NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA...
Transcript of NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA...
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA KEBERSYUKURAN DENGAN
DEPRESI PADA MAHASISWA
Oleh :
RR. ATINA AYU VANESA
QUROTUL UYUN
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2008
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA KEBERSYUKURAN DENGAN
DEPRESI PADA MAHASISWA
Telah Disetujui Pada Tanggal
_________________
Dosen Pembimbing Utama
(Qurotul Uyun, S.Psi., M.Si)
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA KEBERSYUKURAN DENGAN
DEPRESI PADA MAHASISWA
Rr. Atina Ayu Vanesa
Qurotul Uyun
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kebersyukuran dengan depresi pada mahasiswa. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara kebersyukuran dengan depresi pada mahasiswa. Semakin tinggi tingkat kebersyukuran pada mahasiswa, maka tingkat depresi semakin rendah, sebaliknya semakin rendah tingkat kebersyukuran pada mahasiswa, maka tingkat depresi semakin tinggi.
Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia dengan karakteristik sedang menempuh pendidikan S1, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, berusia antara 18-24 tahun, beragama Islam, serta berdomisili di DIY. Subjek penelitian berjumlah 60 orang. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala depresi yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan gejala-gejala depresi yang dikemukakan oleh Oltmanns & Emery (2004) dan skala kebersyukuran yang juga disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan ciri-ciri syukur yang dikemukakan oleh Al-Jauziyah (2005).
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasi product moment dari Pearson untuk menguji apakah terdapat hubungan antara kebersyukuran dengan depresi pada mahasiswa, dengan menggunakan fasilitas program SPSS versi 11,5 sebagai alat bantu analisis secara statistik. Hasil analisis data menunjukkan korelasi sebesar r = -0,448 dan p = 0,000 (p < 0,01) yang artinya terdapat hubungan negatif yang sangat signifikan antara kebersyukuran dengan depresi. Jadi hipotesis penelitian diterima. Kata Kunci : Kebersyukuran, Depresi
PENGANTAR
Banyak peristiwa dalam kehidupan sehari-hari yang menyebabkan
seseorang mengalami tekanan atau depresi, yang mana kejadian tersebut disadari
dapat meningkatkan risiko menderita penyakit fisik dan kematian (Fontana, tanpa
tahun). Beberapa peristiwa kehidupan tersebut dijelaskan dalam suatu skala
penilaian objektif untuk depresi seperti Skala Rahe-Holmes, dengan menetapkan
nilai pada beberapa peristiwa penting seperti pernikahan, kelahiran, kesedihan,
kehilangan pekerjaan, serta beberapa peristiwa yang berhubungan dengan keadaan
emosional (www.cancerweb.ncl.ac.uk, 2008). Penggunaan skala ini tergantung
pada level usia, di atas 18 tahun menggunakan skala untuk orang dewasa,
sedangkan usia 18 tahun dan di bawahnya menggunakan skala untuk anak-anak
(www.healpastlives.com, 2008). Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan
bahwa semua kelompok usia memiliki kemungkinan untuk mengalami depresi.
Kemungkinan munculnya depresi, datang dari pikiran yang terus-menerus
menginterpretasikan peristiwa-peristiwa yang terjadi secara tidak tepat (Ilmawati,
2004). Sebagian dari masalahnya adalah perkembangan kognitif (Larson, dkk.,
dalam Nevid, dkk., 2003). Seperti halnya orang dewasa yang depresi, anak-anak
dan remaja juga memiliki perasaan tidak berdaya, pola berpikir yang lebih
menyimpang, kecenderungan untuk menyalahkan diri sendiri sehubungan dengan
kejadian-kejadian negatif, serta harga diri (self-esteem), kepercayaan diri (self-
confidence), dan persepsi akan kemampuan yang lebih rendah dibandingkan
teman-teman sebayanya yang tidak depresi (Lewinsohn, dkk.; Kovacs, dalam
Nevid, dkk., 2003). Mereka sering melaporkan adanya episode kesedihan dan
menangis, merasa apatis, sulit tidur, lelah, dan kurang nafsu makan, juga memiliki
pikiran-pikiran untuk bunuh diri dan mencoba untuk bunuh diri (Nevid, dkk.,
2003).
