nayasa

91
kagrataangora Lives in Life. Kini fajar berganti senja, mengantar bulan mengganti mentari terlelap. Dan bahtera kian merapat ke dermaga. Meski masih sekian miles tapi itu kian pasti. Menuju sebuah tempat dimana semua orang harus kembali. Telah banyak cerita kau perankan. Begitu banyak manis yang kau kecap. Juga pahit yang kau telan mentah. Entah berapa bulir peluh yang menetes. Meski kakimu kian tak mampu berpijak. Letih dengan riuh hujan yang mengutuki. Tapi ini adalah karunia-Nya. Mengecap manisnya kehidupan dalam detak jantung. Merasakan sayatan luka dalan hela nafas. Dan semua itulah yang membuatmu kian mengerti usia. Kau tahu, aku dan dia tidak banyak bedanya. Kami dua gadis muda yang sama-sama tengah kasmaran. Tapi aku iri padanya karena ia bisa kasmaran terang-terangan.

Transcript of nayasa

Page 1: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 1/91

kagrataangora

Lives in Life.

Kini fajar berganti senja, mengantar bulan mengganti mentari terlelap.

Dan bahtera kian merapat ke dermaga.

Meski masih sekian miles tapi itu kian pasti.

Menuju sebuah tempat dimana semua orang harus kembali.

Telah banyak cerita kau perankan.

Begitu banyak manis yang kau kecap.

Juga pahit yang kau telan mentah.

Entah berapa bulir peluh yang menetes.

Meski kakimu kian tak mampu berpijak.

Letih dengan riuh hujan yang mengutuki.

Tapi ini adalah karunia-Nya.

Mengecap manisnya kehidupan dalam detak jantung.

Merasakan sayatan luka dalan hela nafas.

Dan semua itulah yang membuatmu kian mengerti usia.

Kau tahu, aku dan dia tidak banyak bedanya. Kami dua gadis muda yang sama-sama tengahkasmaran. Tapi aku iri padanya karena ia bisa kasmaran terang-terangan.

Page 2: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 2/91

Ia bisa bilang padamu, ayo kita menjelajah muka bumi. Kita singgahi kota-kota bersejarah, kita

akrabi rupa-rupa manusianya, kita tulis catatan perjalanan bersama. Namun cukuplah kita cetak 

empat atau lima eksemplar, untuk simpanan masa tua, untuk gagah-gagahan ke anak cucu kelak.

Itu rencanaku. Hanya tidak pernah kusebutkan.

Ia bisa menatap matamu, membisikkan terimakasih karena telah hadir dalam hidupnya, jadi

 bintang benderang yang memberi arah.

Itu kalimatku. Hanya tidak pernah kukatakan.

Sambil kau genggam tangannya, sambil kau hujani ia dengan pujian berkaitan penampilannya,

disampaikannya bahwa ia menginginkanmu sebagai masa depannya.

Itu permintaanku. Hanya tidak pernah (keras-keras) kuucapkan.

Kau begitu terharu saat ia mengaku menyisipkan namamu di setiap doanya.

Itu aku. Malam ini, subuh nanti, dari dulu, sampai entah kapan.

pinkberryoghurt reblogged this from namasayakinsi

Satu hal mengapa saya begitu menganggumi Hatta, adalah saat memutuskan hubungan

dwitunggalnya dengan Soekarno karena sudah tak sejalan, tapi dia, Hatta, tetap

mencintai Soekarno apa adanya. Bagi saya, mungkin itulah salah satu bentuk 

persahabatan yang mengharukan yang pernah terjadi.

 Waktu itu, Hatta, setelah berpisah dengan Soekarno, tidak henti-hentinya mengkritik 

Soekarno atas kebijakkan-kebijakkan yang dibuatnya dalam masa kepemerintahannya.

Satu kritik teramat pedas, tertulis dalam tulisannya ‗Demokrasi Kita‘. Manusia berubah,

 begitu pula Soekarno, dan Hatta mungkin tak mampu memahami keinginannya

Soekarno. Begitu pula Soekarno kepada Hatta.

Tapi apakah mereka saling membenci? Kisah permusuhan tersebut, berakhir, ketika

Soekarno akan menghembuskan nafas terakhir. Hatta datang mengunjungi Soekarno

dalam pengasingan. Dia marah sahabatnya diperlakukan semena-mena dalam

penguasaan orde baru. Dia memang tak berucap, tapi air matanya mengalir deras saat

melihat sahabatnya yang dulu gagah berani, kini lemah tak berdaya dan siap

menghilang nyawa.

Page 3: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 3/91

Page 4: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 4/91

PEREMPUAN YANG SELALU MENGGELITIK PINGGANGKU

Cerita pendek yang begitu manis ini adalah karya Martin Aleida Terbit di Kompas, 18

 November 2012. Dan saya teringat kalimat “Eropa Boi, Eropa!!!” 

Queenaraku, Kuingat benar. Jauh sebelum Ibu-Bapakmu memperkenalkan dunia luar dengan

mendaftarkanmu ke playgroup, berkali-kali kau memintaku lagi untuk mendongeng. Kau

menarik-narik lengan bajuku, membelai jenggotku. Merengek meminta aku memulai. Tapi, aku

tak pernah bisa, kecuali mengulang cerita Si Kancil yang cerdik dan buaya yang besar kuat tetapi

dungu. Pendiam, pemalu, acapkali salah tingkah, itulah takdir kakekmu ini. Aku bukan si

 pencerita yang baik untuk kau, cucu semata loyangku. Yang kupunya hanya kaki yang selalu

enteng menghampirimu, dan tangan, yang acapkali semutan, untuk mengecup kening dan

rambutmu. Mengagumi matamu… 

Manakala pelupuk matamu sudah kuyu, sementara dongengku belum sudah, sadarlah aku

sesungguhnya kau sudah bosan. Ya, jangankan kau, Si Kancil yang cemerlang dan buaya yang

 bebal itu pun mencibirku sebagai seorang yang majal daya khayalnya.

Aku bukan seorang pencipta. Lebih sebagai pengelana. Dari pengembaraanku aku ingin

memetikkan sebuah kisah untukmu.

Kemarin, setelah bertahun tak pernah dicium kamoceng, aku bersih-bersih di kamar. Kutata

kembali buku-buku yang sudah renta dan berdaki kulitnya. Di celah buku ketemukan ini.

Guntingan koran L’Unita yang terbit di Roma setengah abad lampau. Kertasnya sudah kusam.

Page 5: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 5/91

Kalau jatuh ke tangan pemulung, dia hanya layak untuk pembungkus terasi. Kliping itu

mengingatkan aku pada pengalaman yang menceriakan hati, tetapi juga meninggalkan luka

lantaran kecewa.

Tataplah guntingan koran ini. Lihat. Di bawah fotoku, yang sedang melambaikan tangan (dengan

 peci yang membuat aku kelihatan dungu) setiba di stasiun kereta-api Stazione Termini Roma,

mengalir sebaris keterangan: Seorang mahasiswa Indonesia berkunjung ke Italia sebagai tamu

resmi L’Unita. 

Foto dan kata-kata di guntingan koran ini seperti kerlip rama-rama yang datang mengantarkan

terang, memancing fantasiku untuk menguntai cerita untukmu, sekarang. Golekkanlah kepalamu

di lenganku. Akan kupejamkan matamu dengan belaian kisah tentang bagaimana kekaguman

 pada seorang perempuan, yang telah menenung Kakekmu ini, sehingga dia menjadi begitu pandir 

dalam kesetiaan. Aku percaya, kau akan sakit perut terpingkal-pingkal dikocok tawa. Bagaimana

mungkin aku bisa jadi sebodoh itu, seperti buaya yang dikadali sang kancil.

 Nanti, pengalamanku itu akan kutuliskan baik-baik dengan tulis-tangan tebal-tipis di atas kertas

 bergaris halus-k asar. Gaya menulis orang ”jadul,” sebagaimana kata Ibumu. Dan akan

kuselipkan di antara buku-bukuku. Kalau kau sudah dewasa, dan aku mungkin sudah tiada,

 bacalah! Saat itu kau tentu sudah memahami arti ketulusan hati dan kesetiaan seseorang yang

 pandir. Dan orang itu adalah Kakekmu ini, ketika dia masih seorang mahasiswa di sebuah negeri

 bersalju.

Page 6: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 6/91

Beruntung, hampir limapuluh tahun lalu, aku dapat beasiswa belajar teknik kapal selam di

Moskow. Sungguh mati, Uni Soviet waktu itu bukan surga di bumi. Tetapi, aku sudah merasa

seperti berdiri di pintu masuk sebuah taman yang menjanjikan. Setiap bulan aku menerima

stipendiya (beasiswa) 90 rubel, dipotong dua rubel untuk bayar obsyezitie (asrama). Dengan

uang itu, setiap akhir bulan aku leluasa ngluyur di tokok-toko buku, yang menjual bacaan dengan

murah. Dalam bahasa Rusia, aku membaca The Call of the Wild dan The White Fang, yang

mencitrakan anjing, binatang kesayangan kita, sebagai lambang pencari kebebasan, karangan

novelis Amerika Serikat, Jack London. Novel-novel itu laris seperti kerupuk di Uni Soviet.

Gara-gara buku aku jadi tak bisa menabung. Padahal, aku sudah lama berangan-angan melihat

Italia, negeri di mana catatan peradaban masa lalu bisa dibaca dalam berbagai peninggalan

 berbatu pualam. Alamnya menawan. Cuma ada beberapa kawan yang coba mementahkan

hajatku itu. ”Jangan pernah ke Italia! Orang-orang tak bersahabat di sana. Banyak pelancong

yang tertipu. Penjambret di mana-mana, seperti lalat yang tak pernah kenyang. Karena itu Takhta

Suci dibangun Tuhan di sana.” 

Tapi, aku keras kepala. Kuturuti kehendak hatiku. Tak punya duit, aku tak kehabisan akal. Di

kios-kios penjualan surat kabar di Moskow hanya ada koran partai komunis dari berbagai

 penjuru dunia. Kubeli L’Unita, dan dengan bahasa Italia yang terbata-bata, dibantu kamus, aku

mengadu nasib. Kulayangkan surat pembaca ke koran itu.

Page 7: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 7/91

”Signore,” nekat aku menyapa. ”Saya mahasiswa Indonesia di Moskow. Sejak kecil mimpi mau

ziarah ke Italia. Tapi, tabungan saya hanya cukup untuk membeli tiket kereta-api. Saya siap

 bekerja apa saja untuk membiayai hidup beberapa hari di sana.” 

Kiambang bertaut. Surat itu dimuat dan dapat tanggapan. Beberapa keluarga bergairah ingin

menjadi tuan rumahku. Namun, belum sempat aku menyurati mereka, tiba-tiba datang telegram

dari L’Unita yang mengambil-alih semua kebaikan hati orang-orang yang bersimpati padaku.

Koran itu menyatakan siap menyambutku sebagai tamu resmi.

Begitulah, ke mana saja singgah aku disambut. Tak kulupakan bagaimana hangatnya aku

didaulat di kantor koran tersebut. Juga anak-anak muda yang menerimaku dengan tulus. Tetapi,

 bukan itu benar yang ingin kukisahkan kepadamu. Pun tidak tentang kota maupun wanita Italia

 berambut jagung yang memang cantik jelita.

Musim panas, Sabtu sore, minggu ketiga Juli 1962. Kutinggalkan stasiun kereta-api Bellorusskii

Wokzal menuju Belarus, terus menyeberang ke Polandia. Aku menempati coupe paling ujung

untuk dua penumpang. Temanku satu coupe seorang perempuan berusia 60-an. Melihat

 perawakannya yang tidak begitu tinggi untuk rata-rata orang Rusia, dan gerak-geriknya yang

gesit seperti marmut, kukira dia berasal dari Asia Tengah. Dia mendapat tempat-tidur sebelah

 bawah, aku di atas. Kalau siang, tempat-tidur bertingkat itu kami lipat jadi tempat duduk.

Uni Soviet diperintah orang-orang bertangan besi, tetapi mencintai musik. Di sana, perempuan

tak bisa meninggalkan negerinya seorang diri. Karena itu, saya terheran-heran melihat

Page 8: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 8/91

 perempuan teman sekeretaku itu yang mengelana sebatang kara. Mungkin dia seorang pejabat,

kupikir. Tetapi, yang kudengar, pejabat yang bepergian ke luar negeri, harus ada yang mengawal.

Khawatir kalau-kalau membelot mencari kebebasan ke negara musuh. Atau memang ada

 pengawal yang mengawasinya dari gerbong lain?

Ah, itu urusan dalam negeri di mana aku hanya sekadar menumpang. Tapi, perempuan ini

memang unik. Selama perjalanan dua malam, sebelum sampai di perbatasan Polandia, di Brest-

Litovsk, aku sering dia bangunkan dengan sikap yang kaku, agak kasar malah. Mencolek 

 pinggangku dari bawah.

”Molodoi celowek  [Anak muda], tolong tanya kondektur, sudah sampai mana kereta kita?” 

Seperti seekor tupai yang terusik, turunlah aku mencari kondektur ke gerbong lain sambil

ngedumel di dalam hati: ”Cerewet amat Ibu Rusia ini, kayak suaminya saja aku dia perlakukan,

sesuk a hatinya menggelitikku di tengah malam begini.” 

Senin siang rangkaian kereta berhenti di Brest-Litovsk. Di perbatasan itu kereta tertahan dua jam

lebih, karena harus mengganti roda, dari yang lebar (di Soviet rel kereta-api lebih lebar) ke yang

lebih sempit di Polandia. Selama ganti roda, kami memilih tetap berada di dalam gerbong. Aku

duduk menghadapnya seperti seorang anak yang sedang menanti nasihat dari ibunya.

”Anda datang dari mana?” Senyum, tanpa menatap mataku, dia memantik percakapan.  

”Iz Indanezii [Dari Indonesia].” 

Page 9: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 9/91

Selama ngobrol hampir dua jam lebih, wajahnya yang semula mengesankan seorang yang

tertutup, tidak supel, lama-lama mencair, dan menampakkan jati diri seorang ibu yang berhati

terbuka.

”Setiap tahun saya mengunjungi tiga makam orang yang saya cintai.” Kontan pikiranku yang

nakal berbisik, tentulah waktu mudanya dia cantik sekali sehingga dia punya banyak kekasih.

”Yang pertama di Ukraina, yang kedua di sekitar Moskow, dan yang ketiga di Polandia,”

sambungnya lagi.

Cinta pertamanya adalah suaminya, seorang komandan pasukan tank, yang gugur dalam Perang

Dunia II. Yang kedua, putra pertamanya, seorang perwira infantri, yang tewas di sekitar 

Moskow. Ketiga, putra bungsunya, yang sirna di Polandia sebagai penerbang pesawat tempur.

Saat berbicara kelihatan dia bersusah-payah menyembunyikan kesedihan di wajahnya. Katanya,

dia menghabiskan beberapa tahun untuk mencari makam putra bungsunya yang tewas di

Polandia itu. Semua biaya perjalanan selama mencari anaknya itu, katanya, ditanggung

 pemerintah. Sampai akhirnya dia menemukan makam putra bungsunya itu di Katowice,

Polandia. Kalau sebelumnnya saban tahun dia mengadakan perjalanan ziarah ke kedua makam di

negerinya sendiri, maka untuk perjalanan duka yang ketiga dia harus melintasi perbatasan.

Kereta bertolak kembali. Tiap setengah jam dia menggelitik pinggangku dari bawah, memintaku

menemui kondektur, menanyakan sudah sampai di mana kami. Senin sore, kereta berhenti di

Katowice. Ibu yang telah memberikan tiga yang terbaik dalam hidupnya untuk Patrioticeskaya

Page 10: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 10/91

Woina, perang patriotik habis-habisan dalam Perang Dunia II, di mana jutaan tentara maupun

rakyat biasa Soviet terbunuh, menunjukkan kebaikan hatinya kepadaku. Kuanggap sebagai

imbalan untuk gelitik dan kerepotanku mondar-mandir mencari kondektur. Kedua pojok 

mulutnya tersungging, dia senyum menatap mataku, dan dengan enteng tangannya memberikan

semua bekalnya kepadaku: roti hitam, apel, keju serta sosis. ”Salamku untuk Emakmu,” katanya

mengelus kedua pipiku. Dia juga meninggalkan alamat, dan berharap aku berkenan

mengunjunginya suatu ketika.

Desember 1962. Bingkai tingkap asramaku memutih dibalut es. Kujenguk keluar. Hanya ada

warna putih. Seluruh alam berselimut salju. Pada saat seperti itu terasa benar bahwa aku berada

di perantauan yang jauh, di mana batang kelapa, pohon singkong maupun akar bakau adalah

mimpi di balik dunia yang lain. Aku teringat Emakku. Dengan siapa aku cinta dan hormat begitu

tinggi. Perempuan Rusia teman segerbongku itu tertawa seperti dikocok perutnya ketika

kuceritakan bahwa aku tidak hanya mencium Emakku menjelang tidur. Aku juga kerap

menggumulnya, mencium pipinya, merenggut kakinya untuk kucium, hingga dia merasa malu

melihat kebiasaanku yang berlebihan itu.

Pahit rasanya kalau rindu tak terpuaskan. Entah bagaimana, lamunanku pada kampung halaman

mendorong hatiku untuk melangkahkan kaki keluar asrama. Berdesak-desakan dengan angin

yang perih membekukan pipi, aku menguak butir-butir salju menuju Ceremuskinskaya Ulitsa,

tempat tinggal perempuan Rusia, kawan seperjalananku.

Page 11: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 11/91

Begitu tiba, buru- buru kuketuk pintu. ”Ibu! Ini aku, mahasiswa Indonesia. Kawanmu!” kataku

mantap. Beberapa kali kuulangi ketukan dan kuucapkan kembali kata-kata itu. Diam. Hanya

 butir-butir salju yang menyahut, menumpuk di sepatuku.

Aku terpacak di bendul pintu. Sesaat kemudian, tiba-tiba pintu terkuak. Dia berdiri dengan

anggun. Kujulurkan tanganku. Cepat dia tangkap dan genggam kuat-kuat. Tanpa canggung-

canggung kudekap dia. ”Aku rindu negeriku, kangen Emakku, maka aku ke sini,” ucapku tanpa

malu-malu.

Melihatku kedinginan, dia langsung mempersilakan aku masuk. Dia sibuk menyiapkan

minuman, nyamikan, dan menghidangkannya. Sebagai balasan kuberikan majalah Druzhba,

sekalipun kusangka dia sudah membacanya. Di situ aku menulis kisah pertemuanku dengannya,

terutama upayanya bertahun-tahun mencari jiwa manusia ketiga yang telah dia sumbangkan

untuk tanah airnya. ”Hatimu Seputih Salju”. 

