Neutropenia, agranulositosis, artherosklerosis.docx
-
Upload
melly-setiawan -
Category
Documents
-
view
215 -
download
13
description
Transcript of Neutropenia, agranulositosis, artherosklerosis.docx
GANGGUAN LEUKOSIT
(NEUTROPENIA & AGRANULOSITOSIS)
A. NEUTROPENIA
Neutropenia adalah kelainan pada darah yang diidentifikasi dengan jumlah sel
neutrofil (salah satu tipe sel darah putih) yang rendah. Sel-sel neutrofil adalah bagian dari sel
darah putih atau leukosit (sekitar 50-70% dari total sel darah putih) yang berada dalam
sirkulasi, dan sel neutrofil ini berperan sebagai penangkal infeksi dengan membunuh bakteri
yang berada dalam darah. Oleh karena itu, pasien yang mengalami neutropenia menjadi lebih
rentan terhadap infeksi bakteri dan hal ini dapat secara langsung mengancam kehidupan
mereka bila tidak segera ditangani. Neutropenia dapat berlangsung akut atau kronis, yaitu
tergantung dari lama terjadinya penyakit. Pasien dinyatakan menderita neutropenia kronis
bilamana ia mengalaminya selama lebih dari 3 bulan.
Efek dari neutropenia, penurunan neutrofil sistemik, pada rongga mulut mulai dicatat
pada awal abad ke-20. Literatur terdahulu menjelaskan sejumlah manifestasi berkurangnya
PMN yang beredar meliputi infeksi kulit, infeksi pernafasan bagian atas, otitis media,
stomatitis, eksfoliasi dini dari gigi, dan gingivitis berat dengan ulserasi. Sebagian besar kasus
ditemukan pada anak-anak, dan kelainan PMN yang berat seringkali memberi dampak yang
fatal. Penyebab neutropenia sangatlah banyak dan meliputi obat-obatan (berhubungan dengan
obat antithyroid, phenothiazine, quinidine, penicillin, sulfonamide, dan antibiotik lain),
radiasi, penyakit (diabetes mellitus; Down syndrome; Felty syndrome; tuberculosis;
leukemia; aplastic anemia; dan infeksi virus, bakteri, rickettsia, serta protozoa lain), dan
kondisi autoimun. Sebagian besar neutropenia sistemik tampak idiopatik, tetap faktor genetik
dapat berperan penting.
Chronic idiopathic neutropenia memiliki rentang keparahan mulai dari ringan (1.000
hingga 2.000 PMN/mm3) hingga berat (< 500 PMN/mm3), dengan derajat suppresi neutrofil
sesuai dengan perluasan dan keparahan gejala sistemik. Manifestasi oral dari neutropenia
kronis meliputi gingivitis, aggresive periodontitis, dan ulserasi dalam rongga mulut.
Cyclic neutropenia, pertama kali ditemukan oleh Leale pada tahun 1910, adalah kondisi
langka yang menunjukkan episode neutropenic selama 1 minggu setiap 3 minggu. Meski
penyebabnya tidak diketahui, gangguan regulasi di dalam hematopoietic stem cell dianggap
1
sebagai penyebabnya. Gejala dental meliputi gingiva yang meradang, aphthous ulcer, dan
kerusakan periodonal early-onset.
DISFUNGSI NEUTROFIL
Respon normal neutrofil terhadap invasi mikrobial adalah migrasi ke lokasi infeksi,
kemudian diikuti oleh fagositosis dan membunuh mikroorganisme. Agar hal ini dapat terjadi,
kejadian berikut ini harus terjadi:
1. Stem cell dari sumsum tulang berdiferensiasi menjadi PMN
2. Neutrofil yang telah matang dilepaskan dari sumsum tulang ke aliran darah
3. PMN menepi dan melekat pada endothelium pembuluh darah
4. Neutrofil bergerak dari pembuluh darah ke jaringan ikat
5. Neutrofil bergerak melalui jaringan ikat ke lokasi infeksi
6. PMN mengidentifikasi, melekat, dan menelan benda asing (bakteri)
7. Bakteri dibunuh dan dicerna oleh neutrofil
Respon yang tepat dari PMN terhadap invasi bakteri membutuhkan sejumlah proses
biologis neutrofil yang berjalan tanpa adanya gangguan. Proses ini meliputi (1) adherensi,
perlekatan PMN ke sel endothelial melalui molekul perlekatan khusus pada permukaan PMN;
(2) chemotaxis, migrasi sel ke arah gradien molekul chemotactic, seperti produk pembelahan
komplemen (C5a) atau peptida bakteri (peptida formylmethionyl); (3) fagositosis, penelanan
benda asing ke dalam phagolysosome melalui invaginasi membran sel yang kemudian diiktui
dengan pengenalan molekul host spesifik yang terikat ke permukaan bakteri (opsonin,
misalnya immunoglobulin G dan C3b); dan (4) pembunuhan bakteri, penghancuran
mikroorganisme dengan pelepasan konstituen lysosome ke dalam phagoliysosome.
Gambar 1. Ilustrasi skematik dari perjalanan oposinization dan fagositosis.
2
Berbagai teknik telah dikembangkan agar dapat melakukan pengukuran in vitro atas
proses biologis PMN ini. Dengan menggunakan cara ini, kerusakan dalam fungsi PMN
manusia dapat ditentukan.
KLASIFIKASI NEUTROPENIA
Klasifikasi neutropenia berdasarkan perhitungan absolute neutrophil count (ANC)
yang mengukur sel-sel neutrofil per mikroliter adalah sebagai berikut:
• Neutropenia ringan (1000<ANC<1500) – dihubungkan dengan resiko infeksi yang minimal
• Neutropenia sedang (500<ANC<1000) – dihubungkan dengan resiko infeksi yang sedang
• Neutropenia berat (ANC<500) – dihubungkan dengan resiko infeksi yang tinggi
Salah satu tipe Neutropenia yang berbahaya adalah Drug-induced neutropenia (akibat
obat-obatan tertentu) — Beberapa obat-obatan menyebabkan agranulositosis (tidak adanya
sel darah putih sama sekali) dan neutropenia. Banyak obat-obatan anti-neoplastic
menyebabkan agranulositosis dan neutropenia melalui penekanan sumsum tulang. Sekitar
75% dari kasus-kasus neutropenia di Amerika Serikat berhubungan erat dengan pengobatan.
Proses kemoterapi yang dijalani seorang pasien bekerja dengan membunuh sel-sel kanker
yang ada di tubuh. Sayangnya, proses pengobatan ini umumnya tidak bisa mengenali
perbedaan antara sel kanker dengan sel sehat. Akibatnya, kemoterapi menghancurkan juga
sel-sel sehat pada rambut, kulit, tulang, darah dan lainnya. Karena kemoterapi juga
mempengaruhi darah, salah satu sel yang dapat dipengaruhinya adalah sel darah putih. Oleh
karena itu, Neutropenia menjadi salah satu efek samping yang kerap terjadi. Efek neutropenia
pada pasien kanker yang mendapat kemoterapi:
• Efek langsung pada pasien:– Meningkatnya kerentanan terhadap terjadinya infeksi
• Resiko infeksi berhubungan dengan:
– Derajat neutropenia (makin berat derajatnya maka makin besar resikonya)
– Durasi neutropenia (makin lama waktunya maka makin besar resikonya)
• Efek pada dosis & jadwal kemoterapi sang pasien:
– Terjadinya penurunan dosis kemoterapi
– Terjadinya penundaan jadwal kemoterapi
Suatu keadaan dimana terjadi neutropenia grade 3 atau 4 disertai meningkatnya suhu
tubuh (demam) > 38.5 °C dikenal dengan istilah Febrile Neutropenia.
Neutropenia dapat bersifat genetik, familial, idiopatik atau sekunder terhadap infeksi virus,
bakteri, atau protozoa atau penyakit sistemik. Semua bentuk neutropenia dapat
mempengaruhi kesehatan periodontal. Neutropenia utama antara lain:
3
Cyclic neutropenia
chronic benign neutropenia
familial neutropenia
chronic idiopathic neutropenia
Cyclic neutropenia
Ini adalah kondisi autosomal dominant yang diturunkan. Ia menyebabkan depresi
siklik terhadap PMN di dalam darah perifer dengan interval yang bervariasi antara 15-55 hari
dengan periode neutropenia yang lebih panjang antara 1-2 bulan (Page dan Good, 1957).
Manifestasi klinis utamanya adalah pyrexia, ulserasi di dalam mulit dan infeksi kulit.
