Nia Refrat

31
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Mata merupakan organ sensorik untuk melihat berbagai hal di sekitar kita. Diketahui mata memiliki beberapa lapisan dari luar ke dalam, yaitu sklera, koroid, dan retina. Sklera seperti bagian tubuh yang lain, tentu dapat sakit juga. Sakit akibat peradangan pada sklera biasa disebut skleritis. Skleritis didefinisikan sebagai gangguan granulomatosa kronik yang ditandai oleh destruksi kolagen, sebukan sel dan kelainan vaskular yang mengisyaratkan adanya vaskulitis. Sedangkan Episkleritis adalah suatu reaksi inflamasi pada jaringan episklera yang terletak di antara konjungtiva dan sklera. Skleritis dan episkleritis sering disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan imunitas, dan penyakit metabolik sistemik. Episkleritis umumnya mengenai satu mata dan terutama perempuan usia pertengahan dengan bawaan penyakit reumatik. Prevalensi skleritis diperkirakan mencapai 6 kasus dari 10.000 populasi, 94% diantaranya dengan skleritis anterior dan 6% adalah skleritis posterior. Dari data internasional, tidak ada distribusi geografis yang pasti mengenai insiden skleritis. Di Indonesia belum ada penelitian mengenai penyakit ini. Penyakit ini dapat terjadi unilateral atau bilateral, dengan onset perlahan atau mendadak, dan dapat berlangsung sekali atau

Transcript of Nia Refrat

Page 1: Nia Refrat

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Mata merupakan organ sensorik untuk melihat berbagai hal di sekitar kita. Diketahui

mata memiliki beberapa lapisan dari luar ke dalam, yaitu sklera, koroid, dan retina. Sklera

seperti bagian tubuh yang lain, tentu dapat sakit juga. Sakit akibat peradangan pada sklera biasa

disebut skleritis. Skleritis didefinisikan sebagai gangguan granulomatosa kronik yang ditandai

oleh destruksi kolagen, sebukan sel dan kelainan vaskular yang mengisyaratkan adanya

vaskulitis. Sedangkan Episkleritis adalah suatu reaksi inflamasi pada jaringan episklera yang

terletak di antara konjungtiva dan sklera. Skleritis dan episkleritis sering disebabkan oleh

penyakit yang berhubungan dengan imunitas, dan penyakit metabolik sistemik. Episkleritis

umumnya mengenai satu mata dan terutama perempuan usia pertengahan dengan bawaan

penyakit reumatik.

Prevalensi skleritis diperkirakan mencapai 6 kasus dari 10.000 populasi, 94%

diantaranya dengan skleritis anterior dan 6% adalah skleritis posterior. Dari data internasional,

tidak ada distribusi geografis yang pasti mengenai insiden skleritis. Di Indonesia belum ada

penelitian mengenai penyakit ini. Penyakit ini dapat terjadi unilateral atau bilateral, dengan

onset perlahan atau mendadak, dan dapat berlangsung sekali atau kambuh-kambuhan. Pada

15% kasus, skleritis bermanifestasi sebagai gangguan kolagen vaskular dan gejala bertambah

hingga beberapa bulan. Angka morbiditas ditentukan oleh penyakit primer skleritis itu sendiri

dan penyakit sistemik yang menyertai. Rasio antara perempuan dan laki-laki adalah 1,6:1.

Berdasarkan umur skleritis biasanya terjadi pada usia 11-87 tahun, dan rata-rata orang yang

menderita skleritis adalah usia 52 tahun.

Angka kejadian episkleritis tidak diketahui pasti karena banyaknya pasien yang tidak

berobat. Tidak ada perbedaan jenis kelamin, namun terdapat laporan 74 % kasus terjadi pada

perempuan dan sering terjadi pada usia dekade 4-5. Pada anak-anak episkleritis biasanya

menghilang dalam 7-10 hari dan jarang rekuren. Pada dewasa, 30 % kasus berhubungan

Page 2: Nia Refrat

dengan penyakit jaringan ikat penyertanya, penyakit inflamasi saluran cerna, infeksi herpes,

gout, dan vaskulitis. Penyakit sistemik biasanya jarang pada anak-anak.

Skleritis dan episkleritis dapat menimbulkan berbagai komplikasi, hal ini terutama

pada skleritis yang tidak ditangani dengan baik. Sedangkan episkleritis merupakan penyakit

self-limiting. Penatalaksanaan skleritis dan episkleritis tergantung pada penyakit yang

mendasarinya. Oleh karena itu perlu diagnosis yang tepat sesuai dengan etiologinya guna

penatalaksanaan lebih lanjut.

B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah yang akan dibahas dalam referat ini adalah mengenai anatomi,

histologi dan fisiologi sklera, definisi skleritis dan episkleritis, klasifikasi, etiologi,

patofisiologi, diagnosa dan diagnosa banding, penatalaksanaan, komplikasi, serta prognosis

skleritis dan episkleritis.

C. TUJUAN

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai kajian keilmuan dan pemahaman

materi tentang skleritis dan episkleritis secara lebih mandalam dalam rangka menunjang

kegiatan praktek di lapangan.

