New PENGARUH POSITIVE RELIGIOUS COPING RESILIENSI DAN...
Transcript of New PENGARUH POSITIVE RELIGIOUS COPING RESILIENSI DAN...
-
PENGARUH POSITIVE RELIGIOUS COPING,
RESILIENSI DAN SOCIAL SUPPORT TERHADAP
POST-TRAUMATIC GROWTH PADA ANGGOTA
AHMADIYAH KORBAN PENYERANGAN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh:
Intan Hanifatunisa
NIM: 11150700000049
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440H/2019M
-
ii
PENGARUH POSITIVE RELIGIOUS COPING,
RESILIENSI DAN SOCIAL SUPPORT TERHADAP
POST-TRAUMATIC GROWTH PADA ANGGOTA
AHMADIYAH KORBAN PENYERANGAN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh:
Intan Hanifatunisa
NIM: 11150700000049
Pembimbing:
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440H/2019M
-
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi berjudul “PENGARUH POSITIVE RELIGIOUS COPING,
RESILIENSI DAN SOCIAL SUPPORT TERHADAP POST-TRAUMATIC
GROWTH PADA ANGGOTA AHMADIYAH KORBAN PENYERANGAN”
telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 16 Juli 2019. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana psikologi (S.Psi) pada
Fakultas Psikologi.
Jakarta, 16 Juli 2019
-
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) di
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil plagiat dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
-
v
MOTTO
“When you want something, all the universe
conspires in helping you to achieve it.”
-Paulo Coelheo-
Kupersembahkan Karya ini Pada :
Almarhum Ayah tercinta, Mamah, Nenek dan
Kakakku tersayang.
Semua orang yang menyayangiku dan aku sayangi
Dan seluruh Anggota Jemaat Ahmadiyah
-
vi
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi B) Mei 2019 C) Intan Hanifatunisa D) Pengaruh Positive Religious Coping, Resiliensi dan Social Support terhadap
Post-Traumatic Growth pada Anggota Ahmadiyah Korban Penyerangan
E) cxiii + 113 halaman F) Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh variabel positive religious
coping (meaning, comfort, contol, intimacy, life-transformation), resiliensi
(external supports, inner strength, interpersonal and problem solving skills)
dan social support (perceived emotional support, perceived instrumental
support, need for support, support seeking) terhadap posttraumatic growth
pada Anggota Ahmadiyah. Sampel berjumlah 200 orang anggota Jemaat
Ahmadiyah Korban penyerangan tahun 2005 di Cianjur yang diambil dengan
teknik non-probability sampling. Penulis memodifikasi alat ukur yang terdiri
dari Post Traumatic Growth Inventory (PTGI), Religious Coping Measures
(RCOPE), International Resilience Research Project (IRRP), Berlin Social
Support Scale (BSSS). Uji validitas alat ukur menggunakan teknik
confirmatory factor analysis (CFA). Analisis data menggunakan teknik
analisis regresi berganda.
Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh yang signifikan antara positive
religious coping, resiliensi dan social support terhadap posttraumatic growth
pada anggota Ahmadiyah korban penyerangan. Kemudian Hasil uji hipotesis
minor yang menguji pengaruh terhadap posttraumatic growth, hanya terdapat
enam koefisien regresi yang signifikan mempengaruhi posttraumatic growth
yaitu: intimacy, external supports (i have), inner strength (i am), perceived
emotional support, perceived instrumental support dan support seeking.
Kata Kunci: Posttraumatic growth, Ahmadiyah, positive religious coping,
resiliensi, social support
G) Bahan bacaan: 35 Jurnal + 7 Artikel
-
vii
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology
B) May 2019
C) Intan Hanifatunisa
D) Influence of Positive Religious Coping, Resilience and Social Support on Post-
Traumatic Growth in Ahmadiyya Victims
E) cxiii + 113 pages
F) This study aims to determine the effect of variable positive religious coping
(meaning, control, comfort, intimacy, life-transformation), resilience (external
supports, inner strength, interpersonal and problem solving skills) and social
support (perceived emotional support, perceived instrumental support, need for
support, support seeking) on posttraumatic growth of Ahmadiyya members. A
sample of 200 Ahmadiyya victims of the 2005 attack in Cianjur taken with non-
probability sampling techniques. Author modified the measuring instrument that
consists of Post Traumatic Growth Inventory (PTGI), Religious Coping Measures
(RCOPE), International Resilience Research Project (IRRP), Berlin Social
Support Scale (BSSS). Validity of measuring instruments using confirmatory
factor analysis (CFA) techniques. Data analysis using multiple regression
analysis techniques.
The results showed that there was significant effect of positive religious coping,
resilience and social support on posttraumatic growth in Ahmadiyya victims. The
test result minor hypothesis that examine the effect on posttraumatic growth. Only
six regression coefficients that significantly influence posttraumatic growth,
namely: intimacy, external supports (i have), inner strength (i am), perceived
emotional support, perceived instrumental support and support seeking.
Keyword: Posttraumatic growth, Ahmadiyya, positive religious coping, resilience,
social support
G) Reading material: 35 Journals + 7 Articles
-
viii
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, walaupun masih jauh
dari kesempurnaan. Shalawat serta salam semoga terlimpahkan kepada Nabi besar
Muhammad SAW beserta pengikutnya.
Terselesaikannya skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak,
oleh karena itu izinkanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Zahrotun Nihayah M.Si, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta periode 2019-2024 dan para wakil dekan.
2. Dr. Achmad Syahid M.Ag, sebagai pembimbing skripsi yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan banyak bimbingan, arahan,
motivasi dan saran dengan segenap kesabarannya sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan dengan maksimal.
3. Bapak Miftahudin M.Si, selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membantu, mendukung, memberi nasihat serta arahan selama perkuliahan.
4. Seluruh dosen dan staff Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani perkuliahan
dan menyelesaikan skripsi ini.
-
ix
5. Kedua orang tua penulis almarhum ayah tercinta U. Saepuloh dan ibunda
tersayang Nikmatunisa, Nenek Anon Saryati dan Kakak tercinta A Anwar
beserta seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan baik
secara moril maupun finansial dalam proses menyelesaikan skripsi ini.
Terimakasih telah atas kesabaran dan kasih sayang sebagai orang-orang
terbaik yang selalu menemani penulis dikala teriknya perhelatan hidup ini.
6. Anugerah Rahadian Firdaus. Terimakasih telah menjadi salah satu orang
tersabar, berbagi suka dan duka, memberikan pengertian, semangat, dan
arahan kepada penulis.
7. Terimakasih untuk seluruh anggota Jemaat Ahmadiyah yang bersedia
menjadi responden dalam penelitian ini. Semoga Allah selalu melindungi
para Anggota Jemaat dimanapun berada.
8. Terimakasih untuk Ketua Jemaat Ahmadiyah Cabang Neglasari, Ketua
Cabang Ciparay dan Ketua Cabang Cicakra Cianjur. Yang telah
mempersilahkan penulis untuk melakukan penelitian.
9. Dhea dan Suhfi. Terimakasih selalu setia menjadi sahabat terbaik untuk
penulis. Terimakasih atas segala kesabaran dan dukungannya selama ini.
10. Disa, Lina, Windi, Indah, Liana. Terimakasih atas ketulusannya dalam
berkawan, memberikan banyak pelajaran untuk penulis.
11. Sahabat penulis, tim 19 Sema U PMII terimakasih atas motivasi dan
kesabaran ketika penulis berkeluh kesah. Tetap berkawan meski baru
berkenalan.
-
x
12. Kak Hasan Basri Ramadan S.Psi, yang tidak lelah membantu penulis
dalam proses penyelesaian skripsi ini.
13. Teh Intan, Kak Lisa, Kak Uyun. Terimakasih telah menjadi room mate
yang baik dengan segala dinamika yang ada bersama-sama menikmati
kehidupan di tanah rantau.
14. Sahabat penulis Hani, Teh Mimi, Ana Rizwanah Harun, Kak Apika, Dina,
Kak Tika. Terimakasih sudah menjadi sahabat yang selalu memberikan
semangat dan selalu membantu dalam setiap kesulitan
15. Seluruh teman-teman dan seluruh pihak yang telah banyak membantu dan
memberikan dukungan selama proses penyusunan skripsi.
Terlepas dari itu semua, penulis menyadari bahwa penelitian ini masih
banyak sekali kekurangannya dalam penulisan maupun penyusunan karena
adanya keterbatasan pengalaman, pengetahuan, serta analisis. Maka dari itu
dengan sangat terbuka penulis menerima adanya saran dan kritik dari pembaca
sebagai masukkan yang membangun untuk penyusunan skripsi dengan lebih baik
lagi. Penulis mengharapkan semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.
