Nugas, kuy!: Cerita Dibalik Fasilitas Restoran Cepat Saji untuk Mengerjakan Tugas · 2019-04-30 ·...
Transcript of Nugas, kuy!: Cerita Dibalik Fasilitas Restoran Cepat Saji untuk Mengerjakan Tugas · 2019-04-30 ·...
"Nugas, kuy!": Cerita Dibalik Fasilitas Restoran Cepat Saji untuk
Mengerjakan Tugas
Oleh :
Aulia Rahmawati (17/409918/SP/27763)
Fatima Gita Elhasni (17/413252/SP/27969)
Khoirul Rahman (17/414956/SP/28083)
Mayang Putri (17/413257/SP/27974)
Muhammad Nur Reza A'masyi (17/413258/SP/27975)
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Saat ini, makanan yang banyak diminati oleh kalangan muda terutama pelajar adalah
makanan cepat saji. Banyak dari mereka yang menjadikan makanan cepat saji sebagai piihan
santapan seusai sekolah. Melihat potensi ini, banyak pengusaha memilih untuk mengembangkan
bisnis restoran cepat saji di sekitar Yogyakarta. Menu yang ditawarkan pun semakin variatif. Tak
hanya ayam goreng tepung, tapi juga burger, kentang goreng, pizza, eskrim, dan soda. Karena
begitu banyaknya jumlah gerai restoran cepat saji, maka tidak heran jika letak antar restorannya
saling berdekatan, bahkan bersebelahan. Fasilitas yang tersedia di restoran cepat saji juga
memberikan kenyamanan bagi para pengunjungya seperti adanya stopkontak, Wifi, pendingin
ruangan hingga meja dan kursi yang nyaman.
Dengan fasilitas yang ditawarkan oleh restoran makanan cepat saji tersebut, wajar saja bila
para pelanggan merasakan kenyamanan ketika makan di tempat. Hal tersebut kerapkali membuat
para pelanggan lupa waktu. Akhirnya mereka menghabiskan waktu berjam-jam di restoran
makanan cepat saji. Para pelajar memanfaatkan restoran makanan cepat saji bukan hanya sebagai
tempat makan, melainkan juga untuk melakukan aktivitas lainnya seperti mengerjakan tugas dan
berdiskusi kelompok ataupun sekedar mengobrol bersama teman-temannya.
Mengerjakan tugas di restoran makanan cepat saji sudah bukan hal yang aneh, karena
sejatinya hal tersebut telah menjadi tren di kalangan pelajar. Pelajar lebih memilih untuk
mengerjakan tugas di restoran makanan cepat saji dibanding di tempat lainnya. Banyak hal yang
melatarbelakangi hal tersebut, salah satunya adalah adanya sambungan wifi gratis dengan koneksi
yang cepat yang dapat membantu mereka dalam menyelesaikan tugas. Selain itu, mengerjakan
tugas di restoran makanan cepat saji juga dianggap lebih nyaman dibanding mengerjakan di tempat
lain, karena suasananya yang tidak bising (Post Kota, 2018).
Karena fasilitas-fasilitas yang disebutkan di atas, para pelajar yang mengerjakan tugas di
restoran cepat saji bukan hanya fokus belajar, tapi juga melakukan kegiatan lain. Waktu yang
mereka habiskan disana jadi lebih lama daripada biasanya. Dari observasi peneliti pada
sekelompok anak di KFC Sudirman, sekelompok anak yang sedang belajar untuk SBMPTN bisa
menghabiskan waktu selama tiga jam. Bukan hanya belajar dan mengerjakan tugas, para pelajar
ini juga menghabiskan waktu untuk makan, menonton film atau mengobrol bersama temannya.
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti ingin mengetahui bagaimana para pelajar
memanfaatkan restoran makanan cepat saji sebagai sarana dalam mengerjakan tugas.
II. RUMUSAN MASALAH
- Bagaimana anak- anak sekolah memanfaatkan restoran makanan cepat saji sebagai
sarana dalam mengerjakan tugas?
III. METODOLOGI PENELITIAN:
a. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan
grounded theory. Pendekatan ini dimulai dengan observasi, bukan dengan teori
yang sudah ada. Daripada membuktikan hipotesis, metode ini memulai
observasinya tanpa prasangka dan stigma (Babbie, n.d.). Ada dua subjek yang
peneliti teliti. Pertama adalah pelajar dari Padukuhan Nologaten. Yang kedua
adalah pelajar yang mengerjakan tugasnya di KFC Sudirman. Pengambilan data
dilakukan selama empat hari, dari tanggal 14, 15, 17, dan 18 April 2018 di
Padukuhan Nologaten, KFC Ambarrukmo Plaza, dan KFC Sudirman. Peneliti
melakukan wawancara dari informan yang dipilih secara acak di ketiga tempat
tersebut. Informan yang berasal dari Nologaten dipilih dari data kependudukan
yang didapat dari kantor padukuhan Nologaten. Informan yang berasal dari KFC
Sudirman dipilih saat ia sedang melakukan kegiatan mengerjakan tugas dan
berkumpul bersama teman-temannya untuk mendapat gambaran sesungguhnya dari
fenomena mengerjakan tugas di restoran cepat saji dan memperkaya data.
b. Data dan Sumber Data
Berbagai sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Data Primer: Data primer dari penelitian ini diambil dari wawancara langsung
dan observasi lapangan di Padukuhan Nologaten dan KFC Sudirman.
2. Data Sekunder: Data sekunder didapat dari data kependudukan Padukuhan
Nologaten.
c. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melalui :
1. Wawancara Semi Terstruktur: Dalam penelitian ini, peneliti melakukan
wawancara semi terstruktur dengan informan. Sebelumnya, peneliti sudah
membuat interview guide untuk membantu mengingat pertanyaan yng penting
dijawab oleh informan. Selain itu, peneliti juga menambahkan pertanyaan-
pertanyaan yang spontan ditanyakan ke informan ketika wawancara
berlangsung.
2. Observasi: Dalam tahap ini, peneliti melakukan pengamatan untuk mengetahui
fasilitas dan suasana di restoran cepat saji. Peneliti melakukan observasi di dua
tempat, yaitu di KFC Sudirman dan KFC Ambarrukmo Plaza.
