numpamng martil

download numpamng martil

of 29

Transcript of numpamng martil

A. Konsep Dasar Medik 1. Pengertian Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III, 2000 hal : 488). Batasan dispepsia terbagi atas dua yaitu: a. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya b. Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya. 2. Anatomi dan Fisiologi a. Anatomi Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat dibawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung berbentuk tabung J, dan bila penuh berbentuk seperti buah alpukat raksasa. Kapasitas normal lambung 1 sampai 2 liter. Secara anatomis lambung terbagi atas fundus, korpus dan antrum pilorus. Sebelah atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor, dan bagian kiri bawah lambung terdapat kurvatura mayor. Sfingter kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan. Sfingter kardia atau sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan yang masuk kedalam lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali. Daerah lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Disaat sfingter pilorikum berelaksasi makanan masuk kedalam duodenum, dan ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isis usus halus kedalam lambung. Lambung terdiri dari empat lapisan yaitu : 1. lapisan peritoneal luar yang merupakan lapisan serosa. 2. Lapisan berotot yang terdiri atas 3 lapisan :

a.) Serabut longitudinal, yang tidak dalam dan bersambung dengan otot esophagus. b.) Serabut sirkuler yang palig tebal dan terletak di pylorus serta membentuk otot sfingter, yang berada dibawah lapisan pertama. c.) Serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambunh dan berjalan dari orivisium kardiak, kemudian membelok kebawah melalui kurva tura minor (lengkung kelenjar). 3. Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh darah dan saluran limfe. 4. Lapisan mukosa yang terletak disebelah dalam, tebal, dan terdiri atas banyak kerutan/ rugae, yang menghilang bila organ itu mengembang karena berisi makanan. Ada beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan menurut bagian anatomi lambung yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada dekat orifisium kardia. Kelenjar ini mensekresikan mukus. Kelenjar fundus atau gastric terletak di fundus dan pada hampir selurus korpus lambung. Kelenjar gastrik memiliki tipe-tipe utama sel. Sel-sel zimognik atau chief cells mensekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam suasana asam. Sel-sel parietal mensekresikan asam hidroklorida dan faktor intrinsik. Faktor intrinsik diperlukan untuk absorpsi vitamin B 12 di dalam usus halus. Kekurangan faktor intrinsik akan mengakibatkan anemia pernisiosa. Sel-sel mukus (leher) ditemukan dileher fundus atau kelenjarkelenjar gastrik. Sel-sel ini mensekresikan mukus. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada pylorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen. Substansi lain yang disekresikan oleh lambung adalah enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion-ion natrium, kalium, dan klorida. Persarafan lambung sepenuhnya otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Trunkus vagus mempercabangkan ramus gastrik, pilorik, hepatik dan seliaka. Pengetahuan tentang anatomi ini sangat penting, karena vagotomi

selektif merupakan tindakan pembedahan primer yang penting dalam mengobati tukak duodenum. Persarafan simpatis adalah melalui saraf splenikus major dan ganlia seliakum. Serabut-serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh peregangan, dan dirasakan di daerah epigastrium. Serabut-serabut aferen simpatis menghambat gerakan dan sekresi lambung. Pleksus saraf mesentrikus (auerbach) dan submukosa (meissner) membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan mengkordinasi aktivitas motoring dan sekresi mukosa lambung. Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serat hati, empedu, dan limpa) terutama berasal dari daerah arteri seliaka atau trunkus seliaka, yang mempecabangkan cabang-cabang yang mensuplai kurvatura minor dan mayor. Dua cabang arteri yang penting dalam klinis adalah arteri gastroduodenalis dan arteri pankreas tikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus posterior duodenum. Tukak dinding postrior duodenum dapat mengerosi arteria ini dan menyebabkan perdarahan. Darah vena dari lambung dan duodenum, serta berasal dari pankreas, limpa, dan bagian lain saluran cerna, berjalan kehati melalui vena porta. Berikut ini adalah gambar anatomi lambung. b. Fisiologi Fisiologi Lambung : 1. Mencerna makanan secara mekanikal. 2. Sekresi, yaitu kelenjar dalam mukosa lambung mensekresi 1500 3000 mL gastric juice (cairan lambung) per hari. Komponene utamanya yaitu mukus, HCL (hydrochloric acid), pensinogen, dan air. Hormon gastrik yang disekresi langsung masuk kedalam aliran darah. 3. Mencerna makanan secara kimiawi yaitu dimana pertama kali protein dirobah menjadi polipeptida 4. Absorpsi, secara minimal terjadi dalam lambung yaitu absorpsi air, alkohol, glukosa, dan beberapa obat.

5. Pencegahan, banyak mikroorganisme dapat dihancurkan dalam lambung oleh HCL. 6. Mengontrol aliran chyme (makanan yang sudah dicerna dalam lambung) kedalam duodenum. Pada saat chyme siap masuk kedalam duodenum, akan terjadi peristaltik yang lambat yang berjalan dari fundus ke pylorus. 3. Etiologi a. Perubahan pola makan b. Pengaruh obat-obatan yang dimakan secara berlebihan dan dalam waktu yang lama c. Alkohol dan nikotin rokok d. Stres e. Tumor atau kanker saluran pencernaan 4. Insiden Berdasarkan penelitian pada populasi umum didapatkan bahwa 15 30 % orang dewasa pernah mengalami hal ini dalam beberapa hari. Di inggris dan skandinavia dilaporkan angka prevalensinya berkisar 7 41 % tetapi hanya 10 20 % yang mencari pertolongan medis. Insiden dispepsia pertahun diperkirakan antara 1 8 % (Suryono S, et all, 2001 hal 154). Dan dispepsia cukup banyak dijumpai. Menurut Sigi, di negara barat prevalensi yang dilaporkan antara 23 dan 41 %. Sekitar 4 % penderita berkunjung ke dokter umumnya mempunyai keluhan dispepsia. Didaerah asia pasifik, dispepsia juga merupakan keluhan yang banyak dijumpai, prevalensinya sekitar 10 20 % (Kusmobroto H, 2003) 5. Manifestasi Klinik a. nyeri perut (abdominal discomfort) b. Rasa perih di ulu hati c. Mual, kadang-kadang sampai muntah d. Nafsu makan berkurang

e. Rasa lekas kenyang f. Perut kembung g. Rasa panas di dada dan perut h. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba) 6. Patofisiologi Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zatzat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan. 7. Pencegahan Pola makan yang normal dan teratur, pilih makanan yang seimbang dengan kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak mengkomsumsi makanan yang berkadar asam tinggi, cabai, alkohol, dan pantang rokok, bila harus makan obat karena sesuatu penyakit, misalnya sakit kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak mengganggu fungsi lambung. 8. Penatalaksanaan Medik a. Penatalaksanaan non farmakologis 1) Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung 2) Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang peda, obat-obatan yang berlebihan, nikotin rokok, dan stres 3) Atur pola makan b. Penatalaksanaan farmakologis yaitu: Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang memuaskan terutama dalam mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena pross