D. MANFAAT

1. Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran tentang penyakit mata pada umumnya,

Khususnya tentang skleritis dan episkleritis.

2. Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti kepaniteraan

klinik bagian ilmu penyakit mata.

Page 3: Nia Refrat

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI, HISTOLOGI, DAN FISIOLOGI

Sklera yang juga dikenal sebagai bagian putih bola mata, merupakan kelanjutan dari

kornea. Sklera berwarna putih buram dan tidak tembus cahaya, kecuali di bagian depan

bersifat transparan yang disebut kornea. Sklera merupakan dinding bola mata yang paling

keras dengan jaringan pengikat yang tebal, yang tersusun oleh serat kolagen, jaringan

fibrosa dan proteoglikan dengan berbagai ukuran. Pada anak-anak, sklera lebih tipis dan

menunjukkan sejumlah pigmen, yang tampak sebagai warna biru. Sedangkan pada

dewasa karena terdapatnya deposit lemak, sklera tampak sebagai garis kuning.

Sklera dimulai dari limbus, dimana berlanjut dengan kornea dan berakhir pada

kanalis optikus. Enam otot ekstraokular disisipkan ke dalam sklera. Jaringan sklera

menerima rangsangan sensoris dari nervus siliaris posterior. Sklera merupakan organ

tanpa vaskularisasi, menerima rangsangan tersebut dari jaringan pembuluh darah yang

berdekatan. Pleksus koroidalis terdapat di bawah sklera dan pleksus episkleral di atasnya.

Episklera mempunyai dua cabang, yang pertama pada permukaan dimana pembuluh

darah tersusun melingkar, dan yang satunya lagi yang lebih di dalam, terdapat pembuluh

darah yang melekat pada sklera.

Page 4: Nia Refrat

Secara histologis sklera terdiri dari banyak pita padat yang sejajar dan berkas-berkas

jaringan fibrosa yang teranyam, yang masing-masing mempunyai tebal 10-16 mikro dan

lebar 100-150 mikro dibandingkan dengan kornea jaringan fibrosa sklera mempunyai

daya pembiasan yang lebih kuat, tidak mempunyai jarak yang tetap antara berkas jaringan

fibrosanya, dan mempunyai diameter yang berbeda-beda. Hal inilah yang membuat sklera

menjadi opak. Sklera mempunyai kekakuan tertentu sehingga mempengaruhi pengukuran

tekanan bola mata walaupun sklera kaku dan tebalnya 1mm sklera masih tahan terhadap

kontusio trauma tumpul. Ketebalan sklera bervariasi, maksimum 1 mm terdapat di dekat

nervus optikus dan minimum 0,3 mm pada insersio otot-otot rektus. Lapisan sklera terdiri

atas episklera, stroma, lamina fuska dan endotelium. Struktur histologis sklera sangat

mirip dengan struktur kornea.

Di sekitar nervus optikus sklera ditembus oleh arteri siliaris posterior longus dan

brevis dan nervus siliaris longus dan brevis. Arteri siliaris longus dan nervus siliaris

longus berjalan dari nervus optikus menuju ke korpus siliaris di sebuah lekukan dangkal

pada permukaan dalam sklera pada meredian jam 3 dan 9. Sekitar 4 mm di belakang

limbus, sklera ditembus oleh 4 arteri dan vena siliaris anterior. Beberapa lembar jaringan

sklera berjalan melintang bagian anterior nervus optikus sebagai lamina kribrosa. Bagian

dalam sklera berwarna hitam, coklat disebut lamina fuska, dihubungkan dengan koroid

oleh filamen-filamen yang terdiri dari jaringan ikat yang mengandung pigmen dan

membuat dinding luar dari ruang suprakoroid dan ditembus oleh serat saraf dan pembuluh

darah. Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh sebuah lapisan tipis dari jaringan

elastik halus yaitu episklera.

Sklera mempunyai 2 lubang utama yaitu:

- Foramen sklerasis anterior, yang berdekatan dengan kornea dan merupakan tempat

melekatnya kornea pada sklera.

- Foramen sklerasis posterior atau kanalis sklerasis, merupakan pintu keluar nervus

optikus. Pada foramen ini terdapat lamina kribosa yang terdiri dari sejumlah

membran seperti saringan yang tersusun transversal melintas foramen sklerasis

posterior. Serabut saraf optikus lewat lubang ini untuk menuju ke otak.

Episklera mengandung banyak pembuluh darah yang menyediakan nutrisi untuk sklera dan permeabel terhadap air, glukosa dan protein.

Page 5: Nia Refrat

Episklera juga berfungsi sebagai lapisan pelicin bagi jaringan kolagen dan elastis dari sklera dan akan bereaksi hebat jika terjadi inflamasi pada sklera. Jaringan fibroelastis dari episklera mempunyai dua lapisan yaitu lapisan viseral yang lebih dekat ke sklera dan lapisan parietal yang bergabung dengan fasia dari otot dan konjungtiva dekat limbus. Pleksus episklera posterior berasal dari siliari posterior, sementara itu di episklera anterior berhubungan dengan pleksus konjungtiva, pleksus episklera superfisial dan pleksus episklera profunda.