Jakarta, 16 Juli 2019
Penulis
Intan Hanifatunisa
-
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................ iii
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................................ iii
MOTTO ........................................................................................................................ v
ABSTRAK ................................................................................................................... vi
ABSTRACT ................................................................................................................. vii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xvi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 1
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah ...................................................................... 9
1.2.1 Pembatasan Masalah ............................................................................ 9
1.2.2 Perumusan Masalah............................................................................ 10
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................................. 10
1.3.1 Tujuan Penelitian................................................................................ 10
1.3.2 Manfaat Penelitian.............................................................................. 11
1.3.2.1 Manfaat Teoritis ...................................................................... 11
1.3.2.2 Manfaat Praktis ....................................................................... 11
1.4 Sistematika Penulisan ............................................................................................ 12
BAB II LANDASAN TEORI .................................................................................... 14
2.1 Posttraumatic Growth ........................................................................................... 14
2.1.1 Definisi Posttraumatic Growth .......................................................... 14
2.1.2 Dimensi-Dimensi Posttraumatic Growth ........................................... 17
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Posttraumatic Growth ................ 18
2.1.4 Pengukuran Posttraumatic Growth ................................................. 22
2.2 Positive Religious Coping ..................................................................................... 22
2.2.1 Pengertian Positive Religious Coping ................................................ 22
2.2.2 Dimensi-Dimensi Positive Religious Coping ..................................... 23
2.2.3 Pengukuran Positive Religious Coping .............................................. 25
-
xii
2.3 Resiliensi ............................................................................................................... 26
2.3.1 Pengertian Resiliensi .......................................................................... 26
2.3.2 Dimensi-Dimensi Resiliensi ............................................................... 28
2.3.3 Pengukuran Resiliensi ........................................................................ 29
2.4 Social Support ....................................................................................................... 30
2.4.1 Pengertian Social Support .................................................................. 30
2.4.2 Dimensi-Dimensi Social Support ....................................................... 32
2.4.4 Pengukuran Social Support ................................................................ 33
2.5 Kerangka Berpikir ................................................................................................. 33
2.8 Hipotesis Penelitian ............................................................................................... 37
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................... 40
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel .............................................. 40
3.1.1 Populasi Penelitian ............................................................................. 40
3.1.2 Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel .......................................... 40
3.2 Variabel Penelitian ................................................................................................ 41
3.3 Definisi Operasional Variabel ............................................................................... 41
3.4 Metode Pengumpulan Data ................................................................................... 42
3.4.1 Teknik Pengambilan Data .................................................................. 42
3.4.2 Instrumen Penelitian ........................................................................... 43
3.4.2.1 Skala Posttraumatic Growth .................................................... 43
3.4.2.2 Skala Positive Religius Coping ............................................... 44
3.4.2.3 Skala Resiliensi ....................................................................... 45
3.4.2.4 Skala Social Support ............................................................... 45
3.5 Uji Validitas Konstruk ........................................................................................... 46
3.5.1 Uji Validitas Konstruk Posttraumatic Growth ................................... 46
3.5.2 Uji Validitas Konstruk Positive Religious Coping ............................. 47
3.5.2.1 Uji Validitas Kontruk Meaning ............................................... 47
3.5.3.2 Uji Validitas Konstruk Control ............................................... 48
3.5.4.3 Uji Validitas Konstruk Comfort .............................................. 49
3.5.5.4 Uji Validitas Konstruk Intimacy ............................................. 50
3.5.6.5 Uji Validitas Konstruk Life Transformation ........................... 52
3.5.6 Uji Validitas Konstruk Resiliensi ....................................................... 53
3.5.6.1 Uji Validitas Konstruk External supports (I Have) ................ 53
3.5.7.2 Uji Validitas Konstruk Inner Strength (I Am) ......................... 54
-
xiii
3.5.8.3 Uji Validitas Konstruk Interpersonal & Problem Solving
Skills (I Can) ....................................................................................... 55
3.5.9 Uji Validitas Konstruk Social Support ............................................... 56
3.5.9.1 Uji Validitas Konstruk Perceived Emotional Support ............ 56
3.5.9.2 Uji Validitas Konstruk Perceived Instrumental Support ........ 57
3.5.9.3 Uji Validitas Konstruk Need For Support .............................. 58
3.5.9.4 Uji Validitas Support Seeking ................................................. 59
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISA DATA ....................................... 64
4.1 Gambaran Subjek Penelitian ................................................................................. 64
4.1.1 Responden Berdasarkan Usia ............................................................. 64
4.1.2 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ............................................. 64
4.1.3 Responden Berdasarkan Posisi di Jemaat Ahmadiyah ....................... 65
4.2 Hasil Analisis Deskriptif ....................................................................................... 65
4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian ................................................................... 66
4.4 Uji Hipotesis Penelitian ......................................................................................... 69
4.4.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian .................................................. 69
4.5 Pengujian Proporsi Varians Masing-Masing Independent Variable ..................... 75
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN .................................................. 79
5.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 79
5.2 Diskusi ................................................................................................................... 80
5.3 Saran ...................................................................................................................... 84
5.3.1 Saran Teoritis ..................................................................................... 84
5.3.2 Saran Praktis ....................................................................................... 85
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 87
LAMPIRAN ............................................................................................................... 91
-
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Variabel Penelitian .................................................................................. 41
Tabel 3.2 Model Skala Likert ................................................................................. 43
Tabel 3.3 Blue Print Skala Post-Traumatic Growth .............................................. 44
Tabel 3.4 Blue Print Skala Positive Religious Coping ........................................... 44
Tabel 3.5 Blue Print Skala Resiliensi ..................................................................... 45
Tabel 3.6 Blue Print Skala Social Support ............................................................. 45
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Skala Post-Traumatic Growth ............................... 46
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Skala Meaning ........................................................ 48
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Skala Control ........................................................ 49
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Skala Comfort ......................................................... 50
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Skala Intimacy ....................................................... 51
Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Skala Life Transformation ...................................... 52
Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Skala External support ........................................... 53
Tabel 3.14 Muatan Faktor Item Skala Inner Strength ............................................... 55
Tabel 3.15 Muatan Faktor Item Skala Interpersonal & Problem Solving Skills ....... 56
Tabel 3.16 Muatan Faktor Item Skala Perceived Emotional Support ....................... 57
Tabel 3.17 Muatan Faktor Item Skala Perceived Instrumental Support ................... 58
Tabel 3.18 Muatan Faktor Item Skala Need For Support ......................................... 59
Tabel 3.19 Muatan Faktor Item Skala Support Seeking ............................................ 60
Tabel 4.1 Gambaran Umum Sampel Berdasarkan Usia .......................................... 64
Tabel 4.2 Gambaran Umum Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin .......................... 64
Tabel 4.3 Gambaran Umum Sampel Berdasarkan
Posisi di Jemaat Ahmadiyah .................................................................. 65
Tabel 4.4 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian ................................................... 66
Tabel 4.5 Norma Kategorisasi Skor ....................................................................... 67
Tabel 4.6 Kategorisasi Tingkat Posttraumatic Growth........................................... 67
Tabel 4.7 Kategorisasi Tingkat Positive Religious Coping .................................... 67
Tabel 4.8 Kategorisasi Tingkat Resiliensi ............................................................... 68
Tabel 4.9 Kategorisasi Tingkat Social Support ....................................................... 68
Tabel 4.10 R-Square ................................................................................................. 69
Tabel 4.11 ANOVA ................................................................................................. 70
Tabel 4.12 Koefisien Regresi ................................................................................... 71
Tabel 4.13 Proporsi Varians IV ................................................................................ 74
-
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir ..................................................................37
-
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian……………………………………………….92
Lampiran 2. Hasil Output CFA Syntax dan Path Diagram……………………...98
Lampiran 3. Hasil Uji Regresi………………………………………………….112
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dipaparkan latar belakang, pembatasan masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat dan sistematika penulisan.
1.1 Latar Belakang
Kesehatan mental merupakan hal penting didalam kehidupan manusia. Hamid
(2017) mengatakan bahwa kesehatan mental seseorang dapat ditandai dengan
kemampuan orang tersebut dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya,
mampu mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sendiri
semaksimal mungkin untuk menggapai ridha Allah SWT, serta dengan
mengembangkan seluruh aspek kecerdasan, baik kesehatan spiritual, emosi,
maupun kecerdasan intelektual. Menurut Undang-Undang No.23 tahun 1992
tentang kesehatan, yang dimaksud dengan sehat ialah keadaan sejahtera dari
badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara
sosial dan ekonomis. Namun lain halnya dengan orang-orang yang pernah
mengalami kekerasan salah satunya adalah fenomena penyerangan terhadap
kaum minoritas Ahmadiyah.
Jemaat Ahmadiyah di Cianjur sudah sering mengalami kekerasan fisik dan
HAM. Secara verbal, penganut Ahmadiyah kerap disebut sebagai kelompok
menyimpang, bahkan dianggap kafir. Kekerasan fisik yang mereka alami
seperti, pengusiran, perusakan tempat ibadah, penyerangan bahkan berujung
dengan pembunuhan. Kekerasan tersebut menimbulkan masalah psikologis bagi
-
2
mereka seperti trauma, stres, cemas dan lain sebagainya. Hingga seiring
berjalannya waktu timbulah tanda-tanda posttraumatic stress disorder (PTSD).
Komnas HAM juga mencatat kasus penyerangan yang terjadi sejak 2005-2011
di daerah-daerah di Indonesia di antaranya Cikeusik, Makassar, Cianjur,
Sukabumi, Tasikmalaya, Ciputat, Lombok Barat, Tanjung Priok, Ciamis, Garut,
Pekan Baru, Bogor, Surabaya dan lain sebagainya. Kekerasan terhadap
Ahmadiyah kembali mencuat, salah satunya disebabkan oleh penyerangan yang
dilakukan sepuluh ribu orang dari Gerakan Umat Islam Indonesia (GUII) pada
Jumat, 15 Juli 2005, yang berunjuk rasa meminta agar Sekretariat Pengurus
Besar Jemaat Ahmadiyah dibubarkan (Detik.com).
Penyebab terbesar dari penyerangan yang terjadi kepada golongan Islam
Ahmadiyah yaitu adanya perbedaan keyakinan Islam Ahmadiyah dengan Islam
pada umumnya, yang mana Islam Ahmadiyah mengakui kedatangan Imam
Mahdi dalam wujud Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, meyakini bahwa Hazrat
Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi yang tidak membawa syariat baru dan
hanya melanjutkan syariat Nabi Muhammad SAW, selain itu wahyu yang
diterima oleh Hazrat Mirza Ghulam Ahmad dibukukan dalam sebuah buku
bernama Tadzkirah (Bonasir, 2018). Amir Jemaat Ahmadiyah Indonesia Basit
(dalam Syafaat, 2011) mengklaim perbedaan Ahmadiyah dengan Islam hanya
terletak pada sosok Imam Mahdi. Menurutnya pendiri Ahmadiyah adalah
pengikut Nabi Muhammad SAW, tidak ada penambahan atau pengurangan dari
apa yang diajarkan beliau SAW.
