NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK PADA WAYANG...

94

Transcript of NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK PADA WAYANG...

  • NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK PADA WAYANG PURWA

    (KEHIDUPAN KSATRIA PANDAWA) DALAM BUKU TASAWUF

    PANDAWA KARYA MUHAMMAD ZAAIRUL HAQ

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memperoleh Gelar

    Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd)

    Oleh

    SUEB ABDUL WAHID

    NIM 111 13 241

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

    FAKULTAS TARBIYAH ILMU KEGURUAN

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA (IAIN)

    2020

  • ii

  • iii

  • iv

  • v

    MOTTO

    Seburuk buruk akhlak seseorang pasti ada kebaikan semasa

    hidupnya, sebaik baik akhlak seseorang pasti pernah melakukan

    kesalahan semasa hidupnya.

  • vi

    PERSEMBAHAN

    Persembahan skripsi ini untuk:

    1. Keluarga besar Bapakku Bapak Pait Ismanto dan Ibuku tercinta Sutarmi yang

    selalu memberikan dorongan motivasi, nasihat, dan dukungan penuh baik

    secara moril maupun materil.

    2. Keluarga besar Bapak Parjono dan Ibu rubiyem yang telah mensuport saya

    dalam menyelesaikan karya saya ini.

    3. Keluarga besar Teater Getar IAIN salatiga (anggota maupun alumni).

    4. Teman-teman Keroncong Pemuda Kekinian dan sahabat KPK.

    5. Teman-teman Skadut 57

    6. Keluwarga besar Paguyuban Siswa Tresna Budaya (keditan, Ngablak).

    7. Teman-teman Paguyuban Seni siswa Budaya Muda ( FK- Wama).

    8. Teman, kerabat, maupun pribadi seseorang yang telah membantu

    menyelesaikan skripsi saya ini secara langsung maupun tidak langsung yang

    tidak bias saya sebut satu persatu.

  • vii

    KATA PENGANTAR

    Assalamualaikum Wr,Wb.

    Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

    Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. Atas segala

    limpahan rahmat dan hidayahny-Nya, sehingga penulis dapat diberikan kemudahan

    dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada

    Rasulullah SAW, keluarga, Sahabat dan para pengikut setianya.

    Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh gelar

    kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah Institut Agama Islam Negri (IAIN) Salatiga.

    Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan banyak terimakasih

    yang sedalam-dalamnya kepada :

    1. Bapak Prof. Dr. Zakiyudin, M.Ag., selaku Rektor IAIN Salatiga.

    2. Bapak Prof. Dr. H. Mansur, M.Ag., selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga.

    3. Ibu Dra. Siti Asdiqoh, M.Si., selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam

    (PAI).

    4. Bapak Mufiq, S.Ag., M.Phil., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

    mencurahkan pikiran dan tenaga serta pengorbanan waktunya dalam upaya

    membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

    5. Bapak Imam Mas Arum, M.Pd., selaku pembimbing akademik.

    6. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak

    membantu dalam penyelesaian skrisi ini.

    7. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung turut

    membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

  • viii

    Semoga amal baik mereka mendapatkan balasan yang terbaik dari Allah SWT,

    amin ya rabbal alamin.

    Penulis menyadari bahwa sepenuhnya dalam penulisan skripsi ini masih sangat

    jauh dari sempurna. Dengan segala kerenda han hati penulis menyampaikan

    permohonan maaf yang sebesar-besarnya, serta penulis mengharapkan adanya kritik

    dan saran yang membangun agar dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri dan

    bagi pembacanya.

    Wassalamu’alaikum wr. wb.

    Peneliti

    Sueb Abdul Wahid

  • ix

    ABSTRAK

    Wahid, Sueb Abdul. 2020 Nilai-nilai pendidikan akhlak pada wayang purwa

    (kehidupan ksatria Pandawa) dalam buku Tasawuf Pandawa karya

    Muhammad Zaairul Haq. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

    (FTIK). Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI). Institut Agama Islam Negri

    (IAIN) Salatiga. Dosen Pembimbing : Mufiq, S.Ag., M.Phil.

    Kata kunci : Pendidikan akhlak dan Tasawuf Pandawa.

    Dalam era-milenial ini, banyak sekali perubahan masyarakat secara cepat. Hal

    ini dapat mempengaruhi purubahan jati diri bangsa. Moralitas masyarakat Indonesia

    pada saat ini sedang menurun khususnya pada generasi muda. Dalam memperbaiki

    moralitas harus membutuhkan sebuah Pendidikan yang mengandung nilai moral,

    etika dan akhlak. Pendidikan akhlak menjadi sangatlah penting pada saat ini, agar

    manusia memiliki pegangan dalam berperilaku, berpikir, dan mengaktualisasikan diri

    dalam masyarakat. Setelah berkaca ke belakang, nenek moyang jawa memiliki

    banyak warisan budaya yang mengajarkan tentang tatanan hidup termasuk ajaran

    tentang akhlak, diantaranya wayang kulit (wayang purwa). Dengan demikian peneliti

    mengangkat permasalahan tersebut dengan pengkajian Nilai-nilai pendidikan akhlak

    pada wayang purwa (kehidupan ksatria Pandawa) dalam buku Tasawuf Pandawa

    karya Muhammad Zaairul Haq.

    Jenis penelitian ini adalah termasuk jenis penelitian studi pustaka adalah

    serangkaian kegiatan penalaran ilmiah yang memaparkan hasil kajian kepustakaan

    dan olah pikir peneliti mengenai suatu masalah atau topik kajian. Penelitian ini

    mempunyai fokus kajian berupa penanggulangan dampak modenisasi yang

    berdampak pada perubahan tatanan etika sosial masyarakat dengan pendekatan

    pendidikan sosial.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa Nilai-nilai pendidikan akhlak pada

    kehidupan ksatria Pandawa dalam buku Tasawuf Pandawa karya Muhammad Zaairul

    Haq sebagai pandangan terhadap moralitas generasi bangsa dalam proses pendidikan

    ditengah-tengah himpitan arus perubahan. Pendidikan akhlak merupakan pendidikan

    yang berpegang pada pembenahan moral maupun karakter agar tidak melangar

    syariat agama, seperti penanaman nilai Ikhlas, sabar, benar atau jujur, berani dan

    taubat. Bermoral baik bersumber pada nilai Akhlak yang terdapat pada kehidupan

    Pandawa, bertujuan agar siswa kelak menjadi masyarakat yang berbudi baik dan

    dapat menjadi pemimpin berbudi bawalaksana di lingkunganya.

  • x

    DAFTAR ISI

    LEMBAR BERLOGO ............................................................................................ i

    HALAMAN JUDUL .............................................................................................. ii

    PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................... ii

    LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iii

    PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................................ iv

    MOTTO................................................................................................................... v

    PERSEMBAHAN .................................................................................................. vi

    KATA PENGANTAR ........................................................................................... vii

    ABSTRAK ............................................................................................................. ix

    DAFTAR ISI ........................................................................................................... x

    BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

    A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1

    B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 4

    C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 4

    D. Kegunaan Penelitian .................................................................................. 5

    E. Kajian Pustaka ........................................................................................... 5

    F. Metode Penelitian ...................................................................................... 7

    G. Penegasan Istilah ....................................................................................... 8

    H. Sistematika Penulisan ............................................................................... 10

    BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................ 11

  • xi

    A. Nilai Pendidikan Akhlak .......................................................................... 11

    B. Macam-macam Akhlak ............................................................................ 17

    C. Dasar Akhlak ............................................................................................ 23

    D. Tujuan Pendidikan Akhlak ....................................................................... 23

    E. Metode Pendidikan Akhlak ...................................................................... 25

    BAB III BIOGRAFI PENULIS DAN TASAWUF PANDAWA .......................... 29

    A. Biografi Singkat Muhammad Zaairul Haq ............................................... 29

    B. Biogarafi Naskah Tasawuf Pandawa Karya Muhammad Zaairul Haq .... 30

    1. Bab I : Penerus Darah Barata dan Pewaris Kerajaan Ngestina ........... 30

    2. Bab II : Pandawa : Para Ksatria Berbudi Bawaleksana ...................... 31

    4. Bab III : Mengenal Pandawa: Para Tokoh Protagonis ........................ 32

    5. Bab IV : Menguak Ajaran Hidup Para Ksatria Pandawa .................... 36

    BAB IV PEMBAHASAN ...................................................................................... 39

    A. Nilai-nila Pendidikan Akhlak pada Wayang Purwa (kehidupan ksatria

    pandawa) dalam buku Tasawuf Pandawa karya Muhammad Zaairul

    Haq .......................................................................................................... 39

    1. Ikhlas ................................................................................................... 39

    a. Babat alas Wanamarta .................................................................... 39

    b. Sayembara perang kerajaan Pancalaradya ...................................... 41

    2. Sabar .................................................................................................... 43

    a. Sesukan Dadu (pesta permainan dadu). .......................................... 43

  • xii

    b. Hukuman buang .............................................................................. 45

    c. Puntadewa ....................................................................................... 47

    d. Kematian Antasena dan Wisangeni ................................................ 47

    3. Benar atau Jujur................................................................................... 50

    a. Resi Durna gugur. ........................................................................... 50

    4. Berani .................................................................................................. 53

    a. Dewaruci. ........................................................................................ 53

    b. Kelahiran Werkudara ...................................................................... 55

    c. Sayembara perang kerajaan Pancalaradya. ..................................... 56

    d. Nama lain Werkudara ..................................................................... 58

    5. Taubat .................................................................................................. 60

    a. Perjalanan suci Pandawa ................................................................. 60

    b. Dewaruci ......................................................................................... 62

    B. Relevansi Nilai-nilai pendidikan Akhlak dalam praktek Pendidikan

    Islam masa kini ....................................................................................... 63

    1. Ikhlas ................................................................................................... 65

    2. Sabar .................................................................................................... 66

    3. Benar atau Jujur................................................................................... 68

    4. Berani .................................................................................................. 69

    5. Taubat .................................................................................................. 70

    BAB V PENUTUP ................................................................................................. 72

  • xiii

    A. Kesimpulan............................................................................................... 72

    B. Saran-Saran............................................................................................... 72

    DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 74

    LAMPIARAN ........................................................................................................ 77

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Dalam era-milenial ini, banyak sekali perubahan masyarakat secara cepat.

    Perubahan masyarakat itu sendiri dapat mempengaruhi jati diri bangsa Indonesia.

    Bahkan ada yang mengatakan bahwa bangsa yang besar dapat dilihat dari

    kualitas/karakter bangsa (manusia) itu sendiri (Majid, 2011:02). kualitas manusia

    bangsa Indonesia saat ini mulai menurun, khususnya pada generasi muda. Banyak

    sekali siswa SMA yang melakukan tindakan kriminal seperti tawuran,

    pemerkosaan teman sendiri, perampokan, dan masih banyak lagi kejadiaan

    serupa.

    Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memaparkan hasil

    pengawasan kasus pelanggaran anak di bidang pendidikan selama Januari hingga

    April 2019. Diperoleh data bahwa pelanggaran hak anak di bidang pendidikan

    masih didominasi oleh perundungan, yaitu berupa kekerasan fisik, kekerasan

    psikis dan kekerasan seksual. kasus tersebut meliputi Anak korban kebijakan

    sebanyak 8 orang, pengeroyokan sebanyak 3 kasus, korban kekerasan seksual

    sebanyak 3 kasus, kekerasan fisik sebanyak 8 kasus. Anak korban kekerasan

    psikis dan bullying sebanyak 12 kasus dan anak pelaku bullying terhadap guru

    sebanyak 4 kasus.Sementara itu.

