NDC_HYGIENA VENTY V_12.70.0161_C4

download NDC_HYGIENA VENTY V_12.70.0161_C4

of 18

description

Nata de coco merupakan salah satu produk dari beberapa potensi air kelapa yang paling berkembang di Indonesia. Nata de coco merupakan hasil fermentasi air kelapa dengan menggunakan bakteri Acetobacter xylinum (Piluharto, B. 2003). Nata de coco merupakan makanan pencuci mulut yang banyak mengandung serat karena mengandung kadar selulosa yang tinggi dan bermanfaat bagi kesehatan dalam membantu pencernaan (Misgiyarta, 2007).

Transcript of NDC_HYGIENA VENTY V_12.70.0161_C4

Acara III1. HASIL PENGAMATANHasil pengamatan praktikum nata de coco kloter C dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.Hasil Pengamatan Ketebalan Lapisan Nata de Coco Yang DihasilkanKelTinggi MediaAwal (cm)Tinggi Ketebalan Nata (cm)% Lapisan Nata

07140714

C11,000,300,5003050

C21,000,250,70025 70

C32,000,300,4001520

C42,000,300,9001545

C52,500,300,3001212

Berdasarkan tabel 1 di atas, dapat dilihat bahwa ketebalan lapisan Nata de Coco setiap kelompok ini ada yang sama adapula yang berbeda. Tinggi awal media pada kelompok C1 dan C2 sama yaitu 1,0 cm, untuk kelompok C3 dan C4 juga sama yaitu 2,0 cm sedangkan untuk kelompok C5 memiliki tinggi awal media sebesar 2,5 cm. Setelah 7 hari tinggi media pada kelompok C1, C3, C4 dan C5 sama yaitu 0,30. Sedangkan untuk kelompok C2 menjadi 0,25 cm. Selanjutnya tinggi media setelah 14 hari pada kelompok C1 yaitu 0,50 cm; pada C2 yaitu 0,70 cm, pada kelompok C3 yaitu 0,40 cm; pada kelompok C4 yaitu 0,90 cm sedangkan untuk kelompok C5 tinggi media menjadi 0,30. Didapatkan pula presentase ketebalan pada nata de coco pada hari ke 7 yaitu pada kelompok C1 sebesar 30%, C2 sebesar 25%, C3 san C4 sebesar 15% sedangkan C5 sebesar 12% . Sedangkan pada hari ke 14 didapatkan presentase ketebalan pada nata de coco pada yaitu pada kelompok C1 sebesar 50%, C2 sebesar 70%, C3 sebesar 20%, C4 sebesar 45% dan C5 sebesar 12%

3

12. PEMBAHASAN

Nata de coco merupakan salah satu produk dari beberapa potensi air kelapa yang paling berkembang di Indonesia. Nata de coco merupakan hasil fermentasi air kelapa dengan menggunakan bakteri Acetobacter xylinum (Piluharto, B. 2003). Nata de coco merupakan makanan pencuci mulut yang banyak mengandung serat karena mengandung kadar selulosa yang tinggi dan bermanfaat bagi kesehatan dalam membantu pencernaan (Misgiyarta, 2007). Nata de coco berasal dari bahasa Spanyol yang berarti krim dari air kelapa. Nata de coco merupakan produk hasil fermentasi dengan menggunakan air kelapa sebagai medianya, dimana selama proses berlangsung melibatkan bakteri Acetobacter xylinum yang kemudian akan mengonversi komponen gula pada air kelapa menjadi selulosa. Selulosa inilah yang kita kenal sebagai nata de coco (Santosa et al, 2012). Komponen utama dari nata de coco yaitu selulosa dan tidak didekstran (Iguchi et al. 2000). Nutisi yang terkadung dalam air kelapa antara lain air sebanyak 91,23% dan komponen utama yaitu karbohidrat sebanyak 7,27%, lemak sebesar 0,15%, protein sebesar 0,29%. Selain itu air kelapa juga mengandung kadar abu sebesar 1,06%, asam niotinat 0,01 mg, mengandung asam pantotenat 0,52 mg, riboflavin 0,01 mg, dan asam folat 0,003 mg/l, dan biotin 0,02 mg (Palungkun, 1996).

