.Ni '--.,MIH

26
G N .,. ... ,vII-NT MEMBERIKAN " . " KEPADA .Ni .'Uu I '--.,MI"H .. Utama, SH.,M.Hum 199003 1 005 MENGETAHUl DENPASAR, 6 OKTOBER 2018 DEKAN .FAKULTAS HUKUM UNUD KEJUA, 1 Dr. I pewa Made Suartha, SR., MH. NIP. 19571212 198601 1001

Transcript of .Ni '--.,MIH

Page 1: .Ni '--.,MIH

GN.,.... ,vII-NT

MEMBERIKAN" . "

KEPADA

.Ni .'Uu

I

'--.,MI"H

.. Utama, SH.,M.Hum

199003 1 005

MENGETAHUl DENPASAR, 6 OKTOBER 2018

DEKAN .FAKULTAS HUKUM UNUD KEJUA,

1 Dr. I pewa Made Suartha, SR., MH.

NIP. 19571212 198601 1001

Page 2: .Ni '--.,MIH

Nomor : 1O/XVI-PBH/2018

Lampiran : 1 gabung

Perihal : Undangan Sebagai Pembicara Kegiatan PBH Reguler Sore

Kepada:

Yth. Ibu Dr. Nengah Adiyaryani, SH, MH-I

Sehubungan akan diadakan kegiatan Pengenalan Bahan Hukum (PBH), maka kaml dari

Panitia Pengenalan Bahan Hukum (PBH) Fakultas Hukum Universitas Udayana mengharapkan

~t::~t::';;Qan ILu sebagai lJembicara daia,l"o acara PBH RegLle; ~~UI'e, yang akan i.list:rcllggcirakdl1 pada :

Harijtanggal : Sabtu, 06 Oktober 2018

Waktu : 12.30 Wita

Tempat : Aula FH. UNUD.

Demikian undangan ini kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya kami haturkan

banyak terimakasih.

Denpasar, 03 Oktober 2018

(Dr. I Dewa Made Suartha, SH, MH) NIP. 195712121986011001

Page 3: .Ni '--.,MIH

PENGENALAN BAHAN HUKUM (PBH)

MAHASISWA BARU 2018

STUDI PENDEKATAN KASUS

PENYELESAIAN KASUS PIDANA DALAM PRAKTEK PERADILAN

PIDANA INDONESIA

OLEH:

Dr. Ni Nengah Adiyaryani, S.H.,M.H.

(Dosen Bagian Hukum Acara)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2018

Page 4: .Ni '--.,MIH

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN…………………………………………………….1

1.1. Latar Belakang……………………………………………………1

1.2. Rumusan Masalah………………………………………………...6

1.3. Tujuan Pemaparan………………………………………………..6

1.3.1. Tujuan Umum………………………………………....6

1.3.2. Tujuan Khusus………………………………………...7

II. PEMBAHASAN………………………………………………………………7

2.1. Arti Penting Studi Pendekatan Kasus……………………………………7

2.2. Pelaku Kekuasaan Kehakiman Berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 48 Tahun

2009…………………………………………………………………….11

2.2. Tata Cara Penyelesaian Kasus Pidana Dalam Praktek Peradilan Pidana

Indonesia………………………………………………………………14

III. PENUTUP………………………………………………………………….18

4.1. Kesimpulan……………………………………………………………18

4.2. Saran………………………………………………………………….19

DAFTAR PUSTAKA

Page 5: .Ni '--.,MIH

1

STUDI PENDEKATAN KASUS, PENYELESAIAN KASUS PIDANA

DALAM PRAKTEK PERADILAN PIDANA INDONESIA

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Studi pendekatan kasus merupakan salah satu materi yang harus diketahui

dan dipahami oleh seluruh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana, baik

mahasiswa angkatan terdahulu terlebih bagi mahasiswa baru.

Materi pendekatan kasus harus disampaikan dihadapan mahasiswa baru,

yakni agar mahasiswa mendapatkan pemahaman awal terkait dengan jenis atau

ragam kasus hukum yang terjadi dalam kehidupan masyarakat maupun tata cara

penyelesaian terhadap kasus-kasus hukum tersebut.

Pendekatan kasus merupakan salah satu jenis pendekatan yang dikenal

dalam ilmu metodologi penelitian yang dapat dipergunakan oleh mahasiswa

dalam merampungkan penelitian yang dilakukan baik jenis penelitian hukum

normatif maupun penelitian hukum empiris.

Pendekatan kasus dalam relevansinya dengan penelitian hukum normatif

mempunyai kedudukan sebagai bahan penunjang penelitian tersebut sedangkan

untuk penelitian hukum empiris, pendekatan kasus merupakan pendekatan yang

sebaiknya harus diterapkan oleh mahasiswa sebagai peneliti agar menemukan

sesuatu yang utuh dari objek yang diteliti.

Terkait dengan studi pendekatan kasus, agar mahasiswa mampu

menganalisis suatu kasus yang menjadi objek kajian penelitian, idealnya

Page 6: .Ni '--.,MIH

2

mahasiswa harus memahami ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku, baik

ketentuan-ketentuan hukum materiil maupun formil sehingga nantinya mahasiswa

diharapkan mampu menyelesaikan berbagai problem yuridis atau legal problem

baik yang termasuk dalam ranah hukum privat maupun hukum publik.

