Nilai vernakular kampung ulu-palembang-rangga-2014
-
Upload
rangga-lail -
Category
Design
-
view
248 -
download
2
description
Transcript of Nilai vernakular kampung ulu-palembang-rangga-2014
1
NILAI VERNAKULAR KAMPUNG KOTA
( Studi Kasus Pemukiman Kampung Ulu Sekitar Sungai Musi, Kota Palembang) Rangga Firmansyah
Program Studi S2 Arsitektur Dan Perancangan, Fakultas teknik,UGM,Yogyakarta
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Kota Palembang secara geografis terbagi dua oleh sungai Musi menjadi daerah Seberang
Ilir dan Seberang Ulu adalah suatu dataran rendah yang daerahnya dipengaruhi genangan air.
Sebagai kota tua, beberapa peninggalan penting yang terdapat di seluruh wilayah kota berupa
rumah tradisional Palembang yang mempunyai tipikal Limas. Kondisi geografis kawasan
memiliki pengaruh terhadap bentuk rumah di kawasan Kampung Ulu palembang, meliputi aspek
arsitektur, konstrusksi, bahan bangunan dan filosofi. Walaupun beberapa tipe rumah tradisional
memiliki bentuk rumah panggung, tetapi masing-masing tipe rumah memiliki perbedaan sistem
struktur yang adaptif terhadap lingkungan sekitarnya.
Kata kunci: Pemukiman, Kampung Kota, Bahan Bangunan, Iklim , Tipologi
Palembang have geographically divided into two by the Musi river area and Seberang Ulu Seberang
Ilir is a lowland area affected puddles. As an old city, Palembang has a number of important relics contained
in the entire area of the city of Palembang in the form of traditional houses that have a typical Limas. The
geographical condition of the region have an influence on the form of a house in Kampung Ulu Palembang
region, covering aspects of architecture, konstrusksi, building materials and philosophies. Although some
types of traditional houses have a house on stilts, but each house has a different type of adaptive structure
systems against the surrounding environment.
Keywords: Settlement, Kampung Kota, Building Materials, Climate, Typology.
PENDAHULUAN
Pada masa Kearajaan Kesultanan
Palembang Darussalam (abad 16-19)
diberlakukan peraturan bahwa bahagian hilir
Palembang, dimana keraton berada,
diperuntukkan untuk warga Palembang.
Sedangkan orang asing bukan warga
Palembang berada dibagian seberang keraton
yang disebut bahagian Ulu Palembang.
Keadaan ini setidaknya masih berlaku
sampai masa Sultan Mahmud Badaruddin II,
dimana Pabrik Belanda berada di seberang
Ulu, yaitu Sungau Aur, rakit-rakit Tionghoa
sebgai gudang dan warung perdagangan
yang berada di seberang Ulu. Terdapat
beberapa rumah priyai Palembang di
seberang Ulu, setelah diijinkan bertempat
tinggal disana. 1 Dengan kondisi Topografi
1 Djohan Hanafiah, Palembang sebagai Ajang Pertemuan Aneka
Macam Kebudayaan dalam Dimensi Waktu, makalah yang
disampaikan pada Lokakarya Nasional Pengajaran Arsitektur
2
tanah relatif datar dan rendah. Hanya
sebagian kecil wilayah kota yang tanahnya
terletak pada tempat yang agak tinggi, yaitu
pada bagian utara kota. Sebagian besar tanah
adalah daerah berawa sehingga pada saat
musim hujan daerah tersebut tergenang.2
KAJIAN PUSTAKA
Rumah Limas
Temuan pemaknaan pada rumah limas3,
dengan 22 sampel rumah Limas di sepanjang
tepian sungai Musi tepatnya daerah 2 Ulu, 3
Ulu, 7 Ulu, 9 Ulu, 10 Ulu, 11 Ulu, 13 Ulu, 14
Ulu,d an kelurahan Karang Anyar, berupa;
1) Orientasi sungai musi (hulu-hilir),
dengan wujud penyesuaian bangunan
menghadap atau membelakangi Sungai.
