New Microsoft Word Document

44
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui pendekatan pimpinan (Advocacy), Bina suasana (Social support) dan pemberdayaan masyarakat (Empowerment). Sebagai suatu upaya untuk membantu masyarakat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri, dalam tatanan rumah tangga, agar dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka menjaga memelihara dan meningkatkan kesehatannya. (Dinkes Lampung, 2002:3) PHBS yang baik dapat memberikan dampak yang bermakna terhadap kesehatan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam peningkatan derajat kesehatan, status pola gizi dan pemanfaatan sarana kesehatan lingkungan agar tercapai derajat kesehatan yang optimal (Dinkes Lampung, 2002: 3). Masalah kesehatan lingkungan merupakan salah satu dari akibat masih rendahnya tingkat pendidikan penduduk, masih terikat eratnya masyarakat Indonesia dengan adat istiadat kebiasaan, kepercayaan dan lain sebagainya yang tidak sejalan dengan konsep kesehatan (Azwar, 1981: 20). Menurut pusat promosi kesehatan, PHBS dapat mencegah terjadinya penyakit dan melindungi diri dari ancaman penyakit. Dampak Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang tidak baik dapat menimbulkan suatu penyakit diantaranya adalah mencret, muntaber, desentri, typus, dan DBD (Dinkes Metro, 2005:30-31). Standar pelayanan minimal target PHBS rumah tangga nasional tahun 2008 adalah sebesar 51% yang terdiri dari: Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, menimbang bayi dan balita setiap bulan, indikator menggunakan air bersih, mencuci tangan dengan air dan sabun, menggunakan jamban sehat, pemberantasan jentik di rumah, makan sayur dan buah setiap hari, melakukan aktivitas fisik setiap hari, tidak merokok

Transcript of New Microsoft Word Document

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang MasalahPerilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui pendekatan pimpinan (Advocacy), Bina suasana (Social support) dan pemberdayaan masyarakat (Empowerment). Sebagai suatu upaya untuk membantu masyarakat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri, dalam tatanan rumah tangga, agar dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka menjaga memelihara dan meningkatkan kesehatannya. (Dinkes Lampung, 2002:3)PHBS yang baik dapat memberikan dampak yang bermakna terhadap kesehatan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam peningkatan derajat kesehatan, status pola gizi dan pemanfaatan sarana kesehatan lingkungan agar tercapai derajat kesehatan yang optimal (Dinkes Lampung, 2002: 3). Masalah kesehatan lingkungan merupakan salah satu dari akibat masih rendahnya tingkat pendidikan penduduk, masih terikat eratnya masyarakat Indonesia dengan adat istiadat kebiasaan, kepercayaan dan lain sebagainya yang tidak sejalan dengan konsep kesehatan (Azwar, 1981: 20). Menurut pusat promosi kesehatan, PHBS dapat mencegah terjadinya penyakit dan melindungi diri dari ancaman penyakit. Dampak Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang tidak baik dapat menimbulkan suatu penyakit diantaranya adalah mencret, muntaber, desentri, typus, dan DBD (Dinkes Metro, 2005:30-31).Standar pelayanan minimal target PHBS rumah tangga nasional tahun 2008 adalah sebesar 51% yang terdiri dari: Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, menimbang bayi dan balita setiap bulan, indikator menggunakan air bersih, mencuci tangan dengan air dan sabun, menggunakan jamban sehat, pemberantasan jentik di rumah, makan sayur dan buah setiap hari, melakukan aktivitas fisik setiap hari, tidak merokok di dalam rumah. Memberi bayi ASI secara eksklusif. Dari data hasil survey PHBS Kota Metro tahun 2007 yaitu, bayi yang belum mendapatkan ASI eksklusif sebesar 40%, yang persalinannya tidak di tolong oleh tenaga kesehatan adalah sebesar 10%, yang masih merokok sebesar 10%, yang masih tidak menggunakan air bersih sebesar 10%, yang jambannya masih belum memenuhi syarat kesehatan sebesar 10% (Dinkes, 2007:9).Hasil survey PHBS tahun 2007 diketahui program yang ada hubungannya dengan program PHBS di Kelurahan Rejomulyo adalah sebagai berikut: yang masih merokok di dalam rumah sebesar 86,5 %, yang tidak melakukan aktivitas fisik sebesar 19, 8% yang tidak makan sayur dan buah sebesar 8,7 % jamban yang belum memenuhi syarat kesehatan sebesar 15, 5%, masih terdapat air yang tidak bersih sebesar 22,2%. Walaupun dari data survey telah diketahui ternyata PHBS rumah tangga sudah melebihi target nasional, namun masih ada sebagian PHBS yang belum jalan. Hal ini dapat dilihat dari data tersebut di atas.Penyebab yang mempengaruhi PHBS adalah faktor perilaku dan non perilaku fisik, sosial ekonomi dan sebagainya, oleh sebab itu penanggulangan masalah kesehatan masyarakat juga dapat ditujukan pada kedua faktor utama tersebut (Notoatmodjo, 2005: 25 – 26) banyak hal yang menjadi penyebab PHBS menurun yaitu selain faktor teknis juga faktor-

faktor geografi, ekonomi dan sosial (Depkes RI, 2003:1)Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dalam rumah tangga di Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan.

B. Rumusan MasalahPHBS di Kelurahan Rejomulyo sebagian masih belum sesuai dengan standar, yaitu: yang masih merokok di dalam rumah sebesar 86,5 %, yang tidak melakukan aktivitas fisik sebesar 19, 8% yang tidak makan sayur dan buah sebesar 8,7 % jamban yang belum memenuhi syarat kesehatan sebesar 15, 5%, masih terdapat air yang tidak bersih sebesar 22,2%. Oleh karena itu dapat dirumuskan masalah sebagai berikut “Bagaimana Gambaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dalam rumah tangga di Kelurahan Rejo Mulyo, Metro Selatan?”

C. Ruang Lingkup PenelitianRuang lingkup penelitian antara lain:1. Lokasi dan waktu penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Rejomulyo Metro Selatan pada tanggal 10 – 15 Juni 2008.2. Variabel penelitian yang diteliti adalah variabel terikat yaitu perilaku Hidup Bersih dan Sehat.3. Jenis penelitian adalah studi deskriptif.4. Subyek penelitian ini adalah ibu dan kepala keluarga. Sedangkan obyek penelitian ini adalah 10 indikator PHBS dalam rumah tangga.

