netralisasi kelompok 1

download netralisasi kelompok 1

of 18

description

teknik lingkungan unand

Transcript of netralisasi kelompok 1

TUGAS MAKALAHUNIT PROSESNETRALISASI

OLEH:

KELOMPOK 1DHARMA WANGSA(0910941007)ANDREAN SYAILENDRA(0810941013)LIZA FIDELIA(0910942003)NADIA PUTRI(1010941001)ICHSAN APRIS(1010941013)ERFA YUNITA ANGELA P.B(1010942011)YEGA SERLINA (1010942017)

DOSEN PEMBIMBING:SLAMET RAHARJO

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGANFAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ANDALASPADANG2014BAB IPENDAHULUAN1.1Latar BelakangAir buangan merupakan air yang sudah dipakai oleh manusia dalam kegiatannya sehari-hari, baik itu domestik maupun non domestik. Banyak cara yang digunakan untuk mengolah air buangan tersebut sebelum dibuang ke badan air baik dengan pengolahan secara fisika, kimia maupun biologi. Berdasarkan UU RI No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, maka setiap industri maupun instansi/ badan usaha harus bertanggung jawab terhadap pengelolaan limbah yang dihasilkan dari kegiatannya. Limbah cair dari industri berbasis organik mempunyai potensi pencemaran yang sangat tinggi terhadap lingkungan. Bahan-bahan yang terkandung di dalamnya merupakan bahan-bahan yang sangat komplek baik bersifat larut dalam air ataupun tidak larut. Air limbah organik umunya diolah dengan proses biologi baik secara aerobik maupun anaerobik, tergantung beban organik yang dikandungnya. Pada suatu proses pengolahan air limbah, pada kolam biologi, ada suatu kondisi dimana pH harus berada di sekitar 7 atau berada di kondisi netral. Pengendalian pH sangat penting untuk berbagai proses di antaranya proses-proses netralisasi limbah cair, reaksi kimia dan biologi, pelunakan air dan sebagainya. Hal ini sangat penting untuk memenuhi kondisi lingkungan yang sesuai atau yang dipersyaratkan. Netralisasi merupakan salah satu proses pengolahan limbah cair secara kimia selain dari reaksi presipitasi dan reaksi redoks. Oleh sebab itu, perlu dilakukan kajian lebih dalam mengenai proses netralisasi pada suatu limbah cair untuk mengerti dan memahami bagaiman prosesnya.1.2 Tujuan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:a. Untuk mengetahui dan memahami proses netralisasi, dan aplikasinya;b. Untuk mengetahui penerapan konsep netralisasi dalam mengatasi masalah lingkungan, khususnya dalam pengolahan air limbah.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1Prinsip NetralisasiNetralisasi merupakan proses penetralan asam dan basa yang dimana menghasilkan air dan garam. Reaksi netralisasi terjadi antara ion hidrogen sebagai asam dengan ion hidroksida sebagai basa dan membentuk air yang bersifat netral. Berdasarkan konsep lain reaksi netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor proton (asam) dengan penerima proton (basa). Netralisasi ialah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (soap stock). Pemisahan asam lemak bebas dapat juga dilakukan dengan cara penyulingan yang dikenal dengan istilah de-asidifikasi. Reaksi antara asam dan basa disebut juga reaksi netralisasi. Produk reaksi ini mempunyai karakteristik yang berbeda dari reaktan. Contoh:

HCl (aq) + NaOH (aq) a H2O (l) + NaCl (aq) Asam tajam Pahit licin GaramAda beberapa cara netralisasi yaitu:1. Netralisasi dengan Kaustik Soda (NaOH)Netralisasi dengan kaustik soda banyak dilakukan dalam skala industry, karena lebih efisien dan lebih murah dibandingkan dengan cara netralisasi lainnya. Selain itu penggunaan kaustik soda, membantu mengurangi zat warna dan kotoran yang berupa getah dan lender dalam minyak.Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan zat warna dan kotoran seperti fosfatidan dan protein, dengan cara mementuk emulsi. Sabun atau emulsi yang terbentuk dapat dipisahkan dari minyak dengan cara sentrifusi. Sementara dengan cara hidrasi dan dibantu dengan proses pemisahan sabun secara mekanis, maka netralisasi dengan menggunakan kaustik soda dapat menghilangkan fosfatida, protein, rennin, dan suspense dalam minyak yang tidak dapat dihilangkan dengan proses pemisahan gum. Komponen minor (minor component) dalam minyak berupa sterol, klorofil, vitamin E, dan karotenoid hanya sebagian kecil dapat dikurangi dengan proses netralisasi.

Netralisasi menggunakan kaustik soda akan menyabunkan sejumlah kecil trigliserida. Molekul mono dan digliserida lebih mudah bereaksi dengan persenyawaan alkali. Reaksi penyabunan mono dan digliserida dalam minyak terjadi sebagai berikut:

Gambar 2.1 Reaksi penyabunan mono dan digliserida

Di Amerika, netralisasi dengan kaustik soda dilakukan terhadap minyak biji kapas dan minyak kacang tanah dengan konsentrasi larutan kaustik soda 0,1 0,4 N pada suhu 70- 95oC. Penggunaan larutan kaustik soda 0,5 N pada suhu 70oC akan menyebabkan trigliserida sebanyak 1%.Efisiensi netralisasi dinyatakan dalamrefining factor, yaitu perbandingan antara kehilangan karena netralisasi dan jumlah asam lemak bebas dalam lemak kasar. Sebagai contoh ialah netralisasi kasar yang mengandung 3% asam lemak bebas, menghasilkan minyak netral dengan rendemen sebesar 94%, maka akan mengalami kehilangan total (total loss) sebesar (100-94)% = 6%.

refining factor=

Makin kecil nilairefining factor, maka efisiensi netralisasi makin tinggi. Pemakaian larutan kaustik soda dengan kensentrasi yang terlalu tinggi akan bereaksi sebagian dengan trigiserida sehingga mengurangi rendemen minyak dan menambah jumlah sabun yang terbentuk. Oleh karena itu, harus dipilih konsentrasi dan jumlah kaustik soda yang tepat untuk menyabunkan asam lemak bebas dalam minyak. Dengan demikian penyabunan trigliserida dan terbentuknya emulsi dalam minyak dapat dikurangi, sehingga dihasilkan minyak netral dengan rendemen yang lebih besar dan mutu minyak yang lebih baik.Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih konsentrasi larutan alkali yang digunakan dalam netralisasi adalah sebagai berikut:a. Keasaman dari Minyak KasarKonsentrasi dari alkali yang digunakan tergantung dari jumlah asam lemak bebas atau derajat keasaman minyak. Makin besar jumlah asam lemak bebas, makin besar pula konsentrasi alkali yang digunakan.Secara teoritis, untuk menetralkan 1 kg asam lemak bebas dalam minyak (sebagai asam oleat), dibutuhkan sebanyak 0,142 kg kaustik soda Kristal, atau untuk menetralkan 1 ton minyak yang mengandung 1% asam lemak bebas (10 kg asam lemak bebas) dibutuhkan sebanayk 1,42 kg kaustik soda Kristal. Pada proses netralisasi perlu ditambahkan kaustik soda berlebih yang disebutexcessdari jumlahnya terantung dari sifat-sifat khas minyak; misalnya untuk minyak kelapa sebanyak 0,1 0,2% kaustik soda didasarkan pada berat minyak.b. Jumlah Minyak Netral (Trigliserida) yang Tersabunkan Diusahakan Serendah MungkinSemakin besar konsentrasi larutan alkali yang digunakan, maka kemungkinan jumlah trigliserida yang tersabunkan semakin besar pula sehingga angkarefining factor bertambah besar.c. Jumlah Minyak Netral yang Terdapat dalam Soap StockMakin encer larutan kaustik soda, maka makin besar tendensi larutan sabun untuk membentuk emulsi dengan trigliserida. Umumnya minyak yang mengandung kadar asam lemak bebas yang rebdah lebih beik dinetralkan dengan alkali encer (konsentrasi lebih kecil dari 0,15 N atau 5oBe), sedangkan asam lemak bebas dengan kadar tinggi, baik dinetralkan dengan larutan alkali 10-24oBe. Dengan menggunakan larutan alkali encer, kemungkinan terjadinya penyabunan trigliserida dapat diperkecil, akan tetapi kehilangan minyak bertambah besar karena sabun dalam minyak akan membentuk emulsi.d. SuhuNetralisasiSuhu netralisasi dipilih sedemikian rupa sehingga sabun (soap stock) yang terbentuk dalam minyak mengendap dengan kompak dan cepat. Pengendapan yang lambat akan memperbesar kehilangan minyak karena sebagian minyak akan diserap oleh sabun.e. Warna Minyak NetralMakin encer larutan alkali yang digunakan, makin besar jumlah larutan yang dibutuhkan untuk netralisasi dan minyak netral yang dihasilkan berwarna lebih pucat.

