Novi Tejaya
-
Author
novi-tejaya -
Category
Documents
-
view
217 -
download
0
Embed Size (px)
description
Transcript of Novi Tejaya

Batu Ginjal dan Dampaknya pada Tubuh Manusia
Novi Tejaya
102013282
Alamat Korespondesi : Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta. Jl. Arjuna Utara No.6,
Jakarta 11510. Telephone : ( 021 ) 5694-2061 (hunthing). Fax : (021) 563-17321.
Email: [email protected]
Abstrak
Ginjal memerankan berbagai fungsi tubuh yang sangat penting bagi kehidupan, yakni
menyaring sisa hasil metabolisme dan toksin dari darah, serta mempertahankan homeostasis
cairan dan elektrolit tubuh, yang kemudian dibuang melalui urin. Apabila terjadi gangguan pada
organ tersebut maka dapat berdampak secara sistemik, sehingga hal tersebut harus ditangani
dengan cepat. Batu saluran kemih menurut tempatnya digolongkan menjadi batu ginjal dan batu
kandung kemih. Batu ginjal merupakan keadaan tidak normal di dala ginjal, dan mengandung
komponen kristal serta matriks organik. Lokasi batu ginjal dijumpai khas di kaliks atau pelvis
dan bila akan keluar dapat terhenti di ureter atau di kandung kemih.
Kata kunci : ginjal dan batu ginjal.
Abstract
Kidneys play a variety of bodily functions vital for life, to filter out waste products of
metabolism and toxins from the blood , as well as maintaining the body's fluid and electrolyte
homeostasis , which is then removed through the urine . If there is interference on the organ , it
can have an impact systemically , so it must be dealt with quickly . Urinary tract stones in place
is classified into kidney stones and bladder stones . Kidney stones are not normal circumstances
in dala kidneys , and contains a crystalline component and the organic matrix . The location is
typical of kidney stones found in the Calix or pelvis and when going out can be stopped in the
ureter or bladder .
Keywords : kidney and kidney stones
1

Skenario
Seorang laki-laki, 50 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan utama nyeri pinggang
kanan dan BAK kemerahan sejak 1 bulan yang lalu. Nyeri awalnya dirasakan ringan namun
sejak 5 hari yang lalu nyeri dirasakan semakin memberat. Keluhan disertai mual, muntah dan
demam tidak terlalu tinggi. Riwayat konsumsi obat sebelumnya tidak ada. Riwayat trauma
sebelumnya tidak ada.
Pendahuluan
Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan zaman Mesir
kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah diketemukan batu pada kandung kemih seorang mumi.
Penyakit ini dapat menyerang penduduk di seluruh dunia tidak terkecuali penduduk di Indonesia.
Angka kejadian penyakit ini tidak sama di berbagai belahan bumi. Di Negara-negara
berkembang banyak dijumpai pasien batu buli-buli sedangkan di Negara maju lebih banyak
dijumpai penyakit batu saluran kemih bagian atas; hal ini karena adanya pengaruh status gizi dan
aktivitas pasien sehari-hari.1
Berdasarkan skenario, didapatkan seorang laki-laki 50 tahun dengan keluhan utama nyeri
pinggang kanan yang memberat dan BAK kemerahan sejak 1 bulan yang lalu, disertai mual,
muntah, dan demam tidak terlalu tinggi. Diduga pasien tersebut menderita nefrolitiasis
berdasarkan informasi yang didapat.
Anamnesis
Mengumpulkan data-data dalam anamnesis biasanya ialah hal yang pertama dan sering
merupakan hal yang terpenting dari interaksi dokter dengan pasien. Dokter mengumpulkan
banyak data yang menjadi dasar dari diagnosis, dokter belajar tentang pasien sebagai manusia
dan bagaimana mereka telah mengalami gejala-gejala dan penyakit, serta mulai membina suatu
hubungan saling percaya. Anamnesis dapat diperoleh sendiri (auto-anamnesis) dan atau
pengantarnya disebut alo-anamnesis.2
Ada beberapa cara untuk mencapai sasaran ini. Cobalah untuk memberikan lingkungan
yang bersifat pribadi, tenang, dan bebas dari gangguan. Dokter berada pada tempat yang dapat
diterima oleh pasien, dan pastikan bahwa pasien dalam keadaan nyaman.2
2

Dengan anamnesis yang baik dokter dapat memperkirakan penyakit yang diderita pasien.
Anamnesis yang baik harus lengkap, rinci (detail), dan akurat sehingga dokter bukan saja dapat
mengenali organ atau sistem apa yang terserang penyakit , tetapi juga kelainan yang terjadi dan
penyebabnya.2
Anamnesis dilakukan dan dicatat secara sistematis. Ia harus mencakup semua hal yang
diperkirakan dapat membantu untuk menegakkan diagnosis.2
Ada beberapa point penting yang perlu ditanyakan pada saat anamnesis , antara lain:2
Identitas pasien:
Nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pendidikan pekerjaan,
suku bangsa dan agama.
Keluhan utama:
Pasien merasakan nyeri pinggang kanan dan BAK kemerahan sejak 1 bulan lalu.
Keluhan penyerta:
Mual dan muntah
Riwayat penyakit sekarang:
o Waktu dan lama keluhan berlangsung: muncul sejak 1 bulan yang lalu
o Sifat nyeri: awal terasa ringan, namun semakin memberat sejak 5 hari lalu
o Lokalisasi dan penyebaran: nyeri pinggang kanan
o Keluhan penyerta: mual, muntah, dan demam tidak terlalu tinggi
Riwayat penyakit dahulu:
o Menanyakan apakah pasien pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya? Cari
tahu riwayat penyakit dahulu dari kondisi medis apapun yang signifikan.
o Menanyakan pernahkah mengalami masalah genitourinarius sebelumnya?
o Adakah riwayat ISK, hematuria, atau batu sebelumnya atau penyakit lain yang mengenai
saluran ginjal?
Riwayat penyakit keluarga
Menanyakan apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan yang dialami
oleh pasien.
Riwayat pekerjaan / sosial
3