Ketika proses ini berhasil, maka akan memiliki kandungan gula, berbentuk gel dan asam pada permukaan medium yang mengapung (Hakimi & Daddy, 2006). Biomassa nata dapat dihasilkan oleh Acetobacter xylinum yang mengalami pertumbuhan selama proses fermentasi cairan berlangsung karena adanya kandungan gula dan asam. Biomassa tersebut akan muncul pada bagian permukaan dari media yang digunakan (Jagannath et al., 2008). Sedangkan menurut teori Anastasia et al (2008) nata de coco merupakan selulosa dengan kandungan air sebesar 98%, berbentuk padat, bertekstur kenyal, danwarnanya yang putih transparan. Hal ini juga didukung dengan teori Astawan & Astawan (1991) bahwa untuk nata de coco dengan kualitas baik memiliki tekstur yang kenyal, rasa seperti kolang kaling, warnanya putih transparan, serta bertekstur padat, kuat, dan kokoh.

Dalam pembuatan nata de coco ini menggunakan bakteri Acetobacter xylinum dengan genus Acetobacter gram negatif yang bersifat aerob (Moat, 1986). Nata de coco merupakan produk makanan yang terbuat dari sari atau air buah kelapa yang ditambah dengan bahan lain seperti gula, asam asetat glasial dan starter. Dengan bantuan Acetobacter xylinum komponen gula yang terdapat dalam substrat diubah menjadi suatu bahan yang menyerupai gel dan terbentuk dipermukaan medium (Widia, 1984). Substrat yang terbentuk adalah selulosa bakteri yang mengandung air sekitar 98% dengan tekstur agak kenyal dan konsistensi tegar. Sebagai produk pangan, nata de coco mengandung serat yang tinggi, sangat baik untuk sistem pencernaan, rendah kalori, dan tidak mengandung kolesterol (Trade dan Enviroment Database, 2004). Jonas (2004) menambahkan bahwa kandungan serat dalam nata de coco dapat membantu pencernaan dan mengurangi terkena resiko kanker usus. Komponen serat yang terbentuk dalam nata de coco adalah selulosa bakteri. Selulosa merupakan struktur utama dinding sel (McDonald et al. 1988) berupa rantai panjang residu glukopyranosa yang berikatan -(1-4) tanpa cabang dan tanpa subtitusi (Hatfield, 1989).

Menurut Halib et al (2012) Acetobacter xylinum merupakan salah satu jenis bakteri asam asetat yang berkemampuan mengoksidasi alkohol dan gula menjadi asam asetat. Dan Acetobacter xylinum juga termasuk bakteri gram negatif yang tumbuh optimum dalam kondisiaerobik. Hal tersebut juga didukung dengan teori Awang (1991), bahwa bakteri Acetobacter xylinum akan menggunakan nutrient yang ada dalam air kelapa sebagai medium untuk pertumbuhannya. Dimana, akan terbentuk lapisan yang tipis dan licin, permukaan yang tebal. Seiring dengan berjalannya waktu, tebal permukaan akan terbentuk setelah 15-20 hari. Lapisan selulosa tersebut selanjutnya dipotong dalam bentuk kubus (kotak-kotak kecil seprti dadu) lalu dicuci dan dapat diolah lebih lanjut. Maka dapat dikatakan bahwa nata de coco merupakan senyawa selulosa (dietary fiber) (Pambayun, 2002). Banyak strain A. Xylinum yang mampu menghasilkan selulosa dalam jumlah yang bervariasi dan tumbuh pada berbagai substrat seperti glukosa, sukrosa, fruktosa, gula invert, etanol dan gliserol (Putih dan Brown 1989). Produksi selulosa oleh A. xylinum memiliki fungsi yang banyak (Chao et al. 2000; Toyosaki et al. 1995; de Gallardo et al. 1971) dan dikenal akan berrpengaruh oleh jenis dan konsentrasi gula, sumber nitrogen dan pH (Embuscado et al. 1994).Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat nata, yaitu:a) Peralatan untuk membuat nata harus steril b) Suhu yang digunakan harus stabil yaitu sekitar 30Cc) pH yang digunakan harus optimal sekitar 4,3-4,5. pH dapat diukur saat penambahan asam asetat glaciald) Sisa media nata yang sudah dipanen, dapat dimanfaatkan kembali sebagai starter untuk membuatnata.(Hayati, 2003).