patofisiologinya pun masih belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70 % kasus DF reponsif terhadap placebo. Obat-obatan yang diberikan meliputi antacid (menetralkan asam lambung) golongan antikolinergik (menghambat pengeluaran asam lambung) dan prokinetik (mencegah terjadinya muntah) 9. Test Diagnostik Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama, seperti halnya pada sindrom dispepsia, oleh karena dispepsia hanya merupakan kumpulan gejala dan penyakit disaluran pencernaan, maka perlu dipastikan penyakitnya. Untuk memastikan penyakitnya, maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan, selain pengamatan jasmani, juga perlu diperiksa : laboratorium, radiologis, endoskopi, USG, dan lain-lain. a. Laboratorium Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organik lainnya seperti: pankreatitis kronik, diabets mellitus, dan lainnya. Pada dispepsia fungsional biasanya hasil laboratorium dalam batas normal. b. Radiologis Pemeriksaan radiologis banyak menunjang dignosis suatu penyakit di saluran makan. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap saluran makan bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda. c. Endoskopi (Esofago-Gastro-Duodenoskopi) Sesuai dengan definisi bahwa pada dispepsia fungsional, gambaran

endoskopinya normal atau sangat tidak spesifik. d. USG (ultrasonografi) Merupakan diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini makin banyak dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit, apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat dan pada kondisi klien yang beratpun dapat dimanfaatkan

e. Waktu Pengosongan Lambung Dapat dilakukan dengan scintigafi atau dengan pellet radioopak. Pada dispepsia fungsional terdapat pengosongan lambung pada 30 40 % kasus. B. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang dilakukan yaitu : Mengumpulkan data, mengelompokkan data dan menganalisa data. Data fokus yang berhubungan dengan dispepsia meliputi adanya nyeri perut, rasa pedih di ulu hati, mual kadang-kadang muntah, nafsu makan berkurang, rasa lekas kenyang, perut kembung, rasa panas di dada dan perut, regurgitasi (keluar cairan dari lambung secar tiba-tiba). (Mansjoer A, 2000, Hal. 488). Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit diperut bagian atas yang dapat pula disertai dengan keluhan lain, perasaan panas di dada daerah jantung (heartburn), regurgitasi, kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah, dan beberapa keluhan lainnya (Warpadji Sarwono, et all, 1996, hal. 26) 2. Dampak Dispepsia Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia 3. Diagnosa Keperawatan Menurut Inayah (2004) bahwa diagnosa keperawatan yang lazim timbul pada klien dengan dispepsia. a. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung. b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah makan, anoreksia. c. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya mual, muntah d. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya 4. Rencana Keperawatan

Rencana keperawatan adalah tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menngulangi masalah keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan. a. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung. Tujuan : Terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri, dengan kriteria klien melaporkan terjadinya penurunan atau hilangnya ras nyeri INTERVENSI 1. Kaji tingkat nyeri, beratnya (skala 0 10) 2. Berikan istirahat dengan posisi semifowler 3. Anjurkan klien untuk RASIONAL 1. Berguna dalam pengawasan kefektifan obat, kemajuan penyembuhan 2. Dengan posisi semi-fowler dapat tegangan menghilangkan abdomen yang

menghindari makanan yang dapat meningkatkan kerja

bertambah dengan posisi telentang 3. dapat menghilangkan nyeri akut/hebat dan menurunkan aktivitas peristaltik

asam lambung 4. Anjurkan klien untuk tetap mengatur waktu makannya 5. Observasi TTV tiap 24 jam

4. mencegah terjadinya perih 6. Diskusikan dan ajarkan teknik relaksasi 5. 7. Kolaborasi dengan pemberian obat analgesik sebagai indikator untuk melanjutkan berikutnya 6. Mengurangi rasa nyeri atau dapat terkontrol 7. Menghilangkan rasa nyeri dan kerjasama intervensi terapi lain mempermudah dengan intervensi pada ulu hati/epigastrium

b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah makan, anoreksia. Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang diharapkan individu, dengan kriteria menyatakan pemahaman kebutuhan nutrisi INTERVENSI 1. Pantau dan dokumentasikan dan haluaran tiap jam secara adekuat 2. Timbang BB klien 3. Berikan makanan sedikit tapi sering 4. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa 4. 2. RASIONAL 1. Untuk mengidentifikasi

indikasi/perkembangan dari hasil yang diharapkan Membantu menentukan

keseimbangan cairan yang tepat 3. meminimalkan anoreksia, dan gaster Berguna mendefinisikan masalah dan dalam derajat intervensi mengurangi iritasi

mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare. 5. Kaji pola diet klien yang disukai/tidak disukai. 6. Monitor intake dan output secara periodik.

yang tepat Berguna dalam pengawasan obat, penyembuhan 5. Membantu intervensi kefektifan kemajuan

7. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya medikasi. Awasi dengan frekuensi,

kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet klien. 6. Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan 7. Dapat menentukan jenis diet

volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).

dan

mengidentifikasi

pemecahan masalah untuk meningkatkan nutrisi. c. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya mual, muntah Tujuan : Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan prilaku yang perlu untuk memperbaiki defisit cairan, dengan kriteria intake

mempertahankan/menunjukkan perubaan keseimbangan cairan, dibuktikan stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik. INTERVENSI 1. Awasi tekanan darah dan nadi, pengisian kapiler, status RASIONAL 1. Indikator keadekuatan

volume sirkulasi perifer dan hidrasi seluler 2. Klien tidak mengkomsumsi cairan sama sekali dehidrasi cairan

membran mukosa, turgor kulit 2. Awasi masukan jumlah dan tipe ukur

cairan,

haluaran urine dengan akurat 3. Diskusikan menghentikan strategi muntah untuk dan

mengakibatkan atau mengganti

untuk masukan kalori yang berdampak pada

penggunaan laksatif/diuretik 4. Identifikasi rencana untuk meningkatkan/mempertahank an keseimbangan cairan

keseimbangan elektrolit 3. Membantu klien menerima perasaan muntah penggunaan laksatif/diuretik mencegah 5. Berikan/awasi hiperalimentasi IV 4. Melibatkan klien dalam rencana untuk memperbaiki kehilangan cairan lanjut bahwa dan akibat atau

optimal misalnya : jadwal masukan cairan

keseimbangan berhasil 5. Tindakan memperbaiki daruat

untuk

untuk ketidak

seimbangan cairan elektroli d. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya Tujuan : Mendemonstrasikan koping yang positif dan mengungkapkan penurunan kecemasan, dengan kriteria menyatakan pemahaman tentang penyakitnya. INTERVENSI 1. Kaji tingkat kecemasan 2. Berikan dorongan dan berikan waktu untuk mengungkapkan pikiran dan dengarkan semua keluhannya 3. Jelaskan semua prosedur dan pengobatan 4. Berikan dorongan spiritual RASIONAL 1. Mengetahui sejauh mana tingkat dirasakan sehingga kecemasan oleh yang klien

memudahkan

dlam tindakan selanjutnya 2. Klien merasa ada yang memperhatikan sehingga klien merasa aman dalam segala hal tundakan yang diberikan 3. Klien memahami dan

mengerti tentang prosedur sehingga mau bekejasama dalam perawatannya. 4. Bahwa segala tindakan yang diberikan untuk proses penyembuhan penyakitnya, masih ada yang berkuasa menyembuhkannya yaitu Tuhan Yang Maha Esa.

