Neurogenic Orthostatic Hypotension
-
Upload
muhammad-nazli -
Category
Documents
-
view
81 -
download
4
Transcript of Neurogenic Orthostatic Hypotension
Hipotensi ortostatik neurogenik
Roy Freeman, M.B., Ch.B.
Seorang pria berusia 65 tahun melaporkan riwayat menderita pusing
selama 6 bulan, nyeri kepala ringan, kelemahan, dan kelelahan ketika
berdiri. Dia tidak minum obat tidak dan tidak memiliki riwayat pribadi atau
keluarga yang menderita penyakit neurologis. Pada pemeriksaan fisik,
tekanan darah pada saat berbaring adalah 160/100 mmHg, dengan heart rate
72 kali per menit, pada saat berdiri, tekanan darahnya turun menjadi 70/40
mm Hg, dengan dengan heart rate yang tidak berubah. Pemeriksaan lainnya,
termasuk pemeriksaan neurologis hasilnya normal. Bagaimana seharusnya
pasien ini dievaluasi dan diobati?
Permasalahan Klinis
Hipotensi ortostatik, yang didefinisikan sebagai penurunan tekanan darah
sistolik minimal 20 mm Hg atau penurunan tekanan darah diastolik minimal 10
mmHg selama 3 menit pertama setelah berdiri atau saat memiringkan kepala pada
suatu meja miring, merupakan manifestasi klasik dari kegagalan vasokonstriktor
simpatis (otonom). Pada banyak (tapi tidak semua) kasus, tidak ada peningkatan
kompensasi pada denyut jantung, meskipun terjadi hipotensi; dengan kegagalan
saraf otonom ringan, denyut jantung dapat meningkat, tetapi tidak pada tingkat
yang cukup untuk mempertahankan tekanan darah. Salah satu varian dari
hipotensi ortostatik adalah hipotensi ortostatik tertunda, yang terjadi 3 menit
setelah berdiri; kondisi ini mungkin merupakan bentuk ringan atau awal dari
disfungsi adrenergik simpatik. Dalam beberapa kasus, hipotensi ortostatik terjadi
dalam 15 detik saat berdiri (yang disebut dengan hipotensi ortostatik awal), hal ini
mungkin disebabkan oleh ketidaksesuaian sementara antara curah jantung
(cardiac output ) dengan resistensi pembuluh darah perifer daripada oleh
kegagalan otonom.
Peningkatan prevalensi hipotensi ortostatik berkaitan dengan usia; proses
penuaan berhubungan dengan respon baroreflex yang berkurang, penurunan
proses penyesuaian jantung, dan melemahnya refleks vestibulosimpatetik.
Hipotensi ortostatik lebih sering terjadi pada orang lanjut usia yang dirawat di
1
tempat perawatan kesehatan (54 sampai 68%) dibandingkan mereka yang tinggal
dalam masyarakat (6%), suatu observasi paling mungkin menjelaskan hal tersebut
yaitu prevalensi yang lebih besar terhadap predisposisi gangguan neurologis,
gangguan fisiologis, dan penggunaan obat di antara orang yang tinggal di tempat
perawatan.
Tanda Fisiologis dan Klinis
Dengan berdiri akan terjadi pengisian 500 sampai 1000 ml darah pada
ekstremitas bawah dan sirkulasi splanknikus. Terjadi penurunan aliran balik vena
ke jantung dan berkurang pengisian ventrikel, sehingga curah jantung dan tekanan
darah berkurang. Perubahan hemodinamik ini akan memprovokasi kompensasi
dari respon refleks, yang diprakarsai oleh baroreseptor pada sinus karotis dan
arkus aorta, yang mengakibatkan meningkatnya aliran keluar simpatis dan
menurunkan aktivitas saraf vagal (Gambar 1). Refleks ini akan meningkatkan
resistensi perifer, aliran balik vena ke jantung, dan curah jantung, sehingga
membatasi penurunan tekanan darah. Jika respon ini gagal, akan terjadi hipotensi
ortostatik dan hipoperfusi serebral.