    Dikatakan Retno (Detikcom, 2 mei 2019), anak korban kebijakan meliputi

    pemberian sanksi yang mempermalukan kepada anak. Karena itu, anak menerima

    sanksi yang keras setelah melakukan pelanggaran. Diberi sanksi yang

    mempermalukan, tidak mendapat surat pindah, tidak bisa mengikuti ujian

    sekolah, siswa dikeluarkan akibat tawuran, anak dieksploitasi di sekolah, anak

    ditolak karena HIV dan anak korban kekerasan seksual dikeluarkan dari sekolah.

  • 2

    Untuk membentuk karakter sebuah bangsa tentunya membutuhkan proses

    pendidikan yang tidak mudah. Pendidikan harus mencakup berbagai nilai, di

    antaranya nilai moral, etika dan akhlak. Pendidikan tidak hanya mendidik untuk

    menjadi manusia yang cerdas, tetapi juga membangun kepribadian agar berakhlak

    mulia (Azzer, 2011: 15). Maka dari itu perlu penanaman kembali nilai-nilai

    pendidikan akhlak agar tindakan manusia sesuai dengan norma-norma yang

    berlaku di masyarakat. Moral sama halnya dengan pikiran yang harus dibentuk

    melalui proses dan waktu yang lama.

    Pendidikan akhlak menjadi sangatlah penting pada saat ini, agar manusia

    memiliki pegangan dalam berperilaku, berpikir, dan mengaktualisasikan diri

    dalam masyarakat. Pendidikan akhlak yang diajarkan pada manusia diharapkan

    dapat menciptakan perilaku manusia yang sesuai dengan norma masyarakat dan

    syariat Islam, sehingga tidak menimbulkan perilaku yang melanggar norma dan

    agama.

    Nenek moyang kita sebenarnya banyak meninggalkan ajaran-ajaran yang

    adi luhung, dan tidak kalah dengan teori-teori, ajaran-ajaran, maupun faham

    barat. Ajaran–ajaran tersebut diwariskan dalam bentuk karya seni, seperti karya

    sastra, seni tari, seni rupa, dan seni peran. Salah satu warisan leluhur yang

    mengandung nilai-nilai ajaran adalah wayang. Di Indonesia sendiri ada berbagai

    genre wayang, di antaranya wayang golek, wayang beber, wayang wong, wayang

    klitik, dan wayang kulit. Berdasarkan ceritanya, wayang kulit masih dibagi

    menjadi beberapa jenis, antara lain wayang kancil, wayang wahyu, dan wayang

    purwa (Achmad S.W, 2014: 12). Di dalam wayang kulit sendiri memiliki

    kandungan seni seperti seni lukis, seni pahat, seni musik, seni sastra, seni tutur,

    dan peran.

    Budaya wayang dari zaman ke zaman juga sering digunakan sebagai

    media penerangan, dakwah, pendidikan, pemahaman filsafat, serta hiburan. Di

    antara seni-seni wayang yang ada wayang kulit lebih populer, karena dalam

  • 3

    pagelaran wayang kulit bayak mengandung nilai ajaran mulia. Masyarakat Jawa

    masih melestarikan dan memperhatikan pertunjukan wayang kulit khususnya

    wayang purwa. Maka dari itu masyarakat jawa masih membutuhkan nilai-nilai

    ajaran mulia yang terkandung dalam pagelaran ringgit purwa.

    Wayang purwa diambil dari dua karya sastra India yaitu Ramayana dan

    Mahabarata. Kedua induk cerita tersebut mengalami berbagai gubahan untuk

    menyesuaikan dengan falsafah asli Indonesia dan penyesuaian tema dakwah yang

    akan disampaikan. Biasanya para dalang membaginya menjadi dua kelompok,

    kelompok yang berwatak baik dan buruk.

    Wayang dalam cerita lakonnya selalu memenangkan kebaikan dan

    mengalahkan keburukan dan senantiasa mengandung berbagai nilai kehidupan

    luhur. Hal ini menunjukan bahwa dalam kehidupan perbuatan buruk yang akan

    kalah dan perbuatan baik yang akan menang, seperti filosof jawa mengatakan

    seng salah bakal seleh. Begitu besarnya peran wayang dalam kehidupan manusia,

    wayang tidak hanya sebagai tontonan tetapi sebagi tuntunan yang memberikan

    identitas jati diri manusia dalam melakukan perbuatan sehari-hari.

    Dalam setiap pagelaran kesenian wayang kulit, cerita wayang selalu

    berusaha memberikan jawaban mendasar atas berbagai problematika yang terjadi

    pada kehidupan pribadi maupun umum. Dalam kehidupan pribadi, cerita wayang

    kulit memberikan jawaban berupa budi pekerti yang tidak hanya bersifat normatif,

    melainkan aplikatif karena disampaikan dengan contoh-contoh dalam pagelaran

    kesenian wayang, bukan indoktrinatif (gagasan) melainkan edukatif

    (Solichin,2011:12).

    Pada kesempatan kali ini, penulisakan lebih fokus pada cerita Mahabarata

    dalam wayang purwa yaitu para ksatria Pandawa (Yudistira, Werkudara, Arjuna,

    Nakula, dan Sadewa). Nama Pandawa berartia anak Pandhu Dewanata. Dalam

    wayang para ksatria Pandawa seperti pahlawan yang memerangi keburukan yaitu

    para Kurawa penguasa Negara Ngestina. Banyak sekali nilai-nilai akhlak yang

  • 4

    terdapat pada cerita kehidupan Pandawa. Seperti pembelajaran akhlak dalam

    berkeluarga, walaupun para pandawa beda ibu tapi tidak ada perbuatan yang

    merugikan saudara tirinya sendiri. Akhlak seorang pemimpin yang di gambarkan

    sosok Puntadewa, selama hidupnya Puntadewa tidak merugikan orang lain

    walaupun kepada musushnya sendiri. Sekiranya melihat contoh-contoh akhlak di

    atas, penulis tertarik untuk meneliti nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat

    pada kehidupan Pandawa. Maka dari itu penulis menarik judul “Nilai-Nilai

    Pendidikan Akhlak pada Wayang Purwa (Kehidupan Ksatria Pandawa) dalam

    Buku Tasawuf Pandawa Karya Muhammad Zaairul Haq”

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan pemaparan latar belakang permasalahan di atas penelitiakan

    mengkaji permasalahan, yaitu:

    1. Bagaimana nilai-nila pendidikan akhlak yang terdapat pada wayang purwa

    (kehidupan ksatria pandawa) dalam buku Tasawuf Pandawa karya

    Muhammad Zaairul Haq?

    2. Apa relevansi nilai-nila pendidikan ahlak dalam praktek pendidikan Islam

    masa kini?

    C. Tujuan Penelitian

    Sejalan dengan rumusan masalah di atas maka tujuan yang ingin dicapai

    dalam kajian pemikiran ini adalah :

    1. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat pada wayang

    purwa (kehidupan ksatria pandawa) dalam buku Tasawuf Pandawa karya

    Muhammad Zaairul Haq.

    2. Untuk mengetahui relevansi nilai-nila tersebut dalam praktek pendidikan

    Islam masa kini.

  • 5

    D. Kegunaan Penelitian

    Adapun kegunaan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:

    1. Kegunaan teoritis, antara lain:

    a. Untuk menambah wawasan yang baru terutama tentang nilai-nilai

    pendidikan akhlak yang terdapat pada wayang purwa dalam kehidupan

    ksatria Pandawa.

    b. Untuk menambah pengetahuan tentang adanya nilai-nilai dalam sebuah

    karya sastra.

    c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat lebih memperdalam dan menambah

    wawasan ilmu pengetahuan khususnya pada Pendidikan Agama Islam,

    Fakultas Tarbiyyah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

    2. Kegunaan praktis, antara lain:

    a. Dapat dijadikan pedoman untuk menumbuhkan nilai-nilai akhlak yang

    baik dalam diri.

    b. Sebagai pertimbangan bagi penelitian selanjutnya.

    c. Diharapkan dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran dan menambah

    khazanah keilmuan Islam, terutama di bidang pendidikan.

    d. Untuk memperluas wawasan ilmu pengetahuan agama bagi penyusun

    pada khususnya dan pembaca pada umumnya mengenai hal-hal yang

    berkenan dengan pembahasan ini.

    e. Sebagai bahan materi rujukan terhadap praktik dalam pendidikan Islam.

    E. Kajian Pustaka

    Wayang merupakan salah satu kesenian tradisi dari bangsa Indonesia yang

    sampai sekaranga masih ada dan dilestarikan. Dalam setiap pementasan wayang,

    seorang dalang pasti menyelipkan pesan-pesan moral atau pendidikan kepada

    audien yang terwujud dalam setiap alur cerinya. Setelah menelusuri berbagai

  • 6

    sumber penulis mengumpulkan sumber yang mendukung dalam skripsi ini

    diantaranya:

    Menurut Sabar Prehatin (2017) dalam skripsinya yang berjudul “Moral

    education values of Puntadewa in Muhammad Zaairul Haq’s Tasawuf Pandawa

    and its relevance for moslem character education in contemporary Indonesia”.

    Pendidikan Indonesia harus mengkontruksi nilai-nilai Pendididkan moral

    Puntadewa. Ada dua jenis nilai pendidikan moral pada Puntadewa, yaitu moral

    non-universal (patuh kepada Tuhan, dan berdo’a kepada Tuhan), dan moral

    universal (menuruti orang tua, menepati janji, berani, tidak tertarik pada oreantasi

    atau jabatan, hormat, sabar, baik hati, bersyukur, melayani yang lebih tua, jujur,

    adil, bijaksana, setia, hati-hati, cinta kedamian dan harmoni, dan tidak adigang,

    adigung, adiguna).

    Persamaan skripsi Sabar Prehatin (2017) dengan penelitian saya adalah

    metode penelitiannya dan nilai nilai pendidikan moral yang terdapat pada buku

    Tasawuf Pandawa karya Muhammad Zaairul Haq’s. Sedangkan perbedaannya

    adalah dalam skripsi Sabar Prehatin (2017) lebih fokus pada satu tokoh Pandawa

    yaitu Puntadewa, sedangkan dalam penelitian saya fokus pada lima tokoh

    Pandawa yaitu Puntadewa, Werkudara, Arjuna, Nakula dan Sadewa.

    Menurut Reni Astuti (2018) dalam skripsinya yang berjudul “Nilai-nilai

    pendidikan akhlak dalam Serat Wedhatama karya Kanjeng Gusti Pangeran

    Adipati Arya Mangkunegara IV”. Dalam Serat Wedhatama ada beberapa cara

    untuk membina akhlak yaitu: mencari guru yang pandai, meneladani leluhur,

    membersihkan jiwa, dan mengendalikan hawa nafsu (bertapa, semedi, meditasi,

    puasa, menyedikitkan tidur).Adapun nilai-nilai pendidikan akhlaknya yaitu:

    pengendalian diri dari sifat egois, pengendalian diri dari bicara yang tidak

    bermanfaat, pengendalian diri dari sifat sombong, rendahati, sabar, lila, dan

    nerima ing pandhum. Apabila dapat mengamalkan ajaran pendidikan akhlak yang

    ada pada Serat Wadhatama, maka akan menjadi seperti manusia yang baru lahir.

  • 7

    Persamaan skripsi Reni Astuti (2018) dengan penelitian saya adalah

    metode penelitiannya dan nilai nilai pendidikan Akhlak. Sedangkan perbedaannya

    adalah dalam skripsi Reni Astuti (2018) meneliti nilai nilai pendidikan akhlak

    yang terdapat pada Serat Wedhatama karya Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya

    Mangkunegara IV, sedangkan fokus penelitian saya yaitu meneliti nilai-nilai

    pendidikan akhlak pada wayang purwa (kehidupan ksatria Pandawa) dalam buku

    Tasawuf Pandawa karya Muhammad Zaairul Haq.

