New Microsoft Office Word Document

download New Microsoft Office Word Document

of 59

Transcript of New Microsoft Office Word Document

Tinjauan Pustaka Flotasi Secara garis besar pemisahan mineral dengan cara flotasi dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap conditioning dan tahap pengapungan mineral (flotasi). Pada tahap conditioning bertujuan untuk membuat suatu permukaan mineral tertentu bersifat hidrophobic (tidak dibasahi air) dan mempertahankan permukaan mineral lain bersifat hidrophilic (dibasahi air). Pada tahap conditioning ini ke dalam pulp dimasukkan beberapa reagen flotasi.

Gambar 3 : Diagram alir flotasi Tahap flotasi atau tahap aeration, adalah tahap pengaliran udara ke dalam pulp baik secara mekanis, agitasi maupun injeksi udara. Pada sel flotasi, pengadukan dengan impeler dimaksudkan untuk menghasilkan gerakan turbulen dari cairan (pulp), sehingga pada saat dimasukkan aliran udara akan terbentuk gelembung-gelembung udara. Pada awalnya gelembung udara yang terbentuk mempunyai ukuran yang kecil dan sebagian ada yang menempel pada permukaan partikel mineral. Selanjutnya gelembung udara yang lain yang terbentuk berikutnya ikut

bergabung dengan gelembung udara yang telah ada dan membentuk gelembung udara dengan ukuran yang lebih besar, sehingga mempunyai daya angkat yang memadai untuk mengangkat partikel mineral ke permukaan. Mekanisme penempelan partikel-partikel mineral pada gelembung udara pada sel flotasi diawali ketika gaya-gaya hidrodinamika dan gaya interaksi antara partikel mineral dengan gelembung udara, sehingga terjadi tumbukan gelembung udara dengan partikel mineral dan terjadi penempelan partikel mineral dengan gelembung udara. Tumbukan yang terjadi dapat berlangsung beberapa kali, sebelum menempelnya partikel mineral pada gelembung udara. Ada tiga unsur yang berperan dalam proses pengapungan partikel mineral, yaitu: cairan (pulp) sebagai media flotasi, partikel padat (mineral) dan gelembung udara. Berdasarkan hukum Thermodinamika II disebutkan bahwa suatu proses akan terjadi secara spontan jika energi bebas dalam suatu sistem mempunyai nilai negatif, sistem akan mencapai stabilitas yang optimum jika energi bebasnya berada pada tingkat yang terendah (Currie, 1973).

Gambar 4 : Energi bebas dalam sistem padatan, cairan dan gelembung udara sebelum dan sesudah proses penempelan Agar operasi flotasi dapat berlangsung dengan baik artinya penempelan partikel ke gelembung udara berlangsung sampai ke tepi atas sel flotasi, maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut (Sudarsono, 2003) : Ukuran partikel harus cukup kecil, biasanya lebih kecil dari 65# (205 m). Kekentalan lumpur (pulp) di dalam sel flotasi biasanya berkisar antara 25% sampai 45% padatan. Kekentalan yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan gelembung sulit untuk terangkat ke atas, tetapi kekentalan yang terlalu rendah akan memperkecil kapasitas. Gelembung udara harus cukup besar dan stabil sehingga mampu mengangkat partikel padat sampai ke bibir atas sel. Gelembung udara stabil, artinya tidak mudah pecah dan sangat tergantung pada jenis dan jumlah frother yang dipakai.

Permukaan partikel padat yang akan diapungkan harus bersifat hidrofobi, sedangkan yang tidak akan diapungkan harus bersifat hidrofil. Sifatsifat ini dapat dicapai dengan menambahkan reagen flotasi yang tepat. Pemakaian reagen harus sesuai kuantitas dan kebutuhannya, dan ditambahkam pada saat yang tepat. Apabila dipakai sel flotasi yang dilengkapi dengan impller, maka putaran impeller harus dibuat sedemikian rupa sehingga tidak akan memecah gelembung udara yang telah ditempeli oleh partikel hidrofobi. Perhitungan Perolehan (Recovery) Untuk menghitung persen recovery emas mengikuti rumus-rumus balansi material sebagai berikut (Lili Tahli dkk,1998) : F=C+T fF = cC + tT R= Dimana : F = berat feed (ton) C = berat konsentrat (ton) T = berat tailing (ton) f, c, t = masing-masing kadar feed, konsentrat dan tailing (gram/ton) R = Recovery (%) Hasil dan Pembahasan 1. Hasil Percobaan Hasil percobaan dari flotasi tailing emas adalah konsentrat dengan berat 78,80 gram 94,20 gram dan berat tailing 102,60 gr 116,20 gr. Berdasarkan hasil analisis kimia logam emas yang terkandung dalam konsentrat tersebut adalah sebesar 5,05 gr/t 7,02 gr/t (Tabel 3, Gambar 5 dan 6).

Tabel 3. Hasil Percobaan Flotasi Tailing EmasAlat pHawalTemperatur Awal, OC H2SO4 Tetes

Eksperimentasi menggunakan mesin flotasi Sub A Model D-1 dari Denver dengan sel flotasi berkapasitas 1.000 ml, dan pH meter. Cara Kerja Contoh tailing emas sebanyak 10 kg dilakukan penggerusan dengan "ball mill" dan diayak

pHC1C2 F penyesuaiantetes tetestetes menit

Waktu

pHakhir

Temperatur akhir, oC

(screening) sehingga diperoleh 100 % material berukuran 100 mesh ( 0,148 mm). Contoh tergerus ini kemudian dibagi dalam bagian-bagian seberat + 200 gram dengan menggunakan metode "mixingconing-quatering" yang digunakan sebagai umpan (feed) dalam percobaan flotasi, analisis mineral dan analisis kimia. Cara kerja percobaan flotasi, adalah sebagai berkut: Tailing emas berukuran 100 mesh sebanyak 200 gram dan air destilasi = 1 liter dimasukkan ke dalam flotasi cell, mesin flotasi dijalankan selama 5 menit, diperiksa besarnya pH awal dan temperatur awal. Pada pulp tersebut kemudian ditambah collector-1, collector-2 dan frother; mesin flotasi dijalankan kembali dengan waktu penyesuaian yang bervariasi (1, 2, 4 dan 5 menit), dan diperiksa besarnya pH akhir dan temperatur akhir. Untuk menampung ampas (tailing), digunakan penampung konsentrat. Mesin flotasi dijalankan kembali pada putaran 1.350 rpm dan aliran udara dibuka secara penuh, kemudian konsentrat dikeluarkan dengan bantuan alat pengeruk, mesin flotasi dihentikan setelah 6 menit. Hasil percobaan flotasi adalah konsentrat (concentrate) dan ampas (tailing), kemudian dilakukan pengambilan contoh hasil flotasi tersebut untuk dilakukan analisis kimia dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) guna menentukan kandungan unsur emas. Tabel 2. Kondisi Teknis Percobaan Flotasi

agus' pos dengan tag: makalah penelitianApa itu penanda? Anda bisa memberi "penanda" pada artikel yang Anda kirimkan. Penanda membantu Anda mencari isi/muatan yang memiliki kesamaan. Anda bisa memberikan sebanyak-banyaknya penanda yang Anda inginkan di setiap artikel. Aug 14, '08 10:29 AM Aplikasi Carbon In Leach untuk semuanya APLIKASI PROSES CARBON-IN-LEACH PADA PERTAMBANGAN EMAS SKALA KECIL DI JAMPANG;

Satuan

Kandungan

Uji Coba Peralatan GerusOleh Agus Sofyan UPT Loka Uji Teknik Penambangan Jampang Kulon Sukabumi Jl.Cihaur No.2 Desa Kertajaya Kecamatan Simpenan Kabupaten Sukabumi

ABSTRAK : Pertambangan skala kecil (PSK)untuk emas di sukabumi selatan berjalan secara tidak optimal dan tidak berwawasan lingkungan,baik penambangan maupun pengolahan. Untuk mengoptimalkan perolehan emas dari bijih dicoba diperkenalkan teknologi baru yang dimodifikasi agar sesuai dengan PSK. Peralatan mulai dari pemecah batu,alat gerus,tangki pelindian/adsorpsi dengan sistem CIL ( Carbon-inleach),bak limbah dan IPAL yang semuanya berskala kecil(semipilot)dan produk lokol disiapkan untuk pengujian.pengujian alat pemecah batu telah dilakukan,dan kini dicoba kinerja alat gerus. Hasil pengujian dengan batuan limbah penambangan menunjukan bahwa ball mill 75 cm(d) x 90 cm (I) yang diisi dengan bola-bola baja yang hanya berjumlah 1/10 dari yang diperlukan dapat disandingkan dengan siklon berdiameter 15 cm untuk menghasilkan pulp overflow siklon dengan41,1 % padatan yang 70 % berukuran -74 % um.Namun ,media gerus yang sangat kurang menyebabkan ball mill bekerja lamban.Tangki pelindian/adsorpsi belum sempat diuji.Percontohan teknologi CIL berskala kecil ditunggu oleh PSK Kata Kunci : emas, pertambangan skala kecil, carbon-in-leach PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sebelum tahun 1980-an prospek penambangan sumberdaya mineral emas di Inonesia suram.Namun,setelah keberhasilan eksplorasiemas pada priode 1980-an yang mengikuti kebijakan pemerintah dalam investasi asing dan ekspor emas,emas kemudian muncul sebagai salah satu komoditi tambang yang memberikan devisa kepada negara. Produksi emas di Indonesia dibagi dalam dua kategori,yaitu (1) emas yang akan dihasilkan produsen emas (emas merupakan produk utama)