Menanyakan kepada pasien apakah penyakitnya mengganggu/ sangat mengganggu/ tidak
mengganggu aktivitas sehari-hari pasien.
Riwayat Obat-Obatan:
o Menanyakan apakah ada riwayat pembedahan perut sebelumnya?
o Menanyakan setiap obat yang bisa menyebabkan nyeri misalnya OAINS atau menutupi
tanda gangguan perut misalnya kortikosteroid?
o Pertimbangkan alkohol sebagai penyebab nyeri, jika ada komplikasi penyakit (misal
pankreatitis)?
o Menanyakan apakah pasien mengkonsumsi antikoagulan (tetapi hematuria masih
menunjukkan kemungkinan abnormalitas yang mendasari)?
o Menanyakan apakah pasien telah menggunakan obat analgesik untuk mengurangi nyeri?
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan dimulai dari pengamatan keadaan umum, menilai
status gizi pasien, mengukur tanda-tanda vital, kemudian pemeriksaan abdomen lengkap
(inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi). Tanda-tanda vital berupa tekanan darah 120/80 mmHg,
nadi 90 kali permenit, napas 20 kali permenit, suhu 37,8 derajat celcius.3
Pada inspeksi abdomen, lihat apakah ada vena-vena kolateral pada dinding anterior
abdomen, apakah ada caput medusae, apakah ada massa tumor sehingga abdomen tampak tidak
simetris, dan dilihat juga apakah ada pembuncitan abdomen.3
Pada palpasi, prosedur yang dilakukan meliputi palpasi superficial untuk melihat apakan ada
nyeri tekan, palpasi dalam untuk melihat apakah ada massa, palpasi limpa dan hepar untuk
mengetahui apakah ada pembesaran dan atau nyeri tekan, dan palpasi ginjal yang meliputi
palpasi ballottement. Karena adanya hati, ginjal kanan letaknya lebih rendah dari ginjal kiri.
Bagian bawah dari ginjal kanan dapat teraba pada individu yang kurus sedangkan ginjal kiri
biasanya tidak dapat teraba kecuali bila ada pembesaran. Palpasi ginjal dilakukan dengan
metode bimanual kemudian dikonfirmasi dengan metode ballottement. Pada palpasi ginjal
dengan metode bimanual, satu tangan diletakkan di posterior pada sudut kostovertebra
sedangkan tangan satunya diletakkan di anterior dibawah tepi costa, pada saat pasien inspirasi
kedua tangan ditekan bersamaan untuk meraba ginjal. Pada palpasi ginjal dengan metode
ballotement, satu tangan diletakkan di posterior pada sudut kostovertebra untuk menekan ginjal
4

ke anterior, sedangkan tangan satunya diletakkan di anterior dibawah tepi costa. Selama
inspirasi, ginjal dapat dipalpasi diantara kedua tangan. Lakukan pemeriksaan terhadap ginjal
kanan dan kiri. Bila ginjal teraba di antara kedua tangan, berarti pemeriksaan ballottement
positif dan mengindikasikan adanya pembesaran ginjal.3
Pada perkusi, dilakukan pengetukan pada dinding abdomen. Normalnya akan didapatkan
bunyi timpani pada seluruh dinding abdomen (kecuali daerah hepar). Perkusi pada sudut
kostovertebra dilakukan bila ada rasa nyeri yang diduga berasal dari ginjal. Perkusi dilakukan
dengan tangan kiri diletakkan pada sudut kostovertebra, lalu pukul tangan kiri dengan bagian
ulnar tinju tangan kanan. Gunakan tenaga yang cukup besar untuk menimbulkan persepsi tapi
tanpa menimbulkan rasa nyeri pada pasien normal. Bila didapatkan rasa nyeri pada pemeriksaan
ini, mengindikasikan pyelonefritis, tapi dapat juga disebabkan hanya karena rasa nyeri otot.3
Pada pemeriksaan perkusi, didapatkan CVA atau nyeri ketok positif.
Pada auskultasi didengarkan suara bising usus, ada tidaknya bruit sistolik yang dapat
didengar pada aneurisma aorta, pada pembesaran hati karena hepatoma, atau pada stenosis arteri
renalis.3
Pada pemeriksaan kandung kemih, normalnya tidak dapat teraba. Bila kandung kemih terisi,
dapat teraba sebagai pembengkakan bulat halus yang menonjol pada pubis. Pada perkusi
didapatkan bunyi pekak pada kandung kemih.3
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan bertujuan untuk menegakkan diagnosis dan
menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan darah
rutin, pemeriksaan urin rutin (urinalisis), pemeriksaan urin 24 jam, analisis batu, kultur urin, dan
pemeriksaan radiologik seperti foto polos abdomen, IVP, atau USG.4
Pemeriksaan darah rutin, dilakukan untuk melihat ada tidaknya tanda-tanda infeksi dan
inflamasi karena batu ginjal seringkali menyebabkan infeksi. Adanya leukositosis menunjukkan
adanya infeksi.4
Urinalisis, biasa ditemukan gross hematuria (90%) atau hematuria mikroskopik.
Ketidakadaan mikrohematuria juga tidak menyingkirkan batu ginjal. pH urin merupakan
petunjuk yang berharga untuk menduga kemungkinan batu penyebab. pH urin normal
postprandial adalah 5.9. Jika pH urin menetap dibawah 5.5 memberi kesan adanya batu asam
5