3. Dokumentasi: Peneliti juga melakukan pengumpulan data lainnya yaitu
dokumentasi terhadap hasil observasi visual yang berupa foto Desa Nologaten
dan rekaman wawancara dengan informan.
BAB II
LATAR SOSIAL
Penelitian yang berjudul "Nugas, kuy!" : Cerita Dibalik Fasilitas Restoran Cepat Saji untuk
Mengerjakan Tugas bertempat di Padukuhan Nologaten, Desa Caturtunggal, Kabupaten Sleman,
Yogyakarta. Letak desa ini juga berdekatan dengan Jln. Laksda Adisucipto dan Jln. Selokan
Mataram yang menjadi jalan utama di Yogyakarta. Secara administratif, Padukuhan Nologaten
terbagi menjadi 4 RW dan 10 RT. Menurut penuturan Pak Dukuh Nologaten, disetiap RW
memiliki ciri khas tersendiri. Seperti RW 01 dan RW 04 yang penduduknya heterogen. RW 02
memiliki daerah terluas dibandingkan yang lain. Sedangkan RW 03 memiliki penduduk yang
heterogen dan terdapat gated community dan terlihat adanya kesenjangan dibandingkan RW yang
lain. Secara keseluruhan, sebagian rumah disana sudah dibangun secara permanen, walaupun
rumah di bantaran sungai kebanyakan masih bertembok anyaman bambu.
Gambar 1. Rumah di bantaran sungai di Padukuhan Nologaten
Di sekitar Padukuhan Nologaten, dapat ditemukan banyak restoran makanan dengan harga
dan kualitas yang beragam. Bahkan hampir di sepanjang jalan utama Padukuhan Nologaten berisi
warung makanan yang terkadang letaknya saling bersebrangan atau bersebelahan. Restoran
makanan di sekitar Padukuhan Nologaten didominasi oleh warung lesehan, burjo, dan restoran
makanan cepat saji. Terhitung jumlah warung burjo di daerah tersebut mencapai lebih dari lima
warung. Begitu pula dengan warung lesehan, jumlahnya juga sangat banyak dan tersebar di sekitar
jalan utama Padukuhan Nologaten. Selain itu terdapat juga beberapa restoran makanan yang
memiliki menu yang unik. Tidak seperti burjo dan warung lesehan yang memiliki menu yang
serupa pada setiap cabangnya, beberapa restoran makanan tersebut menawarkan menu yang
berbeda-beda. Restoran tersebut juga tidak memiliki cabang di daerah Padukuhan Nologaten
sehingga jumlahnya hanya satu untuk tiap restorannya.
Gambar 2. Beberapa restoran makanan yang ada di Padukuhan Nologaten.
Lokasi Padukuhan Nologaten juga dekat dengan salah satu pusat berbelanjaan besar di
Yogyakarta yaitu Ambarrukmo Plaza (Amplaz). Dalam kesehariannya, warga desa Nologaten
menggunakan sepeda motor untuk bepergian. Tidak ada polisi yang berjaga di desa itu, sehingga
berkendara dengan tidak menggunakan helm menjadi hal yang biasa.
Gambar 3. Pengendara motor yang tidak menggunakan helm di sekitar Padukuhan Nologaten
Karena terletak di pusat kota, di desa ini ditemukan banyak sekali franchise-franchise
makanan cepat saji lokal yang menyediakan makanan ala barat seperti ayam goreng tepung,
burger, dsb. Terdapat setidaknya tiga restoran makanan cepat saji lokal yang cukup terkenal di
Padukuhan Nologaten, yaitu Popeye, D’Ayam Crispy, dan Rocket Chicken. Popeye dan D’Ayam
Crispy memiliki lokasi bersebelahan yang dipisahkan oleh sebuah jalan.
Gambar 4. Beberapa restoran cepat saji lokal di Nologaten
Lokasi penelitian kedua bertempat di KFC Jalan Sudirman. Lokasi tersebut bersifat
strategis, karena dikelilingi oleh fasilitas umum yang biasa dikunjungi oleh banyak kalangan
pelajar. Selain itu, lokasi tersebut juga terletak di antara beberapa sekolah seperti SMA 6
Yogyakarta dan SMP 8 Yogyakarta.
Gambar 5. Letak KFC Sudirman jika Gambar 6. Letak KFC Sudirman yang strategis
dipantau dari Google Maps
BAB III
ANALISIS
Pada bab ini, peneliti memaparkan hasil analisis, wawancara dan observasi untuk mengetahui
bagaimana pelajar memanfaatkan fasilitas di restoran cepat saji. Penelitian dilakukan dengan
mewawancarai 8 informan di Padukuhan Nologaten dan KFC Sudirman. Subbab pertama akan
menjelaskan tentang bagaimana peer group informan memiliki keterkaitan dengan kebiasaan
mengerjakan tugas di restoran cepat saji. Lalu dilanjutkan dengan persepsi pelajar mengenai
fasilitas ketika mengerjakan tugas di restoran cepat saji. Setelah itu, subbab ketiga menjelaskan
pilihan pelajar selain restoran cepat saji untuk mengerjakan tugas. Subbab keempat memaparkan
apa saja aktivitas selain mengerjakan tugas di di restoran cepat saji. Terakhir, subbab kelima akan
menjelaskan bagaimana kebiasaan makan informan dengan makanan cepat saji.
I. Peer Group Informan
Ketika melakukan wawancara kepada informan di padukuhan Nologaten, banyak dari mereka
memilih mengerjakan tugas di rumah teman karena mereka lebih nyaman dan leluasa. Salah
seorang informan yaitu Ana mengatakan dengan mengerjakan tugas di rumah teman, ia merasa
lebih hemat karena bisa memasak sendiri ataupun disiapkan oleh si-empu nya rumah. Ada pula
observasi yang dilakukan peneliti di gerai cepat saji yaitu KFC Sudirman, peneliti menemukan
banyak dari pengunjung restoran cepat saji merupakan pelajar dengan rentang usia 7-18 tahun.
