NILAI
-
Upload
muhammad-faiz-mustain -
Category
Documents
-
view
143 -
download
1
Transcript of NILAI
NILAI-NILAI KEPAHLAWANAN SESUAI JIWA ZAMAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat setelah mendapat
serangan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki oleh pasukan sekutu. Sementara itu, di
Indonesia yang merupakan daerah jajahan Jepang tejadi kekosongan kekuasaan karena
pasukan sekutu sebagai pengganti pasukan Jepang belum tiba. Soekarno Hatta dan generasi
tua masih ragu-ragu untuk melangkah, dan kesempatan itupun segera dimanfaatkan oleh
generasi muda yang didukung oleh Sjahrir dengan penuh kobaran semangat. Esok harinya,
Soekarno dan Hatta dibawa ke Renggasdengklok oleh generasi muda dengan dalih
melindungi mereka jika terjadi pemberontakan PETA dan Heiho. Setelah menyadari alasan
tersebut hanya dibuat-buat mereka berdua meminta segera dikembalikan ke Jakarta. Atas
desakan Sjahrir dan Laksamana Maeda merekapun dipulangkan dengan janji akan diadakan
pernyataan kemerdekaan. Sepanjang malam pernyataan kemerdekaan dirancang di rumah
Laksamana Maeda. Pagi harinya, tanggal 17 Agustus 1945 Soekarno membacakan pernyataan
kemerdekaan tersebut di depan rumahnya di hadapan sekelompok orang. Bendera merah putih
dikibarkan, berkumandanglah lagu Indonesia Raya dan Republik Indonesiapun telah lahir
(M.C. Ricklefs,1998:315).
Proklamasi kemerdekaan bukanlah akhir perjuangan bangsa Indonesia membangun
Negara Indonesia seperti yang dicita-citakan, perjuangan rakyat Indonesia masih panjang.
Pada tanggal 14 Oktober 1945, pihak Jepang mulai merebut kembali Kota Semarang, kira-
kira 500 pasukan Jepang dan 2.000 rakyat Indonesia tewas dalam pergolakan tersebut (M.C.
Ricklefs,1998:325). Pada tanggal 10 November 1945 merupakan hari yang tidak akan
terlupakan bagi arek-arek Surabaya. Sejak subuh pasukan Inggris memulai aksi pembersihan
berdarah sebagai balasan atas tewasnya A.W.S. Mallaby. Mereka melaksanakan serangan
tersebut di bawah lindungan pembom dari udara dan laut dalam menghadapi perlawanan
rakyat Indonesia yang fanatik. Ribuan rakyat Indonesia gugur dan ribuan lainnya
meninggalkan kota yang telah hancur (M.C. Ricklefs, 1998: 326).
Perjuangan rakyat Indonesia terus berlangsung karena pihak Sekutu sebagai
pemenang Perang Dunia Kedua, ternyata menyerahkan kembali Indonesia kepada Belanda.
Alasan Sekutu adalah Indonesia masih menjadi wilayah kekuasaan Hindia Belanda sebelum
kedatangan Jepang. Setelah Jepang meyerah tanpa syarat pada Sekutu, maka menjadi hak
Belanda kembali. Pada tahap ini, perjuangan rakyat Indonesia sering disebut dengan Perang
Kemerdekaan Pertama antara tahun 1947 sampai dengan 1948, dan Perang Kemerdekaan
Kedua antara tahun 1948 sampai dengan 1949.
Belanda melanggar Perjanjian Linggarjati pada tanggal 21 Juli 1947, fokus
penyeranan militer Belanda berada di darah-daerah penghasil minyak maupun batu bara di
Sumatra, dan penghasil beras seperti Jawa dan Madura. Penyerangan terhenti setelah ada
perjanjian Renville pada tangga 17 Januari 1948. Namun pada tanggal 19 Desember 1948,
kembali militer Belanda menyerang yang sering dinamakan Perang Kemerdekaan Kedua.
