NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu...

55
IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA IKAN MUJAIR (Oreochormis mossambicus Trewavas, 1983) DI SITU MALANGNENGAH KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR NUR FADHYLAH PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019 M / 1441 H

Transcript of NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu...

Page 1: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA IKAN MUJAIR (Oreochormis mossambicus Trewavas,

1983) DI SITU MALANGNENGAH KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR

NUR FADHYLAH

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2019 M / 1441 H

Page 2: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA IKAN MUJAIR (Oreochormis mossambicus Trewavas,1983)

DI SITU MALANGNENGAH KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

NUR FADHYLAH

11150950000039

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2019 M / 1441 H

ii

Page 3: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

iii

Page 4: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

iv

Page 5: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

v

Page 6: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

ABSTRAK

Nur Fadhylah. Identifikasi dan Prevalensi Ektoparasit pada Ikan Mujair (Oreochormis mossambicus Trewavas, 1983) di Situ Malangnengah Kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor. Skripsi. Program Studi Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2019. Dibimbing oleh Fahma Wijayanti dan Narti Fitriana.

Ikan mujair (Oreochormis mossambicus) merupakan ikan air tawar yang banyak dibudidayakan menggunakan Keramba Jaring Tancap (KJT) di Situ Malangnengah, Kecamataan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Permasalahan dalam sektor perikanan adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengkategorikan tingkat prevalensi dan intensitas ektoparasit dan mengetahui faktor kualitas air yang mempengaruhi keberadaan ektoparasit pada ikan mujair. Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Oktober 2019. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling. Metode pemeriksaan ektoparasit pada permukaan tubuh, lamella insang, sirip dorsal, sirip anal, sirip pektoral dan sirip kaudal dilakukan menggunakan metode scrapping. Analisis yang digunakan adalah Principal Component Analysis (PCA) di program SPSS 20. Ikan mujair yang diperiksa diambil dari tiga keramba dengan total 90 ekor. Hasil identifikasi diperoleh sebanyak sebanyak 6 genus ektoparasit yang tergolong ke dalam Filum Protozoa yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes, kelas Monogenea adalah Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp. Nilai prevalensi tertinggi ditemukan pada Trichodina sp. berasal dari ikan di keramba pertama sebanyak 87%, keramba kedua sebanyak 97% dan keramba ketiga sebanyak 93%. Nilai prevalensi tersebut termasuk ke dalam kategori infeksi parah. Nilai intensitas ektoparasit tertinggi adalah genus Trichodina sp. pada keramba pertama yaitu 39 individu/ekor, termasuk ke dalam kategori sedang. Genus ektoparasit yang mendominansi dari ketiga keramba adalah Trichodina sp. mencapai 99%. Kualitas air yang mempengaruhi keberadaan ektoparasit pada ikan mujair adalah suhu.

Kata kunci : Ektoparasit, Ikan mujair, Intensitas, Prevalensi, Trichodina sp.

vi

Page 7: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

ABSTRACT

Nur Fadhylah. Identification and prevalence of ectoparasites in Mujair fish (Trewavas, 1983) at Situ Malangnengah District of Ciseeng Bogor Regency. Undergraduate Thesis. Department of Biologi. Faculty of Science and Technology. State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta. 2019. Advised by Fahma Wijayanti and Narti Fitrina.

Tilapia fish (Oreochormis mossambicus) is a freshwater fish that is widely cultivated using Tancap Net Cages (KJT) in Situ Malangnengah, Ciseeng Sub- District, Bogor Regency. Problems in the fisheries sector are infectious diseases caused by parasites. This research was conducted to identify and categorize the prevalence and intensity of ectoparasites and determine water quality factors that influence the presence of ectoparasites in tilapia fish. The study was conducted on April-October 2019. Sampling used a purposive sampling method. Methods of examination of ectoparasites on body surfaces, gill lamellae, dorsal fins, anal fins, pectoral fins and caudal fins were carried out using the scrapping method. The analysis used was Principal Component Analysis (PCA) in the SPSS 20. The tilapia fish examined were taken from three cages with a total of 90 fish. The identification results were obtained as many as 6 ectoparasites genus belonging to the Protozoa phylum, namely Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., And Vorticella sp. and the Platyhelminthes phylum, Monogenea class is Dactylogyrus sp. and Gyrodactylus sp. The highest prevalence value was found in Trichodina sp. comes from fish in the first cage as much as 87%, second cage as much as 97% and third cage as much as 93%. The prevalence is included in the category of severe infections. The highest value of ectoparasite intensity was the genus Trichodina sp. in the first cage that is 39 individuals/head, included in the medium category. The ectoparasite genus that dominated the three cages was Trichodina sp. reach 99%. Water quality that affects the presence of ectoparasites in tilapia fish is temperature.

Keywords : Ectoparasites, Intensity, Prevalence, Trichodina sp. Tilapia fish

vii

Page 8: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. yang telah memberikan

segala nikmat, rahmat dan petunjuk sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

dengan judul “Identifikasi dan Prevalensi Ektoparasit pada Ikan Mujair

(Oreochormis mossambicus, Trewavas, 1983) di Situ Malangnengah, Kecamatan

Ciseeng, Kabupaten Bogor”. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan

banyak pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M. Env. Stud selaku Dekan Fakultas Sains

dan Teknologi.

2. Dr. Priyanti, M.Si dan Narti Fitriana, M.Si selaku ketua dan sekretaris

Program Studi Biologi.

3. Dr. Fahma Wijayanti, M.Si dan Narti Fitriana, M.Si selaku dosen

pembimbing skripsi yang selalu membimbing, memberi saran dan kritik

kepada penulis.

4. Rahmi Purnomowati, S.P., M.Si dan Etyn Yunita M.Si selaku dosen penguji

seminar proposal.

5. Dr. Agus Salim, M.Si dan Etyn Yunita M.Si selaku dosen penguji seminar

hasil.

6. Kedua orang tua Bapak Junaidi dan Ibu Nelly Sa’adah, serta kakak yakni

Fadly Hazami yang selalu mendukung dan mendoakan penulis dalam

menyelesaikan skripsi.

7. Rahma Nur Istiqomah, Muhamad Hilal, Andini F, Yani Indriyani dan Uun

Unaeni selaku teman penelitian di laboratorium

8. Teman-teman Biologi 2015 yang saling mendukung dan mendoakan penulis.

Terima kasih atas setiap pihak yang membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Jakarta, November 2019

Penulis

viii

Page 9: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK ...................................................................................................... vi KATA PENGANTAR .......................................................................................... viii DAFTAR ISI................................................................................................... ix DAFTAR TABEL. ......................................................................................... x DAFTAR GAMBAR. ..................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang................................................................................. 1 1.2. Rumusan Masalah............................................................................ 3 1.3. Tujuan Penelitian. ............................................................................ 3 1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................... 3 1.5. Kerangka Berfikir Penelitian ........................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Situ Malangnengah Kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor ............ 5 2.2. Ikan Mujair (Oreochormis mossambicus) ...................................... 6 2.3. Parasit Ikan ..................................................................................... 7

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat .................................................................................. 13 3.2. Alat dan Bahan ........................................................................................ 13 3.3. Teknik Sampling .................................................................................... 14 3.4. Cara Kerja .............................................................................................. 14 3.5. Parameter Pengamatan ........................................................................... 15 3.6. Analisis Data ........................................................................................... 15

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Genus dan Jumlah Ektoparasit pada Ikan Mujair .................................. 17 4.2. Prevalensi dan Intensitas Ektoparasit pada Ikan Mujair ........................ 24 4.3. Dominansi Ektoparasit pada Ikan Mujair .............................................. 27 4.4. Kualitas air di Situ Malangnengah .......................................................... 28

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan .............................................................................................. 32 5.2. Saran ........................................................................................................ 32

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 33

LAMPIRAN - LAMPIRAN ................................................................................. 38

ix

Page 10: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kriteria Prevalensi Infeksi Parasit .......................................................... 16 Tabel 2. Kriteria Intensitas Infeksi Parasit ........................................................... 16 Tabel 3. Jumlah Ektoparasit dan Daerah Serangan yang Menginfeksi Ikan Mujair

.............................................................................................................. 17 Tabel 4. Prevalensi dan Intensitas Ektoparasit yang Menginfeksi Organ

Ikan Mujair .............................................................................................. 24 Tabel 5. Hasil Analisis PCA Terhadap Parameter Faktor Kualitas Air

di Situ Malangnengah ............................................................................. 29 Tabel 6. Parameter Kualitas Air di Situ Malangnengah ....................................... 30

x

Page 11: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Kerangka Berfikir Penelitian ....................................................... 4 Gambar 2. Ikan Mujair (Oreochormis mossambicus) .................................. 6 Gambar 3. Ichththyopthirius multifiliis sp. ................................................... 9 Gambar 4. Trichodina sp. ............................................................................. 9 Gambar 5. Vorticella sp. ...................................................................................... 10 Gambar 6. Dactylogyrus sp. ................................................................................. 11 Gambar 7. Gyrodactylus sp. ................................................................................. 11 Gambar 8. Peta lokasi Situ Malangnengah ........................................................... 13 Gambar 9. Apiosoma sp. ...................................................................................... 18 Gambar 10. Epistylis sp. ...................................................................................... 19 Gambar 11. Trichodina sp. .................................................................................. 20 Gambar 12. Vorticella sp ..................................................................................... 21 Gambar 13. Dactylogyrus sp. .............................................................................. 22 Gambar 14. Gyrodactylus sp. .............................................................................. 23 Gambar 15. Dominansi ektoparasit pada ikan mujair .......................................... 28 Gambar 16 Lokasi Pengambilan Sampel di Keramba 1. ..................................... 30 Gambar 17 Lokasi Pengambilan Sampel di Keramba 2. ..................................... 31 Gambar 18 Lokasi Pengambilan Sampel di Keramba 3. ..................................... 31

xi

Page 12: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Tabulasi Data Ektoparasit pada Ikan Mujair .................................... 38 Lampiran 2. Hasil uji Principal Component Analysis (PCA) .............................. 39 Lampiran 3. Prevalensi dan Intensitas Ektoparasit yang ditemukan pada

Organ Ikan Mujair ........................................................................... 40 Lampiran 4. Dampak Ektoparasit pada Tubuh Ikan Mujair ................................. 41 Lampiran 5. Dominasi Ektoparasit pada Ketiga Keramba di Situ

Malangnengah .................................................................................. 42

xii

Page 13: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ikan air tawar di Indonesia merupakan kelompok ikan yang memiliki nilai

ekonomis tinggi untuk dibudidayakan dan diperdagangkan. Ikan mujair

(Oreochormis mossambicus) merupakan jenis ikan air tawar yang tergolong ke

dalam kategori ikan konsumsi dan menjadi salah satu ikan air tawar yang banyak

dibudidayakan. Keunggulan ikan mujair yaitu memiliki cara budidaya yang cukup

mudah, proses pertumbuhan relatif lebih cepat dan memiliki kandungan protein

yang cukup tinggi yaitu 18,7 gram dari 100 gram ikan mujair (Setianto, 2012).