Mereka melakukan berbagai kegiatan mulai dari membeli makanan, mengerjakan tugas atau
sekedar mengobrol dengan teman. Sebagian besar dari mereka adalah pelajar SMA. Observasi di
hari itu bertepatan dengan pengumuman Seleksi SNMPTN sehingga para pelajar SMA memilih
untuk menghabiskan waktu di restoran cepat saji sembari menunggu hasil keputusan bersama
dengan teman-temannya.
Dari observasi di atas, peneliti melihat adanya peran Peer Group yang cukup besar dalam
menentukan keputusan setiap informan. Salah satu informan bernama Intan menyatakan ia dan
teman-temannya hendak pergi ke restoran cepat saji ketika mereka sudah sepakat untuk
meluangkan waktunya jauh-jauh hari. Sama sepert Intan, Anna juga mengerjakan tugas di restoran
cepat saji karena teman-temannya setuju mengerjakan disana sambil makan siang. Kesepakatan
yang terjalin antara Anna atau Intan dengan teman-temannya menjadi awal terbentuknya Peer
Group. Menurut Campbell di tahun 1980, Peer Group tercipta ketika adanya sekelompok individu
yang memiliki kepentingan yang sama dan saling berhubungan untuk membentuk suatu pola
masyarakat tertentu (Campbell, 1980). Peer group atau kelompok teman sebaya merupakan
lingkungan sosial pertama di mana remaja belajar untuk hidup bersama orang lain yang bukan
anggota keluarganya (Mustikaningsih, 2018).
Foto I.1 Sekumpulan anak SMP sedang merayakan ulang tahun temannya.
Foto di atas menunjukkan adanya sekumpulan pelajar SMP yang mengunjungi restoran cepat
saji untuk merayakan ulang tahun salah satu temannya. Mereka memilih restoran cepat saji
disebabkan oleh lokasi yang cukup strategis dan fasilitas yang mendukung menjadi alasan dalam
memilih restoran cepat saji sebagai tempat mereka berkumpul bersama teman-temannya. Dan
ternyata mereka cukup sering mengunjungi restoran cepat saji untuk mengerjakan tugas, makan,
atau sekedar menghabiskan waktu mengobrol dengan satu sama lain.
Tujuan informan mengunjungi restoran cepat saji cukup bervariasi, mulai dari mengadakan
perayaan ulang tahun, bermain, mengerjakan tugas, atau hanya sekedar makan serta menghabiskan
waktu bersama teman. Seperti pada penelitian yang dilakukan di China bahwasanya mereka
mengunjungi restoran cepat saji bukan hanya untuk makan saja, tetapi mereka juga menghabiskan
waktu untuk bersosialisasi dengan keluarga ataupun dengan masyarakat (Ma, 2015). Informan
yang memilih mengerjakan tugas di restoran cepat saji beralasan sembari mereka mengerjakan
tugas mereka dapat memesan makanan yang ada. Salah satu informan bernama Arya
mengemukakan biasanya ia dan temannya saling membuat kesepakatan untuk saling bergantian
dalam membelikan makanan. Begitu pula dengan Intan yang kebetulan sedang berada di KFC
Sudirman mengutarakan bahwa wajar bagi banyak orang menghabiskan waktu lama berada di
restoran cepat saji karena dengan mereka membeli makanan disana mereka pun juga berhak
menikmati fasilitas seperti AC dan Wifi yang memang sudah disediakan.
“Iya tapi disana aku pernah malah diusir jadi kayak hm ‘mbak kalo nggak beli mohon maaf
mba tidak boleh disini’,” Intan, 17 April 2018.
Dari pernyataan di atas, peneliti menyimpulkan adanya nilai yang tertanam pada
masyarakat apabila mereka ingin menghabiskan waktu di restoran cepat saji mereka harus
menyiapkan budget yang cukup. Hal inilah yang membuat Fadhila tidak memilih restoran cepat
saji sebagai tempat untuk mengerjakan tugas karena ia tidak ingin memberatkan teman-temannya.
II. Mengerjakan Tugas di Restoran Cepat saji
Berdasarkan pemaparan latar sosial di Bab II, lengahnya pengawasan polisi dan kedekatan
jarak dengan restoran cepat saji membuat salah satu informan bernama Anna terbiasa untuk
mengunjungi restoran cepat saji. Saat ditanya apakah dia sering ke Amplaz terutama ke restoran
cepat saji, ia berkata:
“Udah sering e mas,” Anna, 14 Maret 2018
Pernyataan tersebut mengindikasikan Anna sering mengunjungi mall tersebut untuk main hingga
sekarang dia bosan. Anna juga pernah mengerjakan tugas di restoran cepat saji pada kelas 10 dan
kelas 12 semester 1. Ia mengerjakan tugas di McD daerah Jombor. Saat itu, ia sedang di rumah
Story Box 01
“Harus membeli untuk mendapatkan fasilitas” menjadi salah satu alasan bagi Intan dan
teman-temannya yang ingin menghabiskan waktu di restoran makanan cepat saji lebih
lama. Mereka merasa untuk mendapatkan fasilitas yang ada disana, mereka juga perlu
mengeluarkan biaya dengan membeli makanan ataupun minuman sebagai tanda bahwa
mereka sudah layak menggunakan fasilitas di sana.
temannya di dekat sana. Karena tak ada makanan, akhirnya dia dan teman-temannya memutuskan
untuk makan sekaligus mengerjakan tugas di McD Jombor. Menurutnya, di Mcd Jombor tersedia
fasilitas stop kontak dan Wifi, namun ia hanya memakai fasilitas stop kontak. Menurutnya,
mengerjakan tugas di restoran cepat saji enak hanya untuk sebentar disana.
Saat melakukan observasi di KFC Sudirman, banyak siswa terutama siswa SMA yang
mengerjakan tugas atau belajar bersama dengan temannya. Saat itu bertepatan pula dengan
pengumuman SNMPTN. Mereka biasanya membeli minuman ringan seperti float sambil
mengerjakan soal contoh SBMPTN. Di restoran cepat saji itu sendiri tersedia fasilitas stopkontak
dan Wifi. Tempatnya terbagi menjadi 3 area yaitu outdoor, indoor dengan kursi sofa, dan indoor
dengan tempat bermain anak-anak dan meja. Disana, peneliti sempat mewawancarai sekelompok
siswa dari SMP 6 Yogyakarta di KFC Sudirman. Dua orang dari kelompok itu mengaku pernah
mengerjakan tugas di restoran cepat saji. Sehari sebelum diwawancara, mereka mengerjakan tugas
IPA dan menggambar di KFC dekat UGM.
