NIlai Pancasila pada masa orde baru
-
Upload
yudhimahartha -
Category
Documents
-
view
115 -
download
0
description
Transcript of NIlai Pancasila pada masa orde baru
-
TUGAS V
PANCASILA
Oleh :
Kelompok 5
Desak Putu Siska Dewi 1004505008
Putu Gede Aditya Pradiptayana 1004505010
Adi Ferliyanto Waruwu 1004505021
I Komang Arya Sentana Budi 1004505027
Nyoman Agus T Surya K 1004505028
Ni Komang Surya Cahyani Putri 1004505029
Ketut Yudhi Mahartha 1004505030
JURUSAN TEKNOLOGI INFORMASI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2013
-
1. Secara sederhana, masa pemerintahan Soeharto (1966-1998) dapat dibagi
atas tiga periode yang masing-masing terdiri dari sekitar satu dekade
(batasnya sebetulnya tidak terlalu tegas). Masa tersebut terdiri atas masa
awal, masa perkembangan/kejayaan, dan akhirnya masa
penurunan/kejatuhan.
Dalam periode pertama, Soeharto yang pada mulanya diragukan banyak
orang untuk memimpin bangsa ini berusaha menumbuhkan kekuasaannya
secara perlahan-lahan. Ia begitu tangkas bertindak tanggal 1 Oktober 1965.
Hari-hari dan bulan-bulan berikutnya adalah masa pembantaian terhadap
orang-orang yang dicurigai menjadi anggota PKI yang jumlah korbannya
diperkirakan antara 500.000 sampai sejuta orang. Ia membubarkan PKI
tanggal 12 Maret 1966 walau jauh sebelumnya anggota partai ini sudah
ditangkap, ditahan, dan dibunuh.
Pada era perang dingin di mana terjadi pertentangan tajam antara Blok
Barat yang dipimpin Amerika Serikat Dan Blok Timur yang didominasi
Uni Soviet, maka peristiwa itu lebih banyak ditanggapioleh pers barat
sebagai sesuatu yang salah tetapi perlu. (Pada masa selanjutnya,
pelanggaran hak asasi dan diskriminasi terhadap kelompok kiri ini dan
keluarganya masih diteruskan). Setelah diangkat menjadi Penjabat
Presiden tahun 1967 dan Presiden tahun 1968, perhatian utama Soeharto
adalah pemulihan ekonomi yang sangat merosot pada akhir pemerintahan
Sukarno. Soeharto berprinsip bahwa pembangunan ekonomi memerlukan
stabilitas keamanan baik secara nasional maupun regional. Indonesia
segera memulihkan hubungan dengan Malaysia, kembali menjadi anggota
PBB, mensponsori pembentukan ASEAN dan kemudian menjadi motor
penggerak organisasi regional tersebut.
Keamanan dalam negeri harus terjamin agar penanaman modal asing yang
diperlukan tidak terganggu. Tindakan represif dilakukan baik terhadap
pers, mahasiswa maupun kelompok masyarakat yang mencoba melakukan
kritik tajam terhadap kebijakan pemerintah.
Ia mempunyai pembantu dekat yang terdiri dari berbagai kelompok,
terutama beberapa fraksi militer/intelijen dan para ekonom dari
-
Universitas Indonesia. Dengan penuh perhatian ia mendengar keterangan
dan penjelasan dari para menteri ekonominya, meskipun setelah 10 tahun
kemudian ia dapat menguasai persoalan teknis tersebut. Terhadap para
jenderalnya ia membuat mereka tergantung kepada dia dan satu sama lain
saling mencurigai dan tidak ada putra mahkota di bawah dia.