Pembudidayaan ikan secara tradisional dapat dilakukan dalam wadah

khusus seperti Keramba Jaring Tancap (KJT) yang ditempatkan diperairan umum

seperti danau, waduk dan keramba berbahan bambu di sungai. Salah satu daerah

yang melakukan usaha budidaya ikan mujair dengan KJT adalah Situ

Malangnengah, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Usaha produksi dan

pembesaran ikan air tawar seperti mujair terus berkembang dan menjadi salah satu

sumber ekonomi bagi masyarakat sekitar di Ciseeng.

Permasalahan dalam sektor perikanan salah satunya adalah penyakit infeksi

yang disebabkan oleh parasit. Keberadaan parasit berpotensi menyebabkan

penurunan kualitas dan penurunan pertumbuhan serta produksi ikan yang

berakibat pada kerugian secara ekonomi yang saling berkaitan, mulai dari

penyediaan benih hingga pemasaran ikan. Bagian tubuh ikan yang ditemukan

adanya parasit di antaranya adalah insang, kulit, jaringan otot ikan yang

menyebabkan iritasi dan penurunan berat badan (Misganaw & Getu, 2016).

Berdasarkan tempat hidupnya, parasit ada yang hidup di luar tubuh disebut

dengan ektoparasit. Bagian luar tubuh ikan yang ditemukan ektoparasit

diantaranya adalah sirip, permukaan tubuh dan lamela insang. Ektoparasit

menyebabkan pertumbuhan ikan menjadi lambat atau menurunkan daya tahan

tubuh. Jumlah ektoparasit yang tinggi menjadikan ikan sebagai habitat untuk

1

Page 14: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

berkembang sehingga ektoparasit dapat menurunkan imunitas ikan (Utami et al.,

2012).

Organisme yang bersifat sebagai parasit dan menginfeksi ikan diantaranya

adalah filum dari Protozoa dan Platyhelminthes kelas Monogenea. Parasit dari

filum Protozoa merupakan hewan bersel satu yang dapat menginfeksi ikan secara

langsung maupun tidak langsung. Parasit Monogenea merupakan kelompok

cacing yang memiliki kait dan struktur seperti jangkar pada ujung ekor tubuhnya

untuk menempel pada inang (El-mansy, 2017).

Prevalensi merupakan persentase jumlah ikan yang terinfeksi oleh parasit

tertentu dalam suatu populasi (Mas'ud, 2011). Nilai prevalensi dapat menunjukan

dampak yang menyebabkan keberadaan ektoparasit pada ikan. Intensitas

menggambarkan kepadatan parasit yang tinggi sehingga mengganggu kesehatan

ikan. Menurut Yanti et al., (2017) semakin tinggi nilai prevalensi dan intensitas

menyebabkan semakin parah tingkat infeksinya dan dampak yang ditimbulkan.

Penelitian sebelumnya tentang pemeriksaan ektoparasit di Kecamatan

Ciseeng, Kabupaten Bogor telah dilakukan oleh Haryono (2016). Ikan yang

diperiksa adalah ikan mas koki (Carassius auratus) sebanyak 75 ekor. Ektoparasit

yang ditemukan adalah Trichodina sp., Dactylogyrus sp., Gyrodactylus sp.,

Ichthyophthirius multifiliis, Argulus sp. Tetrahymena sp., dan Oodinium sp. Nilai

prevalensi tertinggi adalah Trichodina sp. yaitu 79%. Tingginya nilai prevalensi

ektoparasit genus Trichodina sp. mengakibatkan ikan berwarna pucat, berenang

secara tidak normal dan mengalami kerusakan pada sirip, sehingga menurunkan

kualitas produksi pada ikan mas koki.

Hasil wawancara dengan petambak di Situ Malangnengah menjelaskan

bahwa ikan mujair di Situ Malangnengah pada awal tahun 2019 mengalami

kematian mendadak. Penelitian tentang ektoparasit yang ditemukan pada ikan

mujair perlu dilakukan untuk mengetahui dan menjaga kualitas kesehatan ikan

serta produksi ikan. Hal ini karena ikan yang dibudidayakan di Situ

Malangnengah akan dikirim dan dijual ke pasar Parung maupun dijual ke

masyarakat sekitar Ciseeng, sehingga ikan yang dijual harus memiliki kualitas

Page 15: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

yang baik. Tingkat infeksi ektoparasit dapat diketahui dengan menghitung nilai

prevalensi dan intensitas (Yanti et al., 2017).

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini yaitu :

1) Genus ektoparasit apakah yang ada pada ikan mujair yang dibudidayakan

dalam Keramba Jaring Tancap di Situ Malangnengah, Kecamatan Ciseeng,

Kabupaten Bogor?

2) Bagaimana tingkat kategori prevalensi dan intensitas ektoparasit pada ikan

mujair yang dibudidayakan dalam Keramba Jaring Tancap di Situ

Malangnengah, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor?

3) Faktor kualitas air apakah yang mempengaruhi keberadaan ektoparasit pada

ikan mujair yang dibudidayakan dalam Keramba Jaring Tancap di Situ

Malangnengah, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1) Mengidentifikasi ektoparasit pada ikan mujair (Oreochormis mossambicus)

yang dibudidayakan dalam Keramba Jaring Tancap di Situ Malangnengah,

Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor.

2) Mengkategorikan tingkat prevalensi dan intensitas ektoparasit pada ikan

mujair yang dibudidayakan dalam Keramba Jaring Tancap di Situ

Malangnengah, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor.

3) Mengetahui faktor kualitas air yang mempengaruhi keberadaan ektoparasit

pada ikan mujair yang dibudidayakan dalam Keramba Jaring Tancap di Situ

Malangnengah, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini untuk memberikan informasi kepada pembudidaya

mengenai genus, nilai prevalensi dan intensitas ektoparasit apa saja yang terdapat

pada ikan mujair (Oreochormis mossambicus) di Situ Malangnengah, Kecamatan

Ciseeng, Kabupaten Bogor. Pembudidaya diharapkan dapat meningkatkan strategi

pada pengelolaan keramba jaring tancap yang tepat.

Page 16: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

1.5. Kerangka Berfikir Penelitian

Kerangka berfikir dari penelitian ini sebagai berikut

Gambar 1. Kerangka berfikir penelitian

Kategori tingkat prevalensi dan intensitas ektoparasit pada ikan mujair

Data jenis ektoparasit pada ikan mujair di Situ Malangnengah Kecamatan

Ciseeng

Pemeriksaan ektoparasit pada ikan mujair sebanyak 90 ekor dengan

metode purposive sampling

Belum ada data tentang ektoparasit pada ikan mujair di Situ Malangnengah

Ektoparasit

Permasalahan berupa infeksi seperti parasit

Daerah yang melakukan usaha budidaya ikan mujair dengan KJT adalah Situ Malangnengah Kecamatan Ciseeng

Kabupaten Bogor

Ikan mujair menjadi salah satu ikan budidaya air tawar

Page 17: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Situ Malangnengah Kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor

Situ Malangnengah merupakan situ yang teletak di Desa Parigi, Kecamatan

Ciseeng, Kabupaten Bogor. Sumber air di Situ Malangnengah berasal dari air

tanah, air hujan maupun Kali Ciliwung dan Kali Cisadane. Batas areal Situ

Malangnengah adalah sebelah barat situ berbatasan dengan kebun, sebelah utara

berbatasan dengan pemukiman, sebelah Timur berbatasan dengan pemukiman dan

kebun, sebelah Selatan berbatasan dengan Pemukiman dan Industri (Hoerunisa,

2004). Situ Malangnengah terletak pada koordinat 6°26’41,2” LS dan 106°41’29”

BT. Pada tahun 1998, Situ Malangnengah telah disertifikasi menjadi milik

Pemerintah Kabupaten Bogor dengan luas ± 5 ha. Kualitas air di Situ

Malangnengah seperti suhu berkisar antara 28-32°C, pH berkisar 5-6, kecerahan

12-47 cm, kandungan oksigen terlarut berkisar antara 1,23- 10 mg/L (Hoerunisa,

2004).

Pemerintahan Daerah Kabupaten Bogor secara hukum memiliki penguasaan

dalam mengelola Situ Malangnengah. Pengawasan Situ Malangnengah

melibatkan Dinas Bina Marga dan pengairan Cabang Parung secara khusus

bertanggung jawab dalam pengaturan air, sedangkan Dinas Perikanan Cabang

Parung bertugas untuk melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap kegiatan

perikanan, seperti pemeliharaan, budidaya maupun pemasaran (Hoerunisa, 2004).

Sejak tahun 2002 masyarakat setempat memanfaatkan Situ Malangnengah

untuk kegiatan budidaya ikan dengan menggunakan keramba jaring tancap

(Hapa). Pagar yang digunakan untuk memelihara ikan terbuat dari bilah bambu,

jaring atau kawat anyaman (Suhendra, 2004). Kegiatan usaha budidaya ikan

konsumsi maupun ikan hias di Situ Malangnengah memberikan manfaat kepada

masyarakat sekitar sebagai lapangan pekerjaan. Ikan-ikan tersebut dijual ke pasar

parung dan menjual kepada pemesan atau supplier yang datang ke Situ

Malangnengah.

5

Page 18: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

6  

2.2. Ikan Mujair (Oreochormis mossambicus Trawavas, 1983)

Ikan Mujair merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang

mudah hidup dan memiliki perkembangbiakan yang relatif cepat dibandingkan

dengan jenis ikan air tawar lainnya. Ikan mujair memiliki bentuk tubuh pipih

(compress), ukuran sisik kecil-kecil dengan tipe sisik sisir atau ctenoid. Warna

tubuh di antaranya adalah abu-abu, hitam, coklat. Ciri khas dari ikan mujair yaitu

memiliki warna kekuning-kuningan pada mulut bagian bawahnya.

Letak mulut terminal atau diujung tubuh dan mempunyai gigi yang halus.

Warna sirip pektoral adalah hitam kemerahan, sedangkan sirip punggung dan sirip

ekor berwarna kemerah-merahan pada ujung-ujungnya. Menurut Sugiarto (1988)

warna sisik ikan mujair adalah abu-abu, abu-abu bercak putih, putih hitam dan

merah. Ikan mujair termasuk ikan pemakan segala (omnivora). Pakan utamanya

adalah tumbuhan air, lumut-lumutan serta hewan kecil seperti cacing. Klasifikasi

ikan mujair (Oreochormis mossambicus) menurut Trewavas (1983) yaitu filum

Chordata, kelas Pisces, subkelas Acanthopterigii, ordo Perciformes, famili

Cichildae, genus Oreochromis, species Oreochromis mossambicus. Morfologi

ikan mujair dapat ilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Morfologi ikan mujair (Oreochormis mossambicus)

Ikan mujair pada habitat aslinya ditemukan hidup liar di berbagai perairan

air tawar, mulai dari danau, situ, waduk, rawa maupun sungai. Ikan mujair juga

dapat ditemukan juga di air payau seperti di tambak atau muara sungai.

Pemeliharaan ikan mujair dengan kualitas air yang baik yaitu air tidak terlalu

keruh, tidak tercemar dengan limbah maupun bahan-bahan kimia beracun

(Setianto, 2012).