Sasaran utama militer Belanda menduduki Republik Indonensia yang terdiri atas Karesidenan
Kedu, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Karesidenan Surakarta. Dalam menghadapi militer
Belanda, TNI dan kesatuan-kesatuan kelaskaran belum menemukan format perjuangan yang
jelas. Persenjataan kalah lengkap dan modern, pertahanan yang digunakan terbuka, dan tidak
terkoordinasi yang rapi. Akhirnya, TNI dan kesatuan-kesatuan kelaskaran harus
meninggalkan kota-kota menuju medan gerilya. Sistem pertahanan menggunakan
weherkreise, yaitu menghadang, menyerang, dan menghindar ketika berhadapan militer
Belanda. Akhir Perang Kemerdekaan Kedua dengan ditandatanganinya Pengakuan
Kedaulatan pada tanggal 29 Desember 1949.
Generasi muda harus meniru perjuangan para pahlawan dengan terus berjuang yang
penuh keberanian dan tanpa pamprih. Mereka rela berkorban dan pantang menyerah
menghadapi penjajah. Bukan sikap egois yang mereka tunjukkan, tetapi semangat penuh
keyakinan. Mereka tidak hanya berteriak merdeka atau mati, bahkan ikut berjuang membela
bangsa dan negara Indonesia tercinta. Para pahlawan telah menunjukkan sikap yang patut
dipuji ketika menghadapi penjajah. Suatu teladan yang seharusnya kita kaji dan terapkan
dalam kehidupan sehari-hari. Semua sikap dan sifat para pahlawan yang telah mereka
tunjukan merupakan inspirasi yang teramat penting bagi kita dalam mempertahankan dan
mengisi kemerdakaan.
Sehubungan itu, penulis tertarik mengangkat karya tulis yang berjudul ”Nilai-Nilai
Kepahlawanan Sesuai Jiwa Zaman”. Dengan alasan sebagai berikut: judul menarik dan
simple, judul mempunyai kesan yang mudah dipahami, judul menginspirasikan apa yang
seharusnya kita sebagai generasi penerus lakukan dalam menghadapi pusaran zaman, judul
sesuai dengan apa yang kita perlu kaji bersama, yaitu perubahan zaman yang sesuai nilai
kepahlawanan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah tanggapan generasi muda terhadap nilai-nilai kepahlawanan?
2. Usaha-usahan penanaman nilai-nilai kepahlawanan apakah yang sesuai dengan jiwa zaman?
3. Bagaimanakah implementasi nilai-nilai kepahlawanan yang sesuai dengan jiwa zaman ?
C. Tujuan Penelitian
1. Dapat mengetahui tanggapan generasi muda terhadap niali-nilai kepahlawanan.
2. Dapat mengklasifikasi usaha penanaman nilai-nilai kepahlawanan yang sesuai dengan jiwa
zaman.
3. Dapat memahamkan implementasi nilai-nilai kepahlawanan yang sesuai jiwa zaman.
D. Manfaat Penelitian
1. Untuk memberikan gambaran tentang tanggapan generasi muda terhadap nilai-nilai
kepahlawanan.
2. Untuk memberikan gambaran tentang usaha penanaman nilai-nilai kepahlawanan yang
sesuai dengan jiwa zaman.
3. Untuk memberikan gambaran tentang implementasi nilai-nilai kepahlawana yang sesuai
jiwa zaman.
E. Metode Penelitian
1. Heuristik merupakan kegiatan yang menghimpun jejak-jejak masa lampau atau mencari
sumber-sumber sejarah
2. Kritik Sumber merupakan usaha mendapatkan jejak atau sumber sejarah yang benar-benar
autentik dan kredibel serta benar-benar mengandung yang diperlukan dan relevan dengan
cerita yang akan disusun. Dengan kata lain, melalui kegiatan ini diharapkan bisa
memperoleh faktor sejarah yang obyektif yang berlebihan
3. Interprestasi mempunyai pengertian menafsirkan keterkaitan antar fakta-fakta yang
bersesuaian dengan yang lain
4. Historigrafi mempunyai pengertian yang berupa langkah penulisan cerita dengan susunan
yang logis, menurut cerita yang kronologis kemudian disempurnakan melalui pengaturan
bab maupun bagian-bagian agar terbangun urut-urutan yang kronologis dan sistematis
(Saefur Rochmat, 2009: 13).
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Nilai
Nilai mempunyai pengertian kumpulan sikap perasaan ataupun anggapan terhadap
sesuatu hal mengenai baik-buruk, benar-salah, patut-tidak patut, mulia-hina, maupun penting
atau tidak penting (Tim Sosiologi Yudhistira,2003:99). Nilai adalah gagasan mengenai
apakah pengalaman berarti atau tidak berarti, nilai juga mengarahkan perilaku dan
pertimbangan seseorang dalam mengambil keputusan (Paul B. Horton dan Chester L.