Karakteristik gejala dari hipotensi ortostatik termasuk kepala ringan,
pusing, presinkop, dan sinkop dalam menanggapi perubahan postural secara
mendadak. Namun, terdapat gejala yang mungkin tidak terjadi atau tidak spesifik,
seperti kelemahan umum, kelelahan, mual, kelemahan kognitif, kaki yang
tertekuk, atau sakit kepala. Pendangan kabur mungkin bisa terjadi, mungkin
disebabkan oleh iskemia retina atau lobus oksipital. Nyeri leher dapat juga terjadi,
biasanya di daerah suboccipital, leher posterior, dan bahu (disebut sakit kepala
coat-hanger), yang kemungkinan besar disebabkan karena iskemia pada otot
trapezius dan otot leher. Pasien dapat melaporkan mengalami dispnea ortostatik
(dianggap mencerminkan ketidakseimbangan antara ventilasi dan perfusi akibat
perfusi yang tidak memadai pada ventilasi apex paru) atau angina (dikaitkan
dengan gangguan perfusi miokard bahkan pada pasien dengan arteri koroner yang
normal). Satu atau lebih gejala-gejala nonspesifik tersebut mungkin dapat terjadi
atau hanya terjadi gejala dari hipotensi ortostatik saja. Gejala dapat diperburuk
oleh berdiri yang terlalu lama, yang menguras tenaga, suhu lingkungan yang
meningkat, atau saat makan sesuatu. Kejadian sinkop biasanya didahului dengan
2
tanda-tanda gejala sebelumna tetapi dapat juga terjadi secara tiba-tiba, yang
menunjukkan kemungkinan pada kejang atau penyebab dari jantung.
Hipertensi pada saat terlentang sering terjadi pada pasien dengan hipotensi
ortostatik, yang mempengaruhi lebih dari 50% pasien pada beberapa penelitian.
Hipotensi ortostatik dapat terjadi setelah pemberian terapi untuk hipertensi, dan
hipertensi pada saat terlentang mungkin terjadi setelah pengobatan hipotensi
ortostatik. Namun, dalam kasus lain terjadinya dari dua kondisi tersebut tidak
berhubungan dengan terapi dan dapat dijelaskan merupakan bagian dari disfungsi
baroreflex dengan adanya aliran keluar simpatik residual, terutama pada pasien
dengan degenerasi saraf otonom pusat.
Penyebab dari Hipotensi Ortostatik Neurogenik
Penyebab dari hipotensi ortostatik neurogenik adalah karena penyakit atau
gangguan sistem saraf otonom pusat dan perifer. Disfungsi otonom dari berbagai
tingkat keparahan pada sistem organ lain (termasuk kandung kemih, usus, organ
seksual, dan sistem sudomotor) sering menyertai hipotensi ortostatik pada
gangguan tersebut.
Gangguan degeneratif otonom utama adalah termasuk atrofi multiple-
system (sindrom Shy-Drager), penyakit Parkinson, demensia dengan adanya Lewy
bodies, dan kegagalan saraf otonom murni. Gangguan ini secara kolektif sering
disebut sebagai synucleinopathies karena adanya α-synuclein, protein kecil yang
terutama mengendap di dalam sitoplasma neuron pada gangguan Lewy-body
(penyakit Parkinson, demensia dengan adanya Lewy bodies, dan kegagalan saraf
otonom murni) dan dalam glia pada atrofi multiple-system. Tanda karakteristik
dari gangguan ini dirangkum pda Tabel 1.
Disfungsi otonom perifer juga dapat menyertai terjadinya neuropati serat-
kecil perifer, seperti yang terlihat pada penderita diabetes, amiloidosis, neuropati
autoimun, neuropati sensorik dan otonom herediter (neuropati sensorik dan
otonom herediter tipe III, juga disebut dengan familial dysautonomia), dan
neuropati inflamasi (Tabel 2). Hipotensi ortostatik kurang sering berhubungan
dengan neuropati perifer yang menyertai kekurangan vitamin B12, paparan pada
neurotoksin, neuropati karena infeksi, termasuk virus human immunodeficiency
(HIV), dan porfiria.