D. Tujuan PenelitianPenelitian ini bertujuan:1. Tujuan UmumPenelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku hidup bersih dan sehat dalam rumah tangga di Kelurahan Rejomulyo, Metro Selatan Kota Metro bulan Mei 20082. Tujuan KhususTujuan khusus penelitian ini :a. Untuk mengetahui gambaran PHBS dalam rumah tangga berdasarkan indikator penolong persalinan.b. Untuk mengetahui gambaran PHBS dalam rumah tangga berdasarkan indikator pemberian ASI eksklusif.c. Untuk mengetahui gambaran PHBS dalam rumah tangga berdasarkan indikator penimbangan bayi dan balita.d. Untuk mengetahui gambaran PHBS dalam rumah tangga berdasarkan indikator penggunaan air bersih.e. Untuk mengetahui gambaran PHBS dalam rumah tangga berdasarkan indikator mencuci tangan.f. Untuk mengetahui gambaran PHBS dalam rumah tangga berdasarkan indikator penggunaan jamban.g. Untuk mengetahui gambaran PHBS dalam rumah tangga berdasarkan indikator

pemberantasan jentik nyamuk.

h. Untuk mengetahui gambaran PHBS dalam rumah tangga berdasarkan indikator konsumsi sayur dan buah setiap hari.i. Untuk mengetahui gambaran PHBS dalam rumah tangga berdasarkan indikator aktivitas fisik setiap harij. Untuk mengetahui gambaran PHBS dalam rumah tangga berdasarkan indikator tidak merokok dalam rumah.

E. Manfaat PenelitianPenelitian ini diharapkan bermanfaat:1. Sebagai bahan atau gambaran informasi dan evaluasi tentang perkembangan perilaku hidup bersih dan sehat di Kelurahan Rejomulyo Metro Selatan bagi peneliti.2. Sebagai bahan untuk evaluasi dalam meningkatkan program PHBS bagi Puskesmas dan Instansi terkait.3. Sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan tentang program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) bagi Institusi Prodi Kebidanan Metro.4. Sebagai bahan perbandingan dan masukan untuk melakukan penelitian selanjutnya tentang perilaku hidup bersih dan sehat bagi peneliti lainnya.

HUBUNGAN SIKAP IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DPT DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI DPT (Studi Di Desa Sukodadi Kabuh Jombang)

ABSTRAK

HUBUNGAN SIKAP IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DPT DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI DPT (Studi Di Desa Sukodadi Kabuh Jombang)

Oleh : Hesty Dianingtyas

Pembimbing: Dr. Suparyanto, M.Kes; Lilis Suryawati, S.ST

Kuman difteri sangat ganas dan mudah menular. Gejalanya adalah demam tinggi dan tampak adanya selaput putih kotor pada tonsil (amandel) yang dengan cepat meluas dan menutupi jalan napas. Di Indonesia cakupan imunisasi pada anak usia 12-23 bulan menurut jenisnya yang tertinggi adalah imunisasi BCG (86,9%), campak (81,6%), polio tiga kali (71,0%), DPT tiga kali (67,7%) Berdasarkan studi pendahuluan pada tanggal 1 Februari sampai 28 Februari 2009 di Desa Sukodadi Kabuh Jombang didapatkan cakupan imunisasi DPT tidak lengkap sebanyak 45 (42,75%) bayi dari 95 bayi dan lengkap sebanyak 25 (23,72%), BCG sebanyak 54 (51,3%) bayi dari 95 bayi, Polio sebanyak 58 (55,1%) bayi dari 95 bayi, Campak sebanyak 48 (45,6%) bayi dari 95 bayi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sikap ibu dalam pemberian imunisasi DPT di Desa Sukodadi Kabuh Jombang, mengidentifikasi kelengkapan imunisasi DPT di Desa Sukodadi Kabuh Jombang serta menganalisa hubungan sikap ibu dalam pemberian imunisasi DPT dengan kelengkapan imunisasi DPT di Desa Sukodadi Kabuh Jombang. Penelitian ini menggunakan desain analitik cross sectional dengan populasi yang berjumlah 90 yang dilakukan secara total sampling. Pengujian data dengan uji statistik “chi square” dengan angka ρ =0,001 < α= 0,05.Dari penelitian ini didapatkan bahwa sikap ibu yang positif terhadap pemberian imunisasi DPT cenderung lengkap dalam sebanyak 53 responden (58,9%).

Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu sikap ibu dalam pemberian imunisasi DPT di Desa Sukodadi Kabuh Jombang adalah positif, kelengkapan imunisasi DPT di Desa Sukodadi Kabuh Jombang adalah lengkap serta ada hubungan sikap ibu dalam pemberian imunisasi DPT dengan kelengkapan imunisasi DPT.

Dari hasil penelitian ini diharapkan para bidan dapat meningkatkan pemberdayaan keluarga dan masyarakat dengan memberikan penyuluhan atau informasi tentang imunisasi DPT bagi ibu bayi untuk melengkapkan imunisasi DPT nya.

Kata kunci : Sikap, Imunisasi

http://syehaceh.wordpress.com/2008/05/12/imunisasi-dan-faktor-yang-mempengaruhinya/

RANGKANG “SYEH”

http://syehaceh.wordpress.comFeeds:

PostsComments

« Ayah, Aku ingin Beli   Waktumu… Penyakit Diare dan Perilaku   Pencegahannya »

Imunisasi dan Faktor Yang Mempengaruhinya

May 12, 2008 by mirzal tawi

2.1. Imunisasi

2.1.1. Pengertian Imunisasi

Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Jadi Imunisasi adalah suatu

tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh

manuasia. Sedangkan kebal adalah suatu keadaan dimana tubuh mempunyai daya

kemampuan mengadakan pencegahan penyakit dalam rangka menghadapi serangan

kuman tertentu. Kebal atau resisten terhadap suatu penyakit belum tentu kebal terhadap

penyakit lain. (Depkes RI, 1994)

Dalam ilmu kedokteran, imunitas adalah suatu peristiwa mekanisme pertahanan

tubuh terhadap invasi benda asing hingga terjadi interaksi antara tubuh dengan benda

asing tersebut. Adapun tujuan imunisasi adalah merangsang sistim imunologi tubuh

untuk membentuk antibody spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan

Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). (Musa, 1985)

Departemen Kesehatan RI (2004), menyebutkan imunisasi adalah suatu usaha yang

dilakukan dalam pemberian vaksin pada tubuh seseorang sehingga dapat menimbulkan

kekebalan terhadap penyakit tertentu.

2.1.2. Program Imunisasi

Di Indonesia, program imunisasi telah dimulai sejak abad ke 19 untuk membasmi

penyakit cacar di Pulau Jawa. Kasus cacar terakhir di Indonesia ditemukan pada tahun

1972 dan pada tahun 1974 Indonesia secara resmi dinyatakan Negara bebas cacar. Tahun

1977 sampai dengan tahun 1980 mulai diperkenal kan imunisasi BCG, DPT dan TT

secara berturut-turut untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit-penyakit TBC anak,

difteri, pertusis dan tetanus neonatorum. Tahun 1981 dan 1982 berturut-turut mulai

diperkenalkan antigen polio dan campak yang dimulai di 55 buah kecamatan dan dikenal

sebagai kecamatan Pengembangan Program Imunisasi (PPI). (Depkes RI, 2000)

Pada tahun 1984, cakupan imunisasi lengkap secara nasional baru mencapai 4%.