Page 19: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

Ikan merupakan salah satu hewan ciptaan Allah yang dimanfaatkan sebagai

bahan pangan dan memiliki sumber protein tinggi serta dapat dikonsumsi

masyarakat karena mudah diperoleh. Bersyukur kepada Allah atas segala nikmat

yang diberi dengan cara melakukan segala daya dan upaya untuk menjaga serta

memanfaatkan hewan ciptaan Allah seperti ikan. Allah menjelaskan di dalam Al-

Qur’an surat An-Nahl ayat 14 mengenai ilmu pengetahuan khususnya yang

berkaitan dengan ikan.

◌ري ا ◌◌◌ل◌◌

◌ل

◌وت◌

س◌◌ىو◌ه

◌ ◌ا

◌ح ◌لي◌ة◌

ت ◌لب◌

◌م ◌هى◌

◌ر ◌ج ◌ىا

◌ست◌

◌خ

◌◌و

ت◌

◌ري ا◌

◌ح ◌ما

ط

◌م ◌ىه ◌

ل

◌ح ◌ر لت◌أ◌

◌كل◌ ◌ىا

◌ر ا ◌لب

◌س ◌◌ خ

◌وه◌ ◌ى ال◌◌ ◌ذ

ي◌

◌ ◌ر ◌و ◌نش

◌ك

◌ول◌ ◌عل◌◌

◌ك ◌م ت

◌ضل

◌ ◌ه

◌م ◌

ه ف

◌ول◌ت◌ ◌بت◌ ◌غ

◌ىا

◌خ ◌ر ف ◌ي

◌ه

◌م ◌ىا

Artinya : Dan Dialah, Allah yang menundukan lautan (untukmu), agar kamu dapat

memakan dari padanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari

lautan itu perhiasan yang kamu pakai dan kamu melihat bahtera berlayar padanya,

dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya dan supaya kamu

bersyukur (Q.S An-Nahl/16:14).

2.3. Parasit Ikan

Indonesia adalah salah satu negara yang beriklim tropis dan memiliki

keanekaragaman hayati yang tinggi seperti ikan. Kontaminasi yang berasal dari

luar tubuh baik yang bersifat infeksi atau non infeksi dapat menyebabkan

hadirnya penyakit ikan. Hewan air yang mudah terinfeksi agen patogen adalah

ikan melalui lingkungannya seperti air (Amri, 2008). Parasit adalah organisme

yang hidup pada organisme lain dan mendapatkan keuntungan dari lingkungan

yang ditempatinya dan inang dirugikan. Menurut Anshary (2008) berdasarkan

tempat hidupnya pada ikan, parasit ada yang dinamakan ektoparasit dan

endoparasit. Parasit yang hidup di luar tubuh inang seperti kulit, lendir, sirip dan

insang disebut dengan ektoparasit. Parasit yang tempat tumbuhnya di dalam tubuh

ikan seperti di dalam usus, otak dan otot daging disebut dengan endoparasit.

Agen patogenik yang menyebabkan penyakit parasit ikan sering ditemukan

di Indonesia terutama ektoparasit. Infeksi ektoparasit dapat mengakibatkan

Page 20: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

pertumbuhan yang lambat dan mempengaruhi tingkah laku ikan serta sensitifitas

ikan (Scholz, 1999). Parasit ikan masuk ke dalam kolam terbawa oleh tumbuh-

Page 21: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

tumbuhan, binatang renik yang lazim sebagai makanan alami ikan dan air.

Kualitas air yang jelek menyebabkan ikan menjadi stress, kondisi seperti ini

menjadi media yang baik bagi parasit sehingga mereka berkembangbiak dan

populasinya dapat menginfeksi ikan hingga sakit (Hendriyanto, 2009).

2.3.1. Protozoa

Protozoa pertama kali ditemukan oleh ahli Biologi asal Belanda bernama

Anthony van Leeuwenhoek (1632-1723). Protozoa merupakan organisme bersel

satu (uniseluler) dan memiliki struktur sel kompleks yang digunakan untuk

perlekatan, pergerakan dan perlindungan (Anshary, 2008). Struktur Protozoa

dikenal dengan organel-organel tetapi bukan organ, karena organel merupakan

bagian dari sel yang berdiferensiasi (Levine, 1994). Protozoa hidup di air tawar,

air laut dan di dalam tubuh organisme lain. Penyakit parasit pada ikan yang

disebabkan oleh Protozoa dan dapat ditularkan secara langsung maupun tidak

langsung melalui inang perantara. Protozoa hidup bebas dan hidup secara saprofit,

namun hanya kondisi tertentu menjadi patogen. Protozoa yang merupakan

ektoparasit pada ikan di antaranya adalah :

1) Ichthyophthirius multifilis

Ichththyopthyrius multifiliis merupakan jenis Protozoa yang dapat

mematikan benih ikan air tawar hingga 90%, dengan tanda klinis berupa bintik

putih pada bagian sirip, insang dan tubuh. Protozoa ini berukuran kecil.

Klasifikasi dari jenis parasit Ichththyopthyrius multifiliis menurut Lom dan

Dykova (1992) yaitu, filum Protozoa, kelas Ciliata, ordo Holotrichia, famili

Ichthyophthidae, genus Ichthyophthirius dan spesies Ichththyopthyrius multifiliis.

Ichththyopthyrius multifiliis adalah parasit obligat pada ikan air tawar dan

memiliki bulu getar yang berukuran 1,5 µm. Menurut Irianto (2005) pada parasit

trofozoid, ukuran diameternya mencapai 100 µm dan ciri khas dari Protozoa ini

dinamakan white spot yaitu memiliki nukleus berbentuk seperti tapal kuda,

menimbulkan bintik-bintik putih (koloni dari Ichththyopthyrius multifiliis)

berdiameter 0,5-1 µm. Ichththyopthyrius multifilis ditemukan pada kulit atau

permukaan tubuh ikan, sirip dan insang yang berlebih sehingga mengganggu

Page 22: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

10 

osmoregulasi (Afrianto et al, 2015). Morfologi Ichththyopthirius multifiliis dapat

dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Ichththyopthirius multifiliis (El-mansy, 2017)

2) Trichodina sp.

Trichodina sp. merupakan jenis ektoparasit yang dapat memisahkan diri

menjadi dua bagian yang lebih kecil dan setiap bagian akan kembali

memperbanyak diri. Penyakit dari Trichodina sp. disebut dengan Trichodinalis

yang pada larva dan ikan kecil. Klasifikasi dari parasit Trichodina sp. menurut

Kabata (1985) adalah sebagai berikut, yaitu filum Protozoa, subfilum Ciliophora,

kelas Ciliata, ordo Petrichida, famili Trichodinidae, genus Trichodina. Morfologi

Trichodina sp. dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Trichodina sp. (Martin et al., 2010)

Menurut Durborrow (2003) Trichodina sp. memiliki morfologi seperti

lonceng atau berbentuk lingkaran transparan dengan sebuah skelet yang

melengkung. Ikan yang ditemukan adanya Trichodina sp. akan menunjukan

kebiasaan diantaranya adalah menggosokan tubuhnya ke dinding kolam, frekuensi

Page 23: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

11 

pernapasan meningkat, terjadi perubahan warna tubuh ikan menjadi gelap dan

pertumbuhan lambat.

3) Vorticella sp.

Sel dari Vorticella sp. terdapat makronukleus berbentuk pita, mikronukleus

dan satu atau dua vakuola kontraktil. Habitat parasit ini dapat hidup di air tawar,

air laut, dan menempel pada tumbuhan serta hewan dibawah permukaan air. Fase

pertumbuhan Vorticella sp. menurut Paynter (1995) dimulai dengan membelah

dan terjadi setelah menginfeksi inang atau disebut dengan schizogania. Sporogoni

yaitu pembentukan spora di luar inang dan merupakan stadium efektif. Klasifikasi

dari parasit Vorticella sp. menurut Kabata (1985) yaitu, filum Protozoa, kelas

Ciliata, ordo Petrichida, famili Vorticellidae, genus Vorticella. Morfologi dari

Vorticella sp. yaitu berbentuk silindris, tangkai berkontraktil, bentuk sel seperti

lonceng terbalik. Vorticella sp. dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Vorticella sp. (Farras, et al 2017)

2.3.2. Monogenea

Jenis parasit Monogenea termasuk ke dalam kelompok cacing pipih. Cacing

ini biasa menempel di insang atau permukaan tubuh inang atau ikan. Monogenea

memiliki organ alat isap (sucker) yang berfungsi untuk melekat atau cakram

perlekatan. Monogenea yang ditemukan pada ikan di antaranya adalah :

1) Dactylogyrus sp.

Dactylogyrus sp. memiliki bentuk tubuh yang memanjang dan pipih dengan

dilengkapi alat pengait dan alat penghisap darah (Ghufran, 2004). Bagian yang

ditemukan ektoparasit genus Dactylogyrus sp. adalah insang. Bagian anterior

Page 24: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

12 

terdapat alat penghisap bercabang empat dan memiliki ujung kelenjar yang dapat

mengeluarkan cairan kental dan berfungsi untuk penempelan pada permukaan

tubuh inang (Duijin, 1967). Bagian posterior Dactylogyrus sp. terdapat opisthapor

yang dikelilingi oleh 14 kait marginal, dan terdapat kait besar dari khitin yang

terletak di tengah-tengah opisthapor (Kabata, 1985).

Ektoparasit ini berkembangbiak dengan cara bertelur. Kontak langsung

dengan organisme dalam air mengakibatkan penularan lebih cepat pada kondisi

populasi yang tinggi. Klasifikasi dari parasit Dactylogyrus sp. menurut Kabata

(1985), yaitu filum Platyhelmintes, kelas Trematoda, ordo Monogenea, famili

Dactylogyridae, genus Dactylogyrus. Morfologi Dactylogyrus sp dapat dilihat

pada Gambar 6.

Gambar 6. Dactylogyrus sp. (Modu et al., 2012)

2) Gyrodactylus sp.

Gyrodactylus sp. merupakan genus ektoparasit yang ditemukan pada

permukaan kulit atau insang ikan. Panjang tubuh berkisar 0,5-1 µm dengan lebar

0,158-0,2 µm dan memiliki alat pelekat (haptor) dengan 2 kait yang dilengkapi

dengan 16 buah kait tepi (marginal hooklets) (Nurcahyo, 2014). Klasifikasi

Gyrodactylus sp. menurut Kabata (1985), yaitu filum Platyhelmintes, kelas

Trematoda, ordo Gyrodactilidae, famili Gyrodactylidae, genus Gyrodactylus.

Morfologi Gyrodactylus sp. dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Gyrodactylus sp. (Bakke et al., 2002).

Page 25: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

13 

Gyrodactylus sp. menggunakan alat pelekat (haptor) untuk melekat pada

tubuh inang. Individu ini bersifat hemaprodit melepaskan anaknya dalam bentuk

larva dengan morfologi yang sama dengan induknya. Gejala klinis di tunjukan

dengan perubahan warna tubuh menjadi pucat, terdapat luka di permukaan tubuh

dan pendarahan, lepasnya sirip kaudal, dan sering terlihat menggosokan tubuh

ikan dengan sengaja ke dasar kolam (Nurcahyo, 2014).