Begitulah aku memujanya yang kuungkapkan dalam judul tulisanku itu.

Dia letakkan album foto di pangkuanku, membukakan halaman di mana dia kelihatan sedang

 berdiri di samping suaminya. Di lembar foto yang lain, dia tampak begitu hangat dengan kedua

 putranya. Mereka tertawa lepas, saling beradu pipi.

”Liliana meninggal musim gugur lalu,” katanya seperti menggigil sambil mengusap airmatanya.

”Kecelakaan lalu lintas.” 

Page 12: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 12/91

”Yang di dalam foto-foto ini adalah Ibu.” 

”Bukan. Bukan. Saya saudara kembar Liliana.” 

Apa salah saya, sehingga Ibu harus berbohong. Kalau Ibu tak mau saya kunjungi, katakan terus

terang. Saya datang dari negeri yang jauh. Mengapa Ibu memperdaya?” 

Dia gugup, menghampiri pangkuanku, mengatupkan album foto yang terbuka di pangkuanku,

dan membawanya ke dalam kamar.

”Saya tahu saudara mengasihi, mengagumi, Liliana. Terima kasih. Saya tak bisa berbuat apa-apa

untuk membalas kebaikan saudara,” katanya bergetar. 

Aku mematung di sofa. Tak percaya dengan apa yang terjadi di ruang tamu itu. Perlahan aku

 bangkit dan beringsut mau pergi. Dari belakang terasa tangannya memegangi bahuku.

”Maafkan…” ucapnya lembut tersendat. Aku tak memalingkan muka, terus melangkah

menerabas bulir salju. Merasa sedang dipermainkan.

Seminggu kemudian, aku datang kembali. Ketika bersalaman, kuperhatikan baik-baik jarinya,

terutama telunjuknya yang suka menggelitikku. Aku mematut-matut diri di depannya. Aku tak 

salah ingat, tinggi kami sama. Kutatap matanya lama-lama. Juga kening dan kerut di lehernya.

Aku tak pernah salah, dialah perempuan itu. ”Maaf, Liliana sudah tak ada…” Begitulah dia terus

mengulang-ulang kata yang menyakitkan itu. Dia membiarkan aku masuk. Membiarkan aku

termangu.

Page 13: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 13/91

Minggu berikutnya aku datang lagi. Dan datang, datang lagi, dengan keyakinan persahabatan tak 

 boleh mati. Hatiku kecut ketika menerima surat dari dosenku, yang meminta aku supaya berhenti

 berkunjung ke rumah perempuan itu. Dasar kepala batu, aku tetap saja datang bertandang.

Mengapa persahabatan harus dibungkam dengan cara licik begitu, pikirku. Sampai pun ketika

sepasang Tentera Merah mencegatku di pintu, mencekal leher bajuku. ”Durak..!” Sinting! Maki

mereka berbareng, meludahi mukaku. Aku beranjak, menepiskan ludah yang membeku di

 pipiku. ***

(Kepada Djoko Sri Moeljono, ilham cerita ini)

1.  mayanggnayam likes this 

2.  marianagustin likes this 

3.   justflownaway likes this 

4.   brain-without-heart likes this 

5.  namasayakinsi reblogged this from muhammadakhyar  and added:  Endingnya kenapa.. ahsdkajhsdkjahksdjhakjhd. Tapi setuju sama opini Pak Akhyar. Secara

keseluruhan, 

6.  orrisasmaya likes this 

7.  empatbelasnovember  likes this 

8.  abdurrahmanhadi reblogged this from muhammadakhyar  

9.  akanokoizumi likes this 

10. namasayakinsi likes this 

11. muhammadakhyar   posted this 

Page 14: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 14/91

 

TOLONG DOAKAN SAYA

Jangan doakan saya berumur panjang,tapi tolong mintakan kesehatan untuk saya.Karena percuma berumur panjang,jika hanya dapat dinikmati di tempat tidur.

Jangan doakan saya cepat menikah,tapi tolong mintakan jodoh untuk saya.Karena percuma menikah cepat-cepat,jika tidak dengan orang yang seperasaan dan sejalan.

Jangan doakan saya kaya raya,

tapi tolong mintakan kebahagiaan untuk saya.Karena kekayaan itu sia-siajika tidak dapat membawa kebahagiaan.

Jangan doakan saya jadi penguasa,tapi tolong mintakan cinta untuk saya.Karena percuma menguasai bumi,jika dibenci seluruh mahluk yang ada di dalamnya.

Tolong doakan saya.

 jangan galau, nanti mati

agaknya terasa aneh nan konyol pernyataan ini

tapi bagiku bukanlah perkara begitu

pernyataan ini penting artinya bagi kita berperilaku

sungguh galau bagiku itu kesia-siaan saja

 betapa sedih mati dalam keadaan galau

ibarat mati dalam kesia-sian belaka

 bukankah mati nan indah yang kita idamkan wahai kawanku

Page 15: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 15/91

masih belum sirna cerita adik-adik di Palestina

amat jauh dari istilah galau merona

mereka teramat teladan

 betapa mulianya karena mereka hafal Quran

senyum mereka saat mati bukan kegalauantapi suatu kemuliaan dan kebahagiaan

sedangkan aku?

masih saja sering dirundung galau

mudahnya terasuk oleh syaitan yang menelusup syahdu

 walau galau pasti terjadi, janganlah ia jadi terlalu

sematkan nuansa pejuangan agar ia cepat berlalu

 wahai hati

 jangan kau galau karena itu dari diri sendiri

terlena di dalamnya bukanlah karakter pencinta sejati

murnikan dengan cinta yang hakiki, itulah cinta pada Illahi

tinggalkanlah galau dihati

 biar saat mati nanti

kan kurasakan cinta abadi dari sang pemilik hati

 wahai penduduk langit dan bumi

saksikanlah aku seorang muslim

 yang tak mau galau ketika mati

ERWAN MACHMUDDIN, INI BENAR BENAR MEMBUAT AKU MENGHARU

BIRU !!!!

*kejar erwan untuk salaman

POSENYAAA, JAWARAAAA…!! Apalgi redaksinyaaa :‘) 

 baguus :)FOTONYA JUARA !!!, Baru sadar ane, itu dirimu wan lagi tidur-tidur di lereng bromo…

KEREN !!

potonya keren banget #ngek -_-― 

Page 16: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 16/91

Page 17: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 17/91

menyerahkan bayaran pada supir angkot. Tinggallah saya hanya berdua di dalam

angkot.

‗Neng duitnya kurang neng!‘ Tapi perempuan berkerudung itu tetap saja berlalu

meninggalkan angkot. Saya hanya memandangi kejadian tersebut.

Tiba-tiba si bapak marah, tidak kepada saya tentunya dia hanya mencoba mencurahkan

kekesalannya, ‗Astagfirullah, padahal pake jilbab, tapi kelakuan jel ek banget. Bayar

ongkos kurang, ditagih pura- pura ga denger. Padahal pake jilbab loh neng.‘  

Perempuan itu berlalu, si bapak tetap mengomel, dan saya hanya mampu terdiam.

Hingga saya turun dan menyerahkan uang pembayaran sambil tidak lupa mengucapkan

terimakasih. Si bapak membalasnya dengan senyuman.

 Padahal pake jilbab.

Saya merasa tertohok sekali mendengar kata-kata si Bapak. Saya baru sadar betapa

pakaian yang saya kenakan setiap hari ini, seharusnya menjaga saya dalam berkelakuan

 baik, bertingkah laku sebagaimana perempuan seharusnya. Saya jadi terkenang masa-

masa suram saat saya sebenarnya sadar-tapi saya purapura tidak sadar- bahwa seorang

perempuan seharusnya menjulurkan kerudungnya ke bagian dada, dan betapa tingkah

laku saya jauh sekali dari cerminan seorang perempuan muslimah shalehah (bukan

 berarti sekarang iyah juga sih).

Saya jadi berkontemplasi panjang, panjang sekali. Bahwa, tanggung jawab setelah

memilih untuk berkerudung ini seharusnya menjadi permulaan untuk -tidak hanya

sekedar menjalankan perintahNya- tapi lebih dari itu, bahwa pakaian ini ternyata

seharusnya menjaga saya tidak hanya secara fisik, tetapi juga secara utuh, menyeluruh,

segala yang berhubungan dengan hidup saya, termasuk dalam bertingkah laku dan

 berucap.

 Ah iyah, Tuhan memang tak mampu kita lihat, tapi kasih dan tanganNya, begitu

panjang hingga mampu menyentuh hati yang paling dalam. Dan Dia dapat ditemukan

dalam hal-hal kecil dan sederhana, dan tak terduga. Jangan (pura-pura) tutup mata hati

untuk melihatNya.

 Selamat malam, semoga segera menemukanNya : 

Page 18: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 18/91

 

Cowok yang jago musik, cerdas kalo diajak ngobrol, atau jago olahraganya

memang kadang-kadang nambah nilai ke-lelakian-nya. Tapi tetep, yang paling

‘laki’ itu yang berani bilang, ‘saya mau nikah sama kamu, karena Allah.’ 

 You might be married to the worst man ever, like Asyah was married to Pharaoh -

but it didn’t change her and her loyalty and love to Allah (S.W.T). You might be

married to the best of men, like a Prophet of Allah (S.W.T), and still not be saved

from the punishment - like the wife of Prophet Lut (A.S). You might be not marriedto any man, like Maryam (A.S), and Allah (S.W.T) can make your rank higher than

any women on the Earth. Know your priorities. Love and trust is with Allah

(S.W.T) first. The only relationship where you’ll never have your heart broken is

the relationship between you and Allah (S.W.T). 

Hendaklah setiap kalian berbuat semampunya untuk menolong pasangannya

mencintai Allah dan mendapat ridha-Nya. Betapa banyak perempuan yang telah

menjadi perantara bagi keshalihan suaminya. 

Hidup adalah misteri, tempat kita memasuki alam ketidaktahuan dengan menebar 

ikhtiar, amal, dan segala yang bisa bertumbuh. Kita tidak tahu dengan cara

seperti apa itu semua akan berkembang biak. Kita juga tidak tahu seperti apa itu

akan memantulkan manfaatnya kembali kepada kita. Kita hanya perlu

memastikan, bahwa fungsi kita sebagai perantara dalam hidup ini kita tunaikan

dengan sebaik mungkin. 

Page 19: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 19/91

Terimakasih 

 Saya bingung harus mulai darimana. 

Empat bulan yang lalu, waktu saya harus pindah dari Bandung ke Depok, saya benar-

 benar merasa desperate sekali. Bagaimana tidak, saya kehilangan lahan bermain saya,

kehilangan‘ sahabat-sahabat baik, dan banyak lahan lainnya. Tapi Tuhan berbaik hati,

dia tidak membiarkan saya sendiri. Dia mengirimkan orang-orang baik hati ini kepada

saya, mereka adalah Tery Marlita dan Muhammad Akhyar.

Hingga pada hari ini, saya masih tidak percaya. Hal yang saya pikir tidak mungkin

terjadi, bisa terjadi juga. Akhirnya saya resmi punya sekolah yang benar-benar dimulai

dari awal. Maka saya akan semakin percaya bahwa, ―Maka nikmat Tuhanmu manakah

yang kau dustakan?‖ . Saya bingung untuk mencari jawabannya. Nikmat yang manalagi?

Selamat datang Sekolah Bermain Matahari, cepat besar kau nak :‘) 

Terimakasih untuk Mapau, Gama, Ikhma, Ifa, Ipit, Isni, Nadhrah, Nim, Fadel, Dhani,

dan Aisha yang sudah menyempatkan hadir untuk berbagi kepada malaikat-malaikat

 yang akan kita temui setiap sabtu-minggu selama tiga bulan ke depan, saya cuman mau

 bilang bersabarlah, hahaha. Terimakasih untuk langkah awal bersama ini, semoga

 berlanjut terus hingga nanti, hingga pendidikan Indonesia sudah bisa mandiri. Semoga.

i believe the children are our future. teach them well and let them lead the way -whitney houston. 

Allah tak pernah janjikan langit selalu biru, jalan hidup tanpa batu, matahari tanpa

hujan, kebahagiaan tanpa kesedihan, sukses tanpa perjuangan. Tapi Allah

 janjikan kemudahan bersama kesulitan, rahmat dalam ujian, ganjaran buat

kesabaran, keteguhan dalam perjuangan. Bukankah indahnya pelangi baru kita

rasakan setelah turunnya hujan? 

Page 20: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 20/91

saya tidak ada kuasa apapun terhadap diri saya sendiri, atas keberjalanan semua hal

dalam hidup. Saat saya sedang rapuh dan terjatuh, saya butuh ‗sesuatu‘ yang

menyokong saya agar tetap bangkit lagi. Dan saya tidak menemukannya kepada

siapapun selain Tuhan. Saya seringsekali menangis, dan diam-diam saya berbicara

denganNya dengan bahasa yang han ya dipahami ‗kami‘ berdua. Entah mengapa sayamenjadi lebih aman, lebih tenang. Ah iyah saya lupa, bahwa kita ini adalah makhluk 

sosial, tidak akan benar-benar bisa mengatasi kesepian dan kesendirian. Sekalipun

disaat kita benar-benar merasa ingin sendiri, kita tetap ingin ditemani.

Benar kalau ada yang mengatakan, bahwa Tuhan, diciptakan ‗manusia‘ untuk 

menyatakan, bahwa sebenarnya kita ini seringkali berada dalam ketiadaan dan

kekosongan. Tapi di sanalah Tuhan bersemayam.

Tuhan, membuat saya aman, nyaman dan tidak merasa sendirian. Ada tempat yang

mampu diandalkan walau Dia tidak terlihat. Bahwa hidup ini adalah tentang

kepercayaan. Saya menuhankan Dia, yang tidak terlihat dengan kasat mata, karena saya

 butuh pegangan dan ‗sesuatu‘ yang saya percayai itu. 

Tapi kepercayaan, juga, berhubungan dengan pertanyaan. Bagi saya, iman itu adalah

sebuah pertanyaan. Begitu juga cinta adalah sebuah pertanyaan. Iman dan cinta saya

pada Tuhan, seringkali menjadi pertanyaan besar dan terus menerus yang tidak pernah

selesai. Tapi bagi saya itulah kuncinya. Semakin saya mempertanyakan, saya merasa

makin ‗menemukannya‘ dengan cara yang berbeda. Saya malah khawatir, jika suatu saat

saya tidak bertanya-tanya lagi tentang Dia, jangan-jangan saya sudah membunuhNya

dari hati saya, hingga Dia larut dan menggenang lalu hilang.

2 W E E K S  

Hanya ada senja dan seorang perempuan yang tidak ada tetapi yang tetap

menunggu dengan segala kemungkinannya dan aku sedang menuju ke sana

untuk menjemput kemungkinan-kemungkinan itu. 

Seno Gumira Ajidarma dalam Senja Di Pulau Tanpa Nama (via -sur) 

Page 21: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 21/91

andai setiap orang yang menikah itu tahu bahwa mereka harus bertanggung

 jawab atas apa yang mereka perbuat. bahwa konsep keberlanjutan keturunan

berarti pula keberlanjutan lingkungan kehidupan bagi keturunan mereka. andai

mereka tahu bahwa mungkin- suatu ketika- anak mereka akan bertanya; kenapa

kami yang menanggung semua ini? 

sebelum terlambat (via -sur) 

*seruput teh manis*  

Perkara Atheis 

Saya sampai tidak habis pikir, ada seorang muslim, dengan lugasnya meneriakkan, ‗Si

Cupu Atheis‘. Detik itu juga saya terdiam dan bengong dalam waktu yang cukup lama,

kemudian mengakhirinya dengan ketawa keras-keras. Lalu berdoa, ‗Ya Tuhan kami 

yang sungguh baik hatinya, tolonglah rendahkan hati hamba-hambaMu yang terlalu

merasa tinggi imannya.‘  

Saya punya teman-teman (bahkan teman baik sekali) yang agnostik dan atheis, dan

tentu saya tidak akan sampai hati meneriakkan dihadapannya, ‗Si Cupu Atheis‘. Mereka

 yang tidak percaya Tuhan (atheis) dan yang-masih-bingung-dengan-keyakinannya-terhadap-Tuhan (agnostik), saya rasa tidak benar-benar secupu itu yang dikatakan oleh

muslim-yang-merasa-imannya-sudah-baik-sekali-itu.

Teman saya seorang atheis, dengan kasihnya merawat adik-adik yang bekerja di jalanan

tanpa pamrih. Teman saya lainnya seorang agnostik, menghargai bumi dengan sepenuh

hati, dia akan sangat kesal melihat orang yang membuang sampah sembarangan, selalu

menggunakan kendaraan umum, dan sungguh dia mengajarkan banyak hal tentang

kehidupan. Teman saya yang lain yang ‗bermahzab‘ Nietzsche, jangan-jangan lebih

memikirkan solusi untuk bangsa ini dibandingkan mereka yang sibuk menjalin

hubungan vertikal dengan Tuhan hingga lupa hubungan horizontal dengan manusia

(ingatkah kalian cerita Robohnya Surau Kami buah karya AA Navis, jika belum

membaca, cobalah cerna ceritanya, saya jamin kalian akan menangis karena malu).

Page 22: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 22/91

Lalu sampai disini? Apakah saya akan sampai hati meneriakkan mereka ‗Cupu Atheis?‘

 Ah iyah, tentu, tentu teman, saya memang bukanlah muslim yang baik betul, tapi saya

percaya Islam adalah dien bagi diri saya, pengatur hidup saya dari ujung kuku kaki

hingga ujung rambut. Tapi menghargai perbedaan tentu bukan hal yang susah, iyakan?

Saya rasa semua manusia didunia ini sama-sama beriman, hanya saja yang kita imani

 berbeda-beda. Saya pada Allah saya, dan biarlah mereka tetap pada apa yang imani.

Bukan berarti saya tak pernah diskusi tentang agama dengan mereka, sering bahkan.

Hanya saja, perkara agama tentu masing-masing dari kita akan merasa menang, saya

tetap akan pada Islam saya dan begitupula mereka. Lalu kenapa perbedaan ini tidak 

dimahfumkan saja. Hingga pada satu titik, saya akan berdoa,‗Semoga Tuhan saya yang

berkuasa pada tiap-tiap manusia, yang mengatur kuat-lemah genggaman tangan

 pada hati hamba-hamba- Nya.‘  

‗Kita semua sama, terpenjara dalam kesendirian hanya saja ada yang terkurung di 

ruang gelap tanpa cahaya sementara yang lain menghuni kamar berj endela‘ - Khalil 

Gibran 

Selamat pagi, semoga tetap waras :)

Tiap-tiap diri akan merasai mati dan Kami menguji kamu dengan kesusahan dan

kesenangan sebagai cobaan dan kepada Kamilah kamu semua akan

dikembalikan. 

