ND

13
KAJIAN PUSTAKA 2.1 Neuropati Diabetik Perifer 2.1.1 Definisi NDP Istilah “neuropati” merupakan terminologi yang sangat luas, dimana saraf epi mengalami gangguan fungsi yang disebabkan berbagai faktor antara lain metabolik, trauma, jebakan, penyakit defisiensi, keracunan, gangguan imunologis dan genetik. ND adalah keadaan dimana saraf tepi mengalami gangguan fungsi kibat kerusakan seluler maupun molekuler yang etiologinya karena penyakit DM. Polineuropati diabetik menggambarkan keterlibatan banyak saraf tepi dan distribusinya umumnya bilateral simetris meliputi gangguan motorik, sensoris, maupun otonom (Tesfaye,2004). NDP bersifat chronic, distal symetrical sensory motor length dependent polyneuropathy, merupakan neuropati yang paling sering pada penderita DM dan diperkirakan mekanismenya akibat perubahan metabolik dan mikrovaskular ebagai akibat dari hiperglikemia kronis pada pasien DM (Tesfaye,2004). 2.1.2 Gejala klinis dan klasifikasi NDP Gambaran NDP dapat asimptomatis atau NDP subklinis dan NDP yang imptomatis atau menunjukkan gejala klinis. Gangguan sensoris merupakan angguan yang sering dirasakan pasien. Gangguan rasa getar pada jari kaki paling ering terkena. Rasa nyeri, suhu, dan rasa raba hilang sesuai dengan distribusi kaos kaki dan bila ada gangguan sensoris ekstremitas atas bentuknya sesuai 6 dengan distribusi sarung tangan (glove and stocking distribution). Berdasarkan hilangnya modalitas sensoris, neuropati dapat dibagi menjadi tipe saraf besar

description

good

Transcript of ND

Page 1: ND

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Neuropati Diabetik Perifer 2.1.1 Definisi NDP Istilah “neuropati” merupakan terminologi yang sangat luas, dimana saraf epi mengalami gangguan fungsi yang disebabkan berbagai faktor antara lain metabolik, trauma, jebakan, penyakit defisiensi, keracunan, gangguan imunologis dan genetik. ND adalah keadaan dimana saraf tepi mengalami gangguan fungsi kibat kerusakan seluler maupun molekuler yang etiologinya karena penyakit DM. Polineuropati diabetik menggambarkan keterlibatan banyak saraf tepi dan distribusinya umumnya bilateral simetris meliputi gangguan motorik, sensoris, maupun otonom (Tesfaye,2004). NDP bersifat chronic, distal symetrical sensory motor length dependent polyneuropathy, merupakan neuropati yang paling sering pada penderita DM dan diperkirakan mekanismenya akibat perubahan metabolik dan mikrovaskular ebagai akibat dari hiperglikemia kronis pada pasien DM (Tesfaye,2004). 2.1.2 Gejala klinis dan klasifikasi NDP Gambaran NDP dapat asimptomatis atau NDP subklinis dan NDP yang imptomatis atau menunjukkan gejala klinis. Gangguan sensoris merupakan angguan yang sering dirasakan pasien. Gangguan rasa getar pada jari kaki paling ering terkena. Rasa nyeri, suhu, dan rasa raba hilang sesuai dengan distribusi kaos kaki dan bila ada gangguan sensoris ekstremitas atas bentuknya sesuai 6

