Ns. Nyoman Agus Jagat Raya, S

of 32 /32
STUDI KASUS: ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DHF OLEH Ns. Nyoman Agus Jagat Raya, S.Kep PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2017

Embed Size (px)

Transcript of Ns. Nyoman Agus Jagat Raya, S

OLEH
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmatNya hasil KAJIAN STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN DHF dapat diselesaikan pada waktunya. Penulisan ini sebagai bagian dari Tri
Dharma Perguruan Tinggi dalam bidang peningkatan kualitas pendidikan.
Penulisan ini tidak akan berjalan dengan lancar tanpa adanya dukungan dari berbagai
pihak. Untuk itu melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1) Rektor Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
2) Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
3) Ketua Program Studi Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
4) Rekan-rekan dosen khususnya pada bidang Keperawatan Medikal Bedah PSIK FK
Unud
Penulis menyadari bahwa tulisan ini belum sempurna, walaupun penulis berusaha
semaksimal mungkin dan telah memperoleh bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, masukkan dari pembaca untuk perbaikan laporan ini akan sangat dihargai dan
penulis tak lupa mengucapkan terima kasih.
Denpasar, 28 Juli 2017
Pendidikan Kesehatan 29
4
KASUS
Seorang laki-laki berusia 25 tahun menjalani MRS hari ke-2 diagnosa DHF dengan
keluhan demam, nyeri pada punggung dan tulang hilang timbul, kepala pusing. TD
110/70 mmHg, rentang suhu 38 o -39
o C sudah terjadi hampir 2 hari SMRS dan saat ini
38,5 o C. Uji torniket positif, petekie (+), mual (+), muntah (+), BAB terakhir encer.
Nilai lab: Ht 55,3%, Hb 20g/dL, LED 50mm/jam, Leukosit 5700/µL. Pasien saat ini
merasa lemas dan tidak mampu melakukan aktivitas fisik.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
Tanggal masuk : 28 Mei 2017
Tanggal pengkajian : 30 Mei 2017
Sumber Informasi : pasien dan keluarga
Diagnosa masuk : .DHF
a. Status Kesehatan Saat Ini
Keluhan utama (saat MRS dan saat ini): pasien mengeluh demam, nyeri
pada punggung dan tulang hilang timbul, kepala pusing.
Alasan masuk Rumah Sakit dan perjalanan Penyakit saat ini: saat masuk
rumah sakit pasien mengeluh demam, nyeri pada punggung dan tulang
hilang timbul, kepala pusing. Saat ini pasien merasa lemas dan tidak
mampu melakukan aktifitas fisik
Apakah sebelum masuk rumah sakit pasien minum obat penurun
panas/parasetamol?
Apakah sebelumnya pasien sudah pernah menderita DHF?
Apakah sebelumnya pasien pernah dirawat karena penyakit tertentu?
Apakah sebelumnya pasien memiliki riwayat alergi obat atau makanan?
Apakah sebelumnya pasien pernsh memiliki riwayat tranfusi?
Apakah pasien memiliki kebiasaan merokok, minum kopi dan pengguna
alkohol?
4. Riwayaan Penyakit Keluarga :
Apakah ada keluarga pasien dalam satu rumah yang saat ini mengalami
DHF?
Apakah ada tetangga atau keluarga dalam jarak rumah yang berdekatan
saat ini mengalami DHF?
6. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan:
Apakah saat sakit pasien akan minum obat dan pergi ke petugas
kesehatan terdekat?
b. Nutrisi/ metabolic:
6
sebelum dan setelah sakit?
c. Pola eliminasi
d. Pola aktivitas dan latihan (ADL dan latihan)
- Menilai apakah pasien mampu melakukan aktivitas dan latihan seperti
perawatan diri, makan, mandi, toileting, berpakaian, mobilisasi, dan
berpindah secara mandiri atau dibantu
- Pasien mengatakan tidak mampu melakukan aktivitas
e. Pola tidur dan istirahat
Menilai frekuensi dan durasi periode istirahat dan tidur pasien sebelum
dan setelah sakit
f. Pola kognitif-perseptual
Berdasarkan pada kasus Pasien merasa nyeri pada punggung dan tulang
yang hilang timbul
Menanyakan pada pasien selama sakit apakah ada peruubahan peran, harga
diri, gambaran diri, ideal diri dan identitas diri
h. Pola seksual dan reproduksi
Apakah selama sakit pasien mengalami perubahan dalam pemenuhan
kebutuhan seksual
Apakah terjadi perubahan peran hubungan dalam keluarga dan peran sosial
selama pasien sakit dan dirawat di rumah sakit?