    F. Metode Penelitian

    1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

    Jenis penelitian ini adalah library research (penelitian pustaka), dengan

    memulai menelaah buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

    Dari telaah beberapa literatur ini diperoleh data yang dikehendaki yang

    selanjutnya dianalisis secara lebih mendalam (Natsir, 1998: 213).

    Pendekatan penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, dimana penelitian

    untuk menggambarkan dan menafsirkan objek secara objektif. Itu bisa datang

    dari suatu kondisi atau relevansi suatu objek, pendapat yang berkembang, efek

    yang terjadi atau kecenderungan yang tumbuh (Sumanto, 2014: 179).

    Penelitian ini tidak menggunakan penghitungan data secara kuantitatif. Untuk

    menjawab masalah penelitian, penulis akan mencoba menganalisis data apa

    saja informasi dari sumber yang digunakan dimana interpretasi dan

    pemahaman mendalam digunakan untuk mendapatkan deskripsi yang tajam.

    2. Sumber data.

    Sumber data yang akan digunakan pada penelitian ini akan dibedakan

    menjadi dua hal yaitu:

    a. Sumber data primer.

    Sumber data yang utama yaitu buku Tasawuf Pandawa karya

    Muhammad Zaairul Haq. Pustaka Pelajar.2010.

  • 8

    b. Sumber data sekunder.

    Karena jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, maka

    teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan caramembaca,

    mempelajari, memahami dan menelaah berbagai buku dan sumber tertulis

    lainnya yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini.

    Untuk sumber data sekunder adalah yang terkait dengan topik

    penelitian ini , seperti: Kitab Mahabarata, Tokoh Wayang Populer,

    Pandawa lima, serta buku lainnya yang terkait. Peneliti juga menggunakan

    banyak sumber seperti: jurnal, artikel, dan banyak buku yang membahas

    tentang pendidikan ahklak. Serta segala karya tulis yang dapat menunjang

    terselesainya penelitian ini.

    G. Penegasan Istilah

    Untuk menghindari penafsiran dan kesalah pahaman dalam

    mengemukakan pengertian dan penegasan judul skripsi ini maka

    dijelaskansebagai berikut:

    1. Nilai-nilai

    Nilai adalah sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi

    kemanusiaan (Poerwadarminto, 1982: 667). Sesuatu bernilai bagi manusia

    ketika manusia itu sendiri memerlukannya atau menghargainya. Melalui akal

    dan budinya manusia menilai dunia dan alam sekiranya untuk

    memperoleh kepuasan diri baik dalam arti memperoleh apa yang

    diperlukan, apa yang menguntungkan, atau apa yang menimbulkan

    kepuasan batinnya. Wujud atau bentuk kebudayaan sebagai pendukung nilai

    kehidupan itu paling sedikit ada tiga macam, yaitu sebagai suatu komplieks

    dari ide-ide, pemikiran-pemikiran, gagasan, niali-nilai, norma-norma,

    peraturan-peraturan dan sebagainya yang semua itu mencerminkan alam

    pikiran yang memancarkan nilai-nilai yang diyakini oleh masyarakat

  • 9

    pendukungnya (Muslich, 2011: 19). Berbagai pengertian serta pemikiran

    tentang nilai diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa nilai adalah sifat-sifat

    atau hal-hal yang melekat pada sesuatu yang dapat dijadikan petunjuk

    berguna bagi kehidupan manusia.

    2. Pendidikan

    Pendidikan menurut Hamalik (2003:79), didefinisikan sebagai

    prosespengubahan tingkah laku seseorang melalui serangkaian proses. Secara

    umum pendidikan adalah usaha untuk membantu seseorang yang belum

    dewasa mencapai kedewasaan melalui serangkaian proses.

    3. Akhlak

    Akhlak berasal dari bahasa Arab, jama’nya khuluqun. Memiliki arti

    budi pekerti, amal, tingkah laku atau tabiat. Kata khuluqun adalah kata yang

    berhubungan erat dengan kata khaliq (pencipta) dan makhluk yang diciptakan.

    Maka dikatakan akhlak adalah suatu pengertian yang timbul dari hasil

    komunikasi, hubungan khaliq dan makhluk, atau makhluk dengan makhluk.

    (Masnun, 2015: 8).

    4. Wayang purwa

    Kata wayang berasal dari bahasa jawa, yaitu wewayang yang artinya

    bayangan atau bayang-bayang (poerwadarminta, 1976: 745). Wayang purwa

    biasanya disebut wayang kulit adalah gambaran atau tiruan orang dan

    sebagainya untuk pertunjukan suatu lakon.

    5. Ksatria Pandawa

    Pandawa merupakan istilah dari bahasa sangsekerta yang secara harfiah

    berarti anak Pandhu Dewanata, yaitu seorang raja dari Hastinapura wiracerita

    mahabarata. Para Pandawa terdiri dari lima orang (Yudistira, Bima, Arjuna,

    Nakula, dan Sadewa). Dalam mahabarata mereka adalah tokoh protagonis,

    sedangkan yang bersifat antagonis adalah sodaranya sendiri putra dari

  • 10

    Destarastra yaitu para Kurawa. Para Pandawa adalah tokoh utama dalam

    cerita mahabarata yaitu pertempuran besar di daratan Kurukshetra, tanah yang

    menjadi medan perang antara Pandawa dan Kurawa (Haq, 2010: 77).

    H. Sistematika Pembahasan

    Sistematika pembahasan dalam penyusunan skripsi ini dipakaim sebagai

    aturan yang saling terkait dan saling melengkapi. Adapun sistematika penulisan

    sebagai berikut:

    Bab I : Pendahuluan, bab ini akan menguraikan: Latar belakang

    masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode

    penelitian, penegasan istilah dan sistematika penulisan.

    Bab II : Landasan Teori, bab ini akan menguraikan: pengertian pendidikan

    akhlak, macam-macam akhlak, dasar akhlak, tujuan pendidikan akhlak, dan

    metode pendidikan akhlak.

    Bab III : Merupakan hasil penelitian, biografi naskah yang ber isi uraian

    tentang buku Tasawuf Pandawa karya Muhammad Zaairul Haq.

    Bab IV : Analisis dalam penelitian yang berisi, pembahasan tetntang hasil

    nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat pada wayang kulit dalam kehidupan

    ksatria pandawa, dan relevansinya pada pendidikan Islam masa kini.

    Bab V : Penutup, bab ini akan menguraikan: Kesimpulan dan saran.

  • 11

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Nilai Pendidikan Akhlak

    1. Pengertian Nilai

    Secara kebahasaan value diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia

    yang berarti nilai, berasal dari bahasa Latin valere atau bahasa Perancis kuno

    valoir. Sebatas arti denotatif value, nilai, valere dan valoir juga dimaknai

    sebagai harga (Karsadi, 2014: 92).

    Nilai dalam berbagai konteks mengandung pengertian yang sangat

    luas. Nilai dilihat dari sudut pandang filsafat digunakan untuk menunjukkan

    kata benda abstrak yang mengandung arti keberhargaan (worth) atau kebaikan

    (goodness). Selain itu, juga menunjukkan sebagai kata kerja yang artinya

    suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian

    (Karsadi, 2014: 93).

    Sedangkan menurut beberapa ahli mendefinisikan nilai sebagai sifat

    atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan pada objek itu sendiri

    (Karsadi, 2014: 93). Misalnya, bunga mawar itu indah, perbuatan itu susila.

    Jadi indah dan susila merupakan sifat atau kualitas yang melekat pada bunga

    dan perbuatan. Lantas menurut Abd. Aziz (2009) nilai merupakan segala

    sesuatu yang tidak terbatas, artinya adalah segala sesuatu yang ada di dalam

    alam semesta ini adalah bernilai. Maka dari itu setiap yang mempunyai jiwa

    harus saling menghormati dan tidak boleh merendahkan sesama manusia serta

    makhluk Allah yang lainnya. Serta menurut Bambang Daroeso

    mengemukakan bahwa nilai adalah suatu kualitas atau penghargaan terhadap

    sesuatu yang dapat menjadi dasar penentu tingkah laku seseorang (Muchson

    dan Samsuri, 2013: 21).

  • 12

    Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa nilai

    merupakan sifat-sifat atau hal-hal yang melekat pada sesuatu yang dapat

    dijadikan petunjuk berguna bagi kehidupan manusia, serta kepercayaan yang

    dapat dijadikan patokan untuk menentukan pilihan dalam berfikir dan

    bertindak tentang sesuatu yang pantas dan tidak pantas.

    Menurut Abd. Aziz (2009) terdapat 3 macam nilai. Nilai-nilai tersebut

    diantaranya nilai logika, nilai etika dan nilai religius. Adapun penjelasannya

    sebagai berikut:

    a. Nilai Logika

    Nilai ini mencakup pengetahuan, penelitian, keputusan, penuturan,

    pembahasan, teori atau cerita. Nilai logika ini bermuara pada pencarian

    kebenaran yang terletak pada 4 hal yang kesemuanya dapat menimbulkan

    persamaan dan perbedaan. Keempat indikator tersebut yaitu subjek

    pengamat, objek yang diamati, tempat berpijak, dan keadaan perantara.

    b. Nilai Etika

    Banyak filosof etika di negara-negara Barat memandang bahwa

    tolak ukur bagi nilai-nilai adalah melayani orang lain dan mencintai orang

    lain. Dikatakan bahwa apabila suatu tindakan dilakukan hanya untuk

    kepentingan individu dan motif individu maka tindakan itu tidak

    mengandung nilai. Sedangkan bila dilakukan dengan motif mencintai

    orang lain, perbuatan itu disukai dan bernilai.

    c. Nilai Religius

    Nilai moral yang dijadikan sebagai acuan cara berperilaku lahriyah

    dan rohaniyah manusia terutama seorang muslim adalah nilai dan

    moralitas yang diajarkan oleh agama Islam sebagai wahyu Allah SWT

    yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Nilai-nilai Islam dan

    moralitas Islami adalah tidak terbatas, menyeluruh, bulat dan terpadu tidak

  • 13

    terpecah-pecah serta mengandung asperk normatif (kaidah dan pedoman)

    dan operatif (menjadi landasan amal perbuatan).

    Dari macam-macam nilai di atas, pendidikan akhlak lebih dispesifikan

    kepada nilai religius yang mana menjadi patokan bagi manusia terutama

    seorang muslim dalam melakukan sesuatu baik lahiriyah maupun rohaniayah

    harus disesuai dengan wahyu Allah SWT yang telah diturunkan kepada Nabi

    Muhammad SAW.

    2. Pendidikan

    Istilah pendidikan berasal dari kata “didik” yang apabila diberi awalan

    pe- dan akhiran –kan, mengandung arti “perbuatan”, (hal, cara, dan

    sebagainya). Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu

    “paedagogie”, yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini

    kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan kata education,

    yang berarti pengembangan atau bimbingan (Ramayulis, 2008: 1). Kata

    education berasal dari bahsa latin educare yang berarti memasukkan sesuai

    atau memasukkan ilmu ke kepala orang lain. Dari pengertian istilah ini ada

    tiga hal yang terlibat yaitu ilmu, proses memasukkan dan kepala orang,

    kalaulah ilmu masuk di kepala (Langgulung, 1992: 4). Menurut Azmi (2006),

    bahwa pendidikan itu diambil dari istilah Arab yaitu tarbiyah, ta’lim, dan

    ta’dib.

    a. Tarbiyah

    Secara bahasa tarbiyah berasal dari kata rabba-yurabbi yang

    berarti tumbuh menjadi besar. Rabba-yurubbu yang berarti memperbaiki,

    mengatur, mengurus dan mendidik. Berdasarkan ketiga kata tersebut dapat

    disimpulkan bahwa tarbiyah mengandung arti proses penumbuh

    kembangkan potensi atau fitrah anak dalam proses penumbuh

    kembangkan potensi atau fitrah anak dalam mencapai kedewasaan sesuai

    dengan nilai-nilai kebajikan (Azmi, 2006: 21).

