No.21 Jurnal FTIP ke Vol 1 no. 3 2008

13
Jurnal Teknotan, ISSN 1978-1067 Vol. 1 No. 3, Januari 2008 1 MODIFIKASI TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI JAMUR TIRAM (FACILITY LAYOUT MODIFICATION FOR SHIMEIJI MUSHROOM) Studi Kasus Pada Petani Jamur Cita Lestari Cisarua Kabupaten Bandung Oleh Mariskasukma Hendrarto 1 , Roni Kastaman 2 dan Totok Pujianto 2 ABSTRAK Produksi jamur tiram di tingkat petani khususnya pada petani jamur Cita Lestari Cisarua Kabupaten Bandung hingga saat ini masih sedikit. Hal ini salah satunya disebabkan oleh tata letak produksi yang tidak teratur. Tata letak yang tidak diatur dengan baik akan menyebabkan produksi tidak efektif dan efisien. Tata letak yang tidak efektif dan efisien dapat diperbaiki dengan cara mengatur tata letak secara teratur. Untuk memecahkan persoalan tersebut telah dilakukan penelitian modifikasi tata letak fasilitas produksi pada petani jamur Cita Lestari dari bulan Maret hingga Juni 2004 di desa Cisarua Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung. Modifikasi tata letak fasilitas produksi jamur ini bertujuan untuk mendapatkan tata letak alternatif fasilitas produksi jamur tiram yang baik dari segi teknis dan ekonomis dalam skala kecil. Hasil dari penelitian modifikasi tata letak fasilitas produksi jamur ini adalah sebuah bentuk usulan alternatif tata letak terbaik untuk petani jamur Cita Lestari. Rancangan yang terbentuk berdasarkan dari pertukaran – pertukaran antara dua departemen atau lebih. Selain itu didapatkan juga bentuk rancangan tata letak ideal yang dapat digunakan sebagai referensi untuk para petani jamur yang lain. Kata Kunci : Tata letak fasilitas, produksi jamur tiram efektif dan efisien ABSTRACT Shimeiji mushroom on farm level especially in Cita Lestari Cisarua Kabupaten Bandung farmer’s field up to now is still restricted. On of the reasons is poor production facility layout arragement. Bad arragement on facility layout cause the production will not effective and efficient. It will be able to improve by setting up better facility layout. In order to solve the problem concerning to the farmer’s facility of shimeiji mushroom production, there has been done a research on March until June 2004 in Cita Lestari Mushroom Farm, Cisarua Village, Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung. Modification is aimed to obtain a good layout facility so that will give better production, technically and economically on small scale production system. The result of the research is the best modified design of shimeiji mushroom facility layout. The design was based on exhanging two or more departement that had the same shape of facilities. Further more the research also gave an ideal layout facility which can be used as referrece for another mushroom farmers. Keyword : Layout Facility, Effective and efficient production of Shimeiji Mushroom 1 ) Alumni FTIP UNPAD 2 ) Staf Akademik FTIP UNPAD

Transcript of No.21 Jurnal FTIP ke Vol 1 no. 3 2008

Page 1: No.21 Jurnal FTIP ke Vol 1 no. 3  2008

Jurnal Teknotan, ISSN 1978-1067 Vol. 1 No. 3, Januari 2008

1

MODIFIKASI TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI JAMUR TIRAM (FACILITY LAYOUT MODIFICATION FOR SHIMEIJI MUSHROOM)

