Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

56
III-1 Nota Keuangan dan RAPBN 2011 Pendapatan Negara dan Hibah Bab III BAB III PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH 3.1 Umum Dalam periode 20052009, realisasi pendapatan negara dan hibah mengalami pertumbuhan rata-rata 14,4 persen, didukung dengan peningkatan penerimaan dalam negeri dan hibah yang masing-masing tumbuh rata-rata 14,4 persen dan 6,3 persen. Penerimaan dalam negeri terutama berasal dari penerimaan perpajakan yang memberikan kontribusi rata-rata 68,9 persen dengan pertumbuhan rata-rata 15,6 persen, sedangkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) memberikan kontribusi rata-rata 31,1 persen dengan pertumbuhan rata-rata 11,5 persen. Meningkatnya realisasi pendapatan negara dan hibah dalam periode 20052009 tersebut tidak terlepas dari pengaruh perkembangan ekonomi baik global maupun nasional, dan juga keberhasilan dari pelaksanaan kebijakan Pemerintah di bidang pendapatan negara dan hibah. Kebijakan Pemerintah di bidang pendapatan negara dan hibah diarahkan untuk mendukung kebijakan fiskal yang berkesinambungan melalui upaya optimalisasi pendapatan negara dan hibah, khususnya penerimaan dalam negeri. Hal ini sesuai dengan peran pendapatan negara dan hibah sebagai sumber pendanaan program-program pembangunan. Sebagai kontributor utama bagi penerimaan dalam negeri, penerimaan perpajakan diupayakan secara optimal melalui tiga kebijakan utama, yaitu: (1) reformasi di bidang administrasi; (2) reformasi di bidang peraturan dan perundang-undangan; dan (3) reformasi di bidang pengawasan dan penggalian potensi. Ketiga kebijakan tersebut secara umum berlaku baik di bidang pajak maupun di bidang kepabeanan dan cukai. Di bidang PNBP, kebijakan yang telah diambil Pemerintah dalam rangka optimalisasi adalah (1) meningkatkan produksi sumber daya alam (SDA); (2) peninjauan dan penyempurnaan peraturan di bidang PNBP; (3) meningkatkan pengawasan PNBP; dan (4) meningkatkan kinerja BUMN. Pada tahun 2010, perekonomian dunia mulai pulih dari krisis. Kondisi tersebut berimbas pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan mencapai 5,8 persen, yang pada gilirannya akan berpengaruh pada realisasi pendapatan negara dan hibah. Dalam APBN-P tahun 2010, realisasi pendapatan negara dan hibah ditargetkan sebesar Rp992,4 triliun atau meningkat 16,9 persen bila dibandingkan dengan realisasi tahun 2009. Penerimaan dalam negeri diperkirakan mencapai Rp990,5 triliun atau meningkat 16,9 persen, dengan perincian penerimaan perpajakan Rp743,3 triliun atau meningkat 19,9 persen dan PNBP Rp247,2 triliun atau meningkat 8,8 persen. Sedangkan hibah diperkirakan mencapai Rp1,9 triliun dengan peningkatan sebesar 13,8 persen. Dalam tahun 2010, kebijakan pendapatan negara dan hibah tetap diarahkan untuk optimalisasi penerimaan dalam negeri. Di bidang perpajakan, selain melakukan kebijakan yang bersifat reguler seperti reformasi di bidang administrasi, peraturan perundang-undangan dan pengawasan serta penggalian potensi, Pemerintah melakukan upaya tambahan (extra effort) baik di bidang pajak maupun di bidang kepabeanan dan cukai. Extra effort tersebut antara lain dilakukan melalui peningkatan efisiensi pemeriksaan dan penagihan pajak, serta peningkatan pengawasan atas peredaran barang kena cukai ilegal. Di bidang PNBP, kebijakan

Transcript of Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

Page 1: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

III-1Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah Bab III

BAB III

PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH

3.1 UmumDalam periode 2005–2009, realisasi pendapatan negara dan hibah mengalami pertumbuhanrata-rata 14,4 persen, didukung dengan peningkatan penerimaan dalam negeri dan hibahyang masing-masing tumbuh rata-rata 14,4 persen dan 6,3 persen. Penerimaan dalam negeriterutama berasal dari penerimaan perpajakan yang memberikan kontribusi rata-rata 68,9persen dengan pertumbuhan rata-rata 15,6 persen, sedangkan penerimaan negara bukanpajak (PNBP) memberikan kontribusi rata-rata 31,1 persen dengan pertumbuhan rata-rata11,5 persen. Meningkatnya realisasi pendapatan negara dan hibah dalam periode2005–2009 tersebut tidak terlepas dari pengaruh perkembangan ekonomi baik global maupunnasional, dan juga keberhasilan dari pelaksanaan kebijakan Pemerintah di bidang pendapatannegara dan hibah.

Kebijakan Pemerintah di bidang pendapatan negara dan hibah diarahkan untuk mendukungkebijakan fiskal yang berkesinambungan melalui upaya optimalisasi pendapatan negaradan hibah, khususnya penerimaan dalam negeri. Hal ini sesuai dengan peran pendapatannegara dan hibah sebagai sumber pendanaan program-program pembangunan. Sebagaikontributor utama bagi penerimaan dalam negeri, penerimaan perpajakan diupayakansecara optimal melalui tiga kebijakan utama, yaitu: (1) reformasi di bidang administrasi;(2) reformasi di bidang peraturan dan perundang-undangan; dan (3) reformasi di bidangpengawasan dan penggalian potensi. Ketiga kebijakan tersebut secara umum berlaku baikdi bidang pajak maupun di bidang kepabeanan dan cukai. Di bidang PNBP, kebijakan yangtelah diambil Pemerintah dalam rangka optimalisasi adalah (1) meningkatkan produksisumber daya alam (SDA); (2) peninjauan dan penyempurnaan peraturan di bidang PNBP;(3) meningkatkan pengawasan PNBP; dan (4) meningkatkan kinerja BUMN.

Pada tahun 2010, perekonomian dunia mulai pulih dari krisis. Kondisi tersebut berimbaspada meningkatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan mencapai 5,8persen, yang pada gilirannya akan berpengaruh pada realisasi pendapatan negara dan hibah.Dalam APBN-P tahun 2010, realisasi pendapatan negara dan hibah ditargetkan sebesarRp992,4 triliun atau meningkat 16,9 persen bila dibandingkan dengan realisasi tahun 2009.Penerimaan dalam negeri diperkirakan mencapai Rp990,5 triliun atau meningkat 16,9 persen,dengan perincian penerimaan perpajakan Rp743,3 triliun atau meningkat 19,9 persen danPNBP Rp247,2 triliun atau meningkat 8,8 persen. Sedangkan hibah diperkirakan mencapaiRp1,9 triliun dengan peningkatan sebesar 13,8 persen.

Dalam tahun 2010, kebijakan pendapatan negara dan hibah tetap diarahkan untukoptimalisasi penerimaan dalam negeri. Di bidang perpajakan, selain melakukan kebijakanyang bersifat reguler seperti reformasi di bidang administrasi, peraturan perundang-undangandan pengawasan serta penggalian potensi, Pemerintah melakukan upaya tambahan (extraeffort) baik di bidang pajak maupun di bidang kepabeanan dan cukai. Extra effort tersebutantara lain dilakukan melalui peningkatan efisiensi pemeriksaan dan penagihan pajak, sertapeningkatan pengawasan atas peredaran barang kena cukai ilegal. Di bidang PNBP, kebijakan

Page 2: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

Bab III

III-2 Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah

yang dilakukan Pemerintah untuk mengamankan target PNBP tahun 2010 adalahoptimalisasi penerimaan SDA terutama dari migas, peningkatan kinerja BUMN, sertaoptimalisasi PNBP kementerian/lembaga (K/L).

Memasuki tahun 2011, kondisi perekonomian Indonesia diharapkan jauh lebih baik daripadatahun 2010. Pertumbuhan ekonomi ditargetkan akan mencapai 6,3 persen, lebih tinggidibandingkan dengan perkiraan realisasi 2010. Indikator-indikator ekonomi makro lainnyajuga diperkirakan akan cukup stabil. Berdasarkan asumsi tersebut, pendapatan negara danhibah dalam tahun 2011 direncanakan sebesar Rp1.086,4 triliun, dengan perincianpenerimaan dalam negeri sebesar Rp1.082,6 triliun dan hibah Rp3,7 triliun. Penerimaandalam negeri akan berasal dari penerimaan perpajakan sebesar Rp839,5 triliun, dan PNBPsebesar Rp243,1 triliun.

Dalam rangka mencapai target penerimaan negara pada tahun 2011, Pemerintah akanmenjalankan berbagai kebijakan di bidang perpajakan dan PNBP. Pokok-pokok kebijakanperpajakan secara umum adalah melanjutkan dan mempertajam kebijakan-kebijakan tahunsebelumnya. Di bidang perpajakan, kebijakan antara lain akan difokuskan pada (1) penggalianpotensi perpajakan; (2) peningkatan kualitas pemeriksaan pajak; (3) penyempurnaanmekanisme atas keberatan dan banding dalam proses pengadilan pajak; (4) peningkatanpengawasan dan pelayanan di bidang kepabeanan dan cukai; (5) perbaikan sistem informasi;dan (6) konsistensi pelaksanaan road map cukai hasil tembakau. Selain itu, dalam rangkamemperbaiki sistem administrasi perpajakan, Pemerintah mengambil kebijakan untukmelakukan pengalihan BPHTB serta PBB perdesaan dan perkotaan dari pusat ke daerah.Untuk BPHTB, pengalihan dilakukan pada tahun 2011, sedangkan untuk PBB, pengalihandimungkinkan dilakukan mulai tahun 2010 berdasarkan kesiapan masing-masing daerah.Tenggat waktu yang diberikan kepada daerah untuk mempersiapkan pengalihan PBB tersebutadalah sampai dengan tahun 2014. Di bidang PNBP, kebijakan yang dilakukan untukmencapai target 2011 adalah (1) optimalisasi lifting/produksi minyak mentah dan gas bumi,serta komoditi tambang dan mineral guna mendukung pencapaian penerimaan SDA;(2) penyesuaian pay-out ratio dividen dari laba BUMN; (3) penyelesaian audit keuanganBUMN secara lebih awal guna memantau perkembangan rugi/laba BUMN; (4) penarikandividen interim dengan tetap memperhatikan cash flow BUMN; (5) intensifikasi danekstensifikasi PNBP K/L, antara lain dengan melakukan review jenis dan tarif PNBP K/L;dan (6) perbaikan administrasi pelaporan keuangan K/L.

3.2 Perkembangan Pendapatan Negara dan Hibah Tahun2005–2009 dan Perkiraan Pendapatan Negara dan HibahTahun 2010

Pendapatan negara dan hibah mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan dalamperiode 2005–2009. Pertumbuhan rata-rata yang terjadi dalam periode tersebut adalah 14,4persen, yaitu dari Rp495,2 triliun pada tahun 2005, menjadi Rp848,8 triliun pada tahun2009. Kondisi perekonomian yang cukup kondusif dalam periode 2005–2009 menjadi faktorutama yang mendorong meningkatnya pendapatan negara khususnya penerimaan dalamnegeri, meskipun sempat terjadi krisis ekonomi di penghujung tahun 2008 sampai dengan2009. Dalam periode 2005–2009 tersebut, penerimaan dalam negeri meningkat dari Rp493,9triliun pada tahun 2005 menjadi Rp847,1 triliun pada tahun 2009. Hal ini berarti terjadipertumbuhan rata-rata 14,4 persen. Selain faktor kestabilan ekonomi, penerapan berbagai

Page 3: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

III-3Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah Bab III

kebijakan di bidang perpajakan dan PNBP juga menjadi salah satu faktor pendukungtingginya realisasi penerimaan dalam negeri. Sementara itu, penerimaan hibah pada periode2005–2009 mengalami pertumbuhan rata-rata 6,3 persen, yaitu dari Rp1,3 triliun padatahun 2005 menjadi Rp1,7 triliun pada tahun 2009.

Terus membaiknya kondisi perekonomian pada tahun 2010 menyebabkan Pemerintahoptimis dapat mencapai target pendapatan negara dan hibah. Dalam APBN-P tahun 2010,penerimaan dalam negeri ditargetkan mencapai Rp990,5 triliun, atau meningkat 16,9 persenbila dibandingkan dengan realisasi tahun 2009. Sedangkan hibah diperkirakan mencapaiRp1,9 triliun atau 13,8 persen lebih tinggi dari realisasi tahun sebelumnya. Dengan demikian,dalam APBN-P tahun 2010, pendapatan negara dan hibah ditargetkan mencapai Rp992,4triliun, atau 16,9 persen lebih tinggi bila dibandingkan dengan realisasi tahun 2009.Perkembangan pendapatan negara dan hibah dalam periode 2005–2010 dapat dilihat padaTabel III.1.

3.2.1 Penerimaan Dalam Negeri

Dalam periode 2005–2009, penerimaan dalam negeri mengalami pertumbuhan rata-rata14,4 persen. Sebagai komponen utama, penerimaan perpajakan mengalami pertumbuhanrata-rata 15,6 persen, sedangkan PNBP tumbuh rata-rata 11,5 persen. Beberapa indikatormakroekonomi yang berpengaruh pada meningkatnya penerimaan dalam negeri dalamperiode tersebut adalah (1) tren pertumbuhan ekonomi yang meningkat, yaitu dari 5,7 persenpada tahun 2005, menjadi 6,0 persen pada tahun 2008, meskipun sempat mengalamipenurunan pada tahun 2009; (2) perkembangan ICP yang cenderung meningkat dariUSD51,8 per barel pada tahun 2005 hingga mencapai USD96,8 per barel pada tahun 2008,dan USD61,6 per barel pada tahun 2009; dan (3) fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolarAmerika Serikat yang sempat mengalami depresiasi pada periode tahun 2005–2009. Selainitu, keberhasilan penerapan kebijakan perpajakan dan PNBP juga turut mendorongpeningkatan penerimaan dalam negeri.

Memasuki tahun 2010, kondisi perekonomian Indonesia diperkirakan mampu mencapaipertumbuhan 5,8 persen, lebih tinggi bila dibandingkan dengan pencapaian tahun 2009yang hanya mencapai 4,5 persen. Berdasarkan perkiraan pertumbuhan ekonomi tersebut,dan juga didukung oleh tingginya perkiraan ICP yang mencapai USD80 per barel,penerimaan dalam negeri ditargetkan sebesar Rp990,5 triliun dalam APBN-P tahun 2010,

2010

APBN-P

Pendapatan Negara dan Hibah 495,2 638,0 707,8 981,6 848,8 992,4

I. Penerimaan Dalam Negeri 493,9 636,2 706,1 979,3 847,1 990,5

1. Penerimaan Perpajakan 347,0 409,2 491,0 658,7 619,9 743,3

2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 146,9 227,0 215,1 320,6 227,2 247,2

II. Hibah 1,3 1,8 1,7 2,3 1,7 1,9

Sumber: Kementerian Keuangan

(triliun rupiah)

Uraian

TABEL III.1PERKEMBANGAN PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH, 2005 – 2010

2005 Real.

2006 Real.

2007 Real.

2008 Real.

2009 Real.

Page 4: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

Bab III

III-4 Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah

terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp743,3 triliun dan PNBP Rp247,2 triliun.Jumlah tersebut berarti 16,9 persen lebih tinggi dari realisasi tahun sebelumnya.Perkembangan penerimaan dalam negeri pada periode 2005–2010 dapat dilihat padaTabel III.2.

3.2.1.1 Penerimaan Perpajakan

Penerimaan perpajakan mengalami pertumbuhan rata-rata 15,6 persen dalam periode2005–2009. Beberapa faktor utama yang mendukung meningkatnya penerimaanperpajakan adalah terciptanya kondisi fundamental makroekonomi yang cukup stabil danpelaksanaan kebijakan modernisasi perpajakan, kepabeanan dan cukai.

Dilihat dari sumbernya, penerimaan perpajakan dapat dikategorikan ke dalam penerimaanpajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. Penerimaan pajak dalam negeriterdiri atas penerimaan pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai dan pajakpenjualan atas barang mewah (PPN dan PPnBM), pajak bumi dan bangunan (PBB), beaperolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), cukai dan pajak lainnya, sedangkanpajak perdagangan internasional terdiri atas bea masuk dan bea keluar. Dalam periode2005–2009, penerimaan pajak dalam negeri mengalami pertumbuhan rata-rata 16,0 persen,sedangkan pajak perdagangan internasional tumbuh rata-rata 5,2 persen.

Selanjutnya, penerimaan perpajakan mampu memberikan kontribusi yang dominanterhadap penerimaan dalam negeri. Dalam tahun 2005, kontribusi penerimaan perpajakanadalah 70,3 persen menjadi 64,3 persen pada tahun 2006, kemudian 69,5 persen pada tahun2007 menjadi 67,3 persen pada tahun 2008, dan selanjutnya menjadi 73,2 persen pada tahun2009. Semakin tingginya kontribusi penerimaan perpajakan tersebut menunjukkan bahwaperanan penerimaan perpajakan menjadi sangat strategis sebagai sumber pendanaan

2010

Penerimaan Dalam Negeri 493,9 636,2 706,1 979,3 847,1 990,51. Penerimaan Perpajakan 347,0 409,2 491,0 658,7 619,9 743,3

a. Pajak Dalam Negeri 331,8 396,0 470,1 622,4 601,3 720,8i. Pajak penghasilan 175,5 208,8 238,4 327,5 317,6 362,2

1. Migas 35,1 43,2 44,0 77,0 50,0 55,42. Nonmigas 140,4 165,6 194,4 250,5 267,6 306,8

ii. Pajak pertambahan nilai 101,3 123,0 154,5 209,6 193,1 263,0iii. Pajak Bumi dan Bangunan 16,2 20,9 23,7 25,4 24,3 25,3iv. BPHTB 3,4 3,2 6,0 5,6 6,5 7,2

v. Cukai 33,3 37,8 44,7 51,3 56,7 59,3vi. Pajak lainnya 2,1 2,3 2,7 3,0 3,1 3,8

b. Pajak Perdagangan Internasional 15,2 13,2 20,9 36,3 18,7 22,6i. Bea masuk 14,9 12,1 16,7 22,8 18,1 17,1ii. Bea keluar 0,3 1,1 4,2 13,6 0,6 5,5

2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 146,9 227,0 215,1 320,6 227,2 247,2a. Penerimaan SDA 110,5 167,5 132,9 224,5 139,0 164,7

i. Migas 103,8 158,1 124,8 211,6 125,8 151,7

ii. Non Migas 6,7 9,4 8,1 12,8 13,2 13,0b. Bagian Laba BUMN 12,8 23,0 23,2 29,1 26,0 29,5c. PNBP Lainnya 23,6 36,5 56,9 63,3 53,8 43,5d. Pendapatan BLU 0,0 0,0 2,1 3,7 8,4 9,5

Sumber : Kementerian Keuangan

TABEL III.2PERKEMBANGAN PENERIMAAN DALAM NEGERI, 2005 – 2010

(triliun rupiah)

APBN-P2005 Real.

2006 Real.

2007 Real.

2008 Real.

2009 Real.

Uraian

Page 5: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)
Page 6: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

Bab III

III-6 Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah

teknologi informasi dan komunikasi. Program utama dari kegiatan ini dikemas dalam Projectfor Indonesia Tax Administration Reform (PINTAR), yang bertujuan untuk meningkatkankepatuhan sukarela wajib pajak, dan melaksanakan good governance melalui peningkatantransparansi dan akuntabilitas Direktorat Jenderal Pajak.

Reformasi di bidang peraturan dan perundang-undangan dilakukan melalui amendementiga undang-undang perpajakan, yaitu: (1) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentangPenetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 5 Tahun 2008 tentangPerubahan Keempat Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan UmumDan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-undang; (2) Undang-undang Nomor 36 Tahun2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang PajakPenghasilan; dan (3) Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan KetigaAtas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang danJasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

Sesuai dengan Undang-undang Nomor 36 tahun 2008, tarif PPh badan mengalamipenurunan dari 28 persen pada tahun 2009 menjadi 25 persen pada tahun 2010. Selain itu,pemberian diskon atas tarif PPh badan 5 persen lebih rendah dari tarif normal tetap diberikankepada perusahaan-perusahaan masuk bursa yang minimal 40 persen sahamnya dikuasaioleh publik.

Reformasi di bidang pengawasan dan penggalian potensi dilakukan melalui pembangunansuatu metode pengawasan dan penggalian potensi penerimaan pajak yang terstruktur,terukur, sistematis, standar, dan dapat dipertanggungjawabkan. Metode tersebutdikembangkan sejak awal tahun 2007 mencakup kegiatan mapping, profiling, danbenchmarking.

Dalam rangka meningkatkan kepatuhan membayar pajak (tax compliance), Pemerintahmencanangkan program sunset policy pada tahun 2008, dan diperpanjang hingga Februari2009. Program sunset policy ini mengatur tentang penghapusan sanksi administrasiperpajakan berupa bunga yang diatur dalam Pasal 37A Undang-undang Nomor 28 Tahun2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 TentangKetentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Selain bertujuan meningkatkan tax compliance,program ini juga dimaksudkan untuk mengakomodasi hasil kegiatan penggalian potensimelalui kegiatan mapping, profiling, dan benchmarking.

