Nkp-2 Komp Paradigma
-
Upload
dart-rani-rani -
Category
Documents
-
view
91 -
download
3
description
Transcript of Nkp-2 Komp Paradigma
1
STRATEGI PENINGKATAN PROFESIONALISME POLRI SEBAGAI
PENEGAK HUKUM GUNA MEMBANGUN SUPREMASI HUKUM DALAM
RANGKA PENEGAKAN HUKUM TAHUN 2014
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang.
Reformasi telah mengubah paradigma bangsa dalam
menempatkan hukum. Hukum yang sebelumnya ditempatkan sebagai
alat untuk melanggengkan kekuasaan, berubah menjadi panglima
dalam rangka memperbaiki kondisi sosial, ekonomi, politik, budaya,
pertahanan dan keamanan.
Reformasi penegakan hukum merupakan salah satu pilar penting
dalam menguatkan konsolidasi demokrasi. Tanpa penegakan hukum
yang benar, adil, dan profesional, konsolidasi demokrasi akan
terganggu. Dan, tentu berkorelasi positif dengan pembangunan
ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Meskipun demikian, tentu, proses
reformasi penegakan hukum berbasis keadilan akan memakan waktu
dan memerlukan kesabaran.
Dalam RPJM 2010-2014, Penegakan hukum menjadi prioritas
nasional reformasi dan tata kelola yang dinyatakan dalam bentuk
peningkatan integrasi dan integritas penerapan dan penegakan hukum
oleh seluruh lembaga dan aparat hukum. Oleh karena itu, Polri dituntut
untuk memiliki kemampuan dan keterampilan serta sikap dan
komitmennya pada hukum dan penegakannya. Dengan kata lain, Polri
sebagai penegak hukum dituntut profesional.
Profesionalisme dalam penegakan hukum merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari pembangunan hukum di Indonesia, karena
penegakan hukum merupakan bagian dari system hukum di Indonesia.
Oleh karena itu, penegakan hukum yang tidak professional
menunjukkan bahwa pembangunan hukum belum berjalan secara
optimal.
2
Untuk itu, NKP ini akan difokuskan untuk membahas
profesionalisme penegakan hukum guna membangun supremasi
hukum dalam rangka pembangunan hukum tahun 2014.
2. Pokok masalah dan persoalan
a. Pokok masalah
Bagaimana strategi peningkatan profesionalisme Polri sebagai
penegak hukum guna membangun supremasi hukum dalam
rangka penegakan hukum tahun 2014?
b. Persoalan
1) Bagaimana konsep paradigma pembangunan hukum?
2) Bagaimana upaya Polri dalam meningkatkan
profesionalisme penegakan hukum tahun 2014?
3. Ruang lingkup
Pembahasan supremasi dan penegakan hukum menyangkut
berbagai aspek, baik penegak hukum, sistem hukum, maupun budaya
hukumnya. Dalam NKP ini ruang lingkup pembahasan dibatasi pada
profesionalisme tugas Polri sebagai penegak hukum yang meliputi
pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap dan minat dalam
penegakan hukum.
4. Tata urut
Bab I Pendahuluan berisi latar belakang, pokok permasalahan dan
persoalan, ruang lingkup dan tata urut penulisan.
Bab II Kajian kepustakaan, berisi teori dan pandangan ahli mengenai
paradigma pembangunan hukum dan konsep profesionalisme.
Bab III Kondisi faktual, berisi kondisi profesionalisme penegakan
hukum saat ini
Bab IV Faktor-faktor yang mempengaruhi, terdiri atas faktor eksternal meliputi
Peluang dan Kendala dan Faktor Internal yang terdiri atas Kekuatan dan
Kelemahan
Bab V Kondisi Ideal, yakni Penegakan hukum yang diharapkan yang merupakan
gambaran dari kondisi penegakan hukum tahun 2014 hasil skenario learning
3
Bab VI Upaya pemecahan masalah yang meliputi penyusunan visi, misi, tujuan,
sasaran, kebijakan, dan strategi yang dikaji melalui analisis EFAS-IFAS.
Bab VII Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Rekomendasi.