Sklera berfungsi untuk menyediakan perlindungan terhadap komponen intra okular.

Pembungkus okular yang bersifat viskoelastis ini memungkinkan pergerakan bola mata

tanpa menimbulkan deformitas otot-otot penggeraknya. Pendukung dasar dari sklera

adalah adanya aktifitas sklera yang rendah dan vaskularisasi yang baik pada sklera dan

koroid. Hidrasi yang terlalu tinggi pada sklera menyebabkan kekeruhan pada jaringan

sklera. Jaringan kolagen sklera dan jaringan pendukungnya berperan seperti cairan

sinovial yang memungkinkan perbandingan yang normal sehingga terjadi hubungan

antara bola mata dan socket. Perbandingan ini sering terganggu sehingga menyebabkan

beberapa penyakit yang mengenai struktur artikular sampai pembungkus sklera dan

episklera.

Page 6: Nia Refrat

B. DEFINISI SKLERITIS DAN EPISKLERITIS

Skleritis merupakan peradangan pada lapisan sklera yang sering rekurens dan

ditandai dengan adanya infiltrasi selular, destruksi kolagen, dan remodeling vascular. Hal

ini terjadi karena diperantarai oleh proses imunologis atau sebagai akibat dari suatu

infeksi dan trauma lokal. Skleritis juga dapat didefinisikan sebagai gangguan

granulomatosa kronik yang ditandai oleh destruksi kolagen, sebukan sel dan kelainan

vaskuler yang mengisyaratkan adanya vaskulitis.

Episkleritis didefinisikan sebagai peradangan lokal sklera yang relatif sering

dijumpai. Kelainan ini bersifat unilateral pada dua-pertiga kasus, dan insidens pada kedua

jenis kelamin wanita tiga kali lebih sering dibanding pria. Episkleritis merupakan reaksi

radang jaringan ikat vaskular yang terletak antara konjungtiva dan permukaan sklera

yang bersifat ringan dan dapat sembuh sendiri. Episkleritis dapat

mempengaruhi pada satu atau kedua mata. Episkleritis terjadi pada perempuan lebih

banyak daripada laki-laki dan paling sering terjadi antara usia 40 dan 50 tahun.

Perjalanan penyakit mulai dengan episode akut dan terdapat riwayat berulang serta dapat

berminggu-minggu atau beberapa bulan.

Page 7: Nia Refrat

Skleritis

Episkleritis

C. KLASIFIKASI

Skleritis diklasifikasikan menjadi :

1. Skleritis Anterior

Merupakan 95% penyebab skleritis. Insidensi skleritis anterior sebesar 40% dan

skleritis anterior nodular terjadi sekitar 45% setiap tahunnya. Skleritis nekrotik terjadi

sekitar 14% yang biasanya berbahaya. Bentuk spesifik dari skleritis biasanya tidak

dihubungkan dengan penyebab penyakit khusus, walaupun penyebab klinis dan

prognosis diperkirakan berasal dari suatu inflamasi. Berbagai varian skleritis anterior

kebanyakan jinak dimana tipe nodular lebih nyeri. Tipe nekrotik lebih bahaya dan

sulit diobati.

a. Difus

Bentuk ini dihubungkan dengan artritis rematoid, herpes zoster oftalmikus dan

gout.

b. Nodular

Bentuk ini dihubungkan dengan herpes zoster oftalmikus.

c. Nekrotik

Bentuk ini lebih berat dan dihubungkan sebagai komplikasi sistemik atau

komplikasi okular pada sebagian pasien. 40% menunjukkan penurunan visus. 29%

pasien dengan skleritis nekrotik meninggal dalam 5 tahun. Bentuk skleritis

nekrotik terbagi 2 yaitu dengan inflamasi dan tanpa inflamasi (scleromalacia

perforans)

Page 8: Nia Refrat

2. Skleritis Posterior

Sebanyak 43% kasus skleritis posterior didiagnosis bersama dengan skleritis anterior.

Biasanya skleritis posterior ditandai dengan rasa nyeri dan penurunan kemampuan

melihat. Dari pemeriksaan objektif didapatkan adanya perubahan fundus, adanya

perlengketan massa eksudat di sebagian retina, perlengketan cincin koroid, massa di

retina, udem nervus optikus dan udem makular. Inflamasi skleritis posterior yang

lanjut dapat menyebabkan ruang okuli anterior dangkal, proptosis, pergerakan ekstra

ocular yang terbatas dan retraksi kelopak mata bawah.

Episkleritis diklasifikasikan menjadi :

1. Episkleritis Simple

Merupakan jenis yang paling umum dari episkleritis (80%). Peradangan biasanya

ringan dan terjadi dengan cepat. Hanya berlangsung selama sekitar tujuh sampai

10 hari dan akan hilang sepenuhnya setelah dua sampai tiga minggu. Pasien dapat

mengalami serangan dari kondisi tersebut, biasanya setiap satu sampai tiga bulan.