Sementara itu, dalam rangka mengoptimalkan penerimaan negara, Pemerintah telah danakan tetap melanjutkan kegiatan ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan. Sebagaimanatahun-tahun sebelumnya, program ekstensifikasi pada tahun 2010 dilakukan melalui tigapendekatan utama, yaitu: (1) pendekatan berbasis pemberi kerja dan bendahara Pemerintahdengan sasaran karyawan yang meliputi pemegang saham atau pemilik perusahaan,komisaris, direksi, staf, pekerja serta pegawai negeri sipil dan pejabat negara; (2) pendekatanberbasis properti dengan sasaran orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan/ataumemiliki tempat usaha di pusat perdagangan dan/atau pertokoan, dan perumahan; dan(3) pendekatan berbasis profesi dengan sasaran dokter, artis, pengacara, notaris, akuntan,dan profesi lainnya. Sejauh ini kegiatan ekstensifikasi perpajakan dinilai cukup berhasil. Haltersebut ditunjukkan dengan adanya peningkatan jumlah wajib pajak dari 3,5 juta padatahun 2005 menjadi 14,1 juta pada April 2010. Sedangkan program intensifikasi ataupenggalian potensi perpajakan dari wajib pajak yang telah terdaftar dilaksanakan melalui

Page 7: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

III-7Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah Bab III

(1) kegiatan mapping dan benchmarking; (2) pemantapan profil seluruh wajib pajak KPPMadya; (3) pemantapan profil seluruh wajib pajak KPP Large Tax Office (LTO) dan Khusus;(4) pemantapan profil 500 wajib pajak KPP Pratama; (5) pembuatan profil high rise building;(6) pengawasan intensif dari PPh Pasal 25 retailer; dan (7) pengawasan intensif wajib pajakorang pribadi potensial. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan suatu metode penggalianpotensi dan pengawasan penerimaan pajak yang terstruktur, sistematis, terukur, dan salingterkait, yang telah dikembangkan sejak tahun 2007.

Untuk menindaklanjuti program sunset policy, Pemerintah melakukan kegiatan yangmenitikberatkan pada law enforcement dan pembinaan kepada wajib pajak. Kegiatan lawenforcement dilakukan melalui penagihan, pemeriksaan, dan penyidikan. Sedangkankegiatan pembinaan dilakukan dengan membangun komunikasi kepada setiap wajib pajakmelalui pendidikan perpajakan (tax education), menjaga hubungan dengan wajib pajak(maintenance), dan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat.

Di bidang kepabeanan dan cukai, Pemerintah telah dan akan terus melakukan upaya-upayauntuk meningkatkan penerimaan, tanpa mengesampingkan fungsi utama kepabeanan cukaisebagai regulator dalam rangka melancarkan arus barang dari transaksi perdaganganinternasional (trade facilitation) dan melindungi masyarakat dari ekses negatif dari masuknyabarang-barang pembatasan dan larangan serta narkotika (community protection). Dalamhal ini, Pemerintah akan terus melanjutkan program reformasi melalui pembentukan KantorPengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Madya, serta melakukan programintensifikasi melalui peningkatan akurasi penelitian nilai pabean dan klasifikasi, peningkatanefektivitas pemeriksaan fisik barang, dan optimalisasi sarana operasi seperti kapal patroli,mesin sinar X, dan mesin sinar gamma.

Selanjutnya, untuk menjamin penegakan hukum (law enforcement) di bidang kepabeanandan cukai, Pemerintah meningkatkan fungsi pengawasan dan audit. Peningkatanpengawasan dilakukan antara lain dengan (1) mengembangkan manajemen risikokepabeanan dan cukai; (2) membangun sistem dokumentasi pelanggaran kepabeanan dancukai; (3) melaksanakan pemberantasan penggunaan pita cukai palsu; (4) melaksanakanpemberantasan peredaran rokok ilegal; dan (5) melaksanakan pemberantasanpenyalahgunaan fasilitas kepabeanan dan cukai. Sedangkan peningkatan audit dilakukanantara lain melalui (1) pembuatan dokumentasi sistem informasi perencanaan audit;(2) penyusunan database profil dan objek audit; (3) monitoring pelaksanaan audit; serta(4) penyempurnaan aplikasi sistem audit.

Khusus di bidang kepabeanan, langkah-langkah yang telah dilakukan Pemerintah dalamupaya meningkatkan penerimaan antara lain (1) pengembangan otomasi sistem pelayanankepabeanan dan cukai; (2) pemberian fasilitas/kemudahan dalam pelayanan kepabeanan(Pre Entry Classification, Customs Advice, dan Pre-Notification); (3) pemberian fasilitasterhadap industri substitusi impor dan industri orientasi ekspor; (4) pembentukan kantorpelayanan utama dan KPPBC Madya; (5) peningkatan pengawasan terhadap lalu lintasbarang impor dan ekspor; (6) mendukung kerjasama perdagangan internasional, baikbilateral, regional, maupun multilateral; (7) penerapan National Single Windows (NSW)dan portal Indonesia National Single Windows (INSW); (8) peningkatan pelayanankepabeanan melalui jalur mitra utama (MITA) dan jalur prioritas; (9) penegakan hukum dibidang kepabeanan melalui risk management, risk assesment, profiling, dan targeting; dan(10) meningkatkan kepatuhan pengguna jasa kepabeanan dalam memenuhi kewajibannya.

Page 8: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

Bab III

III-8 Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah

Khusus di bidang cukai, sesuai dengan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2007 tentangCukai, penyempurnaan terhadap peraturan-peraturan pelaksanaan maupun sistem prosedurdi bidang cukai dilakukan secara bertahap sehingga dapat memberikan perlindungan ataskesehatan masyarakat dengan tetap mempertimbangkan faktor daya serap tenaga kerja.Upaya yang dilakukan antara lain melalui (1) penyempurnaan ketentuan mengenai perizinandi bidang cukai; (2) penyederhanaan golongan pengusaha dan tarif cukai; (3) peningkatanpelayanan di bidang cukai; (4) peningkatan pengawasan di bidang cukai; (5) peningkatanpemahaman ketentuan di bidang cukai (sosialisasi); (6) penerapan kode etik (reward andpunishment); dan (7) peningkatan security feature pita cukai untuk menghilangkan praktekpemalsuan cukai.

Selanjutnya pada tahun 2010, beberapa upaya yang dilakukan Pemerintah dalam rangkaoptimalisasi penerimaan cukai antara lain (1) peningkatan tarif cukai hasil tembakau berkisarantara 9,6 persen sampai dengan 21,0 persen sesuai dengan jenis hasil tembakau, yaitusigaret kretek mesin (SKM), sigaret kretek tangan (SKT), dan sigaret putih mesin (SPM);(2) perubahan ketentuan mengenai perizinan; (3) penyederhanaan golongan pengusahadan tarif cukai; serta (4) peningkatan tarif cukai minuman mengandung ethil alkohol(MMEA) rata-rata sebesar 228,1 persen untuk MMEA dalam negeri dan 110,5 persen untukMMEA impor. Selain itu, Pemerintah juga melakukan peningkatan pengawasan, antaralain melalui: (1) peningkatan operasi pasar; (2) pemeriksaan lokasi pabrik; (3) peningkatansecurity features pita cukai; dan (4) peningkatan pengawasan peredaran MMEA impor.

3.2.1.1.1 Pajak Dalam Negeri

Dalam periode 2005–2009, penerimaan pajak dalam negeri mengalami pertumbuhan rata-rata 16,0 persen, yaitu dari Rp331,8 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp601,3 triliun padatahun 2009. Pertumbuhan rata-rata tertinggi terjadi pada pos penerimaan PPh nonmigasserta PPN dan PPnBM yang mencapai 17,5 persen. Sementara itu, cukai sebagai penerimaanketiga terbesar setelah PPh serta PPN dan PPnBM mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar14,3 persen. Kontributor utama dalam penerimaan pajak dalam negeri adalah PPh yangmemberikan kontribusi rata-rata 52,4 persen. Sedangkan kontributor terbesar kedua danketiga adalah PPN dan PPnBM serta cukai, yang masing-masing memberikan kontribusirata-rata 32,1 persen dan 9,3 persen. Pertumbuhan dan kontribusi rata-rata dari masing-masing jenis pajak dalam kategori pajak dalam negeri dapat dilihat pada Grafik III.2 danGrafik III.3.

53,245,4

-1,2

37,8

17,6 14,09,5

22,9 18,0 21,528,6

-7,2

13,6 11,6

1,9

17,4

25,6

13,7

87,0

18,3 19,7

75,0

28,835,7

6,9

-6,4

14,710,8

-35,0

6,8

-7,9 -4,3

16,010,7

2,7

(40)

(20)

0

20

40

60

80

PPh Migas

PPh Non Migas

PPN PBB BPHTB Cukai Pajak Lainnya

pe

rse

n (

y-o

-y)

GRAFIK III.2PERTUMBUHAN PENERIMAAN PERPAJAKAN DALAM NEGERI, 2005 – 2009

2005 2006 2007 2008 2009Sumber : Kementerian Keuangan

Page 9: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

III-9Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah Bab III

Dalam APBN-P tahun 2010,penerimaan pajak dalamnegeri ditargetkan mencapaiRp720,8 triliun. Apabiladibandingkan dengan realisasipenerimaan pajak dalamnegeri tahun 2009, targettersebut mengalamipeningkatan sebesar Rp119,5triliun atau 19,9 persen.Peningkatan terjadi padaseluruh pos penerimaandalam negeri, terutama PPNdan PPnBM yang meningkat36,2 persen dan BPHTB yangmeningkat 10,7 persen. Membaiknya kondisi perekonomian baik secara global maupundomestik yang berimbas pada meningkatnya volume perdagangan dunia menjadi faktorutama meningkatnya penerimaan pajak dalam negeri, khususnya penerimaan PPN danPPnBM impor. Selain itu, relatif tingginya ICP yang diperkirakan mencapai USD80 perbarel pada tahun 2010 dibandingkan dengan ICP tahun 2009 yang mencapai USD58,5 perbarel (Desember−November) juga menjadi salah satu pemicu meningkatnya penerimaanpajak migas.

Pajak Penghasilan (PPh)

Pajak penghasilan (PPh) mengalami pertumbuhan rata-rata 16,0 persen dalam periode2005−2009. Dalam periode tersebut, nominal penerimaan PPh meningkat dari Rp175,5triliun menjadi Rp317,6 triliun. Dilihat dari komposisinya, penerimaan PPh migasmemberikan kontribusi rata-rata sebesar 19,7 persen, sedangkan PPh nonmigas 80,3 persen.

Dalam APBN-P tahun 2010, PPh diperkirakan mencapai Rp362,2 triliun, yang terdiri ataspenerimaan PPh migas Rp55,4 triliun (15,3 persen) dan PPh nonmigas Rp306,8 triliun (84,7persen). Bila dibandingkan dengan realisasi tahun sebelumnya yang mencapai Rp317,6 triliun,terjadi peningkatan sebesar Rp44,6 triliun atau 14,0 persen.

Penerimaan PPh migas selama tahun 2005−2009 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar9,2 persen. Dilihat dari komponen pendukungnya, penerimaan PPh minyak bumi tumbuhrata-rata 18,6 persen dan PPh gas bumi tumbuh rata-rata 5,2 persen. Perkembangan realisasipenerimaan PPh migas yang cenderung meningkat tersebut sesuai dengan perkembanganICP yang menunjukkan adanya tren kenaikan, meskipun lifting mengalami fluktuasi.

Dalam APBN-P tahun 2010, realisasi penerimaan PPh migas diperkirakan mencapai Rp55,4triliun, dengan kontribusi dari PPh minyak bumi sebesar Rp22,6 triliun (40,7 persen) danPPh gas bumi Rp32,8 triliun (59,3 persen). Apabila dibandingkan dengan realisasi tahunsebelumnya, terjadi peningkatan sebesar Rp5,3 triliun atau 10,7 persen. Penerimaan PPhmigas tahun 2009−2010 dapat dilihat pada Grafik III.4. Penyebab utama peningkatanpenerimaan PPh migas tersebut adalah lebih tingginya ICP pada tahun 2010 yangdiperkirakan mencapai USD80 per barel dibandingkan dengan ICP pada tahun 2009 yangmencapai USD58,5 per barel (Desember−November), dan lebih tingginya lifting minyak

PPh Migas10,3%

PPh Non-Migas

42,1%PPN

32,1%

PBB4,7%

BPHTB1,0%

Cukai9,3%

Pajak Lainnya0,6%

GRAFIK III.3KONTRIBUSI RATA-RATA PENERIMAAN PAJAK DALAM NEGERI, 2005 – 2009

Sumber : Kementerian Keuangan

Page 10: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

Bab III

III-10 Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah

bumi tahun 2010 yang diperkirakan sebesar 965MBCD dibandingkan dengan lifting pada tahun2009 yang mencapai 944 MBCD. Perkembanganrealisasi PPh migas 2005–2010 dapat dilihat padaTabel III.3.

Dalam periode 2005−2009, realisasi penerimaanPPh nonmigas mengalami pertumbuhan rata-rata 17,5 persen, yaitu dari Rp140,4 triliun padatahun 2005 menjadi Rp267,6 triliun pada tahun2009. Pertumbuhan tersebut terutama didukungdari penerimaan PPh pasal 25/29 badan yangtumbuh rata-rata 23,7 persen dan memberikankontribusi rata-rata 41,0 persen dalam periodetersebut.

Dalam APBN-P tahun 2010, penerimaan PPhnonmigas diperkirakan mencapai Rp306,8 triliun.Hal ini berarti terjadi peningkatan 14,7 persen biladibandingkan dengan realisasi tahunsebelumnya. Penerimaan PPh nonmigas tahun2009−2010 dapat dilihat dalam Grafik III.5.Selain faktor ekonomi, peningkatan penerimaanPPh nonmigas terutama disebabkan oleh upayaperbaikan administrasi perpajakan dandilakukannya extra effort sebagaimana yangtelah dijelaskan sebelumnya. Meskipun tarif PPhpasal 25/29 badan mengalami penurunan dari 28persen pada tahun 2009 menjadi 25 persen padatahun 2010, dan juga pemberian diskon 5 persenbagi perusahaan masuk bursa yang 40 persensahamnya dikuasai publik, PPh pasal 25/29 badanmasih merupakan kontributor utama bagipenerimaan PPh nonmigas dengan kontribusisebesar 41,0 persen. Bila dibandingkan denganrealisasi pada tahun 2009, PPh pasal 25/29 badantahun 2010 meningkat 5,3 persen. Perkembangan penerimaan PPh nonmigas per pasaldalam periode 2005–2010 dapat dilihat padaTabel III.4.

120,3 126,7

52,161,6

33,842,1

61,3

76,5

-30,0

20,0

70,0

120,0

170,0

220,0

270,0

320,0

2009 APBN-P 2010

Lainnya PPh Final dan Fiskal

PPh Pasal 21 PPh Pasal 25/29 Badan

triliun Rp

GRAFIK III.5PENERIMAAN PPh NONMIGAS,

2009 − 2010

Sumber : Kementerian Keuangan

% thd % thd % thd % thd % thd % thd

Total Total Total Total Total Total

PPh Minyak Bumi 9,3 26,4 14,7 34,0 16,3 37,0 29,6 38,5 18,4 36,7 22,6 40,7PPh Gas Bumi 25,8 73,6 28,5 66,0 27,3 62,0 47,4 61,5 31,7 63,3 32,8 59,3PPh Migas Lainnya 0,0 0,0 0,0 0,0 0,4 1,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

35,1 100,0 43,2 100,0 44,0 100,0 77,0 100,0 50,0 100,0 55,4 100,0

Sumber : Kementerian Keuangan

TABEL III.3

APBN-PUraian

Real. Real. Real. Real.

2005 2006 2007 2008 2009

Real.

2010

PERKEMBANGAN PPh MIGAS, 2005 – 2010(triliun rupiah)

Total

18,4 22,5

31,7 32,8

0,0

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

60,0

70,0

2009 APBN-P 2010

PPh Gas Alam PPh Minyak Bumi

triliun Rp

GRAFIK III.4PENERIMAAN PPh MIGAS, 2009 − 2010

Sumber : Kementerian Keuangan

Page 11: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

III-11Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah Bab III

Selama periode 2005–2009, realisasi penerimaan PPh nonmigas didominasi oleh sektorkeuangan, real estate, dan jasa perusahaan, sektor industri pengolahan, serta sektorperdagangan, hotel dan restoran sebagai kontributor utama dengan rata-rata kontribusimasing-masing sebesar 28,9 persen, 25,1 persen dan 9,9 persen. Pertumbuhan rata-ratadalam kurun waktu 2005–2009 untuk sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaanadalah 17,3 persen, untuk sektor industri pengolahan 16,6 persen, dan sektor perdagangan,hotel dan restoran sebesar 25,0 persen. Perkembangan PPh nonmigas sektoral 2005–2010dapat dilihat dalam Tabel III.5.

Tahun 2010 sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan diperkirakan akan mengalamipenurunan sebesar Rp6,0 triliun atau 8,9 persen sehingga mencapai Rp61,6 triliun.Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh turunnya suku bunga Bank Indonesia yangmengakibatkan net interest margin (NIM) bank mengalami penurunan. Rata-rata sukubunga untuk semester I tahun 2010 adalah 6,5 persen, atau menurun jika dibandingkandengan rata-rata suku bunga pada semester I tahun 2009 sebesar 7,75 persen.

Sementara itu, pada tahun 2010, sektor industri pengolahan diperkirakan akan mencapaiRp77,8 triliun, meningkat sebesar Rp17,8 triliun atau 29,7 persen bila dibandingkan dengannilainya pada tahun 2009. Kenaikan ini terutama didukung oleh pertumbuhan sektor industri

% thd % thd % thd % thd % thd % thd

Total Total Total Total Total Total

PPh Pasal 21 9,3 26,4 31,6 19,1 39,4 20,3 51,7 20,7 52,1 19,5 61,6 20,1

PPh Pasal 22 25,8 73,6 4,0 2,4 4,0 2,0 5,0 2,0 4,4 1,6 5,4 1,8

PPh Pasal 22 Impor 13,5 9,3 13,1 7,9 16,6 8,6 25,1 10,0 19,2 7,2 23,9 7,8

PPh Pasal 23 13,0 8,9 15,4 9,3 15,7 8,1 18,1 7,2 16,0 6,0 20,0 6,5

PPh Pasal 25/29 Pribadi 1,6 1,1 1,8 1,1 1,6 0,8 3,6 1,4 3,3 1,3 4,3 1,4

PPh Pasal 25/29 Badan 51,4 35,4 65,1 39,3 80,8 41,6 106,4 42,6 120,3 45,0 126,7 41,3

PPh Pasal 26 8,9 6,1 10,5 6,4 14,6 7,5 14,9 6,0 18,4 6,9 22,9 7,5

PPh Final dan Fiskal 21,9 15,1 24,1 14,6 21,6 11,1 25,2 10,1 33,8 12,6 42,1 13,7

PPh Non Migas Lainnya -0,1 -0,04 0,04 0,02 0,01 0,01 0,02 0,01 0,02 0,0 0,00 0,0

145,3 175,8 165,6 100,0 194,4 100,0 249,8 100,0 267,6 100,0 306,8 100,0

Sumber : Kementerian Keuangan

2007 2008

Total

PERKEMBANGAN PPh NONMIGAS, 2005 – 2010TABEL III.4

(triliun rupiah)

APBN-P

2009

UraianReal. Real. Real. Real. Real.

2005 2006 2010

Real.% thd Total

Real.% thd Total

Real.% thd Total

Real.% thd Total

Real.% thd Total

Perk.Real.

% thd Total

Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 2,5 2,1 2,8 2,0 4,7 2,6 9,9 4,3 10,5 4,3 9,3 3,6Pertambangan Migas 9,9 8,1 12,1 8,3 14,0 7,8 17,9 7,8 8,5 3,5 8,2 3,2Pertambangan Bukan Migas 5,6 4,5 6,2 4,3 10,5 5,8 11,7 5,1 17,8 7,3 14,0 5,4Penggalian 0,1 0,1 0,1 0,1 0,2 0,1 0,5 0,2 0,3 0,1 0,3 0,1Industri Pengolahan 33,9 27,7 34,7 24,0 41,9 23,3 56,6 24,7 62,7 25,7 77,8 30,0Listrik, Gas, dan Air Bersih 3,0 2,4 5,7 3,9 4,7 2,6 5,3 2,3 5,4 2,2 8,3 3,2Konstruksi 2,5 2,0 3,1 2,1 4,8 2,7 5,4 2,3 6,7 2,8 7,7 3,0Perdagangan, Hotel, dan Restoran 11,1 9,1 13,5 9,3 16,9 9,4 24,3 10,6 27,1 11,1 31,5 12,2Pengangkutan dan Komunikasi 11,3 9,3 14,7 10,2 16,3 9,1 20,1 8,8 16,8 6,9 17,4 6,7Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan 35,7 29,2 44,3 30,6 54,8 30,5 60,5 26,4 67,6 27,7 61,6 23,8Jasa Lainnya 6,7 5,5 7,6 5,2 10,7 5,9 12,3 5,4 17,8 7,3 20,3 7,8Kegiatan yang Belum Jelas Batasannya 0,1 0,1 0,1 0,0 0,2 0,1 4,5 2,0 2,4 1,0 2,4 0,9

Total 122,4 100,0 145,0 100,0 179,7 100,0 229,1 100,0 243,6 100,0 258,9 100,0* Belum memperhitungkan penerimaan PPh valas dan BUN, transaksi yang offline , serta restitusi.