Kondisi-kondisi ini muncul akibat adanya kerusakan stem cell di dalam sumsum tulang yang
berhubungan dengan kerusakan kontrol haemopoietik feedback (Zucker-Franklin dkk, 1977).
Gambaran rongga mulut dan periodontitis utama dari kondisi ini adalah ulserasi oral,
gingivitis berat, dan kerusakan periodontal secara cepat serta hilangnya tulang alveolar. Pada
gigi permanen, kerusakan tulang paling jelas terlihat disekitar gigi yang erupsi dahulu, yaitu
molar pertama dan insisivus bawah (Rylander dan Ericsson, 1981; Spencer dan Fleming,
1985). Pasien dengan kondisi ini memerlukan pemeliharaan periodontal secara rutin dan
harus diberikan scaling supra dan subgingiva secara seksama. Terapi antibiotik diperlukan
untuk mengendalikan episode akut dan obat kumur antiseptik dapat membantu apabila
ditemukan adanya ulserasi.
4
Gambar 1. Manifestasi periodontal pada gangguan fungsi neutrofil A dan B, penampilan
klinis pasien dengan cyclic neutropenia : suatu kondisi yang melibatkan pengurangan jumlah
dalam sirkulasi neutrofil (tingkat neutrofil darah 1.500 / rnm. A, anak 5 tahun dengan cyclic
neutropenia. Perhatikan peradangan agresif dan luas dalam jaringan gingiva. B, Seorang anak
7 tahun dengan cyclic neutropenia menunjukkan inflamasi gingiva akut dan luas dan
kehilangan attachment dengan resesi yang jelas. C dan D, penampilan klinis dan radiografi
pasien dengan defisiensi adhesi leukosit (LAD tipe 1). Gangguan ini melibatkan cacat dalam
migrasi transendothelial neutrofil, mengakibatkan kurangnya neutrofil ekstravaskuler pada
lesi periodontal. Namun, infiltrat padat leukosit mononuklear ditemukan di periodontal
lesions.170 Perhatikan peradangan jaringan jelas secara klinis (C) dan kehilangan tulang yang
luas terlihat pada pasien tersebut (D, panah) (Carranza, dkk.,2006 )
Chronic benign neutropenia pada anak-anak
Onset dari kondisi ini biasanya antara 6 hingga 20 bulan. Ada neutropenia sedang dengan
lymphocytosis absolut dan monocytosis. Sumsum tulang tampak normal dan neutropenia
dapat disebabkan oleh peningkatan kerusakan perifer.
Infeksi pyogenic pada kulit dan membran mukosa adalah ciri khas dari kondisi ini. Namun,
peningkatan jumlah monosit dalam kondisi ini dapat mengimbangi neutropenia dan dapat
memberikan daya tahan yang cukup terhadap infeksi.
Beberapa laporan kasus mengenai ciri rongga mulut dan periodontal dari kondisi ini telah
dibuat dan sebagian besar berhubungan dengan laki-laki usia 4-12 tahun. Terdapat gingivitis
5
berwarna merah terang, hiperplastik, dan oedematous yang mengenai free dan attached
gingiva sehingga gingiva mudah berdarah. Hal ini dapat mengakibatkan premature loss gigi
sulung akibat hilangnya tulang. Beberapa anak yang lebih tua menunjukkan rapidly
progressive periodontitis pada gigi-geligi permanen dengan generalized bone loss. Pada
sebagian besar kasus, usaha yang dlakukan untuk mengendalikan kondisi dengan perawatan
periodontal dinyatakan gagal dan early loss gigi sulung dan permanen tampaknya sulit untuk
dicegah.
Benign familial neutropenia
Benign familial neutropenia adalah kondisi autosomal dominant yang diturunkan. Terdapat
neutropenia sedang dan disertai monositosis. Sumsum tulang tampak normal dan kondisi
dapat diakibatkan oleh anomali dalam mekanisme pelepasan sumsum.
Laporan kasus pertama mengenai kondisi ini menggambarkan perubahan oral dan periodontal
pada laki-laki usia 14 tahun dengan kondisi ini gingivitis berwarna merah terang,
hiperplastik, oedematous, dan jaringan yang mudah berdarah. Ditemukan juga kehilangan
tulang disekitar molar pertama yang menunjukkan adanya rapidly progressive periodontitis.
Perawatan yang dilakukan adalah kontrol plak, scaling, dan obat kumur antiseptik tetap tidak
6
ada perawatan lanjutan jangka panjang yang dilaporkan. Laporan kasus lain mengenai 34
kasus dan 11 kontrol memberikan deskripsi serupa mengenai gambaran klinis dan juga
menunjukkan bahwa meski perawatan umum dan kebersihan mulut yang baik dapat
membantu mengendalikan kondisi periodontal tetapi tetap tidak dapat mencegah
perkembangannya.
Severe familial neutropenia
Ini adalah kondisi yang lebih berat dibanding bentuk benign dan diturunkan dalam bentuk
autosomal dominant. Terdapat neutropenia yang lebih jelas dan beberapa monositosis. Anak-
anak rentan terhadap infeksi berulang. Perubahan oral dan periodontal mirip dengan yang
dijelaskan diatas tetapi lebih berat dan prognosisnya lebih jelek.
Chronic idiopathic neutropenia
Chronic idiopathic neutropenia terjadi lebih banyak pada wanita. Ini adalah neutropenia
persisten dari lahir yang tidak bersifat siklik dan tidak tergantung pada riwayat keluarga.
Terdapat infeksi rekuren yang persistent selama hidup dari penderita. Penyebab dari kondisi
ini tidak dapat dipastikan tetapi mungkin dapat berupa abnormalitas maturasi dari granulosit
di dalam sumsum tulang yang dapat berhubungan dengan kelainan autoimmune.
Gambaran periodontal telah dilaporkan dalam dua laporan kasus Terdapat gingivitis yang
berat, oedematous, dan hiperplastik dengan kehilangan tulang dan kondisi yang tidak
berespon baik terhadap perawatan.
Abnormalitas Neutrofil
Telah tersedia banyak bukti yang memastikan bahwa penyebab gingivitis inflamatori dan
periodontitis adalah bakteri. Namun, banyak faktor dapat merubah respon host terhadap
infeksi mikrobial dan mempengaruhi konversi gingivitis menjadi periodontitis, demikian juga
dengan perkembangan penyakit periodontal. Tentu saja sistem pertahanan host memiliki efek
utama terhadap mikroflora oral dan menbentuk keseimbangan antara bakteri patogenik dari
plak gigi dan host selama proses pembentukan penyakit. Keseimbangan ini dapat berubah
oleh beberapa faktor seperti perubahan dalam flora dan/atau perubahan sistem pertahanan
host, perkembangan penyakit akan terus terjadi hingga keseimbangan dapat terbentuk
kembali.
Pemeran utama dalam mekanisme pertahan host adalah polymorphonuclear neutrophil
(PMN), yang ditunjuk sebagai baris pertama pertahanan host untuk memerangi infeksi
bakterial akut. Gambaran morfologis khas dari semua tahap gingivitis dan periodontitis
adalah akumulasi PMN di dalam jaringan ikat gingiva, junctional epithelium, dan gingival
crevice atau poket periodontal. Dengan adanya hubungan yang kuat antara PMN dan
7
mikroflora periodontal, tidaklah mengejutkan bahwa penurunan fungsi neutrofil dapat
menyebabkan peningkatan tingkat keparahan kerusakan periodontal. Bagian ini akan
membahas hubungan antara abnormalitas neutrofil dan penyakit periodontal.
TANDA DAN GEJALA NEUTROPENIA
Neutropenia akut dapat mengembangkan gejala selama beberapa hari atau bahkan jam.
Neutropenia penderita kronis dapat mengembangkan penyakit ini secara bertahap, tetapi
terpengaruh selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Neutropenia kronis akan sering
tidak menunjukkan gejala sampai infeksi terjadi. Neutropenia kronis akan sering tidak
menunjukkan gejala sampai infeksi set in Infeksi ini biasanya muncul di mulut, tenggorokan,
sinus, paru-paru, dan kulit. Beberapa gejala umum neutropenia diantaranya:
• Demam
• Sariawan
• Diare
• Rasa terbakar saat kencing
• Adanya pembengkakan dan/atau rasa sakit yang tidak lazim saat luka atau berlebihan
• Serak di tenggorokan
• Rasa sakir dan kemerahan pada luka
• Nafas yang tersengal-sengal
• Rasa dingin yang menggigil
• Infeksi telinga dan infeksi gusi, tonsilitis, abses kulit, dan bahkan penyakit periodontal.