j. Pola manajemen koping stress
Menilai apakah pasien mengungkapkan keluhan yang dirasakan baik pada
petugas kesehatan maupun keluarga
atau hanya berdoa di tempat tidur
7
Composmentis
Suhu: 38,5 0 C RR: tidak dikaji
A. Kulit :
lesi
tekan, menilai akral pasien pana, hangat atau dingin
B. Kepala:
tidaknya lesi
C. Mata
warna konjuctiva dan sklera
- Palpasi : -
saat anak bernafas terdapat cuping hidung
- Palpasi : -
mulut lembab atau kering
leher
8
kelenjar limfe
H. Dada
- Palpasi : -
Paru-paru
- Palpasi : Menilai bagaimana retraksi dinding dada
- Auskultasi : Menilai suara nafas klien (suara nafas anak mengi)
Jantung
- Palpasi : Menilai tempat terabanya iktus kordis
- Auskultasi : Menilai suara jantung dan menilai apakah ada suara
tambahan
- Palpasi : Menilai ada tidaknya nyeri tekan
- Perkusi : Apakah suara perkusi perut timfani atau tidak
- Auskultasi : Menilai bunyi bising usus
J. Sistem gastrointestinal
K. Sistem muskuloskeletal
Berdasarkan kasus pasien mengeluh nyeri otot dan punggung hilang timbul
L. Genetalia
N. Muskuloskeletal
9
8. Pemeriksaan Penunjang
Hematokrit: 55,3% (normal: 35-45%)
HB: 20g/dl. (normal 13-16g/dl)
Hasil torniket (+)
1. 30 Mei
sitotoksis & sistem
ditandai dengan peningkatan hematokrit.
2. Hipertermi berhubungan dengan penyakit DHF ditandai dengan kulit panas
ketika disentuh
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen biological ditandai dengan pasien
menyatakan nyeri pada punggung dan tulang hilang timbul
B. Perencanaan
6. Dengan kompres
nyeri untuk
Pada kasus dikatakan bahwa jumlah platelet (trombosit) pasien yaitu 34.000
sel/mm 3 , sedangkan rentang nilai normal platelet pada orang dewasa yaitu 150.000-
450.000sel/mm 3
(Kusuma & Nurarif, 2014). Sehingga dari data tersebut dapat
diketahui bahwa pasien mengalami trombositopenia. Trombositopenia adalah suatu
keadaan dimana jumlah trombosit dalam tubuh menurun atau berkurang dari jumlah
normalnya (Henilayati, 2015). Sehingga untuk menangani kondisi tersebut,
intervensi jurnal yang diambil adalah hasil jurnal penelitian dari Subenthiran et al.
(2013), dengan judul, “Carica papaya Leaves Juice Significantly Accelerates the
Rate of Increase in Platelet Count among Patients with Dengue Fever and Dengue
Haemorrhagic Fever”.
Penelitian dalam jurnal tersebut dilakukan pada 145 pasien yang mengalami
DHF di Rumah Sakit Tengku Ampuan Rahimah, Klang, Selangor, Malaysia dengan
rentang umur 18 sampai 60 tahun. Pasien-pasien tersebut nantinya dibagi ke dalam
dua kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Untuk kelompok
intervensi, disamping mendapatkan perawatan standar manajemen DHF diberikan
pula intervensi pemberian jus segar dari daun papaya (carica papaya), yang dibuat
23
dari 50 gram daun papaya. Nantinya jus tersebut diberikan selama 3 hari berturut-
turut dengan frekuensi pemberian satu kali sehari, yang diberikan 15 menit setelah
sarapan. Sedangkan untuk kelompok kontrol hanya mendapatkan standar
manajemen penanganan DHF yang standar.
Hasil yang didapatkan dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan yang signifikan dalam jumlah trombosit rata-rata 40 jam setelah
pemberian jus dari daun papaya (carica papaya) dibandingkan dengan kelompok
kontrol yang hanya mendapatkan manajemen standar penanganan DHF tanpa
adanya intervensi tambahan.