5. Evaluasi Tahap evaluasi dalam proses keperawatan mencakup pencapaian terhadap tujuan apakah masalah teratasi atau tidak, dan apabila tidak berhasil perlu dikaji, direncanakan dan dilaksanakan dalam jangka waktu panjang dan pendek tergantung respon dalam keefektifan intervensi DATAR PUSTAKA Brunner & Suddart, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2 Jakarta, EGC Inayah Iin, 2004, Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pencernaan, edisi pertama, Jakarta, Salemba Medika. Manjoer, A, et al, 2000, Kapita selekta kedokteran, edisi 3, Jakarta, Medika aeusculapeus Suryono Slamet, et al, 2001, buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid 2, edisi , Jakarta, FKUI Doengoes. E. M, et al, 2000, Rencana asuhan keperawatan, edisi 3 Jakarta, EGC Price & Wilson, 1994, Patofisiologi, edisi 4, Jakarta, EGC Warpadji Sarwono, et al, 1996, Ilmu penyakit dalam, Jakarta, FKUI

7 Juli 2011

Askep DispepsiaASKEP DISPEPSIA A. KONSEP DASAR MEDIS Dalam uraian konsep dasar medis, penulis akan menampilkan tentang anatomi dan fisiologi, pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan dan komplikasi. Konsep dasar medis dibuat agar memudahkan kita untuk memahami bagaimana penanganan dan perawatan yang harus dilakukan pada klien gastroenteritis, lebih lanjut akan dibahas berikut ini: 1. Anatomi dan Fisiologi Menurut Syaifudin (1996) saluran pencernaan makanan merupakan saluran yamg menerima makanan dari luar dan mempersiapkan untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan (pengunyahan, penelanan dan pencampuran) dengan enzim dan zat cair yang terbentang mulai dari mulut samapi ke anus. Struktur pencernaan terdiri dari: a. Mulut (oral) Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri dari dua bagian, yaitu: 1). Bagian luar yang sempit atau vesibula, yaitu ruang di antara gusi, gigi, bibir dan pipi. 2). Bagian rongga mulut atau bagian dalam yaitu bagian rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan mandibularis di sebelah belakang bersambung dengan faring dan lidah terletak di luntainya dan terikat pada tulang (Syaifudin, 1999). b. Faring Faring terletak di belakang hidung dan laring tenggordian. Faring merupakan saluran berbentuk kerucut dan bahan membran berotot dan berjalan dari dasar tenggorokan sampai ketinggian tulang rawan krikoid, tempat faring terbagi menjadi tiga bagian: 1). Nasofaring Terletak di belakang hidung dindingnya terdapat saluran eustakius dan kelenjar adenoid. 2). Orofaring Terletak di bagian media. Bagian ini terbatas ke depan sampai ke akar lidah bagian inferior. 3). Laringofaring Berhubungan dengan laring. Faring organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan osopagus. c. Osofagus Merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung. Panjang 25 cm mulai dari faring sampai pintu masuk cardiak lambung. Lapisan dinding dari dalam keluar lapisan mukosa, submukosa, lapisan otot melingkar esofagus terletak di belakang trakhea dan depan tulang punggung setelah melalui torak menembus diafragma masuk ke adalam abdomen menyambung dengan lambung. d. Gaster (lambung) Gaster merupakan bagian dari saluran pencernaan yang melebar seperti kantong, terletak di dalam rongga perut terutama di daerah epigastrik. Sebagian di sebelah kiri daerah hipokondriak dan umbilikal dalam keadaan kosong lambung berbentuk g dan bila kosong berbentuk seperti buah dengan kapasitas normal lambung 1 sampai 2 liter. Lambung terbagi atas kardiak gaster, fundus gaster, corpus gaster, antrum pylorus, spingter kesua pada ujung lambung untuk mengatur pengeluaran dan pemasukkan, mengalirkan makanan masuk ke dalam duodenum dab ketika berkontraksi spingter ini akan mencegah terjadinya lairan balik dari usus ke lambung. Persyarafan lambung sepenuhnya otonomi, suplai saraf parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan dari ke abdomen melalui nervus vagus serabut aferen menghantarkan infuls nyeri yang dirangsang oleh perehangan kontraksi-kontraksi otot dan peradangan dan dirasakan pada daerah epigastrium, serabut eferensimpatis menghambat pergerakan dan sekresi lambung. Di dalam lambung makanan ditampung, dilancarkan, digiling dan beberapa fungsi, antara lain:

1). Fungsi motorik, terdiri atas: a). Fungsi reservoir menyimpan makanan sehingga sedikit demi sedikit akan dicerna dan bergerak dalam saluran cerna. b). Fungsi pencampuran Memecahkan makanan menjadi partikel-pertikel kecil dan bercampur dengan getah lembung melalui kontraksi otot yang mengelilingi lambung. Kontraksi peristaltik diatur oleh satu irama listrik intrinsik dasar. c). Fungsi pengosongan lambung Diatur pembukaan spingter pilorus dan dipengaruhi oleh viskositas (kekentalan), olume, keasaman, aktifitas motorik, keadaan fisik serta emosi, obat-obatan lambung biasanya kosong dalam empat jam sesudah makan dapat terlebih cepat atau lambat tergantung dari beberapa banyak makanan yang sudah masuk. 2). Fungsi pencernaan dan sekresi a). Pencernaan protein oleh pepsin dan HCL, pencernaan karbohidrat dan lemak oleh amilase dan lipase dalam lambung. b). Sintesis dan pelepasan gastrind dipengaruhi oleh protein yang dimakan, perenggangan alkalinase antrum dan rangsangan vagus. c). Sekresi faktor instrinsik memungkinkan absorbsi vitamin B12 dari usus halus bagian distal. d). Sekresi muskulus berbentuk selubung yang melindungi lambung serta berfungsi sebagai pelumas sehingga makanan mudah diangkut. Pengaturan sekresi lambung dapat dibagi menjadi: a). Fase Sefalik Yaitu sebagai akibat melihat, mencium, memikirkan atau mengecap makanan. Menyebabkan fase sefalik berasal dari korteks serebri atau pusat nafsu makan, impuls eferen kemudian dihantarkan melalui saraf fagus ke lambung. Hasilnya kelenjar gastrik dirangsang mengeluarkan asam HCL. b). Fase Gastrik Dimulai antrum pilorus, distensi di antrum menyebabkan terjadinya rangsangan mekanis dari reseptor-reseptor pada dinding lambung, gastrik dilepaskan dari antrum kemudian dibawa oleh aliran darah menuju kelenjar lamung untuk merangsang sekresi pelepasan HCL. c). Fase Intestinal Dimulai oleh gerakan kimus dari lambung ke duodenum. Adanya protein yang telah dicerna sebagian dalam duodenum tampaknya merangsang pelepasan gastrin usus suatu hormon yang menyebabkan lambung terus menerus mensekresi cairan lambung. e. Anatomi usus 1). Usus halus Intestinum minor adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum, panjangnya 6 meter. Merupakan saluran yang panjang tempat proses pencernaan dan absorbsi hasil pencernaan, yang terdiri dari lapisan usus halus, lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar (m.sirkuler), lapisan otot memanjang (m.longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar). a). Duodenum Disebut juga usus 12 jari panjangnya 25 cm. Berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri pada lengkungan ini terdapat pankreas dan bagian kanan duodenum terdapat selaput lendir yang membukit disebut papila vateri. Pada papila vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koleduktus), dibuat di hati untuk dikeluarkan ke duodenum melalui duktus koledoktus yang fungsinya mengemulsikan lemak, dengan bantuan lipase. Pankreas juga menghasilkan amilase yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi sakarida dan tripsin yang berfungsi mencerna protein menjadi asam amino atau albumin dan palipeptika. Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar, kelenjar ini disebut kelenjar-kelenjar brunner, berfungsi untuk memproduksi getah intestinum. b). Yeyunum dan ileum Yeyenum dan ileum mempunyai panjang sekitar 6 meter. Dua perlima bagian atas adalah yeyenum dengan panjang 2-3 meter dan ileum dengan panjang 4-5 meter. Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritonium yang berbentuk kipad, dikenal dengan mesenterium. Ujung bawah ileum berhubungan dengan sekum dengan perantaraan lubang yang bernama orifisium ileoservikalis. Orifisium ini diperkuat oleh spinter ileosekalis dan berfungsi untuk mencegah cairan dalam kolon asenden tidak masuk kembali ke dalam ileum. Mukosa usus halus, permukaan epitel yang sangat luas melalui lipatan mukosa dan mikro vili memudahkan pencernaan dan absorbsi. Lipatan ini dibentuk oleh mukosa dan sub mukosa yang