TABEL III.5PERKEMBANGAN PPh NONMIGAS SEKTORAL, 2005 − 2010

(triliun rupiah)

Uraian2005 2006 2007 2008 2009 2010

Page 12: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

Bab III

III-12 Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah

pengolahan. Sedangkan sektor perdagangan, hotel dan restoran diperkirakan akan mengalamikenaikan sebesar Rp4,9 triliun atau 18,5 persen dibandingkan tahun 2009 sehingga mencapaiRp31,5 triliun.

PPN dan PPnBM

Penerimaaan PPN dan PPnBM selama periode 2005–2009 mengalami pertumbuhan rata-rata 17,5 persen. Secara komposisi, PPN dan PPnBM dalam negeri tumbuh rata-rata 23,8persen, lebih tinggi bila dibandingkan dengan PPN dan PPnBM impor yang tumbuh rata-rata 8,8 persen dalam periode tersebut. Dari sisi besarnya kontribusi, PPN dan PPnBM dalamnegeri mampu memberikan kontribusi rata-rata sebesar 61,1 persen dari total penerimaanPPN dan PPnBM, sedangkan PPN dan PPnBM impor memberikan kontribusi rata-rata 38,9persen.

Dalam APBN-P tahun 2010, penerimaan PPN dan PPnBM ditargetkan sebesar Rp263,0triliun, yang terdiri dari atas PPN dan PPnBM dalam negeri Rp163,0 triliun (63,1 persen)dan PPN dan PPnBM impor Rp99,7 triliun (37,9 persen). Perkembangan PPN dan PPnBMdalam periode 2005–2010 dapat dilihat dalam Tabel III.6.

Bila dibandingkan dengan realisasi tahun 2009, target pada tahun 2010 tersebut meningkatRp69,9 triliun atau 36,2 persen. Peningkatan terutama terjadi pada PPN dan PPnBM impordengan pertumbuhan 50,4 persen, jauh lebih tinggi dari pertumbuhan tahun sebelumnyayang mengalami pertumbuhan negatif. Secara umum, peningkatan PPN dan PPnBM importersebut sejalan dengan meningkatnya volume perdagangan dunia, yang berimbas padameningkatnya kegiatan ekspor-impor Indonesia.

Di sisi lain, penerimaan PPN dan PPnBM dalam negeri mengalami pertumbuhan sebesar28,8 persen, lebih rendah dari pertumbuhan tahun sebelumnya. Salah satu faktor yangmengakibatkan melemahnya pertumbuhan PPN dan PPnBM dalam negeri ini adalahrendahnya konsumsi Pemerintah yang pada kuartal I 2010 yang mengalami penurunansebesar 8,8 persen (y-o-y). Pada periode yang sama tahun sebelumnya, realisasi konsumsiPemerintah cukup tinggi sebagai akibat dilaksanakannya kegiatan Pemilu. PerkembanganPPN dan PPnBM serta nilai impor dalam periode 2005–2009 dapat dilihat padaGrafik III.6 dan penerimaan PPN dan PPnBM tahun 2010 dapat dilihat padaGrafik III.7.

% thd % thd % thd % thd % thd % thdTotal Total Total Total Total Total

a. PPN 94,0 92,8 118,2 96,1 147,4 95,4 198,2 94,5 184,2 95,4 253,4 96,4

PPN DN 48,8 48,1 74,8 60,8 93,3 60,3 116,7 55,7 120,4 62,4 156,4 59,5

PPN Impor 44,9 44,3 43,1 35,0 53,9 34,9 81,1 38,7 63,4 32,9 96,7 36,8

PPN Lainnya 0,3 0,3 0,3 0,2 0,3 0,2 0,3 0,1 0,3 0,1 0,3 0,1

b. PPnBM 7,3 7,2 4,8 3,9 7,1 4,6 11,5 5,5 8,9 4,6 9,5 3,6

PPnBM DN 4,9 4,8 3,1 2,5 4,7 3,0 7,5 3,6 6,1 3,2 6,6 2,5

PPnBM Impor 2,4 2,4 1,7 1,4 2,4 1,6 4,0 1,9 2,8 1,5 3,0 1,1

PPnBM Lainnya 0,0 0,0 0,002 0,002 0,021 0,01 0,012 0,01 0,015 0,01 0,01 0,004

Total (a+b) 101,3 100,0 123,0 100,0 154,5 100,0 209,6 100,0 193,1 100,0 263,0 100,0

Sumber : Kementerian Keuangan

TABEL III.6

(triliun rupiah)

APBN-PUraian

Real. Real. Real. Real.

20092005 2006 2007 2008 2010

Real.

PERKEMBANGAN PPN DAN PPnBM, 2005 − 2010

Page 13: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

III-13Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah Bab III

Secara umum, realisasi PPN secara sektoral dapat digolongkan ke dalam 12 sektor. Dalamperiode 2005–2009, sektor industri pengolahan mampu memberikan kontribusi terbesar,dengan rata-rata 38,8 persen. Dua kontributor utama lainnya adalah sektor perdagangan,hotel dan restoran, serta sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan yang masing-masing memberikan kontribusi rata-rata 19,8 persen dan 6,6 persen. Dalam tahun 2010,diperkirakan sektor industri pengolahan menjadi kontributor utama dengan kontribusisebesar 51,1 persen, disusul kemudian oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran dengankontribusi sebesar 22,7 persen, dan sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan dengankontribusi sebesar 5,8 persen.

Sebagian besar dari realisasi PPN merupakan PPN DN. Dalam periode 2005–2009, PPNDN mampu memberikan kontribusi rata-rata sebesar 62,4 persen. Tiga sektor utama yangmemberikan kontribusi terbesar terhadap penerimaan PPN DN adalah sektor industripengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor pertambangan migas.Kontribusi rata-rata dari ketiga sektor tersebut masing-masing sebesar 31,6 persen, 17,9persen, dan 11,8 persen dengan pertumbuhan rata-rata masing-masing 28,3 persen, 22,0persen dan 7,5 persen.

Dalam tahun 2010, sebagian besar penerimaan PPN DN diperkirakan masih berasal darisektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor pengangkutandan komunikasi, dengan kontribusi masing-masing mencapai 44,2 persen, 18,4 persen dan8,2 persen. Bila dibandingkan dengan realisasi tahun 2009, tiga sektor tersebut diperkirakanakan mengalami kenaikan. Sektor industri pengolahan naik Rp17,1 triliun atau 34,1 persen,sektor perdagangan, hotel dan restoran naik Rp4,5 triliun atau 19,1 persen, dan sektorpengangkutan dan komunikasi naik Rp2,7 triliun atau 27,8 persen. Kenaikan ini sejalandengan membaiknya kondisi perekonomian dalam negeri. Perkembangan penerimaan PPNDN secara sektoral dapat dilihat secara rinci pada Tabel III.7.

Dalam periode 2005–2009, penerimaan PPN impor didukung oleh tiga sektor utama yaitusektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta sektorpertambangan migas yang masing-masing memberikan kontribusi rata-rata sebesar 50,7persen, 23,1 persen, dan 19,1 persen. Pertumbuhan rata-rata dari ketiga sektor tersebut adalahsebesar 16,0 persen, 22,6 persen, dan negatif 48,8 persen.

40000

60000

80000

100000

120000

140000

160000

0

20

40

60

80

100

120

140

160

2005 2006 2007 2008 2009

Sumber: Kementerian Keuangan

GRAFIK III.6PERKEMBANGAN PPN DAN PPnBM, 2005 – 2009

PPN & PPnBM DN

PPN & PPnBM Impor

Nilai Impor

tril

iun

Rp ju

ta U

S$

184,2

253,4

9,5

9,5

150

170

190

210

230

250

270

2009 APBN-P2010

Sumber: Kementerian Keuangan

GRAFIK III.7PENERIMAAN PPN DAN PPnBM,

2009 − 2010

PPN PPnBM

triliun Rp

Page 14: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

Bab III

III-14 Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah

Pada tahun 2010, PPN impor diperkirakan akan tetap didukung oleh sektor industripengolahan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta sektor pertambangan migas.Sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran tersebut diperkirakanakan mengalami kenaikan masing-masing 47,3 persen dan 54,1 persen. Dengan demikian,sektor industri pengolahan diperkirakan akan mencapai Rp59,2 triliun dan sektorperdagangan, hotel, dan restoran diperkirakan mencapai Rp28,2 triliun. Secara umum,peningkatan penerimaan di kedua sektor tersebut didukung oleh meningkatnya kinerjaimpor. Di sisi lain, sektor pertambangan migas diperkirakan akan mengalami penurunansehingga mencapai Rp0,6 triliun pada akhir tahun 2010. Pertumbuhan negatif penerimaansektor pertambangan migas menurut data modul penerimaan negara (MPN) disebabkankarena penerimaan tercatat hanya dalam bentuk rupiah, penerimaan ini belum termasukpenerimaan dalam bentuk mata uang asing. Apabila digabungkan dengan penerimaan matauang asing terdapat pertumbuhan positif sebesar 69,1 persen. Perkembangan penerimaanPPN impor secara sektoral tahun 2005–2010 dapat dilihat secara rinci pada Tabel III.8.

PBB dan BPHTB

Realisasi PBB dan BPHTB masing-masing mengalami pertumbuhan rata-rata 10,6 persendan 17,2 persen dalam periode 2005–2009. Rata-rata kontribusi PBB terhadap penerimaanpajak dalam negeri adalah sebesar 4,7 persen, sedangkan BPHTB sebesar 1,0 persen.

Real.% thd Total

Real.% thd Total

Real.% thd Total

Real.% thd Total

Real.% thd Total

Perk.Real.

% thd Total

Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 1,6 2,8 1,8 2,2 2,0 2,0 3,1 2,7 3,5 2,8 3,3 2,2

Pertambangan Migas 2,9 5,2 16,8 21,0 14,6 14,5 17,0 15,1 3,9 3,1 2,8 1,9

Pertambangan Bukan Migas 0,8 1,4 1,3 1,6 1,8 1,8 1,4 1,2 1,9 1,5 2,1 1,4

Penggalian 0,0 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,2 0,1

Industri Pengolahan 18,5 33,2 22,3 27,9 28,6 28,4 32,2 28,6 50,2 39,9 67,3 44,2

Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,4 0,8 0,6 0,7 0,5 0,5 0,6 0,6 0,7 0,6 0,9 0,6

Konstruksi 4,3 7,7 6,2 7,8 12,0 11,9 11,3 10,1 12,4 9,8 12,1 7,9

Perdagangan, Hotel, dan Restoran 10,6 19,0 12,8 16,0 17,9 17,8 20,3 18,0 23,5 18,7 28,0 18,4

Pengangkutan dan Komunikasi 6,1 10,9 6,6 8,2 8,1 8,1 8,8 7,8 9,7 7,7 12,4 8,2

Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan 7,7 13,7 8,4 10,6 10,8 10,8 9,4 8,3 10,4 8,2 12,1 7,9

Jasa Lainnya 1,3 2,4 1,6 2,0 2,3 2,2 2,6 2,3 3,0 2,4 3,8 2,5

Kegiatan yang Belum Jelas Batasannya 1,5 2,7 1,5 1,9 1,9 1,9 5,9 5,3 6,5 5,2 7,3 4,8

Total 55,8 100,0 79,9 100,0 100,6 100,0 112,8 100,0 125,7 100,0 152,3 100,0

Sumber : Kementerian Keuangan

* Belum memperhitungkan PPN dari transaksi pembelian yang dilakukan K/L, transaksi yang offline, dan restitusi.

TABEL III.7PERKEMBANGAN PPN DALAM NEGERI SEKTORAL, 2005 − 2010

(triliun rupiah)

Uraian

2005 2006 2007 2008 2009 2010

Real.% thd Total

Real.% thd Total

Real.% thd Total

Real% thd Total

Real.% thd Total

Perk.Real.

% thd Total

Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 0,1 0,1 0,1 0,3 0,1 0,2 0,1 0,1 0,1 0,1 0,4 0,5

Pertambangan Migas 11,4 25,3 9,9 23,4 11,9 22,0 19,3 23,5 0,8 1,2 0,6 0,6Pertambangan Bukan Migas 0,2 0,5 0,1 0,2 0,2 0,3 0,5 0,7 0,5 0,7 1,9 2,0Penggalian 0,1 0,3 0,1 0,1 0,0 0,1 0,1 0,1 0,0 0,1 0,0 0,0Industri Pengolahan 22,2 49,1 20,0 47,3 26,4 48,8 37,0 45,2 40,2 63,1 59,2 62,3Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,2 0,3 0,2 0,5 0,1 0,2 0,2 0,2 0,2 0,4 0,2 0,3

Konstruksi 0,5 1,2 0,4 0,9 0,5 0,9 1,3 1,6 1,0 1,5 0,9 1,0Perdagangan, Hotel, dan Restoran 8,1 17,9 9,0 21,4 12,4 23,0 20,1 24,5 18,3 28,7 28,2 29,7Pengangkutan dan Komunikasi 1,9 4,1 2,0 4,7 1,8 3,3 2,4 3,0 1,5 2,3 1,2 1,3Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan 0,4 1,0 0,4 0,9 0,4 0,8 0,7 0,9 1,0 1,6 2,2 2,3Jasa Lainnya 0,1 0,2 0,1 0,2 0,2 0,3 0,2 0,3 0,1 0,1 0,1 0,1Kegiatan yang Belum Jelas Batasannya 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

Total 45,2 100,0 42,3 100,0 54,0 100,0 82,0 100,0 63,6 100,0 95,0 100,0

Sumber : Kementerian Keuangan* Belum memperhitungkan PPN dari transaksi pembelian yang dilakukan K/L, transaksi yang offline , dan restitusi.

TABEL III.8PERKEMBANGAN PPN IMPOR SEKTORAL, 2005 – 2010

(triliun rupiah)

Uraian

2005 2006 2007 2008 2009 2010

Page 15: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

III-15Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah Bab III

BOKS III.1

AMENDEMEN UNDANG-UNDANG PPN DAN PPnBM

NOMOR 42 TAHUN 2009

LATAR BELAKANG1 . Perkembangan ekonomi yang sangat dinamis.2. Perkembangan transaksi bisnis yang mengikuti kemajuan teknologi serta perubahan pola

konsumsi masyarakat terhadap barang dan jasa, memerlukan penyerderhanaan sistemPPN.

DASAR HUKUM1 . Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 23A Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.2. Undang-undang Nomor 62 Tahun 2009 tentang KUP.3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN dan PPnBM jo. UU Nomor 18 Tahun

2000.

KEBIJAKANPemerintah melakukan amendemen atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPNdan PPnBM jo. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, sebagai bentuk penyederhanaansistem perpajakan dan kepastian hukum.

TUJUAN1 . Dalam rangka lebih meningkatkan kepastian hukum dan keadilan,2. Menciptakan sistem perpajakan yang lebih sederhana.

POKOK-POKOK PERUBAHAN UU PPN DAN PPnBM

Uraian UU No 12 Tahun 2000 UU No 42 Tahun 2009

1. Istilah baru dalam objek pajak Tidak diatur.Ekspor BKP Tidak Berwujud dan Ekspor JKP dikenakan PPN dengan tarif 0%.

2. Penyerahan aktiva yang tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan

Dikenakan PPN terbatas pada penyerahan aktiva yang PPN terutang pada saat perolehannya telah dibayar dan dapat dikreditkan.

PPN dikenakan atas penyerahan seluruh aktiva, kecuali aktiva yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha.

3. Penyerahan dan bukan penyerahan BKP

a. Pembiayaan syariah Dikenakan PPN pada setiap transaksi penyerahan. Dikenakan PPN, penyerahannya dianggap langsung.

c. Persediaan yang tersisa pada saat pembubaran perusahaan

Terbatas pada aktiva yang PPN pada saat perolehannya telah dibayar dan dapat dikreditkan.

Seluruh aktiva, kecuali aktiva yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha.

b. Dalam rangka restrukturisasi Dikenakan PPN.Tidak dikenakan PPN, syarat semua perusahaan terdaftar sebagai PKP.

Page 16: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

Bab III

III-16 Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah

Uraian UU No 12 Tahun 2000 UU No 42 Tahun 2009

4. NonBKP dan nonJKP (pasal 4a)

a. Daging, telur, susu, sayur- sayuran, dan buah-buahan

Dibebaskan dari pengenaan PPN, melalui Peraturan Pemerintah tentang BKP Strategis.

Dibebaskan dari pengenaan PPN.

b. Barang hasil pertambangan Dikenakan PPN, kecuali pasir dan kerikil (Psl 4A (2) huruf a).

Tidak dikenakan PPN .

5. Barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN

Sebelumnya ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Ditetapkan langsung di dalam penjelasan Undang-Undang (Pasal 4A).

PKP bertambah:

1. Eksportir JKP,

2. Eksportir BKP tidak berwujud.

7. Retur atas penyerahan JKP Tidak diatur.PPN atas penyerahan JKP yang dibatalkan dapat dikurangkan.

8. a. Kriteria BKP mewah

(1) Bukan kebutuhan pokok; (2) Dikonsumsi masyarakat tertentu; (3) Dikonsumsi masyarakat berpenghasilan tinggi; (4) Menunjukkan status; (5) Merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban.

Kriteria nomor 5 dihapus.

b. Tarif PPnBM Tarif paling rendah 10% dan Paling Tinggi 75%. Tarif paling rendah 10% dan Paling Tinggi 200%.

9. Restitusi

Hanya PKP tertentu, yaitu PKP: (1) Eksportir; (2) Dengan penyerahan kepada Pemungut PPN; (3) Mendapat fasilitas tidak dipungut PPN; (4) Belum berproduksi.

Restitusi PKP lain pada akhir tahun buku. (Psl 9 (4a))

1. Mengatur pengembalian pendahuluan bagi PKP Eksportir, PKP dengan penyerahan kepada Pemungut PPN, dan PKP yang mendapat fasilitas tidak dipungut PPN, yang berisiko rendah.

2. Sanksi bunga 2% per bulan paling lama 24 bulan, bila terbit SKPKB.

c. Restitusi untuk Turis Asing Tidak diatur. PPN atas barang bawaan dapat direstitusi melalui bandara tertentu, dengan syarat tertentu.

1. Hanya mengatur untuk PKP yang menggunakan norma PPh.

Berlaku bagi PKP baik orang pribadi maupun badan yang:

2. Deemed PM bagi PKP kegiatan tertentu belum diatur.

1. Memiliki omzet tertentu; dan

2. Melakukan kegiatan tertentu.

11. Pengkreditan Pajak Masukan (PM)

b. Pengkreditan PM atas BKP yang dialihkan dalam rangka restrukturisasi

Tidak diatur (pada perubahan kedua UU PPN, ketentuan ini dihapus).

Menghidupkan kembali rumusan Pasal 9 ayat (14) yaitu dalam hal restrukturisasi, maka PM atas BKP yang dialihkan yang belum dikreditkan dapat dikreditkan oleh PKP.

Terbatas PM yang berasal dari perolehan dan/atau impor barang modal. Dalam hal PKP gagal berproduksi, maka PM yang telah dikreditkan dan telah direstitusi harus dibayar kembali.

d. Jasa tertentuPPN dikenakan atas jasa: penyediaan parkir; telepon umum (koin); pengiriman uang dengan wesel pos; serta jasa boga/catering .

Menjadi tidak dikenakan PPN.

6. Pengusaha Kena Pajak (PKP)

a. Saat Pengajuan Restitusi (Pasal 9 (4a), (4b))

Seluruh PKP dapat melakukan restitusi pada setiap masa pajak (Psl 9 (4)).

b. Pengembalian PendahuluanHanya diberikan kepada WP Patuh dan WP dengan Persyaratan Tertentu.

10. Deemed Pajak Masukan

a. PM yang boleh dikreditkan oleh PKP yang belum berproduksi

Seluruh PM (Pasal 9 (2a)).

c. Jasa keuanganPPN tidak dikenakan atas jasa perbankan. (Psl 4A (3) huruf d).

PPN tidak dikenakan atas jasa keuangan (menghimpun, menempatkan, dan meminjam dana; pembiayaan; penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai; penjaminan).

Page 17: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

III-17Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah Bab III

Faktor utama yang mendorong terjadinya peningkatan penerimaan PBB adalah naiknyanilai jual objek pajak (NJOP) dari tahun ke tahun dan perluasan objek PBB. Faktor yangmempengaruhi NJOP adalah harga pasar properti baik tanah maupun bangunan. Khususuntuk PBB sektor perkebunan, kehutanan, dan pertambangan, kenaikan NJOP jugadipengaruhi oleh nilai produksinya. Meningkatnya penerimaan PBB terutama didukungoleh PBB pertambangan yang dalam periode 2005–2009 mengalami peningkatan rata-rata sebesar 22,3 persen. Faktor-faktor yang mempengaruhi meningkatnya penerimaanPBB pertambangan antara lain ICP yang cenderung naik dan jumlah areal pertambanganyang terus bertambah.