Penyebabnya seringkali tidak diketahui. Dapat lebih lama terjadi pada pasien

dengan penyakit sistemik. Pada anak kecil jarang kambuh dan jarang

berhubungan dengan penyakit sistemik. Beberapa pasien melaporkan serangan

lebih sering terjadi saat musim hujan atau semi. Faktor presipitasi jarang

ditemukan namun serangan dapat dihubungkan dengan stress dan perubahan

hormonal. Biasanya jinak, sering bilateral, reaksi inflamasi terjadi pada usia muda

yang berpotensi mengalami rekurensi. Gejala klinis yang muncul berupa rasa

tidak nyaman pada mata, disertai berbagai derajat inflamasi dan fotofobia.

Terdapat pelebaran pembuluh darah baik difus maupun segmental. Wanita lebih

banyak terkena daripada pria dan sering mengenai usia dekade 40-an.

2. Episkleritis Nodular

Lebih menyakitkan daripada episkleritis simple dan berlangsung lebih lama.

Peradangan biasanya terbatas pada satu bagian mata saja dan mungkin terdapat

suatu daerah penonjolan atau benjolan pada permukaan mata. Ini sering berkaitan

dengan kondisi kesehatan, seperti rheumatoid arthritis, colitis dan lupus. (30%

kasus, 5% berhubungan dengan artritis rematoid, 7% berhubungan dengan herpes

zoster ophthalmicus atau herpes simplex dan 3% dengan gout atau atopy).

Page 9: Nia Refrat

Nodular episcleritis (20%) terlokalisasi pada satu area, membentuk nodul dengan

injeksi sekelilingnya.

D. ETIOLOGI

Radang pada episklera dan sklera mungkin disebabkan reaksi hipersensivitas terhadap penyakit sistemik, dapat juga karena adanya kelainan

jaringan ikat ataupun dapat terjadi secara spontan dan idiopatik.Pada banyak kasus, kelainan-kelainan skelritis murni diperantarai oleh proses

imunologi yakni terjadi reaksi tipe IV (hipersensitifitas tipe lambat) dan tipe III

(kompleks imun) dan disertai penyakit sistemik. Pada beberapa kasus, mungkin terjadi

invasi mikroba langsung, dan pada sejumlah kasus proses imunologisnya tampaknya

dicetuskan oleh proses-proses lokal, misalnya bedah katarak.

E. PATOFISIOLOGI

Mekanisme terjadinya episkleritis diduga disebabkan oleh proses autoimun. Proses

peradangan dapat disebabkan oleh kompleks imun yang mengakibatkan kerusakan

vaskular (hipersensitivitas tipe III) ataupun respon granulomatosa kronik

(hipersensitivitas tipe IV). Jaringan imun yang terbentuk dapat mengakibatkan kerusakan

sklera, yaitu deposisi kompleks imun di kapiler episklera, sklera dan venul post kapiler

Page 10: Nia Refrat

(peradangan mikroangiopati). Tidak seperti episkleritis, peradangan pada skleritis dapat

menyebar pada bagian anterior atau bagian posterior mata.

Degradasi enzim dari serat kolagen dan invasi dari sel-sel radang meliputi sel T dan

makrofag pada sklera memegang peranan penting terjadinya skleritis. Inflamasi dari

sklera bisa berkembang menjadi iskemia dan nekrosis yang akan menyebabkan penipisan

pada sklera dan perforasi dari bola mata. Inflamasi yang mempengaruhi sklera

berhubungan erat dengan penyakit imun sistemik dan penyakit kolagen pada vaskular.

Disregulasi pada penyakit auto imun secara umum merupakan faktor predisposisi dari

skleritis. Proses inflamasi bisa disebabkan oleh kompleks imun yang berhubungan

dengan kerusakan vaskular (reaksi hipersensitivitas tipe III dan respon kronik

granulomatous (reaksi hipersensitivitas tipe IV). Interaksi tersebut adalah bagian dari

sistem imun aktif dimana dapat menyebabkan kerusakan sklera akibat deposisi kompleks

imun pada pembuluh di episklera dan sklera yang menyebabkan perforasi kapiler dan

venula post kapiler dan respon imun sel perantara.

F. DIAGNOSIS

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan didukung oleh

berbagai pemeriksaan penunjang.

1. Skleritis

a. Anamnesis

Pada saat anamnesis perlu ditanyakan keluhan utama pasien, perjalanan

penyakit, riwayat penyakit dahulu termasuk riwayat infeksi, trauma ataupun

riwayat pembedahan juga perlu pemeriksaan dari semua sistem pada tubuh.

Gejala-gejala dapat meliputi rasa nyeri, mata berair, fotofobia, spasme, dan

penurunan ketajaman penglihatan. Tanda primernya adalah mata merah. Nyeri

adalah gejala yang paling sering dan merupakan indikator terjadinya inflamasi

yang aktif. Nyeri timbul dari stimulasi langsung dan peregangan ujung saraf

akibat adanya inflamasi. Karakteristik nyeri pada skleritis yaitu nyeri terasa berat,

nyeri tajam menyebar ke dahi, alis, rahang dan sinus, pasien terbangun sepanjang

malam, kambuh akibat sentuhan. Nyeri dapat hilang sementara dengan

penggunaan obat analgetik. Mata berair atau fotofobia pada skleritis tanpa disertai

sekret mukopurulen. Penurunan ketajaman penglihatan biasa disebabkan oleh

Page 11: Nia Refrat

perluasan dari skleritis ke struktur yang berdekatan yaitu dapat berkembang

menjadi keratitis, uveitis, glaucoma, katarak dan fundus yang abnormal.

