nominalisasi adjektiva dalam bahasa perancis
Transcript of nominalisasi adjektiva dalam bahasa perancis
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap bahasa di dunia tentu saja memiliki persamaan dan perbedaan serta
keunikan tersendiri antara satu dengan yang lainnya. Keragaman berbagai bahasa
di dunia beserta dengan keunikannya masing-masing merupakan fenomena yang
sangat menarik bagi para ahli bahasa untuk diteliti sehingga dapat memperkaya
khazanah ilmu kebahasaan itu sendiri.
Salah satu objek penelitian bahasa yang menarik adalah pembentukan kata
atau word formation karena hal itu mutlak terjadi dalam suatu bahasa dan disebut
sebagai proses morfologi. Morfologi termasuk salah satu studi kebahasaan
(linguistik) yang mengkaji struktur internal kata atau leksikon suatu bahasa. Kata
dalam hal ini dipandang sebagai satuan-satuan padu bentuk dan makna yang
memperlihatkan aspek valensi sintaksis, yakni kemungkinan-kemungkinan yang
dimiliki kata untuk berkombinasi dengan kata-kata lain dalam kelompok kata
(Uhlenbeck dalam Ekowardono,1982:54).
Pada tingkat gramatikal, kata secara tradisional dipahami sebagai unsur
terkecil bahasa yang diidentifikasikan asal dan bentuknya dalam suatu paradigma.
Setiap bahasa tentunya dapat dijabarkan ihwal kata itu dan properti-properti
morfosintaksisnya (Matthews, 1974:136). Pada abad ke-19, istilah morfologi
sebagai bidang linguistik dipahami sebagai studi tentang perubahan-perubahan
1
2
secara sistematis tentang bentuk kata yang dihubungkan dengan maknanya
(Bauer, 1988:4). Hal itu dapat diambil contoh pasangan kata sebagai berikut:
Verba Nomina
to design ‘menggambar’ � designer ‘perancang’ to fight ‘berjuang’ � fighter ‘pejuang/petinju’ to write ‘menulis’ � writer ‘penulis’ Kata-kata tersebut tidak hanya dikaji bentuk katanya, tetapi juga dikaji
fungsi unit-unit lain dalam mengubah bentuk katanya. Dengan begitu, kajian
morfologi berkaitan dengan proses infleksi dan derivasi (Katamba; 1993:206).
Dengan demikian, dalam proses pembentukan kata terdapat dua jenis afiks, yaitu
afiks-afiks infleksional dan afiks-afiks derivasional. Afiks infleksional adalah
afiks yang mampu menghasilkan bentuk-bentuk kata yang baru dari leksem
dasarnya, sedangkan afiks derivasional adalah afiks yang menghasilkan leksem
baru dari leksem dasar. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa morfologi
infleksional atau infleksi berkaitan dengan proses afiksasi yang ditentukan secara
sintaksis, sedangkan morfologi derivasional atau derivasi digunakan untuk
membentuk leksikal baru (Bauer, 1988:80).
Kedua proses morfologis itu menjadi hal yang menarik untuk diteliti
karena proses pembentukan kata ini pasti terjadi di semua bahasa dan tiap-tiap
bahasa menunjukkan proses yang berbeda. Dalam penelitian ini dibahas tentang
salah satu proses derivasi, yaitu nominalisasi. Istilah ini mengacu pada proses
pembentukan nomina (kata benda) dari kelas kata yang lain (verba, adjektiva,
adverbial) melalui penambahan afiks derivasional (Kridalaksana, 1984 :132).
3
Topik ini menarik untuk dibahas karena nominalisasi merupakan bagian
yang penting dalam penggunaan bahasa, baik nominalisasi verba maupun
adjektiva. Dalam penelitian ini secara khusus dibahas tentang nominalisasi
adjektiva dalam bahasa Perancis. Bahasa Perancis sebagai salah satu bahasa
internasional tidak hanya digunakan sebagai bahasa resmi oleh 24 negara, namun
juga sebagai bahasa ibu oleh lebih dari 77 juta penduduk di dunia, sebagai bahasa
kedua oleh 12 juta jiwa lainnya, serta digunakan sebagai bahasa resmi pada
komunitas dan organisasi dunia, seperti Uni Eropa, IOC, PBB, dan FIFA. Bahasa
Perancis memiliki keunikan dari segi pelafalan, kosakata, dan tata bahasanya.
Salah satu bagian yang cukup unik dan menarik untuk dikaji dan dipahami adalah
adjektiva dalam bahasa tersebut. Adjektiva bahasa Perancis sendiri memiliki
kekhasan jika dibandingkan dengan bahasa Inggris atau bahasa Indonesia. Ada
dua hal yang sangat mempengaruhi dalam pembentukan adjektiva bahasa
Perancis, yaitu gender (maskulin/feminin) serta number (tunggal atau jamak) dari
nomina yang diterangkannya. Sebagai contoh, adjektiva grand ‘besar’ akan
memiliki bentuk-bentuk sebagai berikut.
grand batiment (n.m.sg) ‘gedung besar’,
grands batiments (n.m.pl) ‘gedung-gedung besar’
grande maison (n.f.sg) ‘rumah besar’,
grandes maison (n.f.pl) ‘rumah-rumah besar.
Dari contoh tersebut dapat dilihat bahwa ada empat bentuk untuk adjektiva
grand ‘besar’, yaitu grand, grands, grande, dan grandes. Proses seperti ini
termasuk dalam proses infleksi karena tidak menghasilkan kata yang baru, artinya
4
keempat bentuk tersebut memiliki fungsi dan kategori kata yang sama. Dapat
dilihat bahwa tiga bentuk terakhir mendapat sufiks -e, -s, dan –es (dalam bahasa
Perancis disebut accord). Sufiks –e bersifat inflektif, yaitu sebagai penanda
gender feminin, sedangkan sufiks –s sebagai penanda jamak, dan –es merupakan
penanda gender feminin jamak. Perubahan ini mengikuti aturan-aturan morfologi
tertentu (adjective agreement) karena ada adjektiva yang mengalami perubahan
yang teratur (regulier) dan tidak teratur (irregulier).
Secara praktis, adjektiva bahasa Perancis dapat diubah menjadi nomina,
baik dengan proses derivasi yang memerlukan derivational affiks maupun
nominalisasi dengan zero derivation. Menurut Mattews (1974:65), proses yang
terakhir ini disebut konversi (conversion), yaitu perubahan kelas kata tanpa
penambahan afiks atau proses derivasi dengan penambahan zero morfem. Dalam
bahasa Perancis hal ini juga dikenal dengan istilah derivation impropre, yaitu
perubahan kategori gramatikal sebuah kata yang disebabkan oleh fungsinya dalam
ujaran (Gardes-Tamine, 2001 :43). Biasanya, kategori sebuah kata dapat kita
pastikan dalam kamus, namun dalam percakapan sehari-hari akan cukup sulit
untuk menentukan kategori kata. Sering terjadi kategori sebuah kata berubah
sesuai dengan fungsinya dalam kalimat. Hal ini dapat kita lihat pada contoh
berikut.
a. Tous les hommes sont charmé par sa beauté semua DEF.pl N.m.laki-laki PAS.terpukau oleh POSS.3sg. N.f.sdkecantikan Semua lelaki terpukau pada kecantikannya.
b. Le beau de cette image est sa simplicité DEF.m.sg ADJ.cantik PART DEM.f.ini gambar adalah POSS3.sg N.f.kesederhanaan (sesuatu) Yang indah dari gambar ini adalah kesederhanaannya.
5
Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa bentuk dasar adjektiva beau
‘cantik/indah’ dapat mengalami kedua tipe nominalisasi, yaitu :
1. [beauadj + -té] � beauté N ‘keindahan’
2. [beauadj + ø] � beau N ‘indahnya’
Untuk tipe kedua, adjektiva beau berubah kelas katanya menjadi nomina
dengan tanpa adanya afiksasi, namun kelas katanya telah berubah menjadi nomina
yang dibuktikan dengan adanya artikel definit le. Perlu diketahui bahwa setiap
nomina dalam bahasa Perancis harus didahului oleh determinan (penanda
nomina), seperti artikel definit/indefinit, artikel partitif, demonstratif, penanda
possesif, dan sebagainya (Hutagalung, 2003:30). Dengan demikian, kata beau di
atas dapat dipastikan berubah kelas katanya menjadi nomina karena ada artikel
definit (le) sebagai penanda nomina masculin di depan kata beau tersebut.
Perubahan seperti ini sering disebut dengan zero-derivation atau conversion
karena tidak adanya penambahan afiks untuk mengubah kelas kata. Karakteristik
dari konversi ini adalah bentuk dasar dan bentuk derivasi yang dihasilkan sama
persis, yang membedakan adalah makna semantik dan kategori morfosintaksisnya.
Kedua tipe nominalisasi ini sangat umum digunakan dalam bahasa Prancis
sehingga menarik untuk diulas karena memperlihatkan dua bentuk nomina yang
berbeda dari satu bentuk dasar adjektiva yang sama.
Jika dilihat dari struktur morfologinya, bahasa Perancis merupakan tipe
bahasa fleksi karena perubahan internal cenderung terjadi dalam akar kata itu
sendiri. Namun, pembubuhan afiks juga dapat dilakukan dalam membentuk suatu
leksikal baru dan mengekspresikan makna gramatikalnya. Akan tetapi,
6
penggunaannya tidak sesering seperti dalam bahasa aglutinasi. Karena
penggunaannya yang khusus tersebut, nominalisasi adjektiva yang termasuk
dalam proses derivasi menjadi menarik untuk diteliti sehingga dapat diketahui
leksikal baru apa saja yang dapat dibentuk oleh afiks-afiks derivasional yang
terdapat dalam bahasa Perancis.
Penelitian tentang proses pembentukan kata khususnya tentang
nominalisasi adjektiva dalam bahasa Perancis telah dilakukan oleh beberapa
peneliti luar, di antaranya adalah Nominalizations and the Structure of Adjectives
oleh Roy (2007). Pada penelitian ini, nominalisasi adjektiva hanya dibahas secara
umum, tidak diuraikan kaidah pembentukan nomina dari dasar adjektiva. Selain
itu, penelitian ini lebih cenderung membahas struktur adjektiva dengan
menguraikan fungsinya dalam frasa. Kemudian penelitian yang kedua The
Nominalization of Adjectives in French: From Morphological Conversion to
Categorial Mismatch” oleh Lauwers (2008) yang membahas nominalisasi
adjektiva dengan cara konversi (tanpa afiksasi) beserta struktur frasa dan makna
yang dihasilkan dari proses tersebut. Kedua penelitian yang telah dilakukan
tersebut sama-sama membahas nominalisasi, namun ada perbedaan, baik dalam
hal bidang yang dikaji maupun teori yang digunakan. Begitu pula dengan buku-
buku tata bahasa Perancis, pembahasan tentang hal ini hanya bersifat struktural,
tidak disertai dengan kaidah-kaidah pembentukan kata.
Penelitian mengenai nominalisasi adjektiva dalam bahasa Perancis masih
perlu dilakukan untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam, baik
tentang proses afiksasi maupun konversi di dalamnya. Penelitian ini berbeda
7
dengan penelitian sebelumnya, terutama dalam teori yang digunakan, yaitu teori
Morfologi Generatif ditambah pula kajian bentuk dan makna gramatikal dari
kedua proses nominalisasi tersebut. Penerapan teori ini diharapkan dapat
menjelaskan dengan baik tentang proses pembentukan kata, temasuk
pembentukan kata-kata potensial dan kaidah penyesuaian yang terjadi dalam
proses afiksasi tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Di dalam penelitian ini dibahas tiga masalah pokok, yaitu sebagai berikut.
1. Afiks-afiks apa sajakah yang dapat membentuk nomina dari dasar
adjektiva dalam bahasa Perancis?
2. Bagaimanakah proses atau kaidah pembentukan kata dalam nominalisasi
adjektiva bahasa Perancis, baik dengan afiksasi maupun konversi
berdasarkan teori morfologi generatif?
3. Apakah fungsi dan makna gramatikal yang terbentuk dari kedua proses
nominalisasi adjektiva tersebut?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan dua tujuan utama, yaitu tujuan umum dan
tujuan khusus.
1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji fenomena
kebahasaan terutama mengenai proses nominalisasi adjektiva dalam bahasa
8
Perancis dari sudut pandang Teori Morfologi Generatif. Hasil penelitian ini juga
diharapkan dapat memberikan sumbangan yang positif pada tata bahasa Perancis
terutama dalam pemahaman pembentukan nomina dari bentuk dasar adjektiva.
1.3.2 Tujuan Khusus
Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan
yang dikemukakan dalam rumusan masalah, yaitu :
1. mengidentifikasi afiks-afiks pembentuk nomina dari dasar adjektiva
dalam bahasa Perancis;
2. menjelaskan proses pembentukan kata dalam nominalisasi adjektiva
bahasa Perancis dengan menggunakan teori Morfologi Generatif;
3. menemukan makna gramatikal yang terbentuk dari proses nominalisasi
tersebut.
1.4 Jangkauan penelitian
Jangkauan penulisan dalam penelitian ini adalah proses nominalisasi
adjektiva dalam bahasa Perancis, baik dengan penambahan afiks derivasional
maupun dengan konversi. Permasalahan yang dibahas mencakup
pengidentifikasian afiks-afiks pembentuk nomina dari dasar adjektiva, kemudian
bagaimana proses pembentukannya, dan makna gramatikal yang terbentuk dari
proses tersebut. Data yang diteliti adalah nomina yang berasal dari bentuk dasar
adjektiva kualifikatif, yaitu adjektiva yang mendeskripsikan nominanya, seperti
bentuk, warna, ukuran, sifat, dan lain-lain.
9
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik secara teoretis maupun
praktis . Kedua manfaat yang diharapkan itu diuraikan berikut ini.
1.5.1 Manfaat Teoretis
Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah
pengetahuan di bidang linguistik terutama kajian Morfologi Generatif. Di samping
itu, data dan informasi dalam penelitian ini juga dapat memberikan kontribusi
dalam pemahaman proses derivasi khususnya nominalisasi adjektiva dalam
bahasa Perancis.
1.5.2 Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber
informasi khususnya tentang proses nominalisasi bagi para peneliti lain ataupun
pengguna bahasa Perancis di Indonesia. Di samping itu, penjelasan tentang proses
morfologis di dalamnya diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang Teori
Morfologi Generatif serta dapat menunjang pengajaran bahasa Perancis tentang
penggunaan afiks derivasional pada adjektiva dalam membentuk nomina.
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
Penelitian dalam bidang morfologi sudah banyak dilakukan oleh para
linguis. Hal ini tentu saja akan sangat membantu dalam penelitian ini, antara lain
dapat membuka wawasan tentang topik yang sama dan mengetahui sampai sejauh
mana topik ini sudah diteliti. Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa hasil
penelitian yang berkaitan dengan morfologi bahasa Perancis khususnya masalah
nominalisasi dengan menggunakan Teori Morfologi Generatif belum ada. Oleh
sebab itu, dianggap perlu untuk meninjau beberapa karya tulis yang membahas
masalah morfologi bahasa Perancis dan sejumlah penelitian Morfologi Generatif
di luar bahasa Perancis. Jadi, pada bagian ini diuraikan hasil-hasil penelitian yang
berkaitan dengan Morfologi Generatif terutama dalam derivasi ataupun afiksasi.
Dalam uraian berikut terkandung cakupan penelitian, teori yang digunakan, proses
analisisnya, dan hasil yang diperoleh.
Pramesti (2008) dalam tesisnya yang berjudul “Adjektiva Derivational
dalam Bahasa Jepang : Sebuah Kajian Morfologi Generatif” mengkaji aturan dan
proses pembentukan adjektiva dalam bahasa Jepang dengan afiks derivasional,
termasuk menganalisis fungsi dan makna, serta mengidentifikasi perbedaan antara
adjektiva turunan dan adjektiva bukan turunan dilihat dari distribusinya dalam
kalimat. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa adjektiva derivasional
10
11
dalam bahasa Jepang dapat dibentuk dengan menggunakan prefiks {fu-, ko-, dan
ka-} dan sufiks {-(i)ta, -rashi, -ppo, dan –teki}. Adjektiva turunan dan adjektiva
bukan turunan berbeda kontribusinya dalam kalimat. Adjektiva turunan hanya
dapat muncul satu kali dalam sebuah kalimat, sedangkan adjektiva bukan turunan
dapat muncul dan menduduki lebih dari satu fungsi sintaksis. Walupun tulisan ini
membahas adjektiva bahasa Jepang, penelitian ini dapat memberikan gambaran
tentang proses derivasi dengan menggunakan teori morfologi generatif sehingga
dapat dijadikan sebagai acuan dalam penulisan penelitian ini.
Simpen (2008) menulis sebuah artikel pada Jurnal Linguistika berjudul
“Afiksasi Bahasa Bali : Sebuah Kajian Morfologi Generatif”. Kajian ini berangkat
dari fenomena kebahasaan, khususnya bahasa Bali dalam bidang morfologi, di
mana sebagian besar kajian morfologi menggunakan Teori Struktural yang dirasa
kurang relevan untuk diterapkan dalam proses pembentukan kata. Misalnya untuk
bentuk mebisan ‘berbus’ dan niyuk ‘menggunakan alat dengan tiyuk/ pisau’ tidak
pernah digunakan dalam percakapan, sedangkan bentuk medokaran ‘berdelman’,
mesepedaan ‘bersepeda’, numbeg ‘mencangkul’ sangat biasa digunakan dalam
bahasa Bali. Sehubungan dengan itu, dalam penelitian ini digunakan Teori
Morfologi Generatif, yaitu teori baru yang dianggap mampu memberikan
penjelasan (explanation adequacy) terhadap fenomena yang ada. Dengan cara ini
diharapkan tidak ada bias dalam proses afiksasi. Prinsip dasar dalam Morfologi
Generatif adalah proses pembentukan kata dapat menghasilkan bentuk wajar,
bentuk potensial, dan bentuk aneh. Mekanisme pembentukan kata biasa melalui
idiosinkresi, penyaringan, dan pemblokan.
12
Teori ini juga mengenal adanya penutur yang ideal, yang secara intuitif
berbekal kemampuan bahasa bawaan. Oleh karena itu, teori ini mampu
menjelaskan bentuk-bentuk potensial dan bentuk-bentuk aneh sejenis niyuk;
nyilet, memotlot, memensil. Halle (1973) dan Aronoff (1976) merupakan dua ahli
yang memberi warna pada penelitian morfologi generatif. Di samping itu, Scalise
(1984) dan Dardjowidjojo (1988) adalah dua ahli yang sangat berperanan dalam
pemahaman teori morfologi generatif, khususnya yang berkembang di Indonesia.
Walaupun bahasa yang digunakan sebagai objek penelitian dalam dua penelitian
di atas tidak serumpun dengan bahasa yang menjadi objek penelitian penulis,
penelitian-penelitian tersebut dapat dijadikan kajian pustaka yang memberi
banyak sumbangan dalam penelitian penulis. Hal itu mengingat pembahasan
proses afiksasi dengan menggunakan teori Morfologi Generatif dapat memberikan
kontribusi dalam penelitian ini yang juga akan membedah proses nominalisasi
adjektiva dengan menggunakan teori tersebut.
Dubois dan Langane (1973: 120) dalam bukunya La Nouvelle Grammaire
du Fran�ais mengemukakan bahwa kata yang diperoleh setelah penambahan
sufiks dan setelah melalui suatu proses transformasi kalimat disebut kata
derivasional (mots dérivés). Mereka juga membahas sufiks yang digunakan dalam
transformasi suatu bentuk dasar menjadi grup nomina dapat dibagi menjadi dua
kelompok tergantung dari bentuk dasarnya apakah merupakan bentuk dasar
adjektiva atau participe (suatu bentuk dalam sistem kata kerja bahasa Perancis).
13
Sufiks-sufiks yang ditambahkan pada bentuk adjektiva, antara lain {-at, -
ce, -erie, -esse, -eur, -ie, -ise, -ité, -itude, -isme}, sedangkan sufiks-sufiks yang
digunakan pada bentuk participe atau kata kerja adalah {-age, -e, -ment, -tion,
-ure}. Di dalam buku ini, sama sekali tidak dibahas tentang bagaimana proses
pembentukan kata derivasional dengan menggunakan sufiks-sufiks tersebut,
demikian pula dengan makna yang dihasilkan dari proses derivasi tersebut. Selain
itu, juga tidak disinggung mengenai bentuk derivasi melalui proses konversi.
Namun, buku ini telah memberikan kontribusi yang berarti dalam penelitian ini
dan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam transformasi kalimat dan
menentukan sufiks-sufiks pembentuk nomina.
Kajian berikutnya adalah sebuah artikel pada jurnal Folia Linguistika
dengan judul “The Nominalization of Adjectives in French: From Morphological
Conversion to Categorial Mismatch” oleh Lauwers (2008). Penelitian ini
membahas nominalisasi adjektiva yang terfokus hanya pada nominalisasi dengan
zero derivation atau dengan tanpa penambahan afiks pada bentuk dasarnya.
Contoh le bavard ‘si cerewet (orang)’, l’aveugle ‘si buta (orang), le faux ‘yang
salah’, le vrai ‘kebenaran’. Hal seperti ini juga sering disebut dengan proses
konversi, yaitu perubahan kelas kata tanpa pembubuhan afiks. Penelitian ini
menggunakan pendekatan secara sintaksis dan dianalisis berdasarkan distorsi
kategorial (distortion categorielle). Jadi, dalam penelitian ini tidak diuraikan
mengenai proses nominalisasi adjektiva dengan menggunakan afiksasi.
Kontribusinya dalam penulisan penelitian ini adalah tentang bentuk-bentuk
14
konversi adjektiva menjadi nomina dan makna yang terbentuk dari proses tersebut
sesuai dengan konteks dalam kalimat.
Kajian yang terakhir adalah “Nominalizations and the Structure of
Adjectives” oleh Roy (2007). Dalam artikel ini dipaparkan mengenai struktur
adjektiva dan implikasinya pada nominalisasi adjektiva. Ada dua sumber jenis
adjektiva, yaitu predikatif dan atributif. Adjektiva predikatif adalah adjektiva
yang dalam kalimat memerlukan kata kerja keadaan sebagai penghubung,
sedangkan adjektiva atributif adalah adjektiva yang muncul sebagai modifier dari
nomina yang diterangkannya, seperti diungkapkan pada contoh berikut.
a. She is a beautiful dancer Adj.atributif ‘Dia adalah seorang penari cantik’
b. The dancer is beautiful Adj.predikatif
‘Penari itu cantik’ Selanjutnya dikatakan bahwa hanya struktur adjektiva predikatif yang
dapat mengalami nominalisasi. Kemudian dipaparkan mengenai struktur sintaksis
kedua tipe adjektiva tersebut. Setelah itu disebutkan bahwa ada dua kelas nomina
yang dibentuk dari dasar adjektiva, yaitu sebagai berikut.
1. Nomina keadaan (State-nominals)
La popularité de ses chansons m’impressionné DEF.f.sg popularitas PREP POSS.2pl. N.f.pl.lagu ku.memukau ‘Kepopuleran lagu-lagunya memukauku’ Nomina ini mendeskripsikan suatu keadaan dan memerlukan struktur
argumen serta hanya dapat diderivasikan dari adjektiva predikatif.
15
2. Nomina kualitas (quality-nominals)
La fierté l’ aveugle DEF.f.sg kebanggan COD-dia buta ‘Kebanggaan membutakan dia’
Sebaliknya, nomina kualitas tidak memerlukan struktur argumen dan
menggambarkan suatu kualitas.
Secara umum penelitian ini cukup menarik terutama tentang struktur
adjektiva dan implikasinya pada nominalisasi, sedangkan kelemahannya adalah
penjelasan mengenai bagaimana proses pembentukan nomina dari adjektiva masih
sangat kurang.
Berdasarkan kajian-kajian di atas, dapat dikatakan bahwa penelitian
mengenai derivasi dalam bahasa Perancis, terutama tentang nominalisasi adjektiva
masih perlu dilakukan untuk menambah keragaman penelitian tentang kajian
morfologi. Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian-penelitian
sebelumnya. Dalam dua penelitian pertama, objek bahasanya jelas berbeda
(bahasa Jepang dan bahasa Bali), namun sama-sama menggunakan Teori
Morfologi Generatif untuk menggambarkan proses afiksasi sehingga dapat
dijadikan acuan untuk menganalisis data pada penelitian ini. Pada tiga kajian
berikutnya yang juga membahas proses nominalisasi adjektiva dalam bahasa
Perancis, sejauh ini hanya sebatas mendeskripsikan jenis-jenis afiks derivasional
dan proses derivasi adjektiva menjadi nomina hanya digambarkan secara
struktural. Di samping itu, teori Morfologi Generatif belum pernah diterapkan
dalam proses analisis nominalisasi adjektiva oleh para linguis Perancis.
16
2.2 Konsep
Sebelum pemaparan teori yang akan digunakan dalam penelitian ini,
disampaikan juga konsep dasar yang dianggap relevan sebagai pendukung untuk
dapat lebih memahami topik dan bermanfaat untuk menyamakan persepsi
terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Konsep-konsep
tersebut diuraikan berikut ini.
2.2.1 Leksem dan Kata
Mengutip pendapat Lyon, Kridalaksana (1996) membedakan istilah kata
dan leksem. Di dalam tulisannya, ia menggunakan leksem sebagai satuan dasar
dalam leksikon dan dibedakan dari kata sebagai satuan gramatikal. Dengan
perkataan lain, leksemlah yang merupakan “bahan dasar” yang telah mengalami
“pengolahan gramatikal” menjadi kata dalam subsistem gramatika.
Lyons (1977:23) menyatakan “lexemes are the words that a dictionary
would list under a separate entry” yang berarti bahwa leksem merupakan kata
yang menjadi entri dalam kamus. Dalam kamus, leksem WALK ‘berjalan’ akan
dengan mudah ditemukan sebagai entri (leksem), sedangkan bentuk walked,
walks, dan walking tidak akan ditemukan dalam entri yang terpisah karena kata-
kata tersebut merupakan bentuk lain dari leksem WALK. Huruf capital kecil
digunakan untuk menunjukkan leksem yang membedakannya dengan kata (Boiij,
2007:3). Jadi, kita harus membedakan leksem dengan kata, yaitu leksem sebagai
unit yang abstrak, sedangkan kata merupakan unit konkret yang digunakan dalam
17
kalimat (Matthews, 1974:22). Kata sebagai satuan yang memiliki makna dan
terdiri atas satu morfem atau lebih.