dan (2) emas yang terkandung dalam konsentrat yang dihasilkan produsen tembaga. Selanjutnya, apa yang akan dibicarakan di sini adalah emas berdasarkan kategori (1). Pembicaraan tentang emas tentunya membawa serta komoditi perak, karena kedua logam ini berasosiasi erat sekali di alam. Walaupun produksi perak(dalam kg) lebih banyak daripada emas (dalam Rp.atau US $) jauh lebih tinggi.Sebagai contoh, pada tahun 1997 (data terakhir yang dapat direkam) memperlihatkan produksi sebesar 30.608 kg perak.Suatu pertumbuhan produksi yang sangat cepat,apabila kita mengingat produksi tahun 1991 yang hanya sebesar 102 kg emas.Nilai jualnya dapat dilihat dari data ekspor 1997, yaitu 28.109 kg emas dengan nilai US $ 293.066.920 dan 90.342 kg perak dengan nilai US $ 14.978.400. oleh karena itu,topik pembicaraan dipusatkan pada emas. Apakah komoditi emas perlu dijadikan prioritas dalam penelitian.kita ambil lima komoditi mineral logam yang menghasilkan devisa,yaitu timah,aluminium,nikel,tembaga dan emas.Apabila kelima mineral logam dinilai potensi kemanfaatannya berdasarkan 8 kriteria (1) Pertumbuhan pasar,(2) kontribusi pada produktivitas yang meningkat,(3)manfaat pada sektor Lain. (4)dampak lingkungan,(5) pengembangan berkelanjutan dari sumberdaya alam,(6) dampak sosial pengurangan kemiskinan pembentukan kesempatan kerja,(7) pengembangan regionaldan (8) kontribusi pada pembentukan kapasitas ilmu dan teknologi),maka emas akan muncul sebagai unggulan pertama.Urutan selanjutnya ditempati oleh tembaga dan nikel serta kemudian oleh timah dan terakhir oleh aluminium. Yang menarik di pertambangan Emas di Indonesia adalah harga emas yang tinggi dan tekhnologi pertambangan emas yang bervariasi dari sederhana samapai yang canggih menimbulkan permasalahan yang rumit. Pertama produksi emas dari pertambangan emas tanpa izin (PETI),yang beroperasi di berbagai wilayah Indonesia,tidak terekam datanya keduanya,PETI,yang memenfaatkan tekhnologi sederhana,tidak memenfaatkan cadangan emas secara optimal dan merusak lingkunagan.Penambangan yang bercorak penggalain "lubang tikus"dan hanya mengambil urat emas yang kaya (Diatas 10g/t emas) menaghamburkan potensi sumberdaya emas yang dimiliki Indonesia atau daerah yang bersangkutan,selain membahayakan jiwa penambang dan

masyarakat sekitarnya.Dan,teknik pengolahannyapun hanya memeberikan peroleha aemas yang hanya sebesar 40%, seklain merusak lingkunagan (mengabaikan kesehatan penambangan itu sendiri dan lingkungan sekitarnya akibat pencemaran mercuri). Di Kabupaten Sukabumi di bagian selatan,tepatnya di Kecamatan Pelabuhan Ratu dan kecamatan Jampang Kulon terdapat mineralasi emas.perhatian Lembaga Geologi dan Pertambangan Nasiaonal,Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LGPN-LIPI) terhadap daerah ini berawal pada tahun 1972,yang pada waktu itu merencanakan pembanguna suatu tambang percobaan.Pada periode antara 1980 dan 1986 potensi daerah mineralisasi emas ini di teliti lebihrinci oleh LGPN-LIPI,dalam rangka melaksanakan tolak ukur proyek yang berjudul "Pertambangan sekala kecil". Daerah seluas 100ha,sebagai hasil kajian dari penalitiaan ini,kemudian diserahkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geotekhnologi-LIPI,yang merupakan nama baru dari Lembaga Geologi dan Pertambangan Nasional LIPI,kepada KUD (KoperasiUnit Desa) Panca Usaha untuk ditindak lanjuti. Pada tahun 1991 Direktorat Jendral Pertambangan Umum membuat kebijaksanaan baru tentang Pertambangan Skala Kecil (PSK) yang dikelola oleh KUD.Pusat Penelitian dan Pengembangan Geotekhnologi LIPI,kemudian diminta membantu kegiatan PSK didaerah Sukabumi selatan ini untuk dijadikan "show-room "bagi PSK.Partisipasi dalam PSK ini takdapat diberikan oleh pusat penelitan dan Pengembangan Geotekhnologi LIPI pada waktu itu. Pertambangan skala kecil untuik emas didaerah Sukabumi Selatan ini sebenarnya merupakan suatu tantangan bagi Pusat Penelitian dan Pertambangan Geotekhnologi LIPI.Alasanya,didaerah mineralisasi emas ini,tepatnya di Cigaru,Desa Kertajaya,Kecamatan Pelabuhan Ratu,berada Unit Pelaksana Teknis (UPT) Tambang Percobaan Jampang Kulon,Yang bernaung dibawah Pusat Penelitian dan Pertambangan GeotekhnologiLIPI. Oleh karena itu,dengan adanya angin segar dalam masalah dana dan masalah teknis lainnya,pada tahun 1996 Pusat Penelitian dan Pertambangan Geotekhnologi-LIPI ikut lagi dalam menangani PSK untuk emas.Partisipasi diawali dengan pengadaan peralatan berskala pilot atau semi-pilot dari tekhnologi yang diharapkan dapat menggantikan tekhnologi gelundung (baca : amalgamasi) yang selama ini digunakan oleh PETI dan KUD serta tambang swasta di daerah Sukabumi selatan. Pemilihan Tekhnologi CIL bertujuan memberikan percontohan kepada KUD yang beroperasi dalam rangka konsep Pertambangan Skala Kecil-

nya Departemen Pertambangan dan Energi tentang tekhnologi pengolahan emas yang memberikan perolehan emas yang optimal dengan kiat-kiat dalam menangani masalah lingkungan.Selain itu,keberhasilan ini akan berdampak pada pengembangan industri karbonaktif yang berasal dari tempurung kelapa. Pada tahun 1997 secara tak terduga terjadi krisis moneter yang kemudian diikuti krisis ekonomi.Akibatnya,bukan saja kelengkapan tekhnologi CIL tak terpenuhi melainkan juga pemasangan dan uji coba beberapa peralatan yang sudah tersedia menjadi terganggu.Dilain pihak,percontohan tekhnologi baru ditunggu KUD. Kegiatan penelitian tahun 2000 yang berjudul "Aplikasi Proses Carbonin-Leach pada Pertambangan Emas Skala Kecil di Jampang" ini merupakan kelanjutan kegiatan tahun-tahun sebelumnya yang berjalan secara pincangakibat krisis moneter/ekonomi.Pada tahun 1998-1999 disiapkan pasilitas bangunan untuk tekhnologi CIL dan dilakukan pemasangan peralatan didalam fasilitas bangunan itu.Pada tahun berikutnya (baca : Penelitian tahun 1999-2000)diketshui adanya kesalahan tekhnis dalam pembuatan peralatan yang takdapat ditanggulangi pada tanun itu juga,dan harus menunggu thun ini. 1.2.Tujuan penelitian Penelitian bertujuan mengkaji tekhnologi pengolahan emas CIL ( Carbon-in-leach) yang berskala kecil,mengsosialisasikannya dan menerapkannya pada PSK (pertambangan skala kecil),sehingga terwujud pemampaatan kekayaan alam tak terbarukan secara optimal dan berwawasan lingkungan. Sasaran yang diemban untuk menunjang tujuan penelitian ini adalah mengembangkan kemampuan sendiri,yang diimplementasikan dengan membuat peralatan tekhnologi CIL didalam negri dari disain yang dibuat sendiri oleh pelaksana proyek.sasaran penelitian tahun 2000 adalah menentuan kesalahan teknis dalam pembuatan peralatan,memperbaikinya berdasarkan prioritas dan kemampuan dana,serta mengupayakan sedikitnya 1 (bagian) dari perlengkapan tekhnologi CIL dapat berfungsi. 1.3.Lokasi dan Kesampaian daerah Lokasi penelitian terletak didaerah Cigaru,yang termasuk Desa Kertajaya,Kecamatan Pelabuhan Ratu,Kabupaten Sukabumi,Propinsi Jawa Barat.Di daerah Cigaru beroperasi apa yang disebut dalam perizinan sebagai Pertambangan Skala Kecil (PSK) untuk emas dan dikelola oleh KUD (Koperasi Unit Desa) Mandiri Panca Usaha.Di lokasi ini juga pula berada UPT ( Unit Pelaksana Teknis) Tambang Percobaan Jampang

Kulon,yang bernaung Di bawah Pusat Penelitian dan Pengembangan Geotekhnologi-LIPI Lokasi Penelitian dapat dicapai dengan kendaraan roda empat,baik kendaraan pribadi/dinas maupun Kendaraan Umum,dari kodya sukabumi kearah Jampang Tengah kearah kota Kecamatan Pelabuhan Ratu. Jalan yang ke arah Jampang Tengah menuju kota Kecamatan Jampang Kulon,namun sebelumnya belok kearah Pelabuhan Ratu. Demikian pula jalan yang kearah Pelabuhan Ratu membelok kearah Jampang Kulon sebelum sampai di Pelabuhan Ratu. Cigaru terletak di jalan yang menghubungkan Pelabuhan Ratu dengan Jampang Kulon. Jarak Bandung-Sukabumi sekitar 90 km,Sedangkan Sukabumi Cigaru diperkirakan 80 km. HASIL PENELITIAN 2.1.Perbaikan alat Ball Mill Alat gerus Ball Mill tersedia di lapangan (UPT.Tambang Percobaan Jampang Kulon) dengan ukuran 75 cm (diameter)x 90 cm(lebar) atau 30 in (D) x 36 in (W) yang mencerminkan dimensi dari badan yang berbentuk silinder. Sebaliknya dilaporkan pada laporan penelitian tahun 1999-2000,alat gerus Ball Mill perlu diperbaiki karena kebocoran dan kesalahan teknis lainnya. Kesalahan teknis pembuatan alat gerus ini adalah : 1. Kebocoran pada sambungan badan berbentuk silinder dengan badan berbentuk kerucut di bagian produk. Kebocoran ini cukup besar. 2. Kebocoran pada sambungan badan berbentuk silinder dengan badan berbentuk kerucut di bagian umpan. Kebocoran di sini kecil,tetapi cukup mengganggu. 3. Kebocoran kecil pada sambungan badan berbentuk kerucut dengan silinder pengeluaran produk. 4. Spiral di bagian umpan tidak rapi pemasangannya,sehingga terjadi arus balik dari pulp. 5. Badan silinder dibuat dari dua pelat secara berlapis, namun pada bagian pintu, yang terletak di bagian tengah, tidak dilas sehingga pulp cenderung masuk kesela diantara dua lapis tersebut. 6. Sumbu penggerak gigi,yang memutarkan ball mill, kekurangan penunjang lager sehingga sumbu dapat melengkung 7. Empat roda penahan badan silinder dengan permukaan karet tidak baik pemasangannya. Perbaikan alat gerus Ball Mill dilaksanakan dengan mengikutsertakan

potensi Bengkel yang beroperasi di Cigaru.Perbaikan kesalahan teknis no.1 dan no. 2 memerlukan bongkar pasang alat ini.Kesalahan teknis no. 3 diperbaiki dengan pengelasan. Demikian pula pada kesalahan teknis no. 4 dan no.5. Kesalahan teknis no. 6 diperbaiki dengan pemasangan lager beserta dudukannya. Akhirnya, kesalahan teknis no. 7 ditanggulangi dengan penyetelan kembali,namun penyetelan tidak dapat sempurna karena badan silinder tidak sempurna kebulatannya. Untuk memberikan gambaran yang jelas,lihat Gambar 1 pada LAMPIRAN. 2.2. Pembuatan alat siklon Untuk mengoperasikan alat gerus Ball Mill diperlukan suatu alat saringan yang dapat memisahkan ukuran butiran bijih yang diinginkan dari ukuran butiran yang masih kasar.Butiran yang diinginkan adalah 70 % berukuran lebih kecil dari 74 um (200 mesh) atau disingkat 70 % -74 um.Alat yang sesuai untuk keperluan ini adalah siklon (cyclone). Untuk membuat

alat siklon ini dipelajari terlebih dahulu literatur(1,2,3,4). Karena kesulitan dalam menentukan satu dimensi yang tepat,maka dibuat dua alat siklon. Pembuatannya dikerjakan dibengkel Pusat Penelitian dan Pengembangan Geotekhnologi-LIPI. Kedua alat ini punya dimensi sebagai berikut :

