Netizen Indonesia Kini (April - Juni 2016)

2
Sopir Taksi Ramai Goyang Aplikasi Online...! Kementerian Perhubungan Indonesia pada 14 Maret 2016 mengirimkan surat kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk memblokir aplikasi Uber dan Grab Car dengan alasan karena layanan transportasi tersebut tidak berbadan hukum Indonesia, tidak memiliki izin operasi dan menggunakan kendaraan pribadi sebagai transportasi publik. Surat tersebut bersamaan dengan demonstrasi ribuan sopir taksi di Jakarta memprotes UBER dan GRAB CAR. Lantas pada 22 Maret 2016, ribuan sopir taksi kembali melakukan demonstrasi dengan konvoi dari balaikota Jakarta, gedung DPR- MPR, kantor Kominfo dan Instana Negara. Respon pro-kontra netizen Indonesia turut disalurkan melalui petisi online di Change.org di pagi hari yang sama. Salah satu petisi mendesak pengelola atau pengemudi taksi konvensional beradaptasi dengan teknologi dan memahami konsumen era digital. Petisi tersebut ditandatangani lebih dari 15 ribu orang, dalam 24 jam sejak di-online-kan. Menteri Kominfo mengambil sikap untuk tidak memblokir layanan aplikasi tersebut dan segera berkoordinasi dengan Menteri Perhubungan serta Menteri Koperasi dan UKM. Adapun solusi yang kemudian difasilitasi oleh pemerintah adalah: - Bagi kendaraan pribadi yang digunakan untuk transportasi umum berbasis aplikasi online, kini pengemudi atau pemiliknya dapat bergabung dalam koperasi. Melalui koperasi tersebut, pengemudi atau pemilik kendaraan dapat mengajukan uji kelaikan kendaraan demi keselamatan penumpang sebagaimana diatur dalam UU Transportasi. - Bagi penyedia layanan aplikasi online diminta memiliki Badan Usaha Tetap (Permanent Establishment) di Indonesia. Syarat BUT ini diperuntukan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen juga terkait dengan aspek penghitungan pajak negara. Kemudian GRAB CAR akan bekerjasama dengan perusahaan taksi dan perusahaan penyewaan mobil. Sedangkan UBER memilih bermitra dengan perusahaan penyewaan mobil. kini NETIZEN INDONESIA ICT Watch Gabung di Twitter Trust and Safety Council ICT Watch Indonesia Jl. Tebet Barat Dalam 6H No. 16A Jakarta Selatan +6221-98495770 [email protected] | www.ictwatch.id Netizen Indonesia Kini diterbitkan oleh: Pada Selasa 23 Februari 2016 malam bertempat di Kantor Kemkominfo Jakarta, berlangsung digital policy brieng secara live streaming dengan Rio de Janeiro dan Jenewa. Brieng ini difasilitasi oleh Geneva Internet Platform (GIP) / DiploFoundation di Jenewa. Sekitar 70 peserta dari elemen multistakeholder di Jakarta turut hadir berdiskusi, dengan salah satu agendanya paparan update tata kelola Internet di Indonesia. Paparan update disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara. Sejumlah diplomat Indonesia di Jenewa turut mengikuti brieng langsung di kantor GIP. Brieng diadakan setiap bulan, pada Selasa minggu terakhir dan terbuka untuk umum. Untuk GIP hub Jakarta, sebagai host-nya disepakati secara bergiliran. Setelah Kemkominfo sebagai host perdana, maka pada Maret adalah Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJJ) dan kemudian HIVOS pada April nanti. Brieng Bulanan “Digital Policy” Multistakeholder Indonesia Workshop Internet Syariah di Kota Banda Aceh Relawan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Aceh dengan didukung oleh ICT Watch menyelenggarakan workshop untuk para pegiat Internet di Aceh, 2-4 Februari 2016. Workshop tersebut diikuti oleh sejumlah perwakilan dari pemerintah, swasta dan komunitas. Sebagai narasumber antara lain adalah Valens Riyadi (praktisi sekuriti) dan Shita Laksmi (HIVOS). Salah satu diskusi yang mengemuka adalah terkait pentingnya kerjasama sinergis dan inklusif antara pemangku kepentingan majemuk ( multi- stakeholder) dalam tata kelola internet di Aceh. Cyber Law Center (CLC) FH UNPAD bersama Citizen Lab Universitas Toronto dan ICT Watch pada 15 Februari 2016 menyelenggarakan sebuah diskusi tentang Perlindungan Data Pribadi (Privasi) Online di Bandung. Selain membahas praktik dan rancangan rumusan kebijakan Indonesia yang terkait dengan privasi online, dalam diskusi tersebut juga dipaparkan komparasi antara perlindungan privasi online di sejumlah negara seperti Malaysia dan Korea Selatan. Indonesia sendiri saat ini belum memiliki undang-undang yang secara komprehensif melindungi data pribadi. Diskusi yang hangat ini diikuti antara lain oleh: LBH Pers, SAFEnet, Indonesia AIDS Coallition, Common Room, ELSAM dan FemHack. Pada 9 Februari 2016, Twitter mengumumkan pembentukan Trust & Safety Council sebagai bagian tak terpisahkan dari strategi global mereka untuk memastikan penggunanya merasa aman untuk berekspresi dan berkomunikasi di platform 140 karakter tersebut. Dalam pengumuman tersebut, tertulis bahwa ICT Watch bersama The Wahid Institute, bergabung di dalam Twitter Trust and Safety Council mewakili Indonesia. (Info: https://blog.twitter.com/2016/announcing-the-twitter-trust-safety-council) foto: Darren Whiteside/reuters/detikcom Diskusi Privasi Online di Indonesia “Solusi Polemik UBER dan GRAB CAR” Volume5,April-Juni2016