Page 26: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

 

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-Oktober 2019. Pengambilan

sampel dilakukan pada keramba di Situ Malangnengah, Kecamatan Ciseeng,

Kabupaten Bogor (Gambar 8). Pemeriksaan ektoparasit dilakukan di

Laboratorium Ekologi, Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Gambar 8. Peta lokasi Situ Malangnengah, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah mikroskop cahaya, gelas objek, kaca penutup,

gelas piala, pinset, pipet tetes, timbangan digital, kertas label, alat tulis, penggaris,

Secchidisk, DO meter, pH meter dan termometer air. Bahan yang digunakan

adalah ikan mujair (Oreochormis mossambicus), akuades dan alkohol 70%.

13

Page 27: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

14 

3.3. Teknik Sampling

Penelitian ini diawali dengan melakukan wawancara kepada petambak ikan

mengenai lokasi keberadaan ikan mujair, luas keramba, waktu panen ikan mujair

dan menebar benih. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive

sampling berdasarkan keberadaan ikan mujair. Pengambilan sampel dilakukan di

tiga titik keramba menggunakan jaring ikan dengan diameter 40 cm.

3.4. Cara Kerja

3.4.1 Tahap Pengambilan Sampel

Sampel ikan mujair diambil secara langsung dari keramba jaring tancap.

Pengambilan sampel dilakukan sebanyak sembilan kali yaitu pada minggu

keempat bulan Maret sampai minggu kedua bulan Mei 2019. Sampel ikan

dimasukkan ke dalam plastik yang telah diberi air dan oksigen dengan jumlah

sampel 30 ikan pada setiap keramba dan total pengambilan sampel sebanyak 90

ekor ikan dari tiga titik keramba. Sampel dibawa ke laboratorium Ekologi, Pusat

Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk pemeriksaan

ektoparasit. Ikan yang diambil dalam penelitian ini adalah ikan mujair yang

berukuran 10-15 cm.

3.4.2. Tahap Pemeriksaan Sampel

Langkah pertama yang dilakukan adalah ikan yang sudah diambil dari

lokasi sampling, diukur panjang total (cm) dan berat badan ikan (gram). Metode

pemeriksaan ektoparasit yaitu secara visual atau makroskopis dan secara

mikroskopis. Metode pemeriksaan secara mikroskopis menurut Kabata (1985)

dapat dilakukan dengan pengerokan atau scrapping dibagian lendir pada

permukaan tubuh ikan, sirip anal (sirip dubur), sirip dorsal (sirip punggung), sirip

kaudal (sirip ekor), sirip pektoral (sirip dada) dan lamela insang.

Sampel ikan yang telah diukur panjang dan beratnya, selanjutnya dibuat

pengerokan pada seluruh permukaan tubuh ikan, dibagian sirip dan di lamela

insang. Lendir yang didapatkan pada permukaan tubuh dan sirip ikan, dioleskan

pada gelas objek yang telah dibilas dengan larutan akuades. Pemeriksaan insang

dilakukan dengan cara membuka operkulum sedikit dan mencuplik bagian insang

Page 28: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

15 

dengan pinset. Kemudian diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya. Hasil

yang diperoleh didokumentasikan di mikroskop kamera.

3.5. Parameter Faktor Lingkungan

Pengambilan parameter faktor lingkungan pendukung penelitian ini antara

lain kualitas air yang meliputi suhu, derajat keasaman pH, DO dan kecerahan.

Pengukuran suhu dan pH menggunakan pH meter dan termometer, DO diukur

dengan DO meter dan kecerahan diukur menggunakan keping secchi disk yang

diambil selama kegiatan pengambilan sampel.

3.6. Analisis Data

Analisis data disajikan dalam bentuk grafik dan tabel. Genus dan jumlah

ektoparasit ditabulasikan berdasarkan organ tempat ditemukan seperti permukaan

tubuh, sirip anal, sirip dorsal, sirip kaudal, sirip pektoral, dan lamela insang. Data

ektoparasit diolah dengan Microsoft Excel 2010 yang bertujuan untuk mengetahui

jumlah total dan jumlah tiap jenis ektoparasit yang ditemukan. Analisis yang

digunakan untuk mengetahui kualitas air yang mempengaruhi keberadaan

ektoparasit pada ikan mujair dengan menggunakan Principal Component Analysis

(PCA) di program SPSS 20. Identifikasi ektoparasit mengacu pada buku Parasit

pada Ikan (Nurcahyo, 2014) dan Protozoan Parasites of Fishes (Lom, 1992), serta

dihitung jumlah ektoparasit yang terdapat pada ikan mujair. Rumus yang

digunakan untuk menganalisis tingkat infeksi ektoparasit menurut Kabata (1985)

adalah menggunakan perhitungan prevalensi, intensitas dan dominansi, yaitu

sebagai berikut :

Prevalensi =

Intensitas =

Dominansi =

Page 29: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

16 

Hasil perhitungan prevalensi dan intensitas ektoparasit dimasukkan dalam

kategori yang disajikan pada tabel 1 dan 2 :

Tabel 1. Kriteria prevalensi infeksi parasit pada ikan

No. Prevalensi Kategori Keterangan

1. 100 – 99% Selalu Infeksi sangat parah

2. 98 – 90 % Hampir selalu Infeksi parah

3. 89 – 70% Biasanya Infeksi sedang

4. 69 – 50 % Sangat sering Infeksi sangat sering

5. 49 – 30 % Umumnya Infeksi biasa

6. 29 – 10 % Sering Infeksi Sering

7. 9 – 1 % Kadang Infeksi Kadang

8. <1 – 0,1 % Jarang Infeksi Jarang

9. < 0,1 – 0,1% Sangat jarang Infeksi sangat jarang

10. <0,001 % Hampir tidak pernah Infeksi tidak pernah

Sumber: William (1996) Tabel 2 . Kriteria intensitas infeksi parasit pada ikan

No. Intensitas (ind/ekor) Kategori

1 < 1 Sangat rendah

2 1 – 5 Rendah  

3 6 – 55 Sedang  

4 51 – 100 Parah  

5 >100 Sangat parah  

6 > 1000 Super Infeksi  

Sumber: William (1996)

Page 30: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

 

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Genus dan Jumlah Ektoparasit pada Ikan Mujair

Ikan mujair (Oreochormis mossambicus) merupakan jenis ikan air tawar

yang memiliki bentuk tubuh pipih dan memanjang dengan berwarna abu-abu

kehitaman. Kandungan protein yang bernilai gizi tinggi dengan harga yang

terjangkau menjadikan ikan mujair salah satu sumber ekonomi yang cukup

menguntungkan (Rahayu et al., 2013). Ikan mujair diambil sebanyak 90 ekor

pada tiga keramba di Situ Malangnengah. Ikan mujair yang ditemukan adanya

ektoparasit berjumlah 84 dari 90 ekor ikan yang diperiksa. Jumlah dan genus

ektoparasit serta daerah organ yang ditemukannya ektoparasit dapat dilihat pada

Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah dan daerah organ yang ditemukannya ektoparasit

Keramba

Filum Genus

ektoparasit

I

PT

SD

Organ tubuh

SP SK

SA

Total

Protozoa Apiosoma sp. 0 2 0 0 0 0 2   Trichodina sp. 33 839 9 28 85 18 1012

1   Vorticella sp. 0 3 0 0 0 2 5   Platyhelminthes Dactylogyrus sp. 4 0 0 0 0 0 4     Gyrocadtylus sp. 0 1 1 0 0 0 2   Subtotal 37 845 10 28 85 20 1025

  Protozoa Apiosoma sp. 2 2 0 0 0 0 4     Epistylis sp. 4 0 0 0 0 0 4

2   Trichodina sp. 27 313 36 21 41 25 463     Vorticella sp. 13 43 4 0 5 0 65  Platyhelminthes Dactylogyrus sp. 1 1 0 0 0 0 2  Subtotal 47 359 40 21 46 25 538

  Protozoa Epistylis sp. 0 8 0 0 0 1 9     Trichodina sp. 43 215 2 14 28 2 304

3   Vorticella sp. 0 2 0 0 0 0 2

Platyhelminthes Dactylogyrus sp. 7 1 0 0 0 0 8 Gyrodactylus sp. 1 0 0 0 0 0 1

Subtotal 51 226 2 14 28 3 324

Keterangan: I: Insang PT: Permukaan tubuh SD: Sirip Dorsal SP: Sirip Pektoral SK: Sirip Kaudal SA: Sirip Anal

Berdasarkan hasil pemeriksaan ektoparasit pada ikan mujair, didapatkan

ektoparasit dari filum Protozoa adalah Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp.

dan Vorticella sp. Keempat ektoparasit tersebut merupakan kelas dari Ciliata.

17

Page 31: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

18 

Ciliata merupakan Protozoa yang memiliki bulu getar dan dimanfaatkan untuk

bergerak serta berenang. Filum Platyhelminthes terdiri dari Dactylogyrus sp. dan

Gyrodactylus sp. Ektoparasit Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp. merupakan

kelas dari Monogenea. Kelompok parasit Protozoa dan Monogenea ini ditemukan

pada beberapa organ pada ikan seperti, permukaan tubuh, sirip anal (sirip dubur),

sirip dorsal (sirip punggung), sirip kaudal (sirip ekor), sirip pektoral (sirip dada)

dan lamela insang.

4.1.1. Apiosoma sp.

Genus ektoparasit Apiosoma sp. yang ditemukan pada ikan mujair termasuk

ke dalam ordo Petrichida, famili Scyphididae. Parasit ini ditemukan dalam

pengamatan memiliki bentuk sel oval seperti buah pir, terlihat makronukleus

berbentuk bulat yang terletak dibagian posterior tubuhnya, terdapat silia dibagian

posterior, hidup berkoloni 2-5 individu. Penelitian Nurhalimah (2017)

menemukan Apiosoma sp. pada ikan nila dengan ciri-ciri memiliki bentuk silinder

memanjang seperti buah pir, memiliki makronukleus berbentuk kerucut maupun

bulat. Morfologi Apiosoma sp. disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9. Apiosoma sp.

Bagian tubuh ikan mujair ditemukan Apiosoma sp. sebanyak 4 individu

pada permukaan tubuh ikan dan 2 individu pada insang. Penelitian yang dilakukan

oleh Li, et al (2008) menemukan Apiosoma sp. hidup pada insang dan permukaan

tubuh organisme perairan tawar. Ditemukannya parasit Apiosoma sp. dapat

menimbulkan ikan menjadi kehilangan keseimbangan, pergerakan lambat dan

20 µm

Page 32: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

19 

sering muncul ke permukaan air. Parasit ini dapat melepaskan diri dari koloni dan

mencari inang baru untuk penempelan di dalam air dengan cara berenang bebas.

4.1.2. Epistylis sp.

Protozoa Epistylis sp. yang ditemukan termasuk ke dalam ordo Petrichida

dan famili Epistilidae. Parasit ini ditemukan memiliki bentuk sel lonceng terbalik,

hidup berkoloni 2-4 individu, bagian tubuh terlihat memiliki makronukleus,

memiliki tangkai yang bercabang dan berwarna transparan. Penelitian Salam

(2017) menemukan Epistylis sp. pada ikan gabus dalam bentuk tubuh seperti

lonceng terbalik yang berukuran 102,1 µm, bagian tubuh terdiri dari

makronukleus, mikronukelus dan memiliki tangkai yang berfungsi sebagai alat

penempel pada substrat inang atau pada badan hospes. Morfologi Epistylis sp.

dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Epistylis sp.