Depresi pada anak-anak juga memiliki ciri lain, seperti menolak masuk
sekolah, takut akan kematian orang tua, dan terikat pada orang tua. Anak-anak
juga sering menyimpan sendiri perasaannya. Perasaan-perasaan negatif dapat
diekspresikan dalam bentuk kemarahan, cemberut, atau perasaan tidak sabar,
mengakibatkan konflik dengan orang tua yang selanjutnya memperpanjang masa
depresi (Nevid, dkk., 2003).
Depresi pada remaja biasanya berpengaruh pada kehidupan sosial dan
akademik (Mahsun, 2004). Prestasi akademik yang buruk, penyalahgunaan zat,
perilaku antisosial, perilaku seksual yang berlebihan, membolos, dan melarikan
diri merupakan gejala depresi pada remaja (Kaplan & Sadock, 1997). Gejala-
gejala depresi lainnya pada remaja menurut Sarwono (2002), antara lain: 1. segi
perasaan (selalu sedih); 2. segi kognitif (pesimis, serta pandangan negatif terhadap
diri sendiri, dunia, dan masa depan); 3. segi tingkah laku (cara berpakaian kurang
rapi, ekspresi wajah murung, bicaranya sedikit dan perlahan, serta gerak tubuh
lamban); 4. segi fisik (tidak nafsu makan, insomnia, sakit di berbagai bagian
tubuh, dan siklus haid tidak teratur pada wanita).
Depresi pada remaja dihubungkan dengan meningkatnya risiko terjadinya
episode depresi mayor di masa mendatang dan percobaan bunuh diri pada masa
dewasa (Weissman, dalam Nevid, dkk., 2003). Perasaan putus asa, harga diri yang
rendah, dan sikap yang menyalahkan diri sendiri, berkaitan dengan tindakan
bunuh diri yang dilakukan (Cole, Protinsky, & Cross; Harter & Marold; Shagle &
Barber, dalam Santrock, 2003).
Selain pada anak dan remaja, depresi juga dapat terjadi pada orang lanjut
usia. Sejumlah penelitian telah melaporkan data yang menyatakan depresi pada
lanjut usia berhubungan dengan status sosioekonomi rendah, kematian pasangan,
penyakit fisik yang menyertai, dan isolasi sosial (Kaplan & Sadock, 1997).
Depresi pada orang lanjut usia bisa sulit diketahui, karena kemunculannya sering
kali bersamaan dengan adanya penyakit atau gejala medis demensia atau
kepikunan, dengan kata lain orang tua yang jatuh sakit secara fisik atau
menunjukkan tanda-tanda demensia bisa menyebabkan depresi (Blazer; Small,
dalam Durand & Barlow, 2006).
Kejadian depresi pada anak mencapai sekitar 2,5% dan pada orang di atas
usia 65 tahun, angka kejadian depresi sekitar 1-2% (Saelan, 2006). Fergusson &
Woodward (Durand & Barlow, 2006) melalui studi yang dilakukannya,
mengidentifikasikan 13% dari 1.265 remaja mengembangkan gangguan depresi
pada usia 14 sampai dengan 16 tahun, selanjutnya antara 16 sampai dengan 21
tahun berisiko memunculkan depresi berat, percobaan bunuh diri, penyalahgunaan
obat dan alkohol, prestasi di bidang pendidikan yang lebih rendah daripada
potensinya, serta terlalu dini menjadi orangtua bila dibandingkan remaja-remaja
yang tidak depresi.