Transcript of Netizen Indonesia Kini (April - Juni 2016)

Page 1: Netizen Indonesia Kini (April - Juni 2016)

Sopir Taksi Ramai Goyang Aplikasi Online...!Kementerian Perhubungan Indonesia pada 14 Maret 2016 mengirimkan surat kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk memblokir aplikasi Uber dan Grab Car dengan alasan karena layanan transportasi tersebut tidak berbadan hukum Indonesia, tidak memiliki izin operasi dan menggunakan kendaraan pribadi sebagai transportasi publik. Surat tersebut bersamaan dengan demonstrasi ribuan sopir taksi di Jakarta memprotes UBER dan GRAB CAR.

Lantas pada 22 Maret 2016, ribuan sopir taksi kembali melakukan demonstrasi dengan konvoi dari balaikota Jakarta, gedung DPR-MPR, kantor Kominfo dan Instana Negara.

Respon pro-kontra netizen Indonesia turut disalurkan melalui petisi online di Change.org di pagi hari yang sama. Salah satu petisi mendesak pengelola atau pengemudi taksi konvensional beradaptasi dengan teknologi dan memahami konsumen era digital. Petisi tersebut ditandatangani lebih dari 15 ribu orang, dalam 24 jam sejak di-online-kan.

Menteri Kominfo mengambil sikap untuk tidak memblokir layanan aplikasi tersebut dan

segera berkoord inas i dengan Menter i Perhubungan serta Menteri Koperasi dan UKM. Adapun solusi yang kemudian difasilitasi oleh pemerintah adalah:

- Bagi kendaraan pribadi yang digunakan untuk transportasi umum berbasis aplikasi online, kini pengemudi atau pemiliknya dapat bergabung dalam koperasi. Melalui koperasi tersebut, pengemudi atau pemilik

kendaraan dapat mengajukan uji kelaikan kendaraan demi keselamatan penumpang sebagaimana diatur dalam UU Transportasi.

- Bagi penyedia layanan aplikasi online diminta memiliki Badan Usaha Tetap (Permanent Establishment) di Indonesia. Syarat BUT ini diperuntukan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen juga terkait dengan aspek penghitungan pajak negara. Kemudian GRAB CAR akan bekerjasama dengan perusahaan taksi dan perusahaan penyewaan mobil. Sedangkan UBER memilih bermitra dengan perusahaan penyewaan mobil.

kiniNE T I Z ENINDONESIA

ICT Watch Gabung di Twitter Trust and Safety Council

ICT Watch IndonesiaJl. Tebet Barat Dalam 6H No. 16AJakarta Selatan [email protected] | www.ictwatch.id

Netizen Indonesia Kiniditerbitkan oleh:

Pada Selasa 23 Februari 2016 malam bertempat di Kantor Kemkominfo Jakarta, berlangsung digital policy brieng secara live streaming dengan Rio de Janeiro dan Jenewa. Brieng ini difasilitasi oleh Geneva Internet Platform (GIP) / DiploFoundation di Jenewa. Sekitar 70 peserta dari elemen multistakeholder di Jakarta turut hadir berdiskusi, dengan salah satu agendanya paparan update tata kelola Internet di Indonesia. Paparan update disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara. Sejumlah diplomat Indonesia di Jenewa turut mengikuti brieng langsung di kantor GIP. Brieng diadakan setiap bulan, pada Selasa minggu terakhir dan terbuka untuk umum. Untuk GIP hub Jakarta, sebagai host-nya disepakati secara bergiliran. Setelah Kemkominfo sebagai host perdana, maka pada Maret adalah Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJJ) dan kemudian HIVOS pada April nanti.