Dengan strategi akselerasi, cakupan imunisasi dapat ditingkatkan menjadi 73% pada

akhir tahun 1989. Strategi ini terutama ditujukan untuk memperkuat infrastruktur dan

kemampuan manajemen program. Dengan bantuan donor internasional (antara lain

WHO, UNICEF, USAID) program berupaya mendistribusikan seluruh kebutuhan vaksin

dan peralatan rantai dinginnya serta melatih tenaga vaksinator dan pengelola rantai dingin

. Pada akhir tahun 1989, sebanyak 96% dari semua kecamatan di tanah air memberikan

pelayanan imunisasi dasar secara teratur. (Abednego, 1997)

Dengan status program demikian, pemerintah bertekad untuk mencapai Universal

Child Immunization (UCI) yaitu komitmen internasional dalam rangka Child Survival

pada akhir tahun 1990. Dengan penerapan strategi mobilisasi social dan pengembangan

Pemantauan Wilayah Setempat (PWS), UCI ditingkat nasional dapat dicapai pada akhir

tahun 1990. Akhirnya lebih dari 80% bayi di Indonesia mendapat imunisasi lengkap

sebelum ulang tahunnya yang pertama. (Depkes RI, 2000)

2.2. Pentingnya Imunisasi dan Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi

Imunisasi merupakan salah satu cara yang efektif dan efisien dalam mencegah

penyakit dan merupakan bagian kedokteran preventif yang mendapatkan prioritas.

Sampai saat ini ada tujuh penyakit infeksi pada anak yang dapat menyebabkan kematian

dan cacat, walaupun sebagian anak dapat bertahan dan menjadi kebal. Ketujuh penyakit

tersebut dimasukkan pada program imunisasi yaitu penyakit tuberkulosis, difteri, pertusis,

tetanus, polio, campak dan hepatitis-B.

2.2.1. Tuberkulosis

Tuberkulosis (TBC) adalah suatu penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Penyakit TBC ini dapat menyerang semua

golongan umur dan diperkirakan terdapat 8 juta penduduk dunia diserang TB denga

kematian 3 juta orang per tahun. Di negara-negara berkembang kematian ini merupakan

25% dari kematian penyakit yang sebenarnya dapat diadakan pencegahan. Diperkirakan

95% penderita TBC berada di Negara berkembang. (Depkes RI, 1992).

2.2.2. Difteri

Difteri merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Corynebacterium

diphtheriae merangsang saluran pernafasan terutama terjadi pada balita. Penyakit difteri

mempunyai kasus kefatalan yang tinggi. Pada penduduk yang belum divaksinasi ternyata

anak yang berumur 1-5 tahun paling banyak diserang karena kekebalan (antibodi) yang

diperolah dari ibunya hanya berumur satu tahun.

2.2.3. Pertusis

Pertusis atau batuk rejan adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh

Bordotella pertusis pada saluran pernafasan. Penyakit ini merupakan penyakit yang

cukup serius pada bayi usia dini dan tidak jarang menimbulkan kamatian. Seperti halnya

penyakit infeksi saluran pernafasan akut lainnya, pertusis sangat mudah dan cepat

penularannya. Penyakit ini dapat merupakan salah satu penyebab tingginya angka

kesakitan terutama di daerah yang padat penduduk.

2.2.4. Tetanus

Penyakit tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh kuman bakteri

Clostridium tetani. Kejadian tetanus jarang dijumpai di negara yang telah berkembang

tetapi masih banyak terdapat di negara yang sedang berkembang, terutama dengan masih

seringnya kejadian tetanus pada bayi baru lahir (tetanus neonatorum). Penyakit terjadi

karena kuman Clostridium tetani memasuki tubuh bayi lahir melalui tali pusat yang

kurang terawat. Kejadian seperti ini sering kali ditemukan pada persalinan yang

dilakukan oleh dukun kampong akibat memotong tali pusat memakai pisau atau sebilah

bambu yang tidak steril. Tali pusat mungkin pula dirawat dengan berbagai ramuan, abu,

daun-daunan dan sebagainya. Oleh karena itu, untuk mencegah kejadian tetanus

neonatorum ini adalah dengan pemberian imunisasi.

2.2.5. Poliomielitis

Polio adalah penyakit yang disebabkan oleh virus polio. Berdasarkan hasil

surveilans AFP (Acute Flaccide Paralysis) dan pemeriksaan laboratorium, penyakit ini

sejak tahun 1995 tidak ditemukan di Indonesia. Namun kasus AFP ini dalam beberapa

tahun terkahir kembali ditemukan di beberapa daerah di Indonesia.

2.2.6. Campak

Penyakit campak (Measles) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus

campak, dan termasuk penyakit akut dan sangat menular, menyerang hampir semua anak

kecil. Penyebabnya virus dan menular melalui saluran pernafasan yang keluar saat

penderita bernafas, batuk dan bersin (droplet). Penyakit ini pada umumnya sangat dikenal

oleh masyarakat terutama para ibu rumah tangga. Dibeberapa daerah penyakit ini

dikaitkan dengan nasib yang harus dialamai oleh semua anak, sedangkan di daerah lain

dikaitkan dengan pertumbuhan anak.

2.2.7. Hepatitis B

Penyakit hepatitis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus hepatitis

B. Penyakit ini masih merupakan satu masalah kesehatan di Indonesia karena

prevalensinya cukup tinggi. Prioritas pencegahan terhadap penyakit ini yaitu melalui

pemberian imunisasi hepatitis pada bayi dan anak-anak. Hal ini dimaksudkan agar

mereka terlindungi dari penularan hepatitis B sedini mungkin dalam hidupnya. Dengan

demikian integrasi imunisasi Hepatitis B ke dalam imunisasi dasar pada kelompok bayi

dan anak-anak merupakan langkah yang sangat diperlukan.

2.3. Tujuan Pelaksanaan Imunisasi

Tujuan pemberian imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya infeksi penyakit

yang dapat menyerang anak-anak. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian imuniasi

sedini mungkin kepada bayi dan anak-anak.

Menurut Depkes RI (2001), tujuan pemberian imunisasi adalah untuk mencegah

penyakit dan kematian bayi dan anak-anak yang disebabkan oleh wabah yang sering

muncul. Pemerintah Indonesia sangat mendorong pelaksanaan program imunisasi sebagai

cara untuk menurunkan angka kesakitan, kematian pada bayi, balita/ anak-anak pra

sekolah.

Untuk tercapainya program tersebut perlu adanya pemantauan yang dilakukan oleh

semua petugas baik pimpinan program, supervisor dan petugas imunisasi vaksinasi.

Tujuan pemantauan menurut Azwar (2003) adalah untuk mengetahui sampai dimana

keberhasilan kerja, mengetahui permasahan yang ada. Hal ini perlu dilakukan untuk

memperbaiki program.

Hal-hal yang perlu dilakukan pemantauan (dimonitor) sebagaimana disebutkan oleh

Sarwono (1998) adalah sebagai berikut :

Pemantauan ringan adalah memantau hal-hal sebagai berikut apakah pelaksanaan

pemantauan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan, apakah vaksin ckup tersedia,

pengecekan lemari es normal, hasil imunisasi dibandingkan dengan sasaran yang telah

ditetapkan, peralatan yang cukup untuk penyuntikan yang aman dan sterl, apakah

diantara 6 penyakit yang dapat discegah dengan imunisasi dijumpai dalam seminggu.