Kriteria anggota kabinetnya adalah orang yang punya keahlian, loyal, dan
dapat bekerja sama dalam satu tim. Menteri yang diangkatnya dapat
menjabat satu periode atau berkali-kali, rakyat tidak pernah tahu kriteria
keberhasilan atau kegagalan seorang menteri, semua tergantung kepada
Presiden. Bila seorang telah dipilihnya, akan dia bela mati-matian
meskipun keliru dalam bertugas. Ia juga sangat memerhatikan
kesejahteraan bawahannya. Sebaliknya, orang yang mencoba
menentangnya secara terbuka akan direjamnya habis-habisan. Kritik yang
tajam yang dikeluarkan oleh 50 tokoh nasional tahun 1980 disambut
Soeharto dengan bengis. Para penandatangan Petisi 50 itu tidak pernah
diundang dalam acara resmi kenegaraan di istana. Bisnis mereka dibabat.
Mereka benar-benar dikucilkan dalam masyarakat.
Peristiwa Malari 1947 menjadi tonggak penting perubahan Soeharto dalam
memerintah. Ketika itu terjadi demonstrasi mahasiswa yang menentang
modal asing ketika PM Tanaka berkunjung ke Jakarta yang diikuti dengan
pembakaran mobil Jepang di jalan-jalan. Soeharto sangat marah, karena
demonstrasi semacam itu akan menyebabkan larinya modal modal asing
yang dibutuhkan untuk pembangunan Indonesia. Ia juga mencurigai
adanya orang lain yang ingin mendongkel kedudukannya. Pangkopkamtib
(Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban) waktu itu
Jenderal Sumitro disingkarkan. Soeharto yang muah senyum itu kini
berwajah dingin. Sejak saat itu buka saja berwaspada kepada lawan-lawan
politinya, tetapi juga kepada rekan-rekan dan bawahannya yang memiliki
potensi untuk berkuasa.
Agar pembangunan ekonomi berhasil perlu stabilitas keamanan nasional.
Sebab itu Soeharto juga tidak ingin ada konflik di tengah masyarakat yang
menyangkut SARA (suku, agama, ras, dan antar-golongan). Konflik antar
-
etnis yang potensinya sudah mulai tampak sejak Orde Baru dilarang
didiskusikan dan disimpan di bawah karpet.
Pembangunan ekonomi yang dijalankan sejak Orde Baru terutama di
Indonesia Timur seperti Irian Jaya dan kemudian Timur Timur setelah
tahun 1976 menimbulkan persoalan baru. Para imigran dari Sulawesi
(Bugis-Buton-Makasar) menguasai perekonomian setempat dan sementara
orang Jawa mendominasi birokrasi karena penduduk lokal belum mampu
menduduki jabatan tersebut. Ia sangat lihai membungkus ambisi dengan
menonjolkan citranya sebagai anak desa, pakai oblos di rumah, mudah
senyum, suka beternak dan memancing. Namun, dibalik senyumannya itu
ia mengetahui pembunuhan ribuan orang jalanan yang ditembak petrus
(pembunuh misterius) yakni penembakan terhadap para preman atau
residivis kriminal yang mayatnya ditaruh ditempat umum antara tahun
1983-1985 yang jumlahnya mencapai 5.000 jiwa. Mereka yang terbunuh
mempunyai ciri umum yaitu memiliki tato di tubuhnya.
Dalam periode kedua, ia sudah berhasil mengumpulkan seluruh kekuasaan
ditangannya. Ia bukan hanya mengangkat menteri tetapi mengetahui dan
merestui pengangkatan seluruh jajaran eksekutif seperti gubernur, wali
kota, bupati, bahkan Gubernur Bank Sentral. Soeharto juga mengangkat
sebagian anggota perlemen yang tidak dipilih melalui pemilu. Untuk
menjadi ketua partai, bahkan menjadi ketua Palang Merah Indonesia,
orang juga harus memperoleh restu dari dia. Dalam bidang hukum dan
kehakiman ia juga menancapkan kukunya, pengangkatan hakim agung dan
Ketua Mahkamah Agung tergantung kepada Soeharto. Dalam bidang
bisnis, ia juga memilih Direktur Utama Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) apalagi yang sangat vital seperti Pertamina, kebijakan yang
penting dari BUMN tersbut juga menunggu persetujuan dia.