urat atau batu sistein, yang keduanya terlihat radiolusen pada foto polos abdomen. Sebaliknya,
jika pH lebih dari 7.2 memberikan kesan adanya batu struvit yang akan terlihat radioopak pada
foto polos.4
Pemeriksaan urin 24 jam, diindikasikan untuk diagnosis faktor yang berkontribusi pada
pembentukan batu, yaitu unutk mengetahui apakah ada hiperkalsiuria, peningkatan ekskresi
oksalat, penurunan ekskresi sitrat.4
Kultur urin, dilakukan bila dicurigai ada infeksi bacterial atau infeksi yang tidak sembuh
karena resistansi dari kuman penyebab.4
Pemeriksaan radiologik yang diperlukan adalah foto polos abdomen, pielografi intavena
(IVP), USG, dan CT-Scan non kontras. Foto polos abdomen, dapat dilihat adanya batu yang
radioopak, kista, tumor, ataupun kalsifikasi. Pielografi intravena (IVP), disuntikkan intravena
bahan kontras berupa urografin 60 mg%. Tujuh menit setelah penyuntikan dibuat film bucky
antero-posterior abdomen setelah sehabis penyuntikan kontras dilakukan pembendungan ureter.
Kemudian bendungan dibuka dan foto diulangi pada menit ke-15, 30, dan 1 jam. Karena
menggunakan kontras, batu yang radiolusen yang tidak tampak pada pemeriksaan foto polos
abdomen akan terlihat pada pemeriksaan pielografi intravena.5
Gambar 1: foto polos abdomen menunjukkan adanya batu pada ginjal.
(sumber:www.webmd.com)
6

Jenis Batu Radioopasitas
Kalsium Opak
MAP Semiopak
Urat/Sistin Non opak
Tabel 1. Urutan Radioopasitas Beberapa Jenis Batu Saluran Kemih4
Konfirmasi diagnosis radiologik paling baik dengan menggunakan CT-non kontras. Tipe
batu dapat dilihat berdasarkan Hounsfield-number (densitas radiografi). Angka rendah
menunjukkan batu asam urat atau sistin, angka yang lebih tinggi menunjukkan batu kalsium
fosfat atau kalsium oksalat. Batu struvit mempunyai permukaan yang kasar dan seringkali
memenuhi pelvis renalis dan calyces sehingga disebut batu stag horn (batu tanduk rusa).4
Dengan pemeriksaan radiologik, diharapkan dapat mengetahui lokasi, jumlah, densitas, dan
bayangan batu. Komplikasi akibat batu seperti obstruksi, parut ginjal, atau pembentukan striktur.
Terjadinya anomaly dan nefrokalsinosis.5
Setelah diagnosis nefrolitiasis ditegakkan dan tindakan dilakukan, perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang lain yaitu analisis batu. Analisis batu merupakan pemeriksaan batu
ginjal untuk membedakan jenis batu sehingga pengobatan dapat lebih spesifik tergantung jenis
batunya dan untuk mencegah terbentuknya batu kembali.5
Working Diagnosis
Nefrolitiasis dextra
Batu ginjal (urolitiasis) adalah pembentukan batu di dalam ginjal. Batu mungkin
ditemukan dala tubulus ginjal atau pelvis ginjal, ureter, dan kandung kemih. Urolitiasis dapat
terjadi di bagian mana saja pada sistem perkemihan. Namun yang paling banyak ditemukan
adalah di dalam ginjal (nefrolitiasis) yang ditandai dengan massa kecil dari kristal di dalam ginjal
yang terbentuk dari mineral atau garam asam. Terdapat sejumlah tipe batu ginjal dan ukurannya
berkisar dari kecil hingga sebesar batu staghorn (menyerupai tanduk rusa) yang dapat
7