dapat memperbesar permukaan usus. Pada penampungan melintang villi oleh epitel dan kripta yang menghasilkan bermacam-macam hormon jaringan dan enzim yang memegang peranan aktif dalam pencernaan. Absorbsi makanan yang sudah dicernakan seluruhnya berlangsung di dalam usus halus melalui dua saluran, yaitu pembuluh kapiler dalam darah dan saluran limfe di sebelah dalam permukaan villi usus. Sebuah vilus berisi lakteal, pembuluh darah epitelium dan jaringan otot yang diikat bersama oleh jaringan limpoid seluruhnya diliputi membran dasar dan ditutupi oleh epitelium. Karena villi keluar dari dinding usu maka bersentuhan dengan makanan cair dan lemak yang diabsorbsi ke dalam lakteal kemudian berjalan melalui pembuluh limfe masuk ke dalam pembuluh kapiler darah di villi dan oleh vena porta dibawa ke hati untuk mengalami beberapa perubahan. Fungsi usus halus, terdiri dari: (1). Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna masuk untuk diserap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe. (2). Menyerap protein dalam bentuk asam amino. (3). Karbohidrat diserap ke dalam bentuk monosakarida. Di dalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah halus yang menyempurnakan makanan; 1). Enterokinase; mengaktifkan enzim proteolitik. 2). Eripsin; yang menyempurnakan pencernaan protein menjadi asam amino. (a). Laktase mengubah laktosa menjadi monosakarida. (b). Maltosa mengubah maltosa menjadi monosakarida. (c). Sukrosa mengubah sukrosa menjadi monosakarida. 2). Usus besar/intestinal mayor Panjangnya kurang lebih 1,5 meter, lebarnya 5-6 cm, lapisan-lapisan usus besar dari dalam ke luar: a). Selaput lendir b). Lapisan otot melingkar c). Lapisan otot memanjang d). Jaringan ikat Fungsi usus besar, terdiri dari menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri coli dan tempat feses (Syaifuddin, 1996, hal 92). Adapun bagian-bagian dari usus besar adalah sebagai berikut : a). Sekum Di bawah seikum terdapat apendiks vermi formis yang berbentuk seperti cincin sehingga disebut umbai cacing, dengan panjang 6 cm. Seluruhnya ditutupi oleh peritoneum, mudah bergerak walaupun tidak mempunyai mensentrium dan dapat diraba melalui dinding abdomen. b). Colon Asenden Panjangnya 13 cm, terletak di bawah abdomen sebelah kalon membujur ke atas dari ileum di bawah hati. Di bawah hati membengkok ke kiri, lengkungan ini disebut fleksura hepatica dan dilanjutkan sebagian colon tranversum. c). Apendiks Bagian usus besar yang muncul seperti corong dari akhir seikum, mempunyai pintu keluar yang sempit tapi masih memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi usus . d). Colon Tranversum Panjangnya kurang lebih 38 cm, membujur dari colon asendes sampai ke colon desendens berada di bawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksula hepatica dan sebelah kiri terdapat feksula lianalis. e). Colon desedens Panjangnya kurang lebih 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri membujur dari atas ke bawah dari fleksura lianalis sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan colon sigmoid. f) Colon Sigmoid Merupakan lanjutan dari colon desendens terletak miring, dalam rongga felvis sebelah kiri bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya berhubungan dengan rectum. g). Rectum Terletak di bawah colon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga felvic didepan oscracum dan oscocigis. h). Anus Adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rectum dengan dunia luar. Terletak di dasar felvic, dindingnya diperkuat oleh 3 spincter : (1). Spincter Ani Internus, bekerja tidak menurut kehendak. (2). Spincter Levator Ani, bekerja tidak menurut kehendak.

(3). Spincter Ani Eksternus, bekerja menurut kehendak (Syaifuddin, 1996). 2. Definisi a. Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys), berarti sulit dan newn (pepse), berarti pencernaan. Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/ gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/ sakit perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan (N.Talley, et all, 2005). b. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya. Sindrom Dispepsia organik terdapat kelainan yang nyata terhadap organ tubuh, misalnya tukak (luka lambung), usus dua belas jari, radang pankreas, radang empedu, dan lain-lain (Mansjoer, et all, 2007). c. Dispepsia non organik/Dispepsia fungsional atau Dispepsia non ulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsia fungsional tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi dan endoscopy (teropong saluran pencernaan) (Balck J.M and Jacobus E.M 2001) d. Dispepsia adalah nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas atau dada yang sering dirasakan sebagai adanya gas, perasaan penuh atau rasa sakit dan rasa terbakar diperut. Setiap orang dari berbagai usia dapat terkena Dispepsia, baik pria maupun wanita. Sekitar satu dari empat orang terkena Dispepsia dalam beberapa waktu (Bazaldua, et all,1999). 3. Etiologi Fase-fase yang dapat mempengaruhi pembentukan Dispepsia, adalah: a. Fase Sefalik Rangsangan yang timbul akibat melihat, menghidu, merasakan, bahkan berpikir tentang makanan akan menigkatkan produksi asam lewat aktivasi nervus vagus b. Fase Gastrik Distensi lambung akibat adanya makanan atau bahan kimia seperti kalsium asam amino dari peptida dalam makanan akan merangsang produksi, gastrin, refleks vagus dan refleks kolinegrik multimural. c. Fase Intestinal Hormon enterooksinitrin rangsangan asam lambung setelah makanan sampai di usus halus. 4. Patofisiologi Obat-obatan, alkohol, garam empedu atau enam enzim pankreas dapat merusak mukosa lambung (Dispepsia), menggangu pertahanan mukosa lambung dan memungkinkan difusi kembali asam dan pepsin ke dalam jaringan lambung hal ini menimbulkan peradangan. Dengan iritasi yang terusmenerus, jaringan meradang dan dapat terjadi perdarahan. Masuknya zat-zat asam seperti asam dan basa yang bersifat korosif mengakibatkan terjadinya peradangan mukosa lambung pada dinding lambung 5. Manifestasi klinis Sindroma Dispepsia dapat bersifat jaringan, sedang dan berat serta dapat akut atau kronis, sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan. Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita, makan dapat memperburuk nyeri: pada penderita yang lain, makan dapat mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi napsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung). Jika Dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu atau tidak memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau gejala iini yang tidak biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksaaan 6. Pemeriksaan Diagnostik Adapun pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien Dispepsia adalah a. Urinalisa Warna kuning jenih. b. Pemeriksaan Laboratorium biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja dan urin, WBC. c. Barium enema untuk memeriksa tenggorokan, lambung atau usus halus dapat dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan dan muntah, penurunan berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bla penderita makan (Mansjoer, 2007) d. Kadang dilakukan pemeriksaan lain, seperti pengukuran kontraksi kerongkongan atau respon