2. Netralisasi dengan Natrium Karbonat (Na2CO3)Keuntungan menggunakan persenyawaan karbonat adalah karena trigliserida tidak ikut tersabunkan, sehingga nilairefining factordapat diperkecil. Suatu kelemahan dari pemakaian senyawa ini adalah karena sabun yang terbentuk sukar dipisahkan. Hal ini disebabkan karena gas CO2yang dibebaskan dari karbonat akan menimbulkan busa dalam minyak.Netralisasi menggunakan natrium karbonat biasanya disusul dengan pencucian menggunakan kaustik soda encer, sehingga memperbaiki mutu, terutama warna minyak. Hal ini akan mengurangi jumlah absorben yang dibutuhkan pada proses pencucian.Pada umumnya netralisasi minyak menggunakan natrium karbonat dilakukan di bawah suhu 50oC, sehingga seluruh asam lemak bebas yang bereaksi dengan natrium karbonat akan membentuk sabun dan asam karbonat.Pada pemanasan, asam karbonat yang terbentuk akan terurai menjadi gas CO2dan H2O. gas CO2yang dibebaskan akan membentuk busa dalam sabun yang terbentuk dan mengapungkan partikel sabun di atas permukaan minyak. Gas tersebut dapat dihilangkan dengan cara mengalirkan uap panas atau atau dengan cara menurunkan tekanan udara di atas permukaan minyak dengan pompa vakum.Cara netralisasi adalah dengan minyak dinetralkan, dipanaskan pada suhu 35-40oC dengan tekanan lebih rendah dari 1 atmosfir. Selanjutnya ditambahkan larutan natrium karbonat, kemudian diaduk selama 10-15 menit dengan kecepatan pengadukan 65-75 rpm. Kemudian kecepatan pengadukan dikurangi 15-20 rpm dan tekanan vakum diperkecil selama 20-30 menit. Dengan cara tersebut, gas CO2yang terbentuk akan menguap dan asam lemak bebas yang tertinggal dalam minyak kurang lebih sebesar 0,05%. Sabun yang terbentuk dapat diendapkan dengan menambahkan garam, misalnya natrium sulfat atau natrium silikat, atau mencucinya dengan air panas. Setelah sabun dipisahkan dari minyak selanjutnya dilakukan proses pemucatan.