SIKLON 1 : Dc = 10 cm; Di = 2,6 cm; Do = 3,7 cm ; Du = 1 cm; h = 54 cm. SIKLON ll : Dc = 15 cm; Di = 3 cm ; Do = 2,5 cm; Du = 1,8 cm; h = 45 cm. Untuk jelasnya,kedua siklon tersebut dilukiskan pada Gambar 2 (LAMPIRAN) 2.3. Metode penggerusan Penggerusan dilaksanakan dengan mengkobinasikan alat gerus Ball Mill (BM) dengan alat saringan siklon. Umpan (feed, F) yang berupa batuan/bijih hasil pemecahan dengan alat pemecah batu Jaw Crusher (JC) dimasukan ke BM bersama-sama dengan air,dan produk BM kemudian dialirkan ke siklon,yang terletak lebih tinggi dari BM menggunakan pompa,yang dipinjam dari salah satu tangki pelindian/adsorpsi.Dalam siklon terjadi pemisahan,yang halus mengalir ke atas sebagai overflow (OF) dan yang kasar

mengalir ke bawah sebagai underflow (UF).UF kemudian dimasukan kembali ke BM,sehingga terjadi sirkulasi sebagian produk BM (yang kasar). Dalam kondisi jalan,umpan BM berupa bijih (baru) dari JC,air (baru), dan UF dari siklon (biasanya disebut circulating load, CL) yang berupa pulp. OF dialirkan secara gravitasi ke tangki prtama dari sejumlah tangki pelindian/adsorpsi. Dengan demikian,produk penggerusan adalah OF. Sirkulasi ini dilukiskan pada Gambar 3 (LAMPIRAN). Uji coba dilaksanakan dengan Ball Mill berisi bola-bola baja berdiameter 5 cm sebanyak 136 buah dan bola-bola baja berdiameter 2,5 cm sejumlah 105 buah ( setelah ditambahkan 40 buah bola baja 5 cm dan 20 buah bola baja 2,5 cm) dan berputar sebanyak 39 putaran per menit oleh gerakan motor 7,5 hp.Sementara itu,siklon di operasikan dengan kapasitas pompa sebesar 350 liter per menit. 2.4.Tangki pelindian/adsorpsi Lima buah tangki pelindian/adsorpsi,yang masing-masing berukuran 1,2 m. (diameter) x 1,2 m (tinggi), disiapkan dalam bangunan berukuran 5 m x 20 m. Tata letak peralatan,seperti alat pemecah batu JC,alat gerus BM,siklon, dan kelima tangki dilukiskan pada Gambar 4 (LAMPIRAN), dengan skala 1 : 143. Sebenarnya ada sebuah alat lain, yaitu saringan ganda,yang disiapkan,tetapi belum dipasang pada lokasi tertentu. Dari pengecekan kelima tangki tersebut,terdapat kesalahan teknis dalam pembuatannya, selain kesalahan teknis dalam kelima panel pengatur kecepatan pengaduk dari kelima tangki yang bersangkutan. Pemasangan yang kelima tangki juga tidak lurus dengan dinding,apalagi tangki kelima yang menyimpang. Kesalahan teknis pada panel pengatur kecepatan aduk terlihat jelas dalam jaringan kabelnya. Seharusnya jaringan kabel

kelima panel ini sama, tetapi kenyataannya tidak demikian Dalam panel ini ada alat elektronik,yang merupakan otak pengaturan kecepatan. Kesalahan teknis pada jaringan kabel dapat berakibat fatal pada alat elektronik.Namun uji coba salah satu panel tidak menyadari kesalahan jaringan ini,sehingga alat elektroniknya dikhawatirkan rusak.Dengan demikian,uji coba peralatan pelindian/adsorpsi dihentikan untuk pengecekan lebih lanjut dari kelima panel. PEMBAHASAN 3.1.Operasi penggerusan dengan ball mill Uji coba penggerusan dengan ball mill pada awalnya dilaksanakan dengan memasukan bijih produk jaw crusherss dan air secara bersamaan dan dalam jumlah (massa) yang sama sampai keluar plup. Namun kemudian,dejalan dengan waktu,umpan ball mill bukan saja bijih dan air melainkan juga underflow dari siklon. Malahan, pada akhir percobaan massa bijih dan massa air tidak sama banyak. Dalam hal ini,massa bijih 2kali lebih banyak dari massa air. Sebanyak 500 ml percontoh-percontoh produk ball mill ditimbang dan di saring (untuk memisahkan padatan dari cairan). Padatan kemudian dikeringkan disaring dengan saringan 100 mesh (147 um) dan saringa 200 mesh (174 um) dan ditimbang. Hasilnya disajikan dalam tabel 1 dan tabel 2. Nampak dari tabel 2 bahwa dari waktu ke waktu massa jenis (kerapatan) plup produk ball mill makin kental,apalagi setelah jumlah biji digandakan terhadap air. Persentasi padatanya pun makin lama makin besar, namun sebaliknya % - 74 um-nya cenderung menurun. Gaudin (5) menyebutkan bahwa ball mill di isi media penggerus (bolabola baja) sedemikian rupa sehingga bola-bola ini mengisi

sedikit diatas setengah volume ball mill. Sementara itu wills(1) memberikan angka 40-50% dari volume boll mill. Dari informasi ini, seharus nya ball mill di isi kira-kira 2500 bola-bola baja. Dengan demikian,bola-bola baja yang dimasukan kedalam ball mill dalam uji coba ini sangat sedikit, hanya 241 buah. Hal ini akan memberikan pengaruh pada kinerja ball mill. Kinerja ball mill dengan kondisi media penggerus (bola baja) yang sangat kurang, terungkap dalam tabel 1 dan tabel 2. Walau pun umpan ball mill telah diatur agar menghasilkan produk (pulp) yang % padatannya sebesar 50 % yaitu dengan menambahkan massa biji (baru) dan massa air (baru) di buat sama bedar serta CL (circulating load) yang berupa UF (underflow) siklon yang dapat segera mencapai % padatan sebesar 50 %, namun mencapai 50% padatan (dalam produk plup ini cukup lama. 3.2. Operasi penyaringan siklon Seperti dilakukan saat penggerusan, penyaringan dengan siklon pun dilaksanakan dengan pengambilan percontohpercontoh sebanyak 500 ml, masing-masing untuk overflow dan underflow perlakuan sama diberikan pada percontoh OF dan UF, seperti yang dilakukan terhadap percontoh ball mill, yaitu ditimbang,disaring (untuk memisahkan padatan dari cair); padatan kemudian dikeringkan, disaring dan ditimbaang. Dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 3. Dari tabel 3 terungkap bahwa hasil terbaik diperoleh pada awal percobaan dimana 97,01% butiran OF berukuran lebih kecil dari 74 um,namun % padatannya sebesar 22,2% (tabel 4). Dan hasil ini diperoleh pada saat ball mill menghasilkan plup demgan % padatan sebesar 31,6 %. Perlu diketahuin bahwa,dari hasil penelitian sianidasi dalam skala

laboratorium, ekstraksi emas dihasilkan pada kondisi % padatan (plup) sebesar 30 % dengan demikian % padatan pada produk ball mill harus di tingkatkan. Darei tabel 4 terlihat bahwa untuk memperoleh OF dengan % padatan sebesar 30 %, produk ball mill harus mempunyai % padatan sebesar 40,9 %. Ukuran butiran di lakukan karena produk BM makin lama makin kental. Produk BM yang dihasilkan adalah prouk awal, yang butiran halusnya kebanyakan berasal dari umpan (produk JC). Sebagaimana disebutkan sebelumnya, produk OF yang diinginkan adalah 70 % padatan berukurasn lebih kecil dari 74 um (200 mesh). Dari tabel 3 terlihat bahwa yang mendekati angka ini adalah 66,47 % yang dihasilkan oleh siklon II dengan diameter 15 cm pada kondisi buka klep dan pada kondisi produk ball mill dengan persen padatan 49,4 %, yang dicapai setelah BM beroprasi 234 menit. 3.3. Teknologi Carbon-in-leach Proses sianidasi, yangberupa pelindian dengan bahan kimia sianida, sudah seabad lamanya di peraktekan dalam pengobatan bijih emas Dunia. Kemudain emas diperolehdari larutanemas yang dihasilkan sianidasi (larutan kaya) dengan proses sementasi memakai bubuk seng, yang disebut proses Merrill-Crow. Kombinasi kedua proses ini,merupakan tekhnologi baku dalam pengolahan bijih emas, sebelum muncul tekhnologi CIL. Industri pengolahan emas yang lama masih meneruskan tekhnologi sianidasi-sementasi, tetapi Industri pengolahan bijih emas yang baru dibangun memanfaatkan tekhnologi CIL. Tekhnologi CIL yang diperaktekkan 2 tahun terakhir ini pada dasarnya masih memeanfaatkan proses sianidasi. Yang dimodifikasi adalah proses perolehan emas dari larutan kaya,

yaitu adsorpsi dengan karbon aktif. Tekhnologi ini menghilangkan pasilitas pemisahan larutn dari padatan, seperti yang dilakuakn oleh tekhnologi sianidasi-sementasi, sehingga tekhnologi CIL dapat menyaingi tekhnologi sebelumnya. Sebenarnya tekhnologi CIL tidak selalu harus menggunakan sianida dalam tahap pelindiannya. Upaya menggantikan sianida dengan bahan kimia yang lebih ramah lingkungan, yaitu thiouria, juga pernah dicoba. Penelitan dengan bijih emas yang berasal dari daerah penelitian ini (Sukabumi Selatan / Jampang) menunjukan prospek yang baik, namun terbentur pada masalah biaya yang belum dapat bersaing. Perlu dikeahui bahwa,dari penelitian pada tahun-tahun sebelumnya, proses sianidasi dapat diterapkan untuk berbagai bijih emas dari daerah Sukabumi Selatan.permasalahannya terletak pada variasi karakteristik bijih emas (ada yang oksida,sulfida,segar,teroksidasi,dan terlapukan) sehingga parameter sianidasi perlu disesuaikan dengan kondisi bijih/campuranbijih yang akan diolah.Dengan rencana umpan sianidasi yang berkandar rendah (3-10 g/t emas), baik dari satu jenis bijih maupun dari hasil percampuran bijih kayamiskin,tak diperlukan perlakuan awal dengan pelindian bakteri. Proses pelindian bakteri hanya diperlukan apabila berhadapan dengan bijih emas dengan partikael emas yang sangat halus dan terbungkus oleh pirit dan/atau arsenopirit,yaitu untuk membuka partikel emas sehingga dapat kontak dengan larutan sianida. Bijih refraktori ini biasa ditemukan pada bijih yang berkandar emas yang sangat rendah. Carbon-in Leach (CIL) sebenarnya diberikan pada proses yang terjadi dalam beberapa tangki pelindian/adsorpsi. Dalam disain tekhnologi CIL yang dikembangkan untuk PSK