Hasil yang didapatkan dari jurnal utama yang dianalisis tersebut juga
didukung oleh hasil penelitian dari Kasture et al. (2016), dengan judul, “A Multi-
centric, Double-blind, Placebo-controlled, Randomized, Prospective Study to
Evaluate the Efficacy and Safety of Carica papaya Leaf Extract, as Empirical
Therapy for Thrombocytopenia associated with Dengue Fever”, yang dilakukan
pada 300 pasien di 5 pusat, untuk mengevaluasi khasiat dan keamanan ekstrak daun
papaya carica sebagai terapi empiris untuk trombositopenia yang terkait dengan
demam berdarah. Seluruh subyek yang dibagi menjadi kelompok kontrol dan
intervensi tersebut diikuti perkembangannya selama 5 hari. Hasilnya setelah
perawatan pada akhir hari ke-5, jumlah rata-rata trombosit dan nilai WBC
menunjukkan peningkatan yang signifikan pada kelompok intervensi dibandingkan
dengan kelompok kontrol. Selain itu, dalam penelitian yang dilakukan oleh Ching
et al. (2016), dengan judul “Complementary Alternative Medicine Use Among
Patients With Dengue Fever in the Hospital Setting: a Cross-Sectional Study in
Malaysia”, menyatakan bahwa dari hasil studi cross-sectional pasien dengan DHF
yang berkunjung ke 3 klinik berbeda di rumah sakit yang terletak di Selangor,
Malaysia, mendapatkan hasil bahwa penggunaan complementary alternative
medicine (CAM) total pada pasien dengan DHF adalah sebanyak 85,3% (N=261),
dengan jenis CAM yang paling popular dan banyak digunakan adalah salah satunya
ekstrak daun papaya (22,2%). Dalam penelitian tersebut, ditemukan bahwa
sepertiga pasien dengan DHF menggunakan CAM sebagai salah satu pengobatan
dikarenakan mereka memiliki kesan yang baik terhadap CAM yaitu mempercayai
bahwa CAM dapat meredakan gejala penyakitnya, lebih aman dan membantu
24
mereka pulih lebih cepat dari kondisi DHF tersebut. Dalam studi in vitro oleh
Dhara et al. (2016), ekstrak daun papaya terbukti berhubungan dengan adanya
peningkatan stabilisasi membran eritrosit. Flavonoid yang terdapat dalam ekstrak
daun papaya dapat menghambat protease yang terlibat dalam perakitan virus. Selain
itu, ekstrak daun papaya juga memiliki antioksidan dan penghambat radikal bebas
yang dapat membantu dalam pencegahan hemolisis dan perdarahan.
Untuk mengetahui kemungkinan penerapan dari intervensi jurnal utama
tersebut, maka dilakukan metode analisis dengan SWOT yang mendapatkan hasil
sebagai berikut :
STRENGHT (Kekuatan)
pemberian jus dari daun papaya (carica papaya)
terjadi peningkatan yang signifikan terhadap
jumlah trombosit pada pasien yang mendapatkan
intervensi tersebut dibandingkan dengan kelompok
kontrol.
(carica papaya) aman untuk dikonsumsi karena
daun yang digunakan bebas dari herbisida dan
pestisida. Hal tersebut dibuktikan dengan tidak
adanya pasien yang mengundurkan diri dari
penelitian karena efek samping yang ditimbulkan
dari pemberian jus daun papaya (carica papaya)
tersebut.
(carica papaya) mudah untuk didapatkan karena
dapat dibudidayakan sendiri.
3 0,3 0,9
tidak terlalu susah karena pada jurnal sudah
dijelaskan cara dan takaran pembuatannya
3 0,3 0,9
1. Proses pembuatan jus dari daun papaya (carica
papaya) harus benar karena, apabila terdapat
kesalahan selama proses pembuatan dapat
menyebabkan senyawa atau kandungan yang
terdapat pada daun tersebut hilang atau berkurang
khasiatnya.
1. Mudah diterima oleh masyarakat karena pada
dasarnya masyarakat Indonesia senang dengan obat
tradisional.
dimana Malaysia juga tropis serta memiliki
prevalensi kasus DHF yang termasuk tinggi.
2 0,2 0,4
termasuk kedalam salah satu penerapan dari terapi
alternatif dan komplementer. Penerapan dari terapi
alternatif dan komplementer tersebut telah tertuang
dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 103
tahun 2014 tentang pelayanan kesehatan
tradisional, yang dalam pasal 12 ayat 2 tercantum
pemberian terapi alternatif komplementer.
telah membuktikan tentang keefektivan dari daun
3 0,3 0,9
utamanya dalam mengatasi kondisi
1. Apabila penggunaan pohon carica tersebut tidak
bijak maka akan mengurangin jumlah dari pohon
tersebut karena di Indonesia pohon ini baru di
budidayakan.