2) Orientasi Vertikal, yaitu pada bagian
penutup atap berupa belahan bambu
yang disusun berkaitan, soko Limas
tanpa sambungan.
3) Orientasi kiblat/Barat, dengan posisi
Tiang Iman sebagai ting utama yang
pertama kali ditanam.
4) Orientasi kanan-kiri, dengan
menempatkan posisi Puade disisi kanan
rumah dengan orientasi arah Kiblat/barat,
lubang pembuangan air jenazah selalu
berada di sisi kiri Rumah dengan
orientasi arah hadap rumah, dan lawang
6, kerjasama LSAI dan Jurusan Arsitektur STT Musi
Palembang, 2001. 2 http://id.wikipedia.org/wiki/Palembang 3 Kiagus Firmansyah, Pemaknaan Rumah Limas, Tesis,
Program Studi Teknik Arsitektur UGM, Yogyakarta, 2003
Burotan sebagai pintu alternatif dengan
jumlah dua untuk menghindari
berpapasan antara sirkulasi masuk dan
keluar.
Rumah Limas merupakan salah satu tipe
rumah tradisional di Kota Palembang yang
memiliki nilai arstektur lebih tinggi
dibandingkan rumah tradisional lainnya di
Kota Palembang.4 Rumah limas mempunyai
nilai-nilai filosofi yang dikaitkan dengan
bentuk arsitektur, detail konstruksi, ornamen
dan fungsi bangunan dan tata ruang.
Kampung kota
Pengertian kampung kota dalam
kamus tata ruang adalah kelompok
perumahan yang merupakan bagian kota
yang mempunyai kepadatan penduduk yang
tinggi, mengandung arti perumahan yang
dibangun secara tidak formal (mengikuti
ketentuan-ketentuan kota yang
bersangkutan), kurang sarana dan prasarana,
kampung kota dihuni sangat padat dan
cenderung semakin padat, sehingga
kesehatan merupakan masalah utama. 5
Permukiman kampung kota dapat
juga dikatakan sebagai permukiman
vernakular mengacu kepada Free
Encyclopedia Wikidpedia (2009) yang
4 Ari Siswanto, dkk, Rumah Limas, ”Mengungkap Aspek
Konstruksi, Bahan Bangunan, Detail dan Filosofi dengan
Pendekatan Arsitektur”, Lembaga Penelitian Universitas
Sriwijaya, Palembang 1997. 5 Sri Handayani, Penerapan Metode Penelitian Participatory
Research Apraisal Dalam Penelitian Permukiman Vernakular
(Permukiman Kampung Kota), Dimuat dalam prosiding
Seminar Nasional Penelitian Arsitektur – Metoda dan
Penerapannya Seri 2, UNDIP Semarang, 2009
3
mendefinisikan istilah arsitektur vernakular
sebagai terminologi akademik untuk
mengkategorikan struktur yang dibangun di
luar tradisi akademik, termasuk di dalamnya
variasi yang luas meliputi berbagai
bangunan dengan berbagai fungsi.
Aspek-aspek yang mendasari kajian
Arsitektur Vernakular6 antara lain meliputi;
1) budaya-tanda
2) lingkungan
3) bahan teknik bangunan
4) service
5) proses produksi
6) bentuk simbol-dekorasi
7) tipologi, serta
8) kegunaan-fungsinya
Amos Rapoport menjelaskan bahwa
bentuk rumah dipengaruhi oleh budaya
setempat, material yang digunakan,
konstruksi dan pengaruh iklim.7
Bahan dan Teknologi Bahan
Rumah merupakan bentuk dari
adaptasi manusia dengan alam dan tempat
beraktivitas, hal ini dijelaskan oleh Triyanto8,
bahwa manusia hidup dan menyatu dengan
alam dalam mencari makan, minum
sekaligus mencari perlindungan, apakah itu
gangguan dari binatang buas, angin ribut,
6 Paul, Oliver, Encyclopedia of Vernacular Architecture of The
World, USA/Melbourne, Australia, Cambridge University
Press, 1997. 7 Rapoport, A. House Form and Culture, Englewood Ckiffs.