Q.S. Al Anbiya ayat 35

Taraksa: 2 

(Berikut adalah kisah kedua dari Taraksa. Taraksa adalah hasil racikan

anak-anak EPIK Media. Bagi para penikmat sastra yang kadung terpikat

pada kisah pertama; selamat mengeksplorasi sambungannya :) -regards,

Kinsyu) 

Page 23: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 23/91

Cerita ini adalah naskah dasar dari kisah Taraksa. Ditulis pertama kali oleh Sutansyah

Marahakim.

Nomor 2 : Yang Terjatuh 

Kelopak mata yang kubuka seolah tidak berpengaruh apa apa pada jumlah cahaya yang

retina terima.

Tidak ada apa apa. Itu yang kukira. Kemudian pikiranku mulai berputar dan

menanyakan apakah arti tidak ada apa-apa. Bukankah ada berarti terasa. Ter ukur

secara zat, dan kemudian kepalaku mulai berpindah pada pertanyaan pertanyaan

mengenai makna kasat mata.

Tanpa mata, dunia ini seolah tidak ada.

Setelah sekian lama aku mencoba memahami apa yang terjadi, satu hal yang kusadari

adalah buliran pasir di kaki ku terasa terlalu besar untuk kusebut pasir dan tetap terlalu

rapuh untuk kusebut kerikil. Beberapa diantaranya merangkak ke pergelangan, yang

lain masih tetap terkulai mati seperti sebagaimana seharusnya bulir pasir. Namun aku

kira ini hanya fase awal dari indera ku yang memberontak dari tidur.

Bukan hanya kulit pergelangan kaki ku yang mencoba menipu, namun telinga ini pun

mulai menggaungkan nyanyian merdu tak selesai, berganti-gantian datang dan

menyelesaikan satu sama lain. Bulu kudukku merinding ketika punggungku

mengucurkan keringat sembari bergetar karena menggigil. Aku mencoba berkata kata

namun suara yang kukeluarkan sama sekali berbeda dengan apa yang kuharapkan. Satu

Page 24: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 24/91

demi satu perangkat tangkap-duniaku mengamuk tak terkontrol, mereka membabi buta

meninggalkan akal sehat, seolah marah akan diskriminasi yang kulakukan selama

 bertahun tahun pada mereka, lelah menjadi anak tiri dari bola mata. Hingga setelah

 berjam jam aku kehilangan pegangan akan apa yang nyata dan pura pura, mereka

hentikan protes serta demonstrasi.

 Yang aku bayangkan aku meringkuk di sebuah pojok yang bukan pojok, dikurung dalam

kegelapan menakutkan. Sungguh ketika semua hal yang terjadi sama sekali tak terjawab

alasan serta pasti, maka kita hanya bisa menyerah pada balada kegelisahan yang panik.

Dan disana aku berdiam; Aku rasa itu yang tubuhku lakukan meski dalam pikiran, ke

empat inderaku masih riuh melakukan makar sepihak, menyiksaku dalam tiap detik 

 yang kuhitung dari ketukan tetes air yang jatuh.

Tetes air.

 Aku tersadar bahwa semenjak pertama aku jatuh ke tempat ini, tetap ada ketukan tetes

air.

Lalu hening.

Lalu aku merasakan sesuatu yang besar, bersiap siap untuk mengarungi realita yang

sama sekali berbeda.

 Aku dengar batu kerikil yang jatuh menggelinding di sebelah kiriku. Aku mendengar

namun bisa kulihat jatuhnya dengan amat jelas meski komposisi warna dan bentuknya

sama sekali berbeda. Kerikil itu tidak berwarna selayaknya kerikil, tidak berbentuk 

Page 25: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 25/91

seperti kerikil, juga sama sekali tidak bergulir jatuh sebagaimana kerikil jatuh. Aku tahu

itu kerikil. Seperti aku tahu dinding berlumut abu abu mengelilingi seluruh tempat ini

dari harumnya, juga air terjun setinggi 20 meter di atas kepalaku yang kucicipi ketika

tetesan air dari stalagnit gua menelusup ke bibir. Aku melihat. Tapi kali ini tidak dengan

 bantuan cahaya.

Perlahan lahan mulai terasa arti dari segala penipuan para indera. Mereka tidak 

mengkhianatiku, paling tidak niatnya tidak seperti itu. Ini adalah sebuah penyesuaian

diri besar besaran, sebuah persiapan akan apa yang akan datang. Beberapa siap lebih

cepat, sisanya harus melewati pergulatan tanpa akal yang nyaris menghancurkanku.

Hanya hampir.

Salah satu indera yang tidak menipuku semenjak awal adalah kulit yang mengelilingi

pergelangan. Aku tidak pernah salah. Bulir bulir yang kuinjak memang bukan pasir dan

 bukan kerikil. Beberapa diantaranya merayapi kaki karena masih menyisakan sedikit

nyawa, masih mencoba bergerak meski tak menyala. Seratus juta atau lebih kunang

kunang tanpa cahaya tergeletak, menghampar di sekujur gua ini. mereka tak bergerak 

dan terinjak injak oleh makhluk pertama di tempat ini semenjak entah kapan. Mereka

tidak tidur, mereka mati. Sebuah kuburan raksasa dari salah satu makhluk suci desaku,

Sang Khadyota.

‗Dari yang menyala akan mati di lembah gulita. Bangkit kemudian aku tanya; Manusia

dan perjuangan. Khadyota dan pembimbing malam. Sang kelinci putih bersinar lebih

gelap demi reruntuhan dan penyelamatan. Kembali. Kembali. Kembali, Berhentilah

terlena (kemudian) pahami bahwa melihat tak selalu berarti tahu‘ 

Page 26: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 26/91

Page 27: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 27/91

 Visi. Seberapa sering kita melihat untuk menangkap sebuah bentuk yang kita yakini?

Konsep atas apa itu indah maupun cela. Gambaran itu seolah hanya dibentuk oleh bola

mata. Atau bagaimana dengan keyakinanmu tentang haluan arah? Tentang atas atau

 bawah, depan atau belakang. Semua seolah ditulis penunjuk pasti yang tidak mungkin

keliru.

Namun, setelah kejatuhanku, persepsi adalah hal yang pertama aku pelajari. Sebuah

titik, dimana aku belajar menguraikan bahasa universal yang digunakan semesta untuk 

 bercerita dan saling memahami. Dan sungguh, ia tidak berbatas pada seberapa lebar

aku membuka pelupuku ataupun mata fanaku. Semua kupelajari ketika kusadari, langit

sendiri adalah sebuah perjalanan bukan pendakian tanpa gravitasi.

Hitam.

 Aku yakin, inilah hitam yang paling kelam yang pernah aku kenal. Ketika bukan hanya

mata yang direnggut, namun juga berani dan percaya. Selama ini, warna langit desa

tanpa terang bulan selalu memaksaku meringkuk dan menyalakan sekerjap api untuk 

merasakan aman. Disini, bukan terang yang hilang tapi terang seakan tidak pernah

hadir.

Hingga kukira, langit telah memuntahkanku mentah-mentah, tidak menerima usahaku

untuk menjelajahnya, kemudian mendaratkanku di dasar jurang terdalam yang

disimpan jagat raya. Karena indraku terdisorientasi, tidak mampu memindai rana, dan

terutama citra. Seperti direnggut kejatuhan sesaat setelah kepak-ku gugur.

Page 28: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 28/91

Page 29: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 29/91

titik-titik kehidupan. Sedikit sekali, renik dan hampir tak terdeteksi. Tapi setidaknya,

pernah ada.

Beberapa dari kehidupan itu terseok untuk merangkak ke pergelangan, namun

kemudian diam. Sisa hidupnya sudah mati, dan jatuh dalam kumpulannya yang

tersebar. Membentuk peristirahatan raksasa untuk makhluk-makhluk yang pernah

memiliki cahaya. Sang Khadyota, kunang-kunang suci.

Tempat itu mungkin lembah yang mati. Sisa-sisa cahaya yang redup kemudian hilang

sama sekali. Seperti supernova. Tapi justru disitu aku belajar. Bahwa malam tidak selalu

kelam, dan gelap tidak selalu mencekam. Dan yang terpenting adalah bisikan Sang

Khadyota yang dialirkan pada telinga kemudian diresapi oleh jiwa: ―pahamilah, bahwa

melihat tidak selalu berarti tahu‖ 

Ternyata, kejatuhan tidak menghambat perjalananku. Ia hanya membalikanku,

menunjukan relativitas arah yang berubah: bahwa apa yang semula atas kini menjadi

depan dan apa yang semula bawah menjadi belakang. Pada saat itu juga aku bisa

melihat hampar lapis langit tempat aku akan memulai pengembaraanku untuk mencari.

Terbentang dihadapanku, bukan di atasku.

Dan sesungguhnya, bukan sayap yang aku butuhkan.

Diiringi satu nyala dari kunang-kunang yang terbang, hanya langkah kaki pasti yang

menuntunku mengawali perjalanan.

Page 30: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 30/91

Taraksa adalah kisah yang terinspirasi dari petilan #nokturna. Cerita ini akan diangkat sebagai

naskah seni pertunjukan: Teater EPIK vol. 5. Terinspirasi dari semangat konten-berbagi

#nokturna, perjalanan Taraksa akan kami bagikan kembali kepada teman-teman melalui

 jejaring media kami, salah satunya melalui tulisan ini.

Untuk info lebih lanjut :

@taraksa_ 

@majalahEPIK 

www.majalahepik.com

Letakkan prasangka baik kita pada-Nya, pada jalan yang kita pilih, dan yakinkan

bahwa jika ini baik, Dia akan selalu menemani. Karena, sesungguhnya Dia, ada di

sisi prasangka hambaNya pada diriNya… 

ibu bapak 

 Love your parents. We are so busy growing up, we often forget they are also growing

old - unknown 

Beberapa waktu yang lalu orangtua saya mengunjungi saya dan adik di Bogor, karena

kebetulan bapak lagi ada kerjaan di jakarta. Di hari mereka datang, saya kebetulan

sedang ada agenda melakukan sesuatu. Ntah kenapa saya kesal betul hari itu, karena

 jadinya saya harus ke Bogor dan itu memberatkan apalagi saya lagi capek-capeknya.

Saya bilang pada ibu saya, ‗Udah makanannya di titipin ke adek, nanti kalo sempet 

saya ke Bogor‘ , lalu ibu saya bilang, ‗Yah kita kan maunya ketemu sama kamunya,

nak.‘  

Page 31: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 31/91

Page 32: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 32/91

Tapi saya percaya, paling tidak doa yang anak shaleh/shaleha, mungkin bisa menolong

mereka kelak di akhirat. Maka, semoga di sisa umur mereka dan saya, saya masih bisa

menjadi anak yang shaleha untuk mereka dan karena Allah. Aamiin.

Anakku… 

Terakhir kali umi ingin mengatakan padamu, carilah lelaki yang memiliki impian

yan keinginan yang begitu besar akan surga, Karena jika kau bertemu lelaki

semacam ini. Semua langkah hidup, pilihan, keputusan untuk diri dan

keluarganya akan disandarkan pada Allah pemilik surga. Jangan hanya mencari

lelaki hanya karena mapan, prestise, dan kemuliaan yang dicanangkan orang,

namun hatinya tak dekat dengan Allah, tak dekat dengan mesjid, tak dekat

dengan orang dhuafa. Karena lelaki seperti ini hanya akan membuat kau

tersenyum saat di dunia namun menangis di akhirat kelak… 

potongan dari tulisan Mely raharjo (via taufiqsuryo) 

#repost :P 

Perempuan cantik itu banyaaaak banget, dimana-mana. Yang membedakan

akhirnya ‘magnet’nya. Content-nya. 

Berdoalah 

another randomness: berdoalah 

 berdoalah kepada Tuhan, kau ingin pendamping hidup yang tak perlu tampan tapi jika

memandang wajahnya ada kesejukkan, ada getaran di bagian rusukmu, ada buih-buih

Page 33: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 33/91

Page 34: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 34/91

Chairil Anwar 

saya baru sadar, kenapa beliau begitu melegenda 

1 M O N T H A G O   - 1 9  

Sebenarnya Perempuan. 

Tulisan ini menjawab tulisan Kurniawan Gunadi. 

Saya akan bercerita tentang perempuan, sedikit saja. Karena kami sendiri begitu

kompleks, bahkan kami terkadang sering tidak tahu apa yang kami mau. Dan jika ada

perempuan yang berteriak ‗tidaaak‘ atas tulisan saya, saya paham, karena manusia

diciptakan berbeda-beda.

Sebenarnya perempuan, adalah wanita yang mudah jatuh cinta. Bayangkan, kami akan

dengan mudahnya jatuh cinta pada dia yang berada di rahim, padahal belum pernah

melihatnya sama sekali. Karena kami adalah perasa, kami merasakan ada cinta yang

 begitu tulus, mengalir dalam darah, mengikuti detak jantung kami, dan keinginan

 berjuang bersama.

 Apalagi dengan dia yang sudah berada di hadapan kami, memberikan kenyamanan,

menyediakan pundak, mengulurkan tangan memberikan bantuan, hingga tempat

mengeluh dikala resah. Sssst, kami begitu mudah jatuh cinta.

Karena setiap senyum yang diberikan, akan membuat kupu-kupu di perut kami

 berterbangan senang. Karena setiap pertolongan yang diberikan membuat aliran darah

melaju cepat, memompa jantung tanpa jeda, membuat girang senang. Karena setiap

keluh kesah yang diceritakan, menyisakan hangat dihati dan menghasilkan semburat

merah di wajah.

Sayangnya, kami akan lebih memilih diam, tidak mengatakannya. Karena kami takut,

kami takut sekali kami tenggelam dalam asumsi yang berlebihan. Perempuan, senangsekali menarik benang merah dari setiap kejadian. Menghubung-hubungkannya dalam

diam. Kemudian terisak dalam keheningan. Akhirnya banyak bertanya, ‗Benarkah

 perasaan ini?‘  Hingga nanti berakhir lelah, kemudian kami memutuskan untuk 

menyerah.

Page 35: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 35/91

 Jadi, salah kami tidak mudah percaya (lagi)?  

5.44 pm 

‗Saya rasa kita sudah berhenti disini saja.‘  

‗Kenapa?‘  

‗Karena kita tidak akan kemana-mana.‘  

‗Maksudnya?‘  

Perempuan itu berhenti, melepaskan genggaman tangan dan kemudian pergi

menghilang. Dan laki-laki itu baru saja merasa sepi, sendiri. Ini namanya kehilangan.

- Depok pada senja sore hari.

Poto ini saya temukan di sini hari ini, dan saya teringat tulisan saya hampir dua tahun

 yang lalu. Dia pahlawan saya, semoga kalian juga kembali mengingat jasanya :)

#IndonesiaJujur Yuk! 

Pagi ini saya tersentak dengan berita, ada seorang ibu yang harus mengungsi dari

rumahnya akibat didemo warga di sekitar. Alasannya, si ibu berjiwa mulia ini,

melaporkan sekolah tempat anaknya menimba ilmu karena melakukan pencotekkan

massal.Mengenaskan. menyedihkan. dan sangat mengerikan. Calon-calon generasi pemimpin

 bangsa, diajarkan untuk melakukan pencotekkan masal. ini lah wajah Indonesia

sebenarnya, Kita disiapkan untuk jadi robot pengejar nilai, bukan mendidik manusia

untuk menjadi manusia. Manusia yang diharapkan memiliki banyak kecakapan agar

 bisa membuat negara ini lebih maju.

Teman saya, bernama Gemuruh Geo pernah berkata,

 jika ada orang yang menyontek maka nilai kita baik, jika nilai kita baik maka IP kita

baik, jika IP kita baik, kita gampang dapet kerja, kalo kita udah kerja, kita dapet gaji,

nah, gaji kita kan di pake buat makan, akhirnya hasil dari contekkan itu mengalir ke

darah kita, kalo kita punya anak, di darah anak kita mengalir darah hasil contekkan,

dan begitu seterusnya… 

Saya ga munafik, dulu saya melakukan contek, ga sering memang, tapi kalo udah

kepepet banget, yah mau gimana lagi daripada ngulang (atau dulu bahasa gaulnya

remedi). Tapi setelah ngobrol dengan Geo panjang lebar, saya memutuskan untuk 

Page 36: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 36/91

 berhenti melakukannya sekalipun udah diujung tanduk. Saya mulai nyontek itu sejak 

SMP, baik jadi pelaku pencontekkan ataupun yang memberikan contekkan, yang paling

lucu adalah, seringkali teman yang saya beri contekkan, nilainya lebih baik daripada

saya. Tapi bagi saya tidak mengapa, asal semua senang.

Tapi sekarang saya jadi mikir, jadi selama ini saya sekolah buat apa sih? Buat dapet nilai bagus doang? Biar nantinya bisa kuliah di tempat bagus pula, kalo sudah kuliah di

tempat bagus, bisa dapet tempat kerja enak deh, dengan gaji gede pula. Yah, kalo sudah

 begitu, kalo menurut saya, apa bedanya kita dengan robot yang di program, ga punya

 jiwa.

Balik lagi, ke ide dasar kenapa perlu adanya sekolah, adalah biar anak-anak bisa

memiliki kemampuan di bidangnya masing-masing, melakukan apa yang mereka bisa

dan mereka suka, prinsip skhole pada zaman Yunani dulu. tapi dari video RSA, yang

dibuat oleh Sir Ken Robinson, kata Sir Ken, segala mengenai pendidikan berubah saat

zaman Revolusi Industri, sekolah jadi terseret dalam sistem kapitalis, yah akhirnya

sampai jadi kayak sekarang. Kita sekolah (tampaknya) agar punya ijazah doang terus

kalo punya ijazah bisa kerja dimana-mana deh, bukan memanusiakan manusia, agar

dapat melakukan sesuai dengan bakat dan kemampuan yang dia miliki. Hal ini, bisa jadi

 bahwa mindset kebahagiaan di tiap kepala manusia adalah dimana kita punya banyak 

uang. padahal, kebahagiaan sendiri subjektif.

Padahal, pada UU Sisdiknas, Bab II, pasal 3, tertulis jelas,

 pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak

serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia

yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab. 