-
3
LBH Jakarta mencatat sejak tahun 2001-2011 ada 32 kasus kekerasan dan
diskriminasi terhadap Ahmadiyah (Kontras.Com). Dodi (dalam Wulandari,
2013) mengatakan bahwa anggota jemaat Ahmadiyah mengalami trauma setelah
mengalami penyerangan oleh sejumlah massa. Shinta Nuriyah Wahid (dalam
Rakhmatullah, 2014) mengatakan bahwa para ibu yang mengalami tindak
intoleransi, berulang kali menyatakan kerisauan pada pendidikan dan tumbuh
kembang anak. Selain dampak pendidikan terhadap tumbuh kembang anak.
terganggunya hubungan keluarga, ketakutan saat beribadah dan trauma
(Sindonews.Com).
Hasil dari studi elisitasi terhadap 20 orang anggota Ahmadiyah korban
penyerangan, 18 orang di antaranya mengakui bahwa suara teriakan masa,
gemuruh motor dan suara pecahan kaca membuat mereka trauma. 19 orang di
antaranya mengalami stres yang cukup panjang, seperti gemetar dan tegang. 8
orang di antaranya terus mengingat kejadian traumatis secara terus menerus.
Hasil wawancara (21/10/2018) kepada beberapa anggota Ahmadiyah yang
menjadi korban penyerangan di Cianjur, mereka menuturkan bahwa ketika
penyerangan berlangsung, mereka merasa sangat ketakutan dan sedih karena
pada saat itu rumah mereka dikelilingi oleh massa yang berteriak-teriak dan
menggemuruhkan suara motor. Kejadian tersebut membut mereka trauma jika
mendengar suara pecahan kaca, gemuruh motor dan teriakan massa. Hal ini
membuat kehidupan para anggota tidak produktif karena bermunculan masalah
psikologis.
-
4
Peristiwa penyerangan tidak hanya menimbulkan kerugian secara fisik
tetapi juga menimbulkan trauma secara psikis. Masalah yang mungkin muncul
setelah penyerangan terjadi selain trauma yaitu korban menarik diri dari
lingkungan sosial sehingga korban menjadi tertutup, tidak berani
mengungkapkan identitas diri yang sebenarnya, karena takut dikatakan sesat.
Jika hal ini tidak mendapat perhatian para korban yang pernah mengalami
penyerangan bisa mengalami tanda-tanda PTSD yang berkepanjangan, seperti
tidak bisa tidur dengan nyenyak karena perasaan takut ada serangan susulan,
timbulnya kesedihan yang mendalam bagi anggota keluarga yang terbunuh,
munculnya ketakutan jika mendengar, melihat, mencium atau merasakan
sesuatu yang mirip dengan waktu kejadian berlangsung.
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (KOMNAS
Perempuan) menyatakan, konflik intoleransi agama menimbulkan dampak
berkepanjangan bagi perempuan. Sebab, korban perempuan memiliki
kerentanan khusus dibandingkan korban laki-laki (Kompas.com). Hal ini sesuai
dengan penuturan salah satu anggota Jemaat Ahmadiyah yang pernah
mengalami penyerangan di Cianjur, ia mengalami ketakutan untuk keluar rumah
dan khawatir dengan keadaan psikis anak-anaknya.
Penelitian-penelitian terdahulu menggambarkan bagaimana peristiwa
traumatis dapat merusak kesehatan psikologis dan kualitas hidup yang mengarah
ke penyakit seperti PTSD bahkan dampaknya hingga menimbulkan gejala
depresi. Tedeschi dan Calhoun (1996) juga menjelaskan macam-macam
-
5
pengalaman yang mengakibatkan munculnya trauma pada seseorang seperti
mengalami peristiwa negatif, berkabung, pertempuran, pengalaman pengungsi
dan lain-lain yang bisa menimbulkan trauma pada diri individu yang
mengalami. Riset Rahmah (2017) pada korban konflik Aceh, menemukan
bahwa meskipun korban mengalami PTSD, seperti korban mendengar suara-
suara tembakan yang membuat anggota keluarganya terbunuh. Namun setelah
itu korban mampu berkembang pascatrauma yang dialaminya, didalam
penelitian tersebut terdapat lima aspek yang mengalami peningkatan perubahan,
seperti dalam hubungan dengan orang lain, memiliki penghargaan terhadap
hidup, adanya perubahan dalam kekuatan pribadi, perubahan spiritual dan
adanya kemungkinan baru.
Meskipun banyak penelitian yang berfokus terhadap konsekuensi negatif
dan strategi koping yang dialami korban setelah kejadian traumatis. Namun
kemungkinan untuk mengalami pertumbuhan psikologis yang positif setelah
trauma, telah mendapat perhatian sejak tahun 1990-an. Tak selamanya kejadian
traumatis hanya menyisakan dampak negatif tetapi juga memberikan dampak
positif. Tedeschi dan Calhoun (2004) menjelaskan bahwa posttraumatic growth
(PTG) merupakan pengalaman perubahan positif yang terjadi sebagai hasil
perjuangan setelah kejadian traumatis. Beberapa sumber lainnya menyatakan
bahwa peristiwa yang menyedihkan atau berbahaya tidak menyebabkan hasil
yang negatif, namun juga menunjukkan adanya hasil yang positif, pengalaman
tersebut disebut dengan PTG (Morrill et al, 2008).
-
6
PTG merupakan proses untuk bangkit dari peristiwa traumatis, dalam studi
elisitasi terhadap 20 orang anggota Jemaat Ahmadiyah yang pernah mengalami
penyerangan, mereka merasakan adanya tanda-tanda PTG. Sebagaimana
pernyataan salah satu korban penyerangan tahun 2005 di Cianjur, yang
menyatakan bahwa setelah penyerangan tersebut dirinya merasa lebih tabah dan
sabar, menyerahkan apa yang terjadi kepada Allah, sehingga tidak dendam
kepada para pelaku penyerangan. Dirinya juga merasa lebih yakin kepada
kebenaran Ahmadiyah dan merasa banyak karunia Allah yang turun untuk
kemajuan rohani dan jasmani. Beberapa anggota yang lain juga menyatakan
bahwa penyerangan tersebut membuat kehidupannya lebih baik lagi, sehingga
banyak hikmah dan makna dari kejadian traumatis tersebut.
Riset Laufer & Solomon (2011) menemukan bahwa pemuda yang religius
memiki tingkat PTG lebih tinggi dibandingkan dengan pemuda sekuler.
Religiusitas/spiritualitas merupakan prediktor penting PTG. Komitmen agama
dan partisipasi dalam kegiatan keagamaan berkorelasi positif dengan PTG
(Linley & Joseph, 2004). Koping religius terbukti berhubungan dengan
pertumbuhan pascatrauma (Pargament, 2000), menunjukkan bahwa orang yang
mengalami PTG mencari pengalaman religius dan memprioritaskan
keikutsertaan mereka untuk pertumbuhan rohani (Tedeschi & Calhoun, 1996).
Dalam beberapa penelitian lain juga terbukti bahwa koping religius meningkat
sebagai hasil dari pengalaman traumatik.
-
7
Riset Garcia et al. (2015) membuktikan bahwa positive religious coping
dan social support berpengaruh secara signifikan terhadap PTG pada orang-
orang yang kehilangan rumahnya setelah gempa bumi di Cina pada tahun 2010.
Koping religius tersebut bisa digunakan secara individual (doa pribadi) atau
secara kolektif (berdoa secara kelompok) dan ikut serta dalam kegiatan ritual
spiritual. Oleh karena itu, mekanisme PTG sangat ditentukan oleh hubungan
pribadi dengan Tuhan atau dengan kekuatan lain yang lebih besar yang dapat
memberikan mereka harapan didalam krisis kehidupan. Menurut Gerber et al.
(2011) kehidupan religius atau keagamaan dapat membantu manusia dalam
menurunkan kecemasan, kegelisahan dan ketegangan.
Mardiah & Syahriati (2015) membuktikan bahwa orang-orang yang
pernah mengalami tsunami dan konflik di Aceh menggunakan koping religius
positif sebagai cara untuk mencapai PTG. Positive religious coping juga
berpengaruh terhadap PTG, hal bisa dijelaskan oleh nilai yang ada didalam
Agama Islam, bahwa segala sesuatu diserahkan kepada Allah. Ketika Allah
memberikan sebuah cobaan didalam hidup itu artinya Allah mencintainya dan
meningkatkan level keimanan. Sebagaimana firman Allah SWT di dalam Al-
Qur’an surah Al-Baqarah ayat 214, yang artinya :
“Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum
datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu
sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan dan diguncang
(dengan berbagai cobaan), sehingga rasul dan orang-orang yang beriman
-
8
bersamanya berkata, “kapankah datang pertolongan Allah?” Ingatlah
sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.”
Joseph (2009) didalam risetnya menemukan bahwa perubahan positif
terjadi akibat dari penderitaan. Riset Bonanno & Westpal (2007) juga
menemukan bahwa orang-orang yang terpapar trauma dan mengalami
kehilangan, terbukti menggunakan resiliensi sebagai cara yang tak terduga untuk
menghadapi trauma dan menjadi salah satu proses untuk mencapai PTG.
Bensimon (2012) menemukan bahwa reliensi sangat signifikan meningkatkan
PTG.
Selanjutnya Tsai et al. (2014) menemukan bahwa pengalaman PTG pada
veteran di USA, sangat dipengaruhi oleh dukungan sosial, religiusitas dan tujuan
dalam hidup. Dari hasil riset Tedeschi dan Calhoun (2004) dapat dilihat bahwa
social support juga berpengaruh signifikan terhadap PTG. Sebagaimana
penelitian sebelumnya yang menjelaskan tentang model PTG yang direvisi
termasuk dukungan sosial sebagai prediktor perubahan positif setelah terjadinya
peristiwa traumatis. Riset Rahmah (2017) juga menemukan bahwa dukungan
sosial sangat berpengaruh terhadap PTG korban konflik Aceh. Riset Anantasari
(2011) menemukan adanya korelasi positif antara dukungan sosial dengan PTG.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Pengaruh Positive Religious Coping, Resiliensi dan
Social Support terhadap Post-Traumatic Growth pada Anggota Ahmadiyah
Korban Penyerangan”.