Riwayat penyakit dahulu dan riwayat pada mata menjelaskan adanya

penyakit sistemik, trauma, obat-obatan atau prosedur pembedahan dapat

menyebabkan skleritis seperti :

Penyakit vaskular atau penyakit jaringan ikat

Penyakit infeksi

Penyakit miscellanous ( atopi,gout, trauma kimia, rosasea)

Trauma tumpul atau trauma tajam pada mata

Obat-obatan seperti pamidronate, alendronate, risedronate, zoledronic acid

dan ibandronate.

Post pembedahan pada mata

Riwayat penyakit dahulu seperti ulserasi gaster, diabetes, penyaki hati,

penyakit ginjal, hipertensi dimana mempengaruhi pengobatan selanjutnya.

Pengobatan yang sudah didapat dan pengobatan yang sedang berlangsung dan

responnya terhadap pengobatan.

b. Pemeriksaan Fisik

- Daylight

Sklera bisa terlihat merah kebiruan atau keunguan yang difus.

Setelah serangan yang berat dari inflamasi sklera, daerah penipisan sklera

dan translusen juga dapat muncul dan juga terlihat uvea yang gelap. Area

hitam, abu-abu dan coklat yang dikelilingi oleh inflamasi yang aktif yang

mengindikasikan adanya proses nekrotik. Jika jaringan nekrosis berlanjut,

area pada sklera bisa menjadi avaskular yang menghasilkan sekuester

putih di tengah yang dikelilingi lingkaran coklat kehitaman. Proses

pengelupasan bisa diganti secara bertahap dengan jaringan granulasi

meninggalkan uvea yang kosong atau lapisan tipis dari konjungtiva.

- Pemeriksaan Slit Lamp

Untuk menentukan adanya keterlibatan secara menyeluruh atau

segmental. Injeksi yang meluas merupakan ciri khas dari diffuse anterior

scleritis. Pemeriksaan kelopak mata untuk kemungkinan blefaritis atau

Page 12: Nia Refrat

konjungtivitis dapat dilakukan. Pada skleritis, terjadi bendungan yang

masif di jaringan dalam episklera dengan beberapa bendungan pada

jaringan superfisial episklera. Pada tepi anterior dan posterior cahaya slit

lamp bergeser ke depan karena episklera dan sklera edema. Pada skleritis

dengan pemakaian fenilefrin hanya terlihat jaringan superfisial episklera

yang pucat tanpa efek yang signifikan pada jaringan dalam episklera.

- Pemeriksaan Red-Free Light

Pemeriksaan ini dapat membantu menegakkan area yang mempunyai

kongesti vaskular yang maksimum, area dengan tampilan vaskular yang

baru dan juga area yang avaskular total. Selain itu perlu pemeriksaan

secara umum pada mata meliputi otot ekstra okular, kornea, uvea, lensa,

tekanan intraokular dan fundus.

- Pemeriksaan Visus

Visus normal atau menurun. Gangguan visus lebih jelas pada

skleritis posterior.

- Pada skleritis posterior dapat ditemukan tahanan gerakan mata, sensitivitas

pada palpasi dan proptosis. Pada pemeriksaan funduskopi ditemukan

papiledema, lipatan koroid dan perdarahan atau ablation retina.

c. Pemeriksaan Penunjang

Dilakukan untuk mencari etiologi dari skleritis. Pemeriksaan laboratorium

dan radiologi yang dapat dilakukan yaitu :

- Pemeriksaan darah lengkap dan laju endap darah

- Factor rheumatoid dalam serum

- Kadar asam urat serum

- Antibodi antinuclear serum (ANA)

- Serum antineutrophil cytoplasmic antibodies (ANCA)

- B-Scan Ultrasonography dapat membantu mendeteksi adanya skleritis

posterior.

2. Episkleritis

a. Anamnesis

Page 13: Nia Refrat

Pasien mengeluhkan rasa tidak nyaman (mild to moderate) yang

berlangsung akut, seringkali bersifat unilateral, walaupun ada yang melaporkan

tidak nyeri, kemerahan, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri saat ditekan, dan

lakrimasi. Pada tipe noduler gejala lebih hebat dan disertai perasaan ada yang

mengganjal. Tanda objektif dapat ditemukan kelopak mata bengkak, konjungtiva

bulbi kemosis disertai pelebaran pembuluh darah episklera dan konjungtiva.

b. Pemeriksaan Fisik

Ditandai dengan adanya hiperemia lokal sehingga bola mata tampak

berwarna merah muda atau keunguan. Juga terdapat infiltrasi, kongesti, dan edem

episklera, konjungtiva diatasnya dan kapsula tenon di bawahnya.