Analisis SWOT:
1. Selisih total kekuatan - total kelemahan = S – W = X (2,9 – 2 = 0,9)
2. Selisih total peluang - total ancaman = O – T = Y (2,6 – 2 = 0,6)
Jadi, nilai x dan y adalah 0,9 dan 0,6. Berdasarkan analisis SWOT yang telah
dilakukan, jurnal ini berada pada kuadran 1. Hal tersebut menunjukkan bahwa
penerapan intervensi jurnal penelitian dari Subenthiran et al. (2013), dengan judul,
“Carica papaya Leaves Juice Significantly Accelerates the Rate of Increase in
K.1 (strategi SO atau
27
Platelet Count among Patients with Dengue Fever and Dengue Haemorrhagic Fever”,
sangat mungkin untuk diterapkan.
Indonesia
Penerapan intervensi jurnal penelitian Subenthiran et al. (2013), dengan judul,
“Carica papaya Leaves Juice Significantly Accelerates the Rate of Increase in
Platelet Count among Patients with Dengue Fever and Dengue Haemorrhagic
Fever” mungkin diterapkan di Indonesia melihat analisis SWOT yang telah
dilakukan diatas. Selain itu terapi komplementer dan alternatif sebagai sebuah
domain luas dalam sumber daya pengobatan yang meliputi sistem kesehatan,
modalitas, praktik dan ditandai dengan teori dan keyakinan, dengan cara berbeda
dari sistem pelayanan kesehatan yang umum di masyarakat atau budaya yang ada.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan terapi komplementer adalah
praktik kesehatan dengan pendekatan pengetahuan dan keyakinan tentang
pengelolaan tanaman, hewan, mineral, dan spritual yang dikombinasi untuk
mempertahankan kesejahteraan dan mencegah penyakit (Setyaningsih, 2012).
Keterbatasan pengobatan konvensional menjadi salah satu alasan terapi
komplementer dan alternatif berupa pengobatan herbal, menjadi salah satu pilihan
yang semakin dipertimbangkan oleh masyarakat Indonesia. Pengembangan terapi
komplementer dan alternatif harus menjadi tanggung jawab tenaga kesehatan
khususnya perawat.
Undang-Undang Keperawatan No. 38 tahun 2014 tentang Praktik
Keperawatan pasal 30 ayat (2) huruf m yang berbunyi “dalam menjalankan tugas
sebagai pemberi asuhan keperawatan di bidang upaya kesehatan masyarakat, perawat
berwenang melakukan penatalaksanaan keperawatan kompelementer dan alternatif”.
Dalam penjelasannya pasal 30 ayat (2) huruf m tersebut adalah “melakukan
penatalaksanaan keperawatan komplementer dan alternatif merupakan bagian dari
penyelenggaraan praktik keperawatan dengan memasukan/mengintegrasikan terapi
komplementer dan alternatif dalam pelaksanaan asuhan keperawatan” (Kemenkes,
2014).
Wewenang perawat dalam memberikan terapi komplementer dan alternatif
tentu tidak terlepas dari kultur (budaya) dan Sumber Daya Alam (SDM) Negara
28
Indonesia yang memiliki beragam kepercayaan serta ribuan tanaman obat herbal
yang biasa digunakan dalam pengobatan alternatif dimasyarakat secara turun
temurun. Kekayaan alam dan budaya masyarakat Indonesia harus bisa dimanfaatkan
sebaik-baiknya khususnya dalam bidang kesehatan, salah satunya adalah
pemanfaatan daun pepaya (carica papaya) untuk mengatasi Dengue Hemorraghic
Fever (DHF). Di Indonesia, telah banyak penelitian-penelitian yang dilakukan terkait
dengan pengaruh pemberian ekstrak daun papaya sebagai obat herbal untuk demam
berdarah. Salah satunya adalah hasil penelitian dari Runadi dkk (2016), yang
menyatakan bahwa ekstrak air daun pepaya terbukti mampu meningkatkan jumlah
trombosit dan menurunkan waktu pembekuan darah pada trombositopenia. Daun
pepaya mengandung alkaloid termasuk karpain, pseudocarpain, dan dehidrokarpain I
dan II yang mana dapat beraksi pada sumsum tulang sehingga mencegah
penghancurannya dan meningkatkan produksi platelet (trombosit). Peningkatan dari
jumlah trombosit ini memicu berkurangnya juga kejadian pendarahan sehingga dapat
menghindari keparahan demam berdarah. Daun pepaya dalam bentuk jus juga
memicu meningkatnya kecepatan produksi trombosit yang ditandai dengan
meningkatnya jumlah trombosit setelah 40 dan 48 jam konsumsi jus daun papaya
(Runadi dkk, 2016).