Tapi tampaknya elemen yang bertanggung jawab atas keberjalanan sistem pendidikan,

telah lupa, apa yang mereka telah rancangkan di UU Sisdiknas ini sendiri. Mereka lupa

esensi pendidikan yang sesungguhnya, yaitu memanusiakan manusia, bukan mengejar

ijazah. bagi saya, ijazah itu hanyalah sebuah selembar bonus, atas keberhasilan kita

mengenyam pendidikan.Miris sih, tapi yah mau bagaimana lagi, makanya saya salut banget dengan ibu Siami

(ibu yang ada di berita yang saya baca) yang berjuang untuk mendidik anaknya untuk 

tetap jadi ‗manusia‘. Yah, ibu mana yang ingin anaknya ‗terkotori‘. Kalo kata pak Ki

Hadjar Dewantara, dalam bukunya Menuju Manusia Merdeka, setiap anak sebenernya

sudah punya dasarnya sendiri, nah bagaimana orangtua atau orang-orang terdekatnya,

mendidik dia untuk jadi lebih baik. Sama hal yang dilakukan oleh ibu Siami, dia ingin

Page 37: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 37/91

mendidik anak menjadi ‗anak yang baik‘. Tapi, saya tak menyalahkan seratus persen,

apa yang dilakukan oleh warga-warga yang marah dengan ibu Siami, karena mereka

 juga merupakan korban, korban dari kekacauan implementasi sistem pendidikan yang

di Indonesia. Siapa yang pernah mencerdaskan mereka, bahwa fungsi sekolah yang

utama bukan mengejar nilai baik, tapi memanusiakan manusia pada utuhnya. tidak ada bukan? Sekali lagi, mereka cuman korban, korban ketidak-tahuan fungsi sekolah

ataupun pendidikan khususnya.

Bagi saya sebenarnya sendiri, contek atau ga itu masalah prinsip, kayak agama.

makanya saya ga terlalu repot buat nyuruh orang untuk berhenti nyontek, tapi bukan

 berarti kita harus mendiamkan yang mereka lakukan, tapi kalo sudah dikasih tahu tapi

tak mau mendengarkan apa boleh buat, itu pilihan mereka. mungkin ‗hidayah‘-nya

 belum nyampe, sama kayak berdakwah, iyah ga?

Tapi saya sepakat banget, menyontek itu adalah biang atau awal dari korupsi. lah kok 

iso? Kita biasanya melakukan sesuatu dari hal yang paling gampang, kemudian terasa

enak, kita melakukan kembali, akhirnya jadi besar. Saya yakin, dulu Gayus nyuri di

perpajakkan, tidak langsung bermilyar-milyar, pasti dari yang kecil-kecil dulu, eh

ternyata ketagihan, akhirnya, yah kayak kasus kemaren, sampe ber-milyar-milyar.

 Apa yang saya tulis di atas ini, cuman bentuk kesedihan saya terhadap salah kaprahnya

pemikiran orang-orang tentang pendidikan, pendidikan dan sekolah bukanlah hanya

mengejar ijazah, ijazah hanyalah bonus atas keberhasilan kita, saat kita sungguh-

sungguh mempelajari apa yang dihadapkan di kita. Saya tak pernah menyesal nilai jelek 

saat saya benar-benar tak bisa di suatu mata pelajaran, buat apa nilai kita baik jika kita

tak paham sedikitpun dengan pelajaran tersebut.

lebih baik diasingkan daripada menyerah kepada kemunafikkan - Soe Hok Gie 

 Akhir kata, saya salut sekali dengan kegigihan Ibu Siami melawan kemunafikkan,

hingga berbuah pengasingan. Saya sendiri, belum tentu bisa sehebat ibu Siami, semoga

suatu hari nanti, bangsa ini, bisa memiliki ibu Siami-ibu Siami lainnya, aamiin.

‗Jadi kau tak pernah mencintaiku?‘ Gadis di yang duduk di depanku duduk menatap

tajam dengan muka memerah dan mata berair sendu, air matanya belum mengering.

‗Tidak.‘ Jawabku dengan penuh keyakinan. Aku bohong.

— 

 Aku masih ingat pertamakali bertemu dengannya, di sebuah buku kafe. Kami masuk ke

dalam tempatnya bersama-sama. Penuh. Tinggallah dua buah sofa dengan satu buah

Page 38: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 38/91

meja. Dia sibuk dengan notebook dan ransel coklat. Dan aku dengan Aleph-nya Paulo

Coelho. Resepsionis yang menerima kami bertanya, siapa yang mau mengalah. Dia

melirikku dengan kacamahitamnya, gadis ini manis sekali dengan wajahnya memelas

seolah-seolah berkata, ‗Izinkanlah aku.‘ Tapi tidak, dia malah berkata, ‗Kita bisa

berbagi tempat duduk jika kau mau?‘  

 Aku diam. Akulah yang lebih dulu sepersekian detik datang ke dalam kafe itu, bukan

dia. Jika ada yang berwenang mengatakan hal itu seharusnya lah aku, bukan dia. Tapi

gadis ini sungguh manis dengan wajah memelasnya. Lagi pula aku hanya ingin

membaca buku dan menikmati secangkir espresso. Apa salahnya, toh dia juga tampak 

sibuk dengan notebooknya. ‗Boleh.‘ Jawabku waktu itu. 

 Aku tidak pernah percaya bahwa cinta bisa datang dengan sekali pandang. Tapi

dengannya, kepercayaanku luntur berserakkan. Dia dengan headphones-nya sambil

mendendangkan Yellow milik Coldplay, sibuk dengan kertas-kertasnya yang

 berserakkan sambil bergulat dengan notebook-nya, dan sesekali menaikkan

kacamatanya dengan jari manisnya. Sungguh, mencoba bertahan agar tak terperangkap

lebih dalam lagi dalam magnetnya.

‗Kamu suka Paulo Coelho  juga?‘ Tanyanya tiba-tiba sambil meneguk cappucino yang

tampaknya sudah dingin.

‗Buku ini hadiah teman.‘  

‗ The Alchemist lebih bagus kalo menurutku.‘  

‗Oh, mungkin setelah ini aku akan membacanya.‘  

 Aku kembali sibuk dengan bukuku dan dia kembali sibuk dengan dunianya.

‗ Kania.‘ Dia menyodorkan tangannya saat aku beranjak dari sofaku untuk pergi.

‗Bagas.‘ 

— 

Page 39: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 39/91

 Aku mencintaimu karena alam semesta membantu menemukanmu. Paulo Coelho

 benar. Dan takdir tidak bekerja sendirian, dia bergerak imbang. Takdirku dan takdirmu

 berjalan pada arah yang bersama, bertemu pada satu titik keyakinan yang sama.

Sayang, aku mengikari takdirku. Aku percaya takdir yang membawa kita berdua, dan

aku juga percaya cinta tak hanya dipilih tapi juga memilih. Tapi aku takut kisahromantis kita berdua tak sampai pada akhir bahagia.

‗Kenapa?‘  

‗Aku tak tahu jawabannya.‘ Kali ini aku tidak berbohong. Ketakutanku tidak beralasan.

‗Selamat tinggal.‘ Gadis itu beranjak pergi dari sofanya, persis tempatku duduk setahun

 yang lalu aku dengan espresso dan dia dengan cappucino-nya. Hanya kali ini dia yang

 beranjak pergi. Air mata menyelinap di sudut mata. Semoga kau lebih bahagia tanpaku.

1 M O N T H A G O   - 2 3  

Takdirmu tak akan timpang. Jadi, keluar dari kungkungan stigma yang

membebani tadi. Cara termudah tentu dengan memperkokoh pijakan kaki

sendiri. Beri dirimu penghargaan yang sepantasnya dia dapatkan. Beri dia

 bekal yang baik. salah satu bentuk penghargaan adalah jangan bebani dia

dengan kekhawatiran yang tak perlu. Kata orang kekhawatiran itu tak 

memperbaiki masa depan, tapi jelas dia merenggut kebahagiaan di hari ini.

Hiduplah dengan tenang. 

 Apakah hidupmu sudah tenang?

Perlahan ‘kacamata’ mu akan semakin bersih. Semua akan terlihat lebih

 jelas. Apalagi yang berupa ‘pertanda’ Tuhan. Light will guides you home.

 Asal bisa melihat cahaya, kan?

Rumah Kaca

1 M O N T H A G O   - 1 6  

Page 40: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 40/91

Pergi ke Mars #4 

oktira: 

 Awan mirip UFO itu menembus atmosfer, melesat cepat.

 farewell earth 

 bola biru yang menenangkan hati

oh bumi

perjalanan ini bukan tanpa tujuan, sesungguhnya bukan pula untuk Mars. Perjalanan

ini membawa misi.

please find your sister, only you can do it.. .

Hanya itu yang kuingat dari lelaki tua berambut putih itu, selebihnya adalah cat tembok 

putih, sprei putih, lantai putih, dan putih.. . bahkan bau karbol bercampur obat di

ruangan itu masih membuatku mual. Itukah kenangan terakhir bersamamu?

Kematian adalah janji yang tertepati. Pembebasan diri dari ngilu duniawi menuju

sesuatu yang entah tak terdeskripsikan. Lalu, engkau bebankan padaku sesuatu yang

 berat ini. Harus kemanakah aku mencarinya?

Sinyal pendeteksi keberadaannya sudah lama hilang. Mungkin saja dia sudah sampai di

galaksi lain, menemukan cinta dan impiannya, bahagia disana. Lalu kenapa masih kau

pedulikan dia? Bukankah biasanya kau tak pernah?

Sampai detik ini pun, aku masih tak mengerti mengapa aku melakukan ini. Tapi

kupikir, ini permintaan terakhirmu, biar saja kulakukan. Kasihan aku padamu, anak-

anakmu tak pernah menjadi anak manis dan penurut sesuai keinginanmu. Tapi,

 bukankah orang akan memanen sesuai apa yang ia tanam?

 Aku sudah hilang akal, tak tahu harus kemana aku mencarinya.

 Angkasa ini terlalu luas. Bolehkah aku menyerah saja?

 Hey sist, dimana kamu? 

 Lelaki tua itu sudah pergi 

dan tahukah kamu? 

Page 41: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 41/91

Page 42: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 42/91

Satu detik ragaku kaku. Kau mengancingkan jaket, dan mendorongku ke depan cermin.

‗Nah! bolehlah jadi cover majalah-…‘kau mengelus dagu.  ‗National Geographic

animal!‘lanjutmu tersenyum dan tertawa girang. 

Tapi tiba-tiba aku lupa cara tertawa.

‗Kadang gue pikir tentang orang yang pergi lalu menghilang entah kemana.‘ suaramu

halus mengisi ruang dari belakang. ‗Andai orang-orang terdekat tak tahu apakah dia

telah mati, maka mungkin dia tidak benar- benar mati. Mereka bisa ‗menciptakan‘ hal

 yang terbaik tentangnya.‘ 

Beberapa saat kita hanya menatap cermin. Mencari, mengais, entah apa.

Itu adalah dialog terakhir sebelum kau pergi.

 _dialog terinspirasi   Before Sunrise  dan Down by Law  

sebelumnya: pergi-ke-mars-4 

1 M O N T H A G O   - 3  

Peretas 

Seumpama pagi, kita pun lekas pergiSebagai sore, kita segera sampai

Dari dan ke pangkuan kelam

Di mana kita jadi penelusur gua gelita

Meraba, menaswir gema cinta

Terpisah dari yang selain desah

Raga melenggang bagai ganggang

Sukmaku menggapai sukmamu, bersitaut serupa kiambang

Larut dalam kelucak ombak pasang

Kulumur landai lampingmu sampai pasir menyerpih

Kudentur-dentur ceruk curammu hingga berbuih

Hingga kau-aku terhempas, terlepas, di altar tarikh

Peramlah separuh perih, sampai kaulihat rakit

dinakhodai cahaya fajar pertama dari kaki langit

Selebihnya biar kusemat di jantungku, betapapun sakit

Page 43: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 43/91

Sebab, selagi selat susut semata kaki,

kita akan mulai saling mencari

Dipandu denyut nadi

Kuharap kita akan bersua di sebuah bukit hening

 yang menyimpan mata air bening, di mana letih terbaringseluruh luka pulih, seiring kita tandai segala yang asing

Dan di tanah yang tabah itu, hidup akan tumbuh

Kau bagian dariku, aku bagian dirimu, dua jiwa satu tubuh

Senantiasa saling butuh. Tanpa yang lain kita tak penuh, tak utuh

 Sitok Srengenge, Kompas 5 Agustus 2012

Musim 

Tak pernah henti cinta mencintai

sampai usai tak letih silih mengisi

Dulu

sebelum menyatu

aku bergelar lapar

kau bernama dahaga

Sama-sama baru tiba dari hampa

Laludibimbing waktu

aku melahapmu

kau meregukku

Sejak itu kita bukan lagi yang sediakala

Betapa perkasa cinta

Ia jelmakan kita jadi manusia

Kuhasratkan kau rebah di tanah

sebab aku petani yang tabah

setia membajak dan mencangkulimu

memupuk dan mengairimu

Hingga kau bunting

melahirkan nasi ribuan piring

Kadangkala aku pekerja pabrik gula

merawat ladang tebu

Page 44: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 44/91

atau menjaga gerak mesin gilingmu

 Agar tak cuma aku

tapi semua yang dekat kita

tetap bisa menikmati manismu

Dalam dambaku kau seindah musim basahselalu murung dan menangis

setiap kausaksikan kawanan burung

meninggalkan hutan tropis yang hampir habis

Kubuka sawah dan kebun

menadah gairah yang rimbun

sebelum kau berpaling sebagai musim kering

membuatku gering rindu peluhmu

 Aku bergantung padamu

Tak perlu kuminta kau jadi yang kumau

Cinta ibarat bunga: merekah indah

sudah itu layu lalu luruh demi buah

Petani dan musim

tak terpisah

 Sitok Srengenge, Kompas 5 Agustus 2012

Nomor 1 : Yang Terculik  

 Naskah : Sutansyah Marahakim

 Ilustrasi : Fiona Priscilla Tambunan

 Adaptasi Cerita : Anissa Rahma Sukardi  

Semua bermula dari lembah yang bergelora. Aku ingat rona api menggeliat jelita,

perayaan desa di tengah kemahadayaan semesta. Malam itu hanya milik warga desa.

Selayaknya sebuah pesta, membawa sukacita, membuang jauh nestapa. Sesaat ini kami

 biarkan lupa.

Page 45: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 45/91

Sebuah kisah diantara tenda-tenda dan nyala terang bulan. Mereka berdansa dan

 bersuka-ria, aku tertawa meski tak ikut bersulang bersama. Pada setitik waktu yang

disakralkan, kami berbagi keceriaan juga setitik kesederhanaan.

Dunia yang tak pernah lelah bercerita, di dalamnya kami menjelajah. Juga aku,

memandangi sesosok yang menari disana. Ini adalah desa tua ditengah belantara.

Namun melodi dari ujung seruling membuat umur tak lagi penting. Lagu itu.

Mungkinkah sesekali ia lantunkan untukku?

 Adalah sebuah canda dari gadis yang kudamba. Lalu rasa yang menjangkit, menarikku

dari pojok sendiri menuju lingkaran yang tak kupahami. Seulas senyum, dalam lesung

 yang merona. Aku benci kata cinta namun apa daya. Menyapaku dengan suara sebening

air di dasar telaga. Mengajakku untuk bergerak dalam raga yang mendadak lupa segala.

Karena semua indera yang kupunya, terbuai hangat auranya.

Chiandra.

 Yang diinginkan dan dirindukan sukma. Auranya kurekam dalam kirana, nyanyian

mimpi semesta. Inilah kisahnya, sebuah perjalanan nyata dan tak nyata hanya untuk 

mengembalikan Chiandra. Dan di relung malam milik kalian yang bertanya tanpa sadar,

cerita ini akan kutebarkan.

— 

 Akan kuulang lagi, bagi kalian, bagaimana malam yang berawal penuh suka cita itu

 berubah menjadi lara bagiku. Ketika purnama hendak lepas dari geliat mendung,

Page 46: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 46/91

mereka memanggil jiwa-jiwa yang terkesima dan rela. Dari bumi yang dengan mata

naifnya, melihat keindahan purnama sebagai Dewi yang elok di kala malam. Dan kali

ini, jiwa yang terculik itu adalah miliknya. Milik Chiandra.

Lingkar perayaan itu berangsur-angsur menyebar dalam sudut yang berbeda. Aku

terduduk, sendiri dan mengagumi. Chiandra, dengan serulingnya meniupkan nada yang

mengecupi telinga. Kututup kedua mata agar buai nadanya menelisiki jiwa.

Kemudian, untaian itu menjadi sunyi, dan nalarku kembali bertanya. Ada apa?

Mengapa berhenti? Mata adalah indera pertama yang tak percaya. Figurnya yang

pesona, kini sirna. Perlahan, ditelan malam yang semakin tua. Dipandu temaram

cahaya dari bulan, yang mungkin saja hampir sekarat.

Tangan-tangan yang terpejam, menarik raga Chiandra, seolah-olah ingin meleburnya

 bersama Dewi malam, dalam kerajaannya yang angkuh juga rapuh. Dan saat itu, aku

 juga jatuh terduduk. Setelah gaung detik yang kuhabiskan dalam kejut, Chiandra tak 

lagi ada di tanah ini.

 Aku mencari, berlari, kadang teriak dalam frustasi. Namun selalu berakhir dalam

simpuhan takluk. Sedangkan, apa yang mereka lakukan? Saudara-saudaraku hanya

menatap purnama dengan kenaifan. Seperti itulah dunia yang bergulir bersamaku.

Mereka terpaku pada rembulan yang bulat sempurna, sendirian di langit malam.

Menatap dengan takjub dalam kekosongan. Kuhentakkan bahu seorang pemuda desa.

Ia hanya balik menghentak, dan menyuruhku menatap bulan. Benderang memang. Tapi

tetap saja aku tak paham.

Page 47: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 47/91

 Atau justru mereka yang tak paham? Bahwa lingkar putih nan megah itu, kini menahan

Chiandra dibalik kuasanya.

Tak ada isak lara atau lirih peratapan. Tak sadarkah mereka?

 Atau mereka terlalu terbuai pada fakta, bahwa salah satu dari kami kini menjadi bagian

dari malam yang penuh mimpi dan imaji. Aku berlari lagi ke tengah kerumunan.

Mencari pertolongan. Tapi visi mereka hanya tertuju pada purnama. Yang sejujurnya,

sangat ingin aku ledakan!

 Amarah dan kecewa. Ingin kugugat Sang Permaisuri saat itu juga. Ingin kurampas

darinya, jiwa yang dari pertama bukan miliknya. Jiwa yang aku sayangi. Namun

semuanya berkata ―Taraksa cari perkara‖. Aku seperti serigala yang terbuang dari

kawanannya, yang menempuh jalannya sendiri. Mungkin memang itu diriku. Tapi itu

tak akan mengurungkan gigihku. Apapun. Apapun akan kukorbankan. Untuknya.