(Pertambangan Skala Kecil) di UPT. Tambang Percobaan Jampang Kulon hanya dibuat 5 buah. Di tempat lain, misalnya di UPE ( Unit Pertambangan Emas ) Pongkor, terdapat 8 buah tangki pelindian/adsorpsi. Pulp yang mengandung emas mengalir dari tangki pertama ke tangki kedua dan seterusnya sampai tangki terakhir. Emas yang terlarut,sebagai akibat reaksi bijih dengan media pelarut (misalnya: sianida), diadsorpsi oleh karbon aktif.Produk utama dari proses CIL adalah karbon yang mengandung emas. Dan tentunya ada produk tambahan yaitu limbah yang berupa pulp yang tak mengandung emas beserta media pelarut. Dalam kasusianida sebagai pelarut,limbah ini perlu diolah dahulu dalam IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) sebelum cairannya dibuang ke lingkungan misalnya sungai. Pasilitas mulai dari pemecahan batu,penggerusan,pelindian/adsorpsi dengan teknologi CIL, penambungan limbah sampai IPAL telah disiapkan di UPT. Tambang Percobaan Jampang Kulon,seperti dilukiskan dalam Gambar 4. Dalam perakteknya teknlogi CIL tidak berhenti pada perolehan karbon yang mengandung emas. Oleh karna itu, fasilitas tambahan biasanya diperlukan untuk memperoleh emas bulion dari karbon. Fasilitas tambahan ini bisa dipasangkan pada bangunan pengolahan emasyang telah ada di UPT. Tambang Percobaan Jampang Kulon. PENUTUP Penggerusan dengan ball mill dianalisi dengan bantuan siklon, yang juga memerlukan pengujian. Penggerusan dengan ball mill yang dikombinasiakan dengan siklon cukup efektif untuk menghasilkan produk yang akan dijadikan umpan untuk proses carbon-in-leach. Namun, media penggerus (bola-bola baja) yang sangat sedikit menyebabkan

kinerja ball mill yang kurang efisien. Proses carbon-in-leach sendiri belum tersentuh. Mudahmudahan tahun depan dapat direalisasikan. Tetapi semunya bergantung pada dukungan proyek. Kegiatan penelitan dengan judul "Aplikasi proses carbon-inleach pada Pertambangan Emas Skala Kecil di Jampang" berjalan lambat. Halini akibat terjadinya krisis moneter/ekonomi yang terduga pada saat rencana ini baru digulirkan. Pengembangan tekhnologi tidak semudah yang diucapkan, karena pelaksana berhadapan dengan scaling-up dari hasil-hasil penelititan yang berskalala kecil. DAFTAR PUSTAKA Wills,B.A.,1985.Mineral Processing Technology.Pergamon Press,Oxford,3rd edition,629 hlm. Tarjn,G.,1981.Mineral Processing,Vol.I.Akad miai Kiad,Budapest,583 hlm. Bisio, A. dan Kabel, R., 1985. Scaleup of Chemical processes. John Willey & Sons, New York,699 hlm. Plitt, L.R., 1976. A Matehematical Model Of the Hydrocyclone Classifier. CIM Bulletin, 69 (776) : 114-123. Gaudin, A.M., 1939. Principles of Mineral Dressing. McGraw-Hill Book Company, New York,554 hlm. Kata kunci: makalah penelitian tidak ada komentar

Peningkatan Kadar Emas dari Tailing

Aug 14, '08 10:12 AM

untuk semuanya PENINGKATAN KADAR EMAS DENGAN FLOTASI DARI TAILING HASIL AMALGAMASI Oleh : Agus Sofyan dan Widodo (*) (*) UPT Loka Uji Teknik Penambangan Jampang Kulon LIPI Sukabumi Abstrak Contoh tailing hasil amalgamasi bijih emas pada tambang emas skala kecil dari Cigaru, Desa Kertajaya, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat masih mengandung emas. Tailing ini berupa material berukuran pasiran halus dengan kadar emas 4,92 gr/t. Tailing hasil amalgamasi ini dijadikan umpan dalam penelitian flotasi berskala labortorium. Variabel yang diuji ada 7 (tujuh), yaitu : jenis zat pengumpul, pH, kekuatan zat pengaktif, kekuatan zat pengumpul, waktu penyesuaian, kerapatan pulp dan ukuran butir. Hasil percobaan menunjukkan bahwa diperoleh berat konsentrat sebesar 78,80 gram 94,20 gram dengan kadar emas 5,05 gr/t 7,02 gr/t dan perolehan emas maksimum sebesar 56,22 %. Abstract The example of tailing amalgamation gold ore in small scale gold-mine from Cigaru, Kertajaya, District of Simpenan, Regency of Sukabumi, West Java Province, still gold bearing. The tailing in the form is smooth of sand the gold rate 4,92 gr/t. This tailing sample from amalgamation process was used as a feed in the study of flotation on laboratory scale. The investigated variables consist of: type of collector, pH, strength of activator, strength of collector, conditioning time, pulp density, and grain size. The result of experimentation indicate that the weight of concentrate equal to 78,80 gram - 94,20 gram with the gold assay 5,05 gr/t -

7,02 gr/t and maximum gold recovery equal to 56,22 %. Latar Belakang Proses pengolahan bijih emas dengan cara amalgamasi menghasilkan dua produk, yaitu konsentrat dan tailing. berdasarkan analisis kimia terhadap tailing yang dihasilkan dari amalgamasi bijih emas, diketahui bahwa dalam tailing masih mengandung logam emas dengan kadar yang cukup tinggi. Flotasi adalah suatu proses pemisahan mineral secara kimiafisika berdasarkan pada sifat permukaan mineral yang tidak bisa dibasahi oleh air (hidrophobic) maupun yang bisa dibasahi air (hidrophilic) dengan bantuan gelembung udara pada bidang batas antara fase padat, cair dan gas. Keberhasilan flotasi sangat ditentukan oleh ketepatan penggunaan reagen yang digunakan, baik jumlah maupun jenisnya. Reagen flotasi ditambahkan pada tahap penyesuaian ("conditioning") dengan tujuan menciptakan suatu pulp yang kondisinya sesuai agar pada saat dilakukan flotasi mineral-mineral yang diinginkan dapat mengapung sebagai konsentrat dan mineral-meneral yang lain tetap tinggal/mengendap sebagai tailing (Wills, 1979). Percobaan flotasi telah dilakukan terhadap tailing amalgamasi yang masih mengandung emas. Tulisan ini memuat hasil penelitian flotasi tailing amalgamasi yang masih mengandung emas dari Cimanggu yang termasuk daerah Cigaru, Desa Kertajaya, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat (Gambar 1) dalam skala laboratorium. Tujuh parameter dipilih untuk diuji pengaruhnya terhadap perolehan emas, dan dianalisis juga pengaruh parameter-parameter tersebut terhadap perolehan emas. Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana cara pengolahan tailing amalgamasi yang mengandung emas untuk meningkatkan kadar emas dengan cara flotasi ? 2. Bagaimana perolehan emas yang dihasilkan dengan cara flotasi ? Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian pengolahan tailing emas dengan cara flotasi adalah : 1. Untuk mengetahui pengolahan tailing emas dengan cara flotasi 2. Untuk mengetahui besarnya perolehan emas dari tailing emas hasil amalgamasi bila dilakukan dengan cara flotasi 3. Untuk mengetahui besarnya kadar emas dari tailing amalgamasi setelah dilakukan flotasi 4. Untuk mengetahui hasil percobaan flotasi yang terbaik berdasarkan 7 (tujuh) variabel yang diuji. Metode, Bahan dan Cara Kerja Metode yang digunakan di dalam penelitian ini adalah dengan cara pengambilan contoh tailing emas sisa pengolahan emas cara amalgamasi, analisis spektrometri serapan atom untuk menentukan kandungan logamnya. Tailing emas sebagai umpan (feed) berukuran 100 mesh untuk percobaan flotasi dilakukan dengan metode grinding mixing coning and quartering. Bahan Bahan kimia yang digunakan dalam penelitan flotasi adalah K-o-ethyl-dithiocarbonate dan dithiophosphoric acid o-odiethylester sebagai zat pengumpul (collector: C1 dan C2),

minyak pinus (pine oil) sebagai zat pembuih (frother: F), asam sulfat H2SO4 10 % sebagai pengatur pH, dan tembaga sulfat CuSO4 sebagaizat pengaktif.

Dalam penelitian ini menggunakan ampas (tailing) emas sisa pengolahan emas cara amalgamasi (Kepala lubang : Daen) (Gambar 2) yang berasal dari Cimanggu, termasuk kedalam wilayah Cigaru, Desa Kertajaya, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat.

Gambar 2. Sampel Tailing Hasil Amalgamasi Berdasarkan hasil analisis kimia pada contoh tailing emas terpilih, tailing masih mengandung logam emas dengan kadar yang cukup tinggi, yaitu 4,92 gr/t (Tabel 1) Tabel 1. Analisis Contoh TailingContoh Ag Ppm 28,60

Au Ppm Fe % Cu % Pb % Zn %Kode Contoh

4,92

2,70

1,02

0,02

0,14

K.1 5,86 K.2 5,94 K.3 5,92 K.4 5,85 K.5 5,84 K.6 5,85 K.7 5,90 K.8 5,92 Kode Contoh Berat konsentrat (gr) 24,90 18 4,01 4 4 2 5 4,10 24,60 25,30 18 4,01 13 4 2 5 4,08 24,10 27,70 17 4,01 6 6 2 5 4,20 28,30 27,80 16 4,00 12 3 2 4 4,18 28,50 28,00 17 4,02 11 2 2 2 4,09 28,20 27,80 18 4,01 7 2 2 1 4,33 27,90 26,40 19 4,00 3 3 2 1 4,07 27,00 27,90 17 4,01 10 1 2 1 4,12 24,40

Kadar Emas Dlm konsentrat (gr/t) Berat Tailing (gr) Kadar Emas Dlm Tailing (gr/t) Perolehan Emas Dlm Konsentrat (%) K.1 82,80 6,39 115,20 3,22 53,76 K.2 83,10 6,42 112,50 3,22 54,22 K.3 78,80 7,02 116,20 2,84 56,22 K.4 94,20 5,78 102,60