Perawat memegang peranan penting dalam pelayanan kesehatan tersebut,
karena profesi perawat berinteraksi selama 24 jam dengan pasien. Hal tersebut
menjadikan alasan mengapa terapi komplementer menjadi bagian dari praktik
keperawatan (asuhan keperawatan) dikarenakan perawat merupakan salah satu
tenaga kesehatan yang memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan upaya
kesehatan di masyarakat. Hampir dipastikan seluruh penyelenggaraan pelayanan
kesehatan memiliki tenaga perawat baik itu di rumah sakit, puskesmas, atau di
fasilitas pelayanan kesehatan lainya. Sehingga peran perawat sangatlah penting
dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Sary, 2013).
29
Pendidikan kesehatan adalah suatu bentuk intervensi atau upaya yang ditujukan
untuk perilaku agar perilaku tersebut kondusif untuk kesehatan. Pendidikan
kesehatan bertujuan untuk mengupayakan agar perilaku individu, kelompok, atau
masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan. Pendidikan kesehatan pada kasus DHF sangat penting untuk pasien dan
keluarga agar dalam menjalani proses penyembuhan dan pemulihan anatara keluarga
dan tenaga kesehatan serta pasien dapat bekerjasama secara kooperatif untuk
mencapai kesembuhan pasien. (Shidiq,Pasidi,2010)
Adapun pendidikan kesehatan yang dapat diberikan perawat kepada pasien adalah :
a. Menjelaskan pada pada pasien untuk melakukan teknik distraksi untuk
mengurangi nyeri punggung dan pusing seperti mendengarkan musik kesukaan
pasien agar pasien merasa lebih tenang.
b. Memberitahu pasien untuk kooperatif dengan semua tindakan yang dilakukan
oleh perawat
c. Menjelaskan kepada pasien bahwa tanda dan gejala yang dirasakan pasien saat
ini merupakan tanda gejala dari penyakit yang masih bisa diobati dan dapat
sembuh dengan mengikuti segala tindakan atau arahan yang diberikan dokter,
perawat maupun tenaga kesehatan lainnya
Adapun pendidikan kesehatan yang dapat diberikan perawata kepada keluarga pasien
adalah:
a. Memberitahu keluarga untuk menjaga agar side bed tetap terpasang untuk
mengurangi risiko jatuh karena pasien mengalami kelemahan.
b. Memberitahu keluarga untuk membantu mengingat berapa kali pasien pergi ke
kamar mandi untuk BAB dan dengan konsistensi yang seperti apa untuk
memudahkan perawat mengitung balance cairan.
c. Menyarankan keluarga membantu pasien ke kamar mandi atau menggunakan
yang tersedia untuk membantu pasien melakukan eliminasi karena pasien masih
merasa lemah dan belum mampu beraktifitas sendiri
d. Memberikan penjelasan tentang fase – fase pada DHF agar keluarga mengerti
dengan fase yang di lalui oleh pasien sehingga keluarga tidak merasa cemas dan
30
mampu bekerjasama dengan perawat. DHF terdiri dari tiga fase yang harus
diketahui oleh keluarga pasien yaitu fase febris yang biasanya demam
mendadak tinggi 2 – 7 hari disertai muka kemerahan, kemerahan kulit, nyeri
seluruh tubuh, sakit kepala. Pada beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorok,
infeksi faring dan konjungtiva, mual dan muntah. Pada fase ini dapat pula
ditemukan tanda perdarahan seperti petekie (bintik merah keunguan kecil dan
bulat pada kulit), perdarahan mukosa, walaupun jarang dapat pula terjadi
perdarahan pervagina dan perdarahan gastrointestina. Fase kedua adalah fase
kritis, terjadi pada hari 3 – 7 sakit dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh
disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma yang
biasanya berlangsung selama 24 – 48 jam.. Pada fase ini dapat terjadi syok. Fase
terakhir adalah fase pemulihan, bila fase kritis terlewati maka terjadi
pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada
48– 72 jam setelahnya. Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan pulih
kembali, aliran darah stabil dan diuresis membaik. (Sudjana, 2010)
e. Memberikan penjelasan tanda - tanda shock agar keluarga dapat segera
mengenali dan melaporkan pada perawat. Keluarga perlu mengetahui adanya
tanda shock seperti progresif, takhikardi, ekstremitas yang dingin, Adanya
perdarahan yang signifikan, gangguan kesadaran, muntah berkelanjutan, nyeri
abdomen yang hebat atau bertambah. ( Wahyono, dkk, 2010)
f. Memberitahu keluarga untuk menjaga kesehatan keluarga lain agar selalu fit dan
terhindar dari penyakit yang sama dengan melindungi diri dari gigitan nyamuk
dengan pakaian yang dimodifikasi maupun lotion anti nyamuk.