dengan distribusi sarung tangan (glove and stocking distribution). Berdasarkan hilangnya modalitas sensoris, neuropati dapat dibagi menjadi tipe saraf besar (terutama hilangnya rasa getar, rasa raba ringan, dan rasa posisi sendi) dan tipe saraf kecil (terutama hilangnya nyeri dan suhu). Pada kasus yang lebih berat, hilangnya sensoris dapat meluas ke dada depan dan dinding abdomen, serta meluas ke lateral sekitar tubuh (Llewelyn, 2003; Callaghan et al.,2012). Gejala positif adalah nyeri, parastesia, keluhan rasa panas, kesemutan, rasa dingin, nyeri seperti ditusuk (lancinating), rasa tebal dan alodinia (Widjaja, 2004). Gejala negatif berupa hilangnya rasa sensoris lebih sering terjadi pada seluruh perjalanan diabetes. Pasien tidak dapat merasakan, mengenal, atau menggunakan benda kecil. Penderita secara perlahan mengalami kehilangan kemampuan untuk menilai suhu, perasaan nyeri atau rangsangan yang mengancam. Hilangnya inervasi dapat menyebabkan atrofi otot-otot kaki, deformitas seperti jari-jari kaki palu (hammertoes) yang mengakibatkan timbulnya kallus dan akhirnya ulserasi (diabetic foot ulcer) (Va´rkonyi et al.,2008). Gejala klinis neuropati diabetik otonom berupa anhidrosis, keringat berkurang, hipotensi ortostatik, tekanan darah tidak stabil, gastroparesis atau diare, paresis kandung kencing dan disritmia kardiak. Kasusnya kurang dari 5% dari penderita diabetes. Impotensi dan fungsi kardiak otonom adalah manifestasi yang sering dari ND otonom (Valeria et al.,2010).

Klasifikasi NDP (Tesfaye,2004) I. Neuropati SubklinisA. Tes Elektrodiagnostik Abnormal 1. Penurunan kecepatan hantar saraf2. Penurunan amplitudo bangkitan aksi potensial otot atau saraf

Page 2: ND

B. Pemeriksaan Neurologi Abnormal 1. Tes rangsang getar dan raba2. Tes suhu panas dan dingin3. Lain-lain C. Tes Fungsi Otonom Abnormal 1. Reflek kardiovaskular abnormal 2. Perubahan reflek kardiovaskular3. Respon biochemical abnormal terhadap hipoglikemia II. Neuropati Klinis A. Neuropati Difus

Sensori motor atau distal simetrikal sensorimotor polineuropatia. Neuropati primary small-fiber b. Neuropati primary-large fiber c. Neuropati campuran Neuropati Otonom1. Otonomik kardiovaskular 2. Fungsi pupil abnormal3. Neuropati otonomik gastrointestinal (gastroparesis, konstipasi, diarediabetik, inkontinensia anorektal)4. Disfungsi otonomik genitourinaria B. Neuropati Fokal 1. Mononeuropati2. Mononeuropati multiplex3. Amiotropi

Kelainan neurofisiologis berupa penurunan kecepatan hantar saraf (KHS) ensoris dan motorik terutama bagian distal. KHS sensoris menunjukkan amplitudo rendah dan latensi distal memanjang, biasanya lebih jelas daripada perubahan KHS motorik. Amplitudo respon motorik mungkin normal atau berkurang bila penyakitnya bertambah parah. KHS setinggi segmen proksimal ering menurun dan respon F memanjang, keduanya menunjukkan demielinisasi ringan. Elektromiografi biasanya jarang menunjukkan aktivitas spontan abnormal. Timbulnya aktivitas spontan abnormal dan amplitudo motor unit bertambah menunjukkan hilangnya akson dengan inervasi kompensatoris (Widjaja, 2004). NDP tipikal lebih sering pada penderita DM lama, laki-laki dan berbadan tinggi. Biasanya berhubungan dengan retinopati dan/atau nefropati (Llewelyn et al.,2003). 2.1.3 Diagnosis dan Stadium NDP Untuk menegakkan diagnosis NDP sangat komplek, karena gangguannya menyebabkan timbulnya variasi serat saraf yang terlibat. Untuk memenuhi klasifikasi NDP pasien membutuhkan penilaian gejala, tanda klinis, tes kuantitatif ensoris, fungsi otonom, dan pemeriksaan elektrodiagnostik. Direkomendasikan 1 dari 5 kriteria dibawah ini dipakai untuk menegakkan diagnosis neuropati diabetik, yakni (1). Symptom scoring; (2). Physical examination scoring; (3). Quantitative Sensory Testing (QST); (4). Cardiovascular Autonomic Function Testing (cAFT), dan (5). Electro-diagnostic Studies (EDS) (Concencus Statement San Antonio,1988). Standar diagnosis NDP adalah biopsi saraf. Karena keterbatasan dan kesulitan dalam biopsi saraf sebagai standar diagnosis,