3
Strategi dan Bukti
Evaluasi
Penyebab dehidrasi dan perdarahan akut harus disingkirkan pada pasien
yang mengalami hipotensi ortostatik, dan penyebab non-neurogenik juga harus
dipertimbangkan. Hal tersebut termasuk obat-obatan (misalnya, obat
antihipertensi dan antidepresan), curah jantung yang berkurang (misalnya,
perikarditis konstriktif, kardiomiopati, dan stenosis aorta), gangguan endokrin
(misalnya, insufisiensi adrenal dan pheochromocytoma), dan vasodilatasi yang
berlebihan (misalnya, mastositosis sistemik dan sindrom karsinoid). Pengkajian
pada riwayat pasien harus membahas tentang tanda sugestif lainnya dari disfungsi
otonom pusat atau perifer, seperti pencernaan, perkemihan, seksual, dan disfungsi
sudomotor; disfungsi sistem saraf motorik, seperti parkinson, disfungsi saluran
piramidal, ataksia serebelar, dan neuropati perifer (Tabel 1 dan 2).
Tekanan darah diukur saat pasien dalam posisi terlentang dan setidaknya 3
menit setelah pasien berdiri. Dengan tidak adanya penyebab yang jelas dari gejala,
skrining dengan pemeriksaan darah biasanya meliputi pemeriksaan hitung darah
lengkap, nilai elektrolit, kadar glukosa darah, serum immunoelectrophoresis,
kadar vitamin B12, dan kadar kortisol pagi hari.
Pemeriksaan saraf otonom sering dilakukan di pusat-pusat khusus untuk
mengungkap adanya kelainan asimtomatik. Pemeriksaan tersebut meliputi
penilaian fungsi dari sistem saraf parasimpatis (misalnya, variabilitas detak
jantung pada saat respirasi dalam dan selama manuver Valsava), sistem kolinergik
simpatis (misalnya, keringat respons termoregulasi dan tes refleks akson
sudomotor kuantitatif), dan sistem adrenergik simpatis (misalnya, respon tekanan
darah saat dilakukan manuver Valsava dan tes pada meja tilt dengan pengukuran
tekanan darah beat-to-beat). Pemeriksaan saraf otonom mungkin berguna dalam
membedakan hipotensi ortostatik yang disebabkan oleh kegagalan otonom dari
kejadian sinkop yang dimediasi secara neurogenik.
Gangguan degeneratif otonom primer (Tabel 1 dan 2) dapat dibedakan
menurut kriteria klinis, meskipun pemeriksaan radiologi mungkin membantu
ketika diagnosis masih belum jelas. Temuan karakteristik pada pencitraan
4
resonansi magnetik dan CT scan emisi foton tunggal (dengan radiolabeled amina
simpatomimetik 123I-metaiodobenzylguanidine) pada berbagai gangguan yang
terdapat pada Tabel 1.
Pengobatan
Hipotensi ortostatik neurogenik biasanya merupakan gejala yang paling
melumpuhkan dari kegagalan otonom, tetapi kualitas hidup pasien yang terkena
gangguan tersebut dapat ditingkatkan secara substansial dengan terapi non
farmakologi atau, bila perlu, dengan intervensi farmakologis.