Cara memantau cakupan imunisasi dapat dilakukan melalui cakupan dari bulan ke

bulan dibandingkan dengan garis target, dapat digambarkan masing-masing desa. Untuk

mengetahui keberhasilan program dapat dengan melihat seperti, bila garis pencapaian

dalam 1 tahun terlihat antara 75-100% dari target, berarti program sangat berhasil. Bila

garis pencapaian dalam 1 tahun terlihat antara 50-75% dari target, berarti prgram cukup

berhasil dan bila garis pencapaian dalam 1 tahun dibawah 50% dari target berabrti

program belum berhasil. Bila garis pencapaian dalam 1 tahun terlihat dibawah 25% dari

target berarti program sama sekali tidak berhasil. Untuk tingkat kabupaten dan provinsi,

maka penilaian diarahkan pada penduduk tiap kecamatan dan kabupaten. Disamping itu,

pada kedua tingkat ini perlu mempertimbangkan pula memonotoring evaluasi pemakaian

vaksin. (Notoatmodjo, 2003)

2.4. Jadwal Pemberian Imunisasi

2.4.1. Vaksinasi BCG

Vaksinasi BCG diberikan pada bayi umur 0-12 bulan secara suntikan intrakutan

dengan dosis 0,05 ml. Vaksinasi BCG dinyatakan berhasil apabila terjadi tuberkulin

konversi pada tempat suntikan. Ada tidaknya tuberkulin konversi tergantung pada potensi

vaksin dan dosis yang tepat serta cara penyuntikan yang benar. Kelebihan dosis dan

suntikan yang terlalu dalam akan menyebabkan terjadinya abses ditempat suntikan.

Untuk menjaga potensinya, vaksin BCG harus disimpan pada suhu 20 C. (Depkes RI,

2005)

2.4.2. Vaksinasi DPT

Kekebalan terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus adalah dengan pemberian

vaksin yang terdiri dari toksoid difteri dan toksoid tetanus yang telah dimurnikan

ditambah dengan bakteri bortella pertusis yang telah dimatikan. Dosis penyuntikan 0,5 ml

diberikan secara subkutan atau intramuscular pada bayi yang berumur 2-12 bulan

sebanyak 3 kali dengan interval 4 minggu. Reaksi spesifik yang timbul setelah

penyuntikan tidak ada. Gejala biasanya demam ringan dan reaksi lokal tempat

penyuntikan. Bila ada reaksi yang berlebihan seperti suhu yang terlalu tinggi, kejang,

kesadaran menurun, menangis yang berkepanjangan lebih dari 3 jam, hendaknya

pemberian vaksin DPT diganti dengan DT. (Depkes RI, 2005)

2.4.3. Vaksinasi Polio

Untuk kekebalan terhadap polio diberikan 2 tetes vaksin polio oral yang

mengandung viruis polio yang mengandung virus polio tipe 1, 2 dan 3 dari Sabin. Vaksin

yang diberikan melalui mulut pada bayi umur 2-12 bulan sebanyak 4 kali dengan jarak

waktu pemberian 4 minggu. (Depkes RI, 2005)

2.4.4. Vaksinasi Campak

Vaksin yang diberikan berisi virus campak yang sudah dilemahkan dan dalam

bentuk bubuk kering atau freezeried yang harus dilarutkan dengan bahan pelarut yang

telah tersedia sebelum digunakan. Suntikan ini diberikan secara subkutan dengan dosis

0,5 ml pada anak umur 9-12 bulan. Di negara berkembang imunisasi campak dianjurkan

diberikan lebih awal dengan maksud memberikan kekebalan sedini mungkin, sebelum

terkena infeksi virus campak secara alami. Pemberian imunisasi lebih awal rupanya

terbentur oleh adanya zat anti kebal bawaan yang berasal dari ibu (maternal antibodi),

ternyata dapat menghambat terbentuknya zat kebal campak dalam tubuh anak, sehingga

imunisasi ulangan masih diberikan 4-6 bulan kemudian. Maka untuk Indonesia vaksin

campak diberikan mulai abak berumur 9 bulan. (Depkes RI, 2005)

Adapun jadwal pemberian imunisasi dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 2.1

Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Anak

Jenis Imunisasi

Umur (bulan)

Lahir 1 2 3 4 5 6 9 10

Program Pengembangan Imunisasi (PPI), diwajibkan

BCG BCG

Hepatitis B Hepatitis B1

Hepatitis B2 Hepatitis B3

DPT DPT1

DPT2

DPT3

Polio Polio 1 Polio 2

Polio 3

Polio 4

Campak Campak

Sumber : Depkes RI, Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi

2.5. Manfaat dan Efek Samping Imunisasi

Imunisasi bertujuan untuk merangsang system imunologi tubuh untuk membentuk

antibody spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan penyakit. (Musa, 1985).

Walaupun cakupan imunisasi tidak sama dengan 100% tetapi sudah mencapai 70% maka

anal-anak yang tidak mendapatkan imunisasi pun akan terlindungi oleh adanya suatu

“herd immunity”.

Berdasarkan hasil penelitian Ibrahim (1991), menyatakan bahwa bila imunisasi

dasar dilaksanakan dengan lengkap dan teratur, maka imunisasi dapat menguragi angka

kesakitan dan kematian balita sekitar 80-95%. Pengertian teratur dalam hal ini adalah

teratur dalam mentaati jadwal dan jumlah frekuensi imunisasi, sedangkan yang dimaksud

imunisasi dasar lengkap adalah telah mendapat semua jenis imunisasi dasar (BCG 1 kali,

DPT 3 kali, Polio 4 kali dan Campak 1 kali) pada waktu anak berusia kurang dari 11

bulan. Imunisasi dasar yang tidak lengkap, maksimal hanya dapat memberikan

perlindungan 25-40%. Sedangkan anak yang sama sekali tidak diimunisasi tentu tingkat

kekebalannya lebih rendah lagi.

Pemberian tetanus toksoid pada ibu hamil dapat mencegah terjadinya tetanus

neonatorum pada bayi baru lahir yang ditolong dengan tidak steril dan pemotongan tali

pusat memakai alat tidak steril. Imunisasi terhadap difteri dan pertusis dimulai sejak

umur 2-3 bulan dengan selang 4-8 minggu sebanyak 3 kali akan memberikan

perlindungan mendekati 100% sampai anak berusia 1 tahun. Imunisasi campak diberikan

1 kali akan memberikan perlindungan seumur hidup. Imunisasi poliomyelitis dapat

memberikan perlindungan seumur hidup apabila telah diberikan 4 kali. (Ibrahim, 1991).

Vaksin sebagai suatu produk biologis dapat memberikan efek samping yang tidak

diperkirakan sebelumnya dan tidak selalu sama reaksinya antara penerima yang satu

dengan penerima lainnya. Efek samping imunisasi yang dikenal sebagai Kejadian Ikutan

Pasca Imunisasi (KIPI) atau Adverse Events Following Immunization (AEFI) adalah

suatu kejadian sakit yang terjadi setelah menerima imunisasi yang diduga berhubungan

dengan imunisasi. Penyebab kejadian ikutan pasca imunisasi terbagi atas empat macam,

yaitu kesalahan program/tehnik pelaksanaan imunisasi, induksi vaksin, faktor kebetulan

dan penyebab tidak diketahui. Gejala klinis KIPI dapat dibagi menjadi dua yaitu gejala

lokal dan sistemik. Gejala lokal seperti nyeri, kemerahan, nodelle/ pembengkakan dan

indurasi pada lokasi suntikan. Gejala sistemik antara lain panas, gejala gangguan

pencernaan, lemas, rewel dan menangis yang berkepanjangan. (Depkes, 2000)

2.2.Karakteristik Ibu

Penyebaran masalah kesehatan berbeda untuk tiap individu, kelompok dan masyarakat

dibedakan atas tiga macam yaitu : Ciri-ciri manusia/karakteristik, tempat dan waktu.

