NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PENYESUAIAN DIRI SOSIAL...
Transcript of NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PENYESUAIAN DIRI SOSIAL...
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA PENYESUAIAN DIRI SOSIAL
DENGAN STRES PADA SISWA AKSELERASI
DISUSUN OLEH :
PERGIWATI PRISTIANA KUSUMA
ULY GUSNIARTI
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2007
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA PENYESUAIAN DIRI SOSIAL
DENGAN STRES PADA SISWA AKSELERASI
DISUSUN OLEH :
PERGIWATI PRISTIANA KUSUMA
ULY GUSNIARTI
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2007
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA PENYESUAIAN DIRI SOSIAL DENGAN STRES PADA
SISWA AKSELERASI
Telah Disetujui Pada Tanggal
____________________
Dosen Pembimbing
( Uly Gusniarti S.Psi M.Si Psi )
HUBUNGAN ANTARA PENYESUAIAN DIRI SOSIAL DENGAN STRES PADA
SISWA AKSELERASI
Pergiwati Pristiana Kusuma
Uly Gusniarti
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara penyesuaian diri sosial dengan stres pada siswa akselerasi. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara penyesuaian diri sosial dengan stres pada siswa akselerasi. Semakin tinggi penyesuaian diri sosial yang dimiliki oleh siswa maka semakin rendah stres, sebaliknya semakin rendah penyesuaian diri sosial yang dimiliki oleh siswa maka semakin tinggi stres.
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa sekolah menengah atas program akselerasi baik laki – laki maupun perempuan yang duduk di kelas akselerasi sekolah menengah atas selama kurang dari 1 tahun. Subjek yang digunakan sebagai responden dalam penelitian ini berjumlah 50 orang. Adapun skala yang digunakan pada variabel penyesuaian diri ini mengacu pada penelitian yang dibuat oleh Kusumadewi (2004) yang sebagian aitem-aitemnya diadaptasi dan dimodifikasi oleh peneliti berdasarkan aspek - aspek yang dikemukakan oleh Schneider (1964). Skala stres yang digunakan adalah skala yang dimodifikasi dan diadaptasi dari alat ukur yang sudah ada yaitu skala yang sebagian aitem-aitemnya dibuat oleh Widuri (1995) dengan mengacu pada aspek-aspek stres yang dikemukakan oleh Sarafino (1990) dan Cridder (1983). Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS 12 For Windows. Hasil analisis data dengan tekhnik korelasi Product Moment dari Karl Pearson menunjukkan nilai r = -0,624 p = 0.000 (p<0.01). Artinya, ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara penyesuaian diri sosial dengan stres pada siswa akselerasi. Semakin tinggi penyesuaian diri sosial yang dimiliki oleh siswa maka semakin rendah stres, sebaliknya semakin rendah penyesuaian diri sosial yang dimiliki oleh siswa maka semakin tinggi stres. Sehingga hipotesis penelitian ini diterima. Analisis koefisien determinasi (R2) pada korelasi antara penyesuaian diri dengan stres menunjukkan angka sebesar 0,39, berarti penyesuaian diri sosial memiliki sumbangan efektif sebesar 39 % terhadap stres. Kata kunci: Penyesuaian diri sosial, Stres, Siswa akselerasi
PENGANTAR
Latar Belakang Masalah
Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia pada umumnya bersifat
klasikal, yang artinya semua siswa di dalam kelas diperlakukan sama. Kelemahan
yang tampak adalah tidak terakomodasikannya kebutuhan individual siswa yang
pada dasarnya tidak sama baik inteligensi, bakat dan minatnya. Siswa yang
relatif lebih cepat dari yang lain tidak terlayani secara baik sehingga potensi yang
dimiliki tidak tersalur dan berkembang secara optimal. Siswa yang mampu
menangkap pelajaran lebih cepat daripada siswa lain kemungkinan akan merasa
bosan di kelas karena menurutnya penyampaian materi yang diberikan guru
terlalu lambat, sehingga siswa tersebut akan merasa terlalu santai dan kurang
memperhatikan pelajaran, bahkan mungkin saja siswa tersebut mengganggu
teman – teman yang lainnya.
Keadaan tersebut menunjukkan bahwa siswa yang mempunyai
kemampuan luar biasa membutuhkan penanganan khusus dengan menyalurkan
kecerdasan mereka dalam suatu kelas khusus yang dapat memungkinkan siswa
menyalurkan bakatnya dan dapat menyelesaikan pendidikan lebih cepat daripada
seharusnya. Siswa tersebut membutuhkan program khusus agar dapat
mengembangkan dirinya secara optimal, dan sebisa mungkin dapat
menyelesaikan pendidikan lebih cepat daripada program reguler.
Belakangan ini keberadaan kelas akselerasi kembali menjadi
perbincangan. Ada yang mengatakan bahwa kelas akselerasi bisa menampung
siswa yang memang punya kecerdasan jauh di atas rata-rata anak-anak
seusianya. Namun, tak sedikit pula yang berpendapat bahwa kelas akselerasi
justru membuat siswanya tertekan karena kurikulum yang terlalu banyak dan
tidak bisa mengembangkan kemampuan sosialisasi mereka. Bahkan ada pula
yang menyebutkan bahwa justru sebagian orangtualah yang mendorong agar
anaknya masuk ke kelas tersebut (www.kompas.com 15/08/2004).