Untuk Chiandra.

— 

Ternyata, adalah kepala desa yang akan membantuku menjemput Chiandra yang

ditawan bulan. Tapi, tentu saja ada setiap harga dari sebuah pengorbanan. Raga dan

 jiwaku, semua harus menyatu dengan sihir malam. Sebagai kontrak yang mencegah aku

untuk ingkar. Bahwa apa yang kuucap dengan janji, tak dapat di tarik kembali.

Persetujuanku saat itu adalah awal pertarungan dengan ketakutanku dan

ketidaktahuanku.

Page 48: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 48/91

Lingkaran yang sakral mulai menyatu. Shaman dan titahnya berupa rapalan yang tak 

sedikitpun kumengerti. Hingga ditorehkan dua mata burung hantu di punggungku.

Luka yang merupakan simbol ketakberdayaan meraih segala daya. Agar belenggu

gravitasi lepas dari tubuhku. Agar daratan tak lagi mengikatku. Agar segala

keduniawian melepaskan cengkramannya padaku.

Lalu, perlahan sayap-sayap itu tumbuh. Dari punggungku, mata burung hantu melebur

menjadi sesuatu yang berhasil mengakali keterbatasan mortal. Seluruh nadiku

sepertinya luruh, bersama dengan kepak membisingkan indera. Meninggalkan tipu daya

semesta. Menghantarku ke undakan langit untuk memulai perjalanan.

Seketika lepas landas, rasanya kemenangan sudah ada ditanganku. Namun rupanya,

aku terlalu percaya. Karena kini sayap-sayapku luruh dan aku terjatuh. Tapi daratan

 yang berbeda seakan menyambutku. Dengan kegelapan yang membingungkan raga

hingga buta.

Taraksa adalah kisah yang terinspirasi dari petilan #nokturna. Cerita ini akan diangkat sebagai

naskah seni pertunjukan: Teater EPIK vol. 5. Terinspirasi dari semangat konten-berbagi

#nokturna, perjalanan Taraksa akan kami bagikan kembali kepada teman-teman melalui

 jejaring media kami, salah satunya melalui tulisan ini.

Untuk info lebih lanjut :

@taraksa_ 

@majalahEPIK 

www.majalahepik.com

Page 49: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 49/91

Page 50: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 50/91

Bagaimana kalau kita simak saja penjelasan langsung dari Pemimpin Redaksi EPIK 

Media? ;)

Monggo… 

Apa itu EPIK Media?  

“Sebermula adalah majalah, lalu perjalanan dari naskah ke naskah.” 

 Kira-kira seperti itu kisah dibalik Teater EPIK ini jika hendak menyitir dengan sedikit 

 perubahan salah satu bait sajak Sapardi. Pada mulanya bentuk Teater EPIK ini hadir sebagai

ujung tombak pemasaran Majalah EPIK  — sekemas majalah yang berdiri dengan dasar 

konsep: penuangan kembali esei kritis dari sudut pandang mahasiswa. Di awal keberadaannya,

teater ini sendiri hanya mencoba menyajikan rupa berbeda dari pembahasan tema majalah di

tiap edisinya. Pementasan ditujukan untuk memberikan pembaca sensasi bermacam yang lebih

dari sekadar lembaran dan tulisan.

Seiring dengan perjalanan, bentukan teater ini mendapatkan sorotan yang menjanjikan,

 sehingga kerap kali Teater EPIK diberikan kesempatan untuk merambah raga eksplorasi

 pementasan, dari musikalisasi puisi hingga bentukan pengisi acara. Pada perlawatan itulah

 perlahan bentuk teater ini berubah, bersamaan dengan hadirnya para penggiat baru, dari

 sekadar alat promosi majalah menjadi suatu wadah yang menaungi.

—— 

 Dan pada momen ini hingga Desember nanti, kami hendak menyebutnya semacam

inaugurasi, perayaan kehadiran EPIK kembali. Kami masih mengingatnya dengan

Page 51: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 51/91

terang, sudah hampir 8 bulan Majalah EPIK tidak memasuki siklus hidup media

cetak, pun juga ruang di dunia maya yang tak lagi terurus selama kurang lebih 1

caturwulan; membuat 27 Mei 2012 kemarin hanya akan menjadi sekadar peristiwa

 jika kami tak terus membangun cerita dari EPIK Media.

 Maka, selama kurang lebih 2 bulan ke belakang, kami mencoba berkemas, utamanya adalah

mempersiapkan tim yang cerkas. Namun, persoalan tak berhenti disana, upaya untuk 

menghidupkan lagi lalu-lintas ide bukanlah perihal mudah.

Setelah coba berdiskusi kesana kemari (sembari mengadakan pameran fotografi) akhirnya

munculah kesimpulan sederhana,

“Bagaimana jika kita mulai dari akun twitter dengan melemparkan konten-berbagi untuk 

 sekadar mencari ide dari teman-teman?” 

 Dan hadirlah #nokturna  , yang tanpa disangka-sangka, mendapat sambutan hangat dari

khalayak. Selama 2 minggu itu, kami dibuat cukup takjub.

 Begitu banyak perspektif yang sebelumnya belum pernah kami dengar, buah pikiran dari mereka

 yang tak kami ketahui keberadaannya. Lalu lahirlah pokok obrolan di antara tim kami, yang 

berkutat pada “hendak di-apa-kan #nokturna ini?”. 

 Proses perunutan kembali berbagai ide #nokturna dari teman-teman berakhir pada serbesit ide

untukmenjadikan #nokturna  sebagai landasan awal sebuah skrip.

Page 52: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 52/91

Setelah melalui penggodokan yang sampai-sekarang-masih-belum-berkesudahan, kami coba

menghadirkan #nokturna  sebagai serangkaian acara, dan salah satu rangkaian yang pertama

kami sebut sebagai Taraksa, Teater EPIK.vol. 5.

Terinspirasi dari konten-berbagi #nokturna  , kisah mengenai Taraksasendiri akan perlahan

kami bagikan kembali kepada teman-teman melalui berbagai jejaring media kami. Sebagai

dasar dari rangkaian acara ini, #nokturna  , akan tetap hidup sebagai bentuk aksi promosi dan

 sarana berbagi.

 Dan yang tentunya menjadi tak kalah penting dari Taraksa dan#nokturna  , Tim Redaksi akan

menghadirkan Majalah EPIK sekali lagi.

Salam hangat,

Pemimpin Redaksi  

Untuk info lebih lanjut :

@taraksa_ 

@majalahEPIK 

www.majalahepik.com

 Anonymous asked: Kinsia, Kinsia, Kamu cantik. Saya doakan Kinsia

 jodohnya dekat. ^^ btw, Selamat udah wisuda. Kuliahnya beneran di

Negeri Jiran ? Ikhwal 

Subhanallah, ini gimana ngeresponnya gimana (.___.)

Page 53: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 53/91

Ikhwal, what you see was just a tip of an iceberg. You need to experience the unyeng-

unyeng version of Kinsyu before making such a flattering statement. Tapi saya terharu

sama doanya. Aamiin ya Robbal ‗alamiin. Terimakasih ya. Baik pisan (.___.) 

Mengenai kuliah, ya! Anda benar! Saya menuntut ilmu di negeri Jiran yang sering diberi

gelar negerinya Siti Nurhaliza. Namun amat disayangkan, saya belum pernah ketemu

Siti Nurhaliza (.___.)

Berat 

Berkaitan dengan postingan tante Dewi yang ini, saya amat setuju bahwa hubungan

 baik dan harmonis antara mertua-menantu di kehidupan pernikahan kelak #eaa adalah

amat penting.

Bagi beberapa orang, mungkin, yang penting itu anaknya lah. Orangtuanya mah urusan

 belakangan. Lagipula kan belum tentu tinggal satu kota atau berdekatan. Eh, jangan

salah. Ngaruh banget lho beneran *woo anak kecil sotoy woo* :B

Beberapa hari yang lalu, sambil tidur-tiduran unyu, saya sempat kepikiran untuk nanti

di masa depan, mengatakan sesuatu kepada mamah calon.

Saya bahkan sudah membayangkan situasinya. Misalnya si mamah calon mengajak saya

(atau saya yang ngajak beliau) hangout atau belanja keperluan atau makan bareng

 berdua saja. Nah, di sela-sela obrolan santai, diselipkanlah kata-kata yang bunyinya

kurang lebih seperti berikut:

―Tante, tante jangan sebel sama saya ya, jangan terlintas cemburu atau ngerasa saya

 bikin anak tante jauh. Segimanapun si XXX itu jalan-jalan melulu, nelpon-nelpon,

Page 54: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 54/91

 jarang di rumah, sibuk nyiap-nyiapin surprise, kado, atau apalah, di hatinya tante punya

posisi sendiri yang nggak akan pernah tergantikan siapapun.‖ 

 Aaaaaaaa, cheesy.

Soalnya, berdasarkan pengamatan saya (entah ngamatin siapa ckck), ibu-ibu yang

punya anak cowok seringkali merasa insecure saat harus melepas Bang Ganteng mereka

mengarungi bahtera rumah tangga bersama gadis pilihannya.

Sebab? Sebaaab, nanti perhatiannya udah seratus persen tercurah ke istri. Prioritasnya

keluarga baru. Makanan favorit ganti jadi masakan istri, bukan masakan ibu lagi.

Pulang kampungnya jarang, malah ke kampung istri. Ehh.

Oleh karena itu, diperlukan saling memahami dan kerjasama yang baik antara Ibu dan

istri. Ibarat pesan lagu dangdut, jangan ada dusta dan dendam yang terpendam di

antara kita. Kalau dari awal aja udah saling berebut perhatian, udah ada rasa takut atau

rasa nggak nyaman karena prasangka-prasangka jelek, kesono-sononya gimana dong?

Eh berasa mamah Dedeh. Ahahahaha. Berat emang ini pembahasannya berat. Apalagi

 jika malam minggu masih ngedate sama laptop. Ctar.

growing up 

There is no growth in the comfort zone; there is no comfort in the growth zone.

Kata-kata ini dikutip oleh penulis sebuah artikel ekonomi yang terbit di Kompas

 beberapa waktu yang lalu. Intinya menceritakan bahwa sebuah perusahaan yang tak 

pernah mengalami masalah, tidak akan pernah tumbuh dan malah tak baik bagi

Page 55: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 55/91

Page 56: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 56/91

Page 57: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 57/91

besar untuk membuat hidup seseorang menderita atau gembira. Aku bisa

menjadi alat penyiksa atau pemberi ilham, bisa bercanda atau mempermalukan,

melukai atau menyembuhkan. Dalam semua situasi, reaksikulah yang

menentukan, apakah sebuah krisis akan memuncak atau mereda dan apakah

seseorang akan diperlakukan sebagai manusia atau direndahkan. 

Haim Ginott, adalah guru sekolah, psikolog anak, dan psikoterapi dan edukator

orangtua. 

:‘) 

1 M O N T H A G O   - 2 3  

Maha Baik 

 Allah Maha Baik. Mungkin berulang-ulang kali saya bersyukur kepadaNya, takkan

cukup membalas kebaikkan dan kasih sayangnya kepada saya. Ah, sungguh Allah Maha

Baik dengan segala yang telah Dia berikan kepada saya. Dia benar-benar tahu apa yang

saya butuhkan, saat ini, esok hari, dan hari-hari selanjutnya.

 Sungguh Allah Maha Baik, bagi mereka yang percaya akan selalu ada kebaikkan

yang terjadi dalam hidup ini. 

1 M O N T H A G O   - 2 0  

Namanya Em. Nama aslinya jelas bukan Em. Em adalah nama kreasiku untuk 

melabeli seorang pemuda seusiaku yang membantu orangtuanya melayani pembeli di

kedai kopi tak jauh dari kampus.

Em.

Page 58: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 58/91

Paduan dua huruf itu rasanya cocok menggambarkan sosoknya. Posturnya yang kecil,

 wajahnya yang kekanakan, serta gerakannya yang sok gesit bila antrian mulai mengular.

Baju kaus yang dipakainya juga selalu unik. Ia punya beragam varsity t-shirts, kaus

putih bertuliskan part time millionaire, kaus abu-abu bergambar robot, The Beatles

atau Sesame Street, bahkan jersey baseball gedombrongan. Hanya dengan curi-curi

memperhatikan Em, kegiatan antri mengantri jadi tak bosan.

 Aku tahu, Em mengenal mukaku. Mungkin aku satu-satunya pelanggan kedai kopi yang

tidak pernah minum kopi. Em juga hafal dengan pesananku yang tunggal,homemade

chocolate cookies. Berdasarkan fakta itu, kurasa Em bahkan mengingat jadwal

kunjunganku, hari Selasa. Sebab, chocolate cookies yang sedap, renyah, dan tenarnya

 bukan kepalang itu hanya tersedia saban Selasa.

Kadang aku datang pagi, kadang agak petang. Jika saat aku tiba semua cookieskeburu

habis terjual, Em akan berkata dengan raut wajah digelayut rasa bersalah,

―Maaf ya, cookiesnya habis. Mau croissant ?‖ 

atau,

―Maaf ya, cookiesnya baruuuu saja habis. Puff , mungkin?‖ 

suatu kali,

―Maaf, cookiesnya diborong mbak-mbak yang tadi. Suka carrot cake?‖ 

Page 59: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 59/91

Mau tidak mau aku batal merengut melihat usahanya menawarkan kue alternatif. Pada

hari-hari kehabisan cookies, aku memboyong pulang satu kue rekomendasi Em.

***

 Aku selalu berbantah-bantahan dengan hatiku sendiri mengenai alasan kunjungan rutin

ke kedai kopi itu. Berikut pembelaan logikaku: Poin pertama, kelezatan cookiesnya

memang tiada tara. Poin ke dua, interior kedai kopinya apik, berkonsep coffee house ala

Britania Raya. Poin ke tiga, musik akustik yang diputar amat membuai, padan dengan

aroma kopi, aroma kue, dan tata lampunya yang temaram. Poin ke empat, daya tarik 

Em.

Hatiku, yang agak jarang kuturuti, memprotes dan mendakwa bahwa Em seharusnya

ditempatkan di poin satu. Sidang logika versus hati itu sering terjadi di tengah malam,

saat aku mulai dikuasai kantuk. Akibatnya putusan sidang selalu digantung sampai

 waktu yang tidak ditentukan.

***

Hari selasa tiba (lagi). Aku tidak ke kedai kopi pagi-pagi demi mengejar

praktikum. Tidak pula sempat singgah tengah hari karena menghadiri rapat panitia

lomba foto jurnalistik yang belum ada judul, belum ada tema, belum selesai proposalnya

hingga belum ada pembiaya.

Rapat itu memerangkapku hingga hari beranjak petang. Kukerahkan segala daya untuk 

memberi tanda. Kumulai dengan menyandang tas diam-diam, lalu kugoyang-goyangkan

Page 60: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 60/91

kakiku, disusul dengan pamer kuap yang cukup lebar. Namun tak ada aksi dan reaksi

dari peserta rapat yang lain. Mereka gagal menangkap dan menerjemahkan tanda

dariku, aku gagal kabur.

Rapat baru berakhir saat hari gelap pekat. Aku berlari menyongsong apapun yang

tersisa dan disisakan, merasa dapat berkah bila nanti kutemukan lampu depan kedai

kopi masih menyala.

Kekhawatiranku ternyata berlebihan. Kedai kopi masih lebih dari sekedar hidup.

Pembeli tampak ramai, di dalam kedai maupun di bawah kanopi luar. Jam besar klasik 

 yang menghias dinding kedai kopi berdentang delapan kali. Baru pukul delapan malam

rupanya. Aku terkekeh, jadi juga mengecap bahagia. Buru-buru kuambil antrian di

 belakang sepasang muda-mudi yang tangannya saling melingkar di pinggang, mabuk 

cinta.

Dari tempatku berdiri aku bisa melihatnya jelas. Senyumku mengembang. Hati

 bersorak merayakan kemenangan.

Halo Em.

***

Em di Selasa kali ini terlihat lain. Rambutnya dipangkas pendek, senyumnya simpul dan

cepat hilang. Em seperti bukan Em. Ia meracik kopi dan mengambilkan kue dengan

agak lambat biarpun antrian panjang. Hingga tiba giliranku memesan.

―Chocolate cookie?‖ ia mengerling. Aku mengangguk dua kali. 

Page 61: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 61/91

―Semuanya tujuh ribu lima ratus. Ada lagi?‖ 

 Ada Em. Saya ingin bertanya. Dimana kamu ngumpetin Em yang biasanya dan

kenapa pake diumpetin segala. 

―You look tired,‖ cuma itu yang bisa kusebutkan sembari menyerahkan selembar uang

sepuluh ribuan.

―I‘m not tired. I‘m just a little bit sad,‖ Em menyodorkan uang kembalian dan

 bungkusan kertas berisi kueku. Kuhindari matanya, sepenuhnya berpura-pura fokus

pada bungkusan kertas. Aku tidak sanggup melihat apakah ia menjawab dengan

senyum atau sayu. Tidak sanggup bertanya apa-apa lagi, atau bersimpati. Aku terlalu

dibanjiri rasa akibat interaksi remeh yang kuinisiasi.

Setelah mengucap terimakasih dan tersenyum sekilas pada Em, kuraih bungkusan kue

dari atas meja kasir. Bungkusannya terasa lebih berat. Kuintip isinya, ada empat

keping chocolate cookies berjejer di dasar kertas.

 Apa ia salah hitung? Aku tidak pernah membeli lebih dari satu kepingcookie dalam

setiap kunjungan. Tega sekali Em melupakan detail remeh seperti itu.

―Itu hadiah,‖ Em seolah membaca wajah bingungku. ―Soalnya mulai Selasa

depancookiesnya udah nggak ada lagi.‖ 

―Lho? Kenapa? Sepi peminat ya? Jangan dong, kan masih ada saya yang beli,‖ aku

memelas, tak peduli citra diri dan keadaan. Em tertawa kecil.

Page 62: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 62/91

―Bukan karena itu, kok. Pembuat cookies yang paling ahli di sini mau pindah ke Jerman.

Ilmunya belum sempat diwariskan ke pegawai yang lain. Jadi terpaksa ditiadakan.‖ 

―Siapa? Bu Sita? Bu Sita mau pindah ke Jerman?‖ aku menyebutkan nama pemilik 

kedai kopi ini. Aku dan teman-temanku mengenal baik Bu sita, ibu kandung Em. Beliau

senang mengobrol dengan para pelanggan, terutama mahasiswi-mahasiswi rumpi. Dari

Bu Sita kami semua tahu bahwa Em bukan pegawai biasa. Ia pegawai VIP.