Kalangan profesional dikendalikan dengan mengharuskan mereka
berhimpun dalam wadah tunggal (wartawan, dokter, buruh, pengusaha)
dan pengurusnya harus mendapat restu dari Soeharto. Saat berkuasa
sedemikian besar, maka dengan mudah pembredelan pers yang mencoba
mengkritik kebijakan dia dan pembantunya. Majalah Tempo, Editor, dan
-
Detik ditutup tahun 1994. Pelarangan buku yang tidak sesuai dengan
kebijakan pemerintah, terus dilakukan sejak awal Orde Baru.
2. Adapun beberapa keunggulan pemerintahan soeharto antara lain
a. Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968
hanyaAS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.565.
b. Sukses transmigrasi
c. Sukses KB
d. Sukses memerangi buta huruf
e. Sukses swasembada pangan
f. Pengangguran minimum
g. Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan LimaTahun)
h. Sukses Gerakan Wajib Belajar
i. Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
j. Sukses keamanan dalam negeri
k. Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
l. Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam
negeri
Sedangkan kekurangan dari pemerintahan Soeharto antara lain:
a. Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
b. Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya
kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian
disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat
c. Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan
pembangunan, terutama di Aceh dan Papua
d. Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran
yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-
tahun pertamanya
e. Bertambahnya kesenjangan sosial(perbedaan pendapatan yang tidak
merata bagi si kaya dan si miskin)
f. Pelanggaran HAM kepada masyarakat non pribumi (terutama
masyarakat Tionghoa)
-
g. Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
h. Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan
majalah yang dibredel
i. Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain
dengan program Penembakan Misterius
j. Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke
pemerintah/presiden selanjutnya)
k. Menurunnya kualitas birokrasi Indonesia yang terjangkit penyakit
Asal Bapak Senang, hal ini kesalahan paling fatal Orde Baru karena
tanpa birokrasi yang efektif negara pasti hancur.
l. Menurunnya kualitas tentara karena level elit terlalu sibuk berpolitik
sehingga kurang memperhatikan kesejahteraan anak buah.
m. Pelaku ekonomi yang dominan adalah lebih dari 70% aset kekayaaan
negara dipegang oleh swasta
3. Menurut Montesqueieu, dalam tiap pemerintahan ada tiga macam
kekuasaan yaitu kekuasaan legislative, kekuasaan eksekutif mengenai hal-
hal yang berkenan dengan dengan hukum antara bangsa dan kekuasan
yudikatif yang mengenai hal-hal yang bergantung pada hukum sipil.
Dengan kekuasaan pertama, penguasa atau magistrat mengeluarkan hukum
yang telah dikeluarkan. Dengan kekuasaan kedua, ia membuat damai atau
perang, mengutus atau menerima duta, menetapkan keamanan umum dan
mempersiapkan untuk melawan invasi. Dengan kekuasaan ketiga, ia
menghukum penjahat, atau memutuskan pertikaian antar individu-individu.
Yang akhir ini kita sebut kekuasaan yudikatif, yang lain kekuasaan
eksekutif negara
Di era orde baru, dikenal adanya lembaga tinggi negara dan lembaga
negara dibawahnya yaitu MPR sebagai lembaga tinggi negara dan DPR
sebagai lembaga negara.
Lembaga eksekutif di era kepemimpinan Soeharto memiliki peran yang
strategis. Hal ini sebagai salah satu upaya Soeharto menjaga stabilitas
politik. Selama tiga puluh dua tahun lembaga legislatif mem-backup dan
-
memberi ruang gerak seluas-luasnya kepada Soeharto. Komposisi lembaga
legislatif saat itu agak berbeda bahkan cenderung aneh, hal ini terbukti
dengan diakomodirnya ABRI dalam komposisi parlemen, dimana ABRI
diberikan jatah satu fraksi. Golkar sebagai salah satu motor penggerak
Soeharto beserta ABRI didalamnya menjadi settingan terkuat Soeharto
selama beliau memimpin. Tak heran jika beliau dapat bertahan lama di
kursi penguasa.
