NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM NOVEL BIDADARI...
Transcript of NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM NOVEL BIDADARI...
i
NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM
DALAM NOVEL BIDADARI-BIDADARI SURGA
KARYA TERE LIYE
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh
TRI AGUSTINA NURHIDAYATI
NIM: 111 11 164
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2016
iii
NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM
DALAM NOVEL BIDADARI-BIDADARI SURGA
KARYA TERE LIYE
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh
TRI AGUSTINA NURHIDAYATI
NIM: 111 11 164
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2016
vii
MOTTO
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”
(Q.S. Al-Baqarah 286)
“Jangan Katakan tidak bisa sebelum mencoba,
Jangan pernah berhenti karena kegagalan
Teruslah maju dengan berfikir sebelum melangkah
Karena kegagalan bukan rambu pemberhentian”
viii
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmad dan hidayah-NYA saya dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik, dan karya ini saya persembahkan kepada:
Ayahanda Eru dan ibunda Yusriyati Ardiyah tercinta yang penuh kasih
sayang dan tetesan air mata serta doa yang tulus dalam mendidik putrinya ini.
Adinda harapkan dapat terus menyongsong masa depan untuk menghadapi
tantangan hidup, rasa terima kasih tidak dapat adinda ucapkan walaupun
dengan kata-kata yang paling manis sekalipun.
Kakak-kakakku Edi Sulistiyo, Hermawan Amron Rosidin, Putra Arief
Perdana dan Azizah Kurnia Dewi, Keponakanku Amira Afra Allathifa yang
tersayang, terima kasih atas doa dan motivasinya selama ini.
Adik-adikku Ananda Putri Sabilla dan Putri Ayu Firnanda, terima kasih atas
motivasinya selama ini.
Teruntuk teman-teman PAI E Exclusive angakatan 2011 khususnya sahabat-
sahabatku yang selalu membantu, berbagi keceriaan dan melewati setiap suka
dan duka selama kuliah, terimakasih banyak atas dukungan dan
kebersamaannya.
xi
ABSTRAK
Nurhidayati, Tri Agustina. 2016. Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Novel
Bidadari-Bidadari Surga Karya Tere Liye. Skripsi. Jurusan Pendidikan
Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama
Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Drs. Bahroni, M.Pd.
Kata kunci: Nilai-nilai Pendidikan Islam, Novel Bidadari-Bidadari Surga.
Pada zaman global ini diperlukan pendidikan yang menyesuaikan dengan
perkembangan zamanya untuk membekali anak-anak agar mempunyai
kepribadian dan akhlak yang baik, salah satunya adalah dengan cara menanamkan
pendidikan Islam sejak dini kepada anak. Novel Bidadari-Bidadari Surga adalah
novel yang banyak memberikan inspirasi bagi kehidupan. Karena didalamnya
banyak terkandung sebuah moral dan nilai-nilai pendidikan yang Islami, dapat
memotivasi kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah nilai-nilai pendidikan
Islam dalam novel Bidadari-Bidadari Surga karya Tere Liye. Pertanyaan utama
yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: 1. Apa sajakah nilai-nilai
pendidikan Islam yang terkandung pada novel Bidadari-Bidadari Surga karya
Tere Liye 2. Bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung
pada novel Bidadari-Bidadari Surga karya Tere Liye dengan praktik pendidikan
Islam masa kini.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library
research), sedangkan metode yang digunakan adalah metode deskriptif analisis
(descriptive of analyze research). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan karya sastra, yaitu pendekatan pragmatik. Dalam
pengumpulan datanya menggunakan metode dokumentasi, analisis data yang
digunakan dalam skripsi ini adalah analisis isi (content analysis).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Nilai-nilai Pendidikan Islam
yang terkandung dalam novel Bidadari-Bidadari Surga karya Tere Liye
diantaranya: nilai pendidikan aqidah/keimanan (iman kepada Allah, iman kepada
kitab-Nya, iman kepada Rasul dan Nabinya, iman kepada hari akhir, iman kepada
qadla dan qadar), nilai pendidikan syari’ah/ibadah (adzan, wudu, salat, salat
berjama’ah, salat tahajud, berdoa, membaca al qur’an, zakat,
perkawinan/pernikahan), nilai pendidikan akhlak yaitu (a) akhlak kepada Allah
(tawakal, ikhlas, bertaubat, bersyukur), (b) akhlak kepada diri sendiri (sabar, jujur,
niat, tanggung jawab, optimis, menutup aurat, disiplin, syaja’ah/berani), (c)
akhlak kepada orang tua (birrul walidain, sopan santun), dan (d) akhlak kepada
sesama (menjaga aib, gotong royong, berbuat adil, saling memaafkan, peduli,
mengucapkan salam). (2) Relevansi nilai pendidikan Islam dengan praktik
pendidikan Islam masa kini adalah pentingnya penanaman nilai-nilai pendidikan
Islam yang harus dilakukan sedini mungkin baik dirumah, sekolah maupun
lingkungan masyarakat, untuk membentuk pribadi yang berkarakter dan berakhlak
mulia.
xii
DAFTAR ISI
SAMPUL ...................................................................................................... i
LEMBAR BERLOGO ................................................................................. ii
JUDUL ......................................................................................................... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ iv
PENGESAHAN KELULUSAN ................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................................... vi
MOTTO ........................................ ............................................................... vii
PERSEMBAHAN ....................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ................................................................................. ix
ABSTRAK ................................................................................................... xi
DAFTAR ISI ................................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 6
D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 7
E. Metode Penelitian ....................................................................... 8
F. Penegasan Istilah ........................................................................ 10
G. Sistematika Penulisan ................................................................ 12
xiii
BAB II BIOGRAFI PENULIS UNSUR INTRINSIK DAN SINOPSIS
NOVEL BIDADARI-BIDADARI SURGA KARYA TERE LIYE
A. Biografi Tere Liye ..................................................................... 14
1. Karakteristik Novel Karya Tere Liye ................................... 16
2. Karya-Karya Tere Liye ........................................................ 17
B. Unsur Intrinsik Novel ................................................................. 18
C. Sinopsis Novel Bidadari-Bidadari Surga...................................... 30
BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN
A. Pendidikan Akidah/Keimanan ................................................... 37
B. Pendidikan Syari’ah/Ibadah ....................................................... 42
C. Pendidikan Akhlak ..................................................................... 49
BAB IV PEMBAHASAN
A. Nilai-Nilai Pendidikan Islam ...................................................... 63
1. Pendidikan Aqidah/Keimanan .............................................. 64
2. Pendidikan Syari’ah/Ibadah .................................................. 71
3. Pendidikan Akhlak ............................................................... 83
B. Relevansi Nilai-Nilai Pendidikan Islam dengan Praktik Pendidikan
Islam Masa Kini ........................................................................ 107
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 111
B. Saran ........................................................................................... 113
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 115
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Tugas Pembimbing Skripsi
Lampiran 2 Daftar Nilai SKK
Lampiran 3 Lembar Bimbingan Skripsi
Lampiran 4 Riwayat Hidup Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan Islam mempunyai peranan yang sangat penting untuk
membina manusia secara utuh dan seimbang, baik dari segi aspek jasmani
maupun rohani. Pendidikan Islam sebagai suatu proses pengembangan
potensi kreatifitas peserta didik, bertujuan untuk mewujudkan manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Allah Swt., cerdas, terampil, memiliki etos
kerja yang tinggi, berbudi pekerti luhur, mandiri dan bertanggung jawab
terhadap dirinya, bangsa, dan negara serta agama (Arief, 2002:3).
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara
(Maslikhah, 2009:130)
Anak adalah amanat yang dititipkan Allah kepada kedua orang
tuanya. Ketika seorang anak lahir ke dunia dan melihat apa yang ada di
sekelilingnya, maka sang anak akan dibentuk oleh setiap pengaruh yang
datang dalam dirinya. Dalam firman Allah SWT:
2
“Dan Allah mengeluarkan kalian dari perut ibu kalian dalam
keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kalian
pendengaran, penglihatan dan hati agar kalian bersyukur”.(Q.S. An
Nahl : 78)
Maka apabila anak dibiasakan dan diajarkan melakukan kebaikan
sesungguhnya dia akan menjadi pribadi yang baik, akan tetapi apabila anak
dibiasakan dan diajarkan melakukan hal yang tidak baik atau melakukan
kejahatan, maka seperti itulah anak akan terbentuk dan menjadi pribadi yang
tidak baik.
Pada zaman global ini diperlukan pendidikan yang menyesuaikan
dengan perkembangan zamannya untuk membekali anak-anak agar
mempunyai kepribadian dan akhlak yang baik, salah satunya adalah dengan
cara menanamkan pendidikan Islam sejak dini kepada anak.
Pendidikan bukan semata-mata sebagai sarana untuk persiapan
kehidupan yang akan datang, tetapi juga untuk kehidupan seorang anak yang
sedang mengalami perkembangan menuju masa kedewasaannya. Betapa
sulitnya menumbuhkan semangat belajar dalam diri anak, karena proses
panjang dalam pembelajaran akan memunculkan berbagai persoalan yang
dapat menghalangi tercapainya tujuan pendidikan yang hendak dicapai.
3
Proses pendidikan merupakan upaya mengembangkan dan
mengaktualisasikan peserta didik dengan maksimal sesuai dengan bakat dan
minatnya baik secara formal maupun informal. Sumber pendidikan tidak
hanya didapat oleh seorang pendidik namun juga melalui media pendidikan
baik cetak maupun elektronik. Media merupakan salah satu syarat dalam
penunjang dan pengembangan dunia pendidikan. Salah satu produk yang
dihasilkan media cetak adalah novel. Novel merupakan salah satu jenis karya
sastra yang lahir dari proses kreatifitas pengarang. Proses ini biasanya
berkaitan dengan fenomena sosial dalam masyarakat di suatu zaman, baik
pada zaman lampau, masa kini, ataupun masa yang akan datang.
Novel termasuk karya sastra yang banyak beredar di tengah
masyarakat dan memuat banyak nilai-nilai pendidikan untuk kehidupan
manusia dalam setiap ceritanya. Sebagai pembaca tentunya dapat menangkap
nilai apa yang sebenarnya ingin disampaikan dari novel tersebut, bukan
sekedar bacaan atau hiburan saja.
Salah satu novel yang menjadi best seller adalah novel yang berjudul
Bidadari-Bidadari Surga karya dari Tere Liye ini merupakan salah satu novel
karya anak bangsa yang dapat memberikan pesan-pesan pendidikan bagi
setiap pembaca novel Bidadari-Bidadari Surga, karena kebanyakan dari
novel saat ini hanya bercerita tentang percintaan, kekerasan dan kebanyakan
tidak memiliki nilai-nilai positif untuk masyarakat terutama Islam, agar dapat
memberikan nilai-nilai pendidikan untuk perkembangan bangsa Indonesia.
4
Akan tetapi Tere Liye merupakan salah satu penulis dari sekian banyaknya
penulis novel yang menyelipkan nilai-nilai pendidikan di setiap karangannya.
Novel Bidadari-Bidadari Surga adalah novel yang banyak
memberikan inspirasi bagi kehidupan. Karena di dalamnya banyak
terkandung sebuah moral dan nilai-nilai pendidikan yang Islami, dapat
memotivasi manusia untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Novel ini menceritakan tentang satu keluarga, yaitu Mamak Lainuri
dengan kelima anaknya, Laisa, Dalimunte, Ikanuri, Wibisana, dan Yashinta.
Mamak Lainuri yang membesarkan anak-anaknya dengan kesederhanaan,
ketulusan, keterbatasan yang bercampur kepolosan dan kenakalan. Selain itu
Mamak Lainuri juga mengajarkan dan menanamkan arti pentingnya kerja
keras, kejujuran dan perilaku terpuji. Kak Laisa sebagai anak tertua, rela
putus sekolah demi pendidikan adik-adiknya dan dia rela bekerja keras di
perkebunan kecil milik Mamak Lainuri di Lembah Lahambay. Kak Laisa
yang selalu berkorban untuk adik-adiknya, Kak Laisa yang tak pernah
terlambat dan tak pernah lelah menjaga adik-adiknya.
Sosok Laisa adalah sebuah bentuk pengorbanan yang luar biasa ikhlas
dari seorang kakak kepada adik-adiknya, meskipun Laisa tahu bahwa
Dalimunte, Ikanuri, Wibisana, dan Yashinta bukan adik kandungnya. Sebagai
makhluk Tuhan, dia pandai mensyukuri segala nikmat-Nya dengan
keterbatasan, kerja keras dan ujian. Seperti salah satu petikan dialog dalam
novel Bidadari-Bidadari Surga berikut ini:
5
“Ya Allah, terimakasih atas segalanya.... Terima Kasih....” Kak Laisa
mendesah pelan.... “Ya Allah, Lais sungguh ikhlas dengan segala
keterbatasan ini, dengan segala takdirmu.... Karena, kau menggantinya
dengan adik-adik yang baik....” (Liye, 2014:359).
Pelajaran yang akan disampaikan kepada pembaca adalah tentang
Iman kepada qadha dan qadar. Menggambarkan keikhlasan Laisa dalam
menerima takdirnya dengan segala keterbatasannya, maksudnya adalah
tubuhnya yang gempal dan pendek, kulitnya yang hitam, rambutnya yang
gimbal, giginya yang besar-besar dan kekurangan yang dimilikinya. Akan
tetapi Laisa mengetahui semua itu adalah takdir Allah SWT. Laisa ikhlas dan
bersyukur atas segala yang diberikan kepadanya.
Bagian pertama menceritakan Prof. Dalimunte sedang presentasi
temuan barunya, Ikanuri dan Wibisana baru saja tiba di Eropa untuk usahanya
dan Yashinta sedang observasi di Gunung. Keempatnya mendapatkan pesan
dari Mamak Lainuri. Setelah membaca pesan itu, Dali langsung
menghentikan presentasinya di Simposium Fisika Internasional, Ikanuri dan
Wibisana yang baru tiba di Eropa langsung mencari penerbangan selanjutnya
ke Indonesia dengan banyak hambatan, Yashinta pun langsung turun dari
puncak gunung demi melihat Sang Kakak. Kak Laisa.
Kak Laisa tak pernah menangis di depan adik-adiknya. Tak sungkan
memarahi dan memukul Dali, Ikanuri dan Wibisana yang ketahuan bolos
sekolah. Kak Laisa hanya ingin pendidikan yang terbaik bagi adik-adiknya.
Kesuksesan adik-adiknya adalah kebahagiaan baginya, dan dia tak pernah
meminta imbalan akan semua jasa yang dilakukan untuk keluarganya.
6
Penulis tertarik untuk meneliti novel ini lebih dalam, karena buku
bacaan ini penuh dengan inspirasi dan motifasi yang sangat baik bagi
pembacanya. Bahkan di dalamnya tidak terlepas dari kajian-kajian tentang
Agama Islam serta mengungkapkan peran sebuah tanggung jawab dalam
keluarga.
Tertarik akan hal yang demikian maka penulis mencoba
mengangkatnya sebagai bahan untuk skripsi dengan judul “ NILAI-NILAI
PENDIDIKAN ISLAM DALAM NOVEL BIDADARI-BIDADARI SURGA
KARYA TERE LIYE”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,
maka rumusan masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah:
1. Apa sajakah nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam novel
Bidadari-Bidadari Surga karya Tere Liye?
2. Bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan Islam dalam novel Bidadari-
Bidadari Surga karya Tere Liye dengan praktik pendidikan Islam masa
kini?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian berisi gambaran yang khusus atau spesifik
mengenai arah dari kegiatan kajian kepustakaan yang dilakukan, berupa
keinginan realistis peneliti tentang hasil yang akan diperoleh. Tujuan
penelitian harus mempunyai kaitan atau hubungan yang relevan dengan
masalah yang akan diteliti (STAIN Salatiga, 2008:50-51).
7
1. Untuk mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung
dalam novel Bidadari-Bidadari Surga karya Tere Liye.
2. Untuk mendeskripsikan relevansi nilai-nilai pendidikan Islam dalam
novel Bidadari-Bidadari Surga karya Tere Liye dengan praktik
pendidikan Islam masa kini.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya
khazanah keilmuan dan memberikan kontribusi pemikiran tentang
pendidikan Islam dan kaitannya terhadap pemilihan novel yang
mengandung nilai-nilai pendidikan Islam.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu yang berguna
kepada masyarakat umum, khususnya para pendidik Muslim, bahwa
terdapat banyak pelajaran yang dapat diambil dari sebuah novel, yang
dapat dijadikan media pembelajaran, sehingga dapat menarik minat
baca masyarakat.
b. Untuk memperkaya khazanah keilmuan bagi peneliti karya sastra
novel selanjutnya.
c. Dapat mengetahui dan memahami isi, ide, dan pesan nilai pendidikan
Islam yang terkandung dalam novel Bidadari-Bidadari Surga bagi
pecinta novel.
8
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian
kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan adalah penelitian
yang dilakukan dengan cara membaca buku-buku atau majalah dan
sumber data lainnya dalam perpustakaan. Kegiatan penelitian ini
dilakukan dengan menghimpun data dari berbagai literatur, baik di
perpustakaan maupun di tempat-tempat lain (Mahmud, 2011:31).
Dalam hal ini penulis mencoba membaca beberapa literatur yang
terkait dengan pembahasan skripsi ini dan menganalisisnya dengan objek
penelitian yang berupa novel Bidadari Bidadari Surga.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis (descriptive
of analyze research). Penelitian ini dilakukan dengan cara mengkaji dan
menjelaskan teks-teks yang mengandung nilai-nilai moral sebagai bagian
dari pendidikan Islam.
2. Jenis Pendekatan
Menurut Abrams dalam bukunya Wiyatmi, ada empat macam
pendekatan terhadap karya sastra yaitu terdiri dari: Pertama, pendekatan
mimetik yaitu pendekatan yang dalam mengkaji sastra berupaya
memahami karya sastra dengan realitas dan kenyataan. Kedua, pendekatan
ekspresif adalah pendekatan yang dalam memandang dan mengkaji karya
sastra memfokuskan perhatiannya pada sastrawan selaku pencipta karya
sastra. Ketiga, pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang memandang
9
karya sastra sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada
pembaca. Keempat, pendekatan obyektif adalah pendekatan yang
memfokuskan kepada karya sastra itu sendiri. Keempat pendekatan
tersebut kemudian mengalami perkembangan hingga muncul berbagai
pendekatan seperti pendekatan struktural, semiotik, sosiologi sastra,
resepsi sastra, psikologi sastra, dan moral (Wiyatmi, 2006:76).
Pendekatan yang akan digunakan penulis adalah pendekatan
pragmatik. Karya sastra yang berorientasi pragmatik banyak mengandung
aspek guna (usefull) dan nilai karya bagi penikmatnya.
3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode dokumentasi. Metode dokumentasi adalah metode
pengumpulan data dengan menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-
buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan
harian dan sebagainya.
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik membaca, mendengar,
menyimak dan mencatat hal yang berkaitan dengan unsur pendidikan
Islam yang terdapat dalam novel Bidadari-Bidadari Surga .
4. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat
diperoleh (Arikunto, 2006:129)
Dalam penulisan skripsi ini, sember data yang digunakan adalah
sumber data yang terkait dengan subyek penelitian dari mana data
10
diperoleh. Adapun sumber data terdiri dari sumber data primer dan
sekunder.
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah sumber data pokok yang langsung
dikumpulkan peneliti dari objek penelitian (Mahmud, 2011:152).
Dalam penelitian ini data primer yang digunakan adalah data yang
bersumber dari novel Bidadari-Bidadari Surga karya Tere Liye yang
diterbitkan oleh Republika.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yaitu sumber data tambahan yang menurut
peneliti menunjang data pokok (Mahmud, 2011:152).
5. Metode Analisis Data
Analisis data yang penulis gunakan adalah analisis isi (content
analysis) yaitu sebuah analisis yang digunakan untuk mengungkapkan,
memahami dan menangkap karya sastra. Dalam karya sastra, isi yang
dimaksud adalah pesan-pesan yang disampaikan pengarang melalui karya
sastranya. Analisis isi didasarkan pada asumsi bahwa karya sastra yang
bermutu adalah karya sastra yang mampu mencerminkan pesan positif
kepada para pembacanya (Endraswara, 2008:160).
F. Penegasan Istilah
Fungsi dari penegasan istilah adalah untuk mempermudah dalam
memahami skripsi ini dan agar terhindar dari kesalahpahaman di dalam
memahami peristilahan yang ada, maka perlu dijelaskan sebagai berikut:
11
1. Nilai-nilai Pendidikan Islam
Nilai merupakan sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan
kualitas, dan berguna bagi manusia (Zakiyah, 2014:14).
Kata pendidikan adalah upaya yang disengaja. Pendidikan
merupakan suatu rancangan dari proses suatu kegiatan yang memiliki
landasan dasar yang kokoh, dan arah yang jelas sebagai tujuan yang
hendak dicapai (Jalaluddin, 2001:81)
Pendidikan Islam adalah sebuah upaya terencana dalam
membentuk kepribadian manusia Muslim untuk mengubah tingkah
lakunya ke arah yang lebih baik atas dasar nilai-nilai ajaran Islam demi
mengangkat derajat (Zakiyah, 2014:144). Senada dengan pendapat di atas,
menurut Chabib Thoha pendidikan Islam adalah pendidikan yang falsafah,
dasar dan tujuan serta teori-teori yang dibangun untuk melaksanakan
praktek pendidikan didasarkan nilai-nilai dasar Islam yang terkandung
dalam Al-Qur’an dan Hadis Nabi (Thoha, 1996: 99).
Jadi yang dimaksud dengan nilai-nilai pendidikan Islam adalah
suatu atau sifat-sifat penting yang berguna bagi manusia dalam menjalani
kehidupannya sehingga akan terbentuk kepribadian yang selaras dengan
norma agama Islam.
2. Novel Bidadari-Bidadari Surga
Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif.
Biasanya dalam bentuk cerita (Maslikhah, 2013:126). Jadi, Novel
Bidadari-Bidadari Surga adalah salah satu novel karya Darwis Tere Liye
12
yang menceritakan perjuangan hidup Laisa yang hingga meninggal belum
menemukan pendamping hidupnya, tetapi telah membuat adik-adiknya
menjadi seorang muslim yang sukses.
G. Sistematika Penulisan Skripsi
Sistematika penulisan skripsi terbagi dalam tiga bagian, yaitu bagian
awal, bagian isi, dan bagian akhir. Bagian awal terdiri dari sampul, lembar
berlogo, halaman judul, halaman persetujuan pembimbing, halaman
pengesahan kelulusan, halaman pernyataan orisinalitas, halaman motto dan
persembahan, halaman kata pengantar, halaman abstrak, halaman daftar isi,
halaman daftar lampiran.
Bagian inti/isi dalam penelitian ini, penulis menyusun ke dalam lima
bab dengan rincian sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini akan membahas mengenai: latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
penegasan istilah, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II BIOGRAFI PENULIS UNSUR INTRINSIK DAN
SINOPSIS NOVEL BIDADARI-BIDADARI SURGA
KARYA TERE LIYE
Bab ini akan membahas tentang: Biografi Tere Liye,
karakteristik novel Tere Liye, karya-karya Tere Liye,
13
unsur-unsur intrinsik novel, Sinopsis novel Bidadari-
Bidadari Surga.
BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN
Bab ini akan membahas tentang: Nilai-nilai pendidikan
Islam dalam novel Bidadari-Bidadari Surga karya Tere
Liye.
BAB IV PEMBAHASAN
Bab ini penulis akan memberikan analisis terhadap
kandungan nilai-nilai pendidikan Islam yang terdapat dalam
novel Bidadari-Bidadari Surga dan relevansi nilai-nilai
pendidikan Islam dalam novel Bidadari-Bidadari Surga
dengan praktik pendidikan Islam masa kini.
BAB V PENUTUP
Bab penutup berisi kesimpulan dan saran.
14
BAB II
BIOGRAFI PENULIS
UNSUR INTRINSIK DAN SINOPSIS NOVEL BIDADARI-BIDADARI
SURGA KARYA TERE LIYE
A. Biografi Tere Liye
Nama “Tere Liye” merupakan nama pena seorang penulis berbakat
tanah air. Tere Liye merupakan nama populernya yang diambil dari bahasa
India yang artinya untukmu. Bebas diartikan untuk siapa saja, sebuah
persembahan karya untuk Sang Maha Segalanya. Tampaknya Tere Liye tidak
ingin dikenal oleh pembacanya. Hal itu terlihat dari sedikitnya informasi
tentang kehidupan dan keluarganya yang pembaca dapat melalui bagian
“tentang penulis” yang terdapat pada bagian belakang sebuah novel.