Intervensi nonfarmakologis
Pasien dengan hipotensi ortostatik harus diedukasikan tentang langkah-
langkah sederhana yang dapat mereka gunakan pada situasi yang biasanya
memicu gejala (Tabel 3). Pasien harus disarankan untuk bergerak dari posisi
telentang ke posisi berdiri secara bertahap, terutama di pagi hari, ketika toleransi
ortostatik berada pada tingkat paling rendah, karena adanya diuresis pada malam
hari yang disebabkan oleh hipertensi pada keadaan terlentang dan redistribusi
cairan. Juga dianjurkan untuk mengangkat posisi kepala pada tempat tidur. Selain
itu, counter-maneuvers fisik --termasuk dengan menyilangkan kaki,
membungkuk, jongkok, dan menegangkan otot-otot kaki, perut, bokong atau
seluruh tubuh-- dapat membantu mempertahankan tekanan darah selama aktivitas
sehari-hari. Manuver ini akan mengurangi pengisian vena dan dengan demikian
akan meningkatkan volume darah sentral dan pengisian jantung, dengan
peningkatan resultan dari curah jantung, tekanan darah, dan perfusi serebral.
Aktivitas fisik dan olahraga harus dilakukan untuk menghindari
deconditioning, yang dikenal dapat memperburuk intoleransi ortostatik. Karena
vasodilatasi intramuskular pada saat latihan dapat memperburuk hipotensi
ortostatik, mungkin lebih baik dilakukan olahraga secara telentang atau duduk.
Selama latihan, pasien harus menghindari untuk mengedan, yang dapat
mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena ke jantung.
5
Penggunaan stoking elastis yang ketat, yang dinilai dapat memberikan
tekanan pada bagian bawah kaki dan perut, juga mungkin akan bermanfaat.
Stoking ini dapat meminimalkan pengisian darah perifer di ekstremitas bawah dan
di dalam sirkulasi splanknikus. Stoking ini lebih baik dalam melakukan kompresi
untuk memperluas aliran ke pinggang, karena sebagian pengisian perifer terjadi di
dalam sirkulasi splanknikus. Alat pengikat perut yang menekan sirkulasi
splanknikus dengan tekanan sekitar 20 mm Hg dapat memberikan manfaat
tambahan. Manfaat jangka panjang dari intervensi ini belum diketahui dengan
pasti.
Pasien dengan kegagalan otonom dan bahkan orang tua yang sehat rentan
terhadap terjadinya penurunan tekanan darah yang substansial setelah makan.
Hipotensi postprandial dapat diminimalkan dengan menghindari makan makanan
dalam jumlah besar, makan makanan yang rendah karbohidrat, dan dengan
meminimalkan konsumsi alkohol. Pasien harus dianjurkan untuk tidak berdiri
secara mendadak atau melakukan aktivitas fisik segera setelah makan.
Mengakui dan menyingkirkan (bila mungkin) penyebab reversibel dari
hipotensi ortostatik juga penting dilakukan. Obat diuretik, obat antihipertensi, obat
antianginal, antagonis α-adrenoreseptor untuk pengobatan hiperplasia prostat
jinak, obat antiparkinsonism, dan antidepresan adalah obat yang paling sering
berpengaruh pada keadaan ini.
Volume plasma yang memadai sangat penting bagi toleransi ortostatik.
Pada pasien dengan hipertensi pada saat telentang, peningkatan tekanan darah
malam hari akan menyebabkan diuresis tekanan, yang mengakibatkan deplesi
volume. Dengan meninggikan kepala pada saat tidur 10 sampai 20 derajat (6
sampai 10 inci) akan mengurangi hipertensi pada saat terlentang dan menurunkan
diuresis nokturnal.
Volume darah sentral dapat ditambah dengan meningkatkan asupan
natrium (dengan makanan tinggi natrium atau tablet garam) dan cairan. Asupan
makanan harian pasien harus mencakup hingga 10 g natrium dan 2,0 sampai 2,5
liter cairan. Ekskresi natrium urin yang melebihi 170 mmol dan volume urin yang
lebih besar dari 1500 ml selama periode 24 jam dianggap menunjukkan kadar
garam dan asupan cairan yang memadai.