BAB II
KAJIAN KEPUSTAKAAN
5. Paradigma pembangunan hukum.
Romli Atmasamita (2005) mengungkapkan bahwa telah terjadi
perubahan paradigma dalam kehidupan politik dari ketatanegaraan di
Indonesia yaitu dari sistem otoritas kepada sistem demokrasi, dan dari
sistem sentralistik kepada sistem otonomi. Perubahan paradigma
tersebut sudah tentu berdampak terhadap sistem hukum yang dianut
selama ini yang menitik-beratkan kepada produk-produk hukum yang
lebih banyak berpihak kepada kepentingan penguasa daripada
kepentingan rakyat, dan produk hukum yang lebih mengedepankan
dominasi kepentingan pemerintah pusat dari pada kepentingan
pemerintah daerah.
Disamping perubahan paradigma tersebut juga selayaknya kita
ikut mengamati fenomena-fenomena yang terjadi didalam percaturan
politik dan kehidupan ketatanegaraan di Indonesia kerena terhadap
bagian ini kita sering “alergi” dan mengabaikannya. Sedangkan
kehidupan perubahan sistem politik dan sistem ketatanegaraan
berdampak mendasar terhadap perkembangan sistem hukum.
Sekarang ini masyarakat tidak hanya mendambakan sekedar
adanya peraturan hukum, tetapi masalah yang mengemuka ialah
apakah masih ada unsur keadilan dalam sistem hukum yang berlaku di
semua sektor-sektor dan bidang kehidupan bangsa ini. Tidak hanya
dalam hal keberadaan peraturan hukum yang diproduk pimpinan
4
eksekutif berupa Keppres, tetapi juga dalam hal penegakan hukum
(law enforcement) di semua lini kehidupan, baik diantara sesama
aparat birokrasi, dan juga dalam hubungan antara aparat birokrasi dan
penegakan hukum dalam rangka pelayanan bagi masyarakat (public
service).
6. Konsep Profesionalisme.
Profesionalisme menunjuk kepada komitmen para anggota suatu
profesi unuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus
menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam
melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. Kunarto
(1995:15) menyebutkan bahwa profesionalisme adalah kemampuan
dan keterampilan/ kemahiran dalam melaksanakan pedoman kerja
dalam bentuk tata pikir, tata laku, dan tata tindak sehingga tercapai
kinerja organisasi yang unggul.
Profesionalisme tidak bisa dilepaskan dari adanya kompetensi.
Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan,
nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebisaaan berpikir dan
bertindak. Mulyasa (2003:38) mengartikan kompetensi sebagai
penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi
yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Lebih lanjut Gordon
menjelaskan aspek atau ranah yang terkandung dalam konsep
kompetensi sebagai syarat profesional adalah: pengetahuan
(knowledge), pemahaman (understanding), kemampuan (skill), nilai
(value), sikap (attitude), dan minat (interest). Pengetahuan dalam
kaitan ini merupakan landasan sehingga profesionalisme akan berdiri
secara tegak di atasnya. Karena itu tidak akan tumbuh profesionalisme
pada diri seseorang tanpa didasarkan kepada pengetahuan.
Pengetahuan akan bergerak menjadi pemahaman, yakni penguasaan
dan pemaknaan terhadap pengetahuan yang dimiliki sehingga
pengetahuan itu berfungsi dalam hidupnya. Dalam profesionalisme
pengetahuan dan pemahaman tersebut dibarengi pula dengan
keterampilan (skill) yang menunjukkan bahwa pemahaman itu tidak
hanya sebatas wacana yang bersifat teoritik, tetapi juga berdimensi
5
praktis berupa keterampilan mempraktikkan pengetahuan yang
dimilikinya.
Profesionalisme Polri merupakan amanat Tap MPR RI Nomor
VII/MPR/ 2000 Bab II Pasal 6 ayat (2) yang berbunyi: ”Dalam
menjalankan peranannya, Kepolisian Republik Indonesia wajib memiliki
keahlian dan keterampilan secara profesional”. Karena itu,
membangun dan meningkatkan profesionalisme Polri menjadi tugas
negara dan bangsa secara keseluruhan. Amanat Tap MPR tersebut
ditetapkan pula dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional Tahun 2005-2014 yang ditetapkan berdasarkan dengan UU
RI No 17 tahun 2007 dalam rangka mewujudkan Indonesia yang aman,
damai, dan bersatu,
BAB III
KONDISI FAKTUAL
7. Kondisi profesionalisme penegakan hukum saat ini.
Secara umum, profesionalisme penegakan hukum Polri masih
belum optimal yang ditandai dengan masih banyaknya kasus-kasus
dalam penegakan hukum yang bertolak belakang dengan
profesionalisme seperti pelanggaran hukum, moral, dan kode etik
profesi di kalangan anggota Polri. Pelanggaran hukum oleh anggota
Polri merupakan kasus yang mencederai profesionalisme Polri sebagai
penegak hukum.