Tere Liye merupakan salah satu penulis yang telah banyak
mengeluarkan karya-karya best seller. Tidak seperti penulis lain yang
kebanyakan memasang foto, kontak nomor yang bisa dihubungi, profil
lengkap pada setiap karyanya. Akan tetapi Tere Liye memang tidak ingin
dipublikasikan ke umum terkait dengan kehidupan pribadinya, mungkin
alasannya karena Tere Liye ingin mempersembahkan karya terbaiknya
dengan sederhana dan tulus.
Inilah sedikit informasi yang penulis dapatkan mengenai biografi Tere
Liye dari berbagai sumber di internet. Nama asli pengarang adalah Darwis
15
yang lahir pada tanggal 21 Mei 1979 di Tandaraja, Palembang. Tere Liye
lahir di dekat Bukit Barisan, Sumatera Bagian Selatan. Ia tinggal di kelilingi
hutan, di lingkari sungai, di bentengi bukit dan gunung. Ia dibesarkan dari
sebuah keluarga yang sangat sederhana, ayahnya bernama Syahdan (beliau
telah meninggal beberapa tahun yang lalu) sedangkan ibunya bernama
Nurmas. Walaupun sudah ditinggal ayahnya, tapi Darwis mempunyai
semangat yang tinggi dan juga mempunyai mimpi-mimpi besar tentang
hidup. Tere Liye juga sangat antusias dalam mempelajari ilmu agama. Selain
itu, ia juga pernah mendalami ilmu agama disalah satu pondok pesantren di
daerah sumatera.
Tere Liye menikah dengan Ny.Riski Amelia dan di karunia seorang
putra bernama Abdullah Pasai. Seperti di sebutkan di atas, Tere Liye tumbuh
di Sumatera Pedalaman. Ia berasal dari keluarga sederhana yang orang tuanya
berprofesi sebagai petani biasa. Anak ke enam dari tujuh bersaudara ini telah
melahirkan banyak karya novel dari tangannya. Bahkan beberapa diantaranya
telah diangkat ke layar lebar yaitu novel Hafalan Shalat Delisa dan Bidadari-
Bidadari Surga yang menjadi bahan penelitian ini. Berdasarkan email yang di
jadikan sarana komunikasi dengan para penggemarnya yaitu
Tere Liye menyelesaikan masa pendidikan dasar sampai SMP di SDN 2
dan SMPN 2 Kikim Timur, Sumatera Selatan. Kemudian melanjutkan ke
SMUN 9 bandar Lampung. Setelah selesei di Bandar Lampung, ia
meneruskan ke Universitas Indonesia dengan mengambil Fakultas Ekonomi.
16
1. Karakteristik Novel Karya Tere Liye
Tere Liye memiliki ciri khas dalam karya-karyanya dengan
mengangkat tema-tema yang bernuansa Islami, dan bertemakan
kemanusiaan. Secara keseluruhan, karya-karyanya merupakan novel yang
sangat indah, menyentuh, dan penuh pembelajaran hidup. Tere Liye
dengan kata-katanya yang ringan, mudah dimengerti, dan terkadang
mampu membius pembacanya, sehingga bisa ikut mengalir serta merasa
terlibat dalam setiap kejadiannya. Memberi pelajaran dan mengingatkan
pembaca atas makna sebuah kehidupan.
Dari karya-karya Tere Liye ingin membagi pemahaman bahwa
sebetulnya hidup ini tidaklah rumit seperti yang sering terpikir oleh
kebanyakan orang. Hidup adalah anugerah yang Kuasa dan karena
anugerah berarti harus disyukuri. “Bekerja keras dan selalu merasa
cukup, mencintai, berbuat baik dan selalu berbagi, senantiasa bersyukur
serta berterima kasih, maka Ia percaya bahwa kebahagiaan itu sudah
berada di genggaman kita”.
Terkesan bahwa Ia menegaskan syukuri saja setiap apapun yang kita
punya, baik itu berupa kekurangan terlebih kalau itu suatu kelebihan.
Sangat sederhana dan sangat menginspirasi. Kesederhanaanlah yang
mampu membuka hati, dan kalau hati kita sudah terbuka maka akan sangat
mudah setiap pesan-pesan positif itu sampai. Karya Tere Liye biasanya
menyelipkan seputar pengetahuan, moral dan agama Islam.
17
Penyampaiannya yang unik serta sederhana menjadi nilai tambah bagi tiap
novelnya, inilah yang menjadi karakteristik dari karya-karya Tere Liye.
2. Karya-karya Tere Liye
Tere Liye adalah salah satu penulis yang telah banyak mengeluarkan
karya-karya best seller dan berulang kali dicetak salah satunya adalah
novel yang menjadi bahan penelitian ini.
Beberapa karya Tere Liye yang lainnya, sebagai berikut:
a. Hafalan Shalat Delisa (Republika, 2005)
b. Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin (Gramedia Pustaka
Utama, 2010)
c. Bidadari-Bidadari Surga (Republika, 2008)
d. Rembulan Tenggelam Di Wajahmu (Republika, 2009)
e. Moga Bunda Disayang Allah (Republika, 2006)
f. Ayahku (Bukan) Pembohong (Gramedia Pustaka Utama, 2011)
g. Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah (Gramedia Pustaka Utama, 2012)
h. Negeri Para Bedebah (Gramedia Pustaka Utama, 2012)
i. Sunset Bersama Rosie (Mahaka, 2011)
j. Burlian (Serial Anak-Anak Mamak, Buku 2. Republika, 2009)
k. Berjuta Rasanya (Mahaka, 2012)
l. Pukat (Serial Anak-Anak Mamak, Buku 3. Republika, 2010)
m. Negeri Di Ujung Tanduk (Gramedia Pustaka Utama, 2013)
n. Sepotong Hati Yang Baru (Mahaka, 2012)
o. Eliana (Serial Anak-Anak Mamak, Buku 4. Republika, 2011)
18
p. Bumi (Gramedia Pustaka Utama, 2014)
q. Rindu (Republika, 2014)
r. Kisah Sang Penandai (Mahaka, 2005)
s. Amelia (Serial Anak-Anak Mamak, Buku 1. Republika, 2013)
t. Bulan (Gramedia Pustaka Utama, 2015)
u. Dikatakan atau Tidak Dikatakan, Itu Tetap Cinta (Gramedia Pustaka
Utama, 2014)
v. The Gogons: James & incredible incident (Gramedia Pustaka Umum,
2006)
w. Pulang (Republika, 2015)
x. #aboutlove (Gramedia Pustaka Utama, 2015)
y. Cintaku Antara Jakarta dan Kuala Lumpur (AddPrint,2006)
B. Unsur Intrinsik Novel
Unsur intrinsik novel adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra
dari dalam. Adapun unsur-unsur intrinsik dalam novel Bidadari-Bidadari
Surga adalah sebagai berikut:
1. Tema
Tema yang diambil dalam novel ini penulis ingin bercerita tentang
keluarga yaitu pengorbanan seorang kakak yang bernama Laisa demi
kesuksesan keempat adik tirinya. Novel ini juga menggambarkan cinta,
kasih sayang, kerja keras dan doa kepada Allah. Karena kesabaran dan
keluarbiasaan itu, Laisa dianggap sebagai Bidadari-Bidadari Surga.
19
2. Penokohan
Berikut ini adalah tokoh-tokoh dalam Novel Bidadari-Bidadari
Surga:
a. Laisa
Tokoh Laisa digambarkan memiliki fisik yang jauh dari
sempurna. Kulitnya hitam, rambutnya gimbal dan tubuh yang pendek.
Ini ditunjukkan ketika Yashinta mengusap wajah Kak Laisa berikut
ini:
“Lembut jemari Yashinta mengusap wajah Kak Laisa. rambut
gimbalnya. Wajah dengan kulit hitam. Hidung pesek. Mulut Kak
Laisa yang sedikit terbuka, memperlihatkan gigi-gigi besar,
tidak proporsional. Yashinta menelan ludah” (Liye, 2014:296).
Laisa juga digambarkan memiliki karakter pekerja keras, rela
berkorban apapun untuk kebahagiaan adik-adiknya. Hal ini dituliskan:
“Dia yang melihat Kak Laisa bekerja keras terpanggang
matahari di kebun mereka. Kak Laisa yang berjanji akan
membuatnya terus sekolah. Yang boleh malu dan sakit itu Kak
Laisa, bukan adik-adiknya....” (Liye, 2014:313).
Selain itu Laisa juga memiliki sikap yang tegas, tidak pemalu
dan ia sangat pemberani. Saat Kak Laisa membela Dalimunte dalam
pertemuan di balai kampung berikut ini:
“Kak Laisa! Kak Laisa sudah berdiri dari duduknya. “Kita bisa
melakukannya. Apa susahnya membuat kincir-kincir itu. Jika
Dalimunte bisa membuat dua dengan bambu seadanya, kita bisa
membuatnya yang lebih bagus, lebih kokoh.” Kak Laisa
berseru, melangkah ke depan.” (Liye, 2014:89).
Laisa juga sering memendam perasaan, menyembunyikan rasa
sakit, nekat melakukan hal yang mungkin tidak akan pernah dilakukan
20
oleh orang lain, bahkan hingga nyawa sekalipun. Seperti yang
dilakukan Laisa demi menyelamatkan nyawa Yashinta berikut ini:
“Kak Laisa berlari sekuat kakinya ke kampung atas. Tidak
peduli tetes air hujan bagai kerikil batu yang ditembakkan dari
atas. Tidak peduli tubuhnya basah-kuyup. Tidak peduli malam
yang gelap gulita. Dingin membungkus hingga kaki. Musim
kemarau begini, di malam hari, suhu Lembah Lahambay bisa
mecapai delapan derajat celcius. Kak Laisa berlarian menaiki
lembah. Terpeleset. Sekali. Dua kali. Tidak peduli. Petir
menyalak. Guntur menggelegar. Ia ingat. Ia ingat kakak-kakak
mahasiswa tadi menyebut-nyebut soal obat dan dokter. Mereka
pasti bisa membantu.” (Liye, 2014:168).
b. Mamak Lainuri
Mamak Lainuri adalah ibu tiri Laisa juga ibu dari Dalimunte,
Ikanuri, Wibisana dan Yashinta. Gambaran fisik Mamak Lainuri tidak
diceritakan dalam novel ini. Mamak Lainuri memiliki karakter yang
hampir sama dengan Laisa, bekerja keras agar tetap bisa membiayai
sekolah anak-anaknya, keras mendidik anak-anaknya agar mereka
tidak menjadi anak yang manja, baik, sangat menyayangi anak-
anaknya dan tidak suka marah.
“Mamak sebenarnya tidak suka marah. Lebih banyak berdiam
diri. Melotot, dan anak-anaknya langsung mengerti.
Bagaimanalah Mamak akan sempat marah? Mamak sudah
terlanjur lelah dengan jadwal harian. Bangun jam empat
shubuh, menanak nasi, membuat gula aren, menyiapkan
keperluan ladang. Lantas berangkat ke ladang. Nanti, baru
lepas isya, setelah anak-anaknya tidur baru bisa istirahat.
Itupun setelah menyelesaikan anyaman rajutan atau apalah.”
(Liye, 2014:70).
c. Dalimunte
Dalimunte adalah anak yang paling pintar di antara saudara-
saudaranya. Dia juga memiliki karakter yang baik, rajin, suka
21
membantu Mamak dan Kak Laisa di ladang, peka terhadap keadaan,
senang melakukan penelitian dan penemuan, rela berkorban tapi tidak
begitu berani seperti Laisa kakaknya. Hal ini dituliskan:
“Siapapun di lembah itu tahu persis, di sekolah Dalimunte
dikenal sebagai anak yang paling pintar, meski sekolah itu
benar-benar seadanya. Dan satu bakat besar Dalimunte (meski
untuk yang ini tidak semua penduduk lembah tahu), dia suka
sekali mengutak-atik sesuatu. Diam-diam melakukannya di sela-
sela membantu Mamak di ladang. Apa saja. Menciptakan alat-
alat yang aneh. Seperti keranjang aneh penangkap udang, alat
panjang penyadap damar, dan sebagainya.” (Liye, 2014:78).
Selain itu, Dalimunte juga orang yang serius, selalu mencari
tahu tentang hal yang ingin diketahuinya dan taat beragama.
“Baik. Apa yang ingin kau sampaikan, Dalimunte?’’ Wak
Burhan tersenyum lebih lebar, mengeluarkan sirih dari mulut.
Dia mengenal sekali anak Lainuri yang satu ini. Rajin shalat
berjamaah di surau. Masih anak-anak. Tapi siapa bilang dia
masih anak ingusan umur dua belas tahun.” (Liye, 2014:81-
82).
d. Wibisana dan Ikanuri
Wibisana adalah kakak Ikanuri. Wajah mereka sangat mirip.
Meski usia mereka selisih sebelas bulan, akan tetapi Ikanuri memiliki
karakter yang hampir sama dengan Wibisana. Bahkan mereka sering
di sebut anak kembar, walau mereka sebenarnya bukan anak kembar.
Mereka memiliki kepribadian yang sangat mirip dan jalan hidup
mereka pun mirip.
Mereka sama-sama memiliki karakter berontak. Mereka lebih
senang melakukan hal yang menegangkan, penuh tantangan gemar
22
bermain dan menjahili adik bungsunya ketika Kak Laisa mengajak
Yashinta melihat berang-berang yang lucu:
“Apa sih lucunya lihat berang-berang? Gitu-gitu saja! Mana
ada coba lucunya” Satu kepala anak lelaki menyembul dari
belakang Mamak. Mukanya terlihat jail. “Iya, apa coba
lucunya!” Satu lagi kepala anak lelaki menyusul. Wajah mereka
berdua mirip benar. Kompak seperti biasa, menyeringai nakal
ke arah Yashinta.” (Liye, 2014:42).
Tapi Ikanuri terkadang juga bisa melakukan hal yang tidak
pernah disangka sebelumnya, yaitu memberikan apa yang diinginkan
si bungsu.
“Ikanuri mengambil bungkusan kecil dari kota kecamatan tadi.
Lantas menyerahkannya ke Yashinta. “Buat Yashinta!”
“Apa-an?” Yashinta bertanya sambil menguap.
“Buka saja--” Ikanuri nyengir.
Yashinta tanpa perlu diperintah dua kali, membuka ikatan
kantong plastik kecil. Seperti tidak percaya. Satu detik. Dua
detik. Lantas berseru senang sekali.
“CRAYON 12 WARNA--” Yashinta tertawa lebar.” (Liye,
2014:73).
Mereka digambarkan memiliki karakter nakal, seperti pandai
berbohong kepada orang lain:
“Dulu Ikanuri jagonya soal menipu orang lain dengan wajah
sok-memelas. Kak Laisa yang suka mengejar-ngejarnya dengan
sapu lidi, berkali-kali tertipu soal ini. Sok-memelas sakit (malas
sekolah). Sok-memelas sakit (malas bantu Mamak Lainuri). Sok
memelas sakit (malas ngurus kebu). Sakitnya si bisa macam-
macam. Sakit kaki-lah. Sakit tangan. Bisul. Bahkan panu pun
bisa jadi alasan Ikanuri.” (Liye, 2014:33).
Bahkan mereka sering bolos sekolah dan mencuri uang Mamak.
Tere Liye menuliskan:
“Ini juga gaya favorit Ikanuri waktu kecil dulu kalau menipu
guru di kelas (katahuan bolos). Atau ketahuan mencuri uang di
23
kelpeh plastik Mamak Lainuri. Sok bego tidak mengerti.” (Liye,
2014:34).
Sikap Wibisana dan Ikanuri yang tak kalah menyebalkan adalah
bebal, keras kepala dan melawan Kak Laisa. Setelah mereka dewasa
sifat itu pun berubah.
“Tidak ada yang pernah menyangka, dua sigung yang amat
bebal, keras kepala, dan selalu melawan Kak Laisa, bertahun-
tahun terakhir berkutat dengan masalah: tidak akan menikah
sebelum Kak Laisa menikah.” (Liye, 2014:269).
e. Yashinta
Yashinta adalah anak bungsu dari keluarga Mamak Lainuri yang
selalu ceria. Yashinta tumbuh menjadi gadis yang cantik dan
menawan, memiliki mata hitam yang indah dan tubuh tinggi.
Yashinta juga banyak menuruni sifat cerdas seperti kakaknya
Dalimunte. Senang mencari tahu hal baru, baik serta penurut dan yang
tak kalah Yashinta juga menuruni sifat keras kepala Wibisana dan
Ikanuri.
“Kabar baik kedua adalah: Yashinta akhirnya menyelesaikan
pendidikan masternya. Cumlaude. Lulusan terbaik. Ia jelas-jelas
mewarisi kecerdasan Dalimunte, meski juga mewarisi tabiat
keras kepala Ikanuri dan Wibisana.” (Liye, 2014:267-268).
Yashinta juga digambarkan memiliki tubuh yang sangat kuat. Ini
diceritakan Ikanuri dan Dalimunte ketika Yashinta menghilang.
“Kenapa pula kau persis seperti Mamak, mencemaskan hal-hal
kecil. Anak itu dua kali lebih atletis dibandingkan Kak Laisa,
apalagi dibandingkan kau! DIA AKAN BAIK-BAIK SAJA,
DALIMUNTE!.” (Liye, 2014:84).
24
Selain itu Yashinta sangat senang menggambar, mencintai
binatang dan senang meneliti kehidupan beberapa binatang langka
yang ada di atas gunung.
“Mamak Lainuri juga beranjak mendekat melihat gambar
Yashinta. Ikut tersenyum. Yashinta memang berbakat melukis.
Meski hanya dengan pensil, gambarnya tetap bagus. Lima
berang-berang itu terlihat begitu nyata.” (Liye, 2014:72).
f. Cie Hui
Cie Hui adalah istri Dalimunte. Dia digambarkan mempunyai
paras wajah yang cantik, baik, manis dan mudah bergaul dengan
keluarga Mamak Lainuri. Ini diceritakan Kak Laisa saat berbicara
dengan Dalimunte.
“Cie Hui gadis yang cantik. Ia juga baik. Ia mudah sekali akrab
dengan Mamak dan Yashinta.” (Liye, 2014:202).
g. Jasmine dan Wulan
Jasmine adalah istri dari Wibisana dan Wulan adalah istri dari
Ikanuri. Jasmine dan Wulan mempunyai karakter yang
menyenangkan, cantik dan berpendidikan. Diceritakan dalam novel
mereka juga mirip seperti Wibisana dan Ikanuri. Mereka mengenal,
melamar Jasmine dan Wulan di hari yang sama. Bahkan cara
melamarnya pun dengan cara yang sama.
“Wulan dan Jasmine tipikal gadis yang menyenangkan. Cantik.
Berpendidikan. Dari keluarga yang terhormat. Mereka berdua
masih sepupu satu sama lain.” (Liye, 2014:270).
25
h. Intan
Intan adalah anak dari Dalimunte dan Cie Hui. Intan memiliki
karakter tidak sabaran, keras kepala, berisik, suka mencari perhatian,
ceria dan cerdas. Tentunya kecerdasan Intan mewarisi dari Abinya.
“Itu gelang pemberian Intan, putri sulungnya yang berumur
sembilan tahun. Bertuliskan, ‘Safe The Planet!. Minggu-minggu
ini, Intan menjadi ketua panitia ‘Earth Day” di sekolah.
Memaksa siapa saja mengenakan gelang itu. Satu gelang
bernilai sumbangan 5.000 perak. Nanti uangnya buat beli tong
sampah yang bakal dikirim ke daerah-daerah korban bencana
alam. Makanya Intan sibuk benar berpromosi.” (Liye, 2014:10).
i. Delima dan Juwita
Delima adalah anak dari Wibisana dan Jasmine, sedangkan
Juwita adalah anak dari Ikanuri dan Wulan. Meskipun mereka lahir
dari ayah dan ibu yang berbeda akan tetapi mereka seperti anak
kembar. Lahir di hari dan waktu yang sama. Delima dan Juwita
memiliki karakter yang hampir mirip. Hal itu tidak menutup
kemungkinan mereka mewarisi kemiripan dari ayahnya masing-
masing.
“Anak-anak mereka yang berumur enam tahun itu mirip benar
ayahnya masing-masing. Kompak urusan beginian, meski sering
sekali justru sibuk bertengkar saat sedang bermain bersama.
Sebenarnya perangai Delima-Juwita memang copy-paste
perangai ayah-ayah mereka berdua waktu kecil dulu.” (Liye,
2014:21).
j. Wak Burhan
Wak Burhan adalah sesepuh kampung di Lembah Lahambay,
selain itu Wak Burhan masih memiliki hubungan saudara dengan
Mamak Lainuri. Beliau memiliki karakter yang bijaksana, di segani
26
banyak orang, taat beragama dan memiliki peran penting dalam
memimpin rapat kampung.
“Wak Burhan, sesepuh kampung berdehem, setelah memastikan
semua warga hadir, mengetukkan palu dari bonggol bambu,
segera memulai pertemuan. Warga kampung diam,
memperhatikan.” (Liye, 2014:79).
k. Bang Jogar
Bang Jogar adalah kepala sesepuh yang baru menggantikan Wak
Burhan yang sudah meninggal. Bang Jogar dipilih langsung oleh
warga. Ia memiliki karakter tegas, ingin tahu dan humoris.
“Aku tudak tahu, Dali. Dhokter lebih tahu urusan itu. Kau kan
tahu, abang-abangmu ini di kampung mana pernah sekolah
hingga kelas enam kecuali kau dan anak-anak kami sekarang,
Bang Jogar tertawa, bergurau, mencoba menghibur wajah
Dalimunte yang cemas.” (Liye, 2014:149).
l. Goughsky
Goughsky adalah teman Yashinta, yang diceritakan pada
akhirnya menjadi suami Yashinta. Goughsky adalah pemuda dari
keturunan Uzbekistan-Melayu. Dia memiliki karakter yang sabar,
alim, suka bergurau, menyenangkan dan perhatian.
“Goughsky juga tipikal pemuda yang menyenangkan. Dekat
dengan penduduk setempat lokasi basecamp, suka bergurau,
dan yang pasti amat sabar. Kalau saja Yashinta mau
menghitung perdebatan mereka, hanya Goughsky yang bisa
sabar dengannya. Yang lain sudah mengkal sejak tadi. Pemuda
Uzbek itu juga alim.” (Liye, 2014:321).
3. Alur
Alur cerita dalam novel ini adalah alur maju mundur, karena pada
novel ini di awali dengan sakitnya Laisa yang sudah parah dan meminta
27
adik-adiknya untuk pulang, dalam perjalanan sang adik menceritakan
kehidupan masa kecil di Lembah Lahambay. Dan di akhiri dengan
meninggalnya Laisa setelah adik-adiknya sampai di Lembah Lahambay, di
samping Laisa dengan nafas terakhirnya.
4. Sudut Pandang
Sudut pandang dalam novel karya Tere Liye ini, menggunakan sudut
pandang orang ketiga. Sehingga penulis/pengarang bisa lebih leluasa
dalam menuangkan dan mengungkapkan isi pikirannya.
5. Latar atau Setting
Latar tempat pada novel Bidadari-Bidadari Surga karya Tere Liye
bertumpu pada pendapat Nurgiyantoro (2007:227), penganalisisan latar
dalam penelitian ini di bagi menjadi tiga unsur yaitu latar tempat, waktu
dan sosial.
a. Latar Tempat
Dalam novel ini ada beberapa latar tempat yaitu Lembah
Lahambay, Gunung Kendeng, Gunung Semeru, Gunung Gede,
Bandara.
1) Lembah Lahambay
Lembah Lahambay adalah latar tempat yang paling banyak
diceritakan. Di Lembah Lahambay inilah Mamak Lainuri, Laisa,
Dalimunte, Wibisana, Ikanuri dan Yashinta tinggal dan anak-anak
Mamak tumbuh dan Besar.
“Mereka lahir di sebuah lembah indah yang sempurna
dikepung hutan belantara. Terpencil dari manapun. Dua jam
28
perjalanan dari kota kecamatan terdekat. Namanya, Lembah
Lahambay. Persis di tengah-tengah bukit barisan yang
membentang membelah pulau. Deretan gunung-gunung kecil.
Ada sebelas puncak gunung setinggi 1.500-2.000 meter dpl di
kawasan lembah itu.” (Liye, 2014:40).
2) Ruang Konvensi Besar/Ruang Simposium
Ruang Konvensi/Ruang Simposium adalah tempat Dalimunte
menerima SMS Mamak Lainuri untuk segera pulang.
“Muka-muka yang memadati ruang konvensi besar itu
terlihat semakin bercahaya oleh antusiasme. Seperti anak
kecil yang dijanjikan mainan baru. Atau seperti anak kecil
yang melihat penuh rasa ingin tahu toples penuh gula-gula.
Menunggu tak sabaran moderator yang terus ngoceh tentang
fakta yang sebenarnya mereka sudah tahu semua. Termasuk
jurnal itu. Tadi pagi dibagikan gratis ke seluruh peserta.”
(Liye, 2014:7).