6
Konsumsi air sekitar 0,5 liter dengan cepat (misalnya, selama 3 sampai 4
menit) akan memunculkan respon pressor dan perbaikan gejala pada banyak, tapi
tidak semua, pasien yang mengalami kegagalan otonom. Respon pressor, keadaan
tekanan darah sistolik yang meningkat lebih dari 30 mm Hg pada beberapa pasien,
terbukti terjadi dalam waktu 5 menit minum air, puncaknya pada 20 sampai 30
menit, dan berlangsung hingga 1 jam. Mekanisme yang mendasari efek pressor
tersebut tidak ditetapkan. Penilitan bahwa norepinefrin plasma vena akan
meningkat setelah konsumsi air menunjukkan bahwa aktivasi sistem saraf
simpatik bisa saja akan terpengaruh.
Intervensi secara Farmakologis
Tabel 4 menunjukkan daftar dosis dan efek samping dari obat yang
digunakan untuk hipotensi ortostatik. Tujuan terapi adalah untuk mengendalikan
gejala, bukan untuk mengembalikan pada keadaan normotensi.
Pemberian 9-α-fluorohydrocortisone (asetat fludrokortison), suatu
mineralokortikoid sintetis, mungkin akan bermanfaat bagi pasien yang volume
plasmanya tidak meningkat secara memadai dengan pemberian cairan dan garam.
Retensi natrium dan volume plasma akan kembali normal dengan pemakaian
jangka panjang obat ini, meskipun pengaruh pressor akan berlanjut karena
peningkatan resistensi pembuluh darah perifer.
Karena hipotensi ortostatik neurogenik sebagian besar merupakan akibat
dari kegagalan untuk melepaskan norepinefrin dari neuron simpatik, pemberian
obat simpatomimetik adalah inti utama dari perawatan pasien yang gejalanya
tidak dapat dikendalikan dengan tindakan lainnya. Midodrine, suatu agonis α1-
adrenoreseptor perifer selektif langsung, adalah satu-satunya obat yang disetujui
oleh Food and Drug Administration untuk pengobatan hipotensi ortostatik.
Penelitian kontrol plasebo double-blind multisenter telah menunjukkan bahwa
midodrine dikaitkan dengan peningkatan tekanan darah berdiri yang signifikan
dan berkurangnya gejala intoleransi ortostatik.
Obat agonis α-adrenoreseptor campuran --yang bertindak langsung pada α-
adrenoreseptor dan melepaskan norepinefrin dari neuron simpatik postganglionik-
- termasuk efedrin dan pseudoefedrin (suatu stereoisomer dari efedrin). Kedua
obat tersebut merangsang reseptor α, β1, dan β2, efek vasodilatasi β2-nya
7
mungkin akan menipiskan efek presso. Terdapat beberapa penelitian yang
membandingkan efek dari agonis α-adrenoreseptor yang berbeda. Dalam sebuah
penelitian kecil, midodrine (dengan dosis rata-rata, 8,4 mg tiga kali sehari) dapat
meningkatkan tekanan darah berdiri dan toleransi ortostatik yang secara signifikan
lebih ampuh dari efedrin (dosis rata-rata, 22,3 mg tiga kali sehari).
Obat lain dapat dipertimbangkan untuk diberikan pada kasus di mana
gejalanya tidak menanggapi intervensi obat di atas. Data yang mendukung
penggunaan berbagai obat ini berasal dari penelitian yang kecil.
Pelepasan postural dari arginin vasopressin akan berkurang pada beberapa
pasien yang mengalami kegagalan otonom (terutama ketika kegagalan otonom
disebabkan oleh proses neurodegeneratif sentral di mana mungkin terjadinya
kehilangan neuron vasopresin pada inti hipotalamus suprachiasma). vasopresin
analog asetat desmopressin dapat digunakan untuk meningkatkan ekspansi
volume dan mengurangi diuresis nokturnal.
Eritropoietin dapat meningkatka tekanan darah saat berdiri, dan penelitian
terkontrol telah menunjukkan bahwa hormon tersebut dapat meningkatkan
toleransi ortostatik pada pasien yang mengalami hipotensi ortostatik dan anemia;
anemia normositik normokromik sering dikaitkan dengan kegagalan otonom.
