya kami ucapkan terima kasih.
Makassar, 5 Mei 2014
Dr. drg. Susilowati, SU NIP. 19550415 198010 2 001