Menurut Azwar,Azrul (1999) salah satu faktor yang menentukan terjadinya masalah

kesehatan di masyarakat adalah ciri manusia atau karakteristik .Yang termasuk dalam

unsur karakteristik manusia antara lain: umur, jenis kelamin, pendidikan, status

perkawinan,status sosial ekonomi,ras/etnik,dan agama.Sedangkan dari segi tempat

disebutkan penyebaran masalah kesehatan dipengaruhi oleh keadaan geografis, keadaan

penduduk dan keadaan pelayanan kesehatan.Selanjutnya penyebaran masalah kesehatan

menurut waktu dipenaguruhi oleh kecepatan perjalanan penyakit dan lama terjangkitnya

suatu penyakit. Begitu juga halnya dalam masalah status imunisasi dasar bayi juga

dipengaruhi oleh karakteristik ibu dan faktor tempat,dalam hal ini adalah jarak rumah

dengan puskesmas/tempat pelayanan kesehatan. Pada penelitian ini ,karakteristik ibu

yang peneliti diteliti adalah :

2.2.1 Umur

Umur merupakan salah satu sifat karakteristik tentang orang yang sangat utama.Umur

mempunyai hubungan dengan tingkat keterpaparan, besarnya risk serta sifat

resistensi.Perbedaan pengalaman terhadap masalah kesehatan/penyakit dan pengambilan

keputusan dipengaruhi oleh umur individu tersebut (Noor,N.N,2000)

Beberapa studi menemukan bahwa usia ibu, ras,pendidikan, dan status sosial ekonomi

berhubungan dengan cakupan imunisasi dan opini orang tua tentang vaksin berhubungan

dengan status imunisasi anak mereka.( Ali, Muhammad, 2002) .

Dari penelitian Ali,Muhammad (2002) didapatkan bahwa usia ibu berhubungan

dengan pengetahuan dan perilaku mereka terhadap imunisasi (p < 0,05).Penelitian ini

menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian Lubis (1990;dalam

Ali,Muhammad,2002).Penelitian Salma Padri,dkk (2000) juga menemukan bahwa faktor

utama yang berhubungan dengan imunisasi campak adalah umur ibu (OR 2,53 95% CI:

1.21 -5.27).Selanjutnya hasil penelitian Ibrahim D.P.(2001) menunjukkan bahwa

karakteristik ibu yang erat hubungannya dengan status imunisasi campak anak umur 9-36

bulan adalah: umur ibu yaitu umur ibu yang dihitung sejak lahir sampai saat penelitian.

2.2.2. Pendidikan

Pendidikan seseorang merupakan salah satu proses perubahan tingkah laku, semakin

tinggi pendidikan seseorang maka dalam memilih tempat-tempat pelayanan kesehatan

semakin diperhitungkan. Menurut Azwar (1996), merupakan suatu faktor yang

mempengaruhi perilaku seseorang dan pendidikan dapat mendewasakan seseorang serta

berperilaku baik, sehingga dapat memilih dan membuat keputusan dengan lebih tepat.

Peran seorang ibu pada program imunisasi sangatlah penting. Karenanya suatu

pemahaman tentang program ini amat diperlukan untuk kalangan tersebut.Pemahaman

ibu atau pengetahuan ibu terhadap imunisasi sangat dipengaruhi oeleh tingkat pendidikan

ibu.(Ali,Muhammad,2002).

Slamet (1999), menyebutkan semakin tinggi tingkat pendidikan atau pengetahuan

seseorang maka semakin membutuhkan pusat-pusat pelayanan kesehatan sebagai tempat

berobat bagi dirinya dan keluarganya. Dengan berpendidikan tinggi, maka wawasan

pengatehuan semakin bertambah dan semakin menyadari bahwa begitu penting kesehatan

bagi kehidupan sehingga termotivasi untuk melakukan kunjungan ke pusat-pusat

pelayanan kesehatan yang lebih baik. Sejalan dengan pendapat Slamet, Singarimbun

(1986), juga menyebutkan kelengkapan status imunisasi anak tertinggi pada ibu yang

berpendidikan SLTP keatas sebanyak 30,1%.Berdasarkan penelitian Idwar (2001) juga

disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seorang ibu maka makin besar

peluang untuk mengimunisasikan bayinya yaitu 2,215 kali untuk pendidikan tamat

SLTA/ke atas dan 0,961 kali untuk pendidikan tamat SLTP/sederajat. Ibu yang

berpendidikan mempunyai pengertian lebih baik tentang pencegahan penyakit dan

kesadaran lebih tinggi terhadap masalah-masalah kesehatan yang sedikit banyak telah

diajarkan di sekolah.

2.2.3. Status Sosial Ekonomi

Terdapatnya penyebaran masalah kesehatan yang berbeda berdasarkan status sosial

ekonomi pada umumnya dipengaruhi oleh 2 (dua) hal, yaitu :a).Karena terdapatnya

perbedaan kemampuan ekonomis dalam mencegah penyakit atau mendapatkan pelayanan

kesehatan,b).Karena terdapatnya perbedaan sikap hidup dan perilaku hidup yang dimiliki.

(Azwar,Azrul, 1999).Menurut Noor,N.N (2000) menyebutkan berbagai variabel sangat

erat hubungannya dengan status sosio ekonomi sehingga merupakan karakteristik.Status

sosio ekonomi erat hubungannya dengan pekerjaan/jenisnya, pendapatan keluarga, daerah

tempat tinggal/geografis, kebiasaan hidup dan lain sebagainya.Status ekonomi

berhubungan erat pula dengan faktor psikologi dalam masyarakat.Noor,N.N (2000).

Hollingshead dan Redlich (dalam Azwar,Azrul,1999) dalam melakukan penelitian sosial

menggunakan indikator pekerjaan, pendidikan dan keadaan tempat tinggal dalam

menentukan status sosial ekonomi.Sedangkan Parker & Bennet memakai indikator

pendapatan,pendidikan,jumlah anak dan sikap terhadap kesehatan.

Hasil penelitian Ramli,M.R(1988) menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh

terhadap kejadian drop out atau tidak lengkapnya status imunisasi bayi diantaranya

adalah : faktor jarak rumah ke tempat pelayanan imunisasi. Jarak antara rumah responden

dengan pusat pelayanan kesehatan terdekat, sebagian besar (78%) adalah kurang dari 1

km. Jarak kurang dari 1 km ini masih tergolong dekat. Dengan jarak yang tidak terlalu

jauh dari pusat pelayanan kesehatan,diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya

untuk kesehatan keluarganya.Sejalan dengan Ramli,kesimpulan penelitian Idwar (2001)

juga menyebutkan ada hubungan yang bermakna antara status imunisasi dengan jarak

dekat dibandingkan yang jauh sebesar 1,01 kali. Sedangkan untuk jarak sedang

dibandingkan dengan jarak jauh tidak terlihat adanya hubungan yang bermakna. Ibu akan

mencari pelayanan kesehatan yang terdekat dengan rumahnya karena pertimbangan

aktivitas lain yang harus diselesaikan yang terpaksa ditunda.