Page 3: ND

elektrodiagnostik mempunyai nilai akurasi yang lebih tinggi sebagai alternatif prosedur diagnosis untuk menghindari underdiagnosis NDP (Mete et al.,2013). Beberapa instrumen dipakai untuk menegakkan diagnosis NDP. NDS merupakan instrumen dengan skor yang lengkap untuk menilai neuropati DM, tapi sulit dalam aplikasi klinis. Salah satu modifikasi dari NDS adalah Michigan Diabetic Neuropathy Score (MDNS). NDP dan stadium NDP ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik kuantitas disertai pemeriksaan KHS. Parameter klinis yang dipilih dalam MDNS memiliki prediksi yang tinggi terjadinya neuropati diabetik dan berkorelasi dengan NDS, seperti tes vibrasi, fungsi otonom dan konduksi saraf (Feldman,1994). Tabel 2.2 Stadium NDP (Feldman, 1994) Stadium 0 : Skor MDNS < 6, dan/ atau gambaran pemeriksaanhantaran saraf abnormal < 2, atau tidak ada neuropati. Stadium 1 : Skor MDNS <12, dan/ atau 2 abnormalitas pemeriksaanhantaran saraf (neuropati ringan). Stadium 2 : Skor MDNS < 29, dan/ atau 3-4 abnormalitas daripemeriksaan hantaran saraf (neuropati sedang). Stadium 3 : Skor MDNS < 46, dan/ atau 5 abnormalitas hantaransaraf (neuropati berat). 2.1.4 Patofisiologi NDP Banyak teori yang dikemukakan oleh para ahli tentang patofisiologi terjadinya NDP tetapi sampai sekarang belum sepenuhnya dipahami. Faktor-faktor yang diduga berperanan adalah vaskular, metabolik, neutrofik, imun dan genetik. Studi terbaru menunjukkan kecendrungan suatu multifaktorial

patogenesis yang terjadi pada pada neuropati diabetik. Beberapa teori yang dapat diterima saat ini adalah: 2.1.4.1 Teori vaskular (iskemik-hipoksia) Pada pasien neuropati diabetik terjadi penurunan aliran darah ke endoneurium yang disebabkan oleh adanya resistensi pembuluh darah akibat hiperglikemia. Biopsi pada nervus suralis pada pasien neuropati diabetik ditemukan adanya penebalan pembuluh darah, agregasi platelet, hiperplasia endotelial dan pembuluh darah yang semunya dapat menyebabkan iskemia. Iskemia juga menyebabkan terganggunya transpor aksonal, aktivitas NaATPase yang akhirnya menimbulkan degenerasi akson. 2.1.4.2 Teori Metabolik Teori ini menerangkan adanya gangguan metabolik akibat dari hiperglikemia dan atau defisiensi insulin pada satu atau lebih komponen seluler pada saraf yang menyebabkan terjadinya gangguan fungsi dan struktural. Gangguan ini akan menyebabkan kerusakan jaringan saraf dan mengakibatkan defisit neurologi. a. Teori jalur poliol Pada keadaan normoglikemia, sebagian besar glukosa intrasel di fosforilasi ke glukosa 6-fosfat oleh heksokinase, hanya sebagian kecil glukosa masuk jalur poliol. Pada kondisi hiperglikemia, glukosa akan masuk jalur poliol karena heksokinase jenuh. Terdapat perbedaan utama ekspresi enzim pada jalur poliol di epineurial arteri dan jaringan endoneurial. Aldosa reduktase banyak diekspresikan baik di jaringan endoneurial maupun di arteri +