  • 14

    b. Ta’lim

    Secara bahasa ta’lim berasal dari kata allama-yu’allimu-ta’lim

    yang berarti pengajaran atau proses transfer pengetahuan. Di dalam proses

    pengajaran anak dituntut untuk memfungsikan kemampuan pendengaran

    dan penglihatan yang akan menghasilkan kecerdasan secara kognitif,

    efektif, dan psikomotorik (Azmi, 2006: 21).

    c. Ta’dib

    Secara bahasa ta’dib berasal dari kata addaba-yuaddibu-ta’dib

    yang dapat diartikan sebagai proses pembinaan yang tertuju kepada sikap

    atau budi pekerti peserta didik. Kata ini lebih tertuju hanya pada

    pendidikan kepada manusia (Azmi, 2006: 21).

    Dengan demikian pendidikan adalah suatu proses menumbuh

    kembangkan mental kedewasaan seseorang dengan berbagai proses atau

    pengetahuan untuk mencapai kesempurnaan menjadi manusia, sebagai abdi

    (hamba Allah) dan khalifah (penguasa) di muka bumi.

    3. Akhlak

    Istilah akhlak sudah sangat akrab di tengah kehidupan kita. Mungkin

    hampir semua orang mengetahui arti kata akhlak karena perkataan akhlak

    selalu dikaitkan dengan tingkah laku manusia. Akan tetapi, agar lebih jelas

    dan meyakinkan, kata akhlak masih perlu untuk diartikan secara bahasa

    maupun istilah. Dengan demikian, pemahaman terhadap kata akhlak tidak

    sebatas kebiasaan praktis yang setiap hari kita dengar, tetapi sekaligus

    dipahami secara filosofis, terutama makna substansinya.

    Akhlak berasal dari bahasa Arab, jama’nya khuluqun, memiliki arti

    budi pekerti, amal, tingkah laku atau tabiat. Kata khuluqun adalah kata yang

    berhubungan erat dengan kata Khaliq (pencipta) dan makhluk yang

    diciptakan. Maka dikatakan akhlak adalah suatu pengertian yang timbul dari

  • 15

    hasil komunikasi, hubungan khaliq dengan makhluk, atau makhluk dengan

    makhluk (Masnun, 2015: 7-8).

    Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan

    akhlak, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan), dan pendekatan

    terminologik (peristilahan) (Nata, 2011: 1). Dari sudut kebahasaan, akhlak

    berasal dari bahasa Arab, yaitu isim mashdar (bentuk infinitif) dari kata “al-

    akhlaqa-yukhliqu-ikhlaqan” (Yunus, 2009: 122), sesuai dengan timbangan

    (wazan) tsulasi majid af’ala-yuf’ilu-if’alan, berarti as-sajiyah (perangai), at-

    thabi’ah (kelakuan, tabiat, watak dasar), al-adat (kebiasaan, kelaziman), al-

    maru’ah (peradaban yang baik), dan ad-din (agama). Kata “akhlaq” juga isim

    masdar dari kata “akhlaq”, yaitu “ikhlaq”.

    Berkenan dengan ini, timbullah pendapat bahwa secara linguistik,

    akhlak merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq, yaitu isim yang tidak

    memiliki akar kata. Kata “akhlaq” secara terminologis, dapat dikatakan bahwa

    akhlak merupakan pranata perilaku manusia dalam segala aspek kehidupan.

    Dalam pengetian umum, akhlak dapat disamakan dengan etika dan nilai moral

    (Saebani, 2012: 13-14).

    Akhlak juga memiliki kesamaan dengan istilah „ethika, karena

    keduanya membahas masalah baik dan buruk mengenai tingkah laku manusia

    (Amin, 1992: 63). Akan tetapi Djatnika berpendapat bahwa yang dimaksud

    dengan lapangan ethika, yaitu perbuatan-perbuatan manusia yang dapat diberi

    hukum baik atau buruk, dengan kata lain perbuatan-perbuatan yang

    dimasukkan dalam akhlak (Djatnika, 1996: 45).

    Jadi menurut Djanika bisa dikatakan bahwa ethika bukanlah atau

    tidaklah sama dengan akhlak, akan tetapi ethika merupakan bagian dari

    akhlak. Sedangkan definisi akhlak menurut beberapa pendapat adalah:

  • 16

    a. Akhlak menurut Imam Al-Ghazali

    “Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang

    menimbulkan bermacam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah,

    tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan” (Abdullah, 2007: 4).

    Akhlak yang diterangkan Imam Al-Ghazali adalah bahwa sebenarnya

    akhlak merupakan perbuatan atau tindakan yang spontanitas atau akan

    muncul tindakan yang tidak perlu menggunakan pemikiran terlebih

    dahulu, dan akan menjadi sifat yang tertanam dalam jiwa setiap manusia.

    b. Akhlak menurut Ibn Miskawaih

    Ibn Miskawaih mendefinisikan akhlak sebagai suatu keadaan yang

    mendekat dalam jiwa manusia, yang berbuat dengan mudah, tanpa melalui

    proses melalui proses pemikiran atau pertimbangan (kebiasaan sehari-hari)

    (Saebani, 2010: 14).

    c. Akhlak menurut Asmaran As

    Menurut Asmaran As pada hakikatnya khuluq (budi pekerti) atau

    akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan

    menjadi kepribadian hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan

    dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan

    pemikiran. Apabila dari situ timbul kelakuan yang baik dan terpuji

    menurut pandangan syariat dan akal pikiran, maka ia dinamakan budi

    pekerti mulia dan sebaliknya apabila lahir kelakuan yang buruk, maka

    disebutnya budi pekerti yang tercela (Asmaran As, 1994: 3).

    d. Akhlak menurut Imam Suraji

    Dalam bukunya Etika dalam Perspektif al-Quran dan Hadits

    Imam Suraji (2006) berpendapat bahwa pendidikan akhlak adalah

    pendidikan tentang prinsip-prinsip akhlak mulia yang harus diketahui,

    difahami, dihayati, dan kemudian dipratekkan oleh setiap anak dalam

    kehidupan sehari-hari. Caranya dengan membiasakan berkata dan

  • 17

    berindak benar, berlaku jujur, dapat dipercaya, patuh kepada orang tua,

    menyayangi orang lain, selalu meminta maaf dan memeberikan maaf,

    menghormati orang lain, menghormati tamu, menolong orang lain yang

    membutuhkan pertolongan, berbuat baik kepada kawan-kawannya dan

    lain sebagainya.

    e. Akhlak menurut Ibrahim Anis

    Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengan

    lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan

    pemikiran dan pertimbangan. (Ilyas, 1999: 2).

    f. Akhlak menurut Karim Zaidan

    Akhlak adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa,

    yang dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai

    perbuatannya baik atau buruk, untuk kemudian memilih melakukan atau

    meninggalkannya (Ilyas, 1999: 2).

    Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa akhlak adalah

    sifat yang tertanam dalam jiwa manusia sehingga manusia tersebut akan

    muncul secara spontan bilamana diperlukan tanpa memerlukan pemikiran atau

    pertimbangan terlebih dahulu serta tidak memerlukan dorongan dari luar.

    Jadi pendidikan akhlak ialah proses pengubahan sikap tata perilaku

    seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui

    upaya pengajaran dan latihan, proses, pembuatan, cara mendidik terhadap

    sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan

    selalu ada padanya.

    B. Macam-Macam Akhlak

    Akan halnya hakekat akhlak itu sendiri adalah suatu sifat (keadaan) yang

    telah meresap didalam hati yang daripadanya muncul bermacam-macam

  • 18

    perbuatan baik maupun perbuatan buruk. Maka akhlak ada dua macam yakni

    akhlak terpuji (akhlak mahmudah) dan akhlak tercela (akhlak mazmumah).

    1. Akhlak Mahmudah

    Adalah perilaku manusia yang sesuai dengan tuntutan Nabi

    Muhammad SAW dan dipandang baik oleh beliau. Jadi pandangan baik

    berakhlak bagi seseorang itu dinilai bukan dari pengakuan dirinya, melainkan

    berdasarkan norma-norma agama, dalam hal ini usaha dari Rasulullah SAW

    (Al-Ghazali, 2013: 74). Akhlak mahmudah sering disebut juga dengan akhlak

    terpuji, diantara contohnya seperti:

    a. Ikhlas

    Ikhlas menurut bahasa berarti suci, bersih, murni atau tidak

    tercampur dengan apapun. Sedang menurut istilah ikhlas adalah

    mengerjakan suatu perbuatan (amal atau ibadah) semata-mata hanya

    mengharap keridhaan Allah SWT. Artinya apabila seseorang muslim

    mengerjakan suatu amal atau ibadah, maka niatnya harus bukan karena

    ingin dipuji, ingin dilihat orang lain atau ingin mendapat nama dan lain

    sebagainya, tetapi semata-mata hanya karena Allah saja (Suraji, 2006:

    241).

    Menurut Karman, Supiana (2003: 233), secara umum ikhlas berarti

    hilangnya rasa pamrih atas segala sesuatu yang diperbuat. Menurut kaum

    sufi, seperti dikemukakan Abu Zakaria Al-Anshari, orang yang ikhlas

    adalah orang yang tidak mengharapkan apa-apa lagi. Karena itu, jika

    seseorang masih mengharapkan imbalan dari perbuatannya, maka

    ikhlasnya tidak sempurna, bahkan dapat disebut orang yang riya. Jadi

    ikhlas itu bersihnya motif dalam berbuat, semata-mata hanya menuntut

    ridha Allah tanpa menghiraukan imbalan dari selain-Nya.

    Sedangkan menurut Bakry (1993: 36), ikhlas adalah berbuat dan

    beramal dari motifasi yang tulus ikhlas, dari hati sanubari karena Allah

  • 19

    semata. Tidak mengharapkan pujian dan penghargaan terjauh dari mencari

    nama dan penghormatan. Amal perbuatan yang semata-mata karena Allah

    mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

    b. Sabar

    Sabar menurut bahasa berarti: tabah hati, menahan diri atas keluh

    kesah dan berani atas sesuatu. Jadi sabar dapat diartikan dengan menerima

    segala penderitaan dan tabah dalam menghadapi godaan hawa nafsu.

    Secara istilah sabar sering diartikan keteguhan pendirian dan keyakinan

    dalam menjalankan semua aktifitas kehidupan sehari-hari. Baik aktifitas

    yang berhubungan dengan Allah, aktifitas yang berhubungan dengan diri-

    sendiri, dan aktifititas yang berhubungan dengan makhluk yang lainnya

    (Suraji, 2006: 244).

    Menurut Al-Ghazali (1980: 258) dalam bukunya Akhlak Seorang

    Muslim, sabar adalah tahan menderita yang tidak disenangi dengan ridha

    dan menyerahkan diri kepada Allah. Dan bukanlah disebut sabar, orang

    yang menahan diri dengan paksa, tetapi sabar yang hakiki adalah sabar

    yang berdiri atas menyerah kepada Allah dan menrima ketetapan Allah

    dengan lapang dada.

    Sedangkan menurut Bakry (1993: 55), sabar adalah ketetapan hati

    dan kematapan jiwa meghadapi kesulitankesulitan. Tidak resah, gelisah

    dikala ditimpa musibah. Dengan dada lapang, pikiran tenang dan iman

    yang tidak bergoncang dihadapi kesulitan itu dengan bijaksana. Iman tidak

    hilang. Pikiran tetap tenang. Pedoman agama tetap dipegang. Dengan sifat

    sabar seperti itu banyak kesulitan dapat diatasi.