Dwifungsi ABRI menjadi modifikasi sekaligus suksesi yang tidak sempat
terpikirkan oleh pendahulu Soeharto. ABRI layaknya menjadi alat utama
lembaga eksekutif saat itu dalam menjaga dan mempertahankan stabilitas
keamanan dan pertahanan negara, baik yang bersifat internal negara
maupun eksternal negara. Kekuasaan eksekutif menjadi absolut seiring
dengan pasifnya legislatif. Pada saat itu lembaga legislatif tak ubahnya
seperti lembaga administrasi yang sifatnya formalitas belaka. Tukang cap
undang-undang atau lebih kepada fungsi pengesahan semata tanpa ada
proses yang lebih sebagai tolak ukur layak tidaknya undang-undang
tersebut disahkan atau tidak menjadi julukan lembaga legislatif saat itu.
Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan
utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang
didominasi militer. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif.
Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya
mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi
rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang
adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor
kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan antara pusat
dan daerah.
Suramnya demokratisasi membuat lembaga eksekutif semakin tidak
berdaya dari hari ke hari. Sebagian besar kursi yang ada di DPR diisi oleh
kader dari Golkar dan ABRI, belum lagi Handay Taulan Cendana yang
mengerubuni parlemen, membuat kondisi eksekutif dan legislatif menjadi
berat sebelah.
-
4. Demokrasi yang terjadi pada pemerintahan soeharto dapat dibagi menjadi
beberapa bagian antara lain:
a. Masa demokrasi Liberal 1950-1959. Masa demokrasi liberal yang
parlementer presiden sebagai lambang atau berkedudukan sebagai
Kepala Negara bukan sebagai kepala eksekutif. Masa demokrasi ini
peranan parlemen, akuntabilitas politik sangat tinggi dan
berkembangnya partai-partai politik. Namun demikian praktik
demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan: Dominannya partai
politik; Landasan sosial ekonomi yang masih lemah; Tidak mampunya
konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950.
b. Atas dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden
5 Juli 1959: Bubarkan konstituante; Kembali ke UUD 1945 tidak
berlaku UUD S 1950; Pembentukan MPRS dan DPAS.
c. Masa demokrasi Terpimpin 1959-1966. Pengertian demokrasi
terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong
royong diantara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner
dengan berporoskan nasakom dengan ciri: Dominasi Presiden;
Terbatasnya peran partai politik; Berkembangnya pengaruh PKI;
Penyimpangan masa demokrasi terpimpin antara lain: Mengaburnya
sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan. Peranan
Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan
presiden membentuk DPRGR; Jaminan HAM lemah; Terjadi
sentralisasi kekuasaan; Terbatasnya peranan pers; Kebijakan politik luar
negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur). Akhirnya terjadi
peristiwa pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI.
-
5. Pada masa pemerintahan presiden Soeharto terdapat beberapa pelanggaran
nilai-nilai pancasila diantaranya:
a. 1965
1) Penculikan dan pembunuhan terhadap tujuh Jendral Angkatan
Darat.
2) Penangkapan, penahanan dan pembantaian masa pendukung dan
mereka yang diduga sebagai pendukung Partai Komunis
Indonesia . Aparat keamanan terlibat aktif maupun pasif dalam
kejadian ini.
b. 1966
1) Penahanan dan pembunuhan tanpa pengadilan terhadap PKI terus
berlangsung, banyak yang tidak terurus secara layak di penjara,
termasuk mengalami siksaan dan intimidasi di penjara.
2) Dr. Soumokil, mantan pemimpin Republik Maluku Selatan
dieksekusi pada bulan Desember.
3) Sekolah- sekolah Cina di Indonesia ditutup pada bulan Desember.
c. 1967
1) Koran-koran berbahasa Cina ditutup oleh pemerintah.
2) April, gereja- gereja diserang di Aceh, berbarengan dengan
demonstrasi anti Cina di Jakarta .
3) Kerusuhan anti Kristen di Ujung Pandang.
d. 1969
1) Tempat Pemanfaatan Pulau Buru dibuka, ribuan tahanan yang
tidak diadili dikirim ke sana .
2) Operasi Trisula dilancarkan di Blitar Selatan.