Proses pembuatan nata de coco pada praktikum ini terdiri dari 2 tahap. Pada tahap pertama yaitu pembuatan media fermentasi lalu dilanjutkan pada tahap kedua yaitu berlangsungnya proses fermentasi nata de coco. Langkah awal yang dilakukan dalam pembuatan Nata de coco ini adalah pembuatan media awal dengan menggunakan bahan baku air kelapa. Air kelapa ini lalu disaring menggunakan kain saring dengan tujuan agar di dapatkan air kelapa yang bersih, bebas dari kontaminan, sehingga bisa dimanfaatkan sebagai media pertumbuhan yang baik oleh bakteri Acetobacter xylinym untuk didapatkan hasil Nata de coco dengan kualitas yang baik (Pato & Dwiloka, 1994). Sedangkan menurut Astawan &Astawan (1991) tujuan dari penyaringan tersebut untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang mungkin ada pada air kelapa. Air kelapa merupakan bahan baku yang mudah didapat dengan harga yang murah, ketersediaan yang berkelanjutan, dan dapat menekan adanya kontaminasi, karena sebab air kelapa ini merupakan produk alami.

Setelah air kelapa disaring, maka akan didapatkan air kelapa yang bebas dari kotoran. lalu air kelapa ini dimasukkan ke dalam panci, dan dipanaskan hingga mendidih untuk mematikan semua mikroorganisme kontaminan yang mungkin ada pada air kelapa agar tidak mengganggu jalannya proses fermentasi pada tahap selanjutnya (Tortora et al, 1995).

Gambar 2. Air kelapa di panaskanGambar 1. Air kelapa di saring

Langkah selanjutnya yaitu ditambahkan gula pasir sebanyak 10% dari volume air kelapa lalu diaduk hingga larut, namun api yang digunakan jangan terlalu besar. gula pasir yang ditambahkan harus sesuai karena apabila terlalu sedikit atau bahkan lebih, akan menyebabkan bakteri Acetobacter xylinum tidak memanfaatkannya dengan optimal (Sunarso, 1982). Gula pasir yang digunakan ini tidak hanya mempengaruhi ketebalan dari nata namun juga akan mempengaruhi penampakan tekstur dan flavor (Hayati, 2003). Tujuan penambahan gula pada pembuatan nata de coco ini yaitu sebagai bahan pengawet, menghasilkan tekstur dan penampakan nata yang baik, serta memberi flavor nata de coco yang ideal (Hayati, 2003). Gula dalam pembuatan nata de coco memiliki peran sebagai sumber karbon bagi bakteri Acetobacter xylinum saat fermentasi berlangsung (Pambayun, 2002). Penambahan gula yang ditambahkan pada praktikum pembuatan nata de coco ini sudah sesuai dengan teori Sunarso (1982) dimana konsentrasi penambahan gula yang optimum dalam proses pembuatan nata de coco yiatu sebesar 10% karena pada konsentrasi gula 10% akan memacu proses fermentasi air kelapa yang optimum oleh bakteri Acetobacter xylinum dan nantinya akan menghasilkan produk nata de coco yang tebal dan liat.