-
9
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini tidak meluas dan lebih terarah, maka perlu suatu pembatasan
masalah. Adapun pokok permasalahan yang menjadi batasan permasalahan
dalam penelitian ini adalah posttraumatic growth pada anggota Ahmadiyah
korban penyerangan yang dipengaruhi oleh variabel-variabel lain di antaranya
positive religious coping, resiliensi dan social support. Adapun penjelasan
mengenai variabel-variabel tersebut sebagai berikut:
1. Posttraumatic growth yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pengalaman perubahan positif yang terjadi sebagai hasil dari perjuangan
seseorang dalam menghadapi krisis kehidupan yang stressful (Tedeschi &
Calhoun, 1996).
2. Positive religious coping yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
strategi untuk memahami dan mengatasi sumber stres dengan menggunakan
fungsi keagamaan dan kedekatan dengan Tuhan, yang dilihat dari aspek
yang positif (Pargament et al, 2011).
3. Resiliensi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kapasitas universal
dimana seseorang, kelompok atau komunitas dapat mencegah,
meminimalkan atau mengatasi efek dari kesulitan (Grotberg, 2001).
4. Social Support yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sumber daya
yang disediakan oleh orang lain, sebagai bantuan atau sebagai pertukaran
sumber daya dalam bentuk seperti instrumental, informasi dan emosional
(Schwarzer & Knoll, 2007).
-
10
5. Sampel dalam penelitian ini adalah anggota Ahmadiyah yang pernah
mengalami penyerangan di wilayah Cianjur.
1.2.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah, maka masalah yang akan diteliti dalam penelitian
ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah ada pengaruh yang signifikan positive religius coping, resiliensi
dan social support terhadap posttraumatic growth pada anggota Ahmadiyah
Cianjur korban penyerangan?
2. Apakah setiap dimensi dari positive religious coping, resiliensi dan social
support berpengaruh secara signifikan terhadap posttaumatic growth pada
anggota Ahmadiyah Cianjur korban penyerangan?
3. Berapa besaran pengaruh yang dapat diprediksi oleh positive religious
coping, resiliensi dan social support terhadap posttraumatic growth pada
Anggota Ahmadiyah Cianjur korban penyerangan?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini sebagai berikut :
1. Untuk membuktikan pengaruh dari positive religious coping, resiliensi dan
social support terhadap posttraumatic growth pada anggota Ahmadiyah
Cianjur korban penyerangan.
2. Untuk membuktikan apakah setiap dimensi dari varibel positive religious
coping, resiliensi dan social support berpengaruh secara signifikan terhadap
-
11
posttraumatic growth pada anggota Ahmadiyah Cianjur korban
penyerangan.
3. Untuk membuktikan seberapa besar pengaruh yang dapat diprediksi oleh
positive religious coping, resiliensi dan social support terhadap
posttraumatic growth pada anggota Ahmadiyah Cianjur korban
penyerangan.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini terbagi menjadi dua manfaat, yaitu :
1.3.2.1 Manfaat Teoritis
Adapun manfaat teoritis penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi
untuk penelitian selanjutnya pembanding untuk penulisan selanjutnya yang
relevan, khususnya dalam hal posttraumatic growth pada Anggota Ahmadiyah
korban penyerangan yang pengaruhnya dapat dilihat dari positive religious
coping, resiliensi dan social support. Selain itu penulisan ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan dan masukan dalam pengembangan skala pengukuran
psikologi.
1.3.2.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat menjadi rujukan untuk menangani anggota Ahmadiyah
korban penyerangan melalui positive religious coping, resiliensi, social support
untuk melihat pengaruhnya terhadap posttraumatic growth pada Anggota
Ahmadiyah korban penyerangan. Sehingga para anggota Ahmadiyah yang
pernah mengalami penyerangan mengalami posttraumatic growth.
-
12
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Positive Religious
Coping, Resiliensi dan Social Support terhadap Post-Traumatic Growth
pada Anggota Ahmadiyah Korban Penyerangan” terdiri dari lima bab, yaitu:
Bab 1. Pendahuluan
Berisi tentang latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan
manfaat dari penelitian serta sistematika penulisan.
Bab 2. Kajian Teori
Berisi tentang teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan penelitian,
kerangka berpikir dan hipotesis penelitian.
Bab 3. Metodologi Penelitian
Berisi tentang metode penelitian yang terdiri dari tujuh sub-bab. Sub-bab
tersebut adalah populasi, sampel dan teknik pengambilan sampel, variabel
penelitian, definisi operasional dari variabel, metode pengumpulan data, uji
validitas alat ukur, teknik pengolahan data dan prosedur penelitian.
Bab 4. Analisa Hasil Penelitian
Berisi tentang responden, deskripsi statistik, kategori skor variabel penelitian
dan pengujian hipotesis penelitian.
-
13
Bab 5. Kesimpulan, Diskusi dan Saran
Berisi tentang rangkuman keseluruhan hasil dari penelitian yang telah
dilakukan. Bab ini terdiri dari tiga bagian yaitu kesimpulan, diskusi dan saran.
-
14
BAB II
LANDASAN TEORI
Di dalam bab ini, penulis menguraikan teori yang digunakan dalam penelitian.
Terdiri dari lima sub-bab yaitu teori posttraumatic growth, positive religious
coping, resiliensi, social support, kerangka berpikir dan hipotesis penelitian.
2.1 Posttraumatic Growth
2.1.1 Definisi Posttraumatic Growth
Posttraumatic growth termasuk dalam kajian psikologi positif yang berkembang
sejak tahun 1990-an. PTG adalah suatu proses perkembangan pascatrauma yang
menghasilkan perubahan positif. Tesdechi & Calhoun (2004) mendefinisikan
PTG adalah pengalaman atau ekspresi perubahan kehidupan positif sebagai hasil
dari trauma atau krisis kehidupan. Hal ini diwujudkan dalam bentuk lebih
mengapresiasi kehidupan, hubungan interpersonal yang lebih berarti, kekuatan
perasaan pribadi yang meningkat, adanya perubahan prioritas dan meningkatnya
kehidupan spiritual. Syarat dari PTG adalah adanya perubahan psikologis yang
positif yang dihasilkan dari kehidupan yang stressful yang pernah dialami.
Thabet (2017) mendefinisikan PTG mengacu pada perubahan seseorang
yang memiliki kemampuan untuk melawan dan tidak menyerah dengan keadaan
yang sangat menegangkan. Calhoun dan Tedeschi (2004) mengatakan bahwa
peristiwa negatif dalam kehidupan dapat menantang skema kognitif seseorang dan
asumsi tentang dunia (misalnya, prediktabilitas dan kemampuan mengontrol
tentang peristiwa kehidupan). Orang yang mengalami trauma tidak hanya
mendapat efek negatif tetapi juga mereka mendapat wawasan baru yang positif
-
15
dari peristiwa negatif yang dialami, sehingga dapat merekonstruksi ulang cara
berpikir mereka dalam memandang dunia dan bergerak maju pada kehidupan
yang lebih baik.
Tedeschi & Calhoun (2004) menekankan bahwa yang pertama,
pertumbuhan pascatrauma ini berbeda dengan stress-related growth, yang lebih
lebih fokus secara jelas pada kondisi krisis besar dari pada tingkat stres yang lebih
rendah. Didalamnya hanya dibahas betapa pentingnya gangguan hidup yang
menghasilkan gambaran perubahan dalam kehidupan kita. Kedua, berbeda dengan
ilusi, orang-orang yang melaporkan perubahan ini, tampaknya ada transformasi
kehidupan yang melampaui ilusi. Ketiga berbeda dengan istilah-istilah yang
menekankan proses ini sebagai salah satu dari banyak cara untuk mengatasi
trauma, bagi mereka yang melaporkan perubahan PTG ini adalah hasil atau proses
yang berkelanjutan, dari pada hanya sekedar mekanisme koping. Artinya PTG
bukanlah proses layaknya mekanisme koping, resiliensi atau cara mengatasi
trauma tetapi hasil dari perubahan positif pascatrauma itu sendiri.
PTG menggambarkan pengalaman individu dan perkembangannya,
setidaknya di beberapa area, yang telah melampaui apa yang ada sebelum keadaan
krisis terjadi. Individu tidak hanya bertahan hidup, tapi telah mengalami
perubahan yang dilihat penting dan melampaui keadaan psikologis sebelumnya.
Maksudnya, keadaan PTG bukan sekadar kembali kepada keadaan psikologis
semula, tetapi adanya perubahan yang sangat mendalam bagi beberapa orang
bahkan lebih baik dari keadaan sebelumnya. Joseph (2009) dalam penelitiannya
-
16
menjelaskan bahwa orang yang mengalami PTG menemukan bahwa mereka
meningkatkan hubungan dengan orang lain dengan beberapa cara, misalnya
dengan lebih menghargai teman, keluarga, merasakan belas kasih dan altruisme
yang meningkat terhadap orang lain.
Joseph & Linley (2004) mengatakan bahwa orang-orang yang pernah
mengalami trauma membuat seseorang memiliki kehidupan yang lebih berarti.
Melalui proses perjuangan dari kesulitan ini memungkinkan timbulnya perubahan
yang mendorong individu ke tingkat fungsi yang lebih tinggi dari sebelum
kejadian traumatis itu. Perubahan positif ini telah diberi label pertumbuhan
pascatrauma, yang terkait dengan pertumbuhan pascastres. Manfaat yang
dirasakan yaitu, perkembangan mental, penyesuaian diri dan adaptasi diri yang
positif. Seseorang yang berjuang dari trauma yang sangat jelas memberikan
dampak positif terhadap kondisi psikologisnya dan dapat memberikan makna
terhadap dirinya maupun kehidupannya. Namun perubahan positif ini tidak hanya
berdampak bagi dirinya sendiri tetapi juga berdampak kepada perubahan positif
dalam hubungan dengan manusia lainnya dan Tuhan.
Adapun proses PTG ini dimulai dari openess to experience dan extraversion.