3) Tidak menyeluruhnya proses referendum yang diadakan di Irian
Barat, sehingga hasil akhir jajak pendapat yang mengatakan ingin
bergabung dengan Indonesia belum mewakili suara seluruh rakyat
Papua.
4) Dikembangkannya peraturan- peraturan yang membatasi dan
mengawasi aktivitas politik, partai politik dan organisasi
-
kemasyarakatan. Di sisi lain, Golkar disebut- sebut bukan
termasuk partai politik.
e. 1970
1) Pelarangan demo mahasiswa.
2) Peraturan bahwa Korpri harus loyal kepada Golkar.
3) Sukarno meninggal dalam tahanan Orde Baru.
4) Larangan penyebaran ajaran Bung Karno.
f. 1971
1) Usaha peleburan partai- partai.
2) Intimidasi calon pemilih di Pemilu 71 serta kampanye berat
sebelah dari Golkar.
3) Pembangunan Taman Mini yang disertai penggusuran tanah tanpa
ganti rugi yang layak.
4) Pemerkosaan Sum Kuning, penjual jamu di Yogyakarta oleh
pemuda- pemuda yang di duga masih ada hubungan darah dengan
Sultan Paku Alam, dimana yang kemudian diadili adalah Sum
Kuning sendiri. Akhirnya Sum Kuning dibebaskan.
g. 1972
1) Kasus sengketa tanah di Gunung Balak dan Lampung.
h. 1973
1) Kerusuhan anti Cina meletus di Bandung .
i. 1974
1) Penahanan sejumlah mahasiswa dan masyarakat akibat demo anti
Jepang yang meluas di Jakarta yang disertai oleh pembakaran-
pembakaran pada peristiwa Malari. Sebelas pendemo terbunuh.
2) Pembredelan beberapa koran dan majalah, antara lain Indonesia
Raya pimpinan Muchtar Lubis.
j. 1975
1) Invansi tentara Indonesia ke Timor- Timur.
2) Kasus Balibo, terbunuhnya lima wartawan asing secara misterius.
k. 1977
1) Tuduhan subversi terhadap Suwito.
-
2) Kasus tanah Siria- ria.
3) Kasus Wasdri, seorang pengangkat barang di pasar, membawakan
barang milik seorang hakim perempuan. Namun ia ditahan polisi
karena meminta tambahan atas bayaran yang kurang dari si hakim.
4) Kasus subversi komando Jihad.
l. 1978
1) Pelarangan penggunaan karakter-karakter huruf Cina di setiap
barang/ media cetak di Indonesia.
2) Pembungkaman gerakan mahasiswa yang menuntut koreksi atas
berjalannya pemerintahan, beberapa mahasiswa ditahan, antara
lain Heri Ahmadi.
3) Pembredelan tujuh surat kabar, antara lain Kompas, yang
memberitakan peristiwa di atas.
m. 1980
1) Kerusuhan anti Cina di Solo selama tiga hari. Kekerasan
menyebar ke Semarang , Pekalongan dan Kudus.
2) Penekanan terhadap para penandatangan Petisi 50. Bisnis dan
kehidupan mereka dipersulit, dilarang ke luar negeri.
n. 1981
1) Kasus Woyla, pembajakan pesawat garuda Indonesia oleh muslim
radikal di Bangkok. Tujuh orang terbunuh dalam peristiwa ini.
o. 1982
1) Kasus Tanah Rawa Bilal.
2) Kasus Tanah Borobudur . Pengembangan obyek wisata
Borobudur di Jawa Tengah memerlukan pembebasan tanah di
sekitarnya. Namun penduduk tidak mendapat ganti rugi yang
memadai.
3) Majalah Tempo dibredel selama dua bulan karena memberitakan
insiden terbunuhnya tujuh orang pada peristiwa kampanye pemilu
-
di Jakarta . Kampanye massa Golkar diserang oleh massa PPP,
dimana militer turun tangan sehingga jatuh korban jiwa tadi.
p. 1983
1) Orang- orang sipil bertato yang diduga penjahat kambuhan
ditemukan tertembak secara misterius di muka umum.