2.2.2 Infleksi dan Derivasi
Menurut Bauer (1988:80), dalam buku Introducing Linguistic
Morphology, morfologi dipilah atas morfologi derivasional dan morfologi
infleksional. Infleksi merupakan bagian dalam sintaksis karena bersifat
melengkapi bentuk-bentuk leksem dan derivasi menjadi bagian dari leksis karena
menyediakan leksem-leksem baru. Morfologi leksikal mengkaji kaidah-kaidah
pembentukan kata yang menghasilkan kata-kata baru yang secara leksikal berbeda
(beridentitas baru) dari kata yang menjadi dasarnya. Hal ini berbeda dengan
morfologi infleksional yang mengkaji hasil-hasil pembentukan kata yang berasal
dari leksem yang sama.
Mathews (1974: 38) membedakan antara proses infleksi dengan proses
pembentukan kata (word formation) yang mencakup derivasi dan komposisi
Derivasi adalah proses pembentukan kata yang menghasilkan leksem baru
(menghasilkan kata- kata yang berbeda dari paradigma yang berbeda); sedangkan
infleksi menghasilkan bentukan kata-kata yang berbeda dengan paradigma yang
sama. Pembentukan derivasi bersifat tidak dapat diramalkan, sedangkan
pembentukan infleksi bersifat teramalkan (predictable). Misalnya, verba work
’bekerja’ otomatis akan dikenali works, worked, working (bentukan infleksional
yang teramalkan); berbeda dengan contoh derivasi work ’bekerja’ � worker
’pekerja’, apakah agree ’setuju’ � agreer?
18
Sehubungan dengan derivasi dan infleksi, Booij (1988:39) juga
menyatakan bahwa afiks-afiks derivasional merupakan morfem terikat yang
digabungkan dengan base untuk mengubah kelas katanya (part of speech).
Misalnya, kata-kata teach ’mengajar’, build ’membangun’, dan sweep ’menyapu’
adalah verba, tetapi jika ditambahkan afiks derivasional -er, akan menjadi nomina
teacher ’pengajar’, builder pembangun’, dan sweeper ’tukang sapu’. Jika
ditambahkan sufiks -ly pada adjektiva happy ’senang’, loud ’keras’, smooth
’lembut’, akan didapatkan adverbia happily ’dengan gembira’, loudly ’dengan
keras (suara)’, smothly ’dengan lembut’.
Haspelmath (2002:60--83) juga mengungkapkan hal yang sama mengenai
infleksi dan derivasi dengan para pendahulunya, yaitu morfologi menggunakan
terminologi yang berbeda untuk membicarakan infleksi dan derivasi. Dalam
bukunya Understanding Morphology dipaparkan bahwa makna infleksi pada
bahasa ditemukan sangat terbatas, banyak di antaranya muncul dari kata-kata inti
yang umum dari nomor, kasus, aspek, mood, dan agreement ‘persetujuan’,
sedangkan makna derivasi lebih bervariasi.
Samsuri (1982: 198) di dalam buku Analisis Bahasa mengungkapkan
pendapatnya tentang derivasi dan infleksi, yaitu bahwa derivasi ialah konstruksi
yang berbeda distribusinya daripada dasarnya, sedangkan infleksi adalah
konstruksi yang menduduki distribusi yang sama dengan dasarnya. Samsuri
menyatakan bahwa di dalam bahasa-bahasa Eropa, utamanya Inggris, pengertian
derivasi dan infleksi dapat dikenakan secara konsisten. Misalnya: books (dari
book), stop, stopped, stopping (stop); prettier, prettiest (pretty); sebagai contoh
19
infleksi. Sebaliknya, derivasi dicontohkan: runner (run), beautify (beauty). Semua
bentuk, seperti book jika mendapat sufiks -s (plural), merupakan infleksi, seperti
car-cars, table-tables, dsb. Namun, di dalam bahasa Indonesia tidaklah demikian
karena sistem afiks bahasa Indonesia berbeda dengan bahasa Inggris. Oleh sebab
itu, masih merupakan persoalan, apakah pengertian infleksi dan derivasi dapat
diterapkan secara konsisten di dalam bahasa Indonesia. Lessard (1996) dalam
Introduction à la Linguistique Fran�aise juga membagi proses morfologi ke
dalam dua jenis, yaitu la morphologie derivationnelle di mana proses tersebut
menghasilkan suatu jenis kata yang baru (dengan menambahkan afiks) dan la
morphologie flexionnelle yang tidak menghasilkan suatu kata yang baru (seperti
penambahan penanda jamak dan penambahan akhiran dalam konjugasi verba).
Dalam hal ini, afiks infleksional cenderung diletakkan setelah afiks derivasional,
misalnya kata tristesses ‘kesedihan-kesedihan’. Pada kata itu terdapat tiga
morfem, yaitu triste ‘sedih’, sufiks -esse yang memberi makna keadaan/kualitas
seperti yang disebutkan pada bentuk dasar, dan –s yang merupakan penanda
jamak.
[triste] A + [-esse] � [tristesse] N.sg (1)
[tristesse] N + [-s] � [tristesses] N.pl (2)
Proses (1), akhiran –esse (afiks derivasional) dilekatkan terlebih dahulu
untuk mengubah bentuk dasar adjektiva ‘triste’ menjadi sebuah nomina abstrak
tunggal tristesse ‘kesedihan’. Setelah itu, baru mendapat akhiran –s untuk
membuat nomina dalam bentuk jamak (afiks infleksional).
20
2.2.3 Bentuk Dasar (Base)
Bentuk dasar adalah satuan, baik tunggal maupun kompleks, yang menjadi
dasar bentukan bagi satuan yang lebih besar (Ramlan, 1985:45). Pendapat lain
menyatakan bahwa bentuk dasar atau dasar (base) biasanya digunakan untuk
menyebut sebuah bentuk yang menjadi dasar suatu proses morfologis, artinya bisa
diberi afiks tertentu dalam proses afiksasi, bisa diulang dalam suatu proses
reduplikasi, atau bisa digabung dengan morfem lain dalam suatu proses
komposisi. Bentuk dasar tersebut berupa morfem tunggal, tetapi dapat juga berupa
gabungan morfem (Chaer, 1994:159), contoh : kata berlayar terdiri atas morfem
ber- dan layar, maka layar adalah bentuk dasar dari kata berlayar itu. Bentuk
dasar dapat dibedakan menjadi bentuk dasar bebas dan bentuk dasar terikat. Ciri-
ciri bentuk dasar adalah: (1) satuan bentuk lingual yang terkecil dalam sebuah
kosakata, (2) satuan yang berperan sebagai masukan dalam proses morfologis, (3)
merupakan bahan baku dalam bahan morfologis, (4) sebagai unsur yang diketahui
adanya dari bentuk yang setelah dianalisis dari bentuk kompleks merupakan
bentuk dasar yang lepas dari proses morfologis.
Bentuk dasar dalam teori Morfologi Generatif termasuk dalam DM (daftar
morfem) yang membedakan morfem dasar dan morfem terikat (Dardjowidjojo,
1998 :65). Morfem bebas adalah kata yang mampu berdiri sendiri dalam tataran
lebih tinggi dan telah memiliki kategori tertentu, seperti kategori nomina, verba,
adjektiva, adverbial, dan numeralia. Sebaliknya morfem terikat adalah bentuk
yang tidak dapat berdiri sendiri dalam tataran lebih tinggi, belum memiliki makna
tertentu, dan belum memiliki kategori leksikal. Jadi, morfem ini tidak dapat
21
muncul dalam tuturan tanpa digabung dahulu dengan morfem lain. Dalam hal ini
semua afiks dikatakan sebagai morfem terikat. Perhatikan contoh dalam bahasa
Perancis (BP) berikut : tables ‘meja’, grandes ‘besar’, maisons ‘rumah’, vendeur
‘penjual’, incomplete ‘tidak lengkap’. Bentuk-bentuk dalam tulisan cetak miring
merupakan morfem bebas atau bentuk dasar karena dapat ditemukan berdiri
sendiri dalam tuturan. Sebaliknya, bentuk -s, -es, - -eur, in- merupakan morfem
terikat karena bentuk-bentuk tersebut adalah afiks yang harus digabungkan
dengan bentuk lain agar dapat memiliki makna gramatikal.
2.2.4 Nominalisasi
Sebelum beranjak pada istilah nominalisasi, ada baiknya dibahas tentang
apa itu nomina. Dalam tata bahasa Indonesia, kata benda adalah nama dari semua
benda dan segala yang dibendakan, yang menurut wujudnya dibagi atas kata
benda konkret dan kata benda abstrak (Keraf, 1984: 63). Dalam bahasa Perancis,
kata benda adalah bagian yang paling penting dalam suatu grup nomina, yang
dibentuk dengan didahului oleh suatu determinan. Kata benda dapat berupa
makhluk hidup (manusia, anjing, nama diri) ataupun benda-benda (mobil, rumah,
buku, dll.). Selain itu, juga dapat bermakna suatu kualitas (kecantikan, kekuatan)
ataupun suatu aksi (pembersihan, keberangkatan, dan sebagainya). Namun, yang
paling penting dalam menentukan kelas nomina adalah melalui fungsi
sintaksisnya dalam kalimat (Dubois, 1973: 39).
Samsuri (1981 :87) mendeskripsikan nominalisasi secara terperinci
berdasarkan kajian transformasi generatif bahwa nominalisasi adalah proses atau
22
hasil perubahan bentuk kata menjadi bentuk-bentuk baru yang mempunyai
distribusi seperti nomina. Kridalaksana (1984:132) mengatakan “Nominalisasi itu
adalah proses atau hasil membentuk nomina dari kelas kata lain dengan
menggunakan afiks tertentu”. Dari pendapat para ahli bahasa di atas dapat
disimpulkan bahwa istilah nominalisasi adalah penggunaan verba, ajektiva,
ataupun adverbial sebagai bentuk dasar dalam pembentukan nomina, baik dengan
maupun tanpa adanya tranformasi secara morfologi.
Ada dua tipe nominalisasi dalam bahasa Perancis yang hampir sama
dengan yang ada dalam bahasa Inggris. Yang pertama adalah nominalisasi yang
memerlukan derivational afiks untuk membentuk nomina, seperti beau
(ADJ.indah, tampan/cantik) + {-té} => la beauté (N.f. keindahan, kecantikan).
Adjektiva beau berubah menjadi nomina dengan penambahan suffiks -té. Tipe
yang kedua adalah nominalisasi dengan zero morfem. Proses ini juga dikenal
dengan istilah konversi. Hal yang dimaksud adalah beberapa verba atau adjektiva
dapat langsung digunakan sebagai nomina tanpa penambahan sufiks derivasional.
2.2.5 Adjektiva
Kejelasan kriteria mengenai adjektiva beserta ciri-cirinya sangat penting
diketahui untuk memahaminya dengan baik dan benar. Secara tradisional,
adjektiva dikenal sebagai kata yang mengungkapkan kualitas atau keadaan suatu
benda. Alwi (2003: 171) berpendapat bahwa adjektiva adalah kata yang
memberikan keterangan yang lebih khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh
nomina dalam kalimat.
23
Pendapat lain yang hampir sama menyatakan bahwa adjektiva atau kata
sifat adalah kata yang melekat pada kata benda untuk menggambarkan atau
mendeskripsikan kualitas kata benda tersebut seperti bentuk, warna, ukuran,
tampilan, dan lain-lain (Dubois, 1973 : 105).
Adjektiva bahasa Perancis memiliki keunikan yang berbeda dengan
adjektiva bahasa Inggris, terutama dalam dua hal berikut :
1. Adjektiva bahasa Perancis harus sesuai dengan nomina yang dimodifikasi
sehingga suatu adjektiva akan mempunyai sampai dengan empat bentuk
adjektiva yang sesuai dengan gender dan number, misalnya untuk kata
petit ’kecil’ akan mempunyai bentuk petit (untuk menerangkan nomina
maskulin tunggal), petite (feminin tunggal), petits (maskulin jamak),
petites (feminin jamak). Namun, ada pula yang mempunyai dua bentuk
saja, seperti kata pauvre ’miskin’. Perubahan bentuknya hanya pauvre
(maskulin/feminin tunggal) dan pauvres (maskulin/feminin jamak).
2. Adjektiva bahasa Perancis tidak seperti adjektiva bahasa Inggris yang
posisi adjektivanya berada sebelum nomina. Namun, adjektiva bahasa
Perancis dapat berada sebelum atau sesudah nomina yang diterangkan,
tergantung dari jenis dan maknanya.
2.2.6 Morfologi Generatif
Prinsip dasar dalam morfologi generatif adalah proses pembentukan kata
dapat menghasilkan bentuk wajar, bentuk potensial, dan bentuk aneh. Teori ini
24
memiliki perangkat kaidah untuk membentuk kata-kata baru atau kalimat-kalimat
baru dengan kaidah transformasi.
Bentuk potensial dalam kajian ini mengacu pada pendapat Halle, Aronoff,
Scalise, dan Dardjowidjojo, yaitu bentuk yang secara gramatikal atau morfologis
berterima, tetapi bentuk-bentuk itu tidak ada atau belum lazim digunakan secara
empiris. Mekanisme pembentukan kata biasa melalui idiosinkresi, penyaringan,
pemblokan, dan penyesuaian. Teori ini juga mengenal adanya penutur yang ideal,
yang secara intuitif berbekal kemampuan bahasa bawaan. Oleh karena itu, teori ini
mampu menjelaskan bentuk-bentuk potensial dan bentuk-bentuk aneh yang tidak
lazim ditemukan dalam tuturan sehari-hari.
2.3 Landasan Teori
Teori yang digunakan dalam penelitian ini secara umum mengacu pada
teori Morfologi Generatif. Pemilihan teori ini didasarkan pada beberapa
pertimbangan, yaitu (1) teori Morfologi Generatif belum pernah digunakan dalam
penelitian morfologi bahasa Perancis; (2) bertolak dari hasil penelitian yang telah
ada, sebagian besar dari penelitian tersebut bersifat deskriptif murni sehingga
tidak mampu menjelaskan kendala-kendala yang ditemukan. Dari beberapa
penulis yang disebutkan di atas, Halle (1973) dan Aronoff (1976) merupakan dua
ahli yang memberi warna pada penelitian morfologi generatif. Di samping itu,
Scalise (1984) dan Dardjowidjojo (1988) adalah dua ahli yang sangat berperan
dalam pemahaman teori Morfologi Generatif, khususnya yang berkembang di
Indonesia.
25
2.3.1 Teori Morfologi Generatif
Tulisan pertama Halle tentang Morfologi Generatif berjudul Morphology
in Generative Grammar (1972), kemudian mengalami perubahan judul menjadi
Prolegomena to a Theory of Word Formation pada tahun 1973. Menurut Halle
(1973:3), penutur asli suatu bahasa mempunyai kemampuan yang dinamakan
intuisi untuk tidak hanya mengenal kata-kata dalam bahasanya, tetapi juga
mengetahui bagaimana kata dalam bahasa itu dibentuk. Morfologi terdiri atas tiga
komponen yang saling terpisah. Ketiga komponen itu adalah sebagai berikut.
(1) List of morphemes (daftar morfem, selanjutnya disingkat DM)
(2) Word formation rules (kaidah/aturan pembentukan kata, selanjutnya
disingkat APK atau KPK)
(3) Filter (saringan, penapis, tapis) (Halle,1973:3--8)
Dalam DM ditemukan dua macam anggota, yaitu akar kata (yang
dimaksud adalah dasar) dan bermacam-macam afiks, baik afiks derivasional
maupun infleksional. Bentuk dasar adalah satuan, baik tunggal maupun kompleks
yang menjadi dasar bentukan bagi satuan yang lebih besar (Ramlan, 1985:45).
Bentuk dasar tersebut berupa morfem tunggal, tetapi dapat juga berupa gabungan
morfem (Chaer, 1994:159). Bentuk dasar ini sering kali berupa morfem bebas,
yaitu kata yang mampu berdiri sendiri dalam tataran lebih tinggi dan telah
memiliki kategori tertentu, seperti kategori nomina, verba, adjektiva, adverbial,
dan numeralia.
26
Anggota kedua dari DM adalah afiks. Afiks ini merupakan morfem terikat,
yaitu bentuk yang tidak dapat berdiri sendiri dalam tataran lebih tinggi, belum
memiliki makna tertentu, dan belum memiliki kategori leksikal. Jadi, morfem ini
tidak dapat muncul dalam tuturan tanpa digabung dahulu dengan morfem lain.
Dalam hal ini semua afiks dikatakan sebagai morfem terikat. Perhatikan contoh
dalam bahasa Perancis berikut : tables ’meja’, grandes ’besar’, maison ’rumah’,
vendeur ’penjual’, incomplete ’tidak penuh’. Bentuk-bentuk dalam tulisan
italique merupakan morfem bebas atau bentuk dasar karena dapat ditemukan
berdiri sendiri dalam tuturan. Sementara itu bentuk -s, -es, - -eur, in- merupakan
morfem terikat karena bentuk-bentuk tersebut adalah afiks yang harus
digabungkan dengan bentuk lain agar dapat memiliki makna leksikal.
Butir leksikal yang tercantum dalam DM tidak hanya diberikan dalam
bentuk urutan segmen fonetik, tetapi harus dibubuhi beberapa informasi
gramatikal yang relevan. Komponen kedua adalah APK / KPK, yaitu komponen
yang mencakup semua kaidah tentang pembentukan kata dari morfem-morfem
yang ada pada DM. APK bersama DM menentukan bentuk-bentuk potensial
dalam bahasa. Oleh karena itu, APK menghasilkan bentuk-bentuk yang memang
merupakan kata dan bentuk-bentuk potensial yang belum ada dalam realitas.
Bentuk-bentuk potensial sebenarnya dihasilkan dari kemungkinan penerapan APK
dan DM, tetapi bentuk-bentuk itu belum lazim digunakan.
Komponen ketiga, yaitu komponen saringan berfungsi menyaring bentuk-
bentuk yang dihasilkan oleh APK dengan memberikan beberapa idiosinkresi,
seperti idiosinkresi fonologis, idiosinkresi leksikal, atau idiosinkresi semantik.
27
Idiosinkresi merupakan keterangan yang ditambahkan pada bentuk-bentuk yang
dihasilkan APK yang dianggap ‘aneh’. Idiosinkresi fonologis misalnya pada kata
mempunyai, menurut kaidah bahasa Indonesia konsonan /p/ di awal kata mendapat
prefiks {m�N-}, maka konsonan /p/ akan luluh. Bandingkan dengan kata
memukul dan meminjam, berasal dari kata dasar pukul dan pinjam. Idiosinkresi
semantik dapat dicontohkan pada kata perjuangan memiliki makna kegiatan yang
bertarap nasional. Demikian juga kata wafat, gugur, mangkat, berpulang dalam
bahasa Indonesia. Idiosinkresi leksikal adalah kata-kata bentukan melalui KPK
tidak menyalahi kaidah namun dalam kenyataan tidak pernah muncul dalam
pemakaian bahasa sehari-hari. Kata-kata tersebut dimasukkan ke dalam kata-kata
potensial seperti kata *mencantik, *tanyaan, *serahan, dan *memperbetuli.
Secara garis besar, pandangan Halle tentang morfologi dapat dilihat pada
diagram di bawah ini.
Diagram I Pandangan Morfologi Halle
Syntax Phonology Output
Dictionary of
Word
Filter
List of Morphemes
Word Formation
Rules
28
Sesungguhnya KPK yang diusulkan Halle memakai morfem sebagai
bentuk minimal yang digunakan sebagai landasan penurunan kata sehingga sering
disebut morpheme based approach. Akan tetapi, pengertian morfem yang
diajukan Halle sangat berbeda dengan yang lumrah dimengerti orang. Menurut
Halle (1973:3), kata transformational dianggap terdiri atas lima morfem, yaitu
trans-form-at-ion-al. Meskipun Halle mencantumkan kamus dalam diagramnya,
ia tidak menganggap bahwa kamus merupakan bagian integral dari morfologi
generatif. Kamus memiliki peranan dalam pembentukan kata karena APK dapat
memanfaatkan leksikon yang tersimpan dalam kamus. Selain itu, kamus juga
menampung bentuk-bentuk yang lolos saringan. Hal ini selaras dengan saran
Dardjowidjojo (1988:57). Bentuk-bentuk potensial menurut Halle tidak
dimasukkan ke kamus dan tidak diberi penjelasan di mana bentuk itu ditampung.
Saringan atau penapis dengan beberapa idionsinkresi dapat memberikan
informasi mengapa bentuk tertentu dapat diterima dan mengapa bentuk lain tidak.
Hal itu merupakan langkah maju dalam analisis morfologi yang selama ini hanya
diterangkan sebagai perkecualian atau dihindari sama sekali. Meskipun pandangan
Halle memiliki kelemahan, seperti apa yang telah dipaparkan di depan,
Dardjowidjojo berpendapat bahwa model Halle lebih mudah diterapkan.
Aronoff (1976) juga membicarakan morfologi generatif. Pendapatnya
tertuang dalam tulisannya yang berjudul “Word Formation in Generatif
Grammar”. Pendapat Aronoff berbeda dengan Halle, terutama dalam KPK
(Kaidah Pembentukan Kata). Menurut Halle seperti yang telah disebutkan di
depan, morfem sebagai bentuk minimal dan sebagai penurunan pembentukan kata,
29
sehingga dikenal dengan istilah morpheme based approach. Sementara itu,
Aronoff menganggap bahwa kata adalah bentuk minimal yang dipakai sebagai
landasan pembentukan kata. Kata yang dimaksud harus diartikan leksem,
sehingga teori Aronoff dikenal dengan lexem based approach karena leksem
merupakan bentuk dasar dalam penurunan kata.
Teori Morfologi Generatif model Aronoff menyatakan bahwa kata sebagai
unit minimal penurunan kata. Kata yang dimaksud harus memenuhi persyaratan
(1) dasar pembentukan kata adalah kata, (2) kata yang dimaksud adalah kata yang
benar-benar ada dan bukan hanya merupakan bentuk potensial, (3) aturan
pembentukan kata (WFR’s) hanya berlaku pada kata tunggal dan bukan kata
kompleks atau lebih kecil daripada kata (bentuk terikat), (4) baik masukan
maupun keluaran dari (WFR’s) harus termasuk dalam kategori sintaksis yang
utama (Aronoff, 1976:40).
Pembentukan kata dalam teori Morfologi Generatif model Aronoff
dilakukan dengan memanfaatkan leksikon yang ada dalam komponen kamus
dengan komponen Kaidah Pembentukan Kata. Komponen kamus memuat
leksikon yang memiliki informasi kategorial (nomina, verba, ajektiva, dan lain-
lain). Sementara itu, Kaidah Pembentukan Kata memuat afiks yang memiliki
informasi relasional. Maksudnya, afiks itu memiliki kemampuan untuk bergabung
dengan bentuk tertentu dalam proses pembentukan kata baru atau kata turunan
(Aronoff ,1976:40).
30
Dictionary
WFR’s
Kaidah Pembentukan Kata oleh Aronoff sangat peka, baik terhadap ciri
sintaksis maupun pembatasan seleksional. Aronoff (1976:65) memberikan contoh:
pembubuhan sufiks {-ness} hanya dapat dilakukan pada adjektiva, seperti redness
‘merah’, porousness ‘keropos’, sedangkan sufiks {-ee} hanya dapat diletakkan
pada verba transitif, seperti employee ’memperkerjakan’, paye ’membayarkan’.
Selanjutnya, Aronoff mengajukan konsep blocking ‘perlindungan’ dengan tujuan
untuk membendung munculnya suatu kata karena telah ada kata lain yang
mewakilinya (Aronoff, 1976:43). Dalam bahasa Perancis dapat dilihat dalam
pembubuhan sufiks {-âtre} yang hanya dapat dilakukan pada adjektiva
kualifikatif yang menyatakan warna, seperti rougeâtre ‘kemerah-merahan’,
blancheâtre ‘keputih-putihan’.
Pada mulanya analisis Morfologi Generatif yang dikemukakan oleh
Aronoff tidak disertai diagram. Selanjutnya, Scalise (1984:43)
menggambarkannya seperti diagram berikut ini.
Lexical Component
Diagram II Organisasi dari Komponen Leksikal
31
Berikutnya, Aronoff juga mengajukan aturan atau kaidah yang kemudian
diberi nama Adjusment Rules ‘Kaidah Penyesuaian’ yang disingkat menjadi AP
(Aronoff, 1976:105--132). Dalam pembentukan kata tidak semua kata dapat
secara langsung masuk ke komponen kamus. Menurut Aronoff, pembubuhan
afiks, baik prefiks, sufiks, maupun konfiks, memerlukan adanya perubahan
bentuk, baik bentuk dasar maupun bentuk afiks itu sendiri. Sebagai contoh, dalam
bahasa Inggris sufiks {-ee} memenggal morfem dari kata dasar, nominate
‘nominasi’ menjadi nominee ‘nominator’, evacuate ‘evakuasi’ menjadi evacuee
‘evakuator’. Dari kedua data di atas terjadi kaidah pemenggalan atau Truncation
Rules. Di samping itu, ada juga kaidah alomorfi atau Allomorphy Rules
(1974:116--118). Sebagai contoh, penambahan sufiks {-ation} dalam bahasa
Inggris memiliki empat atau lima bentuk, yaitu {-a tion}, {-i tion}, {-u tion},
{ion}, {-tion}. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh data berikut.
fascinate fascination
realize realization *relazion *realization
educate *educatation education *educatition
resolve *resolvation *resolvion resolution
AP seperti yang dikemukakan oleh Aronoff tersebut juga dapat dilihat
dalam bahasa Perancis, misalnya sufiks {-ence} memenggal leksem dari dasar
adjektiva patient ‘sabar’ menjadi patience ‘kesabaran’, puissant ’kuat’ menjadi
puissance ‘kekuatan’. Dari contoh tersebut dapat dilihat kaidah pemenggalan atau
Trancation Rules. Sementara itu Allomorphy Rules ‘Kaidah Alomorfi’ dapat
32
Dictionary
WFR’s
RR’s (TR’s, AR’s)
dilihat pada sufiks {-ité} memiliki tiga bentuk, yaitu {-ité}, {-eté}, dan {-té} yang
mengubah adjektiva menjadi nomina, seperti pada daftar leksem berikut.