Sekitar 50% angka kejadian depresi terjadi pada usia 20-50 tahun, dimana
prevalensi (angka kejadian) pada orang yang tidak menikah lebih tinggi dibanding
mereka yang berumah tangga (www.hanyawanita.com, 2007). Hal ini disebabkan
karena sebuah hubungan pernikahan yang kokoh dapat menyediakan sumber
dukungan selama masa stress (Weissman, dkk., dalam Nevid, dkk., 2003).
Prevalensi depresi semasa hidup berkisar antara 10% hingga 25% untuk
wanita dan 5% hingga 12% untuk pria (APA, dalam Nevid, dkk., 2003).
Prevalensi depresi pada perempuan dua kali lebih besar dibanding pada laki-laki
(Syailendra, dalam www.hanyawanita.com, 2007). Hal ini disebabkan karena pria
dan wanita berespons berbeda terhadap perasaan depresi. Wanita cenderung
memperbesar depresi yang mendorong kepada periode depresi yang lebih panjang
dan lebih parah dengan merenungkan perasaan serta kemungkinan penyebabnya,
sedangkan pria cenderung mengalihkan pikiran saat depresi dengan melakukan
sesuatu yang disukai, seperti pergi ke tempat berkumpul yang disenangi untuk
menghilangkan pikiran akan perasaan-perasaan negatif yang dialami (Nolen-
Hoeksema, dkk., dalam Nevid, dkk., 2003).
Depresi dapat berwujud dorongan untuk mengakhiri hidup agar terlepas
dari situasi yang tidak diinginkan (Ilmawati, 2004). Bunuh diri sebagai jalan
terakhir bagi orang yang mengalami depresi juga meningkat tajam. Jumlah kasus
bunuh diri di Indonesia selama enam bulan terakhir pada tahun 2004 sudah
mencapai 92 kasus, hampir menyamai jumlah seluruh korban tahun 2003 yang
tercatat 112 kasus (Ilmawati, 2004). World Health Organization (WHO)
menyatakan bahwa dalam 20 tahun mendatang, diperkirakan lebih dari 300 juta
penduduk dunia menderita depresi (Messwati, 2006). Pada tahun 2020 depresi
akan menempati masalah kesehatan nomor dua terbesar setelah penyakit
kardiovaskuler (Messwati, 2006).
Secara umum, diperkirakan bahwa sebuah kasus bunuh diri terjadi dari 6-
10 upaya bunuh diri (Santrock, 1995). Bagi remaja, gambarannya adalah satu
kasus bunuh diri dari 50 percobaan bunuh diri. Sebanyak dua dari setiap tiga
mahasiswa berpikir untuk melakukan bunuh diri, setidak-tidaknya pada satu kali
kesempatan, salah satu caranya dengan meminum obat-obatan over dosis,
(Santrock, 1995).
Berdasarkan wawancara dengan salah satu konselor yang menangani
kasus-kasus depresi di Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, ditemukan
ada salah satu mahasiswa yang mengalami depresi dikarenakan putus cinta.
Gejala-gejala yang ditunjukkan, antara lain: sulit berkonsentrasi, tidak mau masuk
kuliah, susah makan, bahkan pernah ada ide bunuh diri (Wawancara, Senin
20/10/2008).
Faktor penyebab dari banyaknya kasus bunuh diri adalah adanya
ketidakmampuan seseorang dalam mengelola stress yang dialami (Ilmawati,
2004). Ketidakmampuan dalam mengelola ini menyebabkan stress
berkepanjangan, sehingga mengalami depresi, serta menjadi pertanda bahaya yang
mengarah pada upaya bunuh diri (Mahsun, 2004).
Nevid, dkk. (2003) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
depresi dapat saling berinteraksi, antara faktor-faktor biologis (seperti faktor
genetis, ketidakteraturan neurotransmiter, atau abnormalitas otak); faktor
psikologis (seperti distorsi kognitif atau ketidakberdayaan yang dipelajari); serta
stressor sosial dan lingkungan (seperti perceraian atau kehilangan pekerjaan).