kerongkongan terhadap asam. 7. Penatalaksanaan Untuk pengobatan dispepsia belum ada yang pasti, biasanya pengobatan dilakukan untuk mengurangi sekresi asam lambung dan pengobatan simptomatis, yaitu : a. Antasid b. Ranitidin c. Omeprazol d. Golongan prokinetik seperti domperidon e. Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti dispepsia dan cemas) f. Meningkatkan istirahat g. Mengurangi stres h. Hindari makanan yang dapat merangsang sekresi asam lambung i. Makan dengan porsi kecil tapi sering 8. Komplikasi Adapun komplikasi dari penyakit Dispepsia yaitu: a. Perdarahan b. Kanker lambung c. Muntah darah d. Ulkus peptikum B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN Proses keperawatan adalah dimana suatu konsep diterapkan dalam praktik keperawatan. Hal ini disebut sebagai suatu pendekatan problem solving yang memerlukan ilmu, tehnik dan keterampilan interpersonal dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasien baik sebagai individu, keluarga maupun mayarakat (Nursalam, 2001). Iyer et all (1996) mengemukakan dalam proses keperawatan terdiri dari 5 tahap yaitu: pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. 1. Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber, untuk mengevaluasi dan mengidentifikasikan status kesehatan klien (Nursalam, 2001). Setelah pengumpulan data, langkah selanjutnya dalam pengkajian adalah pengelompokkan data yang terdiri dari data fisiologis, data sosial dan data spiritual (PPNI, 1994). Pengelompokan masalah akan mempermudah perawat dalam menegakkan diagnosa keperawatan untuk klien. Untuk membantu klien dalam mengutarakan masalah atau keluhannya secara lengkap, maka perawat dianjurkan menggunakan analisa symptom PQRST. Analisa simtom penguraiannya sebagai berikut: P : Provokatif atau Paliatif Apakah yang menyebabkan gejala? Apa saja yang mengurangi atau memperbera Q: Kualitas atau Kuantitas Bagaimana gejala dirasakan nampak atau terdengar? Sejauh mana anda merasakannya seka R: Regional atau Area Radiasi Dimana gejala terasa? Apakah menyebar? S: Severe (Skala keparahan) Seberapa keparahan dirasakan dengan skala 1 sampai 10 (paling parah) T: Timing (waktu) Kapan gejala mulai timbul? Seberapa sering gejala terasa? Apakah tiba-tiba atau bertahap? (Priharjo, 1996). Berikut ini adalah pengkajian yang dilakukan pada klien Dispepsia menurut Gordon, (2000) : a. Sirkulasi Tanda: Hipotensi, takikardi, diseritma, kelemahan/nadi perifer melemah, pengisian kapler lambat/perlahan warna kulit pucat, sianosis b. Aktivitas istirahat Tanda: Takikardi, takipnea/hiperventilasi (respon terhadap aktivitas) Gejala: kelemahan c. Eliminasi Tanda: Nyeri tekan abdomen

Gejala: Riwayat perawatan di rumah sakit sebelmnya karena perdarahan gastrointestinal atau masalah yang berhubungan dengan gastrointestinal misalnya luka peptik/gaster, gastritis badan gaster, iradiasi daerah gaster. d. Makanan/cairan Tanda: Muntah warna kopi gelap atau cerah atau bekuan darah Gejala: Anorexia, mual/muntah (muntah memanjang diduga obstruksi pilork bagian luar sehubungan dengan luka deudenal). Nyeri ulu hati, sendawa asam, mual/muntah, tidak toleran terhadap makanan, contoh makanan pedas, cokelat, diet khusus penyakit ulkus sebelumnya e. Riwayat penyakit Keluarga Wajah berkerut, gerhati-hati pada daerah yang sakit, pucat, berkeringat Gejala: Nyeri digambarkan sebagai tajam, dngkal, rasa terbakar, perih, nyeri hebat tiba-tiba dapat di sertai perforasi. f. Keamanan Tanda: Peningkatan suhu tubuh Gejala: Alergi terhadap obat g. Penyuluhan/pembelajaran Gejala: Adanya penggunaan obat resep atau di jual bebas yang mengandung steroid 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa Keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respons manusia dan individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan mengubah. Dikutip dari Carpenito, 2000 (Nursalam, 2001, hal 35) Diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan aktual dan potensial dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, dia mampu dan mempunyai kewenangan untuk memberikan tindakan keperawatan. Dikutip dari Gordon, 1976 (Price, S.A., dan Wilson, L.M. (1994) Pada klien dengan Dispepsia, maka selanjutnya dilakukan prioritas masalah berdasarkan kebutuhan dasar manusia yang tertuang dalamHirarki Maslow. Kebutuhan biasanya sebagai prioritas utama dari pada kebutuhan lainnya (Nursalam, 2001). Dalam menentukan prioritas diagnosa mengacu pada teori Abraham Maslow. (Kebutuhan dasar manusia menurut Hirarki Maslow) Sumber: Nursalam, (2001) Sedangkan yang dikutip dari Gordon, 1976 (Nursalam, 2001), mendefinisikan bahwa diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan aktual dan potensial dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, dia mampu dan mempunyai wewenang untuk memberikan tindakan keperawatan. Pernyataan diagnosa keperawatan terdiri dari tiga bagian yaitu meliputi format PES (Problem, Etiologi, Simptom). Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan Dispepsia yaitu: a. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan mukosa lambung b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kegagalan fungsi neuromuskular c. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, dan anoreksia. d. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan informasi tentang penyakit. 3. Rencana Keperawatan Setelah merumuskan diagnosa keperawatan diagnosa keperawatan langkah berikutnya menentukan perencanaan keperawatan. Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi dan mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasi pada diagnosa keperawatan, dimana tahapan ini dimulai setelah menentukan diagnosa keperawatan dan mengumpulkan rencana dokumentasi. Dikutip dari Iyer, et-all, 1996 dalam (Nursalam, 2001). Tahap perencanaan keperawatan adalah menetukan prioritas diagnosa keperawatan, penetapan tujuan, penetapan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi keperawatan dan dokumentasi. Dikutip dari Iyer, et-all, 1996 dalam (Nursalam, 2001) a. Menentukan kriteria hasil Pedoman penulisan kriteria hasil berdasarkan SMART: S : Spesific (tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti ganda). M: Measurable (tujuan keperawatan harus dapat diukur, khususnya tentang perilaku klien: dapat dilihat, didengar, diraba, dirasakan dan dibau)