BRUTAL brutalité
SÛR *sûrité sûreté
MAJESTUEUX *majestité *majesteté majesté
Dengan adanya AP, Scalise (1984:168) menggambarkan proses APK
sampai kepada AP seperti berikut ini.
Lexical Component
OUTPUT
Diagram III Organisasi dari Komponen Leksikal II
Teori Morfologi Generatif yang dikemukakan oleh Halle perlu disesuaikan
untuk menelaah proses derivasi dalam bahasa Perancis. Hal itu disesuaikan
dengan pendapat Dardjowidjojo bahwa diagram yang diajukan oleh Scalise,
ternyata masih belum sempurna. Oleh karena itu, Dardjowidjojo merombak
diagram itu menjadi diagram seperti berikut ini.
33
DM
a
f
i
k
s
Terikat
Bebas
Kata
Dasar
KPK
a
b
c
d
e
i
f
c
c
Diagram IV Model Pembentukan Kata Menurut Dardjowidjojo (1988:57)
Dengan merombak diagram Scalise, Dardjowidjojo mengemukakan
adanya empat komponen integral dalam teori morfologi generatif. Keempat
komponen tersebut adalah DM, KPK, Saringan, dan Kamus. Dalam komponen
DM, Dardjowidjojo memisahkan bentuk bebas dan bentuk terikat, tujuannya
adalah untuk menampung bentuk terikat seperti morfem prakategorial. Penerapan
model ini merupakan bentuk bebas yang ada dalam komponen DM, seperti baju,
makan, dan minum dapat melalui jalur (a) tanpa mengalami hambatan pada
KAMUS SARINGAN
g
h
j
k
34
komponen saringan. Pada jalur (b), bentuk bebas setelah mengalami proses
afiksasi andaikata tidak mengalami idionsinkresi, maka langsung dapat masuk ke
komponen kamus dan kalau dikenai idionsinkresi, bentuk itu akan melalui jalur
(c). Untuk bentuk potensial yang tidak ada dalam pemakaian bahasa sehari-hari,
akan melalui jalur (d) dan (g), kemudian disimpan dalam komponen kamus
dengan memberikan tanda asterik (*). Untuk bentuk-bentuk yang mustahil seperti
*berjalani, melalui jalur (d) dan (h) dan tidak bisa masuk komponen kamus, tetapi
tertahan pada komponen saringan. Jalur (f) pecah menjadi jalur (j) untuk bentuk
yang tidak mendapatkan idionsinkresi dan jalur (k) untuk bentuk yang mengalami
idionsinkresi.
Berangkat dari pemahaman terhadap teori Morfologi Generatif di atas,
dalam penelitian ini digunakan komponen dalam teori model Halle yang
disempurnakan dengan teori morfologi generatif model Aronoff. Dalam penelitian
ini kata dijadikan bentuk minimal atau dasar yang dijadikan landasan dalam
pembentukan kata baru. Selain itu, dengan adanya kaidah penyesuaian, baik
Kaidah Pemenggalan maupun Kaidah Alomorfi dalam pembentukan kata baru
sangat tepat dibahas dalam transformasi adjektiva menjadi nomina dalam bahasa
Perancis.
Dalam proses pembentukan kata, biasanya tidak bisa lepas dari perubahan
makna. Sebuah kata dapat mempunyai makan leksikal dan makna gramatikal.
Makna leksikal dikatakan sebagai makna yang tertera dalam kamus, sedangkan
makna gramatikal makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah
leksem di dalam kalimat (Pateda, 1989:58--59). Misalnya leksem MATA yang
35
bermakna leksikal ‘indra’ yang terdapat pada tubuh dan berfungsi untuk ‘melihat’
bila ditempatkan dalam sebuah kalimat “Hei mana matamu”, maka tidak lagi
menunjuk pada indra mata, tetapi menunjuk pada makna penglihatan, cara
melihat, mencari, dan mengerjakan.
Pandangan Fries yang dikutip Lyons (1995:427--428) membedakan
adanya makna leksikal dan makna struktural. Makna leksikal terkait dengan kelas-
kelas utama, sedangkan makna struktural terkait dengan pembedaan antara subjek
dan objek kalimat, oposisi-oposisi ketertentuan, kala dan jumlah, dan pertanyaan
serta perintah.
Chaer (2002:62) mengemukakan pandangan senada dengan Lyons bahwa
ia mempertentangkan atau mengoposisikan antara makna gramatikal dan makna
leksikal. Makna gramatikal adalah makna yang muncul sebagai akibat adanya
proses gramatika, seperti proses afiksasi, reduplikasi, dan proses komposisi. Di
sisi lain, makna leksikal dinyatakan berkenaan dengan makna leksem atau kata
yang sesuai dengan referensinya.
Berikut contoh makna gramatikal dari proses nominalisasi adjektiva
dalam bahasa Perancis, baik melalui proses afiksasi maupun konversi.
a. Tous les hommes sont charmé par sa beauté semua DEF.pl N.m.laki-laki PAS.terpukau oleh POSS3.sg. N.f. kecantikan ‘Semua lelaki terpukau pada kecantikannya’.
b. Le beau de cette image est sa simplicité DEF.m.sg ADJ.cantik PART DEM.f.ini N.f.gambar adalah POSS3.sg N.f.kesederhanaan ‘Indahnya gambar ini adalah kesederhanaannya’.
36
Dari contoh di atas, diketahui bahwa sufiks {té} yang ditambahkan pada
adjektiva beau ‘cantik/indah’ akan membentuk kelas kata nomina beauté
‘kecantikan’ dengan mengandung makna mempunyai kualitas seperti yang
disebutkan dalam kata dasarnya. Sebaliknya, makna gramatikal dari nominalisasi
adjektiva dalam bentuk konversi dengan kata dasar adjektiva yang sama yaitu
beau menjadi nomina le beau akan memiliki makna sesuatu yang indah.
Uraian yang disampaikan Chaer di atas memberikan inspirasi terhadap
tulisan ini. Dengan demikian, pandangan-pandangan di atas, yang telah
diformulasikan oleh Chaer ke dalam suatu pandangan bahwa makna gramatikal
tidak hanya terbatas pada struktur sintaksis, tetapi juga struktur morfologis,
dijadikan acuan dalam analisis makna pada tulisan ini.
2.4. Model Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk menemukan
kaidah-kaidah dalam proses nominalisasi adjektiva dalam bahasa Perancis serta
makna gramatikal yang terbentuk dari proses tersebut. Analisis terhadap data
menggunakan teori Morfologi Generatif sehingga dapat menjelaskan proses
nominalisasi adjektiva dalam bahasa Perancis. Adapun model penelitian ini adalah
sebagai berikut.
37
Diagram V Model Penelitian
Bahasa Perancis
Data
Nominalisasi adjektiva
Afiksasi Konversi
Analisis Morfologi Generatif - afiks pembentuk
- kaidah nominalisasi adjektiva - fungsi dan makna
Temuan
38
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif karena menggunakan kata-kata atau kalimat dalam suatu struktur yang
logis, untuk menjelaskan konsep-konsep dalam hubungan satu sama lain
(Danandjaja, 1990: 96). Dalam konteks penelitian ini penerapan metode kualitatif
dilakukan secara deskriptif, artinya data yang dianalisis dan hasil analisis
berbentuk deskripsi fenomena, tetapi tidak berupa angka-angka atau koefisien
tentang hubungan antarvariabel (Aminuddin, 1990:16). Data dikumpulkan
berdasarkan pengamatan pada sumber teks tulis dan informan untuk menemukan
bentuk-bentuk nominalisasi adjektiva, kemudian ditelusuri kaidah proses
pembentukannya serta maknanya.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dikaji di sini adalah data primer yang diambil dari bahan
tertulis, yaitu sebuah roman Perancis dengan judul La Curée karya Emil Zola.
Roman dapat dijadikan sumber dalam memperoleh bentuk-bentuk derivasi
termasuk nominalisasi adjektiva karena dalam sebuah karya sastra biasanya
pengarangnya sering menggunakan bentuk-bentuk kata baru. Selain itu, terdapat
juga data sekunder yang diambil dari Kamus Perancis-Indonesia oleh Arifin dan
Soemargono yang digunakan untuk memverifikasi, baik makna adjektiva maupun
38
39
bentuk turunannya, serta untuk mendapatkan contoh-contoh kalimat yang
menggunakan kata-kata tersebut.
3.3 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku catatan dan
alat tulis untuk mencatat bentuk-bentuk nominalisasi adjektiva yang ditemukan
pada sumber data.
3.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Menurut Sudaryanto (1993:132), metode pemerolehan data ada dua
macam, yaitu metode simak dan metode cakap. Dari kedua metode yang ada,
dalam penelitian ini digunakan metode simak (penyimakan) yaitu dilakukan
dengan menyimak penggunaan bahasa yang dalam hal ini merupakan sumber
tertulis dengan menggunakan teknik pencatatan. Adapun tahapan-tahapan
pengumpulan data adalah sebagai berikut.
a. Sumber data diamati dan disimak guna mencari bentuk nomina yang
mempunyai bentuk dasar adjektiva di dalam kalimatnya-kalimatnya. Kata-
kata itu, seperti la beauté ‘kecantikan’, la solitude ‘kesendirian’, la richesse
‘kekayaan’, le froid ‘dinginnya’, dan lain-lain.
b. Data tersebut kemudian dicatat dan diklasifikasikan sesuai dengan jenis-
jenis derivasi, apakah termasuk derivasi dengan afiks derivasional ataupun
derivasi dengan zero morfem (conversion). Setelah itu dikelompokkan lagi
40
berdasarkan afiks derivasional yang membentuknya. Misalnya, kelompok
data dengan sufiks derivasional {-ité}, antara lain brutalité ‘kebrutalan’,
tranquilité ‘ketenangan’, dan beauté ‘keindahan’, atau dalam kelompok lain
berisikan bentuk nominalisasi adjektiva dengan menggunakan zero morfem,
seperti le beau ‘(sesuatu) yang indah’, la malade ‘(orang) yang sakit’, le
froid ‘udara dingin, dinginnya’, dan sebagainya.
c. Data dianalisis dengan menggunakan teori morfologi generatif model Aronoff
untuk menemukan kaidah pembentukan katanya.
3.5 Metode dan Teknik Analisis Data
Data berupa satuan lingual yang di dalamnya berisi nomina derivasi dari
dasar adjektiva bahasa Perancis, selanjutnya dianalisis. Metode analisis yang
digunakan adalah metode agih (Sudaryanto, 1993:13--16). Metode agih terutama
digunakan dalam mengklasifikasikan data berupa nomina yang berasal dari bentuk
dasar adjektiva. Metode ini memudahkan penulis karena yang dianalisis adalah
bagian atau unsur dari bahasa itu sendiri, seperti kata (preposisi, nomina,
adverbial, dsb), fungsi sintaksis, klausa, silabe kata, titinada, dan sebagainya.
Teknik yang digunakan dalam analisis data adalah teknik bagi unsur
langsung (Sudaryanto, 1993: 31--63). Teknik bagi unsur langsung dalam hal ini
digunakan untuk menganalisis bentuk dan kaidah pembentukan nomina dari dasar
adjektiva dalam bahasa Perancis dengan cara menguraikan unsur-unsur
pembentukan kata yang termuat dalam daftar morfem. Teknik bagi unsur
langsung sebagai teknik dasar akan menggunakan teknik lanjutan berupa teknik
41
lesap (delesi), teknik ganti (substitusi), teknik perluas (ekspansi), teknik sisip
(interupsi), teknik ubah ujud (parafrasa), dan teknik ulang (repetisi) (Sudaryanto,
1993: 36).
3.6 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis
Penyajian hasil analisis penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
metode formal dan informal. Metode informal adalah metode yang menyajikan
hasil analisis data dengan menggunakan kata-kata biasa, sedangkan metode
formal adalah metode yang menyajikan hasil analisis data dengan menggunakan
tanda atau lambang-lambang tertentu, seperti tanda panah, tanda bintang, tanda
kurung kurawal, lambang huruf sebagai singkatan, dan berbagai diagram
(Sudaryanto, 1993: 145).
42
BAB IV
NOMINA DAN ADJEKTIVA DALAM BAHASA PERANCIS
4.1 Nomina
Nomina adalah kata yang merepresentasikan manusia, tempat, atau
sesuatu, baik yang konkret (kursi, anjing) maupun yang abstrak (ide,
kebahagiaan). Nomina dalam bahasa Perancis memiliki kekhasan karena
mengenal gender dan number. Keunikan nomina bahasa Perancis ini dijelaskan
dengan uraian berikut.
(1) Gender
Dalam bahasa Perancis, semua nomina mempunyai gender. Gender
merupakan sebuah karakter morfologi yang melekat pada nomina, baik itu
maskulin atau feminin. Bentuk dan makna nomina itu sendiri tidak dapat
menunjukkan dengan tepat gender apa yang dimilikinya. Gender dari beberapa
nomina dapat diterka terutama biasanya yang berhubungan dengan nomina
[+human], misalnya père ‘ayah’ merupakan nomina maskulin, femme ‘wanita’
adalah nomina feminin. Namun, tidak semuanya berlaku seperti itu karena selalu
ada pengecualian, seperti personne ‘orang/seseorang’ dan victime ‘tersangka’
selalu merupakan gender feminin walaupun orang atau tersangka tersebut adalah
seorang laki-laki.
Kebanyakan nomina yang digunakan untuk menunjukkan makhluk hidup
(manusia atau binatang) atau yang dalam bahasa Perancis disebut nom-animés
42
43
(Dubois, 1973:42) mempunyai dua bentuk: masculin dan feminin yang digunakan
untuk menunjukkan perbedaan laki-laki dan perempuan, seperti kata benda
profesi, kebangsaan, dan beberapa binatang pada umumnya mempunyai dua
bentuk seperti :
un chanteur – une chanteuse ‘penyanyi laki-laki, penyanyi perempuan’
un technicien – une technicienne ‘teknisi laki-laki, teknisi perempuan’
un chat – une chatte ‘kucing jantan, kucing betina’
Dalam beberapa kasus, nomina yang sama dapat digunakan untuk kedua
bentuk feminin dan maskulin, seperti un gendarme – une gendarme ‘polisi laki-
laki, perempuan’, un élève – une élève ‘murid laki-laki, perempuan’.
Untuk nomina yang menunjukkan suatu benda, baik konkret maupun
sesuatu yang abstrak (non-animés), gender-nya terkadang dapat ditentukan
melalui akhiran katanya. Beberapa akhiran cenderung menunjukkan nomina
maskulin dan akhiran lain lebih sering digunakan untuk nomina feminin, seperti
contoh berikut :
Akhiran yang (biasanya) menunjukkan nomina maskulin :
-age : le garage ‘garasi’, le village ‘desa’
Kecuali : l’image ‘gambar’, la plage ‘pantai’
-ble : le sable ‘pasir’, le diable ‘iblis’
Kecuali : la table ‘meja’, la fable ‘dongeng’
-eau : le bateau ‘perahu’, le ciseau ‘gunting’
Kecuali : l’eau ‘air’, la peau ‘kulit’
44
Akhiran yang menunjukkan nomina feminin :
-té : la beauté ‘keindahan’, la gaieté ‘kegembiraan’
-ion : la maison ‘rumah’, la natation ‘renang’
Kecuali : l’avion ‘pesawat’, le lion ‘singa’
Dari contoh di atas, dapat dilihat bahwa akhiran kata tidak dapat
sepenuhnya dijadikan kunci utama dalam penentuan gender karena selalu ada
pengecualian. Hal itu berarti bahwa, tidak ada jawaban yang sesuai dengan logika
untuk mengetahui gender nomina dalam bahasa Perancis. Oleh karena itu, cara
yang paling tepat untuk mengetahuinya adalah dengan mempelajari sekaligus
mengingat gender yang dimiliki untuk setiap nomina.
(2) Number
Ciri khas lainnya dari nomina bahasa Perancis adalah mengenal adanya
number yang menyangkut tentang jumlah nomina, baik berupa nomina tunggal
(singular) maupun jamak (plural). Penanda jamak untuk nomina bahasa Perancis
biasanya ditandai dengan –s, seperti pada homme ‘(seorang) laki-laki’ � hommes
‘beberapa laki-laki’, tracteur ‘(sebuah) traktor’ � tracteurs ‘(beberapa) traktor’.
Penanda jamak –s ini tidak dilafalkan dalam ucapan.
Namun, tidak semua pola penjamakan nomina dilakukan dengan
penambahan –s pada akhir kata. Ada beberapa kasus yang menggunakan akhiran
lain sebagai penanda jamak seperti di bawah ini.
- Untuk nomina yang diakhiri dengan –al atau –ail, penanda jamaknya
adalah –aux. Contoh : cheval � chevaux ‘kuda’, journal � journaux.
45
- Untuk nomina yang diakhiri dengan –ou maka penanda jamaknya
adalah –x, contoh : bijou � bijoux ‘permata’, genou � genoux ‘lutut’.
- Nomina yang diakhiri dengan –s atau –x tidak mengalami perubahan
dalam bentuk jamak, seperti un tapis � des tapis ‘karpet’, un époux �
des époux ‘suami istri’
Satu hal lagi yang dapat menunjukkan kejamakan suatu nomina adalah
determinan yang digunakan di depan nomina tersebut. Determinan dalam bahasa
Perancis juga mempunyai bentuk tunggal dan jamak, seperti des (artikel indefinit),
les (artikel definit), ces (demontratif), mes (posesif), dll.
(3) Determinan
Nomina dalam bahasa Perancis biasanya tidak dapat berdiri sendiri. Semua
nomina, kecuali proper noun (nama diri), baik menempati posisi sebagai subjek
maupun objek dalam kalimat, harus didahului oleh sebuah determinan yang
disesuaikan dengan gender dan number dari nominanya. Menurut Dubois &
Langane (1973, 1973:50), determinan adalah sebuah elemen yang ada pada suatu
grup nomina. Berdasarkan fungsi sintaksisnya, determinan dibagi menjadi enam
kelas, yaitu sebagai berikut.
� Article : defini et indefini
Article defini (Artikel Definit)
Artikel ini mempunyai tiga bentuk, yaitu le (nomina maskulin singular), la
(nomina feminin singular), dan les (nomina mask/fem plural). Artikel ini
digunakan untuk menunjukkan benda tertentu, baik pembicara maupun
46
pendengarnya, sudah sama-sama mengetahui benda yang dimaksud (‘the’
dalam bahasa Inggris). Contoh :
La voiture avance très vite. DEF.f.sg N.f.mobil V.melaju ADV.sangat ADJ. Cepat Mobil itu melaju sangat cepat. Pada contoh di atas, ‘mobil’ yang dimaksud adalah mobil tertentu yang
sudah diketahui oleh mereka yang terlibat dalam percakapan walaupun
tidak disertai dengan ciri-ciri spesifik dari mobil tersebut.
Article indefini (Artikel Indefinit)
Artikel ini digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang tidak tentu atau
belum diketahui dengan pasti oleh pembicara dan pendengar (sama dengan
a/an dalam bahasa Inggris). Artikel indefinit bahasa Perancis memiliki tiga
bentuk yang penggunaannya ditentukan oleh gender dan number, yaitu un
(nomina maskulin singular), une (nomina feminin singular), dan des
(nomina mask/fem plural), seperti pada contoh berikut.
Elle achete un sac et des chaussures PRO3.sg.f V.membeli IND.m.sg N.m.tas KONJ.dan IND.pl. N.m.pl.sepatu ‘Dia membeli sepatu dan tas’.
� Possesif
Determinan posesif digunakan untuk menunjukkan kepunyaan atau
kepemilikan.
Ce sont mon fils et ma fille. Ini adalah POSS.m.sg.ku N.m.anak laki-laki dan POSS.f.sg.ku N.f.anak perempuan.
Ini adalah anak laki-laki dan anak perempuanku. Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa penggunaan adjektif posesif juga
ditentukan oleh gender dan number dari nomina yang dimiliki. Walaupun
47
‘anak laki-laki’ dan ‘anak perempuan’ sama-sama dimiliki oleh orang
pertama tunggal, determinannya berbeda, yaitu mon untuk fils (maskulin)
dan ma untuk fille (feminin). Berikut adalah tabel adjektif posesif.
pemilik
Yang dimiliki nomina maskulin tunggal
Yang dimiliki nomina feminin tunggal
Yang dimiliki jamak (maskulin/feminin)
saya (-ku) Mon ma mes
kamu (-mu) Ton ta tes
Dia (-nya) Son sa son (diikuti vocal)
ses
Kami (-kita) Notre notre nos
Kalian (-kalian) Votre votre vos
mereka (-mereka) Leur leur leurs
� Demonstratif
Determinan ini digunakan sebagai penunjuk ‘ini / itu’, yang dalam bahasa
Inggris sama dengan this, that, these, those ‘ini/itu’. Bentuk determinan
demonstratif bahasa Perancis ada empat, yaitu ce (n.m), cet (n.m yang
diawali vokal/h), cette (n.f), dan ces (n.m/f. pl).
Contoh : ce bebé ‘bayi ini/itu’ cet homme ‘laki-laki ini/itu’ cette voiture ‘mobil ini/itu’ ces arbres ‘pohon-pohon ini/itu’
� Determinan kuantitatif
Determinan ini menyatakan kuantitas dari nominanya, seperti plusieurs
‘sebagian besar’, quelque ‘beberapa’, beaucoup ‘banyak’, dan lain-lain.
� Determinan interogatif
48
Determinan ini digunakan untuk menanyakan benda yang dimaksud atau
dibicarakan. Adjektif interogatif ini mempunyai empat bentuk yang
pemakaiannya juga harus sesuai dengan gender dan number dari
nominanya, yaitu quel (n.m.sg), quelle (n.f.sg), quels (n.m.pl), dan quelles
(n.f.pl). Dalam bahasa Inggris dapat diartikan which atau what ‘yang
mana/apa’.
Contoh : Quel livre veux – tu? INTG.apa N.m.buku V.ingin PRO2.sg.kamu
‘Buku apa yang kamu inginkan?’
� Numeral
Di depan nomina juga dapat diisi oleh angka yang menunjukkan jumlah
seperti cinq ‘lima’, dix ‘ sepuluh’, ataupun peringkat seperti premier
’pertama’, deuxième ‘kedua’, dan seterusnya.
(4) Setelah nomina
Sebenarnya tidak diperlukan apa pun untuk mengikuti nomina karena
sebuah grup nomina sudah bisa dinyatakan lengkap selama sudah mempunyai
sebuah determinan beserta nominanya. Namun, ada juga beberapa hal yang
biasanya muncul setelah suatu grup nomina, yaitu sebagai berikut.
► Nomina dapat dan sering diikuti oleh adjektiva. Adjektiva bahasa Perancis
dapat berada sebelum atau sesudah nomina tergantung dari konteksnya. Contoh:
un livre intéressant ‘buku menarik’
► Nomina juga dapat diikuti oleh sebuah frasa preposisional, seperti bentuk
posesif dengan menggunakan de, contoh :
49
Le livre de mon voisin DEF.m.sg N.m.buku PREP.dari POSS1.m.sg.ku N.m.tetangga ‘Buku tetanggaku’
► Nomina juga dapat dilengkapi dengan klausa subordinat seperti klausa relatif.
Contoh : Le livre que j'ai lu ‘buku yang saya baca’
Demikian karakteristik nomina bahasa Perancis sehingga dapat dijadikan
penanda untuk menentukan kelas kata ini dengan menggunakan ciri-ciri yang
telah dipaparkan di atas.
4.2 Adjektiva Bahasa Perancis
Adjektiva bahasa Perancis sangat berbeda dengan adjektiva bahasa
Inggris, yaitu dalam hal berikut ini.
1. Adjektiva bahasa Perancis berubah sesuai dengan gender dan number dari
nomina yang diterangkan. Hal itu berarti bahwa maksimal ada empat
bentuk yang dibentuk oleh tiap-tiap adjektiva. Contoh :
Adjectif: joli ‘cantik’
Masculine singular joli
Feminine singular jolie
Masculine plural jolis
Feminine plural jolies
Perubahan bentuk ini ada yang bersifat teratur (regulier), yaitu hanya
dengan penambahan afiks penanda feminin –e seperti contoh di atas dan
ada pula perubahan bentuk dengan tidak menambahkan akhiran –e, tetapi
menghasilkan perubahan bentuk yang tidak teratur (irreguliere), seperti
50
beau (m) – belle (f) ‘cantik, indah’, faux (m) – fausse (f) ‘salah’, dan lain-
lain . Selain itu, itu ada pula adjektiva yang mempunyai satu bentuk yang
sama untuk semua gender, seperti triste (m/f) ‘sedih’, vite ‘cepat’,
immobille ‘diam’, dan sebagainya.
2. Dalam bahasa Inggris, kata sifat selalu diletakkan di depan kata benda,
seperti a blue car ‘mobil biru’, a big house ‘rumah besar’, dll. Akan tetapi,
dalam bahasa Perancis, kata sifat dapat diletakkan sebelum atau sesudah
kata benda yang diterangkannya, tergantung dari tipe dan maknanya.
a. Adjektiva yang diletakkan setelah kata benda
Kebanyakan descriptive adjective diletakkan setelah kata benda yang
dijelaskannya. Tipe kata sifat ini meliputi bentuk, warna, rasa,
kebangsaan, religi, kelas sosial, dan kata sifat lain yang
menggambarkan sesuatu, seperti personality ’kepribadian’ dan mood
’keadaan’.
un livre vert ‘buku hijau’
un professeur intelligent ‘guru yang pintar’
une femme américaine ‘seorang perempuan Amerika’
b. Adjektiva yang diletakkan sebelum kata benda
Beberapa adjektiva bahasa Perancis ada juga yang diletakkan sebelum
kata benda. Biasanya adjektiva jenis ini menggambarkan hal-hal
berikut.
- Beauty ‘keindahan’, contoh : une belle fille ‘gadis cantik’
- Age ‘usia’, contoh : une vieille dame ‘wanita tua’
51
- Good and Bad ‘baik dan buruk’, contoh : mal odeur ‘bau tidak
enak/busuk’
- Size ‘ukuran’, contoh : un petit verre ‘gelas kecil’
c. Adjektiva yang diletakkan tergantung dari maknanya
Ada beberapa adjektiva yang memiliki makna literal sekaligus juga
makna figuratif dan dapat diletakkan sebelum atau sesudah kata
bendanya tergantung dari makna yang dimaksud. Ketika adjektiva itu
mengacu pada makna figuratifnya maka diletakkan sebelum kata
benda, sedangkan jika mengacu pada makna literalnya, maka
diletakkan setelah kata bendanya.