Peristiwa kehidupan yang penuh tekanan, seperti lama menganggur atau
perceraian, dapat memiliki dampak yang menekan dengan menurunkan aktivitas
neurotransmiter dalam otak. Dampak biokimia ini lebih cenderung terjadi atau
lebih pasti pada orang dengan suatu kecenderungan genetis tertentu untuk depresi.
Dikatakan pula bahwa kerentanan kognitif dapat meningkatkan risiko depresi bila
dihadapkan pada peristiwa-peristiwa hidup yang negatif. Pengaruh kognitif juga
dapat berinteraksi dengan suatu kerentanan genetis untuk meningkatkan risiko
depresi secara lebih lanjut setelah terjadinya peristiwa kehidupan yang penuh
tekanan.
Di satu sisi, suatu gangguan depresi mungkin tidak akan berkembang atau
dapat berkembang dalam bentuk yang lebih ringan pada orang yang memiliki
sumber daya coping yang lebih efektif untuk mengatasi situasi yang penuh
tekanan (Nevid, dkk.,2003). Abernethy, dkk. (2002), melalui hasil penelitiannya
menyimpulkan bahwa religious coping bisa membantu mengurangi tekanan pada
situasi yang tidak dapat dikendalikan, dimana religious coping dihubungkan
dengan berkurangnya depresi dan menimbulkan perasaan nyaman. Disebutkan
pula bahwa religious coping dihubungkan dengan kesehatan mental yang lebih
baik. Peterson & Roy (Mabruri, 2007) menambahkan melalui hasil penelitiannya
yang menyimpulkan, bahwa religiusitas seseorang dapat memberikan
kesejahteraan psikologis serta berhubungan secara negatif dengan depresi.
Penelitian-penelitian tersebut dikuatkan oleh hasil penelitian Watkins, dkk.
(2003) yang menemukan hasil bahwa religiusitas secara positif terhubung dengan
rasa syukur dan pengalaman dari rasa syukur dapat meningkatkan kepercayaan
pada Tuhan. Dengan kata lain, rasa syukur dapat meningkatkan emosi positif.
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis membuat suatu asumsi bahwa
kebersyukuran dapat mencegah depresi dan dapat melindungi seseorang dari
risiko menderita depresi. Maka timbul suatu pertanyaan penelitian: “Apakah ada
hubungan antara kebersyukuran dengan depresi?”
METODE PENELITIAN
A. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi
Universitas Islam Indonesia dengan karakteristik sedang menempuh pendidikan
S1, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, berusia antara 18-24 tahun,
beragama Islam, serta berdomisili di Yogyakarta.
B. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan secara kuantitatif. Metode yang digunakan dalam
pengumpulan data dari penelitian ini adalah dengan menggunakan skala, yaitu
skala depresi dan skala kebersyukuran. Metode penyusunan skala depresi dan
skala kebersyukuran menggunakan skala sikap model Likert dengan empat
alternatif jawaban. Subjek diminta untuk mengisi sejumlah pernyataan yang
digunakan untuk mengungkap permasalahan yang akan diteliti, dengan memilih
salah satu dari keempat alternatif jawaban yang sesuai dengan keadaan subjek.
Penyekoran pernyataan favourable bergerak dari 4 – 1, sedangkan untuk
penyekoran pernyataan unfavourable bergerak dari 1 – 4.
1. Skala Depresi
Skala depresi dalam penelitian ini disusun sendiri oleh peneliti
berdasarkan gejala-gejala depresi yang dikemukakan oleh Oltmanns & Emery
(2004), antara lain:
a. Gejala emosional;
b. Gejala kognitif;
c Gejala somatik;
d. Gejala tingkah laku.
Secara keseluruhan Skala Depresi berjumlah 26 aitem pernyataan, dengan
21 aitem pernyataan favourable dan lima aitem pernyataan unfavourable. Skala
depresi menggunakan alternatif jawaban “sangat sesuai (SS)”, “sesuai (S)”, “tidak
sesuai (TS)”, dan “sangat tidak sesuai (STS)”.