Sementara itu, peningkatan penerimaan BPHTB terutama disebabkan oleh meningkatnyajumlah transaksi jual beli tanah dan bangunan. Sebagaimana diketahui, kegiatan usaha dibidang properti sempat mengalami booming pada periode 2005–2007, meskipun agakmelemah pada tahun 2008 dan 2009.

Uraian UU No 12 Tahun 2000 UU No 42 Tahun 2009

12. Pemusatan tempat PPN WP mengajukan permohonan, pemberian ijin berdasarkan pemeriksaan.

Cukup dengan pemberitahuan oleh WP, pemeriksaan dilakukan kemudian dalam hal diperlukan.

13. Faktur Pajak (FP)

a. Saat Pembuatan FPPaling lama akhir bulan berikutnya atau pada saat pembayaran (Peraturan Dirjen Pajak).

Diatur dalam Undang-Undang (Psl 13 (1a)) yaitu saat penyerahan atau pada saat pembayaran.

d. Syarat formal & material Diatur dalam penjelasan Pasal 13 ayat (5)). Diatur dalam batang tubuh yaitu Pasal 13 ayat (9).

14. a. Saat penyetoran PPN• Paling lama pada tanggal 15 setelah berakhirnya Masa Pajak.

• Paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan.

b. Saat pelaporan PPN • Paling lama pada tanggal 20 setelah berakhirnya Masa Pajak.

• Paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa.

Memberikan dasar hukum atas pemberian fasilitas sebagai berikut:

1. Perwakilan negara asing dibebaskan PPN dan PPnBM;

2. Proyek Pemerintah yang dibiayai hibah LN tidak dipungut PPN dan PPnBM;

3. Impor barang yang Bea Masuknya dibebaskan tidak dipungut PPN dan PPn BM;

4. Fasilitas PPN bagi kegiatan penanggulangan bencana alam nasional;

5. Pembebasan PPN bagi listrik & air;

6. Menjamin tersedianya angkutan umum di udara;

7. Bebas PPN bagi penyerahan perak sebagai bahan baku kerajinan.

16. Tanggung renteng Tidak lagi diatur dalam UU KUP dan UU PPN. Diatur kembali dalam UU PPN.

b. Jenis FP Jenis FP yaitu Standar dan Sederhana. Hanya ada istilah “Faktur Pajak”.

c. Sanksi atas pelanggaran syarat formal FP

PKP akan dikenai sanksi apabila menerbitkan FP yang tidak memenuhi syarat formal FP, antara lain: (1) Identitas pembeli; atau (2) Identitas pembeli, serta nama dan tanda tangan (Pasal 13 ayat (5)).

PKP tidak dikenai sanksi apabila menerbitkan FP yang tidak memuat: (1) Identitas pembeli; atau (2) Identitas pembeli, serta nama dan tanda tangan untuk FP yang diterbitkan oleh pedagang eceran. FP tersebut tidak dikategorikan sebagai FP cacat, namun FP tidak dapat dikreditkan oleh pembelinya.

15. Fasilitas perpajakan (pasal 16b)Belum ada dasar hukum untuk pemberian fasilitas kegiatan-kegiatan tertentu.

Page 18: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

Bab III

III-18 Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah

Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi, penerimaan PBB dan BPHTBditargetkan sebesar Rp25,3 triliun dan Rp7,2 triliun pada APBN-P tahun 2010.Perkembangan penerimaan PBB dan BPHTB dalam periode 2005–2010 ditunjukkan dalamTabel III.9.

Apabila dibandingkan dengan realisasi 2009, PBB dalam APBN-P tahun 2010 mengalamipeningkatan 4,3 persen, sedangkan BPHTB meningkat sebesar 10,7 persen. Peningkatanpenerimaan PBB tersebut terutama disebabkan oleh tingginya realisasi PBB pertambangan,khususnya pertambangan migas. Dalam tahun 2010, PBB pertambangan ditargetkan sebesarRp17,1 triliun. Sementara itu, kenaikan penerimaan BPHTB pada tahun 2010 lebih banyakdipengaruhi oleh meningkatnya transaksi di sektor properti. Hal ini sejalan dengan trenpenurunan tingkat suku bunga Bank Indonesia yang berpengaruh terhadap turunnya bungakredit kepemilikan apartemen (KPA) dan kredit kepemilikan rumah (KPR). Selain itu,meningkatnya transaksi properti juga dipengaruhi oleh semakin mudahnya persyaratanpemberian kredit.

Cukai

Penerimaan cukai bersumber dari cukai hasil tembakau, cukai ethil alkohol (EA), cukaiMMEA, denda administrasi cukai, dan cukai lainnya. Penerimaan cukai mengalamipeningkatan secara signifikan dalam periode 2005–2009, tumbuh rata-rata sebesar 14,3persen, yaitu dari Rp33,3 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp56,7 triliun pada tahun 2009.Secara lebih rinci, penerimaan cukai didominasi oleh penerimaan cukai hasil tembakauyang memberikan kontribusi rata-rata sebesar 97,8 persen dengan rata-rata pertumbuhan14,1 persen. Sementara itu, kontribusi cukai EA mencapai 0,6 persen dengan rata-ratapertumbuhan mencapai 40,6 persen, dan cukai MMEA memberikan kontribusi sebesar 1,6persen dengan rata-rata pertumbuhan 16,7 persen.

Perkembangan penerimaan cukai hasil tembakau periode 2005–2009 menunjukkankecenderungan meningkat yang terutama dipengaruhi oleh: (1) kebijakan di bidang tarifcukai dan harga dasar barang kena cukai; (2) kebijakan lainnya di bidang cukai, contohnyakebijakan yang terkait dengan penundaan pembayaran cukai; (3) intensitas penindakan dibidang cukai; (4) peningkatan pengawasan administrasi pembukuan di bidang cukai olehKPPBC; (5) peningkatan pengawasan pengguna fasilitas cukai; (6) optimalisasi pelayanancukai dengan memanfaatkan teknologi informasi (sistem aplikasi cukai sentralisasi) dalamkegiatan pelayanan perizinan nomor pokok pengusaha barang kena cukai (NPPBKC),

% thd % thd % thd % thd % thd % thd

Total Total Total Total Total Total

PBB Pedesaan 4,5 27,8 5,8 27,7 1,7 7,3 1,4 5,6 1,4 5,9 0,9 3,4

PBB Perkotaan 3,6 21,9 3,8 18,2 4,9 20,5 5,0 19,6 5,5 22,7 6,3 24,7

PBB Perkebunan 0,1 0,9 0,2 0,7 0,4 1,7 0,6 2,4 0,7 2,9 0,8 3,1

PBB Kehutanan 0,1 0,6 0,1 0,4 0,1 0,5 0,2 0,6 0,2 0,7 0,3 1,2

PBB Pertambangan 7,4 45,7 10,5 50,4 16,6 69,9 18,2 71,6 16,5 67,8 17,1 67,5

PBB Lainnya 0,5 3,1 0,5 2,5 0,03 0,1 0,02 0,1 0,00 0,0 0,00 0,0

16,2 100,0 20,9 100,0 23,7 100,0 25,4 100,0 24,3 100,0 25,3 100,0

Sumber : Kementerian Keuangan

Real. Real.

Total

PERKEMBANGAN PBB, 2005 – 2010(triliun rupiah)

Real. APBN-PUraian

Real. Real.

TABEL III.9

20082005 2006 2007 2009 2010

Page 19: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

III-19Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah Bab III

penetapan tarif cukai hasil tembakau, penundaan pembayaran cukai, dan proses penyediaansampai dengan pemesanan pita cukai; dan (7) peningkatan pelaksanaan sosialisasi ketentuandi bidang cukai dengan tujuan agar para stakeholder dapat lebih memahami ketentuanyang berlaku di bidang cukai. Perkembangan realisasi cukai tahun 2005–2010 dapat dilihatpada Tabel III.10.

Berdasarkan pengklasifikasian jenis produksi hasil tembakau pada periode 2005–2009,penerimaan cukai hasil tembakau didominasi oleh SKM yang memberikan kontribusi rata-rata sebesar 57,7 persen dengan rata-rata pertumbuhan 2,8 persen. Sementara itu, kontribusiSKT mencapai 35,6 persen dengan rata-rata pertumbuhan mencapai 2,0 persen, dan SPMmemberikan kontribusi sebesar 6,7 persen dengan rata-rata pertumbuhan 1,9 persen.Perkembangan produksi jenis rokok 2005–2010 dapat dilihat pada Tabel III.11.

Dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi, total produksi hasil tembakau pada tahun2010 diperkirakan mengalami peningkatan hingga mencapai 6 miliar batang biladibandingkan dengan realisasinya pada tahun 2009. Kenaikan produksi jenis rokok tersebutterutama didorong oleh peningkatan produksi jenis SKM.

Selanjutnya, perkembangan produksi MMEA periode 2005–2009, mengalami pertumbuhanrata-rata sebesar 3,5 persen. Penerimaan cukai MMEA didominasi dari penerimaan MMEAdalam negeri dengan rata-rata sebesar 98,3 persen dan selebihnya sebesar 1,7 persendisumbangkan oleh MMEA impor. Perkembangan penerimaan cukai MMEA dan produksiMMEA dalam negeri 2005–2009 dapat dilihat pada Grafik III.8.

Dalam APBN-P tahun 2010, penerimaan cukai diperkirakan mencapai Rp59,3 triliun. Biladibandingkan dengan realisasi tahun 2009, target penerimaan cukai dalam APBN-P tahun2010 tersebut mengalami peningkatan sebesar Rp2,5 triliun (4,5 persen). Penerimaan cukaitahun 2009–2010 dapat dilihat pada Grafik III.9.

2005 2006 2007 2008 2009 2010

Real. Real. Real. Real. Real. APBN-P

a. Sigaret Kretek Mesin (SKM) 126,6 125,4 131,7 144,5 141,2 144,2

b. Sigaret Kretek Tangan (SKT) 78,2 77,9 84,3 88,2 84,7 87,2

c. Sigaret Putih Mesin (SPM) 15,3 13,5 16,0 17,0 16,5 17,0

Total (a+b+c) 220,1 216,8 231,9 249,7 242,4 248,4

Sumber : Kementerian Keuangan

Jenis Rokok

TABEL III.11PERKEMBANGAN PRODUKSI JENIS ROKOK, 2005 – 2010

(miliar batang)

% thd % thd % thd % thd % thd % thd

Total Total Total Total Total Total

Cukai Hasil Tembakau 32,6 98,2 37,1 98,1 43,5 97,4 49,9 97,4 55,4 97,6 55,9 94,3

Cukai Ethil Alkohol (EA) 0,10 0,3 0,1 0,4 0,4 1,0 0,4 0,8 0,4 0,7 0,4 0,7

Cukai MMEA 0,50 1,5 0,6 1,5 0,7 1,5 0,9 1,7 0,9 1,6 3,0 5,0

Denda Administrasi Cukai 0,004 0,01 0,002 0,01 0,005 0,01 0,012 0,02 0,016 0,03 0,000 0,00

Cukai Lainnya 0,003 0,01 0,007 0,02 0,028 0,1 0,015 0,0 0,010 0,0 0,000 0,0

33,3 100,0 37,8 100,0 44,7 100,0 51,3 100,0 56,7 100,0 59,3 100,0

Sumber : Kementerian Keuangan

Total

PERKEMBANGAN REALISASI CUKAI, 2005 – 2010TABEL III.10

(triliun rupiah)

UraianReal. Real.

2006 20072005

Real. APBN-P

2008

Real

2009 2010

Real.

Page 20: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

Bab III

III-20 Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah

Secara lebih rinci, penerimaan cukai hasiltembakau dalam APBN-P tahun 2010diperkirakan mencapai Rp55,9 triliun ataumengalami peningkatan sebesar Rp0,5 triliun(0,9 persen) bila dibandingkan dengan realisasitahun 2009. Faktor utama yang menyebabkankenaikan penerimaan cukai hasil tembakauadalah diterapkannya kebijakan kenaikan tarifcukai yang diberlakukan mulai 1 Januari 2010berkisar antara 9,6 persen sampai dengan 21,0persen tergantung pada jenis hasiltembakaunya (SKM, SKT, dan SPM). Selaindipicu oleh kenaikan tarif tersebut, peningkatanpenerimaaan cukai hasil tembakau juga didukung oleh upaya pemberantasan rokok ilegalyang dilakukan melalui peningkatan pengawasan peredaran barang kena cukai.

Sementara itu, penerimaan cukai MMEA dalam APBN-P tahun 2010 diperkirakan mencapaiRp3,0 triliun atau mengalami kenaikan sebesar Rp2,1 triliun (221,5 persen) bila dibandingkandengan realisasi tahun 2009. Faktor utama yang mempengaruhi penerimaan cukai MMEAadalah diterapkannya kebijakan penyesuaian tarif cukai MMEA dengan kenaikan tarif rata-rata sebesar 228,1 persen untuk MMEA dalam negeri dan 110,5 persen untuk MMEA impor.Selain itu, pencapaian tersebut juga didukung oleh upaya pemberantasan MMEA ilegal yangdilakukan melalui peningkatan pengawasan peredaran MMEA impor. Penyesuaian tarifcukai MMEA dan EA dapat dilihat pada Boks III.2.

Selanjutnya, penerimaan cukai EA dalam APBN-P tahun 2010 ditargetkan sebesar Rp0,4triliun atau mengalami peningkatan sebesar Rp0,03 triliun (8,9 persen) bila dibandingkandengan realisasi tahun 2009. Peningkatan tersebut terjadi karena kebijakan penyesuaiantarif cukai untuk konsentrat yang mengandung EA sebesar 100 persen dan penetapan tarifcukai spesifik EA sebesar Rp20.000.

500,4568,1

687,9

878,5 927,2

202 203

184

228 232

-

50

100

150

200

250

-

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1.000

2005 2006 2007 2008 2009

Juta

Lt

mil

iar R

p

Penerimaan Cukai Produksi

GRAFIK III.8PERKEMBANGAN PENERIMAAN CUKAI MMEA DAN PRODUKSI MMEA DALAM NEGERI,

2005 – 2009

Sumber: Kementerian Keuangan

56,7

59,3

50

52

54

56

58

60

62

2009 APBN-P2010

GRAFIK III.9PENERIMAAN CUKAI,

2009 − 2010triliun Rp

Sumber : Kementerian Keuangan

Page 21: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

III-21Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah Bab III

BOKS III.2

PENYESUAIAN TARIF CUKAI MMEA DAN EA

Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undangNomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak PenjualanAtas Barang Mewah, Penjelasan Pasal 5 ayat 1 angka 5 Undang-undang Nomor 18 Tahun2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 mengatur bahwaminuman beralkohol tidak lagi termasuk dalam kategori Barang Kena Pajak (BKP) yangtergolong mewah. Oleh karena itu, perlu dilakukan perubahan kebijakan di bidang perpajakandan cukai dengan melakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai penetapan tarif cukaiatas EA, MMEA, dan konsentrat yang mengandung ethil alkohol.

Dalam rangka penyesuaian ketentuan tarif cukai atas MMEA dan EA, Pemerintahmemberlakukan kebijakan penetapan tarif cukai atas EA, MMEA, dan konsentrat yangmengandung EA yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.011/2010 tentang Penetapan Tarif Cukai Ethil Alkohol, Minuman yang Mengandung Ethil Alkohol,dan Konsentrat yang Mengandung Ethil Alkohol yang berlaku efektif sejak tanggal 1 April2010.

Tujuan dari kebijakan Pemerintah dalam melakukan penyesuaian tarif cukai spesifik atasMMEA dan EA yaitu: (1) untuk pengendalian pola konsumsi atas Barang Kena Cukai (BKC);(2) menyesuaikan beban perpajakan MMEA Indonesia dengan negara-negara yangberkarakteristik mirip yakni tujuan pariwisata dan negara yang membatasi peredaran MMEA;(3) memudahkan administrasi pemungutan dan kepastian pendapatan negara;(4) penyederhanaan penggolongan tarif cukai ke dalam satu golongan; dan (5) menyamakantarif cukai MMEA Dalam Negeri (DN) dengan MMEA impor secara bertahap.

Dasar penetapan tarif cukai atas MMEA dan EA diatur dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-undangNomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995tentang Cukai yang mengatur bahwa Barang Kena Cukai (BKC) dikenai cukai dengan tarifpaling tinggi untuk produk DN sebesar 1.150 persen x harga jual pabrik atau 80 persen x HJE,dan untuk impor sebesar 1.150 persen x (nilai pabean + BM) atau 80 persen x HJE. Tarif cukaidapat diubah dari persentase harga dasar (advalorem) menjadi jumlah dalam rupiah untuksetiap satuan BKC (spesifik), atau sebaliknya atau gabungan keduanya. Pokok-pokokperubahan kebijakan penyesuaian tarif cukai yaitu:

1 . Penggabungan MMEA produksi dalam negeri golongan A1 dan A2 menjadi golongan Adengan penyesuaian kenaikan tarif masing-masing sebesar 340,0 persen dan sebesar214,3 persen. Sedangkan untuk MMEA impor, penyesuaian kenaikan tarif masing-masingsebesar 340,0 persen dan sebesar 120,0 persen.

2 . Penggabungan MMEA produksi dalam negeri golongan B1 dan B2 menjadi golongan B denganpenyesuaian kenaikan tarif masing-masing sebesar 500,0 persen dan sebesar 200,0 persen.Sedangkan untuk MMEA impor, penyesuaian kenaikan tarif masing-masing sebesar 100,0persen dan sebesar 33,3 persen.

3 . Penyesuaian kenaikan tarif MMEA untuk golongan C sebesar 188,5 persen untuk produksi DNdan sebesar 160,0 persen untuk impor.

Page 22: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

Bab III

III-22 Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah

*PMK No. 90/PMK.04/2006**PMK No.62/PMK.011/2010

Tarif Lama* Tarif Baru** Tarif Lama* Tarif Baru**

(per liter) (per liter) (per liter) (per liter)

A1 s.d. 1% 2.500Rp 2.500Rp

A2 >1% s.d. 5% 3.500Rp 5.000Rp

B1 >5% s.d. 15% 5.000Rp 20.000Rp

B2 >15% s.d. 20% 10.000Rp 30.000Rp

C >20% 26.000Rp 75.000Rp 50.000Rp 130.000Rp

Konsentrat Yang Mengandung EA

50.000Rp 100.000Rp 50.000Rp 100.000Rp

EA 20.000Rp 20.000Rp

Jenis BKC Gol Kadar Alkohol

DALAM NEGERI IMPOR

Dari semua jenis etil alkohol, kadar, dan golongan

MMEA

11.000Rp 11.000Rp

30.000Rp 40.000Rp

Dari semua jenis konsentrat, kadar, dan golongan, sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan MMEA

Sumber: Kementerian Keuangan

4 . Penyesuaian kenaikan tarif cukai atas konsentrat yang mengandung etil alkohol masing-masing sebesar 100,0 persen untuk produksi DN dan sebesar 100,0 persen untuk impor.

5 . Penetapan tarif cukai etil alkohol (etanol) untuk produksi dalam negeri dan impor denganpengenaan tarif cukai spesifik sebesar Rp20.000.

PERBANDINGAN TARIF CUKAI LAMA DENGAN TARIF CUKAI BARUATAS MMEA, EA, DAN KONSENTRAT YANG MENGANDUNG EA

Pajak Lainnya

Penerimaan pajak lainnya selama periode 2005–2009 menunjukkan adanya pertumbuhanrata-rata sebesar 11,0 persen. Sebagian besar dari penerimaan pajak lainnya tersebutbersumber dari bea materai yang memberikan kontribusi rata-rata sebesar 96,2 persenterhadap total penerimaan pajak lainnya. Secara umum, meningkatnya realisasi penerimaanpajak lainnya dalam periode 2005–2009 dipengaruhi oleh meningkatnya transaksi yangmenggunakan dokumen bermeterai. Perkembangan realisasi pajak lainnya tahun2005–2009 dapat dilihat pada Tabel III.12.

c

% thd % thd % thd % thd % thd % thd

Total Total Total Total Total Total

Bea Meterai 2,0 98,1 2,2 97,1 2,6 95,0 2,8 93,3 3,0 97,4 3,7 97,4

Pajak Tidak Langsung Lainnya 0,004 0,2 0,01 0,3 0,02 0,7 0,001 0,04 0,001 0,04 0,002 0,06

Bunga Penagihan Pajak 0,03 1,67 0,06 2,57 0,1 4,3 0,2 6,7 0,1 2,5 0,1 2,5

2,1 100,0 2,3 100,0 2,7 100,0 3,0 100,0 3,1 100,0 3,8 100,0

Sumber : Kementerian Keuangan

Total

PERKEMBANGAN PENERIMAAN PAJAK LAINNYA, 2005 – 2010

Real. Real. APBN-PUraian

Real. Real. Real.

2010

TABEL III.12

(triliun rupiah)

2005 2006 2007 2008 2009

Page 23: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)
Page 24: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

Bab III

III-24 Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah

pertumbuhannya menurun sebesar 5,5 persen. Penurunan tersebut antara lain dipengaruhioleh penerapan kebijakan harmonisasi tarif bea masuk Most Favoured Nations (MFN).Selama periode 2005–2010 perkembangan rata-rata tarif bea masuk MFN semakinmenurun, dari 9,9 persen tahun 2005 menjadi 7,5 persen pada tahun 2010.