Figurative: un grand homme ‘orang hebat’
Literal : un homme grand ‘orang besar (ukurannya)’
Adjektiva kualifikatif dibedakan menjadi tiga kategori dalam hal posisinya
pada pembentukan suatu frasa, yaitu seperti di bawah ini.
a. Adjectif épithète, adalah adjektif kualifikatif yang tidak dapat dipisahkan
dari kata benda yang diterangkannya, baik oleh tanda koma maupun verba.
Contoh :
Le ballon jaune ‘balon hijau’
L’alliment delicieux ‘makanan enak’
b. Adjectif apposé, adalah adjektif kualifikatif yang dipisahkan dari nomina
yang dilengkapinya dengan menggunakan tanda koma. Contoh :
Le ballon, jaune, rond, roule DEF.m.sg N.m.balon ADJ.kuning ADJ.bulat V. menggelinding ‘Balon, yang kuning, bulat, menggelinding’
52
jaune dan rond dilekatkan pada kata ‘balon’
c. Adjectif attribute, adalah adjektif kualifikatif yang dipisahkan dari nomina
yang dideskripsikannya oleh sebuah kata kerja keadaan (verbe d’état),
seperti être ‘to be’, paraître ‘terlihat’, sembler ‘seperti’, devenir ‘menjadi’,
demeurer ‘mengingat’, rester ‘tinggal’, dan lain-lain. Contoh :
Le ballon semble jaune DEF.m.sg N.m.balon V.terlihat ADJ.hijau ‘Balon itu terlihat berwarna hijau’
53
BAB V
PROSES NOMINALISASI ADJEKTIVA DALAM BAHASA PERANCIS
Sesuai dengan konsep nominalisasi yang diacu pada penelitian ini,
nominalisasi adalah proses pembentukan nomina dari kelas kata yang lain dengan
menggunakan afiks tertentu. Pembentukan kata seperti ini dalam morfologi
disebut dengan proses derivasi, yaitu proses yang menghasilkan kata-kata yang
secara leksikal beridentitas baru atau berbeda dari kata dasarnya. Dengan
demikian, proses derivasi yang dijabarkan dalam penelitian ini adalah proses
perubahan identitas adjektiva sebagai kata dasar dalam pembentukan nomina
dengan atau tanpa adanya afiks derivasional.
Seperti telah disinggung dalam Bab II pada bagian kerangka teori bahwa
proses nominalisasi adjektiva dalam bahasa Perancis ini dianalisis dengan
menggunakan teori Morfologi Generatif dari Aronoff. Telah disebutkan pula
bahwa teori Morfologi Generatif model Aronoff menganggap bahwa leksem
adalah bentuk minimal yang dipakai sebagai landasan pembentukan kata.
Komponen berikutnya adalah Kaidah Pembentukan Kata yang memuat afiks yang
memiliki informasi relasional, yaitu kemampuan untuk bergabung dengan bentuk
tertentu dalam proses pembentukan kata baru atau kata turunan.
Komponen selanjutnya adalah Adjusment Rules ‘Kaidah Penyesuaian’.
Teori Morfologi Generatif Aronoff juga sangat peka terhadap sistem blocking atau
pembatasan sehingga dalam proses pembentukan kata akan dijumpai Kaidah
53
54
Pemenggalan (Truncation Rules) dan Kaidah Alomorfi atau disebut Allomorphy
Rules. Kedua kaidah ini muncul karena pembentukan kata memerlukan adanya
perubahan bentuk, baik bentuk dasar maupun bentuk afiks itu sendiri sehingga
menghasilkan output yang berkategori nomina. Berikut diuraikan lebih jauh
mengenai nominalisasi adjektiva dalam bahasa Perancis dengan menggunakan
komponen-komponen tersebut.
5.1 Komponen Leksikal
Dalam proses pembentukan kata dengan teori Morfologi Generatif model
Aronoff, leksem merupakan bentuk minimal yang dipakai sebagai landasan
pembentukan kata dengan memanfaatkan komponen kamus untuk mengetahui
informasi kategorialnya, yaitu kategori nomina seperti voiture ‘mobil’, femme
‘perempuan’, intelligence ‘kepintaran’, dll; kategori verba seperti manger
‘makan’, dormir ‘tidur’, parler ‘berbicara’, dll; kategori adjektiva seperti petit
‘kecil’, belle ‘cantik’, rouge ‘merah’, dll; serta kategori adverbia seperti lentement
‘dengan pelan’, beaucoup ‘banyak’, toujours ‘selalu’, dll. Dalam penelitian ini,
yaitu mengenai nominalisasi adjektiva, maka leksem yang menjadi bentuk dasar
dalam pembentukan nomina adalah bentuk dasar adjektiva.
Adjektiva adalah kata yang melekat pada nomina yang memberikan
keterangan tentang sifat atau keadaan (kualitas) kata benda tersebut. Seperti
sudah disebutkan sebelumnya bahwa adjektiva dalam bahasa Perancis mempunyai
keunikan, yaitu tergantung dari gender dan number dari nomina yang
55
dimodifikasi, artinya adjektiva BP mempunyai bentuk yang berbeda untuk nomina
maskulin dan feminin juga bentuk tunggal dan jamak dari nominanya.
Dalam penelitian ini, leksem yang menjadi bentuk dasar dalam pembentukan
nomina adalah adjektiva. Bentuk dasar adalah satuan, baik tunggal maupun
kompleks yang menjadi dasar bentukan bagi satuan yang lebih besar. Dari data
yang ditemukan, terdapat bentuk dasar adjektiva yang merupakan morfem tunggal
(adjektiva dasar yang belum mengalami proses morfologi). Di samping itu,
terdapat pula bentuk dasar adjektiva yang merupakan gabungan morfem atau
bentuk dasar adjektiva yang sudah merupakan bentuk turunan dari kata yang lain.
Untuk itu, dalam komponen leksikal ini dibagi menjadi dua, yaitu bentuk dasar
adjektiva dasar dan bentuk dasar adjektiva turunan.
5.1.1 Adjektiva Dasar
Pembentukan nomina yang berasal dari akar kata adjektiva sangat sering
ditemukan dalam bahasa Perancis. Root atau akar kata digunakan untuk menyebut
bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi. Dilihat dari perilaku semantik
adjektiva, Alwi et al (2003:172) membagi adjektiva menjadi dua tipe pokok, yaitu
(a) adjektiva bertaraf yang mengungkapkan suatu kualitas dan (b) adjektiva tak
bertaraf yang mengungkapkan keanggotaan dalam suatu golongan. Perbedaan
kedua tipe adjektiva ini bertalian dengan mungkin tidaknya adjektiva itu
menyatakan berbagai tingkat kualitas dan berbagai tingkat bandingan. Untuk
mengukur tingkatan itu dapat dipakai kata, seperti sangat, agak, lebih, dan paling,
56
misalnya sangat besar, agak sempit, lebih enak, dan paling cantik. Sebaliknya,
adjektiva tak bertaraf tidak dapat diberi pewatas tersebut, misalnya sangat buntu,
paling tunggal, dll. Berdasarkan data yang ditemukan, adjektiva dasar yang
menjadi bentuk dasar dalam proses nominalisasi dibagi sesuai dengan tipe
adjektivanya adalah sebagai berikut.
1. Adjektiva bertaraf
(a) Adjektiva pemeri sifat, yaitu adjektiva yang dapat memerikan kualitas dan
intensitas yang bercorak fisik dan mental. Dari data yang ditemukan, diambil
beberapa contoh sebagai berikut.
Adjektiva pemeri sifat Makna
maskulin feminin
beau belle ‘cantik, indah’
actif active ‘aktif’
responsable responsable ’bertanggung jawab’
honnête honnête ‘jujur’
important importante ‘penting’
galant galante ‘penuh perhatian terhadap wanita’
poli polie ‘sopan’
riche riche kaya
sot sotte ‘bodoh, dungu’
égoïste égoïste ‘egois, mementingkan diri sendiri’
froid froide ‘dingin’
fou/fol folle ’gila, sakit ingatan, tergila-gila’
modeste modeste ‘rendah hati’
57
vieux vieille ‘tua’
social sociale ‘sosial’
curieux curieuse ‘ingin tahu’
méchant méchante ‘kejam’
(b) Adjektiva ukuran, yaitu adjektiva yang mengacu pada kualitas yang dapat
diukur dengan ukuran yang sifatnya kuantitatif. Beberapa contoh kata sifat ini
yang ditemukan pada sumber data adalah sebagai berikut.
Adjektiva ukuran Makna
masculin feminin
profond profonde ‘dalam’
gros grosse ‘gemuk’
petit petite ‘kecil’
(c) Adjektiva warna, yaitu adjektiva yang mengacu ke berbagai warna juga
berbagai corak dan nuansa warna. Contoh adjektiva warna yang ditemukan pada
sumber data adalah sebagai berikut.
Adjektiva warna Makna
masculin feminin
Blanc blanche ‘putih’
Pale pâle ‘warna pucat’
Blond blonde ‘pirang, blonde’
Rouge rouge ‘merah’
58
(d) Adjektiva waktu, adjektiva yang mengacu ke masa proses, perbuatan, atau
keadaan berada atau berlangsung sebagai pewatas. Contoh :
Adjektiva waktu Makna
masculin feminin
Vite vite ‘cepat’
Long longue ‘lama, panjang’
(e) Adjektiva sikap batin, adalah adjektiva yang menerangkan atau berkaitan
dengan perasaan atau suasana hati. Beberapa contoh jenis kata sifat ini yang
ditemukan pada sumber data adalah seperti di bawah ini.
Adjektiva sikap batin Makna
masculin feminin
triste triste ‘sedih’
inquiet inquiète ‘khawatir, was-was’
enthousiaste enthousiaste ‘bersemangat, bergairah’
gai gaie ‘iang gembira, ceria’
(f) Adjektiva jarak, mengacu pada ruang antara dua benda, tempat atau wujud
sebagai pewatas nomina. Contoh adjektiva jarak yang ditemukan pada sumber
data adalah seperti di bawah ini.
59
Adjektiva jarak Makna
masculin feminin
Intime intime ‘sangat dekat’
Familier familière ‘sudah dikenal, tidak asing’
(g) Adjektiva cerapan adalah adjektiva yang berkaitan dengan pancaindra, seperti
di bawah ini.
Adjektiva cerapan Makna
masculin feminin
Splendid splendide ‘cerah, cemerlang, indah sekali’
Doux douce ‘embut’
Clair claire ‘terang’
2. Adjektiva tak bertaraf
Adjektiva tak bertaraf menempatkan nomina yang diterangkannya di dalam
kelompok atau golongan tertentu dan tidak dapat bertaraf-taraf, seperti:
Adjektiva tak bertaraf Makna
masculin feminin
faux fausse ‘salah’
immobile immobile ‘diam, tak bergerak’
rond ronde ‘bulat, bundar’
vide vide ‘kosong ‘
60
Adjektiva-adjektiva tersebut akan mengalami proses derivasi membentuk
kelas kata nomina, baik dengan penambahan afiks tertentu maupun dengan tanpa
penambahan afiks. Pembahasan lebih dalam diuraikan pada subbagian Kaidah
Pembentukan Kata (Word Formation Rules).
Selain bentuk dasar adjektiva dasar, leksem yang dijadikan landasan dalam
pembentukan kata juga dapat berupa adjektiva turunan. Adjektiva turunan adalah
adjektiva yang terbentuk dari proses afiksasi, baik dengan penambahan prefiks,
sufiks, maupun infiks.
5.1.2 Adjektiva Turunan
Dalam penelitian ini adjektiva turunan yang menjadi dasar dalam
pembentukan nomina adalah adjektiva yang terbentuk dari proses afiksasi. Akar
kata dari adjektiva turunan ini dapat berasal dari kelas kata, baik nomina, verba,
adjektiva, maupun adverbia. Dalam penelitian ini ditemukan adjektiva turunan
dengan akar kata nomina, verba, dan adjektiva.
1. Adjektiva turunan dari akar kata nomina
Adjektiva turunan yang terbentuk dari akar kata nomina dapat dilihat pada
contoh berikut.
Adjektiva turunan Akar kata nomina afiks
paresseux/paresseuse ‘malas, pemalas
Paresse (n.m) ‘kemalasan’
-eux/-euse
amoureux/amoureuse ‘jatuh cinta’
Amour (n.m) ‘cinta, kekasih’
-eux/-euse
Malheureux ‘malang, sengsara’
Malheur (n.m) ‘kemalangan, musibah’
-eux/-euse
61
Miserable ‘melarat, menyedihkan, sengsara’
Misère (n.m) ‘kesengsaraan, kemelaratan’
-able
Dari contoh di atas, diketahui bahwa akar kata nomina paresse
(n.m) dan amour (n.m) diderivasi oleh sufiks {–eux} untuk membentuk
kelas adjektiva maskulin, sedangkan {–euse} untuk membentuk adjektiva
feminin. Demikian juga dengan adjektiva turunan misérable, yang berasal
dari nomina misère (n.m) yang mendapat sufiks {-able}. Kemudian dari
adjektiva derivasional yang terbentuk ini akan diderivasi lagi menjadi
bentuk nomina yang dijelaskan pada Kaidah Pembentukan Kata.
2. Adjektiva turunan dari akar kata verba
Pada penelitian ini ditemukan pula beberapa bentuk dasar adjektiva
turunan yang berasal dari akar kata verba, seperti di bawah ini.
Adjektiva turunan Akar kata verba afiks
ingenieux/ingenieuse ‘banyak akal, cerdik’
ingénier (se) ‘memutar otak, mencari akal’
-eux/-euse
défiant/défiante ‘(air muka) curiga’
défier (se) ‘meragukan, curiga’
-ant/-ante
souffrant, souffrante ‘tidak enak badan, sakit’
souffrir ‘menderita, merasa sakit’
-ant/-ante
Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa akar kata verba mengalami proses
derivasi dengan penambahan afiks derivasional tertentu yang
menghasilkan output ‘keluaran’ yang berkelas kata adjektiva. Adjektiva
62
turunan inilah yang kemudian akan menjadi bentuk dasar dalam proses
nominalisasi.
3. Adjektiva turunan dengan akar kata adjektiva
Adjektiva turunan yang dijadikan bentuk dasar dalam nominalisasi berasal
dari akar kata adjektiva yang telah mengalami proses afiksasi. Berikut
adalah beberapa contoh yang ditemukan pada sumber data.
Adjektiva turunan Akar kata adjektiva afiks
Impatient/impatiente ‘tidak sabar’
Patient/patiente ‘sabar’
im-
Desagréable ‘tidak nyaman’
Agréable ‘nyaman’
des-
Malade ‘sakit, penderita
Mal ‘sakit, penyakit’
-ade
Dari contoh di atas, dapat dilihat bahwa tidak terjadi perubahan kategori
dari akar kata adjektiva menjadi turunannya karena préfiks {im-}, {des-},
dan sufiks {-ade} merupakan afiks infleksional yang menghasilkan output
dengan kategori yang sama dengan bentuk dasarnya.
5.2 Kaidah Pembentukan Kata (Word Formation Rules)
Kaidah Pembentukan Kata atau KPK adalah komponen kedua dalam
Morfologi Generatif. KPK pada teori Morfologi Generatif model Aronoff memuat
afiks yang memiliki informasi relasional, yaitu kemampuan untuk bergabung
dengan bentuk tertentu dalam proses pembentukan kata baru atau kata turunan.
63
Muatan yang ada pada komponen leksikal ditarik ke dalam komponen KPK,
kemudian diproses sehingga menghasilkan kata turunan atau kata kompleks.
Kedudukan bentuk dasar adjektiva yang berpotensi sebagai bentuk asal dalam
nominalisasi adjektiva bahasa Perancis, pada penelitian ini dikodekan dengan
huruf A.
Pada penelitian ini, proses nominalisasi adjektiva bahasa Perancis
ditemukan dengan dua cara, yaitu dengan (1) penambahan afiks derivasional dan
(2) konversi atau zero derivation. Kedua cara ini akan dijelaskan secara rinci pada
uraian berikut ini.
5.2.1 Kaidah Pembentukan Kata dengan Sufiks Derivasional
Kaidah yang digunakan dalam komponen KPK dengan menggunakan sufiks
derivasional adalah sebagai berikut :
A � N � N
A � [A + suf]N � [[A+ suf]N[s]]N
derivasi infleksi
Artinya, bentuk asal A mengalami proses sufiksasi sehingga menjadi
bentuk kompleks [A + suf] yang berkategori nomina (derivasi). Setelah itu, proses
nominalisasi dapat berhenti sampai di sana atau dapat pula ditutup oleh proses
infleksi, yaitu penambahan penanda jamak –s. Proses di atas dapat dicontohkan
sebagai berikut.
64
triste ‘sedih’ �[ triste+-esse ]N � [[triste+-esse]N[s]]N triste � tristesse (N.f.sg) � tristesses (N.f.pl) ‘kesedihan’
Sufiks dalam proses afiksasi dilekatkan di belakang bentuk dasar atau A
sehingga proses pembentukan katanya ditentukan oleh lingkungan segmen
terakhir dari bentuk A yang dilekati oleh sufiks tersebut. Dalam proses
nominalisasi adjektiva, beberapa sufiks memiliki alomorf yang digunakan sesuai
dengan lingkungannya. Di bawah ini dibahas tiap-tiap sufiks yang digunakan
untuk membentuk kelas kata nomina dalam bahasa Perancis.
(a) sufiks {-ité}
Pembentukan nomina dari bentuk asal adjektiva dengan penambahan sufiks
{–ité}, dapat dipresentasikan dengan kaidah :
[A] [[A] + -ité]N
Proses derivasi yang terjadi akibat penambahan sufiks {-ité} pada bentuk
dasar adjektiva akan mengakibatkan perubahan kategori kata menjadi nomina.
Dalam proses pembentukan katanya, sufiks {–ité} ini mengalami penyesuaian
dengan bentuk dasarnya sehingga ditemukan tiga macam sufiks {–ite}, yaitu
{-ité}, {-ete}, dan {-té} seperti pada contoh data berikut.
Adjektiva Sufiks
Nomina
Actif (m)/ Active (f)
‘aktif, giat’
+ {-ité} � activité ‘keaktifan, kegiatan,
kesibukan’
Responsable (m/f)
‘bertanggung jawab’
+ {-ité} � responsabilité ‘tanggung jawab’
65
Curieux (m)/Curieuse (f)
‘bertanggung jawab’
+ {-ité} � curiosité ‘keingintahuan,
kemelitan’
Familier (m)/Familière (f)
‘sudah biasa, tidak asing’
+ {-ité} � familiarité ‘keakraban, hubungan
dekat’
Honnête (m/f)
‘jujur’
+ {-eté} � honnêteté ‘kejujuran’
Méchant (m)/Mechante (f)
‘jahat, kejam’
+ {-eté} � méchanteté ‘kejahatan, kekejaman’
Faux (m)/Fausse (f)
‘salah’
+ {-eté} � fausseté kesalahan
Beau (m)/Belle (f)
‘cantik, indah’
+ {-té} � beauté ‘kecantikan, keindahan’
humilié (m)/humiliée (f)
‘hina, membuat malu’
+ {-té} � humilité ‘kehinaan, rasa rendah
diri’
Dari beberapa data yang telah diungkapkan tersebut, terlihat bahwa sufiks
{-ité} dapat mengubah kelas kata adjektiva menjadi nomina. Bentuk dasar berupa
adjektiva ditampilkan dalam dua bentuk berdasarkan gender, yaitu bentuk
maskulin dan bentuk femininnya. Hal ini dilakukan untuk melihat bentuk
manakah yang lebih dominan dipakai dalam proses nominalisasi sebagai bentuk
dasar yang akan mendapat sufiks derivasional. Misalnya, bentuk dasar actif
‘aktif, giat’ merupakan adjektiva yang digunakan untuk menerangkan nomina
maskulin, sedangkan bentuk active merupakan bentuk feminin dari actif.
Biasanya, pembentukan bentuk feminin dilakukan dengan penambahan –e muet
(-e yang tidak dilafalkan) pada bentuk maskulin dan terkadang akan terjadi
perubahan pula pada suku kata terakhir dari bentuk maskulin tersebut (actif �
active, faux � fausse, etc). Ada pula adjektiva yang hanya mempunyai satu
bentuk yang dapat digunakan untuk maskulin ataupun feminin, seperti
responsable ‘bertanggung jawab’, honnête ‘jujur’, dan triste ‘sedih’.
66
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa dalam proses nominalisasi,
bentuk adjektiva yang dominan untuk dijadikan sebagai bentuk dasar dalam
sufiksasi adalah bentuk adjektiva feminin, yaitu active ‘giat’ � activité
‘kegiatan’, curieuse ‘ingin tahu’ � curiosité ‘rasa ingin tahu’, méchante ‘kejam’
� méchanteté ‘kekejaman', fausse ‘salah’ � fausseté ‘kesalahan’, humiliée ‘hina’
� humilité ‘kehinaan’. Sebaliknya, untuk adjektiva yang mempunyai satu
bentuk yang sama, baik untuk maskulin maupun feminin, seperti responsable
‘bertanggung jawab’ dan honnête ‘jujur’ akan langsung digunakan sebagai bentuk
dasar yang mengalami sufiksasi. Namun, terdapat pengecualian, seperti untuk
adjektiva beau (m)/belle (f) ‘cantik, indah’ yang digunakan sebagai bentuk
dasarnya adalah bentuk maskulin, yaitu beau yang bertransformasi menjadi
nomina la beauté ‘keindahan’.
Sufiks {-ité} mempunyai tiga bentuk berbeda, yaitu {-ité}, {-eté}, dan {-
té}, yang penggunaannya dalam proses afiksasi disesuaikan dengan lingkungan
terdekatnya, yaitu suku kata terakhir yang akan dibubuhi sufiks tersebut.
Penyesuaian seperti ini dijelaskan dengan lebih mendalam pada subbahasan
berikutnya, yaitu Aturan Penyesuaian (adjustment rules).
(b) sufiks {-eur}
Proses nominalisasi dengan menggunakan sufiks {-eur} dapat diwakili
dengan kaidah :
[A] � [[A] + -eur]N
67
Bentuk asal adjektiva akan mengalami perubahan identitas menjadi
nomina dengan penambahan sufiks {-eur}. Beberapa contoh adjektiva yang
mengalami proses nominalisasi dengan sufiks ini adalah sebagai berikut.
Adjektiva Sufiks
Derivasional
Nomina
Laid (m)/Laide (f)
‘jelek, buruk’
+ {-eur} � laideur ‘keburukan, kejelekan,
buruknya’’
Blanc (m)/Blanche (f)
‘putih, pucat’
+ {-eur} � blancheur ‘warna putih, pucat
(muka)’
Frais (m)/Fraiche (f)
‘sejuk, baru/belum lama’
+ {-eur} � fraicheur ‘kesejukan, keadaan
(sst) yang segar)’
Long (m)/Longue (f)
‘panjang’
+ {-eur} � longueur ‘panjangnya, lamanya’
Splendide (m/f)
‘indah sekali, cemerlang’
+ {-eur} � splendeur ‘keindahan yang
mewah, agung’
Doux (m)/Douce (f)
‘lembut, empuk, halus’
+ {-eur} � douceur ‘kelembutan,
kehalusan’
Dari beberapa contoh tersebut, diketahui bahwa sufiks {-eur} akan
mentransformasi identitas kata adjektiva menjadi nomina. Proses nominalisasi
dengan sufiks ini juga menggunakan bentuk feminin dari adjektiva yang
diderivasi sebagai bentuk dasarnya, yaitu laide ‘jelek, buruk’ � laideur
‘keburukan’, blanche ‘putih’ � blancheur ‘(warna) putihnya’, fraiche ‘sejuk’�
fraicheur ‘kesejukan, longue panjang’� longueur ‘panjangnya’, dll.
(c) sufiks {-ence}
Proses derivasi dari sufiks {-ence} dapat dipresentasikan dengan kaidah :
[A] � [[A] + -ence]N
68
Adjektiva Sufiks
Derivasiona
Nomina
Puissant (m)/Puissante (f)
‘berkuasa, sangat kuat’
+ {-ance} � puissance ‘kekuatan, yang
berkuasa’
Défiant (m)/Défiante (f)
‘curiga’
+ {-ance} � défiance ‘rasa curiga, prasangka’
Souffrant (m)/Souffrante (f)
‘sakit, menderita’
+ {-ence} � souffrance ‘rasa sakit, penderitaan’
Virulent (m)/Virulente (f)
‘tajam, keras, sengit’
+ {-ence} � virulence ‘ketajaman, kepedasan’
Impatient (m)/Impatiente (f)
‘tidak sabar’
+ {-ence} � impatience ‘ketidaksabaran’
Dari contoh di atas, dapat dilihat bahwa penggunaan sufik {-ence} dapat
menderivasi bentuk dasar adjektiva menjadi nomina. Sufiks ini hanya dapat
melekat pada adjektiva yang diakhiri –ant atau –ent pada suku kata terakhirnya.
Sufiks ini juga akan mengalami penyesuaian dalam proses afiksasinya, yaitu
mempunyai dua bentuk {-ence} dan {-ance} yang penggunaannya disesuaikan
dengan lingkungan atau silabel terakhir bentuk dasar yang dilekatinya.
(d) sufiks {-esse}
Proses pembentukan kata dengan sufiks {-ise} dapat dipresentasikan
dengan kaidah :
[A] ���� [[A] + -esse]N
Adjektiva Sufiks
Derivasional
Nomina
Poli (m)/Polie(f) ‘sopan’ + {-esse} � politesse ‘kesopanan, sopan santun’
Riche (m/f) ‘kaya’ + {-esse} � richesse ‘kekayaan, harta’
69
Gros (m)/Grosse (f)
‘besar, gemuk’
+ {-esse} � grossesse
‘bagian terbesar, kehamilan’
Petit (m)/Petite (f) ‘kecil’ + {-esse} � vetitesse ‘kecilnya, kekerdilan’
Vite (m/f) ‘cepat’ + {-esse} � vitesse ‘kecepatan’
Triste (m/f) ‘sedih’ + {-esse} � tristesse ‘kesedihan’
Pelekatan sufiks {-esse} seperti yang terlihat pada contoh data di atas
membuktikan bahwa sufiks ini bersifat derivasional karena ketika dilekatkan pada
bentuk dasar adjektiva, maka keluaran yang dihasilkan mempunyai bentuk
turunan yang berkelas kata nomina.