Gambar 3. Penambahan gula pasir

Langkah selanjutnya yaitu ditambahkan ammonium sulfat sebanyak 0,5% dari volume awal air kelapa dengan tujuan untuk menyediakan sumber organik nitrogen untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum sehingga proses fermentasi dapat berjalan dengan baik (Awang, 1991). Penambahan ammonium sulfat ini sebagai sumber nitrogen anorganik bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum (Pambayun, 2002). Apabila belum mencapai pH 4-5 maka di beri tambahan asam cuka glasial. Menurut Anastasia & Afrianto (2008), bahwa penambahan asam cuka glasial ini akan menciptakan pH yang sesuai untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum yaitu sekita pH 4 sampai 5, sehingga akan menghasilkan Nata de coco. Setelah panambahan asam cuka glasial, kemudian dilanjutkan dengan penyaringan kembali untuk mendapatkan air kelapa yang bebas dari kotoran atau kontaminasi yang tidak mendukung proses fermentasi (Pato & Dwiloka, 1994). Penentuan pH merupakan faktor yang penting dalam pembuatan Nata de coco oleh Acetobacter xylinum karena bakteri tersebut memiliki sifat yang spesifik dan khusus. Bakteri Acetobacter xylinum memiliki kemampuan untuk dapat hidup pada pH yang rendah, sehingga bakteri Acetobacter xylinum ini akan mengeluarkan energi yang besar agar proses fermentasi tetap berjalan dengan baik. Dengan adanya sifat yang spesifik tersebut, akan terjadi pembentukan selulosa di permuakaan substrat cair (Atlas, 1984).

Gambar 6. Pengukuran pHGambar 5. Penambahan Asam cuka glasialGambar 4. Penambahan ammonium sulfat Kemudian, setelah pH sudah mencapai 4-5 maka dilakukan pemanasan lagi dan disaring. Penyaringan lanjutan ini bertujuan agar air kelapa yang digunakan untuk proses selanjutnya bersih dan bebas dari kotoran yang dapat mengkontaminasi media. Selanjutnya masuk dalam proses fermentasi. Lalu media sebanyak 200 ml diletakkan ke dalam wadah plastik kemudian ditutup rapat meggunakan kertas coklat. Tidak lupa untuk dikur panjang, tinggi dan lebar dari media awal.

Gambar 7. Pemanasan

Gambar 8. Pengukuran 200 ml

Selanjutnya biang nata (starter) dimasukkan ke dalam wadah yang berisi media tadi sebanyak 10% dari jumlah media. Banyaknya penambahan starter nata sebanyak 10% ini berfungsi sebagai pembentuk lapisan nata nantinya, karena apabila jumlah starter yang ditambahkan terlalu sedikit atau terlalu banyak, maka akan diperoleh nata de coco dengan karakteristik yang kurang baik (Pato & Dwioka, 1994).