Dari dua pernyataan di atas, terlihat bahwa fasilitas yang tersedia dalam restoran cepat saji
dimanfaatkan sebagai pendukung anak muda mengerjakan tugas. Selain itu, mereka juga bisa
memesan produk makanan dari restoran tersebut dan bisa mengerjakan tugas sambil makan. Hasil
ini ternyata pernah diungkapkan dalam penelitian di Korea Selatan yang mengatakan bahwa
kepuasan makan di restoran cepat saji berkaitan dengan banyak faktor, diantaranya adalah reputasi
restoran tersebut dan fasilitasnya (Park, 2004).
Story box 02
Ternyata, bisa mengerjakan tugas sambil makan dan minum menjadi faktor penting
sekelompok siswa SMP itu. Mereka mengaku jika mengerjakan tugas di tempat lain
seperti perpustakaan, mereka tidak bisa melakukann kegiatan tersebut. Di restoran fast
food pun, mereka bisa berlama-lama diam dan santai disana. Saat terakhir mengerjakan
tugas di restoran fast food, mereka menghabiskan waktu selama 5 jam.
Foto 2. Sekumpulan remaja sedang belajar di KFC Sudirman
Namun, pada kenyataannya dari informan yang peneliti wawancara, mayoritas mengatakan
tidak suka mengerjakan tugas di restoran cepat saji. Ada beberapa alasan yang peneliti temukan
kenapa mereka tak suka mengerjakan tugas di restoran cepat saji. Pertama menyangkut tentang
fasilitasnya. Informan bernama Anna mengatakan, walaupun dia pernah mengerjakan tugas di
restoran cepat saji, tapi Anna memilih untuk mengerjakan tugas di rumah teman atau teman
sendiri. Menurutnya, fasilitas meja dan tempat duduk di restoran cepat saji tidak enak dan terlalu
kaku sehingga membuatnya cepat pegal. Selain itu, informan bernama Intan tak suka dengan
fasilitas Wifi yang lambat di restoran cepat saji, pada saat itu maksudnya di KFC Sudirman. Selain
itu, di dalam restoran cepat saji melekat nilai ‘harus membeli sesuatu kalau mau nugas disana’. Ini
didukung oleh pengalaman Intan sendiri saat sedang nongkrong di salah satu restoran cepat saji.
Dia berkata:
“Iya tapi disana aku pernah malah diusir jadi kayak hm “mbak kalo nggak beli mohon maaf
mba harus kayak gini” Intan, 17 April 2018
Nilai ini juga membuat salah satu informan bernama Fadhila lebih suka mengerjakan tugas di
tempat lain karena tak ingin terganggu dengan beban ‘harus membeli sesuatu’.
Yang kedua menyangkut tentang suasananya. Intan juga tidak suka mengerjakan tugas di
restoran cepat saji karena suasananya yang terlalu ramai sehingga ia tidak bisa berkonsentrasi.
Senada dengan Intan, informan bernama Bella juga merasa kurang nyaman untuk mengerjakan
tugas di restoran cepat saji. Dalam satu studi, ditemukan hasil bahwa pelajar, terutama introvert,
yang belajar di tempat yang sepi menghasilkan nilai pelajaran yang lebih baik (Stone, 2016). Dari
hasil observasi peneliti di 2 tempat restoran cepat saji yang berbeda, suasana disana memang
sangat ramai dan kurang kondusif untuk mengerjakan tugas.
III. Mengerjakan Tugas Selain di Restoran Cepat Saji
Dikalangan para anak- anak sekolah sekarang ini belajar kelompok dapat dilakukan di
mana saja. Tidak hanya di sekolah, perpustakaan atau kantin, tetapi sekarang cafe dan restoran
cepat sajipun dapat menjadi pilihan untuk mengerjakan tugas. Fasilitas yang disediakan oleh
restoran cepat saji dinilai sangat menunjang pelanggannya mengerjakan tugas. Stop kontak yang
banyak bahkan ada di setiap meja, Wifi yang lancar, meja dan kursi yang nyaman, dan ruangan
ber-AC yang cocok untuk mengerjakan tugas. Walaupun dengan fasilitas yang lengkap, banyak
orang yang merasa bawah mengerjakan tugas di restoran cepat saji kurang nyaman. Sehingga
mereka memilih tempat lain yang dinilai lebih nyaman.
Berdasarkan wawancara terhadap lima anak usia sekolah di Pedukuhan Nologaten dan tiga
anak usia sekolah saat observasi di KFC Sudirman, peneliti menemukan dua pola tentang tempat
mengerjakan tugas. Pertama, mereka yang mengerjakan tugas di restoran cepat saji. Kedua,
mereka yang tidak mengerjakan tugas di restoran cepat saji. Dari kedua pola tersebut anak sekolah
di Padukuhan Nologaten cenderung tidak mengerjakan tugas di restoran cepat saji, mereka lebih
sering mengerjakan tugas di rumah sendiri atau rumah teman.
Menurut informan peneliti, Fadhila Zahra Azzuhra, ia lebih memilih mengerjakan tugasnya
di rumah teman dibandingkan di restoran cepat saji. Hal ini diekspresikan dari kata-katanya yang
menyatakan:
“Iya rumah temen, rumah temenku lebih enak.. soalnya kan makanan udah dikasih”
Fadhila, 15 Maret 2018
Hal serupa juga diungkapkan informan lainnya, Bella Krisnanda Putri, yang menyatakan
bahwa mengerjakan tugas di rumah teman dapat menghemat pegeluaran daripada mengerjakan
tugas di restoran cepat saji. Senada dengan itu, walaupun Anna pernah mengerjakan tugas di
restoran cepat saji tetapi ia lebih suka mengerjakan tugas di rumah teman. Ia mengatakan jika
mereka dapat memasak makanan bersama, sehingga tidak mengeluarkan uang. Anna
menambahkan jika belajar di restoran cepat saji mereka akan lebih banyak mengobrol daripada
mengerjakan tugas, berbeda jika di rumah, mereka akan lebih fokus karena biasanya ada orangtua
di rumah tersebut. Menurut Febriany & Yusri (2013), pengawasan dan arahan dari orang tua sangat
berpengaruh pada anak dalam kegiatan belajar.
