NIlai Pancasila pada masa orde baru

download NIlai Pancasila pada masa orde baru

of 14

description

Pancasila pada masa orde baru

Transcript of NIlai Pancasila pada masa orde baru

  • TUGAS V

    PANCASILA

    Oleh :

    Kelompok 5

    Desak Putu Siska Dewi 1004505008

    Putu Gede Aditya Pradiptayana 1004505010

    Adi Ferliyanto Waruwu 1004505021

    I Komang Arya Sentana Budi 1004505027

    Nyoman Agus T Surya K 1004505028

    Ni Komang Surya Cahyani Putri 1004505029

    Ketut Yudhi Mahartha 1004505030

    JURUSAN TEKNOLOGI INFORMASI

    FAKULTAS TEKNIK

    UNIVERSITAS UDAYANA

    2013

  • 1. Secara sederhana, masa pemerintahan Soeharto (1966-1998) dapat dibagi

    atas tiga periode yang masing-masing terdiri dari sekitar satu dekade

    (batasnya sebetulnya tidak terlalu tegas). Masa tersebut terdiri atas masa

    awal, masa perkembangan/kejayaan, dan akhirnya masa

    penurunan/kejatuhan.

    Dalam periode pertama, Soeharto yang pada mulanya diragukan banyak

    orang untuk memimpin bangsa ini berusaha menumbuhkan kekuasaannya

    secara perlahan-lahan. Ia begitu tangkas bertindak tanggal 1 Oktober 1965.

    Hari-hari dan bulan-bulan berikutnya adalah masa pembantaian terhadap

    orang-orang yang dicurigai menjadi anggota PKI yang jumlah korbannya

    diperkirakan antara 500.000 sampai sejuta orang. Ia membubarkan PKI

    tanggal 12 Maret 1966 walau jauh sebelumnya anggota partai ini sudah

    ditangkap, ditahan, dan dibunuh.

    Pada era perang dingin di mana terjadi pertentangan tajam antara Blok

    Barat yang dipimpin Amerika Serikat Dan Blok Timur yang didominasi

    Uni Soviet, maka peristiwa itu lebih banyak ditanggapioleh pers barat

    sebagai sesuatu yang salah tetapi perlu. (Pada masa selanjutnya,

    pelanggaran hak asasi dan diskriminasi terhadap kelompok kiri ini dan

    keluarganya masih diteruskan). Setelah diangkat menjadi Penjabat

    Presiden tahun 1967 dan Presiden tahun 1968, perhatian utama Soeharto

    adalah pemulihan ekonomi yang sangat merosot pada akhir pemerintahan

    Sukarno. Soeharto berprinsip bahwa pembangunan ekonomi memerlukan

    stabilitas keamanan baik secara nasional maupun regional. Indonesia

    segera memulihkan hubungan dengan Malaysia, kembali menjadi anggota

    PBB, mensponsori pembentukan ASEAN dan kemudian menjadi motor

    penggerak organisasi regional tersebut.

    Keamanan dalam negeri harus terjamin agar penanaman modal asing yang

    diperlukan tidak terganggu. Tindakan represif dilakukan baik terhadap

    pers, mahasiswa maupun kelompok masyarakat yang mencoba melakukan

    kritik tajam terhadap kebijakan pemerintah.

    Ia mempunyai pembantu dekat yang terdiri dari berbagai kelompok,

    terutama beberapa fraksi militer/intelijen dan para ekonom dari

  • Universitas Indonesia. Dengan penuh perhatian ia mendengar keterangan

    dan penjelasan dari para menteri ekonominya, meskipun setelah 10 tahun

    kemudian ia dapat menguasai persoalan teknis tersebut. Terhadap para

    jenderalnya ia membuat mereka tergantung kepada dia dan satu sama lain

    saling mencurigai dan tidak ada putra mahkota di bawah dia.