Selanjutnya Depkes RI (2000) menyebutkan komponen pendukung ibu melakukan

imunisasi dasar pada bayi antara lain kemampuan individu menggunakan pelayanan

kesehatan yang diperkirakan berdasarkan pada faktor pendidikan, pengetahuan, sumber

pendapatan atau penghasilan. (Depkes RI, 2000).

Pada masa yang akan datang di Indonesia akan terjadi perubahan dari negara agraris

menjadi negara industri. Dengan terjadinya peralihan itu, mengakibatkan banyak tenaga

kerja yang kemungkinan tidak akan tertampung di sektor industri, sehingga sebagian

besar diantaranya akan terjun ke lapangan kerja informal. Sementara itu, karena adanya

perbaikan pendidikan dan perhatian terhadap perempuan menyebabkan semakin

meningkatnya tenaga kerja perempuan, baik di sektor formal maupun informal.batasan

Ibu yang bekerja adalah ibu – ibu yang melakukan aktifitas ekonomi mencari penghasilan

baik di sektor formal maupun informal, yang dilakukan secara reguler di luar

rumah.Tentunya aktifitas ibu yang bekerja akan berpengaruh terhadap waktu yang

dimiliki ibu untuk memberikan pelayanan/kasih sayang terhadap anaknya termasuk

perhatian ibu pada imunisasi dasar anak tersebut.

Dari penelitian Ali,Muhammad (2002) didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan

pengetahuan tentang imunisasi antara ibu yang bekerja dengan ibu yang tidak bekerja,

dimana tingkat pengetahuan tentang imunisasi ini masih sangat kurang. Begitupun, walau

tanpa dasar pengetahuan yang memadai ternyata di kalangan ibu tidak bekerja sikap dan

perilaku mereka tentang imunisasi lebih baik dibanding ibu yang bekerja.Namun menurut

hasil kesimpulan penelitian Idwar (2000),justru menyebutkan bahwa ibu yang bekerja

mempunyai risiko 2,324 kali untuk mengimunisasikan bayinya dibandingkan dengan ibu

yang tidak bekerja disebabkan kurangnya informasi yang diterima ibu rumah tangga

dibandingkan dengan ibu yang bekerja.

2.3. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Program Imunisasi

Pengetahuan adalah seluruh pemikiran, gagasan, ide, konsep dan pemahaman yang

dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya termasuk manusia dan kehidupan.

Pengetahuan mencakup penalaran, penjelasan dan pemahaman manusia tentang segala

sesuatu, termasuk praktek atau kemauan teknis dalam memecahkan berbagai persoalan

hidup yang belum dibuktikan secara sistimatis. (Azwar, 1996)

Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan

terhadap objek tertentu melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang

sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Menurut Slamet (1999),

pengetahuan yang mencakup dalam domain kognitif mempunyai 6 (enam) tingkat yaitu

tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya,

memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek

yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Aplikasi

diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari atau

kondisi yang sebenarnya, analisa merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan

materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Evaluasi

ini terkait dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu

materi atau objek.

Tanggung jawab keluarga terutama para ibu terhadap imunisasi bayi/ balita sangat

memegang peranan penting sehingga akan diperoleh suatu manfaat terhadap keberhasilan

imunisasi serta peningkatan kesehatan anak. Pemanfaatan pelayanan kesehatan

dipengaruhi oleh komponen-komponen pendorong yang menggambarkan faktor-faktor

individu secara tidak langsung berhubungan dengan penggunaan pelayanan kesehatan

yang mencakup beberapa faktor, terutama faktor pengetahuan ibu tentang kelengkapan

status imunisasi dasar bayi atau anak. Komponen pendukung antara lain kemampuan

individu menggunakan pelayanan kesehatan yang diperkirakan berdasarkan pada faktor

pendidikan, pengetahuan, sumber pendapatan atau penghasilan. (Depkes RI, 2000)

Faktor pengetahuan memegang peranan penting dalam menjaga kebersihan dan

hidup sehat. Slamet (1999) menegaskan bahwa wawasan pengetahuan dan komunikasi

untuk pengembangan lingkungan yang bersih dan sehat harus dikembangkan yaitu

dengan pendidikan dan meningkatkan pengetahuan. Dengan adanya pendidikan dan

pengetahuan mendorong kemauan dan kemampuan yang ditujukan terutama kepada para

ibu sebagai anggota masyarakat memberikan dorongan dan motivasi untuk menggunakan

sarana pelayanan kesehatan.

Pengetahuan ibu dapat diperoleh dari pendidikan atau pengamatan serta informasi

yang didapat seseorang. Pengetahuan dapat menambah ilmu dari seseorang serta

merupakan proses dasar dari kehidupan manusia. Melalui pengetahuan, manusia dapat

melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya

berkembang. Semua aktivitas yang dilakukan para ibu seperti dalam pelaksanaan

imunisasi bayi tidak lain adalah hasil yang diperoleh dari pendidikan. (Slamet, 1999)

Pendidikan seseorang merupakan salah satu proses perubahan tingkah laku, semakin

tinggi pendidikan seseorang maka dalam memilih tempat-tempat pelayanan kesehatan

semakin diperhitungkan. Menurut Azwar (1996), merupakan suatu faktor yang

mempengaruhi perilaku seseorang dan pendidikan dapat mendewasakan seseorang serta

berperilaku baik, sehingga dapat memilih dan membuat keputusan dengan lebih tepat.

Pendidikan kesehatan dapat membantu para ibu atau kelompok masyarakat

disamping dapat meningkatkan pengetahuan juga untuk meningkatkan kemampuan

(perilakunya) untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Tingkat pendidikan dan

pengetahuan ibu sangat mempengaruhi terlaksananya kegiatan pelaksanaan imunisasi

anak/ bayi, baik itu pendidikan formal maupun non formal. Tahap pendidikan sangat

menentukan kemampuan seseorang dalam mengatasi masalah dalam kehidupannya baik

dilingkungan sosial maupun dilingkungan kerjanya. (Notoatmodjo, 1996)

Peningkatan cakupan imunisasi melalui pendidikan orang tua telah menjadi strategi

populer di berbagai negara. Strategi ini berasumsi bahwa anak-anak tidak akan

diimunisasi secara benar disebabkan orang tua tidak mendapat penjelasan yang baik atau

karena memiliki sikap yang buruk tentang imunisasi.Program imunisasi dapat berhasil

jika ada usaha yang sungguh-sungguh dan berkesinambungan pada orang- orang yang

memiliki pengetahuan dan komitmen yang tinggi terhadap imunisasi.Jika suatu program

intervensi preventif seperti imunisasi ingin dijalankan secara serius dalam menjawab

perubahan pola penyakit dan persoalan pada anak dan remaja, maka perbaikan dalam

evaluasi perilaku kesehatan masyarakat dan peningkatan pengetahuan sangat diperlukan.