Menurut wawancara singkat peneliti dengan guru BK SMAN 3 Yogyakarta,
siswa akselerasi memang memiliki beban yang lebih banyak karena kurikulum
yang diberikan jauh lebih banyak daripada siswa reguler. Sistem degradasi dan
pengaruh lingkungan, seperti interaksi siswa terhadap teman sebayanya maupun
interaksi siswa dengan para guru, juga mempengaruhi adanya tekanan pada
siswa akselerasi. Hal itu disebabkan karena siswa akselerasi dipandang sebagai
siswa yang mempunyai tingkat inteligensi lebih tinggi dibandingkan siswa
reguler, sehingga adanya kesenjangan perlakuan guru terhadap siswa akselerasi
tersebut. Guru mengharapkan siswa akselerasi dapat menjadi contoh bagi siswa
reguler.
Penelitian Sitii Scholichah (2005) menjelaskan bahwa siswa akselerasii
mengalami perasaan takut gagal, kaget, jenuh, merasa terbebani, dan takut
tidak bisa membahagiakan orang tua. Hal ini dikarenakan siswa – siswa tersebut
terbiasa mendapatkan nilai baik dan menjadi juara, sehingga ketika tidak
menjadi juara atau kurang menonjol di lingkungan belajar yang lebih tinggi
mereka mengalami tekanan (Fadillah, 2004). Jika orang tua tidak memahami
kondisi yang terjadi pada anaknya di sekolah, kemungkinan anak akan merasa
tertekan dengan lingkungannya. Kondisi tersebut menyebabkan individu
mengalami stres. (Kedaulatan Rakyat, 19/03/ 2004).
Stres dapat bersumber dari dalam diri individu, keluarga, komunitas, dan
masyarakat. Stres yang muncul dari dalam diri individu merupakan penilaian dari
kekuatan motivasional yang melawan dan bila seseorang mengalami konflik
(Sarafino, 1990). Menurut laporan analisis hasil supervisi program percepatan
belajar tahun 2004, ada beberapa murid yang mengaku tidak dapat membagi
waktu antara belajar dan bermain, berikut jawaban siswa ketika ditanyakan
mengenai hal tersebut, "Tidak, karena pulang sekolah jam 4 sore olahraga
belajar s/d 9 gak ada waktu main kecuali hari minggu.". (www.google.com)
Stres juga dapat bersumber dari lingkungan keluarga seperti menurut
laporan analisis hasil supervisi program percepatan belajar tahun 2004, ada
siswa yang mengikuti akselerasi karena keinginan orangtua, berikut komentar
siswa ketika diwawancarai hal tersebut, “Saya ikut hanya ingin tahu kemampuan
saya, menjajal hal yang baru, namun motivasi terbesar tetap datang dari
orangtua...Dominannya karena digertak bapak” (www.google.com).
Faktor – faktor yang menyebabkan timbulnya stres diantaranya adalah
faktor lingkungan. Hal ini dikarenakan sifat – sifat yang melekat pada individu
sejak ia dilahirkan, selama bertahun – tahun dihambat atau justru dikembangkan
melalui interaksinya dengan lingkungan. Jika keluarga, sekolah, dan lingkungan
masyarakat bisa melakukan fungsinya, maka keberhasilan dan kebahagiaan
individu dalam hidup akan tercapai. Jika tidak, maka kepribadian seseorang akan
terhambat sehingga penyesuaian sosial dalam masa dewasa akan sulit bahkan
tidak mungkin tercapai. Salah satu hal yang masih sering diperdebatkan dalam
program akselerasi adalah kesiapan mental siswa dalam penyesuaian sosialnya.
Seorang siswa yang pintar dalam segi akademis, belum tentu bisa bersikap
dewasa dalam pola pikirnya sehingga akan sulit untuk beradaptasi dengan
lingkungan yang lebih dewasa daripada usianya sekarang (www.pikiran-
rakyat.com).
Menjadi murid yang duduk di kelas akselerasi merupakan beban yang
relatif berat, apalagi jika tidak didukung oleh kemampuan penyesuaian diri
terhadap lingkungan sosialnya. Murid akselerasi harus mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungan untuk mempertahankan prestasi di kelasnya. Selain itu, murid
juga perlu memiliki kemampuan bersosialisasi yang baik dengan teman –
temannya dan menjadikan aktivitas belajar lebih santai sehingga tidak terlalu
terbebani dengan status murid akselerasi. Menurut Katherina, murid kelas 3-5/18
SMAK 1 BPK Penabur Bandung, siswa akselerasi kerap mengalami stres dan
banyak yang mengundurkan diri ke kelas reguler karena padatnya kurikulum dan
lingkungan sosial yang menekan (www.pikiran-rakyat.com).
Schneiders (1964) menyatakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu
proses yang melibatkan proses mental dan tingkah laku di mana individu
berusaha untuk menguasai dan mengatasi dengan baik segala tuntutan
lingkungan sekitarnya. Sedangkan penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial
menurut Kartono (2000) dan Hurlock (1991) adalah keberhasilan seseorang
menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompok
pada khususnya. Penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial ini meliputi
kesanggupan untuk mereaksi secara efektif dan harmonis terhadap realitas sosial
dan situasi sosial, dan bisa mengadakan relasi sosial yang sehat.