Yaitu, terbuka terhadap pengalaman baru dan belajar dari kejadian traumatis
tersebut. Selanjutnya mengelola emosi yang menyedihkan, orang yang
menghadapi krisis besar dalam kehidupan harus menemukan cara mengelola
distress awal, yang dapat melemahkan. Ini diperlukan untuk memungkinkan
terjadinya proses terjadinya konstruksi kognitif agar menghasilkan perubahan
-
17
pada skema berpikir, yaitu dengan berubahnya persepsi dan cara pandang yang
baru terhadap kejadian traumatis, inilah yang kemudian berkontribusi pada
pengalaman PTG. Yang selanjutnya mencari dukungan kepada orang-orang
terdekat dan terbuka dengan apa yang dialami, agar segera mendapatkan
pertolongan (Tedeschi & Calhoun, 2004).
Berdasarkan definisi-definisi di atas diambilah satu definisi PTG yang
digunakan dalam penelitian ini, yaitu teori dari Tedeschi & Calhoun (1996) yang
bahwa PTG adalah suatu perubahan positif yang dihasilkan dari perjuangan
seseorang dalam menghadapi krisis kehidupan yang penuh tekanan, yang ditandai
dengan apresiasi kehidupan, hubungan dengan orang lain, kekuatan pribadi,
kemungkinan baru dan perubahan spiritual.
2.1.2 Dimensi-Dimensi Posttraumatic Growth
Tedeschi & Calhoun (1996) juga menyebutkan terdapat lima dimensi pada
posttraumatic growth (PTG) yaitu :
1. Apresiasi kehidupan (appreciation of life)
Salah satu keuntungan yang banyak dilaporkan dari individu yang pernah
mengalami trauma adalah bertambahnya apresiasi terhadap kehidupan dengan
menemukan makna kehidupan baru, merasa beruntung dan menghargai apa
yang dimiliki sekarang.
2. Hubungan dengan orang lain (relating to others)
Ketika dihadapkan dalam kondisi traumatis, maka individu biasanya berusaha
untuk mencari jalan keluar dari kondisi tersebut dengan berdiskusi dengan
orang lain dan menyebabkan individu tersebut lebih terbuka atau lebih dekat
-
18
dengan orang lain misalnya dengan keluarga, sahabat, pasangan ataupun
dengan kelompoknya dibandikan sebelumnya.
3. Kekuatan pribadi (personal strength)
Kekuatan pribadi yang dimaksud adalah lebih kuat, optimis, kreatif,
pertumbuhan emosi yang lebih positif dan munculnya keyakinan bisa
menangani setiap masalah dalam hidup dengan lebih baik, karena sebelumnya
telah berhasil melewati masa-masa traumatis.
4. Kemungkinan baru (new possibilities)
Posttraumatic growth juga dapat mengidentifikasi kemungkinan-
kemungkinan baru, atau jalan hidup yang baru bagi individu yang pernah
mengalami trauma muncul perasaan lebih peduli, lebih altruis terhadap orang
lain yang juga mengalami kesulitan.
5. Perubahan spiritual (spiritual change)
Perubahan spiritual hadir dikarenakan kepercayaan bahwa Tuhan turut andil
dalam memberi jalan keluar bagi individu yang pernah mengalami trauma dan
lebih bersyukur dengan kehidupannya.
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Posttraumatic Growth
Beberapa faktor yang mempengaruhi posttraumatic growth, yaitu :
1. Koping Religius
Mardiah & Syariati (2015) dalam penelitiannya yang berjudul Can Religious
Coping Predict Posttraumatic Growth menemukan bahwa para korban
tsunami dan konflik Aceh, menggunakan religious/spiritual coping sebagai
-
19
sarana untuk bangkit dari kejadian trauma tersebut. Religious coping dapat
memprediksi PTG dengan F (1,411)= 12,08. P < 0,01.
2. Strategi Koping
Didalam penelitian Prati dan Pietrantoni (2009) strategi koping berpengaruh
secara signifikan terhadap posttraumatic growth. Aslam dan Kamal (2015)
mengatakan strategi koping mengacu pada upaya sadar tertentu, baik perilaku
dan mental individu itu untuk menguasai, bertahan, mengurangi, atau
meminimalkan peristiwa yang membuat stres, untuk menangani masalah
pribadi dan antarpribadi. Joseph dan Linley (2004) dalam hasil penelitiannya
menyebutkan bahwa, tiga metode koping ditemukan memiliki korelasi yang
signifikan dengan PTG: (a) emotion focused coping, (b) problem focused
coping dan (c) avoidant coping. Tiga bentuk koping tersebut secara positif
terkait dengan PTG.
3. Resiliensi
Tedeschi & Calhoun (2004) mengatakan bahwa resiliensi biasanya dianggap
sebagai kemampuan untuk melanjutkan kehidupan setelah menghadapi
kesulitan. Schmidt-Ehmcke (2008) menemukan bahwa resiliensi
mempengaruhi PTG pada sampel orang-orang yang mengalami berbagai
jenis trauma di Afrika Selatan.
4. Dukungan Sosial (social support)
Dukungan sosial memainkan peran besar dalam pertumbuhan pascatrauma.
Model revisi pertumbuhan pascatrauma termasuk dukungan sosial sebagai
prediktor perubahan positif setelah terjadinya peristiwa traumatis, dalam
-
20
(Tedeschi & Calhoun, 2004) telah menekankan manfaat dukungan sosial
dalam memfasilitasi pertumbuhan pascatrauma melalui dukungan timbal
balik kelompok, karena mereka berdiskusi dari berbagai perspektif,
memberikan keyakinan dan menggunakan metafora untuk menjelaskan
pengalaman. Sebagaimana penelitian yang dilakukan Powell et al, 2003
(dalam Tedeschi & Calhoun, 2004) yang menemukan perbedaan dalam
pertumbuhan pascatrauma di antara orang-orang yang mengalami perang di
Sarajevo. Di dalam studi ini ditemukan, orang-orang yang telah melarikan
diri dari negara dan secara lingkungan sosialnya stabil melaporkan bahwa
mereka lebih berkembang dari pada mereka yang menanggung seluruh
konflik di kota. Sebagaimana yang dikatakan Schaefer dan Moos (dalam,
Prati dan Pietrantoni, 2009) dukungan sosial dapat menjadi pendorong
pertumbuhan pribadi dalam mempengaruhi perilaku dalam mengatasi dan
mendorong kesuksesan beradaptasi terhadap krisis kehidupan.
5. Karakteristik Kepribadian (personality characteristic)
Menurut Tedeschi dan Calhoun (2004) kepribadian dasar memengaruhi
seseorang dalam memandang peristiwa traumatis yang menimpa mereka:
yaitu extraversion dan keterbukaan terhadap pengalaman. di dalam
pengukuran post traumatic growth inventory (PTGI), extraversion dan
openness to experience diukur dengan menggunakan NEO personality
inventory secara sederhana berkorelasi kepada posttraumatic growth,
sedangkan dimensi Big Five lainnya cenderung tidak berkorelasi.
-
21
6. Optimisme
Scheier dan Carver (dalam Prati dan Pietrantoni, 2009) telah
mendefinisikan optimisme merupakan kepercayaan dalam diri bahwa hal-
hal baik akan terjadi. Selain itu dijelaskan pula bahwa orang yang optimis
mungkin lebih cenderung mendapat manfaat dari setiap kesulitan daripada
orang yang pesimis. Diketahui bahwa optimisme tidak terkait dengan pola
strategi koping yang kaku. Bahkan, optimisme terkait dengan penggunaan
strategi yang fleksibel dalam beradaptasi mengendalikan stressor.
Optimisme dianggap sebagai prediktor kemampuan yang dirasakan untuk
mengelola tuntutan yang berpotensi traumatic event.
7. Religiusitas dan Spiritualitas
Pargament et al. (2000) Mengatakan bahwa banyak orang mengatasi
peristiwa yang berpotensi traumatis dengan cara agama atau spiritualitas,
itu menarik untuk menguji efeknya pada pertumbuhan pascatrauma.
Banyak penelitian menunjukkan hubungan antara indeks agama terhadap
kesehatan mental, seperti doa, beribadah dan terlibat dalam aktifitas
kerohanian dan spiritualitas yang mandiri. Dari agresi linier yang dilakukan
Harris et al. (2010) ditemukan bahwa berdoa dengan fokus dan tenang
secara independen terkait dengan posttraumatic growth yang lebih tinggi.
Calhoun et al. (2000) juga menemukan bahwa ada hubungan antara agama
dengan PTG.
-
22
2.1.4 Pengukuran Posttraumatic Growth
Pengukuran posttraumatic growth pada penelitian ini menggunakan alat ukur
The Post Traumatic Growth Inventory (PTGI) dari (Tedeschi & Calhoun, 1996)
adalah skala 21-item yang mengukur tingkat perubahan positif yang dilaporkan
dialami dalam perjuangan dengan krisis kehidupan utama. Skala termasuk item
yang menilai perubahan positif individu yang dikaitkan dengan perjuangan
trauma. Didalam PTGI terdapat lima aspek posttraumatic growth yang diukur
yaitu, appreciation of life, relating to others, personal strength, new possibilities
dan spiritual change.
2.2 Positive Religious Coping
2.2.1 Pengertian Positive Religious Coping
Pargament, Koenig dan Perez (2000) mendefinisikan positive religious coping
sebagai proses mengatasi stres yang secara holistik memanfaatkan fungsi
keagamaan ini untuk tujuan pemulihan kondisi psikologis dari peristiwa stres
atau traumatis. Pargament et al. (2011) juga mengatakan bahawa religious
coping sebagai upaya untuk memahami dan menangani sumber stres dalam
hidup dengan melakukan berbagai cara demi meningkatkan hubungan individu
dengan Tuhan. Dalam beberapa tahun terakhir, para peneliti telah menemukan
hubungan yang signifikan antara religiusitas dan variabel spiritualitas
pengaruhnya terhadap kesehatan mental. Pargament, Koenig dan Perez (2000)
mengatakan bahwa ketika ditanya bagaimana orang-orang yang pernah
mengalami trauma mengatasi situasi yang paling menegangkan, banyak orang
menyebutkan karena agama. Diantara beberapa kelompok, terutama orang tua,
-
23
kelompok minoritas dan individu yang menghadapi krisis yang mengancam
jiwa, agama lebih sering dikutip dari pada yang lain sebagai sumber daya untuk
mengatasi situasi sulit.