g. Saat persiapan pulang keluarga diberikan penjalasan mengenai cara hidup lebih
sehat dan menghindari perkembangan vektor nyamuk dirumah agar tidak
mengalami penyakit DHF berulang dengan cara menjaga lingkungan tetap bersih
dan terhindar dari sarang nyamuk maupun dengan melakukan proteksi pada diri.
31
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing
Interventions Classification (NIC). Sixth Edition. America: Elsevier
Ching, S., Ramachandran, V., Gew, L.T., Lim, S.M., & et al. (2016).. Complementary
Alternative Medicine Use Among Patients With Dengue Fever in the Hospital Setting: a
Cross-Sectional Study in Malaysia. BMC Complementary and Alternative Medicine,vol.
16(37), p.2-7.
Dhara, R., Rubeena, A., Shweta, N., Bhavisva, P., & Kinjal, B. (2016). About Dengue Fever
And Carica Papaya, A Leaf Extract Of Papaya Is Use To Treat Dengue Fever:-A Review.
Indo American Journal of Pharmaceutical Research, vol. 6(8).
Henilayati, N.P.N. (2015). Tinjauan Pustaka. Retrieved from :
http://eprints.undip.ac.id/46793/3/Ni_Putu_Nova_Henilayati_22010111120039_Lap.KTI
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). NANDA International Nursing Diagnoses:
Definition & Classification, 2015-2017. 10 th
ed. Oxford : Wiley Blackwell
Kasture, P.N., Nagabushan, K.H. & Umar, A. (2016). A Multi-centric, Double-blind, Placebo-
controlled, Randomized, Prospective Study to Evaluate the Efficacy and Safety of Carica
papaya Leaf Extract,as Empirical Therapy for Thrombocytopenia associated with
Dengue Fever. Journal of The Association of Physicians of India, vol. 64, p.15-20.
Kemenkes RI. (2014). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 Tentang
Keperawatan. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
Kusuma, H. & Nurarif, A.H. (2014). Handbook for Health Student. Yogyakarta : Mediaction
Publishing.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification (NOC) Measurement of Health Outcomes Fifth Edition. America:
Elsevier
Runadi, D., Ferdiansyah, F., Halimah, E., Wicaksono, A.D. & Ardhya, D. (2016). Potensi Daun
Pepaya (Carica papaya L.) Sebagai Obat Herbal untuk Demam Berdarah. Farmaka, vol.
14(2), p. 1-17.
http://eprints.undip.ac.id/44125/3/RinnaAyuNovita_G2A009097_BAB1KTI.pdf diakses
http://eprints.ums.ac.id/24121/2/04._BAB_II.pdf diakses pada 30 Mei 2017.
Shidiq, P. (2010). Keefektifan Penyuluhan Keluarga Terhadap Pemberantasan Demam
Berdarah Dengue Di Kabupaten Bondowoso. Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Subenthiran, S., Choon, T.C., Cheong, K.C., Thayan, R. & et al. (2013). Carica papaya Leaves
Juice Significantly Accelerates the Rate of Increase in Platelet Count among Patients with
Dengue Fever and Dengue Haemorrhagic Fever. Evidence-Based Complementary and
Alternative Medicine, p.1-7.
Sudjana, P. (2010). Diagnosis Dini Penderita Dengue Dewasa. Buletin Jendela Epidemiologi
Volume 2 Kementrian Kesehatan RI
Wahyono, T. (2010). Demam Berdarah Dan Upaya Penanggulangannya. Buletin Jendela
Epidemiologi Volume 2 Kementrian Kesehatan RI.