Penyesuaian diri sosial yang dimiliki oleh individu memang bukan satu –
satunya penentu terjadinya stres pada siswa akselerasi. Namun dalam kelas
akselerasi yang menuntut siswa untuk dapat mengikuti kurikulum yang telah
ditetapkan membutuhkan kemampuan penyesuaian diri sosial yang baik. Dengan
meningkatkan kemampuan penyesuaian diri sosialnya diharapkan individu dapat
berinteraksi dengan lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat sehingga
individu dapat meminimalisir stres yang mungkin terjadi. Penyesuaian diri
merupakan indikator kesehatan mental, juga dapat membuat individu mampu
menjalani kehidupan tanpa adanya gangguan atau dengan kata lain dapat
dikatakan bahwa dengan penyesuaian diri yang baik membawa individu pada
kehidupan yang sehat secara psikis. Apabila individu mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungannya berarti ia mampu menyelaraskan kebutuhannya dengan
tuntutan lingkungannya sehingga ia tidak akan merasa stres dalam dirinya.
Rendahnya tingkat penyesuaian diri akan meningkatkan stres pada siswa
akselerasi. Sebaliknya, tingginya tingkat penyesuaian diri akan menurunkan stres
bagi siswa dalam kelas akselerasi. Berdasarkan uraian di atas mengenai
pentingnya peranan kemampuan penyesuaian diri sosial dalam timbulnya stres
pada individu, maka peneliti mempunyai keinginan untuk mendapatkan bukti
empirik adanya hubungan antara penyesuaian diri sosial dengan stres pada siswa
akselerasi. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada
Hubungan Antara Penyesuaian Diri Sosial Dengan Stres Pada Siswa Akselerasi.
A. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
penyesuaian diri sosial dengan stres pada siswa akselerasi.
B. Manfaat Penelitian
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan konsep
– konsep dalam khazanah psikologi pendidikan dan psikologi klinis.
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah memberikan sumbangan
penelitian kepada instansi terkait yaitu dinas pendidikan agar dapat membantu
memberikan dukungan psikologis kepada siswa program akselerasi agar dapat
lebih menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolahnya. Penelitian ini diharapkan
dapat membantu siswa akselerasi agar dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan sekolahnya sehingga siswa tidak mengalami tekanan. Penelitian ini
juga ditujukan kepada orang tua yang memiliki anak di kelas akselerasi agar
dapat lebih memahami kondisi psikologis anak. Bagi peneliti selanjutnya
diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan acuan untuk penelitian
selanjutnya yang berhubungan dengan masalah tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA
STRES
Stres merupakan suatu keadaan tertekan baik fisik maupun psikologis
(Chaplin, J.P , 2001). Stres terjadi jika individu dihadapkan dengan peristiwa
yang mereka rasakan sebagai mengancam, kesehatan fisik, dan psikologisnya.
Peristiwa itu dinamakan stressor dan reaksi individu terhadap peristiwa tersebut
dinamakan respon stres (Atkinson, 1993). Stres menurut Sarafino (1990) dapat
diklasifikasikan dalam berbagai macam sudut pandang diantaranya: Stres
sebagai suatu stimulus atau variabel bebas yang mempengaruhi keadaan
individu, stres dipandang sebagai respon atau variabel tergantung, dan stres
merupakan hasil interaksi dengan lingkungan (Smet, 1994). Menurut Taylor
(1995), stres merupakan hasil dari proses penilaian individu berkaitan dengan
sumber – sumber pribadi yang dimilikinya untuk menghadapi tuntutan dari
lingkungan. Menurut Sarafino (1990) ada dua komponen dari stres yaitu respon
psikologis yang ditunjukkan dengan perilaku, pola pikir, dan emosi serta respon
fisiologis. Sependapat dengan hal itu, Taylor (1995) mengatakan bahwa respon
stres dapat berupa respon fisiologis, kognitif, emosi, dan perilaku.
Komponen – komponen stres terdiri dari beberapa bagian yaitu : (a)
stressor, yang dipandang sebagai segala sesuatu atau unsur yang menimbulkan
stres, dapat bersifat biologis, psikologis maupun sosial yang dapat berupa hal
atau kejadian, peristiwa, orang, keadaan atau lingkungan yang dirasa
mengancam atau dapat merugikan bagi individu, (b) kemudian adanya
organisme, yang dimaksud disini adalah manusia, (c) dan respon dari individu
atau yang menurut Harjana (1994) disebut dengan transactionis yaitu reaksi
individu terhadap stres.
Menurut Tyrer (Widuri,1995), bahwa yang menentukan stres atau
tidaknya individu adalah kemampuan menyesuaikan diri dengan perubahan –
perubahan yang terjadi. Menurut Cox (Crider,1983) sejumlah stimulus yang khas
dapat menimbulkan stres, contohnya kejutan, ancaman terhadap harga diri,
kekacauan, pengasingan dan tekanan kelompok. Selanjutnya karakteristik
stimulus yang menyebabkan stres yaitu stimulus yang terlalu kuat melebihi
kemampuan adaptasi, stimulus yang menghasilkan respon yang bertentangan
dan individu yang tidak dapat menguasai lingkungannya.
Sutherland and Cooper (Apriani, 2004), kebanyakan definisi tentang stres
dibagi 3 macam :
a. Definisi yang menekankan stres sebagai stimulus, yaitu kekuatan atau
dorongan terhadap individu yang menimbulkan reaksi ketegangan atau
perubahan – perubahan fisik pada individu.
b. Definisi yang menekankan stres sebagai respon yaitu respon individu baik
yang bersifat fisiologis maupun psikologis terhadap sumber stres yang
berasal dari lingkungan sumber stres tersebut merupakan situasi atau
peristiwa dari luar yang bersifat mengancam individu.
c. Definisi yang menekankan stres sebagai interaksi antara stimulus dan
respon yaitu stres merupakan akibat dari interaksi antara stimulus
bersumber dari lingkungan dan respon individu terhadap stimulus
tersebut. Stres dipandang sebagai bentuk interaksi yang unik antara
stimulus dan kecenderungan individu untuk merespon dengan cara
tertentu.