Gambar 2.2 Ketel untuk netralisasiMinyak dalam sabun yang telah mengendap dapat dipisahkan dengan cara menyaring menggunakanfilter press. Asam lemak bebas yang telah membentuk sabun (soap stock) dapat diperoleh kembali jika sabun tersebut direaksikan dengan asam mineral.Keuntungan netralisasi menggunakan natrium karbonat adalah sabun yang terbentuk bersifat pekat dan mudah dipisahkan, serta dapat dipakai langsung untuk pembuatan sabun bermutu baik. Minyak yang dihasilkan mmlebih baik, terutama setelah mengalami proses deodorisasi. Di samping itu trigliserida tidak ikut tersabunkan sehingga rendemen minyak netral yang dihasilkan lebih besar.Kelemahannya adalah karena cara tersebut sukar dilaksanakan dalam praktek, dan di samping itu untuk minyaksemi dryingoil seperti minyak kedelai, sabun yang terbentuk sukar disaring karena adanya busa yang disebabkan oleh gas CO2.3. Netralisasi Minyak dalam Bentuk miscellaCara netralisasi ini digunakan pada minyak yang diekstrak dengan menggunakan pelarut menguap (solvent extraction). Hasil ekstraksi merupakan campuran antara pelarut dan minyak disebutmiscella.Asam lemak bebas dalammiscelladapat dinetralkan dengan menggunakan kaustik soda atau natrium karbonat. Penambahan bahan kimia tersebut ke dalammiscellayang mengalir dalam ketel ekstraksi, dilakukan pada suhu yang sesuai dengan titik didih pelarut. Sabun yang terbenuk dapat dipisahkan dengan cara menambahkan garam, sedangkan minyak netral dapat dipisahkan dari pelarut dengan cara penguapan.

4. Netralisasi dengan Etanol Amin dan AmoniaEtanol amin dan ammonia dapat digunakan untuk netralisasi asam lemak bebas. Pada proses ini asam lemak bebas dapat dinetralkan tanpa menyabunkan trigliserida, sedangkan ammonia yang digunakan dapat diperoleh kembali darisoap stockdengan cara penyulingan dalam ruang vakum.

5. Pemisahan Asam (de-acidification) dengan Cara PenyulinganProses pemisahan asam dengan cara penyulingan adalah proses penguapan asam lemak bebas, langsung dari minyak tanpa mereaksikannya dengan larutan biasa, sehingga asam lemak yang terpisah tetap utuh. Minyak kasar yang akan disuling terlebih dahulu dipanaskan dalam alat penukar kalor (heat exchanger). Selanjutnya minyak tersebut dialirkan secara kontinu ke dalam alat penyuling, dengan letak horizontal.

Gambar 2.3 Skema Penyuling Asam Lemak Bebas2.2Prinsip Titrasi Asam BasaTitrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya.Titrant ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen ( artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai titik ekuivalen.Pada saat titik ekuivalent ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titrant, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titrant.Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa.a. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian membuat plot antara pH dengan volume titrant untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah titik ekuivalent.b. Memakai indicator asam basa. Indikator ditambahkan pada titrant sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan. Pada umumnya cara kedua ini dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidak diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis.

Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indikator yang perbahan warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan indicator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga tetes.Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat mungkin dengan titik equivalent, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indicator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan.Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator disebut sebagai titik akhir titrasi.Teori asam-basa ada terbagi 2 antara lain :1. Teori Asam Basa Arrhenius Arrhenius mengemukakan suatu teori dalam disertasinya (1883) yaitu bahwa senyawa ionik dalam larutan akan terdissosiasi menjadi ion-ion penyusunnya. Menurut Arrhenius: a. Asam: zat/senyawa yang dapat menghasilkan H+ dalam air HCl (aq) H+(aq) + Cl -(aq) b. Basa : zat/senyawa yang dapat menghasilkan OH- dalam air NaOH (aq)Na+ (aq) + OH (aq) c. Reaksi netralisasi adalah reaksi antara asam dengan basa yang menghasilkan garam: HCl (aq) + NaOH (aq) NaCl (aq) + H2O() H+(aq) + OH (aq) H2O () 2. Teori Asam Basa Bronsted-Lowry Pada tahun 1923, Johannes Bronsted (Denmark) dan Thomas Lowry (Inggris) mempublikasikan tulisan yang mirip satu-sama lain secara terpisah. Pendekatan teori asam-basa Bronsted-Lowry tidak terbatas hanya pada larutan berair, tetapi mencakup semua sistem yang mengandung proton (H+).