Mekanisme dari efek pressor belum ditentukan tapi mungkin melibatkan
peningkatan massa sel darah merah dan volume darah sentral, perubahan pada
kekentalan darah, dan efek neurohumoral pada dinding pembuluh darah.
Pyridostigmine, suatu inhibitor acetylcholinesterase, dalam percobaan
terkontrol telah menunjukkan dapat menyebabkan sedikit peningkatan tekanan
darah pada pasien dengan hipotensi ortostatik neurogenik. Peningkatan yang
terkait pada tekanan darah saat terlentang mungkin tidak begitu besar seperti yang
terlihat pada pressor lainnya. Alasan dari terapi tersebut adalah bahwa
penghambatan asetilkolinesterase akan meningkatkan neurotransmisi ganglion
simpatik dan efeknya akan maksimal ketika pasien berdiri, karena perjalaan saraf
simpatik terbesar terjadi pada posisi ini.
Obat lain yang telah digunakan untuk mengobati hipotensi ortostatik
termasuk inhibitor siklooksigenase, β antagonis -adrenoreseptor, clonidine,
yohimbine, somatostatin, dihydroergotamine, dan antagonis dopamin.
8
Pengalaman klinis dan penelitian terkontrol dalam lingkup terhadap obat ini telah
menghasilkan hasil yang tidak konsisten.
Bidang Ketidakpastian
Di antara berbagai obat yang digunakan untuk mengobati hipotensi
ortostatik, hanya midodrine telah diteliti dalam penelitian kontrol plasebo
multisenter besar. Ada beberapa perbandingan head-to-head dari obat tersebut dan
tidak ada penilaian jangka panjang pada efektivitas dan keamanannya. Penelitian
kontrol multisenter meneliti tentang dihydroxyphenylserine, suatu prekursor
norepinefrin sintetis, yang saat ini sedang berlangsung.
Meskipun hipertensi berat pada saat terlentang dapat membatasi intervensi
terapi, banyak pasien yang terlihat mentoleransi peningkatan pada tekanan darah
saat terlentang tanpa terjadinya efek yang tidak diinginkan, mungkin karena
hipertensi pada saat terlentang disertai dengan hipotensi ortostatik. Hipertrofi
miokard diamati terjadi pada beberapa pasien; kejadian hipertensi dengan
kerusakan organ akhir, seperti penyakit serebrovaskular, nefropati, dan
kardiomiopati, belum diteliti secara prospektif. harus Dapat dipertimbangkan
untuk menggunakan obat antihipertensi oral short-acting pada waktu tidur pada
pasien yang mengalami hipertensi berat saat terlentang yang berkelanjutan.
Karena pasien dengan kegagalan otonom tidak dapat menghasilkan kompensasi
dari refleks yang sesuai, pengobatan hipertensi saat terlentang, bahkan dengan
obat short-acting, dapat meningkatkan kemungkinan terjadi sinkop dan jatuh.
Risiko ini harus seimbang dengan manfaat potensial dari pengobatan.
Panduan dari Masyarakat Profesional
European Federation of Neurological Societies telah menerbitkan
pedoman untuk pengobatan hipotensi ortostatik. Rekomendasi dalam artikel ini
secara umum konsisten dengan panduan tersebut.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Penurunan tekanan darah sistolik minimal 20 mm Hg atau tekanan darah
diastolik minimal 10 mmHg dalam waktu 3 menit setelah berdiri, seperti dalam
kasus pada sketsa di atas, adalah diagnostik dari hipotensi ortostatik. Riwayat dan
9
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan laboratorium, harus difokuskan untuk
mengesampingkan penyebab non-neurologis (misalnya, perdarahan, dehidrasi,
dan gangguan kardiovaskular atau endokrin) dan menentukan apakah adanya
tanda lain dari gangguan degeneratif otonom primer atau neuropati perifer
otonom. Jika diagnosisnya masih belum jelas, pemeriksaan tambahan, termasuk
pemeriksaan dan pencitraan saraf otonom mungkin berguna untuk dilakukan.