Dalam beberapa kasus, infeksi yang mengancam jiwa atau sepsis dapat mengatur, harus
dirawat inap dan intravena antibiotik.
8
Gambar 2. Tanda dan gejala klinis serta gambaran histologis pasien dengan neutropenia
DIAGNOSA & EVALUASI PASIEN DENGAN NEUTROPENIA
Evaluasi dimulai dengan memastikan adanya neutropenia sesuai dengan standar
hitung neutrofil berdasarkan usia. Biasanya dibutuhkan perhitungan berulang untuk
menghilangkan kemungkinan adanya reduksi transien yang berhubungan dengan penyakit
virus akut, khususnya pada anak kecil. Apabila pasien ditemukan neutropenik, maka
perhitungan diferensial manual harus dilakukan dengan pemeriksaan sel darah secara
seksama, yang dapat menguatkan diagnosa. Penemuan yang signifikan seperti myeloblast
(menunjukkan adanya leukemia), sel darah merah yang berenukleasi (pergantian sumsum),
hypersegmented neutrophil (defisiensi B12 atau folat), nukleus yang sangat pycnotic di dalam
neutrofil (myelokathexis), atau granul yang sangat besar (Chediak-Higashi syndrome).
Penelaahan riwayat lengkap dapat menentukan onset neutropenia; jenis, frekuensi, dan
tingkat keparahan infeksi; konsumsi obat dan pemaparan bahan toksik; serta riwayat keluarga
akan adanya infeksi rekuren termasuk kematian anak.
Pemeriksaan fisik harus mencatat pertumbuhan dan perkembangan, kelainan fenotipe,
dan pola infeksi bakteri terutama keterlibatan membran mukosa, gingiva, kulit, membran
timpani, dan daerah perianal. Limfadenopati, hepatosplenimegali, dan abnormalitas lain juga
harus diperhatikan secara seksama. Keberadaan petechiae dan purpura yang menunjukkan
adanya thrombositopenia juga harus dipertimbangkan, yang dapat menunjukkan proses
perkembangan penyakit yang lebih luas.
9
Tingkat keparahan dan durasi neutropenia akan menentukan luasnya evaluasi
laboratorium. Apabila pasien ditemukan neutropenia pada saat atau sesaat setelah infeksi
virus, maka hitung sel darah lengkap harus diperloleh dalam waktu 2 hingga 4 minggu
setelahnya sehingga pemulihan ANC dapat dicatat. Pemeriksaan sumsum tulang biasanya
tidak diperlukan pada pasien yang memiliki neutropenia dengan onset akur dan tidak
mengalami infeksi dengan frekuensi yang tidak wajar. Sebaliknya, pasien yang memiliki
riwayat klinis infeksi rekuren sekunder terhadap neutropenia perlu diperiksa lebih dalam.
Hitung sel darah lengkap harus diperoleh dua kali seminggu selama 6 minggu untuk
menentukan apakah terdapat siklus 21 ± 4 hari yang membedakan cyclic neutropenia dari
congenital neutropenia berat. Pada kasus tertentu, neutrofil kurang dari 0.2 x 109/L pada titik
terendah dari siklus. Aspirasi sumsum tulang dan sitogenetik dari sumsum tulang diperlukan
untuk mengevaluasi elodysplasia / acute myelogenous leukemia, dan juga untuk menilai
morfologi seluler dan perluasan maturasi sel mieloid. Anak-anak dengan riwayat malabsorpsi
pada neutropenia harus diperiksa mengenai Shwachman-Diamond syndrome. Pasien-pasien
ini membutuhkan studi yang mengevaluasi enzim pankreatik dan evaluasi skeletal untuk
menilai kemungkinan adanya metaphyscal chrondrodysplasia. Semua anak-anak yang
mengalami neutropenia kronis dengan infeksi rekuren harus memiliki kurva pertumbuhan
yang diatur untuk mengenvaluasi efek infeksi rekuren terhadap pertumbuhan dan
perkembangan. Determinasi antibodi antinuclear, folat sel darah merah, dan serum B12
ditemukan pada pasien yang dicurigai mengalami penyakit vaskular kolagen atau defisiensi
nutrisi. Pemeriksaan immunologis yang lebih luas harus dilakukan apabila dicurigai adanya
immunidefisiensi, biasanya ditandai oleh adanya infeksi virus dan bakteri yang rekuren.
Pasien yang menunjukkan pancytopenia biasanya membutuhkan aspirasi sumsum tulang dan
biopsi. Studi sumsum tambahan termasuk pemeriksaan sitogenetik, analisa flow, dan
pewarnaan khusus untuk mendeteksi leukemia dan kelainan malignant lain diperlukan untuk
beberapa kasus tertentu. Pemilihan uji laboratorium akan ditentukan oleh durasi dan tingkat
keparahan neutropenia dan oleh penemuan yang diperoleh dari pemeriksaan fisik.
B. AGRANULOSITOSIS
Agranuositosis adalah neutropenia akut berat yang ditandai dengan menghilangnya
prekursor neutrofil di sumsum tulang dan penurunan hebat hitung granulosit di darah perifer.
Hitung jenis leukosit memperlihatkan tidak adanya neutrofil atau jumlah atau sel granulositik
kurang dari 500 hal ini dapat terjadi mendadak pada orang yang tampak normal , dan
terutama terjadi sebagai suatu reaksi obat idiosinkratik. Keadaan ini juga terjadi berkaitan
10
dengan proses autoimun atau infeksi-infeksi tertentu. Obat kadang-kadang mempengaruhi
kadar granulosit tanpa mempengaruhi unsur sumsum tulang yang lain, tetapi umumnya
jumlah sel darah merah dan/atau tromobosit juga berkurangAgranulocytosis ditandai dengan
reduksi jumlah granulosit yang beredar dan menyebabkan infeksi berat, meliputi lesi
ulcerative necrotizing pada mukosa mulut, kulit, dan gastrointestinal serta saluran
genitourinary. Bentuk yang lebih ringan dari penyakit ini disebut neutropenia atau
granulocytopenia.
Agranulositosis adalah keadaan yang sangat serius ditandai dengan jumlah leukosit
yang endah dan tidak adanya neutrofil.1 Agranilositosis ini merupakan gangguan langka yang
mengancam jiwa didefinisikan sebagai neutrofil mutlak yang kurang dari 0.56109/l. Laporan
tingkat kematian kasus adalah 5 - 16%. Lebih dari 70% kasus berkaitan dengan drugs.
Namun, sangat sedikit data yang tersedia tentang fitur klinis dan hematologi dari kondisi ini
Obat adalah penyebab paling umum dari agranulocytosis tetapi dalam beberapa kasus
penyebabnya tidak dapat dijelaskan. Agranulocytosis telah dilaporkan setelah administrasi
obat-obatan seperti aminopyrine, barbiturat dan derivatnya, derivat cincin benzene,
sulfonamid, gold salt, atau obat-obat yang mengandung arsen. Ini biasanya terjadi dalam
bentuk penyakit akut. Tetapi juga dapat dalam bentuk kronis atau periodik dengan siklus
neutropenic berulang (misalnya neutropenia siklik).
Onset penyakit disertai dengan demam, malaise, lemah, dan sakit tenggorokan.
Ulserasi pada rongga mulut, orofaring, dan tenggorokan adalah ciri khasnya. Mukosa
menunjukkan bercak-bercak nekrotik berwarna hitam dan abu-abu dan memiliki batas yang
tegas dari daerah sekitarnya. Tidak adanya reaksi inflamatori yang jelas karena kurangnya
granulosit adalah sifat yang khas. Batas gingiva dapat terlibat ataupun tidak. Perdarahan
gingiva, nekrosis, peningkatan salivasi, dan fetid odor adalah gambaran klinis yang
menyertai. Pada neutropenia siklik, perubahan gingiva terjadi kembali dengan eksaserbasi
rekuren penyakit. Terjadinya periodontitis agresif (yang dahulu disebut “rapidly
progressive”) telah tampak dalam neutropenia siklik.
Karena infeksi adalah sifat umum dari agranulocytosis, diagnosa banding melibatkan
pertimbangan atas kondisi-kondisi seperti acute necrotizing ulcerative gingivitis, diphtheria,
noma, dan acute necrotizing inflamation pada tonsil. Diagnosa definitif tergantung pada
penemuan hematologis dari leukopenia dan hampir tidak adanya neutrofil.