Faktor – Faktor yang mempengaruhi Stres
Menurut Davidson dan Coper (Effendi, 2006), faktor – faktor yang
mempengaruhi stres secara umum yaitu bersumber dari diri pribadi (internal)
atau individu yang bersangkutan dan faktor eksternal (lingkungan rumah, sosial,
maupun tempat kerja individu itu sendiri).
Sedangkan menurut Sarafino (1990), stres bersumber dari dalam diri
individu, keluarga, komunitas, dan masyarakat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi stres
pada diri individu adalah kondisi internal dan kondisi eksternal seperti keluarga
dan lingkungan sekitar.
Aspek – aspek stres
Menurut Sarafino (1990), ada 3 aspek yang tercakup dalam stres, antara
lain :
a. Kognisi
Stres yang terjadi disebabkan oleh adanya gangguan kognisi,
gangguan kognisi berasal dari tingkat rangsangan emosional
tinggi yang dapat terjadi akibat pikiran yang mengganggu
ketika individu berhadapan dengan suatu sensor.
b. Emosi
Emosi merupakan reaksi yang dirasakan individu sebagai
ketidaknyamanan psikologis dalam suatu situasi, misalnya
ketakutan.
c. Perilaku sosial
Stres dapat mengubah individu dalam perilaku
Jadi dapat disimpulkan bahwa aspek – aspek stres mencakup emosi,
fungsi kognisi, gangguan fisiologis, dan perilaku sosial.
PENYESUAIAN DIRI SOSIAL
Schneiders (1964) menyatakan bahwa penyesuaian diri sosial merupakan
suatu proses yang melibatkan proses mental dan tingkah laku di mana individu
berusaha untuk menguasai dan mengatasi dengan baik segala tuntutan
lingkungan sekitarnya. Penyesuaian ditentukan oleh bagaimana seseorang dapat
bergaul dengan diri dan orang lain secara baik. Tanggapan – tanggapan
terhadap orang lain atau lingkungan sosial pada umumnya dapat dipandang
sebagai cermin apakah seseorang dapat mengadakan penyesuaian dengan baik
atau tidak. Penyesuaian diri juga dapat diartikan sebagai variasi dalam kegiatan
organisme untuk mengatasi suatu hambatan dan memuaskan kebutuhan –
kebutuhan atau kemampuan menegakkan hubungan yang harmonis dengan
lingkungan fisik dan sosial (Chaplin, 1989).
Menurut Eysenck (Puspitasari, 2005) penyesuaian diri atau adjustment
adalah suatu proses belajar, yaitu belajar memahami, mengerti, dan berusaha
untuk melakukan apa yang dilakukan dan diinginkan individu maupun
lingkungannya. Menurut Tallent (1978), bahwa ada individu yang berhasil
menyesuaikan diri tetapi ada juga yang terhambat penyesuaian dirinya.
Penyesuaian diri yang baik akan memberikan kepuasan yang lebih besar bagi
kehidupan seseorang. Hanya individu yang mempunyai kepribadian kuat yang
mampu menyesuaikan diri secara baik.
Sedangkan Schneiders (1964) dan Kartono (1989), penyesuaian diri
mengandung beberapa penafsiran, yaitu:
1. Adaptation, artinya bahwa penyesuaian diri dipandang sebagai suatu
kemampuan untuk beradaptasi. Individu yang memiliki penyesuaian diri yang
baik, akan memiliki hubungan yang memuaskan dengan lingkungannya.
Kartono (1989) menambahkan bahwa adaptasi merupakan kemampuan
untuk dapat mempertahankan keberadaannya dalam mengadakan hubungan
dengan lingkungan.
2. Conformity, yaitu bahwa dalam proses penyesuaian diri, individu harus
mempertimbangkan norma sosial dan hati nuraninya.
3. Mastery, yaitu bahwa penyesuaian diri merupakan kemampuan individu
dalam membuat suatu perencanaan dan mengorganisir respon – respon
sedemikian rupa, sehingga individu mampu menguasai atau menanggapi
segala macam konflik, kesulitan, masalah hidup, dan frustasi – frustasi
dengan cara yang efisien.
4. Individual Variation, yaitu bahwa terdapat perbedaan yang bersifat individual
pada perilaku dan respon individu dalam meghadapi berbagai masalah.
5. Penguasaan dan kematangan emosional, yaitu bahwa penyesuaian diri
menuntut kemampuan individu untuk memiliki emosi yang tepat pada setiap
situasi. Individu perlu untuk melakukan pengontrolan terhadap emosinya,
agar penyesuaian diri yang sehat dapat tercapai.
Pada dasarnya penyesuaian yang sehat harus dipelajari selama hidup.