Pada kasus yang ditampilkan dalam sketsa tersebut, tidak adanya
penyebab lain yang tampak dari gejala dan temuan neurologis pada pemeriksaan
menunjukkan suau diagnosis kegagalan otonom murni. Meskipun demikian,
karena hipotensi ortostatik mungkin merupakan manifestasi pertama dari atrofi
beberapa multiple sistem atau neuropati otonom, sangat penting untuk dilakykan
follow up.
Penyebab reversibel dari hipotensi ortostatik (khususnya, penggunaan obat
hipotensi) harus ditangani secepat mungkin. Pasien harus diberi konseling tentang
strategi nonfarmakologi yang dapat mengurangi gejala, seperti melakukan kontra-
manuver fisik (misalnya, menyilangkan kaki, membungkuk, dan menegangkan
otot), menaikkan kepala pada saat tidur, dan minum garam dan cairan dengan
cukup. Jika gejala berlanjut, dapat dipertimbangkan untuk diberikan
fludrokortison dosis rendah (0,05 atau 0,1 mg setiap hari). Jika pendekatan ini
tidak mengontrol gejala, dapat ditambahkan obat agonis α-adrenoreseptor
(misalnya, midodrine, pada dosis awal 2,5 dua atau tiga kali mg sehari, dengan
peningkatan secara bertahap sampai 10 mg tiga kali sehari), penggunaan obat ini
dihindari pada periode 4 jam sebelum tidur. Kadang-kadang diperlukan
penambahan obat. Pasien harus memiliki buku harian untuk mencatat tekanan
darah, mengukur tekanan darah dan mencatat gejala yang menyertainya saat
dalam keadaan terlentang atau berdiri atau sesudah makan, dan mereka harus
memahami bahwa tujuan terapi tersebut adalah untuk mengurangi gejala, bukan
untuk mengembalikan pada keadaan normotensi.
10
Tabel 3. Intervensi nonfarmakologi yang digunakan dalam Pengobatan Hipotensi ortostatik.
Intervensi KomentarLakukan gerakan bertahap dengan perubahan postural.
Hindari mengejan, batuk, dan manuver lain yang meningkatkan tekanan intrathoraks.
Hindari berbaring yang terlalu lama.
Lakukan olahraga isotonik.
Lakukan kontra-manuver fisik, seperti menyilangkan kaki, membungkuk, jongkok, dan menegangkan otot.
Angkat kepala pada saat tidur 10-20 derajat.
Menghentikan atau mengurangi obat hipotensi dan antihipertensi.
Kenakan stoking elastis ketat dan pengikat perut.
Minimalkan hipotensi postprandial.
Tingkatkan asupan cairan dan garam.
Minumlah air dengan cepat.
Diluangkan waktu untuk adaptasi otonom.
Manuver ini akan menurunkan aliran balik vena ke jantung dan dengan demikian akan mengurangi curah jantung.
Menyebabkan keparahan hipotensi ortostatik.
Penegangan otot berkaitan dengan olahraga isometrik akan menurunkan aliran balik vena ke jantung.
Manuver ini akan mengurangi perifer penyatuan dan meningkatkan aliran balik vena ke jantung.
Posisi ini akan mengurangi hipertensi terlentang dan meminimalkan diuresis tekanan.
Mungkin perlu untuk menerima beberapa keadaan hipertensi terlentang untuk menjaga toleransi ortostatik.
Dengan mengenakan ini akan mengurangi pengisian perifer di tungkai bawah dan sirkulasi splanknikus.
Direkomendasikan untuk makan makanan kecil, rendah karbohidrat,. Alkohol harus dihindari.
Asupan makanan sehari-hari dengan 10 g natrium per hari dan asupan cairan 2,0-2,5 liter per hari sangat dianjurkan.
Minum dengan cepat sekitar 0,5 liter air akan meningkatkan tekanan darah dalam waktu 5-15 menit.
11