Studi Kasus Pada Petani Jamur Cita Lestari Cisarua Kabupaten Bandung

Oleh

Mariskasukma Hendrarto1, Roni Kastaman2 dan Totok Pujianto2 ABSTRAK Produksi jamur tiram di tingkat petani khususnya pada petani jamur Cita Lestari Cisarua Kabupaten Bandung hingga saat ini masih sedikit. Hal ini salah satunya disebabkan oleh tata letak produksi yang tidak teratur. Tata letak yang tidak diatur dengan baik akan menyebabkan produksi tidak efektif dan efisien. Tata letak yang tidak efektif dan efisien dapat diperbaiki dengan cara mengatur tata letak secara teratur. Untuk memecahkan persoalan tersebut telah dilakukan penelitian modifikasi tata letak fasilitas produksi pada petani jamur Cita Lestari dari bulan Maret hingga Juni 2004 di desa Cisarua Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung. Modifikasi tata letak fasilitas produksi jamur ini bertujuan untuk mendapatkan tata letak alternatif fasilitas produksi jamur tiram yang baik dari segi teknis dan ekonomis dalam skala kecil. Hasil dari penelitian modifikasi tata letak fasilitas produksi jamur ini adalah sebuah bentuk usulan alternatif tata letak terbaik untuk petani jamur Cita Lestari. Rancangan yang terbentuk berdasarkan dari pertukaran – pertukaran antara dua departemen atau lebih. Selain itu didapatkan juga bentuk rancangan tata letak ideal yang dapat digunakan sebagai referensi untuk para petani jamur yang lain. Kata Kunci : Tata letak fasilitas, produksi jamur tiram efektif dan efisien ABSTRACT Shimeiji mushroom on farm level especially in Cita Lestari Cisarua Kabupaten Bandung farmer’s field up to now is still restricted. On of the reasons is poor production facility layout arragement. Bad arragement on facility layout cause the production will not effective and efficient. It will be able to improve by setting up better facility layout. In order to solve the problem concerning to the farmer’s facility of shimeiji mushroom production, there has been done a research on March until June 2004 in Cita Lestari Mushroom Farm, Cisarua Village, Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung. Modification is aimed to obtain a good layout facility so that will give better production, technically and economically on small scale production system. The result of the research is the best modified design of shimeiji mushroom facility layout. The design was based on exhanging two or more departement that had the same shape of facilities. Further more the research also gave an ideal layout facility which can be used as referrece for another mushroom farmers. Keyword : Layout Facility, Effective and efficient production of Shimeiji Mushroom 1) Alumni FTIP UNPAD 2) Staf Akademik FTIP UNPAD

Page 2: No.21 Jurnal FTIP ke Vol 1 no. 3  2008

Jurnal Teknotan, ISSN 1978-1067 Vol. 1 No. 3, Januari 2008

2

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Indonesia mempunyai kekayaan alam yang subur terutama dari berbagai macam jenis jamur. Sejak dahulu kala jamur sudah dimanfaatkan oleh nenek moyang untuk obat - obatan, tetapi pembudidayaannya masih sedikit dari jenis maupun jumlahnya. Varietas yang ada di alam ini sangat banyak dan masing – masing memiliki ciri yang berbeda. Berdasarkan sifat hidupnya dapat dibagi menjadi jamur beracun dan jamur yang enak dimakan. Jamur yang enak dimakan biasanya mudah untuk dibudidayakan serta mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, salah satunya adalah jenis jamur tiram (Cahyana, 1998).

Krisis ekonomi yang berkepanjangan sejak tahun 1997 hingga sekarang banyak berbagai usaha yang mengalami kegagalan atau kandas di tengah jalan. Salah satu alternatif dari banyak solusi yang ditawarkan adalah usaha budidaya jamur tiram karena permintaan pasar sangat luas sekali dan masih belum dapat dipenuhi. Besarnya kebutuhan jamur tiram segar dari berbagai kota di Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kebutuhan Jamur Tiram Segar s/d Tahun 2003

No Kota kg/hari 1 Bandung 3000 2 Bekasi 500 3 Bogor 2000 4 Cianjur 200 5 Cirebon 300 6 Jakarta 3000 7 Karawang 200 8 Kuningan 300 9 Subang 200

10 Sukabumi 500 11 Tangerang 500 12 Tasikmalaya 600

Sumber : Wawancara dengan anggota Kelompok Tani Jamur di Cisarua, Maret 2004

Akibatnya agribisnis jamur tiram tumbuh sebagai wujud mencari lapangan usaha baru yang menjanjikan tetapi, menurut salah seorang anggota dari kelompok tani jamur tiram di Cisarua, petani yang tertarik dalam usaha budidaya jamur tiram masih sedikit padahal harga jual produk jamur ini sangat menguntungkan, ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 3: No.21 Jurnal FTIP ke Vol 1 no. 3  2008

Jurnal Teknotan, ISSN 1978-1067 Vol. 1 No. 3, Januari 2008

3

Tabel 2. Harga Beberapa Jenis Jamur Unggulan di Indonesia

Harga per kg produk jamur (Rp.) No Jenis Jamur Bentuk Segar Bentuk Kering

1 Jamur Merang 7.000 – 9.000 - 2 Jamur Tiram 5.000 – 6.000 25.000 3 Jamur Kuping 7.000 – 8.000 21.000 – 35.000 4 Jamur Shitake 23.000 – 35.000 130.000

Sumber : Wawancara dengan beberapa petani anggota Kelompok Tani Jamur tiram di Cisarua, Maret 2004

Melihat peluang usaha yang begitu besar tetapi mengapa kebutuhan jamur tiram ini masih belum terpenuhi, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menyebabkan produksi tidak efektif dan efisien. Berdasarkan penelitian pendahuluan yang sudah dilakukan oleh penulis, tata letak produksi di salah satu petani jamur yaitu Cita Lestari masih belum efektif dan efisien, karena masih banyak proses bolak – balik melewati jalur yang sama, dimana seharusnya tidak terjadi jalur bolak – balik (back tracking).