6
Dalam kaitannya dengan penanganan perkara, profesionalisme
Polri masih ditandai pula dengan berbagai kasus yang mengganggu
profesionalisme, seperti masih lamanya penanganan perkara, adanya
pungutan pada saat berperkara, dan sebagainya.
Hambatan utama dalam mewujudkan profesionalisme Polri
adalah kultur atau budaya Polri yang masih menunjukkan sisa-sisa
budaya orde baru yang militeristik. Secara khusus, profesionalisme Polri saat ini
dilihat dari ciri profesionalisme adalah:
a. Dari segi kewenangan, Polri telah memiliki kewenangan yang otonom dalam bidang
penegakan hukum, tetapi otonomi yang diberikan masih seringkali
disalahgunakan oleh sebagai anggotanya sehingga mengurangi profesionalisme
Polri.
b. Dari segi kompetensi dan kemampuan fungsi, Polri belum sepenuhnya memiliki
kompetensi, termasuk dalam fungsi-fungsi Polri. Kompetensi Polri yakni
memiliki pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat dalam
bidang Kepolisian masih rendah yang dibuktikan dengan masih banyaknya kasus-
kasus pelanggaran hukum yang belum terungkap serta masih banyaknya anggota
yang melakukan pelanggaran disiplin bahkan pelanggaran hukum.
c. Dari segi basis ilmu pengetahuan, Polri belum sepenuhnya didukung oleh ilmu
pengetahuan dan teknologi mutakhir sehingga banyak tindak kejahatan yang
menggunakan modus baru dengan teknologi informasi mutakhir belum dapat
dituntaskan.
d. Dari segi kode etik profesi, masih terjadi pelanggaran kode etik oleh aparat penegak
hukum itu sendiri yang mengurangi tingkat profesionalisme penegakan hukum
Polri secara keseluruhan.
BAB IV
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
8. Faktor Eksternal.
a. Peluang.
7
1) Dukungan DPR terhadap penegakan hukum yang
profesional.
2) Komitmen pemerintah yang tinggi terhadap penegakan
hukum.
3) Harapan masyarakat yang besar terhadap penegakan
hukum yang profesional.
4) Terbukanya kerja sama internasional untuk meningkatkan
profesionalisme Polri.
b. Kendala.
1) Dukungan DPR terbatas pada dukungan politis.
2) Komitmen pemerintah seringkali bersifat pragmatis
terhadap hal yang menguntungkan citra politis
pemerintah.
3) Dukungan masyarakat tidak disertai dengan kesadaran
terhadap hukum.
4) Kerja sama dengan luar negeri seringkali bermuatan
politis.
9. Faktor Internal.
a. Kekuatan.
1) Anggota Polri cukup besar dengan rasio 1:601.
2) Anggaran Polri termasuk penegakan hukum cukup besar
Rp 27,1 T/ tahun.
3) Sarpras Polri untuk penegakan hukum masih cukup
memadai.
4) Polri memiliki sismet penegakan hukum yang baku.
b. Kelemahan.
1) Masih adanya anggota Polri yang kurang memiliki
kompetensi.
2) Anggaran untuk peningkatan profesionalisme masih
kurang.
3) Sarpras pelatihan profesi masih kurang.
4) Sismet bagi penegakan hukum masih konvensional.
8
BAB V
KONDISI YANG DIHARAPKAN
10. Analisis scenario learning
a. Focal Concern (FC) adalah kondisi Penegakan hukum 2014.
b. Driving Force (DF) terhadap Penegakan hukum 2014 antara lain:
DPR, Pemerintah, anggota Polri, masyarakat, luar negeri,
ekonomi, politik, sosial, dan budaya.
c. Hubungan antar DF tampak pada gambar di bawah ini:
d. Driving Force yang paling berpengaruh terhadap kondisi
penegakan hukum adalah pemerintah dan anggota Polri.