    Kriteria anggota kabinetnya adalah orang yang punya keahlian, loyal, dan

    dapat bekerja sama dalam satu tim. Menteri yang diangkatnya dapat

    menjabat satu periode atau berkali-kali, rakyat tidak pernah tahu kriteria

    keberhasilan atau kegagalan seorang menteri, semua tergantung kepada

    Presiden. Bila seorang telah dipilihnya, akan dia bela mati-matian

    meskipun keliru dalam bertugas. Ia juga sangat memerhatikan

    kesejahteraan bawahannya. Sebaliknya, orang yang mencoba

    menentangnya secara terbuka akan direjamnya habis-habisan. Kritik yang

    tajam yang dikeluarkan oleh 50 tokoh nasional tahun 1980 disambut

    Soeharto dengan bengis. Para penandatangan Petisi 50 itu tidak pernah

    diundang dalam acara resmi kenegaraan di istana. Bisnis mereka dibabat.

    Mereka benar-benar dikucilkan dalam masyarakat.

    Peristiwa Malari 1947 menjadi tonggak penting perubahan Soeharto dalam

    memerintah. Ketika itu terjadi demonstrasi mahasiswa yang menentang

    modal asing ketika PM Tanaka berkunjung ke Jakarta yang diikuti dengan

    pembakaran mobil Jepang di jalan-jalan. Soeharto sangat marah, karena

    demonstrasi semacam itu akan menyebabkan larinya modal modal asing

    yang dibutuhkan untuk pembangunan Indonesia. Ia juga mencurigai

    adanya orang lain yang ingin mendongkel kedudukannya. Pangkopkamtib

    (Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban) waktu itu

    Jenderal Sumitro disingkarkan. Soeharto yang muah senyum itu kini

    berwajah dingin. Sejak saat itu buka saja berwaspada kepada lawan-lawan

    politinya, tetapi juga kepada rekan-rekan dan bawahannya yang memiliki

    potensi untuk berkuasa.

    Agar pembangunan ekonomi berhasil perlu stabilitas keamanan nasional.

    Sebab itu Soeharto juga tidak ingin ada konflik di tengah masyarakat yang

    menyangkut SARA (suku, agama, ras, dan antar-golongan). Konflik antar

  • etnis yang potensinya sudah mulai tampak sejak Orde Baru dilarang

    didiskusikan dan disimpan di bawah karpet.

    Pembangunan ekonomi yang dijalankan sejak Orde Baru terutama di

    Indonesia Timur seperti Irian Jaya dan kemudian Timur Timur setelah

    tahun 1976 menimbulkan persoalan baru. Para imigran dari Sulawesi

    (Bugis-Buton-Makasar) menguasai perekonomian setempat dan sementara

    orang Jawa mendominasi birokrasi karena penduduk lokal belum mampu

    menduduki jabatan tersebut. Ia sangat lihai membungkus ambisi dengan

    menonjolkan citranya sebagai anak desa, pakai oblos di rumah, mudah

    senyum, suka beternak dan memancing. Namun, dibalik senyumannya itu

    ia mengetahui pembunuhan ribuan orang jalanan yang ditembak petrus

    (pembunuh misterius) yakni penembakan terhadap para preman atau

    residivis kriminal yang mayatnya ditaruh ditempat umum antara tahun

    1983-1985 yang jumlahnya mencapai 5.000 jiwa. Mereka yang terbunuh

    mempunyai ciri umum yaitu memiliki tato di tubuhnya.

    Dalam periode kedua, ia sudah berhasil mengumpulkan seluruh kekuasaan

    ditangannya. Ia bukan hanya mengangkat menteri tetapi mengetahui dan

    merestui pengangkatan seluruh jajaran eksekutif seperti gubernur, wali

    kota, bupati, bahkan Gubernur Bank Sentral. Soeharto juga mengangkat

    sebagian anggota perlemen yang tidak dipilih melalui pemilu. Untuk

    menjadi ketua partai, bahkan menjadi ketua Palang Merah Indonesia,

    orang juga harus memperoleh restu dari dia. Dalam bidang hukum dan

    kehakiman ia juga menancapkan kukunya, pengangkatan hakim agung dan

    Ketua Mahkamah Agung tergantung kepada Soeharto. Dalam bidang

    bisnis, ia juga memilih Direktur Utama Badan Usaha Milik Negara

    (BUMN) apalagi yang sangat vital seperti Pertamina, kebijakan yang

    penting dari BUMN tersbut juga menunggu persetujuan dia.