Jarak antara proses yang satu dengan proses yang lain cukup jauh contohnya jarak tempat persiapan dengan tempat pengukusan, seharusnya tempat pengukusan dapat dipindahkan tata letaknya lebih dekat dengan tempat pesiapan maka jumlah pekerja pun dapat dikurangi yang tadinya dikerjakan oleh 3 – 4 orang dapat dikerjakan dengan hanya 2 orang. Adanya jarak yang harus ditempuh oleh pekerja maka waktu produksi akan menjadi lebih lama, dengan tata letak yang teratur seharusnya dapat dikerjakan sekitar 1 hari, tetapi yang sekarang waktu produksi yang diperlukan dapat mencapai 2 – 3 hari, hal ini akan mempengaruhi biaya operasional produksinya.

Menurut Tomkins (1996), diperkirakan 20% sampai 50% dari biaya operasi merupakan biaya pemindahan material (material handling) maka tata letak yang efektif dapat mengurangi biaya tersebut sekitar 10% sampai 30%. Pentingnya rancangan fasilitas seperti aliran bahan merupakan tulang punggung fasilitas produksi, dan harus dirancang dengan cermat serta tidak dibiarkan tumbuh atau berkembang menjadi satu pola lalulintas yang membingungkan seperti benang kusut menurut Apple (1990). Tata letak fasilitas produksi yang buruk akan menimbulkan masalah yang besar dan cenderung sulit diatasi karena sifatnya permanen. Jika sebuah usaha agribisnis budidaya jamur tiram ingin memperbaiki tata letak fasilitas produksinya (selanjutnya disebut dengan tata letak pabrik) yang sudah terlanjur tidak efektif dan efisien maka selain investasi yang harus dikeluarkan sangat besar, dapat diperkirakan pula berapa banyak waktu yang terbuang untuk perbaikan tersebut. Di samping itu juga besar kemungkinan usaha tersebut akan kehilangan konsumen selama renovasi pabrik akibat tidak ada produk yang dihasilkan (Wignjosoebroto, 1996).

Tata letak fasilitas produksi usaha jamur tiram yang diatur baik akan mengurangi biaya produksi secara total tidak hanya pada salah satu proses tetapi pada tiap proses produksi. Pengurangan ini dapat dilakukan dengan mengurangi pergerakan pemindahan bahan yang tidak efisien dan merencanakan rute perencanaan yang lebih teliti sesuai dengan aliran proses produksi yang nantinya diharapkan akan menghasilkan hasil produksi yang optimal maka dengan adanya penelitian evaluasi dan modifikasi tata letak fasilitas produksi jamur tiram ini, diharapkan dapat membantu sebagai referensi

Page 4: No.21 Jurnal FTIP ke Vol 1 no. 3  2008

Jurnal Teknotan, ISSN 1978-1067 Vol. 1 No. 3, Januari 2008

4

dalam membangun tata letak fasilitas produksi yang baik untuk para petani yang ingin terjun secara serius dalam bidang usaha budi daya jamur tiram. 1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, dapat diketahui masalah utama dari penelitian ini yaitu bahwa tata letak yang ada pada saat ini masih belum efektif dan efesien, karena tidak dirancang dengan benar sehingga diperlukan modifikasi tata letak alternatif untuk fasilitas produksi jamur tiram yang baik dari segi teknis dan eknomis untuk petani dalam skala kecil. 1.3. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dari evaluasi dan modifikasi tata letak fasilitas produksi jamur tiram di daerah Cisarua, adalah : 1. Evaluasi pendahuluan dilakukan pada tata letak yang sudah ada (existing layout).

Evaluasi dilakukan pada analisis aliran bahan, jarak pemindahan bahan antar departemen, kebutuhan luasan pengolahan dan biaya pemindahan bahan.

2. Kapasitas produksi setiap hari tidak berubah 3. Evaluasi aliran produksi hanya dilakukan sampai pada pembuatan media tanam,

evaluasi pada saat panen dan pasca panen tidak dilakukan penelitian. 4. Pengukuran jarak dan evaluasi jarak dalam komputer menggunakan pengukuran

jarak secara rectilinier 5. Penelitian evaluasi dan modifikasi tata letak fasilitas produksi hanya dilakukan pada

usaha budi daya jamur tiram Cita Lestari di Cisarua. 6. Tata letak pada petani jamur Cita Lestari dijadikan sebagai dasar pembuatan tata

letak yang ideal tanpa memperhitungkan faktor bentuk dan luas lahan. 1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Memodifikasi tata letak yang sudah ada yaitu di petani jamur Cita Lestari, dengan

cara mengatur area kerja dan segala fasilitas produksi jamur tiram dengan biaya paling ekonomis untuk operasi produksi yang efektif dan efisien

2. Mendapatkan tata letak alternatif untuk fasilitas produksi jamur tiram yang baik dari segi teknis dan eknomis untuk petani dalam skala kecil.