3,86 55,33 K.5 88,20 5,05 107,10 2,28 45,26 K.6 90,40 5.96 105,20 3,36 54,75 K.7 89,90 5,12 106,40 3,40 46,77 K.8 92,80 5,86 103,10 3,16 55,26 2. Pembahasan Dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan delapan hasil terbaik dari penelitian percobaan flotasi bijih sulfida yang pernah dilakukan (Ardiwilaga dan Widodo, 1996), dimana setiap contoh tailing emas dilakukan 8 kali percobaan dengan pengaturan 7 parameter. Ke tujuh parameter tersebut adalah jenis zat pengumpul (Collector) yaitu K-o-ethyl-dithiocarbonate (C1) dan dithiophosphoric acid o-o-diethylester (C2), pH, kekuatan zat pengatif, kekuatan zat pembuih (F), waktu penyesuaian setelah penambahan zat pengumpul dan zat pembuih, kerapatan pulp dan ukuran pertikel. Berdasarkan percobaan flotasi terdahulu, empat parameter percobaan flotasi yang dibuat tetap adalah: kekuatan zat pembuih (F) = 45,6 gr/t (2 tetes dengan syringe 5 cc), pH = 4 (4,00-4,02), kerapatan pulp = 20 %, dan waktu percobaan flotasi = 6 menit. Sedangkan parameter percobaan flotasi yang dibuat bervariasi (tidak tetap) adalah: collector 1 (C1) = (3, 4, 6, 7, 10, 11, 12, 13) tetes, collector 2 (C2) = (1, 2, 3, 4, 6) tetes, dan waktu

penyesuaian (1, 2, 4, 5) menit (Tabel 2). Pemasukan udara (aerasi) dibuat tetap (keran udara dibuka secara penuh) karena tidak tersedia alat pengukur kecepatan udara, kecepatan agitasi (1.350 rpm) disesuaikan dengan kecepatan yang dianjurkan oleh pembuat mesin (Lins dan Adamian, 1993). Zat pengumpul merupakan salah satu parameter yang menentukan dalam metode flotasi, keberhasilan flotasi sering ditentukan oleh penggunaan zat pengumpul yang tepat untuk masalah yang dihadapi. Dalam percobaan ini digunakan zat pengumpul kombinasi K-o-ethyl-dithiocarbonate yang lebih dikenal dengan sebutan K-ethyl xanthate (KEX) dan dithiophosphoric acid o-o-diethylester. pH yang digunakan dalam penelitian ini adalah pH = + 4 mengacu kepada hasil penelitian dari Ardiwilaga dan Widodo (1996), bahwa perolehan emas-perak cenderung semakin tinggi apabila kondisi pulp semakin asam (pH = 4). Zat pengaktif yang diigunakan adalah tembaga sulfat 0,010 gr dan kerapatan pulp 20 % padatan dengan ukuran butir 200 mesh. Waktu 5 menit dipakai untuk membuat stabil pH, waktu penyesuaian 10 menit dan waktu pemisahan antara konsentrat dengan tailing (waktu flotasi) 6 menit. Untuk mendapatkan pH + 4 dibutuhkan penambahan asam sulfat pekat (10 %) 14 17 tetes (1 tetes + 0,00247 gr), variasi penambahan collector 1 (potasium ortho ethyl dithiocarbonate) 3 13 tetes ( 1 tetes + 0,01364 gr), collector 2 (dithiophosphoric acid o-o-diethylester) 1-6 tetes (1 tetes + 0,00468 gr), frother (pine oil) masing-masing 2 tetes (1 tetes + 0,00456 gr) setiap percobaan dan waktu penyesuaian 1 5 menit (Tabel 2). Dari data hasil percobaan yang ditunjukkan dalam Tabel 3 terlihat bahwa perolehan berat konsentrat berkisar antara 78,80 gram 94,20 gram, mengandung emas dengan kadar antara 5,05 gr/t 7,02 gr/t. Kadar emas tertinggi diperoleh pada percobaan dengan kode contoh K.3. Kadar emas terendah diperoleh pada percobaan dengan kode contoh K.5 (Gambar 5). Perolehan emas dalam konsentrat adalah antara 45,26 % - 56,22 %. Perolehan emas tertinggi diperoleh pada percobaan dengan kode contoh K.3. Perolehan emas terendah diperoleh pada percobaan dengan kode contoh K.5 (Gambar 6). Gambar 5. Grafik Hubungan antara Kode Contoh dengan Kadar Emas Dalam Konsentrat

Gambar 6. Grafik Hubungan antara Kode Contoh dengan Perolehan Emas Dalam Konsentrat Hubungan antara kadar emas dalam konsentrat dengan perolehan emas dalam konsenterat (Gambar 7 Tabel 3) dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara nilai perolehan emas dengan kadar emasnya. Dari delapan hasil percobaan dengan kondisi teknis percobaan flotasi yang berbeda menunjukkan perolehan emas yang relatif tidak jauh berbeda, hal ini disebabkan karena contoh umpan relatif bebas dari pengaruh tanah sebagai pengotor. Nilai perolehan emas tertinggi mencapai 56,22 % dengan kadar emas mencapai 7,02 gr/t diperoleh pada kondisi contoh K.3, yaitu dengan kondisi teknis percobaan flotasi adalah pH awal 5,92, temperatur awal 27,80 0C, H2SO4 18 tetes, pH 4,01, Collector1 7 tetes, Collector2 2 tetes, Frother 2 tetes, waktu penyesuaian 1 menit, pH akhir 4,33 dan temperatur akhir 27,90 0C. Sedangkan nilai perolehan emas terendah adalah 46,77 % dengan kadar emas 5,05 gr/t diperoleh pada kondisi contoh K.5 yaitu dengan kondisi teknis percobaan flotasi adalah pH awal 5,9, temperatur awal 25,30 0C, H2SO4 18 tetes, pH 4,01, Collector 1 13 tetes, Collector 2 4 tetes, Frother 2 tetes, waktu penyesuaian 5 menit, pH akhir 4,08 dan temperatur akhir 24,10 0C. Gambar 7. Grafik Hubungan Antara Kadar Emas Dalam Konsentrat Dengan Perolehan Emas Dalam Konsentrat. Penutup Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

a. Jenis contoh dalam percobaan flotasi adalah tailing emas hasil amalgamasi bijih emas dari Cigaru, Desa Kertajaya, Kecamatan Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi. b. Parameter yang digunakan dalam percobaan flotasi adalah : jenis zat pengumpul, pH, zat pengaktif, zat pembuih, waktu penyesuaian, kerapatan pulp dan ukuran partikel. c. Kadar emas dalam tailing sebelum dilakukan flotasi 4,92 gr/t, setelah dilakukan flotasi kadar emas dalam konsentrat naik menjadi 5,05 gr/t 7,02 gr/t dengan perolehan sebesar 45,26 % - 56,22 %. d. Tailing yang dihasilkan dari flotasi ini masih mengandung emas dengan kadar antara 2,28 gr/t 3,86 gr/t. e. Kondisi variabel yang terbaik dalam flotasi ini adalah pada kode contoh K.3 yang menghasilkan kadar emas dan perolehan tertinggi yaitu pada kondisi pH awal 5,92, temperatur awal 27,80 0C, H2SO4 18 tetes, pH 4,01, Collector1 7 tetes, Collector2 2 tetes, Frother 2 tetes, waktu penyesuaian 1 menit, pH akhir 4,33 dan temperatur akhir 27,90 0C. DAFTAR PUSTAKA Ardiwilaga S. dan Widodo, 1996, "Aplikasi Teknik Disain Faktorial Dalam Flotasi Bijih Emas", Prosiding Seminar Nasional Geoteknologi III, Dampak Regionalisasi Dan Globalisasi Industri Dan Perdagangan Terhadap Litbang, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geoteknologi-LIPI, Bandung. Currie J.M., 1978, "Unit Operation In Mineral Processing", Department of Chemical and Metallurgical Technology British Columbia Institute of Technology Burnaby, British Columbia. Gaudin A.M., 1978, "Principles of Mineral Dressing" Mc.Graw-Hill Book Company Inc., New York. Lili T,Ir. Dkk, 1998, "Pengolahan Bijih Emas Dengan Cara Konsentrasi Gravity Skala Pilot Plant Lampung Selatan", Pusat Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Mineral, Bandung. Lins, F.F. and Adamian, R., 1993, "The Influence Of Some Physical Variables On Gold Extraction Industry", Minerals Engineering. Soemarto B.K., Widodo dan Pujono, 1994, "Studi Mineragrafi Bijih dan Batuan Ubahan Silikat Di daerah Prospek Surade-Sukabumi", Prosiding Hasil-Hasil Penelitian Puslitbang Geoteknologi-LIPI, Bandung. Sudarsono Arief, S, Dr.,2003, "Pengantar Pengolahan Dan Ekstraksi Bijih Emas", Departemen Teknik Pertambangan Institut Teknologi Bandung, Bandung. Kata kunci: makalah penelitian tidak ada komentar

Pemanfaatan Limbah Batubara

Aug 14, '08 10:06 AM untuk semuanya

Pemanfaatan Limbah Padat Hasil Pembakaran Batubara

Untuk Beton KeramikAchmad Sutomo Riadi dan Agus SofyanUPT Loka Uji Teknik Penambangan Jampang Kulon-LIPI Abstrak

Beton keramik merupakan Beton tanpa Portland Cement (PC), dengan memakai abu terbang (fly ash) sebagai salah satu komponen utamanya, Beton ini lebih ringan 40 sampai 50 % dari beton biasa, namun nilai kekakuannya (kuat tekannya) 2 sampai 3 kali lebih besar dari beton dengan PC. Beton keramik ini merupakan paten milik LIPI, dan dipatenkan untuk pertamakalinya pada Tahun 1993 dan kemudian dikembangkan sesuai dengan peruntukannya seperti untuk batako, genting dan beton pracetak lainnya. Abu terbang (fly ash) merupakan abu hasil pembakaran batu bara (limbah padat) yang mempunyai ukuran butir 80 % nya adalah -100 #.. dengan komposisi unsur-unsur yang tertentu dapat dipakai untuk beton keramik secara langsung. Akan tetapi tidak semua limbah padat hasil pembakaran batubara dapat dipakai langsung untuk beton keramik dan perlu penanganan terlebih dahulu sebelum dimanfaatkan sehingga tidak mencemari lingkungan dan mendapat nilai tambah bagi industri pengguna batubara. A. Pendahuluan Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak menyebabkan banyak pabrik tekstil dan pabrik-pabrik lainnya, yang semula menggunakan bahan bakar minyak beralih ke batubara sebagai energi untuk produksinya. Anjuran Pemerintah untuk menggunakan batubara sebagai energi alternatif, tidak disertai dengan solusi yang memadai dalam penanganan atau pemanfaatan limbahnya sehingga menyebabkan masalah baru dalam penggunaan batubara sebagai energi alternatif. Faktor lainnya adalah penggunaan kwalitas batubara maupun sistem tungku yang kurang memadai menjadikan limbah padat hasil pembakaran masih banyak mengandung batubara yang tidak terbakar yang juga menimbulkan masalah lingkungan sehingga memerlukan penanganan khusus. Sebagai contoh diakibatkan dari kurangnya teknologi yang tersedia untuk memanfaatkan limbah padat batubara menjadi paving blok, batako dan lainnya relatif masih sangat kecil, di daerah Kabupaten Bandung dan sekitarnya limbah dari pembakaran batubara baru terserap sekitar12 % nya saja dari sekitar 500.000 ton pertahun sehingga semakin lama limbah ini akan semakin menggunung. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan suatu usaha yang bisa menjadi alternatif dalam penanganan limbah padat batubara dari pabrik tekstil. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan limbah padat tersebut menjadi suatu komoditi yang bermanfaat. Beton keramik merupakan salah satu alternatif dalam memanfaatkan limbah padat batubara tersebut. Beton Keramik yang merupakan beton tanpa PC dan menjadi hak paten LIPI sejak Tahun 1993, dengan keunggulan tertentu dibandingkan beton biasa, dapat merupakan salah satu alternatif untuk solusi pemanfaatan abu terbang. B. Limbah Bakar Batubara Umumnya hasil pembakaran batubara apabila terbakar sempurna, akan menghasilkan energi panas, gas-gas (CO, CO2, SO, SO2, uap H2O dan lainnya), abu terbang (fly ash), dan slag . Dari hasil pembakaran tersebut yang menimbulkan masalah adalah abu terbang karena sampai saat ini di Indonesia masih dianggap Limbah B3, sehingga pemanfaatannya memerlukam ijin dari Menteri Negara Lingkungan Hidup.