Selain itu, kebijakan penurunan tarif juga terjadi sebagai konsekuensi dari kerjasamaperdagangan internasional dengan negara-negara di Asia, baik melalui kerjasama regional,regional plus one dan bilateral.

Perjanjian kerjasama perdagangan regional dilakukan melalui ASEAN Free Trade Area(AFTA) dengan skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT), yang kemudiandiperbaharui melalui skema ASEAN Trade In Goods Agreement (ATIGA). Sebagaiimplementasinya, Pemerintah telah melaksanakan penurunan rata-rata tarif bea masukhingga menjadi 0,9 persen untuk negara-negara anggota ASEAN pada tahun 2010.

Selanjutnya, Pemerintah Indonesia juga telah melaksanakan perjanjian regional plus onemelalui kerjasama perdagangan ASEAN-China FTA (ACFTA) dan ASEAN-Korea FTA(AKFTA) dengan penurunan tarif bea masuk pada tahun 2010 hingga mencapai rata-ratatarif sebesar 2,9 persen dan 2,6 persen.

Selain itu, Pemerintah Indonesia juga melakukan perjanjian kerjasama perdagangan bilateraldengan Pemerintah Jepang melalui skema persetujuan kemitraan ekonomi antara RepublikIndonesia dan Jepang (Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement/IJEPA) denganpenurunan tarif bea masuk pada tahun 2010 mencapai rata-rata tarif sebesar 3,7 persen.Perkembangan rata-rata tarif bea masuk MFN dan kerjasama perdagangan internasionaltahun 2005–2010 dapat dilihat dalam Grafik III.13.

Dalam APBN-P tahun 2010, penerimaan bea masuk ditargetkan sebesar Rp17,1 triliun. Biladibandingkan dengan realisasi tahun 2009, perkiraan realisasi penerimaan bea masuk padatahun 2010 tersebut mengalami penurunan sebesar Rp1,0 triliun (5,5 persen). Penurunantersebut merupakan dampak penerapan kebijakan harmonisasi tarif (MFN) dan konsekuensidari kerjasama perdagangan internasional. Penerimaan bea masuk tahun 2009–2010 dapatdilihat pada Grafik III.14.

0,0%

2,0%

4,0%

6,0%

8,0%

10,0%

12,0%

2005 2006 2007 2008 2009 2010

per

sen

GRAFIK III.13PERKEMBANGAN RATA-RATA TARIF MFN DAN

KERJASAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL, 2005 – 2010

MFN

ASEAN CEPT

ACFTA

AKFTA

IJEPA

Sumber : Kementerian Keuangan

18,1

17,1

15

16

17

18

19

2009 APBN-P2010

GRAFIK III.14PENERIMAAN BEA MASUK,

2009 − 2010

Sumber : Kementerian Keuangan

triliun Rp

Page 25: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)
Page 26: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

Bab III

III-26 Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah

BOKS III.3PENGENAAN BEA KELUAR ATAS EKSPOR BIJI KAKAO

Indonesia merupakan negara eksportir biji kakao terbesar ketiga di dunia setelah PantaiGading dan Ghana. Hampir 80 persen dari produksi biji kakao Indonesia diekspor dalambentuk bahan mentah. Dalam periode 2000–2009, volume ekspor biji kakao dari Indonesiameningkat rata-rata 3,1 persen, sejalan dengan peningkatan harga internasional yangmencapai rata-rata 13,8 persen. Perkembangan volume ekspor dan harga internasional kakaodapat dilihat pada grafik di bawah.

Namun, industri pengolahan kakao dalam negeri dalam beberapa tahun terakhir justruhanya mampu berproduksi sekitar 50 persen dari keseluruhan kapasitas produksi karenakurangnya pasokan bahan berupa biji-biji kakao mentah. Dalam upaya menjaminketersediaan bahan baku dan daya saing industri pengolahan kakao dalam negeri, Pemerintahmemberlakukan kebijakan penetapan tarif bea keluar atas ekspor biji kakao yang dituangkandalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.011/2010 tentang Penetapan BarangEkspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar yang berlaku efektif sejak 1 April2010.

Dasar pengenaan bea keluar atas barang ekspor diatur dalam Pasal 2A ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun1995 tentang Kepabeanan dengan tujuan untuk: (1) menjamin terpenuhinya kebutuhandalam negeri; (2) melindungi kelestarian sumber daya alam; (3) mengantisipasi kenaikanharga yang cukup drastis dari komoditi ekspor tertentu di pasaran internasional; dan(4) menjaga stabilitas harga komoditi tertentu di dalam negeri.

Kerangka pengenaan tarif bea keluar atas ekspor biji kakao serupa dengan struktur tarif beakeluar atas minyak kelapa sawit (CPO) dengan penetapan tarif bea keluar ekspor biji kakaoberkisar antara 0-15 persen mengikuti perkembangan harga kakao internasional.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

(Rib

u M

T)

(USD

/MT

)

Export Volume (MT)

PERKEMBANGAN VOLUME EKSPOR DAN HARGA INTERNASIONAL KAKAO, 2000 – 2009

Sumber : Kementerian Keuangan dan BPS

Page 27: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

III-27Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah Bab III

Perhitungan dan perkembangan dari masing-masing sumber PNBP tersebut sangatdipengaruhi oleh faktor-faktor dan variabel yang beragam. Perhitungan dan perkembanganSDA migas dipengaruhi oleh (1) lifting minyak mentah dan gas bumi; (2) Indonesian CrudeOil Price (ICP) yang pergerakannya mengikuti tren harga minyak dunia; (3) pergerakannilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat; dan (4) besaran cost recovery yangmerupakan faktor pengurang penerimaan migas yang akan dibagihasilkan antara Pemerintahdengan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) sesuai kontrak kerja sama (KKS). Sementaraitu, penerimaan SDA nonmigas dipengaruhi oleh antara lain: (1) tingkat produksi dan hargabeberapa jenis komoditas mineral dan batubara; (2) luas area dan volume produksi hasilhutan; (3) tingkat produksi budidaya perikanan dan kegiatan operasi kapal penangkap ikan;serta (4) kebijakan-kebijakan yang dilakukan Pemerintah dalam rangka intensifikasi danekstensifikasi pemungutan PNBP.

Selanjutnya, penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMN merupakan penerimaannegara dalam bentuk (1) dividen dari perusahaan perseroan dan perseroan terbatas lainnyayang besarnya ditetapkan dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) dan (2) dividendari perusahaan umum (Perum) yang besarnya ditetapkan dalam pengesahan laporankeuangan oleh Menteri BUMN. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan bagiannegara atas laba BUMN, di antaranya: (a) tingkat laba BUMN dan perseroan terbatas lainnyayang diperoleh pada tahun anggaran sebelumnya, (b) besarnya/persentase kepemilikansaham Pemerintah dalam BUMN dan perseroan terbatas lainnya, dan (c) kebijakanpay-out ratio.

Sementara itu, PNBP lainnya, yang sebagian besar merupakan bagian dari kelompokpenerimaan kegiatan pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah, terdiri atas: (1) pendapatandan penjualan sewa; (2) pendapatan jasa; (3) pendapatan bunga; (4) pendapatan kejaksaandan peradilan; (5) pendapatan pendidikan; (6) pendapatan gratifikasi dan uang sitaan hasilkorupsi; (7) pendapatan iuran dan denda; dan (8) pendapatan lain-lain. Pengelolaan atassumber PNBP lainnya tersebut sebagian besar dilaksanakan oleh kementerian negara/lembaga, antara lain Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian PendidikanNasional, Kepolisian Republik Indonesia, Badan Pertanahan Nasional, KementerianKesehatan, dan Kementerian Perhubungan. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi PNBPlainnya dari K/L antara lain: (1) jumlah objek pengenaan PNBP; (2) tarif atas kegiatanpelayanan yang dilaksanakan dan ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah; (3) kualitaspelayanan yang diberikan dan administrasi pengelolaan PNBP yang secara tidak langsungmeningkatkan jumlah objek pengenaan; dan (4) upaya optimalisasi yang dapat dilakukan,melalui peningkatan pengelolaan dan akuntabilitas pelaporan keuangan.

TARIF BEA KELUAR ATAS EKSPOR BIJI KAKAO

Sumber: Kementerian Keuangan

Harga Internasional Kakao Tarif Kakao(USD/MT) (persen)

≤  2.500 0> 2.000 – 2.750 5> 2.750 – 3.500 10

> 3.500 15

Page 28: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

Bab III

III-28 Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah

Selama kurun waktu 2005–2009, berbagai langkah, upaya, dan kebijakan yang signifikantelah dilakukan oleh Pemerintah guna meningkatkan dan mengoptimalkan PNBP. Untukpenerimaan SDA, upaya dan kebijakan terutama difokuskan pada (1) pemberian fasilitasfiskal dan nonfiskal terhadap kegiatan usaha sektor hulu migas guna meningkatkan produksi/lifting minyak bumi dan gas bumi; (2) penyempurnaan ketentuan dalam kontrak kerjasama (production sharing contract) dengan tetap menghormati kontrak yang berlaku,khususnya yang terkait dengan cost recovery; (3) memperkuat pengawasan penerimaandari sektor migas oleh BP migas; (4) melakukan revisi tarif atas jenis PNBP yang berlakupada sektor sumber daya mineral dan meningkatkan produksi komoditas sumber dayamineral; (5) menggali potensi-potensi penerimaan yang ada di sektor kehutanan tanpamerusak lingkungan dan mempertahankan hutan; serta (6) mengoptimalkan penerimaandari sektor perikanan dengan mempertimbangkan peningkatan perekonomian dankesejahteraan masyarakat pesisir/nelayan.

Upaya optimalisasi penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMN, dilaksanakan dengantetap mempertimbangkan peningkatan kinerja BUMN. Beberapa kebijakan yang telahditempuh berkaitan dengan hal tersebut antara lain: (1) peningkatan modal kerja danpenyehatan perusahaan; (2) optimalisasi dividen pay-out ratio; (3) penyelesaian audit olehkantor akuntan publik (KAP) atas laporan keuangan BUMN diharuskan selesai lebih awaldari peraturan yang ada guna mengetahui secara awal definitif atas laba/rugi bersih BUMN;serta (4) peningkatan sinergi antar BUMN guna meningkatkan daya saing.

Optimalisasi PNBP lainnya selama 2005–2009 antara lain ditempuh melalui (1) optimalisasiPNBP pada K/L; (2) peninjauan dan penyempurnaan peraturan PNBP pada masing-masingK/L; (3) monitoring, evaluasi dan koordinasi pelaksanaan pengelolaan PNBP pada K/L;dan (4) peningkatan akurasi target dan penyusunan pagu penggunaan PNBP dan K/L yangrealistis serta pelaporannya. Sementara itu, kebijakan mengenai pendapatan BLU difokuskanpada upaya untuk (a) mendorong peningkatan pelayanan publik instansi Pemerintah;(b) meningkatkan pengelolaan keuangan BLU yang efisien dan efektif; dan (c) meningkatkantransparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan instansi Pemerintah.

Secara keseluruhan, selama 2005–2009 PNBP mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar11,5 persen, dengan pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2006, yaitu 54,5 persen.Namun, di tahun 2009 PNBP mengalami pertumbuhan negatif 29,1 persen, yaitu dariRp320,6 triliun di tahun 2008 menjadi Rp227,2 triliun. Dilihat dari komposisinya, penurunanrealisasi PNBP tahun 2009 lebih disebabkan oleh penurunan dari penerimaan SDA migasyang dipengaruhi oleh penurunan ICP yang signifikan pada tahun 2009 bila dibandingkandengan ICP pada tahun 2008.

Dalam APBN-P tahun 2010, PNBP ditargetkan sebesar Rp247,2 triliun. Apabila dibandingkandengan realisasi tahun 2009, target tersebut meningkat sebesar Rp20,0 triliun atau 8,8 persen.Dengan target tersebut, PNBP diperkirakan akan memberikan kontribusi sebesar 25,0 persenterhadap perkiraan penerimaan dalam negeri. Dilihat dari komposisinya, peningkatan terbesarterjadi pada penerimaan SDA migas, yaitu sebesar 20,7 persen bila dibandingkan denganrealisasinya pada tahun 2009. Tabel III.13 memperlihatkan perkembangan total PNBPbeserta komponen penerimaannya selama periode 2005–2010.

Page 29: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

III-29Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah Bab III

3.2.1.2.1 Penerimaan SDA

Penerimaan SDA, yang terdiri dari penerimaan SDA minyak bumi dan gas bumi (migas)dan penerimaan SDA nonmigas merupakan sumber utama PNBP. Dalam lima tahunterakhir, penerimaan SDA memberikan kontribusi rata-rata sekitar 68,4 persen terhadaptotal PNBP. Penerimaan SDA migas merupakan penerimaan yang bersumber daripenerimaan minyak bumi dan penerimaan gas bumi. Sedangkan penerimaan SDA nonmigasdiperoleh dari penerimaan pertambangan umum, penerimaan kehutanan, penerimaanperikanan, dan penerimaan pertambangan panas bumi.

Selama periode 2005–2009, penerimaan SDA memperlihatkan pertumbuhan yang fluktuatif.Di tahun 2007 dan 2009 terjadi penurunan penerimaan SDA, sebesar masing-masing 20,6persen dan 38,1 persen. Sedangkan di tahun 2008, mengalami pertumbuhan tertinggi, yaitumencapai 63,9 persen, atau naik Rp91,6 triliun bila dibandingkan dengan realisasi tahun2007.

Dalam APBN-P tahun 2010, penerimaan SDA ditargetkan sebesar Rp164,7 triliun. Apabiladibandingkan dengan realisasi tahun 2009, perkiraan penerimaan SDA tersebut mengalamipeningkatan Rp25,8 triliun atau 18,5 persen. Tabel III.14 memperlihatkan perkembanganpenerimaan SDA beserta komponen penerimaannya selama periode 2005–2010.

2010

APBN-P

I. Penerimaan SDA 110,5 167,5 132,9 224,5 139,0 164,7

a. Penerimaan SDA Migas 103,8 158,1 124,8 211,6 125,8 151,7

b. Penerimaan SDA Nonmigas 6,7 9,4 8,1 12,8 13,2 13,0

II. Bagian Pemerintah atas Laba BUMN 12,8 21,5 23,2 29,1 26,0 29,5

III. PNBP Lainnya 23,6 38,0 56,9 63,3 53,8 43,5

IV. Pendapatan BLU - - 2,1 3,7 8,4 9,5

PNBP 146,9 227,0 215,1 320,6 227,2 247,2

Sumber : Kementerian Keuangan

TABEL III.13PERKEMBANGAN PNBP, 2005 – 2010

(triliun rupiah)

Uraian 2005 2006 2007 2008 2009

2010

APBN-P

Penerimaan SDA Migas 103,8 158,1 124,8 211,6 125,8 151,7- Minyak bumi 72,8 125,1 93,6 169,0 90,1 112,5- Gas bumi 30,9 32,9 31,2 42,6 35,7 39,2

Penerimaan SDA Nonmigas 6,7 9,4 8,1 12,8 13,2 13,0- Pertambangan Umum 3,2 6,8 5,9 9,5 10,4 9,7- Kehutanan 3,2 2,4 2,1 2,3 2,3 2,9- Perikanan 0,3 0,2 0,1 0,1 0,1 0,2- Panas Bumi - - - 0,9 0,4 0,2

Penerimaan SDA 110,5 167,5 132,9 224,5 139,0 164,7

Sumber : Kementerian Keuangan

TABEL III.14PERKEMBANGAN PENERIMAAN SDA, 2005 – 2010

(triliun rupiah)

2005 2006 2007 2008 2009

Page 30: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)
Page 31: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)
Page 32: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)
Page 33: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

III-33Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah Bab III

sekitar 75,0 persen penerimaan dari beroperasinya kapal-kapal perikanan asing. Kebijakanpenghapusan tersebut merupakan salah satu upaya Pemerintah untuk menghambat illegalfishing dan untuk memperkuat industri dan armada perikanan nasional. Perusahaan asingboleh memiliki izin tangkap ikan hanya bila mendaratkan hasil tangkapan ke dalam negeri,dan mendirikan unit pengolahan di Indonesia. Faktor lainnya adalah karena meningkatnyabiaya operasi penangkapan ikan yang mengakibatkan banyak pengusaha kapal mengalihkanusahanya ke sektor lain sehingga mengurangi penerimaan dari pungutan hasil perikanan(PHP).

Dalam APBN-P tahun 2010, penerimaan perikanan ditargetkan sebesar Rp150 miliar. Apabiladibandingkan dengan realisasi tahun 2009, perkiraan realisasi tersebut meningkat sebesarRp58,0 miliar atau 63,0 persen. Peningkatan penerimaan perikanan diupayakan melaluioptimalisasi pelayanan dan penertiban perizinan usaha.

Selanjutnya, penerimaan pertambangan panas bumi merupakan sumber penerimaan SDAnonmigas yang mulai dicatat dalam penerimaan tahun 2008. Penerimaan pertambanganpanas bumi ini bersumber dari perhitungan setoran bagian Pemerintah sebesar 34 persendari penerimaan bersih usaha kegiatan pengusahaan sumber daya panas bumi (net operatingincome/NOI) untuk pembangkitan energi/listrik setelah dikurangi dengan semua kewajibanpembayaran pajak-pajak dan pungutan-pungutan lain. Dalam tahun 2009, realisasipenerimaan panas bumi mencapai Rp0,4 triliun, sedangkan dalam APBN-P tahun 2010sebesar Rp0,2 triliun. Target tersebut lebih rendah Rp0,2 triliun, turun 39,0 persen biladibandingkan dengan realisasi tahun 2009. Dalam jangka menengah, penerimaan daripertambangan panas bumi memiliki potensi yang cukup besar mengingat Pemerintah terusmengupayakan pemanfaatan energi alternatif, khususnya energi panas bumi.

3.2.1.2.2 Penerimaan Bagian Pemerintah atas Laba BUMN

Menurut ketentuan dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN,dijelaskan bahwa BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnyadimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negarayang dipisahkan. Seiring perkembangan waktu, pada saat ini BUMN memegang limaperanan dalam ekonomi nasional, yakni: (a) memberikan sumbangan bagi perkembanganperekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya;(b) mengejar keuntungan; (c) menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaanbarang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orangbanyak; (d) menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan olehsektor swasta dan koperasi; dan (e) turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepadapengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat. Kelima peran ekonomitersebut merupakan amanah dari pasal 2 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003.

Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah BUMN terus mengalami perubahan, baik darisisi bentuk perusahaan, maupun kelompok sektor usaha. Dari sisi bentuk perusahaan, hinggasekarang BUMN dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: (a) perusahaan umum (perum);(b) perusahaan perseroan (persero); dan (c) perseroan terbatas terbuka (persero Tbk). Darisisi kelompok sektor usaha, BUMN dapat diklasifikasikan menjadi lima kelompok yangtersebar dalam 35 sektor usaha, yaitu kelompok: (a) jasa keuangan dan perbankan; (b) jasalainnya; (c) bidang usaha logistik dan pariwisata; (d) agro industri, pertanian, kehutanan,kertas, percetakan, dan penerbitan; serta (e) pertambangan, telekomunikasi, energi, dan

Page 34: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

Bab III

III-34 Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah

industri strategis. Selama periode 2007–2010, telah terjadi penambahan jumlah BUMN,yaitu dari 139 BUMN menjadi 142 BUMN. Ketiga BUMN baru tersebut adalah PT DirgantaraIndonesia (persero) yang sebelumnya dikelola oleh PT Perusahaan Pengelola Asset / PPA(persero), PT Askrindo (persero) yang sebelumnya mayoritas sahamnya dikuasai oleh BankIndonesia, dan Perusahaan Umum Lembaga Kantor Berita Nasional Antara yangsebelumnya merupakan lembaga penyiaran publik.

Selain mengelola kepemilikan saham pada sejumlah BUMN, Pemerintah melaluiKementerian Negara BUMN juga mengelola saham minoritas atau di bawah 51,0 persen disejumlah perusahaan. Hingga tahun 2010, saham minoritas Pemerintah tersebar di 18perusahaan yang di antaranya PT Indosat Tbk (14,3 persen), PT Bank Bukopin (18,2 persen),dan PT Freeport Indonesia Tbk (9,4 persen). Sesuai dengan Undang-undang Nomor 19Tahun 2003, perusahaan-perusahaan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai BUMNkarena saham Pemerintah bersifat minoritas. Pemetaan laba/rugi berikut kategori BUMNdan perseroan minoritas disajikan pada Bagan III.1.

Selama periode 2005–2009, kinerja BUMN terus mengalami perkembangan positif, baikdari aset, laba bersih, belanja operasional (operational expenditure/opex), dan belanja modal(capital expenditure/capex). Selama periode tersebut, total aset BUMN tumbuh rata-ratasebesar 10,6 persen, laba bersih tumbuh rata-rata sebesar 25,1 persen, opex tumbuh rata-rata sebesar 288,5 persen, dan capex tumbuh rata-rata sebesar 50,4 persen. Kinerja BUMNselama periode tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan di pasar modal. Data mutakhirBursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan total kapitalisasi pasar BUMN terbuka mengalamipertumbuhan rata-rata sebesar 24,0 persen, dan total persentase rata-rata terhadapkapitalisasi pasar sebesar 34,0 persen.