ETIOLOGI
11
Infeksi virus dan sepsis bakterial yang berlebihan dapat menyebabkan leukopenia. Penyebab
tersering adalah keracunan obat seperti fenotiazin (yang paling sering), begitu juga clozapine
yang merupakan suatu neuroleptika atipikal. Obat antitiroid, sulfonamide, fenilbutazon, dan
chloramphenicol juga dapat menyebabkan leukopenia. Selain itu, radiasi berlebihan terhadap
sinar X dan γ juga dapat menyebabkan terjadinya leukopenia.
Penyebab dari agranulositosis adalah penyinaran tubuh oleh sinar gamma yang disebabkan
oleh ledakan nuklir atau terpapar obat-obatan (sulfonamida, kloramphenikol, antibiotik
betalaktam, Penicillin, ampicillin, tiourasil). Obat-obat yang sering dikaitkan adalah agen-
agen kemoterapi mielosupresif (menekan sumsum tulang) untuk pengobatan keganasan
hematologi atau untuk keganasan lainnya, analgetik dan antihistamin jika sering serta makin
banyak digunakan dan diketahui mampu menebabkan neutropenia atau agranulositosis berat.
PATOGENESIS
Agranulositosis dapat secara luas dibagi menjadi:
Penyakit herediter karena mutasi genetik .Banyak dari gangguan ini disebabkan oleh
mutasi pada gen pengkode neutrofil elastase, atau ELA2. Beberapa alel yang terlibat
yang paling umum adalah substitusi intronic yang menonaktifkan sambatan situs
dalam intron 4. Gen selain ELA2 juga terlibat. Sebuah sejarah yang kuat terhadap
infeksi berulang, biasanya dimulai di masa kecil, sangat mengindikasikan dari cacat
genetik.
Acquired disease ,Acquired disease mungkin juga disebabkan karena obat-obatan,
bahan kimia, autoiminutas, agen infeksi, dan penyebab lainnya.
Lima jenis leukosit yang telah diidentifikasi dalam darah perifer adalah neutrofil (50- 75%),
eusinofil (1 – 2%), basofil (0,5 – 1%), monosit (6%), limfosit (25-33%). Sel mengalami
proliferasi mitotik, diikuti fase pematangan memerlukan waktu bervariasi dari 9 hari untuk
eusinofil sampai 12 hari untuk neutrofil. Proses ini akan mengalami percepatan bila ada
infeksi. Sumsum tulang memiliki tempat penyimpanan cadangan 10 kali jumlah neutrofil
yang dihasilkan per hari. Bila infeksi cadangan ini dimobilisasi dan dilepaskan ke dalam
sirkulasi. Neutrofil merupakan sistem pertahanan priemer tubuh dengan metode fagositosis.
Eusinofil mempunyai fagositosis lemah dan berfungsi pada reaksi antigen antibodi. Basofil
membawa faktor pengaktifan histamin. Monosit meninggalkan sikulasi menjadi makrofag
jaringan. Limfosit terdiri dari dua jenis yaitu limfosit T bergantung pada timus, berumur
panjang dibentuk dalam timus, bertanggung jawab atas respon kekebalan seluler melalui
12
pembentukan sel yang reaktif antigen. Limfosit B berdiferensiasi menjadi sel plasma yang
menghasilkan imunoglobulin, sel ini bertanggung jawab terhadap kekebalan humoral
Sumsum tulang dan darah perifer adalah sistem organ yang terkena. Kondisi ini ditandai oleh
produksi neutrofil yang tidak memadai, penghancuran neutrofil yang berlebihan, atau
keduanya. Infeksi yang dihasilkan cenderung melibatkan rongga mulut, lendir membran, dan
kulit. Systemic life-threatening sepsis mungkin terjadi. Organisme paling umum menginfeksi
adalah staphylococci, streptococci, gram negatif organisme, dan anaerob. Jamur juga sering
terlibat sebagai agen infeksi sekunder
DIAGNOSIS
Gejala Klinis agranulositosis :
a. Pasien tidak menunjukkan gejala sampai terjadi infeksi.
b. Demam dengan ulserasi merupakan keluhan yang tersering.
c. Rasa malaise umum ( rasa tidak enak, pusing)
d. Tukak pada membran mukosa
e. Takikardi
f. Disfagia
Pemeriksaan laboratorium
1. Menunjukkan CBC, termasuk pembagian manual, berhati-hati pada evaluasi smear
darah tepi yang menyediakan informasi tentang RBC, dan morfologi platelet.
2. Pemeriksaan smear tulang belakang dan sampel biopsi dengan teknik flow sitometri.
3. Kultur mikrobiologi dari darah, dahak dan cairan tubuh yang mengindikasikan febris
pasien.
4. Test antineutrofil antibodi
5. Pada neutropenia kongenital dan siklik neutropenia, analisis genetik diperlukan untuk
klasifikasi kondisi tersebut
Pemeriksaan radiologi
1. Tidak terdapat gambaran spesifik, yang dapat menentukan diagnosis agranilositosis.
2. Merupakan bagian dari penetuan lokalisasi infeksi, berdasarkan radiografi (foto thoraks).
3. Studi pencitraan lain ditentukan oleh spesifik keadaan dari setiap kasus.
Bone marrow aspiration and biopsy
Biopsi sumsum tulang untuk menilai cacat sumsum intrinsik, penangkapan pematangan,
neutropenia bawaan, infeksi jamur, dan kekurangan vitamin B-12 atau folat. Ini membantu
13
untuk menyingkirkan karsinoma metastasis, limfoma, infeksi granulomatosa, dan
myelofibrosis. Jika infeksi mikobakteri atau jamur dicurigai, aspirat dapat dibudidayakan.
Periksa sumsum tulang smear dan biopsi sampel dengan teknik termasuk sitometri. Sumsum
tulang mungkin menunjukkan myeloid hypoplasia atau tidak adanya myeloid prekursor.
Dalam banyak kasus, sumsum tulang selular dengan penangkapan pematangan pada tahap
pita promyelocyte, mielosit, atau bahkan neutrofil pematangan. Temuan yang terakhir ini
sering terjadi pada neutropenias imbas obat dan kekebalan tubuh, sebagai kehancuran
mungkin selektif dari neutrofil lebih matang saja. Pada kesempatan, sumsum mungkin
hypercellular.
Penemuan histologi
1. Pada smear gambaran darah tepi tidak didapatkan adanya neutrofil
2. Sumsum tulang mungkin menunjukkan myeloid hypoplasia atau hilangnya precusor
myeloid.
3. Dalam banyak kasus, sumsum tulang selular dengan pematangan suatu menangkap pada
tahap promyelocyte.
4. Pada kesempatan, sumsum mungkin hypercellular
PENATALAKSANAAN
Cara paling efektif untuk menangani leukopenia adalah dengan mengatasi penyebabnya
(simptomatik). Belum ada pola makan atau diet yang berhubungan untuk menambah jumlah
sel darah putih. Setiap obat yang dicurigai harus dihentikan. Apabila granulosit sangat rendah
pasien harus dilindungi oleh setiap sumber infeksi. Kultur dari semua orifisium (misal:
hidung, mulut) juga darah sangat penting. Dan jika demam harus ditangani dengan antibiotik
sprektrum luas sampai organisme dapat ditemukan. Higiene mulut juga harus dijaga. Irigasi
tenggorokan dengan salin panas dapat dilakukan untuk menjaga agar tetap bersih dari eksudat
nekrotik. Tujuan penanganan, selain pemusnahan infeksi adalah menghilangkan penyebab
depresi sumsum tulang. Fungsi sumsum tulang akan kembali normal secara spontan (kecuali
pada penyakit neoplasma) dalam 2 atau 3 minggu, bila kematian akibat infeksi dapat dicegah.
C. ARTHEROSKLEROSIS
DEFINISI
Atherosklerosis berasal dari kata athero yang dalam bahasa Yunani (athera) suatu
bentuk gabung yang menunjukan degenerasi lemak atau hubungan dengan atheroma.