Religious coping menggunakan fungsi-fungsi agama dalam memulihkan
kondisi psikologis dalam keadaan sulit. Adapun fungsi-fungsi positive religious
coping terkait dengan tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi. Dalam tulisan ini,
positive religious coping didefinisikan sebagai proses mengatasi yang secara
holistik memanfaatkan fungsi keagamaan secara postif untuk tujuan pemulihan
dari peristiwa stres atau traumatis. Adapun teori positive religious coping yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teori dari Pargament et al. (2011) yang
menyatakan bahwa positive religious coping yang dimaksud adalah strategi
untuk memahami dan mengatasi sumber stres dengan menggunakan fungsi
keagamaan dan kedekatan dengan Tuhan, yang dilihat dari aspek positif.
2.2.2 Dimensi-Dimensi Positive Religious Coping
Pargament et al. (2011) mengemukakan ada beberapa dimensi positive religious
coping, yaitu:
1. Benevolent Religious Reappraisal: Mendefinisikan kembali stressor melalui
agama sebagai sesuatu yang baik dan berpotensi menguntungkan.
2. Collaborative religious coping: Mencari kontrol dengan memohon
pertolongan dari Allah dalam memecahkan masalah.
3. Seeking spiritual support: Mencari kenyamanan dan keamanan melalui cinta
dan kasih sayang Allah.
-
24
4. Spiritual connection: Mencari rasa keterhubungan dengan kekuatan
transenden.
5. Support seeking from clergy or members: Mencari kenyamanan dan
keamanan melalui cinta dan kasih sayang sesama anggota jemaat dan alim
ulama.
6. Religious helping: Usaha untuk meningkatkan dukungan spiritual dan
kenyamanan pada sesama anggota jemaat.
7. Religious forgiving: memohon pertolongan rohani dengan cara
menghilangkan kemarahan, rasa sakit dan ketakutan yang berkaitan dengan
sakit hati.
Pargement, Koenig & Perez (2000) juga mengidentifikasi ada lima fungsi dasar
agama, yaitu untuk:
a. Makna (meaning), agama memainkan sebuah kunci peran dalam pencarian
makna, dalam menghadapi penderitaan dan kehidupan yang membingungkan.
Pengalaman beragama menawarkan kerangka kerja pemahaman dan
interpretasi dari sisi lain kehidupan manusia yang lebih sakral yaitu Tuhan.
b. Kontrol (control), peran agama dalam mengontrol perilaku sangatlah besar.
Kejadian traumatis yang mendorong individu sumber kekuatan diluar dirinya
sendiri. Dan agama menawarkan banyak jalan untuk mendapatkan
penguasaan rasa dan control perilaku.
c. Kenyamanan (comfort), agama dirancang untuk mengurangi ketakutan
individu tentang kehidupan di dunia, dimana bencana bisa datang kapan saja.
-
25
Akan tetapi, sulit untuk memisahkan diri dari rasa bosan strategi koping
religius dari metode yang mungkin memiliki fungsi spiritual sejati. Dari
perspektif agama, spiritualitas, atau keinginan untuk terhubung dengan
kekuatan yang melampaui individu, adalah fungsi agama yang paling dasar.
d. Keintiman (intimacy), peran agama dalam memfasilitasi keterpaduan sosial.
Agama dapat dikatakan sebagai mekanisme membina solidaritas sosial dan
identitas sosial. Selain itu agama juga dapat membangun keintiman yang
lebih dengan orang lain.
e. Transformasi kehidupan (life transformation), maksudnya agama juga
mampu memperbaharui nilai-nilai lama dengan nilai-nilai baru, yang dapat
merubah kehidupan menjadi lebih baik.
Pada penelitian ini penulis menggunakan pendapat dari Pargament et al.
(2011) yang mengemukakan dimensi-dimensi dari positive religious coping
adalah meaning (benevolent religious reappraisal), control (collaborative
religious coping), comfort (seeking spiritual support, spiritual connection),
intimacy (support seeking from clergy or members, religious helping), life
transformation (religious forgiving).
2.2.3 Pengukuran Positive Religious Coping
Pengukuran positive religious coping pada penelitian ini menggunakan alat ukur
Religious Coping yang positif (Brief RCOPE) positif dari (Pargament et al,
2011) yang mengukur dengan tajam proses koping religius yang memiliki aspek
positif. Pengukuran ini didasarkan pada lima fungsi agama yaitu meaning
(benevolent religious reappraisal), control (collaborative religious coping),
-
26
comfort (seeking spiritual support, spiritual connection), intimacy (support
seeking from clergy or members, religious helping), life transformation
(religious forgiving).
Pargament et al. (2011) menuturkan bahwa Brief RCOPE adalah alat ukur
yang paling umum digunakan untuk mengukur koping religius dan telah
menghasilkan berbagai temuan yang signifikan. Brief RCOPE mewakili
pendekatan yang berbeda untuk penilaian agama, yang didasarkan pada teori
dan penelitian tentang koping dan agama. Teori yang menekankan peran aktif
yang dimainkan individu dalam menafsirkan dan menanggapi stres dalam
kehidupan. Selain itu alat ukur ini juga memperdalam item-item yang digunakan
dalam mengukur koping religius, seperti fungsi doa dalam mengadapi krisis
kehidupan. Dan item-item lain diperdalam secara spesifik. Reliabilitas dari
positive religious coping (PRC) sebesar 0,94.
2.3 Resiliensi
2.3.1 Pengertian Resiliensi
Thabet (2017) mengatakan bahwa resiliensi biasanya dianggap sebagai
kemampuan untuk terus menjalani kehidupan setelah kesusahan dan kesulitan,
atau untuk terus melanjutkan tujuan hidup setelah mengalami kesulitan. Smith
(dalam Thabet, 2017) mendefinisikan resiliensi sebagai suatu proses yang
mengarah pada “kekuatan kesadaran”, tetapi resiliensi psikologis mungkin
secara operasional didefinisikan sebagai kesadaran kekuatan itu sendiri yaitu,
keyakinan yang satu itu dapat bertahan atau menyelesaikan tugas yang relevan
dengan sasaran diberagam tantangan dan situasi yang merugikan. Kobylarczyk
-
27
& Bulik (2015) menjelaskan resiliensi, diperlakukan sebagai kelompok luas
karakteristik pribadi, diekspresikan oleh ketekunan dan adaptasi fleksibel untuk
tuntutan kehidupan, kemampuan untuk mengambil tindakan perbaikan dalam
kesulitan situasi dan toleransi terhadap emosi dan kegagalan negatif.
Tugade & Fredrickson (2004) menekankan pentingnya resiliensi terhadap
kemampuan seseorang untuk mengatasi kesulitan dan penderitaan atau kesulitan
sehingga membantu individu lebih cepat untuk beradaptasi dan menghadapi
perubahan setelah kehidupan yang stresful. Zautra (dalam Mahdi, Prihadi dan
Hasyim, 2014) membagi ketahanan menjadi dua bagian, dengan satu
menunjukkan ketahanan sebagai kemampuan individu untuk menghadapi
kesulitan dan memulihkan, sedangkan yang lain menggambarkan ketahanan
sebagai kemampuan untuk terus mencapai tujuan atau kemajuan menuju masa
depan yang positif meskipun ada tekanan dan kemampuan untuk mengatasi
secara efektif ketika menghadapi kesulitan.
Grotberg (2001) mengatakan bahwa sangat mudah untuk fokus pada
dampak patologis setelah bencana yang terjadi dan tentu saja dampak seperti itu
terjadi dengan bantuan khusus yang mungkin diperlukan. Bagaimanapun,
manusia memiliki kapasitas untuk menghadapi, mengatasi dan menyelesaikan
masalah atau kesulitan. Kapasitas manusia itu adalah daya tahan (resilience).
Resiliensi membantu orang-orang yang hidup dalam kondisi buruk atau
mengalami kehilangan, bencana dan kesulitan lainnya, agar tetap berfungsi
meskipun dalam tingkat psikologis yang rendah atau berada dalam tekanan.
-
28
Sehingga dapat meningkatkan harapan dan memiliki keyakinan yang tinggi
dalam fungsi sosial dan menjadi pribadi yang efektif. Resiliensi juga
berkontribusi pada kesehatan mental mereka yang mengalami situasi sulit.
sumber-sumber resiliensi berasal memberikan dukungan eksternal (i have);
mengembangkan kekuatan batin (i am); dan mengakuisisi interpersonal dan
keterampilan memecahkan masalah (i can). Status sosial ekonomi memiliki
dampak jumlah yang tidak signifikan terhadap ketahanan.
Didalam penelitian ini teori resiliensi yang digunakan adalah teori dari
Grotberg (2001) yang menyebutkan bahwa resiliensi adalah kapasitas universal
dimana seseorang, kelompok atau komunitas dapat mencegah, meminimalkan
atau mengatasi efek dari kesulitan.
2.3.2 Dimensi-Dimensi Resiliensi
Menurut Grotberg (2001) ada tiga dimensi dalam resiliensi:
1. External supports (i have), didalam dukungan eksternal terdapat cinta yang
diberikan dari orang lain, orang lain memberi tahu kapan harus lanjut dan
berhenti, mengajarkan untuk melakukan sesuatu dengan baik dan membantu
ketika sakit dan dalam keadaan berbahaya. External supports didalam
penelitian ini adalah external supports yang berasal dari keluarga.