Brieng Bulanan “Digital Policy” Multistakeholder Indonesia

Workshop Internet Syariahdi Kota Banda AcehRelawan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Aceh dengan d idukung o leh ICT Watch menyelenggarakan workshop untuk para pegiat Internet di Aceh, 2-4 Februari 2016. Workshop tersebut diikuti oleh sejumlah perwakilan dari pemerintah, swasta dan komunitas. Sebagai narasumber antara lain adalah Valens Riyadi (praktisi sekuriti) dan Shita Laksmi (HIVOS). Salah satu diskusi yang mengemuka adalah terkait pentingnya kerjasama sinergis dan inklusif antara pemangku kepent ingan majemuk (multi-stakeholder) dalam tata kelola internet di Aceh.

Cyber Law Center (CLC) FH UNPAD bersama Citizen Lab Universitas Toronto dan ICT Watch pada 15 Februari 2016 menyelenggarakan sebuah diskusi tentang Perlindungan Data Pribadi (Privasi) Online di Bandung. Selain membahas praktik dan rancangan rumusan kebijakan Indonesia yang terkait dengan privasi online, dalam diskusi tersebut juga dipaparkan komparasi antara perlindungan privasi online di sejumlah negara seperti Malaysia dan Korea Selatan. Indonesia sendiri saat ini belum memiliki undang-undang yang secara komprehensif melindungi data pribadi. Diskusi yang hangat ini diikuti antara lain oleh: LBH Pers, SAFEnet, Indonesia AIDS Coallition, Common Room, ELSAM dan FemHack.

Pada 9 Februari 2016, Twitter mengumumkan pembentukan Trust & Safety Council sebagai bagian tak terpisahkan dari strategi global mereka untuk memastikan penggunanya merasa aman untuk berekspresi dan berkomunikasi di platform 140 karakter tersebut. Dalam pengumuman tersebut, tertulis bahwa ICT Watch bersama The Wahid Institute, bergabung di dalam Twitter Trust and Safety Council mewakili Indonesia.(Info: https://blog.twitter.com/2016/announcing-the-twitter-trust-safety-council)

foto

: D

arr

en W

hites

ide/

reute

rs/d

etik

com

Diskusi Privasi Online di Indonesia

“Solusi Polemik UBER dan GRAB CAR”

Volume�5,�April�-�Juni�2016

Page 2: Netizen Indonesia Kini (April - Juni 2016)

Setelah melalui proses advokasi lebih dari 6 (enam) tahun oleh sejumlah elemen m a s y a r a k a t s i p i l d i Indonesia, akhirnya pada 14 Maret 2016 DPR RI dan pemer intah bersepakat untuk melakukan revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Kesepakatan tersebut dikemukakan melalui rapat kerja antara Komisi I DPR RI d e n g a n K e m e n t e r i a n Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) di Gedung DPR-MPR – Jakarta.

Pemerintah mengajukan pengurangan maksimal hukuman pidana Pasal 27 ( 3 ) U U I T E t e n t a n g pencemaran nama baik di Internet, dari 6 (enam) tahun menjadi 4 (empat) tahun. Pasal tersebut juga akan ditekankan sebagai delik aduan dan merujuk pada

KUHP yang telah mengatur prinsip-prinsip pencemaran n a m a b a i k u n t u k menghindari multitafsir.

Dengan demikian, mereka yang berekspresi di Internet

tidak lantas dapat semena-mena ditahan oleh aparat penegak hukum hanya karena adanya laporan pihak lain kepada penegak hukum.

Be rdasa rkan da ta da r i SAFEnet, sejak diundangkan pada 2008, pasal tersebut kerap d igunakan untuk

m e r e d a m k e b e b a s a n berekspresi para pengguna Internet.