Dari sisi laba bersih seluruh BUMN, pencapaian tertinggi terjadi pada tahun 2009, yaitusebesar Rp88,6 triliun, lebih besar bila dibandingkan dengan laba tahun 2008. Peningkatanlaba bersih tersebut menunjukkan ketahanan (resilience) kinerja BUMN di tengah belumkondusifnya kondisi perekonomian tahun 2009 sebagai dampak instabilitas variabel makroseperti harga minyak, nilai tukar, pertumbuhan kredit perbankan, serta harga komoditaspertambangan, pertanian dan perkebunan. Dari total perolehan laba bersih tersebut, sebagian

Sumber: Kementerian BUMN

 

BUMN 141

LABA 120

RUGI 21* 

Bagi Dividen

Tidak Bagi Dividen Kebijakan

Akum Rugi

Minoritas 18 

Bagi Dividen 

Tidak Bagi Dividen 

* BUMN yaitu PT ISI dalam proses likuidasi Sub-Total BUMN

Sub-Total Minoritas

141 

18 

…………………………… 11 

…………………………… 7 

………………………………………………………………………………………… 21 

38 

10 

…………………………… 72 

BAGAN III.1 PETA KINERJA BUMN DI TAHUN 2010

Page 35: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)
Page 36: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

Bab III

III-36 Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah

perbankan sebesar Rp3,3 triliun(12,7 persen). Selanjutnya dalamAPBN-P tahun 2010, penerimaanbagian Pemerintah atas laba BUMNditargetkan sebesar Rp29,5 triliun.

Selama periode 2005–2010,PT Pertamina menjadi BUMNpenyumbang dividen terbesardengan rata-rata kontribusi tiaptahun mencapai 45,7 persenterhadap total dividen BUMN.Selama periode tersebut,PT Pertamina membukukan lababersih rata-rata sebesar Rp22,5triliun per tahun. Perolehan laba tertinggi terjadi dalam tahun 2008 yaitu sebesar Rp30,2triliun atau meningkat sebesar 23,3 persen bila dibandingkan dengan laba bersih tahunsebelumnya. Peningkatan tersebut merupakan windfall profit akibat lonjakan harga minyakpada kuartal II tahun 2008.

3.2.1.2.3 PNBP Lainnya

Dalam struktur APBN, PNBP lainnya terdiri atas penerimaan yang bersumber dari(1) pendapatan penjualan dan sewa; (2) pendapatan jasa; (3) pendapatan bunga;(4) pendapatan kejaksaan dan peradilan; (5) pendapatan pendidikan; (6) pendapatangratifikasi dan uang sitaan hasil korupsi; (7) pendapatan iuran dan denda; serta(8) pendapatan lain-lain.

Sumber utama PNBP lainnya berasal dari pendapatan Pemerintah yang diperoleh dari jasapelayanan yang diberikan oleh K/L kepada masyarakat, sesuai dengan tugas pokok danfungsi dari masing-masing K/L tersebut. Pemungutan PNBP K/L tersebut dilakukan dalamrangka pengaturan, pelayanan, dan pengawasan yang bertujuan untuk meningkatkanPelayanan Publik. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentangPenerimaan Negara Bukan Pajak, sebagian PNBP yang dipungut oleh K/L dapat digunakankembali oleh K/L yang bersangkutan setelah disetor ke kas negara terlebih dahulu. Penetapanpenggunaan PNBP tersebut didasarkan pada keputusan Menteri Keuangan tentang izinpenggunaan PNBP yang bersifat spesifik pada masing-masing K/L.

Dalam kurun waktu 2005–2009, realisasi PNBP lainnya rata-rata tumbuh sebesar 22,9persen. Secara nominal, peningkatan tertinggi terjadi dalam tahun 2007, yaitu meningkatsebesar Rp18,8 triliun jika dibandingkan dengan realisasi tahun sebelumnya. Faktor utamayang menyebabkan terjadinya peningkatan tersebut adalah meningkatnya pendapatan darikegiatan hulu migas, yaitu dari Rp7,3 triliun menjadi Rp8,8 triliun, sebagai dampak darimeningkatnya harga minyak mentah dunia. Sedangkan dalam APBN-P tahun 2010, PNBPlainnya ditargetkan mencapai Rp43,5 triliun. Target tersebut lebih rendah Rp10,3 triliunatau 19,2 persen bila dibandingkan dengan realisasi tahun 2009, yang antara lain disebabkanoleh tingginya pendapatan penjualan dan sewa, serta adanya setoran berupa pendapatanbagian Pemerintah dari sisa surplus Bank Indonesia di tahun 2009. Perkembangan PNBPlainnya dan pendapatan BLU selama periode 2005–2010 dapat dilihat pada Tabel III.15.

0

5

10

15

20

25

30

35

2005 2006 2007 2008 2009 APBN-P2010

12,8

21,423,22

31,2928,6 29,5

tril

iun

Rp

GRAFIK III.25PNBP BAGIAN PEMERINTAH ATAS LABA BUMN,

2005 – 2010

Sumber : Kementerian Keuangan

Page 37: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

III-37Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah Bab III

Dalam rangka pencapaian target PNBP 2010, khususnya yang berasal dari berbagai K/L,selain dengan penetapan, perbaikan, dan penyempurnaan peraturan pemerintah (PP) tentangjenis dan tarif PNBP yang berlaku pada K/L, Pemerintah juga telah dan akan terus melakukanberbagai upaya untuk mengoptimalkan pemungutan PNBP pada masing-masing K/L.

Sesuai dengan PP Nomor 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif PNBP yang Berlaku padaDepartemen Komunikasi dan Informatika, jenis penerimaan PNBP pada KementerianKomunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) terdiri atas: (1) pendapatan hak dan perizinan(biaya hak penyelenggaraan frekuensi); (2) pendapatan jasa penyelenggaraan pos dantelekomunikasi (biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi); (3) pendapatan jasa sewasarana dan prasarana; (4) pendapatan dari penyelenggaraan penyiaran; dan (5) pendapatanpendidikan, pelatihan, dan penghapusan aset.

Selama periode 2005–2009, PNBP Kemenkominfo mengalami peningkatan rata-rata sebesar53,7 persen. Dalam tahun 2009, realisasi penerimaan PNBP Kemenkominfo mencapai Rp10,1triliun, meningkat sebesar Rp2,4 triliun atau 30,5 persen bila dibandingkan dengan realisasitahun 2008 sebesar Rp7,7 triliun. Kenaikan tersebut antara lain disebabkan olehmeningkatnya penggunaan spektrum di pita seluler oleh para operator seluler.

Sementara itu dalam APBN-P tahun 2010, PNBP Kemenkominfo ditargetkan sebesar Rp10,3triliun. Perkiraan realisasi tersebut didukung oleh beberapa kebijakan, antara lain:(1) pengenaan BHP frekuensi dengan metode lelang pada pita frekuensi yang potensial(bandwith wireless access); (2) pembenahan database baik pengguna frekuensi maupunpenyelenggaraan telekomunikasi; (3) melaksanakan sosialisasi secara intensif kepadapenyelenggara telekomunikasi dan pengguna spektrum frekuensi berkenaan dengankewajiban pembayaranPNBP; (4) penegakan hukum secara intensif kepada penyelenggaratelekomunikasi dan pengguna spektrum frekuensi yang tidak mematuhi ketentuanperundangan; dan (5) pembaharuan dan penambahan instrumen secara bertahap, antaralain sistem monitoring frekuensi, otomatisasi sistem manajemen/perizinan frekuensi danalat pengujian. Perkembangan PNBP Kemenkominfo dapat dilihat pada Grafik III.26.

Berdasarkan PP Nomor 22 Tahun 1997 tentang Tarif dan Jenis PNBP yang Berlaku padaDepartemen Pendidikan dan Kebudayaan, jenis penerimaan yang berlaku di Kementerian

1 Kementerian Komunikasi dan Informatika* 1,8 4,0 5,1 7,7 10,1 10,32 Kementerian Pendidikan Nasional * 1,2 2,3 3,2 4,0 5,4 6,73 Kementerian Kesehatan* 0,2 0,4 3,0 2,9 3,3 4,04 Kepolisian Negara Republik Indonesia 1,2 1,4 1,5 1,7 1,8 2,05 Badan Pertanahan Nasional 0,6 1,0 1,2 1,4 1,4 1,56 Kementerian Hukum dan HAM 0,7 0,8 0,9 1,2 1,4 1,57 Peneriman Lainnya, seperti:

- Rekening Dana Investasi (RDI) 8,0 7,4 7,9 8,2 1,5 3,2- Pendapatan minyak mentah (DMO) - 7,3 8,6 9,9 6,5 7,9- Penjualan hasil tambang 1,5 2,7 2,9 2,5 6,5 5,5- Surplus BI - 1,5 13,7 - 2,6 -- Penerimaan lain-lain 8,4 9,5 9,3 23,8 13,3 0,9

23,6 38,0 56,9 63,3 53,8 43,5

* Termasuk pendapatan BLU

Sumber: Berbagai Kementerian/Lembaga

2008

TABEL III.15PERKEMBANGAN PNBP LAINNYA, 2005 – 2010

(triliun rupiah)

No Kementerian/Lembaga 2005 2006 2007 20092010

APBN-P

Total PNBP Lainnya

Page 38: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

Bab III

III-38 Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah

Pendidikan Nasional (Kemendiknas)terdiri atas: (1) penerimaan daripenyelenggaraan pendidikan;(2) penerimaan kontrak kerja yangsesuai dengan peran dan fungsiPerguruan Tinggi Negeri (PTN);(3) penerimaan dari hasil penjualanproduk yang diperoleh daripenyelenggaraan pendidikan; dan(4) penerimaan dari sumbangan hibahperorangan, lembaga Pemerintah ataunon-Pemerintah.

Dalam tahun 2009, realisasi PNBPKemendiknas mencapai Rp5,4 triliun.Realisasi tersebut lebih tinggi darirealisasi pada tahun 2008 yangmencapai Rp4,0 triliun. Sedangkanpertumbuhan PNBP Kemendiknasselama periode 2005–2009, rata-ratasebesar 45,6 persen per tahun.

Sementara itu dalam APBN-P tahun2010, PNBP Kemendiknas ditargetkansebesar Rp6,7 triliun. Target tersebutdidukung oleh beberapa kebijakan,antara lain: (1) meningkatkan kapasitasdan daya tampung perguruan tinggi;(2) meningkatkan pelaksanaanberbagai program kegiatan kerjasama,baik antarinstansi maupun lembaganon-Pemerintah, serta dunia industri;(3) meningkatkan kegiatan-kegiatan ilmiah ilmu pengetahuan, teknologi dan seni;(4) mendukung upaya untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang tertib, taatpada peraturan per Undang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, danbertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. PerkembanganPNBP Kemendiknas dapat dilihat pada Grafik III.27.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2009 tentang Tarif atas Jenis PNBPyang Berlaku pada Departemen Kesehatan, jenis penerimaan di Kementerian Kesehatan(Kemenkes) terdiri atas: (1) penerimaan dari pemberian izin pelayanan kesehatan oleh swasta;(2) penerimaan dari pemberian izin mendirikan rumah sakit swasta; (3) penerimaan darijasa pendidikan tenaga kesehatan; (4) penerimaan dari jasa pemeriksaan laboratorium;(5) penerimaan dari jasa pemeriksaan air secara kimia lengkap; (6) penerimaan dari jasabalai pengobatan penyakit paru-paru (BP4); (7) penerimaan dari jasa balai kesehatan matamasyarakat (BKMM); (8) penerimaan dari uji pemeriksaan spesimen; dan (9) penerimaandari jasa pelayanan rumah sakit. Dalam tahun 2009, realisasi PNBP Kemenkes mencapaiRp3,3 triliun, meningkat Rp0,4 triliun atau 13,8 persen bila dibandingkan dengan realisasitahun 2008. Adapun pertumbuhan rata-rata selama 2005–2009 mencapai 101,5 persen.

1,8

4,0

5,1

7,7

10,1 10,3

0

2

4

6

8

10

2005 2006 2007 2008 2009 APBN-P2010

triliun Rp

GRAFIK III.26PERKEMBANGAN PNBP KEMENKOMINFO,

2005 – 2010

Sumber : Kementerian Kominfo

0,9

2,3

3,2

3,8

5,4

6,7

0

1

2

3

4

5

6

7

2005 2006 2007 2008 2009 APBN-P2010

triliun Rp

GRAFIK III.27PERKEMBANGAN PNBP KEMENDIKNAS,

2005 – 2010

Sumber : Kementerian Pendidikan Nasional

Page 39: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

III-39Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah Bab III

Sementara itu, PNBP Kemenkesdalam APBN-P tahun 2010,ditargetkan sebesar Rp4,0 triliun.Target tersebut didukung olehbeberapa kebijakan, antara lain(a) peningkatan sumber dayamanusia dalam rangka peningkatanmutu dan kualitas pelayanan;(b) menggali potensi PNBP melaluiupaya intensifikasi dan ekstensifikasi;(c) peningkatan cost recovery rumahsakit untuk menuju kemandiriankomputerisasi administrasi keuangan,dan (d) meningkatkan pelayanankesehatan yang terintegrasi sesuaistandar yang berorientasi padakepuasan pelanggan. Perkembangan PNBP Kemenkes dapat dilihat pada Grafik III.28.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2010 tentang Tarif atas PenerimaanNegara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia, jenispenerimaan Polri terdiri atas: (1) surat izin mengemudi (SIM); (2) surat tanda nomorkendaraan (STNK); (3) tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB); (4) surat tanda cobakendaraan (STCK); (5) bukti pemilikan kendaraan bermotor (BPKB); (6) simulator;(7) izin senjata api (Senpi); (8) kartu sidik jari; dan (9) denda pelanggaran lalu lintas.

Dalam APBN-P tahun 2010, PNBP Polri ditargetkan sebesar Rp2,0 triliun. Pencapaian targettersebut akan ditempuh melalui kebijakan antara lain: (1) meningkatkan kemampuansumber daya manusia melalui pelatihan teknis Lantas dan pendidikan pelatihan fungsionalLantas; (2) meningkatkan infrastruktur pendukung pelaksanaan operasional Polri di bidanglalu lintas berupa pengadaan Alsus Polantas, kendaraan patroli roda 2/roda 4, kendaraanpatwal roda 2/roda 4, kendaraan uji SIM roda 2/roda 4, mobil unit pelayanan SIM, mobilunit laka Lantas, driving simulator, komputer Samsat dan alat cetak TNKB; (3) melanjutkanpembangunan jaringan Satuan Penyelenggara Administrasi SIM (Satpas) meliputi wilayahKalimantan, Maluku Utara, dan Papua;(4) meningkatkan kinerja denganmenambah membangun jaringanAutomatic Traffic Management Centerdi wilayah Jawa; dan (5) melaksanakanPerpolisian Masyarakat (Polmas)melalui kegiatan Citra Polantas.Perkembangan PNBP Polri dapat dilihatpada Grafik III.29.

Sesuai dengan Peraturan PemerintahNomor 13 Tahun 2010 tentang Tarif atasJenis PNBP yang Berlaku pada BadanPertanahan Nasional (BPN), jenispenerimaan yang berlaku di BPN terdiri

0,20,4

3,0 2,9

3,3

4,0

0

1

2

3

4

2005 2006 2007 2008 2009 APBN-P2010

triliun Rp

GRAFIK III.28PERKEMBANGAN PNBP KEMENKES,

2005 – 2010

Sumber : Kementerian Kesehatan

1,21,4

1,5

1,7 1,82,0

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

2005 2006 2007 2008 2009 APBN-P2010

triliun Rp

GRAFIK III.29PERKEMBANGAN PNBP POLRI, 2005 − 2010

Sumber : Kepolisian Negara Republik Indonesia

Page 40: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

Bab III

III-40 Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah

atas (1) pelayanan pendaftaran tanah; (2) pelayanan pemeriksaan tanah; (3) pelayananinformasi pertanahan; (4) pelayanan konsolidasi tanah secara swadaya; (5) pelayanan survei,pengukuran, dan pemetaan; (6) pelayanan pendidikan; dan (7) pelayanan lisensi.

Realisasi PNBP BPN tahun 2009 mencapai Rp1,4 triliun, sama dengan realisasi tahun 2008.Pencapaian tersebut seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi masyarakat yangberimbas pada minat dan kesadaran masyarakat terhadap kepastian hukum. Rata-ratapertumbuhan PNBP BPN periode 2005–2009 mencapai 23,7 persen.

Dalam APBN-P tahun 2010, PNBP BPNditargetkan sebesar Rp1,5 triliun. Targettersebut didukung oleh beberapa kebijakan,antara lain: (1) PNBP murni, yaitumeningkatkan penertiban pengelolaan PNBPdan penertiban pencatatan aset-aset miliknegara; (2) PNBP fungsional, antara lainmelalui peningkatan transparansi informasitentang persyaratan, jangka waktu, danbiaya pelayanan, penerapan modelpelayanan “jemput bola”, peningkatankapasitas kemampuan petugas ukur danpendataan yuridis termasuk melibatkan parasurveyor berlisensi, dan memfokuskan pelayanan pertanahan yang dibiayai dengan sumberdana publik, seperti PRONA, UKM, sertifikasi tanah pertanian dan nelayan pada daerahtertinggal dan ekonomi lemah. Perkembangan PNBP BPN dapat dilihat pada Grafik III.30.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif PNBPyang Berlaku pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), jenispenerimaan Kemenkumham bersumber dari penerimaan (1) pelayanan jasa hukum;(2) balai harta peninggalan; (3) keimigrasian; (4) hak dan kekayaan intelektual; serta (5) jasatenaga kerja narapidana.

Selama periode 2005–2009, PNBP Kemenkumham mengalami pertumbuhan rata-ratasebesar 18,9 persen. Dalam tahun 2009, realisasi PNBP Kemenkumham mencapai Rp1,4triliun, meningkat sebesar Rp0,2 triliun atau 16,7 persen bila dibandingkan dengan realisasitahun 2008 yang mencapai Rp1,2 triliun.

Dalam APBN-P tahun 2010, PNBPKemenkumham ditargetkan sebesar Rp1,5triliun. Target tersebut didukung dengankebijakan antara lain: (1) melakukaninventarisasi seluruh potensi PNBP padakantor atau unit pelayanan teknis (UPT)di lingkungan Kemenkumham; dan(2) optimalisasi pembangunan sarana danprasana untuk mendukung tugas danfungsi Kemenkumham. PerkembanganPNBP Kemenkumham dapat dilihat padaGrafik III.31.

0,60,7

0,80,9

1,41,5

0,0

0,4

0,8

1,2

1,6

2005 2006 2007 2008 2009 APBN-P2010

triliun Rp

GRAFIK III.30PERKEMBANGAN PNBP BPN, 2005 − 2010

Sumber : Badan Pertanahan Nasional

0,70,8

0,9

1,2

1,41,5

0

0,4

0,8

1,2

1,6

2005 2006 2007 2008 2009 APBN-P2010

triliun Rp

GRAFIK III.31PERKEMBANGAN PNBP KEMENKUMHAM,

2005 − 2010

Sumber : Kementerian Hukum dan HAM

Page 41: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)
Page 42: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

Bab III

III-42 Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah

3.3 Tantangan dan Peluang Kebijakan Pendapatan NegaraProses pemulihan ekonomi yang terjadi pada tahun 2010 memberikan landasan yang cukupkuat bagi akselerasi pertumbuhan ekonomi dunia dan Indonesia pada tahun-tahunselanjutnya, meskipun masih terdapat tantangan untuk mempertahankan stabilitas ekonomiglobal terkait dengan terjadinya gejolak pada sektor keuangan di beberapa negara kawasanEropa. Pada tahun 2011, pertumbuhan ekonomi nasional diperkirakan meningkatdibandingkan dengan tahun 2010. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh cukup stabilnyafundamental ekonomi makro nasional dan juga ditopang oleh pertumbuhan ekonomi dunia.

Berdasarkan kondisi perekonomian nasional tersebut, pendapatan negara dan hibahdiperkirakan akan meningkat dibandingkan dengan pencapaian tahun 2010. Penerimaandalam negeri yang terdiri dari penerimaan perpajakan dan PNBP, menjadi pilar utama daripendapatan negara dan hibah. Sebagai kontributor utama penerimaan dalam negeri,penerimaan perpajakan diperkirakan lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Beberapa kebijakanyang diambil untuk mencapai target tersebut adalah (1) penggalian potensi perpajakan;(2) peningkatan kualitas pemeriksaan pajak; (3) penyempurnaan mekanisme atas keberatandan banding dalam proses pengadilan pajak; (4) peningkatan pelayanan kepabeanan dancukai; (5) perbaikan sistem informasi; dan (6) konsistensi pelaksanaan road map cukai hasiltembakau.