―Lho, Ibu saya nggak kemana-mana, saya yang mau pindah ke Jerman. Mau lanjut

kuliah.‖ 

 Aku tertegun. Hatiku menghentikan pesta. Di saat aku akhirnya tahu bahwa sekeping

olahan tepung yang begitu kugemari ternyata adalah hasil karyanya, Em

mengumumkan perpisahan. Mau jadi apa hari-hari Selasaku nanti?

Demi melihat aku yang mematung, dan demi ketenteraman suasana antrian, Em

mengambil kembali bungkusan kertasku dan menuangkan isinya ke atas piring putih.

―Ini, kamu cari tempat duduk dulu. Malam ini boleh pulang agak larut kan? Saya

pengen ngobrol. Jangan khawatir, nanti pulangnya pasti saya anter, pake vespa antik,

dapet bonus pinjeman jaket, hehe.‖ 

***

Kami duduk di salah satu meja di bawah naungan kanopi. Em memintaku

menandatangani baju kaus Oxford University miliknya, yang sudah lebih dulu dipenuhi

Page 63: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 63/91

tandatangan teman dekat dan anggota keluarganya. Aku memilih tempat di lengan

sebelah kanan.

Em bilang padaku, baju kaus ini favoritnya. Aku tidak berani bilang padanya bahwa di

antara semua baju yang pernah ia pakai, baju itu juga favoritku.

Em bilang padaku, malam itu adalah kali pertama ia merasakan nongkrong di kedai

kopinya sendiri. Aku bilang pada Em, malam ini pertama kalinya aku minum kopi

sungguhan.

Em bilang padaku, bila ada libur panjang yang mengizinkannya pulang, ia akan

mengajariku membuat cookies andalannya. Aku bilang padanya, ia harus sabar dan ulet

dalam mengajar nanti, because I‘m a hopeless cook.

Em mengaku kadang ia ngeri pada asupan makanan manis yang terus menerus

kutumpuk setiap minggu. Aku berjanji pada Em aku akan menguranginya, mungkin

malah menghentikan sama sekali. Kujelaskan alasanku secara implisit.

 Aku cuma suka hari Selasa, kataku.

Saya juga suka hari Selasa, kata Em.

***

P/S: Aku sudah tahu nama aslinya: Juni.

TS & JS* Perahu Kertas Bersama Kinsyu (Part 1) 

Page 64: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 64/91

*Tanya Sendiri Jawab Sendiri, bhahaha :B

TS: Sudahkah Anda membaca novel Perahu Kertas? 

JS: Sudah! Pertama beli, saya baca sampai seperempat jalan, lalu saya mogok dan

ngambek karena kemunculan tokoh Wanda. To be brutally honest , in my opinion loh

ya, tokoh Wanda dan segala kelakuannya itu sinetron banget.

Berbulan-bulan kemudian, saya rujuk lagi sama novel tersebut. Saya mencoba

membacanya dari awal, menguatkan diri menghadapi bab-bab yang ada Wandanya,

hingga badai Wanda pun berlalu.

Pada halaman-halaman setelahnya, saya larut. Ada keterikatan emosi yang tidak bisasaya jelaskan. Ahei. Saking sukanya, saya bahkan membawa buku itu liburan ke Pulau

Perhentian (The Hub Island) dan berfoto bersamanya dengan latar belakang laut yang

 biru dan jernih. Prikitiw.

Page 65: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 65/91

 

TS: Jelaskan bagian favorit Anda di Perahu Kertas dan Mengapa? 

(5 Poin)

JS: Bagian favorit saya dari keseluruhan novel adalah bab Sakola Alit. Bu Ugy dan Pak 

Guru Rangginang. Jenderal Pilik dan Pasukan Alit. Sungguh endearing dan

menghangatkan jiwa raga. Selain itu hmm.. (berpikir sambil menyulam), saya juga suka

 banget bagian Noni dan Kugy baikan. Itu banjir. Beneran banjir. (membuang peralatan

menyulam) (membalik meja dengan emo)

 Ada lagi! Tapi aneh sih. Saya malah nangis dahsyat saat Eko dan Keenan bertukar

makian ―Setan Alas Keparat!‖ dan ―Tokai Berantakan‖. Aneh kan? (tertawa) 

TS: Selanjutnya, bagaimana pendapat Anda tentang karakter Kugy Alisa Nugroho? 

Page 66: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 66/91

Page 67: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 67/91

Page 68: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 68/91

dunia yang basi itu adalah dunia penuh hipster - orang-orang yang malu jika tidak ikut

tren.

mereka pikir dengan mengikuti tren, mereka tidak jadi basi. duh, padahal tren itu cepat

 basi jika semua orang mengikutinya.

adanya media sosial membuat kita jadi lebih hip. dari Gangnam Style sampai

#SaveKPK, semua orang tahu dan ikut menikmati.

kalau kita hip di area hiburan, indera saya masih menerima. tapi kalau sudah mulai ke

politik dan tema nasionalisme, duh, pusing kepala saya.

ribuan orang ikut-ikutan #SaveKPK, menjadikan isu KPK versus Polisi seperti tentara

kebaikan lawan tentara kejahatan. kenyataanya siapa yang tahu? saya tidak bilang KPK 

itu tidak putih. saya juga tidak bilang polisi itu tidak hitam. tapi saya memang betul

 bertanya, siapa yang sebenarnya tahu?

lalu presiden diburu-buru untuk turun tangan dan menyatakan sikap, lalu semua orang

 jadi pintar dengan memberikan komentar tentang pemerintah harusnya begini,

harusnya begitu. yang paling pintar saat ini adalah wartawan!

uh, dengan keberanian yang super, para wartawan itu menulis ini itu. salah satu

 wartawan yang cerdas dari kantor Tempo menulis judul berita, ―Once: Where Are You,

Mr.President?‖. ah, apa signifikansi dari Once dalam perihal ini? 

ingat dulu waktu Susno Duadji disebut sebagai pemeran dalam drama ‗Cicak versus

Buaya‘. oh, dia dulu dihina-hina oleh masyarakat. Lalu yang bersangkutan tiba-tiba

membuat buku lalu masuk acara trendi bernama Kick Andy. Lalu sekarang Susno

disebut ksatria dan siap maju pada pemilihan Gubernur Sumatera Selatan!

mudahnya kita terlarut dalam informasi-opini hingga orang bisa jadi pahlawan bisa jadi bajingan dalam waktu singkat.

 yang paling bikin pusing kepala adalah semua yang berita terkait dengan negara

tetangga bernama Malaysia. Saat Malaysia ingin menjadikan salah satu budaya asal

Indonesia sebagai bagian dari budayanya, kita semua jadi heroik dan nasionalis!

menyebut Malaysia sebagai bangsa pencuri dan tidak punya budaya.

Page 69: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 69/91

saya masih ingat, pagi-pagi saya menyimak berita di MetroTV di awal tahun 2012.

Malaysia dianggap mengklaim salah satu produk budaya kita, lalu dengan cerdasnya

 berita dilanjutkan dengan ―Bukan kali ini saja Malaysia mengklaim produk budaya

Indonesia, blablablabla, bahkan lagu kebangsaan Malaysia disinyalir meniru lagu

‗Bubuy Bulan‘.‖ aduh. 

terakhir ketika Kerajaan Selangor meminta restu kepada pemerintah Palembang untuk 

menjadikan motif songket Palembang sebagai motif kain kerajaan Selangor. beritanya

relatif netral, tapi komentar masyarakat di bawahnya… grrr, menunjukkan kita belum

cukup dewasa menginsyafi nasionalisme dan kebudayaan bangsa.

-

lalu semua orang bicara nasionalisme.

pantang bagi saya menyebut diri saya nasionalis sejati. dan saya selalu skeptis terhadap

orang-orang yang menyebut dirinya nasionalis sejati.

 bagi saya, orang Indonesia sejati itu orang-orang yang hidup di perbatasan Kalimantan,

di Sabang, di Rote, di Merauke, di Jaya Wijaya, di Sangire Talaud, di Maluku!

 bagi saya, orang Indonesia sejati itu orang-orang eksodus asal Timor Timur yang hidup

di pengungsian Atambua!

 bagi saya, orang Indonesia sejati itu orang-orang yang mengadu nasib ke negeri asing

tapi masih mempertahankan jati dirinya, mengadu nasib ke negeri asing lalu suka rela

kembali membangun bangsanya.

mereka yang dalam diamnya memendam harapan akan masa depan Indonesia yang

lebih baik. mereka yang dalam kesederhanaannya menjaga nasionalisme tanpa pernah

meminta disebut nasionalis!

orang-orang trendi yang tak pernah keluar dari nikmatnya produk-produk trendi, lalu

mengutarakan kenasionalisannya lewat twitter dan facebook -karya trendi bangsa

 Amerika - bagi saya, maaf, kurang nasionalis.

-

Page 70: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 70/91

dunia yang cepat bergerak ini membuat saya benar-benar pusing dan secara sadar atau

tidak sadar telah membuat hati kita banal.

nasionalisme menjadi banal dan menjadi cepat basi.

-

dulu saya percaya bahwa vox populi vox Dei . tapi kalau sekarang, ooh, kepercayaan saya

ada di titik nadir. saya yakin Tuhan tidak akan buat dunia sebasi ini.

tapi jika memang Tuhan ingin membuat dunia sebasi ini, saya hanya bisa berdoa,

―Tuhan, berikanlah kami petunjuk mana yang benar dan mana yang salah. Tuhan,

 berikanlah kami kekuatan untuk tetap ada pada jalur yang benar‖ 

heheh Zuhdi sekali :) 

Selamat Pagi! 

15 Oktober 2012, 6:24 AM  

Semalam saya melakukan diskusi lumayan berat dengan salah seorang teman, sebut

saja X (ngiung-ngiung, buat yang ngerasa ngertilah yah kenapa ga usah sebut nama

#penting). Kita ngobrolin doa, takdir, dan Tuhan.

Saya mau cerita dulu, saya suka suka banget dengan sebuat kalimat penuh pasrah dari

seorang Nabi kita bernama Zakaria, isinya begini,

‗… Dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada- Mu ya Tuhanku..‘  

Kalau bagi saya, doa ini terlampau bagus sekali (tentu saja karena yang berdoa ituadalah Nabi), di sini posisinya Zakaria sedang mengadu, meratap betapa dia galau

karena belum memiliki keturunan untuk meneruskan tugasnya. Saat itu umur Zakaria

(kalau tidak salah) hampir menyentuh 100 tahun #cmiiw. Berarti selama 100 tahun

sebelumnya, dia sudah mengalami banyak hal dalam hidupnya, sudah banyak yang

dilalui, tapi tak pernah sedikitpun dia kecewa atas doanya, kepada Tuhannya. Di sini

Page 71: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 71/91

tersirat juga rasa syukur yang begitu besar, saya memaknainya rasa syukur tentang

apapun yang telah dia lalui atas apapun yang terjadi pada seratus tahun ke belakang.

Dan jika diserap lagi maknanya (menurut saya, semoga Allah mengampuni saya), ada

 begitu besar kepercayaannya kepada Tuhan penciptaannya. Sungguh mulia Zakaria AS,nabi kita semua.

Hidup ini dimulai dengan kata percaya. Muhammad Saw itu memiliki julukkan yang

‗terpercaya‘. Dan Khadijah adalah orang yang paling mempercayai beliau, untuk 

mempercayai tentang Tuhan yang diceritakan Nabi Saw. Semuanya dimulai dengan

kata percaya. Lalu kita ikut mempercaya Muhammad atas pesan-pesan dari Tuhan yang

dibawanya.

Menurut hadits Arba‘in, tentang Islam, Iman, dan Ihsan. Kalau dari pandangan saya

Islam (dengan rukun Islamnya) dan Iman (dengan rukun imannya), adalah saling

melengkapi. Islam artinya kita melakukan hal-hal yang diperintahkan oleh Tuhan,

syahadat, shalat, puasa, bayar zakat, dan naik haji bila mampu, tapi takkan lengkap jika

kita tidak beriman kepada Tuhan, Malaikat-malaikatNya, RasulNya, KitabNya, Hari

 AkhirNya, dan ketentuan-ketentuan tetap (Qada dan Qadar-Nya). Kita takkan bisa

 berIslam saja, tanpa beriman, dan takkan sempurna jika berIman tanpa berIslam.

Kemudian tahap ketaatan paling tinggi adalah Ihsan, percaya bahwa dia melihat segala

 yang kita lakukan.

Semuanya dilandasi dengan rasa percaya. Zakaria percaya kepada Tuhan akan

dikabulkan doaNya. Dan Muhammad butuh kepercayaan umat agar mampu berdakwah

dengan baik, dan dengan baiknya pula Tuhan mengirimkan Khadijah padanya. Dan

semua ini karena sebuah hal bernama takdir.

Takdir yang telah ditetapkan Tuhan saat kita masih berbentuk nutfah di dalam rahim,

 yang kemudian Tuhan dengan sigapnya menuliskan di Lauhul Mahfuz pada data-data

kita. Luar biasa. Bukan Tuhan tentunya jika tak mampu mengatur segala hal dengansedemikian sempurna.

Dari sini, saya mau menarik benang merah dari tulisan saya. Zakaria dalam doanya, ada

kepasrahan, ada rasa syukur yang begitu besar, ada rasa kepercayaan akan takdir-takdir

selanjutnya dan juga sebelumnya. Dan Zakaria AS, sukses membuat saya berfikir

panjang saat membaca doa yang dia panjatkan. Percaya akan takdir yang telah dibuat

Page 72: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 72/91

Tuhan untuk kita semua. Einstein bilang, Tuhan tidak sedang bermain dadu dalam

menciptakan dunia ini, termasuk segala isinya. Tentu mereka yang mengaku muslim

harus percaya, bahwa takdir utama kita diutus untuk hidup di dunia sesuai dengan

perintahnya yaitu,

‗… Tidaklah aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembahKu.‘  

Sesederhana itu. Dia tidak menciptakan manusia, kecuali untuk menyembahNya, yah

tentunya pengertian ayat ini akan berlanjut pada penjelasan yang panjang, dan tidak 

akan saya tuliskan di sini.

Sungguh, saya menuliskan ini karena terlalu lama bergemuruh di dalam otak dan harus

segera dilahirkan. Kepada Allah saya mohon ampun. Jika ada kritik sila di

sampaikan. Wallahu a‘lam bish shawabi ~ 

Surat Terbuka untuk M. Nuh 

Saudaraku, Muhammad Nuh, tolong klarifikasi berita ini … 

 REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Hingga saat ini, siswi SMP di Depok yang menjadi 

korban pemerkosaan, SA (14 tahun) belum kembali bersekolah. Ia masih trauma

terhadap perlakuan sekolahnya, SMP Yayasan Budi Utomo yang melakukan pengusiran terhadapnya beberapa waktu lalu. 

 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), M Nuh mengaku belum

mengetahui secara detail mengenai kasus tersebut. Ia juga belum bertemu secara

langsung dengan SA. Namun ia mengatakan, kemungkinan SA adalah siswi nakal 

dan hanya mengaku diperkosa. 

―Akan tetapi dalam kondisi tertentu, bisa saja karena kenakalannya maka sekolah

mengembalikannya ke orangtuanya. Soalnya ada yang sengaja, kadang-kadang ada

yang sama-sama senang, ngakunya diperkosa,‖ kata Mendikbud, M Nuh yang

ditemui usai jumpa pers di kantornya, Jakarta, Kamis (11/10). 

Page 73: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 73/91

 Nuh menambahkan hal itu sulit untuk dibuktikan apakan benar SA merupakan

korban pemerkosaan atau bukan. Akan tetapi kalau memang SA menjadi korban,

maka harus dilindungi, traumatiknya juga harus dipulihkan. 

―Kalau memang jadi korban, harus dilindungi, kasihan dia, sudah kena musibahsekolahnya juga tidak selesai,‖ imbuhnya. 

Jika benar itu kalimat anda, artinya wartawannya tidak salah kutip, saya akan berusaha

untuk memaafkan anda, betapapun beratnya. Tapi sebelumnya, saudara Nuh, coba

anda pikirkan beberapa hal berikut ini:

 Yang pertama, saudara Nuh, tengoklah data kekerasan terhadap perempuan di

Indonesia:

Banyak sekali fakta membuktikan bahwa anak-anak sering menjadi korban kekerasan

dan pelecehan seksual. Data dari Biro Pusat Statistik tahun 2006 menyebutkan bahwa

telah terjadi 99.377 kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak di bawah 19 tahun,

51.676 atau lebih dari 50 persennya dialami oleh anak berusia 9 tahun ke bawah.

Pusat Krisis Terpadu (PKT) RSCM di Jakarta pernah mengeluarkan data yang

menunjukkan bahwa dari bulan Juni 2000 hingga Juni 2005 telah terjadi 1200 kasus

kekerasan seksual terhadap anak. Dari jumlah itu, 68 di antaranya dialami oleh anak 

laki-laki sementara sisanya oleh anak perempuan. Jadi, siapa bisa mengatakan bahwa

anak laki-laki ―aman‖ dari tindak kek erasan dan pelecehan seksual? Meski secara

presentase jumlah korban anak laki-laki relatif lebih kecil dibanding anak perempuan,

namun kemungkinan itu tetap, dan selalu, terbuka.

Masih menurut data PKT RSCM, selama periode Januari hingga Mei 2008 terdapat 298

kasus kekerasan dan pelecehan yang korbannya adalah perempuan dan anak-anak. Dari

 jumlah seluruh kasus tersebut, 15 di antaranya adalah kasus perkosaan pada perempuan

dewasa, 75 kasus perkosaan terhadap anak perempuan, 42 kasus kekerasan seksual lainterhadap anak perempuan, 21 kasus kekerasan seksual yang mengenai anak laki-laki,

113 kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), 15 kasus penderaan terhadap anak,

dan 15 kasus lain di luar kategori yang sudah disebutkan. Jika dihitung, maka rata-rata

dalam sehari terdapat dua anak yang menjadi korban kekerasan seksual.

Page 74: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 74/91

Penting untuk dicatat, saudaraku, bahwa kasus yang sedemikian banyaknya itu pun

masih merupakan pucuk gunung es dari besaran masalah yang sesungguhnya. Kasus

 yang terungkap atau dilaporkan jauh lebih kecil dari pada insiden sesungguhnya. Alasan

tidak melaporkan kasus kekerasan seksual yang dialami anak biasanya karena takut

anak mengalami trauma yang lebih besar lagi sementara orang tua dan keluarga tidak tahu bagaimana membantu anak keluar dari trauma tersebut. Persepsi keluarga bahwa

ini adalah aib yang harus disembunyikan, serta ketakutan berurusan dengan pihak 

 berwajib juga menghalangi penanganan memadai yang sesungguhnya sangat

dibutuhkan korban.