2. Skala Kebersyukuran
Skala kebersyukuran dalam penelitian ini disusun sendiri oleh peneliti
berdasarkan ciri-ciri syukur yang dikemukakan oleh Al-Jauziyah (2005), antara
lain:
a. Memberikan pujian kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan-Nya dan
minta ampun pada-Nya;
b. Menggunakan nikmat Allah untuk mencapai ridha-Nya, mencurahkan harta
benda untuk amal saleh;
c. Berbuat baik terhadap nikmat Allah;
d. Menjaga karunia Allah dan mampu menahan diri untuk tidak mengerjakan
perbuatan terlarang (meninggalkan kemaksiatan);
e. Mencurahkan semua tenaga untuk taat dan beribadah kepada Allah, serta
tunduk dan patuh kepada Allah;
f. Pujian kepada orang yang berbuat baik karena kebaikannya dan menceritakan
tentang nikmat Allah;
g. Mensyukuri nikmat-nikmat Allah, menerima nikmat Allah dengan
kebahagiaan dan kelapangan dada.
Secara keseluruhan Skala Kebersyukuran berjumlah 29 aitem pernyataan,
dengan 24 aitem pernyataan favourable dan lima aitem pernyataan unfavourable.
Skala kebersyukuran menggunakan alternatif jawaban “selalu (SL)”, “sering
(SR)”, “kadang-kadang (KK)”, dan “tidak pernah (TP)”.
C. Metode Analisis Data
Metode yang digunakan adalah metode analisis statistik korelasi product
moment dari Pearson. Perhitungan analisis data dilakukan dengan menggunakan
komputer pada program SPSS release 11.5 for windows sebagai alat bantu analisis
secara statistik.
HASIL PENELITIAN
1. Uji Asumsi
Sebelum dilakukan analisis korelasi product moment dari Pearson untuk
menguji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis, yaitu berupa uji
asumsi yang meliputi uji normalitas dan uji linearitas sebagai syarat untuk
pengetesan nilai korelasi agar kesimpulan yang ditarik tidak menyimpang dari
kebenaran yang seharusnya (Hadi, 2001). Uji asumsi dilakukan dengan bantuan
komputer pada program SPSS release 11.5 for windows.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran skor pada
variabel penelitian mengikuti distribusi kurve normal atau tidak. Pedoman atau
kaidah yang digunakan untuk mengetahui normal atau tidaknya sebaran data
adalah jika p > 0,05 maka sebarannya dinyatakan normal dan jika p < 0,05 maka
sebarannya dinyatakan tidak normal (Hadi, 2001). Hasil uji normalitas dengan
teknik One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test menunjukkan nilai KS-Z sebesar
0,645 dengan p = 0,800 (p > 0,05) untuk skala depresi dan nilai KS-Z sebesar
0,654 dengan p = 0,785 (p > 0,05) untuk skala kebersyukuran. Hasil uji normalitas
ini menunjukkan bahwa skala depresi dan skala kebersyukuran terdistribusi atau
tersebar dengan normal.
b. Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah kedua variabel
mempunyai hubungan yang linear. Hubungan antara kedua variabel dikatakan
linear apabila p < 0,05, sebaliknya hubungan antara kedua variabel dikatakan
tidak linear apabila p > 0,05. Hasil uji linearitas dengan teknik Compare Means
menunjukkan F = 13,561 dengan p = 0,001. Berdasarkan hasil analisis di atas,
dapat dikatakan bahwa hubungan antara depresi dengan kebersyukuran bersifat
linear atau mengikuti garis lurus karena p < 0,05.