Hunt,1999: 71).
Konsep nilai adalah bahwa setiap orang, dimana saja, memiliki nilai-nilai yang sama
dengan derajat yang berbeda (menunjukkan penegasan terhadap konsep universalitas nilai)
(Rokeach,1973). Schwartz (1994) menjelaskan bahwa nilai adalah (1) suatu keyakinan, (2)
berkaitan dengan cara bertingkah laku atau tujuan akhir tertentu, (3) melampaui situasi
spesifik, (4) mengarahkan seleksi atau evaluasi terhadap tingkah laku, individu, dan
kejadian-kejadian, serta (5) tersusun berdasarkan derajat kepentingannya
www.rumahbelajarpsikologi.com.
Dengan demikian nilai adalah penjelasan evaluasi terhadap tindakan individu atau
kelompok yang sesuai dengan kepentingannya sehingga ketercapaian hasil akhirnya dapat
menjadi pedoman dalam merencanakan suatu perubahan.
B. Kepahlawanan
Pengertian kepahlawanan tidak bisa dilepaskan dari pengertian kata pahlawan itu
sendiri. Menurut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pahlawan didefiniskan sebagai
sosok orang (biasa) yang tidak egois dan berbuat sesuatu yang luar biasa, memiliki tindakan
atau perbuatan (pengorbanan) untuk orang lain, dan adanya penghormatan sebagai imbalan
atas pengorbanannya www.dpdimmriau.co.cc/2009/01/teorinilai.html. Kepahlawanan
mempunyai pengertian perihal sifat pahlawan (seperti keberanian, keperkasaan, kerela
berkorbanan, dan kesatriaan) (Tim Penysun KBBI,2005:812).
Menurut Cak Roeslan (Roeslan Abdulgani) kepahlawanan adalah jiwa berbakti
untuk mendapat pahala Tuhan. Kepahlawanan berinti kebaktian kepada kemanusiaan, bangsa,
rakyat, dan kepada tanah air, mengabdi untuk mewujudkan cita-cita keadilan sosial. Jiwa
kepahlawanan tidak mengenal ukuran besar atau kecil, melainkan diukur dari unsur
keikhlasan dan kesungguhannya. Kepahlawanan tidak hanya lahir dari kancah pertempuran,
tetapi dapat juga lahir di kesunyian ruang laboratorium, dari lingkungan pabrik-pabrik yang
pengap karena polusi, serta pengabdian seorang guru di daerah terpencil. Ukuran
kepahlawanan bisa saja berubah sejalan dengan penyikapan masyarakat terhadap nilai
kepahlawanan, namun nilai asasi (intrinsih)-nya tetap bertahan www.radarbanten.com.
C. Nilai –Nilai Kepahlawanan Sesuai Jiwa Zaman
Para pahlawan yang berjuang membela tanah air dengan semangat penuh. Sikap
mereka dalam menghadapi sekutu perlu kita contoh, seperti halnya sikap kemandirian. Para
pejuang tidak pernah bergantung pada siapapun ketika melawan penjajah dan berjuang
dengan kemampuan sendiri. Dalam meneruskan perjuangan para pahlawan, sifat kemandirian
yang mereka perlihatkan sangat diperlukan. Bangsa ini sedang mengalami masalah besar
berupa banyaknya pengangguran. Bercermin dari sifat kemandirian para pahlawan,
seharusnya di negara ini tidak terjadi banyak pengangguran. Seharusnya para pencari
pekerjaan bisa menciptakan lapangan pekerjaan sendiri dengan kemampuan yang dimiliki.
Jiwa kemandirian para pahlawan juga kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya
kita tidak perlu menunggu disuruh orang lain, jika kita mampu segera laksanakan sesuai
kemampuan kita.
Pejuang membela bangsa dan negara dengan penuh tanggung jawab. Pada
pertempuran di Surabaya tanggal 10 November 1945 dapat kita lihat bahwa para pahlawan
mengabdi pada bangsa dan negara. Mereka menyadari sepenuhnya masa depan negeri tercinta
berada di pundaknya sendiri. Mereka mengangkat senjata dan berjuang sepenuh tenaga.