NJ:Prentice Hall, 1969. 8 Triyanto, ”Makna Ruang dan Penataannya Alam Arsitektur
Rumah Kudus”, Penerbit Kelompok Studi Mekar,
Semarang,2001
hujan dan lambat laun manusia merasa ia
perlu melindungi dirinya dari gangguan
alam tersebut.
Menurut Frick 9 , bahan bangunan
alami ada yang bersifat aorganik seperti batu
alam, tanah liat, tas), sementara yang organik
seperti kayu, bambu, dan daun. Adanya
kaitan antara pemilihan bahan dengan
pengaturan suhu, dapat digali lebih jauh
kemungkingan penyebab pemilihan bahan
yang ada dilokasi penelitian yakni kampung
Ulu yang berdekatan dengan sungai Musi
serta serta tanah berawa yang dipengaruhi
genangan pasang surut air.
Sementara menurut Paul (1995),
mengenai bahan bangunan merupakan
elemen utama dalam pembuatan bangunan.
Pendekatan material dan bahan bangunan ini
dapat dilakukan untuk melihat karateristik
arsitektur vernakular, sebagai bentuk nilai
estetis maupun simbol, nilai budaya lokal
setempat. Di lapangan penulis mengkaitkan
unsur-unsur bahan yang diterapkan dan
kemudian menjadi bahan pertimbangan
dalam pengamatan lapangan.
Tipologi (typologies)
Penulis mengambil kategorisasi tipologi
bangunan di kampung Ulu dengan adaptasi
terhadap kondisi tanah rawa pasang surut,
bentuk panggung di lokasi pinggir sungai,
serta bagaimana bentuk, spasial dan struktur
9 Frick, Heinx, Koesmartadi, Ilmu Bahan Bangunan, Yogyakarta-
Semarang, Pen. Kanisius-Soegijapranata Press, 1999.
4
banguanan yang diterapkan. Pendekatan
tipologi dapat dilakukan dengan melakukan
kategorisasi dari beberapa unsur/pendekatan
yang dapat ditangkap (secara fenomenologi).
METODE PEMABAHASAN
Melihat kawasan kampung Ulu yang
berkembang dinamis hingga menunjukkan
sebagai kawasan kampung kota, penulis
mengambil metode rasionalistik kualitatif.
Menurut Muhadjir 10 , penelitian kualitatif
dengan pendekatan rasionalistik bertolak
dari landasan teori yang dibangun dari
pemaknaan hasil penelitian terdahulu dan
teori yang dikenal. Kerangka teori yang
digunakan meliputi aspek-aspek vernakular
dengan lingkup bahasan kawasan
pemukiman kampung Ulu sebagai wujud
kampung kota. Sampel kasus penelitian serta
unit informasi yang diambil secara purposif,
didukung data primer secara naturalistik dan
data primer dari penelitian-penelitian yang
mengambil di kawasan yang sama.
Selanjutnya penulis menganalisis fenomena
kawasan pemukiman Kampung Ulu sebagai
wujud kampung kota.
HASIL PEMBAHASAN
10 Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif,
“Pendekatan posistivistik, rasionaliatk, Phenomenologik, dan
Realisme Methapisik Telaah Studi Teks dan Penelitian Agama”,
Rake Sarasin, Yogyakarta. 1993
Sejarah perkembangan Kampung Ulu di
Kota Palembang
Pada masa Kearajaan Kesultanan
Palembang Darussalam (abad 16-19)
diberlakukan peraturan bahwa bahagian hilir
Palembang, dimana keraton berada,
diperuntukkan untuk warga Palembang.