3. Mendapatkan tata letak yang ideal untuk petani jamur 1.5. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan sebagai berikut : 1. Dapat digunakan sebagai acuan atau pertimbangan tata letak fasilitas produksi

dalam membangun usaha budidaya jamur tiram bagi para petani kecil. 2. Dapat mengurangi biaya produksi dilihat dari proses pemindahan bahan, waktu

tunggu, dan luas area kerja.

Page 5: No.21 Jurnal FTIP ke Vol 1 no. 3  2008

Jurnal Teknotan, ISSN 1978-1067 Vol. 1 No. 3, Januari 2008

5

II. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian pendahuluan untuk evaluasi Tata Letak Faslitas Produksi Jamur Tiram dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan April 2004 di Petani Jamur Cita Lestari daerah Cisarua, Lembang Kabupaten Bandung. Analisis tata letak dilaksanakan pada bulan Mei Sampai dengan bulan Juni 2004 di Laboratorium Komputer Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Jatinangor. 2.2. Bahan dan Alat Penelitian 2.2.1. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa data masukan yaitu yang terdiri dari tata letak awal, data urutan produksi jamur tiram, data departemen yang ada, data jumlah aliran bahan, data jarak perpindahan bahan, waktu pengolahan per departemen, data luas area departemen yang tersedia, dan data kedekatan hubungan aktivitas antar departemen. 2.2.2. Alat Penelitian 1. Meteran pita 12 m dan 5 meter digunakan untuk mengukur jarak, luas area kerja dan

dimensi bangunan 2. Timbangan dengan Digunakan untuk menimbang kapasitas 50 kg berat untuk setiap

bahan yang dipindahkan 3. Stopwatch Digunakan untuk menghitung waktu kerja efektif untuk tiap proses kerja 4. Kalkulator Digunakan untuk menghitung data yang sudah didapat 5. Kamera Digunakan untuk dokumentasi gambaran tata letak yang sudah ada. 6. Komputer Cell 433 192 MB, VGA 16 MB digunakan untuk menganalisis data hasil

penelitian 7. Software tata letak yang sudah ada seperti CRAFT, COREL UP, QSB Digunakan

untuk menganalisis kemungkinan alternatif tata letak terbaik 2.3.Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian evaluasi dan modifikasi tata letak fasilitas produksi jamur tiram ini adalah metode deskriptif yang analisisnya dilakukan dengan teknik rekayasa. Metode penelitian ini digunakan untuk memberikan gambaran baik dari segi sosial ataupun ekonomi mengenai situasi dan kejadian dari tata letak fasilitas produksi jamur tiram yang sudah ada. 2.4. Penelitian Pendahuluan

Pemahaman terhadap sistem tata letak dilakukan untuk mendapatkan data awal yang nantinya digunakan dalam mendapatkan evaluasi tata letak fasilitas produksi jamur tiram yang lebih baik. Prosedur penelitian dilakukan dalam beberapa tahap yaitu : 1. Mengidentifikasi tujuan, ruang lingkup dan sasaran yang akan dicapai dari

penelitian pendahuluan. 2. Pencarian data dengan cara studi literatur tentang budidaya jamur tiram putih.

Page 6: No.21 Jurnal FTIP ke Vol 1 no. 3  2008

Jurnal Teknotan, ISSN 1978-1067 Vol. 1 No. 3, Januari 2008

6

3. Pencarian data dengan cara survei ke lapangan di salah satu pemilik usaha budidaya jamur tiram di daerah Cisarua, Lembang. Survei dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : a. Melakukan pengamatan secara keseluruhan dari bentuk bangunan, tata letak

bangunan, proses produksi dan tenaga kerja produksi. b. Melakukan wawancara (interview) dengan pemilik usaha jamur tiram tersebut.

Wawancara dilakukan dengan cara tanya jawab mengenai produksi jamur tiram, luas bangunan dan tenaga kerja.

c. Melakukan pengukuran luas tiap bangunan, luas area kerja, dan jarak yang ditempuh pada tiap proses produksi dilapangan dengan menggunakan meteran.

d. Menghitung waktu yang diperlukan pada tiap proses produksi e. Membuat peta proses produksi jamur tiram putih berdasarkan aliran proses

produksi yang telah ada. f. Menghitung pemindahan bahan (kg) mulai dari gudang bahan baku hingga

penyimpanan hasil produksi dibangunan penanaman. g. Menghitung biaya pemindahan bahan (Rupiah / kg).