menyumbat sistem kolektivus. Batu ginjal adalah pengkristalan mineral yang mengelilingi zat
organic, misalnya nanah, darah, atau sel yang sudah mati. Biasanya batu (kalkuli) terdiri atas
garam kalsium (oksalat dan fosfat) atau mangnesium fosfat dan asam urat.6
Diagnosis kerja yang diambil adalah nefrolitiasis karena diperkuat oleh gejala dari
adanya nyeri pinggang kanan dan BAK kemerahan dimana nyeri semakin memberat, disertai
mual, muntah, dan demam tidak terlalu tinggi.
Gambar 2: nefrolithiasis (sumber: www.nhs.uk)
Differential Diagnosis
Ureterolitiasis dextra
Ureterolitiasis seringkali disebut sebagai batu ureter yang merupakan keadaan terjadinya
penumpukan oksalat, kalkuli(batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Urerterolitiasis
terjadi bila batu yang berasal dari baru ginjal ini turun ke ureter. Batu ureter mungkin dapat lewat
sampai kandung kemih dan kemudian keluar bersama urin. Namun batu ureter juga dapat sampai
ke kandung kemih dan kemudian berupa nidus menjadi batu kandung kemih yang besar. Batu
juga bisa tetap tinggal di ureter sambal menyumbat dan menyebabkan obstruksi kronik dengan
hidroureter yang mungkin asimptomatik. Tidak jarang terjadi hematuria yang didahului oleh
serangan kolik. Kolik ureter adalah nyeri kolik hebat yang menjalar dari pinggang menuju lipat
paha dan menuju testis atau labia yang berhubungan dengan hematuria makro maupun
mikroskopik. Batu yang menyumbat juga dapat meyebabkan infeksi.6
8

OS Urolithiasis
Definisi - Batu pada saluran kemih
Demam + -
Nyeri Nyeri pinggang kanan yang
semakin memberat, nyeri ketok
CVA +
Nyeri tiba-tiba dari pinggang
menjalar ke anteroinferior, nyeri
ketok CVA +
Hematuria + +
Gangguan berkemih Tidak diketahui + bila batu pada kandung kemih
atau uretra
Pemeriksaan radiologik Tidak diketahui Ditemukan gambaran batu pada
USG/foto polos abdomen/CT
scan/IVP
Leukositosis Tidak diketahui -
Hasil kultur urin Tidak diketahui -
Tabel 1. Diagnosis banding
Penatalaksanaan
Pengobatan batu saluran kemih bertujuan untuk mengatasi gejala yaitu kolik yang timbul
bila batu bergerak dengan memberikan analgesik seperti NSAID dan opioid. Diklofenak
diberikan dengan dosis 50mg atau 75mg secara intramuskular, sedangkan petidin diberikan
dengan dosis 50mg hingga 100mg secara intramuskular. Petidin dengan dosis tersebut setara
dengan 5mg hingga 10mg morfin yang diberikan secara intravena. Lini pertama adalah NSAID,
sedangkan golongan opioid digunakan jika tidak memberikan respon yang baik degan NSAID.6
Mengambil batu dengan ESWL (extracorporeal shock wave lithotripsy/gelombang kejut)
atau percutaneus nephrolitotomy, atau jika tidak tersedia alat litotriptor dan alat gelombang
kejut, dapat dilakukan terapi bedah.2
ESWL merupakan metode pemecahan batu dengan gelombang kejut 500-2000 kali yang
dialirkan melalui air ke tubuh dan dipusatkan di batu yang akan dipecahkan. Metode ini dapat
9

memecahkan batu tanpa perlukaan di tubuh sama sekali. Batu akan hancur berkeping-keping dan
keluar bersama kemih, dan pasien akan mengeluarkan pasir batu selama 1-2 minggu. ESWL
dapat dilakukan pada setiap batu, tetapi bila terdapat kelainan saluran kemih misalnya stenosis
yang dapat menghalangi keluarnya batu, tindakan ESWL tidak akan bermanfaat.2
Percutaneus nephrolitotomy merupakan tindakan litoripsi yang dilakukan untuk batu pada
ginjal, litotripsi dilakukan dengan bantuan nefroskopi perkutan untuk membawa transduser
melalui sonde ke batu yang ada di ginjal. Teleskop dan litoriptor elektromekanis di dalam tabung
operasi mengeluarkan percikan yang menghancurkan batu, kemudian pecahan batu dikeluarkan
dengan bilasan dan tang melalui tabung operasi.2
Tindakan bedah terbuka yang dilakukan mencakup pielolitotomi untuk batu yang sederhana
pada pelvis renalis/pielum, sedangkan pada batu staghorn dilakukan pielolitotomi yang diperluas,
ureterolitotomi pada batu di ureter, sistosomi pad batu di kandung kemih, dan uretratomi pada
batu uretra.2
Mencegah terbentuknya batu dengan meningkatkan konsentrasi inhibitor batu yaitu sitrat,
dapat diperoleh dari kalium sitrat 20 mEq setiap malam hari, minum jeruk nipis atau lemon
sesudah makan malam, meningkatkan intake cairan terutama pada malam hari, mengurangi
masukan protein, dan membatasi masukan natrium.2
Penatalaksaan batu saluran kemih dibedakan berdasarkan jenis batu.
Batu struvit
Batu struvit disebabkan karena infeksi traktrus urinarius oleh bakteri penghasil urease,
sehingga tidak dapat diobati tanpa kombinasi pengobatan medis dan bedah. Biasanya batu struvit
terlalu besar (> 2cm) untuk ESWL dan harus diangkat melalui percutaneus lithotomy atau
ureteroscopic laser lithotripsy. Pembedahan harus membuat keadaan bebas batu pada bagian
ginjal yang terinfeksi itu. Penggunaan antibiotik sangat penting sebelum dan setelah operasi,
namun penggunaan kronis tidak mempunyai dasar. Acetohydroxamic acid (AHA) menghambat
bakteri penghasil urease dan dapat mencegah pertumbuhan dan pembentukan batu struvit, tapi
efek sampingnya yang berupa sakit kepala, thrombosis, dan toksik terhadap gastrointestinal
membuat obat ini tidak terlalu berguna.2
10