Tidak berbuat apa-apa ketika mengetahui sebuah pelecehan atau kekerasan seksual

terjadi adalah tindakah salah. Diam bisa diartikan sebagai tindakan persetujuan.

Padahal, seperti dikatakan oleh seorang ahli, Stephen J. Sossetti, dampak pelecehan

seksual pada anak adalah membunuh jiwa. Anak-anak berhak tumbuh dalam situasi

 yang aman dan sehat. Jika masyarakat— bukan hanya konselor dan terapis—peka

terhadap gejala yang muncul dan merespon secara tepat dan cepat, tidak hanya

pelecehan akan berhenti terhadap satu anak, tapi juga anak-anak lain akan terlindungi.

Fakta kedua mengenai perkosaan, saudaraku Nuh, adalah bahwa pelakunya adalah

orang dekat yang dikenal baik oleh korban. Termasuk pacar. Data nasional memang

tidak ditemukan (memangnya negara peduli?). Tetapi dua organisasi non-pemerintah

 yang bekerja menangani kasus kekerasan terhadap perempuan menunjukkan angkanya

lumayan menyentak:

  Cahaya Perempuan Women Crises Center, Bengkulu, menyebutkan sepanjangsemester 2 tahun 2011 saja mereka telah menangani 56 kasus kekerasan terhadapperempuan dengan rincian: Jika dilihat dari tabel di atas kasus kekerasan berbasisgender dan seksualitas yang paling banyak diterima yaitu kekerasan dalam pacaran33,92 % (19 kasus) dari 56 kasus, kekerasan terhadap istri 32, 14% (18 kasus),kekerasan terhadap anak 10,71% (6 kasus), Perkosaan 8,92% (5 kasus), incest 7,14% (4kasus), traffiking 3,57% (2 kasus), percobaan perkosaan 1,78% (1 kasus), danpencabulan 1,78% (1 kasus).

 Divisi Pendampingan Rifka Annisa, Yogyakarta, sepanjang 2011 (Januari – Desember) 2011 menerima sebanyak 347kasus baru dengan perincian 219 kasuskekerasan terhadap istri; 40 kasus kekerasan dalam pacaran; 35 kasus pelecehanseksual; 43 kasus perkosaan; 9 kasus kekerasan dalam keluarga (artinya melibatkananak sebagai korban); dan 1 kasus trafikking

Itu baru dua lembaga. Sebagai menteri, dirimu pasti memiliki akses lebih baik untuk 

mengetahui data-data lain dari sumber-sumber lain. Cobalah sendiri.

Page 75: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 75/91

Maksud saya, Muhammad Nuh, sebagai orang yang punya kekuasaan menentukan

merah-hitamnya kualitas pendidikan di negeri yang besar ini, cobalah berhati-hati

mengeluarkan pendapat. Sangat mungkin, atau malah saya yakin, pendapat anda

mengenai kasus yang menimpa SA ini tak hanya menyakiti SA dan keluarganya, tapi

 bahkan ratusan, atau ribuan keluarga perempuan lain yang anaknya, saudara, kerabatperempuannya, atau bahkan ibu mereka, menjadi korban kekerasan seksual. Sebagai

 bapak dan kepala keluarga, apalagi dengan kecerdasan yang membuat anda dipercaya

menduduki posisi nomor satu untuk urusan pendidikan, apa sulitnya membayangkan

dampak dari pendapat anda itu, tentu. Ah, sebenarnya sih bukan kecerdasan yang

diperlukan. Tapi kepekaan.

Kedua, mengutip pendapat Guru Besar Psikologi Universitas Atmajaya, Prof. Irwanto,

PhD, ada empat jenis hak perlindungan yang harus didapatkan oleh anak, salah satunya

adalah hak untuk mendapatkan perlindungan seksual. Yang lainnya adalah

perlindungan fisik, emosional dan perlindungan dari penelantaran. Untuk itu, yang

penting diketahui oleh orangtua adalah mengenali gejala yang dialami oleh anak yang

mengalami pelecehan seksual, yang tidak selalu jelas. Kepekaan orangtua menjadi

langkah awal untuk mencegah kejahatan atau menyembuhkan trauma pada korban.

Pertanyaan saya untukmu, saudara Nuh yang terpelajar, adakah yang sudah dunia

pendidikan kita berikan untuk melindungi anak-anak kita dari segala bentuk pelecehan

seksual? Saya kira anda setuju bahwa kejadian yang menimpa SA bukanlah tanggung

 jawab pribadinya. Ketika anda dan kita semua mengarahkan telunjuk ke hidung SA,

maka jangan lupa ada tiga jari lain yang mengarah ke diri kita sendiri.

Pelecehan seksual terhadap anak terus-menerus terjadi karena anak tidak pernah

mendapatkan informasi yang benar dan adekuat tentang cara melindungi diri dari

pelecehan seksual. Anak-anak juga jarang diajar mengenai bagian-bagian tubuh mana

 yang tidak boleh disentuh oleh sembarang orang dewasa selain ibunya. Anak juga tidak 

tahu bahwa tindakan orang dewasa yang menyentuh bagian pribadinya, atau bahkan

memperkosanya, adalah tindakan yang salah. Tidak banyak anak yang tahu bagaimanamembedakan antara sentuhan aman dan tidak aman, apalagi mempertahankan diri jika

ia mengalami perlakuan yang tak semestinya dari orang lain. Di sisi lain, media dan

lingkungan sosial anak juga mempengaruhi kematangan dan keingintahuan anak-anak 

dewasa ini. Mereka sangat mudah mengakses televisi, internet, dan materi-materi

informasi yang tak bertanggungjawab, untuk mendapatkan pengetahuan mengenai

seks, yang tidak mereka dapatkan jawabannya dari orang tua.

Page 76: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 76/91

Data dan fakta sebagaimana dipaparkan di atas menunjukkan perlunya pendidikan

kesehatan reproduksi dan seksualitas benar-benar dibutuhkan dan seyogianya

diperkenalkan sejak usia dini. Dalam jangka panjang, pendidikan seks yang benar dan

adekuat dan ditanamkan sejak dini akan mampu mencegah terjadinya pelecehan

seksual, kekerasan berbasis gender, dan kehamilan yang tak dikehendaki (KTD).Program ini juga sejalan dengan UU no 23/2002 mengenai Perlindungan Hak Anak,

 yang menegaskan bahwa ―setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan

 berpartisipasi sesuai dengan martabat mereka sebagai manusia dan harus dilindungi

dari kekerasan dan diskriminasi.‖ 

Untuk mendapatkan kehidupan seksual yang sehat dan bertanggungjawab pada masa

remaja dan dewasa, seseorang harus belajar mengenai beberapa hal. Pertama, sebagai

 bekal, ia harus menguasai informasi yang benar mengenai kesehatan reproduksi dan

seksualitas. Kedua, ia harus memiliki sikap yang benar mengenai berbagai aspek yang

tercakup dalam kesehatan reproduksi dan seksualitas, danketiga ia harus menguasai

 beberapa keterampilan hidup yang memadai.

Beberapa informasi, sikap dasar, serta beberapa jenis keterampilan hidup tersebut

sudah bisa didapatkan sejak usia dini. Misalnya, informasi mengenai tubuh, persamaan

dan perbedaan antara laki-laki dan perempuan, dan norma-norma sosial dan budaya di

lingkungan tempat tinggalnya. Sedangkan di antara keterampilan dasar yang

dibutuhkan untuk membangun kehidupan seksual yang sehat dan bertanggungjawab

adalah keterampilan komunikasi, keterampilan menolak, keterampilan mendapatkan

pertolongan, mencari informasi, membangun persahabatan dan hubungan

interpersonal yang sehat, dan keterampilan mengelola emosi.

Selama ini pemerintah, sadar atau tidak, sudah melakukan pembiaran terhadap

kekerasan yang dialami banyak perempuan dan anak-anak dengan mengingkari hak 

mereka mendapatkan keterampilan hidup yang akan melindungi mereka: mengajarkan

mereka berkata ―tidak,‖ memiliki self-esteem yang tinggi hingga tak usah terbutakan

oleh apa yang mereka duga sebagai cinta, dan dengan demikian melindungi cita-citadan masa depan mereka dari kekejaman mereka yang tak berperikemanusiaan dan tak 

 bermoral.

Saya benci, dan teramat sakit, harus mengingatkanmu pada kasus yang menimpa Izzun

 bulan April lalu, yang membuatnya kehilangan hidupnya di tangan orang yang ia

percaya mencintainya. Izzun, wahai Nuh yang dikaruniai kecerdasan tinggi, bernama

Page 77: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 77/91

lengkap Izzun Nahdliyah, keagungan perempuan nahdliyyin, perempuan pengikut NU.

Tak cukupkah kematiannya memberikan pelajaran kepadamu, kepada kita semua,

mengenai bagaimana seharusnya pendidikan memberikan perlindungan terhadap anak-

anak kita semua? Ya, semuanya. Termasuk anak-anakmu, saudara-saudara, dan kerabat

perempuan di sekitarmu.

Saya juga amat enggan, dan perih, kalau harus mengingatkanmu tentang nasib Putri

dari Langsa, yang mengakhiri hidupnya karena dituduh menjadi anak perempuan

penjaja seks. Tidak cukupkah dua kematian itu untuk menahan lidah kita dari

menyakiti mereka yang harusnya kita lindungi dengan cara yang kita bisa? Ketiga anak 

ini, almarhumah Izzun, almarhumah Putri, dan kini SA, termasuk di antaranya. Berapa

kematian lagi dibutuhkan untuk membuat kita semua mulai berpikir mengenai

pentingnya perlindungan untuk anak-anak kita? Tak hanya anak-anak perempuan, tapi

 juga anak-anak lelaki?

Terakhir, saudaraku seiman, Muhammad Nuh, mari, jangan nistakan dirimu dengan

mematikan nuranimu melalui pernyataan yang dangkal dan asal, di saat kau sebenarnya

memiliki kesempatan melakukan hal-hal yang lebih mulia dan terpu ji … 

Nurul Agustina, 

Ibu seorang putri. 

sesungguhnya saya juga merasa ikut tergugat dengan tulisan ini. 

Lukas Aryo & Nurhayati 

365karakter: 

72 tahun umur mereka.

―Aku cuma ingin kita jadi tua sama-sama.‖ 

―Tapi kita sudah tua kan?‖ 

―Iya, dan akan jadi lebih tua dan terus sama-sama.‖ 

Page 78: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 78/91

Page 79: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 79/91

―Lima puluh dua tahun dan… apa lagi yah…‖ 

―Lima puluh dua tahun dan… kita tetap nyambung ngobrol, bahkan hal kayak gini.‖ 

ak ini terlalu unyu :‖> 

Harapan #3 

‗Dalam hidup gue. Cowok-cowok itu cuman punya dua tempat, yang gue anggep

kayak saudara sendiri atau resmi jadi harapan dalam hidup. Nah sejauh ini semua

temen cowok gue masuk dalam kolom temen-cowok-banget-kayak-saudara-

sendiri.‘ Aku mengoceh panjang lebar sambil terus memandangi

layarnotebook bermain Plants vs Zombies dengan serius.

‗Kalo Agaz gimana ceritanya tuh?‘ Tanya Tira tiba-tiba

 Aku menghentikan permainan dengan memilih tombol ‗pause‘ , dan menoleh ke Tira

 yang asik membolak-balik majalah Annisa dengan cover gadis-gadis hijaber cantik. Aku

menarik nafas panjang. Sudah lama tidak mendengar nama itu.

‗Dia kesalahan.‘ Jawabku serius, Tira kemudian memandangiku juga dengan serius

merasa bersalah mungkin, ‗Kesalahan dalam penentuan algoritmik diharusnya masuk

dalam kolom hati bagian apa.‘ Aku tertawa, Tira juga.

‗Algoritmik gimana?‘ Tira bertanya dengan serius sambil menggarukkan kepala.

‗ Begini, dalam sistem komputerisasi, yang berperan sebagai otak utama akan

mengatur informasi-informasi yang meneruskan pesan-pesan sehingga terjadilah

suatu perintah. Dalam hal Agaz, otak menerima asumsi-asumsi terlalu banyak -kita

sebut informasi- kemudian dia mengirimkan pesan ke hati, bahwa this is the right 

man.‘ Aku kembali mengambil nafas panjang, ‗Tapi ternyata informasi yang gue

dapatkan -dalam hal ini adalah asumsi yang gue buat- ternyata salah.‘  

‗Cinta ga pernah salah kali, Lan.‘ Tira tertawa, ‗Kalo salah tandanya itu bukan cinta.‘  

Tira masih asik tertawa dan menggeleng-gelengkan kepala. Aku hanya diam, Tira benar

cinta tidak pernah salah, cinta itu proses tak mungkin hanya satu pihak saja bekerja, itu

 bukan cinta namanya. Tuhan kepada umat-Nya, itu cinta. Ibu kepada anaknya, itu juga

Page 80: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 80/91

cinta. Karena itu yang bekerja dua pihak, bukan hanya satu. Aku tersenyum, ada secuil

lega di dalam hati tak perlu ada yang disesali ternyata.

‗Ah Tiraaaa.‘ Aku bangun dari dudukan meja notebook kemudian memeluk erat Tira,

 yang dipeluk kebingungan lalu membalas erat pelukkanku. Ini juga yang namanya cinta.Seperti ini!

Lanjutan Harapan #2 

1 M O N T H A G O   - 1 4  

Harapan #2 

Banu mendatangiku dan Rima dengan jaket kulit, rambut gondrong, dan motor Tiger

miliknya. Sungguh, Banu adalah salah satu sahabatku yang paling tampan yang pernah

aku kenal, tapi sayang sekali dia adalah sahabat baikku, jadi tak mungkin kupacari.Selain tampan, Banu juga adalah lelaki yang baik hati dan juga sangat melankolis,

hahaha. Ntah sudah berapa banyak Banu menolongku, mulai dari menemani ke rumah

sakit, menemani makan pagi, bahkan menjadi tempat mengomel yang paling baik disaat

aku sedang mengalami fasa-peluruhan-sel-telur.

Banu sangat tergila-gila dengan Soekarno, ntah sudah berapa kali dia menghabiskan

hidupnya dengan membaca Di Bawah Bendera Revolusi dan itu sudah menjadi standar

 biasa kalau ingin memulai obrolan dengannya. Aku? Aku sangat setia dengan lelaki

dibalik layar, pendiam dan tenang, namanya Bung Hatta. Walau sering berselisihpaham, kami memang seperti pasangan dwitunggal, diam-diam (mungkin) saling

mengagumi walau seringkali tak sepaham. Bagi Banu, aksi-seperti demo adalah hal

paling utama, dia orator paling unggul di kampus, gagal menjadi Ketua Senat, tak 

membuat orang-orang berpaling dari kharismanya. Sedangkan bagiku, aksi tak terlalu

penting. Kita tak perlu terus-terusan mengkritik pemerintah tanpa solusi yang jelas,

 bagiku demo tak pernah memberikan solusi yang nyata. Tapi kami saling mengerti,

 bahwa hidup akan selalu melengkapi.

Banu pernah punya pacar, tapi kemudian putus karena katanya Banu terlalu sibuk dengan segala kegiatannya. Setelah putus dia jadi sedikit galau, ehem, tidak sedikit, dia

sempat membuat puisi, lagu, dan hampir setiap hari aku menampung curhatan

cintanya. Lalu, dia sempat kembali jatuh hati seorang cewek lagi. Tapi mengalami

stagnansi di hubungannya, jadilah aku sebagai cheerleader untuknya, menyemangati

agar segera move on.

Page 81: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 81/91

See! Aku dan Banu are really truly bestfriend! Kami sama dan melengkapi, tak 

ditakdirkan untuk sehidup-semati.

‗Banu!‘ Ujarku sambai melambaikan tangan. Banu kemudian berjalan ke arahku sambil

membawa helmnya. ‗Eh kita ga pergi pake motor kan? Kan gue pake rok, kan guesusah duduk gaya cewek klo naik motor itu.‘  

‗Duh, ribet banget yah lo, Lan. Yah udah kita naik angkot ajah.‘  

 Aku menyengir senang.

lanjutan Harapan 

Bersabar  

Terimakasih sebelumnya kepada saudari saya @alfisyahriyani yang sudah berbagi kisah

ini.

Pada suatu hari Rasulullah saw dan Abu Bakar, sedang berjalan di sekitar suku Badui.

 Abu Bakar -ntah mengapa- dia dihina oleh orang-orang Badui Arab ini. Pada saat

pertama kali dihina, Abu Bakar hanya diam saja dan terus berjalan tanpa

memperdulikan omongan orang-orang tersebut, lalu Rasulullah saw melihatnya sambil

tersenyum. Karena diabaikan, maka orang-orang Badui tersebut makin menghina Abu

Bakar dan semakin kasar. Tapi Abu Bakar tetap tidak mempedulikan, dia terus berjalan bersama Rasulullah saw, dan Rasulullah makin lebar senyumnya. Dan karena

diabaikan, maka orang-orang Badui tersebut, makin kasar pula menghina Abu Bakar

untuk ketiga kalinya. Tapi kali ini, Abu Bakar tidak bisa bersabar lagi, dia marah kepada

orang-orang Badui tersebut. Saat dia marah, Rasulullah meninggalkannya tanpa salam.

Maka, Abu Bakarpun sadar, dan segera mengejar Rasulullah. Kemudian dia bertanya,

‗Ya Rasulullah, mengapa anda pergi tanpa mengucapkan salam?‘  

Kemudian Rasulullah menjawab,

‗Sewaktu kau diejek oleh orang Badui pertama kali dan kamu bersabar, malaikat 

melewati kita sambil tersenyum, maka karena itu aku tersenyum. Kedua kalinya kau

dihina, dan masih bersabar, malaikat kembali lewat dengan tersenyum maka akupun

tersenyum semakin lebar. Namun, ketiga kalinya kau dihina dan kau marah,

Page 82: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 82/91

disampingmu datanglah setan. Karena itu aku pergi meninggalkanmu tanpa

mengucapkan salam.‘ (Dari, Ibn Ajlan dari Said Almagburi dari Abuhurairah r.a.) 