Proses belajar tersebut bertujuan untuk memahami, mengerti serta menerima
kekurangan lingkungannya. Melalui proses belajar, seseorang belajar untuk
menyesuaikan tindakan – tindakannya dengan potensi dan keterbatasan yang
dimilikinya serta dapat menerima lingkungannya secara objektif. Dengan
demikian tindakannya tidak merugikan diri sendiri dan orang lain. Penyesuaian
diri terhadap lingkungan sosial menurut Kartono (2000) dan Hurlock (1991)
adalah keberhasilan seseorang menyesuaian diri dengan terhadap orang lain
pada umumnya dan terhadap kelompok pada khususnya. Penyesuaian diri
teradap lingkungan sosial merupakan kesanggupan untuk mereaksi secara efektif
dan harmonis terhadap realitas sosial dan situasi sosial, dan bisa mengadakan
relasi sosial yang sehat. Bisa menghargai pribadi lain, dan menghargai hak – hak
sendiri di dalam masyarakat. Bisa bergaul dengan orang lain dengan jalan
membina persahabatan yang kekal, sebab sikap keras kepala, mau menang
sendiri, dan tidak ramah adalah bentuk penyesuaian diri yang kaku dan negatif
dan bisa menimbulkan banyak kesulitan (Kartono, 2000).
Menurut Schneider proses penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial
membutuhkan kemampuan individu dalam memecahkan masalah secara sehat
dan efisien. Penyesuaian diri yang berhasil didasari oleh adanya kematangan
dalam diri individu terhadap tuntutan - tuntutan dan norma - norma sosial yang
akan membawa individu pada kematangan sosial yang lebih bersifat dewasa.
Penyesuaian diri bukanlah merupakan sesuatu yang baik atau buruk, tetapi
penggambaran secara sederhana sebagai suatu proses dengan menyertakan
mental dan tingkah laku, dimana setiap orang bekerja keras untuk sukses dalam
menghadapi kebutuhan, tekanan, frustasi, konflik dan juga untuk
menyeimbangkan tuntutan yang dibebankan pada seseorng ketika hidup.
Penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial merupakan kemampuan untuk
bereaksi secara adekuat terhadap kenyataan, situasi, dan hubungan sosial.
Untuk mengembangkan kemampuan ini individu harus mau menghormati hak –
hak orang lain, belajar bergaul dengan baik, mengembangkan persahabatan, dan
berpartisipasi dalam aktivitas – aktivitas sosial. Selain itu juga mau menaruh
perhatian terhadap kesejahteraan orang lain dan bersedia memberikan
pertolongan kepada orang lain (Schneiders, 1964).
Jadi dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri sosial adalah proses
belajar memahami, mengerti, dan berusaha untuk melakukan apa yang
diinginkan lingkungannya sehingga individu dapat menyesuaikan diri dengan
perubahan – perubahan yang terjadi dalam lingkungannya, baik lingkungan
keluarga, sekolah, maupun lingkungan sekitar.
Aspek – Aspek Penyesuaian Diri Sosial
Menurut Schneider (1964) aspek – aspek penyesuaian diri sosial adalah
sebagai berikut:
a. Penyesuaian diri terhadap keluarga
Penyesuaian diri yang baik terhadap lingkungan keluarga memiliki ciri - ciri
sebagai berikut:
1. Adanya hubungan yg sehat antar anggota keluarga, tidak ada penolakan
(rejection) orang tua terhadap anak – anaknya, tidak ada permusuhan,
rasa benci atau iri hati antar anggota keluarga.
2. Adanya penerimaan otoritas orang tua, hal ini penting untuk kestabilan
rumah tangga dan anak wajib menerima disiplin orang tua secara logis.
3. Kemampuan untuk mengemban tanggung jawab dan penerimaan
terhadap pembatasan atau larangan yg ada di dalam peraturan keluarga.
4. Adanya kemauan saling membantu antara anggota keluarga baik secara
perorangan maupun kelompok.
5. Kebebasan dari ikatan secara emosional secara bertahap dan
menumbuhkan rasa mandiri.
b. Penyesuaian diri terhadap lingkungan sekolah
Penyesuaian diri yang baik terhadap lingkungan sekolah memiliki ciri – ciri
sebagai berikut:
1. Adanya perhatian, penerimaan, minat dan partisipasi terhadap fungsi dan
aktivitas sekolah.
2. Adanya hubungan yang baik dengan komponen sekolah seperti guru, dan
teman sebaya.
Arkof (Kusumadewi,2004) mengatakan bahwa remaja dikatakan
mempunyai penyesuaian diri yang baik di sekolah apabila remaja tersebut
menunjukkan kemajuan yang memuaskan di sekolahnya atau remaja tersebut
dapat menciptakan hubungan yang baik dengan guru – guru, teman – temannya
di sekolah, serta peraturan – peraturan di sekolah.
c. Penyesuaian diri terhadap lingkungan masyarakat
Penyesuaian diri yang baik terhadap lingkungan masyarakat memiliki ciri - ciri
mengenal dan menghormati orang lain serta mampu mengembangkan sifat
bersahabat, mempunyai perhatian dan mampu bersimpati dengan orang lain,
bersikap hormat terhadap hukum, tradisi, dan adat istiadat.
Maka aspek – aspek penyesuaian diri sosial, antara lain: (a) Penyesuaian
diri terhadap keluarga, (b) Penyesuaian diri terhadap lingkungan sekolah, (c)
Penyesuaian diri terhadap lingkungan masyarakat.