Batu sistin
Batu sistin disebabkan oleh kelainan genetik sehingga ekskresi sitin berlebihan > 300 mg per
hari (sistiunria). Sistin merupakan satu-satunya asam amino yang tidak larut dalam air.
Pengobatan dilakukan dengan menaikkan intake cairan sehingga volume urin menjadi 2 kali lipat
(contohnya bila ekskresi sitin 300 mg/hari, volume urin harus 2L, bila ekskresi sistin 600
mg/hari, volume urin harus 4 L) dan alkalinisasi urin dengan cara menaikkan pH >7 dengan
kalium sitrat 20-30 mEq dua kali sehari. Pengukuran serum kalium harus dilakukan 1 minggu
setelah pengobatan untuk memastikan tidak terjadi hiperkalemia. Batu sistin sulit untuk
dipecahkan dengan ESWL. Bila pengobatan dengan peningkatan cairan dan alkalinisasi urin
tidak berhasil mencegah rekurensi, chelating agents dapat digunakan. Obat-obatan ini
membentuk campuran thiol-cystein disulfide yang lebih larut daripada sistin. D-Penisilamin
pernah digunakan, namun karena efek sampingnya, diganti dengan α-mercaptopropionylglycine
(tiopronin), yang lebih dapat ditoleransi tubuh. Dosis biasanya tablet 100 mg dalam 3 sampai 6
kali sehari, dapat ditingkatkan sampai 1200 mg/hari. Efek sampingnya berupa kehilangan rasa
pengecap (diobati dengan pemberian zinc), demam, proteinuria, dan serum sickness syndrome.
Captopril juga dapat mengikat sistin, tetapi penurunan tekanan darah dan reaksi alerginya
membatasi pengunaannya, dan efikasinya masih kontroversial.2
Batu asam urat
Batu asam urat terjadi karena pH urin yang rendah, < 5.6. ekskresi asam urat yang tinggi di
urin hampir tidak terlalu penting. Pengobatan batu asam urat dengan cara menaikkan pH menjadi
6, dan mencegah pH yang terlalu tinggi (>6.5) yang akan memicu terbentuknya batu kalsium
fosfat. Pada pH >5.75 kelarutan asam urat akan meningkat. Kalium sitrat 10-30 mEq 2 kali
sehari dapat digunakan untuk menaikkan pH urin. Jika disertai hiperurisemia, dapat diberikan
allopurinol 300 mg/hari.2
Batu kalsium
Batu kalsium tunggal. Batu tunggal artinya hanya satu batu yang terbentuk, secara klinis dan
secara x-ray. Pengobatannya adalah dengan menghindari dehidrasi dengan meningkatkan intake
air dan mempertahankan volume urin 2L/hari. Dengan cara ini, hanya sepertiga mengalami
rekurensi selama 5 tahun. Hidrasi yang masif dengan volume urin mendekati 3L menurunkan
angka rekurensi sampai 10%.2
11

Batu kalsium multiple. Penatalaksanaan batu kalsium berdasarkan keadaan yang menyertainya,
yaitu:
1. Hiperkalsiuria idiopatik : merupakan keadaan dimana kalsium urin > 250 atau 300
mg/hari pada laki-laki dan perempuan, atau > 4 mg/kgBB/hari, dengan serum kalsium
darah normal, dan diluar hiperparatiroidisme, hipertiroidisme, vitamin D yang berlebihan,
suplemen kalsium yang berlebihan, penyakit tulang progresif, keganasan, sarcoidosis,
dam imobilisasi. Pengobatan keadaan ini dilakukan dengan menurunkan kalsium urin dan
menurunkan supersaturasi urin. Untuk menurunkan kalsium di urin dan mengurangi
rekurensi batu dapat digunakan hidroklorotiazid 25 mg dua kali sehari, klortalidon 25-50
mg/hari, dan indapamid 2.5 mg/hari. Suatu penenlitian menunjukkan hasil yang sangat
baik dengan pengurangan natrium dan pengurangan protein pada diet laki-laki
dibandingkan dengan hasil yang tidak baik dengan diet rendah kalsium. Diet rendah
kalsium memberikan hasil yang buruk karena terjadinya hilangnya mineral dari tulang
dan meningkatknya insidensi fraktur pada pasien dengan batu ginjal.2
2. Hipositraturia: keadaan dimana kadar sitrat dalam urin < 450 dan 350 mg/hari pada
perempuan dan laki-laki. Hal ini dikarenakan sitrat akan mengikat ion kalsium dan
menghambat kristalisasi garam kalsium. Digunakan kalium sitrat bubuk 25-30 mEq yang
dilarutkan di air dan diminum 2 kali sehari. Garam kalium harus digunakan hati-hati jika
fungsi ginjal terganggu karena dapat menyebabkan gangguan ekskresi kalium.2
3. Hiperurikosuria dengan batu kalsium oksalat: keadaan dimana eksresi asam urat dalam
urin >750 atau 800 mg pada perempuan dan laki-laki, memicu terbentuknya batu kalisum
oksalat mungkin karena asam urat membantu perkembangan kristalisasi kalsium oksalat.
Dalam percobaan, allopurinol 200 mg/hari mengurangi rekurensi batu dengan efikasi
yang sama seperti penggunaan tiazid dan kalium sitrat. Mengurangi daging juga dapat
menurunkan asam urat.2
4. Hiperoksaluria karena makanan: keadaan dimana kadar oksalat dalam urin antara 50-80
mg/hari (normalnya <50 mg/hari). Sumber oksalat adalah dari tumbuhan, seperti bayam,
kacang tanah, coklat dan merica yang berlebihan. Intake protein yang tinggi juga
menstimulasi produksi oksalat endogen. Mungkin karena kondisi yang paling umum
12