Sungguh bersabar itu, tidak pernah ada batasnya. Mendengar kisah Abu Bakar ini, saya

sungguh malu, karena sering kali lalai untuk bersabar dan lebih mengikuti hawa nafsu

setan dalam diri untuk memuaskan amarah saya. Padahal, sesungguhnya kesabaran itu

tanpa batas.

hujan, senja, dan doa dalam rindu 

Kalau rindu itu berbentuk hujan. Mungkin di tempatmu sekarang, hujan akan mengalir

deras, karena ia mengirimkan pesan-pesan rindu tiada henti.

Kalau rindu berbentuk senja. Kujamin malam takkan datang, dan matahari akan tetap

 bertahan, menyampaikan rindu dalam semburat cahayanya.

Tapi walau rindu itu seindah senja dengan semburat cahayanya atau hujan dengan bau

romantisnya.

 Aku tetap akan memilih rindu dalam bentuk doa. Karena pesan akan selalu lebih indah

 jika tersampaikan langsung melalui-Nya. Langsung menyelinap ke dalam relung hatimu

 yang terdalam, mengingatkan bahwa aku ada

Samsoe Bassaroedin dan Yayah Inayah: Merintis Kasih di Penghujung Senja 

Question: Akhir-akhir ini, banyak anak muda yang galau dalam masalah jodoh. Ada

saran untuk menyembuhkan kegalauan tersebut?  

 Ibu Yayah:  Pernah ada yang bertanya begini, ―Memohon udah. Ikhtiar udah. Kok,

belum diberi juga? Teteh, nggak marah sama Allah?‖  

 Jawab saya, mengapa harus marah terhadap takdir Allah? Mengapa harus marah

kepada apa yang Allah timpakan kepada kita? Apapun yang Allah takdirkan, maka

itu yang terbaik bagi kita. Dalam rukun iman, salah satunya kita wajib mengimani 

takdir dari Allah SWT. Buruk menurut kita, belum tentu buruk menurut Allah kan, ya?  

Page 83: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 83/91

 Apakah belum menikah– atau lambat menikah– adalah takdir buruk? Saya tidak

mengartikan itu. Jadi, saya tidak suka dengan pertanyaan ―Mengapa belum

menikah?‖. Lho, itu hak prerogatif Allah. Mengapa harus dipertanyakan?  

 Jadi, nggak usah galau anak muda..‖ (tertawa). Allah telah menakdirkan jodoh kitasejak kita berusia 40 hari. Kalau memang kita beriman kepada Allah mengapa harus

galau. 

 Dan tentunya, ada usaha yang ditempuh secara syar‘i. Insya Allah, rezeki Allah pun

baik. Kalau misalnya kita lihat ada yang rumah tangganya kacau beliau, bukan

berarti salah mengawalinya. Namun hal tersebut adalah ujian berikutnya.

 Memangnya setelah nikah tidak ada ujian lagi? Untuk mencapai derajat yang tinggi,

 pasti di situ ada ujian, kan?  

This link, is really recommended to open! 

Marry Me! 

Beberapa minggu yang lalu, waktu saya ngobrol panjang dengan Kak Kaca, banyak hal

 yang menyadarkan saya tentang hal bernama ‗menikah‘. Pada saat saya berumur 19

tahun, itu sekitar 4 tahun yang lalu (astaga tua banget gue cuy!), saya sebenarnya

 bercita-cita menikah di umur 20 tahun, dan itu tanpa persiapan dan juga tanpa usaha

untuk mendapatkan jodoh yang tepat. Saya pengen nikah, biar ada ‗temen halal‘ yang

 bisa diajak kemana saja dan kapan saja, tanpa perlu risih. Dan ternyata, saya belum berhasil mewujudkan mimpi saya yang waktu itu.

Setahun yang lalu, saya bercita-cita kembali, ‗harus banget nikah tahun 2012‘.

 Alasannya? Saya mau punya temen hidup satu visi-dan-misi yang mampu menemani

saya untuk mencapai mimpi-mimpi saya, dan tentunya menjaga ‗segala‘ yang telah saya

miliki saat ini, termasuk stabilitas iman. Suami itu menurut saya, adalah orang yang

paling tepat (setelah ibu) yang mampu menjaga stabilitas iman yang sering naik-turun.

 Apalagi, kehidupan pasca-kuliah itu, mengerikan (kata orang-orang), yang pasti kita

kehilangan teman-teman dekat yang dulu selalu ‗menjaga‘ kita dengan aman. Belum

lagi, bagi saya, pasca-kuliah itu, pencarian jati diri yang sesungguhnya dimulai,

idealisme-idealisme masa menjadi mahasiswa dulu mulai diuji kesungguhannya,

istiqomah atau tidak diri kita ini atas apa yang sudah dibangun dulu. And, for sure, we

need life-long-partner to remind us, walking beside us, together and forever. 

Page 84: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 84/91

Setelah mengobrol banyak dengan beberapa orang tentang menikah. Saya menarik 

kesimpulan bagi saya sendiri, menikah itu adalah keberuntungan, dimana kesiapan

bertemu dengan kesempatan, dan keberuntungan itu yang kita buat sendiri.Menikah

itu bukan lagi jadi sekedar kebutuhan, dimana kita butuh life-long-partnerhanya

sekedar untuk mengingatkan kita bangun pagi, ngingetin tahajud, shalat, puasa, ngaji,dan berlaku baik-baik, menikah tidak sesederhana itu.

Kitalah, diri kita sendiri yang seharusnya bisa konsisten untuk melakukan itu

semua. Saya tidak ingin menikah untuk berubah jadi lebih baik, dan saya juga nggak 

kepingin memperbaiki diri agar bisa menikah. Saya mau jadi manusia yang baik -sesuai

dengan keinginan Tuhan saya- yah untuk diri saya sendiri, bukan untuk siapa-siapa dan

 bukan untuk apa-apa.

Tahun lalu saya merasa bersalah sekali dengan diri saya, dan sulit sekali

memaafkannya. Dan (bodohnya) saya pikir dengan menikah bisa menyelesaikan

masalah saya. Karena, saya tidak akan galau lagi. Karena saya punya temen ngobrol

sepanjang malam. Karena saya akan mencari orang yang juga gemar membaca buku,

 biar saya punya teman diskusi sepanjang waktu. Tapi bukan itu, point-nya ternyata. Kak 

Kaca mengingatkan saya, dia bilang, ‗Kalau kamu belum ‗selesai‘ dengan dirimu

sendiri. Bagaimana mungkin menambahkan orang lain, Dek.‘ That‘s the point. Dan

saya tersadar, benar-benar tersadar. Saya harus selesai urusan dengan diri saya sendiri.

Saya tidak boleh tergesa-gesa dalam mengambil keputusan.

Menikah juga buka perlombaan. Waktu saya tahu sahabat baik saya menikah tahun lalu,

ada perasaan ‗gue juga mauuu tahun ini‘. Tahun ini bahkan, orang-orang terdekat saya

malah mulai menikah satu-per-satu. Takut ditinggal? Pasti! Mungkin kalau di arena

 balap, kita boleh saling mendahului. Dan menikah tidak terjadi di arena balapan. Ini

masalah nikah! Masalah menghabiskan sisa 2/3 umur kita, dan jangan sampai gelap

mata karena liat orang lain bisa duluan, lalu kamu jadi tergesa-gesa dan ingin

mendahului. Karena setiap orang, sudah punya takdirnya masing-masing, and the

importan things that you must remember is, you‘ll have your own fate. Your princecharming, will come at the right time and with right reason.

Saya selalu berangan-angan, life-long-partner saya ini seperti apa sih nantinya. Setiap

perempuan (begitu juga laki-laki) pasti punya ‗checklists‘-nya sendiri. Ada yang ingin

ganteng, tinggi, jago basket (anak SMA banget ini, haha), mantan aktivis kampus, atau

hobi baca buku. Tapi, kamu yakin, orang-orang yang sesuai dengan checklist ini adalah

Page 85: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 85/91

 yang tepat bagi kamu? Kadang mereka yang dikirimkan oleh Tuhan -dan berbeda jauh

dengan ‗checklists‘ milik kamu ini- adalah yang paling tepat kamu. God always knows

what you need, guys. Tapi walau, Tuhan Maha Baik dan Maha Tahu Segalanya atas

kebutuhan kita. Saya percaya Dia tidak egois, Dia adalah tempat curahan terbaik. Dia

tahu, tapi Dia menunggu. Dia tahu yang terbaik buat kita, tapi Dia menunggu kita untuk memohon agar makin meyakinkan Dia bahwa kita percaya dengan pilihan terbaiknya.

Dan doa akan selalu jadi kuncinya.

Saya ga tau, prince charming saya ini datang kapan. Hari ini, besok, bulan depan, tahun

depan, atau tiga tahun lagi. Kayak saya bilang di atas, menikah itu salah satu bentuk 

keberuntungan, dia datang saat kesiapan bertemu dengan kesempatan. Jadi saya cuman

 butuh siap-siap (dan tidak berhenti berdoa), jika nanti kalau kesempatannya udah

datang, i can face it!

‗Getting married isn‘t going to solve our inabilities to wake up for Fajr or get up for

qiyam. We need to develop our own selves without expecting marriage to somehow

magically change our lives. Marriage can be a great tool of self-improvement and can

help us change for the best, with Allah‘s will. Marriage is amongst the greatest 

blessings that Allah (swt) can bestow on a person; and the creation of a family, and 

taking care of that family, is amongst the greatest acts of worship. But if we are not 

 personally working on ourselves now, how can we expect that it will be easier with the

additional baggage of another individual who is also imperfect?‘  -Maryam

 Amirebrahimi 

Terimakasih yang merelakan waktunya untuk membaca tulisan ini, selamat pagi dan

semoga kebaikkan selalu bersama dengan kita! Aamiin!

Harapan 

‗Lo sadar ga sih kalo lo itu PHP, Lan.‘  

 Aku lalu berhenti mengunyah siomaynya sambil mendelikkan mata ke arah Rima yang

duduk di depanku.

‗Hah? Pizza Hut Delivery service? Eh itu PHD yah?‘   Aku tertawa keras, karena memang

tidak tahu akronim dari PHP.

Page 86: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 86/91

 Yang ditanya malah mendenguskan hidungnya, mencubit-cubit lenganku.

‗Itu, pemberi harapan palsu, masak lo ga tau sih. Kagak gaul banget nih anak

sekarang.‘ Jawab Rima sambil menyeruput es jeruknya dalam-dalam.

 Aku memutar-mutar bola mata sambil mengaduk-ngaduk siomay dengan kuah

kacangnya. Kemudian menarik nafas panjang dan mencoba mencerna kalimat ‗pemberi

harapan palsu‘. 

‗Kok gue ga ngerasa gitu yah… Malah kayaknya gue deh yang sering dikasih harapan

 palsu, kayak waktu itu gue janjian sama Andara, dia bilang jam 10, eh tau-taunya

ngaret sampe jam 12 coba.‘  

Kali ini Rima yang menarik nafas panjang, tapi kali ini gelasnya yang berisi es jeruk 

sudah habis, jadi yang dia lakukan hanya memainkan es batu-es batu di dalamnya.

‗Lo sadar ga, kalo gaya temenan lo sama cowok-cowok di sekitar lo itu, kayak lo

temenan sama gue. Deket banget, ga ada bates.‘  

 Aku buru-buru memotong kalimatnya, merasa tersindir betul dengan kalimatnya

 barusan. Seakan-akan, aku.

‗Tapi gue ga pernah meluk-meluk mereka, atau bahkan nyium-nyium mereka kayak

gue ke lo.‘ Aku memotong kalimat Rima seenaknya, sambil memonyongkan

mulut. ‗Lagian gue udah anggep mereka kayak saudara cowok gue sendiri kok, lagian

cowokkan paling logic orangnya. Lagian mereka kan, ga kayak kita yang lebih sering

 pake perasaan buat apa-apa.‘ Lanjutku sambil memandang jauh ke depan.

Iyah perasaan. Kita, perempuan, lebih senang menggunakan perasaan dibandingkan

logika saat jatuh cinta. Semuanya kita jadikan asumsi, setiap tindakan seorang laki-laki

 yang (mungkin) kita sukai, akan selalu diiringi dengan hipotesis yang terbentuk dalamotak kita, otak perempuan. Hingga pada akhirnya, asumsi akan makin senang

menggeliat dan tumbuh jika dibiarkan, padahal jika asumsi itu pada akhirnya salah,

akan ada bagian di dalam tubuh yang terbunuh. Dia bernama hati. Karena itu, aku lebih

memilih untuk mematikan segala asumsi-asumsi yang seringkali muncul di dalam

otakku, daripada dia harus terluka karena kecewa.

Page 87: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 87/91

‗Ah elo tuh-kan. Kebanyakan gaul sama cowok, sampe ga bisa ngbedain lagi mana

yang suka sama lo, mana yang ngga, iyahkan? Eh kip, es jeruk satu lagi dong?!‘ Rima

mengangkat gelasnya sebagai tanda ‗minta diisi kembali‘ ke Akip, penjaga warung kopi

 yang hanya mengacungkan jempolnya sebagai tanda ‗yoi‘. 

‗Emang kalo cowok suka sama kita gimana sih? Kan gue maunya langsung dilamar,

Ya. Lo tahu sendiri kan…‘ Jawabku seenaknya sambil tertawa lepas.

‗Ah elo sih, kelamaan jomblo. Dikasih kode melempem. Perempuan dan laki -laki itu

beda dunia, Lan. Yah lo ngerasa mereka ga ada perasaan apapun kan sama lo, tapi 

apa iyah mereka juga sama kayak mereka. Mereka juga manusia kok, punya

 perasaan. Apa lo emang ga bisa milah-milah cara temenan antara cewek dengan

cowok? ‗  

‗Sial lo!‘ Jawabku sambil mencubit lengannya dengan keras, yang dicubit hanya bisa

mengaduh, ‗Mereka nggak mungkinlah suka sama gue. Apa menariknya gue coba? 

 Lagian gue sama mereka udah temenan lama juga‘ Jawabku menggaruk-garuk kepala

 yang sebenarnya tidak gatal.

 Beep. Beep. 

Hapeku bergetar ada pesan singkat masuk. Banu, sahabat baikku.

Eh temenin gue nyari laptop case di BEC dong, lo dimana? 

Segera saja kubalas.

Di Nyawang. 

Gue jemput kesana yak, Lan. 

Padahal gue belom jawab iyak, loh Ban. 

‗Eh, gue harus nemenin Banu nih.‘ Kataku pada Rima.

‗Kemana?‘  

Page 88: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 88/91

‗BEC, nemenin nyari laptop case doang.‘  

Rima tersenyum tipis, menaikkan kedua alis matanya, dan memutar-mutar ujung

rambutnya yang panjang.

‗Yakin nyari laptop case doang.‘  

‗Ya ampun, Rimmmm. Banu itu udah kayak kakak gue sendiri.‘  

‗Hati -hati yah, Lan…‘  

‗Hati -hati apaan?‘  

Rima menarik nafas panjang, dan masih tetap tersenyum tipis penuh arti. ‗Hati -hati 

sama hati, Lan.‘  

Diari Bersama 

Hari ini saya ingin bercerita mengenai Diari. #eaa

Saya yakin, dahulu kala di zaman SD atau SMP beberapa dari kita pasti pernah punya

 buku Diari. Kita tulisi ia dengan rajin, kita catat setiap kejadian yang berkesan (bahkan

kita buat deskripsi-deskripsi mendetail mengenai gebetan baru kita MHAHAHA 

kelakuan ckckck). Meskipun, — bak kata Deichanela dan Raditya Dika— semangat

menggebu-gebu untuk mengisi Diari itu biasanya luntur sebulan kemudian.

Beberapa tahun berlalu. Kita masihlah individu yang doyan mencurah. Bedanya, kita

tidak lagi bercerita dalam Diari. Fungsi buku tulis tebal nan cantik yang biasanya

dilengkapi kunci+gembok tersebut mulai tergantikan dengan wujudnya Media Sosial:

Notes Facebook, Status Twitter, Text Post Tumblr, juga Blog.

Page 89: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 89/91

Curahan kita pun sudah tidak disembunyikan di bawah bantal :p Kita memilih

membaginya kepada teman, komunitas, dan strangers —orang-orang yang kebetulan

‗lewat‘ dan membaca—.

Rajin mengisi Diari, baik Diari Tradisional maupun Diari Modern, ternyata mempunyai

manfaat tersendiri. We can keep track on what we‘ve done and experienced. 

Misalnya ketika kita tiba-tiba iseng membuka lembar lama —atau dalam kasus Diari

Modern—browsing-browsing notes dan tumblr post lama, kita menemukan pemikiran

kita dahulu kala, puisi kacang, ide-ide yang terbengkalai, tulisan yang kacau balau

namun punya potensi jika digarap ulang dan dipercantik, momen lawak tersesat di

tempat baru atau momen haru berbuka puasa bareng di Mesjid.

 And since we let people to see what we write or what we think, as well as welcome

them to comment and share, kita seperti punya Diari Bersama.

Begitu bukan? :)

Jadi, mari menulisi Diari.

Hujan 

Kota ini. Kota yang begitu canggih, cermin majunya peradaban. Gedung-gedung dan

manusia bagai berlomba membangun diri. Kota ini hari ini dibasahi hujan.

Tangan kecil seorang anak perempuan digenggam ibunya lebih erat, mereka berjalan

 beriringan, berusaha menghindari genangan-genangan air di sepanjang jalan. Pria

Page 90: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 90/91

Page 91: nayasa

7/21/2019 nayasa

http://slidepdf.com/reader/full/nayasa 91/91

Semoga dengan semua romantisme buatan ini, karanganku bertambah dua halaman.

Biasa 

Kelak, karena isinya hanya terdiri dari penghuni-penghuni biasa pula. Cuma aku, kamu,

dan anak-anak kita. Rumah kita nanti akan kita bangun dengan hal-hal yang biasa saja.

Biasa mengaji dikala magrib

Biasa shalat disaat waktunya

Biasa menghabiskan banyak waktu untuk sekedar membaca buku

Biasa saling membangunkan dikala sepertiga malam

Biasa saling bertukar hafalan bacaanBiasa berdiskusi membahas banyak hal

Biasa saling menegur satu sama lain jika ada hal yang salah

Biasa berkata jujur

Biasa mengatakan tolong dan terimakasih

Biasa memilih naik turun-gunung, melihat senja di pantai, atau sekedar membaca buku

ditaman, dibandingkan ke pusat perbelanjaan

Biasa mencium, memeluk, dan saling menyayangi satu sama lain

Biasa menyantunin kaum papa

Biasa mengasihi teman sebaya

Semuanya akan biasa-biasa saja. Karena kita memang hanya akan melakukan hal yang

 biasa-biasa saja. Tapi semoga, itu semua bisa menjadi titik awal untuk membangun

sebuah keluarga yang luar biasa. Amin.