2. Uji Hipotesis
Setelah dilakukan uji normalitas dan uji linearitas sehingga semua syarat
terpenuhi, maka dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan teknik korelasi
product moment dari Pearson. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
adalah ada hubungan negatif antara kebersyukuran dengan depresi. Semakin
tinggi tingkat kebersyukuran seseorang, maka tingkat depresi semakin rendah,
begitu pula sebaliknya. Hasil analisis data menunjukkan r = -0,448 dengan p =
0,000 (p < 0,01). Berdasarkan hasil korelasi tersebut, dinyatakan bahwa terdapat
hubungan negatif yang sangat signifikan antara kebersyukuran dengan depresi,
sehingga hipotesis yang diajukan dapat diterima. Koefisien determinasi (r2) yang
diperoleh = 0,201, artinya sumbangan efektif kebersyukuran terhadap depresi
sebesar 20,1%. Sebanyak 20,1% depresi dipengaruhi oleh kebersyukuran,
sedangkan sisanya sebanyak 79,9% dipengaruhi variabel lain diluar variabel
tersebut.
PEMBAHASAN
Adanya hubungan antara kebersyukuran dengan depresi, membuktikan
bahwa kebersyukuran merupakan salah satu faktor yang memberikan kontribusi
terhadap tinggi rendahnya depresi pada mahasiswa. Kebersyukuran (syukur)
dalam penelitian ini diartikan sebagai tingkat penerimaan diri, pengendalian diri,
dan kelapangan dada atas segala nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT
serta diwujudkan dalam bentuk perkataan, perbuatan, dan dengan hati. Depresi
dalam penelitian ini diartikan sebagai gangguan yang ditunjukkan dengan gejala-
gejala, diantaranya kehilangan minat (rasa senang) dalam semua atau berbagai
aktivitas, perasaan sedih yang mendalam atau berkepanjangan sampai pada
keadaan tidak berdaya, putus asa dan kehilangan harapan, serta perasaan tidak
berharga dalam hubungannya dengan penyalahan terhadap diri sendiri.
Orang yang depresi cenderung menginterpretasikan kejadian-kejadian
sehari-hari secara negatif, dengan membuat kesalahan-kesalahan kognitif dengan
selalu berpikir negatif tentang dirinya sendiri, dunianya (lingkungan), dan masa
depannya (Beck, dalam Durand & Barlow, 2006; Nevid, dkk., 2003). Sebaliknya,
orang yang bersyukur senantiasa mencurahkan tenaga untuk taat dan beribadah
kepada Allah serta tunduk dan patuh kepada Allah. Perasaan tunduk dan patuh
kemudian membawa manusia menjadi orang yang berserah diri dan tawakkal. Hal
ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Luqman ayat 22:
”Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan.” Berdasarkan ayat di atas, dapat dikatakan bahwa orang yang bersyukur
menerima dan memahami bahwa segala sesuatu yang terjadi pada dirinya adalah
kehendak Allah SWT sebagai wujud penerimaan diri dan kelapangan dada. Ketika
mendapat kesulitan, ia langsung menyerahkan ke Allah dan yakin bahwa
pertolongan Allah akan datang, sehingga tidak mudah putus asa. Keyakinan ini
akan mengubah cara pandang terhadap peristiwa apapun yang dihadapi dalam
hidup dan memunculkan pikiran, perasaan, pemahaman, serta emosi positif,
sehingga dapat mengurangi seseorang memandang diri negatif juga dalam
memahami lingkungan dan masa depannya. Dengan demikian orang yang
bersyukur tidak mudah mengalami depresi.
Orang yang bersyukur menganggap kemudahan maupun kesulitan yang
dialami sebagai anugerah, dengan begitu ia tidak pernah menyesali apa yang
terjadi dalam hidupnya. Hati orang yang bersyukur akan selalu merasa cukup,
sehingga tidak khawatir dan was-was. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT
surat Al-Baqarah ayat 112:
“(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
Sikap hidup inilah yang menimbulkan ketenangan dan perasaan nyaman, sehingga
tidak depresi. Penjelasan ini didukung oleh penelitian oleh Watkins, dkk. (2003),
yang menyatakan bahwa individu yang bersyukur memiliki suatu perasaan yang
berlimpah serta tidak merasa hampa dalam hidupnya. Perasaan itulah yang
menyebabkan individu tersebut tidak mudah mengalami depresi.