3) Gunung Kendeng
Gunung Kendeng adalah tempat Wibisana dan Ikanuri
melarikan diri karena takut di hukum Mamak. Menurut warga
Lembah Lahambay di gunung itu terdapat hariamu-harimau buas.
“Gerakan Laisa dan Dalimunte jauh lebih cepat. Karena
mereka langsung menuju satu titik. Gunung Kendeng.
Semakin masuk ke dalam hutan, pepohonan semakin lebat.”
(Liye, 2014:123).
“Bule sialan ini sengaja memancing-mancing emosinya,
karena semalam di basecamp Yashinta menceritakan
kejadian Kak Laisa dan tiga harimau di Gunung Kendeng.”
(Liye, 2014:326).
4) Gunung Semeru
Gunung Semeru adalah tempat Yashinta meneliti burung
alap-alap kawah. Di tempat ini juga Yashinta menerima SMS dari
Mamak Lainuri untuk segera pulang.
29
“PKAAAK! Lenguh suara nyaring itu sempurna sudah
memecah hening puncak Semeru. Bagai menguak kabut.
Bagai membelah halimun. Membuat wajah-wajah sontak
tertoleh, mendongak.” (Liye, 2014:26).
5) Gunung Gede
Gunung Gede adalah tempat Yashinta dan Goughsky
melakukan penelitian burung elang jawa.
“Sengaja biar tidak menganggu pengamatan. Berdua berdiri
di atas menara intai setinggi dua belas meter. Ada sepuluh
menara seperti itu di Taman Nasional Gunung Gede,masing-
masing berjarak seratus meter.” (Liye, 2014:323).
6) Bandara Roma
Bandara Roma adalah tempat Wibisana dan Ikanuri
menerima SMS dari Mamak Lainuri.
“Senior & Seniorita, pesawat akan segera mendarat di
Bandara Roma lima menit lagi. Harap kenakan sabuk
pengaman Anda.... Perbedaan waktu Jakarta dan Roma-- .”
(Liye, 2014:19).
b. Latar Waktu
Latar waktu dalam novel Bidadari-Bidadari Surga tidak
dijelaskan secara detail. Penulis hanya menggunakan pagi, siang, sore
dan malam hari, atau menggunakan sebulan, setahun dan lainnya.
c. Latar Sosial
Latar sosial dalam novel Bidadari-Bidadari Surga karya Tere
Liye mempunyai latar sosial yang masih sangat kentara. Hal ini
digambarkan ketika warga Lembah Lahambay dengan kebersamaan,
30
gotong-royong, dan jiwa sosial yang tinggi dalam membuat kincir ide
Dalimunte.
“Ahad berikutnya, seperti kesepakatan pkan lalu, penduduk
kampung bergotong royong membuat lima kincir air dipinggir
cadas air sungai. Melaksanakan ide Dalimunte.” (Liye,
2014:99).
6. Amanat
Amanat yang ingin disampaikan dalam novel Bidadari-Bidadari
Surga ini adalah ketulusan seorang kakak terhadap adik-adiknya. Kita
dapat mengambil pelajaran bahwa ketulusan itu akan membuahkan
kebahagiaan. Serta kisah ini juga mengajarkan kita untuk tidak pamrih atas
pengorbanan yang telah dilakukan. Pelajaran agar kita terus bekerja keras
menjalani hidup sesulit apapun tantangan dan kondisinya.
C. Sinopsis Novel
Novel Bidadari-Bidadari Surga mengkisahkan tentang kehidupan yang
sangat penuh perjuangan dan kerja keras. Sebuah keluarga dari pedalaman
Sumatera, terselip di balik rimbunnya hutan sumatera dengan keadaan yang
tak terlalu menguntungkan, lembah Lahambay menjadi tempat di mulainya
cerita ini. Keluarga tersebut terdiri dari 5 orang anak dan 1 orang ibu, ayah
mereka sudah meninggal sejak lama secara tragis karena dicabik-cabik oleh
binatang buas (harimau) penunggu gunung dekat kampung mereka. Sebelum
ayah mereka meninggal, ayahnya memberi wasiat kepada kakak tertua
mereka yaitu Laisa, agar menjaga adik-adiknya hingga beliau pulang mencari
kumbang di gunung, tapi takdir berkata lain, ayah tercinta mereka sudah
dipanggil oleh Yang Maha Kuasa.
31
Sejak saat itu Laisa merasa benar-benar harus melindungi adik-adiknya
yang masih kecil dan menjaga ibunya yang sudah tua. Diceritakan, pada saat
Laisa duduk di bangku sekolah dasar kelas empat, bersamaan adiknya yang
kedua bernama Dalimunte akan memasuki bangku sekolah dasar, ssat itu ibu
mereka (mereka biasa memanggilnya Mamak Lainuri) tidak punya uang
untuk menyekolahkan Dalimunte. Hingga akhirnya, Laisa rela mengorbankan
bangku sekolahnya demi adiknya, Dalimunte. Sebenarnya Mamak tidak
setuju Laisa berhenti sekolah, tetapi Laisa terus memohon kepada Mamak
agar mengizinkannya meninggalkan bangku sekolah dan akan membantu
Mamak mengurusi ladang mereka saja.
Dalimunte adalah seorang adik yang baik, rajin membantu Mamak dan
kak Laisa di ladang. Dali juga sangat rajin sembahyang di surau (seperti
mushola/masjid). Dia terkenal sebagai anak yang cerdas dan sangat kreatif.
Dalimunte berfikir untuk membuat kincir air untuk desanya agar membuat
irigasi ke setiap ladang milik warga. Pada awalnya warga tidak percaya
dengan kincir air karangan Dali yang masih kecil itu. Namun Kak Laisa
meyakinkan warga agar percaya kepada adiknya dan untuk mencobanya
terlebih dahulu. Hingga akhirnya, kincir air rancangan Dali di buat oleh para
warga secara gotong-royong. Setelah dicoba akhirnya kincir tersebut dapat
mengalir ke ladang-ladang milik warga.
Ikanuri dan Wibisana adalah adik Laisa yang ketiga dan keempat. Umur
mereka selisih satu tahun, tetapi mereka terlihat sangat mirip, bahkan sudah
seperti anak kembar. Mereka memiliki paras wajah dan watak yang hampir
32
sama. Tentulah sangat berbeda dengan Dalimunte dan mereka tidak serajin
Dali dan Kak Laisa. Mereka lebih suka bermain daripada belajar atau
membantu Mamak dan Kak Laisa di ladang. Bahkan mereka pernah ketahuan
bolos ke kecamatan untuk bekerja mencari uang. Setelah mereka pulang ke
rumah, Kak Laisa memarahi mereka. Hampir setiap hari Kak Laisa memarahi
mereka, karena mereka selalu berbuat onar, meskipun mereka anak yang
nakal mereka tetap sadar akan kerja keras Mamak dan Kak Laisa demi
sekolah mereka. Laisa ingin adik-adiknya sekolah yang rajin supaya kelak
menjadi orang yang sukses.
Yashinta adalah adik terkecil Kak Laisa, dia adalah adik yang sangat
manis dan patuh pada Kak Laisa. Yashinta termasuk gadis yang cantik dan
pintar, sepertinya dia mewarisi bakat Dalimunte. Dia juga mewarisi bakat
Laisa dalam hal sikap untuk bekerja keras. Sebenarnya setelah Yashinta akan
memasuki sekolah dasar, dia sempat bertanya kepada Laisa dan Mamak,
apakah dia akan sekolah seperti kakak-kakanya? Seketika kak Laisa
menjawab “YA”. Yashinta merasa senang sekali. Namun, Tuhan berkata lain,
saat Yashinta memasuki sekolah dasar, Dalimunte akan memasuki sekolah
menengah atas. Pada saat itu keuangan keluarga mereka sedang krisis karena
gagalnya percobaan kebun strawberry Laisa. Yashinta kecil yang saat itu
sudah mengerti keadaan, memutuskan bicara pada Mamak dan yang lain agar
tidak sekolah saja. Tapi saat itu Dalimunte yang rela untuk tidak sekolah, dia
lebih senang kalau Yashinta yang sekolah, biar Dali membantu Mamak dan
Kak Laisa di ladang strawberry.
33
Berkat usaha dan kerja keras yang disertai dengan doa, perkebunan
strawberry mereka berhasil, buah-buah kecil merah nan indah itu tumbuh
subur di ladang mereka. Kini, ladang mereka dipenuhi dengan buah
strawberry yang siap dikirim ke pasaran dengan kualitas tinggi dan harga
yang mahal. Pada saat itulah Laisa memutuskan untuk meneruskan sekolah
Dali. Awalnya Dali menolak untuk sekolah kembali karena dia lebih senang
membantu Kak Laisa dan Mamak di ladang. Namun Kak Laisa mengatakan
bahwa dia harus tetap sekolah dan menjadi anak yang pintar agar
membanggakan keluarganya. Akhirnya, Dali menurut pada ucapan kakak
tersayangnya itu.
Waktu terus berputar seperti halnya roda.
Kini lembah mereka sudah dipenuhi oleh perkebunan strawberry.
Warga lembah memilih untuk mengikuti jejak Laisa yang menanam
strawberry daripada menanam padi dan jagung yang memiliki keuntungan
lebih sedikit. Saat itu pula lembah mereka memiliki kemajuan dalam bidang
ekonomi. Laisa sudah berumur 35 tahun lebih. Dalimunte sudah menjadi
orang yang membanggakan. Dia mendapat beasiswa ke luar negeri dan
sekarang bekerja di laboratorium untuk melakukan penelitian dan sudah
mengantongi gelar profesor. Berjalannya waktu, Dalimunte pun sudah
memiliki istri yang cantik juga sangat baik kepada keluarga Dalimunte yang
bernama Cie Hui, seorang gadis keturunan Cina. Sedangkan, Ikanuri dan
Wibisana juga sudah menjadi orang yang sukses. Mereka telah berhasil
34
memiliki bengkel besar di kabupaten dan juga sudah memiliki istri cantik nan
baik hati seperti istri Dalimunte mereka bernama Wulan dan Jasmine.
Yashinta kecil yang dulu adalah anak kecil dan manis, sekarang sudah
menjadi gadis dewasa cantik dan juga cerdas. Sekarang dia kuliah di luar
negeri untuk mengambil beasiswa di bidang ilmu alam. Ketertarikannya pada
alam dimulai dari melihat anak berang-berang lucu saat dia masih kecil
bersama Kak Laisa.
Sebenarnya Dalimunte, Ikanuri dan Wibisana enggan menikah sebelum
Kak Laisa menikah. Mereka rela menunggu Kakaknya hingga kapan pun.
Kak Laisa adalah orang yang sangat berjasa bagi hidup mereka. Mereka tidak
mungkin melangkahi Kak Laisa. Hingga akhirnya Kak Laisa meyakinkan
mereka untuk menikah terlebih dahulu, karena Kak Laisa memang rela
dilangkahi oleh mereka. Meskipun dia sudah tua dan tidak memiliki suami
bahkan anak, Kak Laisa sangat bahagia memiliki adik-adik yang
membanggakan dan memiliki Mamak disampingnya. Hingga akhirnya adik-
adiknya melangkahi Kak Laisa.
Yashinta dewasa pun sama, bahkan dia sudah merasakan jatuh cinta
pada teman satu tim dalam penelitiannya bernama Goughsky. Lelaki itu juga
sangat mencintai Yashinta. Goughsky datang ke rumah Yashinta untuk
bersilaturahmi dan melamar Yashinta di depan Mamak dan kakak-kakaknya.
Pada saat itu juga Yashinta menolak lamaran Goughsky karena dia tidak
mungkin melangkahi Kak Laisa seperti ketiga kakaknya. Kak Laisa adalah
35
kakak yang baik dan tidak pernah mengecewakan adik-adiknya terutama
Yashinta. Tidak sampai hati jika dia melangkahi Kak Laisa. Akan tetapi, Kak
Laisa mencoba berbicara pada Yashinta supaya jangan menunggu sampai
Kak Laisa menikah. Walau bagaimanapun Kak Laisa rela jika dia harus
dilangkahi oleh adik-adiknya. Pendirian Yashinta sangat bulat, dia tidak akan
menikah sebelum Kak Laisa menikah.
Waktu terus berputar, tidak ada yang tahu bahwa Allah memiliki
rencana seperti ini.
Kak Laisa ternyata selama ini mengidap penyakit kanker. Dia sangat
pandai menyembunyikan tentang penyakitnya ini kepada adik-adiknya. Hal
tersebut dikarenakan Kak Laisa tidak ingin adik-adiknya menjadi putus
harapan dan akan terganggu dalam mewujudkan cita-cita mereka. Oleh
karena itu, Kak Laisa menyimpannya sendiri dan hanya Mamak Lainuri yang
mengetahuinya. Waktu terus berlalu, hari-hari Kak Laisa menjadi penuh
dengan perjuangan melawan kanker. Dia terus berobat ke rumah sakit tanpa
sepengetahuan adik-adiknya. Kanker yang menggerogoti tubuh Kak Laisa
sudah makin parah, kata dokter sudah stadium IV, dan saat itulah Mamak
mengirim SMS kepada anak-anaknya yang berada di kota agar segera pulang
karena hidup Kak Laisa bisa terhitung jari.
Saat mereka sampai ke lembah satu per satu, mereka menangis melihat
Kak Laisa terbaring lemah di ranjang dengan infus dan peralatan dokter
lainnya. Rumah mereka dipenuhi oleh warga yang sedang membacakan surat
36
Yasin. Mereka memohon maaf kepada Kak Laisa atas segala kesalahan.
Apalagi Ikanuri dan Wibisana yang selalu membuat onar ketika kecil.
Saudara yang terakhir datang adalah Yashinta. Dia datang di saat yang tepat,
yaitu ketika Kak Laisa masih diberi kesempatan oleh Allah untuk bertemu
dengan adiknya yang terakhir. Saat itu Yashinta mengalami patah tulang dan
memar di tubuhnya karena terburu-buru turun gunung ingin segera pulang ke
lembah untuk bertemu dengan Kak Laisa. Allah memang baik, Yashinta
masih diberi kesempatan untuk bertemu Kak Laisa. Yashinta memeluk tubuh
Kak Laisa yang terbaring lemah dan memohon maaf kepada Kak Laisa
apabila ia punya salah. Seketika itu juga Kak Laisa meminta Yashinta untuk
menikah dengan Goughsky di depan Kak Laisa. Akhirnya, setelah Kak Laisa
melihat pernikahan Yashinta, dia menghirup nafas terakhirnya dan
meninggalkan dunia ini dengan senyuman di wajahnya. Meski sebenarnya
Laisa bukanlah saudara kandung dari Dali dan bukan anak biologis Mamak
Lainuri, tapi dia sangatlah mulia mengorbankan segalanya demi adik-
adiknya.
37
BAB III
DESKRIPSI PEMIKIRAN
Nilai-nilai pendidikan Islam dalam novel Bidadari-Bidadari Surga
karya Tere Liye, dijabarkan sebagai berikut:
A. Pendidikan Akidah/Keimanan
1. Iman Kepada Allah
Iman kepada Allah SWT secara ijmal (garis besar, global) ialah
kita beriktikad bahwa sesungguhnya Allah SWT. itu bersifat dengan
semua sifat kesempurnaan, dan maha suci dari semua sifat kekurangan.
Iman kepada Allah secara tafsil (terperinci, operasionil) ialah kita
beriktikad bahwa sesungguhnya Allah itu bersifat dengan sifat-sifat wajib
yang jumlahnya 20 (Wujud, Qidam, Baqa’, dan seterusnya...)
(Tatapangarsa, 1990:42).
Kutipan :“Kenapa? Kenapa kau diam? Kau marah kami mengatakan
itu, hah? Ikanuri tanpa rasa iba bertanya bengis. Laisa
menelan ludah. Matanya tiba-tiba berair. Ya Allah, aku
mohon, jangan pernah, jangan pernah buat aku menangis di
depan adik-adikku. Jangan pernah! Itu akan membuat mereka
kehilangan teladan.” (Liye, 2014:108).
Kutipan novel di atas Tere Liye memaparkan sebuah nilai
pendidikan Islam tentang akidah yakni Iman kepada Allah.
Menggambarkan keresahan hati seorang Kakak yang selalu berjuang dan
berusaha untuk tegar tidak menangis. Dengan keyakinan dan keimanan
kepada Allah SWT memberi kekuatan bagi Kak Laisa untuk tidak
menangis di hadapan adik-adiknya.
38
“Keajaiban itu! Hanya kuasa Allah yang tahu apa yang
sesungguhnya sedang terjadi malam itu, sang siluman entah
oleh kekuatan apa mendadak mengurungkan niatnya
menerkam tubuh pasrah Laisa. lima detik berlalu, harimau
terbesar setelah sekali lagi menggerung lebih keras, perlahan
melangkah mundur. Memberikan perintah, memutar
tubuhnya.” (Liye, 2014:133).
“Yashinta dengan muka luka, kaki patah, tergolek tak berdaya.
Dua puluh jam lamanya, hingga keajaiban itu terjadi. Hingga
kecintaan pada saudara karena Allah, rasa berserah diri yang
tinggi kepada kuasa langit, ritual ibadah yang penuh
pemaknaan, kebaikan dengan sesama, proses bersyukur yang
indah, mampu membuat manusia menembus batas-batas akal
sehat itu.” (Liye, 2014:299)
Beberapa kutipan novel di atas Tere Liye juga mengaplikasikan
terkait iman kepada Allah seperti benar-benar nyata memang jauh dari
batas akal dan menunjukkan tentang adanya Allah SWT. Bahwa seorang
muslim harus percaya semua yang dimiliki, semua yang terjadi adalah
kehendak Allah SWT.
2. Iman Kepada Kitab-Nya
Beriman kepada kitab-kitab-Nya bermakna mempercayai bahwa
Allah SWT telah memberikan titah-Nya beberapa banyak hukum kepada
tiap-tiap Rasul-Nya. Perintah-perintah Allah tersebut dikumpulkan oleh
tiap-tiap Rasul dan kumpulan perintah Allah SWT itulah yang disebut
Kitab-kitab-Nya (Abdurrahman, 2002:27).
Kutipan :“Keajaiban itu memang pernah terjadi.... Bagaimana
mungkin ada satu potongan translasi religius yang keliru?
Kitab suci keliru? Hadist yang salah? Sungguh lelucon yang
tidak lucu. Itu tidak mungkin terjadi!.”(Liye, 2014:11).
“Slide bergerak cepat. Sekarang memunculkan sebuah
translasi kitab suci. Wajah-wajah dalam ruang besar
nampaknya tidak terlalu keberatan dengan perubahan topik
yang mendadak tersebut.” (Liye, 2014:12).
39
“Ingat, disadari atau tidak, ada fakta religius yang tertulis
indah di kitab suci. Salah-seorang sahabat Nabi Sulaiman,
maksud saya Solomon buat hadirin yang mengenalnya dengan
nama itu. Saya garis bawahi, saat itu, seorang manusia,
pernah bisa memindahkan dalam skejap sepotong kursi dari
satu titik ke titik lainnya yang berjarak ratusan kilo meter
sebelum mata sempat berkedip! Seorang manusia.” (Liye,
2014:15).
Beberapa kutipan novel di atas Tere Liye menampilkan beberapa
makna tentang iman kepada kitab-Nya yaitu banyak menampilkan tentang
kebenaran hadist dan kitab suci.
3. Iman Kepada Rasul dan Nabi-Nya
Umat Islam meyakini bahwa Allah mengirimkan para Rasul
sebagai utusan-Nya pada setiap masa dan kepada semua umat manusia
untuk membimbing mereka ke jalan yang benar (Subandi, 2009:23).
Kutipan :“.... Seperti yang telah kalian baca di jurnal tersebut bulan
dibelah dua sudah menjadi fakta religius ratusan tahun silam.
Salah-satu mukjizat Nabi penutup jaman. Ada banyak
perdebatan, ada banyak penelitian yang justru mencoba
membuktikan kalau itu semua keliru. Ternyata tidak.
Keajaiban itu memang pernah terjadi.... Bagaimana mungkin
ada satu potongan translasi religius yang keliru? Kitab suci
keliru? Hadist yang salah? Sungguh lelucon yang tidak lucu.
Itu tidak mungkin terjadi” Profesor Dalimunte dengan muka
serius menunjuk slide gambar bulan terbelah dua dilayar LCD
raksasa depan ruangan.”(Liye, 2014:11).
Kutipan novel di atas menggambarkan mukjizat yang diberikan
kepada Nabi. Inilah bentuk keimanannya kepada Rasul dan Nabi-Nya.
“Dengan muka masih pucat. Dengan tubuh masih lemah.
Menggunakan sisa-sisa tenaganya. Berseru lirih di senyapnya
mobil membelah jalanan menuju perkebunan, “Ya Allah, aku
mohon, meski hamba begitu jauh dari wanita-wanita mulia
pilihanmu, hamba mohon kokohkanlah kaki Laisa seperti kaki
Bunda Hajra saat berlarian dari Safa-Marwa.... Kuatkanlah
40
kaki Laisa seperti kaki Bunda Hajra demi anaknya Ismail....
Mereka tidak boleh melihat aku sakit....” (Liye, 2014:288).
Kutipan novel di atas juga menggambarkan Kak Laisa berdoa
untuk Bunda Hajra. Hal ini membuktikan bahwa Kak Laisa beriman
kepada Rasul dan Nabi-Nya.
4. Iman Kepada Hari Akhir
Arti dari iman kepada hari akhir adalah mempercayai bahwa
seluruh alam dan segala isinya ini pada suatu saat nanti, akan mengalami
kehancuran setelah ditiupnya terompet Malaikat Israfil yang pertama.
Termasuk juga manusia, pada ketika itu mati semuanya tanpa kecuali
(Tatapangarsa, 1990:196).
Kutipan :“Pernahkah dari kita bertanya tentang detail kabar tanda-
tanda akhir? Hari kiamat? Membacanya? Mendengarnya?
Pasti pernah. Dan setidaknya bagi siapapun yang masih
mempercayai janji hari akhir tersebut, maka tidak peduli dari
kitab suci agama manapun, berita-berita tersebut boleh
dibilang mirip satu sama lain....” (Liye, 2014:12).
“Bagi semua yang pernah mendengar cerita tentang tanda-
tanda akhir jaman, bukankah seolah-olah masa itu kembali ke
masa-masa pertempuran konvensional? Berita tentang ulat-
ulat yang dikirimkan dari langit? Keluarnya dua pasukan
jahat yang menghabiskan seluruh air-sungai yang mereka
lewati? Pepohonan yang menyembunyikan bangsa Yahudi—
maaf jika ini terlalu detail--” (Liye, 2014:13).
Beberapa kutipan novel di atas Tere Liye mengajarkan bahwa
sebagai orang yang beriman, wajib percaya akan datangnya hari akhir.
Salah satu di antara enam rukun iman adalah beriman kepada hari akhir.
Kapan terjadinya hari akhir itu? Tidak ada seorangpun yang mengetahui
dengan pasti tibanya hari akhir.
41
5. Iman Kepada Qadha dan Qadar
Kepercayaan kepada Qadha dan Qadar Allah secara ringkasnya
menyatakan, bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam ini, termasuk juga
yang terjadi pada diri manusia, baik dan buruk, suka dan duka, dan segala
gerak-gerik hidup ini, semuanya tidaklah terlepas dari takdir atau
ketentuan Ilahi. Semuanya, yaitu alam benda-benda atau masyarakat
manusia, dikuasai oleh suatu hukum yang pasti dan tetap, yang tidak
tunduk kepada kemauan manusia (Tatapangarsa, 1990:215.)
Kutipan :“Dua puluh lima tahun berlalu, ketika takdir kehidupan yang
lebih baik menjemput keluarga sederhana mereka di Lembah
Lahambay, bahkan dia tidak pernah meminta maaf soal itu.”
(Liye, 2014:140).
“Kau tidak perlu menunggu Kakak.... Sungguh. Sama sekali
tidak perlu. Kelahiran, kematian, jodoh semua sudah
ditentukan. Masing-masing memiliki jadwal. Giliran--”(Liye,
2014:213).
“Pertanyaan itu, pertanyaan yang selalu dia ingin sampaikan,
ternyata sederhana sekali jawabannya. Kak Laisa tidak pernah
sekalipun berkeberatan dengan takdir kehidupannya.” (Liye,
2014:221).
“Biarlah seluruh bukit dan seisinya menjadi saksi,Lais
sungguh ikhlas dengan segala takdirMu....” (Liye, 2014:348).
“Ya, Allah, terima kasih atas segalanya... Terima kasih.... Kak
Laisa mendesah pelan.... Ya Allah, Lais sungguh ikhlas dengan
segala keterbatasan ini, dengan segala takdirmu.... Karena,
karena kau menggantinya dengan adik-adik yang baik....”
(Liye, 2014:359).