2.5. Analisis Sistem Tata Letak

Sistem tata letak yang sudah ada akan diamati dengan tiga kriteria pengamatan yaitu : a. Jarak antar bangunan b. Biaya pemindahan bahan c. Waktu proses produksi.

Ke tiga kriteria pengamatan tersebut saling mempengaruhi dalam efektivitas dan efisiensi produksi, jika ketiga kriteria tersebut dijadikan sebagai membangkitkan alternatif maka alternatif yang terjadi akan sangat banyak oleh karena itu diambil sebuah kriteria dominan dalam modifikasi tata letak ini yaitu jarak antar bangunan. Pendekatan dengan memodifikasi jarak anatar bangunan ini didasari juga dengan tipe proses dari produksi jamur tiram ini tipe garis lurus (serial) tidak ada bahan yang diproses ulang. 2.6. Modifikasi Tata Letak

Modifikasi tata letak dilakukan untuk mendapatkan hasil tata letak yang terbaik dan layak secara teknis maupun ekonomi. Untuk mendapatkan modifikasi tata letak yang terbaik maka dilakukan dengan cara membangkitkan alterntatif – alternatif tata letak yang mungkin terjadi.

Pelaksanaan penelitian modifikasi tata letak dengan cara membangkitkan alternatif yang mungkin dapat digambarkan. Uraian pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut : 1. Penelitian pemahaman sistem tata letak, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

gambaran tata letak yang sudah ada pada saat sekarang ini untuk dievaluasi apakah sudah layak secara teknis dan ekonomis.

2. Mengevaluasi dan memodifikasi tata letak pabrik, yaitu a. Menentukan kriteria dominan dari tata letak yang akan dievaluasi, kriteria

dominan ini adalah kriteria yang dapat membangkitkan alternatif – alternatif tata letak yang terbaik (optimal)

Page 7: No.21 Jurnal FTIP ke Vol 1 no. 3  2008

Jurnal Teknotan, ISSN 1978-1067 Vol. 1 No. 3, Januari 2008

7

b. Menentukan total jumlah departemen yang ada untuk menunjukan bahwa terdapat beberapa alternatif modifikasi tata letak.

c. Menentukan jarak antar departemen yang saling berhubungan untuk dianalisis jarak.

d. Menghitung jumlah aliran bahan sebagai faktor pertimbangan dalam modifikasi tata letak.

e. Berdasarkan data dari evaluasi tata letak awal maka komputer akan melakukan modifikasi tata letak dengan pemilihan alternatif tata letak pertukaran departemen (Am) yaitu : 1. Pertukaran 2 departemen 2. Pertukaran 3 departemen 3. pertukaran 2 kemudian 3 departemen 4. Pertukaran 3 kemudian 2 departemen

f. Pertukaran antar departemen tersebut dilakukan dengan syarat luasan bangunan yang akan dipertukarkan harus sama.

g. Pertukaran departemen (Am) dilakukan dari A1, A2, A3, A4 sampai mendapatkan pertukaran dengan ongkos yang terkecil, dari hasil pertukaran tersebut dibandingkan dari A1 sampai dengan A4 untuk mendapatkan ongkos yang paling kecil.

h. Hasil akhir dari modifikasi tata letak fasilitas produksi jamur tiram didapatkan ongkos yang terkecil yang nantinya menjadi tata letak yang terbaik.

2.7. Asumsi Sistem Tata Letak

Asumsi – asumsi yang digunakan dalamevaluasi dan modifikasi tata letak fasilitas produksi jamur tiram adalah sebagai berikut : 1. Tata letak fasilitas-fasilitas non produksi yang ada disekitarnya tidak mengalami

perubahan. 2. Tidak ada proses pemindahan bahan dalam satu area kerja 3. Hasil evaluasi dari tata letak yang sudah ada, akan dijadikan sebagai dasar

modifikasi tata letak selanjutnya. Hasil modifikasi tata letak yang telah jadi merupakan tata letak dengan evaluasi hasil terbaik yang layak secara teknis dan ekonomis.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Proses Produksi Pembuatan Media Tanam Jamur Tiram

Analisis tata letak pabrik dimulai pada tata letak yang sudah ada. Proses analisis dilakukan pada petani jamur tiram Cita Lestari. Kapasitas produksi yang telah dicapai oleh petani jamur Cita Lestari sampai saat ini adalah 1200 media tanam (log) per hari. Untuk menghasilkan produk berupa jamur harus melewati proses produksi yang dibagi dalam beberapa tahap.

Page 8: No.21 Jurnal FTIP ke Vol 1 no. 3  2008

Jurnal Teknotan, ISSN 1978-1067 Vol. 1 No. 3, Januari 2008

8

Gambar 1. Sketsa Tata Letak Produksi Jamur Cita Lestari.