2. Inner stregth (i am), kepercayaan diri bahwa semua akan baik-baik saja,
kekuatan pribadi juga ditunjukkan dengan menghormati diri sendiri dan
orang lain, senang melakukan perbuatan baik, bertanggung jawab dengan
apa yang dilakukan oleh diri sendiri dan menolong orang lain
-
29
3. Interpersonal and problem-solving skills (i can), ketika menghadapi masalah
berusaha mencari bantuan orang lain jika diperlukan, berbicara kepada orang
lain tentang hal-hal yang membuat takut dan mengganggu, mampu
mengendalikan diri sendiri ketika ingin melakukan sesuatu, mengetahui
kapan waktu yang tepat dalam mengambil tindakan dan kapan waktu yang
tepat untuk berbicara dengan seseorang.
Penulis menyimpulkan bahwa resiliensi merupakan kemampuan seseorang
untuk terus menjalani kehidupan meskipun dalam keadaan sulit dan penuh
tekanan. Kemampuan tersebut didapatkan dari dukungan eksternal (external
supports) yang diberikan orang lain, kekuatan diri (inner strength) yaitu
kepercayaan diri bahwa semua akan baik-baik saja dan kemampuan untuk
mengidentifikasi masalah, lalu menyelesaikannya dengan baik (interpersonal &
problem solving skills). Penulis menggunakan ketiga dimensi tersebut untuk
mengukur resiliensi yang dimiliki individu.
2.3.3 Pengukuran Resiliensi
Dalam mengukur resiliensi, penulis menggunakan alat ukur the International
Resilience Research Project (IRRP) dari Grotberg (2001), yang mencakup tiga
aspek pengukuran yaitu, external supports (i have), inner strength (i am),
interpersonal and problem-solving skills (i can). Penulis menggunakan alat ukur
ini sebab alat ukur ini mampu mengukur bagaimana ketahanan yang mampu
diterapkan di budaya yang berbeda dengan kelompok usia yang berbeda,
mampu mengidentifikasi perilaku resiliensi dalam menangani dan mengatasi
aspek yang berpotensi merusak.
-
30
2.4 Social Support
2.4.1 Pengertian Social Support
Bernal, Molina & Rio (2002) mendefinisikan social support sebagai sumber
daya yang dipertukarkan berupa emosional, instrumental. Sarafino, 1998
(dikutip oleh Marhamah, Hazalizah, & Hamzah, 2016) mengatakan bahwa
dukungan sosial mengacu kepada kenyamanan yang dirasakan, perhatian, harga
diri, atau membantu seseorang menerima dari orang atau kelompok lain. Orang-
orang dengan dukungan sosial percaya bahwa mereka dicintai, diperhatikan,
dihargai.
Sarafino, 2006 (dalam Marhamah et al) menjelaskan bahwa ada dua model
teoritis untuk menentukan bagaimana dukungan sosial bekerja dalam individu,
yaitu dukungan sosial melindungi dari efek negatif stres yang tinggi tingkat
dalam dua cara berikut; yang pertama, untuk individu yang menghadapi stressor
yang berat, seperti krisis finansial, daripada individu dengan tingkat dukungan
sosial rendah. Social support memiliki dua fungsi yakni dapat melindungi dari
situasi yang penuh tekanan dan dapat membimbing individu untuk memandang
peristiwa negatif sebagai sesuatu yang tidak terlalu menakutkan (Boyle et al,
1991).
Banyak efek positif yang disebutkan dari social support pada PTG yang
diamati (Rzeszutek, 2017) terutama setelah peristiwa traumatis bencana, seperti
gempa bumi. Selain itu serangan teroris, sebagai tambahan dukungan sosial
yang dirasakan terkait dengan tingkat PTG di antara orang-orang yang telah
pulih dari kecanduan. Konstruk ini memainkan peran moderasi penting dalam
-
31
hasil kesehatan mental karena potensinya untuk melindungi orang-orang dari
berbagai gangguan fisik dan psikologis Cobb, 1976 (dikutip oleh Bernal et al,
2002).
Joseph & Linley (2004) menyampaikan bahwa social support dapat dicapai
apabila dilakukan dalam lingkungan yang mendukung yang memenuhi
kebutuhan psikologis dasar untuk otonomi, kompetensi dan keterkaitan.
Menurut Tedeschi & Calhoun (2004) sumber dukungan sosial dapat diterima
terutama dari pasangan, keluarga dan teman. Manfaat dari dukungan sosial
secara potensial adalah adanya diskusi dari berbagai perspektif, memberikan
keyakinan dan menjelaskan pengalaman dengan metafora. Konseptualisasi
dukungan sosial yang dipakai oleh Bernal, Molina & Rio (2002) didasarkan
pada kebutuhan untuk emosional, dukungan instrumental, interpersonal, serta
kepuasan dengan dukungan yang diterima.
Social Support yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sumber daya
yang disediakan oleh orang lain, sebagai bantuan atau sebagai pertukaran
sumber daya dalam bentuk seperti instrumental, informasi dan emosional
(Schwarzer & Knoll, 2007). Didalam penelitian ini social support dikhususkan
hanya social support dari sesama anggota Ahmadiyah.
-
32
2.4.2 Dimensi-Dimensi Social Support
Menurut Schwarzer & Sculz (2000) ada empat dimensi social support :
1. Menerima dukungan emosi (perceived emotional support), dukungan ini
diterima dalam bentuk emosional seperti perhatian, empati, kenyamanan dan
kepedulian yang dirasakan individu.
2. Menerima dukungan instrumental (perceived instrumental support),
dukungan instrumental ini bisa dalam bentuk bantuan uang, makanan atau
peralatan yang dibutuhk.
3. Membutuhkan dukungan (need for support), Dukungan ini bisa dalam bentuk
mendengarkan segala keluh kesah, kesedihan atau kesulitan yang dirasakan
individu. Selain itu juga bisa memberikan pertimbangan kepada individu
ketika akan mengambil keputusan.
4. Mencari dukungan (support seeking), dukungan ini berupa bantuan untuk
mengatasi masalah yang dihadapi, ketika individu menghadapi ketakutan,
kesusahan maka ia akan mencari orang yang bisa diajak berbicara, agar bisa
membuat dirinya bersemangat kembali.
Penulis menyimpulkan bahwa social support merupakan sumber daya yang
saling dipertukarkan atau diberikan oleh orang lain baik berupa dukungan
emosi, benda maupun informasi. Penulis menggunakan dimensi perceived
emotional support, perceived instrumental support, need for support dan
support seeking untuk mengukur variabel social support. Dukungan sosial
sangat penting bagi seseorang dalam melewati kesulitan dalam hidupnya, sebab
manusia merupakan makhluk sosial dan saling membutuhkan satu sama lain.
-
33
2.4.4 Pengukuran Social Support
Alat ukur yang digunakan didalam penelitian ini adalah Berlin Social Support
Scales (BSSS) dari Schwarzer & Schulz (2000), yang terdiri dari tiga dimensi
untuk mengukur social support, yaitu perceived emotional support, perceived
instrumental support, need for support, and support seeking.
Ada banyak alat ukur yang mencoba mengukur social support, namun alat
ukur ini menyediakan cakupan multidimensional dari dukungan sosial, tetapi
pada saat yang sama juga untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik
tentang apa saja yang mendasari dan berkontribusi membangun diferensiasi.
Adapun realiabilitas konsistensi internal untuk subskala dalam sampel
validasi (pasien kanker, N= 457): Perceived social support α= 0,83; Received
social support (skor umum, 11 item): α= .83; Need for Support (4 item): α= .63;
Support seeking (5 item): α= .81; Protective buffering (6 item): α= .82.
Konsistensi internal untuk dukungan sosial yang Diberikan (skor umum, 11
item) dalam sampel pasangan (hanya pasangan, n = 175): α= 0,75.
2.5 Kerangka Berpikir
Posttraumatic growth pada anggota Ahmadiyah korban penyerangan adalah
mereka yang pernah mengalami peristiwa rumah dihancurkan, dibakar, dijarah,
atau diserang ketika mengikuti kegiatan-kegiatan Ahmadiyah, hingga anggota
yang pernah kehilangan anggota keluarganya karena terbunuh dan berhasil
bangkit dari peristiwa traumatis tersebut. Anggota Ahmadiyah dimasukan ke
dalam kelompok yang mengalami trauma setelah penyerangan karena
-
34
disebabkan oleh beberapa masalah baik secara ekonomi, maupun secara
psikologis pascapenyerangan tersebut.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi PTG pada Anggota Ahmadiyah korban penyerangan adalah
positive religious coping, resiliensi dan social support. Meaning ini sangat
mempengaruhi pertumbuhan pascatrauma seseorang, meskipun penyerangan ini
merupakan peristiwa negatif yang membawa dampak trauma, tetapi dengan
positive religious coping ini seseorang bisa melihat hikmah dari peristiwa ini
dan mempercayai penyerangan tersebut merupakan bagian dari takdir Allah.
Walaupun ia mengalami kerugian secara materi, fisik atau psikis, meaning
(makna) juga bisa menjadi arah seseorang untuk bersikap dan memetik makna
bahwa ada maksud dari sebuah peristiwa hidup.
Selanjutnya control merupakan bagian penting dari proses untuk mencapai
PTG, control ini berkaitan dengan bagaimana seseorang memecahkan masalah.
Control dalam hal ini dengan cara memohon bantuan dari Allah agar diberikan
jalan keluar dari keadaan pascatrauma. Selanjutnya comfort (kenyamanan)
proses PTG yaitu dengan mencari kenyamanan sesama anggota Jemaat
Ahmadiyah dan meningkatkan hubungan dengan Allah. Sebab setelah
mengalami penyerangan tersebut, seorang individu mencari dukungan secara
spiritual contohnya dengan nasihat rohani atau memohon diberi kesabaran
dengan bantuan Allah.
-
35
Intimacy (kelekatan) dalam proses PTG merupakan suatu proses yang
penting, dimana para Anggota Ahmadiyah yang mengalami penyerangan
mencoba membangun kedekatan dengan sesama Anggota Jemaat dan lebih
mendekatkan diri kepada Allah. Kelekatan ini dibangun untuk menciptakan
suasana yang lebih positif, dimana antar individu mampu menguatkan satu sama
lain. Selain itu life transformation (perubahan hidup) pada setiap individu yang
mengalami peristiwa pahit yang menimbulkan trauma, justru mampu mengubah
hidupnya menjadi lebih baik. Perubahan hidup ini lebih mengarahkan individu
kepada kekuatan baru dan kemungkinan-kemungkinan baru.