Beberapa kutipan novel di atas Tere Liye menampilkan tentang
qadha dan qadar. Menjelaskan bahwa Iman kepada Qadha dan Qadar
artinya percaya apapun yang telah, sedang, dan akan terjadi terhadap diri
manusia semata-mata adalah merupakan ketentuan Allah yang telah
ditetapkan sebelumnya.
42
B. Pendidikan Syari’ah/Ibadah
1. Adzan
Adzan artinya pemberitahuan, yaitu kata-kata seruan tertentu untuk
memberitahukan akan masuknya waktu salat fardhu (El-Fati, 2015:25).
Kutipan :“Lembah Lahambay selalu terbungkus kabut di pagi hari,
ketika kehidupan di rumah-rumah mulai menyeruak sejak
kumandang adzan shubuh dari surau. Asap putih mengepul
dari dapur. Melukis langit-langit lembah. Pertanda kehidupan
sudah dimulai.” (Liye, 2014:41).
“Hanya karena menyadari adzan isya akan segera
berkumandang dari suraulah omelan Mamak akhirnya
terhenti.” (Liye, 2014:71).
“Wak Burhan mengumandangkan adzan shubuh. Meski sudah
sepuh, suara Wak Burhan yang tanpa speaker dari surau
terdengar menggema di perkampungan bawah Lembah
Lahambay.” (Liye, 2014:77).
“Dari surau, Wak Burhan mengumandangkan adzan. Baiklah.
Mamak menyuruhnya mencari. Itu artinya cari sampai dapat.”
(Liye, 2014:103).
“Dari tadi siang ia di kebun. Menatap kegagalannya. Sengaja
belum pulang meski adzan maghrib sebentar lagi terdengar.”
(Liye, 2014:178).
“Empat bulan berlalu lagi, hari-hari dihabiskan dengan kerja
keras, pagi-sore di kebun, bahkan Kak Laisa baru pulang saat
adzan maghrib terdengar, telaten merawat satu-demi-satu
batangnya. Mencurahkan seluruh perhatian ke kebun satu
hektar itu.” (Liye, 2014:184).
“Shubuh yang menyenangkan. Udara pagi terasa sejuk. Di
surau entahlah siapa yang sedang mengumandangkan adzan.
Tidak ada lagi suara keras Wak Burhan.”(Liye, 2014:238).
“Saat adzan terdengar dari suaru (entahlah siapa yang
mengumandangkan adzan tersebut sekarang.” (Liye,
2014:259).
“Menunggu saat adzan magrhib setengah jam lagi.” (Liye,
2014:354).
Beberapa kutipan novel di atas Tere Liye menunjukkan hakikat
sebenarnya dari adzan. Apabila telah terdengar suara adzan, menandakan
waktu untuk melaksanakan salat telah tiba.
43
2. Wudhu
Wudhu artinya mengalirkan atau mengenakan air untuk anggota
badan yang ditentukan yang dimulai dengan niat (Abdurrahman dan
Bakhri, 2006:14).
Kutipan :“Hanya karena menyadari adzan isya akan segera
berkumandang dari suraulah omelan Mamak akhirnya
terhenti. Menyuruh mereka ambil wudhu. ” (Liye, 2014:71).
“Cie Hui menyerahkan tiga mukena kecil. Ketiga gadis kecil
itu sudah kembali dari kamar mandi. Wudhu. Biasanya setiap
jadwal pulang, paling susah membangunkan Juwita dan
Delima.” (Liye, 2014:238).
Kutipan novel di atas Tere Liye menggambarkan bersuci sebelum
melaksanakan shalat. Dalam keadaan marah Mamak Lainuri menyuruh
mereka mengambil wudhu. Ketiga gadis kecil yang juga sudah kembali
dari kamar mandi untuk wudhu.
3. Salat
Menurut bahasa, salat adalah doa. Menurut istilah syara’, salat
ialah ibadah kepada Allah dalm bentuk perkataan dan perbuatan yang
dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam yang dilakukan menurut
syarat-syarat yang telah ditentukan oleh syara’ (El-Fati, 2015:35).
Tere Liye mencoba menyampaikan pesan tentang kewajiban
melaksanakan salat.
Kutipan :“Hanya karena menyadari adzan isya akan segera
berkumandang dari suraulah omelan Mamak akhirnya
terhenti. Menyuruh mereka ambil wudhu. Shalat
maghrib!”(Liye, 2014:71).
Petikan dialog di atas menggambarkan walau dalam keadaan marah
Mamak Lainuri tidak lupa menyuruh mereka salat.
44
“Musim kemarau, dinginnya semakin terasa menusuk tulang.
Tapi Dalimunte semangat shalat di surau.” (Liye, 2014:78).
Musim kemarau tidak menjadi halangan bagi Dalimunte untuk
tetap semangat salat di suaru.
“Wak Burhan menyuruh mereka makan siang. Istirahat hingga
satu jam ke depan. Beberapa selepas makan beranjak ke
surau. Shalat dzuhur.” (Liye, 2014:102).
Sesibuk pekerjaan dan aktifitas yang dilakukan, apabila telah tiba
waktu untuk salat lebih baik segera dilaksanakan. Seperti Wak Burhan
yang menyuruh mereka istirahat dan beranjak ke surau untuk
melaksanakan salat dzuhur.
“Bagaimana tidak? Lima belas jam lalu, tepatnya saat ia
shalat shubuh sambil duduk tadi pagi, ia baru saja
membangunkan adiknya. Membelai lembut dahi Yashinta yang
cemerlang.” (Liye, 2014:294).
Orang sakit masih memiliki kewajiban untuk melaksanakan salat,
tetapi salatnya mendapat keringanan. Apabila tidak bisa berdiri maka
duduk, apabila tidak bisa duduk maka tiduran/ berbaring. Kak Laisa
dengan sakit parahnya tetap tidak meninggalkan salat. Kak Laisa
melaksanakan salatnya dengan cara duduk.
“Dia yang selalu meneriaki rekan kerjanya untuk shalat.”
(Liye, 2014:321).
Mengingatkan sesama muslim untuk melaksanakan ibadah salat
merupakan suatu kewajiban. Seperti yang dilakukan oleh Goughsky yang
selalu meneriaki teman kerjanya untuk melaksanakan salat.
45
4. Salat Berjama’ah
Salat berjamaah adalah salat yang dikerjakan bersama-sama
dengan paling sedikitnya adalah imam dan seorang makmum
(Abdurrahman dan Bakhri, 2006:142).
Kutipan :“Tadi selepas shalat shubuh jamaah, persis saat
perkampungan masih gelap, selepas belajar mengaji
Juz’amma dengan Mamak, Kak Laisa akhirnya bilang akan
menemani Yashinta pergi melihat berang-berang.” (Liye,
2014:41).
“Dia mengenal sekali anak Lainuri yang satu ini. Rajin shalat
berjamaah di surau. Masih anak-anak.” (Liye, 2014:81-82).
“Ikanuri dan Wibisana ternyata tidak pulang-pulang. Juga
saat mereka sudah bersiap-siap shalat berjamaah. Dua sigung
itu tetap tidak kelihatan batang hidungnya.” (Liye, 2014:114).
“Shalat dzhuhur (Dalimunte yang jadi imam). Kemudian
Dalimunte meneriaki Ikanuri dan Wibisana agar buruan
menyusul Mamak.” (Liye, 2014:155).
“Malam tiba untuk ke sekian kalinya di lembah itu. Hujan
gerimis turun sejak maghrib. Mereka sudah shalat berjamaah
(kecuali Juwita dan Delima yang memaksa ikut shalat gaya
duduk Wawak Laisa).” (Liye, 2014:293).
“Selepas shubuh, meski penat karena dua jam memasak gula
aren di dapur, seusai shalat bersama, mengaji bersama,
Mamak akan menyempatkan diri lima belas menit hingga
setengah jam bercerita.” (Liye, 2014:335).
Dari beberapa kutipan di atas, Tere Liye ingin menggambarkan
tentang salat berjamaah.
5. Salat Tahajud
Salat tahajud adalah salat sunah pada malam hari setelah tidur.
Bilangan rakaatnya paling sedikit dua rakaat dan banyaknya tidak terbatas
(Abdurrahman dan Bakhri, 2006:206).
Kutipan :“Membuat Yashinta mengomel dalam hati, sejak kecil Yash
sudah terbiasa shalat malam bersama Kak Lais dan Mamak,
tidak perlu diteriaki, mentang-mentang muslim Uzbek, sok-
alim.” (Liye, 2014:321).
46
“Laisa sejak umur dua belas tahun, terbiasa bangun jam tiga
shubuh. Shalat malam bersama Mamak, lantas membantu di
dapur. Sejak kecil Mamak mengajarkan ritus agama yang
indah kepada mereka. Shalat malam salah-satunya. “Lais,
seandainya kita bisa mengukurnya seperti timbangan beras,
shalat malam yang baik seharga seluruh dunia dan seisinya.”
(Liye, 2014:336).
“Dengan teladan yanag ada di depan mata, maka Yashinta
kecil saat usianya menjejak belasan tahun, tidak perlu
disuruh-suruh untuk shalat malam, gadis kecil itu melihat
Mamak dan Kakak-kakaknya, maka otomatis ia ikut.
Kebiasaan yang terus ada hingga mereka tumbuh besar.”
(Liye, 2014:336).
Beberapa kutipan novel di atas Tere Liye menggambarkan rutinitas
salat malam yaitu salat tahajud. Seperti yang dilakukan oleh Mamak
Lainuri, yang mengajarkan kepada Kak Liasa dan Yashinta untuk terbiasa
melaksanakan salat tahajud.
6. Berdoa
Doa berasal dari bahasa Arab, yaitu du’a yang bermakna suatu
permohonan atau permintaan secara sungguh-sungguh yang datangnya
dari bawah kepada sesuatu yang paling atas kedudukannya (Abdurrahman,
2002:174).
Kutipan :“Wibisana menepuk-nepuk bahu Ikanuri. Tersenyum.
Berbisik, “Tidak akan terjadi apa-apa, Ikanuri. Kita akan tiba
tepat waktu. Berdoalah, Kak Laisa akan baik-baik saja....”
(Liye, 2014:95).
“Ya Allah, sekali ini tolong baiklah dengan kami, tolong....
Laisa menggigit bibr. Lantas melangkah menuruni anak
tangga. Diikuti langkah Dalimunte.” (Liye, 2014:122).
“Untuk Mamak, yang setiap malam berdoa buat Yash dan
kami.... Yang doanya mungkin saja telah membuat langit
diaduk-aduk....” (Liye, 2014:240).
“Itu juga doa Laisa ketika menerobos hujan badai saat
Yashinta sakit, ke kampung atas, ketika kakinya bengkak
menghantam tunggul kayu. Ketika sendi mata kakinya
bergeser. Itu juga doanya saat di Gunung Kendeng. Itulah doa
47
yang paling disukai Laisa. Doa-doa itu mengukir langit.”
(Liye, 2014:288).
“Semoga Laisa terus membaik.... Begitu masing-masing
berdoa dalam hati.” (Liye, 2014:294).
“Kak Laisa jatuh tertidur, dengan sungging senyum dan satu
kalimat doa: Ya Allah, jadikan Lais salah satu bidadari-
bidadari surga....” (Liye, 2014:338).
Beberapa kutipan di atas Tere Liye memaparkan sebuah nilai
pendidikan Islam tentang pendidikan ibadah yaitu berdoa memohon
sesuatu hanya kepada Allah.
7. Membaca Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah sumber utama petunjuk seluruh aspek kehidupan
manusia, baik kehidupan jasmani maupun rohani (Subandi, 2009:25).
Kutipan :“Anak-anaknya tumbuh dan akrab dengan kehidupan sekitar.
Tadi selepas shalat shubuh jamaah, persis saat perkampungan
masih gelap, selepas belajar mengaji Juz’amma dengan
Mamak, Kak Laisa akhirnya bilang akan menemani Yashinta
pergi melihat berang-berang.” (Liye, 2014:41).
“Hei! Kalian bantulah bawa koper-koper Dalimunte dari
mobil. Jangan macam anak uwa, sibuk menonton saja. Atau
seperti kubilang tadi, ikut mengaji yasin di surau sana!— Bang
Jogar meneriaki pemuda-pemuda tanggung di kursi bambu.”
(Liye, 2014:150).
“Mereka lagi-lagi berisik saat naik ke rumah panggung. Ribut
soal siapa yang duluan salaman dengan Eyang Lainuri dan
Wawak Laisa. saling dorong saat masuk kamar. Tidak
mempedulikan tatapan tetangga yang sedang mengaji yasin.”
(Liye, 2014:207).
“Malam beranjak semakin tinggi. Pengajian Yasin di ruang
depan dan surau dihentikan, besok disambung lagi.” (Liye,
2014:237).
“Berkali-kali bilang ke anak-anak yang belajar ngaji di surau
soal pentingnya sekolah, ‘Biar kalian bisa jadi Oom
Dalimunte yang hebat. Sering masuk tipi’—“ Kak Laisa
tersenyum, menatap langit cerah, mengenang masa-masa lalu
itu.” (Liye, 2014:257).
“Selepas shubuh, meski penat karena dua jam memasak gula
aren di dapur, seusai shalat bersama, mengaji bersama,
48
Mamak akan menyempatkan diri lima belas menit hingga
setengah jam bercerita.” (Liye, 2014:335).
“Ikanuri jauh lebih pandai mengaji. Suara dan tartil-nya lebih
baik. Meski dialah yang paling bandel belajar mengaji dulu.”
(Liye, 2014:336-337).
“Suara orang mengaji di suarau terdengar. Menunggu saat
adzan magrhib setengah jam lagi. Ayat-ayat itu terdengar
menyenangkan. Seperti mengalir bersama angin lembah yang
segar.” (Liye, 2014:354).
Beberapa kutipan novel di atas Tere Liye menampilkan kosep
pendidikan ibadah yaitu tentang membaca Al-Qur’an. Islam mengajarkan
kepada umatnya untuk senantiasa membaca Al-Qur’an, karena merupakan
pedoman hidup bagi manusia. Seharusnya membaca Al-Qur’an
ditanamkan sejak dini kepada anak, agar dewasa nanti anak tersebut akan
terbiasa dengan membaca Al-Qur’an.
8. Zakat
Secara literal zakat bermakna membersihkan. Tetapi, secara teknis
zakat merupakan sesuatu amaliah di mana seorang Muslim memberikan
sebagian dari harta bendanya kepada orang miskin (Subandi, 2009:31).
Kutipan :“Panen bersama sebulan lalu sukses besar. Mamak Lainuri
tak kurang dapat empat puluh kaleng padi. Setelah dipotong
zakat, juga padi cadangan untuk lumbungkampung, juga
delapan belas kaleng untuk persediaan beras mereka selama
setahun, sisanya masih lumayan, yang seluruhnya dijual ke
kota kecamatan.” (Liye, 2014:154).
Kutipan novel di atas Tere Liye menceritakan tentang zakat. Saat
panen tiba Mamak membagi-bagi hasilnya panennya salah satunya untuk
zakat.
49
9. Pernikahan/Perkawinan
Perkawinan adalah suatu aqad atau perikatan untuk menghalalkan
hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka
mewujudkan kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa
ketentraman serta kasih-sayang dengan cara yang diridlai Allah SWT.
(Daradjat, 1995:38).
Kutipan :“PERNIKAHAN Dalimunte-Cie Hui berlangsung satu bulan
kemudian.
Pernikahan yang meriah, halaman luas rerumputan itu
dipasang dua tenda besar. Penduduk empat desa di Lembah
Lahambay ramai memenuhi kursi-kursi.” (Liye, 2014:229).
“Pernikahan kedua dan ketiga di keluarga itu terjadi sebulan
kemudian. Mamak pulang dari rumah sakit setelah dirawat
empat hari lagi. Meski masih lemah, tapi wajah Mamak sudah
segar kembali.” (Liye, 2014:282).
“Lima menit kemudian pernikahan itu dilangsungkan.
Dalimunte yang menjadi wali pernikahan. Bang Jogar dan
salah satu penduduk kampung lainnya menjadi saksi.
Pernikahan terakhir di lembah indah mereka.” (Liye,
2014:360-361).
Beberapa kutipan novel di atas Tere Liye menampilkan tentang
pernikahan.
C. Pendidikan Akhlak
1. Akhlak Kepada Allah
a. Tawakkal
Secara harfiah tawakkal berarti menyerahkan segala sesuatu
yang sudah engkau lakukan pada Allah. Artinya, tugas manusia hanya
sebatas berusaha sedangkan berhasil tidaknya usaha tersebut
merupakan hak Allah (Baihaqi, 2007:26).
50
Kutipan :“Mamak membiarkan Laisa kembali menanami ladang
mereka dengan strawberry, kali ini malah membiarkan
seluruhnya ditanami. “Belajar dari kesalahan, Mak.
Laisa tahu apa yang harus Laisa lakukan sekarang.”
Mamak tidak kuasa mencegah niat bulat sulungnya,
apalagi Dalimunte ikut mendukung. Jadi kepalang
tanggung, sukses atau gagal seluruhnya. Kak Laisa
menanami kembali seluruh kebun mereka dengan
strawberry.” (Liye, 2014:183-184).
“Tapi apa yang Kakak harus lakukan? Itu semua ada di
tangan Allah.” (Liye, 2014:220).
Kutipan novel di atas menggambarkan sebuah kepasrahan dan
beserah diri Kak Laisa kepada Allah SWT, tetap berusaha, yakin dan
belajar dari kesalahan. Meyakini bahwa semua yang terjadi adalah
kehendak Allah.
b. Ikhlas
Adapun pengertian ikhlas menurut syara’ adalah seperti yang
diungkapkan oleh Ibnul Qayyim berikut: “Mengesakan Allah Yang
Hak dalam berniat melakukan ketaatan, bertujuan hanya kepada-Nya
tanpa mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun” (Al-Munajjid,
2006:15).
Kutipan :“Kak Laisa selalu pandai mensyukuri nikmat Allah
dalam bentuk yang lengkap. Ritus ibadah yang baik dan
ikhlas, juga kesalehan sosial memperbaiki kehidupan
lembah.” (Liye, 2014:233).
“Lais mohon, ya Allah.... Jika Engkau menginginkannya,
biarkan Lais saja, biarkan Lais saja.... Kalimat itu
begitu ihklas terucap. Oleh rasa sayang yang tak
terhingga.” (Liye, 2014:303).
“Ya Allah, apa aku harus selalu menjadi penghalang
pernikahan adik-adikku.... Lais sungguh ihklas dengan
semua keterbatasan ini, Ya Allah. Sungguh.... Biarlah
seluruh bukit dan seisinya menjadi saksi, Lais sungguh
ihklas dengan segala takdirMu....” (2014:348).
51
“Ya Allah, Lais sungguh ikhlas dengan segala
keterbatasan ini, dengan segala takdirmu....” (Liye,
2014:359).
Beberapa kutipan di atas Tere Liye menggambarkan tentang
makna ikhlas. Kak Laisa yang mengikhlaskan semua yang terjadi
padanya hanya semata-mata mengharapkan ridha Allah SWT.
c. Bertaubat
Taubat adalah menyadari, menyesali dan berhenti dari
berbagai perbuatan/perilaku yang menyebabkan mendapat dosa yang
telah dilakukan, kemudian memohon ampun kepada Allah SWT.
Kutipan :“Ini juga gaya favorit Ikanuri waktu kecil dulu kalau
menipu guru di kelas (ketahuan bolos). Atau ketahuan
mencuri uang di kelpeh plastik Mamak Lainuri. Sok bego
tidak mengerti. Ah, tapi ekspresi itu benar-benar jujur.
Lagipula sejak puluhan tahun silam, Ikanuri sudah
insyaf. Kapok. Mengerti benar maksud Kak Laisa yang
suka berteriak, ‘kerja keras!’, ‘kerja keras!’, ‘kerja
keras!’.” (Liye, 2014:34).
Kutipan novel di atas Tere Liye menggambarakan tentang
taubat. Yaitu berusaha untuk tidak mengulangi perbuatan dosa
tersebut. Ikanuri yang sudah insyaf tidak menipu guru dan mencuri
uang Mamak Lainuri.
d. Bersyukur
Bersyukur menurut terminologi khusus artinya
memperlihatkan pengaruh nikmat Ilahi pada diri seorang hamba pada
kalbunya dengan beriman, pada lisannya dengan pujian dan
sanjungan, dan pada anggota tubuhnya dengan mengerjakan amal
ibadah dan ketaatan (Al-Munajjid, 2006:236).
52
Kutipan :“Mereka selepas isya tadi, habis melakukan syukuran
besar di rumah. Lulusnya Ikanuri dan Wibisana.
Akhirnya dua sigung nakal itu menyelesaikan
kuliahnya.” (Liye, 2014:204).
“Kak Laisa selalu pandai mensyukuri nikamat Allah
dalam bentuk yang lengkap. Ritus ibadah yang baik dan
ikhlas, juga kesalehan sosial memperbaiki kehidupan
lembah.” (Liye, 2014:233).
“Membuat imajinasi mereka terbang, dan tanpa mereka
sadari, ada pemahaman arti berbagi, berbuat baik, dan
selalu bersyukur yang bisa diselipkan.” (Liye,
2014:338).
“Tetapi energi yang hebat itu, kecintaan atas adik-
adiknya, rasa cukup dan syukur atas hidup dan
kehidupan, akhirnya tidak kuasa mengalahkan fisik yang
semakin lemah.” (Liye, 2014:352).
Dari beberapa kutipan di atas Tere Liye mencoba
menyampaikan pesannya tentang arti bersyukur, bahwa sekecil
apapun nikmat atau segala sesuatu yang diberikan Allah maka wajib
untuk mensyukurinya.
2. Akhlak Kepada Diri Sendiri
a. Sabar
Sabar merupakan kondisi jiwa untuk yakin akan terjadinya
ketentuan Allah (bahwa Dia selalu menyertai, menilai dan memberi
pada kita) dan kerelaan menerima ketentuan itu (Sultoni, 2007: 137).
Kutipan :“Dia juga tahu persis kalimat bijak kalau: ketika salah-
satunya justru memutuskan untuk bersabar atas
pasangan yang tidak beruntung dari tampilan wajah dan
fisik tersebut, maka surga menjadi balasan buatnya.”
(Liye, 2014:234).
“Goughsky juga tipikal pemuda yang menyenangkan.
Dekat dengan penduduk setempat lokasi basecamp, suka
bergurau, dan yang pasti amat sabar.” (Liye, 2014:321).
“Seperti batu yang terkena tetesan air, keras kepalanya
mulai bisa berlubang dengan sabaaaarnya Goughsky.”
(Liye, 2014:327).
53
Beberapa kutipan novel di atas Tere Liye menggambrakan
tentang sabar. Diceritakan Goughsky yang mempunyai tipikal sabar,
dengan kesabarannya menghadapi Yashinta.
b. Jujur
Jujur adalah suatu sikap yang selalu berupaya menyesuaikan
atau mencocokkan antara informasi dengan fenomena, dalam Islam
disebut shiddiq (Ilyas, 2007:81-82).
Kutipan :“Menjadi keluarga yang jujur meski keadaan sulit.
Berbuat baik dengan tetangga sekitar, dan sebagainya.”
(Liye, 2014:233).
Kutipan novel di atas Tere Liye menggambarkan tentang
perilaku jujur. Seorang muslim dituntut selalu berada dalam keaadaan
benar lahir dan batin. Meskipun keadaan sesulit apapun akan tetapi
dalam keluarga Mamak tetap mendidik anak-anaknya untuk tetap
berbuat jujur.
c. Niat
Niat adalah maksud yang terdapat dalam hati seseorang untuk
melakukan sesuatu yang ingin dilakukan atau dikerjakan.
Kutipan :“Awalnya ragu-ragu, tapi karena sudah kadung, sudah
sejak seminggu lalu meniatkan diri, maka sambil
menggigit bibir, Dalimunte menaikkan tangannya lebih
tinggi.” (Liye, 2014:81).
“Mamak tidak kuasa mencegah niat bulat sulungnya,
apalagi Dalimunte ikut mendukung.” (Liye, 2014:184).
Beberapa kutipan novel di atas Tere Liye menggambarkan
tentang niat.
54
d. Tanggung Jawab
Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya
dia lakukan, baik terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan,
negara, maupun Tuhan YME (Zuchdi, 2013:27).
Kutipan :“Ikanuri dan Wibisana mulai mengerti arti tanggung-
jawab. Tidak percuma Kak Laisa saban hari mengejar-
ngejar mereka dengan sapu lidi teracung dan berteriak-
teriak “Kerja keras!” “Kerja keras!” “Kerja keras!”
Dua sigung nakal itu sudah jarang bolos sekolah.”
(Liye, 2014:155).
“Wajah keriput berumur enam puluh tahun itu terlihat
amat sendu. Ia-lah yang paling tahu urusan ini. Sejak
tiga puluh tahun silam. Sejak Laisa mulai mengerti arti
tanggung-jawab.” (Liye, 2014:160).