    Kalangan profesional dikendalikan dengan mengharuskan mereka

    berhimpun dalam wadah tunggal (wartawan, dokter, buruh, pengusaha)

    dan pengurusnya harus mendapat restu dari Soeharto. Saat berkuasa

    sedemikian besar, maka dengan mudah pembredelan pers yang mencoba

    mengkritik kebijakan dia dan pembantunya. Majalah Tempo, Editor, dan

  • Detik ditutup tahun 1994. Pelarangan buku yang tidak sesuai dengan

    kebijakan pemerintah, terus dilakukan sejak awal Orde Baru.

    2. Adapun beberapa keunggulan pemerintahan soeharto antara lain

    a. Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968

    hanyaAS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.565.

    b. Sukses transmigrasi

    c. Sukses KB

    d. Sukses memerangi buta huruf

    e. Sukses swasembada pangan

    f. Pengangguran minimum

    g. Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan LimaTahun)

    h. Sukses Gerakan Wajib Belajar

    i. Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh

    j. Sukses keamanan dalam negeri

    k. Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia

    l. Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam

    negeri

    Sedangkan kekurangan dari pemerintahan Soeharto antara lain:

    a. Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme

    b. Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya

    kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian

    disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat

    c. Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan

    pembangunan, terutama di Aceh dan Papua

    d. Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran

    yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-

    tahun pertamanya

    e. Bertambahnya kesenjangan sosial(perbedaan pendapatan yang tidak

    merata bagi si kaya dan si miskin)

    f. Pelanggaran HAM kepada masyarakat non pribumi (terutama

    masyarakat Tionghoa)

  • g. Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan

    h. Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan

    majalah yang dibredel

    i. Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain

    dengan program Penembakan Misterius

    j. Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke

    pemerintah/presiden selanjutnya)

    k. Menurunnya kualitas birokrasi Indonesia yang terjangkit penyakit

    Asal Bapak Senang, hal ini kesalahan paling fatal Orde Baru karena

    tanpa birokrasi yang efektif negara pasti hancur.

    l. Menurunnya kualitas tentara karena level elit terlalu sibuk berpolitik

    sehingga kurang memperhatikan kesejahteraan anak buah.

    m. Pelaku ekonomi yang dominan adalah lebih dari 70% aset kekayaaan

    negara dipegang oleh swasta

    3. Menurut Montesqueieu, dalam tiap pemerintahan ada tiga macam

    kekuasaan yaitu kekuasaan legislative, kekuasaan eksekutif mengenai hal-

    hal yang berkenan dengan dengan hukum antara bangsa dan kekuasan

    yudikatif yang mengenai hal-hal yang bergantung pada hukum sipil.

    Dengan kekuasaan pertama, penguasa atau magistrat mengeluarkan hukum

    yang telah dikeluarkan. Dengan kekuasaan kedua, ia membuat damai atau

    perang, mengutus atau menerima duta, menetapkan keamanan umum dan

    mempersiapkan untuk melawan invasi. Dengan kekuasaan ketiga, ia

    menghukum penjahat, atau memutuskan pertikaian antar individu-individu.

    Yang akhir ini kita sebut kekuasaan yudikatif, yang lain kekuasaan

    eksekutif negara

    Di era orde baru, dikenal adanya lembaga tinggi negara dan lembaga

    negara dibawahnya yaitu MPR sebagai lembaga tinggi negara dan DPR

    sebagai lembaga negara.

    Lembaga eksekutif di era kepemimpinan Soeharto memiliki peran yang

    strategis. Hal ini sebagai salah satu upaya Soeharto menjaga stabilitas

    politik. Selama tiga puluh dua tahun lembaga legislatif mem-backup dan

  • memberi ruang gerak seluas-luasnya kepada Soeharto. Komposisi lembaga

    legislatif saat itu agak berbeda bahkan cenderung aneh, hal ini terbukti

    dengan diakomodirnya ABRI dalam komposisi parlemen, dimana ABRI

    diberikan jatah satu fraksi. Golkar sebagai salah satu motor penggerak

    Soeharto beserta ABRI didalamnya menjadi settingan terkuat Soeharto

    selama beliau memimpin. Tak heran jika beliau dapat bertahan lama di

    kursi penguasa.