(Ali,Muhammad,2002).

Sebagai contoh adalah hasil beberapa penelitian yang menyebutkan peningkatan status

kelengkapan imunisasi bayi/ anak akan meningkat seiring meningkatnya pendidikan dan

pengetahuan ibu. Diantaranya menurut Singarimbun (1986), menyebutkan kelengkapan

status imunisasi anak tertinggi pada ibu yang berpendidikan SLTP keatas sebanyak

30,1%. Syahrul,Fariani.,dkk (2002) dalam kesimpulan penelitiannya juga mengemukakan

bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahun ibu dan keterpaparan informasi

dengan status imunisasi,tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi sebagian besar

(73,0%) sudah baik Namun demikian juga masih didapat sebagian kecil (4%) yang

tergolong kurang.

Berdasarkan hasil penelitian Cahyono,K.D.,(2003) memberikan gambaran bahwa

anak mempunyai kesempatan lebih besar untuk tidak diimunisasi lengkap bagi yang

ibunya tinggal di perdesaan, berpendidikan rendah,kurang pengetahuan, tidak memiliki

KMS (Kartu Menuju Sehat), tidak punya akses ke media massa ( surat kabar/majalah,

radio, TV), dan ayahnya berpendidikan SD ke bawah. Semakin banyak jumlah anak,

semakin besar kemungkinan seorang ibu tidak mengimunisasikan anaknya dengan

lengkap.Selanjutnya Masykur (1983) dalam kesimpulan penelitiannya juga menyatakan

ibu-ibu yang tahu tentang imunisasi tertinggi pada ibu yang tamat SLTA yaitu 80,7% dan

secara statistik menunjukkan ada perbedaan yang bermakna antara tingkat pendidikan

dengan pengetahuan ibu tentang imunisasi. Menurut Lubis(dalam

Ali,Muhammad,2002),dari suatu penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa kurangnya

peran serta ibu rumah tangga dalam hal ini disebabkan karena kurang informasi (60-

75%),kurang motivasi (2-3%) serta hambatan lainnya (23-37%).

Slamet (1999), menyebutkan semakin tinggi tingkat pendidikan atau pengetahuan

seseorang maka semakin membutuhkan pusat-pusat pelayanan kesehatan sebagai tempat

berobat bagi dirinya dan keluarganya. Dengan berpendidikan tinggi, maka wawasan

pengatehuan semakin bertambah dan semakin menyadari bahwa begitu penting kesehatan

bagi kehidupan sehingga termotivasi untuk melakukan kunjungan ke pusat-pusat

pelayanan kesehatan yang lebih baik.

Hasil penelitian Ramli,M.R(1988) menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh

terhadap kejadian drop out atau tidak lengkapnya status imunisasi bayi adalah :

pengetahuan ibu tentang imunisasi , faktor jumlah anak balita, faktor kepuasan ibu

terhadap pelayanan petugas imunisasi, faktor keterlibatan pamong dalam memotivasi ibu

dan faktor jarak rumah ke tempat pelayanan imunisasi.

Kepercayaan dan perilaku kesehatan ibu juga hal yang penting, karena penggunaan

sarana kesehatan oleh anak berkaitan erat dengan perilaku dan kepercayaan ibu tentang

kesehatan dan mempengaruhi status imunisasi.Masalah pengertian dan keikutsertaan

orang tua dalam program imunisasi tidak akan menjadi halangan yang besar jika

pendidikan kesehatan yang memadai tentang hal itu diberikan.Peran seorang ibu pada

program imunisasi sangatlah penting. Karenanya suatu pemahaman tentang program ini

amat diperlukan untuk kalangan tersebut.(Ali,Muhammad,2002)

Abednego, H.M, Strategi dan Pengembangan Program Imunisasi Di Indonesia Menjelang Abad 21, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 1997

Ali,Muhammad , Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Bekerja dan Tidak Bekerja Tentang Imunisasi, Medan,2002.http://library.usu.ac.id/modules.php . op=modload [16 Januari,2008 ]

Azwar, Azrul,Pengantar Epidemiologi, Binarupa Aksara,Jakarta1999

___________, Ilmu Kesehatan Masyarakat Suatu Survey, Jakarta, 1993

___________, Pengantar Administrasi Kesehatan, Jakarta, 1996

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Depkes RI, Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Jakarta, 1997

Cahyono, K.D, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ketidaklengkapan Imunisasi Anak Usia 12-23 Bulan Di Indonesia Tahun 2003 (berdasarkan Data SDKI 2002-2003) . http   :   // www.youngstatistician.com . [ 15 Januari, 2008]

Departemen Kesehatan RI, Pedoman Operasional Pelayanan Imunisasi, Jakarta, 2000

_______________________, Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi, Jakarta, 2005

_______________________, KepMenKes No.1457 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota ,Jakarta, 2003

_______________________, Petunjuk Pelaksanaan Program Imunisasi, Jakarta, 1992

_______________________, Petunjuk Teknis Reaksi Samping Imunisasi, Jakarta, 1994

_______________________, Profil Kesehatan Indonesia, Jakarta, 2001

_______________________, Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010, Jakarta, 1999

Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie, Laporan Tahunan Subdin P2P Dinkes Kab. Pidie, 2006

Dinas Provinsi NAD, Rencana Strategis Pembangunan Kesehatan Prov.NAD Tahun 2006-2010,Banda Aceh,2006

_________________, Profil Kesehatan Prov.NAD Tahun 2005, Banda Aceh,2006

Elvayanie.N dan Sumarmi.S,Faktor Karakteristik Ibu yang Berhubungan dengan Pola Inisiasi Asi dan Pemberian Asi Eksklusifdi wilayah kerja puskesmas Sungai Turak kecamatan Amuntai Utara,2003.http://www.gizi.net/kebijakan-gizi/download/propenas.doc.[18 Januari, 2008]

Gellin BG, Maibach EW, Marcuse EK. Do parents understand immunization? A national telephon survey. Pediatrics, 2000.

Idwar, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Imunisasi Hepatitis B pada Bayi (0-11 Bulan) di Kabupaten Aceh Besar Propinsi Daerah Istimewa Aceh Tahun1998/1999(published 2001) http://digilib.litbang.depkes.go.id/go

[ 21 januari 2008 ]

Ibrahim, Imunisasi dan Kematian Anak Balita, Medika, Nomor 6 Tahun 17, Jakarta, 1994

Ibrahim,D.P., Hubungan Karakteristik Ibu dengan Status Imunisasi Campak Anak Umur 9-36 Bulan di Sulawesi Selatan Tahun 1991.(published 2001).http://digilib.litbang.depkes.go.id/go [ 21 januari 2008 ]

Khalidatunnur, Isu Mutakhir Imunisasi, 2007. http   ://www.google.com [ 21 Januari 2008]

Kartono, Psikologi Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, 2001

Masykur, N, dkk. Penelitian Pengertian Ibu-ibu Tentang Imunisasi Di Kecamatan Kebayoran Lama. Jakarta, 1983.