Tahapan proses produksi jamur tiram di Cita Lestari Cisarua dengan melihat sketsa tata letak awal dapat dilihat pada Gambar 1, dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Penerimaan Bahan Baku 2. Pencampuran bahan baku 3. Pengukusan (sterillisasi) 4. Pengantongan 5. Pemadatan 6. Pembibitan 7. Penyimpanan (inkubasi)

Page 9: No.21 Jurnal FTIP ke Vol 1 no. 3  2008

Jurnal Teknotan, ISSN 1978-1067 Vol. 1 No. 3, Januari 2008

9

3.2. Tata Letak Fasilitas Produksi Jamur Tiram Cita Lestari

Tata letak suatu pabrik yang terencana dengan baik akan menentukan efisiensi dan menjaga kelangsungan hidup ataupun kesuksesan dalam kerja. Tata letak pada usaha budi daya jamur di daerah Cisarua belum terencana dengan baik sehingga akan menimbulkan permasalahan. Jika dilihat dari sketsa tata letak tersebut banyak aktivitas – aktivitas yang jaraknya cukup jauh dari aktivitas sebelumnya sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama. Selain itu terdapat juga aktivitas yang tempat kerjanya tidak searah atau banyak jalur yang bolak balik.

Untuk memperbaiki tata letak fasilitas produksi jamur tiram pada petani Jamur

Cita Lestari dilakukan analisis tata letak yang dimulai dengan analisis jumlah aliran bahan, hubungan aktivitas antar departemen, jarak pemindahan bahan, waktu produksi, biaya pemindahan bahan dan kebutuhan luasan. Berdasarkan analisis tersebut kemudian dilakukan evaluasi untuk memperbaiki tata letak fasilitas pabrik pengolahan yang sudah ada (existing layout). 3.2.1. Aliran Bahan

Menurut Apple (1990) secara teoritis tata letak usaha jamur tiram ini dapat disusun sesuai dengan urutan proses produksi yaitu dapat berbentuk pola aliran bentuk – S (S- Shape) karena aliran proses ini sangat baik diterapkan bila aliran proses produksi lebih panjang dibandingkan dengan luas area yang tersedia dan dapat mengatasi segala keterbatasan area kerja dan ukuran bangunan yang sudah ada. Jumlah aliran bahan yang terjadi selama proses produksi terdapat 3 buah yaitu dari gudang bahan baku ke tempat persiapan, dari tempat persiapan ke tempat pengukusan dan dari tempat pengukusan Ke tempat pengantongan. 3.2.2. Pemindahan Bahan

Berdasarkan hasil analisis jarak dan pemindahan bahan dapat diketahui bahwa pemindahan bahan yang paling banyak adalah pada saat pemindahan bahan baku ke tempat pencampuran misalnya untuk pemindahan serbuk gergaji dari gudang bahan baku diangkut dengan gerobak yang kapasitasnya 400 kg yang dikerjakan oleh 1 orang pekerja dengan kemampuan angkut gerobak 150 kg, maka untuk mencapai 1200 kg serbuk gergaji pekerja tersebut harus melakukan pemindahan bahan sebanyak 8 kali dengan jarak 35 meter antara gudang bahan baku ke tempat pencampuran dan memakan waktu selama 23,46 menit untuk menyelesaikan. Sedangkan untuk pemindahan bahan yang paling lama adalah pemindahan bahan dari tempat pengukusan ke tempat pengantongan karena selain beban yang berat jarak yang ditempuh cukup jauh yaitu 91,25 meter dan membutuhkan waktu 70,83 menit. 3.2.3 Biaya Pemindahan Bahan

Biaya pemindahan yang terjadi pada tata letak awal (intial layout) dapat dihitung dengan cara mengalikan jumlah beban yang dipindahkan dan biaya pemindahan per beban dimana biaya pemindahan per beban didapat dari lama pemindahan bahan dikalikan dengan biaya kerja per jam kemudian total nilai tersebut dibagi dengan jumlah beban yang dipindahkan. Tenaga kerja yang ada pada saat ini dan bekerja aktif di Jamur Cita Lestari yaitu sebanyak 19 orang dengan jumlah laki – laki 7 orang dan wanita 12

Page 10: No.21 Jurnal FTIP ke Vol 1 no. 3  2008

Jurnal Teknotan, ISSN 1978-1067 Vol. 1 No. 3, Januari 2008

10

orang. Tenaga kerja laki- laki hanya mengerjakan pekerjaan yang berat mulai dari pengangkutan bahan baku sampai dengan sterilisasi dan pekerjaan pemeliharaan serta panen, sisanya mulai dari pengantongan sampai dengan pembibitan dilakukan oleh tenaga kerja wanita.