Sedangkan orang asing bukan warga
Palembang berada dibagian seberang keraton
yang disebut bahagian Ulu Palembang.
Saat ini perubahan wajah kawasan
Ulu telah berkembang menjadi kawasan
kampung kota, masyarakat mengenalnya
dengan sebutan Kampung Ulu, walaupun
demikian beberapa pemukiman yang
awalnya ditempati oleh pendatang seperti
Kampung Arab Al Munawar yang terletak d
10 Ulu, Kampung Assegaf 16 Ulu dan
Kampung Kapitan (etnis Tionghoa) masih
dapat kita lihat wujudnya dan membaur
dengan pemukiman masyarakat lainnya.
(lihat Gambar.3, Gambar.4, Gambar.5)
Tatanan Rumah menjawab
kebutuhan lahan sempit.
Pada umumnya masyarakat
kampung Ulu menyesuaikan bentuk
rumahnya dengan kondisi lingkungan
sekitarnya seperti faktor lahan sempit,
orientasi, dan aktivitas mata pencaharian
penduduk setempat. (lihat Gambar.3)
5
Gambar.1 Lokasi Kampung Ulu
Sumber: Data Bappeda, 1998
Gambar.2 Citra Satelit Kota Palembang
Sumber: http://www.id.wikipedia.org
Gambar. 3: Pemukiman Kampung Arab 10 Ulu Palembang
Sumber: Dokumen Pribadi, 2010
Gambar. 4: Pemukiman Kampung Assegaf 16 Ulu Palembang
Sumber: www.google.co.id, 2010
Gambar. 5: Pemukiman Kampung Kapitan
Sumber: http://www.thejakartapost.com/files/images/p19-a-
11.jpg
Gambar.6 : Rumah Panggung daerah Ulu Palembang
Sumber: Dokumen Pribadi, 2010
6
Bentuk rumah dengan panggung
yang tidak begitu tinggi serta tidak ada batas
teritori antar bangunan lain, sehingga antara
satu bangunan dengan bangunan lain
berseberangan dengan jalan pedestrian
menuju ke pemukiman sekitar.
Gambar.7: Rumah Panggung daerah Ulu Palembang
Sumber: Dokumen Pribadi, 2010
Di lahan rawa mereka tetap membuat
konstruksi panggung untuk mengatasi
kondisi pasang surut, bangunan memanjang
yang digunakan untuk enam kepala keluarga,
mereka menggunakan area cuci dan kamar
mandi secara komunal. Pada umumnya
penduduk yang memilih lokasi sungai
membuat hunian dengan bentuk rumah
Gambar.8: Rumah Rakit di pinggir sungai Musi daerah Ulu
Palembang
Sumber: Dokumen Pribadi, 2010
Gambar.9: Rumah Panggung di pinggir sungai Musi daerah
Ulu Palembang
Sumber: Dokumen Pribadi, 2010
Sementara untuk bangunan yang
berada di pinggiran bantaran sungai Musi,
penambahan tangga bagian belakang
langsung dengan bibir sungai, hal ini untuk
memfasilitasi penghuni beraktivitas di sungai
seperti, mandi, mencuci, darn sirukulasi dari
dan menuju perahu (transportasi sungai
pada umumnya). (lihat Gambar.9)
Strategi menyesuaikan dengan iklim
Dengan iklim tropis serta lokasi
pemukiman dekat dengan sungai dan area
tanah rawa pasang surut yang cenderung
panas, sehingga rumah dibuat dengan
banyak membuat bukaan agar udara dapat
masuk kedalam rumah, serta meninggikan
dimensi dinding yang terbuat di lembaran
potongan/susunan kayu lokal.