BUDAYA
PENEGAKKANHUKUM2014 ANGGOTA
POLRI
PEMERIN-TAH
SOSIAL
POLITIK
EKONOMI
MASYARAKAT
DPRLUARNEGERI
PEMERINTAH
PEMERINTAH
ANGGOTA POLRIANGGOTA POLRI
KUADRAN IKUADRAN III
KUADRAN IIKUADRAN IV
+
+
-
-
9
e. Matrik skenario Penegakan hukum tahun 2014
f. Ciri kunci setiap scenario:
1) Pemerintah
a) Positif
(1) Pemerintah mendukung penuh penegakan hukum
(2) Pemerintah menyediakan anggaran penegakan hukum
(3) Pemerintah memberikan contoh penegakan hukum
(4) Pemerintah konsisten dengan kebijakannya
b) Negatif
(1) Pemerintah tidak peduli terhadap penegakan hukum
(2) Pemerintah menyediakan anggaran yang kurang pada
penegakan hukum
(3) Pemerintahan koruptif
(4) Pemerintah tidak konsisten dengan kebijakannya
2) Anggota Polri
a) Positif
10
(1) Memiliki kompetensi yang tinggi dalam penegakan hukum
(2) Memiliki disiplin yang tinggi
(3) Memiliki rasa pengabdian yang tinggi
(4) Konsisten menjalankan kode etik Polri
b) Negatif
(1) Kurang kompetens
(2) Kurang disiplin
(3) Rasa pengabdian rendah
(4) Tidak konsisten menjalankan kode etik
g. Simbol frase
Kuadran I : SEHAT
Kuadran II : SAKIT
Kuadran III : RAWAT INAP
Kuadran IV : COMA
h. Narasi scenario
SEHAT
Penegakan hukum tahun 2014 didukung oleh pemerintah yang memiliki
komitmen kuat terhadap penegakan hukum didukung oleh kemampuan aparat
Polri sebagai penegak hukum yang profesional, modern, dan bermoral. Penegakan
hukum di Indonesia bagaikan seorang manusia yang sehat dan berdiri dengan
tegap, kokoh, dan kuat.
SAKIT
Penegakan hukum tahun 2014 didukung oleh pemerintah yang tidak memiliki
komitmen dan aparat Polri sebagai penegak hukum yang kurang profesional dan
kurang mengindahkan moralitas. Penegakan hukum di Indonesia bagaikan orang
yang sakit berdiri terhuyung-huyung dengan badang yang bungkuk, muka
meringis menahan sakit.
RAWAT INAP
Penegakan hukum tahun 2014 dibawah pemerintah yang kurang peduli terhadap
penegakan hukum, aparat penegak hukum tidak profesional dan menjadi bagian
dari pelaku pelanggaran hukum, karena itu hukum makin jauh dari keadilan,
rakyat teraniaya dan tidak ada perlindungan hukum. Penegakan hukum di
Indonesia bagaikan orang yang sakit parah tergolek lemah di rumah sakit, tidak
dapat berdiri, dan makanan pun hampir tak bisa masuk.
11
COMA
Penegakan hukum tahun 2014 tidak diperhatikan sama sekali oleh pemerintah
karena pemerintahan diisi oleh para pelanggar hukum, aparat penegak hukum pun
menjadi bagian utama dari para pelanggar hukum. Penegakan hukum hanya ada
dalam sejarah, masyarakat menggunakan hukum rimba, saling hantam dan saling
rampok, yang kuat menang dan yang lemah menjadi budak. Penegakan hukum di
Indonesia bagaikan orang yang sakit parah dan siap dikuburkan.
11. Profesionalisme penegakan hukum yang diharapkan
Penegakan hukum yang diharapkan adalah penegakan hukum yang
didukung oleh pemerintah yang memiliki komitmen kuat terhadap penegakan hukum
didukung oleh kemampuan aparat Polri sebagai penegak hukum yang profesional,
modern, dan bermoral. Penegakan hukum yang dimaksud adalah
penegakan hukum yang sesuai dengan rasa keadilan masyarakat.
Keadilan berkaitan dengan hukum yang tegak dan kesamaan untuk
semua orang di depan hukum (equality before the law). Polisi sebagai
penegak hukum mampu menegakkan dan mengayomi hukum yang
berlaku untuk semua warga Negara dan untuk semua strata social
masyarakat. Secara khusus penegakan hukum yang diharapkan
adalah:
a. Penegakan hukum yang dilakukan secara profesional dan
proporsional, yakni penegakan hukum yang ditangani
berdasarkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan yang
sesuai dengan kaidah-kaidah hukum, peraturan perundang-
undang, serta kode etik, dan sikap profesional penegak hukum.