    Kebalikan dari sabar adalah sifat putus asa, yakni ketidakmampuan

    seseorang menanggung derita atas musibah dan ketidak sanggupan

    seseorang tekun dalam suatu kewajiban. Putus asa adalah ciri kelemahn

    mental (Abdullah, 2007: 42).

  • 20

    c. Benar

    Benar atau jujur dalam bahasa arab disebut sidiq. Secara singkat

    benar/ jujur dapat diartikan dengan menyampaikan segala sesuatu sesuai

    dengan kenyataan yang ada. Benar/ jujur harus meliputi seluruh aktifitas

    setiap muslim, dimulai dari niat sampai pada pelaksanaanya, baik berupa

    perkataan, tulisan, persaksian ataupun perbuatan-perbuatan lainnya.

    Kebenaran atau kejujuran akan menciptakan kebersamaan, saling

    pengertian dan kepercayaan dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya

    ketidakjujuran atau ketidak benaran akan menimbulkan kecurigaan, fitnah,

    perselisihan dan permusuhan dalam pergaulan (Suraji, 2006: 250).

    Kebalikan kebenaran dan kejujuran adalah dusta atau curang. Sifat

    dan sikap ini membawa kepada kepada bencana dann kerusakan bagi

    pribadi dan masyarakat. Dalam masyarakat yang sudah merajalelanya

    dusta dan kecurangan maka akibatnya dapat mengacaukan sistem sosial

    masyarakat tempat tinggalnya.

    d. Berani

    Syaja’ah (berani) bukanlah semata-mata berani berkelahi dimedan

    laga, melainkan suatu sikap mental seseorang, dapat menguasai jiwanya

    danberbuat menurut semestinya. Orang yang menguasai jiwanya pada

    masa-masa kritis ketika bahaya di ambang pintu, itulah orang yang berani

    (Salam, 2000: 184). Lawan sifat syaja’ah (berani) adalah al-jubnu

    (pengecut). Sifat ini adalah sifat penakut bagi tiap pribadi sebelum

    memulai suatu langkah yang berarti dan menyerah sebelum berjuang. Sifat

    pengecut dipandang sebagai sifat hina dan membawa manusia kepada

    kemunduran (Abdullah, 2007: 45).

    e. Taubat

    Taubat secara bahasa berarti kembali. Sedang secara istilah taubat

    diartikan dengan kembali kepada kesucian atau kebenaran setelah

  • 21

    seseorang melakukan perbuatan dosa atau maksiat. Taubat juga dapat

    diartikan dengan membetulkan sikap yang salah dengan mendekatkan diri

    kepada Allah secara sungguh-sungguh. Selanjutnya berusaha menjalankan

    perintah-Nya. Jadi taubat adalah tekad yang sungguh-sungguh untuk

    meninggalkan perbuatan dosa dan kemudian berketetapan hati untuk tidak

    lagi melakukan tersebut (Suraji, 2006: 262).

    Akhlak yang baik merupakan sifat pemimpin para Rasul dan

    sebaik-baik perilaku orang-orang yang jujur. Sesungguhnya akhlak yang

    baik itu sebagian dari iman, buah perjuangan batin orang-orang yang

    bertakwa dan pendisiplinan diri kaum ahli ibadah (Tatapangarsa, 1980:

    147).

    Allah akan senantiasa memberikan jaminan kemuliaan di dunia dan di

    akhirat kepada orang yang memiliki akhlak baik dalam pergaulan maupun

    dalam peribadatan. Orang yang bergaul secara baik dengsan sesama manusia

    hingga tidak pernah melakukan kedzaliman dan kedustaan terhadap sesama

    maka dia termasuk golongan orang- orang yang berbakti akan mendapatkan

    balasan dari apa yang telah diperbuatnya (Al-Hawani, 2003: 27).

    2. Akhlak Madzmumah

    Adalah akhlak yang tercela yang tidak patut dimiliki oleh seorang

    muslim apalagi sampai melakukannya. Akhlak madzmumah sering disebut

    juga akhlak tercela (Tatappangarsa, 1980: 147). Adapun yang termasuk

    akhlak madzmumah diantaranya adalah:

    a. Riya

    Riya secara bahasa berarti memperlihatkan. Sedang secara istilah

    riya adalah memperlihatkan amal kebajikan supaya dilihat dan dipuji

    orang lain. Riya dapat diartikan juga denga melakukan suatu amal

    kebajikan tidak untik mencari pujian orang lain (Suraji, 2006: 282).

  • 22

    Riya adalah amal yang dikerjakan dengan niat tidak ikhlas,

    variasinya bisa bermacam-macam. Amal itu sengaja dikerjakan dengan

    maksud ingin dipuji orang lain. Bisa diartikan juga Riya adalah beramal

    kebaikan karena didasarkan ingin mendapat pujian orang lain, agar

    dipercaya orang lain, agar dicintai orang lain, karena ingin dilihat orang

    lain. Riya merupakan penyakit rohani, biasanya ingin mendapat pujian,

    sanjungan tetapi dapat menghalang-halangi manusia dari jalan Allah

    (Abdullah, 2007: 68).

    b. Takabur

    Takabur secara bahasa berarti membesarkan diri atau menganggap

    diri lebih dari orang lain. Sedang secara istilah takabur dapat diberi

    pengertian sebagai suatu sikap mental yang memandang rendah orang lain

    dan memandang tinggi dan mulia dirinya sendiri (Suraji, 2006: 68).

    Takabur (sombong) yaitu menganggap dirinya lebih dari yang lain

    sehingga ia berusaha menutupi dan tidak mau mengakui kekurangan

    dirinya, selalu merasa benar, lebih kaya, lebih pintar, lebih dihormati,

    lebih mulia, dan lebih beruntung dari yang lain. Maka biasanya orang

    seperti ini memandang orang lain lebih buruk, lebih rendah, dan tidak mau

    mengakui kelebihan orang tersebut, sebab tindakan itu menurutnya sama

    dengan merendahkan dan menghinakan dirinya sendiri (Abdullah, 2007:

    66).

    c. Mengadu Domba

    Mengadu domba dalam bahasa Arab disebut juga dengan

    namimah. Namimah atau mengadu domba adalah mengungkapkan

    pembicaraan seseorang kepada orang lain untuk merusak hubungan antara

    keduanya. Mengadu domba dapat melalui perkataan, tulisan maupun

    isyarat. Sedang yang diungkapkan dapat berbentuk perkataan, sikap

  • 23

    maupun perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang tidak disenangi

    oleh pihak yang lain (Suraji, 2006: 292).

    Akhlak yang tercela adalah racun yang mematikan, dan membinasakan

    kehinaan yang merendahkan serta kejahatan-kejahatan yang menjauhkan

    manusia dari kehadirat Tuhan semesta alam dan menyerenya kedalam jalan

    syetan yang terkutuk yang merupakan pintu terbuka menuju Allah yang

    menyala dan membakar hati (Al-Ghazali, 2013: 74).

    C. Dasar Akhlak

    Menurut Ya’kub, menegaskan bahwa yang menjadi ukuran baik dan

    buruknya perbuatan manusia didasarkan atas ajaran Tuhan. Segala perbuatan

    yang diperintahkan Tuhan itulah yang baik dan segala perbuatan yang dilarang

    Tuhan itulah perbuatan buruk.

    Di dalam Al-Quran disebutkan dasar atau landasan pendidikan akhlak,

    ditunjukkan dalam surat al Isra’ ayat 23.

    ٰتَقُلْٰٰفََلُٰٰهَماِكلٰ ٰاَوْٰٰاََحدُُهَما ِٰٰكبَرَٰالِْٰٰعْندَكَٰٰيَْبلُغَنَٰٰاَِماٰنًاٰ اِْحسٰ َٰوبِاْلَواِلدَْينِٰٰاِيَاهُٰٰاَِّلٰ ٰاتَْعبُدُْوٰ ٰاََّلَٰٰربُّكَٰٰىَوقَضٰ

    ٰ ٰلَُهَما ٰ ٣٢َٰٰكِرْيًماٰقَْوًّلٰٰلَُهَماَٰوقُلْٰٰتَْنَهْرهَُماَٰوَّلٰٰاُف

    “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah

    selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-

    baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai

    berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu

    mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak

    mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang baik.” (QS. Al-Isra’:

    23).

    D. Tujuan Pendidikan Akhlak

    Dapat disaksikan dalam kehidupan sehari-hari bahwa para pelaku

    kriminalitas dan kejahatan ekonomi kelas kakap bukanlah orang-orang pintar dan

    berpangkat tinggi. Bahkan tidak sedikit orang kaya, terpelajar, dan berpangkat

    tidak mampu meringankan beban kesengsaraan rakyat. Padahal ilmu yang

    dipahaminya menganjurkannya untuk saling tolong menolong rakyat dari

  • 24

    kesengsaraan dan penderitaan. Sebaliknya, tidak sedikit orang yang tidak berilmu

    memiliki akhlak yang mulia. Dengan segala kemampuan yang dimilikinya,

    mereka memberikan pertolongan kepada orang lain yang hidup dalam kemiskinan

    dan penderitaan.

    Tujuan pendidikan akhlak pada dasarnya sama dengan tujuan pendidikan

    agama Islam yang berbudi luhur. Secara umum tujuan pendidikan akhlak adalah

    agar terciptanya kehidupan masyarakat yang tertib, damai, harmonis, tolong

    menolong, tentram, dan bahagia (Nata, 2011: 193).

    Tujuan pendidikan akhlak adalah membangun pribadi berakhlak pada

    anak, di mana kesadaran itu muncul dari dalamnya sendiri. Nilai-nilai akhlak

    harus meresap dan terserap pada diri sang anak. Hal ini tidak mungkin dilakukan

    hanya dengan mengajar dan menghafal pelajaran akhlak seperti yang biasa

    dilakukan di negeri kita. Para orang tua dan pendidik hanya mengajarkan

    nilainilai akhlak dalam bentuk perintah dan larangan. Sementara anak tidak

    melihat teladan akhlak pada orang tua atau gurunya. “Kesadaran akhlak yang

    muncul dari dalam” dapat dibentuk melalui pengalaman yang langsung dialami

    oleh anak. Anak yang menjalani, merasakan, dan menghayatinya (Khalid, 2006:

    244).

    Menurut Darojat, tujuan pendidikan akhlak adalah penanaman akhlak atau

    sopan santun yang pokok dalam agama, antara lain sopan santun kepada Allah

    dan Rasulnya, terhadap orang tua dan guru, terhadap orang yang lebih tua, sesama

    kawan, penanaman rasa kasih sayang sesama manusia dan terhadap binatang,

    sifat-sifat benar dan adil (Darojat, 1970: 113).

    Arifin jika berbicara tentang tujuan pendidikan akhlak berarti berbicara

    tentang nilai-nilai ideal Yang bercorak Islam. Hal ini mengandung Makna bahwa

    tujuan pendidikan akhlak tidak lain adalah tujuan yang merealisasikan identitas

    Islam, sedang identitas Islam itu sendiri pada hakikatnya adalah nilai perilaku

  • 25

    manusia yang didasari oleh iman dan taqwa kepada Allah sebagai sumber

    kekuasaan yang harus ditaati (Arifin, 1996: 199).

    Sedang menurut Abrasy, tujuan pendidikan akhlak dalam Islam ialah

    untuk membentuk orang-orang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam

    berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan perangai, bersifat

    bijaksana, sempurna dan beradab, ikhlas, jujur dan suci (Al-Abrasy, 1986: 103).

    Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan

    pendidikan akhlak adalah membentuk budi pekerti luhur, berkepribadian Islam,

    terpelihara hubungan yang baik antara hubungan manusia dengan Allah dan

    Rasulnya, dengan sesama manusia dan dengan makhluk yang lain, sehingga dapat

    tercapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Demikian cara Allah dan rasulNya

    untuk menjaga manusia dengan sebaik-baik bentuk, sebagaimana firmanNya:

    ْنَسانََٰٰخلَْقنَاٰلَقَدْٰ ٤ٰٰتَْقِوْيم ٰ ٰاَْحَسنِٰٰفِْيٰ ٰاّْلِ

    “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang

    sebaik-baiknya” (QS. At-Tin: 4).

    E. Metode Pendidikan Akhlak

    Menurut Al-Ghazali dikutip Sulaiman berpendapat bahwa sekiranya tabiat

    manusia tidak mungkin dapat dirubah, tentu nasehat dan bimbingan tidak ada

    gunanya. Beliau menegaskan sekiranya akhlak itu tidak dapat menerima

    perubahan niscaya fatwa, nasehat dan pendidikan itu adalah hampa (Sulaiman,

    1989: 66).

    Pendidikan akhlak menekankan kepada sikap, tabiat, dan perilaku yang

    menggambarkan nilai-nilai kebaikan yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan

    oleh anak dalam kehidupan sehari-hari. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan

    dalam menanamkan pendidikan akhlak kepada anak-anak, yaitu:

    1. Memberikan contoh teladan yang baik bagi anak-anak seta berpegang teguh

    kepada akhlak yang mulia.

  • 26

    2. Menyediakan bagi anak peluang dan suasana praktis dimana mereka dapat

    mempratekkan akhlak yang diterima dari orang tuanya.

    3. Memberikan tanggung jawab kepada anak-anak dalam menentukan sikap dan

    tindak tanduknya.

    4. Menunjukkan bahwa keluarga selalu mengawasi mereka dengan sadar dan

    bijaksana. Menjaga mereka dari pergaulan yang dapat merusak akhlaknya

    (Al-Munawar, 2005: 49-51).

    Untuk membentuk seseorang berakhlak mulia ada beberapa macam

    metode yang dapat diterapkan, yaitu:

    1. Metode Keteladanan

    Metode keteladanan yaitu suatu metode pendidikan dengan cara

    memberikan contoh yang baik kepada anak, peserta didik, baik dalam ucapan

    maupun perbuatan (Syahidin, 1999: 135). Metode keteladanan dalam

    pendidikan telah terbukti efektif dalam membentuk aspek moral, spiritual dan

    etos sosial anak. Metode keteladanan menjadi faktor penting dalam

    menentukan baik buruknya perilaku anak. Jika pendidik jujur, berakhlak

    mulia tentunya anak akan tumbuh dalam kejujuran, di dalamnya terbentuk

    akhlak yang mulia.

    Ulwan misalnya sebagaimana dikutip oleh Hery Noer Aly mengatakan

    bahwa pendidik akan merasa mudah mengkomunikasikan pesannya secara

    lisan. Namun anak akan merasa kesulitan dalam memahami pesan itu apabila

    pendidiknya tidak memberi contoh tentang pesan yang disampaikannya (Aly,

    2003: 178). Hal ini disebabkan karena secara psikologis anak adalah seorang

    peniru yang ulung. Murid-murid cenderung meneladani gurunya dan

    menjadikannya sebagai tokoh identifikasi dalam segala hal.

    2. Metode Pembiasaan

    Pembiasaan menurut Dahlan yang dikutip oleh Aly merupakan proses

    penanaman kebiasaan. Sedang kebiasaan (habit) adalah cara bertindak yang

  • 27

    persistent, uniform dan hampir-hampir otomatis (hampir tidak disadari oleh

    pelakunya) (Aly, 2003: 134).

    Ulwan mengatakan bahwa pendidikan dengan metode pengajaran dan

    pembiasaan adalah temasuk prinsip utama dalam pendidikan dan merupakan

    metode paling efektif dalam pembentukan akidah dan pelurusan akhlak anak.

    Sebab pendidikan ini didasarkan pada perhatian dan pengikutsertaan,

    didirikan atas dasar targhib dan tarhib serta bertolak dari bimbingan serta

    pengarahan. Mendidik dan membiasakan anak sejak kecil adalah upaya yang

    paling terjamin berhasil dan memperoleh buah yang sempurna. Sedangkan

    mendidik dan melatih setelah anak berusia dewasa, maka jelas di dalamnya

    terdapat kesulitan-kesulitan bagi orang-orang yang hendak mencari

    keberhasilan dan kesempurnaan (Ulwan, 1994: 208).

    3. Metode Nasehat

    Metode memberi nasehat mendapat peranan yang besar dalam

    pendidikan Islam, karena kedudukannya sebagai media terpenting dalam

    pendidikan yang berpengaruh dalam membentuk keimanan anak dan dalam

    mempersiapkan moral, psikologi dan sosialnya. Dalam metode memberikan

    nasehat ini pendidik mempunyai kesempatan yang luas untuk mengarahkan

    anak didiknya kepada berbagai kebaikan yang bisa mereka lakukan.

    4. Metode Kisah

    Metode kisah mengandung arti suatu cara dalam menyampaikan

    materi pelajaran dengan menceritakan secara kronologis tentang bagaimana

    terjadinya sesuatu hal, yang menuturkan perbuatan, pengalaman atau

    penderitaan orang lain baik yang sebenarnya terjadi ataupun hanya rekaan

    saja. Metode kisah yang disampaikan merupakan salah satu metode

    pendidikan yang mashur dan terbaik, sebab kisah itu mampu menyentuh jiwa

    jika didasarkan oleh ketulusan hati yang mendalam.

  • 28

    Metode ini sangat digemari oleh anak, bahkan seringkali digunakan

    oleh seorang Ibu ketika anaknya hendak tidur. Apalagi metode ini digunakan

    oleh mereka yang pandai bercerita, tentunya akan menjadi daya tarik

    tersendiri. Akan tetapi tingkat pemahaman setiap anak berbedabeda, oleh

    karena itu hendaknya setiap pendidik memilih bahasa yang mudah dicerna

    dan dipahami oleh setiap anak didiknya. Metode kisah dapat mengaktifkan

    dan membangkitkan kesadaran pembacanya, setiap pembaca akan senantiasa

    merenungkan makna dari berbagai situasi dalam kisah tersebut.

    5. Metode Motivasi dan Intimidasi

    Motivasi dan intimidasi merupakan metode mengajar dimana guru

    memberikan dorongan terhadap peserta didik agar lebih giat dalam belajar,

    serta memberikan semacam ancaman atau pengaruh bila peserta didik tidak

    melakukan atau menghayati apa yang disampaikan oleh guru. Hukuman

    sebagai metode pendidikan yang mendapat perhatian sangat besar dari para

    ahli pendidikan muslim "mereka menyerukan agar anak-anak sejak awal tidak

    biasa dilakukan dengan kasar, selanjutnya "hukuman merupakan metode

    terburuk, tetapi dalam kondisi tertentu harus digunakan" (Aly, 1999: 179).

  • 29

    BAB III

    BIOGRAFI PENULIS DAN TASAWUF PANDAWA

    A. Biografi Singkat Muhammad Zaairul Haq.

    Muhammad Zaairul Haq lahir di Purworejo, Jawa Tengah, Indonesia. Saat

    ini ia tinggal di Kulon Progo, Yogyakarta. Dia menyatakan dirinya sebagai

    penulis yang cukup produktif. Beberapa tulisannya telah dimuat di media massa

    seperti majalah Bakti, At-Tadarus, buletin Lontar, Ketapel. Ia adalah tenaga

    pengajar di Madrasah Ibtidaiyah At-Taqwa GUPPI Wojowalur, Pajatan, Kulon

    Progo, Yukyakarta, mengampu mata pelajaran bahasa Arab, dan ketua umum

    KOMPENI (Komunitas Penulis Indonesia). Dia pernah menjadi komentator di

    seminar berjudul "I Can Write". Dia juga pernah diundang untuk menjadi

    tebakan terhormat dalam Buku Bazar "Keajaiban Cinta: Belajar Mencintai dan

    Dicintai" di Yogyakarta 2008.

    Selain sebagai seorang penulis, ia juga seringkali “dianggap” (oleh teman-

    temannya) sebagai seorang sastrawan. Beberapa puisinya yang telah dimuat di

    media masa adalah, Perjalanan Menuju Pembaharuan (Bakti), Pernikahan Setan

    (Lontar), Puisi Nakal (Ketappel) dan sebagainya. Sebagai bentuk kecintaannya

    dalam dunia tulis menulis, ia pernah mengikuti lomba penulisan essai yang

    diselenggarakan Universitas Gajah Mada (UGM) dan berhasil menggondol juara

    ke-dua tingkat DIY dengan esai yang berjudul: Islam, Arab dan Isu Terorisme. Ia

    memang sangat tertarik dengan masalah-masalah sosial, budaya lokal (khususnya

    budaya Jawa), dan budaya Arab. Beberapa tulisan yang berhasil ditulis dan

    diterbitkannya adalah:

    1. Keajaiban Cinta; Belajar Mencintai dan Dicintai (Sabda Media: 2008).

    2. Keajaiban Syair Tombo Ati (Nayla Pustaka: 2008).

    3. Tasawuf Semar Hingga Bagong (Kreasi Wacana: 2009).

    4. Mutiara Hidupmanusia Jawa (Proses Penerbitan. Insya Allah)

  • 30

    5. Al-Qur’an Sebagai Sumber Ilmu Pengetahuan.

    6. Upacara Suronan Di Petilasan Ki Daruna dan Ni Daruni (Penelitian Ilmiah.

    2007).

    B. Biogarafi Naskah Tasawuf Pandawa Karya Muhammad Zaairul Haq.

    Muhammad Zaairul Haq telah menerbitkan banyak buku. Salah satu

    bukunya adalah Tasawuf Pandawa. Buku ini adalah usaha merekonstruksi

    budaya wayang (nilai-nilai sufistiknya) agar bisa dijadikan acuan dalam

    kehidupan masyarakat yang semakin matrialistik dan hedonis. Nilai Tasawuf

    khususnya, penjabaran kisah Mahabarata yang memiliki nilai-nilai pendidikan

    religius, terutama di kehidupan para pandawa.

    Dalam buku Tasawuf Pandawa penulis menerangkan beberapa bagian atau

    bab, yaitu

    Bab I : Penerus Darah Barata dan Pewaris Kerajaan Ngestina.

    Sebuah ambisius yang tidak terkontrol bisa menghadirkan malapetaka.

    Seperti yang dialami oleh Dewi Durgandini yaitu ibu tiri Resi Bisma. Dewi

    Durgandini berambisi agar penerus kerajaan Ngestina adalah anak turunnya

    bukan anak turun dari Bisma. Untuk mewujudkan cita-cita Durgandini, ia

    menghalalkan berbagai cara. Imbas dari ambisi Durgandini, kini Durgandini

    memiliki cucu yang serba cacat (Haq, 2010: 8).

    Kewajiban memberikan pendidikan budi pekerti kepada seorang anak

    menjadi hal yang diharuskan untuk orang tua. Kelalaian Destarasta dan Dewi

    Gendari dalam mendidik anak yaitu Kurawa, kini Kurawa besar menjadi

    manusia yang tidak memiliki akhlak moral. Hingga kematian Destarasta dan

    Dewi Gendari juga disebabkan oleh perilaku Kurawa. Kurawa mengadu

    domba orang tuanya sendiri dengan Kresna dan mengakibatkan perang

    tanding. Destarasta dan Dewi Durgandini gugur dalam peperangan tersebut

    (Haq, 2010: 23).