Hubungan Antara Penyesuaian Diri Sosial Dengan Stres Pada Siswa
Akselerasi
Komunikasi antara orang tua dan anak memegang peranan penting di
dalam membantu dan mendampingi remaja pada saat mengalami perubahan –
perubahan, baik secara biologis, psikologis maupun sosial. Individu yang mampu
menyesuaikan diri terhadap lingkungan keluarga akan mampu berinteraksi
dengan baik dengan seluruh anggota keluarga tanpa adanya penolakan terhadap
otoritas orang tua. Individu juga mampu mengemban tanggung jawab yang
diberikan dan bersikap mandiri. Jika individu tidak dapat melakukan peran dan
tanggung jawab sebagai seorang anak berarti individu tidak dapat melakukan
penyesuaian diri yang baik terhadap lingkungan keluarga dan hal itu akan
memicu timbulnya tekanan dalam diri individu. Dalam hal ini orang tua menuntut
siswa agar terus mempertahankan prestasi dan keberadaan siswa dalam kelas
akslelerasi. Tuntutan itu menyebabkan timbulnya tekanan dalam diri siswa
akselerasi. Menurut Taylor (1995), stres merupakan hasil dari proses penilaian
individu berkaitan dengan sumber – sumber pribadi yang dimilikinya untuk
menghadapi tuntutan dari lingkungan.
Menurut Arkof (Kusumadewi,2004) mengatakan bahwa remaja dikatakan
mempunyai penyesuaian diri yang baik di sekolah apabila remaja tersebut
menunjukkan kemajuan yang memuaskan di sekolahnya atau remaja tersebut
dapat menciptakan hubungan yang baik dengan guru – guru, teman – temannya
di sekolah, serta peraturan – peraturan di sekolah. Individu juga dapat
berpartisipasi dalam kegiatan – kegiatan yang diadakan di sekolah. Kemampuan
sosialisasi siswa juga berpengaruh terhadap proses penyesuaian diri. Siswa
akselerasi harus bergaul dengan teman – teman yang usianya jauh diatas
mereka, jika individu tidak memiliki kemampuan penyesuaian diri terhadap
lingkungan sosial yang baik maka hal itu akan mengganggu interaksi individu
dengan lingkungan sosial. Siswa akselerasi dipandang sebagai siswa yang
mempunyai tingkat inteligensi lebih tinggi dibandingkan siswa reguler, sehingga
adanya kesenjangan perlakuan guru terhadap siswa akselerasi tersebut. Guru
mengharapkan siswa akselerasi dapat menjadi contoh bagi siswa reguler.
Tuntutan tersebut menimbulkan tekanan dalam diri siswa akselerasi. Menurut
Sarafino (1990), interaksi subjek di luar lingkungan keluarga melengkapi sumber
– sumber stres, seperti di lingkungan sekolah dan pekerjaan.
Individu yang dapat menyesuaikan diri di dalam masyarakat berarti
individu mampu untuk memberikan reaksi secara positif terhadap situasi – situasi
sosial sehingga kebutuhan sosial dapat terpuaskan dengan cara – cara yang
dapat diterima oleh masyarakat. Penyesuaian diri yang baik terhadap lingkungan
masyarakat memiliki ciri - ciri mengenal dan menghormati orang lain serta
mampu mengembangkan sifat bersahabat, mempunyai perhatian dan mampu
bersimpati dengan orang lain, bersikap hormat terhadap hukum, tradisi, dan adat
istiadat (Schneider, 1964). Kondisi lingkungan juga merupakan faktor yang
penting dalam melakukan proses penyesuaian diri.. Apabila individu mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungannya berarti ia mampu menyelaraskan
kebutuhannya dengan tuntutan lingkungannya sehingga ia tidak akan merasa
stres dalam dirinya. Lingkungan masyarakat memandang siswa akselerasi
sebagai siswa yang lebih pintar daripada siswa reguler, dan secara tidak
langsung menuntut siswa untuk menjadi panutan bagi siswa reguler. Menurut
Davidson dan Coper (Effendi, 2006), faktor – faktor yang mempengaruhi stres
secara umum yaitu bersumber dari diri pribadi (internal) atau individu yang
bersangkutan dan faktor eksternal (lingkungan rumah, sosial, maupun tempat
kerja individu itu sendiri).
Berdasarkan uraian diatas dan dengan merujuk berbagai teori yang ada,
penulis berpendapat bahwa penyesuaian diri sosial menjadi penting artinya
terhadap stres yang dialami oleh siswa akselerasi. Apabila siswa dapat
menyesuaikan diri terhadap lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat maka
hal itu akan meminimalisir timbulnya stres. Siswa yang melakukan penyesuaian
diri yang efektif dapat melakukan interaksi dengan lingkungan keluarga, sekolah,
dan masyarakat sehingga tidak mengalami tekanan berada di kelas akselerasi
yang menuntut siswa untuk menyelesaikan pendidikan lebih cepat daripada kelas
reguler.
METODE PENELITIAN
Subjek Penelitian
Subjek penelitian merupakan murid SMA baik laki – laki maupun
perempuan yang baru duduk di kelas program akselerasi Sekolah Menengah Atas
selama kurang dari 1 tahun. Lama masa belajar ditetapkan kurang dari 1 tahun
karena dengan asumsi bahwa awal tahun ajaran siswa masih dalam tahap
penyesuaian diri dengan lingkungannya.
Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan skala sebagai alat ukur pengumpulan data.
Penggunaan skala diharapkan dapat merefleksikan keadaan subjek yang
sebenarnya. Peneliti menggunakan skala stres yang dimodifikasi dari skala stres
yang disusun oleh Widuri (1995) dan skala penyesuaian diri yang di modifikasi
dari alat ukur penyesuaian diri yang digunakan oleh Kusumadewi (2004).
Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kuantitatif dengan menggunakan statistik. Tehnik statistik yang digunakan dalam
menganalisis data penelitian ini adalah teknik statistik korelasi product moment
dari Pearson. Teknik ini digunakan karena dalam penelitian ini mencari korelasi
antara variabel tergantung dengan variabel bebas. Proses analisisnya dilakukan
dengan menggunakan bantuan program komputer Statistical Package for Social
Science (SPSS) for Windows 12.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Gambaran singkat mengenai data penelitian secara umum yang berisikan fungsi-
fungsi statistik dasar dari masing-masing variabel dapat dilihat secara lengkap
pada tabel berikut.