A: Achievable (tujuan harus dapat dicapai) R: Reasonable (tujuan harus dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah) T: Time (tujuan keperawatan) b. Menentukan rencana tindakan Adalah desain spesifik intervensi untuk membantu klien dalam mencapai kriteria hasil. Rencana tindakan dilaksanakan berdasarkan komponen penyebab dari diagnosa keperawatan. Menurut Bulecheck dan Mc Closkey (1989) intervensi keperawatan adalah tindakan langsung kepada klien yang dilaksanakan oleh perawat. c. Dokumentasi Adalah suatu proses informasi, penerimaan, pengiriman, dan evaluasi pusat rencana yang dilaksanakan oleh seorang perawat profesional (Ryan, 1973). Format renpra membantu perawat untuk memproses informasi yang didapat selama tahap pengkajian dan diagnosa keperawatan. (Nursalam, 2001). 6. Perencanaan Pulang (Discharge Planning) a. Anjurakan keluarga untuk mengobservasi tanda dan gejala seperti mual dan muntah, nyeri ulu hati setelah makan, perdarahan atau sakit perut hebat yang mendadak bila timbul gejala-gejala ini, segera bawa klien kepelayanan kesehatan dan rumah sskit terdekar. b. Beritahukan klien dan keluarga untuk mentaati diet seperti tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung kolestrol dan kafein. c. Dorong keluarga untuk memberikan dukungan yang positif selama proses penyembuhan. d. Rencanakan kontrol ulang untuk mengetahui kemajuan dan pengobatan (Mansjoer, 2007) 7. Dokumentasi Dalam memberikan asuhan keperawatan penulis membuat pendokumentasian yang ditujukan pada klien dengan Dispepsia. Pendokumentasian ini dilakukan dari awal pada tahap pengkajian sampai pada tahap evaluasi dan sebagai alat komunikasi antara orang yang satu dengan yang lain. Hal ini penting karena asuhan keperawatan yang di berikan kepada klien dengan Dispepsia membutuhakan catatan dan pelaporan yang dapat di gunakan sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat dari berbagai kemungkinan masalah yang di alami klien (A. Aziz Alimun Hidayat, 2001).

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KOLIK ABDOMEN A. PENGERTIAN Kolik Abdomen adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknya normal (Reeves, 2001). B. ETIOLOGI 1. Mekanis Adhesi/perlengketan pascabedah (90% dari obstruksi mekanik) Karsinoma Volvulus Intususepsi Obstipasi Polip Striktur 2. Fungsional (non mekanik) Ileus paralitik Lesi medula spinalis Enteritis regional Ketidakseimbangan elektrolit Uremia C. MANIFESTASI KLINIK 1. Mekanika sederhana usus halus atas Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi, muntah empedu awal, peningkatan bising usus (bunyi gemerincing bernada tinggi terdengar pada interval singkat), nyeri tekan difus minimal. 2. Mekanika sederhana usus halus bawah Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat,muntah sedikit atau tidak ada kemudian mempunyai ampas, bising usus dan bunyi hush meningkat, nyeri tekan difus minimal. 3. Mekanika sederhana kolon Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir, kemudian terjadi muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan difus minimal. 4. Obstruksi mekanik parsial Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn. Gejalanya kram nyeri abdomen, distensi ringan dan diare. 5. Strangulasi Gejala berkembang dengan cepat; nyeri parah, terus menerus dan terlokalisir; distensi sedang; muntah persisten; biasanya bising usus menurun dn nyeri tekan terlokalisir hebat. Feses atau vomitus menjadi berwarna gelap atau berdarah atau mengandung darah samar. D. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus 2. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau lipatan sigmoid yang tertutup. 3. Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah; peningkatan hitung SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan peningkatan kadar serum amilase karena iritasi pankreas oleh lipatan usus. 4. Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolik.

E. PENATALAKSANAAN MEDIS/BEDAH 1. Koreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit : 2. Terapi Na+, K+, komponen darah 3. Ringer laktat untuk mengoreksi kekurangan cairan interstisial 4. Dekstrosa dan air untuk memperbaiki kekurangan cairan intraseluler 5. Dekompresi selang nasoenteral yang panjang dari proksimal usus ke area penyumbatan; selang dapat dimasukkan dengan lebih efektif dengan pasien berbaring miring ke kanan. 6. Implementasikan pengobatan unutk syok dan peritonitis. 7. Hiperalimentasi untuk mengoreksi defisiensi protein karena obstruksi kronik, ileus paralitik atau infeksi. 8. Reseksi usus dengan anastomosis dari ujung ke ujung. 9. Ostomi barrel-ganda jika anastomosis dari ujung ke ujung terlalu beresiko. 10. Kolostomi lingkaran untuk mengalihkan aliran feses dan mendekompresi usus dengan reseksi usus yang dilakukan sebagai prosedur kedua. F. PENGKAJIAN 1. Umum : Anoreksia dan malaise, demam, takikardia, diaforesis, pucat, kekakuan abdomen, kegagalan untuk mengeluarkan feses atau flatus secara rektal, peningkatan bising usus (awal obstruksi), penurunan bising usus (lanjut), retensi perkemihan dan leukositosis. 2. Khusus : a. Usus halus Berat, nyeri abdomen seperti kram, peningkatan distensi Distensi ringan Mual Muntah : pada awal mengandung makanan tak dicerna dan kim; selanjutnya muntah air dan mengandung empedu, hitam dan fekal Dehidrasi b. Usus besar Ketidaknyamana abdominal ringan Distensi berat Muntah fekal laten Dehidrasi laten : asidosis jarang G. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI 1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah, demam dan atau diforesis. Tujuan : kebutuhan cairan terpenuhi Kriteria hasil : a. Tanda vital normal b. Masukan dan haluaran seimbang Intervensi : c. Pantau tanda vital dan observasi tingkat kesadaran dan gejala syok d. Pantau cairan parentral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin e. Pantau selang nasointestinal dan alat penghisap rendah dan intermitten. Ukur haluaran drainase setiap 8 jam, observasi isi terhadap warna dan konsistensi f. Posisikan pasien pada miring kanan; kemudian miring kiri untuk memudahkan pasasse ke dalam usus; jangan memplester selang ke hidung sampai selang pada posisi yang benar g. Pantau selang terhadap masuknya cairan setiap jam h. Kateter uretral indwelling dapat dipasang; laporkan haluaran kurang dari 50 ml/jam i. Ukur lingkar abdomen setiap 4 jam j. Pantau elektrolit, Hb dan Ht

k. Siapkan untuk pembedahan sesuai indikasi l. Bila pembedahan tidak dilakukan, kolaborasikan pemberian cairan per oral juga dengan mengklem selang usus selama 1 jam dan memberikanjumlah air yang telah diukur atau memberikan cairan setelah selang usus diangkat. m. Buka selang, bila dipasang, pada waktu khusus seusai pesanan, untuk memperkirakan jumlah absorpsi. n. Observsi abdomen terhadap ketidaknyamanan, distensi, nyeri atau kekauan. o. Auskultasi bising usus, 1 jam setelah makan; laporkan tak adanya bising usus. p. Cairan sebanyak 2500 ml/hari kecuali dikontraindikasikan. q. Ukur masukan dan haluaran sampai adekuat. r. Observasi feses pertama terhadap warna, konsistensi dan jumlah; hindari konstipasi 2. Nyeri berhubungan dengan distensi, kekakuan Tujuan : rasa nyeri teratasi atau terkontrol Kriteria hasil : pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan; menyatakan nyeri pada tingkat dapat ditoleransi, menunjukkan relaks. Intervensi : a. Pertahankan tirah baring pada posisi yang nyaman; jangan menyangga lutut. b. Kaji lokasi, berat dan tipe nyeri c. Kaji keefektifan dan pantau terhadap efek samping anlgesik; hindari morfin d. Berikan periode istirahat terencana. e. Kaji dan anjurkan melakukan lathan rentang gerak aktif atau pasif setiap 4 jam. f. Ubah posisi dengan sering dan berikan gosokan punggung dan perawatan kulit. g. Auskultasi bising usus; perhatikan peningkatan kekauan atau nyeri; berikan enema perlahan bila dipesankan. h. Berikan dan anjurkan tindakan alternatif penghilang nyeri. 3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen dan atau kekakuan. Tujuan : pola nafas menjadi efektif. Kriteria hasil : pasien menunjukkan kemampuan melakukan latihan pernafasan, pernafasan yang dalam dan perlahan. Intervensi : a. Kaji status pernafasan; observasi terhadap menelan, pernafasan cepat b. Tinggikan kepala tempat tidur 40-60 derajat. c. Pantau terapi oksigen atau spirometer insentif d. Kaji dan ajarkan pasien untuk membalik dan batuk setiap 4 jam dan napas dalam setiap jam. e. Auskultasi dada terhadap bunyi nafas setiap 4 jam. 4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan. Tujuan : ansietas teratasi Kriteria hasil : pasien mengungkapkan pemahaman tentang penyakit saat ini dan mendemonstrasikan keterampilan kooping positif dalam menghadapi ansietas. Intervensi : a. Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang berhasil pada waktu lalu. b. Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut; berikan penenangan. c. Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan mengenai penyakit, tindakan dan prognosis. d. Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres. e. Dorong dukungan keluarga dan orang terdekat.