  • 31

    Dalam melakukan kehidupan di muka bumi manusia setidaknya harus

    berhati-hati. Kecerobohan seorang satria yaitu Pandhu dewanata dalam

    berburu. Pandhu memanah sepasang kijang yang sedang bersenggama.

    Ternyata kijang tersebut adalah jelmaan seorang Resi yaitu Begawan

    Kimindana. Pada akhir hayat sang Resi, beliau mengutuk Pandhu. Bila mana

    Pandhu sedang bersenggama dengan istrinya maka itulah waktu akhir

    hayatnya (Haq, 2010: 32).

    Bab II : Pandawa : Para Ksatria Berbudi Bawaleksana

    Dalam kondisi apapun menuntut ilmu menjadi hal yang di utamakan

    dalam kehidupan. Seperti halnya Pandawa dan ibunya Kunthi yang senantiasa

    melakukan proses pendidikan walaupun kondisi mereka sedang dalam

    penindasan oleh saudaranya sendiri (Kurawa). Kunthi selalu mengajarkan

    tentang moralitas, sopan santun, kepedulian sosial, sabar dan tawakal kepada

    Pandawa (Haq, 2010: 52).

    Sebuah ujian harus di hadapi dengan lapang dada dan nerima ing

    pandom. Setelah Ngestina jatuh ke tangan Kurawa, Pandawa kemudian di

    anugerahi sebagian kecil warisan Ngestina yaitu berupa hutan Wanamarta

    yang terkenal wingit, angker, ibarat jalma mara jalma mati (Haq, 2010: 57).

    Keikhlasan Pandawa membuahkan hasil, hutan Wanamarta mejadi sebuah

    kerajaan besar yaitu Ngamarta. Walaupun dalam perjuangannya Pandawa

    harus melawan para Jin yang menjadi penguasa hutan Wanamarta.

    نِْٰٰرْجسٰ َٰواّْلَْزَّلمَُٰٰواّْلَْنَصابَُٰٰواْلَمْيِسرُٰٰاْلَخْمرُٰٰاِنََماٰاَمنُْوٰ ا ٰٰالَِذْينَٰٰاَيَُّهاي ٰ ٰنِٰالَشْيطٰ َٰعَملِِٰٰم

    ٰفِىٰءََٰواْلبَْغَضاٰ ٰعَدَاَوةَٰالْٰٰبَْينَُكمُٰٰيُّْوقِعَٰٰاَنْٰٰنُٰالَشْيطٰ ٰيُِرْيدُٰٰاِنََما٠٩ٰٰ-ٰتُْفِلُحْونَٰٰلَعَلَُكمْٰٰفَاْجتَنِبُْوهُٰ

    ْنتَُهْونَٰٰاَْنتُمْٰٰفََهلْٰٰوةِٰالَصلٰ َٰوَعنِٰٰهِٰالل ِٰٰذْكرَِٰٰعنَْٰٰويَُصدَُكمَْٰٰواْلَمْيِسرِٰٰاْلَخْمرِٰ ٠٩ٰ-ٰمُّ

    “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum)

    khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah,

    adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu

    agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud

    hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran

    (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat

  • 32

    Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan

    itu),” (Al-Maidah: 90-91).

    Tidak selamanya manusia yang berbudi bawaleksana harus hidup

    dalam kemuliaan berkat budinya tersebut. Pandawa pernah melakukan

    perbuatan yang dilarang oleh Allah, yaitu berjudi. Pada ahirnya Pandawa

    harus menerima ganjarannya, Pandanwa harus kehilangan kerajaan Ngamarta

    dan harus mengalami masa buang di hutan selama sebelas tahun (Haq, 2010:

    63).

    Pada akhir masa buangnya, Pandawa mengabdi di kerajaan Wiratha.

    Para Pandawa menjadi pengaruh besar dalam kemajuan Wiratha. Kejayaan

    Wiratha hingga menimbulkan rasa iri terhadap Duryudana. Tidak lama

    kemudian Duryudana mengerahkan para Kurawa dan balatentara Ngestina

    untuk menyerang dan mengambilalih karajaan Wiratha. Peperangan ini juga

    disebut perang suci, kebaikan melawan kebatilan (Haq, 2010: 71).

    Bab III : Mengenal Pandawa: Para Tokoh Protagonis

    Pandawa sendiri adalah sekelompok lima saudara anak Pandhu

    Dewanata dalam bingkai Budaya Indonesia. Mereka adalah Puntadewa,

    Werkudara, Arjuna, Nakula, dan Sadewa. Pandawa adalah sejumlah orang di

    dunia pewayangan yang berperan sebagai karakter baik yang melawan

    kejahatan dalam kehidupan.

    Dalam epik Mahabharata, Pandawa adalah jelma kehidupan harmonis,

    tentram dan sepi dari angkara. Jika kurawa adalah analogi dari kesombongan,

    angkara murka, dan nafsu jahat. Pandawa adalah tokoh penting dalam bagian

    penting dari epos Mahabharata. Berikut penjelasan tentang anggota Pandawa.

    a. Putadewa

    Puntadewa adalah saudara tertua anggota Pandawa. Dia adalah

    titisan dari Dewa Darma dan lahir dari Kunti. Sifatnya penyabar, nerima

    ing pandum, tidak pernah marah, sangat bijak, tidak suka berdusta,

  • 33

    berbakti, takwa, dan hampir tidak pernah berbohong selama sisa hidupnya.

    Memiliki moral yang sangat tinggi dan pemaaf serta suka memaafkan

    musuh yang telah menyerah. Dia memiliki nama panggilan Dhramasuta

    (putra Dharma), Ajathasatru (yang tidak memiliki musuh), dan Bhārata

    (keturunan Maharaja Bharata). Lain namanya adalah Yudhistira. Nama itu

    diberikan karena dia pernah mengalahkan raja Yudhistira. Petadewa

    memiliki tiga senjata andalan yaitu Jamus Kalimasada, payung

    Tunggulnaga, Robyong Mustikawarih (Haq, 2010: 79).

    Dia menjadi Maharaja dunia setelah Perang Besar di Kurukshetra

    berakhir dan mengadakan upacara Aswamedha untuk menyatukan

    kerajaan India kuno agar berada di bawah pengaruhnya. Setelah pensiun,

    ia melakukan perjalanan suci ke Himalaya bersama dengan saudara-

    saudaranya yang lain sebagai tujuan akhir kehidupan mereka. Setelah

    perjalanan panjang, ia mendapat surga. Dia digambarkan sebagai orang

    yang baik. (Haq, 2010: 90-91).

    b. Werkudara

    Werkudara adalah putra kedua Kunti dengan Pandu. Nama Bima

    maknanya sangat setia pada budi satu yang luhur. Dia adalah titisan

    sekaligus murid dari Dewa Bayu sehingga memiliki nama panggilan

    Bayusiwi atau Bayuputra. Werkudara lahir dari guwa garba ibu bukan

    berwujud bayi akan tetapi berwujud telur. Telur tersebut tidak dapat di

    pecahkan oleh siapapun dan selalu bergerak dan merusak, oleh karena itu

    wujud telur tersebut di buang ke hutan Mandalasara. Selang beberapa

    tahun telur tersebut dapat di pecahkan oleh seekor gajah tua yaitu gajah

    Sena, dan terlahirlah sosok Werkudara (Haq, 2010: 101).

    Bima sangat kuat, lengannya panjang, tubuhnya tinggi, dan

    wajahnya ganas di antara saudara-saudaranya. Meski begitu, ia memiliki

    hati yang baik. Pintar memainkan senjata gada yang bernama Rujakpala

  • 34

    dan pandai memasak. Nama lainnya adalah Baratasena (sosok yang bisa

    diandalkan keluarga Pandawa dalam membereskan setiap permasalahan)

    (Haq, 2010: 97).

    Werkudara atau Bima adalah orang bijak juga. Dia religius, berani,

    pintar, serta sifat-sifat Werkudara ”yen kaku kena nggo teken, yen lemes

    kena kanggo dadhung” (Haq, 2010: 96). Bima juga suka makan sehingga

    dijuluki Werkodara. Keahliannya dalam peperangan dibutuhkan oleh

    Pandawa untuk mendapatkan kemenangan dalam pertempuran besar

    Kurukshetra. Dia memiliki tiga orang putra yaitu Antarja, Gatotkaca,

    Antasena. Pada zaman Kaliyuga (zaman wafatnya Sri bethara Kresna)

    atau sering disebut juga masa pensiun Pandawa, Werkudara dengan

    saudara-saudaranya Menjelang akhir hidupnya, dia membuat perjalanan

    suci dengan Pandawa ke Himalaya. Di sana dia mati dan mendapat surga

    (Haq, 2010: 126).

    c. Arjuan

    Arjuna adalah putra bungsu Kunti dengan Pandu. Namanya (dalam

    bahasa Sanskerta) berarti "bersinar". Dia adalah titisan Dewa Indra yang

    memiliki wajah rupawan, cerdas, digdaya, bijaksana, dan berbudi

    bawaleksana. Arjuna memiliki kecakapan dalam ilmu memanah dan

    dianggap sebagai ksatria terbaik oleh Drona. Keahliannya dalam ilmu

    perang membuatnya menjadi dasar Pandawa untuk bisa mendapatkan

    kemenangan selama pertempuran besar Kurukshetra.

    Arjuna memiliki banyak nama panggilan, seperti Dhananjaya

    (perampas kekayaan - karena ia berhasil mengumpulkan upeti selama

    upacara Rajasuya yang diadakan oleh Yudhisthira) Prabu Kariti (yang

    dinobatkan dengan indah - karena ia diberi mahkota yang indah oleh

    Dewa Indra saat berada di surga); Partha (putra Kunti - karena dia adalah

  • 35

    putra Perta alias Kunti). Nama lainnya adalah Janaka, Kumbayali, Anaga,

    Barata, Tohjali, Pritaputra, dan lain-lainnya (Haq, 2010: 127).

    Arjuna merupakan ksatria dari Madukara, ia memiliki beberapa

    senjata pusaka , diantaranya keris Pulanggeni, panah Pasopati, panah

    Angenyastra, panah Saroama, keris Kalanadhah, cambuk kyai Pamuk,

    panah Cundamanik, panah Brahmasirah, serta masih banyal lagi. Arjuna

    memiliki karakter yang baik, Ia tampan, pintar, bijak, digdaya, berbudi

    bawalaksana (Haq, 2010: 126). Dalam pertempuran Kurukshetra, ia

    berhasil menang dan Yudhistira menjadi raja. Perjalanan suci ke Himalaya

    dengan Pandawa dan menyerahkan semua kehidupan duniawi menjadi

    peristiwa terakhir pada Arjuna dalam kehidupannya. Di sana dia

    meninggal dalam perjalanan dan mencapai surga.

    d. Nakula

    Nakula adalah salah satu putra kembar Madri dan Pandu. Dia

    adalah titisan Dewa kembar bernama Aswan yang memiliki saudara

    kembar bernama Aswin, Dewa Perlakuan. Saudara kembarnya bernama

    Sadewa, yang lebih kecil dari dia, dan merupakan titisan dari Dewa Aswin

    juga. Setelah orang tuanya meninggal, ia dan saudara dirawat oleh Kunti,

    istri Pandu yang pertama. Nakula pandai memainkan senjata pedang.

    Dropadi mengatakan bahwa Nakula adalah pria paling tampan di dunia

    dan pendekar pedang yang tangguh. Dia bekerja keras dan suka melayani

    saudara-saudaranya.