(e) sufiks {-ise}
Proses pembentukan kata dengan sufiks {-ise} dapat dipresentasikan
dengan kaidah :
[A] � [[A] + -ise]N
Berikut ini adalah beberapa contoh pembentukan nomina dengan
menggunakan sufiks {-eur} pada bentuk adjektiva.
Adjektiva Sufiks
Derivasional
Nomina
Sot (m)/Sotte (f)
‘bodoh, dungu’
+ {-ise} � sottise ‘kebodohan, ketololan’
Franc (m)/Franche (f)
‘terus terang, terbuka’
+ {-ise} � franchise ‘keterusterangan,
keterbukaan’
Bête (m/f) ‘bodoh, dungu’ + {-ise} � bêtise ‘kebodohan, kedunguan’
70
Dalam proses sufiksasi dengan sufiks {-ise} dapat dilihat bahwa bentuk
dasar yang digunakan adalah bentuk adjektiva feminin, terutama terlihat jelas
pada pelekatan sufiks {-ise} pada bentuk dasar franche ‘terus terang’ dan sotte
‘bodoh’.
(f) sufiks {-itude}
Proses sufiksasi dengan menggunakan sufiks {-itude} adalah :
[A] � [[A] + -itude]N
Berikut adalah beberapa contoh penggunaan sufiks {-itude} yang diimbuhkan
pada adjektiva tertentu.
Adjektiva Sufiks
Derivasional
Nomina
Béat (m)/Béate (f)
‘puas, tenang’
+ {-itude} � béatitude ‘rasa bahagia yang
sempurna’
Las (m)/Lasse (f)
‘lelah, bosan’
+ {-itude} � lassitude ‘kelelahan, kebosanan’
Solitaire (m/f) ‘sendirian’ + {-itude} � Solitude ‘kesendirian, kesepian’
Inquiet (m)/Inguiète (f)
‘gelisah, khawatir’
+ {-itude} � Inquiétude
‘kegelisahan,
kekhawatiran’
Dari data di atas, dapat dilihat bahwa nominalisasi adjektiva dapat
dilakukan dengan pembubuhan sufiks {-itude} pada bentuk dasar adjektiva
feminin. Dalam proses pelekatannya, terlihat adanya beberapa penyesuaian yang
terjadi pada bentuk dasar, seperti solitaire ‘sendiri’ dan inquiet ‘khawatir’ yang
akan dijelaskan dengan lebih terperinci pada Aturan Penyesuaian.
71
(g) Sufiks {-erie}
Proses sufiksasi dengan menggunakan sufiks (-erie) adalah :
[A] � [[A] + -erie]N
Adjektiva Sufiks
Derivasional
Nomina
Plaisant (m)/Plaisante (f)
‘menyenangkan, lucu’
+ {-erie} � plaisanterie ‘kelucuan, guyonan’
Galant (m)/Galante (f)
‘penuh perhatian terhadap
wanita’
+ {-erie} � Galanterie
‘sikap perhatian, kata
rayuan’
Dari dua contoh data tersebut, terlihat bahwa bentuk dasar adjektiva
plaisante ’menyenangkan’ dan galante ‘perhatian pada wanita’ yang mendapat
sufiks {-erie} akan menghasilkan outpout yang berkelas kata nomina, yaitu
plaisanterie ‘kelucuan, guyonan’ dan galanterie ‘sikap perhatian, rayuan’.
(h) Sufiks {-ie}
[A] ���� [[A] + -ie]N
Adjektiva Sufiks
Derivasional
Nomina
Fou/Fol (m)/Folle (f)
‘gila, sakit ingatan, tergila-
gila’
+ {-ie} � folie ’gangguan jiwa, gila,
sepenuh jiwa (tergila-
gila)’
Malade (m/f) ‘sakit’ + {-ie} � maladie ‘penyakit’
Modeste (m/f)
‘sederhana, rendah hati’
+ {-ie} � modestie ‘kesederhanaan,
kerendahan hati’
72
Dari beberapa contoh di atas, tampak bahwa sufiks {-ie} akan
mentransformasi identitas kata adjektiva menjadi nomina. Proses nominalisasi
dengan sufiks ini juga menggunakan bentuk feminin dari adjektiva yang
diderivasi sebagai bentuk dasarnya, seperti terlihat pada kata malade � maladie.
(i) Sufiks {-isme}
Untuk nominalisasi adjektiva dengan penggunaan sufiks {-isme} dapat
dijabarkan dengan kaidah :
[A] � [[A] + -isme]N
Adjektiva Sufiks
Derivasional
Nomina
Égoïste (m/f)
‘egois’
+ {-isme} � égoisme ‘keegoisan’
Socialiste (m/f)
‘(bersifat) sosial’
+ {-isme} � socialisme ‘doktrin sosialis,
sosialisme’
Enthousiaste (m/f)
‘bersemangat, bergairah’
+ {-isme} � enthousiasme ‘semangat kegembiraan,
kegairahan’
Féodal/féodale (m/f)
‘feodal’
+ {-isme} � féodalisme ‘kefeodalan, feodalisme’
Sufiks {-isme} juga terbukti dapat menderivasi bentuk asal adjektiva
menjadi nomina. Dalam proses sufiksasi dengan sufiks {-isme} terjadi
penyesuaian pada bentuk asal yang disebabkan oleh pelekatan sufiks ini, yang
akan dijelaskan pada subbab berikutnya.
(j) Sufiks {-ard}
Kaidah pembentukan nomina dari dasar adjektiva dengan penggunaan
sufiks {–ard} adalah :
73
[A] � [[A] + -ard]N
Adjektiva Sufiks
Derivasional
Nomina
Vieux (m)/Vieille (f)
‘tua, lama, kuno’
+ {-ard} � vieillard ‘orang laki-laki tua’
Riche (m/f)
‘kaya’
+ {-ard} � richard ‘orang berduit, orang
kaya’
Dari contoh penggunaan sufiks {-ard} yang ditemukan pada sumber data
dapat dilihat bahwa sufiks ini dilekatkan pada bentuk feminin dari adjektiva
dasarnya, yaitu dari adjektiva vieille ’tua’ (bentuk feminin dari vieux) menjadi
vieillard ’laki-laki tua’ yang berkelas kata nomina.
Berdasarkan uraian Kaidah Pembentukan Kata ini dapat disimpulkan
bahwa sufiks -ité, -eur, -ence, -esse, -ise, -itude, -erie, -ie, -isme, dan –ard dapat
mentranformasi kelas kata adjektiva menjadi nomina yang disertai dengan
penyesuaian-penyesuaian, baik pada bentuk dasar maupun pada sufiks tertentu,
yang akan diuraikan dengan lebih jelas pada bagian Aturan Penyesuaian.
5.2.2 Kaidah Pembentukan Kata dengan Konversi
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya bahwa nominalisasi
adjektiva dalam bahasa Perancis dapat pula dilakukan dengan cara konversi. Cara
ini juga dikenal dengan zero derivation, yaitu proses derivasi tanpa adanya
74
afiksasi. Karakteristik dari konversi ini adalah baik base maupun output-nya
mempunyai bentuk yang betul-betul identik [A]A=[A]N.
Perubahan atau transformasi adjektiva menjadi nomina dengan cara konversi
memang tidak dapat dilihat dari fisiknya, tetapi dapat dirasakan dari konteks
kalimatnya. Sebuah kategori kata dapat dengan mudah dilihat dalam kamus.
Namun, akan lebih baik jika kategori kata tersebut ditentukan tidak melalui makna
kata itu sendiri (makna literal), tetapi dilihat dari fungsi sintaksis dan maknanya
dalam sebuah konteks kalimat. Hal ini dapat dilihat pada contoh berikut.
Tu es ma mignonne PRO2.sg adalah POSS1.sg.f.-ku ADJ.manis Kamulah manisku.
Pada contoh di atas kata mignonne jika dicek dalam kamus, maka kata
tersebut masuk ke kelas kata adjektiva dengan makna literal ‘manis, lucu’.
Namun, dalam konteks kalimat tersebut, adjektiva mignonne mempunyai makna
‘seseorang yang manis’ yang mengacu pada suatu nomina (seseorang) feminin.
Hal ini juga diperkuat dengan adanya determinan posesif ma yang menyatakan
kepunyaan untuk orang pertama tunggal dan digunakan untuk menerangkan
nomina feminin tunggal sehingga makna ma + mignonne ‘manisku’.
Selain itu, sering kali sebuah adjektiva dapat menjadi nomina sebagai
akibat dari elipsis atau penghilangan nomina yang diterangkan oleh adjektiva
tersebut. Penghilangan nomina ini tidak merusak arti keseluruhan dari klausa atau
kalimat tersebut, seperti La (ville) capitale, une (lettre) sirculaire, un (ondulation)
permanente (Lauwer, 2008 :136).
75
De ces deux cravates, je prefere la bleue PREP DEM.f.pl NUM.dua N.f.dasi PRO1.sg V.lebih suka DEF.f.sg ADJ.biru ‘dari kedua dasi ini, saya lebih suka yang biru’ Pada kalimat ini la bleue merupakan sebuah grup nomina dengan tanpa
menyebutkan nominanya. Namun, pembaca ataupun pendengar telah mengetahui
bahwa makna le bleue tersebut adalah le (cravate) bleue ‘dasi yang berwarna biru’
karena cravate itu sendiri telah disebutkan pada frasa sebelumnya.
Selain itu, nominalisasi dengan cara konversi ini juga dilakukan untuk
mempresentasikan seseorang atau sesuatu yang mempunyai karakteristik seperti
yang disebutkan adjektivanya.
Il ne sait pas, le petit malheureux ! PRO3.sg NEG V.tahu DEF.f.sg ADJ.kecil ADJ.malang ’Dia tidak tahu, si (anak) kecil yang malang !’
Pada contoh kalimat di atas, le petit ‘si kecil’ merupakan grup nomina
yang mengacu pada referen seorang anak yang mempunyai karateristik seperti
yang disebutkan bentuk dasarnya (fisiknya kecil).
Jadi, pembentukan kata dengan cara konversi dapat dipresentasikan
dengan kaidah :
A � [A + ø]N
Bentuk asal A yang berkategori adjektiva mengalami proses derivasi
menjadi nomina tanpa adanya pembubuhan sufiks (zero morfem). Setelah proses
konversi tersebut, bentuk turunan yang terbentuk disesuaikan dengan gender dan
number dari referennya (jika mengacu pada makhluk hidup). Sesuai dengan
karakteristik nomina bahasa Perancis, maka di depan bentuk turunan hasil
76
konversi tersebut diberikan determinan yang sesuai dengan konteksnya. Urutan
proses konversi ini dapat dijabarkan dalam kaidah :
A ���� N ���� N ���� N ���� DET + N
(a) petit � petit � Le + petit (b) petit � petit � petite � Ma + petite (c) petit � petit � petite � petites � Ces + petites
Penjelasan:
(a) Adjektiva petit ’kecil’ menjadi nomina petit ’si kecil’, setelah itu mendapat
determinan yang sesuai dengan gender, number, dan konteksnya yaitu le
(artikel definit, maskulin singular) karena acuannya adalah seorang anak
laki-laki.
(b) Adjektiva petit ’kecil’ menjadi nomina petit ’si kecil’(derivasi), kemudian
terjadi proses infleksi dengan penambahan penanda gender feminin –e
menjadi petite karena acuannya adalah seorang anak perempuan. Setelah
itu mendapat determinan yaitu ma ’kepunyaanku’ (posesif, feminin
singular) sehingga arti keseluruhan dari ma petite adalah ’anak
(perempuan) kecilku’
(c) Adjektiva petit ’kecil’ menjadi nomina petit ’si kecil’(derivasi), kemudian
terjadi proses infleksi dengan penambahan penanda gender feminin –e
menjadi petite. Setelah itu terjadi proses infleksi lagi dengan penambahan
penanda jamak –s sehingga menjadi petites, mengacu pada sekelompok
anak kecil perempuan. Determinan yang digunakan yaitu ces ’ini/itu’
(demonstratif, maskulin atau feminin, plural) sehingga makna keseluruhan
dari ces petites adalah ’anak-anak (perempuan) kecil ini’.
77
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa proses infleksi dapat
terjadi setelah terjadinya proses derivasi adjektiva menjadi nomina. Dalam hal ini,
proses infleksi yang terjadi yaitu penyesuaian bentuk yang disesuaikan dengan
gender dan number acuannya. Setelah itu nomina yang terbentuk mendapat
determinan yang juga sesuai dengan gender dan number dari nominanya.
Berikut ini dikemukakan beberapa contoh pembentukan nomina dengan
cara konversi dengan menggunakan beberapa determinan yang ditemukan pada
sumber data.
(a) Article definit
Article Definit Adjektiva Nomina
La (fem.sg) +
belle ‘cantik’
� La belle ‘si cantik’
La (fem.sg) + Petite ‘kecil’
�
La petite ‘si kecil’
La (fem.sg) + malheureuse ‘malang’
� La malheureuse ‘orang yang malang, sengsara’
Le (masc.sg) + Vide ‘kosong’
� Le vide ‘kekosongan, lubang, hampa’
Le (masc.sg) + mechant ‘jahat’
� Le mechante ‘(perbuatan/sikap) jahat’’
Les (m/f.pl) + miserables ‘sengsara’
� Les miserables ’orang-orang yang miskin, melarat’
Les (m/f.pl) + Riches ‘kaya’
� Les riches ‘orang-orang kaya’
Dalam prosesnya, penggunaan artikel definit dalam nominalisasi adjektiva
harus disesuaikan dengan referen yang diacu atau ingin digambarkan oleh
78
adjektiva tersebut. Hal ini akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian Kaidah
Penyesuaian (Adjusment Rules).
(b) Article indefinit
Article
Indefinit
Adjektiva
Nomina
un (masc.sg) + Mal ‘kurang baik, buruk’
� Un mal ‘kesusahan, keburukan’
un (masc.sg) + Froid ‘dingin’
� Un froid ‘rasa dingin, sikap tanpa emosi’
un (masc.sg) + paresseux ‘malas’
� Un paresseux ‘pemalas’
une (masc.sg) +
Blonde ‘pirang’
� Une blonde ‘(orang) berambut pirang’
des(fem.sg) + bêtes ‘bodoh, dungu’
� des bêtes ‘kebodohan, ketololan’
Artikel indefinit merupakan determinan yang digunakan sebelum
nomina yang tidak spesifik, yang penggunaannya juga disesuaikan dengan gender
dan number dari nomina yang diacu. Jadi, ketika artikel indefinit dirangkaikan
dengan bentuk yang telah dikonversi, juga harus memperhatikan referen yang
diacu.
(c) Possesif
Possesif Adjektiva
Nomina
Mon/ma ‘-ku ’ + cher/chere ‘sayang’
� Mon cher (m.sg) Ma chere (f.sg)
‘sayangku’
Sa ‘-nya’ + fin ‘akhir’
� Sa fin (f.sg) ’ tujuannya’
79
Ses ‘-nya’ + intimes ‘dekat, akrab’
� Ses intimes (m/f.pl) ‘orang-orang dekatnya’
Ma ‘-ku ’ + mignonne ‘manis, lucu’
� Ma mignonne (f.sg) ‘manisku’
Ma ‘-ku ’ + belle ‘cantik’
� Ma belle (f.sg) ‘juwitaku’
Bentuk konversi yang mendapat determinan menggambarkan kepemilikan
atau kepunyaan akan sesuatu baik benda abstrak maupun konkret. Penggunaannya
juga tergantung dari gender dan number dari nominanya. Misalnya mon cher / ma
chère, sama-sama berarti ‘sayangku’. Namun, makna mon cher mengacu pada
seorang laki-laki (nomina maskulin tunggal), sedangkan ma chère mengacu pada
seorang perempuan (nomina feminin singular).
(d) Demonstratif
Bentuk konversi juga dapat dirangkaikan dengan determinan demonstratif.
Hal ini dapat dilihat pada data berikut ini.
Demonstratif Adjektiva Nomina
Cette + pauvre ‘miskin’
� Cette pauvre (f.sg) ‘orang yang miskin ini’
Cette + desagréable ‘tidak nyaman’
� Cette desagréable (f.sg)
‘ketidaknyamanan ini’
Ce + naif ‘naif, polos’ � Ce naif (m.sg) ‘orang polos ini’
Determinan berikutnya yang juga digunakan di depan bentuk konversi
adalah demonstratif. Sama seperti determinan lainnya, penggunaan demonstratif
juga ditentukan oleh gender dan number, ce untuk nomina maskulin, cette untuk
menggambarkan nomina feminin, dan ces digunakan untuk menerangkan
mask/fem jamak, yang semuanya bermakna ‘ini/itu’.
80
Dalam hal ini, konversi adjektiva menjadi nomina sering kali terjadi atau
dilakukan dengan penghilangan (elipsis) nomina inti yang diacu, seperti misalnya
pada contoh cette pauvre ‘orang miskin itu’ terdapat inti yang dihilangkan
sehingga hanya muncul adjektivanya yang menyatakan karakteristik atau keadaan
dari nomina yang diacu. Jika dilihat dari konteksnya, frasa nomina yang
seharusnya terbentuk adalah cette pauvre femme ‘wanita miskin itu’ di mana pada
kenyataannya femme ‘wanita’ dihilangkan. Namun penghilangan ini tidak
mengurangi arti keseluruhan dari klausa karena cette pauvre sudah dapat
mewakili nomina yang dimaksud dan dapat dipahami dari konteksnya.
Dari uraian Kaidah Pembentukan Kata dengan cara konversi di atas, dapat
disimpulkan bahwa adjektiva dapat ditransformasi menjadi nomina dengan tanpa
adanya sufiksasi, tetapi dapat dilihat dari fungsi dan maknanya dalam konteks
kalimat. Namun, ada hal yang perlu dicermati dalam nominalisasi adjektiva
dengan konversi ini, yaitu bahwa tidak semua adjektiva dapat bertransformasi
menjadi nomina dengan cara ini. Untuk lebih jelasnya akan dibahas dengan lebih
mendalam pada bagian fungsi dan makna dari proses nominalisasi adjektiva
bahasa Perancis.
5.3 Kaidah Penyesuaian (Adjustment Rules)
Komponen ketiga dalam morfologi generatif model Aronoff adalah
Kaidah Penyesuaian. Menurut Aronoff, pembubuhan afiks memerlukan adanya
perubahan bentuk, baik bentuk dasar maupun bentuk afiks itu sendiri. Dalam
Kaidah Penyesuaian ini dapat terjadi dua macam proses penyesuaian, yaitu
81
Allomorphy Rules (Kaidah Alomorfi) dan Truncation Rules (Kaidah
Pemenggalan).
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya pada Kaidah Pembentukan Kata
bahwa terdapat sufiks tertentu yang mempunyai beberapa alomorf dan
penyesuaian lain, bahkan ada pula pengecualian. Hal-hal tersebut dijelaskan pada
bagian ini sehingga proses pembubuhan afiks dan proses dengan cara konversi
dapat lebih dimengerti oleh para pengguna bahasa Perancis.
5.3.1 Kaidah Penyesuaian dalam Nominalisasi Adjektiva dengan Sufiks
Derivasional
Dalam proses sufiksasi, penyesuaian baik bentuk dasar maupun sufiks itu
sering kali terjadi. Mengacu pada KPK yang telah diuraikan sebelumnya,
penyesuaian biasanya terjadi pada setiap pembubuhan sufiks derivasional.
Beberapa kaidah penyesuaian tersebut dijabarkan pada uraian berikut ini.
(a) Penyesuaian dalam penggunaan bentuk adjektiva yang menjadi
bentuk dasar dalam proses sufiksasi
Aturan penyesuaian pertama yang dianalisis adalah penggunaan bentuk
adjektiva (maskulin atau feminin) yang menjadi bentuk dasar dalam sufiksasi.
Seperti diketahui bahwa adjektiva bahasa Perancis disesuaikan dengan gender
nominanya, yaitu bentuk maskulin dan bentuk feminin. Oleh karena itu, biasanya
suatu adjektiva mempunyai dua bentuk untuk tiap-tiap gender, dimana
pembentukannya mengikuti adjective agreement ‘kesepakatan pembentukan
adjektiva’ tertentu. Pembentukan ini ada yang bersifat regulier ‘teratur’, yaitu
82
penambahan penanda feminin –e pada akhir adjektiva maskulin untuk
membentuk adjektiva feminin, seperti pada bentuk dasar mefiant (m) � mefiante
(f) ‘curiga’, petit (m) � petite (f) ‘kecil’, blond (m) � blonde (f) ‘pirang’, dan
lain-lain.
Selain pembentukan adjektiva feminin yang bersifat teratur, ada pula
pembentukan yang irregulier ‘tidak beraturan’, seperti pada adjektiva frais (m) –
fraiche (f) ‘sejuk, segar’, beau (m) – belle (f) ‘cantik, indah’, gros (m) – grosse (f)
‘besar, gendut’, dan lain-lain. Selain itu, ada pula adjektiva yang hanya
mempunyai satu bentuk yang bisa digunakan untuk kedua gender, seperti
adjektiva triste (m/f) ‘sedih’, pâle (m/f) ‘pucat’, modeste (m/f) ‘rendah hati’, dan
sebagainya.
Dalam proses sufiksasi, apabila bentuk dasarnya merupakan adjektiva
reguler dan adjektiva yang mempunyai satu bentuk saja (m=f), maka bentuk
adjektiva yang digunakan adalah bentuk adjektiva maskulin. Hal ini dapat dilihat
pada contoh berikut:
Adjektiva dasar sufiks Bentuk nomina 1 Honnête (m/f) ‘miskin’ + -eté � Honneteté ‘kemiskinan’ 2 Pâle (m/f) ‘pucat’ + -eur � Pâleur ‘warna pucat’ 3 Triste (m/f) ‘sedih’ + -esse � Tristesse ‘kesedihan’ 4 Bete (m/f) ‘bodoh’ + -ise � Betise ‘kebodohan’ 5 Modeste (m/f)‘rendah hati’ + -ie � Modestie ‘kerendahan hati’ 6 Égoiste (m/f) ‘egois’ + -isme � Égoisme ‘keegoisan’ 7 Petit(m) – petite (f)
‘kecil’ + -esse � Petitesse ‘kecilnya’
8 Patient (m) – patiente (f) ‘sabar’
+ -ence
� Patience ‘kesabaran’
83
9 Profond(m) – profonde(f) ‘dalam’
+ -eur � Profondeur ‘dalamnya’
10 Brutal(m) – brutale (f) ‘brutal’
+ -ité � Brutalité ‘kebrutalan’
Pada data di atas, terlihat bahwa adjektiva dasar yang hanya mempunyai
satu bentuk (no.1—6), baik untuk maskulin maupun feminin, dapat langsung
dibubuhi sufiks derivasional. Begitu pula dengan adjektiva reguler (no.7--10),
bentuk maskulinnya dapat langsung dilekatkan dengan sufiks.
Jika bentuk dasar adjektiva mempunyai dua bentuk yang berbeda untuk
maskulin dan femininnya (irreguliere), maka bentuk feminin digunakan sebagai
bentuk dasar. Namun, selalu ada pengecualian karena beberapa adjektiva tak
beraturan tetap menggunakan bentuk maskulinnya sebagai bentuk dasar, yaitu
adjektiva beau ‘cantik,indah, bon ‘baik’, nouveau ‘baru’, fol ‘gila’.
Adjektiva dasar sufiks Bentuk nomina 1. Frais(m) - fraiche (f)
‘sejuk/segar’ + -eur � Fraicheur ‘kesejukan’
2. Faux(m) - fausse (f) ‘salah’
+ -eté � Fausseté ‘kesalahan’
3. Actif (m) – active (f) ‘aktif,giat’
+ -ité � Activité ‘keaktifan’
4. Nul (m) – nulle (f) ‘kosong,hampa’
+ -ité � Nullité ‘kehampaan’
5. Vieil (m) - vieille (f) ‘tua’
+ -ard � Vieillard ‘laki-laki tua’
6. Gros(m) – grosse (f) ‘gendut’
+ -esse � Grossesse ‘kehamilan’
7 Sot(m) – sotte (f) ‘tolol’
+ -ise � Sottise ‘ketololan’
8. Las(m) – lasse (f) ‘bosan, lelah’
+ -itude � Lassitude ‘kebosanan’
9. Beau (m) – belle (f) ‘indah, cantik’
+ -té ���� Beauté ‘keindahan’
10. Bon (m) – bonne (f) ‘baik, bagus’
+ -té ���� Bonté ‘kebaikan’
84
11. Nouveau(m) – nouvelle (f) ‘baru’
+ -té � Nouveauté ‘yang baru’
12. Fol (m) – folle (f) ‘gila’
+ -ie ���� Folie ‘kegilaan’
Dari data di atas, dapat dilihat bahwa apabila suatu adjektiva mempunyai
dua bentuk yang berbeda untuk adjektiva maskulin dan feminin, maka bentuk
adjektiva femininlah yang dijadikan sebagai bentuk dasar dalam proses sufiksasi.
Hal ini terlihat jelas pada salah satu contoh bentuk turunan fraicheur ‘kesejukan’,
yang jika dijabarkan menjadi bentuk yang lebih kecil, maka kata ini terdiri atas
bentuk dasar fraiche ‘segar, sejuk’ dan –eur, di mana fraiche merupakan bentuk
feminin dari frais. Jadi, sufiks {–eur} ini tidak dilekatkan pada bentuk
maskulinnya, karena bentuk turunan yang dihasilkan adalah fraicheur, bukan
fraiseur. Contoh lain yang membuktikan hal yang sama adalah pada adjektiva
faux (m) / fausse (f) ‘salah’. Jika mendapat sufiks {–eté}, maka bentuk turunan
yang dihasilkan adalah fausseté ‘kesalahan’, bukanlah fauxeté.