Foto 3.1 Seorang tentor terlihat sedang mengajar siswi SMA di restoran cepat saji
Tak hanya masalah uang dan lebih hemat yang menyebabkan anak usia sekolah memilih
mengerjakan tugas di rumah atau rumah temannya. Anna berpendapat bahwa mereka
membutuhkan meja yang besar untuk meletakan buku, tugas, dan laptop mereka. Meja besar
tersebut tidak mereka dapatkan ketika di restoran cepat saji, sehingga mereka lebih memilih di
rumah teman. Ketika di rumah teman mereka juga bisa lebih santai, bahkan bisa lesehan dan
tiduran jika merasa lelah dan pegal- pegal.
Lain halnya dengan Nizam, informan yang peneliti wawancarai saat observasi di KFC
Sudirman, yang merupakan anak asrama dari salah satu SMA swasta di Yogyakarta. Ia mengaku
lebih sering mengerjakan tugasnya di cafe daripada di restoran cepat saji. Nizam berpendapat jika
mengerjakan tugas membutukan ketenangan. Suasana itu hanya ia dapatkan ketika di cafe. Lebih
jauh ia berpendapat kalau fasilitas yang disediakan, baik oleh restoran cepat saji maupun cafe,
hanya untuk memaksa pengunjungnya berlama-lama disana.
“Kalau baterai HP habis bisa ngecharge karena ada stopkontak, kuota habis ada Wifi, udara
panas ada AC,” Nizam, 17 April 2018
IV. Kegiatan Selain Mengerjakan Tugas di Restoran Cepat saji
Restoran makanan cepat saji saat ini tengah ramai di kalangan masyarakat khususnya para
pelajar. Mereka dapat menghabiskan waktu berjam-jam di restoran makanan cepat saji. Hal
tersebut semakin didukung dengan adanya fasilitas yang diberikan oleh restoran cepat saji berupa
wifi, stop kontak, dan sofa serta meja yang nyaman. Fasilitas tersebut membuat konsumen merasa
nyaman sehingga betah berlama-lama disana. Padahal restoran makanan cepat saji awalnya hanya
menjadi tempat untuk eating out bagi mereka yang tidak membutuhkan waktu lama untuk makan;
dalam perkembangannya justru menjadi alternatif tempat rekreasi keluarga, tempat bertemu
dengan teman-teman (nongkrong, kongkow-kongkow, nongki-nongki) (Erdiawati, 2008), dan
menjadi salah satu simbol status sosial.
Story Box 03
Walaupun di restoran cepat saji terdapat fasilitas-fasilitas yang mendukung
untuk mengerjakan tugas, seperti stopkontak dan Wifi. Ternyata anak usia
sekolah di Padukuhan Nologaten lebih memilih untuk mengerjakan tugasnya di
rumah dengan berbagai alasan
Foto IV.1 Sepasang remaja SMA sedang berpacaran di KFC Sudirman
Berdasarkan hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi terhadap anak usia 7 sampai 18
tahun di Nologaten, peneliti menemukan bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para
remaja selain makan di restoran makanan cepat saji adalah mengerjakan tugas, bermain game,
menonton film, dan nongkrong. Diantara kegiatan-kegiatan tersebut, yang paling sering dilakukan
adalah nongkrong. Kegiatan nongkrong biasanya diisi dengan mengobrol dengan teman-
temannya. Mereka menyebutkan setelah makan mereka tidak akan langsung pulang, melainkan
mengobrol terlebih dahulu bersama teman-temannya. Bahkan waktu yang dihabiskan untuk
mengobrol jauh lebih banyak dibanding waktu yang mereka habiskan ketika makan. Hal tersebut
juga didukung dengan pernyataan dari salah satu informan yang bernama Fadhilla :
“Beli burger doang tapi abis itu ngobrol nya yang lama gitu ya, sampe sore gitu biasanya...
ahaha...” Fadhilla, 15 April 2018
Dari pernyataan informan tersebut diketahui bahwa terkadang ketika seseorang pergi ke
restoran makanan cepat saji, bukan makanan yang diinginkan melainkan hanya tempat untuk
sekedar mengobrol atau nongkrong bersama teman. Sehingga makanan yang dipesan hanyalah
makanan ringan untuk dapat menetap di restoran makanan cepat saji tersebut.
Foto IV.2 Sekelompok pelajar SMA sedang nongkrong di KFC Sudirman
Temuan diatas mengindikasikan bahwa restoran makanan cepat saji kerapkali dijadikan
sebagai sarana untuk berkumpul dan bersosialisasi bersama teman sebaya. Hal ini karena menurut
Barthes (2004) dalam Lazuardi (2008: 3) dengan makanan dapat membina hubungan yang
merupakan kunci dari hubungan sosial. Di mana dalam makan bersama tersebut terdapat
komunikasi antar yang satu dengan yang lainnya sehingga memunculkan suatu ikatan sosial.
Selain nongkrong bersama teman, informan lainnya juga menyebutkan bahwa ia pernah
nongkrong sambil mengerjakan tugas di restoran makanan cepat saji.
Dalam konteks informan yang bernama Anna, restoran makanan cepat saji tidak hanya digunakan
untuk makan, tetapi juga untuk mengerjakan tugas proposal. Bahkan kegiatan mengerjakan tugas
tersebut dibarengi dengan kegiatan lainnya yaitu menonton film yang dilakukan setelah tugasnya
selesai. Anna bahkan menyelesaikan satu film sebelum meninggalkan restoran makanan cepat saji,
Story Box 04
Anna pernah mengerjakan tugas proposalnya di restoran makanan cepat saji.
Setelah ia merampungkan tugas proposalnya tersebut, ia sempat menonton satu
film sebelum dirinya pulang.
dimana satu film biasanya berdurasi sekitar dua jam. Yang artinya ia telah menghabiskan waktu
di restoran makanan cepat saji dengan durasi lebih dari dua jam.