- Episkleritis Sederhana

Gambaran yang paling sering ditandai dengan kemerahan sektoral dan gambaran

yang lebih jarang adalah kemerahan difus. Jenis ini biasanya sembuh spontan

dalam 1-2 minggu.

- Episkleritis Noduler

Ditandai dengan adanya kemerahan yang terlokalisir, dengan nodul kongestif dan

biasanya sembuh dalam waktu yang lebih lama. Pemeriksaan dengan Slit Lamp

yang tidak menunjukkan peningkatan. Permukaan sklera anterior

mengindikasikan bahwa sklera tidak membengkak. Pada kasus rekuren, lamela

sklera superfisial dapat membentuk garis yang paralel sehinggga menyebabkan

sklera tampak lebih translusen. Gambaran seperti ini jangan disalah diagnosa

dengan penipisan sklera.

Pada kasus yang jarang pemeriksaan pada kornea menunjukkan adanya

dellen formation yaitu adanya infiltrat kornea bagian perifer. Pemeriksaan fisik

lainnya adalah adanya uveitis bagian anterior yang didapatkan pada 10 %

penderita. Pemeriksaan visus pada penderita episkleritis tidak menunjukkan

penurunan.

c. Pemeriksaan Penunjang

Pada kebanyakan pasien dengan episkleritis yang “self limited”

pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan. Pada beberapa pasien dengan

episkleritis noduler atau pada kasus yang berat, rekuren, dan episkleritis sederhana

Page 14: Nia Refrat

yang persisten atau rekuren, diperlukan hitung jenis sel darah (diff count),

kecepatan sedimentasi eritrosit (ESR), pemeriksaan asam urat serum, foto thoraks,

pemeriksaan antibodi antinuklea, rheumatoid factor, tes VDRL (Venereal Disease

Research Laborator)) dan tes FTA-ABS (Fluorescent Treponemal Antibody

Absorption).

G. DIAGNOSIS BANDING

1. Skleritis

- Konjunctivitis alergika

- Episkleritis

- Gout

- Herpes zoster

- Rosasea okular

- Karsinoma sel skuamosa pada konjunctiva

- Karsinoma sel skuamosa pada palpebra

- Uveitis anterior nongranulomatosa

2. Episkleritis

- Konjungtivitis

Disingkirkan dengan sifat episkleritis yang lokal dan tidak adanya keterlibatan

konjungtiva palpebra. Pada konjungtivitis ditandai dengan adanya sekret dan tampak

adanya folikel atau papil pada konjungtiva tarsal inferior.

- Skleritis

Dalam hal ini misalnya noduler episklerits dengan sklerits noduler. Untuk mendeteksi

keterlibatan sklera dalam dan membedakannya dengan episkleritis, konjungtivitis,

Konjungtivitis

Page 15: Nia Refrat

dan injeksi siliar, pemeriksaan dilakukan di bawah sinar matahari (jangan

pencahayaan artifisial) disertai penetesan epinefrin 1:1000 atau fenilefrin 10% yang

menimbulkan konstriksi pleksus vaskular episklera superfisial dan konjungtiva.

- Iritis

Pada iritis ditemukan adanya sel dan ”flare” pada kamera okuli anterior.

- Keratokonjungtivitis limbic superior.

H. PENATALAKSANAAN

1. Skleritis

Terapi skleritis disesuaikan dengan penyebabnya. Terapi awal skleritis adalah

obat anti inflamasi non-steroid sistemik. Obat pilihan adalah indometasin 100 mg

perhari atau ibuprofen 300 mg perhari. Pada sebagian besar kasus, nyeri cepat mereda

diikuti oleh pengurangan peradangan. Apabila tidak timbul respon dalam 1-2 minggu

atau segera setelah tampak penyumbatan vaskular harus segera dimulai terapi steroid

sistemik dosis tinggi. Steroid ini biasanya diberikan peroral yaitu prednison 80 mg

perhari yang ditirunkan dengan cepat dalam 2 minggu sampai dosis pemeliharaan

sekitar 10 mg perhari. Kadangkala, penyakit yang berat mengharuskan terapi

intravena berdenyut dengan metil prednisolon 1 g setiap minggu.

Obat-obat imunosupresif lain juga dapat digunakan. Siklofosfamid sangat

bermanfaat apabila terdapat banyak kompleks imun dalam darah. Tetapi steroid

topikal saja tidak bermanfaat tetapi dapat dapat menjadi terapi tambahan untuk terapi

sistemik. Apabila dapat diidentifikasi adanya infeksi, harus diberikan terapi spesifik.

Peran terapi steroid sistemik kemudian akan ditentukan oleh sifat proses penyakitnya,

Uveitis

Page 16: Nia Refrat

yakni apakah penyakitnya merupakan suatu respon hipersensitif atau efek dari invasi

langsung mikroba.