Parasit Epistylis sp. ditemukan pada bagian insang sebanyak 4 individu,

permukaan tubuh 8 individu dan di sirip anal sebanyak 1 individu. Hal ini

didukung oleh penelitian Juwahir (2016) yang menemukan ektoparasit Epistylis

sp. yang ditemukan pada ikan mas dibagian kulit. Parasit ini memiliki sebuah

tangkai transparan yang digunakan untuk menempel pada inang. Inang yang

terserang Epistylis sp. dapat menimbulkan iritasi pada insang dan kulit jika dalam

kondisi yang menguntungkan. Menurut Martins et a.l, (2015) Epistylis sp. yang

membentuk koloni pada kulit dan sisik dapat menimbulkan bercak merah dan

rusaknya bagian kulit dan sirip pada ikan.

20 µm

Page 33: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

20 

4.1.3. Trichodina sp.

Parasit dari genus Trichodinasp. ditemukan pada ikan mujair termasuk ke

dalam ordo Petrichida dan famili Trichodinidae. Bentuk parasit ini bulat tetapi

permukaan oralnya sedikit cekung, memiliki cakram dan luar selnya dikelilingi

oleh silia. Hal ini sesuai dengan penelitian Munawwaroh (2017) bahwa

Trichodina sp. memiliki bentuk tubuh yang cekung dan bagian tubuhnya memiliki

alat penempel yang terletak dibagian anterior dan posterior. Sampel ikan mujair

yang diamati menunjukan gejala ringan seperti rusaknya sirip kaudal maupun sirip

dorsal dan produksi lendir yang cukup banyak. Trichodina sp. yang ditemukan

pada ikan menurut Irianto dalam (Anisah dan Riwidiharso, 2016) mengalami

gejala iritasi pada kulit, lendir yang berlebih dan menimbulkan pecahnya

pembuluh darah sehingga sirip kaudal menjadi rusak serta berwarna kemerahan.

Morfologi Trichodina sp. disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11. Trichodina sp.

Genus ektoparasit Trichodina sp. yang ditemukan sebanyak 1.779 individu.

Bagian yang paling banyak ditemukan Trichodina sp. yaitu pada lendir

permukaan tubuh ikan sebanyak 1.367 individu. Menurut Haryono (2016) bahwa

Trichodina sp. dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan luka terbuka pada

luar tubuh ikan dan dapat menurunkan daya tahan tubuh ikan. Parasit Trichodina

sp. dapat menginfeksi ikan dengan cara menempel pada tubuh inang karena

memiliki cincin dentikel berupa cakram. Luka dan iritasi pada kulit inang

disebabkan oleh cakram tajam yang dimiliki oleh Trichodina sp. sehingga

menyediakan jalan masuknya sumber penyakit lain (Haryono, 2016). Ektoparasit

ini ditemukan pada semua bagian yang diamati seperti permukaan tubuh, sirip

Page 34: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

21 

anal, sirip dorsal, sirip kaudal, sirip pektoral dan lemela insang. Hal ini sesuai

dengan penelitian Riko (2012) yang menyatakan bahwa Trichodina sp. dapat

ditemukan lebih dari satu bagian tubuh ikan, seperti pada permukaan tubuh,

insang dan sirip.

4.1.4. Vorticella sp.

Ektoparasit Vorticella sp. yang ditemukan pada ikan mujair termasuk ke

dalam ordo Petrichida dan famili Vorticillidae. Ektoparasit yang ditemukan

memiliki ciri-ciri bentuk sel yang menyerupai lonceng terbalik, terdapat silia di

bagian mulut, tidak memiliki percabangan dan tidak membentuk koloni.

Vorticella sp. yang ditemukan dalam keadaan hidup dan bergerak. Hal ini sesuai

dengan penelitian Ulkhaq (2017) yang menemukakan Vorticella sp. pada benih

ikan mas yaitu memiliki bentuk tubuh oval seperti lonceng, dikelilingi silia dan

dilengkapi dengan tangkai pada tubuhnya. Pergerakan Vorticella sp.

menggunakan tangkai untuk berpindah tempat dan menempel substrat. Morfologi

Vorticella sp. dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Vorticella sp.

Parasit Vorticella sp. yang ditemukan saat pengamatan terdapat pada bagian

permukaan tubuh sebanyak 48 individu. Permukaan tubuh yang luas dimanfaatkan

oleh parasit seperti Vorticella sp. Hal ini didukung oleh penelitian Mohammadi et

al., (2012) yang menemukan ektoparasit Vorticella sp. pada ikan Discus dan

Oscar di insang dan kulit ikan. Reproduksi ektoprasit Vorticella sp. secara

aseksual yaitu dimulai dari fase schizogania dengan cara pembelahan yang terjadi

Page 35: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

22 

setelah menginfeksi inang. Fase berikutnya adalah sporogoni yang merupakan

pembentukan spora di luar inang (Paynter, 1995) dalam (Nurcahyo, 2014).

4.1.5. Dactylogyrus sp.

Genus dari filum Platyhelminthes kelas Monogenea yang ditemukan adalah

Dactylogyrus dan Gyrodactylus sp. genus cacing Dactylogyrus sp. yang

ditemukan termasuk ke dalam ordo Dactylogridea dan famili Dactylogridae.

Ektoparasit yang ditemukan dalam pengamatan ini yaitu memiliki bentuk tubuh

pipih memanjang, memiliki empat dua buah pasang mata dan alat penghisap

(succker) pada bagian anterior. Morfologi Dactylogyrus sp. disajikan pada

Gambar 13.

Gambar 13. Dactylogyrus sp.

Penelitian Yanti et al., (2017) bahwa Dactylogyrus sp. yang ditemukan pada

ikan nila memiliki ciri-ciri tubuh pipih memanjang, terdapat empat lekukan yang

menonjol serta terdapat dua pasang titik mata pada bagian anterior. Penelitian lain

dari Yuli (2017) memeriksa ektoparasit pada ikan patin di keramba jaring apung

Sungai Musi Palembang, menyatakan bahwa Dactylogyrus sp. merupakan

ektoparasit yang dapat ditemukan pada ikan air tawar, ikan air payau dan ikan air

laut serta dapat diidentifikasi berdasarkan dua pasang bintik mata yang terdapat

pada bagian anterior.

Parasit Dactylogyrus sp. pada pengamatan ini dominan ditemukan pada

bagian insang sebanyak 12 individu. Menurut Yanti et al., (2017) cacing

Dactylogyrus sp. merupakan ektoparasit yang bersifat organ spesifik terhadap

insang. Hal ini karena Dactylogyrus sp. memiliki sepasang jangkar atau kait dan

Page 36: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

23 

memiliki Opisthaptor dengan 14 kait tepi dan mengelilingi bagian tepi

Opisthaptor yang berfungsi untuk menempel pada insang ikan. Cara Dactylogyrus

sp. berkembangbiak adalah dengan menghasilkan telur. Telur tersebut akan

terbawa air dan menempel pada insang ketika insang bernafas. Insang ikan

mempunyai kapiler darah yang mengandung banyak nutrisi ketika telur

Dactylogyrus sp. menetas (Yanti et al., 2017).

Keberadaan Dactylogyrus sp. ditandai dengan berkumpulnya ikan pada

aliran air atau permukaan air. Menurut Mas’ud (2011) ikan yang terkena penyakit

mengalami perubahan warna menjadi gelap, sebagian atau seluruh insang

dipenuhi dengan lapisan lendir dan tampak pucat. Gejala yang ditunjukan oleh

inang ikan yang ditemukannya parasit Dactylogyrus sp. salah satunya adalah ikan

mengalami tidak seimbangan saat berenang dan sirip-sirip ikan mengerucut.

4.1.6. Gyrodactylus sp.

Parasit dari kelas Monogenea yang kedua adalah Gyrodactylus sp. Cacing

genus ini ditemukan termasuk ke dalam ordo Gyrodactylidea dan famili

Gyrodatylidae. Ektoparasit yang ditemukan pada pengamatan dalam bentuk tubuh

pipih memanjang, memiliki kait berbentuk jangkar pada bagian posterior, tidak

terlihat bintik mata seperti Dactylogyrus sp. Hal ini sesuai dengan penelitian Yanti

et al., (2017) bahwa Gyrodactylus sp. memiliki ciri tubuh pipih memanjang dan

terdapat dua tonjolan dan tidak terdapat bintik mata pada bagian anterior.

Morfologi Gyrodactylus sp. disajikan pada Gambar 14.

Gambar 14. Gyrodactylus sp.

Parasit Gyrodactylus sp. ditemukan pada bagian lendir permukaan tubuh

sebanyak 1 individu, bagian insang 1 individu dan sirip dorsal 1 individu.

20 µm

Page 37: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

24 

Menurut Prasetya (2013) bagian yang sering diserang oleh cacing Gyrodactylus

sp. adalah bagian kulit dan insang. Alat pelekat atau opisthaptor yang ada pada

bagian ujung tubuh cacing digunakan sebagai tempat melekat pada tubuh inang

ikan serta untuk menghisap dan memakan jaringan ikan. Gejala yang dapat

diketahui dari ikan yang terdapat parasit cacing adalah warna insang yang pucat,

produksi lendir berlebih dan berenang secara tidak normal (Ghufran dan Kordi,

2004).

4.2. Prevalensi dan Intensitas Ektoparasit pada Ikan Mujair

Data yang diperoleh dari penelitian ini berupa nilai prevalensi, intensitas,

dominansi parasit pada ikan mujair dan kualitas air di Situ Malangnengah. Nilai

prevalensi berfungsi untuk mengetahui seberapa banyak sampel ikan yang

terinfeksi ektoparasit. Intensitas adalah nilai yang diperoleh dari jumlah individu

ektoparasit yang ditemukan pada satu ekor ikan. Nilai tersebut berfungsi untuk

mengetahui tinggi rendahnya infeksi ektoparasit. Nilai prevalensi dan intensitas

pada ikan mujair disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Prevalensi dan intensitas ektoparasit yang ditemukan pada organ ikan mujair

Keramba Filum Genus

ektoparasit

P (%)

Kategori I (Ind/ ekor)

Kategori

Protozoa Apiosoma sp. 3 Kadang 2 Rendah Trichodina sp. 87 Sedang 39 Sedang

1. Vorticella sp. 13 Sering 1 Rendah Platyhelminthes Dactylogyrus sp. 13 Sering 1 Rendah

Gyrocadtylus sp. 7 Kadang 1 Rendah

Protozoa Apiosoma sp. 7 Kadang 2 Rendah Epistylis sp. 3 Kadang 4 Rendah

2. Trichodina sp. 97 Parah 16 Sedang Vorticella sp. 40 Biasa 5 Rendah

Platyhelminthes Dactylogyrus sp. 7 Kadang 1 Rendah Protozoa Epistylis sp. 10 Sering 3 Rendah

Trichodina sp. 93 Parah 11 Sedang 3. Vorticella sp. 3 Kadang 2 Rendah Platyhelminthes Dactylogyrus sp. 17 Sering 2 Rendah

Gyrodactylus sp. 3 Kadang 1 Rendah

Keterangan : P = Prevalensi (%) I = Intensitas (Individu/ekor) Ind = Individu

Berdasarkan hasil yang didapat pada tabel 4. menunjukan bahwa

ektoparasit yang memiliki nilai prevalensi dan intensitas tertinggi pada ketiga

keramba adalah genus Trichodina sp. Genus ektoparasit Trichodina sp. yang

ditemukan pada keramba pertama (87%), keramba kedua (97%) dan keramba

Page 38: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

25 

ketiga (93%). Berdasarkan tingkat kriteria prevalensi menurut William (1996)

bahwa Trichodina sp. yang ditemukan pada ikan mujair keramba pertama

termasuk ke dalam kategori infeksi sedang. Keramba kedua dan ketiga termasuk

dalam kategori hampir selalu yaitu yang memiliki nilai prevalensi kisaran 90 –

98%.