Gambar 9. Penambahan stater 10%

Perlakuan penambahan starter ini dilakukan secara aseptis, dan media yang telah dicampur dengan starter tersebut di goyangkan dengan perlahan hingga semua starter tercampur rata kemudian ditutup kembali menggunakan kertas coklat. Kertas coklat yang digunakan ini selain mencegah kontaminasi yang ditimbulkan dari lingkungan luar, bertujuan agar bakteri Acetobacter xylinum ini dapat tumbuh dengan baik. Karena bakteri Acetobacter xylinum termasuk dalam bakteri anaerob yang dapat memproduksi asam asetat dari etanol (Fardiaz, 1992). Perlakuan aseptis bertujuan untuk mencegah kontaminasi oleh mikroorganisme yang tidak diinginkan selama proses fermentasi berlangsung, yang nantinya dapat menjadi mikroorganisme pesaing bagi Acetobacter xylinum (Dwidjoseputro, 1994). Cara aseptis ini dapat dilakukan dengan cara menyemprotkan alkohol pada meja percobaan, tangan praktikan dan dalam proses penginokulasian digunakan api bunsen untuk mencegah kontaminasi bakteri pencemar (Hadioetomo,1993). Proses selanjutnya adalah diinkubasi selama 2 minggu pada suhu ruang (sekitar 28C) karena pada suhu tersebut merupakan suhu yang optimum untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum (Wijayanti et al, 2010). Pada saat diinkubasi ini, wadah plastik dibirakan tenang hal ini berfungsi agar lapisan nata tidak yang terbentuk tidak terpisah. Menurut Pambayun (2002), pada proses inkubasi bakteri Acetobacter xylinum ini diberikan kesempatan untuk beradaptasi dan beraktivitas sehingga dapat membantu dalam pembentukan nata di permukaan media dengan mengubah gula menjadi selulosa. Fermentasi adalah suatu proses pengubahan senyawa yang terkandung didalam substrat oleh mikroba (kulture) misalkan senyawa gula menjadi bentuk lain (misalkan selulosa /Nata de Coco), baik merupakan proses pemecahan maupun proses pembentukan dalam situasi aerob maupun anaerob. Jadi proses fermentasi bisa terjadi proses katabolisme maupun proses anabolisme (Swissa et al, 1980).

Gambar 10. Proses Inkubasi selama 2 minggu

Selanjutnya pengamatan pada pembentukan lapisan nata akan dilakukan pada hari ke-7 dan ke-14 untuk mengetahui ketebalan lapisan Nata de coco. Setelah proses inkubasi ini selesai, maka dilakukan pengamatan dengan mengukur ketebalan lapisan nata yang dilakukan pada hari ke-7 dan hari ke-14 dengan menggunakan rumus :

Selain itu pengamatan sensori seperti warna, tekstur dan aroma juga dilakukan.

Proses pembentukan nata de coco tersebut diawali dengan pertumbuhan & pembiakan sel bakteri Acetobacter xylinum di dalam media. Sumber karbon & nitrogen yang berasal dari gula serta ammonium sulfat ini nantinya dimanfaatkan oleh bakteri untuk pertumbuhan. Glukosa akan diikat oleh sel-sel bakteri, lalu akan digabungkan dengan asam lemak hingga terbentuk precursor (penciri nata) pada membran sel yang nantinya dikeluarkan dalam bentuk ekskresi secara bersama-sama dengan enzim ekstraseluler yang dikeluarkan oleh bakteri akan mempolimerisasikan glukosa menjadi selulosa. Penambahan inokulum yang cukup banyak akan dihasilkan berlembar-lembar benang selulosa akhirnya akan tampak lapisan padat berwarna putih hingga transparan, yang disebut nata (Pambayun, 2002).

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan ini, hanya di dapatkan hasil ketebalan dari nata de coco saja namun produk nata de coco tidak jadi. Dapat dilihat bahwa tinggi media awal setiap kelompok ini berbeda-beda. Begitu pula pada ketebalan dan presentase ketebalan nata ini juga berbeda-beda. Tinggi awal media pada kelompok C1 dan C2 sama yaitu 1,0 cm, untuk kelompok C3 dan C4 juga sama yaitu 2,0 cm sedangkan untuk kelompok C5 memiliki tinggi awal media sebesar 2,5 cm. Setelah 7 hari tinggi media pada kelompok C1, C3, C4 dan C5 sama yaitu 0,30. Sedangkan untuk kelompok C2 menjadi 0,25 cm. Selanjutnya tinggi media setelah 14 hari pada kelompok C1 yaitu 0,50 cm; pada C2 yaitu 0,70 cm, pada kelompok C3 yaitu 0,40 cm; pada kelompok C4 yaitu 0,90 cm sedangkan untuk kelompok C5 tinggi media menjadi 0,30.