Mereka sadar bahwa ikut berjuang membela bangsa dan negara adalah sebuah kewajiban.
Yang perlu kita contoh adalah sifat tanggung jawab para pahlawan. Kita harus menyadari
bahwa apapun pekerjaan yang diberikan kepada kita merupakan suatu kewajiban yang harus
diselesaikan dengan baik.
Pahlawan berjuang tanpa kenal lelah. Pejuang 10 November 1945 di Surabaya dan
pahlawan kemerdekaan lainnya, rela mengorbankan nyawa dan materi yang mereka punyai
demi terciptanya Indonesia merdeka. Mereka meninggalkan keluarga demi bergerilya dan
berjuang melawan penjajah. Kita sebagai generasi penerus, seharusnya lebih memupuk jiwa
rela berkorban seperti yang dimiliki para pahlawan. Dalam hidup bermasyarakat, kita
diwajibkan untuk lebih mementingkan kepentingan orang banyak daripada kepentingan
pribadi.
BAB III
NILAI-NILAI KEPAHLAWANAN SESUAI JIWA ZAMAN
A. Nilai-Nilai Kepahlawanan Di Mata Generasi Muda
Pasca reformasi usaha pemahaman Ideologi bangsa menjadi pudar sebagai arus balik
dari pemaksaan pemahaman ideologi bangsa yang dipaksakan pada masa orde baru.
Sekarang orang membaca dan berbicara Pancasila seolah-olah malu dan tanpa makna, tidak
lebih hanya seremoni belaka. Hal ini dapat diketahui ketika nilai-nilai penafsiran lama
Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila terputus. Namun belum tumbuh nilai
penafsiran baru, sehingga muncul vakum keyakinan. Semangat juang tidak lagi berkobar,
yang dominan adalah semangat mengedepankan kepentingan pribadi atau golongan.
Kemiskinan dan kebodohan hingga sekarang ini belum bisa diselesaikan karena
orientasi pembangunan tidak memihak kepada rakyat. Praktek kepitalistik diijinkan oleh
pemerintah sehingga tayangan di televisi sering kita lihat terjadinya penggusuran-
penggusuran dari polisi pamong praja terhadap para pedagang kaki lima yang dianggap salah
karena menempati lahan tanah milik pengusaha atau penguasa. Meskipun mereka dianggap
salah, tetapi penyelesaian yang bersahabat dan bermartabat tidak pernah diperlihatkan.
Kesimpulannya rakyat yang mempunyai modal semakin kaya dan yang tergusur semakin
menderita.
Praktek korupsi di negara berkembang termasuk Indonesia telah menjadi bagian dari
white collor crime. Ada dua agenda korupsi di Negara berkembang menurut Amin Rais, yaitu
korupsi yang dilakukan penguasa dan pengusaha dalam negeri, dan korupsi penguasa,
pengusaha dalam negeri yang mempunyai kedekatan dengan pihak asing. Korupsi yang
dilakukan oleh penguasa dan pengusaha menimbulkan kebijakan negara menjadi berat
sebelah. Pengusaha yang paling kuatlah yang mampu membayar penguasa secara diam-diam.
Yang kedua, sering dinamakan korporasi asing khususnya negara-negara maju memanfaatkan
pengusaha nasional untuk mempengaruhi penguasa nasional atau daerah supaya mempercepat
ijin usaha (Amin Rais, 2008: 180-181).
Kondisi seperti ini menimbulkan nilai-nilai kepahlawanan menjadi turun, tidak lagi
memfokuskan perjuangan yang jelas dan di perparah dengan adanya Globalisasi dan Otonomi
yang kehilangan orientasi.
1. Globalisasi
Saat pamor ideologi bangsa merosot, kita juga gagap menghadapi pusaran kuat
globalisasi ekonomi pasar sebagai bagian dari arus kapitalisasi yang menjunjung tinggi
kekuatan materi. Dalam kondisi semacam ini masyarakat menjadi bingung nilai-nilai apa
yang akan dijunjung tinggi.
Kita merasakan krisis multidimensional melanda kita, di bidang politik, ekonomi, hukum,
nilai kesatuan dan keakraban bangsa menjadi longgar, nilai-nilai agama, budaya dan
ideologi terasa kurang diperhatikan, terasa pula pembangunan material dan spiritual
bangsa tersendat, discontinue, unlinier dan unpredictable.