Nilai intensitas tertinggi dari genus Trichodina sp sebesar 39 individu/ekor,

keramba kedua sebesar 16 indvidu/ekor dan keramba ketiga 11 individu/ekor.

Keramba pertama memiliki nilai intensitas tertinggi sebesar 39 individu/ekor

masuk ke dalam kategori sedang. Hal ini sesuai dengan kriteria intensitas

ektoparasit menurut William (1996) bahwa nilai intensitas sebesar 6 -55 individu/

ekor dikategorikan sedang.

Tingginya nilai prevalensi dan intensitas ektoparasit Trichodina sp. dapat

disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya adalah kondisi lingkungan yang

mendukung kehidupan ektoparasit tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan pada

ketiga keramba, lingkungan disekitar keramba jaring apung berdekatan dengan

saluran limbah rumah tangga dan buangan sampah masyarakat. Menurut Pramono

dan Hamdan (2008) kualitas air yang buruk dapat menyebabkan ikan menjadi

stres dan mengakibatkan ektoparasit Trichodina sp. dapat berkembang dengan

cepat.

Suhu air pada ketiga keramba merupakan suhu yang optimal bagi kehidupan

Trichodina sp. yaitu berkisar 25-29°C. Pernyataan tersebut didukung oleh

Fisheries and Aquaculture of FAO (1985) dalam (Lestari, 2011) bahwa parasit

Trichodina sp. dapat berkembang biak dengan baik pada suhu 20-29°C. Penelitian

Lestari (2011) memeriksa ektoparasit Protozoa Trichodina sp. pada ikan lele

dumbo (Clarias gariepinus) di Desa Ngabetan Kabupaten Gersik memperoleh

nilai prevalensi sebesar 56,7%. Nilai tersebut termasuk ke dalam kategori infeksi

sangat sering. Hal ini dapat disebabkan karena sumber air yang berasal dari kali

Lamongan yang bersamaan dengan limbah rumah tangga dan terjadi pencemaran.

Ektoparasit yang memiliki nilai prevalensi terendah pada keramba pertama

adalah Apiosoma sp. yaitu 3%. Rendahnya nilai prevalensi tersebut dapat

Page 39: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

26 

disebabkan karena ektoparasit Apiosoma sp. tidak dapat menyesuaikan dengan

lingkungannya. Penelitian Riko (2012) memeriksa ektoparasit pada ikan bandeng

dan menemukan ektoparasit Apiosoma sp. dengan presentase 0,01% dan diduga

ektoparasit tersebut tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan sehingga tidak

dapat berkembang dengan baik. Menurut Nurhalimah (2017) selain hidup pada

inang seperti ikan, genus ektoparasit Apiosoma sp. umumnya juga hidup pada

tanaman air. Berdasarkan kondisi keramba pertama, tidak ditemukan tanaman air

yang dimanfaatkan oleh Apiosoma sp. yang diduga rendahnya jumlah ektoparasit

Apiosoma sp.

Ektoparasit yang memiliki nilai prevalensi terendah pada keramba kedua

adalah genus Epistylis sp. (3%). Rendahnya kehadiran ektoparasit Epistylis sp.

pada keramba pertama didukung oleh parameter kualitas air seperti suhu yang

berbeda dengan suhu optimum pada pertumbuhan Epistylis sp. Suhu pada

keramba pertama adalah dengan rata-rata 26,3°C. Menurut Ma dan Overstreet

(2006) pertumbuhan Epistylis sp. dapat bereproduksi dengan optimum pada suhu

air 10-25°C.

Ektoparasit Epistylis sp. dan Vorticella sp. pada umumnya ditemukan pada

kepiting dan udang. Hal ini didukung oleh penelitian Muttaqin (2018) yang

menemukan Epistylis sp. (955) individu dan Vorticella sp. (98) individu pada

kepiting bakau (Scylla spp.) di ekosistem mangrove Taman Hutan Raya Ngurah

Rai, Bali. Penelitian lain dari Susilo (2018) menemukan Epistylis sp. pada udang

windu (Panaeus monodon) sebanyak 159 individu dari 10 ekor udang yang

diperiksa. Keberadaan lobster diluar keramba jaring tancap di Situ Malangnengah

merupakan salah satu faktor munculnya ektoparasit Epistylis sp. dan Vorticella sp.

pada ikan mujair.

Nilai prevalensi terendah pada keramba ketiga adalah genus Vorticella sp.

dan Gyrodactylus sp. yaitu 3%. Nilai intensitas terendah ditemukan pada ketiga

keramba adalah genus Vorticella sp., Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp. yaitu

sebanyak 1 indvidu/ekor. Nilai tersebut termasuk kedalam kategori rendah. Hal ini

sesuai dengan kategori menurut William (1996) bahwa nilai intensitas yang

berkisar 1-5 individu/ekor meupakan kategori rendah. Salah satu penyebab

Page 40: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

27 

rendahnya nilai prevalensi dan intensitas adalah parameter kualitas air seperti

suhu. Suhu air di keramba Situ Malangnengah berkisar 25-26°C. Menurut Hassan

(2008) parasit dari kelompok Monogenea pada suhu air 30-32°C merupakan suhu

yang dimanfaatkan untuk memproduksi telur lebih banyak. penelitian lain dari

Muttaqin (2018) yaitu menemukan ektoparasit Vorticella sp. pada kepiting bakau

dengan jumlah 98 individu dengan suhu air 30-32°C. Perbedaan suhu pada

keramba di Situ Malangnengah dengan suhu optimum untuk pertumbuhan

ektoparasit tersebut diduga menjadi salah satu faktor rendahnya nilai prevalensi

dan intensitas.

Ketiga keramba di Situ Malangnegah terdiri dari 100-300 ekor ikan mujair.

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingginya nilai prevalensi dan

intensitas adalah padatnya ikan dalam setiap keramba. Menurut Hardi (2015) Ikan

yang memiliki aktivitas tinggi cenderung lebih sering berinteraksi dengan cara

kontak langsung dengan ikan lain sehingga menyebabkan ikan lebih mudah

terinfeksi penyakit seperti munculnya ektoparasit.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi kehadiran parasit adalah ukuran dan

umur ikan. Ikan yang diamati memiliki ukuran tubuh berkisar 10 -15 cm dengan

umur 2-3 bulan. Ukuran ikan yang besar dapat dimanfaatkan parasit untuk

berkembangbiak dari waktu ke waktu (Putri, 2016). Ikan yang berumur muda atau

benih lebih rentan terkena parasit dibandingkan ikan yang sudah dewasa.

Peryataan ini didukung oleh penelitian Putri (2016) yang menemukan nilai

prevalensi tertinggi pada ikan mas karena ikan yang digunakan sebagai sampel

adalah ukuran benih.

4.3. Dominansi Ektoparasit pada Ikan Mujair

Dominansi merupakan nilai dari ektoparasit tertentu yang mendominansi

dari jenis ektoparasit lainnya. Nilai tersebut berfungsi untuk mengetahui

bagaimana kelompok ektoparasit mendominansi dari kelompok ektoparasit

lainnya. Berdasarkan hasil yang didapat pada ketiga keramba di Situ

Malangnengah, keramba pertama didominasi oleh ektoparasit Trichodina sp.

sebesar (99%), keramba kedua didominansi oleh Trichodina sp. sebesar (86%)

Page 41: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

28 

dan keramba ketiga didomnasi oleh Trichodina sp. sebesar (94%). Dominansi

ektoparasit pada ikan mujair disajikan pada Gambar 15.

100%  

95%  

90%  

85% 

 80% 

 

75%  Keramba 1  Keramba 2  Keramba 3 

 

Trichodina sp.  Dactylogyrus sp.  Gyrodactylus sp. 

Vorticella sp.  Apiosoma sp.  Epistilys sp. 

 

Gambar 15. Dominansi ektoparasit pada ikan mujair ditiga keramba Situ Malangnengah

Frekuensi kehadiran parasit paling dominan pada setiap sampel ikan adalah

Trchodina sp. Menurut Riko et al., (2012) Trichodina sp. merupakan ektoparasit

universal yaitu terdapat pada ikan air tawar dan ikan air laut. Banyaknya genus

Trihcodina sp. di ketiga keramba pada Situ Malangnengah dapat disebabkan

karena ektoparasit tersebut memiliki siklus hidup dan pergerakan cepat yang

disebabkan oleh kepadatan ikan yang tinggi di keramba. Hal ini didukung oleh

penelitian Haryono (2016) bahwa Trichodina sp. memiliki pergerakan yang aktif

akibat kepadatan ikan yang tinggi sehingga muncul kontak antar ikan dan

memudahkan terjadinya penularan ektoparasit tersebut melalui kulit dengan cepat.

4.4. Kualitas air di Situ Malangnengah

Kondisi perairan di Situ Malangnengah dapat mempengaruhi kelangsungan

hidup ikan maupun ektoparasit yang menginfeksi ikan mujair. Pencemaran

lingkungan perairan akan mengakibatkan perubahan kualitas air dan membuat

ikan menjadi stres karena tidak seimbangnya hubungan antara ikan, lingkungan

dan patogen (parasit) yang memudahkan ikan terinfeksi oleh parasit (Maulana et

al., 2017a). Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Principal

Component Analysis (PCA) pada program SPSS 20. Uji ini dilakukan dengan

2.8 

2,5 

12.1

98.7 93.8 

86.1

Pres

enta

se D

omin

ansi

Page 42: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

29 

tujuan untuk mengetahui kualitas air apakah yang mempengaruhi keberadaan

ektoparasit di Situ Malangnengah. Salah satu bagian uji statistik dari PCA adalah

nilai KMO (Kaiser-Meyer-Olkin). Nilai KMO merupakan nilai yang diperoleh

dengan tujuan untuk mengukur kecukupan sampel (Hendro, 2012). Nilai KMO

yang diperoleh sebesar 0,592. Nilai tersebut dapat diterima karena nilai korelasi

antar variabel lebih besar dari 0,5 yang artinya variabel dan sampel yang

digunakan dapat dilakukan analisis faktor (Lampiran 2).