Sementara informan lainnya (Nizam, Kiki, dan Intan) yang peneliti wawancarai secara
berkelompok menyatakan bahwa mereka pernah mengerjakan tugas di cafe. Mereka juga lebih
memilih tempat yang sepi dan kondusif untuk mengerjakan tugas. Ketika ditanya perihal alasan
mengapa memilih mengerjakan di cafe, informan menyatakan;
“Soalnya kalo di sekolah itu kita kan bosen toh mas? Udah bosen udah pengap full day
juga jadinya yaudah daripada di itu kan lebih kalo misalnya di perpustakaan kota itu kan
agak rame terus perpustakaan propinsi jauh terus.” Intan, 17 April 2018.
Informan tersebut mengaku lebih menyukai tempat yang sepi dan kondusif untuk
mengerjakan tugas seperti di cafe dibandingkan di restoran makanan cepat saji. Dijelaskan oleh
Kotler (2005) atmosphere (suasana toko) adalah suasana terencana yang sesuai dengan pasar
sasarannya dan yang dapat menarik konsumen untuk membeli. Store atmosphere mempengaruhi
keadaan emosi pembeli yang menyebabkan atau mempengaruhi pembelian. Keadaan emosional
akan membuat dua perasaan yang dominan yaitu perasaan senang dan membangkitkan keinginan.
Suasana restoran makanan cepat saji yang cenderung ramai membuat mereka tidak betah
mengerjakan tugas disana dan lebih memilih tempat lain seperti cafe. Mereka hanya mengunjungi
restoran makanan cepat saji ketika ingin nongkrong bersama teman-temannya.
Tidak seperti informan-informan sebelumnya, Raya mengaku bahwa dirinya tidak pernah
mengerjakan tugas di restoran makanan cepat saji. Ia pernah mengerjakan tugas sekali di rumah
temannya. Ketika di restoran makanan cepat saji ia hanya mengobrol dan melihat teman-temannya
bermain game setelah makan. Informan lainnya yang bernama Bella juga mengatakan bahwa
dirinya belum pernah mengerjakan tugas di restoran makanan cepat saji. Menurutnya mengerjakan
tugas di luar hanya akan membuat dirinya lebih banyak mengobrol dibanding mengerjakan tugas.
Sedangkan Cahya menyatakan bahwa ia biasanya hanya main-main atau sekedar kumpul dan
ngobrol bersama teman-temannya di restoran makanan cepat saji dan tidak mengerjakan tugas.
V. Kebiasaan Makan
Konsumsi akan makanan cepat saji yang meningkat di tengah-tengah remaja pada dasarnya
juga didorong oleh kebiasaan dan pola makan yang berubah, seiring dengan modernitas. Pada
beberapa kasus, konsumsi makanan cepat saji pada anak dan remaja semakin meningkat
dikarenakan kesibukan orangtua dalam bekerja serta kegiatan remaja yang semakin padat dalam
menjalani pendidikan. Hal itu mendorong timbulnya perubahan kebiasaan dan pola makan yang
pada remaja dan anak. Seperti: meninggalkan sarapan, makan siang di luar rumah dan lain
sebagainya (Kaushik Kaushik, et al., 2011).
Dari penelitian di Padukuhan Nologaten, peneliti mendapati adanya perubahan pola
kebiasaan makan yang terdapat pada anak dan remaja usia 7-18 tahun. Berdasarkan pengalaman
informan, sebagian besar perubahan pola makan tersebut disebabkan akan kesibukan yang dialami
informan dalam menempuh jenjang pendidikan.
Pada kasus Bella yang menjadikan pendorong akan perubahan kebiasaan makan adalah
kesibukan yang dialaminya dalam menempuh jenjang pendidikan. Sama halnya dengan Fadhilla,
Ia mendapati kebiasaan makannya berubah sebab kesibukan yang dialaminya.
Informasi dari Fadhila pada dasarnya juga mendukung informasi dari Bella. Akan tetapi,
Fadhila menjelaskan secara lebih rinci opsi-opsi kebiasaan yang ia pilih dalam menghadapi
Story Box 05
Bella adalah remaja Padukuhan Nologaten, Ia berusia 16 tahun, Ia juga seorang siswi
kelas 3 SMP 2 Depok Sleman DIY. Sehari-hari ia diantar ke sekolah. Ia terbiasa untuk
makan di kantin sekolah, sebab agendanya di sekolah yang cukup padat guna
mempersiapkan Ujian Nasional. Ia juga mengikuti les di Lembaga Bimbingan Belajar
“Mutiara”, Ia aktif mengikuti les setiap hari Senin, Selasa, Kamis, Dan Jum’at. Dengan
agenda yang cukup padat tersebut Bella mengaku terbiasa untuk makan di luar rumah.
“kalo misalnya kan ini pulangnya sore jam 4 bawa makan siang, tapi kadang juga
makannya di kantin, sama di sekolah tu juga ada danus danus”
Fadhila, 15 April 2018
kesibukannya, seperti: membawa bekal, makan di kantin, dan membeli dari danus yang dijual di
sekolah.
Pada perkembangan penelitian, Fadhila juga menyampaikan opininya terhadap perubahan
pola makan yang terjadi pada teman-temannya, terutama dalam kebiasaan makan di restoran-
restoran fastfood
Berdasarkan opini yang ia sampaikan Fadhila beranggapan bahwa kegiatan makan di luar
rumah (dalam hal ini restoran fastfood) teman-temannya dikarenakan kebiasaan yang sudah
dilakukan sejak masa SMP.
Selain perubahan kebiasaan makan pada remaja yang disebabkan oleh kesibukan dalam
menjalani jenjang pendidikan, orangtua juga mempunyai andil atas perubahan kebiasaan makan.
Dalam kasus Raya, tim peneliti mendapati selama proses penelitian orangtua dari Raya tampak
memberikan berbagai bentuk afirmasi yang mengamini makan di restoran cepat saji. Berikut
beberapa pernyataan yang disampaikan orangtua dari Raya.
Dalam penyampaian yang ditangkap peneliti tampak beberapa pernyataan yang diberikan
oleh Ayah Raya secara tidak langsung mendorong kebiasaan makan di luar rumah kepada Raya.