Dalam keadaan ini sering perilaku masyarakat menjadi lebih korup bagi yang punya
kesempatan, khusus rakyat awam dan rapuh tampak beringas dan mendemostrasikan
sikap antisosial, antikemapanan, kontraproduktif dan goyah dalam keseimbangan rasional
atau emosionalnya.
2. Otonomi yang kehilangan orientasi
Otonomi daerah yang berorientasi mensejahterakan rakyat, dengan memberikan
kelonggaran masing-masing daerah mengelola sumber dayanya sendiri ternyata justru
banyak memunculkan nasionalisme kedaerahan. Sentimen kedaerahan menonjol
khususnya daerah yang mampu, kemampuan daerah digunakan untuk mensejahterakan
wilayahnya sendiri, namun bagi wilayah yang kurang mampu, kekurangannya tersebut
digunakan untuk meminta bantuan dan belas kasihan pihak-pihak lain. Masing-masing
sibuk mengurus diri sendiri tanpa mempertimbangkan kepentingan nasional. Mimpi
Negara modern yang bertumpu pada civic nationalism direduksi kedalam spirit ethno
nationalism. Solidaritas kebangsaan menurun, digeser oleh solidaritas primordial dan
etnosentris yang akan menimbulkan disintegrasi. Jika terjadi musibah di suatu daerah,
daerah lain tidak meresa terpanggil membantu, namun justru mengandalkan bantuan
pusat dan lembaga-lembaga bantuan dunia.
B. Usaha-Usaha Penanaman Nilai-Nilai Kepahlawanan Sesuai Jiwa Zaman
1. Penyadaran, pengenalan dan penafsiran kembali Ideologi terbuka Pancasila sebagai nilai-
nilai yang harus diperjuangkan; dan Landasan Konstitusional Undang Undang Dasar
1945 sebagai garis perjuangan, pada seluruh lapisan masyarakat. Terutama pasal 5
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dapat dipertajamkan kembali dan dijadikan
fokus dalam perjuangan pasca reformasi. Apakah dengan cara pemberian jaminan hidup
layak bagi semua rakyat meliputi hak-hak dasar papan, sandang, pangan dan keamanan
ditambah jaminan pendidikan dan kesehatan. Inilah tujuan pendidikan sejarah dan
pendidikan kewarganegaraan.
2. Desentralisasi atau Otonomi daerah yang harus dikendalikan oleh nilai-nilai kebangsaan.
Otonomi daerah harus di dasari oleh pemikiran bersama untuk mewujudkan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Di dalamnya terkandung terjaminnya kesejahteraan
bersama. Dalam konsep otonomi ini tidak mustakhil daerah yang makmur membantu
daerah yang tergolong miskin atas dasar nilai-nilai keadilan sosial. Ada payung hukum
yang mewajibkan daerah yang sudah makmur untuk membantu saudaranya di daerah
yang masih miskin.
3. Desentralisasi pendidikan yang dilandasi dengan kesadaran mencapai tujuan nasional.
Pendidikan dikelola dan di isi dengan dasar pemberian keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Tidak ada pembedaan antara sekolah bagi masyarakat mampu dan sekolah
bagi masyarakat miskin, yang boleh membedakan hanyalah minat dan kemampuan siswa.
4. Konstitusi yang mengabdi pada kepentingan bangsa.
Harus ditanamkan kesadaran bagi pembuat konstitusi agar mendasarkan diri pada
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Konstitusi jangan dijadikan sebagai tameng
untuk memperkaya pribadi atau golongan. Jangan pula sebagai tameng melanggengkan
kekuasaan.
5. Politik yang dilandasi kepatuhan terhadap konstitusi. Para pelaku politik harus diberi
kesadaran keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sehingga dalam menjalankan
politik tidak berlindung dibalik konstitusi dan tidak memutar balikkan konstitusi apalagi
dengan sengaja melanggar konstitusi Documents%20and%20Settings/AJI/My
%20Documents/Downloads/upaya-menanamkan-nilai-nilai-perjuangan-
kepahlawanan.html.