14
Sedangkan sklerosis dalam bahasa Yunani berarti indurasi dan pengerasan; seperti
pengerasan sebagian peradangan, pembentukan jaringan ikat meningkat atau penyakit zat
intersisial. Aterosklerosis adalah bentuk spesifik dari ateriosklerosis. Meskipun kedua istilah
tersebut dalam aplikasinya dapat saling menggantikan. Aterosklerosis merupakan pengerasan
pembuluh darah arteri yang disebabkan karena penumpukkan simpanan lemak (plak) dan
substansi lainnyaAterosklerosis adalah kondisi suatu penebalan dinding arteri sebagai suatu
hasil dari akumulasi bahan-bahan lemak seperti kolesterol
Arteri adalah pembuluh darah yang membawa oksigen dan nutrisi dari jantung ke
anggota, tubuh yang lain. Ciri-ciri arteri yang sehat yaitu fleksibel, kuat dan elastis. Lapisan
permukaan dalamnya licin sehingga darah dapat mengalir tanpa batasan. Tetapi, suatu waktu,
terlalu banyak tekanan pada arteri dapat menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi tebal
dan kaku, akhirnya akan membatasi darah yang mengalir ke organ dan jaringan. Proses ini
disebut arteriosclerosis atau pengerasan pembuluh arteri.Aterosklerosis dapat mempengaruhi
arteri pada tubuh, termasuk arteri di jantung, otak, tangan, kaki, dan panggul. Akibatnya,
penyakit yang berbeda dapat berkembang berdasarkan arteri yang terkena.Aterosklerosis
adalah perubahan dinding arteri yang ditandai akumulasi lipid ekstrasel, recruitment dan
akumulasi lekosit, pembentukan sel busa, migrasi dan proliferasi miosit, deposit matriks
ekstrasel, akibat pemicuan patomekanisme multifaktor yang bersifat kronik progresif, fokal
atau difus, bermanifestasi akut maupun kronis, serta menimbulkan penebalan dan kekakuan
arteri. Aterosklerosis disebabkan faktor genetik serta intensitas dan lama paparan faktor
lingkungan (hemodinamik, metabolik, kimiawi eksogen, infeksi virus dan bakteri, faktor
imunitas dan faktor mekanis), dan atau interaksi berbagai faktor tersebut.
Pada individu yang lebih tua, perubahan arteriosclerosis yang ditandai dengan
penebalan intimal, penyempitan lumen, penebalan media, dan hialinisasi media dan adventia,
dengan atau tanpa kalsifikasi, banyak ditemukan pada pembuluh darah di daerah rahang dan
juga pada daerah inflamasi periodontal. Atherosclerosis adalah penebalan setempat dari
intima arterial, lapisan paling dalam dari lumen pembuluh darah, dan media arterial, lapisan
tebal dibawah intima yang terdiri dari otot polos, kolagen, dan serat elastik. Pada awal
pembentukan plak atherosclerotik, monosit yang beredar melekat pada endothelium vaskular.
Perlekatan ini dimediasi oleh beberapa molekul adhesi pada permukaan sel endothelial,
termasuk intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1), endhothelial leukocyte adhesion
molecule-1 (ELAM-1), dan vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1). Molekul adhesi ini
dibentuk oleh sejumlah faktor seperti LPS bakterial, prostaglandin, proinflammatory
cytokines. Setelah berikatan dengan lapisan sel endothelial, monosit akan masuk ke
15
endothelium dan bergerak dibawah intima arterial. Monosit mengedarkan low-density
liporpotein (LDL) dalam bentuk yang teroksidasi dan menjadi besar, membentuk sifat foam
cell dari plak atheromatous.
Saat berada di dalam media arterial, monosit juga dapat berubah menjadi makrofag.
Host dari proinflammatory cytokines seperti interleukin-1 (IL-1), tumor necrosis factor alpha
(TNF-α) dan prostaglandin E2 (PGE2) akan kemudian dihasilkan, yang dapat memperbanyak
lesi atheromatous. Faktor mitogenik seperti faktor pertumbuhan fibroblas dan faktor
pertumbuhan yang diperoleh dari platelet akan menstimulasi proliferasi otot polos dan
kolagen di dalam media, sehingga menebalkan dinding arteri. Pembentukan plak
atheromatous dan penebalan dinding pembuluh darah mempersempit lumen sehingga dapat
menurunkan aliran darah secara dramatis. Arterial thrombosis seringkali terjadi setelah
adanya kebocoran plak atheromatous. Pecahnya plak menyebabkan terjadinya paparan darah
yang beredar terhadap kolagen arterial dan faktor jaringan dari monosit / makrofag yang
mengaktifkan platelet dan jalur koagulasi. Akumulasi platelet dan fibrin membentuk
thrombus yang dapat menyumbat pembuluh darah, menyebabkan kondisi iskemia seperti
angina atau MI. Thrombus dapat terpisah dari dinding pembuluh darah dan membentuk
embolus, yang juga dapat menyumbat pembuluh darah, sehingga dapat menyebabkan kondisi
akut seperti MI atau cerebral infarction (stroke).
ETIOLOGI ARTHEROSCLEROSIS
Aterosklerosis disebabkan faktor genetik serta intensitas dan lama paparan faktor
lingkungan (hemodinamik, metabolik, kimiawi eksogen, infeksi virus dan bakteri, faktor
imunitas dan faktor mekanis), dan atau interaksi berbagai faktor. Aterogenesis dimulai ketika
terjadi jejas pada endotel arteri, sehingga mengaktivasi atau menimbulkan disfungsi endotel.
Paparan jejas pada endotel, memicu berbagai mekanisme molekuler dan seluler yang
menginduksi dan mempromosi lesi aterosklerotik.
Kadar kolesterol LDL yang tinggi merupakan penjejas utama endotel dan miosit.
Kemampuan LDL-oks dalam memulai terjadinya aterosklerosis menunjukkan bahwa LDL-
oks sangat mudah menimbulkan terbentuknya sel busa. Kolesterol HDL cenderung membawa
kolesterol menjauhi arteri dan kembali ke hati, menyingkirkan kolesterol yang berlebihan di
plak ateroma dan menghambat perkembangan plak ateroma. Hipertensi menginisiasi
disfungsi endotel dalam proses aterogenesis. Stres oksidatif dapat mempromosi aktivasi atau
disfungsi endotel, serta menginduksi ekspresi molekul adesi, sehingga memacu migrasi
monosit. Pola pemahaman ekspresi gen bisa membantu menjelaskan perbedaan kerentanan
16
terhadap agen penyebab aterosklerosis. Aterosklerosis jelas bukan hanya merupakan akibat
sederhana dari akumulasi lipid, namun juga akibat respon inflamasi, namun bila komponen
inflamasi berbahaya bagi arteri secara selektif dapat dimodifikasi dengan mempertahankan
keutuhan aspek protektifnya, maka bisa tercipta pandangan baru dalam diagnosis dan
manajemen penyakit pada 50 persen pasien kardiovaskuler yang tidak mengalami
hiperkolesterolemia.
TIPE LESI ARTHEROSKLESOSIS
Lesi aterosklerotik, terutama terjadi pada arteri elastis berukuran sedang dan besar
serta arteri muskularis, dapat menimbulkan iskemi jantung, otak atau ekstremitas yang
menyebabkan terjadinya infark. The American Heart Association Committee on Vascular
Lesions menentukan klasifikasi baru perkembangan lesi aterosklerotik menjadi 6 (enam) fase.
Sistem klasifikasi ini mengkaitkan fase klinik evolusi plak dengan tipe lesi yang tampak
secara patologis.
Lesi aterosklerotik tipe I
Lesi aterosklerotik tipe I atau lesi inisial memperlihatkan perubahan paling dini yang
pertamakali bisa terdeteksi secara mikroskopik dan kimiawi. Secara seluler ditandai dengan
penambahan sejumlah sel busa di tunika intima arteri dan penebalan adaptif tunika intima,
terutama di regio yang mudah terkena.4)
Gambar 1 Disfungsi endotel ( lesi inisial ) pada aterosklerosis
Lesi aterosklerotik tipe II
Lesi tipe II (garis lemak) berupa garis-garis, bercak atau bintik berwarna kuning di
permukaan intima arteri. Gambaran mikroskopis lesi aterosklerotik tipe II terdiri atas; sel
17
busa berlapis, miosit berisi butiran lemak, sejumlah besar makrofag tanpa butiran lemak, sel
limfosit T dan sel mast di tunika intima, disertai butiran heterogen lipid ekstrasel. Garis
lemak mulanya terdiri atas makrofag, monosit, dan limfosit T yang mengandung sel busa
yang bergabung dengan sejumlah sel miosit. Tahapan pembentukan garis lemak meliputi; 1)
migrasi miosit yang distimulasi oleh PDGF, FGF 2 dan TGF-, 2) aktivasi sel T yang
diperantarai oleh TNF-, IL-2 dan GMCSF, 3) pembentukan sel busa yang diperantarai oleh
LDL-oks, MCSF, TNF-, IL-1, 4) aderensi dan agregasi platelet yang dirangsang oleh
integrin, P-selektin, fibrin, tromboksan A2, faktor jaringan dan faktor lain yang
bertanggungjawab terhadap aderensi dan migrasi lekosit.