Sebelum lebih jauh mengupas mengenai studi pendekatan kasus, penting

diketahui mengenai arti hukum itu sendiri agar dapat dipahami terjadinya suatu

kasus yang merupakan pelanggaran terhadap esensi hukum tersebut.

Menurut Lukman Santoso Az dan Yahyanto, bahwa, “Hukum sulit untuk

didefinisikan dengan tepat dan seragam dikarenakan sifatnya yang abstrak.”1

Lebih lanjut dikatakan, “Cakupan dari hukum sangat luas meliputi

berbagai aspek kehidupan sehingga para ahli memberi definisi yang beragam

tentang hukum.”2

Dikaji dari asal-usul kata, “Hukum dalam bahasa Inggris berasal dari

kata,” Law, Belanda, “Recht”, Jerman, “Recht”, Italia, “Drito”, Perancis, “Droit”,

bermakna “aturan.”3

Berikut pengertian hukum menurut kalangan beberapa ahli hukum,

diantaranya:

a. Grotius, “Hukum adalah peraturan tentang perbuatan moral yang

menjamin keadilan.

b. Imanuel Kant, Hukum adalah keseluruhan syarat yang dengan ini

kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan

kehendak bebas dari orang lain, menuruti hukum tentang

kemerdekaan.

1 Lukman Santoso, Az dan Yahyanto, Pengantar Ilmu Hukum, Sejarah, Pengertian, Konsep

Hukum dan Penafsiran Hukum, Malang: Setara Press, 2016, h.13. 2 Ibid.

3 Ibid.

Page 7: .Ni '--.,MIH

3

c. E. Utrecht, Hukum adalah himpunan peraturan (perintah dan larangan)

yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan harus ditaati oleh

masyarakat itu.

d. Leon Duguit, Hukum adalah aturan tingkah laku para anggota

masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu

diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan

bersama dan jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap

orang yang melakukan pelanggaran itu.

e. Bellefroid, mengatakan bahwa, Hukum adalah peraturan yang berlaku

di suatu masyarakat mengatur tata tertib masyarakat dan didasarkan

atas kekuasaan yang ada pada masyarakat tersebut.

f. Van Apeldoorn, Hukum itu banyak seginya dan demikian luasnya

sehingga tidak mungkin menyatakannya dalam (satu) rumusan yang

memuaskan.

g. Karl von Savigny, Hukum adalah aturan yang terbentuk melalui

kebiasaan dan perasaan kerakyatan, yaitu melalui pengoperasian

kekuasaan secara diam-diam. Hukum berakar pada sejarah manusia,

dimana akarnya dihidupkan oleh kesadaran, keyakinan dan kebiasaan

warga masyarakat.

h. Achmad Ali, Hukum adalah seperangkat asas-asas hukum, norma-

norma hukum dan aturan-aturan hukum, yang mengatur dan

menentukan mana tindakan yang dilarang dan mana yang boleh

dilakukan, dan apabila dilanggar maka ada sanksi yang bersifat

eksternal.”4

Mencermati pendapat ahli-ahli hukum tersebut dapat dipahami bahwa

hukum merupakan seperangkat aturan yang dipergunakan sebagai pedoman

berbuat, bertingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara sehingga diharapkan antara orang yang satu dengan orang yang lainnya

saling menghargai, tidak melanggar hak-hak yang dimiliki pihak lain, mematuhi

aturan-aturan bermasyarakat dan bernegara demi terciptanya keteraturan hidup,

keharmonisan, ketenteraman, kedamaian kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Terhadap pelanggar aturan-aturan tersebut dikenakan suatu sanksi yang telah

dirumuskan dalam ketentuan-ketentuan hukum materiil. Bagaimana prosedur

4 Ibid., h. 14-15.

Page 8: .Ni '--.,MIH

4

penerapan sanksi tersebut diformulasikan dalam ketentuan-ketentuan hukum

formil.

Dari beragam makna hukum tersebut, Munir Fuady menjelaskan

klasifikasi hukum, sebagai berikut:

“Dalam pandangan para pembuat undang-undang,hukum diartikan sebagai

ketentuan yang mengatur tentang sikap yang pantas yang merupakan

perintah tentang apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan, termasuk

ancaman dan hukuman bagi yang mereka yang melanggarnya,Pandangan

yang sangat banyak dianut oleh para ahli hukum ini telah mengartikan

hukum dalam arti yang sangat lazim, yaitu sebagai ketentuan-ketentuan

tertulis yang mengatur tingkah laku manusia.”5

Lebih lanjut dijelaskan, “Akan tetapi dalam pandangan seorang Hakim,

hukum dipandang sebagai suatu ketentuan yang mengatur bagaimana suatu

persoalan hukum diselesaikan.”6

Apa yang dimaksud dengan hukum materiil dan hukum formil. Sebelum

lebih jauh mengupas mengenai pengertian hukum materiil dan hukum formil akan

diulas secara ringkas mengenai pembagian hukum, yakni pembagian hukum yang

sangat erat kaitannya dengan studi pendekatan kasus, yaitu berupa pembagian

hukum berdasarkan isi hukum dan berdasarkan cara mempertahankannya.

Berdasarkan isinya, dikenal ada hukum privat (hukum sipil) dan hukum

publik (hukum negara).

Mengenai hukum privat dapat dipahami dari uraian berikut:

“ Hukum privat (hukum sipil), adalah, “Kumpulan hukum yang mengatur

hubungan-hubungan antar orang dengan menitik beratkan kepada

kepentingan perseorangan. Hukum privat juga disebut hukum sipil atau

perdata. Contoh: KUH Perdata dan KUH Dagang. Dalam arti sempit

sumber pokok hukum perdata adalah Burgerlijk Wetboek (BW). Namun

5 Munir Fuady, Dinamika Teori Hukum, Bogor: Ghalia Indonesia, 2007, h. 37.

6 Ibid.

Page 9: .Ni '--.,MIH

5

dalam arti luas hukum privat (perdata) mencakup juga Hukum Dagang

dan Hukum Adat. Contoh: Hukum perorangan, hukum keluarga, hukum

kekayaan, hukum waris, hukum dagang, dan lain-lain.”7

Selanjutnya pengertian hukum publik, yaitu:

Hukum publik adalah, “Kumpulan hukum yang mengatur hubungan-

hubungan antara negara dengan alat perlengkapannya atau antara negara

dengan perorangan. Hukum publik bertujuan untuk melindungi

kepentingan umum. Hukum publik juga disebut hukum negara. Contoh:

Hukum tata negara, hukum acara, hukum pidana.”8

Uraian sebelumnya memberikan pencerahan bahwa yang membedakan

antara hukum privat dan hukum publik adalah subjek atau pihak-pihak yang

melakukan tindakan hukum tersebut serta objek yang menjadi tujuan atau sasaran

yang hendak dicapai.

Pembagian hukum berikutnya, yaitu pembagian hukum berdasarkan cara

mempertahankannya, yakni berupa hukum materiil dan hukum formil.

Hukum materiil, adalah, “Hukum yang memuat peraturan-peraturan yang

mengatur kepentingan-kepentingan dan hubungan-hubungan yang berwujud

perintah-perintah dan larangan-larangan. Contoh: hukum pidana, hukum perdata

dan hukum dagang.”9

Pengertian Hukum formil, dapat dipahami dari uraian berikut:

“Hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur cara-cara

melaksanakan dan mempertahankan hukum materiil atau suatu peraturan

yang mengatur cara mengajukan suatu perkara ke muka pengadilan dan

bagaimana caranya hakim memberi putusan. Hukum formil disebut hukum

acara. Contoh: hukum acara pidana dan hukum acara perdata.”10

7 Lukman Santoso, Az dan Yahyanto, Op, Cit. , h. 13.

8 Ibid.

9 Ibid., h. 10.

10 Ibid., h. 11.

Page 10: .Ni '--.,MIH

6

Menelaah esensi hukum materiil dan hukum formil, bahwa hukum formil

memiliki hubungan yang erat dengan hukum materiil. Hukum formil memuat

mekanisme atau prosedur atau tata cara dalam menggerakkan hukum materiil.

Hukum materiil tidak akan berarti apa-apa tanpa adanya hukum formil. Begitu

pula sebaliknya, hukum formil tidak akan ada tanpa adanya hukum materiil.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang terdapat beberapa isu yuridis yang

perlu mendapat kajian, yakni:

1. Apa arti penting studi pendekatan kasus bagi mahasiswa?

2. Bagaimana mekanisme penyelesaian kasus pidana yang merupakan

kompetensi absolut peradilan umum dalam praktek peradilan Pidana

Indonesia?

1.3. Tujuan Pemaparan

Penyampaian materi “Studi Pendekatan Kasus, mempunyai beberapa

tujuan, yakni tujuan umum dan tujuan khusus.

1.3.1. Tujuan Umum

Adapun tujuan secara umum yang ingin dicapai melalui pemaparan materi

“Studi Pendekatan Kasus, yaitu:

1. Untuk memberikan pemahaman awal kepada mahasiswa baru tentang

esensi materi studi pendekatan kasus.

2. Untuk memberikan ilmu kepada mahasiswa baru, khususnya ilmu-ilmu

yang erat kaitannya dengan pengkajian, penyelesaian suatu kasus baik

Page 11: .Ni '--.,MIH

7

kasus-kasus yang termasuk dalam ranah hukum privat maupun hukum

publik.

3. Untuk menambah wawasan mahasiswa baru, membuka cakrawala

mahasiswa baru sehingga nantinya dapat mengkaji, menganalisis,

menemukan solusi, menyelesaikan kasus-kasus hukum yang terjadi, yang

dihadapi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

1.3.2. Tujuan Khusus

Selain tujuan umum yang telah diuraikan sebelumnya, pemaparan materi

“Studi Pendekatan Kasus”, secara khusus memiliki tujuan:

1. Untuk memberikan pemahaman mengenai arti penting “Studi Pendekatan

Kasus” bagi mahasiswa baru Fakultas Hukum, Universitas Udayana,

Denpasar.

2. Untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa baru mengenai

mekanisme penyelesaian kasus pidana yang merupakan kewenangan

peradilan umum dalam praktek peradilan pidana Indonesia.

II. PEMBAHASAN

2.1. Arti Penting Studi Pendekatan Kasus

“Studi Pendekatan Kasus” merupakan salah satu materi yang disampaikan

dalam “Acara Pengenalan Bahan Hukum (PBH)” mahasiswa baru (Angkatan

Tahun 2018), Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Studi pendekatan kasus merupakan salah satu materi yang dipilih oleh

lembaga, yakni Fakultas Hukum, Universitas Udayana, Denpasar untuk

Page 12: .Ni '--.,MIH

8

disampaikan, dikupas, dikaji, dianalisis di depan mahasiswa baru, mahasiswa

Fakultas Hukum, Universitas Udayana, Denpasar.

Seperti apakah esensi studi pendekatan kasus tersebut. Sedemikian urgent

kah esensi tersebut bagi mahasiswa baru. Atau dengan kata lain, apa arti penting

studi pendekatan kasus bagi mahasiswa yang akan menempuh perkuliahan di

fakultas hukum, Universitas Udayana.

Pendekatan kasus dalam relevansinya dengan mata kuliah di Fakultas

Hukum, merupakan materi yang diakomodir dalam mata kuliah Metodologi

Penelitian. Dalam mata kuliah ini mahasiswa dibimbing untuk memahami,

mengerti kriteria-kriteria ilmiah yang harus diikuti, dilakukan, ditaati oleh

mahasiswa dalam penyusunan suatu karya tulis ilmiah, agar memenuhi kriteria

ilmiah dan nantinya karya tulis tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara

ilmiah pula.

Salah satu dari sekian rambu-rambu ilmiah terkait penulisan karya tulis

ilmiah yang dikemas dalam metodologi penelitian, yaitu berupa “Jenis

Pendekatan”. Dalam metodologi penelitian dikenal ada beberapa jenis

pendekatan,yakni: Pendekatan perundang-undangan (statute approach),

pendekatan historis (historical approach), pendekatan perbandingan (comparative

approach), pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan kasus

(case approach).

Beragam jenis pendekatan tersebut merupakan kualifikasi pendekatan

yang dapat dipilih oleh mahasiswa sebagai peneliti atau peneliti dari kalangan

umum yang melakukan penelitian dalam ranah ilmu hukum.

Page 13: .Ni '--.,MIH

9

Peranan pendekatan tersebut dalam relevansinya dengan penelitian hukum,

menurut Peter Mahmud Marzuki, yaitu,”Dengan pendekatan tersebut, peneliti

akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang

dicoba untuk dicari jawabannya.”11

Fokus kajian dari beragam jenis pendekatan yang ada, yakni terfokus pada

studi mengenai “ Pendekatan Kasus”.

Apa dan bagaimana yang dimaksud dengan pendekatan kasus. Berikut

pendapat ahli hukum yang memberikan uraian secara detail mengenai pendekatan

kasus tersebut sehingga mudah-mudahan dapat membuka cakrawala, menambah

wawasan yang nantinya dapat dipergunakan sebagai panduan dalam membedah,

mengkaji, menganalisis, menyelesaikan kasus-kasus hukum yang ada, hal tersebut

dapat dicermati dari penjelasan berikut:

“ Pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap

kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi

putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Kasus itu dapat berupa kasus yang terjadi di Indonesia maupun di negara

lain. Yang menjadi kajian pokok di dalam pendekatan kasus adalah ratio

decidendi atau reasoning, yaitu pertimbangan pengadilan untuk sampai

kepada suatu putusan. Baik untuk keperluan praktik maupun untuk

kajian akademis, ratio decidendi atau reasoning tersebut merupakan

referensi bagi penyusunan argumentasi dalam pemecahan isu hukum.”12

Lebih lanjut Peter Mahmud Marzuki, memberikan pemahaman:

“ Pendekatan kasus tidak sama dengan studi kasus (case study).Di dalam

pendekatan kasus (case approach), beberapa kasus ditelaah untuk

referensi bagi suatu isu hukum. Studi kasus (case study) merupakan

suatu studi terhadap kasus tertentu dari berbagai aspek hukum, misalnya

kasus Akbar Tanjung yang telah diputus oleh Mahkamah Agung pada 12

11

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005, h.

93. 12

Ibid., h. 94.

Page 14: .Ni '--.,MIH

10

Februari 2004 dilihat dari sudut Hukum Pidana, Hukum Administrasi

dan Hukum Tata Negara.”13

Uraian berikut diharapkan dapat membantu untuk lebih mengerti,

memahami mengenai hakekat dari pendekatan kasus (case approach):

“ Dalam menggunakan pendekatan kasus, yang perlu dipahami oleh

peneliti adalah ratio decidendi, yaitu alasan-alasan hukum yang

digunakan oleh hakim untuk sampai kepada putusannya. Menurut

Goodheart, ratio decidendi dapat ditemukan dengan memerhatikan fakta

materiil. Fakta-fakta tersebut berupa orang, tempat, waktu dan segala

yang menyertainya asalkan tidak terbukti sebaliknya. Perlunya fakta

materiil tersebut diperhatikan karena baik hakim maupun para pihak

akan mencari aturan hukum yang tepat untuk dapat diterapkan kepada

fakta tersebut. Ratio decidendi inilah yang menunjukkan bahwa ilmu

hukum merupakan ilmu yang bersifat preskriptif, bukan deskriptif.

Sedangkan dictum, yaitu putusannya merupakan sesuatu yang bersifat

deskriptif. Oleh karena itulah pendekatan kasus bukanlah merujuk

kepada dictum putusan pengadilan, melainkan merujuk kepada ratio

decidendi.”14

Selanjutnya mengenai fungsi pendekatan kasus, dijelaskan:

”Bahwa kegunaan pendekatan kasus bukan saja karena ratio decidendi-

nya adalah penafsiran atau penghalusan hukum, melainkan juga dalam hal

undang-undang tidak mengaturnya. Sebagai contoh konkret dapat

dikemukakan di Indonesia, dengan Putusan Mahkamah Agung tertanggal

23 Oktober 1957, telah berkembang yurisprudensi di dalam Hukum Adat

bahwa seorang janda berhak atas warisan dari harta suaminya beserta

anak-anaknya. Di dalam konsiderans, “Menimbang”, dikemukakan alas

an-alasan pengadilan untuk menetapkan janda berhak atas warisan dari

harta suaminya bersama anak-anaknya. Putusan tersebut kemudian diikuti

oleh Putusan Mahkamah Agung RI No. 3190.K/Pdt/1985, tanggal 13

Maret 1987 yang menetapkan bahwa janda adalah ahli waris dari

almarhum suaminya yang kedudukannya sama dengan anaknya. Dengan

mengacu kepada ratio decidendi Putusan Mahkamah Agung RI No.

3190.K/Pdt/1985, tanggal 13 Maret 1987, selanjutnya Mahkamah Agung

RI berdasarkan putusannya No. 1839 K/Pdt/1995 tertanggal 4 Juni 1998

menetapkan bahwa seorang janda yang dalam perkawinan dengan

suaminya tidak mempunyai anak, merupakan ahli waris dari harta

suaminya bersama-sama dengan saudara kandung suaminya.”15

13

Ibid. 14

Ibid., h. 119. 15

Ibid., h. 124-125.

Page 15: .Ni '--.,MIH

11

Betapa pentingnya pemahaman, penguasaan, pendalaman terhadap

keberadaan studi pendekatan kasus tersebut baik bagi mahasiswa baru sebagai

calon peneliti, mahasiswa angkatan terdahulu yang sedang melakukan penelitian

maupun bagi peneliti dari kalangan umum. Dengan memahami studi pendekatan

kasus diharapkan mahasiswa mampu menelaah berbagai kasus yang terjadi baik

kasus tersebut merupakan kompetensi atau kewenangan dari Peradilan Umum,

Peradilan Agama, Peradilan Militer, Peradilan Tata Usaha Negara maupun

Mahkamah Konstitusi.

Adapun langkah, cara yang dapat dilakukan untuk dapat membedah,

mengkaji, menganalisis, menyelesaikan berbagai kasus dari beragam kompetensi

peradilan tersebut berdasarkan ilmu studi pendekatan kasus, yaitu diperlukan

kepiawaian, keterampilan, kecerdasan, kemampuan mahasiswa dalam memahami

ratio decidendi atau alasan-alasan hukum yang digunakan oleh hakim yang

dipergunakan hakim untuk mendasari putusannya.

2.2. Pelaku Kekuasaan Kehakiman Berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009

Setelah memahami arti penting studi pendekatan kasus, perlu diketahui

pula mengenai mekanisme atau tata cara atau prosedur penyelesaian kasus hukum

yang terjadi.

Berbicara mengenai mekanisme penyelesaian kasus hukum, hal ini sangat

terkait dengan kompetensi atau kewenangan mengadili dari peradilan yang ada.

Mengupas mengenai kompetensi atau kewenangan mengadili terhadap berbagai

kasus hukum, berarti kita mengkaji mengenai “Pelaku Kekuasaan Kehakiman”.

Page 16: .Ni '--.,MIH

12

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009, yaitu

undang-undang tentang Kekuasaan Kehakiman, dalam Pasal 18, dirumuskan,

“Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan

peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,

lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan

tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.”

Mengkaji esensi Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun

2009 tersebut memberikan pemahaman bahwa dalam praktek peradilan

berdasarkan sistem peradilan yang berlaku di negara Indonesia, terdapat lima

pelaku kekuasaan kehakiman, yakni: peradilan umum, peradilan agama, peradilan

militer, peradilan agama, peradilan tata usaha negara dan mahkamah konstitusi.

Adanya pelaku kekuasaan kehakiman yang beragam tersebut tentunya sangat

terkait dengan objek dari kasus yang terjadi yang menjadi kompetensi atau

kewenangan mengadili masing-masing pelaku kekuasaan kehakiman tersebut.

Kompetensi atau kewenangan mengadili suatu perkara dikaitkan dengan

disiplin ilmu hukum, dikenal adanya kompetensi atau kewenangan absolut dan

kompetensi atau kewenangan relatif.

Terkait dengan pelaku kukuasaan kehakiman sebagaimana diformulasikan

dalam Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009

tersebut, hal ini sangat erat kaitannya dengan kompetensi absolut atau

kewenangan mengadili secara mutlak yang dimiliki oleh lembaga peradilan.

Kewenangan absolut dari lembaga peradilan ini dapat dipahami dari formulasi

Page 17: .Ni '--.,MIH

13

Pasal 25, ayat (1) sampai ayat (5), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48

Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, sebagai, berikut:

(1) Badan Peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan

peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama,peradilan

militer dan peradilan tata usaha Negara.

(2) Peradilan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang

memeriksa, mengadili dan memutus perkara pidana dan perdata sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Peradilan agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang

memeriksa , mengadili, memutus dan menyelesaikan perkara antara orang-

orang yang beragama Islam sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

(4) Peradilan militer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang

memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana militer sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Peradilan tata usaha Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan sengketa

tata usaha Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.”

Mencermati esensi Pasal 25 ayat (1) sampai (5) Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tersebut dapat memberikan pencerahan bahwa

dalam sistem peradilan Indonesia dikenal 5 (lima) lembaga peradilan yang

masing-masing memiliki kewenangan secara mutlak untuk mengadili suatu

perkara berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh legislator yang disesuaikan

dengan hal yang menjadi objek kajian masing-masing lembaga peradilan tersebut.

Selanjutrnya pengertian mengenai kompetensi atau kewenangan mengadili

yang dikemukakan oleh ahli hukum, dapat dikaji dari pendapat berikut:

“Dalam hal kekuasaan atau wewenang mengadili ini ada dua macam atau

yang lazim juga disebut kompetensi, yaitu:

1. Kekuasaan berdasarkan peraturan hukum mengenai pembagian

kekuasaan mengadili (atributie van rechtsmacht) pada satu

lingkungan peradilan dengan lingkungan peradilan yang lain.

2. Kekuasaan berdasarkan peraturan hukum mengenai pembagian

kekuasaan mengadili (distributie van rechtsmacht) diantara

Page 18: .Ni '--.,MIH

14

pengadilan yang satu dengan yang lain dalam satu lingkungan

peradilan.”16

Berbicara mengenai studi pendekatan kasus, penting

diketengahkan,dimengerti dan dipahami mengenai mekanisme penyelesaian kasus

dari suatu lembaga peradilan yang dikenal di Indonesia.

2.3. Tata Cara Penyelesaian Kasus pidana Dalam Praktek Peradilan Pidana

Indonesia

Mengingat keterbatasan waktu yang disediakan dalam acara Pengenalan

Bahan Hukum bagi mahasiswa baru, dalam kesempatan ini akan disajikan salah

satu penyelesaian kasus, yakni “mekanisme penyelesaian kasus pidana”, yang

merupakan kompetensi absolut dari peradilan umum.

Khusus terfokus pada kasus pidana, sebelum sampai pada mekanisme

penyelesaian kasus pidana, perlu diketahui mengenai bagaimana terjadinya kasus

pidana tersebut.

Ilmu hukum mengenal adanya hukum pidana materiil dan hukum pidana

formil.

Mengenai hukum pidana materiil dapat diintisarikan, merupakan

seperangkat aturan yang berisi perintah dan larangan dan jika dilanggar akan

dikenakan sanksi. Hukum pidana materiil diformulasikan dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP).

Selanjutnya mengenai hukum pidana formil atau yang lazim dikenal

dengan hukum acara pidana, yaitu, ”Hukum pidana formil berisi tentang

16

Suryono Sutarto, Hukum Acara Pidana, Jilid II, Semarang: Badan Penerbit Universitas

Diponegoro, 2014, h. 2.

Page 19: .Ni '--.,MIH

15

bagaimana cara menjalankan prosedur dalam menegakkan hukum pidana materiil

tersebut, atau secara garis besar berisi tentang bagaimana prosedur untuk

menjatuhkan sanksi bagi para pelanggar aturan di dalam hukum pidana

materiil.”17

Wirjono Prodjodikoro mengemukakan, “Hukum acara pidana sebagai

rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana badan-badan

pemerintah yang berkuasa, yaitu kepolisian, kejaksaan dan pengadilan harus

bertindak guna mencapai tujuan Negara dengan mengadakan hukum pidana.”18

Monang Siahaan, menguraikan, “Hukum acara pidana merupakan

keseluruhan dari aturan hukum mengenai penuntutan dan pemeriksaan dalam

siding pengadilan dari peristiwa pidana dan pelaksanaan hukuman yang

dijatuhkan…dst.”19

Suharto dan Jonaedi Efendi, berpendapat, “Hukum acara pidana mengatur

cara-cara mengadili perkara pidana di muka pengadilan pidana oleh hakim

pidana.”20

Akhirnya dapat diketahui bahwa antara hukum pidana materiil dan hukum

pidana formil memiliki hubungan yang sangat erat. Hukum pidana formil, yang

dalam konteks ini, yakni berupa hukum acara pidana berfungsi menggerakkan

hukum pidana materiil. Hukum pidana materiil baru akan mempunyai fungsi

apabila digerakkan oleh hukum pidana formil.

17

Tolib Effendi, Dasar-Dasar Hukum Acara Pidana, Perkembangan Dan Pembaharuannya Di

Indonesia, Malang: Setara Press, 2014, h. 4. 18

Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: CV Sapta Artha Jaya, 1996, h. 7. 19

Monang Siahaan, Falsafah Dan Filosofi Hukum Acara Pidana, Jakarta: PT Grasindo, 2017, h.

1. 20

Suharto dan Jonaedi Efendi, Panduan Praktis Bila Anda Menghadapi Perkara Pidana, Mulai

proses Penyelidikan Hingga Persidangan, Jakarta: Prenadamedia Group, 2013, h. 22.

Page 20: .Ni '--.,MIH

16

Setelah dipahami hubungan antara hukum pidana materiil dengan hukum

pidana formil, penting diketahui bagaimana tejadinya kasus pidana tersebut.

Kasus pidana terjadi oleh karena adanya pelanggaran terhadap ketentuan-

ketentuan hukum pidana materiil sehingga perbuatan tersebut dikualifikasikan

sebagai suatu perbuatan pidana, yakni harus dipenuhinya beberapa unsur:

1. Perbuatan tersebut bersifat melawan hukum;

2. Adanya unsur kesalahan;

3. Adanya unsur pertanggungjawaban pidana.

Selanjutnya mengenai tata cara atau mekanisme penyelesaian kasus

pidana, dapat diuraikan secara ringkas, sebagai berikut:

Pertama, diawali dengan adanya laporan atau pengaduan dari masyarakat

atau dari korban kepada aparat penegak hukum, dalam hal ini, yakni Polisi tentang

terjadinya suatu kasus.

Terhadap laporan tersebut, aparat kepolisian lalu melakukan tindakan

hukum yang dinamakan “Penyelidikan”, untuk mencari, menemukan, peristiwa

yang diduga merupakan tindak pidana, dengan tujuan bahwa terhadap dugaan

tindak pidana ini dapat atau tidak dilakukan tindakan berikutnya, yang dinamakan,

“Penyidikan”.

Terhadap kondisi yang telah diuraikan sebelumnya akan terjadi dua

kemungkinan. Kemungkinan pertama, apabila ternyata perbuatan yang diduga

sebagai tindak pidana, ternyata peristiwanya bukan peristiwa pidana maka tidak

dilanjutkan dengan peyidikan.

Page 21: .Ni '--.,MIH

17

Sebaliknya, apabila perbuatan tersebut ternyata benar merupakan tindak

pidana maka akan dilakukan tindakan selanjutnya berupa “Penyidikan.”

Penyidikan dilakukan oleh “Penyelidik”, yakni pejabat polisi Negara

Republik Indonesia dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi

wewenang khusus oleh undang-undang. Adapun tujuan dilakukannya

penyelidikan, yaitu: untuk mencari, mengumpulkan bukti, membuat terang suatu

perkara pidana dan untuk menemukan tersangkanya.

Apabila ternyata tidak terdapat cukup bukti, peristiwa tersebut bukan

tindak pidana, perkara ditutup demi hukum maka akan dilakukan penghentian

penyidikan dan dikeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat

dilakukan penuntutan, penuntut umum dalam waktu secepatnya membuat surat

dakwaan. “

Penuntut Umum melimpahkan perkara ke pengadilan negeri dengan

permintaan agar segera mengadili perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan

(Pasal 143 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana/KUHAP).

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan di pengadilan. Adapun mekanisme

pemeriksaan di persidangan, secara ringkas, sebagai berikut:

“Di awal sidang pengadilan, tugas pertama bagi hakim, adalah membuka

sidang dengan menyatakan “Sidang dibuka dan terbuka untuk umum”,

kemudian memerintahkan kepada jaksa penuntut umum untuk memanggil

terdakwa masuk dalam siding. Setelah terdakwa dihadapkan tugas hakim

selanjutnya adalah memeriksa identitas terdakwa kemudian diteruskan

dengan pemeriksaan saksi-saksi dan barang-barang bukti. Tugas hakim

dalam pemeriksaan saksi adalah berusaha memperoleh keterangan saksi

berdasarkan apa yang didengar sendiri, dilihat dan dialami langsung oleh

saksi dan berusaha mencocokkan dan menilai antara keterangan saksi satu

dengan keterangan saksi lainnya serta dengan barang-barang bukti.

Page 22: .Ni '--.,MIH

18

Disamping itu berusaha minta keterangan yang dipandang perlu untuk

mendapatkan kebenaran. Pada akhir proses peradilan , maka puncak dari

keseluruhan tugas hakim adalah menyusun putusan kemudian

membacakan putusannya itu dalam suatu sidang yang terbuka untuk

umum.”21

Apa yang diuraikan pada tahap persidangan tersebut adalah merupakan

proses pembuktian yang dikatakan sebagai mahkotanya persidangan oleh karena

tahap pembuktian sangat menentukan nasib terdakwa, yakni apakah nantinya

terdakwa tersebut akan diputus dengan pemidanaan (veroordeling), diputus bebas

dari segala dakwaan (vrijspraaks) atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum

yang semuanya itu dilakukan oleh hakim berdasarkan fakta-fakta yuridis yang

ditemukan selama proses pembuktian di persidangan disertai dengan keyakinan

hakim yang bersumber dari nurani hakim itu sendiri yang semuanya itu

dituangkan dalam putusan hakim (vonnis) setelah melalui tahapan musyawarah

hakim.

III. PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan hal-hal,

sebagai, berikut:

1. Arti penting studi pendekatan kasus bagi mahasiswa, bahwa dengan

memahami studi pendekatan kasus diharapkan mahasiswa mampu

menelaah berbagai kasus yang terjadi baik kasus tersebut merupakan

kompetensi atau kewenangan dari Peradilan Umum, Peradilan Agama,

21

Rusli Muhammad, Lembaga Pengadilan Indonesia beserta Putusan Kontroversial,

Yogyakarta: UII Press, 2013, h. 68.

Page 23: .Ni '--.,MIH

19

Peradilan Militer, Peradilan Tata Usaha Negara maupun Mahkamah

Konstitusi.

2. Mekanisme penyelesaian kasus pidana yang merupakan kompetensi

absolut peradilan umum dalam praktek peradilan pidana Indonesia, yaitu,

diawali dengan adanya laporan dari masyarakat atau korban kepada aparat

kepolisian yang dilanjutkan dengan proses penyelidikan, penyidikan,

penuntutan, tahapan persidangan dan putusan hakim (vonnis).

3.2. Saran

Berbicara mengenai studi pendekatan kasus dan tata cara penyelesaian

kasus pidana dalam praktek peradilan pidana Indonesia, dapat direkomendasikan,

hal-hal, sebagai berikut:

1. Mahasiswa hendaknya benar-benar memperhatikan,memahami materi

studi pendekatan kasus yang nantinya akan diberikan informasi,

pencerahan secara detail dalam mata kuliah metode penelitian hukum

sehingga nantinya mahasiswa memiliki kemampuan di dalam mengkaji,

membedah, menganalisis, menyelesaikan berbagai kasus yang dihadapi

baik itu kasus yang merupakan kompetensi peradilan umum, peradilan

agama, peradilan militer, peradilan tata usaha negara maupun mahkamah

konstitusi.

2. Mahasiswa hendaknya mempelajari, memiliki pemahaman yang

mendalam terhadap materi hukum acara dan praktek peradilan pidana pada

khususnya sehingga nantinya dapat mengetahui tata cara penyelesaian

kasus-kasus pidana dan dapat menganalisis, menyelesaikan kasus-kasus

Page 24: .Ni '--.,MIH

20

pidana yang dihadapi. Disamping itu mahasiswa juga hendaknya memiliki

pengetahuan, pemahaman, wawasan teoritis secara holistik yang

mendalam terhadap materi hukum lainnya selain hukum acara dan praktek

peradilan pidana sehingga nantinya diharapkan dapat dipergunakan

sebagai bekal, pedoman dalam menyelesaikan berbagai kasus hukum yang

dihadapi.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku:

Andi Hamzah, 1996, Hukum Acara Pidana Indonesia, CV Sapta Artha,

Yogyakarta.

Lukman Santoso, Az dan Yahyanto, 2016, Pengantar Ilmu Hukum, Sejarah,

Pengertian, Konsep Hukum Dan Penafsiran Hukum, Setara Press,

Malang.

Monang Siahaan, 2017, Falsafah Dan Filosofi Hukum Acara Pidana, PT.

Grasindo, Jakarta.

Munir Fuady, 2007, Dinamika Teori Hukum, Ghalia Indonesia, Bogor.

Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media

Group, Jakarta.

Rusli Muhammad, 2013, Lembaga Pengadilan Indonesia Beserta Putusan

Kontroversial, UII Press, Yogyakarta.

Suharto dan Jonaedi Efendi, 2013, Panduan Praktis Bila Anda Menghadapi

Perkara Pidana Mulai proses Penyelidikan hingga Persidangan,

Prenadamedia Group, Jakarta.

Suryono Sutarto, 2014, Hukum Acara Pidana Jilid II, Badan Penerbit

Universitas Diponogoro, Semarang.

Tolib Effendi, 2014, Dasar-Dasar Hukum Acara Pidana Perkembangan Dan

Permasalahannya Di Indonesia, Setara Press, Malang.

Page 25: .Ni '--.,MIH

21

B. Peraturan Perundang-undangan:

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara

Pidana.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2009 Tentang Peradilan

Umum.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan

Agama.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan

Militer.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Peradilan

Tata Usaha Negara.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Mahkamah

Konstitusi.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan

Kehakiman.

Page 26: .Ni '--.,MIH

22