Dalam tahun 2011, PNBP diperkirakan akan lebih rendah dibandingkan dengan targetAPBN-P 2010, terutama didorong oleh penurunan penerimaan dari bagian Pemerintah ataslaba BUMN. Di samping itu, ketidakpastian perkembangan harga minyak dunia yang akanberpengaruh terhadap tingkat harga juga akan memberikan pengaruh terhadap upayapencapaian target penerimaan migas. Untuk itu, Pemerintah perlu berupaya melaluikebijakan dan perbaikan administrasi guna lebih mengoptimalkan pencapaian target PNBPtahun 2011. Upaya Pemerintah tersebut melalui (1) pengoptimalan lifting/produksi minyakmentah dan gas bumi, serta komoditi tambang dan mineral guna mendukung pencapaianpenerimaan SDA, (2) pengoptimalan penerimaan Pemerintah atas laba BUMN melaluioptimalisasi pay-out ratio, penyelesaian audit keuangan BUMN secara lebih awal gunamengetahui posisi rugi/laba BUMN, dan opsi dividen interim dengan tetap memperhatikancash flow BUMN, dan (3) peninjauan atas jenis dan tarif, perbaikan administrasi pelaporankeuangan, dan intensifikasi penarikan PNBP K/L.

3.4 Sasaran Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2011Pendapatan negara dan hibah sangat penting sebagai sumber pendanaan program-programpembangunan sebagaimana yang tertuang dalam rencana kerja Pemerintah (RKP). Prospekpulihnya perekonomian menjadi salah satu faktor utama untuk mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan negara. Berdasarkan asumsi dasar ekonomi makro pada tahun 2011,pendapatan negara dan hibah diperkirakan mencapai Rp1.086,4 triliun, terdiri ataspenerimaan dalam negeri Rp1.082,6 triliun dan hibah Rp3,7 triliun. Apabila dibandingkandengan targetnya dalam APBN-P tahun 2010, target dalam tahun 2011 tersebut mengalamipeningkatan sebesar 9,5 persen. Sumber utama peningkatan tersebut diharapkan berasaldari penerimaan perpajakan yang ditargetkan meningkat sejalan dengan dilakukannyaberbagai extra effort. Extra effort tersebut antara lain dilakukan melalui perbaikan

Page 43: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

III-43Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah Bab III

administrasi perpajakan, penggalian potensi perpajakan, peningkatan pemeriksaan pajak,serta perbaikan mekanisme keberatan dan banding. Pendapatan negara dan hibah dalamtahun 2010–2011 dapat dilihat pada Tabel III.16.

3.4.1 Penerimaan Dalam Negeri

Penerimaan dalam negeri ditargetkan mencapai Rp1.082,6 triliun pada tahun 2011, ataumeningkat 9,3 persen bila dibandingkan dengan targetnya dalam APBN-P tahun 2010.Sebagian besar dari target penerimaan dalam negeri tersebut merupakan kontribusi daripenerimaan perpajakan, yaitu sebesar Rp839,5 triliun (77,5 persen), dan selebihnyamerupakan kontribusi dari PNBP sebesar Rp243,1 triliun (22,5 persen).

3.4.1.1 Penerimaan Perpajakan

Kebijakan Umum Perpajakan Tahun 2011

Sebagaimana tahun 2010, kebijakan umum perpajakan dilakukan melalui upaya perbaikanadministrasi perpajakan. Salah satu upaya perbaikan administrasi perpajakan tersebut adalahpengalihan BPHTB serta PBB sektor perdesaan dan perkotaan yang semula merupakanpajak pusat menjadi pajak daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Selain itu, perbaikan administrasiperpajakan juga dilakukan dengan melanjutkan penghapusan fiskal luar negeri bagi WP

APBN-P% thdPDB

RAPBN% thdPDB

Pendapatan Negara dan Hibah 992,4 15,9 1.086,4 15,5I. Penerimaan Dalam Negeri 990,5 15,8 1.082,6 15,5

1. Penerimaan Perpajakan 743,3 11,9 839,5 12,0a. Pajak Dalam Negeri 720,8 11,5 816,4 11,7

i. Pajak penghasilan 362,2 5,8 414,5 5,9Migas 55,4 0,9 54,2 0,8Nonmigas 306,8 4,9 360,3 5,1

ii. Pajak pertambahan nilai 263,0 4,2 309,3 4,4iii. Pajak Bumi dan Bangunan 25,3 0,4 27,7 0,4iv. BPHTB 7,2 0,1 0,0 0,0v. Cukai 59,3 0,9 60,7 0,9vi. Pajak lainnya 3,8 0,1 4,2 0,1

b. Pajak Perdagangan Internasional 22,6 0,4 23,1 0,3i. Bea masuk 17,1 0,3 18,0 0,3ii. Bea keluar 5,5 0,1 5,1 0,1

2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 247,2 4,0 243,1 3,5a. Penerimaan SDA 164,7 2,6 158,2 2,3

i. Migas 151,7 2,4 145,3 2,1ii. Nonmigas 13,0 0,2 12,9 0,2

b. Bagian Laba BUMN 29,5 0,5 26,6 0,4c. PNBP Lainnya 43,5 0,7 43,4 0,6d. Pendapatan BLU 9,5 0,2 14,9 0,2

II. Hibah 1,9 0,0 3,7 0,1

Sumber: Kementerian Keuangan

TABEL III.16PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH, 2010 − 2011

(triliun rupiah)

Uraian

20112010

Page 44: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

Bab III

III-44 Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah

orang pribadi yang mempunyai NPWP sesuai dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun2008. Selanjutnya, Pemerintah juga akan melanjutkan program reformasi perpajakan dalambentuk reformasi perpajakan jilid II, antara lain dilakukan melalui program Project forIndonesia Tax Administration Reform (PINTAR), yang penyelesaiannya membutuhkanwaktu dalam jangka menengah (2009–2013).

Dalam rangka menggali potensi penerimaan pajak dalam tahun 2011, beberapa programyang dilakukan oleh Pemerintah, antara lain (1) program ekstensifikasi perpajakan dalammenambah WP baru; (2) program intensifikasi penggalian potensi perpajakan berbasis profileWP; (3) penggalian potensi sektor-sektor tertentu; (4) aplikasi optimalisasi pemanfaatandata perpajakan (OPDP); dan (5) pemberian pendidikan perpajakan (tax education) dalamrangka meningkatkan kepatuhan WP (tax payer compliance).

Selain kelima upaya tersebut, optimalisasi penerimaan pajak tahun 2011 juga didukungoleh upaya peningkatan kualitas pemeriksaan pajak. Dalam hal ini, beberapa kebijakan yangdiambil Pemerintah adalah (1) menyusun kebijakan teknis pemeriksaan atas hasilpemeriksaan WP yang tergabung dalam satu grup; (2) melakukan kajian atas perlakuanPPN untuk barang hasil tambang; (3) meningkatkan koordinasi dengan berbagai instansiterkait sehubungan dengan pencairan piutang pajak dan prioritas pencairan kepadapenunggak pajak terbesar; dan (4) harmonisasi Undang-undang Ketentuan Umum danTata Cara Perpajakan, Undang-undang Kepailitan, serta Undang-undang terkait tentanghak mendahulukan negara atas piutang pajak terhadap WP yang dinyatakan pailit.

Selanjutnya, Pemerintah akan menyempurnakan mekanisme atas keberatan dan bandingsebagai upaya untuk mendukung optimalisasi penerimaan pajak. Hal ini antara laindilakukan melalui optimalisasi pemanfaatan informasi dari putusan pengadilan pajak sertakeputusan keberatan dan nonkeberatan sebagai bahan untuk penggalian potensi perpajakan.Selain itu, Pemerintah akan menyusun kembali grand strategy untuk meningkatkanpengawasan, guna menghindari dan mengurangi penyalahgunaan wewenang, sertameningkatkan fungsi litigasi agar Pemerintah dapat memenangkan sengketa dalam sidangbanding dan gugatan di Pengadilan Pajak.

Sejalan dengan upaya perbaikan administrasi dalam rangka optimalisasi penerimaanperpajakan, Pemerintah juga melakukan optimalisasi penerimaan kepabeanan dan cukaimelalui peningkatan pelayanan kepabeanan dan cukai. Langkah-langkah yang dilakukanuntuk meningkatkan kualitas pelayanan kepabeanan dan cukai antara lain: (1) melanjutkanreformasi birokrasi, melalui pembentukan KPPBC madya dan penyempurnaan birokrasi dilingkungan internal; (2) penyempurnaan implementasi Indonesia National Single Window(INSW) di 5 kantor pabean (Tanjung Priok, Tanjung Perak, Tanjung Emas, Bandara SoekarnoHatta, dan Belawan); (3) otomatisasi pelayanan; (4) implementasi kawasan pelayananpabean terpadu; dan (5) konsistensi pelayanan kepabeanan 24 jam sehari dan 7 hari seminggudi empat pelabuhan utama (Tanjung Priok, Tanjung Perak, Makasar dan Belawan).

Khusus di bidang kepabeanan, optimalisasi penerimaan dalam tahun 2011 dilakukan antaralain melalui (1) peningkatan akurasi penelitian nilai pabean dan klasifikasi barang impor;(2) peningkatan efektivitas pemeriksaan fisik barang; (3) peningkatan kolektibilitas piutangkepabeanan dan cukai; (4) peningkatan pengawasan di daerah perbatasan, terutama jalurrawan penyelundupan; dan (5) optimalisasi fungsi unit pengawasan melalui peningkatanpatroli darat dan laut. Terkait dengan upaya peningkatan pengawasan di bidang kepabeanan,

Page 45: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

III-45Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah Bab III

beberapa kebijakan yang diambil adalah dengan melakukan penataan hubungan kerjaantarunit pengawasan, penerapan pola profiling secara sistematis dalam rangka riskmanagement, melakukan pendeteksian dini terhadap pelanggaran, otomatisasi prosespengawasan secara vertikal dan horisontal, serta perbaikan bisnis proses audit dan revitalisasifungsi audit.

Khusus di bidang cukai, kebijakan pada tahun 2011 tetap diarahkan pada konsistensipelaksanaan road map cukai hasil tembakau. Selain itu, optimalisasi penerimaan cukai jugadilakukan melalui kajian tentang ekstensifikasi barang kena cukai, pelekatan pita cukai atautanda pelunasan cukai lainnya untuk MMEA golongan A, pemanfaatan informasi teknologidi bidang pelayanan cukai dan peningkatan pengawasan di bidang cukai, serta optimalisasisosialisasi di bidang cukai.

Sementara itu, dalam rangka mendukung sasaran pertumbuhan investasi sesuai denganRKP 2011, di sisi kebijakan kepabeanan dan cukai, akan terus diupayakan perbaikan sisteminformasi. Upaya tersebut akan dilaksanakan melalui (1) pengoperasian secara penuh INSWuntuk impor (sebelum tahun 2010) dan untuk ekspor; (2) percepatan realisasi prosespenyelesaian bea cukai di luar pelabuhan dengan implementasi tahap pertama CustomAdvanced Trade System (CATS) di dry port Cikarang; dan (3) pengembangan KawasanEkonomi Khusus (KEK) yang dilakukan melalui pengembangan KEK di 5 lokasi melaluiskema Public-Private Partnership sebelum tahun 2014.

Target Penerimaan Perpajakan Tahun 2011

Pada tahun 2011, penerimaan perpajakan ditargetkan mencapai Rp839,5 triliun, ataumeningkat 12,9 persen dari targetnya dalam APBN-P tahun 2010. Beberapa faktor yangberpengaruh dalam peningkatan penerimaan perpajakan adalah (1) pertumbuhan ekonomiyang lebih tinggi, baik secara global maupun domestik; (2) perbaikan administrasi pajak,kepabeanan dan cukai yang dilakukan secara terus menerus; (3) upaya extra effort yangdilakukan dalam rangka optimalisasi penerimaan perpajakan; dan (4) tingginya taxcompliance masyarakat.

PPh ditargetkan mencapai Rp414,5 triliun pada tahun 2011, atau meningkat 14,4 persenbila dibandingkan dengan targetnya dalam APBN-P tahun 2010. Termasuk dalam targetpenerimaan PPh adalah fasilitas pajak ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar Rp3,5 triliun,yang terdiri atas PPh DTP untuk panas bumi sebesar Rp1,0 triliun, PPh DTP untuk bungaobligasi internasional sebesar Rp1,5 triliun, dan PPh DTP untuk hibah dan kerjasamakeuangan internasional sebesar Rp1,0 triliun.

Dari keseluruhan penerimaan PPh pada tahun 2011, PPh migas ditargetkan mencapai Rp54,2triliun, atau 13,1 persen kontribusi terhadap penerimaan PPh. Bila dibandingkan dengantargetnya pada APBN-P tahun 2010, target PPh migas tahun 2011 mengalami penurunansebesar 2,2 persen. Sasaran penerimaan PPh migas tahun 2011 didasarkan antara lain pada:(1) asumsi ICP USD80,0 per barel; (2) nilai tukar rupiah rata-rata Rp9.300 per USD, dan(3) lifting minyak sebesar 970 ribu bph.

Pada tahun 2011, PPh nonmigas ditargetkan mengalami kenaikan 17,4 persen, hinggamencapai Rp360,3 triliun, dari target APBN-P tahun 2010. Secara umum, faktor utamayang berpengaruh adalah penerapan kebijakan perpajakan yang berperan dalammeningkatkan penerimaan PPh nonmigas antara lain: (1) kegiatan pasca sunset policy yang

Page 46: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

Bab III

III-46 Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah

menitikberatkan pada law enforcement dan pembinaan kepada wajib pajak; (2) perluasanbasis pajak; (3) kegiatan intensifikasi melalui mapping, profiling, dan benchmarking; dan(4) upaya extra effort melalui pemeriksaan dan penagihan.

Penerimaan PPh nonmigas sektoral pada tahun 2011 ditargetkan mencapai Rp 308,4 triliun.Target tersebut merupakan target bruto yang belum memperhitungkan penerimaan dalambentuk mata uang asing serta kemungkinan restitusi yang terjadi. Bila dibandingkan denganperkiraan realisasi tahun 2010, target tersebut meningkat sebesar 19,1 persen atau Rp49,5triliun, terutama didukung oleh sektor industri pengolahan yang memberikan kontribusisebesar Rp95,1 triliun (30,8 persen) dengan pertumbuhan penerimaan sebesar 22,3 persen.Selanjutnya, sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan memberikan kontribusisebesar Rp66,8 triliun (21,7 persen) dengan pertumbuhan 8,6 persen. Sementara itu, sektorperdagangan, hotel dan restoran sebagai kontributor terbesar ketiga memberikan kontribusisebesar Rp39,0 triliun (12,6 persen) atau mengalami pertumbuhan sebesar 23,6 persen.Perkiraan penerimaan PPh nonmigas sektoral dapat dilihat pada Tabel III.17.

Pada tahun 2011, target PPN dan PPnBM adalah sebesar Rp309,3 triliun, atau meningkat17,6 persen dari perkiraannya dalam APBN-P tahun 2010. Peningkatan ini sejalan denganlebih tingginya asumsi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2011 yang mencapai6,3 persen, dari perkiraan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010 sebesar 5,9 persen.Konsumsi masyarakat dan Pemerintah yang masing-masing diperkirakan tumbuh di atas 5persen dan 6 persen diharapkan dapat mendorong peningkatan penerimaan PPN dan PPnBMdalam negeri. Demikian juga dengan aktivitas perdagangan dunia yang diperkirakan tumbuhdi atas 6 persen akan menjadi salah satu pendorong peningkatan penerimaan PPN danPPnBM impor.

Dalam target PPN dan PPnBM tersebut, di dalamnya terdapat target penerimaan perpajakandalam bentuk pajak ditanggung Pemerintah sebesar Rp9,3 triliun. Rincian dari PPN DTPadalah (1) PPN DTP untuk bahan bakar minyak, bahan bakar nabati, dan LPG 3 kg bersubsidisebesar Rp6,0 triliun; (2) PPN DTP untuk pajak dalam rangka impor (PDRI) terkait

Perk.Real.

% thd Total

y-o-y RAPBN% thd Total

y-o-y

Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 9,3 3,6 (8,7) 12,5 4,1 34,7Pertambangan Migas 8,2 3,2 (19,5) 8,3 2,7 0,8Pertambangan Bukan Migas 14,0 5,4 (20,7) 17,2 5,6 22,5Penggalian 0,3 0,1 24,7 0,4 0,1 29,8Industri Pengolahan 77,8 30,0 29,7 95,1 30,8 22,3Listrik, Gas, dan Air Bersih 8,3 3,2 49,3 9,1 2,9 9,7Konstruksi 7,7 3,0 19,1 9,7 3,2 25,8Perdagangan, Hotel, dan Restoran 31,5 12,2 18,5 39,0 12,6 23,6Pengangkutan dan Komunikasi 17,4 6,7 1,2 18,1 5,9 4,2Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan 61,6 23,8 (12,2) 66,8 21,7 8,6Jasa Lainnya 20,3 7,8 32,5 26,0 8,4 28,0Kegiatan yang Belum Jelas Batasannya 2,4 0,9 7,5 6,1 2,0 150,7

Total 258,9 100,0 7,0 308,4 100,0 19,1

* Belum memperhitungkan penerimaan PPh valas dan BUN, transaksi yang offline serta restitusi

Sumber : Kementerian Keuangan

2011

TABEL III.17PERKEMBANGAN PPh NONMIGAS SEKTORAL, 2010 − 2011

(triliun rupiah)

Uraian

2010

Page 47: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

III-47Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah Bab III

kebutuhan eksplorasi hulu minyak, gas bumi serta panas bumi sebesar Rp2,8 triliun; dan(3) PPN DTP untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sebesar Rp0,5 triliun.

Penerimaan PPN dalam negeri (PPN DN) sektoral pada tahun 2011 diperkirakan mencapaiRp181,5 triliun atau meningkat sebesar 19,1 persen bila dibandingkan dengan perkiraanrealisasi tahun 2010. Secara lebih rinci, penerimaan PPN DN terutama disumbangkan olehsektor industri pengolahan dengan kontribusi sebesar Rp85,2 triliun (46,9 persen) denganpertumbuhan sebesar 26,6 persen dan sektor perdagangan, hotel, serta restoran dengankontribusi sebesar Rp32,4 triliun (17,8 persen) dengan pertumbuhan sebesar 15,7 persen.Sedangkan sebagai kontributor ketiga terbesar, sektor pengangkutan dan komunikasimemberikan kontribusi sebesar Rp14,3 triliun (7,9 persen) dengan pertumbuhan sebesar15,2 persen. Perkiraan penerimaan PPN DN sektoral dapat dilihat pada Tabel III.18.

Pada tahun 2011, penerimaan PPN impor sektoral diperkirakan mencapai Rp117,7 triliunatau meningkat sebesar 23,9 persen bila dibandingkan dengan perkiraan realisasi tahun2010. Kontributor utama adalah sektor industri pengolahan yang memberikan kontribusisebesar Rp72,0 triliun (61,2 persen) dengan pertumbuhan mencapai 21,7 persen. Selanjutnya,sebagai kontributor terbesar kedua, sektor industri perdagangan, hotel dan restoranmemberikan kontribusi sebesar Rp36,2 triliun (30,7 persen) dengan pertumbuhan sebesar28,4 persen. Secara umum, peningkatan PPN impor sektoral terutama disebabkan olehperkiraan meningkatnya transaksi perdagangan internasional seiring dengan membaiknyaperekonomian dunia. Kontribusi masing-masing sektor ekonomi terhadap penerimaan PPNimpor sektoral tahun 2010–2011 dapat dilihat dalam Tabel III.19.

Penerimaan dari PBB ditargetkan mencapai Rp27,7 triliun pada tahun 2011, atau meningkat9,3 persen dari targetnya pada APBN-P tahun 2010. Target penerimaan PBB tersebut sudahmengantisipasi kebijakan pengalihan administrasi PBB sektor perdesaan dan perkotaan daripusat ke daerah yang sudah siap untuk melaksanakan kebijakan tersebut. Sementara itu,sebagai komponen terbesar, PBB pertambangan ditargetkan mencapai Rp20,8 triliun, ataunaik 21,7 persen dari targetnya pada APBN-P tahun 2010.

Perk.Real.

% thd Total

y-o-y RAPBN% thd Total

y-o-y

Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 3,3 2,2 9,4 3,9 2,2 18,0Pertambangan Migas 2,8 1,9 (83,9) 1,6 0,9 (42,1)Pertambangan Bukan Migas 2,1 1,4 55,5 2,3 1,3 6,2Penggalian 0,2 0,1 37,3 0,2 0,1 28,8Industri Pengolahan 67,3 44,2 78,7 85,2 46,9 26,6Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,9 0,6 50,8 1,1 0,6 21,3Konstruksi 12,1 7,9 15,4 12,1 6,7 0,0Perdagangan, Hotel, dan Restoran 28,0 18,4 43,4 32,4 17,8 15,7Pengangkutan dan Komunikasi 12,4 8,2 43,4 14,3 7,9 15,2Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan 12,1 7,9 31,0 12,5 6,9 3,1Jasa Lainnya 3,8 2,5 58,4 4,4 2,4 18,1Kegiatan yang Belum Jelas Batasannya 7,3 4,8 24,1 11,4 6,3 56,1

Total 152,3 100,0 30,7 181,5 100,0 19,1

* Belum memperhitungkan PPN dari transaksi pembelian yang dilakukan K/L, transaksi yang offline dan restitusi

Sumber : Kementerian Keuangan

2011

TABEL III.18PERKEMBANGAN PPN DALAM NEGERI SEKTORAL, 2010 – 2011

(triliun rupiah)

Uraian

2010

Page 48: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

Bab III

III-48 Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah

Sehubungan dengan kebijakan pengalihan administrasi BPHTB dari Pemerintah pusat kepemerintah daerah, maka tidak ada penerimaan BPHTB pada RAPBN tahun 2011.