Biaya pemindahan bahan pada tiap proses didapat dari total biaya tenaga kerja per jam yaitu sebesar Rp. 28.125 dengan perhitungan waktu kerja 8 jam dikalikan dengan waktu pada tiap proses tersebut. Biaya pemindahan bahan yang besar terdapat pada proses pemindahan bahan dari tempat pengukusan ke tempat pengantongan karena jarak yang ditempuhnya sangat jauh dibandingkan dengan jarak dengan tempat proses yang lain. Total biaya pemindahan bahan yang terjadi sebesar Rp. 232.594 dengan berat total bahan yang dipindahkan sebesar 14.970 kg. pemindahan bahan yang dihitung hanya pada saat bahan dipindahkan ke proses yang selanjutnya tetapi jika proses selanjutnya berada pada area kerja yang sama besarnya pemindahan tidak dihitung karena terlalu kecil pengaruhnya. 3.2.4. Jarak Pemindahan Bahan

Jarak pemindahan bahan sangat mempengaruhi waktu dan biaya produksi sehingga untuk membuat tata letak yang baik jarak pemindahan bahan harus seminimal mungkin. 3.2.5 Peta aktivitas aliran bahan (Flow Activity Chart)

Peta aktivitas proses aliran bahan dari tata letak awal dan hasil modifikasi digambarkan dalam sebuah peta aliran. Pada peta aliran ini dapat dilihat perbedaan antara peta aktivitas aliran bahan tata letak awal dengan tata letak hasil modifikasi. 3.2.6. Modifikasi Tata Letak Produksi Jamur Tiram

Modifikasi tata letak pada penelitian ini dilakukan dengan bantuan komputer. Program yang digunakan untuk membuat modifikasi tata letak adalah sebuah program FLL (Facility Location andLayout) program ini membutuhkan tata letak awal (initial layout). Data hasil evaluasi dari tata letak awal tersebut dimasukan ke dalam program FLL untuk menghasilkan alternatif – alternatif tata letak yang terbaik.Evaluasi tata letak awal (initial layout) langsung terbentuk setelah data dimasukan ke dalam program FLL dengan ongkos yang terjadi dari tata letak awal adalah sebesar Rp. 126.550 nilai ongkos tata letak awal dihitung dengan mengalikan matriks ongkos pemindahan bahan per satuan jarak persatuan berat dengan matriks aliran (flow) antar departemen dan jarak antar departemen.

FLL mempunyai empat penyelesaian masalah (problem solving) dengan cara

menukar posisi antar departemen, pertukaran departemen yang menghasilkan ongkos minimal merupakan hasil tata letak akhir (final layout) yaitu : 1. Pertukaran antara 2 departemen (improve byexchanging 2 departemens). Analisis

dan hasil modifikasi tata letak dengan menukarkan 2 departemen menghasilkan biaya sebesar Rp.86.790

2. Pertukaran antara 3 departemen (improve byexchanging 3 departemens). Modifikasi dengan menukar 3 departemen menghasilkan ongkos akhir hasil pertukaran sebesar Rp. 68.910

Page 11: No.21 Jurnal FTIP ke Vol 1 no. 3  2008

Jurnal Teknotan, ISSN 1978-1067 Vol. 1 No. 3, Januari 2008

11

3. Pertukaran antara 2 departemen kemudian 3 departemen (improve by exchanging 2 then 3 departemens) menghasilkan ongkos akhir hasil pertukaran sebesar Rp. 77.850

4. Pertukaran antara 3 departemen kemudian 2 departemen (improve by exchanging 3 then 2 departemens) analisisnya sama dengan perhitungan analisis pertukaran 3 departemen yaitu sebesar Rp. 68.910

5. Dari hasil pertukaran posisi antar departemen maka didapatkan pertukaran dengan pengurangan ongkos tata letak yang besar yaitu pada pertukaran antara 3 departemen dan pertukaran 3 departemen kemudian 2 departemen.

IV. HASIL ANALISIS 4.1. Perbandingan Tata Letak Awal Dengan Hasil Modifikasi Tata Letak Produksi.

Pada akhir penelitian ini maka dihasilkan modifikasi tata letak yang lebih baik dari tata letak awal yang sudah ada, walaupun tata leta hasil modifikasi ini belum diaplikasikan tetapi sebagian besar sudah dapat kita prediksikan pada simulasi modifikasi tata letak pada penelitian ini kelebihan dan kekurangannya. Efektif dan efisiennya hasil modifikasi tata letak ini dapat terlihat jika kita bandingkan antara tata letak awal dengan tata letak hasil modifikasi dengan harapan tata letak modifikasi ini lebih baik dari tata letak awal yang sudah ada dan nantinya akan menjadi referensi khususnya pada petani jamur di Cita Lestari dan petani jamur di Cisarua pada umumnya. Perbandingan tata letak akan dilihat pada variabel jarak dan waktu 4.2. Tata Letak Usulan (ideal)