Dari beberapa kutipan di atas Tere Liye juga menampilkan
konsep pendidikan Islam tentang arti tanggung jawab. Kak Laisa
yang selalu mengajarkan adik-adiknya untuk menjadi orang yang
bertanggung jawab.
e. Optimis
Optimis adalah perasaan tenang dalam diri seseorang
menunggu sesuatu yang disukai olehnya (Al-Muanjjid, 2006:133).
Kutipan :“Tentu saja kincir-kincir itu bekerja! Seseorang tiba-
tiba berseru. Berseru dengan suara lantang sekali.”
(Liye, 2014:89).
“Tidak ada salahnya mencoba kincir-kincir air itu. Lima
kincir bertingkat. Itu masuk akal. Semasuk akalnya
seperti kita berharap benih di ladang tumbuh saat musim
penghujan!—Kak Laisa berkata lantang dan cepat. Amat
meyakinkan.” (Liye, 2014:90).
“Wibisana menelan ludah, terdiam sejenak.... Menatap
wajah sendu Ikanuri lamat-lamat, lantas mengulang
pertanyaan itu dengan segenap perasaan, “Kita tidak
55
akan terlambat, Ikanuri.... Kau tahu, kenapa?”. ” (Liye,
2014:126).
“Tidak tahun ini, tidak sekarang.... Tapi kau harus tetap
sekolah, Dali....” Laisa berbisik pelan memecah sedan.”
(Liye, 2014:180).
“Dalimunte selalu memiliki kesempatan untuk kembali
sekolah.tidak sekarang, tahun depan dia akan kembali
melanjutkan sekolah di kecamatan. Sepanjang ia terus
bekerja keras demi adik-adiknya. Kesempatan itu pasti
akan datang.” (Liye, 2014:181).
“Tapi sebelum hari itu tiba, sebelum masanya datang,
dengarkan Kakak, kalian harus rajin sekolah, rajin
belajar, dan bekerja keras. Bukan karena hanya demi
Mamak yang sepanjang hari terbakar matahari di
ladang. Bukan karena itu. Tapi Ikanuri, Wibisana,
Dalimunte, kalian harus selalu bekerja keras, bekerja
keras, bekerja keras, karena dengan itulah janji
kehidupan yang lebih baik akan berbaik hati datang
menjemput....” (Liye, 2014:138).
Dari beberapa kutipan novel di atas Tere Liye mencoba
menampilkan konsep tentang akhlak kepada diri sendiri. Optimis
memang harus di tanamkan pada anak sejak dini, agar dalam
menghadapi suatu hal bisa memutuskan yang terbaik bagi dirinya.
f. Menutup Aurat
Memberikan kepada anak perempuan tutup aurat pada masa
kecilnya agar terbiasa pada waktu dewasa. Tidak memberikan pakaian
pendek kepada mereka, tidak memberikan celana dan baju saja karena
hal itu menyerupai kaum lelaki dan orang-orang kafir dan
menyebabkan fitnah. Menyuruh kepadanya untuk menggunakan sapu
tangan di atas kepalanya sejak umur tujuh tahun, menutup aurat ketika
sudah dewasa dan memakai pakaian panjang yang menutupi seluruh
aurat yang dapat menjaga kehormatannya (Abdurrahman, 2002:300).
56
Kutipan :“Wanita cantik berkerudung yang duduk di sebelah
sang profesor, baris kedua dari depan itu ikut balas
tersenyum,layar LCD raksasa di depan plenary hall
menayangkan paras cantiknya.” (Liye, 2014:8).
“Dalam hitungan detik Dalimunte sudah menggenggam
tangan istrinya yang berkerudung biru.” (Liye,
2014:18).
“Dalimunte menatap sekitar, beberapa ibu-ibu dan anak
gadis tetangga berkerudung rapi, duduk di tepi-tepi
ruangan, melingkar membaca yasin bersama-sama.”
(Liye, 2014:150).
“Gadis manis berkerudung lembut itu menangis di
pangkuan Kak Laisa.” (Liye, 2014:211).
“Anak-anak menoleh. Eyang tersenyum mendekat.
Memperbaiki tudung rambutnya. Naik ke atas ranjang
besar Wak Laisa.” (Liye, 2014:337).
Beberapa kutipan novel di atas Tere Liye mencoba
menggambarkan tentang menutup aurat, seperti kepribadian
seseorang, salah satunya adalah seseorang yang menutup auratnya
dengan memakai jilbab.
g. Disiplin
Disiplin adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan
ketertiban dan kepatuhan terhadap berbagai ketentuan dan peraturan
(Zuchdi, 2013:27).
Kutipan :“Tidak pernah mengeluh, bahkan sejak mereka masih
kecil dulu. Tidak pernah sakit. Kak Laisa selalu sigap
dan disiplin menghadapi rutinitasnya.” (Liye, 2014:67).
“Tidak terhenti, sepanjang tahun. Mengajari adik-
adiknya tentang disiplin. Mandiri.” (Liye, 2014:161).
“Dan proses bercerita itu dilengkapi secara utuh dengan
teladan. Kerja keras. Berdisiplin.” (Liye, 2014:336).
Dalam novel Bidadari-Bidadari Surga ini Tere Liye juga
menampilkan konsep tentang disiplin. Seorang Kakak yang
57
mengajakan kepada adik-adiknya tentang arti disiplin dalam
kehidupan sehari-hari.
h. Syaja’ah/Berani
Syaja’ah artinya berani, berani mempunyai arti memiliki rasa
percaya diri yang besar dan hati yang kokoh dalam menghadapi hal
apapun.
Kutipan :“Mata-mata sekarang memandang Kak Laisa. Gadis
tanggung berumur enam belas tahun itu dengan berani
justru ‘galak’ membalas tatapan penduduk lainnya yang
jelas-jelas lebih tua dan lebih besar lainnya.” (Liye,
2014:89).
“Maka demi rasa sesal telah memukul lengan
Dalimunte, keberanian itu muncul begitu saja.” (Liye,
2014:92).
“Lihatlah wajah Kak Lais, wajah yang selalu berani
dalam hidupnya, demi adik-adik mereka. Wajah yang
selalu melindungi. Melihat wajah itu, Dali tidak akan
pernah takut lagi.” (Liye, 2014:122).
Dari beberapa kutipan novel di atas Tere Liye menampilkan
tentang keberanian. Menceritakan perjuangan seorang Kakak yang
selalu berani mengambil resiko untuk adik-adiknya.
3. Akhlak Kepada Orang Tua
a. Birrul Walidain
Birrul walidain merupakan kebaikan-kebaikan yang
dipersembahklan oleh seorang anak kepada kedua orang tuanya.
Kutipan :“Lihatlah.... Mamak sekarang tertidur nyenyak....
Begitu damai, begitu tenang, begitu bahagia. Karena
Mamak sudah amat bahagia dengan hidupnya. Memiliki
kalian, sebagai anak-anaknya, adalah kebahagiaan
terbesar yang tidak pernah dibayangkan Mamak. Mamak
tahun-tahun terakhir amat bahagia menghabiskan masa
tuanya di perkebunan strawberry....” (Liye, 2014:281).
58
“Malam sebelum kejadian Babak diterkam harimau,
Babak sempat mengusap rambut Laisa yang saat itu
baru berumur sepuluh tahun. Tersenyum, “Lais, kau
bantu Mamakmu menjaga adik-adik hingga Babak
pulang dari mencari kumbang--” Laisa kecil
mengangguk mantap sekali” (Liye, 2014:312).
Dari kutipan novel di atas Tere Liye berusaha mengungkapkan
tentang akhlak kepada orang tua, di mana seorang anak harus
membahagiakan kedua orang tuanya, salah satunya adalah dengan
membahagiakan mereka dengan menjadi orang yang sukses, selalu
membantu orang tua.
b. Sopan Santun
Islam mengajarkan agar setiap muslim menjaga sopan santun
dan kehormatan dirinya dan keluarganya, agar bersopan santun
kepada orang lain, kepada orang yang lebih tua dan kepada siapa saja.
Kutipan :“Hari ini dengan bangga kami hadirkan sosok yang
sebalik-nya memiliki wajah dan kepribadian santun-
menyenangkan ini....” (Liye, 2014:7).
“Yashinta mendelik ke arah pemuda sialan itu. Berusaha
tetap sopan menggandeng Mrs. Yoko. Melangkah
menuju meja hidangan.” (Liye, 2014:317).
Beberapa kutipan novel di atas Tere Liye menampilkan
tentang sopan dan santun.
4. Akhlak kepada Sesama
a. Menjaga Aib
Aib adalah menjaga suatu kondisi yang tidak baik tentang
seseorang, apabila hal tersebut dikatahui oleh orang lain maka akan
59
menimbulkan tekanan dan rasa malu, rasa malu itu akan membuat
efek negatif bagi psikologi orang tersebut.
Kutipan :“Mereka sudah terbiasa. Juga tidak ada lagi yang
menilai Kak Laisa dilintas untuk kedua dan ketiga
kalinya sekaligus merupakan aib besar. Tetangga
kampung sudah menerima kenyataan itu. Tidak sibuk
bisik-bisik. Jadi meski tak ada Wak Burhan yang
mengingatkan, pernikahan kembar itu berjalan
normal.” (Liye, 2014:289).
Kutipan novel di atas Tere Liye menggambarkan tentang
menjaga aib. Menjaga aib sama halnya dengan menjaga amanah.
b. Gotong Royong
Gotong royong memiliki arti melakukan suatu pekerjaan
secara bersama-sama, saling menolong, bantu membantu, dan
menikmati hasil pekerjaan secara bersama-sama pula.
Kutipan :“Gotong-royong perbaikan tangga kayu di cadas
setinggi lima meter sungai.” (Liye, 2014:80).
“Ahad berikutnya, seperti kesepakatan pekan lalu,
penduduk kampung bergotong royong membuat lima
kincir air di pinggir cadas sungai. Melaksanakan ide
Dalimunte.” (Liye, 2014:99).
“Meski seadanya, hanya dengan sayur terong dan
sambal terasi, tapi setelah lelah bergotong-royong
seperti ini, maka sepiring nasi yang masih mengepul
terasa nikmat nian walau tanpa lauk.”(Liye, 2014:100).
“Lihatlah, semua penduduk kampung berkumpul di sini,
bergotong-royong, dan mereka berdua entah kabur
kemana.” (Liye, 2014:101).
“Beramai-ramai, bergotong-royong memasang kincir-
kincir di atas pondasinya. Benar. Perhitungan
Dalimunte sejauh ini tepat.” (Liye, 2014:141).
“Proyek KKN listrik kincir air itu disetujui. Minggu
depan mereka mulai bergotong-royong.” (Liye,
2014:165).
60
Dari beberapa kutipan novel di atas Tere Liye banyak
menampilkan konsep akhlak kepada sesama, yaitu tentang gotong
royong. Dalam kehidupan ini membutuhkan pertolongan satu sama
lain.
c. Berbuat Adil
Kata adil berasal dari kata bahas Arab. Artinya meletakkan
sesuatu pada tempatnya, tidak berat sebelah, jujur, tidak berpihak, atau
proporsional. Dari pengertian sederhana ini, maka sikap adil seseorang
dapat dikatakan sebagai sikap yang tepat atau semestinya (Ahmadi,
2004: 68).
Kutipan :“Lihat, lihat Bak Wo Jogar turunkan dua-duanya
serempak. Satu-dua-tiga-...” Bang Jogar tertawa,
tangan kekarnya mengangkat kedua sepeda itu
sekaligus dari atas mobil, ikut berseru meningkahi
seruan kedua sigung kecil tersebut. “Nah, adil, kan?”
(Liye, 2014:207).
“Aku akan mencintai Laisa dengan baik, Dali. Akan
menjadi suami yang adil.” (Liye, 2014:249).
Beberapa kutipan novel di atas Tere Liye menggambarkan
tentang adil. Menceritakan Wak Jogar yang menurunkan kedua sepeda
dari atas mobil secra bersamaan dan rekan Dalimunte yang akan
menjadi suami yang adil.
d. Saling Memaafkan
Pemaaf adalah sikap suka memberi maaf terhadap kesalahan
orang lain tanpa ada sedikitpun rasa benci dan keinginan untuk
membalas (Ilyas, 2007:140-141).
61
Kutipan :“Tangan Kak Laisa gemetar mengangkat kepala
adiknya. Mata itu menatap begitu tulus. Tersenyum,
‘Kakak selalu memaafkan kalian....Kakak selalu
memaafkan kalian’.” (Liye, 2014:314).
Kutipan novel di atas Tere Liye menggambarkan tentang
saling memaafkan. Islam mengajarkan pada umatnya untuk saling
memaafkan kesalahan orang lain. Seperti Kak Laisa yang telah
memaafkan kesalahan adik-adiknya.
e. Peduli
Kepedulian adalah sikap dan perilaku seseorang yang
menunjukkan perhatian kepada orang lain atau kepada lingkungan dan
proses yang terjadi di sekitarnya (Zuchdi, 2013:205).
Kutipan :“Dulu memang mengganggu sekali mendengar
pertanyaan tetangga, tatapan mata itu, tetapi mereka
melakukannya karena mereka peduli dengan kita.”
(Liye, 2014:220).
“Itulah tabiat keras kepala, jelas-jelas sejak dulu
Goughsky selalu peduli dengan anggota timnya, dan
selalu tersenyum saat bicara.” (Liye, 2014:324).
Beberapa kutipan novel di atas Tere Liye menggambarkan
tentang peduli. Peduli berarti memiliki perhatian, baik itu perhatian
terhadap sesama manusia maupun terhadap makhluk ciptaan Allah
yang lain.
f. Mengucapkan Salam
Salam adalah pintu yang amat luas untuk masuk ke lipatan-
lipatan hati orang lain. Dengan salam, orang yang takut menjadi
tenang, menjadi bersahabat dan menjadi ramah. Yang jauh jadi dekat.
62
Dengan salam pula, kasih sayang bisa terbangun dengan indah, setan
pun menjadi susah payah (Al-Hammadi, 2006: 294).
Kutipan :“Lais berangkat, Mak. Assalammualaikum--”
“Waalaikumsalam. Jaga adikmu. Dan pulang segera,
Lais. Hari ini banyak pekerjaan di ladang!” (Liye,
2014:43).
“Assalammualaikum....” Suara renta Mamak
terdengar.”Waalaikumussalam....” Wibisana menelan
ludah, suaranya bergetar, berusaha tersenyum.
Tangannya yang satu lagi masih mendekap bahu
Ikanuri, menenangkan.” (Liye, 2014:140).
Dari beberapa kutipan novel di atas Tere Liye berusaha
menampilkan tentang mengucapkan salam. Kak Laisa yang
berpamitan pergi mengucapkan salam dan Wibisana yang
mengucapkan salam ketika berbicara melalui handphone.
63
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Nilai-nilai Pendidikan Islam
Nilai-nilai pendidikan Islam dalam novel Bidadari-Bidadari Surga
karya Tere Liye banyak ditunjukkan dalam bentuk deskripsi cerita, dialog
antar tokoh, maupun respon para tokoh dalam menyikapi sesuatu. Dalam
novel ini terdapat dialog percakapan langsung. Namun percakapan ini
berbentuk tulisan sehingga lebih mudah untuk dilihat dan dibaca berulang-
ulang.
Kalimat-kalimat dalam sebuah novel merupakan kumpulan ide yang
dituangkan oleh pengarang. Namun, terkadang pesan yang disampaikan
oleh pengarang dipahami berbeda oleh pembaca. Sebab itu, kalimat-kalimat
yang lebih jelas akan lebih mudah dipahami oleh pembaca, dan pesan yang
ingin disampaikan oleh pengarang pun dapat dipahami oleh pembaca
dengan mudah. Untuk melihat pesan dibalik deskripsi cerita, maka penulis
dalam skripsi ini menyampaikannya dalam bentuk potongan paragraf atau
kalimat.
Pendidikan Islam untuk mengembangkan kepribadian umat dengan
beberapa nilai yaitu: (1). Pendidikan Keimanan (2). Pendidikan Ibadah (3).
Pendidikan Akhlaqul Karimah.
64
Berdasarkan pendapat Zuhairini (1995: 155-158) tersebut, penulis
akan menjabarkan nilai-nilai pendidikan Islam yang terdapat dalam novel
Bidadari-Bidadari Surga karya Tere Liye. Adapun nilai-nilai pendidikan
Islam terbagi dalam tiga cakupan yaitu Pendidikan Akidah/Keimanan,
Pendidikan Syari’ah/Ibadah, dan Pendidikan Akhlak.
Nilai-nilai pendidikan Islam dalam novel Bidadari-Bidadari Surga
karya Tere Liye, dijabarkan sebagai berikut:
1. Pendidikan Akidah/Keimanan
Sebagian Ulama Fiqh mendefinisikan aqidah ialah sesuatu yang
diyakini dan dipegang teguh, sukar sekali untuk dirobahnya. Ia beriman
sesuai dengan dalil-dalil yang sesuai dengan kenyataan, seperti beriman
kepada Allah SWT, Hari akhir, Kitab-kitab Allah dan Rasul-rasul Allah
SWT (Ahmad, 1985:115).
a. Iman Kepada Allah
Iman kepada Allah SWT maksudnya manusia wajib
mempercayai bahwa Allah itu Ada, hidup dengan tiada
berpermulaan serta kekal tiada berkesudahan, Maha Esa atau
Tunggal, Allah SWT tiada berkehendak pada sesuatu atau siapapun
namun segala sesuatu itu pada hakikatnya berkehendak kepada-
Nya, Maha Kuasa tidak ada yang mampu melebihi kekuasaan-Nya
di alam semesta ini, Maha Melihat, Maha Mengetahui, Maha
Mendengar, tak ada sesuatu kejadian atau peristiwa sekecil dan
65
sehalus apapun yang dapat mampu terlepas dari penglihatan,
pendengaran maupun pengetahuan-Nya.
“Kenapa? Kenapa kau diam? Kau marah kami mengatakan
itu, hah? Ikanuri tanpa rasa iba bertanya bengis. Laisa
menelan ludah. Matanya tiba-tiba berair. Ya Allah, aku
mohon, jangan pernah, jangan pernah buat aku menangis di
depan adik-adikku. Jangan pernah! Itu akan membuat
mereka kehilangan teladan.” (Liye, 2014:108).
Kutipan novel di atas menggambarkan kegigihan seorang
Kakak yang selalu tegar dalam menghadapi adik-adiknya yang
sangat nakal dengan berusaha untuk tidak menangis di hadapan
adik-adiknya meski hatinya terasa sakit sekalipun, karena dengan
keimanannya kepada Allah yang menjadikannya mampu
menghadapi setiap permasalahan yang ada.
Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki
sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" Maka
terjadilah ia.”(Q.S.Ya-Sin:82).
Renungan terhadap ayat mulia di atas sangat sesuai dan
sejalan dengan realitas alam semesta dan kehidupan. Di sinilah
pentingnya seseorang berfikir/tafakkur, sebagaimana yang terdapat
dalam novel Bidadari-Bidadari Surga, karya Tere Liye.
“Keajaiban itu! Hanya kuasa Allah yang tahu apa yang
sesungguhnya sedang terjadi malam itu, sang siluman entah
oleh kekuatan apa mendadak mengurungkan niatnya
menerkam tubuh pasrah Laisa. lima detik berlalu, harimau
terbesar setelah sekali lagi menggerung lebih keras,
66
perlahan melangkah mundur. Memberikan perintah,
memutar tubuhnya.” (Liye, 2014:133).
“Yashinta dengan muka luka, kaki patah, tergolek tak
berdaya. Dua puluh jam lamanya, hingga keajaiban itu
terjadi. Hingga kecintaan pada saudara karena Allah, rasa
berserah diri yang tinggi kepada kuasa langit, ritual ibadah
yang penuh pemaknaan, kebaikan dengan sesama, proses
bersyukur yang indah, mampu membuat manusia
menembus batas-batas akal sehat itu.” (Liye, 2014:299).
Beberapa kutipan novel di atas Tere Liye juga menjelaskan
bahwa tidak ada sesuatu yang hidup melainkan Allah yang
menghidupkannya. Tidak ada sesuatu yang mati melainkan Allah
yang mematikannya. Seseorang tidak akan mati sebelum tiba
waktunya yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Memang jauh
dari batas akal manusia, apabila Allah sudah berkehendak maka itu
yang akan terjadi.
Ketakutan dan kepasrahan hati Kak Laisa yang akan
diterkam harimau, ia percaya apa yang akan terjadi padanya adalah
kehendak Allah SWT, dengan kuasa Allah menggerakkan hati
harimau untuk mengurungkan niatnya menerkam Kak Laisa.
Dengan kuasa Allah SWT ketika Allah mengatakan “kun! fayakun”
Yashinta dengan muka luka, kaki patah, yang pingsan selama dua
puluh jam lamanya, hingga keajaiban itu datang.
b. Iman Kepada Kitab-Nya
Iman kepada kitab-Nya yakni percaya bahwa Allah telah
menurunkan beberapa kitab-Nya kepada beberapa Rasul-Nya untuk
67
menjadi pegangan dan pedoman hidupnya guna mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
“Keajaiban itu memang pernah terjadi.... Bagaimana
mungkin ada satu potongan translasi religius yang keliru?
Kitab suci keliru? Hadist yang salah? Sungguh lelucon yang
tidak lucu. Itu tidak mungkin terjadi!.”(Liye, 2014:11).
“Slide bergerak cepat. Sekarang memunculkan sebuah
translasi kitab suci. Wajah-wajah dalam ruang besar
nampaknya tidak terlalu keberatan dengan perubahan topik
yang mendadak tersebut.” (Liye, 2014:12).
“Ingat, disadari atau tidak, ada fakta religius yang tertulis
indah di kitab suci. Salah-seorang sahabat Nabi Sulaiman,
maksud saya Solomon buat hadirin yang mengenalnya
dengan nama itu. Saya garis bawahi, saat itu, seorang
manusia, pernah bisa memindahkan dalam skejap sepotong
kursi dari satu titik ke titik lainnya yang berjarak ratusan
kilo meter sebelum mata sempat berkedip! Seorang
manusia.” (Liye, 2014:15).
Beberapa kutipan novel di atas Tere Liye menampilkan
beberapa makna tentang iman kepada kitab-Nya yaitu
menggambarkan tentang perjuangan seorang Profesor muslim yang
ingin membuktikan bahwa isi dalam Al-Qur’an dan hadis itu benar.
Ini bentuk keimannya kepada Kitab-Nya.
c. Iman Kepada Rasul dan Nabi-Nya
Iman kepada Rasul dan Nabi-Nya ini bermakna bahwa
Allah SWT telah memilih dan mengutus utusan-Nya, seorang
Rasul, untuk menyampaikan perintah-perintah-Nya kepada umat
manusia, agar umat manusia memperoleh kebahagiaan atau
kebaikan di dunia dan di akhirat.
68
Allah SWT berfirman:
“1. Telah dekat datangnya saat itu dan telah terbelah
bulan. 2. Dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat
suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata: "(Ini
adalah) sihir yang terus menerus". (Q.S. Al-Qamar:1-2).
Ayat tersebut menjelaskan yang dimaksud dengan saat di
sini ialah terjadinya hari kiamat atau saat kehancuran kaum
musyrikin, dan "terbelahnya bulan" ialah suatu mukjizat Nabi
Muhammad SAW. Seperti yang terdapat dalam kutipan novel
Bidadari-Bidadari Surga karya Tere Liye di bawah ini:
“.... Seperti yang telah kalian baca di jurnal tersebut bulan
dibelah dua sudah menjadi fakta religius ratusan tahun
silam. Salah-satu mukjizat Nabi penutup jaman. Ada
banyak perdebatan, ada banyak penelitian yang justru
mencoba membuktikan kalau itu semua keliru. Ternyata
tidak. Keajaiban itu memang pernah terjadi.... Bagaimana
mungkin ada satu potongan translasi religius yang keliru?
Kitab suci keliru? Hadist yang salah? Sungguh lelucon yang
tidak lucu. Itu tidak mungkin terjadi” Profesor Dalimunte
dengan muka serius menunjuk slide gambar bulan terbelah
dua dilayar LCD raksasa depan ruangan.”(Liye, 2014:11).
Kutipan novel di atas menggambarkan mukjizat yang
diberikan kepada Nabi. Dalimunte diceritakan menjadi Profesor
muslim yang membuktikan kisah terbelahnya bulan menjadi dua
dalam bentuk ilmiah.
“Dengan muka masih pucat. Dengan tubuh masih lemah.
Menggunakan sisa-sisa tenaganya. Berseru lirih di
senyapnya mobil membelah jalanan menuju perkebunan,
69
“Ya Allah, aku mohon, meski hamba begitu jauh dari
wanita-wanita mulia pilihanmu, hamba mohon kokohkanlah
kaki Laisa seperti kaki Bunda Hajra saat berlarian dari Safa-
Marwa.... Kuatkanlah kaki Laisa seperti kaki Bunda Hajra
demi anaknya Ismail.... Mereka tidak boleh melihat aku
sakit....” (Liye, 2014:288).