Penegakan hukum yang proporsional adalah penegakan hukum
yang berlangsung secara obyektif, lepas dari kepentingan
perorangan, golongan, atau politik.
b. Penegakan hukum yang bertumpu pada supremasi hukum, yaitu
penegakan hukum yang diarahkan kepada tegaknya hukum
tanpa kecuali, serta menjunjung tinggi supremasi hukum. Hukum
diletakkan sebagai pedoman dan dasar tindakan yang dihormati
semua orang, baik penegak hukum maupun warga negara pada
umumnya.
12
c. Penegakan hukum yang menjunjung tinggi HAM, yakni
penegakan hukum yang menjunjung tinggi hak-hak dan nilai-nilai
kemanusiaan yang universal.
d. Penegakan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan kepada
publik (Akuntabilitas).
e. Penegakan hukum yang bebas dari KKN.
f. Penegakan hukum yang jujur dan adil.
BAB VI
UPAYA PEMECAHAN MASALAH
12. Visi
Terwujudnya profesionalisme Polri guna membangun supremasi
hukum dalam rangka pembangunan hukum
13. Misi
a. Mewujudkan personil Polri sebagai penegak hukum yang
memiliki pengetahuan dan wawasan ilmu pengetahuan dalam
bidang hukum dan penegakannya.
b. Mewujudkan personil Polri sebagai penegak hukum yang
memiliki keterampilan teknis penegakan hukum sesuai dengan
hukum dan HAM.
c. Mewujudkan personil Polri sebagai penegak hukum yang
memiliki sikap etis dan bermoral
d. Mewujudkan personil Polri sebagai penegak hukum yang
komitmen terhadap hukum dan HAM
e. Mewujudkan personil Polri sebagai penegak hukum yang
memiliki minat dalam mengembangkan kemampuan profesinya.
14. Tujuan
a. Terwujudnya personil Polri sebagai penegak hukum yang
memiliki pengetahuan dan wawasan ilmu pengetahuan dalam
bidang hukum dan penegakannya.
13
b. Terwujudnya personil Polri sebagai penegak hukum yang
memiliki keterampilan teknis penegakan hukum sesuai dengan
hukum dan HAM.
c. Terwujudnya personil Polri sebagai penegak hukum yang
memiliki sikap etis dan bermoral
d. Terwujudnya personil Polri sebagai penegak hukum yang
komitmen terhadap hukum dan HAM
e. Terwujudnya personil Polri sebagai penegak hukum yang
memiliki minat dalam mengembangkan kemampuan profesinya.
15. Sasaran
a. Terselenggaranya pendidikan Polri yang berkualitas
b. Terselenggaranya rekrutmen angota Polri yang transparan dan
obyektif
c. Terselenggaranya sarana pembinaan kompetensi anggota Polri
d. Terselenggaranya pembinaan etika dan moral anggota Polri
e. Terselenggaranya remunerasi bagi anggota Polri
16. Kebijakan
a. Meningkatkan sistem karier personil Polri secara adil
b. Meningkatkan kemampuan sarana prasarana pendukung tugas
penegakan hukum
c. Meningkatkan anggaran penegakan hukum
d. Meningkatkan kemampuan penyelidikan dan penyidikan
e. Meningkatkan kerja sama lintas sektoral dan luar negeri dalam
penegakan hukum
17. Strategi
a. Analisis EFAS
Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap strategi Polri adalah DPR,
pemerintah, masyarakat, dan hubungan luar negeri yang
masing-masing memiliki bobot dan rating sebagaimana tampak
pada tabel betrikut:
Tabel 1
EKSTERNAL FACTOR ANALYSIS STRATEGIC (EFAS)
N FAKTOR-FAKTOR BOBO RATIN BOBOT KOMENTA
14
O STRATEGI EKSTERNAL T0,0-1,0
G1-9
X RATIN
G
R
PELUANG1 Dukungan DPR terhadap
penegakan hukum yang profesional
0,20 6 1,20
2 Komitmen pemerintah yang tinggi terhadap penegakan hukum
0,10 5 0,50
3 Harapan masyarakat yang besar terhadap penegakan hukum yang profesional
0,10 4 0,40
4 Terbukanya kerja sama internasional untuk mening-katkan profesionalisme Polri
0,10 4 0,40
KENDALA1 Dukungan DPR terbatas