Target penerimaan cukai pada tahun 2011 adalah sebesar Rp60,7 triliun, terdiri atas cukaihasil tembakau sebesar Rp58,1 triliun, dan cukai MMEA dan EA sebesar Rp2,7 triliun. Biladibandingkan dengan APBN-P tahun 2010, target cukai 2011 mengalami peningkatan 2,4persen, didukung oleh peningkatan cukai hasil tembakau sebesar 3,9 persen. Beberapa faktoryang berpengaruh pada peningkatan penerimaan cukai adalah (1) peningkatan tarif cukaihasil tembakau sesuai dengan roadmap cukai hasil tembakau; (2) peningkatan tarif cukaiMMEA dan EA; (3) perbaikan administrasi kepabeanan dan cukai; dan (4) extra effortuntuk mengurangi peredaran barang kena cukai secara ilegal.

Pada tahun 2011, pajak lainnya ditargetkan mencapai Rp4,2 triliun, atau 9,4 persen biladibandingkan dengan targetnya pada APBN-P tahun 2010. Peningkatan tersebut terutamadisebabkan oleh meningkatnya transaksi yang menggunakan benda materai.

Penerimaan bea masuk pada tahun 2011 ditargetkan mencapai Rp18,0 triliun. Biladibandingkan dengan target APBN-P tahun 2010, terjadi peningkatan sebesar 5,2 persen.Target penerimaan bea masuk pada tahun 2011 tersebut termasuk bea masuk yangditanggung Pemerintah (DTP) sebesar Rp2,0 triliun. Asumsi-asumsi yang dijadikanpertimbangan dalam penetapan target bea masuk adalah (1) pertumbuhan ekonomi 6,3persen; (2) nilai tukar rupiah yang rata-rata Rp9.300 per USD; dan (3) meningkatnya volumeimpor sebagai dampak dari meningkatnya volume perdagangan internasional.

Kebijakan bea keluar tidak semata-mata ditujukan untuk menghimpun penerimaan negara.Namun terdapat tujuan lain seperti ketersediaan komoditi dalam negeri, stabilitas harganasional, dan kelestarian sumber daya alam. Dalam tahun 2011, bea keluar ditargetkanmencapai Rp5,1 triliun atau 5,9 persen lebih rendah bila dibandingkan dengan target

Perk.Real.

% thd Total

y-o-y RAPBN% thd Total

y-o-y

Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 0,4 0,5 366,4 0,6 0,6 47,2Pertambangan Migas 0,6 0,6 (85,3) 0,3 0,3 (45,4)Pertambangan Bukan Migas 1,9 2,0 318,2 3,0 2,5 54,5Penggalian 0,0 0,0 (70,9) 0,0 0,0 (40,3)Industri Pengolahan 59,2 62,3 62,3 72,0 61,2 21,7Listrik, Gas dan Air Bersih 0,2 0,3 4,9 0,3 0,2 10,2Konstruksi 0,9 1,0 (0,4) 1,0 0,9 11,9Perdagangan, Hotel dan Restoran 28,2 29,7 45,8 36,2 30,7 28,4Pengangkutan dan Komunikasi 1,2 1,3 (9,4) 1,1 0,9 (8,5)Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan 2,2 2,3 124,7 3,1 2,6 38,0Jasa Lainnya 0,1 0,1 (13,0) 0,1 0,1 (2,8)Kegiatan yang belum jelas batasannya 0,0 0,0 14,5 0,0 0,0 51,7

Total 95,0 100,0 49,0 117,7 100,0 23,9

* Belum memperhitungkan PPN dari transaksi pembelian yang dilakukan K/L, transaksi yang offline dan restitusi

Sumber : Kementerian Keuangan

2011

TABEL III.19PERKEMBANGAN PPN IMPOR SEKTORAL, 2010-2011

(triliun rupiah)

Uraian

2010

Page 49: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)
Page 50: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)
Page 51: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

III-51Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah Bab III

sebesar Rp50,0 miliar atau 33,3 persen bila dibandingkan dengan target APBN-P 2010.Sumber utama penerimaan perikanan berasal dari pungutan pengusahaan perikanan (PPP),termasuk di dalamnya pungutan perikanan asing (PPA) dan pungutan hasil perikanan (PHP).Penerimaan perikanan ini relatif sangat kecil bila dibandingkan dengan sumber penerimaanlainnya dalam SDA nonmigas. Namun, peranan sektor perikanan tersebut juga dapat dilihatdari meningkatnya kegiatan ekonomi di sentra-sentra kegiatan nelayan di pelabuhanperikanan dan pasar ikan, kegiatan perikanan di sentra-sentra budidaya, dan kegiatanpengolahan ikan serta penerimaan daerah melalui retribusi bidang kelautan dan perikanan.Guna mengoptimalkan penerimaan perikanan, upaya yang akan ditempuh dalam tahun2011 antara lain: (1) optimalisasi pelayanan dan penertiban perijinan usaha;(2) penanggulangan illegal fishing; (3) revisi PP Nomor 19/2006 tentang Pungutan TarifPNBP KKP; (4) revisi Harga Patokan Ikan (HPI); (5) pengembangan usaha perikanantangkap terpadu; (6) dorongan pengusahaan perikanan asing yang semula beroperasi denganscheme lisensi untuk melakukan kemitraan dengan pelaku usaha perikanan domestik danmendaratkan hasil tangkapannya di pelabuhan perikanan Indonesia sebagai pasokan bahanbaku industri pengolahan hasil perikanan; (7) dorongan dibentuknya perusahaan PMA untukmeningkatkan investasi di bidang pengolahan hasil perikanan; (8) peningkatan kemampuanarmada perikanan dalam negeri untuk mengganti kapal asing yang beroperasi di ZonaEkonomi Eksklusif Indonesia dan laut lepas; (9) peningkatan pelayanan; dan (10) percepatanperizinan dan administrasi penagihan.

Penerimaan pertambangan panas bumi dalam RAPBN 2011 direncanakan mencapai Rp356,1miliar, meningkat sebesar Rp111,7 miliar atau 45,7 persen bila dibandingkan dengan targetAPBN-P 2010. Penerimaan pertambangan panas bumi ini bersumber dari perhitungansetoran bagian Pemerintah sebesar 34 persen dari penerimaan bersih usaha kegiatanpengusahaan sumber daya panas bumi (net operating income/NOI) untuk pembangkitanenergi/listrik setelah dikurangi dengan semua kewajiban pembayaran pajak-pajak danpungutan-pungutan lain.

Penerimaan Bagian Pemerintah atas Laba BUMN

Kondisi makroekonomi yang masih rentan terhadap efek dari defisit anggaran negara-negaraOrganization for Economic Cooperation Development (OECD) terutama Uni Eropa danAmerika Serikat di tahun 2010, akan menjadi tantangan besar bagi Pemerintah untuk tetapdapat menjaga kinerja BUMN agar tidak mengurangi penerimaan dividen di tahun 2011.Di samping itu, sesuai Peraturan Bank Indonesia dan Bapepam-LK, BUMN SektorPerbankan, Jasa Keuangan dan Asuransi perlu memupuk dana untuk memenuhi persyaratankecukupan Capital Adequacy Ratio (CAR) untuk perbankan BUMN yang melakukan IPOdengan prospektus dengan menjanjikan pay-out ratio tertentu. Untuk BUMN sektorperbankan, antisipasi peningkatan non performing loan (NPL) menjadi komponen penguranglaba BUMN perbankan sehubungan dengan cadangan umum penyisihan penghapusan asetatas aset produktif. Hal lain adalah Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/15/PBI/2008tentang Peningkatan Capital Adequacy Ratio atau Rasio Kewajiban Penyediaan ModalMinimum (KPMM) yang juga mengurangi laba BUMN perbankan. Terkait dengan haltersebut, Pemerintah akan melakukan penyesuaian pay-out ratio terhadap beberapa BUMNperbankan yang membutuhkan tambahan anggaran investasi untuk kegiatan investasi.Kebijakan penyesuaian pay-out ratio BUMN perbankan tersebut akan dikompensasi melalui

Page 52: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

Bab III

III-52 Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah

upaya penyaluran kredit dengan tingkat suku bunga rendah dan pengurangan dana simpanandalam bentuk SBI. Hal ini dimaksudkan untuk dapat mendorong pertumbuhan kredit ditengah pelemahan perekonomian.

Rencana kebijakan Pemerintah untuk PNBP bagian Pemerintah atas laba BUMN di tahun2011 adalah dengan menerapkan kebijakan pay-out ratio 50-60 persen dengan beberapapengecualian, yaitu (a) penetapan pay-out ratio (POR) 0-25 persen untuk BUMN sektorasuransi, khusus PT Jamsostek, PT Taspen, PT Askes, dan PT Asabri diterapkan POR nolpersen, terkait dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem JaminanSosial Nasional yang menjelaskan bahwa BUMN asuransi menjadi organisasi nirlaba;(b) penetapan POR nol persen untuk BUMN kehutanan, terkait dengan upaya pelestarianhutan di Indonesia, dan untuk BUMN laba dengan akumulasi rugi; (c) penetapan POR0-60 persen untuk BUMN laba tanpa akumulasi rugi; (d) rencana POR BUMN SektorPerkebunan 0-25 persen; (e) penetapan POR BUMN Sektor Farmasi 0-20 persen; (f) rencanaPOR BUMN Perbankan 35-45 persen untuk antisipasi Implementasi BASEL II dan PSAK50/55 agar CAR Bank BUMN pada tahun 2014 tetap di atas 10 persen dan dapat tetapmemajukan sektor riil dengan pertumbuhan ekspansi kredit 18-27 persen; (g) rencana PORBUMN Pertambangan 30-45 persen; dan (h) rencana POR PT Pertamina 45-50 persen.

Adapun rencana strategi yang akan ditempuh Pemerintah untuk mengoptimalkanpenerimaan dari dividen BUMN dalam tahun 2011 adalah: (a) optimalisasi dividen pay-outratio dengan mempertimbangkan antara lain kondisi keuangan dan penugasan olehPemerintah serta peraturan perundangan yang berlaku (misalnya: UU SJSN, ProspektusIPO); (b) audit keuangan oleh kantor akuntan publik (KAP) dapat selesai lebih awal darijadwal agar angka definitif atas laba/rugi bersih BUMN secara dini dapat diketahui, untukdapat ditetapkan langkah-langkah dalam mencapai target yang diharapkan; dan (c) opsiuntuk mengambil dividen interim terhadap BUMN yang sudah menyelenggarakan RUPS,dengan tetap memperhatikan arus kas untuk operasi BUMN tersebut.

Terkait dengan rencana peningkatan kinerja BUMN di tahun 2011, Pemerintah secarakonsisten akan melakukan berbagai langkah pembenahan internal di tubuh BUMN.Langkah-langkah tersebut juga dipersiapkan dalam rangka antisipasi pemberlakuan ACFTAagar BUMN dapat memberikan kontribusi yang lebih besar bagi perekonomian nasional.Langkah taktis yang disiapkan untuk tahun 2011 antara lain adalah: (a) peningkatancadangan modal kerja untuk BUMN yang sehat dan perlu modal kerja dan sekaligus belanjainvestasi (capital expenditure) agar BUMN dapat lebih berkembang menuju ke tingkateconomic of scale dan sekaligus mampu meningkatkan pendapatan serta lebih efisien; dan(b) BUMN yang sedang direstrukturisasi dan meraih laba namun masih mengalamiakumulasi rugi agar lebih sehat, tidak diambil dividennya. Dengan memperhatikan kondisidan tantangan dan asumsi dasar ekonomi makro 2011 serta rencana kebijakan yang akanditempuh sebagaimana disebutkan sebelumnya, besaran PNBP bagian Pemerintah atas labaBUMN termasuk dividen interim tahun 2011 direncanakan sebesar Rp26,6 triliun.

PNBP Lainnya

Dalam tahun 2011, target PNBP lainnya direncanakan sebesar Rp43,4 triliun, sedikitmengalami penurunan apabila dibandingkan dengan target dalam APBN-P 2010 sebesarRp43,5 triliun. Target PNBP lainnya tahun 2010—2011 dapat dilihat dalam Grafik III.36.

Page 53: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)
Page 54: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

Bab III

III-54 Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah

(4) melakukan pengkajian secara komprehensif mengenai formula dan besaran variabeldalam pengenaan BHP frekuensi; serta (5) melakukan otomatisasi/modernisasi prosesperizinan dalam rangka meningkatkan pelayanan publik.

Dalam tahun 2011, PNBP Kemendiknasdirencanakan mencapai Rp10,7 triliun.Penerimaan tersebut meningkat sebesarRp4,0 triliun atau 59,8 persen apabiladibandingkan dengan target dalamAPBN-P 2010 sebesar Rp6,7 triliun.Peningkatan tersebut lebih disebabkanoleh meningkatnya penerimaan jasapendidikan, terutama bersumber daritambahan PTN eks-BHMN yang berubahmenjadi satuan kerja BLU danpenerimaan dari hasil penjualan produkpendidikan. Perkembangan PNBPKemendiknas tahun 2010 dan 2011 dapatdilihat pada Grafik III.38.

Pokok-pokok kebijakan yang akan dilaksanakan untuk mencapai target tersebut antara lain:(a) penguatan kapasitas pendidikan tinggi melalui pengembangan mekanisme untukmewujudkan kesehatan organisasi dan otonomi masing-masing perguruan tinggi; (b) padamasa transisi dari sentralisasi menuju masa otonomi, akan dilakukan pengembangankapasitas guna mewujudkan perguruan tinggi yang memiliki keleluasaan dalam memberikanpelayanan pendidikan tinggi yang sehat dan memiliki kapasitas untuk merespon lingkunganyang berubah; dan (c) meningkatkan akuntabilitas publik melalui penerapan sistemmonitoring dan evaluasi yang ditata melalui mekanisme pelaporan kinerja perguruan tinggi.

Dalam tahun 2011, target PNBP Polri direncanakansebesar Rp2,8 triliun, meningkat Rp0,8 triliun atau39,8 persen dari target dalam APBN-P tahun 2010sebesar Rp2,0 triliun. Peningkatan tersebututamanya disebabkan oleh meningkatnyapendapatan dari pengadministrasian SIM, STNK,dan BPKB sebagai dampak bertambahnya jumlahkendaraan bermotor, serta pemberlakuan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintasdan Angkutan Jalan, yang menambah keluasanfungsi dan peran Ditlantas Polri dalam mewujudkankeamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaranberlalu lintas. Perkembangan PNBP Polri tahun 2010dan 2011 dapat dilihat pada Grafik III.39.

Secara garis besar, kebijakan yang akan ditempuh untuk mencapai target tersebut adalah(a) meningkatkan kemampuan SDM Polri melalui pendidikan dan pelatihan; (b) melanjutkanpembangunan jaringan online Samsat di seluruh Polda; (c) melanjutkan upgrade jaringanSatpas termasuk SIM keliling; dan (d) melaksanakan Perpolisian Masyarakat (Polmas)melalui kegiatan Citra Polantas.

6,7

10,7

0

2

4

6

8

10

12

APBN-P2010

RAPBN2011

triliun Rp

GRAFIK III.38PNBP KEMENDIKNAS, 2010 − 2011

Sumber : Kementerian Pendidikan Nasional

2,0

2,8

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

APBN-P2010

RAPBN2011

triliun Rp

GRAFIK III.39PNBP POLRI, 2010 − 2011

Sumber : Kepolisian Negara Republik Indonesia

Page 55: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

III-55Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah Bab III

PNBP BPN dalam tahun 2011 direncanakanmencapai Rp1,3 triliun, turun Rp0,2 triliun atau 13,3persen jika dibandingkan dengan target dalamAPBN-P tahun 2010 sebesar Rp1,5 triliun.Penurunan tersebut disebabkan oleh dihapuskannyaPNBP dari kegiatan pelayanan penetapan hak atastanah berupa uang pemasukan kepada negara.Grafik III.40 memperlihatkan target PNBP BPNtahun 2010 dan 2011.

Pencapaian target PNBP BPN tahun 2010didukung oleh (a) peningkatan kegiatan sosialisasidan transparansi pelayanan kepada masyarakatyang mencakup informasi tentang persyaratan,jangka waktu pelayanan, dan biaya pelayanan; (b) peningkatan kapasitas kemampuanpelayanan dengan penambahan petugas ukur dan pendataan data yuridis; serta (c) penerapanmodel pelayanan kantor pertanahan bergerak pelayanan rakyat sertifikasi pertanahan(LARASITA).

Dalam tahun 2011, PNBP Kemenkumhamdirencanakan sebesar Rp1,6 triliun, naik Rp0,1triliun atau 6,7 persen bila dibandingkan dengantarget APBN-P tahun 2010 sebesar Rp1,5 triliun.Peningkatan tersebut utamanya disebabkan olehmeningkatnya kunjungan dan izin tinggal orangasing di Indonesia. Perkembangan PNBPKemenkumham tahun 2010 dan 2011 dapat dilihatpada Grafik III.41.

Secara garis besar, pokok-pokok kebijakan yangakan ditempuh untuk mencapai target tahun 2011tersebut adalah: (1) peningkatan pelayanan kepadamasyarakat melalui penambahan kantor imigrasi;(2) menambah jumlah tempat pemeriksaan imigrasi dengan visa kunjungan saat kedatangan(VKSK); (3) menambah jumlah negara subjek VKSK menjadi 62 negara;(4) mengembangkan otomatisasi sistem pelayanan hak kekayaan intelektual; dan(5) melakukan perjanjian kerjasama dengan bank BUMN untuk penerimaan biaya VKSK.

Pendapatan BLU

Pendapatan BLU dalam tahun 2011 direncanakan sebesar Rp14,9 triliun. Penerimaan inilebih tinggi Rp5,4 triliun atau 57,0 persen dari target dalam APBN-P tahun 2010 sebesarRp9,5 triliun. Peningkatan tersebut antara lain disebabkan oleh bertambahnya jumlahperguruan tinggi negeri yang menerapkan pola BLU dan telah diterapkannya polapengelolaan BLU oleh seluruh rumah sakit Pemerintah. Perkembangan pendapatan BLUtahun 2010 dan 2011 dapat dilihat pada Grafik III.42.

Dilihat dari sumber perolehannya, sebagian besar pendapatan BLU tahun 2011 berasal daripendapatan jasa pelayanan pendidikan yang direncanakan sebesar Rp7,8 triliun, dan jasa

1,51,3

0,0

0,4

0,8

1,2

1,6

APBN-P2010

RAPBN2011

triliun Rp

GRAFIK III.40PNBP BPN, 2010 − 2011

Sumber : Badan Pertanahan Nasional

1,51,6

0,0

0,4

0,8

1,2

1,6

2,0

APBN-P2010

RAPBN2011

triliun Rp

GRAFIK III.41PNBP KEMENKUMHAM,

2010 − 2011

`

Sumber : Kementerian Hukum dan HAM

Page 56: Nota Keuangan dan RAPBN 2011 (Bab III)

Bab III

III-56 Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Pendapatan Negara dan Hibah

pelayanan rumah sakit yang diperkirakanmencapai Rp3,9 triliun. Sementara itu, pendapatandari jasa penyelenggaraan telekomunikasidirencanakan mencapai Rp1,4 triliun.

Secara umum, pencapaian target pendapatan BLUtahun 2011 didukung oleh kebijakan yang akandilaksanakan oleh masing-masing BLU, diantaranya: (1) meningkatkan pelayanan publikmelalui peningkatan kualitas sumber dayamanusia; (2) meningkatkan efektivitas danefisiensi pengelolaan keuangan BLU; serta(3) meningkatkan transparansi dan akuntabilitaspengelolaan keuangan instansi Pemerintah.

3.4.2 Penerimaan Hibah

Penerimaan hibah dalam tahun 2011 direncanakan sebesar Rp3,7 triliun. Target tersebutlebih tinggi Rp1,8 triliun atau 97,2 persen jika dibandingkan dengan target APBN-P 2010sebesar Rp1,9 triliun. Peningkatan tersebutantara lain dipengaruhi oleh semakintingginya komitmen negara donor untukmembantu Indonesia terkait masalahperubahan iklim serta semakin efektifnyasistem administrasi dan pencatatanpenerimaan hibah dalam APBN. Selain itujuga, dikarenakan menampung hibah asetdari PT Pertamina dan PT PLN (Persero)yang akan digunakan untuk PMNterhadap PT Geo Dipa Energi sebesar Rpo,4triliun. Grafik III.43 memperlihatkanperkembangan target hibah 2010 dan2011.

9,5

14,9

0

2

4

6

8

10

12

14

16

APBN-P2010

RAPBN2011

triliun Rp

GRAFIK III.42PENDAPATAN BLU, 2010 − 2011

Sumber : Kementerian Keuangan

1,9

3,7

-

0,6

1,2

1,8

2,4

3,0

3,6

4,2

APBN-P2010

RAPBN2011

triliun Rp

GRAFIK III.43PENERIMAAN HIBAH, 2010 − 2011

Sumber : Kementerian Keuangan