DAFTAR PUSTAKA 1. Nettina, Sandra M. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa Setiawan dkk. Ed. 1. Jakarta : EGC; 2001 2. Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001. 3. Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And Outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC; 1998 4. Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994 5. Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I. Jakarta : Salemba Medika; 2001

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KOLIK ABDOMEN A. PENGERTIAN Kolik Abdomen adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknya normal (Reeves, 2001). B. ETIOLOGI 1. Mekanis Adhesi/perlengketan pascabedah (90% dari obstruksi mekanik) Karsinoma Volvulus Intususepsi Obstipasi Polip Striktur 2. Fungsional (non mekanik) Ileus paralitik Lesi medula spinalis Enteritis regional Ketidakseimbangan elektrolit Uremia C. MANIFESTASI KLINIK 1. Mekanika sederhana usus halus atas Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi, muntah empedu awal, peningkatan bising usus (bunyi gemerincing bernada tinggi terdengar pada interval singkat), nyeri tekan difus minimal. 2. Mekanika sederhana usus halus bawah Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat,muntah sedikit atau tidak ada kemudian mempunyai ampas, bising usus dan bunyi hush meningkat, nyeri tekan difus minimal. 3. Mekanika sederhana kolon Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir, kemudian terjadi muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan difus minimal. 4. Obstruksi mekanik parsial Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn. Gejalanya kram nyeri abdomen, distensi ringan dan diare. 5. Strangulasi Gejala berkembang dengan cepat; nyeri parah, terus menerus dan terlokalisir; distensi sedang; muntah persisten; biasanya bising usus menurun dn nyeri tekan terlokalisir hebat. Feses atau vomitus menjadi berwarna gelap atau berdarah atau mengandung darah samar. D. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus 2. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau lipatan sigmoid yang tertutup. 3. Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah; peningkatan hitung SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan peningkatan kadar serum amilase karena iritasi pankreas oleh lipatan usus. 4. Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolik.

E. PENATALAKSANAAN MEDIS/BEDAH 1. Koreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit : 2. Terapi Na+, K+, komponen darah 3. Ringer laktat untuk mengoreksi kekurangan cairan interstisial 4. Dekstrosa dan air untuk memperbaiki kekurangan cairan intraseluler 5. Dekompresi selang nasoenteral yang panjang dari proksimal usus ke area penyumbatan; selang dapat dimasukkan dengan lebih efektif dengan pasien berbaring miring ke kanan. 6. Implementasikan pengobatan unutk syok dan peritonitis. 7. Hiperalimentasi untuk mengoreksi defisiensi protein karena obstruksi kronik, ileus paralitik atau infeksi. 8. Reseksi usus dengan anastomosis dari ujung ke ujung. 9. Ostomi barrel-ganda jika anastomosis dari ujung ke ujung terlalu beresiko. 10. Kolostomi lingkaran untuk mengalihkan aliran feses dan mendekompresi usus dengan reseksi usus yang dilakukan sebagai prosedur kedua. F. PENGKAJIAN 1. Umum : Anoreksia dan malaise, demam, takikardia, diaforesis, pucat, kekakuan abdomen, kegagalan untuk mengeluarkan feses atau flatus secara rektal, peningkatan bising usus (awal obstruksi), penurunan bising usus (lanjut), retensi perkemihan dan leukositosis. 2. Khusus : a. Usus halus Berat, nyeri abdomen seperti kram, peningkatan distensi Distensi ringan Mual Muntah : pada awal mengandung makanan tak dicerna dan kim; selanjutnya muntah air dan mengandung empedu, hitam dan fekal Dehidrasi b. Usus besar Ketidaknyamana abdominal ringan Distensi berat Muntah fekal laten Dehidrasi laten : asidosis jarang G. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI 1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah, demam dan atau diforesis. Tujuan : kebutuhan cairan terpenuhi Kriteria hasil : a. Tanda vital normal b. Masukan dan haluaran seimbang Intervensi : c. Pantau tanda vital dan observasi tingkat kesadaran dan gejala syok d. Pantau cairan parentral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin e. Pantau selang nasointestinal dan alat penghisap rendah dan intermitten. Ukur haluaran drainase setiap 8 jam, observasi isi terhadap warna dan konsistensi f. Posisikan pasien pada miring kanan; kemudian miring kiri untuk memudahkan pasasse ke dalam usus; jangan memplester selang ke hidung sampai selang pada posisi yang benar g. Pantau selang terhadap masuknya cairan setiap jam h. Kateter uretral indwelling dapat dipasang; laporkan haluaran kurang dari 50 ml/jam i. Ukur lingkar abdomen setiap 4 jam j. Pantau elektrolit, Hb dan Ht

k. Siapkan untuk pembedahan sesuai indikasi l. Bila pembedahan tidak dilakukan, kolaborasikan pemberian cairan per oral juga dengan mengklem selang usus selama 1 jam dan memberikanjumlah air yang telah diukur atau memberikan cairan setelah selang usus diangkat. m. Buka selang, bila dipasang, pada waktu khusus seusai pesanan, untuk memperkirakan jumlah absorpsi. n. Observsi abdomen terhadap ketidaknyamanan, distensi, nyeri atau kekauan. o. Auskultasi bising usus, 1 jam setelah makan; laporkan tak adanya bising usus. p. Cairan sebanyak 2500 ml/hari kecuali dikontraindikasikan. q. Ukur masukan dan haluaran sampai adekuat. r. Observasi feses pertama terhadap warna, konsistensi dan jumlah; hindari konstipasi 2. Nyeri berhubungan dengan distensi, kekakuan Tujuan : rasa nyeri teratasi atau terkontrol Kriteria hasil : pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan; menyatakan nyeri pada tingkat dapat ditoleransi, menunjukkan relaks. Intervensi : a. Pertahankan tirah baring pada posisi yang nyaman; jangan menyangga lutut. b. Kaji lokasi, berat dan tipe nyeri c. Kaji keefektifan dan pantau terhadap efek samping anlgesik; hindari morfin d. Berikan periode istirahat terencana. e. Kaji dan anjurkan melakukan lathan rentang gerak aktif atau pasif setiap 4 jam. f. Ubah posisi dengan sering dan berikan gosokan punggung dan perawatan kulit. g. Auskultasi bising usus; perhatikan peningkatan kekauan atau nyeri; berikan enema perlahan bila dipesankan. h. Berikan dan anjurkan tindakan alternatif penghilang nyeri. 3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen dan atau kekakuan. Tujuan : pola nafas menjadi efektif. Kriteria hasil : pasien menunjukkan kemampuan melakukan latihan pernafasan, pernafasan yang dalam dan perlahan. Intervensi : a. Kaji status pernafasan; observasi terhadap menelan, pernafasan cepat b. Tinggikan kepala tempat tidur 40-60 derajat. c. Pantau terapi oksigen atau spirometer insentif d. Kaji dan ajarkan pasien untuk membalik dan batuk setiap 4 jam dan napas dalam setiap jam. e. Auskultasi dada terhadap bunyi nafas setiap 4 jam. 4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan. Tujuan : ansietas teratasi Kriteria hasil : pasien mengungkapkan pemahaman tentang penyakit saat ini dan mendemonstrasikan keterampilan kooping positif dalam menghadapi ansietas. Intervensi : a. Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang berhasil pada waktu lalu. b. Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut; berikan penenangan. c. Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan mengenai penyakit, tindakan dan prognosis. d. Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres. e. Dorong dukungan keluarga dan orang terdekat.