External support adalah dukungan dari luar yang didapatkan seorang
individu yang berpengaruh kepada PTG. Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia
membutuhkan bantuan dari orang lain, terutama disaat keadaan yang pahit
dalam hidup seperti penyerangan. Dukungan yang diberikan dari luar individu
seperti keluarga, teman, pasangan, membuat individu merasa disayangi dan
diperhatikan.
Inner strength dalam proses PTG pada diri seseorang mungkin berbeda-
beda. Namun dari sinilah emosi positif terbentuk dengan meyakini bahwa diri
sendiri mampu melewati masa-masa sulit dan kekuatan dalam dirinya
termanifestasi dalam sikap yang tangguh dalam menghadapi stres dalam
kehidupannya. Selain itu, interpersonal dan problem solving skills juga penting
dalam PTG, sebab dengan mengambil keputusan yang tepat mengarahkan
individu pada perilaku yang benar dan terarah.
-
36
Perceived emotional support juga merupakan hal penting dalam PTG yang
mengarahkan individu untuk bangkit dan berkembang setelah kejadian
traumatis. Hal ini bisa berasal dari keluarga, teman, sahabat, pasangan dan
sebagainya. Hal ini mendorong individu untuk mendapatkan dukungan
emosional. Contohnya dengan berempati dengan apa yang dialami mereka.
Sehingga dengan begitu seseorang merasa lebih tenang dan merasa tidak
sendirian dalam menghadapi masalah atau merasakan dukungan dari orang
disekitarnya. Perceived instrumental support yaitu mendapatkan dukungan
instrumental, sehingga para korban penyerangan memiliki tempat untuk berbagi,
berdiskusi tentang masalah yang dihadapi.
Need for support yaitu kebutuhan untuk mendapat dukungan berpengaruh
kepada PTG, penyerangan tersebut mungkin bisa jadi merupakan peristiwa yang
memberikan dampak negatif, namun dapat ditanggulangi dan berujung manis
berkat dukungan satu sama lain. Support seeking yaitu mencari dukungan.
Dalam proses PTG untuk mengatasi kerusakan fisik seperti rumah dan lain
sebagainya tidak ada salahnya jika mencari tempat tinggal sementara yang layak
dan untuk memulihkan psikis dan bangkit dari trauma dengan mencari bantuan
melalui tenaga profesional seperti psikolog. Anggota Ahmadiyah yang pernah
mengalami penyerangan menunjukkan adanya masalah psikologis yang buruk.
Kekerasan dan pengrusakan yang terjadi mengakibatkan trauma yang bisa
mempengaruhi kesehatan mental seseorang. Berdasarkan penelitian terdahulu
maka positive religious coping, resiliensi dan social support bisa membantu
PTG seseorang.
-
37
Gambar 2.1
Kerangka berpikir
2.8 Hipotesis Penelitian
Hipotesis Mayor: Ada Pengaruh variabel Positive Religious Coping, Resiliensi
dan Social Support terhadap Post-Traumatic Growth pada Anggota Ahmadiyah
Korban Penyerangan.
Control
Inner Strength (I Am)
Social Support
External supports (I have)
Resiliensi
Interpersonal & Problem-
Solving Skills (I Can)
Meaning
Intimacy
Life Transformation
Positive Religious Coping
Comfort
Post-Traumatic
Growth
Perceived Emotional
Support
Perceived Instrumental
Support
Need for Support
Support Seeking
-
38
Hipotesis Minor
H1: Ada pengaruh yang signifikan meaning terhadap posttraumatic growth
Anggota Ahmadiyah korban penyerangan.
H2: Ada pengaruh yang signifikan control terhadap posttraumatic growth
Anggota Ahmadiyah korban penyerangan.
H3: Ada pengaruh yang signifikan comfort terhadap posttraumatic growth
Anggota Ahmadiyah korban penyerangan.
H4: Ada pengaruh yang signifikan intimacy terhadap posttraumatic growth
Anggota Ahmadiyah korban penyerangan.
H5: Ada pengaruh yang signifikan life transformation terhadap posttraumatic
growth Anggota Ahmadiyah korban penyerangan.
H6: Ada pengaruh yang signifikan external supports (i have) terhadap
posttraumatic growth Anggota Ahmadiyah korban penyerangan.
H7: Ada pengaruh yang signifikan inner strength (i am) terhadap posttraumatic
growth Anggota Ahmadiyah korban penyerangan.
H8: Ada pengaruh yang signifikan interpersonal and problem-solving skills (i
can) terhadap posttraumatic growth Anggota Ahmadiyah korban penyerangan
H9: Ada pengaruh yang signifikan perceived emotional supports terhadap
posttraumatic growth Anggota Ahmadiyah korban penyerangan
-
39
H10: Ada pengaruh yang signifikan perceived instrumental supports terhadap
posttraumatic growth Anggota Ahmadiyah korban penyerangan
H11: Ada pengaruh yang signifikan need for supports terhadap posttraumatic
growth Anggota Ahmadiyah korban penyerangan
H12: Ada pengaruh yang signifikan support seeking terhadap posttraumatic
growth Anggota Ahmadiyah korban penyerangan
-
40
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab tiga penulis akan memaparkan mengenai populasi, sampel dan teknik
pengambilan sampel, variabel penelitian, definisi operasional dari variabel,
metode pengumpulan data, teknik analisis dan pengolahan data, serta prosedur
penelian.
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
3.1.1 Populasi Penelitian
Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah para Anggota Ahmadiyah
yang pernah mengalami penyerangan contohnya, mengalami perusakan rumah,
tempat ibadah, atau penyerangan ketika berada dalam kegiatan yang diadakan
oleh Jemaat Ahmadiyah. Para Anggota Ahmadiyah yang menjadi sampel
penelitian ini berdomisili di daerah Cianjur, dengan karakteristik sebagai
berikut:
1. Anggota Ahmadiyah di wilayah Cianjur.
2. Pernah mengalami penyerangan pada tahun 2005.
3. Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
3.1.2 Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 200 anggota Ahmadiyah yang
pernah mengalami penyerangan di daerah Cianjur. Dalam penelitian ini metode
pemilihan sampel secara non-probability sampling, dimana peluang terpilihnya
anggota populasi tidak diketahui karena penulis tidak memiliki daftar Anggota
-
41
Ahmadiyah yang pernah mengalami penyerangan di Cianjur. Penulisan ini juga
menggunakan teknik purposive sampling, sebab didalam pemilihan sample
terdapat kriteria-kriteria khusus yang telah dipilih penulis. Kuesioner dalam
penelitian ini disebar secara langsung menggunakan angket.
3.2 Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua variable, yakni variabel terikat (dependent
variable) dan (independent variable). Dependent variable dalam penelitian ini
yaitu posttraumaic growth. Sementara itu independent variable dalam penelitian
ini terdiri dari positive religious coping, resiliensi, social support.
Tabel 3.1
Variabel Penelitian
Dependent Variabel Independent Variable
Post-Traumatic Growth Positive Religious Coping (meaning, control, comfort, intimacy, life transformation)
Resiliensi (external supports (i have), inner strength (i am), interpersonal and problem-solving skills (i can))
Social Support (perceived emotional supports, perceived instrumental supports, need for support,
support seeking)
3.3 Definisi Operasional Variabel
Adapun definisi operasional masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Posttraumatic growth adalah pengalaman perubahan positif yang meliputi
apresiasi kehidupan (appreciation of life), hubungan dengan orang lain
(relating to others), kekuatan pribadi (personal strength), kemungkinan baru
(new possibilities) dan perubahan spiritual (spiritual change) sebagai hasil
dari proses menghadapi kejadian hidup yang penuh tantangan atau stressful.
2. Positive religious coping adalah proses menangani sumber stres dengan
memanfaatkan fungsi agama yang positif meliputi yaitu meaning (benevolent
-
42
religious reappraisal), control (collaborative religious coping), comfort
(seeking spiritual support, spiritual connection), intimacy (support seeking
from clergy or members, religious helping), life transformation (religious
helping) hal ini dalam rangka meningkatkan hubungannya dengan Tuhan.
3. Resiliensi adalah kemampuan seseorang dalam mengatasi kesulitan hidup,
menghadapi perubahan dan terus menjalani kehidupan setelah situasi sulit.
Hal ini berkaitan dengan external supports (i have), inner stregth (i am),
interpersonal and problem-solving skills (i can).
4. Social support adalah adalah timbal balik dari oranglain atau lingkungan
yang menunjukkan bahwa seseorang mendapat dan memberi dukungan
emosional dan dukungan instrumental, meliputi perceived emotional support,
perceived instrumental support, need for support, and support seeking.
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Teknik Pengambilan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tiga kuesioner
model Likert dengan empat kategori jawaban. Hal ini dilakukan untuk
menghindari pemusatan atau menghindari jumlah respon yang bersifat netral.
Model ini terdiri dari pernyataan positif (favourable) dan (unfavourable). Subjek
diminta untuk memilih salah satu dari empat kategori jawaban yang masing-
masing jawaban menunjukkan kesesuaian pernyataan yang diberikan dengan
keadaan yang dirasakan responden sendiri yaitu. “Sangat Setuju” (SS), “Setuju”
(S), “Tidak Setuju” (TS) dan “Sangat Tidak Setuju” (STS).
-
43
Responden akan diminta untuk mengisi setiap pernyataan dengan
memberikan tanda ceklis (√) pada kolom yang disediakan. Respon subyek tidak
diklasifikasikan benar atau salah, semua jawaban dapat diterima sesuai jawaban
jujur dan sungguh-sungguh.
Untuk pemberian skor dari skala ini, jawaban antara pernyataan bersifat
favourable dengan yang bersifat unfavourable berbeda. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.2
Model Skala Likert
Kategori Favourable Unfavourable
Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
4
3
2
1
1
2
3