Perbedaan hasil pada ketinggian nata dapat diakibatkan pada penggunaan wadah plastik yang digunakan tiap kelompok memiliki ukuran yang berbeda-beda. Nata yang bagus merupakan nata yang memiliki ketebalan sekitar 1,5-2 cm, lapisan selulosa yang dimiliki homogen sertamemiliki transparansi yang tinggi (Seumahu et al,2005). Selain itu, ketebalan media yang berebeda-beda dari setiap kelompok ini disebabkan karena tingkat keasaman. pH sangat berpengaruh dalam menentukan ketebalan dari Nata de coco. pH optimum untuk media adalah 4-5 (Atlas, 1984). Berdasarkan teori tersebut nata yang dihasilkan oleh semua kelompok pada hari ke 7 dan hari ke 14 belum sesuai dengan teori karena hasilnya masih dibawah 1 cm. Selama 2 minggu proses fermentasi, nata de coco tidak terbentuk. Menurut teori Pato & Dwiloted (1994) nata yang tidak terbentuk diakibatkan karena beberapa faktor seperti kontaminasi pada waktu melakukan inokulasi bakteri, umur kelapa, pH awal medium,temperatur, gula, tingkat keasaman, sumber nitrogen, lama dan suhu fermentasi serta aktivitas dari bakteri nata. Selain itu dapat dikarenakan terjadinya kontaminasi pada saat inokulasi, sehingga bakteri terhambat pertumbuhannya saat fermentasi dan suhu ruang yang digunakan saat proses fermentasi yang kurang sesuai sehingga pertumbuhan dari Acetobacter xylinum tidak optimum. Untuk mendapatkan hasil nata de coco yang baik perlu di perhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan nata decoco diantaranya yaitu sumber karbon, sumber nitrogen, umur kelapa,temperatur, pH, dankeberadaan mikrobia pengganggu (Pato & Dwiloted, 1994). Hal ini sesuai dengan teori Lapuz et al (1967) bahwa waktu inkubasi ini berbading lurus dengan peningkatan ketebalan nata. Sehingga, semakin lama waktu inkubasi, maka akan menghasilkan lapisan Nata de coco yang semakin tebal dengan presentase yang meningkat pula.Didapatkan pula presentase ketebalan pada nata de coco pada hari ke 7 yaitu pada kelompok C1 sebesar 30%, C2 sebesar 25%, C3 san C4 sebesar 15% sedangkan C5 sebesar 12% . Sedangkan pada hari ke 14 didapatkan presentase ketebalan pada nata de coco pada yaitu pada kelompok C1 sebesar 50%, C2 sebesar 70%, C3 sebesar 20%, C4 sebesar 45% dan C5 sebesar 12%. Persentase lapisan menunjukan efektivitas proses fermentasi nata de coco. Semakin efektif proses fermentasi yang berlangsung maka semakin banyak pula selulosa terbentuk dan menghasilkan nata de coco yang semakin tebal. Semakin lama waktu fermentasi maka semakin tinggi pula presentase ketebalan nata decoco yang diperoleh. Pada hari ke 7 presentase ketebalan yang paling tinggi didapatkan pada kelompok C1 yaitu 30% sedangka pada hari ke 14 didapatkan pada kelompok C2 sebesar 70%. Hal ini menunjukan bahwa selulosa yang terbentuk paling banyak sehingga dapat disimpulkan proses fermentasi berlangsung sangat efektif. Hal ini juga sesuai dengan teori Suratiningsih (1994), bahwa bakteri Acetobacter xylinum mampu mensintesis nata dari glukosa, maltosa, serta gliserol. Macam dan kadar gula yang ditambahkan sangat mempengaruhi ketebalan serta sifat nata yang terbentuk.