DAFTAR PUSTAKA 1. Nettina, Sandra M. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa Setiawan dkk. Ed. 1. Jakarta : EGC; 2001 2. Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001. 3. Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And Outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC; 1998 4. Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994 5. Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I. Jakarta : Salemba Medika; 2001

askep colic abdomenA. DEFINISI Kolik abdomen merupakah salah satu keadaan darurat non trauma, dimana seorang penderita oleh karena keadaan kesehatannya memerlukan pertolongan secepatnya untuk dapat dibebaskan atau diringankan penderitaannya atau mencegah memburuknya keadaan penderita. B. ETIOLOGI - Kolik ureter / kolik ginjal - Kolik biliaris - Kolik Intestinal - Trauman - Obstruksi traktus urinarius - Nyeri pinggang - Infeksi dan urosepsis - Torsio testis - Phymosis - Keracunan - Fraktur - Hernia C. GEJALA DAN KLINIS - Perut kembung. - Sakit di daerah abdomen bagian bawah, dan tersa sakit sampai kebagian belakang (anus), karena melakukan aktivitas berat. D. PENCEGAHAN - Mengurangi mengkonsumsi makanan yang pedas - Tidak mengkonsumsi makanan yang asem - Tidak mengkonsumsi mie instant - Menghindari mengkonsumsi sayuran tertentu misalnya, kol, sawi - Menghindari melakukan aktivitas yang berat E. PEMERIKSAAN Tensi, nadi, pernapasan, suhu Pemeriksaan abdomen : lokasi nyeri Pemeriksaan rektal Laboratorium : - Leukosit - Hb F. PENGOBATAN - Antasid - Anthistamin

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN I. PENGKAJIAN a. Biodata Nama, umur, alamat, agama, pendidikan b. Riwayat kesehatan - Keluhan utama : Masuk PKM muntah-muntah , keadaan umum lemah.- Keluhan waktu di data : Terdapat pasien muntah-muntah, sakit kepala, nyeri ulu hati, ma-mia , turgor kulit - Riwayat kesehatan yang lalu : Pernah menderita moviting atau tidak - Riwayat kesehatan keluarga : Apakah anggota keluarga pernah menderita penyakit seperti pasien c. Pemeriksaan fisik - Tanda vital : Biasanya stabil - Inspeksi : - Kepala : Keadaan rambut, mata, muka, hidung, mulut, telinga dan leher - Dada : Abdomen: biasanya terjadi pembesaran limfa Genetalia : Tidak ada perubahan - Palpasi abdomen : Terasa pembesaran limfa dan infeksi kronik juga akan membesar - Auskultasi - Perkusi d. Bio-Psiko-Sosial-Spiritual - Biologis Pola makan dan minum Klien mengalami anorexia ditandai dengan porsi makan tidak dihabiskan. Kaji frekwensi pola jenis diit dan gangguan pola eliminasi dihabiskan Pola eliminasi : BAB tidak ada perubahan, BAK menurun frekwensi smpai dengan menurunnya indeksi Pola istrahat tidur : Klien sulit tidur karena adanya sakit kepala Aktivitas : Tidak ada perubahan yang lelah dengan interaksi pasien - Psikologi Perubahan status emosional - Sosial Berhubungan dengan pola interaksi - Spiritual Pasien dan keluarga mempunyai keyakinan dan berdoa untuk kesembuhan. - Pemeriksan diagnostik Laboratorium - Hb dan leukosit Radiologi II. PENGUMPULAN DATA a. Data Obyektif b. Data Subyektif III. ANALISA DATA Problem, symptom, etiologi IV. PERIORITAS MASALAH V. DIAGNOSA YANG MUNGKIN MUNCUL 1. Kekurangan cairan (dehidrasi) berhubungan dengan mual muntah 2. Gangguan kebutuhan istiharahat tidur berhubungan dengan sakit kepala 3. Gangguan pmenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan anorexia 4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik 5. Personal Hygiene kurang berhubungan dengan ketidakmampuan merawat diri VI. RENCANA KEPERAWATAN 1. Dehidrasi dapat terpenuhi 2. Pemenuhan kebutuhan istirahat tidur dapat terpenuhi

3. Pemenuhan kebutuhan nutrisi terpenuhi ditandai dengan pasien tidak mual muntah lagi 4. Pasien dapat melakukan aktivitas sendiri tanpa bantuan keluarga 5. Personal hygiene dapat terpenuhi VII. INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Kekurangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan mual muntah - Memberikan masukan cairan intravena - Anjurkan untuk banyak minum - Menganjurkan pada pasien untuk tidak mengkonsumsi makanan yang merangsang mual muntah - Memberikan Health education kepada pasien dan keluarga pasien - Mengobservasi vital sign pasien 2. Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan aneroxia - Kaji asupan diet dan status nutrisi lewat riwayat diet dan food diary. Pengukuran BB setiap hari, pemeriksaan lab. dan antropometri - Berikan diet tinggi karbohidrat dengan asupan protein yang konsisten dengan fungsi hati. - Bantu pasien dalam mengenali jenis-jeni makanan rendah natrium - Tinggikan bagian kepala tempat tidur selama pasien makan - Pelihara hygiene oral sebelum makan dan berikan suasana yang aman dan nyaman pada waktu makan 3. Gangguan kebutuhan istirahat tidur berhubungan dengan sakit kepala - Kaji kebiasaan tidur pasien. - Berikan Health education tentang pentingnya istirahat tidur bagi kesehatan - Mengatur suhu kamar pasien - Kolaborasi dengan dokter 4. Intoleransi terhadap aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik - Kaji tingkat toleransi aktivtas dan derajat kelelahan fisik - Bantu pasien dalam merawat diri dan pelaksanaan aktivitas bila pasien merasa lelah - Anjurkan untuk sitirahat bila pasien merasa lelah / bila adanya nyeri - Bantu memilih latihan dan aktivitas yang diinginkan 5. Personal hygiene kurang berhubungan dengan ketidakmampuan merawat diri - Beri dorongan pada pasien untuk merawat dirinya - Bantu pasien untuk merawat dirinya - Bantu kemampuan pasien untuk merawat dirinya - Kaji kemampuuan pasien untuk memenuhi personal hygiene - Beri HE kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya kebersihan diri