adalah rendahnya kalsium dalam diet, yang menyebabkan oksalat lebih diabsorpsi
daripada dipresipitasi di lumen usus. Pengaturan diet mencakup intake kalsium normal
(800-1000 mg) dari makanan, bukan suplemen, pengurangan intake protein, dan
menghindari makanan tinggi oksalat.2
Epidemiologi
Pria lebih banyak dibanding wanita. Terjadi pada usia dewasa muda. Di antara penduduk
Eropa prevalensinya sekitar 3%. Di Indonesia, proporsi batu ginjal lebih besar dibandingkan batu
kandung kemih. Jenis batu terbanyak yaitu batu dengan kandungan asam urat tinggi, kedua yang
tertinggi yaitu campuran antara kalsium oksalat dan kalsium fosfat.7
Faktor Risiko
Kelompok tertentu berada dalam risiko tinggi pembentukan batu antara lain pasien dengan
reseksi usus, gout, obesitas, dan keluarga dekat yang menderita batu kalsium. Makanan tertentu
juga diketahui memainkan peranan penting dalam peningkatan risiko pembentukan batu
idiopatik, termasuk diet tinggi protein hewani, garam, dan sukrosa, yang dapat meningkatkan
ekskresi kalsium di urin. Berlawanan dengan hal itu, restriksi kalsium ditemukan tidak
membantu, dan faktanya penurunan intake kalsium juga muncul sebagai faktor risiko
terbentuknya batu. Alasannya mungkin karena intake kalsium yang rendah menyebabkan
peningkatan absorpsi oksalat dari diet dan karena itu menyebabkan peningkatan ekskresi oksalat
yang lebih tinggi. Pada pasien dengan neurogenic bladder, pengurangan pemakaian kateter
dalam jangka waktu lama terlihat membantu dalam mencegah kolonisasi bakteri dan
pembentukan batu struvit.4
Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urin,
gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih
belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologik terdapat beberapa faktor yang mempermudah
terbentuknya batu pada saluran kemih pada seseorang. Faktor tersebut adalah faktor intrinsik
yaitu keadaan yang berasal dari tubuh orang itu sendiri dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang
berasal dari lingkungan di sekitarnya.8
13

Faktor intrinsik berupa herediter (keturunan): penyakit ini diduga diturunkan dari orang
tuanya. Umur, penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun. Jenis kelamin,
jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan.8
Faktor ekstrinsik berupa asupan air, kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral
kalsium pada air yang dikonsumsi. Diet, diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah
terjadinya batu. Pekerjaan, penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life.8
Patofisiologi
Batu pada traktus urinarius biasanya terjadi karena perusakan keseimbangan antara
solubilitas (kelarutan) dan presipitasi (pengendapan) garam. Ginjal seharusnya menyimpan air
dan mengekskresikan materi yang daya larutnya rendah. Kerja ginjal ini harus seimbang dalam
adaptasi terhadap makanan, iklim, dan aktivitas. Masalah ini dikurangi dengan fakta bahwa urin
mengandung bahan-bahan yang menghambat kristalisasi. Namun mekanisme proteksi ini jauh
dari sempurna. Ketika urin mengalami supersaturasi dengan material yang tidak larut, karena
kecepatan ekskresi yang berlebihan dan atau karena penyimpanan air yang berlebihan,
terbentuklah kristal yang dapat tumbuh dan beragregasi membentuk batu.5
Supersaturasi
Pelarut dalam keadaan seimbang dengan kristal kalsium oksalat dikatakan dapat mengalami
saturasi dengan kalsium oksalat. Jika kristal diambil, dan jika salah satu ion kalsium atau oksalat
ditambahkan ke pelarut, aktivitas kimia akan meningkat tetapi tidak ada pembentukan kristal
baru. Pelarut dalam keadaan ini disebut metastably supersaturated. Jika kristal kalsium oksalat
baru ditambahkan, kristal ini akan bertumbuh dalam berbagai ukuran. Pada akhirnya,
penambahan kalsium dan oksalat ke pelarut menyebabkan supersaturasi mencapai keadaan kritis
dimana fase solid akan mulai terbentuk dengan sendirinya. Keadaan ini disebut upper limit of
metastability. Pertumbuhan batu ginjal membutuhkan urin yang rata-rata tersupersaturasi.
Pembentukan batu ginjal umumnya karena supersaturasi yang berlebihan. Kalsium, oksalat, dan
fosfat membentuk banyak kompleks tidak larut dari kombinasi antara mereka dan substansi lain
di urin, seperti sitrat. Sebagai hasilnya, aktivitas ion bebas mineral ini dibawah konsentrasi
kimianya. Supersaturasi urin dapat meningkat oleh dehidrasi atau ekskresi yang berlebihan dari
kalsium, oksalat, fosfat, sistin, atau asam urat.5
14