Tindakan bedah jarang dilakukan kecuali untuk memperbaiki perforasi sklera

atau kornea. Tindakan ini kemungkinan besar diperlukan apabila terjadi kerusakan

hebat akibat invasi langsung mikroba, atau pada granulomatosis Wegener atau

poliarteritis nodosa yang disertai penyulit perforasi kornea. Penipisan sklera pada

skleritis yang semata-mata akibat peradangan jarang menimbulkan perforasi kecuali

apabila juga terdapat glaukoma atau terjadi trauma langsung terutama pada usaha

mengambil sediaan biopsi. Tandur sklera pernah digunakan sebagai tindakan

profilaktik dalam terapi skleritis, tetapi tandur semacam itu tidak jarang mencair

kecuali apabila juga disertai pemberian kemoterapi.

Skleromalasia perforans tidak terpengaruh oleh terapi kecuali apabila terapi

diberikan pada stadium paling dini penyakit. Karena pada stadium ini jarang timbul

gejala, sebagian besar kasus tidak diobati sampai timbul penyulit.

2. Episkleritis

Episkleritis adalah penyakit self-limiting menyebabkan kerusakan yang sedikit

permanen atau sembuh total pada mata. Biasanya dalam waktu 4-5 minggu penyakit

ini akan menghilang dengan sendirinya. Oleh karena itu, sebagian besar pasien

dengan episkleritis tidak akan memerlukan pengobatan apapun. Namun, beberapa

pasien dengan gejala ringan menuntut pengobatan.

- Terapi pada mata

Episkleritis simple sering membutuhkan pengobatan. Air mata buatan

berguna untuk pasien dengan gejala ringan sampai sedang. Selain itu dapat juga

diberikan vasokonstriktor. Pasien dengan gejala lebih parah atau berkepanjangan

mungkin memerlukan air mata buatan (misalnya hypromellose) dan atau

kortikosteroid topikal.

Episkleritis nodular lebih lama sembuh dan mungkin memerlukan obat

tetes kortikosteroid lokal atau agen anti-inflamasi. Topikal oftalmik prednisolon

0,5%, deksametason 0,1%, atau 0,1% betametason harian dapat digunakan.

Steroid Topikal mungkin cukup berguna, akan tetapi penggunaannya dapat

menyebabkan rekurensi. Oleh karena itu dianjurkan untuk memberikannya dalam

Page 17: Nia Refrat

periode waktu yang pendek. Terapi topikal dengan Deksametason 0,1 %

meredakan peradangan dalam 3-4 hari. Kortikosteroid lebih efektif untuk

episkleritis sederhana daripada daripada episkleritis noduler.

- Terapi sistemik

Jika episkleritis nodular yang tidak responsif terhadap terapi topikal,

sistemik agen antiinflamasi mungkin berguna seperti Oral Non Steroid Anti-

Inflammatory Drugs (NSAIDs). Obat yang termasuk golongan ini adalah

Flurbiprofen 300 mg sehari, yang diturunkan menjadi 150 mg sehari setelah gejala

terkontrol, atau Indometasin 25mg tiga kali sehari. Obat ini mungkin bermanfaat

untuk kedua bentuk episkleritis, terutama pada kasus rekuren. Pemberian aspirin

325 sampai 650 mg per oral 3-4 kali sehari disertai dengan makanan atau antasid.

Untuk aktivitas sehari-hari, sun glasses berguna untuk pasien dengan

sensitivitas terhadap cahaya. Episkleritis memiliki hubungan yang paling signifikan

dengan hiperurisemia (Gout), oleh karena itu Gout harus diterapi secara spesifik.

Pasien yang diberi pengobatan dengan air mata artifisial tidak perlu diperiksa kembali

episkleritisnya dalam beberapa minggu, kecuali bila gejala tidak membaik atau malah

makin memburuk. Pasien yang diberi steroid topikal harus diperiksa setiap

mingggunya (termasuk pemeriksaan tekanan intraokular) sampai gejala-gejalanya

hilang. Kemudian frekuensi pemberian steroid topikal ditappering off. Kepada pasien

harus dijelaskan bahwa episkleritis dapat berulang pada mata yang sama atau pada

mata sebelahnya.

I. KOMPLIKASI

Penyulit skleritis adalah keratitis, uveitis, glaukoma, granuloma subretina, ablasio

retina eksudatif, proptosis, katarak, dan hipermetropia. Keratitis bermanifestasi sebagai

pembentukan alur perifer, vaskularisasi perifer, atau vaskularisasi dalam dengan atau

tanpa pengaruh kornea. Uveitis adalah tanda buruk karena sering tidak berespon terhadap

terapi. Kelainan ini sering disertai oleh penurunan penglihatan akibat edema makula.

Dapat terjadi glaukoma sudut terbuka dan tertutup. Juga dapat terjadi glaukoma akibat

steroid. Skleritis biasanya disertai dengan peradangan di daerah sekitarnya seperti uveitis

atau keratitis sklerotikan.

Page 18: Nia Refrat

Pada skleritis akibat terjadinya nekrosis sklera atau skleromalasia maka dapat

terjadi perforasi pada sklera. Penyulit pada kornea dapat dalam bentuk keratitis

sklerotikan, dimana terjadi kekeruhan kornea akibat peradangan sklera terdekat. Bentuk

keratitis sklerotikan adalah segitiga yang terletak dekat skleritis yang sedang meradang.