pada dukungan politis0,20 4 0,80
2 Komitmen pemerintah sering-kali bersifat pragmatis terha-dap hal yang menguntungkan citra politis pemerintah
0,15 5 0,75
3 Dukungan masyarakat tidak disertai dengan kesadaran terhadap hukum
0,10 5 0,50
4 Kerja sama dengan luar negeri seringkali bermuatan politis
0,05 4 0,20
TOTAL 1,00 4,75
b. Analisis IFAS
Faktor yang berpengaruh terhadap secara Internal diidentifikasi
dalam empat kelompok yakni SDM, anggaran, sarana dan
prasarana, sistem dan metode, sebagai kekuatan dan kelemahan
sebagaimana dijelaskan pada tabel berikut:
Tabel 2
INTERNAL FACTOR ANALYSIS STRATEGIC (IFAS)
NO FAKTOR-FAKTOR STRATEGI INTERNAL
BOBOT
RATING
BOBOT X
RATIN
KOMENTAR
15
0,0-1,0
1-9 G
KEKUATAN
1 Anggota Polri cukup besar dengan rasio 1:601
0,20 6 1,20
2 Anggaran Polri termasuk penegakan hukum cukup besar Rp 27,1 T/ tahun
0,10 7 0,70
3 Sarpras Polri untuk penegakan hukum masih cukup memadai
0,10 5 0,50
4 Polri memiliki sismet penegakan hukum yang baku
0,10 5 0,50
KELEMAHAN
1 Masih adanya anggota Polri yang kurang memiliki kompetensi
0,15 5 0,75
2 Anggaran untuk peningkatan profesionalisme masih kurang
0,15 6 0,90
3 Sarpras pelatihan profesi masih kurang
0,10 3 0,30
4 Sismet bagi penegakan hukum masih konvensional
0,10 3 0,30
TOTAL 1,00 5,15
Berdasarkan perhitungan EFAS-IFAS tersebut di atas, maka posisi
Polri di tengah-tengah pesaingnya tampak pada matrik di bawah
ini:
PELUAN
5,15 0639
16
1 Growth
Konsentrasi
melalui integrasi
vertikal
2 Growth
Konsentrasi melalui
integrasi horizontal
3 Retrechment
Penghematan
4 Carefully5 a Growth
Konsentrasi integrasi
horizontal
5 b Stability
Tidak melakukan
perubahan
6 Captive
Keterikatan
7 Growth
Diversifikasi
Konsentrik
8 Growth
Diversifikasi
konglomerasi
9 Retrechment
Likwidasi
Berdasarkan matrik di atas dapat dilihat bahwa total skor IFAS (5,15) dan EFAS
(4,75), posisi organisasi berada pada kolom kuadran Vb yaitu pertumbuhan melalui
integrasi horizontal, artinya strategi peningkatan profesionalisme
penegakan hukum masih dalam pertumbuhan strategi konsentrasi melalui
integrasi horizontal. Ini berarti bahwa kunci utama strategi ini adalah adalah
konsolidasi organisasi secara horizontal, dengan tujuan utama membangun kerja
sama dengan pihak lain agar kebijakan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Dengan
demikian pada strategi ini tidak ada perubahan arah kebijakan atau strategi yang telah
ada karena tidak akan memperoleh keuntungan apapun, tetapi mengimplementasikan
kebijakan melalui implementasi strategi.
Berdasarkan matrik tersebut di atas, organisasi yang berada pada sel ini, kunci
kegiatan utama yang dapat dilakukan antara lain:
1) Meningkatkan kualitas personal organisasi, yaitu anggota Polri bidang
Reskrim dan PNS Polri.
2) Mengembangkan organisasi melalui kerja sama dengan organisasi lain, seperti
kejaksaan, pengadilan, dan PPNS.
3) Memperluas kegiatan operasional di berbagai bidang yang berkaitan langsung
maupun tidak langsung dengan masalah penegakan hukum.
Hasil analisis EFAS-IFAS di atas menunjukkan pula bahwa faktor internal lebih
besar dari faktor eksternal. Ini berarti bahwa membangun grand Strategi
PELUAN
TINGGIS
EDANG
RENDAH
6
3
0SUMBER DAYA INTERNAL
4,75
17
memecahkan masalah profesionalisme penegakan hukum berbentuk
diversifikasi, yakni Polri harus menggunakan kekuatan yang ada serta
menghindarkan kendala dengan melakukan kerja sama dengan berbagai pihak
yang terlibat dalam memecahkan masalah profesionalisme penegakan
hukum.