Kristalisasi
Ketika supersaturasi urin melebihi upper limit of metastability, kristal mulai membentuk
intinya. Debris sel dan kristal lain yang muncul pada traktus urinarius dapat menjadi cetakan
pembentukan kristal, prosesnya disebut heterogeneous nucleation. Heterogeneous nucleation
menurunkan level supersaturasi yang dibutuhkan untuk pembentukan Kristal. Sekali terbentuk,
inti kristal akan tumbuh jika urin tersupersaturasi dengan fase kristal itu. Kristal multiple dapat
kemudian beragregasi dan membentuk batu ginjal. Kristal harus tertahan cukup lama di pelvis
renal untuk tumbuh dan beragregasi. Mekanisme retensi kristal menjadi banyak perdebatan.
Studi terkini menunjukkan bahwa batu kalsium oksalat biasa terbentuk dari pertumbuhan yang
berlebihan dari plak apatit di papilla renalis. Plak yang disebut Randall’s plaques, menyediakan
permukaan yang baik sekali untuk heterogeneous nucleation dari garam kalsium oksalat.
Randall’s plaques dimulai di bagian dalam medulla di basal membran dari ansa Henle bagian
tipis dan kemudian menyebar melalui insterstisium ke basal membran dari urothelium papilla.
Jika urothelium menjadi rusak, plak akan dikeluarkan di urin dan kristalisasi kalsium oksalat dan
pembentukan batu dimulai.5
Inhibitor pembentukan kristal
Urin mengandung inhibitor yang poten terhadap pembentukan inti, pertumbuhan, dan
agregasi garam kalsium. Pirofosfat inorganik merupakan inhibitor poten yang lebih berpengaruh
dalam pembentukan kristal kalsium fosfat daripada kalsium oksalat. Sitrat menghambat
pertumbuhan kristal dan pembentukan inti karena sitrat menurunkan supersaturasi urin melalui
kompleksasi dari kalsium. Komponen urin yang lain seperti glikoprotein menghambat kristalisasi
kalsium oksalat.5
Manifestasi Klinis
Gejala yang biasa muncul pada obstuksi karena batu pada traktus urinarius adalah kolik.
Nyeri biasanya terjadi tiba-tiba dan dapat membangunkan pasien dari tidur. Nyeri berlokasi di
pinggang, biasanya nyeri berat, dan dapat dihubungkan dengan mual dan muntah. Pasien
biasanya bergerak secara konstan untuk mengurangi nyeri- keadaan yang berlawanan dengan
akut abdomen. Nyeri dapat terjadi secara episodik dan dapat menyebar ke anterior abdomen.
Seiring berjalannya batu turun ke ureter, nyeri dapat disalurkan ke testis atau labia ipsilateral.
Jika batu tersangkut di ureterovesicular junction, pasien akan mengalami gangguan berkemih
15

seperti urgensi dan peningkatan frekuensi berkemih. Ukuran batu tidak berkorelasi dengan
keparahan gejala.1
Bila batu terdapat pada ginjal dan pelvis renalis disebut gejalanya berupa nyeri pinggang
dari pegal-pegal hingga kolik atau nyeri hebat yang terus-menerus bila ada pionefrosis. Bila batu
terdapat pada ureter, gejalanya berupa kolik dari pinggang yang menyebar ke anteroinferior. Bila
batu terdapat pada kandung kemih, gejalanya berupa gangguan berkemih berupa penghentian
tiba-tiba aliran kemih disertai rasa nyeri saat miksi karena penutupan leher kandung kemih oleh
batu. Bila batu terdapat di uretra umumnya merupakan batu yang berasal dari ureter atau
kandung kemih yang oleh aliran kemih sewaktu miksi terbawa ke uretra dan menyangkut di
uretra pars prostatika. Gejala yang ditimbulkan umumnya miksi tiba-tiba terhenti, menjadi
menetes dan nyeri.7
Komplikasi
Hidroureter dan Hidronefrosis
Obstruksi urin dapat terjdi di sebelah hulu dari batu, dibagian mana saja di saluran kemih.
Obstruksi di atas kandung kemih dapat menyebabkan hidroureter karena ureter membengkak
oleh urin. Hidroureter yang tidak teratasi, atau obstruksi pada atau di atas tempat ureter keluar
dari ginjal dapat menyebabkan hidronefrosis/kaliektasis yaitu pembengkakan pelvis ginjal dan
sistem duktus pengumpul.7
Gagal ginjal
Obstruksi menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik interstisium dan dapat
menyebabkan penurunan GFR. Obstruksi yang tidak teratasi dapat menyebabkan kolapsnya
nefron dan kapiler sehingga terjadi iskemia nefron karena suplai darah terganggu. Akhirnya
dapat menyebabkan gagal ginjal. 7
Infeksi Sekunder
Setiap kali terjadi obstruksi aliran urin (stasis), maka kemungkinan infeksi bakteri
meningkat. 7
Preventif
Pencegahan yang perlu dilakukan pada pasien nefrolitiasis adalah menurunkan konsentrasi
reaktan (kalsium, oksalat), meningkatkan konsentrasi inhibitor pembentukan batu (1) Sitrat
16