    Dalam masa pengasingan di hutan, Nakula dan tiga Pandawa

    lainnya telah meninggal karena minum racun, tetapi ia hidup kembali atas

    permintaan Yudhisthira. Dalam penyamaran di Kerajaan Wiratha yang

    dipimpin oleh Raja Matsyapati, ia bertindak sebagai penjaga kuda.

    Menjelang akhir hidupnya, ia mengikuti perjalanan suci ke Himalaya

    bersama saudara-saudaranya. Di sana ia mati dalam perjalanan dan

  • 36

    jiwanya mencapai surga. Nakula adalah orang yang sabar. Ia juga

    membantu, peduli sosial, dan sosok yang baik (Haq, 2010: 156).

    e. Sadewa

    Sadewa adalah salah satu putra kembar Madri dan Pandu. Dia

    adalah perwujudan dewa kembar bernama Aswin yang memiliki saudara

    kembar bernama Aswan, Dewa Perlakuan. Saudara kembarnya adalah

    Nakula, yang lebih besar darinya, dan merupakan perwujudan dari Lord

    Aswin juga. Setelah orang tuanya meninggal, ia dan saudara

    perempuannya dirawat oleh Kunti, istri Pandu yang lain. Sadewa adalah

    orang yang sangat rajin dan bijaksana.

    Sadewa juga ahli dalam astronomi. Yudhisthira pernah berkata

    bahwa Sadewa adalah orang bijak, setara dengan Brihaspati, guru para

    Dewa. Dia bekerja keras dan suka melayani saudara-saudaranya. Dengan

    kedok kerajaan Wiratha, yang dipimpin oleh Raja Matsyapati, ia menjabat

    sebagai gembala sapi. Menjelang akhir hidupnya, ia mengikuti perjalanan

    suci ke Himalaya bersama saudara-saudaranya. Di sana ia mati dalam

    perjalanan dan jiwanya mencapai surga. Sadewa adalah orang yang baik.

    Ia selalu berada di sisi kebenaran, berbudi bawalaksana, cerdas, dan

    bijaksana (Haq, 2010: 164).

    Bab IV : Menguak Ajaran Hidup Para Ksatria Pandawa.

    Semasa hidup Pandawa juga selalu didampingi oleh Punakwan, empat

    orang abdi kinasih yaitu Semar, Gareng, Petrok, dan Bagong. Para

    Punakawan merupakan teladan bagi watak yang mampu momong, momot,

    momor, mursid, dan urakabi. Momong maksudnya mampu memomong siapa

    saja. Momot maksudnya mampu menyimpan aib orang lain. Momor

    maksudnya tidak mudah besar kepala apabila dipuji, dan tidak mudah kecil

    hati apabila dikritik. Mursid maksudnya pandai. Urakabi maksudnya dapat

    berguna bagi orang lain (Haq, 2010: 178).

  • 37

    Pandawa sebagai ksatria berbudi bawaleksana juga pernah melakukan

    kesalahan, diantaranya.

    a. Putadewa sebagai sosok yang dianggap ‘suci’ pernah melakukan

    kesalahan fatal sampai mencelakakan keempat adik-adiknya, yaitu ketika

    Puntadewa menyanggupi tantangan bermain judi dengan Kurawa.

    b. Puntadewa sebagai sosok manusia ‘suci’ rupanya terlalu khusnudzan

    (berbaik sangka) kepada semua orang. Tidak pandang kawan atau pun

    lawan, ia pergauli dengan sangat baik. Sampai-sampai ia sendiri tidak

    sadar bila keselamatannya sedang terancam.

    c. Werkudara, tidak pernah bisa basa (selalu berbahasa ngoko) kecuali

    dengan Dewaruci. Selain itu, ia juga sosok yang menakutkan, ambisius,

    haus darah, dan seringkali menimbulkan masalah bagi saudara-

    saudaranya.

    d. Arjuna, walau ia dikenal sebagai lelananging jagad, namun ia juga pernah

    melakukan kesalahan yang fatal. Arjuna pernah merayu dewi Anggraeni

    dan menjadi pelantara matinya Bambang Palgunadi (suami dewi

    Anggraeni) di tangan pendita Durna. Karena kesetiaan kepada suaminya

    dewi Anggraeni menolak Arjuna dengan bunuh diri.

    e. Sebagai seorang ksatria yang mempunyai banyak istri, Arjuna kurang

    begitu memperhatikan keadaan istri-istri dan anak-anaknya. Bahkan,

    Arjuna sempat tidak mengenali jumlah dan nama anak-anaknya.

    f. Nakula dan Sadewa sebagai seorang ksatria seringkali menyombongkan

    kepandaian mereka dan menganggap diri mereka tampan dan sempurna.

    Kesombongan keduanya seringkali menimbulkan masalah baru bagi

    Pandawa (Haq, 2010: 183-185).

    Semasa kehidupan Pandawa memberikan beberapa ajaran penting

    berupa nilai-nilai keluhuran, diantaranya. Ajaran tentang nrima ing pandum,

    jujur, keadilan, kebijaksanaan, pemimpin sejati, menuntut ilmu, mikul dhuwur

  • 38

    mendhem jero, pentingnya kebersamaan (persatuan dan kesatuan), senantiasa

    memuliakan guru (Haq, 2010: 187-221).

    Buku Tasawuf Pandawa sebenarnya membahas tentang latihan jiwa atau

    pelatihan yang dilakukan oleh Pandawa yang mengajarkan mereka tentang

    moralitas yang baik kepada Tuhan dan masyarakat. Di mana, para aktor memiliki

    banyak nilai moral seperti agama; patuh kepada Tuhan, kesetiaan, kejujuran,

    dapat dipercaya, dan bertanggung jawab, berharap, jujur, sabar, adil, dan

    sebagainya. Melalui Pandawa, seperti dikatakan Zaairul bahwa buku ini mencoba

    merekonstruksi budaya wayang (terutama untuk nilai-nilai tasawufnya) dengan

    harapan dapat digunakan sebagai referensi dalam kehidupan masyarakat yang

    semakin materialistis dan hedonisme.

    Dalam pandangan saya, buku itu memperkaya akademisi untuk

    mempelajari kasus-kasus moral melalui budaya atau kearifan lokal karena buku

    itu menyediakan sumber baru pendidikan moral di mana ada banyak nilai bagus

    di dalamnya. Tentu saja nilai-nilai tersebut dapat dipelajari dan dijadikan contoh

    oleh lembaga pendidikan dalam melakukan proses belajar mengajar di sekolah

    dalam rangka mengimplementasikan pendidikan karakter (kurikulum) yang

    berakhlak di Indonesia.

  • 39

    BAB IV

    PEMBAHASAN

    A. Nilai-nila Pendidikan Akhlak pada Wayang Purwa (kehidupan ksatria

    pandawa) dalam buku Tasawuf Pandawa karya Muhammad Zaairul Haq

    Pada bab ini peneliti akan membahas tentang nilai-nila pendidikan akhlak

    yang terdapat pada wayang purwa (kehidupan ksatria Pandawa) dalam buku

    Tasawuf Pandawa karya Muhammad Zaairul Haq. Peneliti telah menemukan

    nilai-nilai akhlah dalam buku Tasawuf Pandawa yang di selaraskan dengan teori

    macam-macam akhlak diantaranya Ikhlas, sabar, jujur, berani, dan taubat. Adapun

    nilai akhlak yang telah ditemukan dalam buku Tasawuf Pandawa ialah sebagai

    berikut:

    1. Ikhlas

    Dalam buku Tasawuf Pandawa peneliti menemukan beberapa kisah

    yang mengandung nilai Ikhlas, diantaranya:

    a. Babat alas Wanamarta.

    Setelah Negara Ngastina jatuh ke tangan para Kurawa, sebagai

    bentuk rasa belas kasihan, Pandawa kemudian dianugerahi sebagian kecil

    warisan Ngastina yaitu berupa hutan Wanamarta yang terkenal wingit,

    angker, ibarat jalma mara jalma mati. Sungguh ironis memang, Pandawa

    sejatinya merupakan penerus sah tahta kerajaan Ngastina harus digusur

    bahkan dikucilkan dari negaranya tersebut akibat keserakahan keluarga

    Kurawa (M. Zairul Haq, 2010:57).

    Diceritakan bahwa setelah Pandawa dianugerahi hutan Wanamarta

    mereka segera membuka hutan tersebut dan membangun kerajaan baru di

    atasnya. Memang, pada mulanya mereka terpaksa harus melawan lima jin

    sakti mandraguna, namun karena kadigdayan mereka, lima jin tersebut

    dapat ditundukkan dan bahkan kemudian menjadi sahabat mereka yang

  • 40

    bersedia membantu membangun kerajaan. Tak lama kemudian, berdirilah

    sebuah kerajaan bekas Hutan Wanamarta bernama Ngamarta (Haq,

    2010:58).

    Pada kisah diatas, memiliki nilai ikhlas. Dibuktikan dengan

    tindakan Pandawa membuat rumah singah di dalam hutan yang terkenal

    wingit, angker, ibarat jalma mara jalma mati secara ikhlas lahir batin demi

    kelangsungan hidup keluwarga dan pengikutnya. Dari kesunguhan tekat

    Pandawa membuka lahan di hutan Wanamerta bukan sekedar rumah

    singah yang didapatkanya justru mereka mendapatkan sebuah kerajaan

    yang mereka namai kerajaan Ngamarta. Hal ini sesuai dengan pengertian

    ikhlas menurut Bakry (1993: 36), bahwa ikhlas adalah berbuat dan

    beramal dari motifasi yang tulus ikhlas, dari hati sanubari karena Allah

    semata. Tidak mengharapkan pujian dan penghargaan terjauh dari mencari

    nama dan penghormatan. Amal perbuatan yang semata-mata karena Allah

    mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

    Pada pengalan cerita diatas juga mengandung unsur kesabaran,

    terlihat dari sikap Pandawa yang Nerima ing Pandum ketika menerima

    pemberian prabu Dhestarasta berupa alas Wanamerta yang wingit kepati-

    pati. Pandawa tetap menerima keputusan tersebut dengan lapang dada

    walapun secara hak waris Pandawa adalah pemilik kerajaan Ngestian.

    Sikap pandawa tersebut sesuai dengan teori yang di kemukakan oleh Al-

    Ghazali (1980: 258) dalam bukunya Akhlak Seorang Muslim, bahwa sabar

    adalah tahan menderita yang tidak disenangi dengan ridha dan

    menyerahkan diri kepada Allah. Dan bukanlah disebut sabar, orang yang

    menahan diri dengan paksa, tetapi sabar yang hakiki adalah sabar yang

    berdiri atas menyerah kepada Allah dan menrima ketetapan Allah dengan

    lapang dada.

  • 41

    b. Sayembara perang kerajaan Pancalaradya

    Diceritakan pada waktu itu, di kerajaan Pancalaradya sedang

    diadakan sayembara perang yang isinya bahwa barangsiapa bisa

    mengalahkan patih Gandamana (ksatria dari Pancalaradya) berhak

    memboyong Dewi Drupadi untuk kemduian dijadikan istrinya. Namun,

    dalam sayembara tersebut ada yang bisa mengalahkan sang patih

    Gandamana. Semua peserta yang hadir pulang dengan tangan hampa

    bahkan di antara mereka ada yang meringis kesakitan karena telah

    dipukuli Gandamana.

    Sebetulnya dalam hati, sang patih dan prabu Drupada merasa

    khawatir kalau Dewi Drupadi tak bisa mendapatkan suami gara-gara

    sayembara perang ini. Namun tiba-tiba, kekhawatiran mereka berdua

    segera sirna ketika hadir di hadapan mereka seorang ksatria tampan

    rupawandan dan seorang ksatria besar nan gagah bersahaja. Ya, mereka

    berdua adalah Werkudara dan Arjuna (ksatria Pandawa) yang telah