c. Analisis SFAS
Untuk menyusun strategi peningkatan profesionalisme Polri
sebagai penegak hukum digunakan analisis SFAS sebagai
berikut:
Tabel 3
SUMMARY FACTOR ANALYSIS STRATEGIC (SFAS)
NO
FAKTOR STRATEGI
KUNCI
BOBOT
RATING
SKOR
JANGKA WAKTU
JP JM JP1 Peningkatan kerja
sama dalam dan luar negeri secara aktif
0,15 4 0,60 X
2 Peningkatan pengetahuan dan pemahaman personil Polri
0,10 2 0,20 X
3 Peningkatan anggaran pendidikan dan pelatihan
0,10 3 0,30 X
4 Peningkatan sarana dan prasarana pendidikan Kepolisian
0,15 2 0,30 X
5 Peningkatan kemam-puan kerja sama dengan masyarakat dalam mencegah kejahatan
0,15 3 0,45 X
6 Peningkatan wawasan hukum dan HAM
0,15 3 0,45 X
7 Peningkatan kesejahteraan anggota
0,10 4 0,40 X
18
8 Peningkatan sikap professional personil Polri
0,05 5 0,20 X
9 Peningkatan minat personil Polri dalam bidang penegakan hukum
0,05 4 0,20 X
TOTAL 1,00
Berdasarkan perhitungan SFAS di atas, setrategi Polri dalam
peningkatan profesionalisme penegakan hukum sebagai berikut:
a. Strategi Jangka Pendek (1-2 tahun)
1) Peningkatan pengetahuan dan pemahaman personil Polri
dalam bidang penegakan hukum
2) Peningkatan sikap professional personil Polri sebagai
penegak hukum
3) Peningkatan minat personil Polri dalam bidang penegakan
hukum
b. Strategi Jangka Sedang (2-3 tahun)
1) Peningkatan anggaran pendidikan dan pelatihan
2) Peningkatan sarana dan prasarana pendidikan Kepolisian
3) Peningkatan kesejahteraan anggota
c. Strategi Jangka Panjang (4-5 tahun)
1) Peningkatan kerja sama dalam dan luar negeri secara aktif
2) Peningkatan kemampuan kerja sama dengan masyarakat
dalam mencegah kejahatan
3) Peningkatan wawasan hukum dan HAM
18. Implementasi
Implementasi strategi dilakukan dengan pengaturan manajemen sebagai berikut:
a. Implementasi program jangka pendek
1) Peningkatan pengetahuan dan pemahaman personil Polri
19
a) Menyelenggarakan pendidikan dan latihan untuk
meningkatkan pengetahuan hukum dan HAM bagi penyidik
Polri
b) Menyertakan materi hukum dan HAM pada kurikulum
pendidikan dan latihan di lingkungan Polri
c) Menyelenggarakan pendidikan bagi anggota bekerja sama dengan
perguruan tinggi
2) Peningkatan sikap professional personil Polri
a) Melaksanakan pelatihan bagi pembentukan sikap professional
personil Polri pada semua fungsi Kepolisian
b) Melaksanakan pembinaan sikap professional personil Polri pada
semua fungsi Kepolisian
c) Melaksanakan pembinaan profesi dengan mensosialisasikan kode
etik profesi Polri kepada semua anggota Polri
3) Peningkatan minat personil Polri dalam bidang Kepolisian
a) Melaksanakan penyaluran minat personil dengan menyediakan
informasi dalam bentuk buku-buku kepustakaan
b) Melaksanakan penyaluran minat personil untuk mendalami fungsi-
fungsi Kepolisian secara khusus dan mendalam
c) Melaksanakan jenjang karier berdasarkan minat anggota
b. Implementasi program jangka sedang
1) Peningkatan anggaran pendidikan dan pelatihan
a) Menyediakan anggaran pelatihan profesi bagi personil Polri
b) Menyediakan anggaran operasional pelatihan profesi
c) Meningkatkan anggaran bagi lemdik Polri
2) Peningkatan sarana dan prasarana pendidikan Kepolisian
a) Menyediakan sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan
profesi
b) Menyediakan sarana dan prasana pada lembaga pendidikan dan
latihan di lingkungan Polri
c) Menyediakan alat utama yang modern
3) Peningkatan kesejahteraan anggota
20
a) Melaksanakan kenaikan gaji anggota Polri
b) Melaksanakan kenaikan remunerasi bagi anggota Polri yang
berprestasi
c) Membantu anggota dalam memperoleh perumahan tempat tinggal
c. Implementasi program jangka panjang
1) Peningkatan kerja sama dalam dan luar negeri secara aktif
a) Melaksanakan koordinasi dan kerja sama dengan instansi lain
seperti Dephukham, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung
b) Melaksanakan peningkatan kerja sama Kepolisian secara bilateral
untuk meningkatkan profesionalisme Polri
c) Melaksanakan kerja sama secara multilateral untuk meningkatkan
profesioanlisme Polri
2) Peningkatan kemampuan kerja sama dengan masyarakat
dalam mencegah kejahatan
a) Melaksanakan peningkatan kemampuan komunikasi
petugas Polmas dengan masyarakat
b) Melaksanakan peningkatan kemampuan pembinaan
masyarakat bagi petugas Polmas
c) Melaksanakan peningkatan kemampuan anggota
dalam pemberdayaan masyarakat
3) Peningkatan wawasan hukum dan HAM
a) Mendorong anggota untuk melanjutkan pendidikan di
Lemdik Polri maupun di luar
b) Menyediakan bantuan pendidikan bagi anggota yang
melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi
c) Memberikan reward bagi anggota Polri yang telah
menyelesaikan pendidikannya.