Gambar 2. Pembentukan garis lemak pada aterosklerosis
Lesi aterosklerotik tipe III
Lesi tipe III (intermedia, transisional, preateroma) merupakan jembatan morfologis dan
kimiawi antara lesi tipe II dan lesi tipe lanjut (tipe IV). Gambaran histopatologinya khas,
ditandai timbunan butiran dan partikel lipid ekstrasel yang identik dengan lesi tipe II, di
sekitar lapisan miosit di era tertentu yang mengalami penebalan adaptif tunika intimanya.
Timbunan lipid yang lebih banyak dan tebal terletak tepat di bawah lapisan makrofag dan sel
busa, menggantikan matriks dan serabut proteoglikan intersel, serta mendorong dan
memisahkan miosit
Lesi aterosklerotik tipe lanjut (IV, V dan VI)
Pada lesi lanjut yang terbagi menjadi tipe IV, V dan VI, terdapat deposit lipid ekstrasel yang
cukup besar untuk merusak intima, juga terjadi mekanisme trombotik yang lebih menonjol
dalam mempercepat terjadinya aterosklerosis. Sedangkan pada stadiun yang amat lanjut,
deposit lipid memodifikasi tunika media dan adventitia di bawahnya. Lesi fase ini (Gambar
18
2.15) cenderung membentuk sumbat fibrosa yang memisahkan lesi dengan lumen arteri.
Sumbat fibrosa menutupi campuran lekosit, lipid dan debris yang membentuk inti nekrotik.
Pinggiran lesi meluas akibat adesi dan masuknya lekosit yang terus berlangsung. Faktor
utama yang berhubungan dengan akumulasi makrofag meliputi; MCSF, MCP-1 dan LDL-
oks. Inti nekrotik merupakan akibat terjadinya apoptosis dan nekrosis, peningkatan aktivitas
proteolitik dan akumulasi lipid. Sumbat fibrosa terbentuk akibat meningkatnya aktivitas
PDGF, TGF-, IL-1, TNF- dan osteopontin, serta berkurangnya degradasi jaringan ikat
Gambar 3. Pembentukan lesi lanjut pada aterosklerosis
Gambar 4. Sumbatn Fibrosa yang tidak stabil dalam artherosklerosis
MEKANISME TERJADINYA ARTHEROSKELOROSIS
Atherogenesis adalah proses pembentukan dari plak-plak atheroma. Hal tersebut
ditandai dengan remodeling dari arteri yang bersamaan dengan akumulasi sel (terutama
leukosit seperti monosit yang merupakan turunan makrophage) dan dimodifikasi oleh
19
lipoprotein. Selanjutnya radang memacu, ke arah pembentukan plak artheroma di dalam
arteri intima, suatu daerah pada dinding sel yang terletak antara endothelium, media dan
adventitia. Bagian utama dari lesi ini terdiri atas kelebihan lemak, sel, kolagen dan elastin.23)
GAMBARAN KLINIS ARTHEROSKLEROSIS
Tanda dan gejala atherosklerosis biasanya berkembang secara bertingkat. Pertama,
gejala muncul setelah adanya upaya yang kuat , ketika arteri tidak dapat menyuplai cukup
oksigen dan nutrisi kepada otot.
Aspek klinis. Gejala-gejala dari aterosklerosis umumnya bervariasi. Penderita aterosklerosis
ringan dapat mengalami gejala infark myocard dan pasien yang menderita aterosklerosis
tingkat lanjut dapat tidak mengalami gejala-gejala yang berarti. Jadi tidak ada perbedaan
gejalagejala klinis antara aterosklerosis yang ringan ataupun yang telah parah. Aterosklerosis
dapat menjadi kronik dengan menunjukkan tanda-tanda kerusakan yang meningkat sebanding
dengan umur (penyakit degeneratif) dan lamanya menderita aterosklerosis. Meskipun
merupakan sebuah penyakit sistemik yang mengglobal tetapi aterosklerosis dapat pula hanya
menyerang salah satu organ tubuh dimana hal ini bervariasi untuk masing-masing penderita
Berikut ini disajikan beberapa efek klinis kelainan yang terjadi akibat aterosklerosis : 21)
Adanya penyempitan diameter pembuluh darah akibat penumpukan jaringan fibrous (plaque)
yang makin lama makin besar. Penyempitan dapat mencapai hingga nilai 50-70% dari
diameter pembuluh awal. Hal ini berakibat terganggunya sirkulasi darah kepada organ yang
membutuhkan sehingga kebutuhan oksigen dan nutrisi sel terganggu. Contoh penyakit yang
berhubungan dengan masalah ini adalah angina pectoris, mesenterik angina, dan lain
sebagainya.
Plaque yang telah terbentuk dapat pecah dan mengalir mengikuti pembuluh darah menjadi
trombus dan emboli. Trombus ini dapat menyumbat arteri-arteri penting tubuh yang penting.
Jika menyumbat arteri koroner maka dapat mengakibatkan otot jantung mengalami iskemia
(kekurangan nutrisi) dan selanjutnya dapat memicu terjadinya infark myocard dan stroke.
Emboli ini dapat juga terjadi secara tanpa sengaja pada peristiwa pembedahan aorta,
angiograf, dan terapi trombolitik pada pasien aterosklerosis.
Angina pectoris ditunjukkan dengan perasaan tidak nyaman pada daerah retrosternal dan
menyebar ke daerah lengan kanan yang kadang-kadang disalah artikan sebagai gejala
dyspnea. Angina pectoris timbul setelah melakukan kerja berat dan diobati dengan
beristirahat atau terapi nitrat. Jika angina pectoris berlanjut dan terjadi berulang-ulang dapat
berlanjut kepada infark myocard (serangan jantung).
20
Stroke merupakan kelanjutan dari adanya sumbatan pada pembuluh darah otak. Akibatnya
sel-sel otak mengalami iskemia dan mangalami gangguan dalam hal fungsinya.
Penyakit vaskuler perifer meliputi perasaan pegal, impotensi, luka yang tak kunjung sembuh
dan infeksi pada daerah ekstremitas. Perasaan pegal ini meningkat setelah berolahraga dan
sembuh ketika beristirahat. Perasaan ini dapat diikuti dengan kulit kepucatan atau kesemutan.
Iskemia pada organ-organ visceral berakibat pada kerusakan susunan dan fungsi dari organ
yang terkena.
Mesenterik angina ditandai dengan sakit pada epigastrium atau periumbilikal setelah makan
dan dianalogkan dengan henatemesis, diare, defisiensi nutrisi, atau berkurangnya berat badan.
Aneurisme pada aorta abdominalis dimana aorta abdominalis mengalami kerusakan sehingga
membesar menimbulkan sebuah benjolan pada dinding luar aorta abdominalis.
Emboli arteri sering timbul bersamaan dengan nekrosis pada jari-jari, pendarahan saluran
pencernaan, infark myocard, iskemia pada retina, infark serebral, dan gagal ginjal.
Aspek Fisik Tanda-tanda fisik dari aterosklerosis meliputi adanya penimbunan lemak,
pelebaran dan kakunya arteri muskular yang besar, dan iskemia atau infark dari beberapa
organ tertentu. Berikut ini disajikan tanda fisik dari aterosklerosis :
Hiperlipidemia adalah adalah meningkatnya kadar lemak di dalam darah. Lemak ini dapat
memicu ter adanya penimbunan plaque pada dinding pembuluh darah.
Penyakit pada arteri koroner . Ditandai dengan adanya bunyi jantung keempat yang semakin
jelas, takikardi, hipotensi, atau hipertensi.
Penyakit serebrovaskuler . Ditandai dengan tidak terabanya denyut nadi pada arteri karotis
dan kemunduran dari fungsi otak
Penyakit vaskuler perifer. Ditandai dengan penurunan denyut nadi perifer, sumbatan pada
erteri perifer, sianosis perifer, gangrene, atau luka yang sukar sembuh
Aneurisme pada aorta abdominalis. Ditandai dengan timbulnya benjolan pada arteri
abdominalis atau kolapsnya sistem sirkulasi
Emboli pada arteri. Ditandai dengan gangrene, sianosis, munculnya "pedal pulses" yang
dikaitkan adanya penyakit mokrovaskular dan emboli kolesterol.