Dengan demikian dapat disebut bahwa para pejuang saat ini adalah mereka yang
bersungguh-sungguh, rela berkorban, teguh pendirian ulet dalam rangka mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan mereka bisa berprofesi sebagai pengusaha,
pelajar, pejabat, guru, dosen dan sebagainya. Mereka yang dapat mengharumkan nama
bangsa, mengangkat harkat dan martabat bangsa dimata dunia, dan yang membela
kesejahteraan rakyat dengan dijiwai semangat kejuangan.
C. Implementasi Nila-Nilai Kepahlawanan Sesuai Zaman
Setiap masyarakat negara punya pahlawannya sendiri yang sangat berjasa bagi
peletak dasar dan pelopor bagi berdirinya negara ini. Setiap masa juga mempunyai
pahlawannya sendiri sesuai dengan perkembangan zaman, kebutuhan, pemikiran, dan
pembaharuan. Namun masa kini tak dapat dipisahkan dengan masa lalu karena apa yang kita
dapatkan dan kita telah capai pada masa kini adalah akibat dari hasil pilihan, keputusan, dan
perjuangan para pendahulu .
Dewasa ini diperlukannya pahlawan-pahlawan masa kini yang kontekstual, peka dan
tanggap lingkungan, bekerja keras dan manusiawi untuk menangani berbagai permasalahan
bangsa. Manusia- manusia yang tidak menyerahkan diri pada nasib, pihak atau keadaan yang
tak dapat diubah, namun mampu mencukupkan kekurangan dan menambahkan kemampuan
yang kemudian menjadi kelebihannya.
Rakyat hanya ditempatkan sebagai obyek, penikmat semu, penonton, pengamat, dan
keranjang yang dijejali doktrin yang disakralisasi dengan tafsir tunggal yang diciptakan
penguasa, sehingga membuat rakyat menjadi bungkam, tidak punya sikap, pola pikir,
pertimbangan, pilihan serta berkeputusan secara mandiri. Akibatnya mereka hanya menjadi
pendukung dan pengekor buta yang tidak tahu akan dikemanakan, karena arah hidupnya
sudah ditentukan oleh para patron yang berkuasa namun tidak bertanggung jawab. Di sinilah
bukti bahwa feodalisme di negeri kita masih subur, walaupun telah berganti bentuk dan baju.
Nilai-nilai itu diperlakukan secara kaku, sehingga minim usaha untuk mengartikan ulang,
membaharui sesuai konteks, merevitalisasikannya demi generasi sekarang dan masa datang.
Dengan demikian nilai kepahlawanan hanya sampai pada tahap hafalan, sehingga tidak
sampai ke pikiran, mengendapkan di hati, membatinkan di jiwa dan diwujudkan dalam
pelaksanaan kehidupan sehari-hari.
Dengan konteks di atas, bangsa Indonesia secara sadar ataupun tidak telah
mengingkari pengorbanan, jasa dan cita-cita luhur para pahlawannya. Tak heran jika bangsa
ini tak kunjung bangkit dari krisis. Miskin pemimpin yang berkualitas, jujur, pekerja keras
dan bermartabat. Miskin pelopor dan pembaharu yang berani mendorong menuju perubahan
dan perbaikan, mendobrak kebekuan dan kemandegan, serta menantang arus air kotor yang
makin deras mengalir ke jurang keterpurukan. Tidak aneh jika bangsa ini menjadi negara
yang taat beragama secara formal, namun juga sangat lihai untuk berkorupsi, manipulasi,
memeras, menguras dan menggilas yang lemah. Senang pada hasil besar yang instan tanpa
bekerja keras, dengan terus bermalasan, tidak memberi pada yang tekun, jujur dan benar, suka
jalan pintas, bersenang-senang di atas penderitaan orang lain, mabuk kemenangan semu di
tengah jalan menuju kekalahan besar dalam proses yang belum selesai sama sekali.
Para pahlawan berjuang memperjuangkan kemerdekaan dengan keyakinan dan tekad
yang bulat. Mereka percaya pada kemampuan yang dimiliki dan tidak tergantung pada
siapapun. Dengan kemampuan mereka sendirilah dapat tercipta Negara Indonesia yang
merdeka. Dalam meneruskan perjuangan mereka, seharusnya kita sebagai generasi penerus
tidak menggantungkan diri pada bantuan negara lain ataupun hutang pada bank dunia. Bumi
Indonesia ini seharusnya dapat kita olah dan manfaatkan sendiri sebagai penggerak roda
perekonomian negara. Seharusnya kita bisa lebih mempercayakan kemampuan sumber daya
manusia yang kita miliki dan lebih memberdayakan apa yang kita miliki.