Menurut Bronsted-Lowry: a. Asam: zat/senyawa yang dapat mendonorkan proton (H+) bisa berupa kation atau molekul netral. b. Basa: zat/senyawa yang dapat menerima proton (H+), bisa berupa anion atau molekul netral. Kata kunci teori asam-basa Bronsted-Lowry: transfer proton dari asam ke basa.

Efisiensi pemisahan sabun dari minyak yang sudah dinetralisasi, yang biasanya dilakukan dengan bantuan separator sentrifugal, merupakan faktor yang signifikan dalam netralisasi kaustik. Netralisasi kaustik konvensional sangat fleksibel dalam memurnikan minyak mentah untuk menghasilkan produk makanan.Limbah dari beberapa industri dapat bersifat asam maupun basa, untuk itu netralisasi sangat diperlukan agar air limbah dapat tetap diolah pada bangunan. Selanjutnya, dan tidak mengganggu proses pengolahan selanjutnya. Untuk pengolahan secara biologis pH yang dibutuhkan antara 6,5 - 8,5 agar aktivitas pengolahan biologis tidak terganggu. Adapun macam-macam dari proses netralisasi adalah :a. Mengalirkan air limbah yang bersifat asam pada media batu kapurIni merupakan sistem aliran ke bawah atau ke atas. Dimana maximum kecepatan hydrolik untuk sistem aliran ke bawah adalah 1 gal / (min, ft2) (4,07.10-2 m3/min, m2). Konsentrasi asam dibatasi hingga 0,6 % H2SO4 jika H2SO4 ada dan melapisi butiran kapur dengan bahan CaSO4 & CO2. Kecepatan hydrolik loading dapat bertambah dengan sistem aliran ke atas karena hasil dari reaksi dijaga sebelum adanya pengendapan. Sistem ini dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.4 Sistem Aliran Pada Bangunan Netralisasi

b. Mencampur air limbah yang bersifat asam dengan bahan-bahan yang bersifat basaJenis netralisasi ini tergantung dari macam-macam bahan basa yang digunakan Magnesium adalah bahan basa yang sangat reaktif dalam asam kuat dan digunakan pada pH di bawah 4,2.Netralisasi dengan menggunakan bahan basa dapat didefinisikan berdasarkan faktor titrasi dalam 1 gram sampel dengan HCl yang dididihkan selama 15 menit kemudian dititrasi lagi dengan 0,5 N NaOH dengan menggunakan phenolpthalen sebagai buffer. Mencampurkan bahan-bahan basa dapat dilakukan dengan pemanasan maupun pengadukan secara fisik. Untuk bahan yang sangat reaktif, reaksi terjadi secara lengkap selama 10 menit. Bahan-bahan basa lainya yang dapat digunakan sebagai netralisasi adalah NaOH, Na2CO3 atau NH4OH.c. Air limbah yang bersifat basaBanyak bahan asam kuat yang efektif digunakan untuk menetralkan air limbah yang bersifat basa, biasanya yang digunakan adalah sulfaric atau hydrochloric acid. Asap gas yang terdri dari 14 % CO2 dapat digunakan untuk netralisasi dengan melewatkan gelembung-gelembung gas melalui air limbah CO2 ini terbentuk dari carbonik acid yang mana dapat bereaksi dengan basa. Reaksi ini lambat tapi cukup untuk mendapatkan pH antara 7 hingga 8. Cara lain yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan spray tower.