Tabel Deskripsi Data Penelitian
Hipotetik Empirik Variabel
Xmax Xmin Mean SD Xmax Xmin Mean SD
Penyesuaian
diri
52 13 32,5 6,5 50 31 40,42 4,2813
8
Stres 208 52 130 26 155 70 111,88 18,589
71
Skala stres menunjukkan 52 aitem sahih dan 8 aitem gugur. Berdasarkan
deskripsi data penelitian pada tabel dapat diketahui bahwa mean empirik untuk
variabel stres sebesar 111,88 dan mean hipotetik sebesar 130. Mean empirik
variabel stres lebih kecil daripada mean hipotetiknya. Hal ini menunjukkan bahwa
subjek dalam penelitian ini mempunyai stres yang rendah.
Skala penyesuaian diri terdiri dari 40 aitem yang diujicobakan, 13 aitem
sahih dan 27 aitem gugur. Berdasarkan deskripsi data penelitian pada tabel
dapat diketahui bahwa mean empirik untuk variabel penyesuaian diri sebesar
40,42 dan mean hipotetik sebesar 32,5. Mean empirik variabel penyesuaian diri
lebih besar daripada mean hipotetiknya. Hal ini menunjukkan bahwa subjek
dalam penelitian ini mempunyai penyesuaian diri yang tinggi.
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan negatif yang sangat
signifikan antara penyesuaian diri dan stres pada siswa akselerasi. Adanya
hubungan antara kedua variabel, ditunjukkan oleh koefisien korelasi (r) sebesar -
0,624 dengan p=0,000 (p<0,01). Hubungan antara kedua variabel ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi penyesuaian diri maka semakin rendah stres
dan sebaliknya semakin rendah penyesuaian diri maka semakin tinggi pula stres
pada siswa akselerasi. Jadi hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat
diterima.
Menurut Tyrer (Widuri,1995), bahwa yang menentukan stres atau
tidaknya individu adalah kemampuan menyesuaikan diri dengan perubahan –
perubahan yang terjadi. Menurut Cox (Crider,1983) sejumlah stimulus yang khas
dapat menimbulkan stres, contohnya kejutan, ancaman terhadap harga diri,
kekacauan, pengasingan dan tekanan kelompok. Selanjutnya karakteristik
stimulus yang menyebabkan stres yaitu stimulus yang terlalu kuat melebihi
kemampuan adaptasi, stimulus yang menghasilkan respon yang bertentangan
dan individu yang tidak dapat menguasai lingkungannya.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan negatif yang sangat
signifikan antara penyesuaian diri sosial dengan stres pada siswa akselerasi.
Adanya hubungan antara kedua variabel, ditunjukkan oleh koefisien korelasi (r)
sebesar -0,624 dengan p= 0,000 atau p< 0,01. Hal ini berarti semakin tinggi
penyesuaian diri sosial maka semakin rendah stres pada siswa akselerasi,
sebaliknya semakin rendah penyesuaian diri sosial maka semakin tinggi stres
pada siswa akselerasi. Jadi hipotesis yang menyatakan adanya hubungan negatif
antara penyesuaian diri sosial dengan stres pada siswa akselerasi dapat
diterima.
Hasil analisis tambahan menunjukkan bahwa aspek penyesuaian diri
sosial yang paling berpengaruh adalah aspek penyesuaian diri terhadap
masyarakat, dan aspek yang menunjukkan pengaruh yang kecil adalah aspek
penyesuaian diri terhadap keluarga.
B. Saran
1. Bagi Subjek Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek yang mengalami stres berada
pada kategori rendah sebanyak 28 subjek (56 %). Berdasarkan hasil penelitian
ini maka subjek penelitian mengalami stres yang rendah, sedangkan rata – rata
subjek memiliki penyesuaian diri sosial yang tinggi yaitu sebanyak 31 subjek
(62%). Subjek yang memiliki penyesuaian diri sosial yang tinggi hendaknya tetap
mempertahankan kemampuan penyesuaian diri sosialnya.
2. Bagi pihak sekolah
Bagi pihak sekolah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan
yang berarti bagi perkembangan siswa akselerasi. Sebagai institusi pendidikan
yang memiliki program akselerasi, sekolah diharapkan dapat membekali siswa
dengan bimbingan yang dapat membantu siswa lebih menyesuaikan diri dan
tidak mengalami tekanan akibat kurikulum yang terlalu banyak. Hendaknya
bimbingan dilakukan setelah proses seleksi siswa akselerasi. Pihak BK juga dapat
melakukan komunikasi kepada orangtua siswa untuk memberikan bimbingan
yang lebih intensif kepada siswa akselerasi.
3. Bagi Orang tua siswa
Bagi orang tua siswa, hendaknya lebih memberikan bimbingan kepada
anak, dukungan moral, dan tidak terlalu membebani anak dengan tuntutan agar
terus berprestasi.
4. Bagi Peneliti selanjutnya
Bagi peneliti lain yang tertarik dan ingin mengkaji tema penyesuaian diri
sosial dan stres diharapkan mempertimbangkan variabel – variabel lain seperti,
kecerdasan emosi, dukungan sosial, kecemasan, dan motivasi berprestasi..
Penelitian dengan metode kualitatif dan menggunakan metode analisis yang
mendetail sebaiknya juga dilakukan jika ingin menggunakan variabel yang sama.