233. KESIMPULAN

Nata de coco merupakan produk hasil fermentasi dengan menggunakan bakteri A. xylinum. Nata de coco memiliki bentuk padat, warnanya putih transparan, serta bertekstur kenyal. Media yang digunakan untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum ini adalah air kelapa. Penggunaan air kelapa karena memiliki komponen karbohidrat, lemak, protein dan nutrisi yang dibutuhkan dalam fermentasi. Pembuatan Nata de coco ini melalaui 2 tahap, yaitu tahapan pembuatan media dan tahap fermentasi. Perebusan air kelapa bertujuan untuk mengurangi mikroorganisme kontaminan. Penambahan gula berfungsi sebagai sumber karbon organik. Penambahan ammonium sulfat berguna sebagai sumber nitrogen anorganik. pH yang paling tepat untuk pertumbuhan bakteri A. xylinum yakni suasana asam dengan pH 4-5. Presentase biang nata (starter) yang ditambahkan yaitu 10%. Penutupan dengan kertas coklat bertujuan agar oksigen tidak bersentuhan langsung dengan permukaan nata. Kekenyalan nata de coco berbanding lurus dengan ketebalan Nata de coco. Faktor yang berpengaruh dalam pembentukan nata decoco yaitu sumber karbon, sumber nitrogen, umur kelapa, pH, temperatur, danadanya mikrobia pengganggu. Ketebalan lapisan nata yang diperoleh dipengaruhi oleh waktu dan suhu fermentasi, tingkat keaseptisan serta fluktuasi populasi inokulum selama proses fermentasi berlangsung.

Semarang, 8 Juli 2015 Praktikan, Asisten dosen Nies Mayangsari Wulan Apriliana Dewi

Hygiena Venty Vernindya(12.70.0161)

12

154. DAFTAR PUSTAKA

Anastasia, N. dan Afrianto, E. (2008). Mutu Nata de Seaweed dalam Berbagai Konsentrasi Sari Jeruk Nipis. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi II. Universitas Lampung.

Astawan, M. dan M.W. Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Nabati Tepat Guna Edisi Pertama. Akademika Pressindo. Bogor.

Atlas, R.M. (1984). Microbiology Fundamental And Applications. Mc Milland Publishing Company. New York.

Awang, S.A. (1991). Kelapa: Kajian SosialEkonomi. Aditya Media. Yogyakarta.

Cannon, R.E. & Anderson, S.M. 1991. Biogenesis of Bacterial Cellulose. Critical Reviews in Microbiology 17(6): 435-447.

Dwijoseputro, D. (1994). Dasar-dasar Mikrobiologi.Djambatan. Jakarta.

Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan 1. PT Gramedia. Jakarta.

Hadioetomo, R.S. (1993). Mikrobiologi Dasar dalam Praktek : Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia. Jakarta.

Halib, N.; Mohd, C.I.M.A. and Ishak, A. (2012). Physicochemical Properties and Characterization of Nata de coco from Local Food Industries as a Source of Cellulose. Sains Malaysiana Journal 41(2)(2012): 205211

Hatfield, R.D. 1989. The effects of barley, unmolases supplements on organic matter, nitrogen and fibre digestibility. Agron. J. Vol. 81:33-38.

Hayati, M. (2003). Membuat Nata de coco. Adi Cita Karya Nusa. Yogyakarta.

Iguchi, M., yamanaka, S. &Budhiono, A. 2000. Review Bacterial Cellulose a masterpiece of natures arts. Journal of Materials Science 35: 261-270.

Jonas. 2004. Nata de Coco (Coconut gel) : A healthy satisfaction. http://www.jonas.com.ph/nata.html.

Lapuz, M.M.; Gallardo, E.G. and Palo, M.A. (1967). The Nata Organism Cultural. Requirements Characteristis and Indentity. The Philippine Journal of Science Vol 96.

McDonald, P., R.A. Edward and J.F.D. Greenhalg. 1988. Animal Nutrition Forth Ed. Logman Scientific and Technical and John Willey & Sons, Inc. New York.

13Misgiyarta, 2007, Teknologi Pembuatan Nata de Coco, Pelatihan Teknologi Pengolahan Kelapa Terpadu Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.

Palungkun, R. (1996). Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.

Pambayun, R. (2002). Teknologi Pengolahan Nata de coco. Kanisius. Yogyakarta.