Dalam kenyataannya limbah padat hasil pembakaran batubara banyak yang masih mengandung batubara yang tidak terbakar ataupun terbakar sebagian hal ini disebabkan disamping jenis dan kualitas batubara yang dipakai juga penggunaan tungku yang kurang memadai, sehingga limbah padat hasil pembakaran batu bara dapat dikategorikan menjadi : 1. Limbah padat hasil pembakaran sempurna ( umunya dari PLTU) terdiri dari abu terbang dan slag. 2. Limbah padat hasil pembakaran tidak sempurna (Indusri lainnya seperti tekstil) terdiri dari abu terbang (?) yang masih mengandung batubara tidak terbakar dan terbakar sebagian, dan slag (bottom ash) yang juga mengandung batubara.. Secara fisik kedua limbah padat ini mudah dibedakan dari warna dan kekasarannya, limbah padat abu terbang PLTU warna abu-abu terang atau kecoklatan dan tingkat kekasarannya jauh lebih halus (80% fraksi mempunyai ukuran -100#), sedangkan dari industri lainnya seperti pabrik tekstil warnanya kehitaman dan tingkat kekasarannya lebih kasar ( 45%-58% fraksi mempunyai ukuran - 7# + 80# sedangkan yang berukuran 100# hanya sekitar 11 % - 26% saja), sedangkan dari komposisi karbon dari limbah PLTU mempunyai kandungan karbon dibawah 2 % , dan dari industri tekstil sekitar 30% sampai 40%. C. Pemanfaatan Limbah padat batubara. 1. Beberapa Peraturan terkait dalam Pemanfaatan Limbah padat batubara : a. UU RI No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup ( Lembaran Negara RI Tahun 1977 No. 68, Tambahan Lembaran Negara No. 3699). b. Peraturan Pemerintah RI. No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara RI. No.31, Tambahan Lembaran Negara No. 3815) yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah RI. No. 85 Tahun 1999 (Lembaran Negara RI. Tahun 1999 No. 190, Tambahan Lembaran Negara No.3910). c. Peraturan Pemerintah RI. No 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara RI.Tahun 1999 No.59, Tambahan Lembaran Negara RI. No. 3838). d. Peraturan Presiden RI. No. 63. Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden RI. No. 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Negara Republik Indonesia. e. Keputusan Kepala Bapedal Nomor: 01/Bapedal/09/1995 tentang Tata Cara Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3 pada Lampiran Butir 2 dan 3. 2. Pemanfaatan limbah padat batubara. Pemanfaatan limbah padat hasil pembakaran batubara masih sangat kecil, sebagian besar masih disimpan dan dibuang begitu saja tanpa memperhatikan lingkungan hidup, sedangkan sebagian kecil dimanfaatkan sebagai bahan atau campuran untuk pembuatan bahan bangunan seperti campuran agregat halus untuk beton dan pembuatan batako serta pembuatan paving block, dalam kondisi khusus limbah padat berkarbon dapat dipakai untuk pembuatan semen portland (PC).adapun persyaratan untuk pemanfaatan untuk digunakan sebagai komponen bahan bangunan adalah komposisi kandungan karbon harus lebih kecil dari 5%, sedangkan komposisi oksida lainnya didasarkan pada peruntukannya. Khusus untuk campuran agregat halus beton fraksi berukuran 100# sekitar 80 % dan untuk campuran pembuatan semen portland harus mempunyai nilai kalori diatas 3000 kcal. Adapun syarat setelah menjadi produk adalah seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Syarat Baku Mutu ProdukParameter Kepdal No.03/1995 Konsentrasi maks. (mg/liter) Arsen 5,0 Boron 500,0 Barium 100,0 Cadmium 1,0 Chromium 5,0 Lead 10,0 Selenium 5,0 Zinc 1,0 Mercury 50.0 Lead 0.2 Sedangkan persyaratan lainnya setelah produk jadi adalah sesuai dengan peruntukannya berdasarkan SNI. Adalah penting untuk mengetahui beberapa komposisi oksida pada limbah padat yang pernah dilakukan (Tabel 2) sehingga pemanfaatannya dapat ditentukan. Tabel 2 Perbandingan komposisi Kimia antara Abu Terbang hasil PLTU dengan Limbah Batubara Pabrik Tekstil di Kabupaten Bandung dan sekitarnya Unsur Oksida Fly Ash PLTU Suralaya *) Limbah Batubara beberapa Pabrik Textil di Bandung Bukit Asam Adaro

Rideco SI O275 38,73 30,87 12 28 Al2 O3 33 24,66 10,32 10 27 Fe2 O3 7 15,55 11,67 20 Erosi oleh Selama 3 Minggu Selama 3 Minggu 5 % H2S04 4% 15 % 5 % HCl 1% 4% Air Laut 0% 0.8 % Syarat limbah padat untuk beton keramik : - Kandungan SiO2 limbah > 50% - Fraksi ukuran 100# diatas 80 %

- Kandungan unsur Karbon < 3 %

Dari Tabel 2 diatas jelas bahwa yang bisa langsung dipakai adalah abu terbang hasil batubara asal Bukit asam dari PLTU Suralaya. Sedangkan lainnya memerlukan proses terlebih dahulu. D. Proses Pemanfaatan Limbah Padat Batubara. Proses pemanfaatan limbah secara umum diperlihatkan pada diagram alir sebagai berikut:

Keterangan : K = Kandungan Y = Ya T = Tidak Gambar 1. Bagan alir pemanfaatan limbah padat batubara

Pemisahan Batu bara pada limbah antara lain dapat dilakukan dengan : - Floating.test. - Sluice box . - Slicing table. - Jig. E. Pembuatan Beton keramik dan diversifikasinya. Beton Keramik dibuat dengan mencampur abu terbang yang memenuhi syarat dengan zat anorganik yang tidak berbahaya dan dipanaskan pada temperatur sekitar 75o C, selama 2 hari. Perbandingan campuran antara zat anorganik dengan abu terbang tergantung dari peruntukannya. Dan apabila diperlukan dapat ditambahkan filler sesuai dengan kebutuhannya. Campuran Standar Beton Keramik adalah 1 zat Anorganik dengan 5 abu terbang dalam perbandingan berat. Pembuatan Beton keramik yang lebih ringan didasarkan pada campuran standar dengan ditambah material pengisi paembentuk rongga yang juga kalau diperlukan ditambah bahan pengental dengan konsentrasi 1gram/liter. Ada lima klas yang dihasilkan dengan sifat fisik dan mekaniknya tercantum pada Tabel 4. Tabel 4 Pengembangan desain Campuran, Sifat Fisik Dan Mekanik Beton Keramik.CAMPURAN BERAT JENIS POROSITAS KUAT TEKAN KUAT LENTUR KUAT TARIK I 1.63 17 660 150 65 II 1.52 21 580

125 58 III 1.40 25 475 110 40 IV *) 1.31 30 320 75 30 V *) 1.20 34 145 45 18 *) Ditambah bahan pengental dengan konsentrasi 1 gram/liter.

Beton Keramik pada Tabel 4 juga dapat difungsikan sebagai semen dengan ditambah agregat pasir dan split dengan perbandingan tertentu dan menghasilkan beberapa produk seperti pada Tabel 5. Tabel 5 Desain Campuran dan kekakuan Bahan Bangunan Beton Keramik Dengan Menggunakan Agregat. CAMPURAN BERAT JENIS BK AWAL KUAT TEKAN BK AWAL NISBAH BK:AH:AK

BERAT JENIS BK BARU KUAT TEKAN BK BARU Ia. 1.63 660 1:0:4 1:0:5 1:2:2 1:2:3 1.90 1.92 1.90 1.93 570 545 490 527 IIa 1.52 580 1:0:4 1:0:5 1:2:2 1:2:3 1 87 1.89 1.89 1.90 458 403 389 405

IIIa 1.40 390 1:0:4 1:0:5 1:2:2 1:2:3 1.84 1.85 1.84 1.87 270 225 220 278 IVa 1.31 230 1:0:4 1:0:5 1:2:2 1:2:3 1.82 1.85 1.84 1.85 172 156 148 156 Va 1.20

132 1:0:4 1:0:5 1:2:2 1:2:3 1.79 1.80 1.81 1.83 135 122 130 120 Dari Tabel 5 tersebut dapat dipilih peruntukannya berdasarkan kuat tekannya baik untuk batako, paving block, genting atau beton pracetak lainnya walaupun berat jenisnya lebih berat dibanding beton keramik tanpa agregat.. Disamping itu sesuai peruntukannya dapat pula dibuat campuran yang hanya terdiri dari abu terbang dan zat anorganik dengan sedikit material pengisi, seperti pada Tabel 6.