Adapun beberapa sistem yang digunakan untuk bangunan netralisasi ini adalah :a. Sistem Batch, yang digunakan untuk aliran air limbah hingga 380 m3/harib. Sistem continouse, dengan pH control dimana dibutuhkan udara untukpengadukan dengan minimum aliran air 1-3 ft3/mm, ft2 atau 0,3-0,9 m3/mm, m2 pada kedalaman 9 ft (2,7 m)Sistem pengadukan mekanis, dimana daya yang digunakan 0,2-0,4 hp/thousand gal ( 0,04 - 0,08 kW/m3 )

Contoh Soal :Suatu limbah cair yang bersifat asam dengan debit 100 gal/mnt (0,38 m3/mnt), diharapkan mencapai pH 7 dengan menggunakan koagulan basa. Sistem yang digunakan adalah dua stage. Stage pertama menggunakan koagulan basa sebanyak 2000 mg/l dan Stage kedua menggunakan koagulan basa sebesar 250 mg/l.Jawaban :- Dosis koagulan basa (yang digunakan adalah kapur) di stage pertama adalah :(100 gal/mnt).(1440 mnt/hari).(8,34 lb/million. gal/mg/l).(2000 mg/l) x 10-6 million gal/gal = 2400 lb/hari (1090 kg/hari)- Dosis koagulan basa (yang digunakan adalah kapur) di stage kedua adalah :(100 gal/mnt).(1440 mnt/hari).(8,34 lb/million. gal/mg/l).(250 mg/l) x 10-6 million gal/gal = 300 lb/hari (40 kg/hari)- Sehingga dosis total kapur adalah = 2400 lb/hari + 300 lb/hari = 2700 lb/hari- Diasumsikan waktu detensi (td) = 5 menit, ( Lihat grafik di bawah )

Di dapat dan daya 0,2 hp / thousand gal (40 W/m3)Maka untuk 2 tangki masing-masing menggunakan daya 0,1 hp dengan diameter () 1,4 m dan kedalaman 1,25 m.

BAB IIIMETODOLOGI PENULISANDalam penyusunan makalah ini, penulis menggunakan metode penulisan sebagai berikut: a. Studi kepustakaan. Studi ini merupakan pedoman teori yang dibutuhkan untuk penulisan makalah ini dengan mengambil dari berbagai literatur mengenai reaksi redoks.b. Melakukan analisa atau pembahasan. Pembahasan yang akan dilakukan pada laporan mengacu pada literatur-literatur yang ditangkum dalam bab II Tinjauan Pustaka yang terdiri dari prinsip, mekanisme, dan aplikasi pada pengolahan air.c. Pengambilan kesimpulan. Dari literatur dan analisa, maka diambil beberapa poin penting mengenai netralisasi.d. Flow chart/diagram alir

Mulai/start

Studi literatur

pembahasan

kesimpulan

selesai

BAB IVPEMBAHASANOTOMATISASI INSTALASI PENGOLAH AIR LIMBAH (IPAL) SISTEM MOBILE DI BARISTAND INDUSTRI SURABAYA(OTOMATIZATION OF WASTEWATER TREATMENT PLANT (WWTP) MOBILE SYSTEM OF BARISTAND INDUSTRI SURABAYA)