    Dwifungsi ABRI menjadi modifikasi sekaligus suksesi yang tidak sempat

    terpikirkan oleh pendahulu Soeharto. ABRI layaknya menjadi alat utama

    lembaga eksekutif saat itu dalam menjaga dan mempertahankan stabilitas

    keamanan dan pertahanan negara, baik yang bersifat internal negara

    maupun eksternal negara. Kekuasaan eksekutif menjadi absolut seiring

    dengan pasifnya legislatif. Pada saat itu lembaga legislatif tak ubahnya

    seperti lembaga administrasi yang sifatnya formalitas belaka. Tukang cap

    undang-undang atau lebih kepada fungsi pengesahan semata tanpa ada

    proses yang lebih sebagai tolak ukur layak tidaknya undang-undang

    tersebut disahkan atau tidak menjadi julukan lembaga legislatif saat itu.

    Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan

    utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang

    didominasi militer. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif.

    Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya

    mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi

    rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang

    adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor

    kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan antara pusat

    dan daerah.

    Suramnya demokratisasi membuat lembaga eksekutif semakin tidak

    berdaya dari hari ke hari. Sebagian besar kursi yang ada di DPR diisi oleh

    kader dari Golkar dan ABRI, belum lagi Handay Taulan Cendana yang

    mengerubuni parlemen, membuat kondisi eksekutif dan legislatif menjadi

    berat sebelah.

  • 4. Demokrasi yang terjadi pada pemerintahan soeharto dapat dibagi menjadi

    beberapa bagian antara lain:

    a. Masa demokrasi Liberal 1950-1959. Masa demokrasi liberal yang

    parlementer presiden sebagai lambang atau berkedudukan sebagai

    Kepala Negara bukan sebagai kepala eksekutif. Masa demokrasi ini

    peranan parlemen, akuntabilitas politik sangat tinggi dan

    berkembangnya partai-partai politik. Namun demikian praktik

    demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan: Dominannya partai

    politik; Landasan sosial ekonomi yang masih lemah; Tidak mampunya

    konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950.

    b. Atas dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden

    5 Juli 1959: Bubarkan konstituante; Kembali ke UUD 1945 tidak

    berlaku UUD S 1950; Pembentukan MPRS dan DPAS.

    c. Masa demokrasi Terpimpin 1959-1966. Pengertian demokrasi

    terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan

    yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan

    perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong

    royong diantara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner

    dengan berporoskan nasakom dengan ciri: Dominasi Presiden;

    Terbatasnya peran partai politik; Berkembangnya pengaruh PKI;

    Penyimpangan masa demokrasi terpimpin antara lain: Mengaburnya

    sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan. Peranan

    Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan

    presiden membentuk DPRGR; Jaminan HAM lemah; Terjadi

    sentralisasi kekuasaan; Terbatasnya peranan pers; Kebijakan politik luar

    negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur). Akhirnya terjadi

    peristiwa pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI.

  • 5. Pada masa pemerintahan presiden Soeharto terdapat beberapa pelanggaran

    nilai-nilai pancasila diantaranya:

    a. 1965

    1) Penculikan dan pembunuhan terhadap tujuh Jendral Angkatan

    Darat.

    2) Penangkapan, penahanan dan pembantaian masa pendukung dan

    mereka yang diduga sebagai pendukung Partai Komunis

    Indonesia . Aparat keamanan terlibat aktif maupun pasif dalam

    kejadian ini.

    b. 1966

    1) Penahanan dan pembunuhan tanpa pengadilan terhadap PKI terus

    berlangsung, banyak yang tidak terurus secara layak di penjara,

    termasuk mengalami siksaan dan intimidasi di penjara.

    2) Dr. Soumokil, mantan pemimpin Republik Maluku Selatan

    dieksekusi pada bulan Desember.

    3) Sekolah- sekolah Cina di Indonesia ditutup pada bulan Desember.

    c. 1967

    1) Koran-koran berbahasa Cina ditutup oleh pemerintah.

    2) April, gereja- gereja diserang di Aceh, berbarengan dengan

    demonstrasi anti Cina di Jakarta .

    3) Kerusuhan anti Kristen di Ujung Pandang.

    d. 1969

    1) Tempat Pemanfaatan Pulau Buru dibuka, ribuan tahanan yang

    tidak diadili dikirim ke sana .

    2) Operasi Trisula dilancarkan di Blitar Selatan.