Hal ini juga didukung dengan observasi yang dilakukan peneliti di salah satu restoran cepat saji di
sekitaran Nologaten.
“menurutku.. yang kesana itu. menurutku gak ada yang kayak social claimant gitu
gaada sih, itu karena mereka mampu dan mereka suka gitu lhoo. tapi kalo kaya ikut
ikutan tu menurutku juga nggak. kayak emang mereka tu emang suka tu dari
SMP.”
“jadi emang udah kebiasaannya.”
Fadhila, 15 April 2018
“Terus kalo itu dibawa pulang itu juga dikasih es teh, kalo yang di lain kayak di
popeye gitu gak dikasih. Kalo ditempat baru dikasih es teh.”
“iya, kayaknya juga dia ini, lebih banyak modifikasi makanannya itu loh.”
“Terus juga kan itu walaupun baru berdiri tapi udah nyerep pembeli gitu. “jadi
emang udah kebiasaannya.”
Ayah Raya, 15 April 2018
Foto I. Orangtua dan anak yang tampak tengah menikmati fasilitas restoran fastfood
Bentuk sosialisasi yang dilakukan oleh orangtua kepada anak kemungkinan membentuk
kebiasaan makan anak. Sosialisasi yang dilakukan orangtua kepada anak dalam mengatur pola
makan anak berandil besar dalam membentuk pola makan dan kebiasaan anak (Orrel-Valente, et
al., 2007).
Dalam proses penelitian, peneliti menemukan satu kasus dimana kebiasaan makan
informan masih tetap pada kebiasaan makan di rumah. Pada kasus Anna, ia mengungkapkan
bahwa ia cenderung terbiasa makan di rumah, sebab orangtuanya sudah menyiapkan makanan di
rumah.
Dalam paparan tersebut Anna mengungkapkan bahwa orangtuanya sudah menyiapkan
makanan untuknya di rumah. Sehingga ia menyayangkan makanan yang nantinya akan terbuang
sia-sia jika ia memilih untuk makan di luar.
Pada perkembangan penelitian, tim peneliti menemui satu kebiasaan unik pada salah satu
informan bernama Cahya. Ia mempunyai kebiasaan membeli makanan cepat saji di restoran
“Karena nanti kalau di rumah, lo wes dimasakke ra dipangan.”
Anna, 14 April 2018
fastfood. Akan tetapi, menurut keterangan yang diberikannya, Ia tidak terbiasa memakan makanan
cepat saji yang ia beli di restoran fastfood tempat ia membeli, melainkan ia memakan makanan
cepat sajinya di rumah bersama dengan saudara-saudaranya.
Pada kasus Cahya, terdapat suatu kebiasaan yang cukup unik. Dan peneliti berkesan,
kemungkinan hal ini dipengaruhi oleh orangtua dari Cahya. Sosialisasi yang dilakukan orangtua
kepada anak dalam mengatur pola makan anak berandil besar dalam membentuk pola makan dan
kebiasaan anak (Orrel-Valente, et al., 2007)
Story Box 06
Cahya adalah remaja Padukuhan Nologaten, Ia berusia 12 tahun, Ia juga seorang siswi
kelas 6 SD. Ia besar dalam keluarga penganut Katolik. ayahnya adalah pekerja kantor, dan
ibunya menitipkan jajanan di pasar, selain itu keluarga Cahya juga mempunyai usaha kost
mahasiswa dan pekerja di lingkungan rumah. Cahya tinggal bersama nenek (dari ayah),
ayah, ibu dan dua orang kakaknya. Saat ini, Cahya sedang mempersiapkan dirinya untuk
menghadapi Ujian Nasional. Sama halnya dengan Bella, Cahya juga mempunyai agenda
yang cukup padat. Sehingga ia terbiasa untuk membeli makan siang di luar rumah. Dan
terkadang ia membeli di gerai fastfood. Walaupun demikian, Cahya terbiasa untuk
membungkus makanan yang ia beli guna ia makan di rumah.
BAB IV
KESIMPULAN
Makanan cepat saji merupakan makanan yang disukai oleh semua kalangan terutama
kalangan masyarakat. Selain karena cepat dan praktis serta mudah didapatkan, hal tersebut pun
dimanfaatkan oleh para pengembang restoran makanan cepat saji untuk menambah keuntungan
mereka. Berbagai restoran makanan cepat saji diperbanyak jumlahnya, baik dari segi cabang
maupun variasinya. Kini, restoran makanan cepat saji dapat dengan mudah ditemukan tanpa harus
menempuh jarak yang jauh. Selain itu, fasilitas dari restoran makanan cepat saji tersebut pun
diperlengkap guna memanjakan pelanggannya. Saat ini, restoran tidak hanya menjadi tempat untuk
memenuhi kebutuhan saja, tetapi juga digunakan untuk sarana berinterkasi dengan orang lain.
Dengan begitu, tujuan dari orang yang mengunjungi restoran makanan cepat saji lebih bervariasi,
mulai dari mengadakan perayaan ulang tahun, bermain, mengerjakan tugas, atau hanya sekedar
makan serta menghabiskan waktu bersama teman.
Peneliti memfokuskan penelitian ini pada relasi fasilitas restoran makanan cepat saji
dengan kenyamanan para pelajar dalam mengerjakan tugas disana. Dari observasi dan wawancara
langsung kepada beberapa informan yang berada di Padukuhan Nologaten dan KFC Sudirman
dapat disimpulkan bahwa para pelajar lebih sering memanfaatkan fasilitas di restoran makanan
cepat saji untuk sekedar nongkrong dan menghabiskan waktu bersama teman daripada
mengerjakan tugas disana.
Alasan informan memilih restoran makanan cepat saji untuk mengerjakan tugas adalah
lebih kearah fasilitas yang menunjang dan lokasi yang strategis dan mudah bagi setiap orang untuk
menjangkaunya. Sedangkan alasan informan yang tidak memilih restoran cepat saji untuk
mengerjakan tugas disebabkan karena suasana yang ramai dan terlalu terbuka, tidak membuat
mereka lebih berkonsentrasi dan nyaman. Menurut mereka, restoran cepat saji lebih cocok untuk
dijadikan tempat menghabiskan waktu bersama teman untuk bermain dan mengobrol. Sehingga
dapat dikatakan restoran makanan cepat saji kurang cocok digunakan untuk mengerjakan tugas.