Keberadaan Mobil IPAL Baristand Industri Surabaya dengan sistem otomatisasi akan mampu mengelola lingkungan dengan kinerja yang lebih baik dengan pengaturan kondisi proses yang teliti. Dengan adanya proses otomatisasi di Mobil Instalasi Pengolaha Air Limbah (IPAL) Baristand Industri Surabaya diharapkan kinerja proses pengolahan air limbahnya menjadi lebih efisien dan efektif.Kegiatan Penelitian ini dibatasi pada permasalahan yang ada di Mobil IPAL di Baristand Industri Surabaya, dengan:a. Pengaturan/ pengontrolan pH yg dilengkapi dg pH kontrol, dispaly &dozing Pump.b. pada proses fisika kimia.c. pada proses biologi.Di Sukoharjo Jawa Tengah (2009) juga telah dilakukan perekayasaan IPAL keliling dengan menggunakan teknologi plasma yang sudah dipatenkan, hasil karya seorang doctor dari LIPI (Anto Tri Sugiarto) yang melakukan riset awalnya di Jepang dan perancangan prototype di Indonesia, namun teknologi ini masih dalam bentuk box yang bisa dipindah-pindah namun belum menyatu dengan mobil. Mobil IPAL ini dipasarkan dengan harga sekitar 450 juta tanpa mobil, tapi masih ditarik motor roda 2, IPAL ini masih terbatas juga pada pengolahan limbah secara organik sedangkan secara anorganik masih dalam proses kajian lebih lanjut. (Rohmat Haryadi & Syamsul Hidayat, 2009) Gatra Nomor 13, 5 Februari 2009, tentang Mobil Plasma Pengolah Limbah).Perbedaan hasil penelitian ini dengan yang sudah ada, bahwa mobil IPAL yang sudah ada menggunakan teknologi plasma dan diterapkan pada limbah organic yang pengoperasiannya dengan di tarik oleh mobil. Sedangkan Mobil IPAL hasil rekayasa dalam penelitian ini adalah untuk limbah organic ringan dengan proses biologi lumpur aktif serta diletakkan dalam mobil box yang menyatu dengan mobil serta dilengkapi oleh peralatan control pH.

Proses Netralisasi/ persiapan proses biologi pH : 7, (Basa Netral) pada Proses pengolahan limbah di IPAL Mobil ini perlu perhatian khusus untuk pengaturan kondisi proses biologi, jadi kondisi limbah yang akan diolah di dalam proses biologi ini harus dikondisikan netral sebelum masuk ke proses biologi, maka dalam pelaksanannya perlu ditambahkan larutan asam (H2SO4) maupun larutan basa (NaOH). Perhitungan desain untuk otomisasi didasarkan pada desain kriteria yang telah ditetapkan, yang dimana dalam perancangan ini dipilih desain Mobil IPAL dengan kapasitas 2 m3 air limbah yang akan diolah per hari, dengan mengambil dasar lokasinya adalah mobil pick up yang dilengkapi oleh fasilitas-fasilitas utama bak flotasi, regulator flow, tangki pengaduk, bak sedimentasi, kolam biologi berupa fluidized bed serta perlengkapan asesoris penunjang. Desain sistem otomatisasi dilakukan pada pengontrolan pH larutan yang akan dialirkan pada kolam biologi, sehingga kondisi harus di jaga pada pH netral (sekitar 7) untuk mengkondisikan suasana pada proses biologi lumpur aktif, supaya kelangsungan hidup mikoorganisme sebagai perombak bahan bahan organik bisa terjaga. Sistem otomatisasi dengan pengaturan pH yang dilengkapi dengan sistem kontrol dan pembubuhan reagent degan menggunakan dozing pump serta kondisi pH terukur akan termonitor dalam layar monitor. Pengoperasian kondisi proses ini juga akan selalu dapat dimonitor dengan CCTV yang bisa dilihat dari ruang monitor yang dalam hal ini adalah dengan memanfaatkan ruang kabin dari mobil pick up.Limbah cair industri harus melalui proses pengolahan limbah cair sebelum dapat dibuang ke perairan bebas. Salah satu unit operasi yang sangat penting adalah unit netralisasi. Proses netralisasi limbah cair asam dilakukan dengan penambahan base penetral dengan jumlah yang sesuai sehingga larutan mempunyai pH yang diperbolehkan untuk penjagaan netralitas air limbah diperlukan suatu strategi kontrol yang tepat.Model analitik proses penetralan pH terdiri dari dua dinamika yaitu, reaksi pencampuran dan reaksi invariant yang didapatkan dengan menyelesaikan kesetimbangan elektro-kimia non-linier static reaksi asambasa. Secara keseluruhan dinamika proses tersebut adalah model yang nonlinier, sehingga diperlukan pengendali yang mampu mengatasi karakteristik non linier ini.