Page 4: ND

/K+

epineurial sedangkan SDH (sorbitol dehydrogenase) sedikit diekspresikan di endoneurial tapi banyak di arteri epineuron. Aldosa reduktase merubah glukosa menjadi sorbitol, yang menyebabkan penurunan glutathion dan NO akibat penggunaan NADPH. Sorbitol yang meningkat dalam sel, meningkatkan osmolit dalam sel. Sebagai kompensasi untuk keseimbangan osmolit, mioinositol menjadi berkurang yang menyebabkan fosfatidilinositol menurun, yang akan menekan produksi DAG (Diacylglycerol) dan akhirnya menurunkan PKC (bentuk a). Sebagai hasil akhir akan menurunkan aktivitas Na+

/K+

ATPase. Menurunnya glutathion dan NO juga meningkatkan kepekaan sel terhadap proses stres oksidatif. Sebaliknya, jalur poliol yang diatur oleh SDH diaktifkan di dinding vaskular pada keadaan hiperglikemia. Akibatnya terjadi perubahan reaksi redok dari NAD/NADH, yang mengkonversi glyceraldehid 3-phosphate (Glycer-3) menjadi asam fosfatidil. Peningkatan DAG meningkatkan aktivitas PKC (bentuk ß ).

Gambar 2.1 Jalur Poliol

Pada keadaan iskemik/reperfusi, peranan aldosa reduktase seperti gambar 2.2. Saat sel mengalami iskemia, pengambilan glukosa diperkuat sebagai kompensasi pengurangan energi (1). Karena terjadi kerusakan mitokondria untuk membentuk ATP akibat penurunan oksigen. Kelebihan glukosa akan masuk ke jalur sorbitol dan asam fosfatidil. Aktivasi aldosa reduktase ini akan mengurangi glutasion dan deviasi redok sebagai akibat hiperglikemia (2). Sebagai akibatnya terjadi cedera radikal bebas dan perangsangan PKC yang memperburuk cedera iskemik (3). Saat reperfusi mulai terjadi penumpukan aldehid dari radikal bebas dan juga substrat aldosa reduktase yang memperkuat kerusakan (4). Gambar 2.2

Page 5: ND

Peranan Aldosa reduktase pada cedera iskemik/reperfusi Teori Advance Glycation End Products (AGEs) Peningkatan glukosa intraseluler meningkatkan pembentukan AGE, melalui glikosilasi non enzimatik protein seluler. Glikosilasi non enzimatik ini merupakan hasil interkasi glukosa dengan asam amino protein. Pada awalnya glikosilasi ini bersifat reversibel, tapi lama-kelamaan akan bersifat irreversibel. (Singleton et al.,2003; Liewelyn et al.,2003; Tesfaye,2004; Duby et al.,2004). Pada jaringan saraf, seperti sel Schwann, serat saraf dan sel endotel dari vasa nervosum, semuanya mengekspresikan RAGE. Ketika AGE berikatan dengan RAGE, terbentuk reaksi stres oksidatif melalui aktivasi NADPH oksidase. Komplek ik-ß-Nuclear Factor akan berpisah pada masing-masing fraksi ikßa dan NFkß kemudian bertranslokasi ke nukleus sebagai faktor transkripsi untuk mengaktivasi gen yang berhubungan dengan kematian sel atau kehidupan. Sebagai akibatnya terjadi mikroangiopati dan disfungsi saraf yang menyebabkan nyeri atau perlambatan konduksi saraf. Gambar 2.3