Contoh yang diungkapkan di atas dapat dijadikan bukti bahwa bentuk
feminin dijadikan bentuk dasar dan mengalami proses sufiksasi. Namun selalu ada
pengecualian, seperti yang dapat dilihat pada contoh adjektiva beau (m) / belle (f)
‘indah, cantik’. Bentuk turunan yang dihasilkan dari kata ini setelah mendapat
sufiks {-(i)té} adalah beauté ‘keindahan’, padahal jika mengikuti aturan
penyesuaian yang menyatakan bahwa bentuk feminin yang dijadikan bentuk
dasar, maka seharusnya bentuk turunannya adalah belleté. Pada kenyataannya,
kata belleté belum pernah ditemukan dalam penggunaan bahasa Perancis.
Pengecualian seperti ini yang juga ditemukan pada sumber data adalah :
85
bon (m)/bonne (f) + {-(i)té} � bonté (bukan bonneté) ‘kebaikan’
fol (m)/folle (f) + {-ie} � folie (bukan follie) ‘kegilaan’
nouveau(m)/nouvelle(f) + {-(i)té} � nouveauté (bukan nouvelleté) ‘yang baru’
Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa kata-kata seperti belleté,
bonneté, dan follie akan muncul dalam kosakata bahasa Perancis yang mewakili
reference yang berbeda dengan kata yang telah ada sebelumnya. Jadi, kata-kata ini
dapat dimasukkan dalam bentuk–bentuk potensial karena pembentukannya sudah
sesuai dengan kaidah yang ada.
Penggunaan bentuk adjektiva feminin sebagai bentuk dasar dalam
sufiksasi bukanlah tanpa alasan. Hal ini terjadi karena dalam pelafalan, bentuk
adjektiva feminin biasanya diakhiri oleh bunyi konsonan atau suku kata
terakhirnya merupakan suku kata tertutup, sedangkan bentuk maskulin biasanya
diakhiri dengan vokal atau vokal nasal (suku kata terbuka). Oleh karena itu,
sufiks, yang semuanya diawali dengan bunyi vokal, akan melekat pada kata yang
mempunyai bunyi konsonan di akhir agar tercipta kesinambungan bunyi ketika
terjadinya sufiksasi. Hal ini dapat dilihat pada uraian berikut:
Adjektiva maskulin Adjektiva feminin
Doux + {-eur} Douce + {-eur} [du] + [-œr] � [duœr] [dus] + [-œr] � [dusœr] Las + {-itude} Lasse + {-itude} [la] + [-ityd] � [laityd] [las] + [-ityd] � [lasityd] Gros + {-esse} Grosse + {-esse} [gro] + [-εs] � [groεs] [gros] + [-εs] � [grosεs]
86
Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa jika menggunakan bentuk adjektiva
maskulin doux [du] ‘lembut’ yang diakhiri oleh bunyi vokal dalam
pengucapannya, kemudian mendapat sufiks –eur [œr] yang juga diawali oleh
bunyi vokal, maka ketika disatukan menjadi [du-œr]. Pertemuan kedua vokal ini
kurang dapat menghasilkan kesinambungan bunyi karena adanya dua vokal
berurutan yang akan menjadi batas suku kata. Oleh karena itu, diambillah bentuk
feminin douce [dus] yang mempunyai bunyi konsonan di akhir kata, sehingga
pengucapannya dapat terdengar lebih mengalir menjadi [dusœr].
(b) Peluruhan fonem [ə] atau schwa
Sebagian besar adjektiva bahasa Perancis diakhiri oleh fonem [�], terutama
bentuk femininnya. Selanjutnya dalam proses sufiksasi, terjadi pelesapan atau
luruhnya fonem [ə] atau schwa yang berada di akhir kata yang mengalami proses
sufiksasi. Hal ini disebabkan oleh karakteristik dari fonem [ə] yang sering kali
tidak disuarakan dalam suatu pengucapan yang cepat. Oleh karena itu, [ə] atau
schwa ini dalam bahasa Perancis sering disebut –e muet (-e diam/tidak dilafalkan).
Setiap kata dalam bahasa Perancis yang diakhiri oleh /e/, maka bunyi
tersebut tidak pernah muncul dalam pengucapan dan berarti juga tidak muncul
dalam transkripsi fonetiknya. Misalnya pada kata sotte ‘bodoh’ akan mempunyai
transkripsi fonetik [sot]; –e hilang sehingga jika dibubuhi sufiks {-ise}, akan
menjadi [sotiz]; begitu juga kata modeste ‘rendah hati’ mempunyai transkripsi
fonetik [modεst], -e di akhir kata tidak diucapkan, kemudian mendapat sufiks {-
87
ie} akan menjadi [modεsti]. Namun, bunyi schwa ini akan muncul dalam
pelafalan jika kata-kata tersebut dipakai dalam puisi atau lagu.
Tidak semua adjektiva mengalami pelesapan fonem [ə] atau schwa
terutama ketika adjektiva yang dijadikan bentuk dasar tidak diakhiri oleh [ə],
seperti gai ‘kegembiraan’ , fin ‘halus, tajam’, beau ‘cantik, indah’, bon ‘baik’,
nouveau ‘baru’, fol ‘gila’, dan lain-lain.
(c) Penyisipan fonem
Ketika proses sufiksasi terjadi, sering kali disertai dengan penyesuaian
dalam bentuk dasar itu sendiri. Salah satu penyesuaian tersebut adalah penyisipan
fonem tertentu pada bentuk dasar sehingga kata turunan yang terbentuk dapat
diucapkan dengan baik. Kasus seperti ini hanya terjadi pada beberapa bentuk
dasar yang mendapat sufiks tertentu, yang dijelaskan pada contoh berikut ini.
- bentuk dasar responsable ‘tanggung jawab’
[rεs-p -sa-bl] + {-ité} � [rεsp sablité] � [rεsp sabilité]
Penyesuaian yang terjadi dengan adanya pembubuhan sufiks {-ité}
pada adjektiva responsable [rεsp sabl] adalah penyisipan bunyi vokal
depan [i] di antara bunyi [b] dan [l] pada silabel terakhir sehingga menjadi
responsabilité [rεsp sabilite]. Selain untuk mempermudah pengucapan,
penyisipan fonem ini juga disebabkan oleh konsonan rangkap [bl] hanya
dapat terletak di awal atau di akhir kata (tidak pernah ditemukan di tengah
kata). Hal yang sama juga akan terjadi pada bentuk dasar adjektiva
88
honorable, possible, dan lain-lain yang mempunyai akhiran yang sama
dengan contoh di atas.
- bentuk asal polie ‘sopan’
polie + {-esse} � poliesse � politesse ‘sopan santun’ [po-li] + [εs] � [poliεs] � [politεs]
Jika mengikuti proses seperti yang lainnya, maka seharusnya
bentuk turunan yang dihasilkan setelah mendapat sufiks {-esse} adalah
poliesse. Akan tetapi, pada kenyataannya bentuk turunan yang ada adalah
politesse, yaitu ada penyisipan fonem [t] pada batas penggabungan bentuk
dasar dan sufiksnya. Dalam bahasa Perancis, fonem [t] sering kali
disisipkan antara dua kata atau morfem yang akhir dan awalnya
merupakan bunyi vokal, contoh :
A - il un stylo? � A – t - il un stylo? V.punya PRO3.m.sg INDEF.m.sg N.m.pulpen ‘Punyakah dia pensil?’
Pada contoh di atas, terlihat adanya penyisipan fonem [t] antara kata a
‘punya’ dan il ‘dia (m)’. Penyisipan ini bertujuan untuk membuat
pengucapan yang lebih menyatu dan mengalir.
(d) Substitusi fonem
Dalam proses sufiksasi dapat terjadi pula penggantian atau substitusi
fonem pada bentuk dasar, yang juga bertujuan untuk lebih memudahkan
pengucapan. Substitusi fonem ini terjadi pada beberapa adjektiva yang mendapat
imbuhan sufiks derivasional, seperti pada contoh berikut.
89
- Adjektiva curieuse ‘ingin tahu’, superieure ‘superieur’
[ky-rjœz] + {-ité} � [kyrjœzité] � [kyrjozité]
[sy-pe-rjœr] + {-ité} � [syperjœrité] � [syperjorité]
Penyesuaian yang terjadi pada bentuk dasar curieuse [ky-rjœz]
setelah mendapatkan sufiks {-ité} adalah penggantian bunyi vokal depan
[œ] yang berada setelah semivokal [j] pada silabel terakhir menjadi bunyi
[o] sehingga menjadi curiosité [kyrjozité] ‘keingintahuan’.
- Adjektiva familière ‘biasa’
[fa-mi-ljεr] + {-ité} � [familjεrité] �[familjarité]
Penyesuaian bentuk familière [familjεr] dengan mendapatkan sufiks {-ité}
adalah bunyi vokal depan setengah terbuka [ε] yang berada di akhir suku
kata menjadi bunyi vokal depan terbuka [a], sehingga menjadi familiarité
[familjarité] ‘hal yang sudah biasa’
5.3.2 Kaidah Alomorfi (Allomorphy Rules)
Dalam Teori Morfologi Aronoff juga dikenal adanya Kaidah Alomorfi
(Allomorphy Rules) yang memuat bentuk-bentuk alomorfi dari komponen
pembentuk kata, yaitu dalam hal ini alomorfi dari sufiks derivasionalnya.
Beberapa sufiks ditemukan memiliki alomorfi, seperti sufiks {-ité}, {-ance}, dan
{-isme}.
90
(a) Alomorfi sufiks {-ité}
Bentuk alomorfi dari sufiks {-ité}, yaitu {-eté} dan {-té}. Hal ini dapat
dilihat pada contoh berikut :
Adjektiva Sufiks
Derivasional
Nomina
1. Active + {-ité} � activité ‘kegiatan’
2. Responsable + {-ité} � responsabilité ‘tanggung jawab’
3. Curieuse + {-ité} � curiosité ‘keingintahuan’
4. Familière + {-ité} � familiarité ‘kebiasaan’
5. Honnête + {-eté} � honnêteté ‘kejujuran’
6. Mechante + {-eté} � méchanteté ‘kekejaman’
7. Fausse + {-eté} � fausseté ‘kesalahan’
8. Beau + {-té} � beauté ‘keindahan’
9. Bon + {-té} � bonté ‘kebaikan
Dari data di atas, dapat dilihat bahwa bentuk dasar adjektiva nomor 1--4
mendapatkan sufiks {-ité}, nomor 5--7 mendapat sufiks {-eté}, dan nomor 8-9
mendapat sufiks {-té}. Dari ketiga alomorfi ini, sufiks {-ité} yang paling sering
muncul dalam pembentukan kata. Hal itu terjadi karena sufiks ini dapat melekat
pada semua bunyi konsonan di akhir kata, kecuali [t] dan [s], di mana kedua bunyi
inilah yang kemudian akan melekat pada alomorfinya yaitu {-eté}. Sebaliknya,
alomorfi {-té} akan melekat pada bentuk dasar adjektiva yang diakhiri bunyi
vokal bulat [o] atau vokal nasal bulat [õ].
(b) Alomorfi sufiks {-ance}
Sufiks ini mempunyai dua bentuk alomorfi yaitu {-ence} dan {-ance}. Hal
ini dapat kita lihat pada data berikut :
91
Adjektiva Sufiks
Derivasional
Nomina
1. Violente + {-ence} � Violence ‘kekerasan, keganasan, paksaan’
2. Impatiente + {-ence} � Impatience ‘ketidaksabaran’
3. Virulente + {-ence} � Virulence ‘ketajaman (kata-kata)’
4. Souffrante + {-ance} � Souffrance ‘penderitaan, rasa sakit’
5. Elegante + {-ance} � Élégance ‘keanggunan’
6. Puissante + {-ance} � Puissance ‘kekuatan, yang berkuasa’
Contoh : souffrant + {-ance} � souffrance ‘penderitaan’ [su-frãt] + [ãs] � [sufrãs]
Kaidah alomorfi yang terjadi dalam penggunaan, baik sufiks {–ence}
maupun bentuk alomorfinya adalah dengan melihat akhiran dari bentuk dasarnya.
Sufiks {–ence} hanya dapat melekat pada kata yang berakhiran –ent (contoh
no.1--3), sedangkan {-ance} hanya melekat pada bentuk dasar yang berakhiran –
ant (contoh no. 4--6).
(c) Alomorfi Sufiks {-isme}
Dari data yang ditemukan, sufiks {-isme} terlihat mempunyai satu bentuk
alomorfi, yaitu {-asme}. Hal ini dapat kita lihat pada bentuk dasar enthousiaste
‘antusias’� enthousiasme ‘rasa semangat, antusias’, dengan proses sufiksasi
sebagai berikut.
enthousiaste + {-isme} � enthousiasme [ tuzjast] + [ism] � [ tuzjasm]
92
Jadi, ketika sufiks {-isme} dilekatkan pada bentuk asal, maka terjadi
penyesuaian pada sufiks tersebut menjadi bentuk {-asme}. Dalam hal ini, sufiks {-
isme} menyesuaikan dengan silabel terakhir dari kata tersebut adalah ast.
5.3.3 Kaidah Pemenggalan
Selain terjadinya penyesuaian bentuk dan alomorfi, kaidah pemenggalan
juga sering kali ditemukan. Sesuai dengan Teori Morfologi Aronoff yang sangat
peka terhadap pembatasan atau blocking, maka aturan pemenggalan dapat
dijadikan sebagai salah satu komponen dalam proses sufiksasi. Beberapa bentuk
dasar adjektiva diketahui mengalami pemenggalan ketika dilekatkan dengan
sufiks derivasional yang dapat dilihat pada uraian berikut ini.
(a) Pemenggalan silabel
Suatu bentuk dasar dapat mengalami pemenggalan pada silabel
terakhirnya, seperti pada bentuk dasar adjektiva splendide ‘terang, gemerlap’.
splen-dide + {-eur} � splendeur
[spl -did] + [œr] � [spl dœr]
Dalam kaidah pemenggalan bahasa Perancis, pemenggalan harus
dilakukan setelah vokal nasal sehingga bentuk dasar splendide terdiri dari dua
silabel yaitu [spl ] dan [did]. Jadi dapat dilihat bahwa pemenggalan terjadi pada
silabel terakhir dari kata tersebut sehingga hanya menyisakan satu silabel, yaitu
[spl ] yang kemudian ditambahkan [œr] menjadi [spl -œr]. Kemudian terjadi
penyesuaian lagi (Readjustment Rules), yaitu penambahan bunyi [d] yang diambil
dari bunyi berikutnya pada silabel yang telah dipenggal. Hal ini terjadi agar
93
tercipta kesinambungan bunyi dari [spl -œr] � [spl dœr]. Bentuk dasar
splendide mengalami pemenggalan karena sufiks {-eur} hanya bisa melekat pada
adjektiva dengan satu silabel, seperti douce [du�] ‘lembut’ � douceur [du�œr]
‘kelembutan’, fraiche [frε�] ‘sejuk’ � fraicheur [frε�œr] ‘kesejukan’.
(b) Pemenggalan akhiran
Selain pemenggalan silabel, pemenggalan bentuk dasar juga dapat terjadi
pada bentuk akhir dari kata yang mengalami proses sufiksasi. Kaidah
pemenggalan ini terjadi pada bentuk dasar adjektiva yang mempunyai akhiran
–ente dan –ante ketika mendapat imbuhan {-ance} atau {-ence}, seperti contoh
berikut.
• violente + {-ence} � violence ‘kekejaman’ [vi�l t] + [ s] � [vi�l s]
• souffrante + {-ance) � souffrance ‘penderitaan [soufr t] + [- s] � [soufr s]
Kedua bentuk dasar adjektiva di atas mempunyai pelafalan yang sama
pada bagian akhir katanya, yaitu [- t]. Bagian inilah yang dipenggal untuk
kemudian digantikan dengan sufiks {–ence/-ance} yang dilafalkan [- s]. Kaidah
pemenggalan lainnya juga ditemukan pada penggunaan sufiks {-isme}, seperti
pada contoh di bawah ini.
• égoiste + {-isme} � égoisme ‘keegoisan’ [eg�ist] + [ism] � [eg�ism]
• socialiste + {-isme} � socialisme ‘paham sosial’ [sosialist] + [ism] � [sosialism]
94
Untuk kaidah pemenggalan, sufiks ini memenggal bentuk dasarnya tepat
sebelum akhiran –iste, seperti pada contoh di atas, yaitu ego-iste � égo-isme,
social-iste � social-isme, féodal-iste � féodal-isme, fémin-iste � fémin-isme.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kaidah penyesuaian
yang terjadi dalam proses sufiksasi dapat berupa perubahan, baik bentuk dasar
maupun sufiksnya, yang juga menghasilkan kaidah alomorfi pada sufiks
derivasional dan kaidah pemenggalan pada bentuk dasar yang mengalami proses
tersebut.
5.3.4 Kaidah Penyesuaian dalam Nominalisasi Adjektiva dengan Konversi
Proses nominalisasi adjektiva dengan cara konversi terjadi dengan
sederhana karena tidak adanya pembubuhan sufiks, namun tetap memerlukan
kaidah penyesuaian dalam pembentukannya. Penyesuaian pada proses ini terjadi
pada penggunaan determinan dan adjektiva yang sesuai dengan acuannya.
Penyesuaian-penyesuaian tersebut adalah sebagai berikut.
(1). Nomina konkret yang menggambarkan makhluk hidup
Ketika adjektiva tersebut dikonversi untuk membentuk nomina konkret
yang mengacu atau menggambarkan suatu makhluk, hidup baik manusia maupun
binatang, maka penggunaan determinan dan bentuk adjektiva disesuaikan dengan
gender dan number dari referennyaMisalnya, la petite ‘si kecil’ maka referennya
adalah seorang anak kecil perempuan, sedangkan jika referen yang diacu adalah
95
seorang anak laki-laki, maka akan dikatakan le petit ‘si kecil’. Contoh lain dapat
dilihat sebagai berikut :
Elle les appelait <<ma mignonne, ma toute belle>> PRO3.sg COD.mereka V.memanggil POSS1 manis, POSS1.ADJ.cantik ’dia memanggilnya manisku, gadis cantikku’
Namun berbeda halnya jika bentuk konversinya bermakna sesuatu pada
umumnya atau mewakili sekelompok orang, maka bentuk yang dipakai baik
adjektiva maupun determinannya adalah bentuk maskulin baik tunggal maupun
jamak.
Contoh :
Les petits paient pour les gros. DEF.m.pl ADJ.m.pl.kecil V.membayar PREP.untuk DEF.m.pl ADJ.m.pl.besar
‘(orang-orang) Yang kecil membayari (orang-orang) yang besar.’
Pada contoh di atas, tampak bahwa bentuk konversi les petits ‘orang-
orang kecil’ dan les gros ‘orang-orang besar’ merupakan bentuk maskulin jamak
yang maknanya mengacu pada sekelompok orang yang mempunyai kualitas
seperti yang digambarkan oleh adjektivanya.
(2) Nomina abstrak
Jika nomina yang terbentuk melalui proses konversi ini menggambarkan
nomina abstrak (- konkret), maka penggunaan determinan dan adjektivanya tidak
tergantung dari gender dan number (Lauwers, 2008:138). Artinya, mereka hanya
menggunakan determinan dan adjektiva untuk bentuk maskulin tunggal.
96
Contoh :
Le froid de la nuit DEF.m.sg ADJ.m.dingin PREP.dari DEF.f.sg NOM.malam ‘dinginnya malam’ Le beau de cette image est sa simplicité DEF.m.sg ADJ.indah PREP itu gambar adalah POSS.3.f.sg.-nya NOM.f.sg.kesederhanan ‘yang indah dari gambar itu adalah kesederhanaannya’ Dari contoh di atas, diketahui bahwa le froid ‘dinginnya, hawa dingin’ dan
le beau ‘yang indah’ merupakan bentuk nominalisasi adjektiva yang
menggambarkan sesuatu yang abstrak (kata benda abtrak). Keduanya sama-sama
menggunakan bentuk adjektiva maskulin tunggal yaitu penggunaan artikel definit
le (m.sg).
Tidak seperti nominalisasi adjektiva dengan sufiksasi, pada pembentukan
nomina dengan cara konversi ini, tidak ditemukan adanya Aturan Alomorfi
maupun Aturan Pemenggalan. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya perubahan
bentuk baik pada bentuk dasar maupun bentuk turunannya. Hal itu terjadi karena
karena bentuk dasar adjektiva yang dikonversi adalah identik dengan bentuk
turunannya yang berkategori nomina.
5.4 Keluaran (Output)
Komponen yang terakhir dari Teori Morfologi Generatif model Aronoff
adalah keluaran atau output yang dihasilkan dari proses pembentukan kata.
Bentuk turunan yang dihasilkan harus memiliki kategori atau kelas kata, baik
nomina, verba, adjektiva, maupun adverbia. Dalam penelitian ini keluaran yang
dihasilkan, baik dari proses sufiksasi maupun konversi memiliki kategori nomina.
97
Dari keluaran yang dihasilkan, didapatkan bahwa sebagian besar bentuk
dasar, baik adjektiva dasar maupun adjektiva turunan, dapat bertranformasi
menjadi nomina melalui kedua proses sekaligus, yaitu baik dengan cara sufiksasi
maupun dan dengan konversi. Namun, ada juga bentuk dasar adjektiva yang
hanya mengalami salah satu proses saja (sufiksasi atau konversi). Beberapa
contoh keluaran yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel berikut.
Bentuk dasar
adjektiva
Keluaran melalui
sufiksasi
Keluaran melalui konversi
Actif/active ‘aktif, gita’
Activité ‘aktivitas’
-
Responsable ‘bertanggung jawab’
Responsabilité ‘tanggung jawab’
Un responsable ‘orang yang bertanggung jawab’
Curieux ‘ingin tahu’
Curiosité ‘keingintahuan’
Un curieux ‘orang yang selalu ingin tahu’
Mechant/mechante ‘kejam, jahat’
Mechanteté ‘kekejaman’
Les mechants ‘orang-orang jahat, kejam’
Faux/fausse ‘salah, palsu’
Fausseté ‘kekeliruan, kepalsuan’
Le faux ‘(hal) yang tidak benar, tiruan’
Beau/belle ‘cantik, indah’
Beauté ‘kecantikan, keindahan’
Le beau, la belle ‘yang indah, si cantik’
Frais/fraiche ‘segar, sejuk’
Fraicheur ‘kesejukan’
Le frais ‘udara segar’
Splendide ‘terang, gemerlap’
Splendeur ‘kegemerlapan’
-
Blanc/blanche ‘putih’
Blancheur ‘(kualitas) putihnya’
Le blanc ‘warna putih’
Doux/douce ‘lembut’
Douceur ‘kelembutan’
Un doux ‘orang yang penuh kasih sayang’
Bête ‘bodoh’
Bêtise ‘kebodohan’
Une bête ‘orang/binatang bodoh’
Virulent/virulente ‘tajam’
Virulence ‘ketajaman’
-
Souffrant/souffrante ‘penuh derita’
Souffrance ‘penderitaan’
-
Las/lasse Lassitude -
98
‘lelah, bosan’ ‘kelelahan’ Solitaire ‘sendiri’
Solitude ‘kesendirian’
Un solitaire ‘pertapa’
Inquiet/inquiete ‘khawatir’
Inquietude ‘kekhawatiran’
-
Galant ‘sopan (terhadap wanita)
Galanterie ‘sikap sopan pada wanita’
Un galant ‘orang yang sopan, rayuan’
Egoiste ‘egois’
Egoisme ‘keegoisan’
Un egoiste ‘orang yang egois’
Miserable ‘sengsara’
- Un miserable ‘orang yang kesusahan’
Malheureux ‘malang, menyedihkan’
- Malheureux ‘orang yang malang’
Douloureux ‘terluka, sakit’
- Un douloureux ‘orang yang terluka, sedih’
Vide ‘kosong’
- Le vide ‘cekungan, lubang’
Rouge ‘merah’
- Le rouge ‘warna merah’
Malade ‘sakit’
Maladie ‘penyakit’
La malade ‘si sakit, npenderita’
Chaud ‘panas’
- Le chaud ‘hawa panas’
Froid ‘dingin’
Froideur ‘sikap dingin’
Le froid ‘hawa dingin’
Envieux ‘iri hati’
- Un envieux ‘orang pencemburu, iri hati’
Berdasarkan proses yang terjadi dan keluaran yang dihasilkan dalam
nominalisasi adjektiva bahasa Perancis, terlihat bahwa tidak semua adjektiva
dapat diderivasi menjadi nomina dengan cara konversi. Sebaliknya, tidak semua
adjektiva dapat dinominalisasi melalui proses sufiksasi. Misalnya, adjektiva warna
hanya dapat diderivasi menjadi nomina dengan tanpa adanya sufiksasi (konversi),
kecuali pada warna blanc ‘putih’ yang dapat bertransformasi menjadi nomina,
baik dengan cara konversi (le blanc) maupun dengan penambahan sufiks {–eur}
99
menjadi blancheur. Tentu saja makna yang dibawa oleh tiap-tiap bentuk akan
berbeda sesuai dengan konteksnya.
Pada umumnya, adjektiva yang biasanya hanya dapat digunakan sebagai
pemeri sifat untuk menyatakan kualitas atau karakteristik pada makhluk hidup
terutama manusia dapat mengalami kedua proses nominalisasi, misalnya adjektiva
beau ‘cantik’, petit ‘kecil’, curieux ‘ingin tahu’, mechante ‘kejam, jahat’, sot
‘tolol’, bête ‘bodoh’, galant ‘sopan pada wanita’, égoiste ‘sifat egois’, dan lain-
lain. Setelah dikonversi adjektiva tesebut dapat menjadi nomina konkret yang
bermakna seseorang yang mempunyai kualitas/sifat (seperti yang disebutkan
bentuk dasar). Sebaliknya, makna yang terbentuk melalui sufiksasi adalah
menghasilkan nomina abstrak yang menyatakan kualitas atau keadaan seperti
yang disebutkan bentuk dasar.
Pada bentuk dasar adjektiva miserable ‘menderita’, malheureux ‘malang’,
dan douloureux ‘sakit (di tubuh), memilukan’ hanya mempunyai bentuk konversi
yang bermakna seseorang yang mengalami seperti yang disebutkan adjektivanya
(un miserable ‘orang yang (sedang) menderita’, un malhereux ‘orang yang
malang’, un douloureux ‘orang yang (sedang) terluka’). Adjektiva-adjektiva
tersebut merupakan adjektiva yang berasal dari nomina sehingga tidak
mempunyai bentuk nominalisasi dengan pembubuhan sufiks karena sudah
mempunyai bentuk nomina sendiri yaitu nomina yang menjadi dasar katanya,
masing-masing adalah la misère ‘penderitaan’, le malheur ‘kemalangan,
kesusahan’, dan la douleur ‘rasa sakit, penderitaan hati’.