Kutipan novel di atas juga menggambarkan Kak Laisa yang
berdoa agar diberi kekuatan oleh Allah seperti yang di hadapi
Bunda Hajra saat berlarian dari Safa-Marwa hanya demi anaknya
Nabi Ismail.
d. Iman Kepada Hari Akhir
Hanya Allah SWT yang tahu tentang kapan datangnya
kiamat. Adapun tanda-tanda hari kiamat terbagi menjadi dua yaitu
tanda kiamat kecil dan tanda kiamat besar. Tanda kiamat kecil
adalah tanda yang datang sebelum kiamat dengan waktu yang
relatif lama, dan kejadiannya biasa, seperti dicabutnya ilmu,
dominannya kebodohan, berlomba-lomba dalam membangun dan
lain-lainnya. Sedangkan tanda kiamat besar adalah perkara yang
besar yang muncul mendekati kiamat, yang kemunculannya tidak
biasa terjadi, seperti muncul Dajjal, terbit matahari dari barat dan
lain-lain.
“Pernahkah dari kita bertanya tentang detail kabar tanda-
tanda akhir? Hari kiamat? Membacanya? Mendengarnya?
Pasti pernah. Dan setidaknya bagi siapapun yang masih
mempercayai janji hari akhir tersebut, maka tidak peduli
dari kitab suci agama manapun, berita-berita tersebut boleh
dibilang mirip satu sama lain....” (Liye, 2014:12).
“Bagi semua yang pernah mendengar cerita tentang tanda-
tanda akhir jaman, bukankah seolah-olah masa itu kembali
ke masa-masa pertempuran konvensional? Berita tentang
70
ulat-ulat yang dikirimkan dari langit? Keluarnya dua
pasukan jahat yang menghabiskan seluruh air-sungai yang
mereka lewati? Pepohonan yang menyembunyikan bangsa
Yahudi—maaf jika ini terlalu detail--” (Liye, 2014:13).
Beberapa kutipan novel di atas mengajarkan bahwa sebagai
orang muslim yang beriman, wajib percaya akan datangnya hari
akhir. Di antaranya dengan memahami dan mengetahui tanda-
tanda hari akhir.
e. Iman Kepada Qadha dan Qadar
Takdir merupakan suatu ketetapan dan kepastian Allah
SWT terhadap tingkah laku dan perbuatan manusia, di mana
manusia tidak akan mengetahui takdir kehidupannya kecuali nanti
kalau sudah hampir akhir hayatnya. Hanya Allah SWT sajalah yang
mengetahui sesuai dengan tingkah laku dan usaha manusia yang
telah diperintahkannya.
“Dua puluh lima tahun berlalu, ketika takdir kehidupan
yang lebih baik menjemput keluarga sederhana mereka di
Lembah Lahambay, bahkan dia tidak pernah meminta maaf
soal itu.” (Liye, 2014:140).
“Kau tidak perlu menunggu Kakak.... Sungguh. Sama sekali
tidak perlu. Kelahiran, kematian, jodoh semua sudah
ditentukan. Masing-masing memiliki jadwal. Giliran--
”(Liye, 2014:213).
“Pertanyaan itu, pertanyaan yang selalu dia ingin
sampaikan, ternyata sederhana sekali jawabannya. Kak
Laisa tidak pernah sekalipun berkeberatan dengan takdir
kehidupannya.” (Liye, 2014:221).
“Biarlah seluruh bukit dan seisinya menjadi saksi,Lais
sungguh ikhlas dengan segala takdirMu....” (Liye,
2014:348).
“Ya, Allah, terima kasih atas segalanya... Terima kasih....
Kak Laisa mendesah pelan.... Ya Allah, Lais sungguh ikhlas
dengan segala keterbatasan ini, dengan segala takdirmu....
71
Karena, karena kau menggantinya dengan adik-adik yang
baik....” (Liye, 2014:359).
Beberapa kutipan novel di atas Tere Liye menggambarkan
takdir Allah SWT adalah suatu rahasia yang tidak bisa diketahui,
kecuali setelah terjadi.
2. Pendidikan Syari’ah/Ibadah
Secara etimologis, syari’ah berarti jalan yang harus diikuti,
yakni jalan ke arah sumber pokok bagi kehidupan. Secara terminologis
syari’ah berarti semua perbuatan agama yang ditetapkan oleh Allah
untuk kaum muslim baik yang ditetapkan dengan Al-Qur’an maupun
sunnah Rasul. Kajian syari’ah tertumpu pada masalah aturan Allah dan
Rasul-Nya atau masalah hukum. Aturan atau hukum ini mengatur
manusia dalam berhubungan dengan Tuhannya (ibadah) dan dalam
berhubungan dengan sesamanya (mu’amalah) (Marzuki, 2009:2).
a. Adzan
Adzan adalah pemberitahuan tentang masuknya waktu salat
dengan lafaz-lafaz tertentu, dikumandangkan dengan bahasa arab,
menurut sebagian ulama tidak sah jika adzan menggunakan bahasa
selain bahasa arab.
“Lembah Lahambay selalu terbungkus kabut di pagi hari,
ketika kehidupan di rumah-rumah mulai menyeruak sejak
kumandang adzan shubuh dari surau. Asap putih mengepul
dari dapur. Melukis langit-langit lembah. Pertanda
kehidupan sudah dimulai.” (Liye, 2014:41).
“Hanya karena menyadari adzan isya akan segera
berkumandang dari suraulah omelan Mamak akhirnya
terhenti.” (Liye, 2014:71).
72
“Wak Burhan mengumandangkan adzan shubuh. Meski
sudah sepuh, suara Wak Burhan yang tanpa speaker dari
surau terdengar menggema di perkampungan bawah
Lembah Lahambay.” (Liye, 2014:77).
“Dari surau, Wak Burhan mengumandangkan adzan.
Baiklah. Mamak menyuruhnya mencari. Itu artinya cari
sampai dapat.” (Liye, 2014:103).
“Dari tadi siang ia di kebun. Menatap kegagalannya.
Sengaja belum pulang meski adzan maghrib sebentar lagi
terdengar.” (Liye, 2014:178).
“Empat bulan berlalu lagi, hari-hari dihabiskan dengan
kerja keras, pagi-sore di kebun, bahkan Kak Laisa baru
pulang saat adzan maghrib terdengar, telaten merawat satu-
demi-satu batangnya. Mencurahkan seluruh perhatian ke
kebun satu hektar itu.” (Liye, 2014:184).
“Shubuh yang menyenangkan. Udara pagi terasa sejuk. Di
surau entahlah siapa yang sedang mengumandangkan
adzan. Tidak ada lagi suara keras Wak Burhan.”(Liye,
2014:238).
“Saat adzan terdengar dari suaru (entahlah siapa yang
mengumandangkan adzan tersebut sekarang.” (Liye,
2014:259).
“Menunggu saat adzan magrhib setengah jam lagi.” (Liye,
2014:354).
Beberapa kutipan novel di atas Tere Liye menunjukkan
tentang adzan. Ketika adzan terdengar merupakan tanda bahwa
waktu untuk salat telah tiba. Ketika mendengar kumandang adzan
sebaiknya menjawab adzan tersebut, hendaklah segera berhenti
sejenak dari segala aktivitas apapun dan mempersiapkan diri untuk
segera melaksanakan salat.
b. Wudhu
Untuk mencapai kedekatan kepada Allah SWT, setiap orang
harus dalam keadaan suci, baik lahir maupun batin. Laku batin
dibarengi dengan niat yang tulus ikhlas karena Allah SWT,
73
sedangkan laku lahir teraktualisasi dengan kesucian jasmani dan
menghilangkan hadas dalam dirinya.
“Hanya karena menyadari adzan isya akan segera
berkumandang dari suraulah omelan Mamak akhirnya
terhenti. Menyuruh mereka ambil wudhu. ” (Liye, 2014:71).
“Cie Hui menyerahkan tiga mukena kecil. Ketiga gadis
kecil itu sudah kembali dari kamar mandi. Wudhu.
Biasanya setiap jadwal pulang, paling susah
membangunkan Juwita dan Delima.” (Liye, 2014:238).
Kutipan novel di atas menjelaskan bahwa wudhu
merupakan salah satu syarat utama sebelum mengerjakan suatu
ibadah. Wudhu adalah syarat sahnya salat. Salat yang tidak di
dahului dengan wudhu adalah salat yang batil. Tetapi wudhu itu
sendiri merupakan ibadah. Allah menegaskan dalam surah QS. Al-
Maidah ayat 6:
... Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak
mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki. (Q. S. Al-
Maidah:6).
c. Salat
Salat adalah salah satu kewajiban yang disyariatkan oleh
Allah kepada hamba-Nya yang beriman, Salat merupakan ibadah
yang terdiri dari perkataan dan perbuatan. Dari pandangan ini, salat
74
ibarat sebuah pedoman khusus yang bisa mendidik manusia untuk
mampu memahami bahwa rutinitas yang dilakukan sebanyak lima
kali sehari itu membuat ikatan antara diri umat muslim dengan
Tuhan-Nya lebih kuat dari pada dengan ikatan nya dengan segala
apapun yang ada. Salat menjadikan seluruh muslim bersaudara.
Salat disyariatkan untuk mesucikan hati yang terkontaminasi dari
penyakit hati, menghilangkan penyakit yang menghinggapinya dan
menerangi ruh dari kegelapan.
Sebagaimana firman Allah SWT:
“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia)
mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari
perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa
yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu
termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (Q.S.
Luqman:17).
Ayat di atas menjelaskan bahwa Luqman memberikan
nasihat kepada anaknya nasihat yang dapat menjamin
kesinambungan Tauhid serta kehadiran Ilahi dalam kalbu sang
anak. Beliau berkata sambil tetap memanggilnya dengan panggilan
mesra: Wahai anakku sayang, laksanakanlah salat dengan
sempurnanya syarat, rukun dan sunnah-sunnahnya, mengerjakan
75
yang ma’ruf dan cegahlah mereka dari kemungkaran dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungghnya yang
demikian itu termasuk hal-hal yang diperintahkan Allah agar di
utamakan, sehingga tidak ada alasan untuk mengabaikannya.
“Hanya karena menyadari adzan isya akan segera
berkumandang dari suraulah omelan Mamak akhirnya
terhenti. Menyuruh mereka ambil wudhu. Shalat
maghrib!”(Liye, 2014:71).
Petikan dialog di atas menunjukkan seorang ibu yang
menyuruh anak-anaknya untuk melaksanakan salat setelah adzan
berkumandang.
Rutinitas salat yang dilakukan para tokoh adalah
pembuktian bahwa mereka selalu melaksanakan ibadah salat yang
telah diperintahkan Allah SWT.
d. Salat Berjama’ah
Salat berjama’ah dilakukan secara bersama-sama, sekurang-
kurangnya terdiri dari dua orang yaitu imam dan makmum.
Seorang imam berdiri di depan dan makmum berdiri di
belakangnya. Makmum harus mengikuti imam dan tidak boleh
mendahuluinya. Selain itu, bagi orang yang mengerjakan salat
secara berjama’ah akan dilipat gandakan pahalanya sampai 27 kali
lipat dibandingkan dengan mengerjakan salat sendirian.
“Tadi selepas shalat shubuh jamaah, persis saat
perkampungan masih gelap, selepas belajar mengaji
Juz’amma dengan Mamak, Kak Laisa akhirnya bilang akan
menemani Yashinta pergi melihat berang-berang.” (Liye,
2014:41).
76
“Dia mengenal sekali anak Lainuri yang satu ini. Rajin
shalat berjamaah di surau. Masih anak-anak.” (Liye,
2014:81-82).
“Ikanuri dan Wibisana ternyata tidak pulang-pulang. Juga
saat mereka sudah bersiap-siap shalat berjamaah. Dua
sigung itu tetap tidak kelihatan batang hidungnya.” (Liye,
2014:114).
“Shalat dzhuhur (Dalimunte yang jadi imam). Kemudian
Dalimunte meneriaki Ikanuri dan Wibisana agar buruan
menyusul Mamak.” (Liye, 2014:155).
“Malam tiba untuk ke sekian kalinya di lembah itu. Hujan
gerimis turun sejak maghrib. Mereka sudah shalat
berjamaah (kecuali Juwita dan Delima yang memaksa ikut
shalat gaya duduk Wawak Laisa).” (Liye, 2014:293).
“Selepas shubuh, meski penat karena dua jam memasak
gula aren di dapur, seusai shalat bersama, mengaji bersama,
Mamak akan menyempatkan diri lima belas menit hingga
setengah jam bercerita.” (Liye, 2014:335).
Dari beberapa kutipan di atas, Tere Liye menggambarkan
rutinitas salat berjama’ah yang dilakukan oleh keluarga Mamak
Lainuri. Dalimunte kecil yang selalu rajin mengikuti salat
berjama’ah di surau. Hal ini memberikan pengertian bahwa salat
fardu lebih utama dikerjakan secara berjama’ah. Salat berjama’ah
boleh dilakukan di masjid/surau ataupun di rumah, asalkan terdiri
dari seorang imam dan makmum karena itu merupakan syarat
syahnya salat berjama’ah.
e. Salat Tahajud
Salat tahajud adalah salat malam, dan salat malam belum
tentu salat tahajud. Hal yang membedakan tahajud dengan salat
malam lainnya adalah salat tahajud harus dilakukan setelah bangun
tidur.
77
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
“Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang
tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu;
Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat
yang Terpuji”. (Q.S. Al-Isra’: 79).
Dalam ayat di atas dijelaskan tujuan salat tahajud itu bagi
Nabi Muhammad SAW ialah agar Allah SWT dapat
menempatkannya di tempat yang terpuji. Pada hari kiamat manusia
mengalami kesusahan yang tiada taranya. Yang dapat melapangkan
dan meringankan manusia dari keadaan yang sangat susah itu
hanyalah permohonan Nabi Muhammad SAW kepada Tuhannya,
agar orang itu dilapangkan dan diringankan penderitaannya.
“Membuat Yashinta mengomel dalam hati, sejak kecil Yash
sudah terbiasa shalat malam bersama Kak Lais dan Mamak,
tidak perlu diteriaki, mentang-mentang muslim Uzbek, sok-
alim.” (Liye, 2014:321).
“Laisa sejak umur dua belas tahun, terbiasa bangun jam tiga
shubuh. Shalat malam bersama Mamak, lantas membantu di
dapur. Sejak kecil Mamak mengajarkan ritus agama yang
indah kepada mereka. Shalat malam salah-satunya. “Lais,
seandainya kita bisa mengukurnya seperti timbangan beras,
shalat malam yang baik seharga seluruh dunia dan
seisinya.” (Liye, 2014:336).
“Dengan teladan yanag ada di depan mata, maka Yashinta
kecil saat usianya menjejak belasan tahun, tidak perlu
disuruh-suruh untuk shalat malam, gadis kecil itu melihat
Mamak dan Kakak-kakaknya, maka otomatis ia ikut.
Kebiasaan yang terus ada hingga mereka tumbuh besar.”
(Liye, 2014:336).
78
Beberapa kutipan novel di atas Tere Liye menggambarkan
rutinitas salat malam yaitu salat tahajud. Salat tahajud dikerjakan di
waktu yang berat, yaitu di tengah keheningan malam, saat
mayoritas manusia terlelap dalam tidurnya. Salat tahajud
dikerjakan saat mayoritas manusia tidak melihat pelakunya,
sehingga pelakunya terdidik untuk berniat ikhlas dan terbebas dari
kemungkinan riya’. Salat tahajud dikerjakan dalam waktu yang
sunyi dan tenang, sehingga pelakunya leluasa bermunajat kepada
Allah SWT dan mendekatkan diri kepada-Nya. Seperti yang
dilakukan oleh Mamak Lainuri, yang mengajarkan kepada anak-
anaknya Kak Liasa dan Yashinta untuk terbiasa melaksanakan salat
tahajud.
f. Berdoa
Posisi paling mulia bagi kaum muslim di sisi Allah adalah
ketika seseorang menengadahkan tangan kepada-Nya untuk berdoa
dan memohon. Berdoa adalah permohonan seorang hamba kepada
Sang Maha Kuasa agar memperoleh anugerah, lindungan dan
pertolongan baik untuk orang yang berdoa maupun yang didoakan.
“Wibisana menepuk-nepuk bahu Ikanuri. Tersenyum.
Berbisik, “Tidak akan terjadi apa-apa, Ikanuri. Kita akan
tiba tepat waktu. Berdoalah, Kak Laisa akan baik-baik
saja....” (Liye, 2014:95).
“Ya Allah, sekali ini tolong baiklah dengan kami, tolong....
Laisa menggigit bibr. Lantas melangkah menuruni anak
tangga. Diikuti langkah Dalimunte.” (Liye, 2014:122).
79
“Untuk Mamak, yang setiap malam berdoa buat Yash dan
kami.... Yang doanya mungkin saja telah membuat langit
diaduk-aduk....” (Liye, 2014:240).
“Itu juga doa Laisa ketika menerobos hujan badai saat
Yashinta sakit, ke kampung atas, ketika kakinya bengkak
menghantam tunggul kayu. Ketika sendi mata kakinya
bergeser. Itu juga doanya saat di Gunung Kendeng. Itulah
doa yang paling disukai Laisa. Doa-doa itu mengukir
langit.” (Liye, 2014:288).
“Semoga Laisa terus membaik.... Begitu masing-masing
berdoa dalam hati.” (Liye, 2014:294).
“Kak Laisa jatuh tertidur, dengan sungging senyum dan satu
kalimat doa: Ya Allah, jadikan Lais salah satu bidadari-
bidadari surga....” (Liye, 2014:338).
Beberapa kutipan di atas mengajarkan tentang berdoa.
Berdoa memohon segala sesuatu hanya kepada Allah. Tere Liye
menggambarkan para tokoh dengan khusu’ berdoa, memohon
kepada Allah agar dimudahkan atas segala kesusahan dan musibah
yang menimpa mereka.
Dalam menjalani kehidupan ini, manusia tentunya pasti
pernah mengalami kesulitan dan kesusahan, itu semua merupakan
ujian dan cobaan dari Allah. Sesungguhnya, ketika kesulitan itu
datang, maka Allah-lah sebaik-baik penolong dan hanya kepada-
Nya lah kita memohon. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam
al-Qur’an.
80
“Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya
akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang
yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk
neraka Jahannam dalam Keadaan hina dina". (Q.S. Al-
Mukmin:60).
Dalam ayat tersebut telah dijelaskan bahwa orang muslim
diperintahkan untuk berdoa hanya kepada Allah SWT. Berdoa
adalah bagian dari bentuk ketaatan kepada Allah dan bentuk
pemenuhan akan perintah-Nya.
g. Membaca Al-Qur’an
Sebagai umat Nabi Muhammad orang muslim diwajibkan
untuk mengikuti al-Qur’an yang telah diwahyukan kepada Nabi.
Wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.
berupa perintah tegas, dengan mengandung muatan tugas yang
wajib untuk ditunaikan oleh setiap pribadi muslim, yaitu Iqra
(bacalah).
Setiap muslim dianjurkan untuk mempelajari al-Qur’an dan
mengkaji ayat-ayatnya, karena seluruh ajaran Islam bersumber dari
al-Qur’an dan al-Hadits. Dengan mempelajari dan memahami ayat
al-Qur’an, ajaran Islam dapat diaplikasikan dalam kehidupan.
“Anak-anaknya tumbuh dan akrab dengan kehidupan
sekitar. Tadi selepas shalat shubuh jamaah, persis saat
perkampungan masih gelap, selepas belajar mengaji
Juz’amma dengan Mamak, Kak Laisa akhirnya bilang akan
menemani Yashinta pergi melihat berang-berang.” (Liye,
2014:41).
“Hei! Kalian bantulah bawa koper-koper Dalimunte dari
mobil. Jangan macam anak uwa, sibuk menonton saja. Atau
seperti kubilang tadi, ikut mengaji yasin di surau sana!—
81
Bang Jogar meneriaki pemuda-pemuda tanggung di kursi
bambu.” (Liye, 2014:150).
“Mereka lagi-lagi berisik saat naik ke rumah panggung.
Ribut soal siapa yang duluan salaman dengan Eyang
Lainuri dan Wawak Laisa. saling dorong saat masuk kamar.
Tidak mempedulikan tatapan tetangga yang sedang mengaji
yasin.” (Liye, 2014:207).
“Malam beranjak semakin tinggi. Pengajian Yasin di ruang
depan dan surau dihentikan, besok disambung lagi.” (Liye,
2014:237).
“Berkali-kali bilang ke anak-anak yang belajar ngaji di
surau soal pentingnya sekolah, ‘Biar kalian bisa jadi Oom
Dalimunte yang hebat. Sering masuk tipi’—“ Kak Laisa
tersenyum, menatap langit cerah, mengenang masa-masa
lalu itu.” (Liye, 2014:257).
“Selepas shubuh, meski penat karena dua jam memasak
gula aren di dapur, seusai shalat bersama, mengaji bersama,
Mamak akan menyempatkan diri lima belas menit hingga
setengah jam bercerita.” (Liye, 2014:335).
“Ikanuri jauh lebih pandai mengaji. Suara dan tartil-nya
lebih baik. Meski dialah yang paling bandel belajar mengaji
dulu.” (Liye, 2014:336-337).
“Suara orang mengaji di suarau terdengar. Menunggu saat
adzan magrhib setengah jam lagi. Ayat-ayat itu terdengar
menyenangkan. Seperti mengalir bersama angin lembah
yang segar.” (Liye, 2014:354).
Beberapa kutipan novel di atas Tere Liye menampilkan
kosep pendidikan ibadah yaitu tentang membaca Al-Qur’an. Islam
mengajarkan kepada umatnya untuk senantiasa membaca Al-
Qur’an, karena merupakan pedoman hidup bagi manusia.
Seharusnya membaca Al-Qur’an ditanamkan sejak dini kepada
anak, agar dewasa nanti anak tersebut akan terbiasa dengan
membaca Al-Qur’an.
82
h. Zakat
Zakat memiliki arti kewajiban atas harta atau kewajiban
atas sejumlah harta tertentu untuk kelompok tertentu dalam waktu
tertentu. Firman Allah:
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah
beserta orang-orang ruku’”. (Q.S Al-Baqarah: 43).
“Panen bersama sebulan lalu sukses besar. Mamak Lainuri
tak kurang dapat empat puluh kaleng padi. Setelah dipotong
zakat, juga padi cadangan untuk lumbung kampung, juga
delapan belas kaleng untuk persediaan beras mereka selama
setahun, sisanya masih lumayan, yang seluruhnya dijual ke
kota kecamatan.” (Liye, 2014:154).
Kutipan novel di atas menggambarkan ketika panen tiba
Mamak Lainuri membagi-bagi hasil panenannya untuk beberapa
keperluan salah satunya untuk membayar zakat, Mamak Lainuri
rutin membayar zakat tiap tahunnya.
i. Pernikahan/Perkawinan
Dalam novel Bidadari-Bidadari Surga karya Tere Liye juga
terdapat konsep pendidikan ibadah mengenai pernikahan, di mana
pernikahan adalah suatu cara menjalin hubungan berlandaskan
kesucian, berikut kutipannya:
“PERNIKAHAN Dalimunte-Cie Hui berlangsung satu
bulan kemudian.
Pernikahan yang meriah, halaman luas rerumputan itu
dipasang dua tenda besar. Penduduk empat desa di Lembah
Lahambay ramai memenuhi kursi-kursi.” (Liye, 2014:229).
“Pernikahan kedua dan ketiga di keluarga itu terjadi sebulan
kemudian. Mamak pulang dari rumah sakit setelah dirawat
83
empat hari lagi. Meski masih lemah, tapi wajah Mamak
sudah segar kembali.” (Liye, 2014:282).
“Lima menit kemudian pernikahan itu dilangsungkan.
Dalimunte yang menjadi wali pernikahan. Bang Jogar dan
salah satu penduduk kampung lainnya menjadi saksi.
Pernikahan terakhir di lembah indah mereka.” (Liye,
2014:360-361).
Dalam beberapa kutipan novel di atas Tere Liye
menjelaskan bahwa sudah menjadi kodrat iradah Allah SWT.
manusia diciptakan berjodoh-jodoh dan diciptakan oleh Allah
SWT. mempunyai keinginan untuk berhubungan antara pria dan
wanita, melalui ikatan yang suci.
3. Pendidikan Akhlak
Akhlak secara etimologis berarti budi pekerti, perangai, tingkah
laku atau tabiat. Sedangkan secara terminologis akhlak adalah keadaan
gerak jiwa yang mendorong ke arah melakukan perbuatan dengan tidak
menghajatkan pikiran (Zuchdi, 2013:203).
a. Akhlak Kepada Allah
1) Tawakal
Setelah usaha dan doa yang telah dikerjakan sudah
maksimal, maka selanjutnya hal yang harus dilakukan adalah
tawakal, menyerahkan semua hasil dan usaha kepada Allah.