Tabel 6 Beton Keramik (tanpa agregat) Berdasarkan peruntukannya Peruntukan Nisbah z.a : fly ash Berat Jenis Kuat Tekan Batako 1:9 1.95 198 Genting 1:7 1.78 390

Beton Pracetak 1:5 1.65 660 F. Penutup

Dari uraian diatas dengan berbagai alternatip pemanfaatan limbah padat hasil pembakaran batu bara, pemanfaatannya diharapkan lebih meningkat lagi, sehingga setidak-tidaknya mengurangi dampak lingkungan yang ditimbulkannya dan para pengguna batubara diharapkan mendapat nilai tambah dari pemanfaatan limbahnya. DAFTAR PUSTAKA Sutomo R. A., Harryanto G, Sudarsono, (2000,2001,2002), Beton Keramik , Bahan Bangunan Berbasis Mineral dan Limbah Padat Industri, Laporan Teknis, Pusat Penelitian Geoteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Bandung. Giiman, J. J. , (1969) , Micromechanics of Flow in Solids , Journal of Mechanics and Physical of Solids. I ,. Kishida. K, Kataoka T., Yokoyama T., (1985) , Behaviour of Material at High Strain Rates and Cryogenic Temperature, in Macro and Micro mechanics of High Velocity Deformation and Fracture, IUTAM Symposium. .., Bahan-Bahan Bangunan Memakai Semen untuk Pemukiman , (1985), Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman, Badan Penelitian dan Pengembangan Pekerjaan Umum, Departemen Pekerjaan Umum, Bandung. Kata kunci: makalah penelitian tidak ada komentar

Aug 14, '08 1:32 AM untuk semuanya UJI KINERJA KNELSON CONCENTRATOR DALAM PENINGKATAN KADAR EMAS DARI TAILING MEJA GOYANG DAN JIG Agus Sofyan (*) Peningkatan Kadar Emas Abstract The experiment test of Knelson concentrator to tailing concentrate from shaking table and jig has been conducted by using weight difference from gold and gangue minerals. The change of water pressure and particle size from gold ore concentrate has been done to get the gold from their gangue in the optimum condition. The optimum condition when we use fine particle (-200 mesh) and low water pressure (0,7 kg/cm2) were 79,64%. The fire assay showed that the gold concentrate from shaking table and jig tailing sample were still high approximately 3490 gr/ton.

Some parameters that can influence gold recovery by using Knelson concentrator were the size of water pressure flowed by pump, solid persen or water volume to dissolved the sample, feeding rate and the size of particle. Keywords : Tailing concentrate, Knelson Concentrator, Make-up of rate, Gold, Separation PENDAHULUAN Logam emas memiliki sifat tidak berkarat dan bersifat malleable (tidak hancur/lunak) dibandingkan logam-logam lainnya dengan kekerasan berkisar antara 2,5 3 (skala Mohs), berat jenisnya tergantung pada kandungan logam-logam lainnya yang berpadu dengannya di alam. Mineral emas umumnya berasosiasi dengan kelompokmineral ikutan (gangue minerals) seperti kuarsa, karbonat, turmalin dan sejumlah kecil mineral non logam dan emas akan melebur dalam bentuk cair apabila dipanaskan pada suhu sekitar 1000 oC.

Penggilingan bijih emas dalam ballmill bertujuan untuk memisahkan dan membebaskan emas dan perak dari mineral-mineral pengotornya, sehingga logam emas dan perak larut dalam proses pelindian (sianidasi). Hasil pengecilan ukuran bijih emas dengan ballmill dimasukkan ke dalam alat pemisah (classifayer) hidrosiklon untuk memisahkan material kasar dan halus. Hasil pemisahan yaitu aliran bawah hidrosiklon (underflow) yang mengalirkan mineral kasar (+200 mesh) dimasukkan kembali ke dalam proses penggilingan (ballmill) dan aliran atas (overflow) yang mengalirkan mineral halus (-200 mesh) dimasukkan ke dalam tangki sianidasi. Proses penghalusan bijih emas dalam ballmill beroperasi secara siklus tertutup, yaitu bijih emas yang belum berukuran -200 mesh tidak akan dimasukkan ke dalam proses sianidasi, tetapi akan dikembalikan lagi ke dalam ballmill. Proses uji coba pemisahan terhadap sampel hasil aliran bawah hidrosiklon telah dilakukan dengan menggunakan alat meja goyang dan jig. Hasil uji coba menunjukkan bahwa proses pemisahan belum optimal, karena masih banyak konsentrat yang mengandung mineral berat termasuk emas yang berbutir halus terbuang bersama tailing (Setiono, 2004 ; Prayudho, 2004). Untuk mengatasi kinerja meja goyang dan jig yang belum optimal, digunakan alat "Knelson Concentrator". Alat ini apabila dibandingkan dengan meja goyang dan jig mempunyai kelebihan dapat menangkap butiran emas yang berukuran halus dan cara pemisahannya sama-sama berdasarkan perbedaan gaya berat (Richard, 1984). Kelebihan dari proses pemisahan ini adalah peralatan yang digunakan relatif sederhana, biaya investasi dan operasional lebih rendah, tidak menggunakan bahan kimia dan ramah lingkungan. METODOLOGI Penelitian dilakukan di laboratorium menggunakan alat Knelson Concentrator model KC-MD7.5-G5 (Gambar 1), kapasitas maksimum alat 0 680 kg/jam (solids) dengan pemasukan umpan yang tidak kontinyu. Sampel yang digunakan adalah tailing bijih emas hasil pemisahan dengan menggunakan alat meja goyang dan jig. Hasil pemisahan kemudian dibagi menjadi empat distribusi ukuran, yaitu : fraksi ukuran +100 mesh, fraksi ukuran -100+200 mesh, fraks i ukuran -200 mesh dan fraksi campuran ukuran (+100 mesh, -100+200 mesh, -200 mesh). Masing-masing sampel yang digunakan dalam penelitian adalah sebanyak 2 kg (Tabel 1).

Tabel 1 Label Sampel Setiap FraksiNo Fraksi (mesh) Berat (kg) Label 1 Campuran 2 B1 2 Campuran 2 B2 3 + 100 2 B3

4 + 100 2 B4 5 - 100 + 200 2 B5 6 - 100 + 200 2 B6 7 - 200 2 B7 8 - 200 2 B8 Preparasi sampel dilakukan dengan tujuan untuk menunjang keberhasilan dalam percobaan, baik dilihat dari segi kualitas maupun kuantitas (Sudarsono, 2003). Preparasi sampel juga diperlukan untuk mengetahui karakteristik dari sampel yang sesuai dengan kebutuhan dan kinerja alat, meliputi mixing, screening dan splitting.

Dalam percobaan menggunakan alat Knelson Concentrator dengan parameter debit air dan ukuran besar butir tailing bijih emas hasil pemisahan meja goyang dan jig yang bervariasi. Variasi parameter ini untuk mengetahui kondisi pengolahan yang sesuai dengan recovery yang optimum.Lubang Untuk Umpan Masuk

Mangkuk Berputar dengan Rusuk Dinamo

Mangkuk Berputar dilengkapi dengan rusukBak Penampung Tailing Pengatur Debit Air Selang Air

Gambar 1. Alat Knelson Concentrator Dalam Pengoperasian

Untuk menentukan tekanan debit air pada alat Knelson Concentrator dilakukan percobaan pendahuluan dengan pendekatan range tekanan air 0,6 kgf/cm2 1,4 kgf/cm2 (Nuryadi, 2004), sehingga dari range 0,6 kgf/cm2 1,4 kgf/cm2 dapat dilihat tekanan rendah dan tekanan yang tinggi. Percobaan pengolahan tailing bijih emas hasil pemisahan dengan alat meja goyang dan jig dengan alat Knelson Concentrator menghasilkan konsentrat dan tailing. Selanjutnya konsentrat yang dihasilkan dilakukan analisis fire assay (peleburan) untuk mengetahui kadar emas (Au) dan kadar perak (Ag) yang terkandung dalam sampel bijih emas. Bagan alir proses pengolahan untuk mendapatkan emas dengan alat Knelson Concentrator, dapat dilihat pada Gambar 2. Perhitungan Recovery dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui persen perolehan emas yang dapat ditangkap oleh alat Knelson Concentrator dari mineral pengotornya. Perhitungan Recovery menggunakan rumus sebagai berikut (Tahli dkk,1998):

.. (1) Dimana R = Recovery (%) C = Berat konsentrat yang dihasilkan (gram) c = Kadar konsentrat yang dihasilkan (%) F = Berat umpan (gram) f = Kadar umpan (%)

Catatan : *) : Kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai batasan parameter tekanan air pengoperasian Knelson ConcentratorGambar 2. Bagan Alir Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Bahan Baku Hasil analisis ayak distribusi sampel ukuran +100 mesh, -100 mesh+200 mesh, -200 mesh, dapat diketahui distribusi ukuran butirnya seperti yang tercantum dalam Tabel 2.Tabel 2 Distribusi Ukuran Butir Pada SampelUkuran Ayakan (mesh) Berat Tertahan (gr) Berat Tertahan (%) Kumulatif Berat Tertahan (%) Berat Lolos (gr) Berat Lolos (%) Kumulatif Berat Lolos (%) + 100 496,85 41,64

41,64 1193,26 100 100 -100+200 384,12 32,19 73.83 696,41 58,36 41,64 - 200 312,29 26,17 100 312,29 26,17 15,47 Jumlah 1193,26 100 Alat Knelson Concentrator efektif digunakan untuk memisahkan material berukuran 10 m (0,01 mm) sampai dengan 1700 m. (1,7 mm) Dari gambar 3 dapat dilihat persentase berat tertahan dari sampel untuk ukuran fraksi -200 mesh (-75 m) sebesar 26,17 %, sedangkan untuk fraksi +200 mesh (+75 m) kumulatif berat tertahannya sebesar 73,83 %. Maka berdasarkan teori kerja efektif alat Knelson Concentrator (Kelly, 1982), persentase material yang terdapat dalam sampel yang dapat dipisahkan dengan alat Knelson Concentrator adalah > 73,83 %.Gambar 3. Grafik Hubungan Fraksi Ukuran Terhadap Persen Berat Tertahan

Percobaan Pendahuluan Hasil percobaan pendahuluan pengolahan tailing emas dengan menggunakan parameter tekanan air yang bervariasi adalah sebagai berikut (Tabel 3) :

Tabel 3 Hasil Percobaan Pendahuluan 1,2 dan 3Percobaan

Berat (gram) Tekanan (Kgf/cm2) Berat (gram) % Berat % Kehi langan Kons Tailing Total Kons Tailing 1 1200 0,6 110 430,5 440,5 9,16 35,88 54,95 1200 0,7 61,9 380,2 442,1 5,16 31,68 63,16 1200 0,9

7 539,5 546,5 0,58 44,96 54,46 1200 1,2 62 423 485 5,16 35,25 59,58 1200 1,4 65 602 667 5,42 50,16 44,41 Percobaan

2 1200 0,6 13 392 405 1,08 32,67

66,25 1121 0,7 90 227 317 8,02 20,25 71,72 1173 0,9 70 233 303 5,96 19,86 74,17 1100 1,2 35,7 199,5 235,2 3,24 18,1 78,18 1150 1,4 18 270 288 1,56 23,48

74,96 Percobaan

3 1300 0.7 167.4 343.5 510.9 12.87 26.42 60.7 1300 0.9 58 358 416 4.46 27.54 68 1300 1.2 18 346 364 1.38 26.61 72 1300 1.4 11 362