100
Berdasarkan penjelasan itu, dapat disimpulkan bahwa dalam proses
nominalisasi adjektiva, baik dengan proses sufiksasi maupun konversi, intuisi
kebahasaan sangatlah memegang peranan penting dalam pembentukan suatu kata
baru dan penentuan berterima tidaknya bentuk turunan yang dihasilkan.
Kenyataan ini sesuai dengan Teori Morfologi Generatif itu sendiri yang mengenal
adanya penutur yang ideal yang secara intuitif berbekal kemampuan bahasa
bawaan.
101
BAB VI
FUNGSI DAN MAKNA GRAMATIKAL YANG TERBENTUK DALAM
PROSES NOMINALISASI ADJEKTIVA
6.1 Fungsi Sufiks Pembentuk Nomina dari Dasar Adjektiva
Pada bab sebelumnya telah dibicarakan mengenai proses pembentukan
kata, terutama pada komponen Kaidah Pembentukan Kata yang menyangkut
pelekatan sufiks derivasional pada bentuk asal sehingga menjadi bentuk turunan
atau kata kompleks. Selain itu, juga telah dibicarakan tentang cara konversi dalam
mentransformasi adjektiva menjadi nomina.
Setelah membicarakan proses pembentukan kata pada bab sebelumnya,
maka selanjutnya dibahas mengenai makna yang muncul dari proses sufiksasi, dan
juga makna yang ditimbulkan dari nominalisasi adjektiva dengan cara konversi.
Sebelum menginjak pada maknanya, dijelaskan dahulu mengenai fungsi afiks
pembentuk nomina. Fungsi diartikan sebagai kemampuan afiks dalam proses
afiksasi untuk menghasilkan suatu bentuk turunan dengan kategori sintaksis
tertentu (Ramlan, 1978:96). Dalam hal ini, penambahan afiks dapat mengubah
kategori sebuah kata, misalnya dari verbal menjadi nomina. Dengan demikian,
proses afiksasi itu memiliki fungsi gramatikal, yaitu fungsi yang berhubungan
dengan ketatabahasaan.
101
102
Tata bahasa generatif yang dalam hal ini morfologi generatif
menggunakan istilah transformasi yang menyangkut tataran morfologi dan
sintaksis. Transformasi sebagai proses morfologi menghasilkan suatu bentuk
turunan dengan kategori sintaksis tertentu (Spencer, 1991:67). Dalam proses
nominalisasi adjektiva bahasa Perancis, penambahan sufiks akan mengakibatkan
perubahan kelas kata adjektiva menjadi kelas kata nomina. Dengan
memperhatikan kategori sintaksis dari bentuk turunan yang dihasilkan dari proses
pengimbuhan sufiks, dapat disimpulkan bahwa fungsi sintaksis dari seluruh sufiks
derivasional dalam penelitian ini adalah mengubah kategori kata dari adjektiva
menjadi nomina,. Di samping itu, nomina yang dihasilkan dapat digolongkan ke
dalam nomina abstrak, baik nomina yang menyatakan kualitas maupun nomina
keadaan (kecuali sufiks –ard, yang membentuk nomina konkret).
(a) Le chef, M.Béraud de Châtel, un grand DEF.m.sg N.m.sg.kepala, Nama INDEF.m.sg ADJ.m.sg.besar vieillard de soixante ans. N.m.sg.laki-laki tua PREP enampuluh tahun ‘Pemimpinnya, tuan Béraud de Chatel, seorang laki-laki tua usia 60 tahun.
(b) Sa nature tendre exagérait encore POSS3.f.sg.-nya N.f.sikap ADJ.halus V.membesar-besarkan ADV.lagi la souffrance. DEF.f.sg N.f.sg.penderitaan ‘Pembawaannya yang halus semakin menonjolkan penderitaan’
(c) C’etait une grande fille, d’une beauté Itu INDEF.f.sg ADJ.f.besar N.f.anak perempuan INDEF.f.sg N.f.Kecantikan exquise et turbulente ADJ.sangat nyaman CONJ.dan ADJ.bergejolak ‘Itu adalah seorang anak perempuan, dengan kecantikan yang sangat enak dipandang dan penuh gejolak.
103
Bentuk-bentuk asal dari ketiga contoh di atas adalah vieille ‘tua’ yang
mendapat sufiks {-ard}, souffrante ‘sakit, (merasa) menderita’ mendapat sufiks {-
ance}, dan beau ‘cantik, indah’ mendapatkan sufiks {-té}. Proses
pembentukannya dapat dikaidahkan sebagai berikut :
(a) [vieille]A � [[vieille] + -ard]N
(b) [souffrante]A � [[souffrante] + -ance]N
(c) [beau]A� [[beau] + -té]N
Proses di atas menjelaskan bahwa ketiga bentuk dasar yang berkategori
adjektiva (A) diproses dengan penambahan sufiks –ard, -ance, dan –té, berubah
kategori katanya menjadi nomina (N). Jadi, semua sufiks yang ditemukan dalam
penelitian ini, yaitu {-ité}, {-eur}, {-ence}, {-esse}, {-ise}, {-itude}, {-erie}, {-
ie}, {-isme}, dan {-ard} berfungsi mentransformasikan A � N. Hal ini juga dapat
dibuktikan dengan uji sintaksis, yaitu dengan melihat adanya determinan yang
mendahului bentuk turunan yang dihasilkan seperti pada contoh di atas, yaitu
artikel indefinit un (untuk n.mask tunggal) pada un grand vieillard ‘seorang laki-
laki tua berbadan besar’, artikel definit la (untuk n.fem tunggal) pada la
souffrance ‘penderitaan, rasa sakit’, dan artikel indefinit une (untuk n.fem
tunggal) pada une beauté ‘kecantikan, keindahan’. Jika dilihat dari gender-nya,
nomina yang dihasilkan melalui sufiksasi merupakan nomina yang ber-gender
feminin, kecuali nomina yang dibentuk dengan penambahan sufiks {-isme} dan {-
ard} yang hanya dapat membentuk nomina maskulin. Dalam tata bahasa Perancis,
104
determinan merupakan hal yang wajib hadir mendahului suatu nomina yang
disesuaikan dengan gender dan number dari nominanya.
Selain dilihat dari adanya determinan di depan bentuk turunannya,
perubahan adjektiva menjadi nomina juga dapat dilihat dari fungsinya dalam frasa
atau kalimat. Bentuk dasar adjektiva hanya dapat berfungsi sebagai kualifikator
atau penjelas yang menerangkan keadaan/kualitas dari nomina yang
diterangkannya. Sebaliknya, sebuah nomina dapat menduduki posisi, baik subjek,
objek, maupun komplemen.
i) Isabelle est curieuse Nama V.adalah ADJ.ingin tahu, penasaran ‘Isabelle penasaran’
ii) Sa curiosité est causé par la bruit bizzare dans
POSS3.f.sg N.f.rasa penasaran PAS.disebabkan oleh N.f.sg.bunyi ADJ.aneh dalam l’ascenseur N.m.sg.lift ‘Rasa penasarannya disebabkan oleh bunyi aneh di dalam lift’
Pada contoh kalimat di atas, terlihat bahwa kata curieuse ‘ingin
tahu/penasaran’ pada kalimat pertama berkategori adjektiva yang fungsinya
sebagai penjelas atau menerangkan keadaan subjeknya (atributif), yaitu Isabelle
yang merasa penasaran. Kemudian pada kalimat kedua, terlihat bentuk curiosité
‘keingintahuan/rasa penasaran’ yang berasal dari bentuk dasar curieuse + {-ité}
sehingga menjadi bentuk turunan yang berkategori nomina. Hal ini terjadi karena
bentuk curiosité mendapat determinan posesif sa ‘(milik)nya’. Selain itu, jika
dilihat dari fungsinya pada kalimat, kata tersebut menduduki posisi subjek (inti).
105
Jadi, nominalisasi ini juga membawa dampak pada perubahan fungsi kata dalam
frasa/kalimat.
Setelah mengetahui fungsinya, selanjutnya akan dibahas mengenai makna
yang dimunculkan oleh sufiks-sufiks derivasional yang diimbuhkan pada bentuk
dasar adjektiva tersebut. Selain makna yang muncul dari proses sufiksasi, juga
akan dibahas mengenai makna yang muncul sebagai hasil dari nominalisasi
adjektiva dengan cara konversi.
6.2 Makna Gramatikal dari Proses Nominalisasi Adjektiva dengan cara
Sufiksasi
Suatu pembahasan morfologi tidak berhenti pada analisis proses
pembentukan kata saja. Dalam proses pembentukan kata, bukan bentuk kata saja
yang berubah, tetapi akan disertai pula dengan perubahan makna. Beberapa pakar
membedakan istilah makna dengan arti. Arti dikatakan menyangkut makna
leksikal dari kata-kata itu sendiri, yang cenderung terdapat dalam kamus sebagai
leksem.
Menurut Chaer (2002:62), makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa
kriteria dan sudut pandang. Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan
antara makna leksikal dan makna gramatikal, Makna leksikal biasanya
dipertentangkan dengan makna gramatikal. Kalau makna leksikal berkenaan
dengan makna leksem atau kata yang sesuai dengan referennya, maka makna
gramatikal adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatika
seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi .
106
Sejalan dengan pendapat itu, Verhaar (1996:125) mengemukakan
pendapat bahwa dalam kata turunan, selain makna leksikal yang terkandung pada
unsur yang bersangkutan, maka pada morfologi terdapat pula makna lain, yaitu
makna gramatikal. Jadi, dalam pembentukan kata kompleks, selalu melibatkan
bentuk asal atau dasar dan afiks sebagai alat pembentuknya, di mana bentuk asal
atau dasar (kecuali dasar terikat) telah mempunyai makna yang disebut makna
leksikal, sedangkan afiks memiliki makna gramatikal.
Kridalaksana (1988:23) mengemukakan bahwa hasil akhir dari proses
pembentukan kata ialah makna leksikal ditambah dengan makna gramatikal. Afiks
sebenarnya tidak mempunyai makna, namun afiks akan menjadi bermakna apabila
sudah dibubuhkan pada bentuk asal atau bentuk terikat. Kombinasi afiks
mempunyai bentuk dan makna gramatikal tersendiri yang muncul bersamaan
dengan makna bentuk asal.
Dalam penelitian ini, analisis makna sufiks pembentuk nomina dari dasar
adjektiva menggunakan teori yang diungkapkan oleh Chaer dan para linguis di
atas. Dalam hal ini, makna dan arti dianggap sebagai dua istilah yang berbeda,
namun memiliki arti yang sama, yaitu arti leksikal dan arti gramatikal adalah sama
dengan makna leksikal dan makna gramatikal.
Makna yang terbentuk dari proses nominalisasi adjektiva dalam bahasa
Perancis berkaitan dengan makna gramatikal karena bentuk turunan yang
mempunyai kategori nomina terjadi karena adanya proses gramatikal yaitu
sufiksasi. Selain proses sufiksasi, proses pembentukan kata dalam penelitian ini
107
juga dapat melalui cara konversi, di mana makna kata turunannya akan lebih jelas
tampak dalam hubungannya dengan unsur-unsur lain dalam kesatuan yang lebih
besar, yaitu klausa dan kalimat. Berdasarkan hal tersebut, di bawah ini dibahas
makna gramatikal yang terbentuk dari proses nominalisasi adjektiva dalam bahasa
Perancis.
(a) Nomina abstrak yang bermakna kualitas
Dari segi makna, beberapa sufiks derivasional, yaitu sufiks {-ité}, {-eur},
{-esse}, {-erie}, dan {-ie} menghasilkan makna gramatikal yaitu memberi
makna kualitas seperti yang disebutkan oleh adjektivanya. Untuk
mengetahuinya, dapat dilihat pada beberapa contoh berikut ini.
• Mme. Aubertot, avec sa bonté d’ame ordinaire, Nama KONJ.dengan POSS3.f.sg.-nya N.f.sg.kebaikan N.f.sg.jiwa ADJ.biasa parlait difficilement, …. V.bicara ADV.dengan sulit ‘Nyonya Aubertot, dengan kebaikan hatinya, sulit untuk berkata’
Pada contoh di atas, bentuk dasar adjektiva bon ‘baik, bagus’ mendapat
sufiks {-ité} yang kemudian menjadi bentuk turunan bonté ’kebaikan’, yang
dalam konteks kalimat di atas menyatakan kualitas yang dimiliki oleh Mme.
Aubertot yang sangat baik hati.
• La douceur de caractère.
DEF.f.sg N.f.sg.kelembutan PREP N.f.sg.karakter ‘Kelembutan sifat’ Selain sufiks {-ité}, pembubuhan sufiks {-eur} juga dapat menghasilkan
bentuk turunan yang bermakna kualitas. Pada contoh di atas, bentuk dasar
adjektiva douce ‘lembut, halus’ mendapat sufiks {-eur} menjadi la douceur
108
‘kelembutan, kehalusan’ yang menyatakan kualitas dari sifat/karakter yang
lembut/halus.
• Mme. Aubertot, qui n’ avait pas d’enfant, se prit Nama , yang NEG.tidak V.mempunyai N.m.sg.anak, V.meletakkan d’une tendresse maternellle pour Christine INDEF.f.sg N.f.sg.kasih sayang ibu PREP.untuk Nama ‘Nyonya Aubertot, yang tidak punya anak, memberikan kasih sayang ibu pada Christine’ Bentuk dasar tendre ‘halus, lembut’ setelah mendapatkan sufiks {-esse}
menjadi bentuk turunan une tendresse (maternelle) yang bermakna
‘kelembutan, kehalusan’. Dalam konteks kalimat di atas, seseorang yang
lembut, halus, dan penuh kasih sayang maka ia akan digambarkan mempunyai
kualitas seperti seorang ibu.
• Eugene avait la plaisanterie feroce Nama V.mempunyai DEF.f.sg N.f.sg.lelucon ADJ.menggebu-gebu ‘Eugene memiliki lelucon yang menggebu-gebu’ Sufiks {-erie} yang diimbuhkan pada bentuk dasar plaisante ‘lucu,
menyenangkan’ membentuk nomina plaisanterie ‘sesuatu yang lucu, guyonan’.
Jadi,di sini sufiks {-erie} membentuk kata benda abstrak yang menunjukkan
sesuatu yang memiliki kualitas seperti yang digambarkan bentuk asalnya, yaitu
suatu lelucon atau guyonan yang memiliki sifat lucu atau menyenangkan.
• Aristide s’approcha, s’inclina, fit de la modestie Nama V.mendekat V.membungkuk V.melakukan PREP. DEF.f. N.f.kerendahan hati ’Aristide mendekat, membungkuk, menunjukkan kerendahan hati’ Makna yang sama juga dihasilkan oleh pembubuhan sufiks {-ie} pada
bentuk dasar modeste ’rendah hati’ menjadi nomina la modestie ‘kerendahan
109
hati’ yang bermakna memiliki kualitas seperti yang disebutkan bentuk
dasarnya, yaitu rendah hati.
Berdasarkan contoh-contoh kalimat di atas, penggunaan sufiks
derivasional tertentu dapat menghasilkan makna yang menyatakan kualitas.
Selain itu, konteks kalimat juga sangat berpengaruh dalam menentukan
maknanya.
(b) Nomina abstrak yang bermakna keadaan atau kondisi
Pembubuhan sufiks derivasional juga dapat membentuk makna gramatikal
yang menyatakan keadaan atau kondisi, seperti yang dihasilkan oleh sufiks {-
ité}, {-eur}, {-ance}, {-esse}, dan {-itude}. Pembentukan ini dapat dilihat pada
contoh kalimat-kalimat berikut.
• Mais Aristide frémissait de rage dans cette pauvreté CONJ.tapi Nama V.gemetar N.f.sg.kemarahan dalam ini N.f.sg.kemiskinan ’akan tetapi Aristide gemetar penuh kemarahan dalam kemiskinan ini’
Pada contoh di atas, bentuk dasar adjektiva pauvre ‘miskin’ mendapat
sufiks {-eté} sehingga menghasilkan bentuk turunan pauvreté ‘kemiskinan’
yang berkategori nomina yang menyatakan keadaan. Dalam konteks kalimat di
atas, terlihat jelas makna tersebut, yaitu Aristide yang sangat geram akan
kondisinya yang miskin.
• Une soirée d’une fraîcheur aiguë INDEF.f.sg N.f.sg.malam N.f.sg.kesejukan ADJ.runcing,tajam ‘suatu malam dengan kesejukan yang menusuk’
110
Bentuk dasar adjektiva fraîche ‘sejuk’ mendapat sufiks {-eur} menjadi une
fraîcheur ‘kesejukan’ bermakna suatu keadaan yang digambarkan bentuk
dasarnya, yaitu malam dengan keadaan udara yang sejuk.
• Un temps de la souffrance indicible INDEF.m.sg N.m.sg.waktu/masa Prep DEF.f.sg N.f.sg.penderitaan ADJ.tak terperikan ‘Suatu masa penderitaan yang tak terperikan’ Pada contoh di atas, sufiks derivasional {-ance} melekat pada bentuk
dasar souffrante ‘penderitaan, rasa sakit’ yang juga bermakna keadaan atau
kondisi seperti yang disebutkan bentuk dasarnya. Dalam konteks kalimat
tersebut, waktu atau masa yang dimaksud adalah keadaan yang penuh derita
dan sangat menyakitkan.
• Renée, reprise par ses lassitudes, avait baissé
Nama , V.diambil oleh poss3.f.pl.nya N.f.pl.kebosanan, V.past.telah menutup completement les paupières ADV.dengan sepenuhmya DEF.f.pl kelopak mata ‘Renee, diambil alih oleh kebosanannya, telah menutup sepenuhnya kelopak matanya’ Dari contoh data di atas, dapat disimpulkan bahwa sufiks {-itude}
bermakna ‘keadaan seperti yang disebutkan kata dasarnya’. Pada contoh di
atas, bentuk asal lasse ‘bosan, jemu’ saat mendapat sufiks {-itude} menjadi
lassitude ‘kebosanan, kejemuan’ yang bermakna dalam keadaan jemu dan
bosan.
(c) Nomina abstrak yang bermakna proses, tindakan, aksi
Makna lain yang terbentuk dari nominalisasi adjektiva adalah menyatakan
suatu proses, tindakan, atau aksi. Hal ini dapat dilihat pada penggunaan
111
beberapa sufiks, seperti (-ité}, {-ence}, {-ise}. Pembentukan makna juga tidak
dapat dilepaskan dari konteks kalimatnya, seperti yang dapat dilihat pada
contoh berikut.
• Elle le traitait ……., avec PRO.3.f.sg COD.dia V.memperlakukan ….., CONJ.dengan une tranquillité absolue, …. INDEF.f.sg N.f.sg.ketenangan ADJ.mutlak ‘Dia memperlakukannya …….., dengan penuh ketenangan,…’ Pada contoh kalimat di atas, sufiks {-ité} yang mentransformasi bentuk
dasar adjektiva tranquille ’tenang’ menjadi nomina tranquillité ’ketenangan’
yang bermakna suatu proses atau tindakan yang sangat tenang. Dalam hal ini,
konteks kalimat sangat menentukan dalam pembentukan makna, seperti kata
tranquillité ’ketenangan’ tersebut. Jika digunakan dalam konteks yang berbeda
seperti dalam kalimat Elle desire une tranquillité ’Dia mendambakan
ketenangan’, maka makna yang ditimbulkan tidak lagi bermakna proses atau
tindakan, tetapi menyatakan suatu keadaan (yang tenang). Hal yang sama juga
dapat terjadi pada penggunaan sufiks yang lainnya. Contoh lain dari
nominalisasi adjektiva yang bermakna kedaan adalah berikut ini.
• Sous son indifference jouée, il
ADV.di bawah POSS3.m.sg.-nya N.f.sg.ketakacuhan V.diperlihatkan, PRO3.m.sg. écoutait avec une attention profonde. V.mendengarkan dengan DEF.f.sg N.f.perhatian ADJ.f.dalam ‘Dalam ketidakpeduliannya, dia mendengarkan dengan penuh perhatian’. Pada contoh di atas, sufiks derivasional {-ence} melekat pada bentuk dasar
adjektiva indifférente ‘acuh tak acuh, tak perduli’ yang menghasilkan bentuk
turunan indifference ‘ketidakperduliannya’ yang bermakna tindakan seperti
112
yang disebutkan oleh adjektivanya, yaitu tindakan atau tingkahnya yang acuh
tak acuh.
• Je sais que tu es intelligent, et que tu PRO1.sg.saya V.tahu bahwa PRO2.sg.kamu adalah ADJ.m.pintar, dan bahwa PRO2.sg. ne commettrais plus une sottise improductive…. NEG.tidak lagi V.melakukan INDEF.f.sg N.f.sg.kebodohan ADJ.menghasilkan ‘Saya tahu kamu pintar, dan kamu tidak akan lagi melakukan kebodohan yang tak ada artinya’ Bentuk dasar adjektiva sotte ’bodoh’ mendapat sufiks {-ise} sehingga
menjadi nomina sottise ’kebodohan’ yang dalam kalimat tersebut bermakna
tindakan atau aksi yang bodoh.
(d) Nomina abstrak yang bermakna sikap, perilaku
Nomina turunan yang bermakna sikap atau perilaku dapat ditimbulkan
oleh pembubuhan sufiks {-esse}, {-erie}, {-ie}, dan {-isme}.
• Il avait une attitude d’adorable, distrait PRO3.sg V.punya INDEF.f.sg N.f.sg.sikap ADJ.menyenangkan ADJ.melamun jouant du pied, paraissant écouter par pure politesse V.memainkan N.m.kaki V.terlihat V.mendengarkan ADJ.murni N..kesopanan ‘Dia punya sikap yang menyenangkan, melamun sambil memainkan kaki, terlihat mendengarkan dengan penuh sikap sopan santun’ Bentuk dasar polie ‘sopan’ yang merupakan kelas kata adjektiva kemudian
menjadi nomina setelah mendapatkan sufiks {-esse}, yaitu politesse
‘kesopanan’. Dalam konteks kalimat di atas, kata tersebut dapat bermakna
sikap atau perilaku yang sopan. Makna yang sama juga dihasilkan oleh kata
galanterie ‘sikap sopan, penuh perhatian terhadap wanita’, yang terlihat pada
kalimat berikut :
113
• Il souriait à l’espace, il était d’une galanterie PRO3.m.sg V.tersenyum PREP.ke N.m.sg.ruang, itu adalah IND.f.sg ADJ.sikap sopan inusitée. ADJ.tidak biasa ‘Dia tersenyum ke semua orang dalam ruangan, itu adalah sikap sopan yang tidak biasa’ Sufiks {-erie} yang diimbuhkan pada bentuk dasar galant ‘penuh
perhatian terhadap wanita’ membentuk nomina feminin galanterie yang
bermakna sikap atau perilaku yang sangat sopan atau penuh perhatian.
• Il avait un égoïsme trop large
PRO3.m.sg V.punya N.keegoisan ADV.terlalu ADJ.luas ‘Dia mempunyai sikap egois yang terlalu besar
Makna sikap atau perilaku (yang disebutkan bentuk dasarnya) juga dapat
dilihat pada kalimat di atas, yaitu bentuk dasar adjektiva égoiste ‘egois’
menjadi nomina abstrak feminin égoisme ‘keegoisan, sikap egois’ yang
bermakna sikap atau perilaku seseorang yang lebih mementingkan diri sendiri.
(e) Nomina abstrak yang bermakna prinsip, doktrin, paham/ideologi
Nomina yang bermakna suatu prinsip atau paham/ideologi dapat
dihasilkan dari penggunaan sufiks {-isme} pada bentuk dasar adjektiva seperti
social ‘sosial’ yang menjadi nomina socialisme ‘sosialisme’ yang bermakna
suatu paham/doktrin sosial atau paham yang bersifat kemasyarakatan. Hal yang
sama juga terbentuk dari bentuk adjektiva dasar feodal ‘feodal’ yang
membentuk nomina feodalisme ‘kefeodalan, feodalisme’ yang juga bermakna
suatu paham yang bersifat feodal. Kemudian communisme ‘komunisme’ yang
114
berasal dari bentuk dasar communiste ‘bersifat komunis’ yang maknanya
adalah suatu doktrin atau ideologi yang dianut, yaitu ideologi komunisme.
• La premiere phase du communisme DEF.f.sg pertama N.tahap PREP N.m.komunisme ‘tahap awal dari komunisme’ Contoh lain yang juga menggambarkan sebuah prinsip atau doktrin adalah
bentuk turunan feminisme ‘femisme’ yang berasal dari bentuk dasar feministe
‘feminin’ yang mendapat sufiks {-isme} kemudian menjadi bermakna suatu
prinsip atau doktrin yang mengacu pada aliran yang membela hak-hak kaum
perempuan.
(f) Nomina abstrak yang bermakna emosi, perasaan
Sufiks-sufiks seperti sufiks {-esse} dan {-itude} juga dapat membentuk
nomina abstrak yang bermakna suatu emosi atau perasaan.
• Renée sentit toutes ses tristesses lui remonter Nama V.merasa ADV.f.pl.semua POSS3.f.pl.nya N.f.kesedihan OBJ.Ind.dia V.naik au cœur. PREP.ke N.m.sg.jantung ‘Renée merasa semua kesedihannya merasuki jantungnya.’ Bentuk dasar triste ‘sedih’ yang merupakan kelas kata adjektiva kemudian
menjadi nomina setelah mendapatkan sufiks {-esse} menjadi tristesse
‘kesedihan’. Makna nomina yang terbentuk menggambarkan emosi yang
dirasakan oleh Renée, yaitu rasa sedih yang merasuki hatinya.