Pahlawan berjuang tanpa kenal kata takut. Dengan peralatan dan kemampuan
seadanya mereka berjuang sampai titk darah penghabisan. Mereka hanya sekedar
menggunakan bambu runcing dan senjata rampasan guna melawan dan mengusir penjajah
dari bumi Indonesia. Jika kita bandingkan, bukankah suatu hal yang mustahil melawan tank
baja dengan pistol rakitan, melawan jet tempur dengan bambu runcing. Namun mereka tetap
maju di garda terdepan dengan hanya bermodalkan senjata seadanya dan kenekatan
menghadapi penjajah. Mereka berjuang tak kenal lelah, dari waktu ke waktu mereka terus
berjuang tanpa kenal putus asa. Jiwa keberanian yang mereka tunjukkan patut kita teladani.
Dalam melakukan hal yang benar seharusnya tak ada lagi kata takut dalam diri kita. Kita tak
boleh mundur dan harus tetap maju walaupun kita dicela dan dihujani makian oleh orang lain.
Tetapi dalam setiap kegiatan kita tetap harus mempertimbangkan segala sesuatunya, mulai
dari menyusun rencana sampai mempertimbangkan waktu, situasi dan kondisi yang tepat
untuk bertindak.
Para pejuang rela mengorbankan jiwa dan raga demi bangsa dan negara. Mereka rela
mengorbankan harta benda bahkan nyawa mereka. Mereka tidak lagi memperhatikan
kepentingan diri sendiri. Perjuangan mereka selama itu mereka lakukan hanya untuk
memperjuangkan kemerdekaan Negara Indonesia tercinta. Jika kita mampu berjuang tanpa
ada maksud-maksud terselubung pasti kita bisa membangun negara yang adil makmur seperti
ynang pahlawan cita-citakan.
Perjuangan para pahlawan dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan negara
ini teramat besar. Mereka melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan sadar
sepenuhnya bahwa apa yang telah dilakukan adalah sebuah amanah. Amanah yang mereka
emban mereka laksanakan dengan sebaik-baiknya dan mereka perjuangkan sampai titik darah
penghabisan. Dalam mengerjakan pekerjaan apapun seharusnya kita bercermin pada jiwa
tanggung jawab para pahlawan. Hal tersebut mampu membuat bangsa ini semakin maju
menyongsong hari depan yang lebih cerah.
Pahlawan berjuang tanpa mengenal pamrih atau mengharap imbalan dari siapapun.
Mereka berjuang tanpa mengenal tujuan pribadi atau kepentingan terselubung. Dalam jiwa
mereka telah terpatri suatu niat luhur, yaitu berjuang demi kemerdekaan bangsa dan negara
agar kelak anak cucu mereka bisa hidup lebih baik. Mereka tak menginginkan tanda jasa
ataupun gelar pahlawan. Apabila kita mampu melaksanakan tugas tanpa mengharapkan
imbalan tak akan ada lagi korupsi, kolusi maupun nepotisme yang merugikan bangsa dan
negara, karena telah mampu melakukan pekerjaan dengan tulus ikhlas itu.
Para pahlawan berjuang bahu-membahu. Tidak ada lagi jurang pemisah jendral dan
prajurit ataupun antara kiyai dan santri. Mereka duduk bersama dan makan bersama di tengah
hutan rimba medan bergerilya memperjuangkan bangsa dan negara. Seandainya saja kita bisa
meneladani mereka dalam menghadapi berbagai masalah yang semakin menjamur seiring
berjalannya zaman kita tidak akan pernah kalah. Seharusnya kita bisa duduk bersama saling
bahu-membahu membangun Indonesia tercinta.. Perbedaan itu dapat dijadikan sebagai mesiu
dalam menghadapi masalah dan perekat pemersatu dalam meneruskan pembangunan bangsa
dan negara tercinta.