2) Pelanggaran gencatan senjata di Tim- tim oleh ABRI.
q. 1984
1) Berlanjutnya Pembunuhan Misterius di Indonesia.
2) Peristiwa pembantaian di Tanjung Priuk terjadi.
3) Tuduhan subversi terhadap Dharsono.
4) Pengeboman beberapa gereja di Jawa Timur
r. 1985
1) Pengadilan terhadap aktivis-aktivis islam terjadi di berbagai
tempat di pulau Jawa.
s. 1986
1) Pembunuhan terhadap peragawati Dietje di Kalibata.
Pembunuhan diduga dilakukan oleh mereka yang memiliki akses
senjata api dan berbau konspirasi kalangan elit.
2) Pengusiran, perampasan dan pemusnahan Becak dari Jakarta.
3) Kasus subversi terhadap Sanusi.
4) Ekskusi beberapa tahanan G30S/ PKI.
t. 1989
1) Kasus tanah Kedung Ombo.
2) Kasus tanah Cimacan, pembuatan lapangan golf.
3) Kasus tanah Kemayoran.
4) Kasus tanah Lampung, 100 orang tewas oleh ABRI. Peritiwa ini
dikenal dengan dengan peristiwa Talang sari.
5) Bentrokan antara aktivis islam dan aparat di Bima.
6) Badan Sensor Nasional dibentuk terhadap publikasi dan
penerbitan buku. Anggotanya terdiri beberapa dari unsur intelijen
dan ABRI.
u. 1991
-
1) Pembantaian di pemakaman Santa Cruz, Dili terjadi oleh ABRI
terhadap pemuda-pemuda Timor yang mengikuti prosesi
pemakaman rekannya. 200 orang meninggal.
v. 1992
1) Keluar Keppres tentang Monopoli perdagangan cengkeh oleh
perusahaan-nya Tommy Suharto.
2) Penangkapan Xanana Gusmao.
w. 1993
1) Pembunuhan terhadap seorang aktifis buruh perempuan, Marsinah.
Tanggal 8 Mei 1993
x. 1994
1) Tempo, Editor dan Detik dibredel, diduga sehubungan dengan
pemberita-an kapal perang bekas oleh Habibie.
y. 1995
1) Kasus Tanah Koja.
2) Kerusuhan di Flores.
z. 1996
1) Kerusuhan anti Kristen diTasikmalaya. Peristiwa ini dikenal dengan
Kerusuhan Tasikmalaya. Peristiwa ini terjadi pada 26 Desember
19962. Kasus tanah Balongan.
2) Sengketa antara penduduk setempat dengan pabrik kertas Muara Enim
mengenai pencemaran lingkungan.
3) Sengketa tanah Manis Mata.
4) Kasus waduk Nipah di madura, dimana korban jatuh karena ditembak
aparat ketika mereka memprotes penggusuran tanah mereka.
5) Kasus penahanan dengan tuduhan subversi terhadap Sri Bintang
Pamung-kas berkaitan dengan demo di Dresden terhadap pak Harto
yang berkun-jung di sana.
6) Kerusuhan Situbondo, puluhan Gereja dibakar.
7) Penyerangan dan pembunuhan terhadap pendukung PDI pro
Megawati pada tanggal 27 Juli.
-
8) Kerusuhan SambasSangualedo. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 30
Desember 1996.
aa. 1997
1) Kasus tanah Kemayoran.
2) Kasus pembantaian mereka yang diduga pelaku Dukun Santet di
Jawa Timur.
bb. 1998
1) Kerusuhan Mei di beberapa kota meletus, aparat keamanan
bersikap pasif dan membiarkan. Ribuan jiwa meninggal, puluhan
perempuan diperkosa dan harta benda hilang. Tanggal 13 15
Mei 1998.
2) Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa Trisakti di jakarta ,
dua hari sebelum kerusuhan Mei.3. Pembunuhan terhadap
beberapa mahasiswa dalam demonstrasi menentang Sidang
Istimewa 1998. Peristiwa ini terjadi pada 13 14 November 1998
dan dikenal sebagai tragedi Semanggi I.