Korelasi atau hubungan antara suatu variabel dengan faktor 1 dan faktor 2

ditunjukan pada angka yang terdapat di dalam tabel dan disebut dengan factor

loadings. Nilai factor loading yang mendekati 1 merupakan nilai yang disarankan

sebagai penentu komponen faktor. Nilai Component matrix berfungsi untuk

mengetahui variabel apa yang mempengaruhi keberadaan ektoparasit pada ikan

mujair. Component matrix dari hasil analisis faktor yang mempengaruhi

keberadaan ektoparasit disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil analisis PCA terhadap parameter faktor kualitas air di Situ Malangnengah

Parameter Faktor Kualitas air Komponen 1 Komponen 2

Suhu air ,956 -,246 DO -,865 -,477 pH ,931 ,319

Kecerahan -,593 ,799

Hasil yang didapat pada tabel 5 menunjukan distribusi keempat variabel

pada dua faktor yang terbentuk. Nilai factor loading yang didapat menunjukan

variable tersebut mempengaruhi keberadaan ektoparasit pada ikan mujair di Situ

Malangnengah. Faktor kualitas air yang berkorelasi positif dan paling

mempengaruhi keberadaan ektoparasit adalah suhu (0,956). Berdasarkan nilai

prevalensi pada ketiga keramba, keramba kedua memiliki nilai prevalensi

tertinggi yaitu 97%. Suhu yang terdapat pada keramba kedua berkisar 25-27°C.

Suhu tersebut mendukung pertumbuhan ektoparasit pada ikan mujair. Menurut

Dan et al., (2009) suhu dengan kisaran 27-30°C merupakan suhu yang optimum

untuk parasit berkembangbiak dan menginfeksi ikan. Suhu air memiliki hubungan

yang erat dengan metabolisme ikan. Suhu yang tinggi akan menyebabkan

Page 43: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

30 

ektoparasit dapat ditemukan pada inang. Peningkatan aktifitas metabolisme

diakibatkan oleh meningkatnya suhu air sehingga kebutuhan oksigen dapat

meningkat (Nofasari, 2019). Pengukuran parameter kualitas air pada keramba

jaring tancap di Situ Malangnengah disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Parameter kualitas air di Situ Malangnengah Parameter kualitas

air Keramba 1 Keramba 2 Keramba 3

Suhu (°C) 29 25 25 26 27 25,6 24,5 25,9 26,3pH 8 6,6 6 6 6,6 6 24,5 25,9 26,3DO (mg/L) 17,8 18 18 19 15 18 8,6 6,6 7,3Kecerahan (cm) 103 100 81 56 60 81 56 60 68

Suhu lingkungan memiliki pengaruh yang besar bagi kesehatan ikan apabila

berbeda dengan kisaran suhu optimalnya (Nurcahyo, 2014). Hasil pengukuran

suhu pada ketiga keramba menunjukan suhu perairan 25-29°C. Kisaran suhu di

tiga keramba ini merupakan suhu yang tidak jauh berbeda dengan suhu optimal

untuk kehidupan ikan mujair. Hal ini sesuai dengan standar kualitas air ikan

mujair menurut penelitian Haslinda (2013) yang menyatakan bahwa suhu optimal

untuk kehidupan ikan mujair sekitar 20-25°C.

Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air di Situ Malangnengah terlihat

bahwa ketiga keramba memiliki hasil yang berbeda. Keramba pertama memiliki

luas 4x3 m² dengan kedalaman 120 cm. Ikan yang terdapat pada keramba pertama

berjumlah 200 ekor. Lingkungan kurang menguntungkan seperti adanya buangan

limbah rumah tangga dan terdapat peternakan ayam yang jaraknya tidak jauh

dengan keramba tersebut. Keramba pertama disajikan pada Gambar 16.

Gambar 16. Lokasi pengambilan sampel: Keramba 1 (a), Saluran limbah rumah

tangga (b)

ba

  I II III I II III I II III

Page 44: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

31 

Keramba kedua memiliki luas keramba 4x6 m² dengan kedalaman 100

meter. Ikan yang terdapat pada keramba pertama berjumlah 300 ekor. Jarak lokasi

pengambilan sampel ikan mujair pada keramba kedua dekat dengan pembuangan

limbah rumah tangga seperti detergen dan buangan sampah rumah tangga. Ikan

yang terdapat pada keramba kedua pada awal tahun 2019 mengalami kematian

mendadak. Keramba kedua disajikan pada Gambar 17.

Gambar 17. Lokasi pengambilan sampel: Keramba 2 (a), Saluran limbah rumah

tangga (b)

Keramba ketiga memiliki luas keramba 5x6 m² dengan kedalaman keramba

75 cm. Jumlah ikan yang terdapat di keramba ketiga adalah 100-300 ekor.

Lingkungan sekitar keramba ketiga dekat dengan pembuangan sampah rumah

tangga. Dokumentasi keramba ketiga disajikan pada Gambar 18.

Gambar 18. Lokasi pengambilan sampel: Keramba 3 (a), Saluran Outlet (b)

ba

ba

Page 45: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

 

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1) Ektoparasit yang teridentifikasi pada ikan mujair sebanyak enam genus dari

filum Protozoa dan Platyhelminthes. Ektoparasit Protozoa yang ditemukan

adalah Trichodina sp., Vorticella sp., Apiosoma sp., dan Epistylis sp. Filum

Platyhelminthes, kelas Monogenea ditemukan cacing Dactylogyrus sp. dan

Gyrodactylus sp.

2) Nilai prevalensi keramba pertama 90%, keramba kedua 97% dan keramba

ketiga 93%. Nilai prevalensi tersebut termasuk ke dalam kategori infeksi

parah. Nilai intensitas infeksi ektoparasit tertinggi adalah genus Trichdoina

sp. pada keramba pertama yaitu 39 individu per ekor dan termasuk ke dalam

kategori sedang. Genus ektoparasit yang mendominansi dari ketiga keramba

adalah Trichodina sp. mencapai 99%.

3) Kualitas air yang mempengaruhi keberadaan ektoparasit adalah suhu.

5.2. Saran

Penelitian pemeriksaan ektoparasit pada ikan mujair di Situ Malangnengah

perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala dan dilakukan penelitian lebih lanjut

mengenai penggunaan obat alami atau bahan kimia yang dapat mencegah maupun

mengobati penyakit ektoparasit. Penebaran ikan perlu diperhatikan kembali agar

tidak terjadi padatnya ikan dalam keramba.

32

Page 46: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

 

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E., & Liviawaty, E. (2015). Penyakit ikan. Jakarta: Penebar Swadaya.

Ali, Sufriyanto, K., Yuniarti. K., & Mulis. (2013). Identifikasi ektoparasit pada ikan (Oreochormis nilotica) di Danau Limboto Provinsi Gorontalo. Jurnal Ilmiah Perikanan, 1(3), 114-125.

Amri, K., & Khairuman. (2008). Buku pintar budidaya 15 ikan konsumsi. Jakarta: PT. Agro Media Pustaka.

Anisah, N. R., & Riwidiharso, E. (2016). Intensitas dan variasi morfometrik Trichodina sp . pada benih ikan gurami ( Osphronemus gouramy Lacepede ) pendederan I yang dijual di pasar ikan Purwonegoro Kabupaten Banjarnegara, 33(3), 134–141. https://doi.org/10.20884/1.mib.2016.33.3.349

Anshary, H. (2008). Pembelajaran parasitologi ikan. Program Studi Budidaya Perairan Jurusan Perikanan Fakultas ilmu Keluatan dan perikanan. Universitas Hasanudin Makasar.

Bakke, T. A., Harris, P.D., & Cable, J. (2002). Host specificity dynamics: Observation on Gyrodactylid monogeneas. International Journal Parasitol, 32, 281-308.

Dan, X. M., Lim, X. T., Teng, N., Tan, Z. L., & Li, A. X. (2009). A technique for the preservation of cryptocaryon irritans at low temperatures. Aquaculture, 297(1), 112-115.

Duijn, V. C. J. (1967). Disease of fishes. 2nd Edition. London: Life Books. pp:309

Durborow, R. M., Mitchell, A. J., & Crosby, M. D. (1998). Ich (White Spot Disease). Southern Regional Aquaculture Center (pp. 6). SRAC Publication No. 476.

Durborrow, R. M. (2003). Protozoan parasites. SRAC Publication.

El-mansy, A. (2017). Negative effect of parasites on fish farms production. Cairo: Ministry of Scientific Research National Institute of Oceanography and Fisheries. https://doi.org/10.13140/RG.2.1.4187.2726

Farras, A., Mahasri, G., & Suprapto, H. (2017). Prevalensi dan derajat infestasi ektoparasit pada udang vaname (Litopenaeus vannamei) di tambak intensif dan tradisional di Kabupaten Gresik. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 9(2), 118–126.

Ghufran, M. (2004). Penanggulangan hama dan penyakit ikan. Jakarta: PT Rneka Cipta dan PT Bina Adiaksara.

Haslinda, S. (2013). Sistem pakar penentuan jenis budidaya ikan air tawar berdasarkan lokasi dan kualitas air (Skripsi). Institut Pertanian Bogor, Bogor.

33

Page 47: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

34 

Haribowo, D. R., Syifa A., Nurkholida., Nia, D. I., Pratiwi, A. Z., Ario, P. P., Firdaus, R., Alfan, F. R., & Yayan, M. A. (2019). Kimia fisik perairan dan ektoparasit ikan nila dan patin di Situ Gintung, tangerang Selatan, Banten. Journal of Marine and Aquatic. 5(2), 203-210.

Hardi, E.H. 2015. Parasit biota akuatik. Mulawarman University Press. Samarinda

Haryono, S., & Lusiastuti, M. A. (2016). Inventarisasi ektoparasit pada ikan mas koki (Carrasius auratus) di Kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor. Jurnal Mina Sains, 2(2), 71–79.

Hassan, M. (2008). Parasites of native and exotic freshwater fishes in the south- west of western Australia (Thesis). Australia.

Hendriyanto, D. A. (2009). Infestasi ektoparasit pada kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) di Lingkungan Budidaya Ikan Sistem Race-Way Water (Tesis). Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hoerunisa, I. (2004). Kajian morfometri dan karakteristik kualitas air perairan Situ Malangnengah Kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor, Jawa Barat. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor, Bogor

Irianto, A. (2005). Patologi ikan teleostei. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Irwandi., Yanti, A. H., & Diah, W. (2017). Prevalensi dan intensitas ektoparasit pada insang ikan nila merah (Oreochormis niloticus) di keramba apung sungai Kapuas Desa Kapur Kabupaten Kubu Raya. Jurnal Protobiont, 6(1), 20 – 28.

Juwahir, Andi., Zakirah, R.Y., Septiana, F. M., & Rusaini. (2016). Prevalensi dan intensitas ektoparasit pada ikan mas (Cyprinus carpio L.) di Kabupaten Sigi. Jurnal Agrisains, 17(2), 62-69.

Kabata, Z. (1985). Parasites and diseases of fish cutured in the tropic. London: Taylor dan Pranci.

Levine, N. D. (1994). Buku pelajaran parasitologi veteriner. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Lestari, A. (2011). Prevalensi ektoparasit protozoa Trichodina sp. pada ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) di Desa Ngabetan Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik (Skripsi). Universitas Airlangga, Surabaya

Lom. (2002). Trichordinidae and other Ciliates (Phylum Ciliophora). Institute of Paraitology, Czech Academy of Science. Pp. 229-262 editor Woo, P.T.K in Fish Disorders Vol.1. protozoan and Metazoan Infections. CABI Publish

Lom. J., & Dykova, I. (1992). Protozoan parasites of fishes. New York: Elsevier Science Publishers.