Semua sifat luhur para pahlawan seharusnya kita jadikan pedoman dalam
melangkah. Bukankah pengalaman merupakan guru terbaik? Kita harus bisa terus
melanjutkan pembangunan negara dengan tetap berpegang pada ajaran luhur pendiri bangsa,
karena bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya. Terpenting adalah
generasi muda yang dapat menghargai dan mengamalkan sifat luhur pahlawan merupakan
tonggak berdiri tegaknya Negara Indonesia tercinta.
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
1. Generasi muda saat ini menyadari bahwa, masa depan negara ini ada di tangan generasi
muda dan diperlukan bekal yang cukup guna melaksanakan tugas tersebut yaitu berupa
nilai kepahlawanan yang sesuai dengan jiwa zaman.
2. Usaha-Usaha Penanaman Nilai Kepahlawanan Sesuai Jiwa Zaman
Penyadaran, pengenalan dan penafsiran kembali Ideologi terbuka Pancasila sebagai nilai-
nilai yang harus diperjuangkan; dan Landasan Konstitusional Undang Undang Dasar
1945 sebagai garis perjuangan, pada seluruh lapisan masyarakat, Desentralisasi atau
Otonomi daerah yang harus dikendalikan oleh nilai-nilai kebangsaan, Desentralisasi
pendidikan yang dilandasi dengan kesadaran mencapai tujuan nasional, dan Konstitusi
yang mengabdi pada kepentingan bangsa, serta politik yang dilandasi kepatuhan terhadap
konstitusi..
3. Nilai-nilai kepahlawanan perlu diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari dngan
cara melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.
B. Saran
1. Perlu penanaman nilai kepahlawanan dalam diri generasi muda agar dapat melanjutkan
pembangunan negara ini.
2. Kita harus terus berjuang membela bangsa dan negara kita menuju negara yang adil,
makmur, dan sejahtera.
3. Seharusnya kita bisa mengamalkan sifat- sifat luhur pahlawan dalam setiap aktifitas dan
kegiatan kita.
DAFTAR PUSTAKA
Rais, Muhammad, Amin. 2008. Agenda Mendesak Bangsa Selamatkan Indonesia.Yogyakarta:
UGM Press
Darmodjo, Soesantyo. 1994. Catatan Ringan Napak Tilas Dharma Bhakti Eksponen Tentara
Genie Pelajar Gunung Tidar Pada Masa Clas Kedua. Magelang: Tidak diterbitkan.
Halim, Amran dan Yayah B. Lumintaintang (ed). 1985. 30 Tahun Indonesia Merdeka. Jakarta:
PT. Citra Lamtoro Gung Persada.
Horton, Paul B. dan Hunt, Chester C.Sosiologi Edisi Keenam.1999.Jakarta:Penerbit Erlangga.
Moedjanto, G. 1989. Indonesia Abad Ke 20 Jilid 1. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
--------- 1989. Indonesia Abad Ke 20 Jilid 1. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Moekhardi. 1982. Magelang Bejuang. Magelang: Akademi Militer.
--------- 1983. Pelajar Pejuang Tentara Genie Pelajar 1945-1950. Surabaya: Yayasan Ex
Batalyon TGP XVII.
Notosusanto, Nugroho. 1996. Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI. Jakarta: Balai Pustaka.
Prijadji. 1997. Perjuangan Komando Distrik Militer Magelang Pada Masa Revolusi Fisik
Antara Tahun 1948-1949. Semarang: Skripsi - Tidak diterbitkan.
--------- 1999. Wehrkreise: Alternatif Hadapi Agresi Militer Belanda Kedua di Magelang.
Magelang: Karya Tulis – Tidak diterbitkan.
Ricklefs, M.C.1998.Sejarah Indonesia Modern.Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.
Setyaningsih, Wahyu. 2007. Peranan Tentara Pelajar Magelang dalam Mempertahankan dan
Mengisi Kemerdekaan pada Tahun 1948-1949. Magelang: Karya Tulis - Tidak
diterbitkan.
Susanto, Sewan. 1985. Perjuangan Tentara Pelajar Dalam Perang Kemerdekaan Indonesia.
Yogyakarta: Gajah Mada Press.
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
www.dpdimmriau.co.cc/2009/01/teorinilai.html
www.rumahbelajarpsikologi.com
http://www.radarbanten.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=45605
http://irwanprayitno.info/artikel/1227583480-siapa-lagi-pahlawan-indonesia-.html
http://www.gemari.or.id/cetakartikel.php?id=2416