Sebagaimana yang tertuang dalam novel Bidadari-Bidadari
Surga, sebagai berikut:
“Mamak membiarkan Laisa kembali menanami ladang
mereka dengan strawberry, kali ini malah membiarkan
seluruhnya ditanami. “Belajar dari kesalahan, Mak.
Laisa tahu apa yang harus Laisa lakukan sekarang.”
84
Mamak tidak kuasa mencegah niat bulat sulungnya,
apalagi Dalimunte ikut mendukung. Jadi kepalang
tanggung, sukses atau gagal seluruhnya. Kak Laisa
menanami kembali seluruh kebun mereka dengan
strawberry.” (Liye, 2014:183-184).
“Tapi apa yang Kakak harus lakukan? Itu semua ada di
tangan Allah.” (Liye, 2014:220).
Dalam Al-Qur’an Allah befrirman:
...
“Dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah
niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.
Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang
(dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah
Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (Q.S.
Ath-Thalaaq:3).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa barang siapa yang
percaya kepada Allah dalam menyerahkan segala urusan hanya
kepada-Nya, maka Allah akan mencukupi semua
keperluannya. Karena dengan bertawakal, orang muslim telah
mengakui adanya Allah dengan segala sifat-sifat-Nya,
terutama sifat-Nya yaitu Yang Maha Esa.
Kutipan novel di atas sang tokoh menggambarkan
kepasrahan dan berserah diri yaitu belajar dari kesalahan
dengan menanami seluruh kebun milik Mamak Lainuri dengan
strawberry dan kepasrahan Kak Laisa yang menyerahkan
segala urusannya kepada Allah SWT.
85
2) Ikhlas
Lafazh ikhlas menunjukkan pengertian jernih, bersih,
dan suci dari campuran dan pencemaran. Sesuatu yang murni
artinya bersih tanpa campuran, baik yang bersifat materi
maupun nonmateri.
Ikhlas dan senang hati menerima suatu apapun yang
diberikan Allah kepada umatnya. Suatu pekerjaan dikatakan
ikhlas kalau pekerjaan tersebut dilakukan semata-mata karena
Allah, mengharap ridho dan pahala-Nya.
Allah berfirman:
... “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama...”. (Q. S. Al-
Bayyinah:5).
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah memerintahkan
umatnya untuk selalu taat kepada-Nya dalam menjalankan
ibadah. Dalam novel Bidadari-Bidadari Surga Karya Tere
Liye menampilkan konsep tentang ikhlas yang mengajarkan
kepada orang muslim untuk menjadi manusia yang ikhlas
dalam keadaan apapun.
“Kak Laisa selalu pandai mensyukuri nikmat Allah
dalam bentuk yang lengkap. Ritus ibadah yang baik dan
ikhlas, juga kesalehan sosial memperbaiki kehidupan
lembah.” (Liye, 2014:233).
“Lais mohon, ya Allah.... Jika Engkau
menginginkannya, biarkan Lais saja, biarkan Lais
86
saja.... Kalimat itu begitu ihklas terucap. Oleh rasa
sayang yang tak terhingga.” (Liye, 2014:303).
“Ya Allah, apa aku harus selalu menjadi penghalang
pernikahan adik-adikku.... Lais sungguh ihklas dengan
semua keterbatasan ini, Ya Allah. Sungguh.... Biarlah
seluruh bukit dan seisinya menjadi saksi, Lais sungguh
ihklas dengan segala takdirMu....” (2014:348).
“Ya Allah, Lais sungguh ikhlas dengan segala
keterbatasan ini, dengan segala takdirmu....” (Liye,
2014:359).
Beberapa kutipan di atas Tere Liye menggambarkan
seorang Kakak yang sangat ikhlas dalam menghadapi
hidupnya, dengan selalu beribadah kepada Allah SWT, kasih
sayang yang tulus dengan keterbatasannya. Karena jika
melakukan semua itu dengan ikhlas maka segala yang
dilakukan terasa mudah.
3) Bertaubat
Orang yang bertaubat kepada Allah SWT adalah orang
yang kembali pada jalan yang benar, meninggalkan hal-hal
yang buruk dan kembali pada hal-hal yang baik dan dianjurkan
dalam Islam. Kembali dari segala hal yang dibenci oleh Allah
dan menuju kepada ridho-Nya.
“Ini juga gaya favorit Ikanuri waktu kecil dulu kalau
menipu guru di kelas (ketahuan bolos). Atau ketahuan
mencuri uang di kelpeh plastik Mamak Lainuri. Sok
bego tidak mengerti. Ah, tapi ekspresi itu benar-benar
jujur. Lagipula sejak puluhan tahun silam, Ikanuri
sudah insyaf. Kapok. Mengerti benar maksud Kak
Laisa yang suka berteriak, ‘kerja keras!’, ‘kerja keras!’,
‘kerja keras!’.” (Liye, 2014:34).
87
Kutipan novel di atas Tere Liye menggambarkan
Ikanuri yang semasa kecilnya sering menipu guru dan mencuri
uang Mamak Lainuri, akan tetapi setelah beranjak menjadi
dewasa Ikanuri sudah meninggalkan hal yang tidak baik
tersebut.
4) Bersyukur
Bersyukur adalah salah satu kunci bertambahnya rezeki
dan keberkahan yang Allah turunkan kepada hamba-hamba-
Nya. Allah telah berfirman:
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan;
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan
menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-
Ku sangat pedih".” (Q.S. Ibrahim:7).
Ayat di atas menjelaskan bahwa tiap orang yang
beriman wajib bersyukur atas segala nikmat yang diberikan
kepadanya, karena bersyukur merupakan kunci kebahagiaan
selain itu sikap bersyukur harus dilakukan oleh setiap manusia
sebagai bentuk keimanan kita bahwa Allah itu maha kuasa dan
kepada-Nyalah kembalinya segala urusan.
“Mereka selepas isya tadi, habis melakukan syukuran
besar di rumah. Lulusnya Ikanuri dan Wibisana.
Akhirnya dua sigung nakal itu menyelesaikan
kuliahnya.” (Liye, 2014:204).
88
“Kak Laisa selalu pandai mensyukuri nikamat Allah
dalam bentuk yang lengkap. Ritus ibadah yang baik dan
ikhlas, juga kesalehan sosial memperbaiki kehidupan
lembah.” (Liye, 2014:233).
“Membuat imajinasi mereka terbang, dan tanpa mereka
sadari, ada pemahaman arti berbagi, berbuat baik, dan
selalu bersyukur yang bisa diselipkan.” (Liye,
2014:338).
“Tetapi energi yang hebat itu, kecintaan atas adik-
adiknya, rasa cukup dan syukur atas hidup dan
kehidupan, akhirnya tidak kuasa mengalahkan fisik
yang semakin lemah.” (Liye, 2014:352).
Dari beberapa kutipan di atas Tere Liye
menggambarkan tentang bersyukur. Karena dengan bersyukur
adalah sebaik-baiknya jalan kehidupan bagi orang-orang yang
berbahagia. Tidaklah mereka menaiki tangga kedudukan yang
tertinggi, melainkan berkat syukur mereka. Suatu keharusan
bagi orang yang mengharapkan kebaikan bagi dirinya serta
memprioritaskan keselamatan dan kebahagiannya. Seperti
yang dilakukan keluarga Mamak Lainuri ketika mengadakan
syukuran karena lulusnya Ikanuri dan Wibisana menyelesaikan
kuliahnya, sebagai tanda mensyukuri nikmat yang diberikan
oleh Allah SWT kepada mereka. Kak Laisa yang selalu pandai
mensyukuri nikmat Allah dengan menjalankan ibadah dengan
ikhlas.
b. Akhlak Kepada Diri Sendiri
1) Sabar
Sabar merupakan bentuk keimanan seseorang, dalam
menghadapi cobaan berbagai perasaan muncul namun seperti
89
itulah yang harus dikendalikan. Sabar merupakan pengendalian
emosi dan perasaan yang tidak baik. Allah SWT berfirman:
“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan
janganlah kamu berbantah-bantahan, yang
menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang
kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah
beserta orang-orang yang sabar”. (Al-Anfal:46).
Ayat di atas menjelaskan untuk tidak gegabah dalam
menghadapi sesuatu, memilih untuk tetap bertahan dan
berusaha mempertahankan apa yang diyakini dan yang
dihadapi. Seperti yang terdapat pada kutipan di bawah ini:
“Dia juga tahu persis kalimat bijak kalau: ketika salah-
satunya justru memutuskan untuk bersabar atas
pasangan yang tidak beruntung dari tampilan wajah dan
fisik tersebut, maka surga menjadi balasan buatnya.”
(Liye, 2014:234).
“Goughsky juga tipikal pemuda yang menyenangkan.
Dekat dengan penduduk setempat lokasi basecamp,
suka bergurau, dan yang pasti amat sabar.” (Liye,
2014:321).
“Seperti batu yang terkena tetesan air, keras kepalanya
mulai bisa berlubang dengan sabaaaarnya Goughsky.”
(Liye, 2014:327).
Beberapa kutipan novel di atas menggambarkan
tentang sabar. Bersabar dalam menerima pasangan hidup
dalam keadaan yang tidak beruntung tampilan wajah atau
90
fisiknya dan kesabaran Goughsky dalam menghadapi sifat
keras kepala Yashinta, yang akhirnya dengan kesabaran
Goughsky sifat keras kepala Yashinta pelan-pelan berubah
menjadi lebih lembut.
Kedudukan sabar dalam mencapai keberhasilan sama
halnya dengan kepala bagi sesosok tubuh. Sabar adalah jalan
menuju kepada kesuksesan dan kebahagiaan. Sesungguhnya
Allah SWT telah menjadikan sabar bagaikan kendaraan yang
tidak akan menyesatkan penunggangnya. Sabar dan
pertolongan bagaikan dua saudara kandung, karena datangnya
pertolongan adalah hasil dari kesabaran.
2) Jujur
Kesadaran akan pentingnya jujur dalam hidup harus
ditumbuhkan sejak kecil. Pendidikan dari keluarga dan sekolah
harus mementingkan kejujuran seorang anak. Sebisa mungkin
diupayakan agar anak senantiasa senang berbuat jujur.
Jujur adalah berlaku benar dan baik dalam segala
perkataan maupun perbuatan. Kejujuran yang harus diterapkan
bukanlah suatu hal yang mudah, dibutuhkan kesadaran dan
latihan agar sifat tersebut benar-benar menjadi prinsip hidup.
Kesadaran berawal dari pengetahuan, seseorang harus
ditanamkan pengetahuan mengenai pentingnya jujur dan apa
akibat tidak jujur.
91
Allah SWT berfirman:
“Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya)
pengkhianatan dari suatu golongan, maka
kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan
cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berkhianat.” (Q.S. Al-Anfal:58 ).
“Menjadi keluarga yang jujur meski keadaan sulit.
Berbuat baik dengan tetangga sekitar, dan sebagainya.”
(Liye, 2014:233).
Petikan dialog di atas menunjukkan sebuah keluarga
yang meski dalam keadaan sesulit apapun, tetap menjadi
keluarga yang jujur dan berbuat baik dengan lingkungan
sekitar.
3) Niat
Niat merupakan keinginan yang berhubungan dengan
pekerjaan yang sedang atau akan dilakukan. Maka setiap
perbuatan yang dilakukan oleh orang yang berakal, dalam
keadaan sadar dan atas inisiatif sendiri, pasti disertai dengan
niat baik perbuatan tersebut berkenaan dengan ibadah ataupun
adat kebiasaan.
“Awalnya ragu-ragu, tapi karena sudah kadung, sudah
sejak seminggu lalu meniatkan diri, maka sambil
menggigit bibir, Dalimunte menaikkan tangannya lebih
tinggi.” (Liye, 2014:81).
“Mamak tidak kuasa mencegah niat bulat sulungnya,
apalagi Dalimunte ikut mendukung.” (Liye, 2014:184).
92
Beberapa kutipan novel di atas Tere Liye menceritakan
Dalimunte yang awalnya ragu-ragu akan tetapi dengan niatnya
dari hati yang bulat akhirnya berani mengangkat tangannya
lebih tinggi. Karena tekad Kak Laisa yang bersungguh-
sungguh Mamak Lainuri dan Dalimunte tidak bisa mencegah
niat bulat Kak Laisa. kita memahami bahwa niat itu
menentukan apakah sebuah perbuatan itu dianggap atau tidak
dianggap, dan dianggap apa itu tergantung dari niatnya bukan
dilihat dari lahiriyahnya.
4) Tanggung Jawab
Salah satu sikap seorang muslim adalah dia berani
bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya. Sikap ini
merupakan sikap yang harus dimiliki oleh setiap muslim.
Karena semua yang diperbuat di dunia ini akan di
pertanggungjawabkan di akhirat nanti. Allah SWT berfirman:
“tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah
diperbuatnya.” (Q.S. Al-Muddatstsir:38).
Ayat di atas mengajarkan bahwa setiap individu harus
bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya. Islam
mengajarkan bahwa apa saja yang dilakukan manusia,
keburukan dan kebaikan akan mendapatkan ganjaran atau
balasan dari Allah.
93
“Ikanuri dan Wibisana mulai mengerti arti tanggung-
jawab. Tidak percuma Kak Laisa saban hari mengejar-
ngejar mereka dengan sapu lidi teracung dan berteriak-
teriak “Kerja keras!” “Kerja keras!” “Kerja keras!” Dua
sigung nakal itu sudah jarang bolos sekolah.” (Liye,
2014:155).
“Wajah keriput berumur enam puluh tahun itu terlihat
amat sendu. Ia-lah yang paling tahu urusan ini. Sejak
tiga puluh tahun silam. Sejak Laisa mulai mengerti arti
tanggung-jawab.” (Liye, 2014:160).
Dari beberapa kutipan di atas Tere Liye
menggambarkan rasa bertanggung jawab. Rasa tanggung
jawab ini sangat penting dalam kehidupan manusia baik dalam
konteks sosial maupun individu. Tanggung jawab berfungsi
sebagai pencipta keharmonisan hidup bermasyarakat
berbangsa dan bernegara. Seperti usaha Kak Laisa yang tidak
sia-sia untuk mengajarkan arti tanggung jawab kepada adik-
adiknya.
5) Optimis
Seorang muslim yang sejati adalah seorang muslim
yang selalu optimis dan tidak mengenal putus asa dalam
melakukan kebaikan. Bersikap optimis dan tidak putus asa
dalam memperjuangkan keinginan dan tujuan, selama itu
berada dalam hal kebaikan, merupakan salah satu nilai edukatif
yang layak dimiliki semua orang.
“Tentu saja kincir-kincir itu bekerja! Seseorang tiba-
tiba berseru. Berseru dengan suara lantang sekali.”
(Liye, 2014:89).
“Tidak ada salahnya mencoba kincir-kincir air itu.
Lima kincir bertingkat. Itu masuk akal. Semasuk
94
akalnya seperti kita berharap benih di ladang tumbuh
saat musim penghujan!—Kak Laisa berkata lantang dan
cepat. Amat meyakinkan.” (Liye, 2014:90).
“Wibisana menelan ludah, terdiam sejenak.... Menatap
wajah sendu Ikanuri lamat-lamat, lantas mengulang
pertanyaan itu dengan segenap perasaan, “Kita tidak
akan terlambat, Ikanuri.... Kau tahu, kenapa?”. ” (Liye,
2014:126).
“Tidak tahun ini, tidak sekarang.... Tapi kau harus tetap
sekolah, Dali....” Laisa berbisik pelan memecah sedan.”
(Liye, 2014:180).
“Dalimunte selalu memiliki kesempatan untuk kembali
sekolah.tidak sekarang, tahun depan dia akan kembali
melanjutkan sekolah di kecamatan. Sepanjang ia terus
bekerja keras demi adik-adiknya. Kesempatan itu pasti
akan datang.” (Liye, 2014:181).
“Tapi sebelum hari itu tiba, sebelum masanya datang,
dengarkan Kakak, kalian harus rajin sekolah, rajin
belajar, dan bekerja keras. Bukan karena hanya demi
Mamak yang sepanjang hari terbakar matahari di
ladang. Bukan karena itu. Tapi Ikanuri, Wibisana,
Dalimunte, kalian harus selalu bekerja keras, bekerja
keras, bekerja keras, karena dengan itulah janji
kehidupan yang lebih baik akan berbaik hati datang
menjemput....” (Liye, 2014:138).
Dari beberapa kutipan novel di atas Tere Liye
mengajarkan tentang optimis. Apabila rasa optimis ini telah
mendarahdaging, maka manusia akan menjalani hidup dengan
lebih bahagia, tenang dan mudah menggapai tujuan. Seseorang
yang memiliki cita-cita juga harus mempunyai rasa itu serta
berusaha untuk mendapatkannya. Optimis dan tidak putus asa
merupakan kunci keberhasilan.
6) Menutup Aurat
Islam mewajibkan setiap wanita dan pria untuk
menutupi anggota tubuhnya yang menarik perhatian lawan
95
jenisnya. Terlebih bagi seorang muslimah. Allah SWT telah
memerintahkan kaum wanita untuk menutupi auratnya dengan
jilbab jelas memiliki tujuan tertentu yang telah dijelaskan
dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman:
“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-
anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin:
"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh
tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih
mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di
ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang”. (Q. S. Al-Ahzab: 59).
Ayat di atas adalah dalil yang dijadikan landasan dalam
Islam untuk menyeru kepada para muslimah agar segera
menutup auratnya secara totalitas dan tidak menampakkannya
kecuali yang biasa terlihat dan kecuali kepada yang berhak
untuk melihatnya.
“Wanita cantik berkerudung yang duduk di sebelah
sang profesor, baris kedua dari depan itu ikut balas
tersenyum,layar LCD raksasa di depan plenary hall
menayangkan paras cantiknya.” (Liye, 2014:8).
“Dalam hitungan detik Dalimunte sudah menggenggam
tangan istrinya yang berkerudung biru.” (Liye,
2014:18).
96
“Dalimunte menatap sekitar, beberapa ibu-ibu dan anak
gadis tetangga berkerudung rapi, duduk di tepi-tepi
ruangan, melingkar membaca yasin bersama-sama.”
(Liye, 2014:150).
“Gadis manis berkerudung lembut itu menangis di
pangkuan Kak Laisa.” (Liye, 2014:211).
“Anak-anak menoleh. Eyang tersenyum mendekat.
Memperbaiki tudung rambutnya. Naik ke atas ranjang
besar Wak Laisa.” (Liye, 2014:337).
Beberapa kutipan novel di atas Tere Liye
menggambarkan tentang menutup aurat. Selain atas dasar
kewajiban kepada Allah SWT, seorang muslimah yang telah
memiliki kesadaran untuk menutup auratnya berarti telah
berusaha untuk memenuhi sebagian kesempurnaan imannya.
Wanita muslim yang menutup auratnya juga akan terhindar
dari fitnah dan godaan dari kaum lelaki.
7) Disiplin
Disiplin adalah sikap mentaati peraturan dan ketentuan
yang telah ditetapkan tanpa pamrih. Dalam ajaran Islam
banyak ayat Al-Qur’an yang memerintahkan untuk disiplin,
salah satunya dalam surat An-Nisa’ ayat 59.
... “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu”.
(Q.S. An-Nisa’:59).
97
“Tidak pernah mengeluh, bahkan sejak mereka masih
kecil dulu. Tidak pernah sakit. Kak Laisa selalu sigap
dan disiplin menghadapi rutinitasnya.” (Liye, 2014:67).
“Tidak terhenti, sepanjang tahun. Mengajari adik-
adiknya tentang disiplin. Mandiri.” (Liye, 2014:161).
“Dan proses bercerita itu dilengkapi secara utuh dengan
teladan. Kerja keras. Berdisiplin.” (Liye, 2014:336).
Dalam novel Bidadari-Bidadari Surga ini Tere Liye
menggambarkan tentang disiplin. Disiplin yang telah terbina
itu akan sulit untuk diubah, karena telah menyatu dengan
pribadinya. Disiplin diri menjadi kata kunci kemajuan dan
kesuksesan serta kebesaran orang-orang besar yang pernah
hidup dalam sejarah. Seorang Kakak yang mengajarkan kepada
adik-adiknya agar menjadi pribadi yang displin dalam
kehidupan mereka.
8) Syaja’ah/Berani
Keberanian ditentukan oleh kekuatan hati dan fikiran,
dalam hal ini berani berlandaskan oleh iman yang kokoh,
bersabar terhadap ketaatan, dan mewariskan hal yang baik
serta kebenaran dan pertimbangan untuk mengharap ridha
Allah SWT. Selain ketenangan dan optimis, berani adalah
salah satu ciri yang dimiliki orang yang istiqamah di jalan
Allah.
“Mata-mata sekarang memandang Kak Laisa. Gadis
tanggung berumur enam belas tahun itu dengan berani
justru ‘galak’ membalas tatapan penduduk lainnya yang
jelas-jelas lebih tua dan lebih besar lainnya.” (Liye,
2014:89).
98
“Maka demi rasa sesal telah memukul lengan
Dalimunte, keberanian itu muncul begitu saja.” (Liye,
2014:92).
“Lihatlah wajah Kak Lais, wajah yang selalu berani
dalam hidupnya, demi adik-adik mereka. Wajah yang
selalu melindungi. Melihat wajah itu, Dali tidak akan
pernah takut lagi.” (Liye, 2014:122).
Dari beberapa kutipan novel di atas Tere Liye
menampilkan tentang keberanian. Seperti Kak Laisa yang
selalu berani dalam hidupnya, demi adik-adiknya dan demi
keluarganya, meski bahaya selalu di depan mata.
c. Akhlak Kepada Orang Tua
1) Birrul Walidain
Salah satu bentuk taqwa kepada Allah adalah melaksanakan
hak Allah dan hak hamba-Nya. Hak yang terbesar di antara hamba
Allah adalah hak orang tua. Islam telah meletakkan kedua orang
tua pada kedudukan yang tinggi dan mulia. Allah telah
menegaskan dalam Al-Qur’an bahwa setiap muslim wajib untuk
mentauhidkan-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu
apapun, serta perintah untuk senantiasa berbuat baik kepada kedua
orang tua.
Allah SWT berfirman:
99
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-
Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua
orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-
orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh,
dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong dan membangga-banggakan diri”. (Q. S. An-
Nisa’: 36).
Ayat di atas menjelaskan bahwa perintah berbakti kepada
kedua orang tua setelah perintah untuk beribadah kepada Allah
tanpa mempersekutukannya. Hal ini menggambarkan pentingnya
berbakti kepada orang tua.
“Selepas membantu Mamak Lainuri dan Kak Laisa di
ladang. Kapan saja ada waktu luang. Dia akan berlari ke
tubir cadas sungai. Mengerjakan proyek rahasianya” (Liye,
2014:57).
“Lihatlah.... Mamak sekarang tertidur nyenyak.... Begitu
damai, begitu tenang, begitu bahagia. Karena Mamak sudah
amat bahagia dengan hidupnya. Memiliki kalian, sebagai
anak-anaknya, adalah kebahagiaan terbesar yang tidak
pernah dibayangkan Mamak. Mamak tahun-tahun terakhir
amat bahagia menghabiskan masa tuanya di perkebunan
strawberry....” (Liye, 2014:281).
Kutipan novel di atas Tere Liye juga menggambarkan
sebagai seorang anak, wajib berbakti kepada orang tua, setelah
takwa kepada Allah. Orang tua telah bersusah payah mengasuh,
mendidik sehingga menjadi orang yang berguna dan berbahagia.
100
Kebahagiaan yang dirasakan seorang ibu karena anak-anak yang
dibesarkannya menjadi orang-orang yang sukses.
“Malam sebelum kejadian Babak diterkam harimau, Babak
sempat mengusap rambut Laisa yang saat itu baru berumur
sepuluh tahun. Tersenyum, “Lais, kau bantu Mamakmu
menjaga adik-adik hingga Babak pulang dari mencari
kumbang--” Laisa kecil mengangguk mantap sekali” (Liye,
2014:312).
Kutipan novel di atas juga menjelaskan bahwa seorang
anak berkewajiban membantu orang tuanya, seperti pesan Babak
kepada Laisa untuk membantu Mamak menjaga adik-adiknya.\
2) Sopan Santun
Sopan santun pergaulan dalam Islam sebenarnya bukan
untuk membatasi namun untuk menjaga harkat dan martabat
manusia itu sendiri. Bila satu tuntunan itu diambil dengan
kerendahan hati dan keinginan untuk berbakti kepada Ilahi, maka
tidak ada satu hal sulit untuk mengikuti tuntunan baik itu.