Pato, U. dan Dwiloka, B. (1994). Proses dan Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Nata de coco. Sains Teks I (A): 70 77.

Piluharto, Bambang. (2003) Study of Physical Properties of Thin Film Nata de coco Ultrafiltration Membrane. Department of Chemical Science, University of Jember.,p.54.

Tortora, G.J., R. Funke & C.L. Case.(1995). Microbiology.The Benjamin CummingsPublishing Company, Inc. USA.

13Trade and Environment Database. 2004. Nata de coco Boom and the Philipphines.http://www.american.edu/projects/mandala/TED/coconut.htm.

Santosa, B.; Ahmad, K.; and Domingus, T. (2012). Dextrin Concentration and Carboxy Methyl Cellulosa (CMC) in Makingof Fiber-Rich Instant Baverage from Nata de Coco. IEESE International Journal of Science and Technology (IJSTE) Vol. 1:6-11.

Seumahu, Cecilia Anna, Antonius Suwanto, Debora Hadisusanto, dan Maggy Thenawijaya Suhartono. (2007). The Dynamics of Bacterial Communities During Traditional Nata de coco Fermentation. Microbiology Indonesia, August 2007, p 65-68.

Sunarso. (1982). Pengaruh Keasaman Media Fermentasi Terhadap Ketebalan Pelikel pada Pembuatan Nata de coco. Skripsi. UGM. Yogyakarta.

Suratinigsih,S. (1994). Pengaruh Penambahan Kadar Gula Terhadap Ketebalan Felikel Nata de Pina Dari Kulit Nanas. Semarang:Duta Farming. 29 (XII).

Swissa, M., Aloni, Y., Weinhouse, H. & Benziman, M. 1980. Intermediary step in Acetobacter xylinum Cellulose Synthesis Studies whit whole Cells and Cell Free Preparation of the Wild Type and A Celluloses Mutant. J. Bacteriol. 143: 1142 1150.

Widia, I.W. 1984. Mempelajari Pengaruh Penambahan Skim Milk, Air Kelapa, Jenis Gula dan Mineral pada Pembuatan Nata de Coco. Karya Ilmiah, Institut Pertanian Bogor.

Wijayanti, F; Sri K; dan Masud E. (2010). Pengaruh Penambahan Sukrosa dan Asam Asetat Glacial terhadap Kualitas Nata dari Whey Tahu dan Substrat Air Kelapa. Jurnal Industria 1(2) : 86-93.

White DG, Brown RM Jr (1989) Prospects for the commercialization of the biosynthesis of microbial cellulose. In: Schuerech C (ed) Cellulose and wood-chemistry and technology. Wiley, New York

165. LAMPIRAN

5.1. Lampiran Perhitungan

Persentase Lapisan Nata =

Kelompok C1

H0 Persentase Lapisan Nata = = 0%

H7 Persentase Lapisan Nata = = 30 %

H14 Persentase Lapisan Nata = = 50 %

Kelompok C2

H0 Persentase Lapisan Nata = = 0%

H7 Persentase Lapisan Nata = = 25%

H14 Persentase Lapisan Nata = = 70%

Kelompok C3

H0 Persentase Lapisan Nata = = 0%

H7 Persentase Lapisan Nata = = 15%

H14 Persentase Lapisan Nata = = 20%

Kelompok C4

16H0 Persentase Lapisan Nata = = 0%

H7 Persentase Lapisan Nata = = 15%

H14 Persentase Lapisan Nata = = 45%

Kelompok C5

H0 Persentase Lapisan Nata = = 0%

H7 Persentase Lapisan Nata = = 12%

H14 Persentase Lapisan Nata = = 12%

5.2. Lampiran Jurnal5.3. Laporan Sementara

18FERMENTASI SUBSTRAT CAIRFERMENTASI NATA DE COCO

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh:Nama: Hygiena Venty VernindyaNIM: 12.70.0161Kelompok: C4

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2015