• En entrant, les convives, eurent une expression V.masuk N.f.pl.tamu V.menunjukkan INDEF.f.sg N.f.sg.ekspresi
115
de béatitude discrète N.f.sg.kebahagiaan ADJ.tersembunyi ‘Saat masuk, para tamu menunjukkan sebuah ekspresi kebahagiaan yang tak kentara’
Bentuk turunan béatitude ‘kebahagiaan (yang sempurna)’ yang berasal
dari bentuk asal béat ‘puas, senang’ yang mendapat sufiks {-itude} sehingga
maknanya menggambarkan suatu emosi atau ekspresi kepuasan. Makna ini
semakin diperjelas jika melihat penggunaannya dalam frasa di atas, yaitu une
expression de béatitude dicrète ‘suatu ekspresi penuh kebahagiaan (kepuasan)
yang disembunyikan’ yang berarti ada emosi bahagia atau puas yang dirasakan
oleh para tamu.
(g) Nomina konkret yang bermakna seseorang yang memiliki kualitas
Jika sebelumnya dikatakan bahwa sufiks-sufiks di atas dapat membentuk
nomina abstrak, maka ada pula salah satu sufiks yang dapat membentuk
nomina konkret yang bermakna seseorang dengan kualitas seperti yang
disebutkan bentuk dasarnya, seperti pada contoh berikut ini.
• Elle ramena la petite à son père, et PRO3.f.sg V.mengajak DEF.f.sg ADJ.kecil PREP POSS3.m.sg N.m.ayah, KONJ.dan resta entre ce vieillard silencieux et cette blondine souriante. V.tinggal diantara DEM.m N.Laki-laki tua ADJ.diam dan DEM.f N.berambut pirang ‘Dia membawa si kecil kepada ayahnya, dan diam di antara laki-laki tua yang terdiam itu dan si anak pirang yang sedang tersenyum.’
• un gros richard INDEF.m.sg ADJ.besar,gendut N.m.kaya
‘Orang kaya sekali’
116
Bentuk asal vieille ‘tua’ dan riche ‘kaya’ ketika mendapat sufiks {-ard}
akan menjadi bentuk turunan ce vieillard ‘orang laki-laki tua ‘ dan richard
‘orang kaya’ yang bermakna orang yang memiliki kualitas seperti yang
disebutkan bentuk dasarnya. Jadi, sufiks {-ard} ini berfungsi membentuk
nomina maskulin yang menyatakan bahwa nomina tersebut termasuk ke dalam
suatu kelas tertentu seperti yang disebutkan bentuk dasarnya.
Berdasarkan uraian makna yang terbentuk dari penggunaan sufiks
derivasional pada nominalisasi adjektiva, dapat disimpulkan bahwa sufiks-sufiks
tersebut membentuk nomina abstrak yang menyatakan kualitas, keadaan, proses
atau tindakan. Di samping itu dapat pula bermakna ide, paham, ataupun konsep,
yang kesemuanya tidak dapat dilihat dan disentuh oleh pancaindra. Hanya satu
sufiks yang dapat membentuk nomina konkret yaitu sufiks {–ard} yang bermakna
orang yang memiliki kualitas seperti yang disebutkan bentuk dasarnya.
6.3 Makna Gramatikal dari Proses Nominalisasi dengan Konversi
Selain dengan pembubuhan sufiks yang telah dijelaskan sebelumnya,
pembentukan nomina dari dasar adjektiva juga dapat dilakukan dengan cara
konversi. Perubahan kategori kata dari kelas adjektiva menjadi nomina juga
membawa perubahan makna dan fitur semantis pada bentuk turunannya. Makna
yang terbentuk dari cara konversi ini akan berbeda dengan makna yang dihasilkan
dengan pembubuhan sufiks walaupun bentuk dasar yang digunakan adalah sama.
117
Penjelasan makna sebagai hasil dari proses konversi ini diuraikan pada analisis
berikut.
Berdasarkan nomina acuannya atau nomina yang dideskripsikan oleh
adjektivanya, nominalisasi adjektiva dengan cara konversi ini dibagi menjadi tiga
bagian. Pembagian ini juga mengandung makna yang dibentuk dalam proses
pembentukan atau pentransformasian adjektiva menjadi nomina dengan tanpa
adanya penambahan sufiks (zero morfem).
(1) Nomina konkret yang bermakna seseorang yang memiliki sifat atau
kualitas seperti yang disebutkan bentuk dasarnya.
Adjektiva dapat menjadi nomina ketika digunakan untuk menggambarkan
atau merepresentasikan manusia maupun binatang yang memiliki karakteristik
seperti bentuk dasarnya. Dengan kata lain, nominalisasi adjektiva ini dilakukan
dengan menampilkan kualitas yang dimiliki referennya dan dianggap sebagai
pengganti atau representasi dari nomina tersebut. Hal ini dapat dilihat pada
contoh berikut.
(a) Ses intimes le prenaient pour un paresseux. POSS3.pl ADJ.akrab COD.dia V.membawa untuk INDEF.m.sg ADJ.malas ’Orang orang dekatnya membuat dia menjadi seorang pemalas’ Dari contoh kalimat di atas, diketahui bahwa pembentukan nomina dari
dasar adjektiva terjadi dengan cara konversi. Pada contoh (a) kata intimes
‘akrab, karib, intim’ merupakan bentuk dasar adjektiva yang mendapat sufiks
infleksional –s sebagai penanda jamak sehingga ses intimes di sini bermakna
‘orang-orang dekatnya’. Begitu pula dengan adjektiva paresseux ‘malas’ yang
118
bertransformasi menjadi nomina dengan adanya artikel indefinit un sehingga
maknanya menjadi ‘(seorang) pemalas’. Jadi, dalam konversi ini, karakteristik
atau kualitas yang dimiliki oleh seseorang dijadikan sebagai representasi dari
nomina yang dimaksud.
(b) Un soir, le médecin leur avoua que
INDEF.m.sg N.sore DEF.m.sg N.dokter COI.mereka V. mengaku la malade ne passerait pas la nuit DEF.f.sg ADJ.sakit NEG.tidak V.melewati DEF.f.sg N.malam ‘Suatu sore, dokter mengakui pada mereka bahwa si sakit tidak dapat melewati malam ini.’ Hal yang serupa juga terjadi pada contoh (b) yaitu adjektiva malade ‘sakit’
mengalami konversi menjadi nomina dengan adanya sebuah determinan di
depan adjektiva tersebut, yaitu la sehingga menjadi la malade ‘si (orang)
sakit’. Yang dimaksud la malade dalam konteks ini adalah seseorang yang
sedang sakit yaitu seseorang yang bernama Angèle (sudah definit). Jadi,
keadaan yang dialami oleh Angèle yaitu sedang sakit (malade) digunakan
sebagai sebutan untuk Angèle itu sendiri. Akan tetapi penulis tidak
mencantumkan nama Angele lagi karena pembaca sudah tahu pasti siapa yang
dimaksud la malade ‘si sakit’ tersebut.
(c) C’est un jaloux et un envieux
Itu adalah INDEF.m.sg ADJ.cemburu KONJ.dan INDEF.m.sg ADJ.iri hati ‘Ia seorang yang pencemburu dan seorang yang iri hati’ Bentuk nominalisasi adjektiva yang bermakna seseorang yang memiliki
kualitas seperti yang disebutkan bentuk dasarnya juga sangat jelas terlihat pada
contoh c) yaitu bentuk asal jaloux ‘cemburu’ menjadi un jaloux ‘(seorang)
pencemburu’ dan envieux ‘iri hati’ menjadi un envieux ‘seorang yang selalu iri
119
hati’. Determinan un (artikel indefinit maskulin tunggal) yang digunakan dapat
diartikan ‘seorang’ sehingga ketika dirangkaikan dengan adjektiva akan
membentuk makna ‘seseorang yang (seperti yang dideskripsikan oleh
adjektivanya)’.
Dalam konversi yang mengacu pada makhluk hidup ini, penentuan makna
dan acuannya sangat tergantung dari konteks kalimat ataupun konteks
percakapan. Hal ini juga akan mempengaruhi penggunaan determinan dan
bentuk adjektiva yang tepat, yaitu harus sesuai dengan gender dan number dari
nomina yang diacu. Penyesuaian ini sangat jelas tampak pada contoh (a) di
mana di depan adjektiva maskulin paresseux ‘malas’ terdapat determinan un
yang digunakan untuk menunjuk nomina maskulin tunggal. Dalam konteks
kalimat di atas, yang dikatakan sebagai (orang) pemalas ini adalah Aristide
(laki-laki). Berbeda halnya jika yang diacu adalah seorang perempuan, maka
penulis pasti akan membuatnya menjadi une paresseuse. Selain itu dengan
penggunaan un pembaca akan segera mengetahui bahwa objeknya adalah
seorang pria.
Demikian pula pada contoh (b) di mana di depan adjektiva malade ‘sakit’
terdapat sebuah determinan la yaitu penanda definit yang digunakan untuk
menunjuk nomina feminin tunggal. Penggunaan artikel la ini sudah sesuai
dengan konteks di mana nomina yang ingin diacu adalah seorang perempuan
yang bernama Angele (sudah definit).
120
(2) Nomina konkret yang bermakna sesuatu yang memiliki sifat atau
kualitas seperti bentuk dasarnya
Bentuk konversi adjektiva menjadi nomina dapat pula mengacu pada suatu
benda [-bernyawa]. Tujuannya juga untuk menonjolkan ciri atau kualitas yang
ada pada benda tersebut yang dapat dianggap sebagai perwujudan dari benda
acuannya. Contoh konversi adjektiva ini dapat dilihat pada contoh seperti le
creux d’un arbre ‘cekungan atau lubang sebuah pohon’. Kata creux merupakan
adjektiva yang berarti ‘cekung’ menjadi nomina dengan adanya determinan le
(artikel definit unutk nomina maskulin tunggal) menjadi le creux yang
bermakna ‘sesuatu yang cekung’ � ‘cekungan/ceruk’.
(3) Nomina abstrak yang bermakna memiliki kualitas atau sifat seperti
bentuk dasarnya
Bentuk yang terakhir adalah nominalisasi adjektiva yang mengacu pada
sesuatu yang abstrak. Bentuk konversi adjektiva yang maknanya mengacu pada
sesuatu yang abstrak (le beau ‘yang indah dari, indahnya’) banyak sekali
dijumpai dalam percakapan bahasa Perancis. Bentuk yang seperti ini dapat
dilihat pada contoh berikut.
(a) Tout le luxe de l’ancienne bourgoisie parisienne ADV.semua DEF.m.sg ADJ.mewah PREP ADJ.lama N.f.sg.borjuis Nama etait là. adalah ADV.disana ’Segala kemewahan dari mantan seorang borjuis dari Paris ada disana’
121
(b) Elle craint le chaud autant que le froid PRO3.f.sg.dia V.menahan DEF.m.sg ADJ.panas daripada DEF.m.sg ADJ.dingin ‘Dia lebih tahan panas daripada dingin’
(c) Le mal empira. DEF.m.sg ADJ.buruk V.memburuk
‘Hal yang buruk terjadi’ Dari ketiga contoh di atas, terlihat bahwa bentuk dasar adjektiva tidak
mengalami perubahan bentuk. Namun, yang terjadi di,sini adalah perubahan
kategori kata, yaitu dari kelas kata adjektiva menjadi kelas kata nomina. Selain
itu, yang tidak kalah pentingnya adalah terjadinya perubahan makna yang
menyertai transformasi tersebut. Jika dilihat dari bentuk turunan yang dihasilkan,
maka nomina yang terbentuk merupakan nomina abstrak, baik yang menyatakan
kualitas maupun keadaan. Pada contoh(a) adjektiva luxe ‘mewah’ menjadi
nomina le luxe yang mempunyai makna ‘kemewahan, hal yang (bersifat) mewah’.
Begitu pula dengan contoh (b) adjektiva chaud ‘panas’ dan froid ‘dingin’ yang
bentuk konversinya masing-masing menjadi le chaud ‘hawa panas’ dan le froid
‘hawa dingin’. Sebaliknya pada contoh (c) bentuk adjektiva mal ‘buruk, tidak
baik’ menjadi nomina le mal yang maknanya ‘(suatu) hal buruk’. Semua nomina
yang terbentuk merupakan nomina abstrak atau nomina yang mempunyai fitur
semantik [- konkret].
Satu hal yang membedakan nominalisasi adjektiva yang menggambarkan
nomina abstrak dengan nominalisasi adjektiva yang menggambarkan makhluk
hidup dan benda adalah dalam hal penggunaan determinan yang mendahului
nomina turunan yang terbentuk. Jika dalam nominalisasi yang mengacu pada
makhluk hidup dan benda, determinan dan adjektiva yang digunakan sangat
122
tergantung dari gender dan number dari nomina yang diacu. Sebaliknya, konversi
adjektiva menjadi nomina abstrak, determinan yang digunakan tidak bergantung
dari gender dan number, melainkan hanya bisa didahului oleh determinan untuk
nomina maskulin tunggal. Perbedaan dalam hal ini dapat dilihat pada contoh
berikut.
(1) Les méchants et les bons DEF.m.pl Adj.m.jahat dan DEF.m.pl. ADJ.m.baik ‘Mereka (orang-orang) yang jahat dan mereka yang baik’
(2) Il fait le mechant
PRO3.m.sg.dia V.melakukan DEF.m.sg ADJ.m.jahat ‘Dia melakukan kejahatan’
Bentuk konversi yang pertama, yaitu les méchants bermakna ‘(orang-
orang) yang jahat’ sudah pasti mengacu atau menggambarkan nomina [+
bernyawa], sedangkan bentuk konversi kedua yang berasal dari adjektiva yang
sama, yaitu le méchant mempunyai makna ‘hal yang jahat, kejahatan’. Selain
makna dan referen yang berbeda, penggunaan determinan pun menunjukkan
perbedaan. Pada bentuk pertama, digunakan artikel definit les (maskulin/feminin,
jamak) yang memang mengacu pada nomina jamak yang juga menyebabkan
penambahan –s pada adjektivanya sebagai penanda jamak. Sebaliknya, pada
bentuk kedua, digunakan artikel definit le (hanya untuk nomina maskulin,
tunggal). Hal ini terjadi karena bentuk abstrak ini menggambarkan sesuatu secara
umum atau general, bukan milik salah satu gender.
Kemungkinan untuk menciptakan kata benda abstrak dengan mengkonversi
adjektiva tergantung pada distribusi kata sifat yang dijadikan masukan. Kata sifat
yang biasanya dikombinasikan dengan manusia atau sesuatu yang [+bernyawa],
123
seperti amoureux ’jatuh cinta’, malade ’sakit’, beau/belle ’cantik’, dan lain-lain,
maka akan membentuk nominalisasi adjektiva yang mengacu pada manusia.
Sebaliknya, kata sifat yang biasanya bergabung dengan benda akan membentuk
nomina yang mengacu pada suatu gagasan abstrak. Namun, terdapat batas yang
kurang jelas antara adjektiva mana yang biasanya dikombinasikan dengan
makhluk hidup dan adjektiva mana yang biasanya digabungkan dengan benda.
Hal itu terjadi karena terkadang ditemukan adjektiva yang dapat mengacu pada
keduanya, misalnya adjektiva beau/belle ‘bagus, indah, elok’ yang dapat
digunakan untuk menggambarkan makhluk hidup maupun benda. Jadi, jika
adjektiva beau dikonversi menjadi nomina, maka nomina yang dihasilkan dapat
bersifat konkret dan dapat pula bersifat abstrak, seperti pada contoh berikut ini.
(1) Il n’ aime que le beau PRO3.m.sg hanya V.suka DEF.m.sg ADJ.indah/cantik ‘Dia hanya menyukai hal-hal yang indah’.
(2) Il est avec la belle PRO3.m.sg adalah dengan DEF.f.sg ADJ.cantik
‘Dia bersama si juwita’.
Pada bentuk pertama, le beau bermakna ‘segala hal yang indah, bagus’
yang merupakan nomina abstrak, sedangkan pada bentuk kedua la belle
mempunyai makna ‘si jelita, cantik’ yang merupakan nomina yang mengacu pada
manusia. Oleh karena referen yang dimaksud merupakan seseorang yang ber-
gender feminin, maka digunakanlah kata belle yang merupakan bentuk feminin
dari adjektiva beau.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa nominalisasi adjektiva
dengan cara konversi dapat membawa makna yang berbeda walaupun bentuk
124
yang dihasilkan adalah sama. Hal ini bergantung pada acuan atau referen yang
ingin digambarkan oleh bentuk nominalisasi tersebut sehingga pemakaiannya
harus disesuaikan dengan konteks di dalamnya, serta diikuti oleh penyesuaian
determinan yang akan digunakan di depan bentuk konversi tersebut.
125
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Penelitian ini mengulas nominalisasi adjektiva dalam bahasa Perancis
yang meliputi pengidentifikasian afiks-afiks pembentuk nomina dari dasar
adjektiva, proses pembentukan kata, baik dengan afiks maupun dengan
penambahan zero morfem atau dengan cara konversi, serta analisis fungsi dan
makna yang terbentuk dari tiap-tiap proses yang terjadi. Pembahasan proses
pembentukan kata menggunakan Teori Morfologi Generatif model Aronoff
(1976) yang dalam penelitian ini dapat diterapkan dengan baik karena sesuai
dengan struktur morfologi bahasa Perancis yang merupakan bahasa fleksi dan
dalam pembentukan katanya sering memerlukan adanya penyesuaian berupa
kaidah alomorfi dan pemenggalan. Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan hal-
hal sebagai berikut.
(1) Dalam nominalisasi adjektiva, tipe afiks yang ditemukan hanyalah berupa
sufiks derivasional yang terdiri atas sufiks {-ité}, {-eur}, {-ence}, {-esse}, {-
ise}, {-itude}, {-erie}, {-ie}, {-isme}, dan {-ard}.
(2) Pada proses pembentukan kata yang menggunakan Teori Morfologi Generatif
model Aronoff, terdapat komponen leksikal yang berisikan adjektiva yang
menjadi bentuk dasar dalam proses pembentukan nomina. Komponen
125
126
berikutnya adalah Kaidah Pembentukan Kata yang dibagi menjadi dua,
yaitu :
a. Nominalisasi adjektiva dengan menggunakan sufiks derivasional. Proses
pembentukan katanya dapat dikaidahkan dengan [A] � [[A] + Sufiks].
b. Proses pembentukan nomina dari dasar adjektiva juga dapat dilakukan
dengan cara konversi, yaitu pentransformasian adjektiva menjadi nomina
dengan zero morfem atau tanpa pembubuhan sufiks. Pembentukan kata
dengan konversi dapat dikaidahkan dengan A � [A + ø]N. Setelah
adjektiva dikonversi menjadi nomina, maka proses terakhir adalah
peletakan atau penggunaan determinan yang sesuai dengan fungsinya,
seperti le beau ‘hal yang indah’, le froid ‘dinginnya, hawa dingin’, la
petite ‘si kecil’, dan lain-lain ; sehingga kaidah akhirnya menjadi A � N
� Det + N
Setelah komponen KPK, dilanjutkan dengan Kaidah Penyesuaian yang terdiri
atas Kaidah Alomorfi dan Kaidah Pemenggalan. Dalam proses pembentukan
kata, sering kali terjadi perubahan bentuk, baik pada bentuk dasar maupun
pada sufiksnya, sehingga beberapa sufiks akan mempunyai bentuk alomorfi.
Di samping itu, beberapa bentuk dasarnya juga mengalami pemenggalan
untuk membentuk suatu kata baru yang berkategori nomina.
(3) Dari analisis fungsi dan makna, diketahui bahwa sufiks-sufiks tersebut
berfungsi untuk membentuk nomina dari bentuk dasar adjektiva. Selanjutnya
127
makna yang terbentuk akibat proses pembentukan nomina ini adalah sebagai
berikut.
a. Nomina abstrak yang bermakna kualitas, seperti bonté ’kebaikan’,
douceur ’kelembutan’, tendresse ’kasih sayang’, plaisanterie
’lelucon’, dan lain-lain.
b. Nomina abstrak yang bermakna keadaan atau kondisi, seperti pauvreté
’kemiskinan’, fraicheur ’kesejukan’, souffrance ’penderitaan’,
lassitude ’kebosanan’, dan lain-lain.
c. Nomina abstrak yang bermakna proses, tindakan dan aksi, seperti
tranquillité ‘ketenangan’, indifference ‘ketidakpeduliannya’, sottise
‘kebodohan’, dan sebagainya.
d. Nomina abstrak yang bermakna sikap atau perilaku, seperti politesse
’sikap sopan santun’, galanterie ’sikap sopan terhadap wanita’,
egoisme ’sikap egois’, dan lain-lain.
e. Nomina abstrak yang bermakna prinsip, doktrin, paham/ideologi;
dibentuk oleh sufiks {–isme}, seperti socialisme ’paham
kemasyarakatan, communisme ’ideologi komunis’, dan lain-lain.
f. Nomina abstrak yang bermakna emosi, perasaan, seperti tristesse
‘kesedihan’, béatitude ‘kebahagiaan’.
g. Nomina konkret yang bermakna seseorang yang memiliki kualitas,
seperti vieillard ’laki-laki tua’, richard ’orang kaya’.
128
Sebaliknya, untuk nominalisasi adjektiva dengan cara konversi,
diketemukan tiga jenis makna, yaitu 1) nomina konkret yang bermakna
seseorang yang memiliki sifat atau kualitas seperti bentuk dasarnya, dimana
determinan yang digunakan harus sesuai gender dan number dari referennya,
seperti le pauvre ‘si miskin’, la belle ‘si cantik’, le doux ‘si (anjing) lembut’,
dan lain-lain ; 2) nomina konkret yang mengacu pada benda, seperti le creux
‘lubang’ ; dan 3) nomina abstrak yang bermakna memiliki kualitas, dengan
penyesuaian determinan yang hanya mneggunakan bentuk maskulin tunggal
seperti le luxe ‘kemewahan’, le froid ‘udara dingin’, le beau ‘sesuatu yang
indah’.
7.2 Saran
Kajian nominalisasi adjektiva dalam bahasa Perancis dengan
menggunakan Teori Morfologi Generatif masih berupa rintisan sehingga masih
banyak fenomena morfologi yang belun terungkap. Hasil analisis yang diperoleh
bersifat terbuka atas berbagai kritik dan saran, juga terbuka untuk penelitian
lanjutan. Kajian lain yang dapat diteliti sebagai penelitian lanjutan, antara lain
struktur frasa yang terbentuk melalui proses nominalisasi, kajian suprasegmental
terhadap penggunaan nominalisasi adjektiva ini dalam sebuah ujaran bahasa
Perancis.
129
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka. Aminuddin. 1990. Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa
dan Sastra. Malang : Yayasan Asih Asah Asuh Malang Arifin, Winarsih dan Farida Soemargono, 1999. Kamus Perancis Indonesia.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Aronoff, Mark. 1976. Word Formation in Generative Grammar. United States of
America: Massachusetts Institute of Technology. Baker, Mark. C. 2004. Lexical Categories: Verbs, Nouns, and Adjectives. New
York: Cambridge University Press. Bauer, Laurie. 1983. English Word Formation. London: Cambridge University
Press. Bauer, Laurie.1988. Introducing Linguistic Morphology. Great Britain: Edinburgh
University Press. Booij, Geert. 2007. The Grammar of Words: An Introduction to Linguistic
Morphology (Second Edition). United States: Oxford University Press Inc. New York.
Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Rineka
Cipta. Chevalier, Jean-Claude. dkk. 1993. Grammaire du Fran�ais Contemporain.
France: Larousse. Danandjaja, James. 1990. “Metode Penelitian Kualitatif dalam Penelitian Foklor”
dalam Aminuddin (Editor). Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra.
Djardjowidjojo, Soenjono. 1998. Morfologi Generatif : Teori dan
Permasalahannya. Jakarta : Lembaga Bahasa Atmajaya. Dubois, Jean & Rene Langane. 1973. La Nouvelle Grammaire du Fran�ais.
France, Montparnasse: Larousse.
128
130
Gardes-Tamine, Joëlle. 2001. La Grammaire 2: Syntaxe (troisieme edition revue et augmenté). Paris: Armand Colin.
Halle, Morris. 1973. “Prolegomena to a Theory of Word Formation in English”.
Linguistic Inquiry, Vol. IV, No.1 Katamba, F. 1993. Morphology. London: The Macmillan Press Ltd. Keraf, Gorys. 1984. Tatabahasa Indonesia. Ende: Nusa Indah Kridalaksana, Harimurti. 1996. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia.
Jakarta: Gramedia. Lauwers, Peter. 2008. ‘The Nominalization of Adjectives in French: From
Morphological Conversion to Categorial Mismatch1”. Folia Linguistika Vol 42/1, 135-176. Mouton de Gruyter – Societas Linguistica Europaea.
Lessard, Greg. 1996. Introduction à la Linguistique Française. Études Françaises,
Queen's University. Canada Lyons, J. 1995. Pengantar Teori Linguistik (Terjemahan). Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama. Matthews, P.H. 1974. Morphology: An Introduction to The Theory of Word
Structure. London:Cambridge University Press. Pramesti, Dewi Yudha. 2008. “Ajektiva Derivasional dalam Bahasa Jepang :
Sebuah Kajian Morfologi Generatif”. (Tesis) Denpasar : Universitas Udayana.
Ramlan, M. 1978. Morfologi: Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: Karyono. Roy, Isabelle. 2007. “Nominalizations and the Structure of Adjectives.”
Workshop: “Nominalizations across languages’, 29 Nov-1 Dec 2007, Stuttgart. [cited 2010 Oct. 28]. Available from: http://web.uni-frankfurt.de/fb10/rathert/forschung/pdfsnom/roy.pdf
Sajarwo. 2003. “Sistem Ketakrifan dalam Bahasa Perancis”. Humaniora Volume
XV, No.2/2003. Yogyakarta. Samsuri. 1981. Kamus Istilah Linguistik Transformasi. Jakarta: Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Samsuri. 1982, Analisis Bahasa. Jakarta: Airlangga.
131
Scalise, Sergio. 1984. Generative Morphology. Dordrecht: Fortis Publication Schane, S.A. 1968. French Phonology and Morphology. Cambridge, MA : MIT
Press. Simpen, I Wayan. 2008. “Afiksasi Bahasa Bali : Sebuah Kajian Morfologi
Generatif.” Jurnal Linguistika. September, Vol.15 No.29. Spencer, Andrew. 1991. Morphological Theory: An Introduction to Word
Structure in Generative Grammar. Cambridge : Basil Blackwell Ltd. Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa, Pengantar
Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Linguistis. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.
Verhaar, J.W.M. 1996. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. Zola, Emile. 1872. La Curée. Paris: Librairie Générale Francaise.