Li, M., Wang, J., Zhu, D., & Gu, Z. (2008). Study of Apiosoma piscicola (

Page 48: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

35 

Blanchard 1885 ) occurring on fry of freshwater fishes in Hongze , China with consideration of the genus Apiosoma Study of Apiosoma piscicola ( Blanchard 1885 ) occurring on fry of freshwater fishes in Hongze , China with consideration of the genus Apiosoma, (January 2016). https://doi.org/10.1007/s00436-007-0856-5

Ma, H., & Overstreet, R. M. (2006). Two new species of Epistilys (Ciliophora: Petrichida) on the blue crab Callinectes sapidus in the Gulf of Mexico. Jurnal Eukaryot Microbiology. 53, 85-95

Maulana, D. M., Muchlisin, Z. A., & Sugito, S. (2017a). Intensitas dan prevalensi parasit pada ikan betok (Anabas testudineus) dari perairan umum daratan Aceh bagian Utara. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah, 2(1), 1–11.

Maulana, D. M., Muchlisin, Z. A., & Sugito, S. (2017b). Intensitas dan prevalensi parasit pada ikan betok (Anabas testudineus) dari perairan umum daratan Aceh bagian Utara. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah, 2(1), 1–11.

Martin, M. L., Marchiori, N., Nines, G., & Rodrigues M. P. (2010). First record of Trichodina heterodentata from channel catfish in Brazil. Braz, 70(3).

Martins, M. L., Cordoso., Marchiori, N., & Padua S. B. (2015). Protozoan infections in farmed fish from Brazil: diagnosis and pathogenesis. Revista Brasileira De Parasitologia Veterinaria. 24

Misganaw, K., & Getu, A. (2016). Review on major parasitic crustacean in fish. Fisheries and Aquaculture Journal, 7(3), 13-17. https://doi.org/10.4172/2150-3508.1000175

Modu, B. M., Saiful, M. F., Kassim, Z., & Hassan, M. (2012). A New Species of Gill Monogenea (Dactylogyrus Diesing, 1850) from Hampala macrolepidota Hampala macrolepidota van Hasselt and Kuhl 1823 (Cyprinidae) in Sungai Kiang and Tanjung Mentong , Tasik Kenyir Lake : Malaysia, 1823(2004), 1–4.

Mohammadi, F., Mousavi, S.M. & Rezaie, A. (2012) Histopathological study of parasitic infestation of skin and gill on Oscar (Astronotus oc e llatus) and dis cus (Symphysodon discus). AACL Bioflux, 5(2), 88- 93.

Mas'ud, F. (2011). Prevalensi dan derajat infeksi Dactylogyrus sp. pada insang benih bandeng (Chanos chanos) di Tambak Tradisional, Kecamatan Glagah, Kabupaten Lamongan. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 3(1),27-39

Munawwaroh, A., & Rahayu, L. (2017). Identifikasi ektoparasit pada budidaya ikan mujair (Oreochromis Mossambicus) di Desa Keramat Mengare, Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik, 2, 401–409.

Muttaqin, I., Gede, P., Julyantoro, S., Hermawati, A., & Sari, W. (2018).

Page 49: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

36 

Identifikasi dan predileksi ektoparasit kepiting bakau ( Scylla spp .) dari ekosistem mangrove taman hutan raya (Tahura) Ngurah Rai, Bali, 31, 24–31.

Nofasari, N., Tengku, S,R., & Rika, W. (2019). Identifikasi dan prevalensi ektoparasit pada ikan air tawar dan laut dilokasi budidaya perikanan Bintan Kepulauan Riau. Intek Akuakultur, 3(1), 92-104.

Nurcahyo, W. (2014). Parasit pada ikan. Yogyakarta: Gadjah Mada Univerity Press.

Nurhalimah. (2017). Inventarisasi ektoparasit pada pendederan ikan nila merah Oreochorimis sp. yang dipelihara pada fasilitas kolam percobaan (Skripsi). Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Paynter, K. T., Pierce, S. K., & Burreson, E. M. (1995). Level of intracelullar free amino acids used for saliniy tolerance by oysters (Crassostrea virginca) are altered by Protozoan (Perkinsus marinus) Parasitism. Marine Biology, 122, 67-72.

Pramono, T. B., & Hamdan, S. (2008). Infeksi parasit pada permukaan tubuh ikan Nilem (Osteochitus hasellti) yang diperdagangkan di PPI Purbalingga. Berkala Ilmiah Perikanan, 79-82.

Prasetya, N., Sri, S., & Kismiyati. (2013). Prevalensi ektoparasit yang menyerang benih ikan koi (Cyprinus carpio) di bursa ikan hias Surabaya. Jurnal ilmiah perikanan dan kelautan, 5(1), 113-115.

Pujiastuti, N., & Ning, S. (2015). Identifikasi dan prevalensi ektoparasit pada ikan konsumsi di balai benih ikan siwarak. Unnes Journal of Life Science. 4(1), 9-15.

Putri, S. M., Condro, H. A. H., & Desrina. (2016). Infestasi monogenea pada ikan konsumsi ikan air tawar di kolam budidaya desa Ngrajek Magelang. Journal of Aquaculture Management and Technology, 5(1), 162-170.

Rahayu, F. D., Damiana, R. E., & Risa, T. (2013). Infestasi cacing parasitik pada insang ikan mujair (Oreochromis mossambicus), 1(1), 8–14.

Riko, Y. A., Rosidah dan Herawati, T. 2012. Intensitas dan Prevalensi Ektoparasit Pada Ikan Bandeng (Chanos chanos) dalam KJA di Waduk Cirata Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3 (4)

Robert, R.J & Wootten. R. (2001). Jurnal Disease Fish, 9,1–24. http://www.suttonbooks.com/cgi-bin/rsb/47086.

Salam, B., & Dewi, H. (2017). Prevalensi dan intensitas ektoparasit pada ikan gabus (Channa striata) dari tangkapan alam dan Budidaya. Jurnal Sains dan Seni ITS, 6(1), 2337- 3539.

Scholz, T. (1999). Parasites in cultured an fish. Veterinary Parasitology

Page 50: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

37 

Setianto, D. (2012). Budidaya ikan mujair di berbagai media pemeliharaan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Suhendra. (2004). Analisi ekonomi pemanfaatan Situ Malangnengah untuk usaha budidaya ikan mas koki dengan sistem jaring tancap (hapa) di Desa Parigi Mekar, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor (Skripsi). Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sugiarto. (1988). Teknik pembenihan ikan mujair (Oreochormis mossambicus). Jakarta: Simplex.

Tancung, B. (2007). Pengelolaan kualitas air dalam budidaya perairan. Jakarta: Rineka Cipta.

Trewavas, E. (1983). Tilapiine Fishes of The GeneraSarotherodon, Oreochromisand Danakilia. Natural History. London: British Museum.

Ulkhaq, M. F., Darmawan, S. B., Gunanti, M., & Kismiyati. (2017). Identifikasi ektoparasit pada benih ikan mas (Cyprinus carpio) di Balai Benih Ikan Kabat, Kabupaten Banyuwangi. Jurnal Sain Veteriner, 35(2), 197-207.

Utami, P. (2012). Keragaman jenis ektoparasit pada ikan hasil tangkapan di Sungai Banjaran Kabupaten Banyumas. Purwokerto.

Williams, E. H., Jr & Williams, L. B. (1996). Parasites of aoffshore big game fishes of Puerto Rico and the western Atlantic. Puerto Rico Departement of Natural and Environmental Resources, San Juan, PR and the University of Puerto Rico, Mayaguez, PR. 329

Yanti, A. H., Wulandari, D., Biologi, P. S., & Tanjungpura, U. (2017). Prevalensi dan Intensitas ektoparasit pada insang ikan nila merah ( Oreochromis sp .) di Keramba Apung Sungai Kapuas Desa Kapur Kabupaten Kubu Raya, 6, 20– 28.

Yuli, S., Helmi, H., & Indah, A.Y. (2017). Tingkat serangan ektoparasit pada ikan patin (Pangasius hypopthalamus) yang dibudidayakan dalam keramba jaring apung yang dibudidayaakn dalam keramba jaring apung di Sungai Musi. Jurnal Ilmu-ilmu Perikanan dan Budidaya Perairan. 12(2), 50-58.

Page 51: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

38 

Lampiran 1. Tabulasi data ektoparasit pada ikan mujair

Hari/tanggal : Suhu air : DO :

Keramba : pH : Kecerahan :

Ikan Panjang (cm)

Berat (gram)

Bagian ikan yang diamati Jumlah

PT I SK SA SP SD

1.                  

2.                  

3.                  

4.      

5.                  

6.                  

7.      

8.                  

9.                  

10.      

Keterangan: PT : Permukaan tubuh I: Insang SK: Sirip Kaudal SA: Sirip anal SP: sirip pektoral SD: Sirip Dorsal

Page 52: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

39 

Lampiran 2. Hasil uji Principal Component Analysis (PCA)

KMO and Bartlett's Test

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy.

Approx. Chi-Square

Bartlett's Test of Sphericity Df

Sig.

,592

316,942

6

,000

Page 53: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

40 

Lampiran 3. Jumlah ikan dan ektoparasit yang ditemukan pada ikan mujair

    Jumlah Jumlah Jumlah Keramba Filum Genus parasit ikan yang ikan yang    ektoparasit (ind) terinfeksi diperiksa     (ekor) (ekor)

  Protozoa Apiosoma sp. 2 1      Trichodina sp. 1012 26 30

1.   Vorticella sp. 5 4    Platyhelminthes Dactylogyrus sp. 4 4      Gyrocadtylus sp. 2 2    Protozoa Apiosoma sp. 4 2      Epistylis sp. 4 1  

2.   Trichodina sp. 463 29 30     Vorticella sp. 65 12    Platyhelminthes Dactylogyrus sp. 2 2    Protozoa Epistylis sp. 9 3      Trichodina sp. 304 28 30

3.   Vorticella sp. 2 1    Platyhelminthes Dactylogyrus sp. 8 5      Gyrodactylus sp. 1 1  

Page 54: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

41 

Lampiran 4. Dampak ektoparasit pada sirip kaudal dan anal (A); Bintik pada ekor (B); Kerusakan pada sirip dorsal dan sirip anal (C); Kerusakan pada sirip pektoral (D); Rusaknya insang dan produksi lendir berlebih (E)

A B

C D

E

Page 55: NUR FADHYLAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49093/1/NUR FADH… · yaitu Apiosoma sp., Epistylis sp., Trichodina sp., dan Vorticella sp. serta filum Platyhelminthes,

42 

Lampiran 5. Dominansi ektoparasit pada ketiga keramba di Situ Malangnengah

Genus Ektoparasit Keramba 1(%) Keramba 2 (%) Keramba 3 (%)

Apiosoma sp. 0,2  0,7  0,0 

Epistylis sp. 0  0,7  2,8 

Trichodina sp. 98,7  86,1  93,8 

Dactylogyrus sp. 0,4  0,4  2,5 

Gyrodactylus sp. 0,2  0,0  0,3