373 0.85 27.84 71.3 Hasil percobaan 1 dan 2 belum menunjukkan data yang bisa disimpulkan untuk menentukan tekanan air yang akan digunakan dalam percobaan pemisahan sebenarnya, karena dari berat sampel yang sama dengan tekanan yang berbeda-beda perolehan konsentratnya belum konstan. Dikatakan perolehan konsentratnya belum konstan karena pada kondisi tekanan rendah perolehan persen berat konsentratnya tinggi dan pada kondisi tekanan tinggi perolehan persen berat konsentratnya sedikit (Gambar 4). Sedangkan pada percobaan yang ketiga dapat dilihat bahwa semakin bertambah besarnya tekanan, perolehan persen berat konsentrat semakin rendah (Gambar 4). Sesuai dengan kecenderungan besarnya perolehan konsentrat, maka hasil percobaan ini sudah bisa mewakili dalam penentuan besarnya tekanan air (Nuryadi, 2004). Tekanan rendah adalah 0,7 kgf/cm2 dan tekanan air tinggi adalah 1,4 kgf/cm2. Berdasarkan jumlah konsentrat yang dihasilkannya, pada tekanan air 0,7 kgf/cm2 berat konsentrat sebanyak 167,4 gram dan pada tekanan air 1,4 kgf/cm2 berat konsentrat yang diperoleh sebanyak 11 gram (Tabel 3).Gambar 4. Grafik Hubungan % Berat Konsentrat terhadap Tekanan Air Percobaan Pendahuluan

Uji Coba Alat Knelson Concentrator Berdasarkan hasil uji coba alat Knelson Concentrator, dapat dilihat konsentrat emas hasil pemisahan adalah untuk sampel dengan label B1 konsentrat yang diperoleh sebanyak 604 gram, B1 sebanyak 446 gram, B3 sebanyak 619,5 gran, B4 sebanyak 456,5 gram, B5 sebanyak 237 gram, B6 sebanyak 25 gram, B7 sebanyak 166,8 gram dan B8 sabanyak 12,5 gram, dengan hasil analisis fire assay kadar emas dari sampel B1 sebesar 64,1 gram/ton, B2 sebesar 82,6 gram/ton, B3 sebesar 28,3 gram/ton, B4 29,4 gram/ton, B5 sebesar 81,4 gram/ton, B6 sebesar 555 gram/ton, B7 sebesar 428 gram/ton dan B8 sebesar 3490 gram/ton dan recovery emas untuk sampel B1 sebanyak 64,4 %, B2 sebanyak 61,3 %, B3 sebanyak 56,73 %, B4 sebanyak 44,92 %, B5 sebanyak 42,73 %, B6 sebanyak 30,76 %, B7 sebanyak 79,64 % dan B8 sebanyak 48,64 %.

Tabel 4

Hasil Percobaan Pemisahan Terhadap SampelSampel

Berat (gram) Tekanan (Kgf/cm2)

Berat (gram) % Berat % Kehila ngan Kons Tailing Total Kons Tailing B1 2000 0,7 604 1263 1867 30,2 63,15 6,65 B2 2000 1,4 446 1471 1917 22,3 73,55 4,15 B3 2000 0,7 619,5 1340

1959,5 30,98 67 2,03 B4 2000 1,4 456,5 1500 1956,5 22,83 75 2,18 B5 2000 0,7 237 1695 1932 11,85 84,75 3,40 B6 2000 1,4 25 1905,4 1930,4 1,25 92,27 3,48 B7

2000 0,7 166,8 1632,5 1799,3 8,34 81,63 10,04 B8 2000 1,4 12,5 1603 1615,5 0,63 80,15 19,22Tabel 5 Hasil Analisis Fire Assay

Kode

Tekanan Air (Kgf/cm2) Kadar (gram/ton) Feed * Konsentrat Tailing Au Ag

Au Ag Au Ag B1 0,7 30,05 119,5 64,1 178 16,93 104,11 B2 1,4 30,05 119,5 82,6 227 15,813 93,649 B3 0,7 14,94 68,58 28,3 225 9,232 1,703 B4 1,4 14,94 68,58

29,4 16,5 10,92 86,418 B5 0,7 22,55 98,67 81,4 237 15,232 83,287 B6 1,4 22,55 98,67 555 697 16,393 92,534 B7 0,7 44,82 166,36 428 1290 11,179 70,005 B8 1,4 44,82 166,36

3490 6950 28,706 153,37* : Tailing bijih emas hasil pemisahan dengan alat meja goyang dan jig

Tabel 6 Perhitungan RecoveryKode Sampel

Tekanan Air (Kgf/cm2) Perolehan (%) Au Ag B1 0,7 64,4 43,47 B2 1,4 61,3 42,36 B3 0,7 56,73 98,26 B4 1,4 44,92 5,49

B5 0,7 42,78 28,46 B6 1,4 30,76 8,83 B7 0,7 79,64 64,67 B8 1,4 48,64 26,11 Dalam penelitian uji kinerja alat Knelson Concentrator menggunakan tailing bijih emas hasil pemisahan dengan alat meja goyang dan jig dengan sampel yang sudah diklasifikasi ukuran butirnya, hasil percobaan pemisahan menunjukkan kemampuan terbanyak alat Knelson Concentrator dalam menangkap konsentrat adalah pada sampel berukuran butir +100 mesh dengan kondisi tekanan air yang dialirkan yaitu pada tekanan 0,7 kgf/cm2 sebesar 30,98 % berat konsentrat dari 2000 gram umpan, sedangkan konsentrat paling sedikit yang dapat ditangkap adalah pada kondisi ukuran butir halus (-200 mesh) dengan tekanan air 1,4 kgf/cm2 sebesar 0,63 % dari 2000 gram umpan yang dimasukkan (Tabel 4). Hasil analisis fire assay (Tabel 5) terhadap konsentrat, untuk nilai kadar emas yang terbesar terdapat pada kondisi ukuran butir sangat halus dengan kondisi tekanan air tinggi yaitu sebesar 3490 gr/ton. Sedangkan kadar terendah dari konsentrat sebesar 28,3 gr/ton berada pada kondisi ukuran butir kasar (+100 mesh) dengan tekanan air rendah. Besarnya kadar dari sampel bijih emas ini juga menunjukkan indikasi bahwa sampel aliran bawah hidrosiklon yang terbuang bersama tailing atau tidak masuk ke dalam proses sianidasi masih mengandung kadar yang cukup tinggi. Pada kondisi ukuran butir kasar kadar emas yang didapat antara 29,4 gr/ton 64,1 gr/ton dan pada kondisi ukuran sedang sampai halus kadar emas yang didapat antara 81,4 gr/ton 3490 gr/ton. Hasil perolehan emas dari konsentrat sampel B1 sampai B8 perolehannya tidak jauh berbeda tetapi cenderung seimbang hal ini menunjukkan bahwa perbedaan butir campuran, +100 mesh, -100+200 mesh dan -200 mesh tidak terlalu berpengaruh terhadap perbedaan perolehan emas yang dapat ditangkap oleh Knelson Concentrator, tetapi lebih berpengaruh terhadap penangkapan konsentrat dari tailingnya juga terhadap kadar emas yang didapat. Kondisi optimum perolehan emas didapat pada kondisi sampel dengan butir sangat halus (-200 mesh) dengan tekanan air rendah yaitu mencapai 79,64 % (Tabel 6). Hasil konsentrat yang dapat dipisahkan, kadar emas dan perolehan emas menunjukkan hasil yang berbeda. Untuk ukuran butir sangat halus akan mudah dibersihkan atau lebih mudah dipisahkan dari mineral pengotornya baik bila dialiri dengan tekanan air tinggi ataupun aliran air yang rendah, tetapi menyebabkan sedikitnya konsentrat yang dapat tertahan dalam alat dan banyaknya konsentrat yang terbuang bersama tailing karena pada kondisi butir halus gaya berat dari mineralnya relatif ringan sehingga mudah terbawa oleh aliran air, hal ini berpengaruh terhadap perolehan emasnya. Pada kondisi butiran kasar, emas masih terhalang oleh mineral pengotornya (belum terbebas sempurna) walaupun konsentrat yang didapat lebih banyak tetapi masih banyak mengandung mineral pengotor. Kesimpulan

Hasil perolehan emas yang dapat ditangkap setelah dilakukan pemisahan dari mineral pengotornya menunjukkan bahwa tailing bijih emas hasil pemisahan dengan alat meja goyang dan jig masih banyak yaitu mencapai 79,64 % (kondisi maksimum yang dapat ditangkap oleh alat Knelson Concentrator). Kemampuan alat Knelson Concentrator mencapai kondisi maksimum dalam perolehan emas dan kadar adalah pada kondisi butir sangat halus (-200 mesh) dengan kondisi tekanan air rendah (0,7 kgf/cm2). Untuk meningkatkan perolehan konsentrat dengan kadar yang tinggi dan perolehan emas tinggi dari Knelson Concentrator ini, maka perlu perhatikan hal-hal sebagai berikut : besar kecilnya tekanan air yang dialirkan oleh pompa, persen solid atau besarnya volume air untuk melarutkan sampel, laju pengumpanan, ukuran partikel. Selain hal itu juga perlu dikembangkan suatu alat atau teknik recovery kandungan emas yang terbuang bersama tailing yang bekerja berdasarkan perbedaan berat jenis. Ucapan Terimakasih Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr.Ir. Pramusanto atas bimbingan dalam perolehan data dan semua pihak yang telah membantu dan memberikan arahan sehingga penulisan karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik Daftar Pustaka Burt Richard O., 1984, "Gravity Concentration Technology"

, Elsevier Oxford. Kelly, Errol G., Spottiswood David J, 1982, "Introduction To Mineral Processing" John Willey & Sons, New York Lili T,Ir. Dkk, 1998, "Pengolahan Bijih Emas Dengan Cara Konsentrasi Gravity Skala Pilot Plant Lampung Selatan", Pusat Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Mineral, Bandung. Saleh Nuryadi, 2004, "Konsentrasi Gaya Berat" . Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Mineral dan Batubara, Bandung. Setiono, Agus, 2004, "Percobaan Pemisahan Mineral Berat Pada Contoh Aliran Bawah Hidrosiklon PT. Aneka Tambag UBPE Pongkor Dengan Menggunakan Alat Meja Goyan". (Laporan Penelitian) Fakultas Teknik Pertambangan Universitas Islam Bandung. Sofyan Agus, 2005, "Distribusi Mineral Berat Pada Produk Hasil Pemisahan Bijih Emas PT.Aneka Tambang UBPE Pongkor Dengan Menggunakan Alat Knelson Concentrator" , (Laporan Penelitian) Fakultas Teknik Pertambangan Universitas Islam Bandung. Sudarsono, Arief , 2003, "Pengantar Pengolahan dan Ekstraksi Bijih Emas" , ITB. Prayudho, Taufik, 2004, "Percobaan Pemisahan Mineral Berat Dengan Menggunakan Alat Jig Pada Contoh Aliran Bawah Hidrosiklon Bijih Emas PT. Aneka Tambang UBPE Pongkor" . (Laporan Penelitian) Fakultas Teknik Pertambangan Universitas Islam Bandung.