    3) Tidak menyeluruhnya proses referendum yang diadakan di Irian

    Barat, sehingga hasil akhir jajak pendapat yang mengatakan ingin

    bergabung dengan Indonesia belum mewakili suara seluruh rakyat

    Papua.

    4) Dikembangkannya peraturan- peraturan yang membatasi dan

    mengawasi aktivitas politik, partai politik dan organisasi

  • kemasyarakatan. Di sisi lain, Golkar disebut- sebut bukan

    termasuk partai politik.

    e. 1970

    1) Pelarangan demo mahasiswa.

    2) Peraturan bahwa Korpri harus loyal kepada Golkar.

    3) Sukarno meninggal dalam tahanan Orde Baru.

    4) Larangan penyebaran ajaran Bung Karno.

    f. 1971

    1) Usaha peleburan partai- partai.

    2) Intimidasi calon pemilih di Pemilu 71 serta kampanye berat

    sebelah dari Golkar.

    3) Pembangunan Taman Mini yang disertai penggusuran tanah tanpa

    ganti rugi yang layak.

    4) Pemerkosaan Sum Kuning, penjual jamu di Yogyakarta oleh

    pemuda- pemuda yang di duga masih ada hubungan darah dengan

    Sultan Paku Alam, dimana yang kemudian diadili adalah Sum

    Kuning sendiri. Akhirnya Sum Kuning dibebaskan.

    g. 1972

    1) Kasus sengketa tanah di Gunung Balak dan Lampung.

    h. 1973

    1) Kerusuhan anti Cina meletus di Bandung .

    i. 1974

    1) Penahanan sejumlah mahasiswa dan masyarakat akibat demo anti

    Jepang yang meluas di Jakarta yang disertai oleh pembakaran-

    pembakaran pada peristiwa Malari. Sebelas pendemo terbunuh.

    2) Pembredelan beberapa koran dan majalah, antara lain Indonesia

    Raya pimpinan Muchtar Lubis.

    j. 1975

    1) Invansi tentara Indonesia ke Timor- Timur.

    2) Kasus Balibo, terbunuhnya lima wartawan asing secara misterius.

    k. 1977

    1) Tuduhan subversi terhadap Suwito.

  • 2) Kasus tanah Siria- ria.

    3) Kasus Wasdri, seorang pengangkat barang di pasar, membawakan

    barang milik seorang hakim perempuan. Namun ia ditahan polisi

    karena meminta tambahan atas bayaran yang kurang dari si hakim.

    4) Kasus subversi komando Jihad.

    l. 1978

    1) Pelarangan penggunaan karakter-karakter huruf Cina di setiap

    barang/ media cetak di Indonesia.

    2) Pembungkaman gerakan mahasiswa yang menuntut koreksi atas

    berjalannya pemerintahan, beberapa mahasiswa ditahan, antara

    lain Heri Ahmadi.

    3) Pembredelan tujuh surat kabar, antara lain Kompas, yang

    memberitakan peristiwa di atas.

    m. 1980

    1) Kerusuhan anti Cina di Solo selama tiga hari. Kekerasan

    menyebar ke Semarang , Pekalongan dan Kudus.

    2) Penekanan terhadap para penandatangan Petisi 50. Bisnis dan

    kehidupan mereka dipersulit, dilarang ke luar negeri.

    n. 1981

    1) Kasus Woyla, pembajakan pesawat garuda Indonesia oleh muslim

    radikal di Bangkok. Tujuh orang terbunuh dalam peristiwa ini.

    o. 1982

    1) Kasus Tanah Rawa Bilal.

    2) Kasus Tanah Borobudur . Pengembangan obyek wisata

    Borobudur di Jawa Tengah memerlukan pembebasan tanah di

    sekitarnya. Namun penduduk tidak mendapat ganti rugi yang

    memadai.

    3) Majalah Tempo dibredel selama dua bulan karena memberitakan

    insiden terbunuhnya tujuh orang pada peristiwa kampanye pemilu

  • di Jakarta . Kampanye massa Golkar diserang oleh massa PPP,

    dimana militer turun tangan sehingga jatuh korban jiwa tadi.

    p. 1983

    1) Orang- orang sipil bertato yang diduga penjahat kambuhan

    ditemukan tertembak secara misterius di muka umum.