HUBUNGAN PENYAKIT PERIODONTAL DENGAN ATEROSKLEROSIS
Penyakit periodontal dan arteriosclerosis meningkat seiring bertambahnya usia, dan
telah disimpulkan bahwa kerusakan sirkulasi disebabkan oleh perubahan vaskular yang dapat
meningkatkan kerentanan pasien terhadap penyakit periodontal. Pada hewan percobaan,
iskemia parsial yang lebih dari 10 jam menyebabkan terjadinya oklusi arteriolar,
21
menyebabkan perubahan dalam enzim oksidatif dan aktivitas asam fosfat serta dalam
kandungan glikogen dan lemak dari epitelium gingiva. Nekrosis setempat, yang diikuti oleh
ulserasi, terjadi pada epitelium dengan junctional epithelium sebagai bagian yang paling
sedikit terkena. Duplikasi DNA ditekan. Tidak terjadi perubahan yang khas dari penyakit
periodontal. Iskemia diikuti oleh hiperemia, disertai perubahan metabolik dan peningkatan
sintesis DNA di dalam epitelium serta proliferasi dan penebalan epithelial – semua dianggap
sebagai bagian dari respon gingiva terhadap oklusi arteriolar.
Peran infeksi pada aterosklerosis telah dibicarakan selama bertahun-tahun. Baru-baru ini, dari
bukti yang telah dikumpulkan bahwa beberapa infeksi rongga mulut biasa memainkan peran
penting dalam aterosklerosis. Lesi aterosklerosis dapat terjadi pada arteri elastis berukuran
besar dan menengah dan arteri otot. Hal ini dapat menyebabkan lesi iskemik pada otak,
jantung, atau anggota gerak dan dapat mengakibatkan thrombosis dan infark yang merusak
pembuluh darah, yang menimbulkan kematian.
Proses, didukung oleh cukup banyak bukti, bahwa aterosklerosis adalah penyakit
inflamasi. Konsep ini, juga disebut The Ross response-to-injury hypothesis of atherosclerosis,
mengusulkan bahwa permulaan lesi adalah hasil dari cedera pada endothelium dan petunjuk
menuju proses peradangan kronis di artery. Hal ini mengakibatkan migrasi monosit melalui
endothelium ke dalam jaringan dasar dan proliferasi sel otot polos. Pengaktifan monosit
( makrofag ) di dalam pembuluh darah menyebabkan pelepasan enzim hidrolitik, sitokin,
kemokin dan faktor pertumbuhan, yang menyebabkan kerusakan lebih lanjut, mengakibatkan
nekrosis fokal. Akumulasi lipid merupakan ciri utama dari proses ini, dan secara bertahap
kemudian plak atheromatous dapat ditutup dengan serat penutup mengelilingi area nekrotik
fokal. Pada titik tertentu, tutup fibrosa dapat menjadi terkikis dan pecah, yang menyebabkan
pembentukan thrombus dan kemacetan dalam arteri, menghasilkan suatu infark
Infeksi periodontal mempengaruhi terjadinya aterosklerosis dan penyakit
kardiovaskuler, periodontitis dan aterosklerosis keduanya mempunyai faktor etiologi yang
komplek. Aterosklerosis adalah penebalan pembuluh darah arteri, terjadi pada lapisan dalam
pembuluh darah, penebalan dibawah lapisan intima yang terdiri dari otot polos, kolagen dan
serat elastik
22
Gambar 5. Patogénesis aterosklerosis.
1. Monosit/makrofag menempel pada endotel
2. Monosit/makrofag berpenetrasi ke dalam arteri, menghasilkan sitokin dan faktor pertumbuhan
3. Pembesaran monosit
4. Proliferasi otot dan penebalan dinding pembuluh darah ( Caraanza, 2006 )
Pembentukan aterosclerosis diawali dengan sirkulasi monosit menempel pada endotel,
penempelan endotel ini diperantarai oleh beberapa molekul adhesi pada permukaan sel
endotel, yaitu intercellular adhesion molecule -1 (ICAM-1), endotelial leucocyte adhesion
molecule (ECAM-1) dan vaskular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1).1,7 Molekul adhesi
ini diatur oleh sejumlah faktor yaitu produk bakteri lipopolisakarida, prostaglandin dan
sitokin. Setelah berikatan dengan endotel kemudian monosit berpenetrasi kelapisan lebih
dalam dibawah lapisan intima, terjadi pembesaran monosit dan terbentuk atheromatous
plaque. Pembentukan atheromatous plaque dan penebalan dinding pembuluh darah
menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah, akibatnya terjadi berkurangnya aliran
darah. Trombosis sering terjadi setelah pecahnya plaque atheromatous, terjadi pengaktifan
platelet dan jalur koagulasi. Kumpulan platelet dan fibrin dapat menutupi pembuluh darah
menyebabkan iskemi seperi angina atau myocardial infarction
Efek Infeksi Periodontal. Infeksi periodontal dapat mempengaruhi onset atau perkembangan
atherosclerosis dan penyakit jantung koroner melalui mekanisme tertentu. Periodontitis dan
atherosclerosis keduanya memiliki faktor etiologi yang kompleks, yang menggabungkan
23
pengaruh genetika dan lingkungan. Penyakit ini memiliki banyak faktor resiko dan hanya
memiliki sedikit kesamaan dalam mekanisme patogenesis dasar.
Gambar 6. Infeksi periodontal menyebabkan artherosklerosis (Reddy.s, 2008)
Dalam sebuah penelitian pada hewan, bakteri gram negatif dan lipopolisakarida
menyebabkan infiltrasi sel-sel inflamasi ke dalam dinding arteri, proliferasi otot polos arteri
dan koagulasi intravaskular. Perubahan ini identik dengan kejadian yang dapat diamati pada
atheromatosis. Penyakit periodontal menyebabkan infeksi sistemik kronis, keadaan
bakteriemi mengawali respon tubuh dengan mempengaruhi koagulasi, endotel dan integritas
dinding pembuluh darah, fungsi platelet, ini menyebabkan perubahan atherogenic dan
terjadinya thromboembolic
Gambar 7. Hubungan infeksi periodontal dan aterosklerosis pada penyakit kardiovaskuler
24
Dalam kombinasi dengan faktor risiko lain, fenotip MO ' berpredisposisi kepada
aterosklerosis dan periodontitis .Produk bakteri dan mediator inflamasi yang terkait dengan
periodontitis mempengaruhi vascular endothelium, monosit / makrofag, trombosit, dan otot
halus dan dapat meningkatkan kemampuan koagulasi darah. Hal ini semakin dapat
meningkatkan aterosklerosis dan mengakibatkan tromboemboli dan kejadian iskemik.
Penyakit kardiovaskuler dan periodontal merupakan suatu keadaan inflamasi yang umum
pada manusia. Dalam aterogenesis, inflamasi memainkan suatu peran terus menerus terhadap
munculnya sel endothelial pada molekul adhesi dalam perkembangan lapisan lemak,
pembentukan plak, dan terakhir robeknya plak. Munculnya infeksi seperti penyakit
periodontal dinyatakan mengekalkan terjadinya inflamasi dalam aterosklerosis. Studi
observasi terkini dan analisa meta terus memperlihatkan suatu peningkatan resiko ringan
tetapi signifikan pada penyakit kardiovaskuler di antara orang yang tekena penyakit
periodontal. Percobaan dengan model binatang lebih jauh menunjukkan bahwa infeksi
periodontal dapat meningkatkan aterosklerosis dengan ada atau tidak adanya
hiperskolesterolemia.
Mikrobial dapat mencederai sel endotel pembuluh darah secara langsung, memulai
respon inflamatory yang merupakan proses awal dari aterosklerosis. Mikrobial tersebut
menstimulasi sitokin proinflamatory dan faktor pertumbuhan jaringan pada dinding arteri
seperti peningkatan akumulasi lemak ( low density lipoprotein atau LDL ) dengan
menstimulasi reseptor makrofag atau reseptor LDL. Mikrobial juga secara tidak langsung
dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan aterosklerosis dengan efek sistemik
tanpa secara langsung menyerang endotel pembuluh darah yaitu dengan pembebasan
endotoksin dan lipopolisakarida ke dalam sirkulasi yang dapat secara tidak langsung merusak
arteri endotel pembuluh darah atau respon imunnya dan menghasilkan bentuk lipid abnormal
yang mempengaruhi terjadinya aterosklerosis atau dapat mempengaruhi lingkungan arteri
menjadi tingkat prokoagulan yang dihasilkan pada trombus akut diatas plak pembuluh darah
yang mudah terkena luka dan dapat menyebabkan iskemia akut.