Penjelasan di atas didukung oleh hasil penelitian McCullough & Emmons
(2003) yang merumuskan bahwa pendekatan yang efektif untuk memaksimalkan
kepuasan hati seseorang adalah dengan secara sadar bersyukur atas berkah yang
diterima. Di sisi lain, Al-Jauziyah (2005) menjelaskan konsep syukur secara lebih
mendalam, dimana orang yang bersyukur (syakir) adalah yang bersyukur atas
pemberian dan orang yang banyak syukur (syakur) adalah orang yang bersyukur
atas penolakan; orang yang bersyukur (syakir) adalah yang bersyukur atas
kemanfaatan, sementara orang yang banyak syukur (syakur) adalah orang yang
bersyukur atas terhalangnya kemanfaatan itu; orang yang bersyukur (syakir)
adalah yang bersyukur atas pemberian, sementara orang yang banyak syukur
(syakur) adalah orang yang bersyukur atas musibah. Dengan kata lain, orang yang
bersyukur memiliki keyakinan bahwa kebersyukuran adalah anugerah serta
keyakinan akan ada hikmah dibalik setiap jengkal kehidupannya.
Rasa syukur lebih kuat terhubung pada emosi positif daripada emosi
negatif dan menunjukkan hubungan negatif terkuat dengan depresi dibuktikan
melalui hasil penelitian yang dilakukan oleh Watkins, dkk. (2003). Penelitian
tersebut menguatkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, dimana
diterimanya hipotesis penelitian membuktikan bahwa kebersyukuran memiliki
hubungan negatif yang sangat signifikan dengan depresi.
Di sisi lain, hasil kategorisasi kebersyukuran menunjukkan sebagian besar
subjek berada dalam kategori tinggi, yaitu sebanyak 41 orang (68,33%) dari
jumlah 60 subjek penelitian, sebaliknya hasil kategorisasi depresi menunjukkan
sebagian besar subjek berada dalam kategori rendah, yaitu sebanyak 46 orang
(76,67%) dari jumlah 60 subjek penelitian. Berdasarkan hasil penelitian tersebut,
dapat diinterpretasikan bahwa mahasiswa yang menjadi subjek dalam penelitian
ini memiliki tingkat kebersyukuran yang tinggi. Kebersyukuran yang tinggi pada
subjek tersebut terkait dengan tingkat depresi yang rendah.
Penelitian ini memiliki kelemahan, yaitu pemilihan subjek penelitian yang
kurang tepat, seharusnya peneliti mencari subjek yang diduga memiliki tingkat
depresi tinggi. Selain itu kelemahan juga terletak pada jumlah aitem yang kurang
seimbang dalam alat ukur yang disajikan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa ada hubungan negatif
yang sangat signifikan antara kebersyukuran dengan depresi pada mahasiswa,
artinya semakin tinggi tingkat kebersyukuran pada mahasiswa maka tingkat
depresi semakin rendah, sebaliknya semakin rendah tingkat kebersyukuran pada
mahasiswa maka tingkat depresi semakin tinggi. Dengan demikian hipotesis
penelitian diterima.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti mengajukan beberapa saran sebagai
berikut:
1. Bagi Para Mahasiswa
Para mahasiswa diharapkan dapat mengembangkan kebersyukuran dalam
segala aspek kehidupan.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya yang berminat terhadap penelitian sejenis
diharapkan dapat menghasilkan berbagai macam variasi penelitian, seperti
penambahan variabel penelitian maupun penelitian pada subjek yang berbeda.
Selain itu, diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk mengembangkan konsep
kebersyukuran terutama dalam pembuatan aitem.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jauziyah, I.A.Q. 2005. Kemuliaan Sabar dan Keagungan Syukur. Mitra Pustaka: Yogyakarta.