Page 6: ND

Reaksi AGE dan RAGE dalam patogenesis neuropati diabetik c. Jalur Protein Kinase C Peranan Protein Kinase C (PKC) sangat penting dalam fungsi saraf dan memegang peranan penting dalam patogenesis neuropati. Perubahan dalam jaringan saraf dan peranannya dalam sistem vaskular endoneurial sangat komplek. Sebagai enzim mayor dalam jalur kolateral glikosilasi sangat berbeda pada kedua jaringan tersebut (seperti gambar 2.2). Aktivasi jalur PKC pada ND diperkirakan melalui pengaruhnya pada aliran pembuluh darah dan gangguan mikrovaskular dibandingkan pengaruh secara langsung pada sel. PKC mempunyai beberapa struktur khas yang memperantarai reaksi redok. Prooksidan bereaksi dengan bagian stimulasi aktivitas PKC. Aktivasi PKC pada sel non neuron terutama disebabkan jalur lipolisis dan pembentukan DAG. Sekali teraktivasi, PKC mengaktifkan Mithogen Activated Protein Kinase (MAPK) yang merupakan faktor transkripsi fosforilasi dan mempengaruhi keseimbangan ekspresi gen (Tomlinson, 1999). Aktivitas PKC berefek terhadap : 1) Produksi molekul proangiogenik Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) yang berimplikasi terhadap neovaskularisasi dan karakteristik komplikasi diabetes. 2) Peningkatan aktivitas vasokontriktor endotelin-1 dan penurunan aktivitas vasodilator endotelhelial nitric oksida sinthase (eNOS). 3) Produksi molekul fibrinogenik serupa Tumor Growth Factor- ß (TGF-ß) yang akan memicu deposisi matrik ekstraselular dan material membran basal.

hilangnya regenerasi sel saraf termasuk kerusakan kerja insulin, hilangnya sistem growth factor dan penurunan bentuk spesifik dari PKC. Sel Schwann penting dalam proses regenerasi neuron juga mengalami kerusakan pada DM akibat hiperglikemia, hipoksia dan stres oksidatif. Terdapat bukti single-nucleotida polymorphism genes dari superoksida dismutase mitokondria (SOD2) dan superoksida dismutase ekstraseluler (SOD3) berisiko meningkatkan perkembangan neuropati (Rayas, 2005). Pemberian antioksidan pada percobaan tikus yang mengalami diabetes menunjukkan perbaikan penurunan KHS, perbaikan aliran darah dan struktur saraf. Bersamaan dengan pembentukan radikal bebas selama proses glikolisis, mitokondria mempunyai peranan penting dalam kematian sel melalui aktivasi sinyal sel spesifik dan sistem endonuklease. Hiperglikemia menginduksi perubahan mitokondria termasuk pelepasan sitokrom C, aktivasi caspase 3, perubahan biogenesis dan fisiion yang menyebabkan program kematian sel. Hiperglikemia menyebabkan transpor elektron yang berlebihan dan menghasilkan oksidan yang banyak pada mitokondria. Hal ini mengakibatkan berkurangnya mitokondrial action potential (MAP) dan energi untuk pembentukan ATP berkurang. Dukungan neutropik juga mengalami gangguan akibat perubahan mitokondria yang menyebakan berkurangnya neutrophin-3 dan nerve growth factor (NGF). Organel sel yang lain seperti apparatus golgi dan retikulum endoplasma juga berperanan dalam pembentukan radikal bebas, bukan saja melalui apoptosis tetapi juga kematian akibat autofagi. Stres nitrooksidatif

bersama aktivasi PARP juga menyebabkan disfungsi dan kematian sel akibat hiperglikemia (Yagihashi et al.,2011).

Page 7: ND

Gambar 2.4.

Mekanisme Pembentukan ROS pada Hiperglikemia (Vincent,2004)

Hiperglikemia yang lama menyebabkan hiperaktivitas kaskade metabolik dari jalur poliol, reaksi AGE/reseptor dan peningkatan ROS. Semua proses tersebut mengganggu pembuluh darah mikrovaskuler dan jaringan saraf melalui aktivasi PARP, perubahan PKC, peningkatan MAPK, demikian juga peningkatan Nuclear Factor-kB (NF-kB), yang menyebabkan perubahan fungsi dan struktur saraf perifer. Penyimpangan metabolik saraf perifer merangsang reaksi pro-inflamasi dengan peningkatan pelepasan sitokin, migrasi makrofag, menekan neurotropin yang merangsang perkembangan kearah neuropati. Sebagai tambahan iskemia/reperfusi juga merangsang sel saraf termasuk reaksi inflamasi. Faktor lain

termasuk hipertensi, merokok, resistensi insulin juga berperanan dalamperkembangan neuropati (Yagihashi et al.,2011).

Page 8: ND

Gambar 2. 5 Patogenesis Neuropati Diabetik (Yagihashi et al.,2011)