(kalium sitrat 20 mEq tiap malam hari, minum jeruk nipis atau lemon sesudah makan malam),
(2) Batu ginjal tunggal (meningkatkan masukan cairan, mengontrol secara berkala pembentukan
batu baru).3
Pengaturan diet juga diperlukan untuk menurunkan resiko terjadinya nefrolitiasis, seperti
meningkatkan masukan cairan terutama pada malam hari akan meningkatkan aliran kemih dan
menurunkan konsentrasi pembentuk batu dalam air kemih, hindari masukan minuman bersoda
lebih dari 1 liter per minggu, kurangi masukan protein (sebesar 1g/kg berat badan/hari). Masukan
protein tinggi dapat meningkatkan ekskresi kalsium, ekskresi asam urat dan menurunkan sitrat
dalam air kemih. Protein hewani dapat menurunkan pH air kemih lebih banyak dibandingkan
protein nabati.6
Membatas masukan natrium, diet natrium rendah (80-100 meq/hari) dapat memperbaiki
reabsorbsi kalsium proksimal, sehingga terjadi pengurangan ekskresi natrium dan ekskresi
kalsium. Masukan kalsium, pembatasan masukan kalsium tidak dianjurkan, karena penurunan
kalsium intestinal bebas akan menimbulkan peningkatan absorbsi oksalat oleh pencernaan,
peningkatan ekskresi oksalat dan meningkatkan saturasi kalsium oksalat air kemih. Diet kalsium
rendah dapat merugikan pasien dengan hiperkalsiuria idiopatik karena keseimbangan kalsium
negatif akan memacu pengambilan kalsium dari tulang dan ginjal sehingga terjadi penurunan
densitas tulang.6
Prognosis
Rekurensi dari batu kalsium dapat diturunkan dengan penatalaksanaan menggunakan
kombinasi obat-obatan dan diet. Tanpa pengobatan seperti ini, rekurensi akan tinggi walaupun
terjadi beberapa tahun kemudian. Batu sistin dan batu asam urat diasosiasikan dengan
hiperoksaluria, yang akan sangat mudah rekuren tanpa pengobatan yang baik. Episode
berjalannya batu yang berulang dan adanya obstruksi dapat menyebabkan hilangnya fungsi
ginjal. Walaupun belum dibuktikan bahwa preventif dapat melindungi fungsi ginjal, tapi hal ini
mungkin saja. Terapi preventif dapat menurunkan kebutuhan bedah untuk mengangkat batu.
Prognosis buruk apabila disertai dengan penurunan fungsi ginjal.4
Kesimpulan
Batu saluran kemih dapat disebabkan oleh berbagai faktor risiko seperti hiperkalsiuria,
hiperoksaluria, hiperurisemia, dan hipositraturia. Batu dapat terjadi pada ginjal, uretr, vesica
17

urinaria, ataupun uretra. Jenis batu yang biasa terdapat pada saluran kemih antara lain batu
kalsium, batu asam urat, batu sistin, dan batu struvit. Penatalaksanaan terhadap batu berdasarkan
etiologi dari batu tersebut. Rekurensi batu dapat dikurangi dengan kombinasi terapi
litotripsi/bedah, obat-obatan, diet, dan peningkatan intake cairan. Hipotesis diterima.
Daftar Pustaka
1. Purnomo, Basuki. Dasar-dasar Urologi. Edisi kedua. Sagung seto: Jakarta; 2010.h.56.
2. Sjabani M. Batu saluran kemih. Dalam: Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2010. h.1025-31.
3. Sudoyo AW., Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati, S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Jilid III. Edisi ke-5. Cetakan pertama. Jakarta: Interna Publishing; 2010. P.602-4,
1025-31.
4. Lerma EV, Berns JS, Nissenson AR. Lange: Current diagnosis & treatment nephrology &
hypertension. International Edition. USA: The McGraw-Hills Companies; 2011.h345-52.
5. Budjang, Nurlela. Traktus urinaria. Dalam: Ekayuda, I.[ed] Radiologi diagnostic. Edisi
kedua. Jakarta: Departemen Radiologi FK UI; 2010. P.283, 298.
6. Tanagho EA, Mcaninch JW. Smith’s general urology. 16th Edition. New York : Large
Medical Book; 2012.p.256-283.
7. Ekane S, Wildschutz T, Simon J, Schulman CC. Urinary lithiasis: epidemiology and
physiopathology. Acta Urol Belg. 2012 Oct;65(3):1-8.
8. Fauci, Braunwald, Kasper, Longo. Harrisons: principle of internal medicine. edisi ke-17.
McGraw-Hill; 2008.h.2048-52.
18