Hubungan klinis antara penyakit periodontal dan aterosklerosis telah dievaluasi
dengan menggunakan angiogram koroner. Dalam satu studi, ada hubungan yang signifikan
antara tingkat keparahan penyakit periodontal yang dinilai radiografi dan derajat
atheromatosis koroner. Dalam studi lain, tingkat dan keparahan periodontitis secara
signifikan lebih besar pada orang dengan stenosis dari satu atau lebih epicardial arteri
dibandingkan dengan orang tanpa stenosis arteri. Namun, bila data disesuaikan untuk
memperhitungkan pengaruh dari usia dan merokok, faktor umum baik penyakit periodontal
25
dan penyakit jantung, hubungan antara penyakit itu tidak lagi signifikan secara statistik.
Penelitian ini berfungsi untuk menunjukkan faktor penting yang harus dipertimbangkan
ketika memeriksa bukti-bukti penyakit periodontal yang berhubungan dengan kondisi
sistemik lainnya, yaitu pengganggu yang mungkin terjadi saat faktor risiko bersama oleh
berbagai penyakit. Misalnya, merokok dan diabetes adalah faktor risiko untuk periodontitis
dan CHD. Dalam menentukan hubungan antara periodontitis dan CHD, penting untuk
memahami status merokok dan status diabetes subjek yang diperiksa dalam berbagai
penelitian untuk memastikan bahwa hubungan berada di antara dua penyakit dan bukan
diantara faktor risiko bagi penyakit. Hal ini umumnya dilakukan melalui analisa data statistik,
menggunakan tes yang dapat menjelaskan faktor pembaur tersebut dan dapat memberikan
dukungan yang merupakan faktor risiko pemberian (seperti penyakit periodontal) adalah
independen dari faktor-faktor risiko yang dikenal (seperti merokok).
CHD dan kondisi yang berhubungan dengan CHD adalah penyebab utama kematian.
Infark miokard telah dinyatakan berhubungan dengan infeksi bakteri dan virus sistemik akut
dan infark terkadang didahului dengan gejala seperti influenza. Apakah mungkin bahwa
infeksi oral berhubungan dengan infark miokard?
Faktor resiko tradisional seperti merokok, dislipidemia, hipertensi dan diabetes mellitus tidak
menjelaskan keberadaan atherosclerosis koroner pada sejumlah besar pasien. Infeksi lokal
yang menyebabkan reaksi inflamatori kronis dikatakan sebagai mekanisme yang terjadi
sebelum penyakit jantung koroner ditemukan pada individu-individu ini. Aterosklerosis
umum terjadi pada pasien periodontitis sehingga diperkirakan penyakit periodontal dan
penyakit jantung koroner mempunyai jalur penyebab yang sama.
Pada studi cross-sectional pasien dengan infark miokard akut atau CHD dibandingkan
dengan usia dan jenis kelamin yang sesuai, pasien infark miokard memiliki kesehatan mulut
yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hubungan antara kondisi
gigi yang buruk dan infark miokard tidak tergantung pada faktor resiko untuk penyakit
jantung seperti usia, tingkat kolesterol, hipertensi, diabetes, dan merokok karena
artherosclerosis adalah faktor determinan utama dari kondisi yang berhubungan dengan
CHD, kesehatan gigi juga dikatakan berhubungan dengan atheromatosus koroner.
Penyakit Jantung Iskemik. Penyakit jantung iskemik berhubungan dengan proses
atherogenesis dan thrombogenesis. Peningkatan viskositas pada darah dapat meningkatkan
penyakit jantung iskemik mayor dan stroke melalui peningkatan formasi thrombus.
Pemeriksaan radiografik oral dan pemeriksaan angiografik koroner diagnostik pada
pria dengan CHD, terdapat korelasi yang signifikan antara tingkat keparahan penyakit gigi
26
dan derajat atheromatosis koroner. Hubungan ini tetap signifikan setelah memperhitungkan
faktor resiko lain yang diketahui untuk penyakit arteri koroner. Studi cross-sectional
menyatakan adanya hubungan antara kesehatan mulut dan penyakit jantung koroner.
Namun, studi seperti itu tidak dapat menentukan kausalitas dalam hubungan ini.
Namun, penyakit gigi dapat menjadi indikator praktik kesehatan umum misalnya penyakit
periodontal dan CHD keduanya berhubungan dengan gaya hidup dan menunjukkan sejumlah
faktor resiko seperti merokok, diabetes, dan status sosioekonomi yang rendah. Infeksi
bakterial memiliki efek yang signifikan pada sel endothelial, koagulasi darah, metabolisme
lemak, dan makrofag monosit. Penelitian yang dilakukan oleh Mattila dan rekan
menunjukkan bahwa infeksi gigi adalah satu-satunya faktor diluar faktor resiko koroner yang
sudah dikenal selama ini, yang tidak tergantung pada tingkat keparahan arteriosclerosis
koroner.
Studi ini dan studi lainnya dimana kondisi periodontal diketahui mendahului kondisi
yang berhubungan dengan CHD mendukung konsep bahwa penyakit periodontal adalah
faktor resiko untuk CHD, tidak tergantung pada faktor resiko klasik lainnya.
Peningkatan plasma fibrinogen adalah faktor resiko untuk kondisi cardiovascular dan
penyakit vaskular perifer. Dan juga peningkatan jumlah sel darah putih serta faktor koagulasi
VIII telah dinyatakan berhubungan dengan resiko penyakit jantung iskemik.
Thrombogenesis. Agregasi platelet memainkan peranan utama dalam thrombogenesis, dan
pada sebagian besar kasus infark miokard akut disebabkan oleh thromboembolisme.
Organisme oral dapat terlibat dalam thrombogenesis koroner karena platelet dapat secara
selektif terikat pada beberapa strain Streptococcus sangius, yang merupakan komponen
umum pada plak supragingiva dan Porphyromonas gingivalis, patogen yang berkaitan erat
dengan periodontitis.
Aktivitas sehari-hari: Aktivitas rutin sehari-hari seperti mastikasi dan prosedur
kebersihan mulut seringkali menyebabkan bakterimia dengan organisme oral. Waktu
pemaparan terhadap bakterimia dari pengunyahan sehari-hari dan penyikatan gigi jauh lebih
besar terhadap prosedur perawatan gigi. Penyakit periodontal dapat meningkatkan resiko
pasien terhadap insidensi bakteremia. Telah diperkirakan bahwa sekitar 8 persen dari semua
kasus endocarditis infektif berhubungan dengan penyakit periodontal atau dental tanpa
adanya prosedur perawatan gigi.
Infeksi Periodontal dan Stroke. Infark cerebral iskemik atau stroke seringkali diawali oleh
infeksi bakteri atau virus sistemik. Dalam sebuah studi, pasien dengan iskemia cerebral
memiliki resiko lima kali lebih besar dalam mengalami infeksi sistemik dalam waktu 1
27
minggu sebelum kondisi iskemik dibanding subjek kontrol yang non-iskemik. Infeksi terkini
adalah faktor resiko yang signifikan untuk iskemia cerebral dan tidak tergantung pada faktor
resiko lain seperti hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes, merokok, dan penyakit
jantung koroner.
Pada studi case-control, kesehatan gigi yang rendah merupakan faktor resiko yang
signifikan untuk iskemia cerebrovascular. Pada salah satu studi, perdarahan pada saat
probing, supurasi, kalkulus subgingiva dan jumlah lesi periodontal serta periapikal jauh lebih
besar pada pasien stroke dibandingkan pasien kontrol.
Gambar 8. Alur hubungan artherosklerosis dengan penyakit periodontal
28
DAFTAR PUSTAKA
Ross, R. Atherosclerosis and inflammatory disease. New Engl J Med 1999 January
14; Volume 340 Number 2;115-26
Fonseca, M.A dan Fontes, F. 2000. Early tooth loss due to cyclic neutropenia: long-
term follow-up of one patient. SCD Special Care In Dentistry, Vol20 No 5 :187-190
Kurago, Z. B, Kerr A. R., dan Narayana, N. Clinical Pathologic Conference Case 5:
Agranulocytosis. Head Neck Pathol. 2011 September; 5(3): 286–291.
Carraza FA .2006. Carranza's clinical periodontology 10th ed.. Philadelphia: W.B
Saunder Company.
Wilson TG, Kornman KS. 2003: Fundamentals of Periodontics, Second Edition.
HongKong: Quintesence Publishing Co Inc, 491-3.
Eley BM, Manson JD. Periodontics, fifth edition. Philadelphia: Elsivier, 2004:
328-31.
Reddy, S. 2008. Essentials of Clinical Periodontology and Periodontics.Second
Edition. New Delhi : Jaypee Brothers Medical Publishers
29