Untuk mendapatkan tata letak ideal tanpa melihat faktor bentuk lahan dan luas lahan yang ada pada tempat penelitian maka perlu dibuat diagram keterkaitan kegiatan yang ditunjukkan pada gambar berikut :

Gambar 2. Sketsa Tata Letak Ideal Pada Cita Lestari

Page 12: No.21 Jurnal FTIP ke Vol 1 no. 3  2008

Jurnal Teknotan, ISSN 1978-1067 Vol. 1 No. 3, Januari 2008

12

Untuk membuat rancangan tata letak ideal untuk para petani jamur perlu

dilakukan analisis antar kegiatan dengan membuat diagram keterkaitan kegiatan setelah dilakukan analisis maka diagram tersebut di susun dengan membuat tabel lembar kerja keterkaitan kegiatan selanjutnya plotkan pada blok keterkaitan agar lebih mudah menentukan tata letaknya. Blok diagram yang sudah jadi akan disusun sedemikian rupa menurut diagram keterkaitan kegiatan yaitu dengan cara mendekatkan proses – proses yang multak diperlukan.

Setelah selesai gunakan anak panah untuk menunjukan aliran prosesnya. Hasil

dari blok keterkaitan tersebut diaplikasikan pada tata letak sebenarnya dengan menyusun bentuk area kerjanya yang dilakukan secara manual. Tata letak ideal yang diusulkan untuk diaplikasikan kepada para petani dapat dilihat pada Gambar diatas liran yang digunakan adalah pola aliran bentuk S karena dengan pola ini akan memperkecil luas yang dipakai dan proses pemindahan lebih efektif. Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian evaluasi dan modifikasi tata letak fasilitas produksi jamur tiram studi kasus petani jamur di daerah Cisarua adalah bahwa tata letak fasilitas produksi jamur tiram pada Cita Lestari masih dapat dimodifikasi menjadi tata letak yang lebih baik dari segi teknis maupun ekonomis. Hasil modifikasi tersebut menghasilkan perbedaan – perbedaan selisih yang signifikan antara tata letak awal dengan tata letak baru pada : 1. Selisih ongkos hasil evaluasi antara kedua tata letak adalah Rp.58.640 2. Selisih total jarak yang ditempuh untuk pemindahan bahan antara kedua tata letak

adalah 121,53 meter. 3. Selisih lama waktu proses produksi antara kedua tata letak adalah 4,35 jam. Hasil

dari evaluasi – evaluasi diatas maka dapat disimpulkan tata letak hasil modifikasi yang baru lebih baik dari tata letak sebelumnya.

Saran

Saran yang dapat di sampaikan pada penelitian ini adalah 1. Penanganan perpindahan bahan masih dilakukan dengan secara manual yaitu

dengan bantuan gerobak. Jika penanganan ini dapat diganti dengan penanganan lain yang lebih cepat maka kemungkinan proses produksi akan lebih cepat.

2. Alat pengukusan media tanam (steamer) masih memerlukan waktu yang sangat lama yaitu sekitar 15 – 20 jam pengukusan. Jika ada kemungkinan alat pengukusan ini dimodifikasi sehingga waktu proses produksi menjadi lebih singkat dari pengukusan selama ini.

3. Mesin pemadat masih didesain semimekanik, dan hanya mempunyai kapasitas sekitar 300 media / jam, jika memungkinkan mesin pemadat tersebut didesain ulang untuk mendapatkan mesin yang kapasitasnya lebih besar.

4. Limbah hasil produksi jamur tiram belum banyak dimanfaatkan, biasanya digunakan sebagai pupuk organik oleh para petani, jika memungkinkan ada penelitian untuk mengolah hasil limbahnya.

Page 13: No.21 Jurnal FTIP ke Vol 1 no. 3  2008

Jurnal Teknotan, ISSN 1978-1067 Vol. 1 No. 3, Januari 2008

13

DAFTAR PUSTAKA 1. Apple, James A. 1990. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Penerbit ITB

Press

2. Cahyana, Y.A. 1998. Jamur Tiram. Penerbar Swadaya. Jakarta.

3. Tomkins, James A., White John A. 1996. Facility Planning. John Wiley & Sons. USA

4. Tomkins, James A., Ruddel Ree Jr. 1973. Computerized Facility Design. Technical Paper. AIIE. Norcross, GA.

5. Wignjosoebroto, S. 1996. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Barang. Edisi ke 3. Guna Widya Jakarta.