    2) Pelanggaran gencatan senjata di Tim- tim oleh ABRI.

    q. 1984

    1) Berlanjutnya Pembunuhan Misterius di Indonesia.

    2) Peristiwa pembantaian di Tanjung Priuk terjadi.

    3) Tuduhan subversi terhadap Dharsono.

    4) Pengeboman beberapa gereja di Jawa Timur

    r. 1985

    1) Pengadilan terhadap aktivis-aktivis islam terjadi di berbagai

    tempat di pulau Jawa.

    s. 1986

    1) Pembunuhan terhadap peragawati Dietje di Kalibata.

    Pembunuhan diduga dilakukan oleh mereka yang memiliki akses

    senjata api dan berbau konspirasi kalangan elit.

    2) Pengusiran, perampasan dan pemusnahan Becak dari Jakarta.

    3) Kasus subversi terhadap Sanusi.

    4) Ekskusi beberapa tahanan G30S/ PKI.

    t. 1989

    1) Kasus tanah Kedung Ombo.

    2) Kasus tanah Cimacan, pembuatan lapangan golf.

    3) Kasus tanah Kemayoran.

    4) Kasus tanah Lampung, 100 orang tewas oleh ABRI. Peritiwa ini

    dikenal dengan dengan peristiwa Talang sari.

    5) Bentrokan antara aktivis islam dan aparat di Bima.

    6) Badan Sensor Nasional dibentuk terhadap publikasi dan

    penerbitan buku. Anggotanya terdiri beberapa dari unsur intelijen

    dan ABRI.

    u. 1991

  • 1) Pembantaian di pemakaman Santa Cruz, Dili terjadi oleh ABRI

    terhadap pemuda-pemuda Timor yang mengikuti prosesi

    pemakaman rekannya. 200 orang meninggal.

    v. 1992

    1) Keluar Keppres tentang Monopoli perdagangan cengkeh oleh

    perusahaan-nya Tommy Suharto.

    2) Penangkapan Xanana Gusmao.

    w. 1993

    1) Pembunuhan terhadap seorang aktifis buruh perempuan, Marsinah.

    Tanggal 8 Mei 1993

    x. 1994

    1) Tempo, Editor dan Detik dibredel, diduga sehubungan dengan

    pemberita-an kapal perang bekas oleh Habibie.

    y. 1995

    1) Kasus Tanah Koja.

    2) Kerusuhan di Flores.

    z. 1996

    1) Kerusuhan anti Kristen diTasikmalaya. Peristiwa ini dikenal dengan

    Kerusuhan Tasikmalaya. Peristiwa ini terjadi pada 26 Desember

    19962. Kasus tanah Balongan.

    2) Sengketa antara penduduk setempat dengan pabrik kertas Muara Enim

    mengenai pencemaran lingkungan.

    3) Sengketa tanah Manis Mata.

    4) Kasus waduk Nipah di madura, dimana korban jatuh karena ditembak

    aparat ketika mereka memprotes penggusuran tanah mereka.

    5) Kasus penahanan dengan tuduhan subversi terhadap Sri Bintang

    Pamung-kas berkaitan dengan demo di Dresden terhadap pak Harto

    yang berkun-jung di sana.

    6) Kerusuhan Situbondo, puluhan Gereja dibakar.

    7) Penyerangan dan pembunuhan terhadap pendukung PDI pro

    Megawati pada tanggal 27 Juli.

  • 8) Kerusuhan SambasSangualedo. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 30

    Desember 1996.

    aa. 1997

    1) Kasus tanah Kemayoran.

    2) Kasus pembantaian mereka yang diduga pelaku Dukun Santet di

    Jawa Timur.

    bb. 1998

    1) Kerusuhan Mei di beberapa kota meletus, aparat keamanan

    bersikap pasif dan membiarkan. Ribuan jiwa meninggal, puluhan

    perempuan diperkosa dan harta benda hilang. Tanggal 13 15

    Mei 1998.

    2) Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa Trisakti di jakarta ,

    dua hari sebelum kerusuhan Mei.3. Pembunuhan terhadap

    beberapa mahasiswa dalam demonstrasi menentang Sidang

    Istimewa 1998. Peristiwa ini terjadi pada 13 14 November 1998

    dan dikenal sebagai tragedi Semanggi I.