Sebelumnya pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), 3 Februari 2016, ICT Watch bersama e lemen masyarakat sipil lainnya seperti Yayasan Satu Dunia dan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), telah menyampaikan masukan kepada Komisi I DPR RI tentang bagaimana sebaiknya revisi UU ITE tersebut.

Masukan tersebut antara lain tentang perlunya peninjauan kembali keberadaan delik atau aturan pidana yang ada dalam UU ITE, ser ta per lunya dikaitkan dengan proses kodikasi KUHP yang juga tengah berjalan di Komisi III DPR RI.

Daripada sekadar mengurangi ancaman hukuman pidana pada Pasal 27 ayat (3), maka akan lebih tepat jika pasal tersebut dan pasal pidana lainnya di UU ITE dihapuskan dan lantas dijadikan satu saja ke dalam KUHP.

Akhirnya Pasal Pencemaran Nama Baik Disepakati untuk Direvisi!

Daripada sekadar mengurangi ancaman hukuman pidana

pada Pasal 27 ayat (3), maka akan lebih tepat jika pasal tersebut

dan pasal pidana lainnya di UU ITE dihapuskan dan lantas

dijadikan satu saja ke dalam KUHP.

Salah satu materi visual kampanye awal revisi UU ITEyang dilakukan para netizen Indonesia.

Di tengah perilaku netizen yang terlalu bebas

dengan keb iasan mudah mence la ,

menyebarkan berita bohong (hoax), bahkan

memtnah, tentunya bisa mempengaruhi

perkembangan mental dan psikis anak. Di

sinilah orang tua dan guru harus lebih peduli

untuk membekali anak-anak dengan literasi

digital.

Persoalan anak dan media sosial di atas

didiskuskan dalam forum jurnalis kesehatan

dari berbagai media. Forum yang bernama

Ngobras (Ngobrol Bareng Sahabat) itu digelar

di Nutrifood Inspiring Center, Jakarta, pada

11 Maret 2016.

Menurut Widuri, dari ICT Watch, sebagai

salah satu narasumber Ngobras, internet

bagaikan pasar atau mal yang bisa membuat

seorang anak tersesat. Tentunya orang tua

akan sangat berhati-hati ketika membawa

anak-anak mereka ke pasar atau mal.

Internet pun sebenarnya demikian. Orang tua

tak semestinya membiarkan anak-anak

bebas berinteraksi dan berekspresi di

internet. Mereka butuh pendampingan dan

pengawasan orangtua.

“Meski saat ini sudah ada aplikasi yang lazim

disebut parental control untuk membatasi

apa yang bisa dilihat anak di internet, namun

yang terpenting adalah komunikasi anak dan

orangtua. Jangan cuma mengandalkan

aplikasi parental control, tapi jal in

komunikasi terbuka dengan anak, termasuk

tentang etika di dunia maya,” tutur Widuri.

Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) yang melakukan kerja pencatatan dan advokas i a tas kasus pemidanaan dan krimininalisasi kebebasan berekspresi via Internet di Indonesia, pada 17-19 Maret 2016 di J aka r t a menye l engga r akan wo r k shop “Empowering Freedom of Expression Defenders (FED).

Pada workshop tahunan ke-2 tersebut, materi yang diberikan kepada kepada 20 relawannya di Indonesia adalah:

1. HAM dan Kebebasan Berekspresi di Internet, oleh Wahyudi D (ELSAM)

2. Perempuan dan Perlindungan Privasi di Internet, oleh Dhyta C (FemHack)

3. Penanganan Kasus-Kasus Online Defamation, oleh Asep K (LBH Pers)

4. Pelatihan Investigasi Kasus, oleh Usman Hamid (Change.org)

5. Kebijakan Internet Indonesia, oleh Agus S (APJII), Antoninus M (Kominfo), dan Heru Tjatur (ICT Watch)

6. Theory of Change, oleh Shita L (HIVOS)

Dengan bertambahnya kapasitas dan kapabilitas relawan tersebut, diharapkan SAFEnet akan semakin solid menjalankan fungsinya baik di Indonesia maupun di negara-negara lain kawasan Asia Tenggara, yaitu:

1. Sebagai media siar dan pemetaan online tentang kebebasan berekspresi.

2. Sebagai simpul jejaring penggerak dan gerakan kebebasan berekspresi.

3. Sebagai penyedia dukungan dan solidaritas kepada korban pelanggaran kebebasan berekspresi di Internet.

SAFEnet Perkuat Kapasitas Relawan FED 2016

Bak ke Pasar, Wajib DampingiKegiatan Anak di Internet