7
Gambar.6 : Bentuk Bukaan Bagian Depan Rumah
Sumber: Dokumen Pribadi, 2010
Strategi Penggunaan Bahan Bangunan
Lokal
Dari lokasi pengamatan penulis
menemukan ragam bahan bangunan lokal yang
digunakan penduduk di pemukiman Kampung
Ulu, seperti kayu Ungli, kayu gelam, Meranti,
hingga bambu, dan atap daun pohon area.
Gambar.6 : Penggunaan Bahan Lokal
Sumber: Dokumen Pribadi, 2010
KESIMPULAN
Masyarakat kampung Ulu memilih untuk
tetap menggunakan model bangunan Limas
sebagai wujud pemenuhan kebutuhan aktivitas
dan kondisi lahan yang sempit serta berdekatan
dengan bantaran sungai Musi. Selain motif
ekonomi, pemilihan bahan lokal merupakan
penyesuaian terhadap kondisi tropis serta kondisi
alam yang berada di pinggiran sungai dan daerah
pertemuan dataran rawa pasang surut. Hilangnya
penggunaan motif serta ukiran-ukiran yang ada
pada rumah penduduk setempat karena
perubahan persepsi mereka terhadap nilai lokal,
hal ini menunjukkan identitas mereka sebagai
bagian penduduk setempat, dimana daerah Ulu
memiliki beberapa tempat pemukiman pendatang
seperti pemukiman Kampung Arab 10 Ulu,
Kampung Kapiten, dan Kampung Assegaf 16 Ulu.
Kondisi geografis kawasan memiliki pengaruh
terhadap bentuk rumah di kawasan Kampung
Ulu palembang, meliputi aspek arsitektur,
konstrusksi, bahan bangunan dan filosofi.
Walaupun beberapa tipe rumah tradisional
memiliki bentuk rumah panggung, tetapi masing-
masing tipe rumah memiliki perbedaan sistem
struktur yang adaptif terhadap lingkungan
sekitarnya.
8
DAFTAR PUSTAKA
Djohan Hanafiah, Palembang sebagai Ajang Pertemuan Aneka Macam Kebudayaan dalam
Dimensi Waktu, makalah yang disampaikan pada Lokakarya Nasional Pengajaran Arsitektur 6,
kerjasama LSAI dan Jurusan Arsitektur STT Musi Palembang, 2001.
http://id.wikipedia.org/wiki/Palembang
Kiagus Firmansyah, Pemaknaan Rumah Limas, Tesis, Program Studi Teknik Arsitektur UGM,
Yogyakarta, 2003
Ari Siswanto, dkk, Rumah Limas, ”Mengungkap Aspek Konstruksi, Bahan Bangunan, Detail dan
Filosofi dengan Pendekatan Arsitektur”, Lembaga Penelitian Universitas Sriwijaya, Palembang 1997.
Sri Handayani, Penerapan Metode Penelitian Participatory Research Apraisal Dalam Penelitian
Permukiman Vernakular (Permukiman Kampung Kota), Dimuat dalam Prosiding Seminar Nasional
Penelitian Arsitektur – Metoda dan Penerapannya Seri 2, UNDIP Semarang, 2009
Paul, Oliver, Encyclopedia of Vernacular Architecture of The World, USA/Melbourne, Australia,
Cambridge University Press, 1997.
Rapoport, A. House Form and Culture, Englewood Ckiffs. NJ:Prentice Hall, 1969.
Triyanto, ”Makna Ruang dan Penataannya Alam Arsitektur Rumah Kudus”, Penerbit Kelompok
Studi Mekar, Semarang,2001
Frick, Heinx, Koesmartadi, Ilmu Bahan Bangunan, Yogyakarta-Semarang, Pen. Kanisius-
Soegijapranata Press, 1999.
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, “Pendekatan posistivistik, rasionaliatk,
Phenomenologik, dan Realisme Methapisik Telaah Studi Teks dan Penelitian Agama”, Rake Sarasin,
Yogyakarta. 1993