Hal ini terjadi akibat gangguan susunan serat kolagen stroma. Pada keadaan ini tidak

pernah terjadi neovaskularisasi ke dalam stroma kornea. Proses penyembuhan kornea

yaitu berupa menjadi jernihnya kornea yang dimulai dari bagian sentral. Sering bagian

sentral kornea tidak terlihat pada keratitis sklerotikan.

Sebuah komplikasi episkleritis yang mungkin terjadi adalah iritis. Sekitar satu dari

10 orang dengan episkleritis akan berkembang ke arah iritis ringan. Selain iritis, bila

peradangan lebih dalam pada sklera dapat menimbulkan skleritis.

J. PROGNOSIS

Prognosis skleritis tergantung pada penyakit penyebabnya. Skleritis pada

spondiloartropati atau pada SLE biasanya relatif jinak dan sembuh sendiri dimana

termasuk tipe skleritis difus atau skleritis nodular tanpa komplikasi pada mata. Skleritis

pada penyakit Wagener adalah penyakit berat yang dapat menyebabkan buta permanen

dimana termasuk tipe skleritis nekrotik dengan komplikasi pada mata. Skleritis pada

rematoid artritis atau polikondritis adalah tipe skleritis difus, nodular atau nekrotik

dengan atau tanpa komplikasi pada mata. Skleritis pada penyakit sistemik selalu lebih

jinak daripada skleritis dengan penyakit infeksi atau autoimun. Pada kasus skleritis

idiopatik dapat ringan, durasi yang pendek, dan lebih respon terhadap tetes mata steroid.

Skleritis tipe nekrotik merupakan tipe yang paling destruktif dan skleritis dengan

penipisan sklera yang luas atau yang telah mengalami perforasi mempunyai prognosis

yang lebih buruk daripada tipe skleritis yang lain.

Prognosis episkleritis umunya baik, dapat sembuh sempurna tetapi dapat bersifat

residif yang dapat menyerang tempat yang sama ataupun berbeda-beda dengan lama sakit

umunya 4-5 minggu. Umumnya kelainan ini sembuh sendiri dalam 1-2 minggu. Namun

kekambuhan dapat terjadi selama bertahun-tahun. Pada kebanyakan kasus perjalanan

penyakit dipersingkat dengan pengobatan yang baik.

Page 19: Nia Refrat

BAB III

KESIMPULAN

Skleritis didefinisikan sebagai gangguan granulomatosa kronik yang ditandai oleh

destruksi kolagen, sebukan sel dan kelainan vaskular yang mengisyaratkan adanya vaskulitis.

Skleritis disebabkan oleh berbagai macam penyakit baik penyakit autoimun ataupun penyakit

sistemik, infeksi, trauma dan idiopatik. Skleritis dapat diklasifikasikan menjadi skleritis anterior

dan skleritis posterior. Gejala-gejala pada skleritis dapat meliputi rasa nyeri, mata berair,

fotofobia, spasme, dan penurunan ketajaman penglihatan. Terapi skleritis meliputi terapi

medikamentosa dan pembedahan. Komplikasi berupa keratitis, uveitis, glaukoma, granuloma

subretina, ablasio retina eksudatif, proptosis, katarak, dan hipermetropia. Prognosis skleritis

tergantung pada penyakit penyebabnya.

Episkleritis adalah suatu peradangan pada episklera. Sklera terdiri dari serat-serat

jaringan ikat yang membentuk dinding putih mata yang kuat. Sklera dibungkus oleh episklera

yang merupakan jaringan tipis yang banyak mengandung pembuluh darah untuk memberi makan

sklera. Di bagian depan mata, episklera terbungkus oleh konjungtiva. Kelainan ini idiopatik pada

sebagian besar kasus, namun dalam kasus tertentu mungkin ada hubungan dengan beberapa

penyakit sistemik yang mendasari seperti rheumatoid arthritis, poliarteritis nodosa, lupus

eritematosus sistemik, penyakit radang usus, sarkoidosis, granulomatosis Wegener, asam urat,

herpes zoster atau sifilis. Prognosis akhirnya baik karena biasanya akan sembuh dengan

sendirinya dalam 1-2 minggu, dan tidak akan mempengaruhi visus

Page 20: Nia Refrat

DAFTAR PUSTAKA

Bolumleri. Sklera. http://www.eyestar.com.tr/htm/sklera.htm [diakses 3 Juni 2014]

Gaeta, TJ. Scleritis. http://www.emedicine.com [diakses 1 Juni 2014]

Galor A, Thorne J. Scleritis and Peripheral Ulcerative Keratitis.http://www.pubmed.com [diakses 2 Juni 2014]

Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2008.118-20

Ilyas, S. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2009.89-92

Maza, MS. Scleritis. http://www.emedicine. com [diakses 2 Juni 2014]

Roy Sr H , episkleritis, http://emedicine.medscape.com [diakses 3 Juni 2014]

Subramanian M. Eye. http://www.medlineplus.com [diakses 3 Juni 2014]

Watson PG, Hayreh SS. Scleritis dan episkleritis. Br J Ophthalmol. 1976; 60:163-91 [diakses 1

Juni 2014]