Abernethy, A.D. Chang, T. Seidlitz, L. Evinger, J.S. & Duberstein, P.R. 2002. Religious Coping and Depression Among Spouses of People With Lung Cancer. http://psy.psychiatryonline.org/cgi/content/full /43/6/456, 2007.
Anonim. (tanpa tahun). Definition: Rahe-Holmes Social Readjustment Ratings Scale. http://cancerweb.ncl.ac.uk/cgi-bin/omd?Rahe-Holmes+social+ readjustment+rating+scale, 14/01/2008.
______. (tanpa tahun). The Holmes-Rahe Social Readjustment Ratings Scale. http://www.healpastlives.com/future/cure/scale.htm, 14/01/2008.
______. 2006. Waspadai Depresi, Kenali Gejalanya. http://www.hanyawanita. com/_ health/article.php?article_id=6228, 06/03/2007.
Durand, V.M. Barlow, D.H. 2006. Intisari Psikologi Abnormal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Emmons, R.A. McCullough, M.E. 2003. Counting Blessings Versus Burdens: An Experimental Investigation of Gratitude and Subjective Well-being in Daily Life. www.Psy.Miami.edu/faculty/mmccullough/gratitude/Emmons _ McCullough_2003_JPSP.pdf_, 10/02/2008.
Fontana, D. (tanpa tahun). Stress. From Managing Stress, The British Psychology Society and Routledge. http://honolulu.hawaii.edu/intranet/committees/ FacDevCom/guidebk/teachtip/stress.htm,14/01/2008.
Hadi, S. 2001. Statistik Jilid 2. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Ilmawati, Z. 2004. “Depresi Sosial” Gejala dan Akar Penyebabnya. httpwww. [email protected], 2007.
Kaplan & Sadock. 1997. Sinopsis Psikiatri (Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis) Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara.
Mabruri, M.I. 2007. Hubungan Antara Kepribadian Tangguh (Hardiness) dan Religiusitas Dengan Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-being) Pada Korban Bencana Alam Di Yogyakarta. Naskah Publikasi. Program Studi Psikologi Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Mahsun. 2004. Bersahabat dengan Stres (Kiat Praktis Menaklukkan Bahkan Mengubah Stres Menjadi Hal yang Positif). Yogyakarta: Penerbit Prisma Media.
Messwati, E.D. 2006. Memulihkan Depresi, Mencegah Bunuh Diri. httpwww.
kompas.comver1Kesehatan061025152549.htm, 2007.
Nevid, J.S. Rathus, S.A. Greene, B. 2003. Psikologi Abnormal Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga.
_______. 2003. Psikologi Abnormal Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Oltmanns, T.F. Emery, R.E. 2004. Abnormal Psychology. Pearson Prentice Hall. Upper Saddle River, New Jersey 07458.
Saelan, Y. 2006. Depresi dan Fungsi Otak. http://www.beritajatim.com/siloam/ index.php, 06/03/2007.
Santrock, J.W. 2003. Adolescence (Perkembangan Remaja). Jakarta: Penerbit Erlangga.
___________ . 1995. Life-Span Development (Perkembangan Masa Hidup) Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Sarwono, S.W. 2002. Psikologi Remaja Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit PT Raja Grafindo Persada.
Watkins, P.C. Woodward, K. Stone, T. Kolts, R.L. 2003. Gratitude and Happiness: Development of a Measure of Gratitude, and Relationships With Subjective Well-being. www.Psy.Miami.edu/faculty/mmccullough/ gratitude/2, 10/02/2008.
Identitas Penulis
Nama : Rr. Atina Ayu Vanesa
Alamat : Gandok Condong Catur 17 Gang Ratih No. 29 Depok
RT/RW 02/55 Kabupaten Sleman Propinsi DIY Kode Pos
55283
No HP : 085729063800 / 085729152562