22
BAB V II
PENUTUP
19. Kesimpulan
a. Profesionalisme penegakan hukum Polri saat ini masih belum
optimal yang ditandai dengan masih banyaknya kasus-kasus
dalam penegakan hukum yang bertolak belakang dengan
profesionalisme seperti pelanggaran hukum, moral, dan kode
etik profesi di kalangan anggota Polri. Pelanggaran hukum oleh
anggota Polri merupakan kasus yang mencederai
profesionalisme Polri sebagai penegak hukum.
b. Penegakan hukum yang diharapkan adalah penegakan hukum yang
didukung oleh pemerintah yang memiliki komitmen kuat terhadap penegakan
hukum didukung oleh kemampuan aparat Polri sebagai penegak hukum yang
profesional, modern, dan bermoral. Penegakan hukum yang dimaksud
adalah penegakan hukum yang sesuai dengan rasa keadilan
masyarakat. Keadilan berkaitan dengan hukum yang tegak dan
kesamaan untuk semua orang di depan hukum (equality before
the law).
c. Strategi peningkatan profesionalisme Polri sebagai penegak
hukum guna membangun supremasi hukum dalam rangka
penegakan hukum dilakukan dengan mengembangkan visi, misi,
tujuan, sasaran, dan strategi jangka pendek, sedang, dan
panjang yang diimplementasikan dalam bentuk program
menyangkut: Peningkatan pengetahuan dan pemahaman
personil Polri dalam bidang penegakan hukum, Peningkatan
sikap professional personil Polri, Peningkatan minat personil Polri
dalam bidang penegakan hukum, Peningkatan anggaran
pendidikan dan pelatihan, Peningkatan sarana dan prasarana
pendidikan Kepolisian, Peningkatan kesejahteraan anggota,
Peningkatan kerja sama dalam dan luar negeri secara aktif,
Peningkatan kemampuan kerja sama dengan masyarakat dalam
mencegah kejahatan, dan Peningkatan wawasan hukum dan
HAM.
23
20. Rekomendasi
Dalam rangka mencapai RPJM 2010-2014 dalam kaitan
penegakan hukum, maka disarankan kepada Kapolri untuk
mempercepat proses reformasi birokrasi Polri dan akselerasi program
quick wins dengan meningkatkan kualitas anggota Polri di bidang
Reskrim melalui peningkatan kemampuan dalam mengungkap
kejahatan di bidang IT (cybercrime) dan kejahatan antar negara
(transnasionalcrime) yang dipredikasi akan mendominasi modus
kejahatan pada masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Atmasasmita, R; (2005) Menata kembali masa depan pembangunan hukum Nasional, Jakarta: BPHN
Djamin, Awaloedin, dkk (1995), Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung: Sanyata Sumanasa Wira Sespim Polri
Dessler Gary (1997) Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Prenhallindo
Rahardjo, Satjipto (2002) Polisi Sipil dalam Perubahan Sosial di Indonesia, Jakarta: Penerbit Buku kompas
-----------------, (1993) Polisi Pelaku dan Pemikir, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Suparlan Parsudi (2004) Bunga Rampai Ilmu kepolisian Indonesia, Jakarta:Yayasan Pengenbangan Kajian Ilmu Kepolisian
Kunarto dan Anton Tabah (1995) Polisi: Harapan dan Kenyataan, Jakarta: CV Sahabat
Rangkuti F, (2000), Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Undang-undang No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
Usamah Hisyam (2001) Antara Kekuasaan dan Profesionalisme, Jakarta: Dharmapena