Daftar Pustaka
Babbie, E. (n.d.). The Basic of Social Research. Belmont CA 9402-3098: WADSWORTH CENGAGE
Learning.
Campbell, Bruce (1980). A Theoretical Approach to Peer Influence in Adolescent Socialization. Georgia
University. American Journal of Political Science, Vol. 24, No. 2 (May, 1980), pp. 324-344
Erdiawati, A. (2008). Studi Kualitatif Konsumsi Fastfood pada Remaja yang Berkunjung ke Restoran Fast
Food MTOS. Skripsi, Makasar: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
Febriany, Rani. Yusri (2013). HUBUNGAN PERHATIAN ORANGTUA DENGAN MOTIVASI
BELAJAR SISWA DALAM MENGERJAKAN TUGAS-TUGAS SEKOLAH. Universitas Negeri
Padang. Jurnal Ilmiah Konseling, Vol. 2, pp 8-16.
Kaushik Kaushik, J., Narang, M. & Parakh, A., 2011. Fast food consumption in children. Indian Pediatrics,
48(2), pp. 97-101.
Kotler, Philip. (2005) Manajemen Pemasaran. 11(2), Edisi Bahasa Indonesia, Jakarta: Penerbit Indeks.
Lazuardi Saga, Lintan. (2008) Lifestyle Pola Makan Dalam Individu & Keluarga. Makalah, Surabaya:
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga.
Ma, R., Castellanos, D. C., & Bachman, J. (2016). Identifying factors associated with fast food consumption
among adolescents in Beijing China using a theory-based approach. Public Health, 136, 87–93.
https://doi.org/10.1016/j.puhe.2016.03.01.
Mustikaningsih, Adiati (2015). Pengaruh Fungsi Kelompok Teman Sebaya terhadap Perilaku Agresivitas
Siswa di SMA Negeri 3 Klaten. Skripsi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.
Orrel-Valente, J. K. et al., 2007. "Just three more bites": An observational analysis of parents' socialization
of children eating at mealtime. Appetite, Volume 48, pp. 37-45.
Park, C. (2004). Efficient or enjoyable? Consumer values of eating-out and fast food restaurant
consumption in Korea. International Journal of Hospitality Management, 23(1), 87–94.
https://doi.org/10.1016/j.i
Poskota. (2018) Pelajar Zaman Now, Incar Restoran untuk Bikin PR [Daring] 23 Februari. Dapat diakses
di: http://poskotanews.com/2018/02/23/pelajar-zaman-now-incar-restoran-untuk-bikin-pr/ [Diakses
pada : 21 Maret 2018.
Stone, R. (2016). The quiet observer: Teacher perceptions of how introverted learners respond to Tribes
learning communities, (April).
Lampiran
A. Daftar Informan1. Nama Informan : Anna 2. Waktu Wawancara : 14 April 20183. Pewawancara : Aulia Rahmawati (17/409918/SP/27763)
Fatima Gita Elhasni (17/413252/SP/27969) Khoirul Rahman (17/414956/SP/28083) Mayang Putri (17/413257/SP/27974)
1. Nama Informan : Nizam2. Waktu Wawancara : 17 April 20183. Pewawancara : Khoirul Rahman (17/414956/SP/28083)
Mayang Putri (17/413257/SP/27974)
1. Nama Informan : Intan2. Waktu Wawancara : 17 April 20184. Pewawancara : Khoirul Rahman (17/414956/SP/28083)
Mayang Putri (17/413257/SP/27974)
1. Nama Informan : Kiki2. Waktu Wawancara : 17 April 20185. Pewawancara : Khoirul Rahman (17/414956/SP/28083)
Mayang Putri (17/413257/SP/27974)
1. Nama Informan : Cahya2. Waktu Wawancara : 15 April 20183. Pewawancara : Muhammad Nur Reza A'masyi (17/413258/SP/27975)
1. Nama Informan : Raya2. Waktu Wawancara : 15 April 20184. Pewawancara : Aulia Rahmawati (17/409918/SP/27763)
Mayang Putri (17/413257/SP/27974)
1. Nama Informan : Fadhilla2. Waktu Wawancara : 15 April 20185. Pewawancara : Aulia Rahmawati (17/409918/SP/27763)
Mayang Putri (17/413257/SP/27974)
1. Nama Informan : Bella2. Waktu Wawancara : 15 April 20183. Pewawancara : Fatima Gita Elhasni (17/413252/SP/27969)
Khoirul Rahman (17/414956/SP/28083)
B. Pembagian Tugas Per Subbab1. Peer Group Informan :
Aulia Rahmawati (17/409918/SP/27763)
2. Mengerjakan Tugas di Restoran Cepat Saji :Fatima Gita Elhasni (17/413252/SP/27969)
3. Mengerjakan Tugas di Selain Restoran Cepat Saji :Khoirul Rahman (17/414956/SP/28083)
4. Kegiatan Selain Mengerjakan Tugas di Restoran Cepat Saji :Mayang Putri (17/413257/SP/27974)
5. Kebiasaan Makan :Muhammad Nur Reza A'masyi (17/413258/SP/27975)
F. Daftar Data Kompilasi Tugas Individu
No Nama NIM MengumpulkanYa Tidak
1. Aulia Rahmawati (17/409918/SP/27763)
a) Verbatim Transkrip √b) Indexing √c) Coding √d) Data Networking √e) Reflection Diary √2. Fatima Gita Elhasni (17/413252/SP/27969)
a) Verbatim Transkrip √b) Indexing √c) Coding √d) Data Networking √e) Reflection Diary √
3. Khoirul Rahman (17/414956/SP/28083)
a) Verbatim Transkrip √b) Indexing √c) Coding √d) Data Networking √e) Reflection Diary √
4. Mayang Putri (17/413257/SP/27974)
a) Verbatim Transkrip √b) Indexing √c) Coding √d) Data Networking √e) Reflection Diary √
5. Muhammad Nur Reza A'masyi (17/413258/SP/27975)
a) Verbatim Transkrip √b) Indexing √c) Coding √d) Data Networking √e) Reflection Diary √