Musa , A.D, Peranan Pencegahan Khususnya Imunisasi Dalam Penurunan Angka Kematian Bayi di Indonesia. Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia. Tahun XV Nomor 9 April 1985.

Noor,N.N, Dasar Epidemiologi, Rineka Cipta, Jakarta, 2000

Notoatmodjo, Soekidjo, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta, 2003

__________________, Metode Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, 1996

Ramli,R.M,Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Drop Out/ Tidak Lengkap Hasil Imunisasi di Desa Kesongo Semarang Iawa Tengah Tahun 1988 : Skripsi-1988. http://www.journal.unair.ac.id/ [15 Januari,2008)

Sarwono, Psikologi Sosial Suatu Pengantar, Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta, 1998

Singarimbun, M, Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta, 1986

Slamet, Sosiologi Kesehatan, Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta, 1999.

Supraptini,dkk, Cakupan Imunisasi Balita dan ASI Ekslusif di Indonesia ,Hasil Survei Kesehatan Nasional 2001.http://digilib.litbang.depkes.go.id/go [ 21 januari 2008 ]

Syahrul,Fariani,dkk, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Imunisasi Ibu Hamil di Kabupaten Lumajang. Jurnal Penelitian Medika Eksakta Vol. 3 No. 1 April 2002: 80-88, Jakarta,2002.http://www.pdpersi.co.id.[17Januari,2008]

Syarifuddin Anwar,et.all, Buku Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammmadiyah ,Banda Aceh, 2005

Tawi.M, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kelengkapan Imunisasi DPT di Wilayah Kerja Puskesmas Ulee Kareng,Skripsi,PSIK Unsyiah,2002

USAID/Health Service Program, Basic Human Service : Baseline Household Survey 2005/6 in 30 Districts of 6 Provinces in Indonesia, Jakarta, 2006.

______,Aktivitas Millennium Challenge Corporation Indonesia : Proyek Program Immunisasi Rutin,Desember 2007. http://indonesia.usaid.gov.[21 Januari 2008]

Menurut WHO campak adalah penyebab kematian pada anak dan penyakit yang dapat dicegah dengan vaksinasi. Cakupan imunisasi campak di tingkat Nasional adalah 95%, propinsi Lampung sudah mencapai 97,90%, sedangkan Kabupaten Lampung Tengah cakupan imunisasi campak  pada tahun 2008 mencapai 83,39%, tahun 2009 adalah   87,7%. Dampak campak yang terjadi pada anak yang sehat dan gizinya baik jarang menimbulkan efek samping yang serius, yang sering menimbulkan kematian adalah komplikasi radang paru-paru (broncopneuminia) dan radang otak (encephalitis). Faktor-faktor yang menyebabkan kurangnya cakupan imunisasi diantaranya adalah pengetahuan dan sikap ibu terhadap imunisasi campak. Berdasarkan fenomena tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara pengetahuan dan sikap ibu dengan Cakupan Imunisasi Campak.Tujuan secara umum dari penelitian ini adalah diketahuinya hubungan pengetahuan dan sikap ibu batita dengan cakupan imunisasi campak di Puskesmas Surabaya Kecamatan Padang Ratu Lampung Tengah Tahun 2010.Metode penelitian yang digunakan yaitu analitik dengan desain cross sectional, dengan populasi penelitian adalah ibu batita  berjumlah 120 dan pengambilan sampel menggunakan rumus sebanyak 92 batita dengan tehnik pengambilan simple  random sampling melalui pengundian dari jumlah populasi yang ada. Analsia data univariat menggunakan rumus persentase dan bivariat menggunakan uji chi square.Hasil yang diperoleh bahwa proporsi cakupan imunisasi campak secara umum dengan cakupan yang tidak baik (52,17%), proporsi pengetahuan ibu sebagian besar dengan pengetahuan yang kurang baik (53,26%), proporsi sikap ibu sebagian besar dengan sikap yang tidak mendukung (54,36%), terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dan sikap ibu dengan cakupan imunisasi dengan nilai p = 0,000 lebih kecil dari nilai  Kesimpulan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dan sikap ibu terhadap cakupan imunisasi campak di Puskesmas Surabaya Kecamatan Padang Ratu Lampung Tengah Tahun 2010. Dari kesimpulan tersebut maka disarankan bagi pihak Puskesmas dapat meningkatkan upaya promotif dalam program Kesehatan Ibu dan Anak dengan upaya sosialisasi dan penyuluhan kepada para ibu yang memiliki batita tentang pentingnya pemberian imunisasi campak.

Kata Kunci :Pengetahuan, Sikap, Imunisasi CampakDaftar Bacaan :15 (1998-2010)

Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis S2

Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu dalampemanfaatan pelayanan imunisasi BCG di wilayah kerja PuskesmasGaruda Kecamatan Andir Kota Bandung tahun 2002Tri SulastriDeskripsi Dokumen: http://www.lontar.ui.ac.id//opac/themes/libri2/detail.jsp?id=72262&lokasi=lokal

------------------------------------------------------------------------------------------AbstrakPemberian imunisasi BCG bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit TBC Milierpada anak. Puskesmas Garuda merupakan salah satu Puskesmas di kota Bandung yang mempunyai empatkelurahan dengan jurnlah penduduk 56883 jiwa dan cakupan imunisasi BCG tahun 1999 adalah 62,75 padatahun 2001 terdapat TB Paru dengan BTA positif 24 orang, BTA negatif dengan Rongent positif 34 orang,sedangkan untuk bayi berusia 0-1 tahun TB Paru dengan BTA positif 10 orang dan TB paru dengan Rongentpositif terdapat 35 orang.<br />Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor- faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu dalampemanfaatan pelayanan imunisasi BCG di Puskesmas Garuda.<br /><br />Penelitian menggunakan desain Cross Sectional. Populasi penelitian ini adalah ibu yang mempunyai bayiberusia 2 - 12 bulan di wilayah kerja Puskesmas Garuda, jumlah sampel sebanyak 100, sampel diambilproporsional random sampling.<br /><br />Hasil penelitian ini memperlihatkan sebanyak 56 % responder memanfaatkan pelayanan imunisasi BCG.Pada basil analisa bivariat dari 9 variabel yang diteliti dan 5 variabel yaitu pengetahuan, pendidikan,pekerjaan, umur, dan dukungan suami/keluarga. berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan imunisasiBCG, hasil analisa multivariat regresi logistik menunjukkan bahwa variabel yang yang paling dominanberhubungan adalah pengetahuan setelah dikontrol oleh pendidikan dan umur ibu.<br />

<br />Saran yang diberikan adalah perlu peningkatan pengetahuan tentang imunisasi BCC berupa penyuluhansecara terencana, teratur sesuai dengan pendidikan dan umur terhadap ibu hamil dan ibu yang barumelahirkan serta ibu yang mempunyai anak bayi juga rnemberikan bimbingan dan motivasi kepada kaderagar kader mempunyai kemampuan untuk memotivasi terhadap ibu yang mempunyai bayi untukmemanfaatkan pelayanan imunisasi.<br /><br /><br />Daftar bacaan : 48 (1974 - 2001)

<br />