Selain itu, subjek penelitian yang lebih banyak dapat membuat generalisasi yang
lebih sempurna lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Atikarini, A. 2001. Hubungan Antara Kepercayaan Diri dengan Tingkat Stres pada Alumni Universitas Islam Indonesia dalam Mencari Kerja. Naskah Publikasi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.
Atkinson, R. L. 1993. Pengantar Psikologi, Edisi kesebelas, Jilid 2. Interaksara.
Apriani, R. 2004. Religiusitas dan Stres Mahasiswa Muslim Unsimar Pasca Kerusuhan Poso. Naskah Publikasi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia
Azwar, S. 1997. Validitas dan Reliabilitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Azwar, S. 2005. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Chaplin, J.P. 1989. Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta : Rajawali Press
Chauhan, S. S. 1978. Advanced Educational Psychology. Bombay : Vikas Publishing House PVT LTD.
Cridder, A.B. Goethals, G.R. Kavanough, R.D. Solomon, P.R. 1983. Psychology.
Illionis : Scott Foresman & Company. Crow, L.D & Crow, A. 1951. Mental Hygiene. London : Mc.Graw Hill Book
Company. Inc. Dewi, E. 2006. Perbedaan Kecemasan Menghadapi SPMB Antara Siswa Kelas
Akselerasi dengan Kelas Reguler. Naskah Publikasi ( tidak diterbitkan ). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Effendi, M. 2005. Stress Akibat Kerja Yang Dihadapi Guru Sekolah Luar Biasa.
Jurnal. Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Fadillah, 2004. Perbedaan Tipe Achievement Goal dan Tingkat Stres pada Siswa
Akselerasi. Intisari Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
Greene, B. dkk. Psikologi Abnormal. Edisi kelima. Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Hadi, S. 1997. Metodologi Research Jilid 1. Yogyakarta : Penerbit Andi
Hardjana , A.M. 1994. Stress tanpa distress, Seni mengelola stress. Yogyakarta : Kanisius.
Kartono, K. 2000. Hygiene Mental. Bandung : Mandar Maju Kusumadewi, I. 2004. Hubungan Antara Penyesuaian Diri dengan Intensi
Prososial pada Remaja. Skripsi ( tidak diterbitkan ). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.
Markam, S & Slamet, S. 2003. Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta : UI Press. Partosuwido, S.R. 1993. Penyesuaian Diri Mahasiswa Dalam Kaitannya Dengan
Konsep Diri, Pusat Kendali, dan Status Perguruan Tinggi. Jurnal Psikologi, No. 1, 32 – 47.
Rahaju, S & Hartanti. 2003. Peran Sense of Humor Pada Dampak Negatif Stres
Kerja Pada Dosen. Anima, Indonesian Psychology Journal, Vol 18, No 4, 393 – 408.
Rahman, A & Latifah, U. 2001. Mengenal Lebih Dekat tentang Program Akselerasi
Tingkat SLTP – SMU. http//www.bpkpenabur.or.id. 06/03/2004. Ria, K. 2005. Program Akselerasi; Antara Percepatan, Diskriminan & Pemaksaan.
www.pontianak.com
Safitri, E. 2005. Hubungan Antara Tingkat Neurotisisme Dengan Stress. Naskah Publikasi ( tidak diterbitkan ). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.
Sarafino, E. P. 1994. Health Psychology. Second Edition. Kanada : John Willey &
Sons, Inc. Scolichah, S. 2005. Dimensi Sosial dan Emosi pada Siswa Akselerasi. Naskah
Publikasi ( tidak diterbitkan ). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.
Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta : Grasindo.
Suryaningrum, M. 2004. Hubungan antara Penyesuaian diri dengan Kesepian pada Mahasiswa Baru. Intisari Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
Tallent, N. 1978. Psychology of Adjusment, Understanding Ourselves and Others. New York: Linton Education Publishing, inc.
Taylor, S. E. 1995. Health Psychology. New York : Mc Graw Hill International Editions.
Utami, M.S, dkk. 2000. Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan
Penyesuaian Diri Perempuan Pada Kehamilan Pertama. Jurnal Psikologi No.2, Hal 84 -95.
Widodo, F. T. 2004. Hubungan antara Komunikasi Interpersonal dengan Penyesuaian Diri pada Narapidana di Lembaga Permayarakatan Wirogunan Yogyakarta. Naskah Publikasi ( tidak diterbitkan ). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Widuri,E.L. 1995. Hubungan Antara Religiusitas dengan Stres pada Mahasiswa
Muslim di Universitas Gajah Mada. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
_______, 2006. Mereka Memang Membanggakan, tetapi ... www.kompas.com
_______, 2006. Suara Hati Pelajar, Kelas akselerasi. www.pikiran-rakyat.com
_______, 2004. Berhasilkah Program Akselerasi Kita?. www.republika.co.id
_______,2004.Laporan Analisis Hasil Supervisi Program Percepatan Belajar Tahun 2004. www.google.com.
http://www.kompas.com. 17/03/2004
www.depdiknas.com
IDENTITAS PENELITI
NAMA MAHASISWA : PERGIWATI PRISTIANA KUSUMA
ALAMAT KOST :JL. KALIURANG KM.14 PERUM. PAMUNGKAS A.115
YOGYAKARTA
ALAMAT RUMAH :JL. WIJAYA KUSUMA NO.18 RT 04/04 BANJARBARU
70711 KAL-SEL
NO HP : 0852 2894 1810