“Hari ini dengan bangga kami hadirkan sosok yang sebalik-
nya memiliki wajah dan kepribadian santun-menyenangkan
ini....” (Liye, 2014:7).
“Yashinta mendelik ke arah pemuda sialan itu. Berusaha
tetap sopan menggandeng Mrs. Yoko. Melangkah menuju
meja hidangan.” (Liye, 2014:317).
Beberapa kutipan novel di atas Tere Liye menampilkan
tentang sopan dan santun. Menceritakan Dalimunte memliki
kepribadian yang santun dan Yashinta yang berperilaku sopan
terhadap orang yang lebih tua.
101
d. Akhlak kepada Sesama
1) Menjaga Aib
Islam adalah agama yang sangat indah. Islam mengajarkan
umatnya untuk tidak membuka aib orang lain yang hanya akan
membuat orang tersebut terhina. Islam memerintahkan umatnya
untuk menutupi aib saudaranya sesama muslim.
“Mereka sudah terbiasa. Juga tidak ada lagi yang menilai
Kak Laisa dilintas untuk kedua dan ketiga kalinya
sekaligus merupakan aib besar. Tetangga kampung sudah
menerima kenyataan itu. Tidak sibuk bisik-bisik. Jadi
meski tak ada Wak Burhan yang mengingatkan,
pernikahan kembar itu berjalan normal.” (Liye, 2014:289).
Kutipan novel di atas Tere Liye menggambarkan tentang
menjaga aib. Meskipun Kak Laisa dilintas oleh adik-adiknya,
akan tetapi tetangga kampung sudah menerima kenyataan itu,
tidak ada yang membicarakan Kak Laisa lagi. Karena jika hal itu
terjadi, sama halnya mereka menyakiti hati Kak Laisa dan
keluarganya.
2) Gotong Royong
Gotong royong adalah sebuah kata yang sangat sering
didengar dan sangat akrab di telinga. Kata gotong royong berarti
bekerja secara bersama-sama dalam mengerjakan sesuatu dan
mencapai suatu tujuan.
Gotong royong dibentuk karena adanya dua orang atau
lebih yang bekerja sama untuk mencapai suatu keinginan atau
tujuan yang hendak dicapai. Jika melakukan aktivitas atau
102
kegiatan secara bersama-sama maka akan tercapai tujuan dengan
ringan karena dilakukan bersama-sama.
“Gotong-royong perbaikan tangga kayu di cadas setinggi
lima meter sungai.” (Liye, 2014:80).
“Ahad berikutnya, seperti kesepakatan pekan lalu,
penduduk kampung bergotong royong membuat lima
kincir air di pinggir cadas sungai. Melaksanakan ide
Dalimunte.” (Liye, 2014:99).
“Meski seadanya, hanya dengan sayur terong dan sambal
terasi, tapi setelah lelah bergotong-royong seperti ini,
maka sepiring nasi yang masih mengepul terasa nikmat
nian walau tanpa lauk.”(Liye, 2014:100).
“Lihatlah, semua penduduk kampung berkumpul di sini,
bergotong-royong, dan mereka berdua entah kabur
kemana.” (Liye, 2014:101).
“Beramai-ramai, bergotong-royong memasang kincir-
kincir di atas pondasinya. Benar. Perhitungan Dalimunte
sejauh ini tepat.” (Liye, 2014:141).
“Proyek KKN listrik kincir air itu disetujui. Minggu depan
mereka mulai bergotong-royong.” (Liye, 2014:165).
Dari beberapa kutipan novel di atas Tere Liye
mengajarkan untuk saling gotong royong antar saudara dan
masyarakat. Untuk membuat lima kincir air guna mengairi sawah
dan pembangkit listrik di butuhkan dua orang atau lebih. maka
dari itu pembuatan kincir air tersebut harus dilakukan secara
bersama-sama.
3) Berbuat Adil
Di antara bukti indahnya ajaran Islam adalah
diperintahkannya berbuat adil. Adil yaitu menempatkan sesuatu
pada tempatnya dan memberikan hak kepada masing-masing
yang memiliki hak.
103
Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan
berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan
Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan
permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar
kamu dapat mengambil pelajaran”. (Q. S. An-Nahl: 90).
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah SWT
memerintahkan manusia untuk berbuat adil dalam segala aspek
kehidupan, serta berbuat kebaikan dengan sesama.
“Lihat, lihat Bak Wo Jogar turunkan dua-duanya
serempak. Satu-dua-tiga-...” Bang Jogar tertawa, tangan
kekarnya mengangkat kedua sepeda itu sekaligus dari atas
mobil, ikut berseru meningkahi seruan kedua sigung kecil
tersebut. “Nah, adil, kan?” (Liye, 2014:207).
“Aku akan mencintai Laisa dengan baik, Dali. Akan
menjadi suami yang adil.” (Liye, 2014:249).
Beberapa kutipan novel di atas Tere Liye menggambarkan
tentang adil. Adil berarti mewujudkan kesamaan dan
keseimbangan di antara hak dan kewajiban. Karenanya hak setiap
orang harus diberikan sebagaimana mestinya. Melihat Wak Jogar
dengan tangan kekarnya menurunkan sepeda dua sigung kecil itu
dari atas mobil secara bersamaan. Dengan tujuan agar dua sigung
kecil itu tidak mempermasalahkan sepeda siapa yang harus turun
duluan. Menurunkan sepeda secara bersamaan itulah yang disebut
104
dengan adil. Sikap adil juga muncul dalam percakapan Dalimunte
dengan rekan kerjanya, bahwa rekannya akan menjadi suami yang
adil untuk Kak Laisa.
4) Saling Memaafkan
Memberikan maaf adalah harapan hidayah. Dengan
maksud supaya orang yang berbuat salah dapat memperbaiki
kesalahannya dan mendapat hidayah dari Allah untuk kemudian
mau mendalami ajaran Islam secara kaffah.
Allah SWT berfirman:
Artinya: “Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih
baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang
menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya
lagi Maha Penyantun.” (Q.S. Al-Baqarah:263).
Ayat di atas menjelaskan bahwa perkataan yang baik
maksudnya menolak dengan cara yang baik, dan maksud
pemberian ma'af ialah mema'afkan tingkah laku yang kurang
sopan dari si penerima.
“Tangan Kak Laisa gemetar mengangkat kepala adiknya.
Mata itu menatap begitu tulus. Tersenyum, ‘Kakak selalu
memaafkan kalian....Kakak selalu memaafkan kalian’.”
(Liye, 2014:314).
Kutipan novel di atas Tere Liye mengajarkan untuk bisa
memaafkan kesalahan orang lain. Tere Liye juga memberikan
105
pemahaman terhadap hubungan antar sesama manusia, jadi orang
itu harus bisa legowo menerima kesalahan orang lain dan dapat
memaafkan kesalahan itu.
5) Peduli
Islam mengajarkan untuk peduli kepada sesama muslim.
Memberikan sedikit perhatian saja kepada orang lain sama halnya
dengan peduli dengan orang tersebut. Baginya perhatian yang
diberikan akan membuatnya merasa lebih tenang dan mengurangi
beban yang dirasakannya.
“Dulu memang mengganggu sekali mendengar pertanyaan
tetangga, tatapan mata itu, tetapi mereka melakukannya
karena mereka peduli dengan kita.” (Liye, 2014:220).
“Itulah tabiat keras kepala, jelas-jelas sejak dulu
Goughsky selalu peduli dengan anggota timnya, dan selalu
tersenyum saat bicara.” (Liye, 2014:324).
Beberapa kutipan novel di atas Tere Liye menggambarkan
kepedulian para tetangga atas apa yang dialami oleh keluarga Kak
Laisa dan juga kepedulian yang ditunjukkan Goughsky kepada
anggota timnya.
Sikap peduli harus ditanamkan sejak dini. Karena di era
modern ini sikap peduli semakin luntur. Banyak orang sudah
mulai tidak peduli terhadap penderitaan sesamanya dan tidak
peduli dengan lingkungan sekitarnya. Kebanyakan dari mereka
hanya memikirkan untuk dirinya sendiri. Rasulullah dan para
sahabat telah memberikan teladan yang baik terkait kepedulian
terhadap sesama seperti yang diperintahkan oleh Allah SWT.
106
6) Mengucapkan Salam
Allah memerintahkan setiap muslim untuk saling memberi
salam dengan jelas dan orang yang mendengarkan salam
berkewajiban membalas salam tersebut. Dalam menjawab salam
boleh melebihkan dan tidak boleh menguranginya. Barang siapa
yang biasa mengucapkan salam, maka akan timbul kasih sayang
dan dimudahkan ke dalam surga, seperti disabdakan oleh
Rasulullah dalam sebuah hadits.
“Saya mendengar Rasulullah SAW berkata: hak seorang
muslim terhadap orang muslim ada lima, menjawab
salam, mengunjungi orang sakit, mengantar jenazah,
memenuhi undangan (walimah), dan mentasymitkan orang
bersin.” (Bukhari dan Muslim).
Dalam novel ini tercermin dari sikap dan kebiasaan anak-
anak Mamak Lainuri ketika keluar dari rumah dan berkomunikasi
melalui handphone, seperti pada kutipan berikut:
“Lais berangkat, Mak. Assalammualaikum--”
“Waalaikumsalam. Jaga adikmu. Dan pulang segera, Lais.
Hari ini banyak pekerjaan di ladang!” (Liye, 2014:43).
“Assalammualaikum....” Suara renta Mamak
terdengar.”Waalaikumussalam....” Wibisana menelan
ludah, suaranya bergetar, berusaha tersenyum. Tangannya
yang satu lagi masih mendekap bahu Ikanuri,
menenangkan.” (Liye, 2014:140).
Dari beberapa kutipan novel di atas Tere Liye
mengajarkan kepada kita untuk selalu mengucapkan salam baik
sebelum bepergian, masuk ke dalam rumah maupun
berkomunikasi via handphone . Kak Laisa yang berpamitan pergi
mengucapkan salam terlebih dahulu dan Wibisana yang
107
mengucapkan salam ketika membuka percakapan dengan Mamak
Lainuri melalui handphone.
B. Relevansi Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Novel Bidadari-Bidadari
Surga karya Tere Liye dengan Praktik Pendidikan Islam Masa Kini
Pada dasarnya pendidikan Islam sangatlah penting dalam kehidupan.
Saat ini orang muslim berada di era modern yang dihadapkan pada masalah-
masalah yang terus menerus berkembang sesuai dengan perkembangan
zaman. Dalam bidang sosial, pengaruh lingkungan semakin merusak nilai-
nilai kemanusiaan.
Kehidupan di era modern ini memberi peluang dan fasilitas yang
sangat luar biasa bagi siapa saja. Pendidikan Islam juga penting sebagai
pondasi awal penanaman nilai kepada generasi penerus bangsa untuk
membentuk pribadi yang berkarakter dan berakhlak mulia. Penanaman nilai-
nilai pendidikan Islam harusnya dilakukan sedini mungkin, baik di rumah,
sekolah maupun lingkungan masyarakat. Seperti halnya pendidikan
keimanan, pendidikan syari’ah/ibadah dan pendidikan akhlak penting bagi
dunia pendidikan sebagai langkah dalam menanggulangi merosotnya nilai-
nilai moral. Seperti nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan
Allah SWT, diri sendiri, orang tua, sesama manusia, lingkungan dan negara.
Manusia adalah makhluk yang beragama. Pada diri manusia terdapat
semacam keinginan dan kebutuhan yang bersifat universal. Keinginan akan
108
kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan kodrati, berupa keinginan untuk
mencintai dan dicintai Tuhan.
Dalam pandangan Islam, sejak lahir manusia telah memiliki jiwa
agama, jiwa yang mengakui adanya Dzat yang Maha Pencipta dan Maha
Mutlak yaitu Allah SWT. Sejak dalam ruh manusia telah mempunyai
komitmen bahwa Allah adalah Tuhannya. Pandangan ini bersumber pada
firman Allah SWT:
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-
anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian
terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini
Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), Kami
menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari
kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam)
adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan
Tuhan)"”.(Q. S. Al-A’raf: 172).
Dalam perkembangannya, konsep keagamaan pada diri manusia
dipengaruhi oleh unsur dari luar diri mereka, ini sesuai dengan ciri yang
mereka miliki.
Pendidikan Islam bersifat universal, sehingga selalu memiliki
keterkaitan dengan praktik pendidikan Islam masa kini. Sebagai contoh
sabar. Islam selalu memberikan teladan dan tuntunan (misal seorang guru
dalam mendidik pesrta didiknya), seorang guru harus mampu dihadapkan
109
dengan situasi dan kondisi apapun. Semua pekerjaan harus dilandasi dengan
niat dan diselesaikan dengan ikhlas, penuh tanggung jawab, adil, jujur, dan
menyerahkan segala sesuatu tentang apa yang telah dilakukan kepada Dzat
yang Maha Kuasa. Nilai-nilai tersebut, tentu akan sangat relevan dengan
berbagai kegiatan atau hal apapun.
Melihat pada aspek di atas, maka sebenarnya semua kegiatan akan
selalu mempunyai relevansi dengan Islam. Artinya Islam harus dihadirkan
di dalam pendidikan, misalnya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
ketika proses belajar mengajar berlangsung. Islam tidak hanya menjawab
persoalan dari aspek fiqihnya saja, tetapi juga menjawab berbagai persoalan
yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari siapapun, di manapun, dan
kapanpun.
Melalui novel Bidadari-Bidadari Surga Karya Tere Liye ini,
diharapkan nilai-nilai pendidikan Islam dapat tersampaikan dengan baik.
Pendidikan Islam kaitannya dengan praktik pendidikan masa kini yaitu,
Tujuan pendidikan Islam, yaitu sama-sama mengajak untuk menjadi
manusia yang memiliki kepribadian yang baik dan berakhlak mulia.
Materi pendidikan Islam, dimana dalam novel Bidadari Surga karya
Tere Liye banyak mengupas tentang pendidikan akidah keimanan, seperti
iman kepada Allah, iman kepada kitab-Nya, iman kepada Rasul dan Nabi-
Nya, iman kepada qadha dan qadar, dan iman kepada hari akhir. Pendidikan
syari’ah atau ibadah, seperti adzan, wudu, salat, salat berjama’ah, salat
tahajud, berdoa, membaca al-qur’an, zakat dan perkawinan/pernikahan.
110
Pendidikan akhlak kepada Allah yaitu tawakal, ikhlas, taubat dan bersyukur.
Pendidikan akhlak kepada diri sendiri yaitu sabar, jujur, niat, tanggung
jawab, optimis, menutup aurat, disiplin dan berani. Pendidikan akhlak
kepada orang tua yaitu birrul walidain dan sopan santun. Pendidikan akhlak
kepada sesama yaitu menjaga aib, gotong royong, adil, saling memaafkan,
peduli dan mengucapkan salam. Dengan demikian nilai-nilai pendidikan
Islam yang terdapat dalam novel Bidadari-Bidadari Surga karya Tere Liye
dapat dijadikan sebagai materi pendidikan Islam.
Metode pendidikan Islam, novel adalah salah satu media yang bisa
digunakan sebagai metode untuk menyampaikan pengetahuan tentang
pendidikan Islam dalam proses pembelajaran.
111
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan penelitian terhadap Novel Bidadari-
Bidadari Surga Karya Tere Liye dengan kajian berupa nilai-nilai pendidikan
Islam, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Nilai-nilai Pendidikan Islam yang terdapat dalam novel Bidadari-
Bidadari Surga Karya Tere Liye meliputi: Nilai pendidikan
akidah/keimanan (iman kepada Allah, iman kepada kitab-Nya, iman
kepada Rasul dan Nabi-Nya, iman kepada hari akhir, iman kepada qadha
dan qadar), nilai pendidikan syari’ah/ibadah (adzan, wudhu, salat, salat
berjama’ah, salat tahajud, berdoa, membaca al-qur’an, zakat,
perkawinan/pernikahan), nilai pendidikan akhlak yaitu (a) akhlak kepada
Allah (tawakal, ikhlas, bertaubat, bersyukur), (b) akhlak kepada diri
sendiri (sabar, jujur, niat, tanggung jawab, optimis, menutup aurat,
disiplin, syaja’ah/berani), (c) akhlak kepada orang tua (birrul walidain,
sopan santun), dan (d) akhlak kepada sesama (menjaga aib, gotong
royong, berbuat adil, saling memaafkan, peduli, mengucapkan salam).
2. Relevansi nilai-nilai pendidikan Islam dengan praktik pendidikan masa
kini
Terdapat relevansi antara nilai-nilai pendidikan Islam dalam novel
Bidadari-Bidadari Surga karya Tere Liye dengan praktik pendidikan
Islam masa kini, yaitu pendidikan Islam sangat penting sebagai pondasi
112
awal penanaman nilai kepada generasi penerus bangsa untuk membentuk
pribadi yang berkarakter dan berakhlak mulia. Novel adalah salah satu
media yang bisa digunakan sebagai metode untuk menyampaikan
pengetahuan tentang pendidikan Islam dalam proses pembelajaran.
Pendidikan Islam bersifat universal, sehingga selalu memiliki
keterkaitan dengan praktik pendidikan Islam masa kini. Sebagai contoh
sabar. Islam selalu memberikan teladan dan tuntunan (misal seorang guru
dalam mendidik peserta didiknya), seorang guru harus mampu dihadapkan
dengan situasi dan kondisi apapun. Semua pekerjaan harus dilandasi
dengan niat dan diselesaikan dengan ikhlas, penuh tanggung jawab, adil,
jujur, dan menyerahkan segala sesuatu tentang apa yang telah dilakukan
kepada Dzat yang Maha Kuasa. Nilai-nilai tersebut, tentu akan sangat
relevan dengan berbagai kegiatan atau hal apapun.
Melalui novel Bidadari-Bidadari Surga Karya Tere Liye ini,
diharapkan nilai-nilai pendidikan Islam dapat tersampaikan dengan baik.
Pendidikan Islam kaitannya dengan praktik pendidikan masa kini antara
lain, tujuan pendidikan Islam yaitu sama-sama mengajak untuk menjadi
manusia yang memiliki kepribadian yang baik dan berakhlak mulia.
Materi pendidikan Islam dalam novel Bidadari-Bidadari Surga karya Tere
Liye banyak mengupas tentang pendidikan akidah keimanan, seperti iman
kepada Allah, iman kepada kitab-Nya, iman kepada Rasul dan Nabi-Nya,
iman kepada qadha dan qadar, dan iman kepada hari akhir. Pendidikan
syari’ah atau ibadah, seperti adzan, wudhu, salat, salat berjama’ah, salat
113
tahajud, berdoa, membaca al-qur’an, zakat dan perkawinan/pernikahan.
Pendidikan akhlak kepada Allah yaitu tawakal, ikhlas, taubat dan
bersyukur. Pendidikan akhlak kepada diri sendiri yaitu sabar, jujur, niat,
tanggung jawab, optimis, menutup aurat, disiplin dan berani. Pendidikan
akhlak kepada orang tua yaitu birrul walidain dan sopan santun.
Pendidikan akhlak kepada sesama yaitu menjaga aib, gotong royong, adil,
saling memaafkan, peduli dan mengucapkan salam. Dengan demikian
nilai-nilai pendidikan Islam yang terdapat dalam novel Bidadari-Bidadari
Surga karya Tere Liye dapat dijadikan sebagai materi pendidikan Islam.
B. Saran
Setelah mengadakan kajian tentang nilai-nilai pendidikan Islam dalam
novel Bidadari-Bidadari Surga Karya Tere Liye ada beberapa saran yang
penulis sampaikan:
1. Bagi Orang tua
Hendaknya orang tua menanamkan nilai-nilai pendidikan Islam
sejak dini dan lebih bisa mengawasi putra-putri mereka. Berilah
perhatian dan kasih sayang. Jadikanlah keluarga sebagai tempat
berkembangnya akhlakqul karimah. Serta mendorong anak untuk mencari
ilmu dunia dan ilmu agama agar mampu merealisasikan dirinya serta
mengamalkan ajaran Islam.
2. Bagi Dunia Pendidikan
Metode pembelajaran dalam pendidikan harus semakin
dikembangkan terlebih di era modern sekarang ini. Banyak cara yang bisa
114
dilakukan. Salah satunya dengan penggunaan media pembelajaran yang
efektif dan efisien dalam rangka melaksanakan pendidikan melalui media
cerita yang inspiratif dalam mendidik siswa.
3. Bagi Dunia Sastra
Dalam membuat sebuah karya, sebaiknya tidak hanya memuat
tentang keindahan dan hiburan semata sebagai daya jual, namun juga
memperhatikan isi dan memasukkan pesan-pesan yang dapat diambil dari
karya sastra tersebut. Sehingga karya sastra tersebut menjadi lebih
bermakna.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Ahmad Maulana. 2002. Membentuk Pribadi yang Berakhlak
Islami. Yogyakarta: Absolut
Abdurrahman, Masykuri dan Syaiful Bakhri. 2006. Kupas Tuntas Salat Tata Cara
dan Hikmahnya. Jakarta: Erlangga
Ahmadi, Wahid. 2004. Risalah Akhlak: Panduan Perilaku Muslim Modern. Solo:
Era Intermedia
Al-Hammadi, Ali. 2006. Hablum minannas 100 Langkah Sukses dalam Hubungan
Sosial. Yogyakarta: Mitra Pustaka
Al-Munajjid, Muhammad bin Shalih. 2006. Silsilah Amalan Hati. Bandung:
Irsyad Baitus Salam
Arief, Armai. 2002. Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta:
Ciputat Pers
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: PT Rineka Cipta
Baihaqi, Thayib al. 2007. Terapi Penyakit Jantung dengan Shalat Subuh.
Yogyakarta: DARUL IKHSAN
Daradjat, Zakiah. 1995. Ilmu Fiqh. Yogyakarta: PT DANA BHAKTI WAKAF
El-Fati, Syaifurrahman. 2015. Panduan Shalat Praktis dan Lengkap. Jakarta:
Wahyu Qalbu
Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Med
Press
http://auliayusizulva.blogspot.co.id/2014/05/biografi-darwis-tere-liye.html
(Diakses pada Kamis, 22 Oktober 2015, pukul 11.20)
http://www.garden.iain-surakarta.ac.id/fulltext/show/4247/224d94995cf54e1f/5
(Diakses pada Rabu, 30 September 2015, pukul 08.13)
https://www.goodreads.com/author/list/838768.Tere_Liye (Diakses pada Senin,
26 Oktober 2015, pukul 19.48)
Ilyas, Yunahar. 2007. Kuliah Aqidah Islam. Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan
Pengamalan Islam
Jalaluddin. 2001. Teologi Pendidikan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Liye, Tere. 2014. Bidadari-Bidadari Surga. Jakarta: Republika
Mahmud. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia
Marzuki. 2009. Prinsip Dasar Akhlak Mulia: Pengantar Studi Konsep-Konsep
Dasar Etika dalam Islam. Yogyakarta: Debut Wahana Press dan FISE UNY
Maslikhah, 2013. Melejitkan Kemahiran Menulis Karya Ilmiah bagi Mahasiswa.
Yogyakarta: TrustMedia
Maslikhah. 2009. Ensiklopedia Pendidikan. Salatiga: STAIN Salatiga Press
Nugiyantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Pedoman Penulisan Skripsi dan Tugas Akhir STAIN SALATIGA. 2008
Subandi. 2009. Psikologi Dzikir Studi Fenomenologi Pengalaman Transformasi
Religius. Yogyakarta: Pustaka pelajar
Sultoni, Ahmad. Sang Maha-Segalanya Mencintai Sang Maha-Siswa. Salatiga:
STAIN SALATIGA PRESS
Tatapangarsa, Humaidi. 1990. Kuliah Aqidah Lengkap. Surabaya: PT Bina Ilmu
Thoha, Chabib. 1996. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Offset
Wiyatmi. 2006. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta: PUSTAKA
Zakiyah, Qiqi Yuliati dan Rusdiana. 2014. Pendidikan Nilai. Bandung: Pustaka
Setia
Zuchdi, Darmiyati dkk. 2013. Pendidikan Karakter Konsep Dasar dan
Implementasi diPerguruan Tinggi. Yogyakarta: UNY Press
Zuhairini. 1995. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
RIWAYAT HIDUP PENULIS
DATA PRIBADI
Nama : Tri Agustina Nurhidayati
Nama Ayah : Eru
Nama Ibu : Yusriyati Ardiyah
Tempat/tanggal lahir : Magelang, 03 Agustus 1992
Alamat Asal : Jengkeling RT 003/RW 003, Banjarharjo, Salaman,
Magelang
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Golongan darah : A
Warga Negara : Indonesia
RIWAYAT PENDIDIKAN
1997-1998 RA Muslimat NU Banjarharjo
1998-2004 SD Negeri Banjarharjo
2004-2007 SMP Negeri 3 Salaman
2007-2010 SMA Negeri 1 Salaman lulus tahun 2010
2011-2016 Program Sarjana (S1) Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan