New PENGARUH POSITIVE RELIGIOUS COPING RESILIENSI DAN...

130
PENGARUH POSITIVE RELIGIOUS COPING, RESILIENSI DAN SOCIAL SUPPORT TERHADAP POST-TRAUMATIC GROWTH PADA ANGGOTA AHMADIYAH KORBAN PENYERANGAN Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi) Oleh: Intan Hanifatunisa NIM: 11150700000049 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440H/2019M

Transcript of New PENGARUH POSITIVE RELIGIOUS COPING RESILIENSI DAN...

  • PENGARUH POSITIVE RELIGIOUS COPING,

    RESILIENSI DAN SOCIAL SUPPORT TERHADAP

    POST-TRAUMATIC GROWTH PADA ANGGOTA

    AHMADIYAH KORBAN PENYERANGAN

    Skripsi

    Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Persyaratan

    Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

    Oleh:

    Intan Hanifatunisa

    NIM: 11150700000049

    FAKULTAS PSIKOLOGI

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1440H/2019M

  • ii

    PENGARUH POSITIVE RELIGIOUS COPING,

    RESILIENSI DAN SOCIAL SUPPORT TERHADAP

    POST-TRAUMATIC GROWTH PADA ANGGOTA

    AHMADIYAH KORBAN PENYERANGAN

    Skripsi

    Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Persyaratan

    Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

    Oleh:

    Intan Hanifatunisa

    NIM: 11150700000049

    Pembimbing:

    FAKULTAS PSIKOLOGI

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1440H/2019M

  • iii

    LEMBAR PENGESAHAN

    Skripsi berjudul “PENGARUH POSITIVE RELIGIOUS COPING,

    RESILIENSI DAN SOCIAL SUPPORT TERHADAP POST-TRAUMATIC

    GROWTH PADA ANGGOTA AHMADIYAH KORBAN PENYERANGAN”

    telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam

    Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 16 Juli 2019. Skripsi ini telah

    diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana psikologi (S.Psi) pada

    Fakultas Psikologi.

    Jakarta, 16 Juli 2019

  • iv

    LEMBAR PERNYATAAN

    Dengan ini saya menyatakan bahwa:

    1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

    salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) di

    Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

    2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan

    sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

    atau merupakan hasil plagiat dari karya orang lain, maka saya bersedia

    menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

  • v

    MOTTO

    “When you want something, all the universe

    conspires in helping you to achieve it.”

    -Paulo Coelheo-

    Kupersembahkan Karya ini Pada :

    Almarhum Ayah tercinta, Mamah, Nenek dan

    Kakakku tersayang.

    Semua orang yang menyayangiku dan aku sayangi

    Dan seluruh Anggota Jemaat Ahmadiyah

  • vi

    ABSTRAK

    A) Fakultas Psikologi B) Mei 2019 C) Intan Hanifatunisa D) Pengaruh Positive Religious Coping, Resiliensi dan Social Support terhadap

    Post-Traumatic Growth pada Anggota Ahmadiyah Korban Penyerangan

    E) cxiii + 113 halaman F) Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh variabel positive religious

    coping (meaning, comfort, contol, intimacy, life-transformation), resiliensi

    (external supports, inner strength, interpersonal and problem solving skills)

    dan social support (perceived emotional support, perceived instrumental

    support, need for support, support seeking) terhadap posttraumatic growth

    pada Anggota Ahmadiyah. Sampel berjumlah 200 orang anggota Jemaat

    Ahmadiyah Korban penyerangan tahun 2005 di Cianjur yang diambil dengan

    teknik non-probability sampling. Penulis memodifikasi alat ukur yang terdiri

    dari Post Traumatic Growth Inventory (PTGI), Religious Coping Measures

    (RCOPE), International Resilience Research Project (IRRP), Berlin Social

    Support Scale (BSSS). Uji validitas alat ukur menggunakan teknik

    confirmatory factor analysis (CFA). Analisis data menggunakan teknik

    analisis regresi berganda.

    Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh yang signifikan antara positive

    religious coping, resiliensi dan social support terhadap posttraumatic growth

    pada anggota Ahmadiyah korban penyerangan. Kemudian Hasil uji hipotesis

    minor yang menguji pengaruh terhadap posttraumatic growth, hanya terdapat

    enam koefisien regresi yang signifikan mempengaruhi posttraumatic growth

    yaitu: intimacy, external supports (i have), inner strength (i am), perceived

    emotional support, perceived instrumental support dan support seeking.

    Kata Kunci: Posttraumatic growth, Ahmadiyah, positive religious coping,

    resiliensi, social support

    G) Bahan bacaan: 35 Jurnal + 7 Artikel

  • vii

    ABSTRACT

    A) Faculty of Psychology

    B) May 2019

    C) Intan Hanifatunisa

    D) Influence of Positive Religious Coping, Resilience and Social Support on Post-

    Traumatic Growth in Ahmadiyya Victims

    E) cxiii + 113 pages

    F) This study aims to determine the effect of variable positive religious coping

    (meaning, control, comfort, intimacy, life-transformation), resilience (external

    supports, inner strength, interpersonal and problem solving skills) and social

    support (perceived emotional support, perceived instrumental support, need for

    support, support seeking) on posttraumatic growth of Ahmadiyya members. A

    sample of 200 Ahmadiyya victims of the 2005 attack in Cianjur taken with non-

    probability sampling techniques. Author modified the measuring instrument that

    consists of Post Traumatic Growth Inventory (PTGI), Religious Coping Measures

    (RCOPE), International Resilience Research Project (IRRP), Berlin Social

    Support Scale (BSSS). Validity of measuring instruments using confirmatory

    factor analysis (CFA) techniques. Data analysis using multiple regression

    analysis techniques.

    The results showed that there was significant effect of positive religious coping,

    resilience and social support on posttraumatic growth in Ahmadiyya victims. The

    test result minor hypothesis that examine the effect on posttraumatic growth. Only

    six regression coefficients that significantly influence posttraumatic growth,

    namely: intimacy, external supports (i have), inner strength (i am), perceived

    emotional support, perceived instrumental support and support seeking.

    Keyword: Posttraumatic growth, Ahmadiyya, positive religious coping, resilience,

    social support

    G) Reading material: 35 Journals + 7 Articles

  • viii

    KATA PENGANTAR

    Bismillaahirrahmaanirrahiim

    Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat

    dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, walaupun masih jauh

    dari kesempurnaan. Shalawat serta salam semoga terlimpahkan kepada Nabi besar

    Muhammad SAW beserta pengikutnya.

    Terselesaikannya skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak,

    oleh karena itu izinkanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih yang

    sebesar-besarnya kepada:

    1. Dr. Zahrotun Nihayah M.Si, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta periode 2019-2024 dan para wakil dekan.

    2. Dr. Achmad Syahid M.Ag, sebagai pembimbing skripsi yang telah

    meluangkan waktunya untuk memberikan banyak bimbingan, arahan,

    motivasi dan saran dengan segenap kesabarannya sehingga skripsi ini

    dapat diselesaikan dengan maksimal.

    3. Bapak Miftahudin M.Si, selaku dosen pembimbing akademik yang telah

    membantu, mendukung, memberi nasihat serta arahan selama perkuliahan.

    4. Seluruh dosen dan staff Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah

    Jakarta yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani perkuliahan

    dan menyelesaikan skripsi ini.

  • ix

    5. Kedua orang tua penulis almarhum ayah tercinta U. Saepuloh dan ibunda

    tersayang Nikmatunisa, Nenek Anon Saryati dan Kakak tercinta A Anwar

    beserta seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan baik

    secara moril maupun finansial dalam proses menyelesaikan skripsi ini.

    Terimakasih telah atas kesabaran dan kasih sayang sebagai orang-orang

    terbaik yang selalu menemani penulis dikala teriknya perhelatan hidup ini.

    6. Anugerah Rahadian Firdaus. Terimakasih telah menjadi salah satu orang

    tersabar, berbagi suka dan duka, memberikan pengertian, semangat, dan

    arahan kepada penulis.

    7. Terimakasih untuk seluruh anggota Jemaat Ahmadiyah yang bersedia

    menjadi responden dalam penelitian ini. Semoga Allah selalu melindungi

    para Anggota Jemaat dimanapun berada.

    8. Terimakasih untuk Ketua Jemaat Ahmadiyah Cabang Neglasari, Ketua

    Cabang Ciparay dan Ketua Cabang Cicakra Cianjur. Yang telah

    mempersilahkan penulis untuk melakukan penelitian.

    9. Dhea dan Suhfi. Terimakasih selalu setia menjadi sahabat terbaik untuk

    penulis. Terimakasih atas segala kesabaran dan dukungannya selama ini.

    10. Disa, Lina, Windi, Indah, Liana. Terimakasih atas ketulusannya dalam

    berkawan, memberikan banyak pelajaran untuk penulis.

    11. Sahabat penulis, tim 19 Sema U PMII terimakasih atas motivasi dan

    kesabaran ketika penulis berkeluh kesah. Tetap berkawan meski baru

    berkenalan.

  • x

    12. Kak Hasan Basri Ramadan S.Psi, yang tidak lelah membantu penulis

    dalam proses penyelesaian skripsi ini.

    13. Teh Intan, Kak Lisa, Kak Uyun. Terimakasih telah menjadi room mate

    yang baik dengan segala dinamika yang ada bersama-sama menikmati

    kehidupan di tanah rantau.

    14. Sahabat penulis Hani, Teh Mimi, Ana Rizwanah Harun, Kak Apika, Dina,

    Kak Tika. Terimakasih sudah menjadi sahabat yang selalu memberikan

    semangat dan selalu membantu dalam setiap kesulitan

    15. Seluruh teman-teman dan seluruh pihak yang telah banyak membantu dan

    memberikan dukungan selama proses penyusunan skripsi.

    Terlepas dari itu semua, penulis menyadari bahwa penelitian ini masih

    banyak sekali kekurangannya dalam penulisan maupun penyusunan karena

    adanya keterbatasan pengalaman, pengetahuan, serta analisis. Maka dari itu

    dengan sangat terbuka penulis menerima adanya saran dan kritik dari pembaca

    sebagai masukkan yang membangun untuk penyusunan skripsi dengan lebih baik

    lagi. Penulis mengharapkan semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi para

    pembaca.

    Jakarta, 16 Juli 2019

    Penulis

    Intan Hanifatunisa

  • xi

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i

    LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................................ ii

    LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................ iii

    LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................................ iii

    MOTTO ........................................................................................................................ v

    ABSTRAK ................................................................................................................... vi

    ABSTRACT ................................................................................................................. vii

    DAFTAR ISI ............................................................................................................... xi

    DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xiv

    DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xv

    DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xvi

    BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

    1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 1

    1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah ...................................................................... 9

    1.2.1 Pembatasan Masalah ............................................................................ 9

    1.2.2 Perumusan Masalah............................................................................ 10

    1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................................. 10

    1.3.1 Tujuan Penelitian................................................................................ 10

    1.3.2 Manfaat Penelitian.............................................................................. 11

    1.3.2.1 Manfaat Teoritis ...................................................................... 11

    1.3.2.2 Manfaat Praktis ....................................................................... 11

    1.4 Sistematika Penulisan ............................................................................................ 12

    BAB II LANDASAN TEORI .................................................................................... 14

    2.1 Posttraumatic Growth ........................................................................................... 14

    2.1.1 Definisi Posttraumatic Growth .......................................................... 14

    2.1.2 Dimensi-Dimensi Posttraumatic Growth ........................................... 17

    2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Posttraumatic Growth ................ 18

    2.1.4 Pengukuran Posttraumatic Growth ................................................. 22

    2.2 Positive Religious Coping ..................................................................................... 22

    2.2.1 Pengertian Positive Religious Coping ................................................ 22

    2.2.2 Dimensi-Dimensi Positive Religious Coping ..................................... 23

    2.2.3 Pengukuran Positive Religious Coping .............................................. 25

  • xii

    2.3 Resiliensi ............................................................................................................... 26

    2.3.1 Pengertian Resiliensi .......................................................................... 26

    2.3.2 Dimensi-Dimensi Resiliensi ............................................................... 28

    2.3.3 Pengukuran Resiliensi ........................................................................ 29

    2.4 Social Support ....................................................................................................... 30

    2.4.1 Pengertian Social Support .................................................................. 30

    2.4.2 Dimensi-Dimensi Social Support ....................................................... 32

    2.4.4 Pengukuran Social Support ................................................................ 33

    2.5 Kerangka Berpikir ................................................................................................. 33

    2.8 Hipotesis Penelitian ............................................................................................... 37

    BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................... 40

    3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel .............................................. 40

    3.1.1 Populasi Penelitian ............................................................................. 40

    3.1.2 Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel .......................................... 40

    3.2 Variabel Penelitian ................................................................................................ 41

    3.3 Definisi Operasional Variabel ............................................................................... 41

    3.4 Metode Pengumpulan Data ................................................................................... 42

    3.4.1 Teknik Pengambilan Data .................................................................. 42

    3.4.2 Instrumen Penelitian ........................................................................... 43

    3.4.2.1 Skala Posttraumatic Growth .................................................... 43

    3.4.2.2 Skala Positive Religius Coping ............................................... 44

    3.4.2.3 Skala Resiliensi ....................................................................... 45

    3.4.2.4 Skala Social Support ............................................................... 45

    3.5 Uji Validitas Konstruk ........................................................................................... 46

    3.5.1 Uji Validitas Konstruk Posttraumatic Growth ................................... 46

    3.5.2 Uji Validitas Konstruk Positive Religious Coping ............................. 47

    3.5.2.1 Uji Validitas Kontruk Meaning ............................................... 47

    3.5.3.2 Uji Validitas Konstruk Control ............................................... 48

    3.5.4.3 Uji Validitas Konstruk Comfort .............................................. 49

    3.5.5.4 Uji Validitas Konstruk Intimacy ............................................. 50

    3.5.6.5 Uji Validitas Konstruk Life Transformation ........................... 52

    3.5.6 Uji Validitas Konstruk Resiliensi ....................................................... 53

    3.5.6.1 Uji Validitas Konstruk External supports (I Have) ................ 53

    3.5.7.2 Uji Validitas Konstruk Inner Strength (I Am) ......................... 54

  • xiii

    3.5.8.3 Uji Validitas Konstruk Interpersonal & Problem Solving

    Skills (I Can) ....................................................................................... 55

    3.5.9 Uji Validitas Konstruk Social Support ............................................... 56

    3.5.9.1 Uji Validitas Konstruk Perceived Emotional Support ............ 56

    3.5.9.2 Uji Validitas Konstruk Perceived Instrumental Support ........ 57

    3.5.9.3 Uji Validitas Konstruk Need For Support .............................. 58

    3.5.9.4 Uji Validitas Support Seeking ................................................. 59

    BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISA DATA ....................................... 64

    4.1 Gambaran Subjek Penelitian ................................................................................. 64

    4.1.1 Responden Berdasarkan Usia ............................................................. 64

    4.1.2 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ............................................. 64

    4.1.3 Responden Berdasarkan Posisi di Jemaat Ahmadiyah ....................... 65

    4.2 Hasil Analisis Deskriptif ....................................................................................... 65

    4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian ................................................................... 66

    4.4 Uji Hipotesis Penelitian ......................................................................................... 69

    4.4.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian .................................................. 69

    4.5 Pengujian Proporsi Varians Masing-Masing Independent Variable ..................... 75

    BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN .................................................. 79

    5.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 79

    5.2 Diskusi ................................................................................................................... 80

    5.3 Saran ...................................................................................................................... 84

    5.3.1 Saran Teoritis ..................................................................................... 84

    5.3.2 Saran Praktis ....................................................................................... 85

    DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 87

    LAMPIRAN ............................................................................................................... 91

  • xiv

    DAFTAR TABEL

    Tabel 3.1 Variabel Penelitian .................................................................................. 41

    Tabel 3.2 Model Skala Likert ................................................................................. 43

    Tabel 3.3 Blue Print Skala Post-Traumatic Growth .............................................. 44

    Tabel 3.4 Blue Print Skala Positive Religious Coping ........................................... 44

    Tabel 3.5 Blue Print Skala Resiliensi ..................................................................... 45

    Tabel 3.6 Blue Print Skala Social Support ............................................................. 45

    Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Skala Post-Traumatic Growth ............................... 46

    Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Skala Meaning ........................................................ 48

    Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Skala Control ........................................................ 49

    Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Skala Comfort ......................................................... 50

    Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Skala Intimacy ....................................................... 51

    Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Skala Life Transformation ...................................... 52

    Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Skala External support ........................................... 53

    Tabel 3.14 Muatan Faktor Item Skala Inner Strength ............................................... 55

    Tabel 3.15 Muatan Faktor Item Skala Interpersonal & Problem Solving Skills ....... 56

    Tabel 3.16 Muatan Faktor Item Skala Perceived Emotional Support ....................... 57

    Tabel 3.17 Muatan Faktor Item Skala Perceived Instrumental Support ................... 58

    Tabel 3.18 Muatan Faktor Item Skala Need For Support ......................................... 59

    Tabel 3.19 Muatan Faktor Item Skala Support Seeking ............................................ 60

    Tabel 4.1 Gambaran Umum Sampel Berdasarkan Usia .......................................... 64

    Tabel 4.2 Gambaran Umum Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin .......................... 64

    Tabel 4.3 Gambaran Umum Sampel Berdasarkan

    Posisi di Jemaat Ahmadiyah .................................................................. 65

    Tabel 4.4 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian ................................................... 66

    Tabel 4.5 Norma Kategorisasi Skor ....................................................................... 67

    Tabel 4.6 Kategorisasi Tingkat Posttraumatic Growth........................................... 67

    Tabel 4.7 Kategorisasi Tingkat Positive Religious Coping .................................... 67

    Tabel 4.8 Kategorisasi Tingkat Resiliensi ............................................................... 68

    Tabel 4.9 Kategorisasi Tingkat Social Support ....................................................... 68

    Tabel 4.10 R-Square ................................................................................................. 69

    Tabel 4.11 ANOVA ................................................................................................. 70

    Tabel 4.12 Koefisien Regresi ................................................................................... 71

    Tabel 4.13 Proporsi Varians IV ................................................................................ 74

  • xv

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir ..................................................................37

  • xvi

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Kuesioner Penelitian……………………………………………….92

    Lampiran 2. Hasil Output CFA Syntax dan Path Diagram……………………...98

    Lampiran 3. Hasil Uji Regresi………………………………………………….112

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Pada bab ini akan dipaparkan latar belakang, pembatasan masalah, rumusan

    masalah, tujuan penelitian, manfaat dan sistematika penulisan.

    1.1 Latar Belakang

    Kesehatan mental merupakan hal penting didalam kehidupan manusia. Hamid

    (2017) mengatakan bahwa kesehatan mental seseorang dapat ditandai dengan

    kemampuan orang tersebut dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya,

    mampu mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sendiri

    semaksimal mungkin untuk menggapai ridha Allah SWT, serta dengan

    mengembangkan seluruh aspek kecerdasan, baik kesehatan spiritual, emosi,

    maupun kecerdasan intelektual. Menurut Undang-Undang No.23 tahun 1992

    tentang kesehatan, yang dimaksud dengan sehat ialah keadaan sejahtera dari

    badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara

    sosial dan ekonomis. Namun lain halnya dengan orang-orang yang pernah

    mengalami kekerasan salah satunya adalah fenomena penyerangan terhadap

    kaum minoritas Ahmadiyah.

    Jemaat Ahmadiyah di Cianjur sudah sering mengalami kekerasan fisik dan

    HAM. Secara verbal, penganut Ahmadiyah kerap disebut sebagai kelompok

    menyimpang, bahkan dianggap kafir. Kekerasan fisik yang mereka alami

    seperti, pengusiran, perusakan tempat ibadah, penyerangan bahkan berujung

    dengan pembunuhan. Kekerasan tersebut menimbulkan masalah psikologis bagi

  • 2

    mereka seperti trauma, stres, cemas dan lain sebagainya. Hingga seiring

    berjalannya waktu timbulah tanda-tanda posttraumatic stress disorder (PTSD).

    Komnas HAM juga mencatat kasus penyerangan yang terjadi sejak 2005-2011

    di daerah-daerah di Indonesia di antaranya Cikeusik, Makassar, Cianjur,

    Sukabumi, Tasikmalaya, Ciputat, Lombok Barat, Tanjung Priok, Ciamis, Garut,

    Pekan Baru, Bogor, Surabaya dan lain sebagainya. Kekerasan terhadap

    Ahmadiyah kembali mencuat, salah satunya disebabkan oleh penyerangan yang

    dilakukan sepuluh ribu orang dari Gerakan Umat Islam Indonesia (GUII) pada

    Jumat, 15 Juli 2005, yang berunjuk rasa meminta agar Sekretariat Pengurus

    Besar Jemaat Ahmadiyah dibubarkan (Detik.com).

    Penyebab terbesar dari penyerangan yang terjadi kepada golongan Islam

    Ahmadiyah yaitu adanya perbedaan keyakinan Islam Ahmadiyah dengan Islam

    pada umumnya, yang mana Islam Ahmadiyah mengakui kedatangan Imam

    Mahdi dalam wujud Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, meyakini bahwa Hazrat

    Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi yang tidak membawa syariat baru dan

    hanya melanjutkan syariat Nabi Muhammad SAW, selain itu wahyu yang

    diterima oleh Hazrat Mirza Ghulam Ahmad dibukukan dalam sebuah buku

    bernama Tadzkirah (Bonasir, 2018). Amir Jemaat Ahmadiyah Indonesia Basit

    (dalam Syafaat, 2011) mengklaim perbedaan Ahmadiyah dengan Islam hanya

    terletak pada sosok Imam Mahdi. Menurutnya pendiri Ahmadiyah adalah

    pengikut Nabi Muhammad SAW, tidak ada penambahan atau pengurangan dari

    apa yang diajarkan beliau SAW.

  • 3

    LBH Jakarta mencatat sejak tahun 2001-2011 ada 32 kasus kekerasan dan

    diskriminasi terhadap Ahmadiyah (Kontras.Com). Dodi (dalam Wulandari,

    2013) mengatakan bahwa anggota jemaat Ahmadiyah mengalami trauma setelah

    mengalami penyerangan oleh sejumlah massa. Shinta Nuriyah Wahid (dalam

    Rakhmatullah, 2014) mengatakan bahwa para ibu yang mengalami tindak

    intoleransi, berulang kali menyatakan kerisauan pada pendidikan dan tumbuh

    kembang anak. Selain dampak pendidikan terhadap tumbuh kembang anak.

    terganggunya hubungan keluarga, ketakutan saat beribadah dan trauma

    (Sindonews.Com).

    Hasil dari studi elisitasi terhadap 20 orang anggota Ahmadiyah korban

    penyerangan, 18 orang di antaranya mengakui bahwa suara teriakan masa,

    gemuruh motor dan suara pecahan kaca membuat mereka trauma. 19 orang di

    antaranya mengalami stres yang cukup panjang, seperti gemetar dan tegang. 8

    orang di antaranya terus mengingat kejadian traumatis secara terus menerus.

    Hasil wawancara (21/10/2018) kepada beberapa anggota Ahmadiyah yang

    menjadi korban penyerangan di Cianjur, mereka menuturkan bahwa ketika

    penyerangan berlangsung, mereka merasa sangat ketakutan dan sedih karena

    pada saat itu rumah mereka dikelilingi oleh massa yang berteriak-teriak dan

    menggemuruhkan suara motor. Kejadian tersebut membut mereka trauma jika

    mendengar suara pecahan kaca, gemuruh motor dan teriakan massa. Hal ini

    membuat kehidupan para anggota tidak produktif karena bermunculan masalah

    psikologis.

  • 4

    Peristiwa penyerangan tidak hanya menimbulkan kerugian secara fisik

    tetapi juga menimbulkan trauma secara psikis. Masalah yang mungkin muncul

    setelah penyerangan terjadi selain trauma yaitu korban menarik diri dari

    lingkungan sosial sehingga korban menjadi tertutup, tidak berani

    mengungkapkan identitas diri yang sebenarnya, karena takut dikatakan sesat.

    Jika hal ini tidak mendapat perhatian para korban yang pernah mengalami

    penyerangan bisa mengalami tanda-tanda PTSD yang berkepanjangan, seperti

    tidak bisa tidur dengan nyenyak karena perasaan takut ada serangan susulan,

    timbulnya kesedihan yang mendalam bagi anggota keluarga yang terbunuh,

    munculnya ketakutan jika mendengar, melihat, mencium atau merasakan

    sesuatu yang mirip dengan waktu kejadian berlangsung.

    Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (KOMNAS

    Perempuan) menyatakan, konflik intoleransi agama menimbulkan dampak

    berkepanjangan bagi perempuan. Sebab, korban perempuan memiliki

    kerentanan khusus dibandingkan korban laki-laki (Kompas.com). Hal ini sesuai

    dengan penuturan salah satu anggota Jemaat Ahmadiyah yang pernah

    mengalami penyerangan di Cianjur, ia mengalami ketakutan untuk keluar rumah

    dan khawatir dengan keadaan psikis anak-anaknya.

    Penelitian-penelitian terdahulu menggambarkan bagaimana peristiwa

    traumatis dapat merusak kesehatan psikologis dan kualitas hidup yang mengarah

    ke penyakit seperti PTSD bahkan dampaknya hingga menimbulkan gejala

    depresi. Tedeschi dan Calhoun (1996) juga menjelaskan macam-macam

  • 5

    pengalaman yang mengakibatkan munculnya trauma pada seseorang seperti

    mengalami peristiwa negatif, berkabung, pertempuran, pengalaman pengungsi

    dan lain-lain yang bisa menimbulkan trauma pada diri individu yang

    mengalami. Riset Rahmah (2017) pada korban konflik Aceh, menemukan

    bahwa meskipun korban mengalami PTSD, seperti korban mendengar suara-

    suara tembakan yang membuat anggota keluarganya terbunuh. Namun setelah

    itu korban mampu berkembang pascatrauma yang dialaminya, didalam

    penelitian tersebut terdapat lima aspek yang mengalami peningkatan perubahan,

    seperti dalam hubungan dengan orang lain, memiliki penghargaan terhadap

    hidup, adanya perubahan dalam kekuatan pribadi, perubahan spiritual dan

    adanya kemungkinan baru.

    Meskipun banyak penelitian yang berfokus terhadap konsekuensi negatif

    dan strategi koping yang dialami korban setelah kejadian traumatis. Namun

    kemungkinan untuk mengalami pertumbuhan psikologis yang positif setelah

    trauma, telah mendapat perhatian sejak tahun 1990-an. Tak selamanya kejadian

    traumatis hanya menyisakan dampak negatif tetapi juga memberikan dampak

    positif. Tedeschi dan Calhoun (2004) menjelaskan bahwa posttraumatic growth

    (PTG) merupakan pengalaman perubahan positif yang terjadi sebagai hasil

    perjuangan setelah kejadian traumatis. Beberapa sumber lainnya menyatakan

    bahwa peristiwa yang menyedihkan atau berbahaya tidak menyebabkan hasil

    yang negatif, namun juga menunjukkan adanya hasil yang positif, pengalaman

    tersebut disebut dengan PTG (Morrill et al, 2008).

  • 6

    PTG merupakan proses untuk bangkit dari peristiwa traumatis, dalam studi

    elisitasi terhadap 20 orang anggota Jemaat Ahmadiyah yang pernah mengalami

    penyerangan, mereka merasakan adanya tanda-tanda PTG. Sebagaimana

    pernyataan salah satu korban penyerangan tahun 2005 di Cianjur, yang

    menyatakan bahwa setelah penyerangan tersebut dirinya merasa lebih tabah dan

    sabar, menyerahkan apa yang terjadi kepada Allah, sehingga tidak dendam

    kepada para pelaku penyerangan. Dirinya juga merasa lebih yakin kepada

    kebenaran Ahmadiyah dan merasa banyak karunia Allah yang turun untuk

    kemajuan rohani dan jasmani. Beberapa anggota yang lain juga menyatakan

    bahwa penyerangan tersebut membuat kehidupannya lebih baik lagi, sehingga

    banyak hikmah dan makna dari kejadian traumatis tersebut.

    Riset Laufer & Solomon (2011) menemukan bahwa pemuda yang religius

    memiki tingkat PTG lebih tinggi dibandingkan dengan pemuda sekuler.

    Religiusitas/spiritualitas merupakan prediktor penting PTG. Komitmen agama

    dan partisipasi dalam kegiatan keagamaan berkorelasi positif dengan PTG

    (Linley & Joseph, 2004). Koping religius terbukti berhubungan dengan

    pertumbuhan pascatrauma (Pargament, 2000), menunjukkan bahwa orang yang

    mengalami PTG mencari pengalaman religius dan memprioritaskan

    keikutsertaan mereka untuk pertumbuhan rohani (Tedeschi & Calhoun, 1996).

    Dalam beberapa penelitian lain juga terbukti bahwa koping religius meningkat

    sebagai hasil dari pengalaman traumatik.

  • 7

    Riset Garcia et al. (2015) membuktikan bahwa positive religious coping

    dan social support berpengaruh secara signifikan terhadap PTG pada orang-

    orang yang kehilangan rumahnya setelah gempa bumi di Cina pada tahun 2010.

    Koping religius tersebut bisa digunakan secara individual (doa pribadi) atau

    secara kolektif (berdoa secara kelompok) dan ikut serta dalam kegiatan ritual

    spiritual. Oleh karena itu, mekanisme PTG sangat ditentukan oleh hubungan

    pribadi dengan Tuhan atau dengan kekuatan lain yang lebih besar yang dapat

    memberikan mereka harapan didalam krisis kehidupan. Menurut Gerber et al.

    (2011) kehidupan religius atau keagamaan dapat membantu manusia dalam

    menurunkan kecemasan, kegelisahan dan ketegangan.

    Mardiah & Syahriati (2015) membuktikan bahwa orang-orang yang

    pernah mengalami tsunami dan konflik di Aceh menggunakan koping religius

    positif sebagai cara untuk mencapai PTG. Positive religious coping juga

    berpengaruh terhadap PTG, hal bisa dijelaskan oleh nilai yang ada didalam

    Agama Islam, bahwa segala sesuatu diserahkan kepada Allah. Ketika Allah

    memberikan sebuah cobaan didalam hidup itu artinya Allah mencintainya dan

    meningkatkan level keimanan. Sebagaimana firman Allah SWT di dalam Al-

    Qur’an surah Al-Baqarah ayat 214, yang artinya :

    “Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum

    datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu

    sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan dan diguncang

    (dengan berbagai cobaan), sehingga rasul dan orang-orang yang beriman

  • 8

    bersamanya berkata, “kapankah datang pertolongan Allah?” Ingatlah

    sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.”

    Joseph (2009) didalam risetnya menemukan bahwa perubahan positif

    terjadi akibat dari penderitaan. Riset Bonanno & Westpal (2007) juga

    menemukan bahwa orang-orang yang terpapar trauma dan mengalami

    kehilangan, terbukti menggunakan resiliensi sebagai cara yang tak terduga untuk

    menghadapi trauma dan menjadi salah satu proses untuk mencapai PTG.

    Bensimon (2012) menemukan bahwa reliensi sangat signifikan meningkatkan

    PTG.

    Selanjutnya Tsai et al. (2014) menemukan bahwa pengalaman PTG pada

    veteran di USA, sangat dipengaruhi oleh dukungan sosial, religiusitas dan tujuan

    dalam hidup. Dari hasil riset Tedeschi dan Calhoun (2004) dapat dilihat bahwa

    social support juga berpengaruh signifikan terhadap PTG. Sebagaimana

    penelitian sebelumnya yang menjelaskan tentang model PTG yang direvisi

    termasuk dukungan sosial sebagai prediktor perubahan positif setelah terjadinya

    peristiwa traumatis. Riset Rahmah (2017) juga menemukan bahwa dukungan

    sosial sangat berpengaruh terhadap PTG korban konflik Aceh. Riset Anantasari

    (2011) menemukan adanya korelasi positif antara dukungan sosial dengan PTG.

    Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan

    penelitian dengan judul “Pengaruh Positive Religious Coping, Resiliensi dan

    Social Support terhadap Post-Traumatic Growth pada Anggota Ahmadiyah

    Korban Penyerangan”.

  • 9

    1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah

    1.2.1 Pembatasan Masalah

    Agar penelitian ini tidak meluas dan lebih terarah, maka perlu suatu pembatasan

    masalah. Adapun pokok permasalahan yang menjadi batasan permasalahan

    dalam penelitian ini adalah posttraumatic growth pada anggota Ahmadiyah

    korban penyerangan yang dipengaruhi oleh variabel-variabel lain di antaranya

    positive religious coping, resiliensi dan social support. Adapun penjelasan

    mengenai variabel-variabel tersebut sebagai berikut:

    1. Posttraumatic growth yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

    pengalaman perubahan positif yang terjadi sebagai hasil dari perjuangan

    seseorang dalam menghadapi krisis kehidupan yang stressful (Tedeschi &

    Calhoun, 1996).

    2. Positive religious coping yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

    strategi untuk memahami dan mengatasi sumber stres dengan menggunakan

    fungsi keagamaan dan kedekatan dengan Tuhan, yang dilihat dari aspek

    yang positif (Pargament et al, 2011).

    3. Resiliensi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kapasitas universal

    dimana seseorang, kelompok atau komunitas dapat mencegah,

    meminimalkan atau mengatasi efek dari kesulitan (Grotberg, 2001).

    4. Social Support yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sumber daya

    yang disediakan oleh orang lain, sebagai bantuan atau sebagai pertukaran

    sumber daya dalam bentuk seperti instrumental, informasi dan emosional

    (Schwarzer & Knoll, 2007).

  • 10

    5. Sampel dalam penelitian ini adalah anggota Ahmadiyah yang pernah

    mengalami penyerangan di wilayah Cianjur.

    1.2.2 Perumusan Masalah

    Berdasarkan batasan masalah, maka masalah yang akan diteliti dalam penelitian

    ini dirumuskan sebagai berikut :

    1. Apakah ada pengaruh yang signifikan positive religius coping, resiliensi

    dan social support terhadap posttraumatic growth pada anggota Ahmadiyah

    Cianjur korban penyerangan?

    2. Apakah setiap dimensi dari positive religious coping, resiliensi dan social

    support berpengaruh secara signifikan terhadap posttaumatic growth pada

    anggota Ahmadiyah Cianjur korban penyerangan?

    3. Berapa besaran pengaruh yang dapat diprediksi oleh positive religious

    coping, resiliensi dan social support terhadap posttraumatic growth pada

    Anggota Ahmadiyah Cianjur korban penyerangan?

    1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

    1.3.1 Tujuan Penelitian

    Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam

    penelitian ini sebagai berikut :

    1. Untuk membuktikan pengaruh dari positive religious coping, resiliensi dan

    social support terhadap posttraumatic growth pada anggota Ahmadiyah

    Cianjur korban penyerangan.

    2. Untuk membuktikan apakah setiap dimensi dari varibel positive religious

    coping, resiliensi dan social support berpengaruh secara signifikan terhadap

  • 11

    posttraumatic growth pada anggota Ahmadiyah Cianjur korban

    penyerangan.

    3. Untuk membuktikan seberapa besar pengaruh yang dapat diprediksi oleh

    positive religious coping, resiliensi dan social support terhadap

    posttraumatic growth pada anggota Ahmadiyah Cianjur korban

    penyerangan.

    1.3.2 Manfaat Penelitian

    Adapun manfaat dari penelitian ini terbagi menjadi dua manfaat, yaitu :

    1.3.2.1 Manfaat Teoritis

    Adapun manfaat teoritis penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi

    untuk penelitian selanjutnya pembanding untuk penulisan selanjutnya yang

    relevan, khususnya dalam hal posttraumatic growth pada Anggota Ahmadiyah

    korban penyerangan yang pengaruhnya dapat dilihat dari positive religious

    coping, resiliensi dan social support. Selain itu penulisan ini diharapkan dapat

    memberikan sumbangan dan masukan dalam pengembangan skala pengukuran

    psikologi.

    1.3.2.2 Manfaat Praktis

    Hasil penelitian ini dapat menjadi rujukan untuk menangani anggota Ahmadiyah

    korban penyerangan melalui positive religious coping, resiliensi, social support

    untuk melihat pengaruhnya terhadap posttraumatic growth pada Anggota

    Ahmadiyah korban penyerangan. Sehingga para anggota Ahmadiyah yang

    pernah mengalami penyerangan mengalami posttraumatic growth.

  • 12

    1.4 Sistematika Penulisan

    Sistematika penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Positive Religious

    Coping, Resiliensi dan Social Support terhadap Post-Traumatic Growth

    pada Anggota Ahmadiyah Korban Penyerangan” terdiri dari lima bab, yaitu:

    Bab 1. Pendahuluan

    Berisi tentang latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan

    manfaat dari penelitian serta sistematika penulisan.

    Bab 2. Kajian Teori

    Berisi tentang teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan penelitian,

    kerangka berpikir dan hipotesis penelitian.

    Bab 3. Metodologi Penelitian

    Berisi tentang metode penelitian yang terdiri dari tujuh sub-bab. Sub-bab

    tersebut adalah populasi, sampel dan teknik pengambilan sampel, variabel

    penelitian, definisi operasional dari variabel, metode pengumpulan data, uji

    validitas alat ukur, teknik pengolahan data dan prosedur penelitian.

    Bab 4. Analisa Hasil Penelitian

    Berisi tentang responden, deskripsi statistik, kategori skor variabel penelitian

    dan pengujian hipotesis penelitian.

  • 13

    Bab 5. Kesimpulan, Diskusi dan Saran

    Berisi tentang rangkuman keseluruhan hasil dari penelitian yang telah

    dilakukan. Bab ini terdiri dari tiga bagian yaitu kesimpulan, diskusi dan saran.

  • 14

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    Di dalam bab ini, penulis menguraikan teori yang digunakan dalam penelitian.

    Terdiri dari lima sub-bab yaitu teori posttraumatic growth, positive religious

    coping, resiliensi, social support, kerangka berpikir dan hipotesis penelitian.

    2.1 Posttraumatic Growth

    2.1.1 Definisi Posttraumatic Growth

    Posttraumatic growth termasuk dalam kajian psikologi positif yang berkembang

    sejak tahun 1990-an. PTG adalah suatu proses perkembangan pascatrauma yang

    menghasilkan perubahan positif. Tesdechi & Calhoun (2004) mendefinisikan

    PTG adalah pengalaman atau ekspresi perubahan kehidupan positif sebagai hasil

    dari trauma atau krisis kehidupan. Hal ini diwujudkan dalam bentuk lebih

    mengapresiasi kehidupan, hubungan interpersonal yang lebih berarti, kekuatan

    perasaan pribadi yang meningkat, adanya perubahan prioritas dan meningkatnya

    kehidupan spiritual. Syarat dari PTG adalah adanya perubahan psikologis yang

    positif yang dihasilkan dari kehidupan yang stressful yang pernah dialami.

    Thabet (2017) mendefinisikan PTG mengacu pada perubahan seseorang

    yang memiliki kemampuan untuk melawan dan tidak menyerah dengan keadaan

    yang sangat menegangkan. Calhoun dan Tedeschi (2004) mengatakan bahwa

    peristiwa negatif dalam kehidupan dapat menantang skema kognitif seseorang dan

    asumsi tentang dunia (misalnya, prediktabilitas dan kemampuan mengontrol

    tentang peristiwa kehidupan). Orang yang mengalami trauma tidak hanya

    mendapat efek negatif tetapi juga mereka mendapat wawasan baru yang positif

  • 15

    dari peristiwa negatif yang dialami, sehingga dapat merekonstruksi ulang cara

    berpikir mereka dalam memandang dunia dan bergerak maju pada kehidupan

    yang lebih baik.

    Tedeschi & Calhoun (2004) menekankan bahwa yang pertama,

    pertumbuhan pascatrauma ini berbeda dengan stress-related growth, yang lebih

    lebih fokus secara jelas pada kondisi krisis besar dari pada tingkat stres yang lebih

    rendah. Didalamnya hanya dibahas betapa pentingnya gangguan hidup yang

    menghasilkan gambaran perubahan dalam kehidupan kita. Kedua, berbeda dengan

    ilusi, orang-orang yang melaporkan perubahan ini, tampaknya ada transformasi

    kehidupan yang melampaui ilusi. Ketiga berbeda dengan istilah-istilah yang

    menekankan proses ini sebagai salah satu dari banyak cara untuk mengatasi

    trauma, bagi mereka yang melaporkan perubahan PTG ini adalah hasil atau proses

    yang berkelanjutan, dari pada hanya sekedar mekanisme koping. Artinya PTG

    bukanlah proses layaknya mekanisme koping, resiliensi atau cara mengatasi

    trauma tetapi hasil dari perubahan positif pascatrauma itu sendiri.

    PTG menggambarkan pengalaman individu dan perkembangannya,

    setidaknya di beberapa area, yang telah melampaui apa yang ada sebelum keadaan

    krisis terjadi. Individu tidak hanya bertahan hidup, tapi telah mengalami

    perubahan yang dilihat penting dan melampaui keadaan psikologis sebelumnya.

    Maksudnya, keadaan PTG bukan sekadar kembali kepada keadaan psikologis

    semula, tetapi adanya perubahan yang sangat mendalam bagi beberapa orang

    bahkan lebih baik dari keadaan sebelumnya. Joseph (2009) dalam penelitiannya

  • 16

    menjelaskan bahwa orang yang mengalami PTG menemukan bahwa mereka

    meningkatkan hubungan dengan orang lain dengan beberapa cara, misalnya

    dengan lebih menghargai teman, keluarga, merasakan belas kasih dan altruisme

    yang meningkat terhadap orang lain.

    Joseph & Linley (2004) mengatakan bahwa orang-orang yang pernah

    mengalami trauma membuat seseorang memiliki kehidupan yang lebih berarti.

    Melalui proses perjuangan dari kesulitan ini memungkinkan timbulnya perubahan

    yang mendorong individu ke tingkat fungsi yang lebih tinggi dari sebelum

    kejadian traumatis itu. Perubahan positif ini telah diberi label pertumbuhan

    pascatrauma, yang terkait dengan pertumbuhan pascastres. Manfaat yang

    dirasakan yaitu, perkembangan mental, penyesuaian diri dan adaptasi diri yang

    positif. Seseorang yang berjuang dari trauma yang sangat jelas memberikan

    dampak positif terhadap kondisi psikologisnya dan dapat memberikan makna

    terhadap dirinya maupun kehidupannya. Namun perubahan positif ini tidak hanya

    berdampak bagi dirinya sendiri tetapi juga berdampak kepada perubahan positif

    dalam hubungan dengan manusia lainnya dan Tuhan.

    Adapun proses PTG ini dimulai dari openess to experience dan extraversion.

    Yaitu, terbuka terhadap pengalaman baru dan belajar dari kejadian traumatis

    tersebut. Selanjutnya mengelola emosi yang menyedihkan, orang yang

    menghadapi krisis besar dalam kehidupan harus menemukan cara mengelola

    distress awal, yang dapat melemahkan. Ini diperlukan untuk memungkinkan

    terjadinya proses terjadinya konstruksi kognitif agar menghasilkan perubahan

  • 17

    pada skema berpikir, yaitu dengan berubahnya persepsi dan cara pandang yang

    baru terhadap kejadian traumatis, inilah yang kemudian berkontribusi pada

    pengalaman PTG. Yang selanjutnya mencari dukungan kepada orang-orang

    terdekat dan terbuka dengan apa yang dialami, agar segera mendapatkan

    pertolongan (Tedeschi & Calhoun, 2004).

    Berdasarkan definisi-definisi di atas diambilah satu definisi PTG yang

    digunakan dalam penelitian ini, yaitu teori dari Tedeschi & Calhoun (1996) yang

    bahwa PTG adalah suatu perubahan positif yang dihasilkan dari perjuangan

    seseorang dalam menghadapi krisis kehidupan yang penuh tekanan, yang ditandai

    dengan apresiasi kehidupan, hubungan dengan orang lain, kekuatan pribadi,

    kemungkinan baru dan perubahan spiritual.

    2.1.2 Dimensi-Dimensi Posttraumatic Growth

    Tedeschi & Calhoun (1996) juga menyebutkan terdapat lima dimensi pada

    posttraumatic growth (PTG) yaitu :

    1. Apresiasi kehidupan (appreciation of life)

    Salah satu keuntungan yang banyak dilaporkan dari individu yang pernah

    mengalami trauma adalah bertambahnya apresiasi terhadap kehidupan dengan

    menemukan makna kehidupan baru, merasa beruntung dan menghargai apa

    yang dimiliki sekarang.

    2. Hubungan dengan orang lain (relating to others)

    Ketika dihadapkan dalam kondisi traumatis, maka individu biasanya berusaha

    untuk mencari jalan keluar dari kondisi tersebut dengan berdiskusi dengan

    orang lain dan menyebabkan individu tersebut lebih terbuka atau lebih dekat

  • 18

    dengan orang lain misalnya dengan keluarga, sahabat, pasangan ataupun

    dengan kelompoknya dibandikan sebelumnya.

    3. Kekuatan pribadi (personal strength)

    Kekuatan pribadi yang dimaksud adalah lebih kuat, optimis, kreatif,

    pertumbuhan emosi yang lebih positif dan munculnya keyakinan bisa

    menangani setiap masalah dalam hidup dengan lebih baik, karena sebelumnya

    telah berhasil melewati masa-masa traumatis.

    4. Kemungkinan baru (new possibilities)

    Posttraumatic growth juga dapat mengidentifikasi kemungkinan-

    kemungkinan baru, atau jalan hidup yang baru bagi individu yang pernah

    mengalami trauma muncul perasaan lebih peduli, lebih altruis terhadap orang

    lain yang juga mengalami kesulitan.

    5. Perubahan spiritual (spiritual change)

    Perubahan spiritual hadir dikarenakan kepercayaan bahwa Tuhan turut andil

    dalam memberi jalan keluar bagi individu yang pernah mengalami trauma dan

    lebih bersyukur dengan kehidupannya.

    2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Posttraumatic Growth

    Beberapa faktor yang mempengaruhi posttraumatic growth, yaitu :

    1. Koping Religius

    Mardiah & Syariati (2015) dalam penelitiannya yang berjudul Can Religious

    Coping Predict Posttraumatic Growth menemukan bahwa para korban

    tsunami dan konflik Aceh, menggunakan religious/spiritual coping sebagai

  • 19

    sarana untuk bangkit dari kejadian trauma tersebut. Religious coping dapat

    memprediksi PTG dengan F (1,411)= 12,08. P < 0,01.

    2. Strategi Koping

    Didalam penelitian Prati dan Pietrantoni (2009) strategi koping berpengaruh

    secara signifikan terhadap posttraumatic growth. Aslam dan Kamal (2015)

    mengatakan strategi koping mengacu pada upaya sadar tertentu, baik perilaku

    dan mental individu itu untuk menguasai, bertahan, mengurangi, atau

    meminimalkan peristiwa yang membuat stres, untuk menangani masalah

    pribadi dan antarpribadi. Joseph dan Linley (2004) dalam hasil penelitiannya

    menyebutkan bahwa, tiga metode koping ditemukan memiliki korelasi yang

    signifikan dengan PTG: (a) emotion focused coping, (b) problem focused

    coping dan (c) avoidant coping. Tiga bentuk koping tersebut secara positif

    terkait dengan PTG.

    3. Resiliensi

    Tedeschi & Calhoun (2004) mengatakan bahwa resiliensi biasanya dianggap

    sebagai kemampuan untuk melanjutkan kehidupan setelah menghadapi

    kesulitan. Schmidt-Ehmcke (2008) menemukan bahwa resiliensi

    mempengaruhi PTG pada sampel orang-orang yang mengalami berbagai

    jenis trauma di Afrika Selatan.

    4. Dukungan Sosial (social support)

    Dukungan sosial memainkan peran besar dalam pertumbuhan pascatrauma.

    Model revisi pertumbuhan pascatrauma termasuk dukungan sosial sebagai

    prediktor perubahan positif setelah terjadinya peristiwa traumatis, dalam

  • 20

    (Tedeschi & Calhoun, 2004) telah menekankan manfaat dukungan sosial

    dalam memfasilitasi pertumbuhan pascatrauma melalui dukungan timbal

    balik kelompok, karena mereka berdiskusi dari berbagai perspektif,

    memberikan keyakinan dan menggunakan metafora untuk menjelaskan

    pengalaman. Sebagaimana penelitian yang dilakukan Powell et al, 2003

    (dalam Tedeschi & Calhoun, 2004) yang menemukan perbedaan dalam

    pertumbuhan pascatrauma di antara orang-orang yang mengalami perang di

    Sarajevo. Di dalam studi ini ditemukan, orang-orang yang telah melarikan

    diri dari negara dan secara lingkungan sosialnya stabil melaporkan bahwa

    mereka lebih berkembang dari pada mereka yang menanggung seluruh

    konflik di kota. Sebagaimana yang dikatakan Schaefer dan Moos (dalam,

    Prati dan Pietrantoni, 2009) dukungan sosial dapat menjadi pendorong

    pertumbuhan pribadi dalam mempengaruhi perilaku dalam mengatasi dan

    mendorong kesuksesan beradaptasi terhadap krisis kehidupan.

    5. Karakteristik Kepribadian (personality characteristic)

    Menurut Tedeschi dan Calhoun (2004) kepribadian dasar memengaruhi

    seseorang dalam memandang peristiwa traumatis yang menimpa mereka:

    yaitu extraversion dan keterbukaan terhadap pengalaman. di dalam

    pengukuran post traumatic growth inventory (PTGI), extraversion dan

    openness to experience diukur dengan menggunakan NEO personality

    inventory secara sederhana berkorelasi kepada posttraumatic growth,

    sedangkan dimensi Big Five lainnya cenderung tidak berkorelasi.

  • 21

    6. Optimisme

    Scheier dan Carver (dalam Prati dan Pietrantoni, 2009) telah

    mendefinisikan optimisme merupakan kepercayaan dalam diri bahwa hal-

    hal baik akan terjadi. Selain itu dijelaskan pula bahwa orang yang optimis

    mungkin lebih cenderung mendapat manfaat dari setiap kesulitan daripada

    orang yang pesimis. Diketahui bahwa optimisme tidak terkait dengan pola

    strategi koping yang kaku. Bahkan, optimisme terkait dengan penggunaan

    strategi yang fleksibel dalam beradaptasi mengendalikan stressor.

    Optimisme dianggap sebagai prediktor kemampuan yang dirasakan untuk

    mengelola tuntutan yang berpotensi traumatic event.

    7. Religiusitas dan Spiritualitas

    Pargament et al. (2000) Mengatakan bahwa banyak orang mengatasi

    peristiwa yang berpotensi traumatis dengan cara agama atau spiritualitas,

    itu menarik untuk menguji efeknya pada pertumbuhan pascatrauma.

    Banyak penelitian menunjukkan hubungan antara indeks agama terhadap

    kesehatan mental, seperti doa, beribadah dan terlibat dalam aktifitas

    kerohanian dan spiritualitas yang mandiri. Dari agresi linier yang dilakukan

    Harris et al. (2010) ditemukan bahwa berdoa dengan fokus dan tenang

    secara independen terkait dengan posttraumatic growth yang lebih tinggi.

    Calhoun et al. (2000) juga menemukan bahwa ada hubungan antara agama

    dengan PTG.

  • 22

    2.1.4 Pengukuran Posttraumatic Growth

    Pengukuran posttraumatic growth pada penelitian ini menggunakan alat ukur

    The Post Traumatic Growth Inventory (PTGI) dari (Tedeschi & Calhoun, 1996)

    adalah skala 21-item yang mengukur tingkat perubahan positif yang dilaporkan

    dialami dalam perjuangan dengan krisis kehidupan utama. Skala termasuk item

    yang menilai perubahan positif individu yang dikaitkan dengan perjuangan

    trauma. Didalam PTGI terdapat lima aspek posttraumatic growth yang diukur

    yaitu, appreciation of life, relating to others, personal strength, new possibilities

    dan spiritual change.

    2.2 Positive Religious Coping

    2.2.1 Pengertian Positive Religious Coping

    Pargament, Koenig dan Perez (2000) mendefinisikan positive religious coping

    sebagai proses mengatasi stres yang secara holistik memanfaatkan fungsi

    keagamaan ini untuk tujuan pemulihan kondisi psikologis dari peristiwa stres

    atau traumatis. Pargament et al. (2011) juga mengatakan bahawa religious

    coping sebagai upaya untuk memahami dan menangani sumber stres dalam

    hidup dengan melakukan berbagai cara demi meningkatkan hubungan individu

    dengan Tuhan. Dalam beberapa tahun terakhir, para peneliti telah menemukan

    hubungan yang signifikan antara religiusitas dan variabel spiritualitas

    pengaruhnya terhadap kesehatan mental. Pargament, Koenig dan Perez (2000)

    mengatakan bahwa ketika ditanya bagaimana orang-orang yang pernah

    mengalami trauma mengatasi situasi yang paling menegangkan, banyak orang

    menyebutkan karena agama. Diantara beberapa kelompok, terutama orang tua,

  • 23

    kelompok minoritas dan individu yang menghadapi krisis yang mengancam

    jiwa, agama lebih sering dikutip dari pada yang lain sebagai sumber daya untuk

    mengatasi situasi sulit.

    Religious coping menggunakan fungsi-fungsi agama dalam memulihkan

    kondisi psikologis dalam keadaan sulit. Adapun fungsi-fungsi positive religious

    coping terkait dengan tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi. Dalam tulisan ini,

    positive religious coping didefinisikan sebagai proses mengatasi yang secara

    holistik memanfaatkan fungsi keagamaan secara postif untuk tujuan pemulihan

    dari peristiwa stres atau traumatis. Adapun teori positive religious coping yang

    digunakan dalam penelitian ini adalah teori dari Pargament et al. (2011) yang

    menyatakan bahwa positive religious coping yang dimaksud adalah strategi

    untuk memahami dan mengatasi sumber stres dengan menggunakan fungsi

    keagamaan dan kedekatan dengan Tuhan, yang dilihat dari aspek positif.

    2.2.2 Dimensi-Dimensi Positive Religious Coping

    Pargament et al. (2011) mengemukakan ada beberapa dimensi positive religious

    coping, yaitu:

    1. Benevolent Religious Reappraisal: Mendefinisikan kembali stressor melalui

    agama sebagai sesuatu yang baik dan berpotensi menguntungkan.

    2. Collaborative religious coping: Mencari kontrol dengan memohon

    pertolongan dari Allah dalam memecahkan masalah.

    3. Seeking spiritual support: Mencari kenyamanan dan keamanan melalui cinta

    dan kasih sayang Allah.

  • 24

    4. Spiritual connection: Mencari rasa keterhubungan dengan kekuatan

    transenden.

    5. Support seeking from clergy or members: Mencari kenyamanan dan

    keamanan melalui cinta dan kasih sayang sesama anggota jemaat dan alim

    ulama.

    6. Religious helping: Usaha untuk meningkatkan dukungan spiritual dan

    kenyamanan pada sesama anggota jemaat.

    7. Religious forgiving: memohon pertolongan rohani dengan cara

    menghilangkan kemarahan, rasa sakit dan ketakutan yang berkaitan dengan

    sakit hati.

    Pargement, Koenig & Perez (2000) juga mengidentifikasi ada lima fungsi dasar

    agama, yaitu untuk:

    a. Makna (meaning), agama memainkan sebuah kunci peran dalam pencarian

    makna, dalam menghadapi penderitaan dan kehidupan yang membingungkan.

    Pengalaman beragama menawarkan kerangka kerja pemahaman dan

    interpretasi dari sisi lain kehidupan manusia yang lebih sakral yaitu Tuhan.

    b. Kontrol (control), peran agama dalam mengontrol perilaku sangatlah besar.

    Kejadian traumatis yang mendorong individu sumber kekuatan diluar dirinya

    sendiri. Dan agama menawarkan banyak jalan untuk mendapatkan

    penguasaan rasa dan control perilaku.

    c. Kenyamanan (comfort), agama dirancang untuk mengurangi ketakutan

    individu tentang kehidupan di dunia, dimana bencana bisa datang kapan saja.

  • 25

    Akan tetapi, sulit untuk memisahkan diri dari rasa bosan strategi koping

    religius dari metode yang mungkin memiliki fungsi spiritual sejati. Dari

    perspektif agama, spiritualitas, atau keinginan untuk terhubung dengan

    kekuatan yang melampaui individu, adalah fungsi agama yang paling dasar.

    d. Keintiman (intimacy), peran agama dalam memfasilitasi keterpaduan sosial.

    Agama dapat dikatakan sebagai mekanisme membina solidaritas sosial dan

    identitas sosial. Selain itu agama juga dapat membangun keintiman yang

    lebih dengan orang lain.

    e. Transformasi kehidupan (life transformation), maksudnya agama juga

    mampu memperbaharui nilai-nilai lama dengan nilai-nilai baru, yang dapat

    merubah kehidupan menjadi lebih baik.

    Pada penelitian ini penulis menggunakan pendapat dari Pargament et al.

    (2011) yang mengemukakan dimensi-dimensi dari positive religious coping

    adalah meaning (benevolent religious reappraisal), control (collaborative

    religious coping), comfort (seeking spiritual support, spiritual connection),

    intimacy (support seeking from clergy or members, religious helping), life

    transformation (religious forgiving).

    2.2.3 Pengukuran Positive Religious Coping

    Pengukuran positive religious coping pada penelitian ini menggunakan alat ukur

    Religious Coping yang positif (Brief RCOPE) positif dari (Pargament et al,

    2011) yang mengukur dengan tajam proses koping religius yang memiliki aspek

    positif. Pengukuran ini didasarkan pada lima fungsi agama yaitu meaning

    (benevolent religious reappraisal), control (collaborative religious coping),

  • 26

    comfort (seeking spiritual support, spiritual connection), intimacy (support

    seeking from clergy or members, religious helping), life transformation

    (religious forgiving).

    Pargament et al. (2011) menuturkan bahwa Brief RCOPE adalah alat ukur

    yang paling umum digunakan untuk mengukur koping religius dan telah

    menghasilkan berbagai temuan yang signifikan. Brief RCOPE mewakili

    pendekatan yang berbeda untuk penilaian agama, yang didasarkan pada teori

    dan penelitian tentang koping dan agama. Teori yang menekankan peran aktif

    yang dimainkan individu dalam menafsirkan dan menanggapi stres dalam

    kehidupan. Selain itu alat ukur ini juga memperdalam item-item yang digunakan

    dalam mengukur koping religius, seperti fungsi doa dalam mengadapi krisis

    kehidupan. Dan item-item lain diperdalam secara spesifik. Reliabilitas dari

    positive religious coping (PRC) sebesar 0,94.

    2.3 Resiliensi

    2.3.1 Pengertian Resiliensi

    Thabet (2017) mengatakan bahwa resiliensi biasanya dianggap sebagai

    kemampuan untuk terus menjalani kehidupan setelah kesusahan dan kesulitan,

    atau untuk terus melanjutkan tujuan hidup setelah mengalami kesulitan. Smith

    (dalam Thabet, 2017) mendefinisikan resiliensi sebagai suatu proses yang

    mengarah pada “kekuatan kesadaran”, tetapi resiliensi psikologis mungkin

    secara operasional didefinisikan sebagai kesadaran kekuatan itu sendiri yaitu,

    keyakinan yang satu itu dapat bertahan atau menyelesaikan tugas yang relevan

    dengan sasaran diberagam tantangan dan situasi yang merugikan. Kobylarczyk

  • 27

    & Bulik (2015) menjelaskan resiliensi, diperlakukan sebagai kelompok luas

    karakteristik pribadi, diekspresikan oleh ketekunan dan adaptasi fleksibel untuk

    tuntutan kehidupan, kemampuan untuk mengambil tindakan perbaikan dalam

    kesulitan situasi dan toleransi terhadap emosi dan kegagalan negatif.

    Tugade & Fredrickson (2004) menekankan pentingnya resiliensi terhadap

    kemampuan seseorang untuk mengatasi kesulitan dan penderitaan atau kesulitan

    sehingga membantu individu lebih cepat untuk beradaptasi dan menghadapi

    perubahan setelah kehidupan yang stresful. Zautra (dalam Mahdi, Prihadi dan

    Hasyim, 2014) membagi ketahanan menjadi dua bagian, dengan satu

    menunjukkan ketahanan sebagai kemampuan individu untuk menghadapi

    kesulitan dan memulihkan, sedangkan yang lain menggambarkan ketahanan

    sebagai kemampuan untuk terus mencapai tujuan atau kemajuan menuju masa

    depan yang positif meskipun ada tekanan dan kemampuan untuk mengatasi

    secara efektif ketika menghadapi kesulitan.

    Grotberg (2001) mengatakan bahwa sangat mudah untuk fokus pada

    dampak patologis setelah bencana yang terjadi dan tentu saja dampak seperti itu

    terjadi dengan bantuan khusus yang mungkin diperlukan. Bagaimanapun,

    manusia memiliki kapasitas untuk menghadapi, mengatasi dan menyelesaikan

    masalah atau kesulitan. Kapasitas manusia itu adalah daya tahan (resilience).

    Resiliensi membantu orang-orang yang hidup dalam kondisi buruk atau

    mengalami kehilangan, bencana dan kesulitan lainnya, agar tetap berfungsi

    meskipun dalam tingkat psikologis yang rendah atau berada dalam tekanan.

  • 28

    Sehingga dapat meningkatkan harapan dan memiliki keyakinan yang tinggi

    dalam fungsi sosial dan menjadi pribadi yang efektif. Resiliensi juga

    berkontribusi pada kesehatan mental mereka yang mengalami situasi sulit.

    sumber-sumber resiliensi berasal memberikan dukungan eksternal (i have);

    mengembangkan kekuatan batin (i am); dan mengakuisisi interpersonal dan

    keterampilan memecahkan masalah (i can). Status sosial ekonomi memiliki

    dampak jumlah yang tidak signifikan terhadap ketahanan.

    Didalam penelitian ini teori resiliensi yang digunakan adalah teori dari

    Grotberg (2001) yang menyebutkan bahwa resiliensi adalah kapasitas universal

    dimana seseorang, kelompok atau komunitas dapat mencegah, meminimalkan

    atau mengatasi efek dari kesulitan.

    2.3.2 Dimensi-Dimensi Resiliensi

    Menurut Grotberg (2001) ada tiga dimensi dalam resiliensi:

    1. External supports (i have), didalam dukungan eksternal terdapat cinta yang

    diberikan dari orang lain, orang lain memberi tahu kapan harus lanjut dan

    berhenti, mengajarkan untuk melakukan sesuatu dengan baik dan membantu

    ketika sakit dan dalam keadaan berbahaya. External supports didalam

    penelitian ini adalah external supports yang berasal dari keluarga.

    2. Inner stregth (i am), kepercayaan diri bahwa semua akan baik-baik saja,

    kekuatan pribadi juga ditunjukkan dengan menghormati diri sendiri dan

    orang lain, senang melakukan perbuatan baik, bertanggung jawab dengan

    apa yang dilakukan oleh diri sendiri dan menolong orang lain

  • 29

    3. Interpersonal and problem-solving skills (i can), ketika menghadapi masalah

    berusaha mencari bantuan orang lain jika diperlukan, berbicara kepada orang

    lain tentang hal-hal yang membuat takut dan mengganggu, mampu

    mengendalikan diri sendiri ketika ingin melakukan sesuatu, mengetahui

    kapan waktu yang tepat dalam mengambil tindakan dan kapan waktu yang

    tepat untuk berbicara dengan seseorang.

    Penulis menyimpulkan bahwa resiliensi merupakan kemampuan seseorang

    untuk terus menjalani kehidupan meskipun dalam keadaan sulit dan penuh

    tekanan. Kemampuan tersebut didapatkan dari dukungan eksternal (external

    supports) yang diberikan orang lain, kekuatan diri (inner strength) yaitu

    kepercayaan diri bahwa semua akan baik-baik saja dan kemampuan untuk

    mengidentifikasi masalah, lalu menyelesaikannya dengan baik (interpersonal &

    problem solving skills). Penulis menggunakan ketiga dimensi tersebut untuk

    mengukur resiliensi yang dimiliki individu.

    2.3.3 Pengukuran Resiliensi

    Dalam mengukur resiliensi, penulis menggunakan alat ukur the International

    Resilience Research Project (IRRP) dari Grotberg (2001), yang mencakup tiga

    aspek pengukuran yaitu, external supports (i have), inner strength (i am),

    interpersonal and problem-solving skills (i can). Penulis menggunakan alat ukur

    ini sebab alat ukur ini mampu mengukur bagaimana ketahanan yang mampu

    diterapkan di budaya yang berbeda dengan kelompok usia yang berbeda,

    mampu mengidentifikasi perilaku resiliensi dalam menangani dan mengatasi

    aspek yang berpotensi merusak.

  • 30

    2.4 Social Support

    2.4.1 Pengertian Social Support

    Bernal, Molina & Rio (2002) mendefinisikan social support sebagai sumber

    daya yang dipertukarkan berupa emosional, instrumental. Sarafino, 1998

    (dikutip oleh Marhamah, Hazalizah, & Hamzah, 2016) mengatakan bahwa

    dukungan sosial mengacu kepada kenyamanan yang dirasakan, perhatian, harga

    diri, atau membantu seseorang menerima dari orang atau kelompok lain. Orang-

    orang dengan dukungan sosial percaya bahwa mereka dicintai, diperhatikan,

    dihargai.

    Sarafino, 2006 (dalam Marhamah et al) menjelaskan bahwa ada dua model

    teoritis untuk menentukan bagaimana dukungan sosial bekerja dalam individu,

    yaitu dukungan sosial melindungi dari efek negatif stres yang tinggi tingkat

    dalam dua cara berikut; yang pertama, untuk individu yang menghadapi stressor

    yang berat, seperti krisis finansial, daripada individu dengan tingkat dukungan

    sosial rendah. Social support memiliki dua fungsi yakni dapat melindungi dari

    situasi yang penuh tekanan dan dapat membimbing individu untuk memandang

    peristiwa negatif sebagai sesuatu yang tidak terlalu menakutkan (Boyle et al,

    1991).

    Banyak efek positif yang disebutkan dari social support pada PTG yang

    diamati (Rzeszutek, 2017) terutama setelah peristiwa traumatis bencana, seperti

    gempa bumi. Selain itu serangan teroris, sebagai tambahan dukungan sosial

    yang dirasakan terkait dengan tingkat PTG di antara orang-orang yang telah

    pulih dari kecanduan. Konstruk ini memainkan peran moderasi penting dalam

  • 31

    hasil kesehatan mental karena potensinya untuk melindungi orang-orang dari

    berbagai gangguan fisik dan psikologis Cobb, 1976 (dikutip oleh Bernal et al,

    2002).

    Joseph & Linley (2004) menyampaikan bahwa social support dapat dicapai

    apabila dilakukan dalam lingkungan yang mendukung yang memenuhi

    kebutuhan psikologis dasar untuk otonomi, kompetensi dan keterkaitan.

    Menurut Tedeschi & Calhoun (2004) sumber dukungan sosial dapat diterima

    terutama dari pasangan, keluarga dan teman. Manfaat dari dukungan sosial

    secara potensial adalah adanya diskusi dari berbagai perspektif, memberikan

    keyakinan dan menjelaskan pengalaman dengan metafora. Konseptualisasi

    dukungan sosial yang dipakai oleh Bernal, Molina & Rio (2002) didasarkan

    pada kebutuhan untuk emosional, dukungan instrumental, interpersonal, serta

    kepuasan dengan dukungan yang diterima.

    Social Support yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sumber daya

    yang disediakan oleh orang lain, sebagai bantuan atau sebagai pertukaran

    sumber daya dalam bentuk seperti instrumental, informasi dan emosional

    (Schwarzer & Knoll, 2007). Didalam penelitian ini social support dikhususkan

    hanya social support dari sesama anggota Ahmadiyah.

  • 32

    2.4.2 Dimensi-Dimensi Social Support

    Menurut Schwarzer & Sculz (2000) ada empat dimensi social support :

    1. Menerima dukungan emosi (perceived emotional support), dukungan ini

    diterima dalam bentuk emosional seperti perhatian, empati, kenyamanan dan

    kepedulian yang dirasakan individu.

    2. Menerima dukungan instrumental (perceived instrumental support),

    dukungan instrumental ini bisa dalam bentuk bantuan uang, makanan atau

    peralatan yang dibutuhk.

    3. Membutuhkan dukungan (need for support), Dukungan ini bisa dalam bentuk

    mendengarkan segala keluh kesah, kesedihan atau kesulitan yang dirasakan

    individu. Selain itu juga bisa memberikan pertimbangan kepada individu

    ketika akan mengambil keputusan.

    4. Mencari dukungan (support seeking), dukungan ini berupa bantuan untuk

    mengatasi masalah yang dihadapi, ketika individu menghadapi ketakutan,

    kesusahan maka ia akan mencari orang yang bisa diajak berbicara, agar bisa

    membuat dirinya bersemangat kembali.

    Penulis menyimpulkan bahwa social support merupakan sumber daya yang

    saling dipertukarkan atau diberikan oleh orang lain baik berupa dukungan

    emosi, benda maupun informasi. Penulis menggunakan dimensi perceived

    emotional support, perceived instrumental support, need for support dan

    support seeking untuk mengukur variabel social support. Dukungan sosial

    sangat penting bagi seseorang dalam melewati kesulitan dalam hidupnya, sebab

    manusia merupakan makhluk sosial dan saling membutuhkan satu sama lain.

  • 33

    2.4.4 Pengukuran Social Support

    Alat ukur yang digunakan didalam penelitian ini adalah Berlin Social Support

    Scales (BSSS) dari Schwarzer & Schulz (2000), yang terdiri dari tiga dimensi

    untuk mengukur social support, yaitu perceived emotional support, perceived

    instrumental support, need for support, and support seeking.

    Ada banyak alat ukur yang mencoba mengukur social support, namun alat

    ukur ini menyediakan cakupan multidimensional dari dukungan sosial, tetapi

    pada saat yang sama juga untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik

    tentang apa saja yang mendasari dan berkontribusi membangun diferensiasi.

    Adapun realiabilitas konsistensi internal untuk subskala dalam sampel

    validasi (pasien kanker, N= 457): Perceived social support α= 0,83; Received

    social support (skor umum, 11 item): α= .83; Need for Support (4 item): α= .63;

    Support seeking (5 item): α= .81; Protective buffering (6 item): α= .82.

    Konsistensi internal untuk dukungan sosial yang Diberikan (skor umum, 11

    item) dalam sampel pasangan (hanya pasangan, n = 175): α= 0,75.

    2.5 Kerangka Berpikir

    Posttraumatic growth pada anggota Ahmadiyah korban penyerangan adalah

    mereka yang pernah mengalami peristiwa rumah dihancurkan, dibakar, dijarah,

    atau diserang ketika mengikuti kegiatan-kegiatan Ahmadiyah, hingga anggota

    yang pernah kehilangan anggota keluarganya karena terbunuh dan berhasil

    bangkit dari peristiwa traumatis tersebut. Anggota Ahmadiyah dimasukan ke

    dalam kelompok yang mengalami trauma setelah penyerangan karena

  • 34

    disebabkan oleh beberapa masalah baik secara ekonomi, maupun secara

    psikologis pascapenyerangan tersebut.

    Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa faktor-faktor yang

    mempengaruhi PTG pada Anggota Ahmadiyah korban penyerangan adalah

    positive religious coping, resiliensi dan social support. Meaning ini sangat

    mempengaruhi pertumbuhan pascatrauma seseorang, meskipun penyerangan ini

    merupakan peristiwa negatif yang membawa dampak trauma, tetapi dengan

    positive religious coping ini seseorang bisa melihat hikmah dari peristiwa ini

    dan mempercayai penyerangan tersebut merupakan bagian dari takdir Allah.

    Walaupun ia mengalami kerugian secara materi, fisik atau psikis, meaning

    (makna) juga bisa menjadi arah seseorang untuk bersikap dan memetik makna

    bahwa ada maksud dari sebuah peristiwa hidup.

    Selanjutnya control merupakan bagian penting dari proses untuk mencapai

    PTG, control ini berkaitan dengan bagaimana seseorang memecahkan masalah.

    Control dalam hal ini dengan cara memohon bantuan dari Allah agar diberikan

    jalan keluar dari keadaan pascatrauma. Selanjutnya comfort (kenyamanan)

    proses PTG yaitu dengan mencari kenyamanan sesama anggota Jemaat

    Ahmadiyah dan meningkatkan hubungan dengan Allah. Sebab setelah

    mengalami penyerangan tersebut, seorang individu mencari dukungan secara

    spiritual contohnya dengan nasihat rohani atau memohon diberi kesabaran

    dengan bantuan Allah.

  • 35

    Intimacy (kelekatan) dalam proses PTG merupakan suatu proses yang

    penting, dimana para Anggota Ahmadiyah yang mengalami penyerangan

    mencoba membangun kedekatan dengan sesama Anggota Jemaat dan lebih

    mendekatkan diri kepada Allah. Kelekatan ini dibangun untuk menciptakan

    suasana yang lebih positif, dimana antar individu mampu menguatkan satu sama

    lain. Selain itu life transformation (perubahan hidup) pada setiap individu yang

    mengalami peristiwa pahit yang menimbulkan trauma, justru mampu mengubah

    hidupnya menjadi lebih baik. Perubahan hidup ini lebih mengarahkan individu

    kepada kekuatan baru dan kemungkinan-kemungkinan baru.

    External support adalah dukungan dari luar yang didapatkan seorang

    individu yang berpengaruh kepada PTG. Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia

    membutuhkan bantuan dari orang lain, terutama disaat keadaan yang pahit

    dalam hidup seperti penyerangan. Dukungan yang diberikan dari luar individu

    seperti keluarga, teman, pasangan, membuat individu merasa disayangi dan

    diperhatikan.

    Inner strength dalam proses PTG pada diri seseorang mungkin berbeda-

    beda. Namun dari sinilah emosi positif terbentuk dengan meyakini bahwa diri

    sendiri mampu melewati masa-masa sulit dan kekuatan dalam dirinya

    termanifestasi dalam sikap yang tangguh dalam menghadapi stres dalam

    kehidupannya. Selain itu, interpersonal dan problem solving skills juga penting

    dalam PTG, sebab dengan mengambil keputusan yang tepat mengarahkan

    individu pada perilaku yang benar dan terarah.

  • 36

    Perceived emotional support juga merupakan hal penting dalam PTG yang

    mengarahkan individu untuk bangkit dan berkembang setelah kejadian

    traumatis. Hal ini bisa berasal dari keluarga, teman, sahabat, pasangan dan

    sebagainya. Hal ini mendorong individu untuk mendapatkan dukungan

    emosional. Contohnya dengan berempati dengan apa yang dialami mereka.

    Sehingga dengan begitu seseorang merasa lebih tenang dan merasa tidak

    sendirian dalam menghadapi masalah atau merasakan dukungan dari orang

    disekitarnya. Perceived instrumental support yaitu mendapatkan dukungan

    instrumental, sehingga para korban penyerangan memiliki tempat untuk berbagi,

    berdiskusi tentang masalah yang dihadapi.

    Need for support yaitu kebutuhan untuk mendapat dukungan berpengaruh

    kepada PTG, penyerangan tersebut mungkin bisa jadi merupakan peristiwa yang

    memberikan dampak negatif, namun dapat ditanggulangi dan berujung manis

    berkat dukungan satu sama lain. Support seeking yaitu mencari dukungan.

    Dalam proses PTG untuk mengatasi kerusakan fisik seperti rumah dan lain

    sebagainya tidak ada salahnya jika mencari tempat tinggal sementara yang layak

    dan untuk memulihkan psikis dan bangkit dari trauma dengan mencari bantuan

    melalui tenaga profesional seperti psikolog. Anggota Ahmadiyah yang pernah

    mengalami penyerangan menunjukkan adanya masalah psikologis yang buruk.

    Kekerasan dan pengrusakan yang terjadi mengakibatkan trauma yang bisa

    mempengaruhi kesehatan mental seseorang. Berdasarkan penelitian terdahulu

    maka positive religious coping, resiliensi dan social support bisa membantu

    PTG seseorang.

  • 37

    Gambar 2.1

    Kerangka berpikir

    2.8 Hipotesis Penelitian

    Hipotesis Mayor: Ada Pengaruh variabel Positive Religious Coping, Resiliensi

    dan Social Support terhadap Post-Traumatic Growth pada Anggota Ahmadiyah

    Korban Penyerangan.

    Control

    Inner Strength (I Am)

    Social Support

    External supports (I have)

    Resiliensi

    Interpersonal & Problem-

    Solving Skills (I Can)

    Meaning

    Intimacy

    Life Transformation

    Positive Religious Coping

    Comfort

    Post-Traumatic

    Growth

    Perceived Emotional

    Support

    Perceived Instrumental

    Support

    Need for Support

    Support Seeking

  • 38

    Hipotesis Minor

    H1: Ada pengaruh yang signifikan meaning terhadap posttraumatic growth

    Anggota Ahmadiyah korban penyerangan.

    H2: Ada pengaruh yang signifikan control terhadap posttraumatic growth

    Anggota Ahmadiyah korban penyerangan.

    H3: Ada pengaruh yang signifikan comfort terhadap posttraumatic growth

    Anggota Ahmadiyah korban penyerangan.

    H4: Ada pengaruh yang signifikan intimacy terhadap posttraumatic growth

    Anggota Ahmadiyah korban penyerangan.

    H5: Ada pengaruh yang signifikan life transformation terhadap posttraumatic

    growth Anggota Ahmadiyah korban penyerangan.

    H6: Ada pengaruh yang signifikan external supports (i have) terhadap

    posttraumatic growth Anggota Ahmadiyah korban penyerangan.

    H7: Ada pengaruh yang signifikan inner strength (i am) terhadap posttraumatic

    growth Anggota Ahmadiyah korban penyerangan.

    H8: Ada pengaruh yang signifikan interpersonal and problem-solving skills (i

    can) terhadap posttraumatic growth Anggota Ahmadiyah korban penyerangan

    H9: Ada pengaruh yang signifikan perceived emotional supports terhadap

    posttraumatic growth Anggota Ahmadiyah korban penyerangan

  • 39

    H10: Ada pengaruh yang signifikan perceived instrumental supports terhadap

    posttraumatic growth Anggota Ahmadiyah korban penyerangan

    H11: Ada pengaruh yang signifikan need for supports terhadap posttraumatic

    growth Anggota Ahmadiyah korban penyerangan

    H12: Ada pengaruh yang signifikan support seeking terhadap posttraumatic

    growth Anggota Ahmadiyah korban penyerangan

  • 40

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    Pada bab tiga penulis akan memaparkan mengenai populasi, sampel dan teknik

    pengambilan sampel, variabel penelitian, definisi operasional dari variabel,

    metode pengumpulan data, teknik analisis dan pengolahan data, serta prosedur

    penelian.

    3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

    3.1.1 Populasi Penelitian

    Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah para Anggota Ahmadiyah

    yang pernah mengalami penyerangan contohnya, mengalami perusakan rumah,

    tempat ibadah, atau penyerangan ketika berada dalam kegiatan yang diadakan

    oleh Jemaat Ahmadiyah. Para Anggota Ahmadiyah yang menjadi sampel

    penelitian ini berdomisili di daerah Cianjur, dengan karakteristik sebagai

    berikut:

    1. Anggota Ahmadiyah di wilayah Cianjur.

    2. Pernah mengalami penyerangan pada tahun 2005.

    3. Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

    3.1.2 Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

    Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 200 anggota Ahmadiyah yang

    pernah mengalami penyerangan di daerah Cianjur. Dalam penelitian ini metode

    pemilihan sampel secara non-probability sampling, dimana peluang terpilihnya

    anggota populasi tidak diketahui karena penulis tidak memiliki daftar Anggota

  • 41

    Ahmadiyah yang pernah mengalami penyerangan di Cianjur. Penulisan ini juga

    menggunakan teknik purposive sampling, sebab didalam pemilihan sample

    terdapat kriteria-kriteria khusus yang telah dipilih penulis. Kuesioner dalam

    penelitian ini disebar secara langsung menggunakan angket.

    3.2 Variabel Penelitian

    Dalam penelitian ini terdapat dua variable, yakni variabel terikat (dependent

    variable) dan (independent variable). Dependent variable dalam penelitian ini

    yaitu posttraumaic growth. Sementara itu independent variable dalam penelitian

    ini terdiri dari positive religious coping, resiliensi, social support.

    Tabel 3.1

    Variabel Penelitian

    Dependent Variabel Independent Variable

    Post-Traumatic Growth Positive Religious Coping (meaning, control, comfort, intimacy, life transformation)

    Resiliensi (external supports (i have), inner strength (i am), interpersonal and problem-solving skills (i can))

    Social Support (perceived emotional supports, perceived instrumental supports, need for support,

    support seeking)

    3.3 Definisi Operasional Variabel

    Adapun definisi operasional masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah:

    1. Posttraumatic growth adalah pengalaman perubahan positif yang meliputi

    apresiasi kehidupan (appreciation of life), hubungan dengan orang lain

    (relating to others), kekuatan pribadi (personal strength), kemungkinan baru

    (new possibilities) dan perubahan spiritual (spiritual change) sebagai hasil

    dari proses menghadapi kejadian hidup yang penuh tantangan atau stressful.

    2. Positive religious coping adalah proses menangani sumber stres dengan

    memanfaatkan fungsi agama yang positif meliputi yaitu meaning (benevolent

  • 42

    religious reappraisal), control (collaborative religious coping), comfort

    (seeking spiritual support, spiritual connection), intimacy (support seeking

    from clergy or members, religious helping), life transformation (religious

    helping) hal ini dalam rangka meningkatkan hubungannya dengan Tuhan.

    3. Resiliensi adalah kemampuan seseorang dalam mengatasi kesulitan hidup,

    menghadapi perubahan dan terus menjalani kehidupan setelah situasi sulit.

    Hal ini berkaitan dengan external supports (i have), inner stregth (i am),

    interpersonal and problem-solving skills (i can).

    4. Social support adalah adalah timbal balik dari oranglain atau lingkungan

    yang menunjukkan bahwa seseorang mendapat dan memberi dukungan

    emosional dan dukungan instrumental, meliputi perceived emotional support,

    perceived instrumental support, need for support, and support seeking.

    3.4 Metode Pengumpulan Data

    3.4.1 Teknik Pengambilan Data

    Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tiga kuesioner

    model Likert dengan empat kategori jawaban. Hal ini dilakukan untuk

    menghindari pemusatan atau menghindari jumlah respon yang bersifat netral.

    Model ini terdiri dari pernyataan positif (favourable) dan (unfavourable). Subjek

    diminta untuk memilih salah satu dari empat kategori jawaban yang masing-

    masing jawaban menunjukkan kesesuaian pernyataan yang diberikan dengan

    keadaan yang dirasakan responden sendiri yaitu. “Sangat Setuju” (SS), “Setuju”

    (S), “Tidak Setuju” (TS) dan “Sangat Tidak Setuju” (STS).

  • 43

    Responden akan diminta untuk mengisi setiap pernyataan dengan

    memberikan tanda ceklis (√) pada kolom yang disediakan. Respon subyek tidak

    diklasifikasikan benar atau salah, semua jawaban dapat diterima sesuai jawaban

    jujur dan sungguh-sungguh.

    Untuk pemberian skor dari skala ini, jawaban antara pernyataan bersifat

    favourable dengan yang bersifat unfavourable berbeda. Untuk lebih jelasnya

    dapat dilihat pada tabel berikut:

    Tabel 3.2

    Model Skala Likert

    Kategori Favourable Unfavourable

    Sangat Setuju

    Setuju

    Tidak Setuju

    Sangat Tidak Setuju

    4

    3

    2

    1

    1

    2

    3